pus taka

4
NERACA Jakarta - Konsumsi beras penduduk Indonesia mencapai 102 kg per kapita per tahun. Hal ini, dinilai oleh Kementerian Pertanian merupakan konsumsi yang cukup tinggi. Bahkan hampir dua kali lipat dari konsumsi beras dunia yang hanya 60 kg per kapita per tahun. Di Asia, konsumsi beras Indonesia adalah yang tertinggi. "Konsumsi beras penduduk Indonesia telah mencapai 102 kg per kapita atau hampir dua kali lipat dari rata-rata konsumsi beras dunia yang mencapai 60 kg per kapita," ungkap Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementan, Sri Sulihanti di Jakarta, Selasa (26/3). Ia menjelaskan bahwa konsumsi beras nasional merupakan konsumsi tertinggi di Asia. Konsumsi beras di Korea mencapai 40 kg per kapita pertahun, Jepang 50 kg per tahun, Malaysia 80 kg per tahun, Thailand 70 kg per tahun. "Indonesia pernah mencapai konsumsi beras di angka 139 kg per kapita. Akan tetapi berkurang menjadi 102 kg per kapita," ucapnya. Menurut Sulihanti, tingginya angka konsumsi beras nasional lantaran beras menjadi bagian yang tidak dipisahkan dari budaya pangan nasional. Namun demikian, pemerintah mencoba untuk mengurangi konsumsi beras tersebut dengan program diversifikasi konsumsi pangan. Sebab, masih banyaknya alternatif makanan yang bisa dikonsumsi. "Penurunan konsumsi beras minimal sebesar 1,5% per kapita per tahun," ujar Sulihanti. Ketahanan Pangan Dalam upaya mengembangkan konsumsi pangan nasional, lanjut dia, Kementerian Pertanian mengajak masyarakat meningkatkan diversifikasi dan ketahanan pangan. Hal ini dilakukan mengingat pola konsumsi pangan penduduk Indonesia masih tingginya konsumsi padi-padian, terutama beras. Sedangkan, konsumsi pangan hewani, umbi-umbian, serta sayur dan buah dinilai masih rendah. "Dalam kurun waktu 30 tahun, konsumsi terigu naik 500%, termasuk konsumsi terigu 17 kilogram per kapita per tahun," ujar Sri Sulihati. Hal tersebut wajib menjadi perhatian bersama. Pasalnya terigu yang dikonsumsi masyarakat Indonesia semuanya masih impor. Meskipun ada upaya untuk menanam terigu, tetapi secara ekonomi tidak terlalu menguntungkan, dan memakan devisa yang cukup tinggi. Masalah lainnya adalah kualitas konsumsi pangan masyarakat yang ditunjukkan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) masih belum mencapai kondisi ideal.

Upload: danary-bin-ghundhiel

Post on 27-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

pustakawan

TRANSCRIPT

Page 1: Pus Taka

NERACA

Jakarta - Konsumsi beras penduduk Indonesia mencapai 102 kg per kapita per tahun. Hal

ini, dinilai oleh Kementerian Pertanian merupakan konsumsi yang cukup tinggi. Bahkan

hampir dua kali lipat dari konsumsi beras dunia yang hanya 60 kg per kapita per tahun. Di

Asia, konsumsi beras Indonesia adalah yang tertinggi.

"Konsumsi beras penduduk Indonesia telah mencapai 102 kg per kapita atau hampir dua

kali lipat dari rata-rata konsumsi beras dunia yang mencapai 60 kg per kapita," ungkap

Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan

Pangan Kementan, Sri Sulihanti di Jakarta, Selasa (26/3).

Ia menjelaskan bahwa konsumsi beras nasional merupakan konsumsi tertinggi di Asia.

Konsumsi beras di Korea mencapai 40 kg per kapita pertahun, Jepang 50 kg per tahun,

Malaysia 80 kg per tahun, Thailand 70 kg per tahun. "Indonesia pernah mencapai

konsumsi beras di angka 139 kg per kapita. Akan tetapi berkurang menjadi 102 kg per

kapita," ucapnya.

Menurut Sulihanti, tingginya angka konsumsi beras nasional lantaran beras menjadi bagian

yang tidak dipisahkan dari budaya pangan nasional. Namun demikian, pemerintah

mencoba untuk mengurangi konsumsi beras tersebut dengan program diversifikasi

konsumsi pangan. Sebab, masih banyaknya alternatif makanan yang bisa dikonsumsi.

"Penurunan konsumsi beras minimal sebesar 1,5% per kapita per tahun," ujar Sulihanti.

Ketahanan Pangan

Dalam upaya mengembangkan konsumsi pangan nasional, lanjut dia, Kementerian

Pertanian mengajak masyarakat meningkatkan diversifikasi dan ketahanan pangan. Hal ini

dilakukan mengingat pola konsumsi pangan penduduk Indonesia masih tingginya konsumsi

padi-padian, terutama beras. Sedangkan, konsumsi pangan hewani, umbi-umbian, serta

sayur dan buah dinilai masih rendah. "Dalam kurun waktu 30 tahun, konsumsi terigu naik

500%, termasuk konsumsi terigu 17 kilogram per kapita per tahun," ujar Sri Sulihati.

Hal tersebut wajib menjadi perhatian bersama. Pasalnya terigu yang dikonsumsi

masyarakat Indonesia semuanya masih impor. Meskipun ada upaya untuk menanam

terigu, tetapi secara ekonomi tidak terlalu menguntungkan, dan memakan devisa yang

cukup tinggi. Masalah lainnya adalah kualitas konsumsi pangan masyarakat yang

ditunjukkan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) masih belum mencapai kondisi

ideal.

Untuk meningkatkan diversifikasi pangan, Kementerian Pertanian melakukan beberapa

upaya. Salah satunya yaitu meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai karakteristik

daerah, KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) serta promosi, mengembangkan

teknologi, meningkatkan investasi agroindustri pangan lokal, begitu pula dengan

agroindustri tepung berbasis sumberdaya lokal, tanaman pangan, hortikultura, susu, dan

daging.

Selain itu, meneliti bahan pangan lokal untuk substitusi tepung terigu. Meningkatkan

ketersediaan buah dan sayur untuk konsumsi, serta kegiatan penyuluhan atau

Page 2: Pus Taka

pendampingan. "Program Upaya Pengembangan Pangan Lokal atau MP3L saat ino ada di

30 kabupaten, di 18 propinsi. Ini untuk menurunkan ketergantungan terhadap beras,

dengan mengembangkan bahan pangan pokok sesuai sumber daya dan budaya

setempat," lanjut Sri.

Sekedar informasi, Kementerian Pertanian memiliki target diversifikasi konsumsi pangan

yaitu penurunan konsumsi beras minimal 1,5% per tahun per kapita dan

penganekaragaman pangan berbasis sumberdaya lokal PPH 77,3% pada 2011 menjadi

93,3% pada 2014.

Tekan Impor

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustina,

menjelaskan bahwa saat ini total permintaan komoditas beras terus meningkat seiring

dengan bertambahnya jumlah penduduk, yaitu sekitar 1,49% per tahun. Konsumsi beras

Indonesia per tahunnya mencapai 140 kg per orang, dan jumlah tersebut lebih tinggi

dibandingkan konsumsi beras di Vietnam, Thailand dan Malaysia yang hanya berkisar 65-

70 kg per orang per tahun.

Menurut Srie Agustina, tingginya konsumsi beras dan gula dapat berakibat pada tingginya

impor kedua komoditas tersebut. Pada tahun 2011, Indonesia mengimpor beras sebanyak

2,75 juta ton dengan nilai US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 13,5 triliun. Pada tahun yang

sama, Indonesia juga mengimpor gula sebanyak 2,5 juta ton dengan nilai US$ 1,7 miliar

atau sekitar 15,3 triliun rupiah. "Jika 70% dari sekitar 240 juta penduduk Indonesia dapat

mengurangi konsumsi beras dan gula, maka ini akan membantu mengurangi jumlah impor

kedua komoditas tersebut secara signifikan," tegasnya.

http://www.neraca.co.id/article/26605/Konsumsi-Beras-Nasional-Tertinggi-SeAsia

10 Juli 2014

Perubahan fenolik, antosianin dan aktivitas antioksidan ”Uwi Ungu” (Dioscorea alata L) akibat

Proses Pengolah

Teguh Budiharjo

“Uwi ungu” merupakan sumber hayati umbi-umbian yang belum banyak dimanfaatkan secara optimal

untuk membuat aneka pangan olahan enak,bergizi dan menyehatkan. Potensi ‘uwi ungu” adalah sebagai

sumber karbohidrat dan  diduga banyak mengandung  senyawa fenol, antosianin yang tinggi

antioksidannya.  Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh proses pengolahan terhadap

kandungan zat gizi, senyawa fenolik, antosianin, aktivitas antioksidan dan intensitas warna.

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuaan yaitu dikukus, dibuat

tepung, dibuat keripik dan mentah sebagai kontrol, pengulangan masing-masing lima kali. Variabel

terpengaruh adalah zat gizi diuji secara proksimat, senyawa fenolik diuji dengan metode folin ciocalteu,

antosianin diuji dengan metode pH differential, aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dan intensitas

Page 3: Pus Taka

warna dengan khromameter minolta CR-400.  Analisis data dilakukan dengan uji Anova dengan uji lanjut

Tukey.

Komposisi zat gizi “uwi ungu” yang tertinggi adalah karbohidrat berkisar antara 73,27 – 92,37%

bk.  Perubahan banyak terjadi pada kadar air dan lemak terutama pada keripik dan tepung “uwi ungu”.

Pada keripik terjadi peningkatan lemak sampai 2.314%, kadar airnya turun 56,61%.  Pada tepung “uwi

ungu” terjadi penurunan kadar air sampai 88,93%.kandungan senyawa fenolik tertinggi adalah “uwi

ungu’kukus 265,49 %,  ada beda nyata proses pengolahan dengan kandungan fenolik “uwi

ungu”  Kandungan antosianin tertinggi pada “uwi ungu” kukus 131,67 % dan menunjukkan ada beda nyata

beberapa proses pengolahan terhadap kandungan antosianin.  Aktivitas antioksidan terbesar pada “uwi

ungu” kukus sebesar 64,97% sebanding dengan BHT (64,50%) sebagai kontrol positif.  Ada beda nyata

proses pengolahan ‘uwi ungu” terhadap aktivitas antioksidan.  Kecerahan warna olahan “uwi ungu” relatif

sama, tapi untuk nilai b* pada penggorengan terjadi pergeseran warna dari biru (-7,45) ke arah kuning

kecoklatan (8,98). 

Proses pengolahan yang baik adalah dikukus karena pengaruhnya terhadap penurunan zat gizi, senyawa

fenolik, antosianin dan aktivitas antioskidan paling kecil.  Perlu uji lanjutan tentang identifikasi jenis

antosianin, dan pemenfaatan tepung “uwi ungu”.

Last Updated on Thursday, 01 October 2009 09:55

http://magi.undip.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=156:perubahan-fenolik-antosianin-dan-aktivitas-antioksidan-uwi-ungu-dioscorea-alata-l-akibat-proses-pengolah&catid=31:versi-indonesia&Itemid=43

10 Juli 2014