proses perencanaan partisipatif dalam

205
·. . PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM . PEMBANGUNAN DAERAH ill KABUPATEN KEBUMEN (Kajian Tentang Kemampuan Perencanaan Pembangunan Oaerah .Dengan Model Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat) ·TESIS Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister Oleh: IS NA 0 I NIM. 0620311054 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK KEKHUSUSAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2007

Upload: hoangtuyen

Post on 18-Jan-2017

281 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

·.

. PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM .

PEMBANGUNAN DAERAH ill KABUPATEN KEBUMEN

(Kajian Tentang Kemampuan Perencanaan Pembangunan Oaerah . Dengan Model Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakomodasi

Aspirasi Masyarakat)

·TESIS

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister

Oleh: IS NA 0 I

NIM. 0620311054

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK KEKHUSUSAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2007

Page 2: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PEMBANGUNAN DAERAH Dl KABUPATEN KEBUMEN

(Kajian Tentang Kemampuan Perencanaan Pembangunan Daerah Dengan Model Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakomodasi

Aspirasi Masyarakat)

TESIS

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister

Oleh: ISNADI

NIM. 0620311054

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK KEKHUSUSAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2007

Page 3: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PEMBANGUNAN DAERAH Dl KABUPATEN KEBUMEN

(Kajian Tentang Kemampuan Perencanaan Pembangunan Daerah Dengan Model Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakomodasi

Aspirasi Masyarakat)

TESIS

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister

Oleh:

ISNADI NIM. 0620311054

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK KEKHUSUSANPERENCANAANPEMBANGUNANDAERAH

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2007

ii

Page 4: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

T E SIS

PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PEMBANGUNAN OERAH 01 KABUPATEN KEBUMEN

(Kajian Tentang Kemampuan Perencanaan Pembangunan Daerah Dengan Model Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakbmodasi Aspi~-.asyarakat)

)

,

oleh :

ISNADI

Dipertahankan di depan penguji

Pada Tangga• 14 Agust.tJs 2007 Dan dinyatakan meme'fluhPsyarat

I

Komisi P,embimbing, l (I \ ( ' I <'

' ) (

( \ (

IJ \\( ·'' I I \ I -$-f { ' I I I\ I 1 I ' ' \ \\I ( I 1.-::. ------------~~~ ' ~~ ------------

( I I \ \' ( I / <. I '• '·,

> • ~ l ' Prof. Dr. SUMARTONO, M.~./ I ~ 1

1 ,, • , Q~ MINTO H~D~ M.Si.

Ketua l · 'J Anggota >l I I I 1'1

I ,

\

~I

( ·' tl,, l

Malang, 2 l AIJG 2007

Page 5: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

' "l."

I I j '' . I I .

' ' I •

PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS

Saya rhenyatakan .dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah TESIS ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah TESIS ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur P!_AGIASI, saya bersedia TESIS ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (MAGISTER) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. ( UU NO: 20 Tahun 2003, Pasal25 ayat 2 dan pasal70)

Malang,14 Agustus 2007

Nama : .JS.

NIM : . .Q.~~Q~.t1.9.~1 ....... . . ILMU ADMINISTRASI PUBLIK PS ......... .. .. .... ... ........... .

PPSUB

' I

' . ;

: •! ,. :

t: J r :·~~~~~~~~~~~~~~~~~~-

Page 6: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

" ....... Allah akan meninggikan orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajaf'. (QS. AI Mujadalah (58) : 11)

"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri". (QS. Ar- Ra'd (13): 11)

1(flrya I{miafi irti 7(upersem6ali~n X~pad'a : %1lfJ saya lionnati dan saya1lfji i6u dan 6apal{.l{.u

'YatlfJ saya cintai dan saya1lfji istri dan anal{.l{.u

v

Page 7: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

RIWAYAT HIDUP

lsnadi, lahir di Sragen tanggal 6 Juli 1977, anak dari Bapak

Purwanto dan lbu Sukami. Tamat SD tahun 1990 di Sragen, tamat SMP

tahun 1993 di Karanganyar, tamat SMP. tahun 1996 di Karanganyar, tamat

STPDN tahun 2000 di Jatinangor, tamat Sa~ana tahun 2003 di lnstitut

llmu Pemerintahan (liP) Jakarta. Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di

lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen sejak tahun 2000.

Malan g. Penulis

I SNADI

Agustus 2007

NIM 0620311054

vi

Page 8: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

RINGKASAN

ISNADI, Program Pascasa~ana Universitas Brawijaya Malang, "Proses Perencanaan Partisipatif Dalam Pembangunan Daerah Di Kabupaten Kebumen (Kajian Tentang Kemampuan Perencanaan Pembangunan Daerah Dengan Model Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat)"; Komisi Pembimbing, Ketua: Sumartono, Anggota Minto Hadi.

Latarbelakang penelitian ini adalah adanya perubahan paradigma pembangunan yaitu dari pembangunan yang berorientasi kepada masyarakat menjadi pembangunan yang bertumpu/ berpusat kepada masyarakat (people centered). Konsekuensinya adalah harus melibatkan masyarakat dalam setiap tahap pembangunan termasuk dalam perencanaan. Model perencanaan yang saat ini dianggap tepat adalah model perencanaan partisipatif. Proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah adalah proses penentuan rencana kegiatan pembangunan daerah yang melibatkan stakeholders untuk menyepakati rencana kegiatan tahun anggaran berikutnya yang dilaksanakan melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Musrenbang dilaksanakan be~enjang yaitu mulai dari tingkat desa tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten, diharapkan aspirasi masyarakat dapat tersalur secara berjenjang pula pada level desa, kecamatan dan kabupaten yang akhirnya dapat terealisasi dalam kebijakan daerah. Namun dokumen perencanaan pembangunan daerah masih dirasa belum mencerminkan kebutuhan masyarakat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang proses perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen dan kemampuan perencanaan pembangunan partisipatif dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat ke dalam kebijakan pembangunan daerah serta kendala­kendala yang menghambat proses perencanaan pembangunan daerah

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu suatu jenis penelitian yang mengungkapkan pem1asalahan apa adanya sesuai dengan kenyataan di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan menganalisis proses perencanaan partisipatif di Kabupaten Kebumen dan kemampannya dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat serta kendala-kendala yang menghambat perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen masih didominasi oleh elit birokrasi, partisipasi me~syarakat masih pasif (tahap konsultasi) dan musrenbang hanya sebatas formalitas belaka. Hasil dari musrenbang belum mencerminkan aspirasi masyarakat. Musrebang memang mampu menyerap aspirasi masyarakat tetapi belum mampu mengakomodasi aspirasi tersebut pada level realisasi dalam kebijakan pembangunan daerah. Kendala-kendala dalam proses perencanaan pembangunan daerah antare~ lain : Ketergantungan daerah dengan pemerintah pusat; ketidaktepatan dalam memahami perencanaan pembangunan daerah; tingkat keberdayaan warga yang lemah; perencanaan yang hirarkis; fungsi DPRD/partai politik yang tidak efektif; sektoralisme yang kuat pada tiap­tiap unit kerja (SKPD); kurang transparan dan tidak ada umpan balik

Kata Kunci: Perencanaan Partisipatif, Musrenbang

vii

Page 9: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

SUMMARY

ISNADI, Post Graduate Program of Brawijaya University, "PARTICIPATORY PLANNING PROCESS OF LOCAL DEVELOPMENT IN KEBUMEN REGENCY (Study About Ability Of Local Development Planning Which Participatory Planning Model In Accommodatin~ Society Aspiration)." Supervisor : Sumartono, Co-Supervisor : Minto Hadi

The background of this research is the change of development paradigm that development from which orienting to society become convergent development which centering to society (centered people development). Its consequence is have to entangle society in every development phase is included in planning. Planning model which in this time assumed precisely is participatory planning model. Participatory planning process in local development is determination process plan of local development activity which entangling stakeholders to agree on plan activity of next budget year which executed through development planning deliberation forum. Musrenbang executed by to have ladder (in phases) that is strarting from countryside level, district level and sub-province, expected by society aspiration can be channeled by have ladder (in phases) at countryside level, district and regency which finally earned to be realized into local policy. But in reality planning document (RKPD) not yet expressed society aspiration.

Target of this research is to elaborating and analysing about local development planning process in Kebumen Regency and ability of participatory development planning in accommodating society aspiration into local development policy and constraints pursuing local development planning process. Type research used is descriptive research that is a research type laying open problems are there as things have panned out in field. This research aim to elaborating, to interpreting, and analysing participatory planning process in Kebumen Regency and its ability in accommodating society aspiration and constraints pursuing local development plan01ing process in Kebumen Regency.

Participatory planning execution in local development in Kebumen Regency still predominated by bureaucracy elite, at countryside level, district level and regency level and newly at mere form::~lity level. Musrenbang, it is true can permeate society aspiration but not yet can accommodate/send the the aspiration at realized in policy of local development level. Constraints pursuing local development planning in Kebumen Regency that is : Dependency of local government with central government; lnaccuratP. in comprehending local development planning; powered (capacity) level of citizen is weak; hierarchical planning; DPRD function/political party which is not effective; strong sectoralisme at every job unit (SKPD) so strong; Less transparant and there is no feed back.

Keywords : Participatory Planning, Development Planning Deliberation Forum (Musrenbang)

viii

Page 10: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala,

atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tulisan draft tesis yang berjudul : "PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF

DALAM PEMBANGUNAN DAERAH Dl KABUPATEN KEBUMEN (Kajian

Tentang Kemampuan Perencanaan Pembangunan Daerah Dengan Model

Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat)."

Penulisan tesis ini untuk memenuhi syarat memperoleh Gelar Magister

Administrasi Publik Program Pasca Sa~ana Universitas Brawijaya Malang.

Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan, menginterpretasikan,

dan menganalisis proses perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten

Kebumen dan kemampuan dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat serta

kendala-kendala yang menghambat perencanaan pembangunan daerah di

Kabupaten Kebumen.

Dalam kesempatan ini, penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih

serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada berbagai pihak yang turut

membantu dan memperlancar serta memberikan semangat selama masa

pendidikan, penelitian dan penulisan yaitu :

1. Prof. Dr. Suhadak M.Ec., selaku Dekan Fakultas llmu Administrasi

Universitas Brawijaya Malang yang telah memberikan ijin dan fasilitas

selama proses perkuliahan.

2. Drs. Andi Fefta Wijaya, MDA, Ph.D selaku Ketua Program Studi dan

Penasehat Akademik beserta jajaran, pengelola, dan para dosen yang

telah memberikan kesempatan dan menularkan ilmunya selama masa

pendidikan.

3. Prof DR. Sumartono, M.S., selaku ketua komisi pembimbing, yang telah

meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dan arahan dalam

penulisan draft tesis ini;

4. Drs. Minto Hadi, M.Si., selaku anggota komisi pembimbing, yang telah

meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dan arahan dalam

penulisan draft tesis ini;

ix

Page 11: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

5. Kepala Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana

BAPPENAS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengikuti Program Pascasarjana di Universitas Brawijaya;

6. Bupati Kebumen yang telah memberikan ijin belajar kepada penulis untuk

mengikuti Program Pascasarjana di Universitas Brawijaya Malang;

7. Kepala Bappeda beserta jajarannya dan staf, Camat Mirit, Karanganyar

dan Kebumen serta kepala Desa Grenggeng, Kepala Desa Rowo dan

Kepala Kelurahan Kebumen yang telah banyak memberikan dukungan dan

bantuan dalam penelitian sehingga proses penelitian dapat terlaksana

dengan baik;

8. Rusta Nurhayati (istriku tercinta) dan anakku tersayang (Nabil Zaidaan)

serta Keluarga atas bantuan dan doanya yang selalu mengiringi penulis

menuju keberhasilan.

9. Ternan-ternan seperjuangan Angkata11 Ill Program Tailor Made BAPPENAS

yang telah banyak memberikan dukungan moril kepada penulis.

10. Terima kasih kepada semua pihak yang turut memba11tu penulisan dan tak

bisa disebutkan satu-persatu dalam tulisan ini.

Disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki

penulis, walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi

masih dirasakan banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan

saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Semoga penulisan tesis ini dapat bermanfaa. dan menambah wawasan

bagi kita semua.

Malang, Penulis

I SNAD I

Agustus 2007

NIM 0620311054

X

Page 12: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

DAFTARISI

Halaman SAMPUL ......................................................................................................... . JUDUL ............................................................................................................. ii PENGESAHAN . . ... . ... . ... ... . ... ... .. . . .. . ... . . . ... . . . . . ... .. . . .. . .. . .. . .. . .. . . . . . . .. .. . . . . .. . . . .. . .. . . . . . . iii PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................................................... iv PERSEMBAHAN ....................................... ................................................ ...... v RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ vi RINGKASAN ..................... ........ ........ ........ ........ ........ ........ ................ ........ ...... vii SUMMARY....................................................................................................... viii KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix

DAFTAR lSI . .... .. . ... ............ .. . .. .. . ... .... . .... .. .. .. .. .... .... . .. . .... ... .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. xi DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii DAFTAR GAM BAR . .. .... .. .. .. .. .. .. ... .. . .. . ... .. .. .... .. . . .... .. .. .. .. .... .. .. .. .. .. ... .. . .. .. .. .. ... .. . xiv

BAB I PENDAHULUAN 1 .1 La tar Belakang .. .. .... .. . .. .. .. .. .. . .... . ... .... .. .... . .. .. . . .. .. . .. . .. .. . .. . .. .. .. .. . 1 1 .2 Perumusan Masalah . .. .. ... .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. ... .. .. . ... . .. .. . .. .. 15 1.3 Tujuan Penelitian ... ... ... . .. . .. . .. . .. . .. .. ... . .. .. ... . .. .. ... . .. .. .... .. .. .. .. . .. . .. 16 1.4 Manfaat Penelitian 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................... 17 2.2 Pembangunan Daerah ............ ............................................... 21

2.2.1 Pembangunan .............. .......... ............... ........... ...... .. ... 21 2.2.2 Pembangunan Daerah .. .................... .................... ...... 25

2.3 Perencanaan Pembangunan Daerah .. ... .. .. .. . .. . .. .. .. .. .. . .. .. .. .. ... 27 2.3.1 Jenis Perencanaan ............................................... ...... 32 2.3.2 Unsur Pokok Dalam Perencanaan Pembangunan .... 33 2.3.3 Tahap-tahap Perencanaan Pembangunan .. .............. 35 2.3.4 Pentingnya Perencanaan Dalam Pembangunan ... .... 37

2.4 Paradigm a Pembangunan di Era Otonomi Daerah ..... .. ......... 38 2.5 Perencanaan Partisipatif ........... ........ ........ ........ .... .... ........ ...... 42

2.5.1 Perencanaan Pembangunan Partisipatif .......... .... ...... 42 2.5.2 Prinsip-Prinsip Perencanaan Partisipatif .... .. ..... .. ....... 48

BAB Ill METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian . ...... .. ......... .. .... ...... .. .......... ..... .. ..................... 53 3.2 Fokus Penelitian ........ ...... .. ....... ............ ...... ............. .......... .... 55

xi

Page 13: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

3.3 Lokasi dan Situs Penelitian ..................................................... 56 3.3.1 Lokasi Penelitian ......................................................... 56 3.3.2 Situs Penclitian .. .... .. .... .. .. ...... .. .... .. .... .. .. .. .. .... .. .. .... .. .... 57

3.4 Sumber dan Jenis Data .... .. .... .. .. .... .. ...... .. .. .. .... .. .. .... ..... . .. ... .. . 58 3.4.1 Sumber Data .... .... . .... .. ..... ......... .... .. .. ... ... .... .. .. .. .... .... .. 58 3.4.2 Jenis Data ............. ........ ........ ........ ........ ........ .............. 60

3.5 lnstrumen Penelitian .. .. .. .. ... .. . .. .. .. .. .. .. .. . .. . .. .. .... ... .. .. .. .. . .... ... .. . 60 3.6 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 61 3.7 Analisis Data ........................................................................... 63 3.8 Keabsahan Data . .. .. .. .. .. .. .. .. ...... . .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. ..... .. . .. .. .. .. . .. . 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ........... .... ... ... ............. .... ..... ....... .......... ........ ... . 67

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Kebumen ...... .............. 67 4.1.1.1 Kondisi Geografis ........... .............................. 67 4.1.1.2 Kondisi Topografis ....................................... 71 4.1.1 .3 Kondisi Penduduk .. ..... .. .... .. .... .. ...... .. .. .... .. ... 72 4.1.1.4 Keadaan Ekonomi .......... ................ ...... .. ...... 79

4.1.2 Proses Perencanaan Pembangunan Daerah di Kabupaten Kebumen ... . .. . .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .... .. . 82 4.1.2.1 Musrenbang Desa ........................................ 90 4.1.2.2 Musrenbang Kecamatan .............................. 100 4.1.2.3 Forum SKPD ................................................ 109 4.1.2.4 Musrenbang Kabupaten ............................... 114

4.1.3 Kemampuan Peencanaan Patisipatif Dalam Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat .. .... .... .. ...... ...... 122

4.1.4 KP-ndala-kendala Dalam Proses Perencanaan Pembangunan Daerah .. ........ ........ ............... ............ ... 137

4.2 Pembahasan ..... ........ ......... ....... ...... .. ... ..... . ............... ........ ...... 140 4.2.1 Proses Perencanaan Pembangunan Daerah di

Kabupaten Kebumen .... ...... .. .. ...... ...... .. .......... ...... .. .. .. 140 4.2.2 Kemampuan Peencanaan Patisipatif Dalam

Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . 148 4.2.3 Kendala-kendala Dalam Proses Perencanaan

Pembangunan Daerah .. ........ ........... ..... .. ...... ...... .. . ..... 155 4.3 Perbandingan Dengan Penelitian Terdahulu ......................... 162

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Kesimpulan ............ .... ...... .. ...... .. ...... .. ........ ............ .... .............. 165 5.2 Saran ................. ........ ........ ................................ ................ ...... 167

DAFTAR PUSTAKA

xii

Page 14: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu

Tahap Partisipasi Warga Negara .......................................................... .

Jarak lbukota Kecamatan ke lbukota Kabupaten, Luas Wilayah,

dan Banyaknya Desa/Kelurahan di Kabupaten Kebumen ................... .

Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Tahun 2003 - 2006 ................ .

Jumlah Penduduk Menu rut Tingkat Pendidikan ................................... .

Ketenagake~aan Kabupaten Kebumen Tahun 2003-2006 ............... .

PDRB Kabupaten Kebumen 2003 - 2006 ............................................ .

Persentase Kontribusi Sektor PDR8 Kabupaten Kebumen ................. .

Ruang Lingkup Perencanaan Berdasarkan UU Nomor 25

Tahun 2004 ........................................................................................... .

10. Perbedaan Perencanaan Pembangunan Sebelum Otonomi

20

43

69

74

76

77

80

81

83

Daerah dan Sesudah Otonimi Daerah . . . . . . . . ... . . . . . . . . . .. . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . 86

11. Peserta Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)

Kabupaten l<ebumen Tahun 2007 ......................................................... 119

12. Daftar Rencana Pembangunan Desa Grenggeng Tahun 2008 ...... ...... 124

13. Daftar Rencana Pembangunan Desa Rowo Tahun 2008 ..................... 125

14. Daftar Rencana Pembangunan Kecamatan Karanganyar

Tahun 2008 ...................................................................................... ...... 129

15. Daftar Rencana Pembangunan Kecamatan Rowo Tahun 2008 ..... ...... 130

16. Perkiraan Pendapatan Kabupaten Kebumen Tahun 2008 ................... 134

17. Perbandingan Dengan Penelitian T erdahulu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 170

xiii

Page 15: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Skema Proses Anal isis Data . .......... .. . . ... . ..... .. . .. . . . .. . . .. . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . 64

2. Peta Administrasi Kabupaten Kebumen ............. ...... . ........ ........ ........ .... .. 68

3. Jumlah Penduduk Kabupaten Kebumen Menurut Jenis Kelamin

Tahun 2003- 2006 ..... ........ ........ ........ ........ ........ ........ ................ ........ ...... 73

4. Jumlah Penduduk Kabupaten Kebumen Berdasarkan

Range Umur . . .. . ... . . . . . . . . .. . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .. . . . . .. . . . . ... . . . . .. .. . .. .. . . . . . . . . . .. . . . . . . . 76

5. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Kebumen ........ ...... 78

6. Alur Perencanaan dan Penganggaran . ... . .. ........ ... ..... ........ ..... ... .... .... .. .. . . 84

7. Mekanisme Perencanaan ......................................................................... 85

8. Jadual Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan ............ 90

xiv

Page 16: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

'-' UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:> Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt:t\;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSiTAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI\L

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI

VERSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITA3 BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

VERSITAS BRAWIJAYA MALANG

IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVFRSITAS BRAWIJAYA MALANG

> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG

RSITA BRA IJAYA A N UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG

Page 17: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

1.1 Latar Belakang

BABI

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan jaman dan pertambahan penduduk,

maka bertambah pula kebutuhan dan pennasalahan yang terjadi di masyarakat.

Suatu hal yang umum bahwa masyarakat selalu menginginkan adanya

perubahan dalam kehidupannya ke arah yDng lebih baik, disamping itu juga

adanya keinginan untuk menyelesaikan berbagai pennasalahan yang dihadapi.

Dalam ruang lingkup yang luas diperlukan adanya intervensi dari pemerintah

guna memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan pennasalahan yang terjadi dalam

masyarakat tersebut. Dalam rangka menyelesaikan pennasalahan tersebut

pemerintah melakukan suatu proses yang disebut dengan pembangunan.

Pembangunan secara umum dapat diartikan sebagai usaha untuk

meningkatkan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Ndraha (1985),

menyatakan bahwa pembangunan (development) adalah segala upaya untuk

mewujudkan perubahan sosial besar-besaran menuju suatu keadaan yang lebih

baik. Sedangkan Korten (1998), mendefinisikan pembangunan sebagai proses

dimana angota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan

dan institusional mereka untuk memobilisasi dan mengelola sumber daya untuk

menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dalam kualitas hidup

sesuai dengan aspirasi mereka sendiri.

Dari dua pendapat di atas dapat ditarik suatu gambaran secara umum

bahwa pada dasamya pembangunan adalah : Merupakan proses kegiatan yang

dilaksanakan oleh sekelompok orang dalam komunitas masyarakat suatu bangsa

yang berlansung secara terus menerus dan berkesinambungan, berorientasi

1

Page 18: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

2

pada perubahan (change), bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

(kapasitas) individu, sekelompok individu dan atau masyarakat dalam kerangka

pembinaan bangsa (nations building) menuju perwujudan kesejahteraan rakyat.

Apabila pembangunan diartikan sebagai proses perubahan untuk mencapai

suatu kondisi yang lebih baik, maka dapat dikatakan bahwa dalam proses

pembagnunan akan meliputi tahap-tahap : perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi. Ketiga tahap tersebut saling be.-kaitan satu dengan yang lainnya.

Perencanaan merupakan tahap awal dalam proses pembangunan, dalam hal ini

akan sangat menetukan bagi tahap selanjutnya.

Membahas tentang pentingnya perencanaan dalam pembangunan,

Sukartawi (1990), menyatakan bahwa :

"Pentinganya aspek perencanaan dalam pembangunan pada dasamya terkait dengan fungsi atau kedudukan perencanaan dalam pembangunan. Pertama, perencan~an sebagai alat dari pembangunan yaitu perencanaan merupakan alat yang strategis dalam menuntun jalannya pembangunan. Perencanaan merupakan salah satu arah atau pedoman dalam pembangunan, Suatu perencanaan yang disusun secara acak-acakan (tidak sistematis) dan tidak memperhatikan aspirasi target group (sasaran), maka hasilnya dari pelaksanaannya tidak akan seperti yang diharapkan. Kedua, perencanaan sebagai tolok ukur keberhasilan dan kegagalan pembangunan, hal ini berarti bahwa keberhasilan pembangunan dapat dicapai karenu perencanaan yang baik, sebaliknya kegagalan pembangunan bisa dikarenakan aspek perencanaan yang tidak baik atau tidak sempuma"

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebuah perencanaan

menduduki tempat yang sangat penting dan menentukan dalam proses

pelaksanaan pembangunan. Dapat dikatakan bahwa kegiatan pembangunan

sudah dapat diperkirakan keberhasilan atau kega\)alannya dengan melihat

perencanaannya.

Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang didalamnya terdiri dari

daerah-daerah (propinsi dan kabupatenlkota). Untuk itu diperlukan suatu

perangkat peraturan guna mengatur pemeri11tahan dan pembangunan. Dalam

Page 19: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

3

perjalanannya bangsa Indonesia telah melaksanakan regulasi dalam mengatur

pemerintahan dan pembangunannya yang disesuaikan dengan perkembangan

jaman dan tuntutan masyarakat. Sejama berlakunya Undang-undang Nomor 5

Tahun 197 4 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, cam pur tang an

Pemerintah Pusat terhadap berbagai aspek pemerintahan dan kehidupan

masyarakat di daerah dirasakan sangat dominan. Sementara itu partisipasi

masyarakat lokal kurang diperhitungkan. Hal demikian terjadi karena dalam

undang-undang tersebut, asas desentralisasi diterapkan secara bersama-sama

dan berimbang dengan asas dekonsentrasi dan tugas perbantuan di

kabupaten/kota dan propinsi.

Perubahan yang cukup drastis dilakukan adalah pada sistem

pemerintahan. Motor penggeraknya adalah ketika diberlakukannya Undang­

undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang­

undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

Daerah, yang sekarang telah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah. Melalui kedua undang-undang ini hubungan pusat dan daerah yang

dulunya sangat sentr;::~listis kini berubah menjadi sistem yang lebih desentralistis.

Berdasarkan kedua undang-undang itu, Pemerintah Pusat menyerahkan

sejumlah kewenangan yang dahulunya nenjadi pangkal kekuasaan untuk

memaksa daerah mengikuti sepenuhnya apa yang menjadi kemauan dari pusat,

tanpa mempertimbangkan apakah kemauan tersebut relevan atau tidak dengan

kondisi dan kebutuhan daerah. Penyerahan kewenangan itu juga diikuti dengan

penyerahan keuangan yang menjadi pendukung operasionalisasi kewenangan

yang diserahkan kepada daerah.

Page 20: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

4

Perubahan pada sistem pemerinlahan yang lebih desentralistis ini

membawa implikasi positif dan negatif di tiap aspek kehidupan

pemerintah maupun kemasyarakatan. Menurut Abe (2002) segi positif

desentralisasi antara lain :

1. Bagi pemerintah pusat, desentralisasi tentu akan menjadi jalan (wahana) yang mengurangi beban pusat;

2. Program atau rencana-rencana pembangunan yang hendak diwujudkan, akan lebih realistik, lebih mengena dan lebih dekat dengan kebutuhan lokal. Artinya, peluang t~rjadinya pemborosan, kesia-siaan atau ketidaktepatan dalam merumuskan program pembangunan dapat diperkecil;

3. Memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk belajar mengurus rumah tangganya sendiri dan dengan demikian belajar untuk dapat menangkap dan merumuskan aspirasi masyarakat setempat

4. Dengan adanya pemberian kewenangan, maka berarti akan membuka peluang bagi keter1ibatan rakyat dalam mengontrol jalannya pemerintahan, hal ini dapat meningkatkan pengertian dan keterampilan masyarakat.

lmplikasi positif lain dart pelaksanaan vtonomi daerah yang bisa dicatat

dan nampak menonjol adalah semakin bergairahnya daerah dalam membangun

wilayahnya. Banyak kabupaten/kota membuat kebijakan dan melakukan aktivitas

yang kreatif, yang tidak mungkin dilakukan pada masa Orde Baru. Mereka yang

sebelumnya bersikap dan berpikir selalu tergantung kepada Jakarta kini mandiri

dan memiliki banyak inisiatif. lnovasi yang cukup banyak dilakukan antara lain di

bidang pengembangan sumberdaya manusia di daerah. Beberapa daerah

misalnya berani mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk memberikan

beasiswa bagi warga maupun aparatum~ a untuk mengikuti pendidikan yang lebih

tinggi. Beberapa daerah lain berupaya menciptakan transparansi kebijakan di

sejumlah bidang melalui penggunaan media. Sejumlah daerah lain mendorong

dan membiarkan terbentuknya forum-forum warga yang berfungsi sebagai mitra

pemerintah dalam merencanakan pembangunan sekaligus pengontrol

jalannya pembangunan dan pemerintahan. Data dart Governance and

Page 21: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

5

Decentralization Survey (GDS) tahun 2002 menunjukkan ada kecenderungan

pemerintah daerah untuk memanfaatkan forum-forum warga sebagai sarana

untuk menyerap aspirasi masyarakat (Agus,dkk, 2002).

Sedangkan implikasi negatif dari otonomi daerah yang terlihat jelas

adalah perbenturan kepentingan antara propinsi dengan kabupaten/kota, antar

propinsi, antar kabupaten/kota maupun antara pemerintah daerah

(propinsi/kabupaten/kota) dengan departemen atau pemerintah pusat dalam

mengelola sejumlah kewenangan seperti: hutan, sumber daya air, batas wilayah,

tempat rekreasi, pelabuhan dan eksploitasi laut. Data GDS 2002 menunjukkan

bahwa pada dasamya konflik-konflik sumber daya alam berhubungan dengan

pembagian batas wilayah administrasi dan terjadi perbedaan potensi alam di

dalam wilayah yang diperebutkan tersebut. Pada level regional, perselisihan

pengelolaan sumber daya disebabkan pemerintah daerah merasa memiliki

sumber daya alam pada batas tertentu dan mengklaim suatu wilayah yang

berpotensi untuk dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan bagi

daerahnya. Pada awal diber1akukannya UndElng-undang Nomor 22 Tahun 1999

konflik ini banyak terjadi karena masih kuatnya rasa kedaerahan dan disamping

adanya penafsiran yang kurang tepat terhadap undang-undang tersebut, sebagai

contoh tentang kewenangan daerah kabupatenlko1a di wilayah laut adalah

sejauh seperti dari batas laut daerah propinsi. Penafsiran ini temyata diterima

oleh masyarakat nelayan sebagai bentuk pengkaplingan daerah tangkapan ikan

antar nelayan kabupaten yang berimbes munculnya konflik antar nelayan

sebagaimana yang terjadi di pesisir utara pantai Laut Jawa. Konflik penguasaan

sumber daya alam antar daerah ini sekaligus sebagai wujud belum terbentuknya

networking pembangunan antar daerah.

Page 22: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

6

Selain itu, harus diakui bahwa wewenang yang jauh lebih besar bagi

daerah tersebut hanya dinikmati oleh elit politik dan birokrasi kabupaten/kota

(bupati, anggota DPRD Kabupaten dan 3ebagian pejabat), dan hampir tidak

dirasakan oleh masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi

Kependudukan dan Kebijakan UGM melalui GDS pada tahun 2002 tersebut,

misalnya menemukan bahwa otonomi daerah temyata baru mampu mengalihkan

kekuasaan dari tangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Jangankan

kepada masyarakat yang seharusnya rnenjadi 'pemilik' kedaulatan, para

pengelola organisasi pemerintah daerah di level bawah (street level bureaucracy)

saja belum memiliki akses dalam proses !<ebijakan untuk hal-hal yang bersifat

operasional yang seharusnya menjadi kewenangannya. Pengelola organisasi di

level bawah yang dimaksud misalnya kepala sekolah, kepala puskesmas dan

unit-unit pelayanan teknis lain yang berada di bawah pemeritah daerah. Mereka

yang diasumsikan memiliki pengetahuan yang lebih dibanding instansi atasannya

hanya berfungsi sebagai penyumbang informasi dalam proses pengambilan

keputusan, tetapi sangat kecil kemungkinc.n mereka terlibat dalam pengambilan

keputusan itu sendiri.

Dengan berlakunya Undang-undang tentang pemerintahan daerah dan

Undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah, yang lebih menjamin pelaksanaan asas desentralisasi, maka

sudah pada tempatnya bila pelaksanaan otonomi daerah lebih berpihak kepada

kepentingan daerah sehingga sistem, mekanisme dan format pP.rencanaan

pembangunan yang ada di daerah harus segera disesuaikan dengan batas-batas

kewenangan dan kebutuhan masing-masing daerah (Arsyad, 1999).

Erat kaitannya dengan hal tersebut, Irving Sverdlow dalam Tjokrowinoto

(2001) menyebutkan bahwa peran pemerintah dalam melakukan perencanaan

Page 23: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

7

pembangunan dapat dilakukan dalam berbagai tingkatan, dimana setiap tingkat

pemerintahan berhak melakukan perencanaan yang sesuai dengan batas-batas

kewenangan mereka melalui forum komunikasi horisontal. Pemyataan ini

mengandung arti bahwa seluruh tahapan penyusunan perencanaan pada setiap

tingkatan pemerintahan harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip

partisipatif. Atau dengan kata lain, setiap stakeholders memiliki fungsi, peranan

dan tanggung jawab masing-masing di dalam proses penentuan kebijakan yang

berkaitan dengan pembangunan daerah terutama pada tahap perencanaannya.

Walaupun demikian, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik

Indonesia tentunya harus senantiasa disadari bahwa hak llan kewenangan setiap

daerah otonom di dalam menyusun perencanaan pembangunan melalui forum

dialog dan konsultasi horisontal masih harus tetap diimbangi dengan forum

komunikasi dan dialog vertikal terutama autara Pemerintah Kabupaten/Kota

dengan Pemerintah Propinsi dan atau Pemerintah Pusat. Hal demikian

disamping untuk mewujudkan sinergisitas kebijakan serta sinkronisasi program

dan kegiatan, juga terkandung maksud agar dapat dihindari te~adinya tienturan

kepentingan yang pada gilirannya justru akan menimbulkan permasalahan baru

yang pada ujungnya akan merugikan kepentingan masyarakat di daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah yang dititit-:beratkan kepada

kabupaten/kota, mau tidak mau telilh memoawa konsekuensi dan tantangan

yang cukur berat bagi para bimkrat pemerintahan daerah, baik dalam tahap

perumusan ltebijakan maupun implementasi program-program pembangunan

daerah. Di dalam pasal 10 Unaang-undang Nom or 32 Tahun 2004 diisyaratkan

bahwa tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang

dipikul pemerintah kabupaten dan atau kota menjadi semakin luas dan kompleks.

Page 24: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

8

Dalam era otonomi sekarang ini, model perencanaan pembangunan

daerah dengan pola top down yang didasari oleh asumsi tricle down effect perlu

ditinjau dan disesuaikan dengan perkembangan tuntutan kebutuhan masyarakat,

sebab secara faktual saat ini muncul dan berkernbang berbagai bentuk masalah

sosial akibat semakin dalamnya kesenjangan tingkat kemajuan antar daerah

yang bennuara kepada semakin tidak meratanya distribusi pendapatan dan

tingkat kesejahteraan masyarakat.

Dalam bahasa yang agak berbeda, beberapa pengamat telah

melakukan kritik terhadap penerapan administrasi pembangunan di Indonesia.

Negara, seharusnya melakukan peran sebagai pendorong proses perubahan,

yang berarti bahwa proses perubahan akan lebih efektif dan efisien jika negara

lebih menekankan pada aspek mendorong (inducing), yakni menggerakkan

proses perubahan dalam masyarakat. Dalam sistem dan mekanisme yang

sentralistik, seringkali tenninologi kebijakan yang dipakai menjadi bias sehingga

cenderung merugikan (counter productive) dalam arti tidak menimbulka:-~ inisiatif

tetapi malah menimbulkan ketergantungan.

Korten dalam Tjokroamidjojo (1993) mengusulkan agar bentuk dan

fonnat kebijakan pembangunan yang semula "berorientasi kepada masyarakat"

yaitu pendekatan pembangunan yang walaupun sudah berorientasi kepada

kepentingan masyarakat, te~ tetap memheri ruang yang terlalu besar bagi

campur tangan pemerintah, seharusnya mulai ditinggalkan untuk kemudian

digeser ke arah "membangun yang berpusat pada masyarakaf' yang berarti

masyarakat ditempatkan sebagai komunitas pembangunan yang secara

langsung terlibat dalam proses penentuan kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi

pembangunan serta sekaligus turut serta menikmati hasil-hasilnya.

Page 25: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

9

Atas dasar beberapa pemikiran di atas, walaupun pembangunan

daerah pada hakekatnya adalah bagian integral dari pernbangunan nasional,

tetapi dalam konteks yang lebih mikro harus ditempatkan sebagai sebuah proses

yang tidak harus seragam dan sesuai dalam segala hal r.ehingga menjadi sama

persis dengan kebijakan dan program-program pembangunan yang telah

ditetapkan secara nasional.

Karena itulah maka, dalam konteks pembar.gunan daerah, yang harus

dilakukan bukanlah menjadikan pembangunan daerah sebagai miniatur

pembangunan nasional, tetapi justru bagaimana menyeimbangkan kepentingan

masyarakat lokal secara horisontal dengan kepentingan pusat (nasional) secara

vertikal agar dalam pelaksanaannya tidal<: timbul permasalahan dan ekses

pembangunan yang merugikan kepentingan bersama. Berangkat dari hal

terr.ebut, maka tidak bisa ditolak bahwa proses pelaksanaan pembangunan

daerah memerlukan perencana<m yang komprehensif agar dalam

implementa3inya dapat lebih sesuai dengan perkembangan tuntutan kebutuhan

masyarakat ~ehingga diharapkan mampu menjawab dan mengatasi kompleksitas

problematika pembangunan di era globalisasi saat ini.

Dapat dikatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah merupakan

salah satu instrumen yang menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan

pembangunan di daerah. Pemikiran seperti i~u tidaklah berlebihan karena untuk

melaksanakan pembangunan di daerah diperlukan berbagai tahapan yang pada

dasamya dimulai dari kegiatan perencanaan. Baik atau buruknya perencanaan

yang ditetapkan tentunya akan sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan

atau kegagalan pembangunan daerah itu sP-ndiri.

Seiring dengan rangkaian perkembangan sebagaimana diuraikan di

atas, maka bentuk dan pola perencanaan pembangunan daerah yang saat ini

Page 26: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

10

dianggap paling sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat adalah

mengarah kepada participatory planning, yaitu pendekatan perencanaan

pembangunan yang memberikan ruang seluas-luasnya bagi peran serta segenap

komponen masyarakat di dalam menen~ukan kebijakan, program dan skala

prioritas kegiatan pembangunan daerah.

Sebenamya perencanaan partisipatif telah dilaksanakan pada proses

perencanaan pembangunan daerah (propinsi/kabupaten/kota) pada umumnya

dan proses penyusunan anggaran daerah pada khususnya. Perencanaan

pembangunan daerah dengan model perencanaan partisipatif dilaksanakan

mulai dari tingkat desa (Musbangdes), kemudian kecamatnn (UDKP) hingga level

kabupaten/kota (Rakorbang) diterapkan sejak awal 1980-an, bersamaan dengan

pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di propinsi

dan kabupaten. Semenjak diber1akukannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2004 tentang Sisrem Perencanaan Pembangunan Nasional, forum perencanaan

pembangunan dan penganggaran yang partisipatif dengan pola buttom up

tersebut berubah namanya menjadi Musyawarah Perencanaan Pembangunan

(Musrenbang). Hal ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Untuk pelaksanaannya masih

sama yaitu dimulai dari tingkat desa, kecamatan dan kabupaten (sebelum

musrenbang kabupaten dilaksanakan ter1ebih dahulu forum Satuan Ke~a

Perangkat Oaerah/SKPD).

Musyawarah menjadi kata dan kegiatan yang paling tepat untuk

karakter bangsa indonesia. Dapat dikatakan bahwa musyawarah merupakan

cara yang paling efektif untuk memecahkan berbagai masalah karena proses

pelaksanaannya cukup demokratis. Terdapat kesejajaran dan kesamaan hak

bagi peserta musyawarah karena dalam prosesnya terdapat penghargaan dan

Page 27: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

11

pengakuan hak yang sama, kesempatan yang s<..ma untuk menyampaikan

aspirasi dalam musyawarah. Demikian pula dalam Musyawarah Perencanaan

Pembangunan (Musrenbang), peserta musrenbang mempunyai hak dan

kesempatan yang sama untuk menyampaikan aspirasinya. Forum Musyawarah

Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) ini menjadi sumber andalan bagi

pemerintah dalam menyerap aspirasi masyarakat khususnya untuk penyusunan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan oelaksanaan proyek

pembangunan.

Be:rdasarkan Surat EdClran Gubernur Jawa Tengah Nomor: 080/21553

tanggal 29 Desember 2006 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan

Musyawarah Perencanaan Pembangnan Tahun 2007, dijelaskan bahwa keluaran

dari kegiatan musrenbang desa adalah Dokumen Rencana Kerja Pembangunan

Desa/Kelurahan yang antara lain berisi prioritas kegiatan pembangunan skala

desa/kelurahan yang akan didanai oleh Alo~asi Dana Desa dan atau swadaya

serta prioritas kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan melalui Satuan

Kerja Perangk.at Daerah (SKPD) yang dilengkapi dengan kode desa/kelurahan

dan kecamatan yang akan dibahas dalam forum musrenbang kecamatan.

Selanjutnya dalam musrenbang kecamatan akan dibahas tentang berbagai

masukan prioritas pembangunan dari desa/kelurahan tadi. Keluaran dari kegiatan

musrenbang kecamatan adalah daftar prioritas kegiatan pembangunan di wilayah

kecamatan menurut fungsi/SKPD atau gabungan SKPD, yang siap dibahas

dalam forum Satuan Kerja Perangkat Daerah dan musrenbang kabupaten/kota,

yang akan didanai melalui APBD kabupaten/kota dan sumber pendanaan

lainnya. Sedangkan dalam musrenbang kabupaten adalah untuk mematangkan

rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kc.bupaten/Kota

berdasarkan Rencana Kerja-SKPD hasil forum SKPD (dalam fcrum ini dibahas

Page 28: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

12

berbagai masukan prioritas pembangunan dari kecamatan). Keluaran dari

kegiatan musrenbang kabupaten adalah kesepakatan tentang rumusan yang

menjadi masukan utama untuk memutakhirkan rangcangan RKPD dan

rancangan Renja-SKPD, yang meliputi : penetapan ar:~h kebijakan, prioritas

pembangunan dan plafon/pagu dana berdasarkan fungsi/SKPD; Daftar prioritas

kegiatan yang sudah dipilah berdasarkan sumber pembiayaan dari APBD

Kabupaten/Kota, APBD Propinsi, APBN dan sumber pendanaan lainnya; Daftar

usulan kebijakan/regulasi pada tingkat pemerintah Kabupaten/Kota, Propinsi dan

atau Pusat; Rancangan pendanaan untuk Alokasi Dana Desa.

Dari uraian di atas dapat dijelasl,an bahwa dalam forum Musyawarah

Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) asprasi masyarakat dalam

pembangunan mengalir dari tingkat desa sampai ke tingkat kabupaten. Hal ini

dapat dikatakan bahwa forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan

(Musrenbang) merupakan wadah yang representatif di desa/kelurahan guna

menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pembangunan daerah !<e arah yang

lebih tinggi.

Di Kabupaten Kebumen kegiatan perencanaan pembangunan daerah

dengan model perencanaan partispatif yang dikembangkan melalui forum

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) sebagaimana diuraikan

di atas juga telah dilaksanakan. Namun kenyataan di lapangan (di Kabupaten

Kebumen), mekanisme atau proses perencanaan dengan model partisipatif yang

dikembangkan melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan

(Musrenbang) yang sebenamya dimaksudkan untuk membuka keterlibatan

{partisipasi) masyarakat temyata kurang atau bahkan tidak berfungsi secara

optimal. Beberapa orang warga masyarakat dan perangkat desa serta anggota

Badan Perrnusyawaratan Desa (BPD) menyatakan bahwa selama ini usulan

Page 29: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

13

mereka tidak pemah didengar oleh pemerintah daerah dan tidak pemah

terealisasi. Dari pemyataan tersebut dapat dikatakan bahwa perencanaan

pembangunan daerah yang dikembangkan melalui forum Musyawarah

Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) ini memang dapat menyerap aspirasi

masyarakat (c1i tingkat desa/kelurahan), tetapi d'nilai tidak dapat menghantarkan

aspirasi tersebut hingga ke level kabupaten, apalagi propinsi dan negara.

Sebagai contoh fenomena yang terjadi di Kabupaten Kebumen berkait

dengan model perencanaan ini adalah rendahnya sustainabilitas atau

keber1anjutan suatu proyek pembangunan karena mati di tengah jalan atau tidak

ada kelanjutan sama sekali. Matinya proyek pembangunan tersebut terjadi

karena tingkat penerimaan yang rendah dari masyarakat yang menjadi target

groups terhadap proyek. Bentuk penolakc:m yang lebih keras terhadap proyek

biasanya terwujud dalam bentuk protes-protes masyarakat terhadap

pelaksanaan proyek-proyek pembangunan yang dianggap tidak relevan dengan

kebutuhannya. Sebagai contoh dari penolakan masyarakat adalah sebagai

berikut : di Kabupaten Kebumen telah dibangun beberapa pasar desa, namun

pasar desa tersebut tidak pemah digunakan oleh masyarakat. Hal ini merupakan

bentuk protes dari masyarakat yang menganggap bahwa lokasi pa~ar tersebut

tidak sesuai dengan yang diinginkan mereka. Ada dugaan bahwa hal ini terjadi

karena proyek tersebut tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh

masyarakat sebagaimana yang telah diusulkan dalam forum Musyawarah

Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).

Berbagai problem yang muncul semenjak diber1akukannya otonomi

daerah khususnya dalam hal perencam~an pembangunan daerah tidak

dimaksudkan untuk mengatakan bahwa otonomi daerah tidak berguna. Otonomi

daerah untuk saat ini dan masa datang adalah pilihan yang tidak bisa dihindari.

Page 30: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

14

Dalam hal perencanaan pembangunan daerah, perencanaan pembangunan

dengan model perencanaan partisipatif yang dikembangkan melalui forum

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dianggap belum

mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Salah satu persoalannya adalah

ter1etak pada sistem perencanaan di dalam pemerintahan yang dirancang di satu

sisi belum mampu mengadopsi kebutuhan masyarakat dan di sisi yang lain

belum mampu menciptakan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri.

Dari fenomena tersebut memunculkan berrnacam-macam asumsi dan

tanggapan dari berbagai kalangan. Ada beberapa pihak yang mengatakan

bahwa perencanaan pembangunan partisipatif yang dikembangkan melalui forum

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) belum sesuai dengan

kondisi masyarakat saat ini. Ada juga yang berpendapat bahwa perencanaan

pembangunan partisipatif yang dikembangkan melalui forum Musyawarah

Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) baru sekedar pada tataran forrnalitas

belaka untuk memenuhi ketentuan perundangan. Pendapat lain mengatakan

bahwa te~adi penyimpangan dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan

partisipatif yaitu adanya mobilisasi dalam partisipasi masyarakat dan masih

adanya dominasi sekelompok pihak dalam p.arencanaan pembangU11an.

Dari uraian dan penjelasan di atas, fenomena dan penilaian tersebut

mungkin benak· terjadi secara umum dan te~aai pula di Kabupaten Kebumen.

Namun kiranya per1u dilakukan penelitian untuk menemukan fakta yang

sesungguhnya te~adi di Kabupaten Kebumen berkait dengan masalah

perencanaan pembangunan daerah dengan model perencanaan partisipatif, agar

dapat dilakukan tindakan pencegahan/perbaikan sesegera mungkin atau jika

dirasa per1u dapat disusun suatu mekanisme perencanaan yang baru yang lebih

baik (partisipatif) dan applicable yang lebih mampu mengakomodasi aspirasi

Page 31: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

15

masyarakat. Atas dasar pemikiran tersebut, penulis merasa tertarik untuk

melakukan penelitian tentang Proses Perencanaan Partisipatif Dalam

Pembangunan Daerah di Kabupaten Kebumen (Kajian Tentang Kemampuan

Perencanaan Pembangunan Daerah Dengan Model Perencanaan Partisipatif

Dalam Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat).

1.2 Perumusan Masalah

Fenomena c'an penilaian tersebut di atas mungkin benar secara umum

dihadapi oleh daerah-daerah di Indonesia. Kondisi seperti ini tentunya harus

disikapi secara serius karena jika tetap dibiarkan berlarut-larut akan merangsang

terjadinya inkonsistensi antara perencanaan, pelaksanaan dan kebutuhan

pembangunan daerah. Hal ini dapat berkembang ke arah munculnya reaksi

masyarakat dalam bentuk penolakan atau setidaknya muncul sikap apatis

terhadap setiap kebijakan pembangunan yang ditetapkan pemerintah karena

dianggap tidak berpihak kepada mereka '3tau lebih tegasnya hanya berpihak

kepada kepentingan pemerintah saja.

Berdasarkan latar belakang serta fenomena di atas, maka

permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah proses perencanaan pembangunan daerah dengan model

perencanaan partisipatif di Kabupaten Kebumen ?

b. Bagaimanakah kemampuan perencanaan pembangunan partisipatif dalam

mengakomodasi aspirasi masyarakat ke dalam kebijakan pembangunan

daerah di Kabupaten Kebumen?

c. Kendala-kendala apakah yang menghambat proses perencanaan

pembangunan daerah khususnya dencan model perencanaan parsitipatif di

Kabupaten Kebumen ?

Page 32: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

16

1.3 Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan permnsalahan di atas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah :

a. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis proses perencanaan

pembangunan daerah dengan model perencanaan partisipatif di Kabupaten

Kebumen;

b. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kemampuan perencanaan

pembangunan partisipatif dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat ke

dalam kebijakan pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen;

c. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kendala-kendala dt~lam proses

perencanaan pembangunan daerah khususnya dengan model perencanaan

parsitipatif di Kabupaten Kebumen;

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara

akademis (teoritis) maupun praktis, yaitu sebagai berikut :

a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran (ilmiah) dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang

manajemen perencanaan pembangunan daerah, khususnya berkaitan

dengan perencanaan partisipatif dalam pembangunan dan sebagai referensi

pembanding bagi peneliti lain;

b. Secara praktis dapat memberi manfaat kepada Pemerintah Kabupaten

Kebumen di dalam meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan

daerah mengingat di dalam penelitian ini berusaha diungkap berbagai

kendala yang dihadapi dan sekaligus solusi yang dapat ditempuh Pemerintah

Daerah Kabupaten Kebumen.

Page 33: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

'-' UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:> Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt:t\;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSiTAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI\L

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI

VERSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITA3 BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

VERSITAS BRAWIJAYA MALANG

IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVFRSITAS BRAWIJAYA MALANG

> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG

RSITA BRA IJAYA A N UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG

Page 34: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Sutarto, Soediyono dan A.D. Suharsono (1991), dalam penelitiannya

yang berjudul Organisasi Program Pembangunan Berkelanjutau dengan

mengambil kasus proyek dalam Program Pengembangan Wilayah (PPW) di

sebuah Kabupaten di Jawa Tengah yaitu 1Jrogram pemberian bantuan temak

dengan sistem bergulir. Hasil penelitian mengindikasikan sudah adanya

kecenderungan pengelolaan program yang bersifat Bottom Up Planning. Hal

tersebut ditunjukkan dengan diberikannya peluang kepada masyarakat miskin

untuk memilih sendiri anggota masyarakat calon penerima gaduh temak

berikutnya berdasarkan kriteria Miskin, Potensial dan Produktif (MPP).

Kelonggaran ini juga didukung dan atau tidak mendaput campur tangan yang

ketat dari pemerintah lokal, dalam hal ini aparat pemerintah kecamatan hanya

sebagai fasilitator.

Namun demikian di sisi yang lain penelit.an ini juga menyimpulkan

masih adanya pengendalian yang kaku dengan menggunakan sistem komando

Oalur hirarki) terutama dari aparat pemerintah kabupaten (Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah) terhadap aparat kecamatan. Dalam kasus in~. aparat

kecamatan tidak boleh mengubah jenis program yang telah ditentukan oleh

pemerintah kabupaten.

Slamet (1994), dengan penelitiannya yang berjudul Partisipasi di Dalam

Lembaga Sosial Desa (LSD) di enarn desa di Kabupaten Boyolali menyimpulkan

bahwa per an Kepala Desa snngat dominan dalam pembangunan sehingga

Page 35: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

18

setiap keputusan atau kebijakan diserahkan sepenuhnya kepada Kepala Desa.

Keterlibatan masyarakat secara langsung dalam pembangunan sangat kurang

atau dapat dikatakan bahwa masyarakat kurang berpartisipasi secara langsung.

Hal ini disebabkan karena kurangnya kemampuan/keahlian masyarakat, baik

dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaannya.

Iskandar Mirsa (1998), dalam penelitiannya yang berjudul lmplementasi

Kebijaksanaan Pembangunan Desa dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan

suatu studi di Desa Cibeusi dan Desa Sayang Kecamatan Cikeruh Kabupaten

Sumedang, menyimpulkan bahwa dalam asL.msi teori pembangunan yang

berpusat pada masyarakat tampaknya masih belum optimal, hal tersebut

diindikasikan oleh kenyataan bahwa program yang sudah dilaksanakan sejak

1992/1993 temyata sampai dengan tahun 1996/1997 belum terlaksana dengan

sepenuhnya. Penyusunan program pembangunan masih lebih banyak berasal

dari atas dan bukan dari masyarakat sebagai subyek dan obyek pembangunan.

Dalam kaitannya dengan program pembangunan desa, ditemukan banyak

proyek sektoral yang tidak berfungsi dengan baik, hal ini karena tidak sesuai

dengan harapan dan keinginan masyarakat desa tersebut.

Nandang Suherman (2000), mempublikasikan pengalamannya dalam

mengimplementasikan hasil penelitian jurusan Planologi lnstitut Teknologi

Bandung (ITB) yang berjudul Pengembangan Partisipatif di Jatinangor. Dalam

penelitian tersebut disimpulkan bahwa proses penguatan dan pengorganisasian

masyarakat dalam konteks perencanaan partisipatif di Jatinangor telah

menghasilkan beberapa manfaat, antara lain ; (a) Timbulnya kesadaran baru di

kalangan tokoh dan aktivis kemasyarakatan tentang perlunya mengorganisir diri

guna meningkatkan nilai tawar dalam proses penentuan kebijakan pembangunan

(b) Terjadinya peningkatan kapasitas warga masyarakat dalam merumuskan dan

Page 36: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

19

memecahkan masalah serta mengadvokasikannya kepada pihak yang terkait;

(c) Terbangunnya suasana dialogis antnra birokrasi dan masyarakat dalam

mencari solusi pemecahan permasalahan pembangunan; (d) Mulai bergesemya

paradigma kepemerintahan di lingkungan birokrasi yaitu dari mental minta

dilayani menjadi mental melayani.

Khoirun (2003), dalam peneliliannya yang be~udul Partisipasi

Masyarakat dalam Pembangunan Desa, suatu studi kasus Program Pelaksanaan

Partisipasi di Kecamatan Belongbendo Kabupaten Sidoa~o. menyimpulkan

bahwa program bantuan pembangunan partisipatif dapat memacu partisipasi

masyarakat secara langsung dalam kegiatan pembangunan di desalkelurahan,

sehingga menempatkan masyarakat sebagai subyek dan obyek pembangunan.

Dari kelima hasil penelitian di atas, aapat diketahui bahwa perencanaan

partisipatif dalam pembangunan yang pelaksanaannya didahului dengan proses

pembelajaran bersama antara pemerintah daerah dengan masyarakat dalam

suatu hubungan yang saling mengisi dan m~lengkapi, hasilnya lebih sesuai

dengan yang diharapkan. Sedangkan apabila perencanaan partisipatif c1ilakukan

hanya dengan maksud untuk memenuhi persyaratan formal saja, maka hasil

yang diperoleh sama sekali jauh dari yang diharapkan bahkan kemungkinan

besar aksn mengalami kegagalan dalam pelaksanaannya. Dengan demikian,

perencanaan partisipatif dalam pembangunan harus dilihat sebagai kebutuhan

bersama be~gi masyarakat dan pemerintah daerah, bukan sekedar sebuah

kewajiban formal.

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu

sebagaimana tersebut di atas adalah dalam fokus penelitiannya yaitu, fokus

penelitian terdahulu (di atas) adalah tentang pelaksanaan program,

kelembagaan/organisasi dalam perencanaan pembangunan serta peranannya,

Page 37: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

20

dampak suatu program, partisipasi masyarakat dalam suatu program dan

manfaat atau dampak dari perencanaan partisipatif. Sedangkan fokus dari

penelitian ini adalah proses perencanaan partisipatif dan kendala-kendala dalam

proses perencanaan pembangunan daerah. Secara lebih jelas dapat dilihat

dalam tabel 1 di bawah ini :

Tabel1 Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu

NO PENELITIAN

1 2

1. Sutarto, Soediyono dan

2.

3.

A.D. Suhe.rsono (1991), dalam penelitiannya yang be~udul Organisasi Program Pembangunan Berkelanjutan

Slamet (1994), dalam penelitiannya yang be~udul Partisipasi di Dalam Lembaga Sosial Desa (LSD)

Iskandar Mirsa (1998), dalam penelitiannya yang be~udul lmplementasi Kebijaksanaan Pembangunan Desa dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan

PERBEDAAN PENELITIAN TERDAHULU

3

PENELITIAN INI

4

Fokus dalam Fokus penelitian ini penelitiannyn adalah adalah proses pelaksanaan program perencanaan pengembanoan wilayah partisipatif dalam dan organisasi/ pembangunan daerah kelembagaan yang dan kendala-terlibat kendalanya

Fokusnya adalah partisipasi masyarakat dalam Lembaga Sosial Desa (LSD)

Yang menjadi fokus dalam penelitiannya adalah pelaksanaan program pembangunan desa dan dampak dari program rembangunan desa terhadap kesejahteraan masyarakat

Fokusnya adalah proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah dan kendala­kendalanya

Fokus dalam penelitian ini adalah proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah dan kendala­kendalanya.

Page 38: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

1

4.

5.

2 3

Nandang Suherman Fokus dalam (2000), mempublikasikan pengalamannya dalam mengimplementasikan hasil penelitian jurusan Planologi lnstitut Teknologi Bandung (ITB) yang berjudul Pengembangan Partisipatif Jatinangor

di

penelitiannya adalah dampak atau manfaat yang ditimbulkan dari pelaksanaan perencanaan partisipatif di Jatinangor.

Khoirun (2003), dalam Fokus dalam penelitiannya yang penelitiannya adalah berjudul Partisipasi partisipasi masyarakat Masyarakat dalam dalam pembangunan Pembangunan Desa, desa suatu studi kasus Program Pelaksanaan Partisipasi di Kecamatan Belongbendo Kabupaten Sidoarjo

2.2 Pembangunan Daerah

2.2.1 Pembangunan

21

4

Fokus dalam penelitian ini adalah proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen dan kendala­kendalanya.

Fokus dalam penelitian ini adalah proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah di Kabupaten Kcbumen dan kendala­kendalanya.

Pemban~unan secara umum dapat diartikan sebagai usaha untuk

meningkatkan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Ndraha (1985),

menyatakan l>ahwa pembangunan (developm&nt) adalah segala upaya untuk

mewujudkan perubahan sosial besar-besaran menuju suatu keadaan yang lebih

baik. Sedangkan Korten (1998), mendefinisikan pembangunan sebagai proses

dimana angota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan

dan institusional mereka untuk memobilisasi dan mengelola sumber daya untuk

menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dalam kualitas hidup

Page 39: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

22

sesu~i dengan aspirasi mereka sendiri. Siagian (2003), pembangunan adalah

suatu usaha atau merangkaikan usaha pertumbuhan dan perubahan yang

berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa dan negara serta

pemerintah menuju modemisasi dalam rangka pembinaan bangsa (nations

building). Menurut Todaro (2004) harus diartikan secara luas dart hanya sekedar

pemenuhan kebutuhan materi di daleim kehidupan manusia, pembangunan

seharusnya merupakan proses multidimensi yang meliputi perubahan organisasi

dan orientasi seluruh sistem sosial dan ekonomi, sehingga pembangunan daerah

adalah proses multidimensi pembangunan suatu daerah.

Lebih lanjut Bryan dan White (1989) mP.nyatakan bahwa pembangunan

yang "people centered" merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan

manusia dalam menentukan nasib dan masa depannya, ini berarti melibatkan

masyarakat secara aktif dalam setiap tahapan proses pembangunan. Dari

pengertian tersebut pembangunan berwawasan 'people centered" dalam

implikasinya akan mencakup beberapa pengertian, antara lain (1)

Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik

individu maupun kelompok (capacity); (2) Pembangunan berarti mendorong

tumbuhnya kebersamaan dan pemerataan sistem nilai dan kesejahteraan

(equity); (3) Pembangunan berarti manaruh kepercayaan kepada masyarakat

untuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada pada

dirinya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesepakatan yang sama,

kebebasan memilih dan kekuasaan untuk memutu'>kan (empowermwnt);

(4) Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara

mandiri dan berkelanjutan (sustainabi/ity); (5) Pembangunan berarti mengurangi

ketergantungan negara yang satu tet hadap negara yang lain dengan

Page 40: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

23

menciptakan hubungan yang sating menguntungkan (simbiosis mutua/is) dan

sating menghormati (interdependensi).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembangunan yang

berwawasan manusia (community development) terdapat dua pandangan yaitu :

pertama, production centered development, yang lebih menempatkan manusia

sebagai instrument atau obyek dalam pembangunan. Hal ini berorientasi pada

produktivitas yang berhubungan dengan kemakmuran yang metimpah atau

manusia dipandang sebagai faktor produksi. Kedua, People centered

development, yang lebih menekankan pada pentinganya kemampuan

(empowerment) manusia yaitu kemampuan manusia untuk mengaktualisasikan

segala potensinya sebagai manusia (Korten, 1998).

Selanjutnya Sumodiningrat (1999) mengemukakan bahwa

pembangunan sebagai suatu proses transformasi yang pada dasamya akan

menghasilkan surplus yang menjadi sumber peningkatan kesejahteraan secara

merata. Lebih lanjut dikatakan bahwa hal tersebut akan terjadi apabila tiga

asums.i dasar terpenuhi, yaitu :

a. full employment, yaitu masyarakat diikutsertakan dalam semua sektor kegiatan pembangunan;

b. homogenitas, artinya semua masyarakat mempunyai kesempatan sama untuk berpartisipasi dalam pembangunan sesuai dengan kemampuannya;

c. adanya efisiensi yang rasional, yaitu bekerjanya mekanisme pembangunan atau tanggung rasa, artinya interaksi antarpelaku pembangunan terjadi dalam keseimbangan sehingga imbalan yang diterima oleh pelaku pembangunan seimbang dengan pengorbanan yang telah dilakukannya.

Pendapat tersebut memberikan pemahaman bahwa pembangunan

merupakan suatu proses perubahan yang bersi\'at dinamis dan multidimensional

yang menyangkut sistem sosial secara keseluruhan. Pembangunan yang tidak

dilaksanakan sesuai rencana akan menciptakan masalah-masalah sosial dan

Page 41: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

24

ketidakpuasan terhadap hasil pembangunan. Karena pada dasamya

pembagnunan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan.

Menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004), pada dasamya

pembangunan tidak dapat dipisahkan dengan pertumbuhan, dalam artian bahwa

pembangunan dapat menyebabkan pertumbuhan dan pertumbuhan akan dapat

te~adi sebagai akibat adanya pembangunan. Dalam hal ini pertumbuhan dapat

berupa pengembangan/perluasan (expansion) atau peningkatan (improvement)

dari aktifitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.

Keraf dalam Susanto (2003) mengatakan bahwa ada tiga prinsip utama

menuju keberhasilan pembangunan bertcelanjutan, yaitu : pertama, prinsip

demokrasi, prinsip ini menjamin agar pembangunan dilaksanakan sebagai

perwujudan kehendak bersama seluruh rakyat. Kedua, prinsip Keadilan, prinsip

ini menjamin bahwa semua orang dan kelompok masyarakat memperoleh

peluang yang sama untuk ikut dalam proses pembangunan dan kegiatan-

kegiatan produktif serta ikut dalam menikmati hasil pembangunan. Ketiga,

prinsip berkelanjutan, prinsip ini mengharuskan kita untuk merancang

agenda pembangunan dalam dimensi visioner, melihat dampak pembangunan

baik positif maupun negatif dalam segala aspeknya tidak hanya dalam

dimensi jangka pendek.

Dalam pembangunan juga terkandung makna peranserta masyarakat.

Penegasan hal tersebut dapat dilihat pada penjelasan istilah development

(pembangunan) menu rut Rogers dalam lshomuddin (2001) :

"As a widely parcitipatory process of social change in society, intended to bring about both social and material advancement (including greater quality, freedom, and other valued qualities)for the majority of the people trough their gaining greater control offer their and invorenment.

Page 42: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

25

Those the concept the development was expected and made much more flexible and the same time more humanitarian in its implications."

Dari berbagai pemyataan dan pendapat tersebut di atas, paling tidak

dapat ditarik suatu gambaran secara umum bahwa pada dasamya pembangunan

adalah:

a. Merupakan proses kegiatan yang dilaksanakan oleh sekelompok orang

dalam komunitas masyarakat suatu bangsa yang berlansung secara terus

menerus dan berkesinambungan:

b. Merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana;

c. Berorientasi pada perubahan (change) dan pertumbuhan (growth);

d. Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan (kapasitas) individL:, sekelompok

individu dan atau masyarakat dalam kerangka pembinaan bangsa (nations

building) menuju perwujudan kesejahteraan rakyat.

2.2.2 Pembangunan Daerah

Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

pembangunan nasional dan menjadi fondasi dalam pencapaian tujuan

pembangunan nasional. Dengan demikian kedudukan pembangunan daerah

menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan pembangunan nasional. Untuk

itu, sangat dibutuhkan strategi pembangunan yang sesuai dengan kondisi dan

kebutuhan masyarakat setempat. Masalah pokok pembangunan daerah adalah

terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang

didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous

development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia,

kelembagaan dan sumber daya fisik secam lokal (Arsyad, 2004)

Page 43: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

26

Apabila makna pembangunan kita asumsikan sama dan sebangun

dengan pembangunan ekonomi sebagaimana yang sering disampaikan para

penganut teori pertumbuhan, maka tentu saja yang dimaksud dengan

pembangunan daerah tidak lain adalah pembangunan ekonomi daerah.

Riyadi dan Bratakusumah (2004) mengemukakan bahwa proses

pembangunan daerah dapat dilihat dengan tiga cara pandang yang berbeda.

Pertama, pembangunan bagi suatu kota, daerah atau wilayah sebagai suatu

wujud (entity) bebas yang pengembangannya tidak terikat dengan kota, wilayah

atau daerah lainnya, sehingga penekanan pembangunannya mengikuti pola

yang lepas dan mandiri (independent). Kedua, pembangunan daerah merupakan

bagian dari pembangunan nasional. Pembangunan daerah dalam penc1ekatan ini

merupakan pembangunan pada suatu juridiksi ,·uang atau wilayah tertentu yang

dapat digunakan sebagai bagian dari pola pembangunan nasional. Ketiga,

pembangunan daerah sebagai instrumen penentuan alokasi sumber daya

pemhangunan dan lokasi kegiatan di daerah yang telah direncanakan terpusat

yang berguna untuk mencegah te~adinya kesenjangan ekonomi antar daerah.

A1·syad (1999) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah

adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan

ke~a baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan

ekonomi) dalam wilayah tersebut.

Walaupun pandangan di atas belum mencakup seluruh aspek

kehidupan yang secara riel berkembang di tengah-tengah masyarakat, tetapi

dalam konteks pembangunan daerah, pandangan tersebut telah memberikan

gambaran bahwa pembangunan daerah harus dilakukan secara bersama-sama

Page 44: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

27

antara unsur penyelenggara pemerintahan daerah (pemerintah daerah dan

DPRD), masyarakat dan pihak swasta. Dalam pandangan tersebut juga tersirat

adanya pengakuan bahwa pembangunan daerah memang perlu bahkan harus

dilakukan secara khusus dalam arti bukan semata-mata sebagai pelaksanaan

program pembangunan nasional yang secara kebetulan dilaksanakcm di daerah

akibat tuntutan normatif dari penerapan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan

tugas pembantuan yang dilakukan secara bersamaan dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah.

Dengan menyadari bahwa pembangunan daerah memang harus

dilakukan demi memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat di daerah, maka akan

timbul dorongan yang kuat bagi daerah untuk mengelola .,umber daya yang ada

sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Dalam pelaksanaannya,

pemerintah daerah dituntut dapat menggalang kerjasama segenap komponen

pembangunan daerah untuk dapat meng~lola potensi, peluang, tantangan dan

ancaman yang timbul atau diperkirakan timbul sehingga pelaksanaan

pembangunan daerah tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

2.3 Perencanaan Pembangunan Daerah

Perencanaan menurut Soewignyo (1986) merupakan proses pemikiran

dan penentuan secara matang mengenai hal-hal yang akan dikerjakan di masa

yang akan datang. Sedangkan Garth dalam handayaningrat (1980)

menyatakan "planning is the process of selecting and developing throw best

course of action to acumplish on obJective" (perencanaan adalah proses

pemilihan dan pengembangan dari tindakan yang paling baiklmenguntungkan

untuk mencapai tujuan). Menurut Siagian (1984), perencanaan dapat

didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara

Page 45: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

28

matang daripada hal-hal yang akan dike~akan di masa yang akan datang dalam

rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

Dalam bahasa yang masih sangat abstrak Waterston dalam Conyers

(1994) mengatakan bahwa perencanaan adalah penerapan yang rasional dari

pengetahuan manusia terhadap proses pencapaian keputusan yang bertindak

sebagai dasar perilaku manusia. Rasionalitas pengetahuan yang dimaksud

Waterston adalah ketika usaha tersebut secara sadar, terorganisasi, dan terus­

menerus dilakukan guna memilih altematif yang terbaik dari sejumlah altematif

untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi ini memberikan pengertian kepada kita

bahwa perencanaan berkaitan dengan soal pilihan yang terbaik yang dicapai

melalui sejumlah tahapan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Pilihan inilah

yang selanj~Jtnya menjadi dasar operasionalisasi kegiatan selanjutnya.

Minztberg (1998) mengidentifikasi 5 pengertian tentang P·3rencanaan,

yaitu (1) planning is future thinking, (2) planning is controlling the future, (3)

planning is decision making, (4) planning is integrated decision making, (5)

planning is a formalized procedure to produce an articulated result, in the form of

an integrated system of decisions. Persoalan perencanaan sebagai persoalan

pengambilan keputusan juga disinggung oleh Schaffer seperti dikutip oleh

Conyers (1994). Apabila pengambilan keputusan akan menghasilkan output

yang lebih baik, Schaffer mempersyaratkan adanya dukungan data yang

lebih banyak, dan dari sini akan bisa diprediksi kemampuannya

menciptakan hasil-hasil yang mungkin dicapai di masa datang. Data yang

dimaksud disini adalah juga rasionalitas pengetahuan sebagaimana

dinyatakan oleh Waterston. Kegunaannya adalah sebagai backup informasi

yang menjadi bahan pertimbangan pengambilan kebijakan dan bagaimana

implikasinya di masa datang.

Page 46: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

29

Sejalan dengan pendapat di atas Abe (2002) menguraikan beberpa

dimensi perencanaan : pertama, dimensi waktu, yaitu suatu perencanaan

sesungguhnya berbicara tentang masa depan. Kedua, dimensi tujuan, suatu

perencanaan pada dasamya adalah rumusan mengenai pencapaian terhadap

suatu tujuan. Ketiga, dimensi pengaturan, a/okasi; suatu perencanaan memuat

maksud-maksud untuk mengatur atau membuat alokas;, termasuk menyusun

suatu skala prioritas. Keempat, dimensi tindakan, inti dari perencanaan adalah

tindakan apa yang akan dilakukan.

Erat kaitannya dengan pendapat di atas, terdapat banyak sekali

pendapat dan pemikiran para ahli tentang p~rencanaan pembangunan di mana

satu sama lainnya sating melengkapi.

Tjokroamidjojo (1996) mengemukakan pengertian perencanaan

pembangunan sebagai suatu pengerahan penggunaan sumber-sumber

pembangunan (termasuk sumber-sumber ekonomi) yang terbatas adanya, untuk

mencapai tujuan-tujuan dan keadaan sosial ekonomi yanq lebih baik secara lebih

efisien dan efektif.

Sedangkan Waterson sebagaimana dikutip Tjokroamidjojo (1996)

mengemukakan bahwa : "Perencanaan pembangunan adalah melihat ke depan

dengan mengambil pilihan berbagai altematif dari kegiatan untuk mencapai

tujuan masa depan tersebut dengan terus mengikuti agar supaya

pelaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan".

Pandangan lain yang lebih condong ke aspek ekonomis dikemukakan

oleh Soegijoko et.al. (1997); "Pada dasamya proses pembangunan merupakan

perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan, usaha pemupukan modal dan

penyusunan program investasi di berbagai sektor dengan mempertimbangkan

aspek-asp~k regional, pengembangan dan pembinaan institusional".

Page 47: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

30

Dari beberapa pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa

perencanaan pembangunan merupakan suatu proses penetapan rencana­

rencana pelaksanaan pembangunan yang lebih obyektif yang memuat

strategi dasar, perkiraan sumber-sumber pembangunan dan pelaksanaan

pembangunan itu sendiri.

Sesuai dengan kerangka otonomi daerah yang lebih menekankan hak

bagi daerah dan urgensi prakarsa masyarakat, pembangunan daerah tidak

semata-mata dilihat sebagai bagian dari pembangunan nasional, tetapi harus

pula dipandang sebagai hak dan kepentingan daerah. Sejalan dengan hal

tersebut Abe (2002) mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan daerah

merupakan pergulatan daerah untuk merumuskan apa yang dibutuhkan dan apa

yang menjadi cita-cita masyarakatnya, yang dipadukan dengan ketersediaan

sumberdaya atau pot£:nsi yang dimiliki daerah. Perencanaan pembangunan

daerah dengan sendirinya bukan sebagai penjabaran perenc3naan nasional,

melainkan konsep yang secara ideal dikembangkan dari aspirasi lokal, melalui

proses yang partisipatif.

Dalam bahasannya Conyers (1994), menjelaskan bahwa konsep

perencanaan memiliki tiga pengertian khusus yakni: Pertama, perencanaan lebih

melibatkan banyak hal daripada sekedar membuat suatu dokumen rencana. lni

tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwA dokumen perencanaan sebagai hal

yang tidak berguna. Maksudnya adalah rencana seharusnya dianggap sebagai

alat pelengkap dan bukan sekedar hasil akhir suatu kerja perencana. Selain itu,

persiapan yang dibuat janganlah dianggap hanya sebagai satu-satunya kegiatan

para perencana dan bahkan mungkin dianggap sebagai satu-satunya bentuk

kegiatan mereka yang paling penting. Kedua, perencanaan dianggap sebagai

suatu proses yang berlangsung secara terus-menerus, bukan sekedar sesuatu

Page 48: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

31

yang dikerjakan sesekali saja. Ketiga, konsep perencana:ln ini memiliki implikasi

penting yang bertalian dengan konsep dan peran si perencana (planne,.

Seorang perencana haruslah bekerja erat dengan orang-orang lain yang terlibat

dalam keseluruhan proses pembangunan, termanuk di dalamnya politisi,

administrator dan masyarakat pada umumnya.

Perencanaan pembangunan daerah yang disusun berdasarkan kajian­

kajian teoritis maupun praktis akan lebih menjamin kualitas dan keberhasilan

pelaksanaannya. Demikian pula sebaliknya, apabila perumusan dan penetapan

perencanaan pembangunan daerah tidak didukung oleh kajian-kajian yang

komprehensif dari sudut pandang teoritis dan empiris, akan membuka peluang

bagi muncul dan berkembangnya berbagai kendala yang pada gilirannya akan

menghamtJat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan pembangunan tersebut.

Abe (2002) mendefinisikan perencanaan pembangunan daerah sebagai

proses pe:nyusunan langkah-langkah yang akan diselenggarakan oleh

pemerintah daerah, dalam rangka menjawab kebutuhan masyc..rakat untuk

mencapai tujuan tertentu. Perencanaan pembangunan daerah menurut Syahroni

(2002) adalah suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku (aktor), secara

terus menerus menganalisis kondisi, merumuskan tujuan, kebijakan, menyusun

konsep strategi, menggunakan sumber daya yang tersedia, untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat daerah secAra herkelanjutan. Kuncoro (2004)

mengemukakan perencanaan pembangunan daerah bukanlah perencanaan dari

suatu daerah, tetapi perencanaan untuk suatu daerah.

Adanya keterbatasan dana untuk pembangunan tersebut juga menuntut

adanya pengarahan dalam perencanaan pembangunan, terutama perencanaan

pembangunan yang melibatkan masyarakat, karena pada umumnya keinginan

masyarakat sangat banyak dan cenderung tanpa batas yang jelas.

Page 49: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

32

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Abe (2002), bahwa suatu keinginan tentu

saja memiliki kadar subyektifitas yang tinggi dan cenderung tanpa batas yang

jelas. Oleh sebab itu yang hendaknya menjadi prioritas adalah menjawab

kebutuhan-kebutuhan dasar dari masyarakat.

Berdasarkan beberapa pemyataan di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa perencanaan pembangunan daerah merupakan proses penyusunan

langkah-langkah yang akan diselenggaraknn oleh pemerintah daerah, dalam

rangka menjawab kebutuhan masyaraka~ untuk mencapai tujuan tertentu

menyerasikan dan menyelaraskan keinginan dari berbagai komponen

masyarakat di daerah yang bersangkutan.

2.3.1 Jenis Perencanaan

Perencanaan dapat dikelompokkan berdasarkan : (1) jangka waktu, (2)

sifat perencanaan, (3) alokasi sumber daya, (4) tingkat keluwesan, (5) sistem

ekonomi, (6) arus informasi dan (7) dimensi pendekatan (Arsyad, 1999, Kunarjo,

2002 dan Munir, 2002). Berdasarkan jangka waktunya, perencanaan dapat

dibagi menjadi 3, yaitu pertama, perencanaan jangka panjang di dalamnya

ditetapkan nilai-nilai, target dan sasaran yang biasanya dirumuskan dalam

bentuk visi dan misi serta strategi jangka panjang. Kedua, jangka menengah,

merupakan kebijakan sebagai proyeksi dari target d<1n sasaran menengah

sebagai arah dan pedoman penyusunan rencana jangka pendek. Ketiga,

perencanaan jangka pendek, yang berisi rencana teknis yang di dalamnya telah

ditetapkan target sasaran masing-masing sektor sekaligus sumber daya yang

harus disediakan untuk mendukung berbagai program dan kegiatan yang akan

dilaksanakan.

Berdasarkan sifatnya, terdapat perencanaan komando (planning by

direction) yaitu perencanaan yang mengedepankan instruksi dari atas ke bawah

Page 50: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

33

dan perencanaan dengan rangsangan (planning by inducement) yaitu

perencanaan yang mengandalkan partisipasi dari bawahan atau dari warga

masyarakat. Sedangkan berdasarkan alokasi sumber daya, perencanaan dibagi

menjadi dua, yaitu: pertama perencanaan keuangan yaitu perencanaan yang

bertujuan untuk memastikan apakah sumber keuangan yang ada benar-benar

cukup untuk mendudkung pelaksanaan perencanaan fisik. Kedua, perencanaan

fisik yaitu pei·encanaan yang bertujuan untuk menjabarkan usaha pembangunan

melalui pengalokasian sumber daya yang tersedia.

Berdasarkan tingkat keluwesan terdapat perencanaan indikatif dan

perencanaan imperatif. Berdasarkan sistem ekonomi yang dianut oleh suatu

negara terdapat perencanaan dalam kapitalis.me, perencanaan dalam sosialisme

dan perencanaan dalam ekonomi campuran. Dilihat dari sudut pandang

pelaksananya (arus informal), terdapat perencanaan sentralistik (centralized)

atau top-down planning dan perencanaan desentralistik (decentralized) atau

bottom-up planning. Berdasarkan dimensi pendekatan terdapat perencanaan

makro, perencanaan sektoral, perencanaan regional dan perencanaan mikro.

2.3.2 Unsur Pokok Dalam Perencanaan Pembangunan

Menurut Abe (2002), ada beberapa hal penting yang termuat dalam

rumusan perencanaan, yaitu : gambaran mengenai situasi dan kondisi, serta

kebutuhan dari masyarakat, tujuan dan target yang hendak dicapai, daya dukung

dan sumber daya yang dimiliki, detail langkah-langkah yang akan dilakukan dan

anggaran. Dapat pula rumusan perencanaan dilengkapi dengan data mengenai

siapa yang harus bertanggung jawab dalam suatu langka, kendala-kendala dan

upaya yang akan dilakukan (harus dilakukan) untuk mengatasi kendala tersebut.

Page 51: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

34

Sedangkan Silkartawi (1990) mE:ngemukakan bahwa dalam suatu

perencanaan pembangunan terdapat beberapa unsur pokok yang secara garis

besar mencakup hal-hal sebagai berikut :

a. Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar, sering juga disebut sebagai tujuan,

arah dan prioritas pembangunan;

b. Adanya kerangka rencana, seringkali disebut kerangka makro renC8na;

c. Perkiraan sumber-sumber pembangunan khususnya sumber-sumber

pembiyaan pembangunan. Sumber-sumber pembiyaan pembangunan ini

merupakan keterbatasan dalam usaha pembangunan, karena itu sangat

per1u diperkirakan secara seksama;

d. Uraian tentang kerangka kebijaksanaan yang konsisten. Berbagai

kebijaksanaan harus dirumuskan dan kemudian dilaksanakan. Satu sama

lain kebijakan tersebut harus serasi dan konsisten, ter1ebih lagi yang

menyangkut kebijakan tenatang fiskal dan penganggaran;

e. Program investasi. Program investasi ini dilakukan secara sektoral, misalnya

di bidang pertanian, industri, pertambangan, pendidikan, kesehatan dan lain

sebagainya. Penyusunan program ini secara sek~.::>ral dilakukan berdasarkan

suatu rencana yang bersifat lebih operasional;

f. Administrasi negara yang dipergunakan untuk mendukung perencanaan dan

pelaksanaannya. Penyempurnaan administrasi negara dan pembinaan

sistem administrasi untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan per1u direncanakan sebagai kegiatan integral dari rencana

pembangunan itu sendiri, termasuk pula di dalamnya penelaahan terhadap

mekanisme dan kelembagaan pelaksanaan pembangunan.

Tjokroamidjojo (1994\ mengemukakan pengertian perencanaan

pembangumm sebagai suatu pengerahan sumber-sumber pembangunan

Page 52: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

35

(tennasuk sumber-sumber ekonomi) yang terbatas adanya, untuk mencapai

tujuan-tujuan, keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efisien dan

efektif. Terdapat lima unsur yang harus diperhatikan dalam setiap perencanaan

pembangunan, yaitu : (1) Pennasalahan pembangunan suatu negara/masyarakat

yang dikaitkan dengan sumber-sumber pembangunan yang dapat diusahakan

dalam hal ini sumber daya ekonomi, sumber daya alam dan lainnya; (2) Tujuan

dan sasaran rencana yang ingin dicapai; (3) Kebijaksanaan/cara untuk mencapai

tujuan dan sasaran rencana dengan melihat penggunaan sumber-sumbemya

dan pemilihan alternatif-altematif yang baik; (4) Pente~emahan dalam program­

program atau kegiatan usaha yang konkrit; (5) Jangka waktu pencapaian tujuan.

2.3.3 Tahap-tahap Perencanaan Pembangunan

Menurut Abe (2005), perencanaan pembangunan mempunyai

tahapan-tahapan antara lain: penyeri1ikan, perumusan permasalahan,

menentukan tujuan dan target, mengidentifikasi sumberdaya (dayadukung),

merumuskan rencana ke~a. dan menentukan anggaran (budge() yang hendak

digunakan dalam realisasi rencana.

Sedangkan Blakely dalam Arsyad (2004) menyatakan bahwa salah satu

tahap yang sangat penting dalam perencanaan adalah pengumpulan dan

analisis data. Hal ini sangat logis karena data merupakan input yang sangat

penting dan sangat mempengaruhi output yang dihasilkan. Jika kualitas inputnya

jelek, maka pasti jelek pula outputnya. Jika kualitas inputnya baik, maka

outputnya tergantung prosesnya.

Sedangkan Tjokroamidjojo (1994) mengemukakan tahap-tahap dalam

suatu proses perencanaan adalah sebagai bcrikut :

Page 53: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

36

1. Penyusunan rencana yang terdiri dari: (1) Tinjauan keadaan, merupakan

kegiatan berupa tinjauan sebelum memulai suatu rencana atau tinjauan

terhadap pelaksanaan rencana sebelumnya. (2) Forecasting (peramalan),

yaitu merupakan perkiraan keadaan masa yang akan datang. (3) Penetapan

tujuan dan pemilihan cara-cara pencapaian tujuan tersebut. (4) ldentifikasi

kebijaksanaan dan/atau kegiatan usahu yang per1u dilakukan dalam rencana.

(5) Persetujuan Rencana.

2. Penyusunan program rencana

Merupakan tahap perumusan yang lebih terperinci mengenai tujuan-tujuan

atau sasaran, suatu perincian jadwal kegiatan, jumlah dan jadwal

pembiayaan serta penentuan lembaga mana yang akan melakukan program­

program pembangunan tersebut.

3. Pelaksanaan rencana

Dalam tahap ini merupakan tahap untuk melaksanakan rencana dimana per1u

dipertimbangkan juga kegiatan-kegiatan pemeliharaan. Kebijaksanaan­

kebijaksanaanpun per1u diikuti implikasi pelaksanaannya, bahkan secara

terus-menerus perlu untuk dilakukan penyesuaian-penyesuaian.

4. Pengawasan

Diper1ukan suatu sistem monitoring dengan pelaporan dan feedback daripada

pelaksanaan rencana.

5. Evaluasi

Tahap ini dilakukan sebagai pendukung tahap penyusunan rencana yaitu

evaluasi tentang situasi sebelum rencana dimulai dan evaluasi tentang

pelaksanaan rencana sebelumnya.

Page 54: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

37

2.3.4 Pentingnya Perencanaan Dalam Pembangunan

Pentinganya aspek perencanaan dalam pembangunan pada dasamya

terkait dengan fungsi atau kedudukan perencanaan dalam pembangunan.

Pertama, perencanaan sebagai alat dari pembangunan yaitu perencanaan

merupakan alat yang strategis dalam menuntun jalannya pembangunan.

Perencanaan merupakan salah satu arah atau pedoman dalam pembangunan,

Suatu perencanaan yang disusun secara E~cak-acakan (tidak sistematis) dan

tidak memperhatikan aspirasi target group (sasaran), maka hasilnya dari

pelaksanaannya tidak akan seperti yang diharapkan. Kedua, perencanaan

sebagai tolok ukur keberhasilan dan kegag!llan pembangunan, hal ini berarti

bahwa keberhasilan pembangunan dapat ~icapai karena perencanaan yang

baik, sebaliknya kegagalan pembangunan bisa dikarenakan aspek perencanaan

yang tidak baik atau tidak sempuma.

Erat kaitannya dengan hal tersebut Sukartawi (1990) mengemukakan

bahwa : "sebagai tolok ukur keberhasilan dan kegagalan pembangunan, maka

perencanaan harus selalu direvisi pada setiap saat atau pada jangka waktu

tertentu. Maksudnya adalah untuk memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan

pada masa lalu dan untuk dipakai sebagai pedoman perbaikan pada

pelaksanaan pembangunan di masa yang akan dating sehingga dapat berjalan

sesuai dengan harapan dan dapat mencapai sasaran/tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebuah perencanaan

menduduki tempat yang sangat penting dan menentukan dalam proses

pelaksanaan pembangunan. Bahkan dapat dikatakan bahwa sebuah program

atau kegiatan pembangunan sudah dapat diperkirakan keberhasilan atau

kegagalannya dengan melihat kualitas perencanaannya.

Page 55: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

38

2.4 Paradigma Pembangunan di Era Otonomi Daerah

Makna pembangunan dalam sejarahnya mengalami sejumlah

reinterpretasi sebagai dampak dari perubahan sosial yang terjadi begitu cepat

dalam dua dekade terakhir ini. Jika pada awalr:ya pembangunan selalu dimaknai

sebagai perubahan sosial yang diciptakan melalui mekanisme negara, kini

pemaknaan itu mengalami pergeseran ke amh kolaborasi negara dan non

negara sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam pembangunan. Dominasi

negara dalam menciptakan perubahan sosial yang dikehendaki tidak bisa lepas

dari sistem politik yang cenderung authoritarian. Ketika sistem ini luntur sebagai

akibat kuatnya arus demokrasi, maka perangkat-perangkat negara yang dulunya

secara ketat membentuk sistem pembangunan semakin lama semakin longgar.

Berdasarkan perkembangan fenomena pergeseran paradigma tentang

pembangunan dewasa ini, Dwidjowijoto (2001) menyatakan bahwa

"Pendekatan politik atau paling jauh pendekatan ekonomi dalam pembangunan,

menurut saya sudah tidak memadai lagi. Antara politik dan ekonomi memiliki satu

kesamaan. Keduanya adalah alat ukur yang bersifat subyektif, yaitu tergantung

kepada siapa yang menggunakan pendekatan tersebut. Dalam hemat saya,

pendekatan yang paling tepat dipergunakan dalam menyususn konsep

pembangunan baru adalah pendekatan manajemen. P~ndekatan manajemen

dalam pengamatan saya lebih mampu mendekati permasalahan dan

menemukan solusi yang bersifat win-win sedangkan pendekatan politik dan

ekonomi biasanya lebih bersifat zero sum game." Pendekatan manajemen

menuntut apa yang sekarang populer dengan istilah good governance atau

pengelolaan yang baik

Page 56: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

39

Dengan memahami secara lebih mendalam pandangan tersebut, kita

akan dibawa kepada sebuah kesadaran bahwa pembangunan yang telah dan

akan kita laksanakan harusnya tidak hanya dilandasi oleh kepentingan politik dan

ekonomi semata, tetapi juga harus mempertimbangkan secara sungguh-sungguh

berbagai aspek yang lain terutama sosial budaya yang berkembang di tengah­

tengah masyarakat dimana pembangunan tersebut dilaksanakan. Artinya, dalam

pelaksanaan pembangunan khususnya yang dilakul.an di daerah, masyarakat

tidak lagi ditempatkan sebagai alat atau obyek tetapi lebih daripada itu harus

diposisikan sebagai pusat atau paling tidak sebagai subyek yang secara

langsung tertibat di dalam proses penentuan arah dan tujuan dari pembangunan

yang sedang dilaksanakan.

Kita ketahui bersama bahwa pada masa sebelum dibertakukannya

otonomi daerah secara luas dan nyata, pelaksanaan pembangunan daerah lebih

bersifat Top Down. Kebanyakan perencanaan dan bahkan pelaksanaan

pembangunan berasal atau setidak-tidaknya diprakarsai oleh pemerintah dengan

cetak biru (blue prin-,, sedangkan masyarakat terutama yang berada di daerah

hanya merupakan obyek dari pembangunan. Pembangunan didogmakan

sebagai bentuk kepedulian pemerintah kepada masyarakat sehingga secara

lam bat tapi pasti telah menjadikan masyar a kat pas if dalam setiap proses

pembangunan. Dengan demikian pembangunan bukan merupakan keinginan

dan kebutuhan masyarakat tetapi hanya sebagai keinginan dan kebutuhan

pemerintah. Paradigma pembangunan seperti ini jelas telah menutup ketertibatan

masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan.

Dengan telah diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 sebagaimana telah diganti dengan

Page 57: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

40

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan

Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, ada empat hal yang merupakan arah

dan ruh (spirit) perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu ;

(1) Mendorong percepatan terwujudnya masyarakat sipil; (2) Penerapan

manajemen modem dalam mekanisme kepemerintahan (berorientasi pada

pelanggan, menggunakan teknik-teknik yang lebih ilmiah dalam analisis dan

pengambilan keputusan, bersifat jaringan ke~a. organisasi dengan sistem

terbuka dan desentmlistis); (3) Pemberdayaan partisipasi masyarakat termasuk

dalam pembangunan d;::m kehidupan perekonomian rakyat; (4) Mengembangkan

daya saing daerah dalam era globalisasi. Perubahan paradigma tersebut

tentunya menuntut segenap jajaran pemerintah daerah agar melibatkan

(participation) dan memberdayakan (empowerment) segenap elemen

masyarakat. Dalam konteks perwujudan tata pemerintahan yang lebih baik,

diharapkan masyarakat akan lebih tahu dan paham terhadap haknya dan di sisi

lain pemerintah harus mampu membangun mekanisme secara

fundamental sehingga partisipasi dapat difasilitasi secara benar dan

berkelanjutan. Sehingga pada akhirnya partisipasi tidak hanya sebatas

mobilisasi publik. (Agus dkk, 2002).

Sedangkan Rofikoh (2006), menyatakan bahwa perwujudan

pemerintahan yang baik mensyaratkan adanya keterbukaan, keterlibatan dan

kemudahan akses bagi masyarakat terhadap proses pengambilan kebijakan

publik, khususnya dalam penggunaan berbagai sumber daya yang berkaitan

secara langsung dengan kepentingan publik.

Page 58: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

41

Dalam perkembangannya pembangunan yang bertumpu kepada

masyarakat (people centered) merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan.

Sebagai konsekuaensi, Bottom up merupakan proses yang dianggap ideal

karena masyarakat tahu apa yang menjadi kebutuhan dan keinginannya. Akan

tetapi hal tersebut mengalami kendala dtllam implementasinya akibat masih

kurangnya kedewasaan dan kemampuan masyarakat dalam merumuskan

potensi, masalah dan membaca peluang yang dapat dimanfaatkan untuk

memenuhi kebutuhan guna meninQkatkan kesejahteraannya. Hal ini sebagai

akibat dari masih rendahnya tingkat pendidikan, pengalaman, keterbiasaan

dan pengisolasian peran masyarakat. Hal ini juga disebabkan oleh

kekurangmampuan birokrat pemerintah dalam melakukan community information

planning system (Tjokrowinoto, 2001 ). Hal ini di dukung oleh Wijaya (2007) yang

mengemukakan bahwa kualitas aparat pemerintahan yang masih rendah,

budaya senioritas dan uniformitas masih mendominasi dan tidak mendukung

budaya ke~a yang didasarkan atas ine~a. kreatifitas dan prestasi.

Dengan melihat bahwa top down sudah tidak relevan lagi untuk

diterapkan, sedangkan bottom up belum memungkinl<an untuk diterapkan secara

optimal, maka timbul dan berkembang paradigma baru yang kemudian dikenal

dengan pembangunan partisipatif (participatory development) yaitu perpaduan

antara bottom up dan top down, dimana pemerintah dan masyarakat bersama­

sama terlibat dalam proses pembangunan mulai dari membuat konsep,

merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan menikmati hasil pembangunan.

Hal ini sejalan dengan Nazwar, et. al (2003), mengemukakan bahwa mestinya

partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, tidak hanya terfokus

kepada pembiayaan dan pembangunan fisik saja, melainkan juga berpartisipasi

dalam proses kebijakan atau implementasi kebijakan.

Page 59: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

42

2.5 Perencanaan Partisipatif

2.5.1 Perencanaan Pembangunan Partisipatif

Seiring dengan perkembangan demokrasi, maka faktor keterlibatan

multi stakeholders dalam proses perencanaan semakin menguat.

Tjokroamidjojo (1988) mengemukakan bahwa keberhasilan perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan tergantung dengan adanya keterlibatan aktif

masyarakat. Arti penting partisipasi masyarakat dalam perencanaan

pembangunan menurut lslamy (2001) karena dengan partisipasi masyarakat

berarti:

1. Memberi kesempatan yang nyata kepada mereka untuk mempengaruhi pembuatan keputusan tentang masalah 1\ehidupan yang mereka hadapi sehari-hari dan mempersempit jurang pemisah antara pemerintah dan rakyat.

2. Memperluas peluang pendidikan politik bagi masyarakat sebagai Jandasan bagi pendidikan dernokrasi, sehingga rakyat menjadi terlatih dalam menyusun priorita3 kebutuhan dan kepentingan yang berbeda.

3. Dengan adanya partisipasi masyarakat lokal dalam menangani urusan-urusan publik akan memperkuat solidaritas komunitas masyarakat lokal.

Mengenai pendidikan kepada masyarakat, Conyers ( 1994)

mengemukakan bahwa sangatlah penting dan diperlukan adanya komponen

pendidikan dalam setiap bentuk perencanaan pembangunan partisipatif.

Masyarakat harus faham bagaimana sistem pengambilan keputusan bekerja, dan

pilihan-pilihan apa saja yang ada bagi mereka sehingga mereka dapat

berpartisipasi secara efektif. Sejalan dengan hal ini Suprajogo (2003) menyatakan

bahwa dalam konteks otonomi daerah, masyarakat lokal yang lebih memahami

kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi harus diberdayakan ataupun

ditingkatkan kapasitasnya agar mereka lebih mampu mengenali kebutuhan-

kebutuhannya. Pembangunan dengan melibatkan masyarakat ini tidak terlepas ----------·--·· ------·· ------------- -------

dari konsep Arnstein dalam Oetomo (1997) tentang tangga partisipasi

Page 60: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

43

warganegara yang dibagi ke dalam tiga tahap. Selengkapnya dapat dilihat pada

Tabel2 di bawah ini:

Tabel2 Tiga Tahap Partisipasi Warga Negara

I. Kontrol warga negara (Citizen Control) Kontrol warga yang dimaksud adalah bukan kewenangan tanpa kontrol (absolut power). Pada tahap ini partisipasi sudah mencapai tahap akhir dimana publik memiliki kewenangan untuk memutuskan, melaksanakan dan mengawasi pengelolaan sumberdaya publik

II. Delegasi kewenangan (Delegated power) Pada tahap ini masyarakat sudah memiliki kewenangan yang lebih besar dibanding penyelenggaraan negara. Contohnya adalah jumlah keanggotaan masyarakat yang lebih besar dalam dewan kota ataupun adanya hak veto bagi masyarakat dalam suatu dewan perencanaan. Tantangannya lagi-lagi adalah mewujudkan akuntabilitas d<m menyediakan sumberdaya yang memadai bagi kelompok dimaksud

Ill. Kemitraan (Partnership) Kekuatan pada tahap ini sebenamya sudah terbagi secara relatif seimbang antara masyarakat dengan pemegang kekuasaan dan sudah te~adi

kemitraan di antara kedua belah pihak untuk membicarakan perencanaan dan pengembangan keputusan bersama misalnya melalui komite perencanaan, dewan kebijakan bersama, dan lainnya. Sayangnya dalam tahap ini inisiatif dan komitmen baru timbul setelah adanya desakan publik yang kuat untuk menjalankan proses yang partisipatif. Dalam tahap ini beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: a. keterwakilan dan akuntabilitas wakil kelompok b. kemampuan masyarakat untuk membekali kelompoknya dengan keahlian

yang dibutuhkan seperti penasehat hukum, teknisi dan lainnya

. 7 . , ·'·-~c, .;.:.~ .. -•. - :·::.. B. Semu (Tokenisme) , ,

IV. Peredam (Piaction) Dalam tahap ini masyarakat sudah mulai memilih pengaruh terhadap kebijakan. Namun sayangnya sifatnya masih belum genuine. Keberhasilan partisipasi pada tahap ini masih ditentukan oleh besamya dan solidnya kekuatan masyarakat untuk menyampaikan kepentingannya. Dalam tahap ini bentuk seperti keanggotaan masyarakat dalam dewan kota misalnya sudah dikenal. Namun sayangnya kadang-kadang jumlahnya tidak signifikan sehingga bila te~adi voting dalam pengambilan keputusan mereka dapat dikalahkan dengan mudah atau hanya sebagai penasehat, sedangkan pengambil kebijakan tetap berada di pihak pemegang kekuasaan.

Page 61: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

44

V. Konsultasi Dalam tahap ini sudah dilakukan konsultasi dan dengar pendapat masyarakat terhadap kebijakan yang diambil, sayangnya belum diikuti dengan jaminan pendapat masyarakat akan dipertimbangkan dalam kebijakan yang akan dibuat. Dalam tahap ini yang diperoleh masyarakat adalah "telah berpartisipasi dalam proses partisipasi".

VI. lnformasi (Informing) Dalam tahap ini biasanya sudah mulai dilakukan pemberian informasi kepada masyarakat mengenai hak, tanggung jawab dan pilihan yang ada. Sayangnya sifatnya masih satu arah hanya dari badan publik dan belum diikuti dengan kesempatan tmtuk mengasosiasikan pilihan. Pola ini juga biasanya digunakan dalam bentuk memberikan informasi yang tidak dalam (sifatnya superfisial), tidak ramah terhadap pertanyaan (discouraging questions) ataupun memberikan jawaban yang tidak benar terhadap suatu pertanyaan.

VII. Terapi Terapi seharusnya berada di deretan paling bawah partisipasi publik karena sifatnya yang tidak jujur dan arogan. Contohnya adalah bila ada suatu kesalahan pejabat publik tertentu maka warga negara yang terkena dampak dianjurkan untuk menemui pihak yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan seolah-olah pengaduan tersebut akan ditindaklanjuti.

VIII. Manipulasi Dalam bentuk ini biasanya partisipasi dimaksudkan untuk mendidik atau membangun dukungan publik dengan memberi kesan ba~1wa pengambil keputusan sudah partisipatif. Padahal keputusan tidak diambil berdasarkan masukan dari proseR partisipasi. Dalam bentuk ini biasanya yang digunakan adalah pola pembinaan, humas (public relation) dan lainnya.

Definisi perencanaan yang dipergunakan dalam studi ini mengait pada

konsep partisipasi yang pertama dari tangga partisipasi di atas yakni Kontrol

Warga Negara (Citizen Control). Artinya, ketika perencanaan dimaknai sebagai

proses menentukan kebijakan terbaik yang akan dilakukan di masa datang

dengan berbasiskan pada informasi, maka keterlibatan publik dalam proses

dialog dan pengambilan keputusan menjadi sangat penting. Perencanaan tidak

Page 62: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

45

lagi dipahami sebagai sebuah output berupa dokumen rencana, tetapi dalam

perencanaan ada upaya pemberdayaan rakyat dan pro:;es komunikasi antara

negara dengan rakyat. Di dalam perencanaan tidak ada lagi dominasi negara

atas rakyat, yang ada adalah keseimbangan hak dan kewajiban antara negara

dan rakyat.

Dalam setiap kebijakan pembangunan khususnya yang menyangkut

dan berkenaan dengan kepentingan masyarakat, maka terdapat satu hal yang

harus diperhatikan dan sama sekali tidak boleh dilewatkan yaitu peran serta

masyarakat. Peran serta masyarakat, memegang peranan penting dalam

perencanaan pembangunan, karena masyarakat saat ini tidak boleh lagi

dianggap sebagai obyek pembangunan tetapi harus ditempatkan sebagai subyek

pembangunan bersama-sama dengan pemerintah. Artinya, masyarakat harus di

dorong untuk aktif terlibat dalam proses pembangunan mulai dari perencanaan,

pelaksanaan, pengawasandan evaluasi serta pemeliharaan dan pengembangan

hasil pembangunan.

Selanjutnya Oetomo (1997) menyatakan bahwa secara garis besar

peran serta masyarakat dalam perencanaan meliputi :

a. Pemberian masukan dalam penentuan arah pembangunan;

b. Mengidentifikasikan berbagai potensi dan masalah pembangunan;

c. Pemberian masukan dalam perumusan rencana tata ruang;

d. Pemberian informasi, saran dan pertimbangan atau pendapat dalam

penyusunan strategi dan arah kebijakan pembangunan;

e. Pengajuan keberatan terhadap rancangan pembangunan;

f. Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan;

g. Bantuan tenaga ahli.

Page 63: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

46

Conyers (1994), mungungkapkan beberapa pandangan untuk

memperkuat kesimpulan tentang pentingnya partisipasi masyarakat dalam

perencanaan pembangunan, yaitu terdapat tiga alasan pokok mengapa

partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan :

Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatau alat paling efektif

guna memperoleh informasi mengenai kondil)i, kebutuhan dan sikap masyarakat

setempat, yang tanpa kehadirannya, program pembangunan serta proyek­

proyek akan gagal.

Kedua, masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program

pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan

perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek

tersebut dan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek yang bersangkutan.

Beberapa kasus menunjukkan bahwa bantuan dan dukungan dari masyarakat

setempat sangat sui it didapatkan jika mereka tidak diikutsertakan sejak awal.

Ketiga, tumbuh dan berkembangnya anggapan bahwa keterlibatan

masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan adalah merupakan suatu

hak demokrasi bagi masyarakat. Masyarakat merasa mempunyai untuk ikut urun

rembug dalam menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan di

daerah mereka sendiri.

Lebih lanjut Abe (2002) mengemukakan bahwa melibatkan masyarakat

secara langsung akan membawa tiga dampak penting, yaitu ;

a. Terhindar dari peluang te~adinya manipulasi. Ketmlibatan ra!<yat akan

memperjelas apa yang sebetulnya dikehendaki masyarakat;

b. Memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan. Semakin

banyak jumlah mereka yang terlibat akan semakin baik;

c. Meningkatkan kesadaran dan keterampilan politik masyarakat.

Page 64: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

47

Di sisi lain peran serta masyarakat dalam proses pengambilan

keputusan memerlukan beberapa prasyarat antara lain dalam bentuk kesiapan

dari masyarakat. Keterlibatan rakyat akan menjadi penjamin bagi suatu proses

yang baik dan benar. Namun jika tidak dilakukan serangkaian upaya untuk

mengembangkan pendidikan politik, maka keterlibatan r:tkyat secara langsung

tidak akan memberi banyak arti, bahkan bisa jadi malah menjadi sumber

masalah.

Jadi, perencanaan pembangunan ptlrtisipat[,' adalah suatu pendekatan

perencanaan yang tujuannya berorientasi kepada kepentingan masyarakat,

sedangkan prosesnya melibatkan peran serta secara langsung atau tidak

langsung segenap elemen masyarakat. Tujuan dan cara harus dipandang

sebagai satu kesatuan. Suatu tujuan untLk kepentingan rakyat, yang bila

dirumuskan dengan tanpa melibatkan masyarakat, maka akan sangat sulit

dipastikan bahwa rumusannya akan berpihak kepada rakyat. Suatu perencanaan

yang ingin melibatkan kepentingan masyarakat tentu saja harus be~uang untuk

mengangkat yang tersimpan di bawah permukaan dan menggalinya secara

seksama, serta merumuskannya dengan tepat, agar tidak menyimpang dari apa

yang diinginkan masyarakat. R3si et.al (2005) menyatakan bahwa pembangunan

adalah suatu kegiatan pembangunan yang dilakukan secara sistematis dengan

melibatkan semua elemen masyarakat dilaksanakan secara terpadu untuk

mencapai tujuan dalam rangka kemakmuran masyarakat.

Hal tersebut di atas berarti, bahwa menggerakkan sebuah perencanaan

partisipatif membutuhkan prakondisi untuk mentransformasikan kapasitas

kesadaran dan h:etrampilan masyarakat, sehingga bisa keluar dari tradisi diam,

apatis, pasrah dan cenderung menyembunyikan maksud di bawah permukaan.

Selama hal ini tidak te~adi, maka partisipasi hanya akan terlihat sebagai

Page 65: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

48

fonnalitas partisipatif, sedangkan realitas sesungguhnya adalah hegemoni dan

manipulasi (Tjokroamidjojo, 2002).

Berdasarkan paradigma perencanaan sebagaimana dijelaskan di atas,

maka studi ini mencoba mengkaji arus perencanaan dari tiga sumber yakni dari

birokrasi, dari politik, dan dari masyarakat (pasar). Di antara ketiga arus

perencanaan tersebut yang selama ini dominan dalam praktek perencanaan

daerah adalah arus perencanaan yang berasal dari birokrasi. Sedangkan dua

arus yang lain sangat lemah karena sikap apatis atau posisi tawar yang lemah

dalam proses perencanaan. Ketiga arus perencanaan tersebut karena masing­

masing memiliki kelebihan dan kelemahnnya sendiri-sendiri.

2.5.2 Prinsip-Prinsip Perencanaan PartiEipatif

Model-model perencanaan sebagaimana terungkap pada bagian

sebelumnya pada garis besamya mengabaikan posisi rakyat sebagai pihak yang

seharusnya memiliki kedaulatan. Pengabaian posisi rakyat ini bertentangan

dengan konsep pemberdayaan (empowerment) yang sehe.rusnya ada!ah bagian

dari proses dan definisi pembangunan itu sendiri. Dalam pandangan Bryant dan

White (1989) mengelola peran serta (pemberdayaan) bukanlah semata-mata

melibatkan masyarakat dalam tahap perencanaan atau dalam evaluasi proyek

belaka. Dalam peran serta tersirat makna dan integritas keseluruhan proyek itu.

Peran serta merupakan sikap keterbukaan terhadap persepsi dan perasaan

pihak lain; peran serta berarti perhatian mendalam mengenai perbedaan atau

perubahan yang akan dihasilkan suatu proyek sehubungan dengan kehidupan

masyarakat; peran serta adalah kesadaran mengenai kontribusi yang dapat

diberikan pihak-pihak lain untuk suatu kegiatan.

Salah satu kegagalan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan

adalah tidak adanya desentralisasi kewenangan yc..1g diberikan kepada level

Page 66: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

49

pemerintah di bawahnya maupun masyarakat pada umumnya. Semasa rezim

Orde Baru warna sentralistis sangat kuat sehingga berdampak pada lemahnya

inovasi lokal yang seharusnya lebih memahami potensi daerah. Belajar dari

kegagalan ini selanjutnya mendorong pemerintah dan sejumlah aktor non

negara lainnnya untuk menciptakan sistem pemerintahan yang lebih

desentralistis. Kelebihan dari sistem ini adalah lebih mampu mendekatkan diri

pada persoalan dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat dan pemerintah lokal

itu s~ndiri. Mereka diberi kesempatan untuk mengidentif1kasi persoalan dan

kebutuhannya, lebih dari itu mereka diberi hak untuk ikut memutuskan kebijakan

apa yang akan dilakukan untuk daerahnya. Desentralisasi dalam pengertian ini

bukan hanya pelimpahan kewenangan antar level pemerintahan, tetapi

pelimpahan kewenangan dari pemerintah kepada masyarakat. Pemaknaan

desentralisasi seperti ini diperlukan karena perencanaan partisipatif tidak akan

berjalan selama pengambilan keputusan sepenuhnya masih dipegang oleh

pemerintah. Tentu saja harus bisa dibed:tkan secara jelas kewenangan yang

memang menj3di tugas pemerintah dan kewenangan yang menjadi arena publik.

Proses perencanaan sesungguhnya adalah perpaduan antara

kebenaran ilmu pengetahuan yang menjadi landasan berpikir dengan kekuasaan

(power) yang menjadi landasan legitimasi politik. Kondisi ini bisa menciptakan

ketegangan di antara keduanya yang antara lain ter1ihat dari manajemen proses

perencanaan yang berkepanjangan dengan struktur kelembagaan yang

ter1ampau rumit. lni adalah harga yang memang harus dibayar untuk

mendemokratiskan perencanaan, tetapi masyarakat bahkan aparat dan

politisi kadang menjadi tidak sabar terhadap output dan outcome

perencanaan. Terjadilah intervensi di lueir proses perencanaan formal yang

mendistorsi perencanaan yang dianggap sudah demokratis tersebut. Atas dasar

Page 67: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

50

itu, perencanaan partisipatif perlu memiliki prinsip organisasi dan manajemen

yang efisien dan produktif, dengan tetap memperhitungkan nilai-nilai

demokratis dalam perencanaan.

Prinsip lain yang patut diperhatikan adalah adanya jaringan kerja

kebijakan (policy network). Policy network ini merupakan pola hubungan di

antara aktor-aktor yang terlibat dalam proses pembuatan kebijakan. Dalam

konsep ini interdependensi adalah kata kL•nci yang harus dipahami. Aktor-aktor

saling berinterdependensi karena mereka tidak akan mampu mencapai tujuannya

tanpa melibatkan sumberdaya yang dimiliki aktor lain. lnterdependensi

didasarkan pada distribusi sumberdaya di antara aktor-aktor tersebut, tujuan

yang dicapai dan persepsi mereka te1tladap ketergantungan sumberdaya.

lnformasi, tujuan dan sumberdaya saling dipertukarkan dalam interaksi. Oleh

karena proses interaksi sering berulang, maka proses pelembagaan akan terjadi,

muncul penyamaan persepsi, pola partisipasi dan aturan interaksi berkembang

dan ditetapkan secara resmi.

Konsep di atas tentang 'policy network', membutuhkan prinsip

transparansi, yakni keterbukaan di antara para aktor untuk secara jujur

mengungkap segala informasi dan resources yang dibutuhkan dalam proses

perencanaan. Transparansi juga diperlukan pada tahap pengambilan keputusan

karena pada tahap ini harus ada kejelasan argumen terhadap pemilihan altematif

kebijakan dengan berbagai macam implikasinya. Dengan kata lain, transparansi

adalah persoalan membangun kepercayaan di antara pihak-pihak yang terlibat

dalam proses perencanaan.

Sedangkan Abe (2002), untuk mengorganisasikan model ini

(perencanaan partisipatif) perlu diperhatikan prinsip dasar yang penting

dikembangkan yakni :

Page 68: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

51

1. Dalam perencanaan bersama rakyat, yang melibatkan banyak orang, maka harus dipastikan bahwa di antara para peserta memiliki rasa sating percaya, sating mengenal dan salinr; bisa beke~a sama. Sebab yang hendak disusun adalah rencana aksi bersama, dengan demikian sejak awal perlu mempunyai dukungan nyata, sating percaya dibutuhkan agar dalam proses bisa be~alan dengan jujur dan terbuka, tidak merupakan ajang siasat.

2. Agar semua orang bisa berbicara dan mengemukakan pandangannya secara fair dan bebas, maka di antara peserta tidak boleh ada yang lehih tinggi dalam kedudukan. Hal ini dimaksudkan untuk membangun suatu suasana dan kondisi setara. Tujuan dasamya adalah agar semua pihak bisa mengaktualisasikan pikiran secara sehat dan tidak mengalami hambatan.

3. Perencanaan bersama rakyat harus bermakna bahwa rakyat (mereka peserta perumusan) bisa menyepakati hasil yc.mg diperoleh, baik saat itu maupun setelahnya. Harus dihindari praktek perang intelektual, dimana mereka yang berkelebihan informasi mengalahkan mereka yang miskin informasi secara tidak sehat. Keputusan yang diambil harus merupakan keputusan bersama, dan bukan hasil rekayasa satu kelompok. Untuk bisa menghasilkan keputusan bersama, dibutuhkan ;Jembahasan yang mendalam, sehingga masing-masing pihak benar-benar bisa paham sebelum keputusan diambil.

4. Suatu keputusan yang baik, tentu tidak boleh didasarkan pada dusta dan kebohongan. Prinsip ini hendak menekankan pentingnya kejujuran dalam penyampaian informasi, khususnya persoalan yang sedang dihadapi. Hal yang dipentingkan dalam soal ini adalah agar yang diungkapkan benar-benar sesuatu yang menyentuh kebutuhan dan kepentinganmasyarakat, bukan hasil rekayasa (cerita palsu)

5. Berproses dengan berdasarkan fakta, dengan sendirinya menuntut cara berpikir yang obyektif. Maksud dari berpikir obyektif adalah agar para peserta bisa berproses dengan menggunakan kesepakatan­kesepakatan yang sudah ditetapkan dan tidak berpindah-pindah dalam menggunakan pijakan.

6. Prinsip partisipasi hanya akan mungkin terwujud secara sehat, jika apa yang dibahas merupakan hal yuang dekat dengan kehidupan keseharian masyarakat yakni berfokus pada masalah-masalah masyarakat. Jika perencanaan dilakukan ditingkat desa, maka dengan sendirinya masalah yang dibahas berorientasi ke desa.

Dari pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasamya

perencanaan partisipatif memiliki prinsip sebagai berikut: (1) berori-entasi pad a

pemberdayaan (empowerment); (2) mengenal adanya desentralisasi sesuai

fungsi kewenangan masing-masing; (3) diselenggarakan melalui organisasi dan

Page 69: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

52

manajemen perencanaan yang efisien dan produktif; (4) menjamin proses

membangun networking ber1angsung efektif; (5) mengakui transparansi.

Sedangkan dalam pelaksanaan proses perencanaan partisipatif harus

memperhatikan prinsip sebagai berikut : (1) antar peserta harus saling percaya,

saling mengenal dan saling bisa beke~a sama; (2) tiap peserta berkedudukan

sama dalam forum; (3) tiap peserta bisa r.1enyepakati hasil yang diperoleh; (4)

Hasil keputusan tidak didasarkan atas dusta dan kebohongan; (5) proses

berdasarkan fakta dan berpikir yang obyektif; (6) berfokus pada masalah­

masalah kehidupan keseharian (masalah lokal).

Page 70: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

'-' UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:> Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt:t\;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSiTAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI\L

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI

VERSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITA3 BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

VERSITAS BRAWIJAYA MALANG

IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVFRSITAS BRAWIJAYA MALANG

> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG

RSITA BRA IJAYA A N UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG

Page 71: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

3.1. Jenis Penelitian

BABIU

METODE PEI'IELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih

karena peneliti ingin memperoleh gambaran tentang praktek perencanaan

pembangunan partisipatif di Kabupaten Kebumen dan kendala-kendala atau

masalah-masalah yang menghambat proses perencanaan pembangunan daerah

khususnya dengan model perencanaan parsitipatif tersebut. Sebagaimana

diketahui bahwa pendekatan penelitian kualitatif digunakan untuk

menggambarkan kehidupan manusia dan kasus-kasus terbatas, bersifat

kasuistik, namun mendalam (in depth) dan total atau menyeluruh (holistik).

McNabb (2002) mengemukakan bahwa: "Qualitative research strategies

can be grouped into three broad strategic classes: (1) Explanatof}' research

studies, (2) interpretive research studies, and (3) critical research studies.

(strategi penelitian kualitatif dapat dikelompo:<kan dalam tiga kelas : (1) penelitian

yang bersifat menjelaskan, (2) penelitian bersifat interprestasi, (3) penelitian

bersifat kritik). Selanjutnya Schwandt dalam McNabb (2002) menjelaskan yaitu:

"explanatory research as studies that a.-e conducted to develop a causal

explanation of some social phenomenon".

Untuk memahami pendekatan penelitian kualitatif, Bogdan & Taylor

dalam Moleong, (2005) mengartikan dan memahami matode kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Makna yang

terkandung dalam pendekatan kualitatif ini ditunjukk.an melalui implementasi di

Page 72: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

54

lapangan dengan melakukan pengamatan terhadap suatu geja~a. baik

pengamatan langsung melalui informasi maupun dengan mempelajari data-data

untuk dapat menjawab pertanyaan.

~elanjutnya Newman dalam lslamy (2001) menyebutkan ada 6 (enam)

karakteristilc utama penelitian kualitatif yaitu :

1. Mengutamakan konteks sosial Makna suatu tindakan sosial sangat tergantung sekali pada konteks dimana tindakan sosial terjadi.

2. Pendekatan studi kasus Peneliti mengumpulkan sejumlah besar informasi hanya pada suatu atau beberapa (sejumlah kecil) kasus, tetapi masuk kedalam dan mendetail agar dapat menemukan dan menggambarkan pola-pola dalani kehidupan, tindakan, sikap, perasaan, kata-kata dari orang­orang di dalam konteks sosialnya secara utuh dan menyeluruh.

3. Mengutamakan integritas pencliti Hubungan yang dekat anata peneliti dengan subyek penelitiannya mengharuskan peneliti menjaga integritas dirinya agar penelitiannya tetap obyektif dan tidak bias.

4. Me:nbangun teori dari data Teori dibangun dari data atau mendasar (grounded) di dalam data.

5. Mencermati proses dan sekuen Mengamati proses dan urutan peristiwa dari kasus yang dipelajari setiap saat agar dapat melihat perkembangan yang terjadi pada kasus tersebut terus menerus.

6. lnterpretasinya kaya dan mendalam lnterpretasi data dilakukan mulai dari the first order interpretation, the second interpretation dan the third order of interpretation.

Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif ini, peneliti berharap

mampu menggambarkan atau mendeskripsikan dan membahas secara

mendalam bagaimana praktik perencanaan partisipatif dalam pembangunan

daerah di Kabupaten Kebumen. Sehubungan dengan tujuan tP-rsebut, maka

penulis menggunakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif. Babbie (1995)

mengatakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan suatu

gejala atau situasi sosial agar memperoleh gambaran yang lebih akurat dari

pengamatan yang dilakukan secara lengkap.

Page 73: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

55

3.2. Fokus Penelitian

Penetapan fokus penelitian perlu dilakukan sebelum peneliti te~un ke

lapangan. Hal ini dimaksudkan untuk membatasi obyek kajian agar peneliti tidak

te~ebak pada banyak atau melimpahnya data di lapanga~ dan untuk

menghindarkan dari data yang tidak relevan dengan permasalahan dan tujuan

penelitian. Menurut Moleong (2005), fokus penelitian berfungsi untuk memilih

data yang relevan, meskipun suatu data menarik tetapi karena tidak relevan,

maka tidak perlu dimasukkan dalam data yang dikumpulkan. Fokus penelitian

kualitatif masih dapat berkembang sesuai sifatnya yang masih "emergent"

(tentative), seiring dengan perkembangan masalah yang ditemukan di lokasi

penelitian. Dijelaskan juga oleh Moleong (~005) bahwa dalam penelitian kualitatif,

fokus penelitian memiliki peran yang sangat menentukan dalam memandang dan

mengarahkan jalannya penelitian.

Dengan mengacu pada uraian di atas serta berdasarkan rumusan

masalah dan tujuan penelitian, maka fokus dalam penelitian ini dapat

diformulasikan sebagai berikut :

1. Proses perencanaan partisipatif di Kabupaten Kebumen, meliputi

a. Partisipasi stakeholder, ini mencakup:

a) Kehadiran dalam rapat dan motivasinya

b) Keikutsertaan dalam pengambilan keputusan

c) Sumbangan danalbarang/tenaga dalam proses perencanaan

d) lnformasi tentang siapa saja yang hadir, lokasi pert<3muan, ada

tidaknya narasumber

b. Proses penyampaian aspirasi oleh stakeholders: lisan atau tertulis,

c. Mekanisme ke~asama antar stakeholders,

Page 74: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

56

d. Proses pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan :

siapa yang dominan, siapa )'ang memutuskan, cara pengambilan

keputusan, apa kriteria/tolok-ukurnya.

2. Output perencanaan pembangunan daerah, ini mencakup :

a. Wujud dokumen rencana (apa, berapa den lainnya),

b. Kebutuhan siapa yang dipenuhi oleh rencana itu,

c. Perbandingan usulan rencana dengan program/proyek yang disetujui dan

disahkan dalam APBD

d. Ada tidaknya penyebaran informasi hasil rapat kepada publik.

3. Kendala-kendala dalam proses perencanaan pembangunan

a. Kendala internal

b. Kendala ekstemal

3.3. Lokasi dan Sit•Js Penelitian

3.3.1. Lokasi Peneliti3n

Dalam kaitannya dengan penentuan lokasi penelitian, menurut Moleong

(2005) bahwa cara terbaik yang perlu c1itempuh dalam penentuan lapangan

penelitian adalah dengan jalan mempertimbangkan teori substantive dan dengan

mempelajari serta mendalami fokus serta rumusan masalah penelitian.

Keterbatasan geografis, dan praktis seperti, waktu, biaya, dan tenaga, perlu pula

dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian

Berdasarkan uraian tersebut datas, maka peneliti memilih lokasi

penelitian di Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Kebumen

merupakan daerah otonom sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah. Di Kabupaten Kebumen telah diterapkan

perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerahnya. Karena itu perlu diteliti

Page 75: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

57

tentang implementasi dari perencanaan tersebut sehingga dapat diketahui

kemampuannya dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat serta kendala­

kendala atau masalah-masalah yang menghambat proses perencanaan

pembangunan daerah.

Dari sejumlah kecamatan di Kabupaten Kebumen hanya dipilih tiga

kecamatan sebagai sampel yang akan dilakukan penelitian secara lebih

mendalam dengan teknik indepth-interview dan observasi. Dipilihnya tiga

kecamatan dengan masing-masing dipilih satu desalkelurahan karena

keterbatasan waktu dan dana untuk melaku){an studi lebih luas. Untuk itu

sengaja dipilih tiga kecamatan dan tiga desa/kelurahan yang telah menerapkan

proses perencanaan partisipatif (musrenbang). Pertimbangan utama dalam

memilih kecamatan dan desanya adalah kemajuan soslal ekonomi wilayah

tersebut. 1\lasan memilih kecamatan/desa tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kecam3tan Kebumen dengan Kelurahan Kebumen adalah wilayah

perkotaan; ibul~ota kabupaten dan sebagai pusat pemerintahan,

perdagangan dan jasa utama;

b. Kecamatan Karanganyar dengan ;:>esa Grenggeng adalah desa agraris

dengan tipe semi kota yang memiliki keunggulan industri kerajinan yang

sudah cukup dikenal;

c. Kecamatan Mirit dengan Desa Rowo adalah tipe desa nelayan yang kultur

masyarakatnya masih sederhana/tradisional dan pendidikan masyarakatnya

tergolong rendah.

3.3.2. Situs Penelitian

Yang dimaksud dengan situs penelitian adalah tempat dimana peneliti

melakukan penelitian dengan mengkaji aC:anya fenomena yang ada. Dalam hal

ini yang menjadi situs penelitian adalah :

Page 76: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

58

a. Kantor Kelurahan Kebumen, Kantor/Balai Desa Grenggeng dan Kantor/Balai

Desa Rowo;

b. Kantor Camat Kebumen, Kantor Camat Karanganyar dan Kantor Camat Mirit;

c. Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kebumen

dan beberapa instansi di Kabupaten Kebumen antara lain : Kantor Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan lnformasi Komunikasi dan Pusat

Data Elektronik, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Kesehatan, Dinas

Pertanian, Dinas Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas

Permukiman dan Prasarana Daerah, Bagian Keuangan dan Bagian

Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Kebumen.

d. Press Centre Kabupaten Kebumen dan kantor atau sekretariat LSM.

e. Rumah tokoh masyarakat.

3.4. Sumber dan Jenis Data

3.4.1. Sumber Data

Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah informan,

dokumen, serta tempat dan peristiwa. lnfom1an yaitu orang-orang yang natinya

secara aktif memberikan informasi, tentang situasi dan kondisi latar belakang

serta permasalahan penelitian. Penentuan informan ini awalnya dipilih secara

sengaja (purposive) yaitu dipilih orang-orang yang dianggap tahu tentang

permasalahan penelitian ini , selanjutnya secara Snow Ball sampai mencapai

tingkat saturated (tingkat kejenuhan/tidak ditemukar. lagi informasi yang

berbeda). Setelah memasuki lapangan penelitian, peneliti menghubungi informan

tertentu untuk meminta keterangan padanya, kemudian akan terus berkembang

ke informan yang lainnya yang terkait dengan fokus oenelitian sampai diperoleh

data dan informasi yang lengkap dan menunjukkan tingkat kejenuhan informasi.

Yang menjadi informan dalam penelitian ini antara lain:

Page 77: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

59

1) Kepala Desa, BPD, LKMDILKMK, Tokoh masvarakat (kader penggerak

pembangunan desa), masyarakat umum (buruh) (di Desa Grenggeng, Oesa

Rowo dan Kelurahan Kebumen)

2) Camat, Kasi PMD, Kepala Cabang Dinas P & K, Puskesmas, PPL (di

Kecamatan Kebumen, Kecamatan Karanganyar dan Kecamatan Mirit)

3) Bupati/Sekda, DPRD termasuk Panitia Anggaran, Kepala Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah, Kepala Badan lnformasi Komunikasi

dan Pusat Data Elektronik, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan,

Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Pertanian, Kepala Dinas Keluarga

Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat, Kepala Dinas Permukiman dan

Prasarana Daerah, Kepala Bagian Keuangan, Kepala Bagian Administrasi

Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Kebumen, LSM, dan

Wartawan.

Penelitian ini juga menggunakan data pendukung yang bersumber dari

dokumen, sebagai sumber data, sifatnya hanya melengkapi data utama, yaitu

Dokumen, catatan, laporan serta arsip yang berkaitan dengan fokus penelitian

yang terdapat di Bappeda dan instansi lain yanJ terkait. Sumber data ini terdiri

dari : dokumen perencanaan pembangunan daerah (RPJP Daerah, RPJM

Daerah, RKPD, Renstra SKPD dan Renja SKPD), APBD, Petunjuk Teknis

Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dan

Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), notulen musyawarah

perencanaan pembangunan desa, musyawarah perencanaan pembangunan

kecamatan, forum Satuan Kerja Pe'"angkat Daerah dan musyawarah

perencanaan pembangunan kabupaten.

Selain itu peneliti juga melakukan pengamatan langsung ke lapangan

yaitu di wlayah Kabupaten Kebumen lokasi tempat dilaksanakannya Musyawarah

Page 78: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

60

Perencanaan Pembangunan Desa, Musyawarah Perencanaan Pembangunan

Kecamatan, Forum Satuan Ke~a Perangkat Daerah (Forum SKPD) dan

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kabupaten.

3.4.2. Jenis Data

Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data

yaitu:

a. Data Primer

Data primer peneliti peroleh dari pengumpulan data secara langsung melalui

wawancara dengan para informan yRng mengetahui informasi tentang

permasalahan penelitian, memiliki data dan bersedia memberikan data yang

berkaitan serta ada relevansinya dengan fokus penelitian.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung dalam penelitian ini yang peneliti

peroleh dari dokumen, catatan, laporan serta arsip yang berkaitan dengan

fokus penelitian.

3.5. lnstrumen Penelitian

lnstrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan peneliti dalam

mengumpulkan data dan informasi yang dipeoleh dalam penelitian. Dalam

pengumpulan data dan informasi tersebut, peneliti menggunakan instrumen

penelitian sebagai berikut :

a. Pe~1eliti sendiri, dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif,

peneliti adalah "key instrumenr atau alat penelitian utama. Peneliti dapat

secara lcmgsung menyaksikan dan mengamati fenomena yang berkaitan

dengan penelitian ini dan melakukan wawancara langsung dengan informan.

Page 79: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

61

b. Pedoman wawancara, yaitu berupa daftar pertanyaan yang akan diajukan

kepada informan dalam penelitian ini.

c. Buku catatan, alat tulis dan alat rekam lainnya, yang akan digunakan untuk

mencatat data-data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian.

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data dan informasi, peneliti sebagai key

instrument terjun ke lapangan dan berusaha mengumpulkan informasi melalui

wawancara dan pengamatan langsung di l:1pangan. Wawancara yang ctilakukan

bersifat terbuka dan tak berstruktur. Untuk memudahkc:m pengumpulan data,

maka peneliti menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara dan catatan

lapangan. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga

tahapan kegiatan, yaitu sebagai berikut:

a. Getting in yaitu persiapan memasuki kancah penelitian. Dalam tahapan ini

peneliti terlebih dulu menyiapkan berbagai hal yang diperlukan dalam proses

pengumpulan data, baik kelengkapan administrasi atau kelengkapan yang

bertlubungan dengan penelitian. Peneliti memasuki lokasi dengan membawa

ijin penelitian dan rekomendasi penelitian dari Bappeda Kabupaten

Kebumen. Setelah itu mengadakan pendekatan terhadap para informan

penelitian untuk menjelaskan rencana dan maksud kedatangan peneliti dan

berusaha untuk membuat hubungan yang lebih akrab sambil mendengarkan

informasi dari mereka sehingga dapat mengurangi jarak sosial antara peneliti

dengan sumber data (informan). Peneliti datang ke Desa Rowo menemui

Kepala Desa dan Camat Mirit, peneliti juga menemui Camat Karanganyar,

Camat Kebumen, Kepala Desa Grenggeng dan Lurah Kebumen.

b. Getting Along yaitu ketika berada di lokasi penelitian. Pada tahapan ini

peneliti berusaha menjalin interaksi personal yang lebih mendajam dan

Page 80: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

62

hannonis dengan sumber infonnasi untuk memperoleh data-data yang

relevan. Kegiatan personal interaktif ini juga untuk lebih menumbuhkan

kepercayaan dan kredibilitas terhadap peneliti. Dalam hal ini peneliti tidak

boleh mengarahkan ataupun melakukan intervensi terhadap subyek

penelitian. Peneliti juga ikut melibatkan C:iri dalam kegiatan musrenbang.

c. Logging Data yaitu saat pengumpulan data. Pada tahapan terakhir ini peneliti

mengumpulkan data penelitian yang diperlukan, maka peneliti menggunakan

teknik l)engumpulan data dengan beberapa cara antara lain:

1) Wawancara secara mend a lam (indepth interview). ~7

Wawancara mendalam dengan mempergunakan teknik wawancara

terstruktur maupun tidak terstruktur terhadap sejumlah aktorlinforman

kunci. Wawancara mendalam ini dapat dilakukan pada waktu dan konteks

yang dianggap paling tepat guna mendupatkan data yang rinci, sejujumya

dan mendalam, dan dapat dilakukan beberapa kali sesuai dengan

keperluan peneliti yang berkaitan den£an kejelasan dan kemantapan

masalah yang sedang diteliti. Peneliti menemui para informan dan

melakukan wawancara serta bediskusi dengan yang bersangkutan. Untuk

memperoleh informasi dan opini yang tajam dan mendalam peneliti

menciptakan suasana wawancara yang informal, spontan dan alamiah,

dimana informan diposisikan sebagai pemecah masalah. Dalam hal ini

wawancara dikondisikan be~alan tidak terstruktur, namun tetap dalam

kerangka fokus penelitian dan wawancara ini mempunyai sifat 'open­

ended' atau berujung terbuka, yaitu jawaban tidak terbatas hanya pada

satu tanggapan.

Page 81: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

63

2) Dokumentasi (documentation).

Pengumpulan data melalui dokumen~asi dilakukan denga1 cara mencatat

atau mengkopi dokumen-dokumen, arsip-arsip maupun data lain yang

terkait dengan masalah yang diteliti.

3) Pengamatan peristiwa (Observasi).

Kegiatan observasi peneliti lakukan dengan cara mengadakan

pengamatan langsung ke lapangan dalam pengambilan data yang ada

relevansinya dengan permasalahan penelitian, yaitu dengan ikut dalam

kegiatan musyawarah perencanaan pembangunan desa, musyawarah

perencanaan pembangunan kecama\an dan musyawarah perencanaan

pembangunan kabupaten.

3.7. Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang dipergunakan adalah

model interaktif (interactive model of analisi~) dari Miles dan Huberman (1992)

dengan prosedur reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan yang

dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Reduksi data

Proses pemilihan dan pemusatan perhadan penelitian melalui seleksi yang

ketat terhadap fokus yang akan dikaji lebih lanjut, penajaman fokus,

pembuatan ringkasan hasil pengumpulan data, pengorganisasian data

sehingga siap untuk dianalisis lebih lanjut begitu selesai melakukan

pengumpulan data keseluruhan. Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis

atr~u diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Laporan-laporan

itu periu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada

hal-hal ynng penting, dicari tema atau polanya dan disusun secara sistematis

sehingGa mudah dikendalikan. Data yang direduksi memberi gambaran yang

Page 82: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

64

lebih tajam tentang pengamatan, juga mempermudah peneliti untuk mencari

kembali data yang diperoleh bila dipe.rlukan.

b. Penyajian data

Penyajian data atau "display data" dimaksudkan agar memudahkan peneliti

untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu

dari penelitian. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti menyajikan data

dalam bentuk grafik, bagan, tabel dan teks naratif.

c. Menarik Kesimpulan dan verifikasi

Verifikasi data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan secara terus menerus

sepanjang proses penelitian berlangsung. Sejak awal memasuki lapangan

dan selama proses pengumpulan data peneliti berusaha untuk menganalisis

dan mencari makna dari data yang dikumpulkan yang dituangkan dalam

kesimpulan yang bersifat tentatif, akan tetapi dengan bertambahnya data

melalui proses verifikasi secara terus menerus maka diperoleh kesimpulan

yang bersifat grounded.

Komponen-komponen analisis data tersebut di atas dapat digambarkan

dalam sebuah bagan sebagai berikut :

Gambar 1 Analisis Data lnteraktif

Sumber: Miles dan Huberman (1992)

Page 83: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

65

3.8. Keabsahan Data

Setiap penelitian memerlukan adanya standar untuk melihat derajat

kepercayaan atau kebenaran terhadap hasil penelitian tersebut. Di dalam

penelitian kualitatif standar standar tersebut dinamakan keabsahan data. Untuk

menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pe .lleriksan yang didasarkan

pada empat kriteria (Moleong, 2005), yaitu sebagai berikut:

a. Kepercayan (credibility)

Menggantikan konsep validitas internal dari non kualitatif yang berfungsi :

pertama, melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat

kepercayaan penemuannya dapat dicapai. Kedua, mempertunjukkan derajad

kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian peneliti pada

kenyataan ganda yang sedang diteliti. Untuk memeriksa kredibilitas data

dilakukcm kegiatan sebagai berikut ;

1) Perpanjangan waktu di lapangan, hal ini dilakukan sampai data yang

diperoleh benar-benar tP,Iah mengalami tingkat saturated/l~ejenuhan.

2) Ketekunan/kecennatan pengamatan; dimaksudkan untuk menemukan

cirri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan

persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri

pada hal-hal tersebut secara rinci dan cennat.

3) Triangulasi, pemeriksaan keabsahan dat:i dengan jalan melakukan cross

check dG.ta dengan jalan membc.ndingkan data yang diperoleh dari

sumber lain dan sering menggunakan metode yang berlainan.

4) Peer debriefing; hasil penelitian didiskusikan dengan ternan

sejawat/kolega atau dengan orang yang mempunyai pengetahuan

tentang pokok penelitian dan metod'3 penelitian yang dilakukan.

Page 84: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

66

5) Kajian kasus negatif, melakukan penelitian lagi ke lapangan dengan

kajian negatif atau kebalikanlber1awanan dengan penelitian sebelumnya.

6) Pengecekan anggota; pemeriksaan keabsahan data oleh anggota

penelitian yang lain, hal ini dilakukan apabila penelitian dilakukan oleh

suatu kelompok.

b. Keteralihan (transferability)

Keteralihan sebagai persoalan empiris I:Jergantung pada kesamaan antara

konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan peralihan tersebut, maka

peneliti harus berusaha mencari dan mP.ngumpulkan data kejadian empris

dalam konteks yang sama. Dengan demikian peneliti bertanggung jawab

untuk menyediakan data deskriptif secukupnya. Hasil penelitian dapat

ber1aku di tempat lain dengan kondisi dan karakteristik yang relatif sama.

c. Ketergantungan (Dependendability)

Dilakukan dengan cara audit kebergantungan yaitu pengecekan

kebergantungan antara konsep-konsep, data-data, serta komponen dan

proses penelitian. Dalam hal ini diperlukan pertimbangan keilmuan dari

komisi pembimbing. Dalam hal ini dapat juga dilakukan "audit trail"

(memeriksa dan melacak suatu kebenaran).

d. Kepastian ( Confirmabi/ity)

Yaitu melakukan audit kepastian. Kriteria kepastian berasal dari konsep

"obyektivitas" menurut peneliti. Sesuatu itu obyektif atau tidak bergantung

pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan

penemuan seseorang. Penulis melakukan ini dengan meminta bantuan

beberapa ternan untuk melakukan uji kc:-pastian ini.

Page 85: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

'-' UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:> Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt:t\;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSiTAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI\L

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI

VERSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITA3 BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

VERSITAS BRAWIJAYA MALANG

IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVFRSITAS BRAWIJAYA MALANG

> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG

RSITA BRA IJAYA A N UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG

Page 86: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

BABIV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Kebumen

4.1.1.1 Kondisi Geografls

Kabupaten Kebumen terletak di Provinsi Jawa Tengah dengan luas

wilayah 128.111,50 ha atau 1.281,115 km2·• Tepatnya berada di bagian selatan

Provinsi Jawa Tengah dan merupakan daerah penghubung antara Jawa Timur

dengan Jawa Barat/ DKI Jakarta dengan lalu lintas yang cukup ramai pada jalur

selatan.

Apabila ditinjau dari segi astronomis, Kabupaten Kebumen terletak

diantara 109° 2i - 1 09° 50' Bujur Timur dan 7° 2i - 7° 50. Lintang Selatan.

Sedangkan batas-batns wilayah Kabupaten Kebumen secara administrarif

adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara Kabupaten Banjl:lrnegara dan Kabupaten Wonosobo

b. Sebelah Timur

c. Sebelah Selatan

d. Sebelah Barat

Kabupaten Purworejo

Samudera Indonesia

Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banyumas

Secara Administratif di Kabupaten Kebumen terdapat 26 kecamatan.

Jumlah kecamatan telah mengalami pemekaran yaitu dari 22 kecamatan menjadi

26 kecamatan pada tahun 2001. Empat kecamatan baru tersebut yaitu

Kecamatan Bonorowo yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Mirit,

Kecamatan Padureso yang tadinya berada dl wilayah Kecamatan Prembun serta

67

Page 87: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

68

Kecamatan Poncowamo dan Kecamatan Karangsambung, yang masing-masing

merupakan pemekaran dari Kecamatan Kutowinangun dan Kecamatan Sadang.

Gambar2 Peta Administrasi Kabupaten Kebumen

Sumber: Profil Daerah Kabupaten Kebumen 2006

. - -·-------.. -~·~~.:.~·- -Pf:TA

AUM l NI~T M.ASI

KAIUPATEN KEIIUMEN - -·

._,

- -

Dari 26 kecamatan di Kabupaten Kebumen terbagi menjadi 449 desa dan

11 kelurahan. Pada tahun 2005 jumlah Rukun Warga (RW) sebanyak 1.917

RW dan dibagi menjadi 6.755 RT Kelurahan yang berada di Kabupaten

Kebumen tcrdapat di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Kebumen, Kecamatan

Gombong dan Kecamatan Karanganyar. K.ecamatan terluas adalah Kecamatan

Karanggayam dengan luas wilayah 10.929,00 Ha atau 109,29 krr?. Jarak terjauh

dari ibukota kabupaten ke ibukota kecamatan adalah Kecamatan Ayah dan

Kecamatan Padureso (38 Km), secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel4.1.

Mengenai kebijaksanaan pengembangan dan pembangunan di

Kabupaten Kebumen, dibagi menjadi 3 (tiga) Sub Wilayah Pengembangan

(SWP)sebagaiberikut :

Page 88: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

69

a. SWP I dengan pusat di Kota Kebumen; meliputi kecamatan: Kebumen,

Sadang, Pejagoan, Karangsambung, Karanggayam, Karanganyar, Sruweng,

Petanahan, Klirong dan Buluspesantren.

b. SWP II dengan pusat di Kota Gombong; meliputi kecamatan: Gombong,

Sempor, Rowokele, Ayah, Buayan, Puring, Adimulyo uan Kuwaresan.

c. SWP Ill dengan pusat di Kota Prembun; meliputi kecamatan: Prembun, Alian,

Ambal, Mirit, Poncowamo, Bonorowo, Padureso dan Kutowinangun.

TabeiJ Jarak lbukota Kecamatan ke lbuko"ia Kabupaten, Luas Wilayah,

dan Banyaknya Desa/Kelurahar. di Kabupaten Kebumen

Jarak ke Luas Banyaknya lbukota Kecamatan Wilayah

Kabupaten Kelu-(km)

(Ha) Des a rahan Jumlah

~. Ayah 38 7.637,00 18 - 18

~- Buayan 33 6.842,00 20 - 20 3. Puring 24 6.197,00 23 - 23

~- Petanahan 15 4.485,00 21 - 21 5. Klirong 11 4.325,00 ~4 - 24

-----~--- ----------- ----- --~--- ------- --- - ------ --- ----

p. Buluspesantren 15 4.877,00 L1 - 21 7. Ambal 19 6.241,00 32 - 32

~- Mirit 26 4.901,00 22 - 22 9. Bonorowo 25 2.425,00 11 - 11 ~0. Prembun 19 2.296,00 13 - 13 11. Padureso 38 2.895,00 9 - 9 ~ 2. Kutowinangun 11 3.373,00 19 - 19 n3. Alian 13 6.061,00 17 - 17 ~4. Poncowamo 13 2.451,00 10 - 10 n5. Kebumen - 4.203,00 24 5 29 ~6. Pejagoan 3 3.458,00 13 - 13 n1. Sruweng 9 4.368,00 21 - 21 ~ 8. Adimulyo 19 4.343,00 23 - 23 ~9. Kuwarasan 28 J.384,00 22 - 22 t2o. Rowokele 34 5.379,50 11 - 11 t21. Sempor 25 10.015,00 16 - 16 t22. Gombong 21 1.948,00 12 2 14 t_;)3_ Karanganyar 14 3.140,00 7 4 11 t24. Karanggayam 21 10.029,00 19 - 19 1;)5. Sadang 19 5.411,00 7 - 7 t26. Karangsambung 17,8 6.527,00 14 - 14

Jumlah XXX 128.111,50 449 11 460

Sumber: Profil Daerah Kabupaten Kebumen 2006

Page 89: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

70

Jenis-jenis tanah yang ada di Kabupaten Kebumen dapat dibedakan atas;

Ta11ah Alluvial, Tanah Latosol, Tanah Podsolik, Tanah Regosol, Asosiasi Glei

Humus dnn Alluvial Kelabu, Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat, dimana

potensi tanah seperti tersebut di atas menunjukkan di Kabupaten Kebumen

sebagian wilayahnya tergolong cukup subur, sehingga dapat difungsikan sebagai

lahan pertanian, hanya di beberapa bagian wilayah kurang m:~mpu untuk

ditanami, seperti di sebagian wilayah Kecamatan Sempor, Karanggayam,

Sadang dan Alian.

Dari Luas Wilayah Kabupaten Kebumen, tercatat penggunaan lahan

untuk persavvahan sebesar 39.745 Ha atau 31,02% dari luas wilayah darat.

Sisanya sebesar 88.366 Ha berupa lahan kering. Sebagian besar lahan sawah

pada tahun 2006 merupakan sawah irigasi teknis yaitu mencapai 18.399,00 Ha

atau 46,29 persen dari total lahan sawah dan hampir seluruhnya dapat ditanami

dua kali dalam setahun. Sawah yang teririgasi secara sederhana seluas 8.053.

(20.26%). Sisanya berupa sawah tadah hujan dengan luas 13.293,00 Ha atau

33.45 persen dari totallahan sawah.

Sedangkan lahan kering digunakan untuk bangunan seluas 36.399,00

hektar (41 ,19%), tegalanlkebun seluas 28.988,00 hektar (32,80°/'J) serta hutan

negara seluas 16.861,00 hektar (19,08%) dan sisanya digunakan untuk

padang penggembalaan, tambak, kolam, tanaman kayu-kayuan, serta lahan

yang sementara tidak diusahakan dan tanah lainnya. Perubahan penggunaan

lahan dari tahun 2003 tidak ter1alu signifikan dengan proporsi persentase yang

relatif sama hingga tahun 2006.

Page 90: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

71

4.1.1.2 Kondisi Topografis

Secara topografis Kabupaten Kebumen berada pada ketinggian di atas

permukaan laut pad a range 0 - 997.5 mdpl dengan panjang garis pantai

sepanjang 57.5 km. Kemiringan tanah di wilayah Kabupaten Kebumen dapat

dikelompokkan dalam 4 tingkatan, yaitu:

a. 0 -2% (datar), meliputi lebih dari separuh wilayah Kabupaten Kebumen yaitu

kurang lebih seluas 66.953,16 ha atau sekitar 52,26%.

b. 2 -15% (bergelombang), meliputi luas wilayah sebesar kurang lebih 5.944,37

ha atau sekitar 4,64 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Kebumen.

c. 15 -40% (curam), meliputi luas wilayah sebesar kurang lebih 21.919,37 ha

atau sekitar 17,11% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Kebumen.

d. Lebih dari 40% (sangat curam), meliputi luas wilayah sebesar kurang lebih

33.294,6 atau sekitar 25,99 dari seluruh luas wilayah Kabupaten Kebumen.

Pada tahun 2005 curah hujan di Kabupaten Kebumen lebih tinggi dari

tahun-tahun sebelumnya, sedangkan pada tahun 2006 curah hujan berada pada

titik terendah pada periode 4 tahun ke belakang (sejak tahun 2003) Tercatat

curah hujan sebesar 3.062,00 mm dan hari hujan sebesar 113 hari. Namun hal

tersebut tidak merubah keadaan iklim secara umum. Suhu terendah te~adi pada

bulan Agustus yaitu sebesar 14.50°C. Dengan suhu rata-rata pada tahun 2006

sebesar 28.50° C· kelembaban udara 75.50 % dan kecepatan angin 1.15 knot.

Data iklim ini secara umum sangat penting untuk menentukan pola tanam

dari petani, mengingat Kabupaten Kebumen sebagian besar penduduk

merupakan petani. Dengan adanya data iklim ini maka diharapkan akan

diperkirakan dengan lebih akurat kapan bulan kering dan kapan bulan basah,

sehingga para petani dapat menentukan jenis tanaman yang tepat pada waktu

yangtepat.

Page 91: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

72

4.1.1.3 Kondisi Kependudukan

Secara garis besar kondisi penduduk dalam suatu wilayah dapat ditinjau

dari dua aspek yaitu aspek kuantitas dan aspek kualitas. Asp9k kuantitas

diantaranya meliputi: jumlah penduduk yang besar, pertumbuhan yang cepat,

dan persebaran penduduk antar wilayah yang tidak merata, dalarn artian sesuai

dengan kemampuan daya tampung wilayah. Sedangkan aspek kualitas

penduduk dar.at dilihat dari kondisi kualitas sumber daya manusianya, tingkat

pendidikannya, tingkat kesehatannya dan tingkat kesejahteraannya.

Dalam setiap pelaksanaan kegiatan pembangunan, penduduk merupakan

faktor penentu, karena penduduk tidak saja berperan sebagai pelaku tetapi juga

sebagai sasaran pembangunan. Oleh karena itu pengelolaan penduduk perlu

diarahkan pada pengendalian kuantitas, p~ningkatan kualitas serta pengarahan

mobilitas sehingga mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang menunjang

kegiatan pembangunan.

Jumlah penduduk Kabupaten Kebumen mengalami peningkatan yang

cukup berarti dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2006, yaitu dari 1.193.978

pada tahun 2003 menjadi 1.222.343 orang pada tahun 2006, dengan sex ratio

pada tahun 2006 sebesar 102. Yang berarti jumlah penduduk pria lebih banyak 2

orang pada setiap 100 penduduk perempuan. Jumlah tersebut menempatkan

Kabupaten Kebumen sebagai Kabupaten kedelapan dengan jumlah penduduk

terbanyak di Jawa Tengah. Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten

Kebumen dalam 4 (empat) tahun terakhir dapat dilihat dalam gambar 3 berikut:

Page 92: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

Gambar3 Jumlah Penduduk Kabupaten Ket>umen Menu rut Jenis Kelamin

Tahun 2003 - 2006

620.000

615.000

610.000

605.000

600.000

595.000

590.000

585.000

580.000

575.000 2003 2004 2005 2006

Sumber : Profil Daerah Kabupaten Kebumen 2006

c Laki-laki

•Perempuan

73

Laju pertumbuhan penduduk mengalami penurunan dari tahun 2003

sampai tahun 2006. Pada tahun 2003 laju pertumbuhan sebesar 0.86% dan

tahun 2006 sebesar 0.79%. Sehingga bisa dil<atakan program Keluarga

Berencana yang mulai digalakkan pada era orde baru sebagai salah satu metode

pengendalian jumlah penduduk di Kabupaten Kebumen cukup berhasil

dilaksanakan.

Dilihat dari persebarannya tampak jumlah penduduk dan tingkat

kepadatannya masih belum merata di setiap kecamatan. Kepadatan penduduk

(Population Density) merupakan suatu rasio antara jumlah penduduk dengan

luas wilayah, ukuran ini dapat digunakan untuk memperoleh gambaran tentang

kemampuan wilayah dalam memberikan daya tampung dan daya dukung

terhadap penduduk yang ada.

Seiring bertambahnya penduduk, kepadatan penduduk juga rneningkat

pula. Kepadatan penduduk Kabupaten Kebumen tahun 2006 sebesar 954

Page 93: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

74

jiwalkm2 atau tumbuh sebesar 0.74 persen dari tahun sebelumnya. Secara lebih

rinci dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :

Tabel4 Kepadatan penduduk per Kecamatan tahun 2003 - 2005

No. Kecamatan 2003 2004 2005

PerKm Per Desa PerKm Per Desa PerKm Per Desa

1 2 3 4 5 6 7 8

1 jAyah 699 2.965 704 2.985 711 3.015

2 Buayan 796 2.724 805 2.756 812 2.778

3 Puring 831 2.239 838 2.258 840 2.263

4 Petanahan 1.141 2.436 1.149 2.453 1.155 2.465

5 Klirong 1.240 2.235 1.253 7.258 1.259 2.269

6 Buluspesantren 1.047 2.432 1.059 2.459 1.063 2.469

7 ~mba I 880 1.717 884 1.723 888 1.731

8 Mirit 871 2.073 877 2.086 877 2.087

9 Bonorowo 941 1.789 945 1.795 945 1.797

10 Prembun 1.189 2.099 1.192 2.105 1.194 2.109

11 Padureso 477 1.533 483 1.554 486 1.562 -------- -----·----- ---------·

12 Kutowinangun 1.321 2.345 1.332 2.364 1.349 2.395

13 ~lian 996 3.595 1.002 3.617 1.012 3.653

14 Poncowamo 566 1.407 571 1.420 578 1.438

15 Kebumen 2.830 4.102 2.849 4.130 2.867 4.156

16 Pejagoan 1.359 3.615 1.368 3.639 1.394 3.708

17 jsruweng 1.307 2.720 1.315 2.735 1.331 2.768

18 ~dimulyo 774 1.462 781 1.475 793 1.497 f---

19 Kuwarasan 1.236 1.901 1.248 1.920 1.256 1.931

20 Rowokele 791 3.870 801 3.920 806 3.943

21 ISempor 633 3.959 638 3.992 642 4.019

22 !Gombc•ng 2.391 3.328 2.414 3.359 2.428 3.378

23 Karanganyar 1.102 3.145 1.112 3.175 1.125 3.210

24 Karanggayam 472 2.713 474 2.728 479 2.757

25 lsadang 343 2.6G1 347 2.691 351 2.720

26 Karangsambung 677 3.152 681 3.169 691 3.214

Kebumen 932 2.696 939 2.616 947 2.637

Sumber: Profil Daerah Kabupaten Kebumen 2006

Page 94: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

75

Distribusi penduduk menurut kecamatan memperlihatkan bahwa

Kecamatan Kebumen mempunyai penduduk terbanyak yaitu mencapai 118.006

jiwa atau 9,94 persen dari total penduduk Kabupaten Kebumen. Sedangkan

kecamatan dengan penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Padureso

(pecahan Kecamatan Prembun) yaitu sebanyak 13.809 jiwa atau 1,16 persen

dari total penduduk Kabupaten Kebumen.

Sedangkan kepadatan penduduk menurut kecamatan seperti yang

disajikan pada tabel 4 tampak berfluktuatif. Terdapat 12 kecamatan dengan

kepadatan penduduk di atas kepadatan penduduk rata-rata kabupaten.

Kecamatan-kecamatan tersebut rata-rata terletak disekitar pusat-pusat

pengembangan seperti Kecamatan Kebumen, Pejagoan, Alian, Klirong,

Petanahan, Buluspesantren, Kuwarasan, Gombong, Karanganyar, Sruweng,

Kutowinangun, dan Prembun. Kecamatan Kebumen mempL'nyai kepadatan

penduduk tertinggi (2.867 jiwa/km2>, sedangkan Kecamatan Sadang dengan

kepadatan penduduk terendah (351 jiwa/km2).

Perkembangan penduduk berdasarkan struktur umur pada tahun 2005 di

Kabupaten Kebumen didominasi oleh kelompok penduduk usia produktif, yaitu 15

-64 tahun (61.91%), kemudian usia anak-anak 0- 14 tahun (30.45%) dan usia

tua 65 tahun ke atas sebesar 7 .64%. Selengkapnya dapat dilihat pad a gam bar 4.

Dari umur penduduk dapat pula diketahui rasio ketergantungan (dependency

ratio) sebesar 61.52 persen, yang berarti setiap 100 orang penduduk usia

produktif (15 - 64 tahun) rata-rata mempun1ai beban tanggungan sebanyak 62

sampai 63 orang penduduk usia non produktif. Dilihat dari r.ebaran penduduk per

kecamatan, maka Kecamatan Gombong dengan rasio ketergantungan sebesar

52.51 persen adalah yang terendah, sedangkan Kecamr.~tan Alian dengan rasio

ketergantungan sebesar 69.75 persen adalah yang tertinggi.

Page 95: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

76

Gambar4 Jumlah Penduduk Kabupaten Kebumen Berdasarkan Range Umur

75+

-74

-69

-64

-59

-54

-49

-44

-39

-34

-29

-24

15-19

10 - 14

5-9

0-4

80 60 40 20 0 20 40 60 80

Sumber: Profil Daerah Kabupaten Kebumen 2006

Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting guna menunjang

proses perencaan pembangumm daerah.Tingkat pendidikan penduduk sangat

mempengaruhi pol a pikir mereka dalam kehidupan sehari-hari , termasuk dalam

memahami tentang perencanaan pembangunan. Keadaan penduduk menurut

tingkat pendidikannya dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini :

Tabel5 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 20()3 - 2005

No. Jenjang Pendidikan Jumlah (jiwa)

2003 2004 2005

1. Tidak/Belum Tamat SO 341 .095 341.149 343.310

2. so 465.885 463.786 471.676

3. SMP 159.017 157.064 161 .668

4. SMA 105.587 104.281 106.421

5 . Akademi/Oiploma 11 .225 11 .097 11 .309

6 . Sarjana 8 .358 8.305 8.418

Sumber: Kabupaten Kebumen Dalam Angka 2006

Page 96: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

77

Angkatan ke~a adalah penduduk usia kerja yang terlibat atau berusaha

terlibat dalam kegiatan produktif, karena itu angkatan kerja terdiri dari mereka

yang bekerja, sementara tidak bekerja dan yang mencari pekerjaan. Dependency

ratio terhadap penduduk usia produktif 3ebagai usia angkatan k•3rja sebesar

61.52 % terhitung mencukupi. Yang berarti ketersediaan penduduk usia produktif

cukup memadai. Dalam hal ini, aspek yang terhubung adalah aspek

ketenagakerjaan dimana jumlah pencari kerja meningkat secara proporsional

sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk usia produktif.

Angka angkatan kerja dari tahun 2003 hingga tahun 2006 terjadi lonjakan

sebesar 82%. Dari jumlah angkatan kerja tersebut tiga per empat diantaranya

masuk dalam kategori penganggur terbuka dan sisanya merupakan setengah

penganggur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table 6 berikut :

Tabel6 Ketenagakerjaan Kabupaten Kebumen Tahun 2003-2006

KETENAGAKERJAAN 2003 2004 2005 2006

a. Penduduk 15 tahun keatas 553.000 673.135 730.006 830.150

b. Angkatan Kerja 21.7'10 27.368 23.772 39.550

c. Setengah Penganggur 6.150 10.315 2.778 10.200

d. Penganggur Terbuka 15.560 17.053 20.994 29.350

Sumber: Data Disnakertrans Kabupaten Kebumen 2(106

Disisi lain angka perkembangan lapangan pekerjaan dan investasi yang

terjadi di Kabupaten Kebumen sangat rendah. Hal ini tercermin pada masih

tingginya jumlah pekerja di lapangan usaha di bidang pertanian, kehutanan,

perkebunan dan perikanan, yaitu 331.905 orang atau 49.94% dari angkatan kerja

yang ada di Kabupaten Kebumen.

Banyaknya pekerja menurut lapangan usaha memberikan gambaran

mengenai potensi masing - masing sektor perekonomian dalam menyerap

Page 97: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

78

tenaga kerja. Komposisi mata pencaharian penduduk Kabupaten Kebumen

berdasarkan sektor usaha, serta perkembangan dari tahun ke tahun dapat

ter1ihat dalam gambar 5 berikut :

Gambar5

Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Kebumen 2003- 2006

Grafik Komposisi M ata Pencaharian Penduduk Kabupaten Kebumen Tahun 2003-2006

:l50,000

300,000

250,000

200,000

150,000

50,000

2003 2004 2005 2006

Tahun

Sumber : Profil Daerah Kabupaten Kebumen 2006

0 a. Pertanian, kehlianan,

perbwuan

• b. lndusti pengolahan

0 c. l.istik ' gas dan ar

0 d. Bangtman

• e. Perdagangan besar, ecaran,

0 f. Angkutan, penggudangan dan komunikasi

• g. KeuMQan. aslK811Si, usaha sews bangunan, lanah dan

jasa perusahaan 0 h. Jasa k•lmasyarakalan

Dari gambar tersebut dapat ter1ihat dominansi mata pencaharian di

Kabupaten Kebumen bertumpu pada sektor agraris. Konsentrasi mata pencarian

penduduk pada sektor ini telah memberikan tekanan yang tinggi terhadap

kelestarian alam. Eksploitasi terhadap lahan maupun perairan laut telah terjadi

dalam waktu beberapa tahun terakhir terjadi sebagai akibat dari ledakan jumlah

pengangguran. Di sisi lain pemecahan masalah ketenagakerjaan selama ini

sedikit terbantu oleh penempatan tenaga kerja ke luar negeri, namun

perkembangan yang bersifat fluktuatif dari tahun ke tahun menyebabkan sektor

tersebut belum terialu dapat diandalkan sebagai solusi dalam mengatasi

pengangguran.

Page 98: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

79

4.1.1.4 Keadaan Ekonomi

4.1.1.4.1 Pertumbuhan Ekonomi

lnfonnasi perkembangan perekonomian sangat diper1ukan untuk

menyusun perencanaan dan melakukan evaluasi pembangunan perekonomian.

Salah satu data statistik yang diper1uken untuk kegiatan perencanaan dan

evaluasi ekonomi makro adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB}.

Dengan tersedianya data Produk Domestik Regional Bruto, strategi dan

kebijaksanaan pembangunan perekonomian yang telah diambil dapat dievaluasi

kembali, untuk diperbaiki atau dilanjutkan pada masa yang akan datang.

Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan pendapatan masyarakat suatu

wilayah (region} per1u disajikan pendapatan regional secara berkala yang dapat

digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan regional/daerah khususnya

di bidang ekonomi. Angka-angka Pendapatan Regional atau Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB} merupakan suatu indikator berupa data agregat yang

dapat dipakai untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Disamping itu PDRB juga dapat dipakai sebagai bahan evaluasi dari hasil

kegiatan pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan baik oleh pemerintah

maupun non pemerintah.

Tabel 7 berikut ini menyajikan perkembangan PDRB Kabupaten

Kebumen baik atas dasar harga ber1aku maupun harga konstan dengan tahun

dasar tahun 2000.

Page 99: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

80

Tabel7 PDRB Kabupaten Kebumen 2003 - 2006*)

TAHUN BERLAKU KONSTAN

PDRB PERTUM PENDAPATAN PDRB PERTUM PENDAPATAN BUHAN PERKAPITA BUHAN PERKAPITA

(Ribuan (%) (Rupiah) (Ribuan (%) (Rupiah) rupiah) rupiah)

2003 2.886.017,95 9,79 1.824.202,28 2.260.404,12 2,93 ~ .533.693,13

2004 3.055.784,64 5,88 2.053.590,72 2.287.004,79 1 '18 1.547.926,38

2005 3.497.757,38 14,46 2.352.631,28 2.360.449,90 3,21 2.360.449,90

2006*) 3.698.225,54 5,73 2.409. 154,15 2.413. 954,72 2,27 2.193.558,19

*) Angka Proyeksi

Sumber: Profit Daerah Kabupaten Kebumen 2006

Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku Kabupaten

Kebumen pada tahun 2005 mencapai 3.497.757,38 ribu rupiah, sebagian besar

dari nilai tersebut berasal dari sektor pertanian. Rata-rata PDRB per-kapita atas

harga berlaku pad a tahun itu mencapai 2.352.631 ,90 rupiah, yang berarti

mengalami kenaikan sebesar 299.040,56 rupiah atau sebesar 14,56% dari tahun

sebelumnya.

Kemudian dari perbandingan nilai PDRB untuk harga konstan pada tahun

2005 sebesar 2.360.449,90 ribu rupiah, dengan tahun 2004 sebesar

2.287.004,79 ribu rupiah, maka dapat diketahui pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Kebumen untuk tahun 2005 yaitu sebesar 3.21 %.

Tingkat pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh perubahan nilai total

PDRB tahun bersangkutan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari

Tabel 7 dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 secara agr~gat PDRB

Kabupaten Kebumen menurut harga berlaku naik sebesar 441.972,74 juta

rupiah atau tumbuh sebesar 14,46 persen. Angka laju pertumbuhan ini lebih

tinggi bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan tahun 2004 yang tercatat

sebesar 5,88 persen. Sedangkan menurut harga konstan 2000, PDRB tahun

Page 100: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

81

2004 terjadi kenaikan sebesar 73.445,11 juta rupiah atau tumbuh sebesar

3,21 persen dibandingkan tahun 2004. Pertumbuhan ekonomi rm sebesar 3,21

persen pada tahun 2005 ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan

ekonomi tahun 2004 yang sebesar 1,18 persen. Sedangkan nilai rata-rata

pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir (2001 - 2005) atas dasar

harga berlaku sebesar 10,96 persen dan atas dasar harga konstan 2000

sebesar 2,54 persen.

Dilihat dari kontribusi dari masing-masing lapangan usaha, maka PDRB

Kabupaten Kebumen masih didominasi oleh 4 lapangan usaha, yaitu: Pertanian,

Jasa-jasa, Perdagangan dan lndustri Pengolahan. Komposisi tersebut tidak

mengalami perubahan sejak tahun 2003 hingga 2005, sehingga diasumsikan

kondisi pada tahun 2006 pun penumpuan sektor lapangan usaha, masih sama

seperti tahun-tahun sebelumnya. Distribusi persentase PDRB menurut sektor

lapangan usaha Kabupaten Kebumen dapat dilihat pada tabel 8 berikut:

Tabel8 Persentase Kontribusi sektor PDRB Kabupaten Kebumen

Sektor Lapangan Usaha TAHUN

2003 2004 2005 2006 *)

a. Pertanian, petemakan, kehutanan, perikanan 36,14 34,79 34,53 33,55

b. Pertambangan & penggalian 5,84 6,25 6,33 6,63

c. lndustri pengolahan 10,63 10,56 10,03 9,81

d. Listrik, gas, air bersih 1,18 1,24 1,22 1,25

e. Bangunan 4,78 4,70 4,66 4,59

f. Perdagangan, hotel & restoran 11,13 10,93 10,89 10,75

g. Pengangkutan & komunikasi 5,25 5,39 5,58 5,74

h. Keuangan, persewaan, jasa perusahaan 4,69 5,26 5,20 5,56

I. Jasa-jasa 20,36 20,88 21,56 22,13

Sumber: Profil Daerah Kabupaten Kebumen 2006

Page 101: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

82

4.1.1.4.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah Kabupaten Kebumen dalam 5

tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2006 anggaran pendapatan

sebesar 638.880,889 juta rupiah, sedangkc.n anggaran belanja sebesar

703.949,921 juta rupiah. Peningkatan nilai anggaran baik untuk pendapatan

maupun belanja meningkat cukup tajam jika dibandingkan dengan APBD tahun

2003. Namun jika dilihat dari segi realisasi, terjadi penurunan penyerapan

anggaran, dari 97% terserap pada tahun 2003 menjadi 85% pada tahun 2005

dan turun lagi menjadi 48.72% pada tahun 2006. Kecenderungan tidak

terserapnya anggaran disebabkan bebe:rapa proyek fisik yang seharusnya

dikerjakan pada tahun berjalan tidak terselesaikan tepat pada waktunya,

sehingga harus diluncurkan pada tahun anggaran berikutnya.

Dari segi pendapatan, tahun 2006 terjadi selisih antara pagu dan realisasi

yang bernilai negatif, sementara pada tahun-tahun sebelumnya realisasi

pendapatan selalu lebih tinggi dari pagu yang di anggarkan. Selisih tersebut

mencapai 19.75% atau sebesar 126.147,335 juta rupiah.

4.1.2 Proses Perencanaan Pembangunan Daerah di Kabupaten Kebumen

Sebagaimana kita ketahui, dengao berlakunya Undang-Undang Nomor

17 tahun 2003 tentang Keuangan Negam dan Undang-Undang Nomor 25

tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), telah

memberikan pengaruh yang cukup m€·ndasar dalam proses perencanaan

pembangunan di daerah. Diantaranya, ialah diberlakukannya kembali Rencana

Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) duapuluh tahunan dan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) lima tahunan serta berubahnya

nomenklatur Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (REPETADA) menjadi

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (HKPD) yang merupakan rencana

Page 102: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

83

pembangunan tahunan yang menjadi pedoman penyusunan Rencana Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Secara formal, produk RPJP akan

dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perdc), RPJM dan RKPD akan

dituangkan dalam bentuk Peraturan Kepala Daerah (Peraturan Bupati/VValikota).

Ruang lingkup perencanaan berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2004 baik

nasional maupun daerah disajikan pada Tabel 9 berikut ini :

Tabel!l Ruang Lingkup Perencanaan Berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2004

Nasional Daerah

Rencana Pembangunan Jangka Rencana Pembangunan Jangka Panjang l\lasional (RPJP Nasional) Panjang Daerah (RPJP Daerah)

Rencana Pembangunan Jangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional) Menengah Daerah (RPJM Daerah)

Rencana Strategis Rencana Strategis Satuan Kerja Kementrian/Lembaga (Renstr<l KL) Perangkat Daerah (Renstra SKPD)

Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Rencana Kerja Pemerintal1 Daerah (RKPD)

Rencana Kerja Kementrian/Lembaga Rencana Kerja Satuan Kerja (Renja KL) Perangkat Daerah (Renj<l SKPD)

Sumber: Bappeda Kabupaten Kebumen 2007

Berdasarkan uraian dalam Tabel 9 tersebut diatas dokumen-dokumen

perencanaan pembangunan di daerah s~ma eli seluruh Indonesia. Dokumen-

dokumen perencanaan tersebut khususnya di Kabupaten Kebumen seluruhnya

telah disusun. Dokumen perencanaan yang disusun dalam musrenbang tahun

2007 adalah RKPD dan Renja SKPD untuk tahun anggaran 2008.

Gambar 6 berikut ini disampaikan alur perecanaan dan penganggaran

berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2004 (UU SPPN) dan UU Nomor 17 Tahun

2003 (UU Keuangan Negara).

Page 103: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

84

Gambar6 Alur Perencanaan dan Penganggaran

jPedomat -l Ren)l • P8 ~~omanj Rincian Renstra RKA·KL r-----KL KL APBN

"lJ "lJ«D

I Pedoman II I I

c 3 Diacu Cll ~ a-· ::I

Dljabar

Rk:P I ~l -RPJP I Pedoman - !Ia

RPJII kan.. ::r RAPBN f--t APBN

Naslonal ........., ,. . ~-

I Dlacu I

D/perllatikan : _I : Dlserasllcan melalul Musrenbang I .,.

RPJP I Pedoma'l.. II RPJII ~ RKP Pe foman

-------RAPBD APBD

Daerah Daerah n Daenh

c~ I Pedoman I I Dlacu I !Ia 3

~ (D !Ia :::::t •

Renstral I Renja •

.--'--- ::I" ::::I !l'edoma Pee oman J RK • Rincian s-

~KPD f-----. ::r SKPD ..

SKPD APBD

I uu SPPN I .------·----~l~u~u~KNN+I--------~•

Sumber: Bahan Sosialisasi tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2005

Keterangan Gambar :

RPJP RPJM RKP KL SKPD RKA-KL RKA-SKPD UU SPPN UU KN RAPBN RAPBD APBN APBD

: Rencana Pembangunan Jangka Panjang : Rencana Pembangunan Jangka Menengah : Rencana Ke~a Pemerintah : Kementrian/Lembaga : Satuan Kerja Perangkat Daerah : Rencana Ke~a Anggaran Kementrian/Lembaga : Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah : Undang-undang Sitem Perencanaan Pembangunan Nasional : Undang-undang Keuangan Nega;a : Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara : Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Dari gambar 6 di atas dapat dijelaskan bahwa alur perencanaan

pembangunan dan penganggaran di daerah adalah sebagai berikut; Pemerintah

Daerah menyusun RPJPD, RPJPD menjadi pedoman bagi penyusunan RPJMD.

RPJMD dijabarkan menjadi RKPD disusun berdasarkan hasil Musrenbang.

Page 104: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

85

RPJMD juga menjadi pedoman bagi penyusunan Renstra SKPD, berdasarkan

pada Renstra SKPD perangkat daerah menyusun Rencana Kerja SKPD. Dalam

penyusunan Recana Kerja SKPD perangkat daerah mengacu pada RKPD.

Gambar 4.5 menunjukkan keterkaitan alur perencanaan pembangunan antara

Pusat dan Derah dimana RPJP Nasional menjadi acuan dalam menyusun RPJP

Daerah. Sedangkan RPJM Nasional dapat menjadi bahan pertimbangan dalam

menyusun RPJM Daerah. RPJM Daerah dijabarkan dalam RKPD yang

diserasikan dengan RKP (Nasional) melalui Musrenbang Nasional. Sedangkan

alur penganggaran APBD dan APBN melalui proses perencanaan yang

berdasarkan pada Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional. Sistem penganggarannya berdasarkan

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Di Kabupaten Kebumen mekanism~ per<3ncanaan pembangunan daerah

dapat dilihat secara jelas pad a gam bar 7 berikut ini :

Gambar4.6 MEKANISME PERENCANAAN

Desa/Kelurahan Kecamatan~

~~ ·~ ~

• Renja SKPD

BAPPEDA-:--..4 . •••••••••••••••••••• .......,....,..,...,.=-

Sumber : Bappeda Kabupaten Kebumen 2007

DPRD

Page 105: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

86

Semenjak tahun 2005 perencanaan pembangunan daerah dirasa lebih

baik dibanding sebelumnya karena telah mengacu pada rencana ke~a (working

plan) sehingga rencana lebih realistis karena didalamnya menyangkut input

melalui proses musyawarah dan dapat diketahui output dan outcomenya.

Sedangkan perencanaan sebelum otonomi daerah usulan berupa dat'tar usulan

yang tidak terbatas. Perbedaan antara perencanaan pembangunan terdahulu

(sebelum otonomi daerah) dan perencanaan pembangunan setelah tahun 2005

adalah perencanaan pembangunan daerah saat sekarang lebih menekankan

pada proses musyawarah untuk mufakat dalam memutuskan kebijakan

pembangunan (menentukan prioritas kegiatan pembangunan), secara lebih jelas

dapat dilihat pada table 10, berikut:

Tabel10 Perbedaan Perencanaan Pembangunan

Sebelum Sebelum Otonomi Daerah dan Sesudah Otonomi Daerah

No. Sebelum Otonomi Daerah Sesudah Otonomi OCJerah (Tahun 2005)

-~------- --

Pelaksa11aan melalui Musrenbang

1. Pelaksanaan melalui rapet yang menenkankan pada koordinasi pembangunan. musyawarah.

Hanya berupa daftar Usulan - Berdasarkan rencana ke~a

"Shopping List" (working plan), meliputi:

2. a. Usulan sebanyak-banyaknya. a. Input (anggaran, tenaga ke~a)

b. Usulan seindah-indahnya. b. Kegiatan (proses).

c. Tidak terbatas. c. Output/outcome.

Hasilnya berupa Repetada Hasilnya RKPD (Rencana Ke~a

3. (Rencana Pembangunan Daerah Perangkat Daerah)

Tahunan) '----

Sumber: Bahan Sosialisasi tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2005

Adapun keterkaitan antara RPJP, RPJM dan RKPD adalah, bahwa RPJP

merupakan dokumen perencanaan komprehensip duapuluh tahunan, yang

Page 106: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

87

memuat vis:, misi dan arah pembangunan jangka panjang, dan menjadi pedoman

dalam penyusunan RPJM dan RKPD. Oleh karena itu, RPJPIRPJM merupakan

cita-cita besar dan sangat mungkin akan mengubah jalan hidup orang banyak,

sehingga dalam penyusunannya perlu partisipasi masyarakat, sebagaimana

diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 53 tahun 2004

tentang Partisipasi Masyarakat dalam Proses Kebijakan Publik.

Dalam pelaksanaan proses perencanaan pembangunan daerah

mencakup lima pendekatan dalam seluruh rangkaian perencanaan

pembangunan daerah yaitu : pendekatan politik, pendekatan teknokratik,

pendekatan partisipatif, pendekatan atas-bawah, dan pendekatan bawah-atas.

Perencanaan pembangunan dengan pendekatan politik dilaksanakan melalui

kesepakatan politik antara eksekutif dan legislatif di daerah. Perencanaan

pembangunan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan

menggunakan metoda dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan

kerja yang secara fungsional bertugas untuk menyusun perencanaan

pembangunan daerah dalam hal ini BAPPEDA (Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah). Perencanaan pembangunan dengan pendekatan

partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan

terhadap pembangunan (stakeholder). Pelibatan rrereka adalah untuk

mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Sedangkan pendekatan

atas-bawah dan bawah-atas dalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang

pemerintahan.

Perencanaan pembangunan daerah selama ini telah mengalami berbagai

perubahan seiring dengan adanya perubahan peraturan perundangan yang

mengaturnya. Befl(enaan dengan sistem perencanaan pembangunan daerah di

Kabupaten Kebumen, Bapak Kepala Bappeda mengemukakan bahwa:

Page 107: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

88

"Perencanaan pembangunan daerah yang saat ini dilaksanakan di Kabupaten Kebumen adalah perencanaan pembangunan dengan pendekatan partisipatif yaitu dengan melibatkan berbagai komponen pemegang peran pembangunan (stakeholders), disamping itu pemerintah daerah juga memberikan acuan dasar atau garis besar perencanaan agar tidak ter1epas dari dokumen perencanaan RPJP Daerah dan RPJM Daerah dan perencanaan dapat terarah. Mengenai pelaksanaannya proses perencanaan pembangunan daerah dlmulai secara bertahap dari tingkat desa (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa/Musrenbangdes), kecamatan (musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan/ Musrenbangcam) dan Kabupaten (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kabupaten/Musrenbangkab)." (Wawancara tanggal 22 Maret 2007)

Selanjutnya Bapak Camat Mirit mengemukakan :

Menurut saya proses perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen telah menerapkan model perencanaan partisipatif yaitu perencanaan yang melibatkan masyarakat yang dilaksanakan melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) dimulai dari tingkat dusun, tingkat desa, tingkat kecamatan dan kabupaten." (Wawancara tanggal, 9 April 2007)

Prosedur top-down dalam per~ncanaan pembangunan daerah di

Kabupaten Kebumen tetap dilaksanakan, sehingga perencanaan kegiatan yang

diusulkan oleh masyarakat tidak menyimpang dan terarah kepada apa yang telah

ditetapkan melalui Peraturan Daerah (RPJP Daerah dan RPJM Daerah).

Sedangkan prosedur bottom-up berasal dari penggalian gagasan oleh

masyaraka~ desa atau lapisan bawah dengan melihat permasalahan yang

dihadapi se~.ari-hari untuk dapat diatasi aengan suatu kegiatan. Prosedur top---------

down dan bottom-up digabungkan melalui pendekatan partisipatif yang

dikembangkan melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan

(Musrenbang) sehingga diperoleh titik temu yang dapat disetujui oleh kedua

belah pihak yaitu pihak pemerintah daerah dan masyarakat. Penerapan

pendekatan partisipatif dalam perencana.an pembangunan daerah tersebut

diharapkan dApat mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan masyarakat sebagai

Page 108: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

89

pelaku pembangunan dan secara politis tidak keluar dari peraturan hukum yang

berlaku dengan demikian akan meningkatkan kinerja Pemerintah oa.~rah.

Untuk menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2008 (RKPD

tahun 2008) yang oerfungsi sebagai pedoman perencanaan tahunan dan

pedoman penyusuanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),

Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen menyelenggarakan Musyawarah

Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) secara berjenjang, mulai duri tingkat

desa (Musrenbang Desa), tingkat kecamatan (Musren!)ang Kecamatan) dan

tingkat kabupaten (Musrenbang Kabupaten). Kaitannya dengan pelaksanaan

musrenbang ini Bapak Kepala Sub Bagian Perencanaan pada Bappeda

Kabupaten Kebumen mengemukakan :

"Dasar hukum pelaksanaan musrenbang dalam rangka menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2008 di Kabupaten Kebumen adalah Surat Edaran Ber sam a Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1181/M.PPN/02/2006 dan 050/244/SJ/2006 dan Surat Edaran Gubemur Jawa Tengah Nomor : 080/21553 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Tahun 2007. Selanjutnya pemerintah Kabupaten Kebumen (Bappeda) menerbitkan Surat Edaran Bupati Kebumen Nomor : 050/001146/2006 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencannan Pembangunan Desa/Kelurahan dan Kecamatan." (Wawancara tanggal26 Maret 2007)

Waktu pelaksanaan musrenbang baik pada tingkat desa, kecamatan

maupun kabupaten telah diatur jadwalnya dalam su. at edaran tersebut di atas.

Lebih jelas dapat dilihat dalam gambar 8 Bapak Kepala Sub Bagian

Perencanaan pada Bappeda Kabupaten Kebumen mengemukakan :

"Jadwal pelaksanaan musrenbang di Kabupaten Kebumen adalah sebagai berikut : Musrenbang desa/kelurahan dilaksanakan pada Nopember 2006, Musrenbang Kecamatan bulan Dsember minggu kedua, Forum SKPD tsnggal 19-21 Februari 2007 dan Musrenbang Kabupaten tang gal 13-14 Maret 2007. Jadwal ini memang sedikit berbeda dengan SEB yang telah kami terima, tapi pada prinsipnya tidak menyalahi aturan yang ada." (Wawancara tanggal26 Maret 2007)

Page 109: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

90

Gambar8 Jadual Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan

~-- B I

~ Musrmbang} I I

Penyusunan Nasional I I

RKP I }Mrurmban~ ~

I I Plum I

... , I I

Pcnyu,unan M11srmbnj ya_; ~u.rj_E3 +

~--·-· -.-.- -.-.- . RKPD Provinsi Pro••insi vinsi +

l r I

t---

l • -I- I

IT] ;w Prnyu•unan ForttmSKI'D -------Rrnja SKPD Prop. ProPinsi

Pmyusunan Mrurmbang ~ Pasca MrarmbanJ {RK3 RKPD KabuJ'IIten Kabupatm Kabupatm I ~ ...

Pmyusunan I Fo 11mSKPD t--- -~ Renja SKPD Kab. Kbupaten SKP.

l1 II M11srenbnng t II Kecnmntnn

Mr~.<rt!llhntrt: ,I De.sn!Kelllrnhnll

BULAN JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEl

Sumber : SEB Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasionai/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor 0008/M.PPN/0112007 dan 0501264AISJ

Berdasarkan gambar 8 di atas, apabila jadual pelaksanaan Musrenbang

dari tingkat desa sampai kabupaten dapat terpenuhi pada bulan Maret pada tiap

tahunnya, maka RKPD sebagai perwujudan dari partisipasi masyarakat dapat

disusun pada bulan Mei. Dari Gambar 8 tersebut jelaslah bahwa ada keinginan

Pemerintah untuk mengatur perencanaan dari tingkat Desa sarnpai Pusat

menjadi lebih baik terutama waktu pelaksanaannnya sehingga lebih

memudahkan sinkronisasi antara kegiatan Pemerintah Pusat dan Daerah.

4.1.2.1 Musyaw"rah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa

Pengertian, mLsrenbang Desa/Kelurahan adalah forum musyawarah

tahunan stakeholders desa/kelurahan (pihak yang berke!Jentingan untuk

mengatasi permasalahan desa/kelurahan dan pihak yang akan terkena dampak

hasil musyawarah) untuk menyepakati rencana kegiata·n tahun anggaran

Page 110: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

91

berikutnya. Musrenbang Desa/Kelurahan dilaksanakan dengan memperhatikan

rencana pembangunan jangka menengah Desa/Kelurahan, kine~a implementasi

rencana tahun berjalan serta masukan dari nara sumber dan peserta yang

menggambarkan permasalahan nyata yang sedang dihadapai. Peserta adalah

pihak yang memiliki hak pengambilan keputusan dalam Musrenbang melalui

pembahasan yang disepakati bersama. Hasil Musrenbang Desa/Kelurahan

antara lain:

1. Daftar prioritas kegiatan yang ak~n dilaksanakan sendiri oleh

Desa/Kelurahan yang bersangkutan.

2. daftar kegiatan yang akan dilaksanakan melalui Alokasi Dana Desa, secara

swadaya maupun melalui pendanaan lainnya.

3. Daftar prioritas kegiatan yang akan diu~:ulkan ke musrenbang kecamatan

untuk dibiayai melalui APBD Kabupaten dun APBD Propinsi.

4. Daftar nama anggota delegasi yang akan membahas hasil musrenbang

desa/kelurahan pada forum Musrenbang Kecamav~n.

Tujuan, musrenbang Desa/Kelurahan diselenggarakan untuk :

1. Menampung dan menetapkan prioritas kebutuhan masyarakat yang diperoleh

dari musyawarah perencanaan pada tingkat di bawahnya.

2. Menetapkan prioritas kegiatan desa yang akan dibiayai melalui Alokasi Dana

Desa yang berasal dari APBD Kabupaten maupun sumber pendanaan

lainnya.

3. Menetapkan priorotas kegiatan yang akan diajukan untuk dibahas pada

Musrenbang Kecamatan

Masukan, Berbagai hal yang perlu disiapkan untuk penyelenggaraan

Musrenbang Desa/Kelurahan adalah :

1. Dari Desa/Kelurahan, antara lain :

Page 111: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

92

a. Daftar pennasalahan Desa/Kelurahan seperti peta kerawanan kemiskinan

dan pengangguran.

b. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

Desa/Kelurahan.

c. Hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan Desa/Kelurahan pada tahun

sebelumnya.

d. Daftar prioritas masalah di bawah Desa/Kelurahandan kelompok

masyarakat seperti kelompok tani, kelompok nelayan dan sebagainya.

2. Dari Kabupaten dc:m Kecamatan, yaitu:

a. Kode Desa/Kelurahan (dua angka/digit) dan kode Kecamatan (dua

angka/digit) untuk memudahkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

dan Bappeda mengetahui Desa/Kelurahan dan asal prioritas kegiatan

tersebut diajukan.

b. Formulir yang memudahkan Desa/Kelurahan untuk menyampaikan daftar

usulan prioritas kegiatan ke tingkat kecamatan.

c. Hasil evaluasi kecamatan dan ate.u masyarakat terhadap pemanfaatan

Alokasi Dana Desa

d. lnformasi dari pemerintah kabupaten tentang indikasi j:Jmlah Alokasi

Dana Desa yang akan diberikan ke Desa untuk tahun anggaran

berikutnya. Alokasi Dana desa merupakan pendapatan dari desa yang

diperoleh dari bagi hasil pajak daerah dan retribusi kabupatenlkota,

bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima

oleh kabupaten/kota dan bantuan dari pemerintah, pemerintah propinsi

dan pemerintah kabupatenlkota.

e. Prioritas kegiatan pembangunan daerah untuk tahun mendatang, yang

dirinci berdasarkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

Page 112: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

93

pelakr.ananya beserta rencana pendanaannya di Kecamatan tempat

Des:vKelurahan berada.

Mekanisme, Mekanisme pelaksanaan Musrenbang Tahunan

Desa/Kelurahan terdiri dari tahapan :

1. Tahap Persiapan, dengan kegiatan sebagai berikut :

a. Masyarakat di tingkat dusun/RW dan kelompok-kelompok masyarakat

melaksanakan musyawarah/rembug.

b. Kepala Desa/Lurah menetapkan Tim Penyelenggara Musrenbang

Desa/Kelurahan.

c. Tim penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut:

a) Menyusun jadwal dan agenda Musrenbang Desa/Kelurahan;

b) Mengumumkan secara terbuka tentang jadwal, agenda, dan tempat

Musrenbang Desai Kelurahan, minimal 7 hari sebelum kegiatan

dilakukan, agar peserta dapat melakukan pendaftaran dan atau

diundang;

c) Membuka pendaftaran dan atau mengundang calon peserta

Musrenbang Desa/Kelurahan;

d) Menyiapkan peralatan dan bahan/materi serta notulen untuk

Musrenbang Desa/Kelurahan.

2. Tahap Pelaksanaan, dengan agenda sebagai berikut:

a. Pendaftaran peserta Musrenbang Desa/Kelurahan;

b. Pemaparan Camat atas prioritas kegiatan pembangunan di kecamatan

yang bersangkutan;

c. Pemaparan Camat atas hasil evaluasi pembangunan tahun sebelumnya,

dengan memuat jumlah usulan yang dihasilkan pada forum sejenis di

tahun sebelumnya;

Page 113: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

94

d. Pemaparan Kepala Desa/Lurah atas prtorttas program/kegiatan untuk

tahun bertkutnya. Pemaparan ini bersumber dart Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Desa/Kelurahan;

e. Penjelasan Kepala desa mengenai informasi tentang perkiraan jumlah

Alokasi Dana Desa;

f. Pemaparan masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat

Desa/Kelurahan oleh beberapa perwakilan dart masyarakat;

g. Pemisahan kegiatan berdasarkan : a) Kegiatan yang akan diselesaikan

sendirt di tingkat Desa/Keluraha; b) Kegiatan yang menjadi tanggung

jawab Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang akan dibahas dalam

Musrenbang Tahunan Kecamatan.

h. Perumusan para peserta tentang prtorttas untuk menyeleksi usulan

kegiatan sebagai cara mengatasi masalah oleh peserta;

i. Pemantapan prtorttas kegiatan pe'llbangunan tahun yang akan datang

sesuai dengan potensi serta permasalahan di Desa/Kelurahan;

j. Penetapan daftar nama 3-5 orang (masyarakat) sebagai delegasi dart

peserta Musrenbang Desa/Kelurahan untuk menghadirt Musrenbang

Kecamatan. Dalam komposisi delegasi tersebut terdapat perwakilan

perempuan

Keluaran, Keluaran yang dihasilkan dart Musrenbang Desa/Kelurahan

adalah:

1. Dokomen Rencana Kerja Pembangunan Desa/Kelurahan yang terdiri dart :

a. Prtorttas kegiatan pembangunan skala Desa/Kelurahan yang akan

didanai oleh Alokasi Dana Desa dan atau swadaya masyarakat;

b. Priorttas kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan melalui Satuan

Kerja Perangkat Daerah yang dilengkapi dengan kode Desa/Kelurahan

Page 114: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

95

dan kode kecamatan dan masih akan dibahas pada forum musrenbang

kecamatan;

2. Daftar nama delegasi Kecamatan untuk mengikuti Musrenbang Kecamatan;

3. Berita Acara Musrenbang Desa/Kelurahan.

Peserta, Peserta Musrenbang Desa/Kelurahan adalah komponen

masyarakat (individu atau kelompok) yang berada di Desa/Kelurahan seperti :

Ketua RT/RW, Kepala dusun, lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), ketua

adat, kelompok perempuan, kelompok pemuda, organisasi masyarakat,

pengusaha, kelompok tani-nelayan, komite sekolah dan lain sebagainya.

Narasumber, sebagai narasumber dalm musrenbang Desa/Kelurahan

adalah Kepala Desa/Lurah, ketua dan para anggota Badan Permusyawaratan

Desa (BPD), Camat dan aparat kecamatan, kepala sekolah, kepala puskesmas,

pejabat instansi yang ada di Desa/Kelurahan dan LSm yang b~kerja di

Desa/Kelurahan yang bersangkutan.

Tugas Tim Penyelenggara, tugas dari tim penyelenggara musrenbang

Desa/Kelurahan antara lain :

1. Menyusun jadwal dan agenda Musrenbc..ng Desa/Kelurahan;

2. Memfasilitasi dan memantau pelaksanaan musyawarah dusun/RW ,

kelompok-kelompok masyarakat yang kurang mampu dan kelornpok wan ita;

3. Mengumumkan secara terbuka jadwCJI, agenda dan tempat pelaksanaan

Musrenbang Desa/Kelurahan;

4. Mendaftar calon peserta Musrenbang Desa/Kelurahan;

5. Membantu para delegasi Desa/Kelurahan dalam menjalankan tugasnya di

Musrenbang Kecamatan;

6. Menyusun Dokumen Rencana Kerja Pembangunan Desa/Kelurahan;

Page 115: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

96

7. Merangkum berita acara hasil Musrenbang Desai Kelurahan sekurang-

kurangnya memuat :

a. Prioritas kegiatan yang disepakati;

b. Daftar nama delegasl yang akan mengikutl musrenbang Kecamatan.

8. Menyebarluaskan dokumen Rencana Kerja Pembr•ngunan Desa/Kelurahan.

Tugas Delegasi Kecamatan, yang akan mengikuti musrenbang

kecamatan antara lain :

1. Membantu Tim Penyelenggara menyusun Dokumen Rencana Kerja

Pembanguna;

2. Memaparkan daftar prioritas kegiatan pembangunan Desa/Kelurahan pada

forum musrenbang kecamatan.

Guna pelaksanaan musrenb~ng desa/kelurahan, pemerintah Kabupaten

Kebumen (8appeda) telah mendeluarkan surat edaran tentang petunjuk teknis

pelaksanaan musrenbang desa/kelurahan yang dikirimkan kepada seluruh camat

di Kabupaten Kebumen guna diteruskan kepada seluruh kepala desalkepala

kelurahan di wilayah yang bersangkutan. Musrenbang desa/kelurahan untuk

tahun anggaran 2008 di Kabupaten Kebumen diselenggarakan pada bulan

Nopember. Mengenai pelaksanaan Musrenbang desalkelurahan ini Bapak

Kepala Bappeda Kabupaten Kebumen mengungkapkan :

"Musrenbang desa/kelurahan di Kabupaten Kebumen untuk merencanakan kegiatan pembangunan pada tahun anggaran 2008 dilaksanakan lebih cepat dari jadwal yang ditentukan dalam Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasicnal dan Menteri Dalam Negeri serta Surat Edaran Gubemur Jawa Tengah. Sesuai ketentuan tersebut Musrenbang desa/kelurahan dilaksanakan paling lambat akhir bulan Januari 2007, namun di Kabupaten Kebumen dilaksanakan pada bulan nopember 2006. Dan memajukan jadwal pelaksanaan Musrenbang desa/kelurahan ini tidak menyalahi aturan. Hal ini dilakukan guna memberikan waktu yang cukup longgar untuk lakukan verifikasi tentang usulan kegiatan-kegiatan pembangunan yang nantinya akan di bahas pada musrenbang kecamatan dan kabupaten." (Wawancara, tanggal 22 Maret 2007)

Page 116: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

97

Mengenai waktu dan tempat palaksanaan musrenbang desa/kelurahan

diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah desalkelurahan untuk mengatumya,

dengan catatan dilaksanakan pada bulan Nopember 2006. Sebelum

pelaksanaan musrenbang desalkelurahan masyarakat biasanya melaksanakan

musyawarah di tingkat dusun/RW guna menyusun rencana kegiatan

pembangunan di lingkungan dusun/RW yang bersangkutan. Rencana tersebut

nantinya dijadikan sebagai masukan yang akan diusulkan dalam forum

musrenbang desa.

Meskipun telah diberikan sural edaran agar melaksanakan musrenbang

desalkelurahan sekaligus petunjuk teknis pelaksanaannya, namun ada desa

yang tidak melaksanakan. Salah satu desa yang tidak melaksanakan

musrenbang desalkelurahan adalah Desa Rowo Kecamatan Mirit. Berkait

dengan hal ini Kepala Desa Rowo Kecamatan Mirit menyatakan :

"Kemarin kami (Desa Rowo) memang tidak melaksanakan musrenbang desa karena untuk melaksanakannye~ kami terbentur masalah dana selain itu masyarakat juga kurang antusias untuk melaksanakannya. Untuk menyusun Rencana Pembangunan Tahunan Desa (RPTD) kami mengambilnya dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Dalam RPJMDes telah termuat rencana pembangunan untuk lima tahun ke depan (tahun 2006-2010). Dan untuk rencana yang lain kami mendiskusikan dengan perangkat desa yang lain." (Wawancara tanggal 3 April 2007)

Sementara itu di Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar Musrenbang

benar-benar dilaksankan. Penjaringan aspiresi mas)·arakat dimulai dari tingkat

dusun atau Rukun Warga (RW). Di Desa grenggeng terdapat 1 0 (sepuluh) RW,

dari seluruh Rw tersebut melaksanakan musrenbang. Namun motivasi

pelaksanaan musrenbang ini berbeda-beda. Seperti yang diungkapkan Bapak

Sumarto (Ketua RW I) berikut ini :

"Bulan Nopember kemarin kami melaksanakan muyawarah perencanaan pembangunan di rumah saya. Kami melaksanakan karena ada perintah dari pak lurah (kepala desa), katanya disuruh dari pak camat, dan

Page 117: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

98

katanya beliau (pak camat) mau hadir. Akhimya saya ngundang tetangga­tetangga." (Wawancara tanggal 12 April 2007)

Sedangkan di Dusun Bodeh (RW VII) tidak melaksanakan secara formal,

tetapi dilaksanakan bersamaan dengan acara tahlilan (selapanan). Bapak

Dasimun (Ketua RW VII) mengungkapkan :

"Pada saat itu (bulan Nopember) pak lurah menyuruh agar dusun kami (RW VII) menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan dan insyaallah pak lurah mau hadir. Biar biayanya ngirit musyawarah itu kami laksanakan pas acara selapanan yaitu setelah acara tahlilan selesai kami lakukan musyawarah." (Wawancara tanggal12 April2007)

Motiltasi individu masyarakat dalam mengikuti musyawarah juga berbeda-

beda. Seperti yang diungkapkan Bapak Namo berikut ini :

"Saya ikut musyawarah kemarin karena gak enak saja sama pak kadus dan pak lurah, masak sudah diundang pak kadus gak datang. Sebenamya saya sendiri tidak punya usulan untuk disampaikan dalam musyawarah itu. Akhimya saya juga Cuma diam saja mendengarkan." (Wawancara tanggal 13 April 2007)

Sedangkan Bapak Mungalim menuturkan :

"Niat saya dulu itu untuk ikut acara selapanan (tahlilan), mencari pahala ibadah lillahi ta'ala bukan untuk musyawarah pembangunan desa. Tapi setelah selesai kok disuruh jangan pulang dulu karena dilanjutkan acara musyawarah pembangunan. Ya saya kan wong cilik yo ikut saja. Di situ saya ya Cuma diam mendengarkan saja tidak usul. Biar1ah perangkat desa dan bapak-bapak saja yang merencanakan pembangunan." (Wawancara tanggal 13 April 2007)

Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar memang melaksanakan

musrenbang desa, tetapidalam pelaksanaannya pemerintah desa telah

menyediakan draft rencana kegiatan pembangunan. Berkaitan dengan

pelaksanaan musrenbang desa ini Kepala Desa Grenggeng, Kecamatan

Karanganyar mengungkapkan :

"Dalam Musrenbang Desa peserta dapat mengusulkan rencana kegiatan pembangunan yang merupakan hasil dart musyawarah di tingkat dusun, tetapi agar pelaksanaannya tidak bertele-tele kami (pemerintah desa) telah membuat draft rencana hasil rembugan dengan perangkat desa, BPD dan beberapa kepala dusun. Jadi dalam musrenbang desa ini

Page 118: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

99

masyarakat tinggal membahas sedikit dan menyetujuinya. Kemudian disusun mana yang diutamakan (diprioritaskan). Tetapi kadang-kadang ada peserta yang ngotot agar usulannya dapat diterima k~lau sudah demikian peran pemandu sangat membantu untuk mengatasi masalah." (Wawancara tang gal 1 0 April 2007)

Di Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar memang benar-benar

melaksanakan musrenbang, bahkan penjaringan aspirasi masyarakat dimulai

dari tingkat Dusun/Rukun Warga (RW), tetapi dalam pengusulan rencana

kegiatan dan pengambilan keputusan masih didominasi oleh orang-orang

tertentu saja (elit birokrasi/pemerintah desa). Hal ini didukung oleh pernyataan

Bapak Sunardi (tokoh masyarakat/Guru SO) yang mengunglcapkan :

"Dalam setiap pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan pak lurah (pemerintah desa) dan BPD selalu sudah punya usulan yang sudah disusun menjadi draft usulan yang tlibagikan k~pada seluruh peserta musyawarah. Kalaupun ada usulan lain dari masyarakat, pasti tidak masuk prioritas. Memang sih usulan mereka tidak selalu bertentangan/tidak sesuai dengan usulan masyarakat." (Wawancara tanggal 13 April 2007)

Keluaran yang dihasilkan dari Musnmbang Desa adalah : Dokomen

Rencana Ke~a Pembangunan Desa yang terdiri dari : prioritas kegiatan

pembangunan skala Desa yang akan didanai oleh Alokasi Dana Desa dan atau

swadaya masyarakat dan prioritas kegiatcm pembangunan yang akan

dilaksanakan melalui Satuan Ke~a Perangkat Daerah yang dilengkapi dengan

kode Desa/Kelurahan dan kode kecamatan dan masih akan dibahas pada forum

musrenbang kecamatan. Hasil yang lain adalah daftar nama delegasi Kecamatan

untuk mengikuti Musrenbang Kecamatan dan Berita Acara Musrenbang Desa.

Bert.ait dengan pelaksanaan musrenbang desa ini Kepala Sub-bagian

Perencanaar1 di Bappeda mengungkapkan :

"Aihamdulillah kegiatan musrenbang desa/kelurahan secara keseluruhan di Kabupaten Kebumen telah dilaksanakan dengan lancc1r dan baik sesuai dengan petunjuk teknis r>elaksanaan yang diberikan. Memang tidak semua desa melaksanakan musrenbang desa, ada beberapa desa yang tidak melaksanakan musrenbang. Namun sebagian besar desa di

Page 119: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

100

Kabupaten Kebumen melaksanakan musrenbang. Desa, yang tidak melaksanakan musrenbang biasanya menyusun RPTD berasal dari kegiatan yang tercantum pada RPJMDes. Sepanjang mereka tetap menyusun RPTD (sebagai bahan usulan dalam musrenbang kecamatan) dan pemerintah desa bertanggung jawab hal tersebut dapat kami maklumi.· (Wawancara tanggal 26 Maret 2007)

Secara keseluruhan musyawarah perencanaan pembangunan

(musrenbang) desa/kelurahan di Kabupaten Kebumen telah dilaksanakan

dengan baik dan tepat waktu (sesuai dengan jadwal yang ditentukan). Dan hasil

dari musrenbang desa tersebut telah tersusun dalam Rencana Pembangunan

Tahunan Desa (RPTD), yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan masukan

dalam musrenbang kecamatan.

4.1.2.2 Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)

Kecamatan

Pengertian, Musrenbang Kecamatan adalah forum musyawarah

stakeholders Tingkat Kecamatan untuk mendapatkan masukan prioritas kegiatan

dari Desa/Kelurahan serta menyepakati kegiatan lintas Desa/Kelurahan di

wilayah Kecamatan tersebut sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja Satuan

Ke~a Perangkat Daemh Kabupaten pada tahun berikutnya. Yang dimaksud

dengan stakeholders kecamatan adalah pihak yang berkepentingan dengan

prioritas kegiatan dari Desa/Kelurahan untuk mengatasi permasalahan di wilayah

Kecamatan, serta pihak-pihak yang berkaitan dengan dan atau terkena dampak

hasil pembangunan. Sedangkan SKPD (Satuan Ke~a Perangkat Daerah) adalah

unit ke~a Pemerintah Kabupaten yang mempunyal tugas untuk mengelola

anggaran dan barang daerah. Kemudian yang dimaksud dengan Renja SKPD

adalah Rencana Ke~a Satuan Ke~a Perangkat Daerah yang berisi rencana kerja

tahunan Perangkat Daerah. Musrenbang Kecamatan menghasilkau antara lain:

Page 120: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

101

1. Daftar kegiatan prioritas yang akan dilal<sanakan di kecamatan tersebut pada

tahun berikutnya, yang akan diusulkan dalam Forum Satuan Ke~a Perangkat

Daerah (SKPD) dan atau Forum Gabungan SKPD yang selanjutnya sebagai

bahan Musrenbang Kabupaten.

2. Daftar nama delegasi kecamatan untuk mengikuti Forum SKPD dan atau

Forum Gabungan SKPD.

Tujuan, Musrenbang Kecamatan diselenrgarakan untuk:

1. Membahas dan menyepakati hasil-hasil Musrenbang dari tingkat

Desa/Kelurahan yang akan menjadi prioritas kegiatan pembangunan di

wilayah Kecamatan yang bersangkutan;

2. Membahas dan menetapkan prioritas kegiatan pembangunan di tingkat

Kecamatan yang belum tercakup dal~m prioritas kegiatan pembangunan

Desa/Kelurahan;

3. Melakukan klasifikasi atas prioritas kegiatan pembangunan di wilayah

Kecamatan sesuai dengan fungsi-fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah

Kabupaten.

Masukan, berbagai hal yang perlu disiapkan untuk penyelenggaraan

Musrenbang Kecamatan antara lain adalah:

1. Dari Desa/Kelurahan antara lain :

a. Dokumen Rencana Ke~a Pembangunan Tahunc.n dari masing-masing

Desa/Kelurahan yang setidaknya berisi prioritas kegiatan yang dilengkapi

kode Desa/Kelurahan dan Kecamatannya

b. Daftar nama anggota delegasi dari Desa/Kelurahan untuk mengikuti

Musrenbang Kecamatan

Page 121: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

102

c. Daftar nama para wakil kelompok fungsional/asosiasi warga, koperasi,

LSM yang bekerja di Kecamatan atau organisasi tani/nelayan di tingkat

Kecamatan.

2. Dari Kabupaten

a. Kode Kecamatan (dua angka yang sama dengan yang disampaikan di

Desa/Kelurahan) untuk memudahkan SKPD dan Bappeda mengetahui

Kecamatan yang mengusulkan kegiatan tersebut;

b. Prioritas kegiatan pembangunan daerah untuk tahun mendatang, yang

dirinci berdasarkan SKPD pelaksananya beserta ren-;ana pendanaannya

di Kecamatan tersebut;

Mekanisme, mekanisme pelaksanaan Musrenbang Tahunan Kecamatan

dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan, dengan kegiatan sebagai berikut:

a. Camat menetapkan Tim Penyelenggara Musrenbang Kecamatan

b. Tim penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut:

1) Mengkompilasi prioritas kegiatan pembangunan yang menjadi

tanggung jawab SKPD dari masing-masing

berdasarkan masing-masing fungsi/SPKD;

Desa/Kelurahan

2) Menyusun jadwal dan agenda Musrenbang Kecamatan;

3) Mengumumkan secara terbuka tentang jadwal, agenda, dan tempat

Musrenbang Kecamatan, minimal 7 hari sebelum kegiatan dilakukan,

agar peserta bisa menyiapkan diri dan segera melakukan pendaftaran

dan atau diundang;

4) Membuka pendaftaran dan atau mengundang calon peserta

Musrenbang Kecamatan, baik wakil dari Desa/Kelurahan maupun

dari kelompok-kelompok masyarakat;

Page 122: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

103

5) Menyiapkan peralatan dan bahan/materi serta notulen untuk

Musrenbang Kecamatan.

2. Tahap Pelaksanaan, dengan agenda sP.bagai berikut:

a. Pendaftaran peserta Musrenbang Kecamatan;

b. Pemaparan Camat mengenai prioritas masalah Kecamatan, meliputi

antara lain kemiskinan, pendidikan, kesehatan, prasarana dan

pengangguran;

c. Pemaparan mengenai rancangan ke~a SKPD dari Tim Kabupaten

berkaitan dengan arah kegiatan pembangunan pada Kecamatan yang

bersangkutan;

d. Pemaparan masalah dan prioritas kegiatan dari masing-masing

Desa/Kelurahan menurut fungsi/SKPD oleh Tim Penyelenggara

Musrenbang Kecamatan;

e. Verifikasi oleh delegasi Desa/Kelurahan untuk memastikan semua

prioritas kegiatan yang diusulkan oleh Desa/Kelurahannya sudah

tercantum menu rut masing-masing Fungsi dan Sub Fungsi;

f. Penerta Musrenbangcam dibagi dalam 3 (tiga) kelompok pembahasan,

meliputi:

1) Kelompok I (Satu) membahas :

a) Fungsi Ekonomi Meliputi Urusan Perhubungan, Tenaga

Ke~a. Koperasi dan Us&ha Kecil Menengah, Penanaman Modal,

Pemberdayaan Masyarakat. dan Desa, Pertanian, Kehutanan,

Energi dan Sumberdaya Mineral, Kelautan dan Perikanan,

Perdagangan, Perindustrian dan Transmigrasi.

b) Fungsi Pariwisata dan Budaya meliputi Urusan Kebudayaan dan

Pariwisata

Page 123: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

104

2) Kelompok II (Dua) yang dibahas meliputi

a) Fungsi Kesehatan meliputi Urusan Kesehatan dan Keluarga

Berencana.

b) Fungai Pelayanan Umum meliputi Urusan Perencanaan

Pembangunan, Pemerintahan Umum, Kepegawaian, Statistik,

Kearsipan, Komunikasi dan lnformatika.

c) Fungsi Pendidikan meliputi Urusan Pendidikan, Pemuda dan

Olah Raga.

d) Fungsi Perlindungan Sosial meliputi Urusan Kependudukan dan

Catatan Sipil, Pemberdayaan Perempuan, Keluarga Sejahtera

dan Sosial.

e) Fungsi Ketertiban dan Keamanan meliputi Urusan Kesatuan

Bangsa dan Politik Dalam Negeri

3) Kelompok Ill (Tiga) yang dibahas meliputi:

a) Fungsi Lingkungan Hidup meliputi Urusan Penataan Ruang,

Lingkungan Hidup dan Pertanahan.

b) Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum meliputi Urusan

Peke~aan Umum dan Perumahan Rakyat.

g. Kesepakatan prioritas kegiatan pembangunan Kecamatan yang dianggap

perlu oleh peserta Musrenbang namun belum diusulkan oleh

Desa/Kelurahan (kegiatan lintas Desa/Kelurahan yang belum diusulkan

Desa/Kelurahan);

h. Kesepakatan prioritas kegiatan pembangunan Kecamatan be.rdasarkan

masing-masing fungsi/SKPD;

i. Pemaparan prioritas pembangunan kecamatan dari tiap-tiap kelompok

fungsi/SKPD di hadapan seluruh peserta Musrenbang Kecamatan;

Page 124: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

105

j. Penetapan daftar nama delegasi kecamatan 3-5 orang (masyarakat)

untuk mengikuti Forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten. Dalam

komposisi delegasi tersebut terdapat perwakilan perempuan.

Keluaran, keluaran yang dihasilkan dart Musrenbang Kecamatan adalah :

1. Daftar prioritas kegiatan pembangunan di wilayah Kecamatan menurut

fungsi/SKPD atau gabungan SKPD, yang siap dibahas pada Forum Satuan

Ke~a Perangkat Daerah dan Musrenhang Kabupaten, yang akan didanai

melalui APBD Kabupaten dan sumber pendanaan lainnya. Selanjutnya,

daftar tersebut disampaikan kepada masyarakat di masing-masing

Desa/Kelurahan oleh para delegasi yang mengikuti Musrenbang Kecamatan;

2. Terpilihnya delegasi Kecamatan untuk mengikuti Forum Satuan Ke~a

Perangkat Daerah dan Musrenbang Kabupaten;

3. Berita Acara Musrenbang Kecamatan.

Peserta, Peserta Musrenbang Kecamatan adalah wakil dart

Desa/Kelurahan dan wakil dari kelompok-kelompo~ masyar:::~kat yang

kegiatannya dalam skala Kecamatan (misalnya : organisasi petani, organisasi

pengrajin, dan lain sebagainya).

Narasumber, yang menjadi nara sumber dalam Musrenbang kecamatan

antara lain :

1. Dari Kabupaten : Tim Kabupaten, anggota DPRD dari daerah Pemilihan

Kecamatan yang bersangkutan;

2. Dari Kecamatan : Camat, Aparat Kecamatan, Kepala UPT Dinas di

Kecamatan, LSM yang beke~a di Kecamatan yang bersangkutan dan para

ahli/profesional yang dibutuhkan.

Tugas Tim Penyelenggara, musren~ang kecamatan adalah sebagai

berikut:

Page 125: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

106

1. Merekapitulasi hasil dali seluruh Musrenbang Desa/Kelurahan;

2. Menyusun jadwal dan agenda Musrenbang Kecamatan;

3. Mengumumkan secara terbuka jadwal, agenda dan tempat pelaksanaan

Musrenbang Kecamatan;

4. Mendaftar peserta Musrenbang Kecamatan;

5. Membantu para delegasi Kecamatan dalam menjalankan tugasnya di Forum

SKPD dan Musrenbang Kabupaten;

6. Merangkum daftar pliolitas kegiatan pembangunan di wilayah Kecamatan

untuk dibahas pada Forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten;

7. Merangkum belita acara hasil MusrenbfJng Kecamatan sekurang-kurangnya

memuat:

a. Pliolitas kegiatan yang disepakati untuk diusulkan pada Musrenbang

Kabupaten;

b. Daftar nama delegasi yang terpilih.

Tugas Delegasi Kecamatan, yang nantinya akan menjadi peserta dalam

forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten adalah :

1. Membantu Tim Penyelenggara menyusun daftar prioritas kegiatan

pembangunan di wilayah kecamatan untuk dibahas pada Forum SKPD dan

Musrenbang Kabupaten;

2. Mempe~uangkan pliolitas kegiatan pembangunan Kecamatan dalam Forum

SKPD dan Musrenbang Kabupaten;

3. Mengambil inisiatif untuk membahas perkembangan usulan Kecamatan

dengan delegasi dali Desa/Kelurahan dan kelompok-kelompok masyarakat di

Tingkat Kecamatan.

Setelah dilaksanakan musrenbang desa/kelurahan dilanjutkan dengan

musrenbang kecamatan. Dalam musrenbang kecamatan, usulan dali desa

Page 126: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

107

ditaampun'J dan dibahas untuk mendapatkan prioritas kegiatan pembangunan

yang akan dilaksankan di kecamatan yang bersangkutan. Hasil dari musrenbang

kecamatan adalah daftar prioritas kegiatan pembangunan yang akan

dilaksanakan di kecamatan pada tahun berikutnya yang tersusun dalam Rencana

embangunan Tahunan Kecamatan (RPTK). Musrenbang kecamatan di

Kabupaten Kebumen dilaksanakan pada minggu kedua bulan Desember 2006.

Pelaksanaan Musrenbang Kecamatan ini juga maju waktunya, karena

menyesuaikan dengan pelaksanaan musrenbanr~ desalkelurahan yang maju juga

waktu pelaksanaannya. Hal ini merupakan kebijakan dari pemerintah daerah

Kabupaten Kebumen (Bappeda Kabupaten Kebumen). Sebagaimana

musrenbang desalkelurahan, guna pelaksanaan musrenbang kecamatan,

pemerintah Kabupaten Kebumen telah menerbitkan petunjuk teknis

pelaksanaannya yang diedarkan kepada seluruh camat di Kabupaten Kebumen.

Berkenaan dengan pelaksanaan musrenbang kecamatan, Kepala Seksi

Pembangunan Kecamatan Karanganyar memberikan penjelasan sebagai berikut:

"Dalam pelakasanaan musrenbang kecamatan kita (Kecamatan Karanganya" sudah sesuai dengan pedoman yang ada yaitu petunjuk teknis pelaksanaan Musrenbang Kecamatan yang diterbitkan oleh Bappeda. Perencanaan pembangunan yang dikembangkan dengan forum musrenbang ini dinilai dapat mengakomodasi usulan masyarakat." (Wawancara tanggal 4 April 2007)

Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa penerapan metode

musrenbang dalam perencanaan pembangunan dianggap san gat baik dan cocok

untuk mengembangkan partisipasi masyarakat.. Secara umum Musrenbang

Kecamatan sudah dilaksanakan diseluruh kecamatan di Kabuapetn Kebumen

Dalam musrenbang kecamatan, masyarakat desa sudah banyak yang

ter1ibat dalam untuk ikut serta menentukan prioritas usulan kegiatan kecamatan

yang akan diusulkan pada Forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten. Partisipasi

masyarakat desa dalam kontek ini didelegasikan kepada tokoh dan perangkat

Page 127: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

108

desa yang bersangkutan. Dari dokumen hasil Musrenbang kecamatan unsur-

unsur peserta yang ter1ibat dalam Musrenbang kecamatan adalah sebagai

berikut:

1) Tingkat desa meliputi : Kepala Der.a, Ketua BPD, Ketua LPMD, tokoh

perempuanlwanita desa (Ketua Tim Penggerak PKK Desa) dan Kepala Seksi

Pembangunan Desa se Kecamatan.

2) Tingkat kecamatan meliputi: Muspika, Dinas/lnstansi sektor kecamatan dan

Tim Penggerak PKK Kecamatan.

3) Tingkat kabupaten meliputi: Unsur dari Bappeda, Unsur dari Dinas l<eluarga

Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat, Unsur dari Bagian Administrasi

Pembangunan Setda Kabupaten.

Mekanisme atau proses pelaksanaan musrenbang kecamatan hampir

sama denyan musrenbang desa/kelurahan. Dalam musrenbang kecamatan,

masyarakat/peserta berdiskusi untuk menentukan nilai (skor) kegiatan yang akan

diusulkan ke tingkat kabupaten. Dalam diskusi ini dapat te~adi antar peserta atau

peserta dengan pemandu untuk mempe~elas tujuan kegiatan dan lokasi

kegiatan. Seperti yang dikemukakan oleh Kepala Seksi Pembangunan,

Kecamatan Mirit, berikut ini:

"Musrenbang kecamatan yang diadakan di kecamatan dilakukan untuk menginventarisasi usulan dari seluruh desalkelurahan pengelompokan usulan menurut fungsi Satuan Ke~a Perangkat Daerah (SKPD). Setelah itu dilaku:<an pembahasan dan penilaian (skoring) untuk menentukan urutan prioritas dalam RPTK yang nantinya ak:an dijadikan sebagai usulan dalam forum SKPD dan Musrenbang Keabupaten" (Wawancara tanggal 7 April 2007)

Dari hasil pengamatan dan informasi yang diperoleh peneliti dari

beberapa informan dan penjelasan kepala seksi pembangunan di atas dapat

ditarik kesimpulan bahwa musrenbang kecamatan dilaksanakan hanya untuk

menampung dan mngelompokkan usulan ttari desa ke dalam fungsi SKPD saja.

Page 128: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

109

4.1.2.3 Forum Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Forum SKPD)

Sebelum dilaksanakan musrenbang kabupaten ter1ebih dahulu

dilaksanakan froum Satuan Ke~a Perangkat Daerah (SKPD). Kepala Sub-bagian

Perancanaan pada Bappeda Kabupaten Kebumen mengemukakan bahwa:

"Sebelum dilaksanakan Musrenbang Kabupaten dibentuk atau dilaksanakankegiatan Forum SKPD (Satuan ke~a Perangkat Daerah), tujuannya adalah agar perencanaan SKPD dapat mengakomodasi dan sesuai dengan kebutuhan masyaral~at, merangkum usulan kegiatan tahun 2008 yang diusulkan melalui RPTK. Dalam forum SKPD ini hanya sebatas mencermati usulan, tanpa mengurangi jumlah dan volume kegiatan." (Wawancara tanggal22 Maret 2007)

Forum SKPD (Forum yang berhubungan dengan fungsi/sub fungsi,

kegiatan/sektor dan lintas sektor) adalah wadah bersama antar pelaku

pembangunan untuk membahas prioritas kegiatan pembangunan hasil

Musrenbangcam dengan SKPD atau Gabungan SKPD sebagai upaya mengisi

Rencana Ke~a SKPD yang tata cara penyelenggaraannya difasilitasi oleh

SKPD terkait.

Pelaksanaan Forum SKPD atau Forum Gabungan SKPD memperhatikan

masukan kegiatan dari kecamatan, kine~a pelaksanaan kegiatan SKPD tahun

be~alan, rancangan awal RKPD serta Renstra SKPD. Apabila salah satu

dokumen tersebut belum tersedia, pelaksanaan Forum SKPD dan atau Forum

Gabungan SKPD dapat tetap dilaksanakan. Jumlah Forum SKPD dan formasi

Forum Gabungan SKPD serta jadwal acara pelaksanannya ditentukan dan

dikoordinasikan Bappeda, disesuaikan dengan volume kegiatannya dan kondisi

setempat.

Pembentukan Forum SKPD dan Forum Gabungan SKPD diprioritaskan

pad a:

1. Fungsi-fungsi pelayanan dasar pemerintah seperti pendidikan dasar,

kesehatan, prasarana dan dukungan kegiatan ekonomi masyarakat;

Page 129: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

110

2. SKPD mengemban fungsi yang berkaitan dengan prioritas program-program

pembangunan Kabupaten tersebut. Sebagai contoh Forum SKPD

Pendidikan, Forum SKPD Kesehatan.

Tujuan, Forum SKPD Kabupaten bEirtujuan untuk:

1. Mensinkronkan prioritas kegiatan pembangunan dan berbagai kegiatan

kecamatan dengan rancangan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat

Daerah (Renja SKPD);

2. Menetapkan prioritas kegiatan yang akan dimuat dalam Renja SKPD;

3. Menyesuaikan prioritas Renja SKPD dengan ptafon/pagu dana SKPD

yang termuat dalam Prioritas pembangunan daerah Rancangan Rencana

Kerja Pemerintah Daerah);

4. Mengidentifikasi keefektifan berbagai regulasi yang berkaitan dengan fungsi

SKPD, terutama untuk mendukung terlaksananya Renja SKPD

Masukan, Berbagai hal yang pertu disiapkan dalam

penyelenggaraan Forum SKPD dan Forum Gabungan SKPD adalah:

1. Daftar kegiatan prioritas yang bersumber dari Renstra SKPD/Unit Kerja

Daerah;

2. Prioritas kegiatan pembangunan/rancangan RKPD dan plafon/pagu dana

indikatif untuk masing- masing SKPD;

3. Rancangan Renja SKPD;

4. Daftar individu/organisasi masyarakat skala Kabupaten seperti Asosiasi

Profesi, LSM, perguruan tinggi dan mereka yang ahli serta msmiliki

perhatian terhadap fungsi/SKPD yang bersangkutan sebagai eaton peserta

Forum SKPD;

5. Berbagai dokumen perencanaan dan regulasi yang terkait dengan

pembangunan;

Page 130: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

111

6. Daftar prioritas kegiatan pembangunan di wilayah kecamatan hasil

Musrenbang Kecamatan

Mekanisme, Mekanisme pelaksanaan Forum SKPD Kabupaten dilakukan

dengan agenda sebagai berikut:

1. Pendaftaran peserta Forum SKPD;

2. Pemaparan dan pembahasan prioritas kegiatan pembangunan menurut

rancangar. Renja SKPD dan Hasil Musrenbangcam oleh kepala SKPD;

3. Merumuskan prioritas kegiatan pembangunan baik yang berasal dari

kecamatan maupun dari Rencana Renjo SKPD;

4. Menetapkan prioritas kegiatan pembangunan berdasarkan plafon/pagu

indikatif dan Renja SKPD, baik yang bersumber dari APBD Kabupaten,

APBD Provinsi, maupun APBN, sehingga dapat dibelanjakan secara

optimal;

5. Menyusun rekomendasi untuk usulan kerangka regulasi SKPD dengan

cara:

a. Mengidentifikasi keefektifan regulasi yang berkaitan dengan fungsi

SKPD

b. Merekomendasikan regulasi yang baru, perubahan regulasi,

penggabungan regulasi, atau pembatalan sesuai kebutuhan.

6. Menetapkan delegasi masyarakat dari Forum SKPD yang berasal dari

organisasi kelompok-kelompok masyarakat skala Kabupaten untuk

mengikuti Musrenbang Tahunan Kabupat.en (1-3 orang untuk setiap Forum

SKPD). Dalam komposisi delegasi ters€but terdapat perwakilan perempuan

Keluaran, Keluaran yang dihasilkan dari Forum SKPD Kabupaten adalah:

1. Rancangan Renja SKPD berdasarkan hasil Forum SKPD yang memuat

kerangka regulasi dan kerangka anggarar. SKPD;

Page 131: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

112

2. Prioritas kegiatan yang sudah dipilih menurut sumber pendanaan dari

APBD Kabupaten, APBD Propinsi maupun APBN;

3. Terpilihnya delegasi dari Forum SKPD "jang berasal dari organisasi

kekompok-kelompok masyarakat skala kabupaten untuk mengikuti

musrenbang Kabupaten (1-3 orang untuk setiap Forum SKPD);

4. Berita Acara Forum SKPD Kabupaten.

Peaerta, Peserta Forum SKPD Kabupaten terdiri dari para delegasi

kecamatan dan delegasi dari kelompok-kelompok masyarakat di tingkat

kabupaten yang berlc:aitan langsung dengan fungsi/SKPD atau gabungan SKPD

yang bersangkutan.

Nara Sumber Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten, Kepala

dan para pejabat Bappeda, anggota DPRD dali Komisi Pasangan Ke~a masing­

masing Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten, LSM yang memiliki bidang

kerja sesuai dengan fangsi SKPD, ahli/profesional baik yang berasi dari

kalangan praktisi maupun akademisi

Tugas Tim Penyelenggara, tugas tim penyelenggara forum SKPD adalah:

1. Merekapitulasi seluruh hasil Musrenbang Kecamatan;

2. Menyusun rincianjadwal, agenda dan tempat forum SKPD;

3. Mengundang peserta Forum SKPD;

4. Mendaftar peserta Forum SKPD;

5. Menyusun hasil pemutakhiran rancangan Renja SKPD berdasarkan hasil

Forum SKPD;

6. Menyediakan berbagai bahan kelengkapan untuk penyelenggaraan Forum

SKPD;

7. Merangkum berita acara penyelenggaracm Forum SKPD;

Page 132: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

113

8. Memberikan hasil Forum SKPD kepada Komisi Pasangan kerja di DPRD

Kabupaten

Tugas Delegasi Forum SKPD, tugas deklegasi fontm SKPD adalah;

1. Membantu Tim Penyelengga Forum SKPD dalam memutakhirkan

rancangan Renja SKPD;

2. Memperjuangkan prioritas kegiatan Renja Sf<PD dalam Musrenbang

Kabupaten;

3. Mendiskusikan berita acara hasil Forum SKPD dengan Komisi DPRD

yang terkait

Waktu Pelaksanaan Forum SKPD dilaksanakan selambat-lambatnya

bulan Februari 2007 dengan jadwal yang telah ditentukan sesuai dengan hasil

rapat koordinasi antara Bappeda Kabupaten Kebumen dengan SKPD.

Di Kabupaten Kebumen forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

dilaksanak:m pada tanggal 19 s.d. 21 Februari 2007 bertempat di Gedung

Pertemuan Setda Kabupaten Kebumen yang difasilitasi oleh Bappeda

Kabupaten Kebumen. Forum SKPD ini dilaksanakan selama tiga hari karena

usulan yang berasal dari kecamatan jumlahnya cukup banyak. Guna

mensinkronkan usulan tersebut dengan Rencana kerja SKPD yang

bersangkutan dipertukan pembahasan yang cukup panjang dan menyita waktu.

Dalam forum SKPD dibahas berbagai masukan dari kecamatan yang

merupakan husil dari musrenbang kecamatan. Kemudian usulan tersebut

disinkronkan dengan rencana kerja SKPD yang bersangkutan atau SKPD yang

sesuai dengan usulan kegiatan pembangunan yang direncanakan di kecamatan.

Rencana kegiatan pembangunan dibahas esuai fungsi masing-masing SKPD

sebagai contoh usulan kegiatan pembangunan bidang kesehatan akan dibahas

dengan Dinas Kesehatan, usulan tentang pelatihan tenaga kerja akan dibahas

Page 133: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

114

dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, usulan tentang pembangunan

fisik Galan, saluran air, jembatan dan sebagainya) dibahas dengan Dinas

Permukiman dan Prasarana Daerah, demikian seterusnya.

4.1.2.4 Musyawarah

Kabupaten

Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)

Pengertian, Musrenbang Kabupaten adalah musyawarah antar pelaku

pembangunan (stakeholders) kabupaten untuk mematangkan rancangan

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) kabupaten berdasarkan rencana

kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) hasil forum Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) dengan cara mP-ninjau keserasian antara rancangan

rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang hasilnya digunakan

untuk pemutakhiran rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

Pelaksanaan musrenbang Kabupaten memperhatikan hClsil pembahasan forum

SKPD dan forum gabungan SKPD, Rencana Pembangunan Jangka

Menengah/Renstra Daerah, kinerja pembangunan tahun berjalan dan masukan

dari para peserta musrenbang. Hasil Musrenbang ;,abupaten adalah prioritas

kegiatan yang dipilih menurut sumber pendanaan dari APBD setempat, APBD

propinsi dan APBN sebagai bahan pemutakhiran rancangan RKPD

kabupaten/kota menjadi dasar penyusunan anggaran tahunan. RKPD adalah

Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang menjadi rujukan utama penyusunan

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).

Tujuan Musrenbang; tujuan pelaksanaan Musrenbang berdasarkan

pedoman yang telah disusun ada tign hal yaitu: Perlama, mendapatkan masukan

untuk penyempumaan rancangan awal RKPD yang memuat prioritas

pembangune.n daerah, pagu indikatif pendanaan pembangunanberdasarkan

fungsi SKPD, rancangan AlokGsi Dana Desa , termasuk dalam pemutakhiran ini

Page 134: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

115

adalah informasi mengenai kegiatan yang pendanaannya berasal dari APBD

Propinsi, APBN dan sumber pendanaan lainnya. Kedua, mendapatkan rincian

rancangan awal RKA SKPD, khususnya yang berhubungan dengan

pembangunan. Ketiga, menetapkan rincian rancangan awal kerangka regulasi

menurut SKPD yang berhubungan dengan pembangunan.

Masukan Musrenbang, berbagai hal yang perlu disiapkan dalam

pelaksanaan musrenbang adalah sebagai berikut : Pertama, berasal dari

kabupaten yaitu : a) Rancangan RKPD yang disusun oleh Bappeda berdasarkan

prioritas pembangunan daerah; b) Rancangan Renja SKPD hasil forum SKPD

yang memuat kerangka regulasi dan kerangka anggaran yang kegiatannya

sudah dipilah berdasarkan sumber pendanaan dari APBD Kabupaten, APBD

Prop[nsi, APBN dan sumber pendanaan lainnya: c) Prioritas dan plafon

anggaran aynag dikeluarkan oleh Bupatilwalikota yang terdiri dari plafon untuk

SKPD dan plafon untuk Alokasi Dana Desa: d) Daftar nama delegasi Forum

SKPD yang terpilih untuk mengikuti Musrenbang Kabupaten: e) Berbagai

dokumen perencanaan dan regulasi yang terkait dengan pembangunan. Kedua,

berasal dari kecamatan antara lain : a) Daftar prioritas kegiatan pembangunan

yang berasal dari kecamatan: b) Daftar nama delegasi kecamatan yang terpilih

untuk mengikuti Forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten: c) Daftar nama

delegasi forum SKPD yang terplih untuk mengikuti Musrenbang Kabupaten.

Mekanisme Musrenbang; musrenbang kabupaten dilaksanakan dengan

dua tahapan yaitu tahapan persiapan dan tahapan pelaksanaan, penjelasan

tahap-tahap Musrenbang adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan, dengan kegiatan sebagai berikut:

a. Kepala Bappeda menetapkan Tim Penyelenggara Musrenbang

Kabupaten:

Page 135: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

116

b. Tim Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut:

a) Mengkompilasikan prioritas kegiatan pembangunan dari Forum SKPD

dan Musrenbang Kecamatan,

b) Menyusun jadwal dan agenda musrenbang,

c) Mengumumkan secara terbuka tentang jadwal, agenda, dan tempat

Musrenbang Kabupaten, minimal 7 hari sebelum kegiatan dilakukan,

agar peserta bisa segera melakukan pendaftaran dan atau diundang.

d) Membuka pendaftaran dan atau mengundang caJon peserta

Musrenbang Kabupaten, baik delegasi dari kecamatan maupun dari

Forum SKPD,

e) Menyiapkan peralatan dan bahan/materi serta notulen untuk

Musrenbang Kabupatenlkota.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pemaparan kebijakan pembangunan Propinsi Jawa Tengah 2008;

b. Pemaparan prioritas kebijakan pembangunan daerah Kabupaten

Kebumen (Rancangan RKPD);

c. Pemaparan pokok-pokok pikiran DPRD Kabupaten Kebumen

berdasarkan hasil penjaringan aspirasi masyarakat

d. Pemaparan kebijakan anggaran Kabupaten Kebun 1en dan pagu dana

pernbangunan

e. Per.ilaian dan Penetapan Prioritas Kegiatan. Pada tahap ini peserta

dibagi ke dalam 3 kelompok dan dilaksanakan dalam 2 hari. Peserta

menetapkan prioritas usulan kegiatan dengan cara melakukan penilaian

kepada prioritas usulan kegiatan hasil forum SKPD berdasarkan kriteria

penilaian yang telah ditetapkan. Tata cara penilaian dan penetapan

prioritas disampaikan kepada peserta.

Page 136: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

117

f. Perumusan Hasil Pelaksanaan Musrenbang. Daftar prioritas usulan

kegiatan hasil penilaian dan penetapan dalam pelaksanaan musrenbang

disusun dengan mengacu nomenklatur bidang kewenangan, program dan

kegiatan dalam Rencana Stratejik Daerah Tahun 2006-2010, dengan

urutan kegiatan dari nilai (skor) yang paling tinggi diikuti dengan nilai

(skor) yang lebih rendah.

Daftar prioritas usulan kegiatan tersebut digunakan sebagai bahan bagi

proses perencanaan selanjutnya dengan ketentuan bahwa : Pertama.

Oaftar prioritas usulan kegiatan pembangunan yang diusulkan dibiayai

APBD Kabupaten merupakan bahan bagi pemutakhiran rancangan RKPD

Kabupaten Kebumen. Kedua. Daftar prioritas usulan kegiatan yang telah

disepakati diusulkan melalui APBD Propinsi dan APBN akan

ditindaklanjuti oleh Bappeda sebagai bahan dalam Musrenbang Propinsi

Jawa Tengah.

Hasil pengamatan di lokasi penelitian dalam pelaksanaan Musrenbang

(Musyawarah Perencanaan Pembangunan) Kabupaten peserta Musrenbang

meliputi berbagai unsur yang dikelompokkan kedalam 3 (tiga) unsur yaitu unsur

pemerintah, unsur penunjang dan unsur masyarakat (sebagaimana tercantum

dalam Tabel 11 ). Seluruh peserta Musrenbang melakukan penilaian terhadap

usulan kegiatan dalam format yang telah disediakan yang berisi tentang

program/kegiatan, lokasi kegiatan, volume kegiatan. Penilaian didasarkan pada

kriteria-kriteria yang telah ditetapkan pa<.la tahap persiapan. Kriteri seleksi

didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM)

Kabupaten Kebumen. Kriteria seleksi sangat penting agar setiap kesepakatan

diambil didasarkan pada pembahasan dan penilaian yang obyektif dan adil.

Rentang penilaian berkisar antara 1 - 4, nilai 1 berarti rendah, nilai 2 berarti

Page 137: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

118

sedang, nilai 3 berarti tinggi, dan nilai 4 berarti sangat tinggi. Nilai-nilai yang

diperoleh dari unsur pemerintah, unsur penunjang dan unsur masyarakat

dijumlah kemudian dirata-rata sehingga diperoleh nilai akhir.

Berkenaan dengan penilaian dalam proses penentuan prioritas kegiatan

pembangunan yang dilaksanakan dalam forum musrenbang kabupaten ini,

Kepala Sub Bagian Perencanaan pada Ba::>peda secara singkat mengemukakan

bahwa:

"Penilaian berfungsi untuk menggali gagasanlide peserta Musrenbang melalui angka-angka, dengan demikian mereka dengan mudah dapat menentukan kegiatan mana yang mendapat prioritas. Manfaat skoring atau penilaian adalah untuk memudahkan peserta menentukan prioritas kegiatan berdasarkan pada kriteria-kriteria yang ada dengan melihat program/kegiatan, lokasi kegiatan dan volume kegiatan. Format penilaian sudah disediakan oleh Bappeda, sehingga peserta tinggal mencantumkan besamya skor. Dalam penyusunan skala prioritas usulan kegiatan didasarkan pada besamya nilai akhir masing-masing kegiatan." (Wawancara tanggal26 Maret 2007)

Musrenbang Kabupaten Kebumen tahun 2007 dilaksanakan pada hari

Selasa dan Rabu tar.ggal 13 dan 14 Maret 2007 bertempat di Gedung

Pertemuan Setda Kabupaten Kebumen yang diikuti oleh peserta dari berbagai

kalangan antara lain : Pejabat Propinsi Jawa Tengah, Bakorlin Wilayah II,

Muspida, DPRD Kabupaten Kebumen, Sekda dan para asisten sekda, Kepala

Badan/Dinas/Kantor dan bagian, Delegasi dari Musrenbang Kecamatan,

Delegasi dari Forum SKPD Kabupaten Kebumen, Pimpinan Lembaga/Satuan

Kerja lainnya dan organisasi masyaraku~LSM/Perguruan tinggi yang terbagi

menjadi 3 (tiga) unsur seperti tercantum dalam Tabel11 di bawah ini :

Page 138: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

27.

28.

29.

30.

31.

32.

33.

34.

35.

36.

37.

38.

119

Tabel 11 Peserta Musyawarah Perencanaan P~mbangunan (Musrenbang)

Kabupaten Kebumen Tahun 2007

Unsur Pemerintah Unsur Penunjan_g_ Unsur Ma~arakat

Pejabat Propinsi Jawa 1. STIE Putra Bangsa 1. Uns~.;r kecamatan Tengah 2. AMIKPGRI 26 orang

Bakorlin wilayah II 3. STAINU 2. Unsur Desa 920

Muspida 4. AKPER Muh<.~madiyah orang

DPRD Kabupaten Kebumen 5. LSM di Kebumen 3. Pengawal RPTK

Kecamatan 78 Sekda dan para asisten 6. Dewan Pendidikan orang 26 Camat se-Kebumen 7. Dewan Kesenian Badan Pengawasan Daerah 8. Dewan Kerajinan Nasional Badan Kepegawaian dan Daerah Kebumen Diklat Daerah 9. Dewan Koperasi Indonesia Bappeda Daerah Kebumen

Badan Pongelolaan RSUD 10. KADIN Kebumen

BIKdan PDE 11. Gapensi Kebumen

Dinas Pert::mian 12. Organda Kebumen

Dinas Pe11didikan dan 13. Kelompok Wanita Tani Ternak Kebudayaan 14. Kelompok Tani Temak Dinas Tenaga Kerja dan 15. TP PKK Kebumen Transmigrasi

16. Dharma Wanita Kabupaten Dinas Peperla Kebumen Dinas Perindagkop 11. GOPTKI Dinas Kimprasda 18. Dewan Pendidikan Dinas Parsenibud 19. GOWKebumen Dinas Perhubungan 20. lkatan Dokter Indonesia {IDI) Dinas Kesehatan 21. lkatan Bidan Indonesia {IBI) Dinas KBPM 22. DPC Nahdlatul Ulama Dinas Kesbanglinmassos 23. DPC Muhammadiyah Dinas SDA, Pertambangan 24. PWI Kebumen dan Energi

25. GKI Kebumen Dinas Perhutanan dan Pedal

26. BKPH Kebumen Kantor Departemen Agama

27. LP2M Kebumen Kantor Sat. Pol. PP

28. BKM P2KP Kebumen Kantor Registrasi Penduduk

29. IRE Kebumen dan Catatan Sipil

Kantor Kas Daerah 30. Dewan Tani

Kantor Pengelola Pasar

Kantor Pendapatan Daerah

Bagian di Sekretariat Daerah

KPU

Sekretariat DPRD

Sub Dinas dan UPTD

Perusahaaan Daerah

BPS Kebumen

BPN Kebumen

UPT LIPi Kebumen -·---------~--·-·----·---·-·---

Sumber: Bappeda Kabupaten Kebumen, 2007

/.6J z

Page 139: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

120

Agenda Musrenbang adalah sebagai berikut :

1. Pembukaan dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2007 dengan acara

sebagaiberikut:

a. Pendaftaran peserta

b. Pembukaan dan laporan penyelenggara.

c. Sambutan Bupati Kebumen.

d. Pemaparan kebijakan pembangumm Propinsi Jawa Tengah Tahun 2006.

e. Pemaparan prioritas kebijakan pembangunan daerah Kabupaten

Kebumen (Rancangan RKPD).

f. Pemaparan pokok-pokok pikiran DPRD Kabupaten Kebumen

berdasarkan hasil penjaringan aspirasi masyarakat.

g. Pemaparan kebijakan anggaran Ke:~bupaten Kebumen dan pagu dana

pembangunan.

h. Pemaparan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat ')aerah (SKPD) oleh

seluruh Badan/Dinas/Kantor atau instansi di Kabupaten Kebumen.

2. Diskusi Penilaian dan Penetapan Prioritas Kegiatan dilaksanakan pada hari

kedua yaitu Rabu tang gal 14 Maret 2007.

Keluaran Musrenbang; ada 2 hal pokok yang hendak dicapai dalam

Musrenbang yang melibatkan partisipas; masyarakat, yaitu: Pertama; rancangan

RKPD yang memuat prioritas pembangunan daerah, pagu indikatif pendanaan

pembangunan. Kedua; daftar prioritas usulan kegiatan yang sudah dipilah

berdasarkan sumber pembiayaan dari APBD Kabupaten, APBD Propinsi, APBN.

Peserta Musrenbang; musrenbang dilaksanakan secara partisipatif dan

demokratis. Peserta yang diundang berpartisipasi dalam musrenbang adalah

delegasi dari musrenbang kecamatan dan delegasi dari forum SKPD yang

Page 140: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

121

mencakup semua unsur pelaku pembangL•nan yang berkaitan langsung dengan

pembangunan yaitu :

1) Pejabat Propinsi Jawa Tengah (Bappeda Propinsi)

2) Bakor1in Wilayah II

3) Muspida Kabupaten Kebumen

4) DPRD Kabupaten Kebumen

5) Sekretaris Daerah Kabupaten Kebumen dan para asistennya

6) Kepala Badan/Dinas/Kantor/Bagian se Kabupaten Kebumen

7) Delegasi dari Musrenbang Kecamatan

8) Delegasi dari Forum SKPD Kabupaten Kebumen

9) Pimpinan Lembaga/Satuan Ke~a lainnya

1 0) Organisasi masyarakat/LSM/Perguruan tinggi setempat.

Dalam diskusi musrenbang ini seluruh peserta dikelompokkan dalam 3

kelompok pembahasan yaitu : Kelompok A membahas bidang ekonomi,

kelompok B membahas bidang sosial budaya dan yang terakhir kelompok C

membahas bidang pengembangan wilayah.

Pasca Musrenbang, setelah pelaksanaan Musrenbang Kabupaten yang

dilakukan adalah pemutakhiran rancangan Rencana Ke~a Pemerintah Daerah

(RKPD). Dalam pelaksanaan pemutakhiran RKPD ini, Bappeda mengundang

seluruh kepala dinas yang ada dan instansi terkait. Pemutakhiran rancangan

RKPD merupakan kegiatan untuk menyempumakan Rancangan RKPD sesuai

dengan hasil dari pelaksanaan musrenbang yang berupa Kebijak.an umum

anggaran (KUA), prioritas pembangunan, plafon/pagu dana dan daftar prioritas

usulan kegiatan. Rancangan RKPD yang disempurnakan ini merupakan bahan

bagi Penyusunan Arah Kebijakan Umum, Strategi dan Prioritas Anggaran

Pen<.lapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kebumen.

Page 141: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

122

Perencanaan pembangunan daerah dengan forum musyawarah

perencanaan pembangunan (musrenbang} diharapkan efektif meningkatkan

kredibilitas, legitimasi dan dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat. Untuk

mendorong ter1aksananya sistem perencanaan pembangunan partisipatif

tersebut secara lebih baik diper1ukan keter1ibatan berbagai komponen pemegang

peran pembangunan (stakeholders} dengan didukung oleh kesamaan

pandangan tentang tatacara dan kriteria-kriteria pengambilan keputusan, serta

persepsi, keinginan dan kebutuhan pembangunan.

4.1.3 Kemampuan Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakomodasi

Asplrasl Masyarakat

Dalam proses perencanaan pembangunan dengan model perencanaan

partisipatif yang dikembangkan dengan forum Musyawarah Peencanaan

Pembangunan (Musrenbang}, aspirasi masyarakat diakomodasi secara

be~enjang mulai dari tingkat desa, tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten.

Aspirasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan di tingkat desa

disalurkan atau diakomodasi melalui forum Musyawarah Perencanaan

Pembangunan Desa (Musrenbang desa). Selanjutnya pada tingkat kecamatan

diakomodasi dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan

(Musrenbang Kecamatan) dan pada tingkat kabupaten adalah dalam forum

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kabupaten (Musrenbang Kabupaten).

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa )'ang dilaksanakan oleh

masing-masing desa menghasilkan Rencana Pembangunan Tahunan Desa

(RPTD) yang dibiayai oleh APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa)

dan swadaya mumi masyarakat. Keluaran lain yang dihasilkan adalah daftar

usulan kegiatan/program pembangunan ya'lg memer1ukan pembiayaan APBD

Kabupaten, APBD Propinsi dan APBN. Daftar usulan ini selanjutnya menjadi

Page 142: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

123

bahan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan (Musrenbang

Kecamatan). Peserta musyawarah adalah tokoh masyarakat, kepala dusun,

kepala desa, BPD, LPMD, Karang taruna, PKK Desa dan kelompok masyarakat

yang berkepentingan dalam pembangunan desa.

Kepala Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar, salah satu desa di

Kabupaten Kebumen memberikan informasi sebagai berikut :

"Pemerintah Desa Grenggeng telah berusaha menghadirkan seluruh unsur masyarakat seperti 1okoh masyarakat, kepa1a dusun atau RTIRW dan Jain sebagainya yang mampu dia;ak berunding untuk membahas rencana pembangunan desa. Masyarakat di desa ini sebagian besar beke~a dibidang pertanian dan sebagian mempunyai usaha rumah tangga (kerajinan anyaman). Rencana kegiatan pembangunan sudah kami susun dalam bentuk draft dan dibagikan kepada seluruh peserta musyawarah. Draft tersebut kami susun bersama-sama dengan perangkat desa dan BPD. Hal ini juga biar Jebih muclah dan cepat dalam musyawarah. Musrenbang kemarin menghasilkan 5 rencana kegiatan pembangunan yaitu plurisasi/cor jalan, perbaikan tanggul kali, perbaikan saluran irigasi, pembuatan senderan dan penerangan jalan. Usulan tersebut semuanya berasal dari kami (sudah ada dalam draft) masyarakat semuanya setuju dengan usulan itu" (Wawancara tanggal 12 April 2007)

Dari penjelasan Bapak Kepala Desa Grenggeng di atas dapat dikatakan

bahwa dominasi pemerintah desa masih sangat kuat dalam pelaksanaan

musyawarah perencanaan pembangunan desa. Rencana kegaiatan

pembangunan hasil musrenbang Desa Grenggeng (5 kegiatan) tersebut

semuanya masih bersifat kegiatan fisik. Tidak ada kegiatan bidang pendidikan,

bidang kesehatan maupun bidang ekonomi. Hal ini te~adi karena pemahaman

masyarakat terhadap arti dari pembangunan, masyarakat memahami bahwa

pembangunan itu hanya sebatas kegiatnn-kegiatan fisik saja, yaitu kegiatan

membuat atau memperbaiki suatu bentuk fisik misalnya jalan, gedung,saluran

irigasi dan lain sebagainya.

Rencana kegiatan pembangunan hasil musrenbang desa direkap

kemudian ditetapkan dengan keputusan kepala desa dalam bentuk rencana

Page 143: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

124

pembangunan tahunan desa (RPTD). Bapak Sekretaris Desa Grenggeng (Carik)

mengungkapkan :

"Hasil musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) tahun lalu (bulan Nopember) di Desa Grenggeng sudah ditetapkan dalam Keputusan Kepala Desa Grengger:g Nomor 04 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Tahunan Desa (RPTD). RPTD ini nantinya yang kami jadikan sebagai usulan dalam musrenbang kecamatan. Ada 5 rencana kegiatan pembangunan yang masuk dalam RPTD. Kelima rencana kegiatan pembangunan itu kami usulkan dalam musrenbang kecamatan agar dapat pembiayaan dari kabupaten (APBD)." (Wr:~wancara tanggal 12 April 2007)

Lima Rencana Kegiatan pembangunan yang masuk dalam RPTD Desa

Grenggeng secara rinci dapat dilihat pada tabel 12 berikut 1ni :

Tabel12 Daftar Rencana Pembangunan Desa Grenggeng Tahun 2008

No Jenis Proyek Lokasi Jumlah Biaya

(Rp)

1 Plurisasi/cor jalan RWV, VII, VIII, IX,X 211.175.000,-

2 Perbaikan tanggul kali Abang RW.IX 20.000.000,-

3 Perbaikan saluruan tersier RW. I, Ill, IX,X 89.775.000,-

4 Pembuatan senderan RW.X 20.000.000,-

5 Penerangan jalan RW.IX 8.000.000,-

Sumber: RPTD Desa Grenggeng Tahun 2008

Rencana kegiatan pembangunan yang termuat dalam RPTD ini adalah

rencana kegiatan pembangunan yang pembiayaannya bersumber dari APBD.

Sedangkan rencana kegiatan pembangunan yang tidak masuk dalam RPTD ini

pembiayaannya akan diambilkan dari APBDes dan swadaya masyarakat.

Lain halnya dengan Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar, Desa

Rowo Kecamatan Mirit tidak melaksanakan musyawarah perencanaan

pembangunan (musrenbang) sebagaimana ketentuan yang berlaku. Dalam

menetapkan rencana pembangunan tahunan desa (RPTD), Kepala Desa Rowo

Page 144: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

125

mengambilnya dari RPJMDes. Barkait dengan hal ini Kepala Desa Rowo

mengatakan :

"Kami (Desa Rowo) memang tidak mengadakan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) desa, ya karena biayanya tidak ada mas. Karena rencana pembangunan tahunan desa harus dibuat dan dilaporkan ke kecamatan ya kami tetap membuat. Kami membuat RPTD dengan mungutip dari RPJMOes dan menambahakan kegiatan yang memang kami anggap dibutuhkan. Sebelum menyusun RPTD, saya dan perangkat desa serta BPD mengadakan rapat. Dalam rapat tersebut ditetapkan 4 (empat) rencana kegiatan pembangunan yang akan diusulkan di musrenbang kecamatan. Tentang usulan ini mungkin masyarakat tidak tahu, kami juga belum menyampaikan ke masyarakat." (Wawancara tanggal 3 April 2007)

Dari pemyataan Kepala Desa Rowo tersebut dapat disimpulkan bahwa

kegiatan perencanaan pembangunan dimonopoli oleh pemerintah desa (kepala

Desa). Masyarakat tidak pernah tahu adanya rencana tersebut, masyarakat akan

mengetahui apabila rencana kegiatan pembangunan akan dilaksanakan. Dapat

dikatakan bahwa masyarakat rowo hanya berpartisipasi pada pelaksanaan

pembangunan, sedangkan dalam perencanaan mereka tidak pernah terlibat.

Rencana kegiatan pembangunan Desa Rowo dapat dilihat pada tabel 13

berikut ini :

Tabel13 Daftar Rencana Pembangunan Desa Rowo Tahun 2008

No Jenis Proyek Lokasi Jumlah Biaya (Rp)

1 Pengaspalan jalan RW.I,II,V 60.500.000,-

2 Pengerasan jalan (makadam) RW.III 15.000.000,-

3 Perbaikan saluran/selokan RW.IV 13.750.000,-de sa

4 Pemberian modal nelayan RW. I, II,III,IV, V 150.000.000,-

Sumber: RPTD Desa Rowo Tahun 2008

Dari penjelasan dan informasi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

perencanaan pembangunan desa masih didominasi oleh elit birokrasi desa

Page 145: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

126

dalam hal ini adalah kepala desa dan perangkatnya. Aspirasi masyarakat belum

dapat tersalurkan secara baik, hal ini didukung dari data bahwa rencana kegiatan

pembangunan desa lebih banyak berasal atau atas usulan dari kepala desa.

Aspimsi masyarakat ditingkat kecamatan diwadahi atau diakomodasi

dalam fo;um Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan

(Musrenbangcam), sebelumnya forum ini disebut Diskusi Unit Daerah Kerja

Pembangunan (UDKP) kegiatan ini sering juga disebut dengan Temu Karya

LPMD (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa). Forum Musrenbang

Kecamatan ini dipimpin oleh Camat. Pada forum Musrenbang Kecamatan

dilakukan pembahasan rencana pembangunan secara terpadu pada tingkat

kecamatan deng:m memasukkan rencana pembangunan tahunan desa (RPTD)

dan usulan rencana pembangunan dari dinas/instansillembaga tingkat

kecamatan yang selanjutnya menghasilkan rencana pembangunan tahunan

kecamatan (RPTK).

Kegiatan Musrenbang telah dilaksanakan oleh Pemerintah baik ditingkat

desa maupun ditingkat kecamatan. Hal ini juga menunjukkan bahwa prosedur

perencanaan dari bawah (bottom-up planning) sudah terwujud ditingkat

kecamatan. Dan aspirasi masyarakat dapat diakomodasi sampai dengan tingkat

kecamatan. Berkenaan dengan hal tersebut Kepala Seksi Pembangunan

Kecamatan Mirit menjetaskan bahwa :

"Semua usulan dari desa di wilayah Mirit sepanjang nilai dan kegiatannya logis kita tampung dan kita masukkan dalam Rencana pembangunan tahunan kecamatan (RPTK) dan aJ..:an kita bawa sebagai usulan kegiatan pembangunan dalam forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten dengan harapan usulan tersebut dapat disetujui atau dapat masuk dalam anggaran tahun depan sehingga kegiatan pembangunan yang direncanakan di desa dapat dilaksanakan pada tahun berikutnya." (Wawancara tanggal 9 April 2007)

Page 146: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

127

Hal senada juga diungkapkan oleh 1:3apak Camat Mirit :

"Kami (pemerintah kecamatan) hanya sebagai fasilitator, jadi semua yang diusulkan oleh warga kami (dari desa) kami tampung dan akan kami ajukan dalam forum kabupaten (forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten). Dan kami akan berusaha agar usulan kami dapat diterima dan masuk sebagai prioritas kegiatan pembangunan daerah" (Wawancara tanggal 9 April 2007)

Musrenbang kecamatan dilaksanakan dengan memperhatikan usulan dari

desa yang merupakan hasil dari musrenbangdes. Dalam forum musrenbang

kecamatan dihasilkan daftar kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan di

kecamatan tersebut pada tahun berikutnya yang akan diusulkan dalam Forum

Satuan Ke~a Perangkat Daerah (SKPD) c1an atau Forum Gabungan SKPD yang

selanjutnya sebagai bahan Mu~renbanc Kabupaten. Secara umum tujuan

dilaksanakan musrenbang kecamatan ini adalah untuk membahas dan

menyepakati hasil-hasil Musrenbang dari tingkat Desa/Kelurahan yang akan

menjadi prioritas kegiatan pembangunan di wilayah Kecamatan yang

bersangkutan, membahas dan menetapkan prioritas kegiatan pembandunan di

tingkat Kecamatan yang belum tercakup dalam prioritas kegiatan pembangunan

Desa/Kelurahan serta melakukan klasifikasi atas prioritas ke~iatan pembangunan

di wilayat-. Kecamatan sesuai dengan fungsi-fungsi Satuan Ke~a Perangkat

Daerah Kabupaten.

Usulan rencana kegiatan pembangunan dari desa ditampung dan direkap

kemudian ditetapkan dalam rencana pembangunan tahunan kecamatan (RPTK).

Dari informasi dan data yang ada dapat dikatakan bahwa fungsi dari musrenbang

kecamatan hanya sekedar menampung aspirasi masyarakat dari desa tanpa ada

suatu pembahasan yang bermakna. Hal ini didukung oleh Bapak Ahmadi

(peserta musrenbang kecamatan Mirit dari unsur LSM) yang menyatakan :

"Menurut saya palaksanaan musrenbang kecamatan sia-sia saja. Dalam musrenbrmg tersebut seluruh usulan dari desa direkap, kemudian dikelompokkan menurut fungsi satuan ke~a perangkat daerah (SKPD).

Page 147: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

128

Kemudian rencana kegiatan pembangunan yang sudah dikelompokkan menurut fungsi SKPD tersebut ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Tahunan Kecamatan (RPTK), dan RPTK ini akan dijadikan bahan dalam forum SKPD dan Musrenbang di tingkat Kabupaten. Dalam musrenbang kecamatan kan harusnya dibahas secara mendalam usulan dari desa, mana yang urgensi mana yang tidak, mana yang harus di biayai APBD mana yang cukup dibiayai dengan APBDes dan kalo memang 1m dilaksankan kan ada usulan yang seharusnya ditolakldikembalikan ke desa.' (Wawancara tanggal 5 April 2007)

Berdasarkan data dan informasi yang dipeoleh penulis, forum

musrenbang kecamatan hanya sekedar menampung usulan rencana kegiatan

pembangunan dari seluruh desa/kelurahan di wilayahnya kemudian

mengklasifikasikan menurut fungsi/SKPD dan menentukan prioritas usulan

tersebut sehingga dapat dikatakan seluruh usulan rencana pembangunan dari

masyarakat/desa (aspirasi masyarakat) dapat terakomodasi oleh forum

musyawarah perencanaan pembangunan kecamatan (musrenbangcam). Hasil

dari musrenbang kecamatan ini akan dimasukkan dalam Rencana F>embangunan

Tahunan Kecamatan (RPTK) yang dijadika11 sebagai bahan dal<:1m forum Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Musrenbang Kabupaten. Rencana

pembangunan tahunan kecamatan (RPTK) dapat dilihat pad a tabel berikut ini :

Page 148: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

129

Tabel14 Daftar Rencana Pembangunan Kecamatan Karanganyar Tahun 2008

Bidang Lokasi Kegiatan Biaya (Rp) Pertanian Sidomulyo Bantuan pupuk 27.000.000

Panjatan Bibit tanaman manoni 4.000.000 dst.

Perikanan dan Plarangan Budidaya lele 3.000.000 Kelautan dst. Pertambangan Karang kemiri Pengembangan listrik desa 90.000.000 dan Energi dst. dst. dst. Perindustrian & Candi Rehap pasar desa 59.400.000 Perdagangan dst. Perkoperasian Karanganyar Bantua11 lv1odal 10.000.000

dst. Penanaman - - -modal Kehutanan - - -Administrasi Candi Pengadaan komputer & 7.500.000 Umum dan dst. orinter Pemerintahan Tenaga kmja Karanganyar Pelatihan elektronika 8.000.000

dst. Kesehatan Puskesmas Pengadaan peralatan medis 80.000.000

d:;t. Pendidika., & UPT Dinas P & Kejar paket B 8.800.000 Kebudayaan K Mirit Kejar paket C 52.900.000

dst. dst. Sosial Panjatan Rel".ab mushola 3.000.000

dst. Kependudukan - - -Olah Raga Karanganyar Pembuatan line atletik 20.500.000

dst. Tata Ruang Karanganyar Pembangunan trotoar 200.000.000 PU Bina marga Plarangan Perbaikan jalan aspal 648.000.000

Pohkumbang Betonisasi jalan 240.000.000 Grenggeng Plurisasi/pengecoran jalan 211.175.000 dst.

PU Pengairan Grenggeng Perbaikan tanggul sungai 20.000.000 Perbaikan saluran irigasi 89.775.000

dst. Pembuatan senderan 20.000.000 PU Cipta karya Grenggeng Penerangan jalan 8.000.000

dst. Perhubungan - - -Lingkungan Karanganayar Penghijauan jalan 1.875.000 Hidup dst. Pariwisata - - -Pertanahan 11 Desa Proyek Pronas sertifikat -Permukiman 11 Desa Plesterisasi rumah -Sumber: RPTK Kecamatan Karanganyar

Page 149: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

130

Tabel15 Daftar Rencana Pembangunan Kecamatan Mirit Tahun 2008

Bidang Lokasi Kegiatan Biaya (Rp)

Pertanian 22 Desa Bantuan traktor 440.000.000 dst.

Perikanan dan Rowo Pemberian modal nelayan 150.000.000 Kelautan dst. Pertambangan \1\/iromartan Pemasangan jaringan listrik -dan Energi dst. dst. dst. Perindustrian & - - -Perdagangan Perkoperasian 22 desa Pembinaan pengurus koperasi -

dst. Penanaman - - -modal Kehutanan - - ----------------·- ----- ----------- ·-· . -- ---- . - --- ------------------- --------------Administrasi Mirit Rehap Pendopo kecamatan 1:£0.000.000 Umum dan dst. Pengadaan komputer & printer 7.500.000 Pemerintahan Tenaga kerja Mirit Pelatihan Perbengkelan 50.000.000

dst. Kesehatan Puskesmas Pengadaan peralatan medis 100.000.000

dst. Pendidikan & UPT Dinas P Rehab Gedung SMP 1 Mirit 201.000.000 Kebudayaan & K Mirit Rehab Gedung SD Kertodeso 40.000.000

dst. dst.

Sosial Wergonayan Rehab mushola 5.000.000 dst.

Kependudukan 22 desa Sosialisasi Akte kelahiran 4.000.000 Olah Raga 22 Desa Pengadaan Bola Volley dan net 8.800.000

dst.

PU Bina marga Rowo Pengaspalan Jalan 60.500.000 dst. Pengerasan jalan (makddam) 15.000.000

PU Pengairan Rowo Perbaikan saluran/selokan 13.750.000 dst.

PU Cipta karya Singoyudan Rehab Jembatan 20.000.000

dst.

Perhubungan - - -Lingkungan Lembupurwo Penghijauan jalan 22.500.000 Hidup dst.

Pariwisata - - -Pertanahan 22 Desa Sosialisasi program sertifikasi 25.000.000

Permukiman 22 Desa Pening_katan sarana rumah 110.000.000

Sumber: RPTK Kecamatan Mirit

Page 150: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

131

Dalam kedua tabel di atas tidak ditampilkan secara keseluruhan, penulis

hanya melihat usulan dari Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar dt:m Desa

Rowo Kecamatan Mirit. Dari kedua tabel tersebut dapat diketahui bahwa usulan

dari Desa Grenggeng sebanyak 5 buah usulan kegiatan semuanya masuk dalam

RPTK Kecamatan Karanganyar. Demikian pula usulan dari Desa Rowo dari 4

usulan semuanya juga masuk dalam RPTK Kecamatan Mirit. Hal ini mendukung

informasi yang penulis peroleh bahwa fungsi musrenbang kecamatan hanya

sekedar merampung usulan dari desa yang bersangkutan.

Perencanaan pembangunan selanjutnya adalah pada tirjgkat dinas atau

disebut dengan Forum Satuan Ke~a Perangkat Daerah (Forum SKPD). Forum

SKPD ini dilaksanakan untuk mensinkronkan prioritas kegiatan pembangunan

dari berbagai kecamatan dengan Rancangan Rencana Ke~a Satuan Perangkat

Daerah (Renja-SKPD) dan dalam rangka menetapkan prioritas kegiatan yang

akan dimuat dalam Renja-SKPD. Di Kabupaten Kebumen Forum SKPD ini

dilaksanakan pada tanggal 19 s.d. 21 Februari 2007 bertempat di Gedung

Pertemuan Sekretariat Daerah Kabupatel"' Kebumen. Usulan rencana kegiatan

yang telah disusun oleh kecamatan dan telah dikelompokkan berdasarkan fungsi

SKPD tersebut di bahas dengan SKPD yang bersangkutan. Pada tahap ini

perwakilan dari kecamatan mengusulkan kepada SKPD yang bersangkutan,

selain itu SKPD sendiri juga telah membuat rancangan Rencana Ke~a SKPD.

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan informasi yang penulis peroleh

diketahui bahwa hasil forum ini lebih didominasi oleh usulan yang berasal dari

SKPD karena usulan ~ari SKPD tersebut lebih matang dan kenyataanya lebih

urgensi serta skalanya lebih luas. Usulan dari kecamatan yang lolos biasanya

karena memang kebetulan sama dengan usulan dari SKPD. Hal ini disampaikan

oleh Bapak Camat Mirit sebagi berikut :

Page 151: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

132

"Dalam forum SKPD biasanya usulan dari kecamatan kalah dengan usulan dari dinas. Hal ini karena kemampuan dari masyarakat jauh bila dibanding dengan orang-orang dinas. Usulan kami ada yang diterima itupun karena kebetulan sudah diprogramkan oleh dinas." (Wawancara tanggal 9 April 2007).

Berkait dengan hal tersebut Bapak Kepala Dinas Permukiman dan

Prasarana Daerah Kabupaten Kebumen menyatakan :

"Forum SKPD gunanya untuk mensinkronkan antara usulan rencana kegiatan pembangunan dari kecamatan dengan rancangan rencana kerja Satuan kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD). Dalam menyusun rancangan Renja-SKPD kami selalu berdasarkan data yang kami peroleh dari wilayah kebetulan kami puny8 UPTD di kecamatan. Kami tidak bisa menerima seluruh usulan dari kecamatan, jvmlah anggarannya sangat besar. Untuk mengakomodasi u5ulan dari kecamatan (desa), kami mempunyai pos anggaran yaitu peningkatan prasarana desa jumlahnya sekitar Rp. 750.000.000,-. Jumlah ini jauh dari kata cukup karena jumlah desa di Kabupaten Kebumen adalah 460 desa. Dengan terpaksa banyak usulan dari desa yang kami tolak." (Wawancara tanggal 16 April 2007)

Hal senada disampaikan oleh Bapak Kepala Dinas Keluarga Berencana

dan Pemberdayaan Masyarakat (KBPM) yaitu :

"Karena anggaran pada dinas kami (KBPM) terbatas, maka kami tidak bisa merealisasikan seluruh usulan rencana kegiatan pembangunan dari desa (melalui kecamatan). Usulan yang belum dapat direalisasikan tetap kami tampung untuk kami jadikan bahan kajian dalam perencanaan tahun selanjutnya." (Wawancara tanggal 16 April 2007)

Tahap perencanaan pembangunan selanjutnya adalah Musyawarah

Perencanaan Pembangunan Kabupaten (Musrenbangkab). Kompilasi hasil

musyawarah perencanaan pembangunan kecamatan dan hasil dari Forum SKPD

dibawa ke forum musyawarah perencanaan pembangunan kabupaten.

Musrenbang Kabupaten dilaksanakan bertujuan untuk : Pertama, mendapatkan

masukan untuk penyempurnaan rancangan awal RKPD yang memuat prioritas

pembangunan daerah, pagu indikatif pendanaan pembangunan berdasarkan

fungsi SKPD, ra:1cangan Alokasi Dana Desa, turmasuk dalam pemutakhiran ini

adalah informasi mengenai kegiatan yang pendanaannya berasal dari APBD

Propinsi, APBN dan sumber pendanaan lainnya. Kedua, mendapatkan rincian

Page 152: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

133

rancangan awal RKA SKPD, khususnya yang berhubungan dengan

pembangunan. Ketiga, menetapkan rincian rancangan awal kerangka regulasi

menurut SKPD yang berhubungan dengan pembangunan.

Pada dasamya Musrenbang Kabupaten merupakan penajaman kegiatan

dan penentuan prioritas kegiatan. Dalam rangka penyesuaian pagu anggaran

dengan total anggaran usulan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :

menghilangkan kegiatan yang dianggap tidak prioritas, mengurangi target kinerja,

sehingga volume juga berkurang dan menunda kegiatan yang dianggap kurang

prioritas. Dalam musrenbang kabupaten ir.i ditampung dan dibahas usulan yang

berasal dari kecamatan dan hasil dari forum SKPD dan ditentukan prioritas

rencana kegiatan pembangunan. Dalam menentukan prioritas rencana kegiatan,

diarahkan pada :

1 Kegiatan yang bersifat menyelesaikan masalah yang mendesak;

2 Kegiatan yang meningkatkan sarana prasarana pelayanan dasar;

3 Kegiatan yang berorientasi pada l\ebutuhan langsung masyarakat dan

bersifat pemberdayaan ekonomi masyarakat;

4 Kegiatan yang mengembangkan kawasan yang berorientasi luas (skala

kabupaten, propinsi maupun nasional)

5 Kegiatan yang pemecahan masalahnya belum selesai;

6 Kegiatan yang mendukung stabilitas daerah dan masyarakat.

Selain itu dalam menentukan skala prioritas rencana kegiatan

pembangunan juga harus memperhatikan variable sebagai t.erikut :

1. Keadilan adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya

dan/atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan

pertimbangan ouyektif.

2. Manfaat adalah keuangan yang dianggarkan diutamakan untuk pemenuhan

kebutuhan masyarakat.

Page 153: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

134

3. Kepatutan adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar

dan proposional. (layak)

4. Ekonomis adalah pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas

tertentu oada tingkat harga yang terendah

5. Kesesuaian adalah keselarasan kegiatan dengan kebijaksanaan/

perencanaan/peraturan yang berlaku

Karena keterbatasan kemampuan perencanaan di tingkat desa maupun

tingkat kecamatan, seringkali usulan dari desa dan kecamatan tersebut terganjal

dalam penentuan prioritas dalam musrenbang kabupaten. Banyak sekali usulan

yang kurang sesuai dengan arah kegiatan dan variabel skala prioritas yang telah

ditetapkan. Berkaitan dengan masalah pendanaan, pada tabel 16 berikut dapat

dilihat secara jelas perkiraan penerimaan keuangan.

Tabel16 Perkiraan Pendapatan Kabupaten Kebumen Tahun 2008

NO. URAIAN Jumlah (Rp)

1. PENDAPATAN 788.726.628.400

1.1. Pendapatan Asli Daerah 56.142.828.900

1.1.1. Pajak Daerah 9.355.166.000

1.1.2. Retribusi Daerah 21.791.390.400

1.1.3. Hasil Perusahaan Milik Daerah & Hasil Pengelolaan 1.711.814.000 Kekayaan Dc.eerah Yang Dipisahkan

1.1.4. Lain-Lain PendE.patan Asli Daerah Yang Sah 23.284.458.500

1.2. BAGIAN DANA PERIMBANGAN 709.188.526.500

1.2.1. Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 16.795.322.000

1.2.2. Dana Alokasi Umum 631.609.602.000

1.2.3. Dana Alokasi Khusus 60.783.602.500

1.3. LAIN-LAIN PENERIMAAN YANG SAH 23.395.273.000

2. PERKIRAAN DIFISIT MAKSIMAL 119.106.755.869

3. TOTAL BELANJA 907.833.384.269

Sumber: Bappeda Kabupaten Kebumen 2007

Page 154: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

135

Dari uraian di atas dan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, dapat

dikatakan bahwa dalam perjalanannya aspirasi mt•syarakat (usulan rencana

kegiatan pembangunan) yang berasal dari desa banyak yang gagal masuk

dalam kebijakan pembangunan daerah. Banyak rencana kegiatan pembangunan

yang ditolak karena berbagai alasan. Berkaitan dengan hal ini Kepala Sub-

bagian Perencanaan pada Bappeda Kabupaten Kebumen menyatakan :

"Jumlah usulan rencana kegiatan pembangunan dari kecamatan dalam musrenbang kabupaten kemarin cukup banyak yaitu sekitar 2.824 buah usulan. Dalam pelaksanaannya kurang dari separuh usulan rencana kegiatan pembangunan hasil musrenbang keca.natan yang dapat ditindaklanjuti, karena keterbatasan dana. Kalau dipresentasi secara ka!;ar, aktffitas dari Musbangdes yang dapat masuk APBD kira-kira 25% s.d. 30% saja. Dari jumlah usulan sebanyak 2.824, yang masuk dalam RKPD sekitar 792 buah usulan saja." (Wawancara tanggal 28 Mei 2007)

Sedangkan Bapak Camat Mirit Menyatakan :

"Perjalanan panjang usulan rencana kegiatan pembangunan dari desa hingga akhimya sampai pada musrenbang kabupaten telah berakhir. Dari rencana kegiatan pembangunan yang kami usulan ke kabupaten, sekitar 20% s.d. 30% saja yang disetujui. Usulan rencana kegiatan pembangunan yang gagal akan kami rekap dan tahun berikutnya akan kami usulkan lagi." (Wawancara tanggal9 April2007)

Di dalam rangkaian musyawarah ini terjadi komunikasi antara masyarakat

dan Pemerintah Daerah. Komunikasi yang terjadi antara masyarakat dan

Pemerintah Daerah dikemukakan oleh K~pala Bappeda Kabupaten Kebumen

sebagaiberikut:

"Perencanaan pembangunan daerah prosesnya diawali dari forum koordinasi ditingkat dusun, kemudian forum koordinasi di tingkat desa Musrenbang desa, ditingkat kecamatan Musrenbang kecamatan dan ditingkat kabupaten Musrenbang Kabupaten. Dalam forum ini terjadi komunikasi dua arah antara masyarakat dan Pemerintah Daerah. Masyarakat mendiskusikan renC".ana kegiatan dengan Pemerintah Daerah. Agar usulan kegiatan tidak keluar dari bingkai-bingkai yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah maka pemerintah daerah memberikan acuan pelaksanaan atau biasa disebut petunjuk teknis pelaksanaan musrenbang, selain itu pemerintah daerah juga memberikan gambaran tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Dan setiap selesai pelaksanaan musrenbang baik pada tingkat

Page 155: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

136

desa/kelurahan, kecamatan dan kabupaten harus disampaikan kepada masyarakat hasil dari musrenbang tersebut. Hal ini merupakan tugas dari delegasi musrenbang." (Wawancara tanggal 22 Maret 2007)

Dari hasil penpamatan di lapangan, delegasi musrenbang maupun kepala

desa tidak pemah menyampaikan informasi tentang hasil musrenbang kepada

masyarakat. Berkait dengan hal ini Bapak Kasiman (tokoh masyarakat Desa

Grenggeng) mengatakan :

"Kami tidak pemah tahu hasil dari musyawarah per&ncanaan pembangunan. Pak lurah (kepala desa) tidak pemah menginformasikan kepada kami. Kami tidak tahu usulan kami disetujui kabupaten apa tidak. (Wawancara tanggal 13 April 2007)

Hal ini didukung oleh pemyataan Kepala Desa Grenggeng yaitu :

"Saya memang tidak menginformasikan hasil musyawarah perencanaan pembangunan kepada masyarakat. Saya hanya menyampaikan kepada perangkat desa saja. Pak camat juga gak pernah menyampaikan kepada kami." (Wawancara tanggal 12 April 2007)

Hal senada disampaikan oleh Bapak Camat Karanganyar yaitu :

"Kami memang tidak menginformasikan hasil musrenbang kepada masyarakat secara terbuka. Kami akan menginfonnasikan kalau benar­banar sudah pasti kegiatan itu dilakukan. Masyarakat sekarang kritis jadi harus hati-hati, bisa-bisa malah kita nanti yang dituntut." (Wawancara tanggal 4 April 2007)

Dari hasil pengamatan di lapangan dan informasi yang diperoleh penulis

dapat disimpulkan bahwa selama ini tidak ada kegiatan penyebaran informasi

tentang hasil musyawarah perencanaa•1 pembangunan (musrenbang).

Sebenamya penyebaran informasi ini sangat diperlukan masyarakat.

Sebenamya apabila masyarakat mendapat informasi lebih awal maka

masyarakat akan lebih siap melaksanakan pembangunan atau merencanakan

kegiatan lebih lanjut.

Page 156: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

137

4.1.4 Kendala-kendala Dalam Proses Perencanaan Pembangunan Daerah

Oalam proses perencanaan p~mbangunan, di Kabupaten Kebumen

ditemukan beberapa kendala baik dilingkunqau pemerintahan sendiri maupun di

masyarakat yang menghambat proses perencanaan pembangunan daerah.

Mengenai kendala yang menghambat proses perencanaan pembangunan

daerah, Kepala Bappeda Kabupaten Kebumen mengemukakan:

"Sebenamya banyak sekali kendala ynng menghambat proses perencanaan pembangunan daerah, secara garis besar kendala tersebut antara lain : (1) Adanya kegiatan pembangunan yang yang pembiayaan dari dana dekonsentrasi yang lang$ung ke target group dan keter1ambatan pencairan DAU dan OAK; (2) ketidaktepatan dalam memahami perencanaan pembangunan daerah; (3) kapasitas dan keterampilan masyarakat dalam perencanaan pembangunan masih rendah; (4) Fungsi OPRO!Partai pol;tik belum optimal, sering sekali OPRO mengusulkan sendiri suatu kegiatan tanpa melalui forum musrenbang." (Wawancara tanggal 22 Maret 2007)

Berkait dengan kendala dalam proses perencanaan pembangunan

daerah ini, Kepala Sub-bagian Perencanaan pada Bappeda Kabupaten

Kebumen menyampaikAn :

"Menurut saya ada beberapa kendala yang menghambat proses perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen, antara lain :adanya ketergantungan daerah pada pemerintah pusat, kemampuan masyarakat yang rendah, proses perencanaan yang panjang dan berjenjang, OPRO yang belum berfungsi secara optimal dan adanya ego­sektoral antar dinas (SKPO). Mungkin hal-hal itu yang sedikit banyak menghambat proses perencanaan pembangunan di Kabupaten Kebumen." (Wawancara tanggal 26 Maret 2007)

Penjelasan senada disampaikan olP.h Bapak Sunardi (Tokoh masyarakat

Oesa Grenggeng Kecamatan Karanganyar/Guru SO), yaitu:

"Saya rasa cukup banyak kendala yang menghambat pros~ perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen, antara lain : kurangnya sosialisasi tentang musrenbang yang mengakibatkan ketidaktahuan masyarakat, Sumber Oaya Manusia desa yang masih rendah, proses yang panjang, Bapak-bapak anggota OPRO yang belum berperan dengan baik dan belum adanya transparan~i." (Wawancara tanggal13 April2007)

Page 157: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

138

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan beberapa informasi yang

penulis peroleh, dapat disimpulkan bahwa kendala-kendala yang dapat

menghambat proses perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen

antara lain :

1. Hubungan kekuasaan masih sentralistik;

Hubungan pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten

kenyataanya masih sentralistik meskipun sistem pemerintahan daerah sudah

beralih pada otonomi daerah. Pemerintah daerah (kabupatenlkota) masih

sangat bergantung pada pemerintah pusat dalam hal anggaran baik untuk

pembiyaan kegiatan rutin maupun untuk kegiatan pembangunan.

2. Ketidaktepatan dalam memahami perencanaan pembangunan dnerah;

Masyarakat maupun elit pemerintahan sebagian besar kurang memahami

tentang perencanqaan pembangunan daerah secara tepat dan komprehensip

(menyeluruh). Hal ini berakibat pada output perencanaan kurang berkualitas

(tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang sebenarnya).

3. Tingkat keberdayaan warga yang lemah

Data menunjukkan bahwa tidak cukup banyak warga yang tahu bagaimana

proses perencanaan pembangunan di daerahnya dilakukan, termasuk

dengan model musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Hal

ini mengakibatkan masyarakat menjadi kurang peduli terhadap permasalahan

di desanya sehingga hasil dari suatu perencanaan partisipatif tidak dapat

optimal.

4. Perencanaan yang hirarkis

Perencanaan pembangunan daerah yang partisipatif yang dikembangkan

dengan musrenbang dilaksanakan secara bertingkat uenjang hirarki) yaitu

Page 158: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

139

mulai dari tingkat desa, tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten.

Permaslahannya antara lain aspekketerwakilan masyarakat, diskusi yang

monologis dan pengambilan keputusan yang masih berada di tangan

pemerintah.

5. Fungsi DPRD/partai politik yang tidak efektif

Salah satu fungsi DPRD adalah mewakili dan menyalurkan artikulasi

kepentingan masyarakat ke dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat

pemerintahan daerah. DCJiam prakteknya fungsi ini tidak bisa berjalan secara

optimal karena sejumlah alasan misalnya kapasitas SDM anggota DPRD

yang ~emah, lebih kuatnya motivasi sebagai anggota partai ketimbang

sebagai wakil rakyat dsb. Kelemahan ini berakibat pula pada kemampuan

mereka dalam membuat perencanaan yang rendah.

6. Sektoralisme yang kuat pada tiap-tiap unit kerja (SKPD)

Sikap sektoral pada tiap-tiap dinas teknis masih kuat. Sikap sektoral ini

terlihat masih adanya kecenderungan untuk membuat usulan sendiri terlepas

dari tahapan perencanaan yang ada.

7. Kurang transparan dan tidak ada urn pan balik

Masyarakat banyak yang tidak mengetahui bagaimana suatu keputusan

pemerintah diambil dan bagaimana perjalanan dari usulan dari mereka.

Apakah usulan mereka tereaiisasi apa tidak mereka tidak tahu. Dan mereka

juga tidak pemah mendapatkan penjelasan tentang proses perencanaan

pembangunan daerah yang saat ini dilaksanakan.

Page 159: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

140

4.2 Pembahasan

4.2.1 Proses Perencanaan Pembangunan Daerah di Kabupaten Kebumen

Sasaran pembangunan secara umum adalah adanya peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Suatu pembangunan dapat dikatakan berhasil

apabila mampu mengangkat derajat rakyat sebanyak mungkin pada tatanan

kehidupan ekonomi yang lebih balk dan layak (Sumodiningrat, 1999). Ditinjau

dari aspek ekonomi tersebut, pembangunan pada hakikatnya dilaksankan dalam

rangka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dan kebutuhan masyarakat

tersebut sangat banyak jumlahnya dan sangat kompleks jenisnya. Di sisi lain

kemampuan pemerintah untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat

tersebut sangat terbatas. Kondisi tersebut didukung oleh Kumorotomo (1992)

yang mengatakan bahwa setiap warga negara memiliki keinginan yang berbeda

hingga sukar untuk memenuhi semuanya sekaligus. Demikian pula Abe (2005)

menyatakan bahwa suatu keinginan tentu saja memiliki kadar subyektifitas yang

tinggi dan cenderung tanpa batas yang jelas. Untuk itu diperlukan suatu strategi

dalam perencanaan pembangunan, agar kegiatan pembangunan dapat terarah.

Pandangan lain disampaikan oleh Siagian (2003) yang menyatakan bahwa

pembangunan adalah suatu usaha atau merangkaikan usaha pertumbuhan dan

perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa dan

negara serta pemerintah menuju modemisasi dalam rangka pembinaan bangsa

(nations building). Menurut Todaro (2004) harus diartikan secara luas dari hanya

sekedar pemenuhan kebutuhan materi di dalam kehidupan manusia,

pembangunan seharusnya merupakan proses multidimensi yang meliputi

Page 160: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

141

perubahan organisasi dan orientasi seluruh sistem sosial dan ekonomi, sehingga

pembangunan daerah adalah proses multidimensi pembangunan suatu daerah.

Selanjutnya Munir (2002) menyatakan bahwa untuk dapat mewujudkan

hal tersebut maka diperlukan suatu strategi perencanaan dalam proses

pembangunan. Dan Urbanus (2002) berpendapat bahwa pembangunan akan

be~alan dengan baik apabila diawali dengan sebuah perencanaan yang baik

pula dan proses perencanaan yang baik seharusnya melibatkan banyak pihak

dengan demikian perencanaan yang dihasilkan merupakan perencanaan

bersama dan dalam implementasinya dilaksanakan secara bersama pula. Dari

pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa proses perencanaan merupakan

bagian penting dalam pembangunan dan harus dilakukan dengan baik, karena

dengan proses terse:but diharapkan pembangunan dapat berjalan lancar dan

mencapai tujuan serta suatu rencana pembangunan dapat diterima oleh semua

pihak (masyarakat khususnya).

Di satu sisi pembangunan adalah untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat sehingga masyarakatlah yang lebih tahu tentang kebutuhannya, di

sisi lain harus ada campur tangan dari pemerintah agar kegiatan pembangunan

dapat terarah sehingga tercapai tujuan pembangunan, maka diperlukan strategi

pembangunan yang dapat memadukan keduanya. Perpaduan antara paradigma

perencanaan pembangunan top down (dari pemerintah) dan bottom up (dari

masyarakat), maka timbul dan berkembang paradigma baru yang kemudian

dikenal dengan pembangunan partisipatif (participatory development) yaitu

perpaduan antara bottom up dan top down, dimana pemerintah dan masyarakat

bersama-sama terlibat dalam proses pembangunan mulai dari membuat konsep,

merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan menikmati hasil pembangunan.

Page 161: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

142

Hal ini sejalan dengan pendapat Tjokroamidjojo (1994) yang mengungkapkan

bahwa keberhasilan perencanaan dan pelaksanaan pembangumm tergantung

dengan adanya keterlibatan aktif masyarakat. Selanjutnya Riyadi dan

Bratakusuma (2004) menyatakan bahwa pembangunan termasuk kegiatan

perencanaan seharusnya berangkat dari keinginan dan kemampuan masyarakat

dan seyogyanya dimulai dengan menemukenali potensi dan kebutuhan dari

masyarakat sebagai penerima manfaat dan penanggung resiko

pembangunan. Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan

pembangunan, maka akan diperoleh informasi mengenai kondisi, keinginan,

kebutuhan dan sikap masyarakat setempat. Selain itu, partisipasi masyarakat

dapat memotivasi masyarakat untuk menumbuhkan rasa ikut memiliki dan

bertanggungjawab terhadap pelaksanaan dan hasil-hasil pembangunan terutama

berkaitan dengan perawatan atau pengelolaan hasil pembangunan.

Kegiatan perencanaan pembangunan daerah termasuk di Kabupaten

Kebumen juga telah menerapkan perencanaan partisipatif. Perencanaan

pembangunan daerah (perencanaan partisipatif) dilaksanakan melalui forum

musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Dasar hukum yang

melandasi pelaksanaan perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah

melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) ini adalah

Undang-undang 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional dan adanya reformasi sistem pengelolaan keuangan negara yaitu

melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang

di dalamnya mengatur penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (RAPBN) yang berpedoman pada Rencana Ke~a Pemerintah (RKP) dan

Page 162: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

143

penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang

berpedoman pada RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah).

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan satu kesatuan

tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana

pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang

dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat

dan daerah. Tujuannya adalah 1) Mendukung koordinasi antarpelaku

pembangunan. 2) Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik

antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara

pusat dan daerah. 3) Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,

penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. 4) Mengoptimalkan partisipasi

masyarakat. 5) Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien,

efektif, berkeadalian <.Jan berkelanjutan.

Ada 5 (lima) pendekatan dalam proses perencanaan pembangunan

daerah yaitu 1) proses politik. 2) proses teknokratik. 3) proses partisipatif. 4)

proses bottom-up dan 5) proses top-down. Proses perencanaan di Kabupaten

Kebumen telah menyentuh kelima pendekatan tersebut. Proses politik

dilaksanakan dengan penetapan visi, misi dan program kerja kepala daerah.

Proses teknokratik dilaksanakan oleh perencana pada dinas/lembaga/unit

organisasi yang secara fungsional melakukan perencanaan. Sedangkan proses

partisipatif dilaksanakan melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan

(Musrenbang). Proses top down dilaksanakan dengan penetapan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan penerbitan petunjuk

pelaksanaan forum musrenbang agar proses perencanaan pembangunan dapat

Page 163: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

144

terarah. Sedangkan proses bottom up dilaksanakan dengan penjaringan aspirasi

masyarakat melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan.

Dalam proses perencanaan pembangunan di daerah proses politik

berupa visi, misi dan program kepala d~erah. Proses politik akan menjadi acuan

pada penyusunan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Daerah.

RPJM dijabarkan dalam dokumen RKPD (Rencana Ke~a Pemerintah Daerah)

selanjutnya RI<PD menjadi pedoman penyusunan RAPBD (Rencana Anggaran

Pendapatan dan Belanja daerah).

Untuk menyusun rencana kegiatan pembangunan tahun anggaran 2008

atau REncana Ke~a Pemerintah (RKPD) tahun 2008, Pemerintah Kabupaten

Kebumen telah melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan

(Musrenbang) tahun 2007. Dalam penye,enggaraan Musrenbang Tahun 2007

Kabupaten Kebumen berlandaskan pada Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 25

Tahun 2004 tentan~ Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN),

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tE:ntang Pemerintahan Oaerah, Surat

Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasionai/Kepala

Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor 0008/M.PPN/01/2007 dan

050/264A/SJ dan Surat Edaran Gubemur Jawa Tengah Nomor 080/21553.

Berdasarkan undang-undang tersebut secara hukum kedudukan Musrenbang

sangat kuat. Kabupaten Kebumen pada tahun 2007 telah melaksanakan

Musrenbang secara be~enjang yaitu pada tingkat desa (Musrenbangdes), pada

tingkat kecamatan (Musrenbangcam) dan tingkat kabupaten (Musrenbangkab).

Musrenbang wajib dilaksanakan untuk menyusun RKPD (Rencana Ke~a

Pemerintah Daerah) Tahun 2008. De:llam penyusunan RKPD dilakukan

Page 164: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

145

pembahasan yang terkoordinasi antara Bappeda dengan Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) dan antar pelaku pembangunan (stakeholders) di

Kabupaten Kebu'llen.

Perencanaan pembangunan daerah yang dilaksanakan melalui

musrenbang ini dimaksudkan agar apa yang dibutuhan oleh masyarakat dapat

dihimpun dan diusulkan melalui musyawarah yang partisipatif dan demokratis

mulai dari tingkat pemerintahan paling rencJah (desa/kelurahan) yang selanjutnya

diteruskan kepada tingkat pemerintahan di atasnya. Jika usulan kegiatan

tersebut nantinya disetujui untuk dilaksanakan, maka diharapkan kegiatan

pembangunan yang telah menjadi kel:lutuhan masyarakat tersebut dapat

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan hasilnya bermanfaat bagi masyarakat

guna memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi.

Pelaksanaan pembangunan partisipatif (participatory development)

melalui forum musrenbang yang dilaksanakan di Kabupaten Kebumen telah

melibatkan masyarakat dalam salah satu proses atau tahapan pembangunan

yaitu dalam perencanaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bryan dan White

(1989) yang menyatakan bahwa "Pembangunan yang "people centered"

merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam menentukan

nasib dan masa depannya, ini berarti melibatkan masyarakat secara aktif dalam

setiap tahapan proses pembangunan." Hal senada diungkapkan oleh

Tjokroamidjojo (1988) mengemukakan bahwa keberhasilnn perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan tergantung dengan adanya keterlibatan aktif

masyarakat. Hal ini dapat dikatakan bahwa, seiring dengan perkembangan

demokrasi, maka faktor keterlibatan multi stakeholders dalam proses

perencanaan pembangunan daerah semakin menguat.

Page 165: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

146

Proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah melalui

forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) di awali pada

tingkat desa/kelurahan. Pada tingkat desa/kelurahan, setiap kali akan

dilaksanakan musrenbang desa/kelurahan, pemerintah kecamatan yang

mengirim surat ke desa-desa untuk melaksanakannya, disertai dengan format­

format pembuatan perencanaan pembangunan desa yang harus dibuat.

Musrenbang desa dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat yang berada di

desa yang bersangkutan (Perangkat Desa, RW, RT, LKMK, lbu-ibu PKK dan

tokoh masyarakat/orang-orang yang dianggap mampu) dalam rangka mengatasi

permasalahan desa dan menyepakati rencana kegiatan pembangunan tahunan

desa. Pemrintah Desa sebagai koordinator menampung dan mensinergikan

semua usulan kegiatan yang diperoleh dari musyawarah pada tingkat di

bawahnya (tingkat RT/RW) dengan program yang telah ada di kecamatan

maupun yang ada di tingkat kabupaten. Beberapa desa di Kabupaten Kebumen

tidak melaksanakan secara resmi namun numpang pada acara-acara tertentu

seperti selapanan, tahlilan dan sebagainya. Yang lebih parah lagi, rutinitas

perencanaan pembangunan menjadikan aparat desa merasa tidak perlu

melibatkan warga mereka. lnisiatif isi musrenbangdes pada umumnya dari

kepala desa, meski tidak berarti bahwa apa yang diinginkannya berlawanan

dengan keinginan warga. Pada saat masyarakat mempunyai pandangan yang

berbeda dengan elit birokrasi (pemerintah desa), mereka tidak berani

mengartikulasikannya. Salah satu sebabnya adalah rasa segan terhadap orang

tua pemimpin mereka. Mereka tidak berani mengajukan altematif gagasan atau

usulan pembangunan, meskipun dalam forum musyawarah perencanaan

Page 166: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

147

pembangunan desa ini masyarakat mempunyai kesempatan untuk

menyampaikan rencana kegiatan pembangunan secara terbuka.

Dalam forum musrenbang desa partisipasi masyarakat belum optimal

atau masih tergolong sebagai partisipasi yang semu. Hal ini terlihat dari

kehadirannya dalam rapat (musyawarah perencanaan pembangunan) dan

motivasinya. Kehadiran masyarakat dalam musrenbang sebagian besar hanya

sebatas sebagai peserta yang pasif. Kemudian motivasi m~syarakat dalam

musrenbang bermacam-macam, namun dari informasi yang dipeoleh sebagian

masyarakat hadir dalam musrenbang hanya karena segan atau merasa tidak

enak pada pimpinan (kepala desa). Kehadiran masyarakat tersebut belum

dilandasi atas keinginan untuk ikut serta berperan secara aktif dalam proses

perencanaan pembangunan di desanya. Dalam hal pengambilan keputusan

rapat, masyarakat tidak ikutserta secara aktif, mereka hanya pasif sebagai

peserta pendengar saja, dan menerima apa yang diputuskan oleh pimpinan

rapat (kepala desa). Hal ini belum sejalan dengan pendapat

Tjokroamidjojo (1988) yang mengemukakan bahwa keberhasilan perencanaan

dan pelaksanaan pembangunan tergantung dengan adanya keterlibatan aktif

masyarakat. Dalam hal ini masyarakat diharapkan berpartisipasi secara aktif,

namun kenyataannya masyarakat masih p:3sif. Dapat juga dikatakan bahwa

masyarakat belum mampu menjalankan perannya dalam perencanaan

pembangunan yang meliputi :

a. Pemberian masukan dalam penentuan arah pembangunan; b. Mengidentifikasikan berbagai potensi dan masalah pembangunan; c. Pemberian masukan dalam perumusan rencana tata ruang; d. Pemberian informasi, saran dan pertimbangan atau pendar>at dalam

penyusunan strategi dan arah kebijakan pembangunan; e. Pengajuan keberatan terhadap rancangan pembangunan; f. Kerjasama dalam penelitian dan pengemt:'langan; g. Bantuan tenaga ahli (Oetomo, 1997)

Page 167: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

148

Penyampaian aspirasi masyarakat dalam forum dilaksanakan melalui

lisan tidak tertulis. Aspirasi masyarakat tersebut hanya sebatas usulan suatu

kegiatan yang disertai dengan besaran anggarannya. Usulan masyarakat belum

berupa suatu konsep rencana yang memuat tujuan, potensi, tahap/langkah

mencapainya, output dan outcame yang lebih rinci. Kerjasama antar

stakeholders juga belum terlihat secara nyata dan belum ada suatu mekanisme

yang jelas. Proses pengambilan keputusan dalam musrenbang desa masih

didominasi oleh aparat desa (perangkat desa) dan yang memutuskan adalah

kepala desa selaku pimpinan rapat. Cara pengambilan keputusan belum jelas

kriteria dan tolok ukumya. Dari pembahasan ini darJat dikatak;:Jn bahwa

partisipasi masyarakat masih pada tahapan partisipasi semu yaitu pada tingkat

konsultasi. Dalam tahap ini sudah dilakuk~m konsultasi dan dengar pendapat

masyarakat terhadap kebijakan yang diambil, sayangnya belum diikuti dengan

jaminan pendapat masyarakat akan dipertimbangkan dalam kebijakan yang akan

dibuat. Dalam tahap ini yang diperoleh masyarakat adalah "telah berpartisipasi

dalam proses partisipasi" (Sherry Arnstein dalam Oetomo, 1997)

Pada tingkat kecamatan dilaksanakan musyawarah perencanaan

pembangunan (musrenbang) kecamatan. Musrenbang Kecamatan dilaksanakan

dalam rangka menetapkan prioritas kegiatan pembangunan di tingkat kecamatan

yang belum tercakup dalam prioritas kegiatan pembangunan desa/kelurahan

serta melakukan klasifikasi atas prioritas kegiatan pembangunan kecamatan

sesuai dengan fungsi-fungsi SKPD. Proses perencanaan partisipatif dalam forum

musrenbang kecamatan dilihat dari partisipasi masyarakat, proses penyampaian

aspirasi, mekanisme kerjasama antar stakeholders dan proses pengambilan

Page 168: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

149

keputusannya tidak jauh beda dengan musrenbang desa. Partisipasi masyarakat

masih pasif, proses pengambilan keputusan juga masih didominasi oleh camat

selaku pimpinan rapat serta kriteria pengambilan keputusan yang tidak jelas.

Dalam forum musrenbang kecamatan seluruh usulan dari masyarakat

ditampung. Usulan dari masyarakat hanya diklasifikasikan menurut fungsi Satuan

Ke~a Perangkat Daerah yang nantinya Rkan dijadikan bahan sehagai usulan

dalam Forum SKPD dan dalam Musrenbang Kabupaten. Pemerintah kecamatan

beranggapan bahwa dirinya hanya sebagai fasilitator, sehingga tidak ada

keberanian untuk menolak atau menyeleksi usulan dari masyarakat. Hal ini

karena ada rasa ketakutan birokrasi kecamatan apabila menolak usulan akan

te~adi tekanan atau protes dari masyarakat. Hal ini dapat dikatakan bahwa,

forum musrenbang kecamatan yang seharusnya dijadikan sebagai sarana untuk

mematangkan aspirasi masyarakat, tidak berfungsi dengar. baik.

Tahap perencanaan pembangunan daerah selanjutnya adalah pada

tingkat dinas atau disebut dengan Forum Sa\uan Ke~a Perangkat Daerah (Forum

SKPD). Forum SKPD ini dilaksanakan untuk mensinkronkan prioritas kegiatan

pembangunan dari berbagai kecamatan dengan Rancangan Rencana Kerja

Satuan Perangkat Daerah (Renja-SKPD) dan dalam rangka menetapkan prioritas

kegiatan yang akan dimuat dalam Renja-SKPD. Berdasarkan pengamatan di

lapangan, elit birokrasi (wakil dari SKPD) lebih dominan dalam musyawarah

karena kemampuan berargumentasi mereka lebih baik (mendukung) dari pada

wakil dari kecamatan (masyarakat). Demikian pula hasil dari forum SKPD ini

lebih didominasinebih banyak berasal dari usulan SKPD.

Setelah pelaksanaan forum SKPD dilanjutkan dengan musrenbang

kabupaten. Pelaksanaan musrenbang kabupaten dimaksudkan untuk

Page 169: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

150

mematangkan rancangan RKPD kabupaten berdasarkan Rencan:3 Ke~a SKPD

hasil forum SKPD dengan cara meninjau keserasian antara r::mcangan Renja

SKPD yang hasilnya digunakan untuk pemutakhiran rancangan RKPD. Hasil

Musrenbang kabupaten adalah prioritas kegiatan yang dipilih menurut sumber

pendanaan dari APBD setempat, APBD propinsi dan APBN sebagai bahan

pemutakhiran rancangan RKPD kabupaten yang menjc.di dasar penyusunan

anggaran tahunan (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/

RAPBD). Selanjutnya hasil Musrenbang kabupaten dibawa ke Tim Penyusun

APBD eksekutif yang diketuai oleh Sekda, wakil ketuanya Bappeda dan

anggotanya instansi terkait, Kabag Keuangan, Dinas Pendapatan Daerah dan

para Assisten Sekda. Setelah dibahas disampaikan ke Panitia Anggaran di

DPRD sebagai penentu finalisasinya. Jadi Musrenbang kabupaten hanya

menghimpun semua usulan dan mengklasifikasikannya menurut fungsi,

membahas dan memberikan penilaian untuk penentuan prioritas yang akan

menjadi draf Rencana Ke~a Pemerintah Daerah (RKPD).

Dapat dipahami bahwa kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam

berbagai tahapan forum Musrenbang pada dasamya meliputi: menampung

usulan-usulan kegiatan untuk mengatasi permasalahan, membahas dan

menentukan pilihan dari sejumlah usulan yang ada dengan mempertimbangkan

berbagai faktor yaitu urgensinya, manfaatnya, dampaknya terhadap lingkungan,

kesesuaian dengan kebijakan pembangunan daerah, dan plafon/pagu dana yang

tersedia. Forum musrenbang tingkat desa adalah forum untuk menjaring aspirasi

masyarakat. Forum Musrenbang tahap lanjut (Musrenbang Kecamatan, Forum

SKPD, dan Musrenbang Kabupaten) adalah forum untuk menampung aspirasi

masyarakat dan untuk mensinkronkan kegiatan pembangunan lintas sektoral.

Page 170: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

151

Keluaran dari Musrenbang ini masih tetap berupa usulan-usulan, yang disusun

berdasarkan urutan prioritas. Dapat dikatakan bahwa tahapan perencanaan

pembangunan yang dilaksanakan melalui forum musyawarah perencanaan

pembangunan (musrenbang) belum memenuhi kriteria tahapan perencanaan

pembangunan menurut Abe (2005) yang mengungkapkan bahwa perencanaan

pembangunan mempunyai tahapan-tahapan antam lain: penyelidikan,

perumusan permasalahan, menentukan tujuan dan target, mengidentifikasi

sumberdaya (dayadukung), merumuskan rencana kerja, dan menentukan

anggaran (budget) yang hendak digunakan dalam realisasi rencana.

Secara makro proses perencanaan pembangunan daerah dengan model

perencanaan partisipatif yang dilaksanakAn melalui forum musrenbang di

Kabupaten Kebumen sudah dilaksanakan mulai dari tingkat desa tingkat

kecamatan dan tingkat kabupaten. Namun dalam pelal<sanaan musrenbang

tersebut (pada semua tingkat), peran elit birokrasi masih cukup dominan, karena

kapasitas dan kemampuan masyarakat masih kuranb. Proses perencanaan

pembangunan daerah (Musrenbang) dilaksanakan masih sebatas formalitas

yaitu sekedar memenuhi peraturanlketentuan yang berlaku. Hal ini sejalan

dengan pendapat Tjokroamidjojo (20'J2) yang mengungkapkan bahwa

menggerakkan sebuah perencanaan partisipatif membutuhkan prakondisi untuk

mentransformasikan kapasitas kesadaran dan ketrampilan masyarakat, sehingga

bisa keluar dari tradisi diam, apatis, pasrah dan cenderung menyembunyikan

maksud di bawah permukaan. Selama hal ini tidak terjadi, maka partisipasi hanya

akan terlihat sebagai formalitas partisipatif, sedangkan realitas sesungguhnya

adalah hegemoni dan manipulasi.

Page 171: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

152

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik inti pembahasan yaitu

bahwa tingkat keberdayaan (kapasitas ulau kemampuan) masyarakat dalam

perencanaan pembangunan masih lema,, hal ini menyebabkan proses

perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah hanya bersifat formalitas

dan dominasi elit birokrasi dalam perencanaan pembangunan masih sangat kuat.

4.2.2 Kemampuan Perencanaan Partisipatif Dalam Mengakomodasi

Aspirasi Masyarakat

Berangkat dari pemahaman yang mendasar bahwa pembangunan

dilaksanakan adalah dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat

dan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat, maka

permasalahan yang harus di atasi dengan pembangunan sangatlah kompleks. Di

sisi lain jelas bahwa suatu daerah memiliki kamampuan atau sumber daya yang

terbatas. Dengan adanya kebutuhan masyarakat yang sangat banyak jumlahnya

dan sangat kompleks jenisnya maka tidak mungkin kebutuhan masyarakat

tersebut dapat dipenuhi semua. Kondisi tersebut sejalan dengan pendapat

Kumorotomo (1992) yang mengatakan bahwa setiap warga negara memiliki

keinginan yang berbeda hingga sukar untuk memenuhi semuanya sekaligus.

Demikian pula Abe (2005) menyatakan bahwa suatu keinginan tentu saja

memiliki kadar subyektifitas yang tinggi dan cenderung tanpa batas yang jelas.

Untuk itu diperlukan suatu strategi dalam perencanaan pembangunan, agar

kegiatan pembangunan dapat terarah dan dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat.

Dengan kondisi kebutuhan mas'jarakat yang sangat banyak dan

kompleks serta adanya keterbatasan sumberdAya, maka perencanaan menjadi

Page 172: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

153

sangat penting dalam pembangunan. Pentingnya perencanaan ini sejalan

dengan pendapat ljokroamidjojo (1996) mengemukakan pengertian

perencanaan pembangunan sebagai suatu pengerahan penggunaan sumber­

sumber pembangunan (termasL•k sumber-sumber ekonomi) yang terbatas

adanya, untuk mencapai tujuan-tujuan dan keadaan sosial ekonomi yang lebih

baik secara lebih efisien dan efektif.

Seiring dengan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat,

maka terjadi perubahan paradigma dalam pembangunan yaitu menjadi

pembangunan yang bertumpu kepada masyarakat (people centered

development). Sebagai konsekuensi logis dari perubahan paradigma dalam

pembangunan tersebut adalah harus melibatkan masyarakat (multi stakeholders)

dalam setiap proses pembangunan termasuk dalam proses perencanaan

pembangunan. Tjokroamidjojo (1988) mengemukakan bahwa keberhasilan

perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tergantung dengan adanya

keterlibatan aktif masyarakat.

Model perencanaan pembangunan yang sesuai dengan perkembangan

kehidupan sosial dan tuntutan masyarakat saat ini adalah perencanaan

partisipatif. Perencanaan pembangunan partisipatif adalah suatu pendekatan

perencanaan yang tujuannya berorientasi kepada kepentingan masyarakat,

sedangkan prosesnya melibatkan peran serta secara langsung atau tidak

langsung segenap elemen masyarakat. Saat ini perencanaan pembangunan

daerah dengan model perencanaan partisipatif tersebut dilaksanakan melalui

forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang dibuat

secara berjenjang mulai dari tingkat desa, tingkat kecamatan dan tingkat

kabupaten. Dari forum musrenbang ini diharapkan aspirasi masyarakat juga

Page 173: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

154

tersalur secara berjenjang yaitu mulai dari tingkat desa, tingkat kecam~tan, dan

tingkat kabupaten dan akhimya dapat terrealisasi dalam kebijakan perencanaan

pembe~ngunan daerah.

Dalam suatu perencanaan yang melibatkan masyarakat secara langsung

tentu akan diperoleh banyak sekali usulan dari masyarakat baik jumlah maupun

jenisnya. Ketika kemampuan/sumber daya yang dimiliki pemerintah daerah untuk

memenuhi kebutuhan masyarakatnya terbatas, maka harus dilakukan pemilihan

usulan-usulan tersebut menurut skala prioritas. Hal ini didukung oleh pendapat

Abe (2002) yang mendefinisikan perencanaan pembangunan daerah sebagai

proses penyusunan langkah-langkah yang akan diselenggarakan oleh

pemerintah daerah, dalam rangka menjawab kebutuhan masyarakat untuk

mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya Siagian (1984) menyatakan bahwa

perencanaan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan

penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang

akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

Perencanaan pembangunan daerah yang saat ini dilaksanakan dimulai

dari tingkat desa yaitu dengan menyelenggarakan musrenbang c1esa. Dalam

musrenbang desa terjadi proses penjaringan aspirasi masyarakat. Aspirasi

masyarakat tersebut ditampung dan dibahas kemudian dikemas dalam suatu

dokumen perencanaan pembangunan desa yang nantinya akan dijadikan

sebagai bahan usulan dalam kegiatan musrenbang tingkat kecamatan. Dari data

dan informasi yang diperoleh dalam penelitian menunjukkan bahwa Keluaran

dari musrenbang desa ini adalah prioritas rencana kegiatan pembangunan desa

yang nantinya ditetapkan sebagai rencana pembangunan tahunan desa (RPTD).

Rencana kegiatan pembangunan tersebut dikelompokkan mana yang akan

Page 174: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

155

dilaksanakan dengan swadaya, mana yang dilaksanakan dengan APBDes, mana

yang akan dilaksanakan dengan Alokasi Dana Desa dan mann yang akan

dilaksanakan dengan APBD melalui dinas terkait. Rencana kegiatan

pembangunan yang akan dilaksanakan dengan pembiayaan dari APBD direkap

untuk dijadikan bahan usulan dalam rnusrenbang kecamatan. Dari hasil

pengamatan di lapangan rata-rata desa mengusulkan sebanyak lima usulan

rencana kegiatan pembangunan. Kegiatan yang terjadi dalam musrenbang desa

ini belum sepenuhnya sesuai dengan konsep yang disampaikan oleh Conyers

(1994), yang menjelaskan bahwa konsep perencanaan memiliki tiga pengertian

khusus yakni: Pertama, perencanaan lebih melibatkan banyak hal daripada

sekedar membuat suatu dokumen rencana. lni tidak dimaksudkan untuk

mengatakan bahwa dokumen perencanaan sebagai hal yang tidak berguna.

Maksudnya adalah rencana seharusnya dianggap sebagai alat pelengkap dan

bukan sekedar hasil akhir suatu kerja perencana. Selain itu, persia pan yang

dibuat janganlah dianggap hanya sebagai satu-satunya kegiatan para perencana

dan bahkan mungkin dianggap sebagai satu-satunya bentuk kegiatan mereka

yang paling penting. Kedua, perencanaan dianggap sebagai suatu proses yang

ber1angsung secara terus-menerus, bukan sekedar sesuatu yang dikerjakan

sesekali saja. Ketiga, konsep perencanaan ini memiliki implikasi penting yang

bertalian dengan konsep dan peran si perencana (p/annel). Seorang perencana

haruslah bekerja erat dengan orang-orang lain yang ter1ibat dalam keseluruhan

proses pembangunan, termasuk di dalamnya politisi, administrator dan

masyarakat pada umumnya.

Masyarakat memahami bahwa perencanaan pembangunan adalah

merencanakan kegiatan-kegiatan pembangunan yang terbatas pada kegiatan

Page 175: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

156

fisik seperti pert>aikan jalan, pert>aikan jembatan, saluran irigasi dan sebagainya.

Karena ketidaktepatan masyarakat termasuk juga birokrasi dalam memahami

tentang perencanaan pembangunan ini, sehingga output atau keluaran dari

proses perencanaan pembangunan (musrenbang) desa hanya tert>atas pada

usulan kegiatan yang bersifat fisik. Hal ini belum sejalan dengan pandangan

Todaro (2004) yang menyatakan bahwa pembangunan daerah harus diartikan

secara luas dari hanya sekedar pemenuhan kebutuhan materi di dalam

kehidupan manusia, pembangunan seharusnya merupakan proses multidimensi

yang meliputi perubahan organisasi dan orientasi seluruh sistem sosial dan

ekonomi, sehingga pembangunan daerah adalah proses multidimensi

pembangunan suatu daerah.

Tahap selanjutnya dari perencanaan pembangunan daerah adalah pada

tingkat kecamatan yaitu musrenbang kecamatan. Pelaksanaan musrenbang

kecamatan ini tidak jauh beda dengan musrenbang desa, yaitu sama-sama

belum memenuhi konsep yang disampaikan Conyers di atas. Kegiatan dalam

musrenbang kecamatan hanya sekedar menampung usulan dari desa (hasil

musrenbang desa) kemudian mengklasifikasikan menurut fungsi atau Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Pada tingkat selanjutnya yaitu kabupaten terjadi dua proses yaitu Forum

Satuan Kerja Perangkat Daerah (Forum SKPD) dan Musyawarah Perencanaan

Pembangunan Kabupaten (Musrenbangkab). Dalam Forum SKPD usulan dari

kecamatan dibahas dan disinkronkan dengan Rancangan Rencana Kerja SKPD.

Selanjutnya kompilasi hasil musyawarah perencanaan pembangunan kecamatan

dan hasil dari Forum SKPD dibawa ke forum Musyawarah perencanaan

pembangunan kabupaten. Musrenbang Kabupaten dilaksanakan bertujuan

Page 176: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

157

untuk: Pertama, mendapatkan masukan untuk penyempumaan rancangan awal

RKPD yang memuat prioritas pembangunan daerah, pagu indikatif pendanaan

pembangunan berdasarkan fungsi SKPD, rancangan Alokasi Dana Desa,

termasuk dalam pemt.;takhiran ini adalah informasi mengenai kegiatan yang

pendanaannya berasal dari APBD Propinsi, APBN dan sumber pendanaan

lainnya. Kedua, mendapatkan rincian rancangan awal RKA SKPD, khususnya

yang berhubungan dengan pembangunan. Ketiga, menetapkan rincian

rancangan awal kerangka regulasi menurut SKPD yang berhubungan dengan

pembangunan.

Dengan alasan keterbatasan anggaran dan di sisi lain usulan dari

masyarakat yang sangat banyak jumlahnya, maka dalam forum SKPD dan

musrenbang kabupaten dilaksanakan penetapan prioritas rencana kegiatan

pembangunan. Dalam tahapan ini yang terjadi adalah usulan rencana kegiatan

pembangunan yang berasal dari SKPD masuk dalam skala prioritas dan usulan

dari masyarakat kalah atau tidak masuk dalam daftar prioritas rencana kegiatan

pembangunan. Hal ini karena kapasitas dan keterampilan yang dimiliki

masyarakat dalam hal merencanakan kegiatan pembangunan masih rendah

apabila dibandingkan dengan perencann di SKPD, sehingga kualitas rencana

pembangunan yang dihasilkan juga rendah. Kondisi ini ini mengakibatkan hasil

dari forum SKPD yaitu Rencana Ke~a SKPD dan hasil dari musrenbang yaitu

Rencana Ke~a Pemerintah Daerah (RKPD) yang nantinya akan menjadi

pedoman dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (RAPBD) masih didominasi oleh usulan yang berasal dari dinas/SKPD.

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh peneliti, keluaran dari

proses perencanaan pembangunan daerah yang dilaksanakan melalui forum

Page 177: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

158

musrenbang baik pada musrenbang desa, musrenbang kecamatan dan

kabupaten, belum sepenuhnya mencerminkan aspirasi masyarakat. Kesimpulan

ini diperkuat dengan data yang menunjukkan bahwa sebanyak 2.824 usulan

yang berasala dari masyarakat, yang berhasil masuk dalam Rencana Ke~a

Pemerintah Daerah (RKPD) hanya sekitar 792 buah usulan saja atau sekitar

28 % saja. Kondisi ini dikarenakan dalam pmsesnya, pelaksanaan musrenbang

baik musrenbang desa, musrenbang kecamatan, forum SKPD maupun

musrenbang kabupaten masih didominasi oleh elit birokrasi baik dalam

penyampaian usulan rencana maupun dalam pengambi1an keputusan. Dengan

kata lain, keluaran dari musrenbang belum mampu memenuhi kebutuhan

masyarakat, karena hasil dari musrenbang masih didominasi oleh kepentingan

elit birokrasi. Hal ini mendukung hasil pembahasan sebelumnya yang

menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah

masih dalam tahap partisipasi semu (tingkat konsultasi). Seuagaimana

diungkapkan oleh Arnstein dalam Oetomo (1997), yang menyatakan bahwa

dalam tahap ini sudah dilakukan konsultasi dan dengar pendapat masyarakat

terhadap kebijakan yang diambil, sayangnya belum diikuti dengan jaminan

pendapat masyarakat akan dipertimbangkan dalam kebijakan yang akan dibuat.

Dalam tahap ini yang diperoleh masyarakat adalah "telah berpartisipasi dalam

proses partir.ipasi".

Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa dengan kondisi masyarakat

yang tingkat keberdayaannya rendah atau kondisi dimana kapasitas dan

keterampilan masyarakat dalam perencannan pembangunan yang belum

memadai (rendah), proses perencanaan pembangunan daerah yang

menggunakan model perencanaan partisipatif yang dilaksanakan melalui forum

Page 178: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

159

musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) masih dimonopoli atau

didominasi oleh elit birokrasi baik pada tingkat desa, tingkat kecamatan dan

tingkat kabupaten. Hal ini bertentangan dengan semangat mewujudkan good

governance sebagaimana diungkapkan oleh Resi, dkk (2005) yaitu sinergi antara

LSM dengan pemerintah daerah adalah agar birokrasi pemerintah bertindak

sebagai fasilitator, motivator dan dinamisator dalam pembangunan masyarakat.

Apabila merujuk yang diuangkapkan Resi dkk. tersebut seharusnya birokrasi

menempatkan diri sebagai fasilitator, motivator dan dinamisator dalam proses

musrenbang. Ketika ketiga ini benar-benar dijalankan maka akan membuka

peluang yang besar bagi keterlibatan masyarakat dalam perencanaan

pembangunan. Hal ini didukung oleh Rofikoh (2006) yang mengemukakan

bahwa pemerintahan yang baik mensyaratkan adanya keterbukaan, keterlibatan

dan kemudahan akses bagi masyarakat terhadap proses pengambilan kebijakan

publik, khususnya dalam penggunaan beroagai sumberdaya yang berkaitan

secara langsung dengan kepentingan publik. Hal ini berarti mendukung

Tjokroamidjojo (2002) yang mengungkapk<ln bahwa menggerakkan sebuah

perencanaan partisipatif membutuhkan prakondisi untuk mentransformasikan

ka;>asitas kesadaran dan ketrampilan masyarakat, sehinnga bisa keluar dari

tradisi diam, apatis, pasrah dan cer.derung menyembunyikan maksud di bawah

permukaan. Selama hal ini tidak te~adi, maka partisipasi hanya akan terlihat

sebagai fo1malitas partisipatif, sedangkan realitas sesungguhnya adalah

hegemoni dan manipulasi.

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan informasi yang penulis peroleh

dapat diketahui bahwa penyampaian informasi hasil dari proses perencanaan

Page 179: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

160

pembangunan (hasil musyawarah perencanaan pembanguan/musrenbang) tidak

dilaksanakan. Sebenamya penyampaian informasi hasil perencanaan

pembangunan merupakan bentuk dari akuntabilitas atau pertanggungjawaban

pemerintah terhadap kinerjanya dalam bidang perencanaan pernbangunan.

Kondisi seperti ini tidak mendukung pendapat \'Vijaya (20'J7) yang

mengungkapkan pengembangan sistem transparansi informasi dan penilaian

kinerja merupakan fondasi dasar pembangunan sistem akuntabilitas yang

responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan bukan hanya kepentingan individu

dan golongan. Kualitas aparat pemerintahan yang masih rendah, budaya

senioritas dan uniformitas masih mendominasi dan tidak mendukung budaya

kerja yang didasarkan atas inerja, kreatifitas dan prestasi.

Pelaksanaan proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan

daerah di Kabupaten Kebumen, sebagimana yang digambarkan pada uraian di

atas dapat dikatakan bahwa proses perencanaan partisipatif tersebut tidak

mampu memberikan dampak positif bagi pembangunan masyarakat

sebagaimana di kemukakan oleh Abe (2002) yaitu bahwa melibatkan masyarakat

secara langsung dalam pembangunan akan membawa tiga dampak penting,

antara lain : (1) Terhindar dari peluang terjadinya manipulasi. Keterlibatcm rakyat

akan memperjelas apa yang sebetulnya dikehendaki masyarakat; (2) Memberi

nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan. Semakin banyak jumlah

mereka yang terlibat akan semakin baik; (3) Meningkatkan kesadaran dan

keterampi•an politik masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik inti pembahasan yaitu bahwa

proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah di Kabupaten

Kebumen belum optimal. Perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah

Page 180: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

161

melalui forum musrenbang memang dapat menyerap aspirasi masyarakat namun

belum mampu secara optimal mengakomodasi aspirasi masyarakat tersebut ke

dalam kebijakan pembangunan daerah. Selain itu, pelaksanaan perencanaan

partisipatif di Kabupaten Kebumen belum mampu meningkatkan kapasitas dan

kesadaran serta keterampilan politik masyarakat khususnya dalam hal

perencanaan pembangunan.

4.2.3 Kendala-kendala Dalam Proses Pe'l'encanaan Pembangunan Daerah

Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang menghambat proses

perencanaan pembangunan daerah di Kaburaten Kebumen antara lain:

1. Hubungan kekuasaan masih sentralistrk;

Kendati desentralisasi telah diberlakukan melalui Undang-undang Nomor 22

Tahun 1999 yang telah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004, kekuasaan pusat dalam beberapa hal masih cukup besar. Kekuasaan

itu bisa dilihat dari besaran dana dekonsentrasi yang dialirkan melalui

pemerintah propinsi. Alokasi dana dekonsentrasi ini sering berada di luar

kendali pemerintah kabupaten karena langsung diberikan kepada target

group. Pihak pemerintah daerah melalui dinas teknis biasanya hanya dimintai

saran dimana proyek tersebut seharusnya ditempatkan. Selanjutnya aliran

dana tidak lagi melalui dinas teknis tersebut, tetapi langsung ke target group ..

Bahkan terkadang pihak pemerintah daerah kabupaten sama sekali tidak

tahu menahu dimana proyek itu dilaksanakan. Pola pengalokasian anggaran

seperti ini disatu sisi efektif karena langsung kepada target group, tetapi di

sisi yang lain bisa mengacaukan perencanaan yang telah dilakukan daerah

itu sendiri. Kemungkinan te~adinya duplikasi proyek juga sangat besar

Page 181: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

162

karena pada saat yang bersamaan pemerintah daerah juga merencanakan

proyek yang sama. Hal ini tidak sejalan dengan pandangan Abe (2002) yang

mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan daerah merupakan

pergulatan daerah untuk merumuskan apa yang dibutuhkan dan apa yang

menjadi cita-cita masyarakatnya, yang dipadukan dengan ketersediaan

sumberdaya atau potensi yang dimiliki daerah. Perencanaan pembangunan

daerah dengan sendirinya bukan sebagai penjabaran perencanaan nasional,

melainkan konsep yang secara ideal dikembangkan dari aspirasi lokal,

melalui proses yang partisipatif.

Selain itu, pemberian dana melalui Dana Alokasi Umum (DAU) yang

terlambat juga mempengaruhi ketepatan dalam menyusun rencana. Hampir

bisa dipastikan bahwa baik pihak desalkelurahan, kecamatan, dan instansi

pemerintah di tingkat kabupaten tidak mengetahui secara pasti jumlah

anggaran yang akan diterimanya. Ketidakpastian ini berakibat pada

ketidaktepatan mereka dalam membuat perencanaan karena semua masih

dalam dugaan. Bahkan hal ini mendorong perilaku mereka untuk membesar­

besarkan jumlah anggaran proyek dan kegiatan yang dibuat.

Demikian halnya Dana Alokasi Khusus (DAK); juga berpotensi mendistorsi

proses perencanaan yang sudah dibangun sejak dari bawah. Penyebabnya,

ada ketentuan bahwa untuk menurunkan Dana Alokasi Khusus (DAK) ini

daerah diharuskan untuk sharing sebesar kurang lebih 1 0% dari dana dalam

J\PBD yang sudah ditetapkan. Sayangnya, turunnya dana ini biasanya

setelatl APBD ditetapkan sehingga mau tidak mau pihak pemerintah daerah

harus me:motong beberapa dana yang sudah dianggarkan untuk kegiatan lain

Page 182: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

163

dalam APBD. Dengan demikian, output proses perencanaan yang sudah

matang terganggu oleh kedatangan OAK ini.

Pola sentralistik sesungguhnya tidak hanya te~adi antar level pemerintahan,

tetapi juga antara pemerintah daerah dengan masyarakat. Bukti yang

nampak dari hal ini adalah masih besamya peran pemerintah daerah (elit

birokrasi/eksekutif) dan DPRD dalam pengambilan keputusan yang

menyangkut program dan proyek yang akan dibiayai APBD. Seringkali usulan

yang berasal dari dinas jauh lebih diperhatikan ketimbang usulan langsung

dari masyarakat.

2. Ketidaktepatan dalam memahami perencanaan pembangunan daerah;

Temuan yang cukup menarik adalah adanya ketidaktepatan dalam

memahami perencanaan khususnya model pemcanaan partisipatif

(musrenbang) di kalangan masyarakat umum termasuk elit birokrasi tingkat

desa. Sebagai contoh banyak proyek yang diusulkan oleh masyarakat adalah

bersifat fisik semata; misalnya: jalan, jembatan, gorong-gorong dan

sebagainya. Bukan berarti bahwa jenis-jenis proyek ini tidak berguna apalagi

jika dinilai dengan perhitungan yang matang, teta1-1i jika pertimbangan mereka

merencanakan pembangunan adalah merencanakan proyek fisik semata

maka hal ini akan menurunkan makna perencanaan itu sendiri. Nampaknya

proses pemcanaan partisipatif (musrenbang) lebih banyak dipahami dalam

konteks seperti ini ketimbang sebagai sebuah perencanaan pemLangunan

dalam arti yang menyeluruh.

Ketidaktepatan dalam memahami pemcanaan partisipatif (musrenbang) juga

te~adi di kalangan aparat pelaksana di lapangan (street level bureaucrat).

Page 183: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

164

Sebagai contoh ada aparat dari puskesmas yang baru pertamakali

menghadiri musrenbang kecamatan. Secara jujur ia mengakui bahwa ada

informasi dari atasannya bahwa dana dari instansinya sangat kecil karena itu

diharapkan agar mereka mencarinya melalui musrenbang kecamatan.

Pemahaman ini sekali lagi mengingatkan bahwa perencanaan terkadang

dimaknai sebagai upaya mencari dana.

3. Tingkat Keberdayaan Warga Yang Lemah

Data menunjukkan bahwa tidak cukup banyak warga yang tahu bagaimana

proses perencanaan pembangunan di daerahnya dilakukan, termasuk

dengan model pemcanaan partisipatif (musrenbang). lnformasi tentang

pemcanaan partisipatif (musrenbang) kebanyakan dikuasai oleh elit desa

seperti kepala desallurah dengan aparatnya dan LKMD/BPD/LKMK.

Masyarakat sering tidak bisa membP.dakan mana rapat yang merupakan

bagian dari pemcanaan partisipatif (musrenbang) dan mana yang hanya

rapat biasa. Ketidaktahuan mereka bisa disebabkan oleh faktor

ketidakpedulian mereka terhadap perncanaan partisipatif (musrenbang)

maupun pembangunan di des:mya pada umumnya. Dengan kata lain,

ketidakuedulian masyarakat adalah refleksi dari kesadaran berwarganegara

(civic consciousness) yang masih lemah Ketidaktahuan bisa juga disebabkan

posisi tawar mereka dihadapan pemerintah dan DPRD yang lemah. Hal ini

disebabkan antara lain belum adanya sejumlah forum yang beranggotakan

kelompok-kelompok dalam civil socief}' yang lebih terorganisir. Ada

kecenderungan bahwa forum-forum tersebut be~alan sendiri-sendiri sehingga

belum memiliki posisi tawar yang kuat. Pada akhimya, kelemahan ini secara

Page 184: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

165

keseluruhan berpengaruh pada upaya menghasilkan perencanaan yang

partisipatif. Hal ini sejalan dengan Tjokroamidjojo (2002) yang menyatakan

bahwa menggerakkan sebuah perencanaan partisipatif membutuhkan

prakondisi untuk mentransformasikan kapasitas kesadaran dan ketrampilan

masyarakat, sehingga bisa keluar dari tradisi diam, apatis, pasrah dan

cenderung menyembunyikan maksud di bawah permukaan. Selama hal ini

tidak te~adi, maka partisipasi hanya akan lerlihat sebagai formalitas

partisipatif, sedangkan realitas sesungguhnya adalah hegemoni dan

manipulasi.

4. Perencanaan yang hirarkis

Model perencanaan pemcanaan partisipatif (musrenbang) melalui sejumlah

tahapan berdasarkan level pemerintahan yakni mulai dari level

desalkelurahan, kecamatan, hingga kabupaten. Proses ini bila dijalankan

dengan benar bisa mengakomodasi semua kepentingan dan lebih

terkoordinasi. Namun fakta secara umum menunjukkan bahwa tahapan

dalam pemcanaan partis;patif (musrenbang) sendiri mengalami banyak

distorsi. Mulai dari aspek ketidakterwakilan semua lapisan masyarakat,

proses diskusi yang monologis, pengambi!an keputusan yang masih berada

di tangan pemerintah, hingga tidak tersalurkannya aspirasi masyarakat dalam

APBD. Proses perencanaan yang panjang dengan tanpa jaminan

tersalurkannya aspirasi membuat masyarakat terkadang menjadi tidak sabar

untuk mengusulkan apa yang menjadi kepentingannya langsung pada policy

maker di tingkat kabupaten. Ada kasus dimana sebuah desa belajar dari

desa lain yang berhasil mengusulkan proyek langsung ke policy maker di

Page 185: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

166

kabupaten dan disetujui, maka desa itupun kemudian melakukan hal yang

sama. Bahkan ada desa yang sama sekali tidak melakukan Musbangdes,

tetapi dibuat langsung oleh elit desa dan dibawa ke kecamatan. Proses­

proses jalan pintas ini harapannya adalah aspirasinya akan lebih diperhatikan

dan lebih cepat terealisir. Aspek ketidakpercayaan publik terhadap proses

perencanaan menjadi faktor yang turut menentukan partisipasi mereka dalam

proses tersebut. Dengan kata lain, sangat mungkin tahwa proses

perencanaan ini akan banyak membuang energi sehingga tidak efisien dan

produktif.

Munculnya jalan pintas yang dilakukan desa ke kabupaten dalam

perencanaan juga disebabkan struktur pemerintahan desa yang tidak di

bawah kecamatan. ltulah sebabnya dalam banyak kasus proses

perencanaan yang te~adi di level kecamatan menjadi tidak efektif. Kalaupun

musrenbangcam diadakan hanya sekedar sebagai rapat untuk menampung

usulan dan bukan sebuah tahapan dalam proses perencanaan yang

sesungguhnya.

5. Fungsi DPRD/Partai Politik Yang Tidak Efektif

Salah satu fungsi DPRD adalah mewakili dan menyalurknn artikulasi

kepentingan masyarakat ke dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat

pemerintahan daerah. Dalam prakteknya fungsi ini tidak bisa be~alan secara

optimal karena sejumlah alasan misalnya kapasitas sumber daya manusia

anggota DPRD yang lemah, lebih kuatnya motivasi sebagai anggota partai

ketimbang sebagai wakil rakyat. Kelemahan ini juga terkait dengan lemahnya

partai-partai politik di Indonesia. Salah satu fungsi partai adalah menyalurkan

Page 186: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

167

aspirasi dari para konstituennya. Aspirasi yang disampaikan adalah yang

sesuai dengan kepentingan masyarakat deng&n harapan akan menjaga

konstituennya tidak lepas dari partainya. Namun dalam prakteknya fungsi ini

tidak berjalan oleh sebab kelemahan-kelemahan internal yang terjadi di

dalam tubuh partai itu sendiri, misalnya kualitas kader yang lemah, hubungan

antara partai dengan fraksi dalam DPRD.

Kelemahan tersebut berimbas pada kemampuan mereka untuk membuat

perencanaan yang lemah. Fakta menunjukkan bahwa perda-perda yang

diusulkan dalam pembahasan umumnya dominan berasal dari pihak

eksekutif. Kendati demikian, ada k8cenderungan bahwa aspirasi yang

disalurkan melalui partai politik cukup efektif menembus jalur hirarkhis

perencanaan khususnya apabila perencanaan itu datang dari partai yang

sepaham dengan policy maker. Tentu saja alur perencanaan seperti itu

sangat rawan terjadinya KKN karena sangat tidak transparan.

6. Sektoralisme yang kuat pada tiap-tiap unit kerja (SKPD)

Kendati era desentralisasi sudah digulirkan, pemikiran sektoralisme di antara

dinas-dinas teknis di pemerintah daerah masih cukup kuat. Hal ini tidak bisa

lepas dari warisan sistem pemerintahan yang sentralistis sebelumnya.

Sebagian dari dinas-dinas itu adalah instansi pusat seperti Kantor

Departemen (Kandep) yang telah diserahkan ke daerah. Meskipun secara

struktural mereka telah menjadi instansi otonom daerah, secara kultural jiwa

mereka masih merasa sebagai instansi pusat. Wujud yang nampak dalam

perencanaan adalah kecenderungan untuk membuat usulan perencanaan

sendiri terlepas dari tahapan perencanaan yang dilal<ukan dalam

Page 187: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

168

musrenbang. Mereka sendiri mengakui bahwa perencanaan yang mereka

buat sudah partisipatif karena ketika membuat mereka mengaku sudah

melibatkan masyarakat melalui aparatnya yang langsung berhubungan

dengan masyarakat. Pemikiran sektoralisme tumbuh bukan hanya karena

warisan struktural kelembagaan, tetapi juga pola perencanaan pembangunan

yang semenjak dahulu membaginya ke dalam sektor-sektor secara terpisah

dan lupa menekankan adanya networking. Tradisi pemikiran seperti ini harus

diubah karena mempengaruhi koordinasi dalam perencanaan

7. Kurang transparan dan tidak ada umpan balik

Persoalan yang juga sering dihadapi dalam perencanaan model musrenbang

adalah kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan. Banyak

masyarakat yang tidak tahu secara pasti bagaimana keputusan diambil, atas

dasar kriteria apa, dan apakah usulan mereka akan dibawa ke level

pemerintahan yang lebih tinggi. Kalaupun usulan tersebut gagal untuk dibawa

ke level pemerintahan yang lebih tinggi, mereka tidak memperoleh

penjelasan mengapa hal itu bisa te~adi sehingga mereka bisa memberikan

usulan perbaikan. Bahkan fakta juga menunjukkan bahwa informasi tentang

ada tidaknya musyawarah perencanaan pembangunan di desanya tidak

pemah sampai ke masyarakat luas. Hal ini bertentangan dengan Rofikoh

(2006) yang mengemukakan bahwa pemerintahan yang baik mensyaratkan

adanya keterbukaan, keterlibatan dan kemudahan akses bagi masyarakat

terhadap proses pengambilan kebijakan publik, khususnya dalam

penggunaan berbagai sumberdaya yang berkaitan secara langsung dengan

kepentingan publik. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Wijaya (2007)

Page 188: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

169

yang mengungkapkan pengembangan sistem transparansi informasi dan

penilaian kine~a merupakan fondasi dasar pembangunan sistem

akuntabilitas yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan bukan

hanya kepentingan individu dan golongan. Kualitas aparat pemerintahan

yang masih rendah, budaya senioritas dan uniformitas masih mendominasi

dan tidak mendukung budaya ke~a yang didasarkan atas ine~a. kreatifitas

dan prestasi.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik intinya yaitu kendala dalam

proses perencanaan pembangunan daerah adalah sebagai berikut :

hubungan kekua~aan masih sentralistik, ketidaktepatan dalam memahami

perencanaan pembangunan daerah, tin~kat keberdayaan warga yang lemah,

perencanaan yang hirarkis, fungsi DPRD/partai politik yc.ng tidak efektif,

sektoralisme yang kuat pada tiap unit kerja (SKPD), kurang transparan dan

tidak ada umpan balik.

4.3 Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu

Untuk melengkapi pembahasan dalam penelitian ini, berikut disampaikan

perbandingan penelitian terdahulu dengan hasil penelitian saat ini. Perbandingan

antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu ada yang mendukung adajuga

yang berbeda. Hasil penelitian ini dibandingkan dengan penelitian Sutarto,

Soediyono dan A.D. Suharsono menunjukkan perbedaan yaitu penelitian

terdahulu ditemukan bahwa campur tangan birokrasi kecil sedangkan dalam

penelitian ini ditemukan bahwa campur tangan birokrasi masih dominan.

Demikian pula dengan penelitian Nandang Suhermnn, ditemukan adanya

peningkatan kapasitas masyarakat, sedangkan dalam penelitian ini menunjukkan

belum ada peningkatan kapasitas masyarakat dalam perencanaan partisipatif.

Page 189: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

170

Perbandingan dengan hasil penelitian Slamet (1994), Iskandar Mirza (1997) dan

Khoirun (2003) menunjukkan bahwa hasil penelitian ini mendukung hasil

penelitian terdahulu. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 17 di bawah ini :

NO

1 1.

2

Tabel17 Perbandingan Dengan Penelitian Terdahulu

PENELITI

2 Sutarto, Soediyono dan A.D. Suharsono (1991 ), meneliti tentang Organisasi Program Pembangunan Berkelanjutan (kasus proyek dalam Program Pengembangan Wilayah (PPW) Slamet (1994) tentang Partisipasi di Dalam Lembaga Sosial Desa (LSD) di enam desa di Kabupaten Boyolali

PERBANDINGAN r-~T~E~M~U~A~N~P~E~N~E~L~IT~I~A~N~~~P~E~N~E~L=IT~IA~N~IN~I~ KETERANGAN

3 4 5 Sudah adanya kecenderungan pengelolaan program yang bersifat Bottom Up Planning. Kelonggaran ini juga didukung dan atau tidak mendapat campur tangan yang ketat dari pemerintah lokal, dalam hal ini aparat pemerintah kecamatan hanya sebagai fasilitator.

Peran Kepala Desa sangat dominan dalam pembangunan sehingga setiap keputusan atau kebijakan diserahkan sepenuhnya kepada Kepala Desa. Keterlibatan masyarakat secara langsung dalam pembangunan sangat kurang atau dapat dikatakan bahwa masyarakat kurang berpartisipasi secara langsung

Proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen masih di dominasi oleh elit birokrasi 'Jaik pada tingkat desa, tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten.

Peran elit birokrasi (pada tingkat desa sampai tingkat kabupaten) masuk cukup dominan dalam proses musyawarah perecanaan pembangunan (musrenbang)

Berbeda dengan hasil penelitian Sutarto, Soediyono dan A.D. Suharsono

Mendukung dan melengkapi hasil penelitian Slamet

Page 190: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

1

3

4

2

Iskandar Mirsa (1997), berjudul lmplementasi Kebijaksanaan Pembangunan Desa dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan suatu studi di Desa Cibeusi dan Desa Sa yang Kecamatan Cikeruh Kabupaten Sumedang Nandang Suherman (2000), berjudul Pengembangan Partisipatif di Jatinangor

3

Dalam asumsi teori pembangunan yang berpusat pada masyarakat tampaknya masih belum optimal, hal tersebut diindikasikan oleh kenyataan bahwa program yang sudah dilaksanakan sejak 1992/1993 temyata sampai dengan tahun 1996/1997 belum terlaksana sepenuhnya.

dengan

Proses penguatan dan pengorganisasian masyarakat dalam konteks perencanaan partisipatif di Jatinangor telah menghasilkan beberapa manfaat, antara lain , (a) Timbulnya kesadaran baru di kalangan tokoh dan aktivis kemasyarakatan tentang perlunya mengorganisir diri guna meningkatkan nilai tawar dalam proses penentuan kebijakan pembang•Jnan (b) Terjadinya peningkatan kapasitas warga masyarakat da!arn merumuskan dan memecahkan masalah Serta mengadvokasikannya kepada pihak yang terkait; (c) Terbangunnya suasana dialogis antara birokrasi dan masyarakat dalam rnencari solusi pemecahan permasalahan pembangunan; (d) Mulai bergesernya paradigma kepemerintahan di lingkungan birokrasi yaitu dari mental minta dilayani meniadi mental melayani

4

Pelaksanaan perencanaan partisipatif yang dikembangkan dengan forum musrenbang belum optimal. Musrenbang dilaksanakan baru pada tataran formalitas belaka. Musrebang memang mampu menyerap aspirasi masyarakat tetapi belum mampu menghantarkan pada level realisasi dalam kebijakan.

Perencanaan pembangunan daerah melalui forum musrenbang memang dapat menyerap aspirasi masyarakat namun belum mampu secara optimal men~akomodasi aspirasi masyarakat tersebut ke dalam kebijakan pembangunan daerah. Selain itu, belum mampu meningkatkan kapasitas dan kesadaran serta keterampilan politik masyarakat khususnya dalam hal perencanaan pembanguncm

I

171

5

Mendukung dan melengkapi hasil penelitian Iskandar Mirsa

Berbeda dengan hasil penelitian Nandang Suherman

Page 191: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

172

1 2 3 4 5 ' i

5 Khoirun (2003), Program bantu an Dengan Mendukung I penelitiannya pembangunan partisipatif perencanaan hasil

yang berjudul dapat memacu partisipasi partisipatf penelitian Partisipasi masyarakat secara membuka peluang Khoirun Masyarakat langsung dalam kegiatan bagi masyarakat dalam pembangunal'ldi dapat terlibat secara Pembangunan desa/kelurahan, sehingga langsung dalam Desa, suatu studi menempatkan pembangunan mulai kasus Program masyarakat sebagai dari perencanaan, Pelaksanaan subyek dan obyek pelaksanaan dan Partisipasi di pembangunan monitoring dan Kecamatan evaluasi, walaupun Belongbendo pelaksanaannya Kabupaten belum optimal Sidoario

Page 192: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

'-' UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:> Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt:t\;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSiTAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI\L

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI

VERSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITA3 BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

VERSITAS BRAWIJAYA MALANG

IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVFRSITAS BRAWIJAYA MALANG

> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG

RSITA BRA IJAYA A N UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG

Page 193: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

5.1 Kesimpulan

BABV

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang Proses Perencanaan Partisipatif

Dalam Pembangunan Daerah Di Kabupaten Kebumen (Kajian Tentang

Kemampuan Perencanaan Pembangunan Dengan Model Perencanaan

Partisipatif Dalam Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat) dapat disimpulkan

sebagaiberikut:

1. Proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah di Kabupaten

kebumen dilaksanakan melalui forum musyawarah perencanaan

pembangunan (musrenbang). Forum musrenbang dilaksanakan mulai dari

tingkat desa (musrenbangdes), tingkat kecamatan (musrenbangcam) dan

tingkat kabupaten (forum SKPD dan Musrenbangkab). Partisipasi

stakeholders (masyarakat) dalam proses perencanaan pembangunan daerah

masih bersifat pasif yaitu hanya sekedar ikut hadir dalam forum musrenbang.

Hal ini menyebabkan dominasi elit birokrasi mulai dari tingkat desa sampai

tingkat kabupaten masih sangat kuat. Mekanisme kerjasama antar

stakeholders belum diatur secara jelas sehingga masing-masing masih saling

mempertahankan pendapatnya (usulannya) tanpa memikirkan kepentingan

bersama. Proses pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan

masih didominasi elit birokrasi. Pada tingkat desa dominasi kepala desa dan

perangkatnya masih sangat jelas. Demikian pula pada tingkat kabupaten,

dominasi elit birokrasi pada dinas (SKPD) masih sangat kuat. Secara umum

proses perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah di Kabupaten

Page 194: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

174

Kebumer1 masih bersifat fonnalitas yaitu hanya sekedar melaksanakan

ketentuan peraturan perundangan yang ber1aku.

2. Keluaran (output) dalam perenr.anaan pembangunan daerah yang

dilaksanakan melalui forum musrenbang ini antara lain : pada tingkat desa

adalah Rencana Pembangunan Tahunan Desa (RPTD), pada tingkat

kecamatan adalah Rencana Pembangunan Tahunan Kecamatan (RPTK),

pada tingkat kabupaten Rancangan Rencana Kerja SKPD (hasil forum

SKPD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah/RKPD (forum musrenbang

kabupaten). Secara umum dalam seluruh keluaran perencanaan

pembangunan daerah tersebut belum mencenninkan kebutuhan masyarakat

secara nyata karena dalam proses perencanaannya masih didominasi oleh

elit birokrasi. Hal ini diperkuat dengan data hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa usulan masyarakat yang tennuat dalam RKPD hanya

sekitar 28 % saja. Dalam hal penyebaran infonnasi, diketahui bahwa

penyebaran infonnasi tentang hasil musrenbang tidak dilaksanakan. Dapat

dikatakan bahwa partisipasi masyarakat baru pada tingkat konsultasi. Dalam

tahap ini sudah dilakukan konsultasi dan dengar pendapat masyarakat

terhadap kebijakan yang diambil, namun belum diikuti dengan jaminan

pendapat masyarakat akan dipertimbangkan dalam kebijakan yang akan

dibuat. Dalam tahap ini yang diperoleh masyarakat adalah "telah

berpartisipasi dalam proses partisipasi". Perencanaan partisipatif melalui

forum musrenbang memang mampu menyerap aspirasi masyarakat tetapi

belum mampu mengakomodasi/menghailtarkan aspirasi tersebut pada level

realisasi dalam kebijakan pembangunan daerah.

3. Kendala-kendala yang menghambat perencanaan pembangunan daerah di

Kabupaten Kebumen yaitu : (1) Hubllngan kekuasaan masih sentralistik;

Page 195: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

175

(2) Ketidaktepatan dalam memahami perencanaan pembangunan daerah;

(3) Tingkat keberdayaan warga yang lemah; (4) Perencanaan yang hirarkis;

(5) Fungsi DPRD/partai politik yang tidak efektif; (6) Sektoralisme yang

kuat pada tiap-tiap unit ke~a (SKPD); (7) Kurang transparan dan tidak

ada umpan balik.

5.2 Saran

Berdasarkan kajian terhadap permasalahan dan kendala-kendala yang

dihadapi Pemerintah Kabupaten Kebumen dalam proses Perencanaan

Pembangunan daerah khususnya dengan model perencanaan partisipatif yang

dilaksanakan melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan

(musrenbang), maka penulis berusaha memberikan saran yang sekiranya dapat

dipertimbangkan untuk dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kebumen, sebagai

berikut:

1 . Hubungan kekuasaan yang masih sentralistik antara pemerintah daerah dan

pemerintah di atasnya (pusat dan provinsi) dalam hal pengelolaan

pembiayaan antara lain dana dekonsentrasi, Dana Alokasi Umum dan Dana

Alokasi Khusus sering mendistorsi atau mengganggu perencanaan

pembangunan daerah yang telah ditetapkan. Penulis menyarankan agar :

a. Perencanaan program atau kegiatan pembangunan yang pembiayaannya

berasal dari dana dekonsentrasi diupayakan agar melibatkan pemerintah

kabupaten dan masyarakat setempat.

b. Diharapkan pemerintah pusat memberikan informasi besaran penerimaan

Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus sebelum pelaksanaan

musrenbang berjalan, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan masukan

dalam forum musrenbang.

Page 196: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

176

2. Untuk mengatasi kendala berupa ketidaktepatan dalam memahami

perencanaan pembangunan daerah, maka disarankan agar Pemerintah

Daerah Kabupaten Kebumen menyelenggarakan workshop tentang

perencanaan pembangunan daerah. Workshop ini dilaksanakan bagi

masyarakat dan aparatur pemerintah baik tingkat desa, kecamatan maupun

kabupaten. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan

kemampuan masyarakat dan aparatur pemerintah dalam perencanaan

pembangunan daerah.

3. Tingkat keberdayaan atau kapasitas dan kemampuan masyarakat yang

lemah menjadi salah satu faktor penghambat yang pokok dalam proses

perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah, untuk mengatasi

kendala ini disarankan agar Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen

melaksanakan Pemberdayaan Civil Society dan pelatihan perencanaan

partisipatif. Penyebab ketidakberdayaan masyarakat karena sikap apatisme,

ketidaktahuan dan posisi tawar yang lemah. Untuk memperbaiki ketiganya

harus ada upaya serius dari pemerintah, partai politik, NGO/LSM, dan

komponen lainnya untuk menyadarkan masyarakat akan hak dan

kewajibannya sebagai warganegara (civic consciousness). Hal ini bisa

dilakukan melalui training maupun sosialisasi melalui media tentang

kesadaran warganegara dan pelatihan tentang perencanaan partisipatif.

Selain itu, harus ada kerelaan dari pemerintah untuk menyerahkan sebagian

kewenangannya kepada rakyat khususnya dalam perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan. Pelibatan mereka dalam perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan diharapkan akan mendorong masyarakat untuk

ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan daerah

Page 197: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

177

4. Untuk mengatasi kendala dalam prose:.> perencanaan pembangw1an daerah

berupa perencanaan yang hirarkis, diberikan saran sebagai berikut :

a. Musyawarah perencanaan pembangunan kecamatan ditiad~kan.

Ada beberapa fakta yang menjadi dasar, yakni secara struktural

kecamatan tidak memiliki otonomi karena ia adalah kepanjangan tangan

langsung Bupati. Camat juga bukan atasan dari kepala desa karena

kepala de sa bertanggung jawab langsung kepada Bupati. Seringkali

Musrenbangcam hanya sebagai forum pencatat usulan dari

desa/kelurahan dan bukan sebagai tahapan dalam proses perencanaan

yang sesungguhnya. Dengan demikian, tahapan Musrenbangcam

sesungguhnya tidak efektif karena hanya akan memperpanjang jalur yang

harus dilalui. Konsekuensinya adalah kesiapan pihak kabupaten dalam

mengorganisasi usulan dari semua desa/kelurahan yang ada di

wilayahnya. Jumlahnya yang cukup banyak membawa konsekuensi

lamanya proses Musrenbangkab. Kelebihan dari model ini adalah

memotong hirarkhi perencanaan yang terlalu ~·anjang sehingga akan

banyak energi yang bisa dihemat

b. Restrukturisasi Kelembagaan Perencanaan

Salah satu kendala yang ditemukan dari penelitian ini adalah panjangnya

proses perencanaan di daerah semenjak dari tingkat desa hingga tingkat

kabupaten. Hal ini menciptakan ketidaksabaran masyarakat dan birokrasi

sendiri untuk merealisasikan perencanaan. Ditambah lagi dengan situasi

ketidakpastian terhadap diterima tidaknya usulan tersebut semakin

mendorong masyarakat untuk mengusulkan proyek langsung ke

kabupaten. Berdasarkan fakta ini, maka penting untuk merestrukturisasi

kelembagaan perencanaan di daerah. Tujuannya adalah menciptakan

Page 198: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

178

efisiensi dan produktivitas yang tinggi dalam perencanaan. Yang

direstrukturisasi adalah tahapan dalam perencanaan yakni dengan

memotong jenjang perencanaan menjadi lebih datar (f/af) dan struktur

lembaga-lembaga perencana yang tersebar hendaknya disederhanakan.

5. Berkait dengan kendala berupa fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD)/partai politik dalam perencan;~an pembangunan daerah yang tidak

efektif, penulis menyarankan agar perencanaan pembangunan daerah

diserahkan kepada DPRD. Saran ini diambil dari pemikiran pemisahan antara

politik dan administrasi. Politik bertugas mengartikulasikan kepentingan

rakyat dalam bentuk perencanaan, sedangkan administrasi bertugas

melaksanakan keputusan tersebut. Be:rdasarkan hal ini, semua aktivitas

perencanaan yang selama ini dilakukan oleh eksekutif diserahkan

sepenuhnya kepada DPRD. Bahkan penyerahan ini tidak hanya menyangkut

kewenangan merencanakan, tetapi juga sumberdaya perencanaan yang

selama ini dimiliki eksekutif misalnya SDM, dana dan lembaga. Aparat

eksekutif ini nantinya akan ditempatkan se:bagai staf dan lini perencanaan

dari DPRD. Mereka sepenuhnya menjalankan kebijakan DPRD dalam

melakukan proses perencanaan. Kemudian eksekutif tinggal melaksanakan

hasil perencanaan tersebut. Untuk melaksanakan hal ini perlu ditindaklanjuti

denga,, penetapan instrumen pendukungnya antara lain peraturan

perundangan tentang penyerahan kewengan perencanaan kepada DPRD

dan mekanisme pelaksanaan perencanaan partisipatif. Selain itu juga harus

diterbitkan pedoman tentang pelaksanaan forum perencanaan partisipatif

dalam pembangunan daerah.

6. Untuk mengatasi kendala berupa sektoralisme yang kuat pada tiap-tiap unit

ke~a (SKPD), disarankan agar ada upaya perubahan paradigms berpikir

Page 199: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

179

aparat dan menciptakan kesepahaman melalui pembekalan. Strategi ini

didasarkan pada fakta bahwa masih banyak perencanaan dilakukan secara

terkotak-kotak dan cenderung berjalan sendiri-sendiri. Dengan kata lain,

masih cukup banyak instansi pemerintah dan aparatnya yang memiliki

paradigma sektoralisme dalam perencan:.an pembangunan di daerah. Pola

pikir seperti ini harus diubah karenn cenderung mendistorsi proses

perencanaan partisipatif yang telah dibangun sejak awal. Selain itu, harus

ada kemauan politis bersama di antara eksekutif dan legislatif untuk secara

konsisten mematuhi ketentuan yang telah disepakati bersama dalam proses

perencanaan yang partisipatif, termasuk keberanian menolak rencana proyek

yang datangnya dari pusat atau propinsi apabila hal itu tidak sesuai dengan

rencana yang telah diputuskan daerah. Dinas harus memiliki komitmen untuk

menempatkan semua rencana yang berasal dari pemerintah pusat dan

propinsi ke dalam rencana pembangunan daerah yang disepakati.

7. Satu hal yang cukup mendasar selama ini dalam proses perencanaan adalah

belum adanya transparansi dalam proses perencanaan semenjak ide

kegiatan muncul, proses dialog hingga keputusan diambil. Ketidaktransparan

ini pula yang diduga turut memicu sikap apatisme masyarakat terhadap

perencanaan karena mereka beranggapan bahwa semuanya s.udah diatur.

Untuk mengatasi kendala dalam perencanaan pembangunan daerah berupa

kurang transparan dan tidak ada umpan balik disarankan agar Pemerintah

Daerah Kabupaten Kebumen menetapkan mekanisme perencanaan yang

transparan. Transparansi yang dimaksud meliputi kepastian anggaran,

kriteria pengambilan keputusan, dan kejelasan alasan mengapa proyek

diterima atau tidak diterima (sebagai umpan balik). Selain itu, transparansi

juga dimulai dengan menjadikan secara terbuka forum-forum perencanaan

Page 200: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

180

pembangunan yaitu siapapun boleh datang dan menyampaikan aspirasinya

dalam forum. Untuk mendukung transparansi ini peran media lokal yang telah

tersedia baik media cetak maupun elektronik menjadi sangat penting. Media

ini menjadi sarana komunikasi langsung untuk menjangkau masyarakat yang

lebih luas melalui acara semacam dialog interaktif atau ta/kshow.

Page 201: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

'-' UI~IVI:::.r\.:>11/'\.:> Dr\1'\VVIJ/'\TK IVIKL.J-\1'11.:> U l 'ltVt:t\;:.IIK;:. Ot\1\VVIJKT/'\ IVI/'\L/'\NI.:> UI'IIVt:t\;:,11/'\;:, Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVl/'\L/'\N\..3 UNIVt: t\ ;:,11/'\>:> Ot\1'\VVIJ/'\T/'\ IVI/-\L/'\N\..3

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSiTAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN~IIII"''IIK!'ERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAW

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS B

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN IVERS IT

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI\L

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALA

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALAN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG U

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UN

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNI

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVE

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVER

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI

VERSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITAS BRAWIJAYA MALANG

RSITA3 BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ERSITAS BRAWIJAYA MALANG

VERSITAS BRAWIJAYA MALANG

IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS 8RAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G Ut-! IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Ut-!IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA. MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVFRSITAS BRAWIJAYA MALANG

> UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MAL.A.NG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

J UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSI1AS BRAWIJAY\ MALANG

G UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

::; UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAVVIJAYA MALANG

RSITA BRA IJAYA A N UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG UNIV[RSirAS BRAWIJA'r 4. MALANG

Page 202: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

181

DAFTAR PUSTAKA

Abe, Alxander, 2002, Perencaraan Daerah Partisipatif, Pondok Edukasi, Solo

Agus, Dwiyanto dkk, 2002, Governance and Decentralization Swvey, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Andy Fefta Wijaya, 2007, Akuntabilitas Aparatur Pemerintah Daerah Dalam Era Good Governance dan Otonomi Daerah, Jumal llmiat-. Administrasi Publik, Vol. VIII No. 2 Maret-Agustus 2007, Fakultas llmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang.

Arsyad, Linco~n. 1999, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPSTIE YKPN, Yogyakarta.

______ , 2004. Ekonomi Pembaj1gunan. BPSTIE YKPN. Yogyakarta

Babbie, Earl. 1995. The Practice of Social Research. Belmont CA: Wadsworth Publishing Company

Bryant, Coralie dan White, Louise G, 1989, Managing Development in Third World, Westview Press, Boulder, Colorado.

_______ , 1987, Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang, Pene~emah Rusyanto L. Simatupang, LP3ES, Jakarta.

Conyers, Diana, 1994, Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga, Suatu Pengantar, Terjemahan Setiawan dan Affan Ghafar, UGM Press, Yogyakarta.

Dwijowijoto dan Nugroho, Riant, 2001, Reinventing Indonesia : Menata U/ang MAnjemen Pemerintahan Indonesia Baru dengan Keunggulan Global, Elex Media Komputerindo, Jakarta.

lshomuddin, 2001, Diskursus Politik dan Pembangunan, Universitas MuhammadiyCJh, Malang.

lslamy, M. lrfan, 2001, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Cetakan Kesembilan Bumi Aksara, Jakarta.

lsmani, 2005, Modul Perkuliahan Semina( Perencanaa Pembangunan Daerah, Tidak Diterbitkan, Malang.

Khoirun, 2003, Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa, suatu studi kasus Program Pelaksanaan Partisipasi di Kecamatan Belongbendo Kabupaten Sidoatjo, Tesis Universitas Brawijaya Malang

Korten, David dan Syahrir, 1998, Pembangunan Berdimensi Kerakyatan, Yayasan Obor, Jakarta.

Korten, David, 2001, Menuju Abad ke 21 : Tindakan Sukarela dan Agenda Global, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Kumorotomo, Wahyudi. 1992. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Page 203: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

182

Kunarjo, 2002, Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan, Penerbit Ul, Jakrata.

Kuncoro, Mudrajad, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Erlangga. Jakarta

McNabb, David E., 2002, Research Methods in Public Administration and Nonprofit Management Quantitative and Qualitative Approach, M.E Sharpe New York.

Miles B. Mathew dan A. Michell Huberman, 1992, Ana/isis Data Kualitatif, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Mintzberg, Henry, 1998, The Rise and Fall of Strategy Planning, The Free Press, New York.

Mirza, Iskandar, 1998, lmplementasi Kebijaksanaan Pembangunan Desa dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan suatu studi di Desa Cibeusi dan Oesa Sayang Kecamatan Cikeruh Kabupaten Sumedang, Tesis, tidak diterbitkan

Moleong, Lexy J., 2005, Metodelogi Penelitian Kua/itatif, Edisi Revisi PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Munir, Badrul, 2002, Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Perspektif Otonomi Daerah, Badan Penerbit Sapped a, NTB.

Nazwar, dkk, 2003, Koalisi Aktor dalam lmplementasi Kebijakan, Jurnal llmiah Administrasi Publik, Volume IV Nomor 1, FIA Universitas Brawijaya Malang

Newman, W. Lawrence, 1997, Social Research Methods Qualitative Approach, University of Wisconsin at White Water, Boston.

Ndraha, Taliziduhu, 1985, Peran Administrasi Pemerintah Desa dalam Pembangunan Desa, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Oetomo, Andi, 1997, Konsep dan lmplementasi Penerapan Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang Di Indonesia, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota.

Resi, Adrianus, lsmani H.P. dan Soesilo Zauhar, 2005, lnteraksi Birokrasi Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Pembangunan, Jurnal llmiah Administrasi Publik. Volume V Nomor 1, FIA, Universitas Brawijaya Malang.

Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusuma. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah, Strategi Mengga/i Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Rofikoh, Nurul, 2006, Mewujudkan Good Local Governance Melalui Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran Publik, Jumal Kebijakan dan Administrasi Publik, Vol 10 Nomor 1 , MAP UGM, Yogyakarta.

Siagian, Sondang P. 1984. Proses Pengelolaan P·~mbangunan Nasional. PT Gunung Agung. Jakarta

Page 204: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

183

-------· 2003. Administrasi Pembangunan, Konsep, Dimensi dan Strateginya. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Slamet, 1994, Partisipasi di Ldalam Lembaga Sosial Desa, Tesis Magister Administrasi Publik, Program Pasc-asarjana Universitas Brawijaya

Soekartawi, 1990, Prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan Daerah, CV. Rajawali, Jakarta.

Soetarto, Soedibyo dan Suharsono, 1991, Organisasi Program Pembangunan Berkelanjutan, hasil penelitian di Jawa Tengah.

Soegijoko, S, Budhi Tjahjati, dan Kusbiantoro, 1997. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan Di Indonesia, Grasindo, Jakarta.

Suherman,Nandang, 2000, Pengembangan Partisipatif di Jatinangor, Tesis Magister llmu Pemerintahan, lnstitut llmu Pemerintahan Jakarta

Sumodiningrat, Gunawan, 1999, Kemiskinan : Teori, Fakta dan Kebijakan, lmpac, Jakarta.

Suprajogo, Tjahjo, 2003, Makna Otonomi Daerah bagi Pemberdayaan Masyarakat Lokal, Jumal llmu Pemerintahan, Widya Praja, Volume XXIX Nomor 2, lnstitut llmu Pemerintahan Jakarta.

Susanto, Hery, 2003, Otonomi Daerah dan Kompetensi Lokal, PT. Dyatama Milenia, Jakarta.

Suwignyo, 1986, Administrasi Pembangunan Desa Dan Sumber-sumber Pendapatan, Ghalia, Jakarta.

Syahroni. 2002. Pengertian Dasar dan Generik Tentang Perencanaan Pembangunan Daerah. German Technical Cooperation-GTZ. Jakarta

Tikson, D.T, 1999, Perencanaan Partisipatif, Modul Perencanaan Pembangunan, Program Diklat Teknis dan Manajemen Perencanaan Pembangunan Tingkat Lanjutan, Kerjasama UNHA.S dan OTO-Bappenas, Jakarta.

Tjokroamidjojo, Bintoro dan Mustopadidjaya, AR. 1988. Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan, Perkembangan Teori dan penerapan. Cetakan ke tujuh belas. I_P3ES .• lakarta

Tjokroamidjojo, Bintoro, 1993, Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan, Perkembgan Teori dan Penerapan, LP3ES, Jakarta

------· 1994, Perencanaan Pembangunan, Gunung Agung, Jakarta.

------· 2002, Reformasi Penyelenggaraan Good Governance Dan Perwujudan Masyarakat Madani, LAN-RI Jakarta.

Tjokrowinoto, Moeljarto, 2001, Pembangunan, Dilema dan Tantangan, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta.

Todaro Michael P. 2004, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Buku 1, Diterjemahkan oleh Harris Munandar. Erlangga. Jakarta.

---~--=--· 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Buku 2, Diterjemahkan oleh Harris Munandar. Erlangga. Jakarta.

Page 205: PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM

184

Urbanus, M. Ambandi dan S. Prihantoro, 2002, Pengembangan Wi/ayah dan Otonomi Daerah, CV. Cahaya lbu, Jakarta.

Wahyudi, lsa, 2006, Metodologi Perencanaan Partisipatif, MCW dan YAPPIKA, Jakarta

Peraturan Perundang-undangan dan Dokumen :

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Sinar Grafika, Jakarta.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Cemerlang, Jakarta.

Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Cemerlang, Jakarta.

Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Badan Perencanaan Pembangumm Nasional dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1181/M.PPN/02/2006 dan 050/244/SJ/2006 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Tahun 2007.

Surat Edaran Gubemur Jawa Tengah Norr.or : 08J/21553 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Tahun 2007.

Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor : 53 Tahun 2004 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Kebijakan Publik.

Peraturan Bupati Kebumen Nomor 28 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Kebumen Tahun 2006-2010.

Surat Edaran Bupati Kebumen Nomor : 050/001146/2006 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa/Kelurahan dan Kecamatan Tahun 2006

Surat Edaran Bupati Kebumen Nomor : 05C/101/2007 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (Forum SKPD) Tuhun 2007

Kabupaten Kebumen Dalam Angka Tahun 2006

Profil Daemh Kabupaten Kebumen Tahun 2006

Rencana Pembangunan Tahunan Kecamatan Kebumen, Kecamatan Karanganyar dan Kecamatan Mirit Tahun 2008.

Rencana Pembangunan Tahunan Desa Grenggeng, Desa Rowo dan Kelurahan Kebumen Tahun 2008.