prospek penerapan teknologi informasi dalam …
TRANSCRIPT
PROSPEK PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA: SEBUAH STUDI
PERBANDINGAN TERHADAP BELANDA DAN KOREA SELATAN
Jason Tigris, Suparjo Sujadi
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia
Abstrak
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, banyak negara yang menggunakan teknologi dalam melaksanakan mekanisme pendaftaran tanah. Skripsi ini membahas mengenai prospek penerapan teknologi informasi dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia. Pembahasan pertama adalah mengenai sejarah singkat dan sistem pendaftaran tanah di Indonesia beserta contoh mekanisme pendaftaran tanah konvensional. Pembahasan kedua adalah mengenai sejarah dan sistem pendaftaran tanah di Belanda dan Korea Selatan dan bagaimana mekanisme pendaftaran tanah di kedua negara tersebut yang sudah dilaksanakan dengan bantuan teknologi informasi. Pembahasan terakhir adalah mengenai perbandingan kondisi pendaftaran tanah di Indonesia dan kedua negara tersebut, dampak, implikasi dan hambatan dari penerapan teknologi informasi dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana prospek dan kesiapan dari penerapan teknologi informasi dalam pendaftaran tanah di Indonesia baik dari sisi hukum maupun sisi non-hukum. Penilitian ini menggunakan metode penelitian normatif empiris dimana data penelitian ini sebagian besar diperoleh melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa hambatan yang dihadapi dalam penerapan teknologi informasi ke dalam sistem pendaftaran di Indonesia. Kedua negara yang telah berhasil menerapkan teknologi informasi tersebut bekerja melalui perencaanan yang mendalam dan bertahap untuk menjamin kesuksesan penggunaan teknologi informasi dalam sistem pendaftaran tanah masing-masing negara tersebut.
POSSIBILITY OF INFORMATION TECHNOLOGY APPLICATION IN INDONESIA;S LAND REGISTRATION: A COMPARATIVE STUDY ON
NETHERLANDS AND SOUTH KOREA
Abstract With the constant development of information technology, many countries are using technology to assist the mechanism of land registration. This thesis discusses the prospects for the application of information technology in Indonesia’s land registration system. The first discussion is about a brief history and land registration system in Indonesia along with examples of conventional land registration mechanism that is currently being used. The second discussion is about the history and land registration system in Netherlands and South Korea respectively and how the mechanism of land registration in those two countries have been carried out with the help of information technology. The final part is a comparison between land registration condition in Indonesia and both countries, the impact, implications
Prospek Penerapan ..., Jason Octavio Tigris, FH UI, 2016
and constraints of the application of information technology in land registration system in Indonesia. This study aims to examine how the prospects and readiness of the applitcation of technology in Indonesia’s land registration system both in legal and non-legal terms. This research uses normative empirical methods where most of the data is acquired through library research. The results showed that there are some obstacles encountered in the application of information technology into the Indonesia’s land registration system. The two countries that have successfully implemented the information technology in their respective land registration system done it through extensive research and planning to ensure the success of technology usage. Keywords: Land Registration, Information Technology, Indonesia, Netherlands, South Korea, Comparative Study, Land Registration System, Land Registration History. 1. Pendahuluan
Pendaftaran tanah adalah rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah
secara terus menerus, berkesinambungan
dan teratur, meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan, dan penyajian
serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar,
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-
satuan rumah susun, termasuk pemberian
surat tanda bukti haknya bagi bidang
bidang tanah yang sudah ada haknya dan
hak milik atas satuan rumah susun serta
hak-hak tertentu yang membebaninya.
Alasan utama dari adanya pendaftaran
tanah di Indonesia adalah untuk menjamin
kepastian hukum. Pernyataan ini diperkuat
dalam ketentuan Pasal 19 ayat 1 Undang-
Undang Pokok Agraria yang menyatakan:
“Untuk menjamin kepastian hukum oleh
Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di
seluruh wilayah Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah”
Ketentuan tersebut diatas merupakan
keharusan dan kewajiban bagi Pemerintah
untuk mengatur dan menyelenggarakan
pendaftaran tanah. (Bachtiar Effendie,
1993) Sebagai bentuk nyata dari pasal
tersebut maka dikeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah dengan harapan
menjamin kepastian hukum hak-hak atas
tanah di Indonesia. Proses
penyelenggaraan pendaftaran tanah dapat
dilihat di dalam Pasal 2 Undang-Undang
Pokok Agraria dengan mengadakan:
(1)Pengukuran, pemetaan dan pembukuan
tanah; (2) Pendaftaran hak-hak atas tanah
dan peralihannya; (3) Pemberian surat-
surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat
Prospek Penerapan ..., Jason Octavio Tigris, FH UI, 2016
Jika dilihat dari ketentuan di dalam Pasal
19 Undang-Undang Pokok Agraria, maka
dapat kita simpulkan bahwa tujuan dari
pendaftaran tanah adalah untuk
menyediakan data-data penggunaan tanah
untuk pemerintah ataupun masyarakat dan
memberi jaminan kepastian hukum
terhadap hak-hak atas tanah. Pasal 11
Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997
menyatakan bahwa: “Pelaksanaan
pendaftaran tanah meliputi kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali dan
pemeliharaan data pendaftaran tanah.”
Pasal 12 Peraturan Pemerintah No 24
Tahun 1997 menjelaskan kegiatan
pendaftaran tanah pertama kali yang
dimaksud meliputi: (1) Pengumpulan dan
pengelolaan data fisik; (2)Pengumpulan
dan pengolahan data yuridis serta
pembukuan haknya; (3) Penerbitan
sertipikat; (4) Penyajian data fisik dan
data yuridis; (5) Penyimpanan daftar
umum dan dokumen. Pasal 13 Peraturan
Pemerintah No 24 Tahun 1997
menjelasakan kegiatan pemeliharaan data
pendaftaran tanah meliputi:
(1)Pendaftaran peralihan dan
pembebanan hak; (2) Pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah
lainnya.
Seiring berkembangnya teknologi
informasi, beberapa negara sudah mulai
menggunakan sistem elektronik dalam
proses pendaftaran tanah negaranya. Salah
satu contoh pengguna sistem elektronik
dalam pendaftaran kadaster adalah negara
Belanda. Sejak tahun 2003, semakin
banyak data yang di copy dengan scan dan
disimpan secara elektronik sebagai dasar
register publik digital yang dimasukkan ke
dalam Undang-Undang dan disetujui
Parlemen Belanda pada tahun 2005 (Arie
Hutagalung, 2012). Penggunaan sistem
kadaster elektronik tersebut
memungkinkan penduduk untuk
mengakses data-data seperti informasi
kepemilikan tanah, harga jual, hipotek,
akta-akta terkait dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan tanah tersebut secara
online. Sistem pendaftaran tanah di
Belanda dapat dibagi menjadi dua yaitu
arsip publik terkait pendaftaran hak atas
tanah dan sistem pendaftaran tanah yang
menyediakan informasi-informasi terkait
tanah yang terdaftar tersebut. Berdasarkan
tinjauan diatas dapat dilihat bahwa
kemajuan teknologi informasi dapat
diterapkan dalam sistem pendaftaran tanah
sehingga mempermudah pemerintah dan
masyarakat dalam mengolah serta
mengakses data-data terkait pendaftaran
tanah.
Prospek Penerapan ..., Jason Octavio Tigris, FH UI, 2016
Dalam kesempatan ini penulis tertarik
untuk membahas prospek penggunaan
teknologi informasi sebagai sarana
penunjang sistem pendaftaran tanah di
Indonesia. Seiring berkembangnya
teknologi di masa sekarang, sistem
pendaftaran tanah di Indonesia sudah
seharusnya dapat menggunakan sarana
teknologi informasi dalam membantu
proses pendaftaran tanah sebagaimana
yang sudah diterapkan di negara-negara
lain seperti Belanda dan Korea Selatan
maupun sistem teknologi informasi yang
sudah diterapkan oleh Menkumham dalam
hal pengesahan akta perseroan secara
online. Penerapan teknologi informasi
dalam sistem pendaftaran tanah tentu saja
harus memperhatikan hukum telematika
dan pertanahan yang ada di Indonesia.
Penulis juga akan mengkaji kelebihan,
kelemahan dan dampak dari penerapan
teknologi informasi dalam sistem
pendaftaran tanah di Indonesia baik dari
sisi hukum formil maupun dari sisi
birokrasi di Badan Pertanahan Nasional /
Kementrian Agraria dan Tata Ruang
Berdasarkan hal-hal yang telah dijabarkan
sebelumnya di latar belakang, maka
muncul pertanyaan-pertanyaan yang
menjadi pokok permasalahan dari
penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana
penerapan teknologi informasi dalam
mekanisme pendaftaran tanah di negara
lain ; (2) Bagaimana prospek dari
penggunaan teknologi informasi dalam
proses pendaftaran tanah di Indonesia.
Penelitian ini secara umum memiliki
tujuan untuk mengkaji probabilitas
penerapan teknologi informasi sebagai
sarana yang membantu mekanisme
pendaftaran tanah pertama kali yang sudah
berjalan di Indonesia. Sedangkan secara
khusus, penelitian ini memiliki tujuan
untuk: (1) Menguraikan berdasarkan
ketentuan peraturan perundangan,
mekanisme pendaftaran tanah yang ada
dan contoh penerapan teknologi informasi
dalam pendaftaran tanah di negara lain
bagaimana teknologi informasi dapat
membantu mekanisme pendaftaran tanah.;
(2) Menganalisa prospek dari penggunaan
teknologi informasi di dalam sistem
pendaftaran tanah Indonesia berdasarkan
peraturan perundangan yang ada dan
pendapat ahli maupun birokrat terkait.
2. Metode Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan oleh
penulis adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif mengkaji
pelaksanaan atau implementasi ketentuan
Prospek Penerapan ..., Jason Octavio Tigris, FH UI, 2016
hukum positif dan kontrak secara faktual
pada setiap peristiwa hukum tertentu yang
terjadi dalam masyarakat guna mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Dalam
penelitian ini terdapat dua tahap kajian
yaitu (1) Tahap pertama adalah kajian
mengenai hukum normatif yang berlaku;
(2) Tahap kedua adalah penerapan pada
peristiwa in concreto guna mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Penerapan
tersebut dapat diwujudkan melalui
perbuatan nyata dan dokumen hukum.
Hasil penerapan akan menciptakan
pemahaman realisasi pelaksanaan
ketentuan hukum normatif yang dikaji
telah dijalankan atau tidak.(Abdulkadir
Muhammad, 2004)
Dikarenakan penggunaan kedua tahapan
tersebut, maka penelitian hukum normatif
membutuhkan data primer dan data
sekunder. Penulis menggunakan bahan-
bahan kepustakaan sebagai data untuk
menganalisa penerapan teknologi
informasi di dalam sistem pendaftaran
tanah baik itu yang sudah berjalan maupun
prospek penerapannya di Indonesia.
Wawancara yang dilakukan oleh penulis
hanya bertujuan untuk memperkuat
analisis penulis dan bukan sebagai data
utama dalam penyusunan skripsi. Penulis
juga tidak melakukan penelitian lapangan
dengan meneliti norma hukum adat
maupun norma hukum tidak tertulis
lainnya. Penggunaan metode penelitian
normative empiris ini dilator belakangi
kesesuaian teori dengan metode penelitian
yang diperlukan oleh penulis dalam
penyusunan skripsi.
Penelitian ini berdasarkan sifatnya
merupakan penelitian deskriptif yaitu suatu
penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan fenomena-fenomena
yang ada baik fenomena alamiah ataupun
buatan manusia. Jenis penelitian deskriptif
yang digunakan oleh penulis dalam
penyusunan skripsi ini adalah studi
perbandingan (comparative study) yaitu
membandingkan persamaan dan perbedaan
yang dapat digunakan untuk menganalisa
penyebab timbulnya persitiwa tertentu.
Dari hasil perbandingan tersebut dapat
ditarik kesimpulan faktor yang
menyebabkan timbulnya gejala pada objek
yang diteliti. Pada penelitian hukum
normatif, bahan pustaka merupakan data
dasar yang digolongkan sebagai data
sekunder. Data sekunder memiliki ciri-ciri
umum sebagai berikut: (1) Data sekunder
pada umunya ada dalam keadaan siap; (2)
Bentuk dan isi data sekunder telah
dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti
terdahulu; (3) Data sekunder dapat
diperoleh tanpa terikat atau dibatasi oleh
waktu dan tempat. (Soerjono Soekanto,
2006)
Prospek Penerapan ..., Jason Octavio Tigris, FH UI, 2016
Data primer adalah data yang harus
diperoleh peneliti melalui penelitian
langsung terhadap faktor-faktor yang
menjadi latar belakang penelitiannya. Oleh
karena itu, data primer seringkali menjadi
data dasar penelitian hukum empiris.
Dalam pengumpulan data primer, penulis
menggunakan wawancara karena dengan
menggunakan metode tersebut penulis
dapat mengumpulkan informasi yang
relevan dari pihak-pihak yang terkait
dengan studi kasus tersebut. Pada
pngumpulan data sekunder, penulis
menggunakan metode studi kepustakaan.
Studi kepustakaan (bibliography study)
merupakan pengkajian informasi tertulis
mengenai hukum yang berasal dari
berbagai sumber dan dipublikasikan secara
luas. Informasi tertulis tersebut lazim
disebut sebagai bahan hukum (law
material). Bahan hukum tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi tiga golongan,
yaitu: (1)Bahan hukum primer adalah
bahan hukum memiliki kekuatan mengikat
secara umum (perundang-undangan atau
mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-
pihak berkepentingan; (2)Bahan hukum
sekunder adalah bahan hukum yang
memberi penjelasan terhadap bahan hukum
primer; (3)Bahan hukum tersier adalah
bahan hukum yang memberi penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder.
Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan bahan hukum primer yaitu
peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pendaftaran tanah dan
teknologi informasi serta bahan hukum
sekunder baik literatur, jurnal hukum,
media cetak atau elektronik. Kemudian,
data-data yang diperoleh akan dianalisis
dan dikaji secara kualitatif oleh penulis
3. Hasil dan Pembahasan Badan Pertanahan Nasional / Kementerian
Agraria dan Tata ruang sebenarnya sudah
memanfaatkan teknologi informasi dalam
proses pendaftaran tanah khususnya dalam
bidang pemeliharaan data pendaftaran
tanah. Penggunaan teknologi informasi ini
dimulai dengan adanya Kegiatan
Komputerisasi Kantor Pertanahan atau
dikenal juga dengan nama Land Office
Computerization
Penggunaan teknologi informasi sudah
sepatutnya dilaksanakan dalam mekanisme
pelayanan pertanahan karena tak dapat lagi
dipungkiri prosedur pelayanan pertanahan
secara manual yang masih mengandalkan
sistem tatap muka memakan waktu yang
cukup banyak dan banyak terjadi
kesalahan berupa inkonsistensi data-data
pertanahan. Infrastruktur untuk
melaksanakan penerapan teknologi
Prospek Penerapan ..., Jason Octavio Tigris, FH UI, 2016
informasi dalam prosedur pelayanan
pertanahan sebetulnya sudah ada dan bisa
dilihat dari penggunaan teknologi
informasi untuk menyimpan data-data
pertanahan. Namun hal yang lebih penting
disini adalah sumber daya manusia dalam
menggunakan teknologi informasi tersebut
yaitu dalam hal ini adalah petugas dan
pejabat kantor-kantor pertanahan. Selama
ini penerapan teknologi informasi di
Indonesia umumnya terhambat masalah
kurang memadianya sumber daya manusia
sehingga penggunaan teknologi informasi
dalam pelayanan pertanahan juga harus
diikuti dengan pengembangan sumber
daya manusia itu sendiri. Aspek
pengembangan tersebut meliputi:
(1) Pendidikan dan Pelatihan ; (2)
Akreditasi keahlian; (3) Pembinaan dan
pengembangan karir. (Tubagus Haedar Ali,
1997)
Selain pengembangan sumber daya
manusia itu sendiri, perlu ditinjau juga asas
kepastian hukum dari penggunaan
teknologi informasi atas pendaftaran tanah
karena salah satu tujuan utama dari
pendaftaran tanah itu sendiri adalah untuk
memberikan jaminan kepastian hukum.
Berdasarkan Pasal 5 UU No.11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dijelaskan bahwa informasi
elektronik dan atau dokumen elektronik
dan atau hasil cetaknya merupakan alat
bukti hukum yang sah. Permasalahan
hukum yang sering muncul dalam
penggunaan teknologi informasi adalah
pembuktian dan perbuatan hukum yang
dilakukan secara elektronik. Kegiatan
melalui sistem elektronik atau dikenal
dengan sebutan cyberspace merupakan
suatu tindakan hukum yang nyata.
Kegiatan dalam cyberspace merupakan
kegiatan virtual yang memiliki dampak
sangat nyata walaupun alat bukti yang ada
dalam bentuk elektronik.
Pasal 6 UU No. 11 Tahun 2008 juga
menjelaskan bahwa jika ada ketentuan lain
selain yang mensyaratkan bahwa suatu
informasi harus berbentuk tertulis atau asli,
informasi elektronik dan atau dokumen
elektronik tetap dianggap sah sepanjang
informasi yang terdapat di dalamnya dapat
diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya
dan dapat dipertanggungjawabkan
sehingga menerangkan suatu keadaan. Jadi
sebetulnya Indonesia sudah memiliki dasar
hukum yang jelas terkait kekuatan
dokumen-dokumen elektronik. Penerapan
teknologi informasi dalam pendaftaran
tanah juga perlu memperhatikan hukum
pertanahan yang ada. Sampai sejauh ini,
belum ada peraturan perundangan yang
dapat mengakomodasi penggunaan
teknologi informasi dalam mekanisme
pendaftaran tanah
Prospek Penerapan ..., Jason Octavio Tigris, FH UI, 2016
Mengambil contoh dari program KLIS di
Korea Selatan, beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam penerapan teknologi
informasi di bidang pendaftaran tanah
adalah politik, ekonomi, sosial budaya,
level informasi, kesadaran akan informasi
pertanahan diantara pejabat pertanahan dan
perilaku penggunaan tanah oleh
masyarakat umum. (Jong Taek Park,
2013). Secara spesifik hal paling penting
yang perlu diperhatikan adalah hubungan
antara lembaga pemerintahan pusat dan
pemerintah-pemerintah daerah. Hal lain
yang dapat menjamin kesuksesan atau
kegagalan dari penerepan teknologi
informasi adalah kesiapan level informasi
negara tersebut. Beberapa negara memiliki
kondisi informasi yang sangat rendah
seperti kurangnya akses terhadap komputer
dan jaringan internet sehingga untuk dapat
menjalankan program teknologi informasi
harus dikaji secara mendalam.
Dukungan-dukungan lain seperti adanya
peraturan perundang-undangan yang siap
menerima penggunaan teknologi informasi
di bidang hukum, distribusi teknologi,
sosialisasi penggunaan teknologi informasi
dan tingkat pendidikan masyarakat sangat
berperan terhadap kesuksesan penerapan
teknologi informasi di bidang pendaftaran
tanah. Bagaimana data-data pertanahan
tersebut akan diperbaharui dan bagaimana
para pihak yang menjalankan teknologi
tersebut sehari-hari harus dicermati secara
baik-baik sebelum mengambil keputusan
besar digitalisasi pendaftaran tanah secara
sepenuhnya. Hal yang sering terabaikan
namun merupakan masalah cukup penting
khususnya di negara berkembang seperti
Indonesia adalah masalah pendanaan.
Penerapan teknologi informasi dalam
pendaftaran tanah tentunya memerlukan
biaya yang tidak sedikit. Biaya-biaya
tersebut antara lain meliputi
pengembangan software, pusat data,
pelatihan dan pendidikan petugas
pertanahan dan PPAT selaku pemeran aktif
dalam mekanisme pendaftaran tanah dan
sosialisasi kepada masyarakat umum.
Kesuksesan program penerapan teknologi
informasi di Korea Selatan dan Belanda
terjadi karena adanya perencanaan secara
mendalam. Variabel-variabel yang dapat
mempengaruhi proyek penerapan
teknologi informasi dicermati dan
direfleksikan secara mendalam saat tahap
perencanaan. Indonesia tidak bisa secara
langsung meniru proyek penerapan
teknologi informasi dari negara asing
karena perbedaan tingkat ekonomi, politik
dan sosial budaya antara negara asing dan
Indonesia menyebabkan besar
kemungkinan gagalnya proyek tiruan.
Mekanisme pendaftaran tanah berbasis
teknologi informasi haruslah
Prospek Penerapan ..., Jason Octavio Tigris, FH UI, 2016
memperhatikan asas-asas diatas. Karena
pada konsepnya penerapan teknologi
informasi tersebut bersifat menunjang
mekanisme yang sudah ada. Penerapan
teknologi informasi dalam pendaftaran
tanah bertentangan dengan pandangan
umum bahwa pendanaan pendaftaran tanah
perlu diberikan kepada administrasi
pemerintahan pertanahan itu sendiri untuk
mengembangkan sistem pertanahan suatu
negara. Birokrasi pemerintah pada
umumnya merupakan sumber dan bukan
solusi dari permasalahan yang timbul
dalam pendaftaran tanah. Solusi dari
permasalahan dan inefisiensi pendaftaran
tanah dapat diselesaikan dengan cara
memberi pendanaan dan mengembangkan
sistem elektronik, pusat-pusat data, teknik
pemetaan yang hemat biaya dan strategi
politik yang melawan kepentingan-
kepentingan kelompok tertentu seperti
politisi, tuan tanah, pengacara dan birokrat
yang mengambil keuntungan dari
inefisiensi birokrasi pertanahan. (Peter F.
Schaefer dan Clayton Schaefer, 2013)
Berdasarkan wawancara dengan petugas
Badan Pertanahan Nasional / Kementrian
Agraria dan Tata Ruang bidang PPAT
wilayah Jakarta Pusat (narasumber tidak
disebutkan namanya atas permintaaan
sendiri), kondisi yang selama ini menjadi
hambatan dalam pelaksanaan mekanisme
pendaftaran tanah secara efektif dan efisien
adalah kurangnya jumlah sumber daya
manusia yang memadai. Narasumber juga
menjelaskan bahwa dalam prakteknya,
petugas loket kantor pertanahan umumnya
merupakan pekerja tidak tetap ataupun
magang sehingga tidak memiliki
kualifikasi yang memadai. Hal ini terjadi
karena kurangnya petugas tetap di dalam
lembaga pertanahan itu sendiri. Akibat
yang timbul adalah pintu administrasi
pertanahan tidak dilaksanakan oleh sumber
daya manusia yang memadai sehingga
memperlambat mekanisme pendaftaran
tanah yang sudah ada.
Kondisi dan solusi dari kurangnya sumber
daya manusia ini juga dijelaskan dalam
wawancara oleh PPAT dan Notaris
Buntario Tigris Darmawang. Menurut
beliau, mekanisme pendaftaran tanah saat
ini yang masih menggunakan sistem tatap
muka tidak efektif karena menghabiskan
waktu yang cukup banyak. Kondisi lain
yang ditemukan adalah kurangnya petugas
pertanahan yang memberikan pelayanan
pertanahan sehingga sering diganti oleh
petugas tidak tetap ataupun petugas
magang. Mekanisme pendaftaran tanah
yang sekarang juga rawan dengan korupsi
oleh pejabat pertanahan. Solusi yang
dijelaskan oleh beliau adalah pembagian
tugas Badan Pertanahan Nasional kepada
PPAT dalam hal pendaftaran tanah
sehingga menggeser peran Badan
Prospek Penerapan ..., Jason Octavio Tigris, FH UI, 2016
Pertanahan Nasional menjadi pengawas
dan memberikan PPAT beban kerja dalam
pelaksanaan pendaftaran tanah. Sistem ini
merupakan sistem yang dilaksanakan
dalam pendaftaran tanah di negara
Belanda.
Kondisi diatas sesuai dengan apa yang
dituangkan dalam teori sistem hukum oleh
Lawrence M. Friedman. Teori sistem
hukum Friedman menyatakan bahwa
kesuksesan penegakan hukum itu
bergantung pada tiga unsur yaitu struktur
hukum, substansi hukum dan budaya
hukum yang ada di dalam masyarakat.
(Lawrence Friedman, 1997). Struktur
hukum terdiri dari unsur-unsur seperti
jumlah dan ukuran pengadilan, jurisdiksi
pengadilan, prosedur lembaga penegakan
hukum yang diikuti oleh aparat
dibawahnya. Secara singkat struktur
hukum adalah lembaga hukum yang
memiliki tujuan untuk menjalankan hukum
yang ada. Substansi hukum adalah
peraturan nyata, norma dan pola perilaku
dari aparat yang berada dalam sistem
hukum. Penekanan dalam substansi hukum
ini berada di hukum nyata bukan sekadar
peraturan yang tertulis di buku-buku.
Unsur terakhir dalam sistem hukum
Friedman adalah budaya hukum. Friedman
menyatakan bahwa budaya hukum adalah
sikap masyarakat terhadap hukum dan
sistem hukum. Sikap ini merupakan
suasana pemikiran dan kekuatan sosial
yang menentukan bagaimana hukum
digunakan, dihindari ataupun disalah
gunakan.
Selain penerapan teknologi informasi
dalam mekanisme pendaftaran tanah,
penerapan teknologi informasi juga dapat
dilakukan dalam hal pengukuran bidang
tanah. Teknologi yang ada sekarang seperti
GPS dan Peta 3 Dimensi dapat
dimanfaatkan secara langsung untuk
mengukur bidang tanah secara jelas dan
akurat. Sebagai contoh negara Belanda
sejak tahun 2000 menggunakan sistem
GPS RTK (real time kinematics) dalam
melakukan pengukuran bidang tanah untuk
pendaftaran tanah. Pengamatan terhadap
penggunaan teknologi GPS dalam
pengukuran bidang tanah di Belanda
menunjukkan bahwa 25% dari survey
pertanahan dapat dilakukan secara lebih
efektif menggunakan teknologi GPS
dibanding pengukuran konvensional.
4. Kesimpulan Penerapan teknologi informasi dalam
sistem pendaftaran di Indonesia tidak dapat
dilaksanakan secara langsung. Penerapan
tersebut memerlukan adanya perencaan
yang mendalam karena infrastruktur yang
ada saat ini belum dapat mengakomodasi
Prospek Penerapan ..., Jason Octavio Tigris, FH UI, 2016
penerapan teknologi informasi. Mengambil
contoh komparasi dari negara Belanda dan
Korea Selatan, Indonesia memerlukan
suatu peraturan perundangan sebagai dasar
hukum penerapan teknologi informasi
dalam mekanisme pendaftaran tanah.
Bentuk peraturan perundangan tersebut
dapat dilihat dalam penerapan teknologi
informasi SABH (Sistem Administrasi
Badan Hukum) yang dilaksanakan oleh
Kementrian Hukum dan HAM.
Perencanaan penerapan teknologi
informasi dalam pendaftaran tanah harus
memperhatikan kondisi politik, ekonomi
dan sosial budaya dari negara setempat
sehingga Indonesia tidak dapat secara
langsung meniru program yang ada.
Negara Belanda dan Korea Selatan sukses
menerapkan penggunaan teknologi
informasi karena dilakukan dengan
perencanaan yang mendalam dan
pelaksanaan secara tahap demi tahap.
Penggunaan teknologi informasi dalam
bidang pertanahan akan memberikan
kemajuan yang pesat dan meningkatkan
kualitas pelayanan di bidang pertanahan.
Salah satu hambatan yang muncul dalam
usaha penerapan teknologi informasi
adalah kurangnya sumber daya manusia
yang memadai baik dari sisi kualitas dan
kuantitas di lembaga pertanahan Indonesia.
Kondisi ini ditemukan setelah dilakukan
wawancara dengan berbagai pihak yang
berinteraksi sehari-hari dengan mekanisme
pendaftaran tanah. Penerapan teknologi
informasi memerlukan sumber daya
manusia yang memiliki kualifikasi
keahlian dan jika sistem informasi tersebut
sudah berjalan secara sepenuhnya maka
kondisi kurangnya jumlah sumber daya
manusia dapat diatasi. Sistem berbasis
elektronik juga menghindari terjadinya
praktik-praktik pungutan liar yang
dilakukan oleh oknum-oknum tidak
bertanggung jawab. Hal ini terjadi karena
sistem elektronik akan merubah birokrasi
pertanahan di bidang mekanisme sehingga
lebih menjamin transparansi mekanisme
pendaftaran tanah.
Kekurangan dari penerapan teknologi
informasi adalah perlu biaya yang cukup
besar di muka karena kurangnya
infrastruktur teknologi di Indonesia yang
dapat mendukung program elektronisasi
pendaftaran tanah. Hambatan muncul
dalam upaya meyakinkan pejabat-pejabat
terkait untuk memberikan alokasi dana
dalam elektronisasi pendaftaran tanah.
Studi komparatif dari Korea Selatan sudah
menunjukkan bahwa penggunaan
teknologi informasi dalam pendaftaran
tanah memberikan penghematan uang yang
signifikan dalam jangka panjang.
Pendanaan teknologi informasi untuk
pendaftaran tanah bertentangan dengan
pandangan klasik yang menyatakan bahwa
Prospek Penerapan ..., Jason Octavio Tigris, FH UI, 2016
untuk memajukan suatu lembaga
diperlukan pendanaan kepada birokrasi
terkait. Kondisi ini sulit diterapkan di
Indonesia karena birokrasi yang ada
khususnya di bidang pertanahan masih
belum tertata secara baik.
Salah satu implikasi yang muncul adalah
terjadinya pergeseran sistem publikasi
pertanahan di Indonesia ke arah positif.
Hal ini terjadi karena dengan adanya
teknologi informasi pemerintah dapat
menjamin kebenaran data-data pertanahan
yang ada sehingga sertifikat alat bukti
pertanahan berubah kedudukannya dari
alat bukti yang kuat menjadi alat bukti
yang mutlak. Indonesia harus siap secara
hukum untuk mengakomodasi perubahan
ini karena berdasarkan Undang-Undang
Pokok Agraria, sertifikat tanah adalah alat
bukti kuat sehingga perlu adanya suatu
peraturan perundangan yang mengatur
pergeseran ini. Dampak yang muncul atas
pergeseran ini adalah sertifikat alat bukti
tanah tidak dapat dibatalkan di muka
pengadilan tetapi bagi pihak yang
dirugikan akibat terbitnya sertifikat ini
hanya dapat diberikan ganti rugi oleh
Pemerintah.
5. Daftar Acuan Buku Ali, Tubagus Haedar, Kajian Kebijakan
Makro Teknologi dan
Informasi,Jakarta:BPN,1997
Chomzah, Ali Achmad, Hukum Agraria
Pertanahan Indonesia Jilid 2, Jakarta:
Prestasi Pustakarya 2004
Effendie, Bachtiar, Pendaftaran Tanah di
Indonesia dan Peraturan Pelaksananya,
Bandung: Penerbit Alumni, 1993
Friedman, Lawrence M., “American Law:
An Introduction”, cet.2, New York: W.W
Norton and Company, 1997
Gautama, Sudargo dan G.Sukahar Badwi,
“Tafsiran Undang-Undang Pokok
Agraria”, Bandung: Alumni, 1989
Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia
: Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya,
Jakarta : Penerbit Djambatan, 2008
Hutagalung, Arie S. dkk. “Hukum
Pertanahan di Belanda dan Indonesia”,
Bali: Pustaka Larasan, 2012
Makarim, Edmond, Tanggung Jawab
Hukum Penyelenggara Sistem
Elektronik,Jakarta: Rajagrafindo, 2010
Prospek Penerapan ..., Jason Octavio Tigris, FH UI, 2016
Muhammad, Abdulkadir, Hukum dan
Penelitian Hukum, Cet. 1, Bandung: PT.
Citra Adya Bakti, 2004
Parlindungan, A.P. “Pendaftaran Tanah
Indonesia”, Bandung: Mandar Maju, 1999
Santoso, Urip, Hukum Agraria, Jakarta:
Kencana, 2012
Santoso, Urip, Pendaftaran dan Peralihan
Hak atas Tanah, Jakarta: Kencana, 2010
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji,
Penelitian Hukum Normatif: Suatu
Tinjauan Singkat, Cet. 8, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006
Sutedi, Adrian, Peralihan Hak atas Tanah
dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar
Grafika,2008
Artikel
Buku Petunjuk Pengoperasian Aplikasi
Notaris SABH, 6
Cara Kerja Sistem Administrasi Badan
Hukum
SABH, SABH-NG Menjawab Tantangan
Zaman, Diapresiasi Banyak Negara,
Renvoi (Nomor 7/79, Desember, Th
07/2009).
Sinaga, Syamsudin Manan ,
“Penyederhanaan Prosedur Pengesahan
Perseroan Terbatas Dalam Rangka
Menggairahkan Iklim Investasi di
Indonesia,” Makalah Acara Rapat Pleno
Ikatan Notaris Indonesia, Medan, 30 Maret
2007
BPN CIMSA IG. A.I.E., Komputerisasi
BPN (Land Office Computerization) Fase
2B LOC 2B “LOC 2b Office Application
Development), (Jakarta: CIMSA Ig. A.I.E,
2006, 3-4
Skripsi dan Tesis
Nazirwan, “Cyber Pelayanan Pemeliharaan
Data Pendaftaran Tanah Secara Online di
Kantor Pertanahan Administrasi Jakarta
Barat”, Tesis Magister Kenotariatan
Universitas Indonesia, Depok,2012
Peraturan Perundangan
Belanda, Cadastre Act, Bulletin of Acts,
Orders and Decrees, 1991, No.571
Indonesia, Undang-Undang Pokok
Agraria.,UU No. 5 Tahun 1960, LN No.
104 Tahun 1960. TLN No. 2043,
Prospek Penerapan ..., Jason Octavio Tigris, FH UI, 2016
_______, Penjelasan Undang-Undang
Republik Indonesia tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. UU No.11 Tahun
2008, LNRI Tahun 2008 No.58, TLN
No.4843
________, Peraturan Pemerintah
Pendaftaran Tanah, PP No.10 Tahun
1961, LN No. 28 Tahun 1961. TLN No.
2171
________, Peraturan Pemerintah
Pendaftaran Tanah, PP No.24 Tahun
1997, LN No. 59 Tahun 1997. TLN No.
3696
________, Lampiran Peraturan
Pemerintah tentang Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Badan Pertanahan Nasional, PP No.13
Tahun 2010, LN RI Tahun 2010 No.18,
TLN RI No.5100
Korea Selatan, Real Estate Registration
Act, Act No.9401, 2009.
Internet
Dainith, John, "IT", A Dictionary of
Physics, Oxford University Press, 2009,
diakses 5 Oktober 2015
Publications, FIG, “FIG Statement on the
Cadastre”, , diakses 5 Oktober 2015,
http://www.fig.net/resources/publications/f
igpub/pub11/figpub11.asp#6.4
http://site.bpn.go.id/o/Layanan-
Pertanahan.aspx , diakses 10 November
2015
http://www.kadaster.nl/web/english.htm,
diakses tanggal 15 November 2015
http://www.eurocadastre.org/pdf/310107_
Netherlans_TEXT.pdf, diakses tanggal 15
November 2015
http://koreanlii.or.kr/w/index.php/Real_pro
perty, diakses tanggal 26 November 2015
http://www.doingbusiness.org/data/explore
economies/korea/registering-property/,
diakses tanggal 27 November 2015
http://yusril.ihzamahendra.com/2008/11/17
/penjelasan-tentang-sisminbakum/,
diakses tanggal 7 November 2015 Pukul
16.00 WIB
http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/9631 ,
diakses tanggal 1 Januari 2015
Jurnal
Henssen, J.L.G. dan Williamson, I.P.
“Land registration, cadastre and its
interaction; a world perspective”,
Proceedings XIX FIG Congress,
Prospek Penerapan ..., Jason Octavio Tigris, FH UI, 2016
Commission 7, Paper 701.1, Helsinki 1990,
20
Jang, Bong-Bae dan June-Hwan KOH,
Cadastre 2014 – A Case Study from South
Korea, 2
Park, Jong Taek dan Joungyoon Chun, The
Establishment of Korea Land Information
System, 2013 Modularization of Korea’s
Development Experience (April 2014), 68-
75
Saxena, Naresh C, Updating Land
Records: Is Computerisation Sufficient,
Economic and Political Weekly Vol.40
No.4, Januari 2005, 321
Schaefer, Peter F dan Clayton Schaefer,
An Innovative Approach to Land
Registration in the Developing World:
Using Technology to Bypass the
Bureaucracy, Policy Analysis No.765, 3
Desember 2014, 10
Tembom, Emmanuel, Johnson Kampamba
dan Bipuso Nkwae, Land Registration in a
Digital Envinronment,FIG Congress 2014,
Kuala Lumpur: FIG Publications,2014. 5-6
Vos, Jacques, “The Digitalization of Land
Registration in the Netherlands: Paving
The Road For Cross Border Practices” ,
Ponencias y Comunicaciones
presentadasal XVII Congreso
Internacional de Derecho Registral, 2013,
1
Wakker, Willem Jan, Paul van der Molen
dan Christian Lemmen, “Land registration
and cadastre in the Netherlands, and the
role of cadastral boundaries: The
application of GPS technology in the
survey of cadastral boundaries.” Journal of
Geospatial Engineering, Vol. 5, No.1
(June 2003), 4-8
Youngho,Lee, 2006, The Role of Cadastral
Information for the Good Land
Administration in South Korea,3
Zevenbergen, Jaap,”A Systems Approach
to Land Registration and Cadastre”,
Nordic Journal of Surveying and Real
Estate Research, Vol.1, 2004, 1
Prospek Penerapan ..., Jason Octavio Tigris, FH UI, 2016