prosiding bimbingan dan konselinge-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu...

23
1

Upload: others

Post on 15-Jul-2020

29 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

1

Page 2: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

2

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL

BIMBINGAN DAN KONSELING

PERGURUAN TINGGI

“Mengokohkan Peran Program Bimbingan dan

Konseling di Perguruan Tinggi dalam Rangka

Menyongsong Generasi Emas 2045”

BANDUNG, 6 APRIL 2018

Unit Pelaksana Teknis Bimbingan dan Konseling & Pengembangkan Karir (UPT-BKPK)

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

Page 3: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

3

Prosiding Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Perguruan Tinggi

Editor: Prof. Dr. Syamsu Yusuf, LN, M.Pd.

Sofwan Adiputra, M.Pd

Reviewer: Dr. Anne Hafina, M.Pd.

Dody Hartanto, M.Pd.

Wahidin, M.Pd.

Muhamad Rifa’i Subhi, M.Pd.I. Mujiyati, M.Pd

Diselenggarakan atas kerjasama: Unit Pelaksana Teknis Bimbingan dan Konseling

& Pengembangkan Karir (UPT-BKPK) Ikatan Bimbingan Konseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN)

Diterbitkan Oleh: Unit Pelaksana Teknis Bimbingan dan Konseling

& Pengembangkan Karir (UPT-BKPK)

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

2018

ii

Page 4: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

4

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil’alamin. Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga prosiding ini

dapat terselesaikan dengan baik. Prosiding yang telaha tersusun ini berisi kumpulan

artikel dari berbagai daerah yang telah dipaparkan dalam Seminar Nasional Bimbingan

dan Konseling Perguruan Tinggi oleh Unit Pelaksana Teknis Bimbingan dan Konseling & Pengembangkan Karir (UPT-BKPK) bekerjasama dengan Ikatan Bimbingan

Konseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia

(ABKIN) di Bandung pada Jumat, 6 April 2018. Seminar ini mengangkat tema “Mengokohkan Peran Program Bimbingan dan

Konseling di Perguruan Tinggi dalam rangka menyongsong generasi emas tahun 2045”.

Pada periode usia mahasiswa sering kali menghadapi dua persoalan, yakni tuntutan

akademik dan tuntutan sosioemosional. Mahasiswa sering kali belum mampu mengatasi

persoalan dirinya dengan baik sehingga membutuhkan bimbingan dalam membantu

menyelesaikan masalahnya. Dosen pembimbing akademik (dosen PA) atau konselor di PT

memiliki peran penting untuk membimbing dan memfasilitasi mahasiswa untuk

mengembangkan potensi dan memecahkan masalah yang dihadapinya.

Kegiatan ini bertujuan menghasilkan gambaran pelaksanaan layanan bimbingan dan

konseling di perguruan tinggi. Artikel-artikel yang disajikan diharapkan dapat menambah

wawasaan keilmuaan dalam upaya membantu mahasiswa di perguruan tinggi.

Kami menyampaikan ucapan terimakasi atas partisipasi para pembicara pada sesi

paralel. Kami menyadari bahwa prosiding ini tentu saja tidak luput dari kekurangan,

untuk itu segala saran dan kritik kami harapkan demi perbaikan pada masa yang akan

datang.

Hormat Kami

Editor

iii

Page 5: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

5

DAFTAR ISI

Pemakalah Utama

No Judul/ Penulis Halaman

1 Program Bimbingan dan Konseling di perguruan Tinggi 1

(Syamsu Yusuf LN)

2 Tim Pelaksana Bimbingan dan Konseling (TPBK) Universitas 19

Padjadjaran (Lynna Lidyana)

Pemakalah Pendamping

No Judul/ Penulis Halaman

3 Dinamika Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Perguruan 23

Tinggi

(Ali Rachman, Muhammad Andri Setiawan)

4 Urgensi Pelaksanaan Konseling Pra Nikah Bagi Mahasiswa di 29

Perguruan Tinggi

(Muhammad Bisri)

5 Road Map Pelaksanaan Layanan Konseling di Perguruan Tinggi 37

(Zaen Musyirifin)

6 Membangkitkan Moral Religiusitas Konselor di Perguruan Tinggi 49

(Muhamad Rozikan)

7 Teknologi Informasi Berbasis Media Grafis Dalam Upaya 59

Peningkatan Inovasi di Perguruan Tinggi

(Restu Dwi Ariyanto)

8 Peningkatan Kapasistas Konselor di Perguruan Tinggi dalam 69

Kompleksitas Problematika Mahasiswa

(Agus Wibowo, Nurul Atieka, Hadi Pranoto)

9 Analisis Kebutuhan Pengembangan Diri Mahasiswa: Asessmen 77

dalam Pendidikan, Bimbingan dan Konseling Perguruan Tinggi

(Triana Lestari)

10 Menumbuhkan Karakter Optimis Melalui Konseling Bagi 87

Mahasiswa (Refleksi Bimbingan dan Konseling di Biro Tazkia IAIN Salatiga)

(Wahidin)

v

Page 6: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

6

11 Profil Kematangan Karier Mahasiswa STAI Siliwangi Bandung 99

(Ahmad Rifqy Ash Shiddiqy)

12 Perencanaan Karier Mahasiswa Ditinjau dari Orientasi Locus of 111

Control Self Management

(Eko Sujadi, Bukhari Ahmad, Donal , Raja Rahima MRA)

13 Need Assessment Layanan Bimbingan Dan Konseling Pada 123

Mahasiswa Instika

(Sunhiyah)

14 Mengenal Defence Mechanism di Kalangan Mahasiswa 135

(Andar Ifazatul Nurlatifah)

15 Bimbingan dan Konseling Pranikah untuk Meningkatkan 147

Persiapan Pernikahan Pada Masa Dewasa Awal

(Mardia Bin Smith, Mohamad Awal Lakadjo)

16 Strategi Coping Remaja pada Perilaku Menyimpang 159

(Ririanti Rachmayanie J., M. Arli Rusandi)

17 Keterampilan Konselor dalam Melepas Emosi Negatif Anak 167

dengan Terapi Reframing

(Hengki Yandri, Dosi Juliawati, Alfaiz, Nofrita)

18 Expressive Art Therapy pada Mahasisawa 179

(Ninil Elfira)

19 Sex Counseling untuk Mengatasi Disfungsi Seksual dalam 187

Hubungan Seks Pasangan Suami-Istri

(Irvan Usman, Mohamad Awal Lakadjo)

20 Multicultural Considerations in Group PlayTherapy 197

(Hartini)

21 Pre-Marriage Counseling Trough Transactional Analysis 211

Approach

(Selvia Tristianty Hidajat)

22 Identifikasi Masalah pada Mahasiswa Program Studi Bimbingan 221

dan Konseling FKIP Universitas Lambung Mangkurat

Banjarmasin

(Nina Permata Sari, Akhmad Sugianto)

23 Depresi sebagai Dampak Kegagalan Penyesuaian Diri pada 225

Mahasiswa

(Qurrotu Ayun)

24 Efforts oo Improve The Self Esteem of The LGBT Community 241

Medan City Through Service Mentoring and Counseling Technique Self-Management

(Gusman Lesmana)

vi

Page 7: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

7

25 Program Layanan BK untuk Mahasiswa Mengalami Mental Block 247

dalam Proses Penulisan Skripsi

(Arif Taufiq Dani Abdillah)

26 Perkembangan Karier dan Perkembangan Psikososial Mahasisw 257

di Masa Dewasa Awal

(Yudi Kusyadi)

27 Couple Therapy: Sebuah Pendekatan Integratif Konseling 271

Pernikahan Perspektif Islam

(Sofwan Adiputra, Mujiyati)

28 Pendekatan Sufistik dalam Bimbingan dan Konseling 281

(Muhamad Rifa’i Subhi, Nur Alfiah)

vii

Page 8: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

1

PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK PERGURUAN TINGGI

BANDUNG, 6 APRIL 2018

DEPRESI SEBAGAI DAMPAK KEGAGALAN

PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA

Qurrotu Ayun Institut Agama Islam Negeri Salatiga

Email: [email protected]

Abstract

Students college ideally have the physical and psychological readiness to adapt to the

new environment. Many complaints are experienced by students such as too heavy

academic burden, family problems, financial problems, problems in friendship, have

unattended psychiatric problems, traumatic events, immaturity, substance abuse and lack

of life skills. The inability to seek solu tation of the problems experienced has an impact

on serious mental health such as depression. Depression is a common mental disorder in

the community. Starting from unresolved stress, then a person can fall into the depression

phase. a person who is depressed generally has a disorder that includes emotional state,

motivation, functional, and behavioral movement and cognition. Depression is a disorder

of the heart feeling characterized by distorted affects or loss of interest or excitement in

daily activities accompanied by other findings such as sleep disorders and appetite

changes. Handling and prevention to overcome depression in students is to provide a

means of counseling and psychotherapy. Some of the therapies that can be given to treat

depression are psychodynamic therapy, CBT and social skills therapy.

Keywords: Adjustment, Depression, Student.

© Published by Panitia SNBKPT 2018

1. PENDAHULUAN

Menjadi mahasiswa bukanlah merupakan hal yang mudah bagi sebagian remaja yang

telah lulus dari SMA. Menjadi mahasiswa mengharuskan remaja yang bersangkutan untuk

melakukan penyesuain-penyesuaian diri dengan situasi dan tuntutan baru.

Kekurangmampuan dalam melakukan penyesuaian diri dengan situasi dan tuntutan yang

ada dapat menimbulkan tekanan-tekanan bagi remaja yang bersangkutan. Hal ini bila

dibiarkan akan mempengaruhi kesehatan mental yang bersangkutan. Banyak keluhan yang

muncul yang dialami oleh mahasiwa seperti beban akademik yang terlalu berat, masalah

keluarga, masalah finansial, masalah dalam pertemanan, memiliki problematika kejiwaan

yang belum tertangani, peristiwa traumatik, ketidakmatangan diri, penyalahgunaan zat serta

kurangnya ketrampilan hidup. Ketidakmampuan dalam

Page 9: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

2

PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK PERGURUAN TINGGI

BANDUNG, 6 APRIL 2018

mencari soluasi terhadap masalah yang dialami berdampak pada kesehatan mental yang

serius.

Brouwer (Alisjahbana,dkk, 1983) mencatat beberapa masalah yang harus

diperhatikan oleh mahasiswa dalam kaitannya penyesuaian diri dengan situasi dan

status baru yang dihadapi. Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri dari beberapa

masalah tersebut dapat menimbulkan tekanan mental bagi mahasiswa yang

bersangkutan. Masalah pertama yang perlu diperhatikan adalah mengenai perbedaan

cara balajar. Pelajar SMA biasanya memiliki cara belajar yang lebih pasif dibandingkan

mahasiswa. Hampir semua materi pelajaran SMA diberikan oleh guru. Asalkan siswa

menyimak baik-baik materi yang diberikan dan belajar hanya dari materi tersebut,

biasanya itu sudah cukup. Berbeda dengan perguruan tinggi yang menuntut mahasiswa

untuk lebih aktif dalam memahami dan mempelajari materi. Materi yang diberikan oleh

dosen biasanya bersifat pengantar, sedangkan pendalaman lebih lanjut diberikan kepada

mahasiwa yang bersangkutan. Ini menyebabkan kedalaman dalam memahami suatu

materi tergantung dari keaktifan mahasiswa dengan usahanya mencari referensi-

referensi yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Belum lagi perbedaan sistem

paket yang diterapkan di SMA dan sistem SKS yang berlaku diperguruan tinggi, yang

betul-betul menuntut mahasiswa untuk lebih aktif kalau ingin lulus dengan nilai yang

memuaskan dan dalam jangka waktu yang singkat.

Masalah kedua adalah berkaitan dengan perpindahan tempat. Bagi sebagian besar

mahasiswa, memasuki perguruan tinggi berarti juga harus berpindah tempat dari yang

tinggal bersama dengan orang tua, menjadi tinggal bersama dengan orang lain, entah itu

kost, mondok, kontrakan atau tinggal bersama saudara. Belum lagi bila situasi di tempat

asal ternyata berbeda sama sekali dengan situasi di tempat baru. Misalnya dari

lingkungan desa ke kota besar, tempat biasanya perguruan tinggi yang baik berada.

Perpindahan tempat semacam ini membutuhkan energi yang besar untuk melakukan

penyesuaian diri pada awalnya.

Masalah ketiga adalah berkaitan dengan mencari teman baru dan hal-hal yang

berkaitan dengan pergaulan. Manjadi mahasiswa berarti hubungan dengan teman-teman

karib sewaktu SMA menjadi semakin renggang karena pertemuan yang semakin kurang dan

sekaligus ada tuntutan untuk mencari teman-teman baru. Mencari teman yang cocok

bukanlah merupakan hal yang mudah. Apalagi biasanya teman-teman kuliah maupun di

tempat sekitar tinggal biasanya juga berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Gagal

mendapatkan teman yang sesuai bisa berakibat timbulnya perasaan kesepian. Berkaitan

dengan masalah teman dan pergaulan ini adalah masalah seksualitas. Mahasiswa secara

biologis seksualitasnya telah matang. Namun norma-norma sosial dan agama masih

Page 10: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

3

PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK PERGURUAN TINGGI

BANDUNG, 6 APRIL 2018

menghalangi aktualitas perilaku seksual secara penuh. Ketika masih dalam lingkungan

keluarga sedikit banyak masih ada kontrol dari orang tua, saudara dan lembaga

kemasyarakatan (organisasi, masjid, gereja, dan perkumpulan remaja) yang membantu

remaja yang bersangkutan untuk mengatasi masalah seksualitasnya. Namun ditempat

yang baru, ketika mahasiswa yang bersangkutan dituntut untuk membuat keputusan dan

pilihan sendiri, seksualitas dapat muncul menjadi masalah yang serius.

Masalah keempat berhubungan dengan masalah perubahan relasi. Relasi dengan

orang tua, saudara dan teman sewaktu tinggal di rumah merupakan relasi yang bersifat

pribadi. Namun relasi-relasi tersebut berubah menjadi lebih bersifat fungsional ketika

menjadi mahasiswa. Relasi orangtua-anak, antar saudara, antar teman sepermainan

diganti dengan relasi dosen-mahasiswa, mahasiswa-mahasiwa dan sebagainya.

Perubahan relasi ini juga dapat menjadi kesulitan tersendiri bagi mahasiswa. Masalah

kelima berkaitan dengan pengaturan waktu. Menjadi mahasiswa untuk sebagian orang

berarti bebas mengatur waktu menurut kehendaknya sendiri, karena tidak ada orang lain

yang mengontrol. Ketidakmampuan untuk mengontrol waktu antara kuliah, belajar,

bermain dan aktivitas lainnya dapat mengakibatkan munculnya masalah lain terutama

dengan kegiatan tugas belajarnya.

Masalah lainnya menyangkut nilai-nilai hidup. Berbagai macam orang yang

ditemui serta berbagai macam informasi yang diterima di perguruan tinggi yang

biasanya lebih terbuka, bisa mengakibatkan mahasiswa ynag bersangkutan mengalami

krisis nilai. Nilai-nilai lama yang dibawa dan dihidupi selama ini dihadapkan dengan

nilai baru yang ditemui yang dirasa lebih sesuai. Tidak jarang selama masa krisis ini,

kehidupan mahasiswa yang bersangkutan menjadi tidak menentu dan membawa

dampak negatif bagi kesejahteraanya. Masalah-masalah diatas menjadi sumber

tekanan/stres dan membangkitkan emosi tersendiri bagi mahasiswa. Bila mahasiswa

yang bersangkutan berhasil menangani tekanan-tekanan yang dihadapinya tersebut

dengan sukses, maka dia akan dapat menjalani kehidupannya dan perannya sebagai

mahasiswa dengan baik dan lancar. Namun bila mahasiswa tersebut gagal mengatasi

tekanan yang ada, maka peranannya sebagai mahasiswa dan kehidupan pribadinya akan

mengalami gangguan dan hambatan. Gangguan dan hambatan tersebut bermacam-

macam bentuknya, mulai dari kekurangmampuan untuk menunjukkan hasil yang

optimal dalam belajar atau gangguan-gangguan psikis, seperti gangguan suasana

perasaan (Maslim, 1998) yang berakibat munculnya simptom-simptom depresi.

Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri menyebabkan mahasiswa

mengalami Depresi bahkan yang lebih berat sampai melakukan tindakan bunuh diri.

Beberapa kasus yang terjadi yang perlu mendapat sorotan terkait kesehatan mental pada

Page 11: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

4

PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK PERGURUAN TINGGI

BANDUNG, 6 APRIL 2018

mahasiswa adalah maraknya kasus bunuh diri pada mahasiwa. Berita tentang seorang

mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta (PTS) di Bogor mengakhiri hidupnya

dengan menggantung diri di dalam kamar di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor.

Mahasiswa tersebut meninggalkan surat yang isinya meminta maaf kepada keluarganya

karena korban merasa terlambat sukses dan terjerumus dalam narkoba, judi, dan

pergaulan bebas sehingga membuat korban menderita (liputan 6.com, nov 2017). Kasus

bunuh diri lainnya dikarenakan putus cinta juga terjadi di Buleleng, Bali.

Ketidakmampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah yang dialami membuat

seseorang mengambil tindakan jalan pintas yaitu bunuh diri. Padahal apabila dicermati

lebih jauh dan mendapatkan penanganan sejak awal sebenarnya mereka dapat keluar

dari masalah yang dialami.

2. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menitik beratkan pada

penelitian kepustakaan (library research) dengan mengkaji buku-buku, dan naskah

yang bersumber dari khazanah kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang

diangkat dalam penelitian ini (Efendy, 1989: 192). Sumber data yang digunakan terbagi

menjadi dua bentuk primer dan sekunder. Data primer adalah buku yang dijadikan

pegangan utama berupa kajian Kesehatan mental pada mahasiswa . Sedangkan data

sekunder adalah naskah, artikel yang masih dianggap relevan dengan kajian penelitian

(Arikunto, 2006: 131). Metode analisis yang digunakan adalah analisis diskriptif, yang

difungsikan untuk menentukan hubungan antar kategori dengan yang lain, melalui

interpretasi yang sesuai dengan peta penelitian yang dibimbing oleh permasalahan yang

sedang di kaji dalam tujuan penelitian untuk mewujudkan kontruksi teoritis sesuai

dengan permasalahan penelitian (Surakhmand, 1980: 93).

3. PEMBAHASAN

Pengertian Depresi Menurut National Instiutte Of Mental Health gangguan depresi adalah merupakan

suatu penyakit”tubuh menyeluruh” (Whole-Body), yang meliputi tubuh, suasana perasaan

(mood), dan pikiran. Seseorang yang terkena depresi berdampak pada cara makan dan tidur,

cara seseorang merasa mengenai dirinya sendiri dan cara orang berpikir mengenai sesuatu.

Menurut World Health Organization (WHO), gangguan depresi menempati urutan ke

empat penyakit di dunia. Pada tahun 2020 diperkirakan depresi akan menempati urutan ke

dua untuk beban global penyakit tidak menular. Menurut data Badan Kesehatan Dunia

meningkatnya depresi yang tidak dapat dikendalikan dapat

Page 12: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

5

PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK PERGURUAN TINGGI

BANDUNG, 6 APRIL 2018

menyebabkan banyak orang untuk bunuh diri karena tidak mampu menghadapi beban

hidup. Mereka yang masih mampu bertahan hidup, akan mengalami keterbelakangan

mental. Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat.

Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang dapat jatuh ke fase depresi. Orang

yang mengalami depresi umumnya mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi,

motivasi, fungsional, dan gerakan tingkah laku serta kognisi. Depresi adalah suatu

gangguan perasaan hati (afek) yang ditandai dengan afek distorik atau kehilangan minat

atau kegembiraan dalam aktivitas sehari-hari disertai dengan temuan-temuan lain

seperti gangguan tidur dan perubahan selera makan (Mengel & Schwiebert, 2001).

Gejala-gejala Depresi Menurut Hadi, penderita depresi dapat dikenali melalui beberapa gejala, yaitu :

a. Secara fisik mereka mengalami beberapa gangguan seperti : gerakan jadi lamban,

tidur tidak nyenyak, nafsu makan jadi menurun atau bahkan meningkat, gairah

seksual menurun bahkan bisa hilang sama sekali, dan lain-lain.

b. Kehilangan perspektif dalam hidupnya, pandangannya terhadap hidup, pekerjaan

dan keluarga menjadi kabur. Aaron Beck (dalam Hadi, 2004) menggambarkan hal

ini sebagai ”tiga kognisi”, pertama, terhadap dunia : cenderung melihat kekalahan,

kerugian dan penghinaan. Kedua, terhadap diri sendiri : menganggap diri kurang

baik, tidak layak dan tidak berharga. Menganggap diri bercacat, tidak diingini,

tidak berguna, dan menolak diri. Ketiga, terhadap masa depan : penuh dengan

kesukaran, frustrasi dan kerugian. c. Perasaan yang berubah-ubah dan sulit dikendalikan. Berbagai perasaan seperti

putus asa, kehilangan harapan, sedih cemas, rasa bersalah, apatis dan marah sering

muncul tak menentu dan menciptakan suasana hampa dan mati.

d. Beberapa gejala psikologis seperti kehilangan harga diri, menjauhkan diri dari

orang lain karena takut ditolak atau takut tanpa alasan dan ingin melarikan diri dari

masalah atau hidupnya sendiri bahkan menjadi peka secara berlebihan sering

dialami oleh mereka yang mengalami depresi. Davison, dkk menjelaskan bahwa memusatkan perhatian dapat menjadi sesuatu

yang sangat melelahkan bagi orang-orang yang mengalami depresi. Mereka tidak dapat

dengan mudah memahami apa yang mereka baca dan apa yang dikatakan orang pada

mereka. Percakapan juga dapat menjadi suatu pekerjaan yang melelahkan. Orang-orang

yang depresi berbicara dengan lambat, setelah lama terdiam, hanya menggunakan

beberapa kata dan nada suara rendah serta monoton. Banyak yang suka duduk sendirian

dan berdiam diri. Beberapa penderita lain merasa sangat bersemangat dan tidak dapat

Page 13: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

6

PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK PERGURUAN TINGGI

BANDUNG, 6 APRIL 2018

duduk tenang. Mereka bergerak cepat, meremas tangan, selalu mengeluarkan suara

mengeluh dan menyampaikan keluhan. Bila orang depresi dihadapkan dengan suatu

masalah, mereka tidak dapat memikirkan cara menyelesaikannya. Setiap momen menjadi

sangat berat dan kepala mereka terus menerus dipenuhi dengan pikiran menyalahkan diri

sendiri. Orang-orang yang depresi dapat mengabaikan kebersihan dan penampilan diri serta

mengeluhkan berbagai simtom somatik tanpa gangguan fisik yang jelas, Sangat berkecil

hati dan benar-benar tidak memiliki harapan serta inisiatif, mereka selalu merasa khawatir,

cemas, dan pesimis hampir sepanjang waktu. Beck (1985) menyebutkan bahwa gangguan

depresi tidak hanya gangguan afektif saja tapi meliputi: manifestasi emosional, kognitif,

motivasional, dan manifestasi vegetatif juga fisik. a. Dalam simtom emosional diartikan sebagai perubahan pada perasaan penderita

atau pada perilaku luar yang disebabkan perasaannya, manifestasinya berupa

kesedihan, berkurang bahkan hilangnya kesenangan, apatis berkurang bahkan

hilangnya perasaan cinta terhadap orang lain, kecemasan, hilangnya respon

terhadap kegembiraan. b. Simtom kognitif mengandung tiga bagian yang berbeda. Bagian pertama sikap

penderita yang menyimpang terhadap diri, pengalaman dan masa depannya.

Simtom ini termasuk menilai jelek diri sendiri. Penderita meyakini bahwa dirinya

adalah sumber berbagai permasalahan. Bagian ke tiga ditandai dengan

ketidakmampuan penderita dalam mengambil keputusan. c. Simtom motivasional diartikan dengan tidak adanya keinginan untuk melakukan

berbagai aktivitas seperti makan dan minum obat, timbulnya hasrat untuk mati dan

meningkatnya ketergantungan pada orang lain. d. Simtom perilaku dan vegetatif merupakan refleksi dari simtom-simtom di atas,

meliputi gangguan tidur, kepasifan seperti tiduran selama berjam-jam, menarik diri

dari hubungan dengan orang lain, retardasi dan agitasi pada perilakunya, gangguan

nafsu makan/anoreksia, gangguan aktivitas seksual. Beck menghubungkan tingkat

keparahan depresi dengan simtom-simtom sebagai berikut :

1) Menurunnya selera makan Tahap ringan muncul berupa ketidakinginan individu untuk makan,

tahap sedang ditandai dengan benar-benar hilangnya selera makan dan

individu lupa makan tanpa disadarinya, tahap berat individu harus memaksa

diri sendiri atau dipaksa orang lain untuk makan (beberapa kasus

menunjukkan kebalikannya, individu makan berlebihan).

Page 14: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

7

PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK PERGURUAN TINGGI

BANDUNG, 6 APRIL 2018

2) Gangguan tidur Tahap ringan ditandai apabila individu tidur dengan jumlah jam yang

lebih banyak dari biasanya dan individu menyadarinya. Beberapa kasus

menunjukkan kebalikannya, penderita bangun tidur lebih awal beberapa menit

sampai setengah jam dari biasanya. Tahap sedang ditandai apabila individu

bangun satu atau dua jam lebih awal dari biasanya. Tahap berat ditandai

apabila individu hanya tidur sekitar empat atau lima jam, mengalami kesulitan

untuk tidur kembali, sedangkan pada beberapa kasus individu tidak dapat

tidur sama sekali di malam hari.

3) Hilangnya gairah seksual Individu pada tahap ringan akan mengalami penurunan dalam merespon

Stimulus seksual, pada tahap sedang tidak memiliki hasrat seksual spontan

dan pada tahap berat individu benar-benar tidak memilki respon terhadap

stimulus seksual.

4) Timbulnya kelelahan Pada tahap ringan individu merasa cepat lelah dibanding dari biasanya,

tahap sedang penderita akan merasakan lelah saat bangun tidur pagi hari dan

tidak dapat diringankan dengan usaha-usaha seperti relaksasi, istirahat atau

rekreasi, pada tahap berat individu merasa terlalu lelah untuk melakukan

apapun. Dengan pemberian dorongan dari luar individu kadangkala mampu

mengerjakan tugas, tanpa dorongan dari luar individu tidak mampu

memobilisasi energi untuk mengerjakan tugas-tugas ringan sekalipun,

mengeluh bahwa ia tidak memiliki energi, bahkan untuk mengangkat tangan

sekalipun.

Depresi Sebagai Dampak Dari Gagalnya Penyesuaian Diri Pada Mahasiswa

Mahasiswa merupakan individu yang berada pada masa usia perkembangan masa

dewasa awal, yang merupakan periode penuh dengan tantangan, penghargaan, dan

krisis (Potter n Perry, 2005). Michael dkk dalam penelitiannya kepada 1445 mahasiswa

menyebutkan bahwa mahasiswa mengalami gejala depresi sejak awal masa kuliah

dengan berbagai penyebab masalah, seperti masalah akademik, kesendirian, masalah

ekonomi, dan sulit membangun hubungan. Untari (2005) menyebutkan bahwa masalah-

masalah yang dihadapi mahasiswa bersifat akademis dan non akademis dapat

menimbulkan gangguan mental emosional.

Dengan hal-hal baru yang terdapat di lingkungan perguruan tinggi mahasiswa

butuh kesiapan secara psikologis maupun sosial. Karena penyesuaian diri menuntut

231

Page 15: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

8

PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK PERGURUAN TINGGI

BANDUNG, 6 APRIL 2018

kemampuan mahasiswa untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya,

sehingga remaja merasa puas terhadap diri sendiri dan lingkungannya (Willis, 2005).

Penyesuaian diri sangat diperlukan oleh semua orang khususnya remaja karena menurut

(Santrock, 2002) kegoncangan dan perubahan diri banyak dialami oleh remaja, sehingga

tidak sedikit mahasiswa yang gagal dalam menyesuaikan diri di lingkungannya. Menjadi

mahasiswa bukanlah merupakan hal yang mudah bagi sebagian remaja yang lulus dari

Sekolah Menengah Atas, dan melanjutkan perguruan tinggi. Mahasiswa dituntut untuk

mampu melakukan penyesuai-penyesuaian diri dengan situasi dan tuntutan yang baru.

Apabila penyesuaian yang dilakukan mahasiswa buruk dengan kehidupan di Universitas

mungkin memaksa mahasiwa untuk meninggalkan lembaga (Mudhovozi, 2012).

Schneiders (1964) mengatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses

yang melibatkan respon-respon mental serta perbuatan individu dalam upaya mengatasi

dan menguasai kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, frustrasi,

dan konflik-konflik dengan memperhatikan norma atau tuntutan lingkungan di tempat

individu tinggal. Menurut Sunarto dan Hartono (2008) individu yang mampu

melakukan penyesuaian diri akan mampu melakukan penyesuaian dengan menghadapi

masalah secara langsung, mampu melakukan penyesuaian dengan cara eksplorasi

(penjelajahan), mampu melakukan penyesuaian dengan cara trial and error, mampu

melakukan penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti), mampu melakukan

penyesuaian diri dengan menggali kemampuan diri, mampu melakukan penyesuaian

dengan belajar, mampu melakukan penyesuaian dengan perencanaan yang cermat, dan

mampu melakukan penyesuaian dengan inhibisi serta pengendalian diri. Seseorang

yang memiliki penyesuaian diri yang baik akan memiliki emosi yang cenderung stabil,

menyadari penuh siapa dirinya, menerima dan mengenali kelebihan maupun

kekurangan yang ada pada dirinya dan mampu belajar dari pengalaman.

Seseorang yang telah berhasil menyesuaikan dirinya dengan baik menurut Baron

(dalam Sarwono dan Meinarno, 2009) memiliki daya tarik atau penampilan yang menarik,

memiliki sifat-sifat yang menyenangkan, sehingga memiliki interpersonal attraction yang

positif bagi orang lain. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Baron dan Byrne (dalam

Sarwono dan Meinarno, 2009) menyatakan bahwa orang lain akan lebih menyukai

seseorang yang memiliki perasaan senang, gembira dan mengucapkan kalimat yang

menyenangkan atau positif daripada seseorang yang memiliki perasaan negatif seperti kesal

dan marah. Perasaan senang dan gembira membuat individu lebih dapat berpikir lebih sehat

dan berperilaku dengan baik. Jadi, individu akan lebih mudah berinteraksi dengan orang

lain ketika dirinya merasa senang dan bahagia, sehingga dapat

Page 16: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

9

PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK PERGURUAN TINGGI

BANDUNG, 6 APRIL 2018

lebih terbuka untuk melakukan komunikasi dibandingkan dengan seseorang yang

cenderung memiliki perasaan-perasaan negatif.

Pada umumnya, setiap individu cukup mampu mengatasi permasalahan-

permasalahan dalam hidupnya, meskipun mungkin ada beberapa peristiwa tertentu yang

cukup berat sehingga membutuhkan waktu yang agak lama untuk akhirnya bisa

melakukan penyesuaian. Ada juga yang membutuhkan pendampingan berupa saran,

nasehat, maupun dukungan dari keluarga dan teman yang mereka miliki. Bahkan

karena ketidakmampuan untuk melakukan penyesuaian tersebut justru menyebabkan

relasi-relasi yang mereka miliki semakin rusak sehingga sumber-sumber dukungan

tersebut maalah semakin berkurang dan akhirnya habis.Menurut Siswanto (2007:70)

Terdapat beberapa gejala yang dapat diamati pada individu yang mengalami kesulitan

dan gagal melakukan penyesuaian diri yang efektif. Gejala-gejala tersebut adalah : a. Tingkah laku yang “aneh, eksentrik”karena menyimpang dari norma atau standar

sosial yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Biasanya individu yang

bersangkutan menampakkan tindakan-tindakan yang tidak umum, aneh bahkan

dirasakan mengancam bagi sekitarnya sehingga orang2 di sekelilingnya

mengalami ketakutan dan tidak percaya pada individu yang bersangkutan. Ini

disebabkan karena tingkah laku yang dimunculkan tidak bisa diprediksi; b. Individu yang bersangkutan tampak memiliki kesulitan, gangguan atau

ketidakmampuan dalam melakukan penyesuaian diri secara efektif dalam

kehidupan sehari-hari. Ini tampak pada prestasinya yang tidak optimal dengan

potensi yang dimiliki;

c. Individu yang bersangkutan memiliki distres subyektif yang sering atau kronis.

Masalah-masalah yang umum bagi kebanyakan orang dan mudah diselesaikan menjadi

masalah yang luar biasa bagi individu tersebut. Misalnya, individu menjadi ketakutan

untuk menjalin relasi dengan orang lain, padahal orang umumnya tidak terlalu masalah

dalam menjalin hubungan. Distres subjektif tersebut pada akhirnya mengakibatkan

munculnya gejala-gejala lanjutan seperti kecemasan, panik, depresi

dan marah tanpa sebab yang jelas. Hasil penelitian dari Ashari & Hartati (2017) menyebutkan bahwa terdapat

hubungan antara stres, depresi dan kecemasan terhadap perilaku agresif. Individu yang

mengalami depresi lebih rentan untuk melakukan tindakan agresif atau marah tanpa ada

sebab yang jelas.

Page 17: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

10

PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK PERGURUAN TINGGI

BANDUNG, 6 APRIL 2018

Penanganan Depresi Pada Mahasiswa Sebagai Dampak Dari Gagalnya

Penyesuaian Diri Untuk memiliki kesehatan mental yang prima, tidaklah mungkin terjadi begitu

saja. Selain menyediakan lingkungan yang baik untuk mengambangkan potensi, dari

individu sendiri dituntut untuk melakukan berbagai usaha menggunakan berbagai

kesempatan yang ada untuk mengembangkan dirinya. Individu perlu merefleksikan

kembali penyebab dari berbagai perilakunya, mengevaluasi kembali kehidupan

beragamanya, menggunakan berbagai sarana yang selama ini telah tersedia, yaitu

berbagai macam teknik konseling dan psikoterapi serta mengembangkan kebiasaan

pribadi, dalam hal ini dengan mencoba berlatih menggunakan sarana menulis untuk

mendeskripsikan emosi yang dialami. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk

memberikan penanganan kepada mahasiswa yang mengalami gagal penyesuaian diri

hingga memiliki simptom depresi adalah sebagai berikut :

Konseling dan Psikoterapi Menurut Corsini (1989), konseling dan psikoterapi tidak berbada secara kualitatif,

tetapi pada tingkat kuantitatifnya. Corey (1988). Menggunakan istilah konseling untuk

menunjuk proses dimana klien diberi kesempatan untuk mengeksplorasi diri yang bisa

mengarah kepada peningkatan kesadaran dan kemudian memilih. Proses konseling

biasanya berjangka pendek, difokuskan pada masalah dan membantu individu untuk

menyingkirkan hal-hal yang menghambat pertumbuhannya. Konseling dimaksudkan

agar individu dibantu untuk menemukan sumber-sumber pribadi agar bisa hidup lebih

efektif. Sementara psikoterapi sering difokuskan pada proses-proses tidak sadar serta

lebih banyak berurusan dengan perubahan struktur kepribadian. Psikoterapi lebih

mengarah pada pemahaman diri yang intensif tentang dinamika-dinamika yang

bertanggung jawab atas terjadinya krisis-krisis kehidupan daripada hanya berurusan

dengan usaha mengatasi krisis kehidupan tertentu. Konseling lebih sebagai pemecahan

msalah yang disediakan oleh konselor (dominan pada tataran kognitif), sedangkan

psikoterapi lebih sebagai koreksi pengalaman emosi.

Tujuan Konseling dan Psikoterapi Memperkuat Emosi

Seringkali individu sebenarnya sudah memiliki pemecahan terhadap persoalan yang

diahdapinya. Namun yang terjadi adalah kurangnya keberanian untuk melaksanakan apa

yang sudah dipikirkan sebagai jalan keluar. Konseling disini berperan membantu individu

untuk memberikan dukungan, memperkuat keyakinanya bahwa jalan keluar yang dipikirkan

meruapakan alternatif yang memang layak untuk dicoba, dan

Page 18: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

11

PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK PERGURUAN TINGGI

BANDUNG, 6 APRIL 2018

menunjukkan hal-hal positif yang berkaitan dengan dirinya sehingga diperoleh rasa

percaya diri yang lebih baik. Mengurangi Tekanan Emosi

Individu yang mengalami suatu persoalan yang dipendam cukup lama dan

bahkan menumpuk dari waktu ke waktu, akan menyebabkan menggumpalnya emosi

yang makin lama makin mengental dan membesar. Akibatnya cara berpikirnya menjadi

terganggu dan persepsinya terhadap persoalan yang sedang dihadapi dan bahkan

keseluruhan realita terpengaruh. Emosi yang tidak dapat dikeluarkan juga berdampak

pada gejala penyakit fisik seperti pusing, dada sesak, masalah pencernaan. Konseling

dalam hal ini membantu individu untuk mencapai katarsis, yaitu membantu individu

untuk melepaskan emosi yang selama ini ditahannya, memungkinkan individu itu

sendiri untuk mendapatkan jalan keluar dari persoalan yang selama ini dihadapi. Membantu Individu Mengembangkan Potensi yang Dimiliki

Konseling dan Psikoterapi pada dasarnya menyediakan kesempatan bagi individu

yang melakukannya untuk melakukan refleksi, introspeksi atau mawas diri yang

mendalam mengenai dirinya dan pengalaman hidupnya. Melalui proses yang dijalani,

banyak unsur-unsur pengalaman di masa lalu yang sebenarnya penting tapi kurang

begitu mendapatkan perhatian sebelumnya, akan bisa disadari dan dimunculkan

kembali. Ini berguna bagi individu untuk mengerti dirinya semakin mendalam dan

mengenali kemmapuan-kemampuan yang selama ini sudah ada dan sudah muncul tapi

kurang disadari. Selain itu konseling juga memungkinkan individu mengeskplorasi

kemungkinan-kemungkinan yang bisa dilakukannya. Rasa aman yang muncul dalam

suasana konseling maupun psikoterapi membantu individu untuk menjadi lebih kreatif

dan berani menyingkapkan dirinya lebih dalam lagi. Ini pada akhirnya membantu

individu untuk bisa melihat keunikannya serta menyadari potensinya sendiri. Mengubah Struktur Kognitif

Persoalan tidak bisa dipecahkan dan masalah tidak bisa terselesaikan juga bisa

berkaitan dengan struktur kognitif individu yang bersangkutan. Ada individu yang begitu

kaku dalam memamndang kehidupan ini. Kehidupan hanya dilihat hitam dan putih saja,

benar dan salah serta serba pasti seperti matematika. Individu semacam ini seringkali

banyak menemui persoalan dan ketidakbahagiaan karena menemukan banyak hal yang

tidak sesuai dengan apa yang diperkirakan. Dia tidak mampu melihat persoalan dari sudat

pandang/perspektif yang lain. Tujuan konseling dan psikoterapi dalam hal ini adalah

membantu individu untuk menjadi toleran terhadap keberdwiartian, membantu individu

untuk mendapatkan pemahaman dan kesadaran bahwa kehidupan tidaklah hanya terdiri

Page 19: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

12

PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK PERGURUAN TINGGI

BANDUNG, 6 APRIL 2018

dari hitam dan putih saja, banyak hal yang seringkali terlihat abu-abu sehingga sulit

dicari benar salahnya saja. Meningkatkan Pengetahuan dan Kapasitas Untuk Mengambil Keputusan dengan Tepat

Individu tidak selalu membuat keputusan yang tepat dan baik terkait dengan persoalan

yang dihadapi. Keputusan yang diambil dapat saja tidak sesuai dengan persoalan yang

sebenarnya. Keputusan itu tidak mengatasi persoalan bahkan dalam beberapa hal

semakin menambah tingkat keruwetan msalah. Kekurangmampuan dalam mengambil

keputusan yang tepat bisa terjadi bila individu tidak mendapatkan informasi atau

pengetahuan yang cukup mengenai sifat persoalan yang sedang dihadapi maupun

pengetahuan untuk melihat persoalan dari sudut pandang yang berbeda. Apalagi bila

persoalan yang timbul berkaitan dengan hal-hal yang bersumber yang timbul berkaitan

dengan hal-hal yang bersumber dari emosi. Konseling memungkinkan individu untuk

melihat keputusan dari sudut pandang yang berbeda. Konselor dapat berperan sebagai

cermin bagi individu untuk melihat suatu persolan dan bahkan mengandai-andai akibat dari keputusan yang akan diambil. Meningkatkan Hubungan Antar Pribadi

Suasana hangat yang terjalin selama proses konseling memungkinkan individu

untuk mengembangkan sikap lebih terbuka dan hangat terhadap orang lain. Pada

akhirnya tanpa disadari akan memungkinkan individu untuk muncul sebagai pribadi

yang lebih bisa menerima, lebih hangat dan lebih terbuka terhadap orang lain. Individu

menjadi terlihat lebih ramah selama mengikuti proses konseling dan ini membuat reaksi

sekitarnya pun berubah lebih positif. Hal ini juga dapat menjadi penguatan positif yang

baik bagi individu yang bersangkutan maupun lingkungannya.

Psikoterapi untuk Penanganan Depresi Terapi Obat

Ada tiga kategori utama obat-obat antidepresan yaitu a. Trisiklik, seperti imipramin (Tofranil) dan amitriptilin (Elavil) b. Penghambat pengembalian serotonin selektif (SSRI-Selective serotonin reuptake

inhibitors), seperti fluoksetin (Prozac) dan sertralin (Zoloft)

c. Penghambat monoamin oxidase (MAO), seperti tranilsipromin (Parnate) Meskipun

berbagai macam antidepresan mempercepat kesembuhan pasien terhadap suatu episode depresi, kekambuhan masih umum terajadi setelah pemberian obat-

obatan tersebut dihentikan, Reimher, dkk (dalam Davison, dkk 2006). Mengkonsumsi

imipramin terus menerus setelah sembuh bermanfaat untuk mencegah kekambuhan, bila

dosis yang diberikan untuk mempertahankan kesembuhan tersebut sama tingginya dengan

dosis efektif selama penanganan (bukannya lebih rendah, seperti

Page 20: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

13

PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK PERGURUAN TINGGI

BANDUNG, 6 APRIL 2018

yang biasanya terjadi) dan selama menjalani terapi obat pasien dilibatkan dalam suatu penanganan psikologis. Terapi Electrokonvulsif

Davison, dkk (2006) menganggap bahwa penanganan yang paling dramatis dan

controversial untuk depresi parah adalah terapi elektrokonvulsif (ECT-

electroconvulsive therapy). ECT diciptakan oleh dua orang dokter berkebangsaan Italia,

Cerletti dan Bini, pada awal abad ke-20. dalam dekade-dekade berikutnya ECT

diberikan kepada pasien yang mengalami skizofrenia sekaligus depresi parah, biasanya

dilakukan di rumah sakit. Sebagian terbesar penggunaannya dewasa ini terbatas pada

individu yang mengalami depresi parah. Terapi psikodinamika.

Davison, dkk (2006) menjelaskan karena depresi dianggap terjadi karena rasa kehilangan yang direpres dan kemarahan yang secara tidak sadar diarahkan ke dalam diri,

terapi psikoanalisis berupaya membantu pasien memperoleh pemahaman atas

konflik yang direpres dan sering kali mendorong pelepasan agresivitas yang selama ini diasumsikan terarah ke dalam diri. Dalam bahasa yang paling umum tujuan terapi psikoanalisis adalah mengungkap motivasi laten atas depresi yang dialami pasien. Hanya terdapat sedikit penelitian mengenai efektivitas psikoterapi dinamika untuk menyembuhkan depresi. Craighead, dkk (dalam Davison, dkk 2006) dan hasilnya bervariasi, sebagian karena tingkat variabilitas yang tinggi diantara berbagai pendekatan dalam psikoterapi psikodinamika atau psikoanalisis. Inti terapi adalah membantu pasien yang mengalami depresi mempelajari bagaimana perilaku interpersonalnya saat ini dapat menjadi hambatan untuk mendapatkan kegembiraan dalam hubungan dengan orang lain. Contohnya, pasien dapat diajari untuk memperbaiki komunikasi dengan orang lain agar kebutuhannya dapat terpenuhi dengan lebih baik dan agar memperoleh interaksi dan dukungan sosial yang lebih memuaskan. Terapi psikodinamika ini tidak bersifat sangat intrapsikis. Terapi ini menitikberatkan pada pemahaman yang lebih baik terhadap berbagai masalah interpersonal yang diasumsikan memicu terjadinya depresi dan bertujuan memperbaiki hubungan dengan orang lain. Fokusnya terletak pada komunikasi yang lebih baik, pengujian realitas, mengembangkan keterampilan sosial yang efektif, dan memenuhi persyaratan sosial saat ini. Terapi kognitif dan perilaku

Untuk menyesuaikan dengan teori kognitif tentang depresi yang telah disusun, bahwa

kesedihan mendalam dan harga diri yang hancur yang dialami para individu yang menderita

depresi disebabkan oleh skema negatif dan kesalahan pola pikir, Beck dkk (dalam Davison,

dkk 2006) menyusun terapi kognitif yang bertujuan untuk mengubah

Page 21: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

14

PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK PERGURUAN TINGGI

BANDUNG, 6 APRIL 2018

pola pikir maladaptif. Terapis mencoba mempersuasi orang yang depresi untuk

mengubah pendapatnya tentang berbagai peristiwa dan tentang dirinya sendiri. Beck

(dalam Davison, dkk 2006) juga melibatkan berbagai komponen behavioral dalam

penanganan depresi yang dilakukannya. Terutama pada saat klien dalam kondisi sangat

depresi, Beck mendorongnya untuk melakukan berbagai hal, seperti bangun dari tempat

tidur pada pagi hari atau pergi berjalan-jalan. Ia memberikan tugas-tugas untuk

melakukan aktivitas pada para pasiennya agar mereka memperoleh pengalaman

keberhasilan dan memungkinkan mereka menilai baik diri mereka sendiri. Namun, titik

berat secara keseluruhan terletak pada restrukturisasi kognitif, mempersuasi pasien

untuk berpikir secara berbeda. Jika perubahan perilaku yang tampak akan membantu

mencapai tujuan tersebut.

Adapun penanganan depresi melalui terapi kognitif dan perilaku diantaranya

adalah Penelitian Retnowati meneliti tentang depresi pada mahasiswa dengan

menggunakan terapi kognitif dan terapi perilakuan, tujuan dari penelitian Retnowati

tersebut menguji perbedaan efek antara terapi kognitif dan terapi perilakuan dalam

menurunkan depresi pada mahasiswa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa adanya

perbedaan simtom depresi pada kelompok kognitif antara sebelum dan setelah diberi

terapi, dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kelompok terapi kognitif menunjukkan

penurunan simtom depresi, yang ditunjukkan dengan menurunnya skor BDI maupun

ZSRS, setelah diberi terapi dibandingkan dengan sebelum diberi terapi.

4. KESIMPULAN

Kegagalan seorang mahasiswa dalam menyesuaikan diri dengan persoalan atau

situasi yang dihadapi ketika memasuki perguruan tinggi dalam jangka panjang

berakibat munculnya gangguan mental pada diri mahasiswa yang bersangkutan. Akibat

dari gangguan mental berpengaruh terhadap mahasiswa yang bersangkutan, keluarga

maupun masyarakat sekitarnya. mahassiwa yang mengalami gangguan mental menjadi

kurang bisa berperan optimal dan dalam tingkatan tertentu menjadi tidak prosuktif serta

menjadi beban keluarga dan masyarakat. Salah satu gangguan mental yang dialami

mahassiwa sebagai dampak ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri adalah

“depresi”. Beberapa penanganan yang dapat diberikan sebagai wujud pencegahan

munculnya simptom depresi pada mahasiswa adalah melalui kegiatan konseling dan

psikoterapi. Beberapa macam terapi yang dapat diberikan adalah melalui : Terapi obat,

Terapi ECT, Terapi Psikodinamika serta CBT .

Page 22: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

15

PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK PERGURUAN TINGGI

BANDUNG, 6 APRIL 2018

5. DAFTAR PUSTAKA Alisjahbana, A, Brouwer , dkk. (1983). Menuju Kesejahteraan Jiwa. Jakarta : Penerbit

PT Gramedia Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian: Sebuah Pendekatan Praktik, Jakarta :

Penerbit Rineka Cipta.

Ashari, A. M., & Hartati, S. (2017) . Hubungan Antara Stres, Kecemasan, Depresi

Dengan Kecenderungan Aggressive Driving Pada Mahasiswa. Empati, 6(1), 1-6.

Beck, Aaron T. (1985). Depression, Causes and Treatment. Philadelphia : University of

Pennsylvania press

Corey, G. (1988). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : Penerbit PT

Eresco

Corsini, R.J. (1989). Current Psychotherapies (4 th. Ed). Itasca, III : Peacock

Davinson, dkk. (2004). Psikologi Abnormal (Edisi 9). Jakarta : Rajawali Pers

Effendy, Uchjana Onong. (1989). Hubungan Masyarakat. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Hadi, P. (2004). Depresi dan solusinya. Yogyakarta : Tugu publisher

Maslim, R. (1998). Penuntun Praktis Diagnosis dan Terapi Sindroma Somatik

Psikogenik, Semarang : Simposium Penatalaksanaan Mutakhir Psikosomatik

Mengel, M. B., & Schwiebert, L. P. (2001). Ambulatory medicine: the primary care of

families. McGraw-Hill/Appleton & Lange. Mudhovozi, P. (2012). Social and academic adjustment of first-year university

students. Journal of Social Sciences, 33(2), 251-259. Potter n Perry. (2005).

Fundamental Keperawatan, Jakarta : EGC Santrock. (2002). Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta : PT Erlangga

Sarwono, S. W., & Meinarno, E. A. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Salemba

Humanika, 77.

Schneider Alexander A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York:

Winston.

Siswanto. (2007). Kesehatan Mental : Konsep, Cakupan dan Perkembangannya.

Yogyakarta : Andi Offset

Sunarto, H., & Hartono, A. (2008). Perkembangan peserta didik. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Surakhmad, Winarno. (1980). Metodologi Pengajaran Nasional, Bandung: Jemmars.

Untari, TD. (2005). Faktor-Faktor yang berhubungan dengan terjadinya depresi pada mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Diponegoro. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Willis, S. S. (2005). Remaja dan permasalahannya. Bandung: Alfabeta.

Page 23: PROSIDING BIMBINGAN DAN KONSELINGe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4798/1/qurrotu ayun.pdfKonseling Perguruan Tinggi (IBKPT) Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) di

16