rancangan peraturan daerah … · web viewdengan rahmat tuhan yang maha esa bupati kotawaringin...

195
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2002 T E N T A N G PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, dalam rangka menunjang pembangunan Sektor Perikanan yang berdayaguna dan berhasilguna, khususnya dibidang Usaha Perikanan, perluasan kesempatan kerja, peningkatan taraf hidup bagi Nelayan dan Petani Ikan serta terbinanya kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya, perlu diupayakan peningkatan pelayanan, pembinaan serta perlindungan terhadap Nelayan dan Petani Ikan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a di atas. perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Perizinan Usaha Perikanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1820) ; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,

Upload: dangkiet

Post on 05-Apr-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

NOMOR 2 TAHUN 2002

T E N T A N G

PERIZINAN USAHA PERIKANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

Menimbang: a. bahwa, dalam rangka menunjang pembangunan Sektor Perikanan yang berdayaguna dan berhasilguna, khususnya dibidang Usaha Perikanan, perluasan kesempatan kerja, peningkatan taraf hidup bagi Nelayan dan Petani Ikan serta terbinanya kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya, perlu diupayakan peningkatan pelayanan, pembinaan serta perlindungan terhadap Nelayan dan Petani Ikan;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a di atas. perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Perizinan Usaha Perikanan.

Mengingat :1.Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1820) ;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ;

3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara RI Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3037) ;

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3699) ;

15. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999

Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839) ;

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3848);

7. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4048) ;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara RI Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3258) ;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan (Lembaran Negara RI Tahun 1990 Nomor 19), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1993 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3929) ;

11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3952);

12. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden;

13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;

14. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 24 Tahun 2000 tentang Rincian Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor : 14 Seri : D);

215. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 29

Tahun 2000 perubahan pertama atas Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten

Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2002 Nomor : 23 Seri : D );

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHKABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Kotawaringin Barat ;

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah ;

3. Bupati adalah Bupati Kotawaringin Barat ;

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat yang selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legislatif Daerah :

5. Dinas Perikanan dan Keluatan Daerah adalah Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat;

6. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat;

37. Usaha Perikanan adalah semua usaha atau kegiatan yang

berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan seperti penangkapan, pembudidayaan, menyimpan, mengedarkan, mengawetkan, pembenihan, pengolahan, pengalengan ikan dan atau biota lainnya yang bertujuan untuk komersial;

8. Sumber Daya Ikan adalah semua jenis ikan termasuk biota perairan lainnya;

9. Sarana Produksi adalah peralatan dan bahan yang digunakan untuk menunjang kegiatan usaha perikanan meliputi kapal, alat tangkap, kolam, jarring apung, tambak, benih, pakan ikan, pupuk, obat-obatan dan peralatan lain yang dipergunakan dalam proses produksi;

10. Perusahaan Perikanan adalah perusahaan yang didirikan khusus untuk melakukan usaha perikanan yang dilakukan oleh perorangan atau Badan Hukum di perairan Kabupaten Kotawaringin Barat;

11. Pengusaha Perikanan adalah semua pengusaha baik perorangan, Badan Hukum yang melakukan kegiatan usaha perikanan;

12. Usaha Penangkapan Ikan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan dalam keadaan tidak dibudidayakan dengan alat-alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat menyimpan, mengolah, mendinginkan, mengawetkan dan mengangkut untuk tujuan komersial;

13. Hasil Perikanan adalah segala jenis ikan termasuk biota perairan lainnya yang dapat ditangani atau diolah untuk dijadikan produk akhir yang dapat dimanfaatkan sebagai keperluan manusia dan keperluan bahan industri;

14. Usaha Budidaya Ikan dan Non Ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan atau membiakkan ikan dan memanen hasilnya dengan alat atau cara apapun termasuk menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan untuk tujuan komersial;

415. Biota Non Ikan lainnya biota selain ikan yang termasuk hasil

perikanan meliputi udang, katak, rumput laut, kepiting/ rajungan, kura-kura, kerang-kerangan, ubur-ubur, penyu (labi-labi) dan sejenisnya;

16. Usaha Industri Ikan adalah usaha pengolahan, pengawetan ikan dan hasil perikanan lainya yang dilaksanakan oleh perorangan atau badan hukum untuk tujuan komersial;

17. Perdangan/pemasaran Ikan adalah usaha untuk memasarkan ikan hasil perikanan dalam keadaan segar/ hidup/ olahan baik yang masuk atau keluar daerah;

18. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan;

19. Alat Penangkapan Ikan adalah sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan;

20. Petani Ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan;

21. Izin Usaha Perikanan selanjutnya disebut IUP adalah Izin tertulis yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah yang harus dimiliki oleh Pengusaha perikanan baik perorangan atau Badan Hukum;

22. Kapal Perikanan adalah Kapal atau perahu atau alat apung lainnya yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, survei dan ekplorasi perikanan;

23. Surat Penangkapan Ikan selanjutnya disebut SPI adalah Izin tertulis yang dikeluarkan Kepala Daerah yang harus dimiliki setiap Kapal Perikanan berbendera kebangsaan Indonesia yang melakukan kegiatan penangkapan, memuat, mengangkut dan mengawetkan di wilayah perairan Kabupaten Kotawaringin Barat;

5

24. Badan Usaha adalah suatu bentuk badan usaha baik perorangan atatupun Badan Hukum yang meliputi Perseroan Terbatas (PT), Perorangan Komanditer (CV) dan perseroan lainnya baik milik Pemerintah maupun Swasta, Persekutuan/ Perkumpulan, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau organisasi, Lembaga dan bentuk Badan Usaha lain yang kegiatannya sebagai Pengusaha Perikanan;

25. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu yang diberi

wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melaksanakan Penyidikan ;

26. Pejabat adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas tetentu sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

27. Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat keterangan tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

BAB II

KETENTUAN PERIZINAN

Pasal 2

(1) Setiap Usaha Perikanan yang dilakukan oleh Perorangan atau Badan Usaha baik milik Pemerintah maupun Swasta yang bertujuan komersial wajib memiliki Izin Usaha Perikanan (IUP) dan Surat Penangkapan Ikan (SPI);

(2) Setiap Perisahaan Perikanan yang akan mengajukan permohonan Izin Usaha Perikanan (IUP) dan Surat Penangkapan Ikan (SPI) diharuskan menyampaikan secara tertulis kepada Dinas Perikanan dan Kelautan;

(3) Usaha Perikanan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah sebagai berikut :

6

a. Usaha Penangkapan Ikan di perairan umum dan perairan laut;

b. Usaha Pembudidayaan ikan non ikan diperairan umum, laut dan payau;

c. Usaha Pengolahan hasil perikanan skala rumah tangga/ pengolahan tradisional, penampungan/ pengumpul hasil periknan, perusahaan/ industri pengolahan hasil perikanan.

Pasal 3

Pengecualian terhadap ketentuan Perizinan sebagaimana dimaksud Pasal 2, tapi wajib mendaftarkan diri pada Dinas Perikanan dan Kelautan antara lain meliputi :

a. Penangkapan ikan berskala kecil untuk kegiatan penelitian, pengembangan olah raga dan pariwisata;

b. Nelayan yang menggunakan perahu/ kepal dengan ukuran kurang dari 2 (dua) Ton, bermesin atau tidak bermesin dengan alat tangkap yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

c. Pembudidayaan ikan atau biota lainnya di laut maupun di air payau, ditambak dengan luas kurang dari 2 Ha.

Pasal 4

(1) Untuk mendapatkan Izin sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal 2 Peraturan Daerah ini yang berkepentingan mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dan mengisi formulir yang disediakan serta melampirkan syarat-syarat sebagai berikut :

a. Foto copy Kartu Tanda Penduduk atau Identitas lain yang sejenis dari pemohon;

7b. Foto copy/ salinan akte perseroan bagi Badan Usaha yang

berbadan hukum.

(2) Bentuk permohonan dan formulir sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

Pasal 5

(1) Izin diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal dikeluarkan dan dapat diperpanjang kembali dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dengan melampirkan syarat-syarat sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Daerah ini.

(2) Izin diberikan kepada yang berhak dan tidak dibenarkan untuk dipindah tangankan dengan cara apapun kepada pihak lain.

Pasal 6

(1) Izin sebagaimana dimaksud Pasal 5 Peraturan Daerah ini, berakhir sebelum habis waktunya apabila :a. Pemegang izin meninggal dunia;

b. Status Badan Hukum Izin dibubarkan;

c. Izin dicabut oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Izin dapat dicabut oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk apabila :a. Syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Daerah

atau yang ditetapkan dalam Surat Izin tidak ditaati/ tidak dilaksanakan oleh pemegang izin.

b. Berdasarkan pertimbangan tertentu dianggap membahayakan yang berhubungan dengan keamanan dan kepentingan pembinaan kelestarian Sumber Hayati pada perairan dalam Daerah.

8BAB III

KETENTUAN BIAYA

Pasal 7

(1) Untuk setiap pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Daerah ini dikenakan biaya atau pungutan;

(2) Besarnya biaya atau pungutan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah sebagai berikut :

a. Usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap :1.

2.

Payang, Jaring Trampel Net, Gill Net, Sungkur dan sejenisnya perunit kapal/ pertahun ………………………………..Pancing dan sejenisnya perunit kapal/ pertahun ………………………………..

Rp. 75.000,-

Rp. 25.000,-

b. Usaha Pembenihan :1.2.3.

Pembenihan ikan suangai/ laut pertahun..Pembenihan non ikan pertahun ………...Pembenihan Udang pertahun …………...

Rp. 50.000,-Rp. 75.000,-Rp. 75.000,-

c. Usaha Pengolahan Ikan :1.2.

Pengolahan Tradisional pertahun ………Industri Perikanan pertahun ……………

Rp. 50.000,-Rp.100.000,-

d. Usaha Pengumpulan/ Perdagangan/ pemasaran ikan :1. Ikan hidup/ ikan segar, ikan olahan

pertahun ……………………………….. Rp.100.000,-

e. Usaha Budi Daya Ikan dan Biota lainnya di Tambak :1.

2.

Luas lahan diatas 0,5 ha s/d 5 ha pertahun ………………………………...Luas lahan 5 ha keatas pertahun

Rp. 50.000,-Rp.100.000,-

f. 9Usaha Budi Daya Ikan di Kolam :1.

2.

3.

4.

Luas lahan diatas 100 M2 sampai dengan 500 M2 pertahun ………………………..Luas lahan diatas 500 M2 sampai dengan 2.500 M2 pertahun ……………………..Luas lahan diatas 2.500 M2 sampai dengan 1 ha pertahun …………………..Luas lahan diatas 1 ha pertahun………..

Rp. 10.000,-

Rp. 30.000,-

Rp. 40.000,-Rp. 50.000,-

g. Usaha Budi Daya Ikan dan Biota lainnya di Keramba/ Jaring Apung atau sejenisnya : 1.2.

Perunit (200 s/d 500) ekor/ pertahun…… Perunit (500 keatas ekor/ pertahun ……..

Rp. 25.000,-Rp. 50.000,-

h.

i.

Usaha Budi daya Rumput Laut dan sejenisnya dengan luas rakit usaha diatas 100 M2 pertahun …………………………...

Usaha Budi Daya Kerang-kerangan, Kepiting dan sejenisnya dengan padat penebaran kurang dari 500 ekor permusim

Rp. 50.000,-

Rp. 50.000,-

tanam pertahun …………………………….

BAB IV

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 8

(1) Mereka yang terdaftar dan mendaftarkan Izin Usaha akan memperoleh bimbingan, pembinaan dan pengawasan dari Pemerintah Daerah;

(2) Guna menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, Pemerintah Daerah mengadakan penelitian, pembinaan, pendidikan, pelatihan, penyuluhan, pengadaan sarana dan prasarana serta pengujian mutu hasil perikanan;

10

(3) Untuk menjamin terselenggaranya pemanfaatan Sumber Daya Ikan secara berdayaguna dan berhasilguna dilakukan perlindungan, pengendalian dan pengawasan sumber daya ikan;

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) Pasal ini, diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

Pasal 9Setiap Nelayan yang bekerja pada Kapal Penangkapan Ikan harus memenuhi syarat-syarat dan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB V

L A R A N G A N

Pasal 10

Guna melindungi kelestarian Sumber Daya Ikan dan Biota lainnya, dilarang melakukan kegiatan :

a. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, bahan beracun, listrik dan trowl serta daya ikan yang dilarang ole peraturan peundang-undangan yang berlaku.

b. Mengadakan penangkapan satwa seperti kura-kura, penyu, ikan arwana dan jenis lain yang dilindungi kelestariannya sumber daya ikan dan benih-benihnya.

11BAB VI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 11

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2, 5, 10, 12 dan 16 Peraturan Daerah ini, diancam Pidana Kurungan paling lam 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk disita/ dimusnahkan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundnag-undangan yang berlaku;

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran.

BAB VII

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 12

(1) Selain Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi Peraturan Daerah ini diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk

melakukan penyidikan atas pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini.

(2) Dalam melaksanakan tugas Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwewenang :a. Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang

adanya tindak pidana;b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat

kejadian;c. Memerintahkan berhenti seorang tersangka dari

perbuatannya dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. Pemeriksaan, penyitaan surat dan atau benda;e. Mengambil sidik jari dan memotret seorang tersangka.

12

f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

h. Mengadakan penghentian penyidikan dan khusus bagi Penyidik Pegawai Negeri setelah mendapat petunjuk dari penyidik Polisi Negara Indonesia, bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, Tersangka dan Keluarnya;

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.

(3) Pejabat Penyidik sebagimana dimaksud ayat (1) membuat Berita Acara setiap tindakan tentang :a. Pemeriksaan Tersangka ;b. Pemasukan Rumah ;c. Penggeledahan rumah / tempat-tempat tertutup ;d. Penyitaan benda ;e. Pemeriksaan surat ;f. Pemeriksaan saksi ;g. Pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimkannya

langsung ke Pengadilan Negeri, khusus bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 13

Dalam waktu 6 (enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Daerah ini kepada semua kegiatan Usaha Perikanan dan Kelautan yang ada sebelumnya wajib memenuhi segala ketentuan Peraturan Daerah ini.

Pasal 14

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

13Pasal 15

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat.

Ditetapkan di Pangkalan Bun Pada tanggal 25 Maret 2002

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,Cap/ttd

Ir. H. ABDUL RAZAKDiundangkan di Pangkalan BunPada tanggal 25 Maret 2002.

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN

KOTAWARINGIN BARAT,

Cap/ttd

Drs. J. DJUDAE ANOMNIP. 530 000 899

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARATTAHUN 2002 NOMOR : 1, SERI : C.

14

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

KEPUTUSAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

NOMOR 25 TAHUN 2002

T E N T A N G

PETUNJUK PELAKSAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

PERIZINAN USAHA PERIKANAN DAN KELAUTAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

Menimbang: a. bahwa, dalam rangka memudahkan pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Perikanan yang telah diundnagkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2002 Nomor 1 Seri C, maka perlu diatur lebih lanjut petunjuk pelaksanaannya;

b. bahwa, sebagaimana maksud huruf a di atas. perlu ditetapkan dengan Keputusan Bupati Kotawaringin Barat.

Mengingat :1.Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1820) ;

2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara RI Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3037) ;

153. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839) ;

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3848);

5. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4048) ;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3952);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4139) ;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4021);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Dalam Pelaksanaan Desentralisasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 203, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4023);

11. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk

Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden;

16

12. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 24 Tahun 2000 tentang Rincian Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor : 14 Seri : D);

13. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 25 Tahun 2000 sebagaimana diubah pertama kali dengan Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2000 dan diubah untuk kedua kali dengan Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 tentang Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2002 Nomor : 6 Seri : D );

14. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perijinan Usaha Perikanan (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2002 Nomor : 1 Seri : C );

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Kotawaringin Barat ;

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah ;

3. Bupati adalah Bupati Kotawaringin Barat ;

174. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kotawaringin

Barat yang selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legislatif Daerah :

5. Dinas Perikanan dan Keluatan Daerah adalah Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat;

6. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat;

7. Usaha Perikanan adalah semua usaha atau kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan seperti penangkapan, pembudidayaan, menyimpan, mengedarkan, mengawetkan, pembenihan, pengolahan, pengalengan ikan dan atau biota lainnya yang bertujuan untuk komersial;

8. Sarana Produksi adalah peralatan dan bahan yang digunakan untuk menunjang kegiatan usaha perikanan meliputi kapal, alat tangkap, kolam, jarring apung, tambak, benih, pakan ikan, pupuk, obat-obatan dan peralatan lain yang dipergunakan dalam proses produksi;

9. Perusahaan Perikanan adalah perusahaan yang didirikan khusus untuk melakukan usaha perikanan yang dilakukan oleh perorangan atau Badan Hukum di perairan Kabupaten Kotawaringin Barat;

10. Pengusaha Perikanan adalah semua pengusaha baik perorangan atau yang berbentuk Badan Hukum untuk melakukan kegiatan usaha perikanan;

11. Usaha Penangkapan Ikan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan dalam keadaan tidak dibudidayakan dengan alat-alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat menyimpan, mengolah, mendinginkan, mengawetkan dan mengangkut untuk tujuan komersial;

12. Usaha Industri Ikan adalah usaha pengolahan, pengawetan ikan dan hasil perikanan lainya yang dilaksanakan oleh perorangan atau badan hukum untuk tujuan komersial;

1813. Perdagangan/ pemasaran Ikan adalah usaha untuk memasarkan

ikan hasil perikanan dalam keadaan segar/ hidup/ olahan baik yang masuk atau keluar daerah;

14. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan;

15. Petani Ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan;

16. Izin Usaha Perikanan selanjutnya disebut IUP adalah Izin tertulis yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah yang harus dimiliki oleh Pengusaha perikanan baik perorangan atau Badan Hukum;

17. Kapal Perikanan adalah Kapal atau perahu atau alat apung lainnya yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, survei dan ekplorasi perikanan;

18. Surat Penangkapan Ikan selanjutnya disebut SPI adalah Izin tertulis yang dikeluarkan Kepala Daerah yang harus dimiliki setiap Kapal Perikanan berbendera kebangsaan Indonesia yang melakukan kegiatan penangkapan, memuat, mengangkut dan mengawetkan di wilayah perairan Kabupaten Kotawaringin Barat;

19. Badan Usaha adalah suatu bentuk badan usaha baik perorangan atatupun Badan Hukum yang meliputi Perseroan Terbatas (PT), Perorangan Komanditer (CV) dan perseroan lainnya baik milik Pemerintah maupun Swasta, Persekutuan/ Perkumpulan, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau organisasi, Lembaga dan bentuk Badan Usaha lain yang kegiatannya sebagai Pengusaha Perikanan;

BAB II

KETENTUAN PERIZINAN

Pasal 2

(1) Setiap Usaha Perikanan sebagaimana dimaksud Pasal 2 Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 2 Tahun 2002 wajib memiliki izin tertulis yang diterbitkan oleh Bupati;

19

(2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) yang bersangkutan mengajukan permohonan tertulis diatas kertas bermaterai cukup yang diajukan kepada Bupati mellaui Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kotawaringin Barat;

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (2) memuat ketentuan sebagai berikut :a. Permohonan izin usaha perikanan :

- Nama dan alamat pemohon; - Jenis Usaha;- Daerah Usaha;- Jenis dan jumlah alat yang dipergunakan;- Kesanggupan untuk mentaati peraturan dan ketentuan

yang berlaku serta syarat-syarat yang tercantum dalam surat izin.

b. Permohonan SPI : - Nama dan tanda selar kapal;- Ukuran Kapal;- Kekuatan Mesin;- Jumlah, ukuran alat yang dipergunakan;- Status Kapal;- Jumlah Anak Buah Kapal;- Surat Ukur dan Sertifikat kesempurnaan Kapal;

c. Pemohonan Izin Usaha Perikanan :- Nama Pemimpin Perusahaan;- NPWP;- Alamat Perusahaan;- Keterangan Modal Usaha;- Keterangan tentang Tenaga Kerja;- Poto copy Akte Notaris;- Keterangan tentang Fiskal yang berlaku;- Dokumen studi kelayakan usaha;- Analisis Dampak Lingkungan bagi usaha perikanan

yang wajib AMDAL, Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan bagi usaha perikanan yang tidak wajib AMDAL, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

20BAB III

BESARNYA BIAYA PERIZINAN

Pasal 3

(1) Setiap Pemberian Izin dan Daftar Ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dikenakan biaya perizinan;

(2) Besarnya biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah sebagai berikut :

a. Usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap :1.

2.

Payang, Jaring Trampel Net, Gill Net, Sungkur dan sejenisnya perunit kapal/ pertahun ………………………………..Pancing dan sejenisnya perunit kapal/ pertahun ………………………………..

Rp. 75.000,-

Rp. 25.000,-

b. Usaha Pembenihan :1.2.3.

Pembenihan ikan suangai/ laut pertahun..Pembenihan non ikan pertahun ………...Pembenihan Udang pertahun …………...

Rp. 50.000,-Rp. 75.000,-Rp. 75.000,-

c. Usaha Pengolahan Ikan :1.2.

Pengolahan Tradisional pertahun ………Industri Perikanan pertahun ……………

Rp. 50.000,-Rp.100.000,-

d. Usaha Pengumpulan/ Perdagangan/ pemasaran ikan :1. Ikan hidup/ ikan segar, ikan olahan

pertahun ……………………………….. Rp.100.000,-

e. Usaha Budi Daya Ikan dan Biota lainnya di Tambak :1.

2.

Luas lahan diatas 0,5 ha s/d 5 ha pertahun ………………………………...Luas lahan 5 ha keatas pertahun

Rp. 50.000,-Rp.100.000,-

f. 21Usaha Budi Daya Ikan di Kolam :1.

2.

Luas lahan diatas 100 M2 sampai dengan 500 M2 pertahun ………………………..Luas lahan diatas 500 M2 sampai dengan 2.500 M2 pertahun ……………………..

Rp. 10.000,-

Rp. 30.000,-

3.

4.

Luas lahan diatas 2.500 M2 sampai dengan 1 ha pertahun …………………..Luas lahan diatas 1 ha pertahun………..

Rp. 40.000,-Rp. 50.000,-

g. Usaha Budi Daya Ikan dan Biota lainnya di Keramba/ Jaring Apung atau sejenisnya : 1.2.

Perunit (200 s/d 500) ekor/ pertahun…… Perunit (500 keatas ekor/ pertahun ……..

Rp. 25.000,-Rp. 50.000,-

h.

i.

Usaha Budi daya Rumput Laut dan sejenisnya dengan luas rakit usaha diatas 100 M2 pertahun …………………………...

Usaha Budi Daya Kerang-kerangan, Kepiting dan sejenisnya dengan padat penebaran kurang dari 500 ekor permusim tanam pertahun …………………………….

Rp. 50.000,-

Rp. 50.000,-

BAB IV

TATA CARA PEMBAYARAN

Pasal 4

(1) Pungutan pembayaran biaya sebagaimana dimaksud Pasal 3 melalui Pembantu bendaharawan Khusus Penerima yang ada pada Dinas Perikanan dan Kelautan dan menyetorkan hasil pungutan ke Kas Daerah melalui Bendaharawan Khusus Penerima Dinas Pendapatan Daerah selambat-lambatnya dalam waktu 1 x 24 jam;

(2) Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan wajib melaporkan kegiatan penerimaan kepada Bupati Kotwaringin Barat setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya;

22(3) Hasil pungutan Perizinan dan Daftar Ulang seluruhnya disetor

ke Kas Daerah dan merupakan Penerimaan Daerah.

BAB V

PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

Pasal 5

Pengawasan terhadap pelaksanaan Perizinan usaha perikanan dilaksanakan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kotawaringin Barat.

BAB VI

WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 6

Menugaskan dan memberi wewenang serta tanggung jawab kepada Dinas Perikanan dan Kelautan untuk melaksanakan seluruh kegiatan meliputi pendataan, proses administrasi dan pungutan biaya perizinan.

BAB VII

L A R A N G A N

Pasal 7

Guna melindungi kelestarian Sumber Daya Ikan dan Biota lainnya, dilarang melakukan kegiatan :

a. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, bahan beracun, listrik dan trowl serta daya ikan yang dilarang olh peraturan peundang-undangan yang berlaku.

b. Mengadakan penangkapan satwa seperti kura-kura, penyu, ikan arwana dan jenis lain yang dilindungan kelestariannya sumber daya ikan dan benih-benihnya.

23c. Memasukan dan mengeluarkan ikan-ikan atau biota lainnya

yang membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan benih-beinhnya.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 8

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat.

Ditetapkan di Pangkalan Bun Pada tanggal 11 Nopember 2002

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

Cap/ttd

Ir. H. ABDUL RAZAKDiundangkan di Pangkalan BunPada tanggal 11 Nopember 2002.

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN

KOTAWARINGIN BARAT,

Cap/ttd

Drs. J. DJUDAE ANOMNIP. 530 000 899

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARATTAHUN 2002 NOMOR : 10, SERI : C.

24PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

NOMOR 3 TAHUN 2002

T E N T A N G

PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN DAN KELAUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

Menimbang: a. bahwa, dalam rangka menunjang pelaksanaan Otonomi Daerah di Sektor Perikanan dan Kelautan perlu peningkatan mutu hasil produksi, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun keperluan eksport harus memenuhi syarat-syarat hygiene dan pemeriksaan mutu;

b. bahwa, potensi Sumber Daya Perikanan dapat didayagunakan sebagai salah satu Sumber Pendapatan Asli Daerah dan penunjang Ekonomi Daerah yang pemanfaatannya harus dikelola dengan baik dan bijaksana;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b di atas. perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengujian Mutu Perikanan dan Kelautan.

Mengingat :1.Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1820) ;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ;

3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara RI Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3037) ;

25

4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839) ;

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3848);

6. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4048) ;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara RI Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3258) ;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kelautan (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3929) ;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3952);

10. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden;

11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;

12. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 24 Tahun 2000 tentang Rincian Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor : 14 Seri : D);

26

13. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 29 Tahun 2000 perubahan pertama atas Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2002 Nomor : 23 Seri : D );

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHKABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN DAN KELAUTAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Kotawaringin Barat ;

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah ;

3. Bupati adalah Bupati Kotawaringin Barat ;

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat yang selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legislatif Daerah :

5. Dinas Perikanan dan Keluatan Daerah adalah Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat;

6. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat;

277. Laboratorium Badan adalah laboratorium pembinaan dan

pengujian mutu hasil perikanan dan kelautan Kabupaten Kotawaringin Barat;

8. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat;

9. Pemeriksa/ penguji adalah Laboratorium pembinaan dan pengujian mutu hasil perikanan dan kelautan;

10. Petugas pemeriksa/ penguji adalah petugas pemeriksa/ penguji mutu yang telah mempunyai setifikat pelatihan pengambilan sample, pelatihan managemen mutu terpadu dan atau lanjutan;

11. Unit Pengolahan adalah suatu perusahaan baik perseorangan maupun berbadan hokum yang bergerak dibidang pengolahan ikan dan mempunyai Izin Usaha Perikanan (IUP);

12. Hasil Perikanan adalah komoditi perikanan yang siap dikonsumsi atau dipasarkan baik hidup, segar maupun olahan;

13. Mutu Hasil Perikananan adalah standar yang ditetapkan mengenai bahan baku, bahan pembungkus tambahan, bahan pembantu, komposisi pembungkus dan lain-lain mengenai pengujian mutu tiap jenis hasil perikanan;

14. Sertifikat Mutu Lokal (SML) adalah Surat keterangan yang dikeluarkan oleh Dinasn Perikanan dan Kelautan yang menerangkan bahwa hasil perikanan yang akan diperdagangkan di Dalam Negeri telah memenuhi standar mutu yang tercantum pada score sheet;

15. Sertifikat Mutu Eksport adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh Laboratorium yang menerangkan bahwa suau produk akhir yang akan dieksport telah memnuhi standar mutu;

16. Surat Keterangan Asal (SKA) adalah surat yang menerangkan asal hasil perikanan yang akan diperdagangkan baik lokal maupun eksport;

28

17. Score Sheet adalah daftar nilai hasil pengujian mutu yang menentukan layak atau tidaknya hasil perikanan itu diperdagangkan;

18. Usaha Perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan, termasuk antara lain kegiatan memuat, menympan, mengolah, mendinginkan, mengawetkan dan mengangkut ikan untuk tujuan komersial;

19. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melaksanakan Penyidikan ;

20. Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat keterangan tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

BAB II

PEMERIKAAN DAN PENGUJIAN MUTUHASIL PERIKANAN DAN KELAUTAN

Pasal 2

(1) Setiap kegiatan usaha angkutan perairan pedalaman Unit Usaha Perorangan atau Badan Hukum yang memproduksi komoditi perikanan di wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat diwajibkan memeriksakan hasil produksinya sebelum dikonsumsi dan atau diperdagangkan kepada masyarakat baik didalam maupun Luar Negeri;

(2) Pemeriksaan dimaksud ayat (1) Pasal 2 dilakukan oleh petugas pemeriksa/ penguji mutu di Laboratorium pembinaan pengujian mutu hasil perikanan dan kelautan dengan cara menguji secara laboratoris.

29

Pasal 3

(1) Setiap hasil Perikanan dan Kelautan yang akan diperdagangkan di Dalam Negeri harus melalui Pengujian dan memiliki Sertifikat Mutu Lokal;

(2) Setiap hasil Perikanan dan Kelautan yang akan diperdagangkan keluar Negeri harus memiliki Sertifikat Mutu Eksport;

(3) Setiap komoditi yang diperdagangkan dan telah mendapat Surat Keterangan Asal maupun Surat Keterangan Eksport wajib dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal Barang.

Pasal 4

(1) Semua hasil Perikanan dan Kelautan yang telah diperiksa/ diuji ternyata tidak memnuhi standar mutu tidak dapat diberikan Sertifikat Mutu;

(2) Hasil Perikanan yang tidak memenuhi standar mutu harus diolah kembali hingga memenuhi standar mutu;

(3) Jika setelah diolah kembali ternyata hasilnya tetap tidak memenuhi standar mutu, maka hasil perikanan dan kelautan tersebut harus dimusnahkan.

BAB III

PENGAMBILAN CONTOH

Pasal 5

(1) Pengambilan contoh hasil perikanan dan kelautan yang akan diuji dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan;

(2) Pengambilan contoh dilakukan secara acak, langsung oleh petugas pemeriksa/ penguji dengan memperhatikan petunjuk teknis.

30BAB IV

BIAYA PENGUJIAN MUTU

Pasal 6

(1) Setiap pengujian mutu hasil perikanan sebagaimana dimaksud pasal 3 dikenakan biaya pengujian mutu;

(2) Besarnya biaya pengujian mutu hasil perikanan untuk diperdagangkan dalam negeri ditetapkan untuk setiap contoh dikalikan Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu rupiah);

(3) Banyaknya jumlah ikan untuk setiap contoh ditetapkan sebagai berikut :

a. 0 Sampai dengan 100 Kg/hari sebanyak 1 (satu) Kg untuk contoh;

b. 101 Kg/hari s/d 500 Kg/hari sebanyak 2 (dua) Kg untuk contoh;

c. 501 Kg/hari s/d 1.000 Kg/hari sebanyak 3 (tiga) Kg untuk contoh;

d. 1.001 Kg/hari s/d 2.000 Kg/hari sebanyak 5 (lima) untuk contoh;

e. 2.001 Kg/hari atau lebih sebanyak 6 (enam) Kg untuk contoh.

(4) Besarnya biaya pengujian mutu hasil perikanan untuk eksport ditetapkan untuk setiap contoh dikalikan Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah);

(5) Keterlambatan pembayaran biaya dimaksud dalam ayat (2) dan (4) Pasal ini dikenakan biaya tambahan sebesar 300 prosen dari jumlah wajib dibayar dan harus dilunasi paling lambat 10 hari dari tanggal ditetapkannya sertifikat mutu.

31Pasal 7

(1) Hasil pungutan pengujian mutu dan atau biaya tambahan dimaksud pada ayat (2), (4) dan (5) Pasal 6 Peraturan Daerah ini merupakan penerimaan daerah yang harus disetor ke Kas Daerah melalui Bendaharawan Khusus Penerima Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat;

(2) Tata cara pemungutan, administrasi dan penyetoran hasil pungutan pengujian mutu dimaksud ayat (1) pasal ini, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

BAB V

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 8

(1) Pembinaan dan Pengawasan pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk;

(2) Tata cara Pembinaan dan Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

BAB VI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 9

(1) Setiap orang atau Badan Hukum yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 6 Peraturan Daerah ini, diancam Pidana Kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah);

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran.

32BAB VII

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 10

(1) Selain Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi Peraturan Daerah ini diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini.

(2) Dalam melaksanakan tugas Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwewenang :a. Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang

adanya tindak pidana;b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat

kejadian;c. Memerintahkan berhenti seorang tersangka dari

perbuatannya dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. Pemeriksaan, penyitaan surat dan atau benda;e. Mengambil sidik jari dan memotret seorang tersangka.f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa

sebagai tersangka atau saksi;g. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam

hubungannya dengan pemeriksaan perkara;h. Mengadakan penghentian penyidikan dan khusus bagi

Penyidik Pegawai Negeri setelah mendapat petunjuk dari penyidik Polisi Negara Indonesia, bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Polisi

Negara Republik Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, Tersangka dan Keluarnya;

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.

(3) Pejabat Penyidik sebagimana dimaksud ayat (1) membuat Berita Acara setiap tindakan tentang :a. Pemeriksaan Tersangka ;b. Pemasukan Rumah ;c. Penggeledahan rumah / tempat-tempat tertutup ;d. Penyitaan benda ;

33

e. Pemeriksaan surat ;f. Pemeriksaan saksi ;g. Pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimkannya

langsung ke Pengadilan Negeri, khusus bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 11

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Pasal 12

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat.

Ditetapkan di Pangkalan Bun Pada tanggal 25 Maret 2002

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,Cap/ttd

Ir. H. ABDUL RAZAKDiundangkan di Pangkalan BunPada tanggal 25 Maret 2002.

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN

KOTAWARINGIN BARAT,Cap/ttd

Drs. J. DJUDAE ANOMNIP. 530 000 899

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARATTAHUN 2002 NOMOR : 2, SERI : C.

34

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

KEPUTUSAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

NOMOR 24 TAHUN 2002

T E N T A N G

PETUJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANGPENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN DAN KELAUTAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

Menimbang: a. bahwa, dalam rangka untuk memudahkan pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pengujian Mutu Hasil Perikanan dan Kelautan yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2002 Nomor 2 Seri C, maka perlu diatur lebih lanjut Petunjuk Pelaksanaannya;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana maksud huruf a di atas. perlu ditetapkan dengan Keputusan Bupati Kotawaringin Barat.

Mengingat :1.Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1820) ;

2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara RI Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3037) ;

353. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839) ;

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3848);

5. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4048) ;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3952);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4021);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Dalam Pelaksanaan Desentralisasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 203, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4023);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139);

11. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk

Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden;

36

12. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 24 Tahun 2000 tentang Rincian Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor : 14 Seri : D);

13. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 25 Tahun 2000 sebagaimana diubah pertama kali dengan Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2000 dan diubah untuk kedua kali dengan Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 tentang Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2002 Nomor : 6 Seri : D );

14. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pengujian Mutu Hasil Perikanan dan Kelautan (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2002 Nomor : 2 Seri : C );

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHKABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : KEPUTUSAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN DAN KELAUTAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Kotawaringin Barat ;

372. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat Daerah

Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah ;

3. Bupati adalah Bupati Kotawaringin Barat ;

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat yang selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legislatif Daerah :

5. Dinas Perikanan dan Keluatan Daerah adalah Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat;

6. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat;

7. Laboratorium Badan adalah laboratorium pembinaan dan pengujian mutu hasil perikanan dan kelautan Kabupaten Kotawaringin Barat;

8. Pemeriksa/ penguji adalah Laboratorium pembinaan dan pengujian mutu hasil perikanan dan kelautan;

9. Petugas pemeriksa/ penguji adalah petugas pemeriksa/ penguji mutu yang telah mempunyai setifikat pelatihan pengambilan sample, pelatihan managemen mutu terpadu dan atau lanjutan;

10. Unit Pengolahan adalah suatu perusahaan baik perseorangan maupun berbadan hokum yang bergerak dibidang pengolahan ikan dan mempunyai Izin Usaha Perikanan (IUP);

11. Hasil Perikanan adalah komoditi perikanan yang siap dikonsumsi atau dipasarkan baik hidup, segar maupun olahan;

12. Mutu Hasil Perikananan adalah standar yang ditetapkan mengenai bahan baku, bahan pembungkus tambahan, bahan pembantu, komposisi pembungkus dan lain-lain mengenai pengujian mutu tiap jenis hasil perikanan;

13. Sertifikat Mutu Lokal (SML) adalah Surat keterangan yang dikeluarkan oleh Dinasn Perikanan dan Kelautan yang menerangkan bahwa hasil perikanan yang akan diperdagangkan di Dalam Negeri telah memenuhi standar mutu yang tercantum pada score sheet;

38

14. Sertifikat Mutu Eksport adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh Laboratorium yang menerangkan bahwa suatu produk akhir yang akan dieksport telah memnuhi standar mutu;

15. Score Sheet Lokal adalah daftar nilai hasil pengujian mutu yang menentukan layak atau tidaknya hasil perikanan itu diperdagangkan;

16. Surat Keterangan Asal (SKA) adalah surat yang menerangkan asal hasil perikanan yang akan diperdagangkan baik lokal maupun eksport;

17. Usaha Perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan, termasuk antara lain kegiatan memuat, menympan, mengolah, mendinginkan, mengawetkan dan mengangkut ikan untuk tujuan komersial;

18. Pejabat adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas tertentu dibidang Pengujian Mutu Hasil Perikanan dan Kelautan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

BAB II

PEMERIKAAN DAN PENGUJIAN MUTUHASIL PERIKANAN DAN KELAUTAN

Pasal 2

(1) Setiap hasil perikanan dan kelautan baik usaha kegiatan usaha Perorangan dan atau yang benbentuk Badan Hukum baik milik pemerintah maupun swasta yang akan diperdagangkan di Dalam dan di Luar Negeri harus melalui pengujian dan memiliki sertifikat mutu local dan sertifikat mutu eksport;

(2) Setiap komoditi yang diperdagangkan dan telah mendapat surat keterangan asal maupun surat keterangan eksport wajib dilengkapi dengan surat keterangan asal barang.

39

Pasal 3

(1) Hasil perikanan dan kelautan yang telah diperiksa/ diuji ternyata tidak memenuhi standar mutu, tidak dapat diberikan sertifikat mutu;

(2) Setiap hasil Perikanan dan Kelautan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diolah kembali, hingga memenuhi standar mutu;

(3) Setelah diolah ternyata tidak memenuhi standar, maka hasil perikanan dan kelautan harus dimusnahkan.

BAB III

PENGAMBILAN CONTOH

Pasal 4

(1) Pengambilan contoh hasil perikanan dan kelautan yang akan diuji dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan;

(2) Pengambilan contoh dilakukan secara acak, langsung oleh petugas pemeriksa/ penguji dengan memperhatikan petunjuk teknis.

BAB IV

BIAYA PENGUJIAN MUTU

Pasal 5

(1) Setiap pengujian mutu hasil perikanan sebagaimana dimaksud pasal 2 Keputusan ini dikenakan biaya pengujian mutu;

(2) Besarnya biaya pengujian mutu hasil perikanan untuk diperdagangkan dalam negeri ditetapkan untuk setiap contoh dikalikan Rp. 30.000.000,- (tiga puluh ribu rupiah);

40

(3) Banyaknya jumlah ikan untuk setiap contoh ditetapkan sebagai berikut :

a. 0 Sampai dengan 100 Kg/hari sebanyak 1 (satu) Kg untuk contoh;

b. 101 Kg/hari s/d 500 Kg/hari sebanyak 2 (dua) Kg untuk contoh;

c. 501 Kg/hari s/d 1.000 Kg/hari sebanyak 3 (tiga) Kg untuk contoh;

d. 1.001 Kg/hari s/d 2.000 Kg/hari sebanyak 5 (lima) untuk contoh;

e. 2.001 Kg/hari atau lebih sebanyak 6 (enam) Kg untuk contoh.

(4) Besarnya biaya pengujian mutu hasil perikanan untuk eksport ditetapkan untuk setiap contoh dikalikan Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah);

(5) Keterlambatan pembayaran biaya dimaksud dalam ayat (2) dan (4) Pasal ini dikenakan biaya tambahan sebesar 300 prosen dari jumlah wajib dibayar dan harus dilunasi paling lambat 10 hari dari tanggal ditetapkannya sertifikat mutu.

BAB V

TATA CARA PEMBAYARAN

Pasal 6

(1) Pembayaran biaya pengujian mutu disetorkan melalui Pembantu Bendaharawan Khusus Penerima pada Dinas Perikanan dan Kelautan, kemudian disetorkan ke Kas Daerah melalui Bendaharawan Khusus Penerima Dinas Pendapatan Daerah selambat-lambatnya dalam waktu 1 x 24 Jam;

41(2) Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan wajib melaporkan

kegiatan pengujian mutu dan hasil penerimaannya kepada Bupati Kotawaringin Barat setiap bulan selambat-labatnya tanggal 10 bulan berikutnya;

(3) Biaya Pengujian Mutu seluruhnya disetor ke Kas Daerah dan merupakan Penerimaan Daerah.

BAB VI

PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

Pasal 7

Pembinaan dan Pengawasan terhadap pelaksanaan pengujian mutu hasil perikanan dan kelautan dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Keluatan Kabupaten Kotawaringin Barat.

BAB VII

WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 8

Menugaskan dan memberi wewenang serta tanggung jawab kepada Dinas Perikanan dan Kelautan untuk melaksanakan kegiatan meliputi pendataan, pembinaan, pengawasan, proses administrasi dan operasional pungutan biaya Pengujian Mutu.

42

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 9

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat.

Ditetapkan di Pangkalan Bun Pada tanggal 7 Nopember 2002

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

Cap/ttd

Ir. H. ABDUL RAZAKDiundangkan di Pangkalan BunPada tanggal 7 Nopember 2002.

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN

KOTAWARINGIN BARAT,

Cap/ttd

Drs. J. DJUDAE ANOMNIP. 530 000 899

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARATTAHUN 2002 NOMOR : 9, SERI : C.

43

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

NOMOR 4 TAHUN 2002

T E N T A N G

USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN DAN PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

Menimbang: a. Bahwa Sumber Daya Alam diwilayah Kabupaten Kotawaringin Barat khususnya sektor kehutanan memiliki potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan tidak hanya terbatas pada pemanfaatan hasil hutan akan tetapi dapat juga berupa pemanfaatan kawasan hutan;

b. bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang berazaskan kemandirian dan keseimbangan maka setiap potensi obyektif sektor kehutanan harus diberdayakan dan dikelola semaksimal mungkin secara arif dan bijaksana dalam rangka memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat yang berkeadilan, merata dan berkelanjutan;

c. bahwa setiap usaha pemanfaatan hasil hutan dan pemanfaatan kawasan hutan di Wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat harus dilaksanakan atas dasar legalitas usaha secara sah;

d. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, b, dan c diatas, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dan Pemanfaatan/ Kawasan Hutan.

Mengingat : 1. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;

442. Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan

Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1820);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara RI Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3209);

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara RI Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3419);

5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

(Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3501);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3699);

7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran RI Nomor 3839);

8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3848);

9. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara RI Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 3258);

4511. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 39527);

10. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden ( Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 70 );

11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;

12. Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemanfaatan Hasil Hutan dan Kawasan Hutan;

13. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 24 Tahun 2000 tentang Rincian Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor 14, Seri : D);

14. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kelembagaan Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor 19, Seri : D ).

DENGAN PERSETUJUAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

M E M U T U S K A N :

46Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN

BARAT TENTANG USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN DAN PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu

PENGERTIAN

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Kotawaringin Barat;2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah

Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah;3. Bupati adalah Bupati Kabupaten Kotawaringin Barat;4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat

yang selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legislatif Daerah;5. Dinas Kehutanan adalah Dinas Kehutanan Daerah Kabupaten

Kotawaringin Barat;6. Kepala Dinas Kehutanan adalah Kepala Dinas Kehutanan Daerah

Kabupaten Kotawaringin Barat;7. Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah yang selanjutnya disingkat

(RTRWD) adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat;

8. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan;

9. Hutan Lindung adalah Kwasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlinduangan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah;

4710. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu dan atau ditetapkan oleh

pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap;

11. Kawasan Lindung adalah kawasan hutan tertentu yang karena fungsi lindungnya dalam Rencana Tata Ruang Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi;

12. Kawasan Budidaya adalah kawasan hutan tertentu yang seluruh sumber dayanya dapat dikelola dan dimanfaatkan secara lestari dalam pengertian budidaya yang dalam Rencana Tata Ruang Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat ditetapkan sebagai kawasan budidaya kehutanan dan budidaya non kehutanan;

13. Hutan Produksi Tetap yang selanjutnya disingkat HP adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan berupa kayu dan bukan kayu tanpa adanya pembatasan

selama menyangkut fungsi pokoknya yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat;

14. Hutan Produksi Terbatas yang selanjutnya disingkat HPT adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi memproduksi hasil hutan berupa kayu dan bukan kayu secara terbatas dan fungsi lindung yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat;

15. Kawasan Pengembangan Produksi yang selanjutnya disingkat KPP adalah kawasan tertentu yang menurut Rencana Tata Ruang Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat diperuntukkan dan ditetapkan sebagai kawasan bagi pengembangan produksi non kehutanan yang karenanya fungsi hutan berubah;

16. Kawasan Pemukiman dan Penggunaan Lainnya yang selanjutnya disingkat KPPL adalah kawasan tertentu menurut Rencana Tata Ruang Kabupaten Kotawaringin Barat diperuntukkan dan ditetapkan sebagai kawasan bagi pengembangan pemukiman dan penggunaan kawasan lainnya yang karenanya fungsi hutan berubah;

17. Izin Usaha adalah suatu bentuk legalitas kegiatan usaha di sektor kehutanan yang ditetapkan oleh Bupati Kotawaringin Barat;

18. Pemanfaatan hasil hutan adalah kegiatan-kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan pemanfaatan hasil hutan berupa kayu dan bukan kayu yang terdapat di dalam kawasan hutan;

4819. Pemanfaatan kawasan hutan adalah kegiatan-kegiatan ekonomi

yang berhubungan dengan pemanfaatan bentang alam dan ruang di dalam kawasan hutan;

20. Izin Usaha Wisata Alam adalah Izin usaha yang diberikan untuk mengelola kawasan hutan sebagai areal wisata alam;

21. Izin Usaha Taman Buru adalah Izin usaha yang diberikan untuk mengelola kawasan hutan sebagai areal atau lokasi perburuan satwa tertentu;

22. Hak Pengusahaan Hutan Alam yang selanjutnya disingkat HPH - Alam adalah Izin usaha yang diberikan dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu berdasarkan asas – asas kelestarian yang kegiatannya meliputi penebangan kayu, permudaan dan pemeliharaan hutan, pengamanan hutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan pada areal hutan produksi alam;

23. Hak Pengusahaan Hutan Tanaman yang selanjutnya disingkat HPH – Tanaman adalah izin usaha yang diberikan dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu berdasarkan asas-asas kelestarian yang kegiatannya meliputi penanaman, pemeliharaan, pemungutan

hasil, pengolahan dan pemasaran hasil hutan pada areal hutan produksi tanaman;

24. Hak Pemungutan Hasil Hutan yang selanjutnya disingkat HPHH adalah izin usaha yang diberikan dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu pada areal hutan produksi selain Hak Pengusahaan Hutan Alam dan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman yang diberikan secara sangat terbatas dalam hal luas, waktu dan target produksi;

25. Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan yang selanjutnya disingkat HPHKM adalah izin usaha yang diberikan dalam rangka pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada kawasan hutan yang secara khusus diberikan kepada masyarakat setempat untuk mengelola, mengusahakan dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu berdasarkan asas-asas kelestarian dengan menitikberatkan pada kepentingan mensejahterakan masyarakat setempat;

26. Izin Pemanfaatan Kayu yang selanjutnya disingkat IPK adalah izin untuk melaksanakan penebangan dan penggunaan kayu dari areal hutan yang telah ditetapkan atau pada areal penggunaan lain untuk keperluan pembangunan hutan tanaman atau keperluan non kehutanan;

28. Asas Kelestarian adalah kelestarian sumber daya, kelestarian produksi dan kelestarian hasil usaha;

4929. Pengusaha Kecil dan Menengah adalah badan atau lembaga usaha

yang memiliki kekayaan bersih sebanyak-banyaknya Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan hasil penjualan tahunan sebanyak-banyaknya Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) yang berdiri sendiri milik Warga Negara Indonesia (WNI) asli;

30. Sistem Silvikultur adalah sistem pengelolaan dan pengusahaan hutan yang mengutamakan kegiatan penanaman dan atau pemeliharaan permudaan alam guna membentuk tegakan masak tebang yang terdiri dari Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), Tebang Habis dengan Permudaan Alam (THPA) dan Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB);

31. Kelas Perusahaan adalah Klasifikasi perusahaan perkayuaan berdasarkan kebutuhan pasokan bahan baku industri;

32. Rencana Karya Pemanfaatan adalah rencana kegiatan pengelolaan dan pengusahaan hutan dalam rangka pemanfaatan hasil hutan dan atau pemenfaatan kawasan hutan dalam bentuk buku sebagai dasar pelaksanaan kegiatan dalam kurun waktu yang tertentu;

33. Iuran Hak Pengusahaan Hutan yang selanjutnya disingkat IHPH adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang ijin usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu sebagai suatu bentuk

kompensasi instrinsik atas kepemilikan izin usaha pada suatu areal hutan tertentu yang dipungut sekali pada saat ijin usaha atau hak tersebut diberikan;

34. Dana Jaminan Kinerja adalah dana yang dipungut dan dikenakan kepada pemegang izin usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu sebagai jaminan atas kinerja perusahaan yang bersangkutan selama berlakunya surat keputusan kepemilikan ijin usaha;

35. Dana Reboisasi yang selanjutnya disingkat DR adalah dana yang dipungut dari pemegang izin usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu atas pemilikan izin usaha yang diberikan untuk kepentingan reboisasi dan rehabilitasi lahan;

36. Dana Reboisasi adalah dana yang dipungut dari pemegang izin usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu yang berbentuk Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH) atas kepemilikan izin usaha yang diberikan sebagai bentuk kompensasi bagi kepentingan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi lahan, pelaksanaan sistem silvikultur dan pembinaan masyarakat desa hutan;

5037. Provisi Sumber Daya Hutan yang selanjutnya disingkat PSDH

adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai instrisik hutan alam yang dipungut atau dimanfaatkan oleh pemegang izin usaha dari areal hutan;

38. Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok individu (manusia) atau sekelompok anggota masyarakat setempat (penduduk asli) yang memiliki kesamaan-kesamaan budaya, sejarah, peradaban, keyakinan dan penghidupan yang terkait oleh hukum adat yang dihormati dan dipatuhi bersama;

39. Hukum Adat adalah aturan-aturan atau kaidah-kaidah adat yang mengatur tata kehidupan dari suatu masyarakat hukum adat atau masyarakat lainnya di wilayah hukum adat;

40. Hutan Adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat;

41. Hak Adat/ Ulayat adalah hak-hak anggota masyarakat dan atau kelompok masyarakat yang dilindungi dan diatur oleh hukum adat;

42. Masyarakat setempat adalah Kelompok-kelompok orang warga Negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam atau sekitar hutan masyarakat penduduk asli yang hidup dan tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan;

Bagian Kedua

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Penyelenggaraan kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan dan pemanfaatan kawasan hutan di wilayah Kabupaten berasaskan kelestarian, pemerataan, keadilan, kerakyatan dan keterpaduan.

(2) Asas kelestarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :a. Kelestariaan sumber daya, yakni yang berkaitan dengan aspek-

aspek daya dukung lingkungan dan sumber daya alam hutan terhadap setiap bentuk aktifitas yang dibebankan terhadapnya;

b. Kelestariaan produksi, yang berkaitan dengan aspek-aspek produktifitas obyek usaha atau produktifitas sumber daya alam hutan yang dikelola dan dimanfaatkan;

51Pasal 3

Tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan dan pemanfaatan kawasan hutan di wilayah Kabupaten meliputi :

a. Tujuan Jangka Panjang adalah menciptakan sistem pengelolaan dan pengusahaan hutan secara berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;

b. Tujuan Jangka Menengah :1. Mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan daerah Kabupaten Kotawaringin Barat melalui pengembangan dan pemberdayaan potensi obyektif daerah;

2. Mendukung program pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan masyarakat desa tertinggal terutama yang terletak di dalam dan di sekitar kawasan hutan;

3. Meminimalkan bahkan mengeliminir konflik yang terjadi sebagai akibat tejadinya benturan kepentingan dalam pengelolaan dan pengusahaan hutan;

4. Menumbuh-kembangkan partisifasi aktif masyarakat dalam pengamanan kawasan hutan dan membentuk suatu pola sikap rasa saling memiliki terhadap sumber daya hutan dan kelestariannya.

c. Tujuan Jangka Pendek :

1. Terciptanya kesempatan bekerja dan berusaha dibidang pengelolaan dan pengusahaan hutan bagi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan sebagai alternatif usaha baru yang dapat diandalkan;

2. Terciptanya kesempatan bekerja dan berusaha dibidang pengelolaan dan pengusahaan hutan kepada masyarakat luas baik kelompok masyarakat, badan usaha/swasta dan perorangan yang berkeadilan, merata dan berkeseimbangan;

3. Optimalisasi kontribusi sektor kehutanan bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan peningkatan Pproduk Domestik Bruto (PDRB);

4. Bertumbuh kembangnya lembaga koperasi masyarakat setempat dan memberdayakan lembaga koperasi yang telah ada sebelumnya;

525. Meningkatnya penghasilan masyarakat di dalam dan di sekitar

kawasan hutan;6. Meningkatnya taraf hidup dan kesejahteraan di dalam dan di

sekitar kawasan hutan.

Bagian Ketiga

PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM HUTAN

Pasal 4

(1) Kegiatan pemanfaatan sumber daya alam hutan sebagaimana yang diatur dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini, meliputi :a. Pemanfaatan hasil hutan, berupa kayu dan bukan kayu;b. Pemanfaatan kawasan hutan.

(2) Pemanfaatan sumber daya alam hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kepemilikan izin usaha, yakni :a. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan;b. Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan Hutan.

Bagian Keempat

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

Pasal 5

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah yang dijadikan sebagai dasar acuan dalam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam hutan melalui kepemilikan izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan izin usaha pemanfaatan kawasan hutan adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) / Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah (RTRWD).

(2) Dalam hal RTRWP/ RTRWD mengalami perubahan atau revisi karena kebutuhan pembangunan diatur sebagai berikut :

53a. Setiap bentuk pemanfaatan lahan dan ruang melalui

kepemilikan izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan izin usaha pemanfaatan kawasan hutan yang telah ditetapkan sebelumnya disesuaikan dengan RTRWP/ RTRWD hasil revisi atau hasil perubahan yang terakhir;

b. Ketentuan sebagaimana tersebut pada butir a dilakukan dengan tanpa mengurangi atau menambah luas areal yang telah ditetapkan terhadap hak atau izin usahanya.

BAB II

USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN

Bagian Kesatu

UMUM

Pasal 6

(1) Usaha pemanfaatan hasil hutan meliputi kegiatan-kegiatan pengusahaan dan pemungutan atas potensi sumber daya alam hutan baik berupa kayu atau bukan kayu yang diberikan dalam bentuk hak pengusahaan dan hak pemungutan pada areal tertentu di dalam kawasan hutan yang tidak dibebani hak-hak sah lainnya.

(2) Hak pengusahaan dan pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu tertentu dan bukan merupakan hak atas tanah atau lahan.

(3) Hak-hak sah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak-hak yang ditetapkan dan diakui menurut perundang-undangan yang berlaku dan atau hak-hak adat/ ulayat yang dapat dibuktikan dan diakui keberadaanya oleh masyarakat hukum adat setempat.

Pasal 7

Setiap bentuk usaha pemanfaatan hasil hutan di dalam kawasan hutan ditetapkan dengan mengacu kepada RTRWP/RTRWD.

54Bagian Kedua

BENTUK-BENTUK USAHA

Pasal 8

Bentuk-bentuk usaha pemanfaatan hasil hutan meliputi :a. Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu;b. Usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu;c. Usaha pemungutan hasil hutan kayu;d. Usaha pemungutan dan pengumpulan hasil hutan bukan kayu;

Pasal 9

(1) Setiap Usaha Pemanfaatan/ Pemungutan Hasil Hutan harus mendapat Izin tertulis dari Bupati.

(2) Bentuk izin usaha yang dapat diberikan dalam rangka pemanfaatan/ pemungutan hasil hutan kayu, berupa :a. Hak Pengusahaan Hutan Alam (HPH Alam);b. Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPH Tanaman); c. Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH);d. Izin Pemanfaatan Kayu (IPK).

(3) Bentuk izin usaha yang dapat diberikan dalam rangka pemanfaatan/ pemungutan hutan bukan kayu, berupa :a. Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan (HPHKM);b. Izin Pemungutan dan Pengumpulan Hasil Hutan Bukan Kayu

(IPPHHBK);

Bagian Ketiga

HAK PENGUSAHAAN HUTAN ALAM

Paragraf Kesatu

55Bentuk Izin Usaha

Pasal 10

Izin usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu berupa Hak Pengusahaan Hutan Alam diberikan dalam bentuk Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Alam (SK HPH Alam).

Paragraf Kedua

Areal Pemanfaatan

Pasal 11

(1) Areal yang dapat diberikan izin usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan sebagaimana dimaksud pada pasal 9 ayat (1) dan pasal 10 adalah pada kawasan hutan yang menurut RTRWP/ RTRWD termasuk ke dalam areal Hutan Produksi Tetap (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang tidak dibebani oleh hak-hak sah lainnya.

(2) Hak Pengusahaan Hutan sebagaimana dimaksud pada pasal 10 bukan merupakan kepemilikan hak atas tanah atau lahan hutan.

(3) Hak-hak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak-hak yang ditetapkan dan diakui menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan atau hak-hak adat/ulayat yang dapat dibuktikan dan diakui oleh masyarakat hukum adat setempat.

Paragraf Ketiga

Obyek Pemanfaatan

Pasal 12

(1) Obyek pemanfaatan dari bentuk izin usaha berupa HPH Alam adalah hasil hutan kayu berupa pohon-pohon hutan pada batas diameter tertentu, dengan ketentuan :a. Untuk hutan tanah kering pada HPT, batas diameter pohon

yang dapat ditebang adalah 60 cm ke atas;

56b. Untuk hutan tanah kering pada HP, batas diameter pohon yang

dapat ditebang adalah 50 cm ke atas;c. Untuk hutan rawa batas diameter pohon yang dapat ditebang

adalah 40 cm ke atas;d. Untuk hutan mangrove (hutan payau) batas diameter pohon

yang dapat ditebang adalah 10 cm ke atas.

(2) Setiap pemegang HPH Alam diwajiibkan melakukan diversifikasi pemanfaatan jenis-jenis pohon hutan dan tidak hanya terbatas pada pemanfaatan jenis-jenis pohon niagawi konvensional dalam rangka meningkatkan produktifitas hutan.

(3) Dalam pemanfaatan pohon-pohon hutan pada ayat (1) setiap pemegang Hak Pegusahaan Hutan diberikan target produksi dengan jumlah tertentu berupa target luas (dalam satuan hektar) dan target volume (dalam satuan meter kubik).

(4) Target produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang petunjuk pelaksanaanya diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten.

(5) Kegiatan penebangan pohon-pohon hutan (eksploitasi) dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu oleh pemegang HPH Alam hanya dapat dilakukan pada Blok Tebangan tahunan yang disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten.

Paragraf Keempat

Subyek Pemanfaatan

Pasal 13

Pemilik Izin Usaha dalam bentuk HPH Alam adalah :

a. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) yang telah memperoleh Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Alam (SK HPH Alam);

b. Badan usaha Milik Daerah (BUMD) yang telah memperoleh Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Alam (SK HPH Alam);

c. Koperasi yang telah yang telah memperoleh Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Alam (SK HPH Alam).

57Paragraf Kelima

Ketentuan Areal Yang Dapat Diberi Ijin Usaha

Pasal 14

(1) Areal yang dapat diberi izin usaha berbentuk HPH Alam sebagaimana dimaksud pada pasal 12 adalah dengan ketentuan :

a. Terletak pada kawasan hutan menurut RTRWP/RTRWD termasuk ke dalam areal HP dan HPT yang tidak dibebani oleh hak-hak sah lainnya sebagaimana dimaksud pada pasal 11;

b. Ditetapkan berdasarkan peta Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).

c. Areal HP dan HPT tersebut pada butir a masih produktif, yang terdiri dari :1. Untuk hutan tanah kering berupa :

a) Hutan primer,b) Hutan bekas tebangan dengan potensi = 25 M3/Ha.

2. Untuk hutan rawa berupa :a) Hutan primer,b) Hutan bekas tebangan dengan potensi = 20 M3/Ha.

3. Untuk hutan mangrove (hutan payau) berupa :a) Hutan primer,b) Hutan bekas tebangan denan potensi = 10 M3/Ha.

d. Luas Areal HPH Alam diatur sebagai berikut :1. Luas areal untuk 1 (satu) unit HPH Alam ditetapkan

maksimal seluas 50.000 Ha dalam 1 (satu) Kabupaten.2. Luas areal HPH Alam yang dapat dimiliki haknya oleh 1

(satu) pemohon/ pemilik izjin usaha dalam wilayah Propinsi ditetapkan maksimal seluas 100.000 Ha yang terdiri dari 2 (dua) unit HPH Alam.

(2) Penetapan potensi areal HPH Alam yang dimohon tersebut pada Pasal 14 ayat (1) butir c dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten berdasarkan hasil inventarisasi hutan sebagaimana diatur pada Pasal 12 ayat (4).

58(3) Pengkajian mengenai aspek-aspek lingkungan hidup areal HPH

Alam yang dimohon tersebut pada Pasal 14 ayat (1) butir c dilaksanakan melalui Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) oleh BAPEDALDA Kabupaten.

Pasal 15

(1) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang berupa HPH Alam diberikan untuk jangka waktu paling lama 20 tahun ditambah daur tanaman pokok dalam bentuk Surat Keputusan HPH Alam dan dapat diperpanjang.

(2) SK HPH Alam tersebut ayat (1) ditinjau dan dievaluasi kembali setiap 5 (lima) tahun pada saat penetapan dan pengesahan Rencana Karya Lima Tahun Pengusahaan hutan (RKL-PH Alam).

(3) Tata cara perpanjangan HPH Alam sebagaimana dimaksud ayat (1) dan peninjauan kembali setiap 5 (lima) tahun tersebut pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Paragraf Keenam

Pemberian Izin Usaha

Pasal 16

(1) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang berbentuk HPH Alam yang berada/ terletak di dalam Wilayah 1 (satu) kabupaten diberikan dan ditetapkan oleh Bupati berupa Surat Keputusan HPH Alam.

(2) Surat Keputusan HPH Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dan ditetapkan oleh Bupati dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari Kepala Dinas Kehutanan.

Pasal 17

(1) Dalam hal areal yang dimohon berada/ terletak di dalam 2 (dua) atau lebih wilayah Kabupaten, maka pemberian dan penetapan HPH Alam merupakan kewenangan Gubernur.

59(2) Bupati dimana areal/ lokasi tersebut ayat (1) dimohon menerbitkan

rekomendasi permohonan HPH Alam yang disampaikan kepada Gubernur.

Pasal 18

Tata cara dan persyaratan permohonan HPH Alam diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Paragraf Ketujuh

Hak Kewajiban dan Larangan Pemilik Ijin Usaha

Pasal 19

Hak dan kewajiban perusahaan pemegang SK HPH Alam diatur dan ditetapkan dalam SK HPH Alam perusahaan yang bersangkutan.

Paragraf Kedelapan

Rencana Karya Pemanfaatan

Pasal 20

Setiap pemilik izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang berbentuk HPH Alam diwajibkan untuk membuat dan menyusun sendiri rencana karya pemanfaatan hutan, terdiri dari :a. Rencana Karya Pengusahaan Hutan Alam yang meliputi seluruh

jangka waktu Pengusahaan 20 Tahun (RKPH Alam);b. Rencana Karya Lima Tahun Pengusahaan Hutan Alam (RKL-PH

Alam);c. Rencana Karya Tahunan Pengusahaan Hutan Alam (RKT-PH

Alam).

Pasal 21

(1) Rencana Karya Pengusahaan Hutan Alam yang Meliputi Seluruh Jangka Waktu Pengusahaan 20 Tahun (RKPH Alam ) sebagaimana dimaksud pada pasal 20 butir a ditetapkan dan

disahkan oleh bupati dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari Kepala Dinas Kehutanan.

60(2) Dan Rencana Karya Lima Tahun Pengusahaan Hutan Alam (RKL-

PH Alam) sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 butir b dan c ditetapkan dan disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan.

Pasal 22

Dalam hal Hak Pengusahaan Hutan Alam baru terbit SK HPH-nya dan belum memiliki RKPH Alam, RKL-PH Alam dan RKT-PH Alam, pemegang HPH Alam dapat mengajukan Bagan Kerja Tahunan Pengusahaan Hutan Alam (BKT-PH Alam) berdasarkan Project Proposal HPH Alam selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya Surat Keputusan HPH Alam.

Pasal 23

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan, penilaian dan pengesahan rencana karya pemanfaatan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 lebih lanjut diatur melalui Keputusan Bupati.

Bagian Keempat

HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN

Paragraf Kesatu

Bentuk Izin Usaha

Pasal 24

Izin usaha diberikan dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu berupa HPH Tanaman dalam bentuk Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (SK HPH Tanaman).

61

Paragraf Kedua

Areal Pemanfaatan

Pasal 25

(1) Areal yang dapat diberikan izin usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan dan pemanfaatan hutan kawasan sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 adalah kawasan hutan yang menurut RTRWP/RTRWD termasuk kedalam areal HP yang tidak dibebani oleh hak –hak sah lainnya.

(2) Hak-hak yang sah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak-hak ditetapkan dan diakui menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan atau hak-hak adat/ulayat yang dapat dibuktikan dan diakui oleh masyarakat hukum adat setempat.

Paragraf Ketiga

Obyek Pemanfaatan

Pasal 26

(1) Obyek pemanfaatan dari bentuk izin usaha berupa HPH Tanaman adalah tanaman dari jenis-jenis pohon hutan yang ditanam dan dikembangkan pada areal HPH Tanaman.

(2) Tanaman yang dibangun oleh pemegang HPH Tanaman di dalam areal kerjanya menjadi aset perusahaan yang bersangkutan sepanjang hak atau ijin usahanya masih berlaku.

(3) Setiap pemegang HPH Tanaman diwajibkan melakukan diversifikasi jenis-jenis pohon hutan tanaman dan dikembangkannya dengan mempertimbangkan pasokan kebutuhan bahan baku industri dan kebutuhan pasar berdasarkan kelas perusahaan yang dipilih.

62

(4) Dalam rangka pemanenan/pemungutan dan pemanfaatan tanaman pohon-pohon hutan pada ayat (1) setiap pemegang HPH Tanaman diberikan target produksi dengan jumlah tertentu berupa target luas (dalam satuan hektar) dan target volume (dalam satuan meter kubik).

(5) Target produksi sebagaimana dimaksud ayat (4) berdasarkan hasil inventarisasi hutan petunjuk pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas Kehutanan.

(6) Kegiatan penebangan tanaman pohon-pohon hutan (eksploitasi) dalam rangka pemanfatan hasil hutan kayu oleh pemegang HPH Tanaman hanya dapat dilakukan pada Blok Tebangan Tahunan yang telah disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan.

Paragraf Keempat

Subyek Pemanfaatan

Pasal 27

Pemilik izin usaha dalam bentuk HPH Tanaman :

a. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) Indonesia dan Asing yang telah memperoleh Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (SK HPH Tanaman);

b. Badan usaha Milik Daerah (BUMD) yang telah memperoleh Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (SK HPH Tanaman);

c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah memperoleh Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (SK HPH Tanaman).

d. Koperasi yang telah memperoleh surat keputusan HPH Tanaman.

63

Paragraf Kelima

Ketentuan Areal Yang Dapat Diberi Ijin Usaha

Pasal 28

(1) Areal yang dapat diberi izin usaha berbentuk HPH Tanaman sebagaimana dimaksud pada pasal 24 adalah dengan ketentuan :a. Terletak pada kawasan hutan menurut RTRWP/RTRWD

termasuk ke dalam areal HP yang tidak dibebani oleh hak-hak sah lainnya sebagaimana dimaksud pada pasal 25;

b. Ditetapkan berdasarkan peta Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).

c. Areal HP tersebut pada butir a sudah tidak produktif dengan ketentuan :1. Bukan termasuk hutan primer,2. Hutan bekas tebangan dengan potensi = 10 M3/Ha.3. Areal tidak produktif lainnya seperti tanah kosong, padang

alang-alang, semak belukar;d. Luas Areal HPH Tanaman diatur sebagai berikut :

1. Luas areal untuk 1 (satu) unit HPH Tanaman ditetapkan maksimal seluas 50.000 Ha dalam 1 (satu) Kabupaten.

2. Luas areal HPH Tanaman yang dapat dimiliki haknya oleh 1 (satu) pemilik ijin usaha dalam wilayah Kabupaten ditetapkan maksimal seluas 100.000 Ha yang terdiri dari 2 (dua) unit HPH Tanaman atau lebih.

(2) Penetapan potensi areal HPH Tanaman yang dimohon tersebut pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten berdasarkan hasil inventarisasi hutan sebagaimana diatur pada Pasal 26 ayat (5).

(3) Pengkajian mengenai aspek-aspek lingkungan hidup areal HPH Tanaman yang dimohon dilaksanakan melalui Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) oleh BAPEDALDA Kabupaten.

64

Pasal 29

(1) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu berupa HPH Tanaman diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun ditambah daur tanaman pokok dalam bentuk Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (SK HPH Tanaman) dan dapat diperpanjang.

(2) SK HPH Tanaman tersebut ayat (1) ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun pada saat penetapan dan pengesahan Rencana Karya Lima Tahun Pengusahaan Hutan Tanaman (RKL-PH Tanaman).

(3) Tata cara perpanjangan HPH Tanaman sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Paragraf Keenam

Pemberian Ijin Usaha

Pasal 30

(1) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang berbentuk HPH Tanaman yang berada/ terletak di dalam Wilayah 1 (satu) Kabupaten diberikan dan ditetapkan oleh Bupati berupa SK HPH Tanaman.

(2) SK HPH Tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan

dan ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari Kepala Dinas Kehutanan.

Pasal 31

(1) Dalam hal areal yang dimohon berada/ terletak di dalam 2 (dua) atau lebih wilayah Kabupaten/ kota, maka pemberian dan penetapan HPH Tanaman merupakan kewewenangan Gubernur.

(2) HPH Tanaman sebagaimana dimaksud ayat (1) bukan meruapakan kepemilikan hak atas tanah atau lahan hutan.

(3) Bupati dapat menerbitkan rekomendasi atas permohonan HPH Tanaman sebagaimana ayat (1) dan disampaikan kepada Gubernur.

65Pasal 32

Tata cara dan persyaratan permohonan HPH Tanaman di dalam wilayah Kabupaten diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Paragraf Ketujuh

Hak dan Kewajiban Pemilik Ijin Usaha

Pasal 33

Hak dan kewajiban perusahaan pemegang SK Tanaman diatur dan ditetapkan dalam SK HPH Tanaman perusahaan yang bersangkutan.

Paragraf Kedelapan

Rencana Karya Pemanfaatan

Pasal 34

Setiap pemilik izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang berbentuk HPH Tanaman diwajibkan untuk membuat dan menyusun sendiri Rencana Karya Pemanfaatan Hutan HPH Tanaman yang terdiri dari :a. Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman (RKPH Tanaman);b. Rencana Karya Lima Tahun Pengusahaan Hutan Tanaman (RKL-

PH Tanaman);c. Rencana Karya tahunan Pengusahaan Hutan Tanaman (RKT-PH

Tanaman).Pasal 35

(1) Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman (RKPH Tanaman) sebagaimana dimaksud pada pasal 34 butir a ditetapkan dan disahkan oleh Bupati dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari Kepala Dinas Kehutanan.

(2) Rencana Karya Lima Tahunan Pengusahaan Hutan Tanaman (RKL – PH Tanaman) dan Rencana Karya Tahunan Pengusahaan Hutan Tanaman (RKT - PH Tanaman) sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 butir b dan c ditetapkan dan disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan.

66Pasal 36

Dalam hal HPH Tanaman baru terbit SK. HPH Tanamannya dan belum memiliki RKPH Tanaman, RKL-PH Tanaman dan RKT-PH Tanaman, pemegang HPH Tanaman dapat mengajukan Bagan Kerja Tahunan Pengusahaan Hutan Tanaman (BKT-PH Tanaman)

berdasarkan Project Proposal HPH Tanaman selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya SK. HPH Tanaman.

Pasal 37

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan, penilaian dan pengesahan rencana karya pemanfaatan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud pada pasal 34 butir b dan c diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah.

Paragraf Kesepuluh

Sistem Silvikultur dan Kelas Perusahaan

Pasal 38

(1) Sistem silvikultur yang dilaksanakan oleh setiap pemilik ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang berbentuk HPH Tanaman adalah :a. Sistem Silvikultur Tebang Habis dengan Permudaan Buatan

(THPB);b. Sistem Silvikultur Tebang Habis dengan Permudaan Alam

(THPA);

(2) Penerapan sistem silvukultur lainnya dapat dilakukan setelah memperoleh rekomendasi dari Badan Penelitian Kehutanan.

Pasal 39

(1) Kelas Perusahaan HPH Tanaman terdiri dari :a. Kelas Perusahaan Kayu Serat;b. Kelas Perusahaan Kayu Pertukangan.

67(2) Kelas Perusahaan Kayu Serat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

butir a berorientasi produk berupa pulp & paper dengan pilihan jenis tanaman adalah jenis pohon yang berserat panjang dan cepat tumbuh atau memiliki daur pendek.

(3) Kelas perusahaan kayu Pertukangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir b berorientasi berupa kayu gergajian (sawn timber) termasuk plywood, moulding, dowell dan produk lainnya dengan

pilihan jenis tanaman berasal dari jenis-jenis setempat (lokal) atau jenis-jenis impor.

(4) Kelas Perusahaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat ditentukan sendiri oleh pemegang HPH Tanaman yang disesuaikan dengan kondisi lahan dalam areal kerjanya dan kebutuhan industri pengolahan kayu yang dibangun.

Bagian Kelima

HAK PEMUNGUTAN HASIL HUTAN

Paragraph Kesatu

Bentuk Ijin Usaha

Pasal 40

Izin Usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan berupa usaha pemungutan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 butir c dan Pasal 9 ayat (2) butir c diberikan dalam bentuk Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH).

68

Paragraf Kedua

Areal Pemanfaatan

Pasal 41

(1) Areal yang dapat diberikan izin usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan berupa usaha pemungutan hasil hutan kayu dalam bentuk HPHH sebagaimana dimaksud pada Pasal 40 adalah pada kawasan hutan yang menurut RTRWP termasuk kedalam areal

HP, Kawasan Pengembangan Produksi (KPP) dan Kawasan Pemukiman dan Penggunaan Lainnya (KPPL) yang tidak dibebani oleh hak-hak sah lainnya.

(2) HPHH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan kepemilikan hak atas tanah atau lahan hutan.

(3) Hak-hak sah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak-hak ditetapkan dan diakui menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan atau hak-hak adat/ulayat yang dapat dibuktikan dan diakui oleh masyarakat hukum adat setempat.

(4) HPHH yang berada dalam areal HP tidak dapat diberikan pada tipe hutan rawa (hutan ramin) dan hutan mangrove (hutan payau).

Pasal 42

(1) Bupati menetapkan persetujuan pencadangan lokasi pemanfaatan hasil hutan yang berbentuk HPHH di dalam wilayah Kabupaten setiap tahun secara kolektif berdasarkan RTRWP/ RTRWD dengan lampiran peta skala 1 : 50.000.

(2) Dinas Kehutanan melakukan pengkajian kesesuaian lokasi pemanfaatan hasil hutan yang berbentuk Hak Pemungutan Hasil Hutan Kayu (HPHH Kayu) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai bahan pertimbangan bagi Kepala Daerah.

69

Paragraf Ketiga

Obyek Pemanfaatan

Pasal 43

Obyek pemanfaatan hasil hutan yamg berbentuk HPHH adalah berupa pohon-pohon hutan dengan batas diameter 20 Cm ke atas.

Pasal 44

(1) Pemanfaatan hasil hutan kayu oleh pemegang HPH diatur dan ditetapkan dalam Buku Rencana Karya Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu yang disahkan.

(2) Penentuan target produksi HPHH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Dinas Kehutanan berdasarkan hasil inventarisasi di lapangan.

(3) Penebangan pohon-pohon hutan (eksploitasi) dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu oleh pemegang HPH hanya dapat dilakukan di dalam areal kerjanya yang telah disahkan.

Paragraf Keempat

Subyek Pemanfaatan

Pasal 45

Pemilik izin usaha dalam bentuk HPHH adalah :a. Koperasi masyarakat setempat yang telah memperoleh Surat

Keputusan Hak Pemungutan Hasil Hutan Kayu (SK HPHH Kayu);b. Perorangan (masyarakat setempat) yang telah memperoleh Surat

Keputusan Hak Pemungutan Hasil Hutan Kayu (SK HPHH Kayu),

70

Paragraf Kelima

Ketentuan Areal Yang Dapat Diberi Izin Usaha

Pasal 46

(1) Areal yang dapat diberi izin usaha berbentuk HPHH sebagaimana dimaksud pada Pasal 40 adalah dengan ketentuan :

a. Terletak pada kawasan hutan menurut RTRWP/RTRWD termasuk ke dalam areal HP, KPP dan KPPL yang tidak dibebani oleh hak-hak sah lainnya sebagaimana dimaksud pada pasal 41 ayat (1);

b. Telah dicadangkan sebagai areal HPHH oleh Bupati;c. Areal HP tersebut pada butir a adalah areal yang sudah tidak

produktif pada hutan tanah kering dan atau hutan pegunungan, yakni :1. Bukan merupakan hutan primer,2. Hutan bekas tebangan dengan potensi = 20 M3/Ha.

d. Luas Areal HPHH diatur sebagai berikut :1. Luas areal untuk 1 (satu) unit HPHH ditetapkan seluas 100

Ha. 2. Luas areal HPHH yang dapat dimohon/dimiliki haknya

oleh 1 (satu) pemohon/pemilik hak ditetapkan maksimal seluas 200 Ha atau sebanyak 2 (dua) unit HPHH.

(2) Penetapan potensi areal/lokasi HPHH yang dimohon tersebut pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan berdasarkan hasil inventarisasi hutan dan survey lapangan.

Paragraf Keenam

Pemberian Izin Usaha

Pasal 47

(1) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang berbentuk HPHH diberikan dan ditetapkan oleh Kepala Daerah berupa Surat Keputusan HPHH (SK HPHH).

71(2) SK HPHH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dan

ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari Kepala Dinas Kehutanan.

Pasal 48

Tata cara dan persyaratan pernohonan HPHH diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Paragraf Ketujuh

Hak Pemilik Izin Usaha

Pasal 49

(1) Pemilik izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang berbentuk HPHH memiliki hak-hak sebagai berikut :a. Melakukan kegiatan penebangan terhadap pohon-pohon

hutan diameter 20 Cm up di dalam areal kerjanya dengan luas tebangan tertentu, volume tebangan tertentu dan jenis tertentu sesuai yang tercantum dalam SK HPHH Kayu;

b. Melakukan kegiatan/tindakan pengamanan kayu-kayu hasil tebangan pada butir a;

c. Melakukan kegiatan pengangkutan dan pemasaran sendiri kayu-kayu hasil tebangan pada butir a sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

d. Membangun sarana dan prasarana kegiatan pengusahaan hutan di dalam areal kerjanya;

(2) Hak-hak lain yang tidak tercantum dalam ayat (1) tersebut diatas diatur dan ditetapkan dalam SK HPHH yang bersangkutan.

Pasal 50

Pemilik izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang berbentuk HPHH mempunyai kewajiban sebagai berikut :a. Membuat rencana karya pemanfaatan hasil hutan kayu selama

jangka waktu 1 (satu) tahun;

72b. Membuat dan melaporkan laporan – laporan teknis kegiatan

pemanfaatan/ pemungutan hasil hutan kayu di dalam areal kerjanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

c. Mensuplai sebagian hasil produksi kepada IPKH/ IPKL di dalam wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat.

d. Membayar iuran dan kewajiban keuangan lainnya sektor kehutanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, meliputi :1. Dana Rehabilitasi (DR),2. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan3. Pajak-pajak lainnya;

e. Menyediakan sejumlah Dana Jaminan Kinerja HPHH;f. Melaksanakan kegiatan pemanfaatan/pemungutan hasil hutan kayu

dengan kemampuan sendiri (non mekanis) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku berdasarkan asas-asas kelestarian sumber daya, kelestarian produksi dan kelestarian hasil usaha;

g. Melaksanakan kegiatan nyata di lapangan selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak terbitnya SK HPHH;

h. Mematuhi dan dan memberikan bantuan kepada para petugas kehutanan yang diberi wewenang untuk mengadakan bimbingan, pembinaan dan pengawasan dan pengendalian, penelitian dan pengembangan serta penyuluhan kehutananpada areal kerja HPHH yang bersangkutan;

i. Mematuhi setiap ketentuan perudang-undangan yang berlaku terkait dengan kegiatan pengusahaan hutan di dalam areal kerjanya.

j. Melaksanakan kegiatan- kegiatan perlindungan dan pengmanan hutan di dalam areal kerjanya sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

k. Melindungi dan menghormati aset-aset adat dan budaya masyarakat setempat yang berada di dalam areal kerjanya, seperti tempat-tempat keramat, pohon –pohon tertentu, bangunan adat (rumah betang, patahu, sandung) dan lain-lain yang diakui oleh masyarakat hukum adat setempat.

Pasal 51

(1) Dana Rehabilitasi sebagimana dimaksud pada pasal 50 butir d merupakan pengganti Dana Reboisasi dan hanya diwajibkan kepada pemegang HPHH.

73(2) Dana Rehabilitasi tersebut pada ayat (1) ditetapkan sebesar US $

25.0/M3 untuk produksi kayu bulat dari areal HPHH sebagai kompensasi atas biaya reboisasi dan rehabilitasi hutan, biaya silvikultur dan biaya pembinaan masyarakat.

(3) Seluruh Dana Rehabilitasi yang dipungut disetor ke dalam rekening khusus Pemerintah Kabupaten.

Pasal 52

(1) Pada areal HPHH, kegiatan pengelolaan hutan (rehabilitasi areal) terpisah dari kegiatan pengusahaan hutan (eksploitasi).

(2) Pemilik izin usaha pemanfaatan hasil hutan yang berbentuk HPHH hanya melaksanakan kegiatan pengusahaan hutan (eksploitasi) dengan kewajiban –kewajiban yang melekat atas kepemilikan izin/hak tersebut sebagaimana tersebut Pasal 50.

(3) Kegiatan pengelolaan hutan (rehabilitasi areal) menjadi tanggung jawab pihak lain (perusahaan baru yang terpisah) melalui proses tender oleh Pemerintah Kabupaten cq. Dinas Kehutanan kabupaten dengan memanfaatkan Dana Rehabilitasi sebagaimana tersebut pada Pasal 51.

Pasal 53

(1) Setiap pemegang HPHH DILARANG :a. Melakukan penebangan pohon-pohon semua jenis di luar areal

HPHH yang ditetapkan;b. Melakukan penebangan pohon-pohon melebihi target produksi

tahunan yang telah disahkan;c. Melakukan penebangan jenis-jenis pohon hutan lainnya yang

tidak terdapat dalam target produksi tahunan yag telah disahkan;

d. Melakukan penebangan terhadap jenis-jenis pohon hutan yang dilindungi tanpa izin khusus yang dikeluarkan oleh Gubernur cq. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi;

74

e. Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan maupun memiliki hasil hutan kayu yang bukan berasal dari areal kerjanya yang diambil atau dipungut secara tidak sah;

f. Mengangkut dan menjual kayu produksinya tanpa dilengkapi dokumen yang sah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

g. Memindah-tangankan dan atau menjual kepemilikan HPHH kepada pihak lain.

(2) Setiap pelanggaran oleh pemegang HPHH terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) tersebut dikenakan denda dan sanksi administratif dan atau diancam dengan sanksi pidana sesuai sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf Kesembilan

Rencana Karya Pemanfaatan

Pasal 54

(1) Setiap pemilik izin usaha pemungutan/pemanfaatan hasil hutan kayu yang berbentuk HPHH diwajibkan untuk membuat dan menyusun sendiri rencana karya pemungutan dan pemanfaatan hasil hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 44.

(2) Rencana karya pemungutan dan pemanfaatan hasil hutan kayu tersebut pada ayat (1) ditetapkan dan disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan, penilaian dan pengesahan rencana karya pemungutan dan pemnfaatan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tersebut di atas lebih lanjut diatur melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan.

Bagian Keenam

IZIN PEMANFAATAN KAYU

75Paragraf Kesatu

Bentuk Izin Usaha

Pasal 55

IPK adalah izin untuk melaksanakan penebangan dan penggunaan kayu dari areal yang telah ditetapkan atau pada areal penggunaan lain untuk keperluan pembangunan hutan tanaman atau keperluan non kehutanan.

Pasal 56

IPK Limbah merupakan izin usaha yang diberikan dalam rangka pemanfaatan hasil hutan berupa kayu – kayu limbah produksi kegiatan pengusahaan hutan dan pemanfaatam hasil hutan dalam bentuk Surat Keputusan Izin Pemanfaatan Kayu Limbah (SK IPK Limbah) maupun limbah industri pengolahan hasil hutan.

Paragraf Kedua

Areal Pemanfaatan

Pasal 57

(1) Areal yang dapat diberikan izin usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu dalam bentuk Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) sebagaimana dimaksud pada Pasal 53 adalah pada kawasan hutan yang menurut RTRWP/RTRWD termasuk ke dalam areal KPP,KPPL, Hutan Pendidikan dan Penelitian (HPP) dan Kawasan Khusus (KK).

(2) IPK Limbah sebagaimana dimaksud pada Pasal 56 hanya diberikan dalam rangka pemanfaatan kayu limbah produksi.

(3) IPK diberikan dengan tetap memperhatikan dan menghormati hak-hak adat/ ulayat yang dapat dibuktikan dan diakui oleh masyarakat hukum adat setempat.

76Paragraf Ketiga

Obyek Pemanfaatan

Pasal 58

(1) Obyek pemanfaatan hasil hutan yang berbentuk IPK adalah berupa pohon-pohon hutan dengan batasan diameter 30 Cm keatas.

(2) Obyek pemanfaatan hasil hutan berupa kayu yang berbentuk IPK sebagaimana Pasal 56 adalah :a. Berupa pohon-pohon hutan pada areal bekas tebangan dan atau

areal yang dimohon IPK Limbah, dengan ketentuan :1. Untuk pohon berdiri : diameter 20 – 29 Cm tanpa

pembatasan ukuran panjang pohon,2. Untuk pohon rebah (batang) : diameter 30 Cm keatas

dengan panjang 1,8 M dan diameter 20 – 29 Cm tanpa batasan panjang;

b. Berupa limbah industri pengolahan hasil hutan termasuk bahan baku serpih (BBS).

Pasal 59

(1) Pemanfaatan hasil hutan kayu oleh pemegang IPK diatur dan ditetapkan dalam Buku Bagan Kerja IPK yang disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan.

(2) Dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu oleh pemegang IPK tersebut pada ayat (1) diberikan target produksi dengan jumlah tertentu berupa target luas (dalam satuan hektar) dan target volume (dalam satuan meter kubik) yang tercantum dalam Surat Keputusan Izin Pemanfaatan Kayu (SK IPK) yang bersangkutan.

(3) Penentuan target produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten berdasarkan hasil kegiatan inventarisasi di lapangan.

77

(4) Kegiatan penebangan pohon-pohon hutan (eksploitasi) dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu oleh pemegang IPK hanya dapat dilakukan di dalam areal kerjanya berdasarkan target produksi yang ditetapkan/disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan.

(5) Kegiatan pemanfaatan kayu-kayu limbah industri pengolahan hasil hutan sebagaimana pada Pasal 58 ayat (2) butir b oleh pemegang IPK hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pemilik industri yang bersangkutan.

Paragraf Keempat

Subyek Pemanfaatan

Pasal 60

Pemilik izin usaha dalam bentuk IPK adalah :a. Koperasi yang telah memperoleh Surat Keputusan Izin

Pemanfaatan Kayu (SK IPK);b. Pengusaha kecil dan menengah yang telah memperoleh Surat

Keputusan Izin Pemanfaatan Kayu (SK IPK).c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah memperoleh Surat

Keputusan Izin Pemanfaatan Kayu (SK IPK).d. Badan Usaha Milki Daerah (BUMD) yang telah memperoleh Surat

Keputusan Izin Pemanfaatan Kayu (SK IPK).

Paragraf Kelima

Ketentuan Areal Yang Dapat Diberi Izin Usaha

Pasal 61

Areal yang dapat diberi izin usaha berbentuk IPK sebagaimana dimaksud pada Pasal 55 adalah dengan ketentuan :

a. Terletak pada kawasan yang menurut RTRWP/ RTRWD termasuk ke dalam KPP, KPPL, HPT, HP dan KK yang akan dilakukan tindakan / kegiatan pembukaan lahan (land clearing) untuk kepentingan pembangunan Hutan Tanaman atau pembangunan non kehutanan sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

78b. Areal / lokasi tanah milik masyarakat setempat yang dapat

dibuktikan keberadaannya / kebenarannya menurut ketentuan perundagan-undangan yang berlaku dan atau hak adat / hak ulayat yang diakui oleh masyarakat hukum adat setempat, meskipun tidak diatur dan ditetapkan dalam menurut RTRWP/RTRWD dapat diberikan IPK dalam bentuk IPK Tanah Milik.

c. Areal hutan sebagaimana dimaksud pada butir a telah dicadangkan untuk kepentingan-kepentingan tersebut sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf Keenam

Pemberi Izin Usaha

Pasal 62

(1) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang berbentuk IPK diberikan dan ditetapkan oleh Bupati berupa Surat Keputusan Izin Pemanfaatan Kayu (SK IPK) dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari Kepala Dinas Kehutanan.

(2) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan yang berbentuk IPK diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali.

Pasal 63

Tata cara dan persyaratan permohonan IPK diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah.

Paragraf Ketujuh

Hak dan Kewajiban Pemilik Izin Usaha

Pasal 64

Hak dan kewajiban pemegang IPK diatur dan ditetapkan dalam Surat Keputusan IPK.

79Paragraf Kedelapan

Rencana Karya Pemanfaatan

Pasal 65

(1) Rencana karya pemanfatan hasil hutan kayu atas kepemilikan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dibuat/disusun oleh pemohon dalam bentuk Buku Bagan Kerja Izin Pemanfaatan Kayu (BK-IPK) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun kegiatan, yang memuat :a. Data Pokok, meliputi :

1. Data pemohon dan pemilik izin,2. Letak dan luas areal yang dimohon,3. Tata hutan,4. Kondisi hutan,5. Potensi hutan,6. Sarana dan prasarana;

b. Rencana Kegiatan, meliputi :1. Pentahapan pelaksanaan pembukaan lahan,2. Rencana dan realisasi produksi kayu,3. Rencana dan realisai pemanfaatan kayu,4. Rencana dan realisasi pengolahan kayu,5. Rencana dan realisasi biaya.

(2) Realisasi Kegiatan yang dimuat dalam Buku BK – IPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir b hanya diperlukan bagi IPK yang mendapatkan perpanjangan dan atau diberikan secara bertahap.

(3) Data mengenai potensi hutan yang dimuat dalam Buku BK – IPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a disusun / dibuat berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan timber cruising dengan intensitas 100% pada areal yang dimohonkan IPK – nya oleh pemohon yang bersangkutan.

(4) Rencana karya pemanfaatan hasil hutan kayu dalam bentuk Buku BK – IPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dan disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan.

80

Bagian Ketujuh

HAK PENGUSAHAAN HUTAN KEMASYARAKATAN

Paragraf Kesatu

Bentuk Izin Usaha

Pasal 66

Izin usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan berupa kepemilikan hak pengusahaan oleh masyarakat setempat diberikan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan (HPHKM).

Paragraf Kedua

Areal Pemanfaatan

Pasal 67

(1) Areal yang dapat diberikan izin usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 66 adalah pada semua kawasan hutan kecuali Cagar Alam serta zona inti dan zona rimba pada Taman Nasional yang ditetapkan berdasarkan RTRWP/RTRWD, dan tidak dibebani hak-hak sah lainnya,.

(2) HPHKM sebagaimana dimaksud Pasal 66 bukan merupakan kepemilikan hak atas tanah atau lahan hutan.

(3) Hak-hak sah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak-hak yang telah ditetapkan dan diakui menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan atau hak-hak adat/ ulayat yang dapat dibuktikan dan diakui oleh masyarakat hukum adat setempat.

81

Paragraf Ketiga

Obyek Pemanfaatan

Pasal 68

(1) Obyek pemanfaatan dari bentuk izin usaha berupa HPHKM hasil hutan bukan kayu, adalah :a. Berbagai jenis Rotan;b. Getah-getahan;c. Buah-buahan;d. Kulit kayu;e. Biji tengkawang;f. Madu;g. Lilin;h. Damar;i. Gaharu;j. Sirap;k. Minyak atsiri;l. Kemenyan;m. Sarang burung;n. Tanaman obat-obatan;o. Purun;p. Rumbia;q. Kajang;r. Tanaman hias.

(2) Dalam rangka pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada ayat (1) setiap pemegang HPHKM diberikan target produksi yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten berdasarkan hasil kegiatan inventarisasi di lapangan.

(3) Kegiatan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu oleh pemegang HPHKM hanya dilakukan dalam areal kerjanya yang telah disahkan.

(4) Setiap pemegang HPHKM diwajibkan untuk melakukan diversifikasi pemanfaatan jenis dan tidak hanya terbatas pada pemanfaatan jenis niagawi konvensional dalam rangka peningkatan produktifitas hutan dan lahan hutan.

82(5) Kegiatan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu oleh pemegang

HPHKM tidak dilakukan dengan jalan mengumpul / membeli dari masyarakat (petani) penghasil / pemungut / pengumpul.

Paragraf Keempat

Subyek Pemanfaatan

Pasal 69

Pemilik izin usaha dalam bentuk HPHKM adalah koperasi masyarakat setempat yang telah memperoleh Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan (SK HPHKM)

Pasal 70

(1) Dalam rangka memberikan bantuan teknis kepada para pemohon dan atau pemilik izin atau pemilik izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang berbentuk HPHKM, Bupati menunjuk dan menetapkan institusi pendamping HPHKM yang dapat berasal dari Lembaga Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Koperasi yang berpengalaman dan memiliki kinerja baik, serta pihak-pihak lain yang dianggap mampu.

(2) Institusi pendamping tersebut pada ayat (1) bersama-sama pemohon menyiapkan kelengkapan administratif dan teknis permohonan HPHKM, penyusunan rencana karya pemanfaatann hasil hutan bukan kayu, dan lain-lain kewajiban teknis atas kepemilikan HPHKM.

Paragraf Kelima

Ketentuan Areal Yang Dapat Diberi Izin Usaha

Pasal 71

(1) Areal yang dapat diberikan izin usaha berbentuk HPHKM sebagaimana dimaksud pada Pasal 66 adalah dengan ketentuan :

83

a. Terletak pada semua kawasan hutan kecuali pada Cagar Alam zona inti dan zona rimba pada Taman Nasional yang ditetapkan berdasarkan RTRWP/RTRWD dan tidak dibebani hak-hak sah lainnya;

b. Telah memperoleh arahan penetapan lokasi HPHKM dari Kepala Daerah;

c. Semua kawasan hutan tersebut pada butir a meliputi areal yang masih produktif dan atau sudah tidak produktif pada semua tipe hutan (hutan tanah kering/hutan pegunungan, hutan rawa dan hutan mangrove/payau);

d. Luas areal untuk 1 (satu) unit HPHKM diatur tidak lebih dari 5.000 Ha.

(2) Bupati menerbitkan arahan penetapan lokasi HPHKM secara keseluruhan, berdasarkan :a. Hasil identifikasi calon lokasi/areal HPHKM yang dikoordinir

oleh Tim Teknis Pemerintah Daerah bersama-sama dengan Dinas Kehutanan.

b. Hasil inventarisasi calon lokasi/areal HPHKM yang dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan.

(3) Penetapan potensi areal/lokasi HPHKM yang dimohon dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten berdasarkan hasil inventarisasi hutan bukan kayu dan atau survey lapangan yang dituangkan dalam rencana karya pemanfaatan HPHKM.

Paragraf Keenam

Pemberian Izin Usaha

Pasal 72

(1) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang berbentuk HPHKM diberikan dan ditetapkan oleh Bupati berupa Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan (HPHKM).

(2) Keputusan HPHKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dan ditetapkan oleh Bupati dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari Kepala Dinas Kehutanan.

84

(3) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang berbentuk HPHKM diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk tahap berikutnya.

(4) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang berbentuk HPHKM oleh Kepala Daerah ditinjau setiap 5 (lima) tahun sekali.

Pasal 73

Tata cara dan persyaratan permohonan dan perpanjangan HPHKM diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Paragraf Ketujuh

Hak dan Kewajiban Pemilik Izin Usaha

Pasal 74

Hak dan kewajiban pemegang HPHKM diatur dan ditetapkan dalam Surat Keputusan HPHKM.

Paragraf Kedelapan

Rencana Karya Pemanfaatan

Pasal 75

(1) Setiap pemilik izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang berbentuk HPHKM diwajibkan untuk membuat dan menyusun rencana karya pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dengan bimbingan dan bantuan teknis dari institusi pendamping HPHKM yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Daerah, terdiri dari :a. Rencana Karya Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan yang

meliputi seluruh jangka waktu pengusahaan 10 tahun (RKPHKM);

b. Rencana Karya Lima Tahun Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan (RKL – PHKM );

c. Recana Karya Tahunan Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan (RKT – PHKM ).

85(2) Rencana Karya Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan yang

meliputi seluruh jangka waktu pengusahaan 10 tahun (RKPHKM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a ditetapkan dan disahkan oleh Bupati.

(3) Rencana Karya Lima Tahun Pengusahaan Hutan Hutan Kemasyarakatan (RKL – PHKM) dan Rencana Karya Tahunan Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan (RKT – PHKM ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir b dan butir c ditetapkan dan disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan.

Pasal 76

(1) Dalam hal HPHKM baru terbit SK HPHKM – nya dan belum memiliki RKPHKM, RKL – PHKM dan RKT – PHKM, pemegang HPHKM dapat mengajukan Bagan Kerja Tahunan Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan (BKT – PHKM ) berdasarkan Projeck Proposal HPHKM selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak ditetapkannya SK HPHKM.

(2) BKT – PHKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

dasar acuan pelaksanaan kegiatan pengusahaan hutan sementara RKPHKM, RKL – PHKM dan RKT – PHKM belum ditetapkan/disahkan.

(3) BKT – PHKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dan disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan.

(4) BKT – PHKM sebagimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 1 (satu) tahun dan hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk tahun pengusahaan berikutnya setelah mendapat persetujuan dari Bupati.

Pasal 77

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan, penilaian dan pengesahan rencana kerja pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud pada Pasal 75 lebih lanjut diatur dengan Keputusan Bupati.

86

Bagian Kedelapan

IZIN PEMUNGUTAN DAN PENGUMPULANHASIL HUTAN BUKAN KAYU

Paragraf Kesatu

Bentuk Izin Usaha

Pasal 78

Izin usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan berupa kepemilikan usaha pemungutan dan pengumpulan hasil hutan bukan kayu sebagaimana tersebut pada Pasal 8 butir d diberikan dalam bentuk Izin Pemungutan dan Pengumpulan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPPHHBK).

Paragraf Kedua

Areal Pemanfaatan

Pasal 79

(1) Areal yang dapat diberikan izin usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 adalah pada kawasan hutan yang menurut RTRWP/ RTRWD berada dalam areal HPT dan HP yang telah dibebani HPH Alam.

(2) IPPHHBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan kepemilikan hak atas tanah atau lahan hutan.

Paragraf Ketiga

Obyek Pemanfaatan

Pasal 80

(1) Obyek pemanfaatan dari bentuk izin usaha berupa IPPHHBK adalah hasil hutan bukan kayu, adalah :a. Berbagai jenis Rotan;b. Getah-getahan;

87c. Buah-buahan;d. Kulit kayu;

e. Biji tengkawang;f. Madu;g. Lilin;h. Damar;i. Gaharu;j. Sirap;k. Minyak atsiri;l. Kemenyan;m. Sarang burung;n. Tanaman obat-obatan;o. Purun;p. Rumbia;q. Kajang;r. Tanaman hias.

(2) Dalam rangka pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada ayat (1) setiap pemegang IPPHHBK diberikan target pemungutan dan pengumpulan.

(3) Penentuan target pemungutan dan pengumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten berdasarkan hasil inventarisasi di lapangan.

(4) Kegiatan pemungutan dan pengumpulan hasil hutan bukan kayu oleh pemegang IPPHHBK hanya dilakukan dalam areal kerjanya yang telah disahkan.

(5) Kegiatan pemungutan dan pengumpulan dilakukan oleh pemegang IPPHHBK dengan cara memungut sendiri atau mengumpul/membeli dari dari masyarakat (petani) penghasil/pemungut/pengumpul.

88

Paragraf Keempat

Subyek Pemanfaatan

Pasal 81

Pemilik izin usaha dalam bentuk IPPHHBK adalah masyarakat baik berupa Lembaga Masyarakat Desa, koperasi maupun perorangan pada desa sekitar hutan setempat.

Pasal 82

(1) Dalam rangka memberikan bantuan teknis kepada para pemohon dan atau pemilik izin atau pemilik izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang berbentuk IPPHHBK, Pemerintah Daerah Kabupaten menunjuk dan menetapkan institusi pendamping IPPHHBK yang dapat berasal dari Lembaga Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Koperasi yang berpengalaman dan memiliki kinerja baik.

(2) Institusi pendamping tersebut pada ayat (1) bersama-sama

pemohon menyiapkan kelengkapan administratif dan teknis permohonan IPPHHBK, penyusunan rencana karya pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, dan lain-lain kewajiban teknis atas kepemilikan IPPHHBK.

Paragraf Kelima

Ketentuan Areal Yang Dapat Diberi Izin Usaha

Pasal 83

(1) Areal yang dapat diberikan izin usaha berbentuk IPPHHBK sebagaimana dimaksud pada Pasal 104 adalah dengan ketentuan :a. Terletak pada semua kawasan hutan yang ditetapkan

berdasarkan RTRWP/RTRWD yang telah dibebani HPH Alam;

b. Areal IPPHHBK sebagaimana tersebut pada butir a terletak di luar RKL berjalan dan telah mendapat persetujuan dari pemegang HPH Alam yang bersangkutan;

89c. Luas areal untuk 1 (satu) unit IPPHHBK diatur tidak lebih dari

100 Ha.

(2) Bupati menerbitkan arahan penetapan lokasi IPPHHBK di dalam wilayah Kabupaten secara keseluruhan, berdasarkan :

a. Hasil identifikasi calon lokasi / areal IPPHHBK yang dikoordinir oleh Tim Teknis Pemerintah Daerah Kabupaten bersama-sama dengan Dinas Kehutanan.

b. Hasil inventarisasi calon lokasi / areal IPPHHBK yang dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan.

c. Persetujuan/tidak keberatan dari pemegang HPH Alam yang bersangkutan.

(3) Penetapan potensi areal / lokasi IPPHHBK yang dimohon dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten berdasarkan hasil inventarisasi hutan bukan kayu dan atau survey lapangan yang dituangkan dalam Bagan Kerja Pemanfaatan Hasil Hutan IPPHHBK.

Paragraf Keenam

Pemberi Izin Usaha

Pasal 84

(1) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang berbentuk IPPHHBK diberikan dan ditetapkan oleh Bupati berupa Surat Keputusan IPPHHBK (SK IPPHHBK).

(2) SK IPPHHBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dan ditetapkan oleh Bupati dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari Kepala Dinas Kehutanan.

(3) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang berbentuk

IPPHHBK diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk tahap berikutnya.

90

Pasal 85

Tata cara dan persyaratan permohonan dan perpanjangan IPPHHBK diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Paragraf Ketujuh

Hak dan Kewajiban Pemilik Izin Usaha

Pasal 86

Hak dan kewajiban pemegang IPPHHBK diatur dan ditetapkan dalam Surat Keputusan IPPHHBK.

Paragraf Kedelapan

Rencana Karya Pemanfaatan

Pasal 87

(1) Setiap pemilik izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang berbentuk IPPHHBK diwajibkan untuk membuat dan menyusun rencana karya pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang dituangkan dalam Bagan Kerja IPPHHBK.

(2) Bagan Kerja IPPHHBK tersebut pada ayat (1) dibuat dan disusun dengan bimbingan dan bantuan teknis dari institusi pendamping IPPHHBK yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Bupati.

(3) Bagan Kerja IPPHHBK tersebut pada ayat (1) dinilai dan disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan.

(4) Bagan Kerja IPPHHBK tersebut pada ayat (1) berlaku selama 1 (satu) tahun sesuai masa berlaku SK IPPHHBK sebagaimana dimaksud pada Pasal 84 ayat (3).

Pasal 88

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan, penilaian dan pengesahan Bagan Kerja IPPHHBK tersebut pada Pasal 87 lebih lanjut diatur dengan Keputusan Bupati.

91BAB III

USAHA PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN

Bagian Kesatu

UMUM

Pasal 89

(1) Setiap Usaha Pemanfaatan Kawasan Hutan harus mendapat izin tertulis dari Bupati.

(2) Usaha pemanfaatan kawasan hutan meliputi kegiatan-kegiatan pengelolaan atas suatu hamparan areal hutan atau tempat-tempat tertentu di dalam kawasan hutan dan atau karena kondisi alaminya bernilai ekonomis yang dilakukan dengan tidak memungut, mengambil atau menebang sumber daya hayati yang tumbuh di atasnya yang diberikan dalam bentuk Ijin Usaha Pemanfaatan Kawasan Hutan yang tidak dibebani hak – hak sah lainnya.

(3) Izin usaha Pemanfaatan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu tertentu dan bukan merupakan hak atas tanah atau lahan.

(4) Hak-hak sah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak-hak yang telah ditetapkan dan diakui menurut ketentuan perundang – undangan yang berlaku dan atau hak-hak adat/ ulayat yang dapat dibuktikan dan diakui oleh masyarakat hukum adat setempat.

(5) Setiap bentuk usaha pemanfaatan kawasan hutan ditetapkan dengan mengacu pada RTRWP/RTRWD.

92

Bagian Kedua

BENTUK-BENTUK IZIN USAHA

Pasal 90

Bentuk-bentuk izin usaha pemanfaatan kawasan hutan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini berupa :a. Rekomendasi izin usaha pemanfaatan kawasan hutan untuk Wisata

Alam;

b. Rekomendasi izin usaha pemanfaatan kawasan hutan untuk Taman Buru.

Bagian Ketiga

WISATA ALAM

Paragraf Kesatu

Bentuk Rekomendasi Izin Usaha

Pasal 91

Perizinan diberikan dalam rangka pemanfaatan kawasan hutan berupa pemanfaatan jasa lingkungan untuk Wisata Alam (eco-tourism) adalah Rekomendasi Izin Usaha Wisata Alam.

Paragraf Kedua

Areal Pemanfaatan

Pasal 92

Areal yang dapat diberikan Rekomendasi Izin Usaha dalam rangka pemanfaatan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 91 adalah pada semua kawasan hutan yang ditetapkan dalam RTRWP/ RTRWD kecuali pada hutan Cagar Alam serta zona inti dan zona rimba Taman Nasional.

93

Paragraf Ketiga

Obyek Pemanfaatan

Pasal 93

(1) Obyek pemanfaatan dari Wisata Alam adalah berupa suatu hamparan areal hutan atau tempat-tempat tertentu di dalam kawasan hutan dan atau kondisi alamnya bernilai ekonomis yang dikelola sebagai jasa lingkungan.

(2) Jasa Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi :

a. Danau wisata;b. Bukit wisata dan Gunung wisata;c. Hutan wisata;d. Wisata air terjun;e. Wisata petualangan hutan (wildlife adventure);f. Keanekaragaman hayati termasuk tumbuhan dan satwa langka;g. Hutan monumental.

(3) Kegiatan pengelolaan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (2) di atas diperbolehkan untuk memungut, menangkap atau mengambil sumber daya alam flora dan fauna sebatas untuk kepentingan wisata sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap memperhatikan kelestariaan sumber daya alam flora dan fauna yang ada dan hidup di atasnya.

Paragraf Keempat

Subyek Pemanfaatan

Pasal 94

Rekomendasi izin usaha pemanfaatan kawasan hutan berupa pengelolaan jasa lingkungan untuk wisata alam dapat diberikan kepada :a. Perorangan (anggota masyarakat setempat);b. Koperasi setempat yang beranggotakan masyarakat setempat

disekitar dan di dalam areal hutan;c. Pengusaha Kecil dan Menengah setempat;

94d. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) Indonesia;e. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Paragraf Kelima

Ketentuan Areal Yang Dapat Diberi Rekomendasi Izin Usaha

Pasal 95

Areal yang dapat diberikan rekomendasi izin usaha pemanfaatan kawasan hutan berupa pengelolaan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 91 adalah dengan ketentuan :a. Terletak pada semua kawasan hutan yang ditetapkan dalam

RTRWP/RTRWD kecuali pada hutan Cagar Alam serta zona inti

dan zona rimba pada Taman Nasional yang tidak dibebani oleh hak-hak yang sah lainnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 89;

b. Kawasan hutan tersebut butir pada butir a memiliki satu atau lebih dari potensi berupa :1. Danau wisata;2. Bukit wisata dan Gunung wisata;3. Hutan wisata;4. Wisata air terjun;5. Wisata petualangan hutan (wildlife adventure);6. Keanekaragaman hayati termasuk tumbuhan dan satwa langka;6. Hutan monumental.8. Luas areal rekomendasi izin usaha untuk 1 (satu) unit yang

terletak di dalam 1 (satu) Kabupaten ditetapkan maksimal 5000 Ha.

Pasal 96

Rekomnedasi izin usaha pemanfaatan kawasan hutan pengelolaan jasa lingkungan diberikan untuk jangka waktu ijin usaha paling lama 20 tahun dalam bentuk Surat Keputusan Ijin Usaha Wisata Alam (SK IUWA) dan dapat diperpanjang.

95

Paragraf Keenam

Pemberi Izin Usaha

Pasal 97

SK IUWA diberikan dan ditetapkan oleh Bupati dengan memperhatikan rekomendasi dari Kepala Dinas Kehutanan.

Bagian Keempat

TAMAN BURU

Paragraf Kesatu

Bentuk Rekomendasi Izin Usaha

Pasal 98

Perijinan yang diberikan dalam rangka pemanfaatan kawasan hutan untuk Taman Buru adalah Rekomendasi Izin Usaha Taman Buru (RIUTB).

Paragraf Kedua

Areal Pemanfaatan

Pasal 99

Areal yang dapat diberikan izin usaha dalam rangka pemanfaatan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 98 adalah pada semua kawasan hutan yang ditetapkan dalam RTRWP/RTRWD kecuali pada hutan Cagar Alam serta zona inti dan zona rimba Taman Nasional.

96

Paragraf Ketiga

Obyek Pemanfaatan

Pasal 100

(1) Obyek pemanfaatan dari Usaha Taman Buru adalah satwa atau binatang buruan yang tidak dilindungi oleh Undang-Undang dan tidak termasuk satwa langka.

(2) Satwa buru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :a. Kelompok mamalia berkaki empatb. Kelompok unggas

(3) Bentuk-bentuk kegiatan pengelolaan jasa lingkungan Usaha Taman Buru dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan ekosistem dan kelestarian fungsi habitat.

(4) Pengguna jasa lingkungan diperbolehkan untuk memungut, menangkap, menembak atau mengambil satwa buru yang diperolehnya dari hasil perburuan di dalam areal yang telah ditetapkan sebatas untuk kepentingan wisata sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

(5) Dinas Kehutanan Kabupaten melakukan kegiatan inventarisasi satwa buru dan survei areal sebelum memberikan rekomendasi.

Paragraf Keempat

Subyek Pemanfaatan

Pasal 101

Rekomendasi pemanfaatan kawasan hutan berupa pengelolaan jasa lingkungan untuk Taman Buru dapat diberikan kepada : WNI perorangan;a. Pengusaha Kecil dan Menengah serta Koperasi setempat;b. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) Indonesia;c. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

97

Paragraf Kelima

Ketentuan Areal Yang Dapat Diberi Rekomendasi Izin Usaha

Pasal 102

(1) Areal yang dapat diberikan rekomendasi izin usaha pemanfaatan kawasan hutan berupa pengelolaan jasa lingkungan untuk Taman Buru adalah dengan ketentuan :a. Terletak pada semua kawasan hutan yang ditetapkan dalam

RTRWP/RTRWD kecuali pada hutan Cagar Alam serta zona inti dan zona rimba pada Taman Nasional yang tidak dibebani oleh hak-hak yang sah lainnya;

b. Kawasan hutan tersebut butir pada butir a memiliki satu atau lebih dari potensi berupa :1. Satwa buru dari kelompok mamalia berkaki empat, dan2. Satwa buru dari kelompok unggas.

c. Kawasan hutan tersebut pada butir a bukan termasuk kawasan hutan yang beresiko tinggi (potential risk), yaitu :1. Bukit-bukit dan atau gunung terjal

2. Jurang-jurang dalam dan terjal3. Kawasan hutan yang rawan tanah longsor dan erosi4. Kawasan hutan yang berdekatan dengan pemukiman

penduduk.d. Luas areal Taman Buru diatur sebagai berikut :

Luas areal untuk 1 (satu) unit Taman Buru yang terletak di dalam 1 (satu) Kabupaten ditetapkan maksimal 10.000 Ha

(2) Penetapan jenis obyek jasa lingkungan yang dapat dikelola melalui kepemilikan Taman Buru yang dimohon tersebut pada Pasal 100 ayat (1) dan (2) dilaksanakan oleh Dinas Kehutan berdasarkan hasil inventarisasi satwa buru dan survei areal sebagaimana diatur pada Pasal 100 ayat (5).

(3) Pengkajian dan penetapan kesesuaian areal izin usaha taman buru yang dimohon menurut RTRWP/ RTRWD dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten bersama-sama dengan BAPPEDA Kabupaten.

98Pasal 103

Rekomendasi izin usaha pemanfaatan kawasan hutan melalui pengelolaan jasa lingkungan yang diberikan untuk jangka waktu izin usaha paling lama 10 tahun dalam bentuk Surat Keputusan Izin Usaha Taman Buru (SK IUTB) dan dapat diperpanjang.

Paragraf Keenam

Pemberi Izin Usaha

Pasal 104

Keputusan IUTB diberikan dan ditetapkan oleh Bupati dengan memperhatikan rekomendasi dari Kepala Dinas Kehutanan .

BAB IV

PENGAWASAN DAN PENGENDALIANDAN HAPUSNYA IZIN USAHA

Bagian Kesatu

Pengawasan dan Pengendalian

Pasal 105

(1) Pemerintah Daerah berwenang dan berkewajiban melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan – kegiatan pemanfaatan hasil hutan dan kawasan hutan diseluruh wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat.

(2) Masyarakat dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan kegiatan pemanfaatan hasil hutan pemanfaatan kawasan hutan.

Pasal 106

Dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada Pasal 105 ayat (1) Pemerintah Daerah Cq. Dinas Kehutanan kabupaten berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan dan melakukan pemeriksaan pada areal kerja ijin usaha pemanfaatan hasil hutan dan kawasan hutan.

99Bagian Kedua

Hapusnya izin Usaha

Pasal 107

(1) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan kawasan hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini hapus karena :a. Jangka waktu yang diberikan telah berakhir;b. Dicabut Keputusan - nya oleh Bupati sebagai sanksi yang

dikenakan kepada pemegang izin usaha;c. Diserahkan kembali oleh pemegang izin usaha yang

bersangkutan kepada Pemerintah sebelum jangka waktu yang diberikan berakhir;

d. Dicabut Keputusan – nya oleh Bupati karena kawasan hutan diperlukan untuk kepentingan umum.

(2) Hapusnya izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan kawasan hutan atas dasar ketentuan pada ayat (1) tidak membebaskan kewajiban pemegang izin usaha untuk :a. Melunasi seluruh kewajiban keuangan dan kewajiban -

kewajiban lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah;

b. Menyerahkan tanpa syarat atas benda – benda bergerak yang mejadi milik pemegang izin usaha apabila pemegang izin usaha belum memenuhi kewajiban kepada Pemerintah Daerah;

c. Melaksanakan semua ketentuan – ketentuan yang ditetapkan dalam kaitannya dengan berakhirnya izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

(3) Pada saat hapusnya izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka :a. Sarana, prasarana dan tanaman yang telah dibangun oleh

pemegang izin usaha di dalam areal kerjanya menjadi milik negara;

b. Dana jaminan kinerja menjadi milik negara, apabila dicabut karena sanksi;

c. Pemerintah dibebaskan dari tanggung jawab yang menjadi beban pemegang izin usaha yang bersangkutan, apabila hapusnya izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan kawasan hutan karena sanksi atau dikembalikan kepada Pemerintah.

100BAB V

MASYARAKAT HUKUM ADAT

Pasal 108

(1) Masyarakat hukum adat yang diakui keberadaannya seluruh di wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat adalah :a. Masyarakat hukum adat masih ada dalam bentuk kelompok

masyarakat yang tata kehidupannya terkait oleh ketentuan-ketentuan hukum adat;

b. Adanya ahli waris masyarakat hukum adat yang tata kehidupannya terkait oleh ketentuan-ketentuan hukum adat dan dapat dibuktikan keberadaannya menurut hukum adat.

(2) Masyarakat hukum adat sebagaimana tersebut pada ayat (1) butir a dan b memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

a. Adanya kelembagaan adat atau perangkat penguasa adatnya;b. Adanya wilayah hukum adat yang jelas;c. Adanya hukum adat yang masih berlaku dan mengatur tata

kehidupan masyarakatnya;

Pasal 109

(1) Kawasan hutan yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku telah dibebani hak-hak sah atasnya dalam bentuk kepemilikan izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan izin usaha pemanfaatan hutan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada BAB II dan BAB III dimana masyarakat hukum adat masih ada dan diakui keberadannya, maka :a. Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan izin

usaha pemanfaatan kawasan hutan wajib untuk menghormati, menghargai dan mematuhi aturan-aturan adat yang diberlakukan di wilayah hukum adat masyarakatnya;

101

b. Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan izin usaha pemanfaatan kawasan hutan wajib memberikan izin dan akses seluas-luasnya kepada masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat yang terdapat di dalam areal kerjanya untuk memungut, mengumpulkan dan mengangkut hasil hutan bukan kayu yang menjadi sumber mata pencaharian mereka dalam rangka memenuhi atau menunjang kehidupan sehari-hari;

c. Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan pemanfaatan kawasan hutan wajib melindungi dan menghormati aset-aset adat dan budaya masyarakat setempat yang berada di dalam areal kerjanya, seperti tempat-tempat keramat, pohon-pohon tertentu, bangunan adat (rumah betang, patahu, sandung) dan lain-lain yang diakui oleh masyarakat hukum adat setempat.

(2) Hak masyarakat hukum adat untuk memungut hasil-hasil hutan baik kayu, bukan kayu dan dalam bentuk pemanfaatan kawasan hutan selama terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya sehari-hari dalam rangka kepentingan adat adalah sah dan legal serta tidak dikenakan bentuk-bentuk iuran atau pungutan sektor kehutanan atau pajak-pajak lainnya.

BAB VI

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 110

(1) Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini berwenang :

102a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang

adanya tindak pidana;b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian

dan melakukan pemeriksaan;c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dari kegiatannya dan

memeriksa tanda pengenal tersangka;d. Pemeriksaan dan penyitaan surat;e. Mengambil sidik jari dan memotret seorang tersangka;f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi ;g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara;h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat

petunjuk dari Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Kepolisian Republik Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka dan keluarganya;

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.

(3) Pejabat Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) membuat Berita Acara atas setiap tindakan tentang :a. Pemeriksaan tersangka;b. Memasuki rumah tersangka;c. Penyitaan benda;d. Pemeriksaan surat;e. Pemeriksaan saksi;f. Pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimkannya langsung

kepada Penuntut Umum melalui Penyidik POLRI.

103

BAB VII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 111

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 89 ayat (1) Peraturan Daerah ini diancam Pidana Kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran.

(3) Dengan tidak mengurangi arti dan ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dapat dikenakan sanksi-sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII

SANKSI DENDA DAN SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 112

(1) Pelangaran-pelanggaran terhadap setiap larangan dan kewajiban-kewajiban yang telah diatur dan ditentukan dalam Peraturan Daerah ini oleh para pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan izin usaha pemanfaatan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada Bab II dan Bab III selain merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan ditetapkan pada Pasal 111 dikenakan sanksi denda / ganti rugi atau sanksi administratif.

(2) Pengenaan sanksi denda dan sanksi administratif sebagaimana tersebut pada ayat (1) dapat dikenakan sendiri-sendiri (terpisah) atau bersama-sama (kedua jenis sanksi) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

104

(3) Pengenaan sanksi denda dan sanksi administratif sebagaimana tersebut pada ayat (1) dilakukan tanpa adanya proses peradilan selama nyata-nyata telah melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku di sektor kehutanan berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan.

Pasal 113

(1) Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada Pasal 112 dibayar oleh setiap pelangar yakni pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan izin usaha pemanfaatan kawasan hutan dalam bentuk mata uang Rupiah dan atau Dollar Amerika Serikat.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Pasal 112 berupa :a. Pencabutan ijzn usaha;b. Pengurangan luas areal/lokasi usaha;c. Penghentian pelayanan administrasi;d. Penghentian kegiatan produksi di lapangan;e. Pengurangan target atau jatah produksi;f. Pembebanan kegiatan di lapangan.

(3) Ketentuan mengenai sanksi denda atau sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut melalui Keputusan Kepala Daerah.

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 114

Terhadap setiap bentuk izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan izin usaha pemanfaatan kawasan hutan berupa HPH Alam, HPH Tanaman, IPK, HPHH, HPHKM, IPPHHBK, IUWA dan IUTB, dan lain-lainnya yang sah yang sudah ada sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini, diatur sebagai berikut :

105a. Tetap berlaku sepanjang haknya belum berakhir;b. Kecuali hak atas kepemilikan izin usaha sebagaimana dimaksud

pada butir a setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan ijin usaha pemanfaatan kawasan hutan diwajibkan melaksanakan seluruh kegiatan atas haknya tersebut dengan berdasarkan Peraturan Daerah ini.

Pasal 115

Setiap ketentuan dan peraturan daerah di sektor kehutanan di wilayah hukum Kabupaten Kotawaringin Barat yang dibuat setelah Peraturan Daerah ini ditetapkan harus mengacu pada Peraturan Daerah.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 116

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka segala ketentuan dan Peraturan Daerah yang dibuat di wilayah hukum Kabupaten Kotawaringin Barat yang mengatur hal yang sama dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 117

Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat.

Disahkan di Pangkalan Bun Pada tanggal 25 Maret 2002

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

Cap/ttd

Ir. H. ABDUL RAZAK106

Diundangkan di Pangkalan BunPada tanggal 25 Maret 2002.

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN

KOTAWARINGIN BARAT,

Cap/ttd

Drs. J. DJUDAE ANOMNIP. 530 000 899

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARATTAHUN 2002 NOMOR : 3, SERI : C.

107

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

NOMOR 5 TAHUN 2002

TENTANG

RETRIBUSI TANDA DAFTAR PERUSAHAAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

Menimbang : a. bahwa, berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Daerah dapat menggali potensi Pendapatan Asli Daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah;

b. bahwa, salah satu potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagaimana dimaksud huruf a tersebut diatas, diantaranya adalah Retribusi Tanda Daftar Perusahaan;

c. bahwa, berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b diatas, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Tanda Daftar Perusahaan;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1820);

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara RI Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3209);

3. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3214) ;

108

4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara RI Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3839) ;

5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara RI Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3611);

6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3839) ;

7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3848);

8. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4048) ;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara RI Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3258);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3952);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4022);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4139);

10913. Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1998 tentang Usaha atau

Kegiatan yang tidak dikenakan Wajib Daftar Perusahaan;

14. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden ;

15. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor : 73/KP/II/1993 tentang Ketentuan Tarif fan Pengelolaan Biaya Administrasi Wajib Daftar Perusahaan;

16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;

17. Keputusan Meteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 327/MPP/Kep/7/1999 tentang Perubahan Keputusan menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor : 12/MPP/Kep/I/1998 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan;

18. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 24 Tahun 2000 tentang Rincian Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor : 14 Seri : D) ;

19. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor : 15 Seri : D), sebagaimana diubah pertama kali dengan Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2000 (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor : 23 Seri : D);

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHKABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

M E M U T U S K A N :

110

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TENTANG RETRIBUSI TANDA DAFTAR PERUSAHAAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Kotawaringin Barat ;

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah ;

3. Bupati adalah Bupati Kotawaringin Barat ;

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat yang selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legeslatif Daerah :

5. Dinas Perindustrian dan Perdagangan adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat;

6. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat ;

7. Pejabat yang ditunjuk adalah Pegawai yang diberi tugas tetentu sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

8. Tanda Daftar Perusahaan adalah Tanda catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan Peraturan Daerah ini atau peraturan-peraturan pelaksanaan dan memuat hal-hal wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan;

111

9. Retribusi Daerah adalah Pungutan Daerah berupa pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan

atau diberikan oleh Bupati untuk kepentingan orang pribadi atau Badan Hukum;

10. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan hokum yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi;

11. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan Tanda Daftar Perusahaan;

12. Surat Ketetapan Retribusi Daerah selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang;

13. Badan adalah suatu bentuk Badan Usaha yang meliputi Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Firma (Fa), Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Negara (BUMD), dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Dana Pensiun, Bentuk Usaha Tetap serta Bentuk Badan Usaha lainnya;

14. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk memperoleh keuntungan dan atau laba;

15. Pengusaha adalah setiap orang perorangan atau persekutuan atau badan hokum yang menjalankan suatu jenis perusahaan;

16. Usaha adalah setiap tindakan perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan keuntungan atau laba;

112

17. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi;

18. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data atau keterangan lainnya

dalam rangka mengawasi kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan retribusi daerah;

19. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan Penyidikan ;

20. Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat keterangan tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

21. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat;

BAB II

NAMA OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI

Pasal 2

(1) Dengan nama Retribusi Tanda Daftar Perusahaan dipungut retribusi sebgai pembayaran atas jasa atau pemberian tanda daftar tertentu yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah;

(2) Objek Retribusi adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus yang didirikan, bekerja dan berkedudukan untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba;

113

(3) Subjek Retribusi adalah orang pribadi dan/ atau badan hukum yang melaksanakan kegiatan usaha;

BAB III

GOLONGAN RETRIBUSI

Pasal 3

Retribusi Tanda Daftar Perusahaan digolongkan sebgai Retribusi Jasa Umum.

BAB IV

PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN]

Pasal 4

(1) Perusahaan yang wajib didaftar dalam Daftar Perusahaan adalah setiap perusahaan yang berkedudukan dan menjalankan usahnaya di Daerah menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku termasuk di dalamnya Kantor Cabang, Kantor Pembantu, anak perusahaan serta agen dan perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.

(2) Tata cara dan syarat-syarat pengajuan pendaftaran Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(3) Jangka waktu berlakunya Tanda Daftar Perusahaan ditetapkan selama 5 (lima) tahun sekali dengan ketentuan wajib melakukan pendaftaran ulang apabila masa berlakunya telah habis.

(4) Pendafataran ulang sebagaimana dimaksud ayat (3) pasal ini diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa berlakunya habis.

114

BAB V

PENGECUALIAN KEWAJIBAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN

Pasal 5

(1) Perusahaan kecil perorangan dikecualikan dari Wajib daftar Perusahaan.

(2) Perusahaan kecil perorangan yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Perusahaan yang diurus, dijalankan atau dikelola oleh

pribadi pemiliknya sendiri, atau dengan mempekerjakan hanya anggota keluarganya sendiri;

b. Perusahan yang tidak diwajibkan memiliki izin usaha atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.

c. Perusahaan yang benar-benar hanya sekedar untuk memenuhi keperluan nafkah sehari-hari pemiliknya;

d. Perusahaan yang tidak merupakan suatu Badan Hukum atau suatu Persekutuan.

(3) Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dikehendaki yang bersangkutan dapat didaftarkan dalam Daftar Perusahaan.

Pasal 6

(1) Usaha atau kegiatan yang bergerak diluar bidang perekonomian dan sifat serta tujuannya tidak semata-mata mencari keuntungan dan atau laba, tidak dikenakan Wajib Daftar Perusahaan, sebagai berikut :

a. Pendidikan formal (jalur sekolah) dalam segala jenis dan jenjang yang diselenggarakan oleh siapapun serta tidak dalam bentuk adan usaha :

1151. Jasa Pendidikan Tingkat Pra Sekolah.2. Jasa Pendidikan Tingkat Sekolah Dasar.3. Jasa Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. 4. Jasa Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.5. Jasa Pendidikan Jenjang Akademi/ Universitas

(Institut/ Sekolah Tinggi, Akademi, Politeknik).6. Jasa Pendidikan lainnya.

b. Pendidikan Non Fromal (jalur luar sekolah) yang dibina oleh Pemerintah dan atau diselenggarakan oleh masyarakat serta tidak dalam bentuk badan usaha :

1. Jasa Kursus Rumpun Kerumahtanggaan.

2. Jasa Kursus Rumpun Jasa.3. Jasa Kursus Rumpun Kesehatan4. Jasa Kursus Rumpun Bahasa5. Jasa Kursus Rumpun Kesenian.6. Jasa Kursus Rumpun Kerajinan.7. Jasa Kursus Rumpun Khusus. 8. Jasa Kursus Rumpun Keolahragaan.9. Jasa Kursus Rumpun Pertanian.10. Jasa Kursus RumpunTehnik.11. Jasa Kursus Rumpun Lainnya.

c. Jasa Notaris.

d. Jasa Pengacara/ Advokat dan Konsultan Hukum.

e. Praktek Perorangan Dokter dan Berkelompok Dokter yang tidak dikelola oleh Badan Usaha :1. Jasa Kesehatan Manusia.2. Jasa Perawatan/ Bidan.3. Jasa Para Medis.4. Jasa Kesehatan Hewan.

f. Rumah Sakit yang tidak dikelola oleh Badan Usaha :

1. Jasa Rumah Sakit (Umum, Khusus).2. Jasa Rumah Sakit Hewan.

116g. Klinik Pengobatan yang tidak dikelola oleh Badan Usaha :

1. Jasa Pathologi dan Diagnosa Laboratorium Medis.2. Jasa Klinik Pathologi dan dan Diagnosa Laboratorium

Hewan.

(2) Penentuan Usaha atau kegiatan lainnya yang tidak dikenakan Wajib Daftar Perusahaan yang belum tercakup pada ayat (1) akan ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah.

BAB VI

CARA MENGHITUNG TINGKAT PENGGUNAAN JASA

Pasal 7

(1) Tingkat Penggunaan Jasa dihitung berdasarkan klasifikasi bentuk Usaha.

(2) Perusahaan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini meliputi :a. Perseroan Terbatas (PT);

b. Koperasi.

c. Persekutuan Komanditer (CV);

d. Firma (Fa);

e. Perusahaan Perorangan (PO)

f. Bentuk-bentuk usaha dan perusahaan lainnya (BUL)

g. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);

(3) Untuk setiap Tanda daftar Perusahaan yang rusak atau hilang diwajibkan melaporkan kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk yang selanjutnya akan diberikan penggantinya dengan membayar Retribusi sebagaimana tariff yang berlaku.

(4) Bagi setiap perusahaan yang berdomisili di Daerah wajib mendaftarkan perusahaannya dengan membayar Retribusi.

117BAB VII

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI

Pasal 8

(1) Struktur dan besarnya Tarif Retribusi sebagaimana yang disebut pada Pasal 8 Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2002 tentang Retribusi Tanda daftar Perusahaan ditetapkan sebagai berikut :

1. Perseroan Terbatas (PT)……….……. Rp. 100.000,-

2. Koperasi……….……………………. Rp. 20.000,-

3. Persekutuan Komanditer (CV)..…….. Rp. 50.000,-

4. Firma (Fa)………………………………….. Rp. 20.000,-

5. Perusahaan Perorangan ……………….. Rp. 10.000,-

6. Bentuk-bentuk usaha dan perusahaan lainnya (BUL) ……………………..….. Rp. 100.000,-

7. BUMN dan BUMD .………………….. Rp. 200.000,-

8. Setiap Perusahaan Asing ( Kantor Induk/ Pusat Kantor Tunggal, Kantor Cabang, Kantor Pembantu, Anak Perusahaan, Agen dan Perwakilan yang berkedudukan dan menjalankan Usahanya di Daerah…………………. Rp. 250.000,-

9. Setiap salinan resmi dari daftar Perusahaan dikenakan Biaya Administrasi ….…………………….. Rp. 10.000,-

10. Setiap petikan resmi dari Daftar Perusahaan dikenakan biaya Administrasi ………………………….. Rp. 5.000,-

(2) Biaya Administrasi sebagaimana dimaksud angka 9 dan 10 ayat (2) Pasal ini tidak dikenakan bagi biaya Administrasi sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Daerah lain yang berlaku.

118BAB VIII

WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 9

Retribusi dipungut diwilayah Kabupaten Kotawaringin Barat.

BAB IX

MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG

Pasal 10

Saat Terutangnya Retribusi adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

BAB X

TATA CARA PEMUNGUTAN

Pasal 11

(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.

(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipesamakan.

(3) Bentuk dan isi SKRD sebagaimana dan dokuemn lain sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini ditetapkan oleh Bupati.

(4) Hasil pungutan retribusi disetor ke Kas Daerah, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 24 jam atau waktu yang ditetapkan oleh Bupati.

BAB XI

TATA CARA PEMBAYARAN

Pasal 12

(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dibayar sekaligus untuk 1 (satu) kali masa Retribusi selama berlakunya Tanda Daftar Perusahaan, ditambah dengan denda sesuai dengan yang telah diatur dalam Peraturan Daerah ini.

119(2) Tata cara pembayaran, pungutan, penagihan tempat

pembayaran retribusi ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB XII

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 13

Pengawasan dan Pengendalian dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

BAB XIII

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 14

Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga

sebesar 5 % (lima perseratus) setiap bulannya dari besarnya retribusi yang terutang yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah.

BAB XIV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 15

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1), (3) dan (4) Peraturan Daerah ini, diancam Pidana Kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah);

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran.

120

BAB XV

P E N Y I D I K

Pasal 16

(1) Selain Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi Peraturan Daerah ini diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini.

(2) Dalam melaksanakan tugas Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwewenang :

a. Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian;

c. Memerintahkan berhenti seorang tersangka dari perbuatannya dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. Pemeriksaan, penyitaan surat dan atau benda;

e. Mengambil sidik jari dan memotret seorang tersangka.

f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

h. Mengadakan penghentian penyidikan dan khusus bagi Penyidik Pegawai Negeri setelah mendapat petunjuk dari penyidik Polisi Negara Indonesia, bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, Tersangka dan Keluarnya;

121i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat

dipertanggung jawabkan.

(3) Pejabat Penyidik sebagimana dimaksud ayat (1) membuat Berita Acara setiap tindakan tentang :

a. Pemeriksaan Tersangka ;b. Pemasukan Rumah ;c. Penggeledahan rumah / tempat-tempat tertutup ;d. Penyitaan benda ;e. Pemeriksaan surat ;f. Pemeriksaan saksi ;g. Pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimkannya

langsung ke Pengadilan Negeri, khusus bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.

BAB XVI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 17

Bagi perusahaan yang memiliki Tanda daftar Perusahaan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku dan

apabila masa berlakunya berakhir di daftar ulang kembali sesuai ketentuan Peraturan Daerah ini.

BAB XVII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 18

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

122

Pasal 19

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat.

Disahkan di Pangkalan Bun Pada tanggal 25 Maret 2002

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

Cap/ttd

Ir. H. ABDUL RAZAKDiundangkan di Pangkalan BunPada tanggal 25 Maret 2002.

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN

KOTAWARINGIN BARAT,

Cap/ttd

Drs. J. DJUDAE ANOMNIP. 530 000 899

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARATTAHUN 2002 NOMOR : 1, SERI : B.

123

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

KEPUTUSAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

NOMOR 18 TAHUN 2002

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATENKOTAWARINGIN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG

RETRIBUSI TANDA DAFTAR PERUSAHAAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

Menimbang : a. bahwa, dalam rangka pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 5 Tahun 2002

tentang Retribusi Tanda Daftar Peusahaan, perlu menetapkan peraturan pelaksananya;

b. bahwa, peraturan petunjuk pelaksanaan sebagaimana dimaksud huruf a diatas, perlu ditetapkan dengan Keputusan Bupati Kotawaringin Barat.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1820) ;

2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3214) ;

1243. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas (Lembaran Negara RI Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3839) ;

4. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara RI Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3611);

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3839) ;

6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3848);

7. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4048) ;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3952);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4022);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4139);

11. Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1998 tentang Usaha atau Kegiatan yang tidak dikenakan Wajib Daftar Perusahaan;

125

12. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden ;

13. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 24 Tahun 2000 tentang Rincian Kewenangan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor : 14 Seri : D) ;

14. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kelembagaan, Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor : 15 Seri : D), sebagaimana diubah pertama kali dengan Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2000 (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor : 23 Seri : D);

15. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 5 Tahun 2002 tentang Retribusi Tanda Daftar Perusahaan (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor : 1, Seri : B );

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : KEPUTUSAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI TANDA DAFTAR PERUSAHAAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Kotawaringin Barat ;

1262. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah

Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah ;

3. Bupati adalah Bupati Kotawaringin Barat ;

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat yang selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legeslatif Daerah :

5. Dinas Perindustrian dan Perdagangan adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat;

6. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat ;

7. Pejabat yang ditunjuk adalah Pegawai yang diberi tugas tetentu sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

8. Tanda Daftar Perusahaan adalah Tanda catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan Peraturan Daerah ini atau peraturan-peraturan pelaksanaan dan memuat hal-hal wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan;

9. Retribusi Daerah adalah Pungutan Daerah berupa pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh Bupati untuk kepentingan orang pribadi atau Badan Hukum;

10. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan hokum yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi;

11. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan Tanda Daftar Perusahaan;

127

12. Surat Ketetapan Retribusi Daerah selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang;

13. Badan adalah suatu bentuk Badan Usaha yang meliputi Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Firma (Fa), Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Negara (BUMD), dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Dana Pensiun, Bentuk Usaha Tetap serta Bentuk Badan Usaha lainnya;

14. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk memperoleh keuntungan dan atau laba;

15. Cabang Perusahaan adalah Perusahaan yang merupakan unit atau bagian dari perusahaan induknya yang dapat berkedudukan ditempat yang berlainan dan dapat bersifat berdiri sendiri atau bertugas untuk melaksanakan sebagian tugas dari perusahaaan induknya;

16. Perwakilan Perusahaan adalah perusahaan yang bertindak mewakili Kantor Pusat Perusahaan untuk melakukan suatu kegiatan dan atau pengurusnya ditentukan sesuai dengan wewenang yang diberikan.

128

BAB II

RUANG LINGKUP PENDAFTARAN PERUSAHAAN

Pasal 2

(1) Perusahaan yang wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan adalah setiap perusahaan termasuk Perusahaan asing yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di daerah menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku termasuk didalamnya Kantor Pusat/ Induk, Kantor Tunggal, Kantor Cabang, Kantor Pembantu, Anak Perusahaan, Agen serta Perwakilan Perusahaan.

(2) Perusahaan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini meliputi :

a. Perseroan Terbatas (PT);b. Koperasi.c. Persekutuan Komanditer (CV);d. Firma (Fa);e. Perusahaan Perorangan (Po)f. Bentuk-bentuk usaha dan perusahaan lainnya (BUL)

termasuk Perusahaan BUMN dan BUMD;

(3) Perusahaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini wajib memiliki Tanda Daftar Perusahaan yang diterbitkan oleh Bupati.

BAB III

PENGECUALIAN KEWAJIBAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN

Pasal 3

(1) Pengecualian dari Wajib Daftar Perusahaan sebagaimana dimaksud Pasal 2 Keputusan ini adalah Perusahaan Kecil

Perorangan dan usaha atau kegiatan yang bergerak di luar bidang perekonomian yang sifat serta tujuannya tidak semata-mata mencari keuntungan atau laba;

129(2) Perusahaan dimaksud ayat (1) Pasal ini sebagaimana tersebut

pada Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 5 Tahun 2002 (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor : 1, Seri : B) tentang Retribusi Tanda Daftar Perusahaan.

BAB IV

TATA CARA DAN SYARAT PENDAFTARAN PERUSAHAAN

Pasal 4

(1) Pendaftaran Perusahaan wajib dilakukan oleh Pemilik atau Pengurus/ Penanggung Jawab atau Kuasa Perusahaan yang sah dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan mengisi Formulir Pendaftaran Peruahaan yang disediakan dengan melampirkan syarat-syarat :

a. Perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) :

1. Asli dan copy Akta Pendirian Perseroan;2. Data Akta Pendirian Perseroan yang telah diketahui

oleh Departemen Kehakiman;3. Asli dan copy Akta Perubahan Pendirian Perseroan

(bila ada);4. Asli dan copy Keputusan Pengesahan sebagai Badan

Hukum;5. Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Paspor

Direktur Utama atau Penanggung Jawab bagi Perusahaan Asing;

6. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang.

b. Koperasi :

1. Asli dan copy Akta Pendirian Koperasi;2. Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP);

1303. Copy Surat Pengesahan sebagai Badan Hukum dari

Pejabat yang berwenang; 4. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang

dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang.

c. Persekutuan Komanditer (CV) :

1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (bila ada)2. Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Paspor bagi

Perusahaan Asing; 3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang

dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang.

d. Persekutuan Firma (Fa) :

1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (bla ada)2. Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Paspor bagi

Perusahaan Asing; 3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang

dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang.

e. Perusahaan Perorangan (Po) dan Bentuk Perusahaan lainnya :

1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (bila ada);2. Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP); 3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang

dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang.

f. Kantor Cabang, Kantor Pembantu, Anak Perusahaan, Agen dan Perwakilan Perusahaan :

131

1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (bila ada) atau Surat penunjukan sebagai Kantor Cabang, Kantor Pembantu, Anak Perusahaan, Agen dan Perwakilan Perusahaan atau Surat Keterangan yang sejenis;

2. Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Paspor Penanggung Jawab Perusahaan (bagi Perusahaan Asing);

3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang.

(2) Bentuk formulir Pendaftaran Perusahaan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini ditetapkan dan disediakan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

Pasal 5

(1) Pendaftaran Perusahaan dilakukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak perusahaan menjalankan usahanya atau terhitung mulai Ijin Perusahaan itu diterimanya .

(2) Tanda Daftar Perusahaan (TDP) diterbitkan oleh Bupati untuk jangka waktu 5 (lima) Tahun dengan ketentuan wajib dilakukan daftar ulang apabila masa berlakunya berakhir.

(3) Pendaftaran Ulang sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini diajukan kepada Bupati melalui Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa berlakunya berakhir.

BAB V

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI

Pasal 6

(1) Setiap Perusahaan yang didaftarkan dipungut retribusi.

132

(2) Struktur dan besarnya Tarif Retribusi sebagaimana yang disebut pada Pasal 8 Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2002

tentang Retribusi Tanda daftar Perusahaan ditetapkan sebagai berikut :

1. Perseroan Terbatas (PT)…………………. Rp. 100.000,-

2. Koperasi…………………………………. Rp. 20.000,-

3. Persekutuan Komanditer (CV)…………... Rp. 50.000,-

4. Firma(Fa)……………………………… Rp. 20.000,-

5. Perusahaan Perorangan (Po)…………….. Rp. 10.000,-

6. Bentuk-bentuk usaha dan perusahaan lainnya (BUL)…………… Rp. 100.000,-

7. BUMN dan BUMD …………………….. Rp. 200.000,-

8. Setiap Perusahaan Asing ( Kantor Induk/ Pusat Kantor Tunggal, Kantor Cabang, Kantor Pembantu, Anak Perusahaan, Agen dan Perwakilan yang berkedudukan dan menjalankan Usahanya di Daerah…………………. Rp. 250.000,-

9. Setiap salinan resmi dari daftar Perusahaan dikenakan Biaya Administrasi Rp. 10.000,-

10. Setiap petikan resmi dari Daftar Perusahaan dikenakan biaya Administrasi Rp. 5.000,-

(3) Biaya Administrasi sebagaimana dimaksud angka 9 dan 10 ayat (2) Pasal ini tidak dikenakan bagi biaya Administrasi sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Jasa Administrasi dan Uang Leges.

BAB VI

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN

Pasal 7

(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

133

(2) Bentuk dan isi SKRD sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini disediakan dan ditetapkan oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat.

Pasal 8

(1) Retribusi dibayar melalui Pembantu Bendaharawan Khusus Penerimaan pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan, selanjutnya Pembantu Bendaharawan Khusus Penerima menyetor ke Kas Daerah melalui Bendaharawan Khusus Penerima Dinas Pendapatan Daerah dalam waktu 1 x 24 jam.

(2) Retribusi yang diterima merupakan penerimaan Daerah yang disetor langsung ke Kas Daerah oleh Bendaharawan Khusus Penerima dalam waktu 1 x 24 jam.

BAB VII

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 9

Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Pendaftaran Perusahaan dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

Pasal 10

(1) Untuk mengetahui perkembangan penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan di Daerah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan melaporkan hasil kegiatan Pendafataran Perusahaan setiap 3 (tiga) bulan sekali.

(2) Pada setiap akhir Tahun Anggaran, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan menyampaikan Realisasi Penerimaan Retribusi Tanda Daftar Perusahaan kepada Bupati.

134

BAB VIII

WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 11

(1) Menugaskan dan memberi wewenang serta tanggung jawab kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk

melaksanakan semua ketentuan yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan Pendaftaran Perusahaan yang meliputi, Pendataan, Proses Administrasi, Pungutan Retribusi, Pembinaan Tehnis, Pengawasan dan pengendalian.

(2) Menugaskan kepada Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kepala Dinas Pendapatan Daerah untuk melaksanakan semua ketentuan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2002 tentang Retribusi Tanda Daftar Perusahaan sesuai porsi, tugas, tanggung jawab dan wewenang masing-masing.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 12

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat.

Ditetapkan di Pangkalan BunPada tanggal 29 Oktober 2002.

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

Cap/ttd

Ir. H. ABDUL RAZAK

135

Diundangkan di Pangkalan BunPada tanggal 29 Oktober 2002.

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN

KOTAWARINGIN BARAT,

Cap/ttd

Drs. J. DJUDAE ANOMNIP. 530 000 899

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARATTAHUN 2002 NOMOR : 8, SERI : B.

136

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

NOMOR 6 TAHUN 2002

TENTANG

PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATENKOTAWARINGIN BARAT NOMOR 09 TAHUN 2000 TENTANG

LARANGAN MINUMAN BERALKOHOL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

Menimbang : a. bahwa, dalam rangka memenuhi prinsip dasar bagi pelaksanaan Hukum acara Pidana dalam proses pemeriksaan atas pelanggaran Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 09 Tahun 2000 Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 01 Seri C, dipandang perlu diadakan perubahan;

b. bahwa, berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a diatas, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Daerah Nomor 09 Tahun 2000 tentang Larangan Minuman Beralkohol;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana;

2. Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1820);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara RI Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3209);

4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3495) ;

1375. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah (lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3839) ;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara RI Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3258);

7. Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol;

8. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden ;

9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHKABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 09 TAHUN 2000 TENTANG LARANGAN MINUMAN BERALKOHOL.

138

Pasal I

Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 09 Tahun 2000 tentang Larangan Minuman Beralkohol (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2000 Nomor 01 Seri C, ) diubah sebagai berikut :

A. Pasal 5 ayat (1) diubah dan dibaca yang berbunyi :

Pasal 5

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 2 Peraturan Daerah ini diancam Pidana Kurungan paling lama 3 (tiga) bulan.

B. Dalam ayat (1) Pasal 6 diubah dan dibaca “ Selain Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi Peraturan Daerah ini diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini “.

C. Dalam ayat (2) huruf h Pasal 6 baris ke dua dan baris ke empat perkataan “ Penyidik Umum “ di ubah dan dibaca “ Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia “.

D. Dalam ayat (3) huruf g Pasal 6 perkataan “ kepada kejaksaan Negeri dan seterusnya diubah dan dibaca “ Mengirimkannya langsung ke Pengadilan Negeri dan Khusus bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) melalui Penyidik Polisi Negara republik Indonesia “.

139Pasal II

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat.

Disahkan di Pangkalan Bun Pada tanggal 25 Maret 2002

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

Cap/ttd

Ir. H. ABDUL RAZAKDiundangkan di Pangkalan BunPada tanggal 25 Maret 2002.

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN

KOTAWARINGIN BARAT,

Cap/ttd

Drs. J. DJUDAE ANOMNIP. 530 000 899

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARATTAHUN 2002 NOMOR : 4, SERI : C.

140PENEJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

NOMOR 6 TAHUN 2002

TENTANG

PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATENKOTAWARINGIN BARAT NOMOR 09 TAHUN 2000 TENTANG

LARANGAN MINUMAN BERALKOHOL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

I. PENJELASAN UMUM.

Sehubungan dengan semakin meluasnya peredaran minuman beralkohol di Daerah Kotawaringin Barat yang berdampak negatif bagi kehidupan masyarakat khususnya perkembangan Generasi Muda, dimana dapat menimbulkan gangguan kesehatan, gangguan ketentraman dan ketertiban masyarakat yang dapat memicu orang berbuat kejahatan dan perkelaihan kelompok/ massal.

Terkait dengan hal-hal tersebut diatas perlu diambil langkah-langkah untuk mengatasi berupa Larangan atas Minuman Berakohol di Kabupaten Kotawaringin Barat.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1 huruf a sampai dengan c dan e sampai dengan h, cukup. Jelas.

141

Huruf d : yang dimaksud dengan minuman yang mengandung etanol adalah yang diproses dari bahan tumbuh-tumbuhan yang mengandung karbohidrat dengan cara peragian dan penyulingan atau peragian tanpa penyulingan baik dengan cara memberikan perlakukan terlebih dahulu atau tidak maupun yang diproses dengan mencampur konsetrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung etanol.

Pasal 2 : Memproduksi : adalah kegiatan yang menghasilkan minuman yang mengandung alcohol.

Menyimpan : adalah kegiatan menyimpan minuman yang mengandung alkohol baik untuk sendiri maupun orang lain.

Memiliki : adalah kegiatan yang mengusai minuman yang mengandung alkohol dimanapun tempatnya.

Mengkonsumsi : adalah kegiatan meminum minuman yang mengandung alkohol.

Memasok : adalah kegiatan mendatangkan minuman yang mengandung alkohol dari luar ke Kabupaten Kotawaringin Barat.

Mengedarkan : adalah kegiatan memindahkan minuman yang mengandung alkohol dari satu tempat ke tempat lain dalam Kabupaten Kotawaringin Barat.

Menjual : adalah transaksi jual beli minuman yang mengandung alcohol baik yang dilakukan oleh dan antara Badan/ Perorangan.

Pasal 2 : a. Minuman beralkohol golongan A adalah minuman berakohol dengan kadar Etanol (C2H2OH) 1 % (satu persen) sampai dengan 5 % (lima persen).

b. Minuman beralkohol golongan B adalah minuman berakohol dengan kadar Etanol (C2H2OH) 5 % (lima persen) sampai dengan 20 % (dua puluh persen).

142

c. Minuman beralkohol golongan C adalah minuman berakohol dengan kadar Etanol (C2H2OH) 20 % (dua puluh persen) sampai dengan 55 % (lima puluh lima persen).

BAB IV PENGAWASAN

Pasal 4 : Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat yang dilaksanakan secara Institusional dibawah koordinasi Kepala Daerah kecuali bagi Kepolisian Negara republik Indonesia dan melaporkan hasil pelaksanaannya kepada Kepala Daerah.

Pasal 3 cukup jelas.

Pasal 5 s/d 9 cukup jelas.

Disahkan di Pangkalan Bun Pada tanggal 25 Maret 2002

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

Cap/ttd

Ir. H. ABDUL RAZAKDiundangkan di Pangkalan BunPada tanggal 25 Maret 2002.

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN

KOTAWARINGIN BARAT,

Cap/ttd

Drs. J. DJUDAE ANOMNIP. 530 000 899

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR : 5.

143DAFTAR ISI

NO. PERDA TENTANG HALAMAN

NO. TAHUN

1.

2.

2

3

2002

2002

Perizinan Usaha Perikanan- Keputusan Bupati Kotawaringin

Barat No. 25 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda tentang Perizinan Usaha Perikanan dan Kelautan.

Pengujian Mutu Hasil Perikanan dan Kelautan.- Keputusan Bupati Kotawaringin

Barat No. 24 Tahun 2002

1 – 14

15 – 24

25 – 34

3.

4.

5.

4

5

6

2002

2002

2002

tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda tentang Pengujian Mutu Hasil Perikanan dan Kelautan.

Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan.

Retribusi Tanda Daftar Perusahaan.- Keputusan Bupati Kotawaringin

Barat No. 18 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda tentang Retribusi Tanda Daftar Perusahaan.

Perubahan Pertama Atas Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 09 Tahun 2000 tentang Larangan Minuman Beralkohol.

35 – 43

44 – 107

108 – 123

124 – 136

137 - 143