protokol pemilihan pasangan lintasan dengan filebanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam...

40

Upload: hathuan

Post on 23-Aug-2019

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan
Page 2: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN METODE PARETO PADA JARINGAN AD HOC

Oleh :

Dr. Nyoman Gunantara, ST, MT. NIP. 197408272001121002

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

Januari 2016

Page 3: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

iii

RINGKASAN

Transmisi nirkabel untuk menghasilkan sinyal kualitas tinggi membutuhkan bandwidth yang tinggi dan rentan terhadap pengaruh lingkungan propagasi. Untuk mengatasi hal tersebut maka komunikasi point to point dengan antena tunggal beralih ke teknologi antena jamak disebut multi input multi output (MIMO). Teknologi MIMO ini mempunyai banyak keunggulan tetapi penerapannya sangat sulit dilakukan. Melihat kondisi tersebut maka dikembangkan teknologi komunikasi kooperatif.

Dalam komunikasi kooperatif, setiap node dalam skenario multi node bekerja sama dan berkoordinasi sehingga menghasilkan kinerja yang lebih baik. Kerjasama dalam komunikasi kooperatif memerlukan relay dalam transmisi dari source ke destination. Penelitian saat ini baru sebatas pemilihan relay untuk membentuk satu lintasan dan menggunakan protokol tradisional. Pada protokol tradisional semua trafik dari source dikirim melalui lintasan tunggal. Apabila jumlah trafik yang dikirim melalui lintasan tunggal yang memiliki kapasitas yang lebih kecil dari trafik yang dikirim maka akan terjadi congestion. Selain congestion, protokol tradisional akan membutuhkan banyak waktu transmisi dalam mengirimkan informasi dari source ke destination.

Untuk mengurangi terjadinya congestion dan jumlah waktu transmisi dari source ke destination maka dibuat protokol pemilihan lintasan diversitas kooperatif pada jaringan ad hoc nirkabel dengan kriteria permasalahan jamak lintas lapisan menggunakan MOO dengan metode Pareto. Pertama, pemilihan pasangan lintasan terbaik dilakukan dengan metode Pareto yaitu algoritma continuously updated berdasarkan dua kriteria permasalahan jamak yaitu SNR dan load variance. Dua pasangan lintasan terbaik dihasilkan melalui solusi tidak didominasi yang memiliki jarak Euclidean terkecil. Kedua, nilai SNR dengan algoritma yang diusulkan lebih besar dibandingkan dengan metode skalarisasi. Terakhir, nilai load variance dengan menggunakan protokol yang diusulkan lebih kecil dibandingkan dengan protokol skalarisasi. Ini berarti bahwa komunikasi dengan protokol yang diusulkan mengakibatkan beban trafik menjadi terdistribusi lebih merata.

Page 4: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

iv

PRAKATA

Puja dan puji penulis sembahkan kehadapan Sang Pencipta yang telah

memberikan karuniaNya kepada penulis sehingga penulisan laporan ini dapat

diselesaikan.

Banyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan

ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan laporan ini

dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak demi perbaikan dan pengembangan penelitian ini.

Denpasar, Januari 2016

Peneliti

Page 5: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

RINGKASAN ii

PRAKATA iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 3 1.3. Tujuan Khusus 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi Kooperatif 4 2.2. Jaringan Ad Hoc Nrikabel 7 2.3. Propagasi Nirkabel 9 2.4. Optimasi Lintas Lapisan 10 2.5. Optimasi Permasalahan Jamak (MOO) 11 2.5.1. Metode Skalarisasi 12 2.5.2. Metode Pareto 13

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Pemodelan Sistem Dan Protokol 15 3.2. Parameter Simulasi 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kriteria Permasalahan Jamak 19 4.1.1. SNR 20 4.1.2. Load Variance 20 4.2. Protokol Komunikasi Kooperatif Dengan Metode Pareto 21 4.3. Hasil Simulasi 23

BAB V KESIMPULAN 27

DAFTAR PUSTAKA 28

Page 6: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

v

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Parameter Simulasi 17

Page 7: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Komunikasi Nirkabel Ad Hoc 2

Gambar 2.1. Komunikasi Kooperatif pada Tiga User 4

Gambar 2.2. Konfigurasi Sistem Komunikasi Kooperatif 6

Gambar 2.3. Multipath Routing 8

Gambar 2.4. Tujuh Lapisan OSI 10

Gambar 2.5. POF untuk 2 Fungsi Obyektif 14

Gambar 3.1. Model Sistem 16

Gambar 3.2. Diagram Alir Protokol Diversitas Kooperatif 17

Gambar 4.1. Kemungkinan Hasil Pemilihan Path 19

Gambar 4.2. Model Jaringan Ad Hoc Nirkabel 24

Gambar 4.3. POF Jaringan Ad Hoc Nirkabel 24

Gambar 4.4. Pasangan Lintasan Terbaik 25

Gambar 4.5. CDF dari SNR 26

Gambar 4.6. CDF dari Load Variance 26

Page 8: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Transmisi nirkabel dengan kecepatan dan kualitas tinggi merupakan

tantangan karena membutuhkan sifat yang real time. Disamping itu, transmisi

nirkabel dengan kecepatan dan kualitas tinggi membutuhkan bandwidth yang

tinggi dan sensitif terhadap error. Transmisi nirkabel dengan kecepatan dan

kualitas tinggi biasa digunakan untuk komunikasi multimedia yaitu video digital.

Sementara kanal nirkabel rentan terhadap kondisi lingkungan propagasi serta

dibatasi oleh bandwidth. Sehingga komunikasi point to point dengan antena

tunggal beralih ke teknologi antena jamak pada sisi pemancar maupun penerima.

Teknologi ini disebut multi input multi output (MIMO). Teknologi MIMO ini

mempunyai keunggulan dalam hal meningkatkan kapasitas kanal dan kehandalan

komunikasi dibandingkan dengan teknologi antena tunggal (Zhang dan Dai,

2004). Keunggulan dari teknologi MIMO tersebut sudah banyak diketahui secara

luas namun dalam penerapannya sangat sulit dilakukan. Dilihat dari sisi peralatan

radionya yaitu dibatasi oleh ukuran, biaya, kemampuan daya dari baterai, dan

perangkat keras yang tidak mendukung (Cui et al, 2004).

Melihat kondisi tersebut maka dikembangkan teknologi komunikasi yaitu

peralatan radio antena tunggal (node) yang dapat mengimbangi keunggulan dari

sistem MIMO. Teknologi komunikasi tersebut adalah menggunakan node lain

sebagai relay. Relay dalam komunikasi nirkabel terdapat dua yaitu relay pada

lapisan fisik dan relay pada lapisan jaringan. Relay pertama yang dimaksud adalah

relay pada komunikasi kooperatif. Dalam komunikasi kooperatif seperti pada

(Sendonaris et al, 2003, Laneman et al, 2004), setiap node dalam skenario multi

node bekerja sama dan berkoordinasi yang mengakibatkan meningkatnya gain

diversitas akibat membentuk virtual array seperti sistem MIMO sehingga

mendapatkan kinerja yang lebih baik. Kinerja itu berupa peningkatan kapasitas

kanal sebesar 21,3% akibat dari dua node berkooperatif untuk mengirimkan

informasi ke node lain sebagai tujuan. Hal ini bisa dijelaskan bahwa sumber (S)

selain mengirimkan informasi ke tujuan (D) juga ke relay (R). Dan dari relay

Page 9: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

2

informasi dilanjutkan ke tujuan. Ini memperlihatkan bahwa dua node

berkooperatif tersebut bertindak seperti antena jamak terdistribusi.

Relay kedua berikutnya adalah relay pada lapisan jaringan yang berfungsi

sebagai router pada komunikasi nirkabel ad-hoc. Pada penelitian ini, komunikasi

nirkabel ad-hoc ini menggunakan multipath routing yang berbeda dari skema

routing tradisional. Pada routing tradisional semua trafik dari sumber dikirim

melalui lintasan tunggal. Apabila jumlah trafik yang dikirim melalui lintasan

tunggal yang memiliki kapasitas yang lebih kecil dari trafik yang dikirim maka

akan terjadi congestion. Selain terjadi congestion maka waktu transmisi dari

source ke destination dibutuhkan lebih besar. Untuk mengurangi terjadinya

congestion dan banyaknya waktu transmisi tersebut digunakan metode mutipath

routing. Metode multipath routing dapat dijelaskan seperti pada Gambar 1. Semua

trafik dari node 1 (sumber) yang akan dikirim ke node 6 (tujuan) dibagi menjadi

dua lintasan. Lintasan yang dimaksud adalah kumpulan beberapa link dari sumber

ke tujuan. Sedangkan link adalah hubungan dari node ke node yang lain. Lintasan

pertama yaitu lintasan 1-2-3-6 dan lintasan kedua adalah lintasan 1-4-5-6.

Lintasan 1-2-3-6 dan 1-4-5-6 disebut dengan lintasan node disjoint. Multipath

routing ini akan mengakibatkan load balancing sehingga congestion pada node

dapat dikurangi seperti yang dijelaskan pada penelitian (Wu and Harms, 2001,

Iyer et al, 2002).

1

4 5

6

32

Gambar 1.1. Komunikasi nirkabel ad-hoc

Page 10: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

3

1.2. Rumusan Masalah

Adanya congestion dan waktu transmisi yang besar pada lintasan tunggal

untuk sistem komunikasi kooperatif maka dibuat rumusan masalah sebagai

berikut :

a. Bagaimana protokol dalam pemilihan pasangan lintasan untuk komunikasi

kooperatif pada jaringan ad hoc dengan metode Pareto?

b. Bagaimana kinerja dari protokol pemilihan pasangan lintasan untuk

kehandalan pada jaringan ad hoc yang menggunakan metode Pareto?

1.3. Tujuan

Penelitian ini mempunyai tujuan khusus sebagai berikut :

a. Mendesain protokol dalam pemilihan pasangan lintasan untuk komunikasi

kooperatif pada jaringan ad hoc.

b. Mengetahui kehandalan kinerja dari protokol pemilihan pasangan lintasan

dengan protokol komunikasi kooperatif yang sudah ada.

Page 11: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Protokol pemilihan pasangan lintasan pada komunikasi kooperatif dapat

mengurangi terjadinya congestion dan waktu transmisi dari source ke destination

pada jaringan ad hoc. Dari state of the art ini maka di bawah ini akan diuraikan

teori-teori pendukungnya.

2.1. Komunikasi Kooperatif

Komunikasi kooperatif adalah sistem dimana source bekerja sama dan

berkoordinasi dengan relay sebelum sampai pada tujuan untuk meningkatkan

kualitas transmisi. Untuk lebih jelasnya mengenai komunikasi kooperatif tersebut

dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Nosratinia et al, 2004).

S

D

R

Ps

Pr

hs,r

hr,d

hs,d

Gambar 2.1. Komunikasi kooperatif pada tiga user

Dalam komunikasi kooperatif ada tiga komponen utama yang harus ada

yaitu :

- Sumber (S) : user yang mengirimkan informasi.

- Relay (R) : user yang menerima dan mengirimkan informasi

untuk meningkatkan komunikasi diantara sumber

dan tujuan.

- Tujuan (D) : user yang menerima informasi.

Page 12: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

5

Dari tiga komponen utama dalam sistem komunikasi kooperatif dapat

dikembangkan menjadi berbagai konfigurasi. Konfigurasi sistem komunikasi

kooperatif tersebut ada dua yaitu dengan menggunakan tiga user dan empat user.

Untuk tiga user, dibagi menjadi dua yaitu kooperatif dengan relay kanal akses

jamak dan kooperatif dengan relay kanal tersebar. Sedangkan untuk empat user,

dibagi menjadi dua yaitu kooperatif dengan relay kanal paralel dan kooperatif

dengan relay kanal interferensi. Berbagai jenis konfigurasi tersebut dapat dilihat

pada Gambar 2.2 (Laneman, 2002).

Dari Gambar 2.2 dapat dijelaskan berbagai jenis konfigurasi sistem

komunikasi kooperatif. Gambar 2.2a dikatakan relay kanal akses jamak karena

sumber dan relay berkooperatif untuk mengirimkan informasi secara serentak ke

tujuan. Ini dilakukan untuk mengatasi pengaruh dari kanal akses jamak. Gambar

2.2b dikatakan relay kanal tersebar karena sumber mengirimkan informasi ke

relay dan tujuan secara bersamaan atau dengan kata lain relay dan tujuan

berkooperatif dalam menerima informasi dari sumber. Gambar 2.2c menjelaskan

relay kanal paralel. Pada relay kanal paralel, sumber mengirimkan informasi

kepada dua relay dan dua relay tersebut berkooperatif untuk mengirimkan kembali

ke tujuan. Gambar 2.2d menjelaskan relay kanal interferensi. Kasus ini terjadi

apabila sumber dekat dengan relay dan relay dekat dengan tujuan saling

berkooperatif dalam menerima informasi. Konfigurasi ini dengan tujuan

mengatasi interferensi antar cluster.

S

R

T

S

R

T

(a) (b)

Page 13: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

6

S

R 1

T

R 2 S

R 1

T

R 2

(c) (d)

Gambar 2.2. Konfigurasi sistem komunikasi kooperatif :

(a). Relay kanal akses jamak; (b). Relay kanal tersebar

(c). Relay kanal paralel; (d). Relay kanal interferensi

Penerapan dari konfigurasi sistem komunikasi kooperatif tersebut telah

banyak dilakukan di berbagai bidang penelitian. Salah satunya adalah penerapan

dalam pengkodean blok berdasarkan ruang dan waktu (STBC). An et al (2007)

meneliti tentang pengiriman kode blok Alamouti STBC dengan menerapkan

konfigurasi pada Gambar 1. Hasil yang dicapai adalah terjadi penurunan BER

yang cukup signifikan apabila dibandingkan kode blok Alamouti tersebut

dikirimkan tanpa melalui komunikasi kooperatif.

Dalam sistem komunikasi kooperatif ada dua metode relay yang biasa

digunakan yaitu :

a. Metode amplify and forward (AF)

Pada metode AF, sumber mengirim sinyal informasi ke relay. Sinyal yang

diterima oleh relay bercampur dengan noise dikuatkan amplitudonya untuk

mengkompensasi akibat adanya fading pada transmisi dan selanjutnya

dikirimkan ke tujuan. Pada tujuan diperlukan pengetahuan keadaan kanal

untuk mendapatkan kembali sinyal informasi yang dikirimkan.

b. Metode decode and forward (DF)

Pada metode DF, sumber mengirimkan informasi ke relay. Sinyal yang

Page 14: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

7

diterima oleh relay kemudian didekodekan dan selanjutnya dikirimkan ke

tujuan. Dalam mendekodekan kembali sinyal yang diterima kemungkinan

terjadi error, untuk mengatasi maka diperlukan metode koreksi kesalahan

yaitu forward error correction (FEC).

2.2. Jaringan Ad-Hoc Nirkabel Jaringan ad-hoc nirkabel adalah kumpulan node yang bergerak tanpa

memiliki infrastruktur yang membentuk jaringan temporer. Dalam membentuk

jaringan tersebut dipergunakan beberapa teknik routing. Secara garis besar

terdapat dua teknik routing dalam jaringan ad-hoc yaitu (Wu and Harms, 2001) :

a. Proactive routing

Routing yang memelihara rute untuk semua kemungkinan tujuan tanpa

memperhatikan apakah node tersebut diperlukan atau tidak. Artinya

protokol routing harus secara periodik mengirim pesan kontrol untuk

memelihara informasi rute yang benar. Proactive routing biasa disebut

dengan table driven protocol. Tiap-tiap node dalam protokol ini biasanya

mempunyai semua atau sebagian informasi topologi.

b. Reactive routing

Reactive routing biasa disebut dengan istilah on demand protocol. Protokol

ini memulai menemukan rute tergantung dari kebutuhan data trafik. Rute-

rute tersebut dipergunakan hanya untuk node tujuan yang diharapkan.

Pendekatan rute ini secara drastis meneurunkan overload dari setiap rute

apabila jaringan tidak berubah. Metode ini setiap node mempunyai sedikit

informasi mengenai topologi. Sehingga tanpa pengetahuan yang lengkap

dan akurat dari informasi topologi maka akan sulit menemukan node

disjoint untuk lintasan jamak.

Dalam suatu routing terdapat router yang bertugas untuk membaca alamat

tujuan dari suatu paket data yang datang kemudian disesuaikan dengan informasi

yang terdapat pada router selanjutnya paket data tersebut dikirim ke node tujuan.

Pada skema routing tradisional bahwa semua trafik dikirim melalui lintasan

tunggal. Sehingga akan terjadi congestion apabila lintasan tersebut memiliki

Page 15: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

8

kapasitas yang lebih kecil dari paket data yang masuk. Untuk hal tersebut maka

strategi multipath routing digunakan supaya trafik dari paket data dibagi menjadi

beberapa lintasan. Multipath routing tersebut bertujuan mengurangi terjadinya

congestion pada lintasan. Teknik multipath routing tersebut dapat dijelaskan pada

Gambar 2.3 (Medhi and Ramasamy, 2007).

Dari Gambar 2.3 tersebut dijelaskan bahwa dari node1 (sumber) akan

mengirimkan paket data ke node 6 (tujuan). Pada setiap link berisi trafik. Trafik

dari node 1 ke node 6 dapat melewati beberapa lintasan node disjoint diantaranya

adalah lintasan node disjoint 1-2-3-6, 1-2-3-5-6, 1-2-4-3-6, 1-2-4-5-6, dan 1-4-5-

6.

1

4 5

6

322

2

1

1 1

1

11 1

Gambar 2.3. Multipath routing

Selain untuk mengurangi congestion pada link, multipath routing

bertujuan untuk mengantisipasi apabila lintasan yang satu mengalami kegagalan

maka diperlukan lintasan yang lain untuk mengirimkan paket data ke tujuan. Pada

lintasan jamak yang menghubungkan node sumber ke node tujuan maka sumber

dapat melakukan beberapa tugas yaitu (Kesidis, 2007) :

1. Mengirimkan pada satu lintasan.

2. Menyeimbangkan beban secara dinamis dengan memilih satu lintasan

untuk tiap paket atau berkelompok untuk mengirimkan paket.

3. Mengirimkan tiap paket kepada lebih dari satu lintasan.

Page 16: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

9

2.3. Propagasi Nirkabel

Apabila daya terima 𝑃𝑅 suatu node melalui kanal nirkabel telah ditentukan

maka pada jarak sejauh 𝑑 pada kondisi ruang bebas maka daya pancar (konsumsi

daya) dapat dihitung malalui persamaan berikut (Rappaport, 2002) :

𝑃𝑇 =𝑃𝑅𝐺𝑇𝐺𝑅

οΏ½πœ†

4πœ‹π‘‘οΏ½βˆ’2

(2.1)

di mana :

𝑃𝑇 = konsumsi daya

𝑃𝑅 = daya terima

𝐺𝑇 = gain antena pemancar

𝐺𝑅 = gain antena penerima

𝑑 = jarak antara pemancar dan penerima

πœ† = panjang gelombang sinyal

Secara umum maka persamaan konsumsi daya dapat ditulis sebagai berikut :

𝑃𝑇 ~ 𝑃𝑅𝐺𝑇𝐺𝑅

οΏ½1π‘‘οΏ½βˆ’βˆ

(2.2)

Pangkat ∝ dari persamaan (2.2) merupakan pangkat dari jarak lintasan yang

ditentukan oleh kondisi daerah dimana lintasan sinyal berada. Sebagai contoh

untuk daerah urban bershadowing n bernilai 3 sampai 5.

Salah satu ukuran yang menggambarkan kinerja sistem transmisi nirkabel

adalah daya radiasi efektif suatu pemancar. Daya radiasi efektif suatu pemancar

dapat dihitung melalui persamaan berikut (Rappaport, 2002) :

𝑃𝑒 = 𝑃𝑇𝐺𝑇 (2.3)

di mana :

𝑃𝑒 = daya radiasi efektif

Page 17: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

10

𝑃𝑇 = konsumsi daya

𝐺𝑇 = gain antena pemancar

2.4. Optimasi Lintas Lapisan

Menurut model open system interconnection (OSI) ada tujuh lapisan

komunikasi seperti terlihat pada Gambar 2.4. Dari Gambar 2.4 dijelaskan bahwa

lapisan fisik adalah lapisan paling bawah yang berhubungan langsung dengan

media transmisi. Semakin ke atas lapisannya maka pengaruh terhadap media

transmisi semakin berkurang. Dari ketujuh lapisan komunikasi tersebut tiga

lapisan pertama yang menentukan dalam desain suatu sistem komunikasi.

Aplikasi Aplikasi

Presentasi Presentasi

Sesi Sesi

Transport Transport

Jaringan Jaringan

Data Link Data Link

FisikFisik

Host A Host B

PROTOKOL

Antar Muka

Lapisan 7

6

5

4

3

2

1

Gambar 2.4. Tujuh lapisan OSI

Berikut ini akan dijelaskan fungsi atau tugas masing-masing tiga lapisan

pertama tersebut (Haykin, 2005).

Lapisan fisik

Page 18: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

11

Bertugas mengirimkan informasi dari sumber ke tujuan. Pada lapisan fisik

ada tiga komponen utama dalam sistem komunikasi yaitu pemancar, kanal,

dan penerima.

Lapisan data link

Bertugas memperbaiki kesalahan atau mendeteksi. Ada sub lapisan medium

access control (MAC) yang bertugas mengatur akses dari sistem

komunikasi. Metode aksesnya adalah : FDMA, TDMA, CDMA, dan SDMA.

Lapisan jaringan

Bertugas untuk menentukan routing dari informasi, mengontrol jaringan, dan

kualitas layanan.

Untuk mengoptimalkan kinerja sistem maka fungsi atau tugas dari tiap-

tiap lapisan perlu diadaptasikan yang dikenal dengan istilah lintas lapisan. Tujuan

dari lintas lapisan tersebut tergantung dari besaran pada lapisan yang mau

diadaptasikan. Sebagai contoh, kinerja yang ingin dioptimalkan adalah

mengurangi konsumsi daya dan pemilihan rute maka lintasan yang akan

beradaptasi adalah lintasan fisik dan jaringan.

2.5. Optimasi Permasalahan Jamak (MOO)

Definisi yang paling sederhana tentang optimasi yaitu proses mencari

solusi yang terbaik dari permasalahan optimasi. Permasalahan optimasi ada yang

berupa memaksimalkan atau meminimalkan fungsi obyektif. Solusi yang terbaik

pada proses optimasi adalah mencari solusi yang optimal.

Permasalahan dalam membuat keputusan dalam MOO, memungkinkan

terjadinya kompromi (tradeoff) terhadap beberapa permasalahan yang saling

kontradiktif. MOO diperkenalkan oleh Vilfredo Pareto. Dalam permasalahan

MOO terdapat vektor fungsi obyektif. Setiap fungsi obyektif adalah fungsi dari

vektor solusi. Secara matematis persamaan dari permasalahan MOO dapat ditulis

sebagai berikut (Erhgott, 2005) :

min {𝑓1(π‘₯),𝑓2(π‘₯), … ,𝑓𝑛(π‘₯)} subject to : π‘₯ ∈ π‘ˆ

(2.4)

di mana :

Page 19: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

12

n = banyaknya fungsi obyektif

π‘ˆ = himpunan yang layak

𝑓𝑛 = fungsi obyektif ke- n

π‘₯ = solusi

min = meminimalkan suatu obyek gabungan

Metode untuk menyelesaikan permasalahan MOO dapat diklasifikasikan

menjadi dua yaitu metode skalarisasi dan Pareto (Weck, 2004). Metode skalarisasi

dan Pareto adalah metode yang berbeda. Berikut ini akan dijelaskan masing-

masing metode tersebut.

2.5.1. Metode Skalarisasi

Metode skalarisasi dibuat solusi tunggal dan pembobot terlebih dahulu

ditentukan sebelum proses optimasi. Metode skalarisasi ada beberapa macam

yaitu weighted sum approach (WSA), compromise programming, physical

programming, goal programming, dan fuzzy logic. Salah satu metode skalarisasi

yang paling banyak digunakan adalah metode weighted sum approach (WSA)

karena metode ini lebih mudah dianalisis. Metode WSA, menggabungkan fungsi

multi obyektif menjadi solusi fitness skalar seperti pada persamaan berikut

(Murata et al, 1996) :

𝑓(π‘₯) = 𝑀1𝑓1(π‘₯) + 𝑀2𝑓2(π‘₯) + β‹―+ 𝑀𝑛𝑓𝑛(π‘₯) (2.5) di mana :

n = banyaknya fungsi obyektif

𝑓(π‘₯) = fungsi fitness

𝑓𝑛(π‘₯) = fungsi obyektif ke - n

π‘₯ = solusi

𝑀𝑛 = bobot ke - n

Bobot suatu fungsi obyektif akan menentukan solusi dari fungsi fitness tersebut.

Merubah suatu bobot dari fungsi obyektif tersebut maka menyebabkan

berubahnya solusi dari fungsi fitness.

Page 20: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

13

2.5.2. Metode Pareto

Pada metode Pareto menjaga elemen dari vektor solusi secara terpisah

(independen) selama optimasi dan adanya konsep dominasi untuk membedakan

solusi dominasi (inferior) dan tidak didominasi (non inferior). Solusi dominasi

dan Nilai optimal pada MOO biasanya tercapai apabila salah satu fungsi obyektif

tidak dapat meningkat tanpa mengurangi fungsi obyektif yang lain. Kondisi ini

biasa disebut Pareto optimality. Kumpulan beberapa solusi optimal dalam MOO

disebut Pareto optimal solution. Di dalam Pareto optimal solution terdapat istilah

solusi tidak terdominasi (non inferior) atau Pareto efficient. Sedangkan solusi

dimana suatu fungsi obyektif dapat ditingkatkan tanpa mengurangi fungsi

obyektif yang lain disebut non Pareto optimal solution. Solusi ini disebut dengan

solusi dominasi (inferior). Secara matematis, permasalahan MOO dapat

diselesaikan apabila telah ditemukan sekumpulan Pareto optimal solution

(Erhgott, 2005).

Untuk optimasi dengan dua fungsi obyektif maka solusi tidak terdominasi

dapat digambarkan dalam Pareto optimal front (POF) dalam bidang datar (dua

dimensi) (Chong dan Zak, 2008). Sebagai contoh fungsi obyektifnya adalah

meminimalkan konsumsi daya dan meminimalkan load variance. Maka solusi

tidak terdominasi dapat dilihat pada Gambar 2.13.

Sedangkan untuk optimasi dengan tiga fungsi obyektif maka solusi tidak

terdominasi dapat digambarkan dalam Pareto optimal front dalam bidang ruang

(tiga dimensi). Apabila optimasi dengan fungsi obyektif lebih dari tiga maka

solusi non dominated tidak dapat digambarkan ke dalam Pareto optimal front

(Pernodet dkk, 2009).

Gambar 2.13 menjelaskan bahwa titik-titik solusi yang mewakili lintasan

komunikasi nirkabel ad-hoc multihop. Sebagai contoh titik 1-3-9-32 yang berarti

komunikasi dari node 1 (source) melewati node 3 dan node 9 (sebagai relay)

sebelum sampai node 32 (destination) merupakan salah satu lintasan atau node

disjoint dari jaringan ad-hoc tersebut.

Sebelum mencari nilai optimal maka perlu diketahui beberapa istilah yang

terdapat di dalam Pareto optimal solution. Istilah-istilah tersebut adalah sebagai

berikut :

Page 21: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

14

a. Titik Anchor

Titik anchor merupakan titik dengan nilai terbaik dari salah satu fungsi

obyektif.

b. Titik Utopia

Titik Utopia merupakan titik dari perpotongan nilai maksimal/minimal

suatu fungsi obyektif dan nilai maksimal/minimal suatu fungsi

obyektif yang lain.

c. Titik Dominasi dan Tidak Didominasi

Titik dominasi dan tidak didominasi dapat diketahui dari

membandingkan dua buah solusi, sebagai contoh p3 dan p9, yang

terdapat pada Pareto optimal solution. Sebuah solusi p3 dikatakan

dominasi dari solusi p9 apabila kedua kondisi dibawah ini benar yaitu

(Deb, 2001):

- Solusi p3 tidak buruk dibandingkan p9 dalam semua fungsi

obyektif.

- Solusi p3 lebih baik dibandingkan dengan solusi p9 untuk paling

sedikit satu fungsi obyektif.

Load

Variance **

**

*

*

* Solusi tidakterdominasi

Solusi dominasi

POF

Titik Utopia

Jarak Euclidean

Contoh :1-3-9- 32

Titik Anchor

Konsumsi Daya

p1

p2

p3

p4p5 p6

p7

p8

p9p10

p11

p12

p13

p14

p16

p15

Gambar 2.5. POF untuk dua fungsi obyektif

Page 22: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

15

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini memaparkan metode penelitian dalam Hibah Bersaing 2015 ini

yaitu perumusan protokol komunikasi kooperatif berdassarkan kriteria

permasalahan jamak lintas lapisan. Kriteria permasalahan jamak lintas lapisan

tersebut diformulasi menjadi MOO. Selanjutnya dilakukan simulasi untuk

mengetahui kinerja protokol komunikasi kooperatif dengan kriteria permasalahan

jamak lintas lapisan yang diformulasi menjadi MOO yang diselesaikan dengan

metode Pareto.

3.1. Pemodelan Sistem Dan Protokol

Model jaringan ad hoc yang digunakan adalah satu source, satu

destination, dan multi relay. Semua node berada pada ruang terbuka dengan luas

100 m Γ— 100 m. S mengirimkan paket data secara broadcast ke D dibantu oleh

multi relay node. Pada studi ini, ditentukan sebanyak 30 node memiliki peluang

menjadi relay. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Dalam studi ini setiap node dapat bertindak sebagai source (S), relay (R), dan

destination (D). Ciri-ciri dari model sistem ini adalah :

β€’ Tiap-tiap node mengunakan antena tunggal dengan radiasi omnidirectional.

β€’ Relay dalam melakukan komunikasi kooperatif menggunakan metode AF.

β€’ Metode pengiriman paket berdasarkan half duplex.

β€’ Transmisi dilakukan dalam fase transmisi langsung dan satu atau lebih fase

transmisi kooperatif.

β€’ Daya pancar S dan R dianggap sama sebesar 𝑃.

β€’ Model kanal yang digunakan adalah model path loss yaitu distance power

law yang dipengaruhi oleh shadowing (Gunantara dan Hendrantoro, 2013).

β€’ Noise yang mempengaruhi adalah noise AWGN dengan varian 𝑁0.

Page 23: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

16

S

D1

N

8

7

6

5

4

3

2

Gambar 3.1. Model sistem

Kami asumsikan dalam protokol ini masing-masing node menyiarkan

informasi tentang daya yang diterima dan beban trafik dari node lain secara

bergantian sehingga masing-masing node mengetahui daya terima setiap node

berupa tabel daya yang diterima. Protokol komunikasi dimulai dari source

mengirimkan paket secara broadcast. Terdapat dua macam lintasan yaitu lintasan

langsung dan lintasan kooperatif dengan hanya dibatasi satu relay. Himpunan

semua lintasan tersebut merupakan populasi (P) solusi. Dalam mencari solusi

tidak didominasi dilakukan dengan cara Continuously Updated. Terakhir, memilih

dua solusi tidak didominasi dengan Euclidean distance terkecil. Untuk lebih

jelasnya protokol ini dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Page 24: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

17

STransmit

Mulai

Selesai

Langsung :S - D

Kooperatif :S - R - D

Metode Pareto : Continuously Updated

Euclidean Distance Terkecil

P = { Langsung,Kooperatif }

Gambar 3.2. Diagram alir protokol diversitas kooperatif

3.2. Parameter Simulasi

Untuk mewujudkan model sistem dalam pemilihan relay dan pasangan

lintasan serta protokol diversitas kooperatif maka dilakukan simulasi. Parameter-

parameter yang digunakan untuk melakukan simulasi diambil berdasarkan

penerapan WLAN pada jaringan ad hoc nirkabel yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 3.1. Parameter Simulasi

Parameter : Value

Path loss exponent , βˆπ‘œ : 4

Standard deviation of shadowing, πœ‘ : 8 dB

Power Transmit, 𝑃 : 1 W

Page 25: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

18

Transmit antenna gain, 𝐺𝑑 : 2 dB

Receive antenna gain, πΊπ‘Ÿ : 2 dB

Frequency, 𝑓 : 2.5 GHz

Noise, 𝑁0 : - 101 dBm

Spectral Efficiency, π‘Ÿ : 4 Mbps/Hz

Page 26: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini memaparkan hasil yang dicapai berupa protokol pemilihan lintasan

diversitas kooperatif pada jaringan ad hoc nirkabel dengan kriteria permasalahan

jamak lintas lapisan dengan metode Pareto.

4.1. Kriteria Permasalahan Jamak

Pemilihan relay yang akan digunakan didasarkan pada kombinasi dua

kriteria, yaitu SNR dan varians beban trafik untuk setiap kemungkinan relay node.

Formulasi dari kedua kriteria tersebut beserta protokol diversitas kooperatif

dengan metode Pareto akan dijabarkan sebagai berikut. Terdapat 5 kemungkinan

hasil pemilihan path yaitu S-D only, S-R-D only, S-D and S-R-D, S-R1-D and S-

R2-D, dan no connection. Kemungkinan hasil pemilihan path dapat dilihat pada

Gambar 4.1.

S D

S D

R

S D

R

S D

R1

R2

(a) S-D only (b) S-R-D only

(c) S-D and S-R-D

(d) S-R1-D and S-R2-D

Gambar 4.1. Kemungkinan hasil pemilihan path

Page 27: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

20

4.1.1. SNR

Keberhasilan komunikasi dengan konfigurasi S-D dan S-R-D dengan relay

AF ditentukan besarnya nilai kapasitas kanal terhadap spektral efisiensi π‘Ÿ. Nilai

kapasitas kanal dari metode AF dapat dihitung dengan persamaan berikut :

𝐢𝐴𝐹 = 12 log(1 + 𝛾)

= 12 logοΏ½1 + 𝛾𝑠,𝑑 + π›Ύπ‘Ÿπ‘–,𝑑�

= 12 log οΏ½1 + 𝛾𝑠,𝑑 + 𝛾𝑠,π‘Ÿπ‘– π›Ύπ‘Ÿπ‘–,𝑑

𝛾𝑠,π‘Ÿπ‘– +π›Ύπ‘Ÿπ‘–,𝑑+1οΏ½

(4.1)

Dari persamaan (4.1) maka kapasitas kanal akan mencapai nilai optimal apabila

nilai π›Ύπ‘Ÿπ‘–,𝑑 optimal juga. Sehingga untuk mencapai nilai π›Ύπ‘Ÿπ‘–,𝑑 optimal maka

dibutuhkan relay yang memberikan nilai optimal. Relay terbaik diberikan oleh

nilai π›Ύπ‘œπ‘π‘‘ optimal. Secara matematis dapat ditulis menjadi (Zhao dkk, 2006) :

π›Ύπ‘œπ‘π‘‘ = arg max �𝛾𝑠,π‘Ÿπ‘– π›Ύπ‘Ÿπ‘–,𝑑

𝛾𝑠,π‘Ÿπ‘– +π›Ύπ‘Ÿπ‘–,𝑑+1οΏ½ (4.2)

di mana subscript π‘œπ‘π‘‘ berarti nilai optimal.

4.1.2. Load Variance Load variance, yaitu varians beban trafik semua node, berbanding terbalik

dengan load balance atau fairness (Wong dkk, 1982). Pada jaringan ad hoc

nirkabel, load balance menjadi sangat penting karena beberapa node mungkin

memiliki kesempatan yang lebih besar untuk menjadi relay. Pada pasangan

lintasan dimana node 𝑖 digunakan sebagai relay maka beban node 𝑖 tersebut

menjadi :

𝐡𝑖 = π΅π‘œπ‘– + 𝐡𝑑𝑖 (4.3)

dengan π΅π‘œπ‘– dan 𝐡𝑑𝑖 berturut-turut adalah beban trafik dirinya sendiri dan beban

trafik yang menuju ke node 𝑖 tesebut.

Setelah beban setiap node diketahui maka load variance pasangan lintasan

dapat ditinjau berdasarkan varians dari beban tiap node yang dihitung untuk

Page 28: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

21

semua node di dalam pasangan lintasan tersebut. Nilai load variance tersebut

dapat diketahui dengan menghitung load balance dengan persamaan berikut

(Wong dkk, 1982):

π‘‰π‘œπ‘π‘‘ =1𝑁��𝐡𝑖 βˆ’ οΏ½

1𝑁�𝐡𝑖

𝑁

𝑖=1

οΏ½οΏ½

2𝑁

𝑖=1

(4.4)

4.2. Protokol Komunikasi Kooperatif Dengan Metode Pareto Untuk permasalahan yang saling berlawanan, dimana untuk permasalahan

SNR adalah dimaksimalkan dan permasalahan load variance adalah diminimalkan

dapat digunakan metode Pareto dalam mencari solusi Pareto optimal front. Jika

jumlah node total (termasuk pasangan source dan destination) adalah 𝑁, maka

terdapat 1 solusi single-hop dan (𝑁 βˆ’ 2) solusi 2-hop. Secara matematis kedua

permasalahan tersebut dapat ditulis sebagai berikut (Ehrgott, 2005) :

π›Ύπ‘œπ‘π‘‘ = max �𝛾1,𝛾2, … , 𝛾(π‘βˆ’2)οΏ½ (4.5)

π‘‰π‘œπ‘π‘‘ = min �𝑉1,𝑉2, … ,𝑉(π‘βˆ’2)οΏ½

Optimasi dengan metode Pareto menjaga solusi pada Pareto optimal solution

untuk setiap permasalahan secara terpisah selama optimasi. Pada Pareto optimal

solution terdapat adanya konsep dominasi untuk membedakan solusi dominasi

(inferior) dan tidak didominasi (non inferior). Untuk optimasi dengan dua

permasalahan maka solusi tidak didominasi dapat digambarkan dalam POF bidang

datar (dua dimensi). Sedangkan untuk optimasi tiga permasalahan maka solusi

tidak didominasi dapat digambarkan dalam POF bidang tiga dimensi (Pernodet

dkk, 2009). POF untuk dua permasalahan yang meminimalkan dapat dilihat pada

Gambar 2.13 (Chong dan Zak, 2008).

Dalam penelitian ini, protokol komunikasi kooperatif dapat dilihat pada

Gambar 3.2. Protokol komunikasi dimulai dari source mengirimkan paket secara

broadcast. Terdapat dua macam lintasan yaitu lintasan langsung dan lintasan

kooperatif dengan hanya dibatasi satu relay. Himpunan semua lintasan tersebut

Page 29: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

22

merupakan populasi (P) solusi. Dalam mencari solusi tidak didominasi dilakukan

dengan cara Exhaustive dan Continuously Updated. Exhaustive yaitu mengecek

semua solusi secara keseluruhan. Sedangkan Continuously Updated adalah

pendekatan terus diperbarui dalam mencari solusi tidak didominasi.

Pendekatan Continuously Updated (terus diperbarui) tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut (Deb, 2001) :

a. Inisialisasi himpunan lintasan tidak didominasi 𝑃′ = {1}. Set counter 𝑖 = 2.

b. Set 𝑗 = 1.

c. Bandingkan solusi 𝑖 dengan 𝑗 yang terdapat pada 𝑃′ untuk mencari solusi

yang lebih dominan.

d. Jika solusi 𝑖 mendominasi solusi 𝑗, hapus anggota ke- 𝑗 dari 𝑃′. Jika 𝑗

kurang dari jumlah anggota 𝑃′ tambahkan 𝑗 dengan satu dan kembali ke

langkah c. Sebaliknya, maka lanjut ke langkah e.

Jika anggota ke- 𝑗 dari 𝑃′ mendominasi solusi 𝑖, tambahkan 𝑖 dengan satu dan

kembali ke langkah b.

e. Masukkan solusi 𝑖 ke dalam 𝑃′ atau perbarui 𝑃′ = 𝑃′ βˆͺ {𝑖}. Jika 𝑖 < 𝑁,

dimana 𝑁 adalah banyaknya solusi maka tambahkan 𝑖 dengan satu dan

kembali ke langkah b. Sebaliknya, proses berhenti dan nyatakan 𝑃′ sebagai

himpunan tidak terdominasi. Himpunan tidak terdominasi tersebut yang

membentuk POF.

Setelah POF terbentuk dari solusi tidak didominasi maka dipilih 2 (dua)

melalui Euclidean Distance terkecil. Dalam menentukan Euclidean Distance

terkecil dari titik Utopia ke titik-titik pada POF dapat menggunakan persamaan

berikut (Cohanim dkk, 2004) :

𝑑𝐸 = min��𝛾 βˆ’ π›Ύβˆ—

π›Ύπ‘›π‘œπ‘Ÿπ‘šοΏ½2

+ �𝑉 βˆ’ π‘‰βˆ—

π‘‰π‘›π‘œπ‘Ÿπ‘šοΏ½2

(4.6)

di mana {π›Ύβˆ—,π‘‰βˆ—} adalah koordinat solusi-solusi Utopia untuk variabel SNR yang

dicari nilai maksimumnya dan variabel load variance yang dicari nilai

minimumnya, {𝛾,𝑉} adalah koordinat solusi-solusi pada POF, dan {π›Ύπ‘›π‘œπ‘Ÿπ‘š,π‘‰π‘›π‘œπ‘Ÿπ‘š}

adalah koordinat solusi-solusi normalisasi pada bidang permasalahan. π›Ύπ‘›π‘œπ‘Ÿπ‘š dan

Page 30: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

23

π‘‰π‘›π‘œπ‘Ÿπ‘š ditentukan berdasarkan nilai maksimum dari solusi tidak terdominasi 𝛾,

sedangkan π‘‰π‘›π‘œπ‘Ÿπ‘š ditentukan berdasarkan nilai minimum dari solusi tidak

terdominasi 𝑉.

4.3. Hasil Simulasi Untuk simulasi perhitungan load variance, diasumsikan bahwa selain

source yang mengirim data ke destination terdapat lima node lain yang

mengirimkan data secara bersamaan ke node tujuan masing-masing. Akibatnya ada

beberapa node yang memiliki peluang lebih besar untuk menjadi relay karena

memiliki beban yang relatif lebih rendah. Dalam contoh ini lima pasangan node

tersebut menggunakan lintasan 4-12-31, 7-11-25, 10-19-23, 16-12-2, dan 25-20-6.

Diasumsikan bahwa source, node 4, node 7, node 10, node 16, node 25 masing-

masing mengirimkan data secara berturut-turut sebesar 5 Mbps, 3 Mbps, 8 Mbps, 7

Mbps, 2 Mbps, dan 11 Mbps. Sedangkan node-node lain diasumsikan memiliki

beban secara acak sebesar 2 Mbps, 7 Mbps, 12 Mbps, atau 17 Mbps.

Gambar 4.2 mengilustrasikan salah satu contoh hasil dari simulasi. Tanda

β€˜square’ merupakan node source dan destination, β€˜star’ menandakan bahwa node

tersebut aktif atau sedang ada komunikasi dengan node lain, dan β€˜circle’

merupakan node-node sebagai relay.

Untuk simulasi dengan algoritma continuously update ini dihasilkan solusi

tidak didominasi berjumlah lima yaitu 𝑃1β€² lintasan (S-11-D) dengan nilai SNR =

25.55 Mbps dan load variance 43,1396 Mbps2, 𝑃2β€² lintasan (S-28-32) dengan nilai

SNR = 24.33 Mbps dan load variance 41,58 Mbps2, 𝑃3β€² lintasan (S-12-D) dengan

nilai SNR = 27.23 Mbps dan load variance 45,64 Mbps2, 𝑃4β€² lintasan (S-20-D)

dengan nilai SNR = 36.61 Mbps dan load variance 46.26 Mbps2, 𝑃5β€² lintasan (S-22-

D) dengan nilai SNR = 25.91 Mbps dan load variance 44,70 Mbps2. Solusi tidak

didominasi hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Page 31: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

24

Gambar 4.2. Model jaringan ad hoc nirkabel

Gambar 4.3. POF jaringan ad hoc nirkabel

Untuk memilih dua solusi tidak didominasi sebagai pasangan lintasan maka

dilakukan dengan mencari jarak euclidean terkecil. Nilai jarak Euclidean untuk

solusi tidak didominasi 𝑃1β€², 𝑃2β€², 𝑃3β€²,𝑃4β€², dan 𝑃5β€² berturut-turut adalah 0.1087, 0.3792,

0.4251, 0.4347, dan 0.4808. Sehingga dua pasangan lintasan yang terpilih

berdasarkan nilai jarak Euclidean tekecil adalah 𝑃1β€² lintasan (S-11-D) dan 𝑃2β€²

lintasan (S-28-32). Dua pasangan lintasan terbaik untuk pasangan lintasan

kooperatif dapat dilihat pada Gambar 4.4.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1000

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

node position (m)

node

pos

ition

(m)

S 2

3

4

5

6

7 8

9

10 11

12

13 14 15

16

17 18

19

20 21

22 23

24

25 26 27 28

29 30

31 D21

43

5 10 15 20 25 30 35 4041

42

43

44

45

46

47

48

49

SNR (Mbps)

Load

Var

ianc

e (M

bps2 )

1

2

3

4

5

Page 32: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

25

Gambar 4.4. Pasangan lintasan terbaik

Simulasi dilakukan sebanyak 1000 kali dengan posisi dan beban node yang

acak untuk mengetahui distribusi dari masing-masing kriteria dan dibandingkan

dengan metode skalarisasi. Hasil simulasi yang dilakukan sebanyak 1000 kali

ditampilkan pada Gambar 4.5 sampai Gambar 4.6. Nilai cdf (cumulative

distribution function) dari SNR pada protocol diversitas kooperatif dapat dilihat

pada Gambar 4.5. Dari Gambar 4.5 tersebut dapat dijelaskan bahwa nilai SNR dari

metode Pareto yang diusulkan berkisar 23.5 sampai 48.5 dB. Sebagai perbandingan

ditampilkan juga nilai SNR yang dilakukan dengan metode skalarisasi [15]. Nilai

SNR yang dihasilkan adalah berkisar 18.5 sampai 45 dB. Dari hasil tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa dengan protokol yang diajukan diperoleh nilai SNR lebih

besar dibandingkan dengan metode skalarisasi.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1000

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

node position (m)

node

pos

ition

(m)

S

2

3

4

5

6

7 8

9

10 11

12

13 14 15

16

17 18

19

20 21

22 23

24

25 26 27 28

29 30

31 D21

43

Page 33: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

26

Gambar 4.5. CDF dari SNR

Selanjutnya dianalisa nilai cdf dari load variance dimana hasil simulasinya

dapat dilihat pada Gambar 4.6. Nilai load variance dari protokol yang diusulkan

diperoleh berkisar 38.51 sampai 50.39 Mbps2. Sedangkan dengan metode

skalarisasi diperoleh nilai load variance berkisar 39.20 sampai 51.26

Mbps2. Gambar 4.6 menunjukkan bahwa nilai load variance dengan protokol yang

diusulkan lebih kecil dibandingan load variance dengan metode skalarisasi. Hal

ini disebabkan oleh beban trafik dari node-node pada protokol yang diusulkan

lebih terdistribusi dibandingkan beban trafik dari node-node dengan protokol

dengan metode skalarisasi.

Gambar 4.6. CDF of Load Variance

15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 6510

-3

10-2

10-1

100

SNR (dB)

Pro

b[S

NR

<=

absc

issa

]

ParetoScalarization

38 40 42 44 46 48 50 520

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

Load Variance (Mbps2)

Pro

b[Lo

ad V

aria

nce

<= a

bsci

ssa]

ParetoScalarization

Page 34: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

27

4.4. Kesimpulan Berdasarkan analisa hasil simulasi dari protocol diversitas kooperatif yang

diusulkan maka dapat dibuat beberapa kesimpulan. Pertama, pemilihan pasangan

lintasan terbaik dilakukan dengan metode Pareto yaitu algoritma continuously

updated berdasarkan dua kriteria permasalahan jamak yaitu SNR dan load

variance. Dua pasangan lintasan terbaik dihasilkan melalui solusi tidak didominasi

yang memiliki jarak Euclidean terkecil. Kedua, nilai SNR dengan algoritma yang

diusulkan lebih besar dibandingkan dengan metode skalarisasi. Terakhir, nilai

load variance dengan menggunakan protocol yang diusulkan lebih kecil

dibandingkan dengan protokol skalarisasi. Ini berarti bahwa komunikasi dengan

protocol yang diusulkan mengakibatkan beban trafik menjadi terdistribusi lebih

merata.

Page 35: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

27

BAB V

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil pada laporan akhir ini adalah :

1. Pemilihan lintasan sebagai solusi tidak didominasi untuk membentuk POF

dilakukan dengan cara Continuously Updated berdasarkan dua kriteria

permasalahan jamak yaitu SNR dan load variance.

2. Dua pasangan lintasan terbaik dihasilkan melalui solusi tidak didominasi

yang memiliki jarak Euclidean terkecil.

3. Nilai SNR dengan algoritma yang diusulkan lebih besar dibandingkan dengan

metode skalarisasi.

4. Nilai load variance dengan menggunakan protocol yang diusulkan lebih kecil

dibandingkan dengan protokol skalarisasi. Ini berarti bahwa komunikasi

dengan protocol yang diusulkan mengakibatkan beban trafik menjadi

terdistribusi lebih merata.

Page 36: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

28

DAFTAR PUSTAKA

April, J., Glover F., Kelly, J. P., dan Laguna, M., Practical Introduction to

Simulation Optimization, (2003), Proceedings of the 2003 Winter

Simulation Conference.

Bletsas, A., Lippman, A., and Reed, D. P., (2005), A Simple Distributed

Method for Relay Selection in Cooperative Diversity Wireless Networks,

based on Reciprocity and Channel Measurements, Proceedings of the

IEEE Vehicular Technology Conference Spring, Stockholm, Sweden.

Boyd, S., dan Vandenberghe, L., (2004), Convex Optimization, Cambridge

University Press.

Chen, W., Dai, L., Letaief, K. B., and Cao, Z., (2008), A Unified Cross Layer

Framework for Resource Allocation in Cooperative Networks, IEEE

Transc. on Wireless Communications, vol. 7, no. 8.

Chong, E. K. P., and Zak, S. H., (2008), An Introduction to Optimization, Third

Edition, John Wiley & Sons, USA.

Cohanim, B. E., Hewitt, J. N., and de Weck, O., (2004), The Design of Radio

Telescope Array Configurations Using Multiobjective Optimization:

Imaging Performance versus Cable Length, The Astrophysical Journal

Supplement Series, vol. 154, issue 2, pp. 705-719.

Cui, S., Goldsmith, A. J., and Bahai, A., (2004), Energy-efficiency of MIMO

and Cooperative MIMOTechniques in Sensor Networks, IEEE Journal

On Selected Areas In Communications, vol. 22, no. 6.

Deb, K., (2001), Multi-Objective Optimization using Evolutionary Algorithms,

John Wiley & Sons, England.

Ding, L., Melodia, T., Batalama, S. N., and Matyjasy, J. D., (2010), Distributed

Routing, Relay Selection, and Spectrum Allocation in Cognitive and

Cooperative Ad Hoc Networks, Proceedings of the Seventh Annual IEEE

Communications Society Conference on Sensor, Mesh and Ad Hoc

Communications and Networks, Boston.

Ehrgott, M., (2005), Multicriteria Optimization, Springer, Germany.

Page 37: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

29

Gunantara, N. and Hendrantoro, G. β€œMulti-Objective Cross-Layer Optimization

with Pareto Method for Relay Selection in Multihop Wireless Ad hoc

Networks,” WSEAS Transaction on Communications, issue 3, vol. 12,

March 2013

Gunantara, N. and Hendrantoro, H. β€œMulti-Objective Cross-Layer Optimization

for Selection of Cooperative Path Pairs in Multihop Wireless Ad hoc

Networks,” Journal of Communications Software and Systems, vol. 9, no.

3, September 2013

Gunantara, N. Sastra,N. P., and Hendrantoro, G. β€œCooperative Diversity Path

Pairs Selection Protocol with Multi Objective Criterion in Wireless Ad

Hoc Networks,” International Journal of Applied Engineering Research,

vol. 9, no. 23, 2014.

Elmusrati, M., El-Sallabi, H., and Koivo, H., (2008), Applications of Multi-

Objective Optimization Techniques in Radio Resource Scheduling of

Cellular Communication Systems, IEEE Transc. on Wireless

Communication, vol. 7, no. 1.

Haykin, S., and Moher, M., (2005), Modern Wireless Communication, Pearson

Prentice Hall, USA.

Honcharenko, W., Bertoni, H. L., and Dailing, J., (1993), Mechanisms

governing propagation between different floors in buildings, IEEE

Transc. On Antennas and Propagation, vol. 41, no. 6.

Hong, Y. W. P. , Huang, W. J., and Kuo, C. C. J., β€œCooperative

Communications and Networking,” Springer, London, 2010

Huang, J., Han, Z., Chiang, M., and Poor, H. V., (2008), Auction-Based

Resource Allocation for Cooperative Communications, IEEE Journal on

Selected Areas in Comm. vol. 26, no. 7, 2008.

Iranmanesh, H., Skandari, M. R., dan Allahverdiloo, M., (2008), Finding Pareto

Optimal Front for the Multi-Mode Time, Cost Quality Trade-off in

Project Scheduling, World Academy of Science, Engineering, and

Technology, 40.

Iyer, S., Bhattacharyya, S., Taft, N., McKeoen, N., and Diot, C., (2002), A

measurement Based Study of Load Balancing in an IP Backbone, Sprint

Page 38: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

30

ATL Technical Report, TR02-ATL-051027.

Karkkainen, A. S., Miettinen, K., and Vuori, J., (2006), Best Compromise

Solution for a New Multiobjective Scheduling Problem, Elsevier:

Computers & Operations Research, vol. 33, pp 2353–2368.

Kesidis, G., (2007), An Introduction to Communication Network Analysis, John

Wiley & Sons, New Jersey.

Laneman, J. N., Tse, D., and Wornell, G. W., (2004), Cooperative diversity

in wireless networks: Efficient protocols and outage behavior, IEEE

Trans. Inf. Theory, vol. 50, no. 12, pp. 3062–3080.

Le, L., and Hossain, E., (2008), Cross layer optimization frameworks for

multihop wireless network using cooperative diversity, IEEE Trans. On

Wireless Communication, vol. 7, no. 7.

Li, X. E., (2009), Hop Optimization and Relay Node Selection in Multi-Hop

Wireless Ad-hoc Networks, LNCS Social Informatics and

Telecommunications Engineering, vol. 2, pp 161-174.

Medhi, D., and Ramasamy, K., (2007), Network Routing : Algorithms,

Protocol, and Architectures, Morgan Kaufmann, USA.

Meulen, V. D. E.C., (1986), Transmission of information in a T-terminal

discrete memorylesschannel. Ph.D. Thesis, Department of Statistics,

University of California, Berkeley, CA.

Murata, T. and Ishibuchi, H., (1996), Multi-Objective Genetic Algorithm and

its Application to Flow-Shop Scheduling, International Journal of

Computers and Engineering, vol. 30, no. 4.

Nosratinia, A., Hunter, T. E., and Hedayat, A., (2004), Cooperative

Communication in Wireless Networks, IEEE Commun Magazine, vol. 42,

no. 10, pp. 74-80.

Ozcelebi, T., (2006), Multi-Objective Optimization for Video Streaming, Ph.D

Thesis, Graduate School of Sciences and Engineering, Koc University.

Perkins, D.D, Hughes, H. D., and Owen, C. B., (2002), Factors Affecting the

Performance of Ad Hoc Networks, Proceedings of the IEEE International

Conference on Communications (ICC), pp.2048-2052.

Pernodet, F., Lahmidi, H., and Michel, P., (2009), Use of Genetic Algorithms

Page 39: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

31

for Multicriteria Optimization of Building Refurbishment, Eleventh

International IBPSA Conference, Glasgow, Scotland.

Rappaport, T. S., (2002), Wireless Communication Principles and Practice,

Prentice-Hall, USA.

Rao, S. S., (2009), Engineering Optimization Theory and Practice, John Wiley

& Sons, New Jersey.

Roy, R. R., (2012), Handbook of Mobile Ad hoc Networks for Mobility Models,

Springer, London.

Runser, K. J., Comaniciu, C., and Gorcey, J. M., (2010), A Multiobjective

Optimization Framework for Routing in Wireless Ad Hoc Networks,

IEEE International Symposium on Conference Modeling and

Optimization in Mobile, Ad Hoc, and Wireless Networks (WiOpt).

Sendonaris, A. E., Erkip, E., and Aazhang, B., (2003), User cooperation

diversity-part I: system description and User cooperation diversity part II:

implementation aspects and performance analysis, IEEE Trans.

Commun., vol. 51, no. 11.

Shi, Y., Hou, Y. T., Sherali, H. D., and Kompella, S., (2006), Cross Layer

Optimization for UWB-Based Ad hoc Networks, Military

Communications Conference (MILCOM), pp. 1-7.

Weck, O. L. D., (2004), Multiobjective Optimization: History and Promise,

Proceedings of 3rd China-Japan-Korea Joint Symposium on

Optimization of Structural and Mechanical Systems, Kanazawa, Japan.

Wong, J. W., Sauve, J. P., and Field, J. A., (1982), β€œA Study of Fairness in

Packet Switching Networks,” IEEE Transactions on Communications,

vol. 30, no. 2, 1982.

Wu, K., and Harms, J., (2001), Performance Study of Multipath Routing

Method for Wireless Mobile Networks, Proceedings Ninth International

Symposium on Modeling, Analysis, and Simulation of Computer and

Telecommunication Systems.

Zhang, H. and Dai, H., (2004), On The Capacity of Distributed MIMO Systems,

Conference on Information Sciences and Systems, London.

Zhao, Y., Adve, R., and Lim, T. J., β€œSymbol Error Rate of Selection Amplify-

Page 40: PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN fileBanyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan

32

and-Forward Relay Systems, ”IEEE Communications Letters, vol. 10, no.

11, Nov. 2006.