bab i pendahuluan a. latar belakang i-bab iii.pdf · 2018. 11. 19. · 1 bab i pendahuluan a. latar...

31
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi di dunia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit menular ke penyakit tidak menular yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas. Pada abad ke-21 ini diperkirakan terjadi peningkatan insiden dan prevalensi penyakit tidak menular secara cepat, yangmerupakan tantangan utama masalah kesehatan dimasa yang akan datang. WHO memperkirakan, pada tahun 2020 penyakit tidak menular akan menyebabkan 73% mortalitas dan 60% seluruh morbiditas di dunia (Balitbangkes Depkes RI, 2006 dalam Rahajeng dan Tuminah, 2009). Hipertensi merupakan salah satu faktor penting sebagai pemicu penyakit tidak menular (Non Communicable Disease = NCD).Peningkatan tekanan darah atau biasa disebut hipertensi sampai saat ini merupakan penyebab utama dan faktor resiko yang penting terhadap penyakit kardiovaskular, serebovaskular, penyakit ginjal, stroke, penyakit jantungkoroner, gagal jantung dan gagal ginjal (Purba, 2016). Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar melaporkan bahwa hipertensi berada pada peringkat tertinggi dari 5 penyakit tidak menular di Indonesia dengan prevalensi sebesar 31,7% pada Riskesda tahun 2007, kemudian menurun pada tahun2013 sebesar 25,8% (Balitbangkes RI, 2013 dalam Purba, 2016). Dimana prevalensi tertinggi terdapat diKepulauan Bangka Belitung (30,9%), sedangkan terendah di Papua sebesar (16,8%). Berdasarkan data tersebut dari 25,8% orang yang mengalami hipertensi hanya 1/3 yang terdiagnosis, sisanya 2/3 tidak terdiagnosis. Hipertensi yang tidak mendapat penanganan yang baik menyebabkan komplikasi seperti stroke,PJK, Diabetes,Gagal Ginjal dan kebutaan. Stroke (51%) dan penyakit jantung koroner (45%) merupakan penyebab kematian tertinggi. Hipertensi banyak terjadi pada umur 35 - 44 tahun (6,3%), umur 45-54 tahun (11,9%),

Upload: others

Post on 25-Jul-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi di

dunia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit

menular ke penyakit tidak menular yang merupakan faktor utama masalah

morbiditas dan mortalitas. Pada abad ke-21 ini diperkirakan

terjadi peningkatan insiden dan prevalensi penyakit tidak menular secara

cepat, yangmerupakan tantangan utama masalah kesehatan dimasa yang

akan datang. WHO memperkirakan, pada tahun 2020 penyakit tidak menular

akan menyebabkan 73% mortalitas dan 60% seluruh morbiditas di dunia

(Balitbangkes Depkes RI, 2006 dalam Rahajeng dan Tuminah, 2009).

Hipertensi merupakan salah satu faktor penting sebagai pemicu penyakit

tidak menular (Non Communicable Disease = NCD).Peningkatan tekanan

darah atau biasa disebut hipertensi sampai saat ini merupakan penyebab

utama dan faktor resiko yang penting terhadap penyakit kardiovaskular,

serebovaskular, penyakit ginjal, stroke, penyakit jantungkoroner, gagal

jantung dan gagal ginjal (Purba, 2016).

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar melaporkan bahwa hipertensi

berada pada peringkat tertinggi dari 5 penyakit tidak menular di Indonesia

dengan prevalensi sebesar 31,7% pada Riskesda tahun 2007, kemudian

menurun pada tahun2013 sebesar 25,8% (Balitbangkes RI, 2013 dalam

Purba, 2016). Dimana prevalensi tertinggi terdapat diKepulauan Bangka

Belitung (30,9%), sedangkan terendah di Papua sebesar (16,8%).

Berdasarkan data tersebut dari 25,8% orang yang mengalami hipertensi

hanya 1/3 yang terdiagnosis, sisanya 2/3 tidak terdiagnosis. Hipertensi yang

tidak mendapat penanganan yang baik menyebabkan komplikasi seperti

stroke,PJK, Diabetes,Gagal Ginjal dan kebutaan. Stroke (51%) dan penyakit

jantung koroner (45%) merupakan penyebab kematian tertinggi. Hipertensi

banyak terjadi pada umur 35 - 44 tahun (6,3%), umur 45-54 tahun (11,9%),

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

2

dan umur 55-64 tahun (17,2%). Sedangkan menurut status ekonomi proporsi

hipertensi terbanyak pada tingkat menengah bawah 27,2% dan menengah

25,9% (Kemenkes RI, 2015).

Salah satu upaya pelayanan yang di harapkan mampu mewujudkan

tujuan dari pembangunan kesehatan adalah pelayanan gizi. Pelayanan gizi

merupakan salah satu pelayanan yang memiliki peranan sangat penting

dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, banyak faktor yang

mempengaruhi masalah gizi di rumah sakit dan status gizi akan menjadi

optimal bila tubuh memperoleh cukup zat gizi dan digunakan secara efisien

(Kemenkes RI, 2013).

Salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang

hipertensi dan meningkatkan perilaku diet hipertensi yaitu dengan pemberian

pendidikan kesehatan. Hal ini sesuai dengan teori Pender yang

mempromosikan gaya hidup sehat melalui health promotion model(HPM)

atau model promosi kesehatan (MPK), (Pender,Murdaugh & Person,2011

dalam Firmawati, 2013).

Metode pemberian pendidikan kesehatan konseling gizi merupakan

salah satu bentuk peran pelayanan gizi dalam perawatan pasien yang dapat

membantu mempercepat proses penyembuhan pasien. Konseling gizi yang

dimaksud adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi dua arah

yang dilaksanakan oleh ahli gizi/Dietisien untuk menanamkan dan

meningkatkan pengertian, sikap dan prilaku pasien dalam mengenali dan

mengatasi masalah gizi sehingga pasien dapat memutuskan apa yang akan

dilakukannya (Kemenkes, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Firmawati (2013), di

wilayah kerja Puskesmas Wirobrajan, Yogyakarta mengenai pengaruh blog

edukatif tentang hipertensi terhadap pengetahuan tentang hipertensi dan

perilaku diet hipertensi pada pasien hipertensi menunjukan adanya

perbedaan yang signifikan pemberian blok edukatif terhadap peningkatan

pengetahuan pasien tentang hipertensi. Sedangkan dari hasil penelitian

Dewifianita (2017), di Puskesmas Sentolo I Kabupaten Kulonprogo terhadap

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

3

pengaruh konseling diet DASH (Dietery Approach To Stop Hypertension)

terhadap perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi peserta

Prolanis menunjukan bahwa berdasarkan hasil pre test dan post test

diketahui bahwa terdapat peningkatan pengetahuan penderita hipertensi

setelah diberikan konseling.

Menurut Helen, et al (2013) dalam Kurniawati (2016), pemberian

intervensi merupakan faktor penting dalam perubahan sikap kepatuhan

dalam pengobatan penyakit kronik seperti perubahan sikap dalam kepatuhan

minum obat, kepatuhan diet dan kepatuhan aktivitas sehari-hari. Salah satu

kepatuhan yang harus di taati penderita hipertensi adalah makanan

(kepatuhan diet). Faktor makanan (kepatuhan diet) merupakan hal yang

penting untuk diperhatikan pada penderita hipertensi. Penderita hipertensi

sebaiknya patuh menjalankan diet hipertensi agar dapat mencegah

terjadinya komplikasi yang lebih lanjut. Upaya mengubah suatu perilaku

pemeliharaan yang terus menerus diperlukan suatu pendidikan kesehatan,

salah satu upaya yang bisa diberikan untuk meningkatkan kepatuhan adalah

dengan memberikan pendidikan kesehatan.

Berdasarkan hasil penelitian Kurniawati (2016), ada pengaruh yang

signifikan dari pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet pada penderita

hipertensi di Desa Tambar Kecamatan Jogoroso Kabupaten Jombang.

Sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumantri(2014) di

Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati bahwa pendidikan kesehatan hipertensi

pada keluarga berpengaruh terhadap kepatuhan diet rendah garam pada

lansia hipertensi

Penyakit hipertensidi Rumah sakit Bahteramas masuk dalam 10 penyakit

terbanyak rawat inap pada tahun 2012 s/d 2015 penyakit hipertensi berada

di urutan 1 penyakit terbanyak rawat inap untuk golongan umur 45 – 64

tahun sedangkan pada tahun 2016 menempati urutan 3. Untuk golongan

umur ≥ 65 tahun 2012 menjadi urutan 3, tahun 2013 menjadi urutan 1, tahun

2014 urutan 1, tahun 2015 urutan 2 dan tahun 2016 berada di urutan 7

penyakit terbanyak pasien rawat inap (Profil RSUD Bahteramas, 2016).

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

4

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan di RSUD Bahteramas

terhadap 6 pasien hipertensi yang menjalani rawat inap terdapat 3 pasien

diantaranya memiliki tingkat pengetahuan yang kurang dan 2 diantara pasien

yang memiliki pengetahuan kurang memilki kepatuhan terhadap diet dalam

kategori kurang.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, penulis tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Konseling

Dengan Menggunakan Media Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan

Kepatuhan Diet Pada Pasien Hipertensi Rawat Inap Kelas III Di RSUD

Bahteramas”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada pengaruh pemberian konseling dengan menggunakan media

leaflet terhadap pengetahuan diet pada pasien hipertensi rawat inap kelas

III di RSUD Bahteramas?

2. Apakah ada pengaruh pemberian konseling dengan menggunakan media

leaflet terhadap kepatuhan diet pada pasien hipertensi rawat inap kelas III

di RSUD Bahteramas?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling dengan

menggunakan media leaflet terhadap pengetahuan dan kepatuhan diet

pada pasien hipertensi rawat inap kelas III di RSUD Bahteramas

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengetahuan pasien hipertensi rawat inap kelas III di

RSUD Bahteramas sebelum mendapatkan konseling dengan media

leaflet.

b. Mengetahui pengetahuan pasien hipertensi rawat inap kelas III di

RSUD Bahteramas sesudah mendapatkan konseling dengan media

leaflet

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

5

c. Mengetahui kepatuhan diet pasien hipertensi rawat Inap Kelas III di

RSUD Bahteramas sebelum mendapatkan konseling dengan media

leaflet.

d. Mengetahui kepatuhan diet pasien hipertensi Rawat Inap Kelas III di

RSUD Bahteramas sesudah mendapatkan konseling dengan media

leaflet.

e. Mengetahui pengaruh konseling dengan menggunakan media leaflet

terhadap pengetahuan pasien hipertensi rawat inap kelas III di RSUD

Bahteramas.

f. Mengetahui pengaruh konseling dengan menggunakan media leaflet

terhadap kepatuhan diet pasien hipertensi rawat inap kelas III di

RSUD Bahteramas.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan tentang kesehatan terutama konseling diet hipertensi

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Instansi

Dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi instansi terkait

khususnya RSUD Bahteramas dalam meningkatkan kualitas

pelayanan, khususnya pelayanan asuhan gizi pasien, sekaligus

sebagai bahan evaluasi terhadap kinerja petugas gizi ruangan.

b. Bagi Pembaca

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan

masyarakat tentang diet hipertensi guna mencegah komplikasi dan

meningkatnya penyakit kardiovaskular.

c. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk

membuat penelitian sejenis

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

6

d. Bagi Peneliti

Merupakan suatu pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu

pengetahuan yang telah diperoleh selama proses perkuliahan.

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1 Keaslian Penelitian

Nama Judul Metode Hasil Penelitian

Erfin Firmawati (2013) Puskesmas Wirobrajan Yogyakarta

Pengaruh Blok Edukatif Tentang Hipertensi Terhadap Pengetahuan tentang Hipertensi dan Perilaku Diet hipertensi Pada Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Wirobrajan Yogyakarta

Quasy Experiment dengan one group pre-post test design

Ada perubahan yang signifikan pemberian blok edukatif terhadap peningkatan pengetahuan pasien tentang hipertensi

Rezky Dewifianita (2017) Puskesmas Sentolo I Kabupaten Kulonprogo

Pengaruh Pemberian Konseling Diet DASH (Dietery Approach To Stop Hypertension) Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Peserta Prolanis Di Puskesmas Sentolo I Kabupaten Kulonprogo

Quasy Experiment

Dengan One Group Pre-Post

Test Design

Terdapat peningkatan pengetahuan penderita hipertensi setelah diberikan konseling

Kurniawati (2016) Desa Tambar Kecamatan Jogoroto Kabupaten Jombang

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kepatuhan Diet Pada Penderita Hipertensi

Pra Eksperimen

Dengan Pendekatan One Group Pra-Post Design.

Terdapat pengaruh yang signifikan dari pemberian pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan pada penderita hipertensi

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konseling Gizi

1. Pengertian

Salah satu cara untuk menyadarkan masyarakat tentang gizi adalah

melalui konseling gizi. Beberapa definisi yang diungkapkan oleh pakar

konseling gizi pada prinsipnya diarahkan agar klien mengenali

masalahnya dan dapat menentukan alternatif pemecahan masalahnya.

Secara umum definisi konseling adalah suatu proses komunikasi

interpersonal/dua arah antara konselor dan klien untuk membantu klien

untuk mengatasi dan membuat keputusan yang benar dalam menghadapi

masalah gizi yang di hadapi. Dalam definisi ini ada dua uneur yang

terlibat yaitu konselor dan klien. Konselor gizi adalah ahli gizi yang

bekerja untuk membantu orang lain (klien) mengenali dan mengatasi

masalah gizi yang dihadapi serta mendorong klien untuk mencari dan

memilih cara pemecahan masalah gizi secara efektif dan efisien. Klien

adalah seorang yang ingin mendapat bantuan dari seorang konselor

dalam hal mengenali, mengatasi, dan membuat keputusan yang benar

dalam mengatasi masalah yang dihadapi (Supariasa, 2012).

Lebih lanjut Supariasa (2012), menyatakan bahwa dalam kamus gizi

(2009), yang dikeluarkan oleh Persagi, dinyatakan bahwa konseling gizi

adalah suatu proses komunikasi dua arah antara konselor dan

pasien/klien untuk membantu pasien/klien mengenali dan mengatasi

masalah gizi. Persagi (2010), mendefinisikan konseling gizi adalah suatu

bentuk pendekatan yang digunakan dalam asuhan gizi untuk

menolongindividu dan keluarga memperoleh pengertian yang lebih baik

tentang dirinya dan permasalahan yang dihadapi, setelah konseling

diharapkan individu dan keluarga mampu mngambil langkah-langkah

untuk mengatasi masalah gizi termasuk perubahan pola makan serta

pemecahan masalah terkait gizi kearah kebiasaan hidup sehat.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

8

2. Tujuan Konseling

Secara umum tujuan konseling adalah membantu klien dalam

upaya mengubah perilaku yang berkaitan dengan gizi, sehingga status

gizi dan kesehatan klien menjadi lebih baik. Perilaku yang diubah

meliputi, ranah pengetahuan, ranah sikap, dan ranah keterampilan di

bidang gizi . Perilaku negatif di bidang gizi diubah menjadi perilaku positif.

Perilaku negiatif di bidang gizi antara lain tidak membiasakan sarapan

pagi, tidakmenerapkan gizi seimbang dalam menu sehari hari, tidak

menggunakan garam beryodium, dan beberapa pantangan/takhayul yang

merugikan gizi. Contoh perilaku positif di bidang gizi, antara lain

penerapan gizi seimbang dalam kehidupan sehari-hari, minum air putih

yang sehat dan aman, dan berolahraga secara teratur.

3. Manfaat Konseling Gizi

Menurut Supariasa (2012), Pada dasarnya klien yang datang ke

konselor bertujuan agar masalah yang mereka hadapi dapat dipecahkan

secara tepat sesuai dengan kondisi sosial dan budaya klien. Proses

konseling akan bermanfaat dan bermakna apabila terjadi hubungan yang

baik antara konselor dan klien. Menurut Persagi (2010) dalam Supariasa

(2012), manfaat konseling gizi adalah sebagai berikut:

a. Membantu klien untuk mengenali masalah kesehatan dan gizi yang di

hadapi.

b. Membantu klien memahami penyebab terjadinya masalah.

c. Membantu klien untuk mencari alternatif pemecahan masalah.

d. Membantu klien untuk memilih cara pemecahan masalah yang paling

sesuai baginya.

e. Membantu proses penyembuhan penyakit melalui perbaikan gizi klien.

4. Sasaran Konseling

Sasaran konseling dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang.

Dari sudut pandang siklus dalam daur kehidupan atau umur, sasaran

konseling adalah anak, remaja, orang dewasa, dan orang lanjut usia.

Ditinjau dari kasus gizi yang di derita klien, sasarannya adalah gizi pada

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

9

diet rendah energi, diet rendah garam, diet rendah purin, diet hepatitis,

diet sirosis hepatis, diet diabetes mellitus, diet tinggi energi dan protein,

dan diet penyakit kanker. Perlu disadari bahwa yang memerlukan

konseling gizi bukan hanya individu yang mempunyai masalah gizi, tetapi

juga individu yang sehat atau individu yang mempunyai berat ideal agar

kesehatan optimal tetap dapat dipertahankan atau berat badan ideal tetap

dapat dipertahankan serta bagaimana mencegah penyakit-penyakit yang

berkaitan dengan gizi. Persagi (2010) dalam Supariasa (2012),

menyatakan bahwa sasaran konseling gizi adalah:

a. Klien yang mempunyai masalah kesehatan yang terkait dengan gizi

b. Klien yang ingin melakukan tindakan pencegahan

c. Klien yang ingin mempertahankan dan mencapai status gizi optimal.

5. Alur Konseling Gizi

Dalam alur konseling gizi menurut Persagi (2010), dalam

Supariasa (2012), terdiri dari beberapa langkah yaitu :

a. Membangun dasar-dasar konseling

Cara untuk membangun dasar-dasar konseling, antara lain

mengucapkan salam, memperkenalkan diri, mengenal klien,

membangun hubungan, dan menjelaskan tujuan.

b. Menggali permasalahan

Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi klien, perlu

dilakukan pengumpulan data-data untuk dasar diagnosis dari semua

aspek dengan metode assesmen.

c. Memilih solusi dengan menegakkan diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis, ada tiga hal yang perlu

diperhatikan, yaitu menentukan masalah (problem), menentukan

etiologi (penyebab masalah), dan menentukan tanda dan gejala

masalah tersebut. Untuk mendeskripsikan masalah gizi sering

disingkat “PES”, singkatan dari Problem (masalah), Etiology

(penyebab), Sign and Symtoms (tanda dan gejala).

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

10

d. Memilih Rencana

Konselor bekerja sama dengan klien untuk melihat alternatif

dalam memilih upaya diet dan perubahan perilaku yang dapat

diimplementasikan.

e. Memperoleh komitmen

Setelah dilaksanakan proses konseling perlu adanya

kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk komitmen untuk

melaksanakan preskripsi diet dan aturan lainnya. Konselor harus

memberikan dukungan, motivasi dan meyakinkan klien bahwa

perubahan yang dilakukan untuk kebaikan kondisi klien.

f. Monitoring dan evaluasi.

Tujuan monitoring dan evaluasi adalah mengetahui

pelaksanaan intervensi sesuai komitmen dan mengetahui tingkat

keberhasilannya, yang terdiri dari empat langkah yaitu:

1) Monitoring perkembangan, meliputi :

a) Pemahaman dan ketaatan diet pasien

b) Apakah intervensi dilakukan sesuai rencana

c) Bagaimana perubahan status klien, membaik, tetap, atau

memburuk.

d) Identifikasi hasil (positif dan negatif).

e) Mengumpulkan informasi mengapa tidak ada perkembangan ke

arah yang lebih baik.

2) Mengukur hasil.

Pencapaian konseling dapat dilihat dan diukur dari berbagai

indikator, seperti perubahan status gizi, perubahan nilai biokimia,

perubahan fisik, dan perubahan pola makan.

3) Evaluasi hasil.

Evaluasi bertujuan untuk melihat tingkat keberhasilan

bahkan juga tingkat kegagalan. Evaluasi ini dibagi dua, yaitu :

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

11

a) Evaluasi proses, yaitu bagaimana proses konseling itu sendiri,

pola interaksi antara konselor dan klien, waktu pelaksanaan,

metode, dan tingkat partisipasi klien.

b) Evaluasi dampak, untuk melihat keberhasilan konselor antara

lain ketepatan asupan gizi, perubahan berat badan, perubahan

biokimia, perubahan fisik, dan perubahan perilaku.

4) Dokumentasi monitoring dan evaluasi.

Semua data yang telah dikumpulkan oleh konselor harus

terdokumentasikan dengan baik. Hal ini sangat penting untuk

melihat terjadinya perubahan-perubahan selama proses konseling.

B. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh

manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika

seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau

kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya

(Notoatmodjo, 2007 dalam Martini, 2017).

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan hal ini setelah orang

mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

ini terjadi melalui panca indera manusia antara lain indera pengelihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba sendiri. Pada waktu

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian

besar pengetahuan manusia dipengaruhi oleh mata dan telinga

(Notoadmojo, 2003 dalam Martini, 2017).

2. Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan menurut Notoadmojo (2007) dalam Martini

(2017), berkaitan dengan domainon kognitif pengetahuan yang bersifat

intelektual (cara berpikir, berinteraksi, analisa, memecahkan masalah,

dan lain-lain) terbagi 6 tingkat yaitu:

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

12

a. Tahu (Know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar

c. Aplikasi (Aplication)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya)

d. Analisis (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Kemampuan untuk meletakkan/menghubungkan bagian-bagian

di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru

f. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek.

3. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain kearah cita-cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk

mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan akan

mempengaruhi perilaku seseorang terutama dalam memotivasi

dalam bersikap dan merespon sesuatu (Wawan dan Dewi, 2011

dalam Martini, 2017).

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

13

Semkin tinggi pendidikan formal yang dicapai, maka

semakin baik pula proses pemahaman seseorang dalam

menerima informasi baru. Pengetahuan sangat berhubungan

dengan pendidikan , sedangkan pendidikan merupakan salah satu

kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk mengembangkan

diri, semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima serta

mengembangkan pengetahuan dan teknologi, dan akan

berdampak pada persepsi dan perilaku, penerima perilaku baru

atau adopsi perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan

sikap yang positif (Notoatmodjo, 2014).

Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam

memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar.

Orang berpendidikan tinggi akan lebih rasional dan kreatif serta

terbuka dalam menerima adanya bermacam usaha pembaharuan

dan juga akan lebih dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai

perubahan.

2) Pekerjaan

Pekerjaan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan

dalam kehidupannya sendiri maupun keluarga sehingga akan

mempengaruhi dalam kehidupannya. Masa kerja biasanya

dikaitkan dengan waktu mulai bekerja, pengalaman kerja

menentukan kinerja seseorang. Semakin lama masa kerja keahlian

akan lebih baik kare na sudah menyesuaikan diri dengan

pekerjaannya. Lamanya bekerja berkaitan dengan pengalaman-

pengalaman yang telah didapat selama menjalankan tugas.

Mereka yang berpengalaman dipandang lebih mampu dalam

melaksanakan tugas, makin lama masa kerja seseorang

kecakapan seseorang semakin lebih baik, hal ini menunjukan

hubungan yang positif dan produktifitas kerja (Wawan dan Dewi,

2011 dalam Martini, 2017).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

14

3) Umur

Umur adalah umur individu yang terhitung mulai saat

dilahirkan sampai berulang tahun. Umur dapat menentukan tingkat

kedewasaan dan kematangan seseorang dalam berfikir dan

bekerja.

Secara fisiologi pertumbuhan dan perkembangan

seseorang dapat digambarkan cengan pertambahan umur,

peningkatan umur diharapkan terjadi pertambahan kemampuan

motorik sesuai dengan tumbuh kembangnya, akan tetapi

pertumbuhan dan perkembangan seseorang pada titik tertentu

akan mengalami kemunduran akibat faktor degeneratif (Wawan

dan Dewi, 2011 dalam Martini, 2017).

b. Faktor Eksternal

1) Lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku

manusia

2) Sumber Informasi.

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun

non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (Immediate

impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan

pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam

media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat

tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk

media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-

lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan

kepercayaan orang. Sumber informasi lain dapat juga dari tenaga

kesehatan dan tenaga non kesehatan. Dalam penyampaian

informasi sebagai tugas pokonya, media massa membawa pula

pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini

seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal yang

memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

15

terhadap hal tersebut (Wawan dan Dewi, 2011 dalam Martini,

2017).

3) Sosial budaya atau sistem budaya yang ada di dalam masyarakat

dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (Wawan

dan Dewi, 2011 dalam Martini, 2017).

4. Kriteria tingkat pengetahuan

Kategori pengetahuan gizi dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu,

baik, sedang, kurang. Cara pengkategorian dilakukan dengan

menetapkan cut of point dari skor yang telah dijadikan persen.

Tabel 2 Pengetahuan Gizi

Kategori Pengetahuan Gizi Skor

Baik >80%

Sedang 60-80%

Kurang <60%

Sumber : Khomsan, 2004 dalam Martini, 2017

C. Hipertensi

Hipertensi adalah suatu kondisi ketika terjadi peningkatan tekanan

darah secara kronis, dan dalam jangka panjang yang menyebabkan

kerusakan organ, serta akhirnya meningkatkan angka kesakitan (morbiditas)

dan angka kematian (mortilitas). Peningkatan tekanan darah atau biasa

disebut hipertensi sampai saat ini masih merupakan penyebab utama dan

faktor resiko yang penting terhadap penyakit kardiovaskular, serebovaskular,

penyakit ginjal, stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan gagal

ginjal (Purba, 2016).

Hipertensi dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi primer/esensial dan

sekunder/non esensial. Hipertensi primer kira-kira sepertiganya tidak

menunjukan gejala sesuatupun selama 10 atau 20 tahun baru diketahui

ketika melakukan pemeriksaan ke dokter sedangkan dua pertiganya gejala

yang timbul agak samar-samar dan berubah serta banyak gejalanya tidak

disebabkan karena kenaikan tekanan darahnya. Hipertensi sekunder adalah

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

16

sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi dan kebiasaan (Siaw,1994 dalam

Saga, 2011).

Seseorang dengan prehipertensi mempunyai kecenderungan yang

tinggi menjadi hipertensi dan mempunyai yang lebih menderita penyakit

kardiovaskuler dan serebovaskular serta penyakit ginjal dibanding dengan

mereka yang mempunyai tekanan darah normal (sistolik<120 mmHg dan

diastolik <80 mmHg). Ada beberapa klasifikasi dan pedoman penanganan

hipertensi yaitu menurut World Health Oerganization (WHO) dan

International Society of Hypertension (ISH), dari European Society of

Hipertension (ESH), bersama European Society of Cardiology, British

Hypertension (Purba, 2016).

Tabel 3 Klasifikasi Tekanan Darah untuk Orang Dewasa Menurut JNC-7

Klasifikasi Tekanan Darah

Tekanan Sistolik (mmHg)

Tekanan Diastolik (mmHg)

Normal <120 Dan <80

Prehipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi Stadium I 140-159 Atau 90-99

Hipertensi Stadium II ≥160 Atau ≥100

Sumber:Chobanian dkk,2004 dalam Purba, 2016

Penyebab hipertensi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang

dapat diubah dan yang tidak dapat diubah. Faktor yang tidak dapat

diubah antara lain, usia, jenis kelamin atau gender, suku/ras.

Peningkatan darah sistolik terjadi pada umur di atas 50 atau 60 tahun

dan tekanan darah diastolik mulai menurun. Berbagai data menunjukan

bahwa sebelum usia 45 tahun, rata-rata tekanan darah pada laki-laki

cenderung lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Pada usia 45-64

tahun rata-rata tekanan darah laki-laki dan perempuan cendrung sama,

setelah umur 64 tahun rata-rata tekanan darah perempuan cenderung

lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Penyebab hipertensi yang dapat diubah, antara lain berat badan,

aktivitas fisik, stres, kebiasaan merokok, minum alkohol dan asupan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

17

makanan tidak sehat seperti makanan tinggi garam tetapi kurang

sayuran dan buah buahan (Purba,dkk,1999 dalam Purba,2016)

Dampak hipertensi baik berupa peningkatan tekanan darah

sistolik dan atau penurunan tekanan darah diastolik sangat berbahaya

bagi kesehatan. Kejadian hipertensi terutama pada penuaan menunjukan

sirkulasi dan elastisitas arteri yang kaku. Tekanan darah sistolik yang

tinggi pada orang yang lebih tua merupakan faktor resiko utama untuk

terjadinya penyakit jantung,stroke, dan penyakit ginjal.

D. Diet Rendah Garam

Yang dimaksud dengan garam dalam diet rendah garam adalah

natrium seperti yang terdapat di dalam garam dapur (NaCl), soda kue

(NaHCO3), baking powder, natrium benzoat, dan vetsin (Mononatrium

glutamat). Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraselular tubuh

yang mempunyai fungsi menjaga keseimbangan cairan dan asam basa

tubuh, serta berperan dalam transmisi saraf dan kontraksi otot. Asupan

makanan sehari-hari umumnya mengandung lebih banyak natrium dari pada

yang dibutuhkan. Dalam keadaan normal, jumlah natrium yang dikeluarkan

tubuh melalui urin sama dengan jumlah yang dikonsumsi, sehingga terdapat

keseimbangan. Makanan sehari-hari biasanya cukup mengandung natrium

yang dibutuhkan sehingga tidak ada penetapan kebutuhan natrium sehari.

WHO (1990), menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6

gram sehari (ekivalen dengan 2400 mg natrium (Almatsier,2004)

Tujuan Diet rendah garam adalah membantu menghilangkan retensi

garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada

pasien hipertensi. Adapun syarat dietnya adalah :

a. Cukup energi, protein, mineral dan vitamin.

b. Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit.

c. Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air

dan/atau hipertensi.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

18

Macam diet dan indikasi Pemberian

Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau

asites dan./atau hipertensi seperti yang terjadi pada penyakit

dekompensasio kordis, sirosis hati, penyakit ginjal tertentu, toksemia

pada kehamilan, dan hipertensi essensial. Diet ini mengandung cukup

zat-zat gizi, sesuai dengan keadaan penyakit dapat diberikan berbagai

tingkat diet rendah garam.

a. Diet Rendah Garam I (200-400 mg Na)

Diet rendah garam I diberikan kepada pasien dengan edema,

asites dan atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak

ditambahkan garam dapur.Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar

natrium.

b. Diet Rendah Garam II (600-800 mg Na)

Diet rendah garam II diberikan kepada pasien dengan edema,

asites dan atau hipertensi tidak terlalu berat. Pemberian makanan

sehari sama dengan diet rendah garam I. Pada pengolahan

makanannya boleh menggunakan ½ sdt garam dapur (2gr). Dihindari

bahan makanan yang tinggi natriumnya.

c. Diet Rendah Garam III (1000-1200 mg Na)

Diet Rendah Garam III diberikan kepada pasien dengan edema

dan/atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan

diet Rendah Garam I. Pada pengolahan makanannya boleh

menggunakan 1 sdt (4gr) garam dapur.

Tabel 4. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan

Bahan Makanan

Dianjurkan Tidak Dianjurkan

Sumber Karbohidrat

Beras, kentang, singkong, terigu, tapioka, hunkwe, gula, makanan yang diolah dari bahan makanan tersebut di atas tanpa garam dapur dan soda seperti: makaroni, mi, bihun, roti, biskuit, kue kering

Roti, biskuit dan kue-kue yang dimasak dengan garam dapur dan/atau baking powder dan soda

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

19

Sumber Protein Hewani

Daging dan ikan maksimal 100 gr sehari, telur maksimal 1 butir sehari

Otak, ginjal, lidah, sardin, daging, ikan ,susu da telur yang diawet dengan garam dapur seperti daging asap, ham, bacon, dendeng, abon, keju, ikan asin, ikan kaleng, kornet, ebi, udang kering, telur asin, dan telur pindang.

Sumber Protein Nabati

Semua kacang-kacangan dan hasilnya yang diolah dan dimasak tanpa garam dapur

Keju kacang tanah dan semua kacang-kacangan dan hasilnya yang dimasak dengan garam dapur dan lain ikatan natrium

Sayuran Semua sayuran segar; sayuran yang diawet tanpa garam dapur dan nstrium benzoat

Sayuran yang dimasak dan diawet dengan garam dapur dan lain ikatan natrium, seperti sayuran dalam kaleng, sawi asin, asinan, dan acar

Buah-buahan Semua buah-buahan segar; buah yang diawet tanpa garam dapur dan natrium benzoat

Buah-buahan yang diawet dengan garam dapur dan lain ikatan natrium, seperti buah dalam kaleng

Lemak Minyak goreng, margarin , dan mentega tanpa garam

Margatin dan mentega biasa

Minuman Teh, kopi Minuman Ringan

Bumbu Semua bumbu-bumbu kering yang tidak mengandung garam dapur dan lain ikatan natrium. Garam dapur sesuai ketentuan untuk diet rendah garam II dan III

Garam dapur untuk diet rendah garam I, bakong powder, soda kue, ve tsin, dan bumbu-bumbu yang mengandung garam dapur sepertyi: kecap, terasi, maggi, tomato ketchup, petis dan tauco

Sumber:Almatsier,2004

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

20

E. Kepatuhan

1. Pengertian

Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap

interaksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang

ditemukan, baik diet, latihan, pengobatan dan menepati janji pertemuan

dengan dokter. Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku

dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati

peraturan. Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan

suatu aturan dan perilaku yang disarankan. Kepatuhan (Complience atau

adherence)menggambarkan sejauh mana pasien berperilaku untuk

melaksanakan aturan dalam pengobatan dan perilaku yang disarankan

oleh tenaga kesehatan (Smet Bart,1994 dalam Novian, 2013)

2. Faktor Yang mempengaruhi kepatuhan

Menurut Notoatmodjo (2007), faktor yang mempengaruhi

kepatuhan terbagi menjadi :

a. Faktor predisposisi (faktor pendorong)

1) Kepercayaan atau agama yang di anut

Kepercayaan atau agama merupakan dimensi spiritual yan

dapat menjalani kehidupan. Penderita yang berpegang teguh

terhadap agamanya akan memilki jiwa yang tabah dan tidak

mudah putus asa serta dapat menerima keadaannya, demikian

juga cara akan lebih baik. Kemauan untuk melakukan kontrol

penyakitnya dapat dipengaruhi oleh kepercayaan penderita dimana

penderita yang memilki kepercayaan yang kuat akan lebih patuh

terhadap anjuran dan larangan kalau tahu akibatnya.

2) Faktor Geografis

Lingkungan yang jauh atau jarak yang jauh dari pelayanan

kesehatan memberikan kontribusi rendahnya kepatuhan.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

21

3) Individu

a) Sikap individu yang ingin sembuh

Sikap merupakan hal yang paling kuat dalam diri individu

sendiri. Keinginan untuk tetap mempertahankan kesehatannya

sangat berpengaruh terhadap faktor-faktor yang berhubungan

dengan perilaku penderita dalam kontrol penyakitnya..

b) Pengetahuan.

Penderita dengan kepatuhan rendah adalah mereka

yang tidak teridentifikasi mempunyai gejala sakit. Mereka

berfikir bahwa dirinya sembuh dan sehat sehingga tidak perlu

melakukan kontrol terhadap kesehatannya.

b. Faktor Reinforcing (Faktor Penguat)

1) Dukungan Petugas

Dukungan dari petugas sangatlah besar artinya bagi

penderita sebab petugas adalah pengelola penderita yang paling

sering berinteraksi sehingga pemahaman terhadap kondisi fisik

maupun psikis lebih baik, dengan sering berinteraksi, sangatlah

mempengaruhi rasa percaya dan selalu menerima kehadiran

petugas kesehatan termasuk anjuran-anjuran yang diberikan.

2) Dukungan Keluarga.

Keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling

dekat dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa senang

dan tentram apabila mendapat perhatian dan dukungan dari

keluarganya, karena dengan dukungan tersebut akan

menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi atau

mengelola penyakitnya dengan baik, serta penderita mau menuruti

saran-saran yang diberikan oleh keluarga untuk menunjang

pengelolaan penyakitnya.

c. Faktor Enabling (Faktor Pemungkin)

Fasilitas kesehatan merupakan sarana penting dalam

memberikan penyuluhan terhadap penderita yang diharapkan dengan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

22

prasarana kesehatan yang lengkap dan mudah terjangkau oleh

penderita dapat lebih mendorong kepatuhan penderita.

F. Tinjauan Tentang Leaflet

Menurut Supariasa (2012), leaflet adalah selembar kertas yang dilipat

sehingga dapat terdiri atas beberapa halaman. Kadang-kadang leaflet

didefinisikan sebagai selembar kertas yang berisi tulisan tentang sesuatu

masalah untuk suatu saran dan tujuan tertentu. Tulisan umumnya terdiri atas

200-400 kata dan leaflet harus dapat ditangkap/dimengerti isinya dengan

sekali baca. Beberapa keuntungan leaflet antara lain :

1. Dapat disimpan dalam waktu lama.

2. Lebih informatif dibandingkan poster

3. Dapat dijadikan sumber pustaka/referensi

4. Dapat dipercaya, karena dicetak oleh lembaga resmi.

5. Jangkauan dapat lebih luas, karena satu leaflet mungkin dibaca oleh

beberapa orang.

6. Penggunaan dapat dikombinasikan cengan media lain.

7. Mudah dibawa kemana-mana.

G. Landasan Teori

Kepatuhan diet hipertensi adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju

terhadap interaksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun

yang ditemukan, baik diet, latihan, pengobatan dan menepati janji pertemuan

dengan dokter. Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari

perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan.

Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dan

perilaku yang disarankan. Kepatuhan (Complience atau adherence)

menggambarkan sejauh mana pasien berperilaku untuk melaksanakan

aturan dalam pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh tenaga

kesehatan (Smet Bart,1994 dalam Novian,2013). Beberapa variabel yang

mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang yaitu, demografi penyakit,

pengetahuan, program terapeutik, psikososial dan dukungan keluarga.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

23

H. Kerangka Teori

Gambar 1 : Kerangka Teori Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengetahuan dan Kepatuhan diet pasien hipertensi (Wawan dan Dewi,

2011 dalam Martini, 2017).

Faktor Internal

- Pendidikan

- Pekerjaan

- Umur

- Pengetahuan

- Sikap

Faktor Eksternal

- Lingkungan

- Sumber

Informasi

- Konseling

- Demografi

penyakit

- Dukungan

keluarga

Kepatuhan

diet

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

24

I. Kerangka Konsep

Pengetahuan

diet hipertensi

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

J. Hipotesis

Ha :Ada pengaruh konseling dengan menggunakan media leaflet

terhadap pengetahuan diet pasien hipertensi rawat inap kelas III di

RSUD Bahteramas.

:Ada pengaruh konseling dengan menggunakan media leaflet

terhadap kepatuhan diet pasien hipertensi rawat inap kelas III di

RSUD Bahteramas.

Konseling Gizi

(Diet Hipertensi)

Kepatuhan Diet

hipertensi

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Desain Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah Quasy Experiment dengan desain one

group pre test-post test yang bertujuan untuk mencari hubungan atau

pengaruh dari variabel dependent terhadap variabel independent sebelum

dan setelah intervensi.

O1,O2 X O1,ꞌO2ꞌ

Keterangan :

O1 : Pengetahuan tentang diet hipertensi sebelum diberikan intervensi

konseling dengan media leaflet (Pre-test)

O2 :Kepatuhan dietsebelum diberikan intervensi konseling dengan

media leaflet (Pre-test)

O1ꞌ : Pengetahuan tentang diet hipertensi sesudah diberikan intervensi

konseling dengan media leaflet (Post-test).

O2ꞌ : Kepatuhan diet sesudah diberikan intervensi konseling dengan

media leaflet (post-test)

X : Konseling ( 2 kali dalam 3 hari)

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien hipertensi

yang menjalani dirawat inap kelas III di Rumah Sakit Umum Bahteramas

yang berjumlah 52 orang yang diperoleh dari rata-rata jumlah pasien

hipertensi bulan Januari sampai dengan Desember 2017.

2. Sampel

a. Besar sampel

Besar sampel minimum ditentukan dengan menggunakan

rumus Notoadmojo (2005) yaitu sebagai berikut :

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

26

n = N

1+N ( d² )

n = 52

1+52 ( 0,1² )= 34,2

Keterangan :

n = Sampel

N = Besar Populasi

d = Tingkat kepercayaan 0,1 (10%)

Berdasarkan perhitungan di atas maka besar sampel yang digunakan

adalah 34 orang

b. Cara Pengambilan sampel.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling.

c. Kriteria sampel

Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Kriteria Inklusi:

1) Pasien menjalani rawat inap kelas III minimal 1x24 jam

2) Mendapatkan diet hipertensi

3) Berusia 18 – 85 tahun

4) Dapat membaca dan menulis

5) Dapat berkomunikasi dengan baik

6) Bersedia menjadi responden.

Kriteria Ekslusi

1) Pasien menjalani rawat inap kelas III kurang dari 1x24 jam

2) Pasien berusia <18 tahun dan > 85 tahun

3) Pasien tidak bersedia menjadi responden

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

27

C. Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 20 April – 20 Juni 2018

di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum Bahteramas Sulawesi

Tenggara

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independent variabel)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konseling gizi dengan

media leaflet tentang diet hipertensi.

2. Variabel Terikat (dependent)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengetahuan diet

hipertensi dan kepatuhan diet pasien hipertensi

E. Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif

1. Konseling gizi adalah suatu proses komunikasi interpersonal/dua arah

antara konselor dan klien untuk membantu klien untuk mengatasi dan

membuat keputusan yang benar dalam menghadapi masalah gizi yang di

hadapi (Supariasa, 2012)

2. Leaflet diet hipertensi adalah selembar kertas yang dilipat sehingga

dapat terdiri atas beberapa halaman, yang berisi tulisan tentang diet

hipertensi (Supariasa,2012)

3. Pengetahuan adalah pemahaman tentang diet hipertensi yang diukur

menggunakan pendekatan skala Guttman dengan skala skor 0 – 1

dimana pembobotan nilai (0) untuk jawaban salah dan nilai (1) untuk

jawaban benar, dengan kriteria:

a. Cukup : ≥ 60 – 100% total jawaba benar

b. Kurang : < 60% total jawaban benar

(Khomsan, 2004 dalam Martini, 2017)

4. Kepatuhan Diet hipertensi adalah tindakan atau perilaku kepatuhan

untuk mentaati diet hipertensi pada penderita hipertensi, diukur

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

28

menggunakan skala Likert yang terdiri dari 3 tingkatan, dimana

responden diminta untuk memilih isi pernyataan dengan pilihan S

(sering), KD (kadang-kadang), TP (Tidak pernah) dengan 2 jenis

pernyataan yaitu :

a. Pernyataan Favorable yang berisi pernyataan hal-hal positif atau

mendukung objek penelitian yang diberi skor :

- Sering : 3

- Kadang-kadang : 2

- Tidak puas :1

b. Pernyataan Unfavorable yang berisi pernyataan negatif atau kontra

terhadap objek penelitian, yang diberi skor :

- Tidak puas : 3

- Kadang-kadang : 2,

- Sering : 1

Dengan kategori sebagai berikut:

1) Patuh : ≥ 60% jawaban benar dari total skor

2) Tidak Patuh : < 60%jawaban benar dari total skor

F. Jenis dan Tekhnik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

1) Identitas Sampel : Umur,Jenis kelamin, Pendidikan, Pekerjaan

diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner

kepada responden

2) Pengetahuan tentang diet hipertensi diperoleh dengan wawancara

menggunakan kuesioner.

3) Kepatuhan diet pasien hipertensi diperoleh dengan wawancara

menggunakan kuesioner.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

29

b. Data Sekunder

Data mengenai demografi Rumah Sakit Umum Bahteramas

diperoleh dengan pendekatan dokumentasi.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner dan leaflet.

H. Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian yaitu:

1. Tahap Persiapan

a. Persiapan perizinan di lokasi penelitian

b. Persiapan instrumen penelitian seperti kuesioner pengetahuan,

kuesioner kepatuhan diet dan leaflet tentang diet hipertensi.

2. Tahap Perlakuan

a. Meminta kesediaan sampel untuk dilibatkan dalam penelitian.

b. Pengambilan sampel

c. Melakukan pre test seperti pengetahuan dan kepatuhan diet

hipertensi pada sampel

d. Melakukan konseling gizi tentang diet hipertensi menggunakan media

leaflet (2 kali konseling)

e. Melakukan post test terhadap pengetahuan dan kepatuhan diet pada

sampel setelah diberikan konseling.

3. Tahap Akhir.

a. Melakukan pengolahan dan analisis data

b. Membuat hasil dan pembahasan penelitian

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

30

I. Pengolahan Dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang diperoleh diolah secara manual dan komputerisasi

kemudian ditabulasikan dan diuraikan secara deskriptif.

a. Identitas sampel yang terkumpul diolah dan dinarasikan

b. Data pengetahuan sampel yang diperoleh dari hasil wawancara

selanjutnya dilakukan skoring menggunakan skala Gutman.Skor 1

untuk jawaban yang benar dan skor 0 untuk jawaban yang salah,

kemudian dijumlahkan, selanjutnya dibagi dengan total skor dan dikali

100%.

c. Data kepatuhan diet sampel yang diperoleh dari hasil wawancara

selanjutnya dilakukan skoring. Skor 3 untuk jawaban yang paling

benar dan skor 1 untuk jawaban yang salah, kemudian dijumlahkan,

selanjutnya dibagi dengan total skor tertinggi yang paling benar dan

dikali 100%.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan variabel

penelitian yakni pengetahuan dan kepatuhan diet pasien hipertensi

rawat inap kelas III di Rumah Sakit Bahteramas yang dibuat dengan

tabel distribusi frekuensi.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk menguji pengaruh sebelum

dan sesudah perlakuan. Setelah dilakukan uji normalitas

menggunakan uji Kolmogorov Smirnov ternyata data sebelum dan

sesudah konseling berdistribusi normal. Oleh karena itu analisis data

dilakukan dengan uji paired t-test. Analisis ini dilakukan dengan

menggunakan komputerisasi keputusan uji statistik menggunakan

taraf signifikan p<0,05. Interpretasi tingkat kemaknaan (signifikan)

hasil uji statistik :

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang I-BAB III.pdf · 2018. 11. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi teknologi

31

1) Jika nilai p<α 0,05, berarti ada pengaruh konseling dengan

menggunakan media leaflet terhadap pengetahuan dan kepatuhan

diet pasien hipertensi.

2) Jika nilai p≥α 0,05, berarti tidak ada pengaruh konseling dengan

menggunakan media leaflet terhadap pengetahuan dan kepatuhan

diet pasien hipertensi.

3. Penyajian Data

Data yang telah diolah disajikan secara deskriptif dalam bentuk

narasi dan tabulasi.