proposal tesis siap dijilid terbaru
DESCRIPTION
siapTRANSCRIPT
PROPOSAL
Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) terhadap Kemandirian Belajar, Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Fisika Siswa SMA
Oleh:
EDI FIRMANSYAHNIM. 14726251018
Proposal Tesis ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratanuntuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan
PROGRAM STUDIPENDIDIKANFISIKA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas karunia yang Allah SWT berikan, atas limpahan rahmat dan
kasih saying-Nya, atas petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan proposal tesis yang berjudul “Pengaruh Problem-
based Learning Terhadap Kemandirian Belajar, Kemampuan Berpikir Kritis dan
Hasil Belajar Fisika Siswa SMA ”.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
sedalam-dalamnya kepada semua pihak, yang telah memberikan bantuan berupa
bimbingan, arahan, motivasi, dan doa selama proses penulisan proposal tesis ini.
Ucapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Dr. Ali Mustadi,
M. Pd selaku dosen pembimbing proposal tesis yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan motivasinya, sehingga proposal tesis ini dapat
diselesaikan. Selain itu ucapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan
kepada:
1. Rektor UniversitasNegeri Yogyakarta dan Direktur Program Pascasarjana
beserta staf, yang telah banyak membantu sehingga proposal tesis ini dapat
terwujud
2. Kaprodi pendidikan fisika dan para dosen yang telah menyampaikan ilmu
pengetahuannya
3. Prof. Dr. C. Asri Budiningsih, Dr. Ali Muhtadi, M. Pd, Dr. Aman, M. Pd
selaku validator yang memberikan penilaian, saran, dan masukan demi
perbaikan instrument dan produk perangkat pembelajaran
i
4. Dr. Siti Irene Astuti selaku reviewer yang telah memberikan masukan sehingga
terselesaikan propsal tesisini
5. Kepala SMA Negeri 5 Kota Bima, Ibu Hamidah atas doa, keramahan, dan
kerjasamanya dalam pelaksnaan penelitian sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal tesis ini
6. Ibu Munirah, S. Pd selaku guru SMA Negeri 5 Kota Bima yang telah bekerja
sama dengan penulis dalam pelaksanaan penelitian sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal tesis ini.
7. Bapak dan Ibunda tercinta atas segala cinta, ketulusan, kasih sayang, dan doa
yang telah diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan studi
8. Teman-teman mahasiswa Pendidikan Fisika 2015 atas motivasi, kebersamaan,
kekompakkan selama masa kuliah semoga persaudaraan kita tetap terjaga
9. Semua pihak yang tidak saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan pelaksanaan penelitian dan penyusunan dalam propsal tesis ini.
Semoga bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari
Allah SWT.
Penulis sangat berharap masukan dari pembaca dan semoga karya ilmiah ini
bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin.
Yogyakarta, September 2015
Edi Firmansyah
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Identifikasi Masalah.....................................................................................6
C. Pembatasan Masalah....................................................................................7
D. Rumusan Masalah........................................................................................8
E. Tujuan Penelitian.........................................................................................8
F. Manfaat Penelitian.......................................................................................9
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori.................................................................................................10
1. Pembelajaran Fisika.....................................................................................10
2. Model Problem Based Learning (PBL).......................................................11
a. Pengertian Model PBL.................................................................................11
b. Ciri-ciri Model Problem Based Learning....................................................14
c. Tujuan Model PBL.......................................................................................15
d. Sintaks Model PBL......................................................................................15
e. Kelebihan dan Kekurangan Model PBL......................................................18
f. Implikasi PBL dalam Pembelajaran Fisika..................................................19
3. Model Pembelajaran Konvensional.............................................................20
a. Kelebihan Model Pembelajaran Konvensional............................................22
b. Kelemahan Model Pembelajaran Konvensional..........................................22
4. Kemampuan Berpikir Kritis.........................................................................23
a. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis.......................................................23
b. Indikator Berpikir Kritis...............................................................................25
5. Kemandirian Belajar....................................................................................26
iii
6. Hasil Belajar Fisika......................................................................................29
7. Materi Pembelajaran Fluida Statis...............................................................31
B. Kajian Penelitian yang Relevan...................................................................46
C. Kerangka Pikir.............................................................................................48
D. Hipotesis Penelitian......................................................................................52
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian.............................................................................................53
B. Tempat dan Waktu Penelitian......................................................................54
1. Tempat Penelitian........................................................................................54
2. Waktu Penelitian..........................................................................................54
C. Populasi dan Sampel....................................................................................54
1. Populasi........................................................................................................54
2. Sampel..........................................................................................................54
D. Variabel Penelitian.......................................................................................55
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data...................................................55
1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis..................................................................55
2. Tes Belajar...................................................................................................55
3. Angket..........................................................................................................56
F. Validitas dan Relibialitas Instrumen............................................................56
1. Uji Validitas.................................................................................................56
2. Uji Relibialitas.............................................................................................57
G. Teknik Analisis Data....................................................................................58
1. Uji Prasyarat.................................................................................................58
2. Uji Hipotesis................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................61
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam
mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat
dan bangsa yang lebih baik di masa depan, disisi lain pendidikan adalah upaya
yang dapat mempercepat pengembangan potensi manusia untuk mampu
mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat
dididik dan mendidik. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik,
mental, emosional, moral, keimanan dan ketakwaan manusia. Pendidikan
menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Oleh karena itu, pendidikan
merupakan alur tengah pembangunan dari seluruh sektor pembangunan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin
kencangnya arus globalisasi membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan.
Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi,
tentu saja sangat membutuhkan kombinasi antara kemampuan otak dengan
kemampuan daya cipta yang tinggi. Salah satu kuncinya tentu saja adalah
pembangunan pendidikan, dengan demikian, pendidikan memegang peranan
penting dan strategis dalam menghasilkan SDM yang akan membangun bangsa
Indonesia.
1
Masalah mendasar yang dihadapi dunia pendidikan dewasa ini
diantaranya adalah bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan. Kualitas
pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kualitas proses pembelajaran di sekolah,
sedangkan kualitas pembelajaran dapat dilihat dari aspek proses dan hasil
belajar siswa. Proses belajar yang baik akan mendorong siswa untuk selalu
terlibat secara aktif, kreatif, dan berpikir sehingga dapat mencapai hasil
belajar yang maksimal.
Kualitas pendidikan dapat ditingkatkan melalui berbagai cara. Salah
satunya adalah dengan pembaharuan sistem pendidikan. Ada tiga komponen
yang perlu disoroti dalam pembaharuan pendidikan yaitu pembaharuan
kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan efektifitas model
pembelajaran.
Pembaharuan kurikulum yang terus berkelanjutan pada dasarnya bertujuan
untuk memperbaiki proses pendidikan di semua lembaga pendidikan. Perbaikan
proses pendidikan ini akan berdampak pada peningkatan kualitas siswa sebagai
output dari proses pendidikan itu sendiri. Proses pendidikan yang baik merupakan
tujuan dari setiap kurikulum. Pergantian kurikulum yang sering terjadi bukan atas
kehendak pemangku kebijakan saja, melainkan atas pertimbangan-pertimbangan
berdasarkan hasil dari proses pendidikan di setiap jenjang pendidikan yang ada.
Kesuksesan penerapan kurikulum merupakan tanggung jawab dari semua
pihak yang terlibat dalam proses pendidikan. Salah satunya adalah guru sebagai
implementator kurikulum. Selain guru, keterlaksanaan kurikulum juga merupakan
kewajiban para siswa sebagai acceptor kurikulum. Peran serta guru dan siswa
2
dalam penerapan kurikulum memiliki makna yang berbeda. Akan tetapi,
keduanya saling berkaitan dan saling mempengaruhi.
Penerapan model pembelajaran yang efektif di kelas agar lebih
memberdayakan potensi siswa. Model pembelajaran yang bervariasi dapat
digunakan guru untuk mengoptimalkan potensi siswa. Kenyataan menunjukan
bahwa selama ini kebanyakan guru menggunakan model pembelajaran yang
bersifat konvensional dan banyak didominasi oleh guru. Guru yang selalu
mengajar konvensional menyebabkan siswa menjadi bosan, mengantuk dan
cenderung pasif. Selain itu dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas
masih banyak guru yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran dengan
harapan konsep yang diajarkan segera selesai. Siswa kurang diberi kesempatan
untuk berhubungan dengan lingkungan alam sekitar, menelaah dan berpendapat
mengenai suatu konsep yang ada. Apabila hal ini dilakukan secara terus
menerus maka kondisi pembelajaran di dalam kelas menjadi sulit untuk
berkembang, karena siswa dalam proses pembelajaran tidak dapat
menyampaikan ide, gagasan maupun pendapat ketika siswa menemukan suatu
permasalahan yang memerlukan solusi dalam pemecahan masalah tersebut.
Hal ini mengakibatkan siswa kurang diperlakukan sebagai subyek belajar,
namun masih lebih banyak diperlakukan sebagai obyek dalam pembelajaran.
Model pembelajaran seperti ini perlu diubah dengan kecenderungan kembali
pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan belajarnya
diciptakan secara alamiah. Kondisi seperti ini terjadi juga pada kegiatan
pembelajaran fisika, karena sebagian besar siswa masih menganggap belajar
3
fisika adalah aktivitas yang tidak menyenangkan, duduk berjam-jam dengan
mencurahkan perhatian dengan pikiran pada suatu pokok bahasan, baik yang
sedang disampaikan oleh guru maupun yang sedang dihadapi di meja belajar.
Kegiatan ini hampir selalu dirasakan sebagai beban daripada upaya aktif untuk
memperdalam ilmu. Banyak diantara siswa menganggap bahwa mengikuti
pelajaran fisika tidak lebih sekedar rutinitas, mengisi daftar hadir, mencari nilai,
melewati waktu, dan lain sebagainya. Pelajaran fisika memang merupakan salah
satu pelajaran sains yang tergolong agak sulit, artinya perlu kosentrasi dan
kejelian untuk memahaminya, sehingga fisika menjadi mata pelajaran yang
cenderung ditakuti oleh banyak siswa.
Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut guru diharapakan dapat
menggunakan dan mengembangkan model pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir, menemukan, menyelidiki, dan
mengungkapkan ide siswa sendiri serta memberikan kesempatan kepada siswa
untuk belajar mandiri. Dengan kata lain diharapakan agar guru mampu
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemandirian siswa dalam belajar
sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya. Salah satu model pembelajaran
yang dapat membantu siswa berlatih belajar mandiri dan kemampuan berfikir
kritis adalah model Problem Based Learning (PBL). Model ini mengarahkan
siswa pada masalah autentik (nyata) sehingga siswa dapat menyusun
pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis dan
inkuri, memandirikan siswa dalam proses pembelajaran. Disamping itu, dapat
mengembangkan pengalaman belajar siswa secara langsung (menemukan
4
permasalahan) dan belajar dengan pengalaman sendiri. Sehingga dapat mengasah
kemampuan berpikir kritis siswa. Pada model ini peran guru adalah mengajukan
masalah, mengajukan pertanyaan, memberikan kemudahan suasana berdialog,
memberikan kesempatan siswa sebebas-bebasnya untuk dapat memaksimalkan
potensi yang dimiliki siswa.
Model pembelajaran ini juga banyak melibatkan siswa secara aktif dalam
proses pembelajaran. Siswa diberikan kebebasan untuk lebih belajar mandiri
berpikir kritis serta aktif berpartisipasi dalam mengembangkan penalarannya
mengenai materi yang diajarkan serta mampu meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang
dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari, diantara materi-materi fisika yang
dapat dijadikan suatu bahan permasalahan dalam penelitian ini yaitu pada materi
Fluida Statis, dimana pada materi Fluida Statis didalamnya membahas tentang
fenomena-fenomena yang ada dikehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, penggunaan model PBL yang melibatkan siswa
mempunyai peranan penting dalam memandirikan siswa dalam belajar dan
melatih kemampuan berpikir kritis siswa sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Dipilihnya model Problem Based Learning dalam penelitian ini
karena model pembelajaran ini pada dasarnya lebih mendorong siswa untuk aktif
dalam memperoleh pengetahuan, dengan banyaknya aktifitas yang dilakukan oleh
siswa, diharapkan dapat menimbulkan antusias siswa dalam belajar.
5
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang sudah dikemukakan diatas maka
diperoleh beberapa masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini, antara
lain:
1. Kecenderungan guru yang selalu menggunakan model konvensional disetiap
materi pembelajaran fisika (pilihan utama dalam pembelajaran fisika) tanpa
melihat kecocokan model dan materi pembelajaran.
2. Dalam proses pembelajaran siswa cenderung pasif, artinya keterlibatan
siswa dalam pembelajaran fisika masih kurang
3. Peranan guru yang lebih dominan dalam proses pembelajaran sehingga
siswa hanya pasif mendengarkan dan mencatat materi yang disampaikan
oleh guru.
4. Siswa kurang diberikan kebebasan untuk belajar mandiri sehingga siswa
kurang termotivasi dan kurang percaya diri.
5. Kemampuan berpikir kritis yang dimiliki siswa masih rendah. Sebagian
besar siswa hanya menghafal teori dan menghafal rumus-rumus dalam
menyelesaikan soal dengan cepat
6. Siswa jarang diberi kesempatan untuk menyampaikan ide-ide/pemikirannya,
mengeluarkan pendapat, serta mengembangkan daya nalar dalam
memecahkan masalah
6
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut dan mengingat keterbatasan
yang ada pada peneliti, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada masalah,
antara lain:
1. Peranan guru yang lebih dominan dalam proses pembelajaran sehingga
siswa hanya pasif mendengarkan dan mencatat materi yang disampaikan
oleh guru.
2. Siswa kurang diberikan kebebasan untuk belajar mandiri sehingga siswa
kurang mampu memaksimalkan kemampuannya.
3. Kemampuan berpikir kritis yang dimiliki siswa masih rendah. Sebagian
besar siswa hanya menghafal teori dan menghafal rumus-rumus dalam
menyelesaikan soal dengan cepat.
4. Siswa jarang diberi kesempatan untuk menyampaikan ide-ide/pemikirannya,
mengeluarkan pendapat, serta mengembangkan daya nalar dalam
memecahkan masalah
Berdasarkan batasan masalah tersebut maka peneliti memfokuskan
penelitian pada Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Kemandirian
Belajar, Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Fisika Siswa SMA.
7
D. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Adakah pengaruh model Problem Based Learning (PBL) terhadap
Kemandirian Belajar, Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Fisika
Siswa SMA?
2. Seberapa besarkah pengaruh model Problem Based Learning (PBL)
terhadap Kemandirian Belajar, Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil
Belajar Fisika Siswa SMA?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh pengaruh model Problem Based Learning (PBL)
terhadap Kemandirian Belajar, Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil
Belajar Fisika Siswa SMA
2. Mendeskripsikan pelaksanaan proses pembelajaran fisika dengan
menggunakan model Problem Based Learning (PBL) pada pokok bahasan
Fluida Statis
8
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat antara lain:
1. Bagi Guru
Diharapkan hasil penelitan ini bermanfaat untuk memberikan alternatif
kepada guru dalam mengajarkan fisika melalui model pembelajaran aktif seperti
model Problem Based Learning.
2. Bagi Siswa
Dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemandirian belajar, berpikir
kritis siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa khususnya dalam
materi Fluida Statis dan merubah sikap negatif siswa menjadi sikap positif
terhadap pembelajaran fisika.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan pengalaman langsung kepada peneliti sebagai
calon pendidik dalam penerapan model PBL dalam bidang fisika khususnya
materi fluida statis
4. Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan informasi guna mendukung
peningkatan proses pembelajaran yang nantinya berpengaruh terhadapa kualitas
sekolah sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan.
9
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Fisika
Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk
siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu
siswa melakukan kegiatan belajar (Isjoni, 2011). Proses belajar bersifat internal
dan unik dalam diri individu siswa, sedang proses pembelajaran bersifat eksternal
yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku.
Fisika merupakan bagian dari sains yang mempelajari gejala-gejala dan
kejadian alam melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiyah
yang dibangun atas dasar sikap ilmiyah dan hasilnya berwujud produk ilmiyah
berupa konsep, hukum, dan teori yang berlaku secara universal (Trianto, 2011).
Mundilarto (2010) menerangkan bahwa sains termasuk fisika merupakan
salah satu bentuk ilmu, sehingga ruang lingkup kajiannya juga terbatas hanya
pada dunia empiris, yakni hal-hal yang terjangkau oleh pengalaman manusia.
Mempelajari fisika adalah belajar mengamati gejala alam yang kemudian
dilanjutkan dengan melakukan pengukuran secara kuantitatif terhadap gejala alam
yang diamati, dan disusul dengan pengolahan data hasil pengamatan dan
pengukuran yang diteruskan dengan penarikan kesimpulan terhadap gejala-gejala
alam yang diamati tersebut. Bidang studi fisika tepat digunakan untuk melatih dan
11
mengembangkan kemampuan berpikir kritis karena dalam fisika terdapat banyak
fenomena, peristiwa, dan fakta yang dapat ditemukan dan diselidiki.
Fisika dipandang sebagai proses sekaligus sebagai produk sehingga dalam
pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran
yang kegiatannya mengkaji fenomena-fenomena yang berkaitan dengan fisika,
oleh karena itu dibutuhkan model pembelajaran yang sesuai dalam pembelajaran
fisika. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran siswa akan lebih aktif dalam
kegiatan pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan kemandirian belajar dan
kemampuan berpikir kritis sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa
terutama dalam pembelajaran fisika.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan
model yang tepat dalam pembelajaran fisika, maka akan mengarahkan siswa
dalam memahami pembelajaran fisika dengan baik.
2. Model Problem Based Learning (PBL)
a. Pengertian Model PBL
Model PBL bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai
sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan kemampuan
berfikir kritis dan kemandirian belajar serta mendapatkan pengetahuan konsep-
konsep penting, dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu
siswa mencapai tujuan yang diinginkan..
Bidokht & Assareh (2011) menerangkan PBL merupakan suatu pendekatan
yang merangsang siswa untuk terlibat belajar melalui masalah yang nyata, jadi
12
unsur-unsur penting PBL yaitu terlibat dengan masalah-masalah dunia nyata,
saling bekerjasama, dan fokus pada pertanyaan kritis dari masalah yang dihadapi,
sehingga dapat mengembagkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Erdogan (2014) menyatakan model PBL merupakan model pembelajaran
yang berorentasi pada siswa, di mana siswa bekerja dalam kelompok, melakukan
menyelidiki, saling mengarahkan, mengamati, dan mengevaluasi hasil belajar
mereka sendiri, dan sebagai hasilnya menjadi pelajar yang lebih mandiri, hal
senada juga diutarakan oleh Ersoy dan Baser (2014) yang menyatakan Model
PBL merupakan model pengajaran aktif, karena model PBL ini bergantung dari
keaktifan siswa, dasar pembelajaran dengan model ini adalah siswa menyadari
tanggung jawab untuk belajar mandiri dan juga berperan aktif dalam proses
pembelajaran, sedangkan Celik (2011) menyatakan PBL adalah salah satu model
yang paling penting untuk diterapkan dalam lingkungan kelas karena dapat
menerima informasi baru dengan menggunakan pengetahuan dan pengalaman
sebelumnya dan menghilangkan miskonsepsi dengan cara belajar sendiri maupun
belajar kelompok.
Hirca (2011) menerangkan ketika siswa terlibat dalam PBL, siswa harus
mengikuti langkah-langkah dari model PBL yaitu, siswa disajikan dengan tahapan
masalah yang terstruktur dengan baik, hal ini menunjukkan bahwa masalah yang
terstruktur dengan baik menyediakan informasi, arah dan tujuan yang jelas untuk
pemecahan masalah, siswa merumuskakan dan menganalisis dengan
mengidentifikasi fakta-fakta yang relevan karena dapat membantu mewakili
13
masalah, siwa harus memahami masalah dengan baik kemudian siswa
menerapkan temuannya dan berhipotesis tentang apa yang mereka pelajari.
Gorghiu (2015) menjelaskan PBL menciptakan lingkungan belajar, dimana
guru berperan untuk melatih tingkat pemikiran siswa, sedangkan guru
membimbing siswa dalam kegiatan penyelidikan masalah dan memfasilitasi
pembelajaran siswa agar siswa dapat meningkatkan pehamahamnnya, sejalan
dengan pendapat tersebut, Tarhan dan Sesen (2013) menyatakan dalam model
PBL guru bertindak sebagai fasilitator dalam membimbing siswa pada kegiatan
belajar mengajar. Dalam model PBL siswa diberikan suatu masalah kemudian
siswa merumuskan dan menganalisis masalah dengan mengidentifikasi fakta-fakta
yang relevan, guru mengarahkan siswa dalam proses belajar dengan model PBL,
sedangkan Harun (2012) menjelaskan dalam model PBL guru dapat memotivasi
siswa dalam belajar karena dalam PBL siswa dilatih untuk belajar mandiri, siswa
dalam kelompok masing-masing secara efektif berfungsi untuk memecahkam
masalah dunia nyata.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan model pembelajaran
yang menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan yang nyata dalam
proses pembelajaran, siswa dituntut untuk dapat memecahkan masalah yang
diberikan baik itu dengan mandiri maupu dengan berkelompok, sehingga dapat
mengasah kemampuan berpikir siswa dan kemandirian siswa dalam belajar yang
akan berimbas pada hasil belajar yang memuaskan.
14
b. Ciri-ciri Model Problem Based Learning
Ciri-ciri PBL menurut Kunandar (2010) sebagai berikut:
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pertanyaan dan masalah yang
diajukan pada awal kegiatan pembelajaran adalah yang secara sosial
penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa.
2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Masalah yang diangkat
hendaknya dipilih yang benar-benar nyata sehingga dalam
pemecahannya siswa dapat meninjaunya dari banyak mata pelajaran.
3) Penyelidikan autentik. Penyelidikan autentik, berarti siswa dituntut
untuk menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan
hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis
informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi,
dan merumuskan kesimpulan. Metode yang digunakan tergantung pada
masalah yang dipelajari.
4) Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya. Siswa dituntut
untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau
artefak. Artefak yang dihasilkan antara lain dapat berupa transkrip
debat, laporan, model fisik, video, program komputer. Siswa juga
dituntut untuk menjelaskan bentuk penyelesaian masalah yang
ditemukan. Penjelasan antara lain dapat dilakukan dengan presentasi,
simulasi, peragaan.
15
c. Tujuan Model PBL
Tujuan PBL yang dijelaskan oleh Kunandar (2010) antara lain:
1) Membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada
siswa.
2) Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan
masalah, dan kemampuan intelektual.
3) Belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan
mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi.
4) Menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri
d. Sintaks Model PBL
Arends (2007) menyatakan bahwa sintaks pembelajaran berdasarkan
masalah terdiri dari lima fase utama. Fase-fase tersebut merujuk pada tahapan-
tahapan yang praktis yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dengan PBL,
sebagaimana disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Fase Model PBLFase Indikator Peran guru
1Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa
Guru membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.
2Mengorganisasikan siswa untuk meneliti
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya
3Membantu investigasi mandiri dan kelompok
Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen dan mencari penjelasan dan solusi.
Mengembangkan dan Membantu siswa dalam merencanakan
16
Fase Indikator Peran guru4 menyajikan hasil karya dan menyiapkan karya yang sesuai
seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya.
5 Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.
1. Fase 1. Memberikan Orientasi tentang Permasalahannya kepada Siswa
Pada awal pelajaran PBL, seperti semua tipe pelajaran lainnya, guru
seharusnya mengkomunikasikan dengan jelas maksud pelajarannya, membangun
sikap positif terhadap pelajaran itu, dan mendeskripsikan sesuatu yang diharapkan
untuk dilakukan oleh siswa. Guru perlu menyodorkan situasi bermasalah dengan
hati-hati atau memiliki prosedur yang jelas untuk melibatkan siswa dalam
identifikasi permasalahan. Guru seharusnya menyuguhkan situasi bermasalah itu
kepada siswa dengan semenarik mungkin.
2. Fase 2. Mengorganisasikan Siswa untuk Meneliti
PBL mengharuskan guru untuk mengembangkan kemampuan kolaborasi
diantara siswa dan membantu mereka untuk menginvestigasi masalah secara
bersama-sama. PBL juga mengharuskan guru untuk membantu siswa untuk
merencanakan tugas investigatif dan pelaporannya.
3. Fase 3. Membantu Investigasi Mandiri dan Kelompok
Investigasi yang dilakukan secara mandiri, berpasangan, atau dalam tim-tim
studi kecil adalah inti PBL. Meskipun setiap situasi masalah membutuhkan teknik
investigatif yang agak berbeda, kebanyakan melibatkan proses mengumpulkan
data dan eksperimentasi, pembuatan hipotesis dan penjelasan, dan memberikan
solusi.
17
4. Fase 4. Mengembangkan dan Menyajikan Hasil Karya
Pada Fase ini siswa diharapkan mampu mengembagkan dan menyajikan
hasil karya. Karya lebih dari sekedar laporan tertulis. karya termasuk hal-hal
seperti rekaman video yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi
yang diusulkan, model-model yang mencakup representasi fisik dari situasi
masalah atau solusinya, dan pemrograman komputer serta presentasi multimedia.
Setelah karya dikembangkan, guru sering memamerkan hasil karya siswa di depan
umum. untuk diobservasi dan dinilai oleh orang lain.
5. Fase 5. Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Mengatasi Masalah
Fase terakhir PBL melibatkan kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk
membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikirnya sendiri
maupun kemampuan investigatif dan kemampuan intelektual yang mereka
gunakan. Selama fase ini, guru meminta siswa untuk merekontruksikan pikiran
dan kegiatan mereka selama berbagai fase pelajaran.
Pada intinya PBL merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan
masalah dunia nyata disajikan di awal pembelajaran. Kemudian masalah tersebut
diselidiki untuk diketahui solusi dari pemecahan masalah tersebut oleh siswa. PBL
tidak dirancang untuk membantu guru untuk menyampaikan informasi dalam
jumlah yang besar kepada siswa. PBL benar-benar dirancang untuk membantu
siswa dalam mengembangkan kemampuan berfikir, kemampuan menyelesaikan
masalah, dan kemampuan intelektualnya untuk mempelajari peran orang dewasa
melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan sehingga siswa akan
menjadi pelajar yang mandiri.
18
e. Kelebihan dan Kekurangan Model PBL
Setiap model pembelajaran selalu terdapat kelebihan dan kelemahannya.
Demikian juga dengan model pembelajaran PBL .
1) Kelebihan
Wina Sanjaya (2011) menjelaskan bahwa penerapan model pembelajaran
PBL memiliki beberapa kelebihan, antara lain :
a) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran, sehingga pembelajaran lebih bermakna.
b) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa
c) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa
d) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana menstranfer
pengetahuan siswa untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata
e) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkankan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang
dilakukan.
f) Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa
setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan
sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar dari guru
atau dari buku saja.
g) Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
h) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
berpikir kritis dan menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
19
2) Kekurangan
Disamping mengungkapkan tentang kelebihan model PBL, Wina
Sanjaya (2011) juga menyampaikan kekurangan dari model pembelajaran
PBL, diantaranya yaitu :
a) Manakala siswa tidak tidak memiliki minat atau siswa berasumsi bahwa
masalah yang dipelajari sulit dipecahkan, maka akan merasa enggan
untuk mencoba.
b) Keberhasilan model pembelajaran PBL membutuhkan cukup waktu untuk
persiapan.
c) Tanpa pemahaman mengapa siwa berusaha memecahkan masalah yang
dipelajari. Maka siswa tidak akan belajar apa yang ingin dipelajari.
f. Implikasi Problem Based Learning dalam Pembelajaran Fisika
Pembelajaran Fisika dengan model Problem Based Learning berorientasi
pada tindakan kongkrit yaitu menggunakan fenomena atau kejadian-kejadia alam
yang terjadi (masalah) sehari-hari. Kebermaknaan kegiatan pembelajaran fisika
akan terjadi jika guru merancang dan mengorganisasikan kegiatan pembelajaran
yang dapat menjembatani aktivitas yang bersifat sosiokultural. Siswa yang terlibat
dalam kegiatan pembelajaran dengan model Problem Based Learning memiliki
kesempatan yang luas untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi,
menjelaskan, membuat pemodelan, dan kemampuan bernalar. Masalah dalam
pembelajaran fisika dengan model Problem Based Learning merupakan titik awal
untuk memperoleh atau mengintegrasikan pengetahuan baru. Masalah ditampilkan
20
sebagai sarana yang dapat membantu siswa agar dapat mempelajari pengetahuan
baru. Model Problem Based Learning menempatkan masalah sebagai sarana
untuk membuat latihan menyelesaikan masalah berdasarkan pengetahuan dan
teori yang telah diperoleh sebelumnya. Model Problem Based Learning dapat
dikombinasikan dengan berbagai strategi pembelajaran dan membantu siswa
untuk memahami situasi real yang berkaitan dengan gejala fisika setiap hari.
3. Model Pembelajaran Konvensional
Model konvensional adalah suatu pembelajaran yang mana dalam proses
belajar mengajar dilakukan dengan cara yang lama, yaitu dalam penyampaian
pelajaran pengajar masih mengandalkan ceramah. tanya jawab dan pemberian
tugas.
Pendekatan pembelajaran konvensional merupakan pendekatan yang
dilakukan dengan mengkombinasikan bermacam-macam metode pembelajaran.
Dalam prakteknya metode ini berpusat pada guru (teacher centered), guru lebih
mendominasi dalam kegiatan pembelajaran.
Pendekatan konvensional merupakan pendekatan pembelajaran yang banyak
dilaksanakan di sekolah saat ini, yang menggunakan urutan kegiatan pemberian
uraian contoh dan latihan (Basuki, Wibawa, Farida Mukti, 1992).
Dalam model konvensional, pengajar memegang peranan utama dalam
menentukan isi dan urutan langkah dalam menyampaikan materi tersebut kepada
siswa. Sementara siswa mendengarkan secara teliti serta mencatat pokok-pokok
penting yang dikemukakan pengajar sehingga pada pembelajaran ini kegiatan
21
proses belajar mengajar didominasi oleh pengajar. Hal ini mengakibatkan peserta
bersifat pasif, karena siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh pengajar,
akibatnya siswa mudah jenuh, kurang inisiatif, dan bergantung pada pengajar.
Bahan pengajaran konvensional sangat terbatas jumlahnya, karena yang
menjadi tulang punggung kegiatan instruksional di sini adalah pengajar. Pengajar
menyajikan isi pelajaran dengan urutan model, media dan waktu yang telah
ditentukan dalam strategi instruksional. Kegiatan instruksional ini berlangsung
dengan menggunakan pengajar sebagai satu-satunya sumber belajar sekaligus
bertindak sebagai penyaji isi pelajaran. Pelajaran ini tidak menggunakan bahan
ajar yang lengkap, namun berupa garis besar isi dan jadwal yang disampaikan
diawali pembelajaran, beberapa transparansi dan formulir isian untuk
dipergunakan sebagai latihan selama proses pembelajaran. Siswa mengikuti
kegiatan pembelajaran tersebut dengan cara mendengar ceramah dari pengajar,
mencatat, dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh pengajar.
Pembelajaran dengan pendekatan konvensional menempatkan pengajar sebagai
sumber tunggal (Subaryana, 2005).
Pada pembelajaran konvensional tanggungjawab pengajar dalam
membelajarkan siswanya cukup besar, serta peranan pengajar dalam
merencanakan kegiatan pembelajaran sangat besar. Subaryana (2005)
menerangkan pembelajaran konvensional dalam proses belajar mengajar dapat
dikatakan efisien tetapi hasilnya belum memuaskan.
22
Kelebihan dan kekurangan pada model pembelajaran konvensional ini
adalah sebagai berikut :
a. Kelebihan Model Pembelajaran Konvesional
1) Efisien.
2) Tidak mahal, karena hanya menggunakan sedikit bahan ajar.
3) Mudah disesuaikan dengan keadaan siswa.
b. Kelemahan Model Pembelajaran Konvensional
1) Kurang memperhatikan bakat dan minat siswa.
2) Bersifat pengajar centris.
3) Sulit digunakan dalam kelompok yang heterogen.
4) Gaya mengajar yang sering berubah-ubah atau perbedaan gaya mengajar
dari pengajar yang satu dengan yang lain dapat membuat kegiatan
instruksional tidak konsisten.
Purwoto (2003) menerangkan Kelebihan dan kelemahan model sebagai
berikut ini:
a. Kelebihan model pembelajaran konvensional
1) Dapat menampung kelas yang besar, tiap siswa mendapat kesempatan
yang sama untuk mendengarkan.
2) Bahan pengajaran atau keterangan dapat diberikan lebih urut.
3) Pengajar dapat memberikan tekanan terhadap hal-hal yang penting,
sehingga waktu dan energi dapat digunakan sebaik mungkin.
4) Isi silabus dapat diselesaikan dengan lebih mudah, karena pengajar tidak
harus menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa.
23
5) Kekurangan buku dan alat bantu pelajaran, tidak menghambat
dilaksanakannya pengajaran dengan model ini.
b. Kekurangan model pembelajaran konvensional
1) Proses pembelajaran berjalan membosankan dan peserta didik menjadi
pasif, karena tidak berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang
diajarkan.
2) Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat peserta didik
tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.
3) Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini lebih cepat terlupakan.
4) Ceramah menyebabkan belajar peserta didik menjadi belajar menghafal
yang tidak mengakibatkan timbulnya pengertian.
4. Kemampuan Berpikir Kritis
a. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir merupakan salah satu aktivitas mental yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia. Kemampuan berpikir kritis setiap individu berbeda
antara satu dengan lainnya sehingga perlu dipupuk sejak dini. Berpikir terjadi
dalam setiap aktivitas mental manusia berfungsi untuk memformulasikan atau
menyelesaikan masalah, membuat keputusan serta mencari alasan.
Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa
untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri.
Berpikir kritis adalah sebuah proses terorganisasi yang memungkinkan siswa
mengevaluasi bukti, asumsi, logika dan bahasa yang mendasari pernyataan orang
lain.
24
Johnson (2002) mendefiniskan berpikir kritis merupakan sebuah proses yang
terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan
masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisi asumsi, dan melakukan
penelitian ilmiah. Moore (2012) menjelaskan berpikir kritis tidak sama dengan
kecerdasan. Berpikir kritis adalah kemampuan yang dapat ditingkatkan semua
orang. Banyak kegiatan di kelas yang menekankan pada pengembangan
kemampuan berpikir kritis. Siswa mengumpulkan sistem penilaiannya dan
menerangkan informasi yang berlawanan dari pandangan yang berbeda.
Suter (2012) menyatakan berpikir kritis berhubungan dengan pendapat,
penafsiran dan kesimpulan. Seseorang yang berpikir kritis memiliki karakter
khusus yang dapat diidentifikasi dengan melihat bagaimana seseorang menyikapi
suatu masalah. Informasi atau argumen karakter-karakter tersebut tampak pada
kebiasaan bertindak, beragumen dan memanfaatkan intelektualnya dan
pengetahuannya.
Jones dan Creery (2009) menerangkan bahwa Berpikir kritis mengutamakan
pertanyaan, pengetahuan yang menarik, dan kesiapan, sehingga dapat menguji
gagasan dan informasi objek dan kemudian menanyakannya. Berpikir kritis
adalah kemampuan untuk berpikir dengan cara Mengetahui kekuatan dan
kekurangan dan Menggambarkan pemikiran yang sudah diperbaiki
Dari beberapa pendapat para ahli tentang kemampuan berpikir kritis di atas
dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis (critical thinking) adalah proses mental
untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi. Informasi tersebut bisa
didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi.
25
b. Indikator Berpikir Kritis
Berpikir biasa bukanlah berpikir kritis. Berpikir kritis lebih kompleks dan
mengacu pada standar objek dan konsistensi (moore, 2012).
moore (2012) menjelaskan indikator dalam berpikir kritis antara lain siswa
harus diajarkan untuk mengubah pemikiran mereka dari (1) menebak menjadi
memperkirakan, (2) memilih menjadi mengevaluasi, (3) mengelompokan menjadi
mengklasifikasi, (4) mempercayai menjadi mengasumsikan, (5) menyimpulkan
menjadi menyimpulkan secara logis, (6) menghubungkan konsep menjadi
menyerap prinsip (7) mencatat hubungan menjadi mencatat antar hubungan, (8)
mengandaikan menjadi menghipotesis, (9) memberikan pendapat tanpa alasan
menjadi menawarkan pendapat dengan alasan, dan (10) membuat penilaian tanpa
kriteria untuk membuat penilaian dengan kriteria.
Harder, Callahan, dan Brown (2007) menerangkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi juga dikenal dengan berpikir kritis, terdiri dari penerapan dua
tingkat. Elemen berpikir kritis terdiri dari beberapa butir yaitu (1)
Mengidentifikasi masalah, (2) Mengidentifikasi hubungan antara unsur-unsur, (3)
menarik kesimpulan, (4) alasan kesimpulan, (5) Menggabungkan unsur bebas
untuk membuat pola pemikiran baru (kreativitas), dan (6) menginterpretasikan
(kreativitas).
Cottrell (2005) memaparkan Berpikir kritis adalah proses kompleks dalam
pertimbangan yang melibatkan kemampuan dan sikap, meliputi:
1) Mengidentifikasi , berpendapat dan menarik kesimpulan
2) Mengevaluasi fakta
26
3) Mempertimbangkan pendapat yang berlawanan
4) mengidentifikasi kesalahan
5) Mengetahui teknik yang digunakan untuk membuat keadaan lebih
menarik
6) Menggambarkan kesimpulan apakah pendapat itu valid dan dapat
dipertimbangkan
7) Mempresentasikan pendapat.
Ennis (2013) membagi kemampuan berpikir kritis 12 indikator berpikir
kritis yang terangkum dalam 5 kelompok keterampilan berpikir, yaitu
memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), membangun
keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan (interfence), membuat
penjelasan lebih lanjut (advance clarification), serta strategi dan taktik (strategy
and tactics). Kemudian 12 indikator tersebut dijabarkan dalam beberapa sub
indikator seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Menurut EnnisNo Kelompok Indikator Sub indikator1. Memberikan
penjelasan sederhana
Memfokuskan pertanyaan
Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan
Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan kemungkinan jawaban
Menjaga kondisi berpikirMenganalisis argumen
Mengidentifikasi kesimpulan
Mengidentifikasi kalimat-kalimat pertanyaan
Mengidentifikasi kalimat-kalimat bukan pertanyaan
Mengidentifikasi dan menangani suatu ketidaktepatan
27
No Kelompok Indikator Sub indikator Melihat struktur dari suatu
argumen Membuat ringkasan
Bertanya dan menjawab pertanyaan
Memberikan penjelasan sederhana
Menyebutkan contoh2. Membangun
keterampilan dasar
Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak
Mempertimbangkan keahlian
Mempertimbangkan kemenarikan konflik
Mempertimbangkan kesesuaian sumber
Mempertimbangkan penggunaan prosedur yang tepat
Mempertimbangkan risiko untuk reputasi
Kemampuan untuk memberikan alasan
Mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi
Melibatkan sedikit dugaan Menggunakan waktu yang
singkat antara observasi dan laporan
Melaporkan hasil observasi Merekam hasil observasi Menggunakan bukti-bukti
yang benar Menggunakan akses yang
baik Menggunakan teknologi Mempertanggungjawabkan
hasil observasi3. M
enyimpulkanMendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi
Siklus logika Euler Mengkondisikan logika Menyatakan tafsiran
Menginduksi danmempertimbangkan hasil induksi
Mengemukakan hal yang umum
Mengemukakan kesimpulan dan hipotesis
Mengemukakan hipotesis Merancang eksperimen Menarik kesimpulan sesuai
fakta Menarik kesimpulan dari
28
No Kelompok Indikator Sub indikatorhasil menyelidiki
Membuat danMenentukan hasil pertimbangan
Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan latar belakang fakta-fakta
Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan akibat
Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan penerapan fakta
Membuat dan menentukan hasil pertimbangan
4. Memberikan penjelasan lanjut
Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi
Membuat bentuk definisi Strategi membuat definisi Bertindak dengan
memberikan penjelasan lanjut
Mengidentifikasi dan menangani ketidakbenaran yg disengaja
Membuat isi definisiMengidentifikasi asumsi-asumsi
Penjelasan bukan pernyataan
Mengonstruksi argumen5. Mengatur
strategi dan taktik
Menentukan suatu tindakan
Mengungkap masalah Memilih kriteria untuk
mempertimbangkan solusi yang mungkin
Merumuskan solusi alternatif
Menentukan tindakan sementara
Mengulang kembali Mengamati penerapannya
Berinteraksi dengan orang lain
Menggunakan argumen Menggunakan strategi
logika Menggunakan strategi
retorika
5. Kemandirian Belajar
29
Kemandirian belajar disebut juga sebagai self directed learning atau self
regulated learning. Kovalenko dan Smirnova (2015) mendefinisikan Kemandirian
belajar self directed learning difokuskan pada cara menguasai aktivitas kognitif
siswa, sedangkan Cazan dan Schiopca (2014) menjelaskan self directed learning
sebagai proses individu mampu untuk belajar mandiri, akan tetapi tingkat
perkembangannya masing-masing bervariasi, termasuk motivasi belajar,
kepercayaan diri, harga diri, kesadaran, keterbukaan terhadap, pengalaman dan
kecerdasan.
Belajar mandiri dalam pengertian self regulated learning yaitu kemandirian
belajar sebagai kemampuan siswa menjadi kognitif, motivasi dan metakognitif
yang aktif dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu (Jakesova
dan Kalenda, 2015).
Brookfield (2000) mendefinisikan kemandirian belajar sebagai kesadaran
diri, digerakkan oleh diri sendiri, kemampuan belajar untuk mencapai tujuannya.
Tirtarahardja & Sulo (2005) menjelaskan bahwa kemandirian dalam belajar
adalah aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan
sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran.
Susilawati (2009) mendiskripsikan kemandirian belajar sebagai berikut:
a. Siswa berusaha untuk meningkatkan tanggung jawab dalam mengambil
berbagai keputusan.
b. Kemandirian dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap
orang dan situasi pembelajaran.
c. Kemandirian bukan berarti memisahkan diri dari orang lain
30
d. Pembelajaran mandiri dapat mentransfer hasil belajarnya yang berupa
pengetahuan dan kemampuan dalam berbagai situasi.
e. Siswa yang belajar mandiri dapat melibatkan berbagai sumber daya dan
aktivitas seperti membaca sendiri, belajar kelompok, latihan dan
kegiatan korespondensi.
f. Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih dimungkinkan seperti
berdialog dengan siswa, mencari sumber, mengevaluasi hasil dan
mengembangkan berfikir kritis.
g. Beberapa institusi pendidikan menemukan cara untuk mengembangkan
belajar mandiri melalui program pembelajaran terbuka.
Dari beberapa pendapat di atas tentang kemandirian belajar, maka dapat
disimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah kemampuan seseorang untuk
melakukan aktivitas belajar dengan penuh keyakinan, tanggung jawab atas
tindakannya dan percaya diri akan kemampuannya dalam menuntaskan aktivitas
belajarnya tanpa adanya bantuan dari orang lain.
Suardiman (1984) menyebutkan ciri-ciri kemandirian belajar adalah
sebagai berikut:
a. Adanya kecenderungan untuk berpendapat, berperilaku dan bertindak
atas kehendaknya sendiri.
b. Memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai suatu tujuan.
c. Membuat perencanaan dan berusaha dengan ulet dan tekun untuk
mewujudkan harapan.
d. Mampu untuk berpikir dan bertindak secara kreatif, penuh inisiatif
31
dan tidak sekedar meniru.
e. Memiliki kecenderungan untuk mencapai kemajuan, yaitu untuk
meningkatkan prestasi belajar.
f. Mampu menemukan sendiri tentang sesuatu yang harus dilakukan
tanpa mengharapkan bimbingan tanpa pengarahan orang lain.
Basri (1996) menyebutkan bahwa ciri-ciri kemandirian belajar
meliputi :
a. Siswa merencanakan dan memilih kegiatan belajar sendiri.
b. Siswa berinisiatif dan memacu diri untuk belajar terus menerus.
c. Siswa dituntut tanggung jawab dalam belajar.
d. Siswa belajar secara kritis, logis, dan penuh keterbukaan.
e. Siswa belajar dengan penuh percaya diri.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri kemandirian
belajar adalah adanya kesadaran untuk belajar sendiri, mau merencanakan
kegiatan belajar sendiri, mempunyai kepercayaan diri, tanggung jawab dan
mempunyai usaha dalam mengatasi kesulitan dalam belajar.
Danuari (1990) menjelaskan indikator kemandirian belajar adalah adanya
tendensi untuk berperilaku bebas dalam berinisiatif atau bersikap atau
berpendapat, adanya tendensi percaya diri, adanya sifat original (keaslian) yaitu
bukan sekedar meniru orang lain, tidak mengharapkan pengarahan orang lain,
dan adanya tendensi untuk mencoba sendiri, sedangkan Eko & Kharisudin (2010:
79), menyebutkan beberapa indikator kemandirian belajar diantaranya (1)
percaya diri, (2) tidak menyandarkan diri pada orang lain, (3) mau berbuat
32
sendiri, (4) bertanggung jawab, (5) ingin berprestasi tinggi, (6) menggunakan
pertimbangan rasional dalam memberikan penilaian, mengambil keputusan, dan
memecahkan masalah, serta menginginkan rasa bebas, dan (7) selalu mempunyai
gagasan baru.
Berdasarkan kajian teoritis di atas peneliti merumuskan empat indikator
kemandirian belajar siswa yang digunakan untuk penelitian, yaitu: (1)
percaya diri, (2) tanggung jawab, (3) inisiatif, dan (4) disiplin.
6. Hasil Belajar Fisika
Pada dasarnya hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah
melalui kegiatan belajar. Sehingga setiap pendidik pastinya akan mengharapkan
agar hasil belajar siswanya itu meningkat setelah melakukan proses pembelajaran.
Hasil belajar tampak sebagai terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang
dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan
kemampuan.
Sudjana (2010) berpendapat hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya, hal ini sejalan
dengan pendapat Rusman (2012) yang menyatakan hasil belajar adalah sejumlah
pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik, sedangkan Hamalik (2012) menyatakan hasil belajar adalah
keseluruhan kegiatan pengukuran informasi keputusan tentang tingkat hasil
belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
33
Mundilarto (2010) menyatakan penilaian hasil belajar peserta didik
dilakukan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil
belajar peserta didik secara berkesinambungan.
Tujuan penilaian hasil belajar menuru Mundilarto (2010) sebagai berikut:
a. Mengetahui tingkat kompetensi peserta didik
b. Mengukur pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
c. Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik
d. Mengetahui hasil proses belajar mengajar
e. Mengetahui pencapaian kurikulum
f. Membantu dan mendorong peserta didik untuk lebih giat belajar
g. Membantu dan mendorong guru untuk mengajar lebih baik
h. Sebagai upaya meningkatkan akuntabilitas lembaga
i. Sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan
Dari beberapa pendapat ahli pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar pada hakikatnya yaitu berubahnya perilaku siswa meliputi kognitif,
afektif, serta psikomotoriknya. Sehingga setiap pendidik pastinya akan
mengharapkan agar hasil belajar siswanya itu meningkat setelah melakukan
proses pembelajaran.
7. Materi Pembelajaran Fluida Statis
Fluida merupakan sekumpulan molekul yang tersusun secara acak dan
terikat sesamanya oleh gaya kohesi lemah dan gaya yang dihasilkan oleh dinding
tempat fluida. Fluida dapat pula didefinisikan sebagai zat yang dapat mengalir.
34
Dengan demikian, zat cair dan gas merupakan fluida. Fluida dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu zat cair dan gas. Perbedaan antara keduanya juga bersifat
teknis, yaitu berhubungan dengan akibat gaya kohesi. Zat cair terdiri atas
molekul-molekul tetap dan rapat dengan gaya kohesi yang relatif kuat
dibandingkan dengan gas, sehingga cenderung mempertahankan volumenya dan
akan membentuk permukaan bebas yang rata dalam medan gravitasi. Sebaliknya
gas, karena terdiri dari molekul-molekul yang tidak rapat dengan gaya kohesi
yang cukup kecil (dapat diabaikan), sehingga volume gas dapat memuai dengan
bebas dan terus berubah.
Berdasarkan sifat geraknya, fluida dibagi menjadi dua, yakni fluida statis
dan fluida dinamis. Fluida statis merupakan fluida yang diam sedangkan fluida
dinamis adalah fluida yang bergerak. Fluida dapat juga dibedakan berdasarkan
kekentalannya, yaitu fluida nyata (viscous fluida) dan fluida ideal (non viscous
fluida). Fluida nyata adalah fluida yang memiliki kekentalan, fluida ini dapat kita
jumpai dalam kehidupan sehari-hari contohnya air dan udara. Sedangkan fluida
ideal, tidak ada dalam kehidupan sehari-hari dan hanya dipakai dalam teori dan
kondisi-kondisi khusus.
Fluida statis merupakan fluida yang diam. Ketika diam, fluida memiliki
besaran-besaran fisis seperti massa jenis, tekanan, dan gaya apung. Berikut ini
penjelasan dari tiap-tiap besaran fisis dalam fluida statis.
a. Massa Jenis (Density)
35
Massa jenis atau density merupakan tingkat kerapatan partikel-partikel
penyusun zat. Massa jenis bersifat spesifik, bergantung dari zat penyusunnya.
Massa jenis juga dapat bergantung pada temperatur. Massa jenis biasanya
didefinisikan sebagai perbandingan antara massa dengan volume suatu zat. Secara
matematis, massa jenis dapat dituliskan sebagai berikut.
(1)
Dengan:
ρ = massa jenis zat (kg/m3)
m = massa zat (kg)
V = volume zat (m3)
Massa jenis bersifat spesifik, bergantung dari zat penyusunnya. Massa jenis
juga dapat bergantung pada temperatur benda. Semakin tinggi suhu suatu benda,
massa jenisnya semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah suhu benda, maka
semakin besar massa jenisnya. Massa jenis zat gas juga bergantung pada tekanan
gas tersebut. Dengan demikian, dilakukan standarisasi tekanan dan suhu dalam
pengukuran massa jenis suatu benda.
Massa Jenis beberapa macam Fluida tampak pada tabel berikut.
36
ρ=mV
Tabel 2. massa jenis beberapa FluidaFluida Massa Jenis (kg/m3)RaksaAir (pada suhu 40C)Air LautAlkoholBensinUdara (00C, 1 atm)Helium (00C, 1 atm)Karbon dioksida (00C, 1 atm)Uap air (1000C, 1 atm)
13,6 × 103
1,00 × 103
1,025 × 103
0,79 × 103
0,68 × 103
1,290,1791,980,598
Sumber: en.wikipedia.org
b. Tekanan Hidrostatik
Bejana yang luas penampangnya A berisi zat cair yang massa jenisnya ρ
setinggi h. Perhatikan gambar berikut.
Gambar 1. Tekanan hidrostatik pada bejana(http://slideplayer.info/slide/2810232/#)
Gaya berat zat cair menekan alas bejana. Besarnya gaya tekan zat cair yang
dialami oleh alas bejana tiap satuan luas disebut tekanan hidrostatik. Jika
tekanan hidrostatik itu dirumuskan secara matematis, hasilnya adalah sebagai
berikut
(2)
37
ph=FA
(3)
Jadi, tekanan hidrostatis zat cair adalah
(4)
Dengan
: tekanan hidrostatik (Nm-2), ρ :massa jenis zat cair (kgm-2), g:
percepatan gravitasi (ms-2), h: tinggi zat cair (m).
Jika tekanan atmosfer di permukaan zat cair adalah P0 maka tekanan mutlak
tempat atau titik yang berada pada kedalaman h adalah
(5)
Gaya berat zat cair yang menekankan alas bejana selanjutnya disebut gaya
hidrostatik, dirumuskan:
(6)
Dengan
F : gaya hidrostatik (N), A: luas alas bejana (m2)
Dari persamaan 6 dapat disimpulkan bahwa tekanan di dalam zat cair
disebabkan oleh gaya gravitasi yang besarnya tergantung pada kedalamannya.
Untuk satu jenis zat cair, tekanan hidrostatik pada suatu titik di dalam zat cair
hanya tergantung pada kedalaman titik itu. Semua titik yang berada pada
kedalaman yang sama dapat dikatakan terletak pada satu bidang datar. Jadi,”
38
= wA
=m . gA
=( ρ .V ) g
A
ph=ρ . g .h
ph
p=P0+ρ gh
F=p . AF=ρ .g . h . A
tekanan hidrostatik pada sembarang titik yang terletak pada satu bidang datar di
dalam satu jenis zat cair besarnya sama.
Persamaan di atas dikenal sebagai hukum utama hidrostatika. Berdasarkan
hukum utama hidrostatika (perhatikan gambar 2) dapat dirumuskan:
(7)
Gambar 2 Tekanan pada berbagaipermukaan
(http://slideplayer.info/slide/2810232/#)
Hukum utama hidrostatika diterapkan untuk menentukan massa jenis zat cair
dengan menggunakan pipa U. Perhatikan gambar 3 berikut
Gambar 3 menentukan massa jenis zat cair dengan menggunakan pipa U
(http://slideplayer.info/slide/2810232/#)
Pipa U mula-mula diisi dengan zat cair yang sudah diketahui massa jenisnya
(misalnya = ρ ), kemudian salah satu kaki dituangi zat cair yang dicari massa
39
pA=pB=pC
pD=pE
jenisnya (ρx ) setinggi h1 . Ditarik garis mendatar AB tepat melalui perbatasan
kedua zat cair dan ukur tinggi zat cair mula-mula diatas garis AB (misal h2 ).
Menurut hukum utama hidrostatika:
(8)
(9)
Dengan
ρx : massa jenis zat cair x (kg/m3), h1 : tinggi zat cair x (m), h2 : tinggi zat
cair standar (m), ρ : massa jenis zat cair standar (kg/m3)
C. Hukum Pascal
Blais Pascal (1623-1662), seorang sarjana Prancis, berkesimpulan bahwa
gaya yang menekankan zat cair di dalam ruang tertutup akan diteruskan ke segala
arah dengan sama rata. Hal ini selanjutnya dinyatakan sebagai hukum pascal, yang
berbunyi sebagai berikut:
Tekanan yang diberikan kepada zat cair didalam ruang tertutup diteruskan
sama besar ke segala arah.
Gambar 4 penekanan hidrolik
(http://slideplayer.info/slide/2810232/#
40
pA=pB
ρx . h1 . g=ρ .h2 . g
px=h2
h1
ρ
Hukum pascal dapat diterangkan dengan kerja penekan hidrolik, seperti
gambar 4 .Alat itu berupa bejana tetutup yang dilengkapi dengan dua buah
pengisap yang luas penampangnya berbeda, masing-masing luasnya A1 dan A2
(A1<A2). Pada penghisap yang penampangnya A1 dikerjakan gaya F1, tekanan
p=F1
A1 diteruskan oleh zat cair lewat pipa penghubung ke penghisap A2 dengan
gaya F2=p . A2 karena tekanan pada kedua penghisap sama maka:
(10)
Dengan:
F1 dan F2: gaya pada penampung (N), A1 dan A2: luas penampang (m2)
Jadi, penekan hidrolik merupakan alat untuk mengandalkan gaya. Gaya yang
kecil dapat dijadikan gaya yang besar.
Dalam pekerjaan teknik banyak sekali dipakai alat-alat yang kerjanya
berdasarkan hukum pascal, misalnya kempa hidrolik dan alat pengangkat mobil
perhatikan gambar 5.
Gambar 5 (a) dongkrak hidrolik, (b) kempa hidrolik, dan (c) alat pengangkat mobil
(http://slideplayer.info/slide/2810232/#)
41
F1
A1
=F2
A2
D. Hukum Archimedes
a) Gaya Keatas
Jika kita mengangkat batu dari dasar kolam, ternyata lebih ringan
dibandingkan dengan apabila kita mengangkatnya di udara bebas.
Perhatikan gambar 6!.Di dalam air, sesungguhnya berat itu tidak berkurang.
Gaya gravitasi batu yang kita angkat besarnya tetap, akan tetapi air melakukan
gaya yang arahnya ke atas. Hal itu menyebabkan berat batu seakan-akan
berkurang, sehingga didalam air batu terasa lebih ringan. Berdasrkan peristiwa
yang ditunjukkan oleh gambar 6 dapat disimpulkan:
Gambar 6 batu di udara dan batu didalam air
(http://slideplayer.info/slide/2810232/#)
Berat batu di udara (11)
Berat batu didalam air (12)
42
wair=wud−F A
wair=m . g−F A
wud=m . g
Berdasarkan persamaan tersebut, jelas bahwa wair < wud jadi, berat benda
didalam air lebih kecil daripada di udara. Besarnya gaya keatas dapat dicari
dengan menggunakan konsep tekanan hidrostatik.
Gambar 7 kubus didalam fluida
(http://slideplayer.info/slide/2810232/#)
Gambar 7 memperlihatkan sebuah kubus yang dicelupkan kedalam fluida
yang massa jenisnya ρ . Gaya-gaya horizontal yang bekerja pada sisi kubus saling
meniadakan sehingga tinggal gaya-gaya pada sisi atas dan bawah kubus. Jika luas
masing-masing bidang sisi kubus A, percepatan gravitasi g, besarnya gaya-gaya
pada sisi atas dan bawah masing-masing adalah:
(ke bawah) (13)
(ke atas) (14)
Dalam hal ini h2 > h1, sehingga F2 > F1 jadi, benda mendapat kelebihan gaya
keatas besarnya:
43
F2= ρ . g .h2 . A
F1=ρ . g. h1 . A
F A=ρ . g .h2 . A−ρ . g . h1 . A
F A=F2−F1
(15)
Karena =(h2−h1 ) A=V (volume kubus)
Maka (16)
Dengan
F A : gaya Archimedes (N), ρ :massa jenis zat cair (kgm-3), g:
percepatan gravitasi (ms-2), V : volume kubus (m3)
ph=ρ . g .h adalah berat fluida yang dipindahkan oleh benda. Dengan
demikian, dapat diartikan bahwa gaya keatas sama dengan gaya fluida yang
dipindahkan oleh benda. Pernyataan itu pertama kali dikemukakan oleh
Archimedes. Bunyi hukum archimedes” sebuah benda yang tercelup sebagian atau
seluruhnya di dalam fluida akan mengalami gaya ke atas yang sebenarnya sama
dengan berat fluida yang dipindahkan.
b) Mengapung, Melayang, dan Tenggelam
Apabila suatu benda dimasukkan ke dalam zat cair, kemungkinan yang
terjadi pada benda itu adalah mengapung, melayang, atau tenggelam. Perhatian
gambar 8
44
=ρ . g .(h2−h1 ) A
F A=ρ . g .V
Gambar 8 benda mengapung, melayang dan tenggelam didalam zat cair(https://qbaca.wordpress.com)
(1) Benda Mengapung
Benda dikatakan mengapung jika sebagian benda tercelup didalam zat
cair. Jika volume benda tercelup sebesar Vc maka dalam keadaan setimbang
berat benda sama dengan gaya ke atas.jika ditulis dengan persamaan adalah:
wB=F A
mB .g=ρZ .g . V C
ρB . V B .g=ρZ .g . V C (17)
Karena VC < VB
Maka ρB< ρZ
Jadi benda akan mengapung jika massa jenis benda itu lebih kecil
dibandingkan dengan massa jenis zat cair
45
(2) Benda melayang
Benda dikatakan melayang jika seluruh benda berada di dalam zat cair
tetapi tidak menyentuh dasar zat cair. Dalam keadaan setimbang, berat
benda sama dengan gaya ke atas zat cair. Jika ditulis persamaan adalah
wB=F A
mB .g=ρZ .g . V C
ρB . V B .g=ρZ .g . V C (18)
Karena VC = VB
Maka ρB=ρZ
Jadi benda akan melayang jika massa jenis benda itu sama dengan
massa jenis zat cair
(3) Benda tenggelam
Benda dikatakan tenggelam jika benda berada didasar zat cair, berat
benda > gaya keatas zat cair
(19)
Karena VB > VC
Maka ρB> ρZ
46
wB>F A
mB . g> ρZ . g .V C
ρB . V B .g> ρZ . g .V C
e. Penerapan Hukum Archimedes
Penerapan Hukum Archimedes dalam kehidupan sehari-hari dapat kita
jumpai misalnya pada kapal laut, galangan kapal, dan balon udara.
(1) Kapal laut
Kapal laut yang terbuat dari baja dapat mengapung. Hal itu disebabkan
berat kapal sama dengan gaya keatas air. Tetapi kapal berlayar di laut
bukanlah hanya asal terapung. Melainkan juga harus terapung tegak dan
dengan keseimbangan stabil tanpa terbalik. Supaya kapal selalu dalam
keadaan normal maka garis kerja gaya ke atas air harus melalui titik berat
kapal, sehingga apabila kapal miring maka arah putar kopel yang dibentuk
oleh gaya berat kapal dengan gaya ke atas dapat menegakkan kapal kembali.
Perhatikan gambar berikut.
Gambar 9 gaya pada tubuh kapal (a) saat kapal miring (b) saat tubuh kapal tegak
(http://slideplayer.info/slide/2810232/#)
Gambar ini melukiskan gaya-gaya yang bekerja pada kapal saat tegak
dan miring. Gambar tersebut menunjukkan gaya berat kapal dan gaya ke atas
sama besar dan berlawanan arah. Garis kerja kedua gaya melalui titik berat
kapal.
47
Pada Gambar menunjukkan garis kerja gaya ke atas bergeer melalui titik
C. Garis kerja gaya berat dan gaya ke atas menghasilkan kopel yang dapat
mengembalikan kapal ke posisi tegak.
(2) Galangan Kapal
Gambar 10 galangan kapal (a) sebagian galangan kapal tenggelam, (b) galangan terapung
(http://slideplayer.info/slide/2810232/#)
Untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan pada bagian bawah kapal maka
kapal perlu diangkat dari permukaan air. Untuk itu perlu dibuat alat yang
disebut galangan kapal. Gambar 10 melukiskan sebuah kapal yang terapung
diatas galangan, yang sebagian tenggelam karena air laut dimasukan kedalam
ruang galangan . setelah kedudukan kapal seimbang karena ditopang, air
dikeluarkan perlahan-lahan. Galangan itu akan terangkat keatas dan kapal
dapat diperbaiki.
48
(3) Balon udara
Gambar 11 balon udara
(http://slideplayer.info/slide/2810232/#)
Dalam atmosfer setiap benda mendapat gaya ke atas seberat udara yang
dipindahkan oleh benda itu. Untuk menaikan balon, balon diisi gas yang
massa jenisnya lebih kecil dibandingkan dengan massa jenis udara. Apabila
berat udara yang dipindahkan lebih besar daripada berat balon dengan isinya
maka gaya ke atas lebih besar daripada berat balon, sehingga balon akan
terangkat ke atas.
f. Tegangan Permukaan
Apabila pisau, silet, dan jarum diletakan mendatar pada permukaan air
dengan hati-hati, ternyata dapat terapung, meskipun massa jenis pisau, sile dan
jarum lebih besar daripada massa jenis air. Demikian juga nyamuk , nyamuk dapat
hinggap pada permukaan air.
49
Perhatikan gambar berikut
Gambar 12 nyamuk yang hinggap diatas permukaan air
(http://slideplayer.info/slide/2810232/#)
Dari contoh-contoh di atas, jika kita amati secara seksama akan terlihat
bahwa permukaan air tertekan ke bawah karena berat pisau, silet, jarum, atau
nyamuk.
Tegangan permukaan zat cair dapat dijelaskan dengan meninjau gaya yang
dialami oleh partikel zat cair. Apabila dua partikel zat cair berdekatan maka gaya
tarik menariknya besar.
Gambar 13 melukiskan sebuah partikel dengan titik yang menjadi pusat bola
(https://iksan35.wordpress.com/)
Gambar tersebut melukiskan sebuah partikel dengan titik yang menjadi
pusat bola. Partikel-partikel yang ada di dalam bola itulah yang mempengaruhi
partikel di pusat bola.
Pada partikel A bekerja gaya-gaya yang sama besar ke segala arah, sehingga
hasil gaya-gaya yang bekerja pada A sama dengan nol dan partikel tersebut
50
seimbang. Bola lain dengan pusat partikel B dan C letaknya terhadap permukaan
zat cair sedemikian sehingga lebih banyak partikel yang tertarik ke bawah
daripada ke atas. Oleh karena itu, hasil gaya-gaya yang bekerja pada partikel B
dan C arahnya ke bawah
Pada dasarnya, tegangan permukaan zat cair didefinisikan sebagai besarnya
gaya yang dialami oleh setiap satuan panjang pada permukaan zat cair.
Secara sistematis hal itu dapat dirumuskan
γ= Fl (20)
Dengan
γ : tegangan permukaan (N/m), F: gaya yang menyinggung permukaan
zat cair (N), l : panjang (m)
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan yang dapat memperkuat penelitian yang
ingin dilakukan oleh peneliti, antara lain:
Penelitian yang dilakukan oleh Elnetthra Folly Eldy dan Fauziah Sulaiman,
dengan judul penelitian” The Capability of Integrated Problem-Based Learning in
Improving Students‟ Level of Creative Critical Thinking”. Penelitian ini bertujuan
untuk menyelidiki pengaruh PBL online terhadap tingkat siswa pada berpikir
kreatif dan kritis. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh positif pada
tingkat berpikir siswa.
51
Penelitian yang dilakukan oleh Sahar Bayat dan Rohani Ahmad Tarmizi
dengan judul penelitian” Effects of problem-based learning approach on
cognitive variables of university students”. Penelitian ini bertujuan untuk
menyelidiki keefektivan PBL terhadap variabel kognitif pada mahassiswa yang
menghadiri program pendidikan. Penelitian ini menggunakan dua kelas, kelas
eksperimen (menggunakan PBL) dan kelas control (pembelajaran konvensional).
Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki kinerja, mental, pemahaman konsep
dan efisiensi pembelajaran. Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara dua kelas. Diaman kelas yang menggunakan model PBL lebih
efektif dibandingkan dengan kelas yang menggunakan model konvensional
terhadap kemampuan kognitif mahasiswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Pinar Celik, Fatih Onder dan Ilhan Silay
dengan judul penelitian” The effects of problem-based learning on the students’
success in physics course” . Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh
PBL terhadap kesuksesan siswa pada program fisika Sampel adalah 44 siswa
dipilih secara acak. Kelas eksperimen (20) diterapkan PBL dan kelas control (24)
diterapkan model pembelajaran konvensional. Data dikumpulkan menggunakan
ujian fisika yang dikembangkan oleh peneliti. Penelitian menunjukkan ada
perbedaan signifikan secara statistik antara dua kelompok pada skor rata-rata
siswa dan PBL lebih efektif dalam prestasi fisika siswa.
52
C. Kerangka Pikir
Model PBL menjadi salah satu model pembelajaran yang efektif dalam
proses pembelajaran, khususnya pembelajaran fisika karena model PBL memiliki
karakteristik antara lain:(1) belajar dimulai dengan satu masalah, (2) memastikan
bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3)
mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, (4) memberikan tanggung jawab
yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung
proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, (6) menuntut
siswa untuk mendemonstrasikan yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk
atau kinerja. Karakteristik model PBL ini menuntut siswa untuk selalu aktif dalam
setiap proses pembelajaran. Melalui model PBL siswa disajikan masalah yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan fenomena alam atau gejala-
gejala alam, sehingga mampu merangsang siswa untuk berpikir kritis tentang
berbagai permasalahan yang diberikan oleh guru. Siswa dilatih untuk dapat
mengembangkan kemampuan berpikir, kemampuan menyelesaikan masalah dan
kemampuan intelektualnya dalam mempelajari melalui situasi real atau situasi
yang disimulasikan sehingga menjadi pelajar yang mandiri. Keaktifan siswa
dalam model PBL ini memberikan pengaruh yang besar terhadap proses
pembelajaran. Siswa dilatih untuk belajar mandiri, baik itu secara individu
maupun secara berkelompok tanpa bergantung pada guru.
Hal terpenting dalam kemandirian belajar ialah peningkatan kemampuan dan
kemauan siswa dalam proses belajar tanpa bantuan orang lain, sehingga pada
akhirnya siswa tidak tergantung pada pengajar/guru, pembimbing, teman atau
53
orang lain dalam belajar. Hal tersebut membutuhkan motivasi, keuletan,
kedisiplinan, keseriusan, tanggung jawab, kemauan dan keingintahuan untuk
berkembang dan maju dalam pengetahuan dalam diri siswa.
Masalah klasik yang selalu menjadi masalah dalam proses pembelajaran di
sekolah adalah kecenderungan guru yang selalu memilih model pembelajaran
konvensional sebagai model utama yang digunakan dalam pembelajaran, sehingga
proses pembelajaran selalu monoton, karena kurang variatifnya guru dalam
menggunakan model-model pembelajaran. Kecenderungan guru memilih model
konvensial sebagai model utama adalah guru tidak ingin bersusah payah dalam
melaksanakan kegiatan belajar, guru lebih menekankan agar materi yang
diajarkan cepat terselesaikan tanpa melihat kebutuhan siswa, sehingga
mempengaruhi hasil belajar siswa yang kurang maksimal.
Oleh karena itu, melalui model PBL ini diharapkan siswa selalu berperan
aktif dalam setiap proses pembelajaran sehingga dapat melatih kemampuan
berpikir kritis dan kemandirian siswa dalam belajar, sehingga dapat meningkatkan
hasil belajar siswa khususnya dalam pembelajaran fisika.
Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan dalam
mengimplementasikan model PBL ini, antara lain penelitian yang dilakukan oleh
beberapa peneliti seperti yang tertera dalam kajian yang relevan, secara umum
dikatakan bahwa model PBL lebih efektif dibandingkan model pembelajaran
konvensional. Sehingga peneliti yakin bahwa model PBL dapat mempengaruhi
kemandirian belajar kearah yang positif dan melatih kemampuan berpikir kritis
siswa sehingga meningkatkan hasil belajar fisika siswa SMA.
54
Adapun Kerangka Pikir dapat dilihat melalui bagan berikut:
Bagan 1 Kerangka Pikir
55
Harapan:
Dapat meningkatkan kemandirian siswa, kterampilan berpikir krtis dan Hasil belajar siswa
Penerapan PBL:
Dengan penerapan model PBL, diharapkan siswa menjadi aktif dalam pembelajaran, dan siswa dapat belajar mandiri tanpa bergantung pada guru, serta dapat meningkatkan kemampuan berpikir krtis
Karakteristik model PBL:
Pembelajaran berpusat pada siswaSiswa aktif dalam pembelajaranSiswa secara mandiri mencari solusi dalam memecahkam masalahMengutamakan berpikir kritis dalam menghadapi masalah
Solusi:
Dibutuhkan model pembelajaran yang efektif seperti model PBL
Dampak:
Siswa menjadi cenderung pasif dalam proses pembelajaran, sehingga kemampuan berpikir siswa rendah dan siswa tidak mampu dalam menumbuhkan kemandirian belajar, ini mengakibatkan hasil belajar siswa rendah
Permasalahan fisika:
Guru yang selalu menjadikan model konvensional sebagai model utama dalam mengajar materi fisika
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir dapat dirumuskan hipotesis
penelitian bahwa Model PBL lebih berpengaruh psitif daripada model
konvensional terhadap kemandirian belajar, kemampuan berpikir kritis siswa dan
hasil belajar fisika siswa SMA
56
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperimen)
dengan pendekatan kuantitatif karena semua informasi diwujudkan dalam bentuk
angka dan dianalisis berdasarkan analisis statistik, sedangkan desain penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan desain Nonequivalent Control-
Group Pre-test Post-test Design. Rancangan uji coba dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2 Desain penelitian Nonequivalent Control-Group Pre-test Post-testGroup Pre-test Treatment Post-test
KE O1 X1 O2
KK O1 X2 O2
Dengan:KE = Kelompok Eksperimen
KK = Kelompok Kontrol
X1 = Model Problem Based Learning
X2 = Model Konvensional
O1 = Pretest/ Tes Awal
O2 = Posttest/ Tes Akhir
57
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 5 Kota Bima
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016,
dimulai bulan januari sampai selesai.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA
Negeri 5 Kota Bima yang terdaftar pada tahun ajaran 2015/2016 yang terdiri dari
4 kelas dengan jumlah siswa 127 orang yang rinciannya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3 Daftar Siswa XI IPA SMA Negeri 5 Kota BimaKelas Laki-Laki Perempuan Jumlah Siswa
XI IPA 1 14 16 30XI IPA 2 15 17 32XI IPA 3 13 19 32XI IPA 4 16 17 33TOTAL 127
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik Culster
Random Sampling, yaitu dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang
ada(sampel dalam penelitian ini dianggap homogen), ini berdasarkan informasi
guru, semua kelas memiliki karakteristik akademis yang hampir sama (merata).
58
Sampel pada penelitian ini terdiri dari satu kelas eksperimen dan satu kelas
kontrol
D. Variabel Penelitian
Variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdiri dari dua macam antara
lain:
1. Variabel independent (bebas) yaitu model pembelajaran
2. Variabel dependent (terikat) yaitu kemandirian belajar, kemampuan berpikir
kritis dan hasil belajar siwa
3. Variabel Kontrol yaitu guru, lamanya pembelajaran dan materi pembelajaran
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Beberapa teknik dan instrumen pengumpulan data yang penulis gunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Tes Kemampuan berpikir mennggunakan tes uraian dalam penelitian ini.
Jumlah soal dalam tes ini berjumlah 5 butir
2. Tes Belajar
Tes belajar dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data hasil
belajar fisika. Tes yang digunakan berbentuk tes objektif dengan 5 alternatif
jawaban, setiap jawaban benar akan diberikan skor 1 dan jawaban salah diberikan
skor 0.
59
3. Angket atau Kuesioner
Teknik angket digunakan untuk memperoleh data kemandirian belajar siswa
dalam penelitian ini. Format angket yang digunakan mengikuti skala Likert.
Butir angket berbentuk pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban. Penetapkan
skor angket yaitu pemberian skor untuk tiap-tiap alternatif jawaban disesuaikan
dengan kriteria item. Seperti yang disajikan pada tabel berikut
Tabel 4 alternatif jawaban dengan skala likertPernyataan Alternatif jawaban Skor
Positif (+)
Sangat Setujuh (SS) 4
Cukup Setuju (CS) 3kurang Setuju (KS) 2Tidak Setuju (TS) 1
Negatif (-)Sangat Setujuh (SS) 1Cukup Setuju (CS) 2Kurang Setuju (KS) 3Tidak Setuju (TS) 4
F. Validitas dan Relibialitas Instrumen
Sebelum instrument diberikan kepada siswa terlebih dahulu instrumen
tersebut diujicobakan untuk mengetahui kelayakanya. Analisis yang digunakan
adalah:
1. Uji Validitas
Validitas tes digunakan untuk mengetahui apakah alat penelitian yang
digunakan sudah tepat atau betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai.
Analisis validitas dilakukan dengan menggunakan korelasi product moment
dengan angka kasar.
(21)
60
r XY=NΣ XY−( ΣX )( ΣY )
√ {NΣX2−( ΣX )2} {NΣY 2−( ΣY 2) }
Dengan:
rxy : Koefisien korelasi antara variabel x dan y
X : Skor Item
Y : Jumlah Soal
N : Jumlah Sampel
Dengan kriteria, soal dikatakan valid jika rxy ≥ r table pada taraf signifikan
5%.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah derajat ketetapan, ketelitian atau keakuratan yang
ditunjukkan oleh instrument. Reliabilitas artinya dapat dipercaya atau dapat
diandalkan. Untuk mencari reliabilitas tes digunakan rumus sebagai berikut:
(22)
Dengan:
r11 : Reliabilitas Instrument
k : Banyaknya butir pertanyaan
Vt : varians soal
p : Proporsi subyek yang menjawab benar item soal
q : Proporsi subyek yang menjawab salah item soal
pq : Jumlah hasi perkalian p dan q
Setelah diperoleh harga r11 kemudian dikonsultasikan dengan batas
kepercayaan 95%.Jika r11 ≥ r-tabel, maka soal tersebut dikatakan reliabel. Jika r11
61
r11=( kk−1 )( vt−∑ pq
vt )
≤ r-tabel, maka soal tersebut tidak reliabel. Tolak ukur untuk menginterpretasikan
reabilitas soal adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Kriteria Reliabilitas SoalNo Nilai Kriteria1 0,00 – 0,20 Sangat rendah2 0,21 – 0,40 Rendah3 0,41 – 0,60 Sedang4 0,61 – 0,80 Tinggi5 0,81 – 1,00 Sangat tinggi
(Arikunto, 2012: 89)
G. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat
Untuk memenuhi prasyarat analisis data, maka sebelumnya dilakukan uji
normalitas dan uji homogenitas varians.
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi normal
atau tidak sehingga langkah selanjutnya tidak menyimpang dari kebenaran
dan dapat dipertanggungjawabkan. Data yang akan diuji normalitasnya pada
penelitian ini adalah nilai hasil belajar kognitif siswa fisika kelas XI IPA
dengan menggunakan uji chi-kuadrat (Riduwan, 2011: 124).
(23)
Dengan:
X2 : Chi kuadrat
fo : Frekuensi hasil pengamatan
fe :Frekuensi hasil harapan
62
χ2=∑i=1
k ( f 0−fe )2
fe
Dimana fo menyatakan frekuensi hasil pengamatan dan fe menyatakan
frekuensi harapan berdasarkan distribusi frekuensi kurva normal teoritis.
Suatu data akan terdistribusi normal jika x2hitung ≤ x2
tabel dan tidak terdistribusi
normal jika x2hitung ≥ x2
tabel pada taraf signifikansi 5% dengan derajat
kebebasan, db = k–1, dimana k menyatakan jumlah kelas interval.
b. Uji Homogenitas
Langkah selanjutkan yang harus dilakukan oleh peneliti adalah
menentukan homogen atau tidaknya varians data yang diperoleh. Data yang
digunakan untuk uji homogenitas varians data adalah hasil posttest. Uji
homogenitas varians dicari dengan menggunakan rumus uji-F yaitu dengan
rumus:
(24)
Varians untuk masing-masing kelas diperoleh dengan persamaan
sebagai berikut:
(25)
Dengan:
F : Indeks homogenitas yang dicari
S12 : Varians
x : Nilai siswa
: Rata-rata Kelas
n : Jumlah siswa
Nilai Fhitung dengan Ftabel dibandingkan pada taraf signifikan 5 %.
Dengan kriteria pengujian, jika Fhitung ≤ Ftabel, maka data dapat dikatakan
63
F=VariansTerbesarVariansTerkecil
Si2=∑ ( x−x )2
n−1
x
homogen, dan sebaliknya apabila harga Fhitung ≥ Ftabel, maka data dikatakan
tidak homogen.
2. Uji Hipotesis
Analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini
menggunakan MANOVA (Multivariate Analysis of Variance). MANOVA adalah
teknik statistik untuk menguji perbedaan antara rata-rata dari dua atau lebih
populasi (sampel penelitian) dengan dua atau lebih variabel terikat. Aplikasi
teknik analisis MANOVA dengan menggunakan bantuan SPSS 19.00.
64
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi.(2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Basri, H. 1996. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Dunia Pustaka.Cazan, A. M., & Schiopca, B. A., (2014). Self-directed learning, personality traits
and academic achievement. Procedia- Social and Behavioral Sciences,Romania,127,640-644.
Cottrell, S. (2005). Critical Thinking Skills :Developing Effective Analysis and Argument. New York: Palcrave Macmillan.
Danuari. 1990. Hubungan antara Kemandirian, Motivasi Berprestasi, dan Intelegensi dengan Prestasi Belajar Siswa SMP di Bantul. Laporan Penelitian: LPM IKIP Yogyakarta.
Darmayanti, T., Islam, S., & Asandhimitra. 2004. Pendidikan Tinggi Jarak Jauh: Kemandirian Belajar pada PTJJ. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Eko, B. & Kharisudin, I. 2010. Improving The Autodidact Learning of Student On Kalkulus Through Cooperative Learning “Student Teams Acievement Division” By Portofolio Programed. Jurnal penelitian pendidikan, 27(1):78-83. Tersedia di http://journal.unnes.ac.id [diakses 24-09-2015]
Ennis, R. H. (2013). The Nature of Critical Thinking: Outlines of General Critical Thinking Dispositions and Abilities. Diambil pada tanggal 25 Juli 2015. http://www.criticalthinking.net/longdefinition.html
Ersoy,E., & Baser, N.,(2014). The effects of problem-based learning method in
higher education on creative thinking. Procedia - Social and Behavioral
Sciences,Turkey,116,3494-3498.
Gorghhiu, G., Draghicescu, L. M., Cristea, S.,et al.(2015). Problem-Based Learning - An Efficient Learning Strategy In TheScience Lessons Context. Procedia - Social and Behavioral Sciences,Romania, 191, 1865-1870
Hamalik, Oemar. (2012). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
65
Harder, O., Callahan.,& Brown, T. (2007). Teaching Strategies: A Guided to Effective Instruction. New York: Houghton Mifflin Company
Harun, N.F., Yusof, K.M., Jamaludin, M. Z.,et.al.(2012). Motivation in Problem-based Learning Implementation. Procedia - Social and Behavioral Sciences, Malaysia,56,233-242.
Jakesova, J., Kalenda, J., (2015). Self-regulated learning: Critical-realistic conceptualization. Procedia - Social and Behavioral Sciences,Czech Republic,171,178-189
Judge. B., Jones, P., & Creery, E. Mc.(2009). Critical Thinking Skills for Education Students. Britain: Learning Matters Ltd.
Kunandar. (2010). Guru Profesional. Jakarta: Rajawali Press.
Moore, K. D. (2012). Effective Instructional Strategies: from Theory to Practice. California: SAGE Publication Inc.
Mundilarto.(2010). Penilaian hasil belajar fisika. Yogyakarta: FPMIPA-UNY
Purwoto, Agus. 2003. Panduan Laboratorium Statistik Inferensial. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, Wina.(2011). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana
Subaryana. 2005. Pengembangan Bahan Ajar. Yogyakarta : IKIP PGRI Wates.
Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung :PT Remaja Rosdakarya.
Suter, W., N. (2012). Introduction to Educational Research: A critical Thinking Approach. United States of America: SAGE Publication Inc.
Tirtarahardja, U. & Sulo, L. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
66