reaksi hipersentivitas tipe i

Upload: luthfi-khairul-umam

Post on 04-Jun-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/13/2019 Reaksi Hipersentivitas Tipe i

    1/5

    REAKSI HIPERSENTIVITAS TIPE I

    Sel mast dan basofil pertama kali dikemukakan oleh Paul Ehrlich lebih dari 100 tahunyang lalu. Sel ini mempunyai gambaran granula sitoplasma yang mencolok. Pada saat

    itu sel mast dan basofil belum diketahui fungsinya. Beberapa waktu kemudian baru

    diketahui bahwa sel-sel ini mempunyai peran penting pada reaksi hipersensitivitas

    tipe cepat (reaksi tipe I) melalui mediator yang dikandungnya, yaitu histamin dan zatperadangan lainnya.

    Reaksi hipersensitivitas tipe I, atau tipe cepat ini ada yang membagi menjadi reaksianafilaktik (tipe Ia) dan reaksi anafilaktoid (tipe Ib). Untuk terjadinya suatu reaksi

    selular yang berangkai pada reaksi tipe Ia diperlukan interaksi antara IgE spesifik

    yang berikatan dengan reseptor IgE pada sel mast atau basofil dengan alergen yang

    bersangkutan.

    Proses aktivasi sel mast terjadi bila IgE atau reseptor spesifik yang lain padapermukaan sel mengikat anafilatoksin, antigen lengkap atau kompleks kovalen

    hapten-protein. Proses aktivasi ini akan membebaskan berbagai mediator peradangan

    yang menimbulkan gejala alergi pada penderita, misalnya reaksi anafilaktik terhadappenisilin atau gejala rinitis alergik akibat reaksi serbuk bunga.

    Reaksi anafilaktoid terjadi melalui degranulasi sel mast atau basofil tanpa peran IgE.Sebagai contoh misalnya reaksi anafilaktoid akibat pemberian zat kontras atau akibat

    anafilatoksin yang dihasilkan pada proses aktivasi komplemen (lihat bab mengenai

    komplemen).

    Eosinofil berperan secara tidak langsung pada reaksi hipersensitivitas tipe I melaluifaktor kemotaktik eosinofil-anafilaksis (ECF-A =eosinophil chemotactic factor of

    anaphylaxis).Zat ini merupakan salah satu daripreformed mediators yaitu mediator

    yang sudah ada dalam granula sel mast selain histamin dan faktor kemotaktik

    neutrofil (NCF = neutrophil chemotactic factor).Mediator yang terbentuk kemudian

    merupakan metabolit asam arakidonat akibat degranulasi sel mast yang berperan padareaksi tipe I.

    Menurut jarak waktu timbulnya, reaksi tipe I dibagi menjadi 2, yaitu fase cepat danfase lambat.

    Reaksi hipersensitivitas tipe I fase cepat Reaksi hipersensitivitas tipe I fase cepat biasanya

    terjadi beberapa menit setelah pajanan antigen yang sesuai. Reaksi ini dapat bertahan dalam

    beberapa jam walaupun tanpa kontak dengan alergen lagi. Setelah masa refrakter sel mast dan

    basofil yang berlangsung selama beberapa jam, dapat terjadi resintesis mediator farmakologik

    reaksi hipersensitivitas, yang kemudian dapat responsif lagi terhadap alergen.

    Reaksi hipersensitivitas tipe I fase lambat Mekanisme terjadinya reaksihipersensitivitas tipe I fase lambat ini belum jelas benar diketahui. Ternyata sel mastmasih merupakan sel yang menentukan terjadinya reaksi ini seperti terbukti bahwa

    reaksi alergi tipe lambat jarang terjadi tanpa didahului reaksi alergi fase cepat. Sel

    mast dapat membebaskan mediator kemotaktik dan sitokin yang menarik sel radang

    ke tempat terjadinya reaksi alergi. Mediator fase aktif dari sel mast tersebut akan

    meningkatkan permeabilitas kapiler yang meningkatkan sel radang.

    Limfosit mungkin memegang peranan dalam timbulnya reaksi alergi fase lambatdibandingkan dengan sel mast. Limfosit dapat melepaskan histamin releasing factor

    dan sitokin lainnya yang akan meningkatkan pelepasan mediator-mediator dari sel

    mast dan sel lain.

    Eosinofil dapat memproduksi protein sitotoksik seperti major basic protein (MBP)afau eosinophil cationic protein(ECP). Makrofag dan neutrofil melepas faktorkemotaktik, sitokin, oksigen radikal bebas, serta enzim yang berperan di dalam

  • 8/13/2019 Reaksi Hipersentivitas Tipe i

    2/5

    peradangan. Neutrofil adalah sel yang pertama berada pada infiltrat peradangan

    setelah reaksi alergi fase cepat dalam keadaan teraktivasi yang selanjutnya akan

    menyebabkan kerusakan jaringan dan menarik sel lain, terutama eosinofil.

    Mediator penyakit alergi (hipersensitivitas tipe I) Seperti telah diuraikan di atasbahwa mediator dibebaskan bila terjadi interaksi antara antigen dengan IgE spesifik

    yang terikat pada membran sel mast. Mediator ini dapat dibagi dalam dua kelompok,yaitu mediator yang sudah ada dalam granula sel mast (preformed mediator)dan

    mediator yang terbentuk kemudian (newly formed mediator). Menurut asalnya

    mediator ini juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu mediator dari sel mast atau

    basofil (mediator primer), dan mediator dari sel lain akibat stimulasi oleh mediator

    primer (mediator sekunder).

    Mediator yang sudah ada dalam granul a sel mast

    Terdapat 3 jenis mediator yang penting yaitu histamin, eosinophil chemotactic factor of

    anaphylactic (ECF-A), dan neutrophil chemoctatic factor (NCF).

    1. HistaminHistamin dibentuk dari asam amino histidin dengan perantaraan enzim histidin

    dekarboksilase. Setelah dibebaskan, histamin dengan cepat dipecah secara enzimatik serta

    berada dalam jumlah kecil dalam cairan jaringan dan plasma. Kadar normal dalam plasma

    adalah kurang dari 1 ng/L akan tetapi dapat meningkat sampai 1-2 ng/L setelah uji

    provokasi dengan alergen. Gejala yang timbul akibat histamin dapat terjadi dalam beberapa

    menit berupa rangsangan terhadap reseptor saraf iritan, kontraksi otot polos, serta

    peningkatan permeabilitas vaskular.

    Manifestasi klinis pada berbagai organ tubuh bervariasi. Pada hidung timbul rasa gatal,

    hipersekresi dan tersumbat. Histamin yang diberikan secara inhalasi dapat menimbulkan

    kontraksi otot polos bronkus yang menyebabkan bronkokonstriksi. Gejala kulit adalah reaksi

    gatal berupa wheal and flare,dan pada saluran cerna adalah hipersekresi asam lambung,kejang usus, dan diare. Histamin mempunyai peran kecil pada asma, karena itu antihistamin

    hanya dapat mencegah sebagian gejala alergi pada mata, hidung dan kulit, tetapi tidak pada

    bronkus.

    Kadar histamin yang meninggi dalam plasma dapat menimbulkan gejala sistemik berat

    (anafilaksis). Histamin mempunyai peranan penting pada reaksi fase awal setelah kontak

    dengan alergen (terutama pada mata, hidung dan kulit). Pada reaksi fase lambat, histamin

    membantu timbulnya reaksi inflamasi dengan cara memudahkan migrasi imunoglobulin dan

    sel peradangan ke jaringan. Fungsi ini mungkin bermanfaat pada keadaan infeksi. Fungsi

    histamin dalam keadaan normal saat ini belum banyak diketahui kecuali fungsi pada sekresi

    lambung. Diduga histamin mempunyai peran dalam regulasi tonus mikrovaskular. Melalui

    reseptor H2 diperkirakan histamin juga mempunyai efek modulasi respons beberapa sel

    termasuk limfosit.

    2. Faktor kemotaktik eosinofil-anafilaksis (ECF-A)

    Mediator ini mempunyai efek mengumpulkan dan menahan eosinofil di tempat reaksi radang

    yang diperan oleh IgE (alergi). ECF-A merupakan tetrapeptida yang sudah terbentuk dan

    tersedia dalam granulasi sel mast dan akan segera dibebaskan pada waktu degranulasi (pada

    basofil segera dibentuk setelah kontak dengan alergen).

    Mediator lain yang juga bersifat kemotaktik untuk eosinofil ialah leukotrien LTB4 yang

    terdapat dalam beberapa hari. Walaupun eosinofilia merupakan hal yang khas pada penyakit

    alergi, tetapi tidak selalu patognomonik untuk keterlibatan sel mast atau basofil karena ECF-A dapat juga dibebaskan dari sel yang tidak mengikat IgE.

  • 8/13/2019 Reaksi Hipersentivitas Tipe i

    3/5

    3. Faktor kemotaktik neutrofil (NCF)

    NCF (neutrophyl chemotactic factor)dapat ditemukan pada supernatan fragmen paru

    manusia setelah provokasi dengan alergen tertentu. Keadaan ini terjadi dalam beberapa menit

    dalam sirkulasi penderita asma setelah provokasi inhalasi dengan alergen atau setelah

    timbulnya urtikaria fisik (dingin, panas atau sinar matahari). Oleh karena mediator ini

    terbentuk dengan cepat maka diduga ia merupakan mediator primer. Mediator tersebutmungkin pula berperan pada reaksi hipersensitivitas tipe I fase lambat yang akan

    menyebabkan banyaknya neutrofil di tempat reaksi. Leukotrien LTB4 juga bersifat

    kemotaktik terhadap neutrofil.

    Mediator yang terbentuk kemudian

    Mediator yang terbentuk kemudian terdiri dari hasil metabolisme asam arakidonat, faktor

    aktivasi trombosit, serotonin, dan lain-lain. Metabolisme asam arakidonat terdiri dari jalur

    siklooksigenase dan jalur lipoksigenase yang masing-masing akan mengeluarkan produk

    yang berperan sebagai mediator bagi berbagai proses inflamasi (lihat Gambar 12-3).

    1. Produk siklooksigenase

    Pertubasi membran sel pada hampir semua sel berinti akan menginduksi pembentukan satuatau lebih produk siklooksigenase yaitu prostaglandin (PGD2, PGE2, PGF2) serta

    tromboksan A2 (TxA2).

    Tiap sel mempunyai produk spesifik yang berbeda. Sel mast manusia misalnya membentuk

    PGD2 dan TxA2 yang menyebabkan kontraksi otot polos, dan TxA2 juga dapat mengaktivasi

    trombosit. Prostaglandin juga dibentuk oleh sel yang berkumpul di mukosa bronkus selama

    reaksi alergi fase lambat (neutrofil, makrofag, dan limfosit).

    Prostaglandin E mempunyai efek dilatasi bronkus, tetapi tidak dipakai sebagai obat

    bronkodilator karena mempunyai efek iritasi lokal. Prostaglandin F (PGF2) dapat

    menimbulkan kontraksi otot polos bronkus dan usus serta meningkatkan permeabilitas

    vaskular. Kecuali PGD2, prostaglandin serta TxA2 berperan terutama sebagai mediator

    sekunder yang mungkin menunjang terjadinya reaksi peradangan, akan tetapi peranan yangpasti dalam reaksi peradangan pada alergi belum diketahui.

    2. Produk lipoksigenase

    Leukotrien merupakan produk jalur lipoksigenase. Leukotrien LTE4 adalah zat yang

    membentukslow reacting substance of anaphylaxis (SRS-A).Leukotrien LTB4 merupakan

    kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil, sedangkan LTC4, LTD4 dan LTE4 adalah zat yang

    dinamakan SRS-A. Sel mast manusia banyak menghasilkan produk lipoksigenase serta

    merupakan sumber hampir semua SRS-A yang dibebaskan dari jaringan paru yang

    tersensitisasi.

    Slow reacting substance of anaphylaxis

    Secara in vitro mediator ini mempunyai onset lebih lambat dengan masa kerja lebih lamadibandingkan dengan histamin, dan tampaknya hanya didapatkan sedikit perbedaan antara

    kedua jenis mediator tersebut. Mediator SRS-A dianggap mempunyai peran yang lebih

    penting dari histamin dalam terjadinya asma. Mediator ini mempunyai efek bronkokonstriksi

    1000 kali dari histamin. Selain itu SRS-A juga meningkatkan permeabilitas kapiler serta

    merangsang sekresi mukus. Secara kimiawi, SRS-A ini terdiri dari 3 leukotrien hasil

    metabolisme asam arakidonat, yaitu LTC4, LTD4, serta LTE4.

    Faktor aktivasi trombosit (PAF = Platelet activating factor)

    Mediator ini pertama kali ditemukan pada kelinci dan selanjutnya pada manusia. PAF dapat

    menggumpalkan trombosit serta mengaktivasi pelepasan serotonin dari trombosit. Selain itu

    PAF juga menimbulkan kontraksi otot polos bronkus serta peningkatan permeabilitas

    vaskular. Aktivasi trombosit pada manusia terjadi pada reaksi yang diperan oleh IgE.

  • 8/13/2019 Reaksi Hipersentivitas Tipe i

    4/5

    Serotonin

    Sekitar 90% serotonin tubuh (5-hidroksi triptamin) terdapat di mukosa saluran cerna.

    Serotonin ditemukan pada sel mast binatang tetapi tidak pada sel mast manusia. Dalam reaksi

    alergi pada manusia, serotonin merupakan mediator sekunder yang dilepaskan oleh trombosit

    melalui aktivasi produk sel mast yaitu PAF dan TxA2. Serotonin dapat meningkatkan

    permeabilitas pembuluh darah.

    SITOKIN DALAM REGULASI REAKSI ALERGI

    Selain mediator yang telah disebutkan tadi, sel mast juga merupakan sumber beberapa sitokin

    yang mempengaruhi sel yang berperan pada reaksi alergi.

    Pada individu yang cenderung untuk alergi, paparan terhadap beberapa antigen menyebabkan

    aktivasi sel Th2 dan produksi IgE (lihat Gambar 12-4). Individu normal tidak mempunyai

    respons Th2 yang kuat terhadap sebagian besar antigen asing. Ketika beberapa individu

    terpapar antigen seperti protein pada serbuk sari (pollen), makanan tertentu, racun pada

    serangga, kutu binatang, atau obat tertentu misalnya penisilin, respons sel T yang dominan

    adalah pembentukan sel Th2. Individu yang atopik dapat alergi terhadap satu atau lebihantigen di atas. Hipersensitivitas tipe cepat terjadi sebagai akibat dari aktivasi sel Th2 yang

    berespons terhadap antigen protein atau zat kimia yang terikat pada protein. Antigen yang

    menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe cepat (reaksi alergik) sering disebut sebagai

    alergen.

    Interleukin (IL)-4 dan IL-13, yaitu sebagian dari sitokin yang disekresi oleh sel Th2, akan

    menstimulasi limfosit B yang spesifik terhadap antigen asing untuk berdiferensiasi menjadi

    sel plasma yang kemudian memproduksi IgE. Oleh sebab itu, individu yang atopik akan

    memproduksi IgE dalam jumlah besar sebagai respons terhadap antigen yang tidak akan

    menimbulkan respons IgE pada sebagian besar orang. Kecenderungan ini mempunyai dasar

    genetika yang kuat dengan banyak gen yang berperan.

    Reaksi peradangan alergi telah diketahui dikoordinasi oleh subset limfosit T4 yaitu Th2.Limfosit ini memproduksi IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, TNF, serta GM-CSF tetapi tidak

    memproduksi IL-2 atau INF (diproduksi oleh sel Th1). Alergen diproses oleh makrofag

    (APC) yang mensintesis IL-1. Zat ini merangsang dan mengaktivasi sel limfosit T yang

    kemudian memproduksi IL-2 yang merangsang sel T4 untuk memproduksi interleukin

    lainnya. Ternyata sitokin yang sama juga diproduksi oleh sel mast sehingga dapat diduga

    bahwa sel mast juga mempunyai peran sentral yang sama dalam reaksi alergi. Produksi

    interleukin diperkirakan dapat langsung dari sel mast atau dari sel lain akibat stimulasi

    oleh mediator sel mast. Interleukin-4 tampaknya merupakan stimulus utama dalam aktivasi

    sintesis IgE oleh sel limfosit B. Pada saat yang sama IL-4 meningkatkan ekspresi reseptor Fc

    (FcRII) pada sel limfosit B. Interleukin-4 ini pertama kali disebut faktor stimulasi sel B (BSF

    =Bcell stimulating factor).Aktivasi oleh IL4 ini diperkuat oleh IL-5, IL-6, dan TNF, tetapi

    dihambat oleh IFN, IFN, TGF, PGE2, dan IL-I0

    Dalam reaksi alergi fase cepat, IL-3, IL-5, GM-CSF, TNF dan INF terbukti dapat

    menginduksi atau meningkatkan pelepasan histamin melalui interaksi IgE- alergen pada sel

    basofil manusia (lihat Gambar 12-6). Sitokin lain yang mempunyai aktivitas sama pada sel

    mast ialah MCAF (monocyte chemotactic and activating factor)dan RANTES (regulated

    upon activation normal T expressed and presumably secreted).Demikian juga SCF (stem cell

    factor) yaitu suatu sitokin yang melekat pada reseptor di sel mast yang disebut C-kit, dapat

    menginduksi pembebebasan histamin dari sel mast baik dengan atau tanpa melalui stimulasi

    antigen (lihat Gambar 12-7).

  • 8/13/2019 Reaksi Hipersentivitas Tipe i

    5/5

    Pada reaksi alergi fase lambat, IL-3 dan GM-CSF tidak hanya menarik dan mengaktivasi

    eosinofil tetapi juga basofil dan efek kemotaktik sitokin ini lebih nyata dibandingkan dengan

    komplemen C5a, LTB4 dan PAF.

    Mekanisme lain sitokin berperan pula dalam menunjang terjadinya reaksi peradangan pada

    alergi. GM-CSF, IL-l, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IFN, TNF, NGF (nerve growth factor)serta

    SCF berperan dalam pertumbuhan, proliferasi, pertahanan hidup dan diferensiasi limfosit,eosinofil, basofil, sel mast, makrofag atau monosit. Pada saat aktivasi, sel-sel ini ditarik ke

    arah jaringan yang mengalami peradangan dalam reaksi antigen-antibodi yang ditingkatkan

    oleh IL-2, IL-5, GM-CSF, dan EAF (eosinophil activating factor).Keadaan ini lebih terlihat

    pada biakan eosinofil manusia dengan GM-CSF bersama fibroblast. Pada percobaan ini

    eosinofil menjadi hipodens dan dapat membebaskan lebih banyak LTC4 bila diaktivasi oleh

    stimulus seperti fMLP (formil metionil leukosil fenilalanin).