proses perhitungan harga pokok produksi …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351797-ta-beni...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
PROSES PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI
AYAM PEDAGING DAN PENILAIAN HEWAN TERNAK
PRODUKSI PADA PT. MAIN
LAPORAN MAGANG
BENI HENDRAWAN
1006811053
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM S1 EKSTENSI AKUNTANSI
DEPOK
JANUARI 2013
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
PROSES PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI
AYAM PEDAGING DAN PENILAIAN HEWAN TERNAK
PRODUKSI PADA PT. MAIN
LAPORAN MAGANG
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
BENI HENDRAWAN
1006811053
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM S1 EKSTENSI AKUNTANSI
DEPOK
JANUARI 2013
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
ii Universitas Indonesia
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
iii Universitas Indonesia
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmatnya-Nya, saya bisa sampai tahap untuk menyelesaikan skripsi
ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai penyusunan laporan
magang, sangatlah sulit bagi saya untuk bisa menyelesaikan laporan magang ini.
Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, atas segala nikmat dan pelajaran berharga yang diberikannya
selama saya menyusun laporan magang ini.
2. Kedua orang tua saya Sulendro dan Kurniati, atas segala doa yang tidak
pernah putus dan restu yang luar biasa agar saya dapat menyelesaikan
tanggung jawab saya kepada mereka melalui gelar sarjana ekonomi yang
akan saya dapatkan ini. Selain itu kepada seluruh kerabat dan saudara, om
dan tante yang terus memberikan dukungan bagi penulis.
3. Ibu Sri Nurhayati, S.E., M.M., S.A.S., selaku ketua Program Studi
Ekstensi Akuntansi FEUI yang memberikan kemudahan dalam
pengurusan administrasi tugas akhir magang ini.
4. Bapak Firdaus Ahmad Dunia S.E. selaku dosen pembimbing. Terima
kasih telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing
saya dalam penyusunan skripsi ini. Tanpa bapak, tugas akhir saya bukan
apa-apa.
5. Ibu Miranti Kartika Dewi S.E., MBA selaku dosen penguji saat siding
laporan magang.
6. Mas-mas selam, Angga Trisali, Galih Pradana, Rio Aristo, Rendy Rizki,
dan Rizky Gusman yang berjuang bersama dari mulai pertama kali kuliah
ekstensi, belajar bersama, mencari tempat magang, sampai mengerjakan
laporan magang sampai laporan magang ini selesai.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
v Universitas Indonesia
7. Teman-teman UKF Basket FEUI, Adit Mahendra, Rio Aristo, Sahat
Gabriel, Friski Prima, Agung Wicaksono, dan Louis Sagita yang selalu
yang selalu member dukungan diluar dan didalam lapangan.
8. Teman-teman JFF, terutama kapten Nanda Immanugraha yang berjuang
bersama diseluruh kompetisi baik sepakbola ataupun futsal dan merebut
berbagai gelar juara.
9. Teman-teman di PT. Malindo Feedmill Tbk yang selalu menemani penulis
pada saat masa-masa melakukan kegiatan magang
10. Teman-teman satu angkatan D3 2007 dan S1 Ekstensi angkatan 2010
yang telah berjuang bersama dari awal kuliah sampai proses magang
selesai.
11. Pihak-pihak lain yang langsung maupun tidak langsung membantu yang
tidak sempat penulis sebutkan satu-persatu dalam penulisan laporan
magang ini.
Penulis menyadari bahwa laporan magang ini masih mempunyai banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat menghargai semua saran dan kritik
yang membangun dari pembaca. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan siapa saja yang membacanya.
Depok, 15 Januari 2013
(Beni Hendrawan)
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
vi Universitas Indonesia
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Beni Hendrawan
Program Studi : S1 Ekstensi Akuntansi
Judul : Proses Perhitungan Harga Pokok Produksi Ayam Pedaging dan
Penilaian Hewan Ternak Produksi pada PT. MAIN
Laporan magang ini berisi tentang prosedur perhitungan biaya-biaya yang
digunakan PT. MAIN untuk proses produksi dan mengalokasikannya ke dalam
barang produksi ataupun ke dalam aset biologisnya. Selama proses produksi,
perusahaan menetaskan telur-telur tetas menjadi bibit ayam. Bibit ayam ini akan
dibesarkan selama beberapa minggu dan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bibit
ayam yang akan dibesarkan dan dijual serta bibit ayam yang akan dibesarkan dan
digunakan untuk melakukan proses produksi kembali. Bibit ayam yang digunakan
untuk memproduksi kembali akan dibesarkan di peternakan Divisi Breeder,
sedangkan bibit ayam yang dibesarkan untuk dijual akan dikirim ke peternakan
Divisi Broiler. Biaya terkait bibit ayam yang dibesarkan untuk dijual kembali
akan ditransfer dari Divisi Breeder ke Divisi Broiler agar memudahkan
menentukan harga pokok produksi dari ayam. Perlakuan atas aset biologis PT.
MAIN telah mengikuti peraturan tentang aset biologis yang telah ditetapkan oleh
Bapepam-LK.
Kata kunci:
proses produksi, biaya, harga pokok produksi, aset biologis
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
viii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Beni Hendrawan
Study Program : S1 Extention Accounting
Title : Calculation for Cost of Production of Broiler Chicken and
Assessment of Breeding Livestock at PT. MAIN
This internship report contains of costs assessment procedures used by PT. MAIN
for its production processes and allocate it to the production costs of goods or to
the biological assets. During the production process, the company will incubate
the hatching eggs into days old chick. Day old chick will raised for a few weeks
and were divided into two groups, there are days old chick that raised and sold,
and days old chick that raised and used to carry out the production process again.
Days old chick that used to carry out the production process would be raised in
the breeder farms, while days old chick that raised for sale are sent to broiler
farms. Costs related to the days old chick that raised for sale are transferred from
breeder division to broiler division to make easier to determine the costs of
production of chicken. The treatment of biological assets owned by PT. MAIN
has followed the rules of biological assets that have been set by Bapepam-LK.
Key words:
Processes of production, costs, costs of production, biological assets
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Program Magang ............................................................. 1
1.2 Tujuan Program Magang .......................................................................... 2
1.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Magang .................................................. 3
1.4 Pelaksanaan Kegiatan Magang ................................................................. 3
1.5 Latar Belakang Pembahasan ..................................................................... 4
1.6 Perumusan Masalah dan Tujuan Pembahasan ........................................... 5
1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................... 5
2. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ....................................................... 7
2.1 Profil PT. MAIN dan Anak Perusahaan .................................................... 7
2.2 Visi, Misi, dan Tujuan PT. MAIN dan Anak Perusahaan .......................... 7
2.3 Kegiatan Usaha dan Produk ...................................................................... 9
2.4 Struktur Organisasi ................................................................................. 10
3. LANDASAN TEORI ................................................................................... 13
3.1 Harga Pokok Produksi ........................................................................... 13
3.1.1 Pengertian Biaya .......................................................................... 13
3.1.2 Klasifikasi Biaya .......................................................................... 14
3.1.3 Pengertian Harga Pokok Penjualan ............................................... 18
3.1.4 Unsur-Unsur Harga Pokok Penjualan ............................................ 19
3.1.5 Metode Perhitungan Harga Pokok ................................................ 19
3.1.5.1 Job Order Costing ........................................................... 20
3.1.5.2 Process Costing ............................................................... 21
3.2 Harga Ternak Produksi .......................................................................... 22
3.2.1 Pengertian Aset Biologis ............................................................... 22
3.2.2 Karakteristik Aset Biologis .......................................................... 23
3.2.3 Jenis Aset Biologis ....................................................................... 24
3.2.4 Pengklasifikasian Aset Biologis ................................................... 26
3.2.5 Pengukuran Aset Biologis ............................................................ 26
4. AKTIVITAS DAN ANALISIS PELAKSANAAN MAGANG .................. 30
4.1 Gambaran Proses Produksi Perusahaan .................................................. 30
4.1.1 Proses Produksi Telur Tetas .......................................................... 30
4.1.2 Proses Produksi Day Old Chick .................................................... 31
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
x Universitas Indonesia
4.1.3 Proses Pemeliharaan Ayam Peternak............................................. 31
4.1.4 Proses Pemeliharaan Ayam Pedaging ............................................ 32
4.2 Harga Pokok Produksi PT. MAIN ......................................................... 32
4.2.1 Komponen Biaya ......................................................................... 34
4.2.2 Arus Produksi .............................................................................. 39
4.2.3 Perhitungan Harga Pokok Produksi ............................................... 40
4.2.4 Metode Perhitungan Harga Pokok Produksi .................................. 43
4.3 Hewan Ternak Produksi PT. MAIN ....................................................... 44
4.3.1 Klasifikasi Hewan Ternak Produksi ............................................. 44
4.3.2 Meode Pencatatan Hewan Ternak Produksi .................................. 44
4.3.2.1 Pencatatan Hewan Ternak Produksi Belum
Menghasilkan .................................................................. 45
4.3.2.2 Pencatatan Reklasifikasi Hewan Ternak Produksi Belum
Menghasilkan menjadi Hewan Ternak Produksi Telah
Menghasilkan .................................................................. 46
4.3.2.3 Pencatatan Deplesi Pada Hewan Ternak Produksi ........... 47
4.3.3 Perhitungan Nilai Hewan Ternak Produksi ................................... 48
4.3.4 Perbedaan Metode Pencatatan Aset Biologis Berdasarkan
IAS 41 dan peraturan yang DIterapkan PT. MAIN ....................... 49
5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 51
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 51
5.2 Saran ..................................................................................................... 52
5.2.1 Saran untuk Program Ekstensi Akuntansi FEUI ........................... 52
5.2.2 Saran untuk PT. MAIN ................................................................ 53
DAFTAR REFERENSI .................................................................................. 54
LAMPIRAN .................................................................................................... 55
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
xi Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Biaya Produksi Ayam ........................................................................ 39
Tabel 4.2 Alokasi Biaya Divisi Breeder ............................................................ 40
Tabel 4.3 Alokasi Biaya Divisi Broiler .............................................................. 42
Tabel 4.4 Perhitungan Hewan Ternak Produksi ................................................. 48
Tabel 4.5 Perbedaan Kebijakan Aset Biologis PT. MAIN dengan IAS 41 ......... 49
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
xii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Organisasi PT. MAIN ....................................................... 11
Gambar 4.1 Alur Produksi Ayam ...................................................................... 32
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Laporan Jumlah Penjualan ............................................................. 55
Lampiran 2 Farmer Performance Report ........................................................... 56
Lampiran 3 Summary of Medicine Usage ......................................................... 57
Lampiran 4 Farmer Ledger ................................................................................ 58
Lampiran 5 Kartu Kandang ............................................................................... 59
Lampiran 6 Kunjungan Technical Service ......................................................... 61
Lampiran 7 Laporan Posisi Keuangan ............................................................... 62
Lampiran 8 Laporan Laba Rugi ......................................................................... 64
Lampiran 9 Catatan Atas Laporan Keuangan .................................................... 65
Lampiran 10 International Accounting Standard No 41 ..................................... 66
Lampiran 11 Peraturan Bapepam Nomor SE-02/PM/2002 ................................. 74
Lampiran 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 ............... 91
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Program Magang
Saat ini seluruh penduduk di dunia dihadapkan dengan kenyataan untuk
menghadapi isu utama dunia yang biasa disebut era globalisasi. Globalisasi ini
menuntut setiap individu untuk mempersiapkan dirinya masing-masing dan
mematangkan setiap potensi yang dimiliki sehingga dapat membantunya bertahan
menghadapi isu utama dunia ini. Dunia kerja pun dipaksa untuk mencari sumber
daya terbaik guna mendukung kegiatan usahanya untuk menjadi yang terbaik.
Perlombaan tersebut nyatanya tidak hanya dilakukan oleh unit usaha
ataupun perusahaan, namun juga dilakukan oleh para tenaga kerja itu sendiri.
Faktor keterbatasan lapangan pekerjaan yang tersedia dan ketidakseimbangan
jumlahnya dengan jumlah tenaga kerja yang ada akan memberikan hasil
bahwasanya tenaga kerja yang benar-benar berpotensi lah yang akan unggul
mendapatkan satu tempat terbatas itu.
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia sebagai
sebuah lembaga akademis, menyadari betul tuntutan untuk selalu meningkatkan
kualitas pembelajaran bagi mahasiswanya sebagai bekal utama dalam menghadapi
persaingan tersebut. Peningkatan kualitas tidak hanya diwujudkan dalam bentuk
penyempurnaan metode dan kurikulum pembelajaran di ruang kuliah, namun juga
diwujudkan dalam bentuk penyediaan kesempatan bagi mahasiswa untuk
melaksanakan program magang yang juga merupakan salah satu pilihan bagi
mahasiswa sebagai prasyarat kelulusan di akhir masa studi.
Adanya program magang ini diharapkan mampu menjembatani antara
dunia kuliah dan dunia kerja bagi mahasiswa. Dengan mengikuti program ini
mahasiswa diharapkan mampu mengaplikasikan teori-teori yang didapat di
bangku kuliah dan juga mampu menggunakannya sebagai landasan pemecahan
masalah nyata yang ditemui dalam proses magang tersebut. Selain itu juga
program ini diharapkan mampu membantu mahasiswa untuk dapat
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
2
mengembangkan kemampuan teknis maupun non-teknis sebagai bekal
pematangan kompetensi diri dalam menghadapi dunia kerja nantinya.
Program magang ini dipilih dengan dilatarbelakangi hal-hal di atas dan
adanya kesadaran akan pengembangan diri yang perlu dilakukan sebagai
persiapan dalam menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya selepas masa studi
di Fakultas Ekonomi Univeristas Indonesia.
1.2 Tujuan Program Magang
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia megadakan program magang
dengan tujuan untuk menciptakan lulusan yang terbaik dan siap bersaing di dunia
kerja. Selain itu program ini juga bertujuan sebagai penerapan program link and
match antara sistem pendidikan tinggi dengan lingkungan kerja agar ilmu yang
dipelajari dalam teori perkuliahan dapat diimplementasikan dalam dunia kerja.
Jika dilihat dari segi intrapersonal, program magang dapat dijadikan
sebuah wadah dalam pengembangan potensi mahasiswa. Hal ini didasari
keyakinan bahwa kemampuan intrapersonal merupakan kemampuan yang juga
sangat dibutuhkan selain dari kemampuan akademis dalam memenuhi tuntuan
persaingan dalam dunia kerja. Melalui program magang, mahasiswa dapat
meningkatkan kemampuan untuk berhubungan dengan rekan kerja, bekerja dalam
tim, berkomunikasi dengan baik di lingkungan profesional, menjadi pribadi yang
proaktif hingga belajar bagaimana cara mengidentifikasi suatu permasalahan dan
konflik hingga cara untuk menyelesaikannya.
Selain melakukan program magang, mahasiswa juga diharuskan untuk
membuat laporan magang berkenaan dengan kegiatan magang yang dijalani.
Laporan magang disusun dengan dasar teori-teori yang pernah diajarkan di
bangku perkuliahan ditambahkan dengan referesi lain terkait dengan bahasan
dalam laporan magang tersebut. Secara lebih khusus, program magang ini dibuat
dengan tujuan untuk:
1. Agar mahasiswa memahami penerapan berbagai perangkat akuntansi,
manajemen dan sistem informasi yang telah dipelajari selama mengikuti
perkuliahan di Program S1 Ekstensi Akuntansi FEUI.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
3
2. Mengasah kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah
(problem solving) yang dihadapi manajemen perusahaan sehari-hari
dengan menggunakan perangkat-perangkat akuntansi dan manjemen yang
telah dipelajari.
3. Memberikan pengalaman serta gambaran akan situasi dunia kerja yang
sebenarnya, agar nantinya mahasiwa tidak akan canggung pada saat
bekerja di masa mendatang.
4. Membiasakan mahasiswa dengan kultur yang sangat berbeda dengan
kultur belajar mulai dari manajemen waktu, keterampilan komunikasi dan
kerja sama dalam tim serta tekanan yang lebih tinggi untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan tepat waktu.
1.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Magang
Penulis menjalankan aktivitas magang di PT. MAIN, yang merupakan
grup usaha dengan 5 anak perusahaan yaitu PT. Bindo, PT. Prifa, PT. LAP, PT.
SCI, dan PT. Qualindo. Aktivitas magang dilakukan oleh penulis selama 3 bulan,
yaitu dari 6 Agustus 2012 sampai 2 November 2012 sebagai staf akuntansi.
1.4 Pelaksanaan Kegiatan Magang
Dalam pelaksanaan program magang, penulis ditempatkan sebagai staf
akuntansi. Selama menjalani program magang, penulis melakukan input atas
transaksi harian perusahaan, penyusunan laporan keuangan, melakukan
konsolidasi atas laporan keuangan, dan melakukan analisis atas angka-angka di
laporan keuangan tiap bulan
Aktivitas yang dilakukan penulis selama melaksanakan magang yaitu
membantu manajemen dalam menyusun laporan keuangan perusahaan. Secara
spesifik, yang dilakukan penulis adalah:
1. Membaca dan memahami standar operasional yang menjadi pedoman bagi
perusahaan dalam melakukan kegiatan bisnisnya.
2. Membuat perhitungan harga pokok produksi ayam dan bebek.
3. Melakukan input atas transaksi harian perusahaan.
4. Menyusun laporan keuangan bulanan.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
4
5. Menyusun laporan keuangan konsolidasi tiap bulannya.
6. Melakukan analisis atas angka-angka yang ada di laporan keuangan.
.
1.5 Latar Belakang Pembahasan
PT. MAIN merupakan kelompok usaha yang bergerak di berbagai bidang,
seperti peternakan ayam, peternakan bebek, penetasan telur, produksi pakan
ternak, dan produksi obat-obatan dan multivitamin untuk hewan ternak. Dalam hal
ini, penulis akan menitikberatkan pembahasan pada bidang usaha peternakan
ayam. Ayam merupakan salah satu komoditas dari sektor peternakan yang
bernilai ekonomi cukup tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha di
masa datang karena permintaan ayam yang cenderung terus meningkat dari tahun
ke tahun. Usaha untuk melakukan ternak atas ayam terus mengalami
perkembangan. Dengan didukung dengan kualitas pakan ternak dan obat-obatan
atau multivitamin yang diberikan membuat kualitas ternak semakin baik.
Untuk menghasilkan ayam yang memiliki kualitas baik serta sehat,
perusahaan harus menyiapkan peternakan yang layak sekaligus memberikan
asupan yang berkualitas baik pakannya ataupun obat-obatan dan multivitamin.
Usaha menghasilkan ayam yang baik dilakukan dengan memilih bibit ayam yang
baik, proses pembiakan, hingga panen.
Didalam perusahaan yang bergerak di peternakan ayam, telur-telur ayam
akan diproses lebih lanjut sehingga dapat menjadi ayam peternak dan ayam
pedaging nantinya. Selama proses tersebut, perusahaan akan mencatatnya sebagai
Hewan Ternak Produksi – Berumur Pendek. Yang menjadi perbedaan antara
persediaan perusahaan manufaktur dengan persediaan perusahaan budidaya ternak
ayam adalah dalam hal jenis persediaan utamanya dan cara penilaian dari
persediaan tersebut.
Dari penjelasan yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk
membahas bagaimana perusahaan mengalokasikan biaya-biaya yang diguanakan
untuk tiap ayamnya ke dalam harga pokok produksi dan hewan ternak produksi.
Penulis akan mengangkat laporan magang dengan judul “Proses Penentuan Harga
Pokok Produksi Ayam Broiler dan Penilaian Hewan Ternak Produksi pada PT.
MAIN”. Penulis tertarik mengambil topik ini karena keunikan penentuan harga
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
5
pokok produksi di perusahaan yang bergerak di bidang peternakan berbeda
dengan penentuan harga pokok di perusahaan manufaktur. Selain itu, perlakuan
atas hewan ternak produksi yang digolongkan sebagai aset biologis cenderung
unik dan jarang dijumpai.
1.6 Perumusan Masalah dan Tujuan Pembahasan
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, penulis
merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran besar dari biaya-biaya PT. MAIN?
2. Bagaimana metode yang digunakan PT. MAIN untuk menghitung harga
pokok produksi?
3. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi PT. MAIN?
4. Bagaimana perusahaan menilai hewan ternak produksi?
Sedangkan tujuan dari pembahasan masalah ini adalah untuk:
1. Untuk menjelaskan gambaran besar dari biaya-biaya yang digunakan PT.
MAIN
2. Untuk menjelaskan metode yang digunakan PT. MAIN untuk menghitung
harga pokok produksi
3. Untuk menjelaskan perhitungan harga pokok produksi PT. MAIN
4. Untuk menjelaskan bagaimana penilaian hewan ternak produksi
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan dengan singkat mengenai latar
belakang program magang, tujuan pelaksanaan program
magang, tempat dan waktu pelaksanaan magang,
pelaksanaan kegiatan magang, latar belakang
pembahasan, perumusan masalah, tujuan pembahasan dan
sistematika penulisan.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
6
BAB II : PROFIL PERUSAHAAN
Dalam bab ini diuraikan tentang gambaran umum dari
perusahaan tempat penulis melakukan program magang
beserta anak perusahaan dari tempat penulis melakukan
magang. Termasuk visi misi perusahaan, tujuan dan
strategi perusahaan.
BAB III : LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan mengenai landasan-landasan yang
digunakan dalam melaksanakan perhitungan
pengalokasian biaya, yang meliputi pengertian biaya,
karakteristik biaya, metode penilaian aset biologis, dan
metode dalam melakukan pencatatan atas akun hewan
ternak produksi.
BAB IV : PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan mengenai kebijakan akuntansi atas
akun hewan ternak produksi yang digunakan oleh
perusahaan. Serta menjelaskan juga mengenai biaya-biaya
yang dialokasikan oleh perusahaan ke dalam harga pokok
produksi ataupun ke hewan ternak produksinya.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang penulis dapat
dari seluruh isi karya akhir dan memuat saran yang
ditujukan kepada Program Ekstensi Akuntansi dan
perusahaan tempat penulis melakukan program magang
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang didapat
oleh penulis selama kegiatan magang berlangsung.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
7 Universitas Indonesia
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Pada bab ini, penulis mencoba untuk menjelaskan mengenai secara singkat
profil PT. MAIN dan Anak Perusahaannya sebagai tempat penulis melaksanakan
magang. Secara singkat penulis akan menjabarkan visi misi perusahaan, kegiatan
usaha dan produk yang dihasilkan, serta struktur organisasinya.
2.1 Profil PT. MAIN dan Anak Perusahaan
PT. MAIN berdiri pada tahun 1997 di Indonesia. PT. MAIN merupakan
bagian usaha dari Leong Hup Holdings Berhad dan Emivest Berhad, Malaysia.
Sesuai dengan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Perusahaan
terutama adalah berusaha dalam bidang industri pakan ternak dan peternakan anak
ayam usia sehari (day old chick) dan pada saat ini Perusahaan bergerak di bidang
tersebut. Perusahaan memulai kegiatan komersialnya sejak tahun 1998.
Perusahaan berdomisili di Duta Mas Fatmawati, Jalan RS Fatmawati No. 39,
Jakarta. Pabrik Perusahaan berada di daerah Jakarta, Jawa Timur, dan Banten
sedangkan peternakan Perusahaan berlokasi di Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa
Timur, Sumatera dan Kalimantan Selatan. Entitas Anak berkedudukan di Jakarta
sedangkan peternakan Entitas Anak berlokasi di Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Sampai saat ini, PT. MAIN memiliki 5 anak perusahaan yaitu, PT. Bindo,
PT. Prifa, PT. SCI, PT. LAP, dan PT. Qualindo. Masing-masing anak perusahaan
bergerak dibidang usaha yang berbeda-beda namun masih dalam satu-kesatuan.
PT. MAIN dan Anak Perusahaannya memiliki total 2.711 karyawan pertanggal 31
Desember 2011.
2.2 Visi, Misi, dan Tujuan PT. MAIN dan Anak Perusahaan
Agar perusahaan tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan apa
yang diharapkan, perusahaan menetukan visi dan misi yang digunakan sebagai
pedoman. PT. MAIN memiliki 2 visi yang digunakan oleh perusahaan sebagai
pedomannya. Kedua visi itu adalah:
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
8
Universitas Indonesia
1. Menjadi perusahaan yang unggul dalam bidang peternakan unggas di
Indonesia
2. Untuk memenuhi kebutuhan pakan dari peternakan unggas di Indonesia.
Sedangkan misi perusahaan untuk mewujudkan visi diatas adalah:
1. Memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan untuk memenuhi
kepuasan pelanggan tersebut.
2. Tumbuh dan berkembang agar dapat terus menghasilkan keuntungan bagi
pemegang saham.
3. Menjaga performa keuangan perusahaan agar selalu berjalan dengan baik
4. Berkomitmen pada keamanan dan kesehatan baik unggas, pakan, ataupun
multivitamin yang dihasilkan.
5. Menjaga lingkungan sekitar dengan cara tidak merusaknya.
6. Pengiriman produk yang tepat waktu kepada pelanggan untuk memenuhi
kepuasan pelanggan.
Keunggulan PT. MAIN dan Anak Perusahaan dari perusahaan-perusahaan
pesaing adalah:
1. Pabrik dari pakan ternak dan multivitamin berada di dekat kawasan
peternakan sehingga memudahkan peternak untuk membeli produk
tersebut. Selain itu, ada beberapa pabrik pakan ternak dan multivitamin
yang terletak di dekat kawasan pelabuhan sehingga memudahkan untuk
melakukan pengiriman ke daerah-daerah yang sulit dijangkau.
2. Sebagai kelompok peternakan unggas yang terintegrasi untuk
menghasilkan pakan berbagai bibit unggas yang menitikberatkan pada
kualitas dan efektivitas biaya dari setiap siklus produksi.
3. Merek dagang ‘Malindo’ terkait dengan produk yang berkualitas dan
pelayanan pasca penjualan, serta membentuk namanya keluar melalui
industri unggas.
4. Memiliki tim professional yang berdedikasi dan memiliki pengalaman
regional di industri unggas dan pabrik pakan selama lebih dari 20 tahun.
5. Memiliki teknologi yang baik dan pengawasan biologis yang ketat
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
9
Universitas Indonesia
6. Seluruh proses di pabrik pakan ternak yang terkomputerisasi memberikan
produksi maksimum dan mengurangi barang sisa. Selain itu, seluruh bahan
baku bersumber dari sumber daya dalam negeri.
2.3 Kegiatan Usaha dan Produk
Perusahaan memproduksi dan menjual pakan ternak, khususnya pakan
ternak ayam ras pedaging induk, pakan ternak ayam ras pedaging komersial,
pakan ternak ayam ras petelur, dan anak ayam berusia satu hari (day old chick).
Pada tahun 2000, perusahaan telah mengoperasikan bisnis pakan ternak
dengan kapasitas produksi tahunan sebesar 150.000 MT. Pada tahun 2001,
perusahaan mengembangkan usahanya dengan mengakuisisi tiga lokasi
peternakan seluas 80 hektar dengan kapasitas produksi tahunan hamper 50 juta
day old chick. Pada tahun 2003, perusahaan telah mengembangkan usahanya ke
Surabaya dengan mengakuisisi satu pabrik pakan ternak yang saat ini memiliki
kapasitas produksi tahunan sebesar 300.000 MT dan peternakan ayam. Pada tahun
2007, perusahaan mengembangkan bisnisnya dengan mengakuisisi 3 lokasi
peternakan bebek di Bogor. Saat ini, kelompok usaha perusahaan terdiri dari
divisi:
1. Divisi pabrik pakan ternak dengan kapasitas produksi tahunan sekitar
900.000 MT, yang dihasilkan dari tiga pabriknya yaitu di Cakung (Jakarta
Timur), Gresik (Jawa Timur), dan Cikande (Serang-Banten).
2. Divisi peternakan yang berada di sepuluh lokasi, yaitu Purwakarta,
Wonosari, Probolinggo, Lumajang, Subang (Pulau Jawa), Deli Serdang
dan Lampung (Pulau Sumatra), serta Banjarmasin dan Pontianak (Pulau
Kalimantan) dengan kapasitas produksi tahunan sekitar 165 juta day old
chick.
3. Divisi GPS yang dioperasikan oleh PT. Bindo, anak perusahaan yang
beroperasi di Majalengka (Jawa Barat) dengan kapasitas produksi tahunan
sekitar 2,4 juta PS DOC.
4. Divisi ayam ras pedaging yang dioperasikan oleh PT. Prifa dan PT. LAP
yang berlokasi di Bogor, Bandung, Sukabumi, Sukabumi, Serang, Subang
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
10
Universitas Indonesia
(Pulau Jawa), dan Deli Serang (Pulau Sumatra) dengan kapasitas produksi
tahunan sekitar 19,4 juta kilogram ayam ras pedaging.
2.4 Struktur Organisasi
Untuk perusahaan yang sudah listing di bursa efek, ada beberapa organ
yang paling penting yang harus ada dalam struktur organisasi perusahaan. Organ-
organ yang dimaksud adalah:
1. RUPS
Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ perusahaan yang merupakan
wadah untuk para pemegang saham untuk mengambil keputusan yang
berkaitan dengan modal yang ditanam dalam perusahaan, dengan
memperlihatkan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundangan-
perundangan.
2. Dewan Komisaris
Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan memiliki
tanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan
berjalan dengan baik sesuai peraturan perundang-undangan.
3. Komite Audit
Komite audit bertugas untuk membantu dewan komisaris memastikan
laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang belaku umum.
4. Dewan Direksi
Dewan direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab
secara kolegial dalam mengelola perusahaan.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
11
Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Struktur Organisasi PT. MAIN
Sumber: Annual Report PT. MAIN ( Telah Diolah Kembali)
Keterangan Gambar:
M1 : Purchasing Department
M2 : Administration Department
M3 : Accounting Department
M3.1 : Chicken Division
M3.1.1 : Breeder Chicken Division
M3.1.2 : Broiler Chicken Division
M3.2 : Duck Division
M3.2.1 : Breeder Duck Division
M3.2.2 : Broiler Duck Division
M4 : Legal Department
RUPS
BOC
BOD
CFO
Audit Committee
Internal Audit PA of Director Corp Secretary Credit Control
M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9
M3.1 M3.2
M3.1.1 M3.2.2 M3.1.2 M3.2.1
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
12
Universitas Indonesia
M5 : Human Resources Department
M6 : EDP Department
M7 : Marketing Department
M8 : Costing Department
M9 : Project Department
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
13 Universitas Indonesia
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Harga Pokok Produksi
Untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai harga
pokok produksi, maka sebelum membahas lebih lanjut penulis akan menguraikan
tentang pengertian mengenai biaya. Karena pada dasarnya, harga pokok produksi
merupakan gabungan dari biaya-biaya yang terjadi akibat dari adanya suatu proses
produksi. Biaya-biaya tersebut termasuk biaya bahan baku, biaya tenaga kerja,
dan biaya-biaya lain yang terkait dan dapat menentukan besaran harga pokok
suatu produk yang diproduksi.
3.1.1 Pengertian Biaya
Beberapa akuntan mendefinisikan biaya sebagai sumber daya yang harus
dikobarkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Biaya merupakan dasar dalam
penentuan suatu harga jual, karena suatu tingkat harga jual yang tidak dapat
menutupi biaya akan menyebabkan kerugian. Sebaliknya, apabila suatu tingkat
harga melebihi semua biaya baik biaya operasi ataupun biaya non-operasi, maka
akan menghasilkan keuntungan. Menurut Hongren (2012), biaya merupakan nilai
pengorbanan yang dilakukan untuk mendapatkan suatu aset atau kekayaan.
Menurut Dunia (2012), istilah biaya (cost) tidaklah sama dengan beban
(expense) dan kerugian (loss). Biaya adalah pengeluaran-pengeluaran atau nilai
pengorbanan untuk memperoleh barang atau jasa yang berguna untuk masa yang
akan datang dan mempunyai manfaat melebihi satu periode akuntansi. Beban
merupakan biaya yang telah memberikan suatu manfaat (expired cost), dan
termasuk pula penurunan dalam aset atau kenaikan dalam liabilitas sehubungan
dengan penyerahan barang atau jasa dalam rangka memperoleh pendapatan, serta
pengeluaran-pengeluaran yang hanya memberi manfaat untuk tahun buku yang
berjalan. Sedangkan kerugian adalah biaya yang timbul ketika barang atau jasa
diperoleh pada hakikatnya tidak mempunyai nilai sama sekali atau tanpamanfaat
apa-apa lagi karena kondisi tertentu.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
14
Universitas Indonesia
Menurut Mulyadi (2000), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang
diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi
untuk tujuan tertentu. Ada empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut yaitu
biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, diukur dalam satuan uang, yang
telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi, dan pengorbanan untuk tujuan
tertentu.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa biaya
merupakan pengorbanan sumber ekonomis untuk memperoleh aset ang dapat
member manfaat di kemudian hari.
3.1.2 Klasifikasi Biaya
Menurut Hongren dalam bukunya Cost Accounting A Managerial
Emphasis 14th
edition, dijelaskan bahwa biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua.
Yaitu biaya langsung (direct cost)) dan biaya tidak langsung (indirect costs).
Biaya langsung merupakan objek biaya yang terkait pada proses produksi yang
dapat dilacak langsung nilai ekonomisnya. Sebagai contoh, biaya dari besi untuk
membuat sebuah mobil merupakan biaya langsung. Karena kita akan dengan
mudah melihat berapa nilai besi yang digunakan untuk membuat sebuah mobil.
Sedangkan biaya tidak langsung merupakan objek biaya yang terkait dalam proses
produksi namun sulit dilacak untuk mengetahui nilai ekonomisnya.
Menurut Dunia (2012), klasifikasi biaya diperlukan untuk menyampaikan
dan menyajikan data biaya agar bergunabagi manajemen dalam mencapai
berbagai tujuan. Biaya dapat diklasifikasikan atas dasar: (1) objek biaya, (2)
perilaku biaya, (3) periode akuntansi, dan (4) fungsi manajemen atau jenis
kegiatan fungsional. Secara lebih lengkap, biaya dijabarkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan Objek Biaya
Objek biaya (cost object) merupakan suatu dasar yang digunakan untuk
melakukan perhitungan biaya. Oleh karena itu, dalam sebuah perusahaan
terdapat banyak hal yang dijadikan sebagai objek biaya diantaranya adalah
objek biaya berdasarkan:
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
15
Universitas Indonesia
(a) Berdasarkan produk
Biaya-biaya yang terjadi sehubungan dengan kegiatan produksi disebut
biaya produksi (production cost). Biaya ini diklasifikasikan dalam tiga
elemen utama yaitu: bahan langsung (direct materials), tenaga kerja
langsung (direct labors), dan overhead pabrik (factory overhead).
Biaya bahan langsung adalah biaya perolehan dari seluruh bahan
langsung yang menjadi bagian yang integral yang membentuk barang
jadi (finished goods). Biaya tenaga kerja langsung adalah upah dari
semua tenaga kerja langsung yang secara fisik baik menggunakan
tangan maupun mesin ikut dalam proses produksi untuk menghasilkan
suatu produk.
(b) Berdasarkan departemen
Dalam kategori ini, biaya dikelompokkan menurut departemen-
departemen yang lebih kecil dari suatu pabrik dimana biaya-biaya
tersebut terjadi. Dalam perusahaan manufaktur, terdapat 2 (dua) jenis
departemen atau bagian, yaitu: departemen produksi yang merupakan
unit organisasi dari suatu perusahaan manufaktur di mana proses
produksi dilaksanakan secara langsung atas produk, dan departemen
pendukung yang merupakan unit yang secara tidak langsung terlibat
dalam proses produksi.
2. Berdasarkan Perilaku Biaya
Ditinjau dari perilaku biaya terhadap perubahan dalam tingkat kegiatan
maka biaya-biaya dapat dikategorikan dalam:
(a) Biaya variabel (variabel cost), merupakan biaya-biaya yang dalam
total berubah secara langsung dengan adanya perubahan tingkat
kegiatan atau volume, volume produksi ataupun volume produksi.
(b) Biaya tetap (fixed cost), adalah biaya-biaya yang secara total tetap
tidak berubah dengan adanya perubahan tingkat kegiatan atau volume
dalam batas-batas dari tingkat kegiatan yang relevan atau dalam
periode waktu tertentu.
(c) Biaya semi variabel (semivariabel cost), merupakan biaya-biaya yang
mempunyai atau mengandung unsur tetap dan unsur variabel.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
16
Universitas Indonesia
3. Berdasarkan Periode Akuntansi
Dalam pengklasifikasian biaya sehubungan dengan periode waktu
akuntansi, biaya-biaya dibedakan berdasarkan waktu atau kapan biaya-
biaya tersebut dibebankan terhadap pendapatan.
(a) Biaya produk, merupakan biaya-biaya yang berhubungan dengan
menghasilkan suatu produk, yaitu bahan baku langsung, tenaga kerja
langsung dan overhead pabrik.
(b) Biaya periode, merupakan biaya-biaya yang berhubungan dengan
periode waktu atau periode akuntansi, tetapi tidak berhubungan dengan
produk.
4. Berdasarkan Fungsi Manajemen
Pengklasifikasian biaya menurut jenis kegiatan fungsional bertujuan untuk
membantu manajemen dalam perencanaan, analisis dan pengendalian
biaya atas dasar fungsi yang ada dalam perusahaan.
(a) Biaya produksi, merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk
menghasilkan produk hingga siap untuk dijual
(b) Biaya penjualan, adalah biaya-biaya yang terjadi untuk menjual suatu
produk atau jasa
(c) Biaya umum/administrasi, merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk
memimpin, mengendalikan, dan menjalankan suatu perusahaan.
Menurut Usry (2002), biaya digolongkan dengan berbagai macam cara.
Umumnya penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak
dicapai oleh perusahaan. Dalam akuntansi biaya dikenal konsep different costs for
different purposes. Berdasarkan hal tersebut, Usry berpendapat bahwa biaya dapat
digolongkan ke dalam lima bagian utama, yaitu menurut: (1) produk yang
dihasilkan, (2) volume produksi yang dilakukan , (3) departemen, proses, atau
pusat biaya dan subdivisi lain dari manufaktur, (4) periode akuntansi serta (5)
suatu keputusan, tindakan dan evaluasi. Biaya digolongkan dengan berbagai
macam cara dan umumnya ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai.
Penggolongan biaya menurut penjabaran di atas yaitu:
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
17
Universitas Indonesia
1. Biaya dalam hubungannya dengan produk
Proses klasifikasi biaya dan beban dapat dimulai dengan menghubungkan
biaya ke tahap yang berbeda dalam kegiatan operasi suatu bisnis. Dalam
hal ini, penggolongannya dibagi menjadi dua bagian yaitu biaya
manufaktur dan biaya komersil.
(a) Biaya Produksi, merupakan biaya yang terjadi untuk mengolah bahan
baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Secara garis besar
biaya produksi ini dibagi menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead pabrik. Biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja langsung biasanya disebut dengan istilah prime costs atau
biaya utama. Sedangkan biaya tenaga kerja tidak langsung dan biaya
overhead pabrik biasanya disebut dengan istilah biaya konversi, yang
merupakan biaya untuk mengubah atau mengkonversi bahan baku
menjadi produk jadi.
(b) Biaya Pemasaran, merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk
melaksanakan kegiatan pemasaran yang biasanya meliputi biaya iklan,
biaya promosi, biaya angkutan dari perusahaan ke gudang pembeli,
serta biaya gaji karyawan untuk bagian yang melakukan pemasaran.
(c) Biaya Administrasi Umum, merupakan biaya-biaya yang
mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. Biaya
administrasi ini biasanya meliputi biaya gaji karyawan bagian
keuangan, akuntansi, personalia, serta bagian pemeriksaan.
2. Biaya dalam hubungannya dengan volume produksi
(a) Biaya variabel (variabel cost). Merupakan biaya yang jumlah totalnya
berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan dalam rentang
yang relevan (relevant range).
(b) Biaya semivariabel (semivariabel cost). Merupakan biaya yang
berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
(c) Biaya tetap (fixed cost). Merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap
dalam kisaran volume kegiatan tertentu. Dengan kata lain biaya tetap
per unit semakin kecil seiring dengan meningkatnya aktivitas dalam
rentang yang relevan.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
18
Universitas Indonesia
3. Biaya dalam hubungannya dengan departemen produksi
Biaya dapat dibagi-bagi berdasarkan pusat kerja, departemen, ataupun unit
kerjanya. Pembagian tersebut meliputi:
(a) Departemen produksi. Di departemen ini, operasi manual dan operasi
mesin seperti pembentukan dan perakitan dilakukan secara langsung
pada produk atau bagian dari produk. Untuk itu, alokasi biaya untuk
departemen ini dapat dengan akurat dinilai.
(b) Departemen jasa. Meskipun departemen jasa tidak secara langsung
terlibat dalam proses produksi, biaya departemen ini merupakan bagian
dari produksi. Dalam departemen jasa juga ada biaya langsung dan
biaya tidak langsung. Biaya langsung termasuk didalamnya biaya gaji
supervisor departemen. Sedangkan biaya tidak langsung contohnya
adalah biaya sewa gudang dan biaya penyusutan.
4. Biaya dalam hubungannya dengan periode akuntansi.
Biaya dapat digolongkan sebagai pengeluaran modal (capital expenditure)
atau sebagai pengeluaran pendapatan (revenue expenditure). Suatu
pengeluaran modal ditujukan untuk memberikan manfaat di masa akan
datang dan dilaporkan sebagai aset. Pengeluaran pendapatan memberikan
manfaat pada saat ini dan digolongkan sebagai beban.
5. Biaya dalam hubungannya dengan suatu keputusan
Ketika suatu pilihan harus dibuat di antara tindakan-tindakan atau
alternatif-alternatif yang mungkin dilakukan, adalah penting untuk
mengidentifikasikan biaya yang relevan terhadap pilihan tersebut.
3.1.3 Pengertian Harga Pokok Produksi
Ada beberapa istilah yang dikemukakan oleh para ahli mengenai
pengertian harga pokok. Pengertian harga pokok menurut IAI adalah saldo awal
persediaan ditambah dengan harga perolehan barang yang dibeli, dikurangi
jumlah persediaan akhir. Ini merupakan harga pokok produksi dalam perusahaan
dagang. Dalam perusahaan industri, harga pokok produksi adalah semua biaya
yang meliputi upah buruh langsung dan biaya-biaya bahan ditambah seluruh biaya
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
19
Universitas Indonesia
produksi tidak langsung dengan memperhitungkan saldo awal dan saldo akhir
barang dalam proses.
3.1.4 Unsur-Unsur Harga Pokok Produksi
Menurut Hongren (2012), ada tiga unsur yang biasa digunakan dalam
menentukan unsur biaya untuk membentuk harga pokok yaitu: (1) biaya bahan
baku langsung, (2) biaya tenaga kerja langsung, dan (3) biaya tidak langsung.
(1) Biaya bahan baku langsung (direct material cost)
Biaya bahan baku langsung merupakan seluruh biaya pembelian bahan
baku atau material yang nantinya akan digunakan dalam proses produksi
dan dapat dilacak nilainya. Biaya akuisisi dari bahan baku langsung
termasuk didalamnya biaya pengiriman bahan baku, pajak dan bea masuk.
(2) Biaya tenaga kerja langsung (direct manufacturing labor cost)
Seluruh biaya yang meliputi biaya tenaga kerja yang secara langsung
digunakan dalam proses produksi dan dapat dilacak ke dalam objek
biayanya.
(3) Biaya tidak langsung (indirect manufacturing cost)
Meliputi seluruh biaya diluar biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga
kerja langsung. Biaya-biaya tersebut terkait dalam proses produksi namun
tidak dapat dilacak dengan cara yang ekonomis. Misalnya adalah biaya
listrik dan biaya perbaikan atau reparasi mesin.
3.1.5 Metode Perhitungan Harga Pokok Produksi
Dari penjabaran yang telah dijelaskan diatas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa penentuan harga pokok produksi merupakan proses pengakumulasian
biaya-biaya yang terjadi baik yang bersentuhan langsung dengan proses produksi,
ataupun yang secara tidak langsung bersentuhan dengan proses produksi. Untuk
menghitung biaya perunit produk, pada dasarnya ada 2 metode yang biasa dipakai
yaitu job order costing dan process costing.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
20
Universitas Indonesia
3.1.5.1 Job Order Costing
Menurut Dunia (2012), metode harga pokok pesanan adalah suatu sistem
akuntansi biaya perpetual yang menghimpun biaya menurut pekerjaan-pekerjaan
(jobs) tertentu. Sistem ini cocok untuk elemen-elemen pekerjaan yang unik dan
biasanya mahal, di mana barang atau jasa yang dibuat atau diproduksi berdasarkan
spesifikasi yang diminta oleh pelanggan atau pemesan.
Walaupun setiap pekerjaan (jobs) memiliki karakteristik tersendiri, ada
beberapa sifat yang umum untuk semua pekerjaan pada sistem harga pokok
pesanan (job order costing), yaitu:
1. Tiap pekerjaan harus dapat diidentifikasikan menurut sifat fisiknya dan
masing-masing biayanya.
2. Setiap pekerjaan harus dibedakan secara fisik sehingga pembebanan biaya
dapat dibedakan dan dicatat dengan tepat untuk pekerjaan yang
bersangkutan.
3. Permintaan atau pemakaian bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung
diidentifikasikan menurut nomor dari masing-masing pekerjaan (job
numbers).
4. Overhead pabrik yang merupakan biaya produksi tidak langsung
dibebankan kepada masing-masing pekerjaan berdasarkan tarif yang
ditentukan lebih dahulu (predetermined rate).
5. Setiap pekerjaan mempunyai daftar biaya (job order cost sheet) atau kartu
harga pokok yang menghimpun biaya-biaya yang dibebankan kepada
masing-masing pekerjaan.
6. Laba atau rugi serta biaya atau harga pokok persatuan produk ditentukan
untuk masing-masing pekerjaan.
Menurut Hongren (2012), job order costing adalah metode penentuan
harga pokok yang dipergunakan oleh perusahaan yang berproduksi atas dasar
pesanan. Dalam penggunaan metode ini, ada beberapa syarat yang perlu
diperhatikan yaitu:
1. Masing-masing produk pesanan dapat dibedakan secara fisik
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
21
Universitas Indonesia
2. Biaya-biaya produksi yang terjadi diakumulasikan pada tiap job order cost
sheet. Dengan job order cost sheet ini pencatatan atas biaya langsung
untuk masing-masing pesanan akan mudah dilakukan. Selain itu job order
cost sheet juga dapat berfungsi sebagai subsidiary record dari akun
persediaan barang dalam proses.
3.1.5.2 Process Costing
Menurut Dunia (2012), tujuan dari metode ini adalah untuk menentukan
harga pokok atau biaya per unit yaitu dengan membagi biaya pada satu periode
tertentu dengan jumlah unit produk yang dihasilkan pada periode tersebut. Proses
akumulasi atau pengumpulan biaya menurut pusat pertanggungjawaban seperti
departemen atau pusat biaya hanya merupakan tahap yang lebih dahulu dilakukan
dalam rangka penentuan harga pokok per unit. Perhitungan dalam menentukan
harga pokok per unit ini secara terperinci dilaporkan dalam laporan biaya produksi
(cost of production report). Karakteristik dari metode ini adalah:
1. Biaya-biaya diakumulasikan menurut departemen atau pusat biaya dan
bukan berdasarkan pekerjaan pesanan.
2. Biaya produksi atau pengolahan dibebankan kepada akun barang dalam
proses dari masing-masing departemen.
3. Jumlah unit dari barang dalam proses dalam setiap departemen harus
dinyatakan dalam bentuk tingkat penyelesaiannya dan unit yang dianggap
selesai, diperoleh dengan mengkonversikan jumlah unit yang belum
selesai secara proporsional dengan tingkat penyelesaian pada akhir
periode.
4. Biaya per unit dihitung menurut departemen atau pusat biaya.
5. Pada saat produksi selesai dalam suatu departemen produksi, jumlah unit
yang selesai dan biayanya dipindahkan ke departemen produksi berikutnya
atau gudang barang jadi.
6. Untuk mengumpulkan, mengikhtisarkan, dan menghitung biaya secara
total maupun per unit menurut masing-masing departemen digunakan
formulir laporan biaya produksi.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
22
Universitas Indonesia
Sedangkan Hongren (2012), berpendapat bahwa process costing adalah
metode penentuan harga pokok yang digunakan oleh perusahaan yang jumlah dan
waktu produksinya ditujukan untuk memenuhi persediaan dan bukan pesanan.
Dalam proses ini, biaya-biaya dan unit produksi untuk satu periode tertentu
dikumpulkan dan diperhitungkan dalam cost of production report. Cost of
production report ini merupakan buku tambahan dari perkiraan barang dalam
penyelesaian. Pada akhir setiap periode perlu diketahui jumlah barang yang telah
dihasilkan selama periode waktu tersebut, sehingga biaya atas harga pokok perunit
dari barang yang diproduksi ditentukan sebagai suatu biaya rata-rata untuk satu
periode.
Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode ini
adalah:
1. Produknya bersifat berkelanjutan atau masal
2. Produk yang dihasilkan tidak dapat dibedakan satu dengan yang lain.
3. Terdapat suatu standar untuk produk atau proses yang dilakukan.
3.2 Hewan Ternak Produksi
Hewan ternak produksi biasanya sering disebut dengan aset biologis.
Artinya aset tersebut belum dapat memberikan manfaat bagi perusahaan pada
waktu tersebut, namun di masa yang akan datang, aset tersebut akan memberikan
manfaat bagi perusahaan baik dijual langsung ataupun digunakan untuk
menghasilkan produk baru yang nantinya akan digunakan perusahaan untuk
kegiatan ekonominya.
3.2.1 Pengertian Aset Biologis
Hewan ternak produksi yang selanjutnya akan disebut aset biologis
didefinisikan sebagai jenis aset berupa hewan dan tumbuhan seperti yang
dijelaskan dalam IAS 41. Jika dikaitkan dengan karakteristik yang dimiliki oleh
aset, maka aset biologis dapat dijabarkan sebagai tanaman pertanian atau hewan
ternak yang dimiliki oleh perusahaan dari kegiatan masa lalu. Ruang lingkup IAS
41 untuk mengatur perlakuan akuntansi, penyajian dan pengungkapannya pada
laporan keuangan sehubungan dengan aktivitas agrikultur (agriculture activity).
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
23
Universitas Indonesia
Aktivitas agrikultur adalah aktivitas pengelolaan oleh suatu entitas yang merubah
(biological transformation) binatang dan tanaman hidup (biological asset)
sehingga dapat dijual, menjadi produk pertanian, atau menjadi aset biologis
tambahan.
Menurut Kieso (2011), aset biologis yang dikalsifikasikan sebagai aset
tidak lancar, merupakan tumbuhan atau hewan yang hidup, seperti domba, sapi,
tanaman buah, dan lain-lain. Masih menurut Kieso, agriculture produce
merupakan manfaat yang dihasilkan aset biologis, seperti wool dari bulu domba,
susu dari sapi perah, buah dari tanaman buah, atau daging dari hewan ternak
potong.
3.2.2 Karakteristik Aset Biologis
Aset biologis merupakan aset yang sebagian besar digunakan dalam
aktivitas agrikultur atau peternakan. Aktivitas agrikultur atau peternakan ini
adalah aktivitas usaha yang bertujuan untuk melakukan manajemen transformasi
biologis dari aset biologis untuk menghasilkan produk yang siap dikonsumsi
ataupun produk yang akan diproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk baru.
Karakteristik khusus yang membedakan aset biologis dengan aset lainnya
yaitu bahwa aset biologis mengalami transformasi biologis. Transformasi biologis
(biological transformation) terdiri dari proses pembibitan (process of growth),
proses kemunduran (degeneration), proses produksi, dan prokreasi (procreation)
yang disebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif pada makhluk hidup dan
menghasilkan aset baru dalam bentuk produk agrikultur atau aset biologis
tambahan pada jenis yang sama. Sedangkan aktivitas agrikultur meliputi kegiatan
memelihara ternak, bidang kehutanan, annual or perennial cropping, menanam
tanaman buah dan perkebunan, pemeliharaan bunga, dan pemeliharaan ikan.
Seperti yang dijelaskan di IAS 41 tentang Biological Assets, perusahaan
mengakui aset biologis apabila perusahaan tersebut:
1. Mengendalikan aset tersebut sebagai hasil dari peristiwa masa lalu.
2. Memperoleh manfaat ekonomi yang kemungkinan terjadi di masa yang
akan datang.
3. Nilai wajar aset tersebut dapat diukur dengan andal.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
24
Universitas Indonesia
Beberapa hal lain yang terkait dengan aset biologis dalam laporan posisi
keuangan adalah:
1. Aset biologis harus dinilai pada saat pengakuan awal dan pada setiap
tanggal neraca dengan menggunakan nilai wajar.
2. Hasil yang diperoleh dari aset biologis dinilai dengan menggunakan nilai
wajar dikurangi dengan estimasi biaya pada saat produksi. Selisih yang
berasal dari penilaian hasil-hasil aset biologis diakui sebagai bagian dari
laba rugi tahun berjalan,
3. Penilaian aset biologis dilakukan dengan mengelompokkan terlebih dahulu
berdasarkan umur dan kualitas. Selisih yang berasal dari penilaian aset
biologis harus diakui sebagai bagian dari laba rugi tahun berjalan.
Transformasi biologis menghasilkan beberapa tipe outcome yaitu:
1. Perubahan aset melalui: (a) pertumbuhan (peningkatan dalam kuantitas
atau perbaikan kualitas dari aset biologis), (b) degenerasi (penurunan nilai
dari kuantitas atau deteriorasi dalam kualitas aset biologis), atau (c)
prokreasi (hasil penambahan aset biologis).
2. Produksi produk agrikultur, misalnya daun teh, wol, susu, daging, dan lain
sebagainya.
IAS 41 tentang aset biologis ini berlaku untuk aktivitas biologis yaitu
transformasi biologis, hasil pertanian pada saat panen, dan hibah pemerintah.
Standar ini tidak berlaku untuk tanah yang berkaitan dengan aktivitas agrikultur
dan aset tak berwujud yang terkait dengan aktivitas agrikultur.
3.2.3 Jenis Aset Biologis
Aset biologis dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis berdasarkan cirri-ciri
yang melekat padanya, yaitu:
1. Aset biologis bawaan
Aset ini menghasilkan produk agrikultur bawaan yang dapat dipanen oleh
perusahaan serta dapat dapat beregenerasi sendiri karena merupakan
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
25
Universitas Indonesia
bawaan dari aset biologis tersebut. Contohnya produksi wol pada domba,
dan pohon yang buahnya dapat dipanen.
2. Aset biologis bahan pokok
Aset biologis yang dipanen menghasilkan bahan pokok seperti ternak
untuk diproduksi dagingnya, padi yang menghasilkan bahan pangan beras,
dan produksi kayu sebagai bahan kertas.
Berdasarkan masa manfaatnya atau jangka waktu transformasi
biologisnya, aset biologis dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Aset biologis jangka pendek (short-term biological assets)
Merupakan aset biologis yang memiliki masa manfaat atau masa
transformasi biologis kurang dari atau sampai 1 (satu) tahun. Contohnya
adalah tanaman atau hewan yang dapat dipanen atau dijual pada tahun
pertama setelah pembibitan seperti ikan, ayam, padi, jagung dan lain
sebagainya.
2. Aset biologis jangka panjang (long-term biological assets)
Aset biologis yang memiliki masa manfaat atau masa transformasi biologis
lebih dari 1 (satu) tahun. Contoh aset biologis jangka panjang yaitu,
tanaman atau hewan yang dapat dipanen atau dijual lebih dari satu tahun
atau aset biologis yang dapat menghasilkan produk agrikultur jangka
panjang seperti tanaman penghasil buah dan hewan ternak berumur
panjang.
Menurut peraturan Bapepam-LK No.SE-02/PM/2002, pos aset biologis
yaitu hewan ternak produksi berumur panjang dibagi menjadi 2 (dua) bagian,
yaitu:
1. Hewan Ternak dalam Pertumbuhan
Merupakan hewan ternak yang belum mencapai umur produktif. Aset ini
dinilai berdasarkan akumulasi biaya perolehan dan pemeliharaan sampai
umur produktif. Jika telah sampai umur produktif akan dipindahkan pada
akun hewan ternak telah menghasilkan. Biaya perolehan dan pemeliharaan
dikapitalisasi berdasarkan jangka waktu sampai mencapai umur produktif.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
26
Universitas Indonesia
2. Hewan Ternak Telah Menghasilkan
Merupakan hewan ternak yang telah mencapai umur produktif yang
dipelihara untuk menghasilkan barang konsumsi, seperti susu, wool dan
sebagainya. Aset ini akan diamortisasi (deplesi) sepanjang umur produktif
ekonomisnya.
3.2.4 Pengklasifikasian Aset Biologis
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, aset biologis dapat
dikelompokkan berdasarkan jangka waktu transformasi biologisnya, yaitu aset
biologis jangka pendek (short-term biological assets) dan aset biologis
jangkapanjang (long-term biological assets). Berdasarkan hal tersebut maka
pengklasifikasian aset biologis dalam laporan keuangan dapat dimasukkan ke
dalam aset lancar (current assets) ataupun aset tidak lancar (noncurrent assets)
tergantung dari transformasi biologis yang dimiliki oleh aset biologis. Dalam kata
lain, pengklasifikasiannya tergantung pada jangka waktu yang diperlukan aset
biologis sampai siap untuk dijual.
Aset biologis yang mempunyai masa transformasi atau yang siap untuk
dijual dalam waktu kurang dari 1 (satu) tahun, maka diklasifikasikan ke dalam
aset lancar. Biasanya aset tersebut digolongkan sebagai akun persediaan di masa
yang akan datang atau aset lancar lainnya. Sedangkan aset biologis yang memiliki
masa transformasi lebih dari 1 (satu) tahun diklasifikasikan ke dalam aset tidak
lancar.
3.2.5 Pengukuran Aset Biologis
Karena karakteristik aset biologis yang berbeda dengan karakteristik aset
lain, maka dalam pengukurannya, aset biologis memiliki beberapa pendekatan
metode pengukuran. Transformasi biologis yang dialami oleh aset biologis
membuat nilai aset biologis dapat berubah sesuai dengan nilai transformasi
biologis yang dialami oleh aset biologis tersebut.
Dari beberapa pendekatan yang ada, pengukuran aset biologis berdasarkan
nilai wajarnya merupakan pendekatan pengukuran yang lazim dilakukan di
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
27
Universitas Indonesia
Indonesia dan telah dijadikan sebagai standar pengakuan aset biologis dalam
IFRS. Di dalam IFRS, pernyataan tentang pengakuran aset biologis diatur dalam
IAS 41. Berdasarkan IAS 41, aset biologis diukur berdasarkan nilai wajarnya.
Aset biologis harus diukur pada saat pengakuan awal dan pada tanggal pelaporan
berikutnya dikurangi estimasi biaya produksinya, kecuali jika nilai wajarnya tidak
dapat diukur secara andal.
Nilai wajar aset biologis didapatkan dari harga aset biologis itu sendiri
pada pasar aktif. Yang dimaksud dengan pasar aktif (active market) adalah pasar
dimana produk yang diperdagangkan homogen.
Sedangkan yang termasuk dalam biaya produksi adalah komisi untuk
perantara atau penyalur yang ditunjuk oleh pihak berwenang, serta pajak atau
kewajiban yang dapat dipindahkan. Biaya transportasi serta biaya yang diperlukan
untuk memasukkan barang ke dalam pasar aktif tidak dapat dimasukkan ke dalam
biaya produksi ini.
Harga pasar di pasar aktif untuk aset biologis atau hasil pertanian adalah
dasar yang paling tepan dan dapat diandalkan untuk menentukan nilai wajar dari
aset tersebut. Jika tidak terdapat pasar aktif, maka terdapat beberapa pendekatan
yang dapat digunakan untuk menentukan nilai wajar dari aset biologis.
Pendekatan-pendekatan tersebut diantaranya adalah:
1. Harga pasar dari transaksi terkini yang dilihat tidak memliki perbedaan
harga yang cukup signifikan dari harga pada saat transaksi tersebut
dibandingkan dengan pada saat akhir periode atau pada saat dilakukan
pengukuran pada aset biologis.
2. Harga pasar barang yang memiliki kemiripan dengan aset tersebut dengan
melakukan penyesuaian pada kemungkinan adanya perbedaan harga.
3. Biaya memungkinkan untuk dapat dijadikan indikator dari nilai wajar. Hal
ini berlaku jika transformasi biologis telah terjadi sejak biaya perolehan
telah dicatat atau terdapat efek yang tidak diharapkan yang terjadi akibat
perubahan biologis yang sifatnya material.
Selain pengukuran berdasarkan nilai wajar, pengukuran aset biologis juga
dapat dilakukan dengan mengidentifikasi semua pengeluaran untuk mendapatkan
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
28
Universitas Indonesia
aset biologis tersebut. Pendekatan yang berbeda tentang pengukuran aset biologis
tersebut dapat dilihat pada Peraturan Bapepam-LK No. SE-02/PM/2002 tentang
Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau
Perusahaan Publik Industri Peternakan dan Peraturan Menteri Keuangan
No.249/PMK.03/2008 tentang Penyusutan atas Pengeluaran untuk Memperoleh
Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang Usaha Tertentu.
Bidang usaha tertentu yang dimaksud dalam peraturan diatas tertuang pada
pasal 1 ayat (2), yaitu:
1. Bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, kawasan hutan, dan
hasil hutan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru
menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun.
2. Bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan
yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan
setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun.
3. Bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan dimana ternak
dapat berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah dipelihara
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
Harta berwujud yang dimaksud dalam peraturan diatas dijelaskan pada
pasal 1 ayat (3), yaitu:
1. Bidang usaha kehutanan, meliputi tanaman kehutanan, kayu, dan
sebagainya.
2. Bidang usaha industri perkebunan tanaman keras meliputi tanaman keras.
3. Bidang usaha peternakan meliputi hewan ternak dan sebagainya.
Aset biologis yang seperti telah dijelaskan diatas berupa hewan dan
tanaman hidup dapat digolongkan sebagai harta berwujud sebagaimana yang
dimaksud pada pasal 1 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan
No.249/PMK.03/2008. Pengukuran harta berwujud ini dinilai berdasarkan
besarnya pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud tersebut. Yang termasuk
pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud tersebut sesuai yang dinyatan pada
pasal 2 ayat (1) peraturan tersebut adalah termasuk biaya pembelian bibit, biaya
untuk membesarkan bibit dan memelihara bibit. Biaya yang berhubungan dengan
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
29
Universitas Indonesia
tenaga kerja tidak termasuk ke dalam pengeluaran untuk memperoleh harta
berwujud sesuai dengan yang dijelaskan di pasal 2 ayat (2).
Berdasarkan penjabaran tentang Peraturan Menteri Keuangan diatas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa pengukuran aset biologis dapat diperoleh dengan
mengkapitalisasi semua pengeluaran yang sifatnya memberi kontribusi secara
langsung dalam transformasi biologis dari aset biologis tersebut. Oleh sebab itu,
pengeluaran yang berkaitan langsung dengan transformasi biologis tidak dapat
diakui sebagai beban karena telah menjadi bagian dari nilai aset biologis tersebut.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
30 Universitas Indonesia
BAB IV
AKTIVITAS DAN ANALISIS PELAKSANAAN MAGANG
4.1 Gambaran Umum Proses Produksi PT. MAIN
Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang aktivitas pelaksanaan magang
yang telah dilakukan, penulis akan sedikit menjabarkan tentang proses produksi
perusahaan untuk menghasilkan persediaan yang siap untuk dijual. Selain itu,
penulis akan mencoba menguraikan secara singkat tentang bagaimana industri
ayam potong melakukan usahanya.
4.1.1 Proses Produksi Telur Tetas
Siklus produksi yang paling awal dilakukan adalah memproduksi telur
tetas yang nantinya akan ditetaskan agar menjadi bibit ayam (day old chick). Pada
dasarnya, siklus produksi yang terjadi pada industri ayam potong adalah kegiatan
merubah bentuk dari bibit ayam (day old chick) menjadi ayam besar yang siap
untuk diambil dagingnya ataupun dijual dalam keadaan hidup. Siklus ini dimulai
dengan memelihara ayam nenek (grandparent stock) agar dapat menghasilkan
ayam induk (parent stock). Ayam induk inilah yang dipelihara agar dapat
menghasilkan telur (hatchery eggs) yang nantinya ditetaskan menjadi bibit ayam
(day old chick).
Untuk menghasilkan bibit ayam, pertama-tama perusahaan memelihara
ayam nenek (grandparent stock). Ayam nenek ini dipelihara di kandang yang
sebelumnya telah diberi alas berupa jerami atau serbuk gergaji dan sekam padi.
Setelah itu, ayam nenek ini dikembangbiakkan agar menghasilkan telur. Setelah
menghasilkan telur, telur tersebut dimasukkan ke dalam ruang pemanas yang
temperaturnya telah diatur agar dapat menetas dengan baik dan menjadi bibit
ayam yang berkualitas. Setelah semua telur ditetaskan menjadi bibit ayam, seluruh
bibit ayam tersebut dibagi menjadi dua (2) kelompok besar. Satu kelompok
merupakan bibit ayam peternak (breeder) yang nantinya akan menjadi ayam
induk (parent stock), dan kelompok yang lain merupakan bibit ayam yang
dibesarkan untuk dijual. Bibit ayam yang tujuannya dibesarkan untuk dijual akan
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
31
langsung dimasukkan ke dalam akun persediaan. Sedangkan ayam induk, akan
dimasukkan ke akun hewan ternak produksi atau secara lebih umum disebut
sebagai aset biologis.
4.1.2 Proses Produksi Day Old Chick
Setelah proses penetasan yang telah dijelaskan diatas, maka dihasilkan
bibit ayam (day old chick). Setelah bibit ayam telah siap, maka kandang yang
digunakan untuk menyimpan bibit ayam disiapkan. Proses penyiapan kandang
dilakukan dengan cara memberikan alas jerami, serbuk gergaji, ataupun sekam
padi. Setelah kandang siap, bibit ayam mulai dimasukkan dan disnilah peran
operator kandang yang akan menentukan hasil produksi ayam kelak. Tugas dan
tanggung jawab operator kandang adalah memelihara bibit ayam sampai ayam
siap dijual yaitu sekitar 10 – 15 minggu. Tugas ini meliputi pemberian makan dan
obat serta vitamin yang sesuai dengan umur ayam yang bersangkutan, mengatur
pemanas, dan menjaga kenyamanan ayam-ayam selama di dalam kandang untuk
menghindari timbulnya penyakit-penyakit seperti flu burung, Newcastle
Disease/tetelo, dan infectious bronchitis yang dapat menyebabkan ayam yang
dipelihara mati ataupun tidak dapat dijual.
4.1.3 Proses Pemeliharaan Ayam Peternak
Pemeliharaan ayam pembibit dilakukan dimulai dengan menetaskan telur
tetas yang dihasilkan dari grandparent stock. Setelah telur ditetaskan menjadi
bibit ayam, sebagian besar bibit ayam dikirim ke peternakan broiler. Bibit ayam
yang dibawa ke peternakan broiler akan dibesarkan dan dijual kepada konsumen.
Sebelum dikirimkan ke peternakan broiler, ayam tersebut akan dipelihara selama
2 (dua) sampai 4 (empat) minggu terlebih dahulu agar lebih sehat secara fisik.
Sedangkan sebagian kecil bibit ayam yang tidak dikirim ke peternakan broiler
akan dibesarkan di peternakan breeder. Setelah besar, ayam-ayam ini akan
menjadi parent stock dan akan menghasilkan telur-telur tetas baru. Ayam-ayam
pembibit ini tidak diperjualbelikan kepada konsumen, hal ini dikarenakan ayam-
ayam pembibit ini bertujuan khusus untuk memproduksi telur-telur tetas baru
yang nantinya akan ditetaskan menjadi bibit ayam.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
32
4.1.4 Proses Pemeliharaan Ayam Pedaging
Dalam prosess ini, telur tetas yang telah ditetaskan menjadi bibit ayam
yang akan dibawa ke peternakan broiler. Dipeternakan inilah ayam-ayam tersebut
dipelihara dan dibesarkan untuk dijual di masa yang akan datang. Ayam yang
dijual ke konsumen biasanya mulai dari umur 10 (sepuluh) minggu. Saat ayam-
ayam dikirim dari peternakan breeder ke peternakan broiler, perusahaan telah
mengakui ayam sebagai persediaan.
Perbedaan perlakuan yang dilakukan pada ayam pembibit dan ayam
petelur adalah jenis pakan dan multivitamin yang diberikan. Perbedaan perlakuan
ini akan membuat masing-masing jenis ayam memiliki kualitas yang baik. Untuk
ayam pembibit, perbedaan jenis pakan dan multivitamin dari ayam pedaging yang
diberikan ini akan membuat jumlah telur dan kualitas telur yang dihasilkan akan
baik. Berikut adalah gambaran alur proses produksi ayam secara singkat:
Gambar 4.1 Alur Produksi Ayam
Sumber: Olahan Sendiri
4.2 Harga Pokok Produksi Ayam Broiler PT. MAIN
Unsur-unsur biaya dalam industri ayam potong adalah:
1. Biaya Bibit Ayam (Day Old Chick)
Yang termasuk ke dalam biaya bibit ayam ini adalah semua biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh bibit ayam termasuk didalamnya adalah
ongkos angkut bibit tersebut agar sampai ke peternakan.
Ayam
Pedaging
Induk
Ayam
Ayam
Nenek
Bibit
Ayam
Ayam
Peternak
Bibit
Ayam
Bibit
Ayam
Dijual ke
Konsumen
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
33
2. Biaya Pakan
Biaya pakan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pakan
selama masa pemeliharaan ayam. Biaya pakan ini merupakan komponen
biaya yang paling besar dibandingkan biaya-biaya lainnya. Agar usaha
peternakan ini dapat member keuntungan di masa yang akan datang, salah
satu syarat yang harus dimiliki adalah pengetahuan dan pemilihan pakan
yang baik agar ayam bisa tumbuh sehat dan dapat dijual dengan harga
yang bersaing. Peternak harus mengetahui jenis pakan yang harus
digunakan dan kandungan yang ada di pakan yang akan digunakan agar
ayam bisa tumbuh dengan baik. Namun disamping itu, perusahaan juga
harus mementingkan segi ekonomi dari pakan yang akan digunakan. Jika
membeli pakan yang sangat mahal, maka harga pokok produksi dari ayam
juga otomatis melonjok. Dengan harga pokok yang melonjak, maka
perusahaan akan kesulitan bersaing dengan pasar.
3. Biaya Obat dan Vitamin
Biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian obat-obatan
dan multivitamin atau supplement yang digunakan selama masa
peternakan. Walaupun biaya-biaya ini tidak sebesar biaya pakan, namun
biaya-biaya ini dinilai sangat penting bagi perusahaan. Karena tanpa
adanya obat-obatan dan multivitamin, besar kemungkinan ayam yang
dipelihara akan kurang sehat dan mudah terserang penyakit, atau bahkan
mati dalam jumlah yang besar. Jika hal ini sampai terjadi, maka
perusahaan akan kehilangan sumber penghasilannya dari penjualan ayam.
4. Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja merupakan semua biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan untuk memberikan upah bagi operator kandang yang bertugas
dan bertanggungjawab untuk memelihara ayam agar tumbuh dengan baik
dan sehat sehingga dapat dijual dengan harga yang bersaing. Selain upah
yang diberikan, perusahaan juga biasanya memberikan insentif jika ayam
yang dihasilkan berada dalam kondisi yang sempurna dengan penggunaan
biaya-biaya yang minimal. Insentif-insentif tersebut diantaranya:
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
34
(a) Insentif atas tingkat kematian, diberikan jika tingkat kematian atau
kecacatan (afkir) ayam lebih kecil dari standar yang ditetapkan
perusahaan.
(b) Insentif atas konversi pakan, diberikan jika konversi makanan yang
terjadi lebih kecil dari standar yang ditetapkan perusahaan.
5. Biaya Peternakan Lainnya
Biaya ini merupakan biaya-biaya selain dari biaya yang telah disebutkan
diatas, seperti biaya perbaikan kandang, biaya pemeliharaan kandang,
biaya sekam padi, dan biaya lainnya.
4.2.1 Komponen Biaya
Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, ada beberapa
komponen biaya yang digunakan untuk menentukan harga pokok produksi dari
ayam pedaging yang akan langsung dijual. Komponen-komponen biaya tersebut
adalah: (1) biaya bahan baku langsung, (2) biaya tenaga kerja langsung, dan (3)
biaya overhead.
(1) Biaya bahan baku langsung
Ada beberapa biaya yang dapat dikategorikan sebagai biaya bahan baku
langsung dalam industri ayam broiler ini. Beberapa contoh biaya bahan
baku langsung dalam industri ini adalah biaya bibit ayam (day old chick),
biaya pakan, dan biaya suplemen atau multivitamin.
a. Biaya bibit ayam
Biaya bibit ayam termasuk ke dalam komponen biaya bahan baku
langsung yang paling utama dalam industri ini. Karena jika bibit ayam
yang akan dikembangkan memiliki kulaitas yang baik, maka secara
tidak langsung akan membuat kualitas ayam pedaging yang sudah
besar juga baik. Pada perusahaan ini, divisi ayam broiler tidak
membeli bibit ayam dari pemasok. Divisi ini mendapatkan bibit ayam
dari divisi ayam breeder. Artinya, divisi breeder akan melakukan
pengembangbiakan ayam induk (parent stock) sehingga menghasilkan
telur tetas yang nantinya akan ditetaskan menjadi bibit ayam. Bibit
ayam inilah yang nantinya akan dikirimkan ke divisi broiler untuk
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
35
dibesarkan agar menjadi ayam broiler yang baik untuk dijual. Jadi
biaya dari bibit ayam ini merupakan transfer biaya dari divisi breeder.
Biaya-biaya tersebut termasuk biaya pakan, obat dan multivitamin,
serta biaya lainnya terkait dengan pengembangbiakan bibit ayam ini.
Dari transaksi ini, bagian akuntansi divisi broiler akan membuat jurnal
tergantung dengan kualitas dari bibit ayam tersebut. Jurnal-jurnal yang
diinput adalah sebagai berikut:
(Dr) Day Old Chick – Broiler xxx
(Cr) Day Old Chick – Breeder xxx
Seperti yang dijelaskan diatas, perusahaan membagi bibit ayam
menjadi tiga (3) kelas tergantung kualitasnya. Bibit ayam grade AAA
merupakan bibit ayam yang kualitasnya sangat baik. Sedangkan bibit
grade A merupakan bibit dengan kualitas terbaik kedua dan bibit grade
S merupakan bibit dengan tingkat kualitas terakhir. Pembagian kelas
bibit ayam ini bergantung pada keputusan manager peternakan breeder.
Manager melihat kualitas bibit ayam dari kesehatan, besar tubuh, dan
tidak ada cacat sama sekali pada tubuh bibit ayam tersebut.
b. Biaya pakan
Biaya pakan merupakan salah satu biaya bahan baku penting lainnya.
Pakan yang diberikan juga akan dapat mempengaruhi kualitas dari
ayam broiler yang dihasilkan nantinya. Pembelian pakan dilakukan
berdasarkan rencana kebutuhan yang dibuat oleh manager peternakan
broiler. Pembelian pakan juga harus memperhatikan jumlah
ketersediaan pakan di gudang. Pembelian dilakukan dengan
membandingkan pula jumlah bibit ayam yang diterima. Pembelian
pakan yang berlebihan akan menyebabkan penimbunan pakan di
gudang yang terlalu lama. Apabila pakan terlalu lama disimpan di
gudang, maka akan mempengaruhi kadar kimia dari pakan tersebut
sehingga akan mengurangi kualitas pakan yang akan digunakan.
Pembelian pakan dilakukan dengan proses pemesanan terlebih dahulu
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
36
dengan membuat purchase order yang dikirimkan ke supplier. Setelah
pakan datang, maka bagian akuntansi akan membuat jurnal:
(Dr) Feed 0902 xxx
(Cr) Feed Payable xxx
Untuk pakan, ada berbagai jenis pakan yang digunakan oleh
perusahaan untuk mengembangkan bibit ayam. Untuk bibit ayam yang
baru masuk ke divisi broiler, maka pakan yang digunakan adalah
starter feed. Pakan ini biasa diberikan kode nomor Feed 0902. Setelah
sudah beberapa minggu, maka bibit ayam yang sudah mulai besar
diberikan asupan pakan dengan kode nomor Feed 8520 atau disebut
grower feed. Ketika membutuhkan pakan, maka manager peternak
akan mengirimkan surat permintaan penggunaan pakan kepada bagian
gudang. Setelah bagian gudang mengirimkan pakan yang diminta
kepada peternak, bagian gudang juga akan mengirimkan copy surat
permintaan penggunaan pakan. Setelah barang telah dikirim dan
bagian akuntansi telah menerima surat permintaan tersebut, maka
bagian akuntansi akan membuat jurnal:
(Dr) Day Old Chick – Breeder xxx
(Cr) Feed 0902 xxx
c. Biaya Obat dan Multivitamin
Selain bibit ayam dan pakan, obat-obatan dan multivitamin juga
termasuk biaya langsung yang penting untuk menjaga ataupun
meningkatkan kualitas ayam broiler yang akan dihasilkan nanti.
Pemberian multivitamin dan vaksin dilakukan secara berkala.
Pemberiannya tidak tergantung kebutuhan, melainkan tetap diberikan
secara berkala dengan waktu yang telah ditentukan. Perlakuan
akuntansi atas obat dan multivitamin ini sama dengan perlakuan
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
37
terhadap biaya pakan. Saat obat dan multivitamin sampai di gudang,
maka bagian akuntansi akan membuat jurnal:
(Dr) Medicine xxx
(Cr) Medicine Payable xxx
Sama seperti penggunaan pakan, saat membutuhkan obat bagian
peternakan mengirimkan surat permintaan kepada bagian gudang.
Setelah barang dikirim dan bagian akuntansi telah menerima surat
permintaan penggunaan obat tersebut, bagian akuntansi akan membuat
jurnal:
(Dr) Day Old Chick – Breeder xxx
(Cr) Medicine xxx
(2) Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya tenaga kerja langsung terdiri dari upah atau gaji dan pemberian
insentif. Biaya gaji operator kandang diberikan dalam jumlah tetap setiap
bulannya. Sedangkan insentif yang diberikan terdiri atas:
a. Insentif atas konversi pakan
insentif ini diberikan jika besaran konversi pakan yang diberikan lebih
kecil atau sama dengan standar yang telah ditetapkan perusahaan.
Perhitungan insentif peternak ini dilakukan oleh bagian costing.
b. Insentif atas tingkat kematian
Insentif ini diberikan jika tingkat kematian kematian ayam pada satu
peternakan (farm) lebih kecil atau sama dengan 2%. Perhitungan ini
juga dilakukan oleh bagian costing.
Biaya tenaga kerja langsung, biaya tenaga kerja tidak langsung, dan biaya
gaji administratif yang terjadi, termasuk gaji pokok dan insentif pada satu
periode tertentu dicatat dengan jurnal:
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
38
(Dr) Salaries xxx
(Cr) Cash or Bank xxx
Biaya tenaga kerja langsung disini adalah biaya gaji dan insentif personal
yang secara langsung berhubungan dengan proses pemeliharaan ayam
broiler tersebut. Sedangkan gaji bagian gudang, dan honorarium tambahan
lainnya dimasukkan ke dalam biaya tenaga kerja tidak langsung. Biaya
gaji staf bagian akuntansi dan biaya gaji lainnya yang tidak secara
langsung bekerja di peternakan dimasukkan ke dalam biaya administrasi.
(Dr) Day Old Chick – Breeder xxx
(Dr) Factory Overhead xxx
(Dr) Administrative Expense xxx
(Cr) Salaries xxx
(3) Biaya Overhead
Biaya overhead merupakan biaya-biaya lain yang terkait dengan proses
produksi ayam broiler. Biaya-biaya tersebut mempengaruhi harga pokok
produksi dari produk. Biaya-biaya ini termasuk biaya-biaya tidak
langsung. Biaya yang termasuk ke dalam biaya overhead adalah:
a. Biaya sekam padi
b. Biaya bahan bakar seperti biaya solar, biaya bensin dan biaya gas
c. Biaya perbaikan dan pemeliharaan
d. Biaya listrik dan air
e. Biaya tenaga kerja tidak langsung
f. Biaya sewa
Untuk semua biaya-biaya yang tergolong ke dalam biaya overhead yang
terjadi dalam satu periode, dianggap sebagai beban periode yang
bersangkutan, kecuali biaya-biaya terkait pembelian pemeliharaan atau
perbaikan kandang seperti kayu dan lainnya yang jumlahnya diatas
sepuluh juta rupiah yang akan dimasukkan ke dalam aset tetap.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
39
4.2.2 Arus Produksi PT. MAIN
Pada bagian ini, penulis akan menggambarkan tentang alur atau arus
proses produksi perusahaan dari mulai penetasan telur, sampai menjadi ayam
broiler yang siap untuk dijual. Arus produksi ini menjelaskan tentang proses dari
awal produksi sampai menjadi barang yang siap untuk dijual dan biaya-biaya yang
mengalir pada saat yang bersamaan.
Proses produksi ini dilakukan oleh dua (2) Divisi, yaitu Divisi breeder dan
Divisi broiler. Divisi breeder memiliki tugas melakukan pembiakan ayam, dan
proses penetasan telur menjadi bibit ayam yang nantinya akan dikirimkan ke
Divisi broiler. Divisi broiler akan menerima bibit ayam yang telah ditetaskan
Divisi breeder dan selanjutnya melakukan pemeliharaan sampai ayam tersebut
siap dijual. Berikut gambar arus produksi mulai dari Divisi Breeder dan dikirim
ke Divisi Broiler sampai barang siap dijual.
Divisi Breeder
1. Biaya Bahan Baku Langsung Bibit Ayam (day old chick)
2. Biaya Tenaga Kerja Langsung
3. Biaya Overhead
Divisi Broiler
1. Biaya ditransfer dari Divisi
Breeder
2. Biaya Bahan Baku Langsung
Ayam Pedaging
3. Biaya Tenaga Kerja Langsung
4. Biaya Overhead
Tabel 4.1 Biaya Produksi Ayam
Sumber: Olahan Sendiri
Seperti yang dapat dilihat dalam gambar, jadi produk yang telah selesai
diproduksi di Divisi Breeder, akan dikirimkan ke Divisi Broiler yaitu berupa bibit
ayam. Di Divisi Broiler ini, bibit ayam dipelihara sampai ayam tersebut siap untuk
dijual.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
40
4.2.3 Perhitungan Harga Pokok Produksi
Setelah mengetahui komponen biaya dan arus produksi dari perusahaan,
penulis akan menjabarkan jumlah biaya yang digunakan dari masing-masing
divisi untuk mentransformasi bibit ayam menjadi ayam broiler yang siap untuk
dijual. Berikut adalah tabel untuk biaya-biaya yang ada di divisi breeder:
Divisi Breeder
Agustus 20XX
Hatchery A Gn. Sindur
Bahan Baku Langsung:
1. Biaya Pakan
2. Biaya Obat
Rp 29.150.000
Rp 9.900.000
Menghasilkan Telur tetas
dan bibit ayam (day old
chick) sebanyak 19.508
ekor
Biaya Tenaga kerja Langsung Rp 9.407.200
Biaya Overhead:
1. Biaya Sekam Padi
2. Biaya Air dan Listrik
3. Biaya Bahan Bakar
4. Biaya Tenaga Kerja
Tidak Langsung
5. Biaya Pemeliharaan:
a. Mesin
b. Kandang
6. Biaya Transportasi
7. Biaya Sewa
8. Biaya Keamanan dan
Perizinan
9. Biaya Laboratorium
10. Biaya Telpon & Pos
RP 5.302.506
RP 10.742.017
RP 1.835.272
RP 2.407.200
Rp 842.490
Rp 839.277
Rp 1.772.000
Rp 8.336.693
Rp 500.000
Rp 2.772.000
Rp 311.519
Total Rp 84.118.174 19.508 ekor
Tabel 4.2 Alokasi Biaya Divisi Breeder
Sumber: Dokumentasi Perusahaan (Telah Diolah Kembali)
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
41
Ketiga komponen biaya pada Hatchery A Gn. Sindur yaitu biaya bahan
baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead merupakan biaya
langsung (direct cost). Hal ini dikarenakan biaya-biaya tersebut merupakan biaya
yang khusus digunakan hanya oleh Hatchery tersebut, jadi biaya-biaya tersebut
tidak perlu dialokasikan.
Total biaya yang dikeluarkan oleh Divisi Breeder untuk menghasilkan
19.508 bibit ayam (day old chick) adalah sebesar Rp 84.118.174. Dari 19.508
bibit ayam tersebut, sebanyak 14.196 ekor bibit ayam akan dikirimkan ke Divisi
Broiler dan sebanyak 5.312 akan dibesarkan oleh Divisi Breeder agar bisa
digunakan untuk proses produksi selanjutnya. Harga untuk masing-masing bibit
ayam adalah:
Perhitungan harga perekor ayam ini akan dikirimkan oleh Divisi Breeer
kepada Divisi Broiler. Biaya yang ditransfer ini akan memudahkan Divisi Broiler
untuk menentukan jumlah total harga pokok produksi perekor ayam. Total biaya
dari 14.196 ekor bibit ayam yang dikirimkan ke Divisi Broiler adalah sebagai
berikut:
Selain itu, biaya atas 5.312 ekor ayam yang akan dibesarkan di peternakan Divisi
Breeder akan dikapitalisasi sebagai penentuan nilai dari hewan ternak produksi.
Perhitungan atas kapitalisasi biaya-biaya ke dalam hewan ternak produksi adalah
sebagai berikut:
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
42
Perhitungan diatas memperlihatkan harga perekor ayam yang dikirimkan dari
Divisi Breeder ke Divisi Broiler. Biaya dari Divisi Breeder ini akan ditambahkan
dengan penambahan biaya-biaya yang dikeluarkan di Divisi Broiler sampai ayam
tersebut siap dijual kepada konsumen. Hal ini dilakukan untuk menghitung harga
pokok produksi per ekor ayam. Berikut adalah perhitungan biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh Divisi Broiler untuk membesarkan bibit ayam sampai ayam
tersebut siap untuk dijual:
Divisi Broiler
Agustus 20XX
Farm A Gn. Sindur
Transfer dari Divisi Breeder Rp 62.635.461 Pemeliharaan 14.196 ekor
ayam sampai siap untuk
dijual (sekitar 10-20
minggu)
Bahan Baku Langsung:
1. Biaya pakan
2. Biaya Obat
Rp 48.350.000
Rp 10.110.000
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 10.067.734
Biaya Overhead:
1. Biaya Sekam Padi
2. Biaya Air dan Listrik
3. Biaya Angkut Ayam
4. Biaya Tenaga Kerja
Tidak Langsung
5. Pemeliharaan Kandang
6. Biaya Keamanan dan
Perizinan
7. Biaya Bahan Bakar
Rp 5.737.236
Rp 12.525.979
Rp 4.001.688
Rp 6.737.236
Rp 839.277
Rp 700.000
Rp 1.712.000
Total Rp 163.416.611 14.124 ekor
Tabel 4.3 Alokasi Biaya Divisi Broiler
Sumber: Dokumentasi Perusahaan (Telah Diolah Kembali)
Dari tabel diatas, dapat dilihat biaya-biaya yang digunakan untuk memelihara
ayam dari mulai menetas sampai ayam tersebut dapat dijual ke konsumen. Total
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
43
biaya yang digunakan setelah ditambah dengan biaya yang ditransfer dari Divisi
Breeder adalah Rp 163.416.611. Sedangkan jumlah ayam broiler yang dikirim ke
Divisi Broiler adalah sebanyak 14.196 ekor. Namun pada Divisi Broiler, jumlah
ayam yang berhasil hidup dan dijual kepada konsumen adalah sebanyak 14.124
ekor, seperti yang dijabarkan pada Lampiran 1 tentang Laporan Jumlah Penjualan.
Dari jumlah ayam yang dijual tersebut, terjadi penurunan sebesar:
Penurunan sebesar 1% ini masih dalam batas toleransi kematian ayam. Perusahaan
menetapkan batas kematian ayam maksimal secara total sebesar 2% Sedangkan
harga pokok produksi total dari ayam broiler adalah:
Dari perhitungan diatas, dapat dilihat harga pokok produksi untuk satu ekor ayam
pedaging adalah sebesar Rp 11.507.
4.2.4 Metode Perhitungan Harga Pokok Produksi
Seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya, process costing adalah
sistem kalkulasi biaya yang digunakan oleh perusahaan yang memproduksi
produk yang sama secara terus menerus dan berkelanjutan. PT. MAIN sendiri
merupakan perusahaan yang menggunakan sistem perhitungan biaya berdasarkan
proses. Hal ini dilihat dari karakteristik perusahaan itu sendiri. PT. MAIN
memproduksi produk yang homogen, yaitu berupa ayam potong yang dijual ke
pasar. Proses produksi atas ayam potong ini dilakukan bukan dikarenakan pesanan
dari pasar, melainkan dilakukan dengan terus menerus dan berkelanjutan. Selain
itu, perusahaan menggunakan dokumen laporan produksi per divisi, yaitu divisi
breeder dan divisi broiler untuk melakukan pengendalian atas proses produksinya.
Hal ini berbeda dengan konsep job order costing yang menggunakan kartu biaya
per pekerjaan sebagai pengendali atas proses produksinya.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
44
4.3 Hewan Ternak Produksi PT. MAIN
Hewan ternak produksi dikategorikan sebagai aktiva biologis perusahaan.
Hewan ternak produksi ini menghasilkan telur tetas yang nantinya akan ditetaskan
menjadi bibit ayam. Bibit ayam ini sebagian besar akan dikirim ke peternakan
broiler untuk dibesarkan dan dijual nantinya. Sedangkan sebagian kecilnya akan
dibesarkan untuk dijadikan ayam induk (parent stock).
4.3.1 Klasifikasi Hewan Ternak Produksi
Di PT. MAIN, hewan ternak produksi ini diklasifikasikan menjadi dua (2)
bagian, yaitu hewan ternak produksi yang telah menghasilkan dan hewan ternak
produksi yang belum menghasilkan. Hewan ternak produksi yang telah
menghasilkan adalah ayam yang sudah dapat menghasilkan telur yang akan
ditetaskan menjadi bibit ayam. Hewan ternak produksi yang sudah menghasilkan
ini sudah dalam usia produktif yaitu sekitar 15-20 minggu. Sedangkan hewan
ternak produksi yang belum menghasilkan adalah ayam pembibit yang belum
dapat memproduksi telur tetas. Karena ayam ini masih belum masuk masa
produksi.
4.3.2 Metode Pencatatan Hewan Ternak Produksi
Hewan ternak produksi ini dinilai berdasarkan kapitalisasi biaya-biaya
sampai ayam tersebut dapat menghasilkan telur. Hewan ternak produksi yang
belum menghasilkan diukur berdasarkan harga perolehan. Harga perolehannya
terdiri atas:
1. Biaya langsung seperti biaya pembibitan, biaya pakan, dan biaya
multivitamin.
2. Biaya tidak langsung seperti biaya sekam, biaya listrik dan air, serta upah
tidak langsung.
Dari penjelasan diatas, maka dapat dilihat bahwa harga perolehan hewan
ternak produksi yang belum menghasilkan diperoleh dari mengkapitalisasi biaya
langsung dan biaya tidak langsung yang berhubungan dengan produksi hewan
ternak PT. MAIN. Hewan ternak produksi yang belum menghasilkan
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
45
direklasifikasikan menjadi hewan ternak pembibit yang telah menghasilkan pada
saat ayam pembibit sudah dapat menghasilkan telur yang nantinya akan ditetaskan
menjadi bibit ayam.
Hewan ternak produksi yang telah menghasilkan diukur berdasarkan nilai
yang telah direklasifikasikan dari hewan ternak produksi yang belum
menghasilkan. Kapitalisasi biaya langsung dan biaya tidak langsung yang
berhubungan dengan ayam pembibit tidak lagi dilakukan untuk mengukur ayam
pembibit yang telah menghasilkan.
Hewan ternak produksi yang telah menghasilkan karena telah mampu
memberikan kontribusi manfaat ke dalam perusahaan berupa kemampuan untuk
menghasilkan produk, maka deplesi perlu dilakukan. Deplesi ini dilakukan untuk
mengakui manfaat dari hewan ternak produksi yang telah menghasilkan pada
setiap periodenya. Deplesi dihitung berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis
ayam.
4.3.2.1 Pencatatan Hewan Ternak Produksi Belum Menghasilkan
Pada penjelasan sebelumnya telah dijabarkan bahwa pengukuran hewan
ternak produksi belum menghasilkan diakui sebesar harga perolehan yang
didapatkan dari kapitalisasi biaya langsung dan biaya tidak langsung yang
berkaitan dengan perkembangan ayam. Biaya yang dikategorikan sebagai biaya
langsung adalah semua biaya yang manfaatnya berhubungan langsung dengan
aktiva biologis. Biaya-biaya tersebut seperti biaya pakan, biaya multivitamin dan
obat, dan biaya pemeliharaan. Biaya tidak langsung seperti biaya sekam padi,
biaya listrik, biaya air, dan biaya administrasi. Sebagai contoh, PT. MAIN
membeli 1 ton starter feed untuk pakan bibit ayam dengan harga Rp 50.000.000,-
maka jurnal dari transaksi tersebut adalah:
(Dr) Breeding Flocks – Growing Flocks Rp 50.000.000,-
(Cr) Cash or Bank Rp 50.000.000,-
Nilai yang dimasukkan ke dalam jurnal di atas adalah nilai dari biaya yang
dibayarkan oleh perusahaan yang dikapitalisasi ke dalam akun hewan ternak
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
46
produksi belum menghasilkan. Penjurnalan ini dilakukan setiap kali terjadi
transaksi kas yang dibayarkan untuk biaya yang dikapitalisasi ke dalam hewan
ternak produksi yang belum menghasilkan sampai dengan ayam tersebut telah
memenuhi kriteria untuk direklasifikasi menjadi hewan ternak produksi yang telah
menghasilkan.
4.3.2.2 Pencatatan Reklasifikasi Hewan Ternak Produksi Belum
Menghasilkan Menjadi Hewan Ternak Produksi Telah Menghasilkan
Setelah hewan ternak produksi belum menghasilkan telah memenuhi
kriteria untuk diakui menjadi hewan ternak produksi atas telah menghasilkan
berdasarkan tingkat pertumbuhan biologis dan masa produktivitas ayam yang
telah ditetapkan manajemen, maka hewan ternak produksi belum menghasilkan
harus segera direklasifikasi ke dalam hewan ternak produksi telah menghasilkan.
Misalnya, pihak operator kandang melakukan pemeriksaan terhadap ayam
pembibit belum menghasilkan usia 15 minggu. Setelah dilakukan pemeriksaan,
pihak operator kandang memastikan ayam tersebut telah masuk dalam usia
produktif. Lalu operator kandang melakukan proses pembiakan dan ayam tersebut
telah menghasilkan telur. Maka semua nilai dari ayam tersebut harus
direklasifikasi menjadi hewan ternak produksi telah menghasilkan. Jurnal
reklasifikasi dari transaksi diatas adalah:
(Dr) Breeding Flocks – Producing Flocks Rp 100.000.000,-
(Cr) Breeding Flocks – Growing Flocks Rp 100.000.000,-
Hewan ternak produksi telah menghasilkan dinilai berdasarkan nilai ayam
pembibit belum menghasilkan yang direklasifikasi ke dalam ayam pembibit telah
menghasilkan. Proses kapitalisasi biaya yang berhubungan langsung ataupun tidak
langsung tidak lagi dilakukan seperti pada ayam pembibit yang belum
menghasilkan, maka nilai ayam pembibit belum menghasilkan tidak akan berubah
kecuali jika ada kondisi lain yang mengharuskan dilakukan perubahan nilai
tersebut, misalnya terjadi penghapusan ayam-ayam dengan alasan yang dapat
diterima seperti ayam yang telah mati.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
47
4.3.2.3 Pencatatan Deplesi pada Hewan Ternak Produksi
Hewan ternak produksi mampu memberikan kontribusi manfaat ke dalam
perusahaan berupa kemampuan untuk menghasilkan produk untuk diproses
menjadi persediaan. Namun, karena hewan ternak produksi ini termasuk aset
biologis, artinya makhluk hidup yang sewaktu-waktu akan mati ataupun sewaktu-
waktu sudah tidak produktif lagi. Maka perusahaan perlu melakukan penyesuaian
atas masa manfaat dari hewan ternak produksi ini. Untuk itu, perusahaan secara
periodik mengakui beban deplesi dari ayam-ayam yang sudah melewati masa
produktifnya dan melakukan penghapusan nilai dari ayam-ayam yang mati
ataupun cacat sehingga tidak bisa melakukan produksi dan tidak dapat dijual.
Ayam-ayam yang mati ataupun cacat ini biasanya disebut dengan ayam afkir.
Pada PT. MAIN, deplesi mulai dibebankan sejak hewan ternak produksi
belum menghasilkan direklasifikasi ke hewan ternak produksi telah menghasilkan.
PT. MAIN menghitung deplesi dengan menggunakan metode garis lurus dengan
umur ekonomis ayam selama 52 minggu atau 13 bulan. Misalnya, nilai untuk 1
ekor hewan ternak produksi telah menghasilkan adalah Rp 8.000 dengan nilai sisa
Rp 1.500. Maka deplesi untuk 1 ekor ayam tersebut adalah:
Jika perusahaan memiliki 50.000 ekor hewan ternak produksi telah menghasilkan,
maka total deplesi per bulan adalah:
Jurnal yang dibuat oleh perusahaan untuk mencatat deplesi ini adalah:
(Dr) Depletion Expense Rp 25.000.000,-
(Cr) Accumulated Depletion Rp 25.000.000,-
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
48
Akumulasi deplesi ini akan mengurangi nilai dari hewan ternak produksi telah
menghasilkan yang ada pada neraca PT. MAIN.
4.3.3 Perhitungan Nilai Hewan Ternak Produksi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penilaian ayam ternak pembibit
belum menghasilkan dilakukan dengan mengkapitalisasi seluruh biaya-biaya, baik
biaya langsung maupun biaya tidak langsung yang dapat mempengaruhi
transformasi biologis dari ayam pembibit. Sedangkan penilaian ayam pembibit
telah menghasilkan dilakukan dengan cara mereklasifikasi nilai ayam belum
menghasilkan ke dalam ayam pembibit yang telah menghasilkan. Secara garis
besar, perhitungannya adalah sebagai berikut:
Breeding Flocks
31 Desember 2011
In 000
Telah menghasilkan (masa produksi) – ayam pembibit nenek:
Saldo awal – ayam pembibit nenek Rp 6.743.333
Reklasifikasi dari ayam pembibit induk Rp 15.884.686
Beban deplesi dan ayam afkir (Rp 18.957.215)
Saldo akhir – ayam pembibit nenek Rp 3.670.804
Telah menghasilkan (masa produksi) – ayam pembibit induk:
Saldo awal – ayam pembibit induk Rp 24.182.092
Reklasifikasi dari ayam belum menghasilkan Rp 105.523.355
Beban deplesi dan ayam afkir (Rp 107.293.204)
Saldo akhir – ayam pembibit induk Rp 22.412.243
Belum menghasilkan (masa pertumbuhan):
Saldo awal – bibit ayam Rp 7.449.677
Kapitalisasi biaya Rp 17.766.297
Reklasifikasi ke ayam telah menghasilkan (Rp 15.884.686)
Saldo akhir – bibit ayam Rp 9.331.288
Tabel 4.4 Perhitungan Hewan Ternak Produksi
Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan (Telah Diolah Kembali)
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
49
4.3.4 Perbedaan Metode Pencatatan Aset Biologis berdasarkan IAS 41 dan
Peraturan yang Diterapkan PT. MAIN
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan di atas, ada beberapa
perbedaan yang mengatur asset biologis menurut peraturan secara international
dan menurut peraturan di Indonesia. Di Indonesia, peraturan tentang pengakuan,
pengukuran, dan pengungkapan asset biologis ini diatur dalam Peraturan
Bapepam-LK dan Peraturan Menteri Keuangan. Berikut ini merupakan perbedaan
yang dapat dilihat dari kebijakan PT. MAIN terkait asset biologisnya dengan
peraturan IAS 41.
Kebijakan PT. MAIN IAS 41
Pengukuran Diukur berdasarkan biaya
perolehan ditambah
biaya-biaya pemeliharaan
(produksi), dikurangi
biaya deplesi ayam
Diukur berdasarkan nilai wajar
dikurangi dengan estimasi biaya
saat penjualan (point-of-sale-cost)
Penyajian:
1. Neraca
2. Laporan
Laba Rugi
Aset biologis dicatat
dengan nilai cost dan
dicatat pada akun
tersendiri
Tidak ada penjelasan
Aset biologis dicatat berdasarkan
nilai pengukuran, dan dicatat pada
akun tersendiri
Penjualan atas aset biologis harus
dipisahkan dari penjualan atas
persediaan
Pengungkapan:
Catatan atas
Laporan
Keuangan
1. Penjelasan mengenai
jenis asset biologis
yang dimiliki,
klasifikasi yang ada,
dan metode penentuan
nilainya
1. Penjelasan metode dan asumsi
yang signifikan diterapkan dalam
menentukan nilai wajar untuk
setiap asset biologis
2. Penjelasan aktivitas yang terkait
dengan masing-masing asset
biologis
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
50
3. Estimasi jumlah fisik untuk
setiap asset biologis pada akhir
periode
4. Strategi manajemen risiko
keuangan sehubungan dengan
aktivitas agrikultur
Tabel 4.5 Perbedaan Kebijakan Aset Biologis PT. MAIN dengan IAS 41
Sumber: Olahan Sendiri
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
51 Universitas Indonesia
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Perusahaan memiliki 2 (dua) divisi dalam proses produksi ayam potong,
yaitu divisi breeder dan divisi broiler. Divisi breeder bertugas untuk
mengembangbiakkan ayam peternak nenek dan ayam peternak induk agar
menghasilkan telur tetas yang nantinya akan ditetaskan menjadi bibit ayam.
Sedangkan divisi broiler bertugas untuk membesarkan bibit ayam menjadi ayam
potong yang akan dijual ke konsumen setelah berumur sekitar 10 minggu.
Biaya merupakan sumber daya yang harus dikorbankan oleh perusahaan
untuk mencapai suatu tujuan tertentu ataupun untuk mendapatkan manfaat di
masa yang akan datang. Terkait penentuan harga pokok produksi dan aset biologis
PT. MAIN, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. PT. MAIN mengklasifikasikan biayanya menjadi 3 (tiga) bagian yaitu
biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya
overhead. Biaya bahan baku langsung terdiri dari biaya pakan dan biaya
obat dan multivitamin. Biaya tenaga kerja langsung merupakan gaji dari
operator kandang dan peternak yang berhubungan langsung dengan proses
produksi ayam. Sedangkan biaya overhead merupakan biaya-biaya lain di
luar biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung, seperti
biaya sekam padi, biaya bahan bakar, biaya pemeliharaan dan perbaikan
kandang, serta biaya listrik dan air.
2. Dalam menentukan harga pokok produksinya, PT. MAIN menggunakan
metode process costing. Karena produk yang dihasilkan bersifat masal dan
produk yang dihasilkan homogen. Selain itu, PT. MAIN mengalokasikan
sumber-sumber biaya berdasarkan divisi-divisi yang ada, yaitu Divisi
Breeder dan Divisi Broiler.
3. Dalam menghitung harga pokok produksinya, PT. MAIN menjumlahkan
biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead yang
terjadi dari mulai bibit ayam menetas sampai ayam tumbuh besar dalam
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
52
satu peternakam dan dijual kepada konsumen, seperti yang dijabarkan
pada 4.4 tentang Perhitungan Hewan Ternak Produksi.
4. Dalam pengakuan aset biologisnya yang berupa hewan ternak produksi,
PT. MAIN telah melakukannya sesuai dengan peraturan Badan Pengawas
Pasar Modal (Bapepam) dan dan Peraturan Menteri Keuangan yang
berlaku dalam penyajian laporan keuangan perusahaan. Aset biologis PT.
MAIN yang berupa hewan ternak produksi diukur dengan cara
mengkapitalisasi biaya-biaya yang terkait ke dalam aset biologis ini
termasuk biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan beban
pabrikasi. PT. MAIN membagi aset biologisnya ke dalam 2 (dua) bagian
yaitu hewan ternah produksi yang telah menghasilkan dan hewan ternak
produksi yang belum menghasilkan.
5.2 Saran
Berdasarkan pengalaman yang penulis dapat selama lebih kurang 3 bulan
mengikuti program kegiatan magang, penulis ingin memberikan beberapa saran
bagi Program Ekstensi Akuntansi FEUI, dan PT. MAIN. Semoga saran dari
penulis ini dapat berguna di masa yang akan datang.
5.2.1 Saran untuk Program Ekstensi Akuntansi FEUI
Beberapa saran yang penulis berikan kepada Program Ekstensi Akuntansi
FEUI adalah:
1. Memperbanyak kerjasama dengan perusahaan-perusahaan untuk pelaksanaan
program magang, sehingga mahasiswa yang ingin mengambil program
magang ini tidak kesulitan dalam mencari perusahaan untuk melaksanakan
magang. Karena program magang ini sangat berguna bagi para mahasiswa
dalam memperoleh pengalaman dalam menghadapi dunia pekerjaan.
2. Sebaiknya Program Ekstensi Akuntansi FEUI dapat lebih komunikatif dengan
mahasiswa sehingga informasi yang ada dapat disampaikan dan diterima
dengan baik dan jelas oleh mahasiswa.
3. Melaksanakan briefing magang dengan lebih efektif yang didukung dengan
tempat briefing yang dapat menampung mahasiswa secara keseluruhan.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
53
4. Sebaiknya lebih diperhatikan lamanya periode waktu pelaksanaan magang
karena mengakibatkan sempitnya waktu yang dimiliki oleh mahasiswa untuk
mempersiapkan laporan magang.
5.2.2 Saran untuk PT. MAIN
Beberapa saran yang penulis ingin berikan kepada PT. MAIN adalah
sebagai berikut:
1. Sebaiknya PT. MAIN mempertimbangkan untuk membuat tempat
penyimpanan data-data dan dokumen yang lebih baik. Karena selama
melaksanakan program magang, penulis merasa kesulitan dalam mencari
dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam pekerjaan maupun penulisan
laporan magang ini dikarenakan kurang tertatanya tempat penyimpanan
dokumennya.
2. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, bibit ayam akan
dipelihara terlebih dahulu di divisi breeder selama 2 (dua) sampai 4
(empat) minggu baru dikirimkan ke divisi broiler. Ayam yang dikirimkan
ke divisi broiler ini langsung diakui sebagai persediaan padahal ayam
tersebut baru dijual pada umur 10 minggu. Sebaiknya ayam yang masih
berumur dua sampai sembilan minggu ini tidak diakui dahulu sebagai
persediaan melainkan diklasifikasikan ke dalam persediaan masih dalam
proses. Baru pada minggu kesepuluh, persediaan dalam proses ini diakui
sebagai persediaan perusahaan.
3. Untuk hewan ternak produksi yang sudah melewati masa produktifnya
atau sudah tidak bisa berproduksi lagi, perusahaan menjualnya ke kebun
binatang ataupun tempat pemeliharaan hewan untuk dijadikan makanan
hewan karnivora. Hewan ternak produksi merupakan aset biologis yang
dimiliki oleh perusahaan. perlakuan terhadap aset biologis dan persediaan
tentunya berbeda. Sebaiknya penjualan dari aset biologis ini dipisahkan
dari penjualan persediaan seperti yang telah diatur dalam IAS 41
(Internatonal Accounting Standard). Karena perlakuan keduanya berbeda.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Universitas Indonesia 54
DAFTAR REFERENSI
Badan Pengawas Pasar Modal, Surat Edaran Nomor 02 Tahun 2002 tentang
Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau
Perusahaan Publik Industri Peternakan
Carter, W. K, and M, F, Usry, Cost Accounting: Planning and Control. 14th
Edition. United States of America: South-Western College Publishing,
2002
Dunia, Firdaus A., Abdullah, Wasilah, Akuntansi Biaya Edisi 3. Jakarta: Salemba
Empat, 2012
Hansen, D. R., and, M. M. Mowen, Managerial Accounting. 8th edition. United
State of America: South-Western Publishing Company, 2009
Hongren, Charles T., Srikant M. Datar, and George Foster, Cost Accounting; A
Managerial Emphasis. 14th
Edition. United States of America: Prentice
Hall., 2012.
Ikatan Akuntan Indonesia. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Edisi
Revisi. Jakarta: Salemba Empat, 2007.
International Accounting Standard Committee, International Accounting Standard
No. 41, Agriculture. 2000
Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt, and Terry D. Warfield. Intermediate
Accounting. IFRS Edition. United States of America: John Willey & Sons
Inc., 2011.
Mulyadi, Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Aditya Media, 2000
Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
249/PMK.03/2008 Tahun 2008 tentang Penyusutan dan Pengeluaran untuk
Memperoleh Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang
Usaha Tertentu
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
55 Universitas Indonesia
Lampiran 1
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
56 Universitas Indonesia
Lampiran 2
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
57 Universitas Indonesia
Lampiran 3
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
58 Universitas Indonesia
Lampiran 4
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
59 Universitas Indonesia
Lampiran 5
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
60 Universitas Indonesia
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
61 Universitas Indonesia
Lampiran 6
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
62 Universitas Indonesia
Lampiran 7
Laporan Posisi Keuangan
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
63 Universitas Indonesia
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
64 Universitas Indonesia
Lampiran 8
Laporan Laba Rugi
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
65 Universitas Indonesia
Lampiran 9
Catatan Atas Laporan Keuangan
Hewan Ternak Produksi
Persediaan
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
EC staff consolidated version as of 16 September2009, EN – EU IAS 41 FOR INFORMATION PURPOSES ONLY
1
International Accounting Standard 41 Agriculture
Objective
The objective of this Standard is to prescribe the accounting treatment and disclosures related to agricultural activity.
Scope
1 This Standard shall be applied to account for the following when they relate to agricultural activity:
(a) biological assets;
(b) agricultural produce at the point of harvest; and
(c) government grants covered by paragraphs 34–35.
2 This Standard does not apply to:
(a) land related to agricultural activity (see IAS 16 Property, Plant and Equipment and IAS 40 Investment Property); and
(b) intangible assets related to agricultural activity (see IAS 38 Intangible Assets).
3 This Standard is applied to agricultural produce, which is the harvested product of the entity’s biological assets, only at the point of harvest. Thereafter, IAS 2 Inventories or another applicable Standard is applied. Accordingly, this Standard does not deal with the processing of agricultural produce after harvest; for example, the processing of grapes into wine by a vintner who has grown the grapes. While such processing may be a logical and natural extension of agricultural activity, and the events taking place may bear some similarity to biological transformation, such processing is not included within the definition of agricultural activity in this Standard.
4 The table below provides examples of biological assets, agricultural produce, and products that are the result of processing after harvest:
Biological assets Agricultural produce Products that are the result of processing after harvest
Sheep Wool Yarn, carpet
Trees in a plantation forest Felled trees Logs, lumber
Cotton Thread, clothing Plants
Harvested cane Sugar
Dairy cattle Milk Cheese
Pigs Carcass Sausages, cured hams
Bushes Leaf Tea, cured tobacco
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
EC staff consolidated version as of 16 September2009, EN – EU IAS 41 FOR INFORMATION PURPOSES ONLY
2
Biological assets Agricultural produce Products that are the result of processing after harvest
Vines Grapes Wine
Fruit trees Picked fruit Processed fruit
Definitions
Agriculture-related definitions
5 The following terms are used in this Standard with the meanings specified:
Agricultural activity is the management by an entity of the biological transformation and harvest of biological assets for sale or for conversion into agricultural produce or into additional biological assets.
Agricultural produce is the harvested product of the entity’s biological assets.
A biological asset is a living animal or plant.
Biological transformation comprises the processes of growth, degeneration, production, and procreation that cause qualitative or quantitative changes in a biological asset.
A group of biological assets is an aggregation of similar living animals or plants.
Harvest is the detachment of produce from a biological asset or the cessation of a biological asset’s life processes.
Costs to sell are the incremental costs directly attributable to the disposal of an asset, excluding finance costs and income taxes.
6 Agricultural activity covers a diverse range of activities; for example, raising livestock, forestry, annual or perennial cropping, cultivating orchards and plantations, floriculture, and aquaculture (including fish farming). Certain common features exist within this diversity:
(a) Capability to change. Living animals and plants are capable of biological transformation;
(b) Management of change. Management facilitates biological transformation by enhancing, or at least stabilising, conditions necessary for the process to take place (for example, nutrient levels, moisture, temperature, fertility, and light). Such management distinguishes agricultural activity from other activities. For example, harvesting from unmanaged sources (such as ocean fishing and deforestation) is not agricultural activity; and
(c) Measurement of change. The change in quality (for example, genetic merit, density, ripeness, fat cover, protein content, and fibre strength) or quantity (for example, progeny, weight, cubic metres,
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
EC staff consolidated version as of 16 September2009, EN – EU IAS 41 FOR INFORMATION PURPOSES ONLY
3
fibre length or diameter, and number of buds) brought about by biological transformation or harvest is measured and monitored as a routine management function.
7 Biological transformation results in the following types of outcomes:
(a) asset changes through (i) growth (an increase in quantity or improvement in quality of an animal or plant), (ii) degeneration (a decrease in the quantity or deterioration in quality of an animal or plant), or (iii) procreation (creation of additional living animals or plants); or
(b) production of agricultural produce such as latex, tea leaf, wool, and milk.
General definitions
8 The following terms are used in this Standard with the meanings specified:
An active market is a market where all the following conditions exist:
(a) the items traded within the market are homogeneous;
(b) willing buyers and sellers can normally be found at any time; and
(c) prices are available to the public.
Carrying amount is the amount at which an asset is recognised in the statement of financial position.
Fair value is the amount for which an asset could be exchanged, or a liability settled, between knowledgeable, willing parties in an arm’s length transaction.
Government grants are as defined in IAS 20 Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Assistance.
9 The fair value of an asset is based on its present location and condition. As a result, for example, the fair value of cattle at a farm is the price for the cattle in the relevant market less the transport and other costs of getting the cattle to that market.
Recognition and measurement
10 An entity shall recognise a biological asset or agricultural produce when, and only when:
(a) the entity controls the asset as a result of past events;
(b) it is probable that future economic benefits associated with the asset will flow to the entity; and
(c) the fair value or cost of the asset can be measured reliably.
11 In agricultural activity, control may be evidenced by, for example, legal ownership of cattle and the branding or otherwise marking of the cattle on acquisition, birth, or weaning. The future benefits are normally assessed by measuring the significant physical attributes.
12 A biological asset shall be measured on initial recognition and at the end of each reporting period at its fair value less costs to sell, except for the case described in paragraph 30 where the fair value cannot be measured reliably.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
EC staff consolidated version as of 16 September2009, EN – EU IAS 41 FOR INFORMATION PURPOSES ONLY
4
13 Agricultural produce harvested from an entity’s biological assets shall be measured at its fair value less costs to sell at the point of harvest. Such measurement is the cost at that date when applying IAS 2 Inventories or another applicable Standard.
14 [deleted]
15 The determination of fair value for a biological asset or agricultural produce may be facilitated by grouping biological assets or agricultural produce according to significant attributes; for example, by age or quality. An entity selects the attributes corresponding to the attributes used in the market as a basis for pricing.
16 Entities often enter into contracts to sell their biological assets or agricultural produce at a future date. Contract prices are not necessarily relevant in determining fair value, because fair value reflects the current market in which a willing buyer and seller would enter into a transaction. As a result, the fair value of a biological asset or agricultural produce is not adjusted because of the existence of a contract. In some cases, a contract for the sale of a biological asset or agricultural produce may be an onerous contract, as defined in IAS 37 Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets. IAS 37 applies to onerous contracts.
17 If an active market exists for a biological asset or agricultural produce, in its present location and condition, the quoted price in that market is the appropriate basis for determining the fair value of that asset. If an entity has access to different active markets, the entity uses the most relevant one. For example, if an entity has access to two active markets, it would use the price existing in the market expected to be used.
18 If an active market does not exist, an entity uses one or more of the following, when available, in determining fair value:
(a) the most recent market transaction price, provided that there has not been a significant change in economic circumstances between the date of that transaction and the end of the reporting period;
(b) market prices for similar assets with adjustment to reflect differences; and
(c) sector benchmarks such as the value of an orchard expressed per export tray, bushel, or hectare, and the value of cattle expressed per kilogram of meat.
19 In some cases, the information sources listed in paragraph 18 may suggest different conclusions as to the fair value of a biological asset or agricultural produce. An entity considers the reasons for those differences, in order to arrive at the most reliable estimate of fair value within a relatively narrow range of reasonable estimates.
20 In some circumstances, market-determined prices or values may not be available for a biological asset in its present condition. In these circumstances, an entity uses the present value of expected net cash flows from the asset discounted at a current market-determined rate in determining fair value.
21 The objective of a calculation of the present value of expected net cash flows is to determine the fair value of a biological asset in its present location and condition. An entity considers this in determining an appropriate discount rate to be used and in estimating expected net cash flows. In determining the present value of expected net cash flows, an entity includes the net cash flows that market participants would expect the asset to generate in its most relevant market.
22 An entity does not include any cash flows for financing the assets, taxation, or re-establishing biological assets after harvest (for example, the cost of replanting trees in a plantation forest after harvest).
23 In agreeing an arm’s length transaction price, knowledgeable, willing buyers and sellers consider the possibility of variations in cash flows. It follows that fair value reflects the possibility of such variations. Accordingly, an entity incorporates expectations about possible variations in cash flows into either the expected cash flows, or the discount rate, or some combination of the two. In determining a discount rate, an entity uses assumptions consistent with those used in estimating the expected cash flows, to avoid the effect of some assumptions being double-counted or ignored.
24 Cost may sometimes approximate fair value, particularly when:
(a) little biological transformation has taken place since initial cost incurrence (for example, for fruit tree seedlings planted immediately prior to the end of a reporting period); or
(b) the impact of the biological transformation on price is not expected to be material (for example, for the initial growth in a 30-year pine plantation production cycle).
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
EC staff consolidated version as of 16 September2009, EN – EU IAS 41 FOR INFORMATION PURPOSES ONLY
5
25 Biological assets are often physically attached to land (for example, trees in a plantation forest). There may be no separate market for biological assets that are attached to the land but an active market may exist for the combined assets, that is, for the biological assets, raw land, and land improvements, as a package. An entity may use information regarding the combined assets to determine fair value for the biological assets. For example, the fair value of raw land and land improvements may be deducted from the fair value of the combined assets to arrive at the fair value of biological assets.
Gains and losses
26 A gain or loss arising on initial recognition of a biological asset at fair value less costs to sell and from a change in fair value less costs to sell of a biological asset shall be included in profit or loss for the period in which it arises.
27 A loss may arise on initial recognition of a biological asset, because costs to sell are deducted in determining fair value less costs to sell of a biological asset. A gain may arise on initial recognition of a biological asset, such as when a calf is born.
28 A gain or loss arising on initial recognition of agricultural produce at fair value less costs to sell shall be included in profit or loss for the period in which it arises.
29 A gain or loss may arise on initial recognition of agricultural produce as a result of harvesting.
Inability to measure fair value reliably
30 There is a presumption that fair value can be measured reliably for a biological asset. However, that presumption can be rebutted only on initial recognition for a biological asset for which market-determined prices or values are not available and for which alternative estimates of fair value are determined to be clearly unreliable. In such a case, that biological asset shall be measured at its cost less any accumulated depreciation and any accumulated impairment losses. Once the fair value of such a biological asset becomes reliably measurable, an entity shall measure it at its fair value less costs to sell. Once a non-current biological asset meets the criteria to be classified as held for sale (or is included in a disposal group that is classified as held for sale) in accordance with IFRS 5 Non-current Assets Held for Sale and Discontinued Operations, it is presumed that fair value can be measured reliably.
31 The presumption in paragraph 30 can be rebutted only on initial recognition. An entity that has previously measured a biological asset at its fair value less costs to sell continues to measure the biological asset at its fair value less costs to sell until disposal.
32 In all cases, an entity measures agricultural produce at the point of harvest at its fair value less costs to sell. This Standard reflects the view that the fair value of agricultural produce at the point of harvest can always be measured reliably.
33 In determining cost, accumulated depreciation and accumulated impairment losses, an entity considers IAS 2 Inventories, IAS 16 Property, Plant and Equipment and IAS 36 Impairment of Assets.
Government grants
34 An unconditional government grant related to a biological asset measured at its fair value less costs to sell shall be recognised in profit or loss when, and only when, the government grant becomes receivable.
35 If a government grant related to a biological asset measured at its fair value less costs to sell is conditional, including when a government grant requires an entity not to engage in specified agricultural activity, an entity shall recognise the government grant in profit or loss when, and only when, the conditions attaching to the government grant are met.
36 Terms and conditions of government grants vary. For example, a grant may require an entity to farm in a particular location for five years and require the entity to return all of the grant if it farms for a period shorter
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
EC staff consolidated version as of 16 September2009, EN – EU IAS 41 FOR INFORMATION PURPOSES ONLY
6
than five years. In this case, the grant is not recognised in profit or loss until the five years have passed. However, if the terms of the grant allow part of it to be retained according to the time that has elapsed, the entity recognises that part in profit or loss as time passes.
37 If a government grant relates to a biological asset measured at its cost less any accumulated depreciation and any accumulated impairment losses (see paragraph 30), IAS 20 Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Assistance is applied.
38 This Standard requires a different treatment from IAS 20, if a government grant relates to a biological asset measured at its fair value less costs to sell or a government grant requires an entity not to engage in specified agricultural activity. IAS 20 is applied only to a government grant related to a biological asset measured at its cost less any accumulated depreciation and any accumulated impairment losses.
Disclosure
39 [Deleted]
General
40 An entity shall disclose the aggregate gain or loss arising during the current period on initial recognition of biological assets and agricultural produce and from the change in fair value less costs to sell of biological assets.
41 An entity shall provide a description of each group of biological assets.
42 The disclosure required by paragraph 41 may take the form of a narrative or quantified description.
43 An entity is encouraged to provide a quantified description of each group of biological assets, distinguishing between consumable and bearer biological assets or between mature and immature biological assets, as appropriate. For example, an entity may disclose the carrying amounts of consumable biological assets and bearer biological assets by group. An entity may further divide those carrying amounts between mature and immature assets. These distinctions provide information that may be helpful in assessing the timing of future cash flows. An entity discloses the basis for making any such distinctions.
44 Consumable biological assets are those that are to be harvested as agricultural produce or sold as biological assets. Examples of consumable biological assets are livestock intended for the production of meat, livestock held for sale, fish in farms, crops such as maize and wheat, and trees being grown for lumber. Bearer biological assets are those other than consumable biological assets; for example, livestock from which milk is produced, grape vines, fruit trees, and trees from which firewood is harvested while the tree remains. Bearer biological assets are not agricultural produce but, rather, are self-regenerating.
45 Biological assets may be classified either as mature biological assets or immature biological assets. Mature biological assets are those that have attained harvestable specifications (for consumable biological assets) or are able to sustain regular harvests (for bearer biological assets).
46 If not disclosed elsewhere in information published with the financial statements, an entity shall describe:
(a) the nature of its activities involving each group of biological assets; and
(b) non-financial measures or estimates of the physical quantities of:
(i) each group of the entity’s biological assets at the end of the period; and
(ii) output of agricultural produce during the period.
47 An entity shall disclose the methods and significant assumptions applied in determining the fair value of each group of agricultural produce at the point of harvest and each group of biological assets.
48 An entity shall disclose the fair value less costs to sell of agricultural produce harvested during the period, determined at the point of harvest.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
EC staff consolidated version as of 16 September2009, EN – EU IAS 41 FOR INFORMATION PURPOSES ONLY
7
49 An entity shall disclose:
(a) the existence and carrying amounts of biological assets whose title is restricted, and the carrying amounts of biological assets pledged as security for liabilities;
(b) the amount of commitments for the development or acquisition of biological assets; and
(c) financial risk management strategies related to agricultural activity.
50 An entity shall present a reconciliation of changes in the carrying amount of biological assets between the beginning and the end of the current period. The reconciliation shall include:
(a) the gain or loss arising from changes in fair value less costs to sell;
(b) increases due to purchases;
(c) decreases attributable to sales and biological assets classified as held for sale (or included in a disposal group that is classified as held for sale) in accordance with IFRS 5;
(d) decreases due to harvest;
(e) increases resulting from business combinations;
(f) net exchange differences arising on the translation of financial statements into a different presentation currency, and on the translation of a foreign operation into the presentation currency of the reporting entity; and
(g) other changes.
51 The fair value less costs to sell of a biological asset can change due to both physical changes and price changes in the market. Separate disclosure of physical and price changes is useful in appraising current period performance and future prospects, particularly when there is a production cycle of more than one year. In such cases, an entity is encouraged to disclose, by group or otherwise, the amount of change in fair value less costs to sell included in profit or loss due to physical changes and due to price changes. This information is generally less useful when the production cycle is less than one year (for example, when raising chickens or growing cereal crops).
52 Biological transformation results in a number of types of physical change—growth, degeneration, production, and procreation, each of which is observable and measurable. Each of those physical changes has a direct relationship to future economic benefits. A change in fair value of a biological asset due to harvesting is also a physical change.
53 Agricultural activity is often exposed to climatic, disease and other natural risks. If an event occurs that gives rise to a material item of income or expense, the nature and amount of that item are disclosed in accordance with IAS 1 Presentation of Financial Statements. Examples of such an event include an outbreak of a virulent disease, a flood, a severe drought or frost, and a plague of insects.
Additional disclosures for biological assets where fair value cannot be measured reliably
54 If an entity measures biological assets at their cost less any accumulated depreciation and any accumulated impairment losses (see paragraph 30) at the end of the period, the entity shall disclose for such biological assets:
(a) a description of the biological assets;
(b) an explanation of why fair value cannot be measured reliably;
(c) if possible, the range of estimates within which fair value is highly likely to lie;
(d) the depreciation method used;
(e) the useful lives or the depreciation rates used; and
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
EC staff consolidated version as of 16 September2009, EN – EU IAS 41 FOR INFORMATION PURPOSES ONLY
8
(f) the gross carrying amount and the accumulated depreciation (aggregated with accumulated impairment losses) at the beginning and end of the period.
55 If, during the current period, an entity measures biological assets at their cost less any accumulated depreciation and any accumulated impairment losses (see paragraph 30), an entity shall disclose any gain or loss recognised on disposal of such biological assets and the reconciliation required by paragraph 50 shall disclose amounts related to such biological assets separately. In addition, the reconciliation shall include the following amounts included in profit or loss related to those biological assets:
(a) impairment losses;
(b) reversals of impairment losses; and
(c) depreciation.
56 If the fair value of biological assets previously measured at their cost less any accumulated depreciation and any accumulated impairment losses becomes reliably measurable during the current period, an entity shall disclose for those biological assets:
(a) a description of the biological assets;
(b) an explanation of why fair value has become reliably measurable; and
(c) the effect of the change.
Government grants
57 An entity shall disclose the following related to agricultural activity covered by this Standard:
(a) the nature and extent of government grants recognised in the financial statements;
(b) unfulfilled conditions and other contingencies attaching to government grants; and
(c) significant decreases expected in the level of government grants.
Effective date and transition
58 This Standard becomes operative for annual financial statements covering periods beginning on or after 1 January 2003. Earlier application is encouraged. If an entity applies this Standard for periods beginning before 1 January 2003, it shall disclose that fact.
59 This Standard does not establish any specific transitional provisions. The adoption of this Standard is accounted for in accordance with IAS 8 Accounting Policies, Changes in Accounting Estimates and Errors.
60 Paragraphs 5, 6, 17, 20 and 21 were amended and paragraph 14 deleted by Improvements to IFRSs issued in May 2008. An entity shall apply those amendments prospectively for annual periods beginning on or after 1 January 2009. Earlier application is permitted. If an entity applies the amendments for an earlier period it shall disclose that fact.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE- 02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan
Emiten atau Perusahaan Publik
Industri Peternakan
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE- 02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
PEDOMAN PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN
EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK - INDUSTRI PETERNAKAN
Daftar Isi 1. PEDOMAN Hal.
Bab I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang ……………………………………..
B. Tujuan dan Ruang Lingkup ………………………...
C. Acuan Penyusunan …………………………………
D. Lingkup Pedoman ………………………………….
1
1
3
3
Bab II Karakteristik Usaha Perusahaan Peternakan 4
A. Gambaran Umum Aktivitas Perusahaan Peternakan
B. Resiko Terkait Industri ……………………………..
C. Istilah
4
4
5
Bab III Penyajian dan Pengungkapan Laporan laporan Keuangan Industri Peternakan
7
A. Pedoman Umum ……………………………………
B. Komponen Laporan Keuangan ……………………
C. Pedoman Pengungkapan Laporan Keuangan ………
7
12
31
2. ILUSTRASI 58
Ilustrasi : 1 NERACA ………………………………………………. 59
Ilustrasi : 2 LAPORAN LABA RUGI ……………………………… 62
Ilustrasi : 3 LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS ………………... 63
Ilustrasi : 4 LAPORAN ARUS KAS ………………………………. 64
Ilustrasi : 5 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN ………... 67
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE-02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
- 1 -
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna.
Suatu laporan keuangan bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna apabila informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal dan dapat diperbandingkan. Namun demikian, perlu disadari bahwa laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Secara umum, laporan keuangan menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan.
Dalam rangka penyajian laporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik, salah satu pihak pengguna laporan yang harus dipertimbangkan adalah investor. Investor dan manajer investasi berkepentingan dengan risiko yang melekat dan hasil pengembangan dari investasi mereka. Pihak-pihak tersebut membutuhkan informasi dalam pengambilan keputusan untuk membeli, menahan atau menjual investasi serta menilai kemampuan Emiten atau Perusahaan Publik untuk membayar dividen. Sementara itu, akses yang dimiliki oleh pihak-pihak tersebut terbatas untuk memperoleh informasi yang relevan untuk kepentingan tersebut.
Dalam kaitan ini, investor dan manajer investasi mempunyai ekspektasi yang sangat tinggi bahwa laporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik menyediakan informasi yang mereka butuhkan. Ekspektasi ini tercermin dalam hasil survey yang dilakukan BEJ kepada 55 pengguna laporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik tahun 1997 yang diwakili oleh manajer investasi. Kesimpulan umum dari hasil survey tersebut adalah:
1) Laporan keuangan merupakan salah satu informasi yang sangat penting untuk pengambilan keputusan investasi.
2) Laporan keuangan belum sepenuhnya mengungkapkan informasi keuangan Emiten atau Perusahaan Publik secara transparan.
Dalam rangka meningkatkan kualitas dan transparansi informasi dalam laporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik dan memenuhi ekspektasi para pengguna laporan keuangan, maka perlu disusun suatu pedoman penyajian dan pengungkapan laporan keuangan ini. Pedoman ini diharapkan dapat memberikan panduan untuk menyajikan laporan keuangan yang berkualitas dan transparan.
B. Tujuan dan Ruang Lingkup
Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik dimaksudkan untuk memberikan suatu panduan penyajian dan pengungkapan yang terstandarisasi dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip pengungkapan penuh (full disclosure), sehingga dapat memberikan kualitas penyajian dan pengungkapan yang memadai bagi pengguna informasi yang disajikan dalam pelaporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik. Laporan keuangan harus cukup penting untuk mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang pemakai yang berpengetahuan.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE-02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
- 2 -
Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure) mengakui bahwa penyajian jumlah dan sifat informasi dalam laporan keuangan harus memenuhi kaidah keseimbangan antara biaya dan manfaat.
Penyusunan pedoman ini sejalan dengan tujuan pelaporan keuangan yaitu: 1. Pengambilan Keputusan Investasi dan Kredit.
Laporan keuangan bertujuan menyediakan informasi yang bermanfaat bagi investor, calon investor dan kreditur dalam pengambilan keputusan yang rasional atas investasi dan kredit yang dilakukan. Informasi harus dapat dipahami oleh pelaku bisnis dan ekonomi yang mencermati informasi yang disajikan dengan seksama. a. Pihak investor meliputi:
1) Pemegang efek ekuitas. 2) Pemegang efek hutang.
b. Pihak kreditur meliputi: 1) Pemasok. 2) Konsumen dan karyawan yang memiliki klaim atas perusahaan. 3) Lembaga pemberi pinjaman. 4) Pemberi pinjaman individual. 5) Pemegang efek hutang.
2. Menilai Prospek Arus Kas. Pelaporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi yang dapat mendukung investor, kreditor dan pihak-pihak lain dalam memperkirakan jumlah, saat dan ketidakpastian dalam penerimaan kas di masa depan atas dividen, bunga dan hasil dari penjualan, pelunasan (redemption) dan jatuh tempo dari efek atau pinjaman. Prospek penerimaan kas tersebut sangat tergantung dari kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas guna memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo, kebutuhan operasional, reinvestasi dalam operasi, serta pembayaran dividen. Persepsi investor dan kreditor atas kemampuan perusahaan tersebut akan mempengaruhi harga pasar efek perusahaan yang bersangkutan. Persepsi investor dan kreditor dipengaruhi oleh harapan mereka atas tingkat pengembalian dan risiko dari dana yang mereka tanamkan. Investor dan kreditor akan memaksimalkan pengembalian dana yang telah mereka tanamkan dan akan melakukan penyesuaian terhadap risiko yang mereka persepsikan atas perusahaan yang bersangkutan.
3. Informasi atas Sumber Daya Perusahaan, Klaim atas Sumber Daya Tersebut Serta Perubahannya. Pelaporan keuangan bertujuan memberikan informasi tentang sumberdaya ekonomis perusahaan, kewajiban perusahaan untuk mengalihkan sumberdaya tersebut kepada entitas lain atau pemilik saham, dampak transaksi dan peristiwa yang mempengaruhi perubahan sumberdaya tersebut.
Pedoman ini menetapkan bentuk, isi dan persyaratan dalam penyajian dan pengungkapan laporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik yang harus disampaikan, baik untuk keperluan penyampaian kepada masyarakat maupun kepada Bapepam dan Bursa Efek.
Dengan adanya Pedoman ini, pemahaman dan daya banding laporan keuangan akan semakin meningkat karena laporan keuangan disajikan dalam format yang seragam dan menggunakan deskripsi yang sama untuk pos-pos sejenis.
Pedoman ini merupakan acuan minimum yang harus dipenuhi oleh Emiten atau Perusahaan Publik dalam menyusun laporan keuangan, baik laporan keuangan interim maupun tahunan. Oleh karena itu, keseragaman penyajian sebagaimana diatur dalam Pedoman ini tidak menghalangi Emiten atau Perusahaan Publik untuk memberikan
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE-02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
- 3 -
informasi yang relevan bagi pengguna laporan sesuai kondisi masing-masing Emiten atau Perusahaan Publik.
C. Acuan Penyusunan Pemilihan acuan yang digunakan dalam menyusun pedoman untuk industri peternakan didasarkan pada acuan-acuan yang relevan dengan industri peternakan. Adapun acuan-acuan tersebut adalah: 1. Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) yang berhubungan dengan
akuntansi dan laporan keuangan. 2. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (ISAK).
3. International Accounting Standard (IAS), Peraturan perundang-undangan yang relevan dengan laporan keuangan.
4. Praktek-praktek akuntansi yang berlaku umum, kesepakatan antar negara, kebiasaan industri yang baru, dan standar akuntansi negara lain.
Dalam hal terdapat perbedaan antara peraturan Bapepam dan PSAK dalam penyusunan laporan keuangan, maka acuan yang digunakan adalah peraturan Bapepam.
D. Lingkup Pedoman Pedoman ini dibuat untuk Emiten atau Perusahaan Publik yang aktivitas utamanya adalah industri peternakan dengan asumsi bahwa Emiten atau Perusahaan Publik tersebut tidak mempunyai anak perusahaan yang dikonsolidasikan. Apabila Emiten atau Perusahaan Publik memiliki anak perusahaan yang harus dikonsolidasikan, Pedoman ini harus digunakan bersama dengan pedoman Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Perusahaan Investasi.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE-02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
- 4 -
BAB II
KARAKTERISTIK USAHA INDUSTRI PETERNAKAN
A. Gambaran Umum Aktivitas Industri Peternakan Industri peternakan memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan sektor industri lain yang ditunjukkan oleh adanya pengelolaan transformasi biologis hewan untuk menghasilkan produk yang akan dikonsumsi atau diproses lebih lanjut. Kegiatan industri peternakan pada umumnya dapat digolongkan menjadi :
a) Pembelian atau penetasan bibit, yaitu membeli hewan ternak untuk dijual kembali atau membeli bibit hewan ternak untuk ditetaskan menjadi hewan ternak jadi.
b) Pemeliharaan hewan sampai dapat menghasilkan, yaitu pemeliharaan hewan melalui proses pembesaran dan penggemukan hingga dapat menghasilkan produk.
c) Pemungutan, yaitu proses pengambilan atas hewan yang siap dijual atau produk yang dihasilkan hewan itu sendiri.
d) Pengolahan dan Pemasaran, yaitu proses lebih lanjut yang dibutuhkan agar produk tersebut siap dijual.
B. Risiko Industri
1. Kesinambungan hidup hewan ternak Hewan ternak, terutama yang berfungsi sebagai pembibit dan petelur, merupakan aktiva utama perusahaan. Risiko hama penyakit atau kondisi alam yang dapat mengakibatkan kematian hewan ternak maupun terganggunya kondisi hewan ternak untuk menjalankan fungsinya harus diantisipasi sebelumnya oleh pihak manajemen.
Kesinambungan hidup hewan ternak berpengaruh terhadap kesinambungan entitas (going concern) . Untuk itu sebagian risiko tersebut dapat diasuransikan.
2. Kondisi pasar dan fluktuasi harga Perusahaan peternakan yang menjual sendiri hasil ternaknya memiliki risiko yang terkait dengan kondisi pasar. Kondisi pasar yang tidak dapat menyerap hasil peternakan merupakan risiko tersendiri yang dapat mengganggu kondisi perusahaan secara keseluruhan. Hal ini mengakibatkan berfluktuasinya harga komoditi ternak di pasar.
3. Tingkat kompetisi Dengan bertambahnya jumlah penduduk, menyebabkan meningkatnya kebutuhan konsumsi pangan, termasuk produk hewani. Disatu sisi ini merupakan peluang bagi industri peternakan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produknya. Disisi lain, kondisi ini merupakan suatu ancaman karena semakin banyak pesaing baik dalam maupun luar negeri yang memasok produk mereka di pasar Indonesia. Hal ini tentunya menciptakan iklim persaingan yang semakin ketat bagi industri peternakan di Indonesia.
4. Risiko perubahan teknologi Pesatnya perkembangan bio-teknologi khusunya di sektor peternakan mengakibatkan teknologi yang ada tidak ekonomis untuk dipakai. Kalaupun masih dipakai, perusahaan yang menggunakan teknologi lama menjadi kurang mampu bersaing dengan perusahaan yang menggunakan teknologi baru.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE-02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
- 5 -
5. Risiko pemogokan karyawan Semakin kuatnya peranan serikat karyawan dalam menyikapi setiap kebijakan pemerintah atau perusahaan, menyebabkan karyawan lebih kritis dalam menyuarakan ketidakpuasan terhadap kondisi kerja seperti kompensasi, perubahan peraturan, sampai keadaan ekonomi dan politik yang tidak stabil. Ketidakpuasan ini bisa dinyatakan dalam bentuk demonstrasi dan pemogokan massal yang berpontensi menimbulkan kerusuhan (riot).
6. Kerusuhan dan penjarahan Semakin buruknya kondisi sosial dan ekonomi, menyebabkan masyarakat lebih mudah terpengaruh oleh berbagai informasi yang dapat menyebabkan pengerahan massa dalam menyuarakan ketidakpuasan terhadap perusahaan. Ketidakpuasan ini bisa dinyatakan dalam bentuk demonstrasi dan pemogokan massal yang berpontensi menimbulkan kerusuhan (riot).
7. Risiko Leverage Pengembangan usaha peternakan, terutama dalam pembangunan sarana dan prasarananya membutuhkan dana dalam jumlah yang besar . Keterlibatan kreditor sebagai penyedia sumber dana tentunya tidak bisa dihindari. Semakin besarnya pendanaan dari luar (external financing) mengakibatkan semakin besar pula kemungkinan perusahaan tidak mampu melunasi hutang tersebut.
8. Resiko Kebijakan Pemerintah Risiko ini menyangkut peraturan mengenai impor bahan baku dan peralatan, ekspor produk dan masalah perijinan.
C. Istilah
1. Perusahaan peternakan adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengelolaan proses transformasi biologis hewan ternak untuk dapat menghasilkan produksi, dikonsumsi atau diproses lebih lanjut. Perusahaan peternakan selanjutnya bisa dibagi menjadi dua jenis, yaitu: - peternakan produksi, terdiri dari hewan ternak dalam pertumbuhan dan hewan
ternak telah menghasilkan, - peternakan konsumsi terdiri dari hewan ternak dalam pertumbuhan dan hewan
ternak siap untuk dijual.
2. Hewan ternak dalam pertumbuhan Merupakan hewan ternak yang belum dapat menghasilkan produksi atau pendapatan. Hewan ternak tersebut masih dalam proses pembesaran atau penggemukan.
3. Hewan ternak telah menghasilkan Merupakan hewan ternak yang dipelihara untuk menghasilkan barang konsumsi. Contoh hewan ternak telah menghasilkan adalah ayam pembibit yang menghasilkan telur, sapi yang menghasilkan susu dan sebagainya. Hewan ternak telah menghasilkan selanjutnya dibagi menjadi, a. Hewan Ternak Menghasilkan berumur pendek
Hewan ternak menghasilkan yang umurnya relatif pendek. Contoh: induk udang pada hatchery memproduksi benur.
b. Hewan Ternak Menghasilkan berumur panjang Merupakan hewan ternak menghasilkan yang umurnya relatif panjang. Contoh: induk sapi yang menghasilkan susu.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE-02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
- 6 -
Masing-masing hewan ternak menghasilkan di atas dapat dibagi menjadi namun tidak terbatas pada: a. Hewan Ternak Menghasilkan – Nenek
Merupakan hewan yang dipelihara untuk menghasilkan hewan induk. Contoh: Ayam yang menghasilkan ayam petelur.
b. Hewan Ternak Menghasilkan – Induk Merupakan hewan ternak yang dipelihara untuk diambil hasilnya. Contoh: Ayam petelur, lele dumbo dan domba penghasil bulu (wool)
4. Hewan Ternak Siap untuk Dijual Merupakan hewan ternak yang siap untuk dipotong atau dijual hidup, contoh: sapi/ayam siap potong, anak ayam umur sehari atau day old chicken (DOC)
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE-02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
- 12 -
keuangan sehingga memerlukan penyesuian atau pengungkapan dalam laporan keuangan harus diungkapkan.
B. Komponen Laporan Keuangan
1. Laporan Keuangan
Laporan keuangan terdiri dari : a. Neraca; b. Laporan Laba Rugi; c. Laporan Perubahan Ekuitas; d. Laporan Arus Kas; dan e. Catatan atas Laporan Keuangan.
2. Neraca
a. Komponen Utama Neraca Komponen utama neraca terdiri dari:
1) Aktiva
a) Aktiva Lancar:
(1) Kas dan Setara Kas;
(2) Investasi Jangka Pendek;
(3) Wesel Tagih;
(4) Piutang Usaha;
(5) Piutang Lain-Lain;
(6) Persediaan
(7) Hewan Ternak Produksi-Berumur Pendek;
(8) Pajak Dibayar Dimuka;
(9) Biaya Dibayar Dimuka; dan
(10) Aktiva Lancar Lain-lain.
b) Aktiva Tidak Lancar:
(1) Piutang Hubungan Istimewa;
(2) Aktiva Pajak Tangguhan;
(3) Investasi pada Perusahaan Asosiasi
(4) Investasi Jangka Panjang Lain;
(5) Hewan Ternak Produksi-Berumur Panjang;
(6) Aktiva Tetap;
(7) Aktiva Tidak Berwujud; dan
(8) Aktiva Lain-Lain.
2) Kewajiban
a) Kewajiban Lancar:
(1) Pinjaman Jangka Pendek;
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE-02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
- 15 -
(c) Tersedia untuk dijual (available for sale): Efek yang termasuk dalam kelompok ini adalah efek yang tidak memenuhi kriteria “Diperdagangkan” atau “Dimiliki hingga jatuh tempo”. Efek ini disajikan di Neraca sebesar nilai wajar, dan keuntungan atau kerugian yang belum direalisasi diakui sebagai komponen ekuitas, sampai Efek tersebut dijual atau dilepas, dan pada saat tersebut keuntungan atau kerugian yang belum direalisasi diakui dalam Laporan Laba Rugi. Investasi pada efek yang seharusnya disajikan sebesar nilai wajar, tetapi efek tersebut tidak aktif diperdagangkan dan nilai wajar tidak dapat ditentukan secara andal, harus disajikan sebesar biaya perolehan. Investasi jangka pendek pada aktiva non keuangan (misal investasi properti) harus disajikan sebesar nilai terendah antara biaya dan harga pasar.
(3) Wesel Tagih Pos ini merupakan piutang usaha pada pihak ketiga yang didukung janji tertulis. Wesel tagih disajikan terpisah antara pihak ke tiga dan pihak yang mempunyai hubungan istimewa apabila wesel tagih tersebut berkaitan dengan kegiatan normal perusahaan. Wesel Tagih disajikan sebesar jumlah yang dapat direalisasi, setelah memperhitungkan penyisihan wesel tagih yang diperkirakan tidak dapat ditagih.
(4) Piutang Usaha Pos ini merupakan piutang yang berasal dari kegiatan normal perusahaan. Piutang usaha disajikan terpisah antara pihak ketiga dan pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Piutang ini disajikan sebesar jumlah yang dapat direalisasikan, setelah memperhitungkan penyisihan piutang yang diperkirakan tidak dapat ditagih.
(5) Piutang Lain-lain
Pos ini merupakan tagihan perusahaan pada pihak ketiga yang menurut sifat dan jenisnya tidak dapat dikelompokkan dalam pos-pos pada angka (3) dan (4) di atas. Piutang Lain-lain disajikan sebesar jumlah yang dapat direalisasi, setelah dikurangi penyisihan piutang yang diperkirakan tidak dapat ditagih.
(6) Persediaan Persediaan adalah aktiva: (a) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal; (b) dalam proses produksi; atau (c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan
dalam proses produksi atau pemberian jasa; atau (d) dalam perjalanan.
Untuk industri peternakan, persediaan meliputi antara lain: (a) Hewan ternak tersedia untuk dijual, yaitu antara lain :
i. Hasil produksi peternakan. Merupakan hasil produksi dari peternakan produksi misalnya: telur ayam, sarang burung walet,
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE-02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
- 16 -
telur burung onta, DOC (day old chicken), benih lele dumbo, benur (hatchery).
ii. Hewan Ternak Siap Jual. Merupakan hewan ternak yang dijual dalam bentuk hidup dan utuh, misalnya: ikan hias, gurame/ikan mas keramba dan burung hias.
iii. Hasil proses produksi peternakan konsumsi. Merupakan hasil produksi dari peternakan konsumsi, misalnya mutiara, daging/udang beku, ikan/daging asap.
(b) Hewan ternak dalam pertumbuhan, yaitu antara lain : i. Hewan dalam proses penetasan atau kandungan, misalnya telur
yang akan ditetaskan menjadi DOC (day old chicken). ii. Hewan dalam proses pembesaran, misalnya anak ayam yang
akan dibesarkan menjadi ayam potong.
iii. Hewan dalam proses penggemukan, misalnya sapi yang dimaksudkan akan menjadi sapi potong.
Persediaan hewan ternak tersedia untuk dijual dan hewan ternak dalam pertumbuhan dapat disajikan dengan menggunakan harga perolehan atau net realizable value mana yang lebih rendah apabila memenuhi kriteria :
• mempunyai harga pasar yang dapat diandalkan. • mempunyai cost of disposal yang relatif rendah dan dapat
diperkirakan . • tersedia untuk dijual dengan cepat.
Jika tidak memenuhi kriteria diatas, maka penilaian dilakukan berdasarkan cost. (c) Barang atau material yang akan digunakan secara langsung dalam
proses produksi, yaitu antara lain :
i. Bahan Baku. Bahan baku merupakan bahan yang secara langsung diperlukan dalam proses transformasi untuk menghasilkan barang jadi.
ii. Persediaan bahan pembantu. Bahan pembantu merupakan barang yang diperlukan dalam proses transformasi untuk menghasilkan barang jadi tetapi hubungannya dalam proses tidak langsung, misalnya obat-obatan ternak.
iii. Persediaan lain merupakan barang yang diperlukan dalam proses produksi perusahaan seperti solar, dan suku cadang.
Persediaan ini harus disajikan berdasarkan cost.
Barang dalam perjalanan. Barang dalam perjalanan merupakan barang atau material yang merupakan milik Perusahaan dan disajikan sebagai bagian dari persediaan
(7) Hewan Ternak Produksi - Berumur Pendek
Pos ini antara lain terdiri dari hewan ternak telah menghasilkan berumur pendek, yaitu antara lain :
(a) Hewan ternak menghasilkan – nenek, yaitu hewan ternak yang menghasilkan hewan ternak induk. Misalnya ayam yang akan menghasilkan induk ayam petelur.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE-02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
- 17 -
(b) Hewan ternak menghasilkan – induk, yaitu hewan ternak yang menghasilkan produksi berupa hewan ternak konsumsi atau produksi lainnya. Misalnya ayam yang akan menghasilkan ayam potong atau telur.
Penilaian hewan ternak berumur pendek didasarkan pada cost. Jika tidak ada asuransi penyakit perlu dibuat cadangan kematian atau metode penghapusan langsung bila mati mendadak.
(8) Pajak Dibayar Dimuka Pos ini merupakan: (a) Kelebihan pembayaran pajak, misalnya Pajak Pertambahan Nilai,
yang akan ditagih kembali atau dikompensasikan terhadap kewajiban pajak masa berikutnya.
(b) Aktiva Pajak Kini yaitu kelebihan jumlah Pajak Penghasilan yang telah dibayar pada periode berjalan dan periode sebelumnya dari jumlah pajak yang terhutang untuk periode-periode tersebut. Aktiva Pajak Kini harus dikompensasi (offset) dengan Kewajiban Pajak Kini dan jumlah netonya harus disajikan pada Neraca.
Pajak dibayar dimuka disajikan sebesar selisih jumlah pajak yang telah disetor dengan tagihan pajak.
(9) Biaya Dibayar Dimuka. Pos ini merupakan biaya yang telah dibayar namun pembebanannya baru akan dilakukan pada periode yang akan datang, pada saat manfaat diterima, seperti : premi asuransi dibayar di muka, dan sewa dibayar di muka. Biaya dibayar dimuka disajikan sebesar nilai yang belum terealisasi.
(10) Aktiva Lancar Lain-lain
Pos ini mencakup aktiva lancar yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam angka (1) sampai dengan angka (8) di atas, termasuk pembayaran di muka untuk memperoleh barang atau jasa yang akan digunakan dalam waktu 12 (dua belas) bulan atau satu siklus normal perusahaan. Aktiva lancar lain-lain disajikan sebesar nilai tercatat.
b) Aktiva Tidak Lancar Semua aktiva lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai aktiva yang lancar diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar. Aktiva tidak lancar antara lain terdiri dari :
(1) Piutang Hubungan Istimewa Pos ini merupakan piutang yang timbul sebagai akibat dari transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa, selain untuk pos yang telah ditentukan penyajiannya pada Kas dan Setara Kas, Investasi Jangka Pendek dan Piutang Usaha. Piutang Hubungan Istimewa disajikan sebesar jumlah yang dapat direalisasi. Jika untuk transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa dibentuk penyisihan, maka alasan dan dasar pembentukan penyisihan serta penjelasan transaksi terjadinya piutang harus diungkapkan.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE-02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
- 19 -
bukti yang obyektif. Keadaan ini terjadi akibat penurunan kondisi keuangan dan kondisi lainnya dari perusahaan penerbit Efek tersebut. Penurunan permanen ini menyebabkan nilai tercatat Efek melebihi estimasi jumlah yang dapat dipulihkan. Dalam hal ini kerugian penurunan nilai ini diperlakukan sebagai berikut: (a) Kerugian bersih kumulatif untuk Efek tertentu yang telah diakui
secara langsung dalam komponen ekuitas harus dipindahkan dari komponen ekuitas dan dimasukkan dalam Laporan Laba Rugi periode berjalan meskipun Efek tersebut belum dijual atau dilepas.
(b) Jumlah kerugian yang harus dipindahkan dari ekuitas ke Laporan Laba Rugi, adalah perbedaan antara biaya perolehan Efek dan nilai wajar Efek (nilai tercatatnya), dikurangi dengan kerugian penurunan nilai dari Efek yang sebelumnya sudah diakui dalam Laporan Laba Rugi.
(c) Jika dalam periode berikutnya, nilai wajar Efek mengalami kenaikan dan kenaikan tersebut secara obyektif dapat dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi setelah kerugian penurunan nilai sebelumnya diakui dalam Laporan Laba Rugi, maka kerugian penurunan nilai harus dipulihkan melalui Laporan Laba Rugi periode berjalan.
(5) Hewan Ternak Produksi - Berumur Panjang Pos ini merupakan hewan ternak menghasilkan berumur panjang, yang terdiri dari :
(a) Hewan ternak dalam pertumbuhan Merupakan hewan ternak yang belum mencapai umur produktif. Aktiva ini dinilai berdasarkan akumulasi biaya perolehan dan pemeliharaan sampai umur produktif. Jika telah sampai umur produktif akan dipindahkan pada akun hewan ternak telah menghasilkan. Biaya perolehan dan pemeliharaan dikapitalisasi berdasarkan jangka waktu sampai mencapai umur produktif.
(b) Hewan ternak telah menghasilkan Merupakan hewan ternak yang telah mencapai umur produktif yang dipelihara untuk menghasilkan barang konsumsi, seperti susu, wool dan sebagainya. Aktiva ini akan diamortisasi (deplesi) sepanjang umur produktif ekonomisnya.
(6) Aktiva Tetap
Aktiva tetap dapat berupa:
(a) Pemilikan Langsung Pos ini merupakan aktiva tetap yang siap pakai, transaksinya telah selesai, dan menjadi hak perusahaan secara hukum. Aktiva ini dicatat sebesar biaya perolehan.
(b) Aktiva Sewa Guna Usaha Pos ini merupakan aktiva tetap yang diperoleh melalui transaksi sewa guna usaha yang memenuhi kriteria capital lease. Aktiva sewa guna usaha dicatat sebesar nilai tunai (present value) dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE-02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
- 34 -
(3) Metode akuntansi yang digunakan dalam pencatatan penyertaan (metode ekuitas atau biaya).
e) Investasi selain Efek Yang harus dijelaskan adalah:
(1) Penentuan nilai tercatat investasi. (2) Perlakuan perubahan nilai pasar investasi lancar yang dicatat
berdasarkan harga pasar. (3) Perlakuan surplus revaluasi atas penjualan investasi yang dinilai
kembali.
f) Hewan Ternak Yang harus dijelaskan adalah :
(1) Hewan ternak telah menghasilkan : (a) Metode penilaian; (b) Metode amortisasi (deplesi); (c) Cadangan kematian atau metode penghapusan langsung, jika ada.
(2) Hewan ternak dalam pertumbuhan (belum menghasilkan) : (a) Metode penilaian; (b) Perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk dapat berpindah menjadi
hewan ternak telah menghasilkan.
g) Aktiva Tetap Yang harus dijelaskan adalah:
(1) Dasar pengukuran yang digunakan untuk menentukan jumlah tercatat bruto aktiva tetap.
(2) Kriteria Kapitalisasi biaya perbaikan dan perawatan, penurunan nilai (impairment) dan penilaian kembali aktiva tetap (revaluasi).
(3) Metode penyusutan yang digunakan. (4) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan. (5) Dasar pengukuran aktiva dalam pembangunan.
h) Sewa Guna Usaha Yang harus dijelaskan adalah :
(1) Dasar perlakuan transaksi sewa guna usaha sebagai capital lease. (2) Perlakuan laba (rugi) transaksi penjualan dan penyewaan kembali (sale
and lease back).
i) Aktiva Tidak Berwujud Yang harus dijelaskan adalah:
(1) Kriteria pengakuan untuk tiap jenis aktiva. (2) Metode amortisasi yang digunakan. (3) Masa manfaat atau tarif amortisasi yang digunakan. (4) Untuk biaya pengembangan, agar dijelaskan juga dasar kapitalisasinya.
j) Aktiva Lain-Lain Yang harus dijelaskan adalah:
(1) Dasar pengelompokan suatu aktiva menjadi aktiva lain-lain. (2) Kebijakan akuntansi untuk tiap jenis aktiva.
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE-02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
- 38 -
(b) Bahan pembantu, (c) Bahan persediaan lain.
b) Jumlah penyesuaian atas penurunan nilai persediaan. c) Kondisi dan peristiwa penyebab terjadinya pemulihan nilai persediaan yang
diturunkan. d) Nilai tercatat persediaan yang dijaminkan dan nama pihak yang menerima
jaminan. e) Nilai persediaan yang diasuransikan, nilai pertanggungan asuransi, dan
risiko yang ditutup. f) Pendapat manajemen atas kecukupan jumlah pertanggungan asuransi. g) Dalam situasi depresiasi rupiah luar biasa: jumlah selisih kurs yang
dikapitalisasi, biaya pengganti (replacement cost) dan jumlah yang dapat diperoleh kembali (recoverable amount).
h) Penjelasan mengenai kerugian persediaan yang jumlahnya material atau sifatnya luar biasa, seperti bencana alam.
i) Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi dan tingkat kapitalisasi yang dipergunakan, untuk persediaan yang memenuhi kriteria aktiva tertentu (qualifying asset).
7) Hewan Ternak Produksi - Berumur Pendek Yang harus diungkapkan adalah: a) Total jumlah tercatat dan nilai tercatat menurut klasifikasi hewan ternak
telah menghasilkan dan hewan ternak belum menghasilkan. b) Rekonsiliasi saldo awal dan akhir hewan ternak tiap kelompok selama
paling tidak 2 tahun terakhir. c) Nilai amortisasi (deplesi) atas hewan ternak telah menghasilkan. d) Pendapat manajemen atas kecukupan jumlah penyisihan atau penghapusan
persediaan yang mati atau hilang. e) Nilai hewan ternak yang diasuransikan, nilai pertanggungan asuransi dan
risiko yang ditutup. f) Jika tak ada asuransi untuk wabah penyakit, perlu dibuat cadangan kematian
atau metode penghapusan langsung. g) Pendapat manajemen atas kecukupan nilai pertanggungan asuransi. h) Nilai hewan ternak yang dijaminkan dan nama pihak yang menerima
jaminan.
8) Pajak Dibayar di Muka Yang harus diungkapkan antara lain: a) Jenis dan jumlah masing-masing pajaknya. b) Uraian mengenai jumlah restitusi pajak yang diajukan dan statusnya.
9) Biaya Dibayar Dimuka Yang harus diungkapkan adalah rincian menurut jenis dan jumlah.
10) Aktiva Lancar Lain Yang harus diungkapkan adalah rincian menurut jenis dan jumlah.
11) Piutang Hubungan Istimewa Yang harus diungkapkan antara lain: a) Rincian jenis, nama pihak yang memiliki hubungan istimewa, dan jumlah
piutang, menurut jenis mata uang. b) Alasan dan dasar pembentukan penyisihan dan/atau penghapusan, transaksi
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE-02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
- 39 -
terjadinya piutang, saat timbulnya piutang, nama debitur, sifat hubungan dengan debitur dan jumlahnya.
c) Jumlah penyisihan piutang ragu-ragu, beban piutang ragu-ragu, dan penghapusan piutang.
d) Pendapat manajemen atas kecukupan jumlah penyisihan.
12) Investasi pada Perusahaan Asosiasi Yang harus diungkapkan antara lain: a) Nama perusahaan dan persentase kepemilikan. b) Rekonsiliasi nilai tercatat penyertaan pada awal dan akhir periode dengan
memperlihatkan bagian laba rugi yang diakui dan dividen yang diperoleh pada periode berjalan serta penurunan permanen nilai penyertaan.
c) Informasi lainnya yang menyangkut kegiatan perusahaan asosiasi, misalnya perusahaan asosiasi menerbitkan saham baru.
13) Investasi Jangka Panjang Lain Yang harus diungkapkan antara lain: a) Rincian menurut jenis investasi sebagai berikut:
(1) Efek hutang dimiliki hingga jatuh tempo (held to maturity); (2) Efek hutang dan efek ekuitas tersedia untuk dijual (available for sale); (3) Properti; (4) Investasi lainnya.
b) Pemisahan antara investasi pada pihak ketiga dan pihak yang mempunyai hubungan istimewa untuk investasi dalam efek hutang dan efek ekuitas, investasi dalam properti dan investasi lainnya.
c) Pengungkapan investasi dalam efek hutang (dimiliki hingga jatuh tempo dan tersedia untuk dijual) adalah sebagai berikut: (1) Rincian efek hutang menurut penerbit, nilai nominal serta jenis mata
uang, diskonto atau premium yang belum diamortisasi, nilai tercatat, tingkat bunga, dan tanggal jatuh tempo;
(2) Efek yang pembayarannya dijamin dengan hipotik diungkapkan secara terpisah;
(3) Persyaratan efek hutang; (4) Nilai wajar agregat; (5) Metode dan asumsi yang digunakan dalam menentukan nilai wajar
efek; (6) Laba (rugi) yang belum direalisasi dari efek tersedia untuk dijual
(available for sale); (7) Peringkat efek hutang berikut nama pemeringkat, jika ada.
d) Untuk efek ekuitas tersedia untuk dijual harus diungkapkan: (1) Nilai wajar agregat; (2) Metode dan asumsi yang digunakan dalam menentukan nilai wajar
efek; (3) Laba (rugi) yang belum direalisasi.
e) Uraian tentang alasan diambilnya keputusan menjual, mengubah jenis atau memindahkan kelompok efek.
f) Pengungkapan investasi dalam efek yang menggunakan metode biaya (cost method), adalah: (1) Nama perusahaan dan persentase yang dimiliki, nilai tercatat
penyertaan; (2) Alasan tidak dapat ditentukannya nilai wajar efek; (3) Mutasi penyertaan dan penurunan permanen nilai penyertaan;
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
LAMPIRAN 12 Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : SE-02/PM/2002 Tanggal : 27 Desember 2002
- 40 -
g) Pengungkapan investasi dalam bentuk properti meliputi jenis/uraian, lokasi, biaya perolehannya dan nilai wajarnya.
h) Pengungkapan investasi jangka panjang lainnya meliputi jenis dan nilai wajarnya.
i) Apabila investasi jangka panjang dijaminkan, syarat-syarat dan kondisi yang berdampak signifikan bagi perusahaan harus dinyatakan dan diungkapkan baik jumlah maupun pihak penerima jaminan.
j) Kondisi atau peristiwa yang menyebabkan terjadinya penurunan nilai atau pemulihan penurunan nilai.
k) Rugi penurunan nilai yang diakui selama periode berjalan dan komponen Laporan Laba Rugi dimana kerugian tersebut dilaporkan . Pengungkapan dilakukan untuk setiap jenis investasi.
l) Pemulihan kerugian penurunan nilai yang diakui selama periode berjalan dan komponen Laporan Laba Rugi dimana kerugian tersebut dilaporkan. Pengungkapan dilakukan untuk setiap jenis investasi.
14) Hewan Ternak Produksi - Berumur Panjang Yang harus diungkapkan adalah a) Pengelompokan hewan ternak dalam pertumbuhan (belum menghasilkan)
dan hewan ternak telah menghasilkan. b) Rekonsiliasi saldo awal dan akhir hewan ternak tiap kelompok selama
paling tidak 2 tahun terakhir. c) Nilai amortisasi (deplesi) atas hewan ternak telah menghasilkan. d) Nilai hewan ternak tiap kelompok berdasarkan lokasi/area peternakan e) Kondisi hewan ternak. f) Prosentase kematian selama tiga tahun terakhir. g) Nilai hewan ternak yang diasuransikan, nilai pertanggungan asuransi dan
risiko yang ditutup. h) Jika tak ada asuransi untuk wabah penyakit, perlu dibuat cadangan kematian
atau metode penghapusan langsung. i) Nilai cadangan kematian atau metode penghapusan langsung, jika ada. j) Pendapat manajemen atas kecukupan nilai cadangan kematian, jika ada. k) Nilai hewan ternak yang dijaminkan dan nama pihak yang menerima
jaminan.
15) Aktiva Tetap a) Pemilikan langsung
Yang harus diungkapkan adalah: (1) Rincian aktiva tetap menurut jenisnya, seperti; tanah, tanah dan
bangunan, mesin, kendaraan bermotor, peralatan kantor. (2) Akumulasi penyusutan masing-masing jenis aktiva tetap. (3) Jumlah penyusutan pada tahun berjalan, dan alokasi biaya penyusutan
pada laporan laba rugi. (4) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
memperlihatkan penambahan dan pelepasan. (5) Nilai aktiva tetap yang diasuransikan, nilai pertanggungan dan risiko
yang ditutup. (6) Pendapat manajemen atas kecukupan jumlah pertanggungan asuransi. (7) Untuk setiap kejadian luar biasa, harus diungkapkan :
(a) Jenis aktiva yang mengalami kerusakan dan penyebab kerusakannya;
(b) Nilai buku aktiva tersebut;
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013
Proses perhitungan ..., Beni Hendrawan, FE UI, 2013