ran can gan undang-undang republik indonesia nomor...

75
RAN CAN GAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ... TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia paling utama, karena itu pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas; b. bahwa negara berkewajiban menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan keamanan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah hingga rumah tangga secara merata diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia sepanjang waktu, dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal; c. bahwa dalam perkembangannya, pembangunan pangan di Indonesia yang dahulu dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar rakyatnya bermata pencaharian sebagai petani dan pernah menjadi negara swasembada beras, namun akhir-akh.ir ini Indonesia lebih dikenal sebagai salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia; d. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights {Kovenan Intemasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya), pangan merupakan bagian dari hak asasi manusia; e. bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan masih bersifat sangat umum dan sangat menitikberatkan kepada sektor industri pangan, sehingga dalam pelaksanaannya ditemui beberapa kendala dalam hal penegakan hukum, menyangkut penerapan sanksi yang relatif masih rendah, dan tidak sesuai lagi dengan era otonomi daerah serta perkembangan di masyarakat, sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru; 1 ARSIP DPR-RI

Upload: lamlien

Post on 27-Aug-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RAN CAN GAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

PANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia paling utama, karena itu pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas;

b. bahwa negara berkewajiban menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan keamanan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah hingga rumah tangga secara merata diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia sepanjang waktu, dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal;

c. bahwa dalam perkembangannya, pembangunan pangan di Indonesia yang dahulu dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar rakyatnya bermata pencaharian sebagai petani dan pernah menjadi negara swasembada beras, namun akhir-akh.ir ini Indonesia lebih dikenal sebagai salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia;

d. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights {Kovenan Intemasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya), pangan merupakan bagian dari hak asasi manusia;

e. bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan masih bersifat sangat umum dan sangat menitikberatkan kepada sektor industri pangan, sehingga dalam pelaksanaannya ditemui beberapa kendala dalam hal penegakan hukum, menyangkut penerapan sanksi yang relatif masih rendah, dan tidak sesuai lagi dengan era otonomi daerah serta perkembangan di masyarakat, sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;

1

ARSIP D

PR-RI

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Pangan;

Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28A, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

Menetapkan:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

UNDANG-UNDANG TENTANG PANGAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pangan -adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, serta air baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.

2. Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri dapat menentukan kebijakan Pangannya, yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.

3. Kemandirian Pangan adalah kemampuan produksi Pangan yang beranekaragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat individu, baik jumlah; mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.

4. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan individu, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, merata, dan terjangkau serta sesuai dengan keyakinan, dan budaya, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

2

ARSIP D

PR-RI

5. Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta ketidaksesuaian dengan keyakinan agama dan budaya, sehingga aman untuk dikonsumsi.

6. Ketersediaan Pangan adalah tersedianya Pangan yang beranekaragam dari hasil produksi dalam negeri, · cadangan Pangan nasional, dan/ atau pemasukan Pangan dari luar negeri.

7. Cadangan Pangan Nasional adalah persediaan Pangan di seluruh pelosok wilayah Indonesia untuk konsumsi manusia, bahan baku industri, dan untuk menghadapi keadaan darurat.

8. Cadangan Pangan Pemerintah adalah Ketersediaan Pangan yang dikelola atau dikuasai oleh Pemerintah.

9. Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi adalah persediaan Pangan yang dikelola atau dikuasai oleh Pemerintah Provinsi.

10. Cadangan Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota adalah persediaan Pangan yang dikelola atau dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

11. Cadangan Pangan Pemerintah Desa adalah persediaan Pangan yang dikelola atau dikuasai oleh Pemerintah Desa.

12. Penyelenggaraan Pangan adalah kegiatan perencanaan, penyediaan, keterjangkauan, penganekaragaman, keamanan, kelembagaan, dan pembiayaan Pangan serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

13. Pangan Pokok adalah makanan sehari-hari yang menjadi sumber zat gizi utama sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.

14. Pangan Lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.

15. Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.

16. Petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan usaha tani di bidang tanaman Pangan, hortikultura, perkebunan, dan/ atau peternakan.

17. Nelayan adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan penangkapan ikan dan/ atau budidaya perikanan.

18. Produksi Pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/ atau mengubah bentuk Pangan.

19. Perdagangan Pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan dan/ atau pembelian Pangan, termasuk penawaran untuk menjual Pangan, dan kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan Pangan dengan memperoleh imbalan.

3

ARSIP D

PR-RI

20. Peredaran Pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran Pangan kepada masyarakat, baik diperdagangkan maupun tidak.

21. Sanitasi Pangan adalah upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak Pangan dan membahayakan kesehatan manusia.

22. Persyaratan Sanitasi adalah standar kebersihan dan kesehatan yang . harus dipenuhi sebagai upaya mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen dan mengurangi jumlah jasad renik lainnya agar Pangan yang dihasilkan dan dikonsumsi tidak membahayakan kesehatan dan jiwa manusia.

23. Iradiasi Pangan adalah metode penyinaran terhadap Pangan baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan serta membebaskan Pangan dari jasad renik patogen.

24. Rekayasa Genetika Pangan adalah suatu proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk mendapatkan jenis baru yang mampu menghasilkan produk Pangan yang lebih unggul.

25. Kemasan Pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus Pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan Pangan maupun tidak.

26. Mutu Pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan gizi Pangan.

27. Gizi Pangan adalah zat a tau senyawa yang terdapat dalam Pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manus1a.

28. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

29. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

30. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

31. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pangan.

4

ARSIP D

PR-RI

BAB II

ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP PENGATURAN

Pasal 2

Penyelenggaraan Pangan dilakukan dengan berdasarkan asas:

a. kedaulatan;

b. kemandirian;

c. ketahanan;

d. keamanan;

e. manfaat dan lestari;

f. pemerataan;

g. keadilan;dan

h. berkelanjutan.

Pasal 3

Penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan Pangan, serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat.

Pasal 4

Penyelenggaraan Pangan bertujuan untuk:

a. meningkatkan kemampuan melakukan Produksi Pangan secara mandiri;

b. menyediakan Pangan yang beranekaragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat;

c. mewujudkan tingkat kecukupan Pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat;

d. meningkatkan Ketahanan Pangan masyarakat rawan Pangan;

e. menjadikan manusia yang sehat dan aktif;

f. memperniudah akses Pangan bagi masyarakat;

g. meningkatkan daya saing komoditas Pangan Indonesia di tingkat internasional; dan

h. mencipta:kan kesejahteraan bagi produsen Pangan.

Pasal 5

Lingkup pengaturan Penyelenggaraan Pangan meliputi:

5

ARSIP D

PR-RI

a. perencanaan Pangan;

b. Ketersediaan Pangan;

c. keterjangkauan Pangan;

d. penganekaragaman Pangan;

e. Keamanan Pangan;

f. kelembagaan;

g. pembiayaan; dan

h. peran serta masyarakat.

BAB III

PERENCANAAN

Pasal 6

· Perencanaan _ Pangan dilakukan untuk merancang Penyelenggaraan Pangan ke arah Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan Pangan.

Pasal 7

Perencanaan Pangan harus memperhatikan:

a. pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi;

b. daya dukung sumber daya alam dan kelestarian lingkungan;

c. pengembangan sumber daya manusia produsen Pangan;

d. kebutuhan sarana dan prasarana Produksi Pangan;

e. potensi Pangan di daerah;

f. rencana tata ruang wilayah; dan

g. rencana pembangunan nasional dan daerah.

- Pasal 8

(1) Perencanaan Pangan harus terintegrasi dalam rencana pembangunan nasional; rencana pembangunan daerah, dan rencana pembangunan sektoral.

(2) Perencanaan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah dengan melibatkart masyarakat.

(3) Perencartaan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun ditingkat nasional, provinsi, dan/ atau kabupaten/kota.

6

ARSIP D

PR-RI

(4) Perencanaan Pangan ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana tahunan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9

( l) Perencanaan Pangan tingkat nasional dilakukan dengan memperhatikan rencana pcmbangunan nasional serta kebutuhan dan usulan provinsi.

(2) Perencanaan Pangan tingkat provinsi dilakukan dengan memperhatikan rencana pembangunan provinsi serta kebutuhan dan usulan kabupaten/kota.

(3) Perencanaan Pangan tingkat kabupaten/kota dilakukan dengan memperhatikan rencana pembangunan kabupaten/kota.

Pasal 10

( 1) Pe~encanaan Pangan diwujudkan dalam bentuk rencana Pangan.

(2) Rencana Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. rencana Pangan nasional;

b. rencana Pangan provinsi; dan

c. rencana Pangan kabupaten/kota.

(3) Rencana Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun oleh Presiden, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

Rencana pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sekurang­kurangnya memuat:

a. Produksi Pangan dan kebutuhan konsumsi;

b. cadangan Pangan;

c. pemasukan Pangan ke wilayah Negara Republik Indonesia;

d. pengeluaran Pangan dari wilayah Negara Republik Indonesia;

e. penganekaragaman Pangan;

f. distribusi, perdagangan, dan pemasaran Pangan;

g. pengendalian harga;

h. Keamanan Pangan;

i. penelitian dan pengembangan Pangan;

7

ARSIP D

PR-RI

j. pembiayaan;

k. kelembagaan; dan

1. aspek peningkatan kesejahteraan produsen Pangan.

Pasal 12

(1) Rencana Pangan nasional menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan Pangan provinsi.

(2) Rencana Pangan provinsi menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan Pangan kabupaten/kota.

(3) Rencana Pangan kabupaten/kota menjadi pedoman untuk pengembangan Pangan setempat.

(4) Rencana Pangan nasional, rencana Pangan provinsi, dan rencana Pangan kabupaten/kota menjadi pedoman bagi semua pihak dalam pengembangan Pangan.

BAB IV

KETERSEDIAAN PANGAN

Bagian Kesatu

Um um

Pasal 13

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas Ketersediaan Pangan.

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas Ketersediaan Pangan di daerah dan pengembangan Produksi Pangan Lokal di daerah.

(3} Dalam mewujudkan Ketersediaan Pangan melalui pengembangan Pangan Lokal, Pemerintah Daerah menetapkan jenis Pangan Lokalnya.

(4) Pemerintah menetapkan sentra Produksi Pangan Lokal sesuai usulan Pemerintah Daerah.

(5) Penyediaan Pangan diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan dan konsumsi Pangan bagi masyarakat, rumah tangga, dan individu secara berkelanjutan.

(6) Upaya mewujudkan ketersediaan Pangan dilakukan dengan:

a. mengembangkan Produksi Pangan yang bertumpu pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal;

b. mengembangkan efisiensi sistem usaha Pangan;

c. mengembangkan teknologi produksi dan penyimpanan Pangan;

d. mengembangkan sarana dan prasarana produksi dan penyimpanan Pangan;

8

ARSIP D

PR-RI

e. mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif: dan

f. membangun kawasan sentra Produksi Pangan.

Pasal 14

Pemerintah mengamankan harga Pangan Pokok, pengelolaan cadangan Pangan Pemerintah, dan distribusi Pangan Pokok kepada masyarakat untuk menjamin Ketersediaan Pangan.

Pasal 15

(1) Sumber penyediaan Pangan berasal dari Produksi Pangan dalam negeri, cadangan Pangan, dan pemasukan Pangan dari luar negeri.

(2) Sumber penyediaan Pangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diutamakan berasal dari Produksi Pangan dalam negeri.

Pasal 16

(1) Pemerintah mengutamakan Produksi Pangan untuk pemenuhan kebutuhan_ konsumsi Pangan.

(2) Dalam kondisi ketersediaan cadangan Pangan sudah tercukupi, Produksi Pangan dapat digunakan untuk kepentingan lain.

Bagian Kedua

Produksi Pangan Dalam Negeri

Paragraf 1

Potensi Produksi Pangan

Pasal 17

Potensi Produksi Pangan terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya alam, teknologi, dan penelitian pengembangan Pangan.

Pasal 18

Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melindungi dan memberdayakan Petani dan Nelayan sebagai produsen Pangan.

Pasal 19

Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mengatur alokasi lahan pertanian untuk pemenuhan Pangan Pokok, memberikan penyuluhan, menghilangkan berbagai pungutan yang mengurangi daya saing, dan melakukan pengalokasian anggaran.

9

ARSIP D

PR-RI

Pasal 20

Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah berkewajiban mengembangkan teknologi untuk peningkatan Produksi Pangan.

Pasal 21

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mendorong dan memfasilitasi penggunaan dan pengembangan sarana dan prasarana dalam upaya untuk meningkatkan Produksi Pangan berkelanjutan.

Paragraf 2

Ancaman Produksi Pangan

Pasal 22

( 1) Ancaman Produksi Pangan merupakan kejadian yang dapat menimbui~an gagalnya Produksi Pangan yang disebabkan oleh:

a. perubahan iklim;

b. organ1sme pengganggu;

c. benca~a_ alam;

d. bencana sosial;

e. teknologi;

f. rekayasa genetika;

g. kompetisi komoditas; dan/ atau

h. alih fungsi penggunaan lahan.

(2) Pemerintah berkewajiban menanggulangi ancaman Produksi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui bantuan teknologi, pernbiayaan, dan regulasi.

Bagian Ketiga

Cadangan Pangan Nasional

Pasal 23

(1) Dalam rangka mewujudkan Ketahanan Pangan, Pemerintah menetapkan cadangan Pangan nasional.

(2) Cadangan Pangan nasional merupakan upaya penyediaan Pangan untuk konsumsi masyarakat di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

(3) Cadangati Pangan nasional terdiri dari cadangan Pangan Pemerintah dan cadartgan Pangan masyarakat.

10

ARSIP D

PR-RI

Pasal 24

Cadangan Pangan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan Pangan, kelebihan Pangan, gejolak harga, dan/ atau untuk menghadapi keadaan darurat.

Pasal 25

(1) Cadangan Pangan nasional merupakan jumlah Pangan yang harus tersedia setiap saat di wilayah Negara Republik Indonesia, dan dapat segera dikonsumsi masyarakat.

(2) Pemerintah mengembangkan pola kemitraan yang setara antara Pemerintah, sektor swasta, perguruan tinggi, dan elemen masyarakat dalam cadangan Pangan dan pengembangan mutu.

Pasal 26

(1) Jumlah Pangan yang harus tersedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), ditetapkan sesuai dengan kebutuhan konsumsi masyarakat paling singkat untukjangka waktu 6 (enam) bulan.

(2) Ketentuan mengenaijumlah Pangan yang harus tersedia sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 27

Cadangan Pangan nasional bersumber dari Produksi Pangan .dalam negeri dan pemasukan Pangan dari luar negeri.

Paragraf 2

Cadangan Pangan Pemerintah

Pasal 28

(1) Dalam meWiljudkan Cadangan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Pemerintah menetapkan cadangan Pangan Pemerintah,

(2) Cadangan Pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Cadangan Pangan Pemerintah Desa;

b. Cadangan Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan

c. Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi.

11

ARSIP D

PR-RI

Pasal 29

(1) Dalam mewujudkan Cadangan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Pemerintah menetapkan jenis dan jumlah Pangan tertentu sebagai cadangan Pangan Pemerintah.

(2) Selain cadangan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Provinsi dapat menetapkan jenis dan jumlah cadangan Pangan Pokok sesuai dengan kebutuhan konsumsi masyarakat setempat.

Pasal 30

(1) Cadangan Pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikelola oleh Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah.

(2) Cadangan Pangan Pemerintah ditetapkan secara berkala dengan memperhitungkan tingkat kebutuhan nyata Pangan masyarakat dan Ketersediaan Pangan.

(3) Cadangan Pangan Pemerintah dapat dilakukan melalui pembelian Pangan Pokok pada saat panen raya oleh Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah.

(4) Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memiliki cadangan Pangan Pokok.

(5) Ketentuan mengenai besaran cadangan pokok diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 31

(1) Untuk mewujudkan cadangan Pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilakukan dengan:

a. menginventarisasi cadangan Pangan;

b. melakukan prakiraan kekurangan Pangan dan/ atau keadaan darurat; · dan/ atau

c. menyelenggarakan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan Pangan.

(2) Cadangan ·Pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan secara berkala dan dilakukan secara terkoordinasi mulai dari penetapan cadangan Pangan Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Pusat.

Pasal 32

(1) Penyaluran cadangan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c dilakukan untuk menanggulangi masalah Pangan.

12

ARSIP D

PR-RI

(2) Penyaluran cadangan Pangan Pemerintah dilakukan dengan:

a. mekanisme yang disesuaikan dengan kondisi wilayah dan rumah tangga;dan

b. tidak merugikan masyarakat konsumen dan produsen.

Pasal 33

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat menugaskan badan usaha yang bergerak di bidang penyimpanan dan distribusi Pangan untuk mengadakan dan mengelola cadangan Pangan tertentu yang bersifat pokok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 34

(1) Masyarakat mempunyai hak dan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan cadangan Pangan masyarakat.

(2) Cadangan Pangan masyarakat merupakan persediaan Pangan yang dikelola atau dikuasai oleh masyarakat.

(3) Cadangan Pangan masyarakat dikelola di tingkat pedagang, komunitas, dan rumah tangga.

Bagian Keempat

Pemasukan Pangan ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia

Pasal 35

(1) Pemasukan Pangan merupakan kegiatan memasukkan Pangan dari luar negeri melalui darat, laut dan udara ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

(2) Pemasukan. Pangan se bagaimana dimaksud pada ayat ( 1) yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalatn negeri, wajib memenuhi persyaratan keamanan, mutu, gizi, nutrisi, dan higienis.

(3) Pemasukan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum tanggal kedaluwarsa sejak Pangan tiba di wilayah Negara Republik Indonesia.

(4) Pemasukan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila Produksi Pangan dalam negeri d~n. cadangan Pangan nasional tidak mencukupi · atau tidak diproduksl. ·di dalam negeri.

(5) Kecukupan Produksi Pangan dalam negeri dan cadangan Pangan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh menteri yang menydenggarakan urusan Pemerintahan di bidang pertanian.

(6) Tata cara pemasukan Pangan sebagaimana dimaksud .Pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

13

ARSIP D

PR-RI

(7) Ketentuan mengenai persyaratan keamanan, mutu, giz1, dan higienis Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima

Pengeluaran Pangan dari Wilayah Negara Republik Indonesia

Pasal 36

Pengeluaran Pangan dari wilayah Negara Republik Indonesia hanya dapat dilakukan setelah terpenuhinya kebutuhan konsumsi Pangan dan cadangan Pangan di dalam negeri.

Pasal 37

Setiap orang yang mengeluarkan Pangan dari wilayah Negara Republik Indonesia bertanggung jawab atas keamanan, mutu, gizi; nutrisi, dan higienis Pangan.

Pasal 38

Ketentuan mengenai persyaratan keamanan, mu tu, gizi, -nutrisi, dan higienis Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 37 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam

Penganekaragaman Pangan

Pasal 39

Penganekaragaman Pangan merupakan upaya untuk · -mertingkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan mutu gizi makanan dengan pola konsumsi yang lebih beragam serta mengoptimalkan potensi Pangan Lokal yang beragam.

Pasal 40

(1) Penganekaragaman Pangan diselenggarakan untuk ineningkatkan Ketersediaan Pangan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan, dan budaya Pangan Lokal.

(2) Penganekaragaman Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:

a. menetapkan penganekaragaman Pangan;

b. penelitian dan pengembangan;

c. optimalisasi Pangan Lokal;

d. meningkatkan keanekaragaman Pangan.

14

ARSIP D

PR-RI

e. mengembangkan pengindustrian berbasis Pangan Lokal;

f. mempromosikan penganekaragaman Pangan; dan

g. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam Pangan dengan prinsip gizi seimbang.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penganekaragaman Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketujuh

Krisis Pangan

Pasal 41

(1) Pemerintah berkewajiban mengambil tindakan untuk mengatasi krisis Pangan.

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dapat dilakukan dalam bentuk:

a. pengadaan dan penyaluran Pangan;

b. manajemen cadangan Pangan;

c. pengembangan teknologi untuk mengantisipasi pencemaran lingkungan; dan/atau

d. memberikan ganti rugi akibat gagal panen.

Pasal 42

(1) Penetapan status krisis Pangan dilakukan oleh Pemerintah sesua1 dengan skafa krisis.

(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk skala nasional dilakukan oleh Presiden, skala provinsi dilakukan oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota.

BABV

KETERJANGKAUAN PANGAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 43

(1) Pemerintah · bertanggungjawab untuk menjamin keterjangkauan Pangan bagi masyarakat, rumah tangga, dan/ atau indivi~u. __

15

ARSIP D

PR-RI

(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kebijakan di bidang:

a. distribusi;

b. perdagangan;

c. pengendalian harga;

d. pemasaran, dan/ atau

e. konsumsi Pangan.

Bagian Kedua

Distribusi Pangan

Pasal 44

( 1) Distribusi ·. Pangan dilakukan untuk memenuhi pemerataan Ketersediaan Pangan keseluruh wilayah Negara Republik Indonesia secara berkelanjutan.

(2) Distribusi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran Pangan untuk menjamin agar setiap individu dapat memperoleh Pangan dalam jumlah, mutu, aman, merata, dan keanekaragaman, dengan harga yang terjangkau.

(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap distribusi Pangan sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 45

( 1) Distribusi Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dilakukan melalui:

a. pengembangan sistem distribusi Pangan yang menjangkau seluruh wilayah secara efisien;

b. pengelolaan sistem distribusi Pangan yang dapat mempertahankan keamanan, mutu dan Gizi Pangan; dan

c. penjaminan keamanan distribusi Pangan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai distribusi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemer:it1tah.

Pasal 46

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menjamin kelancaran distribusi, tj.~ngan mengutamakan pelayanan transport~si yang efektif dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang=-undangan.

16

ARSIP D

PR-RI

(2) Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah memberikan prioritas untuk kelancaran bongkar muat produk Pangan.

(3) Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah berkewajiban menyediakan saraiia dan prasarana distribusi Pangan.

(4) Pemerintah Daerah berkewajiban mengembangkan lembaga distribusi Pangan masyarakat.

. Bagian Ketiga

Perdagangan Pangan

Pasal 47

Perdagangan Pangan merupakan kegiatan atau serangkaian kegiatan meliputi penjualan dan/ atau pembelian Pangan, termasuk penawaran untuk menjual _Pangan, dan/ atau kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan Pangan dengan memperoleh imbalan.

Pasal 48

(1) Pern.erintah berkewajiban mengatur Perdagangan Pangan.

(2) Pengaturarr-Perdagangan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan:

a. pengendalian harga Pangan dan inflasi;

b. manajemen cadangan Pangan; dan

c. menciptakan iklim usaha Pangan yang sehat.

Pasal49

( 1) Pemerintaq menetapkan jumlah Pangan Pokok yang boleh disimpan oleh setiap O!"ang kecuali mendapatkan izin dari yang berwenang.

(2) Ketentuan mengenai izin penyimpanan Pangan Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelengg~rakan urusan Pemerintahan di bidang pertanian.

Pasal 50

(1) Setiap orang dilarang melakukan penyimpanan atau penimbunan Pangan Pokok dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang mengakibatkan harga pangan pokok menjadi mahal atau melambung tinggi.

(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dikenai sanksi pidana dan sanksi admnistratif.

(3) Sanksi adrninistratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)-berupa:

a. denda administratif;

17

ARSIP D

PR-RI

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/ atau peredaran;

c. pencabutan izin.

Pasal 51

( 1) Setiap orang yang melakukan pembelian Pangan Pokok dengan jumlah tertentu untuk pengadaan Cadangan Pangan Pemerintah atau untuk diperdagangkan wajib mempunyai izin.

(2) Izin pembelian Pangan Pokok diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dari daerah di mana pembeli Pangan Pokok itu bertempat tinggal, menurut peraturan dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang perdagangan.

Bagian Keempat

Pengendalian Harga

Pasal 52

(1) Pengendalian harga Pangan dilakukan untuk menjaga stabilitas harga Pan.gan.

(2) Pengendalian harga Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan tujuan:

a. menyejahterakan Petani dan Nelayan;

b. menghindari terjadinya gejolak harga Pangan;

c. menghadapi keadaan darurat karena bencana atau paceklik yang berkepanj angan;

d. mencapai swasembada Pangan;

e. menjaga kestabilan harga; dan

f. memperhatikan daya beli masyarakat.

Pasal 53

(1) Untuk melakukan pengendalian harga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5~ _ayat (1), Pemerintah menetapkan jenis :pangan yang berdampak pada inflasi.

(2) Pengendalian harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pertgaturan penyaluran cadangan Pangan Pemerintah.

18

ARSIP D

PR-RI

Pasal 54

(1) Pada saat Produksi Pangan melimpah, Pemerintah berkewajiban menciptakan kondisi yang menghasilkan harga Pangan yang menguntungkan bagi Petani dan Nelayan.

(2) Pada saat Produksi Pangan sangat terbatas, Pemerintah berkewajiban menciptakan kondisi. yang menghasilkan harga Pangan yang tidak memberatkan bagi masyarakat.

Pasal 55

(1) Pemerintah melakukan pengendalian harga Pangan Pokok untuk menghindari terjadinya gejolak harga.

(2) Pengendalian harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

a. pengeloh:tan dan pemeliharaan cadangan Pangan Pemerintah;

b. pengaturan dan pengelolaan pasokan Pangan;

c. penetapan kebijakan pajak dan/ atau tarif; dan

d. pengatiiran kelancaran distribusi Pangan.

Pasal 56

(1) Pemerintah Daerah berwenang menentukan harga indikatif Pangan Lokal melalui penetapan harga minimum regional.

(2) Penentuan .harga indikatif Pangan Lokal masing-masing daerah diatur dengan Peraturan Daerah.

Pasal 57

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian harga Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 sampai dengan Pasal 56 diatur dengan Peratu:i;an Pemerintah.

Bagian Kelima

Pemasaran Pangan

Pasal 58

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pembinaan· kepada pihak yang melakukan pemasaran· Pangan.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar setiap pihak mempunyai kemampuan menerapkan tata cara pemasaran yang baik.

19

ARSIP D

PR-RI

Pasal 59

( 1) Pemasaran Pangan dapat dilakukan melalui promosi Pangan serta penyebarluasan informasi pasar, di tingkat nasional dan/ atau internasional.

(2) Promosi Pangan di tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar masyarakat lebih menggunakan produk Pangan LOkal.

(3) Promosi Pangan di tingkat internasional sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) bertujuan untuk meningkatkan perolehan devisa di sektor Pangan.

Bagian Keenam

Konsumsi Pangan

Pasal 60

Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban meningkatkan konsumsi Pangan masyarakat melalui:

a. penetapan dan sosialisasi produk Pangan dan penganekaragaman Pangan;

b. penetapan target pencapaian angka konsumsi Pangan per kapita per tahun sesuai dengan standar kesehatan; dan

c. penyediaan Pangan yang bermutu dan bergizi seimbang.

BAB VI

KEAMANAN PANGAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 61

( 1) Keamanan Pangan diselenggarakan untuk menjaga Pangan tetap aman, higienis, bermutu, bergizi dan tidak bertentangan dengan keyakinan.

(2) Keamanan Pangan dilakukan untuk mencegah kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, tidak terpenuhi standar mutu dan komposisi, serta kedaluwarsa yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

20

ARSIP D

PR-RI

Pasal 62

(1) Dalam mewujudkan Keamanan Pangan, Pemerintah menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria Keamanan Pangan.

(2) Dalam mewujudkan Keamanan Pangan, produsen Pangan wajib menerapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Pemerintah Daerah wajib mengawasi pelaksanaan penerapan norma, standar, prosedur, dan kriteria Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal63

Penyelenggaraan Keamanan Pangan dilakukan dengan:

a. melakukan Sanitasi Pangan;

b. melakukan pengawasan terhadap bahan tambahan Pangan;

c. melakukan ~engawasan terhadap rekayasa genetika dan Iradiasi Pangan;

d. menjamin mutu dan melakukan pemeriksaan laboratorium;

e. memberikan sertifikasi Mutu Pangan;

f. menentukari standar Kemasan Pangan;

g. mencantumkan label pada produk Pangan; dan/ atau

h. mencantumkan jaminan produk halal.

Pasal 64

Pemberian sertifikasi Mutu Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf e dilakukan secara bertahap.

Bagian Kedua

Sanitasi Pangan

Pasal 65

( 1) Sanitasi Pangan dilakukan terhadap Pangan yang dapat merusak dan membahayak:µi kesehatan manusia, agar Pangan aman untuk dikonsumsi. ·

(2) Sanitasi Pangan dilakukan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/ atau Peredaran Pangan.

(3) Sanitasi P.a!lgan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi p~rsyaratan standar kebersihan dan kesehatan.

(4)Persyaratan standar kebersihan dan kesehatan Sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:

21

ARSIP D

PR-RI

a. sarana dan/ atau prasarana Pangan;

b. penyelenggaraan kegiatan; dan

c. orang perseorangan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan standar kebersihan dan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 66

( 1) Setiap orang yang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi penyimpanan, pengangkutan, dan atau Peredaran Pangan, dalam rangka Sanitasi Pangan wajib:

a. memenuhi Persyaratan Sanitasi;

b. menjamin: keamanan dan/ atau keselamatan manusia; dan

c. menyelenggarakan program pemantauan dan pengawasan secara berkala.

(2) Ketentuan mengenai Persyaratan Sanitasi, jaminan keamanan dan/ atau keselamatan, dan menyelenggarakan program pemantauan dan pengawasan secara berkala diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 67

Setiap orang wajib mencegah berkembangbiaknya jasad renik pembusuk dan/atau patogen dalam makanan, minuman, peralatan &erta bangunan sarana Produksi_ Pangan yang jika dikonsumsi membahayakan manusia.

Pasal 68

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat ( 1) dikenai sanksi administratif.

(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 7 dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif.

(3) Sanksi adm_inistratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa:

a. denda administratif;

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredarari;

c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;

d. ganti kerugian; dan/atau

e. pencabutan izin.

22

ARSIP D

PR-RI

Bagian Ketiga

Bahan Tambahan Pangan

Pasal 69

Bahan tambahan Pangan merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam Pangan untuk mempengaruhi sifat, rasa, wama, kandungan .gizi, keawetan, dan/atau bentuk Pangan.

Pasal 70

( 1) Pemerintah berkewajiban memeriksa keamanan bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan Pangan yang belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan untuk diedarkan.

(2) Pemeriksaan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mendapatkan izin peredaran.

Pasal 71

(1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan, dilarang menggunakan bahan tambahan Pangan melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan dan/ a tau bahan yang dapat merusak kesehatan manusia.

(2) Ketentuan mengenai ambang batas maksimal dan bahan yang dapat merusak kesehatan manusia diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 72

(1) $etiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat(l) dikenai sanksi pidana dan sanksi administra.tif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:

a. denda administratif;

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/ atau peredaran;

c. penarikan ·Pangan dari peredaran oleh produsen;

d. ganti kerugian; dan/ atau

e_. pencabutan izin.

23

ARSIP D

PR-RI

Bagian Keempat

Rekayasa Genetika dan Iradiasi Pangan

Paragraf 1

Rekayasa Genetika

Pasal 73

( 1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan, menggunakan bahan baku, menggunakan bahan tambahan Pangan, dan/ atau bahan ban tu lain dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika, harus terlebih dahulu memeriksakan Keamanan Pangan sebelum diedarkan.

(2) Pemeriksaan Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah untuk mendapatkan 1zm peredarannya. _

(3) Ketentuan mengenai pemeriksaan Keamanan Pangan, persyaratan prinsip penelitian dan pengujian, pengembangan, dan pemanfaatan metode rekayasa genetika dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan yang dihasilkankan dari proses rekayasa genetika diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 74

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pas13.l 73 ayat {1) dikenai sanksi administratif berupa:

a. denda adminiStratif;

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/ atau peredaran;

c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;

d. ganti kerugian; dan/atau

e. pencabuta~ izin.

Paragraf 2

Iradiasi Pangan

Pasal 75

( 1) Pengolahan Pangan dapat dilakukan melalui iradiasi dengan metode penyinara~ terhadap Pangan, baik dengan menggunakan zat radio aktif maupun akselerator.

(2) Iradiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mencegah: terjadinya pembusukan, kerusakan, dan membebaskan Pangan dari jasad renik patogen.

24

ARSIP D

PR-RI

Pasal 76

(1) lradiasi hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang pertanian.

(2) Izin Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan· kesehatan, prinsip pengolahan, dosis, teknik dan peralatan, penanganan limbah dan penanggulangan bahaya bahan radioaktif untuk menjamin Keamanan Pangan, keselan1atan kerja, dan kelestarian lingkungan.

(3) Ketentuan mengenai persyaratan kesehatan, prinsip pengolahan, dosis, teknik dan peralatan, penanganan limbah dan penanggulangan bahaya bahan radioaktif untuk menjamin Keamanan Pangan, dan kelestarian lingkungan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima

Kemasan Pangan

Pasal 77

(1) Kemasan Pangan berfungsi untuk mencegah terjadinya pembusukan, kerusakan; serta membebaskan Pangan darijasad renik patogen.

(2) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan dalam kemasan, wajib menggunakan bahan Kemasan Pangan yang tidak merugikan dan/ atau membahayakan kesehatan manusia.

Pasal 78

( 1} Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan, dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai Kemasan Pangan yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia.

(2) Pengemasan Pangan yang diedarkan dilakukan melalui tata cara yang dapat menghindarkan terjadinya kerusakan dan atau pencemaran._

(3) Ketentuan mengenai Kemasan Pangan, tata cara pengemasan Pangan, dan bahan yang dilarang digunakan sebagai Kemasan Pangan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 79

(1) Setiap orang dilarang membuka kemasan akhir Pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan.

25

ARSIP D

PR-RI

(2) Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) tidak berlaku terhadap Pangan yang pengadaannya dalam jumlah besar dan lazim dikemas kembali dalamjumlah kecil untuk diperdagangkan lebih lanjut.

Pasal 80

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) dan Pasal 78 ayat (1) dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. denda administratif;

.b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;

c. penarikaif.P-angan dari peredaran oleh produsen;

d. ganti kerugian; dan/ atau

e. pencabutan izin.

Bagian Keenam

Standar Mutu Pangan dan Pemeriksaan Laboratorium

Pasal 81 ..

(1) Pemerintah inenetapkan standar Mutu Pangan dan pemeriksaan laboratorium·pada setiap produk Pangan.

(2) Setiap pengadaan dan Peredaran Pangan harus dilakukan pengawasan sesuai standar Mutu Pangan dan pemeriksaan laboratorium.

(3) Pengadaan Pangan yang dibuat atau dimasukkan untuk diedarkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus memenuhi standar mutu sesuai.dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 82

(1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk c,;liperdagangkan wajib meme·nuhi standar Mutu Pangan dan pemeriksaan laboratorium.

(2) Pemerintah dapat menetapkan persyaratan agar Pangan terlebih dahulu diuji di laboratorium sebelum diedarkan.

(3) Pengujian secara laboratoris, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan di laboratorium yang ditunjuk oleh dan/ atau telah memperoleh 8.kreditasi dari Pemerintah.

26

ARSIP D

PR-RI

(4) Ketentuan mengenai standar mutu dan persyaratan penguJ1an laboratorium diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 83

Setiap orang dilarang memperdagangkan Pangan yang mutunya berbeda atau tidak sama dengan Mutu Pangan yang tercantum dalam label Kemasan Pangan.

Pasal 84

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat ( 1) dan Pasal 83 dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. denda administratif;

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;

c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;

d. ganti kerugian; dan/ atau

e. pencabutan izin.

Bagian Ketujuh

Gizi Pangan

Pasal 85

Gizi Pangan merupakan zat atau senyawa yang terdapat dalam Pangan yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.

Pasal 86

(1) Pemerintah menetapkan dan menyelenggarakan kebijakan di bidang gizi bagi perbaikan status gizi masyarakat.

(2) Pemerintah dapat menetapkan persyaratan khusus mengenai komposisi Pangan, untuk meningkatkan kandungan Gizi Pangan Olahan tertentu yang diperdagangkan.

(3) Dalam hal terjadinya kekurangan dan atau penurunan status gizi masyarakat, Pemerintah dapat menetapkan persyaratan bagi perbaikan atau pengayaan Gizi Pangan tertentu yang diedarkan.

27

ARSIP D

PR-RI

Pasal 87

(1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan, wajib memenuhi persyaratan tentang gizi yang ditetapkan.

(2) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu untuk diperdagangkan wajib melaksanakan tata cara pengolahan Pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan gizi bahan baku Pangan yang digunakan.

Pasal 88

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dikenai sanksi administratif berupa:

a. denda administratif;

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/ atau peredaran;

c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;

d. ganti kerugiart; dan/ atau

e. pencabutan izin.

Pasal 89

Ketentuan mengenai persyaratan khusus mengenai komposisi Pangan, persyaratan bagi perbaikan atau pengayaan Gizi Pangan dan tata cara pengolahan Pangan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedelapan

Pangan Tercemar

Pasal 90

(1) Setiap orang dilarang mengedarkan Pangan tercemar.

(2) Pangan tercemar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Pangan yang:

a. mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia;

p. mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan;

c. mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan;

d. mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga menjadikan Pangan tidak layak dikonsumsi manusia; dan/ atau

e. sudah kedaluwarsa.

28

ARSIP D

PR-RI

Pasal 91

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. denda administratif;

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;

c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;

d. ganti kerugian; dan/ atau

e. pencabutan izin.

Pasal 92

(1) Pemerintah mengawasi dan mencegah tercemarnya Pangan.

(2) Pengawasan dan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menetapkan ambang batas maksimal cemaran yang diperbolehkan. ·

(3) Ketentuan mengenai ambang batas maksimal cemaran yang diperbolehkan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VII

LABEL DAN IKLAN PANGAN

Pasal 93

Pemberian label pada Pangan yang dikemas, agar masyarakat yang membeli dan/ ~taµ mengkonsumsi Pangan memperoleh Jnformasi yang benar dan jelas tentang setiap produk Pangan yang· dikemas, baik menyangkut asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, maupun keterangan lain yang diperlukan sebelum memutuskan akan membeli dan/ atau mengkonsumsi Pangan.

Pasal94

(1) Ketentuan mengenai label berlaku bagi Pangan yang telah melalui proses pengemasan akhir dan siap untuk diperdagangkan

(2) Ketentuan label tidak berlaku bagi Perdagangan Pangan yang dibungkus dihadapan pembeli.

29

ARSIP D

PR-RI

Pasal 95

( 1) Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan Pangan ke dalam wilayah Indonesia yang. dikemas untuk diperdagangkan, wajib mencantumkan label, di dalam, dan/ atau di Kemasan Pangan.

(2) Label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat sekurang-kurangnya keterangan mengenai:

a. nama produk;

b. bahasa dan huruf;

c. daftar bahan yang digunakan ;

d. berat bersih atau isi bersih;

e. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan Pangan ke dalam wilayah Indonesia.

f. keterangan tentang halal;

g. tanggal dart -homor produksi;

h. tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa; dan

i. keterangan a,sal usul bahan Pangan.

Pasal 96

( 1) Keterangan pada label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ditulis, dicetak, atau _ditampilkan secara tegas dan jelas sehingga dapat mudah dimengerti oleh masyarakat.

(2) Keterangan pada label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditulis, dicetak, atau ditampilkan dengan menggunakan bahasa Indonesia.

(3) Penggunaan istilah asing, selain dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan sepanjang tidak ada padanannya, tidak dapat diciptakan padanannya, atau digunakan untuk kepentingan Perdagangan Pangan ke luar negeri.

Pasal 97

Setiap orang dilarang mengganti, melabel kembali, dan/atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa Pangan yang diedarkan.

Pasal 98

(1) Setiap label dan/atau iklan tentang Pangan yang diperdagangkan harus memuat keterangan mengenai Pangan dengan benar dan tidak menyesatkan.

(2) Setiap orang dilarang memberikan label atau iklan apabila keterangan a tau pernyataan terse but tidak benar dan/ atau menyesatkan.

30

ARSIP D

PR-RI

(3) Pemerintah mengatur, mengawasi, dan melakukan tindakan yang diperlukan agar iklan tentang Pangan yang diperdagangkan tidak memuat keterangan yang dapat menyesatkan.

Pasal 99

( 1) Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa Pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu, bertanggung jawab atas kebenaran pemyataannya berdasarkan persyaratan agama atau kepercayaan terse but.

(2) Label tentang Pangan Olahan tertentu yang diperdagangkan, wajib memuat keterangan tentang peruntukan, cara penggunaan, dan atau keterangan lain yang perlu diketahui mengenai dampak Pangan terhadap kesehatan manusia.

Pasal 100

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis dengan kewajiban mengembalika_n Pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia ke negara asal.

(2) Jika tidak dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai denda admi.nistratifyang dihitung berdasarkan besaran biaya yang harus dikeluarkan untuk pengembalian pangan ke negara asal.

(3) Setiap orang -yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9-7, Pasal 98 ayat (2), dan Pasal 99 ayat (2) dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif.

(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:

a. denda administratif;

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/ atau peredaran; -

c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;

d. ganti kerugian; dan/ atau

e. pencabutan izin.

Pasal 101

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan pencantuman label, iklan Pangan, kriteria Pangan Olahan tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.

31

ARSIP D

PR-RI

BAB VIII

SISTEM INFORMASI PANGAN

Pasal 102

Sistem informasi Pangan mencakup pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penyajian, serta penyebaran data dan informasi tentang Pangan.

Pasal 103

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban membangun, menyusun, dan mengembangkan sistem informasi Pangan yang terin tegrasi.

(2) Sistem informasi sekurang-kurangnya digunakan untuk:

a. perencanaan;

b. pemantauan dan evaluasi;

c. pengelolaan pasokan dan permintaan produk Pangan; dan

d. pertimbangan penanaman modal.

(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mengumumkan harga-harga komoditas Pangan secara nasional.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengumuman harga komoditas Pangan secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang perdagangan.

Pasal 104

(1) Sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) dilaksanakan oleh pusat data dan informasi.

(2) Pusat data dan informasi wajib melakukan pemutakhiran data dan informasi. ·

(3) Pusat data dari informasi dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh pelaku usaha dan masyarakat.

(4) Pusat data dan informasi sekurang-kurangnya menyediakan data dan informasi mengenai:

a. jenis produk Pangan;

b. neraca Pangan;

c. letak, luas wilayah, kawasan Produksi Pangan;

d. permintaan pasar;

32

ARSIP D

PR-RI

e. peluang dan tantangan pasar;

f. cadangan Pangan;

g. perkiraan produksi;

h. perkiraan harga;

i. perkiraan pasokan;

J. perkiraan musim tanam dan musim panen;

k. prakiraan iklim;

1. ketersediaan sarana dan prasarana;

m. varietas Pangan unggul;

n. pemutakhiran data; dan

o. kebutuhan pangan setiap daerah.

Pasal 105

(1) Pelaku usaha di bidang Pangan wajib memberikan keterangan kepada yang berwenang tentang banyaknya Ketersediaan Pangan yang dimiliki.

(2) Untuk mengetahui banyaknya Ketersediaan Pangan, Pemerintah berhak memeriksa gudang-gudang penyimpanan Pangan.

BAB IX

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PANGAN

Pasal 106

Penelitian dan pengembangan Pangan diarahkan untuk:

a. memajukan teknologi sistem budidaya tanaman Pangan yang tahan terhadap pen.ibahan iklim dan hama penyakit;

b. menciptakan produk Pangan Lokal yang dapat mensubtitusi Pangan Pokok dengan melihat kesesuaian kandungan vitamin dan zat lain di dalamnya;

c. memajukan sistem budidaya tanaman Pangan secara organik yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat; dan

d. menciptakan produk Pangan yang berdaya saing di tingkat lokal, nasional, dan internasional.

33

ARSIP D

PR-RI

Pasal 107

Penelitian dan pengembangan Pangan wajib dilakukan secara terus­menerus oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, lembaga penelitian, lembaga pendidikan, pelaku usaha, dan/atau masyarakat secara sendiri­sendiri atau dalam bentuk kerja sama.

Pasal 108

Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 dapat dilakukan di dalam dan di luar negeri, dengan tidak membahayakan kesehatan manusia, merusak keanekaragaman hayati, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Pasal 109

Pemerintah dan/ a tau Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi pemanfaatan dari publikasi hasil penelitian yang bermanfaat bagi pengembangan Pangan.

Pasal 110

(1) Orang perseorangan dan/atau badan hukum asing dapat melakukan penelitian Pangan untuk kepentingannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Orang perseor_~ngan dan/ atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melakukan penelitian wajib:

a. bekerja sama dengan lembaga penelitian dalam negeri;

b. melaksanakan alih teknologi dan pengetahuan dalam kegiatan penelitian; dan

c. menyerahkan laporan hasil penelitian kepada Pemerintah selambat-lambatnya tiga bulan setelah penelitian selesai dilakukan beserta hasil penelitian.

Pasal 111

(1) Hasil penelidan yang dilakukan orang perseorangan dan/atau badan hukum asing · untuk kepentingannya merupakan milik bersama dengan mitra kerja samanya dan Pemerintah.

(2) Pengeluaran, penggunaan, dan publikasi hasil penelitian yang dilakukan oleh orang perseorangan dan/ atau badaii · hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri terkait.

34

ARSIP D

PR-RI

Pasal 112

Pemerintah memberikan perlindungan hak atas kekayaan intelektual terhadap basil penelitian di bidang Pangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BABX

KELEMBAGAAN

Pasal 113

(1) Dalam menyelenggarakan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan Pangan, Pemerintah membentuk badan otoritas Pangan.

(2) Badan otoritas pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi:

a. merumuskan kebijakan Pangan nasional; dan

b. menjamin Ketersediaan Pangan nasional.

(3) Badan otoritas pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibukota negara dan dapat dibentuk di tingkat provinsi dan/ atau kabupaten/kota sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 114

Badan otoritas pa.ngan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 bertugas dan berwenang: · ~-· ····

a. menyusun ·· <lan melaksanakan kebijakan Pangan yang terintegrasi antarwilay~ll· ~ntarkomoditi, dan antarwaktu;

b. mengendalikan laju konsumsi Pangan masyarakat dan penganekaragaman Pangan;

c. merencanakan anggaran bagi seluruh kebijakan Pangan nasional; dan

d. menetapkari jenis Pangan tertentu yang perlu diintervensi Pemerintah. -. -. . . ..-

e. melaksana,k;qh dan/ a tau mengoordinasikan produks.i, pengadaan, penyediaan,~ penyimpanan, distribusi, dan pengendaliajl harga Pangan tertentu;

f. mewujudkan kecukupan sekaligus juga menyelamatkan kecukupan Pangan;

g. menjamin Ketersediaan Pangan yang cukup baik juriifah, mutu, gizi, nutrisi, higienis, dan keamanannya;

h. menciptaka!l· sistem dan mekanisme distribusi yang adil dan merata; dan

i. menjamin ketersediaan dan stabilitas harga Pangan :Yang terjangkau daya beli masyarakat.

35

ARSIP D

PR-RI

Pasal 115 Badan otoritas pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 merupakan lembaga Pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 116

(1) Badan otoritas pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dapat menugaskan badan usaha milik negara di bidang Pangan untuk melaksanakan produksi, pengadaan, penyediaan, peny1mpanan, dan/ atau distribusi Pangan.

(2) Badan usaha milik negara dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan masyarakat.

Pasal 117

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan organisasi dan mekanisme kerja badari otoritas pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 sampai dengan Pasal 116 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XI

TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH

Bagian Kesatu

Um um

Pasal 118

Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan Pangan.

Bagian Kedua

Pemerintah

Pasal 119

Pemerintah dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan Pangan bertugas dan berwenang:

a. mengatur, mengawasi dan membina peningkatan ketersediaan dan keragaman Pangan;

36

ARSIP D

PR-RI

b. mengatur dan mengoordinasi cadangan Pangan Pemerintah dan melakukan pembinaan cadangan Pangan masyarakat;

c. mengatur dan mendorong peningkatan akses Pangan untuk masyarakat miskin dan rawan Pangan;

d. meningkatkan sarana dan prasarana distribusi dan koordinasi pengendalian stabilitas harga Pangan tertentu;

e. membina peningkatan keragaman konsumsi, mutu, g1z1, nutrisi, higienis, dan Keamanan Pangan; dan

f. melindungi dan mendaftarkan Pangan unggulan lokal.

Bagian Ketiga

Pemerintah Provinsi

Pasal 120

Pemerintah Provinsi dalam mewujudkan Kedaulatan Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan bertugas dan berwenang:

Pangan, Pangan

a. mencegah dan mengendalikan masalah Pangan akibat menurunnya Ketersediaan Pangan didaerah;

b. mencegah dan menanggulangi masalah Pangan· · sebagai akibat menurunnya mutu, gizi, nutrisi, higienis, dan Keamanan Pangan;

c. meningkatkan dan mencegah penurunan akses Pangan masyarakat;

d. mengembangkan, mengatur, dan mengendalikan cadangan Pangan Pemerintah Provinsi dan masyarakat serta cadangan Pangan Pokok tertentu provinsi;

e. menangani dan mengendalikan kerawanan Pangan di wilayah provinsi; dan

f. menetapkan · dan mengembangkan Pangan unggulan lokal untuk didaftarkan. · ··. ·

Bagian Keempat

Pemerintah Kabupaten/Kota

Pasal 121

Pemerintah Kabupaten/Kota dalam mewujudkan Keda;ulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan Pangan bertugas dan berwenang:

a. melakukan identifikasi kelompok rawan Pangan, potensi sumber daya Produksi Pangan, dan cadangan Pangan masyarakat;

37

ARSIP D

PR-RI

b. melakukan penanganan penyaluran Pangan untuk kelompok rawan Pangan tingkat kabupaten;

c. melakukan pencegahan dan pengendalian serta penanggulangan masalah Pangan sebagai akibat penurunan akses Pangan, mutu, gizi, nutrisi, higienis, ketersediaan, dan Keamanan Pangan;

d. menyusun pengaturan dan pengembangan penganekaragaman produk Pangan Pokok tertentu/ strategis;

e. melakukan pembinaan dan monitoring cadangan Pangan masyarakat;

f. melakukan pengumpulan dan analisis informasi Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota sebagai masukan bagi penyusunan kebijakan Ketahanan Pangan tingkat provinsi dan nasional;

g. mengembangkan, mengatur, dan mengendalikan cadangan Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat serta cadangan Pangan Pokok tertentu Kabupaten; dan

h. mengembangkan Pangan unggulan lokal.

BAB XII

PEMBIAYAAN

Pasal 122

(1) Pembiayaan Penyelenggaraan Pangan yang dilakukan oleh Pemerintah bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara.

(2) Pembiayaan Penyelenggaraan Pangan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pasal 123

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat membantu pembiayaan pengembangan usaha Pangan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang mendukung program Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah.

(2) Bantuan pembiayaan di bidang Pangan meliputi:

a. subsidi teknologi;

b. sarana dan prasarana Ketersediaan Pangan;

c. penurunan tarif ekspor; dan

d. penetapan barga dasar.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan · pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan bantuan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

38

ARSIP D

PR-RI

Pasal 124

(1) Pemerintah menjamin kemudahan pembiayaan kegiatan sebelum dan sesudah Produksi Pangan yang dilakukan oleh Petani dan Nelayan.

(2) Kemudahan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa penyediaan fasilitas kredit bagi Petani dan N elayan.

Pasal 125

( 1) Pengembangan usaha Pangan dapat dilakukan oleh pelaku usaha asing.

(2) Pelaku usaha asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat menanamkan modal di luar budidaya Pangan.

(3) Penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diutamakan melalui penanaman modal dalam negeri.

BAB XIII

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 126

(1) Masyarakat berhak berperan serta dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan Pangan.

(2) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mendorong peran serta masyarakat seliagaimana di maksud pada ayat (1).

(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: ·

a. melaksanakan produksi, distribusi, perdagangan, konsumsi, perlindungan dan pengawasan Pangan;

b. menyelenggarakan cadangan Pangan masyarakat;

c. melakukan pencegahan dan penanggulangan rawan Pangan;

d. memberikan informasi dan pendidikan;

e. membantu kelancaran penyelenggaraan Ketersediaan Pangan, Keterjangkauan Pangan, dan Keamanan Pangan; dan/ atau

f. meningkatkan Kemandirian rumah tangga.

39

ARSIP D

PR-RI

Pasal 127

(1) Masyarakat dapat menyampaikan permasalahan, masukan, dan/atau cara pemecahan mengenai hal-hal di bidang Pangan, untuk menyempurnakan dan meningkatkan keamanan, mutu, dan Gizi Pangan.

(2) Penyampaian permasalahan, masukan, dan/atau cara pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

(3) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian permasalahan, masukan, dan/atau cara pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB XIV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 128

Setiap orang yang dengan sengaja menyimpan atau menimbun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dengan maksud untuk memperoleh keuritungan yang mengakibatkan harga pangan pokok menjadi mahal atau melambung tinggi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rpl0.000.000.-000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 129

(1) Setiap orang yang dengan sengaja membiarkan berkembangbiaknya jasad renik pembusuk dan/ atau patogen dalam makanan, minuman, peralatan serta bangunan sarana Produksi Pangan yang membahayakan manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) .Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat atau membahayakan nyawa orang, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). .

40

ARSIP D

PR-RI

Pasal 130

( 1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan dengan menggunakan bahan tambahan Pangan melampaui am bang batas maksimal yang ditetapkan, dan/ atau dapat merusak kesehatan manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) yang jika dikonsumsi mengakibatkan terganggunya kesehatan _grang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Iuka berat atau membahayakan nyawa orang, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 131

( 1) Setiap orang- yang melakukan Produksi Pangan dalam kemasan, yang dengan sengaj a menggunakan bahan Kemasan Pangan yang merugikan : - dan/ atau membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka atau rriefnbahayakan nyawa orang, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara, paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.00CLOOO,OO (tiga miliar rupiah).

Pasal 132

(1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan yang dengan sengaja menggunakan bahan apa pun sebagai Kemasan Pangan yang .-dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (l), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau .,.denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). ·

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Iuka berat atau membahayakan nyawa orang, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak ~p5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 ·· (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rpl0.000..,000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

41

ARSIP D

PR-RI

Pasal 133

Setiap orang yang dengan sengaja membuka kemasan akhir Pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 134

(1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diperdagangkan, yang dengan sengaja tidak memenuhi standar Mutu Pangan dan pemeriksaan laboratorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/ atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus ju ta rupiah).

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Iuka berat a.tau membahayakan nyawa orang, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5;000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(3) Jika perbU:atan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 135

Setiap orang ·):ang dengan sengaja memperdagangkan Pangan dengan mu tu berbeda atau tidak sama dengan Mutu Pangan yang dijanjikan sebagaimana <limaksud dalam Pasal 83, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satudua miliarrupiah).

Pasal 136

Setiap orang yang mengedarkan Pangan tercemar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9cY; dipidana dengan pidana penjara paling 1 (satu) tahun atau denda pa1ing_banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 137

( 1) Setiap orang yang dengan sengaja mengganti, melabel kembali, a tau menukar tanggal, bu.Ian, dan tahun kedaluwarsa Pangan yang diedarkan .~reba.gaimana dimaksud dalam Pasal 97, dipidana dengan pidana pertJata paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak RpS00.000::000,00 (lima ratus juta rupiah).

42

ARSIP D

PR-RI

(2) Jika perbu~tan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membahayakan kesehatan ;atau nyawa orang, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara pW.ing lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.0QO.OOO,OO (dua miliar rupiah).

Pasal 138

Setiap orang yang memberikan label atau iklan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98, padahal diketahui bahwa keterangan atau pernyataan tersebut tidak·benar atau menyesatkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rpl .000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 139

Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu, yang tidak memuat_ . .,lceterangan tentang peruntukan, cara penggunaan, dan atau keterangi;ih lain yang perlu diketahui mengenai dampak Pangan terhadap kese.hatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 140

Setiap tindak · · pidana di bidang Pangan yang melibatkan pejabat, pidananya dipetbetat dengan menambah 1/3 (satu pertiga) dari ancaman pidana pokok. · · ·

Pasal 141

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12_8 sampai dengan Pasal f39 dilakukan oleh korporasi yang berbadan hukum, maka selain pidana perijara dan pidana denda terhadap pengurusnya, pidana dapat dijatuhl{an terhadap badan hukum berupa pidana denda dengan pemberatan 3 'ftiga) kali dari pidana denda terhadap orang.

I"'

BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 142

(1) Pada saat Uiidang-Undang ini mulai berlaku:

a. Dewan ~~t-~_hanan Pangan yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan;

b. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian; dan

43

ARSIP D

PR-RI

c. Badan Urusan Logistik yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik,

yang sudah ada pada saat berlakunya Undang-Undang ini tetap menjalankan tugasnya sampai dengan terbentuknya badan otoritas pangan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.

(2) Badan otoritas pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Yi 3 ayat (1) harus telah terbentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang­Undang ini diundangkan.

(3) Dengan terbentuknya badan otoritas pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Dewan Ketahanan Pangan, dan Badan Urusan Logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilebur dalam badan otoritas pangan.

Pasal 143

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 144

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pangan, dinyatakan tetap berlaku sepruijang belum diganti atau tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 145

Pada saat Und-ang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 146

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ·. ini dengan penempatannya dalam Lernbaran Negara Republik Indonesia.

44

ARSIP D

PR-RI

Disahkan di Jakarta pada tanggal ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta, pada tanggal ...

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...

45

ARSIP D

PR-RI

I. UMUM

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ... TAHUN ...

TENT ANG

PANGAN

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia secara adil dan merata dalam segala aspek kehidupan serta diselenggarakan secara terpadu, terarah, dan berkelanjutan dalam rangka mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, baik material maupun spiritual, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pangan sebagai kebutuhan das~.:r- manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Untuk mencapai semua itu, perlu diselenggarakan suatu sistem Pangan yang memberikan perlindungan, baik bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi Pangan, serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat.

Sumber daya manusia yang berkualitas selain merupakan unsur terpenting yang .pedu memperoleh prioritas dalam pembangunan, juga sebagai salah .. satu faktor penentu keberhasilan pembangunan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan, antara lain, oleh kualitas Pangan yang dikonsumsinya. Kegiatan atau proses Produksi Pangan untuk diedarkan atau diperdagangkan harus memenuhi keteri.tuan tentang Sanitasi Pangan, bahan tambahan Pangan, residu cemaran,,. .dan Kemasan Pangan. Hal lain yang patut diperhatikan oleh setiap orang yang melakukan Produksi Pangan adalah penggunaan metode tertentu ... dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko yang dapat merugikan atau membahayakan. kesehatan manusia, seperti rekayasa genetika atau iradiasi, harus d:llakukan berdasarkan persyaratan tertentu.

Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diperdagangkan .. perlu memperhatikan ketentuan mengenai mutu dan Gizi Pangan yang ditetapkan. Pangan tertentu yang diperdagangkan dapat diwajibkan untuk terlebih dahulu diperiksa di laboratorium sebelum diedarkan. Dalam upaya meningkatkan kandungan Gizi Pangan Olahan tertent1.l1 Pemerintah berwenang untuk menetapkan persyaratan tentang komposisi Pangan tersebut.

46

ARSIP D

PR-RI

Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan perlu dibebani tanggung jawab, terutama apabila Pangan yang diproduksinya menyebabkan baik kerugian pada kesehatan manusia maupun kematian orang yang mengkonsumsi Pangan tersebut. Dalam hal itu, Undang-undang ini secara spesifik mengatur tanggung jawab industri Pangan untuk memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Disamping tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud di atas, Undang-undang ini juga menetapkan ketentuan sanksi lainnya, baik yang bersifat administratif maupun pidana terhadap para pelanggarnya.

Dalam kegiatan Perdagangan Pangan, masyarakat yang mengkonsumsi perlu diberikan sarana yang memadai agar memperoleh informasi yang benar dan tidak menyesatkan. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu ditetapkan ketentuan mengenai label dan iklan tentang Pangan. Deng~n -- demikian, masyarakat yang mengkonsurn.si Pangan dapat mengamhiL keputusan berdasarkan informasi yang akurat sehingga tercipta Perdagangan Pangan yang jujur dan bertanggung jawab, yang pada gilirannya menumbuhkan persaingan yang sehat di kalangan para .. pengusaha Pangan. Khusus menyangkut label atau iklan tentang Pangan yang mencantumkan pernyataan bahwa Pangan telah sesuai dengan persyaratan atau kepercayaan tertentu, maka orang yang membuat pernyataan tersebut bertanggung jawab terhadap kebenaran pernyataan dimaksud. Pengusaha kecil di bidang Pangan pada tahap­tahap awal mungkin mengalami kesulitan untuk memenuhi keseluruhan persyaratan yahg ditetapkan oleh Undang-undang ini. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pembinaan secara berkelanjutan agar pengusaha kecil tersebut dapat memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan Gizi Pangan. Berkenaan dengan itu, pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut dilakukan secara bertahap.

Ketentuan: mengenai keamanan, mutu, dan Gizi Pangan, serta label dan iklan Pangan tidak hanya berlaku bagi Pangan yang diproduksi dan atau diedarkan di wilayah Indonesia, tetapi juga bagi Pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia. Dalam hal-hal tertentu bagi Produksi Pangan . nasional yang akan diedarkan di luar negeri, diberlakukan · ketentuan yang sama. Sebagai komoditas dagangan, Pangan memiliki peranan yang sangat besar dalam peningkatan citra Pangan nasional di dunia internasional dan sekaligus penghasil devisa. Oleh karena itu, Produksi Pangan nasional harus mampu memenuhi standar yang :berlaku secara intemasional dan memerlukan dukungan Perdagangan Pangan yang dapat memberi peluang bagi pengusaha di bidang Pangan, baik yang besar, menengah maupun kecil, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengaturan mengenai Pangan juga diarahkan untuk mewujudkan Ketahanan Pangan yang mencakup ketersediaan dan cadangan Pangan, serta terjangkau sesuai dengan kebutuhan konsumsi masyarakat. Pemerintah bersama masyarakat

47

ARSIP D

PR-RI

perlu memelihara cadangan Pangan nasional. Di samping itu, Pemerintah dapat mengendalikan harga Pangan tertentu, baik untuk tujuan stabilisasi harga maupun untuk mengatasi keadaan apabila terjadi kekurangan Pangan atau keadaan darurat lainnya.

Undang-Undang tentang Pangan dimaksudkan sebagai landasan hukum bagi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi, peredaran, dan/atau Perdagangan Pangan. Disamping itu, dalam rangka mengakomodir perkembangan sistem ketatanegaraan k..1-iususnya sistem desentralisasi, Undang-Undang tentang Pangan diarahkan untuk mengatur tentang peran dan tanggungjawab antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah khususnya yang berkaitan dengan upaya mewujudkan Ketahanan Pangan berbasis Kemandirian serta dalam rangka mewujudkan tingkat kecukupan Pangan di dalam negeri dan penganekaragaman Pangan yang dikonsumsi secara tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat dengan tetap memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem Pangan nasional, serta perkembangan yang terjadi baik secara regional maupun internasional.

Berdasarkan perkembangan jaman dan teknologi serta sistem ketatanegaraan dan perkembangan global dewasa ini, maka perlu dibentuk sebuah Undang-Undang tentang Pangan yang baru.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas.

Pasal 2

Huruf a Yang dimaksud dengan "kedaulatan" .adalah bahwa Negara mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri kebijakan tentang Pangan.

Huruf b Yang diniaksud dengan "kemandirian" adalah bahwa pengaturan, pembinaan, dan pengawasan Pangan harus menjamin dan melindungi segenap bangsa dan setiap rakyat untuk memenuhi kebutuhan Pangan secara mandiri.

Huruf c Yang dimaksud dengan "ketahanan" adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi suatu negara sampai dengan individu baik jumlah maupun mutunya.

Huruf d Yang dimaksud dengan "keamanan" adalah bahwa setiap produk Pangan yang dihasilkan dengan tujuan untuk di konsumsi harus aman, halal dan bebas dari cemaran apapun.

48

ARSIP D

PR-RI

Huruf e Yang dimaksud dengan "manfaat dan lestari" adalah bahwa pembangunan di bidang Pangan harus memberikan manfaat dan kelestarian bagi kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat, baik lahir maupun bathin, dimana manfaat tersebut dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata dengan tetap bersandarkan pada daya dan potensi yang berkembang di dalam negeri.

Huruf g Yang dimaksud dengan "keadilan" bahwa Penyelenggaraan Pangan harus memberikan peluang dan kesempatan yang sama secara proporsional kepada semua warga negara.

Hurufh

Pasal 3

Yang dimaksud dengan "berkelanjutan" bahwa Penyelenggaraan Pangan .. ,, · harus dilaksanakan secara konsisten dan berkes1nambungan dengan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam yang. menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk masa kini dan masa depan.

Cukup jelas.

Pasal 4

Huruf a Cukup jelas.

Hurufb Cukup jelas. ·

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d · Masyarakat rawan Pangan termasuk didalamnya masyarakat miskin,. masyarakat yang terkena bencana, dan/atau masyarakat yang berada di kondisi geografis yang tidak terjangkau akses Pangan.

Huruf e Cukup jelas.

Huruf f Cukup jelas.

Huruf g Cukup jelas.

49

ARSIP D

PR-RI

Hurufh Produsen Pangan termasuk didalamnya Petani, Nelayan, dan pelaku usaha yang bergerak di bidang Produksi Pangan.

Pasal 5 Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Huruf a Cukup jelas.

Hurufb

. ~...,.;., - -·

Daya dukung sumber daya alam antara lain ketersediaan lahan, iklim, air, dan genetika.

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d Yang dimaksud sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat untuk meningkatkan Produksi Pangan, antara lain berupa bibit, benih, pupuk, pakan, dan/ atau bahan pengendali organisme pengganggu.

Yang dimaksud prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama untuk meningkatkan Produksi Pangan, antara lain berupa jaringan irigasi, jaring, kapal, jalan penghubung, gudang berpendingin, gudang yang memenuhi persyaratan teknis, dan/ atau pelabuhan.

Huruf e Potensi Pangan di daerah termasuk didalamnya tentang budaya Pangan dan ketersediaan lahan untuk Produksi Pangan.

Huruff Cukup jelas.

Huruf g Cukup jelas.

50

ARSIP D

PR-RI

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1) Cukup usaha.

Ayat (2) Cukup usaha.

Ayat (3) Cukup usaha.

Ayat (4) Yang dimaksud dengan "semua pihak" antara lain adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, pelaku usaha, masyarakat.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Ayat (1) Cukup jelas:·

Ayat (2) Yang dimaksud dengan "untuk kepentingan lain" misalnya untuk bahan baku energi dan untuk ekspor.

51

ARSIP D

PR-RI

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Ayat (1)

Huruf a Yang dimaksud dengan "perubahan iklim" adalah iklim tidak menentu seperti suhu dan curah hujan mengakibatkan kekeringan atau banjir.

Huruf b

yang yang

Yang dimaksud dengan "organisme pengganggu" adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan atau hewan.

Huruf c Yang dimaksud dengan "bencana alam" adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Huruf d Yang dimaksud dengan "bencana sosial" adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

Huruf e Yang dimaksud dengan "teknologi" adalah ancaman terhadap Produksi Pangan karena terjadinya kegagalan dalam penerapan berbagai teknologi.

52

ARSIP D

PR-RI

Huruf f Yang dimaksud dengan "rekayasa genetika" adalah kegagalan dalam penerapan teknik-teknik genetika molekuler untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik.

Huruf g Yang dimaksud dengan "kompetisi komoditas" antara lain, kompetisi penggunaan lahan untuk komoditas Pangan dengan komoditas lainnya, instabilitas komoditas, dan daya saing

Huruf h Yang dimaksud dengan "alih fungsi penggunaan lahan" adalah perubahan fungsi lahan pertanian menjadi bukan lahan pertanian, baik secara tetap maupun sementara.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 23 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cadangan Pangan nasional diupayakan berada di dalam negeri dan harus senantiasa cukup untuk mengatasi masalah kekurangan Pangan, atau terjadinya berbagai kebutuhan yang mendadak akibat bencana, atau pengaruh fluktuasi harga. Berbagai kekuatan ekonomi seperti pengusaha, pedagang, atau koperasi didorong untuk mengelola cadangan Pangan agar pemenuhan kebutuhan Pangan rakyat Indonesia senantiasa dapat dipenuhi.

Pasal 24

Yang dimaksud dengan "keadaan darurat" dalam ketentuan ini adalah terjadinya peristiwa bencana alam, paceklik yang hebat, dan sebagainya yang terjadi di luar kemampuan manusia untuk mencegah atau menghindarinya meskipun dapat diperkirakan.

Pasal 25

Ayat (1) Yang dimaksud dengan "dapat segera dikonsumsi masyarakat" adalah Pangan tersebut mudah diperoleh dengan harga yang tidak merugikan · produsen Pangan dan sesuai dengan daya beli masyarakat.

53

ARSIP D

PR-RI

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Pangan tertentu merupakan Pangan yang diproduksi dan/atau dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dan yang apabila ketersediaan dan harganya terganggu dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi dan menimbulkan gejolak sosial di masyarakat.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan "cadangan Pangan masyarakat" dalam ketentuan ini adalah cadangan Pangan yang dikelola atau dikuasai oleh masyarakat, termasuk Petani, koperasi, pedagang, dan industri rumah tangga.

Ayat (3) Cukup jelas.

54

ARSIP D

PR-RI

Pasal 35

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan "nutrisi" adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh sebagai energi, membangun, dan memelihara jaringan tubuh, yang didapatkan dari makanan dan cairan yang selanjutnya diasimilasi oleh tubuh. ·

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Ayat (6) Cukup jelas.

Ayat (7) Cukup jelas ..

Pasal36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

55

ARSIP D

PR-RI

Pasal 41

Ayat (1) Krisis Pangan merupakan kondisi atau keadaan kritis, tidak menentu yang mengancam situasi Pangan masyarakat dimana setiap orang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan akan Pangan sehingga memerlukan tindakan serba cepat clan tepat diluar prosedur biasa.

Krisis Pangan merupakan akibat dari kemiskinan, konflik, pencemaran lingkungan, produktivitas rendah, kurangnya penerapan teknologi, kurangnya lahan produksi, gagal panen, kesalahan perencanaan Pangan, bencana alam, dan/atau perubahan iklim.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 42 Cukup jelas.

Pasal 43

Ayat (1) Keterjangkauan Pangan merupakan kondisi kemudahan masyarakat, rumah tangga, dan/ atau individu memperoleh Pangan.

Ayat (2) Cukup jelas ...

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Ayat(l)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

56

ARSIP D

PR-RI

Yang dimaksud dengan "sarana dan prasarana distribusi Pangan" antara lain, gudang, pelabuhan dan jalan produksi.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 47 Cukup jelas.

Pasal 48

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Huruf a

Yang diinaksud "pengendalian harga Pangan" antara lain melalui tarif, subsidi, penetapan harga dasar, dan kuota impor.

Hurufb Cukup jelas.

Huruf c Cukup jelas.

Pasal49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

57

ARSIP D

PR-RI

Pasal 54

Cukup jelas.

Pasal 55

Ayat (1)

"Gejolak harga" diakibatkan antara lain adanya keresahan masyarakat, keadaan darurat karena bencana, dan/atau paceklik yang berkepanjangan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 56

Cukup jelas.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "pihak" antara lain adalah pelaku usaha, badan usah8:., atau masyarakat.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61

Cukup jelas.

58

ARSIP D

PR-RI

Pasal 62

Cukup jelas.

Pasal 63

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang termasuk dalam "bahan tambahan Pangan" antara lain rempah-rempah, gula, garam, penyedap rasa, dan pewarna.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e --

Sertifikasi adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam proses pengawasan Mutu Pangan, yang penyelenggaraannya dapat dilakukan secara laboratoris atau cara lain sesuai dengan perkembangan teknologi. Sertifikasi mutu diberlakukan untuk lebih memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa Pangan yang dibeli telah memenuhi standar mutu tertentu, tanpa mengurangi tanggung jawab pihak yang melakukan Produksi Pangan untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya.

Huruf f

Cukupjelas

Huruf g

Cukup jelas ·.

Huruf h

Cukupjelas

59

ARSIP D

PR-RI

Pasal 64

Yang dimaksud dengan secara bertahap adalah pemberian sertifikasi Mutu Pangan disesuaikan dengan kesiapan pelaku usaha Pangan.

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Ayat (1)

Huruf a

Dalam pengertian "Persyaratan Sanitasi" sudah tercakup pula pengertian persyaratan higienis.

Hurufb

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Yang dimaksud dengan "bahan tambahan Pangan" antara lain, bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental.

Pasal 70

Cukup jelas.

60

ARSIP D

PR-RI

Pasal 71

Cukup jelas.

Pasal 72

Cukup jelas.

Pasal 73

Ayat (1)

"Bahan baku" adalah bahan utama yang dipakai dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan. Bahan baku dapat berupa bahan mentah, bahan setengah jadi, atau bahan jadi.

"Bahan bantu lain" adalah bahan yang tidak termasuk dalam pengertian baik bahan baku maupun bahan tambahan Pangan dan berfungsi untuk membantu mempercepat atau memperlambat proses rekayasa genetika.

Ayat (2)

Cuku p j elas.

Ayat (3)

Prinsip penelitian dalam ruang lingkup rekayasa genetika merupakan hal yang sangat spesifik dan mempunyai dampak terhadap keselamatan manusia, etika, moral, dan keyakinan masyarakat _-sehingga perlu pengaturan oleh Pemerintah untuk mencegah. terjadinya pelanggaran yang mungkin merugikan masyarakat.

Pasal 74

Cukup jelas.

Pasal 75

Cukup jelas.

Pasal 76

Cukup jelas.

Pasal 77

Cukup jelas.

61

ARSIP D

PR-RI

Pasal 78

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Ketentuan ini mewajibkan setiap orang yang melakukan Produksi Pangan yang akan diedarkan untuk melakukan pengemasan atau melaksanakan tata cara pengemasan secara benar sehingga dapat dihindari terjadinya pencemaran terhadap Pangan. Benar tidaknya pengemasan yang dilakukan atau tata cara pengemasan yang dilaksanakan, antara lain, dapat diukur dari tingkat kehati­hatian yang diterapkan pada saat melakukan pengemasan, jenis komoditas Pangan yang dikemas, perlakuan khusus yang diperlukan bagi Pangan tersebut, serta kebutuhan untuk melindungi kemungkinan tercemarnya Pangan sejak proses produksi sampai dengan siap dikonsumsi.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 79

Ayat (1) Yang dimaksud dengan "kemasan akhir Pangan" adalah kemasan final terhadap produk Pangan yang lazim dilakukan pada tahap akhir proses. atau kegiatan produksi yang siap diperdagangkan bagi konsumsi manusia. Ketentuan ini bersifat preventif karena tidak jarang suatu produk Pangan tercemar oleh bahan yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan manusia karena tindakan pengemasan kembali tersebut.

Ayat (2) Pengadaan Pangan dalam jumlah besar yang lazimnya tidak dikemas secara final dan dimaksudkan untuk diperdagangkan (diecer) lebih lanjut dalam kemasan yang lebih kecil tidak tunduk pada ketentuan ayat (1). Kelaziman tersebut disesuaikan dengan kebiasaan yang berlaku bagi komoditas Pangan yang bersangkutan atau kebiasaan masyarakat setempat.

Pasal80

Cukup jelas.

62

ARSIP D

PR-RI

Pasal 81

Ayat (1) Yang dimaksud dengan "standar Mutu Pangan" dalam ketentuan ini adalah spesifikasi atau persyaratan teknis yang dibakukan tentang Mutu Pangan, misalnya, dari segi bentuk, warna, atau komposisi yang disusun berdasarkan kriteria tertentu yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta aspek lain yang terkait. Standar Mutu Pangan tersebut mencakup baik Pangan Olahan maupun Pangan yang tidak diolah. Dalam pengertian yang lebih luas, standar yang berlaku bagi Pangan mencakup berbagai persyaratan Keamanan Pangan, gizi, mutu, dan persyaratan lain dalam rangka menciptakan Perdagangan Pangan yang jujur, misalnya, persyaratan ten.tang label dan iklan. Berbagai standar tersebut tidak bertentangan satu sama lain atau berdiri sendiri, tetapi justru merupakan satu kesatuan yang bulat, yang penjabarannya lebih lanjut diatur oleh Pemerintah.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 82 Ayat ( 1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Upaya mewujudkan Ketersediaan Pangan yang aman dapat ditempuh melalui pengujian secara laboratoris atas Pangan yang diproduksi. ·. Persyaratan pemeriksaan laboratorium ini terutama diperuntukkan bagi Pangan tertentu yang diperdagangkan.

Ayat (3)

Laboratorium yang melaksanakan penguji.an dimaksud harus memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan dan melaksanakan pengujian berdasarkan tata cara yang telah dibakukan. Ketentuan ini memberi kemungkinan bagi laboratorium-laboratorium yang bukan milik Pemerintah untuk melakukan pengujian itu. Misalnya, laboratorium milik setiap orang yang melakukan Produksi Pangan, atau yang merupakan bagian dari sistem jaminan mutu yang diterapkan, atau laboratorium milik pihak ketiga selama laboratorium tersebut telah diperiksa kelainkannya dan mempe.roleh akreditasi dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab, baik secara teknis perlengkapan laboratorium tersebut maupun berkenaan dengan pemenuhan persyaratan lain berdasarkan Un.dang-Un.dang ini dan peraturan pelaksanaannya.

63

ARSIP D

PR-RI

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 83

Cukup jelas.

Pasal84

Cukup jelas.

Pasal 85

Cukup jelas.

Pasal 86

Ayat (1)

Perbaikan status gizi masyarakat pada ayat ini sudah termasuk di dalamnya pengertian peningkatan status dan mutu giz1 masyarakat.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan "Pangan Olahan tertentu" pada ayat ini adalah Pangan Olahan untuk konsumsi bagi kelompok tertentu, misalnya, susu formula untuk bayi, Pangan yang diperuntukkan bagi ibu hamil atau menyusui, Pangan khusus bagi penderita penyakit tertentu, atau Pangan lain sejenis yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan kualitas kesehatan manusia. Yang dimaksud dengan "komposisi" adalah kandungan zat-zat serta jumlahnya, yang harus terdapat di dalam Pangan tersebut, baik berupa zat gizi maupun non gizi.

Ayat (3) Ketentuan ini dimaksudkan untuk menanggulangi keadaan kekurangan_ dan atau penurunan status gizi masyarakat, yang lazimnya dilakukan untuk sementara waktu dan atau di wilayah tertentu sampai keadaan tersebut dapat ditanggulangi. Pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat kemungkinan besar dapat digunakan sebagai sarana untuk memperbaiki status gizi masyarakat dengan cara menambahkan zat gizi yang diperlukan dalam jenis Pangan terse but.

Pasal 87

Ayat (1) Cukup jelas. -

Ayat (2) Kandungan giz1 bahan baku Pangan yang digunakan dalam

64

ARSIP D

PR-RI

kegiatan atau proses Pangan sangat menentukan mutu Gizi Pangan yang dihasilkan. Namun, pada dasarnya kandungan gizi bahan baku Pangan dapat mengalami penurunan dalam proses pengelolaan Pangan yang pada akhirnya mempengaruhi kandungan Gizi Pangan yang dihasilkan. Penurunan kandungan gizi tidak dapat dihindarkan, tetapi hal tersebut dapat ditekan seminimal mungkin melalui pola pengelolaan Pangan yang tepat. Tata cara tersebut dimulai sejak pemilihan bahan baku, penyiapan, penyimpanan, pembuatan dan kegiatan atau proses lain sehingga menjadi produk jadi yang siap diperdagangkan. Bagi Pangan tertentu yang diproduksi secara masal yang mempunyai jangkauan yang luas Pemerintah mewajibkan penyelenggaraan tata cara pengelolaan yang dimaksud di atas.

Pasal 88

Cukup jelas.

Pasal 89

Cukup jelas.

Pasal 90

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d Yang dimaksud dengan: a) "bahan yang kotor" adalah bahan yang bercampur dengan

kotoran seperti tanah, pasir, atau bahan lain; b) "bahan yang busuk" adalah bahan yang bentuk, rupa, atau

baunya sudah tidak sesuai dengan keadaan normal bahan terse'but.

65

ARSIP D

PR-RI

c) "bahan yang tengik" adalah bahan yang bau atau aromanya sudah berbeda dari bau atau aroma normal yang antara lain disebabkan oleh terjadinya proses oksidasi;

d) "bahan yang terurai" adalah bahan yang rupa atau bentuknya telah berubah dari keadaan normal;

e) "bahan yang mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit" adala bahan nabati atau hewani yang mengandung penyakit yang dapat menular kepada manusia, misalnya, ikan atau udang yang mengandung bibit penyakit kolera atau daging yang mengandung cacing;

f) "bangkai" adalah bahan hewani yang mati secara alamiah atau matinya tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi se bagai Pangan, misalnya, ayam yang mati bukan karena sengaja dipotong untuk dikonsumsi sebagai Pangan.

Pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan ini harus senantiasa memperhatikan fakta yang ditemukan, tolok ukur objektif dalam menentukan tingkat kelayakan Pangan sebagai makanan atau minuman yang dikonsumsi manusia, dan keamanan terhadap kesehatan dan jiwa manusia yang mengkonsumsi Pangan tersebut.

Huruf e Cukupjelas

Pasal 91

Cukup jelas.

Pasal 92

Cukup jelas.

Pasal 93

Cukup jelas.

Pasal 94

Cukup jelas.

Pasal 95

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Huruf a

66

ARSIP D

PR-RI

Cukup jelas. Huruf b

Cukup jelas. Huruf c

Cukup jelas. Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Keterangan halal untuk suatu produk Pangan sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam. Nainun, pencantumannya pada label Pangan baru merupakan kewajiban apabila setiap orang yang melakukan Produksi Pangan dan atau memasukkan Pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan menyatakan bahwa Pangan yang bersangkutan adalah halal bagi umat Islam. Ada pun keterangan ten tang halal dimaksudkan agar masyarakat terhindar dari mengkonsumsi Pangan yang tidak halal (haram).

Dengan pencantuman halal pada label Pangan, dianggap telah terjadi pernyataan dimaksud dan setiap orang yang membuat pernyataan tersebut bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan itu.

Huruf g

Cukup jelas.

Hurufh

Cukup jelas.

Huruf i

Pasal 96

Yang dimaksud dengan "keterangan asal usul" adalah keterangan yang menjelaskan apakah suatu Pangan berasal dari hasil antara lain melalui rekayasa genetika, proses Iradiasi Pangan, atau ionisasi.

Ayat (1)

Cukup jelas.

67

ARSIP D

PR-RI

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "istilah asing" adalah bahasa, angka atau huruf selain bahasa Indonesia, angka Arab atau huruf Latin, serta istilah teknis atau ilmiah, misalnya, rumus kimia untuk menyebutkan suatu jenis bahan yang digunakan dalam komposisi Pangan.

Pasal 97 Yang dimaksud dengan "mengganti" dalam ketentuan ini adalah kegiatan menghapus, mencabut, menutup, atau mengganti label, baik sebagian maupun seluruhnya.

Pasal 98

Ayat (1)

Suatu "ketera.ngan dianggap tida.k benar" apabila keterangan tersebut bertentangan dengan kenyataan sebenarnya atau tidak memuat keterangan yang diperlukan agar keterangan tersebut dapat memberikan gambaran atau kesan yang sebenarnya tentang Pangan.

Yang dimaksud dengan "keterangan yang menyesatkan" adalah pernyataan yang berkaitan dengan hal-hal seperti sifat, harga, bahan, mutu; komposisi, manfaat, atau Keamanan Pangan yang meskipun benar, dapat menimbulkan gambaran yang menyesatkan pemahaman mengenai Pangan yang bersangkutan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas. ·

Pasal99

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini, benar tidaknya suatu pernyataan halal dalam label atau iklan tentang Pangan tidak hanya dapat dibuktikan dari segi bahan baku Pangan, bahan tambahan Pangan, atau bahan bantu lain yang dipergunakan dalam melakukan Produksi Pangan, tetapi mencakup pula proses pembuatannya.

68

ARSIP D

PR-RI

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 100

Cukup jelas.

Pasal 101

Cukup jelas.

Pasal 102

Cukup jelas.

Pasal 103

Cukup jelas.

Pasal 104

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas.

Hurufb

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

69

ARSIP D

PR-RI

Hurufd

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruff

Yang dimaksud dengan cadangan Pangan termasuk cadangan Pangan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

Huruf g

Cukup jelas.

Hurufh

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Hurufj

Cukup jelas.

Hurufk

Cukup jelE;1.s.

Hurufl

Cukup jela~.

Hurufm

Cukup jelE;1.s.

Hurufn

Cukup jelas.

Huruf o

Cukup jelas.

70

ARSIP D

PR-RI

Pasal 105

Cukup jelas.

Pasal 106

Cukup jelas.

Pasal 107

Cukup jelas.

Pasal 108

Cukup jelas.

Pasal 109

Cukup jelas.

Pasal 110

Cukup jelas.

Pasal 111

Cukup jelas.

Pasal 112

Cukup jelas.

Pasal 113

Cukup jelas.

Pasal 114

Cukup jelas.

71

ARSIP D

PR-RI

Pasal 115

Cukup jelas.

Pasal 116

Cukup jelas.

Pasal 117

Cukup jelas.

Pasal 118

Cukup jelas.

Pasal 119

Cukup jelas.

Pasal 120

Cukup jelas.

Pasal 121

Cukup jelas.

Pasal 122

Cukup jelas.

Pasa1123

Cukup j elas.

Pasal 124

Cukup jelas.

Pasal 125

Cukup jelas.

Pasal 126

Cukup jelas.

72

ARSIP D

PR-RI

Pasal 127

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Masyarakat dapat menyampaikan permasalahan, masukan, dan atau pemecahan masalah dalam rangka penyempurnaan dan peningkatan sistem Pangan kepada Pemerintah, baik langsung maupun tidak langsung antara lain melalui media cetak, media elektronik, atau seminar, baik secara individu, kelompok, maupun organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Khusus yang menyangkut perlindungan anggota masyarakat yang dirugikan dan yang ingin mengajukan gugatan dapat dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga, atau organisasi bantuan hukum dengan surat kuasa dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 128

Cukup jelas.

Pasal 129

Cukup jelas.

Pasal 130

Cukup jelas.

Pasal 131

Cukup jelas.

Pasal 132

Cukup jelas.

Pasal 133

Cukup jelas.

73

ARSIP D

PR-RI

Pasal 134

Cukup jelas.

Pasal 135

Cukup jelas.

Pasal 136

Cukup jelas.

Pasal 137

Cukup jelas.

Pasal 138

Cukup jelas.

Pasal 139

Cukup jelas.

Pasal 140

Cukup jelas.

Pasal 141

Cukup jelas.

Pasal 142

Cukup jelas.

Pasal 143

Cukup jelas.

74

ARSIP D

PR-RI

Pasal 144

Cukup jelas.

Pasal 145

Cukup jelas.

Pasal 146

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...

75

ARSIP D

PR-RI