referat besar penggunaan kortikosteroid untuk terapi pada penyakit kulit

31
BAGIAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN REFERAT BESAR MEI 2015 PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID UNTUK TERAPI PADA PENYAKIT KULIT Disusun Oleh: Arliawan Arsadi Ali C111 11 022 Febby Elisa Tandi Daniel C111 10 161 Ike Widyawati Fongiman C111 11 013 Pembimbing dr. Muhlis Supervisor dr. Widyawati Djamaluddin Sp.KK DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK 1

Upload: andi-dewi-pratiwi

Post on 09-Feb-2016

67 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

BAGIAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT BESAR

MEI 2015

PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID UNTUK TERAPI

PADA PENYAKIT KULIT

Disusun Oleh:

Arliawan Arsadi Ali C111 11 022

Febby Elisa Tandi Daniel C111 10 161

Ike Widyawati Fongiman C111 11 013

Pembimbing

dr. Muhlis

Supervisor

dr. Widyawati Djamaluddin Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASSANUDDIN

MAKASSAR

2015

1

Page 2: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

I. PENDAHULUAN

Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi

klinis yang sangat luas. Manfaat dari kortikosteroid cukup besar tetapi efek

samping yang tidak diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya

dibatasi termasuk dalam bidang.1,2 Kortikosteroid adalah derivat dari hormon

kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini dapat

mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan resistensi

tubuh.8

Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan

besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Berbagai jenis kortikosteroid

sintetis telah dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi aktivitas

mineralokortikoidnya dan meningkatkan aktivitas antiinflamasinya, misalnya

deksametason yang mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek

retensi natrium lebih kecil dibandingkan dengan kortisol. Berdasarkan cara

penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik dan

kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di kulit

pada tempat tertentu dan merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk

para ahli kulit dengan menyediakan banyak pilihan efek pengobatan.8

Sebagian besar khasiat yang diharapkan dari pemakaian kortikosteroid

adalah sebagai antiinflamasi, antialergi atau imunosupresif. Manfaat

kortikosteroid banyak digunakan dalam bidang dermatologi terutama lebih

ditekankan sebagai obat antialergi. Terapi dengan obat ini bukan merupakan terapi

kuratif melainkan terapi pengendalian atau paliatif saja, kecuali pada insufisiensi

korteks adrenal. Berbagai penyakit yang dahulu lama penyembuhannya dapat

dipersingkat, misalnya pada dermatitis. Penyakit berat yang dahulu dapat

menyebabkan kematian, misalnya sindrom Stevens-Jhonson dan nekrolisis

epidermal toksik, angka kematiannya dapat ditekan berkat pengobatan dengan

kortikosteroid.6,8

    

2

Page 3: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

II. KORTIKOSTEROID SISTEMIK

Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di

bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon

adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini

berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap

stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme

karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku.8

Kelenjar adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla,

sedangkan bagian korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan

glomerulosa. Zona fasikulata mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan

zona glomerulosa. Zona fasikulata menghasilkan 2 jenis hormon yaitu

glukokortikoid dan mineralokortikoid.

Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya

terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata,

sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak

berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan

glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon,

triamsinolon, dan betametason.3,9

Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya

terhadap keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan

deplesi K, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat

kecil. Oleh karena itu mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Prototip

dari golongan ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak

mempunyai khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol,

meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi

karena efeknya pada keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.1,3,9

II.1. Farmakologi

Semua hormon steroid sama-sama mempunyai rumus bangun

siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin. Modifikasi dari

3

Page 4: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

struktur cincin dan struktur luar akan mengakibatkan perubahan pada efektivitas

dari steroid tersebut. Atom karbon tambahan dapat ditambahkan pada posisi 10

dan 13 atau sebagai rantai samping yang terikat pada C17. Semua steroid

termasuk glukokortikosteroid mempunyai struktur dasar 4 cincin kolestrol dengan

3 cincin heksana dan 1 cincin pentana.2,3,7,9

 Hormon steroid adrenal disintesis dari kolestrol yang terutama berasal

dari plasma. Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol, yang kemudian

dengan bantuan enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom

karbon dan androgen lemah dengan 19 atom karbon. Sebagian besar kolesterol

yang digunakan untuk steroidogenesis ini berasal dari luar (eksogen), baik pada

keadaan basal maupun setelah pemberian ACTH.9

Dalam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus

disintesis terus menerus. Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk

beberapa menit saja, jumlah yang tersedia dalam kelenjar adrenal tidak cukup

untuk memenuhi kebutuhan normal. Oleh karenanya kecepatan biosintesisnya

disesuaikan dengan kecepatan sekresinya. Berikut adalah tabel yang menunjukkan

kecepatan sekresi dan kadar plasma kortikosteroid terpenting pada manusia.1,9

Kecepatan sekresi

dalam keadaaan

optimal (mg/hari)

Kadar plasma

(μg/100ml)

Jam 08.00 Jam 16.00

Kortisol 20 16 4

Aldosteron 0,125 0,01 -

Pada pemeriksaan sampel dengan tes saliva sebanyak 4 kali dalam satu

hari yaitu sebelum sarapan pagi hari, siang, sore hari dan pada malam hari

sebelum tidur. Pada pagi hari kadar kortisol yang paling tinggi dibandingkan

waktu lainnya yang membuat orang menjadi lebih semangat dalam menjalani

aktivitasnya. Orang yang sehat pengeluaran kortisol mulai menurun hingga kadar

terendah yaitu pada pukul 11 malam dibuktikan dengan seseorang yang dapat

beristirahat dengan cukup.2

4

Page 5: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

II.2. Mekanisme Kerja

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.

Molekul hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif

di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini

mengalami perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan

kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik.

Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid. Pada

beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan

sintesis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas

hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau

toksik terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik.1,3,9

5

Page 6: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

Gambar 1. Gambaran mekanisme kerja kortikosteroid 1

Metabolisme kortikosteroid sintetis sama dengan kortikosteroid alami.

Kortisol (juga disebut hydrocortison) memiliki berbagai efek fisiologis, termasuk

regulasi metabolisme perantara, fungsi kardiovaskuler, pertumbuhan dan

imunitas. Sintesis dan sekresinya diregulasi secara ketat oleh sistem saraf pusat

yang sangat sensitif terhadap umpan balik negatif yang ditimbulkan oleh kortisol

dalam sirkulasi dan glukokortikoid eksogen (sintetis). Pada orang dewasa normal,

disekresi 10-20 mg kortisol setiap hari tanpa adanya stres. Pada plasma, kortisol

terikat pada protein dalam sirkulasi. Dalam kondisi normal sekitar 90% berikatan

dengan globulin-2 (CBG/ corticosteroid-binding globulin), sedangkan sisanya

sekitar 5-10% terikat lemah atau bebas dan tersedia untuk digunakan efeknya pada

sel target. Jika kadar plasma kortisol melebihi 20-30%, CBG menjadi jenuh dan

konsentrasi kortisol bebas bertambah dengan cepat. Kortikosteroid sintetis seperti

dexametason terikat dengan albumin dalam jumlah besar dibandingkan CBG.1

Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90 menit,

waktu paruh dapat meningkat apabila hydrocortisone (prefarat farmasi kortisol)

diberikan dalam jumlah besar, atau pada saat terjadi stres, hipotiroidisme atau

penyakit hati. Hanya 1% kortisol diekskresi tanpa perubahan di urin sebagai

kortisol bebas, sekitar 20% kortisol diubah menjadi kortison di ginjal dan jaringan

lain dengan reseptor mineralokortikoid sebelum mencapai hati. Perubahan struktur

6

Page 7: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja juga

mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein. Prednison adalah

prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam

tubuh.1

2.2.1 Kortikosteroid sebagai anti inflamasi

Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya

gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik, atau alergen. Secara

mikroskopik obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit

fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis.

Selain itu juga dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu

proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen dan pembentukan

sikatriks. Hal ini karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi, distribusi dan

fungsi leukosit perifer dan efek supresinya terhadap cytokyne dan chemokyne

imflamasi serta mediator inflamasi lipid dan glukolipid lainnya. Inflamasi, tanpa

memperhatikan penyebabnya, ditandai dengan ekstravasasi dan infiltrasi leukosit

kedalam jaringan yang mengalami inflamasi. Peristiwa tersebut diperantarai oleh

serangkaian interaksi yang komplek dengan molekul adhesi sel, khususnya pada

sel endotel dan dihambat oleh glukokortikoid. Setelah pemberian dosis tunggal

glukokortikoid dengan masa kerja pendek, konsentrasi neutrofil meningkat,

sedangkan limfosit, monosit, eosinofil dan basofil dalam sirkulasi berkurang

jumlahnya. Perubahan tersebut menjadi maksimal dalam 6 jam dan menghilang

setelah 24 jam. Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan oleh peningkatan aliran

masuk ke dalam darah dari sum-sum tulang dan penurunan migrasi dari pembuluh

darah, sehingga menyebabkan penurunan jumlah sel pada tempat inflamasi.1

                        Glukokortikoid juga menghambat fungsi makrofag jaringan dan sel

penyebab antigen lainnya. Kemampuan sel tersebut untuk bereaksi terhadap

antigen dan mitogen diturunkan. Efek terhadap makrofag tersebut terutama

menandai dan membatasi kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh

mikroorganisme serta menghasilkan tumor nekrosis factor-a, interleukin-1,

7

Page 8: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

metalloproteinase dan activator plasminogen. Selain efeknya terhadap fungsi

leukosit, glukokortikoid mempengaruhi reaksi inflamasi dengan cara menurunkan

sintesis prostaglandin,leukotrien dan platelet-aktivating factor. 1

Gambar 2. Gambar mekanisme inflamasi 4

2.2.3 Kortikosteroid sebagai anti proliferatif

Fungsi glukokortikoid lainnya adalah sebagai antiproloferatif. Melalui

proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-sel lesi, berikatan dengan

kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut mengalami perubahan.

Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat membentuk atau

menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat mitosis (anti-

proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses radang. Glukokotikoid

juga dapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang

dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.3

2.2.4 Kortikosteroid sebagai imunnosupresif

Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya.

Mekanisme yang terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi

menunjukkan bahwa kortikosteroid bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada

kulit.2,3

II.3. Dosis Kortikosteroid Topikal

8

Page 9: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

Kortikosteroid secara sistemik dapat diberikan secara intralesi, oral,

intramuskular, intravena. Pemilihan preparat yang digunakan tergantung dengan

keparahan penyakit. Pada suatu penyakit dimana kortikosteroid digunakan karena

efek samping seperti pada alopesia areata, kortikosteroid yang diberikan adalah

kortikosteroid dengan masa kerja yang panjang.

Kortikosteroid biasanya digunakan setiap hari atau selang sehari. Initial

dose yang dugunakan untu mengontrol penyakit rata-rata dari 2,5 mg hingga

beberapa ratus mg setiap hari. Jika digunakan kurang dari 3-4 minggu,

kortikosteroid diberhentikan tanpa tapering off. Dosis yang paling kecil dengan

masa kerja yang pendek dapat diberikan setiap pagi untuk meminimal efek

samping karena kortisol mencapai puncaknya sekitar jam 08.00 pagi dan terjadi

umpan balik yang maksimal dari seekresi ACTH. Sedangkan pada malam hari

kortikosteroid  level yang rendah dan dengan sekresi ACTH yang normal

sehingga dosis rendah dari prednison (2,5 sampai 5mg) pada malam hari sebelum

tidur dapat digunakan untuk memaksimalkan supresi adrenal pada kasus akne

maupun hirsustisme.2

Pada pengobatan berbagai dermatosis dengan kortikosteroid, bila telah

mengalami perbaikan dosisnya diturunkan berangsur-angsur agar penyakitnya

tidak mengalami eksaaserbasi, tidak terjadi supresi korteks kelenjar adrenal dan

sindrom putus obat. Jika terjadi supresi korteks kelenjar adrenal, penderita tidak

dapat melawan stress. Supresi terjadi kalau dosis prednison meebihi 5 mg per hari

dan kalau lebih dari sebulan. Pada sindrom putus obat terdapat keluhan lemah,

lelah, anoreksia dan demam ringan yang jaranng melebihi 39ºC.6

Penggunaan glukokortikoid jangka panjang yaitu lebih dari 3 sampai 4

minggu perlu dilakukan penurunan dosis secara perlahan-lahan untuk mencari

dosis pemeliharaan dan menghindari terjadi supresi adrenal. Cara penurunan yang

baik dengan menukar dari dosis tunggal menjadi dosis selang sehari diikuti

dengan penurunan jumlah dosis obat. Untuk mencegah terjadinya supresi korteks

kelenjar adrenal kortikosteroid dapat diberikan selang sehari sebagai dosis tunggal

pada pagi hari (jam8), karena kadar kortisol tertinggi dalam darah pada pagi hari.

Keburukan pemberian dosis selang sehari ialah pada hari bebas obat penyakit

9

Page 10: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

dapat kambuh. Untuk mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat masih

diberikan kortikosteroid dengan dosis yang lebih rendah daripada dosis pada hari

pemberian obat. Kemudian perlahan-lahan dosisnya diturunkan. Bila dosis telah

mencapi 7,5 mg prednison, selanjutnya pada hari yang seharusnya bebas obat

tidak diberikan kortikosteroid lagi. Alasannya ialah bila diturunkan berarti hanya

5 mg dan dosis ini merupakan dosis fisiologik. Seterusnya dapat diberikan selang

sehari.6  

Tabel 3. Berbagai penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid beserta

dosisnya:1,6

Nama penyakit Macam kortikosteroid dan dosisnya sehariDermatitis

Erupsi alergi obat ringanSJS berat dan NET

EritrodermiaReaksi lepra

DLEPemfigoid bulosaPemfigus vulgarisPemfigus foliaseus

Pemfigus eritematosaPsoriasis pustulosa

Reaksi Jarish-Herxheimer

Prednison 4x5 mg atau 3x10mgPrednison 3x10 mg atau 4x10 mg

Deksametason 6x5 mgPrednison 3x10 mg atau 4x10 mg

Prednison 3x10 mgPrednison 3x10 mgPrednison 40-80 mgPrednison 60-150 mgPrednison 3x20 mgPrednison 3x20 mgPrednison 4x10 mgPrednison 20-40 mg

Dosis yang tertulis ialah dosis patokan untuk orang dewasa menurut pengalaman,

tidak bersifat mutlak karena bergantung pada respons penderita. Dosis untuk anak

disesuaikan dengan berat badan / umur. Jika setelah beberapa hari belum tampak

perbaikan, dosis ditingkatkan sampai ada perbaikan.6

II.4. Monitor Penggunaan Kortikosteroid Sistemik

Dasar evaluasi yang digunakan sebelum dilakukan pengobatan

kortikosteroid  untuk mengurangi potensi terjadinya efek samping adalah riwayat

personal dan keluarga dengan perhatian khusus kepada penderita yang memiliki

predisposisi diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, glaukoma dan penyakit yang

terpengaruh dengan pengobatan steroid. Tekanan darah dan berat badan harus

10

Page 11: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

tetap di ukur. Jika dilakukan pengobatan jangka lama perlu dilakukan

pemeriksaan mata, test PPD, pengukuran densitas tulang spinal dengan

menggunakan computed tomography (CT), dual-photon absorptiometry, atau

dual-energy x ray absorptiometry (DEXA).2

Sedangkan selama penggunan kortikosteroid tetap perlu dilakukan

evaluasi diantaranya menanyakan kepada pasien terjadinya poliuri, polidipsi,

nyeri abdomen, demam, gangguan tidur dan efek psikologi. Penggunaan

glukokortikoid dosis besar mempunyai kemungkinan terjadinya efek yang serius

terhadap afek bahkan psikosis. Berat badan dan tekanan darah tetap selalu di

monitor. Elektrolit serum, kadar gula darah puasa, kolesterol, dan trigliserida tetap

diukur dengan regular. Pemeriksaan tinja perlu dilakukan pada kasus darah yang

menggumpal. Selain itu, pemeriksaan lanjut pada mata karena ditakutkan

terjadinya katarak dan glaukoma.2

Tabel 4. Hal-hal yang perlu di monitor selama penggunaan glukokortikoid

jangka panjang2

No. Efek samping Monitor1.2.3.4.

5.6.

7.

8.

HipertensiBerat badan meningkatReaktivasi infeksiAbnormalitas metabolik

OsteoporosisMata         Katarak        GlaukomaUlkus peptik

Supresi kelenjar adrenal

Tekanan darahBerat badanPPD, (12 hari setelah pemakaian prednison)Elektrolit, lipid, glukosa (t.u penderita diabetes dan hiperlipidemia) Densitas tulang

Pemeriksaan slit lamp (setiap 6 sampai 12 bulan)Tekanan intraokular (saat bulan pertama dan ke enam)Pertimbangkan pengunaan antagonis H2 atau proton pump inhibitorDosis tunggal di pagi hari, periksa serum kortisol pada jam 8 pagi sebelum tapering off.

II.5. Efek Samping

Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai manfaat dan indikasi

klinis yang sangat luas. Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek

11

Page 12: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

samping yang tidak diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya

dibatasi. Beberapa efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang antara

lain:

Pengurangan produksi cortisol sendiri. Selama dan setelah pengobatan

steroid, maka kelenjar adrenal memproduksi sendiri sedikit cortisol, yang

dihasilkan dari kelenjar di bawah otak-hypopituitary-adrenal (HPA)

penindasan axis. Untuk sampai dua belas bulan setelah steroids dihentikan,

kurangnya respon terhadap steroid terhadap stres seperti infeksi atau

trauma dapat mengakibatkan sakit parah.

Osteoporosis terutama perokok, perempuan postmenopausal, orang tua,

orang-orang yang kurang berat atau yg tak bergerak, dan pasien dengan

diabetes atau masalah paru-paru. Osteoporosis dapat menyebabkan patah

tulang belakang, ribs atau pinggul bersama dengan sedikit trauma. Ini

terjadi setelah tahun pertama dalam 10-20% dari pasien dirawat dengan

lebih dari 7.5mg Prednisone per hari. Hal ini diperkirakan hingga 50% dari

pasien dengan kortikosteroid oral akan mengalami patah tulang.

Penurunan pertumbuhan pada anak-anak, yang tidak dapat mengejar

ketinggalan jika steroids akan dihentikan (tetapi biasanya tidak).

Otot lemah, terutama di bahu dan otot paha.

Jarang, nekrosis avascular pada caput tulang paha (pemusnahan sendi

pinggul).

Meningkatkan diabetes mellitus (gula darah tinggi).

Kenaikan lemak darah (trigliserida).

Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity.

Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan

berat badan  dan gagal jantung.

Kegoyahan dan tremor.

12

Page 13: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraocular) dan

katarak subcapsular posterior.

Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi,

kegembiraan, delirium atau depresi.

Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.

Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi

diresepkan (misalnya tuberkulosis).

Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-

inflamasi.

Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit

kepala, nyeri otot dan sendi dan depresi.

Efek samping yang tidak diinginkan berhubungan dengan sifat potensiasi,

tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari potensi,

kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Dengan ini

efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid

yang lebih lemah atau mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan, kapan,

dan dimana harus digunakan jika menggunakan yang lebih paten. Secara umum

efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise,

telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat,

hipopigmentasi, dermatitis peroral.3

Efek samping kortikosteroid dapat dibagi menjadi beberapa tingkat

yaitu:3,11

     

II.5.1. Efek Epidermal

Efek epidermal pada penggunaan kortikosteroif adalah penipisan epidermal

yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal, suatu penurunan

ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari konvulsi dermo-

13

Page 14: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin topikal secara

konkomitan.

Efek lain pada epidermis adalah inhibisi dari melanosit, suatu keadaan

seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi

steroid atau injeksi steroid intrakutan.

II.5.2. Efek Dermal

Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar.

Ini menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah

akan menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan

intradermal yang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu

blot hemorrhage. Ini nantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata,

yang terlihat seperti usia kulit prematur.      

II.5.3. Efek Vaskular

Kortikosteroid dapat menyebabkan vasodilatasi yang terfiksasi.

Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan vasokontriksi pada pembuluh darah

yang kecil di superfisial. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh

darah yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema,

inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.

III. KORTIKOSTEROID TOPIKAL

Efektifitas kortiksteroid topikal berhubungan dengan 4 hal yaitu

vasokonstriksi, (antimitosis) antiproliferatif, immunosupresif dan antiinflamasi.

Kortikosteroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian

superfisial dermis, yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk

menyebabkan vasokontriksi ini biasanya berhubungan dengan potensi anti-

inflamasi, dan biasanya vasokontriksi ini digunakan sebagai suatu tanda untuk

mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen.

14

Page 15: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

III.1. Golongan Kortikotseroid Topikal

Kortikosteroid topikal terbagi mejadi 7 golongan besar berdasarkan

kemampuan kortikosteroid tersebut menyebabkan efek vasokonstriksi,

antiinflamasi, antiproliferatif, dan immunosupresif. Kortikosteroid topikal

golongan I adalah yang paling kuat daya anti-inflamasi dan antimitotiknya (super

poten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi lemah).2

Tabel 2. Penggolongan kortikosteroid topikal berdasarkan potensi klinis :2,3,6

Klasifikasi Nama Dagang Nama GenerikGolongan 1: (super poten)

Golongan II: (potensi tinggi)

Golongan III: (potensi tinggi)

Diprolene ointmentDiprolene AF creamPsorcon ointmentTemovate ointmentTemovate creamOlux foamUltravate ointmentUltravate cream

Cyclocort ointmentDiprosone ointmentElocon ointmentFlorone ointmentHalog ointmentHalog solutionLidex ointmentLidex solutionMaxiflor ointmentMaxivate ointmentMaxivate creamTopicort ointmentTopicort creamTopicort gel

Aristocort A ointmentCultivate ointmentCyclocort creamCyclocort lotionDiprosone cream

0,05% betamethason dipropionate

0,05% diflorasone diacetate0,05% clobetasol propionate

0,05% halobetasol propionate

0,1% amcinonide0,05% betamethasone dipropionate0,01% mometasone fuorate0,05% diflorasone diacetate0,01% halcinonide

0,05% fluocinonide

0,05% diflorasone diacetate0,05% betamethasone dipropionate

0,25% desoximetasone

0,05% desoximetasone

0,1% triamcinolone acetonide0,005% fluticasone propionate0,1 amcinonide

0,05% betamethasone dipropionate

15

Page 16: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

Golongan IV: (potensi medium)

Golongan V: (potensi medium)

Golongan VI: (potensi medium)

Golongan VII: (potensi lemah)

Flurone creamLidex E creamMaxiflor creamMaxivate lotionTopicort LP creamValisone ointment

Aristocort ointmentCordran ointmentElocon creamElocon lotionKenalog ointmentKenalog creamSynalar ointment

Cordran creamCutivate creamDermatop creamDiprosone lotionKenalog lotionLocoid creamSynalar creamTridesilon ointmentValisone cream

Aclovate ointmentAclovate creamAristocort creamDesowen creamKenalog creamKenalog lotionLocoid solutionSynalar creamSynalar solutionTridesilon creamValisone lotion

Obat topical dengan hidrokortison,  dekametason, glumetalone, prednisolone, dan metilprednisolone

0,05% diflorosone diacetate0,05% fluocinonide0,05% diflorosone diacetate0,05% betamethasone dipropionate0,05% desoximetasone0,01% betamethasone valerate

0,1% triamcinolone acetonide0,05% flurandrenolide0,1% mometasone furoate

0,1% triamcinolone acetonide

0,025% fluocinolone acetonide

0,05% flurandrenolide0,05% fluticasone propionate0,1% prednicarbate0,05% betamethasone dipropionate0,1% triamcinolone acetonide

0,025% fluocinolone acetonide0,05% desonide0,1% betamethasone valerate

0,05% aclometasone

0,1% triamcinolone acetonide0,05% desonide0,025% triamcinolone acetonide

0,1% hydrocortisone butyrate0,01% fluocinolone acetonide

0,05% desonide0,1% betamethasone valerate

III.2. Peggunaan Berdasarkan Potensi

16

Page 17: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

Penggunaan kortikosteroid topikal harus mempertimbangkan indikasi dan

berdasarkan pada potensi kortikosteroid tersebut. Kortikotseroid dengan potensi

yang berbeda memiliki indikasi yang berbeda pula. Kortikosteroid dengan potensi

kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk suatu penyakit kulit. Perlu

diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan supresif terhadap

penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.

III.2.1. Kortikosteroid Potensi Lemah

Kortikosteroid potensi lemah digunakan pada kelainan akut serta pada

penderita anak-anak, usia lanjut dan ibu hamil. Pengobatan kortikosteroid pada

bayi dan anak harus dilakukan dengan lebih hati-hati. Penggunaan pada anak-anak

memiliki efektifitas yang tinggi dan sedikit efek samping terhadap pemberian

kortikosteroid topikal dengan potensi lemah dan dalam jangka waktu yang

singkat. Sedangkan pada bayi memiliki risiko efek samping yang tinggi karena

kulit bayi masih belum sempurna dan fungsinya belum berkembang seutuhnya.

Secara umum, kulit bayi lebih tipis, ikatan sel-sel epidermisnya masih longgar,

lebih cepat menyerap obat sehingga kemungkinan efek toksis lebih cepat terjadi

serta sistem imun belum berfungsi secara sempurna Pada bayi prematur lebih

berisiko karena kulitnya lebih tipis dan angka penetrasi obat topikal sangat tinggi.2

Pada geriatri memiliki kulit yang tipis sehingga penetrasi steroid topikal

meningkat. Selain itu, pada geriatri juga telah mengalami  kulit yang atropi

sekunder karena proses penuaan. Kortikosteroid topikal harus digunakan secara

tidak sering, waktu singkat dan dengan pengawasan yang ketat.2  

 Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali

dinyatakan perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Pada kasus

kelahiran prematur, sering digunakan steroid untuk mempercepat kematangan

paru-paru janin (standar pelayanan). Kortikosteroid topikal yang biasa digunakan

pada saat kehamilan adalah hidrokortison dan betametason. Begitu juga pada

waktu menyusui, penggunaan kortikosteroid topikal harus dihindari dan

17

Page 18: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

diperhatikan. Belum diketahui dengan pasti apakah steroid topikal diekskresi

melalui ASI, tetapi sebaiknya tidak digunakan pada wanita sedang menyusui.2,7

III.2.2. Kortikosteroid Potensi Sedang

Kortikosteroid potensi sedang digunakan pada kelainan subakut, misalnya

pada dermatitis kontak alergi, dermatitis seboroik, dan dermatitis intertriginosa.2,6

III.2.3. Kortikosteroid Potensi Kuat

Kortikosteroid potensi kuat digunakan pada kelainan kulit yang bersifat

kronis dengan lesi yang tebal, contohnya pada psoriasis, dermatitis atopik,

dermatitis dishidrotik, dan dermatitis numular.2,6

III.3. Dosis Pemberian Kortikosteroid Topikal

Pemberian kortikosteroid topikal dipilih berdasarkan keamanan dan

pertimbangan efek samping serta beberapa faktor lain yang perlu di

pertimbangkan yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit yaitu

stadium penyakit, luas/tidaknya lesi, dalam/dangkalnya lesi dan lokalisasi lesi.3

Steroid topikal terdiri dari berbagai macam vehikulum dan bentuk dosis.

Salep (ointments) ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar

berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula

lanolin atau minyak. Jenis ini merupakan yang terbaik untuk pengobatan kulit

yang kering karena banyak mengandung pelembab. Selain itu juga baik untuk

pengobatan pada kulit yang tebal contoh telapak tangan dan kaki. Salep mampu

melembabkan stratum korneum sehingga meningkatkan penyerapan dan potensi

obat. Krim adalah suspensi minyak dalam air. Krim memiliki komposisi yang

bervariasi dan biasanya lebih berminyak dibandingkan ointments tetapi berbeda

pada daya hidrasi terhadap kulit. Banyak pasien lebih mudah menemukan krim

untuk kulit dan secara kosmetik lebih baik dibandingkan ointments. Meskipun itu,

krim terdiri dari emulsi dan bahan pengawet yang mempermudah terjadi reaksi

alergi pada beberapa pasien. Lotion (bedak kocok) tediri atas campuran air dan

bedak, yang biasanya ditambah dengan gliserin sebagai bahan perekat, lotion

18

Page 19: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

mirip dengan krim. Lotion terdiri dari agents yang membantu melarutkan

kortikosteroid dan lebih mudah menyebar ke kulit. Solution tidak mengandung

minyak tetapi kandungannya terdiri dari air, alkohol dan propylene glycol. Gel

komponen solid pada suhu kamar tetapi mencair pada saat kontak dengan kulit.

Lotion, solution, dan gel memiliki daya penyerapan yang lebih rendah

dibandingkan ointment tetapi berguna pada pengobatan area rambut contoh pada

daerah scalp dimana lebih berminyak dan secara kosmerik lebih tidak nyaman

pada pasien.2,6

Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 x/hari sampai penyakit

tersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis

ialah menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat

yang berulang-ulang berupa toleransi akut yang berarti efek vasokonstriksinya

akan menghilang, setelah diistirahatkan beberapa hari efek vasokonstriksi akan

timbul kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan.

Lama pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6

minggu untuk steroid potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk potensi

kuat. Ada beberapa acuan pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni 3

1.      kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.

2.      Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu,

sebaiknya jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik,

pilihlah salah satu dari golongan sedang dan bila perlu diteruskan dengan

hidrokortison asetat 1%.

19

Page 20: Referat Besar Penggunaan Kortikosteroid Untuk Terapi Pada Penyakit Kulit

DAFTAR PUSTAKA

1. Lee T, Nesbitt J. Glucocorticosteroids. In: Bolognia’s Dermatology. 2nd edition. Inggris: Mosby Elsevier; 2010. p. 567-9

2. Freeberg. M. Irwin, Eisen. Z. Atrhur, Wolff. Klaus, dkk. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Volume II B. Sixth Edition. Newyork; Mc Graw-Hill Medical Publishing Division. 2003; 2381-2387, 2322-2327

3. AbbVie.Systemic Steroid.DermNetNZ.New Zealand.2014

4. Tzu-Kai Lin. Paradoxical Benefits of pshycological stress in inflamatory dermatoses models are glucocorticoid mediated. Journal Of Investigative Dermatology.2014.vol 134

5. Sularsito Adi Sri Dr, dkk. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Erupsi Obat Alergik. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 1995; 23-26

6. Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007; 337-347

7. Simon,Dagmar. Glucocorticoid in Autoimune Bullous Disease: Are Neutrophils The Key Cellular Target. Journal Of Investigative Dermatology.2013.Vol-133

8. Ference JD, Last AR. Choosing topical corticosteroids. Am Fam Physician. 2009 Jan 15;79(2):135-40

9. Del Rosso J, Friedlander SF. Corticosteroids: options in the era of steroid-sparing therapy. J Am Acad Dermatol. 2005 ;53: S50-8.

10. Rathi SK, D'Souza P. Rational and ethical use of topical corticosteroids based on safety and efficacy. Indian J Dermatol. 2012 Jul;57(4):251-9

20