psikologi diajukan oleh -...

31
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY FEELING PADA REMAJA - Psikologi Diajukan oleh Diajukan oleh AWALIA RAMADAYANTI RAHAYU 01 320 247 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2006

Upload: phungthien

Post on 10-Mar-2019

238 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

FEELING PADA REMAJA

-

Psikologi

Diajukan oleh

Diajukan oleh AWALIA RAMADAYANTI RAHAYU

01 320 247

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2006

Page 2: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

FEELING PADA REMAJA

Telah Disetujui Pada Tanggal

… … … … … … … … … … … .

Dosen Pembimbing

Ibu Rina Mulyati, S.Psi., M.Si

Page 3: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN

INFERIORITY FELING PADA REMAJA

Abstraksi

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan inferiority feeling pada remaja. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan inferiority feeling pada remaja. Semakin tinggi kecerdasan emosi remaja, semakin rendah inferiority feelingnya. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi remaja, semakin tinggi inferiority feeling. Subyek dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki dan perempuan yang berusia antara 15-17 tahun dan aktif sebagai nsiswa SMU Budi Luhur Keparakan Kiul Yogyakarta. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah menggunakan sksla. Adapun skala yang digunakan adalah skala Kecerdasan Emosi yang berjumlah 20 aitem, mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Goleman (2004) dan skala Inferiority Feeling yang berjumlah 25 aitem mengacu pada karakteristik inferiority feeling yang dikemukakan oleh White dan What (Admin, 2004) dan Kumara (1998). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS for Window 11.5 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dengan inferiority feeling pada remaja. Korelasi Spearman-Rho menunjukkan nilai sebesar rxy = - 0.225 ; p = 0.027 yang artinya ada hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan inferiority feeling pada remaja. Jadi hipotesis penelitian ini diterima.

Kata Kunci : Kecerdasan Emosi, Inferiority Feeling

Page 4: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

Pengantar

A. Latar Belakang

Masa remaja adalah masa transisi dari kanak-kanak menuju dewasa dimana

ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan psikisnya. Perubahan

fisik, mental serta kehidupan sosial yang mereka alami akan menimbulkan permasalahan

bagi remaja dan mereka harus mampu mengatasinya. Jika tidak, akibat yang ditimbulkan

akan menjadi besar dan ia akan melakukan tindakan negatif yang akan merugikan diri

sendiri maupun orang lain (Hurlock, 2002). Reaksi yang ditampilkan remaja dalam

menghadapi frustrasi, bila gagal dalam menyesuaikan dirinya dengan masalah yang

dihadapi menjadi mudah cemas, panik, agresif, atau menarik diri dari lingkungan

(Suryanto, 2004).

Permasalahan yang dialami remaja bermacam-macam dari yang sederhana

sampai yang kompleks. Salah satu permasalahan yang sering dialami remaja, menurut

Guntoro (2000) adalah masalah minder karena menilai dirinya kurang dan merasa tidak

memiliki kelebihan yang bisa dipakai sebagai “modal” dalam bergaul. Perasaan ini

kemudian meluas ke hal-hal yang lain, seperti malu berhubungan dengan orang lain atau

malas bergaul, tidak percaya diri tampil di muka umum, menarik diri, pendiam atau

bahkan menjadi seorang yang pemarah (Guntoro, 2000).

Hurlock (2002) mengemukakan bahwa salah satu sebab timbulnya perasaan tidak

percaya diri atau minder ini disebabkan karena remaja tidak puas dengan bentuk tubuh

yang dimilikinya. Reaksi sosial terhadap bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan standar

budaya yang berlaku, menyebabkan remaja prihatin dengan pertumbuhan tubuhnya

karena masyarakat lebih memilih bentuk tubuh kurus dan tinggi dari pada bentuk tubuh

Page 5: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

gemuk dan penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri serta tiap

cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang dapat mengakibatkan perasaan

rendah diri (Hurlock, 2002).

Seorang remaja laki-laki bunuh diri karena merasa badannya terlalu gemuk

(Toronto Star, 2003). Ini terjadi karena remaja tersebut tidak puas dengan bentuk

tubuhnya. Berbeda dengan kasus seorang remaja putri yang malu untuk berkumpul

dengan lingkungannya karena merasa tidak memiliki kemampuan dan kesanggupan

untuk masuk perguruan tinggi yang diinginkannya (www.intisari.com, 2004). Kasus lain

yang dialami seorang remaja putri tidak mau bergaul dengan temannya karena minder

berasal dari keluarga tidak mampu dan sering menunggak pembayaran SPP, juga pernah

tinggal kelas (www.kompas.co.id, 2004).

Kondisi-kondisi yang menyebabkan remaja tidak percaya diri disebabkan adanya

penolakan dari lingkungannya adalah penampilan yang tidak sesuai dengan standar

kelompoknya, adanya kesan pertama yang kurang baik karena penampilan diri yang tidak

menarik, tidak dapat bekerja sama, kurang bijaksana, status sosio ekonomi yang lebih

rendah dari status sosio ekonomi kelompoknya, tempat tinggal yang jauh dari

kelompoknya dan juga ketidakmampuan berpartisipasi dengan kelompoknya (Hurlock,

2002). Jika penyebab remaja tidak percaya diri adalah penilaian terhadap dirinya sendiri,

maka kondisi-kondisi yang dialami remaja tersebut sama dengan karakteristik individu

yang mengalami inferiority feeling.

Inferiority feeling sendiri merupakan istilah yang dikemukakan oleh Adler

(Sujanto, 1986) yang berarti adanya perasaan kurang berharga pada seseorang yang

timbul karena kondisi psikologis maupun situasi sosial atau bisa juga karena keadaan

Page 6: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

jasmani yang kurang sempurna. Pengertian tersebut bisa dikenakan pada kondisi atau

situasi yang lebih luas yaitu perasaan kurang yang dialami individu yang timbul karena

perasaan kurang berharga atau kurang mampu dalam semua aspek kehidupan.

Bruno (1989) secara lebih luas menjelaskan bahwa inferiority feeling adalah suatu

kondisi untuk menggambarkan serangkaian pikiran dan perasaan dari seseorang yang

merasa dirinya kurang mampu menghadapi tantangan hidup, yang muncul dalam bentuk

kehilangan kepercayaan diri, sifat takut atau malu, minder atau tidak percaya diri

(www.eramoslem, 2004). Remaja yang mengalami inferiority feeling mengalami gejala

seperti ragu, gagap, murung, malu, tidak bebas mengemukakan idenya, tidak berani,

adanya prasangka buruk, yang memungkinkan remaja menjadi sosok penyendiri, perilaku

dan kondisi emosinya tidak sehat, kurang perhatian terhadap pekerjaan dan menyalahkan

orang lain apabila dia gagal (La Rose, 1998). Suryanto (2004) menambahkan bahwa

remaja yang memiliki inferiority feeling akhirnya menjadi orang yang mudah frustrasi,

agresif, murung, bingung dimana dapat dikatakan kemampuan menangkal berbagai

masalah hidup tidak efektif. Sifat tersebut dapat menghambat kemajuannya dan akan

menggoncangkan pribadinya yang kemudian akan membentuk cara pandang yang negatif

terhadap dirinya secara permanen.

Karakteristik lain yang dikemukakan oleh Savin dan William (Santrock, 2003)

yang mengatakan bahwa seorang remaja yang mengalami inferiority feeling adalah

mereka sering menggerakkan tubuh secara dramatis atau tidak sesuai dengan konteks,

menghindari kontak fisik, tidak mampu mengekspresikan pandangan atau pendapat

terutama jika ditanya, mencari-cari alasan ketika gagal, serta merendahkan diri sendiri.

Page 7: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

Remaja yang mengalami inferiority feeling cenderung akan menghindari

tantangan daripada menghadapinya. Mereka kurang memiliki pemahaman (insight)

dalam menghadapi permasalahan dan cenderung kaku dalam berperilaku yang akhirnya

mereka sulit dalam menjalin hubungan interpersonal dan sering merasa bersalah dan

tidak bahagia dengan kehidupannya (Goleman, 2004).

Penyebab remaja mengalami inferiority feeling adalah kesadaran diri yang rendah

yaitu mereka menganggap dirinya tidak mampu untuk berbuat sesuatu yang akhirnya

anggapan ini menghipnotisnya (Maltz, 2000). Rini (2004) menambahkan bahwa

kesadaran diri negatif ini membuat mereka tidak nyaman berada di tengah-tengah suatu

komunitas, sehingga mereka menghindari situasi sosial dan akhirnya mengalami

kesulitan dalam membina hubungan dengan orang-orang disekitarnya. Hollowell

(www.pmila.com, 2000), menyebutkan faktor lain yang menyebabkan remaja mengalami

inferiority feeling adalah kurangnya dukungan orang tua, kurang kasih sayang, tidak

adanya kesempatan untuk berusaha, adanya cap atau label buruk dari lingkungan.

Hubungan sosial dan komunikasi yang tidak efektif merupakan faktor penyebab

lain mengapa remaja mengalami inferiority feeling. Kesulitan dalam menjalin hubungan

sosial seperti malu jika berhadapan dengan orang lain, ingin selalu menghindar, gelisah

serta perasaan tidak tenang dan nyaman jika bertemu dengan orang lain menjadikannya

merasa tidak berharga dan merasa kecil (www.pmila.com, 2000). Kesadaran diri yang

negatif dan ketidakmampuan remaja menjalin hubungan sosial secara sehat merupakan

sebagian kecil dari tanda bahwa remaja tersebut memiliki kecerdasan emosi yang rendah.

Salovey dan Mayer (Goleman, 1999) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai

kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta

Page 8: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Lebih lanjut

Salovey mengatakan bahwa orang yang cerdas secara emosional memiliki kesadaran diri

yang baik, mampu mengendalikan emosi, mengendalikan diri, berempati dan memiliki

keterampilan sosial yang baik sehingga perilakunya senantiasa terkendali dan dapat

menjalin hubungan sosial dengan baik. Sebaliknya orang yang tidak cerdas secara

emosional menunjukkan perilaku tidak terkontrol yang cenderung digerakkan oleh emosi

dan tidak mampu menjalin hubungan interpersonal dengan baik.

Goleman (2004) menambahkan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada

kemampuan mengenali perasaan sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi, serta

kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam berhubungan

dengan orang lain. Pendapat tersebut diperkuat oleh Mu’tadin (2002) bahwa kecerdasan

emosi tampak dalam hal bagaimana remaja mampu mengungkapkan dan mengendalikan

emosinya, memberi kesan yang baik pada dirinya dan berusaha mengimbangi dengan

lingkungannya agar terjalin interaksi yang lancar dan efektif.

Berdasarkan penjelasan tersebut tampak bahwa faktor yang mempengaruhi

kecenderungan berperilaku inferiority feeling pada remaja di atas adalah rendahnya

aspek-aspek yang terdapat pada kecerdasan emosi. Hal ini menyebabkan remaja mudah

terbawa untuk melakukan tindakan bardasarkan emosinya terlebih dahulu tanpa

mempertimbangkan akibat yang dapat ditimbulkan oleh tindakan tersebut pada dirinya.

Berdasarkan temuan dari penjelasan di atas timbul suatu pertanyaan “apakah ada

hubungan antara kecerdasaan emosi dengan inferiority feeling pada remaja”.

Page 9: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

B. Hipotesis.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka peneliti memberikan hipotesa yaitu ada

hubungan antara kecerdasaan emosi dengan inferiority feeling pada remaja.”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi

dengan inferiority feeling pada remaja.

Page 10: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

Tinjauan Pustaka A. Inferiority Complex

1. Pengertian Inferiority complex

Inferiority feeling diartikan sebagai perasaan kurang percaya diri, biasanya

cenderung pasrah, menerima keadaan apa adanya, menganggap dirinya kurang berarti,

rendah diri atau hina diri (Echois dan Shadily, 1992). Senada dengan definisi tersebut

Mursal (1976) mengatakan bahwa arti inferiority feeling adalah perasaan yang terdapat

pada diri seseorang dimana dia beranggapan bahwa dirinya serba kurang jika

dibandingkan dengan orang lain dan perasaan negatif ini menyebabkan individu ingin

menjauhkan diri dari orang lain (Jalaludin, 1977). Istilah inferiority feeling secara

sederhana oleh Bruno (1998) disamakan dengan konsep diri yang negatif atau harga diri

yang rendah. Perasaan harga diri yang kurang ini, merasa lemah atau tidak efisien

merupakan kondisi mental yang normal namun sering timbul gejala-gejala keinginan

untuk memperoleh pengakuan orang lain (Sudarsono, 1999 : Draver, 1986).

Chaplin (2002) mengartikan bahwa inferiority feeling adalah suatu perasaan tidak

aman, tidak mantap, tidak tegas, merasa tidak berarti sama sekali dan tidak mampu

memenuhi tuntutan-tuntutan hidup. Pendapat lain menyebutkan bahwa inferiority feeling

merupakan perasaan rendah diri yang menyerap ke dalam berbagai tingkah laku (Kartono

dan Gulo, 1987) dan perasaan menjadi kecil atau tidak sempurna ketika dibandingkan

dengan orang lain (www.Devinefeelings.com, 2003) serta tidak ada keinginan untuk

membantu, tidak adanya harapan dan tidak adanya motivasi untuk menjadi sempurna

(Heffner, 2004).

Adler (Bruno, 1989) memberi makna bahwa inferiority feeling adalah

serangkaian pikiran dan perasaan dari seseorang yang merasa dirinya kurang mampu

Page 11: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

menghadapi tantangan hidup atau rasa rendah diri yang timbul karena perasaan kurang

berharga atau kurang mampu dalam berbagai kehidupan (Sumadi, 2003). Kumar (2000)

mengartikan bahwa inferiority feeling adalah perasaan kurang yang dikembangkan

seseorang atas dirinya dan membandingkannya dengan kenyataan yang ada bahwa orang

lain lebih baik dari dirinya dan penilaian ini bersifat subyektif.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pengertian

dari inferiority feeling adalah perasaan tidak percaya diri, perasaan rendah diri, perasaan

kurang mampu, merasa kecil dan merasa tidak sempurna bila dibandingkan dengan orang

lain dan pesimis dalam menghadapi masalah.

2. Karakteristik Remaja dengan Inferiority Feeling

Lauster (1978) menyebutkan karakteristik remaja yang memiliki inferiority

feeling :

a. Individu merasa bahwa tindakan yang dilakukan tidak adekuat. Ia cenderung

merasa ridak aman dan tidak bebas bertindak, cenderung ragu-ragu dan

membuang waktu dalam pengambilan keputusan, memiliki perasaan rendah

diri dan pengecut, kurang bertanggung jawab dan cenderung menyalahkan

pihak lain sebagai penyebab masalahnya, serta pesimis dalam menghadapi

rintangan.

b. Individu merasa tidak diterima oleh kelompoknya atau orang lain. Ia

cenderung menghindari situasi komunikasi karena merasa takut disalahkan

atau direndahkan, merasa malu jika tampil di hadapan orang.

Page 12: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

c. Individu tidak percaya terhadap dirinya dan mudah gugup. Ia merasa cemas

dalam mengemukakan gagasannya dan selalu membandingkan keadaan

dirinya dengan orang lain. .

Kumara (1988) mengemukakan ciri-ciri inferiority feeling yaitu :

a Adanya perasaan tidak aman (rasa takut)

b Merasa tidak bebas

c Ragu-ragu

d Tidak mampu berbicara dihadapan orang

e Kurang cerdas

f Kurang berani tampil

g Membuang-buang waktu dalam mengambil keputusan

h Pengecut

i Cenderung untuk menyalahkan suasana luar sebagai penyebab masalahnya.

White dan Watt (Admin, 2003) menambahkan ciri-ciri remaja yang mengalami

inferiority feeling :

a. Self consciousness atau kesadaran diri yang berlebihan

b. Mudah sekali merasa malu dan bingung

c. Memiliki perasaan yang sangat sensitif

d. Tidak tahan terhadap kritik

e. Tidak tahan bila dibandingkan dengan orang lain

f. Menderita atas ketidakpuasan hidupnya

g. Ragu dalam mengambil keputusan

h. Menghindari tanggung jawab

Page 13: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

i. Emosinya kurang matang.

Berdasarkan uraian karakteristik inferiority feeling diatas maka dapat peneliti

simpulkan bahwa aspek inferiority feeling dapat digolongkan menjadi empat yaitu :

a. Penilaian yang negatif terhadap dirinya, terkait dengan fisik, pola pikir, sosial,

dan kemampuan.

b. Tidak adanya minat sosial atau tidak bisa menikmati interaksi sosial (perilaku

untuk terlibat dalam aktivitas sosial) yaitu sulit untuk minta bantuan pada

orang lain, merasa tidak aman dan tidak bebas.

c. Selalu menyalahkan orang lain ataupun dirinya sendiri atas masalah yang

dialami (menghindari tanggung jawab, tidak mencari solusi, tidak berani

menghadapi kenyataan).

d. Tidak tahan terhadap kritik (tidak tahan bila dibandingkan dengan orang lain,

cemas dan khawatir atas penilaian orang lain).

3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Inferiority Feeling

a. Keluarga

Remaja yang mengalami inferiority feeling disebabkan oleh keadaan keluarga dan

suasana keluarga. Keluarga dengan suasana penuh penolakan, diktator, terlalu

melindungi, disiplin yang tidak konsisten, situasi keluarga yang berantakan, orang tua

yang merendahkan dan meremehkan akan membuat perasaan kecil hati dan akan

berkembang menjadi inferiority feeling (Kumar, 2000).

b. Cacat Fisik

Menurut Hill dan Mooks (Monks, Knoers dan Haditono, 2002) remaja sendiri

merupakan salah satu penilai yang penting terhadap badannya sendiri. Bila ada

Page 14: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

penyimpangan-penyimpangan, maka akan menimbulkan masalah yang berhubungan

dengan penilaian diri dan sikap sosialnya. Remaja menjadi tidak percaya diri, tidak

memiliki keberanian serta merasa kurang mampu menghadapi kehidupannya (Alwisol,

2004). Mereka sering kali mengganggap dirinya sebagai orang yang gagal dan tidak

berguna (Hall dan Linsey, 1993), merasa memiliki kekurangan yang yang fatal dan sulit

diperbaiki, dan mengganggap dirinya buruk rupa (Admin, 2003).

c. Kesadaran Diri yang Negatif

Remaja menganggap dirinya tidak mampu untuk berbuat sesuatu yang akhirnya

anggapan ini menghipnotisnya (Maltz, 2000). Darajat (1994) menambahkan bahwa

kesadaran diri yang negatif ini membuat mereka tidak nyaman berada di tengah-tengah

suatu komunitas, sehingga mereka menghindari situasi sosial dan akhirnya mengalami

kesulitan dalam membina hubungan dengan orang-orang disekitarnya. Semua perasaan

negatif tersebut menyebabkan remaja menjadi putus asa, dan malu untuk bergaul

dengan orang lain (Darajat, 1994)

d. Hubungan Sosial dan Komunikasi yang Tidak Efektif

Kesulitan dalam menjalin hubungan sosial seperti malu jika berhadapan dengan

orang lain, ingin selalu menghindar, gelisah serta perasaan tidak tenang dan nyaman

jika bertemu dengan orang lain. Hubungan sosial yang tidak efekti ini menjadikannya

merasa tidak berharga dan merasa kecil (Hollowell, 2000). Minat sosial yang tidak

berkembang inilah yang menyebabkan remaja memiliki tujuan hidup yang terlalu tinggi

dan kemudian menjauhkan dirinya dengan komunitas orang disekelilingnya (Admin,

2004).

Page 15: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

Kesadaran diri yang negatif dan ketidakmampuan menjalin hubungan sosial yang

tidak sehat inilah yang merupakan sebagian kecil dari tanda bahwa remaja tersebut

memiliki kecerdasan emosi yang rendah.

4. Cara Coping Remaja yang Mengalami Inferiority Feeling

a. Kompensasi

b. Menyerah

B. Kecerdasan Emosi

1. Pengertian Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi pertama kali dikemukakan oleh psikolog Salovey dan

Mayer (Shapiro, 1997) untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang penting bagi

suatu keberhasilan. Kecerdasan emosi menuntut pemahaman perasaan, untuk belajar

mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan

tepat, menerapkan emosi dalam kehidupan sehari-hari secara selektif. Ditambahkan

Davies (Satiadarma dan Waruwu, 2003), menjelaskan bahwa kecerdasan emosi adalah

kemampuan seseorang untuk memahami emosi dirinya sendiri dan orang lain,

membedakan satu emosi dengan lainnya, dan menggunakan informasi tersebut untuk

menuntun proses berpikir serta berperilaku seseorang.

Patton (1998) menjelaskan bahwa kecerdasan emosi merupakan kemampuan

untuk menggunakan emosi secara efektif untuk membangun hubungan yang produktif,

mencapai tujuan serta meraih keberhasilan. Covey (2001) menyebut kecerdasan emosi

sebagai kematangan pribadi, yaitu keseimbangan antara keberanian dan tenggang rasa.

Page 16: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

Artinya individu dapat mengekspresikan perasaan dan keyakinan dengan keberanian

yang diimbangi dengan pertimbangan akan perasaan dan keyakinan orang lain.

Menurut Goleman (2004), kecerdasan emosi merupakan kemampuan emosional

yang dimiliki individu yang meliputi kemampuan mengontrol diri sendiri, memiliki

semangat dan ketekunan, kemampuan memotivasi diri sendiri, ketahanan menghadapi

frustrasi, kemampuan mengatur suasana hati dan kemampuan menunjukkan empati,

harapan serta optimisme. Individu juga mampu membina hubungan yang baik dengan

orang lain, mudah mengenali emosi orang lain dan penuh perhatian.

Penulis menyimpulkan bahwa pengertian kecerdasan emosi adalah suatu keadaan

individu untuk mengelola dan mengendalikan pikiran, perasaan dalam bertindak dan

berbuat, serta untuk membedakan dan menanggapi suasana hati yang akan menuntun

tingkah lakunya dalam menjalani kehidupan secara selektif.

2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi

Ada beberapa aspek dalam kecerdasan emosi ini menurut Goleman ( 2004 )

a. Kesadaran diri ( mengenali emosi diri )

b. Mengelola emosi

c. Memotivasi diri

d. Empati ( mengenali emosi orang lain )

e. Keterampilan sosial ( membina hubungan dengan orang lain )

Page 17: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

3.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi yang dimiliki seorang remaja tidak terlepas dari peranan

lingkungan sekitarnya. Goleman (2004) menyebutkan bahwa pola asuh orang tua,

sekolah atau pendidikan dan latar belakang budaya adalah faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap kehidupan emosional remaja.

Page 18: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

Metode Penelitian

A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian

Berdasarkan hipotesis yang diajukan, varibel-variabel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

A. Variabel Tergantung : Inferiority Feeling

B. Variabel Bebas : Kecerdasan Emosi

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Inferiority Feeling

Inferiority Feeling adalah suatu keadaan dimana seseorang mengembangkan

serangkaian penilaian negatif yang berlebihan tentang dirinya, cenderung menghindari

tantangan daripada menghadapinya, yang akhirnya menimbulkan perasaan lebih rendah

bila dibandingkan dengan orang lain sehingga dia tidak menikmati hubungan sosial

dengan baik.

2. Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi adalah sejauh mana seseorang mampu mmengenali, mengelola

dan mengekspresikan emosi secara tepat pada orang lain serta mampu memilahnya untuk

membimbing pikiran dan tindakan, agar termotivasi, bertahan dari berbagai macam

tekanan, dapat mengatur suasana hati agar mampu berhubungan dengan orang lain secara

efektif.

Page 19: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki dan perempuan yang berusia

antara 15-17 tahun, dan aktif sebagai siswa SMU BUDI LUHUR Yogyakarta.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode skala. Metode skala ini digunakan mengingat variabel-variabel dalam penelitian

ini, yaitu inferiority complex dan kecerdasan emosi lebih mudah diungkap dengan metode

skala. Metode skala juga memiliki bentuk langsung yang mendasar pada laporan tentang

diri sendiri atau self report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan

pribadi. Metode skala memiliki ciri khas atau karakteristik sebagai alat ukur psikologis

yaitu stimulus berupa pernyataan atau pertanyaan yang tidak langsung mengungkap

(dalam bentuk indikator perilaku) atribut yang hendak diukur, indikator-indikator

perilakunya diterjemahkan dalam bentuk-bentuk aitem.

Page 20: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

Hasil Penelitian

A. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat normal atau tidaknya distribusi sebaran

jawaban subjek pada suatu variabel yang dianalisis. Uji normalitas sebaran pada

penelitian menggunakan teknik analisis One-Sample Kolmogorov Test. Untuk

inferiority complex dengan koefisien K-SZ = 0.488 ; p= 0.971). Sedangkan

kecerdasan emosi K-SZ = 0.912 ; p= 0.377, maka kedua distribusi responden normal

(p > 0.05).

B. Uji Linearitas

Uji Linearitas dilakukan untuk melihat apakah data-datanya mengikuti garis

linier. Uji linearitas dilakukan dengan teknik Bivariation Linear. Syarat dari uji

normalitas ini adalah bila p < 0,05. Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh hasil F=

1.975; p = 0.164 sehingga korelasi antara kecerdasan emosi dengan Inferiority Feeling

tidak linier.

C. Hasil Uji Hipotesis

Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi

Spearman-Rho karena salah satu uji asumsi tidak terpenuhi. Hasil perhitungan

menunjukkan nilai r xy = -0.225 ; p = 0.027 hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan

negatif yang signifikan antara kecerdasn emosi dengan inferiority feeling pada remaja

dimana p < 0.05. Dengan demikian hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Nilai

negatif menunjukkan ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan inferiority

feeling. .Semakin tinggi kecerdasan emosi semakin rendah inferiority feeling. Sebaliknya

Page 21: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

semakin rendah kecerdasan emosi semakin tinggi inferiority feeling. Hasil analisis data

ini menunjukkan bahwa hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti diterima.

D. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subyek memiliki hubungan negatif yang

signifikan antara kecerdasan emosi dengan inferiority feeling. Semakin tinggi kecerdasan

emosi maka semakin rendah inferiority feeling, sebaliknya semakin rendah kecerdasan

emosi semakin tinggi inferiority feelingnya. Hal ini berarti sesuai dengan hasil penelitian

Gottman dan Declaire (1999) menyatakan bahwa anak-anak yang belajar mengenali dan

menguasai emosinya menjadi lebih percaya diri sekaligus lebih sehat secara fisik serta

akan menjadi remaja yang sehat secara emosional.

Remaja yang mengalami inferiority feeling cenderung akan menghindari

tantangan daripada menghadapinya. Mereka kurang memiliki pemahaman (insight)

dalam menghadapi permasalahan dan cenderung kaku dalam berperilaku yang akhirnya

mereka sulit dalam menjalin hubungan interpersonal dan sering merasa bersalah dan

tidak bahagia dengan kehidupannya (Goleman, 2004). Penelitian Thurston (Handayani,

1996) menyatakan bahwa remaja yang memiliki kecemasan tinggi cenderung mengalami

kesulitan dalam mengamati perilakunya sendiri maupun dalam merumuskan konsep

dirinya sesuai dengan kenyataan yang ada, karena mereka mempunyai kepercayaan diri

yang cenderung rendah sehingga hanya dapat melihat dirinya lebih rendah dari orang

lain. Sementara Penelitian Rahmat (Handayani, 1996) mengemukakan bahwa orang yang

kurang percaya diri cenderung dianggap tidak menarik, tidak puas, malas dalam studi

sehingga cenderung gagal secara akademik.

Page 22: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

Untuk itu perlu adanya kemampuan membina dan memelihara hubungan yang

memuaskan dengan saling memberi dan menerima. Keterampilan untuk menjalin

hubungan antar pribadi yang positif ini diperoleh dengan kemampuan individu untuk

memelihara kecerdasan emosinya. Apabila setiap individu memelihara dan

mengembangkan kecerdasan emosinya untuk dirinya sendiri maupun orang lain maka

hidupnya akan merasa tenang dan nyaman serta memiliki harapan yang positif tentang

hidupnya dan hubungannya dengan orang lain sehingga sikap inferiority feeling tidak

akan ada dalam benak dan bayangan setiap manusia, khususnya para remaja.

Seperti penelitian Setyadi (1998) yang menyatakan bahwa individu yang dapat

mengendalikan emosinya akan mendapatkan reaksi positif dari lingkungan sosialnya dan

ini dapat meningkatkan kepercayaan diri yang telah dimiliki sebelumnya. Remaja yang

mengalami inferiority feeling yaitu kesulitan dalam menjalin hubungan sosial

(www.pmila.com, 2000) dan hilangnya kepercayaan diri (Abdullah, 2004) yang

mengakibatkan remaja tersebut menjadi rendah diri dan putus asa dalam menjalani

kehidupannya. Hal ini berlawanan dengan remaja yang memiliki kecerdasan emosi,

dimana menurut Goleman (2004) adalah memiliki motivasi diri, dan mampu membina

hubungan sosial dengan orang lain (keterampilan sosial). Sikap pesimis dan negatif

thinking harus dibuang jauh dengan cara mengubah dan meluruskan cara berfikir. Karena

bayangan pikiran yang dimiliki setiap orang mengenai diri sendiri, juga bayangan pikiran

mengenai apa yang akan dilakukan memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan

pribadinya ( Abdullah, 2004).

Pikiran positif akan menghasilkan pengaruh yang positif pula. Hal ini didukung

oleh pendapat Goleman (2004) yang menyatakan bahwa orang yang optimis memiliki

Page 23: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

harapan yang besar. Semua hal dalam hidup akan menjadi lebih baik walaupun ada

rintangan ataupun kemunduran. Orang yang optimis akan melihat kekurangan atau

kegagalan sebagai sesuatu yang bisa diperbaiki atau diatasi sehingga dapat berhasil pada

kesempatan yang lain. Orang yang optimis memiliki kepercayaan diri yang tinggi

sehingga dia tidak akan memandang dirinya rendah dan tidak berguna.

Sikap optimis yang mendatangkan rasa percaya diri ini akan membawa remaja

mudah dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Pendapat tersebut didukung oleh

Sarlito (2004) yang menyatakan bahwa remaja yang memiliki kecerdasan emosi tinggi

juga memiliki kepercayaan diri yang tinggi yang diperolehnya dalam pergaulan sehingga

dia mampu menguasai emosinya dan memiliki mental yang sehat serta pandai dalam

menempatkan dirinya.

Subyek dalam penelitian ini memiliki tingkat inferiority feeling yang sedang.

Tingkat inferiority feeling yang sedang ini menunjukkan bahwa secara umum perasaan

rendah diri dan ketidakpercayaan diri terdapat pada setiap idividu, namun bagaimana

individu tersebut mampu mengatasinya agar terhindar dari perasaan inferior tersebut. Hal

tersebut sesuai dengan pernyataan Adler (Sujanto, 1986) bahwa rasa rendah diri bukan

tanda ketidaknormalan, melainkan sebagai pendorong kearah kemajuan atau

kesempurnaan hidup. Dengan perasaan diri yang kurang maka remaja akan memperbaiki

dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Seperti pendapat Huda (2000)

yang mengatakan bahwa setiap manusia memiliki kelemahan, namun kelemahan itu

dijadikan introspeksi diri untuk diperbaiki dan mengubahnya menjadi potensi yang baik.

Data deskriptif menunjukkan bahwa secara umum subjek penelitian memiliki

kecerdasan emosi dan inferiority feeling pada kategori sedang. Tingkat inferiority feeling

Page 24: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

subjek tergolong sedang ini ternyata merupakan hasil sumbangan dari kecerdasan emosi

sebesar 5.1 persen dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas lebih

lanjut dalam penelitian ini.

Kecilnya sumbangan kecerdasan emosi terhadap iniferiority feeling, maka dapat

disimpulkan bahwa kecerdasan emosi kurang efektif dalam memprediksi inferiority

feeling. Dilihat dari kecilnya angka sumbangan efektif diatas berarti sebagian besar

inferiority feeling dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Faktor-faktor yang lain tersebut

adalah keadaan dan suasana keluarga, gaya hidup dan cacat fisik (Alwisol, 2004).

Keluarga dengan suasana penuh penolakan, diktator, terlalu melindungi, disiplin

yang tidak konsisten, situasi keluarga yang berantakan, orang tua yang merendahkan dan

meremehkan akan membuat perasaan kecil hati dan akan berkembang menjadi inferiority

feeling (Kumar, 2000). Pendapat senada diungkapkan oleh Boulby (Santrock, 2003),

bahwa ikatan ibu dan anak dalam keluarga yang tidak memberikan rasa aman, tidak ada

cinta dan kasih sayang dalam pengasuhan akan menciptakan set kognitif yang negatif.

Hal ini akan mempengaruhi pengalaman pada kehidupan selanjutnya sehingga akan

menjadi remaja yang mengarahkan perasaan negatifnya pada diri sendiri yaitu

menghukum dirinya sendiri dengan mengurung diri, tidak mau bergaul dengan orang lain

(Darajat, 1994).

Setiap orang dapat mengembangkan perasaan inferior yang berlebihan, namun

remaja yang dilahirkan dengan keadaan fisik yang tidak sempurna mempunyai peluang

yang lebih besar. Penyimpangan dari bentuk badan remaja menimbulkan kegusaran batin

yang cukup mendalam, karena pada masa ini penampilan menjadi perhatian yang sangat

besar bagi remaja. Mereka sering kali mengganggap dirinya sebagai orang yang gagal

Page 25: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

dan tidak berguna, merasa memiliki kekurangan yang fatal dan sulit diperbaiki, dan

mengganggap dirinya buruk rupa (Admin, 2003).

Hal tersebut didukung oleh penelitian Harter (Santrock, 2003) yang menyatakan

bahwa penampilan fisik secara konsisten berkorelasi paling kuat dengan rasa percaya diri

dan penerimaan sosial remaja. Hal ini membuktikan bahwa keadaan fisik merupakan

kontributor yang berpengaruh pada penilaian diri remaja, yang apabila penilaiannya

buruk maka akan menghambat perkembangan kepribadian remaja yang sehat (Mooks,

Knoers dan Haditono, 2002).

Page 26: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

Penutup

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasilnya adalah

sebagai berikut :

1. Inferiority feeling responden pada penelitian ini secara umum termasuk dalam

kategori sedang

2. Kecerdasan emosi responden pada penelitian ini secara umum termasuk dalam kategori

sedang

3. Kecerdasan emosi berkorelasi negatif dengan inferiority feeling. Semakin tinggi

inferiority feeling responden penelitian maka semakin rendah kecerdasan emosi,

sebaliknya semakin rendah inferiority feeling semakin tinggi kecerdasan emosi

4. Kecerdasan emosi menyumbang 5.1 persen untuk tingkat inferiority feeling yang

dimiliki responden penelitian.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini diajukan saran sebagai berikut :

1. Bagi Subyek Penelitian

Untuk meningkatkan keyakinan dan kemampuan diri dengan mau berbicara dan

mengemukakan pendapat serta berani mengambil keputusan sendiri, selalu optimis yaitu

dengan tidak pernah menyerah dan putus asa, menerima kegagalan dan memperbaiki

kegagalan tersebut, berpikiran positif dalam memandang sesuatu, menerima diri

sebagaimana adanya, memiliki harapan dan cita-cita, mau bergaul dengan teman yang

Page 27: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

lain, mengikuti kegiatan yang melibatkan banyak orang seperti mengikuti organisasi,

mengikuti kepanitiaan ataupun kegiatan ekstrakurikuler.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tema yang sama, di sarankan untuk

memperhatikan faktor-faktor lain dari inferiority feeling. Melakukan penyempurnaan alat

ukur yang telah digunakan oleh peneliti agar lebih baik. Ini semata agar diperoleh hasil

penelitian yang lebih akurat. Subjek penelitian juga bisa lebih diperluas lagi

jangkauannya sehingga akan mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.

Page 28: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. F. 2004. Membangun Positive Thinking Secara Islam. Jakarta : Gema Insani.

Admin. 2003. Apakah inferioritas itu?.http// www.psikologi.net.13/07/05. Alwisol. 2004. Psikologi kepribadian. Malang : UMM Press.

Anthony, R. 1993. Rahasia Membangun Kepercayaan Diri. Jakarta : Bina Rupa Aksara. Azwar, S. 2003. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Berkowitz, L. 2003. Emotional Behaviour. Jakarta : PPM.

Bruno, F. J. 1989. Kamus Istilah Kunci Psikologis.Yogyakarta

: Kanisisus.

Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah : Kartini Kartono. Jakarta : PT. Raya Grafindo.

Covey, S. 2001. The 7 Habits of Highly Effective Teens. Jakarta : Binarupa Aksara. Darajat, Z. 1994. Remaja Harapan dan Tantangan. Jakarta : CV. Ruhama.

Draver, J. 1986. Kamus Psikologi. Jakarta : Bina Aksara. Echois, J. M & Shadily, H. 1992. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia

Pustaka Utama. Goleman, D. 1999. Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Prestasi Puncak. Jakarta :

PT.Gramedia Pustaka Utama. Goleman, D. 2004. Emotional Intelligent. Kecerdasan Emosional : Mengapa EI lebih

penting daripada EQ. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama. Gottman, J. dan Declaire, J. 1999. Kiat-kiat membesarkan anak yang memiliki

kecerdasan emosi ( Terjemahan ). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.. Hadi, S. 2002. Metodologi Research Jilid 2. Yogyakatra : Andi Offset.

Page 29: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

Hall, C. S & Linsey, G. 1993. Teori-teori Psikodinamik ( Klinis ). Editor : A.

Supratiknya. Yogyakarta : Kanisius.. Handayani, P. K. 1996. Kepercayaan diri dan kecenderungan Neoritis pada Remaja.

Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas psikologi UGM. Hawari, D. 1996. Al Quran. Ilmu Keokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta : PT.

Dana Bakti Primajasa. Heffner. 2004. Alfred Ader’s Individual Psychology. http://www.allpsych.com. 30/03/05. Hollewell, E. M. Penyakit rendah diri (Minder). http: //www.pmila.com. 17/02/05. Huda, N. 2000. Sukses Dunia Akhirat. Jombang : Lintas Media. Hurlock, E. B. 2002. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga.

--------.Inferiority Complex. http://www.eramoslem.com.04/03/05.

-------- Inferriority Complex. http://www.evingfeelings.com/inferior.htm.06/04/05 Jalaludin. 1997. Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan. Jakarta : CV Majasari Indah. Kalia.L.H, Singh.H.N.&Singh,R. 2002. Ensclopedia of the World Psychologists.Delhi :

tarun Offset Press. Kartono, K. 1981. Gangguan-gangguan Psikis. Bandung : Sinar Baru.

Kartono, K&Gulo, D. 1987. Kamus Psikologi. Bandung : CV.Pionir Jaya.

Kumar, A. 2000. Encyclopaedia Of Psychology. New Delhi : Mehra Offes Press. Kumara, A. 1988. Studi Pendahuluan tentang validitas dan reliabilitas the test of self

cofidence. Lap Penelitian (Tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikilogi UGM.

La rose. 1998. Pengembangan Persona Pribadi. Jakarta : Pustaka Kartini.

Lauster, P. 1978. The Personality Test. London&Sidney : Pans Book. Lonon, I. H. 2002. The Inferiority Complex and The need For Social Approval. http://

www.discover-your.mind.co.uk.03/04/05. Maltz, M. 2000. Psycho-cybernetics Mutakhir. Batam Centre : Interaksa.

Page 30: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

-------- Masa Kecilku Kebahagiaanku. http://www.paap93.8m.com.04/03/05 http:

//www.pmila.com. 17/02/05.

Mooks, F.J., Knoers, A.M.P& Haditono, S. R. Psikologi Perkembangan. 2002. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Mursal. 1976. Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan. Bandung : PT. Alma’Arif. Mu’tadin, Z. 2002. Mengenal Kecerdasan Emosional Pada Remaja. http: //www.e-

psikologi.com. 17/01/05. Notosoerdijo, M dan Latipun. 2002. Kesehatan Mental. Malang : UMM. Olivia, R. 2005. Lebih Positif Lebih Semangat. Majalah Citacinta 96-98. Oktasela, D. 1997. Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja. Skripsi. Tidak

diterbitkan. Fakultas psikologi UGM Peale, N.V. 1992. Berfikir Positif. Jakarta : Bina Rupa Aksara. Ramdhani, N. 1996. Perubahan Perilaku dan Konsep Diri Yang Sulit Bergaul Setelah

menjalani pelatihan ketrampilan sosisl. Jurnal Psikologi, 1, 13-20 Santrock, J. W. 2003. Adolecence ( Terjemahan ). Jakarta : Erlangga Sarlito. 2004. Kejarlah EQ Sukses Kau Tangkap. Intisari, 40-46. Satiadrma, M.P dan Waruwu, F.E. 2003. Mendidik Kecerdasan. Pedoman Bagi Orang

Tua dan Guru dalam Mendidik Anak Cerdas. Jakarta : Pustaka Populer Obor. Setiadi, A.V.A. 2001. Hubungan antara kecerdasan emosi dengan keberhasilan bermain

game. Anima, 17, 42-52. Stein, P.J & Book, M.D., Howard, E. 2002. Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar Kecerdasan

Emosional Meraih Sukses. Bandung : Kaifa. Stringer, K. 2000. Alfred Adler : Feb 7 1870 – May 28 1937. http:// www.

Toddlertime.com.30/03/05. Sudarsono. 1993. Kamus Filsafat dan Psikologi. Jakarta : Pt. Rineka Cipta. Suryabrata, S. 2003. Psikologis Kepribadian. Jakarta : Rajawali Pers. Suryanto, W. 2005. Memupuk Percaya Diri Sejak Kecil. http://

www.intisari.com.15/05/06

Page 31: Psikologi Diajukan oleh - psychology.uii.ac.idpsychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN INFERIORITY

Susanto, A. 2001. Psikologi Kepribadian. Jakarta : PT Bumi Aksara. Susilo, B.J. 1985. Cemas. Majalah Anda. Maret 1985. Yayasan Bina Psikologi. Utamadi, G. 2000. Self Esteem dan Peer Pressure pada Remaja.

http://www.bkkbn.org.id.04/03/05. Wahyono. 2001. Tekad. Memahami Kecerdasan Emosi Melalui Kerja Sistem Limbik.

Anima, Indonesian Psychological Journal, 17, 36-41.