referat aritmia klmpok 1
DESCRIPTION
nnTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aritmia merupakan kelainan irama jantung yang sering dijumpai pada praktek sehari-hari di
poliklinik, di ruang rawat biasa ataupun di ruang rawat intensif. manifestasi klinis aritmia
bervariasi dari bentuk yang ringan ( benigna ) tanpa keluhan sampai dengan bentuk aritmia
berat (maligna) dengan adanya konsekuensi gangguan hemodinamik yang berat. Pada aritmia
berat dengan adanya konsekuensi gangguan hemodinamik, jika tidak diatasi segera dapat
menimbulkan kematian. Alat bantu diagnostik utama dalah elektrokardiografi EKG
merupakan alat diagnosis yang paling sederhana,murah, mudah dikerjakan dan tersedia
sampai ketingkat puskesmas. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit (berdebar
irama jantung tidak teratur, hampir pingsan, sesak nafas), pemeriksaan fisis (nadi atau bunyi
jantung tidak teratur) dan dipastikan dengan pemeriksaan EKG.
TSV merupakan takidisritmia yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak,
dibandingkan dengan takidisritmia serius lainnya, dengan prevalensi kurang lebih 1 di antara
25.000 anak normal. Serangan pertama sering terjadi sebelurn usia 4 bulan dan lebih sering
terjadi pada anak lelaki daripada perempuan, sedang pada anak yang lebih besar prevalensi di
antara kedua jenis kelamin tidak berbeda.
Selain itu, gangguan konduksi nodus atrioventrikular (A-V) terutam blok A-V komplet
merupakan disritmia yang penting pada bayi dan anak. Pada sebagian disritmia ini diperlukan
tindakan yang cepat, keterlambatan diagnosis serta pengobatan dapat membahayakan jiwa
pasien. Sebaliknya tindakan yang cepat dan tepat akan menyelamatkan jiwa pasien.
Istilah disritmia pada akhir-akhir ini lebih banyak dipakai sebagai pengganti istilah
aritmia. Secara harfiah aritmia berarti tanpa irama, sedangkan pada sebagian besar keadaan
yang terjadi adalah kesalahan irama (disritmia), artinya masih terdapat pola irama tertentu.
Istilah aritmia mungkin dapat diterapkan pada fibrilasi atrium atau aritmia sinus, karena
memang pada kedua keadaan tersebut tidak dapat pola irama tertentu. Sedang pada gangguan
irama yang lain biasanya masih terdapat pola irama tertentu, namun irama tersebut tidak
normal. Kadang kelainan irama terjadi secarateratur, sehingga sering disebut sebagai regular
irregulary. Karena itulah istilah disritmia dianggap lebih menggambarkan keadaan yang
sebenarnya dibanding dengan istilah aritmia.
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang patogenesis dan penatalaksanaan aritmia pada anak.
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui patogenesis dan penatalaksanaan aritmia pada anak.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan
tentang patogenesis dan penatalaksanaan aritmia pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Yang dimaksud dengan aritmia adalah irama jantung diluar irama sinus normal. Perkataan “
aritmia” sendiri sebenarnya tidak ada irama. Sebagian besar aritmia mempunyai irama tersendiri,
namun bukan irama sinus normal. Jenis aritmia yang tidak memiliki irama atau pola hanyalah
fibrilasi aritmia atau ventrikel. Oleh karena itu sekarang ini lebih sering dipakai
istilah”disritmia”atau “irama tidak normal” untuk menyebutkan kelainan irama jantung jenis ini.2
2.2 Epidemiologi
TSV merupakan takidisritmia yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak, dibandingkan
dengan takidisritmia serius lainnya, dengan prevalensi kurang lebih 1 di antara 25.000 anak
normal. Serangan pertama sering terjadi sebelurn usia 4 bulan dan lebih sering terjadi pada anak
lelaki daripada perempuan, sedang pada anak yang lebih besar prevalensi di antara kedua jenis
kelamin tidak berbeda. Angka kekerapan masing-masing bentuk TSV pada anak berbeda
dibanding dengan TSV pada orang dewasa. Takikardia atrial ektopik automatik jarang pada
orang dewasa namun pada anak ditemukan pada sebanyak 20 % dari 35 anak dengan TSV.
Takikardia A-V junctional automatik sering dijumpai pada miokarditis dan pasca bedah jantung.
Takikardia supraventrikular reentrant sinoatrial dapat dijumpai pada 15% di antara anak dengan
TSV, sedang pada dewasa hanya 5%. Takikardia supraventrikular reentrant di nodus A-V
dijumpai pada 23 % TSV pada anak, sedangkan pada dewasa merupakan TSV yang paling sering
yaitu 60% dari seluruh TSV. TSV dapat terjadi pada 35-69 % anak dengan sindrom WFW,
sedang pada pasien dengan sindrom LGL, yang terutama dijumpai pada wanita dewasa muda,
10,4 % di antaranya mengalami serangan TSV.2
Disritmia verrtrikel adalah ketidakteraturan denyut jantung akibat rangsangan abnormal yang
berasal dari ventrikel. Angka kejadian disritmia ventrikel dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu
umur, cara mendeteksi, dan ada tidaknya serta derajat penyakit jantung organik yang
mendasarinya. Dengan bertambahnya usia, disritmia ventrikel makin lebih sering dijumpai.
Disritmia yang ringan dijumpai pada 0,17-1,7 % janin dari kehamilan normal, pada bayi sekitar
1% dan pada anak remaja dan dewasa muda sekitar 5 %. Sedang disritmia verrtrikel yang lebih
berat dan kompleks jarang dijumpai pada anak, hanya 0,1- 1 per mil.
2.3 Klasifikasi
Jenis aritmia :
Aritmia diklasifikasikan menurut tempat asal impuls yaitu diatas, pada atau dibawah hubungan
atrioventrikuler (AV junction). Istilah supra ventrikuler takikardi (SVT) digunakan untuk jenis
taki aritmia yang mempunyai kompleks QRS sempit dan reguler. Penggunaan istilah
supraventrikuler pada AV-reentri tachycardia sebenarnya tidak begitu tepat, karena pada jenis
SVT ini membutuhkan atrium nodus AV, bundel his dan ventrikel untuk mempertahankan
aritmianya.
Untuk kepentingan klinis aritmia dibagi atas 2 kelompok:
1. taki-aritmia
supraventrikuler tachycardi
ventrikuler tachycardi
ventrikuler fibrilasi
2. bradi aritmia
Junctional rhytm
Atrioventricular block
Sinus node dysfunction
2.4 Etiologi
2.4 . Patogenesis TSV
Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardial terdapat 2 mekanisme terjadinya takikardi
supra ventrikular yaitu :
1. Otomatisasi (automaticity)
irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami
percepatan (akselarisasi) pada fase 4 dan sel ini dapatterjadi diatrium, AV juction, bundel
his, dan ventrikel sehingga muncul istilah tachycardi atrial, junctional, dan ventrikel
otomatis. Struktur lain yang dapat menjadi sumber atau fokus otomatisasi adalah vena
pulmonalis dan vena cava superior. Contoh takikardi ototmatis yang normal adalah sinus
takikardi. Ciri khas taki- aritmia ini adalah adanya fenomena warm up dan warm down :
peningkatan laju secara perlahan dan kemiduan laju nadi berkurang secara perlahan
sebelum akhirnya taki aritmia berhenti. Taki aritmia karena otomatisasi sering berkaitan
dengan gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia, hipomagnesimia, dan asidosis.
2. Re-entry
ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab taki-aritmia dan paling mudah
dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisologi. Prasyarat mutlak untuk timbulnya re-entery
adalah sebagai berikut :
1. Adanya dua jalur konduksi yang salingberhubungan baik pada bagian distal maupun
proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup.
2. Salah satu jalur tersebut hsrus memiliki blok se arah
3. Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami blok
memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami blok se
arah untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara cepat pada
jalur konduksi tersebut.
Terdapat 3 jenis SVT yang sering ditemukan pada anak, adalah :
1. Takikardi atrium primer
2. Atrioventrikuler reentry takikardia (AVRT)
3. Atrioventrikuler nodal reentry takikardia (AVNRT)
2.5 GAMBARAN KLINIS
TSV dapat dikelompokkan dalam 3 bentuk manifestasi klinis, yaitu: (1) takikardia
supraventrikular paroksimal (TSVP) pada bayi, (2) takikardia supraventrikular paroksismal
(TSVP) pada anak, dan (3) takikardia supraventrikular (TSV) kronik.
TSVP pada bayi
Dari ketiga bentuk klinis tersebut, TSVP pada bayi merupakan manifestasi klinis yang
paling sering ditemukan, umumnya terjadi pada bayi di bawah usia 4 bulan. Bayi biasanya
dibawa ke dokter karena mendadak gelisah, tidak mau menetek atau minun PASI. Kadang
orangtua membawa bayinya karena bayi tersebut bernapas cepat dan pucat. Dapat pula terjadi
muntah-muntah. Nadi sangat cepat, sekitar 200-300 per menit tidak jarang disertai gagal jantung
atau kegagalan sirkulasi yang nyata.2
Pada anak umumnya gejala lebih ringan dan jarang dijumpai tanda dan gejala gagal
jantung atau gagal sirkulasi karena laju jantung yang umumnya lebih lambat jika dibandingkan
dengan SVT pada bayi. Pasien kebanyakan dibawa ke dokter karena merasa berdebar-debar atau
adanya perasaan tidak enak di dada.
Berbeda dengan kedua kelompok di atas, TSV kronik dapat berlangsung selama
berminggu-minggu bahkan sampai bertahun-tahun. Hal yang menonjol adalah frekuensi denyut
nadi yang lebih lambat berlangsung lebih lama gejalanya lebih ringan, dan juga lebih
dipengaruhi oleh system susunan saraf autonom. Pada kebanyakan pasien terdapat disfungsi
miokar akibat TSV pada saat serangan atau pada TSV sebelumnya. Elektrofisiologi pada
kelompok ini menunjukkan adanya fokus ektopik automatik di atrium atau A-V junction.
2.6 DIAGNOSIS
Pada takikardia atrium primer, tampak adanya gelombang “P” yang agak berbeda dengan
gelombang p pada waktu irama sinus, tanpa di sertai pemanjangan interval PR. Pada
pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan jaras abnormal (jaras tambahan).
Pada atrioventikular reentrant takchykardia (AVRT) pada sindrom Wolf-Parkinson-White
(WPW) jenis orthohdromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras His-Purkinje (fast cunduction).
Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardia dengan kompleks QRS yang sempit degan
gelombang p’ yang timbul segera dengan kompleks QRS dan terbalik. Pada jenis yang
antidromic, konduksiantegrad tejadi pada jaras tambahan (fast cunduction) sedangkan konduksi
retrograd terjadi pada jarang His-purkinje (slow cunduction). Kelainan pada EKG yang tampak
adalah takikardia dengan kompleks QRS yang lebar dengan gelombamg p’ yang terbalik dan
timbul pada jarak yang jauh setelaah kompleks QRS.
Pada jenis atrioventrikular nodal reentry tachycardia (AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus
AV, dan jenis ini merupakan mekanisme yang paling sering menimbulkan SVT pada bayi dan
anak. Sikuit tertutup pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Jika konduksi antegrad terjadi
pada sisi lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi cepat (fast limb), jenis ini
disebut jenis typical (slow-fast) atau arthodromic. Kelainan pada EKG yang tampak adalah
takikardi dengan kompleks QRS sempit dengan gelombang p’ yang timbul segera setelah
kompleks QRS tersebut dan terbali, atau kadang-kadang tidak tampak karena gelombang p’
tersebut terbenam di dalam kompleks QRS. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi cepat (fast
limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi lambat (slow limb), jenis ini disebut jenis atypical
(fast slow) atau antidromic. Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks
QRS sempit dan gelombang p’ terbalik dan timbul pada jarak yang cukup jauh setelah kompleks
QRS.
2.7 PENATALAKSANAAN
Walau berbagai macam TSV tersebut mempunyai respons terapi yang berbeda tetapi
secara garis besar penatalaksanaan TSV dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu (1) tindakan non-
invasif (yakni pengobatan konservatif) dan (2) tindakan invasive yang terdiri dari (a) pacu
jantung, (b) tindakan bedah (Gambar 19-2).
TINDAKAN NON-INVASIF (PENGOBATAN KONSERVATIF)
Dengan adanya tiga bentuk manifestasi klinis TSV, maka dibedakan pula tiga tindakan non-
invasif.
Tindakan Non lnvasif pada Bayi dengan TSVP
TSVP pada bayi, lebih-lebih bila disertai gejala dan tanda gagal jantung kongestif atau kegagalan
sirkulasi, harus ditangani dengan cepat dan tepat. Dua cara dapat ditempuh; pilihan pertama
adalah direct current synchronized cardioversion dan pilihan kedua dengan preparat digitalis atau
obat lain secara intraverra, bila alat DC shock tidak tersedia. Tindakan lain yang dulu lazim
dicoba untuk TSVP pada anak yang lebih besar seperti perasat Valsalva tidak dianjurkan pada
bayi, karena jarang sekali berhasil. Apabila tidak jelas terdapat gagal jantung kongestif atau
sirkulasi dapat dicoba refleks selam (diving reflex). Cara lain yang dianjurkan oleh karena sering
dilaporkan berhasil adalah dengan menutup muka bayi dengan kantong plastik berisi air es, dan
jangan sekali-sekali membenamkan muka bayi ke dalam air es. Bila tanda gagal jantung
kongestif atau kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia dianjurkan pengunaan direct
current synchronized cardioversion dengan kekuatan litrik sebesar 0,25 watt-detik/pon yang pada
umumnya cukup efektif. Keadaan ini berbeda dengan takikardia ventrikular yang memerlukan
kekuatan listrik lebih tingi sarnpai 1 watt-detik /pon DC shock yang diberikan perlu sinkron
dengan puncak gelombang QRS, karena rangsangan pada puncak gelombang T dapat memicu
terjadinya fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan untuk memberikan digitalis sebelum dilakukan
DC shock, oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel. Apabila
terjadi fibrilasi ventrikel, maka dilakulran DC shock kedua yang tidak sinkron. Apabila DC
shock yang kedua ini tetap tidak berhasil, rnaka diperlukan tindakan terapi yang invasive.
Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif yang kedua, yaitu preparat digitalis secara
intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama adala sebesar l/2 dari dosis digitalisasi
(loading dose) dilanjutkan dengan 1/4 dosis digitalisasi, 2 kali berturut-turut berselang 8 jam.
Dapat digunakan lanatosid C intravena dengan dosis digitalisasi untuk bayi adalah 0,03-0,04
mg/kgBB.Apabila sudah kembali ke irama sinus maka dilanjutkan dengan digitalis oral dosis
rumat, yang dapat dipertalrankan sampai umur satu tahun.
Apabila digitalisasi tidak berhasil, dapat dicoba preparat lain. Verapamil, satu obat
antagonis kalsium, dapat dicoba untuk menghentikan mekanime re-entry, karena dapat menekan
nodus A-V. Pemberian verapamil harus dilakukan dengan hati-hati oleh karena dapat
merrimbulkan hipotensi. Pada percobaan binatang terbukti bahwa pengaruh depresi miokard
lebih besar pada neonatus dibanding dengan pada orang dewasa. Walaupun laporan sebelumnya
menunjukkan bahwa verapamil kurang berhasil, dengan pemantauan yang ketat kami telah
berhasil menghentikan TSVP pada beberapa bayi dengan verapamil intraverra secara aman.
Ternyata kasus-kasus TSVP yang dapat kami atasi mempunyai dasar mekanisme re-entry.
Verapamil telah terbukti kurang bermanfaat pada kasus TSVP yang disebabkan oletr mekanisme
automatik.
Tindakan Non-lnvasif PSVT pada Anak
Penanganan TSVP pada anak besar agak berbeda dengan pada anak. Perasat vagus harus dicoba
dahulu, oleh karena sering berhasil. Gillette menganjurkan melakukan modifikasi : anak dirninta
mengernbungkan perut dan menahannya. Kemudian dilakukan penekanan pada abdomen dengan
agak kuat akan tetapi jangan sampai merimbulkan trauma intraabdominal. Penekanan ini
dilakukan selama 20-30 detik, kemudian dilepaskan mendadak. Cara tersebut berhasil mengatasi
TSVP yang disebabkan oleh mekanisme re-entry. Perasat vagus lain seperti induksi muntah,
menahan nafas, mengejan, masase karotis unilateral dan minum es dapat pula dicoba.
Cara lainyang pernah dilaporkan berhasil adalah menumbuk dada kiri, tetapi kami tidak
mempunyai pengalaman dengan cara tersebut. Refleks menyelam dengan cara menempatkan
kantong es di muka atau membenamkan muka ke permukaan air es dilaporkan cukup pula
berhasil. Penekanan bola mata tidak dianjurkan oleh karena dapat menimbulkan kerusakan pada
retina. Apabila cara-cara di atas tidak berhasil mengembalikannya ke irama sinus maka
dianjurkan untuk memberikan obat, arrtara lain:
1. verapamil. Verapamil obat pilihan untuk TSVP pada anak besar yang tidak disertai
dengan gagal jantung. Verapamil 0,1 mg/kgBB diberikan secara intravena selama 30
detik. Biasanya irama sinus akan terjadi kurang dari 1 menit setelah pemberian
verapamil. Apabila tidak berhasil dan tidak ada penurunan tekanan darah dapat diulangi 5
menit kernudian. Harus tersedia atropin, isoproterenof dan kalsium kloride yang sewaktu-
waktu diperlukan bila terjadi bradikardia atau hipotensi akibat verapamil. Verapamil
merupakan kontraindikasi pada pasien yang sebelumnya telah mendapat propranolol,
penghambat beta lain, kuinidin, atau disopiramid. Verapamil ini juga tidak dianjurkan
pada pasien sick-sinus syndrome dan TSVP yang disebabkan oleh mekanisrne automatik.
2. Jikalau tidak tersedia veraparnil dan keadaan anak relatif stabil maka dapat digunakan
digitalis lntravena seperti untuk TSVP pada bayi. Efek digitalis ini tidak sebaik pada
TSVP pada bayi.
3. Fenilefrin intravena (0,001-0,1 mg/kg), secara bolus dimulai dengan dosis rendah
merupakan alternatif lain. Bila belum berhasil dosis dapat dinaikkan sarnpai tekanan
darah sistolik meningkat sampai 2 kali.
4. Tensilon (0,2 mg/kg dapat digunakan untuk meninggikan tonus vagus. Perlu disediakan
pula sulfas atropin yang bermanfaat pada bradikardia pada waktu irama jantung kembali
ke sinus.
5. Obat lain yang juga dilaporkan bermanfaat adalah propanolol, disopiramid, amiodaron,
propafenon, dan flekainid. Namun demikian pada umumnya efek obat-obat ini sangat
bervariasi.
Tindakan Non-lnvasif pada TSV Kronik
TSV kronik yang jauh lebih jarang dijumpai daripada TVSP pada bayi dan anak, mempunyai
denyut jantung yang relatif lebih lambat pada umumnya disebabkan oleh mekanisne automatik
dari fokus ektopik yang berada di atrium atau bundel his (A-V junction) serta mekanisme re-
entry pada concealed uindirectional retrograde accessory connection.
Pengobatan medis TSV didasarkan atas gejala dan tanda klinis, serta dibantu dengan
penemuan EKG, foto dada, serta ekokardiografi.Pada umumnya pasien memerlukan digoksin
untuk memperbaiki penampilan miokard. Digoksin dapat menurunkan frekuensi jarrtung dan
kadang mengembalikan ke irama sinus pada concealed uindirectional retrograde accessory
connection.
Bila tidak berhasil setelah pemberian digoksin, dicoba dengan penambahan propnanolol
atau kuinidin, yang diharapkan dapat mengembalikan irama sinus. Kombinasi verapamil dengan
digoksin oral dapat mengatasi hampir semua TSV kronik yang disebabkan oleh mekanisme re-
entry pada nodus A-V. Mengingat penggunaan jangka panjang obat-obat tersebut mempunyai
efek sarnping maka perlu dipertimbangkan tindakan pembedahan pada pasien yang
menunjukkan jaras tambahan. Obat-obat tersebut tidak banyak bemanfaat pada TSV kronik
yang disebabkan mekanisme automatik, hal ini memerlukan tindakan invasif.
TINDAKAN INVASIF
Tindakan invasif diperlukan pada sebagian kecil pasien TSV yang tidak berhasil diobati dengan
cara-cara non invasif. Tindakan invasif ini meliputi tindakan di laboratorium, kateterisasi dan
tindakan bedah.
Jikalau DC shock tidak berhasil mengatasi TSVP pada bayi maka tindakan dilanjutkan di
laboratorium kateterisasi untuk pemeriksaan elektrofisiologi. Kegagalan DC shock
mengisyaratkan batrwa TSV disebabkan oleh mekanisme kegagalan automatik, bukan oleh re-
entry. Biasanya overdrive pacing pun tidak efektif. Tindakan selanjutnya adalah pemberian
propanolol intravena (0,01- 0,1 mg/kg), sedang kateter pacu jantung harus terpasang di ventrikel
kanan untuk siap siaga.
Alat pacu jarrtung akan segera berfungsi bila terjadi bradikardi hebat. Alat pacu jantung
untuk bayi dan anak yang dapat diprogram secara automatik (automatic multi program overdrive
pacemaker) akan sangat memudahkan penggunaannya pada pasien yang memerlukan. Pacu
jantung juga dapat dipasarrg di ventrikel setelah pemotongan bundel His, yaitu pada pasien
dengan TSV automatic yang tidak dapat diatasi. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir setelah
tindakan pembedahan langsung gagal. Tindakan pembedahan dilakukan pertama kali pada pasien
sindrom WPW. Angka keberhasilannya mencapai 90%. Karena memberikan hasil yang sangat
memuaskan, akhir-akhir ini cara ini lebih disukai daripada pengobatan medikamentosa.Telah
dicoba pula tindakan bedah pada TSV yang disebabkan mekanisme automatik, dengan jalan
menghilangkan fokus ektopik secara kriotermik (cryothermic treatment) Gillete melaporkan satu
kasus dengal fokus ektopik di A-V junction yang berhasil diatasi dengan teknik kriotermi
dilanjutkan dengan pemasangan pacu jantung permanen di ventrikel.
BAB III
KESIMPULAN
Aritmia merupakan kelainan irama jantung yang sering ditemukan dalam praktek sehari-
hari, manifestasi klinisnya bervariasi dari bentuk yang ringan (benigna) sampai bentuk yang
berat (maligna) dengan berbagai konsekuensi gangguan hemodinamik. Pada bentuk aritmia berat
dengan gangguan hemodinamik jika tidak ditatalaksana secepatnya, pasien akan meninggal.
Klasifikasi aritmia dikelompokkan berdasarkan asal/fokus iramanya apakah di atas, pada atau di
bawah AV junction. Secara klinis aritmia dibagi dua kelompok yaitu takiaritmia dan
bradiaritmia.Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan EKG. Takikardia
supraventrikular adalah jenis takiaritmia yang paling sering ditemukan pada bayi dan anak yang
perlu dikenali dan ditatalaksana segera. Terdapat dua mekanisme timbulnya SVT, yaitu
otomatisasi dan re-entry. Untuk tatalaksana segera SVT mencakup perasat vagus,
medikamentosa dan electrical conversion. Obat terpilih untuk tatalaksana segera VST pada bayi
dan anak adalah adenosin. Untuk tatalaksana kuratif SVT perlu prosedur elektrofisiologi berupa
terapi ablasi kateter.