provisional measure

15
1 THERESIA A – 110110100014 R. SHELLY F - 110110100054 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN Kata Pengantar Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, Penulis telah dapat menyelesaikan penulisan makalah ini, yang berjudul PROVISIONAL MEASURE DAN KASUS-KASUS TERKAIT pada mata kuliah Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Dengan selesainya penulisan makalah ini, semoga dapat menambah pengetahuan dibidang Hukum Internasional khususnya pada program ilmu hukum dan dapat pula memberi manfaat pada para pembaca. Di dalam makalah ini penulis selain memaparkan kasus terkait perbuatan sementara juga menjelaskan analisis serta dasar hukum yang sesuai. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Hj. Sinta Dewi, SH., LL.M dan Diajeng Wulan C., SH., LL.M yang telah memberikan tugas kepada kami sehingga kami dapat memahami lebih dalam lagi tentang penyelesaian sengketa internasional.

Upload: theresia-sagala

Post on 05-Dec-2014

90 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Provisional Measure

1

THERESIA A – 110110100014

R. SHELLY F - 110110100054

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

Kata Pengantar

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, Penulis telah dapat

menyelesaikan penulisan makalah ini, yang berjudul PROVISIONAL MEASURE DAN

KASUS-KASUS TERKAIT pada mata kuliah Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional.

Dengan selesainya penulisan makalah ini, semoga dapat menambah pengetahuan dibidang

Hukum Internasional khususnya pada program ilmu hukum dan dapat pula memberi manfaat

pada para pembaca.

Di dalam makalah ini penulis selain memaparkan kasus terkait perbuatan sementara juga

menjelaskan analisis serta dasar hukum yang sesuai.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Hj. Sinta Dewi,

SH., LL.M

dan Diajeng Wulan C., SH., LL.M yang telah memberikan tugas kepada kami sehingga

kami dapat memahami lebih dalam lagi tentang penyelesaian sengketa internasional.

Di dalam makalah ini sudah pasti banyak kekurangan, untuk kritikan serta saran sangat

diharapkan dari pembaca maupun penilai untuk menyempurnakan tulisan ini pada waktu

selanjutnya.

Bandung, Maret 2013

Page 2: Provisional Measure

2

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam interaksi konflik atau sengketa adalah hal yang lumrah terjadi. Sengketa adalah

adanya ketidaksepakatan mengenai masalah hukum atau fakta-fakta atau konflik mengenai

penafsiran atau kepentingan antara dua bangsa yang berbeda. Ditinjau dari konteks hukum

internasional publik, sengketa dapat didefinisikan sebagai ketidaksepakatan salah satu subyek

mengenai sebuah fakta, hukum, atau kebijakan yang kemudian dibantah oleh pihak lain.

Berbagai metode penyelesaian sengketa telah berkembang sesuai dengan tuntutan jaman. Metode

penyelesaian sengketa dengan kekerasan, misalnya perang, invasi, dan lainnya, telah menjadi

solusi bagi negara sebagai aktor utama dalam hukum internasional klasik.

Upaya-upaya penyelesaian sengketa telah menjadi perhatian yang cukup penting di

masyarakat internasional sejak awal abad ke-20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan

hubungan antarnegara yang lebih baik. Berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan

internasional.

Pasal 2 (3) Piagam PBB menetukan bahwa segenap anggota PBB harus menyelesaikan

sengketa internasional dengan jalan damai dan mempergunakan cara-cara sedemikian rupa

sehingga perdamaian dan keamanan internasional, serta keadilan tidak terancam. Ada dua cara

untuk menyelesaikan sengketa internasional, yaitu:

a. Perjanjian antara dua pihak yang bersengketa dan,

b. Keputusan badan peradilan.

Page 3: Provisional Measure

3

Mengacu pada judul makalah, penulis akan menjelaskan mengenai penyelesaian sengketa

berdasarkan keputusan badan peradilan. Khususnya mengenai Provisional Measure/Penentuan

Langkah sementara.

Tentu saja ini menarik bagi penulis karena betapa banyaknya keputusan badan peradilan

yang ternyata telah diterapkan oleh Mahkamah Internasional/ICJ.

B. Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud dengan provisional measure?

Bagaimana penerapan provisional measure dalam kasus Preah Vihar dan

kasus LaGrand? Bagaimanakah akibat hukumnya?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Provisional Measure

Adalah suatu bentuk tindakan yang diusulkan oleh Badan Peradilan kepada para pihak

yang bersengketa. Biasanya diterapkan untuk Contentious Jurisdiction atau dengan kata lain

mengadili suatu sengketa antara 2 negara atau lebih (Jurisdiction Ratione Personae). Dalam

bahasa Indonesia dikenal sebagai tindakan sementara.

B. Dasar Hukum

Pasal 41 ayat 1 Statuta Roma yang berbunyi, “Apabila menurut pertimbangan

Mahkamah, hal demikian dikehendaki oleh keadaan, maka Mahkamah mempunyai kekuasaan

untuk mengusulkan sesuatu tindakan sementara yang harus diambil untuk memelihara hak-hak

dari masing-masing pihak.”

C. Tujuan Provisional Measure

Sebagaimana yang dimaksud di atas yaitu untuk memelihara hak-hak dari masing-masing

pihak.

Page 4: Provisional Measure

4

D. Pembahasan Kasus Serta Analisisnya

Kasus 1 - Candi Preah Vihear

Para Pihak: Kamboja dan Thailand

Wilayah Candi Preah Vihear yang terletak di selatan Kamboja dan utara Thailand telah

lama menjadi sumber konflik perbatasan wilayah Kamboja – Thailand. Masing-masing negara

mengklaim wilayah candi tersebut sebagai bagian dari teritori mereka. Klaim Kamboja

didasarkan pada peta yang dibuat tahun 1907, sementara Thailand menggunakan peta tahun

1904. Ketika kasus tersebut dibawa ke International Court of Justice (ICJ) pada tahun 1962,

pihak Kamboja dinyatakan berhak atas wilayah candi tersebut. Keputusan ini ditolak keras oleh

Thailand yang tetap mempertahankan klaimnya. Sejak saat itu konflik perbatasan antara kedua

negara berlangsung hingga saat ini. Kontak senjata kembali mengemukakan pada tahun 2008

hingga 2009 antara militer Kamboja dan Thailand. Konflik perbatasan Kamboja – Thailand ini

tidak hanya mempengaruhi stabilitas politik dalam negeri kedua negara, tapi juga stabilitas

regional ASEAN, mengingat Kamboja dan Thailand sama-sama anggota ASEAN. Bagaimana

peta latar belakang konflik perbatasan di wilayah Candi Preah Vihear antara Kamboja – Thailand

dan implikasinya terhadap politik-keamanan dan sosial-ekonomi di kedua negara tersebut dan di

regional ASEAN menjadi fokus perhatian penelitian ini.

Kemudian bagaimana kebijakan pemerintah Kamboja dan Thailand serta ASEAN dalam

menyikapi dan menyelesaikan masalah perbatasan wilayah di Candi Preah Vihear menjadi fokus

lain dari penelitian ini. Penelitian akan dilakukan di Jakarta dengan melakukan diskusi

mendalam dengan para pakar yang menguasai masalah ini serta dengan Perwakilan

Pemerintahan Thailand dan Kamboja di Jakarta serta dengan narasumber dari Sekretariat

ASEAN. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang didasarkan pada studi kepustakaan

dan wawancara mendalam (indepth interview) dan didukung pula dengan FGD (Focus Group

Discussion) untuk menjaring informasi yang akurat dan komprehensif.

Candi di perbatasan Kamboja dan Thailand memicu konflik. Kini penduduk desa di

kawasan perbatasan mengungsi, ketakutan karena Kamboja dan Thailand mengerahkan makin

banyak tentara.

Page 5: Provisional Measure

5

Kini 70 persen penduduk desa sudah meninggalkan kawasan perbatasan Kamboja dan

Thailand. Begitu ungkap pejabat militer Kamboja. Saat ini, lebih dari 400 tentara Thailand dan

800 tentara Kamboja ditempatkan di lembah menuju candi Preah Vihar. Keo Neang yang

membangun hunian sementara di gunung dekat candi itu mengatakan bahwa lebih dari seratus

keluarga sudah mengungsi dari desanya.

Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengimbau agar Thailand segera menarik pulang

pasukannya. Menurut Hun Sen, peningkatan jumlah pasukan Thailand telah memperburuk

sengketa perbatasan antara Kamboja dan Thailand. Ia menyatakan harapannya untuk meredakan

ketegangan saat pembicaraan pekan depan. Begitu tulis Hun Sen dalam suratnya kepada Perdana

Menteri Thailand.

Terkait meruncingnya situasi, Perdana Menteri Thailand, Samak Sundarajev menunjuk

kepada penangkapan tiga aktifis Thailand yang secara ilegal menyebrang masuk ke Kamboja.

Menurut dia, penangkapan itulah yang memicu konflik. Para aktivis yang terdiri dari seorang

lelaki, perempuan dan biksu itu bermaksud memrotes kepemilikan candi Preah Vihar.

Candi Preah Vihar yang dibangun oleh suku asli Kamboja, suku Khmer dan 1962

ditetapkan oleh Mahkamah Internasional Den Haag sebagai milik Kamboja. Namun menurut

arkeolog Thailand, Srisakra Valibhotama, “sebenarnya Ini bukan tanah siapa-siapa. Tak ada yang

memilikinya, wilayah ini bukan milik Kamboja dan bukan pula milik Thailand. Perbatasan

antara kedua negara itu dibuat secara sembarangan pada zaman kolonial Perancis. Memang

candinya dibuat oleh seorang raja Kamboja, tapi dalam sejarah ini merupakan tempat suci bagi

seluruh masyarakat kawasan ini. Orang-orang datang dari mana-mana untuk beribadah dan

menghormati para dewa.”

Jalan terbaik dan termudah untuk mencapai Candi Preah Vihar berada di wilayah

Thailand. Selama ini, sengketa mengenai batas negara antara Kamboja dan Thailand tidak

banyak dibicarakan.

Kedua negara saling melemparkan tuduhan melakukan pelanggaran wilayah pihak lain

dalam sengketa atas tanah dekat paling tidak tiga kuil kuno di sepanjang perbatasan kedua

negara. Paling tidak seorang tentara Kamboja dan dua tentara Thailand cedera ketika satuan-

satuan itu terlibat baku tembak singkat 3 Oktober dekat kuil Preah Vihear.

Page 6: Provisional Measure

6

Dua tentara Thailand lainnya juga cedera parah pekan lalu setelah menginjak sebuah ranjau

dekat reruntuhan kuil itu.

Perundingan untuk menarik pasukan dari sekitar kuil Preah Vihear juga ditunda akhri

Agustus di tengah-tengah konflik politik di Thailand. Ketegangan meningkat Juli setelah kuil

Preah Vihear Khmer diberikan status warisan dunia oleh badan kebudayaan PBB UNESCO,

yang menimbulkan kemarahan kaum nasionalis di Thailand yang masih mengklaim kepemilikan

lokasi itu. Ketegangan-ketegangan itu berubah menjadi konfrontasi militer di mana sekitar 1.000

tentara Kamboja dan Thailand saling berhadapan selama enam minggu.

Kedua negara sepakat untuk menarik pasukan pertengahan Agustus, yang menyisakan beberapa

tentara yang ditempatkan dekat kuil itu. Akan tetapi, banyak bagian dari perbatasan Kamboja-

Thailand tetap jadi sengketa, dan lambatnya pembersihan ranjau menunda demarkasi perbatasan

itu.

Pengadilan Mahkamah Internasional tahun 1962 memutuskan bahwa candi tersebut

merupakan hak Kamboja. Namun wilayah di sekitar kompleks candi masih jadi bahan rebutan

dengan tetangga Kamboja, Thailand.

Kasus 2- La Grand

Para Pihak : Germany v. United State of America

Kasus Posisi

Pada tanggal 7 Januari 1982, Karl LaGrand dan Walter LaGrand, dua orang warga negara

Jerman yang telah tinggal di Amerika Serikat sejak berusia 3 tahun, melakukan sebuah

perampokan bersenjata yang menewaskan 1 orang warga Negara Amerika dan melukai 1 orang

lainnya. Berdasarkan putusan yang dibuat oleh Lembaga Peradilan Amerika Serikat, LaGrand

bersaudara dijatuhi  hukuman mati dengan dakwaan tindakan terorisme.

            LaGrand bersaudara tidak diinformasikan sehubungan dengan adanya hak

pendampingan konsuler berdasarkan Vienna Convention of Consular Relation (VCCR) 1963, dan

pemerintah Amerika Serikat pun tidak memberitahukan Kantor Konsuler Pemerintah Jerman di

wilayahnya (Marana, Arizona) akan tertangkapnya dan diadilinya 2 orang warga Negara Jerman.

Page 7: Provisional Measure

7

LaGrand bersaudara pun mengajukan permohonan asistensi konsuler agar mendapatkan

keringanan putusan. Namun pemerintah Amerika Serikat tidak menggubris permohonan ini.

            Karl LaGrand dieksekusi dengan menggunakan metode suntik mati pada 24

Februari 1999. Sedangkan  Walter LaGrand dieksekusi dengan metode gas chamber pada 3

Maret 1999. Beberapa jam sebelum eksekusi Walter LaGrand, pemerintah Negara Jerman

mengajukan permohonan ke ICJ untuk mendapatkan Provisional Court Order untuk menunda

eksekusi Walter LaGrand, namun US Supreme Court menyatakan bahwa ICJ tidak memiliki

yurisdiksi dalam kasus ini dan tetap menajalankan eksekusi Walter LaGrand.

            Putusan Melalui Putusan ICJ pada 27 Juni 2001, ICJ menolak seluruh argument

Amerika Serikat dan menyatakan bahwa Amerika Serikat telah melanggar VCCR dengan

menjalankan default procedure-nya terhadap kasus ini.

Fakta Hukum

1.      Pada tanggal 7 Januari 1982, Karl LaGrand dan Walter LaGrand, dua orang warga

negara Jerman yang telah tinggal di Amerika Serikat sejak berusia 3 tahun, melakukan sebuah

perampokan bersenjata yang menewaskan 1 orang warga Negara Amerika dan melukai 1 orang

lainnya;

2.      Berdasarkan putusan yang dibuat oleh Lembaga Peradilan Amerika Serikat,

LaGrand bersaudara dijatuhi  hukuman mati dengan dakwaan tindakan terorisme. AS kemudian

mengetahui bahwa Lagrand bersaudara adalah warga negara Jerman namun tidak

memberitahukan hak – hak mereka berdasarkan VCCR.

3. Setelah mengetahui hak-nya, LaGrand bersaudara meminta naik banding dengan

dasar tidak diberitahukan hak mereka atas batuan konsular, dan dengan itu mereka tidak dapat

membela diri dengan baik. Federal courts menolak dengan

4. alasan dasar tersebut hanya bisa diajukan di state courts, berdasarkan procedural

default.

4.      Karl LaGrand dieksekusi dengan menggunakan metode suntik mati pada 24

Februari 1999. Sedangkan  Walter LaGrand dieksekusi dengan metode gas chamber pada 3

Maret 1999. Beberapa jam sebelum eksekusi Walter LaGrand, pemerintah Negara Jerman

mengajukan permohonan ke ICJ untuk mendapatkan Provisional Court Order untuk menunda

Page 8: Provisional Measure

8

eksekusi Walter LaGrand, namun US Supreme Court menyatakan bahwa ICJ tidak memiliki

yurisdiksi dalam kasus ini dan tetap menajalankan eksekusi Walter LaGrand.

5.      Atas dasar itulah pihak Jerman membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional

(International Court of Justice).

Putusan Mahkamah Internasional

--- Jurisdiction and Admisibility---

Aplikasi Jerman dapat diterima, berdasarkan pasal 36 paragraf 1 statuta ICJ dan pasal

1optional protocol concerning the Compulsory Settlement of Disputes.

Mengenai Pokok Permasalahan

1. Amerika dengan tidak memberitahukan LaGrand bersaudara atas hak-haknya

telah melanggar pasal 36 ayat 1(b) VCCR dan dengan mencegah Jerman untuk memberikan

bantuan konsuler AS telah melanggar pasal 36 ayat 1 VCCR;

2. Dengan tidak memberikan kesempatan bagi Lagrand bersaudara untuk

menggunakan VCCR dan dengan menerapkan Ketentuan procedural defaults AS melanggar

pasal 36 (2) VCCR;

3.      Provisional orders ICJ bersifat mengikat dan AS telah melanggar kewajiban

intenasionalnya dengan tidak melaksanakan putusan sementara ICJ pada kasus ini;

4. Amerika Serikat diharuskan menyesuaikan hukum nasionalnya berdasarkan

konvensi tersebut dan memberikan jaminan terhadap Jerman bahwa diwaktu yang akan datang

bentuk-bentuk kelalaian tersebut tidak akan terulang kembali, terutama kepada warga negara

Jerman.

Pertimbangan Putusan

1.      Aplikasi Jerman dapat diterima, berdasarkan pasal 36 paragraf 1 statuta ICJ dan

pasal 1 optional protocol concerning the Compulsory Settlement of Disputes. Pada optional

protocol tersebut jerman menggunakan compulsory jurisdiction ICJ untuk memasukan kasus ini

Page 9: Provisional Measure

9

ke ICJ. Pasal 36 menciptakan hak spesifik terhadap individual asing berdasarkan hukum

internasional. sehingga Article I of the optional protocol dapat diterapkan pada warga negara

individual yang ditahan;

2.      Procedural default tidak dapat diterapkan untuk mencegah dilaksanakannya hak–

hak yang dimiliki oleh tahanan berdasarkan VCCR. Dengan penerapan procedural default maka

akan mencegah berlakunya pasal 36 ayat 1 secara penuh sehingga melanggar pasal 36 ayat 2.

3.      AS diharuskan untuk memperbaiki penerapan hukum dimana pasal 36 VCCR telah

dilanggar. ICJ menganggap bahwa dengan lalainya AS memberikan consular notification,

permintaan maaf dari AS tidak mencukupi. Sehingga perbaikan penerapan terhadap putusan

tersebut harus diperbaiki.

Analisis Kasus

Pada kasus Preah Vihear, Pada tahun 1962, ICJ mengesahkan kepemilikan kuil Preah

Vihear kepada Kamboja. Namun daerah seluas 4,6 km persegi di sekitarnya, yang berada di atas

tebing setinggi 525 meter tepat di daerah aliran sungai antara Thailand dan Kamboja, telah sejak

lama disengketakan oleh kedua negara, dan menimbulkan beberapa bentrokan di perbatasan

antara tahun 2008 dan 2011.

Pada tahun 2011, setelah terjadinya suatu bentrokan, Kamboja meminta ICJ untuk

menafsirkan keputusan tahun 1962 itu dan menjelaskan kepemilikan tanah tersebut yang kini

dikonversi menjadi zona demiliterisasi untuk mencegah konflik lanjutan.

ICJ dijadwalkan untuk mendengar argumentasi Thailand dan Kamboja antara 15-19

April, dan vonis final pada bulan Oktober.

Selama dengar pendapat itu, Kamboja akan mengajukan langkah-langkah sementara

untuk mengatasi sengketa, termasuk penarikan pasukan Thailand dari daerah tersebut. ICJ

memang telah menolak permohonan Thailand untuk membatalkan seluruh kasus ini.

Sedangkan pada kasus LaGrand, dalam pertimbangan putusan terkait dengan pasal 32 (2)

mengatur bahwa ketentuan-ketentuan tentang hak-hak warga negara asing tersebut sebagaimana

ayat 1 harus bersesuaian dengan hukum negara penerima (receiving state). ICJ telah

memutuskan provisional measures (peraturan sementara) untuk Amerika menahan segala bentuk

Page 10: Provisional Measure

10

tindakan eksekusi terhadap Walter LaGrand sebelum ada putusan selanjutnya yang dikeluarkan

ICJ.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Provisional Measure adalah suatu bentuk tindakan yang diusulkan oleh Badan Peradilan

kepada para pihak yang bersengketa. Biasanya diterapkan untuk Contentious Jurisdiction atau

dengan kata lain mengadili suatu sengketa antara 2 negara atau lebih (Jurisdiction Ratione

Personae). Dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai tindakan sementara yang bertujuan untuk

memelihara hak-hak dari masing-masing pihak.

Mengacu pada kedua kasus diatas, dalam pertimbangan konvensi ICSID, setelah hati-hati

membaca pasal 41 Konvensi ICSID, orang mungkin merasa bahwa langkah-langkah sementara

tidak dianggap sebagai kekuatan tender hukum karena pasal tersebut menggunakan kata

"dianjurkan", daripada "resep" atau "order". Beberapa ahli hukum terkemuka menganggap

tindakan sementara yang diberikan oleh arbiter sebagai kekuatan non-yuridis mengikat, atau

moral yang mengikat.

Memang, provisional measure pada hakikatnya mengikat secara hukum. Ada beberapa

pendapat mengenai kekuatan hukum dari provisional measure ini. Namun yang jelas provisional

measure sebenarnya lebih mementingkan hak asasi dari masing-masing pihak.