danau linow resort, lahendong, tomohon · 2020. 10. 19. · danau linow resort, lahendong, tomohon....
TRANSCRIPT
-
Danau Linow Resort, Lahendong, Tomohon
-
Kata PengantarPujiPuji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Kajian Fiskal Regional Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2019 dapat selesai tepat pada waktunya. Kajian Fiskal Regional (KFR) disusun oleh Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Utara sebagai pengelola fiskal di daerah berisi potret profil dan dinamika kondisi fiskal dan makro ekonomi di Sulawesi Utara.
AnalisisAnalisis fiskal ini dilakukan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan-tujuan makro ekonomi dalam mendukung pencapaian fungsi APBN terkait alokasi distribusi, dan stabilisasi seperti menyediakan informasi untuk penyusunan kerangka ekonomi makro yang menjadi dasar penyusunan kebijakan fiskal/penyusunan APBN/APBD.
Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan padakajian ini, oleh karena itu kami mengharapkan masukandari semua pihak untuk perbaikan penyusunan KFRperiode mendatang. Dengan kerendahan hati, kamiperiode mendatang. Dengan kerendahan hati, kamimengucapkan terimakasih terhadap pihak-pihak yang telahmembantu kami dalam proses pengumpulan data sampaidengan terbitnya KFR ini.
Akhir kata, kami berharap kajian ini dapat bermanfaat bagisemua kalangan, sehingga dapat menjadi referensidan media informasi yang strategis bagistakeholders, Satker K/L, Pemda, atau pihakstakeholders, Satker K/L, Pemda, atau pihakterkait lainnya guna mendukung keberhasilankebijakan fiskal di Sulawesi Utara. Sertadiharapkan bisa menjadi bahan masukanbagi Kementerian Keuangan, dalammengambil kebijakan pengelolaan fiskalnasional.
Manado, Medio Februari 2020Manado, Medio Februari 2020Kakanwil DJPb Prov. Sulut,
Muhdi
i
-
ii
DAFTAR ISI
TIM PENYUSUN: PENGARAH/PENANGGUNGJAWAB: KAKANWIL DJPB PROVINSI SULUT, MUHDI KETUA TIM: KEPALA BIDANG PPA II, MUSHLIH EDITOR: HATTA HASANUDDIN KONTRIBUTOR: HATTA HASANUDDIN FRANGKY PASUHUK GALIHJATI NOPRID DALAPANG MICHAEL AKAY LAYOUT DESIGN: FRANGKY PASUHUK ALAMAT: KANTOR WILAYAH DJPB PROV SULUT GKN MANADO LANTAI 3
BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN
TANTANGAN SULAWESI UTARA
1
1.1.
1.2.
1.3.
Pendahuluan
Tujuan Dan Sasaran Pembangunan Sulut
Tantangan Daerah
1
2
4
BAB II
PERKEMBANGAN & ANALISIS EKONOMI
REGIONAL INDIKATOR EKONOMI
MAKRO FUNDAMENTAL
2.1.
2.2.
2.3.
Indikator Makro Ekonomi Fundamental
Indikator Kesejahteraan
Efektivitas Kebijakan Makro Ekonomi dan
Pembangunan Regional
11
21
30
BAB III
PERKEMBANGAN DAN ANALISIS
PELAKSANAAN APBN TINGKAT
REGIONAL
3.1.
3.2.
3.3.
3.4.
3.5.
3.6.
3.7.
3.8.
APBN Tingkat Provinsi
Pendapatan Pemerintah Pusat Tingkat Regional
Belanja Pemerintah Pusat Tingkat Regional
Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa
Analisis Cash Flow APBN Tingkat Regional
Pengelolaan BLU Pusat
Pengelolaan Manajemen Investasi Pusat
Perkembangan & Analisis Belanja Wajib
(Mandatory Spending) & Belanja Infrastruktur
Pusat di Daerah
33
33
37
41
45
46
49
51
-
iii
JALAN BETHESDA NO. 8 MANADO
BAB IV
PERKEMBANGAN DAN ANALISIS
PELAKSANAAN APBD
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
APBD Tingkat Provinsi (Konsolidasi Pemda)
Pendapatan Daerah
Belanja Daerah
Perkembangan BLU Daerah
Surplus/Defisit APBD
Pembiayaan
Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah
Perkembangan Belanja Wajib Daerah
55
56
63
65
65
66
67
69
BAB V
PERKEMBANGAN DAN ANALISIS
PELAKSANAAN ANGGARAN
KONSOLIDASIAN (APBN & APBD)
1. 2.
3.
4.
5.
Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian
Pendapatan Konsolidasian
Belanja Konsolidasian
Surplus/Defisit Konsolidasian
Analisis Dampak Kebijakan Fiskal Agregat
73
73
76
80
81
BAB VI
KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI
SERTA TANTANGAN FISKAL REGIONAL
1. 2.
3.
Sektor Unggulan Daerah
Sektor Potensial Daerah
Tantangan Fiskal Regional Dalam Mendorong
Potensi Ekonomi Daerah
86
88
94
BAB VII
ANALISIS TEMATIK
101
BAB VIII
PENUTUP Kesimpulan
Rekomendasi
115
117
DAFTAR PUSTAKA
114
-
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Keunggulan Pelabuhan Samudera Bitung Sebagai …………………………. 8 Pelabuhan Ekspor-Impor
Tabel 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi se-Indonesia……….……………………….. 13
Tabel 2.11. Indikator Makro Ekonomi & Pembangunan Provinsi Sulut .………………… 31
Tabel 3.2. Perkembangan Penerimaan PNBP Fungsional Sulut…………………......... 36
Tabel 3.3. Tingkat Penyerapan 10 K/L Terbesar di SULUT TA 2019………………….. 37
Tabel 3.4. Perkembangan Pagu dan Realisasi per Jenis Belanja 2019 ………………. 39
Tabel 3.5. Perkembangan Anggaran dan Realisasi Dana Transfer……………………. 41 Daerah Prov. Sulut 2018-2019
Tabel 3.6. Rasio Sumber Pendanaan BLU…………………………..……………………. 47
Tabel 3.7. Analisis Kemandirian BLU Tahun 2019 ……………..……………………...... 47
Tabel 3.8. Rasio Efektivitas BLU ……………………………..…………………………….. 48
Tabel 3.9. Daftar Satker PNBP dengan Nilai Aset Terbesar Tahun 2019……………… 48
Tabel 3.10. Profil dan Perkembangan Outstanding Pinjaman ……………………………. 49 BUMD/Pemda Sulut Posisi per 31 Desember 2019
Tabel 3.11. Realisasi KUR di Sulawesi Utara Tahun 2019..……..……………………….. 50
Tabel 3.12. Capaian output Prioritas Bidang Pendidikan..……..…………………………. 51
Tabel 3.13. Capaian Output Bidang Kesehatan.……………………..……………………. 52
Tabel 4.1. Profil APBD Prov. Sulut Berdarsarkan Klasifikasi Ekonomi.……………….. 55
-
v
Tabel 4.2. Perbandingan Rasio Kemandirian Daerah TA 2019 pada ………………… 58 Prov/Kota/Kab di Provinsi Sulawesi Utara.
Tabel 4.3. Alokasi dan Realisasi Pendapatan di Prov. Sulawesi Utara………………. 60
Tabel 4.4. Urusan Pilihan Prioritas Pemda Lingkup …………………………………… 63 Prov. Sulawesi Utara TA 2019
Tabel 4.5. Profil APBD Klasifikasi Jenis Belanja Pemda Lingkup …..………………... 64 Prov. Sulawesi Utara TA 2019
Tabel 4.6. Rasio Surplus/Defisit Terhadap PDRB Lingkup…….……………………… 66 Prov. Sulawesi Utara TA 2019
Tabel 4.7. Rasio Keseimbangan Primer Pemda Lingkup …………...………………… 68 Prov. Sulawesi Utara TA 2019
Tabel 4.8. Peta Kapasitas Fiskal Daerah Kab/Kota Lingkup .……...………………….. 69 Prov. Sulawesi Utara TA 2019
Tabel 5.1. Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Sulawesi Utara………………. 73 Tahun 2019
Tabel 5.2. Perbandingan Realisasi Penerimaan Perpajakan …………….…………….. 74 Konsolidasi Pusat/Daerah dan PDRB Prov Sulut Tahun 2019 dan 2018
Tabel 5.3. Rasio Pajak per kapita per daerah…………………………………..………… 75
Tabel 5.4. Realisasi Pendapatan Konsolidasi Pusat/Daerah dan …….……………….. 75 Pertumbuhan Ekonomi Prov. Sulut Tahun 2018 dan 2019
Tabel 5.5. Korelasi antara belanja pemerintah konsolidasian terhadap.….……………. 79 Beberapa Indikator Ekonomi Regional
Tabel 5.6. Korelasi antara Belanja Pemerintah terhadap Pertumbuhan……………….. 79 Sektor Lapangan Usaha
Tabel 5.7. Rasio Surplus/Defisit Konsolidasian terhadap PDRB pada ..………………. 80
Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 5.8. Laporan Operasional GFS Sulut. . . . ……………………………….………… 81
Tabel 5.9. Analisis Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB …………….………………. 82
berdasar LO GFS
Tabel 6.1. Indeks Location Quotient Provinsi …………………………………………… 85 Sulawesi Utara Tahun 2013-2019
Tabel 6.2. Hasil Analisis MRP, LQ dan Overlay Provinsi Sulawesi Utara ……………. 86
Tabel 6.3. Kondisi Jalan Kewenangan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten,
Konektivitas, dan dan Kemaritiman 2015-2018 (Persen) …………………… 88
Tabel 6.4. Jumlah Kunjungan Kapal Laut Pada Pelabuhan di Provinsi ……………….. 89 Sulawesi Utara Tahun 2017 dan 2018
-
vi
Tabel 6.5. Volume dan Perkembangan Bongkar Muat Barang di Bandar ….. 93 Udara Yang Ada di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2017 dan 2018
Tabel 6.6. Jumlah dan Perkembangan Angkutan Barang Non Peti Kemas .. 93 Pada Pelabuhan Laut Di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2017
dan 2018
Tabel 7.1. Balita Stunting Kabupaten/Kota Sulawesi Utara 2016-2018………103
Tabel 7.2. Pendanaan Stunting dari Transfer daerah dan …………………………. 106 Dana Desa Sulawesi Utara 2019
Tabel 7.3. Total Potensi Nilai Konvergensi Penanganan Stunting……..……… 108
Tabel 7.4. Jumlah Fasilitas Kesehatan menurut Kecamatan,……………….……… 112
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, 2017
-
vii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1.a Pertumbuhan Ekonomi Sulut dan nasional (persen) …………………….. 12
Grafik 2.1.a Indeks Implisit Perkembangan Perekonomian Sulut dan Nasional.. 12
Grafik 2.2 Pertumbuhan beberapa Komponen Pengeluaran Tw IV 2019…..... 14
Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Sulut dan Nasional…………………………………….. 18
Grafik 2.6 Pergerakan Kurs Tengah Mata Uang Asing terhadap Rupiah……….. 21
Grafik 2.7 Perkembangan IPM Sulut dan Nasional………………………………………... 21
Grafik 2.8 Trend Realisasi Belanja Sulut sd Tw III 2019…...……………………………... 21
Grafik 3.1 Realisasi Penerimaan Perpajakan Prov Sulut TA 2019 …………………...34
Grafik 3.2 Perkembangan Realisasi Penerimaan Perpajakan Pempus …………... 34
Grafik 3.3 Perkembangan Tax Rasio 5 tahun terakhir …………………………………....35
Grafik 3.4 Pajak Perkapita ……………………………………………………………………………... 35
Grafik 3.5 Perkembangan Realisasi PNBP Sulut ……………………………………........... 36
Grafik 3.6 Alokasi Belanja Per Fungsi …………………………………….............................. 38
Grafik 3.7 Pagu dan Realisasi Per Fungsi ……………………………………...................... 38
Grafik 3.8 Perbandingan Belanja Sektor Konsumtif dan Produktif...................... 39
Grafik 3.9 Perbandingan Penyerapan APBN Sulut....................................................... 40
Grafik 3.10 Uang yang beredar dari APBN........................................................................ 40
Grafik 3.11 Cash Flow APBN Sulut diluar Transfer Daerah........................................ 45
Grafik 3.12 Perkembangan Aset BLU Unsrat dan RS Kandou................................... 46
Grafik 3.13 Perkembangan Pagu BLU dan Pagu RM Satker BLU Sulut.................. 46
Grafik 4.1 Perbandingan Rasio Ruang Fiskal Pemda Se Sulut TA 2019............... 58
Grafik 4.2 Kontribusi Pemda Thd Total PAD Sulut TA 2019..................................... 59
Grafik 4.3 Perkembangan rasio PAD terhadap Belanja Daerah.............................. 61
Grafik 4.4 Rasio PAD terhadap PDRB ADHB Sulut...................................................... 62
Grafik 4.5 Perbandingan Realisasi Pajak Daerah........................................................ 62
-
viii
Grafik 4.6 Perbandingan Realisasi Retribusi Daerah selain Pemprov Sulut...... 62
Grafik 4.7 Perbandingan Realisasi Pendapatan Lain-lain......................................... 63
Grafik 4.8 Proporsi dan Realisasi Belanja APBD Urusan Wajib .............................. 64
Grafik 4.9 Perbandingan Rasio Surplus/Defisit Terhadap Agregat....................... 65
Grafik 4.10 Perbandingan Rasio Surplus terhadap realisasi dana transfer........... 65
Grafik 4.11 Perbandingan Rasio SIKPA terhadap Alokasi Belanja............................ 66
Grafik 4.12 Rasio Keseimbangan Primer Pemda............................................................. 67
Grafik 4.13 Perkembangan APM Prov. Sulawesi Utara................................................. 67
Grafik 4.14 Perkembangan Kinerja Sektor Kesehatan Prov. Sulawesi Utara....... 71
Grafik 5.1 Proporsi Pendapatan Konsolidasian TA 2019…………………………......... 73
Grafik 5.2 Perubahan Total Pendapatan Pusat dan Daerah selain Transfer...... 74
Grafik 5.3 Perbandingan Proporsi Total Pendapatan Konsolidasian TA 2019.. 74
Grafik 5.4 Perbandingan Proporsi Realisasi Belanja Pusat dan Daerah……….... 76
Grafik 5.5 Komposisi Belanja Konsolidasian Prov Sulut TA 2018 dan 2019.... 76
Grafik 5.6 Rasio Belanja Konsolidasian Per Kapita…………………………………….... 76
Grafik 5.7 Rasio Belanja Konsolidasian Per Kapita dlm Juta……………………….... 76
Grafik 5.8 Rasio Belanja Modal/ Infrastruktur……………………............................... 78
Grafik 5.9 Perbandingan Porsi Alokasi Belanja Konsolidasian Kab/Kota….... 78
Grafik 5.10 Surplus Defisit Konsolidasi per kab/kota…........................................... 81
Grafik 6.1. Perbandingan Jumlah Kunjungan Kapal Laut di …………………….. 85
Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2017 dan 2018 (Unit)
Grafik 6.2. Penumpang Angkutan Laut di Provinsi Sulawesi …………………….. 86
Utara 2017 dan 2018 (orang)
Grafik 6.3. Jumlah Pesawat Berangkat di Provinsi Sulawesi …………………….. 86
Utara (2017-2018)
Grafik 6.4 Jumlah Pesawat Datang di Provinsi Sulawesi Utara ………………… 87
(2017-2018)
Grafik 6.5. Jumlah Penumpang Berangkat di Provinsi Sulawesi Utara ……… 88
2017 dan 2018 (orang)
Grafik 6.6. Jumlah Penumpang Datang di Provinsi Sulawesi Utara …………… 88
2017 dan 2018 (orang)
Grafik 6.7. Pengurangan PPh Badan ……………………..……………………..……………… 95
-
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Posisi Stategis Sulut dalam Jalur Perdagangan …………………………….. 8 Internasional Gambar 6.1. Lokasi KEK Bitung dan KEK Likupang Sulawesi Utara ……………………… 92 Gambar 7.1. Alokasi Belanja Penanganan Stunting per K/L ……………………………….. 104
-
x
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kondisi Daerah
Geolokasi Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) yang berada di bibir Samudera Pasifik menjadikan
Provinsi Sulut lebih dekat dengan negara-negara ASEAN dan negara-negara di Asia Pasifik. Posisi
geografis ini cukup strategis bagi sulut untuk menjadi hub jalur perdagangan laut maupun udara di
Indonesia Timur dan didukung struktur demografi yang bagus. Selain itu, tingginya aktifitas
pembangunan infrastruktur dan dengan disertai prospek local factor endowment yang besar
menjadikan Sulut sebagai wilayah dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup menjanjikan. Keunggulan
pada berbagai wilayah seperti sektor Akomodasi dan Makan Minum di Manado, Pertambangan di Minut,
Transportasi pergudangan di Bitung dan Konstruksi di Minahasa, turut menguatkan struktur
perekonomian Sulut. Namun demikian masih terdapat tantangan yang perlu diselesaikan seperti
rendahnya kemandirian fiskal, peningkatan kualitas SDM dan penyediaan lapangan kerja, titik
pertumbuhan yang tidak merata dan hanya berkumpul di Sulut bagian Utara, serta tingginya
ketergantungan terhadap produk kelapa dan olahannya. Potensi dan keunggulan yang ada jika
dioptimalkan akan mampu mengatasi permasalahan dan tantangan di Sulut.
Perkembangan Indikator Ekonomi Makro dan Kesejahteraan
Indikator perekonomian Sulut menunjukkan sinyal yang positif. Kinerja perekonomian Provinsi
Sulut pada tahun 2019 tercatat tumbuh sebesar 5,66% (YoY) dibandingkan tahun 2018 sebesar
6,01%. Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh seluruh lapangan usaha, dengan pertumbuhan
tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Lainnya yang tumbuh 15,75 persen. Dari sisi Pengeluaran,
pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang
melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) sebesar 7,81 persen. Sedangkan, inflasi pada tahun 2019 tetap
terjaga pada level yang rendah dan terkendali inflasi pada kisaran 3,52% (YoY), diatas inflasi nasional
yang sebesar 2,72%. Kelompok bahan makanan memberikan sumbangan inflasi sebesar -2.2304
persen. Selanjutnya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulut masih melanjutkan tren peningkatan
dengan capaian tahun 2019 sebesar 72,99 dengan kategori tinggi, meningkat sebesar 0,79 poin atau
tumbuh sekitar 1,09 persen dibanding tahun 2018. Namun terdapat beberapa catatan penting pada
perkembangan indikator perekonomian Sulut yang patut menjadi perhatian dimana dari
Kabupaten/Kota yang memiliki IPM yang lebih tinggi wilayahnya cenderung dekat dengan ibu kota
provinsi.
Namun pertumbuhan positif indikator perekonomian tidak seluruhnya sejalan dengan capaian
pada indikator pembangunan. Meski terjadi penurunan jumlah penduduk miskin pada tahun 2019,
namun hal tersebut tidak selaras dengan angka gini ratio yang justru mengalami kenaikan sebesar
-
xi
0.376 masih dibawah nasional 0.382. Pun demikian dengan indikator ketenagakerjaan, dengan angka
Tingkat Pengangguran Terbuka yang mengalami peningkatan tercatat angka ketenagakerjaan sampai
dengan Agustus 2019 sebanyak 1,21 juta orang dan tingkat penganguran terbuka (TPT) berada pada
6,25 persen. Hal tersebut patut menjadi perhatian pemerintah daerah di Sulut untuk menyelarsakan
pertumbuhan Indikator Perekonomian dan Indikator Pembangunan penduduknya.
Perkembangan dan Pengaruh Fiskal Di Provinsi Sulut
Realisasi Pendapatan pada APBN 2019 Prov. Sulut mencapai Rp4,89 triliun atau 95% dari
target. Penerimaan perpajakan mengalami kenaikan di banding tahun 2018, hal tersebut tidak diikuti
oleh pendapatan PNBP yang menurun 14% dibanding tahun sebelumnya. Hal yang cukup menarik
adalah realisasi belanja APBN di Sulut tahun 2019 yang merupakan realisasi belanja APBN dengan
total realisasi belanja APBN Sulut mencapai Rp9,38 triliun atau sebesar 90,12%. Belanja Pegawai
mengambil porsi terbesar 98,64% sejalan dengan adanya perubahan formasi di satuan kerja Kodam
XIII Merdeka dan status tipe B Polda Sulut, diikuti oleh Belanja Barang yang mencapai Rp3,7 triliun.
Kebijakan umum TKDD pada tahun 2019 menunjukkan komitmen dan keseriusan pemerintah pusat
dalam upaya memperkuat otonomi daerah dan desentralisasi fiskal secara kontinu, sekaligus
pengejawantahan Nawacita ketiga yaitu membangun dari pinggiran dengan memperkuat
pembangunan daerah dan desa dalam kerangka NKRI. Penurunan angka stunting dan penguatan
sistem keuangan desa juga menjadi salah satu fokus agenda pusat yang tertuang dalam alokasi TKDD
TA 2019.
Pendapatan negara konsolidasian di tahun 2019 naik tipis 2,4 persen dibanding tahun 2018
dengan nilai Rp21,93 triliun, yang bersumber dari tumbuhnya penerimaan pajak daerah dan PNBP
pusat. Demikian juga belanja konsolidasian mengalami kenaikan 0,6 persen di banding tahun 2018
dengan total nilai Rp26,32 triliun, yang berasal dari kenaikan belanja negara pusat termasuk transfer
ke daerah yang nilainya melebihi penurunan belanja daerah. Pendapatan Konsolidasian terdiri dari
penerimaan Pajak, PNBP, Hibah dan Transfer ke Daerah. Total Pendapatan Kosolidasian pemerintah
pusat dan pemerintah daerah tahun 2019 adalah sebesar Rp21,93 triliun, dimana dana transfer
menyumbang porsi sebesar 66,14 persen atau Rp14,50 triliun. Pendapatan perpajakan konsolidasi
sebesar Rp5,46 triliun berkontribusi 24,90 persen dari total pendapatan konsolidasian. Sedangkan
PNBP Konsolidasian berkontribusi sebesar 8,47 persen atau sebesar Rp1,85 triliun.
Dari analisa rasio kemandirian, tidak terdapat satupun pemerintah daerah yang menunjukkan
kemandirian pendapatan, yang berarti semua pemda memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap
dana transfer dari pusat. Proporsi belanja antara pusat daerah sampai dengan akhir tahun masih
berpola sama dengan di dominasi oleh Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Belanja Modal.
Sedangkan porsi belanja lainnya sangat kecil dari sisi pagu, seperti Bansos Pusat maupun Daerah yang
porsi realisasi kurang dari 1 persen. Porsi Belanja Hibah di daerah pun hanya sebesar 4,41 persen.
-
xii
Perbedaan yang mencolok terlihat pada belanja pegawai dimana realisasi daerah lebih besar dibanding
belanja pusat. Sedangkan proporsi terbesar Belanja Pusat terdapat pada Belanja Barang. Total belanja
operasional daerah sedikit lebih tinggi 8 persen dibandingkan belanja operasional pusat, yang
menunjukkan kinerja dalam efisiensi belanja rutin satker pusat maupun daerah di Sulut relatif sama.
Namun dari sisi kinerja keseluruhan, besarnya belanja rutin mencerminkan rendahnya fleksibilitas fiskal
dalam pembangunan daerah.
Besarnya proporsi realisasi urusan Pendidikan oleh pemda lingkup Provinsi Sulawesi Utara
yang mencapai 21,6 persen dari total pagu, telah sejalan dengan misi pembangunan Pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara untuk memantapkan pembangunan sumber daya manusia yang
berkepribadian dan berdaya saing. Belanja urusan pendidikan tercatat sebagai sektor yang senantiasa
menjadi prioritas setiap tahun anggaran. Sementara itu, kebijakan pemerintah daerah lingkup Provinsi
Sulawesi Utara yang menjadikan urusan Kesehatan sebagai salah satu prioritas pembangunan daerah,
sejalan dengan kinerja positif sektor kesehatan daerah ini pada beberapa tahun terakhir. Data
Kementerian Kesehatan terkait Angka Kematian Ibu dan Bayi serta Kasus Balita Gizi Buruk
menunjukkan tren penurunan.
alokasi belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) di Sulawesi Utara tahun 2019 naik
sebesar 3,27% dimana kenaikan terbesar bersumber dari kenaikan Dana Desa dan Dana Alokasi
Umum sehubungan dengan adanya DAU Tambahan untuk Dana Kelurahan. Meskipun demikian,
capaian realisasi TKDD turun 0,6% dibanding tahun sebelumnya menjadi 97,5%. Sinyal positif adalah
kenaikan capaian realisasi DAK Fisik, transfer daerah yang bersifat conditional grant yang
menyesuaikan Rencana Pembangunan Nasional yang disusun oleh Bappenas untuk proyek-proyek
fisik di daerah prioritas.
Rekomendasi Kebijakan.
Memberikan gambaran bahwa jarak tempuh distribusi barang dari Sulut ke pelabuhan tujuan
ekspor, seperti Kaohsiung, Hongkong, Sanghai, Busan, Tokyo, dan Los Angeles lebih dekat
dibandingkan dari Jakarta (via Singapura). Selisih jarak rute pelayaran tersebut tentunya akan
membawa dampak pada efisiensi waktu dan biaya. Tabel tersebut juga menggambarkan bahwa angka
efisiensi baik waktu maupun biaya tersebut cukup signifikan. Hal ini tentunya dapat menekan biaya
logistik yang selama ini ditengarai menjadi salah satu faktor rendahnya daya saing Indonesia di pasar
Internasional. Oleh karena itu optimalisasi Pelabuhan Bitung dalam kerangka ekspor-impor menjadi
sesuatu yang urgen untuk segera direalisasikan. Pada gilirannya program optimalisasi Pelabuhan
Bitung dengan peningkatan kapasitas bongkar-muat dapat menurunkan biaya logistik dan
meningkatkan daya saing produk-produk nasional.
-
INFOGRAFIS KONDISI MAKROEKONOMI SULAWESI UTARA TA 2019
5,45%
8,13%
5,66%
Y-on-Y
Q-to-Q
C-to- C
Q2-2018 Q1-2019 Q2-2019
ADHK 20TADHB 29T
ADHK 21TADHB 29T
ADHK 22TADHB 31T
PERTUMBUHAN EKONOMI PERTUMBUHAN TERTINGGI Y-ON-Y
Jasa Lainnya 15,75%
Jasa Pendidikan 11,94%
PengadaanListruk,Gas danProduksi Es
9,18%
IHK/INFLASI
JUNI
3,6%JAN – JUNI
4,77%
JUNI ‘18 - JUNI ’19 (Y-ON-Y)
5,10%
UMR Rp3,05 Juta
KEMISKINAN PER MARET 2019
191.700 (NAIK 7%)
GINI RATIO 0.367 (TURUN)
ANGKATAN KERJA1,19 JUTA (NAIK)
TPT 5,37% (TURUN)
SHARE PEREKONOMIAN
PERTANIAN 20,83%
PERDAGANGAN 12,75%
TRANSPORTASI PERGUDANGAN 11,17%
KONSTRUKSI 11,79%
INDUSTRI PENGOLAHAN 8,73%
SEKTOR LAIN 35,18%
SUMBER : BPS SULUT, DIOLAH
-
REALISASI CUKAI
21,29 M124%
INFOGRAFIS REALISASI APBN SULAWESI UTARA TA 2019
REALISASI PAJAK3.654 M87,27%
REALISASI PNBP909 M132%
PELAYANAN UMUM
P: 3.683MR: 3.525M
29%
PENDIDIKAN
P: 1.743MR: 1.538M
14%
EKONOMI
P: 3.603MR: 3.018M
27%
PERTAHANAN
P: 1.230 MR: 1.165 M
7,9%KETERTIBAN KEAMANAN
P: 1.258 MR: 1.322 M
10%
AGAMA
P: 168MR: 159M 1,1%
PARIWISATA
P: 2MR: 2M 0,2%
KESEHATAN
P: 1.073MR: 1.017M 7,3%
PERUMAHAN FASUMP: 318 MR: 276 M 2,8%
LINGK HIDUP
P: 221 MR: 200 M 1,7%
TOTAL PAGU13.341 M
BEL PEGAWAI
98%
BEL BARANG
93%
BEL MODAL
77%
DAK FISIK
96%
DANA DESA
99,9%
BELANJA PER FUNGSI/URUSAN
8,935
10,498
9,846 95.90%
90.0% 89.9%
85.00%
90.00%
95.00%
100.00%
8,000
9,000
10,000
11,000
2017 2018 2019
TREN BELANJA(MILIAR) REAL
%
4,592 4,621
4,897
92.11%91.64%
95.39%
88.00%
90.00%
92.00%
94.00%
96.00%
4,400
4,500
4,600
4,700
4,800
4,900
5,000
2017 2018 2019
TREN PENDAPATAN(MILIAR)
REAL%
14,056
13,765
14,055
98.30%
98.1%
97.5%
97.00%
97.20%
97.40%
97.60%
97.80%
98.00%
98.20%
98.40%
13,600
13,700
13,800
13,900
14,000
14,100
2017 2018 2019
TREN TRANSFER DAERAH(MILIAR)
REAL
%
-
BEL PEGAWAI6.238 M
97%
BEL BARANG4.748 M
89%
BEL MODAL3.254 M
77%
BEL LAIN LAIN2.952 M
95%
INFOGRAFIS REALISASI APBD KONSOLIDASIAN SULAWESI UTARA TA 2019
REALISASI
RETRIBUSI
259 M73%
REALISASI PAJAK
DAERAH1.659 M
99%
REALISASI PENDAPAT
AN LAIN489 M110%
REALISASI TRANSFER
DAERAH
14.311 M97%
-
1
BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN
TANTANGAN SULAWESI UTARA
1.1. PENDAHULUAN
Tujuan utama penyelenggaraan pemerintahan baik di tingkat
pusat maupun di daerah adalah untuk mewujudkan keselarasan antara
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang
adil dan merata. Oleh sebab itu, untuk mendukung penyelenggaraan
pemerintahan yang baik maka harus disertai dengan unsur pendanaan
yang berasal dari penghimpunan pendapatan maupun dari
pengalokasian anggaran belanja baik pada APBN maupun APBD. Sesuai
dengan Undang-Undang Keuangan Nomor 17 Tahun 2003, pemegang
kekuasan tertinggi pengelolaan keuangan negara adalah Presiden,
sedangkan di daerah adalah Gubernur/Bupati/Walikota, oleh karena itu
dalam tataran implementasi kebijakan fiskal di daerah, maka diperlukan
sinergi dan harmonisasi kebijakan serta pengelolaan keuangan pusat dan
daerah agar tujuan dan sasaran pembangunan dapat tercapai secara
efektif dan efisien. Selanjutnya, kebijakan fiskal sebagai alat pemerintah
untuk mencapai sasaran pembangunan dan kesejahteraan masyarakat
merupakan tanggung jawab pusat dan daerah dalam memastikan
efektifitasnya. Dengan tiga fungsi utamanya sebagai alat alokasi,
distribusi, dan stabilisasi, maka kebijakan fiskal yang efektif diharapkan
mampu meningkatkan perbaikan kualitas indikator-indikator ekonomi
makro dan kesejahteraan di daerah. Oleh karena itu, kebijakan fiskal yang
efektif dapat terlihat dari perbaikan-perbaikan indikator makro ekonomi
dan indikator-indikator kesejahteraan. Tidak terlepas dari hal tersebut,
maka hal pertama yang harus menjadi dasar bagi perumusan kebijakan
fiskal yang efektif dan efisien adalah daerah harus memetakan terlebih
dahulu tantangan -tantangan daerah yang dihadapi baik dari sisi
Untuk mewujudkan
keselarasan antara
pertumbuhan ekonomi
dan peningkatan
kesejahteraan
masyarakat yang adil dan
merata. Oleh sebab itu,
untuk mendukung
penyelenggaraan
pemerintahan yang baik
maka harus disertai
dengan unsur pendanaan
yang berasal dari
penghimpunan
pendapatan maupun dari
pengalokasian anggaran
belanja baik pada APBN
maupun APBD.
-
2
ekonomi, sosial-kependudukan, serta tantangan wilayahnya, sehingga intervensi
kebijakan fiskal melalui program prioritas dapat secara langsung menjawab
tantangan daerah yang dihadapi.
1.1 TUJUAN & SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH SULUT
1.1.1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya
disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 5 (lima)
tahun. RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah
yang memuat tujuan, sasaran, strategi, arah kebijakan, pembangunan Daerah dan
keuangan Daerah, serta program Perangkat Daerah dan lintas Perangkat Daerah
yang disertai dengan kerangka pendanaan bersifat indikatif untuk jangka waktu 5
(lima) tahun yang disusun dengan berpedoman pada RPJPD dan RPJMN.
Sesuai Peraturan Daerah Sulawesi Utara Nomor 3 tahun 2011 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sulawesi Utara sudah
diamanatkan visi pembangunan daerah Sulawesi Utara tahun 2005-2025 adalah:
“Sulawesi Utara yang berbudaya, berdaya saing, aman, dan sejahtera sebagai pintu
gerbang Indonesia ke Kawasan Asia Timur dan Pasifik”. Selanjutnya, untuk
mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan dalam RPJPD Sulawesi Utara 2005-
2025 maka arahan kebijakan pada RPJMD periode III 2015-2020 adalah
“Memantapkan pembangunan Sulawesi Utara yang berbudaya, berdaya saing, aman
dan sejahtera, dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif
perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta
kemampuan iptek.” Dengan berpedoman kepada UUD 1945, UU No. 17 Tahun 2007
tentang RPJPN, Perda Sulawesi Utara nomor 3 tahun 2016, RPJMD Provinsi Sulawesi
Utara 2016-2021 yang telah diubah melalui Perda Sulawesi Utara Nomor 2 tahun
2018 disusun sebagai penjabaran dari Visi, Misi, dan Agenda Sulut Hebat
Gubernur/Wakil Gubernur Olly Dondokambey, SE dan Drs. Steven Kandouw.
Visi Pembangunan Provinsi Sulawesi Utara 2016-2021 adalah “Terwujudnya Sulawesi
Utara Berdikari Dalam Ekonomi, Berdaulat Dalam Politik, dan Berkepribadian Dalam
-
3
Budaya”. Agenda lima tahun selama tahun 2016-2021 diharapkan akan meletakkan
fondasi yang kokoh bagi tahap-tahap pembangunan selanjutnya.
Selanjutnya, untuk mewujudkan visi tersebut perlu disusun rumusan umum
mengenai upaya-upaya uang akan dilaksanankan dalam suatu misi-misi. Rumusan
misi dalam dokumen RPJMD dikembangkan dengan memperhatikan faktor-faktor
lingkungan strategis, baik eksternal dan internal yang mempengaruhi serta
kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang ada dalam pembangunan
daerah. Terdapat tujuh Misi Pembangunan Sulawesi Utara guna mewujudkan visi
yang ada, yaitu:
1) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan memperkuat sektor pertanian dan
sumberdaya kemaritiman serta mendorong sektor industri dan jasa.
2) Memantapkan pembangunan sumberdaya manusia yang berkepribadian dan
berdaya saing.
3) Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai destinasi investasi dan pariwisata yang
berdaya saing.
4) Mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat yang adil, mandiri dan
maju.
5) Memantapkan pembangunan infrastruktur berdasarkan prinsip pembangunan
berkelanjutan.
6) Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pintu gerbang Indonesia di kawasan timur.
7) Mewujudkan Sulawesi Utara yang berkepribadian melalui tata kelola
pemerintahan yang baik.
1.1.2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sulawesi Utara disusun
dengan berpedoman pada RPJPD Provinsi Sulawesi Utara dan merupakan
penjabaran dari RPJMD 2016-2021 Provinsi Sulawesi Utara, serta diserasikan dengan
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2019. RKPD 2019 adalah RKPD ke-3 pada
periode RPJMD OD-SK sebagai bagian dari gerbong pencapaian Visi dan Misi OD-
SK. Tema RKPD Sulawesi Utara Tahun 2019 adalah “Mempercepat kemandirian
ekonomi, kedaulatan politik dan berkepribadian dalam budaya melalui pemerataan
-
4
pembangunan ekonomi, sosial dan infrastruktur menuju Sulawesi Utara yang
berdaya saing”.
Mengacu dari Tema dan Prioritas Nasional, maka prioritas pembangunan RKPD
Tahun 2019 Provinsi Sulawesi Utara di Tetapkan dalam 10 Prioritas Daerah, sebagai
berikut:
1) Penanggulangan Kemiskinan dan Pengangguran;
2) Pembangunan Pendidikan;
3) Pembangunan Kesehatan;
4) Revolusi Mental dan Reformasi Birokrasi;
5) Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah;
6) Kedaulatan Pangan (Pertanian, Perkebunan, Perikanan dan Kemaritiman);
7) Trantibmas dan kesuksesan Pemilu Presiden dan Legislatif;
8) Peningkatan daya saing investasi;
9) Pembangunan Pariwisata;
10) Pengelolaan bencana dan mitigasi iklim
Arah kebijakan pembangunan daerah berpedoman pada Standar Pelayanan
Minimal (SPM) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemeritahan Daerah bahwa terdapat enam urusan pemerintahan wajib yang
berkaitan dengan pelayanan dasar yang terdiri dari 1) bidang pendidikan, 2) bidang
kesehatan, 3) bidang pekerjaan umum dan penataan ruang, 4) bidang perumahan
rakyat dan kawasan permukiman, 5) bidang ketentraman, ketertiban umum dan
perlindungan masyarakat, dan 6 ) bidang sosial; serta arah kebijakan pembangunan
daerah yang mendukung prioritas nasional seperti penanganan Stunting
terintegrasi, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, pemberdayaan
masyarakat dan desa, Koperasi dan UKM, hingga pariwisata. (sumber: Bappeda
Sulut, RKPD 2019)
1.2 TANTANGAN DAERAH
1.2.1 Tantangan Ekonomi Daerah
Sesuai KUA-PPAS Sulut 2019, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara membidik
target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 di tahun 2019. Secara historis, selama
-
5
periode 2015-2018 pertumbuhan ekonomi Sulut hanya dikisaran 6,1-6,2 persen dan
capaian tersebut masih dibawah target RPJMD. Meski dibanding pertumbuhan
ekonomi nasional, Sulut masih berada diatas, namun secara regional dibanding
daerah lain di Pulau Sulawesi, capaian Sulut masih di posisi terendah. Dari sisi
lapangan usaha, sektor pertanian yang mendominasi PDRB justru mengalami tren
penurunan di tengah menurunnya harga komoditas utama Sulut, yakni kelapa dan
perikanan serta turunannya. Meski demikian, Pemprov masih optimis target tersebut
dapat dicapai dengan adanya peningkatan pertumbuhan sektor pariwisata dengan
banyaknya trayek penerbangan langsung dari Manado ke berbagai kota di Luar
Negeri, baik dengan Tiongkok maupun negara tetangga Philipina.
Investasi pun mengalami tren peningkatan baik PMD maupun PMA di
periode 2016-2018. Kegiatan investasi langsung (direct investment) terjadi pada
sektor riil seperti bidang industri semen di Kabupaten Bolaang Mongondow, industri
pengolahan di wilayah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung, investasi bidang
industri pariwisata di lokasi KEK Likupang dan diluar wilayah KEK di sekitar kota
Manado dan Kota Bitung, serta investasi swasta bidang pelayanan Kesehatan
(Rumah Sakit, Rumah Bersalin, Klinik dan Laboratorium) dan bidang Pendidikan
membangun dan mendirikan sekolah mulai dari tingkat dasar sampai tingkat
menengah. Namun demikian, pesatnya perkembangan dan realisasi investasi
langsung di daerah masih memerlukan waktu untuk dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi daerah secara keseluruhan. Perlu adanya perbaikan layanan
perizinan investasi daerah sekaligus menciptakan insentif non-fiskal lebih relevan
dengan kebutuhan investor nasional dan asing.
Pengembangan dua kawasan ekonomi khusus berlokasi di Kota Bitung dan
Likupang Kabupaten Minahasa Utara, dapat dijadikan sebagai model
pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi baru di kabupaten/kota sebagai
strategi pemerataan pusat perekonomian. KEK Bitung yang berbasis pada industri
pengolahan sumber daya alam lokal, memiliki lokasi yang strategis dengan fasilitas
Pelabuhan Hub Internasional dan akses Jalan Tol Manado-Bitung. Sedangkan di
Likupang, disiapkan untuk KEK Pariwisata sebagai wilayah objek wisata alam pesisir
-
6
pantai dan laut yang memiliki beberapa lokasi diving yang unik serta pulau-pulau
kecil tanpa penduduk. Dengan lokasi yang hanya sekitar satu jam dari Bandara Sam
Ratulangi, akses yang mudah dan lancar serta tersedianya penerbangan langsung
dari Manado ke delapan kota di daratan China, Singapore, Davao, Filipina, dan Kuala
Lumpur, Malaysia diharapkan akan men-support pengembangan KEK tersebut.
Tantangan terbesar di kedua KEK tersebut adalah percepatan pembangunan dan
pengembangan kawasan industri yang masih terhambat pembebasan lahan untuk
infrastruktur serta sumber energi listrik yang masih terbatas.
Ketersediaan infrastruktur dasar (basic infrastructure), seperti jalan dan
jembatan, menjadi sarana utama untuk mobilitas penduduk dan barang dalam
menggerakan kegiatan ekonomi lokal. Namun data yang ada menyebutkan bahwa
di tahun 2018 hanya 72 persen jalan provinsi yang berada dalam kondisi layak dan
baik (Kondisi Jalan Mantap). Demikian juga dengan Irigasi dengan Kondisi Mantap
hanya sebesar 68 persen, masih dibawah target RPJMD 78 persen. Selain
infrastruktur tersebut, tentunya masih dibutuhkan ketersediaan infrastruktur dasar
lainnya seperti listrik, telekomunikasi, pelabuhan lokal dan regional, hingga bandara
domestik di daerah terpencil/kepulauan.
Berdasarkan data BPS pertumbuhan ekonomi yang stagnan hanya 6 persen
ternyata cukup mampu menekan angka pengangguran. Yang perlu menjadi
perhatian adalah banyaknya pengangguran tamatan Sekolah Menengah Kejuruan
yang mengindikasikan bidang kejuruan yang tidak sesuai dengan permintaan dan
kebutuhan pasar tenaga kerja. Tren penurunan angka pengangguran harus terus
dipertahankan melalui kebijakan Pemda misalkan pinjaman bunga lunak oleh Bank
Daerah untuk modal kerja usaha mandiri dengan tujuan penciptaan lapangan kerja
sendiri dan bagi orang lain.
1.2.2 Tantangan Sosial Kependudukan
Jumlah penduduk di Sulawesi Utara pada tahun 2018 berdasarkan data BPS
Sulut sebanyak 2.484.392 jiwa, dimana 17,35% (431 ribu jiwa) diantaranya
berdomisili di Kota Manado. Hal tersebut menggambarkan Kota Manado sebagai
pusat kegiatan perekonomian dari sisi konsumsi masyarakat. Namun, jika ditarik
-
7
lebih luas lagi, 60% penduduk di Sulawesi Utara
lebih banyak berada di daratan Sulawesi Utara
bagian utara, di sekitar Kota Manado, yakni Kab.
Minahasa, Kab. Minahasa Utara, Kota Tomohon
dan Kota Bitung. Ketidakmerataan jumlah
penduduk berdampak pada alokasi keuangan
daerah maupun strategi
pengembangan/pembangunan daerah.
Mayoritas penduduk Sulawesi Utara
beragama Kristen dengan suku yang dominan adalah suku Minahasa. Banyaknya
acara keagamaan, acara adat, hingga budaya acara seremonial seperti pesta ulang
tahun dan perayaan lainnya, secara langsung berdampak pada perputaran roda
perekonomian di Sulut dari sisi konsumsi, dengan terjaganya pertumbuhan ekonomi
regional yang selalu diatas pertumbuhan ekonomi nasional. Dari sisi mata
pencaharian, sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian, kehutanan dan
perikanan (sebesar 28,52%) dan ini selaras dengan nilai PDRB per sektor lapangan
usaha dimana porsi terbesarnya di sektor lapangan usaha tersebut. Sedangkan latar
belakang pendidikan untuk penduduk yang bekerja, mayoritas lulusan SMP ke
bawah (49,18%) yang bekerja di sektor informal, buruh tani, dan sebagainay, dan
hanya 15,4% yang bersertifikat diploma/sarjana (BPS Sulut).
1.2.3 Tantangan Geografi Wilayah
Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi kepulauan di Indonesia yang
berbatasan laut dengan negara tetangga. Geoposisi Sulawesi Utara yang
berhadapan langsung dengan lautan Pasifik menempatkannya lebih dekat dengan
negara-negara yang masuk dalam kerja sama ekonomi Asia Tenggara (ASEAN Free
Trade Area, AFTA) dan Asia Pasifik (Asia-Pacific Economic Cooperation, APEC). Letak
geografis Sulawesi Utara secara geoposisi terdapat pada Pasific Rim yang
merupakan jalur distribusi perdagangan dunia.
-
8
Dengan kondisi demikian, letak Provinsi ini cukup relatif dekat dengan
negara tujuan ekspor dan pusat
pertumbuhan ekonomi dunia,
seperti Jepang, Korea Selatan,
Taiwan, Tiongkok dan Amerika
Serikat, sehingga sangat
prospektif dalam pendistribusian
hasil prosuksi berupa barang dan
jasa baik perdagangan domestik
maupun internasional. Dalam konteks jalur ekspor-impor, Pelabuhan Bitung berada
pada posisi strategis karena posisi Sulawesi Utara yang diapit oleh dua Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI), yaitu ALKI 2 (Laut Sulawesi) dan ALKI 3 (Laut Maluku
dan Samudra Pasifik).
Geoposisi yang sangat strategis tersebut telah dioptimalkan melalui pengembangan
KEK Bitung yang diproyeksikan
sebagai International Hub
pada jalur distribusi
perdagangan domestik di KTI,
maupun perdagangan
internasional.
Tabel 1.1. memberikan gambaran bahwa jarak tempuh distribusi barang dari
Sulawesi Utara ke pelabuhan tujuan ekspor, seperti Kaohsiung, Hongkong, Sanghai,
Busan, Tokyo, dan Los Angeles lebih dekat dibandingkan dari Jakarta (via Singapura).
Selisih jarak rute pelayaran tersebut tentunya akan membawa dampak pada efisiensi
waktu dan biaya. Tabel tersebut juga menggambarkan bahwa angka efisiensi baik
waktu maupun biaya tersebut cukup signifikan. Hal ini tentunya dapat menekan
biaya logistik yang selama ini ditengarai menjadi salah satu faktor rendahnya daya
saing Indonesia di pasar Internasional. Oleh karena itu optimalisasi Pelabuhan
Bitung dalam kerangka ekspor-impor menjadi sesuatu yang urgen untuk segera
direalisasikan. Pada gilirannya program optimalisasi Pelabuhan Bitung dengan
Gambar 1.1. Posisi Strategis Sulut dalam Jalur
Perdagangan Domestik dan Internasional
Sumber: Bappeda Provinsi Sulut
Tabel 1.1. Keunggulan Pelabuhan Samudera Bitung
Sebagai Pelabuhan Ekspor-Impor
KAOHSIUNG
(TAIWAN)
HONG KONG
(CINA)
SHANGHAI
(CINA)
BUSAN
(KOREA)
TOKYO
(JEPANG)
LOS ANGELES
(AMERIKA)
Via Tanjung Priok &
Singapura (Mil Laut) 3.526 3.365 4.142 4.408 3.429 9.574
Bitung Direct (Mil Laut) 1.346 1.423 1.901 2.113 2.220 6.651
Beda Jarak (Mil Laut) 2.18 1.942 2.241 2.295 1.209 2.923
Beda Jam (Jam) 346,46 336,11 349,11 351,46 364,24 378,76
Beda Hari (Hari) 14,44 14,00 14,55 14,64 15,18 15,78
Selisih Biaya Charter
Kapal (US$) 2,887,137 2,800,905 2,909,239 2,928,804 3,035,326 3,156,340
PELABUHAN BITUNG
PELABUHAN NEGARA TUJUAN
Sumber: BAPPEDA Prov. Sulut
-
9
peningkatan kapasitas bongkar-muat dapat menurunkan biaya logistik dan
meningkatkan daya saing produk-produk nasional.
-
11
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
2.1. INDIKATOR MAKRO EKONOMI FUNDAMENTAL
2.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Perekonomian Sulawesi Utara berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
atas dasar harga berlaku tahun 2019 mencapai Rp130,20 triliun dan atas dasar harga konstan 2010
mencapai Rp84,26 triliun. Secara kumulatif ekonomi bertumbuh (5.66 persen, YoY) di seluruh sektor
meskipun masih dibawah target RPJMD tahun 2019 (7.02 persen). Pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Utara dipandang masih dibawah potensi pertumbuhannya sebesar 6.00 persen (YoY) sampai dengan
7.00 persen (YoY) menurut laporan tahunan Bank Indonesia tahun 2019 hal ini dipengaruhi oleh
lapangan usaha pertanian yang tumbuh relatif terbatas serta terkontraksinya lapangan usaha non
utama administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib sejalan dengan melambatnya
konsumsi pemerintah.
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Utara mencatat perekonomian Sulawesi
Utara pada tahun 2019 diwarnai beberapa isu & tantangan fiskal utama yang diantaranya:
1. Lapangan Usaha Industri yang didominasi oleh industri pengolahan makanan dan minuman,
tercatat tumbuh sebesar 0,31% (YoY) pada tahun 2019 melambat dibandingkan tahun sebelumnya
yang tumbuh sebesar 4,48% (YoY). Perlambatan yang terjadi pada Lapangan Usaha tersebut
imbas dari perekonomian dunia yang menyebabkan harga-harga komoditas dunia mengalami
penurunan.
2. Salah satu komoditas dunia yang mengalami penurunan harga adalah coconut oil (CNO) yang
menjadi andalan Sulawesi Utara. Harga CNO melanjutkan tren negative selama 6 bulan pertama
2019 dan secara tahunan rata-rata harganya tercatat terkontraksi sebesar 26,76% (YoY)
3. Kegiatan pembangunan dari pihak swasta juga melambat tercermin dari pengadaan semen di
Sulawesi Utara yang terkontraksi sebesar 4,23% (YoY) melambat dibandingkan tahun sebelumnya
yang tumbuh sebesar 19,16% (YoY).
Dan isu-isu fiskal lain seperti pelaksanaan APBN, APBD, potensi ekonomi, determinan
investasi, kontribusi dana desa dan lain lain yang akan dibahas secara komprehensif di bab- bab
selanjutnya.
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan I 2020 diperkirakan tumbuh menguat kisaran 6,2-
6,6% (YoY). Konsumsi pemerintah yang tercatat relatif rendah (1,30% (YoY)) pada triwulan I 2019
berpotensi menhasilkan base effect pada peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah di Provinsi
Sulawesi Utara. Sementara itu, konsumsi rumah tangga dan investasi diperkirakan tetap tumbuh kuat
di Triwulan I 2019 sering terjaganya daya beli masyarakt dan percepatan pembangunan Proyek
Ekonomi Sulut
Tahun 2019
Tumbuh 5.66
Persen berada
diatas nasional
(5.00), dibawah
rata-rata se-
Sulawesi (6.38)
Dan RPJMD (7.02)
Struktur ekspor,
Kendala di hulu
pertanian, average
spending
wistawan, labor
mismatch &
perkembangan
Investasi menjadi
Isu dan tantangan
fiskal sepanjang
2018
Prospek
Perekonomian
relatif menguat di
2020
-
12
Strategis Nasional.
Adapun kinerja lapangan
usaha utama Sulawesi
Utara yaitu industri
pengolahan,
perdagangan dan
konstruksi diperkirakan
tumbuh positif. Secara keseluruhan tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Sulut diperkirakan cenderung
stabil mendekati pertumbuhan tahun 2019 pada kisaran 5,8-6,2% (YoY).
Prospek inflasi IHK Sulut diperkirakan akan mengalami tekanan inflasi relatif lebih rendah pada
Triwulan I 2020 dan untuk keseluruhan tahun 2020 inflasi masih berada dalam rentang sasaran inflasi
nasional 3,0%±1%
(YoY) meski
cenderung bias
keatas dipengaruhi
beberapa faktor risiko
diantaranya
penyesuaian harga
komoditas yang
harganya diatur
pemerintah dan komoditas volatile food utama Sulawesi Utara yaitu Barito.
a. Laju Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulawesi Utara (Sulut) pada 2019 tercatat bertumbuh sebesar 5,66 persen
(YoY, grafik 1.1a) dibandingkan tahun 2018 sebesar 6,01 persen (YoY), pertumbuhan tersebut
meningkat serta melanjutkan tren selama 5 tahun terakhir yakni relatif lebih baik dari pertumbuhan
ekonomi nasional sebesar 5,00 persen (YoY) namun dibawah rata-rata pertumbuhan provinsi se-
Sulawesi sebesar 6.38 persen.
Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh seluruh lapangan usaha, dengan pertumbuhan
tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Lainnya yang tumbuh 15,75 persen. Dari sisi Pengeluaran,
pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang
melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) sebesar 7,81 persen
Lap.Usaha Jasa
Lainnya tumbuh
15,75 persen &
Konsumsi
Lembaga Non-
Profit yang
melayani Rumah
Tangga (PK-
LNPRT) sebesar
7,81 persen
tertinggi dari sisi
produksi dan
pengeluaran
0
200
400
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
2018 2019
Grafik 2.1b Indeks Implisit Perkembangan Perekonomian Sulut & Nasional (%) Triwulanan
Nasional Sulut
Sumber: BPS (2020) data diolah
6.86 6.38 6.31 6.12 6.17 6.32 6.01 5.666.03 5.56 5.01 4.88 5.02 5.07 5.17 5.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 2.1a Pertumbuhan Ekonomi Sulut danNasional (persen)
Sulut Nasional
-
13
Secara triwulanan ekonomi Indonesia triwulan IV-2019 dibanding triwulan IV-2018 tumbuh
5,45 persen (YoY, grafik 1.1b). Dari sisi
produksi, sebanyak tiga lapangan usaha
mencatatkan pertumbuhan yang negatif, yaitu
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum;
Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dana
Jaminan Sosial; serta Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial. Pertumbuhan tertInggi
dicapai Lapangan Usaha Lainnya yang
tumbuh 23,15 persen. Secara QtQ ekonomi
Sulawesi Utara triwulan IV-2019 tumbuh
sebesar 8,13 persen. Dari sisi produksi,
pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan
Usaha Industri Pengolahan sebesar 16,10
persen yang didorong efek musiman perayaan
keagamaan dan tahun baru, serta
meningkatnya permintaan penjualan barang-
barang ritel serta penyelesaian proyek-proyek
infrastruktur.
Sementara itu PDRB se-Indonesia
tahun 2019 dibandingkan tahun 2019 (CtC)
mengalami penurunan sebesar 3,7 persen dimana tahun 2018 mencapai 5,17 sedangkan tahun 2019
hanya 5,00. Sedangkan jika di lihat per provinsi pertumbuhan tertinggi terjadi di Provinsi Sulawesi
Tengah sebesar 7,15 persen.
b. Nominal PDRB
1) PDRB Menurut Pengeluaran
Dari sisi pengeluaran Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh komponen pengeluaran
Konsumsi Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) sebesar 7,81 persen;
diikuti oleh komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) sebesar 6,88 persen; dan
komponen pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) sebesar 5,31 persen sebagaimana dapat
dilihat pada tabel 1.2 di bawah ini. Laju pertumbuhan komponen PK-LNPRT mengalami peningkatan
selama tahun 2019 karena peningkatan aktivitas lembaga partai politik menjelang pemilihan calon
presiden dan calon legislative dan aktivitas lembaga keagamaan pada perayaan keagamaan di
Sulawesi Utara.
Pertumbuhan
ekonomi Sulut
berada di posisi 9
(Sembilan) dari 10
(sepuluh) Provinsi
se- Sulampua
Laju pertumbuhan
komponen PK-
LNPRT mengalami
peningkatan
selama tahun 2019
karena peningkatan
aktivitas lembaga
partai politik
menjelang
pemilihan calon
presiden dan calon
legislative dan
aktivitas lembaga
keagamaan pada
perayaan
keagamaan di
Sulawesi Utara
Tabel 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi se-Indonesia
Provinsi (PDRB)
Pertumbuhan Ekonomi TW IV 2019
q-to-q y-on-y c-to-c
Aceh 0.46 5.21 4.15
Sumatera Utara -0.04 5.21 5.22
Sumatera Barat 0.11 5.13 5.05
Riau -0.47 2.91 2.84
Jambi 0.34 3.59 4.40
Sumatera Selatan 0.33 5.69 5.71
Bengkulu 0.03 4.79 4.96
Lampung -0.02 5.07 5.27
Kep. Bangka Belitung 1.14 3.99 3.32
Kep. Riau -0.31 5.21 4.89
DKI Jakarta 0.28 5.96 5.89
Jawa Barat 0.59 4.11 5.07
Jawa Tengah -0.10 5.34 5.41
DI Yogyakarta -0.40 6.16 6.60
Jawa Timur -0.02 5.54 5.52
Banten -0.40 6.16 6.60
Bali 0.70 5.51 5.63
Nusa Tenggara Barat -8.47 5.70 4.01
Nusa Tenggara Timur -0.07 5.32 5.20
Kalimantan Barat 0.07 4.66 5.00
Kalimantan Tengah -0.51 6.02 6.16
Kalimantan Selatan 1.04 3.85 4.08
Kalimantan Timur -2.10 2.67 4.77
Kalimantan Utara -0.86 6.04 6.91
Sulawesi Utara 0.35 5.45 5.66
Sulawesi Tengah -0.87 9.59 7.15
Sulawesi Selatan 0.14 6.48 6.92
Sulawesi Tenggara -0.09 6.87 6.51
Gorontalo 0.09 6.47 6.41
Sulawesi Barat 0.59 6.37 5.66
Maluku 0.37 4.73 5.57
Maluku Utara 1.79 5.38 6.13
Papua Barat 3.59 8.27 2.66
Papua 23.09 -3.73 -15.72
Indonesia 0.32 5.04 5.00
Sumber BPS (2020), data diolah
-
14
Struktur PDRB Sulawesi Utara menurut pengeluaran atas dasar harga berlaku pada tahun
2019 tidak menunjukkan perubahan yang
berarti. Aktivitas permintaan akhir tahun 2019
masih didominasi oleh komponen pengeluaran
konsumsi rumah tangga (PK-RT) yang
mencakup hampir separuh dari PDRB Sulawesi
Utara (Tabel 1.2). Komponen lainnya yang
memiliki peranan besar terhadap PDRB secara
berturut-turut adalah komponen PMTB,
komponen PK-P, dan komponen ekspor barang
dan jasa.
Dilihat dari sumber pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada tahun 2019 (YoY),
Pertumbuhan tertinggi dicapai oelh komponen pembentukan Modal tetap Domestik Bruto sebesar 12,19
persen; diikuti oelh komponen PK-P sebesar 6,98
persen; dan komponen PK-RT sebesar 3,62
persen. Ekonomi Sulawesi Utara triwulan IV Tahun
2019terhadap triwulan III-2019 (QtQ) tumbuh
sebesar 8,13 persen. Pertumbuhan tertinggi
dicapai oleh komponen PK-P sebesar 21,49
persen, diikuti oelh komponen Pembentukan
Modal Tetap Domestik Bruto sebesar 10,31
persen, dan komponen Ekspor Barang dan Jasa
sebesar 8,55 persen.
2) PDRB Menurut Lapangan Usaha
Dari sisi Lapangan usaha pertumbuhan terjadi
pada seluruh lapangan usaha. Pertumbuhan tertinggi
dicapai oleh lapangan usaha jasa Lainnya yang tumbuh
sebesar 15,75 persen, diikuti oleh lapangan usaha Jasa
pendidikan yang mencapai 11,94 persen dan lapangan
usaha Pengadaan listrik, Gas dan Produksi Es yang tumbuh sebesar 9.18 persen sebagaimana di
tunjukan oleh tabel 1.3. Ditinjau dari masing-masing sumber pertumbuhan di tahun 2019, lapangan
usaha Konstruksi memiliki sumber pertumbuhan tertinggi yakni sebesar 0,95 persen, diikuti oleh
apangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 0,73
persen dan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 0,71 persen.
Pertumbuhan
tertingi dicapai
lapangan usaha
jasa Lainnya
tumbuh sebesar
15,75 persen
-
15
Struktur perekonomian Sulawesi Utara menurut lapangan usaha tahun 2019 masih tetap
didominasi oleh tiga lapangan usaha utama yaitu: Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (20,83 persen);
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor (12,75 persen) dan
Konstruksi (11,79 persen).
Jika ditinjau dari masing-masing
sumber pertumbuhan di tahun 2019,
lapangan usaha dengan sumber
pertumbuhan tertinggi dipegang oleh
lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan yakni sebesar 1,14 persen, diikuti oleh lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 1,12 persen serta Konstruksi sebesar 0,78 persen,
sedangkan sebanyak 2,26 persen di topang oleh kategori lapngan usaha yang lain.
Secara triwulanan Ekonomi Sulawesi Utara triwulan IV 2019 tumbuh sebesar 5,45 persen
dibandingkan triwulan IV-2018 (YoY). Sebanyak tiga lapangan usaha mencatatkan pertumbuhan
negative, yaitu Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, Admistrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial serta Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial.
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha Jasa Lainnya yang tumbuh sebesar 23,15
persen. Pertumbuhan ini didorong oleh masih berlanjutnya aktivitas pariwisata yang berdampak pada
tumbuhnya beberapa tempat wisata baru dan
event yang diadakan di Sulawesi Utara.
Pertumbuhan terbesar kedua terjadi pada
lapangan usaha Jasa Keuangan dan Asuransi
yang tumbuh sebesar 15,69 persen. Sementara
itu lapangan usaha dengan pertumbuhan
terbesar ketiga yaitu Jasa Perusahaan
mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,51 persen
c. PDRB Per Kapita
Pendapatan per kapita Sulut menunjukkan tren peningkatan. Perkembangan PDRB per kapita
Sulut tahun 2019 yaitu sebesar Rp52,5 juta, mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2017
sebesar 44,76 juta dan tahun 2018 sebesar 48,31 juta. Jika dibandingkan dengan PDB per kapita
nasional, posisi PDRB per kapita Sulut masih lebih rendah. Jika dilihat dari nasional dimana pada tahun
2019 sebesar 59,01 naik jika dibanding dengan tahun 2018 sebesar 56,00 juta.
-
16
2.1.2. Suku Bunga
Pada Grafik 1.5 terlihat bahwa BI 7- ay Repo Rate cenderung bergerak turun di sepanjang
tahun 2019, suku bunga BI yang
dibuka pada level 6.00 di bulan
Januari dan ditutup bulan
Desember (5.00). Pertumbuhan
ekonomi dunia melambat, namun
ketidakpastian pasar keuangan
global menurun. Terdapat
sejumlah perkembangan positif
terkait dengan perundingan
perang dagang antara AS-Tiongkok serta proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), meskipun
sejumlah risiko geopolitik masih berlanjut. Pertumbuhan ekonomi dunia diprakirakan 3,0% pada 2019,
menurun dari 3,6% pada 2018, dan kemudian pulih terbatas menjadi 3,1% pada 2020, ditopang
pertumbuhan negara berkembang. PDB AS dan Tiongkok melambat dipengaruhi terbatasnya stimulus
dan dampak pengenaan tarif yang sudah terjadi. Ekonomi India juga menurun dipengaruhi konsolidasi
di sektor riil dan sektor keuangan, baik bank maupun nonbank. Perbaikan terlihat pada Eropa dan
Jepang, meskipun masih relatif terbatas, ditopang permintaan domestik yang membaik. Kemajuan
dalam perundingan perdagangan antara AS-Tiongkok juga berdampak pada menurunnya risiko di
pasar keuangan global serta mendorong berlanjutnya aliran masuk modal asing ke negara
berkembang. Ke depan, prospek ekonomi global dipengaruhi kemajuan trade deal AS-Tiongkok,
pemanfaatan trade diversion negara berkembang, efektivitas stimulus fiskal dan pelonggaran kebijakan
moneter, serta kondisi geopolitik. Prospek pemulihan global tersebut menjadi perhatian karena dapat
memengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi domestik dan arus masuk modal asing.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjaga ditopang konsumsi rumah tangga, ekspansi
fiskal, dan perbaikan ekspor. Perkembangan terkini menunjukkan keyakinan konsumen meningkat
bersamaan dengan pola musiman jelang akhir tahun sehingga dapat menopang konsumsi rumah
tangga tetap baik. Perkembangan positif ini diperkuat ekspansi fiskal sejalan dengan pola musiman
akhir tahun sehingga makin mendorong pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2019. Perbaikan ekspor
antara lain dipengaruhi naiknya ekspor pulp, waste paper dan serat tekstil ke Tiongkok, masih kuatnya
ekspor besi baja ke Tiongkok dan ASEAN, serta berlanjutnya ekspor kendaraan bermotor ke ASEAN
dan Arab Saudi. Investasi mulai tercatat meningkat di beberapa daerah seperti di Sulawesi terkait
hilirisasi nikel, dan diperkirakan akan terus meningkat dengan sejumlah kebijakan transformasi ekonomi
yang ditempuh Pemerintah dan mulai meningkatnya keyakinan dunia usaha. Investasi bangunan juga
terus membaik didorong peningkatan kegiatan konstruksi. Dengan perkembangan tersebut,
pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2019 diprakirakan membaik sehingga secara keseluruhan tahun
0
50
100
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
30.33 33.78 37.14 40.4144.76 48.31 52.5
38.37 41.92 45.14 47.9651.89 56.00 59.01
Grafik 2.2 PDRB Per Kapita (Juta Rupiah)
Sulawesi Utara Nasional
-
17
2019 dapat mencapai sekitar 5,1% dan meningkat dalam kisaran 5,1-5,5% pada tahun 2020.
Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan IV-2019 diprakirakan terus membaik sehingga
menopang ketahanan sektor
eksternal. Prakiraan ini
dipengaruhi oleh surplus
transaksi modal dan finansial,
serta defisit transaksi berjalan
yang terkendali. Aliran masuk
modal asing ke pasar
keuangan domestik pada
Oktober-November 2019
tercatat neto 6,20 miliar dolar
AS, lebih tinggi dari
perkembangan triwulan III-
2019 sebesar neto 4,85 miliar
dolar AS. Sementara itu,
defisit transaksi berjalan diprakirakan terjaga, meskipun pada November 2019 neraca perdagangan
mencatat defisit 1,33 miliar dolar AS. Defisit yang sesuai prakiraan ini dipengaruhi kenaikan impor
barang konsumsi sesuai pola musiman jelang akhir tahun dan kebutuhan impor untuk kegiatan
produktif, di tengah kinerja ekspor yang belum kuat sejalan kondisi global yang melambat. Dengan
perkembangan itu, defisit transaksi berjalan 2019 diprakirakan sekitar 2,7% PDB dan pada 2020 tetap
terkendali dalam kisaran 2,5-3,0% PDB. Posisi cadangan devisa pada akhir November 2019 cukup
tinggi sebesar 126,6 miliar dolar AS, atau setara dengan pembiayaan 7,5 bulan impor atau 7,2 bulan
impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan
internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi kebijakan
dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk meningkatkan ketahanan eksternal, termasuk berupaya
mendorong peningkatan PMA.
2.1.3. Inflasi
Inflasi Sulawesi Utara pada tahun 2019 terjaga pada level yang rendah dan terkendali.
Hal ini tercermin dari pencapaian inflasi tahun 2019 sebesar 3.52 persen (YoY, grafik 1.3), diatas inflasi
nasional yang sebesar 2,72% dan lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2018 (3.13 persen)
namun masih dalam rentang target inflasi yang ditetapkan sebesar 3,5±1 persen. Inflasi Sulawesi Utara
pada bulan Desember 2019 disebabkan adanya penurunan indeks pada kelompok pengeluaran
sandang sebesar 0,22 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,13 persen dan kelompok makanan jadi,
minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,03 persen. Kelompok pengeluaran yang mengalami
Inflasi Sulawesi
Utara pada tahun
2019 terjaga pada
level yang rendah
dan terkendali. Hal
ini tercermin dari
pencapaian inflasi
tahun 2019 sebesar
3.52 persen (yoy)
5.25 5.255.50
5.75 5.756.00 6.00 6.00
6.00 6.00
6.00 6.00 6.005.75
5.505.25
5.00
5.00
5.00
1
2
3
4
5
6
7
-
18
peningkatan indeks adalah
kelompok pengeluaran transport,
komunikasi dan jasa keuangan
sebesar 2,31 persen, kelompok
pengeluaran pendidikan, rekreasi
dan olah raga sebesar 0,05 persen
dan kelompok perumahan, air,
listrik, gas dan bahan bakar
sebesar 0,03 persen.
Selama Tahun 2019, komoditas yang memberikan sumbangan/andil terbesar terhadap
inflasi Kota Manado adalah tomat sayur sebesar 0,71111 persen, pisang sebesar 0,3233 persen,
nasi dengan lauk 0,2231 persen,
kendaraan carter/rental 0,1920
persen, cabai rawit 0,1719
persen, akademi/perguruan
tinggi 0,1497 persen, baju kaos
tanpa kerah/t-shirt 0,1458
persen, cat tembok 0,1397
persen, air kemasan 0,1247
persen, dan pemeliharaan/service 0,1187 persen. Komoditas yang memberikan sumbangan/andil
deflasi terbesar adalah Bawang-Rica-Tomat (Barito) 0,2484 persen, bahan bakar rumah tangga
0,1881 persen, pepaya sebesar 0,1813 persen, angkutan udara 0,1558 persen, batu bata/tela sebesar
0,0903 persen, cakalang asap sebesar 0,0754 persen, gula pasir sebesar 0,0581 persen, selada/daun
selada 0,0510 persen, tarif pulsa ponsel 0,0422 persen dan tarif listrik 0,0390 persen.
Tabel 1.4 dan grafik 1.4 menunjukan indeks harga konsumen pada kelompok bahan makanan
mengalami deflasi sebesar 8,28 persen atau terjadi penurunan indeks dari 184,30 di bulan November
2019 menjadi 169,04 pada Desember 2019. Penurunan indeks umumnya disebabkan oleh sub
kelompok sayur-sayuran sebesar 22,35 persen, sub kelompok bumbu-bumbuan sebesar 16,06 persen,
sub kelompok buah-buahan sebesar 4,42 persen dan sub kelompok ikan diawetkan sebesar 0,29
persen. Sub kelompok yang mengalami peningkatan indeks adalah sub kelompok lemak dan minyak
sebesar 2 persen, sub kelompok kacang-kacangan sebesar 1,44 persen, sub kelompok daging dan
hasil-hasilnya sebesar 1,37 persen, sub kelompok bahan makanan lainnya sebesar 1,25 persen, sub
kelompok telur, susu dan hasil-hasilnya sebesar 0,74 persen, sub kelompok ikan segar sebesar 0,21
persen, sub kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya sebesar 0,03 persen.
Kelompok bahan makanan pada Desember 2019 memberikan sumbangan inflasi sebesar-
2,2304 persen. Komoditas yang memberikan sumbangan deflasi antara lain: tomat sayur sebesar
komoditas yang
memberikan
andil TERBESAR
terhadap inflasi
Kota Manado
adalah tomat
sayur sebesar
0,71111 persen,
sedangkan
penyumbang
deflasi Kota
Manado adalah
daun bawang
0,2484 persen
8.12 9.67
5.56
0.35
2.44
3.833.528.38 8.36
3.35
3.02 3.61
3.132.72
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Sulut & Nasional (Persen)
Inflasi Sulut Inflasi Nasional
-
19
1,4749 persen; cabai rawit sebesar 0,4825 persen; lemon sebesar 0,1006; cabai merah sebesar 0,0667
persen; pepaya sebesar 0,0654 persen; daun bawang sebesar 0,0388 persen; jeruk nipis/limau sebesar
0,0370 persen; cakalang/sisik sebesar sebesar 0,0332 persen; semangka sebesar 0,0266 persen; dan
buncis sebesar 0,0248 persen.
Sedangkan komoditas yang memberikan sumbangan inflasi antara lain: bawang merah
sebesar 0,1140 persen;
pisang sebesar 0,0351
persen; minyak goreng
sebesar 0,0207 persen; telur
ayam ras sebesar 0,0149
persen; biji nangka/kuniran
sebesar 0,0135 persen;
daging babi sebesar 0,0123
persen; daging ayam ras sebesar 0,0107 persen; selar/tude sebesar 0,0105 persen; daun paku/pakis
sebesar 0,0080 dan jagung manis sebesar 0,0076 persen.
Kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau mengalami deflasi sebesar 0,03
persen atau terjadi penurunan indeks di bulan November 2018 sebesar 126,73 persen menjadi 126,69
pada Desember 2019. Terjadi pergerakan indeks turun pada sub kelompok minuman yang tidak
beralkohol sebesar 0,13 persen. Sub kelompok makanan jadi dan sub kelompok tembakau dan
minuman beralkohol tidak mengalami perubahan.
Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mengalami inflasi sebesar 0,03 persen
atau terjadi peningkatan indeks dari 127,36 di bulan November 2019 menjadi 127,40 di bulan Desember
2019, dimana sub kelompok yang mengalami peningkatan adalah sub kelompok perlengkapan rumah
tangga sebesar 0,19 persen dan sub kelompok biaya tempat tinggal sebesar 0,09 persen. Sub
kelompok penyelenggaraan rumah tangga merupakan sub kelompok yang megalami penurunan indeks
sebesar 0,34 persen, sedangkan sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air tidak mengalami
perubahan.
Kelompok sandang secara umum mengalami deflasi sebesar 0,22 persen atau terjadi
penurunan indeks dari 124,59 di bulan November 2019 menjadi 124,32 di bulan Desember 2019,
dimana penurunan indeks terjadi pada sub kelompok barang pribadi dan sandang lain sebesar 4,06
persen. Sub kelompok yang mengalami peningkatan indeks adalah sub kelompok sandang laki-laki
sebesar 0,96 persen, sub kelompok sandang wanita sebesar 0,73 persen dan sub kelompok sandang
anak-anak sebesar 0,14 persen.
Kelompok Kesehatan secara umum mengalami deflasi sebesar 0,13 persen atau terjadi
penurunan indeks dari 127,30 di bulan November 2019 menjadi 127,13 di bulan Desember 2019,
dimana penurunan indeks terjadi pada sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika sebesar 0,25
13.33 11.5213.91
-3.00
0.12
11.67
-8.28
4.7310.95
2.22 1.174.35
0.43 0.03
17.92 17.57
2.77 0.91 3.294.38 2.31
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Bahan Makanan
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Transpor, komunikasi & Jasa Keuangan
-
20
persen dan sub kelompok obat-obatan sebesar 0,08 persen. Sub kelompok jasa kesehatan dan sub
kelompok jasa perawatan jasmani tidak mengalami perubahan.
Kelompok Pendidikan, rekreasi dan olah raga secara umum mengalami inflasi sebesar 0,05
persen atau terjadi peningkatan indeks dari 123,65 di bulan November 2019 menjadi 123,71 di bulan
Desember 2019, dimana peningkatan indeks terjadi pada sub kelompok olah raga sebesar 2,23 persen.
Sub kelompok pendidikan, sub kelompok kursus-kursus/pelatihan, sub kelompok
perlengkapan/peralatan pendidikan dan sub kelompok rekreasi tidak mengalami perubahan.
Kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan di bulan Desember 2019 mengalami inflasi
sebesar 2,31 persen atau terjadi peningkatan indeks sebesar 143,49 di bulan November 2019 menjadi
146,81 persen di bulan Desember 2019, dimana sub kelompok transpor mengalami peningkatan indeks
sebesar 3,32 persen. Sub kelompok komunikasi dan pengiriman, sarana dan penunjang transpor, sub
kelompok jasa keuangan tidak mengalami perubahan.
2.1.4. Nilai Tukar
Nilai tukar rupiah terhadap nilai Yuan China dan dollar Australia cenderung terjadi penurunan
dibanding tahun 2018 di kisaran 9.590-10.909 terhadap Dollar Australia dan pada kisaran 1.998- 2.125
terhadap Yuan China. Sementara nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan Euro cenderung fluktuatif.
Nilai tukar rupiah terhadap US dollar mengalami pelemahan selama tahun 2019 dan cenderung stabil
dibanding 2018. Nilai tukar Rupiah per Desember 2019 menguat berada di level Rp13.831 per USD.
Pada tahun 2019 nilai tukar Rupiah tercatat menguat Rp200 atau 1,4%. Sementara pada tahun 2018
nilai tukar Rupiah berada di level Rp14.553 per USD dan tercatat menguat sebesar Rp722 atau 4,96%
dalam setahun.
Grafik 1.6 menunjukan pada 2019, nilai tukar Rupiah mulai menurun pada awal tahun sampai
bulan April cenderung stabil dari Rp14.100, dan menguat Rp. 14.300 pada Mei 2019. Kemudian, Rupiah
tembus Rp13.900 pada 31 Juli 2019. Pada Oktober 2019, Rupiah menguat pada level Rp13.937 per
USD. Pada November 2018, Rupiah balik arah menguat pada level Rp14.031. Pada pertengahan
November hingga saat ini, Rupiah naik-turun pada Level Rp14.000-an hingga Rp13.831-an per USD
pada akhir desember 2019.
Neraca
Pembayaran
Indonesia Triwulan
IV-2019
diprakirakan terus
membaik sehingga
menopang
ketahanan sektor
eksternal.
Prakiraan ini
dipengaruhi oleh
surplus transaksi
modal dan
finansial, serta
defisit transaksi
berjalan yang
terkendali
nilai tukar Rupiah
mulai menurun
pada awal tahun
sampai bulan
April cenderung
stabil dari
Rp14.100, dan
menguat Rp.
14.300 pada Mei
2019
-
21
Melemahnya rupiah pada tahun 2019 masih disinyalir dikarenakan banyaknya tekanan kepada
rupiah baik dari sisi
domestik maupun
global seperti
adanya gejolak
ekonomi global
yang fluktuatif di
tahun 2019 yang
dipicu perang
dagang AS-China,
kenaikan Fed rate, dan faktor domestik seperti defisit neraca perdagangan, tekanan terhadap stabilitas
sosial politik dan lain sebagainya ini masih terjadi pada tahun yang lalu.
2.2. INDIKATOR KESEJAHTERAAN
Salah satu outcome dari suatu kebijakan fiskal yang telah dilaksanakan baik oleh Pemerintah
Daerah maupun Pemerintah Pusat pada suatu wilayah adalah perbaikan kualitas kesejahteraan yang
umumnya terefleksikan pada indikator Indeks Pembangunan Manusia, Tingkat Pengangguran dan
Tingkat Kemiskinan.
2.2.1. Indeks Pembangunan Manusia
Grafik 1.7 menunjukkan Pembangunan manusia di Sulawesi Utara terus mengalami
kemajuan. Pada tahun 2019, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Utara mencapai 72,99
dengan kategori tinggi. Angka ini meningkat sebesar 0,79 poin atau tumbuh sekitar 1,09 persen
dibandingkan tahun 2018. Bayi yang lahir pada tahun 2019, memiliki harapan untuk dapat hidup hingga
71,58 tahun, lebih lama 0,32
tahun dibandingkan dengan
mereka yang lahir tahun
sebelumnya. Anak-anak yang
pada tahun 2019 berusia 7
tahun memiliki harapan dapat
menikmati pendidikan selama
12,73 tahun (Diploma I), lebih
lama 0,05 tahun dibandingkan
dengan yang berumur sama pada tahun 2018. Penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata-rata telah
menempuh pendidikan selama 9,43 tahun (kelas X), lebih lama 0,19 tahun dibandingkan tahun
sebelumnya. Pada tahun 2019, masyarakat Sulawesi Utara memenuhi kebutuhan hidup dengan rata-
rata pengeluaran per kapita sebesar 11,12 juta rupiah per tahun, meningkat 384 ribu rupiah
IPM Sulut 72.99
(kategori tinggi)
diatas IPM nasional
(71.92)
Manado menjadi
Kota dengan IPM
tertinggi (79.12)
sementara Bolaang
Mongondow Selatan
(65.28) menjadi
yang terendah
62
64
66
68
70
72
74
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 1.7 Perkembangan IPM Sulut & Nasional
SULAWESI UTARA INDONESIA
-
10,000
20,000
Grafik 1.6 Pergerakan Kurs Tengah Mata Uang Asing Terhadap Rupiah Tahun 2019 (Rupiah)
CNY AUD EUR USD
-
22
dibandingkan tahun sebelumnya.
Jika di breakdown per kabupaten/kota (Tabel 1.7), IPM tertinggi dicapai oleh Kota Manado
dengan nilai sebesar 79.12 (tinggi) diikuti Kota Tomohon sebesar 76.67 (tinggi) dan Kab MInahasa
sebesar 75.47 (tinggi). Sementara IPM terendah diraih Bolaang Mongondow Selatan (65.28), Bolaang
Mongondow Timur (66.08) dan Bolaang Mongondow Utara (66.91) meskipun ketiganya masih masuk
dalam kategori “sedang “.
Sampai dengan tahun 2019, terjadi peningkatan tingkat IPM di Sulawesi Utara apabila pada
tahun 2017 terdapat 7 kabupaten/kota yang masuk dalam kategori IPM tinggi sementara untuk tahun
2019 terdapat 10 kabupaten/kota yang
masuk dalam kategori IPM tinggi dan 8
kabupaten/kota yang masuk dalam
kategori IPM sedang. Perbedaan
disebabkan naiknya status Kabupaten
Kepl Talaud dan Kabupaten Minahasa
Tenggara dari sedang ke daerah dengan
kategori IPM tinggi.
Pemerintah ditantang untuk mampu terus menyelenggarakan program program yang
diarahkan dalam rangka peningkatan IPM di daerah daerah yang masih dalam kategori sedang,
sehingga pembangunan sumber daya manusia tidak hanya terfokus pada kota-kota besar seperti
Manado, Tomohon dan Bitung saja. Sebagai catatan Kabupaten/kota yang memiliki IPM yang lebih
tinggi wilayahnya cenderung dekat dengan ibu kota provinsi. Dari sepuluh kab/kota yang IPM
berkategori tinggi tersebut, enam diantaranya berada di wilayah Minahasa yang dekat dengan pusat
pemerintahan provinsi (Kota Manado) dan hanya Kota Kotamobagu yang berada di wilayah Bolaang
Mongondow Raya.
Kemajuan pembangunan manusia pada tahun 2019 juga terlihat dari status pembangunan
manusia di tingkat kabupaten/kota. Jumlah kabupaten/kota yang berstatus pembangunan manusia
“tinggi” semakin bertambah menjadi sembilan yaitu Minahasa, Kepulauan Sangihe, Minahasa Selatan,
Minahasa Utara, Minahasa Tenggara, Manado, Bitung, Tomohon, dan Kotamobagu. Enam
kabupaten/kota lainnya berstatus pembangunan manusia “sedang”. Tidak ada kabupaten/kota yang
berstatus pembangunan manusia “sangat tinggi” maupun “rendah” di Sulawesi Utara.
Peningkatan IPM di Sulawesi Utara juga tercermin pada level kabupaten/kota. Selama periode
2018 hingga 2019, IPM di seluruh kabupaten/kota mengalami peningkatan. Pada periode ini, tercatat
tiga kabupaten/kota dengan kemajuan pembangunan manusia paling cepat, yaitu Kabupaten Bolaang
Mongondow (1,36 persen), Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (1,33 persen), dan Kota Bitung (1,27
persen). Kemajuan pembangunan manusia di Kabupaten Bolaang Mongondow utamanya didorong
oleh dimensi umur panjang dan pendidikan, sementara di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur
Enam dari tujuh
IPM tertinggi
didominasi oleh
daerah-yang
dekat dengan
pusat kota
-
23
didorong oleh dimensi standar hidup yang layak, sedangkan Kota Bitung lebih didorong oleh percepatan
pada dimensi pendidikan.
Tantangan Sulut ke depan adalah bagaimana meningkatkan indikator pendidikan dan
kesehatan secara merata di seluruh kabupaten/kota. Bila ditelisik lebih dalam sebagaimana tampak
pada tabel 1.6, ditemukan fakta bahwa tingginya kedua indikator ini hanya terjadi di sebagian kecil
kabupaten/kota Sulawesi Utara.
Umur harapan
saat lahir (UHH) yang
merepresentasikan
dimensi umur panjang dan
hidup sehat terus
meningkat dari tahun ke
tahun. Selama periode
2010 hingga 2019,
Sulawesi Utara telah
berhasil meningkatkan Umur Harapan Hidup saat lahir sebesar 1,18 tahun atau tumbuh sebesar 0,18
persen per tahun. Pada tahun 2010, umur harapan hidup saat lahir di Sulawesi Utara hanya sebesar
70,40 tahun dan pada tahun 2019 telah mencapai 71,58 tahun. Dimensi pengetahuan pada IPM
dibentuk oleh dua indikator, yaitu Harapan Lama Sekolah dan rata-rata Lama Sekolah. Kedua indikator
ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode 2010 hingga 2019, Harapan Lama Sekolah di
Sulawesi Utara telah meningkat sebesar 1,39 tahun, sementara rata-rata lama sekolah bertambah 0,77
tahun. Selama periode 2010 hingga 2019, indikator Harapan Lama Sekolah secara rata-rata tumbuh
sebesar 1,3 persen per tahun. Meningkatnya Harapan Lama Sekolah merupakan sinyal positif bahwa
semakin banyak penduduk yang bersekolah. Pada tahun 2019, Harapan Lama Sekolah di Sulawesi
Utara telah mencapai 12,73 tahun yang berarti bahwa anak-anak usia 7 tahun memiliki peluang untuk
menamatkan pendidikan mereka hingga lulus SMA.
Sementara itu, Rata-rata Lama Sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas di Sulawesi Utara
tumbuh 0,95 persen per tahun selama periode 2010 hingga 2019. Pertumbuhan yang positif ini
merupakan modal penting dalam membangun kualitas manusia di Sulawesi Utara yang lebih baik. Pada
tahun 2019, secara rata-rata penduduk Sulawesi Utara usia 25 tahun ke atas mencapai pendidikan
selama 9,43 tahun, atau telah menyelesaikan pendidikan jenjang SMP, bahkan menempuh pendidikan
pada kelas X (SMA kelas 1). Dimensi terakhir yang mewakili kualitas hidup manusia adalah standar
hidup layak yang direpresentasikan oleh pengeluaran per kapita per tahun (harga konstan 2012). Pada
tahun 2019, rata-rata pengeluaran per kapita masyarakat Sulawesi Utara mencapai Rp 11,12 juta per
tahun. Selama tujuh tahun terakhir, pengeluaran per kapita masyarakat meningkat sekitar 2,46 persen
per tahun.
Angka kemiskinan
Sulut sebesar 7.51
persen atau 188.60
jiwa, Kemiskinan
pedesaan menurun
sementara
Perkotaan
Meningkat
-
24
Peningkatan pengeluaran per kapita yang disesuaikan ini menunjukkan bahwa kemampuan
ekonomi masyarakat Sulawesi Utara semakin membaik. Kondisi ini sejalan dengan makro ekonomi
yang ditunjukkan dari angka produk domestik regional bruto (output wilayah) yang juga mengalami
kenaikan selama periode tersebut.
2.2.2. Tingkat Kemiskinan
Presentase Penduduk Miskin Sulawesi Utara pada September 2019 sebesar 7,51 persen.
Pada September 2019, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per
bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Utara mencapai 188,60 ribu orang (7,51 persen),
berkurang 3,1 ribu orang dari kondisi Maret 2019 yang sebesar 191,70 ribu orang (7,66 persen). Bila
dibandingkan kondisi Maret 2019, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan di daerah
perdesaan sama-sama mengalami penurunan. Di daerah perkotaan turun 0,06 poin menjadi 4,95
persen, sedangkan di daerah perdesaan turun 0,26 poin menjadi 10,30 persen. Selama periode Maret
2019-September 2019, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 0,6 ribu orang
(dari 65,49 ribu orang turun menjadi 64,90 orang), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak 2,5
ribu orang (dari 126,20 ribu orang turun menjadi 123,70 ribu orang). Peranan komoditas makanan
terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih tinggi dibandingkan komoditas non makanan. Sumbangan Garis
Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada September 2019 adalah sebesar 76,50. Kondisi
ini tidak jauh berubah dibandingkan kondisi Maret 2019 yaitu sebesar 77,09 persen. Jenis komoditas
makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan
adalah beras, rokok kretek filter, tongkol/tuna/cakalang, kue basah, dan cabe rawit. Sementara
komoditas non makanan yang memengaruhi nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun perdesaan
adalah perumahan, listrik, angkutan dan bensin.
Selama periode Maret 2019-September 2019, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Gini Ratio Sulawesi Utara September 2019
sebesar 0,376. Ada sedikit kenaikan jika dibandingkan dengan Maret 2019 yang sebesar 0,367.
Secara umum, pada
periode 2014-2019, angka
kemiskinan di Sulawesi Utara
cenderung fluktuatif namun
menunjukkan tren menurun
sejak tahun 2016.
Perkembangan tingkat
kemiskinan tahun 2014
sampai dengan September 2019
Angka
kemiskinan Sulut
sebesar 7.59
persen atau
189.050 jiwa,
Kemiskinan
pedesaan
menurun
sementara
Perkotaan
Meningkat
-
25
Tabel diatas menunjukkan
persentase dan jumlah penduduk miskin
menurut provinsi di Pulau Sulawesi pada
kondisi September 2019. Terlihat bahwa
provinsi dengan persentase total
penduduk miskin terendah adalah
Sulawesi Utara, yaitu sebesar 7,51
persen, sedangkan yang tertinggi adalah
Gorontalo sebesar 15,31 persen.
Dimensi kemiskinan lainnya yang perlu diperhatikan adalah indeks kedalaman dan indeks
keparahan dari kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan menggambarkan ketimpangan rata-rata
pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Indeks keparahan kemiskinan
mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Selama periode Maret 2019-September
2019, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Sulawesi
Utara mengalami penurunan. Indeks Kedalaman
Kemiskinan pada Maret 2019 adalah 1,175 dan
pada September 2019 turun menjadi 0,890.
Kemudian, Indeks Keparahan Kemiskinan pada
periode yang sama juga mengalami penurunan
dari 0,250 menjadi 0,173 (Tabel 5). Untuk
periode September 2018-September 2019, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) juga sama-sama mengalami penurunan.
Selama periode Maret 2019-September 2019, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) di perdesaan maupun diperkotaan mengalami penurunan. Hal ini berarti
rata-rata pengeluaran penduduk miskin di perdesaan cenderung mendekati garis kemiskinan dan
ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin makin kecil.
Apabila dibandingkan antara daerah perkotaan dan perdesaan, nilai Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan lebih tinggi daripada di
daerah perkotaan. Pada September 2019, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk daerah
perdesaan hamper tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan P1 daerah perkotaan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan