perencanaan partisipatif dalam proses …

22
Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal JAP Vol.6 No.2 195 PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN DAIRI TAHUN 2014-2019 Wendi Suprapto Padang 1 Heri Kusmanto 2 1 [email protected] LSM Aspirasi Indonesia 2 [email protected] Jl. Dr. Syofyan No. 1 Kampus FISIP-USU Abstrak Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan informasi atau data sekunder dengan melalui wawancara mendalam dengan informan kunci dan para informan. serta menggunakan teknik pengumpulan data sekunder melalui studi kepustakaan dan studi dokumentasi. Dan untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini digunakan analisis kualitatif. Sehingga dari hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Mekanisme Penyusunan RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 telah mengacu pada tahapan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Tahun 2010, Dan dari 6 (enam) tahapan penyusunan RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 hanya satu proses saja yang dilibatkan komponen pemangku kepentingan secara utuh yaitu pada tahap Musrenbang, (2) Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 masih bersifat elitis dan tidak transparan serta belum proporsional, dan (3) Musrenbang Penyusunan RPJMD masih bersifat formalitas, yang artinya masih sedikit hasil Musrenbang yang diakomudir dalam RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014- 2019. Kata Kunci : Perencanaan Pembangunan Partisipatif, Stakeholders dan RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019. PARTICIPATIVE PLANNING IN THE PROCESS OF ARRANGING THE MIDDLE TERM OF DEVELOPMENT PLANNING FOR LOCAL GOVERNMENT OF DAIRI 2014-2019 Abstract On this study adopted descriptive approach. In collecting the data is used a depth interview, done to gain information with secondary data also used library research and documentation research. In order to respond all questions in this research used such as qualitative analysis. So, In this research got results, indicated that (1) Mechanism Process of Arranging The Middle Term Development of Local Government of Dairi for 2014-2019 has referred with stages by The Decree of Home Ministry in No.54 of 2010, And by all 6 stages in arranging the local RPJMD of Kabupaten Dairi in the period year itself, there was only one process involved as the stakeholder locally figure completely available, namely well known as Musrenbang, (2) public participative in the process of arranging the RPJMD in the period is categorized elites participative, not transparence done and no proportional yet, and (3) its arrangement seemly formality, means it is seen minimally accommodated in the RPJMD of the local government for 2014-2019. Keywords : Participative Development Plans, Stakeholders and Local Middle Term Of Development Planning (RPJMD) Of Dairi 2014-2019. PENDAHULUAN Salah satu persoalan mendasar kehidupan bernegara dalam proses penyelenggaran pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah adalah bagaimana membangun atau menciptakan mekanisme pemerintahan yang dapat mengemban misinya untuk mewujudkan kesejahterakan masyarakat secara berkeadilan, Hal ini sesuai dengan amanat UUD 1945 alinea ke IV yang menegaskan bahwa Pemerintah berkewajiban untuk memajukan kesejahteraan umum dan menciptakan keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat tersebut, pemerintah harus melaksanakan pembangunan dan tahapan yang paling awal dan paling vital dari pembangunan adalah adanya perencanaan yang sangat menentukan

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 195

PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN DAIRI TAHUN 2014-2019

Wendi Suprapto Padang1 Heri Kusmanto2

1 [email protected] LSM Aspirasi Indonesia

2 [email protected] Jl. Dr. Syofyan No. 1 Kampus FISIP-USU

Abstrak Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan

data yang dilakukan dengan mengumpulkan informasi atau data sekunder dengan melalui

wawancara mendalam dengan informan kunci dan para informan. serta menggunakan teknik

pengumpulan data sekunder melalui studi kepustakaan dan studi dokumentasi. Dan untuk

menjawab pertanyaan dalam penelitian ini digunakan analisis kualitatif. Sehingga dari hasil

Penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Mekanisme Penyusunan RPJMD Kabupaten Dairi Tahun

2014-2019 telah mengacu pada tahapan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54

Tahun 2010, Dan dari 6 (enam) tahapan penyusunan RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019

hanya satu proses saja yang dilibatkan komponen pemangku kepentingan secara utuh yaitu

pada tahap Musrenbang, (2) Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan RPJMD

Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 masih bersifat elitis dan tidak transparan serta belum

proporsional, dan (3) Musrenbang Penyusunan RPJMD masih bersifat formalitas, yang artinya

masih sedikit hasil Musrenbang yang diakomudir dalam RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-

2019.

Kata Kunci : Perencanaan Pembangunan Partisipatif, Stakeholders dan RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019.

PARTICIPATIVE PLANNING IN THE PROCESS OF ARRANGING THE MIDDLE TERM OF

DEVELOPMENT PLANNING FOR LOCAL GOVERNMENT OF DAIRI 2014-2019 Abstract

On this study adopted descriptive approach. In collecting the data is used a depth interview, done to gain information with secondary data also used library research and documentation research. In order to respond all questions in this research used such as qualitative analysis. So, In this research got results, indicated that (1) Mechanism Process of Arranging The Middle Term Development of Local Government of Dairi for 2014-2019 has referred with stages by The Decree of Home Ministry in No.54 of 2010, And by all 6 stages in arranging the local RPJMD of Kabupaten Dairi in the period year itself, there was only one process involved as the stakeholder locally figure completely available, namely well known as Musrenbang, (2) public participative in the process of arranging the RPJMD in the period is categorized elites participative, not transparence done and no proportional yet, and (3) its arrangement seemly formality, means it is seen minimally accommodated in the RPJMD of the local government for 2014-2019. Keywords : Participative Development Plans, Stakeholders and Local Middle Term Of

Development Planning (RPJMD) Of Dairi 2014-2019.

PENDAHULUAN Salah satu persoalan mendasar

kehidupan bernegara dalam proses penyelenggaran pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah adalah bagaimana membangun atau menciptakan mekanisme pemerintahan yang dapat mengemban misinya untuk mewujudkan kesejahterakan masyarakat secara berkeadilan, Hal ini sesuai dengan amanat UUD 1945 alinea ke IV yang

menegaskan bahwa Pemerintah berkewajiban untuk memajukan kesejahteraan umum dan menciptakan keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat tersebut, pemerintah harus melaksanakan pembangunan dan tahapan yang paling awal dan paling vital dari pembangunan adalah adanya perencanaan yang sangat menentukan

Page 2: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 196

keberhasilan dari pembangunan yang akan dilaksanakan tersebut.

Pembangunan adalah suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus dalam rangka memperbaiki indikator sosial maupun ekonomi pada suatu wilayah dari waktu ke waktu (Sumodiningrat, 2009: 6). Pada hakekatnya pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keberagaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang lebih serba baik, secara material maupun spritual (Todaro, 2000 : 20).

Sebelumnya,perencanaan pembangunan dan seluruh agenda pembangunan ditentukan oleh pemerintah berdasarkan asumsi pejabat atas prioritas dan kebutuhan masyarakat. Keadaan ini membuat masyarakat cenderung bersikap pasif terhadap berbagai permasalahan pembangunan dan cenderung melahirkan anemo masyarakat yang tidak terlalu peduli akan masalah pembangunan sehingga ada anggapan bahwa perencanaan pembangunan daerah hanya merupakan tanggungjawab pemerintah saja dan kalau pun ada aspirasi masyarakat, itu hanya dianggap sebagai sumbang saran yang tidak mengikat.

Akibat dari strategi perencanaan yang bersifat sentralistik tersebut, berbagai masalah timbul kehadapan masyarakat antara lain pembangunan yang dilaksananakan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga selain hasilnya masih dirasakan kurang mengangkat kualitas hidup masyarakat dan menjadi terbengkalai karena kurang mendapat respon positif dari mayarakat.

Seperti yang dikemukakan oleh Afifuddin (2010 : 70) bahwa pada era orde baru strategi pembangunan bertumpu pada pengejaran efisiensi daripada partisipasi. Sehingga pada saat itu pemerintah dalam merencanakan pembangunan dihadapkan kepada dua pilihan strategi pembangunan yang dilematis, prioritas produktivitas yang lebih mengutamakan hasil pembangunan dengan output kemakmuran atau memilih prioritas demokrasi dengan lebih mengutamakan pelibatan masyarakat secara

langsung dalam proses perencanaan pembangunan itu sendiri. Pemerintah pada saat itupun lebih memilih mengutamakan produktivitas dengan keyakinan bahwa demokrasi akan tercapai dengan sendirinya tatkala produktivitas menghasilkan tingkat kemakmuran tertentu bagi rakyat seperti halnya yang diterapkan di negara Jepang, Korea selatan, dan Singapura. Namun, strategi tersebut terbukti gagal total. Akibat riilnya adalah krisis yang berlangsung 1997 yang disusul dengan jatuhnya rejim orde baru.

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai dengan ditetapkannya UU No.22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku sejak 1 Januari 2001. Kemudian undang-undang yang sangat penting dan strategis sifatnya bagi sistem pemerintahan di daerah tersebut diubah dengan UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 23 Tahun 2014 yang pada dasarnya tetap mempertahankan format umum otonomi daerah, namun memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada pemerintah provinsi dan pemerintah pusat untuk menjamin konsistensi kebijakan secara nasional. Dengan adanya undang-undang tersebut sebagai payung hukum dari pelaksanaan pemerintahan di daerah maka diharapkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan dengan lebih cepat dalam hal pemberian pelayanan kepada masyarakat, efektif dan efisien. Salah satu wujud dari penyelenggaraan pemerintahan itu adalah melalui pelaksanaan pembangunan daerah.

Dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2014 pada Bab X Tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 258 ayat (2) menyatakan bahwa pembangunan daerah merupakan perwujudan dari pelaksanaan urusan pemerintahan yang telah diserahkan ke daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional. Dan pada pasal 262 ayat ayat (2) menyatakan bahwa rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dirumuskan secara transparan, rensponsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan dan berwawasan lingkungan.

Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa era reformasi dan otonomi daerah telah memberikan peluang dan ruang gerak bagi

Page 3: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 197

pemerintah daerah dan masyarakat setempat (lokal) dalam melaksanakan pembangunan di daerah menurut prakarsa sendiri berdasarkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Hal ini menegaskan bahwa otonomi daerah melalui UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah ini dibangun atas dasar semangat otonomi luas dan nyata serta menghendaki pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Dengan lahirnya undang-undang ini maka sudah selayaknya perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya harus berorientasi ke bawah dan melibatkan masyarakat luas, melalui pemberian wewenang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di tingkat daerah. Dengan cara ini pemerintah makin mampu menyerap aspirasi masyarakat banyak, sehingga pembangunan yang dilaksanakan dapat memberdayakan dan memenuhi kebutuhan rakyat banyak. Rakyat harus menjadi pelaku dalam pembangunan, masyarakat perlu dibina dan dipersiapkan untuk dapat merumuskan sendiri permasalahan yang dihadapi, merencanakan langkah-langkah yang diperlukan, melaksanakan rencana yang telah diprogramkan, menikmati produk yang dihasilkan dan melestarikan program yang telah dirumuskan dan dilaksanakan.

Kemudian, dalam Undang-undang No.25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dijelaskan juga bahwa dalam sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah meregulasikan adanya partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.

Kabupaten Dairi yang pada saat ini dipimpin oleh Bapak KRA. Johnny Sitohang Adinegoro,S.Sos dan Bapak Irwansyah Pasi, SH sebagai Bupati dan Wakil Bupati Dairi terpilih periode 2014-2019, telah mencanangkan Motto Kabupaten Dairi yakni “Bekerja Untuk Rakyat” dengan 3 pilar utama pembangunan, yakni Pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan dan pertanian, sebagai kelanjutan periode pemerintahannya sebelumnya. Sehingga diharapkan melalui motto “Bekerja Untuk Rakyat” ini, bukanlah hanya motto Bupati dan Wakil Bupati Dairi dan jajaran pemerintahannya saja, namun lebih

diharapkan untuk bisa dijadikan motivasi bagi masyarakat Dairi untuk ikut ambil bagian dalam membangun Daerah (Sidikalang Pos, Edisi I, 9-16 Maret 2010: 2).

Berbagai upaya pembangunan yang sampai saat ini sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Dairi seperti perbaikan jalan, pendirian dan rehabilitasi sekolah-sekolah, rehabilitasi kantor-kantor pemerintahan, peningkatan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan ketahanan pangan dan agrobisnis, pengembangan kepariwisataan, pembangunan pasar induk Sidikalang, pembangunan sumber daya manusia, kegiatan pengentasan kemiskinan dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bersentuhan dengan kehidupan rakyat dengan program motto “bekerja untuk rakyat” cukup mendapat respon dari masyarakat walaupun hasilnya belumlah dirasakan secara maksimal.

Konsep perencanaan pembangunan partisipatif perlu dikembangkan dalam konteks yang lebih demokratis dan lebih luas dalam mewujudkan Good Governance. Wujud nyata dari konsep perencanaan yang partisipatif terlihat dari diselenggarakannya Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dengan mengikutsertakan seluruh kelompok pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan menjadi isu penting manakala diletakkan atas dasar keyakinan bahwa masyarakatlah yang paling tahu apa yang mereka butuhkan dan masyarakat jugalah yang paling tahu permasalahan yang mereka hadapi (Juliantara, 2004 : 136). Disamping itu partisipasi masyarakat dalam pembangunan itu seyogyanya harus senantiasa ditingkatkan dan semakin diberikan ruang untuk berpartisipasi, karena melalui konsep perencanaan yang partisipatif inilah kesempatan bagi masyarakat untuk menyampaikan kehendak dan aspirasinya sehingga jika masyarakat sudah dilibatkan maka legitimasi dari setiap perencanaan pembangunan yang dilaksanakan akan semakin baik karena mendapat dukungan dari masyarakat, dan disamping itu masyarakat secara otomatis akan menyadari fungsi dan peranannya dalam pembangunan serta merasa bagian dari pembangunan itu sendiri (Siantar Metro, Edisi, 9 Desember 2014: 4).

Page 4: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 198

Dalam UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah pada bab XIV yang mengatur mengenai partisipasi masyarakat pada pasal 354 ayat (1) secara tegas menyatakan bahwa dalam hal penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah mendorong partisipasi masyarakat dan pada ayat (3b) pasal ini dipertegas bahwa partisipasi masyarakat yang dimaksud adalah partisipasi masyarakat dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemonitoran, dan pengevaluasian pembangunan daerah, kemudian pada ayat (2c) pasal 354 Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah ini menyebutkan bahwa dalam mendorong partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud maka pemerintah daerah mengembangkan pelembagaan dan mekanisme pengambilan keputusan yang memungkinkan kelompok dan organisasi kemasyarakatan dapat terlibat secara efektif.

Oleh karena itu, sudah selayaknya Kabupaten Dairi yang saat ini terdiri dari 15 (lima belas) kecamatan yang terbagi dalam 8 (delapan) kelurahan dan 161 desa yang memiliki karakteristik penduduk dan kebutuhan yang berbeda-beda pula, untuk itu Pemerintah Kabupaten Dairi dalam melaksanakan fungsi pelayanan pembangunan perlu menampung aspirasi masyarakat dan memberikan ruang partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan Kabupaten Dairi sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan menumbuhkembangkan kesadaran akan partisipasi aktif masyarakat terhadap pembangunan di Kabupaten Dairi.

Maka dengan demikian, Pasca pelantikan Bupati Dairi tanggal 22 April 2014, untuk mengantisipasi minimnya pemberdayaan masyarakat terutama partisipasinya dalam pembangunan melalui UU No.25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No.54 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, meregulasikan perlunya penyusunan Rencana Pembagunan Jangka Menengah Daerah yang melibatkan berbagai unsur dalam komunitas

daerah. Dimana, sesuai dengan pasal 16 ayat (2) dan pasal 17 ayat (2), maka Pemerintah Kabupaten Dairi untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Jangka Menengah Daerah yang dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah Bupati dan Wakil Bupati Dairi dilantik yang mana dalam Musrenbang RPJMD ini wajib mengikut sertakan unsur penyelenggara negara dan masyarakat sebagai stakeholders pembangunan di Kabupaten Dairi. Kemudian merujuk pada pasal 264 UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan pasal 76 Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No.54 Tahun 2010 menyatakan bahwa Peraturan Daerah Tentang RPJMD provinsi dan Peraturan Daerah Tentang RPJMD kabupaten/kota ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan setelah kepala daerah dilantik.

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan dalam latar belakang diatas, maka perlu kiranya untuk mencari tahu mengenai mekanisme penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 dan partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019.

Sehingga yang menjadi perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah Penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah?

2. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019?

Page 5: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 199

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nasution (2007) melakukan penelitian tentang Perencanaan Pembangunan Partisipatif (Studi Tentang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun 2006-2010). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Dari tahapan-tahapan proses Penyusunan RPJMD Kota Medan Tahun 2006-2010 hanya satu proses tahapan saja yang dilibatkan secara utuh stakeholders pelaku pembangunan, yaitu pada tahap Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), (2) Pelaksanaan Musrenbang RPJMD Kota Medan Tahun 2006-2010 lebih banyak dilakukan secara formalitas dan tidak semua komponen stakeholders dilibatkan dalam pelaksanaan Musrenbang tersebut, (3) Waktu atau durasi yang disediakan oleh Pemerintah Kota Medan, walaupun berdasarkan amanat UU No. 25 tahun 2004 Tentang SPPN, yaitu dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah pelantikan kepala daerah dinilai terlalu singkat untuk merumuskan kebijakan pembangunan daerah 5 (lima) tahunan. Kemudian pelaksanaan Musrenbang Penyusunan RPJMD Kota Medan Tahun 2006-2010 yang hanya satu hari dinilai kurang dapat mengakomudir dan merumuskan permasalahan dan solusi pembangunan kota.

Elzafina (2011) melakukan penelitian tentang Perencanaan Pembangunan Partisipatif Melalui Peran Fasilitator Musrenbang Di Kota Solok. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : proses perencanaan pembangunan secara partisipatif memang telah dilakukan di Kota Solok, walau masih perlu penyempurnaan. SDM fasilitator Musrenbang juga perlu ditingkatkan dalam hal keterampilan memfasilitasi dan pengetahuan tentang berbagai dokumen perencanaan. Perencanaan Pembangunan

Berbicara mengenai perencanaan pembangunan daerah tentunya tidak terlepas dari konsep perencanaan. Dimana istilah perencanaan ini sudah sangat umum kita dengarkan dalam pembicaraan sehari-hari. Perencanaan berasal dari kata rencana, yang berarti rancangan atau rangka sesuatu yang akan dikerjakan.

Secara sederhana perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk masa

mendatang yang lebih baik dengan memperhatikan keadaan sekarang maupun keadaan sebelumnya. Dari pengertian yang sederhana ini dapat diuraikan komponen penting, yakni tujuan (apa yang hendak dicapai), kegiatan (tindakan-tindakan untuk merealisasikan tujuan), dan waktu (kapan, bilamana kegiatan itu hendak dilakukan). Dengan demikian, suatu perencanaan bisa dipahami sebagai respon (reaksi) terhadap masa depan (Abe, 2005:57).

Perencanaan menurut Terry (1991 : 34) adalah merupakan upaya untuk menggunakan asumsi-asumsi mengenal masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sedangkan Siagian (1980 : 18) mendefinisikan perencanaan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang dari pada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Conyers dan Hill (1991 : 142) mendefinisikan perencanaan sebagai suatu proses yang bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumberdaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Dari segi politik, Supriyatno (2009 : 66) mendefinisikan perencanaan sebagai sebuah proses konsensus antara kelompok-kelompok warga negara dan juga konsensus antara negara yang diperankan oleh kepala pemerintahan dan warganya, dimana konsensus tersebut akan melahirkan adanya keputusan publik.

Oleh karena itu, Perencanaan mutlak diperlukan dalam setiap kegiatan termasuk pada pembangunan daerah, sebab tanpa adanya kegiatan perencanaan maka akan terjadi kesimpangsiuran yang pada akhirnya akan menimbulkan berbagai hal negatif seperti : tumpang tindih (overlapping), ketidakjelasan arah, dan sebagainya yang akan mengakibatkan pemborosan.

Pada dasarnya perencanaan sebagai salah satu fungsi manajemen adalah proses pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan, untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki. Perencanaan pembangunan pada umumnya harus memiliki, mengetahui, dan

Page 6: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 200

memperhitungkan beberapa unsur pokok, yaitu : (1) Tujuan akhir yang ingin dicapai (2) Sasaran-sasaran dan prioritas untuk

merealisasikan tujuan akhir (3) Jangka waktu yang diperlukan dalam

mencapai sasaran-sasaran tersebut (4) Masalah-masalah yang dihadapi (5) Modal atau sumber daya yang akan

digunakan serta pengalokasiannya (6) Kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk

merealisasikannya (7) Orang, Organisasi, atau badan

pelaksananya (8) Mekanisme pemantauan, evaluasi, dan

pengawasan pelaksanaan. Munculnya gagasan tentang

perencanaan pembangunan daerah menurut Ketaren (2009 : 48) berawal dari pandangan yang menganggap bahwa perencanaan pembangunan nasional tidak cukup efektif memahami kebutuhan warga negara yang berdomisili dalam suatu wilayah administratif dalam rangka pembangunan daerah, disamping itu munculnya kebijakan pemerintah nasional yang memberikan kewenanganan lebih luas kepada penyelenggara pemerintahan daerah dalam rangka penerapan kebijakan desentralisasi.

Perencanaan Pembangunan menurut Ketaren (2009 : 46), mendefinisikan perencanaan pembangunan secara umum sebagai : 1. Proses Politik, yaitu dalam rangka

mengharmonisasikan perbedaan pandangan diantara kepentingan politik untuk membuat konsensus.

2. Proses ekonomi, yaitu dalam rangka menyususun pembangunan yang terencana untuk membuat perencanaan pembangunan yang terukur.

3. Proses administrasi, yaitu dalam rangka menyelenggarakan perencanaan pembangunan untuk menjamin efektivitas pelaksanaan perencanaan pembangunan.

Sedangkan, Perencanaan pembangunan menurut Nasution (2008: 105) merupakan suatu tahapan awal dalam proses pembangunan. Sebagai tahapan awal, perencanaan pembangunan akan menjadi bahan pedoman atau acuan dasar bagi pelaksanaan pembangunan (action plan). Oleh karena itu, perencanaan pembangunan

hendaknya bersifat implementatif (dapat dilaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan). Sedangkan menurut Riyadi dan Deddy Bratakusumah, Perencanaan pembangunan adalah suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan atau aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun non fisik (mental dan spiritual), dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik.

Secara umum perencanaan pembangunan daerah menurut Nasution (2008) didefinisikan sebagai proses dan mekanisme untuk merumuskan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek di daerah yang dikaitkan pada kondisi, aspirasi, dan potensi daerah dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Sedangkan secara praktis, menurut Nasution (2008), bahwa perencanaan pembangunan daerah didefinisikan sebagai suatu usaha yang sistematis dari pelbagai pelaku (actor), baik umum (publik) atau pemerintah, swasta maupun kelompok masyarakat lain pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling kebergantungan dan keterkaitan aspek-aspek lingkungan lainnya dengan cara: 1. Secara terus-menerus menganalisis kondisi

dan pelaksanaan pembangunan daerah. 2. Merumuskan tujuan-tujuan dan kebijakan-

kebijakan pembangunan daerah. 3. Menyusun konsep strategi-strategi bagi

pemecahan masalah (solusi). 4. Melaksanakan dengan menggunakan

sumber-sumber daya yang tersedia. 5. Sehingga peluang-peluang baru untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan.

Sementara menurut Nurcholis (2008:18) mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan kabupaten/kota merupakan keseluruhan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang tersusun dalam dokumen-dokumen perencanaan secara sistematis, terpadu, konsisten, dan berjenjang menurut jangka waktu tertentu. Perencanaan pembangunan kabupaten/kota ini disususun dalam kerangka untuk menjamin keterkaitan

Page 7: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 201

dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan di kabupaten/kota dalam mewujudkan kondisi kabupaten/kota yang diharapakan (visi,misi dan tujuannya).

Demikian pula menurut Nurcholis (2008:18), bahwa perencanaan pembangunan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia, yang dituangkan dalam suatu dokumen sebagai panduan bagi para pelaku pembangunan untuk mencapai tujuan negara. Perencanaan pembangunan ini dibuat ditingkat nasional dan daerah (provinsi dan kabupaten/kota).

Khusus untuk meluruskan pemahaman dan pelaksanaan perencanaan pembangunan di Indonesia, Undang-undang No.25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mendefinisikan perencanaan pembangunan yakni Sebagai Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah suatu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan, yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.

Kemudian dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No.54 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah menyatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan/wilayah daerah dalam jangka waktu tertentu. Syarat-Syarat Perencanaan Pembangunan Daerah.

Menurut Rainer Rohdewold (Ketaren 2009: 50) bahwasanya pembangunan daerah itu dilakukan denagan syarat-syarat : 1. Kejelasan data kependudukan Karena

penduduk merupakan sasaran pemanfaatan dari perencanaan

pembangunan. Ketidakjelasan data kependudukan menyebabkan perencanaan pembangunan akan menemui kesulitan dalam menentukan penyusunan alokasi pembangunan.

2. Kejelasan batas administratif yang menjadi jangkauan perencanaan. Kadang-kadang perencanaan pembangunan daerah yang dilakukan pada suatu wilayah yang batas-batasnya tidak jelas. Ketidakjelasan itu disebabkan oleh kondisi geografis yang kompleks, misalnya berupa wilayah perairan, wilayah pegunungan, wilayah kepulauan terpencil. Dalam kondisi demikian perencanaan pembangunan daerah tidak dapat dialkukan secara murni berdasarkan wilayah administratif daerah;

3. Kejelasan Pembiayaan. Ketidakjelasan pembiayaan akan menimbulkan kesulitan dalam menentukan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan perncanaan pembangunan. Ketidakjelasan tujuan ini diakibatkan oleh kesulitan untuk menentukan sumberdaya pembangunan yang hendak dipakai untuk membiayai perncanaan pembangunan.

4. Kejelasan Permasalahan yang dihadapi. Jika permasalahan yang dihadapi sulit diidentifikasi, perencana pembangunan akan mengalamin kesulitan untuk menentukan pilihan kebijakan. Ketidakjelasan permasalahan yang dihadapi ini diakibatkan oleh gesekan kepentingan diantara para pengusul atau gesekan kepentingan diantara para pengambil kebijakan politik.

5. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai. Ketidakjelasan tujuan yang hendak dicapai akan menimbulkan kesulitan untuk menetukan siapa yang akan bertanggungjawab pada pelaksanaan perencanaan pembangunan. Ketidakjelasan tujuan pembangunan ini diakibatkan oleh kesulitan untuk menentukan sektor pembangunan yang menjadi pilihan pembangunan (prioritas utama,pertama,kedua dan seterusnya).

Menurut Siagian (1980: 20), bahwa perencanaan yang baik itu harus memenuhi syarat-syarat, sebagai berikut : 1. Mempermudah tercapainya tujuan

Page 8: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 202

2. Dibuat oleh orang-orang yang yang berkompeten dan paham dengan tujuan yang ingin dicapai.

3. Disertai perincian yang teliti 4. Tidak boleh terlepas dari pemikiran

pelaksanaan / actions plans. 5. Bersifat sederhana 6. Perencanaan itu harus luwes (fleksibel). 7. Ada ruang pengambilan Resiko 8. Harus bersifat praktis 9. Bersifat forcasting atau perkiraan. Tujuan dan Fungsi Perencanaan Pembangunan

Sesuai dengan Undang-Undang No.25 tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dalam rangka mendorong proses pembangunan secara terpadu dan efisien, pada dasarnya perencanaan pembangunan nasional di Indonesia mempunyai 5 tujuan dan fungsi pokok, yakni sebagai berikut : 1. Mendukung koordinasi antar pelaku

pembangunan. 2. Menjamin terciptanya integrasi,

sinkronisasi dan sinergi antar daerah, waktu dan fungsi pemerintah, baik pusat maupun daerah.

3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.

4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.

5. Menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif dan adil.

Hal ini diperkuat dengan argumen dari Abe (2005 : 32) yang menegaskan bahwa perencanaan daerah merupakan jalan untuk memperkuat prakarsa masyarakat. Gagasan abe ini tentu paralel dengan argumennya sebelumnya yang menyatakan bahwa otonomi daerah berarti juga sebagai wahana untuk penguatan institusi lokal. Institusi lokal yang kuat tentu menjadi basis bagi prakarsa dan partisipasi masyarakat. Ruang Lingkup Perencananaan Pembangunan Daerah

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No.54 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah,

menyatakan bahwa ruang lingkup perencanaan pembangunan daerah adalah : a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Daerah (RPJPD). b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD). c. Rencana Strategi (Renstra) Satuan Kerja

Perangkat Daerah d. Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) e. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat

Daerah (Renja SKPD) Prinsip Perencananaan Pembangunan Daerah

Prinsip perencaaan pembangunan daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No.54 tahun 2010 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah meliputi : a. Merupakan satu kesatuan dalam sistem

perencanaan pembangunan nasional b. Dilakukan pemerintah daerah bersama

para pemangku kepentingan berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing

c. Mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana pembangunan daerah

d. Dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah, sesuai dinamika perkembangan daerah dan nasional.

Perencanaan Pembangunan daerah dirumuskan secara : a. transparan ; b. responsif ; c. efisien ; d. akuntabel ; e. partisipatif ; f. terukur ; g. berkeadilan ; dan h. berwawasan lingkungan ; Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

UU No. 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa definisi dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang memuat tujuan, sasaran, strategi, arah kebijakan, pembangunan daerah dan keuangan Daerah, serta program Perangkat Daerah dan lintas Perangkat Daerah yang disertai dengan kerangka pendanaan bersifat indikatif untuk jangka waktu 5 (lima) tahun

Page 9: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 203

yang disusun dengan berpedoman pada RPJPD dan RPJMN.

Demikian pula Menurut UU No.25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan penjabaran dari visi, misi dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Dan juga Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No.54 Tahun 2010 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi, Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah menyebutkan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat dengan RPJMD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima) tahun yang memuat : visi, misi dan program kepala daerah ; arah kebijakan keuangan daerah; strategi pembangunan daerah; kebijakan umum; program SKPD; program lintas SKPD; program kewilayahan; rencana kerja dalam kerangka regulasi yang bersifat indikatif; dan rencana kerja pendanaan yang bersifat indikatif.

Menurut Nasution (2008 : 151) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan satu dokumen rencana resmi daerah yang dipersyaratkan bagi mengarahkan pembangunan daerah dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan masa pimpinan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. RPJMD ini sangat terkait dengan visi dan misi kepala daerah terpilih, maka dokumen RPJMD akan mencerminkan sejauh mana kredibilitas kepala daerah terpilih dalam memandu, mengarahkan, dan memprogramkan perjalanan kepemimpinannnya dan pembangunan daerahnya dalam masa 5 (lima) tahun ke depan dan mempertanggungjawabkan hasilnya kepada masyarakat pada akhir masa kepemimpinannya.

Maka, Menurut Nasution (2007 : 149) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) akan menjawab 3 (tiga) pertanyaan dasaar : 1. kemana daerah akan diarahkan

pengembangannnya dan apa yang hendak dicapai dalam (lima) tahun mendatang

2. bagaimana mencapainya ; dan 3. langkah-langkah strategis seperti apa yang

perlu dilakukan agar tujuan tercapai. Partisipasi

Salah satu ciri manajemen pemerintahan yang menganut paham demokrasi adalah, mengikut sertakan seluruh masyarakat dalam proses pembangunan melaui partisipasi, mulai dari perencanaan sampai tahap evaluasi. Sedangkan demokrasi mengandung kata kunci partisipasi. Pada prinsipnya “parisipasi” mempunyai makna yang sama dengan “peran serta”.

Secara umum dan sederhana kata partisipasi (Juliantara, 2004: 155), mengacu pada posisi pelaku sebagai “part” yang bermakna sebagai bagian/ambil bagian atau sebagai “partner” yang berarti mitra. Pada makna yang pertama menempatkan pemahaman partisipasi hanya sekedar ambil bagian atau sekedar berperan serta dimana proses terbentuknya tindakan tidak diawali dengan kesadaran internal akan kesadaran yang menumbuhkan dorongan untuk berprakarsa/berinisiatif, warga sekedar diikutsertakan saja. Sedangkan pada pemahaman kedua yang memandang partisipasi sebagai kata “partner” bermakna: 1. Ada inisiatif untuk melakukan tindakan oleh

sang subjek 2. Mempunyai kesetaraan atau kesederajadan

dan posisi dalam melakukan tindakan bersama orang lain

3. Masing-masing pihak bersedia dan siap menanggung konsekuensi bersama dari tindakan yang sama-sama dilakukan tersebut

4. Masing-masing pihak mempunyai “makna subjektif” yang sama dalam menentukan dan melakukan tindakan bersama tersebut

5. Tindakan yang sama-sama dipilih tersebut telah diproses dalam ruang kesadaran secara sadar sehingga tindakan itu memang sesuatu yang dikehendaki untuk dilakukan.

Kata partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “participation” , take a part, yang

Page 10: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 204

diartikan sebagai peran serta atau ambil bagian. Longman Dictionary of Contemporary English menyatakan ‘ Participation is the act of taking part in an activity of event”, pengertian ini menekankan pengambilan kegiatan pada aktivitas , dalam arti masyarakat melakukan aktivitas. Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia (2004: 133) mendefinisikan partisipasi yaitu pengambilan bagian, keikutseertaan, peran serta dan penggabungan diri menjadi peserta. Jadi secara singkat partisipasi merupakan keterlibatan mental atau pikiran dan emosi perasaan sumbangan dalam usaha mencapai tujuan serta turut tanggungjawab terhadap usaha yang bersangkutan. Atau dengan kata lain partisipasi merupakan suatu proses yang dalam tujuan pencapaiannya melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung).

Partisipasi dalam urusan publik belakangan ini menjadi bahan perhatian dan sorotan. Banyak kalangan yang menggunakan kata partisipasi sehingga tanpa kata partisipasi rasanya diskusi, seminar, musyawarah ataupun kebijakan yang diluncurkan kurang mendapatkan tempat di hati masyarakat. Kata partisipasi ini juga sering dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang bernuansa pembangunan, kebijakan dan pelayanan pemerintah. Sementara kata “partisipatif” menunjukkan kata sifat yaitu untuk menerangkan kata dasarnya, sehingga partisipatif lebih bermakna sebagai kata sifat yang menitikberatkan pada persoalan proses partisipasi.

Bank Dunia (1999) mendefinisikan partisipasi sebagai proses dimana setiap stakeholders mempengaruhi dan membagi pengawasan pada inisiatif pembangunan dan keputusan serta sumber daya yang mempengaruhi mereka.

Partisipasi yang melibatkan masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap penyelenggara dan lembaga pemerintahan, karena dengan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan maka diharapkan kepercayaan publik terhadap penyelenggga dan lembaga pemerintahan dapat terus ditingkatkan. Maka dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat ini dipercaya sebagai indikator

bagi menguatnya dukungan dan keabsahan pemerintah yang sedang berkuasa.

Disamping itu juga partisipasi akan mendorong orang untuk ikut untuk bertanggungjawab didalam suatu kegiatan, karena apa yang disumbangkannya adalah atas dasar kesukarelaan sehingga timbul rasa bertanggungjawab kepada organisasi (Supriyatno, 2009:343).

Ada 3 (tiga) bentuk partisipasi menurut Oakley (1991 : 1), yaitu : 1. Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu

interpretasi dominan dari partisipasi dalam pembangunan adalah dengan melihatnya sebagai suatu keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat desa menetapkan sebelumnya program dan proyek pembangunan.

2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan yang panjang antara praktisi dan teoritisi mengenai organisasi sebagai instrument yang fundamental bagi partisipasi, namun dapat dikemukakan bahwa perbedaan organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat bentuk organisasi yang biasa dibentuk atau organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya partisipasi. Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi dapat dilakukan melalui beberapa dimensi, yaitu : 1. Sumbangan pikiran (ide atau gagasan) 2. Sumbagan materi (dana, barang dan alat) 3. Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi

kerja) 4. Memanfaatkan atau melaksanakan

pelayanan pembangunan. 3. Partisipasi sebagai pemberdayaan, yaitu

partisipasi merupakan latihan pemberdayaan bagi masyarakat meskipun sulit untuk mendefenisikan akan tetapi pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan kerterampilan dan kemampuan masyarakat untuk ikut terlibat dalam pembangunan.

Untuk itu, menurut Wiyoso (2009 : 194), dalam meningkatkan partisipasi masyarakat, diperlukan syarat-syarat sebagai berikut : 1. Adanya peluang untuk memberikan saran

dan perhatian sehingga setiap orang mempunyai kontribusi dalam forum diskusi pengambilan keputusan.

2. Dibutuhkan komunikasi dua arah.

Page 11: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 205

3. Adanya upaya untuk saling memahami dan posisi saling bernegosiasi, dan berdialog, serta semangat toleransi dengan seluruh anggota kelompok masyarakat.

4. Dalam setiap diskusi tidak hanya sekedar menghasilkan keputusan tetapi secara bersama-sama memikirkan implikasi dan akibat dari keputusan yang diambil menyangkut keuntungan dan hambatan dan kemungkinan kerugian.

5. Dalam interaksi ada proses saling belajar dan upaya untuk mengoptimalkan hasil melalui metode partisipatoris yaitu berusaha melakukan proses evaluasi untuk menimbulkan kesadaran diri masyarakat.

Kemudian untuk menentukan keberhasilan partisipasi masyarakat, maka menurut Curtis Ventris (2007) menyatakan ada 5 kondisi sebagai faktor penentu keberhasilan partisipasi masyarakat, yaitu : a. Political complexity (sistem politik yang

berlaku, apakah memungkinkan keterwakilan).

b. Accountability (akuntabel terhadap kepentingan umum).

c. Tidak ada cooptation (praktek cooptasi) yang mematikan partisipasi.

d. Political economy, dimana masyarakat dan pemerintah berjuang untuk memenuhi kepentingan masing-masing.

e. Community (tingkat pendidikan, distribusi penduduk, dan sebagainya).

Perencanaan Partisipatif Sejalan dengan pemberian kepercayaan

penuh kepada daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan pada daerah maka pembuatan perencanaan pembangunan harus memberi keleluasaaan dan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk terlibat dalam proses pembagunan daerah. Pelibatan masyarakat tersebut sangat penting karena pada dasarnya pelaku utama pembangunan dalam sistem otonomi daerah adalah masyarakat. Dalam hal ini masyarakat harus diposisikan bukan sekedar sebagai objek pembangunan melainkan harus diberdayakan sebagagai subjek pembangunan daerah. Pendapat ini diperkuat dengan pernyataan Abe (2005:38) yang menyatakan bahwa tanpa

partisipasi rakyat, maka jalannya pembangunan tidak akan berhasil.

Menurut Sjafrizal (2009 : 46) Proses perencanaan pembangunan suatu daerah harus dilakukan melalui serangkaian forum musyawarah dengan melibatkan seluruh unsur pemangku kepentingan di wilayah setempat. Unsur pemangku kepentingan tersebut meliputi, elemen-elemen warga masyarakat, lembaga-lembaga kemasyarakatan, aparatur pemerintah kabupaten (khususnya SKPD-SKPD terkait), LSM dan institusi terkait lainnya. Proses penyususnan pererencanaan pembangunan seperti inilah yang dimaksudakan sebagai model perencanaan pembangunan artisipatif.

Perencanaan pembanguanan partisipatif adalah suatu model perencanaan pembangunan yang mengikutsertakan masyarakat (Nurcholis, 2008:11). Dimana dalam hal ini masyarakat aktif melibatkan diri dalam melakukan identifikasi masalah, perumusan masalah, pencarian alternatif pemecahan masalah, penyusunan agenda pemecahan, terlibat dalam proses penggodokan (konversi), ikut memantau implementasi , dan ikut aktif melalukan evaluasi. Pelibatan masyarakat tersebut diwakili oleh kelompok-kelompok masyarakat yang terdiri atas kelompok politik, kelompok kepentingan, dan kelompok penekan.

Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran bahwa kinerja sebuah prakarsa pembangunan masyarakat sangat ditentukan oleh semua pihak yang terkait dengan prakarsa tersebut. Sejak dikenalkannya model perencanaan partisipatif ini, istilah “stakeholders” menjadi sangat meluas dan akhirnya dianggap sebagai idiom. Perencanaan partisipatif secara singkat dapat didefenisikan sebagai perencaaan yang melibatkan partisipasi seluruh stakeholders dalam tahapan pengambilan keputusan perencaaan yang memberikan ruang partisipasi publik.

Nurcholis (2008: 34) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan kabupaten menggunakan kerangka kerja yang disebut dengan perencanaan pembangunan partisipatif . Perencanaan pembangunan partisipatif menghendaki adanya keterlibatan aktif dan optimal dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) yang ada di

Page 12: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 206

kabupaten, pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Pemerintah kabupaten/kota dalam membuat perencanaan tetap harus mengacu kepada dokumen pembangunan provinsi dan dokumen perencanaan pembangunan nasional. Jadi, perencanaaan pembangunan partisipatif ini memadukan antara proses perencanaan yang bergerak dari bawah ke atas (bottom-up) dan proses perencanaan yang bergerak dari atas kebawah (top down).

Perencanaan Partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannnya melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung). Tujuan untuk kepentingan rakyat, yang bila dirumuskan dengan tanpa melibatkan rakyat maka akan sulit dipastikan bahwa rumusannya berpihak pada rakyat. Menurut Abe (2005), perencanaan partisipatif akan mempunyai dampak penting yaitu: 1. Terhindar dari peluang terjadinya

manipulasi. 2. Memberikan nilai tambah pada legitimasi

rumusan perencanaan. 3. Meningkatkan kesadaran dan keterampilan

politik rakyat. Pendapat Abe ini juga diperkuat Oleh

Nurcholis (2008) yang menyatakan bahwa nilai tambah yang diharapkan dari proses Perencanaan Partisipatif yaitu : 1. Efisien, yakni patisipasi dapat

meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan pembangunan.

2. Efektif, yakni partisipasi dapat meningkatkan efektifitas pengelolaan pembangunan karena dengan terlibatnya masyarakat lokal yang lebih memahami kondisi, potensi, serta permasalahannya maka kebutuhan lokal akan dapat diidentifikasi dengan lebih akurat

3. Menjalin kemitraan, yakni dapat mendorong terwujudnya kemitraan antara berbagai pelaku pembangunan dengan didasarkan pada rasa saling percaya, sehingga dialog dan konsensus dapat diwujudkan untuk meraih tujuan bersama.

4. Meningkatkan kapasitas para pemangku kepentingan dalam pembangunan

5. Memperluas ruang lingkup yakni dimana masyarakat akan memahami tanggungjawabnya dan akan berusaha

mengembangkan aktivitas pembangunan tersebut

6. Meningkatkan ketepatan kelompok sasaran (targeting) dari berbagai program pembangunan

7. Berkelanjutan, yakni partisipasi akan mendorong berkelanjutannya berbagai aktivitas pembangunan karena masyarakat akan mempunyai rasa memiliki dan ikut serta menjaga proses maupun hasil dari yaitu pembangunan itu sendiri.

Kemudian Conyers (1991) memberikan 3 (tiga) alasan utama mengenai pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu : (1) Partisipasi masyarakat yaitu merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan dan proyek akan gagal, (2) Masyarakat akan mempercayai program pembangunan jika dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, dan (3) Partisipasi merupakan hak demokrasi masyarakat dalam keterlibatannya di pembangunan.

Konsep perencanaaan pembangunan partisipatif, jika dikaitkan dengan pendapat friedman, sebenarnya merupakan suatu proses politik untuk memperoleh kesepakatan bersama (collegtiveagreement) melalui aktivitas negosiasi antar seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan. Proses politik ini dilakukan secara transparan dan aksesibel sehingga masyarakat memperoleh kemudahan mengetahui setiap proses pembangunan yang dilaksanakan serta setiap tahap perkembangannya. Dalam hal ini perencanaan partisipatif ini dirancang sebagai sebuah alat pengambilan keputusan yang diharapkan dapat meminimalkan potensi konflik antar stakeholder pembangunan.

Perencanaan partisipatif ini juga dapat dipandang sebagai instrument pembelajaran masyarakat (social learning) secara kolektif melalui interaksi antar seluruh pelaku (actor) pembangunan tersebut. Pembelajaran ini pada akhirnya akan meningkatkan kapasitas seluruh stakeholder dalam upaya pencapaian tujuan, arah dan sasaran pembangunan. Selain sebuah proses politik, perencanaan partisipatif ini juga merupakan sebagai sebuah proses teknis. Dalam proses ini yang lebih ditekankan adalah peran dan kapasitas

Page 13: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 207

fasilitator untuk mendefenisikan dan mengidentifikasi stakeholder secara tepat. Selain itu proses ini juga diarahkan untuk memformulasikan masalah secara kolektif, merumuskan strategi dan rencana tindak kolektif, serta melakukan mediasi konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya publik.

Menurut Wiyoso (2009 : 194), konsep partisipasi masyarakat dapat dicapai apabila masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam setiap kegiatan yang menyangkut kepentingan mereka. Namun, partisipasi masyarakat dalam memberdayakan mereka tidak cukup apabila sifatnya hanya mobilisasi atau indoktrinasi. Demikian juga pemberdayaan masyarakat tidak dapat mencapai hasil yang optimum apabila partisipasi hanya bersifat konsolidasi. Maka bentuk partisipasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat perlu dipahami secara baik. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memberikan keleluasaan pada masyarakat agar mereka dapat menentukan pilihan-pilihan dalam menanggapi dinamika kehidupan yang berubah sehingga perubahan sesuai dengan yang akan mereka sepakati dan terapkan.

Dalam pembangunan yang sentralistik dan top-down partisipasi cenderung bersifat manipulatif indoktrinasi. Masyarakat biasanya pasif dan hanya menerima tanpa pernah dilibatkan dalam dialog dan komunikasi, sehingga partisipasi ini bersifat satu arah dimana kerjasama sebagai bagian terpenting dalam partisipasi tidak atau kurang berjalan. Keputusan-keputusan yang diambil bukan berdasarkan pada kesepakatan-kesepakatan tetapi lebih ditentukan oleh kepentingan-kepentingan yang berkuasa (mendominasi) atau mereka yang merencanakan program.

Karena suasana tata kehidupan masyarakat telah berubah menuju demokrasi maka partisipasi seharusnya berubah ke arah yang lebih mengikutsertakan berbagai pihak (stakeholders) yang terlibat dalam proses pemberdayaan masyarakat. Partisipasi dalam bentuk saling hubungan yang terwujud atas dasar saling memerlukan dan kerjasama secara wajar (equal) dengan upaya yang saling menguntungkan. Equal tidak hanya sekedar dalam bentuk struktur dan fungsi tetapi dalam tanggungjawab bersama atas resiko dan konsekuensi dari kesepakatan bersama.

Maka dengan demikian, sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Abe (2005 : 92) bahwa perencanaan partisipatif itu akan berjalan dengan baik apabila pra kondisi yang diperlukan dapat terpenuhi. Setidaknya ada 6 (enam) prinsip dasar dalam perencanaan partisipatif, yaitu : 1. Saling percaya, yang bermakna bahwa

semua pihak yang terlibat dalam penyusunan perencanaan harus saling percaya, saling mengenal dan dapat bekerjasama dengan baik. Untuk menumbuhkan rasa saling percaya dituntut adanya kejujuran dan keterbukaan.

2. Kesetaraan, yang dimaksudkan agar semua pihak yang terlibat dalam penyusunan perencanaan dapat berbicara dan mengemukakan pendapatnya, tanpa adanya perasaan tertekan

3. Demokratis, yang menuntut adanya proses pengambilan keputusan yang merupakan kesepakatan bersama, bukan merupakan rekayasa kelompok tertentu

4. Nyata, bahwa perencanaan hendaknya didasarkan pada segala sesuatu masalah atau kebutuhan yang nyata, bukan berdasarkan sesuatu yang belum jelas keberadaannya atau kepalsuan (fiktif).

5. Taat asas dalam berpikir, yang mana prinsip ini menghendaki dalam penyusunan perencanaan harus menggunakan cara berpikir obyektif, dan mantap serta terfokus pada kepentingan warga masyarakat.

6. Prinsip partisipasi hanya akan mungkin terwujud secara sehat, jika yang dibahas terfokus pada kepentingan warga masyarakat, dalam rangka memecahkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat.

Dengan demikian, perencanaaan partisipatif merupakan hak yang dimiliki oleh masyarakat untuk dapat terlibat secara demokratis dalam menentukan pelbagai hal yang menyangkut kehidupannya. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa masyarakat memiliki hak untuk berperan dan terlibat secara utuh dalam perencanaaan guna menentukan arah dan agenda pembangunan daerahnya sampai dengan evaluasinya. Oleh karenanya, partisipasi dalam perencanaan pembangunan merupakan suatu kewajiban yang harus

Page 14: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 208

dipenuhi oleh daerah sesuai dengan perannya sebagai fasilitator pembangunan.

Untuk bisa menghasilkan dokumen perencanaan partisipatif dalam perncanaan pembangunan daerah, maka Pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan langkah-langkah yang terencana, terarah dan terfokus. Maka dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang berfungsi sebagai “dapur” perencanaan pembangunan pemerintah daerah harus merancang langkah-langkah untuk menghasilkan dokumen perencanaan partisipatif tersebut. Langkah-langkah tersebut mulai dari tahap persiapan, penyiapan bahan, penentuan jadwal, fasilitasi untuk pembahasan, formulasi, finalisasi, dan proses legislasi.

Berbicara tetang perencanaan partisipatif ini tentunya tidak terlepas dari suatu forum yang dipakai untuk menyelenggarakan Perencanaan Pembangunan yang partisipatif ini, yaitu forum Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan). Hal ini dipertegas dalam UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, UU No 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No.54 Tahun 2010 Tentang Tahapan, Tata Cara, Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Dimana pada konteks masing-masing peraturan tersebut menyebutkan bahwa dalam sistem perencanaan pembangunan ada 4 (empat) pendekatan yang digunakan dalam seluruh rangkaian penyusunan perencanaan pembangunan, yakni meliputi : pendekatan politik, pendekatan teknokratik, pendekatan partisipatif, dan pendekatan atas-bawah (top-down) dan Pendekatan bawah-atas (bottom-up).

Perencanaan Partisipatif dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah adalah keterlibatan mental atau pikiran dan emosi perasaan, sumbangan masyarakat dan para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan dalam penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dengan tujuan untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.

Pendekatan partisipatif dalam penyusunan perencanaan pembangunan ini juga dipertegas dalam UU No.23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang pada pasal 261 ayat (3) yang menyatakan bahwa pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, maka untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang partisipatif perlu menyelenggarakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) penyusunan RPJMD. Sebagaimana yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No.54 Tahun 2010 Tentang Tahapan, Tata Cara, Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah bahwa Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang selanjutnya disingkat Musrenbang adalah forum antar pemangku kepentingan dalam rangka menyusun rencana pembangunan daerah.

Dengan demikian, Musrenbang adalah forum multi-pihak terbuka yang secara bersama mengidentifikasi dan menentukan prioritas kebijakan pembangunan masyarakat. Kegiatan ini berfungsi sebagai negosiasi, rekonsiliasi, dan harmonisasi perbedaan antara pemerintah dan pemangku kepentingan non pemerintah, sekaligus mencapai konsensus bersama mengenai prioritas kegiatan pembangunan berikut anggarannya (USAID LGSP, 2007 : 2).

Pendapat tentang Musrenbang ini mengandung makna yang sama dengan defenisi yang ditulis oleh Mardiyanta (2013 : 12) “…Musrenbang is a deliberative multi-stakeholder forum that identifies and prioritizes community development policies. Its aims to be a process of negotiating, reconciling, and harmonizing differences between government and non governmental stakeholders and also to reach to collective consensus of development priorities and budgeds”.

Pemerintah telah menetapkan kegiatan Musrenbang sebagai sarana untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan di daerah. Berbagai prakarsa juga telah ditempuh sejumlah daerah untuk meningkatkan efektifitas partisipasi masyarakat, antara lain dengan melembagakan prosedur Musrenbang dalam

Page 15: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 209

Peraturan Daerah (Perda) dan keterlibatan stakeholders dalam berbagai pembahasan dan perumusan perencanaan pembangunan daerah, baik rencana jangka panjang, menengah, maupun rencana kerja tahunan pemerintah daerah.

Dalam UU 25 tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Pasal 16 ayat (2) menyebutkan bahwa “Musrenbang Jangka Menengah diselenggarakan dalam menyusun RPJM diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara negara dan mengikutsertakan masyarakat dan pada Pasal 17 ayat (2) dinyatakan bahwa Kepala Bappeda menyusun Rancangan akhir RPJM Daerah berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Menengah Daerah. METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, Penentuan subjek penelitian atau informan ini berdasarkan pendekatan purposive sampling. teknik pengumpulan data yang dipergunakan, Wawancara, Observasi dan Dokumentasi. Untuk menjawab pertanyaaan dalam penelitian ini digunakan teknik analisis dengan pendekatan kualitatif PEMBAHASAN Partisipasi Masyarakat dalam Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019

Partisipasi bisa dijalankan dengan beberapa syarat: adanya keterbukaan informasi, equality (persamaan dengan tanpa membeda-bedakan ras, agama dan kondisi sosial ekonomi), adannya komitmen dari pembuat keputusan (baik ekseskutif maupun legislatif), adanya kesadaran kritis warga, masyarakat yang terorganisir, serta adanya dukungan iklim politik yang kondusif untuk ruang berpartisipasi. Partisipasi ini digerakkan oleh eksekutif, legislatif dan civil society. Maka untuk bisa menghasilkan kebijakan dan perencanaan yang pro partisipasi maka strategi yang bias dilakukan berupa pelibatan dan sosialisasi.

Perencanaan pembangunan dengan partisipatif atau yang dikenal dengan participatory planning, sebenarnya merupakan suatu proses politik untuk

memperoleh kesepakatan bersama melalui aktivitas negosiasi antar kelompok pemangku kepentingan. Proses penyusunan RPJMD ini pada hakekatnya adalah proses negosiasi untuk memperoleh kesepakatan bersama.melalui perencanaan pembangunan partisipatif yang diwujudkan melalui Musrenbang hingga pada akhirnya pengesahan RPJMD ini akan melalui proses politik untuk dibuat dalam bentuk peraturan daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si tanggal 18 Februari 2015 yang mengatakan bahwa “Perencanaan Pembangunan Partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan stakeholders, yakni proses untuk menjaring apa yang menjadi kebutuhan,kepentingan, dan aspirasi masyarakat, walaupaun pada akhirnya RPJMD ini akan menjadi agenda politik DPRD dan Kepala daerah ketika pada tahap akan dijadikan sebagai Perda, karena yang namanya Perda adalah produk hukum yang lahir dari kerjasama lembaga legislatif daerah dan eksekutif/kepala daerah dalam membentuk suatu peraturan perundang-undangan”.

Dengan demikian untuk mewujudkan perencanaan partisipatif dalam proses penyusunan RPJMD ini bahwa partisipasi/keterlibatan/peran serta dari masing-masing-masing stakeholders merupakan unsur penting yang membentuk perencanaan partisipatif. Untuk itu, dengan menyadari pentingnya keterlibatan unsur stakeholders tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Dairi dalam menyusun RPJMD Kab. Dairi Tahun 2014-2019 ini haruslah dapat mengupayakan agar seluruh pemangku kepentingan dilibatkan sesuai dengan proporsi yang diberikan oleh undang-undang perencanaan pembangunan nasional dan peraturan perundangangan tentang perencanaan pembangunan daerah lainnya, sehingga kondisi ideal dan tujuan dari konsep perencaanaan pembangunan yang partisipatif ini dapat diwujudkan.

Pendekatan partisipatif dalam bergai konteks, temasuk dalam perencanaan pembangunan, selalu dikaitkan dengan proses demokratisasi, dimana masyarakat sebagai elemen terbesar dalam suatu tatanan masyarakat diharapkan dapat ikut dalam

Page 16: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 210

proses penentuan arah pembangunan. Dengan demikian upaya pemberdayaan masyarakat dalam era reformasi dan desentralisasi, tuntutan atas keterbukaaan dan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan merupakan konsekuensi dan komitmen atas prinsip-prinsip demokrasi, karena instrumen perencanaan adalah usaha untuk pemberdayaan dan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hak-hak sosial, ekonomi dan politik yang selaras.

Asumsi para ahli yang mengatakan bahwa partsisipasi masyarakat merupakan salah satu faktor penting dalam proses perencanaan pembangunan. Dan pentingnya partisipasi masyarakat ini juga terakomudir dalam Undang-undang No.25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaaan Pembangunan Nasioanal dan Permendagri No.54 Tahun 2010 Tentang Tahapan, Tata Cara penyusunan, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencanan Pembangunan. Sehingga dalam Penyusunan RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 ini ruang partisipasi masyarakat itu harus benar-benar menjadi perhatian bagi Pemerintah Kabupaten Dairi untuk menyusun perencanaan pembangunan lima tahunan.

Implementasi konsep perencanaan partisipatif dalam RPJMD Kabupaten Dairi diwujudkan dengan penyelenggaraan Musrenbang RPJMD Kab.Dairi Tahun 2014-2019 yang dilaksanakan pada tanggal 12-13 Juni 2014 dengan melibatkan masyarakat dan seluruh stakeholders pembangunan di Kabupaten Dairi yang dihadiri oleh pemerintah dan berbagai elemen masyarakat yang terdiri atas Pemerintah Kabupaten Dairi, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh budaya/tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, insan pers, LSM, instansi vertikal dan perwakilan dunia usaha, serta menjalin kerjasama dengan pakar akademisi dari Universitas Sumatera Utara.

Perencanaan pembangunan yang partisipatif hal ini seperti yang disampaikan oleh Bapak Pardomuan Sianturi, SP dan Raja Usman Effendi Capah tanggal 04 Februari 2015 yang menyatakan bahwa “Penyusunan RPJMD Kab.Dairi Tahun 2014-2019 telah melibatkan semua unsur keterwakilan dari masing-masing stakeholder, yang terdiri atas Pemerintah Kabupaten Dairi, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh budaya/tokoh

adat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, insan pers, LSM, instansi vertikal dan perwakilan dunia usaha, serta menjalin kerjasama dengan pakar akademisi dari Universitas Sumatera Utara.

Dari pendapat yang disampaikan oleh para informan tersebut menegaskan bahwa dalam penyusunan RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 telah mencerminkan proses perencanaan pembangunan partisipatif yaitu dengan melibatkan berbagai unsur stakeholders pembangunan di Kabupaten Dairi, dimana partisipasi keterwakilan/ representatif dari masing-masing unsur masyarakat ini terakomudir pada Musrenbang RPJMD Kabupaten Dairi. Walaupun pada kenyataannya dalam proses finalisasi Perda tentang RPJMD Kab. Dairi 2014-2019 ini ternyata hasil Musrenbang RPJMD ini sangat sedikit yang dimasukkan dalam muatan RPJMD Kab.Dairi Tahun 2014-2019.

Namun yang menjadi masalah adalah dalam penentuan stakeholders pembangunan itu sendiri. Menurut penuturan dari informan dari unsur akademisi Universitas Sumatera Utara adalah seharusnya keterwakilan unsur yang dilibatkan tersebut harus berdasarkan pertimbangan profesional dan juga mempunyai kompetensi sesuai dengan unsur yang diwakilinya dan mampu memberikan sumbang saran, ide pada masing-masing unsur keterwakilan tersebut. Hal ini sesuai dari Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si tanggal 18 Februari 2015, yang mengatakan bahwa : “…Unsur akademisi yang diundang dari USU bukanlah berdasarkan adanya ikatan hubungan pribadi ataupun kedekatan dengan Pemkab. Dairi, Namun Pemkab. Dairi mengundang unsur akademisi dengan melihat pengalaman-pengalaman serta trackrecord .

Dari pelaksanaan Musrenbang RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 ini dapat terlihat beberapa catatan penting mengenai partisipasi masyarakat yaitu adanya usaha Pemerintah Kabupaten Dairi untuk mau belajar tentang bagaimana perencanaan itu sebenarnya serta bagaimana mengimplementasikan mekanisme dan tahapan perencanaan pembangunan daearah sesuai dengan tahapan dalam peraturan perundangan yang mengatur tentang perencanaan pembangunan daerah tersebut.

Page 17: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 211

Namun disisi lain, terdapat beberapa catatan penting yang diasumsikan sebagai bagian dari kelemahan Pemerintah Kabupaten Dairi dalam memahami perencanaan partisipatif itu sebenarnya.

Dengan demikian untuk dapat melihat bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan RPJMD Kabupaten Dairi tahun 2014-2019 maka pengertian partisipasi sesuai dengan tesis ini adalah mencakup keterlibatan masyarakat dalam memberikan kontribusi, komitmen, dukungan, kerjasama dan koordinasi dan keahlian. Kontribusi

Makna kontribusi sakeholders dalam perencanaan pembangunan partisipatif adalah bahwa semua unsur harus dapat memberikan dan mencurahkan potensi institusi demi kepentingan bersama. Prinsip ini merupakan dasar menetapkan perencanaan yang disusun berdasarkan seluruh kemampuan yang ada dalam masyarakat.

Model perencanaan pembangunan seperti ini dinilai positif karena adanya kontribusi masing-masing unsur yang saling melengkapi dalam melihat dan menawarkan solusi terhadap suatu masalah dalam pembangunan masyarakat.

Dalam hal ini Bappeda Kabupaten Dairi sebagai lembaga teknis daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang perencanaan pembangunan daerah telah memberikan kontribusi yang nyata dalam penyusunan RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019. Hal ini sesuai dengan penuturan dari Bapak Pardomuan Sianturi, SP tanggal 04 Februari 2015 yang mengatakan “….pada saat Musrenbang stakeholders banyak yang memberikan ide dan saran misalnya dari Tokoh Masyarakat seperti pak RUE.Capah dan Pak RM.Kaloko, kemudian dari Tokoh Agama dan lain sebagainyan. Ide dan saran tersebut ditampung dalam bentuk program , karena dalam RPJMD belum ada kegiatan hanya dalam bentuk program. Dan untuk setiap perencanaan pembangunan di Kab.Dairi kita upayakan agar selalu tepat waktu sesuai dengan tahapan yang telah ditentukan, dan untuk RPJMD Kab.Dairi Tahun 2014-2019 ini kita ikut aturan main sesuai tahapan-tahapan sebagaimana tertuang dalam Permendagri No.54 Tahun 2010”.

Demikian juga dengan DPRD Dairi sebagai lembaga perwakilan rakyat Kab.Dairi, tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan Kalangan dunia usaha ternyata sudah memberikan kontribusi yang maksimal. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Kabupaten Dairi serius untuk mengimplementasikan perencanaan partisipatif ini dalam RPJMD Kab.Dairi Tahun 2014-2019 dengan merangkul keterwakilan para unsur pemangku kepentingan. Dukungan

Perencanaan partisipatif membutuhkan dukungan dari semua komponen stakeholders pembangunan. Salah satu bentuk dukungan dari stakeholders tersebut ditandai dengan adanya dukungan baik secara materi maupun non materi yang diberikan oleh masing-masing unsur pemangku kepentingan secara sukarela. Makna dari dukungan dalam dokumen RPJMD ini adalah bahwa proses penyusunan RPJMD bukan hanya tanggungjawab pemerintah saja, namun semua unsur stakeholder harus turut serta mendukung program yang akan dirumuskan dalam RPJMD tersebut. Dukungan tersebut merupakan bentuk partisipasi dari semua unsur pemangku kepentingan pembangunan yang selanjutnya akan digunakan untuk mendukung proses penyusunan RPJMD tersebut hingga pada akhirnya akan rampung sebagai sebuah dokumen perencanaan pembangunan daerah. Komitmen

Perencanaan partisipatif membutuhkan dukungan dari semua komponen stakeholders pembangunan. Salah satu bentuk dukungan dari stakeholders tersebut ditandai dengan adanya komitmen dari masing-masing unsur pemangku kepentingan. Makna dari komitmen dalam dokumen RPJMD ini adalah bahwa RPJMD bukan hanya tanggungjawab pemerintah dan bukan hanya pemerintah saja yang diharuskan untuk melaksanakan amanat yang terkandung dalam dokumen RPJMD tersebut, namun semua unsur stakeholders harus turut serta mensukseskan program yang ada dalam RPJMD tersebut. Komitmen tersebut merupakan kesepakatan semua unsur selanjutnya dilaksanakan secara bersama. Hal ini sesuai dengan penuturan dari Ibu Delphi Masdiana Ujung, SH, M.Si yang mengatakan “….adalah suatu tanggungjawab

Page 18: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 212

bersama bagi para pemangku kepentingan dalam menyusun, merumuskan dan melaksanakan program dalam RPJMD, karena RPJMD tidak lain merupakan keputusan kolektif yang lahir dari konsensus politik (kesepakatan politik bersama seluruh unsur pemangku kepentingan)”.

Informan dari Bapeda Kab. Dairi menyatakan bahwa Bappeda Kabupaten Dairi sebagai lembaga teknis daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang perencanaan pembangunan daerah berupaya secara maksimal untuk merealisasikan komitmennya dalam mendukung setiap event perencananaan pembangunan di Kabupaten Dairi dan komit untuk melaksanakannya sesuai dengan tahapan dalam peraturan perundangan yang mengaturnya. Hal ini dapat dilihat dari terselenggaranya Musrenbang Penyusunan RPJMD sampai pada proses finalisasi perumusan RPJMD. Yang artinya bahwa Bappeda adalah fasilitator dan regulator jalannya event-event perencanaan pembangunan.

Demikian juga dengan unsur akademisi menilai bahwa pihak akademisi akan senantiasa berkomitmen untuk menjalankan fungsi akademik sebagai supervisi dan konsultasi, dan senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu pengetahuan/akademik dan mengutamakan profesionalisme. Maka unsur akademisi selalu berupaya untuk berbagi tentang teori-teori dan kajian empiris sesuai dengan pengalaman mengenai perencanaan pembangunan sehingga RPJMD yang dihasilkan adalah merupakan rumusan yang terbaik dan sesuai dengan konsep akademik/ilmu pengetahuan. Kerjasama dan Koordinasi

Makna kerjasama dan koordinasi dalam perencanaan pembangunan partisipatif adalah bahwa dalam melakukan perencanaan dan implementasi program pembangunan semua unsur pemangku kepentingan menganggap bahwa semua unsur dalam komponen stakeholders pembangunan merupakan mitra keberhasilan atau kegagalan dalam implementasi program pembangunan merupakan keberhasilan dan kegagalan bersama. Hubungan kerjasama antara stakeholders merupakan faktor urgent yang menentukan strategi pembangunan dalam kerangka perencanaan yang partisipatif.

Menurut Bapak Pardomuan Sianturi, SP, Kabid. Ekonomi Bappeda Kab.Dairi Dairi menilai bahwa kerjasama yang dilakukan oleh Pemkab.Dairi sudah cukup. Dengan melibatkan unsur pelaku pembangunan Kabupaten dalam setiap proses dan tahapan penyusunan RPJMD Kab.Dairi Tahun 2014-2019 dan kerjasama yang dijalin sudah cukup baik, terutama dengan pihak akademisi dari Universitas Sumatera Utara. Hal ini sesuai penuturan dari Bapak Pardomuan Sianturi, SP yang mengatakan “….adapun kerjasama yang dijalin oleh Pemkab.Dairi dengan beberapa stakeholdernya sudah cukup maksimal, walaupun belumlah semua mampu kita rangkul, dari LSM kita upayakan jg untuk menjalin kerjasama, begitu juga dengan para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, pers, KADIN,tokoh agama,tokoh pemuda (KNPI) dan tokoh peduli perempuan serta kita mengikat kerjasama yang baik juga dengan akademisi USU, itu semua saya rasa cukup membuktikan bahwa Bappeda antusias mengajak tokoh-tokoh stakeholder pembangunan kita untuk bekerjasama”. Keahlian

Keahlian yang dimiliki oleh masing-masing stakeholders, merupakan salah satu bentuk partisipasi yang diberikan dalam merumuskan RPJMD. Keahlian ini berhubungan dengan kualitas program yang dituangkan dalam RPJMD tersebut. Masing-masing stakeholders tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan keahlian sesuai dengan profesi bidang keahlian dari unsur yang diwakilinya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat yang dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan Kabupaten Dairi seyogyanya harus sesuai dengan Teori yang dikemukakan oleh Supriyatno (2009:344) mengenai partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang mengasumsikan bahwa partisipasi masyarakat yang dibutuhkan dalam pembangunan adalah yang dilakukan secara sukarela atau tanpa paksaan dan didorong oleh prakarsa atau swadaya masyarakat. Tentunya hal ini sangat relevan dengan cita-cita otonomi daerah yakni untuk mendorong prakarsa dan swadaya masyarakat. Analisis Mekanisme Penyusunan RPJMD dan Partisipasi Masyarakat dalam Proses

Page 19: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 213

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 Didalam melaksanakan pembangunan setiap pemerintahan daerah harus memiliki perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukannnya. Demikian halnya untuk Pemerintah Kabupaten Dairi yang saat ini dipimpin oleh Bapak KRA.Johnny Sitohang Adinegoro, S.Sos dan Bapak Wakil Bupati Irwansyah Pasi, SH. Maka untuk melaksanakan roda pembangunan di Kabupaten Dairi tentunya harus didukung dengan perencanaan yang akurat, transparan, akuntabel dan partisipatif serta didukung oleh kualitas dan kuantitas sumber daya manusia perencana pembangunan serta kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dari tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kabupaten Dairi selaku pelaksana pembangunan itu sendiri.

Dalam proses perumusan visi pembangunan daerah sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan jangka menengah penting untuk menampung aspirasi masyarakat melalui berbagai forum stakeholders yang ada di level daerah. Perencanaan dilihat sebagai proses terstruktur yang bertahap dan bertingkat. Perencanaan pembangunan daerah oleh lembaga teknis didasarkan pada analisa potensi dan kebutuhan daerah, integrasi rencana spasial dan rencana pembangunan dari tingkat provinsi maupun nasional. Aspek tersebut dipadukan dengan alur perencanaan partisipatif untuk menggali aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat. Hasil pemaduan dua perspektif, yakni dari masyarakat sipil dan lembaga pemerintahan, selanjutnya menjadi dasar bagi para perencana dalam menyusun dokumen perencanaan yang diterima semua pihak yang sekaligus sesuai dengan norma dan standar nasional.

Dalam hal ini Bappeda Dairi sebagai lembaga teknis daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang perencanaan pembangunan daerah telah memberikan kontribusi, dukungan, komitmen, kerjasama dan koordinasi, serta keahliannya walapun dalam pelaksananan koordinasi antara Bappeda Dairi dengan SKPD-SKPD Pemkab

Dairi (intern pemerintah) masih berjalan kurang maksimal/lemah serta sumber daya manusia perencana pembangunan dari segi kualitas dan kuantitas masih dirasakan minim disamping itu ketersediaan data mengenai permasalahan kependudukan masih menjadi masalah Bagi Bappeda dalam memetakan masalah-masalah pembangunan. Kemudian keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh Bappeda Dairi juga merupakan kendala utama bagi Bappeda Dairi dalam melaksanakan perencanaan dan sosialisasi pembangunan di Kab. Dairi.

Undang-undang No.25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) merupakan payung hukum dari Sistem Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Kemudian untuk memperkuat dan mengatur teknis pembangunan di daerah maka untuk mengatur perencanaan pembangunan daerah diatur sesuai tahapan dan mekanisme mekanisme dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan dan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

RPJMD atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah merupakan dokumen resmi daerah dan memiliki pengaruh yang sangat penting bagi pemerintah daerah yang dipersyaratkan untuk mengarahkan pembangunan daerah selama jangka waktu 5 (lima ) tahun kedepan atau selama satu periode kepemimpinan kepala daerah. sebagai salah satu dokumen yang sangat penting sudah sepatutnya pemerintah bersama-sama dengan para stakeholdernya memberikan perhatian dan dukungan maksimal terhadap RPJMD tersebut yang diawali dari proses perencanaan (penyusunan), kemudian setelah di Perdakan di sosialisasikan baru kemudian dilaksanakan dan diadakan pemantauan/pengawasan yang diikuti dengan proses evaluasi secara bertahap terhadap capaian hasil pelaksanaan RPJMD, evaluasi yang dilaksanakan tiap-tiap tahun selama 5 (lima) tahun.

Namun, adalah sebuah catatan penting bahwa fakta di lapangan menunjukkan sampai pada saat penelitian ini dilakukan ternyata Pemerintah Kabupaten Dairi belum melaksanakan sosialisasi Perda No.9 Tahun

Page 20: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 214

2014 Tentang RPJMD Kab.Dairi Tahun 2014-2019, padahal sesungguhnya sosialisasi Perda tentang RPJMD ini seharusnya wajib dilakukan, mengingat RPJMD adalah produk hukum yang sudah diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Dairi Nomor 172 Tahun 2014 dan merupakan acuan bagi para Pimpinan SKPD-SKPD Pemerintah Kabupaten Dairi dalam menyusun Renstra SKPD, karena Renstra SKPD harus disusun berpedoman pada Dokumen RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 yang telah di Perdakan.

Kemudian, dalam Permendagri 54 Tahun 2010 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah menegaskan bahwa dalam perencanaan pembangunan daerah ada 4 (empat) pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan politik, pendekatan teknokratik, pendekatan partisipatif serta pendekatan top-down dan bottom-up. Dan untuk RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 telah disusun dengan menggunakan keempat pendekatan tersebut..

Pada praktiknya, konsep perencanaan pembangunan partisipatif dilatarbelakangi oleh peran dan fungsi daerah otonom yang harus menentukan sendiri strategi perencanaan daerahnya. Karenanya pertimbangan-pertimbangan kebutuhan kapasitas, keragaman pelaku dalam pelaksanaan proses perencanaan di tingkat daerah dalam kerangka desentralisasi dan otonomi daerah menjadi sangat penting. Strategi perencanaan tersebut mengadopsi prinsip pemerintahan yang baik seperti pembuatan keputusan yang demokratis, partisipasi, transparansi dan sistem pertanggungjawaban dan mencoba menyerapkannya pada kondisi lokal. Ini berarti bahwa perlu dicari pola yang tepat untuk memberikan kesempatan positif kepada masyarakat untuk terlibat dalam proses mengidentifikasi, membahas, menyampaikan persepsi, kebutuhan dan tujuan-tujuan bagi pembangunan.

Disamping itu, pada faktanya menunjukkan bahwa dari tahapan-tahapan penyusunan RPJMD Kab. Dairi Tahun 2014-2019 hanya satu proses tahapan saja yang membuka ruang partisipasi utuh stakeholders yaitu pada tahap Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dan yang ketiga,

adanya pengaruh dan keterlibatan masyarakat yang signifikan dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan serta evaluasi atas kebijakan yang sedang dijalankan oleh pemerintah, yang mana pada faktanya Hasil dari Musrenbang RPJMD ini masih sedikit yang ditampung sebagai program prioritas dalam RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019, program yang diusulkan oleh pemerintah masih mendominasi dan diprioritaskan. Hal ini mengasumsikan bahwa pelaksanaan forum Musrenbang sebagai cerminan dari perencanaan partisipatif ternyata masih dilaksanakan secara formalitas KESIMPULAN

Setelah hasil penelitian diinterpretasikan dan dianalisis maka dalam bab ini, Penulis dapat menarik beberapa kesimpulan yang menjadi inti dari penelitian yang telah dilakukan mengenai perencanaan partisipatif dalam Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 yaitu : 1. Mekanisme Penyusunan Rencana

Pembangunan Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi, telah mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Penegendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah Penetapan Peraturan Daerah tentang RPJMD. Namun 6 (enam) tahapan proses penyusunan RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 tersebut hanya satu proses tahapan saja yang dilibatkan stakeholders secara utuh yaitu pada tahap Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Penyusunan RPJMD Kab.Dairi Tahun 2014-2019.

2. Partisipasi masyarakat dalam Proses Penyusunan RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 masih cenderung bersifat elitis, tidak transparan serta belum mencerminkan keterwakilan unsur secara proporsional. Dimana dalam hal penentuan stakeholders masih didominasi oleh unsur pemerintah dan tidak terdapat transparansi dan kriteria yang jelas dari pihak pemerintah Kabupaten Dairi dalam hal kriteria-kriteria stakeholders yang mengikuti Musrenbang tersebut.

Page 21: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 215

3. Musrenbang Penyusunan RPJMD masih bersifat formalitas, yang artinya masih sedikit hasil Musrenbang yang diakomudir dalam RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019.

SARAN-SARAN

Setelah melakukan penelitian tentang Perencanaan Partisipatif Dalam Proses Penyusunan RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019, maka penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Pemerintah Kabupaten Dairi diharapkan

agar kedepannya semakin membuka ruang gerak partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya sesuai dengan porsi yang diatur dan diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan perencanaan pembangunan.

2. Pemerintah Kabupaten Dairi sudah selayaknya agar lebih transparan dalam mengidentifikasi stakeholders pembangunan serta mempertimbangkan faktor profesionalitas stakeholders sesuai dengan kompetensi dari unsur keterwakilan yang diwakilinya.

3. Hendaknya DPRD Dairi sebagai lembaga legislatif daerah di Kabupaten Dairi agar bersama-sama dengan masyarakat untuk bersama-sama untuk mengawal dan mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan RPJMD Kab.Dairi Tahun 2014-2019 agar tidak melenceng dari yang telah dirumuskan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Dairi Nomor 9 Tahun 2014 Tentang RPJMD Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019.

DAFTAR PUSTAKA Abe, Alexander. 2005. Perencanaan Daerah

Partisipatif. Yogyakarta : Pustaka Jogja Mandiri.

Afifuddin. 2010. Pengantar Administrasi Pembangunan. Bandung : Cv. Alfabeta.

Conyers. 1991. An Introduction To Social Planning In The Third World. By Jhon Wiley & soons Ltd, 1994. Terjemahan Drs.Susetiawan. SU: “Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga : Suatu Pengantar. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press (xi, 335 hal).

Elzafina. 2011. Perencanaan Pembangunan Partisipatif Melalui Peran Fasilitator Musrenbang di Kota Solok.

Hamidi. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Malang : UMM Press.

Juliantara, Dadang. 2004. Pembaruan Kabupaten Arah Realisasi Otonomi Daerah. Yogyakarta : Pustaka Jogja Mandiri.

Ketaren, Nurlela. 2009. Administrasi Pembangunan. Medan.

Nasution, Arifin. 2008. Perencanaan Pembangunan Daerah. Medan : FISIP USU Press.

Nasution, Arifin. 2007. Studi Tentang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun 2006-2010.

Nurcholis, Hanif. 2008. Perencanaan Partisipatif Pemerintah Daerah. Jakarta : PT.Grasindo.

Oakley, Peter, et.al. 1991. Projects with people, The Practice of Participation in Rural Development. Geneva : International Labour Office.

Pasaribu, Jhonson. 2010. Proses Perencanaan Pembangunan Melalui Peranan Partisipasi Masyarakat di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi.

Poerwodarminto, W. J. S. 2004. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Siagian, Sondang. P. 1980. Administrasi Pembangunan. Jakarta : Gunung Agung.

Singarimbun, Masri, Effendi Sofyan, 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.

Sjafrizal. 2009. Teknik Praktis Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah. Padang: Baduose media.

Soekartiwi. 1990. Prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan Dengan Pokok Bahasan Khusus Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta : Rajawali Pers.

Sumodiningrat, Gunawan. 2009. Mewujudkan Kesejahteraan Bangsa Menanggulangi Kemiskinan dengan Prinsip Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo.

Supriyatno, Budi. 2009. Manajemen Pemerintahan (Plus Dua Belas Langkah Strategis). Tangerang : Cv. Media Brilian.

Page 22: PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol.6 No.2 216

Terry, George R. 1991. Prinsip-Prinsip Manajemen. Jakarta : Bumi Aksara.

Todaro, Michael,P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta : Erlangga.s

Widjaja, HAW. 2005. Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.

Wiyoso, Yonatan, Sadu Wasistiono. 2009. Meningkatkan kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Bandung : Fokus Media.

Modul Bahan Diskusi Publik Seri Partisipasi Masyarakat Dalam Pemerintahan Daerah, Jakarta, 2007.

Buku Panduan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas), Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, 2008.

Modul Bahan Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah dan Tahunan Daerah., USAID LGSP, Jakarta, 2008.

International Journal Workshop On Enlarging Citizen Participation and Increasing Local Autonomy in Achieving Societal Harmony Workshop, Networrk of asia-Pacific Schools and Institutes of Public Administration and Governance (NAPSIPAG) Annual Conference, Beijing, 2005. page 4.

International Journal Of Administrative Science & Organization, Departement Of Administration Sciences, Faculty Of Social and Political Science, Airlangga University, Surabaya, 2013. page 12.

Buletin Bakohumas Kabupaten Dairi. 2009. Edisi khusus 2009. halaman 4.

Metro Siantar. 2014. Edisi 9 Desember 2014. halaman 2.

Sidikalang Pos. 2010. Edisi II, 9-16 Maret 2010. halaman 2.

Undang-undang RI No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang RI No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang RI No.25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Tahapan, Tata cara penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata cara penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri No. 0008/M.PPN/01/2007, 050/264 A/ SJ tanggal 16 Januari 2008 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbang Tahun 2008.

Pemerintah Kabupaten Dairi. 2013. Dairi Dalam Angka.: Badan Pusat Statistik Dairi.

Pemerintah Daerah Kabupaten Dairi. Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2014 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019.