referat endometriosis intan permata sari 20100310161

31
1 REFERAT Diet and endometriosis risk: A literature review Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Diajukan Kepada : dr. I Nyoman Tritia Widiantara, Sp.OG Disusun oleh : Intan Permata Sari 20100310161 SMF OBSTETRI GINEKOLOGI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2015

Upload: rheza-tuszakka

Post on 11-Jan-2016

51 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

endo

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

1

REFERAT

Diet and endometriosis risk: A literature review

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di

Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati

Bantul

Diajukan Kepada :

dr. I Nyoman Tritia Widiantara, Sp.OG

Disusun oleh :

Intan Permata Sari

20100310161

SMF OBSTETRI GINEKOLOGI

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

Page 2: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

2

HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT

Diet and endometriosis risk: A literature review

Disusun oleh:

Intan Permata Sari

20100310161

Telah dipresentasikan pada:

29 Juni 2015

Bantul, 29 Juni 2015

Menyetujui dan mengesahkan,

Pembimbing

dr. I Nyoman Tritia Widiantara, Sp.OG

Page 3: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

3

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN ..........................................................................................................4

A. LATAR BELAKANG .........................................................................................4

B. TUJUAN .............................................................................................................6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................7

A. ENDOMETRIOSIS .............................................................................................7

1. Definisi ............................................................................................................7

2. Patofisiologi ....................................................................................................7

3. Gejala Klinis .................................................................................................. 10

4. Pembagian derajat dan lokasi lesi endometriosis............................................. 11

5. Penegakan Diagnosis ..................................................................................... 12

6. Tatalaksana Nyeri Endometriosis ................................................................... 16

B. DIET ................................................................................................................. 19

1. Energi................................................................................................................ 19

2. Protein ........................................................................................................... 20

3. Cairan ............................................................................................................ 21

4. Mikronutrien .................................................................................................. 21

BAB III

PEMBAHASAN ........................................................................................................... 23

BAB IV KESIMPULAN ............................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 30

Page 4: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

4

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Endometriosis adalah kelainan ginekologi yang ditandai dengan adanya

stroma dan kelenjar mirip endometrium pada jaringan diluar rongga uterus,

endometriosis banyak diderita oleh perempuan pada usia reproduksi, yang terkait

dengan keluhan infertilitas dan atau nyeri pelvik yang berat dapat saja tampil

dengan stadium klinik endometriosis derajat ringan atau dapat pula tampil

sebaliknya. Gejala nyeri pada endometriosis dapat pula berkaitan dengan penyakit

lain seperti sindrom iritasi usus, sistisis, fibromyalgia, da migrain. Derajat

keparahan nyeri haid yang dialami oleh penderita endometriosis ini berkorelasi

negatif dengan kualitas hidup mereka.

Insiden endometriosis sulit untuk diukur, sebagian besar wanita dengan

penyakit ini sering tidak bergejala, dan modalitas pencitraan memiliki kepekaan

rendah untuk diagnosis. Wanita dnegan endometriosis mungkin asimtomatik,

subfertile, atau menderita berbagai tingkat nyeri panggul. Metode utama diagnosis

adalah laparoskopi, dengan atau tanpa biopsi untuk diagnosis histologis.

Endometriosis secara signifikan memberikan pengaruh terhadap

kehidupan wanita, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam produktivitas

kerja. Selain mempengaruhi kesehatan fisik maupaun mental, endometriosis juga

dapat mengurangi produktifitas kerja seorang wanita. Dari penelitian didapatkan

bahwa wanita dengan endometriosis lebih banyak absen saat bekerja

Page 5: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

5

dibandingkan dengan wanita yang meiliki gejala namun tanpa endometriosis.

Pasiem endometriosis dapat kehilangan produktivitas kerja sekitar 10,8 per

minggu, dan angkata ini setara dengan US $ 4 di Negeria.

Gizi selain diperlukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental

serta kesehatan, gizi diperlukn juga kesehatan untuk fertilitas. Kekurangan nutrisi

pada seseorang akan berdampak penurunan fungsi reproduksi. Apabila seseorang

mengalami anoreksia nervosa maka akan terjadi perubahan hormonal yang

ditandai dengan penuruanan gonadotropin menurun, serta penurunan pola

sekresinya. Pada wanita anoreksia kadar hormon steroid mengalami perbuahan

yaitu meningkatnya testoteron serum dan penurunan ekskresi 17-keto-seteroid

dalam urine, diantaranya androsteron dan epiandrosteron, dampaknya terjadi

perubahan siklus ovulasi.

Dalam beberapa penelitian menyebutkan bahwa diet vegetarian

mempengaruhi siklus menstruasi. Pengaruh diet vegetarian terhadapa hormon

seks telah diteliti, 9 orang vegetarian diberi diet yang mengandung daging

ternyata fase folikulernya memanjang, rata-rata 4,2 hari dan FSH juga meningkat.

Pada wanita yang mengonsumsi diet vegetarian terjadi peningkatam frekuensi

gangguan siklus mentrasi. Sedangkan diet rendah lemak akan menyebabkan 3

efek utama yaitu panjang siklus menstruasi meningkat rata-rata 1,3 hari lamanya

waktu menstruasi meningkat rata-rata 0,5 hari dan fase folikuler meningkat 0,9

hari. Gizi seimbang sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizi perhari

dengan asupan zat-zat gizi makanan yang mengandung karbohidrat, protein,

lemak, vitamin, mineral, dan air. Kebutuhan gizi orang dewasa dengan berat

normal adalah sekitar 2000-2200 Kkal perhari.

Page 6: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

6

Peranan gizi yang ikut andil dalam proses fisiologi dan patologis yang

berhubungan dengan penyakit seperti peradangan, aktivitas esterogen, siklus

menstruasi, beban organoklorin dan metabolisme dalam prostagladin dapat

dipengaruhi oleh diet (Missmer dkk, 2010). Keterkaitan diet dengan angka

terjadinya endometriosis akan dilakukan dalam penelitian ini. Beberapa penelitian

menunjukan adanya ikatan yang kuat terhadap kelebihan lemak dan angka

terjadinya endometrisos. Zat-zat insektisida yang menempel pada buah-buahan

dan sayur-sayuran telah dihipotesiskan sejak tahun 1990 sebagai salah satu faktor

resiko ternjadinya endometriosis. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan

ngeluasan secara sistematis, untuk menilai faktor nutrisi dan faktor makanan

dalam keterkaitannya meningkatkan resiko angka terjadinya endometriosis.

B. TUJUAN

Mengetahui hubungan diet sebagai faktor resiko terjadinya endometriosis.

Page 7: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ENDOMETRIOSIS

1. Definisi

Endometrisis adalah gangguan ginekologi jinak umum yang

didefiniskan sebagai adanya jaringan kelenjar endometrium dan stroma di

luar lokasi normal. Endometriosis paling sering ditemukan ada

periotoneum panggul, tetapi dapat juga ditemukan di ovarium, septum

rektovaginal, ureter, namun jarang ditemukan di vesika urinaria,

perikardium, dan pleura (HIFERI, 2013).

2. Patofisiologi

Ada berbagai teori yang mendasarai terjadinya endometriosis ,

seperti teori retrograde dimana diperkirakan terjadinya aliran darah

menstrual ketuba falopii yang akan membawa jaringan endometrium

sehingga dapat menyebabkan penempelan jaringan itu ditempat

menempelnya jaringan endometrium. Namun ada teori terbaru yang

diperkirakan mendasari patogenesis endometrosis, yaitu angiogenesis yang

berlebihan pada endometrium. Terdapat dua permasalahan utama pada

penderita endometriosis yaitu nyeri dan infertilitas. Rasa nyeri dapat

berupa dismenorea, dispareunia, nyeri pelvik di luar hadi, nyeri saat

ovulasi, dikezia dan disuria. Timbulnya nyeri dan infertilitas pada

penderita endometriosis melibatkan tiga mekanisme penting yaitu

Page 8: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

8

peningkatan aktivitas aromatase pada biosintesis estrogen, peningkatan

cyclooxygenase-2 (COX-2) pada jalur prostagladin dan resistensi reseptor

progesteron. Oleh karena itu terapi yang dapat bekerja pada tiga jalur

tersebut sangat menjanjikan dalam pengobatan nir invasif endometriosis di

masa depan (Tjancandrawinata, 2013).

a. Aromatase, cyclooxygenase-2 dan 17 β hydroxysteroid dehydrogenase

2

Terdapat peningkatan ekspresi kadar prostaglandin, estradiol dan

progesteron pada lesi endometriosis endometrium perempuan normal

dibandingkan endometrium perempuan dengan endometriosis. Aktivitas

enzim COX-2, aromatase dan produksi prostaglandin E2 (PGE2) lebih

rendah pada endometrium normal dibandingakan endometrium penderita

endometriosis. Pada fase sekresi, progesterone akan berperan sebagai anti

estrogen dengan memicu enzim 17 β hydroxysteroid dehydrogenase 2

(HSD17β2) yang mengkonversi estradiol menjadi estron

(Tjancandrawinata, 2013).

Pada endometrium penderita endometriosis, terdapat peningkatan

aktivitas COX-2 dan aromatase. Sehingga menghambat teraktifasinya

enzim HSD17β2. Kondisi ini menyebabkan kadar estradiol lokal semakin

meningkat. Peningkatan kadar estrogen menyebabkan lesi endometriosis

dapat terus tumbuh dan berkembang sedangkan pengeluaran prostaglandin

dan sitokin merangsang inflamasi, aktivasi serta invasi serat saraf di

sekitar lesi. Akibatnya, timbul rasa nyeri yang hebat pada saat haid

maupun nyeri pelviks yang bersifat kronis. Endometriosis juga

Page 9: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

9

menyebabkan infertilitas karena menurunkan kualitas oosit dan

menghambat fertilisasi dan implantasi embrio (Tjancandrawinata, 2013).

Gambar 1. Cyclooxygenase-2 (COX-2), prostaglandin E2 (PGE2), 17 β

hydroxysteroid dehydrogenase 2 (HSD17β2) (Tjancandrawinata, 2013).

b. Epigenetik reseptor estrogen dan pertumbuhan endometriosis

Estradiol merupakan hormon yang berperan penting pada

pertumbuhan dan keberadaan lesi endometriosis serta reaksi inflamasi dan

nyeri. Estradiol mencapai lesi melalui sirkulasi maupun secara lokal untuk

kemudian berfungsi dalam pertumbuhan lesi setelah berikatan dengan

reseptor estrogen (Tjancandrawinata, 2013).

Pada lesi endometriosis dan endometrium penderita endometriosis

terdapat peningkatan 149 kali lebih banyak reseptor estogen (RE)-β

Page 10: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

10

sedangkan RE-α hanya meningkat 9 kali. Hal ini disebabkan oleh proses

metilasi promotor RE-β, yakni pada daerah cytosinphosphate-guanine

(CpG). Reseptor estrogen β yang berlebih ini menduduki promotor RE-α

dan menurunkan aktivitasnya. Defisiensi RE-α pada endometriosis

bertanggung jawab terhadap kegagalan estradiol untuk mengekspresikan

reseptor progesteron (PR) sehingga menyebabkan defisiensi PR atau

kondisi yang dikenal sebagai resistensi progeseteron (Tjancandrawinata,

2013).

Kondisi ini menyebabkan lesi endometriosis kemudian gagal

berespon terhadap progesteron sehingga asam retinoat yang berperan

dalam aktivasi HSD17β2 tidak diproduksi. Tingginya reseptor estrogen β

menyebabkan peningkatan aktivasi COX-2 untuk menghasilkan pros-

taglandin E2. Prostaglandin E2 ini memicu ekspresi dari gen faktor steroid

untuk mengaktifkan aromatase yang berfungsi dalam mengubah

androstenedione dari kolesterol menjadi estradiol (Tjancandrawinata,

2013).

3. Gejala Klinis

Gejala klasik dari endometriosis meliputi dysmenorea,

dyspareunia, dyschezia dan atau infertilitas. Menurut penelitian kasus

control di Amerika Serikat, gejala seperti nyeri abdomen, dysmenorrhea,

menorrhagia, dan dyspareunia mempunyai hubungan dengan

endometriosis. Sebanyak 83% wanita dengan endometriosis mengeluhkan

salah satu atau lebih gejala tersebut, sedangkan hanya 29% wanita tanpa

endometriosis yang mengeluhkan gejala tersebut (HIFERI, 2013).

Page 11: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

11

Tabel 1. Gejala klinik pasien endometriosis

Gejala endometriosis eksternal :

Kejadian katamenial adalah kejadian yang biasanya terjadi pada

wanita dengan endometriosis. Meskipun kejadian ini jarang terjadi, namun

juga sering menimbulkan permasalahan lainnya. Beberapa katamenial

yang dapat terjadi pada kelainan endometriosis yaitu penumothoraks,

hemoptysis, dan endometriosis pada organ peritoneum lainnya. Kasus

yang telah dilaporkan, terdapat endometriosis pada rektal yang

menyebabkan obstruksi, endometriosis pada kolon sigmoid yang

menyebabkan gejala hampi sama dengan kanker kolon (HIFERI, 2013).

Pada endometriosis yang menyerang organ usus, gejala yang

biasanya timbul meliputi perdarahan, obstruksi usus, namun jarang dengan

perforasi maupun mengarah kepada keganasan. Gejala dapat timbul pada

40% pasien, dan rasa nyeri bervariasi tergantung pada tempat terjadinya

endometriosis. Gejala yang disampaikan oleh pasien seperti nyeri perut,

distensi, diare, konstipasi, dan tenesmus (HIFERI, 2013).

4. Pembagian derajat dan lokasi lesi endometriosis.

Pemabagian derajat keparahan berdasarkan American Society for

Reproductive Medicine (ASRM) pada tahun 1996.

Page 12: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

12

5. Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis pada endometriosis mulai dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Kalsifikasi berdasarkan

sistem skoring revised-AFS (r-AFS). Empat derajat keparahan, yakni :

Stadium I (minimal) : 1-5

Stadium II (ringan) : 6-15

Stadium III (sedang) : 16-40

Stadium IV (berat) : >40

Tabel 2. Klasifikasi Endometriosis menurut ASRM, revisi 1996.

Page 13: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

13

Klasifikasi Enzian score dapat juga digunakan sebagai instrumen

untuk mengklasifikasikan endometriosis dengan infiltrasi dalam, terutama

difokuskan pada endometriosis bagian retroperitoneal yang berat. Pada

penelitian ini, didapatkan 58 pasien yang menurut Enzian Score

diklasifikasikan sebagai endometriosis dengan infiltrasi dalam, namun

pada AFS revisi tidak didiagnosis demikian.

Page 14: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

14

Gambar 2. Klasifikasi Endometriosis Enzian Score (Fertil-Steril 2011).

Page 15: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

15

a. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada endometriosis dimulai dengan melakukan

inspeksi pada vagina menggunakan spekulum, yang dilanjutkan dengan

pemeriksaan bimanual dan palpasi rektovagina. Pemeriksaan bimanual dapat

menilai ukuran, posisi dan mobilitas dari uterus. Pemeriksaan rektovagina

diperlukan untuk mempalpasi ligamentum sakrouterina dan septum

rektovagina untuk mencari ada atau tidaknya nodul endometriosis.

Pemeriksaan saat haid dapat meningkatkan peluang mendeteksi nodul

endometriosis dan juga menilai nyeri (HIFERI, 2013).

b. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan

endometriosis adalah ultrasonogradi transvaginal dan MRI (Magnetic

Resonance Imaging) dan pemeriksaan marka biokimia. Pemeriksaan USG

vaginal merupakan pemeriksaan penunjang lini pertama yang mempunyai

akurasi cukup baik terutama dalam mendeteksi kista endometriosis. USG tidak

memberikan hasil yang baik untuk pemeriksaan endometriosis periotneal.

MRI dapat dipertimbangkan untuk mendiagnosis endometriosis peritoneum.

MRI tidak berguna untuk mendiagnosis atau mengeksklusi endometriosis

peritoneum. Kelainan yang disebabkan inflamasi pada endometrisos dapat

menjadi marka biokimia. Sitokin, interleukin, dan TNF-α mempunyai peran

dalam pathogenesis endometriosis. Pemeriksaan IL-6 telah digunakan untuk

membedakan wanita dengan atau tanpa endometriosis, dan untuk

mengidentifikasi derajat dari endometriosis (HIFERI, 2013).

Page 16: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

16

6. Tatalaksana Nyeri Endometriosis

a. Tatalaksana Konservatif Nyeri Endometriosis

Endometriosis dianggap sebagai penyakit yang bergantung pada

esterogen, sehingga salah satu pilihan pengobatan adalah dengn menekan

hormon menggunakan obat-obatan untuk mengobatinya. Saat ini pil

kontrasepsi, progestin, GnRH agonis dan aromatase inhibitor adalah jenis

obat-obatan yang sering dipakai dalam tatalaksana medikamentosa

endometriosis.

1) Pil Kontrasepsi Kombinasi (PKK)

Bekerja pada kelainan endometriosis dengan cara menekan LH dan

FSH serta mencegah ovulasi dengan cara menginduksi munculnya

keadaan pseudo-pregnancy. Selain itu penggunaan PKK juga akan

mengurangi aliran menstruasi, desidualisasi implant endometriosis,

dan meningkatkan apoptosis pada endometrium eutopik pada

wanita dengan endometriosis (HIFERI, 2013)

2) Progestin

Progesteron memiliki efek antomitotik terhadap sel endometrium,

sehingga memiliki potensi dalam pengobatan endometriosis.

Progestin turunan 19-nortestoteron seperti dienogest memiliki

kemampuan untuk menghambat enzim aromatase dan ekspresi

COX-2 dan produksi PGE2 pada kultur sel endometriosis

(HIFERI, 2013).

3) Agonis GnRH

Page 17: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

17

Pajanan GnRH yang terus menerus ke hipofisis akan

mengakibatkan down-regulation reseptor GnRH yang akan

mengakibatkan berkurangnya sensitifitas kelenjar hipofisis.

Kondisi ini akan mengakibatkan keadaan hipogonadotropin

hipogonadisme yang akan mempengaruhi lesi endometriosis yang

sudah ada. Amenore yang timbul akibat kondisi tersebut akan

mencegah pembentukan lesi baru. GnRH juga akan meningkatkan

apoptosis susukan endometriosis. Selain itu GnRH bekerja

langsung pada jaringan endometriosis. Hal ini dibuktikan dengan

adanya reseptor GnRH pada endometrium ektopik. Kadar mRNA

reseptor esterogen (ER α) menurun pada endometriosis setelah

terapi jangka panjang. GnRH juga menurunkan VEGF yang

merupakan faktor angogenik yang berperan untuk

mempertahankan pertumbuhan endometriosis. Interleukin 1A (IL-

1A) merupakan faktor imunologi yang berperan melindungi sel

dari apoptosis (HIFERI, 2013).

4) Danazol

Merupakan androgen sintetik dan derivate 17 α-ethynyl

testoterone. Danazol mempunyai beberpa mekanisme kerja

diantaranya menginduksi amenorea melalui supresi terhadap aksis

hipotalamus-Pituitaru-Ovarium (HPO), inhibisi steriodogenesis

ovarium dan mencegah proliferasi endometrium dan implan

endometriosis. Cara kerja lainnya termasuk menurunkan produksi

High Density Lipoprotein (HDL), penurunan produksi Steroid

Page 18: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

18

Hormone Binding Globulin (SHBG) di hati, dan menggeser posisi

testoteron dari SHBG menyebabkan peningkatan konsentrasi

testoteron bebas. Atrofi dari endometrium dan implan

endometriosis terjadi sebagai konsekuensi dari kadar esterogen

yang rendah dan androgen yang tinggi (HIFERI, 2013).

5) Aromatase Inhibitor

Mitogenik estradiol yang berpotensi mendorong pertumbuhan dan

proses inflamasi di lesi endometriosis. Esterogen lokal dari lesi

endometriosis berikatan erat dengan ekspresi enzim aromatase

sitokrom P450. Kadar mRNA aromatase yang meningkat

ditemukan pada lesi endometriosis dan endomterioma ovarium.

Karena peranan penting enzim aromatase dan esterogen lokal pada

endometriosis, maka aromatase inhibitor dipikirkan menjadi

pilihan terapi yang potensial pada pasien dengan endometriosis

(HIFERI, 2013).

6) Anti Prostagladin

Kadar prostgladin di cairan peritoneum dan lesi endometriosis pada

wanita dengan endometriosis. Sehingga di obat anti inflamasi non

steroid banyak digunakan dalam penatalaksanaan nyeri terkait

endometriosis (HIFERI, 2013).

b. Tatalaksana Bedah Nyeri Endometriosis

1) Prosedur LUNA pada laparoskopi

2) Laparoskopi pre-sacral neurctomy pada nyeri karena

endometriosis.

Page 19: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

19

3) Laparoskopi eksisi lesi endometriosis susukan dalam

B. DIET

Diet berasal dari bahasa Yunani, yaitu diaita yang berarti cara hidup.

Definisi diet menurut tim kedokteran EGC 1994 (dalam Hartantri, 1998) adalah

kebiasaan yang diperbolehkan dalam hal makanan dan minuman yang dimakan

oleh seseorang dari hari ke hari. Aktivitas fisik (olahraga) dan diet yang sehat,

yaitu diet yang menyeimbangkan antara kebutuhan hidrat arang, protein, vitamin,

air dan mineral.

Nutrisi dapat didefinisikan sebagai jumlah keseluruhan proses yang

terlibat dengan asupan dan penggunaan bahan-bahan makanan.nutrisi yang cukup

dibutuhkan untuk pertumbuhan, perbaikan dan perawatan aktivitas-aktivitas

dalam tubuh. Kebutuhan nutrien bervariasi menurut usia seseorang, jenis kelamin,

ukuran, keadaan penyakit, kondisi klinis, status nutrisional, dan tingkat aktivitas

fisik, tetapi terlepas dari variasi individu, semua orang memiliki kebutuhan

nutrisional untuk energi, protein, cairan, dan mikronutrien.

1. Energi

Kebutuhan energi (atau kalori) dapat dipenuhi melalui asupan

karbohidrat, lemak, dan atau protein dalam makanan. Asupan kalori atau

energi yang melebihi energi yang digunakan disimpan dalam cadangan tubuh.

Karbohidrat utamanya disimpan sebagai glikogen hati dan otot. Lemak, yang

disimpan sebagai trigliserida dalam jaringan adiposa, meliputi cadangan

tenaga tubuh terbesar.

Page 20: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

20

2. Protein

Kebutuhan protein pada orang dewasa bervariasi berdasarkan pada

status nutrisi, keadaan penyakit, dan kondisi klinis. Kebutuhan protein

diekspresikan sebagai gram per kilogram berat badan. Metabolisme protein

tergantung pada fungsi ginjal dan hati; sehingga kebutuhan akan berubah

selama kondisi penyakit yang mempengaruhi kedua sistem organ ini (lihat

Tabel 6-1). Setelah dimetabolisme, protein diekskresikan sebagai senyawa-

senyawa mengandung nitrogen termasuk urea. Mengukur jumlah nitrogen

yang diekskresikan dalam urin selama 24 jam merupakan metode alternatif

untuk menentukan kecukupan dukungan nutrisi khusus.

Tabel 3. Kebutuhan Mikronutrein untuk orang dewasa.

Page 21: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

21

3. Cairan

Kebutuhan cairan harian orang dewasa dapat ditentukan berdasarkan

berat badan atau pada kebutuhan energi. Meningkatnya kebutuhan cairan

terjadi dengan meningkatnya kehilangan yang tidak disadari melalui kulit atau

metabolisme (seperti muntah atau diare). Kebutuhan cairan menurun pada

pasien dengan gagal ginjal, volume ekstraseluler yang meningkat, atau

hipoproteinemia. Ketika memperkirakan kebutuhan cairan, farmasis harus

mempertimbangkan semua rute asupan atau hilangnya cairan. Sebagai contoh,

sumbersumber nonnutrisional dari asupan cairan (misalnya: jumlah volume

dalam pengobatan intravena) harus dipertimbangkan.

4. Mikronutrien

Mikronutrien dibutuhkan untuk penggunaan makronutrien secara tepat

dan terlibat dalam fungsi-fungsi fisiologis yang bervariasi luas. Keberagaman

dalam absorpsi berbagai nutrien bertanggung-jawab terhadap perbedaan antara

kebutuhan enteral (yaitu: oral atau rute lain ke dalam traktus gastrointestinal

(GI) termasuk pemberian makanan melalui selang) dan parenteral (yaitu

intravena). Mikronutrien yang sulit diserap akan membutuhkan dosis yang

besar ketika ditelan melalui traktus gastrointestinal. Mikronutrien yang larut

dalam air diberikan dalam dosis yang lebih besar secara parenteral oleh karena

ekskresi ginjal yang lebih cepat ketika diadministrasikan melalui rute ini.

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kebutuhan mikronutrien meliputi

kehilangan melalui gastrointestinal (misalnya: diare, muntah, keluaran fistula

yang tinggi, hipermetabolisme), fungsi ginjal (terutama natrium, kalium,

magnesium, dan fosfor), dan sindrom refeeding (elektrolit).

Page 22: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

22

Page 23: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

23

BAB III

PEMBAHASAN

Endometriosis merupakan peradangan kronik yang ditandai dengan

adanya jaringan menyerupai endomterium di luar kavum uteri. Insidensi

endometriosis sulit untuk diukur, sebagian besar wanita dengan penyakit ini

sering tidak bergejala, dan modalitas pencitraan memiliki kepekaan rendah umtuk

diagnosis. Wanita dengan endometriosis mungkin asimtomatik. Subfertile, atau

menderita berbagai tingkat nyeri panggul. Metode utama diagnosis adalah

laparoskopi, dengan atau tanpa biopsi untuk diagnosis histologis. Endometriosis

secara signifikan memberikan pengaruh terhadap kehidupan wanita, baik dalam

kehidupan sehari-hari maupun dalam produktivitas kerja. Dalam artikel ilmiah ini

membahas tentang peranan diet sebagai faktor resiko terjadinya endometriosis.

Penelitian ini mengumpulkan database yang terkumpul melalui MEDLINE (1966-

2011), EMBASE (1985-2011) dan Science Citation Index Expanded (1945-2011).

Diet yang dikaitkan sebagai faktor resiko endometriosis diantaranya gizi, vitamin,

lemak, vegetarian, kofein, daging, ikan, susu, dan juga buah.

Penelitian ini mengumpulkan dari beberapa studi. Dari 256 abstrak, 17

diantaranya dilaporkan memiliki kerterkaitan dengan diet dan faktor resiko terjadi

endometriosis. Dari 11 studi yang diidentifikasi, memiliki karakter metodologis

yang berbeda-beda. Namun kebanyakan dari penelitian tersebut menggunakan

metodologi studi case-control dan kohort (Grodstein dkk, 1993; berube dkk,

1998; brtitton dkk, 2000; Parazzini dkk, 2004; Heiller dkk, 2007; Tsuchiya dkk,

2007; Metalliotakis dkk, 2008; Miercabrera dkk, 2009; Missmer dkk, 2010;

Page 24: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

24

Trabertet dkk, 2011; Savaris dkk, 2011). Informasi tentang asupan diet pada

pasien diperoleh melalui kuesioner “ya” dan “tidak” yang diberikan pada pasien.

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah studi case-control prospektif.

Pada literatur review ini menemukan bahwa sayuran hijau dan buah-

buahan telah dikaitkan pada banyak penelitian memiliki hubungan terbalik dengan

faktor resiko terjadinya endometriosis. Sayuran hijau dan buah-bauahan

mengandung asam folat, methionine, dan vitamin B6 yang memiliki peranan kuat

dalam “nutrional genomics”. Pada tubuh manusia akan berperan sebagai genom

untuk mengubah ekspresi gen atau produk gen dan berperan dalam methalasi

DNA. „Lipogenic methyl-deficient diets‟ atau defisiensi kolin, metionin kolin, dan

asama folat diduga memegang erat dalam provokasi metabolisme lemak, stress

oksidatif, dan sejumlah kenaian epigenetik laininya yang memapu membuat

kerusakan jaringan secara progresif yang akan berkembang sebagai tumor. Selain

itu, beberapa penelitian menemukan bahwa kelainan epigenetik dan kerusakan

pola metilasi DNA berperan dalam endomteriosis (Guo, 2009).

Disisi lain, penggunaan pestisida berbahan organoklorin pada buah-buahan

dan sayuran memacu terjadinya endometriosis. Dari 10 studi berfokus pada

organoklorin dan faktor resiko terjadi endometriosis menemukan bahwa paparan

organoklorin memberikan efek pleiotropic melalui reseptor esterogen dan

androgen. Namun peneltian terkait organoklorin dan endometriosis masih dalam

tahap penelitian (Craig dkk, 2011).

Peran mikroprotein seperti v itamin dan asam yang banyak terdapat dalam

buah dan sayur ditemukan tidak memiliki pengaruh lurus terhadap terjadinya

endometriosis. Beberapa penelitian justru menemukan bahwa vitamin menjadi

Page 25: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

25

salah satu terapi untuk mencegah terjadinya endometriosis. Pemberian diet

vitamin A, C, dan E selama 4 bulan mampu meningkatkan enzim antioksidan dan

konsentrasi vitamin didalam pembuluh darah perifer. Vitamin ini juga

menurunkan angka stress oksidatif (Mier dkk, 2005). Penelitian yang dilakuakn

pada 44 wanita dengan endomteriosis, diberikan vitamin C dan E (343mg/hari dan

84mg/hari) memiliki tingkat kehamilan 19% dibandingkan mereka mereka yang

tidak mengkonsumsi vitamin. Pada mereka tidak mengkonsumsi vitamin tingkat

kehamilan hanya mencapai 12% (Mier, 2008).

Resiko endometriosis meningkat pada mereka yang sering kali

mengkonsumsi daging merah seperti HAM (Tribert, 2011). Penelitian

menemukan bahwa tidak ada hubungan antra asupan minyak zaitun dan lemak

tidak jenuh terhadapa ternjadinya endometriosis (Paparazzini dkk, 2004). Namun

untuk lemak jenuh, keterkaitannya terhadap terjadinya endometriosis masih dalam

tahap penelitian.

Lemak tak jenuh ganda (Polyunsatured fat) yang banyak terdapat pada

kacang-kacangan, biji-bijian, dan ikan tidak memiliki hubungan signifikan

sebagai faktor resiko terjadinya endometriosis. Pada penelitian paparazzini justru

menemukan bahwan konsumsi ikan dapat menurunkan resiko endometriosis.

Disisi lain, omge-3 PUFA yang sering kali ditemukan oada salmon maupun tuna,

memiliki faktor resiko untuk terjadinya kista endometriosis (Trabert dkk, 2011).

Namun menariknya pada penelitian sebelumnya menemukan bahwa omeg-3

PUFA memiliki efek penting terdapat sitesis dan aktivitas sitokin sepertin

interleukin (IL) 1, 2, dan 6 serta Tumor Necrosis Factor (TNF). Penelitian pada

kelinci menemukan bahawa omega-3 PUFA) mampu menurunkan diameter impan

Page 26: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

26

endometrium dan mengurangi peritoneal prostagladin fluida konsentrasi E2 dan

F2a (Covens dkk, 1998; Calder, 2003).

Lemak trans yang mengandung asam linoleat yang kerap kali dijumpai

pada makanan seperti donat, biskuit, cokelat, margarin, kentang goreng dalam

sebuah studi temukan bahwa perempuan yang meiliki asupan lemak trans yang

berlebihan miliki resiko endometrisis mencapai 48%. Hal ini diduga meka trans

memiliki hubungan dengan marker pada peradangan sistemik. Aspuan yang besar

dikaitkan dengan peningkatan angkat TNF, aktivitas sitokin, dan konsentrasi IL-6

dan C-Reaktive protein dalam darah (Capoibianco, 2011).

Berbeda dengan lemak trans, defiensi pada vitamin D justru ditemukan

faktor resiko terjadi endometriosis. Vitamin D memiliki peranan dalam

menstimulasi T regulatory dan IL-10 yang mana akan membuat penurunan sitokin

IL-17 dan TNF. (Corella, 2009).

Penelitian juga dilakukan pada sereal. Sereal terbukti tidak memiliki

hubungan lansung sebagai faktore resiko terjadinya endometriosis. Sereal lebih

berpengaruh terhadap indeks glikemik dan beban glikemik. Dalam hal ini, insulin

terbukti dapat mesntrimulasi proliferasi sel stroma endometrium dengan mengikat

endometrium. Hiperinsulimenia dapat meningkatkan konsentrasi esterogen

melalui semkain berkurangnya konsentrasi hormon seksualn pengikat globulin

dan meningkatkan hormon growth factor. Keduanya, baik esterogen maupun

insulin merupakan hormon yang dapat menstimulasi proliferasi sek endometrium

(Friberg, 2011). Melalui penelitian Friberg ini, ditemukan adanya hubungan antra

konsumsi sereal dengan faktor resiko terjadinya endometriosis. Namun angka

Page 27: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

27

konsumi serealnya untuk memicu terjadinya endometriosis masih dalam

penelitian.

Coffein telah dikaitkan terhadap endometrisis selama bertahun-tahun.

ditemukannya konstrasi awal esterogen fase folikuler dan konsentrasi estron lebih

tinggi pada wanita dengan asupan kofein tinggi (Ferrini, 1996; Lucero dkk, 2001).

Perubahan hormonal pada beberapa penyakit yang tekait dengan konsumsi kopi

dapat mempengaruhi angka terjadinya endometriosis.

Kedelai kayak phyto-estrogenik memiliki efek esterogenik yang lemah dan

anti-esterogenik yang telah diasosiakan dengan resiko penyakit yang dikaitkan

dengan esterogen. Percobaan pada model binatang, ditemukan bahwa

pengonsumsian kedelai mampu menghambat aromatase dan reseptor esterogen

serta mengurnagi konsentrasi esterogen (Tavuz, 2007; Chen dkk 2011).

Page 28: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

28

Tabel 3. Efek makanan dalam proses patologi endometriosis.

Dari penelitian ini menemukan bahwa endometrisos merupakan sebuah

fenomena tahapan dimana fase pembentukan penyakit mulai dari proliferasi,

vaskularisasi dan invasi perioteal dari lesi endometriosis hingga akhirnya

bermanifestasi pada peradangan. Nutrisi yang berbeda memiliki efek yang

berbeda pula pada perkembangan penyakit. Masih dibutuhkan penelitian lebih

dalam lagi untuk menganalisa hubungan diet sebagai faktor terjadinya

endometriosis.

Page 29: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

29

BAB IV

KESIMPULAN

Endometriosis adalah satu dari penyakit peradangan pada wanita yang

sering kali dikaitkan pada infertilitas. Penelitian antara diet dan faktor resiko

terjadinya endomteriosis banyak didapatkan pada wanita menengah keatas. Hal ini

dapat terjadi karena dua alasan. Pertama kesadaran akan kesehatan yang tinggi

pada wanita menengah keatas, sehingga mereka rutin memeriksakan seputar

kesehatan kewanitaannya. Kedua, gaya hidup yang semakin jauh dari kata natural

membuat wanita menengah keatas memiliki resiko tinggi terhadap angka

terjadinya endometriosis.

Dari jurnal yang diteliti oleh universitas Vita-Salute, Italy menemukan

bahwa mengonsumsi sayuran hijau, buah-buahan, kedelai, serta makanan yang

kayak akan vitamin dapat menurunkan resiko terjadinya endometriosis. Namun,

mengonsumsi daging merah, kopi, seral, serta makanan yang mengandung banyak

trans-fat, dapat meningkatkan resiko terjadinya endometriosis.

Page 30: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

30

DAFTAR PUSTAKA

Calder, P.C., 2003. N-3 polyunsaturated fatty acids and inflammation: from

molecular biology to the clinic. Lipids 38, 43–352.

Capobianco, A., Monno, A., Cottone, L., Venneri, M.A., Biziato, D., Di Puppo,

F., Ferrari, S., De Palma, M., Manfredi, A.A., Rovere-Querini, P., 2011.

Proangiogenic Tie2(+) macrophages infiltrate human and murine

endometriotic lesions and dictate their growth in a mouse model of the

disease. Am. J. Pathol. 179, 2651–2659.

Chambers, E.S., Hawrylowicz, C.M., 2011. The impact of vitamin D on

regulatory T cells. Curr. Allergy Asthma Rep. 11, 29–36.

Chen, Y., Chen, C., Shi, S., Han, J., Wang, J., Hu, J., Liu, Y., Cai, Z., Yu, C.,

2011. Endometriotic implants regress in rat models treated with puerarin by

decreasing estradiol level. Reprod. Sci. 18, 886–891.

Colditz, G.A., 1998. Relationship between estrogen level use of hormone

replacement therapy and breast cancer. J. Natl. Cancer Ins. 90, 814–823.

Correale, J., Ysrraelit, M.C., Gaita´n, M.I., 2009. Immunomodulatory effects of

Vitamin D in multiple sclerosis. Brain 1, 1146–1160.

Guo, S.W., 2009. Epigenetics of endometriosis. Mol. Hum. Reprod. 15, 587–607.

Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilisasi (HIFERI) Indonesia. 2013.

Konsesnsus Tata Laksana Nyeri Haid pda Endometriosis. Indoneisa.

Friberg, E., Wallin, A., Wolk, A., 2011. Sucrose, high-sugar foods, and risk of

endometrial cancer – a population-based cohort study. Cancer Epidemiol.

Biomarkers Prev. 20, 1831–1837.

Parazzini, F., Chiaffarino, F., Surace, M., Chatenoud, L., Cipriani, S., Chiantera,

V., Benzi, G., Fedele, L., 2004. Selected food intake and risk of

endometriosis. Hum. Reprod. 19, 1755–1759.

Matalliotakis, I.M., Cakmak, H., Fragouli, Y.G., Goumenou, A.G., Mahutte, N.G.,

Arici, A., 2008. Epidemiological characteristics in women with and without

endometriosis in the Yale series. Arch. Gynecol. Obstet. 277, 389–393.

Mier-Cabrera, J., Genera-Garcı´a, M., De la Jara-Dı´az, J., Perichart- Perera, O.,

Vadillo-Ortega, F., Herna´ndez-Guerrero, C., 2008. Effect of vitamins C

and E supplementation on peripheral oxidative stress markers and

pregnancy rate in women with endometriosis. Int. J. Gynaecol. Obstet. 100,

252–256.

Mier-Cabrera, J., Aburto-Soto, T., Burrola-Me´ndez, S., Jime´-nez-Zamudio, L.,

Tolentino, M.C., Casanueva, E., Herna´ndez-Guerrero, C., 2009. Women

with endometriosis improved their peripheral antioxidant markers after the

application of a high antioxidant diet. Reprod. Biol. Endocrinol. 7, 54–64.

Mier-Cabrera, J., Jime´nez-Zamudio, L., Garcı´a-Latorre, E., Cruz-Orozco, O.,

Herna´ndez-Guerrero, C., 2011. Quantitative and qualitative peritoneal

immune profiles, T-cell apoptosis and oxidative stress-associated

characteristics in women with minimal and mild endometriosis. BJOG 118,

6–16.

Tjandrawinata, Raymond., Kumalasari, Ratna., dkk. 2013. Dymenorrhea dan

Endometriosis. Mediscus: Scientific Journal of Pharmaceutical

Development and Medical Application: Indonesia.

Page 31: Referat Endometriosis Intan Permata Sari 20100310161

31

Traber, M.G., Stevens, J.F., 2011. Vitamins C and E: beneficial effects from a

mechanistic perspective. Free Radic. Biol. Med. 51, 1000–1013.

Trabert, B., De Roos, A.J., Schwartz, S.M., Peters, U., Scholes, D., Barr, D.B.,

Holt, V.L., 2010. Non-dioxin-like polychlorinated biphenyls and risk of

endometriosis. Environ. Health Perspect. 118, 1280–1285.

Trabert, B., Peters, U., De Roos, A.J., Scholes, D., Holt, V.L., 2011. Diet and risk

of endometriosis in a population-based case–control study. Br. J. Nutr. 105,

459–467.