referat cardio
DESCRIPTION
cardiologiTRANSCRIPT
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Epidemiologi
Penyakit Jantung merupakan penyebab utama kematian di negara-negara
maju dan dipekirakan akan menjadi suatu keadaan gawat darurat pada tahun 2020, di
antara semua penyakit jantung, Coronary Artery Diseases (CAD) memiliki
prevalensi yang paling besar berkaitan dengan angka morbiditas dan mortalitas yang
tingi. Iskemik jantung, Stable Angina Pectoris, Unstable Angina Pectoris, Infark
Miokard, dan gagal Jantung termasuk kedalam CAD. CAD merupakan penyebab
utama kematian di seluruh dunia. Lebih dari 7 juta (12,8%) orang di dunia meninggal
setiap tahunnya dikarenakan CAD.1
Infark Miokard adalah kematian sel jantung yang diakibatkan oleh iskemik
yang lama. Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih
dari 3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi
(EKG) dan peningkatan pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan
tak ada hubungan dengan aktifitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu
timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi gelombang T.
Pada nekrosis otot jantung, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial
dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik.
Protein-protein intraseluler ini meliputi aspartate aminotransferase (AST), lactate
dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic
anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI
dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya
infark miokard. Dari gambaran Elektrokardiogram Infark miokard dibagi menjadi
dua kategori yaitu pasien dengan nyeri dada akut disertai dengan Segmen ST elevasi
menetap (STEMI) dan pasien dengan nyeri dada akut tanpa disertai dengan Segmen
ST elevasi menetap (NSTEMI).2,3,4,5
Infark miokard menyebabkan setiap tahunnya 6 orang laki-laki dan 7 orang
perempuan di Eropa meninggal. Jumlah pasien masuk dengan acute Infark miokard
dengan STEMI berbeda- beda dari tiap-tiap negara. Berdasarkan European Society of
Page | 1
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Cardiology kasus STEMI yang paling banyak terdaftar yaitu di Swedia sebanyak 66
kasus per 100.000 orang per tahun, hasil yang sama juga dilaporkan di Republik
Ceko, Belgia dan USA angka kejadiannya per seratus ribu orang untuk kasus STEMI
menurun antara tahun 1997 sampai tahun 2005 yaitu dari 121 sampai 77 orang,
berkebalikan dengan angka kejadia NSTEMI yang sedkit meningkat dari 126 sampai
132.6
Angka kematian dari STEMI dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
umur, klasifikasi Killip, penatalaksanaan yang tertunda, bentuk penatalaksanaan,
riwayat infark miokard sebelumnya, diabetes mellitus, gagal ginjal, penyakit-
penyakit arteri coroner, fraksi ejeksi dan penatalaksanaannya.6
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu spektrum
sindroma koroner akut. Strategi pengobatan STEMI sangat berkaitan dengan masa
awitan (time onset) dan memerlukan pendekatan yang berbeda di masing-masing
pusat pelayanan kardiovaskular demi mendapatkan tatalaksana yang tepat, cepat dan
agresif.7
1.2 Definisi
Infark miokard adalah nekrosis otot jantung akibat terjadinya iskemik yang
berkepanjangan pada otot jantung. Infark miokard dapat terjadi akibat oklusi koroner
akut yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark) miokard.
Mekanisme yang mendasari penyakit ini adalah rupturnya plak atau erosi karena
serangkaian pembentukan trombus sehingga menyebabkan penyumbatan parsial
ataupun total pada pembuluh darah. Iskemik sendiri merupakan suatu keadaan
transisi dan reversible pada miokard akibat ketidak seimbangan antara pasokan dan
kebutuhan miokard yang menyebabkan hipoksia miokard.7
Dari gambaran Elektrokardiogram Infark miokard dibagi menjadi dua
kategori yaitu pasien dengan nyeri dada akut disertai dengan Segmen ST elevasi
menetap (STEMI) dan pasien dengan nyeri dada akut tanpa disertai dengan Segmen
ST elevasi menetap (NSTEMI).8
Page | 2
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
1.3 Klasifkasi
Infark miokard dapat diklasifikasikan pada beberapa tipe berdasarkan
patologi, klinis dan prognosisnya, sekaligus dengan strategi penatalaksanaan yang
berbeda-beda.7
1. Infark miokard spontan (tipe 1)
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, ulserasi, fisura, dan erosi
yang menyebabkan thrombus intra luminal pada satu atau lebih pembuluh darah
arteriyang mengacu terhadap terjadinya penurunan aliran darah jantung.
Padapasien dapat dengan adanya CAD berat yang mendasarinya atau dapat juga
tanpa adanya CAD.
2. Infark miokard skunder (tipe 2)
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh adanya ketidak seimbangan antara
oksigen ang dibutuhkan dengan suplai oksigen yang didapat seperti disfusi
endothelial coroner, penyempitan arteri coroner, emboli pada pembuluh coroner,
takikardi, bradikardi atau aritmia, hipotensi, hipertensi dengan atau tanpa
pembesaran atrium kiri.
3. Infark miokard yang menyebabkan kematian ketika nilai biomarker tidak tersedia
(Tipe 3)
Kematian jantung dengan gejala iskemik pada otot jantung dan gambaran iskemik
pada EKG atau new LBBB, tetapi kematian terjadi sebelum sampel untuk
pemeriksaan darah didapatkan atau sebelum terjadi peningkatan kadar biomarker,
atau pada sedikit kasus pemeriksaan biomarker tidak dilakukan.
4. Infark miokard dengan PCI (Tipe 4a)
Ditemukan kenaikan dari nilai cTn (>5x 99% URL) dengan rentang normal <99%
URL atau kenaikan cTn >20% jika nilai dasarnya naik dan stabil atau turun atau
adanya gejala penyerta seperti iskemik otot jantung, new LBBB, gambaran
iskemik yang baru pada EKG, pada angiografi arteri coroner besar atau bagian
percabangan terdapat adanya aliran lambat yang menetap atautidak adanya aliran
atau emboli, pada gambaran jantung ditemukan adanya perubahan pada otot
jantung atau pergerakan sebagian dinding jantung yang tidak normal atau
terganggu.
Page | 3
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
5. Infark miokard karena adanya stent thrombosis (tipe 4b)
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis. Hal ini dapat
dilihat dari peningkatan atau penurunan nilai biomarker otot jantung.
6. Infark miokard karena Coronary Artery Bypass Grafting (tipe 5)
Infark miokard tipe ini dapat dinilai dari peningkatan nilai biomarker dan kejadian
berhubungan dengan operasi bypass koroner.12
Gambar 1.1 Tipe Infark Miokard sesuai kondisi arteri koroner12
1.4 Etiologi dan Faktor Risiko
Semua proses yang menyebabkan hambatan pada aliran darah koroner dapat
menentukan timbulnya infark miokard. Proses tersebut dapat disebabkan oleh karena
rupture dari plak atheroklerosis maupun proses - proses yang lain. Etiologi dari
infark miokard dibagi menjadi dua, yaitu atheroklerosis dan non atheroklerosis.9
Ada empat factor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah,
yaitu usia, jenis kelamin, ras dan riwayat keluarga. Resiko ateroklerosis koroner
meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum
usia 40 tahun. Factor resiko lain masih dapaat diubah diantaranya adalah,
hiperlipidemia (LDL-C) ≥ 160 mg/dl, hipertensi, merokok sigaret, diabetes mellitus,
obesitas, ketidakaktifan fisik dan hiperhomosisteinemia (≥ 16 µmol/L).9
Page | 4
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Infark miokard dapat disebabkan oleh proses- proses non atheroklerosis, atau
sering juga disebut juga dengan infark miokard dengan gambaran angiografi koroner
yang normal. Penyebabnya antara lain karena penggunaan kokain, akibat infeksi,
pada penderita SLE, pada keadaan anti phospolipid syndrome, dan arena abnormal
pembuluh darah koroner congenital.10
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida
serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP)
menemukan kolesterol LDL sebagaifaktor penyebab penyakit jantung koroner. The
Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar
kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark Miokard.10
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
atautekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik
meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri.
Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk
meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan
oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi
jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia.10
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%.
Seorangperokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar
300.000 kematiankarena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok.10
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-
49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan
peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-
30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT >30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas
dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan
dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL,
peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus
tipe II.10
Risiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet
yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal.
Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi
Page | 5
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih
dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit.10
1.5 Patofisiologi
Acute Coronary Sindrome merupakan sesuatu mengancam kehidupan dengan
terjadinya atheroslerosis yang biasanya dipicu oleh trombosis akut yang disebabkan
oleh plak aterosklerosis yang pecah atau terkikisnya koroner dengan atau tanpa
bersamaan dengan vasokonstriksi pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya
penurunan aliran darah secara tiba-tiba. Kompleks inflamasi pada plak yang
mengalami gangguan didapatkan sebagai elemen kunci dalam patofisiologi kasus
yang jarang terjadi. ACS mungkin memiliki etiologi non aterosklerosis seperti
athritis, disection trauma, trombo embolisme, kelainan kongenital, pengunaan
koakain atau kateterisasi jantung. Kunci dari konsep patofisiologi adalah plak yang
rapuh, thrombosis pada arteri coroner, disfungsi endotel, aselerasi atherotrombosis,
dan kerusakan otot jantung telah dimengerti sebagai sasaran terhadap strategi terapi
yang tersedia. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan
daripada faktor relaksator. Adanya vasospasme episodik ini dapat mengubah plak
arteri koroner yang sebelumnya stabil menjadi tidak stabil yaitu terjadi ruptur intima,
penetrasi makrofag dan agregasi trombosit.8
Adanya adhesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan
trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosis akut’. Proses
inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinases, dan
sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi
tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam anti
adhesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan
faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak.8
Atheroklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding
arteri. Lama – kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter
lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari
tempat penyumbatan terjadi.9
Faktor – faktor seperti usia, genetik, merokok, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endothelial. Pemaparan
Page | 6
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
terhadap faktor – faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat
disfungsi endotel, sel – sel tidak dapat lagi memproduksi molekul – molekul
vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan
anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi
vasokontriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan
pertumbuhan sel.9
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian
leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag
berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel
makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam
cell). Factor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika
media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak
lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi
lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar
menyebabkan terbentuknya thrombosis. Ulserasi atau rupture mendadak lapisan
fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.9
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak.
Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi,
menurunkan aliran darah koroner, dan memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan
aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi
obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan
manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri
atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.9
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard
menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan
elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan
iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi
total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung
berkontraksi dan berelaksasi. Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas
metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak
dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang,
asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH
Page | 7
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
intrasel menurun. Keadaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi
membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.
Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversible (< 20 menit) atau
irreversible (> 20 menit). Iskemia yang irreversible berakhir pada infark miokard.9
Ketika aliran darah menurun tiba – tiba akibat oklusi thrombus di arteri
koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).
Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena
dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata
lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat.11
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak
ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non
STEMI, thrombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh
lumen arteri koroner.9
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural).
Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat
yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat
mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial
terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi
pada waktu berbeda – beda.10
Gambar 1.2 Perubahan progresif pada aterosklerosis koroner
Page | 8
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
1.6 Manifestasi Klinis
Gejala pada infark miokard biasanya didasarkan pada riwayat nyeri dada
yang berlangsung selama 20 menit atau lebih, tidak berespon terhadap
nytroglicerine. Penderita melukiskan nyeri dada seperti perasaan tertekan, terhimpit,
diremas – remas atau kadang hanya sebagai rasa sakit tidak enak di dada. Walau
sifatnya dapat ringan, tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah
jam. Jarang ada hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat.
Petunjuk penting adalah sejarah penyakit arteri coroner sebelumnya dan adanya
nyeri dada yang menjalar sehingga menimbulkan rasa sakit pada leher, rahang
bawah, atau lengan kiri. rasa sakit mungkin tidak parah, beberapa pasien datang
dengan gejala yang kurang khas seperti mual muntah, sesak napas, jantung berdebar
dan cepat lelah atau pingsan. Pada sejumlah penderita dapat timbul berbagai penyulit
seperti aritmia, renjatan kardiogenik, gagal jantung.12
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1.7.1 EKG pada Infark Miokard
Waktu dalam mendiagnosis STEMI adalah kunci dari keberhasilan terapi.
Perekaman jantung dengan EKG harus dimulai dengan cepat untuk menilai semua
pasien yang dicurigai STEMI untuk mendeteksi adanya hal-hal yang dapat
mengancam kehidupan seperti aritmia, dan defibrilasi cepat jika diindikasikan. ST
segmen elevasi pada akut miokard infark dapat dinilai dari J point dan dapat
ditemukan pada dua sadapan yang berdekatan.12
Jika terjadi peningkatan segmen ST, artinya terjadi infark miokard yang
merupakan indikasi untuk reperfusi segera. Sebagian besar pasien dengan presentasi
awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang
akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q, jika obstruksi trombus tidak total,
obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak
ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina tidak
stabil atau non-STEMI.12
Apabila dilakukan pemeriksaan biomarker jantung yaitu troponin atau
CKMB dan ditemukan positif, maka pasien didiagnosis didiagnosis sebagai
Page | 9
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
NSTEMI. Apabila pada pemeriksaan biomarker jantung ditemukan negatif, maka
pasien didiagnosis sebagai UAP Infark miokard terjadi jika aliran darah ke otot
jantung terhenti atau tiba – tiba menurun sehingga sel otot jantung mati. Sel infark
yang tidak berfungsi tersebut tidak mempunyai respon stimulus listrik sehingga arah
arus yang menuju daerah infark akan meninggalkan daerah yang nekrosis tersebut
dan pada EKG memberikan gambaran defleksi negative berupa gelombang Q
patologis dengan durasi gelombang Q lebih dari 0,04 detik dan dalamnya harus lebih
dari sepertiga gelombang R pada kompleks QRS yang sama.10
Sel miokard yang mengalami injuri tidak akan berdepolarisasi sempurna,
secara elektrik lebih bermuatan positif dibandingkan daerah yang tidak mengalami
injuri dan pada EKG tampak gambaran elevasi segmen ST pada sadapan yang
berhadapan dengan lokasi injuri. Elevasi segmen ST bermakna jika elevasi ≥ 2mm
pada sadapan perikordial di dua atau lebih sadapan yang menghadap daerah anatomi
jantung yang sama. Perubahan segmen ST, gelombang T dan komplek QRS pada
injuri dan infark mempunyai karakteristik tertentu sesuai waktu dan kejadian selama
infark.8
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi, sehingga EKG dijumpai
perubahan segmen ST (depresi) dan gelombang T (inverse) tergantung beratnya
iskemia serta waktu pengambilan EKG. Di duga iskemia bila depresi dibawah garis
isoelektris dan 0.04 detik dari J point.8
Untuk menentukan lokasi iskemia atau infark miokard serta predileksi
pembuluh koroner mana yang terlibat, diperlukan dua atau lebih sadapan yang
berhubungan yang menujukkan gambaran anatomi daerah jantug yang sama dan
dapat ditentukan sebagai berikut :
Lokasi InfarkGelombang Q/elevasi
ST (sadapan)Arteri koroner
Antero-septal V1, V2, V3, V4
Arteri coroner kiri
Cabang LAD diagonal
Cabang LAD septal
Anterior V3 dan V4Arteri coroner kiri
Cabang LAD diagonal
Page | 10
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Lateral V5 dan V6
Arteri coroner kiri
Cabang LAD diagonal
Cabang sirkumflex
Anterior Ekstensif I, aVL, V2 – V6Arteri coroner kiri
Maksimal LAD
Antero lateral I, aVL, V3, V4, V5, V6
Arteri coroner kiri
Cabang LAD diagonal
Cabang sirkumflex
Septal V1, V2Arteri koroner kiri
Cabang LAD septal
Posterior V7 – V9 (V1 V2)Arteri coroner kanan
Sirkumfleks
Inferior II, III dan aVF
Arteri coroner kanan
Cabang desendens posterior
Cabang arteri coroner kiri
Right ventrikel V3R – V4RArteri coroner kanan bagian
proksimal
Gambar 1.3 Perubahan EKG pada infark miokard
Page | 11
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
1.7.2 Laboratorium
Kerusakan otot jantung dapat diketahui dengan adanya penanda biomarker
yang sensitif dan spesifik seperti cardiac troponin (cTn) atau fraksi MB kinase
(CKMB) yang meningkat.Troponin I dan T adalah komponen dari kontraktilitas sel
otot jantung. Biomarker ini dalam darah mencerminkan cedera yang menyebabkan
nekrosis sel miokard. Berbagai kemungkinan telah disarankan untuk melepaskan
protein struktural dari otot jantung, termasuk pergantian normal atas sel-sel miokard,
apoptosis, produksi troponin dari sel yang mengalami degradasi, peningkatan
permeabilitas dinding sel. terlepas dari Pathobiology tersebut, nekrosis otot jantung
terjadi akibat iskemia otot jantung dan disebut sebagai MI.7
Biomarker yang merujuk pada terjadinya nekrosis pada otot jantung adalah
cTn (I atau T) yang memiliki nilaisensitifitas dan spesifitas yang tinggi. Dapat
dideteksi dengan adanya penurunan atau peningkatan yang merupakan hal yang
sangat pentingf dalam mendiagnosa Infatk Miokard. Pengukuran harus ditarik pada
pada saat diagnosa ditegakkan dan diulang jika episode iskemik berlanjut terjadi atau
jika gejala awal tidak jelas.7
Pola naik dan / atau turun diperlukan untuk membedakan akut dari
peningkatan konsentrasi cTn kronik yang berhubungan dengan perubahan struktur
jantung. Jika uji cTn tidak tersedia, alternatif terbaik adalah CKMB Pada
pemeriksaan laboratorium leukosit sedikit meningkat, demikian pula LED, hal ini
merupakan reaksi terhadap nekrosis miokard.10
1. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10 – 24 jam dan kembali normal dalam 2 – 4 hari. Operasi jantung,
miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
2. cTn (cardiac specific troponin): ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini
meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10 –
34 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5 – 14 hari, sedangkan cTn I sete-
lah 5 – 10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain:11
Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam
4 – 8 jam.
Page | 12
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Creatinin kinase (CK): meningkat setelah 3 – 8 jam bila ada infark miokard
dan mencapai puncak dalam 10 – 36 jam dan kembali normal dalam 3 – 4 hari.
Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24 – 48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3 – 6 hari dan kembali normal dalam 8 – 14 hari.
1.8 Penatalaksanaan
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosa STEMI dengan onset 12 jam
elevasi segmen ST yang persisten maka reperfusi secara mekanikal (PCI) atau
farmakologi harus segera dilakukan. Secara umum telah disepakati bahwa terapi
reperfusi sangat bermanfaat dengan pasien yang meniliki gejala atau gambaran EKG
yang mengarah kepada iskemik.12
1. Mengatasi nyeri dada, sesak napas dan cemas
Pemberian titrasi opioid intravena di indikasikan untuk nyeridada.
Oksigen diindikasikan pada pasien dengan hipoksia (SaO2 < 95%), sesak napas
atau gagal jantung akut.
Obat penenang dapat diberikan pada pasien dengan tingkat kecemasan yang
tinggi.
2. Terapi reperfusi
Pada primari PCI drug eluting stent (DES) menurunkan risiko dari kengkinan
kejadian berulang dari terget pembuluh darah. Dibandingkan dengan bare
metal stent (BMS). Penggunaan DES jangka panjang sering menemukan
kesulitan untuk menentukan kenyataan atas kemampuan pasien
untukmematuhi penggunaan terapi dua anti platelet.12
a. Primary Percutaneus Coronary Intervention (PCI)
Indikasi dan prosedur pelaksanaan Primary PCI
Primary PCI diindikasikan pada sebagai reperfusi terapi dalam waktu 120
menit dari First Medical Contact (FMC)
Primary PCI diindikasikan pada pasien dengan gagal jantung berat atau syok
kardiogenik, kecuali dilakukanpenundaan pada pasien yang hadir setelah onset
gejala.
Stenting yang direkomendasikan pada PCI
Page | 13
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Jika pasien tidak memiliki kontraindikasi untuk penggunaan jangka panjang
DAPT (Indication for oral anticoagulan or estimated high long term bleeding
risk) DES lebih dianjurkan dibandingkan BMS.
b. Farmakoterapi
Pasien yang menjalani PCI mendapatkan kombinasi DAPT dengan aspirin dan
adenosine diphospate (ADP) receptor blocker padaawal sebelum dilakukan
angiografi dan anticoagulant. Aspirin dapat diberikan secara oral dengan dosis
(150-300 mg) dan dapat diberikan secara intravena pada pasien yang tidak
bisa menelan. ADP yang lebih baik untuk digunakan adalah prasugrel (60 mg
loading dose dan 10 mg maintanance dose) atau tricagleror (180 mg loading
dose dan 90 mg maintanance dose). Obat-obat ini mempunyai onset dan efek
yang lebih cepat serta lebih baik dan telah terbukti unggul dibandingkan
clopidrogel dalam beberapa penelitian.12
Page | 14
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Page | 15
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Gambar 1.4 Reperfusi Terapi
c. Fibrinolisys
Fibrinolisis sangat penting untuk tindakan reperfusi dimana pada pasien yang
tidak dapat dilakukan primary PCI karena ketetapan waktu dapat digunakan
fibrinolitik. Sebagian besar penurunan angka kematian ditemukan pada pasien
yang diterapi dalam waktu 2 jam. Terapi ini mempunyai efek samping akan
terjadinya stroke yang akan muncul pada hari pertama setelah terapi, biasanya
yang terjadi adalah stroke haemoragic. Fibrinolitik terapi direkomendasikan
dalam 12 jam dari munculnya gejala awal pada pasien tanpa kontra indikasi
jika primary PCI tidak dapat dilakukan dalam waktu 120 menit dari FMC.
Terapi ini juga dapat diberikan pada pasien dengan gejala awal <2 jam
dengan infark yang luas. Jika mungkin fibrinolisis dapat dilakukan sebelum
dibawa ke rumah sakit. Oral atau IV aspirin harus dikutsertakan, Clopidrogel
dapat ditambahkan selain aspirin. Anti koagulan dapat diberikan pada pasien
STEMI selama 8 hari, seperti enoxaparin. Rescue PCI dapat diindikasikan
ketika fibrinolisis gagal, emergency PCI dapat diindikasikan jika terjadi
iskemik berulang atau adanya bukti terjadinya sumbatan kembali setelah
Page | 16
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
keberhasila fibrinolitik. Emergency Angiografi diindikasikan pada pasien
gagal jantung atau shock. Angiografi untuk melihat sumbatan pada pembuluh
darah diindikasikan pada pasien setelah kesuksesan fibrinolisis. Waktu yang
optimal untyuk dilakukan angiogrfi untuk pasien dalam keadaan stabil setelah
keberhasilan fibrinolisis adalah 3-24 jam. Dosis fibrinolisis yang dapat
diberikan, yaitu :12
Streptokinase (SK) 1,5 juta unit selama 30-60 menit IV
Alteplase 15 mg IV bolus
Retaplase 10 IU + 10 IU IV bolus diberikan selama 30 menit
Tenecteplase
Kontraindikasi penggunaan fibrinolitik yaitu :12
Absolut
Adanya perdarahan intraserebral sebelumya
Stroke iskemic yang mendahului dalam waktu 6 bulan yang lalu.
Adanya gangguan sistem saraf pusat atau neoplasma, atau malformasi
atreoventrikular
Trauma mayor, cedera kepala setidaknya 3 bulan
Perdarahan GI yang terjadi dalam 1 bulan terakhir
Gangguan perdarahan
Diseksi aorta
Relatif
TIA dalam 6 bulan terakhir
Terapi antikoagulan oral
Kehamilan atau 1 minggu post partum
Refactory Hipertension
Penyakit hati stadium akhir
Endokarditis
Peptic ulcer
Page | 17
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
3. Terapi non reperfusi
a. Antitrombotic terapi
Aspirin
b. Antithrombin
c. Beta blocker
d. Lipid lowering therapy
e. Nitrat
f. Ca Antagonis
g. ACE Inhibitor
h. Antagonist aldosterone
1.9 Komplikasi
1. Gagal jantung
2. Hipotensi
3. Kongesti pulmonal
4. Shock kardiogenik
5. Gangguan irama dan konduksi
6. Regurgitasi mitral
7. Ruptur dinding jantung
8. Ruptur septum antarventrikel
9. Infark ventrikel kanan
10. Pericarditis
11. Aneurisma ventrikel kiri
1.10 Progonosis
Pada 25% episode IMA kematian terjadi mendadak dalam beberapa menit
setelah serangan, karena itu banyak yang tidak sampai ke rumah sakit. Mortalitas
keseluruhan 15 – 30%. Risiko kematian tergantung pada faktor: usia1 penderita,
riwayat penyakit jantung koroner, adanya penyakit lain – lain dan luasnya infark.
Mortalitas serangan akut naik dengan meningkatnya umur. Kematian kira – kira 10 –
20 % pada usia di bawah 50 tahun dan 20% pada usia lanjut.10
Page | 18
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
BAB III
STATUS PASIEN RUANGAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.Z
Umur : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Lampulo, Banda Aceh.
Pekerjaan : swasta
Agama : Islam
Suku : Aceh
Status Perkawinan : Sudah menikah
No. CM : 92-05-89
Tanggal Masuk : 3 Januari 2013
Tanggal Pemeriksaan : 6 Januari2013
II. ANAMNESIS
a. KeluhanUtama : Nyeri dada
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada yang dirasakan menjalar sampai
ke lengan kiri dan rahang pasien. Nyeri dada juga dirasakan tembus ke dada
belakang. Menurut pengakuan pasien, keluhan tersebut dirasakan seperti ada
“angin” yang berkumpul di dada dan perutnya yang menekan ka seluruh bagian
dada dan perutnya. Keluhan dirasakan 4 jam sebelum masuk rumah sakit
(IGD). Pasien tiba dirumah sakit pada pukul 22.00 wib dan dirawat di iccu
pada pukul 23.15 wib.
Keluhan nyeri dada tersebut disertai perasaan jantung berdebar-debar, sulit
bernafas, perut terasa mulas dan rasa ingin buang air besar. Mual dan muntah
disangkal oleh pasien. Pasien juga tampak gelisah, cemas, berkeringat dingin,
dan lemas. Pasien mengaku keluhan ini sangat membuat pasien merasa sangat
tidak nyaman. Keluhan penurunan kesadaran disangkal pasien.
.
Page | 19
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Pasien seorang perokok aktif. Merokok sejak usia lebih kurang 10
tahun. Dalam sehari pasien rata-rata menghabiskan 2 bungkus rokok. Riwayat
Hipertensi disangkal, Riwayat DM disangkal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat di RSUDZA 1 tahun yang lalu dengan keluhan
yang sama dan sempat di rawat di ruang ICCU selama 3 hari serta di
ruang rawat Geulima 2 selama 7 hari. Pasien tidak pernah kontrol ke poli
jantung setelah dirawat.
d. Riwayat Pengobatan
Data pengobatan selama pasien dirawat sudah hilang
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien menderita hipertensi
f. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 bungkus rokok dalam sehari.
g. Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
- Jenis kelamin laki-laki
- Usia > 40 tahun
h. Faktor Risiko Yang Dapat Dimodifikasi
- Merokok
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
KeadaanUmum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Jantung : 80x/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 24x/menit
Temperatur : 36,60C
Page | 20
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
b. Status General
Kulit
Warna : Sawo Matang
Turgor : Kembali Cepat
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Oedema : (-)
Kepala
Bentuk : Kesan Normocepali
Rambut : Berwarna hitam.
Mata : Cekung (-), Reflek cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
Conj. Palpebra inf. pucat (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-), NCH (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Gigi Geligi : Karies (+)
Lidah : Beslag (-), Tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel.GetahBening : Kesan simetris, Pembesaran (-)
Peningkatan TVJ : Tidak mengalami peningkatan
Axilla : Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Page | 21
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Tipe Pernafasan : Abdomino-thorakal
Retraksi : (-)
2. Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal
3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
4. Auskultasi
Suara Pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh(-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh(-)
Thoraks Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe pernafasan : Thorako-abdominal
Retraksi : (-)
2. Palpasi
Page | 22
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal
3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
4. Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh(-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V 2 jari lateral LMCS.
Perkusi : Batas jantun gatas: di ICS III
Batas jantung kanan: di ICS III LPSD
Batas jantung kiri: di 2 jari Lateral LMCS.
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bisisng (-)
Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, Distensi (-)
Palpasi : Soepel (+), Nyeri tekan (-)
Perkusi : thympani
Auskultasi : Peristaltik usus (N)
Page | 23
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Anus : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Ekstremitas Superior InferiorKanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -Edema - - - -Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif AktifTonus otot Normotonus Normotonus Normotonus NormotonusSensibilitas N N N NAtrofiotot - - - -
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 3 Januari 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukanHemoglobin 15,1 13-17 gr/dlLeukosit 15,6 4,1-10 x 103/ulTrombosit 236 150-400 x 103/ulHematokrit 42 40-55 %Creatinin darah 0,4 0,6-1,1 mg/dlUreum darah 21 20-45 mg/dlGula darah sewaktu 130 60-110 mg/dlNa/K/Cl 136/4,5/106 135-145/3.5-4.5/90-110 meq/l
Laboratorium tanggal 4Januari2013
Jenis Pemeriksaan
Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 13,5 13-17 gr/dl
Leukosit 15,7 4,1-10 x 103/ul
LED 6 0-15 mm/jam
Eritrosit 4,3 4,5-5,5 x 104/ul
Trombosit 189 150-400 x 103/ul
Hematokrit 36 40-55 %
MCV 84 60-100
MCH 31 27-32 pg
MCHC 37 32-36 gr/dl
Waktu 3’ 1-7 menit
Page | 24
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
perdarahanWaktu pembekuan
9’ 6-16 menit
Hitung Jenis LeukositEosinofil 3 1-3 %Basofil 0 0-1 %Neutrofil Batang
2 2-6 %
Neutrofil Segmen
69 50-70 %
Limfosit 20 20 -40 %Monosit 6 2-8 %Morfologi sel darah tepiEritrosit NormalLeukosit Normal, jumlah
meningkatTrombosit NormalBilirubin Total 0,78 0-1 mg/dl
Bilirubin
Direct
0,68 0-0.26 mg/dl
SGOT 346 0-31 U/I
SGPT 32 0-31 U/l
Alkali
Posfatase
130 42-96 U/l
Protein Total 6,6 6,3-8,3 u/l
Albumin 4,0 3,2-5,2 gr/dl
Globulin 2,6 1,3-3,2 gr/dl
Creatinin 0,8 0.6-1.1 mg/dl
Ureum 25 20-45 mg/dl
Asam Urat 2,9 3-7 mg/dl
Gula darah
puasa
101 75-115 mg/dl
Kolesterol
Total
285 <200 mg/dl
Kolesterol
HDL
>45 mg/dl
Kolesterol <150 mg/dl
Page | 25
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
LDL
Trigliserida 102 0-150 mg/dl
Na/K/Cl 135-145/3.5-4.5/90-110 meq/l
Serologi
HbsAg
Negatif
A. Elektrokardiografi (3 Januari 2013)
Bacaan EKG:
Irama : Sinus Rhytm
Heart Rate : 86x/ menit, regular
Axis : normoaxis
Interval PR : 0,16 detik
Regularitas : reguler
Morfologi :
Page | 26
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
- Gelombang P : 0,08 detik
- Kompleks QRS : 0,10 detik
- LVH : -
- RVH : -
- ST elevasi : Lead I, II, AVL, V1, V5 dan V6
- ST depresi : -
- Q patologis : III, AVF, V2, V3 dan V4
- T inverted : -
- VES : -
- Interpretasi : STEMI Lateral
- Kesan : Abnormal EKG
B. Foto thorax AP ( 4Januari 2013)
Page | 27
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Bacaan :
Cor : Membesar dengan CTR 55% tidak tampak gambaran
konfigurasi hipertensi
Sudut costophrenicus dan cardiophrenicus tajam.
Pulmo : corakan paru meningkat, cephalisasi (+), gambaran Infiltrat
(-)
Kesimpulan : 1. Kardiomegali
2. Oedem pulmonal
3.5 RESUME
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada yang terasa panas, serta terasa
seperti tertimpa dan tertekan. Nyeri dada yang terasa menjalar sampai ke
lengan kiri dan rahang pasien. Nyeri dada juga dirasakan tembus ke dada
belakang. Menurut pengakuan pasien, keluhan tersebut dirasakan seperti ada
“angin” yang berkumpul yang menekan ka seluruh bagian dada dan perutnya.
Keluhan dirasakan 4 jam sebelum masuk rumah sakit (IGD), pasien tiba di
IGD pada pukul 22.00 dan masuk ke ICCU pada pukul 23.15. Keluhan nyeri
dada tersebut disertai perasaan jantung berdebar-debar, sulit bernafas. perut
terasa mulas dan rasa ingin buang air besar. Mual dan muntah disangkal oleh
pasien.
Riwayat kebiasan sosial pasien merokok sejak usia lebih kurang 10
tahun. Dalam sehari pasien dapat menghabiskan 2 bungkus rokok. Riwayat
Hipertensi disangkal, Riwayat DM disangkal.
Dari pemeriksaan keadaan vital pasien didapatkan kesadaran: compos
mentis, tekanan darah: 110/70 mmHg, frekuensi jantung: 80 kali/menit,
frekuensi nafas: 24 kali/menit dan suhu: 36,6°C.
Dari Pemeriksaan fisik pasien tidak ditemukan bunyi bising pada
jantung, suara nafas tambahan pada paru. Edema tungkai juga tidak
ditemukan pada pasien.Pemeriksaan fisik lainnya masih dalam batas normal.
Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan leukosit,
SGOT, SGPT dan alkali phospatase. EKG menunjukkan adanya ST elevasi di
sadapan lead I, II, AVL, V1, V5 dan V6
Page | 28
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
3.6 DIAGNOSA SEMENTARA
STEMI Lateral Killip 1 TIMI Risk 4/14 dengan Grace Score 152
3. 7 PENATALAKSANAAN
UMUM
Bed rest
Diet jantung 1600 kkal/hari
KHUSUS
- IVFD RL 10 gtt/i
- Drip Streptase 1500000 IU dalam 1 jam
- lovenox 0,6cc/12jam
- Aspilet 320 mg (loading dose)
Maintanance dose: 1x80mg
- CPG 300 mg (loading dose)
Maintanance dose: 1x75mg
- Simvastatin 1x 20mg
- Drip Cedocard mulai 5 meq/kgbb/jam
- Sucralfat 1xCI
- Laxadin Syr 3xCI
3.8 PLANNING DIAGNOSTIK
- EKG serial
- Lab darah lengkap (Hb, Ht, Tromb, Leu, HDL, LDL, TGL, Ur, Cr,
HbSAg, KGDS, KGN 2PP )
- Periksa CKMB
- corangiography
3.9 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad malam
Page | 29
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam
ANJURAN KETIKA PULANG
- Perbanyak istirahat di rumah
- Berhenti merokok
- Olahraga teratur
- Hindari makananberlemak dan mengandung kolesterol tinggi
- Minum obat yang teratur
- Kontrol ulang terapi ke Poli klinik jantung
3.10 Follow up
Tn.Z, 47 tahun
Tanggal S O A P
3 januari
2013
Hr-0
-Nyeri dada
-Jantung
berdebar
KU : sedang
Kes : CM
TD : 110/80mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 26 x/ menit
Suhu : 36,50C
Kepala : normochepali
Mata : Cekung (-/-)
Konj.pct (-/-)
Sklera ikt (-/-)
Telinga : Serumen (-)
Hidung : Sekret (-)
NCH (-)
Mulut : Bibir: pucat(-)
sianosis (-)
Lidah : beslag(-)
Geligi : karies(+)
STEMI
Lateral
- IVFD RL 10 gtt/i
-Drip Streptase 1500000
IU dalam 1 jam
-lovenox 0,6cc/12jam
-Aspilet 320 mg (loading
dose)
-CPG 300 mg (loading
dose)
- Simvastatin 1x 20mg
- Drip Cedocard mulai 5
meq/kgbb/jam
-Sucralfat 1xCI
- Laxadin Syr 3xCI
Planning :
- Rawat ICCU
- Foto thorax PA
Page | 30
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Faring : hiperemis (-)
Leher : TVJ
R±2cmH2O
Thorax : Simetris (+)
Retraksi (-)
Paru-paru :
Ves (+/+),
Rh basah basal (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ
II,bising (-)
Abdomen : Distensi (-)
Peristaltik (N)
H/L : Tidak teraba
Ekstremitas: Udem (-/-)
- DPL
- EKG serial
-Periksa CKMB
Tanggal S O A P
4Januari
2013
Hr-1
Nyeri dada(+)
berkurang
KU : sedang
Kes : CM
TD : 110/80mmHg
HR: 84x/menit
RR : 23 x/ menit
Suhu : 36,50C
Thorax : Simetris (+)
Retraksi (-)
Paru-paru :
Ves (+/+),
Rh basah basal (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II,
Bising(-)
Abdomen : Distensi (-)
Peristaltik (N)
H/L : Tidak teraba
Ekstremitas: Udem (-/-)
STEMI
Lateral
- IVFD RL 10 gtt/i
-Aspilet 1x80mg
-CPG 1x75mg
- Simvastatin 1x 20mg
- Drip Cedocard mulai 5
meq/kgbb/jam
-lovenox 0,6cc/12jam
-Sucralfat 1xCI
- Laxadin Syr 3xCI
Planning :
- EKG serial
- CKMB pasien menolak
Page | 31
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Tanggal S O A P
5Januai
2013
H-2
- Nyeri dada (-) KU : sedang
Kes : CM
TD : 80/60mmHg
HR : 76x/menit
RR : 24 x/ menit
Suhu : 36,50C
Thorax : Simetris (+)
Retraksi (-)
Paru-paru :
Ves (+/+),
Rh basah basal (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II,
Bising(-)
Abdomen : Distensi (-)
Peristaltik (N)
H/L : Tidak teraba
Ekstremitas: Udem (-/-)
STEMI
Lateral
- IVFD RL 10 gtt/i
-Aspilet 1x80mg
-CPG 1x75mg
-lovenox 0,6cc/12jam
- Simvastatin 1x 20mg
-Sucralfat 1xCI
- Laxadin Syr 3xCI
Planning :
- EKG serial
Tanggal S O A P
6 Januari
2013
Hr-3
Nyeri dada(-) KU : sedang
Kes : CM
TD : 110/80mmHg
HR: 84x/menit
RR : 23 x/ menit
Suhu : 36,50C
Thorax : Simetris (+)
Retraksi (-)
Paru-paru :
Ves (+/+),
Rh basah basal (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II,
Bising(-)
STEMI
Lateral
- IVFD RL 10 gtt/i
-lovenox 0,6cc/12jam
-Aspilet 1x80mg
-CPG 1x75mg
- Simvastatin 1x 20mg
- Sucralfat 1xCI
- Laxadin Syr 3xCI
Planning :
- EKG serial
-Jadwalkan cor angiografi
Page | 32
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Abdomen : Distensi (-)
Peristaltik (N)
H/L : Tidak teraba
Ekstremitas: Udem (-/-)
Tanggal S O A P
7 Januari
2013
Hr-4
Nyeri dada(-) KU : sedang
Kes : CM
TD : 110/80mmHg
HR : 86x/menit
RR : 25 x/ menit
Suhu : 36,50C
Thorax : Simetris (+)
Retraksi (-)
Paru-paru :
Ves (+/+),
Rh basah basal (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II,
Bising(-)
Abdomen : Distensi (-)
Peristaltik (N)
H/L : Tidak teraba
Ekstremitas: Udem (-/-)
STEMI
Lateral
- IVFD RL 10 gtt/i
-lovenox 0,6cc/12jam
-Aspilet 1x80mg
-CPG 1x75mg
- Simvastatin 1x 20mg
- Sucralfat 1xCI
- Laxadin Syr 3xCI
Planning :
- EKG serial
Tanggal S O A P
8 Januari
2013
Hr-5
Nyeri dada(-) KU : sedang
Kes : CM
TD : 100/70mmHg
HR : 84x/menit
RR : 22 x/ menit
Suhu : 36,50C
Thorax : Simetris (+)
Retraksi (-)
Paru-paru :
STEMI
Lateral
- IVFD RL 10 gtt/i
-lovenox 0,6cc/12jam
-Aspilet 1x80mg
-CPG 1x75mg
- Simvastatin 1x 20mg
- Sucralfat 1xCI
- Laxadin Syr 3xCI
Planning :
Page | 33
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Ves (+/+),
Rh basah basal (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II,
Bising(-)
Abdomen : Distensi (-)
Peristaltik (N)
H/L : Tidak teraba
Ekstremitas: Udem (-/-)
- EKG serial
Tanggal S O A P
9 Januari
2013
Hr-6
Nyeri dada(-) KU : sedang
Kes : CM
TD : 110/80mmHg
HR : 84x/menit
RR : 23 x/ menit
Suhu : 36,50C
Thorax : Simetris (+)
Retraksi (-)
Paru-paru :
Ves (+/+),
Rh basah basal (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II,
Bising (-)
Abdomen : Distensi (-)
Peristaltik (N)
H/L : Tidak teraba
Ekstremitas: Udem (-/-)
STEMI
Lateral
- IVFD RL 10 gtt/i
-lovenox 0,6cc/12jam
-Aspilet 1x80mg
-CPG 1x75mg
- Simvastatin 1x 20mg
- Sucralfat 1xCI
- Laxadin Syr 3xCI
Planning :
- EKG serial
ACC PBJ
Jadwal cor angiografi tgl
4Maret2013
BAB IV
ANALISA KASUS
Page | 34
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada yang terasa panas, serta terasa
seperti tertimpa dan tertekan. Nyeri dada yang terasa menjalar sampai ke lengan kiri
dan rahang pasien. Nyeri dada juga dirasakan tembus ke dada belakang. Menurut
pengakuan pasien, keluhan tersebut dirasakan seperti ada “angin” yang berkumpul di
dada dan perutnyang menekan ka seluruh bagian dada dan perutnya. Keluhan
dirasakan 4 jam sebelum masuk rumah sakit (IGD).
Keluhan nyeri dada tersebut disertai perasaan jantung berdebar-debar, sulit
bernafas, perut terasa mules dan rasa ingin buang air besar. Mual dan muntah
disangkal oleh pasien. Pasien juga tampak gelisah, cemas, berkeringat dingin, dan
lemas. Pasien mengaku keluhan ini sangat membuat pasien merasa sangat tidak
nyaman. Keluhan penurunan kesadaran disangkal pasien.
Keluhan sesak nafas pada pasien dapat timbul pada kondisi nyeri dada yang
cukup hebat sehingga mengaktivasi peningkatan fungsi dari system saraf otonom,
sehingga nafas dirasakan cepat dan pendek. Sesak nafas pada pasien ini dirasakan
seiring dengan timbulnya nyeri dada. Diduga sesak nafas pada pasien dicetuskan
oleh nyeri dada pasien. Untuk nyeri dada yang dialami pasien sendiri, sangat khas
untuk nyeri dada tipikal (angina) yang merupakan gejala cardinal pasien Infark
Miokard Akut (IMA) yang berhubungan dengan Sindrom Koroner Akut (SKA).
Seorang dokter harus mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala
lain merupakan pertanda awal dalam pengelolaan pasien. Adapun sifat nyeri dada
angina meliputi :
Lokasi : substernal, retrosternal, danprekordial
Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas dan terpelintir
Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga menjalar ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung/interskapula, perut hingga lengankanan
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
Faktor pencetus: latihan fisik, stress, emosi, udara dingin, dan sesudah makan
Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan
lemas
Berdasarkan paparan diatas terhadap nyeri dada angina, hal ini sesuai
dengan temuan pada pasien yaitu berdasarkan lokasi nyeri pada pasien ditemukan
Page | 35
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
nyeri dada kiri (substernal), sifat nyeri seperti tertekan, penjalaran terjadi ke lengan
kiri, dan punggung, dan membaik dengan istirahat, dimana faktor pencetus diduga
adalah latihan fisik. Selain itu, nyeri dada khas infark yaitu berlangsung terus-
menerus (>20 menit) saat istirahat. Gejala sistemik yang dialami pasien juga timbul
sesak sesuai dengan gejala penyerta nyeri dada angina yang diakibatkan oleh aktivasi
dari sistem saraf otonom.8
Infark miokard akut (IMA) adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemia
hebat yang terjadi secara tiba-tiba. Kejadian ini berhubungan dengan adanya
penyempitan arteri koronaria oleh plak ateroma dan thrombus yang terbentuk akibat
rupturnya plak ateroma. Perkembangan cepat infark miokard dari nekrosis otot
jantung disebabkan oleh ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
yang disebabkan oleh karena perfusi yang inadekuat, menyebabkan kadar oksigen ke
jaringan miokard menurun dan dapat pula menyebabkan gangguan dalam fungsi
mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard
jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia
yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan
kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi.22
Riwayat penyakit keluarga diakui pasien, bahwa ibu pasien menderita
hipertensi. Riwayat kebiasaan sosial adalah merokok, 2 bungkus perhari. Temuan ini
sesuai dengan faktor risiko terjadinya infark miokard akut yaitu merokok
meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner sebesar 50%. Sedangkan
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi untuk terjadinya penyakit jantung pada
pasien adalah usia pasien adalah 54 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa untuk lelaki usia yang beresiko
menderita IMA.
Ada empat faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah,
yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Risiko aterosklerosis koroner
meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum
usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik. Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas kadar
serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi
buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik.
Page | 36
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Pada pemeriksaan fisik pada jantung didapatkan perkusi bagian kiri jantung
yang mengarah 1 jari lateral midclavicula sinistra yang kurang begitu signifikan
dalam menandakan adanya pembesaran jantung. Pada pemeriksaan radiologi,
didapatkan kardiomegali dengan CTR 55 %. Interpretasi radiografi thoraks harus
meliputi penilaian ukuran jantung secara keseluruhan, bukti adanya pembesaran
ruang jantung secara spesifik, dan perubahan pada lapangan paru. Ukuran jantung
harus lebih kecil dari 50% diameter kardiotoraksik dan harus diukur dari titik terlebar
pada bayangan jantung.Pembesaran ventrikel kiri menyebabkan adanya gambaran
yang lebih besar dan bundar pada batas bawah kiri jantung. Gambaran dari dilatasi
atrium kiri antara lain bayangan ganda pada batas jantung kanan, mengisi ruangan
dan kemudian membengkak pada daerah di bawah arteri pulmonalis. Untuk melihat
adanya pembesaran pada ventrikel kanan hanya bisa dinilai dari radiografi toraks
lateral di mana bayangan jantung lebih berhadapan penuh dengan sternum.22
Berdasarkan gambaran Elektrokardiogram (EKG) pasien menunjukkan hasil
abnormal EKG yaitu ST elevasi di lead I, aVL, V5-V6. Berdasarkan hasil tersebut
sudah jelas menunjukkan suatu gambaran infark miokard akut dengan ST elevasi
yang berlokasi pada daerah lateral. Dimana pemeriksaan EKG di IGD tersebut
merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat
menunjukkan gambaran elevasi segmen ST, dengan adanya gambaran elevasi
segmen ST dapat mengidentifikasikan pasien tersebut harus dilakukan terapi
reperfusi. Umumnya untuk gambaran infark miokard akut terdapat gambaran
iskemia, injuri dan nekrosis yang timbul menurut urutan tertentu sesuai perubahan-
perubahan pada miokard yang disebut evolusi EKG. Evolusi terdiri dari fase-fase
sebagai berikut:
Fase awal atau hiperakut: 1) elevasi ST yang non spesifik, 2) T yang tinggi dan
melebar
Fase evolusi lengkap: 1) elevasi ST yang spesifik, konveks ke atas, 2) T yang
negatif dan simetris, 3) Q patologis
Fase infark lama; 1) Q patologis bisa QS atau Qr, 2) ST yang kembali isoelektik,
3) T bisa normal atau negatif 5
Sehingga berdasarkan temuan secara klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu,
berupa nyeri dada khas infark, perubahan gambaran EKG (ST elevasi) dapat
Page | 37
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
mengarahkan pada diagnosis IMA. Salah satu faktor penting dalam menegakkan
diagnosis IMA adalah kenaikan enzim Creatine kinase myocardial band (CKMB).24
Berdasarkan diagnosis yang ditegakkan yaitu Sindrom Koroner Akut (SKA)
dengan elevasi segmen ST maka tindakan selanjutnya adalah usaha reperfusi yang
menentukan prognosis penderita IMA, sedangkan kenaikan enzim biasanya baru
tampak sesudah 6 jam, sehingga dibenarkan menegakkan IMA hanya dari
berdasarkan dua dari tiga kriteria diagnosis IMA, yaitu nyeri dada khas infark dan
perubahan EKG.24
Proses reperfusi yang paling dianjurkan adalah reperfusi secara mekanik
(primary PCI) yang mana harus dilaksanakan paling lambat 2 jam setelah penegakan
diagnosis STEMI ditegakkan. Pada kasus ini pelaksanaan primary PCI tidak
mungkin dilaksanakan karena dibutuhkan waktu lebih dari 2 jam untuk
mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan tersebut, jadi pasien ini harus di
reperfusi secara farmakologi yaitu dengan menggunakan Streptokinase sebagai
fibrinolitik. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan jika primary PCI tidak bisa
dilaksanakan dalam waktu 2 jam setelah penegakan diagnosa, maka harus dlakukan
reperfusi dengan menggunakan fibrinolitik yang mana onset nya kurang dari 12 jam.
Pemberian aspilet dan clopidogrel digunakan sebagai antiplatelet pendamping
fibrinolitik. Aspirin dikunyah agar absorbsi lebih cepat dan merupakan tatalaksana
dasar pada pasien yang dicurigai AMI dimana inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan dengan reduksi tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi, selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg. Selain itu antiplatelet lain yang dapat
diberikan adalah clopidogrel. Pemberian antikoagulan ini berguna untuk mengurangi
resiko terjadinya tromboemboli dan reinfark.
Heparinisasi juga dilakukan pada kasus ini yaitu dengan penyuntikan
Lovenox. Dosis lazim yang digunakan bolus 30mg (IV) diikuti 1mg/kgBB SC/ 12
jam maksimal 8 hari penggunaan. Heparin mempunyai efek antikoagulasi yaitu
dengan meningkatkan aktivitas antitrombin, sebaliknya menurunkan aktivitas
thrombin dan faktor-faktor koagulasi seperti faktor VIIa, IX, X, XI. Selain itu,
heparin juga berikatan dengan sel-sel darah dan plasma protein sehingga dapat
digunakan pada infark miokard.11
Page | 38
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Untuk menstabilkan hemodinamik pada pasien dapat diberikan golongan β-
blockers dan/atau ACE inhibitor tergantung keadaan pasien. Hal ini sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa β-blockers mempunyai efek mengurangi kebutuhan
O2 miokard dan meningkatkan aliran darah koroner. Hasil dari berbagai uji klinis
menunjukkan bahwa pada penderita IMA yang menerima atau tidak menerima
trombolitik, pemberian penyekat beta yang kardioselektif seperti atenolol (tenormin),
atau metoprolol (lopresor, seloken) pada jam-jam pertama IMA dapat membatasi
perluasan infark dan menurunkan angka kematian sedangkan pemberian propanolol
atau timolol setelah IMA dapat mengurangi resiko reinfark dan memperpanjang
survival. Apabila tidak ada kontraindikasi seperti gagal jantung, bradikardi,
hipotensi, hipoperfusi, asma aktif, hiperreaktivitas jalan nafas maka dianjurkan
pemberian β-blockers pada 24 jam pertama onset gejala SKA.
Untuk menstabilkan plak, pada pasien diberikan simvastatin 1x20 mg. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa golongan statin dapat menghambat
biosintesis kolesterol serta meningkatkan ekspresi LDL (Low density lipoprotein) di
hepar, meningkatkan kolesterol HDL (High density lipoprotein) dan menghambat
matriks metalloproteinase (zat yang membuat plak stabil). Statin juga memiliki efek
menurunkan kolesterol LDL dan prekursornya dari sirkulasi. Disamping itu, statin
juga memiliki efek pleiotropik yaitu memperbaiki fungsi endotel, antiinflamasi, anti
oksidan dan anti thrombosis dan stabilisasi plak, sehingga pemberian statin
dianjurkan pada pasien dengan SKA dengan target LDL < 70 mg/dl tanpa melihat
usia.
Usaha penanggulangan yang disebutkan juga berguna dalam mencegah
terjadinya komplikasi IMA.Komplikasi yang paling sering pada hari-hari pertama
IMA adalah aritmia dan gagal jantung. Komplikasi yang lainnya meliputi syok
kardiogenik, rupture septum atau dinding ventrikel, dan tromboemboli.
Rencana yang akan dilakukan adalah EKG serial, ekokardigram jantung,
corangiography dan pemeriksaan darah. Dimana rencana tersebut bertujuan untuk
mengevaluasi keadaan pasien. Resiko tinggi mortalitas IMA adalah (1) nyeri dada
berulang, (2) gambaran infark persisten pada EKG, (3) komplikasi mekanik (gagal
jantung akut, murmur baru) serta syok.
Pencegahan sekunder pasien iskemia miokard yaitu,
Page | 39
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
1. Merokok, target berhenti merokok
2. Kontrol tekanan darah, target < 140/90 mmHg atau < 130/80 mmHg (pen-
derita DM atau gagal ginjal kronik)
3. Menejemen lipid, target LDL <100 mg/dl, trigliseria <150 mg/dl, HDL > 40
mg/dl
4. Aktivitas fisik, target minimal 30 menit/hari selang 3-4 x/minggu
5. Menejemen berat badan, target IMT 18,5 -24,9 kg/m2, lingkar pinggang < 35
inci (perempuan), laki-laki < 40 inci
6. Manajemen diabetes, target HbA1C < 7%
7. Antiplatelet/antikoagulan dengan pemberian aspirin 75-162 mg/hr seumur hidup
atau clopidogrel 75 mg/hr selama 9-12 bulan terutama setelah pemasangan drug
eluting stent, serta sebagai alternatif bila terdapat kontraindikasi aspirin. Alter-
natif platelet lain adalah warfarin (INR 2,5-3,5) bila terdapat indikasi atau kon-
traindikasi terhadap aspirin atau clopidogrel
8. Penghambat system RAA (rennin angitensin aldosteron) yaitu dapat diberikan
ACE inhibitor seumur hidup pada pasien dengan infark anterior, riwayat infark
sebelumnya, KILLIP ≥2, EF <40%. Pilihan lain adalah ACE inhibitor pada
pasien dengan tanda-tanda gagal jantung yang intoleran terhadap ACE. Pilihan
lainnya adalah penghambat aldosteron terutama pada pasien-pasien dengan
gangguan fungsi ginjal yang signifikan dan hiperkalemia yang sudah mendapat
ACE inhibitor dengan dosis optimal , EF ≤40 dengan DM atau gagal jantung
9. Beta blocker diberikan pada semua pasien seumur hidup dan tidak terdapat kon-
traindikasi
10. Nitrat kerja jangka pendek diberikan pada tiap pasien untuk digunakan bila ter-
dapat nyeri dada.
BAB V
KESIMPULAN
Page | 40
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
Infark miokard adalah nekrosis otot jantung akibat terjadinya iskemik yang
berkepanjangan pada otot jantung. Infark miokard dapat terjadi akibat oklusi koroner
akut yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark) miokard.
Mekanisme yang mendasari penyakit ini adalah rupturnya plak atau erosi karena
serangkaian pembentukan trombus sehingga menyebabkan penyumbatan parsial
ataupun total pada pembuluh darah.
Dari gambaran Elektrokardiogram Infark miokard dibagi menjadi dua
kategori yaitu pasien dengan nyeri dada akut disertai dengan Segmen ST elevasi
menetap (STEMI) dan pasien dengan nyeri dada akut tanpa disertai dengan Segmen
ST elevasi menetap (NSTEMI).8
Gejala pada infark miokard biasanya didasarkan pada riwayat nyeri dada yang
berlangsung selama 20 menit atau lebih, tidak berespon terhadap nytroglicerine.
Penderita melukiskan nyeri dada seperti perasaan tertekan, terhimpit, diremas –
remas atau kadang hanya sebagai rasa sakit tidak enak di dada.Waktu dalam
mendiagnosis STEMI adalah kunci dari keberhasilan terapi. Perekaman jantung
dengan EKG harus dimulai dengan cepat untuk menilai semua pasien yang dicurigai
STEMI untuk mendeteksi adanya hal-hal yang dapat mengancam kehidupan seperti
aritmia, dan defibrilasi cepat jika diindikasikan. Kerusakan otot jantung juga dapat
diketahui dengan adanya penanda biomarker yang sensitif dan spesifik seperti
cardiac troponin (cTn) atau fraksi MB kinase (CKMB) yang meningkat. Pada pasien
yang memenuhi kriteria diagnosa STEMI dengan onset 12 jam elevasi segmen ST
yang persisten maka reperfusi secara mekanikal (PCI) atau farmakologi harus segera
dilakukan. Secara umum telah disepakati bahwa terapi reperfusi sangat bermanfaat
dengan pasien yang meniliki gejala atau gambaran EKG yang mengarah kepada
iskemik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Murray CJ. Lopez AD. Alternative Projections of Mortality and Disability by Cause 1990-2020. Global Burden of Disease Study. Lancet 1991; 349; 1498-1504
Page | 41
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unsyiah
2. Van der Werf F, et all. Management of Acute Myocardial Infection in Pa-tients presenting with Persistent ST Segment Elevation the Task Force on The Management of ST Segment Elevation Acute Myocardial Infarction of the European Society of Cardiology. Eur Heart J 2008;29;2909-2945
3. Yeh RW, Sidney, S. Chandra M, Sorel M, Selby JV,60 AS. Population Trends in the Incidence and Outcomes of Acute Myocardial Infarction. Nengl. J. Med 2010. 262;2155-2165
4. FOX KA, Eagle KA, Gore JM, Steg PS, Anderson FA. The Global Registry of Acute Coronary Events. 1999 to 2009 – GRACE – Heart 2010; 96; 1095-1101
5. Savoritto S, Ardissino D, Granger CB, Morando G, Prando MD, Mafrici A, Cavalini C, Malandiri E, Thompson TD, Vahanian A, Ohman EM, Califf RM, Van de Werf F, Topol EJ. Prognostic Value of the Admission Electro Cardiogram in Acute Coronary Syndrome. JAMA. 1999;281;707-713
6. Widimsky et all. Reperfusion therapy for ST Elevation Acute Myocardial In-farction in Europe. Description of the Current Situation in 30 Countries. Eur Heart J. 2010,31;943-957
7. Kabo P karim S. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung Un-tuk Dokter Umum. FKUF. Jakarta. 2007. Hal 141-147
8. Thygesen K. Universal Definition of Myocardial Infarction. Journal of the American College of Cardiology. 2007;50;2173-2183
9. Ham CW. et all. Guidelines for the Management of Acute Coronary Syn-drome in Patients presenting Without Persistent ST Segment Elevation. 2011;32;2999-3054
10. Price S. A. Patofisiology : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta EGC 2005. Hal 580-595
11. Irmalita. Infark Miokard dalam : Rilantono LI, Karo Karo S, Roebianto PS.
12. Buku Ajar Kardiologi : Jakarta. Balai Penerbit FKUI 2002.173-178
13. Haru S. Alwi. Infark Miokard Akut tanpa Elevasi ST Alam Sudoyo AW,Se-tiohadi A. Setiani S. Buku Ajar IPD FKUI. 2006. Hal 1615-1624
14. Steg PG. Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients presenting with ST Segment Elevation. 2012,33,2569-2619 Euro-pean Society of Cardiology Journal.
Page | 42