rabu, 8 maret 2017 utama jangan rusak integritas …gelora45.com/news/sp_20170308_03.pdf · agar...

1
3 Suara Pembaruan Rabu, 8 Maret 2017 Utama [JAKARTA] Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan empat jenis pelanggaran pro- sedur di 60 tempat pemilihan suara (TPS) pada Pilgub DKI Jakarta putaran pertama. Karena itu, Bawaslu menerbitkan rekomendasi kepada KPU dan KPU DKI Jakarta terkait penyelenggaraan putaran kedua. Menurut anggota Bawaslu Daniel Zuchron, rekomenda- si pertama adalah agar KPU mempertimbangkan pelaksa- naan pendataan ulang daftar pemilih. “Rekomendasi pertama ini dalam rangka menjamin hak pemilih tanpa merusak integri- tas dan kemurnian hasil pemi- lihan,” katanya di Jakarta, Rabu (8/3). Untuk efektivitas dan efi- siensi pelaksanaan pendataan ulang pemilih, KPU dapat memulai pendataan terhadap pemilih pengguna Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) yang ada di absensi kehadiran pemilih atau formulir C-7 KWK. Demikian halnya dengan penduduk yang hanya memiliki surat keterangan (suket), teta- pi belum terdaftar sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebelumnya. Agar proses pendataan ulang berjalan lancar, KPU wajib memastikan bawahannya dapat memberikan sebuah prosedur yang mudah dipahami warga yang punya hak pilih namun belum terdaftar dalam DPT sehingga warga tersebut dapat memberikan hak pilihnya. Sedangkan dalam rangka menjamin kemurnian hasil pemilihan, KPU wajib memas- tikan jumlah surat suara yang dicetak dan dipergunakan adalah surat suara sejumlah DPT yang ditetapkan KPU Provinsi, ditambah 2,5% dari DPT yang ditetapkan sebagai surat suara cadangan. KPU dan Bawaslu juga wajib memastikan seluruh penyelenggara Pilkada yang tidak bekerja sesuai dengan tugas dan kewenangannya untuk tidak lagi digunakan tenaga dan pikirannya pada pelaksanaan putaran kedua. “Kami menghimbau juga agar pasangan calon/tim pasangan calon untuk juga memastikan bahwa setiap saksi pasangan calon benar-benar memahami prosedur pelaksa- naan pungut-hitung. Selain itu, kami mengimbau masyarakat khususnya pemantau pemilu untuk lebih aktif memberikan masukan dan informasi bagi penyelenggara, jika ternyata jajaran penyelenggara di ting- kat TPS keliru atau tidak melaksanakan prosedur sesuai ketentuan yang berlaku,” katanya. Empat Pelanggaran Menurut Daniel, terdapat empat dugaan pelanggaran prosedur dalam Pilgub DKI Jakarta. Pertama, pelanggar- an prosedur menjadi pemilih bagi yang memenuhi syarat sebagai pemilih. Ketidakpastian hukum terkait prosedur men- jadi pemilih disebabkan ter- bitnya Surat Edaran KPU No 151/KPU/II/2017, angka 2, huruf a yang berisikan pem- beritahuan agar pemilih membawa KTP pada saat pemungutan. Surat edaran KPU itu dimaknai pemilih perlu menun- jukkan KTP kepada petugas KPPS, saat petugas meragukan bahwa orang tersebut adalah orang yang sebenar-benarnya. Dalam pelaksanaannya di lapangan, pemilih yang mem- bawa undangan (formulir C6) namun tidak membawa KTP, tidak diperbolehkan untuk memilih. Hal ini, kata Daniel, sema- kin diperumit dengan muncul- nya SE KPU DKI No 162/ KPU-Prov-010/II/2017, angka II, poin 4, huruf b yang menya- takan, pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT, dapat memberikan hak pilihnya dengan menunjukkan e-KTP atau surat keterangan yang disertai dengan KK Asli. Selain itu, dalam SE KPU DKI ter- sebut diatur bahwa pemilih wajib mengisi surat pernyata- an pengguna DPTb padahal formulirnya sangat terbatas di setiap TPS. "Bawaslu RI menilai keberadaan pengaturan teknis yang dikeluarkan KPU RI maupun KPU DKI sudah membingungkan penyeleng- gara di tingkat TPS dalam melayani pemilih yang telah memenuhi syarat untuk meng- gunakan hak pilihnya sebagai- mana diatur dalam UU Pilkada. Hal ini secara otomatis, telah ikut menyulitkan pemilih yang tidak mengetahui keberadaan pengaturan teknis sebagaima- na dimaksud penyelenggara," jelas Daniel. Kedua, adanya ketidakpas- tian hukum dalam prosedur pencetakan dan pendistribusi- an surat suara. Surat suara yang diproduksi oleh KPU dan perusahaan pencetakan surat suara tidak memiliki kejelasan antara menggunakan DPT + 2,5% TPS atau DPT + 2,5% DPT Prov/Kab/Kota. Padahal, jika merujuk pada Pasal 80 angka (1) UU Pilkada, jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah DPT dengan 2,5% dari jumlah DPT sebagai cadangan, yang ditetapkan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ kota. “Atas penelusuran yang dilakukan, pengawas mencatat adanya kelebihan dan keku- rangan surat suara di TPS, yang juga dapat dilihat dari rekapi- tulasi penghitungan hasil pemungutan, di mana jumlah surat suara yang diterima, pada setiap tingkatannya tidak sesu- ai dengan jumlah yang seha- rusnya (DPT+2,5%)," ungkap dia. Ketiga, adanya dugaan pelanggaran prosedur pence- takan dan formulir C-6 dan blangko isian DPTb. Pengaturan di dalam Surat Edaran KPU, telah membuat adanya pemilih terdaftar dalam DPT tidak mendapatkan formulir C-6 KWK, penggunaan formulir C-6 KWK orang lain, atau formulir C-6 ganda. "Keterbatasaan penyediaan formulir ini tidak dibarengi dengan SOP teknis seperti memoto kopi formulir, meng- ambil formulir dari PPS/TPS terdekat yang masih memiliki dan melakukan pengisian di kertas lainnya dengan format yang sama jika pengguna DPTb membeludak dan menghabis- kan formulir isian tersebut," terangnya. Keempat, proses validasi dan verifikasi yang tidak jalan sebagaimana mestinya. Hal ini, kata dia disebabkan oleh bebe- rapa hal, seperti tidak dilaksa- nakannya tata laksana pemu- ngutan suara secara benar oleh penyelenggara seperti peme- riksaan KTP yang dinilai mencurigakan, keabsahan formulir atau dengan keaslian surat keterangan. "Selain itu, peran pengawas yang tidak maksimal membe- rikan fungsi pengawasannya untuk mengingatkan atau mencegah keteledoran yang dilakukan oleh KPPS dan ditambah juga peran saksi yang lebih terfokus pada jumlah pemilih, pengguna hak pilih dan jumlah perolehan suara, tanpa terlalu memperhatikan prosedur pemungutan suara sebagaimana mestinya," pung- kas dia. Sosialisasi Seperti juga Bawaslu pusat, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta meminta KPU DKI Jakarta untuk sesegera mungkin mela- kukan sosialisasi metode pemutakhiran DPT untuk putaran kedua. Bawaslu juga akan melakukan pengawasan ekstra terhadap jalannya putar- an kedua yang dalam peratur- annya yang tertuang dalam Keputusan KPU DKI Jakarta No 49/2017 yang tidak mem- perbolehkan alat peraga span- duk, pamflet, stiker sebagai media kampanye. "Untuk putaran kedua Pilgub DKI Jakarta 2017 ini kita harapkan KPU DKI bisa menjalankan proses pemuta- khiran data DPT dengan benar-benar profesional dan mengakomodasi semua pemi- lih warga Jakarta," ujar Mimah, Rabu (8/3). Ia menyebutkan peran Bawaslu DKI sebagai institu- si pengawasan sifatnya hanya memastikan proses pemuta- khiran yang dilakukan oleh KPU DKI berjalan dengan baik dan sesuai prosedur. "Masyarakat saat ini sudah sangat aktif datang ke Kelurahan ataupun kantor KPU Kota Administrasi dan Kabupaten untuk memastikan dirinya terdaftar dalam DPT di putar- an kedua nanti. Perlu dirumus- kan apakah petugas KPU yang turun ke permukiman melaku- kan pendataan (jemput bola) atau warga yang datang ke satu lokasi yang sudah ditentukan (seperti pelayanan terpadu satu pintu)," tambahnya. Ia berharap agar DPTb di putaran pertama yang angka 237.003 pemilih ibukota yang banyak tidak bisa menggunakan hak konstitusionalnya pada putaran pertama lalu dapat dimutakhirkan dalam DPT di putaran kedua. "Kita kemarin juga mem- buat posko pengaduan pemilih, itu sudah kita tutup, dan kita rekomendasikan hasilnya ke KPU DKI. Mereka harus menjawab model pendataannya DPT ini seperti apa," lanjut Mimah. Sedangkan perihal potensi pelanggaran yang ditemui di tahapan kampanye putaran kedua Pilgub DKI Jakarta 2017, Mimah mengaku sudah memin- ta anggota Panwas di satuan terkecil untuk menempel kegiatan kampanye dari masing -masing paslon. "Kami fokus pada pen- cegahan dan penindakan pelanggaran, teknisnya sama seperti di putaran pertama lalu namun ada penambahan pengawasan perihal alat peraga kampanye yang tidak boleh lagi digunakan di putaran kedua ini," tuturnya. Mimah meminta setiap paslon memastikan simpul-sim- pul relawannya berkoordinasi dengan jajaran warga simpa- tisan konstituen agar tidak memasang alat peraga di putaran kedua ini karena hal tersebut melanggar aturan yang sudah ditetapkan KPU DKI. "Kami juga mengingatkan kepada masyarakat DKI jangan ada yang melakukan pengha- langan aktivitas kampanye dari paslon mana pun. Karena dengan tahapan kampanye inilah pendidikan politik dan visi misi paslon dapat disam- paikan dengan baik serta sebagai penentu pemilihan pada 19 April nanti," katanya. [YUS/C-7] [JAKARTA] Sekretaris Tim Pemenangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot), Ace Hasan Syadzily meminta, Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta untuk bersikap lebih profesional, netral, dan tidak berpihak pada salah satu pasangan calon (paslon) dalam putaran kedua Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta. Sebab, berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan putaran pertama Pilgub DKI dan tindakan KPU DKI yang merevisi Peraturan KPU tentang kampanye di putaran kedua sudah menunjukkan lembaga penyeleng- gara Pilgub DKI itu cenderung berpihak kepada salah satu paslon. “Kami melihat KPU DKI Jakarta tidak profesional. Karena itu, kami berharap pada putaran kedua ini KPU DKI lebih profesional, tidak berpihak, dan harus netral. Perbaiki berbagai kesalahan yang terjadi pada putaran pertama,” kata Ace kepada SP di Jakarta, Rabu (8/3). Kesalahan yang dilakukan KPU DKI, lanjutnya, antara lain masalah rekapitulasi suara, pemutakhiran data pemilih, dan adanya Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang tidak bisa bersikap netral karena terlihat berpihak kepada salah satu paslon. “Yang paling penting, yang harus diperbaiki, adalah hasil rekapitulasi suara, pemutakhiran data. Lalu, kami meminta KPU DKI untuk secara tegas melakukan tindakan terhadap KPPS, yang jelas-jelas berpihak dan tidak mengerti tentang aturan KPU. Kalau KPPS seper- ti itu tetap dipertahankan, ya, susah. Itu tidak baik,” ujarnya. Ace mendesak KPU DKI segera mengganti KPPS yang bersikap tidak profesional dan tidak netral saat menjalankan tugas saat putaran pertama. “Jadi, KPPS yang tidak profesional dan tidak netral harus segera diganti. Hal ini sudah kami sampaikan ke KPU DKI. Itu harus ditanggapi,” tegasnya. [LEN/O-1] Perbaiki Kesalahan Jangan Rusak Integritas Penyelenggara Pemilu

Upload: doananh

Post on 08-Apr-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

3Sua ra Pem ba ru an Rabu, 8 Maret 2017 Utama

[JAKARTA] Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan empat jenis pelanggaran pro-sedur di 60 tempat pemilihan suara (TPS) pada Pilgub DKI Jakarta putaran pertama. Karena itu, Bawaslu menerbitkan rekomendasi kepada KPU dan KPU DKI Jakarta terkait penyelenggaraan putaran kedua.

Menurut anggota Bawaslu Daniel Zuchron, rekomenda-si pertama adalah agar KPU mempertimbangkan pelaksa-naan pendataan ulang daftar pemilih.

“Rekomendasi pertama ini dalam rangka menjamin hak pemilih tanpa merusak integri-tas dan kemurnian hasil pemi-lihan,” katanya di Jakarta, Rabu (8/3).

Untuk efektivitas dan efi-siensi pelaksanaan pendataan ulang pemilih, KPU dapat memulai pendataan terhadap pemilih pengguna Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) yang ada di absensi kehadiran pemilih atau formulir C-7 KWK. Demikian halnya dengan penduduk yang hanya memiliki surat keterangan (suket), teta-pi belum terdaftar sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebelumnya.

Agar proses pendataan ulang berjalan lancar, KPU wajib memastikan bawahannya dapat memberikan sebuah prosedur yang mudah dipahami warga yang punya hak pilih namun belum terdaftar dalam DPT sehingga warga tersebut dapat memberikan hak pilihnya.

Sedangkan dalam rangka menjamin kemurnian hasil pemilihan, KPU wajib memas-tikan jumlah surat suara yang dicetak dan dipergunakan adalah surat suara sejumlah DPT yang ditetapkan KPU Provinsi, ditambah 2,5% dari DPT yang ditetapkan sebagai surat suara cadangan.

KPU dan Bawaslu juga wajib memastikan seluruh penyelenggara Pilkada yang tidak bekerja sesuai dengan tugas dan kewenangannya untuk tidak lagi digunakan tenaga dan pikirannya pada pelaksanaan putaran kedua.

“Kami menghimbau juga agar pasangan calon/tim pasangan calon untuk juga memastikan bahwa setiap saksi pasangan calon benar-benar memahami prosedur pelaksa-naan pungut-hitung. Selain itu, kami mengimbau masyarakat khususnya pemantau pemilu untuk lebih aktif memberikan masukan dan informasi bagi penyelenggara, jika ternyata jajaran penyelenggara di ting-kat TPS keliru atau tidak melaksanakan prosedur sesuai ketentuan yang berlaku,” katanya.

Empat Pelanggaran Menurut Daniel, terdapat

empat dugaan pelanggaran prosedur dalam Pilgub DKI Jakarta. Pertama, pelanggar-

an prosedur menjadi pemilih bagi yang memenuhi syarat sebagai pemilih. Ketidakpastian hukum terkait prosedur men-jadi pemilih disebabkan ter-bitnya Surat Edaran KPU No 151/KPU/II/2017, angka 2, huruf a yang berisikan pem-beritahuan agar pemilih membawa KTP pada saat pemungutan.

Surat edaran KPU itu dimaknai pemilih perlu menun-jukkan KTP kepada petugas KPPS, saat petugas meragukan bahwa orang tersebut adalah orang yang sebenar-benarnya. Dalam pelaksanaannya di lapangan, pemilih yang mem-bawa undangan (formulir C6) namun tidak membawa KTP, tidak diperbolehkan untuk memilih.

Hal ini, kata Daniel, sema-kin diperumit dengan muncul-nya SE KPU DKI No 162/KPU-Prov-010/II/2017, angka II, poin 4, huruf b yang menya-takan, pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT, dapat memberikan hak pilihnya dengan menunjukkan e-KTP atau surat keterangan yang disertai dengan KK Asli. Selain itu, dalam SE KPU DKI ter-sebut diatur bahwa pemilih wajib mengisi surat pernyata-an pengguna DPTb padahal formulirnya sangat terbatas di setiap TPS.

"Bawaslu RI menilai keberadaan pengaturan teknis yang dikeluarkan KPU RI maupun KPU DKI sudah membingungkan penyeleng-gara di tingkat TPS dalam melayani pemilih yang telah memenuhi syarat untuk meng-gunakan hak pilihnya sebagai-mana diatur dalam UU Pilkada. Hal ini secara otomatis, telah ikut menyulitkan pemilih yang tidak mengetahui keberadaan pengaturan teknis sebagaima-na dimaksud penyelenggara," jelas Daniel.

Kedua, adanya ketidakpas-tian hukum dalam prosedur pencetakan dan pendistribusi-

an surat suara. Surat suara yang diproduksi oleh KPU dan perusahaan pencetakan surat suara tidak memiliki kejelasan antara menggunakan DPT + 2,5% TPS atau DPT + 2,5% DPT Prov/Kab/Kota. Padahal, jika merujuk pada Pasal 80 angka (1) UU Pilkada, jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah DPT dengan 2,5% dari jumlah DPT sebagai cadangan, yang ditetapkan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/kota.

“Atas penelusuran yang dilakukan, pengawas mencatat

adanya kelebihan dan keku-rangan surat suara di TPS, yang juga dapat dilihat dari rekapi-tulasi penghitungan hasil pemungutan, di mana jumlah surat suara yang diterima, pada setiap tingkatannya tidak sesu-ai dengan jumlah yang seha-rusnya (DPT+2,5%)," ungkap dia.

Ketiga, adanya dugaan pelanggaran prosedur pence-takan dan formulir C-6 dan blangko isian DPTb. Pengaturan di dalam Surat Edaran KPU, telah membuat adanya pemilih terdaftar dalam DPT tidak

mendapatkan formulir C-6 KWK, penggunaan formulir C-6 KWK orang lain, atau formulir C-6 ganda.

"Keterbatasaan penyediaan formulir ini tidak dibarengi dengan SOP teknis seperti memoto kopi formulir, meng-ambil formulir dari PPS/TPS terdekat yang masih memiliki dan melakukan pengisian di kertas lainnya dengan format yang sama jika pengguna DPTb membeludak dan menghabis-kan formulir isian tersebut," terangnya.

Keempat, proses validasi dan verifikasi yang tidak jalan sebagaimana mestinya. Hal ini, kata dia disebabkan oleh bebe-rapa hal, seperti tidak dilaksa-nakannya tata laksana pemu-ngutan suara secara benar oleh penyelenggara seperti peme-riksaan KTP yang dinilai mencurigakan, keabsahan formulir atau dengan keaslian surat keterangan.

"Selain itu, peran pengawas yang tidak maksimal membe-rikan fungsi pengawasannya untuk mengingatkan atau mencegah keteledoran yang dilakukan oleh KPPS dan ditambah juga peran saksi yang lebih terfokus pada jumlah pemilih, pengguna hak pilih dan jumlah perolehan suara, tanpa terlalu memperhatikan prosedur pemungutan suara sebagaimana mestinya," pung-kas dia.

SosialisasiSeperti juga Bawaslu pusat,

Bawaslu Provinsi DKI Jakarta meminta KPU DKI Jakarta untuk sesegera mungkin mela-kukan sosialisasi metode pemutakhiran DPT untuk putaran kedua. Bawaslu juga akan melakukan pengawasan ekstra terhadap jalannya putar-an kedua yang dalam peratur-annya yang tertuang dalam Keputusan KPU DKI Jakarta No 49/2017 yang tidak mem-perbolehkan alat peraga span-duk, pamflet, stiker sebagai

media kampanye."Untuk putaran kedua

Pilgub DKI Jakarta 2017 ini kita harapkan KPU DKI bisa menjalankan proses pemuta-khiran data DPT dengan benar-benar profesional dan mengakomodasi semua pemi-lih warga Jakarta," ujar Mimah, Rabu (8/3).

Ia menyebutkan peran Bawaslu DKI sebagai institu-si pengawasan sifatnya hanya memastikan proses pemuta-khiran yang dilakukan oleh KPU DKI berjalan dengan baik dan sesuai prosedur.

"Masyarakat saat ini sudah sangat aktif datang ke Kelurahan ataupun kantor KPU Kota Administrasi dan Kabupaten untuk memastikan dirinya terdaftar dalam DPT di putar-an kedua nanti. Perlu dirumus-kan apakah petugas KPU yang turun ke permukiman melaku-kan pendataan (jemput bola) atau warga yang datang ke satu lokasi yang sudah ditentukan (seperti pelayanan terpadu satu pintu)," tambahnya.

Ia berharap agar DPTb di putaran pertama yang angka 237.003 pemilih ibukota yang banyak tidak bisa menggunakan hak konstitusionalnya pada putaran pertama lalu dapat dimutakhirkan dalam DPT di putaran kedua.

"Kita kemarin juga mem-buat posko pengaduan pemilih, itu sudah kita tutup, dan kita rekomendasikan hasilnya ke KPU DKI. Mereka harus menjawab model pendataannya DPT ini seperti apa," lanjut Mimah.

Sedangkan perihal potensi pelanggaran yang ditemui di tahapan kampanye putaran kedua Pilgub DKI Jakarta 2017, Mimah mengaku sudah memin-ta anggota Panwas di satuan terkecil untuk menempel kegiatan kampanye dari masing-masing paslon.

"Kami fokus pada pen-cegahan dan penindakan pelanggaran, teknisnya sama seperti di putaran pertama lalu namun ada penambahan pengawasan perihal alat peraga kampanye yang tidak boleh lagi digunakan di putaran kedua ini," tuturnya.

Mimah meminta setiap paslon memastikan simpul-sim-pul relawannya berkoordinasi dengan jajaran warga simpa-tisan konstituen agar tidak memasang alat peraga di putaran kedua ini karena hal tersebut melanggar aturan yang sudah ditetapkan KPU DKI.

"Kami juga mengingatkan kepada masyarakat DKI jangan ada yang melakukan pengha-langan aktivitas kampanye dari paslon mana pun. Karena dengan tahapan kampanye inilah pendidikan politik dan visi misi paslon dapat disam-paikan dengan baik serta sebagai penentu pemilihan pada 19 April nanti," katanya. [YUS/C-7]

[JAKARTA] Sekretaris Tim Pemenangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot), Ace Hasan Syadzily meminta, Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta untuk bersikap lebih profesional, netral, dan tidak berpihak pada salah satu pasangan calon (paslon) dalam putaran kedua Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta.

Sebab, berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan putaran pertama Pilgub DKI dan tindakan KPU DKI yang merevisi Peraturan KPU tentang kampanye di putaran kedua sudah menunjukkan lembaga penyeleng-gara Pilgub DKI itu cenderung berpihak kepada salah satu paslon.

“Kami melihat KPU DKI Jakarta tidak profesional. Karena itu, kami berharap pada putaran kedua ini KPU DKI lebih profesional, tidak berpihak, dan harus netral. Perbaiki berbagai kesalahan yang terjadi pada putaran pertama,” kata Ace kepada SP di Jakarta, Rabu (8/3).

Kesalahan yang dilakukan KPU DKI, lanjutnya, antara lain masalah rekapitulasi suara, pemutakhiran data pemilih, dan adanya Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang tidak bisa bersikap netral karena terlihat berpihak kepada salah satu paslon.

“Yang paling penting, yang harus diperbaiki, adalah hasil rekapitulasi suara, pemutakhiran data. Lalu, kami meminta KPU DKI untuk secara tegas melakukan tindakan terhadap KPPS, yang jelas-jelas berpihak dan tidak mengerti tentang aturan KPU. Kalau KPPS seper-ti itu tetap dipertahankan, ya, susah. Itu tidak baik,” ujarnya.

Ace mendesak KPU DKI segera mengganti KPPS yang bersikap tidak profesional dan tidak netral saat menjalankan tugas saat putaran pertama. “Jadi, KPPS yang tidak profesional dan tidak netral harus segera diganti. Hal ini sudah kami sampaikan ke KPU DKI. Itu harus ditanggapi,” tegasnya. [LEN/O-1]

Perbaiki Kesalahan

Jangan Rusak Integritas Penyelenggara Pemilu