proposal tugas akhir ade dwi tasyadi
TRANSCRIPT
PROPOSAL TUGAS AKHIR
STUDI PENGGUNAAN TUNED MASS DAMPER TERHADAP
PENGARUH KELANGSINGAN BANGUNAN PADA STRUKTUR
BANGUNAN TINGGI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Strata-1 Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Andalas Padang
olehADE DWI TASYADI
0810922034
Pembimbing UtamaJATI SUNARYATI, Ph.D
Ko-PembimbingIr. RUDY FERIAL, MT
JURUSAN TEKNIK SIPIL-FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beban gempa merupakan salah satu beban yang akan
menyebabkan kerusakan struktur pada bangunan tinggi. Indonesia merupakan
daerah rawan gempa sehingga menuntut perlunya pertimbangan untuk
membangun struktur bangunan yang tahan terhadap beban gempa. Oleh sebab itu,
evaluasi total kinerja struktur bangunan sangat penting untuk dilakukan terhadap
beban gempa.
Dengan fakta tersebut maka bangsa kita harus memikirkan solusi teknik
bangunan terhadap permasalahan gempa bumi. Wilayah Indonesia telah menjadi
laboratorium gempa bumi dengan skala penuh. Dari laboratorium itu mestinya,
juga akan melahirkan sebuah penemuan teknologi baru yang dapat dijadikan
solusi tepat guna.
Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan
menerapkan teknologi kontrol pada struktur. Kontrol pada struktur dibagi atas dua
jenis (berdasarkan perlu tidaknya energi untuk menghasilkan gaya kontrol) yaitu
kontrol aktif dan kontrol pasif. Kontrol aktif memerlukan energi listrik untuk
mengoperasikan alat dan menghasilkan gaya kontrol, sedangkan kontrol pasif
memakai energi potensial yang dihasilkan dari respon struktur untuk
menghasilkan gaya kontrol. Kelebihan kontrol aktif adalah karakteristik dinamik
struktur dapat beradaptasi dengan beban dinamik yang timbul, sedangkan
kelebihan kontrol pasif adalah karena kesederhanaan dalam desain, pemasangan,
dan terutama pemeliharaannya.
Salah satu alat kontrol pasif pada struktur yaitu kontrol yang berdasarkan
penggunaan massa tambahan sebagai sistem penyerap energi yang biasa disebut
dengan Tuned Mass Damper (TMD). Tujuan utama pemasangan TMD pada
gedung tinggi adalah untuk mengurangi goyangan yang berlebihan dan
menetralisir getaran akibat beban gempa. Diharapkan respons dinamik dari
gedung dengan TMD, akibat gempa, lebih kecil daripada respons dinamik struktur
seandainya gedung itu tanpa TMD.
1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari skripsi ini adalah untuk membandingkan respon struktur pada
struktur bangunan tinggi antara yang menggunakan TMD dengan bangunan yang
tidak menggunakan TMD, dengan memvariasikan kelangsingan dari bangunan.
Perbandingan ini akan digambarkan dalam bentuk bidang gaya dalam dan
deformasi struktur.
Manfaat dari skripsi ini adalah dengan melihat perbandingan dari masing-
masing respon struktur ini diharapkan dapat diperoleh pemahaman efektifitas dari
penggunaan TMD pada struktur bangunan tinggi.
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan permasalahan yang akan disajikan dalam skripsi ini
adalah sebagai berikut.
1. Struktur yang akan ditinjau adalah struktur beton bertulang bangunan 40
lantai rangka kaku dengan layout bangunan sama untuk setiap level
2. Dimensi komponen-komponen utama seperti: balok, kolom, plat lantai,
dan dinding geser direncanakan sendiri, dimana volume dari masing-masing
sistem struktur tambahan akan diusahakan sama atau hampir sama
3. Parameter disain dari Tuned Mass Damper, berupa massa (m), kekakuan (k),
dan redaman (c) dihitung menggunakan persamaan baku. Rasio penggunaan
TMD itu sendiri sebesar 3% dari massa total bangunan.
4. Gaya dalam dan deformasi dianalisa secara tiga dimensi menggunakan
software.
5. Efek P-Delta tidak diperhitungkan, karena skripsi ini hanya meninjau respon
struktur akibat pengaruh TMD.
6. Penyusunan tugas akhir ini berpedoman pada peraturan-peraturan sebagai
berikut.
Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung
(SNI 03-2847-2002)
Tata Cara Perencanaa Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung
(SNI 03-1726-2003)
Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983
7. Material yang digunakan adalah beton dengan kuat tekan fc’35 MPa dan
baja tulangan dengan tegangan leleh fy 400 Mpa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Bangunan Tinggi
Definisi bangunan tinggi secara umum dapat dikatakan relatif, sangat
bergantung pada bidang profesi maupun wilayah tempat bangunan berdiri.
Kriteria ketinggian maupun jumlah lantai bukanlah besaran yang absolut dalam
menentukan sebuah bangunan sebagai bangunan tinggi. Namun dalam beberapa
referensi disebutkan beberapa kriteria dan syarat untuk menggolongkan suatu
bangunan sebagai bangunan tinggi.
Salah satu referensi yang memuat kriteria bangunan tinggi adalah
Handbook of Concrete Engineering pada bagian Multistory Structures dimana
suatu bangunan tinggi (tall building) didefinisikan sebagai suatu bangunan yang
sistem strukturnya perlu modifikasi untuk menjamin efisiensi nilai ekonomis
bangunan tersebut dalam menahan beban lateral (berupa angin maupun gempa)
dengan suatu kriteria tertentu terhadap kekuatan dan kenyaman penghuninya
(occupants). Sedangkan referensi lain yakni Structural Engineering Handbook
pada bagian Multistory Frame Structures. menyebutkan bangunan tinggi (tall
building) sebagai bangunan yang menciptakan kondisi berbeda dalam disain dan
konstruksi dibanding bangunan biasa (common building) dan harus memenuhi
kriteria kekuatan (strength) dan kekakuan (stiffness). Dimana efisiensi sistem
struktur diukur dari kemampuannya menahan beban lateral yang semakin besar
seiring meningkatnya ketinggian gedung. Selain itu perlu dibatasi juga deformasi
lateral yang terjadi untuk mencegah kerusakan (baik struktural maupun non-
struktural) pada bangunan, termasuk pembatasan akselerasi yang berlebihan pada
bagian atas bangunan untuk mengurangi ketidaknyamanan penghuninya
(occupants).
2.2 Pembebanan
2.2.1 Beban Mati
Beban mati adalah suatu beban konstan yang diakibatkan oleh berat
sendiri struktur dan beban akibat penggunaan bangunan yang bersifat tetap
(seperti utilitas, partisi permanen dan lain sebagainya). Karena beban ini
berasal dari berat sendiri bangunan, maka besarnya akan sangat bergantung
dari material serta konfigurasi struktur yang digunakan.
2.2.2 Beban Hidup
Beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh penggunaan gedung
yang sifatnya sementara. Berbeda dengan beban mati, beban hidup ini tidaklah
konstan dan selalu berubah terhadap waktu. Namun karena perubahan beban
tersebut sifatnya perlahan, maka beban akibat penggunaan gedung atau beban
hidup ini dapat dianggap sebagai beban.
2.2.3 Beban Gempa
Gempa Bumi merupakan suatu fenomena alam yang tidak dapat
dihindari, tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan berapa besarnya, serta akan
menimbulkan kerugian baik harta maupun jiwa bagi daerah yang ditimpanya
dalam waktu relatif singkat.
Beban gempa merupakan suatu beban dinamik, dimana terjadi sejumlah
perubahan beban yang bersifat siklik. Sehingga penguasaan atas perilaku
bangunan akibat beban gempa memerlukan pengertian atas dasar-dasar
dinamika struktur.
Pembagian zona gempa di Indonesia
Perbedaan tingkat bahaya gempa pada suatu wilayah mendorong
dilakukannya analisis probabilistik bahaya gempa (probabilistic seismic hazard
analysis) yang kemudian mengelompokkan suatu wilayah dalam suatu zona-
zona tertentu. Di Indonesia pengelompokan zona-zona gempa ini juga
dilakukan, yang melibatkan sekelompok peneliti independen. Hasil analisis
probabilistik gempa ini, telah diplot pada peta Indonesia berupa garis-garis
kontur percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun
(periode ulang gempa rencana). Peta wilayah gempa Indonesia ini dapat dilihat
pada gambar 2.2.
Gambar 2.2: Wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda
ulang 500 tahun
Respon Spektrum Sebagai Metoda Analisa Beban Gempa
Salah satu metoda yang digunakan dalam menganalisa beban gempa
adalah analisa gempa dengan respon spektrum. Yakni suatu analisa dinamik
struktur dimana dalam model matematis struktur diberikan suatu spektrum
gempa rencana. Berdasarkan spektrum gempa rencana tersebut, ditentukan
respon struktur terhadap gempa rencana melalui superposisi dari respon
masing-masing ragamnya. Parameter dari suatu grafik respon spektrum
menurut UBC untuk program ETABS 9.07 dapat dilihat pada di atas dimana
parameter Ca dan Cv digunakan sebagai input kurva respon spektrum.
Untuk kurva respon spektrum seperti yang terdapat pada SNI 03-1726-
2002 juga menggunakan metoda yang sama dengan parameter-paremeter Am
sebagai percepatan respon maksimum yang nilainya diambil 2.5 Ao (dimana
Ao merupakan percepatan puncak tanah untuk perioda getar nol seperti
parameter Ca pada kurva respon spektrum menurut UBC). Sedangkan
parameter Ar identik dengan parameter Cv pada kurva respon spektrum UBC.
Gambar 2.3: Parameter respon gempa dengan analisa respon spektrum dengan parameter Ca dan Cv sebagai
input pembuatan kurva respon spektra pada program ETABS
Tabel 2.5 Spektrum respon gempa rencana seperti pada tabel 6
SNI 03-1726-2002
Wilayah
Gempa
Tanah Keras Tanah Sedang Tanah Lunak
Am Ar Am Ar Am Ar
1 0.10 0.05 0.13 0.08 0.20 0.20
2 0.30 0.15 0.38 0.23 0.50 0.50
3 0.45 0.23 0.55 0.33 0.75 0.75
4 0.60 0.30 0.70 0.42 0.85 0.85
5 0.70 0.35 0.83 0.50 0.90 0.90
6 0.83 0.42 0.90 0.54 0.95 0.95
Sesuai dengan yang disebutkan dalam pasal 5.7 SNI 03-1726-2002 untuk analisa respon
dinamik tiga dimensi, pengaruh gempa rencana tersebut akan diberikan efektif
100% terhadap arah utamanya dan efektifitas 30% terhadap arah yang tegak lurus
sumbu rencana.
2.3 Analisa Struktur
Analisa struktur merupakan serangkaian proses perhitungan untuk
menentukan respon struktur akibat beban luar serta interpretasi hasil perhitungan
struktur tersebut. Respon struktur ini biasanya disampaikan dalam bentuk gaya
dalam atau deformasi
2.3.1 Idealisasi Struktur
Untuk memudahkan analisa, struktur diidealisai kedalam bentuk tertentu
dengan memperhatikan praktis dan akurasi terhadap model struktur yang
sebenarnya.
Sambungan antar komponen struktur dan perletakan struktur biasanya
dimodelkan sebagai titik yang bisa jadi bebas atau terkekang pada translasi
maupun rotasi dalam arah tertentu. Perletakan kaku adalah perletakan yang
dikekang baik dalam translasi maupun rotasi segala arah. Perletakan sendi
adalah perletakan yang dikekang untuk arah translasi namun bebas dalam
melakukan rotasi. Perletakan rol adalah perletakan yang dikekang terhadap
translasi pada satu arah tertentu namun bebas untuk translasi arah lainnya serta
bebas melakukan rotasi. Pin adalah sambungan dimana dua atau lebih
komponen struktur saling mengikat dan terjadi transfer momen ujung,
sedangkan engsel adalah sambungan dimana komponen struktur hanya
melakukan transfer gaya aksial saja.
Batang merupakan komponen struktur yang mempunyai dimensi
panjang. Batang ini biasanya diidealisasikan dalam bentuk: balok, yakni
komponen strukur yang biasanya horisontal dan menahan gaya arah vertikal.
Portal, yang merupakan gabungan beberapa batang dengan sendi yang kaku.
Rangka, yakni susunan batang yang sambungan antar batangnya bebas
terhadap rotasi sehingga hanya akan memberikan gaya dalam aksial saja.
Bidang merupakan elemen struktur yang dimensi arah lebar dan
panjangnya relatif sangat besar terhadap dimensi tebalnya. Sedangkan elemen
yang dimensi dalam ketiga arah ortogonalnya tidak berbeda jauh, harus
dimodelkan dalam sebagai solid (pejal).
2.3.2 Keseimbangan Statis
Pada konsep analisa statis, kondisi seimbang dalam suatu sistem akan
terjadi jika resultan gaya yang terjadi menghasilkan nilai nol. Hukum Newton
III menyebutkan bahwa aksi yang diberikan kepada suatu sistem akan
menghasilkan reaksi oleh sistem, yang besarnya sesuai dengan aksi tersebut.
Dalam analisa statis dapat dikatakan bahwa gaya luar (fL) yang membebani
struktur akan membuat struktur memberikan repon gaya (fD) yang besarnya
sama dengan gaya luar tersebut. Dimana repon gaya (f) yang diberikan oleh
struktur ini akan sebanding dengan kekakuan (k) dan deformasinya (u).
ΣFx = 0 ΣFx = 0 ΣFx = 0
ΣMx = 0 ΣMx = 0 ΣMx = 0
fL = fD (2.6)
f = k ∙ u (2.7)
2.3.3 Keseimbangan Dinamik
Pada prakteknya, gaya-gaya yang terjadi di alam tidak selalu tetap,
namun terus berfluktuasi menurut fungsi waktu (beban dinamik). Untuk itu
diperlukan analisa untuk melihat respon struktur terhadap pembebanan yang
berubah menurut fungsi waktu tersebut.
Pada konsep analisa dinamik, kondisi seimbang sistem pada suatu waktu
tertentu akan terjadi jika resultan gaya pada suatu waktu tertentu adalah nol.
Analisa dinamik didasarkan pada Hukum Newton II yang menyebutkan gaya
(f) yang terjadi pada suatu sistem akan sebanding dengan massa (m) sistem
tersebut dikalikan percepatannya (a). Pada suatu struktur yang mempunyai
kekakuan dan redaman tertentu, akan mengasilkan suatu persamaan dimana
gaya pada suatu waktu tertentu (p(t)) akan sebanding dengan penjumlahan
antara kekakuan (k) dengan deformasi (u), redaman (c) dengan kecepatan (u ),
serta massa (m) dengan percepatan (u ), atau dapat ditulis sebaga i:
f = m• a (2.8)
f(t) = mu + cu + ku (2.9)
2.3.4 Effek P-Delta
Pembebanan lateral pada struktur akan menyebabkan deformasi atau
simpangan pada arah horizontalnya. Simpangan tersebut akan menyebabkan
bergesernya titik tangkap beban gravitasi ke arah samping Error: Reference
source not foundyang akan menimbulkan momen ordo kedua, atau dikenal juga
dengan istilah P-Delta effect. Semakin besar deformasi lateral yang terjadi,
akan mengakibatkan pengaruh momen orde dua yang signifikan dan
mengancam stabilitas struktur.
Pada pasal 5.7 SNI 03-1726-2002, disebutkan bahwa efek P-Delta ini
harus diperhitungkan untuk bangunan yang memiliki lebih dari 10 tingkat atau
40 meter ditinjau dari taraf penjepitan lateral.
Gambar 2.4: Ilustrasi fenomena P-Delta
2.3.5 Gaya Dalam
Gaya dalam merupakan suatu respon yang diberikan oleh struktur terhadap gaya luar
atau pembebanan yang terjadi. Gaya dalam ini sendiri dapat dibagi menjadi empat
bagian, yakni:
1. Gaya Aksial
Untuk gaya yang terjadi tegak lurus penampang batang
2. Gaya Geser
Untuk gaya yang terjadi sejajar penampang batang
3. Torsi
Momen yang arah vektornya tegak lurus penampang batang
4. Momen
Momen yang arah vektornya sejajar penampang
2.3.6 Deformasi
Deformasi merupakan perubahan bentuk struktur atau perpindahan nodal
pada struktur yang diakibatkan oleh pembebanan struktur. Pada peraturan
standar yang dipakai di Indonesia, yakni SNI 03-1726-2002 batasan untuk
deformasi lateral disinggung dalam pasal 8 tentang Kinerja Struktur Gedung
dimana batasan dibuat dalam bentuk simpangan antar tingkat maksimum.
Acuan kinerja layan batas diambil untuk membatasi kerusakan struktural
(berupa keretakan pada beton atau pelelehan pada baja) maupun non struktural
(seperti kerusakan partisi, kaca, dlsb), serta ketidaknyamanan penghuni akibat
deformasi yang berlebihan. Pada kinerja layan batas ini simpangan antar lantai
dibatasi sebesar 0.03/R dikali tinggi lantai atau kurang dari 30 mm.
Sedangkan pada kinerja batas ultimit ditentukan oleh simpangan dan
simpangan antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa
Rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk
membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat
menimbulkan korban jiwa manusia. Pada kinerja batas ultimit ini simpangan
antar lantai diperbesar dengan faktor pengali ξ yang nilainya diambil sebesar
adalah sebagai berikut :
Untuk gedung beraturan
ξ=0 . 7⋅R (2.10)
Untuk gedung tidak beraturan
ξ= 0 .7⋅RFaktorSkala
(2.11)
2.4 Representasi State-Space dari Sistem Berderajat Kebebasan Banyak
Tinjau struktur gedung yang mengalami gaya-gaya luar dan gaya-gaya
kontrol dan dimodelkan sebagai bangunan geser dua dimensi berderajat kebebasan
n. Persamaan gerak bangunan geser itu adalah
mx” (t) + cx’ & (t) +kx(t) =du(t) +ef(t) (2.12)
Matriks (m), (c), dan (k) masing-masing adalah matriks massa, redaman,
dan kekakuan, berdimensi n x n. Vektor x” (t), x’ (t), dan x(t)
Masing-masing menyatakan vektor percepatan, kecepatan, dan perpindahan
arah horizontal dari lantai-lantai bangunan geser, berdimensi n. Vektor f(t) adalah
vektor berdimensi r ≤ n, yang mewakili gaya-gaya luar. Vektor u(t) adalah vektor
gaya kontrol berdimensi m≤n. Matriks d (n x m) dan matriks e (r x n) adalah
matriks matriks lokasi, masing-masing mendefinisikan lokasi dari gaya kontrol
dan gaya luar.
Representasi state-space dari persamaan (2.12) adalah adalah :
(2.13)
(2.14)
adalah vektor state berdimensi 2n.
Matriks A adalah matriks sistem, berdimensi 2n x 2n.
(2.15)
Matriks B dan H masing-masing adalah matriks lokasi gaya kontrol
(berdimensi 2n x m) dan matriks lokasi gaya luar (berdimensi 2n x r) dalam
bentuk state-space.
(2.16)
Dalam persamaan (2.15) dan (2.16), 0 dan I masing- masing adalah
matriks nol dan matriks identitas berdimensi n x n.
Untuk kasus bangunan geser bertingkat n yang diguncang oleh percepatan
pada tumpuan dalam arah horizontal, y”s (t) , persamaan geraknya adalah
(2.17)(2.18)
di mana {1} adalah vektor berdimensi n yang semuanya berisi angka 1.
Vektor x”(t), x’(t), dan x(t) masing-masing adalah vektor percepatan,
kecepatan, dan perpindahan relatif terhadap tanah.
Dengan membandingkan persamaan (6) dan persamaan (1) dapat
disimpulkan bahwa persamaan (6) dapat diperoleh dari persamaan (1) dengan
menetapkan
(2.19)
Dengan demikian persamaan state untuk bangunan geser yang diguncang
gempa bumi dapat ditulis sebagai
(2.20)
Dengan
(2.21)
Solusi Persamaan State
Solusi persamaan state yang dibahas di dalam bagian ini dibatasi untuk
kasus sistem dinamik yang linier dan time-invariant.
Solusi umum persamaan state
(2.22)
Dengan kondisi awal z(0) = z0 terdiri atas dua bagian, yaitu bagian solusi
homogen dan bagian solusi khusus. Solusi persamaan state homogen
(2.23)
Dengan kondisi awal z(0) = z0 adalah [6]
(2.24)
Pernyataan di dalam kurung siku pada ruas kanan dari persamaan (2.24)
adalah suatu matriks yang dimensinya sama dengan dimensi matriks A. Karena
kemiripannya dengan deret pangkat tak terhingga dari fungsi eksponensial
(skalar), maka pernyataan di dalam kurung itu disebut eksponensial matriks
dan ditulis
(2.25)
Dinyatakan dalam eksponensial matriks, persamaan (2.25) dapat ditulis
sebagai
(2.26)
Solusi khusus dari persamaan (2.22) dengan kondisi awal z(0) = z0 = 0
adalah
(2.27)
Dengan demikian, solusi lengkap persamaan (2.22) adalah penjumlahan
dari solusi homogen dan solusi khusus, yaitu
(2.28)
2.5 Tuned Mass Damper (TMD)
Ide dasar TMD dijelaskan secara teoritis oleh Den Hartog. Andaikan
terdapat suatu sistem massa-pegas menerima gaya harmonis, lalu kepada sistem
itu ditambahkan sistem getaran lain (osilator) dengan massa md dan konstanta
pegas kd yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan sistem utamanya. Jika
frekuensi alami dari osilator itu, √kd/md, diatur sedemikian rupa sehingga sama
dengan frekuensi getar dari gaya harmonis, maka dapat diperlihatkan secara
teoritis bahwa massa utama menjadi tidak bergetar sama sekali. Pengaturan
frekuensi osilator umumnya dilakukan dengan menyesuaikan massa osilator
sehingga disebut tuned mass damper.
Gambar 2.5 mendeskripsikan sistem struktur-TMD secara skematis. Suatu
struktur gedung dimodelkan sebagai sistem berderajat kebebasan tunggal dengan
massa M1, konstanta redaman C1, dan konstanta pegas K1, yang masing-masing
berarti massa, redaman, dan kekakuan yang berhubungan dengan ragam getar
pertama dari gedung itu, yaitu
(2.29)
di mana ö1 adalah vektor ragam getar pertama dari struktur gedung yang
didapatkan dari solusi masalah eigen. Lambang P1(t) menunjukkan gaya dinamik
yang berhubungan dengan ragam getar pertama, yaitu
(2.30)
Lambang-lambang md, cd, dan kd masing-masing merepresentasikan massa,
redaman, dan kekakuan yang berhubungan dengan TMD. Model struktur gedung
dan TMD ini membentuk sistem dinamik baru berderajat kebebasan dua.
Gambar 2.5: Sistem struktur bangunan TMD
Persamaan gerak sistem gedung-TMD (Gambar 2.5) dapat dinyatakan
sebagai berikut:
(2.31)
x(t) dan y(t) masing-masing menyatakan perpindahan dari massa m dan
massa md terhadap suatu sumbu referensi tetap.
Agar respons sistem utama (struktur gedung) dapat diminimalkan,
karakteristik osilator cd dan kd harus diatur besarnya sehingga optimum. Nilai-
nilai optimum menurut Den Hartog adalah:
(2.32)
Dengan menggunakan persamaan (2.32) ini dapat ditentukan kekakuan dan
redaman yang harus disediakan pada sistem TMD bila rasio massa, m, telah
ditetapkan.
Gambar 2.6: Berbagai bentuk Tuned Mass Damper
2.6 Sistem Bangunan Geser-TMD
Massa, kekakuan, dan redaman dari TMD yang dihitung dengan persamaan
(2.32) adalah berdasarkan anggapan sistem dua massa. Meskipun demikian untuk
mendapatkan respons dinamik sistem bangunan geser n tingkat dan TMD akibat
pengaruh gempa, perhitungan harus tetap berdasarkan model bangunan geser n
tingkat dan TMD seperti pada di bawah.
Gambar 2.7: Sistem bangunan geser n tingkat dan TMD
Dari gambar 2.6 terlihat bahwa dengan adanya massa tambahan pada lantai
teratas bangunan, derajat kebebasan sistem bangunan geser-TMD ini menjadi
(n+1). Persamaan gerak dari sistem ini dalam bentuk state-space diberikan oleh
persamaan (2.20) dan (2.21), yang untuk kasus ini: vektor z(t) berdimensi 2(n+1),
matriks A berdimensi 2(n+1) x 2(n+1), matriks H berdimensi 2(n+1) x (n+1),
dan vektor {1} berdimensi (n+1). Solusi persamaan state, yang menghasilkan
respons perpindahan dan kecepatan, diberikan oleh persamaan (2.28).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Metodologi
Mulai
Tinjauan Pustaka dan Literatur
Preliminary DesignPermodelan Struktur
Model 1 Model 2 Model 3
Permodelan TMD
Model 1 Model 2 Model 3
Analisa Struktur (Running)
Analisa dan Pembahasan1. Gaya Dalam2. Deformasi
3. Periode Struktur
Kesimpulan
Diagram 3.1: Metodologi pengerjaan skripsi
3.2 Studi Kasus
Studi kasus akan dilakukan terhadap satu jenis bangunan tinggi dengan
beberapa kasus yang berbeda, yaitu bangunan yang tidak menggunakan Tuned
Mass Damper sama sekali (NTMD) dengan bangunan yang menggunakan Tuned
Mass Damper (TMD), dimana digunakan TMD dengan rasio massa 3%. Dari tiap
kasus di atas akan diperoleh seberapa besar reduksi pengaruh beban dinamik pada
bangunan. Konfigurasi sistem strukturnya serta dimensi direncanakan sendiri
dengan mengusahakan volume elemen struktur tambahan dari masing-masing tipe
struktur sama atau hampir sama. Bentuk bangunan simetris, dengan deskripsi
sebagai berikut:
Properti bangunan
Jumlah lantai : 40 lantai
Tinggi lantai : 4 meter
Luas per lantai : 24x24 meter
Jarak kolom : tiap 8 meter
Tebal Lantai : 12 cm
Fungsi bangunan : bangunan perkantoran
Properti material
Mutu beton : K-35
Kondisi Wilayah
Zona gempa : Zona 5
Kondisi tanah : sedang
Input beban gempa : Time History El-Centro
Input beban angin : ASCE. 7.02
Properti Tuned Mass Damper
Untuk Tuned Mass Damper, Parameter massa (md), kekakuan (kd) dan
redaman (cd) dihitung menggunakan persamaan baku, dalam hal ini akan
direncanakan tiga macam jenis TMD sesuai rasio massanya yaitu 3%.
Tabel 3.1 Dimensi kolom dan balok bangunan
KOLOM
KODE b (mm) h(mm)
LT 1-10 K1 1500 1500
LT 11-20 K2 1400 1400
LT 21-30 K3 1300 1300
LT 31-40 K4 1000 1000
BALOK
KODE b (mm) h(mm)
LT 1-10 B1 800 1200
LT 11-20 B2 700 1100
LT 21-30 B3 600 1000
LT 31-40 B4 500 800
6 6 6 6 6 6
6
6
6
6
6
6
1 3 5 6 7
A
B
C
D
E
F
G
2 4
Gambar 3.1 Konfigurasi sistem struktur gedung 40 lantai non-TMD
DAFTAR PUSTAKA
[1] Chopra, Anil K., Dynamics of Structures: Theory and Applications to
Earthquake Engineering, Prentice Hall, New Jersey, 1995, pp. 432-433.
[2] Kurniawan, Ihsan. (2009). Studi Efektifitas Penggunaan Tuned Mass Damper
Untuk Mengurangi Pengaruh Beban Dinamik Pada Struktur Bangunan
Tinggi. Universitas Andalas.
[3] McNamara, Robert J., Tuned mass damper for Buildings, Journal of
Structural Division, ASCE, Vol.103.
[4] Ogata, Katsuhiko, Teknik Kontrol Automatik (Sistem Pengaturan), Jilid 2,
Erlangga, Cetakan Keempat, 1994.
[5] Schueller, Wolfgang, “The Vertical Building Structure”, Van Nostrand
Reinhold Company, New York, 1990. page 531
[6] Soong, T.T., Active Structural Control: Theory and Practice, Longman
Scientific and Technical, Harlow, 1990. pp. 7-10, 177-183.
[7] Takenaka Corporation. (2001). Structural Control System.
http://www.takenaka.co.jp/ takenaka_e/quake_e/seishin/seishin.htm (29 Jan.
2003).