pulpa_vs_apikal (1)

8
PENYAKIT PULPA I. Hiperemi Pulpa Hiperemi pulpa adalah penumpukan darah secara berlebihan pada pulpa, yang disebabkan oleh kongesti vaskular. Hiperemi pulpa ada dua tipe (Tarigan, 2006): 1. Arteri (aktif), jika terjadi peningkatan peredaran darah arteri. 2. Vena (pasif), jika terjadi pengurangan peredaran darah vena Jadi, hiperemi pulpa merupakan penanda bahwa pulpa tidak dapat dibebani iritasi lagi untuk dapat bertahan sebagai suatu pulpa yang tetap sehat. Hiperemi pula dapat disebabkan oleh (Tarigan, 2006): 1. Trauma, seperti oklusi traumatik, syok termal sewaktu preparasi kavitas, dehidrasi akibat penggunaan alkohol atau kloroform, syok galvanik, iritasi terhadap dentin yang terbuka di sekitar leher gigi. 2. Kimiawi, seperti makanan yang asam atau manis, iritasi terhadap bahan tumpatan silikat atau akrilik, bahan sterilisasi dentin (fenol, H2O2, alkohol, kloroform). 3. Bakteri yang dapat menyebar melalui lesi karies atau tubulus dentin ke pulpa, jadi dalam hal ini sebelum bakterinya masuk ke jaringan pulpa, tetapi baru toksin bakteri. Hiperemi pulpa bukanlah penyakit, tetapi merupakan suatu tanda bahwa ketahanan pulpa yang normal telah ditekan sampai kritis. Hiperemi pulpa ditandai dengan rasa sakit yang tajam dan pendek. Umumnya rasa sakit timbul karena rangsangan air, makanan, atau udara dingin, juga karena makanan yang manis atau asin. Rasa sakit ini tidak spontan dan tidak berlanjut jika rangsangan dihilangkan (Tarigan, 2006). Hiperemi pulpa didiagnosis melalui gejalanya dan pemeriksaan klinis. Rasa sakit tajam dan berdurasi pendek, berlangsung beberapa detik sampai kira-kira 1 menit, umumnya hilang jika rangsangan disingkirkan. Pulpa yang hiperemi, peka terhadap perubahan temperatur, terutama rangsangan dingin. Rasa manis umumnya juga menyebabkan rasa sakit (Tarigan, 2006).

Upload: bramita

Post on 15-Sep-2015

219 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

jbj

TRANSCRIPT

  • PENYAKIT PULPA

    I. Hiperemi Pulpa

    Hiperemi pulpa adalah penumpukan darah secara berlebihan pada pulpa, yang disebabkan oleh kongesti vaskular. Hiperemi pulpa ada dua tipe (Tarigan, 2006): 1. Arteri (aktif), jika terjadi peningkatan peredaran darah arteri. 2. Vena (pasif), jika terjadi pengurangan peredaran darah vena Jadi, hiperemi pulpa merupakan penanda bahwa pulpa tidak dapat dibebani iritasi lagi untuk dapat bertahan sebagai suatu pulpa yang tetap sehat.

    Hiperemi pula dapat disebabkan oleh (Tarigan, 2006): 1. Trauma, seperti oklusi traumatik, syok termal sewaktu preparasi kavitas, dehidrasi akibat penggunaan alkohol atau kloroform, syok galvanik, iritasi terhadap dentin yang terbuka di sekitar leher gigi.

    2. Kimiawi, seperti makanan yang asam atau manis, iritasi terhadap bahan tumpatan silikat atau akrilik, bahan sterilisasi dentin (fenol, H2O2, alkohol, kloroform). 3. Bakteri yang dapat menyebar melalui lesi karies atau tubulus dentin ke pulpa, jadi dalam hal ini sebelum bakterinya masuk ke jaringan pulpa, tetapi baru toksin bakteri.

    Hiperemi pulpa bukanlah penyakit, tetapi merupakan suatu tanda bahwa ketahanan pulpa yang normal telah ditekan sampai kritis. Hiperemi pulpa ditandai dengan rasa sakit yang tajam dan pendek. Umumnya rasa sakit timbul karena rangsangan air, makanan, atau udara dingin, juga karena makanan yang manis atau asin. Rasa sakit ini tidak spontan dan tidak berlanjut jika rangsangan dihilangkan (Tarigan, 2006).

    Hiperemi pulpa didiagnosis melalui gejalanya dan pemeriksaan klinis. Rasa sakit tajam dan berdurasi pendek, berlangsung beberapa detik sampai kira-kira 1 menit, umumnya hilang jika rangsangan disingkirkan. Pulpa yang hiperemi, peka terhadap perubahan temperatur, terutama rangsangan dingin. Rasa manis umumnya juga menyebabkan rasa sakit (Tarigan, 2006).

  • Pemeriksaan visual dan riwayat sakit pada gigi tersebut harus diperhatikan, misalnya apakah terdapat karies, gigi pernah ditumpat, terdapat fraktur pada mahkota gigi, atau oklusi traumatik. Pada pemeriksaan perkusi, gigi tidak peka walaupun kadangkadang ada respons ringan. Hal ini disebabkan oleh vasodilatasi kapiler di dalam pulpa. Terhadap tes elektrik, gigi menunjukkan kepekaan yang sedikit lebih tinggi daripada pulpa normal. Gambaran radiografi menunjukkan ligamen periodontal dan lamina dura yang normal dan pada gambaran ini dapat dilihat kedalaman karies (Tarigan, 2006).

    Hiperemi pulpa harus dibedakan dengan hipersensitivitas dentin walaupun keduanya termasuk pulpitis reversibel. Hipersensitivitas dentin disebabkan oleh dua faktor, yaitu (Tarigan, 2006): a. Transmisi rasa sakit melalui tubulus dentin yang terbuka. b. Ambang rasa sakit yang rendah akibat vasodilatasi kapiler yang kronis atau peradangan lokal.

    Hipersensitif dentin, kadang-kadang disebut juga dengan iritatio pulpa.

    II. Pulpitis

    Pulpitis merupakan kelanjutan dari hiperemi pulpa, yaitu bakteri telah menggerogoti jaringan pulpa. Secara hematogen, pulpitis juga dapat terjadi karena tuberculosis, sifilis, dan lain-lain disebut anachorese (Tarigan, 2006).

    Klasifikasi pulpitis (Tarigan, 2006): 1. Berdasarkan sifat eksudat yang keluar dari pulpa, pulpitis terbagi atas: a) Pulpitis akut. Secara struktur, jaringan pulpa sudah tidak dikenal lagi, tetapi sel-selnya masih terlihat jelas. Pulpitis akut dibagi menjadi pulpitis akut serosa parsialis yang hanya mengenai jaringan pulpa di bagian kamar pulpa saja dan pulpitis akut serosa totalis jika telah mengenai saluran akar.

    b) Pulpitis akut fibrinosa. Banyak ditemukan fibrinogen pada pulpa. c) Pulpitis akut hemoragi. Di jaringan pulpa terdapat banyak eritrosit.

  • d) Pulpitis akut purulenta. Terlihat infiltrasi sel-sel masif yang berangsur berubah menjadi peleburan jaringan pulpa. Bergantung pada keadaan pulpa, dapat terjadi pernanahan dalam pulpa. 2. Berdasarkan ada atau tidak adanya gejala, pulpitis terbagi atas: a) Pulpitis simtomatis. Pulpitis ini merupakan respons pe-radangan dari jaringan pulpa terhadap iritasi, dengan proses eksudatif memegang peranan. Rasa sakit timbul karena adanya peningkatan tekanan intrapulpa. Rasa sakit ini berkisar antara ringan sampai sangat hebat dengan intensitas yang tinggi, terus-menerus, atau berdenyut. Yang termasuk dalam pulpitis simtomatis adalah: Pulpitis akut

    Pulpitis akut dengan periodontitis apikalis akut/kronis Pulpitis subakut. Gambaran radiografi memperlihatkan adanya karies yang luas dan dalam, kadang-kadang terjadi sedikit pelebaran ligamen periodontal. Pada pulpitis simtomatis yang disertai periodontitis apikalis terjadi kepekaan terhadap perkusi. Rangsangan panas akan menyebabkan rasa sakit, sebaliknya rasa sakit berkurang dengan adanya rangsangan dingin. Pada stadium awal, gigi menunjukkan kepekaan yang tinggi terhadap tes elektrik, selanjutnya kepekaan ini berkurang sejalan dengan keparahan penyakit. b) Pulpitis asimtomatis. Merupakan proses peradangan yang terjadi sebagai mekanisme pertahanan dari jaringan pulpa terhadap iritasi dengan proses proliferasi berperan di sini. Tidak ada rasa sakit karena adanya pengurangan dan keseimbangan tekanan intrapulpa. Yang termasuk pulpitis asimtomatis adalah: Pulpitis kronis ulseratif

    Pulpitis kronis hiperplastik

    Pulpitis kronis yang bukan disebabkan oleh karies (prosedur operatif, trauma, gerakan ortodonti). 3. Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis, pulpitis terbagi atas: a) Pulpitis reversibel, yaitu vitalitas jaringan pulpa masih dapat dipertahankan setelah perawatan endodonti. Yang termasuk pulpitis reversibel adalah: Peradangan pulpa stadium transisi Atrofi pulpa

  • Pulpitis akut.

    b) Pulpitis ireversibel, yaitu keadaan ketika vitalitas jaringan pulpa tidak dapat dipertahankan, tetapi gigi masih dapat dipertahankan di dalam rongga mulut setelah perawatan endodonti dilakukan. Yang termasuk pulpitis ireversibel adalah: Pulpitis kronis parsialis tanpa nekrosis

    Pulpitis kronis parsialis dengan nekrosis Pulpitis kronis koronalis dengan nekrosis Pulpitis kronis radikularis dengan nekrosis Pulpitis kronis eksaserbasi akut

    III. Degenerasi Pulpa

    Degenerasi pulpa jarang ditemukan, biasanya terdapat pada gigi orang dewasa. Penyebabnya iritasi ringan yang persisten sewaktu muda. Degenerasi pulpa tidak selalu berhubungan dengan infeksi atau karies walaupun kadang-kadang terjadi pada gigi yang telah ditumpat. Keadaan ini biasanya asimtomatis, gigi tidak mengalami perubahan warna, dan pulpa dapat bereaksi terhadap sel termal maupun elektrik. Namun jika degenerasi pulpa total, misalnya akibat trauma atau infeksi, gigi dapat berubah warna dan tidak memberikan respon terhadap rangsangan (Tarigan, 2006).

    IV. Nekrosis Pulpa

    Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang merupakan proses lanjutan dari inflamasi pulpa akut/kronik atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial ataupun total. Ada 2 tipe nekrosis pulpa, yaitu (Tarigan, 2006):

    1. Tipe koagulasi Pada tipe ini ada bagian jaringan yang larut, mengendap dan berubah menjadi bahan yang

    padat. 2. Tipe liquefaction

  • Pada tipe ini, enzim proteolitik merubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang lunak atau cair3. Pada setiap proses kematian pulpa selalu terbentuk hasil akhir berupa H2S, amoniak, bahan-bahan yang bersifat lemak, indikan, protamain, air dan CO2. Diantaranya juga dihasilkan indol, skatol, putresin dan kadaverin yang menyebabkan bau busuk pada peristiwa kematian pulpa. Bila pada peristiwa nekrosis juga ikut masuk kuman-kuman yang saprofit anaerob, maka kematian pulpa ini disebut gangren pulpa.

    PENYAKIT JARINGAN PERIAPIKAL Penyakit jaringan periapeks biasanya dimulai dengan periodontitis, tanpa disertai gejala atau ada sedikit kepekaan terhadap perkusi dan penebalan ligament periodontal. Periodontitis ini pada mulanya disebabkan oleh perluasan radang pulpa atau trauma periapeks akibat perawatan endodontic, seperti instrumentasi berlebih atau rangsangan obat saluran akar. Berdasarkan gejala klinisnya, penyakit jaringan periapeks dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Tarigan, 2006):

    1. Patosis Pulpoperiapeks Simtomatis Respon peradangan dari jaringan penyambung periapeks terhadap iritasi pulpa, dengan proses eksudatif memegang peranan penting. Rasa sakit timbul karena kenaikan tekanan intraperiapeks.

    2. Periodontitis Apikalis Merupakan peradangan simtomatis yang ringan pada jaringan periapeks. Biasanya disebabkan oleh kontaminasi saluran akar yang mengakibatkan vasodilatasi, eksudasi, dan infiltrasi leukosit ke periapeks.

    3. Periodontitis Apikalis Akut a. Abses Periapikal Akut

    Merupakan proses eksudatif lebih lanjut dan proses peradangan yang lebih parah dari jaringan periapeks. Juga disebabkan oleh kontaminasi saluran akar yang akan meningkatkan jumlah eksudat/edema, infiltrasi leukosit, dan pembentukan pus.

    b. Abses Rekrudesen Merupakan respons peradangan eksaserbasi dari penyakit kronis akibat kontaminasi dari saluran akar. Diagnosis didasarkan pada gejala yang akut dan pada pemeriksaan radiografi akan terlihat adanya radiolusensi periapeks.

    c. Abses Periapeks Subakut

  • Merupakan fase simtomatis dari abses periapeks kronis. Selama fase asimtomatis, rasa sakit dan pembengkakan hamper tidak ada, disebabkan karena adanya drainase melalui mulut atau traktus sinus.

    d. Patosis Pulpoperiapeks Asimtomatis Merupakan respon peradangan sebagai mekanisme pertahanan jaringan periapeks terhadap iritasi pulpa, dengan proses ploliferasi (kronis atau granuloma) memegang peranan.

    e. Osteosklerosis Pulpoperiapeks

    Merupakan respons produktif dari jaringan periapeks terhadap iritasi pulpa yang ringan dan berlanjut. Keadaan ini termanifestasi berupa peningkatan kepadatan tulang periapeks. Kedaan ini disebabkan hiperaktivitas osteoblas dan bukan karena konsentrasi mineral yang tinggi (hiperkalsifikasi).

    4. Periodontitis Apikalis Kronis Insipien Dapat merupakan lanjutan dari proses periodontitis apikalis akut setelah dilakukan drainase. Periodontitis apikalis kronis ini juga dapat memberikan respons akut jika kontaminasi pulpa tidak dihilangkan.

    5. Periodontitis Apikalis Kronis Lanjutan a. Granuloma Periapeks

    Merupakan respons peradangan yang lebih parah dari periodontitis apikalis kronis. Ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi pada periapeks. Granuloma ini biasanya didahului abses apikalis kronis.

    b. Kista Periapeks Merupakan respon peradangan kronis dari jaringan periapeks yang berkembagn dari lesi kronis. Kista ini berisi cairan yang dikelilingi dengan jaringan granuloma.

    c. Abses Periapeks Kronis Merupakan respons peradangan yang berlanjut dari jaringan penyambung periapeks terhadap iritasi pulpa, yang ditandai dengan adanya parulis atau pembentukan nanah yang aktif dengan drainase melalui mulut disertai adanya fistel atau traktus sinus. Abses periapeks kronis dapat merupakan lanjutan dari periodontitis apikalis atau abses periapeks akut apabila dijumpai drainase melalui mukosa mulut.

  • PATOFISIOLOGI PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL Patogenesis penyakit jaringan pulpa dan periapikal gigi yang merupakan kelanjutan dari

    proses karies gigi dapat dijelaskan secara lebih rinci seperti berikut ini. Jika gigi dengan karies superfisialis tidak dirawat, maka kerusakan akan terus berlanjut dari enamel ke dentin. Biasanya seseorang baru menyadari adanya kerusakan pada giginya apabila sudah timbul rasa nyeri. Nyeri akan timbul apabila rangsangan/jejas mengenai ujung sel odontoblast di batas dentin dengan enamel yang merupakan garis depan pertahanan jaringan pulpa. Apabila rangsangan sudah mencapai pulpa, nyeri dentin dapat berlanjut menjadi nyeri pulpa. Kemudian terjadi reaksi pada sistem aliran darah mikro dan sistem seluler jaringan pulpa. Proses ini menyebabkan udema pada pulpa karena terganggunya keseimbangan antara aliran darah yang masuk dengan yang keluar. Udema pada pulpa yang terletak di dalam rongga pulpa yang sempit mengakibatkan sistem persyarafan pulpa terjepit, sehingga menimbulkan rasa nyeri hebat yang sering hampir tak tertahankan. Persyarafan pulpa gigi adalah serat syaraf cabang sensorik ganglion Trigeminal dan cabang otonomik ganglion servikal superior. Fungsi syaraf sensorik (syaraf afferent/sensory neuron, diantaranya A-delta dan C-fibers) adalah untuk mendeteksi rangsangan dan melanjutkannya ke sistem syaraf pusat, sedangkan fungsi system otonomik ialah untuk menjaga keseimbangan jaringan pulpa dan menjaga system homeostatis. Sistem pada organ pulpa gigi inilah yang mengatur proses pemulihan/reaksi jaringan pulpa terhadap cedera (Rukmo, 2011).

    Bila jaringan pulpa dapat menahan jejas yang masuk, menimbulkan kerusakan jaringan yang sedikit dan mampu untuk pulih kembali maka keradangan pulpa ini diklasifikasikan sebagai pulpitis reversibel. Pada proses berikutnya jika kerusakan jaringan pulpa tambah meluas sehingga pemulihannya tidak dapat tercapai, keradangan ini disebut pulpitis ireversibel. Jaringan pulpa yang telah meradang tersebut mudah mengalami kerusakan secara menyeluruh dan mengakibatkan pulpa menjadi nekrosis atau mati. Pulpa yang nekrosis untuk sementara mungkin tidak menimbulkan nyeri, namun menjadi tempat kuman berkembang biak yang akhirnya menjadi sumber infeksi. Produk infeksinya mudah menyebar ke jaringan sekitarnya. Bila menyebar ke jaringan periapikal dapat terjadi periodontitis periapikal. Penyebaran kuman dapat pula menjangkau jauh ke organ tubuh lainnya seperti jantung, ginjal, otak dan lain sebagainya. Dalam keadaan demikian gigi tersebut kemudian menjadi focal infection. Adanya kemungkinan hubungan antara sepsis dalam mulut dengan endocarditis telah banyak

  • dilaporkan. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu dasar alasan untuk bekerja secara asepsis dalam setiap tindakan perawatan endodontic (Rukmo, 2011).

    Jika keradangan jaringan periapikal dibiarkan tanpa perawatan, lama-kelamaan produk iritasi pulpa yang mati dapat menjadi rangsangan yang terus menerus di jaringan periapikal. Dalam keadaan normal jaringan periapikal gigi tersebut akan berusaha membendung laju jejas dengan cara mengadakan proliferasi jaringan granulasi sehingga terbentuk suatu granuloma periapikal. Jika proses iritasi berlangsung terus maka epitel Malassez yang terperangkap di dalam granuloma mengadakan proliferasi. Proliferasi epitel ini diduga disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan O2 dan adanya kemampuan epitel untuk mengadakan anaerobic glycolysis. Pertumbuhan kista yang terus berlangsung disebabkan oleh karena meningkatnya tekanan osmotik dalam lumen, sehingga sel di pusat dan pada dinding mengalami degenerasi akibat dari ischemia. Epitel memperbanyak diri dengan cara pembelahan sel di daerah yang berdekatan dengan lapisan basal, sel-sel pada bagian sentral menjadi terpisah makin lama makin jauh dari sumber nutrisi, kapiler dan cairan jaringan dari jaringan ikat. Oleh karena kegagalan memperoleh nutrisi bagian tersebut akan mengalami degenerasi sehingga menjadi nekrotik atau liquefy. Sel pada bagian sentral proliferasi epitel Malassez ini akan mengalami kematian, membentuk suatu epithelial loop, sehingga terbentuk suatu kista radikuler yang kecil. Eksudat mengalir dari pembuluh darah kapiler melalui ruang intra epitel pada dinding epitel kista radikuler menuju ke rongga kista.13 Eksudat mengalir ke rongga kista secara pasif akibat adanya kenaikan tekanan osmotik yang timbul oleh karena adanya pelepasan sel-sel epitel, lekosit dan makrofag ke rongga kista. Dengan adanya akumulasi cairan di dalam rongga kista serta resorpsi tulang rahang di sekitarnya, kista radikuler menjadi bertambah besar (Rukmo, 2011).

    Tarigan, Rasinta. 2006. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Jakarta:EGC

    Rukmo, Mandojo. 2011. Perkembangan Metode Penilaian Kesembuhan Penyakit Periapikal Setelah Perawatan Endodontik . Kongres IKORGI ke IX dan Seminar Ilmiah Nasional Recent advances in Conservative Dentistry. Surabaya, Indonesia