provinsi sulawesi tenggara - bi.go.id · grafik 1.4 indeks pengeluaran saat ini 10 grafik 1.5...

129
FEBRUARI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Upload: domien

Post on 23-Jul-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Page 2: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

www.bi.go.id/web/id/Publikasi/

Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA

Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi

Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari

No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718

Keterangan Cover:

Aktivitas perdagangan di salah satu pasar tradisional di Kota Kendari

Fotografer: Dedy Prasetyo

Page 3: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi

Tenggara (Sultra) ini disusun setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara. Isi di dalamnya mencakup aspek

pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan

pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang,

ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek

perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah ini disamping bertujuan

untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam

merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial maupun sistem

pembayaran, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para

stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor

Perwakilan Bank Indonesia di daerah diharapkan dapat semakin berperan

sebagai strategic partner bagi stakeholder di wilayah kerjanya.

Secara umum, kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan IV

2016 tumbuh terakselerasi akibat adanya percepatan pertumbuhan yang

terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi Tenggara pada sisi permintaan.

Sementara itu, tekanan inflasi mengalami penurunan terutama dari

komponen volatile food dan administered prices. Berbagai upaya juga terus

dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia untuk dapat mengendalikan

inflasi. Dari sisi stabilitas keuangan daerah, sumber kerentanan pada sektor

rumah tangga maupun korporasi masih terjaga di tengah kinerja institusi

keuangan (perbankan) yang melambat.

Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta

informasi dari berbagai institusi baik secara langsung melalui survei dan

liason maupun data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut,

pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan

kepada semua pihak yang telah berkontribusi, baik berupa pemikiran

maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan

reliable. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan

untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.

Kendari, 22 Februari 2017

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara

Minot Purwahono

Kata

Pengantar

Page 4: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

ii

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di

regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

serta pencapaian inflasi yang rencah dan nilai tukar yang

stabil

MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas

transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan

ekonomi yang berkualitas.

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif

dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal

dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber

pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada

pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan

lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas

moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan

memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan

nasional

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank

Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan

berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola

(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan

tugas yang diamanatkan Undang-Undang

NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia,

manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau

berperilaku, yang terdiri atas:

Trust and Integity – Professionalism – Excellence – Public

Interest – Coordination and Teamwork

Page 5: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

Kata Pengantar i

Visi Misi Bank Indonesia ii

Daftar Isi iii

Daftar Grafik v

Daftar Tabel viii

Tabel Indikator Terpilih Ix

RINGKASAN EKSEKUTIF 1

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 5

1.1. KONDISI UMUM 7

1.2. SISI PERMINTAAN 8

1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga 10

1.2.2. Konsumsi Pemerintah 11

1.2.3. Investasi 12

1.2.4. Ekspor dan Impor 14

1.2. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA 17

1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 18

1.3.2. Pertambangan dan Penggalian 20

1.3.3. Industri Pengolahan 22

1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran 23

1.3.5. Konstruksi 25

BOKS 1. Peningkatan Daya Saing Komoditas Kakao Sulawesi Tenggara Melalui

Program Klaster

27

BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 31

2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN 2016 33

2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 33

2.2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan 33

2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja 35

2.3. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBN PROVINSI 37

2.4. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD KOTA/KABUPATEN 38

BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 39

3.1. KONDISI UMUM 41

3.1.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (year on year) 41

3.1.2. Perkembangan Inflasi Bulanan (month to month) 43

3.2. DISAGREGASI INFLASI 45

3.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI 46

Daftar

Isi

Page 6: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

iv

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH 49

4.1. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA 51

4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga 51

4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga 53

4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di Perbankan 56

4.1.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga 57

4.2. ASESMEN SEKTOR KORPORASI 61

4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi 61

4.2.2. Kinerja Korporasi 62

4.2.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi 66

4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN (PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA 68

4.3.1. Aset Bank Umum 68

4.3.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga 69

4.3.3. Rentabilitas Bank Umum Sulawesi Tenggara 74

4.3.4. Perbankan Syariah 75

4.3.4. Bank Perkreditan Rakyat 76

4.4. AKSES KEUANGAN 77

4.4.1. Akses Keuangan Kepada UMKM 77

4.4.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk 78

BOKS 2. Layanan Keuangan Digital (LKD) Untuk Meningkatkan Aksesibilitas

Masyarakat kepada Layanan Bank

80

BAB V SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 83

5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI 85

5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring 85

5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS 85

5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 86

5.2.1. Aliran Uang Kartal 86

5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar 87

5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Tidak Asli 88

BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 95

6.1. KETENAGAKERJAAN 97

6.2. KESEJAHTERAAN 98

BAB VII PROSPEK EKONOMI DAERAH 101

7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 103

7.1.1. Triwulan II 2017 103

7.1.1. Tahun 2017 105

7.1. PROSPEK INFLASI 106

7.2.1. Triwulan II 2017 106

7.2.1. Tahun 2017 107

Daftar Istilah

Tim Penyusun

Page 7: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara 7

Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan IV

2016

7

Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan Kebutuhan Rumah Tangga 10

Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10

Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11

Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara 12

Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara 12

Grafik 1.8 Nilai Ekspor Luar Negeri dari Sulawesi Tenggara 13

Grafik 1.9 Pangsa Komoditas Ekspor 13

Grafik 1.10 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara 14

Grafik 1.11 Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara 15

Grafik 1.12 Arus Muat Barang 15

Grafik 1.13 Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara 16

Grafik 1.14 Arus Bongkar Barang di Pelabuhan 16

Grafik 1.15 Luas Panen Padi di Sulawesi Tenggara 19

Grafik 1.16 Kredit Pertanian di Sulawesi Tenggara 19

Grafik 1.17 Indeks Produksi Ore Nikel 20

Grafik 1.18 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara 20

Grafik 1.19 Kredit Industri Sulawesi Tenggara 21

Grafik 1.20 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara 23

Grafik 1.21 Transaksi Perdagangan Luar Negeri 23

Grafik 1.22 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat Pelabuhan Kendari 24

Grafik 1.23 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara 24

Grafik 1.24 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara 25

Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara 33

Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara 33

Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan 35

Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi dan Target 35

Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara 41

Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahunan Provinsi di Sulawesi 41

Grafik 3.3 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara Berdasarkan Kelompok 41

Grafik 3.4 Pergerakan Inflasi Tahunan Kota Kendari dan Kota Baubau Bedasarkan

Kelompok

42

Grafik 3.5 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Triwulan IV 2016 & Tracking Januari

2016

42

Daftar

Grafik

Page 8: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

vi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Grafik 3.6 Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan Sulawesi Tenggara 43

Grafik 3.7 Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari dan Kota Baubau Triwulan IV

2016

43

Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara 51

Grafik 4.2 Pertumbuhan Aktivitas Konsumsi Rumah Tangga Setahun se-Sulawesi 51

Grafik 4.3 Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap Ekonomi Saat ini 52

Grafik 4.4 Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan 6 Bulan Mendatang 52

Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan 6 Bulan Yang Lalu 52

Grafik 4.6 Ekspektasi Peningkatan Gaji/Upah 6 bulan Mendaatang Berdasarkan

Sektoral

52

Grafik 4.7 Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Mendatang 53

Grafik 4.8 Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang Berdasarkan Komoditi 53

Grafik 4.9 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 53

Grafik 4.10 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pengeluaran/Bulan 53

Grafik 4.11 Kecukupan Pendapatan RT Debitur Bank Untuk Memenuhi Kebutuhan

dan Membayar Cicilan

55

Grafik 4.12 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang Debitur Bank 55

Grafik 4.13 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara 56

Grafik 4.14 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara 56

Grafik 4.15 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Tenggara 57

Grafik 4.16 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan 57

Grafik 4.17 Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 57

Grafik 4.18 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 57

Grafik 4.19 Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan Oleh UMKM 58

Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 58

Grafik 4.21 NPL dan Suku Bunga Kredit Rumah Tangga & Kredit Konsumsi di

Sulawesi Tenggara

58

Grafik 4.22 Pertumbuhan KPR dan Pangsa KPR Tiap Tipe 58

Grafik 4.23 NPL dan Suku Bunga KPR 59

Grafik 4.24 Pertumbuhan KKB dan Pangsa Tiap Jenis 59

Grafik 4.25 NPL dan Suku Bunga KKB 60

Grafik 4.26 Pertumbuhan Multiguna 60

Grafik 4.27 NPL dan Suku Bunga Multiguna 61

Grafik 4.28 Komposisi Eskpor Sulawesi Tenggara 61

Grafik 4.29 Harga Nikel Internasional 62

Grafik 4.30 Kondisi Kegiatan Ushaa di Sulawesi Tenggara 62

Grafik 4.31 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison 63

Grafik 4.32 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Koorporasi di Sulawesi

Tenggara

65

Grafik 4.33 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Koorporasi Berdasarkan

Sektoral

65

Grafik 4.34 Perkiraan Beban Anggaran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan

Mendatang

65

Grafik 4.35 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi 66

Grafik 4.36 Pertumbuhan Kredit Korporasi 66

Grafik 4.37 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Dominan 67

Grafik 4.38 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi 67

Page 9: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Grafik 4.39 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Dominan 67

Grafik 4.40 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi 67

Grafik 4.41 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara 68

Grafik 4.42 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank 68

Grafik 4.43 Perbandingakn Pertumbuhan Aset Bank di Sulawesi 68

Grafik 4.44 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara 68

Grafik 4.45 Perbandingakn Pertumbuhan DPK di Sulawesi 69

Grafik 4.46 Pertumbuhan DPK per Penempatan 69

Grafik 4.47 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara 71

Grafik 4.48 Perbandingan Pertumbuhan DPK di Sulawesi 71

Grafik 4.49 Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara 74

Grafik 4.50 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Tenggara 74

Grafik 4.51 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum 74

Grafik 4.52 Spread Suku Bunga Bank Umum 74

Grafik 4.53 Pangsa Perbankan Syariah 75

Grafik 4.54 Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset Syariah se-Sulawesi 75

Grafik 4.55 Perkembangan DPK dan Pembiayaan Syariah 76

Grafik 4.56 Perkembangan BPR di Sulawesi Tenggara 76

Grafik 4.57 Pangsa Kredit UMKM 77

Grafik 4.58 Pertumbuhan Kredit UMKM 77

Grafik 4.59 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral 77

Grafik 4.60 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan 77

Grafik 4.61 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara 78

Grafik 4.62 Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi Tenggara 78

Grafik 4.63 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja 79

Grafik 4.64 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja 79

Grafik 5.1 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 85

Grafik 5.2 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 85

Grafik 5.3 Perputaran kliring harian di Sulawesi Tenggara 85

Grafik 5.4 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong) 85

Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 86

Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 86

Grafik 5.7 Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di Sulawesi Tenggara 86

Grafik 5.8 Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank Sentral Sulawesi Tenggara 86

Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar 87

Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan 87

Grafik 6.1 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha 97

Grafik 6.2 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Dari Sisi Tenaga Kerja 97

Grafik 6.3 Kondisi Penduduk Bekerja Sulawesi Tenggara 98

Grafik 6.4 Kondisi Penduduk Mengganggur 98

Grafik 6.5 Indeks Penghasilan Konsumen 98

Grafik 6.6 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara 98

Grafik 6.7 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi Tenggara 99

Page 10: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

viii

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Grafik 7.1 Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi Konsumen 103

Grafik 7.2 Perkiraan Kondisi Usaha Dari Sisi Pelaku Usaha 103

Grafik 7.3 Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi 103

Grafik 7.4 Perkiraan Kondisi Usaha 103

Grafik 7.5 Periode Pengerjaan Proyek Infrastruktur APBD Prov. Sulawesi Tenggara 104

Grafik 7.6 Perkiraan Realisasi Proyek Infrastruktur APBD Prov. Sultra 104

Grafik 7.7 Perkiraan Penghasilan dan Konsumsi RT 104

Grafik 7.8 Perkiraan Investasi Pelaku Usaha 104

Grafik 7.9 P Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Dunia 106

Grafik 7.10 Proyeksi Harga Komoditas Internasional 106

Grafik 7.11 Perkiraan Inflasi dari Sisi Konsumen 106

Grafik 7.12 Perkiraan Peningkatan Harga Jual 106

viiii

I

Page 11: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sulawesi 7

Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 8

Tabel 1.3 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 18

Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi

Sulawesi Tenggara

34

Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi

Sulawesi Tenggara

36

Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBN 37

Tabel 2.4 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja 9

Kota/Kabupaten

37

Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya

Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan

50

Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan

Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan

50

Tabel 4.3 Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulawesi Tenggara 55

Tabel 4.4 Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulawesi Tenggara 55

Tabel 4.5 Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan I 2016 56

Tabel 4.6 NPL Kredit Multiguna 57

Tabel 4.7 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan 61

Tabel 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 105

Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 105

Daftar

Tabel

Page 12: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

PDRB DAN IHK

I II III IV I II III IV

Indeks Harga Konsumen

- Kendari 114.65 115.67 118.00 118.06 120.18 120.72 121.65 121.68

- Baubau 121.39 123.88 124.87 126.70 126.94 128.20 129.58 128.87

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

- Sulawesi Tenggara 7.81 7.35 7.24 2.27 4.75 3.49 3.28 2.69

PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp miliar)

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,993 4,265 4,342 4,359 4,433 4,508 4,580 4,749

2. Pertambangan dan Penggalian 3,687 3,806 4,114 3,800 3,415 3,948 3,867 4,188

3. Industri Pengolahan 1,069 1,128 1,092 1,151 1,161 1,189 1,241 1,244

4. Pengadaan Listrik, Gas 9 10 9 11 10 10 10 10

5. Pengadaan Air 36 36 35 36 39 38 40 39

6. Konstruksi 1,953 2,291 2,500 2,793 2,144 2,480 2,719 2,930

7. Perdagangan Besar & Eceran, 2,066 2,254 2,262 2,307 2,191 2,394 2,632 2,564

8. Transportasi dan Pergudangan 754 782 824 863 825 880 956 936

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 99 104 106 114 106 113 115 119

10. Informasi dan Komunikasi 395 412 432 446 447 450 468 485

11. Jasa Keuangan 382 375 403 426 437 456 459 473

12. Real Estate 302 310 314 307 303 314 300 327

13. Jasa Perusahaan 37 39 39 40 40 42 42 43

14. Adm Pemerintahan, 938 996 1,023 1,066 964 1,077 1,033 1,035

15. Jasa Pendidikan 833 834 852 931 932 941 975 945

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 175 180 180 187 191 188 195 193

17. Jasa Lainnya 258 267 273 282 279 292 290 299

PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp miliar)

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 8,425 8,582 8,883 9,027 8,989 9,167 9,419 9,483

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 177 181 196 208 189 194 203 211

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2,202 2,627 2,784 3,159 2,308 2,926 2,817 2,941

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 6,483 7,117 7,661 8,705 7,227 7,892 8,195 8,936

5. Perubahan Inventori 153 152 111 (89) (16) 127 161 116

6. Eksport Luar Negeri 856 932 712 714 431 656 691 1,165

7. Import Luar Negeri 988 945 1,000 1,504 764 1,210 1,040 1,598

8. Net Eksport Antar Daerah (325) (559) (548) (1,103) (445) (431) (524) (675)

Total PDRB (Rp Miliar) 16,984 18,088 18,802 19,118 17,918 19,320 19,922 20,580

Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 5.8 7.2 7.0 7.5 5.5 6.8 6.0 7.6

Indikator2015 2016

Indikator

Terpilih

Page 13: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

x

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

I II III IV I II III IV

Total Asset (Rp miliar) 20,871 21,796 22,718 22,770 22,768 23,837 23,837 23,837

- Bank Umum (Konvensional & Syariah) 19,702 21,562 21,562 21,562 21,562 21,562 21,562 21,562

- BPR 200 234 240 261 271 292 274 274

- Syariah 969 1,169 916 947 935 943 987 987

Dana Pihak Ketiga Bank Umum (Rp miliar) 12,597 13,675 14,883 14,517 15,367 15,690 15,442 15,249

- Giro 3,475 4,169 4,548 2,829 4,211 4,030 3,790 3,448

- Tabungan 5,887 5,923 6,619 8,129 7,245 7,665 7,717 7,924

- Deposito 3,235 3,583 3,716 3,558 3,912 3,995 3,934 3,878

Kredit Bank Umum* (Rp miliar) 14,444 15,174 15,644 16,092 16,915 17,910 18,119 18,266

- Modal Kerja 3,967 4,266 4,313 4,288 4,669 5,002 5,061 5,071

- Investasi 1,689 1,701 1,692 1,791 1,823 1,962 1,920 1,920

- Konsumsi 8,787 9,206 9,639 10,013 10,423 10,946 11,140 11,275

NPL Bank Umum(%) 2.88 3.06 2.95 2.45 2.61 2.48 2.79 2.69

LDR (%) 115 111 105 111 110 114 117 120

Kredit UMKM (Rp miliar) 4,859 5,144 5,212 5,200 5,797 6,255 6,190 6,190

NPL Kredit UMKM (%) 5.87 6.47 6.34 5.31 5.70 5.35 5.86 5.86

- Inflow 939 431 754 262 1,279 579 1,140 492

- Outflow 230 923 1,757 1,807 282 1,612 1,044 1,550

- Net (Inflow - Outflow) 708 (492) (1,003) (1,545) 997 (1,033) 96 (1,058)

- Volume (transaksi) 878 918 1,051 1,748 2,084 2,437 2,172 2,404

- Nominal (Rp miliar) 41 42 44 55 58 64 56 62

- Volume (transaksi) 5,462 5,891 6,821 4,010 481 529 478 539

- Nominal (Rp miliar) 12,863 18,445 18,698 10,959 848 874 689 801

*Lokasi Bank

2016

RTGS dari Perbankan Sultra

Indikator2015

Kas (Rp miliar)

Perbankan

Kliring

Page 14: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

GAMBARAN

UMUM

Pada Triwulan IV 2016 ekonomi Sulawesi Tenggara

(Sultra) tumbuh sebesar 7,6% (yoy) mengalami

akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya.

Akselerasi tersebut disebabkan oleh percepatan

pertumbuhan yang terjadi pada kinerja ekspor

Sulawesi Tenggara.

Sementara itu, inflasi di Sulawesi Tenggara mencapai

2,69% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,28%

(yoy). Penurunan inflasi tersebut terutama

bersumber dari berkurangnya tekanan inflasi

komponen volatile food dan administered prices.

Di sisi lain, stabilitas keuangan daerah masih terjaga.

Namun demikian dari sisi sektor korporasi, kinerja

korporasi utama masih rentan terhadap pelemahan

ekonomi global

Ringkasan

Eksekutif

Page 15: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Peningkatan kinerja

ekspor Sulawesi

Tenggara

menyebabkan terjadi

akselerasi

perekonomian Sultra

Tekanan inflasi Sultra

mengalami

penurunan akibat

adanya penurunan

harga komoditas

bahan makanan dan

angkutan udara

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pertumbuhan Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 tumbuh sebesar

7,0% (yoy), mengalami akselerasi dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,0%(yoy). Akselerasi tersebut

disebabkan oleh akselerasi yang terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi

Tenggara pada sisi permintaan. Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja

lapangan pertambangan dan penggalian serta akselerasi laju

pertumbuhan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan

dan perikanan merupakan penyebab utama terjadinya percepatan laju

pertumbuhan.

Namun demikian, pada triwulan I 2017 diperkirakan akan terjadi

perlambatan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh perlambatan

yang terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan,

lapangan usaha pertambangan dan penggalian serta lapangan usaha

perdagangan besar dan eceran.

Inflasi Daerah

Inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan

dari 3,28% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 2,69% (yoy). Penurunan

laju inflasi Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan oleh penurunan inflasi

yang terjadi baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau. Sumber utama

penurunan inflasi tersebut adalah penurunan tekanan harga kelompok

bahan pangan dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan.

Upaya pengendalian inflasi difokuskan untuk meningkatkan koordinasi

dan komunikasi seluruh TPID Kota/Kabupaten dan TPID Provinsi. Selain itu,

dilakukan pula upaya untuk menjaga ekspektasi masyarakat terhadap

harga kebutuhan strategis terutama menjelang Hari Natal dan Tahun

Baru.

Namun demikian, tekanan inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan

mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut utamanya disebabkan

oleh peningkatan kelompok administered prices seiring adanya

penyesuaian subsidi listrik pelanggan 900 VA yang terjadi pada bulan Januari

dan Maret

Page 16: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

3

Stabilitas keuangan

daerah masih terjaga

terutama dari

ketahanan rumah

tangga

Realisasi Pendapatan

APBD Provinsi

Sulawesi Tenggara

mengalami

peningkatan

dibandingkan

dengan tahun

sebelumnya, namun

untuk realisasi

belanja mengalami

penurunan

Sistem pembayaran

non tunai mengalami

peningkatan dan

transaksi tunai

terjadi net outflow

Stabilitas Keuangan Daerah

Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari ketahanan sektor

rumah tangga. Tingkat konsumsi masyarakat yang masih terjaga, perilaku

berutang yang masih normal, dan risiko kredit yang masih terjaga

berdampak minimal pada stabilitas sistem keuangan. Dari sisi sektor

korporasi, kinerja korporasi utama sudah mulai membaik ditengah

pelemahan ekonomi global dan mampu menopang ketahanan sistem

keuangan di Sulawesi Tenggara.

Sementara itu, perekonomian yang melambat mempengaruhi kinerja

institusi keuangan, khususnya perbankan di Sulawesi Tenggara. Kinerja

penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit mengalami

perlambatan. Sementara itu, risiko kredit menunjukkan peningkatan

meskipun masih dalam batas terkendali.

Keuangan Pemerintah

Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Provinsi Sulawesi Tenggara

pada tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan

anggaran tahun 2015. Pada akhir tahun 2016, realisasi pendapatan APBD

Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai sebesar 113,1%, meningkat

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat

sebesar 105,5%. Berbeda dengan kondisi tersebut, realisasi belanja APBD

Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami penurunan dari 102,1% di tahun

2015 menjadi 94,4% di periode laporan.

Sementara untuk realisasi belanja APBN Provinsi pada tahun 2016 hanya

mampu terealisasi sebesar 86,4%, setelah pada periode tahun

sebelumnya tercatat sebesar 93,2%.

Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang

Pada triwulan IV 2016, aktivitas sistem pembayaran non tunai melalui

sistem kliring dan RTGS di Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan

baik secara nominal maupun jumlah transaksi jika dibandingkan dengan

periode sebelumnya.

Di sisi sistem pembayaran tunai, pada triwulan IV 2016 terjadi net outflow

uang kartal sesuai dengan pola musimannya. Selain itu, KPw Bank

Page 17: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

4

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Kondisi

ketenagakerjaan

belum mengalami

perbaikan.

Sementara tingkat

kesejahteraan

mengalami

penurunan

Pertumbuhan

ekonomi Sultra pada

triwulan II 2017

diperkirakan akan

meningkat disertai

dengan peningkatan

tekanan inflasi

Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga terus melakukan peningkatan

kelayakedaran dari uang kartal dan meminimalkan peredaran uang palsu.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016

diindikasikan belum mengalami perbaikan yang signifikan meskipun

terjadi akselerasi ekonomi pada periode tersebut.

Sementara untuk kondisi kesejahteraan pada periode tersebut mengalami

penurunan. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar Pertani (NTP) yang

menurun di periode laporan.

Prospek Perekonomian

Pada triwulan II 2017, perekonomian Sulawesi Tenggara diperkirakan

mengalami peningkatan dan tumbuh pada kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Hal

ini mendorong perekonomian Sultra selama tahun 2017 diperkirakan

dapat tumbuh sebesar 6,6% - 7,0%.

Percepatan tersebut searah dengan prakiraan perekonomian Indonesia

dan dunia yang juga mengalami peningkatan. Kinerja lapangan usaha

pertanian, pertambangan dan penggalian serta konstruksi masih

merupakan faktor pendorong laju percepatan perekonomian di periode

triwulan mendatang.

Di sisi lain, perkembangan inflasi Sultra pada triwulan II 2017 diperkirakan

akan dominan dipengaruhi oleh peningkatan harga pada kelompok

volatile food dan administered prices.

Page 18: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

Perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016

tumbuh sebesar 7,6% (yoy), mengalami akselerasi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mampu

tumbuh sebesar 6,0% (yoy).

Akselerasi tersebut didorong oleh percepatan pertumbuhan

yang terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi Tenggara pada sisi

permintaan.

Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja lapangan

pertambangan dan penggalian serta akselerasi laju

pertumbuhan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian,

kehutanan dan perikanan merupakan penyebab utama

terjadinya percepatan laju pertumbuhan.

Namun demikian, pada triwulan I 2017 diperkirakan akan

terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang didorong

oleh perlambatan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian,

kehutanan dan perikanan, lapangan usaha pertambangan dan

penggalian serta lapangan usaha perdagangan besar dan

eceran.

Bab 1

Page 19: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Page 20: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

7

1Angka pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan pembulatan dari angka rilis BPS sebesar 7,64% (yoy).

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan

Sulawesi

Provinsi III - 2016 IV - 2016

Sulawesi Selatan 6.8 7.6

Sulawesi Barat 5.7 7.5

Sulawesi Tenggara 6.0 7.6

Sulawesi Tengah 7.9 3.8

Gorontalo 7.0 7.0

Sulawesi Utara 6.0 6.5

PDRB 6.7 6.8

Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi

Sulawesi Tenggara Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian

Sulawesi Tenggara Triwulan IV 2016

6,0%

7,6%

5,0%4,9%

3,0%

4,0%

5,0%

6,0%

7,0%

8,0%

9,0%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Pertumbuhan Ekonomi Sultra Pertumbuhan Ekonomi Nasional

%, yoy

Sultra2014=6,3%

Sultra2015=6,9% Sultra

2016=6,5% 23,120,36,0

14,212,5

Pertanian

Industri

Pengolahan

Konstruksi

Perdagangan

Lainnya

Pertambangan

Page 21: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

8

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan

Dalam % (yoy) Rasio = perbandingan terhadap total PDRB PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto (investasi); p= proyeksi KPw BI Sultra LNPRT= Lembaga Non Profit melayani Rumah Tangga

2017 Rasio

I II III IV I II III IV I Tw III 2016

Konsumsi Rumah Tangga 4.5 5.0 5.3 5.6 5.1 6.7 6.8 6.0 5.1 6.1 6.1 - 6.5 46.1

Konsumsi LNPRT -11.0 -9.0 5.1 5.5 -2.5 6.6 7.2 3.2 1.5 4.5 6.3 - 6.7 1.0

Konsumsi Pemerintah 2.5 3.9 6.8 4.3 4.5 4.8 11.4 1.2 -6.9 2.0 7.3 - 7.7 14.3

PMTB 2.2 10.3 2.8 2.5 4.3 11.5 10.9 7.0 2.6 7.6 4.9 - 5.3 43.4

Perubahan Inventori -275.0 -71.3 -79.2 -81.6 -33.9 -110.5 -16.5 44.3 -230.1 18.1 -44.9 - 45.3 0.6

Eksport Luar Negeri -40.3 27.8 -21.9 -27.9 -20.9 -49.7 -29.7 -3.0 63.2 -8.5 105.5 - 105.9 5.7

Import Luar Negeri -5.6 -15.0 -39.1 -24.6 -23.4 -22.7 28.0 4.0 6.3 3.9 55.6 - 56.0 7.8

Net Eksport Antar Daerah -67.3 -10.3 -40.3 10.3 -28.3 36.9 -22.8 -4.3 -38.8 -18.1 14.1 - 14.5 (3.3)

PDRB 5.8 7.2 7.0 7.5 6.9 5.5 6.8 6.0 7.6 6.5 5.8 - 6.1

Keterangan:

Meningkat

Melambat

Komponen Pengeluaran2015 2016

2015 2016

Page 22: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

9

2 Stainless steel merupakan produk logam yang menggunakan nikel olahan (feronikel dan NPI) sebagai salah satu unsur bahan bakunya.

Page 23: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

10

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan

Kebutuhan Rumah Tangga Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat ini

0123456789

Ma

kan

an d

an

Min

um

an,

se

lain

Resto

ran

Pa

kaia

n d

an

Ala

sK

aki

Pe

rum

ah

an

da

nP

erle

ngka

pan

Ru

mah

Ta

ngg

a

Ke

seh

ata

n d

an

Pe

nd

idik

an

Tra

nspo

rta

si d

an

Ko

mun

ikasi

Resto

ran

dan

Ho

tel

Ko

nsu

msi la

innya

Tw III 2016 Tw IV 2016

%, yoy

147.3

145

150

155

160

165

170

175

180

185

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Pengeluaran saat ini dibandingkan 3 bln yang lalu

Page 24: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

11

3 Konsumsi kolektif pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan (umum) dan semua anggota masyarakat mendapatkan manfaat dari jasa seperti ini. Jasa kolektif yang diberikan oeh pemerintah antara lain keamanan dan pertahanan, peraturan-peraturan yang menyangkut kemasyarakatan, pemeliharaan undang-undang dan peraturan, perlindungan lingkungan, penelitian dan pengembangan, infrastruktur dan pembangunan ekonomi.

4 Konsumsi individu merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan rumah tangga individu antara lain: Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, olah raga dan rekreasi, dan kebudayaan

Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi

Tenggara

12.23

13.3%

10%

11%

12%

13%

14%

15%

16%

17%

18%

19%

-

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

Page 25: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

12

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara

174

-4,87%-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

-

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Thousands

Konsumsi semen Pertumbuhan Kons Semen (sb.kanan)

4.880,95

34,5%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

160%

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Investasi g Kredit Investasi (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

Page 26: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

13

Grafik 1.8 Nilai Ekspor Luar Negeri dari Sulawesi

Tenggara Grafik 1.9 Pangsa Komoditas Ekspor

76.53

52.7%

-100%

-80%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

-

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Ekspor Sultra g Ekspor Sultra

Juta US$ yoy Minyak Nilam1.692 2,2%

Perikanan4.911 6,4%

Aspal556

0,7%Mete1.550 2,0%

Kakao olah1.054 1,4%

Feronikel66.242 86,6%

Lainnya528

0,7%

Page 27: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

14

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Grafik 1.10 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara

66

40.6%

Page 28: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

15

Grafik 1.11 Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara Grafik 1.12 Arus Muat Barang

-100% -100%

-63%

57%

-21%

-97%

-28%

-1%

%,yoy

89,326

-24.2%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

350%

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Arus muat g Arus muat (sb. Kanan)

Page 29: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

16

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Grafik 1.13 Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara Grafik 1.14 Arus Bongkar Barang di Pelabuhan

72

21%

343.319

-7,1%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

-

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

400.000

450.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Arus bongkar g Arus bongkar (sb. Kanan)

Page 30: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

17

Page 31: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

18

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Tabel 1.3 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran

Dalam % (yoy); p= proyeksi KPw BI Sultra

2017

I II III IV I II III IVP

IP

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (0.5) (1.8) (3.8) 6.8 10.7 5.7 5.6 5.5 5.7 6,7 - 7,1

Pertambangan dan Penggalian 9.4 12.0 16.2 7.4 (9.1) 0.5 (9.0) 0.9 1.9 2,6 - 3,0

Industri Pengolahan 18.2 11.0 3.5 0.4 8.7 5.5 13.9 11.3 11.8 11,1 - 11,5

Pengadaan Listrik, Gas 5.2 5.7 0.7 4.5 8.2 6.2 11.6 7.5 7.1 6,4 - 6,8

Pengadaan Air 3.0 8.1 0.2 0.3 13.3 7.1 14.3 8.8 14.3 11,3 - 11,7

Konstruksi 1.7 11.9 15.8 19.5 11.0 10.9 8.9 9.6 7.0 9,8 - 10,2

Perdagangan Besar dan Eceran 6.7 10.0 7.1 6.0 7.2 7.5 19.2 8.0 7.1 7,9 - 8,3

Transportasi dan Pergudangan 5.6 7.1 10.5 6.8 12.2 15.2 17.0 16.7 12.0 11,6 - 12,0

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.8 6.4 7.7 10.5 7.7 8.3 7.7 8.7 7.2 7,3 - 7,7

Informasi dan Komunikasi 3.6 6.6 7.8 7.6 13.7 12.2 13.2 7.7 9.5 8,8 - 9,2

Jasa Keuangan 8.3 2.1 8.8 11.5 14.5 21.6 14.0 9.7 4.8 3,1 - 3,6

Real Estate 4.0 5.5 6.9 2.8 0.4 1.2 (8.8) 5.2 2.9 5,9 - 6,2

Jasa Perusahaan 7.7 10.7 11.0 11.6 10.0 8.1 7.7 6.2 8.9 5,5 - 5,6

Administrasi Pemerintahan 7.6 9.9 3.0 1.7 3.3 9.2 5.0 4.6 3.9 4,8 - 5,2

Jasa Pendidikan 14.4 11.8 6.5 0.8 11.2 12.7 16.1 6.0 5.3 1,7 - 2,1

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.8 7.1 8.7 3.3 9.2 4.5 8.3 6.0 5.7 5,9 - 6,3

Jasa Lainnya 5.5 5.9 8.5 8.3 8.5 9.4 6.1 7.8 7.4 8,5 - 8,9

PDRB 5.7 7.2 7.0 7.5 5.5 6.8 6.0 6.5 6.0 6,6 - 7,0

Keterangan:

Meningkat

Melambat

Lapangan Usaha2015 2016

2017P

Page 32: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

19

Grafik 1.15 Luas Panen Padi di Sulawesi Tenggara Grafik 1.16 Kredit Pertanian di Sulawesi Tenggara

56

96,5%

592,74

60,3%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

-

100

200

300

400

500

600

700

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Pertanian gKredit Pertanian (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

Page 33: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

20

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Grafik 1.17 Indeks Produksi Ore Nikel Grafik 1.18 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara

195.7

0

50

100

150

200

250

I II III IV I II III IV

2015 2016

Indeks 2.381,75

78,6%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Pertambangan

Rp Miliar yoy

Page 34: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

21

Grafik 1.19 Kredit Industri Sulawesi Tenggara

439,63

115,6%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

-

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Industri g Kredit Industri (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

Page 35: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

22

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Page 36: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

23

Grafik 1.20 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara Grafik 1.21 Transaksi Perdagangan Luar Negeri

58.90

57.3%

-150.0%

-100.0%

-50.0%

0.0%

50.0%

100.0%

150.0%

200.0%

-

20

40

60

80

100

120

140

II III IV I II III IV I II III IV

2015 2016

Ekspor Sultra g Ekspor Sultra (sb. Kanan)

Volume (ribu ton) yoy

77

72

Juta USD

Page 37: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

24

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Grafik 1.22 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat

Pelabuhan Kendari Grafik 1.23 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara

-7,1%

-24,2%

4.881,26

13,2%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Perdagangan g Kredit Perdagangan (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

Page 38: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

25

Grafik 1.24 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara

899,80

32,9%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

-

200

400

600

800

1.000

1.200

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Konstruksi g Kredit Konstruksi (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

Page 39: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

26

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Page 40: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

27

BOKS 01. PENINGKATAN DAYA SAING

KOMODITAS KAKAO SULAWESI TENGGARA MELALUI PROGRAM KLASTER

Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah penghasil kakao di Indonesia. Pada tahun

2015, luas area perkebunan kakao di Sulawesi Tenggara mencapai 255.468 ha dengan jumlah

produksi sebesar 135.932 ton. Meskipun demikian, pada tahun 2015 tersebut produksi kakao

mengalami penurunan sebesar 36,3% dibandingkan dengan produksi pada tahun 2014.

Beberapa permasalahan yang ditemukan di lapangan berkaitan dengan komoditas kakao di

Sulawesi Tenggara adalah keterbatasan sumber daya manusia. Petani kakao Indonesia secara

umum memiliki pengetahuan yang kurang mengenai seluk-beluk tanaman kakao. Mereka hanya

mendapatkan keahlian bercocok tanam kakao yang diwariskan dari pendahulu mereka. Padahal

perkebunan kakao Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat. Masalah lainnya adalah

petani menjadi lebih senang mengekspor biji kakao daripada mengolahnya kembali. Selain itu,

produktivitas kakao per hektar juga masih rendah karena sebagian besar tanaman kakao sudah

berusia tua (rata-rata di atas 25 tahun), adanya hama sehingga biji kakao sebagian rusak dan

sebagian petani menanam kurang sesuai dengan pola tanam (jarak) ideal tanaman kakao.

Melihat hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Tenggara telah

berpartisipasi aktif dalam pengembangan ekonomi dan UMKM termasuk untuk pengembangan

kakao untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing yang pada akhirnya diharapkan dapat

menopang perekonomian Sulawesi Tenggara dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan

petani. Dalam pengembangan komoditas kakao, Bank Indonesia telah melakukan pembentukan

klaster kakao sejak tahun 2011. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan program klaster Bank

Indonesia fokus pada pengembangan komoditas unggulan daerah, ekspor dan komoditi

penyumbang inflasi. Program klaster tersebut bertujuan mendorong peningkatan produksi dan

daya saing petani terhadap rantai nilai usaha pertanian, pengembangan dan penguatan

kelembagaan petani sebagai local champion dan kerjasama kemitraan.

No LEM Sejahtera Desa/Kecamatan Kabupaten Waktu Pelaksanaan

1 Andomesinggo Andomesinggo/Besulutu Konawe Program Kerja

Tahun 2011 - 2013 2 Penanggoosi Penanggoosi/Lambandia Kolaka Timur

3 Tinete Tinete/Aere Kolaka Timur

4 Iwoi Menggura Iwoi Menggura/Aere Kolaka Timur

5 Teteinea Teteinea/Lalembuu Konawe Selatan

6 Bou Bou/Lambandia Kolaka Timur Program Kerja

Tahun 2013 - 2016 7 Ulundoro Ulundoro/Aere Kolaka Timur

8 Awalo Awalo/Benua Konawe Selatan

9 Puurema Puurema/Lalembuu Konawe Selatan

10 Kapuwila Kapuwila/Lalembuu Konawe Selatan

Klaster kakao berada di wilayah Kabupaten Kolaka Timur dan Konawe Selatan yang meliputi 5

desa, yaitu 2 desa Kabupaten Kolaka Timur dan 3 desa Kabupaten Konawe Selatan. Klaster

tersebut merupakan program kerja klaster tahun 2014 sd. 2016. Disamping itu, terdapat klaster

kakao 5 desa di Kabupaten Kolaka Timur, Konawe dan Konawe Selatan yang telah berakhir

masa programnya, namun tetap dilakukan pembinaan dan monitoring.

Page 41: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

28 KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

BOKS 01.

Progress Aspek Kelembagaan

Partisipasi masyarakat (petani) terhadap keanggotaan dari 5 LEM Sejahtera lokasi klaster

dari tahun ke tahun terus menunjukan peningkatan dengan jumlah anggota mencapai 754

orang pada Desember 2016 atau tumbuh sebesar 68,30% dari jumlah 448 anggota pada

Desember 2014.

Pada umumnya LEM Sejahtera lokasi klaster telah menyelenggarakan unit usaha simpan

pinjam. Hingga Desember 2016 total dana simpanan anggota LEM Sejahtera mencapai

sebesar Rp519,3 Juta atau meningkat sebesar 42,27% dibandingkan total simpanan

anggota pada tahun 2014.

Untuk pengembangan usaha jual beli kakao, LEM Sejahtera di lokasi klaster pada tahun

2015 telah membangun kerjasama perdagangan dengan salah satu perusahaan

pengolahan kakao di Sultra dengan target perdagangan sebesar 30.000 Ton/Tahun. Uji

coba fermentasi dan uji mutu telah dilakukan pada akhir tahun 2015 dengan hasil uji

klasifikasi memenuhi standar mutu A (cukup baik).

Progress Aspek Produksi Total luas lahan perbaikan tanaman kakao tidak produktif hingga tahun 2016 mencapai

seluas 2.214 hektar atau sekitar 73,14% dari total luas lahan kakao dengan rincian 965

hektar dilaksanakan pada tahun 2014, 857 hektar pada tahun 2015 dan 52 hektar di tahun

2016. Dari total luas lahan perbaikan tanaman tersebut di atas, terdapat seluas 2.162 hektar

merupakan dukungan pemerintah melalui program gernas kakao dan seluas 97 hektar

melalui pola swadaya dengan mereplikasi aspek teknis budidaya sesuai dengan lahan

percontohan.

Dari sisi produktivitas tanaman, terutama tanaman yang telah diperbaiki (rehabilitasi,

peremajaan dan intesifikasi) selama kurun waktu 3 tahun secara umum menunjukan

peningkatan dengan proyeksi produktivitas dari rata-rata 540 Kg/Ha/Thn pada 2014 menjadi

980 Kg/Ha/Thn pada tahun 2016 atau meningkat sebesar 70,37%.

KPw. BI Prov. Sultra telah mengembangkan lahan percontohan budidaya tanaman kakao

di masing-masing lokasi klaster dengan mereplikasi model PTPN 12 Jember Jawa Timur

seluas 5 hektar. Hal ini untuk mempercepat adopsi teknologi budidaya dalam rangka

mendukung percepatan peningkatan jumlah dan mutu produksi. Hasil lahan percontohan

adalah sebagai berikut:

a. Sebagian besar petani di lokasi klaster telah menerapkan metode pemeliharaan

tanaman sesuai dengan lahan percontohan.

b. Kondisi pertumbuhan tanaman, kesehatan dan proses pembuahan pada umumnya

lebih baik dari sebelumnya.

c. Pada umumnya petani di lokasi klaster telah menerapkan tata kelola kebun yang

efisien dan efektif melalui pemangkasan bentuk pada tanaman yang telah

direhabilitasi (sambung samping).

d. Produktivitas tanaman kakao pada lahan percotohan seluruhnya telah memasuki

usia tanaman menghasilkan (TM) minimal 18 bulan pemeliharaan dan umumnya

mengalami peningkatan produksi yang cukup tinggi dengan produktivitas rata-rata

mencapai 1,6 ton/hektar/tahun atau sekitar 196,4%.

e. Tingkat serangan hama penyakit busuk buah relatif kecil

f. Kondisi panen raya memiliki durasi waktu yang lebih panjang yaitu dimulai bulan

April hingga bulan Agustus, bahkan tanaman kakao pada beberapa lahan

percontohan masih melaksanakan panen pada bulan November - Desember.

Page 42: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

29

BOKS 01.

g. Pada umumnya lahan percontohan telah melaksanakan ujicoba sistem budidaya

tumpang sari kakao – lada, dimana tanaman lada dibudidayakan pada tanaman

pelindung (pohon gamal) dengan jarak tanam 6m x 6m.

Tabel Produktivitas Kebun/Lahan Percontohan Teknis Budidaya Kakao Model PTPN XII

Dampak terjadinya perbaikan dan peningkatan produksi tanaman kakao pada lahan

percontohan tersebut mendorong 114 petani di lokasi klaster melakukan ujicoba replikasi teknis budidaya tanaman kakao sesuai dengan petunjuk teknis yang diterapkan pada kebun/lahan percontohan.

Untuk memacu percepatan dan efisiensi dalam proses replikasi dan pembelajaran petani sesuai dengan lahan percontohan, dibentuk kelompok kerja (pokja) pada masing-masing lokasi klaster. Kelompok kerja dimaksud bersifat gerakan sosial pemeliharaan kebun secara bergotong-royong dengan pendekatan arisan pemeliharaan kebun.

Tabel Produktivitas Kebun/Lahan Percontohan Teknis Budidaya Kakao Model PTPN XII Oleh Pokja

Dampak lain dari keberhasilan perbaikan kondisi tanaman tidak produktif baik pada lahan demplot maupun pada lahan-lahan petani yang mereplikasi teknis budidaya sesuai dengan lahan percontohan, turut mendapat respon dan perhatian yang tinggi dari Dinas Perkebunan dan Hortikultura Prov. Sultra selaku mitra utama dalam program klaster kakao di Sultra. Bentuk respon dan perhatian tersebut diwujudkan melalui realisasi program Gernas Kakao yang relatif besar pada lokasi klaster di tahun 2015 dengan luasan sebanyak 1.177 hektar terdiri dari rehabilitasi 100 ha, peremajaan 240 hektar dan intensifikasi 837 hektar.

Page 43: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

30 KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

BOKS 01.

Tanaman Kakao Hasil Intensifikasi

Program Pemberdayaan dan Pelatihan Teknis Anggota Klaster Kakao

Page 44: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

KONDISI

FISKAL DAERAH

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi

Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 mengalami peningkatan

jika dibandingkan dengan anggaran tahun 2015.

Pada akhir tahun 2016, realisasi pendapatan APBD Provinsi

Sulawesi Tenggara mencapai sebesar 113,1%, meningkat

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya

yang tercatat sebesar 105,5%.

Berbeda dengan kondisi tersebut, realisasi belanja APBD

Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami penurunan dari 102,1%

di tahun 2015 menjadi 94,4% di periode laporan.

Sementara untuk realisasi belanja APBN Provinsi pada tahun

2016 hanya mampu terealisasi sebesar 86,4%, setelah pada

periode tahun sebelumnya tercatat sebesar 93,2%.

Bab 2

Page 45: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

28

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Page 46: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

33

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN

2016

Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD

2016 meningkat dibandingkan tahun 2015.

Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp

2,47 triliun atau naik 9,7% dibanding tahun

2015. Begitu pula dengan anggaran belanja

yang meningkat menjadi Rp 2,30 triliun atau

naik sebesar 22,7%.

Dari sisi pendapatan, peningkatan anggaran

pendapatan tersebut terjadi pada anggaran

Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta pendapatan

transfer. PAD Sulawesi Tenggara pada tahun

2016 ditargetkan mencapai Rp638,18 miliar

atau meningkat 20,9% jika dibandingkan tahun

sebelumnya. Sementara untuk pendapatan

transfer pada tahun 2016 ditargetkan mencapai

Rp1,83 triliun atau meningkat 5,5% dari tahun

sebelumnya.

Sementara itu dari sisi belanja, peningkatan

anggaran belanja pada tahun 2016 didorong

oleh meningkatnya anggaran belanja modal

maupun belanja operasi. Pada tahun 2016

anggaran belanja modal mencapai Rp832,42

miliar atau meningkat sebesar 40,5% jika

dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut

sejalan dengan upaya pemerintah daerah untuk

meningkatkan kuantitas dan kualitas

infrastruktur di Sulawesi Tenggara. Sedangkan

untuk anggaran belanja operasional pada tahun

2016 mencapai Rp1,68 triliun atau meningkat

sebesar 16,7% dibandingkan tahun lalu.

Secara historis, APBD Provinsi Sulawesi Tenggara

selalu mencatatkan defisit sejak tahun 2010.

Bahkan pada APBD tahun 2016, defisit

anggaran tercatat lebih tinggi jika dibandingkan

tahun sebelumnya. Defisit APBD tahun 2016

adalah sebesar Rp349,43 atau meningkat

sebanyak Rp84,34 miliar dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang tercatat sebesar

Rp306,09 miliar.

2.2. PERKEMBANGAN REALISASI

ANGGARAN APBD PROVINSI

2.2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan

Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi

Sulawesi Tenggara terhadap anggaran yang

disediakan pada tahun 2016 relatif lebih tinggi

jika dibandingkan realisasi pendapatan

pemerintah daerah di periode yang sama tahun

Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah

Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran

Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja

Provinsi Sulawesi Tenggara

2.474

10

0

5

10

15

20

25

30

35

40

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Pendapatan Growth Pendapatan

2.823

17

0

5

10

15

20

25

30

35

40

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Belanja Growth Belanja

Page 47: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

34

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

sebelumnya. Pendapatan Pemerintah Provinsi

Sulawesi Tenggara di akhir tahun 2016

terealisasi melebihi target yang yakni senilai

Rp2,79 triliun, atau sebesar 113,6% dari target

total pendapatan dalam APBD 2016. Angka

serapan tersebut tercatat lebih tinggi jika

dibandingkan dengan realisasi pada periode

yang sama pada tahun 2015 yang tercatat

sebesar 109,5% dari target dalam APBD tahun

2015 atau sebesar Rp2,47 triliun. Realisasi

pendapatan pada tahun 2016 tersebut juga

lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata

realisasi pendapatan selama lima tahun terakhir

yaitu sebesar 100,6%. Peningkatan realisasi

tersebut disebabkan oleh adanya penurunan

target pendapatan dalam APBD Perubahan

2016.

Sumber utama pendapatan daerah Sulawesi

Tenggara berasal dari pos Pendapatan Asli

Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan (Daper).

Pangsa PAD Sulawesi Tenggara menurun

menjadi 26,6% dari sebelumnya 27,0% pada

tahun 2015. Penurunan ini mengindikasikan

menurunnya kemandirian fiskal pemerintah

provinsi. Sementara itu, pangsa Daper

meningkat menjadi 72,8% pada tahun 2016

dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar

56,0%.

Realisasi Dana Perimbangan pada tahun 2016

tercatat mampu mencapai 111,9% dari total

target dalam APBD tahun 2016 atau sebesar

Rp2,03 triliun. Padahal pada periode yang sama

tahun 2015, realisasi pendapatan hanya sebesar

103,8% dari total target pendapatan transfer

tahun 2015 atau senilai Rp1,38 triliun.

Berdasarkan komponennya, sumber

pendapatan utama pemerintah Sulawesi

Tenggara adalah berasal dari Dana Alokasi

Umum (DAU) dengan pangsa sebesar 58,9%

dari total Daper, diikuti oleh Dana Alokasi

Khusus/DAK (36,3%) dan Dana Bagi Hasil/DBH

4,8%. Berbeda dengan pola historisnya yang

selalu stabil, realisasi DAU pada tahun 2016

tercatat sebesar Rp1,2 triliun atau sebesar

Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

AnggaranRealisasi

(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran

Realisasi

(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran

Realisasi

(Miliar Rp)Serap (%)

PENDAPATAN 2.136,55 2.178,20 101,95 2.342,79 2.471,39 105,49 2.474,02 2.798,17 113,10

PENDAPATAN ASLI DAERAH 570,19 555,24 97,38 539,90 667,08 123,56 638,18 744,75 116,70

Pendapatan Pajak Daerah 467,50 413,20 88,39 415,49 516,47 124,31 500,31 575,42 115,01

Hasil Retribusi Daerah 23,04 18,29 79,38 16,67 17,73 106,38 10,88 13,39 123,04

Hasil Pengelolaan yang Dipisahkan 24,00 23,32 97,15 23,45 22,65 96,60 23,45 24,27 103,49

Lain-lain PAD 55,65 100,43 180,47 84,30 110,23 130,76 103,54 131,68 127,18

PENDAPATAN TRANSFER 1.526,47 1.549,73 101,52 1.785,51 1.786,93 100,08 1.825,36 2.042,10 111,87

Transfer Pemerintah Pusat 1.212,20 1.236,02 101,96 1.383,88 1.383,85 100,00 1.820,36 2.037,10 111,91

Dana Bagi Hasil Pajak 60,04 62,48 104,06 66,42 47,46 71,46 58,87 60,57 102,87

Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 39,77 61,15 153,76 54,64 73,57 134,64 34,53 37,09 107,40

Dana Alokasi Umum 1.053,64 1.053,64 100,00 1.176,42 1.176,42 100,00 983,24 1.200,63 122,11

Dana Alokasi Khusus 58,75 58,75 100,00 86,40 86,40 100,00 743,71 738,81 99,34

Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 314,27 235,28 74,86 401,63 403,08 100,36 5,00 5,00 100,00

Dana Penyesuaian 314,27 313,71 99,82 401,63 403,08 100,36 5,00 5,00 100,00

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 39,89 73,23 183,60 17,38 17,38 100,00 10,47 11,32 108,11

Pendapatan Hibah 39,89 39,89 100,00 17,38 17,38 100,00 10,47 11,32 108,11

Pendapatan Dana Darurat - - - - - - - - -

Pendapatan Lainnya - 33,35 - - - - - - -

U R A I A N

APBD 2014 APBD 2015 APBD 2016

Page 48: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

35

122,11%, meningkat dibandingkan dengan

tahun sebelumnya yang tercatat mencapai

100%. Peningkatan tersebut disebabkan oleh

adanya penurunan alokasi DAU pada APBD

perubahan 2016 serta adanya pembayaran

transfer dari pemerintah pusat yang sempat

tertunda.

Sementara untuk realisasi PAD Sulawesi

Tenggara pada tahun 2016 tercatat sebesar

Rp774,8 miliar atau mencapai 116,7%,

menurun dibandingkan dengan realisasi tahun

sebelumnya yang mampu mencapai 129,1%.

Sumber utama PAD Sulawesi Tenggara berasal

dari komponen pajak daerah, dengan peran

77,3% dari total PAD, diikuti oleh lain-lain PAD

yang sah (17,7%), hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan (3,3%) dan sisanya

adalah retribusi daerah (1,8%).

Adapun pajak daerah yang dipungut oleh

provinsi diantaranya adalah pajak kendaraan

bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor,

pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak

air permukaan dan pajak rokok. Sementara

untuk realisasi hasil pengeloaan yang dipisahkan

juga sudah mencapai 103,5% dari target. Pos

pendapatan ini berasal dari badan usaha milik

daerah (BUMD) yang dimiliki oleh Pemerintah

Provinsi Sulawesi Tenggara.

Lebih lanjut, komponen Lain-Lain Pendapatan

Daerah yang Sah tercatat mengalami

peningakatan. Pada akhir tahun 2016, realisasi

pos ini tercatat sebesar 100%, meningkat

dibandingkan dengan periode yang sama pada

tahun sebelumnya yang hanya mencapai

98,8%. Keseluruhan pendapatan tersebut

berasal dari pos hibah.

2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja

Berbeda dengan kinerja di sisi pendapatan,

penyerapan anggaran belanja APBD Provinsi

Sulawesi Tenggara pada akhir 2016 juga tercatat

lebih rendah dibandingkan dengan realisasi

anggaran tahun 2015. Realisasi belanja

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada

periode laporan mencapai 94,36% atau sebesar

Rp2,7 triliun, lebih rendah dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya yang mampu

merealisasikan anggaran sebesar 102,1%.

Menurunnya persentase realisasi ini terutama

didorong oleh penghematan yang dilakukan

Pemrov Sultra.

Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah

Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara

Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi

Tenggara

Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan

Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara

0%

25%

50%

75%

100%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015 . 2016Target Realisasi

0%

25%

50%

75%

100%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2015 . 2016

Target Realisasi

Page 49: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

36

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Penurunan tersebut terjadi pada realisasi belanja

operasional maupun belanja modal. Realisasi

belanja operasional mencapai 96,5% atau

sebesar Rp1,6 triliun. Rendahnya pencapaian

tersebut disebabkan oleh belum optimalnya

realisasi belanja pegawai yang hanya mencapai

94,9% dan belanja barang yang hanya

mencapai 99,4%.

Sedangkan, realisasi belanja modal pada periode

laporan juga menunjukkan kinerja yang kurang

maksimal dengan tingkat realisasi sebesar

90,3% atau senilai Rp751,9 miliar. Kondisi

tersebut jauh menurun dibandingkan dengan

periode yang sama pada tahun sebelumnya yang

dapat mencapai 115,4%. Penurunan tersebut

disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja

bangunan dan gedung yang mencapai 91,5%

dan juga belanja jalan, irigasi dan jaringan yang

hanya sebesar 89,4%. Pangsa kedua pos

tersebut mencapai 90,4% dari total anggaran

belanja modal.

Berdasarkan data Lembaga Kebijakan

Pengadaan Barang/Jasa Daerah (LKPP), kinerja

keuangan per bulan untuk Provinsi Sulawesi

Tenggara selama triwulan IV 2016 relatif rendah

dibandingkan dengan target yang ditetapkan.

Pada akhir tahun 2016, kondisi realisasi

keuangan Pemprov Sultra baru mencapai 91,5%

di bawah target 100%. Sementara itu kondisi

penyelesaian fisik baru mencapai 90,7%, di

bawah target yang selesai seluruhnya (100%).

Namun pencapaian tersebut lebih tinggi jika

dibandingkan periode tahun sebelumnya yang

hanya mencapai 88,2% untuk realisasi

keuangan dan 79,6% untuk realisasi fisik.

Sementara untuk proses pengadaan barang dan

jasa hingga akhir tahun 2016 tercatat bahwa

dari total aktivitas strategis yang terdiri dari 790

paket atau senilai Rp1,2 triliun, hanya sebanyak

70,0% yang berstatus provisional hand over

(PHO) atau telah di lakukan serah terima.

Sedangkan yang sedang dalam tahap

pelaksanaan mencapai 3,3%. Sementara untuk

Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

AnggaranRealisasi

(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran

Realisasi

(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran

Realisasi

(Miliar Rp)Serap (%)

BELANJA 2.450,85 2.088,45 85,21 2.300,96 2.349,27 102,10 2.823,45 2.663,85 94,35

BELANJA OPERASI 1.453,54 1.331,74 91,62 1.445,49 1.448,44 100,20 1.686,18 1.627,61 96,53

Belanja Pegawai 576,08 517,03 89,75 593,62 546,98 92,14 624,16 592,46 94,92

Belanja Barang 406,15 362,83 89,33 313,54 374,40 119,41 406,27 384,02 94,52

Belanja Bunga 25,54 22,63 88,58 24,16 21,13 87,44 18,81 18,81 100,00

Belanja Hibah 326,75 324,56 99,33 412,99 419,57 101,59 582,64 579,24 99,42

Belanja Bantuan Keuangan 119,01 104,70 87,98 101,18 86,36 85,35 54,30 53,08 97,75

BELANJA MODAL 727,63 553,49 76,07 592,53 683,51 115,35 832,42 751,92 90,33

Belanja Tanah 42,35 26,00 61,39 21,81 32,08 147,10 14,30 11,84 82,79

Belanja Peralatan dan Mesin 49,46 38,40 77,64 51,72 52,58 101,66 64,34 59,86 93,03

Belanja Bangunan dan Gedung 198,61 160,07 80,59 185,48 160,15 86,35 293,89 268,98 91,52

Belanja Jalan, irigasi dan Jaringan 436,02 328,43 75,32 331,64 436,70 131,68 459,26 410,62 89,41

Belanja Aset Tetap Lainnya 1,17 0,59 50,27 1,89 2,00 105,95 0,64 0,62 97,84

BELANJA TIDAK TERDUGA 20,00 - - 38,03 - - 15,46 - -

Belanja Tak Terduga 20,00 - - 38,03 - - 15,46 - -

TRANSFER 249,68 203,22 81,39 224,91 217,33 96,63 289,39 284,33 98,25

Transfer Bagi hasil ke Kab/Kota 249,68 203,22 81,39 224,91 217,33 96,63 289,39 284,33 98,25

Bagi Hasil Pajak - - - - - - - - -

APBD 2015APBD 2014

U R A I A N

APBD 2016

Page 50: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

37

sisanya 26,7% atau sebanyak 210 belum

dilakukan pengadaan.

2.3. PERKEMBANGAN REALISASI

ANGGARAN APBN PROVINSI

Penghematan anggaran yang terjadi pada APBN

tahun 2016 menyebabkan alokasi Anggaran

APBN Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun

2016 mengalami penurunan. Kebijakan ini

dilakukan untuk menekan defisit anggaran yang

terjadi pada tahun 2016. Tercatat, terjadi

penurunan anggaran APBN sebesar 19,8% dari

sebelumnya Rp8,43 triliun pada tahun 2015

menjadi Rp6,77 triliun di tahun 2016.

Berdasarkan jenisnya, belanja barang

dianggarakan sebesar Rp2,75 triliun atau

sebesar 40,6% dari total APBN Provinsi Sulawesi

Tenggara 2016, diikuti oleh belanja modal

sebesar Rp2,09 triliun (30,9%), belanja pegawai

sebesar Rp1,91 triliun (28,2%) dan belanja

bantuan sosial Rp18,13miliar (0,3%). Komposisi

tersebut sedikit berbeda dibandingkan dengan

periode tahun 2015 dimana pos belanja modal

memiliki pangsa terbesar yakni 45,1%, diikuti

oleh belanja barang (31,0%)

Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan

mengalami penurunan. Pada akhir tahun 2016,

realisasi APBN tercatat sebesar Rp 5,85 triliun,

menurun dibandingkan tahun 2015 yang

tercatat sebesar Rp7,86 triliun atau 93,2% dari

APBN provinsi Sulawesi Tenggara 2015.

Berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pada

tahun 2016 terutama didorong dari belanja

barang yakni sebesar 30,2% dari total belanja.

Sementara itu, belanja modal memiliki peran

30,2% dari total realisasi belanja, diikuti oleh

belanja pegawai (29,9%) dan belanja bantuan

sosial (0,3%). Penurunan serapan APBN pada

tahun 2016 dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya terjadi pada seluruh jenis

belanja kecuali belanja bantuan sosial. Jenis

belanja yang mengalami penurunan terbesar

terjadi pada belanja pegawai.

Realisasi belanja barang pada tahun 2016

sebesar Rp2,31 triliun atau 84,2% dari total

yang dianggarkan dalam APBN 2016. Angka

tersebut lebih rendah dibandingkan akhir tahun

2015 yang tercatat sebesar Rp2,3 atau 91,7%

dari total anggaran belanja barang dalam APBN

2015. Penurunan tersebut utamanya

dipengaruhi oleh adanya penundaan DAU yang

terjadi di bulan September.

Sementara itu, realisasi belanja modal pada

tahun 2016 tercatat sebesar Rp1,77 atau 84,5%

dari total anggaran, lebih rendah dibandingkan

periode yang sama pada tahun sebelumnya yang

tercatat sebesar Rp3,48 atau 91,7%. Penurunan

Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBN

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

Pagu Realisasi % Realisasi Pagu Realisasi % Realisasi

Belanja Pegawai 1.591,5 1.588,6 99,82 1.907,1 1.748,6 91,69

Belanja Barang 2.614,5 2.398,5 91,74 2.749,9 2.314,9 84,18

Belanja Modal 3.804,3 3.476,9 91,39 2.091,0 1.766,2 84,47

Belanja Bantuan Sosial 424,4 400,2 94,31 18,1 17,3 95,13

Total 8.434,6 7.864,2 93,24 6.766,1 5.847,0 86,42

Tahun 2015 Tahun 2016Jenis

Page 51: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

38

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

tersebut terjadi sejalan dengan adanya

penundaan beberapa proyek infrastruktur di

Sulawesi Tenggara akibat adanya penundaan

transfer DAU oleh pemerintah pusat.

Realisasi belanja pegawai tercatat sebesar

Rp1,75 triliun atau sebesar 91,7%, menurun jika

dibandingkan periode tahun sebelumnya yang

tercatat sebesar Rp1,58 triliun atau 99,8%.

Sedangkan untuk belanja bantuan sosial pada

akhir tahun 2016 tercatat sebesar Rp 17,3 miliar

atau 95,1%. Persentase tersebut lebih baik

dibandingkan tahun 2015 sebesar 94,4%,

meskipun secara nominal masih lebih rendah

yakni senilai Rp400,2 miliar. Realisasi yang lebih

baik ini salah satunya disebabkan oleh

pengurangan pagu belanja sosial.

2.4. PERKEMBANGAN REALISASI

ANGGARAN APBD KOTA/KABUPATEN

2.3.1. Realisasi Anggaran Pendapatan

Berdasarkan data yang diperoleh dari realisasi 9

(sembilan) Kota/Kabupaten di Sulawesi

Tenggara, realisasi APBD di daerah tersebut lebih

rendah daripada capaian realisasi pendapatan

provinsi. Dari 9 (sembilan) daerah tidak terdapat

Kota/Kabupaten yang realisasi pendapatan

melebihi realisasi anggarannya melebihi provinsi.

Kabupaten dengan capaian realisasi anggaran

tertinggi adalah Kab. Konawe Selatan yang

mencapai 100.8%. Capaian tinggi tersebut

disebabkan oleh capaian realisasi anggaran

pendapatan transfer yang mencapai 102,5%.

Sementara kabupaten dengan capaian realisasi

anggaran terendah adalah Kab. Kolaka (81,0%),

rendahnya capaian tersebut disebabkan oleh

rendahnya capaian pendapatan transfer yang

hanya sebesar 90,4%.

2.3.2. Realisasi Anggaran Belanja

Sejalan dengan rendahnya realisasi anggaran

pendapatan, realisasi anggaran belanja 9

(sembilan) Kota/Kabupaten juga masih belum

optimal. Hal ini terlihat dari masih terdapat

daerah yang realisasi belanja di bawah 80%

yakni Kab Kolaka (78,7%) dan Kab Konawe

(77,7%).

Sementara itu, hanya terdapat satu kabupaten

yakni kabupaten Kolaka Utara yang realisasi

anggaran belanjanya lebih tinggi dari realisasi

belanja provinsi Sulawesi Tenggara. Capaian

realisasi pada akhir tahun 2016 Kab. Kolaka

Utara mencapai 95,5%. Tingginya capaian

realisasi anggaran belanja tersebut disebabkan

oleh tingginya realisasi belanja operasional

(97,1%).

Tabel 2.4 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja 9 Kota/Kabupaten

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

Kabupaten/Kota Sultra Kendari Kolaka Kolaka Utara Konawe Konawe Selatan Konawe Utara Muna Muna Barat Wakatobi

Pendapatan 113,1 88,8 81,0 99,4 97,1 100,8 97,1 97,4 99,2 99,8

Pendapatan Asli Daerah 116,7 62,0 55,3 102,7 63,1 59,7 61,8 80,4 204,8 99,6

Pendapatan Transfer 111,9 94,2 90,4 98,9 96,0 102,5 97,2 98,2 97,3 99,8

Pendapatan Lain-Lain Yang Sah 108,1 104,6 3,7 152,3 123,7 100,0 101,2 - 100,0 -

Belanja 94,3 88,4 78,7 95,5 77,7 89,9 92,9 91,2 86,7 92,7

Belanja Operasi 96,5 89,0 83,2 96,3 93,0 88,4 97,1 91,7 94,7 93,2

Belanja Modal 90,3 87,5 69,8 94,3 53,3 94,3 89,9 90,5 80,0 92,2

Belanja Tak Terduga - 4,2 - 98,5 96,5 70,0 - 25,0 - 0,7

Page 52: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PERKEMBANGAN

INFLASI DAERAH

Inflasi Sulawesi Tenggara pada Triwulan IV 2016 mengalami

penurunan dari 3,28% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi

2,69% (yoy).

Penurunan laju inflasi Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan

oleh penurunan inflasi yang terjadi baik di Kota Kendari

maupun di Kota Baubau.

Sumber utama penurunan inflasi tersebut adalah penurunan

tekanan harga kelompok bahan pangan dan kelompok

transport, komunikasi dan jasa keuangan.

Upaya pengendalian inflasi difokuskan untuk meningkatkan

koordinasi dan komunikasi seluruh TPID Kota/Kabupaten dan

TPID Provinsi. Selain itu, dilakukan pula upaya untuk menjaga

ekspektasi masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis

terutama menjelang Hari Natal dan Tahun Baru.

Bab 3

Page 53: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FERBRU

ARI 2

017

Page 54: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

41

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 2

01

7 3.1. KONDISI UMUM INFLASI

3.1.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (year on

year)

Realisasi Triwulan IV 2016

Tingkat inflasi IHK provinsi Sulawesi

Tenggara1 tercatat sebesar 2,69% (yoy) pada

Triwulan IV 2016, menurun dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang mencapai

3,28%(yoy) (Grafik 3.1). Sumber utama

menurunnya tekanan inflasi berasal dari

penurunan harga kelompok bahan makanan

dan deflasi yang terjadi pada kelompok

transport, komunikasi dan jasa keuangan.

Penurunan tekanan inflasi bahan makanan

tersebut disebabkan oleh penurunan harga

komoditas padi dan cabai rawit akibat adanya

panen pada periode tersebut. Sedangkan untuk

deflasi pada kelompok transport, komunikasi

dan jasa keuangan disebabkan oleh deflasi tarif

angkutan udara yang terjadi seiring adanya

penambahan frekuensi dan pembukaan rute

baru penerbangan dari dan menuju Baubau

pada bulan November 2016. Sementara untuk

kelompok yang lain tercatat relative stabil (Grafik

1Angka inflasi Sulawesi Tenggara merupakan perhitungan agregasi oleh KPw BI Sulawesi Tenggara berdasarkan data IHK (indeks harga konsumen) Kota Kendari dan Kota Baubau yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.

3.3). Hal tersebut membuat inflasi tahunan

Sulawesi Tenggara pada periode laporan berada

di bawah tingkat inflasi nasional yang tercatat

sebesar 3,02% (yoy).

Namun demikian, secara spasial wilayah

Sulawesi, inflasi tahunan Provinsi Sulawesi

Tenggara pada periode laporan berada di posisi

kedua tertinggi setelah Provinsi Sulawesi

Selatan. Tingginya tekanan inflasi tahunan

Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan oleh

adanya based effect setelah pada tahun

sebelumnya tercatat memiliki tekanan inflasi

tahunan yang terendah (Grafik 3.2).

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara

Grafik 3.3 Pergerakan Inflasi Tahunan Sultra Berdasarkan Kelompok

Sumber: BPS, diolah

Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahun Provinsi di Sulawesi

2.69%

3.02%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Sultra Nasional

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

Ba

ha

n M

akan

an

Ma

kan

an J

ad

i

Pe

rum

ah

an

Sa

nd

ang

Ke

seh

ata

n

Pe

nd

idik

an

Tra

nspo

r

Tw III Tw IV

% y

oy

-0.21

0.71

0.150.29 0.30

0.500.23

-0.50

0.00

0.50

1.00

% a

nd

il

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Sulsel Sulbar Sultra

Sulteng Gorontalo Sulut

Sulawesi

Page 55: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

42

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FERBRU

ARI 2

017

Dilihat dari kota yang menjadi daerah

perhitungan inflasi nasional, penurunan inflasi

tahunan Sulawesi Tenggara disebabkan oleh

penurunan yang terjadi baik di Kota Baubau

maupun Kota Kendari. Inflasi di Kota Baubau

jauh menurun dari 3,77% (yoy) pada triwulan III

2016 menjadi 1,71% (yoy) pada Triwulan IV

2016. Sementara untuk inflasi di Kota Kendari

mengalami penurunan dari 3,09% (yoy) menjadi

3,07% (yoy).

Seperti halnya inflasi tahunan Sulawesi

Tenggara, penurunan inflasi tahunan Kota

Baubau juga disebabkan oleh penurunan

tekanan kelompok bahan makanan dan deflasi

kelompok transport, komunikasi dan jasa

keuangan. Inflasi pada kelompok bahan

makanan menurun dari 5,63% (yoy) menjadi

2,14% akibat deflasi komoditas beras dan

bumbu-bumbuan. Sementara untuk kelompok

transport, komunikasi dan jasa keuangan

tercatat mengalami deflasi sebesar 3,51% (yoy),

jauh menurun dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar

1,73% (yoy). Penurunan tersebut disebabkan

oleh deflasi tarif angkutan udara yang mencapai

3,26% (yoy), setelah sebelumnya tercatat inflasi

sebesar 9,72% (yoy). Kondisi tersebut

disebabkan oleh adanya pembukaan rute

penerbangan baru dari Baubau- Kendari dan

penambahan penerbangan Baubau-Makassar

menjadi 3 (tiga) kali sehari.

Hal sedikit berbeda terjadi di Kota Kendari,

penurunan tekanan inflasi tahunan pada

triwulan IV hanya disebabkan oleh penurunan

kelompok bahan makanan yang didorong oleh

deflasi komoditas cabai rawit (dari 37,61%-yoy

menjadi -13,87%-yoy). Sementara untuk

komoditas angkutan udara pada periode

tersebut mengalami peningkatan tekanan

sehingga menahan laju penurunan yang terjadi.

Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok

angkutan udara tersebut terjadi seiring adanya

peningkatan permintaan akibat adanya Hari

Natal dan libur akhir tahun. Angkutan udara

meningkat di triwulan IV sebesar 21,05% (yoy)

setelah sebelumnya 16,23% (yoy) (Grafik 3.4).

Tracking Triwulan I 2017

Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa

terdapat penurunan tekanan pada awal triwulan

2017. Inflasi pada bulan Januari kembali

menurun dan berada pada level 2,03% (yoy)

(Grafik 3.5). Penurunan tersebut terutama

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 3.4 Pergerakan Inflasi Tahunan Kota Kendari dan

Kota Baubau Berdasarkan Kelompok Grafik 3.5 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Pada

Triwulan IV 2016 dan Tracking Januari 2017

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

% y

oy Kendari

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

Ba

ha

n M

akan

an

Ma

kan

an J

ad

i

Pe

rum

ah

an

Sa

nd

ang

Ke

seh

ata

n

Pe

nd

idik

an

Tra

nspo

r

Tw III Tw IV

% y

oyBaubau

3.07%

1.71%

2.69%3.02% 2.90%

2.45%

0.94%

2.03%

3.49%3.42%

Kendari Baubau Sultra Nasional KawasanTimur

Tw IV 2016 Jan-17

Page 56: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

43

disebabkan oleh penurunan kelompok bahan

makanan akibat based effect setelah pada bulan

Januari 2016 terjadi kenaikan harga bahan

makanan, terutama untuk komoditas ikan segar,

sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta

komoditas beras seiring dengan berkurangnya

pasokan dari sentra-sentra produksi maupun

luar Sulawesi Tenggara.

Sementara untuk kelompok transport,

komunikasi dan jasa keuangan pada bulan

Januari 2017 tercatat mengalami peningkatan

tekanan sehingga menahan laju penurunan.

Peningkatan tersebut terjadi akibat adanya

peningkatan biaya perpanjangan STNK yang

tercatat mengalami inflasi 107,01% (yoy) dan

tarif pulsa ponsel sebesar 16,30% (yoy).

Sedangkan untuk komoditas angkutan udara

tercatat masih mengalami deflasi sebesar

8,57%(yoy) akibat deflasi yang terjadi di Kota

Baubau.

Dengan kondisi tersebut, inflasi tahunan pada

akhir triwulan I 2017 diperkirakan lebih tinggi

daripada inflasi di Triwulan IV 2016. Salah satu

risiko yang dapat menyebabkan inflasi akhir

triwulan I 2017 menjadi lebih tinggi adalah

tekanan yang terjadi karena terdapat

penyesuaian subsidi listrik pelanggan 900 VA

yang terjadi pada bulan Januari dan Maret

sehingga berpotensi mendorong peningkatan

inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan

bahan bakar.

3.1.1. Perkembangan Inflasi Bulanan (month

to month)

Realisasi Triwulan IV 2016

Secara bulanan, pergerakan inflasi Sulawesi

Tenggara selama Triwulan IV 2016 mengalami

tren peningkatan. Dimulai dengan kondisi inflasi

sebesar 0,20% (mtm) pada bulan Oktober,

diikuti dengan terjadinya deflasi cukup dalam

sebesar 0,59% (mtm) pada bulan November dan

kembali terjadi inflasi pada bulan Desember

sebesar 0,26% (mtm) (Grafik 3.6). Apabila

dibandingkan dengan pola bulanannya selama

tahun 2014-2015, inflasi yang terjadi pada

Triwulan IV tersebut relatif lebih rendah.

Penyebab utama terjadinya inflasi pada bulan

Oktober dipengaruhi oleh meningkatnya harga

komoditas ikan segar seiring adanya penurunan

pasokan akibat faktor cuaca, penyesuaian tarif

tenaga listrik serta peningkatan tarif angkutan

udara. Namun demikian mulai masuknya panen

di beberapa sentra penghasil beras tercatat

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 3.6 Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan

Sulawesi Tenggara Grafik 3.7 Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari dan

Kota Baubau Triwulan IV 2016

TW IV

0.20

(0.59)

0.26

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014 2015 2016

%, mtm

0.120.42

-0.22

-1.54

0.13

0.59

-2.00

-1.50

-1.00

-0.50

0.00

0.50

1.00

Kendari Baubau

Okt-16 Nov-16 Des-16

%, mtm

Page 57: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

44

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FERBRU

ARI 2

017

mampu berdampak pada penurunan harga

komoditas beras sehingga mampu menahan laju

peningkatan inflasi.

Sementara deflasi cukup dalam yang terjadi di

bulan November disebabkan oleh koreksi harga

pada tarif angkutan udara dan komoditas bahan

makanan. Penurunan harga komoditas

angkutan udara tersebut disebabkan oleh

adanya pembukaan rute baru Baubau-Kendari

dan penambahan frekuensi penerbangan

Baubau-Makassar. Sementara untuk komoditas

bahan makanan disebabkan oleh penurunan

harga komoditas ikan segar dan sayur-sayuran

seiring dengan faktor cuaca yang makin

kondusif sehingga tidak menggangu hasil

tangkapan nelayan dan produksi komoditas

holtikultura.

Selanjutnya terjadi peningkatan inflasi pada

bulan Desember disebabkan oleh peningkatan

tarif angkutan udara seiring dengan adanya

peningkatan permintaan saat libur Natal dan

Tahun Baru. Sementara untuk komoditas bahan

makanan tercatat masih mengalami deflasi

walaupun mengalami peningkatan tekanan

karena berkurangnya pasokan komoditas ikan

segar akibat faktor cuaca.

Kondisi tersebut sejalan dengan pergerakan laju

inflasi yang terjadi di Kota Baubau selama

Triwulan IV 2016. Kota Baubau tercatat

mengalami inflasi sebesar 0,42% (mtm) di bulan

Oktober, lalu mengalami deflasi cukup dalam

yang mencapai 1,54% (mtm) di bulan November

dan pada bulan Desember, kembali terjadi

peningkatan tekanan inflasi sebesar 0,59%

(mtm)(Grafik 3.7).

Kondisi yang sama terjadi di Kota Kendari,pada

awal triwulan IV, Kota Kendari mengalami inflasi

sebesar 0,12% (mtm), lalu menurun dengan

tercatat deflasi sebesar 0,22% (mtm) di bulan

November dan kembali mengalami meningkat di

bulan Desember dengan mencatat inflasi

sebesar 0,13% (mtm).

Tracking Triwulan I 2017

Mengawali triwulan I 2017, inflasi Sulawesi

Tenggara pada Januari 2017 tercatat sebesar

0,76% (mtm). Kondisi tersebut berada di atas

rata-rata pola bulanannya selama tahun 2014-

2016 (0,64%, mtm). Adapun sumber

peningkatan tekanan inflasi didorong oleh

kelompok bahan makanan yakni pada

komoditas ikan segar dan sayur-sayuran,

kelompok makanan jadi yakni pada komoditas

rokok kretek serta kelompok transportasi dan

komunikasi yakni pada komoditas angkutan

dalam kota dan tarif pulsa telepon selular. Di

samping itu, kenaikan tarif tenaga listik dan

biaya perpanjangan STNK juga turut

memberikan kontribusi atas kenaikan inflasi di

periode Januari 2017 tersebut.

Melihat pola inflasi bulanan pada bulan Februari

dan Maret, diperkirakan akan terjadi penurunan

laju inflasi pada bulan Februari namun kembali

mengalami peningkatan di akhir triwulan I 2017.

Penurunan tekanan inflasi yang terjadi pada

bulan Februari mendatang diperkirakan

disebabkan oleh koreksi harga pasca kenaikan

tarif perpanjangan STNK di bulan Januari serta

terjaganya ketersediaan stok bahan makanan

khususnya komoditas beras, bumbu-bumbuan

dan sayuran. Sementara untuk peningkatan

yang terjadi pada bulan Maret diperkirakan

Page 58: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

45

disebabkan oleh potensi kenaikan tarif tenaga

listrik akibat kebijakan penyesuaian subsidi listrik

pelanggan 900 VA.

3.2. DISAGREGASI INFLASI2

Realisasi Triwulan IV 2016

Penurunan tekanan inflasi tahunan Sulawesi

Tenggara pada Triwulan IV 2016 disebabkan

oleh penurunan pada seluruh komponen

disagregasi (administered prices, volatile food

dan inflasi inti). Penurunan kelompok

administered prices terutama didorong oleh

deflasi yang terjadi pada tarif angkutan udara

khususnya di kota Baubau. Pada akhir tahun

2016 tarif angkutan udara di Kota Baubau

tercatat mengalami deflasi sebesar 16,33%,

sementara pada triwulan sebelumnya tercatat

mengalami inflasi 9,72% (yoy). Deflasi tersebut

disebabkan oleh adanya penambahan frekuensi

penerbangan Baubau-Makassar dari semula

sebanyak 2(dua) kali sehari menjadi 3(tiga) kali

sehari serta pembukaan rute baru Baubau-

Kendari dengan frekuensi 1(satu) kali sehari di

bulan November 2016. Selain itu, tarif tenaga

listrik juga turut memberikan andil terhadap

penurunan yang terjadi dengan tercatat

menurun dari 3,01% (yoy) di triwulan III 2016

menjadi 2,18% (yoy) di triwulan IV 2016.

Sementara untuk kelompok volatile food yang

juga mengalami penurunan harga di Triwulan IV

2016 jika dibandingkan triwulan sebelumnya,

penurunan disebabkan oleh penurunan

komoditas beras dan cabai rawit. Penurunan

2Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi non-inti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.

tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan

pasokan baik dari sentra-sentra produksi di

Sulawesi Tenggara maupun dari luar seperti

Sulawesi Selatan dan Jawa Timur seiring telah

masuknya musim panen komoditas tersebut di

akhir tahun 2016.

Hal tersebut sejalan dengan hasil Survei

Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh

KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara di Kota

Kendari. Komoditas beras dan cabai rawit

menunjukkan adanya penurunan harga. Harga

komoditas beras kualitas medium dan kualitas

super di Pasar Mandonga pada triwulan IV

mengalami penurunan sekitar Rp200,-/kg jika

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Sedangkan komoditas cabai rawit di Pasar Kota

pada akhir Triwulan IV adalah Rp55.000,-/kg

menurun jika dibandingkan pada triwulan IV

yang tercatat sebesar Rp57.500,-/kg. Kondisi

tersebut juga sesuai dengan indeks perkiraan

pengeluaran konsumen di Sulawesi Tenggara

pada Triwulan IV 2016 yang mengalami

penurunan pada kelompok bahan makanan.

(Grafik 3.9) .

Sejalan dengan komponen administered prices

dan volatile food, perkembangan komponen

inflasi inti (core inflation) di Sulawesi Tenggara

juga mengalami penurunan. Komoditas inti yang

mengalami penurunan adalah komoditas

makanan jadi dan sandang yang terjadi baik di

Kota Kendari maupun Kota Baubau. Komoditas

sandang mengalami penurunan dari 4,70%

(yoy) di triwulan III menjadi 4,18% (yoy) di

Page 59: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

46

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FERBRU

ARI 2

017

Triwulan IV seiring telah kembali normalnya

permintaan masyarakat pasca adanya perayaan

Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha di triwulan

sebelumnya. Sementara untuk kelompok

makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau

mengalami penurunan dari 8,53% (yoy) menjadi

8,08% (yoy) di triwulan IV 2016. Penurunan ini

merupakan efek lanjutan dari adanya penurunan

harga bahan makanan.

Tracking Triwulan I 2017

Mengawali triwulan I 2017, inflasi tahunan

Sulawesi Tenggara mengalami penurunan akibat

adanya deflasi pada komponen volatile food.

Sementara untuk kelompok administered prices,

dan inflasi inti tercatat mengalami peningkatan

sehingga menahan laju penurunan yang terjadi

di bulan Januari 2017.

Deflasi kelompok volatile food yang terjadi pada

bulan Januari 2017 terutama disumbang oleh

komoditas beras, ikan segar (bandeng,

baronang, cakalang dan layang), sayur sayuran

(bayam, terong panjang dan tomat sayur) dan

bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabai

rawit) akibat terjaganya pasokan komoditas

tersebut. Sebaliknya, kelompok administered

prices tercatat mengalami peningkatan tekanan

akibat adanya peningkatan biaya perpanjangan

STNK dan kebijakan serta kebijakan penyesuaian

subsidi listrik pada pelanggan 900 VA.

Melihat perkembangan yang ada dan hasil

liaison, laju inflasi tahunan Sulawesi Tenggara

pada triwulan I 2017 diperkirakan akan

mengalami peningkatan tekanan. Peningkatan

tersebut utamanya masih disebabkan oleh

peningkatan kelompok administered prices

akibat adanya potensi kenaikan tarif listrik dan

penyesuaian kembali di bulan Maret terhadap

pelanggan 900 VA. Selain itu, kelompok volatile

food juga diperkirakan akan mengalami

peningkatan tekanan seiring dengan tingginya

gelombang laut sehingga berpotensi

mengganggu pasokan komoditas ikan segar.

Peningkatan tekanan inflasi pada periode

mendatang juga terindikasi dari hasil Survei

Konsumen (SK) yang dilakukan oleh KPwBI

Provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil SK

diperoleh informasi bahwa indeks pengeluaran

konsumen di 3 bulan mendatang meningkat dari

146,0 di Triwulan IV 2016 menjadi 170,2 di

triwulan I 2017. Sejalan dengan kondisi tersebut

indeks harga pada 3 bulan mendatang juga

meningkat menjadi 185,6 di triwulan I 2017

setelah pada triwulan sebelumnya tercatat

sebesar 172,0. Peningkatan tersebut disebabkan

oleh peningkatan pengeluaran kelompok bahan

makanan (174,0 di triwulan IV 2016 menjadi

187,3 di triwulan I 2017) dan kelompok

transport, komunikasi dan jasa keuangan (174,0

di triwulan IV 2016 menjadi 187,3 di triwulan I

2017).

3.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI

Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh

pemerintah daerah bersama Bank Indonesia

selama Triwulan IV 2016 difokuskan untuk

melaksanakan pemantauan harga kebutuhan

strategis di pasar serta menjaga ekspektasi

masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis

terutama di akhir tahun. Secara ringkas langkah-

langkah pengendalian inflasi yang ditempuh

adalah sebagai berikut:

Page 60: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

47

1. Penguatan Kelembagaan dan Koordinasi

antar TPID.

Pada tanggal 28 November 2016 telah

dilakukan Rapat Koordinasi TPID Kabupaten

Buton Tengah. Rapat tersebut bertujuan

untuk membangan komitmen bersama

dalam rangka pengendalian harga

komoditas di kabupaten tersebut. Sebagai

TPID yang relatif masih baru, fokus

pertemuan dititikberatkan untuk membekali

para anggota TPID mengenai pentingnya

peran TPID dalam membantu meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, mekanisme kerja

TPID dan kewajiban dari TPID Kabupaten

dalam hubungannya dengan TPID Provinsi

maupun TPI Nasional.

Selanjutnya pada 23 Januari 2017 juga

diselenggarakan Rapat TPID Kabupaten

Wakatobi dengan membahas beberapa

pokok permasalahan diantaranya

menyangkut tingginya biaya/upah bongkar

barang di pelabuhan, harga dan

ketersediaan BBM, evaluasi pemanfaatan tol

laut, tingginya ketergantungan Wakatobi

terhadap daerah lain sehingga rawan terjadi

gangguan pasokan. Menyikapi

permasalahan tersebut forum

merekomendasikan beberapa hal

diantaranya :

- Menyampaikan surat klarifikasi kepada

Pertamina mengenai kuota/jumlah

pasokan BBM di wilayah Wakatobi dan

jika diperlukan, TPID dapat memanggil

Pertamina untuk memberikan penjelasan

kepada pemerintah daerah.

- Keberadaan tol laut perlu disampaikan

secara luas kepada masyarakat agar

memberikan manfaat yang optimal

termasuk untuk mendukung kelancaran

pasokan barang dari luar daerah.

- Mendorong peran BUMD sebagai

pelaksana kerjasama antar daerah untuk

menjaga pasokan barang.

Sementara itu dalam rapat TPID Kota

Baubau yang diselenggarakan pada tanggal

26 Januari 2017 telah dihasilkan beberapa

rekomendasi dalam rangka menjaga

stabilitas harga diantaranya :

- Meningkatkan koordinasi dan kerjasama

antar pihak untuk memastikan

kelancaran pasokan dan ketersediaan

barang termasuk dengan distributor/

pedagang besar.

- Mendorong peningkatan produktivitas

tanaman bahan makanan.

2. Mengelola Ekspektasi Masyarakat

Upaya untuk menekan inflasi oleh TPID juga

dilakukan dengan mengarahkan ekspektasi

masyarakat. Beberapa upaya yang dilakukan

TPID untuk mengarahkan ekspektasi

konsumen yakni dengan meningkatkan arus

informasi melalui media massa. Informasi

mengenai kecukupan stok barang dan

aktivitas sidak pasar disebarluaskan melalui

media massa untuk mencegah terjadinya

panic buying yang menyebabkan terjadinya

pembelian berlebihan yang menyebabkan

berkurangnya ketersediaan barang di pasar.

Pada triwulan IV 2016 telah dilakukan sidak

kebeberapa pasar tradisional maupun pasar

Page 61: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

48

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FERBRU

ARI 2

017

modern dan kunjungan ke gudang Bulog

serta distributor kebutuhan pokok untuk

memastikan kestabilan harga dan

ketersediaan stok komoditas strategis

menjelang libur Natal dan Tahun Baru.

Selain itu Tim Pengendalian Daerah (TPID)

Provinsi Sultra bekerjasama dengan PT.

Pertamina melakukan operasi pasar

terhadap komoditas LPG 3 kg mengantipasi

adanya peningkatan harga komoditas

tersebut di masyarakat.

3. Perkembangan pelaksanaan Road Map

Pengendalian Inflasi Sulawesi Tenggara.

Sampai dengan akhir tahun 2016 beberapa

kegiatan sebagai bentuk pelaksanaan Road

Map TPID Sulawesi Tenggara yang telah

dilakukan diantaranya yaitu monitoring

harga dan mengkomunikasikan hasil

pemantauan kepada masyarakat melalui

media massa (surat kabar, televisi) dengan

tujuan menjaga ekspektasi masyarakat/

konsumen terutama pada moment-moment

dimana berpotensi terjadi lonjakan

permintaan (hari raya, akhir tahun, liburan).

Upaya lain dalam menjaga ekspektasi

masyarakat terhadap inflasi juga dilakukan

dengan memutar iklan layanan masyarakat

untuk berkonsumsi secara wajar. Dalam hal

penguatan kelembagaan dan sinergi

kerjasama antar pihak, kegiatan yang telah

dilaksanakan yakni menyelenggarakan

kegiatan capacity building bagi TPID

Kota/Kabupaten, menyelenggarakan

pertemuan antar TPID dalam forum Rakorda

TPID dan HLM TPID Provinsi.

Sementara upaya peningkatan produksi

bahan pangan ditempuh melalui perluasan

lahan pertanian (sawah), intensifikasi

pertanian melalui penyelenggaraan

pelatihan, penyaluran pupuk bersubsidi,

sarana produksi, benih unggul dan aplikasi

teknologi baru. Upaya lain yang dilakukan

dalam meningkatkan kemandirian daerah

dalam memenuhi kebutuhan bawang

merah, cabe dan sayur-sayuran yakni melalui

pengembangan KRPL (Kawasan Rumah

Pangan Lestari) yang diselenggarakan di 53

kelompok se Sulawesi Tenggara.

Dalam rangka menjaga kelancaran pasokan,

selama tahun 2016 juga telah dilakukan

peningkatan kapasitas pelabuhan di

Baubau, Waonii, pembukaan rute

penyeberangan laut Amolengo Labuan

yang diharapkan akan mendukung

kelancaran arus barang/orang antar daerah.

Hal lain yang dilakukan dalam mendukung

kelancaran distribusi barang yakni melalui

rehab pasar di 9 lokasi yakni di Kota Kendari,

Muna, Kolaka, Konawe Kepulauan,

Bombana, Konawe Utara, Buton, Buton

Tengah dan Buton Selatan serta

penyelesaian pembangunan 1 Pusat

Distribusi Barang Provinsi yang akan

difungsikan pada tahun 2017. Tak kalah

pentingnya, TPID bersama pihak terkait pada

tahun 2016 menyelenggarakan kegiatan

pasar murah dan operasi pasar untuk

komoditas strategis.

Page 62: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N II 2016

STABILITAS

KEUANGAN DAERAH

Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari

ketahanan sektor rumah tangga. Tingkat konsumsi masyarakat

yang masih terjaga, perilaku berutang yang masih normal, dan

risiko kredit yang masih terjaga berdampak minimal pada

stabilitas sistem keuangan.

Dari sisi sektor korporasi, kinerja korporasi utama sudah mulai

membaik ditengah pelemahan ekonomi global dan mampu

menopang ketahanan sistem keuangan di Sulawesi Tenggara.

Perekonomian yang melambat mempengaruhi kinerja institusi

keuangan, khususnya perbankan di Sulawesi Tenggara. Kinerja

penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit

mengalami perlambatan. Sementara itu, risiko kredit

menunjukkan peningkatan meskipun masih dalam batas

terkendali.

Bab 4

Page 63: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Page 64: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

51

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

4.1. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA

4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor

Rumah Tangga

Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi

keuangan rumah tangga adalah tingkat

pendapatan, tingkat pengangguran, tingkat

konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit oleh

rumah tangga. Secara umum, tingkat

pendapatan, tingkat pengangguran dan tingkat

konsumsi rumah tangga turut juga dipengaruhi

oleh kinerja perekonomian.

Pada triwulan IV 2016, kondisi perekonomian

Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan (lihat

Bab 1). Peningkatan tersebut hanya didorong

oleh membaiknya kinerja ekspor luar negeri,

sementara komponen lainnya seperti

pengeluaran pemerintah dan investasi

mengalami perlambatan. Kondisi demikian

ternyata belum mampu meningkatkan aktivitas

konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah

tangga pada periode tersebut tercatat hanya

tumbuh sebesar 5,1% (yoy), lebih rendah

daripada periode sebelumnya yang dapat

tumbuh sebesar 6,0% (yoy) (Grafik 4.1).

Meskipun melambat namun konsumsi rumah

tangga masih berkontribusi besar terhadap

perekonomian Sulawesi Tenggara dengan

pangsa sebesar 46,1%.

Secara tahunan konsumsi rumah tangga di

Sulawesi Tenggara tumbuh meningkat dari

5,1% (yoy) pada tahun 2015 menjadi 6,1% (yoy)

di tahun 2016. Apabila dibandingkan dengan

provinsi lainnya di Pulau Sulawesi, peningkatan

pertumbuhan konsumsi rumah tangga relatif

cukup tinggi dan telah berada di atas

pertumbuhan rata-rata konsumsi se-Sulawesi

(Grafik 4.2).

Peningkatan aktivitas konsumsi rumah tangga

selama tahun 2016 tersebut turut meningkatkan

optimisme rumah tangga dalam melakukan

kegiatan konsumsi. Hal ini terlihat dari rata-rata

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) selama

triwulan IV 2016 yang mencapai 139,9 dan terus

bergerak dalam tren yang meningkat (Grafik 4.2).

Faktor yang menyebabkan optimisme konsumen

masih tinggi pada triwulan tersebut adalah

adanya ekspektasi kondisi ekonomi ke depan

yang relatif meningkat. Hal tersebut didorong

oleh perkiraan rumah tangga mendapatkan

peningkatan pendapatan/ penghasilan pada

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap

PDRB Sulawesi Tenggara Grafik 4.2 Pertumbuhan Aktivitas Konsumsi Rumah

Tangga Setahun se-Sulawesi

47,346,1

6,0

5,1

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

40,0

45,0

50,0

55,0

60,0

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Pangsa gKonsumsi RT (sb.kanan)

Pangsa thd PDRB (%) %, yoy

3,5

4,0

4,5

5,0

5,5

6,0

6,5

7,0

45,0 50,0 55,0 60,0 65,0

2016

2015

Gorontalo

Sulsel

SULAWESI

Sulbar

SultengSultra

Sulut

Pert

um

buha

n K

onsum

si R

T

%, yoy

Pangsa Konsumsi RT dalam PDRB

%

Page 65: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

52

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

rentang 6 bulan ke depan. Selain itu, ekspektasi

bahwa lapangan kerja yang tersedia semakin

banyak juga memperkecil kerentanan sektor

rumah tangga dalam sektor keuangan di

Sulawesi Tenggara (Grafik 4.4).

Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang

dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Tenggara,

peningkatan penghasilan rumah tangga pada

triwulan IV 2016 dialami oleh 45% responden,

sementara hanya 5% saja yang mengalami

penurunan penghasilan dan 50% masih

mendapatkan penghasilan yang sama

dibandingkan 6 bulan sebelumnya. Berdasarkan

sektornya, hampir seluruh sektor usaha

mengalami peningkatan penghasilan, kecuali

sektor pertambangan, konstruksi, jasa

kesehatan dan jasa kebudayaan. Bahkan semua

responden yang bekerja di bidang transportasi

dan persewaan memiliki penghasilan yang lebih

baik daripada 6 bulan sebelumnya. (Grafik 4.5).

Sumber kerentanan yang berasal dari sisi

penghasilan rumah tangga diperkirakan masih

dapat terjaga pada periode mendatang. Hasil

dari Survey Konsumen juga menunjukkan

bahwa responden masih memperkirakan

terjadinya peningkatan penghasilan di 6 bulan

berikutnya. Secara aggregat, responden

memperkirakan akan terdapat penambahan

gaji/upah sebesar 8,8%. Secara sektoral, rumah

tangga yang bekerja pada sektor jasa profesional

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.3 Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap

Kondisi Saat Ini Grafik 4.4 Ekspektasi Rumah Tangga Sultra Terhadap

Ekonomi 6 Bulan Mendatang

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini

dibandingkan 6 Bulan yang lalu Grafik 4.6 Ekspektasi Peningkatan Gaji/Upah 6 bulan

mendatang Berdasarkan Sektoral

60

80

100

120

140

160

180

200

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2014 2015 2016IKE (Keyakinan Konsumen)IKE (Kondisi Saat Ini)IEK (Ekspektasi Konsumen)

indeks

Kenaikan harga BBM

Kenaikan harga BBM

Penurunan harga BBM Penurunan

harga BBM

optim

ispesim

is

Penurunan harga BBM

163 160

174168

182 186

171162 162

60

80

100

120

140

160

180

200

EkspektasiPenghasilan

EkspektasiLapangan Kerja

EkspektasiKegiatan Usaha

Est. Apr 17 Est. Mei 17 Est. Jun 17

indeks

optim

ispesim

is

25%0%

25%0%

46%50%50%50%

100%100%

40%62%

0%0%

43%100%

17%

20%5%

25%17%

2%4%

5%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

PertanianPertambangan

ListrikKonstruksi

PerdaganganTransportasi

Hotel RestoranJasa Keuangan

Jasa ProfesionalPersewaan

PemerintahanPendidikanKesehatan

KebudayaanLainnya

Perorangan

Lebih baik Sama Lebih Buruk

10

10 10

10

5

10

7

10

15

04

1310

0

5

10

15

20

25

Pe

rtan

ian

Pe

rtam

ba

ng

an

Lis

trik

Ko

nstr

uksi

Pe

rda

ga

ng

an

Tra

nspo

rta

si

Ho

tel R

esto

ran

Jasa K

eu

an

ga

n

Jasa P

rofe

sio

na

l

Pe

rse

wa

an

Pe

me

rinta

han

Pe

nd

idik

an

Ke

se

hata

n

Ke

bu

da

ya

an

Lain

nya

Pe

rora

ng

an

% kenaikan max

rata-rata

min

Page 66: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

53

memiliki optimisme peningkatan penghasilan

yang paling tinggi (15%), diikuti oleh pekerjaan

di bidang pendidikan (13%) (Grafik 4.6).

Sumber kerentanan keuangan rumah tangga

lainnya adalah terkait dengan adanya potensi

tekanan harga. Namun pada triwulan IV 2016,

sumber kerentanan ini masih dalam level yang

terjaga karena inflasi Sulawesi Tenggara pada

periode tersebut mengalami penurunan (lihat

Bab 1). Sumber utama menurunnya tekanan

inflasi berasal dari penurunan harga kelompok

bahan makanan dan deflasi yang terjadi pada

kelompok transport, komunikasi dan jasa

keuangan.

Meskipun demikian, pada triwulan I 2017,

rumah tangga akan menghadapi tekanan harga

dari sisi administered prices dan bahan makanan

(Grafik 4.7). Adanya adjusment tarif listrik dan

kondisi cuaca diperkirakan akan mempengaruhi

pasokan bahan makanan. Hal ini juga sudah

diperkirakan oleh rumah tangga yang

memperkirakan inflasi akan meningkat pada

bulan Februari 2017 (Grafik 4.8).

4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga

Secara umum, penggunaan keuangan rumah

tangga lebih banyak ditujukan untuk keperluan

konsumsi. Pada triwulan IV 2016, pengeluaran

untuk konsumsi mengambil porsi sebesar

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.7 Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah

Tangga 3 Bulan Mendatang Grafik 4.8 Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan

Mendatang Berdasarkan Komoditi

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.9 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga

Sulawesi Tenggara Grafik 4.10 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga

Berdasarkan Pengeluaran/Bulan

-2

-1

0

1

2

3

4

5

120,0

130,0

140,0

150,0

160,0

170,0

180,0

190,0

200,0

210,0

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3

2015 2016 2017

Ekspektasi Perubahan harga (moving 3 mo)

Inflasi Sultra qtq

indeks inflasi %, qtq

Idul Fitri80

100

120

140

160

180

200

220

Est.Jan 17 Est.Feb 17 Est.Mar 17

indeks perubahan harga

Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan

Tw IV 2016Tw III 2016

56,1%20,1%23,9%

51,4%20,1%28,6%

55,2%

54,5%

55,7%

53,8%

61,1%

17,5%

18,7%

22,5%

22,0%

19,6%

27,3%

26,7%

21,8%

24,1%

19,3%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Rp1 - 2 jt

Rp2,1 - 3 jt

Rp3,1 - 4 jt

Rp4,1 - 5 jt

>Rp5 jt

Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan

Pengelu

ara

n/b

ula

n

Page 67: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

54

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

56,1%, lebih tinggi dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya (Grafik 4.9). Hal tersebut

dikompensasi dengan mengurangi dana rumah

tangga yang ditabung dari 28,6% menjadi

23,9% dari keseluruhan penggunaan dana

rumah tangga. Pada periode tersebut pangsa

dana rumah tangga yang disisihkan untuk

membayar cicilan hutang sebesar 20,1%, tidak

mengalami perubahan dibandingkan dengan

periode sebelumnya.

Apabila dilihat berdasarkan pendapatannya,

tingkat pengeluaran konsumsi yang tertinggi

dilakukan oleh kelompok rumah tangga

berpendapatan tertinggi (dengan pengeluaran

>Rp5 juta). Meskipun demikian, terlihat tidak

terdapat diferensiasi yang signifikan pada porsi

konsumsi berdasarkan tingkat pengeluaran.

Diferensiasi yang terlihat signifikan adalah pada

porsi pengeluaran untuk cicilan/pinjaman. Porsi

pembayaran cicilan/pinjaman yang terbesar

adalah pada rumah tangga yang memiliki

pengeluaran antara Rp4 juta s.d Rp5 juta.

Sementara rumah tangga yang memiliki

pengeluaran di antara Rp1 juta s.d Rp2 juta,

relatif memiliki cicilan/pinjaman yang lebih

rendah dengan pangsa sebesar 17,5% (Grafik

4.10).

Sementara itu jika dilihat dari perilaku berutang,

maka terdapat penurunan risiko dari sisi kredit

karena secara agregat terjadi penurunan jumlah

Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan

Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/bulan

TMP = Tidak Memiliki Pinjaman/Cicilan TMB = Tidak Menabung * Perubahan triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan II 2016

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah * Perubahan triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan II 2016

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

>0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

TMB

Rp1 - 2 jt 1,7% 3,0% 1,7% 2,0% 12,0% Rp1 - 2 jt 2,7% 3,0% 5,0% 7,0% 2,7%

Rp2,1 - 3 jt 5,0% 20,3% 5,7% 3,7% 15,3% Rp2,1 - 3 jt 6,0% 13,0% 17,0% 10,7% 3,3%

Rp3,1 - 4 jt 2,0% 3,0% 4,3% 2,3% 6,7% Rp3,1 - 4 jt 4,7% 5,3% 4,0% 3,7% 0,7%

Rp4,1 - 5 jt 1,0% 1,7% 1,0% 0,7% 0,7% Rp4,1 - 5 jt 1,0% 2,3% 0,7% 1,0% 0,0%

>Rp5 jt 1,7% 2,7% 0,3% 0,7% 1,0% >Rp5 jt 2,0% 3,0% 0,7% 0,3% 0,3%

Total 11,3% 30,7% 13,0% 9,3% 35,7% Total 16,3% 26,7% 27,3% 22,7% 7,0%

0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

TMP

0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

TMB

Rp1 - 2 jt 1,0% 2% -1% -1,0% -13,3% Rp1 - 2 jt 1,0% -2,0% -2,0% -8,0% -1,0%

Rp2,1 - 3 jt 2% 13% 3% 0,0% 0,3% Rp2,1 - 3 jt 1,3% 6,7% 8,7% 4,0% -1,7%

Rp3,1 - 4 jt 2% 1% 2% -3% -10,3% Rp3,1 - 4 jt 1,3% 3,7% -3,3% -7,0% -3,7%

Rp4,1 - 5 jt 1% 1% 0% -1% -1,0% Rp4,1 - 5 jt 0,0% 1,7% -1,3% 0,3% -1,3%

>Rp5 jt 0% 2% 0% 0% 0,3% >Rp5 jt 1,3% 2,7% 0% 0,0% -1,0%

Total 6,3% 19,3% 3,7% -5,3% -24,0% Total 5,0% 12,7% 1,7% -10,7% -8,7%

Pengelu

ara

n/

bln

Pengelu

ara

n/

bln

Perubahan DSR*

Pengelu

ara

n/

bln

Triwulan IV 2016

Debt Service Ratio (DSR) Tabungan

TMP

Triwulan IV 2016

Pengelu

ara

n/

bln

Perubahan Tabungan*

Page 68: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

55

rumah tangga yang memiliki debt service ratio

lebih dari 30% (DSR>30%). Pada triwulan IV

2016, jumlah rumah tangga dengan DSR>30%

berkurang 5,3% dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Institusi keuangan menilai bahwa

rumah tangga dengan DSR>30% memiliki risiko

yang tinggi dan dapat menjadi penyebab NPL

(non performing loan) (Tabel 4.1). Sementara itu,

peningkatan konsumsi dan pendapatan rumah

tangga juga mendorong aksesibilitas rumah

tangga dalam memperoleh pinjaman. Pada

periode tersebut, jumlah responden yang tidak

memiliki pinjaman berkurang sebesar 24,0%.

Di sisi lain, penurunan dana rumah tangga yang

disimpan sebagai tabungan terkonfirmasi oleh

adanya penurunan sebesar 10,7% pada kategori

rumah tangga yang menggunakan lebih dari

30% pendapatannya sebagai simpanan (Tabel

4.2). Meskipun demikian, terdapat penurunan

sebesar 8,7% dari rumah tangga yang tidak

memiliki tabungan. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin banyak rumah tangga yang memiliki

simpanan pada institusi keuangan. Rumah

tangga yang tidak dapat menabung berisiko

pada stabilitas sistem keuangan karena dapat

mengganggu likuiditas institusi keuangan dari

sisi sumber dana.

Dari sisi rumah tangga yang merupakan debitur

bank, salah satu hasil Survei Konsumen juga

menunjukkan kondisi keuangan rumah tangga

masih berada dalam batas yang aman. Sebanyak

57,95% responden menyatakan bahwa

pendapatan yang diterima masih cukup untuk

memenuhi kebutuhan dan membayar cicilan,

bahkan masih terdapat sisa untuk ditabung

guna pemenuhan kebutuhan kesehatan dan

pendidikan.

Sementara itu jika dilihat berdasarkan tingkat

pengeluaran/bulannya, rumah tangga yang

dalam kondisi sangat cukup (masih terdapat

sebagian untuk investasi dan rekreasi) dan lebih

dari cukup (sebagian besar untuk investasi,

berlibur dan membeli kebutuhan tersier) terjadi

pada rumah tangga dengan tingkat pengeluaran

antara Rp3,1 juta s.d Rp4 juta. Adapun pada

rumah tangga dengan tingkat pengeluaran

antara Rp4,1 juta s.d Rp5 juta terdapat cukup

banyak responden dengan kondisi keuangan

yang pas-pasan karena pendapatan yang

didapat hanya cukup untuk kebutuhan sehari-

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.11 Kecukupan Pendapatan RT Debitur Bank

Untuk Memenuhi Kebutuhan dan Membayar

Cicilan

Grafik 4.12 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan

Mendatang Debitur Bank

-11,8%

-5,1%

-20,0%

-6% 11,8%

23,1%

36,4%

40,0%

11,8%

12,8%

9,1%

20,0%

-40,0% -20,0% 0,0% 20,0% 40,0% 60,0%

Rp1 - 2 jt

Rp2,1 - 3 jt

Rp3,1 - 4 jt

Rp4,1 - 5 jt

>Rp5 jt

Pas-pasan Tidak Cukup Sangat cukup Lebih dari cukup

Pe

ng

elu

ara

n/b

ln

% pangsa

cukup

-38,5%

-52,8%

-57,9%

-60,0%

-80,0%

-30,8%

-16,7%

-10,5%

8,3%

5,3%

-100,0% -50,0% 0,0% 50,0%

Rp1 - 2 jt

Rp2,1 - 3 jt

Rp3,1 - 4 jt

Rp4,1 - 5 jt

>Rp5 jt

Berkurang Signifikan RencanaBerkurang Signifikan PercepatanBertambah Signifikan Rencana

Pe

ng

elu

ara

n/b

ln

% pangsa

berubah tidak signifikan

Page 69: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

56

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

hari dan membayar cicilan tanpa bisa menabung

(Grafik 4.11).

Kondisi keuangan rumah tangga diperkirakan

juga akan semakin membaik karena beban

cicilan/pinjaman yang diperkirakan akan

semakin ringan. Rumah tangga yang

memperkirakan bahwa posisi pinjaman mereka

pada 6 bulan mendatang akan berkurang

sebanyak 69,3%. Pengurangan tersebut

sebagian besar karena sesuai dengan jadwal

pembayaran cicilan dan hanya sebagian kecil

yang karena adanya percepatan pelunasan.

Sementara itu rumah tangga yang

memperkirakan posisi pinjaman akan sama

hanya sebanyak 25,6%, bahkan yang

memperikirakan akan bertambah hanya

sebanyak 5,1% (Grafik 4.12).

4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di

Perbankan

Sektor rumah tangga masih mendominasi dana

pihak ketiga (DPK) yang berada di perbankan

Sulawesi Tenggara. Hal ini tercermin dari pangsa

DPK perseorangan yang mencapai 77,9% dari

keseluruhan DPK di Sulawesi Tenggara (Grafik

4.13). Penambahan pangsa DPK perseorangan

tersebut dipengaruhi oleh DPK bukan

perseorangan (korporasi dan pemerintah) yang

mengalami penurunan sebesar 19,5% (yoy)

sementara DPK perseorangan masih tumbuh

sebesar 10,7% (yoy) meskipun melambat

dibanding triwulan sebelumnya (Grafik 4.14).

Preferensi rumah tangga dalam melakukan

penempatan masih didominasi oleh fasilitas

tabungan dan deposito. Bahkan porsi tabungan

perseorangan pada perbankan Sulawesi

Tenggara mencapai 72,0% dibandingkan

dengan total keseluruhan DPK perseorangan.

Sementara itu porsi DPK dalam bentuk deposito

juga masih dominan dilakukan oleh nasabah

perseorangan dengan porsi mencapai 24,4%

dan sisanya merupakan nasabah pemegang

rekening giro (Grafik 4.15).

Dari sisi pertumbuhannya, perlambatan DPK

perseorangan disebabkan oleh adanya

perlambatan pada fasilitas tabungan. Pada

triwulan IV 2016, tabungan perseorangan hanya

tumbuh sebesar 6,4% (yoy), lebih rendah

daripada sebelumnya yang dapat tumbuh

sebesar 17,1% (yoy). Sebaliknya, pertumbuhan

DPK perseorangan dalam bentuk fasilitas

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.13 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara Grafik 4.14 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara

60,576,4

12,0 16,3

96,796,7

66,777,9

39,5 23,6 88,0 83,7 3,3 3,3 33,3 22,1

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tw III2016

Tw IV2016

Tw III2016

Tw IV2016

Tw III2016

Tw IV2016

Tw III2016

Tw IV2016

Deposito Giro Tabungan Total

Perseorangan Bukan Perseorangan

pangsa

2,2 10,7

-19,5-30,0

-20,0

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

DPK Total Perseorangan Bukan Perseorangan

%, yoy

Page 70: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

57

deposito tumbuh sebesar 32,7% (yoy), lebih

tinggi daripada triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 18,1% (yoy) (Grafik 4.16).

4.1.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah

Tangga

Dari sisi kredit perbankan, rumah tangga di

Sulawesi Tenggara mendominasi realisasi

penyaluran kredit. Hal ini terlihat dari pangsa

kredit untuk perseorangan pada triwulan IV

2016 yang mencapai 77,5% dibandingkan

keseluruhan kredit yang direalisasikan untuk

daerah ini (Grafik 4.17). Dari sisi penggunaannya,

sebagian besar kredit perseorangan tersebut

digunakan untuk konsumsi yaitu sebesar 68,3%,

sedangkan sisanya digunakan untuk kegiatan

produktif seperti untuk modal kerja dan investasi

dengan pangsa masing-masing sebesar 23,3%

dan 8,4% (Grafik 4.18).

Masih relatif besarnya pembiayaan aktivitas

produktif menggunakan jalur perseorangan

menunjukkan bahwa banyak UMKM yang

belum menggunakan badan usahanya dalam

mendapatkan fasilitas pembiayaan dari

perbankan. Pada periode laporan, nominal

kredit modal kerja perseorangan yang diakses

oleh UMKM mencapai 94,7%, sementara pada

kredit investasi mencapai 95,7% (Grafik 4.19).

Penggabungan aktivitas keuangan usaha dan

rumah tangga terlihat masih banyak terjadi pada

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.15 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi

Tenggara Grafik 4.16 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis

Penempatan

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, loaksi proyek, diolah

Grafik 4.17 Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi

Tenggara Grafik 4.18 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan

di Sulawesi Tenggara

4,4 3,6

72,3 72,0

23,3 24,4

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Giro Tabungan Deposito

pangsa

-15,4

6,4

32,7

6,02

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

-50,0

0,0

50,0

100,0

150,0

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Giro Tabungan

Deposito Sk. Bg Deposito (sb.kanan)

%, yoy %

78,5

21,5

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Perseorangan Bukan Perseorangan

pangsa

Lokasi Proyek Konsumsi Modal Kerja Investasi

68,323,38,4

Multiguna KPR KKB Alat RT

73,319,2

6,21,3

*Lokasi Proyek

Tw IV 2016

Page 71: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

58

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

UMKM di Sulawesi Tenggara dan dapat

meningkatkan risiko pada kondisi keuangan

rumah tangga.

Kredit konsumsi oleh perseorangan digunakan

untuk berbagai keperluan. Paling besar adalah

dalam bentuk kredit multiguna yang mencapai

pangsa sebesar 73,3% dari keseluruhan kredit

konsumsi perseorangan. Penggunaan kedua

terbesar adalah kredit kepemilikan rumah (KPR)

yang mencapai pangsa 19,2%. Sementara itu

kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB)

dan kredit peralatan rumah tangga masih relatif

kecil dengan pangsa masing-masing sebesar

6,2% dan 1,3% (Grafik 4.18).

Dari sisi pertumbuhan kreditnya, kredit

perseorangan tumbuh sebesar 13,6% (yoy) pada

triwulan IV 2016, lebih rendah daripada triwulan

sebelumnya yang mencapai 15,1% (yoy).

Perlambatan kredit perseorangan tersebut

disebabkan oleh melambatnya kredit konsumsi,

termasuk kredit multiguna. Sementara itu, kredit

kepemilikan kendaraan bermotor sudah

menunjukkan perbaikan dan dapat tumbuh

sebesar 9,4% (yoy) setelah sejak triwulan II 2015

selalu mengalami kontraksi (Grafik 4.20).

Dilihat dari sisi suku bunganya, suku bunga

kredit perseorangan menunjukkan arah yang

mengarah ke suku bunga yang lebih rendah.

Pada triwulan IV 2016, suku bunga tertimbang

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.19 Komposisi Penggunaan Kredit Produktif

Perseorangan Oleh UMKM Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit Perseorangan di

Sulawesi Tenggara

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.21 NPL dan Suku Bunga Kredit Rumah Tangga &

Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara Grafik 4.22 Pertumbuhan KPR dan Pangsa KPR Tiap Tipe

Tw IV 2016

99,5%

94,7%5,3%

0,5%

Nominal

Rekening

95,7%4,3%

Nominal

98,9%1,1%

Rekening

UMKM Bukan UMKM

KREDIT MODAL KERJA

PERORANGAN

KREDIT INVESTASI

PERORANGAN

Tw IV 2016

13,6

2,19,4

17,9

-20,0

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Perseorangan Kredit KonsumsiKPR KKBMultiguna

%, yoy

12,78

13,00

2,28

1,09

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

5,00

11,40

11,60

11,80

12,00

12,20

12,40

12,60

12,80

13,00

13,20

13,40

13,60

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Sk.Bunga K. RT Sk.Bunga K. Kons

NPL K. RT (sb.kanan) NPL K.Kons (sb.kanan)

%, tertimbang %, NPL

2,1

15,6

9,0

-17,0

-4,7

-20,0-15,0-10,0

-5,00,05,0

10,015,020,025,0

I II III IV I II III IV

2015 2016KPR/KPA TIpe sd 21 Tipe >21-70Tipe >70 Ruko

%, yoy

pangsa

<T.21 >T.21 - T.70 >T.70 Ruko

8 61 15 19

Page 72: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

59

kredit perseorangan di Sulawesi Tenggara

mencapai 12,78% per tahun, sedikit lebih

rendah daripada periode sebelumnya yang

mencapai 12,98%. Meskipun demikian, kondisi

suku bunga kredit konsumsi perseorangan

masih stabil dan bahkan lebih tinggi daripada

suku bunga kredit perseorangan secara

keseluruhan, yaitu sebesar 13,00% per tahun

(Grafik 4.21).

Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga masih

menunjukkan tekanan yang minimal. Hal ini

tercermin dari NPL kredit perseorangan yang

berada pada level 2,28%. Bahkan NPL pada

kredit konsumsi perseorangan hanya berada

pada level 1,09% (Grafik 4.21).

Kredit Kepemilikan Rumah

Pada triwulan IV 2016, KPR di Sulawesi Tenggara

mulai menunjukkan adanya peningkatan dan

tumbuh sebesar 2,1% (yoy), sedikit lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

hanya tumbuh sebesar 1,1% (yoy) (Grafik 4.22).

Meskipun sudah menunjukkan peningkatan,

namun kondisi ini belum mampu menurunkan

risiko pada pelaku usaha di bidang konstruksi

perumahan dan penjualan real estate secara

umum. Hal ini tercermin dari melambatnya

kinerja sektor konstruksi (PDRB) pada triwulan IV

2016 yang hanya tumbuh sebesar 4,9% (yoy)

dari sebelumnya 8,8% (yoy).

Kondisi tersebut terjadi karena peningkatan KPR

didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit

untuk membeli rumah tipe kecil (KPR s.d tipe 21)

dan tipe sedang (KPR tipe 21 s.d 70).

Pertumbuhan KPR tipe kecil dapat tumbuh

sampai 15,6% (yoy), sementara tipe sedang

tumbuh sebesar 9,0% (yoy) pada triwulan IV

2016. Peningkatan tersebut salah satunya

dipengaruhi oleh kebijakan program subsidi

perumahan rakyat (KPR bersubsidi) (Grafik 4.22).

Sebaliknya penyaluran KPR untuk tipe besar (>

T.70) dan KP Ruko masih melanjutkan kontraksi

bahkan lebih dalam dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya.

Dari sisi risiko kredit KPR, perilaku rumah tangga

dalam melakukan pembayaran cicilan

pembayaran rumah masih terjaga meskipun

tekanan lebih tinggi daripada triwulan

sebelumnya. Pada triwulan IV 2016, NPL gross

KPR mencapai 3,39%, lebih rendah dari

sebelumnya yang mencapai 3,98%. Risiko kredit

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.23 NPL dan Suku Bunga KPR Grafik 4.24 Pertumbuhan KKB dan Pangsa Tiap Jenis

2,64

3,07

6,22

3,39

12,79

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

11,00

12,00

13,00

14,00

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

I II III IV I II III IV

2015 2016

KPR/KPA sd 21 KPR/KPA >21-70

KPR/KPA >70 KP Ruko

KPR/KPA Sk. Bunga (sb.kanan)

NPL % sk. bunga %

14,4

-16,2

20,19,4

-40,0

-20,0

0,0

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

120,0

Mobil Spd. Motor Kend. Lain KKB

Tw III 2017

Tw IV 2017

%, yoy pangsa

77,4

13,5

9,1

mobil

spd.motor

kend.lain

Page 73: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

60

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

yang perlu mendapatkan perhatian dari institusi

keuangan adalah pada penyaluran KP Ruko yang

masih melampaui threshold 5%.

Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor

Kredit kendaraan bermotor (KKB) di Sulawesi

Tenggara pada triwulan IV 2016 menunjukkan

peningkatan setelah pada periode sebelumnya

mengalami kontraksi. Dilihat dari jenis

kendaraan yang dibeli, kredit kendaraan roda 4

(mobil) mulai menunjukkan adanya perbaikan,

dan sudah dapat tumbuh positif sebesar 14,4%

(yoy) setelah sebelumnya terkontraksi sebesar

1,0% (yoy) (Grafik 4.24). Secara nominal terdapat

penambahan baki debet untuk pembiayaan

pembelian mobil sebesar Rp18,3 miliar selama 1

triwulan. Jika diasumsikan harga sebuah mobil

keluarga sebesar Rp250 juta/unit maka dalam 1

triwulan tersebut jumlah mobil yang dibeli

melalui pembiayaan perbankan sekitar 73 unit.

Sementara itu, pembiayaan pembelian

kendaraan roda 2 (sepeda motor) masih

terkontraksi sebesar 16,2% (yoy) (Grafik 4.24).

Selama satu triwulan terjadi penurunan baki

debet sebesar Rp12,6 miliar, atau terjadi

penurunan jumlah sepeda motor baru yang

dibiayai perbankan sekitar 837 unit (asumsi

harga sepeda motor Rp15 juta/unit).

Berdasarkan hasil liasion kepada salah satu

dealer kendaraan bermotor, pola pembayaran

pembelian kendaraan didominasi dengan

pembelian melalui lembaga pembiayaan (bank

dan leasing) sebesar 70%, sisanya melakukan

pembelian secara tunai.

Dari sisi risiko kredit, NPL gross KKB

menunjukkan adanya peningkatan dari 1,64%

menjadi 2,34% pada triwulan IV 2016 (Grafik

4.25). Peningkatan risiko kredit tersebut

dipengaruhi oleh peningkatan risiko pada kredit

kepemilikan mobil dengan NPL sebesar 2,21%

dan kredit kepemilikan sepeda motor dengan

NPL sebesar 1,73%.

Kredit Multiguna

Besarnya penggunaan kredit konsumsi

perseorangan secara multiguna menunjukkan

bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga

lainnya masih cukup besar, di luar kebutuhan

untuk memiliki rumah, kendaraan bermotor

maupun peralatan rumah tangga. Hal ini terjadi

karena pengajuan kredit multiguna relatif

mudah dengan menggunakan jaminan/agunan

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.25 NPL dan Suku Bunga KKB Grafik 4.26 Pertumbuhan Multiguna

2,3

2,21

1,73

4,40

13,5

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

14,0

-2,0

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

I II III IV I II III IV

2015 2016KKB MobilSpd. Motor Kend. Lainsk.bunga (sb.kanan)

%, NPL %, sk.bunga

16,8

-16,0-19,0

35,8

1,6

-20,0

0,0

20,0

40,0

60,0

80,0

I II III IV I II III IV

2015 2016

Multiguna <Rp50jt

>Rp50jt - Rp100 jt >Rp100jt - Rp500jt

>Rp500jt

%, yoy pangsa

5%

19%

75%

2%

Page 74: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

61

yang dimiliki oleh rumah tangga. Selain itu

penggunaan dana yang diterima dapat secara

leluasa digunakan oleh rumah tangga dalam

melakukan aktivitas konsumsi seperti

merenovasi rumah, biaya pernikahan, biaya

pendidikan, biaya pengobatan, maupun

pembelian barang berharga/elektronik, dan

bahkan dapat digunakan untuk modal usaha.

Pada triwulan IV 2016, kredit multiguna tumbuh

sebesar 16,8% (yoy), lebih rendah daripada

periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar

19,6% (yoy) (Grafik 4.26). Perlambatan tersebut

disebabkan oleh melambatnya kredit multiguna

dengan pangsa terbesar yaitu pinjaman >Rp100

juta s.d Rp500 juta, yang tumbuh sebesar

35,8% (yoy). Sementara itu kredit multiguna

dengan nominal kredit di bawah Rp100 juta

masih terkontraksi.

Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga untuk

fasilitas multiguna berada dalam kondisi risiko

yang rendah. Pada triwulan IV 2016, NPL kredit

multiguna hanya sebesar 0,36% dan NPL pada

pinjaman >Rp100 juta s.d Rp500 juta hanya

sebesar 0,19% (Grafik 4.27). Adapun kredit

multiguna dengan risiko kredit terbesar berada

pada pembiayaan dengan nominal di atas Rp500

juta namun NPL-nya masih dibawah threshold

5%. Kondisi ini menunjukkan bahwa eksposur

keuangan rumah tangga masih berdampak

minimal pada institusi keuangan maupun pada

sistem keuangan di Sulawesi Tenggara.

4.2. ASESMEN SEKTOR KORPORASI

4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi

Peningkatan perekonomian Sulawesi Tenggara

pada triwulan IV 2016 bersumber dari

peningkatan kinerja usaha pertambangan dan

penggalian dan usaha pertanian. Kondisi ini

dapat menurunkan kerentanan sistem keuangan

di Sulawesi Tenggara yang berasal dari sektor

korporasi.

Meskipun demikian, sektor dominan lainnya di

Sulawesi Tenggara yaitu usaha konstruksi, usaha

perdagangan dan industri pengolahan

mengalami perlambatan. Beberapa sektor

dominan yang mengalami perlambatan tersebut

dapat menjadi sumber kerentanan sistem

keuangan dari sektor korporasi di Sulawesi

Tenggara. Perlambatan kinerja konstruksi

sebagai dampak dari melambatnya kegiatan

investasi pemerintah dan swasta pada periode

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 4.27 NPL dan Suku Bunga Multiguna Grafik 4.28 Komposisi Ekspor Sulawesi Tenggara

0,36

2,02

0,19

4,59

13,36

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

11,00

12,00

13,00

14,00

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

I II III IV I II III IV

2015 2016Multiguna <Rp50jt>Rp50jt - Rp100 jt >Rp100jt - Rp500jt>Rp500jt Sk.bunga

%, NPL %, sk. bungaMinyak Nilam1.692 2,2%

Perikanan4.911 6,4%

Aspal556

0,7%Mete1.550 2,0%

Kakao olah1.054 1,4%

Feronikel66.242 86,6%

Lainnya528

0,7%

Page 75: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

62

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

tersebut berpengaruh kepada permintaan bahan

bangunan yang berasal dari komoditas

pertambangan dan galian (batu, kerikil dan

pasir).

Di sisi lain, masih bergantungnya ekspor

Sulawesi Tenggara pada komoditas Feronikel

menyebabkan terdapat kerentanan pada sektor

industri pengolahan nikel. Meskipun demikian,

kinerja ekspor feronikel yang mengalami

perbaikan pada triwulan IV 2016 dapat

meminimalkan risiko default pada sektor-sektor

pendukungnya. Pada periode tersebut, ekspor

feronikel mencapai 86,6% dari keseluruhan

ekspor (Grafik 3.28). Harga nikel yang sudah

mengalami rebound menunjukkan peningkatan

permintaan dari negara tujuan ekspor terhadap

produk olahan nikel. Harga nikel pada triwulan

IV 2016 secara rata-rata sebesar

USD10.778/metric ton, lebih tinggi daripada

harga pada triwulan sebelumnya yang hanya

sebesar USD8.227/metric ton (Grafik 4.29).

Dengan meningkatnya permintaan olahan nikel

(feronikel dan nikcel pig iron/ NPI) dunia dan

harga nikel yang mulai membaik, maka akan

mengurangi risiko lanjutan pada korporasi

pertambangan nikel, korporasi penyedia jasa

peralatan berat pertambangan, dan korporasi

penyedia jasa pengangkutan hasil olahan. Selain

berpengaruh kepada korporasi lainnya,

peningkatan pada permintaan nikel olahan juga

berdampak pada potensi perbaikan kondisi

ketenagakerjaan dan peningkatan tingkat

penghasilan pekerja di korporasi yang berkaitan

secara langsung maupun tidak langsung.

Bahkan secara tidak langsung, dampak dari

kondisi ini akan dirasakan oleh korporasi

penjualan ritel dan korporasi akomodasi (hotel).

4.2.2. Kinerja Korporasi

Omzet Penjualan

Dari hasil liaison kepada pelaku usaha korporasi

di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016,

terdapat peningkatan omzet penjualan domestik

pada korporasi pertambangan nikel, aspal, ritel

dan akomodasi. Peningkatan omzet paling besar

dirasakan oleh korporasi tambang nikel dan ritel

dengan skala likert sebesar +3,0 (peningkatan

berada di atas rata-rata normalnya) (Grafik 4.31).

Peningkatan yang terjadi pada korporasi

tambang nikel tersebut didorong oleh

peningkatan permintaan dari smelter mitra kerja

di luar provinsi, yaitu di Provinsi Sulawesi Tengah

dan Provinsi Banten. Hal tersebut seiring dengan

Sumber: Bloomberg, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah

Grafik 4.29 Harga Nikel Internasional Grafik 4.30 Kondisi Kegiatan Usaha di Sulawesi Tenggara

10.789

14,3

-50,0

-40,0

-30,0

-20,0

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000

20.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Harga Nikel Perubahan yoy (sb.kanan)

USD/metric ton %, yoy

-12,80%

6,21%

26,66%

16,69%14,33%

-20,00%

-10,00%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

I II III IV I II III IV

2015 2016

saldo bersih

Page 76: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

63

peningkatan permintaan nikel olahan khususnya

dari Tiongkok. Di sisi lain, mulai berkuranganya

pasokan ore nickel maupun nikel olahan dari

Filipina turut memberikan dampak positif atas

naiknya tingkat permintaan ore nickel terhadap

Indonesia sebagai salah satu negara produsen

ore dan nikel olahan. Peningkatan tersebut juga

dipengaruhi oleh dikeluarkannya kebijakan

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara terkait

relaksasi/izin untuk melakukan penjualan ore

nickel antar daerah pada semester II 2015 yang

lalu. Kebijakan tersebut dikeluarkan kepada

beberapa pelaku usaha pertambangan yang

telah berkomitmen dan sedang dalam proses

pembangunan smelter sekaligus dalam rangka

mendukung kondisi finansial perusahaan.

Peningkatan omzet penjualan domestik juga

dirasakan oleh korporasi pertambangan aspal.

Kondisi tersebut didorong oleh tingginya

kebutuhan aspal untuk pembangunan

infrastruktur jalan khususnya dari beberapa

Daerah Otonomi Baru (DOB) pemekaran yang

berada di provinsi Sulawesi Tenggara seperti

Kabupaten Muna, Kabupaten Muna Barat,

Kabupaten Bombana dan Kabupaten Buton

Utara. Permintaan domestik secara umum

datang dari Kementerian Pekerjaan Umum

maupun dari kontraktor yang terafiliasi atau

merupakan rekanan dari Kementerian Pekerjaan

Umum. Di samping itu, dengan adanya

kebijakan mengenai penggunaan aspal buton

untuk kebutuhan aspal nasional diharapkan

tingkat penjualan dapat lebih ditingkatkan lagi.

Peningkatan juga terjadi pada korporasi yang

bergerak di sektor yang berhubungan langsung

dengan aktivitas konsumsi rumah tangga seperti

lapangan usaha perdagangan besar dan eceran

(PBE) ritel dan lapangan usaha akomodasi

(perhotelan). Pada korporasi perdagangan

kendaraan dan perdagangan ritel memiliki skala

likert penjualan domestik mencapai +3,0

(peningkatan berada di atas rata-rata normal).

Kinerja positif penjualan korporasi ritel tersebut

didorong oleh membaiknya daya beli seiring

dengan mulai pulihnya kondisi ekonomi. Dan

adanya promosi yang dilakukan untuk menarik

konsumen pada triwulan IV 2016.

Sementara itu pada usaha perhotelan, skala

likert penjualan domestik mencapai +2,0

(peningkatan berada pada rata-rata normal).

Kondisi tersebut disumbangkan oleh

peningkatan tamu pemerintahan dan bisnis

Sumber: Liaison KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah

Grafik 4.31 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison

(4,00)

(3,00)

(2,00)

(1,00)

-

1,00

2,00

3,00

4,00

PenjualanDomestik

PenjualanEkspor

KapasitasUtilisasi

Persediaan Investasi Biaya Harga Jual Marjin

Pertanian Perikanan Tambang-Nikel Tambang-Aspal Industri Ritel Akomodasi

Skala Likert

Page 77: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

64

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

terkait dengan pembangunan proyek

infrastruktur pemerintahan. Secara umum,

sumbangan omzet penjualan korporasi hotel

dari pemerintahan mencapai 40%, diikuti oleh

tamu dari segmen corporate, dan umum

masing-masing sekitar 30%.

Kinerja penjualan yang masih menunjukkan

adanya optimisme secara umum terlihat pula

dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

yang dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Tenggara.

Pada triwulan IV 2016, kegiatan usaha

menunjukkan saldo bersih sebesar 14,33%. Nilai

saldo bersih yang positif tersebut menunjukkan

bahwa korporasi yang mengalami peningkatan

permintaan lebih banyak daripada korporasi

yang mengalami penurunan permintaan (Grafik

4.30).

Biaya

Pada triwulan IV 2016, semua korporasi yang

menjadi responden liaison menyatakan

mengalami peningkatan biaya produksi.

Peningkatan terbesar dialami oleh korporasi

pertanian dan korporasi perdagangan ritel

dengan likert scale sebesar +1,80 (Grafik 4.31).

Peningkatan biaya pada korporasi pertanian

(penggilingan beras) disebabkan karena

komponen biaya bahan baku yang bertambah.

Hal ini terjadi karena suplai gabah relatif rendah

seiring dengan adanya kemarau panjang pada

periode sebelumnya. Kenaikan juga terjadi pada

komponen biaya tenaga kerja pengolahan

sawah yang sebesar Rp3.000/orang/kuintal

menjadi Rp4.000/orang/kuintal.

Hal yang serupa juga dialami oleh korporasi

perdagangan ritel. Peningkatan biaya berasal

dari komponen biaya pengadaan barang

dagangan dan biaya tenaga kerja. Kenaikan

biaya pengadaan barang dagangan yang paling

signifikan berasal dari komoditas barang

elektronik yakni berkisar 10%-20%, sementara

untuk komoditas bahan pangan/kebutuhan

pokok peningkatan antara 5%-10% sejalan

dengan laju inflasi tahunan yang ada. Untuk

biaya upah/tenaga kerja korporasi tersebut

mengungkapkan terjadinya kenaikan, namun

masih berada di level moderat. Adapun kenaikan

biaya upah tersebut guna menyesuaikan dengan

kenaikan tingkat UMR dari tahun ke tahun.

Marjin Keuntungan

Kinerja korporasi dari sisi perolehan laba atau

margin keuntungan secara umum relatif stabil.

Pada triwulan IV 2016, peningkatan margin

hanya dialami oleh korporasi korporasi pertanian

dengan skala likert +2,00 dan korporasi

pertambangan nikel dengan skala likert +1,50.

Sementara itu pada korporasi akomodasi/hotel

mengalami penurunan marjin (skala likert -1,00)

(Grafik 4.31).

Peningkatan margin keuntungan yang terjadi

pada korporasi pertanian dilakukan dengan

meningkatkan harga jual yang lebih besar

daripada peningkatan biayanya. Hal ini

dilakukan untuk meningkatkan investasi yang

dilakukan oleh korporasi yaitu berupa perluasan

area gudang penyimpanan gabah dan beras. Ke

depan, korporasi juga akan menambah mesin

pengering (dryer) untuk meningkatkan kapasitas

produksi.

Sementara itu, peningkatan marjin yang dialami

oleh korporasi pertambangan nikel terjadi

Page 78: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

65

seiring dengan adanya peningkatan harga nikel

internasional. Dengan penambahan marjin

tersebut, korporasi memiliki dana untuk

melanjutkan pembangunan smelter.

Kondisi likuiditas keuangan korporasi

Secara umum, dari hasil SKDU, likuiditas

keuangan korporasi menunjukkan posisi yang

baik. Pada triwulan IV 2016, pangsa korporasi

yang memiliki kondisi likuiditas baik mencapai

65,9%, lebih tinggi daripada triwulan

sebelumnya yang hanya sebanyak 37,4% dari

total responden korporasi di Sulawesi Tenggara

(Grafik 4.32). Selain itu pangsa korporasi dengan

kondisi likuiditas yang buruk relatif tidak

berubah pada kisaran 0,6% (Grafik 4.28).

Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang

berada pada kondisi likuiditas yang baik adalah

korporasi yang bergerak di sektor pertambangan

dan penggalian. Jumlah korporasi yang memiliki

likuiditas keuangan yang baik di sektor tersebut

mencapai 87,5%. Sementara itu, korporasi pada

sektor industri memiliki kondisi likuiditas baik

yang paling rendah, yaitu hanya sebesar 23,1%

dari keseluruhan responden pada sektor

tersebut. Pada triwulan tersebut hanya korporasi

sektor industri dan sektor jasa-jasa yang memiliki

kondisi likuiditas yang buruk (Grafik 4.33).

Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah

Grafik 4.32 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan

Korporasi di Sulawesi Tenggara Grafik 4.33 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi

Berdasarkan Sektoral

Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah

Grafik 4.34 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang

Tw IV 2016Tw III 2016

65,9%

33,5%0,6%

37,4%

62,0%0,6%

Baik Cukup Buruk

23,1

40,0

54,5

65,6

75,0

76,0

79,2

87,5

69,2

60,0

45,5

31,3

25,0

24,0

20,8

12,5

7,7

3,1

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Industri

Konstruksi

Perdagangan

Jasa jasa

Transportasi

Hotel Resto

Pertanian

Tambang

Baik Cukup Buruk

-50,0

-10,0

-14,3

-6,4

12,5

100,0

20,0

10,0

14,9

-100,0 -50,0 0,0 50,0 100,0 150,0

Pertanian

Pertambangan

Industri

Konstruksi

Perdagangan

Hotel Restoran

Angkutan

Jasa

Total

Tambah Berat Tambah Ringan

Pangsa %

TETAP

18,60

37,50

15,38

40,00

30,30

40,00

41,67

22,58

27,65

Responden Sebagai Debitur Bank (%)

Page 79: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

66

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Beban Angsuran Hutang Korporasi

Dari sisi kemampuan membayar hutang,

korporasi di Sulawesi Tenggara secara umum

masih memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi

ini tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia

Usaha (SKDU) pada triwulan IV 2016 yang

menunjukkan bahwa terdapat 78,7%

responden korporasi yang merasakan bahwa

beban angsuran perbankan tetap seperti periode

sebelumnya. Bahkan terdapat 14,9% korporasi

yang sedang memiliki kredit perbankan

menyatakan bahwa beban angsuran kredit ke

depan akan semakin ringan terhadap

pendapatan perusahaan. Jumlah responden

SKDU sebagai debitur perbankan bertambah

dari 24,56% menjadi 27,65% dari keseluruhan

responden (Grafik 4.34).

4.2.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor

Korporasi

Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan,

kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi

tetap perlu diwaspadai meskipun eskposur

kredit perbankan pada sektor ini hanya sebesar

21,5% dari total kredit di Sulawesi Tenggara

(berdasarkan lokasi proyek). Faktor tersebut

terjadi karena kondisi keuangan sektor rumah

tangga yang menjadi eksposur dominan kredit

perbankan di Sulawesi Tenggara juga

dipengaruhi oleh kinerja sektor korporasi,

terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan

tenaga kerja.

Kredit perbankan pada sektor korporasi di

Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016

mencapai Rp4,87 triliun, tumbuh sebesar 40,6%

(yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya

yang tumbuh sebesar 38,6% (yoy) (Grafik 4.36).

Pertumbuhan kredit korporasi lebih tinggi

daripada pertumbuhan kredit rumah tangga

(perseorangan) yang hanya tumbuh sebesar

13,6% (yoy).

Peningkatan yang terjadi pada kredit korporasi

tersebut bersumber dari peningkatan kredit

investasi dapat tumbuh sebesar 55,4% (yoy),

lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang

tumbuh sebesar 42,3% (yoy). Karena pangsa

kredit investasi mendominasi kredit korporasi

sebesar 69,6% maka kondisi tersebut sangat

mempengaruhi kredit korporasi secara

keseluruhan. Sementara itu, kredit modal kerja

korporasi hanya tumbuh sebesar 19,0% (yoy),

lebih rendah daripada sebelumnya yang

mencapai 33,0% (yoy).

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.35 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.36 Pertumbuhan Kredit Korporasi

30,0%

69,6%0,4%

Kredit Modal Kerja

Kredit Investasi

Kredit Konsumsi

40,619,0

55,4

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Korporasi Kredit Modal Kerja Kredit Investasi

%, yoy

Page 80: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

67

Kredit Modal Kerja Korporasi

Posisi kredit modal kerja korporasi pada triwulan

IV 2016 mencapai Rp1,46 triliun, tumbuh

melambat sebesar 19,0% (yoy). Perlambatan

yang terjadi disebabkan karena perlambatan

penyaluran kredit pada sektor konstruksi dan

sektor pertambangan. Kredit modal kerja pada

sektor konstruksi tumbuh sebesar 13,7% (yoy)

(Grafik 4.37). Dari sisi pangsanya, kredit modal

kerja didominasi oleh kredit kepada sektor

konstruksi (pangsa 39,7%) dan sektor

perdagangan (pangsa 36,2%). Sementara itu,

pangsa sektor pertambangan menempati posisi

ke-3 dengan pangsa sebesar 13,2%.

Dari sisi risiko kredit, terjadi peningkatan

tekanan dari sisi kredit modal kerja. Hal ini

terlihat dari NPL yang meningkat dari 3,87%

pada triwulan II 2016 menjadi 5,29% pada

periode laporan (Grafik 4.38). Peningkatan

tekanan risiko kredit tersebut berasal dari

peningkatan risiko pada sektor perdagangan.

Kredit Investasi Korporasi

Posisi kredit investasi korporasi pada triwulan IV

2016 mencapai Rp3,38 triliun, tumbuh

meningkat sebesar 55,4% (yoy). Berbeda

dengan kredit modal kerja, pangsa terbesar

kredit investasi korporasi berada pada sektor

pertambangan dan penggalian (pangsa 65,3%).

Diikuti oleh penyaluran kredit ke sektor

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.37 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi

Sektor Dominan Grafik 4.38 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.39 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi

Sektor Dominan Grafik 4.40 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi

66,6

18,2

58,6

13,719,8

53,1

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

Konstruksi Perdagangan Pertambangan

TwIII 16 TwIV 16

%, yoyp

an

gs

a

(%)

39,7 36,2 13,2

0%

5%

10%

15%

Konstruksi Perdagangan Pertambangan Modal KerjaKorporasi

TwIII 16 TwIV 16

%, NPL

risiko meningkat

risiko terkendali

risiko terkendali

threshold

risiko meningkat

60,9

21,4 16,1

82,6

-1,4

63,0

-10,00,0

10,020,030,040,050,060,070,080,090,0

Pertambangan Perhotelan Pertanian

TwIII 16 TwIV 16%, yoy

pangsa (%) 65,3 7,8 6,5

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

Tambang Perhotelan Pertanian InvestasiKorporasi

TwIII 16 TwIV 16

%, NPL

risiko terjaga

risiko terjaga

risiko terjaga

risiko terjaga

threshold

Page 81: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

68

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

perhotelan (pangsa 7,8%) dan sektor pertanian

(pangsa 6,5%) (Grafik 4.39).

Peningkatan kredit investasi korporasi

dipengaruhi oleh peningkatan kredit ke sektor

pertambangan dan sektor pertanian. Pada

triwulan IV 2016, baki debet kredit di sektor

pertambangan tumbuh sebesar 82,6% (yoy),

lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 60,9% (yoy). Hal ini sejalan

dengan skala likert investasi sektor

pertambangan yang meningkat terutama pada

korporasi tambang aspal (Grafik 4.31).

Sementara itu dari sisi risiko kredit, kredit

investasi korporasi masih memiliki risiko yang

terjaga di bawah threshold 5%. Pada triwulan IV

2016, NPL kredit ini hanya sebesar 1,36% (Grafik

4.40).

4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN

(PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA

4.3.1. Aset Bank Umum

Aset bank umum yang berada di Sulawesi

Tenggara pada triwulan IV 2016 mencapai

Rp23,04 triliun, atau tumbuh sebesar 13,1%

(yoy). Pertumbuhan aset bank umum tersebut

lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang

mencapai 2,0% (yoy) (Grafik 4.41). Peningkatan

tersebut didorong oleh penambahan aset bank

pemerintah dan bank swasta nasional. Secara

umum berdasarkan pangsanya, bank

pemerintah masih mendominasi industri

perbankan di Sulawesi Tenggara dengan porsi

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.41 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.42 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.43 Perbandingan Pertumbuhan Aset Bank di

Sulawesi Grafik 4.44 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara

23,04

13,1

15,0

4,8

18

19

20

21

22

23

24

25

-15,0

-10,0

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

I II III IV I II III IV

2015 2016

Aset Bank (sb.kanan) gAset Total

gAset Bank Pemerintah gAset Bank Swasta

%, yoy Rp triliun

82,9%

17,1%

Aset Bank Pemerintah

Aset Bank Swasta

Rp19,09triliun

Rp3,94triliun

13,1

9,4

7,1

7,7

7,5

19,2

8,4

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

Tw III 16 Tw IV 16

10,0 11,7 54,5 16,9 4,3 2,65

%, yoy

%, pangsa thd Sulawesi

14,87

2,40

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

I II III IV I II III IV

2015 2016

DPK (sb.kanan) gDPK

%, yoy Rp triliun

Page 82: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

69

aset mencapai 82,9%, sedangkan total bank

swasta nasional hanya sebesar 17,1% dari total

aset bank umum di Sulawesi Tenggara (Grafik

4.42).

Dibandingkan dengan perbankan se-Sulawesi,

peningkatan aset yang terjadi di Sulawesi

Tenggara merupakan yang paling tinggi, dan

pertumbuhannya menempati urutan kedua

setelah Sulawesi Barat yang dapat tumbuh

sebesar 19,2% (yoy) pada triwulan IV 2016.

Namun secara nominal, aset perbankan Sulawesi

Tenggara hanya sebesar 10% dari total aset

bank se-Sulawesi (Grafik 4.43).

4.3.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga

Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun

oleh bank umum yang berkantor di Sulawesi

Tenggara pada triwulan IV 2016 kembali

mengalami perlambatan pertumbuhan jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu

dari 3,8% (yoy) di triwulan III menjadi 2,4% (yoy)

di triwulan IV 2016 (Grafik 4.44). Dengan

demikian, total DPK di Sulawesi Tenggara pada

akhir tahun 2016 mencapai Rp14,87 triliun.

Dibandingkan dengan kinerja perbankan se-

Sulawesi dalam menghimpun DPK,

melambatnya DPK di Sulawesi Tenggara juga

berkontribusi pada perlambatan DPK se-

Sulawesi. Pada periode triwulan IV 2016, hanya

ada 2 provinsi yang mengalami perlambatan

DPK, yaitu Sulawesi Selatan (pangsa 58,1%) dan

Sulawesi Tenggara (pangsa 10,4%) (Grafik 4.45).

Secara spasial, penghimpunan DPK di Sulawesi

Tenggara masih terkonsentrasi di Kota Kendari,

Kota Baubau dan Kab. Kolaka. Ketiga daerah

tersebut merupakan pusat aktivitas bisnis dan

keuangan di Sulawesi Tenggara. Meskipun

demikian, pertumbuhan DPK pada ketiga daerah

tersebut relatif rendah, bahkan DPK di Kota

Kendari terkontraksi sebesar 0,8% (yoy).

Adapun pertumbuhan DPK tertinggi berada di

Kab. Konawe Selatan dengan DPK yang dapat

tumbuh 30,9% (yoy), diikuti oleh Kab. Buton

(18,7%, yoy) dan Kab. Buton (13,5%, yoy). Hal

ini menunjukkan aktivitas perekonomian sudah

semakin merata dan perbankan juga sudah aktif

menjangkau daerah kabupaten (Tabel 4.2).

Tabungan

Perlambatan penyerapan DPK yang terjadi di

Sulawesi Tenggara disebabkan oleh

perlambatan pertumbuhan tabungan. Pada

triwulan IV 2016, tabungan hanya dapat

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.45 Perbandingan Pertumbuhan DPK di Sulawesi Grafik 4.46 Pertumbuhan DPK per Penempatan

2,3

1,95,1

-1,2

5,8

2,53,4

-5,00

0,00

5,00

10,00

15,00TwIII 16 TwIV 16

10,4 11,2 58,1 14,8 3,1 2,4

%, yoy

%, pangsa thd Sulawesi

17,1% 58,0% 24,9%

-10,1

6,14,0

-20,0-10,0

0,010,020,030,040,050,060,0

I II III IV I II III IV

2015 2016

gDPK GirogDPK TabungangDPK Deposito

%, yoy

pangsa thd total DPK

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

Page 83: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

70

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

tumbuh sebesar 6,1% (yoy), lebih rendah

daripada triwulan sebelumnya yang dapat

tumbuh sebesar 16,6% (yoy). Jumlah tabungan

masyarakat di Sulawesi Tenggara sampai

dengan waktu tersebut adalah sebesar Rp8,63

triliun. Adapun pangsa terbesar pemegang

rekening tabungan adalah nasabah

perseorangan sebesar 96,61%, diikuti oleh

korporasi sebesar 2,96% dan sisanya adalah

nasabah pemerintah.

Berdasarkan nilai tabungannya, sebagian besar

penabung di Sulawesi Tenggara memiliki

tabungan di bawah Rp100 juta dengan jumlah

penabung mencapai 98,99% dari keseluruhan

rekening tabungan. Sementara itu penabung

dengan nilai di atas Rp1 miliar masih sedikit

(pangsa 0,03%), namun nominalnya relatif

besar mencapai 11,7% dari total nominal

tabungan di Sulawesi Tenggara (Tabel 4.3).

Deposito

Melambatnya penghimpunan deposito turut

menyebabkan perlambatan DPK yang terjadi

pada triwulan IV 2016. Pada periode tersebut

deposito hanya tumbuh sebesar 4,0% (yoy),

lebih rendah dari periode sebelumnya yang

dapat tumbuh sebesar 5,9% (yoy). Jumlah

penghimpunan deposito sampai periode

tersebut mencapai Rp3,7 triliun. Adapun pangsa

terbesar pemilik deposito adalah nasabah

perseorangan sebesar 76,39%, nasabah BUMN

sebesar 10,26% dan pemerintah sebesar

7,97%.

Tabel 4.3 Tabungan Berdasarkan Nilainya Tabel 4.4 Deposito Berdasarkan Nilainya

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Tabel 4.2 DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan IV 2016

Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, gDPK = pertumbuhan DPK (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota masih menggunakan daftar daerah otonomi tahun 2005

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

TabunganNominal

(Rp miliar)Rekening

%

Nominal

%

Rekening

0-100 Jt 4.558 1.589.110 52,8% 98,99%

100Jt-500Jt 2.699 15.106 31,3% 0,94%

500Jt -1 M 360 538 4,2% 0,03%

> 1 M 1.010 496 11,7% 0,03%

TabunganNominal

(Rp miliar)Rekening

%

Nominal

%

Rekening

0-100 Jt 451 9.265 12,2% 66,41%

100Jt-500Jt 904 3.805 24,4% 27,27%

500Jt -1 M 453 547 12,2% 3,92%

> 1 M 1.893 335 51,1% 2,40%

Nominal Rekening %Nominal %Rekening Giro Tabungan Deposito

Kab. Buton 868,6 132.771 5,8% 8,1% 18,7% 14,4% 71,0% 14,6%

Kab. Muna 1.337,6 156.334 9,0% 9,5% 13,5% 16,1% 64,1% 19,8%

Kab. Kolaka 1.949,2 259.657 13,1% 15,8% 0,0% 17,3% 60,1% 22,6%

Kab. Wakatobi 305,1 39.177 2,1% 2,4% 5,2% 15,8% 63,5% 20,7%

Kab. Konawe 375,8 86.772 2,5% 5,3% 4,0% 13,1% 75,3% 11,6%

Kab. Konawe Selatan 143,6 38.019 1,0% 2,3% 30,9% 0,6% 84,9% 14,5%

Kab. Bombana 225,8 51.673 1,5% 3,1% -8,1% 0,5% 87,3% 12,2%

Kab. Kolaka Utara 154,3 34.918 1,0% 2,1% 1,0% 0,4% 93,7% 6,0%

Kab. Konawe Utara 8,4 878 0,1% 0,1% - 85,5% 11,9% 2,5%

Kota Baubau 2.322,7 192.664 15,6% 11,7% 2,8% 22,4% 58,8% 18,9%

Kota Kendari 7.181,1 648.386 48,3% 39,5% -0,8% 17,3% 51,2% 31,6%

Sulawesi Tenggara 14.872,2 1.641.249 100,0% 100,0% 2,5% 17,1% 58,0% 24,9%

Kota/KabupatenDPK Pangsa thd Sultra

gDPKPangsa

Page 84: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

71

Ketergantungan perbankan Sulawesi Tenggara

terhadap deposan besar pada triwulan laporan

tercatat cukup tinggi. Dari hasil pengelompokan

deposito berdasarkan nilainya, terlihat bahwa

rekening dengan nilai deposito di atas Rp1 miliar

hanya dimiliki oleh 2,4% deposan, namun porsi

kepemilikan tersebut menguasai 51,1% dari

total deposito perbankan di Sulawesi Tenggara

(Tabel 4.4).

Giro

Sementara itu, giro masih terkontraksi sebesar

10,1% (yoy). Terkontraksinya giro disebabkan

karena penurunan giro yang dimiliki oleh

korporasi 19,25% (yoy) dan perseorangan

sebesar 15,4% (yoy). Sementara itu giro yang

dimiliki oleh pemerintah sudah dapat tumbuh

positif sebesar 1,0% (yoy), setelah sebelumnya

mengalami penurunan sebesar 21,8% (yoy).

Adapun pangsa terbesar pemilik deposito adalah

nasabah pemerintah sebesar 47,3%, nasabah

korporasi sebesar 36,4% dan perseorangan

sebesar 16,3%.

4.3.3. Penyaluran Kredit

Seiring dengan kinerja penghimpunan dana

yang mengalami perlambatan, fungsi

penyaluran kredit perbankan oleh bank umum

yang berkantor di Sulawesi Tenggara secara

keseluruhan juga mengalami perlambatan. Pada

triwulan IV 2016, kredit perbankan tumbuh

sebesar 13,5% (yoy) lebih rendah dibandingkan

dengan kinerja periode sebelumnya yang

tumbuh sebesar 15,8% (yoy). Secara nominal,

kredit perbankan yang disalurkan sampai

dengan triwulan IV 2016 mencapai Rp18,3

triliun (Grafik 4.46).

Dibandingkan dengan kinerja perbankan se-

Sulawesi dalam menyalurkan kredit,

melambatnya kredit perbankan di Sulawesi

Tenggara juga dialami oleh sebagian besar

provinsi lainnya. Pada periode triwulan IV 2016,

dari 6 provinsi hanya ada 1 provinsi yang

mengalami peningkatan kredit, yaitu Sulawesi

Utara (Grafik 4.47).

Secara spasial, penyaluran kredit masih

terkonsentrasi di Kota Kendari, dengan pangsa

sebesar 60,3% dari seluruh penyaluran kredit

yang dilakukan oleh perbankan di Sulawesi

Tenggara. Meskipun demikian, pertumbuhan

kredit di Kota Kendari berada di bawah rata-rata

pertumbuhan kredit Sulawesi Tenggara.

Pertumbuhan kredit tertinggi berada di

Kabupaten Buton Utara sebesar 29,1% (yoy),

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.47 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.48 Perbandingan Pertumbuhan DPK di Sulawesi

18

18,3

7,2

12,6

13,5

0

5

10

15

20

25

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

I II III IV I II III IV

2015 2016Kredit (sb.kanan) gKr.Modal KerjagKr.Investasi gKr.KonsumsigKredit

%, yoy Rp triliun

13,510,8 9,5

6,3 7,5

23,6

9,7

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

Tw III 16 Tw IV 16

9,4 11,9 54,6 16,2 5,0 2,9

%, yoy

%, pangsa thd Sulawesi

Page 85: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

72

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

diikuti oleh penyaluran di Kab. Bombana yang

tumbuh sebesar 24,1% (yoy).

Sementara itu, terdapat perbankan di tingkat

kabupaten yang tidak menyalurkan kredit

investasi seperti di Kab. Buton dan Kab.

Wakatobi. Meskipun demikian, terdapat

penyaluran kredit yang diperuntukkan bagi

kedua kabupaten tersebut berasal dari daerah

lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa potensi

investasi di suatu daerah belum sepenuhnya

didukung oleh perbankan di daerah tersebut.

Dengan demikian perlu adanya penambahan

kewenangan bagi kantor cabang di daerah

dalam melakukan penyaluran kredit investasi di

daerah yang sedang berkembang.

Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

Perlambatan penyaluran kredit yang terjadi pada

triwulan IV 2016 dari sisi jenis penggunaan

disebabkan oleh melambatnya penyaluran kredit

konsumsi dan kredit investasi yang mendominasi

kredit di Sulawesi Tenggara. Pangsa kredit

konsumsi mencapai 61,7% dari total penyaluran

kredit pada triwulan IV 2016. Pada periode

tersebut, kredit konsumsi hanya tumbuh sebesar

12,6% (yoy) setelah pada periode sebelumnya

tumbuh sebesar 15,6% (yoy).

Sedangkan untuk kredit investasi tercatat

sebesar Rp1,92 triliun dan tumbuh sebesar 7,2%

(yoy), lebih rendah dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar

13,4% (yoy). Sementara itu, kredit modal kerja

tercatat sebesar Rp5,1 triliun, terakselerasi

sebesar 18,3% (yoy), setelah sebelumnya

tumbuh sebesar 17,3% (yoy).

Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi

Berdasarkan penyaluran kredit pada sektor

ekonomi, perlambatan kredit yang terjadi

terutama disebabkan karena melambatnya

penyaluran kredit ke sektor perdagangan yang

merupakan penyaluran kredit produktif (kredit

modal kerja dan kredit investasi) dengan pangsa

terbesar. Pada triwulan IV 2016, kredit ke sektor

perdagangan yang disalurkan oleh perbankan di

Sulawesi Tenggara hanya tumbuh sebesar

Tabel 4.5 Kredit Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan IV 2016

Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, K.MK = Kredit Modal Kerja, K.INV = Kredit Investasi, K.KONS = Kredit Konsumsi gKredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota masih menggunakan daftar daerah otonomi tahun 2005

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Nominal Rekening %Nominal %Rekening K.MK K.INV K.KONS

Kab. Buton 104 1.138 0,6% 0,5% 25,2% 6,5% 0,0% 93,5%

Kab. Muna 1.282 24.705 7,0% 11,0% 20,5% 27,0% 3,6% 69,4%

Kab. Kolaka 2.465 36.909 13,5% 16,5% 21,8% 37,6% 5,7% 56,7%

Kab. Wakatobi 152 1.933 0,8% 0,9% 16,2% 3,3% 0,0% 96,7%

Kab. Konawe 450 3.251 2,5% 1,4% 3,8% 0,5% 0,4% 99,1%

Kab. Konawe Selatan 388 3.000 2,1% 1,3% -5,3% 2,0% 0,3% 97,7%

Kab. Bombana 228 2.056 1,2% 0,9% 24,7% 1,0% 0,6% 98,4%

Kab. Kolaka Utara 203 1.986 1,1% 0,9% 17,1% 2,7% 0,4% 96,9%

Kab. Buton Utara 118 1.294 0,6% 0,6% 29,1% 3,3% 1,6% 95,1%

Kab. Konawe Utara 194 1.387 1,1% 0,6% -24,4% 1,3% 0,5% 98,2%

Kota Baubau 1.664 26.078 9,1% 11,6% 16,4% 28,6% 7,2% 64,2%

Kota Kendari 11.018 120.515 60,3% 53,7% 12,3% 29,8% 14,6% 55,6%

Sulawesi Tenggara 18.266 224.252 100,0% 100,0% 13,5% 27,8% 10,5% 61,7%

Kota/KabupatenDPK Pangsa thd Sultra

gKreditPangsa

Page 86: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

73

13,9% (yoy), lebih rendah dari sebelumnya yang

tumbuh sebesar 16,1% (yoy). Kredit produktif

yang melambat juga dialami pada penyaluran ke

sektor akomodasi makan minum dan sektor

pertanian. Meskipun demikian, kredit ke sektor

pertanian masih dapat tumbuh tinggi sebesar

62,8% (yoy). Sementara itu, kredit produktif

lainnya ke sektor konstruksi, industri

pengolahan, dan jasa lainnya menunjukkan

adanya peningkatan sehingga masih dapat

menahan perlambatan yang terjadi.

Loan to Deposit Ratio (LDR)

Kondisi intermediasi perbankan yang

diindikasikan dengan indikator Loan to Deposit

Ratio (LDR) menunjukkan peningkatan. Pada

triwulan IV 2016 LDR bank umum di Sulawesi

Tenggara mencapai 122,9%, lebih tinggi

daripada triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 117,3% (Grafik 4.49). Hal tersebut terjadi

karena selama 1 triwulan tersebut terdapat

penambahan penyaluran kredit sementara DPK

mengalami penurunan. Nilai LDR yang lebih dari

100 juga menunjukkan bahwa kapasitas

pembiayaan perekonomian di Sulawesi

Tenggara memerlukan dana dari daerah lain.

Kondisi ini terlihat dari adanya peningkatan

kewajiban antar kantor (penerimaan dari kantor

bank yang sama di daerah lain) sebesar 1,97%

(qtq) pada triwulan IV 2016.

Non Performing Loans (NPL)

Dari sisi risiko kredit, penyaluran kredit oleh bank

umum yang ada di Sulawesi Tenggara masih

berada pada batas yang aman. Hal ini terlihat

dari indikator Non Performance Loans (NPL)

Gross pada triwulan IV 2016 yang hanya sebesar

2,93%, lebih tinggi daripada periode

sebelumnya yang mencapai 2,79% (Grafik 4.50).

Pada periode tersebut penyaluran kredit

investasi memiliki risiko kredit terbesar yaitu

dengan NPL sebesar 7,88%. Sementara itu

kredit modal kerja juga masih memiliki NPL

Tabel 4.6 Kredit Produktif Berdasarkan Sektor Ekonomi Posisi Triwulan IV 2016

Ket: gKredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy), Kredit Produktif = Kredit Modal Kerja + Kredit Investasi NPL = Non Performance Loans

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Tw III 2016 Tw IV 2016

Pertanian 3.256 4,7% 76,7 62,8 1,8

Pertambangan 385 0,6% -17,1 -24,0 3,8

Industri Pengolahan 3.228 4,6% 67,4 73,4 4,1

Listrik Gas 66 0,1% 82,5 162,8 0,0

Air 29 0,0% -2,8 -1,3 3,4

Konstruksi 4.267 6,1% -4,3 3,9 10,0

Perdagangan 48.101 68,8% 16,1 13,9 5,4

Transportasi-Pergudangan 1.167 1,7% 34,1 22,7 6,9

Akomodasi Makan Minum 4.616 6,6% 18,0 4,6 4,3

Informasi Komunikasi 32 0,0% -26,5 -24,8 0,4

Jasa Keuangan 70 0,1% 45,4 16,6 0,0

Real Estate 965 1,4% -10,2 -0,4 7,5

Jasa Perusahaan 961 1,4% 34,6 35,9 3,2

Adm Pemerintahan 4 0,0% -87,5 -84,0 0,0

Jasa Pendidikan 235 0,3% -16,7 -7,8 2,5

Jasa Kesehatan Sosial 233 0,3% 12,3 -4,5 0,3

Jasa Lainnya 2.297 3,3% -5,4 -2,8 6,6

Kredit Produktif 69.910 100% 15,8 13,5 5,4

gKredit (%, yoy)Sektor Ekonomi

Nominal

(Rp miliar)NPL (%)% Nominal

Page 87: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

74

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

relatif tinggi meskipun masih berada dalam

batas threshold 5%, yaitu sebesar 4,93%. Di sisi

lain, penyaluran kredit konsumsi masih memiliki

risiko kredit terendah dengan NPL hanya sebesar

1,19%.

Dari sisi NPL sektoral, NPL pada sektor

perdagangan yang memiliki pangsa penyaluran

kredit terbesar mencapai 5,4% dan berada di

atas threshold 5%. Sementara itu, NPL pada

kredit konstruksi juga mencapai 10,0%. Hal

tersebut menyebabkan NPL kredit produktif

masih berada di atas threshold 5%. Meskipun

demikian, NPL pada sektor lainnya seperti sektor

pertanian dan industri pengolahan masih relatif

rendah dan dapat menurunkan tekanan risiko

kredit.

4.3.3. Rentabilitas Bank Umum Sulawesi

Tenggara

Rentabilitas suatu bank umum dipengaruhi dari

kemampuan mendapatkan pendapatan dari aset

yang dimiliki dan kemampuan untuk melakukan

efisiensi biaya. Pada triwulan IV 2016, kondisi

rentabilitas bank umum di Sulawesi Tenggara

relatif berada dalam kondisi yang baik. Hal ini

diindikasikan dengan tingkat Net Interest Margin

(NIM) yang relatif stabil berada pada level 9,90%

(Grafik 4.51). Relatif stabilnya NIM tersebut terjadi

karena terdapat peningkatan pendapatan bunga

sebesar 5,6% (yoy), sementara beban bunga

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.49 Perkembangan Loan To Deposit Rasio

Sulawesi Tenggara Grafik 4.50 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi

Tenggara

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.51 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum Grafik 4.52 Spread Suku Bunga Bank Umum

114,7111,0105,1110,9110,1114,1117,3

122,9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

95

100

105

110

115

120

125

I II III IV I II III IV

2015 2016

DPK (sb.kanan) Kredit (sb.kanan) LDR

LDR (%) Rp triliun535,1

2,93

4,93

7,88

1,19

0

100

200

300

400

500

600

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

I II III IV I II III IV

2015 2016Nominal NPL (sb.kanan) NPLNPL K.MK NPL K.InvNPL K.Kons

%, NPL Rp miliar

61,87%

9,90%

8,00%

9,00%

10,00%

11,00%

12,00%

50%

60%

70%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

BOPO Net Interest Margin (Sb. Kanan)

% %

9,96

10,23

4,004,254,504,755,005,255,505,756,006,256,506,757,007,257,507,758,00

8

8,5

9

9,5

10

10,5

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Spread Suku Bunga BI Rate (sb.kanan)BI 7 DRR (sb.kanan)

% %

Page 88: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

75

hanya naik sebesar 1,2% (yoy). Kondisi tersebut

juga terjadi karena spread suku bunga (selisih

antara bunga kredit dengan bunga DPK) di

Sulawesi Tenggara relatif membesar dari

sebelumnya pada kisaran 9,8% menjadi 10,2%

(Grafik 4.52).

Selain itu, kondisi rentabilitas bank umum juga

masih terjaga terlihat dari BOPO (Biaya

Operasional per Pendapatan Operasional) yang

relatif stabil. Pada triwulan IV 2016, BOPO

perbankan di Sulawesi Tenggara sebesar

61,87%, sedikit lebih tinggi daripada periode

sebelumnya yang mencapai 61,56% (Grafik

4.51). Apabila rasio BOPO semakin rendah maka

rentabilitas bank semakin baik karena bank

dapat meningkatkan efisiensi operasionalnya.

Sebaliknya jika rasio BOPO semakin tinggi, maka

bank semakin tidak efisien dalam menjalankan

kegiatan operasionalnya.

4.3.4. Perbankan Syariah

Pangsa perbankan syariah di Sulawesi Tenggara

masih relatif kecil di tengah kondisi masyarakat

yang religius. Dari sisi aset, perbankan syariah

hanya memiliki aset sebesar Rp1,03 triliun, atau

sebesar 4,5% dari keseluruhan aset bank umum

di Sulawesi Tenggara (Grafik 4.53). Kondisi yang

sama juga terjadi pada penghimpunan dana dan

penyaluran pembiayaan. Pada triwulan IV 2016,

pangsa pembiayaan hanya mencapai 4,7% dari

total realisasi kredit oleh bank umum.

Sedangkan penghimpunan DPK bank syariah

hanya sebesar 4,4% dari seluruh DPK se

Sulawesi Tenggara (Grafik 4.53).

Apabila dibandingkan dengan kinerja perbankan

syariah di Pulau Sulawesi, maka perkembangan

aset bank syariah di Sulawesi Tenggara

menunjukkan arah yang lebih baik.

Pertumbuhan aset bank syariah di Sulawesi

Tenggara mencapai 9,1% (yoy), lebih tinggi

daripada rata-rata pertumbuhan aset bank

syariah se-Sulawesi yang terkontraksi sebesar

2,1% (yoy) pada triwulan IV 2016. Sementara

itu, pangsa aset bank syariah di Sulawesi

Tenggara yang mencapai 4,5% sudah berada di

atas rata-rata pangsa aset bank syariah di

Sulawesi Tenggara yang hanya sebesar 4,3%.

Meskipun demikian, pangsa aset bank syariah

yang terbesar berada di Provinsi Sulawesi Selatan

yang mencapai 5,3% terhadap keseluruhan aset

perbankan di provinsi tersebut (Grafik 4.54).

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.53 Pangsa Perbankan Syariah Grafik 4.54 Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset

Syariah se-Sulawesi

4,5%Aset

4,7%PembiayaanRp1,03

triliunRp859,5miliar

4,4%DPK

Rp657,1miliar

Bank Konvensional Bank Syariah

9,1

1,9

-3,7-7,7 -6,8

-2,1 -2,1

-15,00

-10,00

-5,00

0,00

5,00

10,00

0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0

Tw III 16

Tw IV 16

%, yoy

Pangsa Aset Syariah Thd Total Aset Perbankan

SULTRA

SulutGorontalo

Sulbar

SULAWESI

Sulsel

Sulteng

Page 89: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

76

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Sampai dengan triwulan IV 2016, penyaluran

pembiayaan syariah sudah dapat tumbuh positif

setelah sebelumnya mengalami kontraksi sejak

triwulan III 2015. Pada periode tersebut

pembiayaan syariah tumbuh sebesar 5,8% (yoy)

dengan baki debet sebesar Rp859,5 miliar (Grafik

4.55).

Sebaliknya, penghimpunan DPK perbankan

syariah menunjukkan perlambatan. Pada

periode tersebut jumlah DPK bank syariah

mencapai Rp657,1 miliar, tumbuh sebesar 5,4%

(yoy), lebih rendah dibandingkan sebelumnya

yang dapat tumbuh sebesar 11,1% (yoy).

Perlambatan tersebut disebabkan karena terjadi

pelambatan pada penempatan DPK fasilitas

serupa deposito yang tumbuh sebesar 5,1%

(yoy) dan tabungan sebesar 5,9% (yoy).

Meskipun demikian, terjadi peningkatan DPK

pada fasilitas tabungan syariah yang tumbuh

sebesar 3,0% (yoy) setelah sebelumnya

terkontraksi sebesar 7,6% (yoy).

Dari sisi risiko pembiayaan, tekanan pada risiko

tersebut mulai terjaga. Hal ini terlihat dari NPF

(Non Performance Financing) yang mulai

menurun dari 6,11% menjadi 4,96%.

4.3.4. Bank Perkreditan Rakyat

Di triwulan IV 2016, kinerja BPR tetap tumbuh

tinggi terutama untuk penyaluran kredit dan

peningkatan aset. Aset BPR tumbuh sebesar

18,4% (yoy), lebih tinggi dari periode

sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 14,0%

(yoy) sehingga secara nominal asetnya mencapai

Rp308,9 miliar (Grafik 4.55). Peningkatan aset

BPR di Sulawesi Tenggara juga diikuti oleh

peningkatan kinerja penyaluran kredit yang

dapat tumbuh sebesar 30,3% (yoy), meningkat

dari sebelumnya hanya tumbuh 23,2% (yoy)

dengan nominal kredit sebesar Rp228,8 miliar.

Sementara itu, penghimpunan dana dari

masyarakat mengalami kontraksi.

Penghimpunan DPK turun 3,1% (yoy) atau

tercatat sebesar Rp119,0 miliar, padahal periode

sebelumnya dapat tumbuh sebesar 7,6% (yoy).

Dengan kondisi tersebut, LDR BPR pada triwulan

IV 2016 mencapai 192,3 yang berarti kredit yang

disalurkan oleh BPR menggunakan dana dari

institusi keuangan lainnya. Dengan demikian

risiko yang terjadi pada BPR dapat menyebabkan

risiko pada institusi keuangan lainnya.

Sementara itu, risiko kredit pada BPR masih

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.55 Perkembangan DPK dan Pembiayaan Syariah Grafik 4.56 Perkembangan BPR di Sulawesi Tenggara

5,45,8

4,96

0

1

2

3

4

5

6

7

8

-15,0

-10,0

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

I II III IV I II III IV

2015 2016gDPK gPembiayaan NPF (sb.kanan)

%, yoy %, NPL

-3,1

30,3

18,4

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

I II III IV I II III IV

2015 2016

gDPK BPR gKredit BPR gAset BPR

%, yoy

Page 90: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

77

relatif tinggi yaitu sebesar 10,65%, di atas

threshold 5%. Meskipun demikian, risiko

tersebut relatif turun dari periode sebelumnya

dengan NPL sebesar 12,25%.

4.4. AKSES KEUANGAN

4.4.1. Akses Keuangan Kepada UMKM

Pada triwulan IV 2016, kredit yang diterima oleh

UMKM di Sulawesi Tenggara (berdasarkan lokasi

proyek) mencapai Rp6,13 triliun. Secara pangsa

mencapai 26,9% dibandingkan total kredit di

Sulawesi Tenggara. Kredit kepada UMKM1

1 Penentuan UMKM dilakukan berdasarkan kriteria dalam UU No. tahun 2008. Usaha mikro merupakan usaha

dengan asset maksimal Rp50 juta dan omzet maksimal Rp300 juta. Usaha kecil merupakan usaha dengan aset antara Rp50 juta s.d Rp500 juta dan omzet antara Rp300 juta s.d Rp2,5 miliar. Usaha menengah merupakan usaha dengan aset antara Rp500 juta s.d Rp10 miliar dan omzet antara Rp2,5 miliar s.d Rp50 miliar.

tersebut, sebagian besar diberikan kepada usaha

kecil sebesar 45,1% dan usaha mikro dengan

pangsa sebesar 30,3%. Sedangkan untuk usaha

menengah memiliki pangsa sebesar 24,6% dari

total kredit UMKM (Grafik 4.57).

Meskipun kredit perbankan secara umum

mengalami perlambatan, namun laju

pertumbuhan kredit UMKM tercatat stabil pada

kisaran 10,3% (yoy). Hal ini terjadi karena

terdapat peningkatan pada kredit usaha kecil

sebesar 13,5% (yoy), sementara itu kredit usaha

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek

Grafik 4.59 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral Grafik 4.60 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek

Grafik 4.57 Pangsa Kredit UMKM Grafik 4.58 Pertumbuhan Kredit UMKM

69,6%6,2%

5,4%4,1%

3,5%

14,0

-2,0

13,5

48,8

4,56,3

-7,5

37,222,1

6,0

-20,0

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

Tw III 16

Tw IV 16

%, yoy

pangsa

0,0

5,0

10,0

15,0

Pe

rda

ga

ng

an

Ko

nstr

uksi

Pe

rtan

ian

Indu

str

i

Tra

nspo

rta

si

Tw III 16 Tw IV 16

%, NPL

theshold

Non UMKM73,1%

UMKM26,9%Rp6,13triliun

UsahaMenengah

UsahaKecil

UsahaMikro

24,6%

45,1%

30,3%

17,9

13,5

-2,310,3

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV

2015 2016

Mikro Kecil Menengah UMKM

%, yoy

Page 91: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

78

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

mikro melambat dan kredit usaha menengah

masih terkontraksi (Grafik 4.58).

Secara sektoral, stabilnya pertumbuhan kredit

UMKM dipengaruhi oleh melambatnya

penyaluran kredit di sektor perdagangan namun

disisi lain kredit ke sektor pertanian tumbuh

cukup tinggi. Penyaluran kredit ke sektor

perdagangan dengan pangsa kredit terbesar

(69,6%) yang semula tercatat mampu tumbuh

sebesar 14,0% (yoy) pada triwulan sebelumnya,

namun pada triwulan IV 2016 hanya tumbuh

sebesar 6,3%(yoy). Sementara itu, penyaluran

kredit UMKM kepada sektor pertanian,

mengalami peningkatan dari sebelumnya hanya

tumbuh 13,5% (yoy), menjadi 37,2% (yoy)

(Grafik 4.59).

Dari sisi risiko kreditnya, secara umum kredit

UMKM mulai terkendali namun masih berada

sedikit di atas threshold 5%. Pada triwulan IV

2016 NPL kredit UMKM mencapai 5,36%,

mengalami penurunan dari sebelumnya yang

tercatat sebesar 5,86%. Kondisi tersebut

dipengaruhi oleh penurunan tingkat risiko kredit

pada hampir semua sektor (Grafik 4.60).

Seiring dengan adanya perubahan kebijakan

KUR (Kredit Usaha Rakyat) pada tahun 2016,

terdapat peningkatan penyaluran kredit tersebut

kepada UMKM. Sampai dengan triwulan IV

2016, baki debet KUR di Sulawesi Tenggara

mencapai Rp392,1 miliar dengan jumlah debitur

aktif mencapai 9.282 usaha (Grafik 4.60). Salah

satu kebijakan yang mendorong peningkatan

adalah penurunan suku bunga dari 12% efektif

per tahun menjadi 9% efektif. Penyaluran KUR

di Sulawesi Tenggara masih terkonsentrasi pada

usaha di sektor perdagangan mencapai 80,8%.

Sementara itu penyaluran pada produksi primer

seperti ke pertanian dan perikanan masih

rendah.

4.4.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk

Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara

terutama dari sisi penghimpunan dana

mengalami peningkatan, begitu juga dari sisi

kredit. Rasio jumlah rekening DPK terhadap

penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara

tetap menunjukkan tren peningkatan, dimana

pada triwulan IV 2016 rasio tersebut tercatat

sebesar 134,6% (Grafik 4.63).

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank

Grafik 4.61 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi

Tenggara Grafik 4.62 Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi

Tenggara

392,1

9.289

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

I II III IV I II III IV

2015 2016

KUR Rekening (sb.kanan)

Baki Debet (Rp miliar)

Nasabah

Perdagangan; 80,8%

Akomodasi Mamin; 4,9%

Industri Pengolahan; 4,4%

Jasa masyarakat; 3,8%

Pertanian; 1,3%

Perikanan; 1,0%

Transportasi; 1,6%

Jasa usaha; 1,3%

Lainnya; 0,8%

Page 92: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

79

Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara

terutama dari sisi penghimpunan dana

mengalami peningkatan, begitu juga dari sisi

kredit. Rasio yang lebih besar dari 100%

menunjukkan bahwa terdapat penduduk

angkatan kerja di Sulawesi Tenggara yang

memiliki rekening simpanan lebih dari satu.

Selain itu rasio lebih dari 100% juga

mengindikasikan adanya penduduk bukan

angkatan kerja yang juga memiliki rekening

seperti siswa sekolah maupun mahasiswa.

Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit

terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi

Tenggara juga menunjukkan peningkatan

menjadi 18,4% (Grafik 4.64). Meskipun

demikian, rasio tersebut masih rendah karena

pada 2 triwulan sebelumnya rasio dapat

mencapai 22,0. Masih rendahnya rasio rekening

kredit menunjukkan bahwa fasilitas pembiayaan

masih sedikit digunakan oleh masyarakat di

provinsi ini dan masih terdapat ruang untuk

meningkatkan penyaluran kredit di masa yang

akan datang.

Upaya pengembangan akses keuangan memiliki

peran penting dalam menjaga stabilitas sistem

keuangan dan mendorong pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw

BI Provinsi Sulawesi Tenggara berupaya

memberikan dan memfasilitasi berbagai

kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan

untuk memberikan informasi mengenai produk

dan jasa keuangan serta untuk menumbuhkan

kesadaran masyarakat pada umumnya untuk

menabung dan melakukan pengelolaan

keuangan. Dalam rangka mendukung upaya

tersebut, pada bulan Oktober dan November

2016, telah dilakukan kegiatan edukasi

keuangan, elektronifikasi dan keuangan inklusif.

Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah

Grafik 4.63 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja Grafik 4.64 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja

1.641

115,5118,0

125,1

133,7

126,9

130,6

133,1

134,6

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

100

110

120

130

140

150

160

I II III IV I II III IV

2015 2016

Rekening DPK (sb. Kanan) Rasio DPK

% nasabah (ribu)

224

19,7 20,021,3 22,0 21,0 22,0

18,1 18,4

200

210

220

230

240

250

260

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV

2015 2016

Rekening Kredit (sb. Kanan) Rasio Kredit

% nasabah (ribu)

Page 93: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

80 KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

BOKS 02. LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD)

UNTUK MENINGKATKAN AKSESIBILITAS MASYARAKAT KEPADA LAYANAN BANK

Menjawab tantangan kemudahan dan ketersediaan layanan keuangan di seluruh wilayah

Indonesia, Bank Indonesia telah melakukan kajian awal dan uji coba branchless banking yang

diluncurkan pada bulan Mei 2013. Uji coba dimaksud dilakukan oleh 5 bank dan 2 telco pada 5

provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Selatan). Tujuan dari uji

coba dimaksud adalah untuk mencari apakah terdapat buying need dari masyarakat dan

provider, bentuk model bisnis, dan pengaturan yang sesuai dengan kondisi Indonesia.

Branchless banking ini terutama dilakukan dengan memanfaatkan tingginya penggunaan

telepon genggam, serta kerjasama dengan unit lokal atau agen.

Selanjutnya dari kajian di berbagai negara, disadari bahwa perbankan tidak dapat melakukan

kegiatan branchless banking dengan efisien secara sendiri, namun dibutuhkan kerjasama

dengan pihak lain, terutama perusahaan telekomunikasi. Selain itu, tujuan semula yang hanya

berupaya untuk memperluas akses keuangan, kini semakin berkembang menjadi upaya

peningkatan aktivitas ekonomi berbasis teknologi. Dengan mempertimbangkan hal tersebut,

maka branchless banking diperluas menjadi Layanan Keuangan Digital (LKD). LKD adalah

kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan/atau keuangan terbatas yang dilakukan

tidak melalui kantor fisik, namun dengan menggunakan sarana teknologi antara lain

mobile based maupun web based dan jasa pihak ketiga (agen), dengan target layanan

masyarakat unbanked dan underbanked.

Gambar 1. Skema Layanan Keuangan Digital

Page 94: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

81

BOKS 02.

Perkembangan LKD di Sulawesi Tenggara juga menunjukkan arah yang positif. Sampai dengan

bulan Januari 2017, tercatat sudah ada sebanyak 1.106 LKD di Sulawesi Tenggara, yang

merupakan partner dari 3 bank yaitu Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BNI.

Gambar 2. Jumlah LKD pe Kabupaten/Kota per Januari 2017

Sejalan dengan penetapan Kabupaten Wakatobi sebagai salah satu destinasi wisata nasional,

diperlukan peningkatan jumlah agen LKD (Layanan Keuangan Digital) di kabupaten tersebut.

Melalui program tersebut diharapkan dapat mendukung pengembangan Kabupaten Wakatobi

menjadi destinasi wisata nasional bahkan dunia, terutama dalam hal kemudahan bertransaksi

keuangan, sehingga secara tidak langsung dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui

peningkatan akses keuangan dan optimalisasi Layanan Keuangan Digital di Kabupaten

Wakatobi.

Implementasi Layanan Keuangan Digital di Sulawesi Tenggara akan terus dikembangkan. Saat

ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tenggara bekerjasama dengan Dinas Sosial

dan Bank Rakyat Indonesia akan mengembangkan dan mengimplementasikan bantuan sosial

melalui pemanfaatan Layanan Keuangan Digital. Penyaluran tersebut akan dilakukan secara

non tunai dalam 1 (satu) akun pada satu kartu kombo.

362

260 251

7658

39 38

11 9 2

Kota Bau-Bau

Kab.Kolaka

KotaKendari

Kab. Muna Kab.Buton

Kab.Wakatobi

Kab.KolakaUtara

Kab.KonaweSelatan

Kab.Konawe

Kab.Bombana

Page 95: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

82 KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 96: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Pada triwulan IV 2016, aktivitas sistem pembayaran non tunai

melalui sistem kliring dan RTGS di Sulawesi Tenggara

mengalami peningkatan baik secara nominal maupun jumlah

transaksi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Di sisi sistem pembayaran tunai, pada triwulan IV 2016 terjadi

net outflow uang kartal sesuai dengan pola musimannya.

Selain itu, KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga

terus melakukan peningkatan kelayakedaran dari uang kartal

dan meminimalkan peredaran uang palsu.

Bab 5

Page 97: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Page 98: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

85

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FERBRU

ARI 2

017

5.1. PERKEMBANGAN SISTEM

PEMBAYARAN NON TUNAI

5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring

Transaksi pembayaran non-tunai melalui

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

(SKNBI) mengalami peningkatan pada

triwulan IV 2016, baik dari sisi volume

maupun nominalnya. Peningkatan tersebut

sejalan dengan akselerasi pertumbuhan

ekonomi yang terjadi di Sulawesi Tenggara pada

periode tersebut. Nominal transaksi kliring

tercatat sebesar Rp2,4 triliun atau tumbuh

37,5% (yoy) (Grafik 5.1), lebih tinggi

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

tercatat sebesar Rp2,2 triliun. Sementara itu, dari

sisi jumlah transaksi juga mengalami

peningkatan dari semula tercatat sebanyak 56,1

ribu transaksi menjadi sebesar 62,1 ribu

transaksi (Grafik 5.2). Pada triwulan IV 2016,

perputaran kliring mencapai Rp38 miliar/hari

dengan jumlah transaksi mencapai 986

transaksi/hari (Grafik 5.3).

Sementara untuk tingkat kepatuhan juga

menunjukkan adanya perbaikan. Hal ini

diindikasikan dari menurunnya jumlah

penarikan cek dan BG kosong. Pada periode

tersebut jumlah penarikan cek dan BG kosong

menurun dari 819 ribu lembar menjadi 803

lembar (Grafik 5.4).

5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS

Transaksi pembayaran non-tunai nominal

besar melalui Bank Indonesia Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS) pada triwulan IV juga

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.1 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi

Sulawesi Tenggara Grafik 5.2 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi

Sulawesi Tenggara

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.3 Perputaran kliring harian di Sulawesi

Tenggara Grafik 5.4 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong)

2,404

37

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Nominal (Rp miliar) Pertumbuhan yoy (sb.kanan)

%, yoyRp miliar

62

14

-100

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

-

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Lembar (ribu) Pertumbuhan yoy (sb.kanan)

%, yoyTransaksi

38

986

0

200

400

600

800

1,000

1,200

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Nominal/hari Transaksi/hari(sb.kanan)

TransaksiRp miliar

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

-

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Nominal/hari Transaksi/hari(sb.kanan)

TransaksiRp miliar

Page 99: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

86

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

mengalami peningkatan dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya, baik dari nilai

transaksi maupun volume transaksi.

Disamping itu, transaksi sampai dengan triwulan

IV tahun 2016 tersebut juga jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Tingginya transaksi pembayaran BI-RTGS

tersebut sejalan dengan adanya akselerasi

ekonomi yang terjadi pada periode laporan.

Selain itu, adanya kebijakan baru dari Bank

Indonesia yang menurunkan batas minimal

transaksi juga turut menyebabkan peningkatan

transaksi.

Pada triwulan IV 2016, nilai traksaksi BI-RTGS

dari perbankan Sulawesi Tenggara tercatat

sebesar Rp801,1 miliar, mengalami peningkatan

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

hanya tercatat sebesar Rp688,7 miliar (Grafik

5.5). Sementara untuk volume transaksi, pada

triwulan IV 2016 tercatat mencapai 539

transaksi, meningkat dibandingkan dengan

triwulan III 2016 yang hanya sebesar 478

transaksi (Grafik 5.6).

5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI

5.2.1. Aliran Uang Kartal

Transaksi pembayaran tunai pada triwulan IV

2016 memiliki pola yang sama dengan periode

tahun-tahun sebelumnya yang terjadi net-

outflow. Net-outflow berarti suatu kondisi

dimana lebih banyak uang yang keluar

dibandingkan dengan uang yang masuk dari

KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal tersebut

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi

Tenggara Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi

Tenggara

Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.7 Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di

Sulawesi Tenggara Grafik 5.8 Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank

Sentral Sulawesi Tenggara

848 874

689 801

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1,000

I II III IV

2016

Rp Miliar

481

529

478

539

440

450

460

470

480

490

500

510

520

530

540

550

I II III IV

2016

Transaksi

88

(14) (100)

(50)

-

50

100

150

200

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Inflow Outflowg Inflow (sb. Kanan) g Outflow (sb. Kanan)

%, yoyRp Miliar

96

(1,058)

(2,000)

(1,500)

(1,000)

(500)

-

500

1,000

1,500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Rp Miliar

net inflow

net outflow

Page 100: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

87

dikarenakan pada periode laporan terdapat

peluncuran uang rupiah tahun emisi 2016

sehingga permintaan masyarakat akan uang

baru tersebut mengalami peningkatan.

Pada triwulan IV 2016 terdapat aliran inflow

atau masuk ke KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara

mencapai Rp 492,2 miliar, jauh menurun

dibandingkan periode sebelumnya yang

mencapai Rp 1,1 triliun. Sementara itu untuk

aliran outflow atau keluar dari KPwBI Provinsi

Sulawesi Tenggara pada periode tersebut

mencapai Rp1,55 triliun, meningkat

dibandingkan periode sebelumnya yang

mencapai Rp1,04 triliun. Karena jumlah outflow

masih lebih besar daripada inflow-nya maka

pada triwulan IV 2016 terjadi net-outflow

sebesar Rp1,06 triliun (Grafik 5.8). Kondisi net-

outflow yang terjadi tersebut disebabkan karena

pada awal triwulan terjadi peningkatan

kebutuhan uang kartal di masyarakat di akhir

tahun serta peningkatan permintaan masyarakat

terhadap uang rupiah baru tahun emisi 2016.

5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar

Bank Indonesia secara berkala terus menjaga

ketersediaan uang layak edar (ULE) di

masyarakat. Terhitung mulai bulan Maret 2015,

Bank Indonesia memperluas jaringan pelayanan

terhadap kebutuhan masyarakat atas uang layak

edar dengan mengajak perbankan yang ada di

Sulawesi Tenggara. Sementara itu Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi

Tenggara juga tetap berupaya secara langsung

menyediakan uang layak edar dengan

melakukan kas keliling. Kas keliling tersebut

dilakukan di dalam kota Kendari maupun di luar

Kota Kendari hingga wilayah terpencil yang sulit

dijangkau. Selama bulan Oktober hingga

Desember 2016, kegiatan kas keliling telah

dilakukan sebanyak 24 (dua puluh empat) kali,

dengan rincian 8 (delapan) kali di Kota Kendari

dan 16 (enam belas) kali di Luar Kota Kendari.

Kas keliling di luar Kota Kendari tersebut

dilakukan di Kabupaten Konawe Selatan,

Kabupaten Konawe Kepulauan, Kabupaten

Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten

Konawe, Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe

Utara, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten

Wakatobi.

Di samping itu, Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga

melakukan distribusi uang ke daerah Kota

Baubau dan sekitarnya serta Kabupaten Kolaka

Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah

Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang

Ditemukan

83

(67.5) (100)

(50)

-

50

100

150

200

250

300

0

50

100

150

200

250

300

350

400

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Nominal UTLE g Nominal UTLE (sb.Kanan)

Rp, Miliar %, yoy

30,1

69,9

Pecahan 100.000 Pecahan 50.000

Page 101: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

88

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

dan sekitarnya melalui pengelolaan kas titipan

bekerjasama dengan salah satu bank umum

yang ada di daerah tersebut. Di sisi lain, demi

menjaga agar kualitas uang yang diterima

masyarakat dalam kondisi yang baik, Bank

Indonesia juga secara berkala melakukan

kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar

(UTLE).

5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Tidak

Asli

Pecahan besar masih mendominasi peredaran

uang tidak asli yang ditemukan pada triwulan

IV 2016. Selama triwulan IV 2016, telah

ditemukan uang tidak asli sebanyak 83 lembar,

meningkat dibandingkan dengan penemuan

pada triwulan III sebanyak 48 lembar. Temuan

uang tidak asli selama triwulan IV 2016

didominasi oleh pecahan uang Rp50.000,-

sebanyak 58 lembar dan sisanya pecahan uang

Rp100.000,- sebanyak 25 lembar.

Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran

uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi

masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang

rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Tenggara juga telah senantiasa

melakukan kegiatan sosialisi ciri-ciri keaslian

uang rupiah. Selama triwulan IV 2016 kegiatan

tersebut telah dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali

di Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan,

Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Konawe.

Page 102: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

89

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FERBRU

ARI 2

017

BOKS 03. SOSIALISASI UANG RUPIAH BARU TAHUN EMISI 2016

DAN KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NKRI

Pada tanggal 19 Desember 2016 yang bertepatan dengan peringatan Hari Bela Negara,

Presiden Republik Indonesia meresmikan pengeluaran dan pengedaran 11 (sebelas) pecahan

uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016 di Bank Indonesia, Jakarta. Peresmian tersebut sekaligus

menandai berlakunya 11 pecahan uang rupiah baru yang terdiri dari 7 (tujuh) pecahan uang

Rupiah kertas dan dan 4 (empat) pecahan uang Rupiah logam untuk selanjutnya diedarkan ke

seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Uang Rupiah Kertas TE 2016

terdiri dari pecahan Rp100.000, Rp50.000, Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000, Rp2.000 dan

Rp1.000. Sementara untuk uang Rupiah logam TE 2016 terdiri dari pecahan Rp1.000, Rp500,

Rp200 dan Rp100.

Sejalan dengan semangat bela negara, Uang Rupiah TE 2016 menampilkan dua belas gambar

pahlawan nasional sebagai gambar utama di bagian depan uang Rupiah. Pencantuman gambar

pahlawan tersebut merupakan bentuk penghargaan atas jasa yang telah diberikan bagi negara

Indonesia. Selain itu, semangat kepahlawanan dan nilai-nilai patriotisme para pahlawan

nasional diharapkan dapat menjadi teladan, khususnya bagi generasi muda Indonesia. Tidak

hanya itu, untuk lebih memperkenalkan keragaman seni, budaya, dan kekayaan alam Indonesia,

uang Rupiah juga menampilkan gambar keragaman budaya dan alam Indonesia dalam bentuk

tarian nusantara dan pemandangan alam dari berbagai daerah. Keragaman dan keunikan alam

dan budaya yang ditampilkan dalam uang Rupiah diharapkan dapat semakin membangkitkan

kecintaan terhadap tanah air Indonesia.

Peluncuran dan Pengedaran Uang Rupiah TE 2016 merupakan pelaksanaan amanat Undang-

Undang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UU Mata Uang), dimana salah satu ciri umum

Rupiah yakni pencantuman frasa “NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA” dan adanya

tanda tangan pihak Pemerintah dan Bank Indonesia. Dalam prosesnya persiapan pengeluaran

uang Rupiah TE 2016 telah dikoordinasikan antara Bank Indonesia dengan Pemerintah. Melalui

Keputusan Presiden No.31 Tahun 2016 tanggal 5 September 2016 Pemerintah menetapkan

Gambar Pahlawan Nasional Sebagai Gambar Utama Pada Bagian Depan Uang Rupiah Kertas

dan Rupiah Logam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keputusan tersebut kemudian

ditindaklanjuti dengan pembuatan desain gambar uang yang dikonsultasikan diantaranya

dengan Kementerian Sosial RI, Badan Arsip Nasional, ahli sejarah, akademisi, dan mendapat

persetujuan dari pihak keluarga para pahlawan.

Terdapat beberapa kriteria pemilihan gambar pahlawan pada uang rupiah yaitu: belum pernah

digunakan dalam uang Rupiah (kecuali proklamator), keterwakilan daerah, keterwakilan gender,

dan dapat diterima oleh seluruh pihak. Keterwakilan berbagai daerah di NKRI dalam gambar

Uang Rupiah TE 2016 sangat terasa dengan adanya pahlawan nasional dari wilayah paling

timur Indonesia yakni Frans Kaisiepo – Papua, wilayah paling barat (Tjut Meutia – Aceh), wilayah

utara (Sam Ratulangi – Sulawesi Utara) dan wilayah paling selatan (Herman Johanes – Rote,

NTT), tidak hanya itu keterwakilan daerah juga tercermin pada gambar tarian dan pemandangan

alam pada sisi belakang uang. Sementara keterwakilan gender ditandai dengan adanya gambar

pahlawan wanita yaitu Tjut Meutia.

Page 103: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

90

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

BOKS 03.

Selain perubahan pada gambar pahlawan, dalam Uang Rupiah TE 2016 juga dilakukan

penguatan unsur pengaman uang untuk memitigasi risiko pemalsuan uang dan memudahkan

masyarakat dalam mengenali ciri-ciri keaslian uang Rupiah. Penguatan unsur pengaman

dilakukan dengan memasang pengaman berupa colour shifting, rainbow feature, latent image,

ultraviolet (UV) feature, blind code dan rectoverso. Colour shifting adalah unsur pengaman

berupa warna pada bidang tertentu yang akan berubah warna jika dilihat dari sudut pandang

yang berbeda. Rainbow feature adalah unsur pengaman yang akan memunculkan gambar

tersembunyi multiwarna berupa angka nominal jika dilihat dari sudut tertentu. Sementara

pengaman berupa latent image yakni gambar tersembunyi berupa teks BI pada bagian depan

dan angka nominal pada bagian belakang yang akan terlihat dari sudut tertentu. Adapun

penguatan UV feature yang hanya terlihat jika menggunakan alat bantu UV dilakukan dengan

penambahan ornamen batik dan gambar satwa khas Indonesia yang akan terlihat dibawah sinar

UV.

Sementara itu untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat mengenali uang rupiah asli,

pada uang rupiah emisi baru juga dilakukan perubahan desain rectoverso. Rectoverso sendiri

merupakan unsur pengaman yang dibuat dengan teknik cetak khusus, dimana sebuah gambar

akan terlihat seperti ornamen yang tidak beraturan jika dilihat di bagian depan atau belakang

saja, namun apabila diterawang akan membentuk sebuah gambar yang utuh. Pada uang rupiah

rectoverso akan membentuk logo BI secara sempurna jika diterawangkan ke arah cahaya.

Penggunaan rectoverso berupa logo BI sebagai unsur pengaman pada uang rupiah sudah

dilakukan sejak tahun 2000 dan terus mengalami perubahan pada setiap tahun penerbitan.

Pemilihan desain rectoverso berupa logo Bank Indonesia (BI) pada uang rupiah TE 2016

semata-mata dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan untuk menghindari

pemalsuan, bukan dimaksudkan untuk memuat logo/simbol-simbol tertentu. Penggunaan

rectoverso sebagai pengaman pada Uang Rupiah bertujuan untuk memudahkan masyarakat

dalam mengenali uang rupiah baru dengan cara yang sederhana (diterawang). Meski demikian

sejauh ini unsur pengaman rectoverso masih sulit untuk dipalsukan/ditiru. Selain Rupiah,

Rectoverso juga digunakan pada mata uang di negara-negara lain seperti Euro, Thailand Baht,

Poundsterling, dan Korea Won.

Unsur pengaman uang rupiah lainnya yang juga mengalami perubahan adalah kode tertentu

yang diperuntukan bagi kelompok masyarakat penyandang tuna netra (blind code). Jika pada

emisi sebelumnya blind code menggunakan desain berupa gambar persegi panjang, lingkaran

dan segitiga yang akan terasa kasar bila diraba, maka pada Uang Rupiah TE 2016 kode tuna

netra (blind code) yang dipergunakan berupa pasangan garis yang akan terasa kasar bila diraba

dan terdapat pada kedua sisi pinggir uang. Pembedaan blind code yang digunakan pada setiap

pecahan tidak lagi dalam perbedaan bentuk namun dalam jumlah pasangan garis yang

dicantumkan. Pada uang pecahan Rp100.000,- TE 2016 blind code yang digunakan adalah 1

pasangan garis, sementara pada uang pecahan Rp50.000,- TE 2016 berupa 2 pasangan garis,

dan seterusnya bertambah 1 pasang garis untuk setiap pecahan uang yang lebih kecil

dibawahnya.

Page 104: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

91

BOKS 03.

Dalam upaya lebih mengenalkan Uang Rupiah Tahun Emisi 2016 hingga akhir Januari 2017

KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara telah melaksanakan kegiatan Sosialisasai

kepada masyarakat secara intensif, antara lain kepada para pengusaha melalui temu

responden survei SKDU, kepada masyarakat Wakatobi (daerah yang terdapat pada sisi

belakang uang Rp10.000,-), kepada kelompok petani rumput laut binaan KPw Bank Indonesia

Sulawesi Tenggara serta kepada masyarakat luas melalui RRI Kendari dan TVRI Sultra. Di

samping kegiatan-kegiatan tersebut, upaya lain yang ditempuh yakni dengan memasang iklan

di surat kabar serta adlibs yang diputar melalui RRI Kendari.

Kegiatan Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016 di Kabupaten Wakatobi mendapatkan sambutan

hangat dari masyarakat setempat, karena daerahnya secara khusus diabadikan dalam uang

pecahan Rp10.000,-. Bupati Wakatobi H. Arhawi, SE dalam sambutannya menyampaikan

apresiasi dan terima kasih karena secara tidak langsung daerah Wakatobi dipromosikan ke

seluruh masyarakat Indonesia. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang mengenal

Wakatobi, dirinya berharap akan semakin banyak pula wisatawan yang berkunjung ke

daerahnya. Selain Wakatobi, destinasi wisata lain yang dicantumkan dalam gambar Uang

Rupiah TE 2016 adalah TN Komodo, Gunung Bromo, Derawan, Raja Ampat, Ngarai Sihanok,

dan Banda Neira.

Selain memperkenalkan desain Uang Rupiah TE 2016, dalam setiap kesempatan sosialisasi

juga disampaikan mengenai cara memperlakukan uang yang benar agar uang yang diedarkan

memiliki masa edar yang lebih lama dan meningkatkan kualitas uang yang beredar di

masyarakat. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh masyarakat dalam memperlakukan uang

diantaranya yakni dengan tidak melipat, tidak mensteples/melobangi, tidak dibasahi, dan tidak

mencoret-coret uang yang dipegang. Meski telah dikeluarkan Uang Rupiah baru Tahun Emisi

2016, uang rupiah tahun emisi sebelumnya dinyatakan masih berlaku sebagai alat pembayaran

sepanjang belum dicabut dari peredaran.

Khusus untuk wilayah Sulawesi Tenggara, sampai dengan akhir bulan Januari 2017, jumlah

Uang Rupiah TE 2016 yang telah diedarkan oleh KPw Bank Indonesia Sulawesi Tenggara

berjumlah Rp27,06 miliar. Pengedaran uang rupiah TE 2016 tersebut dilakukan baik melalui

kegiatan layanan penukaran di loket kantor, layanan kas keliling maupun kas titipan luar kota

yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun bekerjasama dengan perbankan.

Page 105: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

92

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

BOKS 03.

Kewajiban Menggunakan Rupiah

Presiden RI Joko Widodo pada acara peluncuran Uang Rupiah TE 2016 tanggal 19 Desember

2016, mengingatkan kepada seluruh masyarakat untuk selalu menggunakan Rupiah dalam

setiap transaksi di dalam negeri dan Menjaga wibawa Rupiah dengan TIDAK menyebar

isu/gosip yang tidak benar tentang Rupiah, serta menyimpan Rupiah dalam tabungan. Arahan

presiden tersebut sekaligus sebagai bentuk penegasan amanat UU No.7 tahun 2011 tentang

Mata Uang yang menyatakan bahwa Rupiah merupakan satu-satunya alat pembayaran yang

sah di wilayah NKRI. Selain itu Rupiah juga merupakan salah satu simbol kedaulatan negara

yang wajib dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia. Dengan demikian,

menjadi kewajiban bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menggunakan uang Rupiah dalam

setiap transaksi di wilayah NKRI termasuk di daerah terpencil dan daerah terluar Indonesia.

Untuk mendukung penggunaan rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI, dalam setiap

kegiatan Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016, Bank Indonesia juga melakukan sosialisasi perihal

kewajiban penggunaan uang rupiah kepada seluruh lapisan masyarakat baik melalui jalur

pendidikan (sekolah, guru, kampus), media massa, pelaku usaha (Persatuan Hotel dan

Restoran Indonesia Cabang Kendari), dll. Selain sosialisasi upaya lain yang dilakukan dalam

mengkampanyekan kewajiban penggunaan rupiah yakni dengan pemasangan banner di lokasi-

lokasi strategis seperti bandara, hotel/penginapan, kantor imigrasi, dan pusat perbelanjaan.

Sosialisasi menjadi cara yang efektif untuk memberikan informasi yang benar seputar desain

dan penggunaan uang rupiah seperti isu simbol palu arit pada uang rupiah, desain rupiah yang

mirip mata uang negara lain, pencetakan yang melebihi kebutuhan, dan tidak dicetak oleh

Peruri. Menanggapi isu-isu tersebut dalam setiap kesempatan Bank Indonesia selaku pihak

yang diberikan mandat untuk mengedarkan rupiah menegaskan bahwa semua isu tersebut tidak

benar. Ke depan, kegiatan Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016 dan Kewajiban Penggunaan

Rupiah Di Wilayah NKRI kepada masyarakat Sulawesi Tenggara akan terus dilakukan di

seluruh daerah, sehingga Rupiah semakin berdaulat.

Page 106: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

93

BOKS 04. ALIRAN TRANSAKSI

KLIRING KREDIT DARI DAN KE SULAWESI TENGGARA

Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah

diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 (UU BI), menyebutkan bahwa

salah satu tugas Bank Indonesia yaitu mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal yang mendukung

stabilitas sistem keuangan maka sesuai Pasal 16 UU BI, Bank Indonesia menyelenggarakan

sistem kliring antar bank yang dikenal dengan nama Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

atau dikenal dengan nama SKNBI.

SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang

penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank

Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi

pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value

Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp.100

juta.

Selama tahun 2016, kliring kredit yang dilakukan di Sulawesi Tenggara mencapai Rp5,7 triliun.

Kliring kredit merupakan aktivitas transfer dana dari pengirim dana ke penerima dana. Hal ini

berbeda dengan kliring debet yang merupakan pencairan cek atau bilyet giro. Dari kliring kredit

yang dilakukan di Sulawesi Tenggara, sebesar 75,8% dana ditransfer ke luar Sultra dan hanya

24,2% yang merupakan transfer pada rekening bank di Sulawesi Tenggara. Secara nominal

besarnya dana yang keluar dari perbankan Sultra selama periode tahun 2016 mencapai Rp4,3

triliun Sementara itu kliring kredit yang masuk ke Sulawesi Tenggara dari daerah lainnya tercatat

sebesar Rp1,3 triliun, sehingga terdapat net outflow sebesar Rp3,03 triliun.

Grafik 1. Aliran Kliring Kredit Dari-Ke Sulawesi Tenggara Tahun 2016

Dilihat secara kawasannya, kliring kredit yang ditransfer ke luar Sulawesi Tenggara paling besar

ditujukan ke DKI Jakarta sebesar Rp2,59 triliun atau sebesar 45,1%. Dana dari DKI Jakarta juga

merupakan yang paling besar dari seluruh kliring kredit yang masuk ke Sulawesi Tenggara, yaitu

sebesar 78,2% atau senilai Rp1,02 triliun. Besarnya aliran dana keluar-masuk antara Sulawesi

Tenggara dengan DKI Jakarta karena terdapat aktivitas perdagangan dan keuangan yang cukup

tinggi. Selain itu, beberapa korporasi Sultra merupakan cabang dari perusahaan di Jakarta

sehingga dapat terjadi pengiriman hasil usaha ke kantor pusatnya.

Sultra

DKI Jakarta

Sumatra

Kalimantan

Jawa

Sulawesi

Balinustra

Maluku

Papua

Rp13,6 M

Net-outflow

Net-inflow

Page 107: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

94

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

BOKS 04.

Selain itu, daerah yang mendapatkan aliran dari kliring kredit terbesar berikutnya adalah ke

kawasan Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Kliring kredit ke daerah tersebut lebih banyak bersifat

net-outflow, hal ini terutama karena masih banyaknya barang dan jasa yang dipasok dari luar

Sulawesi Tenggara. Hal ini juga diperlihatkan dari PDRB net ekspor antar daerah yang selalu

bernilai negatif. Pada tahun 2016, PDRB ekspor antar provinsi dari Sultra mencapai Rp4,14

triliun sementara impor antar provinsi ke Sultra lebih besar hingga mencapai Rp6,22 triliun.

Page 108: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

KETENAGAKERJAAN

& KESEJAHTERAAN

Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan

IV 2016 diindikasikan belum mengalami perbaikan yang

signifikan meskipun terjadi akselerasi ekonomi pada periode

tersebut.

Sementara untuk kondisi kesejahteraan pada periode tersebut

mengalami penurunan. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar

Petani (NTP) yang menurun di periode laporan.

Bab 6

Page 109: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Page 110: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

97

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

6.1. KETENAGAKERJAAN

Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara

pada triwulan IV 2016 diindikasikan belum

mengalami perbaikan yang signifikan meskipun

terjadi akselerasi ekonomi pada periode

tersebut. Kondisi ketenagakerjaan di suatu

daerah tergantung pada penawaran lapangan

pekerjaan (labor demand) dan angkatan kerja

yang tersedia (labor supply). Masih belum

adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan yang

signifikan pada triwulan IV 2016 tercermin dari

peningkatan kondisi labor demand yang masih

relatif kecil.

Hal tersebut tercermin dari hasil Survei Kegiatan

Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI

Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara umum

pelaku usaha masih memiliki jumlah tenaga

kerja yang sama sejak awal tahun 2016 (85,9%

responden). Sementara itu yang melakukan

penambahan tenaga kerja sebanyak 10,0%

responden, lebih banyak daripada responden

yang melakukan pengurangan tenaga kerja

(4,1%).

Dari hasil survei tersebut juga didapatkan tenaga

kerja di sektor usaha konstruksi dan pertanian

relatif tidak mengalami perubahan. Tenaga kerja

pada kedua sektor tersebut memiliki pangsa

sebesar 45,6% dari total tenaga kerja di

Sulawesi Tenggara. Meskipun demikian terdapat

beberapa sektor yang masih dapat menyerap

tenaga kerja seperti sektor jasa dan

pertambangan (Grafik 6.1). Beberapa alasan

pelaku usaha melakukan penambahan tenaga

kerja adalah 1) Terdapat tambahan investasi

mesin/peralatan, 2) perluasan usaha/menambah

cabang perusahaan, 3) terdapat faktor

musiman. Berdasarkan kondisi tersebut

diperkirakan kondisi tenaga kerja di Sulawesi

Tenggara berada pada trend yang meningkat.

Sebaliknya, rumah tangga sebagai penyedia

tenaga kerja melihat bahwa terjadi penurunan

penyerapan tenaga kerja pada triwulan IV 2016.

Hal ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK)

yang dilakukan oleh KPwBI Provinsi Sulawesi

Tenggara. Indeks ketersediaan lapangan kerja

menurun dari 94,0 di triwulan III 2016 menjadi

88,1 di triwulan IV 2016. (Grafik 6.2).

Pengganguran

Di sisi lain, berdasarkan data BPS Provinsi

Sulawesi Tenggara diketahui bahwa

Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah

Grafik 6.1 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja

Berdasarkan Sektor Usaha Grafik 6.2 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Dari Sisi

Tenaga Kerja

8,0%

7,7%

19,4%

12,1%

2,3%

25,0%

8,3%

92,0%

84,6%

71,0%

100,0%

78,8%

97,7%

75,0%

91,7%

7,7%

9,7%

9,1%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Akomodasi

Industri

Jasa

Konstruksi

Perdagangan

Pertanian

Tambang

Transport

Meningkat Tetap Menurun% pangsa responden

88

85

95

105

115

125

135

145

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Page 111: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

98

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

pengganguran terbuka pada bulan Agustus

2016 (rilis bulan November 2016) adalah

sebanyak 34,1 ribu jiwa. Sedangkan untuk

angkatan kerja adalah sebanyak 1,25 juta jiwa.

Kondisi tersebut menyebabkan tingkat

penggangguran terbuka pada bulan agustus

2016 adalah sebesar 2,72%, menglami

perbaikan jika dibandingkan periode survei

sebelumnya yakni februari 2016 yang tercatat

sebesar 3,78%.

Pangsa terbesar pekerjaan di Sulawesi Tenggara

adalah di sektor pertanian (38,9%), diikuti

sektor perdagangan dan rumah makan (20,0%)

dan sektor jasa (18,5%). Sementara untuk jenis

pekerjaan yang dominan pada bulan Agustus

2016 adalah kelompok orang yang bekerja

sebagai buruh/karyawan. Sementara itu jumlah

tenaga kerja yang bekerja pada sektor formal

hanya sebesar 383,8 ribu jiwa atau 31,5% dari

total penduduk bekerja di Sulawesi

6.2. KESEJAHTERAAN

Penghasilan Petani (NTP)

Berbeda dengan kondisi perekonomian yang

mengalami akselerasi, kondisi kesejahteraan

Sulawesi Tenggara terindikasi mengalami

penurunan pada triwulan IV 2016. Hal ini terlihat

dari penurunan indeks penghasilan masyarakat

dan Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode

tersebut jika dibandingkan dengan periode

sebelumnya. NTP merupakan suatu indikator

Sumber: BPS Sultra, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 6.3 Kondisi Penduduk Bekerja Sulawesi Tenggara Grafik 6.4 Kondisi Penduduk Menganggur

Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah Sumber: BPS Prov Sultra, diolah

Grafik 6.5 Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 6.6 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara

1.054

997

1.112

1.037

1.126

1.075

1.166

1.220

900

950

1.000

1.050

1.100

1.150

1.200

1.250

Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug

2013 2014 2015 2016

orang (ribu)

37

46

24

48 42

63

46

34

-

10

20

30

40

50

60

70

Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug

2013 2014 2015 2016

orang (ribu)

140

130

132

134

136

138

140

142

144

146

148

150

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Indeks

98,9

92,1

88,9

99,9

106,9

113,4

100,4

91,4

89,8

104,7

106,7

111,6

- 50,0 100,0 150,0

Total

Tanaman Pangan

Hortikultura

Perkebunan Rakyat

Peternakan

Perikanan

NTP Tw III NTP Tw IV

Page 112: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

99

kemampuan tukar produk pertanian untuk

keperluan memproduksi produk pertanian. Oleh

karena itu, NTP dapat dijadikan alat ukur untuk

tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya

yang bekerja di sektor pertanian.

Pada triwulan IV 2016, NTP Sulawesi Tenggara

tercatat lebih rendah dari 100 yaitu sebesar 98,9

atau menurun dibandingkan dengan triwulan II

2016 yang tercatat lebih dari 100 yakni sebesar

100,4 (Grafik 6.4). Penurunan tersebut terutama

disebabkan oleh penurunan NTP yang terjadi

pada subsektor tanaman perkebunan rakyat,

dari 104,7 pada triwulan III 2016 menjadi 99,9

di triwulan IV 2016 seiring dengan telah

berlalunya panen komoditas kakao pada

triwulan III 2016. Selain itu, sumber penurunan

juga berasal dari subsektor Holtikultura dari 89,8

menjadi 88,9. Selain kedua subsektor tersebut,

masih terdapat subsektor dengan NTP di bawah

100 yaitu subsektor tanaman pangan. Hal ini

menunjukkan bahwa total pendapatan yang

diterima oleh para petani pada subsektor

tersebut lebih rendah dibandingkan dengan

total pengeluaran untuk memproduksi hasil

usahanya. NTP subsektor tanaman pangan di

triwulan IV 2016 adalah sebesar 99,9.

Penghasilan Umum

Namun demikian, untuk tingkat konsumen

terdapat indikasi peningkatan kesejahteraan

yang tercermin dari peningkatan penghasilan

masyarakat. Hal ini terlihat dari hasil Survei

Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi

Sulawesi Tenggara yang menunjukkan

peningkatan Indeks Penghasilan Konsumen (IPK)

dari 130,7 pada triwulan III 2016 menjadi 140,0

pada triwulan IV 2016 (Grafik 6.3).

Kemiskinan

Di sisi lain, berdasarkan data BPS Provinsi

Sulawesi Tenggara diketahui bahwa penduduk

miskin pada bulan September 2016 (rilis bulan

Januari 2017) tercatat sebanyak 327,3 ribu jiwa

atau sebesar 12,8% dari total penduduk

Sulawesi Tenggara (Grafik 6.5). Jumlah tersebut

menurun jika dibandingkan dengan data pada

bulan Maret 2016 yang tercatat sebanyak

12,9% dari total penduduk Sulawesi Tenggara.

Perbaikan tersebut terjadi pada daerah

pedesaan. Sedangkan untuk daerah perkotaan

mengalami penurunan. Perbaikan kondisi

kemiskinan tersebut terjadi walaupun garis

kemiskinan juga mengalami peningkatan karena

inflasi. Garis kemiskinan meningkat dari

Rp277.288/kapita/bulan di bulan Maret 2016

menjadi Rp282.161/kapita/bulan di bulan

September 2016.

Dari jumlah penduduk miskin tersebut, 83,8%

atau 274,1 ribu jiwa berada di daerah pedesaan

sedangkan sisanya sebesar 16,2% atau 53,2 ribu

jiwa berada di daerah perkotaan. Konsentrasi

jumlah penduduk miskin di pedesaan menjadi

tantangan pembangunan ekonomi dan wilayah

oleh pemangku kepentingan khususnya

Sumber: BPS, diolah

Grafik 6.7 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi

Tenggara.

53,18

274

13

12

12

13

13

14

14

15

0

50

100

150

200

250

300

350

400

Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16

Penduduk Miskin Desa

Penduduk Miskin Kota

Persentase Penduduk Miskin (sb.Kanan)

ribu jiwa %

Page 113: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

100

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

pemerintah daerah, mengingat potensi sumber

daya alam Sulawesi Tenggara yang dominan

berada di daerah pedesaan khususnya di sektor

primer yaitu sektor pertanian namun hasilnya

belum secara optimal mampu meningkatkan

kesejahteraan masyarakat di pedesaan secara

lebih luas.

Ketimpangan Pengeluaran Penduduk

Ketimpangan pengeluaran penduduk Sulawesi

Tenggara mengalami perbaikan. Hal tersebut

tercermin dari adanya penurunan gini ratio dari

0,402 di bulan Maret 2016 menjadi 0,388 di

bullan September. Semakin rendah nilai gini

ratio menunjukkan ketimpangan suatu daerah

yang semikin rendah.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, penurunan

tersebut disebabkan oleh penurunan di daerah

perkotaan maupun daerah pedesaan. Untuk

daerah perkotaan pada bulan September 2016

tercatat sebesar 0,395 ssetelah pada periode

Maret 2016 adalah sebesar 0,407. Sementara

untuk daerah pedesaan menurun dari 0,367 di

bulan Maret 2016 menjadi 0,352 di bulan

September.

Page 114: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PROSPEK

PEREKONOMIAN DAERAH

Pada triwulan II 2017, perekonomian Sulawesi Tenggara

diperkirakan mengalami peningkatan dan tumbuh pada

kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Hal ini mendorong perekonomian

Sultra selama tahun 2017 diperkirakan dapat tumbuh sebesar

6,6% - 7,0%.

Percepatan tersebut searah dengan prakiraan perekonomian

Indonesia dan dunia yang juga mengalami peningkatan.

Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan

penggalian serta konstruksi masih merupakan faktor

pendorong laju percepatan perekonomian di periode triwulan

mendatang.

Di sisi lain, perkembangan inflasi Sultra pada triwulan II 2017

diperkirakan akan dominan dipengaruhi oleh peningkatan

harga pada kelompok volatile food dan administered prices.

Bab 7

Page 115: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

2

FEBRU

ARI 20

17

Page 116: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

103

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI

7.1.1. Triwulan II 2017

Dengan didasarkan pada beberapa indikator

pendukung, hasil survei dan liaison,

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada

triwulan II 2017 diprakirakan berada pada

kisaran 6,2% - 6,6% (yoy), mengalami

peningkatan jika dibandingkan periode triwulan

IV 2016 yang diperkirakan akan mengalami

pertumbuhan sebesar 6,0% (yoy).

Perkiraan peningkatan yang terjadi pada

triwulan II 2017 tersebut sesuai dengan arah

perkiraan kegiatan usaha yang diungkapkan

oleh para pelaku perekonomian, baik dari sisi

konsumen (Grafik 7.1) maupun dari sisi pelaku

usaha (Grafik 7.2).

Dari sisi penawaran, para pelaku usaha di

lapangan usaha pertanian, konstruksi dan

perdagangan memperkirakan akan terjadi

peningkatan kegiatan usaha pada triwulan II

2017, dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya(Grafik 7.4).Hal ini sesuai dengan hasil

liaison kepada pelaku usaha yang

memperkirakan bahwa terdapat peningkatan

omzet penjualan pada triwulan tersebut(Grafik

7.3).

Peningkatan kinerja yang terjadi pada lapangan

usaha pertanian didorong oleh adanya

peningkatan target luas tanam padi dan jagung

Sumber: SK KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah

Grafik 7.1 Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi

Konsumen Grafik 7.2 Perkiraan Kondisi Usaha Dari Sisi Pelaku

Usaha

Sumber: Liaison KPw BI Sultra, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah

Grafik 7.3 Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi Grafik 7.4 Perkiraan Kondisi Usaha

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

9,0

100,0

110,0

120,0

130,0

140,0

150,0

160,0

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Perkiraan Kegiatan Usaha

gPDRB Sultra (Sb. Kanan)

SBT %, yoy

-5,0%

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Realisasi Usaha Estimasi usaha (mov 3 tw)

SBT

(2,0)

(1,0)

-

1,0

2,0

3,0

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017LS Penj. DomestikLS Penj. EksporLS Ekspektasi Penjualan

skala likert

0,00%

1,00%

2,00%

3,00%

4,00%

5,00%

6,00%

7,00%

8,00%

9,00%

10,00%Est.Tw I 2017 Est.Tw II 2017

Page 117: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

104

FEBRU

ARI 20

17

pada tahun 2017. Sesuai hasil Focus Group

Discussion (FGD) dengan Dinas Pertanian dan

Peternakan Provinsi Sulawesi Tenggara, pada

tahun 2017 terdapat penambahan target tanam

padi sebesar 16,17% dan tanaman jagung

sebesar 75,57%. Selain itu, kinerja dari sub

lapangan peternakan juga diperkirakan akan

mengalami peningkatan seiring dengan adanya

program Sapi Indukan Wajib Bunting (SIWAB)

untuk meningkatkan populasi sapi di Sulawesi

Tenggara.

Peningkatan pada lapangan usaha konstruksi

diperkirakan akan terjadi pada triwulan II 2017,

sejalan dengan mulai dilakukannya pekerjaan

proyek-proyek pemerintah. Hal ini sejalan

dengan masa pengadaan proyek infrastruktur

APBD Provinsi Sulawesi Tenggara yang sebagian

besar mulai berjalan di bulan Maret 2017. Dari

24 proyek dengan nominal pengerjaan di atas

Rp5 miliar, terdapat 11 proyek yang dimulai

pada bulan Maret 2017 (Grafik 7.5). Sesuai

dengan skema kurva S untuk pengerjaan proyek,

maka diperkirakan pada bulan Juni 2017 terjadi

aktivitas pada korporasi konstruksi sebesar 86,2

miliar yang hanya berasal dari proyek APBD Prov.

Sultra(Grafik 7.6).

Sedangkan dari sisi permintaan, peningkatan

perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan

II 2017 disumbangkan oleh peningkatan

aktivitas konsumsi, investasi dan ekspor.

Sumber: Sirup LKPP, diolah

Ket: Paket pembangunan APBD Prov. Sultra nominal >Rp5 miliar Sumber: Sirup LKPP, diolah

Ket: Perkiraan menggunakan pengeluaran skema Kurva S

Grafik 7.5 Periode Pengerjaan Proyek Infrastruktur

APBD Prov. Sulawesi Tenggara Grafik 7.6 Perkiraan Realisasi Proyek Infrastruktur

APBD Prov. Sultra

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Liaison KPw BI Sultra, diolah

Grafik 7.7 Perkiraan Penghasilan dan Konsumsi RT Grafik 7.8 Perkiraan Investasi Pelaku Usaha

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Rp15,0 MPelabuhan Kendari

Rp7,8 M

Rp20,0 M

Rp20,0 MRp11,5 M

Rp9,6 MRp6,5 MRp5,3 MRp5,3 M

Rp9,8 M

Rp99,2 MRp5,5 MRp10,3 M

Rp26,0 M

Rp11,0 M

Rp5,8 M

Rp9,5 MRp29,2 M

Rp10,0 MRp8,0 M

Rp5,8 M

Rp10,7 M

Rp7,3 MRp7,3 M

Gedung Kantor Dinas

Jalan Kendari-Konsel

Jalan Kendari-KonselJembatan S. Wanggu

PLTS Muna BaratPLTS Muna BaratJembatan S.Ambolili

PLTS KonaweRehab Tugu MTQMasjid Al Alam

Jalan Wanci-MatahoraGedung RS

Jalan Muna-ButengGedung Kantor Diknas

Jalan Konawe

Gedung KantorJalan Ambaipua-Motaha

Jalan Saranani

Jalan Akses Masjid Al AlamJalan Kendari

Jembatan Akses Al AlamArea Parkir Al Alam

Jalan Konsel

periode pengerjaan

8,7

21,8

49,0

86,279,6

66,2

24,5

10,47,2

2,5

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Tw I2017

Tw II 2017 Tw III 2017 Tw IV 2017

Rp miliar

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

100,0

110,0

120,0

130,0

140,0

150,0

160,0

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Perkiraan Penghasilan

gKonsumsi PDRB (Sb. Kanan)

SBT %, yoy

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

14,0

-

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

LS Ekspektasi Investasi

Pertumbuhan Investasi PDRB (sb.kanan)

Likert Scale

%, yoy

Page 118: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

105

Peningkatan konsumsi rumah tangga pada

periode tersebut sejalan dengan perkiraan

penghasilan yang diperkirakan meningkat oleh

para responden Survei Konsumen (Grafik 7.7). Hal

ini salah satunya didorong oleh adanya

peningkatan UMP tahun 2017. Pada tahun

2017, UMP Provinsi Sulawesi Tenggara

ditetapkan sebesar Rp2.002.625, naik sebesar

8,25% dari UMP tahun sebelumnya.

Sementara itu, aktivitas investasi pada triwulan II

2017 diperkirakan meningkat, baik dari sisi

investasi pemerintah maupun investasi pelaku

usaha. Peningkatan investasi pelaku usaha

dicerminkan dari likert scale ekspektasi investasi

yang meningkat pada triwulan tersebut (Grafik

7.8). Beberapa korporasi masih melanjutkan

kegiatan pembangunan smelter nikel,

penambahan gudang, dan penambahan mesin.

Dari sisi ekspor, pada triwulan II 2017

diperkirakan akan terjadi peningkatan ekspor

terutama pada komoditas ore nickel. Pada awal

tahun 2017, pemerintah mengeluarkan

kebijakan untuk memperbolehkan ekspor ore

nickel kadar dibawah 1,7% dengan beberapa

persyaratan tertentu. Kondisi ini akan disikapi

oleh beberapa korporasi pertambangan nikel

yang sudah atau sedang membangun smelter

untuk melakukan penjualan ore nickel tersebut.

7.1.2. Tahun 2017

Berdasarkan beberapa indikator pendukung,

hasil survei dan liaison, pertumbuhan ekonomi

Sulawesi Tenggara pada tahun 2017

diprakirakan berada pada kisaran 6,6% - 7,0%

(yoy) mengalami akselerasi jika dibandingkan

pertumbuhan pada periode 2016 yang tumbuh

sebesar 6,5% (yoy).Perkembangan

Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran

Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan

IV IP IIP

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 9,0 5,7 5,6 - 6,0 7,7 6,7 - 7,1

Pertambangan dan Penggalian 10,2 1,9 1,9 - 2,1 0,1 3,1 - 3,5

Industri Pengolahan 8,1 11,8 9,3 - 9,7 8,9 11,1 - 11,5

Konstruksi 4,9 7,0 9,7 - 10,1 7,7 10,4 - 10,8

Perdagangan Besar dan Eceran 11,1 7,1 8,4 - 8,8 10,0 7,9 - 8,3

Transportasi dan Pergudangan 8,5 11,6 12,8 - 13,2 11,6 11,6 - 12,0

PDRB 7,6 6,0 6,2 - 6,6 6,5 6,6 - 7,0

2017Lapangan Usaha

20162016 2017P

IV IP IIP

Konsumsi Rumah Tangga 5,1 6,3 6,4 - 6,8 6,1 6,3 - 6,7

Konsumsi Pemerintah -6,9 7,5 11,8 - 12,2 2,0 9,6 - 10,0

PMTB 2,6 5,1 7,8 - 8,2 7,6 8,6 - 9,0

Eksport Luar Negeri 63,2 105,7 73,2 - 73,6 -8,5 105,6 - 106,0

Import Luar Negeri 6,3 58,8 16,1 - 16,5 3,9 54,7 - 55,1

Net Eksport Antar Daerah -38,8 14,3 145,3 - 145,7 -18,1 45,1 - 45,5

PDRB 7,6 6,0 6,2 - 6,6 6,5 6,6 - 7,0

20172016 2017PKomponen Pengeluaran

2016

Page 119: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

106

FEBRU

ARI 20

17

perekonomian di Sultra tersebut searah dengan

prakiraan perekonomian Indonesia dan dunia

yang juga diperkirakan mengalami peningkatan.

Kinerja lapangan usaha pertanian,

pertambangan dan industri pengolahan yang

masih mendominasi perekonomian Sultra secara

signifikan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi

global.

Beberapa asumsi yang menjadi pendorong

perekonomian Sulawesi Tenggara tahun 2017

adalah (1) peningkatan kinerja lapangan usaha

utama, (2) peningkatan konsumsi rumah

tangga, (3) peningkatan realisasi investasi, dan

(4) Peningkatan ekspor komoditas utama.

7.2. PROSPEK INFLASI

7.2.1. Triwulan II 2017

Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan

II 2017 mendatang diperkirakan akan berada

pada tekanan yang lebih tinggi dibandingkan

dengan perkiraan inflasi pada akhir triwulan I

2017. Inflasi pada triwulan II 2017 diperkirakan

berada pada kisaran 4,2% s.d 4,6% (yoy).

Kondisi ini juga searah dengan perkiraan

konsumen sesuai dengan hasil Survei

Konsumen. Konsumen memperkirakan akan

terjadi peningkatan harga pada triwulan II 2017,

lebih tinggi daripada periode sebelumnya (Grafik

7.11). Hal ini didorong oleh adanya peningkatan

konsumsi masyarakat pada bulan Mei dan Juni

Sumber: OECD (June 2016), diolah Sumber: World Bank Commodity Forecast Price Oct 2016, diolah

Grafik 7.9 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

dan Dunia Grafik 7.10 Proyeksi Harga Komoditas Internasional

Sumber: SK KPw BI Sultra diolah Sumber: World Bank Commodity Forecast Price Oct 2016, diolah

Grafik 7.11 Perkiraan Inflasi dari Sisi Konsumen Grafik 7.12 Perkiraan Peningkatan Harga Jual

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

2013 2014 2015 2016 2017

Sultra Indonesia (OECD) Dunia (OECD)

%, yoy

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Nickel Kakao (sb.kanan)

US$/mt US$/kg

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

9,0

100

110

120

130

140

150

160

170

180

190

200

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Perkiraan Harga 6 bln Perkiraan Harga 3 bln

Inflasi (sb.kanan)

%, yoySBT

(1,5)

(1,0)

(0,5)

-

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

LS Harga Jual LS Eks. Harga Jual

Likert Scale

Page 120: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

107

seiring dengan adanya bulan Ramadhan dan hari

raya Idul Fitri 1438 H.

Kondisi peningkatan tekanan harga dari sisi

produsen juga terjadi seiring dengan indikator

ekspektasi harga jual sesuai hasil Liaison. Pada

triwulan mendatang, korporasi berencana

menaikkan harga jualnya untuk

mempertahankan margin korporasi. Salah satu

tekanan kenaikan biaya produksi adalah dari

biaya bahan baku dan tenaga kerja (Grafik 7.12).

7.2.2. Tahun 2017

Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun

2017 mendatang diperkirakan akan meningkat

namun masih berada pada sasaran inflasi

nasional yang sebesar 4% + 1%. Meskipun

demikian, kondisi supply demand yang terjadi di

Sulawesi Tenggara mendorong inflasi lebih

tinggi dan berada pada kisaran batas atas

sasaran tersebut. Peningkatan tekanan inflasi

pada tahun tersebut didorong oleh peningkatan

tekanan administered prices terkait dengan

kebijakan energi.

1. Tekanan inflasi volatile foods menurun

Kinerja produksi bahan pangan di Sultra

pada tahun 2017 diperkirakan akan

meningkat dan membantu tersedianya

pasokan bahan makanan baik serelia

maupun dari komoditi ikan dan unggas.

Program kerja peningkatan bahan pangan

sebagai salah satu program Tim

Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sultra

diperkirakan turut mendorong peningkatan

kinerja tersebut. Di sisi lain, dengan

terbentuknya TPID di seluruh

Kota/Kabupaten maka kerjasama/koordinasi

antar daerah dalam rangka penyediaan

pasokan dan distribusi bahan pangan

diperkirakan akan semakin lancar. Selain itu,

terbangunnya jalan dan pelabuhan yang

memadai diperkirakan akan meningkatkan

jumlah dan memperlancar arus barang di

Sultra.

2. Tekanan inflasi administered price

meningkat.

Peningkatan kelompok administered price di

Sultra banyak dipengaruhi oleh pengaturan

subsidi, terutama pada listrik dan BBM. Hal

ini untuk lebih meningkatkan kapasitas

keuangan negara.

3. Tekanan inflasi inti relatif meningkat

Perkembangan inflasi inti dipengaruhi oleh

faktor domestik dan faktor eksternal.

Permintaan domestik diperkirakan masih

tinggi seiring dengan peningkatan

penghasilan masyarakat. Mulai aktifnya

pertambangan dan harga nikel dunia yang

sudah berangsur membaik menyebabkan

tingkat penghasilan masyarakat juga akan

meningkat. Kondisi tersebut akan

mendorong terciptanya lapangan kerja baru

dan adanya migrasi tenaga kerja dari daerah

maupun negara lain.

Page 121: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

108

FEBRU

ARI 20

17

Tabel 7.3Faktor Risiko Inflasi Tahun 2017

Faktor Risiko PotensiDampak thdp

Inflasi IHK

Volatile Food

a. Pasokan:

• Tingginya curah hujan di beberapa daerah di Sulawesi Tenggara dapat berpotensi mengganggu produksi bahan makanan

• Gelombang laut juga berpotensi menggangu pasokan komoditas ikan segar baik di Kota Kendari maupun Kota Baubau.

• Peningkatan pasokan komoditas aneka cabai akibat mulai masuknya panen.

LOW

b. Distribusi:

• Faktor cuaca juga dapat berpotensi menggangu aktivitas pelayaran, sehingga dapat menghambat distribusi barang di Sulawesi Tenggara.

• Pengaturan perdagangan yang tidak memperhatikan kecukupan lokal seringkali menyebabkan terjadinya inflasi karena pedagang menjual ke daerah lain dengan harga yang lebih tinggi.

Adm.Prices

• Penyesuaian tarif BBM yang tidak diikuti oleh penurunan tarif angkutan baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau.

• Penyesuaian TTL sesuai harga keekonomian (faktor penentu: harga minyak, nilai tukar, dan inflasi) masih menjadi risiko sepanjang tahun karena bergantung pada keputusan pemerintah.

• Adanya peningkatan permintaan angkutan udara, terutama di Kota Baubau.

Medium

Core • Pergerakan nilai tukar yang masih dalam tren depresiasi terhadap US$ menambah tekanan dari sisi imported inflation, khususnya untuk komoditas pangan berbahan baku impor, kosmetika, dan obat.

• Dampak second-round dari kebijakan harga pemerintah.

• Harga emas global mengalami kecenderungan yang menurun dalam beberapa pekan terakhir.

LOW

Page 122: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

97

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

BOKS 05. DAMPAK

RELAKSASI EKSPOR ORE NIKEL <1,7% (LOW GRADE) TERHADAP PEREKONOMIAN SULTRA

Provinsi Sulawesi Tenggara diketahui sebagai salah satu provinsi penghasil nikel terbesar di

Indonesia. Berdasarkan data dari Disperindag Prov. Sultra, cadangan potensi nikel di Sulawesi

Tenggara diperkirakan dapat mencapai hingga 90 miliar WMT yang tersebar di beberapa

Kabupaten Di Sulawesi Tenggara yakni Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka Utara,

Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Konawe Selatan, dan Kabupaten

Buton. Pada tahun 2013 bahkan terdapat sekitar 400 IUP di Sulawesi Tenggara yang melakukan

kegiatan ekspor ore nikel ke beberapa negara khususnya Tiongkok. Kondisi tersebut

memberikan kontribusi positif terhadap tingginya pertumbuhan ekonomi Sultra yang ditopang

oleh kinerja ekspor komoditas pertambangan, khususnya selama periode tahun 2008 s/d tahun

2013.

Gambar 1. Potensi Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara

Sejak diberlakukannya UU Minerba No.4 Tahun 2009 pada 12 Januari Tahun 2014, aktivitas

pertambangan di Sulawesi Tenggara mengalami penurunan signifikan yang turut berdampak

pada terkontraksinya kinerja ekspor komoditas pertambangan di Sulawesi Tenggara. Dari total

400 IUP yang sebelumnya terdaftar di Sulawesi Tenggara, hanya sedikit yang bertahan dan

mulai membangun smelter untuk mengolah nikel menjadi NPI (Nikel Pig Iron). Sampai dengan

saat ini, terdapat 5 industri pengolahan nikel di Sulawesi Tenggara, yakni PT. Antam Tbk, PT.

Ifishdeco, PT. CMMI, PT. MMI dan PT. Virtue Dragon. Disamping itu, berdasarkan info dari dinas

terkait, saat ini diketahui terdapat sekitar 30 perusahaan yang mengajukan izin pembuatan

smelter.

Kolaka• Luas Potensi 57rb ha• Potensi Produksi 12

miliar WMT

Konawe Utara & Selatan• Luas Potensi 85rb ha• Potensi Produksi 50

miliar WMT

Tambang Nikel• Luas Potensi 5rb ha• Potensi Produksi 1,7

miliar WMT

Konawe• Luas Potensi 61rb ha• Potensi Produksi 1,7

miliar WMTKolaka Utara• Luas Potensi 80rb ha• Potensi Produksi 2,8

miliar WMT

Nikel

NikelNikel

Nikel

Nikel

Page 123: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

98

FEBRU

ARI 20

17

BOKS 05.

Sejalan dengan hal itu, pemberlakuan UU Minerba No.4 Tahun 2009 mulai tahun 2014 turut

memberikan dampak signifikan atas melambatnya perkembangan ekonomi di Sulawesi

Tenggara. Pertumbuhan ekonomi Sultra yang sebelumnya berada di kisaran 8%-15% (yoy),

mengalami perlambatan yang cukup signifikan dan berada di kisaran 5%-6% (yoy). Lebih lanjut,

kondisi tersebut diperburuk dengan turut menurunnya harga nikel dunia yang menggambarkan

penurunan demand dan perekonomian secara global, dari sebelumnya berada di kisaran

USD13 ribu s/d USD 14 ribu per MT nikel, turun menjadi sekitar USD9 ribu per MT nikel.

Gambar 2. Pergerakan PDRB Sultra, Sektor Pertambangan, Nilai ekspor nikel dan harga nikel

Meski demikian, Pemerintah saat ini telah mengeluarkan ketentuan terbaru yang mengatur

mengenai relaksasi ekspor komoditas mineral mentah yakni PP No.1 Tahun 2017, Permen

ESDM No.5 Tahun 2017 dan Permen ESDM No.6 Tahun 2017 pada tanggal 11 Januari 2017.

Kebijakan ini secara umum mengatur pembukaan keran ekspor untuk komoditas ore nickel

dengan kadar <1,7% (low grade). Lebih lanjut, ketentuan tersebut mensyaratkan bahwa setiap

pelaku usaha yang akan melakukan ekspor mineral mentah, wajib telah atau sedang

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

-

50

100

150

200

250

300

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014 2015 2016

-20,00

-10,00

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

16,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Nilai Ekspor (Juta US$)

Harga Nikel Int(US$/WMT)

Pemberlakukan UU Minerba No.4 tahun 2009

gPDRB Sultra(%, yoy)

gTambang(%, yoy)

gTambang (rhs)

gPDRB

R2 = 0,77

Filipina Menutup 2 Tambang masalah lingkungan

Korelasi antara pertumbuhan sektor tambang dengan pertumbuhan ekonomi Sultra

R2 = 0,68Korelasi antara ekspor Feni sultra dengan harga nikel internasional

Page 124: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

99

BOKS 05.

membangun smelter. Dengan mengacu kepada ketentuan dimaksud, maka setiap pelaku usaha

yang saat ini sedang atau telah memiliki smelter dapat melakukan ekspor ore.

Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan kepada beberapa pelaku usaha tambang dan industri

olahan nikel di Sulawesi Tenggara, para pelaku usaha memberikan respon positif atas

dikeluarkannya kebijakan tersebut dan berharap agar implementasi dari kebijakan tersebut

dapat segera dijalankan. Mereka mengungkapkan bahwa dikeluarkannya kebijakan tersebut

dapat mendukung kondisi finansial perusahaan yang saat ini sedang dalam proses

penyelesaian pembangunan smelter. Senada dengan hal tersebut, salah satu responden liaison

mengungkapkan bahwa hampir sebagian besar pelaku usaha industri olahan nikel di dalam

negeri, membutuhkan biji nikel dengan kadar >1,8% (medium to high grade) untuk kebutuhan

produksi nikel olahannya, sehingga pihaknya menegaskan bahwa biji nikel dengan kadar <1,7%

(low grade) merupakan cadangan yang tidak terpakai karena relatif tidak mendukung dan tidak

efisien untuk digunakan dalam proses pengolahan nikel, Dengan dikeluarkannya kebijakan

tersebut diyakini tidak akan mempengaruhi perkembangan proses hilirisasi nikel yang saat ini

sudah berjalan, khususnya di Sulawesi Tenggara. Disamping itu, dengan dikeluarkannya izin

ekspor atas komoditas dimaksud, maka efisiensi biaya ekploitasi/penggalian dapat lebih

ditingkatkan. Hal tersebut dikarenakan beban biaya yang semula secara penuh timbul dan

diperhitungkan hanya kepada biji nikel high grade saja, kedepannya dapat diproporsikan

kepada nikel kadar rendah yang ikut tergali sebelum kemudian dlakukan penjualan/ekspor.

Gambar 3. Pergerakan PDRB Sultra, Sektor Pertambangan, Nilai ekspor nikel dan harga nikel

Lebih lanjut, menanggapi rencana implementasi kebijakan tersebut, para pelaku usaha

mengungkapkan komitmen dan kesiapannya untuk berpartisipasi dalam melakukan penjualan

ekspor ore nickel kadar <1,7% (low grade) sambil terus melanjutkan penyelesaian

pembangunan smelter. Korporasi juga mengungkapkan harapannya agar pemerintah dapat

PP No.1 tahun 2017

Perubahan Keempat Atas PP No.23/2010

Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan

Batubara

11 Januari 2017

Pasal 112C

Pemegang IUP Operasi Produksi yang melakukan kegiatan

pertambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan

pengolahan, dapat melakukan kegiatan penjualan ke luar negeri

dalam jumlah tertentu

Permen ESDM No.6 tahun 2017

Tata cara dan persyaratan pemberian rekomendasi pelaksanaan penjualan

mineral ke luar negeri hasil pengolahan dan pemurnian

Persyaratan untuk Nikel:- Nikel kadar <1,7%- Wajib memperoleh Rekomendasi- Surat pernyataan keabsahan

dokumen- Pakta integritas untuk melakukan

pembangunan fasilitas pemurnian di dalam negeri

- Sertifikat CNC- ROA atau COA produk mineral logam- Pelunasan PNBP- Rencana pembangunan fasilitas

pemurnian di dalam negeri- Rencana kerja dan anggaran biaya- Rencana penjualan LN

11 Januari 2017

Permen ESDM No.5 tahun 2017

11 Januari 2017

Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan

Pemurnian di Dalam Negeri

Bab VPemanfaatan Mineral

Logam dg Kriteria Tertentu• Nikel dengan kadar <1,7%• Harus memanfaatkan

sekurang-kurangnya 30% dari total kapasitas input fasilitas pengolahan nikel dimiliki

• Penjualan ke LN dibatasi jumlahnya dan jangka watu selama 5 tahun

Ketentuan tersebut masih akan ditambah dengan ketentuan perubahan Bea Keluar Ekspor yang diisukan naik dari 5% menjadi 10% dan ketentuan teknis lainnya

Page 125: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

100

FEBRU

ARI 20

17

BOKS 05.

senantiasa melakukan pengawasan secara ketat atas diberlakukannya ketentuan dimaksud

sehingga tidak menimbulkan potensi risiko di kemudian hari.

Dengan mengacu kepada kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi Sultra di waktu yang akan

datang diperkirakan dapat bertambah sebesar 0,4% s/d 1,4% dari pertumbuhan ekonomi

baselinenya. Kondisi tersebut baru memperhitungkan peningkatan kinerja ekspor yang

diperkirakan akan tumbuh signifikan dengan kisaran 75% s/d 120% (yoy).

Page 126: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

Administered

price

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang

perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.

Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok

barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan

tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh

pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan

daerah.

Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap

tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan

melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.

Dana

Perimbangan

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk

mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam

mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Dana Pihak

Ketiga (DPK)

Dana masyarakat (berupa tabungan, deposito, giro, dll) yang disimpan

di suatu bank.

Faktor

Fundamental

Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat

dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-

penawaran atau output gap, eksternal, serta ekspektasi inflasi

masyarakat

Faktor Non

Fundamental

Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada

di luar kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun

distribusi bahan pangan (volatile foods), serta harga barang/jasa yang

ditentukan oleh pemerintah (administered price)

Feronikel Hasil olahan nikel mentah (ore nickel) dengan kadar antara 20-30%

Ni dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja dan stainless

steel

Imported

inflation

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh

perkembangan harga di luar negeri (eksternal)

Indeks

Ekspektasi

Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan

konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang,

dengan skala 1---100.

Indeks Harga

Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga

barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode

tertentu.

Daftar

Istilah

Page 127: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Indeks Kondisi

Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan

konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1---100.

Indeks

Keyakinan

Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi

ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan

mendatang, dengan skala 1---100.

Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui

peningkatan modal.

Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental

Liaison Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat

kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui

wawancara langsung kepada pelaku ekonomi mengenai

perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara yang

sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan

Loan to Deposit

Ratio (LDR)

Ratio yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pinjaman yang

disalurkan dengan dana pihak ke tiga yang dihimpun pada suatu

waktu tertentu.

Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup

industri minyak dan gas.

Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan

sebelumnya.

NPI Nikcel Pig Iron. Hasil olahan ore nickel dengan kandungan 5-10% Ni.

Non Performing

Loan (NPL)

Besarnya jumlah kredit bermasalah pada suatu Bank dibanding

dengan total keseluruhan kreditnya

Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.

PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang

mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah

tertentu.

Pendapatan Asli

Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah

seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik

daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi

perekonomian sebuah negara

Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan

triwulan sebelumnya.

Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah respondenyang memberikan jawaban

meningkat dengan persentase jumlah responden yang memberikan

jawaban menurun danmengabaikan jawaban sama .

Page 128: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo

bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot

sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya.

Sektor ekonomi

dominan

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga

mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara

keseluruhan.

Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang

perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor

tertentu.

West Texas

Intermediate

Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan

minyak dunia.

Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun

sebelumnya.

Page 129: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

PENANGGUNG JAWAB

Minot Purwahono

([email protected])

KOORDINATOR PENYUSUN

Harisuddin

([email protected])

TIM PENULIS

Daniel Agus Prasetyo

([email protected])

Argo Hadianto

([email protected])

KONTRIBUTOR

Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan

Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM

Fungsi Koordinasi dan Komunikasi Kebijakan

Unit Pengelolaan Uang Rupiah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi

Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans

Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari

No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718

Tim

Penyusun