proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik

15
PROSES PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK PROSES PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK Perkembangan moral merupakan suatu yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang harus dilakukan manusi dalam berinteraksi dengan orang lain. Sehingga pengalaman berinteraksi dengan orang lain menjadi pemicu dalam memahami tentang prilaku mana yang baik dikerjakan dan yang tiadak baik dikerjakan. Selain itu perkembangan moral juga terjadi karena proses penguatan, penghukuman, dan peniruan. penggambaran atau pembagian struktur kepribadian manusia itu sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, ide, ego dan super ego. Sehingga seseorang yang bermoral yaitu seseorang yang menerima dan menaati sistem peraturan yang ada serta bertindak sesuai atas penilaian baik burknya sesuatu. Moral bagi seorang remaja merupakan suatu kebutuhan yang penting, terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya, mengembangakan hubungan personal yang harmonis dan menghindari konflik-konflik yang terjadi pada masa transisi. Perkembangan spiritualitas adalah perkembangan kualitas atau sifat dasar dalam berhubungan dengan diri sendiri orang lain, tuhan, dan alam serta kebutuhan terdalam dari diri seseorang untuk menemukan identitas dan makna hidup yang penuh arti. Dan terjadinya perkembangan spiritual atau kepercayaan dapat berkembang hanya dalam lingkup perkembangan intlektual dan emosional yang dicapai oleh seseorang. Dimana proses terjadinya secara bertahap melalui tahapan-tahapan, priml faith atau kepercayaan terpenting, intuitive-projective atau berdasarkan sifat proyeksi, mythic-literal faith atau mengartikan karakter kepercayaan, synthetic-conventional faith atau meniru kepercayaan adat, individuative- reflective faith atau individu dalam membayangkan kepercayaan. Conjunctive-faith atau kesadaran akan keterbatasan. Dan universalizing faith atau perasaan ketuhanan. ata Kunci : Perkembangan moral, pengalaman berinteraksi, proses penguatan, penghukuman, dan peniruan, struktur kepribadian manusia, seseorang yang bermoral, Moral bagi seorang remaja, Perkembangan spiritualitas, perkembangan intlektual dan emosional, proses.

Upload: deep-walker

Post on 30-Jun-2015

9.907 views

Category:

Education


6 download

DESCRIPTION

by deep d walker

TRANSCRIPT

Page 1: Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik

PROSES PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK

PROSES PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK

Perkembangan moral merupakan suatu yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang harus dilakukan manusi dalam berinteraksi dengan orang lain. Sehingga pengalaman berinteraksi dengan orang lain menjadi pemicu dalam memahami tentang prilaku mana yang baik dikerjakan dan yang tiadak baik dikerjakan. Selain itu perkembangan moral juga terjadi karena proses penguatan, penghukuman, dan peniruan.  penggambaran atau pembagian struktur kepribadian manusia itu sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, ide, ego dan super ego. Sehingga seseorang yang bermoral yaitu seseorang yang menerima dan menaati sistem peraturan yang ada serta bertindak sesuai atas penilaian baik burknya sesuatu. Moral bagi seorang remaja merupakan suatu kebutuhan yang penting, terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya, mengembangakan hubungan personal yang harmonis dan menghindari konflik-konflik yang terjadi pada masa transisi. Perkembangan spiritualitas adalah perkembangan kualitas atau sifat dasar dalam berhubungan dengan diri sendiri orang lain, tuhan, dan alam serta kebutuhan terdalam dari diri seseorang untuk menemukan identitas dan makna hidup yang penuh arti. Dan terjadinya perkembangan spiritual atau kepercayaan dapat berkembang hanya dalam lingkup perkembangan intlektual dan emosional yang dicapai oleh seseorang. Dimana proses terjadinya secara bertahap melalui tahapan-tahapan, priml faith atau kepercayaan terpenting, intuitive-projective atau berdasarkan sifat proyeksi, mythic-literal faith atau mengartikan karakter kepercayaan, synthetic-conventional faith atau meniru kepercayaan adat, individuative- reflective faith atau individu dalam membayangkan kepercayaan. Conjunctive-faith atau kesadaran akan keterbatasan. Dan universalizing faith atau perasaan ketuhanan.

Kata Kunci : Perkembangan moral, pengalaman berinteraksi, proses penguatan, penghukuman, dan peniruan, struktur kepribadian manusia, seseorang yang bermoral, Moral bagi seorang remaja, Perkembangan spiritualitas, perkembangan intlektual dan emosional, proses.

LATAR BELAKANG

Perkembangan moral merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku

seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini

berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat. Perkembangan itu sendiri merupakan proses

perubahan kualitatif yang mengacu pada kualitas fungsi organ-organ jasmaniah, dan bukan

Page 2: Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik

pada organ jasmani tersebut, sehingga penekanan arti perkembangan terletak pada

kemampuan organ psikologis (Purwati dan Nurwidodo.2000:22). Perkembangan moral

hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan sosial, sebab perilaku moral pada

umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang siswa hanya

akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi apabila menguasai pemikiran norma

perilaku moral yang diperlukan untuk menguasai pemikiran norma perilaku moral yang

diperlukan

Seperti dalam proses perkembangan yang lannya, proses perkembangan moral selalu

berkaitan dengan proses belajar. Belajar itu sendiri memiliki tujuan untuk memenuhi

kebutuhan yang belum terpenuhi dengan kompetensi-kompetensi yang dimiliki

(Mudjiman.2008:73). Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung

pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial), baik dilingkungan sekolah, keluarga,

maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses belajar sangat

menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan

norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku dalam

masyarakat.

Sehingga dapat diartikan bahwa, perkembangan moral merupakan perkembangan

yang berkaitan dengan aturan dan konfensi mengenai apa yang yang seharusnya dilakukan

okleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (desmita.2009:258). Hal ini juga sesuai

dengan pendapat piaget dalam Desmita (2009:260) bahwa, hakikat moralitas yaitu

kecenderungan untuk menerima sistem peraturan.

spiritual adalah suatu ragam konsep kesadaran individu akan makna hidup, yang

memungkinkan individu berpikir secara kontekstual dan transformatif sehingga kita merasa

sebagai satu pribadi yang utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual. Kecerdasan

sepiritual merupakan sumber dari kebijaksanaan dan kesadaran akan nilai dan makna hidup,

serta memungkinkan secara kreatif menemukan dan mengembangkan nilai-nilai dan makna

baru dalam kehidupan individu. Kecerdasan spiritual juga mampu menumbuhkan kesadaran

bahwa manusia memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri secara bertanggungjawab

dan mampu memiliki wawasan mengenai kehidupan serta memungkinkan menciptakan

secara kreatif karya-karya baru.. Sedngkan ingersol dalam Desmita (2009:264) menyatakan,

spiritualitas sebagai wujud karakter spiritual, kualitas atau sifat dasar dan upaya dalam

berhubungan atau bersatu dengan tuhan.

Page 3: Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik

Sehingga dapat diartikan bahwa, kecerdasan spiritual sebagai bagian dari psikologi

memandang bahwa seseorang yang beragama belum tentu memiliki kecerdasan spiritual.

Namun sebaliknya, bisa jadi seseorang yang humanis-non-agamis memiliki kecerdasan

spiritual yang tinggi, sehingga sikap hidupnya inklusif, setuju dalam perbedaan (agree in

disagreement), dan penuh toleran. Hal itu menunjukkan bahwa makna "spirituality"

(keruhanian) disini tidak selalu berarti agama atau bertuhan. Sehingga dari kuti-kutipan diatas

penulis memilih judul proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik karena, proses

merupakan suatu hal yang sangat penting, dimana sangat menentukan hasil atau pencaapain

puncak dan akhirnya.

MAKNA PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK

1.      Makna Perkembangan Moral Peserta Didik

. Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral,

sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku

sosial. Seorang siswa hanya akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi apabila

menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk menguasai pemikiran

norma perilaku moral yang diperlukan. Perkembangan moral merupakan suatu kebutuhan

yang penting bagi remaja dalam menemukan identitas dirinya, menghubungkan sikap

personal yang harmonis, dan menghindari konflik-konflik peran yang terjadi selama transisi,

sehingga perkembangan moral dapat di artikan sebagai perkembangan yang berkaitan dengan

aturaan dan konvensi mengenai apa yang harus dilakukan oleh manusia dalam interaksi

dengan orang lain (desmita,2009:258).

Dalam sistem moralitas, baik dan buruk dijabarkan secara kronologis mulai yang

paling abstrak hingga yang lebih operasional. Nilai merupakan perangkat moralitas yang

paling abstrak. Nilai merupakan suatu perangkat keyakinan atupun perasaan yang diyakini

sebagai suatu identitas yang memberikan corak kusus kepada pola pemikiran, perasaan,

keterikatan dan prilaku (syahidin dkk.2009:239). Moral dapat berbentuk formula, peraturan,

atau ketentuan pelaksanaan, misalnya saja etika belajar, etika mengajar dan lain sebagainya.

Dilihat dari sumber nilai ataupun moral dapat diambil dari wahyu ilahiataupun dari budaya.

Dengan demikian dapat diartikanbahwa, moral sama saja dengan akhlak manakala sumber

atau produk budayasesuai dengan prinsip-prinsip akhlak (syahidin dkk.2009:239).

2.   Makna Perkembangan Spiritual Peserta Didik

Page 4: Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik

Echoks dan Shadily dalam Desmiata (2009:264) berpendapat bahwa, kata sepiritual

berasal dari bahasa Inggris yaitu ”spirituality”. Kata dasarnya “spirit” yang berarti roh, jiwaa,

semangat. Sedangkan Ingersoll dalam Desmiata (2009:264) berpendapat bahwa, kata

sepiritual berasal dari kata latin “spiritus” yang berarti, luas atu dalam (breath), ketegu han

hati atau keyakinan (caorage), energy atau semangat (vigor), dan kehidupan. Kata sifat

spiritual berasal dari kata latin spiritualis yang berarti ”of the spirit” (kerohanian)

Menurut Aliah dan purwakania hasan dalam Desmita (2009:265) menyatakan

spiritualitas memiliki ruang lingkup dan makna pribadi yang luas,  dengan kata kunci sebagai

berikut :

a.       Meaning (makna). Makna merupkan sesuatu yang signifikan dalam kehidupan manusia,

merasakan situasi, memiliki dan mengarah pada suatu tujuan.

b.      Values (nilai-nilai). Nilai-nilai adalah kpercayaa, standard an etika yang dihargai.

c.       Transcendence (transendensensi). Transendensi merupakan pengalaman, kesadaran dan

penghargaan terhadap dimensi transendental bagi kehidupan di atas diri seseorang.

d.      connecting (bersambung). Bersambung adalah meningkatkan kesadaran terhadap hubungan

dengan diri sendiri, orang lain, tuhan dan alam.

e.       Becoming (menjadi). Menjadi adalah membuka kehidupan yang menuntut refleksi dan

pengalaman, termasuk siapa seseorang dan bagai mana seseorang mengetahui.

 Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa perkembangan spiritual adalah jiwa

seorang manusia memiliki semangat dan memiliki kepercayaan yang dalam terhadap diiri

sendiri, orang lain, tuhan dan alam, yang terjadi karena pengalaman dan kesadaran dalam

kehidupan diatas diri seseorang. Sedangkan pendapat Fowler dalam Desmita (2009:279)

menyebut spiritual atau kepercayaan suatu yang universal, ciri dari seluruh hidup, tindakan

pengertian diri semua manusia, entah mereka menyatakan diri sebagai manusia yang percaya

dan orang yang berkeagamaan atau sebagai orang yang tidak percaya sebagai apapun.

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SPIRITUAL

A.    Karakteristik perkembangan spiritualitas anak usia sekolah

Tahap mythic-literal faith, yang dimulai usia 7-11 tahun. Menurut Fowler dalam

desmita (2009:281), berpendapat bahwa tahap ini, sesuai dengan tahap perkembangan

kognitifnya, anak mulai berfikir secara logis dan mengatur dunia dengan katagori-katagori

baru. Pada tahap ini anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi

masyarakatnya, dan secara khusus menemukan koherensi serta makna pada bentuk-bentuk

naratif.

Page 5: Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik

Sebagai anak yang tengah berada dalam tahap pemikiran operasional konkret, maka

anak usia sekolah dasar akan memahami segala sesuatu yang abstrak dengan interpretasi

secara konkret. Hal ini juga berpengaruh terhadap pemahaman mengenai konsep-konsep

keagamaan. Dengan demikian, gagasan-gagasan keagamaan yang bersifat abstrak yang

tadinya dipahami secara konkret, seperti tuhan itu satu,tuhan itu amat dekat, tuhan ada di

mana-mana, mulai dapat di pahami secara abstrak.

B.  Karakteristik perkembangan spiritualitas remaja

Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya keyakinan agama  remaja telah

mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada awal masa anak-anak ketika

mereka baru memiliki kemampuan berfikir simbolik Tuhan dibayangkan sebagai person yang

berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep

yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman terhadap

keyakinan agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.

Oleh sebab itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh

orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam

perkembangan kognitifnya. Mungkin mereka mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan

agama mereka sendiri. Menurut Muhammad Idrus dalam Desmita (2009:283), pola

kepercayaan yang dibangun remaja bersifat konvensional, sebab secara kognitif, efektif dan

sosial, remaja mulai menyesuaikan diri dengan orang lain yang berarti baginya (significant

others) dan dengan mayoritas lainya.

PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRUTYAL TERHADAP PENDIDIKAN     Untuk

mengembangkan moral dan spiritual, pendidikan sekolah formal yang di tuntut untuk

membantu peserta didik dalam mengembangkan moral dan spiritual mereka, sehingga

mereka dapat menjadi manusia yang moralis dan religious.Sejatinya pendidikan tidak boleh

menghasilkan manusia bermental benalu dalam masyarakat, yakni lulusan pendidikan formal

yang hanya menggantungkan hidup pada pekerjaan formal semata. Pendidikan selayaknya

menanamkan kemandirian, kerja keras dan kreatifitas yang dapat membekali manusianya

agar bisa survive dan berguna dalam masyarakat (Elmubarok,2008:30).

       Strategi yang mungkin dilakukan guru di sekolah dalam membantu perkembangan moral

dan spiritual peserta didik yaitu sebagai berikut.

a.       Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui kurikulum tersembunyi, yakni

menjadi sekolah sebagai atmosfer moral dan agama secara keseluruhan.

Page 6: Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik

b.      Memberikan pendidikan moral secara langsung, yakni pendidikan moral dengan pendidikan

pada nilai dan juga sifat selam jangka waktu tertentu atau menyatukan nilai-nilai dan sifat-

sifat tersebut ke dalam kurikulum.

c.       Memberikan pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai, yaitu pendekatan

pendidikan moral tidak langsung yang berfokus pada upaya membantu siswa untuk

memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka dan apa yang berharga untuk di cari.

d.      Menjadikan wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak

hanya sekedar bersifat teoritis, tetapi penghayatan yang benar-benar dikontruksi dari

pengalaman keberagamaan.

e.       Membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual

paranting,seperti:

1.      Memupuk hubungan sadar anak dengan tuhan melalui doa setiap hari.

2.      Menanyakan kepada anak bagaimana tuhan terlibat dalam aktivitasnya sehari-hari.

3.      Memberikan kesadaran kepada anak bahwa tuhan akan membimbing kita apabila kita

meminta.

4.      Menyuruh anak merenungkan bahwa tuhan itu ada dalam jiwa mereka dengan cara

menjelaskan bahwa mereka tidak dapat melihat diri mereka tumbuh atau mendengar darah

mereka mengalir, tetapi tahu bahwa semua itu sungguh-sungguh terjadi sekalipun mereka

tidak melihat apapun (Desmita,2009:287).

PROSES PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK

1.   Poses Perkembangan Moral Peserta Didik

Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlbergdalam Desmita

(2009:261) terdapat 3 tingkat dan 6 tahap diantaranya sebagai berikut :

Tingkatan perkembngan moral peserta didik yaitu :

1.    Perkenvensional moralitas. Pada level ini anak mengenal moralitas berdasarkan dampak

yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan, yaitu menyenangkan (hadiah) atau menyakitkan,

( hukuman). Anak tidak melanggar aturan karena takut akan ancaman hukuman dari otoritas.

2.    Konvensional. Suatu perbuatan dinilai baik oleh anak apabila mematuhi harapan otoritas atau

kelompok sebaya.

3.    Pasca konvensional. Pada level ini aturan dan institusi dari masyarakat tidak dipandang

sebagai tujuan akhir, tetapi di perlukan sebagai subjek. Anak mentaati aturan untuk

menghindari hukuman kata hati.

Tahap perkembangan moral peserta didik yaitu :

Page 7: Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik

1.      Orientasi kepatuhan dan hukuman pemahaman anak tentang baik dan buruk ditentukan oleh

otoritas. Kepatuhan terhadap aturan adalah untuk menghindari hukuman dari otoritas.

2.      Orientasi hedonistic instrumental suatu perbuatan dinilai baik apabila berfungsi sebagai

instrumen untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan diri.

3.      Orientasi anak yang baik tindakan berorientasikan pada orang lain. Suatu perbuatan dinilai

baik apabila menyenangkan bagi orang lain.

4.      Orientasi keteraturan dan otoritas prilaku yang dinilai baik adalah menunaikan kewajiban,

menghormati otoritas, dan memelihara ketertiban sosial.

5.      Orientasi kontrol sosial legalistik ada semacam perjanjian antara dirinya dan lingkungan

sosial. Perbuatan dinilai baik apabila sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

6.      Orientasi kata hati kebenaran ditemukan oleh kata hati, sesuai dengan prinsip-prinsip etika

universal yang bersifat abstrak dan penghormatan terhadap martabat manusia

2. Proses Perkembangan Spiritual Peserta Didik

Teori Fowler dalam Desmita (2009:279) mengusulkan tahap perkembangan spiritual dan

keyakinan dapat berkembang hanya dalam lingkup perkembangan intlektual dan emosional

yang dicapai oleh seseorang. Dan ketujuh tahap perkembangan agama itu adalah :

1.      Tahap prima faith. Tahap keprcayaan ini terjadi pada usia 0-2 tahun yang ditandai dengan

rasa percaya dan setia anak pada pengasuhnya. Kepercayaan ini tumbuh dari pengalaman

relasi mutual. Berupa saling memberi dan menerima yang diritualisasikan dalam interaksi

antara anak  dan pengasuhnya.

2.      Tahap intuitive-projective, yang berlangsung antara usia 2-7 tahun. pada tahap ini

kepercayaan anak bersifat peniruan, karena kepercayaan yang dimilikinya masih merupakan

gabungan hasil pengajaran dan contoh-contoh signivikan dari orang dewasa, anak kemudian

berhasil merangsang, membentuk, menyalurkan dan mengarahkan perhatian seponten serta

gambaran intuitif  dan proyektifnya pafda ilahi.

3.      Tahap mythic-literal faith, Dimulai dari usia 7-11 tahun. pada tahap ini, sesuai dengan tahap

kongnitifnya, anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya.

Gambaran tentang tuhan diibaratkan sebagai seorang pribadi, orangtua atau penguasa, yang

bertindak dengan sikap memerhatikan secara konsekuen, tegas dan jika perlu tegas. 

4.      Tahap synthetic-conventional faith, yang terjadi pada usia 12-akhir masa remaja atau awal

masa dewasa. Kepercayaan remaja pada tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang

simbolisme dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran. Sistem

kepercayaan remaja mencerminkan pola kepercayaan masyarakat pada umumnya, namun

Page 8: Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik

kesadaran kritisnya sesuai dengan tahap operasional formal, sehingga menjadikan remaja

melakukan kritik atas ajaran-ajaran yang diberikan oleh lembaga keagamaan resmi

kepadanya. Pada tahap ini, remaja juga mulai mencapai pengalaman bersatu dengan yang

transenden melalui symbol dan upacara keagamaan yang dianggap sacral. Symbol-simbol

identik kedalaman arti itu sendiri. Allah dipandang sebagai “pribadi lain” yang berperan

penting dalam kehidupan mereka. Lebih dari itu, Allah dipandang sebagai sahabat yang

paling intim, yang tanpa syarat. Selanjutnya muncul pengakuan bahwa allah lebih dekat

dengan dirinya sendiri. Kesadaran ini kemudian memunculkan pengakuan rasa komitmen

dalam diri remaja terhadap sang khalik    

5.      Tahap individuative- reflective faith, yang terjadi pada usia 19 tahun atau pada masa dewasa

awal, pada tahap in8i mulai muncul sintesis kepercayaan dan tanggung jawab individual

terhadap kepercayaan tersebut. Pengalaman personal pada tahap ini memainkan peranan

penting dalam kepercayaan seseorang. Menurut Fowler dalam Desmita (2009:280) pada

tahap ini ditandai dengan.

a.       Adanya kesadaran terhadap relativitas pandangan dunia yang diberikan orang lain, individu

mengambil jarak kritis terhadap asumsi-asumsi sistem nilai terdahulu.

b.      Mengabaikan kepercayaan terhadap otoritas eksternal dengan munculnya “ego eksekutif”

sebagai tanggung jawab dalam memilih antara prioritas dan komitmen yang akan

membantunya membentuk identitas diri. 

6.      Tahap Conjunctive-faith, disebut juga paradoxical-consolidation faith, yang dimulai pada

usia 30 tahun sampai masa dewasa akhir. Tahap ini ditandai dengan perasaan terintegrasi

dengan symbol-simbol, ritual-ritual dan keyakinan agama. Dalam tahap ini seseorang juga

lebih terbuka terhadap pandangan-pandangan yang paradoks dan bertentangan, yang berasal

dari kesadaran akan keterbatasan dan pembatasan seseorang. 

7.      Tahap universalizing faith, yang berkembang pada usia lanjut. Perkembangan agama pada

masa ini ditandai dengan munculnya sisitem kepercayaan transcendental untuk mencapai

perasaan ketuhanan, serta adanya desentransasi diri dan pengosongan diri. Pristiwa-prisiwa

konflik tidak selamanya dipandangan sebagai paradoks, sebaliknya, pada tahap ini orang

mulai berusaha mencari kebenaran universal. Dalam proses pencarian kebenara ini, seseorang

akan menerima banyak kebenaran dari banyak titik pandang yang berbeda serta berusaha

menyelaraskan perspektifnya sendiri dengan perspektif orang lain yang masuk dalam

jangkauan universal yang paling lua.

KESIMPULAN

Page 9: Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik

Sehingga dapat diartikan bahwa, perkembangan moral merupakan perkembangan

yang berkaitan dengan aturan dan konfensi mengenai apa yang yang seharusnya dilakukan

okleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain dan perkembangan spiritual adalah jiwa

seorang manusia memiliki semangat dan memiliki kepercayaan yang dalam terhadap diiri

sendiri, orang lain, tuhan dan alam, yang terjadi karena pengalaman dan kesadaran dalam

kehidupan diatas diri seseorang. Dan proses perkembangan moral terjdi secara bertahap yaitu,

Orientasi kepatuhan dan hukuman,Orientasi hedonistic instrumental suatu perbuatan,

Orientasi anak yang baik tindakan berorientasikan pada orang lain,Orientasi keteraturan dan

otoritas prilaku yang dinilai baik,Orientasi kontrol sosial legalistik ada semacam perjanjian

antara dirinya dan lingkungan,Orientasi kata hati kebenaran ditemukan oleh kata hati. Dan

tahapan moralitas yaitu, priml faith atau kepercayaan terpenting, intuitive-projective atau

berdasarkan sifat proyeksi, mythic-literal faith atau mengartikan karakter kepercayaan,

synthetic-conventional faith atau meniru kepercayaan adat, individuative- reflective faith atau

individu dalam membayangkan kepercayaan. Conjunctive-faith atau kesadaran akan

keterbatasan. Dan universalizing faith atau perasaan ketuhanan.

DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.Elmubarok, Zaim. 2008. Membumikan pendidikan nilai. Bandung: CV. AlfabetaMudjiman, Haris. 2008. Belajar Mandiri. Surakarta : UNS (UNS pres)

Poerwati, Endang dan Nurwidodo. 2000. Perkembangan Peserta Didik. Malang: FKIP – UMM.

Syahidin, dkk. 2009. Moral Kongnisi Islam. Bandung : CV Alvabeta