ranitidin

13
Ranitidin Ranitidin memiliki rumus molekul C 13 H 22 N 4 O 3 S dengan bobot molekul 314,4 g/mol. Ranitidin adalah salah satu senyawa yang mengantagonis reseptor histamin H2 yang menghambat sekresi asam lambung. Selain digunakan dalam terapi penyakit ulkus peptikum dan gastroesophageal refluks, ranitidin juga dapat digunakan sebagai antihistamin pada berbagai kondisi alergi pada kulit. Ranitidin memiliki nama ilmiah NN-Dimethyl-5-[2-(1-methylamino-2- nitrovinylamino)ethylthiomethyl]furfurylamine. Ranitidin yang tersedia umumnya adalah ranitidin hidroklorida. Ranitidin merupakan serbuk kristalin berwarna putih hingga kuning pucat, praktis tidak berbau, mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam alkohol. Larutan 1% ranitidin dalam air mempunyai pH 4,5- 6,0. Setiap 168 mg ranitidin hidroklorida setara dengan 150 mg ranitidin base. KEGUNAAN Ranitidin diunakan secara oral dalam terapi ulkus duodenum dan ulkus lambung yang aktif, gasthroesophageal reflux desease (GERD), esofagitis erosif dengan endoskopi, dan sebagai terapi pemeliharaan pada ulkus duodenum dan ulkus lambung . Ranitidin oral juga digunakan dalam manajemen kondisi hipersekresi gastrointestinal (GI) patologis dan sebagai terapi pemeliharaan untuk mencegah kambuhnya esofagitis erosif. Ranitidin juga dapat digunakan secara parenteral pada pasien rawat inap dengan kondisi hipersekresi patologis pada saluran GI, atau sebagai terapi jangka pendek jika terapi oral belum memberikan respon yang optimum. ERHATIAN Ranitidin dapat menimbulkan efek-efek yang kurang menyenangkan diantaranya:

Upload: uwikjelekbanget

Post on 30-Nov-2015

286 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ranitidin

RanitidinRanitidin memiliki rumus molekul C13H22N4O3S dengan bobot molekul 314,4 g/mol. Ranitidin adalah salah satu senyawa yang mengantagonis reseptor histamin H2 yang menghambat sekresi asam lambung. Selain digunakan dalam terapi penyakit ulkus peptikum dan gastroesophageal refluks, ranitidin juga dapat digunakan sebagai antihistamin pada berbagai kondisi alergi pada kulit.

Ranitidin memiliki nama ilmiah NN-Dimethyl-5-[2-(1-methylamino-2-nitrovinylamino)ethylthiomethyl]furfurylamine. Ranitidin yang tersedia umumnya adalah ranitidin hidroklorida. Ranitidin merupakan serbuk kristalin berwarna putih hingga kuning pucat, praktis tidak berbau, mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam alkohol. Larutan 1% ranitidin dalam air mempunyai pH 4,5-6,0. Setiap 168 mg ranitidin hidroklorida setara dengan 150 mg ranitidin base. 

KEGUNAAN

Ranitidin diunakan secara oral dalam terapi ulkus duodenum dan ulkus lambung yang aktif, gasthroesophageal reflux desease (GERD), esofagitis erosif dengan endoskopi, dan sebagai terapi pemeliharaan pada ulkus duodenum dan ulkus lambung. Ranitidin oral juga digunakan dalam manajemen kondisi hipersekresi gastrointestinal (GI) patologis dan sebagai terapi pemeliharaan untuk mencegah kambuhnya esofagitis erosif. Ranitidin juga dapat digunakan secara parenteral pada pasien rawat inap dengan kondisi hipersekresi patologis pada saluran GI, atau sebagai terapi jangka pendek jika terapi oral belum memberikan respon yang optimum.

ERHATIANRanitidin dapat menimbulkan efek-efek yang kurang menyenangkan diantaranya:

1. Efek pada sistem syaraf pusat dapat berupa: sakit kepala, rasa tidak enak badan (malaise), pusing, mengantuk, insomnia, vertigo, kebingungan mental, agitasi, depresi mental dan halusinasi terutama pada pasien geriatri lemah. Penggunaan ranitidin dosis tinggi dan dalam jangka panjang pada anak-anak (8 mg/Kg BB perhari selama 10 bulan) dapat menyebabkan perubahan pada pola kesadaran, disartria, hiporefleksia, mengantuk, gejala Babinski, diaforesis, dan bradikardia yang mana gejala-gejala tersebut akan menghilang dengan sendirinya setelah penggunaan ranitidin dihentikan dalam 24 jam.

2. Efek pada GI: konstipasi, mual, muntah, nyeri dan ketidaknyamanan pada perut, dan pada sebagian kecil pasien dapat mengalami pankreatitis.

3. Reaksi sensitivitas dan dermatologi: ruam, urtikaria, pruritus, dan urtikaria ditempat penyuntikan. Reaksi hipersensitivitas seperti bronkospasme, demam, ruam, eosinofilia jarang terjadi. Anafilaksis yang ditandai dengan urtikaria berat dan penurunan tekanan darah dalam satu kali pemberian dosis tunggal dapat terjadi namun jarang. Eksaserbasi astma dan angiodema juga dapat terjadi. 

Page 2: Ranitidin

4. Efek pada Hematologi: dapat terjadi leukopenia, agranulositopenia, trombositopenia, anemia aplastik dan pansitopenia yang disertai hipoplasia sumsum tulang belakang namun jarang. 

5. Efek pada ginjal dan saluran kemih: peningkatan kreatinin serum tanpa disertai peningkatan BUN dapat terjadi namun jarang. Penurunan libido juga pernah terjadi pada pria yang diterapi dengan ranitidin.

6. Efek pada hati: dapat terjadi peningkatan konsentrasi aminotransferase serum (AST, SGOT, SGPT, ALT), alkalin fosfatase serum, LDH, bilirubin total, gama-glutamiltranspeptidase. Beberapa kasus juga diketahui bahwa terapi ranitidin dapat menyebabkan hepatitis baik hepatoseluler atau pun hepatokanalikuler dan kolestasis yang umumnya bersifat reversibel. 

7. Efek pada penglihatan: dapat terjadi kekaburan penglihatan yang bersifat reversibel, eksaserbasi nyeri mata dan kaburnya penglihatan yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler dan glaukoma kronis, dan buta warna.

8. Efek pada endokrin: belum ada efek yang diketahui secara pasti sehubungan penggunaan ranitidin pada sistem endokrin. Namun telah diketahui adanya pasien pria yang mengalami impotensi seksual akibat penggunaan ranitidin yang segera sembuh seiring penghentian penggunaan obat, dan impotensi berulang saat penggunaan obat diulang. Nyeri ginekomastia juga dapat terjadi pada pria.

9. Efek pada sistem kardiovaskuler: aritmia jantung jarang terjadi, bradikardia yang berhubungan dengan dispnea dapat terjadi. 

10. Efek pada sistem pernafasan: ranitidin dan antagonis reseptor H2 lainnya berpotensi meningkatkan resiko infeksi pneumonia pada komunitas pneumonia.

11. Efek lain: dapat terjadi arthralgia, myalgia dan porphyria akut. Penggunaan ranitidin harus dihindari pada pasien dengan riwayat porphyria.

PERINGATAN DAN KONTRAINDIKASIRanitidin yang digunakan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal harus digunakan dengan hati-hati dan disertai dengan pengurangan dosis, karena sebagian besar ranitidin diekskresikan melalui ginjal. Demikian pun pada pasien dengan penurunan fungsi hati, karena ranitidin dimetabolisme melalui hati. Penggunaan ranitidin juga harus dihindari pada pasien dengan riwayat porphyria.

Ranitidin tidak boleh digunakan untuk swamedikasi jika pasien mengalami kesulitan menelan dan tidak boleh digunakan dalam kombinasi dengan obat penekan sekresi asam lambung lainnya. Pasien dengan gejala mulas yang menetap lebih dari 3 bulan tidak boleh menggunakan ranitidin untuk swamedikasi. Ranitidin juga tidak boleh digunakan untuk swamedikasi pada pasien dengan keluhan nyeri dada dan atau bahu, sesak nafas, dan rasa nyeri yang menyebar.

Kondisi-kondisi berikut dalam penggunaan ranitidin harus disertai dengan peringatan dan kewaspadaan:

1. Pada pasien pediatrik; penggunaan ranitidin oral maupun parenteral pada pediatrik ( 1 bulan sampai 16 tahun) untuk indikasi ulkus duodenum dan lambung aktif, GERD dan esofagitis erosif telah diketahui khasiat dan keamanannya. Namun penggunaan ranitidin oral ataupun parenteral untuk kondisi hipersekresi GI patologis dan untuk terapi

Page 3: Ranitidin

pemeliharaan dan pencegahan kekambuhan esofagitis erosif pada anak-anak belum diketahui, demikian juga penggunaannya pada neonatus, sehingga penggunaan pada kondisi tersebut harus dengan kewaspadaan penuh.

2. Pada pasien geriatrik; pada pasien geriatrik (berusia lebih dari 65 tahun keatas) kemungkinan resiko hipersensitivitasnya akan meningkat, disamping itu kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal pada pasien geriatrik akan berpotensi meningkatkan resiko toksisitas.

3. Mutagenisitas dan karsinogenisitas; tidak ada bukti pengaruh ranitidin terhadap efek mutagenisitas dan karsinogenisitas pada manusia

4. Pada kehamilan; hingga dosis 160 kali dosis oral biasa, ranitidin belum menunjukan adanya bahaya pada fetus

5. Pada kesuburan/fertilitas; tidak ada bukti yang menunjukan pengaruh ranitidin pada fertilitas

6. Pada laktasi (wanita menyusui); ranitidin terdistribusi ke dalam susu, sehingga penggunaan ranitidin pada wanita menyusui harus sangat berhati-hati.

7. Ranitidin dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitif terhadap ranitidin atau komponen lain dalam formula sediaan obat.

INTERAKSI OBATRanitidin dapat berinteraksi dengan makanan, obat lain maupun parameter klinis.

1. Makanan dan Antasida. Konsumsi bersama makanan atau antasida dengan ranitidin dapat menyebabkan penurunan absorpsi ranitidin hingga 33% dan konsentrasi puncak dalam serum menurun hingga 613-432 ng/mL. 

2. Propantelin bromida. Propantelin bromida menghambat penyerapan dan meningkatkan konsentrasi puncak serum ranitidin, melalui mekanisme penghambatan pengosongan lambung dan perpanjangan waktu transit. Bioavalabilitas ranitidin meningkat 23% jika digunakan bersama propantelin bromida.

3. Merokok. Kebiasaan merokok menghambat penyembuhan ulkus duodenum dan mengurangi khasiat ranitidin. Perbandingan kesembuhan ulkus duodenum pada perokok dan bukan perokok dengan terapi ranitidin adalah 62 dan 100%.

4. Efek ranitidin pada hati. Ranitidin berinteraksi dengan sistem enzim sitokrom P450 dihati. Ranitidin hanya sedikit menghambat metabolisme hepatik beberapa obat seperti kumarin, antikoagulan, teofilin, diazepam dan propranolol. Ranitidin membentuk ligand-kompleks dengan enzim sitokrom P450 sehingga menghambat aktivitas enzim tersebut. Penggunaan bersama ranitidin dan warfarin dapat menurunkan atau meningkatkan waktu protrombin (PT). Pada dosis ranitidin hingga 400 mg perhari, penggunaan bersamanya dengan warfarin relatif tidak berpengaruh terhadap bersihan warfarin dan atau PT. Namun penggunaan ranitidin lebih dari 400 mg perhari bersama dengan warfarin belum diketahui pengaruhnya. Sedangkan penggunaan bersama ranitidin 2x200 mg dan warfarin 2,5-4,5 mg telah terbukti memperpanjang PT secara signifikan. Pengunaan bersama ranitidin dan teofilin menyebabkan penurunan bersihan plasma teofilin. Pengunaan bersama ranitidin dan diazepam maupun lorazepam relatif tidak saling berinteraksi. Penggunaan bersama 100 mg metoprolol dan ranitin menyebabkan AUC metoprolol meingkat hingga 80% dan rata-rata konsentrasi serum puncak meningkat hingga 50%, dan waktu paruh eliminasi metoprolol meningkat hingga 4,4-6,5 jam. 

Page 4: Ranitidin

5. Alkohol. Penggunaan bersama alkohol dan ranitidin menyebabkan peningkatan konsentrasi alkohol serum.

6. Nifedipin. Penggunaan ranitidin bersama nifedipin dapat menyebabkan peningkatan AUC nifedipin hingga 30%.

7. Vitamin B12. Penggunaan ranitidin dapat mengakibatkan defisiensi vitamin B12 karena malabsorpsi vitamin B12.

TOKSISITAS AKUTOverdosis ranitidin dapat terjadi pada konsumsi ranitidin hingga 18 gram peroral yang dapat mengakibatkan terjadinya kelainan cara jalan dan hipotensi. Pengobatan overdosis ranitidin dapat dilakukan dengan cara mengeluarkan ranitidin tak terserap dalam saluran cerna, pemantauan klinis, dan terapi suportif. Hemodialisis dapat dilakukan bila perlu.

FARMAKOLOGIEfek farmakologi ranitidin dapat terjadi melalui beberapa mekanisme.

1. Efek pada GI. Ranitidin menghambat kompetitif reseptor histamin H2 pada sel parietal menurunkan sekresi asam lambung pada kondisi basal maupun terstimulasi makanan, insulin, asam amino, histamin maupun pentagastrin. 

2. Efek pada gonad dan endokrin. Ranitidin memberikan sedikit pengaruh pada konsenrasi prolaktin serum. Peningkatan kadar prolaktin serum akan terjadi pada pemberian ranitidin 200 atau 300 mg IV.

3. Efek lain. Ranitidin dan simetidin dapat menurunkan aliran darah hati. Ranitidin tidak menghambat metabolisme antipirin dihati. Ranitidin meningkatkan reduksi nitrat oleh flora normal GI.

FARMAKOKINETIK

1. Absorpsi. Ranitidin diabsorpsi dengan baik dari saluran cerna maupun pada pemberian secara intramuskular. Bioavailabilitas absolut ranitidin pada pemberian secara oral adalah sekitar 50%, demikian pula pada anak-anak. Sedangkan pada geriatrik bioavailabilitasnya rata-rata 48%.

2. Distribusi. Ranitidin terdistribusi secara luas pada cairan tubuh dan sekitar 10-19% berikatan dengan protein serum. Volume distribusi ranitidin rata-rata 1,7 L/Kg dengan kisaran 1,2-1,9 L/Kg. Sedangkan volume distribusi pada anak sekitar 2,3-2,5 L/Kg dengan kisaran 1,1-3,7 L/Kg. Pada pemberian secara oral ranitidin juga terdistribusi ke CSF. Ranitidin juga terdistribusi ke susu.

3. Eliminasi. Waktu paruh eliminasi rata-rata pada orang dewasa adalah 1,7-3,2 jam, dan dapat berkorelasi positif dengan usia. Waktu paruh eliminasi akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pada pasien lanjut usia waktu paruh eliminasi umumnya meningkat seiring berkurangnya fungsi ginjal. Ranitidin sebagian besar diekskresikan dalam urin melalui filtrasi glomerular dan sekresi tubular.

Metabolisme. Ranitidin dimetabolisme dihati menjadi ranitidin N-oksida, desmetil ranitidin, dan

ranitidin S-oksida. Pada pemberian oral, ranitidin juga mengalami metabolisme lintas pertama

Page 5: Ranitidin

dihati. Pada pasien dengan sirosis hati, konsentrasi serum akan meningkat akibat rendahnya

metabolisme lintas pertama dihati dan bioavailabilitasnya rata-rata 70%. Ketorolac

tromethamine

Indikasi

Ketorolac adalah obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Indikasi penggunaan ketorolac adalah

untuk inflamasi akut dalam jangka waktu penggunaan maksimal selama 5 hari. Ketorolac selain

digunakan sebagai anti inflamasi juga memiliki efek anelgesik yang bisa digunakan sebagai

pengganti morfin pada keadaan pasca operasi ringan dan sedang.

Farmakodinamik

Efeknya menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksogenase

(prostaglandin sintetase). Selain menghambat sintese prostaglandin, juga menghambat

tromboksan A2. ketorolac tromethamine memberikan efek anti inflamasi dengan menghambat

pelekatan granulosit pada pembuluh darah yang rusak, menstabilkan membrane lisosom dan

menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear dan makrofag ke tempat peradangan.

Farmakokinetik

Ketorolac tromethamine 99% diikat oleh protein. Sebagian besar ketorolac tromethamine

dimetabolisme di hati. Metabolismenya adalah hidroksilate, dan yang tidak dimetabolisme

(unchanged drug) diekresikan melalui urin.

Dosis

Ketorolac tromethamine tersedia dalam bentuk tablet dan injeksi. Pemberian injeksi lebih

dianjurkan. Pemberian Ketorolac tromethamine hanya diberikan apabila ada indikasi sebagai

kelanjutan dari terapi Ketorolac tromethamine dengan injeksi. Terapi Ketorolac tromethamine

baik secara injeksi ketorolac ataupun tablet hanya diberikan selama 5 hari untuk mencegah

ulcerasi peptic dan nyeri abdomen. Efek analgesic Ketorolac tromethamine selama 4-6 jam

setelah injeksi.

Untuk injeksi intramuscular :

  pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 60 mg Ketorolac tromethamine/dosis.

Page 6: Ranitidin

  Pasien dengan umur >65 tahun dan mempunyai riwayat gagal ginjal atau berat badannya kurang

dari 50 kg, diberikan dosis 30 mg/dosis.

Untuk injeksi intravena :

  pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 30 mg Ketorolac tromethamine/dosis.

  Pasien dengan umur >65 tahun dan mempunyai riwayat gagal ginjal atau berat badannya kurang

dari 50 kg, diberikan dosis 15 mg/dosis.

Pemberian ketorolac tromethamine baik secara injeksi maupun oral maksimal :

  pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 120 mg/hari. Bila diberikan dengan injeksi

intravena, maka diberikan setiap 6 jam sekali.

  Pasien dengan umur >65 tahun  maksimal 60 mg/hari.

Efek Samping

Selain mempunyai efek yang menguntungkan, Ketorolac tromethamine juga mempunyai efek

samping, diantaranya :

a.          Efek pada gastrointestinal

Ketorolac tromethamine dapat menyebabkan ulcerasi peptic, perdarahan dan perlubangan

lambung. Sehingga Ketorolac tromethamine dilarang untuk pasien yang sedang atau mempunyai

riwayat perdarahan lambung dan ulcerasi peptic.

b.         Efek pada ginjal

Ketorolac tromethamine menyebabkan gangguan atau kegagalan depresi volume pada ginjal,

sehingga dilarang diberikan pada pasien dengan riwayat gagal ginjal.

c.          Resiko perdarahan

Ketorolac tromethamine menghambat fungsi trombosit, sehingga terjadi gangguan hemostasis

yang mengakibatkan risiko perdarahan dan gangguan hemostasis.

d.         Reaksi hipersensitivitas

Dalam pemberian Ketorolac tromethamine bias terjadi reaksi hypersensitivitas dari hanya

sekedar spasme bronkus hingga shock anafilaktik, sehigga dalam pemberian Ketorolac

tromethamine harus diberikan dosis awal yang rendah.

Kontra Indikasi

Page 7: Ranitidin

1. ketorolac tromethamine dikontra indikasikan untuk pasien dengan riwayat gagal ginjal, riwayat atau sedang menderita ulcerasi peptic, angka trombosit yang rendah. Untuk menghindari terjadinya perdarahan lambung, maka pemberian ketorolac tromethamine hanya selama 5 hari saja.

Farmakologi

Citicoline dapat meningkatkan aliran darah dan konsumsi O2 di otak pada pengobatan gangguan serebrovaskuler sehingga dapat memperbaiki gangguan kesadaran.

Mekanisme kerja

1. Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak, terutama sistem pengaktifan formatio reticularis ascendens yang berhubungan dengan kesadaran.

2. Citicoline mengaktifkan sistem piramidal dan memperbaiki kelumpuhan sistem motoris.3. Citicoline menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki metabolisme otak.

Indikasi

Kehilangan kesadaran akibat kerusakan otak, trauma kepala atau operasi otak dan serebral infark.

Percepatan rehabilitasi ekstremitas atas pada pasien pasca hemiplegia apoplektik: pasien dengan paralisis ekstremitas bawah yang relatif ringan yang muncul dalam satu tahun dan sedang direhabilitasi dan sedang diberi terapi obat oral biasa (dengan obat yang mengaktifkan metabolisme serebral atau yang memperbaiki sirkulasi).

Kontraindikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap Citicoline dan komponen obat ini.

Peringatan dan perhatian

1. Dalam keadaan akut dan gawat, Citicoline harus diberikan bersama-sama dengan obat-obat yang dapat menurunkan tekanan otak atau antihemorragia dan suhu badan dijaga agar tetap rendah.

Page 8: Ranitidin

2. Bila tetap masih terjadi perdarahan intrakranial, hindarkan pemberian Citicoline dengan dosis tinggi (lebih dari 500 mg sekaligus), karena dapat mempercepat aliran darah dalam otak. Dalam hal ini justru diperlukan dosis yang kecil (100 mg – 200 mg, 2 – 3 kali sehari).

3. Pemberian secara intravena harus perlahan-lahan sekali.4. Perhatian perlu diberikan pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas.5. Untuk pasien dengan gangguan kesadaran pada infark serebri akut, dianjurkan untuk

memulai pemberian injeksi Citicoline dalam dua minggu setelah stroke apopletik.

Efek samping

Reaksi hipersensitivitas: ruam.

Psikoneurologis: insomnia, sakit kepala, pusing, kejang.

Gastrointestinal: nausea, anoreksia.

Hati: nilai fungsi hati yang abnormal pada pemeriksaan laboratorium.

Mata: diplopia.

Lain-lain: rasa hangat, perubahan tekanan darah sementara atau malaise.

Dosis dan cara pemakaian

1. Untuk kehilangan kesadaran akibat trauma kepala atau operasi otak:

Biasanya 100 mg sampai 500 mg, 1 – 2 kali sehari secara drip intravena atau intravena biasa.

2. Untuk gangguan psikis atau saraf:

Dalam kasus-kasus gangguan kesadaran pada infark serebri stadium akut: biasanya diberikan Citicoline 1000 mg sekali sehari secara intravena selama dua minggu berturut-turut.

Dalam kasus-kasus pasca hemiplegia apopletik : biasanya Citicoline 1000 mg diberikan sekali sehari secara intravena selama 4 minggu berturut-turut, dan jika tampak perbaikan, pemberian dilanjutkan selama 4 minggu lagi.