referat ekstrapiramidal sindrom

Upload: gwendry-ramadhany

Post on 03-Jun-2018

295 views

Category:

Documents


27 download

TRANSCRIPT

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    1/20

    SINDROMA EKSTRAPIRAMIDAL

    NAMA PEMBIMBING :

    dr. Suponco Eddi Wahyono, Sp. KJ, MARS

    DISUSUN OLEH

    Adib Wahyudi (1102010005)

    Andhika Dwianto (1102010019)

    Arif Gusaseano (1102010033)

    Dianta Afina (1102010075)

    Gwendry Ramadhany (1102010115)

    BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

    RSUD SUBANG

    PERIODE MEI 2014

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    2/20

    2

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

    SWT serta shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW karena

    dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan

    judul SI NDROM A EKSTRAPI RAMI DAL .

    Penulis menyadari sepenuhnya, dalam penyusunan makalah ini masih jauh

    dari sempurna, tetapi penulis mencoba untuk memberikan yang terbaik dengan

    segala keterbatasan yang penulis miliki. Terselesaikannya makalah ini tidak lepas

    dari bantuan dan dorongan banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan kali ini,

    penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

    1. dr. Suponco Eddi Wahyono, Sp. KJ, MARS selaku Pembimbing Medik

    yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran,

    nasehat, dan semangat untuk menyelesaikan makalah ini. Terima kasih

    penulis sampaikan, dengan segala kerendahan hati, saya doakan semoga

    kebaikan dan bimbingan selama ini diterima oleh Allah SWT dan semoga

    selalu dilimpahkan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya.

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini,

    kesalahan dan kekurangan tidak dapat dihindari, baik dari segi materi maupun

    bahasa yang disajikan. Oleh karena hal tersebut penulis memohon maaf atas

    segala kekurangan dan kekhilafan yang tidak disengaja. Semoga makalah ini

    dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca, dalam memberikan

    sumbangan dan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia kedokteran. Kritik dan

    saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna memperoleh hasil

    yang lebih baik di dalam penyempurnaan makalah ini dari cara penulisan hingga

    isi dan pembahasannya.

    Subang, Mei 2014

    Penulis

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    3/20

    3

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Sistem piramidal merupakan jalur desending yang terdiri dari serabut yang

    berasal dari korteks motorik pada otak yang kemudian disalurkan ke batang otak

    dan turun ke spinal cord.

    Mekanisme kerja sistem piramidal diawali pada korteks motorik, impuls

    gerakan yang diinginkan di teruskan menuju bagian posterior kapsula interna,

    kapsula interna meneruskan impuls kepada medula oblongata, setelah mencapai

    medulla oblongata impuls diteruskan menuju medula spinalis substansi kelabu,yaitu bagian integral dari neuron motorik, respon kembali diteruskan menuju

    ujung-ujung akson yaitu efektor hingga akhirnya menjadi suatu gerakan yang

    sadar. Traktus piramidal dibagi menjadi dua yaitu traktus pyramidal

    (kortikospinal) lateral dan traktus pyramidal (kortikospinal) ventral/anterior.

    Fungsi sistem piramidal adalah memulai timbulnya suatu gerakan volunteer atau

    suatu gerak sadar yang bersifat halus dan juga berfungsi untuk kontraksi otot

    distal, khususnya pada tangan dan jari.

    Sedangkan sistem ekstrapiramidal merupakan jaringan syaraf yang

    terdapat pada otak bagian sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari

    gerakan. Sistem ekstrapiramidal meupakan jalur antara corteks serebal, basal

    ganglia, batang otak, spinal cord yang keluar dari traktus piramidal. Letak dari

    ekstrapimidal adalah terutama di formatio retikularis dari pons dan medulla, dan

    di target saraf di medulla spinalis yang mengatur refleks, gerakan-gerakan yang

    kompleks, dan kontrol postur tubuh. Traktus ekstrapirimidal dibagi menjaditraktus retikulospinal, traktus vestibulospinal lateral, traktus vestibulospinal

    medial, traktus rubrospinal. Fungsi sistem ekstrapiramidal antara lain adalah

    mempertahankan tonus otot, gerakan kasar dan perencanaan suatu gerakan.

    Sistem piramidal berperan dalam gerakan volunter, yaitu gerakan sadar yang

    harus dilakukan, sedangkan sistem ekstrapiramidal menentukan landasan untuk

    dapat terlaksananya suatu gerakan volunter yang terampil dan mahir. Kerjasama

    yang terpadu antara sistem piramidal dan sistem ekstrapiramidal diperlukan dalamfungsi motorik yang sempurna pada otot rangka, keduanya mempunyai andil besar

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    4/20

    4

    dalam gerakan yang terjadi pada tubuh, meskipun demikian keduanya memiliki

    fungsi yang berbeda dalam menghasilkan gerakan.

    Sindrom ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu gejala atau reaksi yang

    ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi

    antipsikotik golongan tipikal. Obat antipsikotik tipikal yang paling sering

    memberikan efek samping gejala ekstrapiramidal yakni Haloperidol,

    Trifluoperazine, Pherpenazine, Fluphenazine, dan dapat pula oleh

    Chlorpromazine. Gejala bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme

    atau rigiditas, tetapi gejala-gejala tersebut di luar kendali traktus kortikospinal

    (piramidal).

    Terapi antipsikotik dapat memberikan efek samping pengobatan, utamanya

    penggunaan dalam jangka waktu yang panjang. Antipsikotik golongan tipikal

    yang memiliki potensial tinggi dan pemberian dalam dosis tinggi paling sering

    memberikan efek samping yang biasa disebut dengan sindrom ekstrapiramidal

    pada pasien karena memiliki afinitas yang kuat pada reseptor muskarinik.

    Pendekatan farmakologi pada manifestasi psikosis ini terpusat pada

    neurotransmitter yang mengontrol respon neuron-neuron terhadap rangsangan.

    1.2. Tujuan

    1.2.1. Tujuan Umum

    Untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program studi

    kepaniteraan kedokteran jiwa di Rumah Sakit Umum Daerah Subang.

    1.2.2. Tujuan Khusus

    Untuk mengetahui dan memahami lebih mendalam mengenai gangguan

    sindrom ekstrapiramidal.

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    5/20

    5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. DEFINISI

    Sindrom ekstrapiramidal adalah suatu gejala atau reaksi yang ditimbulkan

    oleh penggunaan jangka pendek atau jangka panjang dari medikasi antipsikotik

    golongan tipikal karena terjadinya inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia

    basalis. Adanya gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung banyak

    reseptor D1 dan D2 dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga

    bermanifestasi sebagai sindrom ekstrapiramidal. Gejala bermanifestasikan sebagai

    gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu diluar kendali

    traktus kortikospinal (piramidal).

    Gejala ekstrapiramidal sering dibagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi

    distonia, tardive dyskinesia, akatisia, dan Sindrom Parkinson. Namun ada

    beberapa sumber menyebutkan bahwa Sindrom Neuroleptik Maligna juga masuk

    ke dalam gangguan ekstrapiramidal.

    2.2. EPIDEMIOLOGI

    Sindrom ekstrapiramidal yang terdiri dari reaksi distonia akut, akhatisia,

    dan sindrom parkinson umumnya terjadi akibat penggunaan obat-obat

    antipsikotik. Lebih banyak diakibatkan oleh antipsikotik tipikal terutama yang

    mempunyai potensi tinggi. Reaksi distonia akut terjadi pada kira-kira 10% pasien,

    biasanya pada pria muda, terutama yang mendapat pengobatan dengan neuroleptik

    haloperidol dan flufenarizin. Tardive dyskinesia terjadi pada sekitar 20-30%

    pasien yang telah menggunakan antipsikotik tipikal dalam kurun waktu 6 bulan

    atau lebih. Tetapi sebagian besar kasus sangat ringan. Hanya 5% pasien yang

    memperlihatkan gejala nyata. Akatisia merupakan gejala EPS yang paling sring

    terjadi. Kemungkinan besar terjadi pada pasien dengan medikasi neuroleptik.

    Umumnya pada pasien muda. Sindrom parkinson lebih sering pada dewasa muda,

    dengan perbandingan perempuan:laki-laki = 2:1. Sindrom Neuroleptic Maligna

    sangat jarang dijumpai.

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    6/20

    6

    2.3. ETIOLOGI

    Sindrom ekstrapiramidal terjadi akibat pemberian obat antipsikotik baik

    dalam jangka waktu singkat atau lama yang menyebabkan adanya gangguan

    keseimbangan antara transmisi asetilkolin dan dopamine pusat. Obat antispikotik

    dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai berikut :

    Antipsikosis Dosis (mg/hr) Gejala Ekstrapiramidal

    Chlorpromazine 150-1600 ++

    Thioridazine 100-900 +

    Perphenazine 8-48 +++

    Trifluoperazine +++

    Fluphenazine 5-60 +++

    Haloperidol 2-100 ++++

    Pimozide 2-6 ++

    Clozapine 25-100 -

    Zotepine 75-100 +

    Sulpride 200-1600 +

    Risperidon 2-9 +

    Quetapine 50-400 +

    Olanzapine 10-20 +

    Aripiprazole 10-20 +

    Beberapa hal lain yang mempengaruhi kerja ekstrapiramidal:

    a. Ketidakseimbangan degeneratif

    b. Ketidakseimbangan metabolik

    c. Ketidakseimbangan sistem endokrin dan eksokrin

    d. Inflamasi

    e. Racun

    f. Tumor atau SOL

    g. Anoxia

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    7/20

    7

    2.4. PATOFISIOLOGI

    Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum, globus palidus, inti-

    inti talamik, nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang

    otak, serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan

    area 8. Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh

    akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang

    melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan

    penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit

    tersebut dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama

    (principal) dan 3 sirkuit striatal penunjang (aksesori).

    Gambar 1. Jaras Aferen dan Eferen

    Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan

    segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungankorpus striatum/globus palidus dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus

    dengan korteks area 4 dan 6. Data yang tiba diseluruh neokorteks seolah-olah

    diserahkan kepada korpus striatum / globus plaidus / thalamus untuk diproses dan

    hasil pengolahan itu merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks

    motorik tambahan.

    Oleh karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya

    menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka

    sirkuit-sirkuit itu disebut sirkuit striatal asesorik. Sirkuit striatal asesorik ke-1

    http://en.wikipedia.org/wiki/Striatumhttp://maps.google.com/maps?ll=37.1166666667,-116.05&spn=0.01,0.01&q=37.1166666667,-116.05%20%28Nevada%20National%20Security%20Site%29&t=hhttp://en.wikipedia.org/wiki/Thalamushttp://en.wikipedia.org/wiki/Thalamushttp://maps.google.com/maps?ll=37.1166666667,-116.05&spn=0.01,0.01&q=37.1166666667,-116.05%20%28Nevada%20National%20Security%20Site%29&t=hhttp://en.wikipedia.org/wiki/Striatum
  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    8/20

    8

    merupakan sirkuit yang menghubungkan stratum-globus palidus-talamus-striatum.

    Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari globus palidus-

    korpus subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya sirkuit asesorik ke-3, yang

    dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-subtansia nigra-striatum.

    Umumnya semua neuroleptik menyebabkan beberapa derajat disfungsi

    ekstrapiramidal. Beberapa neuroleptik menginhibisi transmisi dopaminergik di

    ganglia basalis. Penggunaan beberapa neuroleptik tersebut menyebabkan

    gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung banyak reseptor D1 dan

    D2 dopamin sehingga menyebabkan depresi fungsi motorik yang bermanifestasi

    sebagai sindrom ekstrapiramidal. Beberapa neuroleptik tipikal (seperti

    haloperidol, fluphenazine) merupakan inhibitor dopamin ganglia basalis yang

    lebih poten, dan sebagai akibatnya menyebabkan efek samping gejala

    ekstrapiramidal yang lebih menonjol.

    2.5. MANIFESTASI KLINIS

    Akibat gangguan sistem ekstrapiramidal pada pergerakan dapat dianggap

    terdiri dari defisit fungsional primer (gejala negatif) yang ditimbulkan oleh tidak

    berfungsinya sistem dan efek sekunder (gejala positif) yang timbul akibat

    hilangnya pengaruh sistem itu terhadap bagian lain. Pada gangguan dalam fungsi

    traktus ekstrapiramidal gejala positif dan negatif itu menimbulkan dua jenis

    sindrom, yaitu :

    - Sindrom hiperkinetik hipotonik : asetilkolin , dopamin

    Tonus otot menurun

    Gerak involunter / ireguler

    Pada : chorea, atetosis, distonia, ballismus

    - Sindrom hipokinetik hipertonik : asetilkolin , dopamin Tonus otot meningkat

    Gerak spontan / asosiatif

    Gerak involunter spontan

    Pada : Parkinson

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    9/20

    9

    2.5.1. Gejala negatif

    Gejala negatif terjadi akibat kekurangn jumlah dopamin karena

    produksinya yang berkurang. Gejala negatif, terdiri dari :

    2.5.1.1. Bradikinesia

    Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama

    sekali. Gejala ini merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit

    parkinson sehingga menimbulkan berkurangnya ekspresi wajah,

    berkurangnya kedipan mata dan mengurangi perubahan postur pada saat

    duduk.

    2.5.1.2. Gangguan postural

    Merupakan hilangnya refleks postural normal. Paling sering

    ditemukan pada penyakit parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan

    karena penderita tidak dapat mempertahankan keseimbangan secara cepat.

    Penderita akan terjatuh bila berputar dan didorong.

    2.5.2. Gejala Positif

    Gejala positif timbul oleh karena terjadi perubahan pelepasan ataupun

    disinhibisi dari dopamin, tetapi tidak ditemukan kerusakan struktur, yang terdiri

    dari:

    - Gerakan involunter Tremor

    Athetosis

    Chorea

    Distonia

    Hemiballismus

    - Rigiditas

    Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan

    ekstremitas secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif

    tersebut, dan mengenai gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    10/20

    10

    sebagai plastic atau lead pipe rigidity . Bila disertai dengan tremor maka

    disebut dengan tanda Cogwheel.

    Pada penyakit parkinson terdapat gejala positif dan gejala

    negatif seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan pada Chorea

    huntington lebih didominasi oleh gejala positif, yaitu : Chorea.

    2.5.3. Gejala ekstrapiramidal

    Gejala ekstrapiramidal sering di bagi ke dalam beberapa kategori yaitu :

    2.5.3.1. Reaksi Distonia Akut

    Merupakan spasme atau kontraksi involunter satu atau lebih otot

    skelet yang timbul beberapa menit dan dapat pula berlangsung lama, biasanya menyebabkan gerakan atau postur yang abnormal. Kelompok

    otot yang paling sering terlibat adalah otot wajah, otot rahang (trismus,

    gaping, grimacing), leher (torticolis dan retrocolis), lidah (protrusion,

    memuntir), seluruh otot tubuh (opistotonus) atau otot ekstraokuler (krisis

    okulogirik).

    Distonia juga dapat terjadi pada glosofaringeal yang menyebabkan

    disartria, disfagia, kesulitan bernafas hingga sianosis bahkan kematian.

    Distonia juga dapat ter jadi pada otot diafragmatik yang membantu

    pernapasan sehingga sulit bernafas hingga sianosis bahkan

    kematian..Reaksi distonia akut sering terjadi dalam satu atau dua hari

    setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja.

    Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari

    setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini

    terjadi pada kira-kira 10% pasien, lebih lazim pada pria muda, dan lebih

    sering dengan neuroleptik dosis tinggi yang berpotensi lebih tinggi, seperti

    haloperidol dan flufenazine. Reaksi distonia akut dapat merupakan

    penyebab utama dari ketidakpatuhan dengan neuroleptik karena

    pandangan pasien mengenai medikasi secara permanent dapat memudar

    oleh suatu reaksi distonik yang menyusahkan.

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    11/20

    11

    Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik

    menurut DSM-IV adalah sebagai berikut:

    Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau

    batang tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau

    menaikkan dosis medikasi neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi

    yang digunakan untuk mengobati gejala ekstrapiramidal).

    2.5.3.2. Tardive Dyskinesia (kronik)

    Disebabkan oleh defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif

    reseptor dopamin di puntamen kaudatus. Merupakan manifestasi gerakan otot

    abnormal, involunter, menghentak, balistik, atau seperti tik mempengaruhi gaya

    berjalan, berbicara, bernafas, dan makan pasien dan kadang mengganggu. Gejala

    hilang dengan tidur, dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu dan umumnya

    memburuk dengan penarikan neuroleptik.

    Prevalensi bervariasi tetapi tardive diskinesia diperkirakan terjadi 20-40%

    pasien yang berobat lama. Tetapi sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar

    5% pasien memperlihatkan gerakan berat nyata. Namun, kasus-kasus berat sangat

    melemahkan sekali, yaitu mempengaruhi berjalan, berbicara, bernapas, dan

    makan.Faktor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan

    pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang. Pasien dengan gangguan afektif

    atau organik juga lebih berkemungkinan untuk mengalami diskinesia tardive.

    Diagnosis banding jika dipertimbangkan diskinesia tardive meliputi penyakit

    Hutington, Khorea Sindenham, diskinesia spontan, tik dan diskinesia yang

    ditimbulkan obat seperti Levodova, stimulant, dan lain-lain.

    2.5.3.3. Akatisia

    Manifestasi berupa keadaan subjektif kegelisahan (restlessness) yang

    panjang,, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak umumnya kaki yang

    tidak bisa tenang, atau rasa gatal pada otot. Penderita dengan akatisia berat tidak

    mampu untuk duduk tenang, perasaannya menjadi cemas atau iritabel, agitasi, dan

    pemacuan yang nyata. Akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik

    yang memburuk akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim.

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    12/20

    12

    Sejauh ini, akatisia merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan

    terjadi pada sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik,

    terutama pada populasi pasien lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang

    gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak. Juga telah dilaporkan

    sebagai rasa gatal pada otot. Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau

    kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang

    memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik

    akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim.

    Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain dari akatisisa

    hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat. Juga, akinesis yang ditemukan

    pada parkinsonisme yang ditimbulkan neuroleptik dapat menutupi setiap gejala

    objektif akatisia. Akatisia sering timbul segera setelah memulai medikasi

    neuroleptikdan pasien sudah pada tempatnya mengkaitkan perasaan tidak nyaman.

    Yang dirasakan ini dengan medikasi sehingga menimbulkan masalah

    ketidakpatuhan pasien.

    2.5.3.4. Sindrom Parkinson

    Faktor risiko antipsikotik menginduksi parkinson adalah peningkatan usia,

    dosis obat, riwayat parkinson sebelumnya, dan kerusakan ganglia basalis. Terdiri

    dari akinesia, tremor, dan bradikinesia. Akinesia meliputi wajah topeng, jedaan

    dari gerakan spontan, penurunan ayunan lengan saat berjalan, penurunan kedipan,

    dan penurunan mengunyah yang dapat menimbulkan pengeluaran air liur.

    Pada suatu bentuk yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu

    status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran

    untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala

    skizofrenia negatif. Tremor dapat ditemukan pada saat istirahat dan dapat pula

    mengenai rahang. Gaya berjalan dengan langkah kecil dan menyeret kaki

    diakibatkan karena kekakuan otot.

    2.5.3.5. Lain-lain

    Berikut merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam

    setelah dosis pertama neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah

    pengobatan bertahun-tahun. Manifestasinya meliputi berikut :

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    13/20

    13

    2.5.3.5.1. Akinesia : yang meliputi wajah topeng , kejedaan dari gerakan

    spontan, penurunan ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan

    kedipan, dan penurunan mengunyahyang dapat menimbulkan

    pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang lebih ringan, akinesia

    hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara,

    penurunan spontanitas, apati dan kesukaran untuk memulai aktifitas

    normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala negative

    skizofrenia.

    2.5.3.5.2. Tremor : khususnya saat istirahat, secara klasik dari tipe penggulung

    pil. Tremor dapat mengenai rahang yang kadang-kadang disebut

    sebagai sindrom kelinci. Keadaan ini dapat dikelirukan dengan

    diskenisia tardiv, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih ritmik,

    kecerendungan untuk mengenai rahang daripada lidah dan responya

    terhadap medikasi antikolinergik.

    2.5.3.5.3. Gaya berjalan membungkuk : menyeret kaki dengan putaran huruf

    en cetak dan hilangnya ayunan lengan.

    2.5.3.5.4. Kekuan otot : terutama dari tipe cogwheeling . Gangguan gerakan

    yang kronis progresif yang ditandai oleh adanya tremor, bradikinesia,

    rigiditas, dan ketidakstabilan postural.

    2.5.3.5.5. Chorea Huntington = Chorea Mayor

    Merupakan gangguan herediter yang bersifat autosomal

    dominan, onset pada usia pertengahan dan berjalan progresif hingga

    menyebabkan kematian dalam waktu 10 12 tahun. Dapat terjadi pada

    usia muda (tipe juvenile) dimana gejalanya kurang tampak dan

    didominasi oleh gejala negatif (rigiditas, demensia, perubahan

    kepribadian, gangguan afektif, psikosis, hipotonus, reflex primitif)

    2.6. DIAGNOSIS

    Diagnosa awal dilakukan dengan anamnesa pasien. Pemeriksaan yang

    dapat dilakukan di antaranya adalah pemeriksaan fisik pada umumnya yaitu

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    14/20

    14

    tanda tanda vital dan kondisi fisik seluruhnya. Dapat ditambah pemeriksaan

    neurologis.

    Pemeriksaan laboratorium tergantung pada tampilan klinis. Pasien dengan

    distonia simplek tidak membutuhkan tes. Pemeriksaan kualitatif untuk mendeteksi

    adanya antipsikotik tidak tersedia secara luas. Selain itu, kandungan obat dalam

    serum untuk tranquilizer mayor tidak berkorelasi dengan baik dengan keparahan

    klinis dari overdosis dan tidak bermanfaat pada pengobatan akut.

    Pemeriksaan rutin elektrolit, pemeriksaan potassium, asam urat, keratin

    kinase-MM , nitrogen dan urea darah, kreatinin darah, glukosa darah, mioglobin

    dan bikarbonat bermanfaat dalam menilai status hidrasi, fungsi ginjal, status asam

    basa, kerusakan otot dan hipoglikemi sebagai penyebab kelainan sensorium.

    Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan perusakan otot

    yang terlihat dari peningkatan potassium, asam urat, dan keratin kinase-MM.

    Perusakan otot juga menghasilkan myoglobin yang diserap oleh ginjal, sehingga

    menyebabkan disfungsi tubulus ginjal. Dehidrasi memperburuk penyerapan ini.

    Pada myoglobinuria, urin menjadi berwarna cokelat gelap.

    2.7. DIAGNOSIS BANDING

    2.7.1 Sindroma putus obat

    2.7.2 Parkinson Disease

    2.7.3 Distonia primer

    2.7.4 Tetanus

    2.7.5 Gangguan gerak ekstrapiramidal primer

    2.7.6 Penyakit Huntington,

    2.7.7 Chorea Syndenham

    2.7.8 Anxietas2.7.9 Gejala psikotik yang memburuk

    Pada pasien dengan tardive diskinesia dapat pula didiagnosis banding dengan

    penyakit Hutington dan Khorea Sindenham.

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    15/20

    15

    2.8. PENATALAKSANAAN

    Penatalaksanaan umum untuk sindrom ekstrapiramidal yakni :

    2.8.1 Non-farmakologis :

    Menurunkan dosis antipsikotik hingga mencapai dosis minimal yang

    efektif

    2.8.2 Farmakologis

    2.8.2.1 Pada pasien > 60 tahun diberikan L-dopa .Pemberian L-dopa 3-4x 1 hari

    dengan total dosis maksimal 600 mg/ hari diberikan 30 menit sebelum

    makan, contoh madopar, sinemet.

    2.8.2.2 Pada pasien muda diberikan DA (dopamine antagonist)

    2.8.2.2.1. Pemberian dopamine agonist :

    Contoh ergot da:

    2.8.2.2.1.1. Bromocriptin dimulai dengan dosis 1,25 mg

    ditingkatkan sampai total maksimal 40mg/ hari terbagi

    dalam 3-5 dosis.

    2.8.2.2.1.2. Pergolide mesylate dimulai dari 0,05 mg 0,05 mg tiap

    4-7 hari sampai 2-4 mg / hari untuk 3x beri

    2.8.2.2.1.3. Piribedil 50 mg terbagi 5x/ hari

    2.8.2.2.1.4. Cabergoline , dostinex 0,5 mg setiap 2 hari

    2.8.2.2.2. Contoh Non-ergot da

    2.8.2.2.2.1. Pramipexole, sifrol 1 mg dimulai dari 0,125 mg. Dosis

    umumnya 3-4,5 mg / hari

    2.8.2.2.2.2. Ropinirole, requip 2 mg, dimulai dari 0,25 mg. Dosis

    umumnya 3-9 mg/ hari

    2.8.2.3 Pemberian antihistamin seperti difenhidramine, sulfas atropine

    2.8.2.4 Pemberian antikolinergik seperti :

    2.8.2.4.1 trihexyphenidil ((THP), 4-6mg per hari selama 4-6 minggu.

    Setelah itu dosis diturunkan secara perlahan-lahan, yaitu 2 mg

    setiap minggu, untuk melihat apakah pasien telah

    mengembangkan suatu toleransi terhadap efek samping sindrom

    ekstrapiramidal ini.

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    16/20

    16

    2.8.2.5 n-Methyl-D-Aspartate Receptor Inhibitor: amantadine dimulai dari 100

    mg. Dosis umumnya 300-400 mg/ hari terbagi dalam 3-4 dosis

    2.8.2.6 Enzyme inhibitor: Monoamine Oxidase Type B inhibitor MAO B contoh

    selegiline, selegos 5 mg, rasagiline sebagai neuroprotektor.

    2.8.2.7 COMT I (Cathechol o Methyl Transferase Inhibitors) :

    2.8.2.7.1 entacapone, comtan 200mg dosis maksimal 1600 mg, tolcapone

    untuk menurunkan degradasi dopamine otak dan meningkatkan

    efek L-dopa.

    2.8.3 Pedoman umum :

    2.8.3.1 Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga banyak

    ahli menganjurkan terapi profilaktik. Gejala ini penting terutama

    pada pasien dengan riwayat EPS atau para pasien yang mendapat

    neuroleptik poten dosis tinggi.

    2.8.3.2 Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang

    dapat menyebabkan komplians yang buruk. Antikolinergik umumnya

    menyebabkan mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan,

    konstipasi dan retensi urine. Amantadin dapat mengeksaserbasi

    gejala psikotik.

    2.8.3.3 Umumnya disarankan bahwa suatu usaha dilakukan setiap enam

    bulan untuk menarik medikasi anti-EPS pasien dengan pengawasan

    seksama terhadap kembalinya gejala.

    2.8.3.4 Reaksi Distonia Akut (ADR)

    Medikasi antikolinergik merupakan terapi ADR bentuk primer

    dan praterapi dengan salah satu obat-obat ini biasanya mencegah

    terjadinya penyakit. Paduan obat yang umum meliputi benztropin

    (Congentin) 0,5-2 mg dua kali sehari (BID) sampai tiga kali sehari

    (TID) atau triheksiphenidil (Artane) 2-5 mg TID. Benztropin

    mungkin lebih efektif daripada triheksiphenidil pada pengobatan

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    17/20

    17

    ADR dan pada beberapa penyalah guna obat triheksiphenidil karena

    rasa melayang yang mereka dapat daripadanya.

    Seorang pasien yang ditemukan dengan ADR berat, akut harus

    diobati dengan cepat dan secara agresif. Bila dilakukan jalur

    intravena (IV) dapat diberikan benztropin 1 mg dengan dorongan IV.

    Umumnya lebih praktis untuk memberikan difenhidramin (Benadryl)

    50 mg intramuskuler (IM) atau bila obat ini tidak tersedia gunakan

    benztropin 2 mg IM. Remisi ADR dramatis terjadi dalam waktu 5

    menit.

    2.8.3.5 Akatisia

    Pengobatan akatisia mungkin sangat sulit dan sering kali

    memerlukan banyak eksperimen. Agen yang paling umum dipakai

    adalah antikolinergik dan amantadin (Symmetrel); obat ini dapat juga

    dipakai bersama. Penelitian terakhir bahwa propanolol (Inderal)

    sangat efektif dan benzodiazepine, khususnya klonazepam

    (klonopin) dan lorazepam (Ativan) mungkin sangat membantu.

    2.8.3.6 Sindrom Parkinson

    Aliran utama pengobatan sindrom Parkinson terinduksi

    neuroleptik terdiri atas agen antikolinergik. Amantadin juga sering

    digunakan . Levodopa yang dipakai pada pengobatan penyakit

    Parkinson idiopatik umumnya tidak efektif akibat efek sampingnya

    yang berat.

    2.8.3.7 Tardive Diskinesia

    Pencegahan melalui pemakaian medikasi neuroleptik yang

    bijaksana merupakan pengobatan sindrom ini yang lebih disukai.

    Ketika ditemukan pergerakan involunter dapat berkurang dengan

    peningkatan dosis medikasi antipsikotik tetapi ini hanya

    mengeksaserbasi masalah yang mendasarinya. Setelah permulaan

    memburuk, pergerakan paling involunter akan menghilang atau

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    18/20

    18

    sangat berkurang, tetapi keadaan ini memerlukan waktu sampai dua

    tahun.

    Benzodiazepine dapat mengurangi pergerakan involunter pada

    banyak pasien, kemungkinan melalui mekanisme asam gamma-

    aminobutirat-ergik. Baclofen (lioresal) dan propanolol dapat juga

    membantu pada beberapa kasus. Reserpin (serpasil) dapat juga

    digambarkan sebagai efektif tetapi depresi dan hipotensi merupakan

    efek samping yang umum. Lesitin lemak kaya kolin sangat

    bermanfaat menurut beberapa peneliti, tetapi kegunaannya masih

    diperdebatkan.

    Pengurangan dosis umumnya merupakan perjalanan kerja

    terbaik bagi pasien yang tampaknya mengalami diskinesia tardive

    tetapi masih memerlukan pengobatan. Penghentian pengobatan dapat

    memacu timbulnya dekompensasi yang berat, sementara pengobatan

    pada dosis efektif terendah dapat mempertahankan pasien sementara

    meminimumkan risiko, tetapi kita harus pasti terhadap dokumen

    yang diperlukan untuk penghentian pengobatan.

    2.9. KOMPLIKASI

    Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu

    sehingga menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas dan gangguan gerak

    saat berjalan dapat menyebabkan penderita terjatuh dan mengalami fraktur. Pada

    distonia laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian.

    Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat

    menyebabkan komplikasi yang buruk. Anti kolinergik umumnya menyebabkan

    mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine.

    Amantadine dapat mengeksaserbasi gejala psikotik.

    2.10. PROGNOSIS

    Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang akut akan lebih

    baik bila gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada

    pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang kronik lebih buruk, Pasien dengantardive distonia hingga distonia laring dapat menyebabkan kematian bila tidak

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    19/20

    19

    diatasi dengan cepat. Sekali terkena, kondisi ini biasanya menetap pada pasien

    yang mendapat pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.

  • 8/12/2019 Referat Ekstrapiramidal Sindrom

    20/20

    20

    DAFTAR PUSTAKA

    Kaplan H.I.MD, Saddock B.M.JD, Grebb J.A.MD. Synopsis Psikiatri Jilid 1.

    Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 1997

    Kaplan H.I.MD, Saddock B.M.JD, Grebb J.A.MD. Sinopsis Psikiatri Jilid 2.

    Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 1997

    Maslim. R, SpKJ. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikiatri edisi Ketiga.

    Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2007