proposal tugas akhir ade dwi tasyadi

29
PROPOSAL TUGAS AKHIR STUDI PENGGUNAAN TUNED MASS DAMPER TERHADAP PENGARUH KELANGSINGAN BANGUNAN PADA STRUKTUR BANGUNAN TINGGI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Strata-1 Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang oleh ADE DWI TASYADI 0810922034 Pembimbing Utama JATI SUNARYATI, Ph.D Ko-Pembimbing Ir. RUDY FERIAL, MT

Upload: ade-dwi-tasyadi

Post on 02-Aug-2015

180 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

PROPOSAL TUGAS AKHIR

STUDI PENGGUNAAN TUNED MASS DAMPER TERHADAP

PENGARUH KELANGSINGAN BANGUNAN PADA STRUKTUR

BANGUNAN TINGGI

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Strata-1 Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Andalas Padang

olehADE DWI TASYADI

0810922034

Pembimbing UtamaJATI SUNARYATI, Ph.D

Ko-PembimbingIr. RUDY FERIAL, MT

JURUSAN TEKNIK SIPIL-FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2012

Page 2: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beban gempa merupakan salah satu beban yang akan

menyebabkan kerusakan struktur pada bangunan tinggi. Indonesia merupakan

daerah rawan gempa sehingga menuntut perlunya pertimbangan untuk

membangun struktur bangunan yang tahan terhadap beban gempa. Oleh sebab itu,

evaluasi total kinerja struktur bangunan sangat penting untuk dilakukan terhadap

beban gempa.

Dengan fakta tersebut maka bangsa kita harus memikirkan solusi teknik

bangunan terhadap permasalahan gempa bumi. Wilayah Indonesia telah menjadi

laboratorium gempa bumi dengan skala penuh. Dari laboratorium itu mestinya,

juga akan melahirkan sebuah penemuan teknologi baru yang dapat dijadikan

solusi tepat guna.

Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan

menerapkan teknologi kontrol pada struktur. Kontrol pada struktur dibagi atas dua

jenis (berdasarkan perlu tidaknya energi untuk menghasilkan gaya kontrol) yaitu

kontrol aktif dan kontrol pasif. Kontrol aktif memerlukan energi listrik untuk

mengoperasikan alat dan menghasilkan gaya kontrol, sedangkan kontrol pasif

memakai energi potensial yang dihasilkan dari respon struktur untuk

menghasilkan gaya kontrol. Kelebihan kontrol aktif adalah karakteristik dinamik

struktur dapat beradaptasi dengan beban dinamik yang timbul, sedangkan

kelebihan kontrol pasif adalah karena kesederhanaan dalam desain, pemasangan,

dan terutama pemeliharaannya.

Salah satu alat kontrol pasif pada struktur yaitu kontrol yang berdasarkan

penggunaan massa tambahan sebagai sistem penyerap energi yang biasa disebut

dengan Tuned Mass Damper (TMD). Tujuan utama pemasangan TMD pada

gedung tinggi adalah untuk mengurangi goyangan yang berlebihan dan

menetralisir getaran akibat beban gempa. Diharapkan respons dinamik dari

gedung dengan TMD, akibat gempa, lebih kecil daripada respons dinamik struktur

seandainya gedung itu tanpa TMD.

Page 3: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dari skripsi ini adalah untuk membandingkan respon struktur pada

struktur bangunan tinggi antara yang menggunakan TMD dengan bangunan yang

tidak menggunakan TMD, dengan memvariasikan kelangsingan dari bangunan.

Perbandingan ini akan digambarkan dalam bentuk bidang gaya dalam dan

deformasi struktur.

Manfaat dari skripsi ini adalah dengan melihat perbandingan dari masing-

masing respon struktur ini diharapkan dapat diperoleh pemahaman efektifitas dari

penggunaan TMD pada struktur bangunan tinggi.

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan permasalahan yang akan disajikan dalam skripsi ini

adalah sebagai berikut.

1. Struktur yang akan ditinjau adalah struktur beton bertulang bangunan 40

lantai rangka kaku dengan layout bangunan sama untuk setiap level

2. Dimensi komponen-komponen utama seperti: balok, kolom, plat lantai,

dan dinding geser direncanakan sendiri, dimana volume dari masing-masing

sistem struktur tambahan akan diusahakan sama atau hampir sama

3. Parameter disain dari Tuned Mass Damper, berupa massa (m), kekakuan (k),

dan redaman (c) dihitung menggunakan persamaan baku. Rasio penggunaan

TMD itu sendiri sebesar 3% dari massa total bangunan.

4. Gaya dalam dan deformasi dianalisa secara tiga dimensi menggunakan

software.

5. Efek P-Delta tidak diperhitungkan, karena skripsi ini hanya meninjau respon

struktur akibat pengaruh TMD.

6. Penyusunan tugas akhir ini berpedoman pada peraturan-peraturan sebagai

berikut.

Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung

(SNI 03-2847-2002)

Tata Cara Perencanaa Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung

(SNI 03-1726-2003)

Page 4: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983

7. Material yang digunakan adalah beton dengan kuat tekan fc’35 MPa dan

baja tulangan dengan tegangan leleh fy 400 Mpa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bangunan Tinggi

Definisi bangunan tinggi secara umum dapat dikatakan relatif, sangat

bergantung pada bidang profesi maupun wilayah tempat bangunan berdiri.

Kriteria ketinggian maupun jumlah lantai bukanlah besaran yang absolut dalam

menentukan sebuah bangunan sebagai bangunan tinggi. Namun dalam beberapa

referensi disebutkan beberapa kriteria dan syarat untuk menggolongkan suatu

bangunan sebagai bangunan tinggi.

Salah satu referensi yang memuat kriteria bangunan tinggi adalah

Handbook of Concrete Engineering pada bagian Multistory Structures dimana

suatu bangunan tinggi (tall building) didefinisikan sebagai suatu bangunan yang

sistem strukturnya perlu modifikasi untuk menjamin efisiensi nilai ekonomis

bangunan tersebut dalam menahan beban lateral (berupa angin maupun gempa)

dengan suatu kriteria tertentu terhadap kekuatan dan kenyaman penghuninya

(occupants). Sedangkan referensi lain yakni Structural Engineering Handbook

pada bagian Multistory Frame Structures. menyebutkan bangunan tinggi (tall

Page 5: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

building) sebagai bangunan yang menciptakan kondisi berbeda dalam disain dan

konstruksi dibanding bangunan biasa (common building) dan harus memenuhi

kriteria kekuatan (strength) dan kekakuan (stiffness). Dimana efisiensi sistem

struktur diukur dari kemampuannya menahan beban lateral yang semakin besar

seiring meningkatnya ketinggian gedung. Selain itu perlu dibatasi juga deformasi

lateral yang terjadi untuk mencegah kerusakan (baik struktural maupun non-

struktural) pada bangunan, termasuk pembatasan akselerasi yang berlebihan pada

bagian atas bangunan untuk mengurangi ketidaknyamanan penghuninya

(occupants).

2.2 Pembebanan

2.2.1 Beban Mati

Beban mati adalah suatu beban konstan yang diakibatkan oleh berat

sendiri struktur dan beban akibat penggunaan bangunan yang bersifat tetap

(seperti utilitas, partisi permanen dan lain sebagainya). Karena beban ini

berasal dari berat sendiri bangunan, maka besarnya akan sangat bergantung

dari material serta konfigurasi struktur yang digunakan.

2.2.2 Beban Hidup

Beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh penggunaan gedung

yang sifatnya sementara. Berbeda dengan beban mati, beban hidup ini tidaklah

konstan dan selalu berubah terhadap waktu. Namun karena perubahan beban

tersebut sifatnya perlahan, maka beban akibat penggunaan gedung atau beban

hidup ini dapat dianggap sebagai beban.

2.2.3 Beban Gempa

Gempa Bumi merupakan suatu fenomena alam yang tidak dapat

dihindari, tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan berapa besarnya, serta akan

menimbulkan kerugian baik harta maupun jiwa bagi daerah yang ditimpanya

dalam waktu relatif singkat.

Beban gempa merupakan suatu beban dinamik, dimana terjadi sejumlah

perubahan beban yang bersifat siklik. Sehingga penguasaan atas perilaku

Page 6: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

bangunan akibat beban gempa memerlukan pengertian atas dasar-dasar

dinamika struktur.

Pembagian zona gempa di Indonesia

Perbedaan tingkat bahaya gempa pada suatu wilayah mendorong

dilakukannya analisis probabilistik bahaya gempa (probabilistic seismic hazard

analysis) yang kemudian mengelompokkan suatu wilayah dalam suatu zona-

zona tertentu. Di Indonesia pengelompokan zona-zona gempa ini juga

dilakukan, yang melibatkan sekelompok peneliti independen. Hasil analisis

probabilistik gempa ini, telah diplot pada peta Indonesia berupa garis-garis

kontur percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun

(periode ulang gempa rencana). Peta wilayah gempa Indonesia ini dapat dilihat

pada gambar 2.2.

Gambar 2.2: Wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda

ulang 500 tahun

Respon Spektrum Sebagai Metoda Analisa Beban Gempa

Salah satu metoda yang digunakan dalam menganalisa beban gempa

adalah analisa gempa dengan respon spektrum. Yakni suatu analisa dinamik

struktur dimana dalam model matematis struktur diberikan suatu spektrum

gempa rencana. Berdasarkan spektrum gempa rencana tersebut, ditentukan

respon struktur terhadap gempa rencana melalui superposisi dari respon

masing-masing ragamnya. Parameter dari suatu grafik respon spektrum

Page 7: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

menurut UBC untuk program ETABS 9.07 dapat dilihat pada di atas dimana

parameter Ca dan Cv digunakan sebagai input kurva respon spektrum.

Untuk kurva respon spektrum seperti yang terdapat pada SNI 03-1726-

2002 juga menggunakan metoda yang sama dengan parameter-paremeter Am

sebagai percepatan respon maksimum yang nilainya diambil 2.5 Ao (dimana

Ao merupakan percepatan puncak tanah untuk perioda getar nol seperti

parameter Ca pada kurva respon spektrum menurut UBC). Sedangkan

parameter Ar identik dengan parameter Cv pada kurva respon spektrum UBC.

Gambar 2.3: Parameter respon gempa dengan analisa respon spektrum dengan parameter Ca dan Cv sebagai

input pembuatan kurva respon spektra pada program ETABS

Tabel 2.5 Spektrum respon gempa rencana seperti pada tabel 6

SNI 03-1726-2002

Wilayah

Gempa

Tanah Keras Tanah Sedang Tanah Lunak

Am Ar Am Ar Am Ar

1 0.10 0.05 0.13 0.08 0.20 0.20

2 0.30 0.15 0.38 0.23 0.50 0.50

3 0.45 0.23 0.55 0.33 0.75 0.75

4 0.60 0.30 0.70 0.42 0.85 0.85

5 0.70 0.35 0.83 0.50 0.90 0.90

6 0.83 0.42 0.90 0.54 0.95 0.95

Sesuai dengan yang disebutkan dalam pasal 5.7 SNI 03-1726-2002 untuk analisa respon

dinamik tiga dimensi, pengaruh gempa rencana tersebut akan diberikan efektif

Page 8: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

100% terhadap arah utamanya dan efektifitas 30% terhadap arah yang tegak lurus

sumbu rencana.

2.3 Analisa Struktur

Analisa struktur merupakan serangkaian proses perhitungan untuk

menentukan respon struktur akibat beban luar serta interpretasi hasil perhitungan

struktur tersebut. Respon struktur ini biasanya disampaikan dalam bentuk gaya

dalam atau deformasi

2.3.1 Idealisasi Struktur

Untuk memudahkan analisa, struktur diidealisai kedalam bentuk tertentu

dengan memperhatikan praktis dan akurasi terhadap model struktur yang

sebenarnya.

Sambungan antar komponen struktur dan perletakan struktur biasanya

dimodelkan sebagai titik yang bisa jadi bebas atau terkekang pada translasi

maupun rotasi dalam arah tertentu. Perletakan kaku adalah perletakan yang

dikekang baik dalam translasi maupun rotasi segala arah. Perletakan sendi

adalah perletakan yang dikekang untuk arah translasi namun bebas dalam

melakukan rotasi. Perletakan rol adalah perletakan yang dikekang terhadap

translasi pada satu arah tertentu namun bebas untuk translasi arah lainnya serta

bebas melakukan rotasi. Pin adalah sambungan dimana dua atau lebih

komponen struktur saling mengikat dan terjadi transfer momen ujung,

sedangkan engsel adalah sambungan dimana komponen struktur hanya

melakukan transfer gaya aksial saja.

Batang merupakan komponen struktur yang mempunyai dimensi

panjang. Batang ini biasanya diidealisasikan dalam bentuk: balok, yakni

komponen strukur yang biasanya horisontal dan menahan gaya arah vertikal.

Portal, yang merupakan gabungan beberapa batang dengan sendi yang kaku.

Rangka, yakni susunan batang yang sambungan antar batangnya bebas

terhadap rotasi sehingga hanya akan memberikan gaya dalam aksial saja.

Bidang merupakan elemen struktur yang dimensi arah lebar dan

panjangnya relatif sangat besar terhadap dimensi tebalnya. Sedangkan elemen

Page 9: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

yang dimensi dalam ketiga arah ortogonalnya tidak berbeda jauh, harus

dimodelkan dalam sebagai solid (pejal).

2.3.2 Keseimbangan Statis

Pada konsep analisa statis, kondisi seimbang dalam suatu sistem akan

terjadi jika resultan gaya yang terjadi menghasilkan nilai nol. Hukum Newton

III menyebutkan bahwa aksi yang diberikan kepada suatu sistem akan

menghasilkan reaksi oleh sistem, yang besarnya sesuai dengan aksi tersebut.

Dalam analisa statis dapat dikatakan bahwa gaya luar (fL) yang membebani

struktur akan membuat struktur memberikan repon gaya (fD) yang besarnya

sama dengan gaya luar tersebut. Dimana repon gaya (f) yang diberikan oleh

struktur ini akan sebanding dengan kekakuan (k) dan deformasinya (u).

ΣFx = 0 ΣFx = 0 ΣFx = 0

ΣMx = 0 ΣMx = 0 ΣMx = 0

fL = fD (2.6)

f = k ∙ u (2.7)

2.3.3 Keseimbangan Dinamik

Pada prakteknya, gaya-gaya yang terjadi di alam tidak selalu tetap,

namun terus berfluktuasi menurut fungsi waktu (beban dinamik). Untuk itu

diperlukan analisa untuk melihat respon struktur terhadap pembebanan yang

berubah menurut fungsi waktu tersebut.

Pada konsep analisa dinamik, kondisi seimbang sistem pada suatu waktu

tertentu akan terjadi jika resultan gaya pada suatu waktu tertentu adalah nol.

Analisa dinamik didasarkan pada Hukum Newton II yang menyebutkan gaya

(f) yang terjadi pada suatu sistem akan sebanding dengan massa (m) sistem

tersebut dikalikan percepatannya (a). Pada suatu struktur yang mempunyai

kekakuan dan redaman tertentu, akan mengasilkan suatu persamaan dimana

gaya pada suatu waktu tertentu (p(t)) akan sebanding dengan penjumlahan

antara kekakuan (k) dengan deformasi (u), redaman (c) dengan kecepatan (u ),

serta massa (m) dengan percepatan (u ), atau dapat ditulis sebaga i:

Page 10: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

f = m• a (2.8)

f(t) = mu + cu + ku (2.9)

2.3.4 Effek P-Delta

Pembebanan lateral pada struktur akan menyebabkan deformasi atau

simpangan pada arah horizontalnya. Simpangan tersebut akan menyebabkan

bergesernya titik tangkap beban gravitasi ke arah samping Error: Reference

source not foundyang akan menimbulkan momen ordo kedua, atau dikenal juga

dengan istilah P-Delta effect. Semakin besar deformasi lateral yang terjadi,

akan mengakibatkan pengaruh momen orde dua yang signifikan dan

mengancam stabilitas struktur.

Pada pasal 5.7 SNI 03-1726-2002, disebutkan bahwa efek P-Delta ini

harus diperhitungkan untuk bangunan yang memiliki lebih dari 10 tingkat atau

40 meter ditinjau dari taraf penjepitan lateral.

Gambar 2.4: Ilustrasi fenomena P-Delta

2.3.5 Gaya Dalam

Gaya dalam merupakan suatu respon yang diberikan oleh struktur terhadap gaya luar

atau pembebanan yang terjadi. Gaya dalam ini sendiri dapat dibagi menjadi empat

bagian, yakni:

1. Gaya Aksial

Untuk gaya yang terjadi tegak lurus penampang batang

2. Gaya Geser

Untuk gaya yang terjadi sejajar penampang batang

3. Torsi

Page 11: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

Momen yang arah vektornya tegak lurus penampang batang

4. Momen

Momen yang arah vektornya sejajar penampang

2.3.6 Deformasi

Deformasi merupakan perubahan bentuk struktur atau perpindahan nodal

pada struktur yang diakibatkan oleh pembebanan struktur. Pada peraturan

standar yang dipakai di Indonesia, yakni SNI 03-1726-2002 batasan untuk

deformasi lateral disinggung dalam pasal 8 tentang Kinerja Struktur Gedung

dimana batasan dibuat dalam bentuk simpangan antar tingkat maksimum.

Acuan kinerja layan batas diambil untuk membatasi kerusakan struktural

(berupa keretakan pada beton atau pelelehan pada baja) maupun non struktural

(seperti kerusakan partisi, kaca, dlsb), serta ketidaknyamanan penghuni akibat

deformasi yang berlebihan. Pada kinerja layan batas ini simpangan antar lantai

dibatasi sebesar 0.03/R dikali tinggi lantai atau kurang dari 30 mm.

Sedangkan pada kinerja batas ultimit ditentukan oleh simpangan dan

simpangan antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa

Rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk

membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat

menimbulkan korban jiwa manusia. Pada kinerja batas ultimit ini simpangan

antar lantai diperbesar dengan faktor pengali ξ yang nilainya diambil sebesar

adalah sebagai berikut :

Untuk gedung beraturan

ξ=0 . 7⋅R (2.10)

Untuk gedung tidak beraturan

ξ= 0 .7⋅RFaktorSkala

(2.11)

Page 12: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

2.4 Representasi State-Space dari Sistem Berderajat Kebebasan Banyak

Tinjau struktur gedung yang mengalami gaya-gaya luar dan gaya-gaya

kontrol dan dimodelkan sebagai bangunan geser dua dimensi berderajat kebebasan

n. Persamaan gerak bangunan geser itu adalah

mx” (t) + cx’ & (t) +kx(t) =du(t) +ef(t) (2.12)

Matriks (m), (c), dan (k) masing-masing adalah matriks massa, redaman,

dan kekakuan, berdimensi n x n. Vektor x” (t), x’ (t), dan x(t)

Masing-masing menyatakan vektor percepatan, kecepatan, dan perpindahan

arah horizontal dari lantai-lantai bangunan geser, berdimensi n. Vektor f(t) adalah

vektor berdimensi r ≤ n, yang mewakili gaya-gaya luar. Vektor u(t) adalah vektor

gaya kontrol berdimensi m≤n. Matriks d (n x m) dan matriks e (r x n) adalah

matriks matriks lokasi, masing-masing mendefinisikan lokasi dari gaya kontrol

dan gaya luar.

Representasi state-space dari persamaan (2.12) adalah adalah :

(2.13)

(2.14)

adalah vektor state berdimensi 2n.

Matriks A adalah matriks sistem, berdimensi 2n x 2n.

(2.15)

Matriks B dan H masing-masing adalah matriks lokasi gaya kontrol

(berdimensi 2n x m) dan matriks lokasi gaya luar (berdimensi 2n x r) dalam

bentuk state-space.

(2.16)

Page 13: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

Dalam persamaan (2.15) dan (2.16), 0 dan I masing- masing adalah

matriks nol dan matriks identitas berdimensi n x n.

Untuk kasus bangunan geser bertingkat n yang diguncang oleh percepatan

pada tumpuan dalam arah horizontal, y”s (t) , persamaan geraknya adalah

(2.17)(2.18)

di mana {1} adalah vektor berdimensi n yang semuanya berisi angka 1.

Vektor x”(t), x’(t), dan x(t) masing-masing adalah vektor percepatan,

kecepatan, dan perpindahan relatif terhadap tanah.

Dengan membandingkan persamaan (6) dan persamaan (1) dapat

disimpulkan bahwa persamaan (6) dapat diperoleh dari persamaan (1) dengan

menetapkan

(2.19)

Dengan demikian persamaan state untuk bangunan geser yang diguncang

gempa bumi dapat ditulis sebagai

(2.20)

Dengan

(2.21)

Solusi Persamaan State

Solusi persamaan state yang dibahas di dalam bagian ini dibatasi untuk

kasus sistem dinamik yang linier dan time-invariant.

Solusi umum persamaan state

(2.22)

Dengan kondisi awal z(0) = z0 terdiri atas dua bagian, yaitu bagian solusi

homogen dan bagian solusi khusus. Solusi persamaan state homogen

Page 14: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

(2.23)

Dengan kondisi awal z(0) = z0 adalah [6]

(2.24)

Pernyataan di dalam kurung siku pada ruas kanan dari persamaan (2.24)

adalah suatu matriks yang dimensinya sama dengan dimensi matriks A. Karena

kemiripannya dengan deret pangkat tak terhingga dari fungsi eksponensial

(skalar), maka pernyataan di dalam kurung itu disebut eksponensial matriks

dan ditulis

(2.25)

Dinyatakan dalam eksponensial matriks, persamaan (2.25) dapat ditulis

sebagai

(2.26)

Solusi khusus dari persamaan (2.22) dengan kondisi awal z(0) = z0 = 0

adalah

(2.27)

Dengan demikian, solusi lengkap persamaan (2.22) adalah penjumlahan

dari solusi homogen dan solusi khusus, yaitu

(2.28)

2.5 Tuned Mass Damper (TMD)

Ide dasar TMD dijelaskan secara teoritis oleh Den Hartog. Andaikan

terdapat suatu sistem massa-pegas menerima gaya harmonis, lalu kepada sistem

itu ditambahkan sistem getaran lain (osilator) dengan massa md dan konstanta

pegas kd yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan sistem utamanya. Jika

Page 15: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

frekuensi alami dari osilator itu, √kd/md, diatur sedemikian rupa sehingga sama

dengan frekuensi getar dari gaya harmonis, maka dapat diperlihatkan secara

teoritis bahwa massa utama menjadi tidak bergetar sama sekali. Pengaturan

frekuensi osilator umumnya dilakukan dengan menyesuaikan massa osilator

sehingga disebut tuned mass damper.

Gambar 2.5 mendeskripsikan sistem struktur-TMD secara skematis. Suatu

struktur gedung dimodelkan sebagai sistem berderajat kebebasan tunggal dengan

massa M1, konstanta redaman C1, dan konstanta pegas K1, yang masing-masing

berarti massa, redaman, dan kekakuan yang berhubungan dengan ragam getar

pertama dari gedung itu, yaitu

(2.29)

di mana ö1 adalah vektor ragam getar pertama dari struktur gedung yang

didapatkan dari solusi masalah eigen. Lambang P1(t) menunjukkan gaya dinamik

yang berhubungan dengan ragam getar pertama, yaitu

(2.30)

Lambang-lambang md, cd, dan kd masing-masing merepresentasikan massa,

redaman, dan kekakuan yang berhubungan dengan TMD. Model struktur gedung

dan TMD ini membentuk sistem dinamik baru berderajat kebebasan dua.

Gambar 2.5: Sistem struktur bangunan TMD

Persamaan gerak sistem gedung-TMD (Gambar 2.5) dapat dinyatakan

sebagai berikut:

Page 16: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

(2.31)

x(t) dan y(t) masing-masing menyatakan perpindahan dari massa m dan

massa md terhadap suatu sumbu referensi tetap.

Agar respons sistem utama (struktur gedung) dapat diminimalkan,

karakteristik osilator cd dan kd harus diatur besarnya sehingga optimum. Nilai-

nilai optimum menurut Den Hartog adalah:

(2.32)

Dengan menggunakan persamaan (2.32) ini dapat ditentukan kekakuan dan

redaman yang harus disediakan pada sistem TMD bila rasio massa, m, telah

ditetapkan.

Gambar 2.6: Berbagai bentuk Tuned Mass Damper

2.6 Sistem Bangunan Geser-TMD

Massa, kekakuan, dan redaman dari TMD yang dihitung dengan persamaan

(2.32) adalah berdasarkan anggapan sistem dua massa. Meskipun demikian untuk

Page 17: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

mendapatkan respons dinamik sistem bangunan geser n tingkat dan TMD akibat

pengaruh gempa, perhitungan harus tetap berdasarkan model bangunan geser n

tingkat dan TMD seperti pada di bawah.

Gambar 2.7: Sistem bangunan geser n tingkat dan TMD

Dari gambar 2.6 terlihat bahwa dengan adanya massa tambahan pada lantai

teratas bangunan, derajat kebebasan sistem bangunan geser-TMD ini menjadi

(n+1). Persamaan gerak dari sistem ini dalam bentuk state-space diberikan oleh

persamaan (2.20) dan (2.21), yang untuk kasus ini: vektor z(t) berdimensi 2(n+1),

matriks A berdimensi 2(n+1) x 2(n+1), matriks H berdimensi 2(n+1) x (n+1),

dan vektor {1} berdimensi (n+1). Solusi persamaan state, yang menghasilkan

respons perpindahan dan kecepatan, diberikan oleh persamaan (2.28).

Page 18: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

BAB III

METODOLOGI

3.1 Metodologi

Mulai

Tinjauan Pustaka dan Literatur

Preliminary DesignPermodelan Struktur

Model 1 Model 2 Model 3

Permodelan TMD

Model 1 Model 2 Model 3

Analisa Struktur (Running)

Analisa dan Pembahasan1. Gaya Dalam2. Deformasi

3. Periode Struktur

Kesimpulan

Page 19: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

Diagram 3.1: Metodologi pengerjaan skripsi

3.2 Studi Kasus

Studi kasus akan dilakukan terhadap satu jenis bangunan tinggi dengan

beberapa kasus yang berbeda, yaitu bangunan yang tidak menggunakan Tuned

Mass Damper sama sekali (NTMD) dengan bangunan yang menggunakan Tuned

Mass Damper (TMD), dimana digunakan TMD dengan rasio massa 3%. Dari tiap

kasus di atas akan diperoleh seberapa besar reduksi pengaruh beban dinamik pada

bangunan. Konfigurasi sistem strukturnya serta dimensi direncanakan sendiri

dengan mengusahakan volume elemen struktur tambahan dari masing-masing tipe

struktur sama atau hampir sama. Bentuk bangunan simetris, dengan deskripsi

sebagai berikut:

Properti bangunan

Jumlah lantai : 40 lantai

Tinggi lantai : 4 meter

Luas per lantai : 24x24 meter

Jarak kolom : tiap 8 meter

Tebal Lantai : 12 cm

Fungsi bangunan : bangunan perkantoran

Properti material

Mutu beton : K-35

Kondisi Wilayah

Zona gempa : Zona 5

Kondisi tanah : sedang

Input beban gempa : Time History El-Centro

Input beban angin : ASCE. 7.02

Properti Tuned Mass Damper

Untuk Tuned Mass Damper, Parameter massa (md), kekakuan (kd) dan

redaman (cd) dihitung menggunakan persamaan baku, dalam hal ini akan

direncanakan tiga macam jenis TMD sesuai rasio massanya yaitu 3%.

Page 20: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

Tabel 3.1 Dimensi kolom dan balok bangunan

KOLOM

  KODE b (mm) h(mm)

LT 1-10 K1 1500 1500

LT 11-20 K2 1400 1400

LT 21-30 K3 1300 1300

LT 31-40 K4 1000 1000

BALOK

  KODE b (mm) h(mm)

LT 1-10 B1 800 1200

LT 11-20 B2 700 1100

LT 21-30 B3 600 1000

LT 31-40 B4 500 800

6 6 6 6 6 6

6

6

6

6

6

6

1 3 5 6 7

A

B

C

D

E

F

G

2 4

Gambar 3.1 Konfigurasi sistem struktur gedung 40 lantai non-TMD

Page 21: Proposal Tugas Akhir Ade Dwi Tasyadi

DAFTAR PUSTAKA

[1] Chopra, Anil K., Dynamics of Structures: Theory and Applications to

Earthquake Engineering, Prentice Hall, New Jersey, 1995, pp. 432-433.

[2] Kurniawan, Ihsan. (2009). Studi Efektifitas Penggunaan Tuned Mass Damper

Untuk Mengurangi Pengaruh Beban Dinamik Pada Struktur Bangunan

Tinggi. Universitas Andalas.

[3] McNamara, Robert J., Tuned mass damper for Buildings, Journal of

Structural Division, ASCE, Vol.103.

[4] Ogata, Katsuhiko, Teknik Kontrol Automatik (Sistem Pengaturan), Jilid 2,

Erlangga, Cetakan Keempat, 1994.

[5] Schueller, Wolfgang, “The Vertical Building Structure”, Van Nostrand

Reinhold Company, New York, 1990. page 531

[6] Soong, T.T., Active Structural Control: Theory and Practice, Longman

Scientific and Technical, Harlow, 1990. pp. 7-10, 177-183.

[7] Takenaka Corporation. (2001). Structural Control System.

http://www.takenaka.co.jp/ takenaka_e/quake_e/seishin/seishin.htm (29 Jan.

2003).