psikologi kebencanaan

6
TUGAS KULIAH MENEJEMEN REKAYASA KEGEMPAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Created by gunz [email protected] 0274-9194045 PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN PROFESI Menanggulangan Gangguan Psikologi Pasca Bencana

Upload: igun-gunawan

Post on 30-Jun-2015

394 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Psikologi Kebencanaan

TUGAS KULIAH

MENEJEMEN REKAYASA KEGEMPAAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Created by [email protected] 2 7 4 - 9 1 9 4 0 4 5

PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN PROFESI

Menanggulangan Gangguan Psikologi

Pasca Bencana

Page 2: Psikologi Kebencanaan

TUGAS

PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN PROFESI

Dosen: Dr. Sofia Retnowati,MS

PENANGULANGAN GANGGUAN PSIKOLOGI PASCA BENCANAPENANGULANGAN GANGGUAN PSIKOLOGI PASCA BENCANAPENANGULANGAN GANGGUAN PSIKOLOGI PASCA BENCANAPENANGULANGAN GANGGUAN PSIKOLOGI PASCA BENCANA

IWAN GUNAWAN 08914017

MAGISTER TEKNIK SIPIL MANAJEMEN REKAYASA KEGEMPAAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

2010

Page 3: Psikologi Kebencanaan

Iwan Gunawan _08914017_page 1

PENANGULANGAN GANGGUAN PSIKOLOGI PASCA BENCANAPENANGULANGAN GANGGUAN PSIKOLOGI PASCA BENCANAPENANGULANGAN GANGGUAN PSIKOLOGI PASCA BENCANAPENANGULANGAN GANGGUAN PSIKOLOGI PASCA BENCANA

Oleh :

Iwan Gunawan

089194017

Indonesia merupakan daerah yang rawan akan bencana, baik bencana

yang ditimbulkan oleh alam maupun bencana yang ditimbulkan oleh tingkah laku

manusia itu sendiri. Mengapa demikian?

Yang pertama wilayah Indonesia terletak di katulistiwa yang menyebabkan

memiliki iklim tropis, selain itu letak Indonesia yang berada di pertemuan antara

3 lempeng benua yaitu lempeng indo Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng

pasific yang menyebabkan banyak gunung berapi, gempa dan sangat kaya akan

bencana baik bencana banjir, tanah longsor, gunung berapi.

Yang kedua adalah kapasitas masyarakat Indonesia mengenai bencana

yang masih rendah, sehingga kerentanan bencana di Indonesia sangat besar.

Bencana dalam bentuk apapun baik itu bencana yang disebabkan oleh

alam maupun bencana yang disebabkan manusia memang sangat tidak diharapkan

oleh kita semua, akan kita sebagai manusia yang hidup di bumi ini mau tidak mau

menghadapi itu semua.

Berbagai usaha-usaha yang dianggap maksimal telah dilakukan akan tetapi

bencana dengan gagahnya terjadi.

DAMPAK BENCANA DAMPAK BENCANA DAMPAK BENCANA DAMPAK BENCANA

Dampak dari bencana alam sudah dipastikan banyak menimbulkan kerugian, baik

harta benda maupun jiwa, ini merupakan hal yang tidaklah mudah untuk

dihadapi, bayangkan ketika seorang yang selama bertahun-tahun mengumpulkan

harta benda dari yang tidak punya dikumpulkan sedikit-sedikit sampai dengan

lumayan banyak dengan perjuangan yang tentunya tidaklah mudah, ketika terjadi

Page 4: Psikologi Kebencanaan

Iwan Gunawan _08914017_page 2

bencana akan hilang dalam sekejap, sungguh sesuatu yang sangat sulit untuk

diterima, dan juga akibat bencana dapat kehilangan orang tua, suami, istri dan

anak-anak yang tidak mungkin tergantikan.

Dampak bencana juga dapat menghambat laju pembangunan, akibat bencana

gedung sekolah, tempat ibadah, rumah tinggal, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya

akan rusak atau runtuh, sehingga kehidupan sehari-hari akan terganggu yang

akhirnya akan berakibat munculnya kegagalan di masa yang akan datang.

Selain dampak bencana yang berakibat terhadap fisik, bencana juga membawa

dampak terhadap psikologis seseorang yang dapat dikelompok sebagai berikut :

1. Dampak langsung (Impact Phase = Heroic phase)

- Menyelamatkan diri, orang lain.

- Perilaku survivor, bingung tidak terarah dan lain sebagainya.

2. Tahap Segera Setelah Bencana (Immediate post-Disaster Phase)

1 sd 6 bulan PTSD (Post Traumatic Stress Disorders) numbess, denial, shock)

3. Tahap Kekecewaan dan Pemulihan (Dissillussionment & Recovery)

Menyesuaikan diri dengan keadaan.

Besarnya akibat yang ditimbulkan dari bencana tentu saja akan menimbulkan

dampak psikologis yang besar bagi mereka yang merasakannya baik secara

langsung maupun tidak langsung. Rasa ketakutan, kehilangan, kesakitan, dan

keputusasaan akhirnya memunculkan suatu kondisi yang disebut dengan trauma.

Menurut Chaplin (1994), trauma adalah suatu luka baik fisik maupun psikologis

yang disebabkan oleh pengalaman yang sangat menyaktikan. Dalam lingkup

psikologis ”luka” yang ditimbulkan oleh kejadian tersebut dapat berkembang

menjadi suatu gangguan yang dikenal dengan istilah PTSD (Post-Traumatic Stress

Disorder). PTSD merupakan gangguan emosional yang menyebabkan distres

permanen, yang terjadi setelah individu menghadapi ancaman keadaan yang

membuatnya merasa tidak berdaya atau ketakutan (Durand & Barlowm, 2006).

Individu tidak mampu menghilangkan kecemasan terkait dengan peristiwa

traumatis sehingga sering mengalami flashback ke kejadian itu, mimpi buruk, dan

kecenderungan menolak fakta bahwa peristiwa itu benar pernah terjadi (Halgin &

Withbourne, 1994). Pada akhirnya gangguan psikologis yang diderita oleh

individu yang mengalami PTSD akan berdampak pada aspek fisik individu

tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Ramchand, dkk (2008) menyebutkan

Page 5: Psikologi Kebencanaan

Iwan Gunawan _08914017_page 3

bahwa ada korelasi positif antara simtom PTSD dengan keberfungsian fisik

(physical functioning). Semakin tinggi level PTSD yang diikuti oleh luka fisik, maka

semakin lama waktu kesembuhan untuk luka tersebut dan sebaliknya.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pengalaman traumatis memang

memiliki tingkat resiko tinggi bagi individu, yaitu berkembang menjadi suatu

gangguan psikologis yang serius dan pada akhirnya dapat mempengaruhi kondisi

fisik individu tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai langkah preventif

sehingga resiko-resiko itu dapat dicegah. Salah satu cara yang umum dilakukan

oleh para konsultan atau terapis adalah memfasilitasi individu untuk

mengekpresikan pikiran dan perasaannya terkait dengan pengalaman traumatis

tersebut (Seery, dkk, 2008). Tindakan pengekspresian tersebut penting agar

individu tidak terjebak dalam perasaan dan pikiran negatif secara terus-menerus

sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan psikologis pada dirinya. Pada

kenyataannya banyak individu yang mengalami peristiwa traumatis memang

memilih untuk menceritakan pengalamannya itu. Ditinjau menurut pendekatan

behavioral kecenderungan individu untuk mengekspresikan pengalaman traumtis

itu dapat dijelaskan dengan konsep reinforcement. Individu akan merasakan suatu

respon positif dalam dirinya seperti perasaan lega dan nyaman setelah bercerita

dan itu menjadi reinforcer (penguat) bagi individu untuk terus mengekspresikan

pikiran dan perasaannya. Tak kalah penting untuk diperhatikan bahwa dengan

bercerita, individu itu kemungkinan besar juga akan mendapatkan reward berupa

dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya.

Dampak psikologis yang sangat besar terutama terhadap orang-orang yang

ditinggalkan oleh sanak keluarganya. Hal ini juga lebih menjadi perhatian apabila

menyangkut keadaan anak-anak yang ditinggal mati oleh ayah dan ibunya serta

tidak ada lagi keluarga untuk berlindung seperti terjadi saat tsunami Aceh.

PENGGULANGAN GANGGUAN PSIKOLOGIS AKIBAT BENCANAPENGGULANGAN GANGGUAN PSIKOLOGIS AKIBAT BENCANAPENGGULANGAN GANGGUAN PSIKOLOGIS AKIBAT BENCANAPENGGULANGAN GANGGUAN PSIKOLOGIS AKIBAT BENCANA

Melihat pelajaran terdahulu saat Tsunami di Aceh, banyak pihak yang akhirnya

mendirikan posko-posko bantuan atau dompet-dompet sosial untuk menyalurkan

bantuan materi seperti bahan makanan dan air serta sandang ke saudara-saudara

kita yang tertimpa bencana. Hal itu juga terjadi saat peristiwa gempa Jogja dan

Page 6: Psikologi Kebencanaan

Iwan Gunawan _08914017_page 4

yang terakhir ini gempa Pangandaran. Walaupun seringkali tidak beres dalam

pengaturan dan penyaluran bahan logistik bantuan, namun banyak juga saudara-

saudara kita yang merasa sangat terbantu dengan bantuan yang diberikan. Namun

bila kita melihat lebih jauh, apakah hanya bantuan materi yang mereka butuhkan.

Apakah juga mereka butuh bantuan dan dukungan psikologis untuk membuat

mereka merasa lebih nyaman?

Tentunya penanganan yang profesional perlu untuk mengatasi keadaan ini.

Penanganan bencana tidak hanya mementingkan masalah bantuan fisik semata

juga harus dapat memberikan bantuan psikologis kepada para korban yang masih

hidup. Berbagai profesional di bidang kesehatan jiwa seperti psikiater, psikolog,

terapis, konselor atau perawat yang peduli akan kesehatan jiwa dapat bekerja

sama dalam menangani keadaan pasca bencana ini. Tentunya yang diharapkan

buka suatu tindakan yang hanya bersifat sementara (hit and run) namun tentunya

dapat bersifat lebih berkesinambungan karena penanganan gangguan jiwa akibat

peristiwa traumatik itu membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Walaupun dalam

terapi diupayakan pasien dapat melatih dirinya untuk menghadapi dan meredakan

keluhannya itu sendiri, namun keterlibatan profesional di bidang kesehatan jiwa

sangat membantu untuk memberikan dukungan dan bantuan yang sekiranya

diperlukan. Kita semua mengharapkan para pemimpin yang terlibat dalam

penanganan bencana ini memberikan perhatian yang lebih terhadap dampak

psikologis yang ditimbulkan oleh bencana alam tersebut dan bagaimana

mengatasinya. Kerjasama di berbagai bidang juga sangat diperlukan. Para

profesional di bidang kesehatan haruslah tetap melihat seseorang secara utuh

sebagai individu yang memiliki jiwa dan raga yang tentunya dalam keadaan yang

tidak baik akibat bencana yang melanda. Dengan pemikiran seperti ini, di

kemudian hari kita sebagai masyarakat juga tentunya tidak hanya berpikir bahwa

saudara-saudara kita hanya memerlukan bantuan materi namun juga dukungan

psikologis.