referat anti emetik anak.docx

19
BAB I PENDAHULUAN Mual didefisinikan sebagai sensasi tidak enak yang bersifat subjektif yang berhubungan dengan keinginan untuk muntah. Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara ekspulsif dengan bantuan kontraksi otot-otot abdomen. Titik pemicu utama muntah di otak di daerah Postrema. Antiemetik adalah obat-obat yang digunakan dalam penatalaksanaan mual dan muntah. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara mengurangi hiperaktifitas refleks muntah menggunakan satu dari dua cara yaitu secara lokal, untuk mengurangi respons lokal terhadap stimulus yang dikirim ke medula untuk memicu terjadinya muntah, atau secara sentral, untuk menghambat CTZ secara langsung atau menekan pusat muntah. Dalam referat ini akan dibahas tentang obat-obat antiemetik pada anak yang meliputi golongan dan nama obat serta titik kerja obat, indikasi, kontraindikasi, efek samping obat antiemetik. 1

Upload: herwinati-1

Post on 03-Dec-2015

117 views

Category:

Documents


42 download

DESCRIPTION

REFERAT anti emetik anak.docx

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT anti emetik anak.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Mual didefisinikan sebagai sensasi tidak enak yang bersifat subjektif yang

berhubungan dengan keinginan untuk muntah. Muntah adalah pengeluaran isi lambung

secara ekspulsif dengan bantuan kontraksi otot-otot abdomen. Titik pemicu utama muntah di

otak di daerah Postrema.

Antiemetik adalah obat-obat yang digunakan dalam penatalaksanaan mual dan

muntah. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara mengurangi hiperaktifitas refleks muntah

menggunakan satu dari dua cara yaitu secara lokal, untuk mengurangi respons lokal terhadap

stimulus yang dikirim ke medula untuk memicu terjadinya muntah, atau secara sentral, untuk

menghambat CTZ secara langsung atau menekan pusat muntah.

Dalam referat ini akan dibahas tentang obat-obat antiemetik pada anak yang meliputi

golongan dan nama obat serta titik kerja obat, indikasi, kontraindikasi, efek samping obat

antiemetik.

1

Page 2: REFERAT anti emetik anak.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Patofisiologi Muntah

Mual didefinisakan sebagai sensasi tidak enak yang bersifat subjektif yang

berhubungan dengan keinginan untuk muntah. Muntah adalah ekspulsi dengan tenaga

penuh dari isi gaster.14 Retching adalah ketika tidak ada isi lambung yang keluar

walaupun dengan kekuatan otot untuk mengeluarkannya.16 Semua ini merupakan

mekanisme pertahanan yang penting untuk mencegah penimbunan toksin. Stimulus

yang bisa mencetuskan mual dan muntah berasal dari olfaktori, visual, vestibular, dan

psikogenik. (1)

Berbagai hal mengenai mual belum diketahui secara baik. Hal tersebut

dihubungkan dengan relaksasi gastrointestinal, retroperistaltik di duodenum,

meningkatnya salivasi, pucat dan takikardi. Muntah dan retching adalah respon batang

otak, mual melibatkan bagian otak yang lebih tinggi. Muntah diawali dengan bernafas

yang dalam, penutupan glotis dan naiknya langit-langit lunak. Diafragma lalu

berkontraksi dengan kuat dan otot-otot abdominal berkontraksi untuk meningkatkan

tekanan intragastrik. Hal ini yang menyebabkan isi lambung keluar ke esofagus dan

keluar dari mulut. Koordinasi aktivitas gerakan yang kompleks dari lambung dan otot-

otot abdomen terletak di pusat muntah yang berlokasi di formatio retikularis di

medula oblongata. Pusat muntah menerima masukan (input) dari : (1)

a. Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema

b. Sistem Vestibular

c. Nervus Vagus (yang membawa sinyal dari Traktus gastrointestinal)

d. Sistem spinoreticular ( yang mencetuskan mual yang berhubungan dengan

cedera fisik)

e. Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag refleks) (1)

2

Page 3: REFERAT anti emetik anak.docx

Komponen utama dari terjadinya muntah yaitu bila lambung mengalami iritasi

stimulasi atau distensi (terlalu banyak makan) dan bila terjadi rangsangan langsung

pada CTZ untuk muntah atau dan pusat muntah. (1)

Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus emetik

dari usus berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus.

a. Mekanoreseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan oleh kontraksi dan

distensi usus, kerusakan fisik dan manipulasi selama operasi

b. Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan sensitif terhadap

stimulus kimia. (1)

CTZ kayak akan reseptor Dopamine dan 5-hydroxytryptamine, khususnya D2 dan

5HT3. CTZ tidak dilindungi oleh sawar darah otak, oleh karena bisa terpapar oleh

berbagai stimulus contohnya obat-obatan dan toksin. CTZ yang terletak pada

postrema bisa mengenali toksin yang beredar lalu menstimulasi pusat muntah di

3

Page 4: REFERAT anti emetik anak.docx

medulla. Sistem Vestibular bisa menstimulasi mual dan muntah sebagai akibat

dari operasi yang berhubungan dengan telinga rengah atau gerakan post operatif.

Asetilkolin dan Histamin berhubungan dengan transmisi sinyal dari sistem

vestibular ke pusat muntah. Pusat kortikal yang lebih tinggi seperti sistem limbik

juga berhubungan. Hal ini mencetuskan mual dan muntah yang berhubungan

dengan rasa, penglihatan, bau , memori yang tidak enak dan rasa takut. Medula

oblongata sebagai pusat muntah letaknya sangat dekat dengan pusat pernafasan

dan vasomotor. Mekanisme integratif aalah motor program yang terjadi dari

koordinasi antara banyak sistem fisiologis dan autonomik dan komponen somatik

dari sistem saraf, dimana komponen motorik dari refleks muntah berhubungan

dengan sistem otonom dan somatik yang dikoordinasi oleh sistem muntah di

batang otak. (1)

1b) Perjalanan terjadinya muntah dan obat-obatan yang dapat digunakan

untuk mengatasi mual

4

Page 5: REFERAT anti emetik anak.docx

II. Obat-obat Antiemetik

A. Golongan antagonis serotonin reseptor 5HT3

Obat anti emetik ini menghambat reseptor serotonin pada sistem saraf serebral dan

saluran pencernaan. Sehingga, obat emetik golongan ini dapat digunakan untuk mengobati

mual dan muntah setelah operasi dan penggunaan obat cytotoxic. Adapun golongan obat anti

emetik ini antara lain : (1)

1. Ondansentron

Farmakologi. Ondansentron ialah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang dapat

menekan mual dan muntah karena sitostatiska misalnya cisplatin dan radiasi. Mekanisme

kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada

chemoreceptor trigger zone di area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vegal

saluran cerna.(2)

Ondansentron juga mempercepat pengongsongan basal rendah. Tetapi waktu transit

saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi konstipasi. Ondansentron tidak efektif untuk

pengobatan motion sickness. (2)

Pada pemberian oral, obat ini diabsorpsi secara cepat. Kadar maksimum tercapai

setelah 1-1,5 jam terikat protein plasma sebanyak 70-76%, dan waktu paruh 3 Jam.

Ondansentron dieliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat ini terutama secara

hidroksilasidan konjugasi dengan glukuronida atau sulfat dalam hati. (2)

Indikasi. Ondansentron digunakan untuk pencegahan mual dan muntah yang berhubungan

dengan operasi dan pengobatan kanker dengan radioterapi dan sitostatiska. (2)

Dosis anak 0,1-0,2 mg/kg IV 2-3x/hari. (2)

Ondansetron dalam bentuk sediaan injeksi 4mg/2 ml dan 8 mg/4ml (2)

Efek samping. Ondansentron biasanya ditoleransi secara baik, keluhan yang umum

ditemukan ialah konstipasi. Gejala lain dapat berupa sakit kepala, flushing, mengantuk,

gangguan saluran cerna, dsb. Belum diketahui adanya interaksi dengan obat SSP lainnya

seperti diazepam, alkohol, morfin, atau anti emetik lainnya. (2)

5

Page 6: REFERAT anti emetik anak.docx

Kontraindikasi. Keadaan hipersensitivitas merupakan kontraindikasi penggunaan

ondansentron. Obat ini dapat digunakan anak-anak. Obat ini sebaiknya tidak digunakan pada

kehamilan dan ibu masa menyusui karena kemungkinan diskresi dalam ASI. Pasien dengan

penyakit hati mudah mengalami intoksikasi, tetapi pada insufiensi ginjal agaknya dapat

digunakan dengan aman. Karena obat ini sangat mahal, meka penggunaannya harus

digunakan dengan baik, mengingat obat dengan indikasi sejenis tersedia cukup banyak. (2)

2. Granisetron

Indikasi. Pencegahan dan pengobatan mual & muntah akut dan tertunda yang berhubungan

dengan kemoterapi & radioterapi, Mual muntah pasca operasi. (2)

Dosis. Mual muntah yang dipicu oleh Kemoterapi - Anak IV 10 – 40 mcg/kgBB dilarutkan

dalam 10-30 ml cairan infus. Mual muntah pasca radioterapi (2)

Efek samping. Sakit kepala & konstipasi. Reaksi Hipersensitivitas; Peningkatan

transaminase hepatik. (2)

Kontraindikasi. Hipersensitivitas terhadap granisetron(2)

B. Golongan Antagonis Dopamin

Domperidon dan Metoklopramid sebagai antagonis dopamine secara sentral menghambat

stimulasi CTZ. Kedua obat ini mempunyai efek Prokinetik yang memperbaiki pengosongan

lambung dengan cara mengurangi stimulasi pusat muntah yang berasal dari perifer. Dengan

memperbaiki pengosongan lambung, juga akan mendekompres lambung. Domperidon tidak

memiliki efek samping SSP, sedangkan metoklopramid dapat memperkuat reaksi

ekstrapiramidal dan sedasi. (1)

1. Domperidon

Domperidon merupakan antagonis dopamin yang mempunyai kerja antiemetik. Efek

antiemetik ini disebabkan oleh kombinasi efek periferal (gastrokinetik) dengan antagonis

terhadap reseptor dopamin di kemoreseptor yang terletak di area postrema otak.

Pemberian domperidone menambah lamanya kontraksi antral dan duodenum,

meningkatkan pengosongan lambung dalam bentuk cairan dan setengah padat pada orang

sehat, serta padat pada penderita yang pengosongannya terlambat dan menambah tekanan

6

Page 7: REFERAT anti emetik anak.docx

sfringter esophagus bagian bawah pada orang sehat.(1)

Indikasi. Dyspepsia fungsional, Mual dan muntah Akut (termasuk yang disebabkan oleh

levodopa dan bromokriptin) (1)

Kontraindikasi. Pengguna alergi pada domperidon(1)

Dosis. Anak-anak : 0,2 -0,4mg/kgBB/kali, 3x1 dengan interval waktu 4-8 jam. Obat diminum

15-30 menit sebelum makan dan sebelum tidur. (1)

Sediaan Tablet 10 mg, Suspensi 5 mg / 5 ml, Sirup 5 mg / 5 ml, Oral drops 5 mg/ml. (1)

Efek Samping

- Efek ekstrapiramidal jarang terjadi, hal ini segera hilang secara menyeluruh, segera setelah pemberian obat dihentikan.

- Reaksi alergi yang jarang terjadi, seperti rash dan urtikaria.

Interaksi Obat - Domperidone dapat mengurangi efek hipoprolaktinemia dari bromokriptin.

- Pemberian obat analgesik opioid dan anti kolinergik muskarinik secara bersamaan dapat mengantagonis aktivitas efek domperidone.

- Pemberian antasida secara bersamaan dapat menurunkan bioavailabilitas domperidone.

- Efek bioavailabilitas dapat bertambah dari 13% menjadi 23% biladiminum 1,5 jam setelah makan.

Over dosis - Belum ada data mengenai over dosis pada penggunaan domperidone secara oral.

- Belum ada antidot spesifik yang digunakan pada over dosis domperidone, mungkin dapat dilakukan dengan cara pengosongan lambung.

2. Metoklopramid

Metoklopramid merupakan suatu derivat dari prokainamid. Metoklopramid merangsang

traktus gastrointestinalis bagian atas dan meningkatkan tonus sfingter esofagus sebesar 10-20

cmH2O. Sekresi asam lambung tidak berubah. Efek neto adalah percepatan pengosongan

lambung dan transit usus. Obat ini mensensitisasi otot polos gastrointesinal terhadap

7

Page 8: REFERAT anti emetik anak.docx

asetilkolin dan dapat menyebabkan pelepasan asetilkololin dari ujung saraf kolinergik. Efek

antimetik dari antagonisme reseptor dopamin sentral dan perifer dan inhibisi dari muntah

yang diperantarai zona pemicu kemoreseptor. Metoklopramid menghasilkan sedasi minimal

dan jarang menghasilkan reaksi ekstra piramidal.(3)

Farmakokinetik. Efeknya pada motilitas gastrointetinal di antagonis oleh obat-obatan

antikolinergik (contohnya atropin) dan analgesic narkotik; efek sedatif dipotensiasi oleh

alkohol, hipnotik sedatif, penenang, narkotik; mempercepat awitan aksi dari tetrasiklin,

asetaminofen, levodopa, dan etanol, yang terutama diobsorbsi dalam usus kecil;

memperpanjang lamanya aksi suksinilkolin (melalui pelepasan asetilkolin dan inhibisi dari

kolinesterase plasma); melepaskan katekolamin pada pasien dengan hipertensi esensial dan

feokromositoma; dapat menimbulkan perasaan ansietas dan kegelisahan yang sangat setelah

suntikan intravena cepat; dapat menimbulkan reaksi ekstra piramidal. (3)

Farmakodinamik

1. Efek gastrointestinal. Metoklopramid bekerja secara selektif pada sistem cholinergik

tractus gastrointestinal (efek gastropokinetik). Metoklopramid merangsang motilitas

saluran cerna bagian atas tanpa merangsang sekresi asam lambung, empedu atau

pankreas. Metoklopramid meningkatkan tonus dan amplitudo kontraksi lambung

terutama bagian antral, merelaksasi sfingter pilorus dan bulbus duodenum, dan

meningkatkan peristaltik duodenum dan yeyunum sehingga terjadi percepatan

pengosongan lambung dan transit intestinal. Metoklopramid meningkatkan tonus sfingter

esofagus bagian bawah pada keadaan istirahat. Motilitas kolon atau kandung empedu

hanya terpengaruh sedikit oleh metoklopramid.(4)

2. Efek antiemetik. Efek ini timbul berdasarkan mekanisme sentral maupun perifer. Secara

sentral, metoklopramid mempertinggi ambang rangsang muntah di Chemoreceptor

Trigger Zone (CTZ), sedangkan secara perifer menurunkan kepekaan saraf visceral yang

menghantarkan impuls afferent dari saluran cerna ke pusat muntah.(5)

3. Efek pada sistem saraf pusat. Memiliki efek anti mual dan efek sedasi. Efek anti mual

karena kemampuannya pada sistem saraf pusat memblok reseptor-reseptor dopamine

terutama reseptor D-2, pada chemoreseptor trigger zone (CTZ).(6)

Indikasi. Gangguan Gastro intestinal (mual, muntah), intoleransi obat, radiasi. (6)

Dosis. Metoklopramid dapat diberikan secara oral atau parenteral. Diabsorbsi cepat dengan

8

Page 9: REFERAT anti emetik anak.docx

konsentrasi plasma maksimum tercapai 30-60 menit setelah pemberian oral dan 1-3 menit

setelah pemberian 0,2 mg/kgBB intravena (Morgan dan Mikhail, 1996). Anak sampai

dengan 1 tahun (berat sampai 10 kg) 1 mg 2 kali sehari, 1-3 tahun (10-14 kg) 1 mg 2-3 kali

sehari; 3-5 tahun (15-19 kg) 2 mg 2-3 kali sehari, 5-9 tahun (20-29 kg) 2,5 mg 3 kali sehari,

9-14 tahun (30 kg dan lebih) 5 mg 3 kali sehari(6)

Efek samping. Gangguan GI (konstipasi, diare), mengantuk, sindrom ekstrapiramidal, pusing

, lelah. (6)

Antidotum. diberikan Benzatropin, dosis 1-2 mg IV akan menghilangkan gejala dengan

cepat, dapat diberikan dosis ulangan. Mekanisme Kerjanya sebagai antagonis kolinoseptor

untuk mengontrol efek ekstrapiramidal.(2)

Kontraindikasi. Epilepsi, gg.perdarahan, obstruksi mekanik, atau perforasi GI. (6)

C. ANTIHISTAMIN

Istilah antihistamin biasanya ditujukan untuk AH1. Golongan obat ini tidak

mempengaruhi pembentukan atau pengeluaran histamin, tetapi menghambat reseptor respon

mediator, dijaringan target. Persamaan struktur antara histamin dan antihistamin

mengakibatkan dua senyawa ini berkompetisi direseptor pada target organ, tetapi perbedaan

tidak menyebabkan penghambat AH1 berfungsi sebagai histamine algonis. Reseptor

histamine berbeda dengan reseptor yang mengikat seretonin, asetilkolin, dan katekolamin. (2)

Mekanisme kerja.

AH1 menghambat hampir semua kerja histamine, kecuali yang hanya diperantai

reseptor H2. AH1 menghambat efek histamine di jaringan termasuk peningkatan permeabilitas

kapiler dan reflek akson dengan akibat vasodilatasi. Kerja AH1 secara kuantitatif sama, tetapi

hampir semua penghambat H1 mempunyai efek yang tidak berhubungan dengan

penghambatannya terhadap reseptor H1. Tetapi merupakan akibat ikatannya dengan reseptor

kolinergic, adrenergic dan serotonin. (2)

9

Page 10: REFERAT anti emetik anak.docx

Farmakokinetik

Absorbsi AH1 pada pemberian oral baik, kadar puncak serum dicapai dalam waktu 1-2

jam. Waktu paruh plasma 4-6 jam, kecuali meklizin waktu paruhnya 12-24 jam. Distribusi

AH1, mencapai seluruh jaringan, termasuk susunan saraf pusat. Metabolism, terutama terjadi

di hati. Sebagian kecil tidak dimetabolisme serta metabolinya di ekskresi melalui urin. (2)

Efek Famakologi, karena absorbsinya baik pada pemberian oral, efek umunya telah terlihat

setelah 30 menit, dan mecapai maksimal 1-2 jam dengan lama kerja bervariasi. AH1 pada

umumnya larut lemak, terutama generasi pertama dapat melewati sawar darah otak sehingga

menimbulkan efek samping sedasi, efek ini hampir tidak dipunyai oleh generasi kedua.

Metabolisme di hati, banyak diantaranya yang mengingduksi enzim mikrosom dan

mempengaruhi metabolismenya sendiri dan juga obat-obat lain. Golongan etanolamin,

venotiazin dan etilenbiamin mempunyai aktifitas antimuskarinik-antikolinergic beberapa

diantaranya mempunyai efek anastesi local, antara lain dimenhidrinad dan prometazin. AH1

tidak digunakan pada bronkuspasne akibat alergi. Antihistamin menghambat efek vasodilatasi

histamin. (2)

Penggolongan antihistamin

Generasi pertama

1. Etanolamin ; termasuk di dalamnya Dimenhidrinat, Difenhidramin, dan

Karbinoksamin. Sedasi yang ditimbulkannya lebih jelas dibanding klorfeniramin dan

juga mempunyai antimuntah. (2)

Dimenhidrinat: oral anak 12,5 – 50 mg tiap 6-8 jam

Difenhidramin: oral anak 6.25 – 25 mg , 3x/hari

2. Piperazin, meklizin dan siklizin, efek sedasinya sedang dan mengiritasi saluran

cerna, serta juga bersifat antimuntah. Meklizin mempunyai masa kerja panjang.

Meklizin (2)

3. Fenotiazin, dalam golongan ini termasuk Prometazin dan siproheptadin. Sedasi yang

ditimbulkan golongan ini cukup jelas, berefek antimuntah serta juga merupakan

penghambat alfa-adrenoseptor lemah. (2)

Prometazin: oral anak 6.25 – 12.5 mg, 3x/hari

Siproheptadin: oral anak 2 – 4 mg, 2-3x/hari

10

Page 11: REFERAT anti emetik anak.docx

Indikasi.

1. alergi, AH1 merupakan obat pilihan untuk mengatasi gejala alergi pada rhinitis dan

urtikaria, bila histamine yang merupakan penyebab/ mediator utama. Tetapi AH1 tidak

efektif untuk mengobati asma, karena pada asma histamine hanya merupakan salah

satu mediator. (2)

2. Mabuk perjalanan dan mual, biasanya dikombinasi bersama antimuskarinik,

skopolamin. (2)

Beberapa AH1 misalnya difenhidramin, dimenhidrinat, siklizin dan meklizin sangat

efektif untuk mencegah mabuk perjalanan. Antihistamin mencegah mual dan muntah,

baik akibat rangsangan terhadap kemoreseptor maupun terhadap vestibular

(keseimbangan). Efek antiemetic obat ini tidak berhubugan dengan kerjanya sebagai

histamine . (2)

3. beberapa antihistamin, misalnya difenhidramin mempunyai efek sedatif kuat dan

dapat digunaan untuk insomnia. (2)

Efek samping, AH1 kurang spesifik, sehingga AH1 dapat juga berinteraksi dengan reseptor

kolinegic, alfa adrenegic dan serotonin, sehingga efek sampingnya juga bervariasi, (2)

1. Sedasi, yang tersering. Efek sentral lainnya adalah telinga berdenging, lelah, pusing,

malas, pandangan kabur dan tremor.

2. Mulut kering,

3. Iritasi salurn cerna, mual, konstitasi/diare(2)

Interaksi AH1 dengan obat-obat lain ada yang berakibat serius, misalnya efek potensiasi

dengan berbagai obat-obat antidepresan (hipnotik sedatif dll), termasuk alcohol. Tidak boleh

dimakan bersama penghambat MAO (monoamine oksidase) karena dapat menimbulkan efek

antikolinergik. (2)

Toksisitas

Batas aman AH1 cukup lebar, toksisitas kronik dan akut dapat timbul halusinasi,

eksitasi, ataksia dan kejang. (2)

11

Page 12: REFERAT anti emetik anak.docx

KESIMPULAN

Antiemetik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi rasa mual dan muntah.

Antiemetik terbagi atas Golongan Antagonis Reseptor 5HT3-, Golongan Antagonis

Dopamin, Golongan Antihistamine.

Obat Antiemetik yang aman digunakan untuk anak dan biasa digunakan yaitu

Ondansentron dan Domperidon. Domperidon tidak memiliki efek samping SSP, sedangkan

metoklopramid dapat memperkuat reaksi ekstrapiramidal dan sedasi. Difenhidramin,

dimenhidrinat jarang dipergunakan untuk anak, karena memiliki efek sedatif kuat.

12

Page 13: REFERAT anti emetik anak.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi

5. Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI.

2. Arif, azalia. Purwantyastuti. 2014. Cara Mudah Belajar Farmakologi. Bagian

Farmakologi Fakultas Kedokteran U.I.

3. Omoigui S., 1997. Obat-obatan Anestesia Edisi II. EGC. Jakarta. pp : 233-35 dan 269.

4. Anonim. 2007. Perbandingan Efektifitas Antara Metoclopramide dan Ondansetron

Sebagai Premedikasi Anestesi dalam Mencegah Insiden Post Operative Nausea and

Vomiting. Bagian Anestesi Fakultas Kedokteran U.N.S. Surakarta.

5. Darmansjah I, Gan S, 2001. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas

Kedokteran U.I. Jakarta. pp : 48-49.

6. Widana I.W. 2000. Efek Metoclopramide Terhadap Dosis Induksi Propofol. Bag/SMF

Anestesi dan Reaminasi. Fakultas Kedokteran U.G.M. Tesis.

13