proses pertahanan bakteri s.aureus.doc

Upload: angela-evans

Post on 03-Mar-2016

243 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BERKUMUR EKSTRAK DAUN CENGKEH (EUGENIA AROMATICUM) 4% DAPAT MENURUNKAN JUMLAH KOLONI BAKTERI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUSPADA ABSES SUBMUKUS

I. G. A. DEWI HARYANIBERKUMUR EKSTRAK DAUN CENGKEH (EUGENIA AROMATICUM) 4% DAPAT MENURUNKAN JUMLAH KOLONI BAKTERI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUSPADA ABSES SUBMUKUS

I. G. A. DEWI HARYANI NIM 1290761027BERKUMUR EKSTRAK DAUN CENGKEH (EUGENIA AROMATICUM) 4% DAPAT MENURUNKAN JUMLAH KOLONI BAKTERI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUSPADA ABSES SUBMUKUSTesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

I. G. A. DEWI HARYANI NIM 1290761027Lembar Persetujuan PembimbingTESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 27 Maret 2015

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. dr. B K Satriyasa, M.Repro Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes

NIP. 196404171996011001 NIP. 196603091998021003

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur

Program Pascasarjana ProgramPascasarjana

Universitas Udayana Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. Wimpie I. P., Sp.And., FAACS Prof. Dr. dr. A.A Raka S, Sp.S(K) NIP. 194612131971071001 NIP. 195902151985102001

Tesis Telah Diuji

Pada Tanggal 27 Maret 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK. Rektor

Universitas Udayana, No.797/UN14.4/HK/2015

Tanggal 12 Maret 2015

Ketua : Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro

Anggota :1. Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes2. Prof. DR. dr. Alex Pangkahila, MSc, Sp. And

Prof. dr. IGM Made Aman, Sp.FK

Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si, Sp.MK(K)

Surat bebas plagiatUCAPAN TERIMA KASIHPertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas karunia-Nya, tesis yang berjudul: Berkumur Ekstrak Daun Cengkeh (Eugenia Aromaticum) 4% Dapat Menurunkan Jumlah Koloni Bakteri Dan Bakteri Staphylococcus aureus Pada Abses Submukous dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro, selaku pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberi dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaianTerimakasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes, selaku pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Terimakasih kepada Pasien RSGM Unmas sebagai subjek dalam penelitian ini, karena telah bersedia untuk meluangkan waktu, untuk membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada :

1. Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister di Universitas Udayana Denpasar.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas Udayana Denpasar.

3. Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS., atas kesempatan yang diberikan kepada penulis mengikuti Program Magister di Universitas Udayana.3. Seluruh penguji yaitu, Prof. DR. dr. Alex Pangkahila, MSc, Sp. And, Prof. dr.

IGM Made Aman, Sp.FK, Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si, Sp.MK(K), yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud.

4. Seluruh dosen dan pengelola Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, dan Seluruh Dosen Bagian Farmakologi yang telah mendidik, mengarahkan serta membantu penulis selama menempuh pendidikan.

5. Terimakasih kepada Kepala Laboratorium Mikrobiologi beserta Staf atas ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Lab. Mikrobiologi Universitas Udayana Denpasar.

6. Terimakasih kepada Rektor Universitas Mahasaraswati, Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Univesitas Mahasaraswati dan Direktur RSGM atas ijin dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister dan melakukan penelitian di FKG, RSGM Universitas Mahasaraswati Denpasar.

7. Teman-teman di FKG Universitas Mahasaraswati, khususnya Bagian Periodonsia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dan dukungan pada saat menempuh pendidikan.

8. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu Biomedik angkatan

2012, khususnya Ilmu Kedokteran Dasar yang telah bersama-sama menemani dalam keadaan suka dan duka dalam menempuh pendidikan.

9. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada Ajik I Gusti Made Oka (alm), Ibu Desak Putu Raiwati, mertua Wayan Wilaya dan Made Sutarmi, serta seluruh keluarga tersayang yang telah mendukung baik moril dan materiil pada saat menempuh pendidikan.

Akhirnya penulis sampaikan terimakasih kepada suami tercinta Komang Wira Atmaja, serta putriku terkasih Putu Airia Atmaja dan putraku tercinta Made Atha Raditya Atmaja yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk lebih berkonsentrasi dalam menyelesaikan naskah tesis ini.

Serta semua pihak yang belum tersebutkan, yang telah membantu dan memberikan dukungan sampai terselesaikannya tesis ini.

Denpasar, Januari 2015

Penulis

ABSTRAKBERKUMUR EKSTRAK DAUN CENGKEH (EUGENIA AROMATICUM) 4% DAPAT MENURUNKAN JUMLAH KOLONI BAKTERI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUSPADA ABSES SUBMUKUSPenyakit infeksi dalam rongga mulut yang umum terjadi di masyarakat dengan prevalensi tinggi di berbagai negara termasuk Indonesia adalah abses. Abses disebabkan oleh bakteri yang berkembangbiak dan sistem pertahanan tubuh yang terganggu. Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab utama terjadinya abses didalam rongga mulut sehingga perlu diberikan obat antibakteri, salah satunya adalah obat kumur. Obat kumur yang mengandung minyak cengkeh memiliki kandungan senyawa antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek berkumur dengan ekstrak daun cengkeh 4% dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus pada abses submukus. Penelitian Post-Test Only Control Group Design dengan jumlah sampel 27 orang pasien RSGM FKG UNMAS yang menderita abses submukus, yang terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu Kelompok Kontrol I berkumur air hangat 37-38C, Kelompok Kontrol II berkumur povidone iodine 1%, dan Kelompok Perlakuan berkumur ekstrak daun cengkeh 4%. Masing-masing berkumur selama 60 detik. Hasil penelitian diperoleh bahwa rerata koloni bakteri abses submukus Kelompok Kontrol I (air hangat 370-380C) adalah 98,1124,84, Kelompok Kontrol II (povidone iodine 1%) adalah 62,0025,29, dan Kelompok Perlakuan (ekstrak daun cengkeh 4%) adalah 52,2229,42 terdapat perbedaan signifikan (p 0.05) in all three groups after the treatment given.

It can be concluded rinsing with clove leaf extract 4% can reduce the number of bacterial colonies and the number of Staphylococcus aureus in submucous abscess, but there are no difference rinsing with clove leaf extract 4% with povidone iodine 1% in reducing the number of bacterial colonies and the number of Staphylococcus aureus in submucous abscess. Research needs to be conducted with clove leaf extract 4% in reducing colonies of gram negative bacteria in the oral cavity.

Key word : Clove leaf extract, Bacterial colonies, Staphylococcus aureus,Submucous abscess

DAFTAR ISIHalaman SAMPUL DEPAN .......................................................................................... i LEMBAR PERSYARATAN GELAR ............................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT v UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... vi ABSTRAK ...................................................................................................... ix ABSTRACT ..................................................................................................... x

DAFTAR ISI .................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvi DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .................................................. xvii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 6

1.3.1 Tujuan Umum ................................................................... 6

1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................. 6

1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA .........................................................................8

2.1 Staphylococcus aureus ...............................................................................8

2.1.1 Klasifikasi Ilmiah Staphyloccocus aureus .. ..............................9

2.1.2 Morfologi dan Identifikasi dari S. aureus ..................................10

2.1.3 Faktor virulensi Staphylococcus aureus .................................. 11

2.1.4 Mekanisme infeksi dari Staphylococcus aureus...................... 122.2 Abses Rongga Mulut............................................................................13

2.2.1 Etiologi Abses Rongga Mulut ....................................................13

2.2.2 Patofisioligi Abses Rongga Mulut .............................................14

2.2.3 Macam-macam Abses Rongga Mulut ......................................15

2.3 Tanaman cengkeh (Eugenia aromaticum) ...............................................18

2.3.1 Deskripsi dan sistematika cengkeh .......................................................18

2.3.2 Kandungan kimia ekstrak daun cengkeh ..................................20

2.3.3 Farmakologi zat berkhasiat dalam ekstrak daun cengkeh ......................22

2.3.4 Ekstrak daun cengkeh sbg Antibakteri, Antiinflamasi dan

Analgesik ...................................................................................23

2.3.5 Ekstrak daun cengkeh yang digunakan dalam penelitian ......................24

2.4 Obat kumur ........................................................................................24

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN .................................................................................. 26

3.1 Kerangka Berpikir ..................................................................................... 26

3.2 Konsep Penelitian...................................................................................... 27

3.3 Hipotesis Penelitian ...................................................................................28

BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................29

4.1 Rancangan Penelitian ................................................................................29

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................30

4.2.1 Lokasi Penelitian . ...........30

4.2.2 Waktu Penelitian . ...........30

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................30

4.3.1 Populasi penelitian .................................................................................30

4.3.2 Sampel penelitian ...................................................................................31

4.3.3 Teknik Penentuan sampel ..........32

4.4 Variabel Penelitian dan Hubungan Antar Variabel ...................................32

4.4.1 Variabel Penelitian .................................................................................32

4.4.2 Hubungan Antar Variabel ......................................................................33

4.5 Definisi Operasional Variabel ..................................................................33

4.6 Alat dan Bahan Penelitian .......................................................................35

4.6.1 Alat Penelitian ......................................................................................35

4.6.2 Bahan Penelitian .....................................................................................35

4.7 Prosedur Penelitian ....................................................................................36

4.8 Protokol Penelitian .. ......37

4.9 Alur Penelitian .43

4.10 Analisis Data ..........................................................................................44

BAB V HASIL PENELITIAN .......................................................................46

5.1 Analisis Deskriptif ..............................................................................46

5.2 Uji Normalitas Data ...........................................................................47

5.3 Uji Homogenitas Data ........................................................................47

5.4 Uji Komparasi Terhadap Koloni Bakteri Abses Submukus ..............48

5.6 Uji Komparasi Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus .................50

BAB VI PEMBAHASAN ...............................................................................53

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................58

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................60

LAMPIRAN-LAMPIRAN ..............................................................................64

DAFTAR GAMBARHalaman2.1 Staphylococcus aureus secara mikrokopis ................................ 9

2.2 Daun cengkeh ........................................................................... 19

2.3 Struktur kimia eugenol ............................................................. 20

3.1 Konsep Penelitian ..................................................................... 27

4.1 Rancangan Penelitian ............................................................... 29

4.2 Hubungan Antar Variabel ........................................................ 33

4.3 Alur Penelitian ......................................................................... 43

DAFTAR TABELHalaman5.1 Analisis Deskriptif ...................................................................... 46

5.2 Hasil Uji Normalitas Data Koloni Bakteri Abses Submukus dan

Bakteri Staphylococus aureus .................................................... 47

5.2 Homogenitas Data Koloni Bakteri Abses Submukus dan Bakteri

Staphylococus aureus antar Kelompok Perlakuan ...................... 47

5.3 Perbedaan Rerata Koloni Bakteri Abses Submukous Antar Kelompok

Sesudah Berkumur Ekstrak Daun Cengkeh Selama 60 Detik ....... 48

5.4 Beda Nyata Terkecil Koloni Bakteri Abses Submukus Sesudah

Perlakuan antar Kelompok .............................................................. 49

5.5 Perbedaan Rerata Bakteri Staphylococus aureus Antar Kelompok

Sesudah Berkumur Ekstrak Daun Cengkeh 4% Selama 60 Detik .... 50

5.6 Beda Nyata Terkecil Bakteri Staphylococus aureus Sesudah

Perlakuan antar Kelompok ................................................................ 51

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANGSINGKATANm : milimikron

C : celcius

cm : centimeter

dkk : dan kawan-kawanFKG : Fakultas Kedokteran Gigi

H2 O2 : Hidrogen PeroksidaKg : kilogram

KLT : kromatografi lapis tipis ml : mililiter

n : jumlah sampel

p : nilai kemaknaanRSGM : Rumah Sakit Gigi dan Mulut UNMAS : Universitas Mahasaraswati LAMBANG% : persen : kurang lebih sama dengan0C : derajad celcius

: alfa : beta (+) : positif

DAFTAR LAMPIRANLampiran 1. Keterangan Kelaikan Etik ....................................................63

Lampiran 2. Penjelasan yang Disampaikan Kepada Penderita

Sebelum Menandatangani Formulir Persetujuan Ikut Serta

Dalam Penelitian .................................................................64

Lampiran 3. Informed Consent ................................................................71

Lampiran 4. Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Cengkeh ...............................72

Lampiran 5. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Cengkeh .......................78

Lampiran 6. Tabulasi Data Hasil Penelitian ............................................79

Lampiran 7. Dokumentasi Hasil Penelitian .............................................80

Lampiran 8. Hasil Perhitungan SPSS Data Hasil Penelitian ...................84

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKesehatan gigi dan mulut merupakan suatu masalah yang saat ini memerlukan penanganan secara komprehensif. Didalam rongga mulut merupakan tempat berkumpulnya suatu bakteri. Kebersihan gigi dan mulut berhubungan erat dengan penyakit infeksi pada rongga mulut. Penyakit infeksi dalam rongga mulut disebabkan oleh bakteri yang berkembangbiak dan sistem pertahanan tubuh yang terganggu.

Salah satu penyakit infeksi dalam rongga mulut yang merupakan penyakit yang paling umum terjadi di masyarakat dengan prevalensi tinggi di Indonesia dan dibeberapa negara lain adalah abses. Abses merupakan pus yang terlokalisir akibat adanya infeksi dan supurasi jaringan. Abses bisa terjadi pada semua struktur atau jaringan rongga mulut. Penyebab abses salah satunya adalah karies gigi yang tidak dirawat hingga gigi mengalami nekrosis pulpa. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Proses infeksi kemudian menyebar keruangan atau jaringan lain yang dekat dengan gigi yang nekrosis tersebut dan membentuk fistel (Green dkk., 2001).

Abses didalam rongga mulut penyebabnya adalah bakteri flora normal dalam mulut yaitu bakteri kokus aerob Gram positif, kokus anaerob Gram positif dan batang anaerob Gram negatif. Bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan karies, gingivitis dan periodontitis, apabila mencapai jarigan yang lebih dalam melalui

1

nekrosis pulpa dan poket periodontal yang dalam, maka akan terjadi infeksi

(Peterson dkk., 2003).

Staphylococcus aureus merupakan sebagai salah satu bakteri penyebab utama terjadinya abses didalam rongga mulut. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk kokus menyerupai bola dengan garis tengah 1m tersusun dalam kelompok-kelompok tidak teratur (menyerupai buah anggur). Staphylococcus aureus bersifat non- motil (tidak bergerak), non spora, anaerob fakultatif, katalase positif dan oksidase negatif (Dewi, 2013).

Abses submukus merupakan salah satu abses yang paling sering ditemukan dalam rongga mulut. Perawatan abses submukus dengan melakukan tindakan insisi dan drainase. Dalam membantu penyembuhan abses submukus setelah dilakukan tindakan drainase dapat diberikan obat kumur (Green dkk., 2001).

Berbagai jenis obat kumur telah beredar di masyarakat, salah satu yang banyak digunakan yaitu obat kumur dengan kandungan povidone iodine 1%. Dilaporkan bahwa tingkat absorpsi yodium dari povidone iodine 1% tidak baik penggunaannya dalam jangka panjang dalam rongga mulut, karena dapat menyebabkan sensitivitas yodium. Efek samping yang lain adalah eritema lokal, nyeri, erosi mukosa dan risiko utama yang terkait dengan fungsi tiroid (Rifdayani dkk., 2014)

Obat kumur yang lain, saat ini juga banyak menggunakan bahan-bahan sintetis yang memiliki efek samping, seperti noda hitam di gigi dan terganggunya flora normal rongga mulut. Dengan demikian diperlukan obat kumur yang alami dan tidak memiliki efek samping (Nuniek dkk., 2012).

Salah satu bahan dari alam berupa tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan di Indonesia adalah cengkeh (Syzygium aromaticum). Cengkeh merupakan tanaman rempah yang sejak lama digunakan dalam industri makanan, minuman dan obat-obatan tradisional. Tanaman cengkeh memiliki kandungan minyak yang cukup tinggi dan mempunyai sifat khas karena semua bagiannya mulai dari akar, batang, daun, sampai dengan bunganya mengandung minyak atsiri (Kumala dan Indriani, 2008).

Minyak cengkeh merupakan ekstrak tanaman cengkeh yang memiliki bahan antimikroba alami. Minyak cengkeh mengandung minyak atsiri sekitar 14-21%, eugenol, caryophyllene, eugenol acetate, dan alpha humelene, dimana komponen utama dan bahan aktif dalam minyak cengkeh ialah eugenol sekitar 95%. Kandungan eugenol adalah senyawa kimia aromatik, berbau, larut dalam air dan larut pada pelarut organik (Ayoola dkk.,2008).

Mekanisme aktivitas antibakteri pada minyak cengkeh dengan merusak langsung dinding sel bakteri sehingga menyebabkan denaturasi dan penghambatan sintesis protein serta meningkatkan premeabilitas dari dinding sel bakteri sehingga terjadi gangguan pada fungsi normal sel bakteri yang selanjutnya mengalami lisis dan mati (Prestanya dkk., 2012; Andries dkk., 2014).

Minyak cengkeh dapat dipakai sebagai bahan aktif obat kumur karena sifatnya sebagai antimikroba. Hasil penelitian menunjukkan obat kumur yang mengandung minyak cengkeh dapat menghambat Streptococcus mutans dan Streptococcus viridans yang dapat menyebabkan terjadinya plak gigi. Penelitian Frosch dkk. (2002), menunjukkan bahwa antibakteri minyak cengkeh efektif

melawan bakteri-bakteri, seperti Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Phorphyromonas intermedia, Phorphyromonas gingivalis, Fusobacterium nucleatum, Streptococcus mutans dan Streptococcus viridians. Minyak cengkeh telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri, anti inflamasi, analgesik, antioksidan dan anti jamur (Rochyani dkk., 2007; Ali dkk., 2009; Pramod, 2010; Andries dkk., 2014).

Sari dkk. (2006), melaporkan penggunaan 10 ml ekstrak bunga cengkeh 4% yang dikumur selama 60 detik menurunkan jumlah leukosit cairan sulkus gingiva pada penderita gingivitis. Penelitian lain mengenai obat kumur cengkeh digunakan dalam berbagai konsentrasi telah dilakukan dan berdasarkan hasil orientasi penggunaan konsentrasi yang tinggi akan memiliki rasa yang terlalu pedas dan aroma cengkeh yang terlalu kuat.

Daun cengkeh merupakan salah satu bagian tanaman cengkeh yang sedikit dimanfaatkan oleh petani cengkeh dan masyarakat. Daun cengkeh apabila dikembangkan pengolahannya akan diperoleh minyak daun cengkeh (clove leaf oil), sehingga bernilai ekonomis. Minyak daun cengkeh memiliki kadar eugenol paling tinggi yaitu sekitar 70% - 80% terutama pada daun muda dan tua (Kumala dan Indriani, 2008; Munisa dkk., 2012).Hasil pemeriksaan uji fitokimia pada ekstrak daun cengkeh mengandung senyawa aktif seperti terpenoid, flavonoid, alkaloid, fenolat, tanin, saponin dan glikosida. Senyawa dalam daun cengkeh yang berupa flavonoid, fenolat, tanin dan terpenoid mempunyai efek antibakteri dengan cara merusak membran dan struktur selnya (Ayoola dkk., 2008)

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti meneliti penggunaan ekstrak daun cengkeh sebagai obat kumur dalam menurunkan koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus sebagai penyebab abses submukus dengan durasi berkumur yang pada umumnya dilakukan oleh masyarakat adalah 60 detik, sesuai tercantum pada brosur obat kumur yang dijual di pasaran.Pada penelitian ini digunakan ekstrak daun cengkeh konsentrasi 4% karena minyak cengkeh sudah memiliki kandungan eugenol yang cukup tinggi untuk dapat membantu menyembuhkan abses submukus pada rongga mulut.1.2. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang diatas, maka dapat disusun permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah berkumur dengan ekstrak daun cengkeh 4% dapat menurunkan jumlah koloni bakteri abses submukus?

2. Apakah berkumur dengan ekstrak daun cengkeh 4% dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus abses submukus?

3. Apakah tidak ada perbedaan jumlah koloni bakteri dengan berkumur

povidone iodine 1% dan ekstrak daun cengkeh 4% pada abses submukus?

4. Apakah tidak ada perbedaan jumlah bakteri Staphylococcus aureus dengan berkumur povidone iodine 1% dan ekstrak daun cengkeh 4% pada abses submukus?

1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan umumTujuan umum penelitian ini adalah untuk membuktikan efek berkumur dengan ekstrak daun cengkeh 4% dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus pada abses submukus.

1.3.2 Tujuan khusus1. Untuk membuktikan berkumur dengan ekstrak daun cengkeh 4% dapat menurunkan jumlah koloni bakteri abses submukus.

2. Untuk membuktikan berkumur dengan ekstrak daun cengkeh 4% dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus abses submukus.

3. Untuk membuktikan tidak ada perbedaan jumlah koloni bakteri dengan berkumur povidone iodine 1% dan ekstrak daun cengkeh 4% pada abses submukus.

4. Untuk membuktikan tidak ada perbedaan jumlah bakteri Staphylococcus aureus dengan berkumur povidone iodine 1% dan ekstrak daun cengkeh

4% pada abses submukus.

1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Manfaat TeoritisPenelitian ini dapat memberi masukan dan informasi bagi perkembangan ilmu kedokteran gigi mengenai ekstrak daun cengkeh terhadap penurunan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus pada abses submukus, serta dapat dijadikan acuan penelitian lebih lanjut.

1.4.2 Manfaat PraktisPenelitian ini dapat menambah wawasan masyarakat tentang manfaat berkumur dengan ekstrak daun cengkeh yang murah dan gampang didapat dalam upaya penanggulangan penyakit Gigi dan Mulut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA2.1. Staphylococcus aureusStaphylococcus aureus merupakan salah satu mikroflora normal didalam rongga mulut. Bakteri ini bersifat patogen yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan penyakit pada manusia, apabila dipengaruhi faktor predisposisi seperti perubahan kuantitas bakteri dan penurunan daya tahan tubuh host (Warbung dkk., 2011).

Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang berkaitan dalam bidang ilmu kedokteran gigi yang dapat menyebabkan abses, infeksi luka dan invasi ke mukosa. Selain itu, Staphylococcus aureus juga merupakan bakteri fakultatif anaerob yang menjadi penyebab utama infeksi dalam rongga mulut (Baga dkk., 2011).

Bakteri ini susunannya bergerombol dan tidak teratur seperti anggur. Koloni bakteri ini terlihat berwarna kuning keemasaan. Bakteri ini mudah tumbuh pada berbagai pembenihan pada media cair dan mempunyai metabolisme aktif, mampu memfermentasikan karbohidrat dan menghasilkan bermacam-macam pigmen dari putih sampai kuning tua (Radji, 2011).

8

Gambar 2.1 Staphylococcus aureus secara mikrokopis (Radji, 2011)

2.1.1 Klasifikasi ilmiah Staphylococcus aureusStaphylococcus aureus adalah bakteri gram-positif. Apabila diamati dibawah mikroskop terlihat akan tampak dalam bentuk bulat tunggal atau berpasangan, atau berkelompok seperti buah anggur ( Radji, 2011).

Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut (Brooks dkk.,

2005) :

Domain : Bacteria Kindom : Eubacteria Divisi : Firmicutes Class : CocciOrdo : BacillalesFamily : StaphylococcaceaeGenus : StaphylococcusSpesies : Staphylococcus aureus2.1.2 Morfologi dan Identifikasi dari Staphylococcus aureusStaphylococcus aureus merupakan suatu bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7- 1,2 m, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37C, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 C). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol dan berkilau (Fischetti dkk.,

2000).

Salah satu ciri khas yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah radang supuratif (bernanah) pada jaringan lokal dan cenderung menjadi abses. Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adaah furunkel pada kulit dan impetigo pada anak-anak. Staphylococcus aureus dikenal sebagai bakteri yang paling sering mengkontaminasi luka pasca bedah sehingga menimbulkan komplikasi dan bila terjadi bakteriemia, infeksi dapat bermetastasis ke berbagai organ (DeLeo dkk., 2009).

Patogenesis infeksi Staphylococcus aureus merupakan hasil interaksi berbagai protein permukaan bakteri dengan berbagai reseptor pada permukaan sel inang. Penentuan faktor virulen yang paling berperan sulit dilakukan karena demikian banyak dan beragam faktor virulen yang dimiliki Staphylococcus aureus (DeLeo dkk., 2009).

2.1.3 Faktor virulensi Staphylococcus aureusMenurut Jawetz dkk. (2007), menyatakan bahwa Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berbiak dan melalui pembentukan banyak zat ekstraseluler. Berbagai zat yang berperan sebagai faktor virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim dan toksin. Zat-zat tersebut adalah:

1. Eksotoksin, yaitu eksotoksin C yang dihasilkan Staphylococcus aureus seringkali dihubungkan dengan sindrom syok toksik. Pada manusia, toksin ini menyebabkan demam, syok, ruam kulit, dan gangguan multisistem organ dalam tubuh.

2.

Lekosidin, yaitu suatu zat yang dapat larut dan mematikan sel darah putih dari berbagai spesies binatang yang berkontak. Lekosidin antigen tetapi tidak tahan panas daripada eksotoksin.

3. Enterotoksin, merupakan suatu zat dapat larut yang dihasilkan oleh strain- strain tertentu Staphylococcus diantaranya Staphylococcus aureus. Enterotoksin adalah suatu protein dengan berat molekul 3,5 X 10-4, yang tahan terhadap pendidihan selama 30 menit atau enzim-enzim usus dan termasuk salah satu dari enam tipe antigen. Sebagai penyebab keracunan makanan, enterotoksin dihasilkan bila Staphylococcus aureus tumbuh pada makanan karbohidrat dan protein.

4. Koagulase dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, yaitu suatu protein yang menyerupai enzim dan dapat menggumpalkan plasma oksalat atau sitrat dengan bantuan suatu faktor yang terdapat dalam banyak serum.

Esterase yang dihasilkan dapat meningkatkan aktivitas penggumpalan, sehingga terbentuk deposit fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis.

5. Katalase, yaitu enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap fagositosis. Tes adanya aktivitas katalase menjadi pembeda genus Staphylococcus dari Streptococcus.6. Hemolisin merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis disekitar koloni bakteri. Hemolisin Staphylococcus aureus terdiri dari alfa hemolisin, beta hemolisin dan delta hemolisin.

7.

Zat-zat ekstraseluler lain, misalnya faktor penyebar, stafilokinase yang mengakibatkan fibrinolisa tetapi bekerja jauh lebih lambat daripada streptokinase proteinase, lipase dan -laktamase; toksin eksofoliatif yang menyebabkan sindroma scalled skin di bawah pengaruh plasmid dan suatu toksin yang bertanggung jawab untuk sindrom syok toksik yang paling sering diemukan pada wanita yang menggunakan tampon pada saat haid.

2.1.4 Mekanisme infeksi dari Staphylococcus aureusMenurut Jawetz dkk. (2007), mekanisme infeksi dari Staphylococcus aureus yaitu :

a. Perlekatan pada protein sel inang

Struktur sel Staphylococcus aureus memiliki protein permukaan yang membantu penempelan bakteri pada sel inang. Protein ini adalah laminin dan fibronektin yang membentuk matriks ekstraseluler pada permukaan epitel dan

endotel. Selain itu, beberapa galur mempunyai ikatan protein fibrin atau fibrinogen yang mampu meningkatkan penempelan bakteri pada darah dan jaringan.

b. Invasi

Invasi Staphylococcus aureus terhadap jaringan inang melibatkan sejumlah besar kelompok protein ekstraseluler. Beberapa protein yang berperan penting dalam proses invasi Staphylococcus aureus adalah -toksin, -toksin, -toksin, - toksin, leukosidin, koagulase, stafilokinase, dan beberapa enzim seperti protease, lipase, DNAse, dan enzim pemodifikasi asam lemak.

c. Perlawanan terhadap ketahanan inang

Staphylococcus aureus memiliki kemampuan mempertahankan diri terhadap mekanisme pertahanan inang. Beberapa faktor pertahanan diri yang dimiliki Staphylococcus aureus adalah simpai polisakarida, protein A, dan leukosidin.

d. Pelepasan beberapa jenis toksin

Pelepasan beberapa jenis toksin dari Staphylococcus aureus diantaranya adalah eksotoksin, superantigen, dan toksin eksfoliatin.

2.2 Abses Rongga MulutAbses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang berdinding tebal, manifestasinya berupa keradangan, pembengkakan yang nyeri jika ditekan, dan kerusakan jaringan setempat. Penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta penyebab virulensi organisme (Peterson, 2003).

2.2.1 Etiologi Abses Di Rongga MulutSecara morfologi dan biokemical paling sedikit ada 400 kelompok bakteri didalam rongga mulut. Infeksi dalam rongga mulut lebih banyak disebabkan oleh adanya gabungan antara bakteri gram positif yang aerob dan anaerob. Abses didalam rongga mulut disebabkan oleh bakteri anaerob. Organisme penyebabnya yang sering ditemukan pada pemeriksaan kultur adalah Alpha-hemolytic Streptococcus, Peptostrepcoccus, Peptococcus, Eubacterium, Bacteroides melaninogenicus, Staphylococcus dan Fusobacterium. Bakteri aerob jarang dapat menyebabkan abses hanya sekitar 5%. Bila menyebabkan abses, biasanya organisme penyebabnya adalah spesies Streptoccocus (Peterson, 2003).

2.2.2 Patofisiologi Abses Rongga MulutInfeksi yang awalnya berasal dari kerusakan jaringan keras gigi atau jaringa penyangga gigi yang disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal rongga mulut yang berubah menjadi patogen. Karies gigi yang tidak dirawat menyebabkan nekrosis jaringan pulpa. Jaringan yang terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur sehingga meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi kemudian bergerak ke dalam rongga tersebut dan memfagosit bakteri sehingga sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati akan membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut (Peterson,

2003)

2.2.3 Macam-macam Abses Rongga Mulut1. Abses periapikalAbses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga bisa berasal sistemik (bakteremia) (Kuriyama dkk.,

2010).

2. Abses subperiostealGejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstraoral, warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab akan menjadi sensitif pada sentuhan atau tekanan (Kuriyama dkk., 2010).

3. Abses submukosa

Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupakan kelanjutan abses subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan pembengkakan bertambah besar. Gejala lain yaitu

masih terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-kadang disertai demam, lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi. Bila abses berasal dari gigi insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar, kadang- kadang pembengkakan pada pelupuk mata bawah. Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit pada palpasi (Kuriyama dkk., 2010).

4. Abses fosa kanina

Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang berasal dari gigi rahang atas pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya akumulasi cairan jaringan (Kuriyama dkk., 2010).

5. Abses spasium bukal

Spasium bukal berada diantara m. masseter , m. pterigoidus interna dan m. businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium infratemporal. Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam spasium bukal (Kuriyama dkk., 2010).

6. Abses spasium infratemporal

Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di bawah dataran horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus mandibula dan bagian dalam oleh pterigoid interna. Bagian atas dibatasi oleh pterigoid eksternus. Spasium ini dilalui oleh maksilaris interna dan nervus mandibula, mylohyoid, lingual, businator dan nervus chorda timpani (Kuriyama dkk., 2010).

7. Abses spasium submasseter

Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian tengah dan permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo m.masseter bagian tengah dan bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis lembar fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang bawah, berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini (Kuriyama dkk., 2010).

8. Abses spasium submandibula

Spasium ini terletak dibagian bawah mylohyoid yang memisahkannya dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang mandibula. Dibatasi oleh m.hioglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna (Kuriyama dkk.,

2010).

9. Abses sublingual

Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , terletak diatas mylohyoid dan bagian medial dibatasi oleh genioglosus dan lateral oleh permukaan lingual mandibula (Kuriyama dkk., 2010).

10. Abses spasium submental

Spasium ini terletak diantara mylohyoid dan plastima di depannya melintang digastrikus, berisi kelenjar limfe submental. Perjalanan abses kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau premolar (Kuriyama dkk., 2010).

11. Abses spasium parafaringealSpasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan apeks bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus pterigoid interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor. sebelah belakang oleh glandula parotis, muskulus prevertebalis dan prosesus stiloideus serta struktur yang berasal dari prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini merupakan lokasi arteri karotis, vena jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal, glosofaringeal, simpatik, hipoglosal dan kenjar limfe (Kuriyama dkk., 2010).

2.3 Tanaman Cengkeh (Eugenia Aromaticum)2.3.1 Deskripsi dan sistematika Tanaman CengkehCengkeh merupakan pohon berbatang besar, berkayu keras, tinggi 5-10m, bercabang lebat, panjang dan dipenuhi ranting-ranting kecil yang mudah patah. Bunga dan buah muncul diujung ranting, tangkai pendek dan bertandan. Daun cengkeh berbentuk bulat telur, memanjang, ujung dan pangkal menyudat, lebar 2-

3cm, panjang daun tanpa pangkal 7,5-12,5cm, berwarna hijau, tebal dan kuat,

warnanya ada yang kuning atau hijau muda helainya besar, dan ada pula yang berwarna hijau sampai hijau tua kehitaman dan helainya lebih kecil, umumnya permukaan daun berwarna lebih tua dan mengkilat sedangkan sebelahnya berwarna kelam. Daun yang masih muda berwarna kemerahan, bila tua berwarna gelap (Rosalina, 2013).

Gambar 2.2 Daun cengkeh (Anonim, 2013)

Sistematika tanaman cengkeh adalah sebagai berikut:

Regnum : PlantaeDivisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiosspermae Kelas : Dicotyledonae Ordo :MyrtalesFamily : MyrtaceaeGenus : SyzygiumSpecies : Syzygium aromaticum2.3.2 Kandungan kimia ekstrak daun cengkehKandungan kimia dalam daun cengkeh adalah alkaloid, flavonoid, tannin, minyak atsiri. Minyak atsiri dari bunga cengkeh mengandung 16-23% minyak atsiri yang terdiri dari eugenol (64-85%), 10% zat samak tipe gallat, sianidin ramnoglukosida yang merupakan pigmen utama bunga cengkeh. Daun cengkeh terdiri atas eugenol (80,6-85,1%), asetil eugenol, kariofilen dan mengandung

0,11% asam gallat, metil gallat, turunan triterpen, asam oleanolat (kariofilin), asam betulinat. Batang cengkeh mengandung asam betulinat, friedelin, efriedelinol, sitosterim, eugenin (suatu senyawa ester dari epifriedelinol dengan suatu asam lemak rantai panjang (Laitupa dan Susane, 2010).

Senyawa eugenol merupakan suatu metoksifenol dengan rantai hidrokarbon pendek. Eugenol mengandung beberapa gugus fungsional yaitu allil, fenol, dan eter. Senyawa eugenol secara biologis merupakan bagian yang paling aktif karena kemampuan eugenol dalam memblok transmisi impuls syaraf sangat bermanfaat dalam mengurangi rasa nyeri (Towaha, 2012).

Gambar 2.3 Struktur kimia eugenol (Towaha, 2012)

Menurut Nurdjanah (2004), menyatakan bahwa obat kumur yang mengandung eugenol dari cengkeh dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans dan Streptococcus viridians. Obat kumur yang mengandung cengkeh tercium aroma yang khas yaitu bau minyak cengkeh. Aroma tersebut ditentukan karena adanya kandungan eugenol dalam minyak cengkeh.

2.3.3 Farmakologi dari zat berkhasiat dalam ekstrak daun cengkeh2.3.3.1 Farmakologi senyawa tanin

Tanin merupakan jenis senyawa yang termasuk kedalam golongan polifenol dan banyak dijumpai pada tumbuhan. Tanin memiliki aktivitas antibakteri. Mekanisme kerja tanin diperkirakan adalah toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri. Tanin juga diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggupermeabilitas sel itu sendiri. Efek antibakteri tanin antara lain melalui reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik (Ajizah, 2004).

2.3.3.2 Farmakologi senyawa Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim. Mekanisme kerja flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu keutuhan membran sel bakteri.

Mekanisme kerjanya dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi (Juliantina, 2008).

2.3.3.3 Farmakologi senyawa Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa metabolit sekunder. Mekanisme triterpeoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya porin yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa akan mengurangi permeabilitas membran sel bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi, sehingga pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Ajizah, 2004).

2.3.3.4 Farmakologi senyawa Alkaloid

Senyawa alkaloid memiliki mekanisme penghambatan dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Juliantina, 2008).

2.3.3.5 Farmakologi Senyawa Fenolat

Senyawa fenolat dalam daun cengkeh yaitu, eugenol. Minyak daun cengkeh yang mengandung senyawa eugenol yang merupakan bagian dari phenylpropanoids yang diduga dapat menghambat pertumbuhan bakteri melalui interaksi membran (Nurdjanah, 2004).

2.3.4 Ekstrak Daun Cengkeh Sebagai Antibakteri, Antiinflamsi danAnalgesikEkstrak daun cengkeh sebagai antibakteri yaitu mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen baik Gram positif maupun Gram negatif. Kemampuan menghambat bakteri Gram positif ini disebabkan dalam ekstrak daun cengkeh yang memiliki sifat eugenol yang merupakan asam lemah. Sebagai asam lemah, senyawa-senyawa fenolik dapat terionisasi melepaskan ion H+ dan meninggalkan gugus sisanya yang bermuatan negatif. Kondisi yang bermuatan negatif ini akan ditolak oleh dinding sel bakteri Gram positif yang juga bermuatan negatif, sehingga fenol dapat bekerja menghambat pertumbuhan bakteri patogen Gram positif seperti Streptococcus sanguins (Rahayu, 2000).

Kandungan eugenol dalam ekstrak daun cengkeh memiliki sifat hydrophobic, dimana eugenol masuk ke dalam lipopolosakarida yang terdapat dalam membran sel bakteri dan merusak struktur selnya (Burt, 2004).

Ekstrak daun cengkeh sebagai antiinflamasi dan analgesik dengan menghambat kemotaxis dari leukosit, serta menghambat biosintesis prostaglandin oleh senyawa-senyawa fenolik sehingga peradangan dan rasa sakit pada gigi ataupun gusi dapat dikurangi. Dengan berbagai khasiat tersebut, penggunaan obat kumur yang mengandung minyak cengkeh dengan kandungan eugenol sangat membantu dalam meredakan Abses Submukous setelah dilakukan insisi dan drainase (Develas, 2012).

2.3.5 Ekstrak Daun Cengkeh yang Digunakan Dalam PenelitianDaun cengkeh yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perkebunan cengkeh di desa Banyuatis Kecamatan Banjar Singaraja. Ekstrak daun cengkeh diproses di laboratorium Fitokimia Universitas Udayana Denpasar. Pembuatan ekstrak daun cengkeh menggunakan etanol sebagai bahan pelarutnya. Tes fitokimia dan Uji KLT dilakukan setelah pembuatan ekstrak daun cengkeh diperoleh hasil pada ekstrak daun cengkeh mengandung steroid (+), Flavonoid (+), Alkaloid (+), Fenolat (+), Tanin (+), Saponin (+) dan Glikosida (+).

2.4 Obat KumurObat kumur merupakan larutan atau cairan yang digunakan untuk membilas rongga mulut dengan tujuan untuk menyingkirkan plak, menyegarkan mulut, menghilangkan inflamasi dan mencegah karies gigi. Karakteristik obat kumur yaitu dapat membasmi kuman yang menyebabkan gangguan kesehatan mulut dan gigi, tidak menyebabkan iritasi, tidak mengganggu keseimbangan flora mulut, tidak menyebabkan resistensi mikroba, dan tidak menimbulkan noda pada gigi (Develas, 2012).

Komposisi obat kumur pada umumnya terdiri dari astrigent, humektan, surfaktan, air sebagai komposisi utama dari obat kumur, agen antibakteri, sepert senyawa fenolik dan minyak esensial dan komposisi lain seperti alkohol, pewarna dan penambah rasa (Develas, 2012).

Pada umumnya obat kumur mengandung 5-25% alkohol. Alkohol dalam obat kumur berfungsi berfungsi sebagai bahan perasa dan pelarut bahan aktif.

Penggunaan alkohol dalam obat kumur akan membatasi penggunaannya pada golongan tertentu seperti anak-anak, ibu hamil atau menyusui, pasien dengan xerostomia (Develas, 2012).

BAB IIIKERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN3.1. Kerangka BerpikirInfeksi dalam rongga mulut terdapat pada jaringan lunak maupun jaringan keras gigi yang disebabkan oleh berbagai jenis mikroba yang merupakan flora normal dalam jumlah yang abnormal. Abses merupakan salah satu penyakit infeksi, dimana daerah jaringan yang terbentuk terdapat nanah yang sebagai usaha untuk melawan aktivitas bakteri yang menyebabkan infeksi. Abses terbentuk apabila tidak ada jalan keluar nanah atau pus sehingga nanah atau pus terperangkap dalam jaringan dan terus membesar.

Didalam rongga mulut, abses dapat terbentuk di gingiva, gigi, atau akar gigi. Abses submukus merupakan abses yang sering terjadi di dalam rongga mulut. Perawatan abses biasanya dengan tindakan insisi dan drainase. Proses penyembuhan Abses submukus dapat dibantu dengan menggunakan obat kumur setelah dilakukan insisi dan drainase.Berkumur dengan 10 ml ekstrak daun cengkeh 4% selama 60 detik merupakan jumlah, konsentrasi dan waktu yang optimal untuk melumasi rongga mulut dalam membantu penyembuhan abses submukus. Kandungan tannin, flavonoid dan fenolat dalam ekstrak daun cengkeh berfungsi sebagai antibakteri, anti inflamasi dan analgesik.Ekstrak daun cengkeh memiliki kandungan eugenol yang sangat tinggi. Efek antibakteri dalam ekstrak daun cengkeh bekerja bakterisidal. Bakterisidal26

merupakan kemampuan antimikroba yang memiliki sifat mematikan bakteri. Mekanisme kerja antibakteri dalam ekstrak daun cengkeh dengan menghambat sintesis dinding sel, perubahan permeabilitas membran sel dan menghambat sintesis protein serta meningkatkan premeabilitas dari dinding sel bakteri sehingga terjadi gangguan pada fungsi normal sel bakteri dan mengalami lisis dan mati..

3.2 Konsep PenelitianBerdasarkan permasalahan dan kajian pustaka yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya maka kerangka konsep yang terkait dengan masalah penelitian seperti di bawah ini:

Faktor Internal:-Daya tahan tubuh-Virulensi kuman- Ketahananjaringan

Faktor Eksternal :- Obat-obatan- Suhu- Kelembaban

Penderita (manusia) Abses submukus

JUMLAH KOLONI BAKTERI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA ABSES SUBMUKUS

Gambar 3.1 Konsep Penelitian

3.3 Hipotesis PenelitianBerdasarkan kerangka konsep dan teori di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Berkumur dengan ekstrak daun cengkeh 4% dapat menurunkan jumlah koloni bakteri abses submukus.

2. Berkumur dengan ekstrak daun cengkeh 4% dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus abses submukus.

3. Tidak ada perbedaan jumlah koloni bakteri antara berkumur povidone iodine 1% dan ekstrak daun cengkeh 4% pada abses submukus.

4. Tidak ada perbedaan jumlah bakteri Staphylococcus aureus antara berkumur povidone iodine 1% dan ekstrak daun cengkeh 4% pada abses submukus.

BAB IV METODE PENELITIAN4.1 Rancangan PenelitianRancangan penelitian yang digunakan adalah Post-test only control group design (Frederer, 2008).

P0O1R RaP1O2SP2O3Gambar 4.1 Rancangan PenelitianKeterangan:

P : Populasi R : Random S : SampelRa : Random alokasi

P0 : Perlakuan pada Kelompok Kontrol I berkumur dengan air hangat 37-38C selama 60 detik29

P1 : Perlakuan pada Kelompok Kontrol II berkumur dengan povidone iodine1% selama 60 detik

P2 : Perlakuan pada Kelompok Perlakuan berkumur dengan ekstrak daun cengkeh konsentrasi 4% selama 60 detik

O1 : Observasi jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureusberkumur dengan air hangat 37-38 C selama 60 detik

O2 : Observasi jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureusberkumur dengan povidone iodine 1% selama 60 detik

O3 : Observasi jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureusberkumur dengan ekstrak daun cengkeh 4% selama 60 detik

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian4.2.1 Lokasi Penelitian1. Insisi abses dan pengambilan aposen abses dilakukan di RSGM FKG UNMAS Denpasar.

2. Perhitungan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.

4.2.2 Waktu PenelitianPenelitian dilakukan selama Bulan Oktober 2014 sampai Januari 2015.

4.3 Populasi dan Sampel4.3.1 PopulasiPopulasi penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah:

1. Populasi target : Semua penderita abses submukus

2. Populasi terjangkau : Pasien RSGM FKG UNMAS yang menderita abses submukus yang datang dalam kurun waktu penelitian.

4.3.2 SampelSampel penelitian didapat dari populasi yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

4.3.2.1 Kriteria inklusi

Sampel penelitian dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Penderita abses submukus

2. Abses berfluktuasi

3. Usia 18 40 tahun

4. Tidak menderita penyakit sistemik

5. Bersedia mengikuti penelitian

4.3.2.2 Besar sampel

Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus besar sampel menurut Frederer (2008), sebagai berikut: (n-1)(t-1) 15, dimana t adalah jumlah perlakuan dan n adalah jumlah sampel tiap kelompok perlakuan. Penelitian ini terdiri dari satu kelompok perlakuan dan dua kelompok kontrol, sehingga t = 3 dan setelah dimasukkan ke dalam rumus menjadi:

(n-1) (t-1) 15 (n-1) (3-1) = 15 (n-1) (2) = 15

n-1 = = 7,5

n= 7,5 + 1= 8,5 9

Berdasarkan hasil perhitungan jumlah sampel di atas maka jumlah sampel yang digunakan adalah sampel 8,5 dibulatkan menjadi 9 sampel.

4.3.3 Teknik Penentuan SampelSampel dipilih dari pasien RSGM FKG UNMAS Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling, menggunakan bilangan acak. Sampel diperoleh secara konsekutif yaitu pasien datang yang memenuhi kriteria inklusi diberikan nomor undian, kemudian di kelompokkan sebagai berikut: nomor 1-9 kelompok kontrol I, nomor 10-19 kelompok kontrol II dan nomor 20-27 kelompok perlakuan.

4.4 Variabel Penelitian dan Hubungan Antar Variabel4.4.1 Variabel Penelitian :1. Variabel bebas : ekstrak daun cengkeh 4%, povidone iodine 1%.2. Variabel tergantung : jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus3. Variabel terkendali : usia, teknik insisi abses, kondisi sistemik

4.4.2 Hubungan Antar VariabelVariabel Bebas

Ekstrak daun cengkeh 4%

- Dikumur selama 60 detikVariabel Kendali

- Usia

- Teknik insisi abses- Kondisi sistemikVariabel Tergantung

- Jumlah koloni bakteri

- Jumlah bakteri

Staphylococcus aureusGambar 4.2 Hubungan Antar Variabel

4.5 Definisi Operasional Variabel1.

Ekstrak daun cengkeh adalah sediaan pekat yang didapat dengan mengektraksi zat aktif dari daun cengkeh dengan menggunakan pelarut metanol dan diencerkan dengan akuades steril hingga mencapai konsentrasi 4%.

2.

Berkumur adalah kegiatan memasukkan 10 ml larutan kumur ke dalam rongga mulut, kemudian mulut ditutup dan gigi rahang atas dan bawah dalam keadaan oklusi atau terkatup, pipi dikembung kempiskan dan lebih ditekankan pada daerah yang mengalami abses selama 60 detik kemudian larutan kumur dibuang, larutan ini tidak ditelan.

3.

Usia orang coba ditentukan berdasarkan tanggal, bulan dan tahun kelahiran yang tercatat pada kartu identitas (KTP/SIM) atau akta kelahiran4.

Suhu adalah satuan besaran yang menyatakan derajat panas yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus yang diukur menggunakan thermometer dengan skala derajat celcius yaitu 37C.

5.

Waktu adalah besaran yang menunjukkan lamanya peristiwa mulai dari masuknya media pertumbuhan koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus ke inkubator selama proses inkubasi sampai dikeluarkannya media dengan satuan jam yaitu antara 18 - 24 jam menggunakan timer.

6.

Media pengeraman adalah media yang digunakan untuk menumbuhkan koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus yaitu media BAP (Blood Agar Plate).7.

Jumlah koloni bakteri adalah jumlah koloni bakteri yang tumbuh didalam cawan petri yang dihitung secara manual.

8.

Bakteri Staphylococcus aureus adalah bakteri gram- positif berwarna putih yang berbentuk kokus menyerupai bola dengan garis tengah 1 m (menyerupai buah anggur).

4.6 Alat Dan Bahan Penelitian4.6.1 Alat Penelitian :

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Alat diagnosis steril sebanyak 7 set, yang terdiri dari:

kaca mulut, pinset, sonde, ekskavator, dan neerbecken.

2. Autoclaf untuk sterilisasi alat diagnosis

3. Scalpel dan Blade no. 11

4. Hemostat5. Spuit injeksi 3 ml

6. Informed consent7. Alat tulis

8. Kamera

9. Mikro pipet

10. Tabung reaksi

11. Penjepit, spatula.

12.

Cawan petri untuk tempat media padat datar atau agar.

13. Lampu spiritus/ Bunsen.

14. Mikroskop

15. Erlenmeyer untuk pembuatan media

16. Gelas obyek4.6.2 Bahan Penelitian1. Ekstrak daun cengkeh 4%

2. Aquades steril

3. Air hangat 370-380 C

4. Povidone iodine 1%

5. Media TSB (Triptiase Soy Broth)6. Benzotop (anastesi topikal)

7. Pehacaine 2%

8. Betadine 10%

9.

Sabun cair dan alkohol 90% untuk bahan sterilisasi alat diagnosis

10. Cotton pellet11. Kasa dan tissue

12. Sarung tangan

13. Masker14. Lap dada

15. BAP(Blood Agar Plate).16. Darah kambing 5%

17. Fuschine18. Hidrogen peroksida 35%

19. Karbol Gentian Violet

20. Lugol

4.7 Prosedur PenelitianProsedur penelitian menyangkut :

1. Menyerahkan surat izin penelitian kepada Direktur

RSGM FKG UNMAS Denpasar

2.

Menyiapkan informed consent, dan alat-alat tulis untuk keperluan penelitian

3.

Membagikan informed consent kepada sampel yang sudah memenuhi kriteria inklusi.

4.8 Prosedur PenelitianPembuatan ekstrak etanol daun cengkehDaun cengkeh yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari desa banyuatis, kecamatan Banjar, kota Singaraja. Daun yang digunakan adalah daun cengkeh berwarna hijau tua. Kemudian daun cengkeh dijemur dengan diangin- anginkan hingga kering selanjutnya ditimbang sebanyak 1 kg. Daun cengkeh kering diblender untuk mendapatkan serbuk daun cengkeh (simplisia).

Serbuk dimasukkan kedalam botol tertutup berwarna gelap agar terlindungi dari sinar matahari dan direndam (dimaserasi) dengan menggunakan 1,5 liter pelarut etanol. Pemeraserasian dilakukan pada suhu kamar, selama 3 hari dan pengadukan dilakukan setiap hari. Setelah 3 hari pemeserasian, maserat kemudian disaring, filtrat dipisahkan dan ampasnya direndam kembali dengan etanol yang baru, maserasi dilakukan 5 kali hingga diperoleh maserat yang terakhir berwarna jernih. Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator pada

suhu tidak lebih 50C dan diuapkan in vacuo sehingga terpisah pelarut etanol dengan ekstrak daun cengkeh. Pelarut etanol dipilih karena dapat melarutkan zat- zat aktif dalam jumlah kecil yang terkandung dalam bahan alam.

Proses ekstraksi yang digunakan adalah proses perendaman (maserasi) bertujuan untuk mengurangi pengaruh pemanasan yang dapat merosek senyawa aktif, selain itu dengan proses maserasi akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel sehingga metabolit sekunder yang berada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa aktif akan sempurna karena diatur lamanya perendaman (Rahayu, 2009).Pembuatan konsentrasi ekstrak etanol daun cengkeh 4%Ekstrak daun cengkeh 4% diperoleh dengan melarutkan 4 ml ekstrak daun cengkeh 100% dengan aquades steril sampai mencapai 100 ml.

Protokol penelitian pada Kelompok Kontrol I :1. Pasien duduk rileks pada dental unit yang telah disediakan.

2. Lakukan asepsis pada daerah sekitar abses dengan Betadine 10%.

3. Pada daerah sekitar abses diolesi dengan anastesi topikal kemudian dilakukan anastesi lokal dengan teknik infiltrasi pada gingiva atau mukosa disekitar abses. Injeksi tidak boleh dilakukan pada rongga abses.

4. Insisi dilakukan sejajar dengan cabang nervus fasialis di dekat daerah abses dan tidak melawan garis langerhans.

5. Garis insisi dilebarkan dengan menggunakan hemostat yang tertutup.

6. Daerah abses yang telah di insisi dilakukan pemijatan untuk mengeluarkan produk abses ke arah insisi.

7. Setelah semua produk abses dikeluarkan, kemudian sampel diinstruksikan berkumur dengan air hangat 370-380C sebanyak 10 ml selama 60 detik, lebih diarahkan ke daerah insisi kemudian larutan dibuang.

8. Dilakukan swab dengan memasukkan cotton pellet kedalam rongga abses yang telah diinsisi.

9. Cotton pellet hasil swab dimasukkan ke dalam media TSB dan dibawa ke

Laboratorium Mikrobiologi Unud.

Protokol penelitian pada Kelompok Kontrol II :1. Pasien duduk rileks pada dental unit yang telah disediakan.

2. Lakukan asepsis pada daerah sekitar abses dengan Betadine 10%.

3. Pada daerah sekitar abses diolesi dengan anastesi topikal kemudian dilakukan anastesi lokal dengan teknik infiltrasi pada gingiva atau mukosa disekitar abses. Injeksi tidak boleh dilakukan pada rongga abses.

4. Insisi dilakukan sejajar dengan cabang nervus fasialis di dekat daerah abses dan tidak melawan garis langerhans.

5. Garis insisi dilebarkan dengan menggunakan hemostat yang tertutup.

6. Daerah abses yang telah di insisi dilakukan pemijatan untuk mengeluarkan produk abses ke arah insisi.

7. Setelah semua produk abses dikeluarkan, kemudian sampel diinstruksikan berkumur dengan povidone iodine 1% sebanyak 10 ml selama 60 detik, lebih diarahkan ke daerah insisi kemudian larutan dibuang.

8. Dilakukan swab dengan memasukkan cotton pellet kedalam rongga abses yang telah diinsisi.

9. Cotton pellet hasil swab dimasukkan ke dalam media TSB dan dibawa ke

Laboratorium Mikrobiologi Unud.

Protokol penelitian pada Kelompok Perlakuan :1. Pasien duduk rileks pada dental unit yang telah disediakan.

2. Lakukan asepsis pada daerah sekitar abses dengan Betadine 10%.

3. Pada daerah sekitar abses diolesi dengan anastesi topikal kemudian dilakukan anastesi lokal dengan teknik infiltrasi pada gingiva atau mukosa disekitar abses. Injeksi tidak boleh dilakukan pada rongga abses.

4. Insisi dilakukan sejajar dengan cabang nervus fasialis di dekat daerah abses dan tidak melawan garis langerhans.

5. Garis insisi dilebarkan dengan menggunakan hemostat yang tertutup.

6. Daerah abses yang telah di insisi dilakukan pemijatan untuk mengeluarkan produk abses ke arah insisi.

7. Setelah semua produk abses dikeluarkan, kemudian sampel diinstruksikan berkumur dengan ekstrak daun cengkeh 4% sebanyak 10 ml selama 60 detik, lebih diarahkan ke daerah insisi kemudian larutan dibuang.

8. Dilakukan swab dengan memasukkan cotton pellet kedalam rongga abses yang telah di insisi.

9. Cotton pellet hasil swab dimasukkan ke dalam media TSB dan dibawa ke

Laboratorium Mikrobiologi Unud.

Prosedur Pembiakan Bakteri :1.

Penghitungan jumlah koloni bakteri dihitung secara manual dari koloni bakteri yang tumbuh. Beri tanda pada dasar petri dan dihitung jumlah koloni bakteri.

2. Cara untuk melihat bakteri Staphylococcus aureus adalah menggunakan pewarnaan Gram, Uji katalase dan Uji koagulase.a. Pewarnaan GramGram bertujuan untuk mengetahui kemurnian sel bakteri Staphylococcus aureus. Preparat haposen bakteri dibuat dengan cara, mencampurkan satu ose biak bakteri dari plat darah kambing 5% dengan setetes aquadest yang telah diteteskan pada gelas obyek, kemudian dibuat apus setipis mungkin, dikeringkan, dan difiksasi diatas lampu spiritus. Preparat apus ditetesi pewarna pertama dengan karbol gentian violet selama 2 menit, warna dibuang, ditetesi lugol selama 1 menit, kemudian preparat apus dilunturkan dengan alkohol 95% selama 1 menit. Selanjutnya alkohol dibuang, preparat dicuci dengan akuades dan diberi pewarna kedua dengan larutan fuschine selama 2 menit. Warna kemudian dibuang dan dibersihkan dengan akuades, dikeringkan dan diamati morfologi sel, serta warnanya di bawah mikroskop. Bakteri dikelompokkan sebagai Gram positif apabila selnya terwarnai keunguan, dan Gram negatif apabila selnya terwarnai merah (Dewi, 2013).

b. Uji Katalase

Uji katalase dilakukan dengan meneteskan hidrogen peroksida (H2 O2 )35% pada gelas obyek yang bersih. Biakan dioleskan pada gelas obyek yang sudah ditetesi hidrogen peroksida dengan ose. Suspensi dicampur

secara perlahan menggunakan ose, hasil yang positif ditandai oleh terbentuknya gelembung-gelembung udara (Dewi, 2013).

c. Uji koagulase

Uji koagulase dilakukan dengan metode Uji slide. Uji slide atau clumping factor digunakan untuk mengetahui adanya ikatan koagulase. Uji slide dikerjakan dengan cara setetes aquadest steril diletakkan pada kaca benda, kemudian satu ose biakan yang diuji, disuspensikan. Setetes plasma diletakkan di dekat suspensi biakan tersebut, keduanya dicampur dengan menggunakan ose dan kemudian digoyangkan. Reaksi positif terjadi apabila dalam waktu 2-3 menit terbentuk presipitat granuler (Dewi, 2013).

a. Penghitungan jumlah bakteri Staphylococcus aureus dihitung secara manual dari koloni bakteri yang tumbuh. Beri tanda pada dasar petri dan dihitung jumlah bakteri Staphylococcus aureus.4.9. Alur PenelitianPopulasiKriteria InklusiSampelInsisi absesSimple Random SamplingKelompok Kontrol I diberikan 10 ml air hangat 37-380 C dikumur selama 60 detik

KelompokKontrol II diberikan10 ml povidone iodine 1% dikumur selama 60 detik

Kelompok Perlakuan diberikan 10 ml ekstrak dauncengkeh 4% dikumurselama 60 detikSwab dengan cotton pelletPemeriksaan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureusAnalisis data

Gambar 4.3 Alur penelitian ekstrak daun cengkeh.

4.10 Analisis DataData dianalisis secara statistik dengan uji deskriptif, uji normalitas data, uji homogenitas data, uji komparabilitas dan analisis kualitatif. Data hasil penelitian ini diolah dengan menggunakan program komputer yaitu Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) for Windows 17.0.

Analisis hasil penelitian meliputi:

1. Analisis Deskriptif

Analisis data untuk memberikan gambaran tentang mean, standar deviasi dan rerata data jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus yang didapatkan dari hasil penelitian.

2. Uji Normalitas dan Homogenitas

a. Uji normalitas data jumlah koloni bakteri dilakukan dengan Uji Shapiro- wilk karena jumlah sampel 0,05.

b. Uji homogenitas data jumlah koloni bakteri dilakukan dengan Uji Levene untuk mengetahui apakah varian dua buah atau lebih kelompok data sama atau tidak. Variasi data homogen dengan p>0,05.

3. Uji Komparasi

Oleh karena data berdistribusi normal dan homogen maka digunakan uji statistik parametrik One Way Anova untuk membandingkan rerata jumlah

koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus sesudah perlakuan antar kelompok. Terdapat perbedan rerata jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus antar kelompok sesudah perlakuan apabila nilai kemaknaan p0,05), hasil analisis disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2Hasil Uji Normalitas Data Koloni Bakteri Abses submukus dan BakteriStaphylococus aureusKelompok SubjekNpKet.

Koloni bakteri abses submukus Kontrol I Koloni bakteri abses submukus Kontrol II Koloni bakteri abses submukus Perlakuan Bakteri Staphylococus aureus Kontrol I Bakteri Staphylococus aureus Kontrol II Bakteri Staphylococus aureus Perlakuan9

9

9

9

9

90,138

0,280

0,128

0,184

0,460

0,964Normal Normal Normal Normal Normal Normal

5.3 Uji Homogenitas DataData koloni bakteri abses submukus dan bakteri Staphylococus aureus diuji homogenitasnya dengan menggunakan Uji Levenes hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3Homogenitas Data Koloni Bakteri Abses submukus dan BakteriStaphylococus aureus antar Kelompok PerlakuanVariabelFpKeterangan

Koloni bakteri abses submukus

Bakteri Staphylococus aureus0,308

1,4030,738

0,265Homogen

Homogen

5.4 Uji Komparasi Terhadap Koloni Bakteri Abses submukusAnalisis komparasi diuji berdasarkan rerata koloni bakteri abses submukus antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa berkumur ekstrak daun cengkeh selama 60 detik. Hasil analisis kemaknaan dengan Uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4Perbedaan Rerata Koloni Bakteri Abses submukus Antar KelompokSesudah Berkumur Ekstrak Daun Cengkeh Selama 60 DetikKelompok SubjeknRerata Koloni

Bakteri Abses submukusSBFp

Kontrol I Kontrol II Perlakuan9

9

998,11

62,00

52,2224,84

25,29

29,427,430,003

Tabel 5.4, menunjukkan bahwa rerata koloni bakteri abses submukus Kelompok Kontrol I adalah 98,1124,84, rerata koloni bakteri abses submukus Kelompok Kontrol II adalah 62,0025,29, dan rerata Kelompok Perlakuan adalah52,2229,42. Analisis kemaknaan dengan Uji One Way Anova menunjukkan

bahwa nilai F = 7,43 dan nilai p = 0,003. Hal ini berarti bahwa rerata koloni bakteri abses submukus pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p