redoks

21
LAPORAN PRAKTIKUM 2 KIMIA FARMASI ANALITIK II Penetapan Kadar Coffein dengan Metode Titrasi Reduksi Oksidasi (Rabu, 16 Februari 2012) Disusun oleh : Ai Romlah ( 31109037 ) Amir ( 31109038 ) Anisa Pebiansyah (31109041 ) Susilawati ( 31109063 ) Teni Istianah ( 31109056 ) PROGRAM STUDI S-1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA

Upload: anggy-clamentina

Post on 10-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

titrasi redoks

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM 2KIMIA FARMASI ANALITIK IIPenetapan Kadar Coffein dengan Metode Titrasi Reduksi Oksidasi(Rabu, 16 Februari 2012)

Disusun oleh :Ai Romlah( 31109037 )Amir( 31109038 )Anisa Pebiansyah(31109041 )Susilawati( 31109063 )Teni Istianah( 31109056 )

PROGRAM STUDI S-1 FARMASISEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANBAKTI TUNAS HUSADATASIKMALAYA2012BAB IPENDAHULUANA. Tujuan PraktikumMengetahui kadar Coffein menggunakan metode titrasi reduksi oksidasi.B. Dasar Teori DefinisiTitrasi adalah pengukuran suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah reaktan tertentu lainnya. Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana redoktur akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi.Teori oksidasi reduksiSecara umum oksidasi diartikan sebagai reaksi pengikatan oksigen dan reduksi sebagai pelepasan oksigen. Berdasarkan konsep elektron dari suatu zat, istilah redok digunakan untuk reaksi-reaksi dimana terjadi pelepasan dan pengikatan elektron. Pelepasan elektron disebut oksidasi sedangkan pengikatan elektron disebut reduksi.Oksidasi : Fe2+ Fe3+ + e Reduksi : Ce4+ + E Ce3+ Redoks : Fe2+ Ce4+ Fe3+ + Ce3+Pada reaksi redoks jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor selalu sama dengan jumlah elektron yang diikat oleh oksidator. Hal ini analog dengan reaksi asam basa, dimana proton yang dilepaskan oleh asam dan proton yang diikat oleh basa juga selalu sama. Oleh karena elektron tidak tampak pada keeluruhan reaksi maka penlisan reaksi lebih mudah bila dipisahkan menjadi dua bagian yaitu bagian oksidasi dan bagian rduksi, masing-masing dikenal sebagai setengah reaksi (lihat contoh reaksi di atas).Oleh karena reaksi berlangsung dalam larutan air maka untuk menyempurnakan koeffien reaksi air (H+ atau OH-) bila perlu dapat diikutsertakan dalam reaksi. Misalnya dalam oksidasi senyawa besi (II) dengan kalium permanganat, reaksi dapat ditulis sebagai berikut :Oksidasi : Fe2+ Fe3+ + e 5xReduksi : MnO4- + 8 H+ + 5 e- Mn2+ + H2ORedoks : 5 Fe2+ MnO4 8 H + 5 Fe3+ + Mn2+ + 4 H2O Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi, maka reaksi redoks harus memenuhi persyaratan umum sebagai berikut :1. Reaksi harus cepat dan sempurna.2. Reaksi berlangsung secara stiokiometrik, yaitu terdapat kesetaraan yang pasti antara oksidator dan reduktor.3. Titik akhir harus dapat dideteksi, misalnya dengan bantuan indikator redoks atau secara potentiometrik. Oleh karena itu banyak unsur-unsur mempunyai lebih dari satu tingkat oksidasi, maka dikenal beberapa macam titrasi redoks yaitu :1. Titrasi permanganometri.2. Titrasi Iodo-Iodimetri3. Titrasi Bromometri dan Bromatometri4. Titrasi serimetriBobot ekivalenBobot ekivalen suatu zat pada titrasi redoks adalah bayakna mol zat itu yang ekivalen dengan mol 0,1 mol Cl/Br/I atau 1 mol elektron.Untuk melengkapkan koefisien pada reaksi oksidasi atau reduksi dapat dilakukan prosedur sebagai berikut :1. Tulis reaktan dan produk.2. Samakan jenis unsur. Untuk O dipakai H2O Untuk H dipakai H+ (pada media asam) atau OH (pada media basa).1. Samakan jumlah unsur.2. Samakan muatan dengan penambahan elektron pada bagian reaktan atau produk.Bilangan oksidasiUntuk menentukan bobot ekivalen pada titrasi redoks dapat juga dilakukan tanpa melengkapkan koefisien reaksi, yaitu dengan menggunakan bilangan oksidasi(tingkat oksidasi). Perubahan bilangan oksidasi menunjukkan jumlah elektron yang diikat atau dilepaskan pada reaksi redoks.Untuk menetapka bilangan oksidasi digunakan ketentuan berikut :1. Bilangan oksidasi dari ion sederhana (monnoatomik) sama dengan muatannya.2. Jumlah bilangan oksidasi dari molekul adalah nol.3. Jumlah bilangan oksidasi dari atom-atom yang menyusun ion sama dengan muatan dari ion tersebut.4. Bilangan oksidasi dari H = +1 (kecuali pada gas Hidrogen dan hidrida, masing-masing adalah -1, 0 dan +2).5. Bilangan oksidasi dari H = +1 (kecuali pada gas Hidrogen dan hidrida, masing-masing adalah 0 dan -1).6. Bilangan oksidasi dari logam, yaitu sama dengan valensinya dan diberi tanda positif.Indikator redoks Disamping secara potensiometrik (dengan mengukur loncatan potensial larutan), titik akhir dari titrasi redoks dapat juga ditetapkan secara visual apabila sistem redoks itu sendiri memperlihatkan peruabahan warna pada titik akhir titrasi (misalnya KmnO4), atau dengan menambahkan indikator redoks. Indikator adalah senyawa organik yang bila dioksidasi dengan atau direduksi akan mengalami perubahan warna. Perbedaan warna dari bentuk tereduksi dengan bentuk teroksidasi harus tajam, sehingga penggunaannya dapat sesedikit mungkin untuk mengurangi kesalahan titrasi. Inok + n e Inred Warna indikator eksidasi tidak sama dengan warna indikator reduksi.Daerah perubahan warna dari suatu indikator redoks dua warna berada pada daerah potensial tertentu. Hal ini analog dengan indikator asam basa dimana perubahan warna juga terjadi pada trayek pH tertentu. Untuk indikator satu warna, warna titik akhir (intensitas warna) ditentukan oleh konsentrasi indikator itu. Tentu saja indikator yang dipilih harus mempunyai daerah transisi perubahan warna pada titik ekivalen, atau disekitar titik ekivalen. Indikator harus mempunyai potensial standard (E0) harga E0 dari oksidator dan reduktor. Misalnya pada penetapan senyawa besi (II) secara serimetri, indikator yang baik adalah ferroin (0-fenanthrolin besi (II) sulfat.Kurva titrasiKurva titrasi pada titrasi redoks adalah suatu kurva yang menggambarkan perubahan potensial standard (E0) akibat penambahan titran. Potensial standard (E0) sebagai sumbu Y dan titran sebagai sumbu X. Titik ekivalen ditandai dengan terjadinya perubahan yang cukup besar pada fungsi ordinatnya. Kurva titrasi simetris disekitar titik ekivalen karena pada saat ini perbandingan mol keadaan teroks.Monografi CoffeinSinonim: KofeinaRumus Kimia : C8H10N4O2Struktur: BM = 194,19Pemerian : Serbuk atau hablur bentuk jarum mengkilat biasanya menggumpal, putih, tidak berbau, rasa pahit.Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%) p, mudah larut dalam kloroform p, sukar larut dalam eter p. (F I, edisi III : 175).

C. Metode UmumMetode yang digunakan pada praktikum titrasi reduksi oksidasi ini yaitu dengan metode titrasi balik atau kemnbali residual iodimetri.

D. Prinsip Titrasi Reduksi OksidasiPenentuan kafein dengan menggunakan metode iodimetri dengan cara titrasi kembali dimana larutan I2 yang telah terbentuk ditambahkan secara berlebih pada kafein , kelebihan dari I2 tersebut dititrasi oleh larutan Natrium tiosulfat dan ditambahkan indikator amilum.

BAB IICARA KERJA DAN HASIL PENGAMATANA. Alat dan Bahan Alat :1. Buret Statif 2. Erlenmeyer3. Pipet tetes4. Pipet volume5. Bulb6. Labu ukur 50 mL7. Gelas ukur8. Corong9. Gelas kimiaBahan :1. Asam sulfat2. Aquadest3. Tiosulfat4. K2Cr2O75. Amilum (Indikator)

B. Cara Kerja1. Pembuatan TiosulfatTimbang tiosulfat 25 gram

MasukkanGelas kimia 1000 mL

Dimasukkan Tambahkan 1000 mL aquadest matangGelas kimia 1000 mL

Aduk sampai larutTambahkan 0,1 gram Na. Bikarbonat

Aduk Masukan dalam botol

2. Pembuatan Amilum (Indikator)Timbang 500 mg amilum

DimasukkanGelas kimia 100 mL

Tambahkan 100 mL aquadest hangatGelas kimia 100 mL yang telah berisi amilum

Aduk ad larutMasukan dalam botol

3. Pembakuan Na2S2O3 dengan K2Cr2O7Timbang K2Cr2O7 100 mg

Masukkan dalam Erlenmeyer 250 mLTambahkan aquadest 50 mL, KI seujung spatel, 10 mL asam sulfat

Titrasi dengan Na2S2O3Setelah kuning jerami,Tambahkan indicator amilum 3 tts

Tirasi kembali K2Cr2O7 Dari warna biru ke hijau muda.Catat volume K2Cr2O7Lakukan triplo

4. Pembakuan I2 dengan Na2S2O3Pipet 10 mL I2

DimasukkanErlenmeyer 250 mL

Titrasi dengan Na2S2O3Sampai kuning jerami

Tambahkan 3 tts indicator amilum Titrasi kembali dengan Na2S2O3Sampai warna biru hilang

Catat

V Na2S2O3 yang diperlukan

Lakukan titrasi triplo

5. Penetapan CoffeinTimbang 800 mg coffein pada tabung sentrifuse

Tambahkan aquadest 10 mLLakukan sentrifuse

Hasil sentrifuse kemudian disaring. Lakukan sentrifuse triploErlenmeyer 250 mLBilas tabung sentrifuse dengan aquadest

Tambahkan H2SO4 3 mL, I2 berlebih Erlenmeyer

Titrasi I2 dengan Na2S2O3

Terjjadi perubahan dari coklat ke kuning jerami

Tambahkan indicator amilum 3 tetes, titrasi dengan Na2S2O3Sampai terjadi perubahan warna biru hilang

catat V Na2S2O3 yang diperlukan

Lakukan triplo

C. Hasil Pngamatan dan Perhitungana. Pembakuan Na2S2O3 dengan K2Cr2O7mg K2Cr2O7Volume Na2S2O3

100 mg16,3 mL

100 mg17,5 mL

100 mg18 mL

Perhitungan :N Na2S2O3 = = = 0,125 NN Na2S2O3 = = 0,116 NN Na2S2O3 = = = 0,113 NNrata-rata = = 0,118 N

b. Pembakuan I2 dengan Na2S2O3mg Na. KarbonatVolume HCl

10 mL9,2 mL

10 mL8,2 mL

10 mL8,7 mL

Perhitungan :V rata-rata = = 8,7 mLV I2 x N I2= V Na2S2O3 x N Na2S2O3 10 mL x N I2= 8,7 mL x 0,118N N I2= 0,103 N

c. Penetapan Kadar KafeinmL HClVolume NaOH

800 mg7,6 mL

800 mg6,9 mL

800 mg8,1 mL

V rata-rata = = 7,53 mLm grek kafein = m grek I2 m grek Na2S2O3 = (N . V ) I2 - ( N . V ) Na2S2O3= ( 0,103 N . 10 mL ) ( 0,118 N . 7,53 mL )= 0,141 Nmassa kafein = grek kafein x Mr kafein x faktor pengenceran = 0,141 N x 194,19 x 3= 82,14 mg% kafein= massa kafein x 100% massa mula-mula= 82,14 mg x 100 % 800 mg= 10,3 %

BAB IIIPEMBAHASANPada praktikum ini dilakukan penetapan kadar kafein menggunakan metode titrasi redoks (titrasi iodimetri yaitu titrasi kembali atau residual) , Sebelum dilakukan penetapan kadar kafein, dilakukan terlebih dahulu pembakuan Na2S2O3 menggunakan K2CrO7 yang dilakukan adalah timbang K2Cr2O7 kemudian mengencerkan dengan aquadest, asam sulfat dan KI serta iodium yang dibebaskan melalui titrasi dengan natrium thiosulfat dengan menggunakan indikator amilum. I3- + 5I- 3I2 + 3H2OUntuk volume titrasi yang dihasilkan pada proses standarisasi ini yaitu berubahnya warna dari coklat tua menjadi kuning muda, dan setelah ditambahkan amilum dan kemudian dititrasi kembali maka perubahan warna yang terjadi adalah dari biru tua menjadi hijau. Standarisasi thiosulfat ini dilakukan agar larutan natrium thiosulfat menjadi larutan standar primer dan hal ini juga diperlukan agar kita dapat mengetahui konsentrasi larutan natrium thiosulfat tersebut yaitu sebesar 0,118 N.Pada analisa kadar kafein dalam tablet, aquadest yang digunakan dalam percobaan berguna untuk melarutkan senyawa organik dengan zat organik yang terkandung dalam tablet dan kemudian mengunakan alat sentrifuse bertujuan memisahkan senyawa organik dengan zat organik yang terkandung dalam tablet dilakukan sebanyak 3 kali sentrifuse selama 10 menit lalu di saring, karena dalam tablet tidak hanya mengandung kafein tetapi juga mengandung zat-zat lain seperti pengikat ,pembawa dan yang lainnya. Kemudian penetapan kadar kafein (iodimetri titrasi balik) dengan cara filtrat dimasukkan dalam erlemeyer lalu asam sulfat dan larutan iodium berlebih. Penambahan asam sulfat membuat reaksi berada dalam suasana agar reaksi reduksi oksidasi cepat terjadi, karena kepekatan lebih besar dalam larutan asam daripada dalam larutan netral dan lebih basa dengan adanya ion iodium yang ditambah dan kelebihan iodium setelah terjadi reaksi adisi, , kelebihan dari I2 tersebut dititrasi oleh larutan Natrium tiosulfat dan ditambahkan indikator amilumPenggunaan natrium thiosulfat sebagai larutan yang akan terurai dalam larutan belerang sebagai endapan. Akan tetapi reaksinya berlangsung lambat dan tidak terjadi apabila thiosulfat dititrasi dengan larutan berasam. Pada iodium jika larutannya tidak diaduk maka reaksi antara iodium dengan thiosulfat jauh lebih cepat dari pada penguraian. Iodium mengoksidasi thiosulfat menjadi ion tetraionat reaksinya I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-Pada titrasi digunakan indikator kanji yang berbentuk ion komplek berwarna biru yang berasal dari amilum, reaksi yang menunjukkan adalah sebagai berikut: I2 + amilum I2- + amilum. Setelah dilakukan titrasi maka reaksi yang terjadi adalah:I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-Penggunaan indikator kanji atau amilum ini dalam proses titrasi natrium thiosulfat dan tablet karena natrium thiosulfat lebih kuat pereaksinya dibandingkan dengan amilum sehingga amilum atau larutan kanji tersebut dapat didesak keluar dari proses reaksi tersebut. Jadi hal ini menyebabkan warna berubah kembali seperti semula setelah dilakukannya titrasi dengan natrium thiosulfat. Dari perhitungan diperoleh massa kafein sebesar 82,14 mg, sehingga konsentrasi kafein pada proses titrasi dengan menggunakan metode redoks pada titrasi iodimetri secara titrasi balik sampel tablet adalah 10,3% dan untuk kesalahan pada konsentrasi kafein 10,3/15 100% = 68,7% .Hal ini disebabkan karena berbagai factor diantaranya banyaknya langkah kerja yang dilakukan sehingga sampel dipindah-pindah dari satu alat k ealat lain. Dari pemindahan tersebut ada kemungkinan banyak sampel yang tersisa pada alat alat sehingga dapat mengurangi kadar kafein sebenarnya. Selain itu pada proses dimana larutan I2 yang telah terbentuk ditambahkan secara berlebih pada kafein , dan pada percobaan tersebut tidak berlebi sehingga pada kelebihan dari I2 tersebut dititrasi oleh larutan Natrium tiosulfat dan ditambahkan indikator amilum konsentrasi yang dihasilkan dapat mengurangi kadar kafein.

BAB IVKESIMPULANDari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa dalam penetapan kadar kafein dapat ditentukan dengan menggunakan titrasi reduksi oksidasi. Kadar kafein yang diperoleh dari hasil titrasi pada praktikum yaitu 10,3 % dengan presentasi kesalahan sebesar 68,7 %. Kesalahan tersebut terjadi karena disebabkan oleh berbagai factor seperti yang tertera pada pembahasan diatas.

DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia ed 3.Jakarta: Kopri Sub Unit Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Rohman, Abdul., Sudjadi. 2008. Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Day, R.A., Underwood, A.L. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.Gandjar, Ibnu Gholib., Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. http://www.mhhe.com/biosci/pae/botany/botany_map/articles/article_36.html (Diakses tanggal 19 februari 2012)