proses perencanaan partisipatif dalam
TRANSCRIPT
·.
. PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM .
PEMBANGUNAN DAERAH ill KABUPATEN KEBUMEN
(Kajian Tentang Kemampuan Perencanaan Pembangunan Oaerah . Dengan Model Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakomodasi
Aspirasi Masyarakat)
·TESIS
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister
Oleh: IS NA 0 I
NIM. 0620311054
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK KEKHUSUSAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2007
PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PEMBANGUNAN DAERAH Dl KABUPATEN KEBUMEN
(Kajian Tentang Kemampuan Perencanaan Pembangunan Daerah Dengan Model Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakomodasi
Aspirasi Masyarakat)
TESIS
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister
Oleh: ISNADI
NIM. 0620311054
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK KEKHUSUSAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2007
PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PEMBANGUNAN DAERAH Dl KABUPATEN KEBUMEN
(Kajian Tentang Kemampuan Perencanaan Pembangunan Daerah Dengan Model Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakomodasi
Aspirasi Masyarakat)
TESIS
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister
Oleh:
ISNADI NIM. 0620311054
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK KEKHUSUSANPERENCANAANPEMBANGUNANDAERAH
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2007
ii
T E SIS
PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PEMBANGUNAN OERAH 01 KABUPATEN KEBUMEN
(Kajian Tentang Kemampuan Perencanaan Pembangunan Daerah Dengan Model Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakbmodasi Aspi~-.asyarakat)
)
,
oleh :
ISNADI
Dipertahankan di depan penguji
Pada Tangga• 14 Agust.tJs 2007 Dan dinyatakan meme'fluhPsyarat
I
Komisi P,embimbing, l (I \ ( ' I <'
' ) (
( \ (
IJ \\( ·'' I I \ I -$-f { ' I I I\ I 1 I ' ' \ \\I ( I 1.-::. ------------~~~ ' ~~ ------------
( I I \ \' ( I / <. I '• '·,
> • ~ l ' Prof. Dr. SUMARTONO, M.~./ I ~ 1
1 ,, • , Q~ MINTO H~D~ M.Si.
Ketua l · 'J Anggota >l I I I 1'1
I ,
\
~I
( ·' tl,, l
Malang, 2 l AIJG 2007
' "l."
I I j '' . I I .
' ' I •
PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS
Saya rhenyatakan .dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah TESIS ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah TESIS ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur P!_AGIASI, saya bersedia TESIS ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (MAGISTER) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. ( UU NO: 20 Tahun 2003, Pasal25 ayat 2 dan pasal70)
Malang,14 Agustus 2007
Nama : .JS.
NIM : . .Q.~~Q~.t1.9.~1 ....... . . ILMU ADMINISTRASI PUBLIK PS ......... .. .. .... ... ........... .
PPSUB
' I
' . ;
: •! ,. :
t: J r :·~~~~~~~~~~~~~~~~~~-
" ....... Allah akan meninggikan orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajaf'. (QS. AI Mujadalah (58) : 11)
"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri". (QS. Ar- Ra'd (13): 11)
1(flrya I{miafi irti 7(upersem6ali~n X~pad'a : %1lfJ saya lionnati dan saya1lfji i6u dan 6apal{.l{.u
'YatlfJ saya cintai dan saya1lfji istri dan anal{.l{.u
v
RIWAYAT HIDUP
lsnadi, lahir di Sragen tanggal 6 Juli 1977, anak dari Bapak
Purwanto dan lbu Sukami. Tamat SD tahun 1990 di Sragen, tamat SMP
tahun 1993 di Karanganyar, tamat SMP. tahun 1996 di Karanganyar, tamat
STPDN tahun 2000 di Jatinangor, tamat Sa~ana tahun 2003 di lnstitut
llmu Pemerintahan (liP) Jakarta. Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen sejak tahun 2000.
Malan g. Penulis
I SNADI
Agustus 2007
NIM 0620311054
vi
RINGKASAN
ISNADI, Program Pascasa~ana Universitas Brawijaya Malang, "Proses Perencanaan Partisipatif Dalam Pembangunan Daerah Di Kabupaten Kebumen (Kajian Tentang Kemampuan Perencanaan Pembangunan Daerah Dengan Model Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat)"; Komisi Pembimbing, Ketua: Sumartono, Anggota Minto Hadi.
Latarbelakang penelitian ini adalah adanya perubahan paradigma pembangunan yaitu dari pembangunan yang berorientasi kepada masyarakat menjadi pembangunan yang bertumpu/ berpusat kepada masyarakat (people centered). Konsekuensinya adalah harus melibatkan masyarakat dalam setiap tahap pembangunan termasuk dalam perencanaan. Model perencanaan yang saat ini dianggap tepat adalah model perencanaan partisipatif. Proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah adalah proses penentuan rencana kegiatan pembangunan daerah yang melibatkan stakeholders untuk menyepakati rencana kegiatan tahun anggaran berikutnya yang dilaksanakan melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Musrenbang dilaksanakan be~enjang yaitu mulai dari tingkat desa tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten, diharapkan aspirasi masyarakat dapat tersalur secara berjenjang pula pada level desa, kecamatan dan kabupaten yang akhirnya dapat terealisasi dalam kebijakan daerah. Namun dokumen perencanaan pembangunan daerah masih dirasa belum mencerminkan kebutuhan masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang proses perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen dan kemampuan perencanaan pembangunan partisipatif dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat ke dalam kebijakan pembangunan daerah serta kendalakendala yang menghambat proses perencanaan pembangunan daerah
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu suatu jenis penelitian yang mengungkapkan pem1asalahan apa adanya sesuai dengan kenyataan di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan menganalisis proses perencanaan partisipatif di Kabupaten Kebumen dan kemampannya dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat serta kendala-kendala yang menghambat perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen masih didominasi oleh elit birokrasi, partisipasi me~syarakat masih pasif (tahap konsultasi) dan musrenbang hanya sebatas formalitas belaka. Hasil dari musrenbang belum mencerminkan aspirasi masyarakat. Musrebang memang mampu menyerap aspirasi masyarakat tetapi belum mampu mengakomodasi aspirasi tersebut pada level realisasi dalam kebijakan pembangunan daerah. Kendala-kendala dalam proses perencanaan pembangunan daerah antare~ lain : Ketergantungan daerah dengan pemerintah pusat; ketidaktepatan dalam memahami perencanaan pembangunan daerah; tingkat keberdayaan warga yang lemah; perencanaan yang hirarkis; fungsi DPRD/partai politik yang tidak efektif; sektoralisme yang kuat pada tiaptiap unit kerja (SKPD); kurang transparan dan tidak ada umpan balik
Kata Kunci: Perencanaan Partisipatif, Musrenbang
vii
SUMMARY
ISNADI, Post Graduate Program of Brawijaya University, "PARTICIPATORY PLANNING PROCESS OF LOCAL DEVELOPMENT IN KEBUMEN REGENCY (Study About Ability Of Local Development Planning Which Participatory Planning Model In Accommodatin~ Society Aspiration)." Supervisor : Sumartono, Co-Supervisor : Minto Hadi
The background of this research is the change of development paradigm that development from which orienting to society become convergent development which centering to society (centered people development). Its consequence is have to entangle society in every development phase is included in planning. Planning model which in this time assumed precisely is participatory planning model. Participatory planning process in local development is determination process plan of local development activity which entangling stakeholders to agree on plan activity of next budget year which executed through development planning deliberation forum. Musrenbang executed by to have ladder (in phases) that is strarting from countryside level, district level and sub-province, expected by society aspiration can be channeled by have ladder (in phases) at countryside level, district and regency which finally earned to be realized into local policy. But in reality planning document (RKPD) not yet expressed society aspiration.
Target of this research is to elaborating and analysing about local development planning process in Kebumen Regency and ability of participatory development planning in accommodating society aspiration into local development policy and constraints pursuing local development planning process. Type research used is descriptive research that is a research type laying open problems are there as things have panned out in field. This research aim to elaborating, to interpreting, and analysing participatory planning process in Kebumen Regency and its ability in accommodating society aspiration and constraints pursuing local development plan01ing process in Kebumen Regency.
Participatory planning execution in local development in Kebumen Regency still predominated by bureaucracy elite, at countryside level, district level and regency level and newly at mere form::~lity level. Musrenbang, it is true can permeate society aspiration but not yet can accommodate/send the the aspiration at realized in policy of local development level. Constraints pursuing local development planning in Kebumen Regency that is : Dependency of local government with central government; lnaccuratP. in comprehending local development planning; powered (capacity) level of citizen is weak; hierarchical planning; DPRD function/political party which is not effective; strong sectoralisme at every job unit (SKPD) so strong; Less transparant and there is no feed back.
Keywords : Participatory Planning, Development Planning Deliberation Forum (Musrenbang)
viii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tulisan draft tesis yang berjudul : "PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF
DALAM PEMBANGUNAN DAERAH Dl KABUPATEN KEBUMEN (Kajian
Tentang Kemampuan Perencanaan Pembangunan Daerah Dengan Model
Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat)."
Penulisan tesis ini untuk memenuhi syarat memperoleh Gelar Magister
Administrasi Publik Program Pasca Sa~ana Universitas Brawijaya Malang.
Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan, menginterpretasikan,
dan menganalisis proses perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten
Kebumen dan kemampuan dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat serta
kendala-kendala yang menghambat perencanaan pembangunan daerah di
Kabupaten Kebumen.
Dalam kesempatan ini, penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih
serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada berbagai pihak yang turut
membantu dan memperlancar serta memberikan semangat selama masa
pendidikan, penelitian dan penulisan yaitu :
1. Prof. Dr. Suhadak M.Ec., selaku Dekan Fakultas llmu Administrasi
Universitas Brawijaya Malang yang telah memberikan ijin dan fasilitas
selama proses perkuliahan.
2. Drs. Andi Fefta Wijaya, MDA, Ph.D selaku Ketua Program Studi dan
Penasehat Akademik beserta jajaran, pengelola, dan para dosen yang
telah memberikan kesempatan dan menularkan ilmunya selama masa
pendidikan.
3. Prof DR. Sumartono, M.S., selaku ketua komisi pembimbing, yang telah
meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dan arahan dalam
penulisan draft tesis ini;
4. Drs. Minto Hadi, M.Si., selaku anggota komisi pembimbing, yang telah
meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dan arahan dalam
penulisan draft tesis ini;
ix
5. Kepala Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana
BAPPENAS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti Program Pascasarjana di Universitas Brawijaya;
6. Bupati Kebumen yang telah memberikan ijin belajar kepada penulis untuk
mengikuti Program Pascasarjana di Universitas Brawijaya Malang;
7. Kepala Bappeda beserta jajarannya dan staf, Camat Mirit, Karanganyar
dan Kebumen serta kepala Desa Grenggeng, Kepala Desa Rowo dan
Kepala Kelurahan Kebumen yang telah banyak memberikan dukungan dan
bantuan dalam penelitian sehingga proses penelitian dapat terlaksana
dengan baik;
8. Rusta Nurhayati (istriku tercinta) dan anakku tersayang (Nabil Zaidaan)
serta Keluarga atas bantuan dan doanya yang selalu mengiringi penulis
menuju keberhasilan.
9. Ternan-ternan seperjuangan Angkata11 Ill Program Tailor Made BAPPENAS
yang telah banyak memberikan dukungan moril kepada penulis.
10. Terima kasih kepada semua pihak yang turut memba11tu penulisan dan tak
bisa disebutkan satu-persatu dalam tulisan ini.
Disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki
penulis, walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi
masih dirasakan banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan
saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Semoga penulisan tesis ini dapat bermanfaa. dan menambah wawasan
bagi kita semua.
Malang, Penulis
I SNAD I
Agustus 2007
NIM 0620311054
X
DAFTARISI
Halaman SAMPUL ......................................................................................................... . JUDUL ............................................................................................................. ii PENGESAHAN . . ... . ... . ... ... . ... ... .. . . .. . ... . . . ... . . . . . ... .. . . .. . .. . .. . .. . .. . . . . . . .. .. . . . . .. . . . .. . .. . . . . . . iii PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................................................... iv PERSEMBAHAN ....................................... ................................................ ...... v RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ vi RINGKASAN ..................... ........ ........ ........ ........ ........ ........ ................ ........ ...... vii SUMMARY....................................................................................................... viii KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix
DAFTAR lSI . .... .. . ... ............ .. . .. .. . ... .... . .... .. .. .. .. .... .... . .. . .... ... .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. xi DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii DAFTAR GAM BAR . .. .... .. .. .. .. .. .. ... .. . .. . ... .. .. .... .. . . .... .. .. .. .. .... .. .. .. .. .. ... .. . .. .. .. .. ... .. . xiv
BAB I PENDAHULUAN 1 .1 La tar Belakang .. .. .... .. . .. .. .. .. .. . .... . ... .... .. .... . .. .. . . .. .. . .. . .. .. . .. . .. .. .. .. . 1 1 .2 Perumusan Masalah . .. .. ... .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. ... .. .. . ... . .. .. . .. .. 15 1.3 Tujuan Penelitian ... ... ... . .. . .. . .. . .. . .. .. ... . .. .. ... . .. .. ... . .. .. .... .. .. .. .. . .. . .. 16 1.4 Manfaat Penelitian 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................... 17 2.2 Pembangunan Daerah ............ ............................................... 21
2.2.1 Pembangunan .............. .......... ............... ........... ...... .. ... 21 2.2.2 Pembangunan Daerah .. .................... .................... ...... 25
2.3 Perencanaan Pembangunan Daerah .. ... .. .. .. . .. . .. .. .. .. .. . .. .. .. .. ... 27 2.3.1 Jenis Perencanaan ............................................... ...... 32 2.3.2 Unsur Pokok Dalam Perencanaan Pembangunan .... 33 2.3.3 Tahap-tahap Perencanaan Pembangunan .. .............. 35 2.3.4 Pentingnya Perencanaan Dalam Pembangunan ... .... 37
2.4 Paradigm a Pembangunan di Era Otonomi Daerah ..... .. ......... 38 2.5 Perencanaan Partisipatif ........... ........ ........ ........ .... .... ........ ...... 42
2.5.1 Perencanaan Pembangunan Partisipatif .......... .... ...... 42 2.5.2 Prinsip-Prinsip Perencanaan Partisipatif .... .. ..... .. ....... 48
BAB Ill METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian . ...... .. ......... .. .... ...... .. .......... ..... .. ..................... 53 3.2 Fokus Penelitian ........ ...... .. ....... ............ ...... ............. .......... .... 55
xi
3.3 Lokasi dan Situs Penelitian ..................................................... 56 3.3.1 Lokasi Penelitian ......................................................... 56 3.3.2 Situs Penclitian .. .... .. .... .. .. ...... .. .... .. .... .. .. .. .. .... .. .. .... .. .... 57
3.4 Sumber dan Jenis Data .... .. .... .. .. .... .. ...... .. .. .. .... .. .. .... ..... . .. ... .. . 58 3.4.1 Sumber Data .... .... . .... .. ..... ......... .... .. .. ... ... .... .. .. .. .... .... .. 58 3.4.2 Jenis Data ............. ........ ........ ........ ........ ........ .............. 60
3.5 lnstrumen Penelitian .. .. .. .. ... .. . .. .. .. .. .. .. .. . .. . .. .. .... ... .. .. .. .. . .... ... .. . 60 3.6 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 61 3.7 Analisis Data ........................................................................... 63 3.8 Keabsahan Data . .. .. .. .. .. .. .. .. ...... . .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. ..... .. . .. .. .. .. . .. . 65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ........... .... ... ... ............. .... ..... ....... .......... ........ ... . 67
4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Kebumen ...... .............. 67 4.1.1.1 Kondisi Geografis ........... .............................. 67 4.1.1.2 Kondisi Topografis ....................................... 71 4.1.1 .3 Kondisi Penduduk .. ..... .. .... .. .... .. ...... .. .. .... .. ... 72 4.1.1.4 Keadaan Ekonomi .......... ................ ...... .. ...... 79
4.1.2 Proses Perencanaan Pembangunan Daerah di Kabupaten Kebumen ... . .. . .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .... .. . 82 4.1.2.1 Musrenbang Desa ........................................ 90 4.1.2.2 Musrenbang Kecamatan .............................. 100 4.1.2.3 Forum SKPD ................................................ 109 4.1.2.4 Musrenbang Kabupaten ............................... 114
4.1.3 Kemampuan Peencanaan Patisipatif Dalam Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat .. .... .... .. ...... ...... 122
4.1.4 KP-ndala-kendala Dalam Proses Perencanaan Pembangunan Daerah .. ........ ........ ............... ............ ... 137
4.2 Pembahasan ..... ........ ......... ....... ...... .. ... ..... . ............... ........ ...... 140 4.2.1 Proses Perencanaan Pembangunan Daerah di
Kabupaten Kebumen .... ...... .. .. ...... ...... .. .......... ...... .. .. .. 140 4.2.2 Kemampuan Peencanaan Patisipatif Dalam
Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . 148 4.2.3 Kendala-kendala Dalam Proses Perencanaan
Pembangunan Daerah .. ........ ........... ..... .. ...... ...... .. . ..... 155 4.3 Perbandingan Dengan Penelitian Terdahulu ......................... 162
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Kesimpulan ............ .... ...... .. ...... .. ...... .. ........ ............ .... .............. 165 5.2 Saran ................. ........ ........ ................................ ................ ...... 167
DAFTAR PUSTAKA
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu
Tahap Partisipasi Warga Negara .......................................................... .
Jarak lbukota Kecamatan ke lbukota Kabupaten, Luas Wilayah,
dan Banyaknya Desa/Kelurahan di Kabupaten Kebumen ................... .
Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Tahun 2003 - 2006 ................ .
Jumlah Penduduk Menu rut Tingkat Pendidikan ................................... .
Ketenagake~aan Kabupaten Kebumen Tahun 2003-2006 ............... .
PDRB Kabupaten Kebumen 2003 - 2006 ............................................ .
Persentase Kontribusi Sektor PDR8 Kabupaten Kebumen ................. .
Ruang Lingkup Perencanaan Berdasarkan UU Nomor 25
Tahun 2004 ........................................................................................... .
10. Perbedaan Perencanaan Pembangunan Sebelum Otonomi
20
43
69
74
76
77
80
81
83
Daerah dan Sesudah Otonimi Daerah . . . . . . . . ... . . . . . . . . . .. . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . 86
11. Peserta Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
Kabupaten l<ebumen Tahun 2007 ......................................................... 119
12. Daftar Rencana Pembangunan Desa Grenggeng Tahun 2008 ...... ...... 124
13. Daftar Rencana Pembangunan Desa Rowo Tahun 2008 ..................... 125
14. Daftar Rencana Pembangunan Kecamatan Karanganyar
Tahun 2008 ...................................................................................... ...... 129
15. Daftar Rencana Pembangunan Kecamatan Rowo Tahun 2008 ..... ...... 130
16. Perkiraan Pendapatan Kabupaten Kebumen Tahun 2008 ................... 134
17. Perbandingan Dengan Penelitian T erdahulu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 170
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Skema Proses Anal isis Data . .......... .. . . ... . ..... .. . .. . . . .. . . .. . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . 64
2. Peta Administrasi Kabupaten Kebumen ............. ...... . ........ ........ ........ .... .. 68
3. Jumlah Penduduk Kabupaten Kebumen Menurut Jenis Kelamin
Tahun 2003- 2006 ..... ........ ........ ........ ........ ........ ........ ................ ........ ...... 73
4. Jumlah Penduduk Kabupaten Kebumen Berdasarkan
Range Umur . . .. . ... . . . . . . . . .. . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .. . . . . .. . . . . ... . . . . .. .. . .. .. . . . . . . . . . .. . . . . . . . 76
5. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Kebumen ........ ...... 78
6. Alur Perencanaan dan Penganggaran . ... . .. ........ ... ..... ........ ..... ... .... .... .. .. . . 84
7. Mekanisme Perencanaan ......................................................................... 85
8. Jadual Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan ............ 90
xiv
'-' UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:> Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt:t\;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSiTAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI\L
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITA3 BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVFRSITAS BRAWIJAYA MALANG
> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG
RSITA BRA IJAYA A N UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG
1.1 Latar Belakang
BABI
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan jaman dan pertambahan penduduk,
maka bertambah pula kebutuhan dan pennasalahan yang terjadi di masyarakat.
Suatu hal yang umum bahwa masyarakat selalu menginginkan adanya
perubahan dalam kehidupannya ke arah yDng lebih baik, disamping itu juga
adanya keinginan untuk menyelesaikan berbagai pennasalahan yang dihadapi.
Dalam ruang lingkup yang luas diperlukan adanya intervensi dari pemerintah
guna memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan pennasalahan yang terjadi dalam
masyarakat tersebut. Dalam rangka menyelesaikan pennasalahan tersebut
pemerintah melakukan suatu proses yang disebut dengan pembangunan.
Pembangunan secara umum dapat diartikan sebagai usaha untuk
meningkatkan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Ndraha (1985),
menyatakan bahwa pembangunan (development) adalah segala upaya untuk
mewujudkan perubahan sosial besar-besaran menuju suatu keadaan yang lebih
baik. Sedangkan Korten (1998), mendefinisikan pembangunan sebagai proses
dimana angota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan
dan institusional mereka untuk memobilisasi dan mengelola sumber daya untuk
menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dalam kualitas hidup
sesuai dengan aspirasi mereka sendiri.
Dari dua pendapat di atas dapat ditarik suatu gambaran secara umum
bahwa pada dasamya pembangunan adalah : Merupakan proses kegiatan yang
dilaksanakan oleh sekelompok orang dalam komunitas masyarakat suatu bangsa
yang berlansung secara terus menerus dan berkesinambungan, berorientasi
1
2
pada perubahan (change), bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
(kapasitas) individu, sekelompok individu dan atau masyarakat dalam kerangka
pembinaan bangsa (nations building) menuju perwujudan kesejahteraan rakyat.
Apabila pembangunan diartikan sebagai proses perubahan untuk mencapai
suatu kondisi yang lebih baik, maka dapat dikatakan bahwa dalam proses
pembagnunan akan meliputi tahap-tahap : perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. Ketiga tahap tersebut saling be.-kaitan satu dengan yang lainnya.
Perencanaan merupakan tahap awal dalam proses pembangunan, dalam hal ini
akan sangat menetukan bagi tahap selanjutnya.
Membahas tentang pentingnya perencanaan dalam pembangunan,
Sukartawi (1990), menyatakan bahwa :
"Pentinganya aspek perencanaan dalam pembangunan pada dasamya terkait dengan fungsi atau kedudukan perencanaan dalam pembangunan. Pertama, perencan~an sebagai alat dari pembangunan yaitu perencanaan merupakan alat yang strategis dalam menuntun jalannya pembangunan. Perencanaan merupakan salah satu arah atau pedoman dalam pembangunan, Suatu perencanaan yang disusun secara acak-acakan (tidak sistematis) dan tidak memperhatikan aspirasi target group (sasaran), maka hasilnya dari pelaksanaannya tidak akan seperti yang diharapkan. Kedua, perencanaan sebagai tolok ukur keberhasilan dan kegagalan pembangunan, hal ini berarti bahwa keberhasilan pembangunan dapat dicapai karenu perencanaan yang baik, sebaliknya kegagalan pembangunan bisa dikarenakan aspek perencanaan yang tidak baik atau tidak sempuma"
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebuah perencanaan
menduduki tempat yang sangat penting dan menentukan dalam proses
pelaksanaan pembangunan. Dapat dikatakan bahwa kegiatan pembangunan
sudah dapat diperkirakan keberhasilan atau kega\)alannya dengan melihat
perencanaannya.
Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang didalamnya terdiri dari
daerah-daerah (propinsi dan kabupatenlkota). Untuk itu diperlukan suatu
perangkat peraturan guna mengatur pemeri11tahan dan pembangunan. Dalam
3
perjalanannya bangsa Indonesia telah melaksanakan regulasi dalam mengatur
pemerintahan dan pembangunannya yang disesuaikan dengan perkembangan
jaman dan tuntutan masyarakat. Sejama berlakunya Undang-undang Nomor 5
Tahun 197 4 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, cam pur tang an
Pemerintah Pusat terhadap berbagai aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat di daerah dirasakan sangat dominan. Sementara itu partisipasi
masyarakat lokal kurang diperhitungkan. Hal demikian terjadi karena dalam
undang-undang tersebut, asas desentralisasi diterapkan secara bersama-sama
dan berimbang dengan asas dekonsentrasi dan tugas perbantuan di
kabupaten/kota dan propinsi.
Perubahan yang cukup drastis dilakukan adalah pada sistem
pemerintahan. Motor penggeraknya adalah ketika diberlakukannya Undang
undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang
undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah, yang sekarang telah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. Melalui kedua undang-undang ini hubungan pusat dan daerah yang
dulunya sangat sentr;::~listis kini berubah menjadi sistem yang lebih desentralistis.
Berdasarkan kedua undang-undang itu, Pemerintah Pusat menyerahkan
sejumlah kewenangan yang dahulunya nenjadi pangkal kekuasaan untuk
memaksa daerah mengikuti sepenuhnya apa yang menjadi kemauan dari pusat,
tanpa mempertimbangkan apakah kemauan tersebut relevan atau tidak dengan
kondisi dan kebutuhan daerah. Penyerahan kewenangan itu juga diikuti dengan
penyerahan keuangan yang menjadi pendukung operasionalisasi kewenangan
yang diserahkan kepada daerah.
4
Perubahan pada sistem pemerinlahan yang lebih desentralistis ini
membawa implikasi positif dan negatif di tiap aspek kehidupan
pemerintah maupun kemasyarakatan. Menurut Abe (2002) segi positif
desentralisasi antara lain :
1. Bagi pemerintah pusat, desentralisasi tentu akan menjadi jalan (wahana) yang mengurangi beban pusat;
2. Program atau rencana-rencana pembangunan yang hendak diwujudkan, akan lebih realistik, lebih mengena dan lebih dekat dengan kebutuhan lokal. Artinya, peluang t~rjadinya pemborosan, kesia-siaan atau ketidaktepatan dalam merumuskan program pembangunan dapat diperkecil;
3. Memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk belajar mengurus rumah tangganya sendiri dan dengan demikian belajar untuk dapat menangkap dan merumuskan aspirasi masyarakat setempat
4. Dengan adanya pemberian kewenangan, maka berarti akan membuka peluang bagi keter1ibatan rakyat dalam mengontrol jalannya pemerintahan, hal ini dapat meningkatkan pengertian dan keterampilan masyarakat.
lmplikasi positif lain dart pelaksanaan vtonomi daerah yang bisa dicatat
dan nampak menonjol adalah semakin bergairahnya daerah dalam membangun
wilayahnya. Banyak kabupaten/kota membuat kebijakan dan melakukan aktivitas
yang kreatif, yang tidak mungkin dilakukan pada masa Orde Baru. Mereka yang
sebelumnya bersikap dan berpikir selalu tergantung kepada Jakarta kini mandiri
dan memiliki banyak inisiatif. lnovasi yang cukup banyak dilakukan antara lain di
bidang pengembangan sumberdaya manusia di daerah. Beberapa daerah
misalnya berani mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk memberikan
beasiswa bagi warga maupun aparatum~ a untuk mengikuti pendidikan yang lebih
tinggi. Beberapa daerah lain berupaya menciptakan transparansi kebijakan di
sejumlah bidang melalui penggunaan media. Sejumlah daerah lain mendorong
dan membiarkan terbentuknya forum-forum warga yang berfungsi sebagai mitra
pemerintah dalam merencanakan pembangunan sekaligus pengontrol
jalannya pembangunan dan pemerintahan. Data dart Governance and
5
Decentralization Survey (GDS) tahun 2002 menunjukkan ada kecenderungan
pemerintah daerah untuk memanfaatkan forum-forum warga sebagai sarana
untuk menyerap aspirasi masyarakat (Agus,dkk, 2002).
Sedangkan implikasi negatif dari otonomi daerah yang terlihat jelas
adalah perbenturan kepentingan antara propinsi dengan kabupaten/kota, antar
propinsi, antar kabupaten/kota maupun antara pemerintah daerah
(propinsi/kabupaten/kota) dengan departemen atau pemerintah pusat dalam
mengelola sejumlah kewenangan seperti: hutan, sumber daya air, batas wilayah,
tempat rekreasi, pelabuhan dan eksploitasi laut. Data GDS 2002 menunjukkan
bahwa pada dasamya konflik-konflik sumber daya alam berhubungan dengan
pembagian batas wilayah administrasi dan terjadi perbedaan potensi alam di
dalam wilayah yang diperebutkan tersebut. Pada level regional, perselisihan
pengelolaan sumber daya disebabkan pemerintah daerah merasa memiliki
sumber daya alam pada batas tertentu dan mengklaim suatu wilayah yang
berpotensi untuk dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan bagi
daerahnya. Pada awal diber1akukannya UndElng-undang Nomor 22 Tahun 1999
konflik ini banyak terjadi karena masih kuatnya rasa kedaerahan dan disamping
adanya penafsiran yang kurang tepat terhadap undang-undang tersebut, sebagai
contoh tentang kewenangan daerah kabupatenlko1a di wilayah laut adalah
sejauh seperti dari batas laut daerah propinsi. Penafsiran ini temyata diterima
oleh masyarakat nelayan sebagai bentuk pengkaplingan daerah tangkapan ikan
antar nelayan kabupaten yang berimbes munculnya konflik antar nelayan
sebagaimana yang terjadi di pesisir utara pantai Laut Jawa. Konflik penguasaan
sumber daya alam antar daerah ini sekaligus sebagai wujud belum terbentuknya
networking pembangunan antar daerah.
6
Selain itu, harus diakui bahwa wewenang yang jauh lebih besar bagi
daerah tersebut hanya dinikmati oleh elit politik dan birokrasi kabupaten/kota
(bupati, anggota DPRD Kabupaten dan 3ebagian pejabat), dan hampir tidak
dirasakan oleh masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi
Kependudukan dan Kebijakan UGM melalui GDS pada tahun 2002 tersebut,
misalnya menemukan bahwa otonomi daerah temyata baru mampu mengalihkan
kekuasaan dari tangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Jangankan
kepada masyarakat yang seharusnya rnenjadi 'pemilik' kedaulatan, para
pengelola organisasi pemerintah daerah di level bawah (street level bureaucracy)
saja belum memiliki akses dalam proses !<ebijakan untuk hal-hal yang bersifat
operasional yang seharusnya menjadi kewenangannya. Pengelola organisasi di
level bawah yang dimaksud misalnya kepala sekolah, kepala puskesmas dan
unit-unit pelayanan teknis lain yang berada di bawah pemeritah daerah. Mereka
yang diasumsikan memiliki pengetahuan yang lebih dibanding instansi atasannya
hanya berfungsi sebagai penyumbang informasi dalam proses pengambilan
keputusan, tetapi sangat kecil kemungkinc.n mereka terlibat dalam pengambilan
keputusan itu sendiri.
Dengan berlakunya Undang-undang tentang pemerintahan daerah dan
Undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, yang lebih menjamin pelaksanaan asas desentralisasi, maka
sudah pada tempatnya bila pelaksanaan otonomi daerah lebih berpihak kepada
kepentingan daerah sehingga sistem, mekanisme dan format pP.rencanaan
pembangunan yang ada di daerah harus segera disesuaikan dengan batas-batas
kewenangan dan kebutuhan masing-masing daerah (Arsyad, 1999).
Erat kaitannya dengan hal tersebut, Irving Sverdlow dalam Tjokrowinoto
(2001) menyebutkan bahwa peran pemerintah dalam melakukan perencanaan
7
pembangunan dapat dilakukan dalam berbagai tingkatan, dimana setiap tingkat
pemerintahan berhak melakukan perencanaan yang sesuai dengan batas-batas
kewenangan mereka melalui forum komunikasi horisontal. Pemyataan ini
mengandung arti bahwa seluruh tahapan penyusunan perencanaan pada setiap
tingkatan pemerintahan harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
partisipatif. Atau dengan kata lain, setiap stakeholders memiliki fungsi, peranan
dan tanggung jawab masing-masing di dalam proses penentuan kebijakan yang
berkaitan dengan pembangunan daerah terutama pada tahap perencanaannya.
Walaupun demikian, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia tentunya harus senantiasa disadari bahwa hak llan kewenangan setiap
daerah otonom di dalam menyusun perencanaan pembangunan melalui forum
dialog dan konsultasi horisontal masih harus tetap diimbangi dengan forum
komunikasi dan dialog vertikal terutama autara Pemerintah Kabupaten/Kota
dengan Pemerintah Propinsi dan atau Pemerintah Pusat. Hal demikian
disamping untuk mewujudkan sinergisitas kebijakan serta sinkronisasi program
dan kegiatan, juga terkandung maksud agar dapat dihindari te~adinya tienturan
kepentingan yang pada gilirannya justru akan menimbulkan permasalahan baru
yang pada ujungnya akan merugikan kepentingan masyarakat di daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah yang dititit-:beratkan kepada
kabupaten/kota, mau tidak mau telilh memoawa konsekuensi dan tantangan
yang cukur berat bagi para bimkrat pemerintahan daerah, baik dalam tahap
perumusan ltebijakan maupun implementasi program-program pembangunan
daerah. Di dalam pasal 10 Unaang-undang Nom or 32 Tahun 2004 diisyaratkan
bahwa tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang
dipikul pemerintah kabupaten dan atau kota menjadi semakin luas dan kompleks.
8
Dalam era otonomi sekarang ini, model perencanaan pembangunan
daerah dengan pola top down yang didasari oleh asumsi tricle down effect perlu
ditinjau dan disesuaikan dengan perkembangan tuntutan kebutuhan masyarakat,
sebab secara faktual saat ini muncul dan berkernbang berbagai bentuk masalah
sosial akibat semakin dalamnya kesenjangan tingkat kemajuan antar daerah
yang bennuara kepada semakin tidak meratanya distribusi pendapatan dan
tingkat kesejahteraan masyarakat.
Dalam bahasa yang agak berbeda, beberapa pengamat telah
melakukan kritik terhadap penerapan administrasi pembangunan di Indonesia.
Negara, seharusnya melakukan peran sebagai pendorong proses perubahan,
yang berarti bahwa proses perubahan akan lebih efektif dan efisien jika negara
lebih menekankan pada aspek mendorong (inducing), yakni menggerakkan
proses perubahan dalam masyarakat. Dalam sistem dan mekanisme yang
sentralistik, seringkali tenninologi kebijakan yang dipakai menjadi bias sehingga
cenderung merugikan (counter productive) dalam arti tidak menimbulka:-~ inisiatif
tetapi malah menimbulkan ketergantungan.
Korten dalam Tjokroamidjojo (1993) mengusulkan agar bentuk dan
fonnat kebijakan pembangunan yang semula "berorientasi kepada masyarakat"
yaitu pendekatan pembangunan yang walaupun sudah berorientasi kepada
kepentingan masyarakat, te~ tetap memheri ruang yang terlalu besar bagi
campur tangan pemerintah, seharusnya mulai ditinggalkan untuk kemudian
digeser ke arah "membangun yang berpusat pada masyarakaf' yang berarti
masyarakat ditempatkan sebagai komunitas pembangunan yang secara
langsung terlibat dalam proses penentuan kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi
pembangunan serta sekaligus turut serta menikmati hasil-hasilnya.
9
Atas dasar beberapa pemikiran di atas, walaupun pembangunan
daerah pada hakekatnya adalah bagian integral dari pernbangunan nasional,
tetapi dalam konteks yang lebih mikro harus ditempatkan sebagai sebuah proses
yang tidak harus seragam dan sesuai dalam segala hal r.ehingga menjadi sama
persis dengan kebijakan dan program-program pembangunan yang telah
ditetapkan secara nasional.
Karena itulah maka, dalam konteks pembar.gunan daerah, yang harus
dilakukan bukanlah menjadikan pembangunan daerah sebagai miniatur
pembangunan nasional, tetapi justru bagaimana menyeimbangkan kepentingan
masyarakat lokal secara horisontal dengan kepentingan pusat (nasional) secara
vertikal agar dalam pelaksanaannya tidal<: timbul permasalahan dan ekses
pembangunan yang merugikan kepentingan bersama. Berangkat dari hal
terr.ebut, maka tidak bisa ditolak bahwa proses pelaksanaan pembangunan
daerah memerlukan perencana<m yang komprehensif agar dalam
implementa3inya dapat lebih sesuai dengan perkembangan tuntutan kebutuhan
masyarakat ~ehingga diharapkan mampu menjawab dan mengatasi kompleksitas
problematika pembangunan di era globalisasi saat ini.
Dapat dikatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah merupakan
salah satu instrumen yang menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan
pembangunan di daerah. Pemikiran seperti i~u tidaklah berlebihan karena untuk
melaksanakan pembangunan di daerah diperlukan berbagai tahapan yang pada
dasamya dimulai dari kegiatan perencanaan. Baik atau buruknya perencanaan
yang ditetapkan tentunya akan sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan
atau kegagalan pembangunan daerah itu sP-ndiri.
Seiring dengan rangkaian perkembangan sebagaimana diuraikan di
atas, maka bentuk dan pola perencanaan pembangunan daerah yang saat ini
10
dianggap paling sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat adalah
mengarah kepada participatory planning, yaitu pendekatan perencanaan
pembangunan yang memberikan ruang seluas-luasnya bagi peran serta segenap
komponen masyarakat di dalam menen~ukan kebijakan, program dan skala
prioritas kegiatan pembangunan daerah.
Sebenamya perencanaan partisipatif telah dilaksanakan pada proses
perencanaan pembangunan daerah (propinsi/kabupaten/kota) pada umumnya
dan proses penyusunan anggaran daerah pada khususnya. Perencanaan
pembangunan daerah dengan model perencanaan partisipatif dilaksanakan
mulai dari tingkat desa (Musbangdes), kemudian kecamatnn (UDKP) hingga level
kabupaten/kota (Rakorbang) diterapkan sejak awal 1980-an, bersamaan dengan
pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di propinsi
dan kabupaten. Semenjak diber1akukannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sisrem Perencanaan Pembangunan Nasional, forum perencanaan
pembangunan dan penganggaran yang partisipatif dengan pola buttom up
tersebut berubah namanya menjadi Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang). Hal ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Untuk pelaksanaannya masih
sama yaitu dimulai dari tingkat desa, kecamatan dan kabupaten (sebelum
musrenbang kabupaten dilaksanakan ter1ebih dahulu forum Satuan Ke~a
Perangkat Oaerah/SKPD).
Musyawarah menjadi kata dan kegiatan yang paling tepat untuk
karakter bangsa indonesia. Dapat dikatakan bahwa musyawarah merupakan
cara yang paling efektif untuk memecahkan berbagai masalah karena proses
pelaksanaannya cukup demokratis. Terdapat kesejajaran dan kesamaan hak
bagi peserta musyawarah karena dalam prosesnya terdapat penghargaan dan
11
pengakuan hak yang sama, kesempatan yang s<..ma untuk menyampaikan
aspirasi dalam musyawarah. Demikian pula dalam Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang), peserta musrenbang mempunyai hak dan
kesempatan yang sama untuk menyampaikan aspirasinya. Forum Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) ini menjadi sumber andalan bagi
pemerintah dalam menyerap aspirasi masyarakat khususnya untuk penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan oelaksanaan proyek
pembangunan.
Be:rdasarkan Surat EdClran Gubernur Jawa Tengah Nomor: 080/21553
tanggal 29 Desember 2006 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Musyawarah Perencanaan Pembangnan Tahun 2007, dijelaskan bahwa keluaran
dari kegiatan musrenbang desa adalah Dokumen Rencana Kerja Pembangunan
Desa/Kelurahan yang antara lain berisi prioritas kegiatan pembangunan skala
desa/kelurahan yang akan didanai oleh Alo~asi Dana Desa dan atau swadaya
serta prioritas kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan melalui Satuan
Kerja Perangk.at Daerah (SKPD) yang dilengkapi dengan kode desa/kelurahan
dan kecamatan yang akan dibahas dalam forum musrenbang kecamatan.
Selanjutnya dalam musrenbang kecamatan akan dibahas tentang berbagai
masukan prioritas pembangunan dari desa/kelurahan tadi. Keluaran dari kegiatan
musrenbang kecamatan adalah daftar prioritas kegiatan pembangunan di wilayah
kecamatan menurut fungsi/SKPD atau gabungan SKPD, yang siap dibahas
dalam forum Satuan Kerja Perangkat Daerah dan musrenbang kabupaten/kota,
yang akan didanai melalui APBD kabupaten/kota dan sumber pendanaan
lainnya. Sedangkan dalam musrenbang kabupaten adalah untuk mematangkan
rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kc.bupaten/Kota
berdasarkan Rencana Kerja-SKPD hasil forum SKPD (dalam fcrum ini dibahas
12
berbagai masukan prioritas pembangunan dari kecamatan). Keluaran dari
kegiatan musrenbang kabupaten adalah kesepakatan tentang rumusan yang
menjadi masukan utama untuk memutakhirkan rangcangan RKPD dan
rancangan Renja-SKPD, yang meliputi : penetapan ar:~h kebijakan, prioritas
pembangunan dan plafon/pagu dana berdasarkan fungsi/SKPD; Daftar prioritas
kegiatan yang sudah dipilah berdasarkan sumber pembiayaan dari APBD
Kabupaten/Kota, APBD Propinsi, APBN dan sumber pendanaan lainnya; Daftar
usulan kebijakan/regulasi pada tingkat pemerintah Kabupaten/Kota, Propinsi dan
atau Pusat; Rancangan pendanaan untuk Alokasi Dana Desa.
Dari uraian di atas dapat dijelasl,an bahwa dalam forum Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) asprasi masyarakat dalam
pembangunan mengalir dari tingkat desa sampai ke tingkat kabupaten. Hal ini
dapat dikatakan bahwa forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) merupakan wadah yang representatif di desa/kelurahan guna
menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pembangunan daerah !<e arah yang
lebih tinggi.
Di Kabupaten Kebumen kegiatan perencanaan pembangunan daerah
dengan model perencanaan partispatif yang dikembangkan melalui forum
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) sebagaimana diuraikan
di atas juga telah dilaksanakan. Namun kenyataan di lapangan (di Kabupaten
Kebumen), mekanisme atau proses perencanaan dengan model partisipatif yang
dikembangkan melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) yang sebenamya dimaksudkan untuk membuka keterlibatan
{partisipasi) masyarakat temyata kurang atau bahkan tidak berfungsi secara
optimal. Beberapa orang warga masyarakat dan perangkat desa serta anggota
Badan Perrnusyawaratan Desa (BPD) menyatakan bahwa selama ini usulan
13
mereka tidak pemah didengar oleh pemerintah daerah dan tidak pemah
terealisasi. Dari pemyataan tersebut dapat dikatakan bahwa perencanaan
pembangunan daerah yang dikembangkan melalui forum Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) ini memang dapat menyerap aspirasi
masyarakat (c1i tingkat desa/kelurahan), tetapi d'nilai tidak dapat menghantarkan
aspirasi tersebut hingga ke level kabupaten, apalagi propinsi dan negara.
Sebagai contoh fenomena yang terjadi di Kabupaten Kebumen berkait
dengan model perencanaan ini adalah rendahnya sustainabilitas atau
keber1anjutan suatu proyek pembangunan karena mati di tengah jalan atau tidak
ada kelanjutan sama sekali. Matinya proyek pembangunan tersebut terjadi
karena tingkat penerimaan yang rendah dari masyarakat yang menjadi target
groups terhadap proyek. Bentuk penolakc:m yang lebih keras terhadap proyek
biasanya terwujud dalam bentuk protes-protes masyarakat terhadap
pelaksanaan proyek-proyek pembangunan yang dianggap tidak relevan dengan
kebutuhannya. Sebagai contoh dari penolakan masyarakat adalah sebagai
berikut : di Kabupaten Kebumen telah dibangun beberapa pasar desa, namun
pasar desa tersebut tidak pemah digunakan oleh masyarakat. Hal ini merupakan
bentuk protes dari masyarakat yang menganggap bahwa lokasi pa~ar tersebut
tidak sesuai dengan yang diinginkan mereka. Ada dugaan bahwa hal ini terjadi
karena proyek tersebut tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
masyarakat sebagaimana yang telah diusulkan dalam forum Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
Berbagai problem yang muncul semenjak diber1akukannya otonomi
daerah khususnya dalam hal perencam~an pembangunan daerah tidak
dimaksudkan untuk mengatakan bahwa otonomi daerah tidak berguna. Otonomi
daerah untuk saat ini dan masa datang adalah pilihan yang tidak bisa dihindari.
14
Dalam hal perencanaan pembangunan daerah, perencanaan pembangunan
dengan model perencanaan partisipatif yang dikembangkan melalui forum
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dianggap belum
mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Salah satu persoalannya adalah
ter1etak pada sistem perencanaan di dalam pemerintahan yang dirancang di satu
sisi belum mampu mengadopsi kebutuhan masyarakat dan di sisi yang lain
belum mampu menciptakan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri.
Dari fenomena tersebut memunculkan berrnacam-macam asumsi dan
tanggapan dari berbagai kalangan. Ada beberapa pihak yang mengatakan
bahwa perencanaan pembangunan partisipatif yang dikembangkan melalui forum
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) belum sesuai dengan
kondisi masyarakat saat ini. Ada juga yang berpendapat bahwa perencanaan
pembangunan partisipatif yang dikembangkan melalui forum Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) baru sekedar pada tataran forrnalitas
belaka untuk memenuhi ketentuan perundangan. Pendapat lain mengatakan
bahwa te~adi penyimpangan dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan
partisipatif yaitu adanya mobilisasi dalam partisipasi masyarakat dan masih
adanya dominasi sekelompok pihak dalam p.arencanaan pembangU11an.
Dari uraian dan penjelasan di atas, fenomena dan penilaian tersebut
mungkin benak· terjadi secara umum dan te~aai pula di Kabupaten Kebumen.
Namun kiranya per1u dilakukan penelitian untuk menemukan fakta yang
sesungguhnya te~adi di Kabupaten Kebumen berkait dengan masalah
perencanaan pembangunan daerah dengan model perencanaan partisipatif, agar
dapat dilakukan tindakan pencegahan/perbaikan sesegera mungkin atau jika
dirasa per1u dapat disusun suatu mekanisme perencanaan yang baru yang lebih
baik (partisipatif) dan applicable yang lebih mampu mengakomodasi aspirasi
15
masyarakat. Atas dasar pemikiran tersebut, penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Proses Perencanaan Partisipatif Dalam
Pembangunan Daerah di Kabupaten Kebumen (Kajian Tentang Kemampuan
Perencanaan Pembangunan Daerah Dengan Model Perencanaan Partisipatif
Dalam Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat).
1.2 Perumusan Masalah
Fenomena c'an penilaian tersebut di atas mungkin benar secara umum
dihadapi oleh daerah-daerah di Indonesia. Kondisi seperti ini tentunya harus
disikapi secara serius karena jika tetap dibiarkan berlarut-larut akan merangsang
terjadinya inkonsistensi antara perencanaan, pelaksanaan dan kebutuhan
pembangunan daerah. Hal ini dapat berkembang ke arah munculnya reaksi
masyarakat dalam bentuk penolakan atau setidaknya muncul sikap apatis
terhadap setiap kebijakan pembangunan yang ditetapkan pemerintah karena
dianggap tidak berpihak kepada mereka '3tau lebih tegasnya hanya berpihak
kepada kepentingan pemerintah saja.
Berdasarkan latar belakang serta fenomena di atas, maka
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimanakah proses perencanaan pembangunan daerah dengan model
perencanaan partisipatif di Kabupaten Kebumen ?
b. Bagaimanakah kemampuan perencanaan pembangunan partisipatif dalam
mengakomodasi aspirasi masyarakat ke dalam kebijakan pembangunan
daerah di Kabupaten Kebumen?
c. Kendala-kendala apakah yang menghambat proses perencanaan
pembangunan daerah khususnya dencan model perencanaan parsitipatif di
Kabupaten Kebumen ?
16
1.3 Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan permnsalahan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
a. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis proses perencanaan
pembangunan daerah dengan model perencanaan partisipatif di Kabupaten
Kebumen;
b. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kemampuan perencanaan
pembangunan partisipatif dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat ke
dalam kebijakan pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen;
c. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kendala-kendala dt~lam proses
perencanaan pembangunan daerah khususnya dengan model perencanaan
parsitipatif di Kabupaten Kebumen;
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
akademis (teoritis) maupun praktis, yaitu sebagai berikut :
a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran (ilmiah) dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
manajemen perencanaan pembangunan daerah, khususnya berkaitan
dengan perencanaan partisipatif dalam pembangunan dan sebagai referensi
pembanding bagi peneliti lain;
b. Secara praktis dapat memberi manfaat kepada Pemerintah Kabupaten
Kebumen di dalam meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan
daerah mengingat di dalam penelitian ini berusaha diungkap berbagai
kendala yang dihadapi dan sekaligus solusi yang dapat ditempuh Pemerintah
Daerah Kabupaten Kebumen.
'-' UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:> Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt:t\;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSiTAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI\L
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITA3 BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVFRSITAS BRAWIJAYA MALANG
> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG
RSITA BRA IJAYA A N UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Sutarto, Soediyono dan A.D. Suharsono (1991), dalam penelitiannya
yang berjudul Organisasi Program Pembangunan Berkelanjutau dengan
mengambil kasus proyek dalam Program Pengembangan Wilayah (PPW) di
sebuah Kabupaten di Jawa Tengah yaitu 1Jrogram pemberian bantuan temak
dengan sistem bergulir. Hasil penelitian mengindikasikan sudah adanya
kecenderungan pengelolaan program yang bersifat Bottom Up Planning. Hal
tersebut ditunjukkan dengan diberikannya peluang kepada masyarakat miskin
untuk memilih sendiri anggota masyarakat calon penerima gaduh temak
berikutnya berdasarkan kriteria Miskin, Potensial dan Produktif (MPP).
Kelonggaran ini juga didukung dan atau tidak mendaput campur tangan yang
ketat dari pemerintah lokal, dalam hal ini aparat pemerintah kecamatan hanya
sebagai fasilitator.
Namun demikian di sisi yang lain penelit.an ini juga menyimpulkan
masih adanya pengendalian yang kaku dengan menggunakan sistem komando
Oalur hirarki) terutama dari aparat pemerintah kabupaten (Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah) terhadap aparat kecamatan. Dalam kasus in~. aparat
kecamatan tidak boleh mengubah jenis program yang telah ditentukan oleh
pemerintah kabupaten.
Slamet (1994), dengan penelitiannya yang berjudul Partisipasi di Dalam
Lembaga Sosial Desa (LSD) di enarn desa di Kabupaten Boyolali menyimpulkan
bahwa per an Kepala Desa snngat dominan dalam pembangunan sehingga
18
setiap keputusan atau kebijakan diserahkan sepenuhnya kepada Kepala Desa.
Keterlibatan masyarakat secara langsung dalam pembangunan sangat kurang
atau dapat dikatakan bahwa masyarakat kurang berpartisipasi secara langsung.
Hal ini disebabkan karena kurangnya kemampuan/keahlian masyarakat, baik
dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaannya.
Iskandar Mirsa (1998), dalam penelitiannya yang berjudul lmplementasi
Kebijaksanaan Pembangunan Desa dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan
suatu studi di Desa Cibeusi dan Desa Sayang Kecamatan Cikeruh Kabupaten
Sumedang, menyimpulkan bahwa dalam asL.msi teori pembangunan yang
berpusat pada masyarakat tampaknya masih belum optimal, hal tersebut
diindikasikan oleh kenyataan bahwa program yang sudah dilaksanakan sejak
1992/1993 temyata sampai dengan tahun 1996/1997 belum terlaksana dengan
sepenuhnya. Penyusunan program pembangunan masih lebih banyak berasal
dari atas dan bukan dari masyarakat sebagai subyek dan obyek pembangunan.
Dalam kaitannya dengan program pembangunan desa, ditemukan banyak
proyek sektoral yang tidak berfungsi dengan baik, hal ini karena tidak sesuai
dengan harapan dan keinginan masyarakat desa tersebut.
Nandang Suherman (2000), mempublikasikan pengalamannya dalam
mengimplementasikan hasil penelitian jurusan Planologi lnstitut Teknologi
Bandung (ITB) yang berjudul Pengembangan Partisipatif di Jatinangor. Dalam
penelitian tersebut disimpulkan bahwa proses penguatan dan pengorganisasian
masyarakat dalam konteks perencanaan partisipatif di Jatinangor telah
menghasilkan beberapa manfaat, antara lain ; (a) Timbulnya kesadaran baru di
kalangan tokoh dan aktivis kemasyarakatan tentang perlunya mengorganisir diri
guna meningkatkan nilai tawar dalam proses penentuan kebijakan pembangunan
(b) Terjadinya peningkatan kapasitas warga masyarakat dalam merumuskan dan
19
memecahkan masalah serta mengadvokasikannya kepada pihak yang terkait;
(c) Terbangunnya suasana dialogis antnra birokrasi dan masyarakat dalam
mencari solusi pemecahan permasalahan pembangunan; (d) Mulai bergesemya
paradigma kepemerintahan di lingkungan birokrasi yaitu dari mental minta
dilayani menjadi mental melayani.
Khoirun (2003), dalam peneliliannya yang be~udul Partisipasi
Masyarakat dalam Pembangunan Desa, suatu studi kasus Program Pelaksanaan
Partisipasi di Kecamatan Belongbendo Kabupaten Sidoa~o. menyimpulkan
bahwa program bantuan pembangunan partisipatif dapat memacu partisipasi
masyarakat secara langsung dalam kegiatan pembangunan di desalkelurahan,
sehingga menempatkan masyarakat sebagai subyek dan obyek pembangunan.
Dari kelima hasil penelitian di atas, aapat diketahui bahwa perencanaan
partisipatif dalam pembangunan yang pelaksanaannya didahului dengan proses
pembelajaran bersama antara pemerintah daerah dengan masyarakat dalam
suatu hubungan yang saling mengisi dan m~lengkapi, hasilnya lebih sesuai
dengan yang diharapkan. Sedangkan apabila perencanaan partisipatif c1ilakukan
hanya dengan maksud untuk memenuhi persyaratan formal saja, maka hasil
yang diperoleh sama sekali jauh dari yang diharapkan bahkan kemungkinan
besar aksn mengalami kegagalan dalam pelaksanaannya. Dengan demikian,
perencanaan partisipatif dalam pembangunan harus dilihat sebagai kebutuhan
bersama be~gi masyarakat dan pemerintah daerah, bukan sekedar sebuah
kewajiban formal.
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu
sebagaimana tersebut di atas adalah dalam fokus penelitiannya yaitu, fokus
penelitian terdahulu (di atas) adalah tentang pelaksanaan program,
kelembagaan/organisasi dalam perencanaan pembangunan serta peranannya,
20
dampak suatu program, partisipasi masyarakat dalam suatu program dan
manfaat atau dampak dari perencanaan partisipatif. Sedangkan fokus dari
penelitian ini adalah proses perencanaan partisipatif dan kendala-kendala dalam
proses perencanaan pembangunan daerah. Secara lebih jelas dapat dilihat
dalam tabel 1 di bawah ini :
Tabel1 Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu
NO PENELITIAN
1 2
1. Sutarto, Soediyono dan
2.
3.
A.D. Suhe.rsono (1991), dalam penelitiannya yang be~udul Organisasi Program Pembangunan Berkelanjutan
Slamet (1994), dalam penelitiannya yang be~udul Partisipasi di Dalam Lembaga Sosial Desa (LSD)
Iskandar Mirsa (1998), dalam penelitiannya yang be~udul lmplementasi Kebijaksanaan Pembangunan Desa dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan
PERBEDAAN PENELITIAN TERDAHULU
3
PENELITIAN INI
4
Fokus dalam Fokus penelitian ini penelitiannyn adalah adalah proses pelaksanaan program perencanaan pengembanoan wilayah partisipatif dalam dan organisasi/ pembangunan daerah kelembagaan yang dan kendala-terlibat kendalanya
Fokusnya adalah partisipasi masyarakat dalam Lembaga Sosial Desa (LSD)
Yang menjadi fokus dalam penelitiannya adalah pelaksanaan program pembangunan desa dan dampak dari program rembangunan desa terhadap kesejahteraan masyarakat
Fokusnya adalah proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah dan kendalakendalanya
Fokus dalam penelitian ini adalah proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah dan kendalakendalanya.
1
4.
5.
2 3
Nandang Suherman Fokus dalam (2000), mempublikasikan pengalamannya dalam mengimplementasikan hasil penelitian jurusan Planologi lnstitut Teknologi Bandung (ITB) yang berjudul Pengembangan Partisipatif Jatinangor
di
penelitiannya adalah dampak atau manfaat yang ditimbulkan dari pelaksanaan perencanaan partisipatif di Jatinangor.
Khoirun (2003), dalam Fokus dalam penelitiannya yang penelitiannya adalah berjudul Partisipasi partisipasi masyarakat Masyarakat dalam dalam pembangunan Pembangunan Desa, desa suatu studi kasus Program Pelaksanaan Partisipasi di Kecamatan Belongbendo Kabupaten Sidoarjo
2.2 Pembangunan Daerah
2.2.1 Pembangunan
21
4
Fokus dalam penelitian ini adalah proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen dan kendalakendalanya.
Fokus dalam penelitian ini adalah proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah di Kabupaten Kcbumen dan kendalakendalanya.
Pemban~unan secara umum dapat diartikan sebagai usaha untuk
meningkatkan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Ndraha (1985),
menyatakan l>ahwa pembangunan (developm&nt) adalah segala upaya untuk
mewujudkan perubahan sosial besar-besaran menuju suatu keadaan yang lebih
baik. Sedangkan Korten (1998), mendefinisikan pembangunan sebagai proses
dimana angota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan
dan institusional mereka untuk memobilisasi dan mengelola sumber daya untuk
menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dalam kualitas hidup
22
sesu~i dengan aspirasi mereka sendiri. Siagian (2003), pembangunan adalah
suatu usaha atau merangkaikan usaha pertumbuhan dan perubahan yang
berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa dan negara serta
pemerintah menuju modemisasi dalam rangka pembinaan bangsa (nations
building). Menurut Todaro (2004) harus diartikan secara luas dart hanya sekedar
pemenuhan kebutuhan materi di daleim kehidupan manusia, pembangunan
seharusnya merupakan proses multidimensi yang meliputi perubahan organisasi
dan orientasi seluruh sistem sosial dan ekonomi, sehingga pembangunan daerah
adalah proses multidimensi pembangunan suatu daerah.
Lebih lanjut Bryan dan White (1989) mP.nyatakan bahwa pembangunan
yang "people centered" merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan
manusia dalam menentukan nasib dan masa depannya, ini berarti melibatkan
masyarakat secara aktif dalam setiap tahapan proses pembangunan. Dari
pengertian tersebut pembangunan berwawasan 'people centered" dalam
implikasinya akan mencakup beberapa pengertian, antara lain (1)
Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik
individu maupun kelompok (capacity); (2) Pembangunan berarti mendorong
tumbuhnya kebersamaan dan pemerataan sistem nilai dan kesejahteraan
(equity); (3) Pembangunan berarti manaruh kepercayaan kepada masyarakat
untuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada pada
dirinya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesepakatan yang sama,
kebebasan memilih dan kekuasaan untuk memutu'>kan (empowermwnt);
(4) Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara
mandiri dan berkelanjutan (sustainabi/ity); (5) Pembangunan berarti mengurangi
ketergantungan negara yang satu tet hadap negara yang lain dengan
23
menciptakan hubungan yang sating menguntungkan (simbiosis mutua/is) dan
sating menghormati (interdependensi).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembangunan yang
berwawasan manusia (community development) terdapat dua pandangan yaitu :
pertama, production centered development, yang lebih menempatkan manusia
sebagai instrument atau obyek dalam pembangunan. Hal ini berorientasi pada
produktivitas yang berhubungan dengan kemakmuran yang metimpah atau
manusia dipandang sebagai faktor produksi. Kedua, People centered
development, yang lebih menekankan pada pentinganya kemampuan
(empowerment) manusia yaitu kemampuan manusia untuk mengaktualisasikan
segala potensinya sebagai manusia (Korten, 1998).
Selanjutnya Sumodiningrat (1999) mengemukakan bahwa
pembangunan sebagai suatu proses transformasi yang pada dasamya akan
menghasilkan surplus yang menjadi sumber peningkatan kesejahteraan secara
merata. Lebih lanjut dikatakan bahwa hal tersebut akan terjadi apabila tiga
asums.i dasar terpenuhi, yaitu :
a. full employment, yaitu masyarakat diikutsertakan dalam semua sektor kegiatan pembangunan;
b. homogenitas, artinya semua masyarakat mempunyai kesempatan sama untuk berpartisipasi dalam pembangunan sesuai dengan kemampuannya;
c. adanya efisiensi yang rasional, yaitu bekerjanya mekanisme pembangunan atau tanggung rasa, artinya interaksi antarpelaku pembangunan terjadi dalam keseimbangan sehingga imbalan yang diterima oleh pelaku pembangunan seimbang dengan pengorbanan yang telah dilakukannya.
Pendapat tersebut memberikan pemahaman bahwa pembangunan
merupakan suatu proses perubahan yang bersi\'at dinamis dan multidimensional
yang menyangkut sistem sosial secara keseluruhan. Pembangunan yang tidak
dilaksanakan sesuai rencana akan menciptakan masalah-masalah sosial dan
24
ketidakpuasan terhadap hasil pembangunan. Karena pada dasamya
pembagnunan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004), pada dasamya
pembangunan tidak dapat dipisahkan dengan pertumbuhan, dalam artian bahwa
pembangunan dapat menyebabkan pertumbuhan dan pertumbuhan akan dapat
te~adi sebagai akibat adanya pembangunan. Dalam hal ini pertumbuhan dapat
berupa pengembangan/perluasan (expansion) atau peningkatan (improvement)
dari aktifitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.
Keraf dalam Susanto (2003) mengatakan bahwa ada tiga prinsip utama
menuju keberhasilan pembangunan bertcelanjutan, yaitu : pertama, prinsip
demokrasi, prinsip ini menjamin agar pembangunan dilaksanakan sebagai
perwujudan kehendak bersama seluruh rakyat. Kedua, prinsip Keadilan, prinsip
ini menjamin bahwa semua orang dan kelompok masyarakat memperoleh
peluang yang sama untuk ikut dalam proses pembangunan dan kegiatan-
kegiatan produktif serta ikut dalam menikmati hasil pembangunan. Ketiga,
prinsip berkelanjutan, prinsip ini mengharuskan kita untuk merancang
agenda pembangunan dalam dimensi visioner, melihat dampak pembangunan
baik positif maupun negatif dalam segala aspeknya tidak hanya dalam
dimensi jangka pendek.
Dalam pembangunan juga terkandung makna peranserta masyarakat.
Penegasan hal tersebut dapat dilihat pada penjelasan istilah development
(pembangunan) menu rut Rogers dalam lshomuddin (2001) :
"As a widely parcitipatory process of social change in society, intended to bring about both social and material advancement (including greater quality, freedom, and other valued qualities)for the majority of the people trough their gaining greater control offer their and invorenment.
25
Those the concept the development was expected and made much more flexible and the same time more humanitarian in its implications."
Dari berbagai pemyataan dan pendapat tersebut di atas, paling tidak
dapat ditarik suatu gambaran secara umum bahwa pada dasamya pembangunan
adalah:
a. Merupakan proses kegiatan yang dilaksanakan oleh sekelompok orang
dalam komunitas masyarakat suatu bangsa yang berlansung secara terus
menerus dan berkesinambungan:
b. Merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana;
c. Berorientasi pada perubahan (change) dan pertumbuhan (growth);
d. Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan (kapasitas) individL:, sekelompok
individu dan atau masyarakat dalam kerangka pembinaan bangsa (nations
building) menuju perwujudan kesejahteraan rakyat.
2.2.2 Pembangunan Daerah
Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan nasional dan menjadi fondasi dalam pencapaian tujuan
pembangunan nasional. Dengan demikian kedudukan pembangunan daerah
menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan pembangunan nasional. Untuk
itu, sangat dibutuhkan strategi pembangunan yang sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan masyarakat setempat. Masalah pokok pembangunan daerah adalah
terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang
didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous
development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia,
kelembagaan dan sumber daya fisik secam lokal (Arsyad, 2004)
26
Apabila makna pembangunan kita asumsikan sama dan sebangun
dengan pembangunan ekonomi sebagaimana yang sering disampaikan para
penganut teori pertumbuhan, maka tentu saja yang dimaksud dengan
pembangunan daerah tidak lain adalah pembangunan ekonomi daerah.
Riyadi dan Bratakusumah (2004) mengemukakan bahwa proses
pembangunan daerah dapat dilihat dengan tiga cara pandang yang berbeda.
Pertama, pembangunan bagi suatu kota, daerah atau wilayah sebagai suatu
wujud (entity) bebas yang pengembangannya tidak terikat dengan kota, wilayah
atau daerah lainnya, sehingga penekanan pembangunannya mengikuti pola
yang lepas dan mandiri (independent). Kedua, pembangunan daerah merupakan
bagian dari pembangunan nasional. Pembangunan daerah dalam penc1ekatan ini
merupakan pembangunan pada suatu juridiksi ,·uang atau wilayah tertentu yang
dapat digunakan sebagai bagian dari pola pembangunan nasional. Ketiga,
pembangunan daerah sebagai instrumen penentuan alokasi sumber daya
pemhangunan dan lokasi kegiatan di daerah yang telah direncanakan terpusat
yang berguna untuk mencegah te~adinya kesenjangan ekonomi antar daerah.
A1·syad (1999) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah
adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola
sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan
ke~a baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan
ekonomi) dalam wilayah tersebut.
Walaupun pandangan di atas belum mencakup seluruh aspek
kehidupan yang secara riel berkembang di tengah-tengah masyarakat, tetapi
dalam konteks pembangunan daerah, pandangan tersebut telah memberikan
gambaran bahwa pembangunan daerah harus dilakukan secara bersama-sama
27
antara unsur penyelenggara pemerintahan daerah (pemerintah daerah dan
DPRD), masyarakat dan pihak swasta. Dalam pandangan tersebut juga tersirat
adanya pengakuan bahwa pembangunan daerah memang perlu bahkan harus
dilakukan secara khusus dalam arti bukan semata-mata sebagai pelaksanaan
program pembangunan nasional yang secara kebetulan dilaksanakcm di daerah
akibat tuntutan normatif dari penerapan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan
tugas pembantuan yang dilakukan secara bersamaan dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Dengan menyadari bahwa pembangunan daerah memang harus
dilakukan demi memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat di daerah, maka akan
timbul dorongan yang kuat bagi daerah untuk mengelola .,umber daya yang ada
sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Dalam pelaksanaannya,
pemerintah daerah dituntut dapat menggalang kerjasama segenap komponen
pembangunan daerah untuk dapat meng~lola potensi, peluang, tantangan dan
ancaman yang timbul atau diperkirakan timbul sehingga pelaksanaan
pembangunan daerah tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
2.3 Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan menurut Soewignyo (1986) merupakan proses pemikiran
dan penentuan secara matang mengenai hal-hal yang akan dikerjakan di masa
yang akan datang. Sedangkan Garth dalam handayaningrat (1980)
menyatakan "planning is the process of selecting and developing throw best
course of action to acumplish on obJective" (perencanaan adalah proses
pemilihan dan pengembangan dari tindakan yang paling baiklmenguntungkan
untuk mencapai tujuan). Menurut Siagian (1984), perencanaan dapat
didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara
28
matang daripada hal-hal yang akan dike~akan di masa yang akan datang dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
Dalam bahasa yang masih sangat abstrak Waterston dalam Conyers
(1994) mengatakan bahwa perencanaan adalah penerapan yang rasional dari
pengetahuan manusia terhadap proses pencapaian keputusan yang bertindak
sebagai dasar perilaku manusia. Rasionalitas pengetahuan yang dimaksud
Waterston adalah ketika usaha tersebut secara sadar, terorganisasi, dan terus
menerus dilakukan guna memilih altematif yang terbaik dari sejumlah altematif
untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi ini memberikan pengertian kepada kita
bahwa perencanaan berkaitan dengan soal pilihan yang terbaik yang dicapai
melalui sejumlah tahapan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Pilihan inilah
yang selanj~Jtnya menjadi dasar operasionalisasi kegiatan selanjutnya.
Minztberg (1998) mengidentifikasi 5 pengertian tentang P·3rencanaan,
yaitu (1) planning is future thinking, (2) planning is controlling the future, (3)
planning is decision making, (4) planning is integrated decision making, (5)
planning is a formalized procedure to produce an articulated result, in the form of
an integrated system of decisions. Persoalan perencanaan sebagai persoalan
pengambilan keputusan juga disinggung oleh Schaffer seperti dikutip oleh
Conyers (1994). Apabila pengambilan keputusan akan menghasilkan output
yang lebih baik, Schaffer mempersyaratkan adanya dukungan data yang
lebih banyak, dan dari sini akan bisa diprediksi kemampuannya
menciptakan hasil-hasil yang mungkin dicapai di masa datang. Data yang
dimaksud disini adalah juga rasionalitas pengetahuan sebagaimana
dinyatakan oleh Waterston. Kegunaannya adalah sebagai backup informasi
yang menjadi bahan pertimbangan pengambilan kebijakan dan bagaimana
implikasinya di masa datang.
29
Sejalan dengan pendapat di atas Abe (2002) menguraikan beberpa
dimensi perencanaan : pertama, dimensi waktu, yaitu suatu perencanaan
sesungguhnya berbicara tentang masa depan. Kedua, dimensi tujuan, suatu
perencanaan pada dasamya adalah rumusan mengenai pencapaian terhadap
suatu tujuan. Ketiga, dimensi pengaturan, a/okasi; suatu perencanaan memuat
maksud-maksud untuk mengatur atau membuat alokas;, termasuk menyusun
suatu skala prioritas. Keempat, dimensi tindakan, inti dari perencanaan adalah
tindakan apa yang akan dilakukan.
Erat kaitannya dengan pendapat di atas, terdapat banyak sekali
pendapat dan pemikiran para ahli tentang p~rencanaan pembangunan di mana
satu sama lainnya sating melengkapi.
Tjokroamidjojo (1996) mengemukakan pengertian perencanaan
pembangunan sebagai suatu pengerahan penggunaan sumber-sumber
pembangunan (termasuk sumber-sumber ekonomi) yang terbatas adanya, untuk
mencapai tujuan-tujuan dan keadaan sosial ekonomi yanq lebih baik secara lebih
efisien dan efektif.
Sedangkan Waterson sebagaimana dikutip Tjokroamidjojo (1996)
mengemukakan bahwa : "Perencanaan pembangunan adalah melihat ke depan
dengan mengambil pilihan berbagai altematif dari kegiatan untuk mencapai
tujuan masa depan tersebut dengan terus mengikuti agar supaya
pelaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan".
Pandangan lain yang lebih condong ke aspek ekonomis dikemukakan
oleh Soegijoko et.al. (1997); "Pada dasamya proses pembangunan merupakan
perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan, usaha pemupukan modal dan
penyusunan program investasi di berbagai sektor dengan mempertimbangkan
aspek-asp~k regional, pengembangan dan pembinaan institusional".
30
Dari beberapa pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa
perencanaan pembangunan merupakan suatu proses penetapan rencana
rencana pelaksanaan pembangunan yang lebih obyektif yang memuat
strategi dasar, perkiraan sumber-sumber pembangunan dan pelaksanaan
pembangunan itu sendiri.
Sesuai dengan kerangka otonomi daerah yang lebih menekankan hak
bagi daerah dan urgensi prakarsa masyarakat, pembangunan daerah tidak
semata-mata dilihat sebagai bagian dari pembangunan nasional, tetapi harus
pula dipandang sebagai hak dan kepentingan daerah. Sejalan dengan hal
tersebut Abe (2002) mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan daerah
merupakan pergulatan daerah untuk merumuskan apa yang dibutuhkan dan apa
yang menjadi cita-cita masyarakatnya, yang dipadukan dengan ketersediaan
sumberdaya atau pot£:nsi yang dimiliki daerah. Perencanaan pembangunan
daerah dengan sendirinya bukan sebagai penjabaran perenc3naan nasional,
melainkan konsep yang secara ideal dikembangkan dari aspirasi lokal, melalui
proses yang partisipatif.
Dalam bahasannya Conyers (1994), menjelaskan bahwa konsep
perencanaan memiliki tiga pengertian khusus yakni: Pertama, perencanaan lebih
melibatkan banyak hal daripada sekedar membuat suatu dokumen rencana. lni
tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwA dokumen perencanaan sebagai hal
yang tidak berguna. Maksudnya adalah rencana seharusnya dianggap sebagai
alat pelengkap dan bukan sekedar hasil akhir suatu kerja perencana. Selain itu,
persiapan yang dibuat janganlah dianggap hanya sebagai satu-satunya kegiatan
para perencana dan bahkan mungkin dianggap sebagai satu-satunya bentuk
kegiatan mereka yang paling penting. Kedua, perencanaan dianggap sebagai
suatu proses yang berlangsung secara terus-menerus, bukan sekedar sesuatu
31
yang dikerjakan sesekali saja. Ketiga, konsep perencana:ln ini memiliki implikasi
penting yang bertalian dengan konsep dan peran si perencana (planne,.
Seorang perencana haruslah bekerja erat dengan orang-orang lain yang terlibat
dalam keseluruhan proses pembangunan, termanuk di dalamnya politisi,
administrator dan masyarakat pada umumnya.
Perencanaan pembangunan daerah yang disusun berdasarkan kajian
kajian teoritis maupun praktis akan lebih menjamin kualitas dan keberhasilan
pelaksanaannya. Demikian pula sebaliknya, apabila perumusan dan penetapan
perencanaan pembangunan daerah tidak didukung oleh kajian-kajian yang
komprehensif dari sudut pandang teoritis dan empiris, akan membuka peluang
bagi muncul dan berkembangnya berbagai kendala yang pada gilirannya akan
menghamtJat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan pembangunan tersebut.
Abe (2002) mendefinisikan perencanaan pembangunan daerah sebagai
proses pe:nyusunan langkah-langkah yang akan diselenggarakan oleh
pemerintah daerah, dalam rangka menjawab kebutuhan masyc..rakat untuk
mencapai tujuan tertentu. Perencanaan pembangunan daerah menurut Syahroni
(2002) adalah suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku (aktor), secara
terus menerus menganalisis kondisi, merumuskan tujuan, kebijakan, menyusun
konsep strategi, menggunakan sumber daya yang tersedia, untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat daerah secAra herkelanjutan. Kuncoro (2004)
mengemukakan perencanaan pembangunan daerah bukanlah perencanaan dari
suatu daerah, tetapi perencanaan untuk suatu daerah.
Adanya keterbatasan dana untuk pembangunan tersebut juga menuntut
adanya pengarahan dalam perencanaan pembangunan, terutama perencanaan
pembangunan yang melibatkan masyarakat, karena pada umumnya keinginan
masyarakat sangat banyak dan cenderung tanpa batas yang jelas.
32
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Abe (2002), bahwa suatu keinginan tentu
saja memiliki kadar subyektifitas yang tinggi dan cenderung tanpa batas yang
jelas. Oleh sebab itu yang hendaknya menjadi prioritas adalah menjawab
kebutuhan-kebutuhan dasar dari masyarakat.
Berdasarkan beberapa pemyataan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa perencanaan pembangunan daerah merupakan proses penyusunan
langkah-langkah yang akan diselenggaraknn oleh pemerintah daerah, dalam
rangka menjawab kebutuhan masyaraka~ untuk mencapai tujuan tertentu
menyerasikan dan menyelaraskan keinginan dari berbagai komponen
masyarakat di daerah yang bersangkutan.
2.3.1 Jenis Perencanaan
Perencanaan dapat dikelompokkan berdasarkan : (1) jangka waktu, (2)
sifat perencanaan, (3) alokasi sumber daya, (4) tingkat keluwesan, (5) sistem
ekonomi, (6) arus informasi dan (7) dimensi pendekatan (Arsyad, 1999, Kunarjo,
2002 dan Munir, 2002). Berdasarkan jangka waktunya, perencanaan dapat
dibagi menjadi 3, yaitu pertama, perencanaan jangka panjang di dalamnya
ditetapkan nilai-nilai, target dan sasaran yang biasanya dirumuskan dalam
bentuk visi dan misi serta strategi jangka panjang. Kedua, jangka menengah,
merupakan kebijakan sebagai proyeksi dari target d<1n sasaran menengah
sebagai arah dan pedoman penyusunan rencana jangka pendek. Ketiga,
perencanaan jangka pendek, yang berisi rencana teknis yang di dalamnya telah
ditetapkan target sasaran masing-masing sektor sekaligus sumber daya yang
harus disediakan untuk mendukung berbagai program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan.
Berdasarkan sifatnya, terdapat perencanaan komando (planning by
direction) yaitu perencanaan yang mengedepankan instruksi dari atas ke bawah
33
dan perencanaan dengan rangsangan (planning by inducement) yaitu
perencanaan yang mengandalkan partisipasi dari bawahan atau dari warga
masyarakat. Sedangkan berdasarkan alokasi sumber daya, perencanaan dibagi
menjadi dua, yaitu: pertama perencanaan keuangan yaitu perencanaan yang
bertujuan untuk memastikan apakah sumber keuangan yang ada benar-benar
cukup untuk mendudkung pelaksanaan perencanaan fisik. Kedua, perencanaan
fisik yaitu pei·encanaan yang bertujuan untuk menjabarkan usaha pembangunan
melalui pengalokasian sumber daya yang tersedia.
Berdasarkan tingkat keluwesan terdapat perencanaan indikatif dan
perencanaan imperatif. Berdasarkan sistem ekonomi yang dianut oleh suatu
negara terdapat perencanaan dalam kapitalis.me, perencanaan dalam sosialisme
dan perencanaan dalam ekonomi campuran. Dilihat dari sudut pandang
pelaksananya (arus informal), terdapat perencanaan sentralistik (centralized)
atau top-down planning dan perencanaan desentralistik (decentralized) atau
bottom-up planning. Berdasarkan dimensi pendekatan terdapat perencanaan
makro, perencanaan sektoral, perencanaan regional dan perencanaan mikro.
2.3.2 Unsur Pokok Dalam Perencanaan Pembangunan
Menurut Abe (2002), ada beberapa hal penting yang termuat dalam
rumusan perencanaan, yaitu : gambaran mengenai situasi dan kondisi, serta
kebutuhan dari masyarakat, tujuan dan target yang hendak dicapai, daya dukung
dan sumber daya yang dimiliki, detail langkah-langkah yang akan dilakukan dan
anggaran. Dapat pula rumusan perencanaan dilengkapi dengan data mengenai
siapa yang harus bertanggung jawab dalam suatu langka, kendala-kendala dan
upaya yang akan dilakukan (harus dilakukan) untuk mengatasi kendala tersebut.
34
Sedangkan Silkartawi (1990) mE:ngemukakan bahwa dalam suatu
perencanaan pembangunan terdapat beberapa unsur pokok yang secara garis
besar mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar, sering juga disebut sebagai tujuan,
arah dan prioritas pembangunan;
b. Adanya kerangka rencana, seringkali disebut kerangka makro renC8na;
c. Perkiraan sumber-sumber pembangunan khususnya sumber-sumber
pembiyaan pembangunan. Sumber-sumber pembiyaan pembangunan ini
merupakan keterbatasan dalam usaha pembangunan, karena itu sangat
per1u diperkirakan secara seksama;
d. Uraian tentang kerangka kebijaksanaan yang konsisten. Berbagai
kebijaksanaan harus dirumuskan dan kemudian dilaksanakan. Satu sama
lain kebijakan tersebut harus serasi dan konsisten, ter1ebih lagi yang
menyangkut kebijakan tenatang fiskal dan penganggaran;
e. Program investasi. Program investasi ini dilakukan secara sektoral, misalnya
di bidang pertanian, industri, pertambangan, pendidikan, kesehatan dan lain
sebagainya. Penyusunan program ini secara sek~.::>ral dilakukan berdasarkan
suatu rencana yang bersifat lebih operasional;
f. Administrasi negara yang dipergunakan untuk mendukung perencanaan dan
pelaksanaannya. Penyempurnaan administrasi negara dan pembinaan
sistem administrasi untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan per1u direncanakan sebagai kegiatan integral dari rencana
pembangunan itu sendiri, termasuk pula di dalamnya penelaahan terhadap
mekanisme dan kelembagaan pelaksanaan pembangunan.
Tjokroamidjojo (1994\ mengemukakan pengertian perencanaan
pembangumm sebagai suatu pengerahan sumber-sumber pembangunan
35
(tennasuk sumber-sumber ekonomi) yang terbatas adanya, untuk mencapai
tujuan-tujuan, keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efisien dan
efektif. Terdapat lima unsur yang harus diperhatikan dalam setiap perencanaan
pembangunan, yaitu : (1) Pennasalahan pembangunan suatu negara/masyarakat
yang dikaitkan dengan sumber-sumber pembangunan yang dapat diusahakan
dalam hal ini sumber daya ekonomi, sumber daya alam dan lainnya; (2) Tujuan
dan sasaran rencana yang ingin dicapai; (3) Kebijaksanaan/cara untuk mencapai
tujuan dan sasaran rencana dengan melihat penggunaan sumber-sumbemya
dan pemilihan alternatif-altematif yang baik; (4) Pente~emahan dalam program
program atau kegiatan usaha yang konkrit; (5) Jangka waktu pencapaian tujuan.
2.3.3 Tahap-tahap Perencanaan Pembangunan
Menurut Abe (2005), perencanaan pembangunan mempunyai
tahapan-tahapan antara lain: penyeri1ikan, perumusan permasalahan,
menentukan tujuan dan target, mengidentifikasi sumberdaya (dayadukung),
merumuskan rencana ke~a. dan menentukan anggaran (budge() yang hendak
digunakan dalam realisasi rencana.
Sedangkan Blakely dalam Arsyad (2004) menyatakan bahwa salah satu
tahap yang sangat penting dalam perencanaan adalah pengumpulan dan
analisis data. Hal ini sangat logis karena data merupakan input yang sangat
penting dan sangat mempengaruhi output yang dihasilkan. Jika kualitas inputnya
jelek, maka pasti jelek pula outputnya. Jika kualitas inputnya baik, maka
outputnya tergantung prosesnya.
Sedangkan Tjokroamidjojo (1994) mengemukakan tahap-tahap dalam
suatu proses perencanaan adalah sebagai bcrikut :
36
1. Penyusunan rencana yang terdiri dari: (1) Tinjauan keadaan, merupakan
kegiatan berupa tinjauan sebelum memulai suatu rencana atau tinjauan
terhadap pelaksanaan rencana sebelumnya. (2) Forecasting (peramalan),
yaitu merupakan perkiraan keadaan masa yang akan datang. (3) Penetapan
tujuan dan pemilihan cara-cara pencapaian tujuan tersebut. (4) ldentifikasi
kebijaksanaan dan/atau kegiatan usahu yang per1u dilakukan dalam rencana.
(5) Persetujuan Rencana.
2. Penyusunan program rencana
Merupakan tahap perumusan yang lebih terperinci mengenai tujuan-tujuan
atau sasaran, suatu perincian jadwal kegiatan, jumlah dan jadwal
pembiayaan serta penentuan lembaga mana yang akan melakukan program
program pembangunan tersebut.
3. Pelaksanaan rencana
Dalam tahap ini merupakan tahap untuk melaksanakan rencana dimana per1u
dipertimbangkan juga kegiatan-kegiatan pemeliharaan. Kebijaksanaan
kebijaksanaanpun per1u diikuti implikasi pelaksanaannya, bahkan secara
terus-menerus perlu untuk dilakukan penyesuaian-penyesuaian.
4. Pengawasan
Diper1ukan suatu sistem monitoring dengan pelaporan dan feedback daripada
pelaksanaan rencana.
5. Evaluasi
Tahap ini dilakukan sebagai pendukung tahap penyusunan rencana yaitu
evaluasi tentang situasi sebelum rencana dimulai dan evaluasi tentang
pelaksanaan rencana sebelumnya.
37
2.3.4 Pentingnya Perencanaan Dalam Pembangunan
Pentinganya aspek perencanaan dalam pembangunan pada dasamya
terkait dengan fungsi atau kedudukan perencanaan dalam pembangunan.
Pertama, perencanaan sebagai alat dari pembangunan yaitu perencanaan
merupakan alat yang strategis dalam menuntun jalannya pembangunan.
Perencanaan merupakan salah satu arah atau pedoman dalam pembangunan,
Suatu perencanaan yang disusun secara E~cak-acakan (tidak sistematis) dan
tidak memperhatikan aspirasi target group (sasaran), maka hasilnya dari
pelaksanaannya tidak akan seperti yang diharapkan. Kedua, perencanaan
sebagai tolok ukur keberhasilan dan kegag!llan pembangunan, hal ini berarti
bahwa keberhasilan pembangunan dapat ~icapai karena perencanaan yang
baik, sebaliknya kegagalan pembangunan bisa dikarenakan aspek perencanaan
yang tidak baik atau tidak sempuma.
Erat kaitannya dengan hal tersebut Sukartawi (1990) mengemukakan
bahwa : "sebagai tolok ukur keberhasilan dan kegagalan pembangunan, maka
perencanaan harus selalu direvisi pada setiap saat atau pada jangka waktu
tertentu. Maksudnya adalah untuk memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan
pada masa lalu dan untuk dipakai sebagai pedoman perbaikan pada
pelaksanaan pembangunan di masa yang akan dating sehingga dapat berjalan
sesuai dengan harapan dan dapat mencapai sasaran/tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebuah perencanaan
menduduki tempat yang sangat penting dan menentukan dalam proses
pelaksanaan pembangunan. Bahkan dapat dikatakan bahwa sebuah program
atau kegiatan pembangunan sudah dapat diperkirakan keberhasilan atau
kegagalannya dengan melihat kualitas perencanaannya.
38
2.4 Paradigma Pembangunan di Era Otonomi Daerah
Makna pembangunan dalam sejarahnya mengalami sejumlah
reinterpretasi sebagai dampak dari perubahan sosial yang terjadi begitu cepat
dalam dua dekade terakhir ini. Jika pada awalr:ya pembangunan selalu dimaknai
sebagai perubahan sosial yang diciptakan melalui mekanisme negara, kini
pemaknaan itu mengalami pergeseran ke amh kolaborasi negara dan non
negara sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam pembangunan. Dominasi
negara dalam menciptakan perubahan sosial yang dikehendaki tidak bisa lepas
dari sistem politik yang cenderung authoritarian. Ketika sistem ini luntur sebagai
akibat kuatnya arus demokrasi, maka perangkat-perangkat negara yang dulunya
secara ketat membentuk sistem pembangunan semakin lama semakin longgar.
Berdasarkan perkembangan fenomena pergeseran paradigma tentang
pembangunan dewasa ini, Dwidjowijoto (2001) menyatakan bahwa
"Pendekatan politik atau paling jauh pendekatan ekonomi dalam pembangunan,
menurut saya sudah tidak memadai lagi. Antara politik dan ekonomi memiliki satu
kesamaan. Keduanya adalah alat ukur yang bersifat subyektif, yaitu tergantung
kepada siapa yang menggunakan pendekatan tersebut. Dalam hemat saya,
pendekatan yang paling tepat dipergunakan dalam menyususn konsep
pembangunan baru adalah pendekatan manajemen. P~ndekatan manajemen
dalam pengamatan saya lebih mampu mendekati permasalahan dan
menemukan solusi yang bersifat win-win sedangkan pendekatan politik dan
ekonomi biasanya lebih bersifat zero sum game." Pendekatan manajemen
menuntut apa yang sekarang populer dengan istilah good governance atau
pengelolaan yang baik
39
Dengan memahami secara lebih mendalam pandangan tersebut, kita
akan dibawa kepada sebuah kesadaran bahwa pembangunan yang telah dan
akan kita laksanakan harusnya tidak hanya dilandasi oleh kepentingan politik dan
ekonomi semata, tetapi juga harus mempertimbangkan secara sungguh-sungguh
berbagai aspek yang lain terutama sosial budaya yang berkembang di tengah
tengah masyarakat dimana pembangunan tersebut dilaksanakan. Artinya, dalam
pelaksanaan pembangunan khususnya yang dilakul.an di daerah, masyarakat
tidak lagi ditempatkan sebagai alat atau obyek tetapi lebih daripada itu harus
diposisikan sebagai pusat atau paling tidak sebagai subyek yang secara
langsung tertibat di dalam proses penentuan arah dan tujuan dari pembangunan
yang sedang dilaksanakan.
Kita ketahui bersama bahwa pada masa sebelum dibertakukannya
otonomi daerah secara luas dan nyata, pelaksanaan pembangunan daerah lebih
bersifat Top Down. Kebanyakan perencanaan dan bahkan pelaksanaan
pembangunan berasal atau setidak-tidaknya diprakarsai oleh pemerintah dengan
cetak biru (blue prin-,, sedangkan masyarakat terutama yang berada di daerah
hanya merupakan obyek dari pembangunan. Pembangunan didogmakan
sebagai bentuk kepedulian pemerintah kepada masyarakat sehingga secara
lam bat tapi pasti telah menjadikan masyar a kat pas if dalam setiap proses
pembangunan. Dengan demikian pembangunan bukan merupakan keinginan
dan kebutuhan masyarakat tetapi hanya sebagai keinginan dan kebutuhan
pemerintah. Paradigma pembangunan seperti ini jelas telah menutup ketertibatan
masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan.
Dengan telah diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 sebagaimana telah diganti dengan
40
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, ada empat hal yang merupakan arah
dan ruh (spirit) perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu ;
(1) Mendorong percepatan terwujudnya masyarakat sipil; (2) Penerapan
manajemen modem dalam mekanisme kepemerintahan (berorientasi pada
pelanggan, menggunakan teknik-teknik yang lebih ilmiah dalam analisis dan
pengambilan keputusan, bersifat jaringan ke~a. organisasi dengan sistem
terbuka dan desentmlistis); (3) Pemberdayaan partisipasi masyarakat termasuk
dalam pembangunan d;::m kehidupan perekonomian rakyat; (4) Mengembangkan
daya saing daerah dalam era globalisasi. Perubahan paradigma tersebut
tentunya menuntut segenap jajaran pemerintah daerah agar melibatkan
(participation) dan memberdayakan (empowerment) segenap elemen
masyarakat. Dalam konteks perwujudan tata pemerintahan yang lebih baik,
diharapkan masyarakat akan lebih tahu dan paham terhadap haknya dan di sisi
lain pemerintah harus mampu membangun mekanisme secara
fundamental sehingga partisipasi dapat difasilitasi secara benar dan
berkelanjutan. Sehingga pada akhirnya partisipasi tidak hanya sebatas
mobilisasi publik. (Agus dkk, 2002).
Sedangkan Rofikoh (2006), menyatakan bahwa perwujudan
pemerintahan yang baik mensyaratkan adanya keterbukaan, keterlibatan dan
kemudahan akses bagi masyarakat terhadap proses pengambilan kebijakan
publik, khususnya dalam penggunaan berbagai sumber daya yang berkaitan
secara langsung dengan kepentingan publik.
41
Dalam perkembangannya pembangunan yang bertumpu kepada
masyarakat (people centered) merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan.
Sebagai konsekuaensi, Bottom up merupakan proses yang dianggap ideal
karena masyarakat tahu apa yang menjadi kebutuhan dan keinginannya. Akan
tetapi hal tersebut mengalami kendala dtllam implementasinya akibat masih
kurangnya kedewasaan dan kemampuan masyarakat dalam merumuskan
potensi, masalah dan membaca peluang yang dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan guna meninQkatkan kesejahteraannya. Hal ini sebagai
akibat dari masih rendahnya tingkat pendidikan, pengalaman, keterbiasaan
dan pengisolasian peran masyarakat. Hal ini juga disebabkan oleh
kekurangmampuan birokrat pemerintah dalam melakukan community information
planning system (Tjokrowinoto, 2001 ). Hal ini di dukung oleh Wijaya (2007) yang
mengemukakan bahwa kualitas aparat pemerintahan yang masih rendah,
budaya senioritas dan uniformitas masih mendominasi dan tidak mendukung
budaya ke~a yang didasarkan atas ine~a. kreatifitas dan prestasi.
Dengan melihat bahwa top down sudah tidak relevan lagi untuk
diterapkan, sedangkan bottom up belum memungkinl<an untuk diterapkan secara
optimal, maka timbul dan berkembang paradigma baru yang kemudian dikenal
dengan pembangunan partisipatif (participatory development) yaitu perpaduan
antara bottom up dan top down, dimana pemerintah dan masyarakat bersama
sama terlibat dalam proses pembangunan mulai dari membuat konsep,
merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan menikmati hasil pembangunan.
Hal ini sejalan dengan Nazwar, et. al (2003), mengemukakan bahwa mestinya
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, tidak hanya terfokus
kepada pembiayaan dan pembangunan fisik saja, melainkan juga berpartisipasi
dalam proses kebijakan atau implementasi kebijakan.
42
2.5 Perencanaan Partisipatif
2.5.1 Perencanaan Pembangunan Partisipatif
Seiring dengan perkembangan demokrasi, maka faktor keterlibatan
multi stakeholders dalam proses perencanaan semakin menguat.
Tjokroamidjojo (1988) mengemukakan bahwa keberhasilan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan tergantung dengan adanya keterlibatan aktif
masyarakat. Arti penting partisipasi masyarakat dalam perencanaan
pembangunan menurut lslamy (2001) karena dengan partisipasi masyarakat
berarti:
1. Memberi kesempatan yang nyata kepada mereka untuk mempengaruhi pembuatan keputusan tentang masalah 1\ehidupan yang mereka hadapi sehari-hari dan mempersempit jurang pemisah antara pemerintah dan rakyat.
2. Memperluas peluang pendidikan politik bagi masyarakat sebagai Jandasan bagi pendidikan dernokrasi, sehingga rakyat menjadi terlatih dalam menyusun priorita3 kebutuhan dan kepentingan yang berbeda.
3. Dengan adanya partisipasi masyarakat lokal dalam menangani urusan-urusan publik akan memperkuat solidaritas komunitas masyarakat lokal.
Mengenai pendidikan kepada masyarakat, Conyers ( 1994)
mengemukakan bahwa sangatlah penting dan diperlukan adanya komponen
pendidikan dalam setiap bentuk perencanaan pembangunan partisipatif.
Masyarakat harus faham bagaimana sistem pengambilan keputusan bekerja, dan
pilihan-pilihan apa saja yang ada bagi mereka sehingga mereka dapat
berpartisipasi secara efektif. Sejalan dengan hal ini Suprajogo (2003) menyatakan
bahwa dalam konteks otonomi daerah, masyarakat lokal yang lebih memahami
kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi harus diberdayakan ataupun
ditingkatkan kapasitasnya agar mereka lebih mampu mengenali kebutuhan-
kebutuhannya. Pembangunan dengan melibatkan masyarakat ini tidak terlepas ----------·--·· ------·· ------------- -------
dari konsep Arnstein dalam Oetomo (1997) tentang tangga partisipasi
43
warganegara yang dibagi ke dalam tiga tahap. Selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel2 di bawah ini:
Tabel2 Tiga Tahap Partisipasi Warga Negara
I. Kontrol warga negara (Citizen Control) Kontrol warga yang dimaksud adalah bukan kewenangan tanpa kontrol (absolut power). Pada tahap ini partisipasi sudah mencapai tahap akhir dimana publik memiliki kewenangan untuk memutuskan, melaksanakan dan mengawasi pengelolaan sumberdaya publik
II. Delegasi kewenangan (Delegated power) Pada tahap ini masyarakat sudah memiliki kewenangan yang lebih besar dibanding penyelenggaraan negara. Contohnya adalah jumlah keanggotaan masyarakat yang lebih besar dalam dewan kota ataupun adanya hak veto bagi masyarakat dalam suatu dewan perencanaan. Tantangannya lagi-lagi adalah mewujudkan akuntabilitas d<m menyediakan sumberdaya yang memadai bagi kelompok dimaksud
Ill. Kemitraan (Partnership) Kekuatan pada tahap ini sebenamya sudah terbagi secara relatif seimbang antara masyarakat dengan pemegang kekuasaan dan sudah te~adi
kemitraan di antara kedua belah pihak untuk membicarakan perencanaan dan pengembangan keputusan bersama misalnya melalui komite perencanaan, dewan kebijakan bersama, dan lainnya. Sayangnya dalam tahap ini inisiatif dan komitmen baru timbul setelah adanya desakan publik yang kuat untuk menjalankan proses yang partisipatif. Dalam tahap ini beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: a. keterwakilan dan akuntabilitas wakil kelompok b. kemampuan masyarakat untuk membekali kelompoknya dengan keahlian
yang dibutuhkan seperti penasehat hukum, teknisi dan lainnya
. 7 . , ·'·-~c, .;.:.~ .. -•. - :·::.. B. Semu (Tokenisme) , ,
IV. Peredam (Piaction) Dalam tahap ini masyarakat sudah mulai memilih pengaruh terhadap kebijakan. Namun sayangnya sifatnya masih belum genuine. Keberhasilan partisipasi pada tahap ini masih ditentukan oleh besamya dan solidnya kekuatan masyarakat untuk menyampaikan kepentingannya. Dalam tahap ini bentuk seperti keanggotaan masyarakat dalam dewan kota misalnya sudah dikenal. Namun sayangnya kadang-kadang jumlahnya tidak signifikan sehingga bila te~adi voting dalam pengambilan keputusan mereka dapat dikalahkan dengan mudah atau hanya sebagai penasehat, sedangkan pengambil kebijakan tetap berada di pihak pemegang kekuasaan.
44
V. Konsultasi Dalam tahap ini sudah dilakukan konsultasi dan dengar pendapat masyarakat terhadap kebijakan yang diambil, sayangnya belum diikuti dengan jaminan pendapat masyarakat akan dipertimbangkan dalam kebijakan yang akan dibuat. Dalam tahap ini yang diperoleh masyarakat adalah "telah berpartisipasi dalam proses partisipasi".
VI. lnformasi (Informing) Dalam tahap ini biasanya sudah mulai dilakukan pemberian informasi kepada masyarakat mengenai hak, tanggung jawab dan pilihan yang ada. Sayangnya sifatnya masih satu arah hanya dari badan publik dan belum diikuti dengan kesempatan tmtuk mengasosiasikan pilihan. Pola ini juga biasanya digunakan dalam bentuk memberikan informasi yang tidak dalam (sifatnya superfisial), tidak ramah terhadap pertanyaan (discouraging questions) ataupun memberikan jawaban yang tidak benar terhadap suatu pertanyaan.
VII. Terapi Terapi seharusnya berada di deretan paling bawah partisipasi publik karena sifatnya yang tidak jujur dan arogan. Contohnya adalah bila ada suatu kesalahan pejabat publik tertentu maka warga negara yang terkena dampak dianjurkan untuk menemui pihak yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan seolah-olah pengaduan tersebut akan ditindaklanjuti.
VIII. Manipulasi Dalam bentuk ini biasanya partisipasi dimaksudkan untuk mendidik atau membangun dukungan publik dengan memberi kesan ba~1wa pengambil keputusan sudah partisipatif. Padahal keputusan tidak diambil berdasarkan masukan dari proseR partisipasi. Dalam bentuk ini biasanya yang digunakan adalah pola pembinaan, humas (public relation) dan lainnya.
Definisi perencanaan yang dipergunakan dalam studi ini mengait pada
konsep partisipasi yang pertama dari tangga partisipasi di atas yakni Kontrol
Warga Negara (Citizen Control). Artinya, ketika perencanaan dimaknai sebagai
proses menentukan kebijakan terbaik yang akan dilakukan di masa datang
dengan berbasiskan pada informasi, maka keterlibatan publik dalam proses
dialog dan pengambilan keputusan menjadi sangat penting. Perencanaan tidak
45
lagi dipahami sebagai sebuah output berupa dokumen rencana, tetapi dalam
perencanaan ada upaya pemberdayaan rakyat dan pro:;es komunikasi antara
negara dengan rakyat. Di dalam perencanaan tidak ada lagi dominasi negara
atas rakyat, yang ada adalah keseimbangan hak dan kewajiban antara negara
dan rakyat.
Dalam setiap kebijakan pembangunan khususnya yang menyangkut
dan berkenaan dengan kepentingan masyarakat, maka terdapat satu hal yang
harus diperhatikan dan sama sekali tidak boleh dilewatkan yaitu peran serta
masyarakat. Peran serta masyarakat, memegang peranan penting dalam
perencanaan pembangunan, karena masyarakat saat ini tidak boleh lagi
dianggap sebagai obyek pembangunan tetapi harus ditempatkan sebagai subyek
pembangunan bersama-sama dengan pemerintah. Artinya, masyarakat harus di
dorong untuk aktif terlibat dalam proses pembangunan mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasandan evaluasi serta pemeliharaan dan pengembangan
hasil pembangunan.
Selanjutnya Oetomo (1997) menyatakan bahwa secara garis besar
peran serta masyarakat dalam perencanaan meliputi :
a. Pemberian masukan dalam penentuan arah pembangunan;
b. Mengidentifikasikan berbagai potensi dan masalah pembangunan;
c. Pemberian masukan dalam perumusan rencana tata ruang;
d. Pemberian informasi, saran dan pertimbangan atau pendapat dalam
penyusunan strategi dan arah kebijakan pembangunan;
e. Pengajuan keberatan terhadap rancangan pembangunan;
f. Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan;
g. Bantuan tenaga ahli.
46
Conyers (1994), mungungkapkan beberapa pandangan untuk
memperkuat kesimpulan tentang pentingnya partisipasi masyarakat dalam
perencanaan pembangunan, yaitu terdapat tiga alasan pokok mengapa
partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan :
Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatau alat paling efektif
guna memperoleh informasi mengenai kondil)i, kebutuhan dan sikap masyarakat
setempat, yang tanpa kehadirannya, program pembangunan serta proyek
proyek akan gagal.
Kedua, masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program
pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek
tersebut dan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek yang bersangkutan.
Beberapa kasus menunjukkan bahwa bantuan dan dukungan dari masyarakat
setempat sangat sui it didapatkan jika mereka tidak diikutsertakan sejak awal.
Ketiga, tumbuh dan berkembangnya anggapan bahwa keterlibatan
masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan adalah merupakan suatu
hak demokrasi bagi masyarakat. Masyarakat merasa mempunyai untuk ikut urun
rembug dalam menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan di
daerah mereka sendiri.
Lebih lanjut Abe (2002) mengemukakan bahwa melibatkan masyarakat
secara langsung akan membawa tiga dampak penting, yaitu ;
a. Terhindar dari peluang te~adinya manipulasi. Ketmlibatan ra!<yat akan
memperjelas apa yang sebetulnya dikehendaki masyarakat;
b. Memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan. Semakin
banyak jumlah mereka yang terlibat akan semakin baik;
c. Meningkatkan kesadaran dan keterampilan politik masyarakat.
47
Di sisi lain peran serta masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan memerlukan beberapa prasyarat antara lain dalam bentuk kesiapan
dari masyarakat. Keterlibatan rakyat akan menjadi penjamin bagi suatu proses
yang baik dan benar. Namun jika tidak dilakukan serangkaian upaya untuk
mengembangkan pendidikan politik, maka keterlibatan r:tkyat secara langsung
tidak akan memberi banyak arti, bahkan bisa jadi malah menjadi sumber
masalah.
Jadi, perencanaan pembangunan ptlrtisipat[,' adalah suatu pendekatan
perencanaan yang tujuannya berorientasi kepada kepentingan masyarakat,
sedangkan prosesnya melibatkan peran serta secara langsung atau tidak
langsung segenap elemen masyarakat. Tujuan dan cara harus dipandang
sebagai satu kesatuan. Suatu tujuan untLk kepentingan rakyat, yang bila
dirumuskan dengan tanpa melibatkan masyarakat, maka akan sangat sulit
dipastikan bahwa rumusannya akan berpihak kepada rakyat. Suatu perencanaan
yang ingin melibatkan kepentingan masyarakat tentu saja harus be~uang untuk
mengangkat yang tersimpan di bawah permukaan dan menggalinya secara
seksama, serta merumuskannya dengan tepat, agar tidak menyimpang dari apa
yang diinginkan masyarakat. R3si et.al (2005) menyatakan bahwa pembangunan
adalah suatu kegiatan pembangunan yang dilakukan secara sistematis dengan
melibatkan semua elemen masyarakat dilaksanakan secara terpadu untuk
mencapai tujuan dalam rangka kemakmuran masyarakat.
Hal tersebut di atas berarti, bahwa menggerakkan sebuah perencanaan
partisipatif membutuhkan prakondisi untuk mentransformasikan kapasitas
kesadaran dan h:etrampilan masyarakat, sehingga bisa keluar dari tradisi diam,
apatis, pasrah dan cenderung menyembunyikan maksud di bawah permukaan.
Selama hal ini tidak te~adi, maka partisipasi hanya akan terlihat sebagai
48
fonnalitas partisipatif, sedangkan realitas sesungguhnya adalah hegemoni dan
manipulasi (Tjokroamidjojo, 2002).
Berdasarkan paradigma perencanaan sebagaimana dijelaskan di atas,
maka studi ini mencoba mengkaji arus perencanaan dari tiga sumber yakni dari
birokrasi, dari politik, dan dari masyarakat (pasar). Di antara ketiga arus
perencanaan tersebut yang selama ini dominan dalam praktek perencanaan
daerah adalah arus perencanaan yang berasal dari birokrasi. Sedangkan dua
arus yang lain sangat lemah karena sikap apatis atau posisi tawar yang lemah
dalam proses perencanaan. Ketiga arus perencanaan tersebut karena masing
masing memiliki kelebihan dan kelemahnnya sendiri-sendiri.
2.5.2 Prinsip-Prinsip Perencanaan PartiEipatif
Model-model perencanaan sebagaimana terungkap pada bagian
sebelumnya pada garis besamya mengabaikan posisi rakyat sebagai pihak yang
seharusnya memiliki kedaulatan. Pengabaian posisi rakyat ini bertentangan
dengan konsep pemberdayaan (empowerment) yang sehe.rusnya ada!ah bagian
dari proses dan definisi pembangunan itu sendiri. Dalam pandangan Bryant dan
White (1989) mengelola peran serta (pemberdayaan) bukanlah semata-mata
melibatkan masyarakat dalam tahap perencanaan atau dalam evaluasi proyek
belaka. Dalam peran serta tersirat makna dan integritas keseluruhan proyek itu.
Peran serta merupakan sikap keterbukaan terhadap persepsi dan perasaan
pihak lain; peran serta berarti perhatian mendalam mengenai perbedaan atau
perubahan yang akan dihasilkan suatu proyek sehubungan dengan kehidupan
masyarakat; peran serta adalah kesadaran mengenai kontribusi yang dapat
diberikan pihak-pihak lain untuk suatu kegiatan.
Salah satu kegagalan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan
adalah tidak adanya desentralisasi kewenangan yc..1g diberikan kepada level
49
pemerintah di bawahnya maupun masyarakat pada umumnya. Semasa rezim
Orde Baru warna sentralistis sangat kuat sehingga berdampak pada lemahnya
inovasi lokal yang seharusnya lebih memahami potensi daerah. Belajar dari
kegagalan ini selanjutnya mendorong pemerintah dan sejumlah aktor non
negara lainnnya untuk menciptakan sistem pemerintahan yang lebih
desentralistis. Kelebihan dari sistem ini adalah lebih mampu mendekatkan diri
pada persoalan dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat dan pemerintah lokal
itu s~ndiri. Mereka diberi kesempatan untuk mengidentif1kasi persoalan dan
kebutuhannya, lebih dari itu mereka diberi hak untuk ikut memutuskan kebijakan
apa yang akan dilakukan untuk daerahnya. Desentralisasi dalam pengertian ini
bukan hanya pelimpahan kewenangan antar level pemerintahan, tetapi
pelimpahan kewenangan dari pemerintah kepada masyarakat. Pemaknaan
desentralisasi seperti ini diperlukan karena perencanaan partisipatif tidak akan
berjalan selama pengambilan keputusan sepenuhnya masih dipegang oleh
pemerintah. Tentu saja harus bisa dibed:tkan secara jelas kewenangan yang
memang menj3di tugas pemerintah dan kewenangan yang menjadi arena publik.
Proses perencanaan sesungguhnya adalah perpaduan antara
kebenaran ilmu pengetahuan yang menjadi landasan berpikir dengan kekuasaan
(power) yang menjadi landasan legitimasi politik. Kondisi ini bisa menciptakan
ketegangan di antara keduanya yang antara lain ter1ihat dari manajemen proses
perencanaan yang berkepanjangan dengan struktur kelembagaan yang
ter1ampau rumit. lni adalah harga yang memang harus dibayar untuk
mendemokratiskan perencanaan, tetapi masyarakat bahkan aparat dan
politisi kadang menjadi tidak sabar terhadap output dan outcome
perencanaan. Terjadilah intervensi di lueir proses perencanaan formal yang
mendistorsi perencanaan yang dianggap sudah demokratis tersebut. Atas dasar
50
itu, perencanaan partisipatif perlu memiliki prinsip organisasi dan manajemen
yang efisien dan produktif, dengan tetap memperhitungkan nilai-nilai
demokratis dalam perencanaan.
Prinsip lain yang patut diperhatikan adalah adanya jaringan kerja
kebijakan (policy network). Policy network ini merupakan pola hubungan di
antara aktor-aktor yang terlibat dalam proses pembuatan kebijakan. Dalam
konsep ini interdependensi adalah kata kL•nci yang harus dipahami. Aktor-aktor
saling berinterdependensi karena mereka tidak akan mampu mencapai tujuannya
tanpa melibatkan sumberdaya yang dimiliki aktor lain. lnterdependensi
didasarkan pada distribusi sumberdaya di antara aktor-aktor tersebut, tujuan
yang dicapai dan persepsi mereka te1tladap ketergantungan sumberdaya.
lnformasi, tujuan dan sumberdaya saling dipertukarkan dalam interaksi. Oleh
karena proses interaksi sering berulang, maka proses pelembagaan akan terjadi,
muncul penyamaan persepsi, pola partisipasi dan aturan interaksi berkembang
dan ditetapkan secara resmi.
Konsep di atas tentang 'policy network', membutuhkan prinsip
transparansi, yakni keterbukaan di antara para aktor untuk secara jujur
mengungkap segala informasi dan resources yang dibutuhkan dalam proses
perencanaan. Transparansi juga diperlukan pada tahap pengambilan keputusan
karena pada tahap ini harus ada kejelasan argumen terhadap pemilihan altematif
kebijakan dengan berbagai macam implikasinya. Dengan kata lain, transparansi
adalah persoalan membangun kepercayaan di antara pihak-pihak yang terlibat
dalam proses perencanaan.
Sedangkan Abe (2002), untuk mengorganisasikan model ini
(perencanaan partisipatif) perlu diperhatikan prinsip dasar yang penting
dikembangkan yakni :
51
1. Dalam perencanaan bersama rakyat, yang melibatkan banyak orang, maka harus dipastikan bahwa di antara para peserta memiliki rasa sating percaya, sating mengenal dan salinr; bisa beke~a sama. Sebab yang hendak disusun adalah rencana aksi bersama, dengan demikian sejak awal perlu mempunyai dukungan nyata, sating percaya dibutuhkan agar dalam proses bisa be~alan dengan jujur dan terbuka, tidak merupakan ajang siasat.
2. Agar semua orang bisa berbicara dan mengemukakan pandangannya secara fair dan bebas, maka di antara peserta tidak boleh ada yang lehih tinggi dalam kedudukan. Hal ini dimaksudkan untuk membangun suatu suasana dan kondisi setara. Tujuan dasamya adalah agar semua pihak bisa mengaktualisasikan pikiran secara sehat dan tidak mengalami hambatan.
3. Perencanaan bersama rakyat harus bermakna bahwa rakyat (mereka peserta perumusan) bisa menyepakati hasil yc.mg diperoleh, baik saat itu maupun setelahnya. Harus dihindari praktek perang intelektual, dimana mereka yang berkelebihan informasi mengalahkan mereka yang miskin informasi secara tidak sehat. Keputusan yang diambil harus merupakan keputusan bersama, dan bukan hasil rekayasa satu kelompok. Untuk bisa menghasilkan keputusan bersama, dibutuhkan ;Jembahasan yang mendalam, sehingga masing-masing pihak benar-benar bisa paham sebelum keputusan diambil.
4. Suatu keputusan yang baik, tentu tidak boleh didasarkan pada dusta dan kebohongan. Prinsip ini hendak menekankan pentingnya kejujuran dalam penyampaian informasi, khususnya persoalan yang sedang dihadapi. Hal yang dipentingkan dalam soal ini adalah agar yang diungkapkan benar-benar sesuatu yang menyentuh kebutuhan dan kepentinganmasyarakat, bukan hasil rekayasa (cerita palsu)
5. Berproses dengan berdasarkan fakta, dengan sendirinya menuntut cara berpikir yang obyektif. Maksud dari berpikir obyektif adalah agar para peserta bisa berproses dengan menggunakan kesepakatankesepakatan yang sudah ditetapkan dan tidak berpindah-pindah dalam menggunakan pijakan.
6. Prinsip partisipasi hanya akan mungkin terwujud secara sehat, jika apa yang dibahas merupakan hal yuang dekat dengan kehidupan keseharian masyarakat yakni berfokus pada masalah-masalah masyarakat. Jika perencanaan dilakukan ditingkat desa, maka dengan sendirinya masalah yang dibahas berorientasi ke desa.
Dari pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasamya
perencanaan partisipatif memiliki prinsip sebagai berikut: (1) berori-entasi pad a
pemberdayaan (empowerment); (2) mengenal adanya desentralisasi sesuai
fungsi kewenangan masing-masing; (3) diselenggarakan melalui organisasi dan
52
manajemen perencanaan yang efisien dan produktif; (4) menjamin proses
membangun networking ber1angsung efektif; (5) mengakui transparansi.
Sedangkan dalam pelaksanaan proses perencanaan partisipatif harus
memperhatikan prinsip sebagai berikut : (1) antar peserta harus saling percaya,
saling mengenal dan saling bisa beke~a sama; (2) tiap peserta berkedudukan
sama dalam forum; (3) tiap peserta bisa r.1enyepakati hasil yang diperoleh; (4)
Hasil keputusan tidak didasarkan atas dusta dan kebohongan; (5) proses
berdasarkan fakta dan berpikir yang obyektif; (6) berfokus pada masalah
masalah kehidupan keseharian (masalah lokal).
'-' UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:> Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt:t\;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSiTAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI\L
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITA3 BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVFRSITAS BRAWIJAYA MALANG
> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG
RSITA BRA IJAYA A N UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG
3.1. Jenis Penelitian
BABIU
METODE PEI'IELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih
karena peneliti ingin memperoleh gambaran tentang praktek perencanaan
pembangunan partisipatif di Kabupaten Kebumen dan kendala-kendala atau
masalah-masalah yang menghambat proses perencanaan pembangunan daerah
khususnya dengan model perencanaan parsitipatif tersebut. Sebagaimana
diketahui bahwa pendekatan penelitian kualitatif digunakan untuk
menggambarkan kehidupan manusia dan kasus-kasus terbatas, bersifat
kasuistik, namun mendalam (in depth) dan total atau menyeluruh (holistik).
McNabb (2002) mengemukakan bahwa: "Qualitative research strategies
can be grouped into three broad strategic classes: (1) Explanatof}' research
studies, (2) interpretive research studies, and (3) critical research studies.
(strategi penelitian kualitatif dapat dikelompo:<kan dalam tiga kelas : (1) penelitian
yang bersifat menjelaskan, (2) penelitian bersifat interprestasi, (3) penelitian
bersifat kritik). Selanjutnya Schwandt dalam McNabb (2002) menjelaskan yaitu:
"explanatory research as studies that a.-e conducted to develop a causal
explanation of some social phenomenon".
Untuk memahami pendekatan penelitian kualitatif, Bogdan & Taylor
dalam Moleong, (2005) mengartikan dan memahami matode kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Makna yang
terkandung dalam pendekatan kualitatif ini ditunjukk.an melalui implementasi di
54
lapangan dengan melakukan pengamatan terhadap suatu geja~a. baik
pengamatan langsung melalui informasi maupun dengan mempelajari data-data
untuk dapat menjawab pertanyaan.
~elanjutnya Newman dalam lslamy (2001) menyebutkan ada 6 (enam)
karakteristilc utama penelitian kualitatif yaitu :
1. Mengutamakan konteks sosial Makna suatu tindakan sosial sangat tergantung sekali pada konteks dimana tindakan sosial terjadi.
2. Pendekatan studi kasus Peneliti mengumpulkan sejumlah besar informasi hanya pada suatu atau beberapa (sejumlah kecil) kasus, tetapi masuk kedalam dan mendetail agar dapat menemukan dan menggambarkan pola-pola dalani kehidupan, tindakan, sikap, perasaan, kata-kata dari orangorang di dalam konteks sosialnya secara utuh dan menyeluruh.
3. Mengutamakan integritas pencliti Hubungan yang dekat anata peneliti dengan subyek penelitiannya mengharuskan peneliti menjaga integritas dirinya agar penelitiannya tetap obyektif dan tidak bias.
4. Me:nbangun teori dari data Teori dibangun dari data atau mendasar (grounded) di dalam data.
5. Mencermati proses dan sekuen Mengamati proses dan urutan peristiwa dari kasus yang dipelajari setiap saat agar dapat melihat perkembangan yang terjadi pada kasus tersebut terus menerus.
6. lnterpretasinya kaya dan mendalam lnterpretasi data dilakukan mulai dari the first order interpretation, the second interpretation dan the third order of interpretation.
Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif ini, peneliti berharap
mampu menggambarkan atau mendeskripsikan dan membahas secara
mendalam bagaimana praktik perencanaan partisipatif dalam pembangunan
daerah di Kabupaten Kebumen. Sehubungan dengan tujuan tP-rsebut, maka
penulis menggunakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif. Babbie (1995)
mengatakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan suatu
gejala atau situasi sosial agar memperoleh gambaran yang lebih akurat dari
pengamatan yang dilakukan secara lengkap.
55
3.2. Fokus Penelitian
Penetapan fokus penelitian perlu dilakukan sebelum peneliti te~un ke
lapangan. Hal ini dimaksudkan untuk membatasi obyek kajian agar peneliti tidak
te~ebak pada banyak atau melimpahnya data di lapanga~ dan untuk
menghindarkan dari data yang tidak relevan dengan permasalahan dan tujuan
penelitian. Menurut Moleong (2005), fokus penelitian berfungsi untuk memilih
data yang relevan, meskipun suatu data menarik tetapi karena tidak relevan,
maka tidak perlu dimasukkan dalam data yang dikumpulkan. Fokus penelitian
kualitatif masih dapat berkembang sesuai sifatnya yang masih "emergent"
(tentative), seiring dengan perkembangan masalah yang ditemukan di lokasi
penelitian. Dijelaskan juga oleh Moleong (~005) bahwa dalam penelitian kualitatif,
fokus penelitian memiliki peran yang sangat menentukan dalam memandang dan
mengarahkan jalannya penelitian.
Dengan mengacu pada uraian di atas serta berdasarkan rumusan
masalah dan tujuan penelitian, maka fokus dalam penelitian ini dapat
diformulasikan sebagai berikut :
1. Proses perencanaan partisipatif di Kabupaten Kebumen, meliputi
a. Partisipasi stakeholder, ini mencakup:
a) Kehadiran dalam rapat dan motivasinya
b) Keikutsertaan dalam pengambilan keputusan
c) Sumbangan danalbarang/tenaga dalam proses perencanaan
d) lnformasi tentang siapa saja yang hadir, lokasi pert<3muan, ada
tidaknya narasumber
b. Proses penyampaian aspirasi oleh stakeholders: lisan atau tertulis,
c. Mekanisme ke~asama antar stakeholders,
56
d. Proses pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan :
siapa yang dominan, siapa )'ang memutuskan, cara pengambilan
keputusan, apa kriteria/tolok-ukurnya.
2. Output perencanaan pembangunan daerah, ini mencakup :
a. Wujud dokumen rencana (apa, berapa den lainnya),
b. Kebutuhan siapa yang dipenuhi oleh rencana itu,
c. Perbandingan usulan rencana dengan program/proyek yang disetujui dan
disahkan dalam APBD
d. Ada tidaknya penyebaran informasi hasil rapat kepada publik.
3. Kendala-kendala dalam proses perencanaan pembangunan
a. Kendala internal
b. Kendala ekstemal
3.3. Lokasi dan Sit•Js Penelitian
3.3.1. Lokasi Peneliti3n
Dalam kaitannya dengan penentuan lokasi penelitian, menurut Moleong
(2005) bahwa cara terbaik yang perlu c1itempuh dalam penentuan lapangan
penelitian adalah dengan jalan mempertimbangkan teori substantive dan dengan
mempelajari serta mendalami fokus serta rumusan masalah penelitian.
Keterbatasan geografis, dan praktis seperti, waktu, biaya, dan tenaga, perlu pula
dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian
Berdasarkan uraian tersebut datas, maka peneliti memilih lokasi
penelitian di Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Kebumen
merupakan daerah otonom sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Di Kabupaten Kebumen telah diterapkan
perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerahnya. Karena itu perlu diteliti
57
tentang implementasi dari perencanaan tersebut sehingga dapat diketahui
kemampuannya dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat serta kendala
kendala atau masalah-masalah yang menghambat proses perencanaan
pembangunan daerah.
Dari sejumlah kecamatan di Kabupaten Kebumen hanya dipilih tiga
kecamatan sebagai sampel yang akan dilakukan penelitian secara lebih
mendalam dengan teknik indepth-interview dan observasi. Dipilihnya tiga
kecamatan dengan masing-masing dipilih satu desalkelurahan karena
keterbatasan waktu dan dana untuk melaku){an studi lebih luas. Untuk itu
sengaja dipilih tiga kecamatan dan tiga desa/kelurahan yang telah menerapkan
proses perencanaan partisipatif (musrenbang). Pertimbangan utama dalam
memilih kecamatan dan desanya adalah kemajuan soslal ekonomi wilayah
tersebut. 1\lasan memilih kecamatan/desa tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kecam3tan Kebumen dengan Kelurahan Kebumen adalah wilayah
perkotaan; ibul~ota kabupaten dan sebagai pusat pemerintahan,
perdagangan dan jasa utama;
b. Kecamatan Karanganyar dengan ;:>esa Grenggeng adalah desa agraris
dengan tipe semi kota yang memiliki keunggulan industri kerajinan yang
sudah cukup dikenal;
c. Kecamatan Mirit dengan Desa Rowo adalah tipe desa nelayan yang kultur
masyarakatnya masih sederhana/tradisional dan pendidikan masyarakatnya
tergolong rendah.
3.3.2. Situs Penelitian
Yang dimaksud dengan situs penelitian adalah tempat dimana peneliti
melakukan penelitian dengan mengkaji aC:anya fenomena yang ada. Dalam hal
ini yang menjadi situs penelitian adalah :
58
a. Kantor Kelurahan Kebumen, Kantor/Balai Desa Grenggeng dan Kantor/Balai
Desa Rowo;
b. Kantor Camat Kebumen, Kantor Camat Karanganyar dan Kantor Camat Mirit;
c. Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kebumen
dan beberapa instansi di Kabupaten Kebumen antara lain : Kantor Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan lnformasi Komunikasi dan Pusat
Data Elektronik, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Kesehatan, Dinas
Pertanian, Dinas Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas
Permukiman dan Prasarana Daerah, Bagian Keuangan dan Bagian
Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Kebumen.
d. Press Centre Kabupaten Kebumen dan kantor atau sekretariat LSM.
e. Rumah tokoh masyarakat.
3.4. Sumber dan Jenis Data
3.4.1. Sumber Data
Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah informan,
dokumen, serta tempat dan peristiwa. lnfom1an yaitu orang-orang yang natinya
secara aktif memberikan informasi, tentang situasi dan kondisi latar belakang
serta permasalahan penelitian. Penentuan informan ini awalnya dipilih secara
sengaja (purposive) yaitu dipilih orang-orang yang dianggap tahu tentang
permasalahan penelitian ini , selanjutnya secara Snow Ball sampai mencapai
tingkat saturated (tingkat kejenuhan/tidak ditemukar. lagi informasi yang
berbeda). Setelah memasuki lapangan penelitian, peneliti menghubungi informan
tertentu untuk meminta keterangan padanya, kemudian akan terus berkembang
ke informan yang lainnya yang terkait dengan fokus oenelitian sampai diperoleh
data dan informasi yang lengkap dan menunjukkan tingkat kejenuhan informasi.
Yang menjadi informan dalam penelitian ini antara lain:
59
1) Kepala Desa, BPD, LKMDILKMK, Tokoh masvarakat (kader penggerak
pembangunan desa), masyarakat umum (buruh) (di Desa Grenggeng, Oesa
Rowo dan Kelurahan Kebumen)
2) Camat, Kasi PMD, Kepala Cabang Dinas P & K, Puskesmas, PPL (di
Kecamatan Kebumen, Kecamatan Karanganyar dan Kecamatan Mirit)
3) Bupati/Sekda, DPRD termasuk Panitia Anggaran, Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, Kepala Badan lnformasi Komunikasi
dan Pusat Data Elektronik, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan,
Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Pertanian, Kepala Dinas Keluarga
Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat, Kepala Dinas Permukiman dan
Prasarana Daerah, Kepala Bagian Keuangan, Kepala Bagian Administrasi
Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Kebumen, LSM, dan
Wartawan.
Penelitian ini juga menggunakan data pendukung yang bersumber dari
dokumen, sebagai sumber data, sifatnya hanya melengkapi data utama, yaitu
Dokumen, catatan, laporan serta arsip yang berkaitan dengan fokus penelitian
yang terdapat di Bappeda dan instansi lain yanJ terkait. Sumber data ini terdiri
dari : dokumen perencanaan pembangunan daerah (RPJP Daerah, RPJM
Daerah, RKPD, Renstra SKPD dan Renja SKPD), APBD, Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dan
Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), notulen musyawarah
perencanaan pembangunan desa, musyawarah perencanaan pembangunan
kecamatan, forum Satuan Kerja Pe'"angkat Daerah dan musyawarah
perencanaan pembangunan kabupaten.
Selain itu peneliti juga melakukan pengamatan langsung ke lapangan
yaitu di wlayah Kabupaten Kebumen lokasi tempat dilaksanakannya Musyawarah
60
Perencanaan Pembangunan Desa, Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Kecamatan, Forum Satuan Ke~a Perangkat Daerah (Forum SKPD) dan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kabupaten.
3.4.2. Jenis Data
Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data
yaitu:
a. Data Primer
Data primer peneliti peroleh dari pengumpulan data secara langsung melalui
wawancara dengan para informan yRng mengetahui informasi tentang
permasalahan penelitian, memiliki data dan bersedia memberikan data yang
berkaitan serta ada relevansinya dengan fokus penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung dalam penelitian ini yang peneliti
peroleh dari dokumen, catatan, laporan serta arsip yang berkaitan dengan
fokus penelitian.
3.5. lnstrumen Penelitian
lnstrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan peneliti dalam
mengumpulkan data dan informasi yang dipeoleh dalam penelitian. Dalam
pengumpulan data dan informasi tersebut, peneliti menggunakan instrumen
penelitian sebagai berikut :
a. Pe~1eliti sendiri, dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif,
peneliti adalah "key instrumenr atau alat penelitian utama. Peneliti dapat
secara lcmgsung menyaksikan dan mengamati fenomena yang berkaitan
dengan penelitian ini dan melakukan wawancara langsung dengan informan.
61
b. Pedoman wawancara, yaitu berupa daftar pertanyaan yang akan diajukan
kepada informan dalam penelitian ini.
c. Buku catatan, alat tulis dan alat rekam lainnya, yang akan digunakan untuk
mencatat data-data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian.
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data dan informasi, peneliti sebagai key
instrument terjun ke lapangan dan berusaha mengumpulkan informasi melalui
wawancara dan pengamatan langsung di l:1pangan. Wawancara yang ctilakukan
bersifat terbuka dan tak berstruktur. Untuk memudahkc:m pengumpulan data,
maka peneliti menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara dan catatan
lapangan. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga
tahapan kegiatan, yaitu sebagai berikut:
a. Getting in yaitu persiapan memasuki kancah penelitian. Dalam tahapan ini
peneliti terlebih dulu menyiapkan berbagai hal yang diperlukan dalam proses
pengumpulan data, baik kelengkapan administrasi atau kelengkapan yang
bertlubungan dengan penelitian. Peneliti memasuki lokasi dengan membawa
ijin penelitian dan rekomendasi penelitian dari Bappeda Kabupaten
Kebumen. Setelah itu mengadakan pendekatan terhadap para informan
penelitian untuk menjelaskan rencana dan maksud kedatangan peneliti dan
berusaha untuk membuat hubungan yang lebih akrab sambil mendengarkan
informasi dari mereka sehingga dapat mengurangi jarak sosial antara peneliti
dengan sumber data (informan). Peneliti datang ke Desa Rowo menemui
Kepala Desa dan Camat Mirit, peneliti juga menemui Camat Karanganyar,
Camat Kebumen, Kepala Desa Grenggeng dan Lurah Kebumen.
b. Getting Along yaitu ketika berada di lokasi penelitian. Pada tahapan ini
peneliti berusaha menjalin interaksi personal yang lebih mendajam dan
62
hannonis dengan sumber infonnasi untuk memperoleh data-data yang
relevan. Kegiatan personal interaktif ini juga untuk lebih menumbuhkan
kepercayaan dan kredibilitas terhadap peneliti. Dalam hal ini peneliti tidak
boleh mengarahkan ataupun melakukan intervensi terhadap subyek
penelitian. Peneliti juga ikut melibatkan C:iri dalam kegiatan musrenbang.
c. Logging Data yaitu saat pengumpulan data. Pada tahapan terakhir ini peneliti
mengumpulkan data penelitian yang diperlukan, maka peneliti menggunakan
teknik l)engumpulan data dengan beberapa cara antara lain:
1) Wawancara secara mend a lam (indepth interview). ~7
Wawancara mendalam dengan mempergunakan teknik wawancara
terstruktur maupun tidak terstruktur terhadap sejumlah aktorlinforman
kunci. Wawancara mendalam ini dapat dilakukan pada waktu dan konteks
yang dianggap paling tepat guna mendupatkan data yang rinci, sejujumya
dan mendalam, dan dapat dilakukan beberapa kali sesuai dengan
keperluan peneliti yang berkaitan den£an kejelasan dan kemantapan
masalah yang sedang diteliti. Peneliti menemui para informan dan
melakukan wawancara serta bediskusi dengan yang bersangkutan. Untuk
memperoleh informasi dan opini yang tajam dan mendalam peneliti
menciptakan suasana wawancara yang informal, spontan dan alamiah,
dimana informan diposisikan sebagai pemecah masalah. Dalam hal ini
wawancara dikondisikan be~alan tidak terstruktur, namun tetap dalam
kerangka fokus penelitian dan wawancara ini mempunyai sifat 'open
ended' atau berujung terbuka, yaitu jawaban tidak terbatas hanya pada
satu tanggapan.
63
2) Dokumentasi (documentation).
Pengumpulan data melalui dokumen~asi dilakukan denga1 cara mencatat
atau mengkopi dokumen-dokumen, arsip-arsip maupun data lain yang
terkait dengan masalah yang diteliti.
3) Pengamatan peristiwa (Observasi).
Kegiatan observasi peneliti lakukan dengan cara mengadakan
pengamatan langsung ke lapangan dalam pengambilan data yang ada
relevansinya dengan permasalahan penelitian, yaitu dengan ikut dalam
kegiatan musyawarah perencanaan pembangunan desa, musyawarah
perencanaan pembangunan kecama\an dan musyawarah perencanaan
pembangunan kabupaten.
3.7. Analisis Data
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang dipergunakan adalah
model interaktif (interactive model of analisi~) dari Miles dan Huberman (1992)
dengan prosedur reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Reduksi data
Proses pemilihan dan pemusatan perhadan penelitian melalui seleksi yang
ketat terhadap fokus yang akan dikaji lebih lanjut, penajaman fokus,
pembuatan ringkasan hasil pengumpulan data, pengorganisasian data
sehingga siap untuk dianalisis lebih lanjut begitu selesai melakukan
pengumpulan data keseluruhan. Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis
atr~u diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Laporan-laporan
itu periu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada
hal-hal ynng penting, dicari tema atau polanya dan disusun secara sistematis
sehingGa mudah dikendalikan. Data yang direduksi memberi gambaran yang
64
lebih tajam tentang pengamatan, juga mempermudah peneliti untuk mencari
kembali data yang diperoleh bila dipe.rlukan.
b. Penyajian data
Penyajian data atau "display data" dimaksudkan agar memudahkan peneliti
untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu
dari penelitian. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti menyajikan data
dalam bentuk grafik, bagan, tabel dan teks naratif.
c. Menarik Kesimpulan dan verifikasi
Verifikasi data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan secara terus menerus
sepanjang proses penelitian berlangsung. Sejak awal memasuki lapangan
dan selama proses pengumpulan data peneliti berusaha untuk menganalisis
dan mencari makna dari data yang dikumpulkan yang dituangkan dalam
kesimpulan yang bersifat tentatif, akan tetapi dengan bertambahnya data
melalui proses verifikasi secara terus menerus maka diperoleh kesimpulan
yang bersifat grounded.
Komponen-komponen analisis data tersebut di atas dapat digambarkan
dalam sebuah bagan sebagai berikut :
Gambar 1 Analisis Data lnteraktif
Sumber: Miles dan Huberman (1992)
65
3.8. Keabsahan Data
Setiap penelitian memerlukan adanya standar untuk melihat derajat
kepercayaan atau kebenaran terhadap hasil penelitian tersebut. Di dalam
penelitian kualitatif standar standar tersebut dinamakan keabsahan data. Untuk
menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pe .lleriksan yang didasarkan
pada empat kriteria (Moleong, 2005), yaitu sebagai berikut:
a. Kepercayan (credibility)
Menggantikan konsep validitas internal dari non kualitatif yang berfungsi :
pertama, melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat
kepercayaan penemuannya dapat dicapai. Kedua, mempertunjukkan derajad
kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian peneliti pada
kenyataan ganda yang sedang diteliti. Untuk memeriksa kredibilitas data
dilakukcm kegiatan sebagai berikut ;
1) Perpanjangan waktu di lapangan, hal ini dilakukan sampai data yang
diperoleh benar-benar tP,Iah mengalami tingkat saturated/l~ejenuhan.
2) Ketekunan/kecennatan pengamatan; dimaksudkan untuk menemukan
cirri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan
persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri
pada hal-hal tersebut secara rinci dan cennat.
3) Triangulasi, pemeriksaan keabsahan dat:i dengan jalan melakukan cross
check dG.ta dengan jalan membc.ndingkan data yang diperoleh dari
sumber lain dan sering menggunakan metode yang berlainan.
4) Peer debriefing; hasil penelitian didiskusikan dengan ternan
sejawat/kolega atau dengan orang yang mempunyai pengetahuan
tentang pokok penelitian dan metod'3 penelitian yang dilakukan.
66
5) Kajian kasus negatif, melakukan penelitian lagi ke lapangan dengan
kajian negatif atau kebalikanlber1awanan dengan penelitian sebelumnya.
6) Pengecekan anggota; pemeriksaan keabsahan data oleh anggota
penelitian yang lain, hal ini dilakukan apabila penelitian dilakukan oleh
suatu kelompok.
b. Keteralihan (transferability)
Keteralihan sebagai persoalan empiris I:Jergantung pada kesamaan antara
konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan peralihan tersebut, maka
peneliti harus berusaha mencari dan mP.ngumpulkan data kejadian empris
dalam konteks yang sama. Dengan demikian peneliti bertanggung jawab
untuk menyediakan data deskriptif secukupnya. Hasil penelitian dapat
ber1aku di tempat lain dengan kondisi dan karakteristik yang relatif sama.
c. Ketergantungan (Dependendability)
Dilakukan dengan cara audit kebergantungan yaitu pengecekan
kebergantungan antara konsep-konsep, data-data, serta komponen dan
proses penelitian. Dalam hal ini diperlukan pertimbangan keilmuan dari
komisi pembimbing. Dalam hal ini dapat juga dilakukan "audit trail"
(memeriksa dan melacak suatu kebenaran).
d. Kepastian ( Confirmabi/ity)
Yaitu melakukan audit kepastian. Kriteria kepastian berasal dari konsep
"obyektivitas" menurut peneliti. Sesuatu itu obyektif atau tidak bergantung
pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan
penemuan seseorang. Penulis melakukan ini dengan meminta bantuan
beberapa ternan untuk melakukan uji kc:-pastian ini.
'-' UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:> Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt:t\;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSiTAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI\L
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITA3 BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVFRSITAS BRAWIJAYA MALANG
> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG
RSITA BRA IJAYA A N UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG
BABIV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Kebumen
4.1.1.1 Kondisi Geografls
Kabupaten Kebumen terletak di Provinsi Jawa Tengah dengan luas
wilayah 128.111,50 ha atau 1.281,115 km2·• Tepatnya berada di bagian selatan
Provinsi Jawa Tengah dan merupakan daerah penghubung antara Jawa Timur
dengan Jawa Barat/ DKI Jakarta dengan lalu lintas yang cukup ramai pada jalur
selatan.
Apabila ditinjau dari segi astronomis, Kabupaten Kebumen terletak
diantara 109° 2i - 1 09° 50' Bujur Timur dan 7° 2i - 7° 50. Lintang Selatan.
Sedangkan batas-batns wilayah Kabupaten Kebumen secara administrarif
adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara Kabupaten Banjl:lrnegara dan Kabupaten Wonosobo
b. Sebelah Timur
c. Sebelah Selatan
d. Sebelah Barat
Kabupaten Purworejo
Samudera Indonesia
Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banyumas
Secara Administratif di Kabupaten Kebumen terdapat 26 kecamatan.
Jumlah kecamatan telah mengalami pemekaran yaitu dari 22 kecamatan menjadi
26 kecamatan pada tahun 2001. Empat kecamatan baru tersebut yaitu
Kecamatan Bonorowo yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Mirit,
Kecamatan Padureso yang tadinya berada dl wilayah Kecamatan Prembun serta
67
68
Kecamatan Poncowamo dan Kecamatan Karangsambung, yang masing-masing
merupakan pemekaran dari Kecamatan Kutowinangun dan Kecamatan Sadang.
Gambar2 Peta Administrasi Kabupaten Kebumen
Sumber: Profil Daerah Kabupaten Kebumen 2006
. - -·-------.. -~·~~.:.~·- -Pf:TA
AUM l NI~T M.ASI
KAIUPATEN KEIIUMEN - -·
._,
- -
Dari 26 kecamatan di Kabupaten Kebumen terbagi menjadi 449 desa dan
11 kelurahan. Pada tahun 2005 jumlah Rukun Warga (RW) sebanyak 1.917
RW dan dibagi menjadi 6.755 RT Kelurahan yang berada di Kabupaten
Kebumen tcrdapat di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Kebumen, Kecamatan
Gombong dan Kecamatan Karanganyar. K.ecamatan terluas adalah Kecamatan
Karanggayam dengan luas wilayah 10.929,00 Ha atau 109,29 krr?. Jarak terjauh
dari ibukota kabupaten ke ibukota kecamatan adalah Kecamatan Ayah dan
Kecamatan Padureso (38 Km), secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel4.1.
Mengenai kebijaksanaan pengembangan dan pembangunan di
Kabupaten Kebumen, dibagi menjadi 3 (tiga) Sub Wilayah Pengembangan
(SWP)sebagaiberikut :
69
a. SWP I dengan pusat di Kota Kebumen; meliputi kecamatan: Kebumen,
Sadang, Pejagoan, Karangsambung, Karanggayam, Karanganyar, Sruweng,
Petanahan, Klirong dan Buluspesantren.
b. SWP II dengan pusat di Kota Gombong; meliputi kecamatan: Gombong,
Sempor, Rowokele, Ayah, Buayan, Puring, Adimulyo uan Kuwaresan.
c. SWP Ill dengan pusat di Kota Prembun; meliputi kecamatan: Prembun, Alian,
Ambal, Mirit, Poncowamo, Bonorowo, Padureso dan Kutowinangun.
TabeiJ Jarak lbukota Kecamatan ke lbuko"ia Kabupaten, Luas Wilayah,
dan Banyaknya Desa/Kelurahar. di Kabupaten Kebumen
Jarak ke Luas Banyaknya lbukota Kecamatan Wilayah
Kabupaten Kelu-(km)
(Ha) Des a rahan Jumlah
~. Ayah 38 7.637,00 18 - 18
~- Buayan 33 6.842,00 20 - 20 3. Puring 24 6.197,00 23 - 23
~- Petanahan 15 4.485,00 21 - 21 5. Klirong 11 4.325,00 ~4 - 24
-----~--- ----------- ----- --~--- ------- --- - ------ --- ----
p. Buluspesantren 15 4.877,00 L1 - 21 7. Ambal 19 6.241,00 32 - 32
~- Mirit 26 4.901,00 22 - 22 9. Bonorowo 25 2.425,00 11 - 11 ~0. Prembun 19 2.296,00 13 - 13 11. Padureso 38 2.895,00 9 - 9 ~ 2. Kutowinangun 11 3.373,00 19 - 19 n3. Alian 13 6.061,00 17 - 17 ~4. Poncowamo 13 2.451,00 10 - 10 n5. Kebumen - 4.203,00 24 5 29 ~6. Pejagoan 3 3.458,00 13 - 13 n1. Sruweng 9 4.368,00 21 - 21 ~ 8. Adimulyo 19 4.343,00 23 - 23 ~9. Kuwarasan 28 J.384,00 22 - 22 t2o. Rowokele 34 5.379,50 11 - 11 t21. Sempor 25 10.015,00 16 - 16 t22. Gombong 21 1.948,00 12 2 14 t_;)3_ Karanganyar 14 3.140,00 7 4 11 t24. Karanggayam 21 10.029,00 19 - 19 1;)5. Sadang 19 5.411,00 7 - 7 t26. Karangsambung 17,8 6.527,00 14 - 14
Jumlah XXX 128.111,50 449 11 460
Sumber: Profil Daerah Kabupaten Kebumen 2006
70
Jenis-jenis tanah yang ada di Kabupaten Kebumen dapat dibedakan atas;
Ta11ah Alluvial, Tanah Latosol, Tanah Podsolik, Tanah Regosol, Asosiasi Glei
Humus dnn Alluvial Kelabu, Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat, dimana
potensi tanah seperti tersebut di atas menunjukkan di Kabupaten Kebumen
sebagian wilayahnya tergolong cukup subur, sehingga dapat difungsikan sebagai
lahan pertanian, hanya di beberapa bagian wilayah kurang m:~mpu untuk
ditanami, seperti di sebagian wilayah Kecamatan Sempor, Karanggayam,
Sadang dan Alian.
Dari Luas Wilayah Kabupaten Kebumen, tercatat penggunaan lahan
untuk persavvahan sebesar 39.745 Ha atau 31,02% dari luas wilayah darat.
Sisanya sebesar 88.366 Ha berupa lahan kering. Sebagian besar lahan sawah
pada tahun 2006 merupakan sawah irigasi teknis yaitu mencapai 18.399,00 Ha
atau 46,29 persen dari total lahan sawah dan hampir seluruhnya dapat ditanami
dua kali dalam setahun. Sawah yang teririgasi secara sederhana seluas 8.053.
(20.26%). Sisanya berupa sawah tadah hujan dengan luas 13.293,00 Ha atau
33.45 persen dari totallahan sawah.
Sedangkan lahan kering digunakan untuk bangunan seluas 36.399,00
hektar (41 ,19%), tegalanlkebun seluas 28.988,00 hektar (32,80°/'J) serta hutan
negara seluas 16.861,00 hektar (19,08%) dan sisanya digunakan untuk
padang penggembalaan, tambak, kolam, tanaman kayu-kayuan, serta lahan
yang sementara tidak diusahakan dan tanah lainnya. Perubahan penggunaan
lahan dari tahun 2003 tidak ter1alu signifikan dengan proporsi persentase yang
relatif sama hingga tahun 2006.
71
4.1.1.2 Kondisi Topografis
Secara topografis Kabupaten Kebumen berada pada ketinggian di atas
permukaan laut pad a range 0 - 997.5 mdpl dengan panjang garis pantai
sepanjang 57.5 km. Kemiringan tanah di wilayah Kabupaten Kebumen dapat
dikelompokkan dalam 4 tingkatan, yaitu:
a. 0 -2% (datar), meliputi lebih dari separuh wilayah Kabupaten Kebumen yaitu
kurang lebih seluas 66.953,16 ha atau sekitar 52,26%.
b. 2 -15% (bergelombang), meliputi luas wilayah sebesar kurang lebih 5.944,37
ha atau sekitar 4,64 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Kebumen.
c. 15 -40% (curam), meliputi luas wilayah sebesar kurang lebih 21.919,37 ha
atau sekitar 17,11% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Kebumen.
d. Lebih dari 40% (sangat curam), meliputi luas wilayah sebesar kurang lebih
33.294,6 atau sekitar 25,99 dari seluruh luas wilayah Kabupaten Kebumen.
Pada tahun 2005 curah hujan di Kabupaten Kebumen lebih tinggi dari
tahun-tahun sebelumnya, sedangkan pada tahun 2006 curah hujan berada pada
titik terendah pada periode 4 tahun ke belakang (sejak tahun 2003) Tercatat
curah hujan sebesar 3.062,00 mm dan hari hujan sebesar 113 hari. Namun hal
tersebut tidak merubah keadaan iklim secara umum. Suhu terendah te~adi pada
bulan Agustus yaitu sebesar 14.50°C. Dengan suhu rata-rata pada tahun 2006
sebesar 28.50° C· kelembaban udara 75.50 % dan kecepatan angin 1.15 knot.
Data iklim ini secara umum sangat penting untuk menentukan pola tanam
dari petani, mengingat Kabupaten Kebumen sebagian besar penduduk
merupakan petani. Dengan adanya data iklim ini maka diharapkan akan
diperkirakan dengan lebih akurat kapan bulan kering dan kapan bulan basah,
sehingga para petani dapat menentukan jenis tanaman yang tepat pada waktu
yangtepat.
72
4.1.1.3 Kondisi Kependudukan
Secara garis besar kondisi penduduk dalam suatu wilayah dapat ditinjau
dari dua aspek yaitu aspek kuantitas dan aspek kualitas. Asp9k kuantitas
diantaranya meliputi: jumlah penduduk yang besar, pertumbuhan yang cepat,
dan persebaran penduduk antar wilayah yang tidak merata, dalarn artian sesuai
dengan kemampuan daya tampung wilayah. Sedangkan aspek kualitas
penduduk dar.at dilihat dari kondisi kualitas sumber daya manusianya, tingkat
pendidikannya, tingkat kesehatannya dan tingkat kesejahteraannya.
Dalam setiap pelaksanaan kegiatan pembangunan, penduduk merupakan
faktor penentu, karena penduduk tidak saja berperan sebagai pelaku tetapi juga
sebagai sasaran pembangunan. Oleh karena itu pengelolaan penduduk perlu
diarahkan pada pengendalian kuantitas, p~ningkatan kualitas serta pengarahan
mobilitas sehingga mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang menunjang
kegiatan pembangunan.
Jumlah penduduk Kabupaten Kebumen mengalami peningkatan yang
cukup berarti dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2006, yaitu dari 1.193.978
pada tahun 2003 menjadi 1.222.343 orang pada tahun 2006, dengan sex ratio
pada tahun 2006 sebesar 102. Yang berarti jumlah penduduk pria lebih banyak 2
orang pada setiap 100 penduduk perempuan. Jumlah tersebut menempatkan
Kabupaten Kebumen sebagai Kabupaten kedelapan dengan jumlah penduduk
terbanyak di Jawa Tengah. Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten
Kebumen dalam 4 (empat) tahun terakhir dapat dilihat dalam gambar 3 berikut:
Gambar3 Jumlah Penduduk Kabupaten Ket>umen Menu rut Jenis Kelamin
Tahun 2003 - 2006
620.000
615.000
610.000
605.000
600.000
595.000
590.000
585.000
580.000
575.000 2003 2004 2005 2006
Sumber : Profil Daerah Kabupaten Kebumen 2006
c Laki-laki
•Perempuan
73
Laju pertumbuhan penduduk mengalami penurunan dari tahun 2003
sampai tahun 2006. Pada tahun 2003 laju pertumbuhan sebesar 0.86% dan
tahun 2006 sebesar 0.79%. Sehingga bisa dil<atakan program Keluarga
Berencana yang mulai digalakkan pada era orde baru sebagai salah satu metode
pengendalian jumlah penduduk di Kabupaten Kebumen cukup berhasil
dilaksanakan.
Dilihat dari persebarannya tampak jumlah penduduk dan tingkat
kepadatannya masih belum merata di setiap kecamatan. Kepadatan penduduk
(Population Density) merupakan suatu rasio antara jumlah penduduk dengan
luas wilayah, ukuran ini dapat digunakan untuk memperoleh gambaran tentang
kemampuan wilayah dalam memberikan daya tampung dan daya dukung
terhadap penduduk yang ada.
Seiring bertambahnya penduduk, kepadatan penduduk juga rneningkat
pula. Kepadatan penduduk Kabupaten Kebumen tahun 2006 sebesar 954
74
jiwalkm2 atau tumbuh sebesar 0.74 persen dari tahun sebelumnya. Secara lebih
rinci dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :
Tabel4 Kepadatan penduduk per Kecamatan tahun 2003 - 2005
No. Kecamatan 2003 2004 2005
PerKm Per Desa PerKm Per Desa PerKm Per Desa
1 2 3 4 5 6 7 8
1 jAyah 699 2.965 704 2.985 711 3.015
2 Buayan 796 2.724 805 2.756 812 2.778
3 Puring 831 2.239 838 2.258 840 2.263
4 Petanahan 1.141 2.436 1.149 2.453 1.155 2.465
5 Klirong 1.240 2.235 1.253 7.258 1.259 2.269
6 Buluspesantren 1.047 2.432 1.059 2.459 1.063 2.469
7 ~mba I 880 1.717 884 1.723 888 1.731
8 Mirit 871 2.073 877 2.086 877 2.087
9 Bonorowo 941 1.789 945 1.795 945 1.797
10 Prembun 1.189 2.099 1.192 2.105 1.194 2.109
11 Padureso 477 1.533 483 1.554 486 1.562 -------- -----·----- ---------·
12 Kutowinangun 1.321 2.345 1.332 2.364 1.349 2.395
13 ~lian 996 3.595 1.002 3.617 1.012 3.653
14 Poncowamo 566 1.407 571 1.420 578 1.438
15 Kebumen 2.830 4.102 2.849 4.130 2.867 4.156
16 Pejagoan 1.359 3.615 1.368 3.639 1.394 3.708
17 jsruweng 1.307 2.720 1.315 2.735 1.331 2.768
18 ~dimulyo 774 1.462 781 1.475 793 1.497 f---
19 Kuwarasan 1.236 1.901 1.248 1.920 1.256 1.931
20 Rowokele 791 3.870 801 3.920 806 3.943
21 ISempor 633 3.959 638 3.992 642 4.019
22 !Gombc•ng 2.391 3.328 2.414 3.359 2.428 3.378
23 Karanganyar 1.102 3.145 1.112 3.175 1.125 3.210
24 Karanggayam 472 2.713 474 2.728 479 2.757
25 lsadang 343 2.6G1 347 2.691 351 2.720
26 Karangsambung 677 3.152 681 3.169 691 3.214
Kebumen 932 2.696 939 2.616 947 2.637
Sumber: Profil Daerah Kabupaten Kebumen 2006
75
Distribusi penduduk menurut kecamatan memperlihatkan bahwa
Kecamatan Kebumen mempunyai penduduk terbanyak yaitu mencapai 118.006
jiwa atau 9,94 persen dari total penduduk Kabupaten Kebumen. Sedangkan
kecamatan dengan penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Padureso
(pecahan Kecamatan Prembun) yaitu sebanyak 13.809 jiwa atau 1,16 persen
dari total penduduk Kabupaten Kebumen.
Sedangkan kepadatan penduduk menurut kecamatan seperti yang
disajikan pada tabel 4 tampak berfluktuatif. Terdapat 12 kecamatan dengan
kepadatan penduduk di atas kepadatan penduduk rata-rata kabupaten.
Kecamatan-kecamatan tersebut rata-rata terletak disekitar pusat-pusat
pengembangan seperti Kecamatan Kebumen, Pejagoan, Alian, Klirong,
Petanahan, Buluspesantren, Kuwarasan, Gombong, Karanganyar, Sruweng,
Kutowinangun, dan Prembun. Kecamatan Kebumen mempL'nyai kepadatan
penduduk tertinggi (2.867 jiwa/km2>, sedangkan Kecamatan Sadang dengan
kepadatan penduduk terendah (351 jiwa/km2).
Perkembangan penduduk berdasarkan struktur umur pada tahun 2005 di
Kabupaten Kebumen didominasi oleh kelompok penduduk usia produktif, yaitu 15
-64 tahun (61.91%), kemudian usia anak-anak 0- 14 tahun (30.45%) dan usia
tua 65 tahun ke atas sebesar 7 .64%. Selengkapnya dapat dilihat pad a gam bar 4.
Dari umur penduduk dapat pula diketahui rasio ketergantungan (dependency
ratio) sebesar 61.52 persen, yang berarti setiap 100 orang penduduk usia
produktif (15 - 64 tahun) rata-rata mempun1ai beban tanggungan sebanyak 62
sampai 63 orang penduduk usia non produktif. Dilihat dari r.ebaran penduduk per
kecamatan, maka Kecamatan Gombong dengan rasio ketergantungan sebesar
52.51 persen adalah yang terendah, sedangkan Kecamr.~tan Alian dengan rasio
ketergantungan sebesar 69.75 persen adalah yang tertinggi.
76
Gambar4 Jumlah Penduduk Kabupaten Kebumen Berdasarkan Range Umur
75+
-74
-69
-64
-59
-54
-49
-44
-39
-34
-29
-24
15-19
10 - 14
5-9
0-4
80 60 40 20 0 20 40 60 80
Sumber: Profil Daerah Kabupaten Kebumen 2006
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting guna menunjang
proses perencaan pembangumm daerah.Tingkat pendidikan penduduk sangat
mempengaruhi pol a pikir mereka dalam kehidupan sehari-hari , termasuk dalam
memahami tentang perencanaan pembangunan. Keadaan penduduk menurut
tingkat pendidikannya dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini :
Tabel5 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 20()3 - 2005
No. Jenjang Pendidikan Jumlah (jiwa)
2003 2004 2005
1. Tidak/Belum Tamat SO 341 .095 341.149 343.310
2. so 465.885 463.786 471.676
3. SMP 159.017 157.064 161 .668
4. SMA 105.587 104.281 106.421
5 . Akademi/Oiploma 11 .225 11 .097 11 .309
6 . Sarjana 8 .358 8.305 8.418
Sumber: Kabupaten Kebumen Dalam Angka 2006
77
Angkatan ke~a adalah penduduk usia kerja yang terlibat atau berusaha
terlibat dalam kegiatan produktif, karena itu angkatan kerja terdiri dari mereka
yang bekerja, sementara tidak bekerja dan yang mencari pekerjaan. Dependency
ratio terhadap penduduk usia produktif 3ebagai usia angkatan k•3rja sebesar
61.52 % terhitung mencukupi. Yang berarti ketersediaan penduduk usia produktif
cukup memadai. Dalam hal ini, aspek yang terhubung adalah aspek
ketenagakerjaan dimana jumlah pencari kerja meningkat secara proporsional
sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk usia produktif.
Angka angkatan kerja dari tahun 2003 hingga tahun 2006 terjadi lonjakan
sebesar 82%. Dari jumlah angkatan kerja tersebut tiga per empat diantaranya
masuk dalam kategori penganggur terbuka dan sisanya merupakan setengah
penganggur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table 6 berikut :
Tabel6 Ketenagakerjaan Kabupaten Kebumen Tahun 2003-2006
KETENAGAKERJAAN 2003 2004 2005 2006
a. Penduduk 15 tahun keatas 553.000 673.135 730.006 830.150
b. Angkatan Kerja 21.7'10 27.368 23.772 39.550
c. Setengah Penganggur 6.150 10.315 2.778 10.200
d. Penganggur Terbuka 15.560 17.053 20.994 29.350
Sumber: Data Disnakertrans Kabupaten Kebumen 2(106
Disisi lain angka perkembangan lapangan pekerjaan dan investasi yang
terjadi di Kabupaten Kebumen sangat rendah. Hal ini tercermin pada masih
tingginya jumlah pekerja di lapangan usaha di bidang pertanian, kehutanan,
perkebunan dan perikanan, yaitu 331.905 orang atau 49.94% dari angkatan kerja
yang ada di Kabupaten Kebumen.
Banyaknya pekerja menurut lapangan usaha memberikan gambaran
mengenai potensi masing - masing sektor perekonomian dalam menyerap
78
tenaga kerja. Komposisi mata pencaharian penduduk Kabupaten Kebumen
berdasarkan sektor usaha, serta perkembangan dari tahun ke tahun dapat
ter1ihat dalam gambar 5 berikut :
Gambar5
Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Kebumen 2003- 2006
Grafik Komposisi M ata Pencaharian Penduduk Kabupaten Kebumen Tahun 2003-2006
:l50,000
300,000
250,000
200,000
150,000
50,000
2003 2004 2005 2006
Tahun
Sumber : Profil Daerah Kabupaten Kebumen 2006
0 a. Pertanian, kehlianan,
perbwuan
• b. lndusti pengolahan
0 c. l.istik ' gas dan ar
0 d. Bangtman
• e. Perdagangan besar, ecaran,
0 f. Angkutan, penggudangan dan komunikasi
• g. KeuMQan. aslK811Si, usaha sews bangunan, lanah dan
jasa perusahaan 0 h. Jasa k•lmasyarakalan
Dari gambar tersebut dapat ter1ihat dominansi mata pencaharian di
Kabupaten Kebumen bertumpu pada sektor agraris. Konsentrasi mata pencarian
penduduk pada sektor ini telah memberikan tekanan yang tinggi terhadap
kelestarian alam. Eksploitasi terhadap lahan maupun perairan laut telah terjadi
dalam waktu beberapa tahun terakhir terjadi sebagai akibat dari ledakan jumlah
pengangguran. Di sisi lain pemecahan masalah ketenagakerjaan selama ini
sedikit terbantu oleh penempatan tenaga kerja ke luar negeri, namun
perkembangan yang bersifat fluktuatif dari tahun ke tahun menyebabkan sektor
tersebut belum terialu dapat diandalkan sebagai solusi dalam mengatasi
pengangguran.
79
4.1.1.4 Keadaan Ekonomi
4.1.1.4.1 Pertumbuhan Ekonomi
lnfonnasi perkembangan perekonomian sangat diper1ukan untuk
menyusun perencanaan dan melakukan evaluasi pembangunan perekonomian.
Salah satu data statistik yang diper1uken untuk kegiatan perencanaan dan
evaluasi ekonomi makro adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB}.
Dengan tersedianya data Produk Domestik Regional Bruto, strategi dan
kebijaksanaan pembangunan perekonomian yang telah diambil dapat dievaluasi
kembali, untuk diperbaiki atau dilanjutkan pada masa yang akan datang.
Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan pendapatan masyarakat suatu
wilayah (region} per1u disajikan pendapatan regional secara berkala yang dapat
digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan regional/daerah khususnya
di bidang ekonomi. Angka-angka Pendapatan Regional atau Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB} merupakan suatu indikator berupa data agregat yang
dapat dipakai untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Disamping itu PDRB juga dapat dipakai sebagai bahan evaluasi dari hasil
kegiatan pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan baik oleh pemerintah
maupun non pemerintah.
Tabel 7 berikut ini menyajikan perkembangan PDRB Kabupaten
Kebumen baik atas dasar harga ber1aku maupun harga konstan dengan tahun
dasar tahun 2000.
80
Tabel7 PDRB Kabupaten Kebumen 2003 - 2006*)
TAHUN BERLAKU KONSTAN
PDRB PERTUM PENDAPATAN PDRB PERTUM PENDAPATAN BUHAN PERKAPITA BUHAN PERKAPITA
(Ribuan (%) (Rupiah) (Ribuan (%) (Rupiah) rupiah) rupiah)
2003 2.886.017,95 9,79 1.824.202,28 2.260.404,12 2,93 ~ .533.693,13
2004 3.055.784,64 5,88 2.053.590,72 2.287.004,79 1 '18 1.547.926,38
2005 3.497.757,38 14,46 2.352.631,28 2.360.449,90 3,21 2.360.449,90
2006*) 3.698.225,54 5,73 2.409. 154,15 2.413. 954,72 2,27 2.193.558,19
*) Angka Proyeksi
Sumber: Profit Daerah Kabupaten Kebumen 2006
Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku Kabupaten
Kebumen pada tahun 2005 mencapai 3.497.757,38 ribu rupiah, sebagian besar
dari nilai tersebut berasal dari sektor pertanian. Rata-rata PDRB per-kapita atas
harga berlaku pad a tahun itu mencapai 2.352.631 ,90 rupiah, yang berarti
mengalami kenaikan sebesar 299.040,56 rupiah atau sebesar 14,56% dari tahun
sebelumnya.
Kemudian dari perbandingan nilai PDRB untuk harga konstan pada tahun
2005 sebesar 2.360.449,90 ribu rupiah, dengan tahun 2004 sebesar
2.287.004,79 ribu rupiah, maka dapat diketahui pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Kebumen untuk tahun 2005 yaitu sebesar 3.21 %.
Tingkat pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh perubahan nilai total
PDRB tahun bersangkutan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari
Tabel 7 dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 secara agr~gat PDRB
Kabupaten Kebumen menurut harga berlaku naik sebesar 441.972,74 juta
rupiah atau tumbuh sebesar 14,46 persen. Angka laju pertumbuhan ini lebih
tinggi bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan tahun 2004 yang tercatat
sebesar 5,88 persen. Sedangkan menurut harga konstan 2000, PDRB tahun
81
2004 terjadi kenaikan sebesar 73.445,11 juta rupiah atau tumbuh sebesar
3,21 persen dibandingkan tahun 2004. Pertumbuhan ekonomi rm sebesar 3,21
persen pada tahun 2005 ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan
ekonomi tahun 2004 yang sebesar 1,18 persen. Sedangkan nilai rata-rata
pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir (2001 - 2005) atas dasar
harga berlaku sebesar 10,96 persen dan atas dasar harga konstan 2000
sebesar 2,54 persen.
Dilihat dari kontribusi dari masing-masing lapangan usaha, maka PDRB
Kabupaten Kebumen masih didominasi oleh 4 lapangan usaha, yaitu: Pertanian,
Jasa-jasa, Perdagangan dan lndustri Pengolahan. Komposisi tersebut tidak
mengalami perubahan sejak tahun 2003 hingga 2005, sehingga diasumsikan
kondisi pada tahun 2006 pun penumpuan sektor lapangan usaha, masih sama
seperti tahun-tahun sebelumnya. Distribusi persentase PDRB menurut sektor
lapangan usaha Kabupaten Kebumen dapat dilihat pada tabel 8 berikut:
Tabel8 Persentase Kontribusi sektor PDRB Kabupaten Kebumen
Sektor Lapangan Usaha TAHUN
2003 2004 2005 2006 *)
a. Pertanian, petemakan, kehutanan, perikanan 36,14 34,79 34,53 33,55
b. Pertambangan & penggalian 5,84 6,25 6,33 6,63
c. lndustri pengolahan 10,63 10,56 10,03 9,81
d. Listrik, gas, air bersih 1,18 1,24 1,22 1,25
e. Bangunan 4,78 4,70 4,66 4,59
f. Perdagangan, hotel & restoran 11,13 10,93 10,89 10,75
g. Pengangkutan & komunikasi 5,25 5,39 5,58 5,74
h. Keuangan, persewaan, jasa perusahaan 4,69 5,26 5,20 5,56
I. Jasa-jasa 20,36 20,88 21,56 22,13
Sumber: Profil Daerah Kabupaten Kebumen 2006
82
4.1.1.4.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah Kabupaten Kebumen dalam 5
tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2006 anggaran pendapatan
sebesar 638.880,889 juta rupiah, sedangkc.n anggaran belanja sebesar
703.949,921 juta rupiah. Peningkatan nilai anggaran baik untuk pendapatan
maupun belanja meningkat cukup tajam jika dibandingkan dengan APBD tahun
2003. Namun jika dilihat dari segi realisasi, terjadi penurunan penyerapan
anggaran, dari 97% terserap pada tahun 2003 menjadi 85% pada tahun 2005
dan turun lagi menjadi 48.72% pada tahun 2006. Kecenderungan tidak
terserapnya anggaran disebabkan bebe:rapa proyek fisik yang seharusnya
dikerjakan pada tahun berjalan tidak terselesaikan tepat pada waktunya,
sehingga harus diluncurkan pada tahun anggaran berikutnya.
Dari segi pendapatan, tahun 2006 terjadi selisih antara pagu dan realisasi
yang bernilai negatif, sementara pada tahun-tahun sebelumnya realisasi
pendapatan selalu lebih tinggi dari pagu yang di anggarkan. Selisih tersebut
mencapai 19.75% atau sebesar 126.147,335 juta rupiah.
4.1.2 Proses Perencanaan Pembangunan Daerah di Kabupaten Kebumen
Sebagaimana kita ketahui, dengao berlakunya Undang-Undang Nomor
17 tahun 2003 tentang Keuangan Negam dan Undang-Undang Nomor 25
tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), telah
memberikan pengaruh yang cukup m€·ndasar dalam proses perencanaan
pembangunan di daerah. Diantaranya, ialah diberlakukannya kembali Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) duapuluh tahunan dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) lima tahunan serta berubahnya
nomenklatur Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (REPETADA) menjadi
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (HKPD) yang merupakan rencana
83
pembangunan tahunan yang menjadi pedoman penyusunan Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Secara formal, produk RPJP akan
dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perdc), RPJM dan RKPD akan
dituangkan dalam bentuk Peraturan Kepala Daerah (Peraturan Bupati/VValikota).
Ruang lingkup perencanaan berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2004 baik
nasional maupun daerah disajikan pada Tabel 9 berikut ini :
Tabel!l Ruang Lingkup Perencanaan Berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2004
Nasional Daerah
Rencana Pembangunan Jangka Rencana Pembangunan Jangka Panjang l\lasional (RPJP Nasional) Panjang Daerah (RPJP Daerah)
Rencana Pembangunan Jangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional) Menengah Daerah (RPJM Daerah)
Rencana Strategis Rencana Strategis Satuan Kerja Kementrian/Lembaga (Renstr<l KL) Perangkat Daerah (Renstra SKPD)
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Rencana Kerja Pemerintal1 Daerah (RKPD)
Rencana Kerja Kementrian/Lembaga Rencana Kerja Satuan Kerja (Renja KL) Perangkat Daerah (Renj<l SKPD)
Sumber: Bappeda Kabupaten Kebumen 2007
Berdasarkan uraian dalam Tabel 9 tersebut diatas dokumen-dokumen
perencanaan pembangunan di daerah s~ma eli seluruh Indonesia. Dokumen-
dokumen perencanaan tersebut khususnya di Kabupaten Kebumen seluruhnya
telah disusun. Dokumen perencanaan yang disusun dalam musrenbang tahun
2007 adalah RKPD dan Renja SKPD untuk tahun anggaran 2008.
Gambar 6 berikut ini disampaikan alur perecanaan dan penganggaran
berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2004 (UU SPPN) dan UU Nomor 17 Tahun
2003 (UU Keuangan Negara).
84
Gambar6 Alur Perencanaan dan Penganggaran
jPedomat -l Ren)l • P8 ~~omanj Rincian Renstra RKA·KL r-----KL KL APBN
"lJ "lJ«D
I Pedoman II I I
c 3 Diacu Cll ~ a-· ::I
Dljabar
Rk:P I ~l -RPJP I Pedoman - !Ia
RPJII kan.. ::r RAPBN f--t APBN
Naslonal ........., ,. . ~-
I Dlacu I
D/perllatikan : _I : Dlserasllcan melalul Musrenbang I .,.
RPJP I Pedoma'l.. II RPJII ~ RKP Pe foman
-------RAPBD APBD
Daerah Daerah n Daenh
c~ I Pedoman I I Dlacu I !Ia 3
~ (D !Ia :::::t •
Renstral I Renja •
.--'--- ::I" ::::I !l'edoma Pee oman J RK • Rincian s-
~KPD f-----. ::r SKPD ..
SKPD APBD
I uu SPPN I .------·----~l~u~u~KNN+I--------~•
Sumber: Bahan Sosialisasi tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2005
Keterangan Gambar :
RPJP RPJM RKP KL SKPD RKA-KL RKA-SKPD UU SPPN UU KN RAPBN RAPBD APBN APBD
: Rencana Pembangunan Jangka Panjang : Rencana Pembangunan Jangka Menengah : Rencana Ke~a Pemerintah : Kementrian/Lembaga : Satuan Kerja Perangkat Daerah : Rencana Ke~a Anggaran Kementrian/Lembaga : Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah : Undang-undang Sitem Perencanaan Pembangunan Nasional : Undang-undang Keuangan Nega;a : Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara : Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Dari gambar 6 di atas dapat dijelaskan bahwa alur perencanaan
pembangunan dan penganggaran di daerah adalah sebagai berikut; Pemerintah
Daerah menyusun RPJPD, RPJPD menjadi pedoman bagi penyusunan RPJMD.
RPJMD dijabarkan menjadi RKPD disusun berdasarkan hasil Musrenbang.
85
RPJMD juga menjadi pedoman bagi penyusunan Renstra SKPD, berdasarkan
pada Renstra SKPD perangkat daerah menyusun Rencana Kerja SKPD. Dalam
penyusunan Recana Kerja SKPD perangkat daerah mengacu pada RKPD.
Gambar 4.5 menunjukkan keterkaitan alur perencanaan pembangunan antara
Pusat dan Derah dimana RPJP Nasional menjadi acuan dalam menyusun RPJP
Daerah. Sedangkan RPJM Nasional dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
menyusun RPJM Daerah. RPJM Daerah dijabarkan dalam RKPD yang
diserasikan dengan RKP (Nasional) melalui Musrenbang Nasional. Sedangkan
alur penganggaran APBD dan APBN melalui proses perencanaan yang
berdasarkan pada Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional. Sistem penganggarannya berdasarkan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Di Kabupaten Kebumen mekanism~ per<3ncanaan pembangunan daerah
dapat dilihat secara jelas pad a gam bar 7 berikut ini :
Gambar4.6 MEKANISME PERENCANAAN
Desa/Kelurahan Kecamatan~
~~ ·~ ~
• Renja SKPD
BAPPEDA-:--..4 . •••••••••••••••••••• .......,....,..,...,.=-
Sumber : Bappeda Kabupaten Kebumen 2007
DPRD
86
Semenjak tahun 2005 perencanaan pembangunan daerah dirasa lebih
baik dibanding sebelumnya karena telah mengacu pada rencana ke~a (working
plan) sehingga rencana lebih realistis karena didalamnya menyangkut input
melalui proses musyawarah dan dapat diketahui output dan outcomenya.
Sedangkan perencanaan sebelum otonomi daerah usulan berupa dat'tar usulan
yang tidak terbatas. Perbedaan antara perencanaan pembangunan terdahulu
(sebelum otonomi daerah) dan perencanaan pembangunan setelah tahun 2005
adalah perencanaan pembangunan daerah saat sekarang lebih menekankan
pada proses musyawarah untuk mufakat dalam memutuskan kebijakan
pembangunan (menentukan prioritas kegiatan pembangunan), secara lebih jelas
dapat dilihat pada table 10, berikut:
Tabel10 Perbedaan Perencanaan Pembangunan
Sebelum Sebelum Otonomi Daerah dan Sesudah Otonomi Daerah
No. Sebelum Otonomi Daerah Sesudah Otonomi OCJerah (Tahun 2005)
-~------- --
Pelaksa11aan melalui Musrenbang
1. Pelaksanaan melalui rapet yang menenkankan pada koordinasi pembangunan. musyawarah.
Hanya berupa daftar Usulan - Berdasarkan rencana ke~a
"Shopping List" (working plan), meliputi:
2. a. Usulan sebanyak-banyaknya. a. Input (anggaran, tenaga ke~a)
b. Usulan seindah-indahnya. b. Kegiatan (proses).
c. Tidak terbatas. c. Output/outcome.
Hasilnya berupa Repetada Hasilnya RKPD (Rencana Ke~a
3. (Rencana Pembangunan Daerah Perangkat Daerah)
Tahunan) '----
Sumber: Bahan Sosialisasi tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2005
Adapun keterkaitan antara RPJP, RPJM dan RKPD adalah, bahwa RPJP
merupakan dokumen perencanaan komprehensip duapuluh tahunan, yang
87
memuat vis:, misi dan arah pembangunan jangka panjang, dan menjadi pedoman
dalam penyusunan RPJM dan RKPD. Oleh karena itu, RPJPIRPJM merupakan
cita-cita besar dan sangat mungkin akan mengubah jalan hidup orang banyak,
sehingga dalam penyusunannya perlu partisipasi masyarakat, sebagaimana
diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 53 tahun 2004
tentang Partisipasi Masyarakat dalam Proses Kebijakan Publik.
Dalam pelaksanaan proses perencanaan pembangunan daerah
mencakup lima pendekatan dalam seluruh rangkaian perencanaan
pembangunan daerah yaitu : pendekatan politik, pendekatan teknokratik,
pendekatan partisipatif, pendekatan atas-bawah, dan pendekatan bawah-atas.
Perencanaan pembangunan dengan pendekatan politik dilaksanakan melalui
kesepakatan politik antara eksekutif dan legislatif di daerah. Perencanaan
pembangunan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan
menggunakan metoda dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan
kerja yang secara fungsional bertugas untuk menyusun perencanaan
pembangunan daerah dalam hal ini BAPPEDA (Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah). Perencanaan pembangunan dengan pendekatan
partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan
terhadap pembangunan (stakeholder). Pelibatan rrereka adalah untuk
mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Sedangkan pendekatan
atas-bawah dan bawah-atas dalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang
pemerintahan.
Perencanaan pembangunan daerah selama ini telah mengalami berbagai
perubahan seiring dengan adanya perubahan peraturan perundangan yang
mengaturnya. Befl(enaan dengan sistem perencanaan pembangunan daerah di
Kabupaten Kebumen, Bapak Kepala Bappeda mengemukakan bahwa:
88
"Perencanaan pembangunan daerah yang saat ini dilaksanakan di Kabupaten Kebumen adalah perencanaan pembangunan dengan pendekatan partisipatif yaitu dengan melibatkan berbagai komponen pemegang peran pembangunan (stakeholders), disamping itu pemerintah daerah juga memberikan acuan dasar atau garis besar perencanaan agar tidak ter1epas dari dokumen perencanaan RPJP Daerah dan RPJM Daerah dan perencanaan dapat terarah. Mengenai pelaksanaannya proses perencanaan pembangunan daerah dlmulai secara bertahap dari tingkat desa (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa/Musrenbangdes), kecamatan (musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan/ Musrenbangcam) dan Kabupaten (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kabupaten/Musrenbangkab)." (Wawancara tanggal 22 Maret 2007)
Selanjutnya Bapak Camat Mirit mengemukakan :
Menurut saya proses perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen telah menerapkan model perencanaan partisipatif yaitu perencanaan yang melibatkan masyarakat yang dilaksanakan melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) dimulai dari tingkat dusun, tingkat desa, tingkat kecamatan dan kabupaten." (Wawancara tanggal, 9 April 2007)
Prosedur top-down dalam per~ncanaan pembangunan daerah di
Kabupaten Kebumen tetap dilaksanakan, sehingga perencanaan kegiatan yang
diusulkan oleh masyarakat tidak menyimpang dan terarah kepada apa yang telah
ditetapkan melalui Peraturan Daerah (RPJP Daerah dan RPJM Daerah).
Sedangkan prosedur bottom-up berasal dari penggalian gagasan oleh
masyaraka~ desa atau lapisan bawah dengan melihat permasalahan yang
dihadapi se~.ari-hari untuk dapat diatasi aengan suatu kegiatan. Prosedur top---------
down dan bottom-up digabungkan melalui pendekatan partisipatif yang
dikembangkan melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) sehingga diperoleh titik temu yang dapat disetujui oleh kedua
belah pihak yaitu pihak pemerintah daerah dan masyarakat. Penerapan
pendekatan partisipatif dalam perencana.an pembangunan daerah tersebut
diharapkan dApat mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan masyarakat sebagai
89
pelaku pembangunan dan secara politis tidak keluar dari peraturan hukum yang
berlaku dengan demikian akan meningkatkan kinerja Pemerintah oa.~rah.
Untuk menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2008 (RKPD
tahun 2008) yang oerfungsi sebagai pedoman perencanaan tahunan dan
pedoman penyusuanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen menyelenggarakan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) secara berjenjang, mulai duri tingkat
desa (Musrenbang Desa), tingkat kecamatan (Musren!)ang Kecamatan) dan
tingkat kabupaten (Musrenbang Kabupaten). Kaitannya dengan pelaksanaan
musrenbang ini Bapak Kepala Sub Bagian Perencanaan pada Bappeda
Kabupaten Kebumen mengemukakan :
"Dasar hukum pelaksanaan musrenbang dalam rangka menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2008 di Kabupaten Kebumen adalah Surat Edaran Ber sam a Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1181/M.PPN/02/2006 dan 050/244/SJ/2006 dan Surat Edaran Gubemur Jawa Tengah Nomor : 080/21553 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Tahun 2007. Selanjutnya pemerintah Kabupaten Kebumen (Bappeda) menerbitkan Surat Edaran Bupati Kebumen Nomor : 050/001146/2006 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencannan Pembangunan Desa/Kelurahan dan Kecamatan." (Wawancara tanggal26 Maret 2007)
Waktu pelaksanaan musrenbang baik pada tingkat desa, kecamatan
maupun kabupaten telah diatur jadwalnya dalam su. at edaran tersebut di atas.
Lebih jelas dapat dilihat dalam gambar 8 Bapak Kepala Sub Bagian
Perencanaan pada Bappeda Kabupaten Kebumen mengemukakan :
"Jadwal pelaksanaan musrenbang di Kabupaten Kebumen adalah sebagai berikut : Musrenbang desa/kelurahan dilaksanakan pada Nopember 2006, Musrenbang Kecamatan bulan Dsember minggu kedua, Forum SKPD tsnggal 19-21 Februari 2007 dan Musrenbang Kabupaten tang gal 13-14 Maret 2007. Jadwal ini memang sedikit berbeda dengan SEB yang telah kami terima, tapi pada prinsipnya tidak menyalahi aturan yang ada." (Wawancara tanggal26 Maret 2007)
90
Gambar8 Jadual Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
~-- B I
~ Musrmbang} I I
Penyusunan Nasional I I
RKP I }Mrurmban~ ~
I I Plum I
... , I I
Pcnyu,unan M11srmbnj ya_; ~u.rj_E3 +
~--·-· -.-.- -.-.- . RKPD Provinsi Pro••insi vinsi +
l r I
t---
l • -I- I
IT] ;w Prnyu•unan ForttmSKI'D -------Rrnja SKPD Prop. ProPinsi
Pmyusunan Mrurmbang ~ Pasca MrarmbanJ {RK3 RKPD KabuJ'IIten Kabupatm Kabupatm I ~ ...
Pmyusunan I Fo 11mSKPD t--- -~ Renja SKPD Kab. Kbupaten SKP.
l1 II M11srenbnng t II Kecnmntnn
Mr~.<rt!llhntrt: ,I De.sn!Kelllrnhnll
BULAN JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEl
Sumber : SEB Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasionai/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor 0008/M.PPN/0112007 dan 0501264AISJ
Berdasarkan gambar 8 di atas, apabila jadual pelaksanaan Musrenbang
dari tingkat desa sampai kabupaten dapat terpenuhi pada bulan Maret pada tiap
tahunnya, maka RKPD sebagai perwujudan dari partisipasi masyarakat dapat
disusun pada bulan Mei. Dari Gambar 8 tersebut jelaslah bahwa ada keinginan
Pemerintah untuk mengatur perencanaan dari tingkat Desa sarnpai Pusat
menjadi lebih baik terutama waktu pelaksanaannnya sehingga lebih
memudahkan sinkronisasi antara kegiatan Pemerintah Pusat dan Daerah.
4.1.2.1 Musyaw"rah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa
Pengertian, mLsrenbang Desa/Kelurahan adalah forum musyawarah
tahunan stakeholders desa/kelurahan (pihak yang berke!Jentingan untuk
mengatasi permasalahan desa/kelurahan dan pihak yang akan terkena dampak
hasil musyawarah) untuk menyepakati rencana kegiata·n tahun anggaran
91
berikutnya. Musrenbang Desa/Kelurahan dilaksanakan dengan memperhatikan
rencana pembangunan jangka menengah Desa/Kelurahan, kine~a implementasi
rencana tahun berjalan serta masukan dari nara sumber dan peserta yang
menggambarkan permasalahan nyata yang sedang dihadapai. Peserta adalah
pihak yang memiliki hak pengambilan keputusan dalam Musrenbang melalui
pembahasan yang disepakati bersama. Hasil Musrenbang Desa/Kelurahan
antara lain:
1. Daftar prioritas kegiatan yang ak~n dilaksanakan sendiri oleh
Desa/Kelurahan yang bersangkutan.
2. daftar kegiatan yang akan dilaksanakan melalui Alokasi Dana Desa, secara
swadaya maupun melalui pendanaan lainnya.
3. Daftar prioritas kegiatan yang akan diu~:ulkan ke musrenbang kecamatan
untuk dibiayai melalui APBD Kabupaten dun APBD Propinsi.
4. Daftar nama anggota delegasi yang akan membahas hasil musrenbang
desa/kelurahan pada forum Musrenbang Kecamav~n.
Tujuan, musrenbang Desa/Kelurahan diselenggarakan untuk :
1. Menampung dan menetapkan prioritas kebutuhan masyarakat yang diperoleh
dari musyawarah perencanaan pada tingkat di bawahnya.
2. Menetapkan prioritas kegiatan desa yang akan dibiayai melalui Alokasi Dana
Desa yang berasal dari APBD Kabupaten maupun sumber pendanaan
lainnya.
3. Menetapkan priorotas kegiatan yang akan diajukan untuk dibahas pada
Musrenbang Kecamatan
Masukan, Berbagai hal yang perlu disiapkan untuk penyelenggaraan
Musrenbang Desa/Kelurahan adalah :
1. Dari Desa/Kelurahan, antara lain :
92
a. Daftar pennasalahan Desa/Kelurahan seperti peta kerawanan kemiskinan
dan pengangguran.
b. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
Desa/Kelurahan.
c. Hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan Desa/Kelurahan pada tahun
sebelumnya.
d. Daftar prioritas masalah di bawah Desa/Kelurahandan kelompok
masyarakat seperti kelompok tani, kelompok nelayan dan sebagainya.
2. Dari Kabupaten dc:m Kecamatan, yaitu:
a. Kode Desa/Kelurahan (dua angka/digit) dan kode Kecamatan (dua
angka/digit) untuk memudahkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
dan Bappeda mengetahui Desa/Kelurahan dan asal prioritas kegiatan
tersebut diajukan.
b. Formulir yang memudahkan Desa/Kelurahan untuk menyampaikan daftar
usulan prioritas kegiatan ke tingkat kecamatan.
c. Hasil evaluasi kecamatan dan ate.u masyarakat terhadap pemanfaatan
Alokasi Dana Desa
d. lnformasi dari pemerintah kabupaten tentang indikasi j:Jmlah Alokasi
Dana Desa yang akan diberikan ke Desa untuk tahun anggaran
berikutnya. Alokasi Dana desa merupakan pendapatan dari desa yang
diperoleh dari bagi hasil pajak daerah dan retribusi kabupatenlkota,
bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima
oleh kabupaten/kota dan bantuan dari pemerintah, pemerintah propinsi
dan pemerintah kabupatenlkota.
e. Prioritas kegiatan pembangunan daerah untuk tahun mendatang, yang
dirinci berdasarkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
93
pelakr.ananya beserta rencana pendanaannya di Kecamatan tempat
Des:vKelurahan berada.
Mekanisme, Mekanisme pelaksanaan Musrenbang Tahunan
Desa/Kelurahan terdiri dari tahapan :
1. Tahap Persiapan, dengan kegiatan sebagai berikut :
a. Masyarakat di tingkat dusun/RW dan kelompok-kelompok masyarakat
melaksanakan musyawarah/rembug.
b. Kepala Desa/Lurah menetapkan Tim Penyelenggara Musrenbang
Desa/Kelurahan.
c. Tim penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Menyusun jadwal dan agenda Musrenbang Desa/Kelurahan;
b) Mengumumkan secara terbuka tentang jadwal, agenda, dan tempat
Musrenbang Desai Kelurahan, minimal 7 hari sebelum kegiatan
dilakukan, agar peserta dapat melakukan pendaftaran dan atau
diundang;
c) Membuka pendaftaran dan atau mengundang calon peserta
Musrenbang Desa/Kelurahan;
d) Menyiapkan peralatan dan bahan/materi serta notulen untuk
Musrenbang Desa/Kelurahan.
2. Tahap Pelaksanaan, dengan agenda sebagai berikut:
a. Pendaftaran peserta Musrenbang Desa/Kelurahan;
b. Pemaparan Camat atas prioritas kegiatan pembangunan di kecamatan
yang bersangkutan;
c. Pemaparan Camat atas hasil evaluasi pembangunan tahun sebelumnya,
dengan memuat jumlah usulan yang dihasilkan pada forum sejenis di
tahun sebelumnya;
94
d. Pemaparan Kepala Desa/Lurah atas prtorttas program/kegiatan untuk
tahun bertkutnya. Pemaparan ini bersumber dart Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa/Kelurahan;
e. Penjelasan Kepala desa mengenai informasi tentang perkiraan jumlah
Alokasi Dana Desa;
f. Pemaparan masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat
Desa/Kelurahan oleh beberapa perwakilan dart masyarakat;
g. Pemisahan kegiatan berdasarkan : a) Kegiatan yang akan diselesaikan
sendirt di tingkat Desa/Keluraha; b) Kegiatan yang menjadi tanggung
jawab Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang akan dibahas dalam
Musrenbang Tahunan Kecamatan.
h. Perumusan para peserta tentang prtorttas untuk menyeleksi usulan
kegiatan sebagai cara mengatasi masalah oleh peserta;
i. Pemantapan prtorttas kegiatan pe'llbangunan tahun yang akan datang
sesuai dengan potensi serta permasalahan di Desa/Kelurahan;
j. Penetapan daftar nama 3-5 orang (masyarakat) sebagai delegasi dart
peserta Musrenbang Desa/Kelurahan untuk menghadirt Musrenbang
Kecamatan. Dalam komposisi delegasi tersebut terdapat perwakilan
perempuan
Keluaran, Keluaran yang dihasilkan dart Musrenbang Desa/Kelurahan
adalah:
1. Dokomen Rencana Kerja Pembangunan Desa/Kelurahan yang terdiri dart :
a. Prtorttas kegiatan pembangunan skala Desa/Kelurahan yang akan
didanai oleh Alokasi Dana Desa dan atau swadaya masyarakat;
b. Priorttas kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan melalui Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang dilengkapi dengan kode Desa/Kelurahan
95
dan kode kecamatan dan masih akan dibahas pada forum musrenbang
kecamatan;
2. Daftar nama delegasi Kecamatan untuk mengikuti Musrenbang Kecamatan;
3. Berita Acara Musrenbang Desa/Kelurahan.
Peserta, Peserta Musrenbang Desa/Kelurahan adalah komponen
masyarakat (individu atau kelompok) yang berada di Desa/Kelurahan seperti :
Ketua RT/RW, Kepala dusun, lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), ketua
adat, kelompok perempuan, kelompok pemuda, organisasi masyarakat,
pengusaha, kelompok tani-nelayan, komite sekolah dan lain sebagainya.
Narasumber, sebagai narasumber dalm musrenbang Desa/Kelurahan
adalah Kepala Desa/Lurah, ketua dan para anggota Badan Permusyawaratan
Desa (BPD), Camat dan aparat kecamatan, kepala sekolah, kepala puskesmas,
pejabat instansi yang ada di Desa/Kelurahan dan LSm yang b~kerja di
Desa/Kelurahan yang bersangkutan.
Tugas Tim Penyelenggara, tugas dari tim penyelenggara musrenbang
Desa/Kelurahan antara lain :
1. Menyusun jadwal dan agenda Musrenbc..ng Desa/Kelurahan;
2. Memfasilitasi dan memantau pelaksanaan musyawarah dusun/RW ,
kelompok-kelompok masyarakat yang kurang mampu dan kelornpok wan ita;
3. Mengumumkan secara terbuka jadwCJI, agenda dan tempat pelaksanaan
Musrenbang Desa/Kelurahan;
4. Mendaftar calon peserta Musrenbang Desa/Kelurahan;
5. Membantu para delegasi Desa/Kelurahan dalam menjalankan tugasnya di
Musrenbang Kecamatan;
6. Menyusun Dokumen Rencana Kerja Pembangunan Desa/Kelurahan;
96
7. Merangkum berita acara hasil Musrenbang Desai Kelurahan sekurang-
kurangnya memuat :
a. Prioritas kegiatan yang disepakati;
b. Daftar nama delegasl yang akan mengikutl musrenbang Kecamatan.
8. Menyebarluaskan dokumen Rencana Kerja Pembr•ngunan Desa/Kelurahan.
Tugas Delegasi Kecamatan, yang akan mengikuti musrenbang
kecamatan antara lain :
1. Membantu Tim Penyelenggara menyusun Dokumen Rencana Kerja
Pembanguna;
2. Memaparkan daftar prioritas kegiatan pembangunan Desa/Kelurahan pada
forum musrenbang kecamatan.
Guna pelaksanaan musrenb~ng desa/kelurahan, pemerintah Kabupaten
Kebumen (8appeda) telah mendeluarkan surat edaran tentang petunjuk teknis
pelaksanaan musrenbang desa/kelurahan yang dikirimkan kepada seluruh camat
di Kabupaten Kebumen guna diteruskan kepada seluruh kepala desalkepala
kelurahan di wilayah yang bersangkutan. Musrenbang desa/kelurahan untuk
tahun anggaran 2008 di Kabupaten Kebumen diselenggarakan pada bulan
Nopember. Mengenai pelaksanaan Musrenbang desalkelurahan ini Bapak
Kepala Bappeda Kabupaten Kebumen mengungkapkan :
"Musrenbang desa/kelurahan di Kabupaten Kebumen untuk merencanakan kegiatan pembangunan pada tahun anggaran 2008 dilaksanakan lebih cepat dari jadwal yang ditentukan dalam Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasicnal dan Menteri Dalam Negeri serta Surat Edaran Gubemur Jawa Tengah. Sesuai ketentuan tersebut Musrenbang desa/kelurahan dilaksanakan paling lambat akhir bulan Januari 2007, namun di Kabupaten Kebumen dilaksanakan pada bulan nopember 2006. Dan memajukan jadwal pelaksanaan Musrenbang desa/kelurahan ini tidak menyalahi aturan. Hal ini dilakukan guna memberikan waktu yang cukup longgar untuk lakukan verifikasi tentang usulan kegiatan-kegiatan pembangunan yang nantinya akan di bahas pada musrenbang kecamatan dan kabupaten." (Wawancara, tanggal 22 Maret 2007)
97
Mengenai waktu dan tempat palaksanaan musrenbang desa/kelurahan
diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah desalkelurahan untuk mengatumya,
dengan catatan dilaksanakan pada bulan Nopember 2006. Sebelum
pelaksanaan musrenbang desalkelurahan masyarakat biasanya melaksanakan
musyawarah di tingkat dusun/RW guna menyusun rencana kegiatan
pembangunan di lingkungan dusun/RW yang bersangkutan. Rencana tersebut
nantinya dijadikan sebagai masukan yang akan diusulkan dalam forum
musrenbang desa.
Meskipun telah diberikan sural edaran agar melaksanakan musrenbang
desalkelurahan sekaligus petunjuk teknis pelaksanaannya, namun ada desa
yang tidak melaksanakan. Salah satu desa yang tidak melaksanakan
musrenbang desalkelurahan adalah Desa Rowo Kecamatan Mirit. Berkait
dengan hal ini Kepala Desa Rowo Kecamatan Mirit menyatakan :
"Kemarin kami (Desa Rowo) memang tidak melaksanakan musrenbang desa karena untuk melaksanakannye~ kami terbentur masalah dana selain itu masyarakat juga kurang antusias untuk melaksanakannya. Untuk menyusun Rencana Pembangunan Tahunan Desa (RPTD) kami mengambilnya dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Dalam RPJMDes telah termuat rencana pembangunan untuk lima tahun ke depan (tahun 2006-2010). Dan untuk rencana yang lain kami mendiskusikan dengan perangkat desa yang lain." (Wawancara tanggal 3 April 2007)
Sementara itu di Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar Musrenbang
benar-benar dilaksankan. Penjaringan aspiresi mas)·arakat dimulai dari tingkat
dusun atau Rukun Warga (RW). Di Desa grenggeng terdapat 1 0 (sepuluh) RW,
dari seluruh Rw tersebut melaksanakan musrenbang. Namun motivasi
pelaksanaan musrenbang ini berbeda-beda. Seperti yang diungkapkan Bapak
Sumarto (Ketua RW I) berikut ini :
"Bulan Nopember kemarin kami melaksanakan muyawarah perencanaan pembangunan di rumah saya. Kami melaksanakan karena ada perintah dari pak lurah (kepala desa), katanya disuruh dari pak camat, dan
98
katanya beliau (pak camat) mau hadir. Akhimya saya ngundang tetanggatetangga." (Wawancara tanggal 12 April 2007)
Sedangkan di Dusun Bodeh (RW VII) tidak melaksanakan secara formal,
tetapi dilaksanakan bersamaan dengan acara tahlilan (selapanan). Bapak
Dasimun (Ketua RW VII) mengungkapkan :
"Pada saat itu (bulan Nopember) pak lurah menyuruh agar dusun kami (RW VII) menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan dan insyaallah pak lurah mau hadir. Biar biayanya ngirit musyawarah itu kami laksanakan pas acara selapanan yaitu setelah acara tahlilan selesai kami lakukan musyawarah." (Wawancara tanggal12 April2007)
Motiltasi individu masyarakat dalam mengikuti musyawarah juga berbeda-
beda. Seperti yang diungkapkan Bapak Namo berikut ini :
"Saya ikut musyawarah kemarin karena gak enak saja sama pak kadus dan pak lurah, masak sudah diundang pak kadus gak datang. Sebenamya saya sendiri tidak punya usulan untuk disampaikan dalam musyawarah itu. Akhimya saya juga Cuma diam saja mendengarkan." (Wawancara tanggal 13 April 2007)
Sedangkan Bapak Mungalim menuturkan :
"Niat saya dulu itu untuk ikut acara selapanan (tahlilan), mencari pahala ibadah lillahi ta'ala bukan untuk musyawarah pembangunan desa. Tapi setelah selesai kok disuruh jangan pulang dulu karena dilanjutkan acara musyawarah pembangunan. Ya saya kan wong cilik yo ikut saja. Di situ saya ya Cuma diam mendengarkan saja tidak usul. Biar1ah perangkat desa dan bapak-bapak saja yang merencanakan pembangunan." (Wawancara tanggal 13 April 2007)
Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar memang melaksanakan
musrenbang desa, tetapidalam pelaksanaannya pemerintah desa telah
menyediakan draft rencana kegiatan pembangunan. Berkaitan dengan
pelaksanaan musrenbang desa ini Kepala Desa Grenggeng, Kecamatan
Karanganyar mengungkapkan :
"Dalam Musrenbang Desa peserta dapat mengusulkan rencana kegiatan pembangunan yang merupakan hasil dart musyawarah di tingkat dusun, tetapi agar pelaksanaannya tidak bertele-tele kami (pemerintah desa) telah membuat draft rencana hasil rembugan dengan perangkat desa, BPD dan beberapa kepala dusun. Jadi dalam musrenbang desa ini
99
masyarakat tinggal membahas sedikit dan menyetujuinya. Kemudian disusun mana yang diutamakan (diprioritaskan). Tetapi kadang-kadang ada peserta yang ngotot agar usulannya dapat diterima k~lau sudah demikian peran pemandu sangat membantu untuk mengatasi masalah." (Wawancara tang gal 1 0 April 2007)
Di Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar memang benar-benar
melaksanakan musrenbang, bahkan penjaringan aspirasi masyarakat dimulai
dari tingkat Dusun/Rukun Warga (RW), tetapi dalam pengusulan rencana
kegiatan dan pengambilan keputusan masih didominasi oleh orang-orang
tertentu saja (elit birokrasi/pemerintah desa). Hal ini didukung oleh pernyataan
Bapak Sunardi (tokoh masyarakat/Guru SO) yang mengunglcapkan :
"Dalam setiap pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan pak lurah (pemerintah desa) dan BPD selalu sudah punya usulan yang sudah disusun menjadi draft usulan yang tlibagikan k~pada seluruh peserta musyawarah. Kalaupun ada usulan lain dari masyarakat, pasti tidak masuk prioritas. Memang sih usulan mereka tidak selalu bertentangan/tidak sesuai dengan usulan masyarakat." (Wawancara tanggal 13 April 2007)
Keluaran yang dihasilkan dari Musnmbang Desa adalah : Dokomen
Rencana Ke~a Pembangunan Desa yang terdiri dari : prioritas kegiatan
pembangunan skala Desa yang akan didanai oleh Alokasi Dana Desa dan atau
swadaya masyarakat dan prioritas kegiatcm pembangunan yang akan
dilaksanakan melalui Satuan Ke~a Perangkat Daerah yang dilengkapi dengan
kode Desa/Kelurahan dan kode kecamatan dan masih akan dibahas pada forum
musrenbang kecamatan. Hasil yang lain adalah daftar nama delegasi Kecamatan
untuk mengikuti Musrenbang Kecamatan dan Berita Acara Musrenbang Desa.
Bert.ait dengan pelaksanaan musrenbang desa ini Kepala Sub-bagian
Perencanaar1 di Bappeda mengungkapkan :
"Aihamdulillah kegiatan musrenbang desa/kelurahan secara keseluruhan di Kabupaten Kebumen telah dilaksanakan dengan lancc1r dan baik sesuai dengan petunjuk teknis r>elaksanaan yang diberikan. Memang tidak semua desa melaksanakan musrenbang desa, ada beberapa desa yang tidak melaksanakan musrenbang. Namun sebagian besar desa di
100
Kabupaten Kebumen melaksanakan musrenbang. Desa, yang tidak melaksanakan musrenbang biasanya menyusun RPTD berasal dari kegiatan yang tercantum pada RPJMDes. Sepanjang mereka tetap menyusun RPTD (sebagai bahan usulan dalam musrenbang kecamatan) dan pemerintah desa bertanggung jawab hal tersebut dapat kami maklumi.· (Wawancara tanggal 26 Maret 2007)
Secara keseluruhan musyawarah perencanaan pembangunan
(musrenbang) desa/kelurahan di Kabupaten Kebumen telah dilaksanakan
dengan baik dan tepat waktu (sesuai dengan jadwal yang ditentukan). Dan hasil
dari musrenbang desa tersebut telah tersusun dalam Rencana Pembangunan
Tahunan Desa (RPTD), yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan masukan
dalam musrenbang kecamatan.
4.1.2.2 Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
Kecamatan
Pengertian, Musrenbang Kecamatan adalah forum musyawarah
stakeholders Tingkat Kecamatan untuk mendapatkan masukan prioritas kegiatan
dari Desa/Kelurahan serta menyepakati kegiatan lintas Desa/Kelurahan di
wilayah Kecamatan tersebut sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja Satuan
Ke~a Perangkat Daemh Kabupaten pada tahun berikutnya. Yang dimaksud
dengan stakeholders kecamatan adalah pihak yang berkepentingan dengan
prioritas kegiatan dari Desa/Kelurahan untuk mengatasi permasalahan di wilayah
Kecamatan, serta pihak-pihak yang berkaitan dengan dan atau terkena dampak
hasil pembangunan. Sedangkan SKPD (Satuan Ke~a Perangkat Daerah) adalah
unit ke~a Pemerintah Kabupaten yang mempunyal tugas untuk mengelola
anggaran dan barang daerah. Kemudian yang dimaksud dengan Renja SKPD
adalah Rencana Ke~a Satuan Ke~a Perangkat Daerah yang berisi rencana kerja
tahunan Perangkat Daerah. Musrenbang Kecamatan menghasilkau antara lain:
101
1. Daftar kegiatan prioritas yang akan dilal<sanakan di kecamatan tersebut pada
tahun berikutnya, yang akan diusulkan dalam Forum Satuan Ke~a Perangkat
Daerah (SKPD) dan atau Forum Gabungan SKPD yang selanjutnya sebagai
bahan Musrenbang Kabupaten.
2. Daftar nama delegasi kecamatan untuk mengikuti Forum SKPD dan atau
Forum Gabungan SKPD.
Tujuan, Musrenbang Kecamatan diselenrgarakan untuk:
1. Membahas dan menyepakati hasil-hasil Musrenbang dari tingkat
Desa/Kelurahan yang akan menjadi prioritas kegiatan pembangunan di
wilayah Kecamatan yang bersangkutan;
2. Membahas dan menetapkan prioritas kegiatan pembangunan di tingkat
Kecamatan yang belum tercakup dal~m prioritas kegiatan pembangunan
Desa/Kelurahan;
3. Melakukan klasifikasi atas prioritas kegiatan pembangunan di wilayah
Kecamatan sesuai dengan fungsi-fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten.
Masukan, berbagai hal yang perlu disiapkan untuk penyelenggaraan
Musrenbang Kecamatan antara lain adalah:
1. Dari Desa/Kelurahan antara lain :
a. Dokumen Rencana Ke~a Pembangunan Tahunc.n dari masing-masing
Desa/Kelurahan yang setidaknya berisi prioritas kegiatan yang dilengkapi
kode Desa/Kelurahan dan Kecamatannya
b. Daftar nama anggota delegasi dari Desa/Kelurahan untuk mengikuti
Musrenbang Kecamatan
102
c. Daftar nama para wakil kelompok fungsional/asosiasi warga, koperasi,
LSM yang bekerja di Kecamatan atau organisasi tani/nelayan di tingkat
Kecamatan.
2. Dari Kabupaten
a. Kode Kecamatan (dua angka yang sama dengan yang disampaikan di
Desa/Kelurahan) untuk memudahkan SKPD dan Bappeda mengetahui
Kecamatan yang mengusulkan kegiatan tersebut;
b. Prioritas kegiatan pembangunan daerah untuk tahun mendatang, yang
dirinci berdasarkan SKPD pelaksananya beserta ren-;ana pendanaannya
di Kecamatan tersebut;
Mekanisme, mekanisme pelaksanaan Musrenbang Tahunan Kecamatan
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan, dengan kegiatan sebagai berikut:
a. Camat menetapkan Tim Penyelenggara Musrenbang Kecamatan
b. Tim penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Mengkompilasi prioritas kegiatan pembangunan yang menjadi
tanggung jawab SKPD dari masing-masing
berdasarkan masing-masing fungsi/SPKD;
Desa/Kelurahan
2) Menyusun jadwal dan agenda Musrenbang Kecamatan;
3) Mengumumkan secara terbuka tentang jadwal, agenda, dan tempat
Musrenbang Kecamatan, minimal 7 hari sebelum kegiatan dilakukan,
agar peserta bisa menyiapkan diri dan segera melakukan pendaftaran
dan atau diundang;
4) Membuka pendaftaran dan atau mengundang calon peserta
Musrenbang Kecamatan, baik wakil dari Desa/Kelurahan maupun
dari kelompok-kelompok masyarakat;
103
5) Menyiapkan peralatan dan bahan/materi serta notulen untuk
Musrenbang Kecamatan.
2. Tahap Pelaksanaan, dengan agenda sP.bagai berikut:
a. Pendaftaran peserta Musrenbang Kecamatan;
b. Pemaparan Camat mengenai prioritas masalah Kecamatan, meliputi
antara lain kemiskinan, pendidikan, kesehatan, prasarana dan
pengangguran;
c. Pemaparan mengenai rancangan ke~a SKPD dari Tim Kabupaten
berkaitan dengan arah kegiatan pembangunan pada Kecamatan yang
bersangkutan;
d. Pemaparan masalah dan prioritas kegiatan dari masing-masing
Desa/Kelurahan menurut fungsi/SKPD oleh Tim Penyelenggara
Musrenbang Kecamatan;
e. Verifikasi oleh delegasi Desa/Kelurahan untuk memastikan semua
prioritas kegiatan yang diusulkan oleh Desa/Kelurahannya sudah
tercantum menu rut masing-masing Fungsi dan Sub Fungsi;
f. Penerta Musrenbangcam dibagi dalam 3 (tiga) kelompok pembahasan,
meliputi:
1) Kelompok I (Satu) membahas :
a) Fungsi Ekonomi Meliputi Urusan Perhubungan, Tenaga
Ke~a. Koperasi dan Us&ha Kecil Menengah, Penanaman Modal,
Pemberdayaan Masyarakat. dan Desa, Pertanian, Kehutanan,
Energi dan Sumberdaya Mineral, Kelautan dan Perikanan,
Perdagangan, Perindustrian dan Transmigrasi.
b) Fungsi Pariwisata dan Budaya meliputi Urusan Kebudayaan dan
Pariwisata
104
2) Kelompok II (Dua) yang dibahas meliputi
a) Fungsi Kesehatan meliputi Urusan Kesehatan dan Keluarga
Berencana.
b) Fungai Pelayanan Umum meliputi Urusan Perencanaan
Pembangunan, Pemerintahan Umum, Kepegawaian, Statistik,
Kearsipan, Komunikasi dan lnformatika.
c) Fungsi Pendidikan meliputi Urusan Pendidikan, Pemuda dan
Olah Raga.
d) Fungsi Perlindungan Sosial meliputi Urusan Kependudukan dan
Catatan Sipil, Pemberdayaan Perempuan, Keluarga Sejahtera
dan Sosial.
e) Fungsi Ketertiban dan Keamanan meliputi Urusan Kesatuan
Bangsa dan Politik Dalam Negeri
3) Kelompok Ill (Tiga) yang dibahas meliputi:
a) Fungsi Lingkungan Hidup meliputi Urusan Penataan Ruang,
Lingkungan Hidup dan Pertanahan.
b) Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum meliputi Urusan
Peke~aan Umum dan Perumahan Rakyat.
g. Kesepakatan prioritas kegiatan pembangunan Kecamatan yang dianggap
perlu oleh peserta Musrenbang namun belum diusulkan oleh
Desa/Kelurahan (kegiatan lintas Desa/Kelurahan yang belum diusulkan
Desa/Kelurahan);
h. Kesepakatan prioritas kegiatan pembangunan Kecamatan be.rdasarkan
masing-masing fungsi/SKPD;
i. Pemaparan prioritas pembangunan kecamatan dari tiap-tiap kelompok
fungsi/SKPD di hadapan seluruh peserta Musrenbang Kecamatan;
105
j. Penetapan daftar nama delegasi kecamatan 3-5 orang (masyarakat)
untuk mengikuti Forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten. Dalam
komposisi delegasi tersebut terdapat perwakilan perempuan.
Keluaran, keluaran yang dihasilkan dart Musrenbang Kecamatan adalah :
1. Daftar prioritas kegiatan pembangunan di wilayah Kecamatan menurut
fungsi/SKPD atau gabungan SKPD, yang siap dibahas pada Forum Satuan
Ke~a Perangkat Daerah dan Musrenhang Kabupaten, yang akan didanai
melalui APBD Kabupaten dan sumber pendanaan lainnya. Selanjutnya,
daftar tersebut disampaikan kepada masyarakat di masing-masing
Desa/Kelurahan oleh para delegasi yang mengikuti Musrenbang Kecamatan;
2. Terpilihnya delegasi Kecamatan untuk mengikuti Forum Satuan Ke~a
Perangkat Daerah dan Musrenbang Kabupaten;
3. Berita Acara Musrenbang Kecamatan.
Peserta, Peserta Musrenbang Kecamatan adalah wakil dart
Desa/Kelurahan dan wakil dari kelompok-kelompo~ masyar:::~kat yang
kegiatannya dalam skala Kecamatan (misalnya : organisasi petani, organisasi
pengrajin, dan lain sebagainya).
Narasumber, yang menjadi nara sumber dalam Musrenbang kecamatan
antara lain :
1. Dari Kabupaten : Tim Kabupaten, anggota DPRD dari daerah Pemilihan
Kecamatan yang bersangkutan;
2. Dari Kecamatan : Camat, Aparat Kecamatan, Kepala UPT Dinas di
Kecamatan, LSM yang beke~a di Kecamatan yang bersangkutan dan para
ahli/profesional yang dibutuhkan.
Tugas Tim Penyelenggara, musren~ang kecamatan adalah sebagai
berikut:
106
1. Merekapitulasi hasil dali seluruh Musrenbang Desa/Kelurahan;
2. Menyusun jadwal dan agenda Musrenbang Kecamatan;
3. Mengumumkan secara terbuka jadwal, agenda dan tempat pelaksanaan
Musrenbang Kecamatan;
4. Mendaftar peserta Musrenbang Kecamatan;
5. Membantu para delegasi Kecamatan dalam menjalankan tugasnya di Forum
SKPD dan Musrenbang Kabupaten;
6. Merangkum daftar pliolitas kegiatan pembangunan di wilayah Kecamatan
untuk dibahas pada Forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten;
7. Merangkum belita acara hasil MusrenbfJng Kecamatan sekurang-kurangnya
memuat:
a. Pliolitas kegiatan yang disepakati untuk diusulkan pada Musrenbang
Kabupaten;
b. Daftar nama delegasi yang terpilih.
Tugas Delegasi Kecamatan, yang nantinya akan menjadi peserta dalam
forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten adalah :
1. Membantu Tim Penyelenggara menyusun daftar prioritas kegiatan
pembangunan di wilayah kecamatan untuk dibahas pada Forum SKPD dan
Musrenbang Kabupaten;
2. Mempe~uangkan pliolitas kegiatan pembangunan Kecamatan dalam Forum
SKPD dan Musrenbang Kabupaten;
3. Mengambil inisiatif untuk membahas perkembangan usulan Kecamatan
dengan delegasi dali Desa/Kelurahan dan kelompok-kelompok masyarakat di
Tingkat Kecamatan.
Setelah dilaksanakan musrenbang desa/kelurahan dilanjutkan dengan
musrenbang kecamatan. Dalam musrenbang kecamatan, usulan dali desa
107
ditaampun'J dan dibahas untuk mendapatkan prioritas kegiatan pembangunan
yang akan dilaksankan di kecamatan yang bersangkutan. Hasil dari musrenbang
kecamatan adalah daftar prioritas kegiatan pembangunan yang akan
dilaksanakan di kecamatan pada tahun berikutnya yang tersusun dalam Rencana
embangunan Tahunan Kecamatan (RPTK). Musrenbang kecamatan di
Kabupaten Kebumen dilaksanakan pada minggu kedua bulan Desember 2006.
Pelaksanaan Musrenbang Kecamatan ini juga maju waktunya, karena
menyesuaikan dengan pelaksanaan musrenbanr~ desalkelurahan yang maju juga
waktu pelaksanaannya. Hal ini merupakan kebijakan dari pemerintah daerah
Kabupaten Kebumen (Bappeda Kabupaten Kebumen). Sebagaimana
musrenbang desalkelurahan, guna pelaksanaan musrenbang kecamatan,
pemerintah Kabupaten Kebumen telah menerbitkan petunjuk teknis
pelaksanaannya yang diedarkan kepada seluruh camat di Kabupaten Kebumen.
Berkenaan dengan pelaksanaan musrenbang kecamatan, Kepala Seksi
Pembangunan Kecamatan Karanganyar memberikan penjelasan sebagai berikut:
"Dalam pelakasanaan musrenbang kecamatan kita (Kecamatan Karanganya" sudah sesuai dengan pedoman yang ada yaitu petunjuk teknis pelaksanaan Musrenbang Kecamatan yang diterbitkan oleh Bappeda. Perencanaan pembangunan yang dikembangkan dengan forum musrenbang ini dinilai dapat mengakomodasi usulan masyarakat." (Wawancara tanggal 4 April 2007)
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa penerapan metode
musrenbang dalam perencanaan pembangunan dianggap san gat baik dan cocok
untuk mengembangkan partisipasi masyarakat.. Secara umum Musrenbang
Kecamatan sudah dilaksanakan diseluruh kecamatan di Kabuapetn Kebumen
Dalam musrenbang kecamatan, masyarakat desa sudah banyak yang
ter1ibat dalam untuk ikut serta menentukan prioritas usulan kegiatan kecamatan
yang akan diusulkan pada Forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten. Partisipasi
masyarakat desa dalam kontek ini didelegasikan kepada tokoh dan perangkat
108
desa yang bersangkutan. Dari dokumen hasil Musrenbang kecamatan unsur-
unsur peserta yang ter1ibat dalam Musrenbang kecamatan adalah sebagai
berikut:
1) Tingkat desa meliputi : Kepala Der.a, Ketua BPD, Ketua LPMD, tokoh
perempuanlwanita desa (Ketua Tim Penggerak PKK Desa) dan Kepala Seksi
Pembangunan Desa se Kecamatan.
2) Tingkat kecamatan meliputi: Muspika, Dinas/lnstansi sektor kecamatan dan
Tim Penggerak PKK Kecamatan.
3) Tingkat kabupaten meliputi: Unsur dari Bappeda, Unsur dari Dinas l<eluarga
Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat, Unsur dari Bagian Administrasi
Pembangunan Setda Kabupaten.
Mekanisme atau proses pelaksanaan musrenbang kecamatan hampir
sama denyan musrenbang desa/kelurahan. Dalam musrenbang kecamatan,
masyarakat/peserta berdiskusi untuk menentukan nilai (skor) kegiatan yang akan
diusulkan ke tingkat kabupaten. Dalam diskusi ini dapat te~adi antar peserta atau
peserta dengan pemandu untuk mempe~elas tujuan kegiatan dan lokasi
kegiatan. Seperti yang dikemukakan oleh Kepala Seksi Pembangunan,
Kecamatan Mirit, berikut ini:
"Musrenbang kecamatan yang diadakan di kecamatan dilakukan untuk menginventarisasi usulan dari seluruh desalkelurahan pengelompokan usulan menurut fungsi Satuan Ke~a Perangkat Daerah (SKPD). Setelah itu dilaku:<an pembahasan dan penilaian (skoring) untuk menentukan urutan prioritas dalam RPTK yang nantinya ak:an dijadikan sebagai usulan dalam forum SKPD dan Musrenbang Keabupaten" (Wawancara tanggal 7 April 2007)
Dari hasil pengamatan dan informasi yang diperoleh peneliti dari
beberapa informan dan penjelasan kepala seksi pembangunan di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa musrenbang kecamatan dilaksanakan hanya untuk
menampung dan mngelompokkan usulan ttari desa ke dalam fungsi SKPD saja.
109
4.1.2.3 Forum Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Forum SKPD)
Sebelum dilaksanakan musrenbang kabupaten ter1ebih dahulu
dilaksanakan froum Satuan Ke~a Perangkat Daerah (SKPD). Kepala Sub-bagian
Perancanaan pada Bappeda Kabupaten Kebumen mengemukakan bahwa:
"Sebelum dilaksanakan Musrenbang Kabupaten dibentuk atau dilaksanakankegiatan Forum SKPD (Satuan ke~a Perangkat Daerah), tujuannya adalah agar perencanaan SKPD dapat mengakomodasi dan sesuai dengan kebutuhan masyaral~at, merangkum usulan kegiatan tahun 2008 yang diusulkan melalui RPTK. Dalam forum SKPD ini hanya sebatas mencermati usulan, tanpa mengurangi jumlah dan volume kegiatan." (Wawancara tanggal22 Maret 2007)
Forum SKPD (Forum yang berhubungan dengan fungsi/sub fungsi,
kegiatan/sektor dan lintas sektor) adalah wadah bersama antar pelaku
pembangunan untuk membahas prioritas kegiatan pembangunan hasil
Musrenbangcam dengan SKPD atau Gabungan SKPD sebagai upaya mengisi
Rencana Ke~a SKPD yang tata cara penyelenggaraannya difasilitasi oleh
SKPD terkait.
Pelaksanaan Forum SKPD atau Forum Gabungan SKPD memperhatikan
masukan kegiatan dari kecamatan, kine~a pelaksanaan kegiatan SKPD tahun
be~alan, rancangan awal RKPD serta Renstra SKPD. Apabila salah satu
dokumen tersebut belum tersedia, pelaksanaan Forum SKPD dan atau Forum
Gabungan SKPD dapat tetap dilaksanakan. Jumlah Forum SKPD dan formasi
Forum Gabungan SKPD serta jadwal acara pelaksanannya ditentukan dan
dikoordinasikan Bappeda, disesuaikan dengan volume kegiatannya dan kondisi
setempat.
Pembentukan Forum SKPD dan Forum Gabungan SKPD diprioritaskan
pad a:
1. Fungsi-fungsi pelayanan dasar pemerintah seperti pendidikan dasar,
kesehatan, prasarana dan dukungan kegiatan ekonomi masyarakat;
110
2. SKPD mengemban fungsi yang berkaitan dengan prioritas program-program
pembangunan Kabupaten tersebut. Sebagai contoh Forum SKPD
Pendidikan, Forum SKPD Kesehatan.
Tujuan, Forum SKPD Kabupaten bEirtujuan untuk:
1. Mensinkronkan prioritas kegiatan pembangunan dan berbagai kegiatan
kecamatan dengan rancangan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah (Renja SKPD);
2. Menetapkan prioritas kegiatan yang akan dimuat dalam Renja SKPD;
3. Menyesuaikan prioritas Renja SKPD dengan ptafon/pagu dana SKPD
yang termuat dalam Prioritas pembangunan daerah Rancangan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah);
4. Mengidentifikasi keefektifan berbagai regulasi yang berkaitan dengan fungsi
SKPD, terutama untuk mendukung terlaksananya Renja SKPD
Masukan, Berbagai hal yang pertu disiapkan dalam
penyelenggaraan Forum SKPD dan Forum Gabungan SKPD adalah:
1. Daftar kegiatan prioritas yang bersumber dari Renstra SKPD/Unit Kerja
Daerah;
2. Prioritas kegiatan pembangunan/rancangan RKPD dan plafon/pagu dana
indikatif untuk masing- masing SKPD;
3. Rancangan Renja SKPD;
4. Daftar individu/organisasi masyarakat skala Kabupaten seperti Asosiasi
Profesi, LSM, perguruan tinggi dan mereka yang ahli serta msmiliki
perhatian terhadap fungsi/SKPD yang bersangkutan sebagai eaton peserta
Forum SKPD;
5. Berbagai dokumen perencanaan dan regulasi yang terkait dengan
pembangunan;
111
6. Daftar prioritas kegiatan pembangunan di wilayah kecamatan hasil
Musrenbang Kecamatan
Mekanisme, Mekanisme pelaksanaan Forum SKPD Kabupaten dilakukan
dengan agenda sebagai berikut:
1. Pendaftaran peserta Forum SKPD;
2. Pemaparan dan pembahasan prioritas kegiatan pembangunan menurut
rancangar. Renja SKPD dan Hasil Musrenbangcam oleh kepala SKPD;
3. Merumuskan prioritas kegiatan pembangunan baik yang berasal dari
kecamatan maupun dari Rencana Renjo SKPD;
4. Menetapkan prioritas kegiatan pembangunan berdasarkan plafon/pagu
indikatif dan Renja SKPD, baik yang bersumber dari APBD Kabupaten,
APBD Provinsi, maupun APBN, sehingga dapat dibelanjakan secara
optimal;
5. Menyusun rekomendasi untuk usulan kerangka regulasi SKPD dengan
cara:
a. Mengidentifikasi keefektifan regulasi yang berkaitan dengan fungsi
SKPD
b. Merekomendasikan regulasi yang baru, perubahan regulasi,
penggabungan regulasi, atau pembatalan sesuai kebutuhan.
6. Menetapkan delegasi masyarakat dari Forum SKPD yang berasal dari
organisasi kelompok-kelompok masyarakat skala Kabupaten untuk
mengikuti Musrenbang Tahunan Kabupat.en (1-3 orang untuk setiap Forum
SKPD). Dalam komposisi delegasi ters€but terdapat perwakilan perempuan
Keluaran, Keluaran yang dihasilkan dari Forum SKPD Kabupaten adalah:
1. Rancangan Renja SKPD berdasarkan hasil Forum SKPD yang memuat
kerangka regulasi dan kerangka anggarar. SKPD;
112
2. Prioritas kegiatan yang sudah dipilih menurut sumber pendanaan dari
APBD Kabupaten, APBD Propinsi maupun APBN;
3. Terpilihnya delegasi dari Forum SKPD "jang berasal dari organisasi
kekompok-kelompok masyarakat skala kabupaten untuk mengikuti
musrenbang Kabupaten (1-3 orang untuk setiap Forum SKPD);
4. Berita Acara Forum SKPD Kabupaten.
Peaerta, Peserta Forum SKPD Kabupaten terdiri dari para delegasi
kecamatan dan delegasi dari kelompok-kelompok masyarakat di tingkat
kabupaten yang berlc:aitan langsung dengan fungsi/SKPD atau gabungan SKPD
yang bersangkutan.
Nara Sumber Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten, Kepala
dan para pejabat Bappeda, anggota DPRD dali Komisi Pasangan Ke~a masing
masing Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten, LSM yang memiliki bidang
kerja sesuai dengan fangsi SKPD, ahli/profesional baik yang berasi dari
kalangan praktisi maupun akademisi
Tugas Tim Penyelenggara, tugas tim penyelenggara forum SKPD adalah:
1. Merekapitulasi seluruh hasil Musrenbang Kecamatan;
2. Menyusun rincianjadwal, agenda dan tempat forum SKPD;
3. Mengundang peserta Forum SKPD;
4. Mendaftar peserta Forum SKPD;
5. Menyusun hasil pemutakhiran rancangan Renja SKPD berdasarkan hasil
Forum SKPD;
6. Menyediakan berbagai bahan kelengkapan untuk penyelenggaraan Forum
SKPD;
7. Merangkum berita acara penyelenggaracm Forum SKPD;
113
8. Memberikan hasil Forum SKPD kepada Komisi Pasangan kerja di DPRD
Kabupaten
Tugas Delegasi Forum SKPD, tugas deklegasi fontm SKPD adalah;
1. Membantu Tim Penyelengga Forum SKPD dalam memutakhirkan
rancangan Renja SKPD;
2. Memperjuangkan prioritas kegiatan Renja Sf<PD dalam Musrenbang
Kabupaten;
3. Mendiskusikan berita acara hasil Forum SKPD dengan Komisi DPRD
yang terkait
Waktu Pelaksanaan Forum SKPD dilaksanakan selambat-lambatnya
bulan Februari 2007 dengan jadwal yang telah ditentukan sesuai dengan hasil
rapat koordinasi antara Bappeda Kabupaten Kebumen dengan SKPD.
Di Kabupaten Kebumen forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
dilaksanak:m pada tanggal 19 s.d. 21 Februari 2007 bertempat di Gedung
Pertemuan Setda Kabupaten Kebumen yang difasilitasi oleh Bappeda
Kabupaten Kebumen. Forum SKPD ini dilaksanakan selama tiga hari karena
usulan yang berasal dari kecamatan jumlahnya cukup banyak. Guna
mensinkronkan usulan tersebut dengan Rencana kerja SKPD yang
bersangkutan dipertukan pembahasan yang cukup panjang dan menyita waktu.
Dalam forum SKPD dibahas berbagai masukan dari kecamatan yang
merupakan husil dari musrenbang kecamatan. Kemudian usulan tersebut
disinkronkan dengan rencana kerja SKPD yang bersangkutan atau SKPD yang
sesuai dengan usulan kegiatan pembangunan yang direncanakan di kecamatan.
Rencana kegiatan pembangunan dibahas esuai fungsi masing-masing SKPD
sebagai contoh usulan kegiatan pembangunan bidang kesehatan akan dibahas
dengan Dinas Kesehatan, usulan tentang pelatihan tenaga kerja akan dibahas
114
dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, usulan tentang pembangunan
fisik Galan, saluran air, jembatan dan sebagainya) dibahas dengan Dinas
Permukiman dan Prasarana Daerah, demikian seterusnya.
4.1.2.4 Musyawarah
Kabupaten
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
Pengertian, Musrenbang Kabupaten adalah musyawarah antar pelaku
pembangunan (stakeholders) kabupaten untuk mematangkan rancangan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) kabupaten berdasarkan rencana
kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) hasil forum Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dengan cara mP-ninjau keserasian antara rancangan
rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang hasilnya digunakan
untuk pemutakhiran rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Pelaksanaan musrenbang Kabupaten memperhatikan hClsil pembahasan forum
SKPD dan forum gabungan SKPD, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah/Renstra Daerah, kinerja pembangunan tahun berjalan dan masukan
dari para peserta musrenbang. Hasil Musrenbang ;,abupaten adalah prioritas
kegiatan yang dipilih menurut sumber pendanaan dari APBD setempat, APBD
propinsi dan APBN sebagai bahan pemutakhiran rancangan RKPD
kabupaten/kota menjadi dasar penyusunan anggaran tahunan. RKPD adalah
Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang menjadi rujukan utama penyusunan
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).
Tujuan Musrenbang; tujuan pelaksanaan Musrenbang berdasarkan
pedoman yang telah disusun ada tign hal yaitu: Perlama, mendapatkan masukan
untuk penyempumaan rancangan awal RKPD yang memuat prioritas
pembangune.n daerah, pagu indikatif pendanaan pembangunanberdasarkan
fungsi SKPD, rancangan AlokGsi Dana Desa , termasuk dalam pemutakhiran ini
115
adalah informasi mengenai kegiatan yang pendanaannya berasal dari APBD
Propinsi, APBN dan sumber pendanaan lainnya. Kedua, mendapatkan rincian
rancangan awal RKA SKPD, khususnya yang berhubungan dengan
pembangunan. Ketiga, menetapkan rincian rancangan awal kerangka regulasi
menurut SKPD yang berhubungan dengan pembangunan.
Masukan Musrenbang, berbagai hal yang perlu disiapkan dalam
pelaksanaan musrenbang adalah sebagai berikut : Pertama, berasal dari
kabupaten yaitu : a) Rancangan RKPD yang disusun oleh Bappeda berdasarkan
prioritas pembangunan daerah; b) Rancangan Renja SKPD hasil forum SKPD
yang memuat kerangka regulasi dan kerangka anggaran yang kegiatannya
sudah dipilah berdasarkan sumber pendanaan dari APBD Kabupaten, APBD
Prop[nsi, APBN dan sumber pendanaan lainnya: c) Prioritas dan plafon
anggaran aynag dikeluarkan oleh Bupatilwalikota yang terdiri dari plafon untuk
SKPD dan plafon untuk Alokasi Dana Desa: d) Daftar nama delegasi Forum
SKPD yang terpilih untuk mengikuti Musrenbang Kabupaten: e) Berbagai
dokumen perencanaan dan regulasi yang terkait dengan pembangunan. Kedua,
berasal dari kecamatan antara lain : a) Daftar prioritas kegiatan pembangunan
yang berasal dari kecamatan: b) Daftar nama delegasi kecamatan yang terpilih
untuk mengikuti Forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten: c) Daftar nama
delegasi forum SKPD yang terplih untuk mengikuti Musrenbang Kabupaten.
Mekanisme Musrenbang; musrenbang kabupaten dilaksanakan dengan
dua tahapan yaitu tahapan persiapan dan tahapan pelaksanaan, penjelasan
tahap-tahap Musrenbang adalah sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan, dengan kegiatan sebagai berikut:
a. Kepala Bappeda menetapkan Tim Penyelenggara Musrenbang
Kabupaten:
116
b. Tim Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Mengkompilasikan prioritas kegiatan pembangunan dari Forum SKPD
dan Musrenbang Kecamatan,
b) Menyusun jadwal dan agenda musrenbang,
c) Mengumumkan secara terbuka tentang jadwal, agenda, dan tempat
Musrenbang Kabupaten, minimal 7 hari sebelum kegiatan dilakukan,
agar peserta bisa segera melakukan pendaftaran dan atau diundang.
d) Membuka pendaftaran dan atau mengundang caJon peserta
Musrenbang Kabupaten, baik delegasi dari kecamatan maupun dari
Forum SKPD,
e) Menyiapkan peralatan dan bahan/materi serta notulen untuk
Musrenbang Kabupatenlkota.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pemaparan kebijakan pembangunan Propinsi Jawa Tengah 2008;
b. Pemaparan prioritas kebijakan pembangunan daerah Kabupaten
Kebumen (Rancangan RKPD);
c. Pemaparan pokok-pokok pikiran DPRD Kabupaten Kebumen
berdasarkan hasil penjaringan aspirasi masyarakat
d. Pemaparan kebijakan anggaran Kabupaten Kebun 1en dan pagu dana
pernbangunan
e. Per.ilaian dan Penetapan Prioritas Kegiatan. Pada tahap ini peserta
dibagi ke dalam 3 kelompok dan dilaksanakan dalam 2 hari. Peserta
menetapkan prioritas usulan kegiatan dengan cara melakukan penilaian
kepada prioritas usulan kegiatan hasil forum SKPD berdasarkan kriteria
penilaian yang telah ditetapkan. Tata cara penilaian dan penetapan
prioritas disampaikan kepada peserta.
117
f. Perumusan Hasil Pelaksanaan Musrenbang. Daftar prioritas usulan
kegiatan hasil penilaian dan penetapan dalam pelaksanaan musrenbang
disusun dengan mengacu nomenklatur bidang kewenangan, program dan
kegiatan dalam Rencana Stratejik Daerah Tahun 2006-2010, dengan
urutan kegiatan dari nilai (skor) yang paling tinggi diikuti dengan nilai
(skor) yang lebih rendah.
Daftar prioritas usulan kegiatan tersebut digunakan sebagai bahan bagi
proses perencanaan selanjutnya dengan ketentuan bahwa : Pertama.
Oaftar prioritas usulan kegiatan pembangunan yang diusulkan dibiayai
APBD Kabupaten merupakan bahan bagi pemutakhiran rancangan RKPD
Kabupaten Kebumen. Kedua. Daftar prioritas usulan kegiatan yang telah
disepakati diusulkan melalui APBD Propinsi dan APBN akan
ditindaklanjuti oleh Bappeda sebagai bahan dalam Musrenbang Propinsi
Jawa Tengah.
Hasil pengamatan di lokasi penelitian dalam pelaksanaan Musrenbang
(Musyawarah Perencanaan Pembangunan) Kabupaten peserta Musrenbang
meliputi berbagai unsur yang dikelompokkan kedalam 3 (tiga) unsur yaitu unsur
pemerintah, unsur penunjang dan unsur masyarakat (sebagaimana tercantum
dalam Tabel 11 ). Seluruh peserta Musrenbang melakukan penilaian terhadap
usulan kegiatan dalam format yang telah disediakan yang berisi tentang
program/kegiatan, lokasi kegiatan, volume kegiatan. Penilaian didasarkan pada
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan pa<.la tahap persiapan. Kriteri seleksi
didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM)
Kabupaten Kebumen. Kriteria seleksi sangat penting agar setiap kesepakatan
diambil didasarkan pada pembahasan dan penilaian yang obyektif dan adil.
Rentang penilaian berkisar antara 1 - 4, nilai 1 berarti rendah, nilai 2 berarti
118
sedang, nilai 3 berarti tinggi, dan nilai 4 berarti sangat tinggi. Nilai-nilai yang
diperoleh dari unsur pemerintah, unsur penunjang dan unsur masyarakat
dijumlah kemudian dirata-rata sehingga diperoleh nilai akhir.
Berkenaan dengan penilaian dalam proses penentuan prioritas kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan dalam forum musrenbang kabupaten ini,
Kepala Sub Bagian Perencanaan pada Ba::>peda secara singkat mengemukakan
bahwa:
"Penilaian berfungsi untuk menggali gagasanlide peserta Musrenbang melalui angka-angka, dengan demikian mereka dengan mudah dapat menentukan kegiatan mana yang mendapat prioritas. Manfaat skoring atau penilaian adalah untuk memudahkan peserta menentukan prioritas kegiatan berdasarkan pada kriteria-kriteria yang ada dengan melihat program/kegiatan, lokasi kegiatan dan volume kegiatan. Format penilaian sudah disediakan oleh Bappeda, sehingga peserta tinggal mencantumkan besamya skor. Dalam penyusunan skala prioritas usulan kegiatan didasarkan pada besamya nilai akhir masing-masing kegiatan." (Wawancara tanggal26 Maret 2007)
Musrenbang Kabupaten Kebumen tahun 2007 dilaksanakan pada hari
Selasa dan Rabu tar.ggal 13 dan 14 Maret 2007 bertempat di Gedung
Pertemuan Setda Kabupaten Kebumen yang diikuti oleh peserta dari berbagai
kalangan antara lain : Pejabat Propinsi Jawa Tengah, Bakorlin Wilayah II,
Muspida, DPRD Kabupaten Kebumen, Sekda dan para asisten sekda, Kepala
Badan/Dinas/Kantor dan bagian, Delegasi dari Musrenbang Kecamatan,
Delegasi dari Forum SKPD Kabupaten Kebumen, Pimpinan Lembaga/Satuan
Kerja lainnya dan organisasi masyaraku~LSM/Perguruan tinggi yang terbagi
menjadi 3 (tiga) unsur seperti tercantum dalam Tabel11 di bawah ini :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
119
Tabel 11 Peserta Musyawarah Perencanaan P~mbangunan (Musrenbang)
Kabupaten Kebumen Tahun 2007
Unsur Pemerintah Unsur Penunjan_g_ Unsur Ma~arakat
Pejabat Propinsi Jawa 1. STIE Putra Bangsa 1. Uns~.;r kecamatan Tengah 2. AMIKPGRI 26 orang
Bakorlin wilayah II 3. STAINU 2. Unsur Desa 920
Muspida 4. AKPER Muh<.~madiyah orang
DPRD Kabupaten Kebumen 5. LSM di Kebumen 3. Pengawal RPTK
Kecamatan 78 Sekda dan para asisten 6. Dewan Pendidikan orang 26 Camat se-Kebumen 7. Dewan Kesenian Badan Pengawasan Daerah 8. Dewan Kerajinan Nasional Badan Kepegawaian dan Daerah Kebumen Diklat Daerah 9. Dewan Koperasi Indonesia Bappeda Daerah Kebumen
Badan Pongelolaan RSUD 10. KADIN Kebumen
BIKdan PDE 11. Gapensi Kebumen
Dinas Pert::mian 12. Organda Kebumen
Dinas Pe11didikan dan 13. Kelompok Wanita Tani Ternak Kebudayaan 14. Kelompok Tani Temak Dinas Tenaga Kerja dan 15. TP PKK Kebumen Transmigrasi
16. Dharma Wanita Kabupaten Dinas Peperla Kebumen Dinas Perindagkop 11. GOPTKI Dinas Kimprasda 18. Dewan Pendidikan Dinas Parsenibud 19. GOWKebumen Dinas Perhubungan 20. lkatan Dokter Indonesia {IDI) Dinas Kesehatan 21. lkatan Bidan Indonesia {IBI) Dinas KBPM 22. DPC Nahdlatul Ulama Dinas Kesbanglinmassos 23. DPC Muhammadiyah Dinas SDA, Pertambangan 24. PWI Kebumen dan Energi
25. GKI Kebumen Dinas Perhutanan dan Pedal
26. BKPH Kebumen Kantor Departemen Agama
27. LP2M Kebumen Kantor Sat. Pol. PP
28. BKM P2KP Kebumen Kantor Registrasi Penduduk
29. IRE Kebumen dan Catatan Sipil
Kantor Kas Daerah 30. Dewan Tani
Kantor Pengelola Pasar
Kantor Pendapatan Daerah
Bagian di Sekretariat Daerah
KPU
Sekretariat DPRD
Sub Dinas dan UPTD
Perusahaaan Daerah
BPS Kebumen
BPN Kebumen
UPT LIPi Kebumen -·---------~--·-·----·---·-·---
Sumber: Bappeda Kabupaten Kebumen, 2007
/.6J z
120
Agenda Musrenbang adalah sebagai berikut :
1. Pembukaan dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2007 dengan acara
sebagaiberikut:
a. Pendaftaran peserta
b. Pembukaan dan laporan penyelenggara.
c. Sambutan Bupati Kebumen.
d. Pemaparan kebijakan pembangumm Propinsi Jawa Tengah Tahun 2006.
e. Pemaparan prioritas kebijakan pembangunan daerah Kabupaten
Kebumen (Rancangan RKPD).
f. Pemaparan pokok-pokok pikiran DPRD Kabupaten Kebumen
berdasarkan hasil penjaringan aspirasi masyarakat.
g. Pemaparan kebijakan anggaran Ke:~bupaten Kebumen dan pagu dana
pembangunan.
h. Pemaparan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat ')aerah (SKPD) oleh
seluruh Badan/Dinas/Kantor atau instansi di Kabupaten Kebumen.
2. Diskusi Penilaian dan Penetapan Prioritas Kegiatan dilaksanakan pada hari
kedua yaitu Rabu tang gal 14 Maret 2007.
Keluaran Musrenbang; ada 2 hal pokok yang hendak dicapai dalam
Musrenbang yang melibatkan partisipas; masyarakat, yaitu: Pertama; rancangan
RKPD yang memuat prioritas pembangunan daerah, pagu indikatif pendanaan
pembangunan. Kedua; daftar prioritas usulan kegiatan yang sudah dipilah
berdasarkan sumber pembiayaan dari APBD Kabupaten, APBD Propinsi, APBN.
Peserta Musrenbang; musrenbang dilaksanakan secara partisipatif dan
demokratis. Peserta yang diundang berpartisipasi dalam musrenbang adalah
delegasi dari musrenbang kecamatan dan delegasi dari forum SKPD yang
121
mencakup semua unsur pelaku pembangL•nan yang berkaitan langsung dengan
pembangunan yaitu :
1) Pejabat Propinsi Jawa Tengah (Bappeda Propinsi)
2) Bakor1in Wilayah II
3) Muspida Kabupaten Kebumen
4) DPRD Kabupaten Kebumen
5) Sekretaris Daerah Kabupaten Kebumen dan para asistennya
6) Kepala Badan/Dinas/Kantor/Bagian se Kabupaten Kebumen
7) Delegasi dari Musrenbang Kecamatan
8) Delegasi dari Forum SKPD Kabupaten Kebumen
9) Pimpinan Lembaga/Satuan Ke~a lainnya
1 0) Organisasi masyarakat/LSM/Perguruan tinggi setempat.
Dalam diskusi musrenbang ini seluruh peserta dikelompokkan dalam 3
kelompok pembahasan yaitu : Kelompok A membahas bidang ekonomi,
kelompok B membahas bidang sosial budaya dan yang terakhir kelompok C
membahas bidang pengembangan wilayah.
Pasca Musrenbang, setelah pelaksanaan Musrenbang Kabupaten yang
dilakukan adalah pemutakhiran rancangan Rencana Ke~a Pemerintah Daerah
(RKPD). Dalam pelaksanaan pemutakhiran RKPD ini, Bappeda mengundang
seluruh kepala dinas yang ada dan instansi terkait. Pemutakhiran rancangan
RKPD merupakan kegiatan untuk menyempumakan Rancangan RKPD sesuai
dengan hasil dari pelaksanaan musrenbang yang berupa Kebijak.an umum
anggaran (KUA), prioritas pembangunan, plafon/pagu dana dan daftar prioritas
usulan kegiatan. Rancangan RKPD yang disempurnakan ini merupakan bahan
bagi Penyusunan Arah Kebijakan Umum, Strategi dan Prioritas Anggaran
Pen<.lapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kebumen.
122
Perencanaan pembangunan daerah dengan forum musyawarah
perencanaan pembangunan (musrenbang} diharapkan efektif meningkatkan
kredibilitas, legitimasi dan dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat. Untuk
mendorong ter1aksananya sistem perencanaan pembangunan partisipatif
tersebut secara lebih baik diper1ukan keter1ibatan berbagai komponen pemegang
peran pembangunan (stakeholders} dengan didukung oleh kesamaan
pandangan tentang tatacara dan kriteria-kriteria pengambilan keputusan, serta
persepsi, keinginan dan kebutuhan pembangunan.
4.1.3 Kemampuan Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakomodasi
Asplrasl Masyarakat
Dalam proses perencanaan pembangunan dengan model perencanaan
partisipatif yang dikembangkan dengan forum Musyawarah Peencanaan
Pembangunan (Musrenbang}, aspirasi masyarakat diakomodasi secara
be~enjang mulai dari tingkat desa, tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten.
Aspirasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan di tingkat desa
disalurkan atau diakomodasi melalui forum Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa (Musrenbang desa). Selanjutnya pada tingkat kecamatan
diakomodasi dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan
(Musrenbang Kecamatan) dan pada tingkat kabupaten adalah dalam forum
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kabupaten (Musrenbang Kabupaten).
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa )'ang dilaksanakan oleh
masing-masing desa menghasilkan Rencana Pembangunan Tahunan Desa
(RPTD) yang dibiayai oleh APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa)
dan swadaya mumi masyarakat. Keluaran lain yang dihasilkan adalah daftar
usulan kegiatan/program pembangunan ya'lg memer1ukan pembiayaan APBD
Kabupaten, APBD Propinsi dan APBN. Daftar usulan ini selanjutnya menjadi
123
bahan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan (Musrenbang
Kecamatan). Peserta musyawarah adalah tokoh masyarakat, kepala dusun,
kepala desa, BPD, LPMD, Karang taruna, PKK Desa dan kelompok masyarakat
yang berkepentingan dalam pembangunan desa.
Kepala Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar, salah satu desa di
Kabupaten Kebumen memberikan informasi sebagai berikut :
"Pemerintah Desa Grenggeng telah berusaha menghadirkan seluruh unsur masyarakat seperti 1okoh masyarakat, kepa1a dusun atau RTIRW dan Jain sebagainya yang mampu dia;ak berunding untuk membahas rencana pembangunan desa. Masyarakat di desa ini sebagian besar beke~a dibidang pertanian dan sebagian mempunyai usaha rumah tangga (kerajinan anyaman). Rencana kegiatan pembangunan sudah kami susun dalam bentuk draft dan dibagikan kepada seluruh peserta musyawarah. Draft tersebut kami susun bersama-sama dengan perangkat desa dan BPD. Hal ini juga biar Jebih muclah dan cepat dalam musyawarah. Musrenbang kemarin menghasilkan 5 rencana kegiatan pembangunan yaitu plurisasi/cor jalan, perbaikan tanggul kali, perbaikan saluran irigasi, pembuatan senderan dan penerangan jalan. Usulan tersebut semuanya berasal dari kami (sudah ada dalam draft) masyarakat semuanya setuju dengan usulan itu" (Wawancara tanggal 12 April 2007)
Dari penjelasan Bapak Kepala Desa Grenggeng di atas dapat dikatakan
bahwa dominasi pemerintah desa masih sangat kuat dalam pelaksanaan
musyawarah perencanaan pembangunan desa. Rencana kegaiatan
pembangunan hasil musrenbang Desa Grenggeng (5 kegiatan) tersebut
semuanya masih bersifat kegiatan fisik. Tidak ada kegiatan bidang pendidikan,
bidang kesehatan maupun bidang ekonomi. Hal ini te~adi karena pemahaman
masyarakat terhadap arti dari pembangunan, masyarakat memahami bahwa
pembangunan itu hanya sebatas kegiatnn-kegiatan fisik saja, yaitu kegiatan
membuat atau memperbaiki suatu bentuk fisik misalnya jalan, gedung,saluran
irigasi dan lain sebagainya.
Rencana kegiatan pembangunan hasil musrenbang desa direkap
kemudian ditetapkan dengan keputusan kepala desa dalam bentuk rencana
124
pembangunan tahunan desa (RPTD). Bapak Sekretaris Desa Grenggeng (Carik)
mengungkapkan :
"Hasil musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) tahun lalu (bulan Nopember) di Desa Grenggeng sudah ditetapkan dalam Keputusan Kepala Desa Grengger:g Nomor 04 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Tahunan Desa (RPTD). RPTD ini nantinya yang kami jadikan sebagai usulan dalam musrenbang kecamatan. Ada 5 rencana kegiatan pembangunan yang masuk dalam RPTD. Kelima rencana kegiatan pembangunan itu kami usulkan dalam musrenbang kecamatan agar dapat pembiayaan dari kabupaten (APBD)." (Wr:~wancara tanggal 12 April 2007)
Lima Rencana Kegiatan pembangunan yang masuk dalam RPTD Desa
Grenggeng secara rinci dapat dilihat pada tabel 12 berikut 1ni :
Tabel12 Daftar Rencana Pembangunan Desa Grenggeng Tahun 2008
No Jenis Proyek Lokasi Jumlah Biaya
(Rp)
1 Plurisasi/cor jalan RWV, VII, VIII, IX,X 211.175.000,-
2 Perbaikan tanggul kali Abang RW.IX 20.000.000,-
3 Perbaikan saluruan tersier RW. I, Ill, IX,X 89.775.000,-
4 Pembuatan senderan RW.X 20.000.000,-
5 Penerangan jalan RW.IX 8.000.000,-
Sumber: RPTD Desa Grenggeng Tahun 2008
Rencana kegiatan pembangunan yang termuat dalam RPTD ini adalah
rencana kegiatan pembangunan yang pembiayaannya bersumber dari APBD.
Sedangkan rencana kegiatan pembangunan yang tidak masuk dalam RPTD ini
pembiayaannya akan diambilkan dari APBDes dan swadaya masyarakat.
Lain halnya dengan Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar, Desa
Rowo Kecamatan Mirit tidak melaksanakan musyawarah perencanaan
pembangunan (musrenbang) sebagaimana ketentuan yang berlaku. Dalam
menetapkan rencana pembangunan tahunan desa (RPTD), Kepala Desa Rowo
125
mengambilnya dari RPJMDes. Barkait dengan hal ini Kepala Desa Rowo
mengatakan :
"Kami (Desa Rowo) memang tidak mengadakan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) desa, ya karena biayanya tidak ada mas. Karena rencana pembangunan tahunan desa harus dibuat dan dilaporkan ke kecamatan ya kami tetap membuat. Kami membuat RPTD dengan mungutip dari RPJMOes dan menambahakan kegiatan yang memang kami anggap dibutuhkan. Sebelum menyusun RPTD, saya dan perangkat desa serta BPD mengadakan rapat. Dalam rapat tersebut ditetapkan 4 (empat) rencana kegiatan pembangunan yang akan diusulkan di musrenbang kecamatan. Tentang usulan ini mungkin masyarakat tidak tahu, kami juga belum menyampaikan ke masyarakat." (Wawancara tanggal 3 April 2007)
Dari pemyataan Kepala Desa Rowo tersebut dapat disimpulkan bahwa
kegiatan perencanaan pembangunan dimonopoli oleh pemerintah desa (kepala
Desa). Masyarakat tidak pernah tahu adanya rencana tersebut, masyarakat akan
mengetahui apabila rencana kegiatan pembangunan akan dilaksanakan. Dapat
dikatakan bahwa masyarakat rowo hanya berpartisipasi pada pelaksanaan
pembangunan, sedangkan dalam perencanaan mereka tidak pernah terlibat.
Rencana kegiatan pembangunan Desa Rowo dapat dilihat pada tabel 13
berikut ini :
Tabel13 Daftar Rencana Pembangunan Desa Rowo Tahun 2008
No Jenis Proyek Lokasi Jumlah Biaya (Rp)
1 Pengaspalan jalan RW.I,II,V 60.500.000,-
2 Pengerasan jalan (makadam) RW.III 15.000.000,-
3 Perbaikan saluran/selokan RW.IV 13.750.000,-de sa
4 Pemberian modal nelayan RW. I, II,III,IV, V 150.000.000,-
Sumber: RPTD Desa Rowo Tahun 2008
Dari penjelasan dan informasi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
perencanaan pembangunan desa masih didominasi oleh elit birokrasi desa
126
dalam hal ini adalah kepala desa dan perangkatnya. Aspirasi masyarakat belum
dapat tersalurkan secara baik, hal ini didukung dari data bahwa rencana kegiatan
pembangunan desa lebih banyak berasal atau atas usulan dari kepala desa.
Aspimsi masyarakat ditingkat kecamatan diwadahi atau diakomodasi
dalam fo;um Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan
(Musrenbangcam), sebelumnya forum ini disebut Diskusi Unit Daerah Kerja
Pembangunan (UDKP) kegiatan ini sering juga disebut dengan Temu Karya
LPMD (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa). Forum Musrenbang
Kecamatan ini dipimpin oleh Camat. Pada forum Musrenbang Kecamatan
dilakukan pembahasan rencana pembangunan secara terpadu pada tingkat
kecamatan deng:m memasukkan rencana pembangunan tahunan desa (RPTD)
dan usulan rencana pembangunan dari dinas/instansillembaga tingkat
kecamatan yang selanjutnya menghasilkan rencana pembangunan tahunan
kecamatan (RPTK).
Kegiatan Musrenbang telah dilaksanakan oleh Pemerintah baik ditingkat
desa maupun ditingkat kecamatan. Hal ini juga menunjukkan bahwa prosedur
perencanaan dari bawah (bottom-up planning) sudah terwujud ditingkat
kecamatan. Dan aspirasi masyarakat dapat diakomodasi sampai dengan tingkat
kecamatan. Berkenaan dengan hal tersebut Kepala Seksi Pembangunan
Kecamatan Mirit menjetaskan bahwa :
"Semua usulan dari desa di wilayah Mirit sepanjang nilai dan kegiatannya logis kita tampung dan kita masukkan dalam Rencana pembangunan tahunan kecamatan (RPTK) dan aJ..:an kita bawa sebagai usulan kegiatan pembangunan dalam forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten dengan harapan usulan tersebut dapat disetujui atau dapat masuk dalam anggaran tahun depan sehingga kegiatan pembangunan yang direncanakan di desa dapat dilaksanakan pada tahun berikutnya." (Wawancara tanggal 9 April 2007)
127
Hal senada juga diungkapkan oleh 1:3apak Camat Mirit :
"Kami (pemerintah kecamatan) hanya sebagai fasilitator, jadi semua yang diusulkan oleh warga kami (dari desa) kami tampung dan akan kami ajukan dalam forum kabupaten (forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten). Dan kami akan berusaha agar usulan kami dapat diterima dan masuk sebagai prioritas kegiatan pembangunan daerah" (Wawancara tanggal 9 April 2007)
Musrenbang kecamatan dilaksanakan dengan memperhatikan usulan dari
desa yang merupakan hasil dari musrenbangdes. Dalam forum musrenbang
kecamatan dihasilkan daftar kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan di
kecamatan tersebut pada tahun berikutnya yang akan diusulkan dalam Forum
Satuan Ke~a Perangkat Daerah (SKPD) c1an atau Forum Gabungan SKPD yang
selanjutnya sebagai bahan Mu~renbanc Kabupaten. Secara umum tujuan
dilaksanakan musrenbang kecamatan ini adalah untuk membahas dan
menyepakati hasil-hasil Musrenbang dari tingkat Desa/Kelurahan yang akan
menjadi prioritas kegiatan pembangunan di wilayah Kecamatan yang
bersangkutan, membahas dan menetapkan prioritas kegiatan pembandunan di
tingkat Kecamatan yang belum tercakup dalam prioritas kegiatan pembangunan
Desa/Kelurahan serta melakukan klasifikasi atas prioritas ke~iatan pembangunan
di wilayat-. Kecamatan sesuai dengan fungsi-fungsi Satuan Ke~a Perangkat
Daerah Kabupaten.
Usulan rencana kegiatan pembangunan dari desa ditampung dan direkap
kemudian ditetapkan dalam rencana pembangunan tahunan kecamatan (RPTK).
Dari informasi dan data yang ada dapat dikatakan bahwa fungsi dari musrenbang
kecamatan hanya sekedar menampung aspirasi masyarakat dari desa tanpa ada
suatu pembahasan yang bermakna. Hal ini didukung oleh Bapak Ahmadi
(peserta musrenbang kecamatan Mirit dari unsur LSM) yang menyatakan :
"Menurut saya palaksanaan musrenbang kecamatan sia-sia saja. Dalam musrenbrmg tersebut seluruh usulan dari desa direkap, kemudian dikelompokkan menurut fungsi satuan ke~a perangkat daerah (SKPD).
128
Kemudian rencana kegiatan pembangunan yang sudah dikelompokkan menurut fungsi SKPD tersebut ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Tahunan Kecamatan (RPTK), dan RPTK ini akan dijadikan bahan dalam forum SKPD dan Musrenbang di tingkat Kabupaten. Dalam musrenbang kecamatan kan harusnya dibahas secara mendalam usulan dari desa, mana yang urgensi mana yang tidak, mana yang harus di biayai APBD mana yang cukup dibiayai dengan APBDes dan kalo memang 1m dilaksankan kan ada usulan yang seharusnya ditolakldikembalikan ke desa.' (Wawancara tanggal 5 April 2007)
Berdasarkan data dan informasi yang dipeoleh penulis, forum
musrenbang kecamatan hanya sekedar menampung usulan rencana kegiatan
pembangunan dari seluruh desa/kelurahan di wilayahnya kemudian
mengklasifikasikan menurut fungsi/SKPD dan menentukan prioritas usulan
tersebut sehingga dapat dikatakan seluruh usulan rencana pembangunan dari
masyarakat/desa (aspirasi masyarakat) dapat terakomodasi oleh forum
musyawarah perencanaan pembangunan kecamatan (musrenbangcam). Hasil
dari musrenbang kecamatan ini akan dimasukkan dalam Rencana F>embangunan
Tahunan Kecamatan (RPTK) yang dijadika11 sebagai bahan dal<:1m forum Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Musrenbang Kabupaten. Rencana
pembangunan tahunan kecamatan (RPTK) dapat dilihat pad a tabel berikut ini :
129
Tabel14 Daftar Rencana Pembangunan Kecamatan Karanganyar Tahun 2008
Bidang Lokasi Kegiatan Biaya (Rp) Pertanian Sidomulyo Bantuan pupuk 27.000.000
Panjatan Bibit tanaman manoni 4.000.000 dst.
Perikanan dan Plarangan Budidaya lele 3.000.000 Kelautan dst. Pertambangan Karang kemiri Pengembangan listrik desa 90.000.000 dan Energi dst. dst. dst. Perindustrian & Candi Rehap pasar desa 59.400.000 Perdagangan dst. Perkoperasian Karanganyar Bantua11 lv1odal 10.000.000
dst. Penanaman - - -modal Kehutanan - - -Administrasi Candi Pengadaan komputer & 7.500.000 Umum dan dst. orinter Pemerintahan Tenaga kmja Karanganyar Pelatihan elektronika 8.000.000
dst. Kesehatan Puskesmas Pengadaan peralatan medis 80.000.000
d:;t. Pendidika., & UPT Dinas P & Kejar paket B 8.800.000 Kebudayaan K Mirit Kejar paket C 52.900.000
dst. dst. Sosial Panjatan Rel".ab mushola 3.000.000
dst. Kependudukan - - -Olah Raga Karanganyar Pembuatan line atletik 20.500.000
dst. Tata Ruang Karanganyar Pembangunan trotoar 200.000.000 PU Bina marga Plarangan Perbaikan jalan aspal 648.000.000
Pohkumbang Betonisasi jalan 240.000.000 Grenggeng Plurisasi/pengecoran jalan 211.175.000 dst.
PU Pengairan Grenggeng Perbaikan tanggul sungai 20.000.000 Perbaikan saluran irigasi 89.775.000
dst. Pembuatan senderan 20.000.000 PU Cipta karya Grenggeng Penerangan jalan 8.000.000
dst. Perhubungan - - -Lingkungan Karanganayar Penghijauan jalan 1.875.000 Hidup dst. Pariwisata - - -Pertanahan 11 Desa Proyek Pronas sertifikat -Permukiman 11 Desa Plesterisasi rumah -Sumber: RPTK Kecamatan Karanganyar
130
Tabel15 Daftar Rencana Pembangunan Kecamatan Mirit Tahun 2008
Bidang Lokasi Kegiatan Biaya (Rp)
Pertanian 22 Desa Bantuan traktor 440.000.000 dst.
Perikanan dan Rowo Pemberian modal nelayan 150.000.000 Kelautan dst. Pertambangan \1\/iromartan Pemasangan jaringan listrik -dan Energi dst. dst. dst. Perindustrian & - - -Perdagangan Perkoperasian 22 desa Pembinaan pengurus koperasi -
dst. Penanaman - - -modal Kehutanan - - ----------------·- ----- ----------- ·-· . -- ---- . - --- ------------------- --------------Administrasi Mirit Rehap Pendopo kecamatan 1:£0.000.000 Umum dan dst. Pengadaan komputer & printer 7.500.000 Pemerintahan Tenaga kerja Mirit Pelatihan Perbengkelan 50.000.000
dst. Kesehatan Puskesmas Pengadaan peralatan medis 100.000.000
dst. Pendidikan & UPT Dinas P Rehab Gedung SMP 1 Mirit 201.000.000 Kebudayaan & K Mirit Rehab Gedung SD Kertodeso 40.000.000
dst. dst.
Sosial Wergonayan Rehab mushola 5.000.000 dst.
Kependudukan 22 desa Sosialisasi Akte kelahiran 4.000.000 Olah Raga 22 Desa Pengadaan Bola Volley dan net 8.800.000
dst.
PU Bina marga Rowo Pengaspalan Jalan 60.500.000 dst. Pengerasan jalan (makddam) 15.000.000
PU Pengairan Rowo Perbaikan saluran/selokan 13.750.000 dst.
PU Cipta karya Singoyudan Rehab Jembatan 20.000.000
dst.
Perhubungan - - -Lingkungan Lembupurwo Penghijauan jalan 22.500.000 Hidup dst.
Pariwisata - - -Pertanahan 22 Desa Sosialisasi program sertifikasi 25.000.000
Permukiman 22 Desa Pening_katan sarana rumah 110.000.000
Sumber: RPTK Kecamatan Mirit
131
Dalam kedua tabel di atas tidak ditampilkan secara keseluruhan, penulis
hanya melihat usulan dari Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar dt:m Desa
Rowo Kecamatan Mirit. Dari kedua tabel tersebut dapat diketahui bahwa usulan
dari Desa Grenggeng sebanyak 5 buah usulan kegiatan semuanya masuk dalam
RPTK Kecamatan Karanganyar. Demikian pula usulan dari Desa Rowo dari 4
usulan semuanya juga masuk dalam RPTK Kecamatan Mirit. Hal ini mendukung
informasi yang penulis peroleh bahwa fungsi musrenbang kecamatan hanya
sekedar merampung usulan dari desa yang bersangkutan.
Perencanaan pembangunan selanjutnya adalah pada tirjgkat dinas atau
disebut dengan Forum Satuan Ke~a Perangkat Daerah (Forum SKPD). Forum
SKPD ini dilaksanakan untuk mensinkronkan prioritas kegiatan pembangunan
dari berbagai kecamatan dengan Rancangan Rencana Ke~a Satuan Perangkat
Daerah (Renja-SKPD) dan dalam rangka menetapkan prioritas kegiatan yang
akan dimuat dalam Renja-SKPD. Di Kabupaten Kebumen Forum SKPD ini
dilaksanakan pada tanggal 19 s.d. 21 Februari 2007 bertempat di Gedung
Pertemuan Sekretariat Daerah Kabupatel"' Kebumen. Usulan rencana kegiatan
yang telah disusun oleh kecamatan dan telah dikelompokkan berdasarkan fungsi
SKPD tersebut di bahas dengan SKPD yang bersangkutan. Pada tahap ini
perwakilan dari kecamatan mengusulkan kepada SKPD yang bersangkutan,
selain itu SKPD sendiri juga telah membuat rancangan Rencana Ke~a SKPD.
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan informasi yang penulis peroleh
diketahui bahwa hasil forum ini lebih didominasi oleh usulan yang berasal dari
SKPD karena usulan ~ari SKPD tersebut lebih matang dan kenyataanya lebih
urgensi serta skalanya lebih luas. Usulan dari kecamatan yang lolos biasanya
karena memang kebetulan sama dengan usulan dari SKPD. Hal ini disampaikan
oleh Bapak Camat Mirit sebagi berikut :
132
"Dalam forum SKPD biasanya usulan dari kecamatan kalah dengan usulan dari dinas. Hal ini karena kemampuan dari masyarakat jauh bila dibanding dengan orang-orang dinas. Usulan kami ada yang diterima itupun karena kebetulan sudah diprogramkan oleh dinas." (Wawancara tanggal 9 April 2007).
Berkait dengan hal tersebut Bapak Kepala Dinas Permukiman dan
Prasarana Daerah Kabupaten Kebumen menyatakan :
"Forum SKPD gunanya untuk mensinkronkan antara usulan rencana kegiatan pembangunan dari kecamatan dengan rancangan rencana kerja Satuan kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD). Dalam menyusun rancangan Renja-SKPD kami selalu berdasarkan data yang kami peroleh dari wilayah kebetulan kami puny8 UPTD di kecamatan. Kami tidak bisa menerima seluruh usulan dari kecamatan, jvmlah anggarannya sangat besar. Untuk mengakomodasi u5ulan dari kecamatan (desa), kami mempunyai pos anggaran yaitu peningkatan prasarana desa jumlahnya sekitar Rp. 750.000.000,-. Jumlah ini jauh dari kata cukup karena jumlah desa di Kabupaten Kebumen adalah 460 desa. Dengan terpaksa banyak usulan dari desa yang kami tolak." (Wawancara tanggal 16 April 2007)
Hal senada disampaikan oleh Bapak Kepala Dinas Keluarga Berencana
dan Pemberdayaan Masyarakat (KBPM) yaitu :
"Karena anggaran pada dinas kami (KBPM) terbatas, maka kami tidak bisa merealisasikan seluruh usulan rencana kegiatan pembangunan dari desa (melalui kecamatan). Usulan yang belum dapat direalisasikan tetap kami tampung untuk kami jadikan bahan kajian dalam perencanaan tahun selanjutnya." (Wawancara tanggal 16 April 2007)
Tahap perencanaan pembangunan selanjutnya adalah Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Kabupaten (Musrenbangkab). Kompilasi hasil
musyawarah perencanaan pembangunan kecamatan dan hasil dari Forum SKPD
dibawa ke forum musyawarah perencanaan pembangunan kabupaten.
Musrenbang Kabupaten dilaksanakan bertujuan untuk : Pertama, mendapatkan
masukan untuk penyempurnaan rancangan awal RKPD yang memuat prioritas
pembangunan daerah, pagu indikatif pendanaan pembangunan berdasarkan
fungsi SKPD, ra:1cangan Alokasi Dana Desa, turmasuk dalam pemutakhiran ini
adalah informasi mengenai kegiatan yang pendanaannya berasal dari APBD
Propinsi, APBN dan sumber pendanaan lainnya. Kedua, mendapatkan rincian
133
rancangan awal RKA SKPD, khususnya yang berhubungan dengan
pembangunan. Ketiga, menetapkan rincian rancangan awal kerangka regulasi
menurut SKPD yang berhubungan dengan pembangunan.
Pada dasamya Musrenbang Kabupaten merupakan penajaman kegiatan
dan penentuan prioritas kegiatan. Dalam rangka penyesuaian pagu anggaran
dengan total anggaran usulan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
menghilangkan kegiatan yang dianggap tidak prioritas, mengurangi target kinerja,
sehingga volume juga berkurang dan menunda kegiatan yang dianggap kurang
prioritas. Dalam musrenbang kabupaten ir.i ditampung dan dibahas usulan yang
berasal dari kecamatan dan hasil dari forum SKPD dan ditentukan prioritas
rencana kegiatan pembangunan. Dalam menentukan prioritas rencana kegiatan,
diarahkan pada :
1 Kegiatan yang bersifat menyelesaikan masalah yang mendesak;
2 Kegiatan yang meningkatkan sarana prasarana pelayanan dasar;
3 Kegiatan yang berorientasi pada l\ebutuhan langsung masyarakat dan
bersifat pemberdayaan ekonomi masyarakat;
4 Kegiatan yang mengembangkan kawasan yang berorientasi luas (skala
kabupaten, propinsi maupun nasional)
5 Kegiatan yang pemecahan masalahnya belum selesai;
6 Kegiatan yang mendukung stabilitas daerah dan masyarakat.
Selain itu dalam menentukan skala prioritas rencana kegiatan
pembangunan juga harus memperhatikan variable sebagai t.erikut :
1. Keadilan adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya
dan/atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan
pertimbangan ouyektif.
2. Manfaat adalah keuangan yang dianggarkan diutamakan untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat.
134
3. Kepatutan adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar
dan proposional. (layak)
4. Ekonomis adalah pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas
tertentu oada tingkat harga yang terendah
5. Kesesuaian adalah keselarasan kegiatan dengan kebijaksanaan/
perencanaan/peraturan yang berlaku
Karena keterbatasan kemampuan perencanaan di tingkat desa maupun
tingkat kecamatan, seringkali usulan dari desa dan kecamatan tersebut terganjal
dalam penentuan prioritas dalam musrenbang kabupaten. Banyak sekali usulan
yang kurang sesuai dengan arah kegiatan dan variabel skala prioritas yang telah
ditetapkan. Berkaitan dengan masalah pendanaan, pada tabel 16 berikut dapat
dilihat secara jelas perkiraan penerimaan keuangan.
Tabel16 Perkiraan Pendapatan Kabupaten Kebumen Tahun 2008
NO. URAIAN Jumlah (Rp)
1. PENDAPATAN 788.726.628.400
1.1. Pendapatan Asli Daerah 56.142.828.900
1.1.1. Pajak Daerah 9.355.166.000
1.1.2. Retribusi Daerah 21.791.390.400
1.1.3. Hasil Perusahaan Milik Daerah & Hasil Pengelolaan 1.711.814.000 Kekayaan Dc.eerah Yang Dipisahkan
1.1.4. Lain-Lain PendE.patan Asli Daerah Yang Sah 23.284.458.500
1.2. BAGIAN DANA PERIMBANGAN 709.188.526.500
1.2.1. Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 16.795.322.000
1.2.2. Dana Alokasi Umum 631.609.602.000
1.2.3. Dana Alokasi Khusus 60.783.602.500
1.3. LAIN-LAIN PENERIMAAN YANG SAH 23.395.273.000
2. PERKIRAAN DIFISIT MAKSIMAL 119.106.755.869
3. TOTAL BELANJA 907.833.384.269
Sumber: Bappeda Kabupaten Kebumen 2007
135
Dari uraian di atas dan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, dapat
dikatakan bahwa dalam perjalanannya aspirasi mt•syarakat (usulan rencana
kegiatan pembangunan) yang berasal dari desa banyak yang gagal masuk
dalam kebijakan pembangunan daerah. Banyak rencana kegiatan pembangunan
yang ditolak karena berbagai alasan. Berkaitan dengan hal ini Kepala Sub-
bagian Perencanaan pada Bappeda Kabupaten Kebumen menyatakan :
"Jumlah usulan rencana kegiatan pembangunan dari kecamatan dalam musrenbang kabupaten kemarin cukup banyak yaitu sekitar 2.824 buah usulan. Dalam pelaksanaannya kurang dari separuh usulan rencana kegiatan pembangunan hasil musrenbang keca.natan yang dapat ditindaklanjuti, karena keterbatasan dana. Kalau dipresentasi secara ka!;ar, aktffitas dari Musbangdes yang dapat masuk APBD kira-kira 25% s.d. 30% saja. Dari jumlah usulan sebanyak 2.824, yang masuk dalam RKPD sekitar 792 buah usulan saja." (Wawancara tanggal 28 Mei 2007)
Sedangkan Bapak Camat Mirit Menyatakan :
"Perjalanan panjang usulan rencana kegiatan pembangunan dari desa hingga akhimya sampai pada musrenbang kabupaten telah berakhir. Dari rencana kegiatan pembangunan yang kami usulan ke kabupaten, sekitar 20% s.d. 30% saja yang disetujui. Usulan rencana kegiatan pembangunan yang gagal akan kami rekap dan tahun berikutnya akan kami usulkan lagi." (Wawancara tanggal9 April2007)
Di dalam rangkaian musyawarah ini terjadi komunikasi antara masyarakat
dan Pemerintah Daerah. Komunikasi yang terjadi antara masyarakat dan
Pemerintah Daerah dikemukakan oleh K~pala Bappeda Kabupaten Kebumen
sebagaiberikut:
"Perencanaan pembangunan daerah prosesnya diawali dari forum koordinasi ditingkat dusun, kemudian forum koordinasi di tingkat desa Musrenbang desa, ditingkat kecamatan Musrenbang kecamatan dan ditingkat kabupaten Musrenbang Kabupaten. Dalam forum ini terjadi komunikasi dua arah antara masyarakat dan Pemerintah Daerah. Masyarakat mendiskusikan renC".ana kegiatan dengan Pemerintah Daerah. Agar usulan kegiatan tidak keluar dari bingkai-bingkai yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah maka pemerintah daerah memberikan acuan pelaksanaan atau biasa disebut petunjuk teknis pelaksanaan musrenbang, selain itu pemerintah daerah juga memberikan gambaran tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Dan setiap selesai pelaksanaan musrenbang baik pada tingkat
136
desa/kelurahan, kecamatan dan kabupaten harus disampaikan kepada masyarakat hasil dari musrenbang tersebut. Hal ini merupakan tugas dari delegasi musrenbang." (Wawancara tanggal 22 Maret 2007)
Dari hasil penpamatan di lapangan, delegasi musrenbang maupun kepala
desa tidak pemah menyampaikan informasi tentang hasil musrenbang kepada
masyarakat. Berkait dengan hal ini Bapak Kasiman (tokoh masyarakat Desa
Grenggeng) mengatakan :
"Kami tidak pemah tahu hasil dari musyawarah per&ncanaan pembangunan. Pak lurah (kepala desa) tidak pemah menginformasikan kepada kami. Kami tidak tahu usulan kami disetujui kabupaten apa tidak. (Wawancara tanggal 13 April 2007)
Hal ini didukung oleh pemyataan Kepala Desa Grenggeng yaitu :
"Saya memang tidak menginformasikan hasil musyawarah perencanaan pembangunan kepada masyarakat. Saya hanya menyampaikan kepada perangkat desa saja. Pak camat juga gak pernah menyampaikan kepada kami." (Wawancara tanggal 12 April 2007)
Hal senada disampaikan oleh Bapak Camat Karanganyar yaitu :
"Kami memang tidak menginformasikan hasil musrenbang kepada masyarakat secara terbuka. Kami akan menginfonnasikan kalau benarbanar sudah pasti kegiatan itu dilakukan. Masyarakat sekarang kritis jadi harus hati-hati, bisa-bisa malah kita nanti yang dituntut." (Wawancara tanggal 4 April 2007)
Dari hasil pengamatan di lapangan dan informasi yang diperoleh penulis
dapat disimpulkan bahwa selama ini tidak ada kegiatan penyebaran informasi
tentang hasil musyawarah perencanaa•1 pembangunan (musrenbang).
Sebenamya penyebaran informasi ini sangat diperlukan masyarakat.
Sebenamya apabila masyarakat mendapat informasi lebih awal maka
masyarakat akan lebih siap melaksanakan pembangunan atau merencanakan
kegiatan lebih lanjut.
137
4.1.4 Kendala-kendala Dalam Proses Perencanaan Pembangunan Daerah
Oalam proses perencanaan p~mbangunan, di Kabupaten Kebumen
ditemukan beberapa kendala baik dilingkunqau pemerintahan sendiri maupun di
masyarakat yang menghambat proses perencanaan pembangunan daerah.
Mengenai kendala yang menghambat proses perencanaan pembangunan
daerah, Kepala Bappeda Kabupaten Kebumen mengemukakan:
"Sebenamya banyak sekali kendala ynng menghambat proses perencanaan pembangunan daerah, secara garis besar kendala tersebut antara lain : (1) Adanya kegiatan pembangunan yang yang pembiayaan dari dana dekonsentrasi yang lang$ung ke target group dan keter1ambatan pencairan DAU dan OAK; (2) ketidaktepatan dalam memahami perencanaan pembangunan daerah; (3) kapasitas dan keterampilan masyarakat dalam perencanaan pembangunan masih rendah; (4) Fungsi OPRO!Partai pol;tik belum optimal, sering sekali OPRO mengusulkan sendiri suatu kegiatan tanpa melalui forum musrenbang." (Wawancara tanggal 22 Maret 2007)
Berkait dengan kendala dalam proses perencanaan pembangunan
daerah ini, Kepala Sub-bagian Perencanaan pada Bappeda Kabupaten
Kebumen menyampaikAn :
"Menurut saya ada beberapa kendala yang menghambat proses perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen, antara lain :adanya ketergantungan daerah pada pemerintah pusat, kemampuan masyarakat yang rendah, proses perencanaan yang panjang dan berjenjang, OPRO yang belum berfungsi secara optimal dan adanya egosektoral antar dinas (SKPO). Mungkin hal-hal itu yang sedikit banyak menghambat proses perencanaan pembangunan di Kabupaten Kebumen." (Wawancara tanggal 26 Maret 2007)
Penjelasan senada disampaikan olP.h Bapak Sunardi (Tokoh masyarakat
Oesa Grenggeng Kecamatan Karanganyar/Guru SO), yaitu:
"Saya rasa cukup banyak kendala yang menghambat pros~ perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen, antara lain : kurangnya sosialisasi tentang musrenbang yang mengakibatkan ketidaktahuan masyarakat, Sumber Oaya Manusia desa yang masih rendah, proses yang panjang, Bapak-bapak anggota OPRO yang belum berperan dengan baik dan belum adanya transparan~i." (Wawancara tanggal13 April2007)
138
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan beberapa informasi yang
penulis peroleh, dapat disimpulkan bahwa kendala-kendala yang dapat
menghambat proses perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen
antara lain :
1. Hubungan kekuasaan masih sentralistik;
Hubungan pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten
kenyataanya masih sentralistik meskipun sistem pemerintahan daerah sudah
beralih pada otonomi daerah. Pemerintah daerah (kabupatenlkota) masih
sangat bergantung pada pemerintah pusat dalam hal anggaran baik untuk
pembiyaan kegiatan rutin maupun untuk kegiatan pembangunan.
2. Ketidaktepatan dalam memahami perencanaan pembangunan dnerah;
Masyarakat maupun elit pemerintahan sebagian besar kurang memahami
tentang perencanqaan pembangunan daerah secara tepat dan komprehensip
(menyeluruh). Hal ini berakibat pada output perencanaan kurang berkualitas
(tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang sebenarnya).
3. Tingkat keberdayaan warga yang lemah
Data menunjukkan bahwa tidak cukup banyak warga yang tahu bagaimana
proses perencanaan pembangunan di daerahnya dilakukan, termasuk
dengan model musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Hal
ini mengakibatkan masyarakat menjadi kurang peduli terhadap permasalahan
di desanya sehingga hasil dari suatu perencanaan partisipatif tidak dapat
optimal.
4. Perencanaan yang hirarkis
Perencanaan pembangunan daerah yang partisipatif yang dikembangkan
dengan musrenbang dilaksanakan secara bertingkat uenjang hirarki) yaitu
139
mulai dari tingkat desa, tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten.
Permaslahannya antara lain aspekketerwakilan masyarakat, diskusi yang
monologis dan pengambilan keputusan yang masih berada di tangan
pemerintah.
5. Fungsi DPRD/partai politik yang tidak efektif
Salah satu fungsi DPRD adalah mewakili dan menyalurkan artikulasi
kepentingan masyarakat ke dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat
pemerintahan daerah. DCJiam prakteknya fungsi ini tidak bisa berjalan secara
optimal karena sejumlah alasan misalnya kapasitas SDM anggota DPRD
yang ~emah, lebih kuatnya motivasi sebagai anggota partai ketimbang
sebagai wakil rakyat dsb. Kelemahan ini berakibat pula pada kemampuan
mereka dalam membuat perencanaan yang rendah.
6. Sektoralisme yang kuat pada tiap-tiap unit kerja (SKPD)
Sikap sektoral pada tiap-tiap dinas teknis masih kuat. Sikap sektoral ini
terlihat masih adanya kecenderungan untuk membuat usulan sendiri terlepas
dari tahapan perencanaan yang ada.
7. Kurang transparan dan tidak ada urn pan balik
Masyarakat banyak yang tidak mengetahui bagaimana suatu keputusan
pemerintah diambil dan bagaimana perjalanan dari usulan dari mereka.
Apakah usulan mereka tereaiisasi apa tidak mereka tidak tahu. Dan mereka
juga tidak pemah mendapatkan penjelasan tentang proses perencanaan
pembangunan daerah yang saat ini dilaksanakan.
140
4.2 Pembahasan
4.2.1 Proses Perencanaan Pembangunan Daerah di Kabupaten Kebumen
Sasaran pembangunan secara umum adalah adanya peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Suatu pembangunan dapat dikatakan berhasil
apabila mampu mengangkat derajat rakyat sebanyak mungkin pada tatanan
kehidupan ekonomi yang lebih balk dan layak (Sumodiningrat, 1999). Ditinjau
dari aspek ekonomi tersebut, pembangunan pada hakikatnya dilaksankan dalam
rangka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dan kebutuhan masyarakat
tersebut sangat banyak jumlahnya dan sangat kompleks jenisnya. Di sisi lain
kemampuan pemerintah untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat
tersebut sangat terbatas. Kondisi tersebut didukung oleh Kumorotomo (1992)
yang mengatakan bahwa setiap warga negara memiliki keinginan yang berbeda
hingga sukar untuk memenuhi semuanya sekaligus. Demikian pula Abe (2005)
menyatakan bahwa suatu keinginan tentu saja memiliki kadar subyektifitas yang
tinggi dan cenderung tanpa batas yang jelas. Untuk itu diperlukan suatu strategi
dalam perencanaan pembangunan, agar kegiatan pembangunan dapat terarah.
Pandangan lain disampaikan oleh Siagian (2003) yang menyatakan bahwa
pembangunan adalah suatu usaha atau merangkaikan usaha pertumbuhan dan
perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa dan
negara serta pemerintah menuju modemisasi dalam rangka pembinaan bangsa
(nations building). Menurut Todaro (2004) harus diartikan secara luas dari hanya
sekedar pemenuhan kebutuhan materi di dalam kehidupan manusia,
pembangunan seharusnya merupakan proses multidimensi yang meliputi
141
perubahan organisasi dan orientasi seluruh sistem sosial dan ekonomi, sehingga
pembangunan daerah adalah proses multidimensi pembangunan suatu daerah.
Selanjutnya Munir (2002) menyatakan bahwa untuk dapat mewujudkan
hal tersebut maka diperlukan suatu strategi perencanaan dalam proses
pembangunan. Dan Urbanus (2002) berpendapat bahwa pembangunan akan
be~alan dengan baik apabila diawali dengan sebuah perencanaan yang baik
pula dan proses perencanaan yang baik seharusnya melibatkan banyak pihak
dengan demikian perencanaan yang dihasilkan merupakan perencanaan
bersama dan dalam implementasinya dilaksanakan secara bersama pula. Dari
pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa proses perencanaan merupakan
bagian penting dalam pembangunan dan harus dilakukan dengan baik, karena
dengan proses terse:but diharapkan pembangunan dapat berjalan lancar dan
mencapai tujuan serta suatu rencana pembangunan dapat diterima oleh semua
pihak (masyarakat khususnya).
Di satu sisi pembangunan adalah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat sehingga masyarakatlah yang lebih tahu tentang kebutuhannya, di
sisi lain harus ada campur tangan dari pemerintah agar kegiatan pembangunan
dapat terarah sehingga tercapai tujuan pembangunan, maka diperlukan strategi
pembangunan yang dapat memadukan keduanya. Perpaduan antara paradigma
perencanaan pembangunan top down (dari pemerintah) dan bottom up (dari
masyarakat), maka timbul dan berkembang paradigma baru yang kemudian
dikenal dengan pembangunan partisipatif (participatory development) yaitu
perpaduan antara bottom up dan top down, dimana pemerintah dan masyarakat
bersama-sama terlibat dalam proses pembangunan mulai dari membuat konsep,
merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan menikmati hasil pembangunan.
142
Hal ini sejalan dengan pendapat Tjokroamidjojo (1994) yang mengungkapkan
bahwa keberhasilan perencanaan dan pelaksanaan pembangumm tergantung
dengan adanya keterlibatan aktif masyarakat. Selanjutnya Riyadi dan
Bratakusuma (2004) menyatakan bahwa pembangunan termasuk kegiatan
perencanaan seharusnya berangkat dari keinginan dan kemampuan masyarakat
dan seyogyanya dimulai dengan menemukenali potensi dan kebutuhan dari
masyarakat sebagai penerima manfaat dan penanggung resiko
pembangunan. Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan
pembangunan, maka akan diperoleh informasi mengenai kondisi, keinginan,
kebutuhan dan sikap masyarakat setempat. Selain itu, partisipasi masyarakat
dapat memotivasi masyarakat untuk menumbuhkan rasa ikut memiliki dan
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan dan hasil-hasil pembangunan terutama
berkaitan dengan perawatan atau pengelolaan hasil pembangunan.
Kegiatan perencanaan pembangunan daerah termasuk di Kabupaten
Kebumen juga telah menerapkan perencanaan partisipatif. Perencanaan
pembangunan daerah (perencanaan partisipatif) dilaksanakan melalui forum
musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Dasar hukum yang
melandasi pelaksanaan perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah
melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) ini adalah
Undang-undang 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional dan adanya reformasi sistem pengelolaan keuangan negara yaitu
melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang
di dalamnya mengatur penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (RAPBN) yang berpedoman pada Rencana Ke~a Pemerintah (RKP) dan
143
penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang
berpedoman pada RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah).
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan satu kesatuan
tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana
pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat
dan daerah. Tujuannya adalah 1) Mendukung koordinasi antarpelaku
pembangunan. 2) Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik
antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara
pusat dan daerah. 3) Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. 4) Mengoptimalkan partisipasi
masyarakat. 5) Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien,
efektif, berkeadalian <.Jan berkelanjutan.
Ada 5 (lima) pendekatan dalam proses perencanaan pembangunan
daerah yaitu 1) proses politik. 2) proses teknokratik. 3) proses partisipatif. 4)
proses bottom-up dan 5) proses top-down. Proses perencanaan di Kabupaten
Kebumen telah menyentuh kelima pendekatan tersebut. Proses politik
dilaksanakan dengan penetapan visi, misi dan program kerja kepala daerah.
Proses teknokratik dilaksanakan oleh perencana pada dinas/lembaga/unit
organisasi yang secara fungsional melakukan perencanaan. Sedangkan proses
partisipatif dilaksanakan melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan
(Musrenbang). Proses top down dilaksanakan dengan penetapan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan penerbitan petunjuk
pelaksanaan forum musrenbang agar proses perencanaan pembangunan dapat
144
terarah. Sedangkan proses bottom up dilaksanakan dengan penjaringan aspirasi
masyarakat melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan.
Dalam proses perencanaan pembangunan di daerah proses politik
berupa visi, misi dan program kepala d~erah. Proses politik akan menjadi acuan
pada penyusunan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Daerah.
RPJM dijabarkan dalam dokumen RKPD (Rencana Ke~a Pemerintah Daerah)
selanjutnya RI<PD menjadi pedoman penyusunan RAPBD (Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja daerah).
Untuk menyusun rencana kegiatan pembangunan tahun anggaran 2008
atau REncana Ke~a Pemerintah (RKPD) tahun 2008, Pemerintah Kabupaten
Kebumen telah melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan
(Musrenbang) tahun 2007. Dalam penye,enggaraan Musrenbang Tahun 2007
Kabupaten Kebumen berlandaskan pada Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 25
Tahun 2004 tentan~ Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN),
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tE:ntang Pemerintahan Oaerah, Surat
Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasionai/Kepala
Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor 0008/M.PPN/01/2007 dan
050/264A/SJ dan Surat Edaran Gubemur Jawa Tengah Nomor 080/21553.
Berdasarkan undang-undang tersebut secara hukum kedudukan Musrenbang
sangat kuat. Kabupaten Kebumen pada tahun 2007 telah melaksanakan
Musrenbang secara be~enjang yaitu pada tingkat desa (Musrenbangdes), pada
tingkat kecamatan (Musrenbangcam) dan tingkat kabupaten (Musrenbangkab).
Musrenbang wajib dilaksanakan untuk menyusun RKPD (Rencana Ke~a
Pemerintah Daerah) Tahun 2008. De:llam penyusunan RKPD dilakukan
145
pembahasan yang terkoordinasi antara Bappeda dengan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dan antar pelaku pembangunan (stakeholders) di
Kabupaten Kebu'llen.
Perencanaan pembangunan daerah yang dilaksanakan melalui
musrenbang ini dimaksudkan agar apa yang dibutuhan oleh masyarakat dapat
dihimpun dan diusulkan melalui musyawarah yang partisipatif dan demokratis
mulai dari tingkat pemerintahan paling rencJah (desa/kelurahan) yang selanjutnya
diteruskan kepada tingkat pemerintahan di atasnya. Jika usulan kegiatan
tersebut nantinya disetujui untuk dilaksanakan, maka diharapkan kegiatan
pembangunan yang telah menjadi kel:lutuhan masyarakat tersebut dapat
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan hasilnya bermanfaat bagi masyarakat
guna memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Pelaksanaan pembangunan partisipatif (participatory development)
melalui forum musrenbang yang dilaksanakan di Kabupaten Kebumen telah
melibatkan masyarakat dalam salah satu proses atau tahapan pembangunan
yaitu dalam perencanaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bryan dan White
(1989) yang menyatakan bahwa "Pembangunan yang "people centered"
merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam menentukan
nasib dan masa depannya, ini berarti melibatkan masyarakat secara aktif dalam
setiap tahapan proses pembangunan." Hal senada diungkapkan oleh
Tjokroamidjojo (1988) mengemukakan bahwa keberhasilnn perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan tergantung dengan adanya keterlibatan aktif
masyarakat. Hal ini dapat dikatakan bahwa, seiring dengan perkembangan
demokrasi, maka faktor keterlibatan multi stakeholders dalam proses
perencanaan pembangunan daerah semakin menguat.
146
Proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah melalui
forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) di awali pada
tingkat desa/kelurahan. Pada tingkat desa/kelurahan, setiap kali akan
dilaksanakan musrenbang desa/kelurahan, pemerintah kecamatan yang
mengirim surat ke desa-desa untuk melaksanakannya, disertai dengan format
format pembuatan perencanaan pembangunan desa yang harus dibuat.
Musrenbang desa dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat yang berada di
desa yang bersangkutan (Perangkat Desa, RW, RT, LKMK, lbu-ibu PKK dan
tokoh masyarakat/orang-orang yang dianggap mampu) dalam rangka mengatasi
permasalahan desa dan menyepakati rencana kegiatan pembangunan tahunan
desa. Pemrintah Desa sebagai koordinator menampung dan mensinergikan
semua usulan kegiatan yang diperoleh dari musyawarah pada tingkat di
bawahnya (tingkat RT/RW) dengan program yang telah ada di kecamatan
maupun yang ada di tingkat kabupaten. Beberapa desa di Kabupaten Kebumen
tidak melaksanakan secara resmi namun numpang pada acara-acara tertentu
seperti selapanan, tahlilan dan sebagainya. Yang lebih parah lagi, rutinitas
perencanaan pembangunan menjadikan aparat desa merasa tidak perlu
melibatkan warga mereka. lnisiatif isi musrenbangdes pada umumnya dari
kepala desa, meski tidak berarti bahwa apa yang diinginkannya berlawanan
dengan keinginan warga. Pada saat masyarakat mempunyai pandangan yang
berbeda dengan elit birokrasi (pemerintah desa), mereka tidak berani
mengartikulasikannya. Salah satu sebabnya adalah rasa segan terhadap orang
tua pemimpin mereka. Mereka tidak berani mengajukan altematif gagasan atau
usulan pembangunan, meskipun dalam forum musyawarah perencanaan
147
pembangunan desa ini masyarakat mempunyai kesempatan untuk
menyampaikan rencana kegiatan pembangunan secara terbuka.
Dalam forum musrenbang desa partisipasi masyarakat belum optimal
atau masih tergolong sebagai partisipasi yang semu. Hal ini terlihat dari
kehadirannya dalam rapat (musyawarah perencanaan pembangunan) dan
motivasinya. Kehadiran masyarakat dalam musrenbang sebagian besar hanya
sebatas sebagai peserta yang pasif. Kemudian motivasi m~syarakat dalam
musrenbang bermacam-macam, namun dari informasi yang dipeoleh sebagian
masyarakat hadir dalam musrenbang hanya karena segan atau merasa tidak
enak pada pimpinan (kepala desa). Kehadiran masyarakat tersebut belum
dilandasi atas keinginan untuk ikut serta berperan secara aktif dalam proses
perencanaan pembangunan di desanya. Dalam hal pengambilan keputusan
rapat, masyarakat tidak ikutserta secara aktif, mereka hanya pasif sebagai
peserta pendengar saja, dan menerima apa yang diputuskan oleh pimpinan
rapat (kepala desa). Hal ini belum sejalan dengan pendapat
Tjokroamidjojo (1988) yang mengemukakan bahwa keberhasilan perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan tergantung dengan adanya keterlibatan aktif
masyarakat. Dalam hal ini masyarakat diharapkan berpartisipasi secara aktif,
namun kenyataannya masyarakat masih p:3sif. Dapat juga dikatakan bahwa
masyarakat belum mampu menjalankan perannya dalam perencanaan
pembangunan yang meliputi :
a. Pemberian masukan dalam penentuan arah pembangunan; b. Mengidentifikasikan berbagai potensi dan masalah pembangunan; c. Pemberian masukan dalam perumusan rencana tata ruang; d. Pemberian informasi, saran dan pertimbangan atau pendar>at dalam
penyusunan strategi dan arah kebijakan pembangunan; e. Pengajuan keberatan terhadap rancangan pembangunan; f. Kerjasama dalam penelitian dan pengemt:'langan; g. Bantuan tenaga ahli (Oetomo, 1997)
148
Penyampaian aspirasi masyarakat dalam forum dilaksanakan melalui
lisan tidak tertulis. Aspirasi masyarakat tersebut hanya sebatas usulan suatu
kegiatan yang disertai dengan besaran anggarannya. Usulan masyarakat belum
berupa suatu konsep rencana yang memuat tujuan, potensi, tahap/langkah
mencapainya, output dan outcame yang lebih rinci. Kerjasama antar
stakeholders juga belum terlihat secara nyata dan belum ada suatu mekanisme
yang jelas. Proses pengambilan keputusan dalam musrenbang desa masih
didominasi oleh aparat desa (perangkat desa) dan yang memutuskan adalah
kepala desa selaku pimpinan rapat. Cara pengambilan keputusan belum jelas
kriteria dan tolok ukumya. Dari pembahasan ini darJat dikatak;:Jn bahwa
partisipasi masyarakat masih pada tahapan partisipasi semu yaitu pada tingkat
konsultasi. Dalam tahap ini sudah dilakuk~m konsultasi dan dengar pendapat
masyarakat terhadap kebijakan yang diambil, sayangnya belum diikuti dengan
jaminan pendapat masyarakat akan dipertimbangkan dalam kebijakan yang akan
dibuat. Dalam tahap ini yang diperoleh masyarakat adalah "telah berpartisipasi
dalam proses partisipasi" (Sherry Arnstein dalam Oetomo, 1997)
Pada tingkat kecamatan dilaksanakan musyawarah perencanaan
pembangunan (musrenbang) kecamatan. Musrenbang Kecamatan dilaksanakan
dalam rangka menetapkan prioritas kegiatan pembangunan di tingkat kecamatan
yang belum tercakup dalam prioritas kegiatan pembangunan desa/kelurahan
serta melakukan klasifikasi atas prioritas kegiatan pembangunan kecamatan
sesuai dengan fungsi-fungsi SKPD. Proses perencanaan partisipatif dalam forum
musrenbang kecamatan dilihat dari partisipasi masyarakat, proses penyampaian
aspirasi, mekanisme kerjasama antar stakeholders dan proses pengambilan
149
keputusannya tidak jauh beda dengan musrenbang desa. Partisipasi masyarakat
masih pasif, proses pengambilan keputusan juga masih didominasi oleh camat
selaku pimpinan rapat serta kriteria pengambilan keputusan yang tidak jelas.
Dalam forum musrenbang kecamatan seluruh usulan dari masyarakat
ditampung. Usulan dari masyarakat hanya diklasifikasikan menurut fungsi Satuan
Ke~a Perangkat Daerah yang nantinya Rkan dijadikan bahan sehagai usulan
dalam Forum SKPD dan dalam Musrenbang Kabupaten. Pemerintah kecamatan
beranggapan bahwa dirinya hanya sebagai fasilitator, sehingga tidak ada
keberanian untuk menolak atau menyeleksi usulan dari masyarakat. Hal ini
karena ada rasa ketakutan birokrasi kecamatan apabila menolak usulan akan
te~adi tekanan atau protes dari masyarakat. Hal ini dapat dikatakan bahwa,
forum musrenbang kecamatan yang seharusnya dijadikan sebagai sarana untuk
mematangkan aspirasi masyarakat, tidak berfungsi dengar. baik.
Tahap perencanaan pembangunan daerah selanjutnya adalah pada
tingkat dinas atau disebut dengan Forum Sa\uan Ke~a Perangkat Daerah (Forum
SKPD). Forum SKPD ini dilaksanakan untuk mensinkronkan prioritas kegiatan
pembangunan dari berbagai kecamatan dengan Rancangan Rencana Kerja
Satuan Perangkat Daerah (Renja-SKPD) dan dalam rangka menetapkan prioritas
kegiatan yang akan dimuat dalam Renja-SKPD. Berdasarkan pengamatan di
lapangan, elit birokrasi (wakil dari SKPD) lebih dominan dalam musyawarah
karena kemampuan berargumentasi mereka lebih baik (mendukung) dari pada
wakil dari kecamatan (masyarakat). Demikian pula hasil dari forum SKPD ini
lebih didominasinebih banyak berasal dari usulan SKPD.
Setelah pelaksanaan forum SKPD dilanjutkan dengan musrenbang
kabupaten. Pelaksanaan musrenbang kabupaten dimaksudkan untuk
150
mematangkan rancangan RKPD kabupaten berdasarkan Rencan:3 Ke~a SKPD
hasil forum SKPD dengan cara meninjau keserasian antara r::mcangan Renja
SKPD yang hasilnya digunakan untuk pemutakhiran rancangan RKPD. Hasil
Musrenbang kabupaten adalah prioritas kegiatan yang dipilih menurut sumber
pendanaan dari APBD setempat, APBD propinsi dan APBN sebagai bahan
pemutakhiran rancangan RKPD kabupaten yang menjc.di dasar penyusunan
anggaran tahunan (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/
RAPBD). Selanjutnya hasil Musrenbang kabupaten dibawa ke Tim Penyusun
APBD eksekutif yang diketuai oleh Sekda, wakil ketuanya Bappeda dan
anggotanya instansi terkait, Kabag Keuangan, Dinas Pendapatan Daerah dan
para Assisten Sekda. Setelah dibahas disampaikan ke Panitia Anggaran di
DPRD sebagai penentu finalisasinya. Jadi Musrenbang kabupaten hanya
menghimpun semua usulan dan mengklasifikasikannya menurut fungsi,
membahas dan memberikan penilaian untuk penentuan prioritas yang akan
menjadi draf Rencana Ke~a Pemerintah Daerah (RKPD).
Dapat dipahami bahwa kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam
berbagai tahapan forum Musrenbang pada dasamya meliputi: menampung
usulan-usulan kegiatan untuk mengatasi permasalahan, membahas dan
menentukan pilihan dari sejumlah usulan yang ada dengan mempertimbangkan
berbagai faktor yaitu urgensinya, manfaatnya, dampaknya terhadap lingkungan,
kesesuaian dengan kebijakan pembangunan daerah, dan plafon/pagu dana yang
tersedia. Forum musrenbang tingkat desa adalah forum untuk menjaring aspirasi
masyarakat. Forum Musrenbang tahap lanjut (Musrenbang Kecamatan, Forum
SKPD, dan Musrenbang Kabupaten) adalah forum untuk menampung aspirasi
masyarakat dan untuk mensinkronkan kegiatan pembangunan lintas sektoral.
151
Keluaran dari Musrenbang ini masih tetap berupa usulan-usulan, yang disusun
berdasarkan urutan prioritas. Dapat dikatakan bahwa tahapan perencanaan
pembangunan yang dilaksanakan melalui forum musyawarah perencanaan
pembangunan (musrenbang) belum memenuhi kriteria tahapan perencanaan
pembangunan menurut Abe (2005) yang mengungkapkan bahwa perencanaan
pembangunan mempunyai tahapan-tahapan antam lain: penyelidikan,
perumusan permasalahan, menentukan tujuan dan target, mengidentifikasi
sumberdaya (dayadukung), merumuskan rencana kerja, dan menentukan
anggaran (budget) yang hendak digunakan dalam realisasi rencana.
Secara makro proses perencanaan pembangunan daerah dengan model
perencanaan partisipatif yang dilaksanakAn melalui forum musrenbang di
Kabupaten Kebumen sudah dilaksanakan mulai dari tingkat desa tingkat
kecamatan dan tingkat kabupaten. Namun dalam pelal<sanaan musrenbang
tersebut (pada semua tingkat), peran elit birokrasi masih cukup dominan, karena
kapasitas dan kemampuan masyarakat masih kuranb. Proses perencanaan
pembangunan daerah (Musrenbang) dilaksanakan masih sebatas formalitas
yaitu sekedar memenuhi peraturanlketentuan yang berlaku. Hal ini sejalan
dengan pendapat Tjokroamidjojo (20'J2) yang mengungkapkan bahwa
menggerakkan sebuah perencanaan partisipatif membutuhkan prakondisi untuk
mentransformasikan kapasitas kesadaran dan ketrampilan masyarakat, sehingga
bisa keluar dari tradisi diam, apatis, pasrah dan cenderung menyembunyikan
maksud di bawah permukaan. Selama hal ini tidak terjadi, maka partisipasi hanya
akan terlihat sebagai formalitas partisipatif, sedangkan realitas sesungguhnya
adalah hegemoni dan manipulasi.
152
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik inti pembahasan yaitu
bahwa tingkat keberdayaan (kapasitas ulau kemampuan) masyarakat dalam
perencanaan pembangunan masih lema,, hal ini menyebabkan proses
perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah hanya bersifat formalitas
dan dominasi elit birokrasi dalam perencanaan pembangunan masih sangat kuat.
4.2.2 Kemampuan Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakomodasi
Aspirasi Masyarakat
Berangkat dari pemahaman yang mendasar bahwa pembangunan
dilaksanakan adalah dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat
dan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat, maka
permasalahan yang harus di atasi dengan pembangunan sangatlah kompleks. Di
sisi lain jelas bahwa suatu daerah memiliki kamampuan atau sumber daya yang
terbatas. Dengan adanya kebutuhan masyarakat yang sangat banyak jumlahnya
dan sangat kompleks jenisnya maka tidak mungkin kebutuhan masyarakat
tersebut dapat dipenuhi semua. Kondisi tersebut sejalan dengan pendapat
Kumorotomo (1992) yang mengatakan bahwa setiap warga negara memiliki
keinginan yang berbeda hingga sukar untuk memenuhi semuanya sekaligus.
Demikian pula Abe (2005) menyatakan bahwa suatu keinginan tentu saja
memiliki kadar subyektifitas yang tinggi dan cenderung tanpa batas yang jelas.
Untuk itu diperlukan suatu strategi dalam perencanaan pembangunan, agar
kegiatan pembangunan dapat terarah dan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Dengan kondisi kebutuhan mas'jarakat yang sangat banyak dan
kompleks serta adanya keterbatasan sumberdAya, maka perencanaan menjadi
153
sangat penting dalam pembangunan. Pentingnya perencanaan ini sejalan
dengan pendapat ljokroamidjojo (1996) mengemukakan pengertian
perencanaan pembangunan sebagai suatu pengerahan penggunaan sumber
sumber pembangunan (termasL•k sumber-sumber ekonomi) yang terbatas
adanya, untuk mencapai tujuan-tujuan dan keadaan sosial ekonomi yang lebih
baik secara lebih efisien dan efektif.
Seiring dengan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat,
maka terjadi perubahan paradigma dalam pembangunan yaitu menjadi
pembangunan yang bertumpu kepada masyarakat (people centered
development). Sebagai konsekuensi logis dari perubahan paradigma dalam
pembangunan tersebut adalah harus melibatkan masyarakat (multi stakeholders)
dalam setiap proses pembangunan termasuk dalam proses perencanaan
pembangunan. Tjokroamidjojo (1988) mengemukakan bahwa keberhasilan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tergantung dengan adanya
keterlibatan aktif masyarakat.
Model perencanaan pembangunan yang sesuai dengan perkembangan
kehidupan sosial dan tuntutan masyarakat saat ini adalah perencanaan
partisipatif. Perencanaan pembangunan partisipatif adalah suatu pendekatan
perencanaan yang tujuannya berorientasi kepada kepentingan masyarakat,
sedangkan prosesnya melibatkan peran serta secara langsung atau tidak
langsung segenap elemen masyarakat. Saat ini perencanaan pembangunan
daerah dengan model perencanaan partisipatif tersebut dilaksanakan melalui
forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang dibuat
secara berjenjang mulai dari tingkat desa, tingkat kecamatan dan tingkat
kabupaten. Dari forum musrenbang ini diharapkan aspirasi masyarakat juga
154
tersalur secara berjenjang yaitu mulai dari tingkat desa, tingkat kecam~tan, dan
tingkat kabupaten dan akhimya dapat terrealisasi dalam kebijakan perencanaan
pembe~ngunan daerah.
Dalam suatu perencanaan yang melibatkan masyarakat secara langsung
tentu akan diperoleh banyak sekali usulan dari masyarakat baik jumlah maupun
jenisnya. Ketika kemampuan/sumber daya yang dimiliki pemerintah daerah untuk
memenuhi kebutuhan masyarakatnya terbatas, maka harus dilakukan pemilihan
usulan-usulan tersebut menurut skala prioritas. Hal ini didukung oleh pendapat
Abe (2002) yang mendefinisikan perencanaan pembangunan daerah sebagai
proses penyusunan langkah-langkah yang akan diselenggarakan oleh
pemerintah daerah, dalam rangka menjawab kebutuhan masyarakat untuk
mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya Siagian (1984) menyatakan bahwa
perencanaan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan
penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang
akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
Perencanaan pembangunan daerah yang saat ini dilaksanakan dimulai
dari tingkat desa yaitu dengan menyelenggarakan musrenbang c1esa. Dalam
musrenbang desa terjadi proses penjaringan aspirasi masyarakat. Aspirasi
masyarakat tersebut ditampung dan dibahas kemudian dikemas dalam suatu
dokumen perencanaan pembangunan desa yang nantinya akan dijadikan
sebagai bahan usulan dalam kegiatan musrenbang tingkat kecamatan. Dari data
dan informasi yang diperoleh dalam penelitian menunjukkan bahwa Keluaran
dari musrenbang desa ini adalah prioritas rencana kegiatan pembangunan desa
yang nantinya ditetapkan sebagai rencana pembangunan tahunan desa (RPTD).
Rencana kegiatan pembangunan tersebut dikelompokkan mana yang akan
155
dilaksanakan dengan swadaya, mana yang dilaksanakan dengan APBDes, mana
yang akan dilaksanakan dengan Alokasi Dana Desa dan mann yang akan
dilaksanakan dengan APBD melalui dinas terkait. Rencana kegiatan
pembangunan yang akan dilaksanakan dengan pembiayaan dari APBD direkap
untuk dijadikan bahan usulan dalam rnusrenbang kecamatan. Dari hasil
pengamatan di lapangan rata-rata desa mengusulkan sebanyak lima usulan
rencana kegiatan pembangunan. Kegiatan yang terjadi dalam musrenbang desa
ini belum sepenuhnya sesuai dengan konsep yang disampaikan oleh Conyers
(1994), yang menjelaskan bahwa konsep perencanaan memiliki tiga pengertian
khusus yakni: Pertama, perencanaan lebih melibatkan banyak hal daripada
sekedar membuat suatu dokumen rencana. lni tidak dimaksudkan untuk
mengatakan bahwa dokumen perencanaan sebagai hal yang tidak berguna.
Maksudnya adalah rencana seharusnya dianggap sebagai alat pelengkap dan
bukan sekedar hasil akhir suatu kerja perencana. Selain itu, persia pan yang
dibuat janganlah dianggap hanya sebagai satu-satunya kegiatan para perencana
dan bahkan mungkin dianggap sebagai satu-satunya bentuk kegiatan mereka
yang paling penting. Kedua, perencanaan dianggap sebagai suatu proses yang
ber1angsung secara terus-menerus, bukan sekedar sesuatu yang dikerjakan
sesekali saja. Ketiga, konsep perencanaan ini memiliki implikasi penting yang
bertalian dengan konsep dan peran si perencana (p/annel). Seorang perencana
haruslah bekerja erat dengan orang-orang lain yang ter1ibat dalam keseluruhan
proses pembangunan, termasuk di dalamnya politisi, administrator dan
masyarakat pada umumnya.
Masyarakat memahami bahwa perencanaan pembangunan adalah
merencanakan kegiatan-kegiatan pembangunan yang terbatas pada kegiatan
156
fisik seperti pert>aikan jalan, pert>aikan jembatan, saluran irigasi dan sebagainya.
Karena ketidaktepatan masyarakat termasuk juga birokrasi dalam memahami
tentang perencanaan pembangunan ini, sehingga output atau keluaran dari
proses perencanaan pembangunan (musrenbang) desa hanya tert>atas pada
usulan kegiatan yang bersifat fisik. Hal ini belum sejalan dengan pandangan
Todaro (2004) yang menyatakan bahwa pembangunan daerah harus diartikan
secara luas dari hanya sekedar pemenuhan kebutuhan materi di dalam
kehidupan manusia, pembangunan seharusnya merupakan proses multidimensi
yang meliputi perubahan organisasi dan orientasi seluruh sistem sosial dan
ekonomi, sehingga pembangunan daerah adalah proses multidimensi
pembangunan suatu daerah.
Tahap selanjutnya dari perencanaan pembangunan daerah adalah pada
tingkat kecamatan yaitu musrenbang kecamatan. Pelaksanaan musrenbang
kecamatan ini tidak jauh beda dengan musrenbang desa, yaitu sama-sama
belum memenuhi konsep yang disampaikan Conyers di atas. Kegiatan dalam
musrenbang kecamatan hanya sekedar menampung usulan dari desa (hasil
musrenbang desa) kemudian mengklasifikasikan menurut fungsi atau Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Pada tingkat selanjutnya yaitu kabupaten terjadi dua proses yaitu Forum
Satuan Kerja Perangkat Daerah (Forum SKPD) dan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Kabupaten (Musrenbangkab). Dalam Forum SKPD usulan dari
kecamatan dibahas dan disinkronkan dengan Rancangan Rencana Kerja SKPD.
Selanjutnya kompilasi hasil musyawarah perencanaan pembangunan kecamatan
dan hasil dari Forum SKPD dibawa ke forum Musyawarah perencanaan
pembangunan kabupaten. Musrenbang Kabupaten dilaksanakan bertujuan
157
untuk: Pertama, mendapatkan masukan untuk penyempumaan rancangan awal
RKPD yang memuat prioritas pembangunan daerah, pagu indikatif pendanaan
pembangunan berdasarkan fungsi SKPD, rancangan Alokasi Dana Desa,
termasuk dalam pemt.;takhiran ini adalah informasi mengenai kegiatan yang
pendanaannya berasal dari APBD Propinsi, APBN dan sumber pendanaan
lainnya. Kedua, mendapatkan rincian rancangan awal RKA SKPD, khususnya
yang berhubungan dengan pembangunan. Ketiga, menetapkan rincian
rancangan awal kerangka regulasi menurut SKPD yang berhubungan dengan
pembangunan.
Dengan alasan keterbatasan anggaran dan di sisi lain usulan dari
masyarakat yang sangat banyak jumlahnya, maka dalam forum SKPD dan
musrenbang kabupaten dilaksanakan penetapan prioritas rencana kegiatan
pembangunan. Dalam tahapan ini yang terjadi adalah usulan rencana kegiatan
pembangunan yang berasal dari SKPD masuk dalam skala prioritas dan usulan
dari masyarakat kalah atau tidak masuk dalam daftar prioritas rencana kegiatan
pembangunan. Hal ini karena kapasitas dan keterampilan yang dimiliki
masyarakat dalam hal merencanakan kegiatan pembangunan masih rendah
apabila dibandingkan dengan perencann di SKPD, sehingga kualitas rencana
pembangunan yang dihasilkan juga rendah. Kondisi ini ini mengakibatkan hasil
dari forum SKPD yaitu Rencana Ke~a SKPD dan hasil dari musrenbang yaitu
Rencana Ke~a Pemerintah Daerah (RKPD) yang nantinya akan menjadi
pedoman dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (RAPBD) masih didominasi oleh usulan yang berasal dari dinas/SKPD.
Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh peneliti, keluaran dari
proses perencanaan pembangunan daerah yang dilaksanakan melalui forum
158
musrenbang baik pada musrenbang desa, musrenbang kecamatan dan
kabupaten, belum sepenuhnya mencerminkan aspirasi masyarakat. Kesimpulan
ini diperkuat dengan data yang menunjukkan bahwa sebanyak 2.824 usulan
yang berasala dari masyarakat, yang berhasil masuk dalam Rencana Ke~a
Pemerintah Daerah (RKPD) hanya sekitar 792 buah usulan saja atau sekitar
28 % saja. Kondisi ini dikarenakan dalam pmsesnya, pelaksanaan musrenbang
baik musrenbang desa, musrenbang kecamatan, forum SKPD maupun
musrenbang kabupaten masih didominasi oleh elit birokrasi baik dalam
penyampaian usulan rencana maupun dalam pengambi1an keputusan. Dengan
kata lain, keluaran dari musrenbang belum mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat, karena hasil dari musrenbang masih didominasi oleh kepentingan
elit birokrasi. Hal ini mendukung hasil pembahasan sebelumnya yang
menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah
masih dalam tahap partisipasi semu (tingkat konsultasi). Seuagaimana
diungkapkan oleh Arnstein dalam Oetomo (1997), yang menyatakan bahwa
dalam tahap ini sudah dilakukan konsultasi dan dengar pendapat masyarakat
terhadap kebijakan yang diambil, sayangnya belum diikuti dengan jaminan
pendapat masyarakat akan dipertimbangkan dalam kebijakan yang akan dibuat.
Dalam tahap ini yang diperoleh masyarakat adalah "telah berpartisipasi dalam
proses partir.ipasi".
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa dengan kondisi masyarakat
yang tingkat keberdayaannya rendah atau kondisi dimana kapasitas dan
keterampilan masyarakat dalam perencannan pembangunan yang belum
memadai (rendah), proses perencanaan pembangunan daerah yang
menggunakan model perencanaan partisipatif yang dilaksanakan melalui forum
159
musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) masih dimonopoli atau
didominasi oleh elit birokrasi baik pada tingkat desa, tingkat kecamatan dan
tingkat kabupaten. Hal ini bertentangan dengan semangat mewujudkan good
governance sebagaimana diungkapkan oleh Resi, dkk (2005) yaitu sinergi antara
LSM dengan pemerintah daerah adalah agar birokrasi pemerintah bertindak
sebagai fasilitator, motivator dan dinamisator dalam pembangunan masyarakat.
Apabila merujuk yang diuangkapkan Resi dkk. tersebut seharusnya birokrasi
menempatkan diri sebagai fasilitator, motivator dan dinamisator dalam proses
musrenbang. Ketika ketiga ini benar-benar dijalankan maka akan membuka
peluang yang besar bagi keterlibatan masyarakat dalam perencanaan
pembangunan. Hal ini didukung oleh Rofikoh (2006) yang mengemukakan
bahwa pemerintahan yang baik mensyaratkan adanya keterbukaan, keterlibatan
dan kemudahan akses bagi masyarakat terhadap proses pengambilan kebijakan
publik, khususnya dalam penggunaan beroagai sumberdaya yang berkaitan
secara langsung dengan kepentingan publik. Hal ini berarti mendukung
Tjokroamidjojo (2002) yang mengungkapk<ln bahwa menggerakkan sebuah
perencanaan partisipatif membutuhkan prakondisi untuk mentransformasikan
ka;>asitas kesadaran dan ketrampilan masyarakat, sehinnga bisa keluar dari
tradisi diam, apatis, pasrah dan cer.derung menyembunyikan maksud di bawah
permukaan. Selama hal ini tidak te~adi, maka partisipasi hanya akan terlihat
sebagai fo1malitas partisipatif, sedangkan realitas sesungguhnya adalah
hegemoni dan manipulasi.
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan informasi yang penulis peroleh
dapat diketahui bahwa penyampaian informasi hasil dari proses perencanaan
160
pembangunan (hasil musyawarah perencanaan pembanguan/musrenbang) tidak
dilaksanakan. Sebenamya penyampaian informasi hasil perencanaan
pembangunan merupakan bentuk dari akuntabilitas atau pertanggungjawaban
pemerintah terhadap kinerjanya dalam bidang perencanaan pernbangunan.
Kondisi seperti ini tidak mendukung pendapat \'Vijaya (20'J7) yang
mengungkapkan pengembangan sistem transparansi informasi dan penilaian
kinerja merupakan fondasi dasar pembangunan sistem akuntabilitas yang
responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan bukan hanya kepentingan individu
dan golongan. Kualitas aparat pemerintahan yang masih rendah, budaya
senioritas dan uniformitas masih mendominasi dan tidak mendukung budaya
kerja yang didasarkan atas inerja, kreatifitas dan prestasi.
Pelaksanaan proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan
daerah di Kabupaten Kebumen, sebagimana yang digambarkan pada uraian di
atas dapat dikatakan bahwa proses perencanaan partisipatif tersebut tidak
mampu memberikan dampak positif bagi pembangunan masyarakat
sebagaimana di kemukakan oleh Abe (2002) yaitu bahwa melibatkan masyarakat
secara langsung dalam pembangunan akan membawa tiga dampak penting,
antara lain : (1) Terhindar dari peluang terjadinya manipulasi. Keterlibatcm rakyat
akan memperjelas apa yang sebetulnya dikehendaki masyarakat; (2) Memberi
nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan. Semakin banyak jumlah
mereka yang terlibat akan semakin baik; (3) Meningkatkan kesadaran dan
keterampi•an politik masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik inti pembahasan yaitu bahwa
proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah di Kabupaten
Kebumen belum optimal. Perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah
161
melalui forum musrenbang memang dapat menyerap aspirasi masyarakat namun
belum mampu secara optimal mengakomodasi aspirasi masyarakat tersebut ke
dalam kebijakan pembangunan daerah. Selain itu, pelaksanaan perencanaan
partisipatif di Kabupaten Kebumen belum mampu meningkatkan kapasitas dan
kesadaran serta keterampilan politik masyarakat khususnya dalam hal
perencanaan pembangunan.
4.2.3 Kendala-kendala Dalam Proses Pe'l'encanaan Pembangunan Daerah
Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang menghambat proses
perencanaan pembangunan daerah di Kaburaten Kebumen antara lain:
1. Hubungan kekuasaan masih sentralistrk;
Kendati desentralisasi telah diberlakukan melalui Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 yang telah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004, kekuasaan pusat dalam beberapa hal masih cukup besar. Kekuasaan
itu bisa dilihat dari besaran dana dekonsentrasi yang dialirkan melalui
pemerintah propinsi. Alokasi dana dekonsentrasi ini sering berada di luar
kendali pemerintah kabupaten karena langsung diberikan kepada target
group. Pihak pemerintah daerah melalui dinas teknis biasanya hanya dimintai
saran dimana proyek tersebut seharusnya ditempatkan. Selanjutnya aliran
dana tidak lagi melalui dinas teknis tersebut, tetapi langsung ke target group ..
Bahkan terkadang pihak pemerintah daerah kabupaten sama sekali tidak
tahu menahu dimana proyek itu dilaksanakan. Pola pengalokasian anggaran
seperti ini disatu sisi efektif karena langsung kepada target group, tetapi di
sisi yang lain bisa mengacaukan perencanaan yang telah dilakukan daerah
itu sendiri. Kemungkinan te~adinya duplikasi proyek juga sangat besar
162
karena pada saat yang bersamaan pemerintah daerah juga merencanakan
proyek yang sama. Hal ini tidak sejalan dengan pandangan Abe (2002) yang
mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan daerah merupakan
pergulatan daerah untuk merumuskan apa yang dibutuhkan dan apa yang
menjadi cita-cita masyarakatnya, yang dipadukan dengan ketersediaan
sumberdaya atau potensi yang dimiliki daerah. Perencanaan pembangunan
daerah dengan sendirinya bukan sebagai penjabaran perencanaan nasional,
melainkan konsep yang secara ideal dikembangkan dari aspirasi lokal,
melalui proses yang partisipatif.
Selain itu, pemberian dana melalui Dana Alokasi Umum (DAU) yang
terlambat juga mempengaruhi ketepatan dalam menyusun rencana. Hampir
bisa dipastikan bahwa baik pihak desalkelurahan, kecamatan, dan instansi
pemerintah di tingkat kabupaten tidak mengetahui secara pasti jumlah
anggaran yang akan diterimanya. Ketidakpastian ini berakibat pada
ketidaktepatan mereka dalam membuat perencanaan karena semua masih
dalam dugaan. Bahkan hal ini mendorong perilaku mereka untuk membesar
besarkan jumlah anggaran proyek dan kegiatan yang dibuat.
Demikian halnya Dana Alokasi Khusus (DAK); juga berpotensi mendistorsi
proses perencanaan yang sudah dibangun sejak dari bawah. Penyebabnya,
ada ketentuan bahwa untuk menurunkan Dana Alokasi Khusus (DAK) ini
daerah diharuskan untuk sharing sebesar kurang lebih 1 0% dari dana dalam
J\PBD yang sudah ditetapkan. Sayangnya, turunnya dana ini biasanya
setelatl APBD ditetapkan sehingga mau tidak mau pihak pemerintah daerah
harus me:motong beberapa dana yang sudah dianggarkan untuk kegiatan lain
163
dalam APBD. Dengan demikian, output proses perencanaan yang sudah
matang terganggu oleh kedatangan OAK ini.
Pola sentralistik sesungguhnya tidak hanya te~adi antar level pemerintahan,
tetapi juga antara pemerintah daerah dengan masyarakat. Bukti yang
nampak dari hal ini adalah masih besamya peran pemerintah daerah (elit
birokrasi/eksekutif) dan DPRD dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut program dan proyek yang akan dibiayai APBD. Seringkali usulan
yang berasal dari dinas jauh lebih diperhatikan ketimbang usulan langsung
dari masyarakat.
2. Ketidaktepatan dalam memahami perencanaan pembangunan daerah;
Temuan yang cukup menarik adalah adanya ketidaktepatan dalam
memahami perencanaan khususnya model pemcanaan partisipatif
(musrenbang) di kalangan masyarakat umum termasuk elit birokrasi tingkat
desa. Sebagai contoh banyak proyek yang diusulkan oleh masyarakat adalah
bersifat fisik semata; misalnya: jalan, jembatan, gorong-gorong dan
sebagainya. Bukan berarti bahwa jenis-jenis proyek ini tidak berguna apalagi
jika dinilai dengan perhitungan yang matang, teta1-1i jika pertimbangan mereka
merencanakan pembangunan adalah merencanakan proyek fisik semata
maka hal ini akan menurunkan makna perencanaan itu sendiri. Nampaknya
proses pemcanaan partisipatif (musrenbang) lebih banyak dipahami dalam
konteks seperti ini ketimbang sebagai sebuah perencanaan pemLangunan
dalam arti yang menyeluruh.
Ketidaktepatan dalam memahami pemcanaan partisipatif (musrenbang) juga
te~adi di kalangan aparat pelaksana di lapangan (street level bureaucrat).
164
Sebagai contoh ada aparat dari puskesmas yang baru pertamakali
menghadiri musrenbang kecamatan. Secara jujur ia mengakui bahwa ada
informasi dari atasannya bahwa dana dari instansinya sangat kecil karena itu
diharapkan agar mereka mencarinya melalui musrenbang kecamatan.
Pemahaman ini sekali lagi mengingatkan bahwa perencanaan terkadang
dimaknai sebagai upaya mencari dana.
3. Tingkat Keberdayaan Warga Yang Lemah
Data menunjukkan bahwa tidak cukup banyak warga yang tahu bagaimana
proses perencanaan pembangunan di daerahnya dilakukan, termasuk
dengan model pemcanaan partisipatif (musrenbang). lnformasi tentang
pemcanaan partisipatif (musrenbang) kebanyakan dikuasai oleh elit desa
seperti kepala desallurah dengan aparatnya dan LKMD/BPD/LKMK.
Masyarakat sering tidak bisa membP.dakan mana rapat yang merupakan
bagian dari pemcanaan partisipatif (musrenbang) dan mana yang hanya
rapat biasa. Ketidaktahuan mereka bisa disebabkan oleh faktor
ketidakpedulian mereka terhadap perncanaan partisipatif (musrenbang)
maupun pembangunan di des:mya pada umumnya. Dengan kata lain,
ketidakuedulian masyarakat adalah refleksi dari kesadaran berwarganegara
(civic consciousness) yang masih lemah Ketidaktahuan bisa juga disebabkan
posisi tawar mereka dihadapan pemerintah dan DPRD yang lemah. Hal ini
disebabkan antara lain belum adanya sejumlah forum yang beranggotakan
kelompok-kelompok dalam civil socief}' yang lebih terorganisir. Ada
kecenderungan bahwa forum-forum tersebut be~alan sendiri-sendiri sehingga
belum memiliki posisi tawar yang kuat. Pada akhimya, kelemahan ini secara
165
keseluruhan berpengaruh pada upaya menghasilkan perencanaan yang
partisipatif. Hal ini sejalan dengan Tjokroamidjojo (2002) yang menyatakan
bahwa menggerakkan sebuah perencanaan partisipatif membutuhkan
prakondisi untuk mentransformasikan kapasitas kesadaran dan ketrampilan
masyarakat, sehingga bisa keluar dari tradisi diam, apatis, pasrah dan
cenderung menyembunyikan maksud di bawah permukaan. Selama hal ini
tidak te~adi, maka partisipasi hanya akan lerlihat sebagai formalitas
partisipatif, sedangkan realitas sesungguhnya adalah hegemoni dan
manipulasi.
4. Perencanaan yang hirarkis
Model perencanaan pemcanaan partisipatif (musrenbang) melalui sejumlah
tahapan berdasarkan level pemerintahan yakni mulai dari level
desalkelurahan, kecamatan, hingga kabupaten. Proses ini bila dijalankan
dengan benar bisa mengakomodasi semua kepentingan dan lebih
terkoordinasi. Namun fakta secara umum menunjukkan bahwa tahapan
dalam pemcanaan partis;patif (musrenbang) sendiri mengalami banyak
distorsi. Mulai dari aspek ketidakterwakilan semua lapisan masyarakat,
proses diskusi yang monologis, pengambi!an keputusan yang masih berada
di tangan pemerintah, hingga tidak tersalurkannya aspirasi masyarakat dalam
APBD. Proses perencanaan yang panjang dengan tanpa jaminan
tersalurkannya aspirasi membuat masyarakat terkadang menjadi tidak sabar
untuk mengusulkan apa yang menjadi kepentingannya langsung pada policy
maker di tingkat kabupaten. Ada kasus dimana sebuah desa belajar dari
desa lain yang berhasil mengusulkan proyek langsung ke policy maker di
166
kabupaten dan disetujui, maka desa itupun kemudian melakukan hal yang
sama. Bahkan ada desa yang sama sekali tidak melakukan Musbangdes,
tetapi dibuat langsung oleh elit desa dan dibawa ke kecamatan. Proses
proses jalan pintas ini harapannya adalah aspirasinya akan lebih diperhatikan
dan lebih cepat terealisir. Aspek ketidakpercayaan publik terhadap proses
perencanaan menjadi faktor yang turut menentukan partisipasi mereka dalam
proses tersebut. Dengan kata lain, sangat mungkin tahwa proses
perencanaan ini akan banyak membuang energi sehingga tidak efisien dan
produktif.
Munculnya jalan pintas yang dilakukan desa ke kabupaten dalam
perencanaan juga disebabkan struktur pemerintahan desa yang tidak di
bawah kecamatan. ltulah sebabnya dalam banyak kasus proses
perencanaan yang te~adi di level kecamatan menjadi tidak efektif. Kalaupun
musrenbangcam diadakan hanya sekedar sebagai rapat untuk menampung
usulan dan bukan sebuah tahapan dalam proses perencanaan yang
sesungguhnya.
5. Fungsi DPRD/Partai Politik Yang Tidak Efektif
Salah satu fungsi DPRD adalah mewakili dan menyalurknn artikulasi
kepentingan masyarakat ke dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat
pemerintahan daerah. Dalam prakteknya fungsi ini tidak bisa be~alan secara
optimal karena sejumlah alasan misalnya kapasitas sumber daya manusia
anggota DPRD yang lemah, lebih kuatnya motivasi sebagai anggota partai
ketimbang sebagai wakil rakyat. Kelemahan ini juga terkait dengan lemahnya
partai-partai politik di Indonesia. Salah satu fungsi partai adalah menyalurkan
167
aspirasi dari para konstituennya. Aspirasi yang disampaikan adalah yang
sesuai dengan kepentingan masyarakat deng&n harapan akan menjaga
konstituennya tidak lepas dari partainya. Namun dalam prakteknya fungsi ini
tidak berjalan oleh sebab kelemahan-kelemahan internal yang terjadi di
dalam tubuh partai itu sendiri, misalnya kualitas kader yang lemah, hubungan
antara partai dengan fraksi dalam DPRD.
Kelemahan tersebut berimbas pada kemampuan mereka untuk membuat
perencanaan yang lemah. Fakta menunjukkan bahwa perda-perda yang
diusulkan dalam pembahasan umumnya dominan berasal dari pihak
eksekutif. Kendati demikian, ada k8cenderungan bahwa aspirasi yang
disalurkan melalui partai politik cukup efektif menembus jalur hirarkhis
perencanaan khususnya apabila perencanaan itu datang dari partai yang
sepaham dengan policy maker. Tentu saja alur perencanaan seperti itu
sangat rawan terjadinya KKN karena sangat tidak transparan.
6. Sektoralisme yang kuat pada tiap-tiap unit kerja (SKPD)
Kendati era desentralisasi sudah digulirkan, pemikiran sektoralisme di antara
dinas-dinas teknis di pemerintah daerah masih cukup kuat. Hal ini tidak bisa
lepas dari warisan sistem pemerintahan yang sentralistis sebelumnya.
Sebagian dari dinas-dinas itu adalah instansi pusat seperti Kantor
Departemen (Kandep) yang telah diserahkan ke daerah. Meskipun secara
struktural mereka telah menjadi instansi otonom daerah, secara kultural jiwa
mereka masih merasa sebagai instansi pusat. Wujud yang nampak dalam
perencanaan adalah kecenderungan untuk membuat usulan perencanaan
sendiri terlepas dari tahapan perencanaan yang dilal<ukan dalam
168
musrenbang. Mereka sendiri mengakui bahwa perencanaan yang mereka
buat sudah partisipatif karena ketika membuat mereka mengaku sudah
melibatkan masyarakat melalui aparatnya yang langsung berhubungan
dengan masyarakat. Pemikiran sektoralisme tumbuh bukan hanya karena
warisan struktural kelembagaan, tetapi juga pola perencanaan pembangunan
yang semenjak dahulu membaginya ke dalam sektor-sektor secara terpisah
dan lupa menekankan adanya networking. Tradisi pemikiran seperti ini harus
diubah karena mempengaruhi koordinasi dalam perencanaan
7. Kurang transparan dan tidak ada umpan balik
Persoalan yang juga sering dihadapi dalam perencanaan model musrenbang
adalah kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan. Banyak
masyarakat yang tidak tahu secara pasti bagaimana keputusan diambil, atas
dasar kriteria apa, dan apakah usulan mereka akan dibawa ke level
pemerintahan yang lebih tinggi. Kalaupun usulan tersebut gagal untuk dibawa
ke level pemerintahan yang lebih tinggi, mereka tidak memperoleh
penjelasan mengapa hal itu bisa te~adi sehingga mereka bisa memberikan
usulan perbaikan. Bahkan fakta juga menunjukkan bahwa informasi tentang
ada tidaknya musyawarah perencanaan pembangunan di desanya tidak
pemah sampai ke masyarakat luas. Hal ini bertentangan dengan Rofikoh
(2006) yang mengemukakan bahwa pemerintahan yang baik mensyaratkan
adanya keterbukaan, keterlibatan dan kemudahan akses bagi masyarakat
terhadap proses pengambilan kebijakan publik, khususnya dalam
penggunaan berbagai sumberdaya yang berkaitan secara langsung dengan
kepentingan publik. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Wijaya (2007)
169
yang mengungkapkan pengembangan sistem transparansi informasi dan
penilaian kine~a merupakan fondasi dasar pembangunan sistem
akuntabilitas yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan bukan
hanya kepentingan individu dan golongan. Kualitas aparat pemerintahan
yang masih rendah, budaya senioritas dan uniformitas masih mendominasi
dan tidak mendukung budaya ke~a yang didasarkan atas ine~a. kreatifitas
dan prestasi.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik intinya yaitu kendala dalam
proses perencanaan pembangunan daerah adalah sebagai berikut :
hubungan kekua~aan masih sentralistik, ketidaktepatan dalam memahami
perencanaan pembangunan daerah, tin~kat keberdayaan warga yang lemah,
perencanaan yang hirarkis, fungsi DPRD/partai politik yc.ng tidak efektif,
sektoralisme yang kuat pada tiap unit kerja (SKPD), kurang transparan dan
tidak ada umpan balik.
4.3 Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu
Untuk melengkapi pembahasan dalam penelitian ini, berikut disampaikan
perbandingan penelitian terdahulu dengan hasil penelitian saat ini. Perbandingan
antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu ada yang mendukung adajuga
yang berbeda. Hasil penelitian ini dibandingkan dengan penelitian Sutarto,
Soediyono dan A.D. Suharsono menunjukkan perbedaan yaitu penelitian
terdahulu ditemukan bahwa campur tangan birokrasi kecil sedangkan dalam
penelitian ini ditemukan bahwa campur tangan birokrasi masih dominan.
Demikian pula dengan penelitian Nandang Suhermnn, ditemukan adanya
peningkatan kapasitas masyarakat, sedangkan dalam penelitian ini menunjukkan
belum ada peningkatan kapasitas masyarakat dalam perencanaan partisipatif.
170
Perbandingan dengan hasil penelitian Slamet (1994), Iskandar Mirza (1997) dan
Khoirun (2003) menunjukkan bahwa hasil penelitian ini mendukung hasil
penelitian terdahulu. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 17 di bawah ini :
NO
1 1.
2
Tabel17 Perbandingan Dengan Penelitian Terdahulu
PENELITI
2 Sutarto, Soediyono dan A.D. Suharsono (1991 ), meneliti tentang Organisasi Program Pembangunan Berkelanjutan (kasus proyek dalam Program Pengembangan Wilayah (PPW) Slamet (1994) tentang Partisipasi di Dalam Lembaga Sosial Desa (LSD) di enam desa di Kabupaten Boyolali
PERBANDINGAN r-~T~E~M~U~A~N~P~E~N~E~L~IT~I~A~N~~~P~E~N~E~L=IT~IA~N~IN~I~ KETERANGAN
3 4 5 Sudah adanya kecenderungan pengelolaan program yang bersifat Bottom Up Planning. Kelonggaran ini juga didukung dan atau tidak mendapat campur tangan yang ketat dari pemerintah lokal, dalam hal ini aparat pemerintah kecamatan hanya sebagai fasilitator.
Peran Kepala Desa sangat dominan dalam pembangunan sehingga setiap keputusan atau kebijakan diserahkan sepenuhnya kepada Kepala Desa. Keterlibatan masyarakat secara langsung dalam pembangunan sangat kurang atau dapat dikatakan bahwa masyarakat kurang berpartisipasi secara langsung
Proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen masih di dominasi oleh elit birokrasi 'Jaik pada tingkat desa, tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten.
Peran elit birokrasi (pada tingkat desa sampai tingkat kabupaten) masuk cukup dominan dalam proses musyawarah perecanaan pembangunan (musrenbang)
Berbeda dengan hasil penelitian Sutarto, Soediyono dan A.D. Suharsono
Mendukung dan melengkapi hasil penelitian Slamet
1
3
4
2
Iskandar Mirsa (1997), berjudul lmplementasi Kebijaksanaan Pembangunan Desa dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan suatu studi di Desa Cibeusi dan Desa Sa yang Kecamatan Cikeruh Kabupaten Sumedang Nandang Suherman (2000), berjudul Pengembangan Partisipatif di Jatinangor
3
Dalam asumsi teori pembangunan yang berpusat pada masyarakat tampaknya masih belum optimal, hal tersebut diindikasikan oleh kenyataan bahwa program yang sudah dilaksanakan sejak 1992/1993 temyata sampai dengan tahun 1996/1997 belum terlaksana sepenuhnya.
dengan
Proses penguatan dan pengorganisasian masyarakat dalam konteks perencanaan partisipatif di Jatinangor telah menghasilkan beberapa manfaat, antara lain , (a) Timbulnya kesadaran baru di kalangan tokoh dan aktivis kemasyarakatan tentang perlunya mengorganisir diri guna meningkatkan nilai tawar dalam proses penentuan kebijakan pembang•Jnan (b) Terjadinya peningkatan kapasitas warga masyarakat da!arn merumuskan dan memecahkan masalah Serta mengadvokasikannya kepada pihak yang terkait; (c) Terbangunnya suasana dialogis antara birokrasi dan masyarakat dalam rnencari solusi pemecahan permasalahan pembangunan; (d) Mulai bergesernya paradigma kepemerintahan di lingkungan birokrasi yaitu dari mental minta dilayani meniadi mental melayani
4
Pelaksanaan perencanaan partisipatif yang dikembangkan dengan forum musrenbang belum optimal. Musrenbang dilaksanakan baru pada tataran formalitas belaka. Musrebang memang mampu menyerap aspirasi masyarakat tetapi belum mampu menghantarkan pada level realisasi dalam kebijakan.
Perencanaan pembangunan daerah melalui forum musrenbang memang dapat menyerap aspirasi masyarakat namun belum mampu secara optimal men~akomodasi aspirasi masyarakat tersebut ke dalam kebijakan pembangunan daerah. Selain itu, belum mampu meningkatkan kapasitas dan kesadaran serta keterampilan politik masyarakat khususnya dalam hal perencanaan pembanguncm
I
171
5
Mendukung dan melengkapi hasil penelitian Iskandar Mirsa
Berbeda dengan hasil penelitian Nandang Suherman
172
1 2 3 4 5 ' i
5 Khoirun (2003), Program bantu an Dengan Mendukung I penelitiannya pembangunan partisipatif perencanaan hasil
yang berjudul dapat memacu partisipasi partisipatf penelitian Partisipasi masyarakat secara membuka peluang Khoirun Masyarakat langsung dalam kegiatan bagi masyarakat dalam pembangunal'ldi dapat terlibat secara Pembangunan desa/kelurahan, sehingga langsung dalam Desa, suatu studi menempatkan pembangunan mulai kasus Program masyarakat sebagai dari perencanaan, Pelaksanaan subyek dan obyek pelaksanaan dan Partisipasi di pembangunan monitoring dan Kecamatan evaluasi, walaupun Belongbendo pelaksanaannya Kabupaten belum optimal Sidoario
'-' UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:> Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt:t\;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSiTAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI\L
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITA3 BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVFRSITAS BRAWIJAYA MALANG
> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG
RSITA BRA IJAYA A N UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG
5.1 Kesimpulan
BABV
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang Proses Perencanaan Partisipatif
Dalam Pembangunan Daerah Di Kabupaten Kebumen (Kajian Tentang
Kemampuan Perencanaan Pembangunan Dengan Model Perencanaan
Partisipatif Dalam Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat) dapat disimpulkan
sebagaiberikut:
1. Proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah di Kabupaten
kebumen dilaksanakan melalui forum musyawarah perencanaan
pembangunan (musrenbang). Forum musrenbang dilaksanakan mulai dari
tingkat desa (musrenbangdes), tingkat kecamatan (musrenbangcam) dan
tingkat kabupaten (forum SKPD dan Musrenbangkab). Partisipasi
stakeholders (masyarakat) dalam proses perencanaan pembangunan daerah
masih bersifat pasif yaitu hanya sekedar ikut hadir dalam forum musrenbang.
Hal ini menyebabkan dominasi elit birokrasi mulai dari tingkat desa sampai
tingkat kabupaten masih sangat kuat. Mekanisme kerjasama antar
stakeholders belum diatur secara jelas sehingga masing-masing masih saling
mempertahankan pendapatnya (usulannya) tanpa memikirkan kepentingan
bersama. Proses pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan
masih didominasi elit birokrasi. Pada tingkat desa dominasi kepala desa dan
perangkatnya masih sangat jelas. Demikian pula pada tingkat kabupaten,
dominasi elit birokrasi pada dinas (SKPD) masih sangat kuat. Secara umum
proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah di Kabupaten
174
Kebumer1 masih bersifat fonnalitas yaitu hanya sekedar melaksanakan
ketentuan peraturan perundangan yang ber1aku.
2. Keluaran (output) dalam perenr.anaan pembangunan daerah yang
dilaksanakan melalui forum musrenbang ini antara lain : pada tingkat desa
adalah Rencana Pembangunan Tahunan Desa (RPTD), pada tingkat
kecamatan adalah Rencana Pembangunan Tahunan Kecamatan (RPTK),
pada tingkat kabupaten Rancangan Rencana Kerja SKPD (hasil forum
SKPD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah/RKPD (forum musrenbang
kabupaten). Secara umum dalam seluruh keluaran perencanaan
pembangunan daerah tersebut belum mencenninkan kebutuhan masyarakat
secara nyata karena dalam proses perencanaannya masih didominasi oleh
elit birokrasi. Hal ini diperkuat dengan data hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa usulan masyarakat yang tennuat dalam RKPD hanya
sekitar 28 % saja. Dalam hal penyebaran infonnasi, diketahui bahwa
penyebaran infonnasi tentang hasil musrenbang tidak dilaksanakan. Dapat
dikatakan bahwa partisipasi masyarakat baru pada tingkat konsultasi. Dalam
tahap ini sudah dilakukan konsultasi dan dengar pendapat masyarakat
terhadap kebijakan yang diambil, namun belum diikuti dengan jaminan
pendapat masyarakat akan dipertimbangkan dalam kebijakan yang akan
dibuat. Dalam tahap ini yang diperoleh masyarakat adalah "telah
berpartisipasi dalam proses partisipasi". Perencanaan partisipatif melalui
forum musrenbang memang mampu menyerap aspirasi masyarakat tetapi
belum mampu mengakomodasi/menghailtarkan aspirasi tersebut pada level
realisasi dalam kebijakan pembangunan daerah.
3. Kendala-kendala yang menghambat perencanaan pembangunan daerah di
Kabupaten Kebumen yaitu : (1) Hubllngan kekuasaan masih sentralistik;
175
(2) Ketidaktepatan dalam memahami perencanaan pembangunan daerah;
(3) Tingkat keberdayaan warga yang lemah; (4) Perencanaan yang hirarkis;
(5) Fungsi DPRD/partai politik yang tidak efektif; (6) Sektoralisme yang
kuat pada tiap-tiap unit ke~a (SKPD); (7) Kurang transparan dan tidak
ada umpan balik.
5.2 Saran
Berdasarkan kajian terhadap permasalahan dan kendala-kendala yang
dihadapi Pemerintah Kabupaten Kebumen dalam proses Perencanaan
Pembangunan daerah khususnya dengan model perencanaan partisipatif yang
dilaksanakan melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan
(musrenbang), maka penulis berusaha memberikan saran yang sekiranya dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kebumen, sebagai
berikut:
1 . Hubungan kekuasaan yang masih sentralistik antara pemerintah daerah dan
pemerintah di atasnya (pusat dan provinsi) dalam hal pengelolaan
pembiayaan antara lain dana dekonsentrasi, Dana Alokasi Umum dan Dana
Alokasi Khusus sering mendistorsi atau mengganggu perencanaan
pembangunan daerah yang telah ditetapkan. Penulis menyarankan agar :
a. Perencanaan program atau kegiatan pembangunan yang pembiayaannya
berasal dari dana dekonsentrasi diupayakan agar melibatkan pemerintah
kabupaten dan masyarakat setempat.
b. Diharapkan pemerintah pusat memberikan informasi besaran penerimaan
Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus sebelum pelaksanaan
musrenbang berjalan, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan masukan
dalam forum musrenbang.
176
2. Untuk mengatasi kendala berupa ketidaktepatan dalam memahami
perencanaan pembangunan daerah, maka disarankan agar Pemerintah
Daerah Kabupaten Kebumen menyelenggarakan workshop tentang
perencanaan pembangunan daerah. Workshop ini dilaksanakan bagi
masyarakat dan aparatur pemerintah baik tingkat desa, kecamatan maupun
kabupaten. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan
kemampuan masyarakat dan aparatur pemerintah dalam perencanaan
pembangunan daerah.
3. Tingkat keberdayaan atau kapasitas dan kemampuan masyarakat yang
lemah menjadi salah satu faktor penghambat yang pokok dalam proses
perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah, untuk mengatasi
kendala ini disarankan agar Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen
melaksanakan Pemberdayaan Civil Society dan pelatihan perencanaan
partisipatif. Penyebab ketidakberdayaan masyarakat karena sikap apatisme,
ketidaktahuan dan posisi tawar yang lemah. Untuk memperbaiki ketiganya
harus ada upaya serius dari pemerintah, partai politik, NGO/LSM, dan
komponen lainnya untuk menyadarkan masyarakat akan hak dan
kewajibannya sebagai warganegara (civic consciousness). Hal ini bisa
dilakukan melalui training maupun sosialisasi melalui media tentang
kesadaran warganegara dan pelatihan tentang perencanaan partisipatif.
Selain itu, harus ada kerelaan dari pemerintah untuk menyerahkan sebagian
kewenangannya kepada rakyat khususnya dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan. Pelibatan mereka dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan diharapkan akan mendorong masyarakat untuk
ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan daerah
177
4. Untuk mengatasi kendala dalam prose:.> perencanaan pembangw1an daerah
berupa perencanaan yang hirarkis, diberikan saran sebagai berikut :
a. Musyawarah perencanaan pembangunan kecamatan ditiad~kan.
Ada beberapa fakta yang menjadi dasar, yakni secara struktural
kecamatan tidak memiliki otonomi karena ia adalah kepanjangan tangan
langsung Bupati. Camat juga bukan atasan dari kepala desa karena
kepala de sa bertanggung jawab langsung kepada Bupati. Seringkali
Musrenbangcam hanya sebagai forum pencatat usulan dari
desa/kelurahan dan bukan sebagai tahapan dalam proses perencanaan
yang sesungguhnya. Dengan demikian, tahapan Musrenbangcam
sesungguhnya tidak efektif karena hanya akan memperpanjang jalur yang
harus dilalui. Konsekuensinya adalah kesiapan pihak kabupaten dalam
mengorganisasi usulan dari semua desa/kelurahan yang ada di
wilayahnya. Jumlahnya yang cukup banyak membawa konsekuensi
lamanya proses Musrenbangkab. Kelebihan dari model ini adalah
memotong hirarkhi perencanaan yang terlalu ~·anjang sehingga akan
banyak energi yang bisa dihemat
b. Restrukturisasi Kelembagaan Perencanaan
Salah satu kendala yang ditemukan dari penelitian ini adalah panjangnya
proses perencanaan di daerah semenjak dari tingkat desa hingga tingkat
kabupaten. Hal ini menciptakan ketidaksabaran masyarakat dan birokrasi
sendiri untuk merealisasikan perencanaan. Ditambah lagi dengan situasi
ketidakpastian terhadap diterima tidaknya usulan tersebut semakin
mendorong masyarakat untuk mengusulkan proyek langsung ke
kabupaten. Berdasarkan fakta ini, maka penting untuk merestrukturisasi
kelembagaan perencanaan di daerah. Tujuannya adalah menciptakan
178
efisiensi dan produktivitas yang tinggi dalam perencanaan. Yang
direstrukturisasi adalah tahapan dalam perencanaan yakni dengan
memotong jenjang perencanaan menjadi lebih datar (f/af) dan struktur
lembaga-lembaga perencana yang tersebar hendaknya disederhanakan.
5. Berkait dengan kendala berupa fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD)/partai politik dalam perencan;~an pembangunan daerah yang tidak
efektif, penulis menyarankan agar perencanaan pembangunan daerah
diserahkan kepada DPRD. Saran ini diambil dari pemikiran pemisahan antara
politik dan administrasi. Politik bertugas mengartikulasikan kepentingan
rakyat dalam bentuk perencanaan, sedangkan administrasi bertugas
melaksanakan keputusan tersebut. Be:rdasarkan hal ini, semua aktivitas
perencanaan yang selama ini dilakukan oleh eksekutif diserahkan
sepenuhnya kepada DPRD. Bahkan penyerahan ini tidak hanya menyangkut
kewenangan merencanakan, tetapi juga sumberdaya perencanaan yang
selama ini dimiliki eksekutif misalnya SDM, dana dan lembaga. Aparat
eksekutif ini nantinya akan ditempatkan se:bagai staf dan lini perencanaan
dari DPRD. Mereka sepenuhnya menjalankan kebijakan DPRD dalam
melakukan proses perencanaan. Kemudian eksekutif tinggal melaksanakan
hasil perencanaan tersebut. Untuk melaksanakan hal ini perlu ditindaklanjuti
denga,, penetapan instrumen pendukungnya antara lain peraturan
perundangan tentang penyerahan kewengan perencanaan kepada DPRD
dan mekanisme pelaksanaan perencanaan partisipatif. Selain itu juga harus
diterbitkan pedoman tentang pelaksanaan forum perencanaan partisipatif
dalam pembangunan daerah.
6. Untuk mengatasi kendala berupa sektoralisme yang kuat pada tiap-tiap unit
ke~a (SKPD), disarankan agar ada upaya perubahan paradigms berpikir
179
aparat dan menciptakan kesepahaman melalui pembekalan. Strategi ini
didasarkan pada fakta bahwa masih banyak perencanaan dilakukan secara
terkotak-kotak dan cenderung berjalan sendiri-sendiri. Dengan kata lain,
masih cukup banyak instansi pemerintah dan aparatnya yang memiliki
paradigma sektoralisme dalam perencan:.an pembangunan di daerah. Pola
pikir seperti ini harus diubah karenn cenderung mendistorsi proses
perencanaan partisipatif yang telah dibangun sejak awal. Selain itu, harus
ada kemauan politis bersama di antara eksekutif dan legislatif untuk secara
konsisten mematuhi ketentuan yang telah disepakati bersama dalam proses
perencanaan yang partisipatif, termasuk keberanian menolak rencana proyek
yang datangnya dari pusat atau propinsi apabila hal itu tidak sesuai dengan
rencana yang telah diputuskan daerah. Dinas harus memiliki komitmen untuk
menempatkan semua rencana yang berasal dari pemerintah pusat dan
propinsi ke dalam rencana pembangunan daerah yang disepakati.
7. Satu hal yang cukup mendasar selama ini dalam proses perencanaan adalah
belum adanya transparansi dalam proses perencanaan semenjak ide
kegiatan muncul, proses dialog hingga keputusan diambil. Ketidaktransparan
ini pula yang diduga turut memicu sikap apatisme masyarakat terhadap
perencanaan karena mereka beranggapan bahwa semuanya s.udah diatur.
Untuk mengatasi kendala dalam perencanaan pembangunan daerah berupa
kurang transparan dan tidak ada umpan balik disarankan agar Pemerintah
Daerah Kabupaten Kebumen menetapkan mekanisme perencanaan yang
transparan. Transparansi yang dimaksud meliputi kepastian anggaran,
kriteria pengambilan keputusan, dan kejelasan alasan mengapa proyek
diterima atau tidak diterima (sebagai umpan balik). Selain itu, transparansi
juga dimulai dengan menjadikan secara terbuka forum-forum perencanaan
180
pembangunan yaitu siapapun boleh datang dan menyampaikan aspirasinya
dalam forum. Untuk mendukung transparansi ini peran media lokal yang telah
tersedia baik media cetak maupun elektronik menjadi sangat penting. Media
ini menjadi sarana komunikasi langsung untuk menjangkau masyarakat yang
lebih luas melalui acara semacam dialog interaktif atau ta/kshow.
'-' UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:> Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt:t\;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSiTAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI\L
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITAS BRAWIJAYA MALANG
RSITA3 BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ERSITAS BRAWIJAYA MALANG
VERSITAS BRAWIJAYA MALANG
IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVFRSITAS BRAWIJAYA MALANG
> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MALANG
G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG
RSITA BRA IJAYA A N UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG
181
DAFTAR PUSTAKA
Abe, Alxander, 2002, Perencaraan Daerah Partisipatif, Pondok Edukasi, Solo
Agus, Dwiyanto dkk, 2002, Governance and Decentralization Swvey, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Andy Fefta Wijaya, 2007, Akuntabilitas Aparatur Pemerintah Daerah Dalam Era Good Governance dan Otonomi Daerah, Jumal llmiat-. Administrasi Publik, Vol. VIII No. 2 Maret-Agustus 2007, Fakultas llmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang.
Arsyad, Linco~n. 1999, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPSTIE YKPN, Yogyakarta.
______ , 2004. Ekonomi Pembaj1gunan. BPSTIE YKPN. Yogyakarta
Babbie, Earl. 1995. The Practice of Social Research. Belmont CA: Wadsworth Publishing Company
Bryant, Coralie dan White, Louise G, 1989, Managing Development in Third World, Westview Press, Boulder, Colorado.
_______ , 1987, Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang, Pene~emah Rusyanto L. Simatupang, LP3ES, Jakarta.
Conyers, Diana, 1994, Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga, Suatu Pengantar, Terjemahan Setiawan dan Affan Ghafar, UGM Press, Yogyakarta.
Dwijowijoto dan Nugroho, Riant, 2001, Reinventing Indonesia : Menata U/ang MAnjemen Pemerintahan Indonesia Baru dengan Keunggulan Global, Elex Media Komputerindo, Jakarta.
lshomuddin, 2001, Diskursus Politik dan Pembangunan, Universitas MuhammadiyCJh, Malang.
lslamy, M. lrfan, 2001, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Cetakan Kesembilan Bumi Aksara, Jakarta.
lsmani, 2005, Modul Perkuliahan Semina( Perencanaa Pembangunan Daerah, Tidak Diterbitkan, Malang.
Khoirun, 2003, Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa, suatu studi kasus Program Pelaksanaan Partisipasi di Kecamatan Belongbendo Kabupaten Sidoatjo, Tesis Universitas Brawijaya Malang
Korten, David dan Syahrir, 1998, Pembangunan Berdimensi Kerakyatan, Yayasan Obor, Jakarta.
Korten, David, 2001, Menuju Abad ke 21 : Tindakan Sukarela dan Agenda Global, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Kumorotomo, Wahyudi. 1992. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
182
Kunarjo, 2002, Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan, Penerbit Ul, Jakrata.
Kuncoro, Mudrajad, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Erlangga. Jakarta
McNabb, David E., 2002, Research Methods in Public Administration and Nonprofit Management Quantitative and Qualitative Approach, M.E Sharpe New York.
Miles B. Mathew dan A. Michell Huberman, 1992, Ana/isis Data Kualitatif, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Mintzberg, Henry, 1998, The Rise and Fall of Strategy Planning, The Free Press, New York.
Mirza, Iskandar, 1998, lmplementasi Kebijaksanaan Pembangunan Desa dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan suatu studi di Desa Cibeusi dan Oesa Sayang Kecamatan Cikeruh Kabupaten Sumedang, Tesis, tidak diterbitkan
Moleong, Lexy J., 2005, Metodelogi Penelitian Kua/itatif, Edisi Revisi PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Munir, Badrul, 2002, Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Perspektif Otonomi Daerah, Badan Penerbit Sapped a, NTB.
Nazwar, dkk, 2003, Koalisi Aktor dalam lmplementasi Kebijakan, Jurnal llmiah Administrasi Publik, Volume IV Nomor 1, FIA Universitas Brawijaya Malang
Newman, W. Lawrence, 1997, Social Research Methods Qualitative Approach, University of Wisconsin at White Water, Boston.
Ndraha, Taliziduhu, 1985, Peran Administrasi Pemerintah Desa dalam Pembangunan Desa, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Oetomo, Andi, 1997, Konsep dan lmplementasi Penerapan Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang Di Indonesia, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota.
Resi, Adrianus, lsmani H.P. dan Soesilo Zauhar, 2005, lnteraksi Birokrasi Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Pembangunan, Jurnal llmiah Administrasi Publik. Volume V Nomor 1, FIA, Universitas Brawijaya Malang.
Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusuma. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah, Strategi Mengga/i Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Rofikoh, Nurul, 2006, Mewujudkan Good Local Governance Melalui Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran Publik, Jumal Kebijakan dan Administrasi Publik, Vol 10 Nomor 1 , MAP UGM, Yogyakarta.
Siagian, Sondang P. 1984. Proses Pengelolaan P·~mbangunan Nasional. PT Gunung Agung. Jakarta
183
-------· 2003. Administrasi Pembangunan, Konsep, Dimensi dan Strateginya. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Slamet, 1994, Partisipasi di Ldalam Lembaga Sosial Desa, Tesis Magister Administrasi Publik, Program Pasc-asarjana Universitas Brawijaya
Soekartawi, 1990, Prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan Daerah, CV. Rajawali, Jakarta.
Soetarto, Soedibyo dan Suharsono, 1991, Organisasi Program Pembangunan Berkelanjutan, hasil penelitian di Jawa Tengah.
Soegijoko, S, Budhi Tjahjati, dan Kusbiantoro, 1997. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan Di Indonesia, Grasindo, Jakarta.
Suherman,Nandang, 2000, Pengembangan Partisipatif di Jatinangor, Tesis Magister llmu Pemerintahan, lnstitut llmu Pemerintahan Jakarta
Sumodiningrat, Gunawan, 1999, Kemiskinan : Teori, Fakta dan Kebijakan, lmpac, Jakarta.
Suprajogo, Tjahjo, 2003, Makna Otonomi Daerah bagi Pemberdayaan Masyarakat Lokal, Jumal llmu Pemerintahan, Widya Praja, Volume XXIX Nomor 2, lnstitut llmu Pemerintahan Jakarta.
Susanto, Hery, 2003, Otonomi Daerah dan Kompetensi Lokal, PT. Dyatama Milenia, Jakarta.
Suwignyo, 1986, Administrasi Pembangunan Desa Dan Sumber-sumber Pendapatan, Ghalia, Jakarta.
Syahroni. 2002. Pengertian Dasar dan Generik Tentang Perencanaan Pembangunan Daerah. German Technical Cooperation-GTZ. Jakarta
Tikson, D.T, 1999, Perencanaan Partisipatif, Modul Perencanaan Pembangunan, Program Diklat Teknis dan Manajemen Perencanaan Pembangunan Tingkat Lanjutan, Kerjasama UNHA.S dan OTO-Bappenas, Jakarta.
Tjokroamidjojo, Bintoro dan Mustopadidjaya, AR. 1988. Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan, Perkembangan Teori dan penerapan. Cetakan ke tujuh belas. I_P3ES .• lakarta
Tjokroamidjojo, Bintoro, 1993, Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan, Perkembgan Teori dan Penerapan, LP3ES, Jakarta
------· 1994, Perencanaan Pembangunan, Gunung Agung, Jakarta.
------· 2002, Reformasi Penyelenggaraan Good Governance Dan Perwujudan Masyarakat Madani, LAN-RI Jakarta.
Tjokrowinoto, Moeljarto, 2001, Pembangunan, Dilema dan Tantangan, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta.
Todaro Michael P. 2004, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Buku 1, Diterjemahkan oleh Harris Munandar. Erlangga. Jakarta.
---~--=--· 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Buku 2, Diterjemahkan oleh Harris Munandar. Erlangga. Jakarta.
184
Urbanus, M. Ambandi dan S. Prihantoro, 2002, Pengembangan Wi/ayah dan Otonomi Daerah, CV. Cahaya lbu, Jakarta.
Wahyudi, lsa, 2006, Metodologi Perencanaan Partisipatif, MCW dan YAPPIKA, Jakarta
Peraturan Perundang-undangan dan Dokumen :
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Sinar Grafika, Jakarta.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Cemerlang, Jakarta.
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Cemerlang, Jakarta.
Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Badan Perencanaan Pembangumm Nasional dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1181/M.PPN/02/2006 dan 050/244/SJ/2006 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Tahun 2007.
Surat Edaran Gubemur Jawa Tengah Norr.or : 08J/21553 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Tahun 2007.
Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor : 53 Tahun 2004 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Kebijakan Publik.
Peraturan Bupati Kebumen Nomor 28 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Kebumen Tahun 2006-2010.
Surat Edaran Bupati Kebumen Nomor : 050/001146/2006 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa/Kelurahan dan Kecamatan Tahun 2006
Surat Edaran Bupati Kebumen Nomor : 05C/101/2007 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (Forum SKPD) Tuhun 2007
Kabupaten Kebumen Dalam Angka Tahun 2006
Profil Daemh Kabupaten Kebumen Tahun 2006
Rencana Pembangunan Tahunan Kecamatan Kebumen, Kecamatan Karanganyar dan Kecamatan Mirit Tahun 2008.
Rencana Pembangunan Tahunan Desa Grenggeng, Desa Rowo dan Kelurahan Kebumen Tahun 2008.