kejang demam pada anak.docx

21
Kejang Demam pada Anak Rendy Aprianus Santoso (10.2008.020) Mahasiswa Fakultas Kedoteran UKRIDA Semester VII Jakarta 2014 Email: [email protected] Skenario 3 Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun di bawa ke UGD RS dalam keadaan kejang sejak 20 menit yang lalu. Kejang berupa seluruh badan klojotan dengan kedua mata mendelik ke atas dan mengeluarkan air liur. Sebelum kejang pasien mengalami demam 39 o C, dan sedang batuk pilek sejak 3 hari yang lalu. PENDAHULUAN Kesehatan anak mempunyai arti penting dalam kehidupan keluarga, mengingat mereka masih sepenuhnya tergantung pada orang tua atau orang dewasa lain, jika kurangnya perhatian orang tua terhadap kesehatan anak maka itu akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Demam Kejang merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada anak terutama pada golongan anak berumur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam. 1

Upload: rendy-santoso

Post on 07-Feb-2016

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kejang Demam pada Anak.docx

Kejang Demam pada Anak

Rendy Aprianus Santoso (10.2008.020)

Mahasiswa Fakultas Kedoteran UKRIDA Semester VII

Jakarta 2014

Email: [email protected]

Skenario 3

Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun di bawa ke UGD RS dalam keadaan kejang sejak 20

menit yang lalu. Kejang berupa seluruh badan klojotan dengan kedua mata mendelik ke atas

dan mengeluarkan air liur. Sebelum kejang pasien mengalami demam 39oC, dan sedang

batuk pilek sejak 3 hari yang lalu.

PENDAHULUAN

Kesehatan anak mempunyai  arti penting dalam kehidupan keluarga, mengingat mereka

masih sepenuhnya tergantung pada orang tua atau orang dewasa lain, jika kurangnya

perhatian orang tua terhadap kesehatan anak maka itu akan mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan anak.

Demam Kejang merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada anak

terutama pada golongan anak berumur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang

berumur dibawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam.

Terjadinya jangkitan demam kejang tergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu

tubuh meningkat. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung tinggi

rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita demam kejang pada kenaikan

suhu tertentu.

1

Page 2: Kejang Demam pada Anak.docx

ANAMNESIS

Didefinisikan sebagai sesi wawancara yang seksama terhadap pasiennya atau

keluarga dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien datang kerumah sakit.

Anamnesis dapat dilakukan secara langsung terhadap pasien (auto-anamnesis) dan terhadap

keluarga atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan

untuk diwawancarai.1

a) Identitas lengakap pasien

b) Keluhan utama : kejang

c) Riwayat penyakit sekarang: batuk pilek sejak 3 hari

d) Riwayat penyakit dahulu:

2 tahun yang lalu mengalami kejang demam selama 10 menit dan menangis setalah

kejang

Adakah riwayat penggunaan obat?

e) Riwayat keluarga:

Ayah pasien pernah mengalami kejang saat usia 4 tahun dan tidak di ketahui

penyebabnya.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik,

pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :

manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-

pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.

Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti

nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan

terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.

Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang

disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol

menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh

pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran

2

Page 3: Kejang Demam pada Anak.docx

menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior

yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang

mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.

Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau

subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural.

Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus

dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok – kelok di

retina terlihat pada sindom hiperviskositas.

Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural

atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.

Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising

jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara

dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan

hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.

Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu

I. Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara

berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.

II. Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan

analisis gas darah.

III. pungsi lumbal: pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyinkirkan kemunkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis

adalah 0,6%-6,7%

Pada bayi kecil seringkali sulit menegakkan atau menyingkirkan diagnosis

meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal di

anjurkan pada:

a. bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

b. bayi antara 12-18 bulan di anjurkan.

3

Page 4: Kejang Demam pada Anak.docx

c. Bayi >18 bulan tidak rutin

Bayi yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal

IV. Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia

V. Pemeriksaan EEG: tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau

memperkirakan kemunkinan kejadian epilepsi pada ppasien kejang demam, oleh

karena itu tidak di rekomendasikan pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang

demam fokal.

VI. Pencitraan: Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan

(CT- scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali di kerjakan, tidak

rutin dan hanya atas indikasi seperti:

a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

b. Paresis nervus VI

c. Papiledema.

ETIOLOGI

Hingga kini belum diketahui secara pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran

pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang

tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi

dapat menyebabkan kejang. 1,2,3

EPIDEMIOLOGI

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan

Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang

demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23

bulan). Kejang demam sedikit lebih sering terjadi pada laki-laki.3

FAKTOR RESIKO

Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat

kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada

masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah.3

4

Page 5: Kejang Demam pada Anak.docx

Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi

(kekambuhan), dan kira kira 9 % anak  mengalami rekurensi 3 kali atau lebih, resiko

rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam

timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat

keluarga epilepsi.1,2,3

Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4

tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam

pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah

berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih

dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun. Kejang demam diturunkan secara

dominan autosomal sederhana.1

PATOFISIOLOGI

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi

yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah

glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan

fungsi paru – paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler(6). Jadi sumber energi otak

adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air (6). Sel dikelilingi

oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar

adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh

ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali

ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+

rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis

dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut

potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini

diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K – ATPase yang terdapat pada permukaan sel(6).

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. 

5

Page 6: Kejang Demam pada Anak.docx

b.Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari

sekitarnya. 

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan(6).

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal

10% - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3

tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa

yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan

keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion

kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan

listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel

maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan

terjadilah kejang (6). Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari

tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang

telah terjadi pada suhu 38o C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi,

kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan

bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah,

sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita

kejang(6). Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin dapat merupakan

mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia(1).

Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya

terjadihipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,

hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin

meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan

metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga

terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting

adalah gangguan peredaran darah yangmengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan

permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron

otak(6). Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang

yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan

epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan

kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi(6).

6

Page 7: Kejang Demam pada Anak.docx

KLASIFIKASI

a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan

berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.

Kejang tidak  berulang dalam waktu 24 jam(7). Kejang demam sederhana merupakan 80 %

diantara seluruh kejang demam(6). Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang

demam sederhana, kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu

yang tinggi akibat infeksi di tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut,

dan sebagainya. Bila dalam riwayat penderita pada umur – umur sebelumnya terdapat

periode - periode dimana anak menderita suhu yangsangat tinggi akan tetapi tidak

mengalami kejang; maka pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati – hati, mungkin

kejang yang ini ada penyebabnya(2). Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya

timbul ketika suhu sedang meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak

mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang tiba –

tiba merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang(2). Kejang pada kejang

demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik – klonik seperti kejang

grand mal; kadang – kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat

juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu,

umumnya pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang demamsederhana

masih mungkin(2). 

b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)

Kejang dengan salah satu ciri berikut :

1. Kejang lama lebih dari 15 menit.

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam(7).

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih

dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 %

kejangn demam(4). Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang

didahului kejang parsial(4). Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari,

diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak

yang mengalami kejang demam(4).

MANIFESTASI KLINIK

7

Page 8: Kejang Demam pada Anak.docx

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan

suhu badan yang tinggi dengan cepat yang disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat,

misalnya tonsilitis, otitis media kut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya

terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan

dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu

kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa

detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf(6).

Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan,

yaitu:

1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)

2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever).

Modifikasi kriteria Livingston(6):

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum.

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan.

7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi

Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam(6).

8

Page 9: Kejang Demam pada Anak.docx

DIAGNOSIS BANDING

PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan Saat Kejang (4)

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang

sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk

menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam

intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB perlahan – lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau

dalam waktu 3 – 5 menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat

diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal

adalah 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan

kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal

dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas

usia 3 tahun. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang

lagi dengan caradan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali

pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit

dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap

belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 – 20mg/kgBB/kali

dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti

dosis selanjutnya adalah 4 – 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan

fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.Bila

kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang

demamapakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

b. Pemberian Obat Pada Saat Demam (4)

1. Antipiretik 

9

Page 10: Kejang Demam pada Anak.docx

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang

demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.

Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan

tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari. Meskipun

jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang

dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan. 

2. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan

resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal

dosis 0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan

menyebabkanataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 % kasus.

Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah

kejangdemam.

3. Pemberian Obat Rumat (4)

a. Indikasi pemberian obat rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut

(salahsatu) :

1. Kejang lama > 15 menit.

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya

hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal.

4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.

Kejang demam > 4 kali per tahun.

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi

pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan

ringan bukan merupakanindikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum

menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik. 

b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan

resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya

dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya

diberikan terhadap kasus selektif dandalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap

10

Page 11: Kejang Demam pada Anak.docx

hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar  pada 40 % - 50 % kasus.

Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,terutama yang

berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsihati. Dosis

asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis, dan fenobarbital 3 – 4mg/kgBB/hari

dalam 1 – 2 dosis.

EDUKASI ORANG TUA

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat

kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan

ini harus dikurangidengan cara yang diantaranya :

a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik. 

b. Memberitahukan cara penanganan kejang.

c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.

d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya

efek samping obat.

Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang (4)

a. Tetap tenang dan tidak panik. 

b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.

c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan

atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan

memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

e. Tetap bersama pasien selama kejang.

f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

Vaksinasi (4)

Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang

mengalamikejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka

kejadian pascavaksinasi DPT adalah 6 – 9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi,

sedangkan setelahvaksinasi MMR 25 – 34 per 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan

11

Page 12: Kejang Demam pada Anak.docx

diazepam oral ataurektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR.

Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari

kemudian

KOMPLIKASI

PROGNOSIS

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan

kematian.

a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Perkembanganmental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya

normal. Penelitianlain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian

kecil kasus, dan kelainanini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang

berulang baik umum atau fokal(4). Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang

mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang

menetap(2). Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi (3,5) :

1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %. Umumnya

terjadi pada 6 bulan pertama.

2. EpilepsiResiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.

3. Kelainan motorik 

4. Gangguan mental dan belajar  

b. Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan (4).

c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam (4)

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya

kejang demam adalah :

a. Riwayat kejang demam dalam keluarga 

b. Usia kurang dari 12 bulan

c. Temperatur yang rendah saat kejang

d. Cepatnya kejang setelah demam

12

Page 13: Kejang Demam pada Anak.docx

Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %,

sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam

hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun

pertama. (4)

Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :

a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam

pertama. 

b. Kejang demam kompleks.

c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing – masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6

%, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 %

- 49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat

pada kejang demam.

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas. Standar Pelayanan Medik. Bagian

Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas Makassar.

13

Page 14: Kejang Demam pada Anak.docx

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu

KesehatanAnak FKUI Jakarta. 1985

3. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi

15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000;

4. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan

Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia

Kedokteran No. 27.1982

5. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus

Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak

Indonesia, Jakarta. 2006.

6. Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF

Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006

14