pterydophyta bab i-iii.pdf
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan bukit sedau, Singkawang Kalimantan Barat menyimpan
pesona keanekaragaman hayati yang tinggi serta beragamnya tipe ekosistem.
Keunikan flora dan fauna serta bentang alam yang khas yang ada dikawasan
ini mampu menarik perhatian khusus dari para peneliti serta mahasiswa untuk
keperluan penelitian maupun praktikum. Beragamnya tipe ekosistem ini
sangat mendukung berbagai habitat satwa maupun flora khususnya berbagai
jenis tumbuhan paku-pakuan.
Tumbuhan paku (pteridophyta) merupakan salah satu golongan
tumbuhan yang hampir dapat dijumpai pada setiap wilayah di Indonesia.
Tumbuhan paku dikelompokkan dalam satu divisi yang jenis-jenisnya telah
jelas mempunyai kormus dan dapat dibedakan dalam tiga bagian pokok yaitu,
akar, batang, dan daun. Bagi manusia, tumbuhan paku telah banyak
dimanfaatkan antara lain sebagai tanaman hias, sayuran, dan sebagai bahan
obat- obatan. Namun secara tidak langsung, kehadiran tumbuhan paku turut
memberikan manfaat dalam memelihara ekosistem hutan antara lain dalam
pembentukan tanah, pengamanan tanah terhadap erosi, serta membantu proses
pelapukan serasah hutan (Arini, 2012). Loveless (1989) dalam Asbar (2004)
menjelaskan bahwa tumbuhan paku dapat tumbuh pada habitat yang berbeda.
Berdasarkan tempat hidupnya, tumbuhan paku ditemukan tersebar luas mulai
dari daerah tropis hingga dekat kutub utara dan selatan. Mulai dari hutan
primer, hutan sekunder, alam terbuka, dataran rendah hingga dataran tinggi,
lingkungan yang lembab, basah, rindang, kebun, tanaman, pinggir jalan paku
dapat ditemui.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari praktikum lapangan sistematika tumbuhan 1
ini adalah :
a) Bagaimana biodiversitas tumbuhan paku di sekitar pantai batu burung,
Sedau?
b) Bagaimana Karakteristik tumbuhan paku yang terdapat di sekitar pantai
batu burung, Sedau ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum lapangan sistematika tumbuhan 1 ini adalah: a)
a) Mengetahui biodiversitas tumbuhan paku di sekitar pantai batu burung,
Sedau
b) Mengetahui Karakteristik tumbuhan paku yang terdapat di sekitar pantai
batu burung, Sedau.
1.4 Manfaat
Manfaat dari praktikum lapangan sistematika Tumbuhan 1 ini adalah:
a) Mahasiswa dapat mengetahui biodiversitas tumbuhan paku di sekitar pantai
batu burung, Sedau.
b) Mahasiswa dapat mengetahui Karakteristik tumbuhan paku yang terdapat
di sekitar pantai batu burung, Sedau.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Tumbuhan Paku
2.1.1 Ciri-Ciri Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku termasuk tumbuhan kormus berspora, artinya dapat
dibedakan antara akar, batang, dan daun. Tumbuhan ini disebut pteridophyta
yang berasal dari bahasa Yunani. Pteridophyta diambil dari pteron yang
berarti sayap, bulu dan phyta yang berarti tumbuhan. Di Indonesia tumbuhan
ini dikenal sebagai tumbuhan paku.
Sesuai artinya pteridophyta mempunyai susunan daun yang umumnya
membentuk bangun sayap (menyirip) dan pada bagian pucuk terdapat bulu-
bulu. Daun mudanya membentuk gulungan atau melingkar. Tumbuhan paku
memperlihatkan pergiliran keturunan yang jelas menghasilkan spora seperti
halnya pada filum bryophyta. Namun pada pteridophyta fase gametofitnya
sangat kecil dan masih berbentuk thallus yang disebut protalium (berupa
lembaran kecil) sehingga tidak terlihat jelas (Polunin, 1960)
Sifat prothalium pada tumbuhan paku tergantung pada sifat sporanya.
Selain itu tumbuhan paku, fase gametofitnya lebih singkat daripada fase
sporofitnya. Adapun fase sporofitnya terlihat jelas. Fase inilah yang sering
kita lihat dan kita kinal sebagai tumbuhan paku.
2.1.2 Morfologi Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku ini disebut tumbuhan kormus karena sudah
menyerupai tumbuhan tinggi,. Hal ini dapat dilihat dari bentuk tumbuhan ini
sendiri, yaitu :
a) Batangnya bercabang-cabang, ada yang berkayu serta mempunyai tinggi
hampir 2 meter.
b) Sudah memiliki urat-urat daun, ada juga yang tidak derdaun atau daun
berupa sisik.
c) Rhizoidya sudah berkembang menjadi bentuk akar yang sebenarnya.
d) Sudah memiliki berkas pembuluh (Xylem dan Floem) dengan tipe radial
atau konsentris
Bentuk daun pada tumbuhan paku muda dan dewasa berbeda. Pada
tumbuhan paku muda akan menggulung, sedangkan pada tumbuhan paku
dewasa daunnya dapat dibedakan menjadi :
a) Trofofil : Daun khusus untuk fotosintesis dan tidak mengandung spora
b) Sporofil: Daun penghasil spora
c) Trofosporofil : Dalam satu tangkai daun, anak-anak daun ada yang
menghasilkan spora dan ada yang tidak ada spora
Spora pada tumbuhan paku dihasilkan oleh sporangium. Sporangium
tumbuhan paku umumnya membentuk suatu kumpulan. Berkumpulnya
sporangium pada tumbuhan paku bermacam-macam, antara lain adalah
sebagai berikut :
a) Sorus : Sporangia dalam kotak sporangia terbuka atau berpenutup
(insidium).
b) Strobilus : Sporangia membentuk suatu karangan bangun kerucut bersama
sporofilnya.
c) c)Sporokarpium : Sporangia dibungkus oleh daun buah ( karpelum).
2.1.3 Habitat Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku ada yang hidup sebagai saprofit dan ada pula yang
hidup epifit. Paku menyukai tempat lembab (higrofit), daerah tumbuhnya
mulai dari pantai (paku laut) sampai sekitar kawah-kawah (paku kawah).
2.1.4 Reproduksi Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku pada umumnya mempunyai daur hidup dengan
perselangan dua generasi :
a) Generasi Aseksual
Tumbuhan paku jenis ini dikenal sebagai sporofit yang berupa
tumbuhan paku dan dapat dibedakan antara daun, akar, dan batang.
Generasi aseksual ini disebut generasi diploid
b) Generasi Seksual
Tumbuhan paku ini tergolong gametofit yang berasal dari sporofit,
sehingga gametofit ini bersifat haploid. Gametofit ini akan membentuk
gamet jantan (anterezoid) dan gamet betina (sel telur). Generasi seksual
disebut generasi haploid.
2.2 Klasifikasi Tumbuhan Paku
Berdasarkan jenis spora yang dihasilkan, tumbuhan paku dibedakan
menjadi tiga, yaitu : ( Tjitrosoepomo, 1989)
a) Paku Homospora
b) paku homospora yaitu jenis tumbuhan paku yang menghasilkan satu jenis
spora yang sama besar. Contohnya adalah paku kawat (Lycopodium)
c) Paku Heterosporan
d) Paku heterospora merupakan jenis tumbuhan paku yang menghasilkan
dua jenis spora yang berbeda ukuran. Spora yang besar disebut
makrospora (gamet betina) sedangkan spora yang kecil disebut
mikrospora (gamet jantan). Contohnya adalah paku rane ( Selaginella) dan
semanggi ( Marsilea).
e) Paku peralihan
f) Paku peralihan merupakn jenis tumbuhan paku yang menghasilkan spora
dengan bentuk dan ukuran yang sama, serta diketahui gamet jantan dan
betinanya. Contoh tumbuhan paku peralihan adalah paku ekor kuda
(Equisetum)
Berdasarkan struktur morfologinya, Tumbuhan paku diklasifikasikan
menjadi empat subdivisi, yaitu paku purba (Psilopsida), paku kawat
(Lycopsida), paku ekor kuda(Sphenopsida), dan paku sejati (Pteropsida) (
Tjitrosoepomo, 1989).
1) Paku Purba (Psilopsida)
Paku ini sering disebut dengan paku telanjang, psilos yang berarti
telanjang. Hal ini disebabkan karena tumbuhan paku ini tergolong primitif dan
tidak memiliki daun. Sebagian dari tumbuhan paku ini sudah punah. Kelas ini
mempunyai sporangium yang dibentuk diketiak buku (Adi dkk, 1992)
Paku purba hidup didaerah tropsi dan subtropis. Sporofit paku purba
ada yang tidak memiliki akar sejati dan tidak memiliki daun sejati. Paku purba
yang mamiliki daun pada umumnya berukuran kecil (mikrofil) dan berbentuk
sisik. Batang paku purba bercabang dikotomi dengan tinggi mencapai 30 cm
hingga 1m. Paku purba juga tidak memiliki pembuluh pengangkut. Batang
paku purba memiliki klorofil sehingga dapat melakukan potosintesis. Cabang
batang mengandung mikrofil dan sekumpulan sporangium yang terdapat
disepanjang cabang batang. Sporofit paku purba menghasilkan satu jenis
spora (Homospora) (Tjitrosoepomo, 1989)
2. Paku Kawat (Lycopsida)
Paku kawat mencakup 1.000 spesies tumbuhan paku, terutama dari
genus Lycopodium dan Selaginella. Paku kawat banyak tumbuh dihutan-
hutan daerah tropis dan subtropis. Paku kawat banyak menempel dipohon atau
hidup bebas ditanah. Paku ini mempunyai daun yang serupa rambut atau sisik
dan duduk daunnya tersebar. Paku ini juga memiliki batang yang seperti
kawat, karena itulah paku ini sering disebut sebagai paku kawat. Sporangium
pada Lycopsida tersusun dalam strobilus dan dibentuk diujung cabang ( Adi
dkk, 1992).
3. Paku Ekor Kuda ( Sphenopsida/Equisetiinae)
Equisetiinae berasal dari kata equus yang berarti kuda dan Seta yang
berarti tangkai. Anggota paku ekor kuda memiliki daun yang serupa sisik dan
transparan yang tersusunnya berkarang (dalam satu lingkaran). Batangnya
berongga dan berbuku-buku atau beruas.
Kelas Eqisetiinae memiliki sporangium yang tersusun dalam stobilus
dan mempunyai bentuk seperti ekor kuda. Sporanya memiliki elater sebanyak
4 buah. Paku ekor kuda saat ini hanya tinggal sekitar 25 spesies dari satu
genus, yaitu Equisetum. Habitat utama tumbuhan ini hidup pada habitat
lembab di daerah subtropis (Tjitrosoepomo,1989).
4. Paku Sejati (Pteropsida)
Paku sejati mencakup jenis tumbuhan paku yang paling sering kita
lihat. Tempat tumbuh paku sejati sebagian besar didarat didaerah tropis dan
subtropis. Paku sejati diperkirakan berjumlah 12.000 jenis dari kelas
Filicinae. Paku ini telah memiliki akar, batang, dan daun sejati. Daun
umumnya berukuran besar atau disebut juga megafil. Batangnya dapat
tumbuh dibawah tanah (seperti rhizoma) ataupun batangnya tumbuh diatas
tanah. Ciri yang khas dari paku ini adalah daun muda nya yang menggulung
atau disebut juga Circinatus dan dibagian permukaan bawah daun terdapat
sorus ( Polunin, 1960).
BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat
3.1.1 Waktu dan Tempat Praktikum Lapangan
Praktikum lapangan Sistematika Tumbuhan 1 ini dilaksanakan pada
hari Sabtu, 23 Mei 2015, berlokasi di Pantai dan Bukit Batu Burung Sedau,
kecamatan Singkawang Selatan, pada pukul 11.00 sampai 17.00 WIB.
Preparasi hasil praktikum lapangan Sistematika Tumbuhan 1
dilakukan dilaboratorium mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura yang dilaksanakan mulai dari
tanggal 25 Mei sampai 5 juni 2015.
3.2 Deskripsi Lokasi Praktikum Lapangan
Kalimantan Barat memiliki berbagai potensi pariwisata yang menarik
salah satunya Pantai Batu Burung Sedau. Pantai ini menjadi pilihan pariwisata
karena menyajikan pemandangan yang menyejukan mata dengan bebatuan
granit di sepanjang pantai, selain sebagai tempat pariwisata, pantai ini juga
menjadi edukasi alam karena menyediakan berbagai macam tumbuhan tingkat
rendah yang memadai guna keperluan penelitian baik didaerah bukit maupun
pantainya.
Secara umum, keadaan perairan dipantai ini masih baik, karena masih
terlihat bersih dan dari hasil praktikum lapangan sebelumnya menunjukan
daerah ini masih memiliki keanekaragaman mahluk hidup bawah air yang
cukup tinggi, selain itu pantai ini memiliki tingkat kedalaman yang bertahap
sehingga memudahkan dalam sampling. Daerah bukitnya sendiri, meskipun
bukan tergolong hutan primer tetapi masih memiliki tingkat keanekaragaman
yang cukup tinggi. Oleh karena itu, pantai batu burung Sedau, Singkawang
dipilih Oleh Mahasiswa Biologi sebagai lokasi untuk melakukan praktikum
lapangan Sistematika Tumbuhan 1.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini diantaranya adalah alat
jahit,Bilah bambu, kamera,kantong plastik, kertas Laminating, koran, sprayer
dan tali rapia
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah spirtus
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan sampling bebas dengan
menjelajahi bukit. Setiap Pteridophyta yang dijumpai diambil secara utuh
tanpa merusak atau menanggalkan bagiannya, lalu dimasukkkan kedalam
kantong plastik. Sampel diawetkan sementara dan dibungkus dengan loran
dan bilah bambu. Pengawetan sementara bertujuan agar sampel tidak rusak
dan dapat dijadikan herbarium saat tiba dikampus.
3.4.2 Pembuatan Herbarium
Sampel berupa akar, batang, daun, bunga dan buah diusahakan
lengkap, kemudian diletakkan diatas koran, lalu sampel disusun diatas koran
dan diisolasi bagian-bagiannya dan disemprot dengan spirtus kemudian
ditutup lagi dengan koran, dijepit menggunakan bilah bambu agar aman dan
tidak rusak.
Preparasi dilakukan dengan cara mengeringkan sampel, setelah kering
kemudian dijahit diatas karton dan ditempel pada thally sheet dan tahap akhir
yaitu membungkus herbarium dengan sampul bening plastik dengan rapat.
3.4.3 Pengukuran Parameter
a) Kecerahan
Kecerahan diukur menggunakan keping secchi, yaitu dengan
menenggelamkan keping secchi hingga warna putih dari keping secchi
tampak hilang dan dilihat angka pada meteran jahit. Setelah itu, keping secchi
diangkat dan diamati angka dimana warna putih mulai tampak kembali.
Perhitungan yakni dengan merata-ratakan kedua angka yang didapat.
3.4.4 Identifikasi
Identifikasi sampel dilakukan dengan pengamatan morfologi, lalu
dicocokkan dengan literature.
.