rahasia pertapaan gunung wilis

30
Rahasia Pertapaan Gunung Wilis Mbah Sghriwo Pada 1207 Dandang Gendis atau Sri Kertajaya Putra Mahkota kerajaan Kediri terakhir naik gunung Wilis untuk mengejar cintanya pada dewi Amisani anak Resi Brahmaraja. Dandang Gendis setelah menaiki tampuk kekuasaan akhirnya dikalahkan pasukan Arok di desa Ganter pada 1222 membikin kerajaan Kediri pudar, mati suri, menjadi kerajaan kecil, kerajaan bawahan. Serangan Arok itu kelak dibalas oleh Jayakatwang seorang raja Kediri berikutnya, yang menyerang kerajaan Singosari dan berhasil membunuh Baginda Sri Krtanegara pada 1290-an. Resi Brahmaraja seorang pertapa di masa itu yang hidup bersama putrinya dewi Amisani. Konon kecantikan dewi Amisani tersebar ke seantero penjuru kerajaan Kediri. Dalam mengejar cinta dari sang pujaan hati inilah yang membulatkan tekad Dandang Gendis, yang masih sebagai seorang putra mahkota Kediri nekad kabur sendirian dari istana memasuki hutan belantara Wilis

Upload: donandreano

Post on 06-Aug-2015

123 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Mbah Sghriwo

Pada 1207 Dandang Gendis atau Sri Kertajaya Putra Mahkota kerajaan Kediri terakhir naik gunung Wilis untuk mengejar cintanya pada dewi Amisani anak Resi Brahmaraja.    Dandang Gendis setelah menaiki tampuk kekuasaan akhirnya dikalahkan pasukan Arok di desa Ganter pada 1222 membikin kerajaan Kediri pudar, mati suri, menjadi kerajaan kecil, kerajaan bawahan. Serangan Arok itu kelak dibalas oleh Jayakatwang  seorang raja Kediri berikutnya, yang menyerang kerajaan Singosari dan berhasil membunuh Baginda Sri Krtanegara pada 1290-an.    Resi Brahmaraja seorang pertapa di masa itu yang hidup bersama putrinya dewi Amisani. Konon kecantikan dewi Amisani tersebar ke seantero penjuru kerajaan Kediri. Dalam mengejar cinta dari sang pujaan hati inilah yang membulatkan tekad Dandang Gendis, yang masih sebagai seorang putra mahkota Kediri nekad kabur sendirian dari istana memasuki hutan belantara Wilis untuk menemukan di mana tempat tinggal sang pujaan hatinya.    Gunung Wilis yang termasuk gunung berapi memiliki satu puncak tertinggi yang bentuknya tidak lancip akan tetapi agak datar dan panjang. Sampai hari ini dari puncak Wilis mengalir berbagai

Page 2: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

sumber mata air yang turun ke bawah sebagian membentuk beberapa air terjun.    Salah satu air terjun dari puncak Wilis sebelah selatan di wilayah Besuki adalah Irenggolo. Kemudian di sebelah utara Wilis di wilayah Sawahan terbentuk pula air terjun Sedudo, konon Sedudo menjadi pasangan gaib daripada air terjun Coban Rondo yang terletak di wilayah Waduk Selorejo, Malang. Di samping kedua air terjun itu, kira-kira pada bagian tengah hampir mendekati puncak Wilis paling tinggi terdapatlah Air terjun Ngleyangan yang masih perawan di wilayah Bolawen.     Jika Irenggolo dan Sedudo sudah dibuka menjadi obyek wisata, air terjun Ngleyangan masih bertahan di tengah hutan belantara dan belum dibuatkan jalan ke sana. Lokasinya dari jalan aspal kira-kira satu jam jalan kaki orang dewasa.    Puncak air terjun Ngleyangan ternyata lebih dahsyat indahnya dibanding semua air terjun dari puncak Wilis lainnya,  di puncak air terjun terdapat sisa situs berupa sumur dan patung-patung Hindu. Konon di situlah tempat Mpu Brahmaraja hidup bersama putrinya dewi Amisani menjalani laku tapa, walaupun sangat tersembunyi di tengah hutan belantara tempat itu pun akhirnya berhasil ditemukan oleh Dandang Gendis setelah berbulan-bulan mencarinya.    Untuk sampai ke atas sana tidak banyak rute yang bisa ditempuh, dan yang paling mudah memang hanya berpatokan pada beberapa rute memutar menuju lokasi puncak Air terjun Ngleyangan. Pada puncak air terjun itulah dahulu tempat Mpu Brahmaraja bertapa, dan ke tempat itulah Dandang Gendis pernah hidup bersama pertapa itu untuk beberapa waktu lamanya sampai ia dijemput pulang ke keraton Kediri untuk dinobatkan menjadi raja Kediri yang baru bergelar Sri Krtajaya untuk menggantikan Jayasheba yang mangkat beberapa bulan sebelumnya.    Dandang Gendis yang tengah marak sebagai raja Kediri sekaligus berhasil juga merebut hati putri Resi Brahmaraja tak lama

Page 3: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

berselang kemudian memboyong Dewi Amisani ke keraton Kediri yang kemudian dinobatkan untuk mendampinginya sebagai Paramesywari Kediri.

Punakawan

1. Punakawan adalah karakter yang khas dalam wayang Indonesia. Mereka melambangkan orang kebanyakan. Karakternya mengindikasikan bermacam-macam peran, seperti penasihat para ksatria, penghibur, kritisi sosial, badut

bahkan sumber kebenaran dan kebijakan. Dalam wayang Jawa karakter punakawan terdiri atas Semar, Gareng, Bagong, dan Petruk. Dalam wayang Bali

karakter punakawan terdiri atas Malen dan Merdah (abdi dari Pandawa) dan Delem dan Sangut (abdi dari Kurawa)

1. Punakawan is a unique type of character in Indonesian shadow theatre. They generally represent the commoners. The characters of Punakawan indicate

various roles, such as the  warrior advisors, the entertainers, social critics, and clowns, a further source of truth and wisdom. In Javanese wayang, the

punakawan characters consist of Semar, Gareng, Bagong, and Petruk. In Balinese wayang in the other hand, the character consist of Malen and Merdah

(the maids of Pandawa) and Delem and Sangut (the maids of Kurawa)

Indonesian

2. Semar adalah pengasuh dari

Pendawa. Alkisah, ia juga bernama Hyang

Ismaya. Mekipun ia berwujud manusia

jelek, ia memiliki kesaktian yang sangat tinggi bahkan melebihi

para dewa.

3. Gareng adalah anak Semar yang berarti

pujaan atau didapatkan dengan memuja.

Nalagareng adalah seorang yang tak

pandai bicara, apa

Semar

Gareng

English

2. Semar is the care-giver of Pandawa. His name is also Hyang

Ismaya. Even though his appearance is so

ugly, he has a supernatural ability

that is greater than the gods'.

 

3. Gareng is one of Semar's sons which

means he is revered.   Nalagareng cannot

speak well; furthermore, whatever he says can be totally

Page 4: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

yang dikatakannya kadang- kadang serba salah. Tetapi ia sangat lucu dan menggelikan. Ia pernah menjadi raja

di Paranggumiwang dan bernama

Pandubergola. Ia diangkat sebagi raja

atas nama Dewi Sumbadra. Ia sangat sakti dan hanya bisa

dikalahkan oleh Petruk.

4. Bagong berarti bayangan Semar.

Alkisah ketika diturunkan ke dunia, Dewa bersabda pada

Semar bahwa bayangannyalah yang

akan menjadi temannya. Seketika itu

juga bayangannya berubah wujud menjadi

Bagong. Bagong itu memiliki sifat lancang

dan suka berlagak bodoh. Ia juga sangat

lucu.

 5. Petruk anak Semar yang bermuka manis

dengan senyuman yang menarik hati, pandai

berbicara, dan juga sangat lucu.  Ia suka

menyindir ketidakbenaran dengan

lawakan-lawakannya. Petruk pernah menjadi

raja di negeri Ngrancang Kencana dan bernama

Helgeduelbek. Dikisahkan ia melarikan ajimat Kalimasada. Tak

ada yang dapat mengalahkannya selain

Gareng.

Bagong

Petruk

wrong. However, he is a very funny and

hilarious man. He has been a king of

Paranggumiwang and has a name

Pandubergola. He was elected to be a king in

the name of Dewi Sumbadra. He is so

powerful and can only be defeated by Petruk.

4. Bagong means shadow of Semar.

When Semar was sent to the earth, the gods stated that his shadow

became his friend. Suddenly, his shadow was transformed to be Bagong. Bagong has

unique personality: he is assertive and like to pretend to be stupid. He is also so funny.

5. Petruk is Semar's son with the sweet face

and smile. He is a smart speaker and a

funny man. He likes to ridicule atrocity with

his comedy. Petruk has been a king at the state of Ngrancang

Kencana and is named Helgeduelbek. In one

story, he took the Kalimasada amulet.

Nobody can defeat him except Gareng.

 

Page 5: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Semar, Sang Bapak

Semar merupakan pusat dari punakawan sendiri dan asal usul dari keseluruhan punakawan

itu sendiri. Semar disegani oleh kawan maupun lawan, karena Semar adalah perwujudan

Sang Hyang Ismaya yang menjadi manusia. Ismaya adalah simbol dewa yang menjadi

manusia karena keinginannya menguasai dunia, berbeda dengan Manikmaya yang hanya

patuh atau sebaliknya Sang Hyang Antaga yang memiliki keinginan sama dengan Sang

Hyang Ismaya.

Setelah Sang Hyang Ismaya menjadi manusia yang buruk dan bertubuh gendut maka

berjalanlah ke bumi memenuhin tugasnya mengabdi pada satria yang menegakkan keadilan

dan memerangi angkara murka.

Bagong : Bayangan Semar

Bagong adalah punakawan Jawa. Dalam wayang Sunda dikenal nama Cepot. Bagong adalah

anak bungsu Semar atau punakawan ke 4. Dalam cerita pewayangan, Bagong adalah tokoh

yang diciptakan dari bayangan Semar.

Bagong bertumbuh tambun gemuk seperti halnya Semar. Namun seperti anak-anak semar

yang lain, Bagong juga suka bercanda bahkan saat menghadapi persoalan yang teramat

serius.

Cerita tentang Nyi Roro Kidul ini sangat terkenal. Bukan hanya dikalangan penduduk Yogyakarta dan

Surakarta, melainkan di seluruh Pulau Jawa. Baik di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Di daerah

Yogyakarta kisah Nyi Roro Kidul selalu dihubungkan dengan kisah para Raja Mataram. Sedangkan di Jawa

Timur khususnya di Malang Selatan tepatnya di Pantai Ngliyep, Nyi Roro Kidul dipanggil dengan sebutan

Kanjeng Ratu Kidul. Di Pantai Ngliyep juga diadakan upacara Labuhan yaitu persembahan para pemuja Nyi

Roro Kidul yang menyakini bahwa kekayaan yang mereka dapatkan adalah atas bantuan Nyi Roro Kidul dan

anak buahnya.

Konon, Nyi Roro Kidul adalah seorang ratu yang cantik bagai bidadari, kecantikannya tak pernah pudar di

sepanjang zaman. Di dasar Laut Selatan, yakni lautan yang dulu disebut Samudra Hindia - sebelah selatan

pulau Jawa, ia bertahta pada sebuah kerajaan makhluk halus yang sangat besar dan indah.

Siapakah Ratu Kidul itu? Konon, menurut yang empunya cerita, pada mulanya adalah seorang wanita, yang

berparas elok, Kadita namanya. Karena kecantikannya, ia sering disebut Dewi Srengenge, yang artinya

Matahari Jelita. Kadita adalah putri Raja Munding Wangi. Walaupun Kadita sangat elok wajahnya, Raja tetap

berduka karena tidak mempunyai putra mahkota yang dapat disiapkan. Baru setelah Raja memperistrikan

Dewi Mutiara lahir seorang anak lelaki. Akan tetapi, begitu mendapatkan perhatian lebih, Dewi Mutiara mulai

mengajukan tuntutan-tuntutan, antara lain, memastikan anaknya lelaki akan menggantikan tahta dan Dewi

Kadita harus diusir dari istana. Permintaan pertama diluluskan, tetapi untuk mengusir Kadita, Raja Munding

Wangi tidak bersedia.

Page 6: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

“Ini keterlaluan,” sabdanya. “Aku tidak bersedia meluluskan permintaanmu yang keji itu,” sambungnya.

Mendengar jawaban demikian, Dewi Mutiara malahan tersenyum sangat manis, sehingga kemarahan Raja,

perlahan-lahan hilang. Tetapi, dalam hati istri kedua itu dendam membara.

Hari esoknya, pagi-pagi sekali, Mutiara pengutus inang mengasuh memanggil seorang tukang sihir, si Jahil

namanya. Kepadanya diperintahkan, agar kepada Dewi Kadita dikirimkan guna-guna.

“Bikin tubuhnya berkudis dan berkurap,” perintahnya. “Kalau berhasil, besar hadiah untuk kamu!”

sambungnya. Si Jahil menyanggupinya. Malam harinya, tatkala Kadita sedang lelap, masuklah angin semilir

ke dalam kamarnya. Angin itu berbau busuk, mirip bau bangkai. Tatkala Kadita terbangun, ia menjerit.

Seluruh tubuhnya penuh dengan kudis, bernanah dan sangat berbau tidak enak.

Tatkala Raja Munding Wangi mendengar berita ini pada pagi harinya, sangat sedihlah hatinya. Dalam hati

tahu bahwa yang diderita Kadita bukan penyakit biasa, tetapi guna-guna. Raja juga sudah menduga, sangat

mungkin Mutiara yang merencanakannya. Hanya saja. Bagaimana membuktikannya. Dalam keadaan pening,

Raja harus segera memutuskan.

Hendak diapakan Kadita. Atas desakan patih, putri yang semula sangat cantik itu mesti dibuang jauh agar

tidak menjadikan aib.

Maka berangkatlah Kadita seorang diri, bagaikan pengemis yang diusir dari rumah orang kaya. Hatinya

remuk redam; air matanya berlinangan. Namun ia tetap percaya, bahwa Sang Maha Pencipta tidak akan

membiarkan mahluk ciptaanNya dianiaya sesamanya. Campur tanganNya pasti akan tiba. Untuk itu, seperti

sudah diajarkan neneknya almarhum, bahwa ia tidak boleh mendendam dan membenci orang yang

membencinya.

Siang dan malam ia berjalan, dan sudah tujuh hari tujuh malam waktu ditempuhnya, hingga akhirnya ia tiba

di pantai Laut Selatan. Kemudian berdiri memandang luasnya lautan, ia bagaikan mendengar suara

memanggil agar ia menceburkan diri ke dalam laut. Tatkala ia mengikuti panggilan itu, begitu tersentuh air,

tubuhnya pulih kembali. Jadilah ia wanita cantik seperti sediakala. Tak hanya itu, ia segera menguasai

seluruh lautan dan isinya dan mendirikan kerajaan yang megah, kokoh, indah dan berwibawa. Dialah kini

yang disebut Ratu Laut Selatan.

Cerita tentang Nyi Roro Kidul ini banyak versinya. Ada versi Jawa Barat, Jawa Timur dan Yogyakarta.

Konon Nyi Roro Kidul itu tak lain adalah seorang jin yang mempunyai kekuatan dahsyat. Hingga kini masih

ada saja orang yang mencari kekayaan dengan jalan pintas yaitu dengan menyembah Nyi Roro Kidul.

Mereka dapat kekayaan berlimpah tetapi harus mengorbankan keluarga dan bahkan akan mati sebelum

waktunya, jiwa raga mereka akan dijadikan budak bagi kejayaan Keraton Laut Selatan.

Cerita ini dapat digolongkan sebagai mitos, sebab mengaruhnya sangat mendalam, mendasar dan jauh bagi

alam pikiran tradisional di Yogyakarta.

Page 7: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Pandawa

Para Pandawa dan istri mereka dalam lukisan India. Keterangan: Nakula dan Sadewa (kiri-kanan atas), Arjuna (kanan bawah), Bima (kiri bawah), Yudistira dan Dropadi (tengah).

Pandawa adalah sebuah kata dari bahasa Sanskerta (Dewanagari: पा�ण्डव; Pāṇḍava), yang secara harfiah berarti anak Pandu (Dewanagari: पा�ण्ड�; IAST: Pāṇḍu), yaitu salah satu Raja Hastinapura dalam wiracarita Mahabharata. Dengan demikian, maka Pandawa merupakan putra mahkota kerajaan tersebut. Dalam wiracarita Mahabharata, para Pandawa adalah protagonis sedangkan antagonis adalah para Korawa, yaitu putera Dretarastra, saudara ayah mereka (Pandu). Menurut susastra Hindu (Mahabharata), setiap anggota Pandawa merupakan penjelmaan (penitisan) dari Dewa tertentu, dan setiap anggota Pandawa memiliki nama lain tertentu. Misalkan nama "Werkodara" arti harfiahnya adalah "perut serigala". Kelima Pandawa menikah dengan Dropadi yang diperebutkan dalam sebuah sayembara di Kerajaan Panchala, dan memiliki (masing-masing) seorang putera darinya.

Para Pandawa merupakan tokoh penting dalam bagian penting dalam wiracarita Mahabharata, yaitu pertempuran besar di daratan Kurukshetra antara para Pandawa dengan para Korawa serta sekutu-sekutu mereka. Kisah tersebut menjadi kisah penting dalam wiracarita Mahabharata, selain kisah Pandawa dan Korawa main dadu.

Page 8: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Daftar isi[sembunyikan]

1 Silsilah 2 Penitisan

3 Anggota

o 3.1 Yudistira

o 3.2 Bima

o 3.3 Arjuna

o 3.4 Nakula

o 3.5 Sadewa

4 Riwayat singkat

o 4.1 Masa kanak-kanak

o 4.2 Usaha pertama untuk menyingkirkan Pandawa

o 4.3 Para Pandawa mendapatkan Dropadi

o 4.4 Perselisihan antar keluarga

o 4.5 Pertempuran besar di Kurukshetra

o 4.6 Akhir riwayat

5 Lihat pula

6 Pranala luar

[sunting] Silsilah

Para Pandawa terdiri dari lima orang pangeran, tiga di antaranya (Yudistira, Bima, dan Arjuna) merupakan putra kandung Kunti, sedangkan yang lainnya (Nakula dan Sadewa) merupakan putra kandung Madri, namun ayah mereka sama, yaitu Pandu.

WangsaYadawa

DinastiKuru

RajaMadra

Page 9: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Surasena Byasa

Ambalika Salya

Kunti

Pandu

Madri

Yudistira Bima Arjuna Nakula Sadewa

[sunting] Penitisan

Menurut tradisi Hindu, kelima putra Pandu tersebut merupakan penitisan tidak secara langsung dari masing-masing Dewa. Hal tersebut diterangkan sebagai berikut:

Yudistira penitisan dari Dewa Yama, dewa akhirat; Bima penitisan dari Dewa Bayu, dewa angin;

Arjuna penitisan dari Dewa Indra, dewa perang;

Nakula dan Sadewa penitisan dari dewa kembar Aswin, dewa pengobatan.

[sunting] Anggota

Page 10: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Figur yang di tengah adalah Yudistira. Dua orang di sebelah kirinya adalah Bima dan Arjuna. Si kembar Nakula dan Sadewa berada di sebelah kirinya. Istri mereka, yang paling kiri, adalah Dropadi. Ukiran di Kuil Dasavatar, Deogarh, India.

Pandawa dan sepupu mereka, Kresna. Lukisan dalam Razm Nama, Mahabharata berbahasa Parsi, abad ke-16.

[sunting] Yudistira

Yudistira merupakan saudara para Pandawa yang paling tua. Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Yama dan lahir dari Kunti. Sifatnya sangat bijaksana, tidak memiliki musuh, dan hampir tak pernah berdusta seumur hidupnya. Memiliki moral yang sangat tinggi dan suka mema’afkan serta suka mengampuni musuh yang sudah menyerah. Memiliki julukan Dhramasuta (putera Dharma), Ajathasatru (yang tidak memiliki musuh), dan Bhārata (keturunan Maharaja Bharata). Ia menjadi seorang Maharaja dunia setelah perang akbar di Kurukshetra berakhir dan mengadakan upacara Aswamedha demi menyatukan kerajaan-kerajaan India Kuno agar berada di bawah pengaruhnya. Setelah pensiun, ia melakukan perjalanan suci ke gunung Himalaya bersama dengan saudara-saudaranya yang lain sebagai tujuan akhir kehidupan mereka. Setelah menempuh perjalanan panjang, ia mendapatkan surga.

Page 11: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

[sunting] Bima

Bima merupakan putra kedua Kunti dengan Pandu. Nama bhimā dalam bahasa Sansekerta memiliki arti "mengerikan". Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Bayu sehingga memiliki nama julukan Bayusutha. Bima sangat kuat, lengannya panjang, tubuhnya tinggi, dan berwajah paling sangar di antara saudara-saudaranya. Meskipun demikian, ia memiliki hati yang baik. Pandai memainkan senjata gada. Senjata gadanya bernama Rujakpala dan pandai memasak. Bima juga gemar makan sehingga dijuluki Werkodara. Kemahirannya dalam berperang sangat dibutuhkan oleh para Pandawa agar mereka mampu memperoleh kemenangan dalam pertempuran akbar di Kurukshetra. Ia memiliki seorang putera dari ras rakshasa bernama Gatotkaca, turut serta membantu ayahnya berperang, namun gugur. Akhirnya Bima memenangkan peperangan dan menyerahkan tahta kepada kakaknya, Yudistira. Menjelang akhir hidupnya, ia melakukan perjalanan suci bersama para Pandawa ke gunung Himalaya. Di sana ia meninggal dan mendapatkan surga. Dalam pewayangan Jawa, dua putranya yang lain selain Gatotkaca ialah Antareja dan Antasena.

[sunting] Arjuna

Arjuna merupakan putra bungsu Kunti dengan Pandu. Namanya (dalam bahasa Sansekerta) memiliki arti "yang bersinar", "yang bercahaya". Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Indra, Sang Dewa perang. Arjuna memiliki kemahiran dalam ilmu memanah dan dianggap sebagai ksatria terbaik oleh Drona. Kemahirannnya dalam ilmu peperangan menjadikannya sebagai tumpuan para Pandawa agar mampu memperoleh kemenangan saat pertempuran akbar di Kurukshetra. Arjuna memiliki banyak nama panggilan, seperti misalnya Dhananjaya (perebut kekayaan – karena ia berhasil mengumpulkan upeti saat upacara Rajasuya yang diselenggarakan Yudistira); Kirti (yang bermahkota indah – karena ia diberi mahkota indah oleh Dewa Indra saat berada di surga); Partha (putera Kunti – karena ia merupakan putra Perta alias Kunti). Dalam pertempuran di Kurukshetra, ia berhasil memperoleh kemenangan dan Yudistira diangkat menjadi raja. Setelah Yudistira mangkat, ia melakukan perjalanan suci ke gunung Himalaya bersama para Pandawa dan melepaskan segala kehidupan duniawai. Di sana ia meninggal dalam perjalanan dan mencapai surga.

[sunting] Nakula

Nakula merupakan salah satu putera kembar pasangan Madri dan Pandu. Ia merupakan penjelmaan Dewa kembar bernama Aswin, Sang Dewa pengobatan. Saudara kembarnya bernama Sadewa, yang lebih kecil darinya, dan merupakan penjelmaan Dewa Aswin juga. Setelah kedua orangtuanya meninggal, ia bersama adiknya diasuh oleh Kunti, istri Pandu yang lain. Nakula pandai memainkan senjata pedang. Dropadi berkata bahwa Nakula merupakan pria yang paling tampan di dunia dan merupakan seorang ksatria berpedang yang tangguh. Ia giat bekerja dan senang melayani kakak-kakaknya. Dalam masa pengasingan di hutan, Nakula dan tiga Pandawa yang lainnya sempat meninggal karena minum racun, namun ia hidup kembali atas permohonan Yudistira. Dalam penyamaran di Kerajaan Matsya yang dipimpin oleh Raja Wirata, ia berperan sebagai pengasuh kuda. Menjelang akhir hidupnya, ia mengikuti pejalanan suci ke gunung Himalaya bersama kakak-kakaknya. Di sana ia meninggal dalam perjalanan dan arwahnya mencapai surga.

Page 12: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

[sunting] Sadewa

Sadewa merupakan salah satu putera kembar pasangan Madri dan Pandu. Ia merupakan penjelmaan Dewa kembar bernama Aswin, Sang Dewa pengobatan. Saudara kembarnya bernama Nakula, yang lebih besar darinya, dan merupakan penjelmaan Dewa Aswin juga. Setelah kedua orangtuanya meninggal, ia bersama kakaknya diasuh oleh Kunti, istri Pandu yang lain. Sadewa adalah orang yang sangat rajin dan bijaksana. Sadewa juga merupakan seseorang yang ahli dalam ilmu astronomi. Yudistira pernah berkata bahwa Sadewa merupakan pria yang bijaksana, setara dengan Brihaspati, guru para Dewa. Ia giat bekerja dan senang melayani kakak-kakaknya. Dalam penyamaran di Kerajaan Matsya yang dipimpin oleh Raja Wirata, ia berperan sebagai pengembala sapi. Menjelang akhir hidupnya, ia mengikuti pejalanan suci ke gunung Himalaya bersama kakak-kakaknya. Di sana ia meninggal dalam perjalanan dan arwahnya mencapai surga.

[sunting] Riwayat singkat

Para Pandawa Lima menurut tradisi pewayangan Jawa. Dari Kiri ke kanan: Werkodara, Arjuna, Yudistira, Nakula dan Sadewa.

[sunting] Masa kanak-kanak

Pandawa lima yang terdiri atas Yudistira, Arjuna, Bima, Nakula dan Sadewa, memiliki saudara yang bernama Duryodana dan 99 adiknya yang merupakan anak dari Dretarastra yang tak lain adalah paman mereka, sekaligus Raja Hastinapura. Sewaktu kecil mereka suka bermain bersama, tetapi Bima suka mengganggu sepupunya. Lambat laun Duryodana merasa jengkel karena menjadi korban dan gangguan dari ejekan Bima. Suatu hari Duryodana berpikir ia bersama adiknya mustahil untuk dapat meneruskan tahta dinasti Kuru apabila sepupunya masih ada. Mereka semua (Pandawa lima dan sepupu-sepupunya atau yang dikenal juga sebagai Korawa) tinggal bersama dalam suatu kerajaan yang beribukota di Hastinapura. Akhirnya berbagai niat jahat muncul dalam benaknya untuk menyingkirkan para Pandawa beserta ibunya.

[sunting] Usaha pertama untuk menyingkirkan Pandawa

Page 13: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Dretarastra yang mencintai keponakannya secara berlebihan mengangkat Yudistira sebagai putra mahkota tetapi ia langsung menyesali perbuatannya yang terlalu terburu-buru sehingga ia tidak memikirkan perasaan anaknya. Hal ini menyebabkan Duryodana iri hati dengan Yudistira, ia mencoba untuk membunuh para Pandawa beserta ibu mereka yang bernama Kunti dengan cara menyuruh mereka berlibur ke tempat yang bernama Waranawata. Di sana terdapat bangunan yang megah, yang telah disiapkan Duryodana untuk mereka berlibur dan akan membakar bagunan itu di tengah malam pada saat Pandawa lima sedang terlelap tidur. Segala sesuatunya yang sudah direncanakan Duryodana dibocorkan oleh Widura yang merupakan paman dari Pandawa. Sebelum itu juga Yudistira juga telah diingatkan oleh seorang petapa yang datang ke dirinya bahwa akan ada bencana yang menimpannya oleh karena itu Yudistira pun sudah berwaspada terhadap segala kemungkinan. Untuk pertama kalinya Yudistira lolos dalam perangkap Duryodana dan melarikan diri ke hutan rimba. Di hutan rimba, Pandawa bertemu dengan raksasa Hidimba, dan adiknya Hidimbi. Hidimba dibunuh oleh Bima, lalu Hidimbi dinikahi. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Gatotkaca. Setelah beberapa lama, Hidimbi dan Gatotkaca berpisah dengan para Pandawa sebab para pangeran tersebut harus melanjutkan perjalanannya.

[sunting] Para Pandawa mendapatkan Dropadi

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Dropadi

Pandawa lima yang melarikan diri ke rimba mengetahui akan diadakan sayembara di Kerajaan Panchala dengan syarat, barang siapa yang dapat membidik sasaran dengan tepat boleh menikahkan putri Raja Panchala (Drupada) yang bernama Panchali atau Dropadi. Arjuna pun mengikuti sayembara itu dan berhasil memenangkannya, tetapi Bima yang berkata kepada ibunya, "lihat apa yang kami bawa ibu!". Kunti, menjawab, "Bagi saja secara rata apa yang kalian dapat". Karena perkataan ibunya. Pancali pun bersuamikan lima orang.

[sunting] Perselisihan antar keluarga

Page 14: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Bima merobek dada Dursasana dan meminum darahnya di medan perang Kurukshetra. Lukisan dari Lahore, th. 1930-an.

Pamannya (Dretarastra) yang mengetahui bahwa Pandawa lima ternyata belum mati pun mengundang mereka untuk kembali ke Hastinapura dan memberikan hadiah berupa tanah dari sebagian kerajaannya, yang akhirnya Pandawa lima membangun kota dari sebagian tanah yang diberikan pamannya itu hingga menjadi megah dan makmur yang diberi nama Indraprastha. Duryodana yang pernah datang ke Indraprastha iri melihat bangunan yang begitu indah, megah dan artistik itu. Setelah pulang ke Hastinapura ia langsung memanggil arsitek terkemuka untuk membangun pendapa yang tidak kalah indahnya dari pendapa di Indraprastha. Bersamaan dengan pembangunan pendapa di Hastinapura ia pun merencanakan sesuatu untuk menjatuhkan Yudistira dan adik adiknya. Yang pada akhirnya Yudistra pun terjebak dalam rencananya Duryodana dan harus menjalani pengasingan selama 14 Tahun, di dalam pengasingan itu Yudistira pun menyusun rencana untuk membalas dendam atas penghinaan yang telah dilakukan Duryodana dan adik adiknya, yang akhirnya memicu terjadinya perang besar antara Pandawa dan Korawa serta sekutu-sekutunya.

[sunting] Pertempuran besar di Kurukshetra

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perang di Kurukshetra

Pertempuran besar di Kurukshetra (atau lebih dikenal dengan istilah Bharatayuddha di Indonesia) merupakan pertempuran sengit yang berlangsung selama delapan belas hari. Pihak Pandawa maupun pihak Korawa sama-sama memiliki ksatria-ksatria besar dan angkatan perang yang kuat. Pasukan kedua belah pihak hampir gugur semuanya, dan kemenangan berada di pihak Pandawa karena mereka berhasil bertahan hidup dari pertempuran sengit tersebut. Semua

Page 15: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Korawa gugur di tangan mereka, kecuali Yuyutsu, satu-satunya Korawa yang memihak Pandawa sesaat sebelum pertempuran berlangsung.

[sunting] Akhir riwayat

Setelah Kresna wafat, Byasa menyarankan para Pandawa agar meninggalkan kehidupan duniawi dan hidup sebagai pertapa. Sebelum meninggalkan kerajaan, Yudistira menyerahkan tahta kepada Parikesit, cucu Arjuna. Para Pandawa beserta Dropadi melakukan perjalanan terakhir mereka di Gunung Himalaya. Sebelum sampai di puncak, satu persatu dari mereka meninggal dalam perjalanan. Hanya Yudistira yang masih bertahan hidup dan didampingi oleh seekor anjing yang setia. Sesampainya di puncak, Yudistira dijemput oleh Dewa Indra yang menaiki kereta kencana. Yudistira menolak untuk mencapai surga jika harus meninggalkan anjingnya. Karena sikap tulus yang ditunjukkan oleh Yudistira, anjing tersebut menampakkan wujud aslinya, yaitu Dewa Dharma. Dewa Dharma berkata bahwa Yudistira telah melewati ujian yang diberikan kepadanya dengan tenang dan ia berhak berada di surga.

Sesampainya di surga, Yudistira terkejut karena ia tidak melihat saudara-saudaranya, sebaliknya ia melihat Duryodana beserta sekutunya di surga. Dewa Indra berkata bahwa saudara-saudara Yudistira berada di neraka. Mendengar hal itu, Yudistira lebih memilih tinggal di neraka bersama saudara-saudaranya daripada tinggal di surga. Pada saat itu, pemandangan tiba-tiba berubah. Dewa Indra pun berkata bahwa hal tersebut merupakan salah satu ujian yang diberikan kepadanya, dan sebenarnya saudara Yudistira telah berada di surga. Yudistira pun mendapatkan surga.

[sunting] Lihat pula

Buku Hikayat Pandawa Lima dalam kesusasteraan Melayu.

Page 17: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Gatotkaca sebagai tokoh wayang kulit Jawa

Tokoh dalam mitologi Hindu

Nama: Gatotkaca

Nama lain: Bhimasuta; Tetuka;Tutuka; Hidimbyatmaja

Aksara Dewanagari:

घटोत्कच

Ejaan Sanskerta: Ghattotkacha

Golongan: rakshasa

Asal: wilayah timur laut India,sebelah selatan pegunungan

Page 18: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Himalaya timur[1]

Kediaman: Kerajaan Rakshasa

Pasangan: Ahilawati (versi India), Pregiwa (versi Jawa)

Anak: Barbarika

Gatotkaca (bahasa Sanskerta: घटोत्कच; Ghattotkacha) adalah seorang tokoh dalam wiracarita Mahabharata yang dikenal sebagai putra Bimasena atau Wrekodara dari keluarga Pandawa. Ibunya yang bernama Hidimbi (Harimbi) berasal dari bangsa rakshasa, sehingga ia pun dikisahkan memiliki kekuatan luar biasa. Dalam perang besar di Kurukshetra ia banyak menewaskan sekutu Korawa sebelum akhirnya gugur di tangan Karna.

Di Indonesia, Gatotkaca menjadi tokoh pewayangan yang sangat populer. Misalnya dalam pewayangan Jawa ia dikenal dengan ejaan Gatutkaca (bahasa Jawa: Gathutkaca). Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap, serta terkenal dengan julukan "otot kawat tulang besi".

Page 19: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Daftar isi[sembunyikan]

← 1 Etimologi ← 2 Kelahiran

← 3 Menjadi Jago Dewa

← 4 Perkawinan

← 5 Menjadi Raja Pringgadani

← 6 Kematian Versi Mahabharata

← 7 Kematian Versi Jawa

← 8 Lihat pula

← 9 Catatan kaki

← 10 Pranala luar

[sunting] Etimologi

Menurut versi Mahabharata, Gatotkaca adalah putra Bimasena dari keluaga Pandawa yang lahir dari seorang rakshasa perempuan bernama Hidimbi. Hidimbi sendiri merupakan raksasi penguasa sebuah hutan bersama kakaknya yang bernama Hidimba.

Dalam pewayangan Jawa, ibu Gatotkaca lebih terkenal dengan sebutan Arimbi. Menurut versi ini, Arimbi bukan sekadar penghuni hutan biasa, melainkan putri dari Kerajaan Pringgadani, negeri bangsa rakshasa.

Dalam bahasa Sanskerta, nama Ghatotkacha secara harfiah bermakna "memiliki kepala seperti kendi". Nama ini terdiri dari dua kata, yaitu ghaṭ(tt)am yang berarti "buli-buli" atau "kendi", dan utkacha yang berarti "kepala". Nama ini diberikan kepadanya karena sewaktu lahir kepalanya konon mirip dengan buli-buli atau kendi.

[sunting] Kelahiran

Kisah kelahiran Gatotkaca dikisahkan secara tersendiri dalam pewayangan Jawa. Namanya sewaktu masih bayi adalah Jabang Tetuka. Sampai usia satu tahun tali pusarnya belum bisa dipotong walau menggunakan senjata apa pun. Arjuna (adik Bimasena) pergi bertapa untuk mendapatkan petunjuk dewa demi menolong nasib keponakannya itu. Namun pada saat yang sama Karna, panglima Kerajaan Hastina juga sedang bertapa mencari senjata pusaka.

Page 20: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Karena wajah keduanya mirip, Batara Narada selaku utusan kahyangan memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna. Setelah menyadari kesalahannya, Narada pun menemui Arjuna yang sebenarnya. Arjuna lalu mengejar Karna untuk merebut senjata Konta.

Pertarungan pun terjadi. Karna berhasil meloloskan diri membawa senjata Konta, sedangkan Arjuna hanya berhasil merebut sarung pembungkus pusaka tersebut. Namun sarung pusaka Konta terbuat dari Kayu Mastaba yang ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka.

Akan tetapi keajaiban terjadi. Kayu Mastaba musnah dan bersatu dalam perut Tetuka. Kresna yang ikut serta menyaksikannya berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba akan menambah kekuatan bayi Tetuka. Namun ia juga meramalkan bahwa kelak Tetuka akan tewas di tangan pemilik senjata Konta.

[sunting] Menjadi Jago Dewa

Versi pewayangan Jawa melanjutkan, Tetuka kemudian dipinjam Narada untuk dibawa ke kahyangan yang saat itu sedang diserang musuh bernama Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Ia diutus rajanya yang bernama Kalapracona untuk melamar bidadari bernama Batari Supraba. Bayi Tetuka dihadapkan sebagai lawan Sekipu. Anehnya, semakin dihajar bukannya mati, Tetuka justru semakin kuat.

Karena malu, Sekipu mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk dibesarkan saat itu juga. Narada kemudian menceburkan tubuh Tetuka ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa. Para dewa kemudian melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah. Beberapa saat kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai seorang laki-laki dewasa. Segala jenis pusaka para dewa telah melebur dan bersatu ke dalam dirinya.

Tetuka kemudian bertarung melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya menggunakan gigitan taringnya. Kresna dan para Pandawa saat itu datang menyusul ke kahyangan. Kresna kemudian memotong taring Tetuka dan menyuruhnya berhenti menggunakan sifat-sifat kaum raksasa.

Batara Guru raja kahyangan menghadiahkan seperangkat pakaian pusaka, yaitu Caping Basunanda, Kotang Antrakusuma, dan Terompah Padakacarma untuk dipakai Tetuka, yang sejak saat itu diganti namanya menjadi Gatotkaca. Dengan mengenakan pakaian pusaka tersebut, Gatotkaca mampu terbang secepat kilat menuju Kerajaan Trabelasuket dan membunuh Kalapracona.

[sunting] Perkawinan

Dalam versi Mahabharata, Gatotkaca menikahi Ahilawati sang gadis naga den mempunyai anak bernama Barbarika. Gatotkaca juga menikah dengan seorang wanita bernama Pregiwa. Dari perkawinan ini lahir seorang putra bernama Sasikirana.

Page 21: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Dalam versi pewayangan Jawa, Gatotkaca menikah dengan sepupunya, yaitu Pregiwa putri Arjuna. Ia berhasil menikahi Pregiwa setelah melalui perjuangan berat, yaitu menyingkirkan saingannya, bernama Laksmana Mandrakumara putra Duryudana dari keluarga Korawa.

Dari perkawinan Gatotkaca dengan Pregiwa lahir seorang putra bernama Sasikirana. Ia menjadi panglima perang Kerajaan Hastina pada masa pemerintahan Parikesit, putra Abimanyu atau cucu Arjuna.

Versi lain mengisahkan, Gatotkaca memiliki dua orang istri lagi selain Pregiwa, yaitu Suryawati dan Sumpaniwati. Dari keduanya masing-masing lahir Suryakaca dan Jayasumpena.

[sunting] Menjadi Raja Pringgadani

Gatotkaca dalam bentuk asli wayang kulit dengan hiasan/pahatan berwarna.

Gatotkaca versi Jawa adalah manusia setengah raksasa, namun bukan raksasa hutan. Ibunya adalah Arimbi putri Prabu Tremboko dari Kerajaan Pringgadani. Tremboko tewas di tangan Pandu ayah para Pandawa akibat adu domba yang dilancarkan Sangkuni. Ia kemudian digantikan oleh anak sulungnya yang bernama Arimba.

Arimba sendiri akhirnya tewas di tangan Bimasena pada saat para Pandawa membangun Kerajaan Amarta. Takhta Pringgadani kemudian dipegang oleh Arimbi yang telah diperistri Bima. Rencananya takhta kelak akan diserahkan kepada putra mereka setelah dewasa.

Arimbi memiliki lima orang adik bernama Brajadenta, Brajamusti, Brajalamadan, Brajawikalpa, dan Kalabendana. Brajadenta diangkat sebagai patih dan diberi tempat tinggal di Kasatrian Glagahtinunu. Sangkuni dari Kerajaan Hastina datang menghasut Brajadenta bahwa takhta Pringgadani seharusnya menjadi miliknya bukan milik Gatotkaca.

Page 22: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Akibat hasutan tersebut, Brajadenta pun memberontak hendak merebut takhta dari tangan Gatotkaca yang baru saja dilantik sebagai raja. Brajamusti yang memihak Gatotkaca bertarung menghadapi kakaknya itu. Kedua raksasa kembar tersebut pun tewas bersama. Roh keduanya kemudian menyusup masing-masing ke dalam telapak tangan Gatotkaca kiri dan kanan, sehingga manambah kesaktian keponakan mereka tersebut.

Setelah peristiwa itu Gatotkaca mengangkat Brajalamadan sebagai patih baru, bergelar Patih Prabakiswa.

[sunting] Kematian Versi Mahabharata

Kematian Gatotkaca terdapat dalam buku ketujuh Mahabharata yang berjudul Dronaparwa, pada bagian Ghattotkacabadhaparwa. Ia dikisahkan gugur dalam perang di Kurukshetra atau Baratayuda pada malam hari ke-14. Perang besar tersebut adalah perang saudara antara keluarga Pandawa melawan Korawa, di mana Gatotkaca tentu saja berada di pihak Pandawa.

Versi Mahabharata mengisahkan, Gatotkaca sebagai seorang raksasa memiliki kekuatan luar biasa terutama pada malam hari. Setelah kematian Jayadrata di tangan Arjuna, pertempuran seharusnya dihentikan untuk sementara karena senja telah tiba. Namun Gatotkaca menghadang pasukan Korawa kembali ke perkemahan mereka.

Pertempuran pun berlanjut. Semakin malam kesaktian Gatotkaca semakin meningkat. Prajurit Korawa semakin berkurang jumlahnya karena banyak yang mati di tangannya. Seorang sekutu Korawa dari bangsa rakshasa bernama Alambusa maju menghadapinya. Gatotkaca menghajarnya dengan kejam karena Alambusa telah membunuh sepupunya, yaitu Irawan putra Arjuna pada pertempuran hari kedelapan. Tubuh Alambusa ditangkap dan dibawa terbang tinggi, kemudian dibanting ke tanah sampai hancur berantakan.

Duryodana pemimpin Korawa merasa ngeri melihat keganasan Gatotkaca. Ia memaksa Karna menggunakan senjata pusaka Indrastra pemberian Dewa Indra yang bernama Vasavi shakti alias Konta untuk membunuh rakshasa itu. Semula Karna menolak karena pusaka tersebut hanya bisa digunakan sekali saja dan akan dipergunakannya untuk membunuh Arjuna. Namun karena terus didesak, Karna terpaksa melemparkan pusakanya menembus dada Gatotkaca.

Menyadari ajalnya sudah dekat, Gatotkaca masih sempat berpikir bagaimana caranya untuk membunuh prajurit Kurawa dalam jumlah besar. Maka Gatotkaca pun memperbesar ukuran tubuhnya sampai ukuran maksimal dan kemudian roboh menimpa ribuan prajurit Korawa. Pandawa sangat terpukul dengan gugurnya Gatotkaca.

Dalam barisan Pandawa hanya Kresna yang tersenyum melihat kematian Gatotkaca. Ia gembira karena Karna telah kehilangan pusaka andalannya sehingga nyawa Arjuna dapat dikatakan relatif aman.

Page 23: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

[sunting] Kematian Versi Jawa

Sosok Gatotkaca (kiri) dan Abimanyu (sedang memanah) dalam sebuah lukisan tradisional dari Maharashtra, dibuat sekitar abad ke-19.

Perang di Kurukshetra dalam pewayangan Jawa biasa disebut dengan nama Baratayuda. Kisahnya diadaptasi dan dikembangkan dari naskah Kakawin Bharatayuddha yang ditulis tahun 1157 pada zaman Kerajaan Kadiri.

Versi pewayangan mengisahkan, Gatotkaca sangat akrab dengan sepupunya yang bernama Abimanyu putra Arjuna. Suatu hari Abimanyu menikah dengan Utari putri Kerajaan Wirata, di mana ia mengaku masih perjaka. Padahal saat itu Abimanyu telah menikah dengan Sitisundari putri Kresna.

Sitisundari yang dititipkan di istana Gatotkaca mendengar suaminya telah menikah lagi. Paman Gatotkaca yang bernama Kalabendana datang menemui Abimanyu untuk mengajaknya pulang. Kalabendana adalah adik bungsu Arimbi yang berwujud raksasa bulat kerdil tapi berhati polos dan mulia. Hal itu membuat Utari merasa cemburu. Abimanyu terpaksa bersumpah jika benar dirinya telah beristri selain Utari, maka kelak ia akan mati dikeroyok musuh.

Kalabendana kemudian menemui Gatotkaca untuk melaporkan sikap Abimanyu. Namun Gatotkaca justru memarahi Kalabendana yang dianggapnya lancang mencampuri urusan rumah tangga sepupunya itu. Karena terlalu emosi, Gatotkaca sampai memukul kepala Kalabendana. Mekipun perbuatan tersebut dilakukan tanpa sengaja, namun pamannya itu tewas seketika.

Ketika perang Baratayuda meletus, Abimanyu benar-benar tewas dikeroyok para Korawa pada hari ke-13. Esoknya pada hari ke-14 Arjuna berhasil membalas kematian putranya itu dengan cara memenggal kepala Jayadrata.

Page 24: Rahasia Pertapaan Gunung Wilis

Duryudana sangat sedih atas kematian Jayadrata, adik iparnya tersebut. Ia memaksa Karna menyerang perkemahan Pandawa malam itu juga. Karna pun terpaksa berangkat meskipun hal itu melanggar peraturan perang.

Mendengar para Korawa melancarkan serangan malam, pihak Pandawa pun mengirim Gatotkaca untuk menghadang. Gatotkaca sengaja dipilih kaarena Kotang Antrakusuma yang ia pakai mampu memancarkan cahaya terang benderang.

Pertempuran malam itu berlangsung mengerikan. Gatotkaca berhasil menewaskan sekutu Korawa yang bernama Lembusa. Namun ia sendiri kehilangan kedua pamannya, yaitu Brajalamadan dan Brajawikalpa yang tewas bersama musuh-musuh mereka, bernama Lembusura dan Lembusana.

Gatotkaca akhirnya berhadapan dengan Karna, pemilik senjata Kontawijaya. Ia pun menciptakan kembaran dirinya sebanyak seribu orang sehingga membuat Karna merasa kebingungan. Atas petunjuk ayahnya, yaitu Batara Surya, Karna berhasil menemukan Gatotkaca yang asli. Ia pun melepaskan senjata Konta ke arah Gatotkaca.

Gatotkaca mencoba menghindar dengan cara terbang setinggi-tingginya. Namun arwah Kalabendana tiba-tiba muncul menangkap Kontawijaya sambil menyampaikan berita dari kahyangan bahwa ajal Gatotkaca telah ditetapkan malam itu.

Gatotkaca pasrah terhadap keputusan dewata. Namun ia berpesan supaya mayatnya masih bisa digunakan untuk membunuh musuh. Kalabendana setuju. Ia kemudian menusuk pusar Gatotkaca menggunakan senjata Konta. Pusaka itu pun musnah bersatu dengan sarungnya, yaitu kayu Mastaba yang masih tersimpan di dalam perut Gatotkaca.

Gatotkaca telah tewas seketika. Arwah Kalabendana kemudian melemparkan mayatnya ke arah Karna. Karna berhasil melompat sehingga lolos dari maut. Namun keretanya hancur berkeping-keping tertimpa tubuh Gatotkaca yang meluncur kencang dari angkasa. Akibatnya, pecahan kereta tersebut melesat ke segala arah dan menewaskan para prajurit Korawa yang berada di sekitarnya. Tidak terhitung banyaknya berapa jumlah mereka yang mati.