endometriosis baru

24
ENDOMETRIOSIS Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologik yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli dinegara-negara maju maupun dinegara berkembang, telah banyak penelitian yang dilakukan terhadap endometriosis, namun hingga kini penyebab dan patogenesisnya belum diketahui juga secara pasti. Namun dalam satu hal para ahli sepakat, bahwa pertumbuhan endometriosis sangat dipengaruhi oleh hormon steroid, terutama estrogen. Sebagian ahli sepakat bahwa nyeri pelvik, nyeri haid ataupun infertilitas erat kaitannya dengan endometriosis. Pada infertilitas primer kejadianya sebesar 25%, sedangkan pada infertilitas sekunder kejadianya sebanyak 15%. Pada wanita yang infertilitas yang disertai dengan nyeri pelvik, nyeri haid, dijumpai endometriosis sebanyak 80% . 1. Definisi Endometriosis adalah suatu keadaan di mana jaringan endometrium yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas kelenjar-kelenjar dan stroma, terdapat di dalam miometrium ataupun di luar uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis, dan bila terdapat di luar uterus disebut endometriosis. Pembagian ini sekarang sudah tidak dianut lagi, karena baik secara patologik, klinik atau pun etiologik adenomiosis dan endometriosis berbeda. Pada endometriosis jaringan endometrium dapat ditemukan di luar cavum uteri dan diluar miometrium, menurut urutan yang paling tersering endometriosis dapat ditemukan pada tempat-tempat sebagai berikut:

Upload: diah-karomah-putri

Post on 01-Oct-2015

27 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

medis

TRANSCRIPT

ENDOMETRIOSIS

Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologik yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli dinegara-negara maju maupun dinegara berkembang, telah banyak penelitian yang dilakukan terhadap endometriosis, namun hingga kini penyebab dan patogenesisnya belum diketahui juga secara pasti. Namun dalam satu hal para ahli sepakat, bahwa pertumbuhan endometriosis sangat dipengaruhi oleh hormon steroid, terutama estrogen. Sebagian ahli sepakat bahwa nyeri pelvik, nyeri haid ataupun infertilitas erat kaitannya dengan endometriosis. Pada infertilitas primer kejadianya sebesar 25%, sedangkan pada infertilitas sekunder kejadianya sebanyak 15%. Pada wanita yang infertilitas yang disertai dengan nyeri pelvik, nyeri haid, dijumpai endometriosis sebanyak 80% .1. Definisi Endometriosis adalah suatu keadaan di mana jaringan endometrium yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas kelenjar-kelenjar dan stroma, terdapat di dalam miometrium ataupun di luar uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis, dan bila terdapat di luar uterus disebut endometriosis. Pembagian ini sekarang sudah tidak dianut lagi, karena baik secara patologik, klinik atau pun etiologik adenomiosis dan endometriosis berbeda. Pada endometriosis jaringan endometrium dapat ditemukan di luar cavum uteri dan diluar miometrium, menurut urutan yang paling tersering endometriosis dapat ditemukan pada tempat-tempat sebagai berikut:

a. Ovarium

b. Peritonium dan ligamentum sakrouterium, cavum Douglasi; dinding belakang uterus, tuba falopii, plika vesiko uterina, lidamentum rotundum, dan sigmoid.

c. Septo retro vaginal.d. Kanalis inguinalis

e. Appendiks

f. Umbilikus

g. Serviks uteri,vagina, kandung kencing, vulva, perineum

h. Parut laparotomi

i. Kelenjar limfe, dan

j. Walaupun sangat jarang, endometriosis dapat ditemukan di lengan, paha, pleura,dan pericardiumLokasi yang paling sering adalah pada organ dalam pelvik dan peritoneum. Dimana endometriosis dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron yang secara periodik mengalami perdarahan dan jaringan sekitarnya mengalami inflamasi dan pelekatan. Endometriosis sering ditemukan pada wanita usia produktif, namun terdapat juga pada remaja dan wanita pasca menopause yang mendapat terapi hormonal.

2. Epidemiologi

Endometriosis paling sering terjadi pada usia reproduksi. Insidensi yang pasti belum diketahui, namun prevalensinya pada kelompok tertentu cukup tinggi. Misalnya, pada wanita yang dilakukan laparaskopi diagnostik, ditemukan endometriosis sebanyak 0-53%; pada kelompok wanita dengan infertilitas yang belum diketahui penyebabnya ditemukan endometriosis sebanyak 70-80%; sedangkan pada wanita dengan infertilitas sekunder ditemukan endometriosis sebanyak 25%. Diperkirakan prevalensi endometriosis akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Meskipun endometriosis dikatakan penyakit wanita usia reproduksi, namun telah ditemukan pula endometriosis pada usia remaja dan pasca menopause. Oleh karena itu, untuk setiap nyeri haid baik pada usia remaja, maupun pada usia menopause perlu dipikirkan adanya endometriosis.

Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan angka kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15% dapat ditemukan di semua operasi pelvik. Endometriosis jarang didapatkan pada orang-orang negro, dan lebih sering didapatkan pada wanita-wanita yang berasal dari golongan sosio-ekonomi yang kuat. Yang menarik perhatian adalah bahwa endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak kawin pada umur muda, dan yang tidak mempunyai banyak anak. Ternyata fungsi ovarium secara siklis yang terus menerus tanpa diselingi kehamilan, memegang peranan penting di dalam terjadinya endometriosis. 3. Etiologi

Sampai saat ini belum ada yang dapat memastikan penyebab endometriosis. Secara umum, endometriosis adalah munculnya jaringan endometrium pada tempat-tempat diluar habitatnya, dikavum uteri. Sayangnya penyakit yang kerap hinggap pada wanita infertil belum jelas sebab penyebabnya. Para ahli masih mengemukakan beberapa postulat, mulai dari yang sederhana hingga yang komplek sebagai berikut; jaringan endometrium bermigrasi dari uterus hingga ke tuba uterina. Namun teori ini terbantahkan lantaran tidak bisa menjelaskan kejadian yang muncul paska histerektomi atau pada tuba yang diikat.

Teori lain mengatakan, abnormalitas pada sistem imun membuat sel endometrium mampu melekat pada jaringan selain diuterus dan berkembang pesat. Ada pula yang mengungkapkan akibat inflamasi yang berulangpun diprediksikan membuat jaringan-jaringan abdomen akhirnya berubah menjadi jaringan endometrium (sangat spekulatif). Pendapat lain mengatakan jaringan endometrium menyebar dari uterus menuju rongga abdomen menuju ke sistem limfe atau aliran darah dan muncul kecurigaan genetis. Penderita endometriosis akut 61% berasal dari ibu atau sepupunya yang juga mengalami hal yang serupa. Hanya 23% yang berasal dari keluaga biasa-biasa saja.

Ada beberapa teori yang menerangkan terjadinya endometriosis, seperti :

1. Teori implantasi, yaitu implantasi sel endometrium akibat regurgitasi trans tuba pada saat menstruasi.

2. Teori metaplasi, yaitu metaplasi sel multipotensial menjadi endometrium, namun teori ini tidak didukung bukti klinis maupun eksperimen.

3. Teori induksi, yaitu kelanjutan dari teori metaplasi, dimana faktor biokimia endogen menginduksi perkembangan sel peritonial yang tidak berdiferensiasi menjadi jaringan endometrium.

Selain itu masih ada teori-teori lain dari para ahli yang menerangkan tentang etiologi endometriosis tetapi masih belum dapat menerangkan tentang kejadian endometriosis secara memuaskan, antara lain teori-teori tersebut, antara lain adalah:

1. Teori Implantasi dan Regurgitasi Sampson

Teori ini mengemukakan bahwa regurgitasi darah dan partikel endometrium melalui tuba pada saat haid dapat berimplantasi dan tumbuh di mana saja. Teori ini disokong oleh adanya regurgitasi darah haid melalui tuba, percobaan kemampuan endometrium untuk tumbuh, dan seringnya endometriosis didapat pada wanita dengan bendungan darah haid pada kelainan alat genital. Teori ini tidak dapat menerangkan kejadian endometriosis diluar pelvik, misalnya endometriosis di paru, umbilikus, pleura, dan tempat lain. teori ini pernah dibantah oleh Rosenfeld dan Lecher dengan alasan mereka pernah menemukan adnaya endometriosis pada para penderita yang mengidap sindroma Rokitansky-Kuster-Hauster. Greenbalt dan Dipahioglu (1976) pernah pula mencatat adanya berbagai perubahan yang menyerupai desidua pada serosa apendiks wanita hamil, dan pada permukaan ovarium setelah pemberian gonadtropin.2. Teori Metaplasia Meyer

Teori ini mengemukakan bahwa timbulnya endometriosis sebagai akibat rangsangan pada sel-sel epitel yang berasal dari epitel, selom yang dapat mempertahankan hidupnya di pelvis. Rangsangan ini akan menyebabkan metaplasia dari sel-sel epitel tersebut sehingga terbentuk jaringan endometrium.Teori ini dapat menerangkan kejadian endometriosis yang dekat, termasuk endometriosis diseptum rekto-vaginal dan bagian-bagiannya, tetapi tidak mampu menerangkan kejadian endometriosis diumbilikalis dan ditempat lain yang jauh letaknya. Teori ini akhir-akhir ini semakin banyak penentangnya.3. Teori Penyebaran Secara Limfogen (Halban)

Teori ini menerangkan bahwa pertumbuhan metastastik yang berasal dari endometrium dapat menuju ke suatu tempat melalui sistem limfe. Hal ini dapat menerangkan adanya endometriosis di tempat yang letaknya jauh dari pelvik. Novak menyangkal adanya teori ini, karena belum ada publikasi klinik mengenai adanya endometriosis di kelenjar limfe panggul, meskipun secara kebetulan pernah ditemukan adanya adenokantoma di kelenjar limfe.

4. Teori Penyebaran Secara HematogenTeori ini menerangkan adanya endometriosis di berbagai tempat yang terletak jauh dan sukar diterangkan oleh teori yang lain.

5. Teori Iatrogenik

Teori ini mengemukakan bahwa endometriosis dapat terjadi akibat tindakan dokter seperti operasi, kuretase, atau pada pemeriksaan bimanual terutama pada saat haid. Sewaktu tindakan kuretase endometriosis dapat masuk ke vena-vena sehingga terjadi emboli yang dapat mencapai paru-paru, dan apabila ada kelainan sirkulasi emboli tersebut akan dapat mencapai daerah lain dan tumbuh menjadi endometriosis.

4. Klasifikasi Endometriosis

Menurut topografinya endometriosis dapat digolongkan, yaitu sebagai berikut :

1. Pembagian Atas 2 Golongan a). Endometriosis Interna

Endometriosis didalam miometrium, lazim disebut dengan adenomiosis.

b). Endometriosis Eksterna

Endometriosis di luar uterus, lazim disebutdengan true endometriosis

2. Pembagian Atas 3 Golongan

a). Endometriosis Genetalia Interna

- Letaknya di dalam uterus dan disebut adenomiosis

- Letaknya didalam tuba seperti adenomiosis ismika nodosa, hematosalping.

b). Endometriosis Eksterna

Letaknya di dinding belakang uterus, dibagian luar tuba dan di ovarium.

c). Endometriosis Eksterna Genitalis

Letaknya di pelvio-peritonium dan di cavum douglasi, rekto-sigmoid, kandung kencing, umbilikus sampai pada kulit dan paru paru-paru. Kelainan endometriosis paling sering ditemukan atau di jumpai di ovarium, ligamenta uterus (rotundum, sakrouterina, dan lantum), septum rekto-vaginal, peritoneum pelvis yang meliputi uterus, tuba, rektum, sigmoid, dan kandung kencing, yang semuanya ini disebut endometriosis pelvis.

Sedangkan menurut Acosta klasifikasi endometriosis dapat dibagi-bagi menurut berat ringan endometriosis, yaitu antara lain :

1. Ringan yaitu endometriosis yang menyebar tanpa perlekatan pada anterior atau posterium cavum douglasi, peritonium pelvik, atau permukaan ovarium.

2. Sedang

a. Endometriosis pada satu atau dua ovarium dengan parut dan retraksi atau endometrium kecil.

b. Perlekatan minimal sekitar ovarium dengan ovarium yang mengalami endometriosis.

c. Endometriosis pada anterior atau posterior cavum Douglasi dengan parut dan retraksi tanpa menyerang sigmoid.

3. Berata. Endometriosis pada satu atau dua ovarium dengan ukuran lebih dari 2 x 2 cm2b. Perlekatan satu atau dua ovarium, tuba, atau cavum Douglasi karena endometriosisc. Keterlibatan usus dan traktus urinarius yang nyata.

Ada pula klasifikasi yang terbaru dan yang sering dipakai pada saat ini, yaitu teori tentang endometriosis yang dibuat oleh The American Fertility Society (AFS), dimana endometriosis dapat dibagi-bagi menjadi empat kelompok, yaitu antara lain sebagai berikut : 1. Stadium I (minimal) : lesi minimal pada peritonium dan 1 ovarium 2. Stadium II (ringan) : lesi pada peritonium, kedua ovarium, Cavum Douglasi

3. StadiumIII (sedang) : peritonium, tuba, kedua ovarium dan perlengketan minimal sedang4. Stadium IV (berat) : (peritonium, tuba, kedua ovarium, Cavum Douglasi dan perlengketan luas)

Penentuan klasifikasi endometriosis merupakan syarat mutlak untuk membandingkan berbagai hasil dalam pengobatan kelainan ini. Tanpa adanya sistem klasifikasi yang baik, efektivitas pengobatan sulit ditentukan. Sayangnya, meskipun telah berbagai ragam klasifikasi diajukan, namun belum ada yang dapat digunakan secara universal.

5. Patologi

Gambaran mikroskopik dari endometriosis sangat variabel. Lokasi yang sering terdapat ialah pada ovarium, dan pada biasanya disini didapati pada kedua ovarium. Pada ovarium tampak kista-kista biru kecil sampai kista besar (kadang-kadang sebesar tinju) berisi darah tua menyerupai coklat (kista coklat atau endometrioma).Darah tua dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada dinding kista, dan dapat menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium dengan uterus, sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat kadang-kadang mengalir dalam jumlah banyak kedalam rongga peritonium karena robekan dinding kista, dan menyebabkan acute abdomen. Tuba pada endometriosis biasanya normal. Pada salah satu atau kedua ligamentum sakrouterium, pada cavum douglasi, dan pada permukaan uterus sebelah belakang dapat ditemukan satu atau beberapa bintik sampai benjolan kecil yang berwarna kebiru-biruan. Juga pada permukaan sigmoid atau rektum seingkali ditemukan benjolan yang berwarna kebiru-biruan ini. Sebagai akibat dari timbulnya perdarahan pada waktu haid dari jaringan endometriosis, mudah sekali timbul perlekatan antara alat-alat disekitar cavum Douglasi itu.

Pada pemeriksaan mikroskopi ditemukan ciri-ciri khas bagi endometriosis, yakni kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium, dan perdarahan bekas dan baru berupa eritrosit, pigmen hemosiderin, dan sel-sel makrofag berisi hemosiderin. Disekitarnya tampak sel-sel radang dan jaringan ikut sebagai reaksi dari jaringan normal di sekelilingnya (jaringan endometrium). Jaringan endometriosis seperti juga jaringan endometrium didalam uterus, dapat dipengaruhi oleh hormon progensteron dan estrogen. Akan tetapi besarnya pengaruh tidak selalu sama, dan tergantun dari beberapa faktor, antara lain dari komposisi endometriosis yang bersangkutan (apakah jaringan kelenjar atau stroma yang lebih banyak), dari reaksi jaringan normal disekitarnya, dan sebagainya. Sebagai akibat dari pengaruh hormon-hormon tersebut, sebagian besar sarang-sarang endometriosis berdarah secara periodik. Dan perdarahan yang periodik ini menyebabkan reaksi jaringan sekelilingnya berupa radang dan perlekatan.

6. Manifestasi Klinik

Gejala-gejala yang sering ditemukan pada endometriosis antara lain sebagai berikut :

a. Nyeri perut bagian bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada saat dan selama haid (dismenorea).b. Dispareuniac. Nyeri pada waktu defekasi, khususnya pada waktu haid.

d. Poli-dan hipermenorea

e. Infertilitas

Dismenorea pada endometriosis biasanya merupakan rasa nyeri pada waktu haid yang semakin lama semakin meningkat. Sebab dari dismenorea ini tidak diketahui sebabnya, tetapi mungkin ada hubungannya dengan vaskularisari dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid. Dispareunia merupakan gejala yang sering dijumpai, disebabkan oleh karena adanya endometriosis pada cavum Douglasi. Defekasi yang sukar dan sakit terutama pada masa haid, disebabkan oleh adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid. Kadang-kadang bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar tersebut. Gangguan haid dan siklusnya dapat terjadi apabila kelainan pada ovarium sedemikian luas sehingga fungsi ovarium terganggu.

Namun bisa juga bersifat asimptomatik. Kecurigaan dapat bertambah bila timbul dismenore padahal biasanya selama beberapa tahun menstruasi tidak disertai nyeri. Bisa terjadi gejala lokal akibat keterlibatan rektum, ureter, atau kandung kemih. Derajat nyeri tidak berhubungan dengan tingkat keparahan dari endometriosis. Mekanisme yang mungkin adalah inflamasi peritoneum lokal, infiltrasi dalam dengan kerusakan jaringan, perlekatan, penebalan, dan pengumpulan darah menstruasi pada jaringan endometrium, yang menyebabkan nyeri pada peregangan dalam menggerakkan fisiologis jaringan.

Gejala-gejala endometriosis datangnya berkala dan bervariasi sesuai datangnya masa haid tetapi bisa juga menetap. Banyak pasien menderita endometriosis tidak bergejala, dan terdapat sedikit korelasi antara hebatnya gejala dengan beratnya penyakit.Gejala dan tanda dari endometriosis sangat bervariasi, penderita dengan kelainan yang luas mungkin tanpa gejala, sedangkan lesi yang minimal mungkin juga menimbulkan keluhan yang berat. Sehingga besarnya lesi tidak ada hubungannya dengan berat ringannya gejala, yang penting adalah letak kelainan dan kepekaan untuk dipengaruhi oleh hormon. Perdarahan lewat anus dengan atau tanpa rasa sakit pada saat buang air besar atau kencing bercampur darah merupakan tanda-tanda endometriosis pada rektosigmoid atau kandung kencing.

Dismenore pada endometriosis dirasakan oleh pasien beberapa hari sebelum haid tiba, bertambah intensitasnya atau menetap selama haid dan kadang-kadang terus menerus selama beberapa hari diluar haid. Dismenore ini disebabkan oleh adanya darah atau deskuamasi jaringan endometrium dirongga pelvis. Kemungkinan lain disebabkan hormon prostaglandin yang dibentuk berlebihan oleh jaringan endometriosis. Keluhan dismenore dapat terjadi pada 25-80% pasien yang mengidap endometriosis. Hubungan antara endometriosis dengan infertilitas tetap merupakan suatu kontroversial. Menurut Kistner terdapat hubungan yang jelas antara endometriosis dan infertilitias. Dimana kejadian infertilitas yang disebabkan oleh endometriosis berkisar antara 30-40 %. Penyebab terjadinya infertilitas pada endometriosis masih belum diketahui secara jelas. Menurut Kistner ada hubungan antara endometriosis dan motilitas tuba serta ovarium. Apabila hubungan ini tidak adekuat akibat fibrosis dan jaringan parut karena sekuele maka endometriosis merupakan penyebab infertilitas. Endometriosis dapat menyebabkan infertilitas melalui beberapa mekanisme, yaitu :

1. Produksi prostaglandin sehingga mempengaruhi motilitas tuba atau folikulogenesis dan fungsi korpus luteum. Pada pasien dengan endometriosis didapatkan peningkatan cairan peritonium dan peningkatan konsentrasi tromboxan B2 dan 6-keto-prostaglandin, N-keto-13, 14-dihydroprostaglandin.

2. Melalui makrofag peritonium, ditemukan peningkatan aktifitas makrofag yang akan memfagosist sperma. Disamping itu makrofag memproduksi interleukin-1 yang bersifat toksik terhadap embrio tikus. Selain itu makrofag menyebabkan reaksi radang.

3. Endometriosis sebagai salah satu faktor yang menyebabkan kelainan petumbuhan foliker, disfungsi ovarium dan kegagalan perkembangan embrio Luteinized unruptured follicle syndrome adalah keadaan dimana oosit tidak dapat dilepaskan pada saat folikel pecah yang menyebabkan infertilitas.

6. Diagnosis

Bila berdasarkan riwayat penyakit, gejala, dan tanda-tanda serta pemeriksaan bimanual saja, diagnosis endometriosis sukar dibuat. Hal ini disebabkan karena endometriosis sering menyerupai penyakit lain seperti dismenorea primer, radang pelvis, perlekatan pelvis, uterus miomatus, sindroma kongesti pelvis, salfingitis ismika nodosa, penyakit gastro intestinal, penyakit traktus urinarius dan neoplasma.Diagnosis biasanya dibuat atas dasar anamnesa dan pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan laparaskopi. Pada pemeriksaan fisik dilakukan VT/RT didapatkan nodul disertai nyeri pada ligamentum sakro uterina/kavum Douglasi. Kuldoskopi kurang bermanfaat terutama jika cavum Douglasi ikut serta dalam endometriosis. Pada endometriosis yang ditemukan pada lokasi seperti forniks vaginae post perineum, parut laparatomi, dan sebagainya, biopsi dapat memberi kepastian mengenai diagnosis.

Untuk membuat diagnosis yang akurat diperlukan pemeriksaan langsung ke dalam rongga abdomen (endoskopi), laparoskopi. Pemeriksaan laparaskopi diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis diferensial seperti radang pelvis, keganasan didaerah pelvis dan dapat digunakan sebagai evaluasi pengobatan. Pemeriksaan laparoskopi yang paling baik dikerjakan, yaitu pada siklus haid hari ke-15 sampai dengan hari ke 21 dari siklus yang teratur, atau setiap saat pada pasien dengan siklus haid yang tidak teratur. Pada pemeriksaan USG didapatkan kista atau adenomiosis. Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak memberi tanda yang khas, hanya apabila ada darah dalam tinja atau air kencing pada waktu haid, dapat menjadi petunjuk tentang adanya endometriosis pada rektosigmoid atau pada kandung kencing. Sigmoidoskopi dan sitoskopi dapat memperlihatkan tempat perdarahan pada waktu haid. 6. Differensial diagnosis

Adenomiosis uteri, radang pelvis dengan tumor adneksa dapat menimbulkan kesukaran dalam mendiagnosis. Kombinasi adenomiosis uteri atau mioma uteri dengan endometriosis dapat pula ditemukan. Endometriosis ovarii dapat menimbulkan kesukaran diagnosis dengan kista ovarium, sedangkan endometriosis dari rektosigmoid perlu dibedakan dari karsinoma.7. Penatalaksanaan

Penanganan endometriosis terdiri atas pencegahan, pengawasan saja, terapi hormonal, pembedahan dan radiasi.

Pencegahan

Meigs berpendapat bahwa kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik untuk endometriosis. Gejala-gejala endometriosis memang berkurang atau hilang pada waktu dan sesudah kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang-sarang endometriosis. Oleh sebab itu hendaknya perkawinan dan memperoleh anak jangan ditunda terlalu lama. Sikap demikian tidak hanya sebagai profilaksis yang baik terhadap endometriosis, melainkan menghindari terjadinya infertilitas sesudah endometriosis timbul.Observasi dan pemberian analgetik

Berguna bagi wanita dengan gejala dan kelainan fisik yang ringan. Pada wanita yang sudah agak berumur, pengawasan bisa dilanjutkan sampai menopause, Karena sesudah itu gejala-gejala endometriosis akan hilang dengan sendirinya. Dalam masa observasi ini dapat diberi pengobatan paliatif berupa pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.

Pengobatan Hormonal

Dasar Pengobatan

Berdasarkan teori bahwa endometriosis adalah endometrium ektopik, dan dipengaruhi oleh siklus hormon endogen seperti halnya endometrium normal, maka penyakit ini dapat diobati tanpa tindakan bedah. Pengobatan ini akan mempengaruhi endometriosis sesuai dengan regresi endometrium normal selama supresi ovarium, baik oleh kehamilan ataupun keadaan menopause. Sebagai dasar pengobatan hormonal endometriosis, seperti jaringan endometrium yang normal, dikontrol oleh hormon-hormon steroid. Hal ini didukung oleh data klinik maupun laboratorium. Data klinik tersebut adalah:

1. Endometriosis sangat jarang timbul sebelum menarche2. Menopause, baik alami maupun pembedahan, biasanya menyebabkan kesembuhan.

3. Sangat jarang sekali terjadi kasus endometriosis baru setelah menopause kecuali ada pemberian estrogen eksogen

Data laboratorium menunjukkan bahwa jaringan endometriosis pada umumnya mengandung resptor estrogen, progesteron, dan androgen. Pada percobaan yang dilakukan pada tikus dan kelinci, estrogen merangsang pertumbuhan jaringan endometriosis, androgen menyebabkan atropi, sedangkan pengaruh progesteron kontroversial, namun progesteron sendiri mungkin merangsang pertumbuhan endometriosis, namun progesteron sintetik yang umumnya mempunyai efek androgen tampaknya menghambat pertumbuhan endometriosis.

Atas dasar tersebut diatas, prinsip pertama pengobatan hormonal endometriosis adalah menciptakan lingkungan hormon rendah estrogen dan asiklik Kadar estrogen yang rendah menyebabkan atropi jaringan endometriosis. Keadaan yang siklik mencegah terjadinya haid, yang berarti tidak terjadi pelepasan jaringan endometrium yang normal maupun jaringan endometriosis.

Prinsip kedua adalah menciptakan lingkungan hormon tinggi androgen atau tinggi progesteron (progesteron sintetik) yang secara langsung menyebabkan atropi pada jaringan endometriosis.

a. Pengobatan androgen

Mekanisme kerja hormon androgen ini pada endometriosis masih belum diketahui secara pasti, namun banyak yang beranggapan bahwa hormon ini menghambat langsung pertumbuhan endrometriosis. Hammond dkk melaporkan hilangnya keluhan endometriosis dengan pengobatan hormon androgen ini sebesar 60 %. Keuntungan lain adalah ovulasi tidak dihambat sehingga kehamilan masih dapat terjadi selama pengobatan, haid masih teratur, pemakaian sederhana dan murah. Kerugiannya adalah penyakit sering kambuh dalam beberapa bulan saja setelah pengobatan dihentikan dan tingkat kehamilan rendah, jika terjadi kehamilan terapi harus dihentikan karena dapat menimbulkan cacat bawaan pada janin. Preparat yang dipakai adalah metiltestosteron sublingual dosis 5-10 mg perhari. Biasanya diberikan 10 mg perhari pada bulan pertama dilanjutkan dengan 5 mg perhari selama 2-3 bulan berikutnya.

b. Pengobatan kombinasi Estrogen-Progesteron

Pemberian progesteron ditambah estrogen dosis rendah yang menyerupai profil hormon pada wanita hamil (pseudo pregnancy) dapat mengakibatkan perubahan sel endometriosis menjadi desidua yang kemudian menjadi nekrotik dan akhirnya menjadi jaringan ikat. Untuk pengobatan ini sering digunakan kontrasepsi oral dengan pemakaian terus menerus. Dosis dapat dinaikkan sampai 2-3 kali lipat setelah beberapa minggu, untuk selanjutnya tambahan dosis tergantung dari kepentingan mengontrol perdarahan. Breakthrough bleeding yang kadang-kadang terjadi karena atropi dapat diperbaiki dengan sediaan estrogen untuk stabilisasi endometrium dalam mencegah perdarahan berikutnya. Wilkinson dan Matting menyatakan bahwa pengobatan campuran estrogen progesteron ini menurunkan keluhan sekitar 46,6 93 % dan tingkat kehamilan yang terjadi 5 72 %. Hammond dan Hanney mendapatkan tingkat kehamilan pada pengobatan ini bervariasi 0 47 %. Perbedaan ini disebabkan oleh jenis obat yang dipakai, lamanya pengawaan lanjutan, penggabungan dengan pengobatan yang lain, dan seleksi pasien sebelum diobati. Pada saat ini, norgestrel dianggap sebagai senyawa progestrogen yang poten dan mempunyai efek androgenik yang paling kuat. Dosis yang dianjurkan 0,03 mg etinil estradiol dan 0,3 mg norgestrel perhari. Pemberian tersebut terus-menerus setiap hari selama 6-9 bulan.

Pengobatan ini sering digunakan sebelum dilaksanakan tindakan bedah untuk mempermudah operasi, dan biasanya diberikan 2 bulan sebelum operasi.

c. Pengobatan progesteron

Progesteron atau progestin adalah nama umum semua senyawa progesteron sintetik. Progesteron dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu : Pregnan (MPA, dan Dihidrogesteron), Estran (Linestrenol, norelisteron) dan Gonan (norgestel, desogestrel).

Mekanisme progesteron adalah pada poros hipofisis ovarium, dengan cara menekan pelepasan gonadotropin dan steroidogenesis ovarium, dengan akibat atropi endometrium. Komplikasi yang di khawatirkan pada pengobatan ini adalah abdomen akut sebagai akibat pecahnya jaringan endometriosis sehingga terjadi hemoperitoneum. Pemberian progesteron yang terus menerus dapat mengakibatkan kadar estrogen yang rendah sekali dengan akibat sering terjadi breakthrough bleeding sehingga diperlukan pemberian preparat estrogen dosis rendah. Dosis yang diberikan adalah medroksiprogesteron asetat (MPA) 30-50 mg perhari. Pemberian parenteral 150 mg setiap 3 bulan sampai 150 mg perhari. Penghentian terapi parenteral dapat diikuti anovulasi selama 6-12 bulan, sehingga tidak cocok bagi yang ingin punya anak. Lama pengobatan dengan pil kontrasepsi non-siklik yaitu 6-9 bulan.

Keberhasilan terapi sulit untuk dinyatakan, sebab tidak semua laporan para penelitia menyebutkan ciri-ciri subyek yang diteliti, misalnya : berat ringannya endometriosisnya, dan adanya faktor penyebab infertilitas lainnya. Menurut hasil ringkasan laporan beberapa peneliti, kehamilan setelah terapi dengan progesteron rata-rata sebesar 26 % atau berkisar dari 5 73 %.

d. Pengobatan danazol

Danazol adalah turunan isoksazol dari 17 alfa etiniltestoteron. Danazol menimbulkan keadaan asiklik, androgen tinggi dan estrogen rendah. Kadar androgen meningkat disebabkan oleh :1). Danazol pada dasarnya bersifat androgenik (agonis androgen)

2). Danazol mendesak tersostreon sehingga terlepas dari ikatannya dengan SHGB, sehingga kadar testosterone bebas meningkat.

Kadar estrogen rendah disebabkan oleh :

1). Danazol menekan sekresi GnRH, LH, dan FSH sehingga dapat menghambat pertumbuhan folikel.

2). Danazol menghambat kerja enzim-enzim steroidogenesis di folikel ovarium sehingga produksi estrogen menurun.

Dosis yang dianjurkan untuk endometriosis ringan (stadium II) atau sedang (stadium III) adalah 400 mg perhari sedangkan untuk yang berat (stadium IV) diberikan sampai 800 mg perhari. Lama pemberian minimal 6 bulan, dapat diberikan selama 12 minggu sebelum terapi pembedahan konservatif. Sebanyak 85 % pemakai danazol mengalami efek samping berupa akne, kulit berminyak, berat badan bertambah dan edema. Hal teresbut disebabkan oleh keadaan androgen tinggi, estrogen rendah, atau glukokortikoid tinggi. Kehamilan dan menyusui merupakan kontraindikasi absolute .Danazol menghilangkan rasa nyeri pada 90 % penderita. Pada saat ini Danazol merupakan obat yang paling efektif untuk endometriosis yang diijinkan oleh US FDA (Federal Drug Administration).

e. Pembedahan

Harus selalu diingat bahwa adanya jaringan ovarium yang berfungsi merupakan syarat mutlak untuk tumbuhnya endimetriosis. Oleh karena itu pada waktu melakukan pembedahan, harus dapat menentukan apakah fungsi ovarium harus dipertahankan atau dihentikan.

Pembedahan radikal dilakukan tanpa memikirkan masalah fertilitas merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan histerektomi totalis dan salfingooforektomi bilateralis, merupakan pengobatan pilihan dan biasanya dilakukan pada wanita berumur hampir 40 tahun atau lebih .

Pada pembedahan konservatif, dilakukan hanya pengangkatan atau penghancuran jaringan endometriosis yang terlihat saja. Pembedahan ini dapat dilakukan secara laparoskopi operatif. Dengan bantuan alat-alat yang sangat kecil, melalui teropong, jaringan endometriosis dapat diangkat atau dihancurkan. Kadangkala digunakan sinar laser. Dibandingkan dengan operasi besar (laparotomi) maka laparoskopi operatif ini lebih kecil risikonya karena sayatan pada dinding perut dibuat sangat kecil, sehingga rongga perut tidak terlihat ke luar. Kistner menganjurkan neurektomi prasakral pada kasus-kasus endometriosis apabila uterusnya tidak diangkat. Dalam melakukan pengobatan bedah konservatif didasarkan atas fakta-fakta endometriosis yaitu umumnya menjalar lambat dan memerlukan waktu bertahun-tahun, bukanlah penyakit ganas dan jarang sekali menjadi ganas, dan mengalami regresi pada waktu menopause. Umumnya pada terapi pembedahan yang konservatif sarang-sarang endometriosis diangkat dengan meninggalkan uterus dan jaringan ovarium yang sehat, dan perlekatan sedapat-dapatnya dilepaskan. Hal ini mencegah jangan sampai terlalu cepat timbul gejala-gejala pramenopause dan menopause dan juga mengurangi kecepatan timbulnya osteoporosis.

Pada kista coklat ovarium pada umumnya hendaknya jangan seluruh ovarium diangkat, tetapi ditinggalkan bagian dari ovarium yang kiranya masih sehat. 15 % dari penderita dengan endometriosis menderita mioma uteri, tergantung berbagai faktor harus dipilih antara pembedahan endometriosis secara konservatif dan miomektomi atau histerektomi.

DAFTAR PUSTAKA

Badziad Ali., 2003. Endometriosis. Endokrinologi Ginekologi, edisi kedua, Media Aesculapius, FK UI, Jakarta.

David L. Olive, Pritts EA, Treatment of Endometriosis, NEJM, vol: 345, no.4 July 2001.

Winjosasastro, H. 2007. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Mansjoer Arief, et. all., 2001, Endometriosis; Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, hal: 381-382, Media Aesculapius, FK UI, Jakarta.