proposal resmi

41
1 A. Latar Belakang Sebagai daerah yang tingkat kepadatan dan mobilitas penduduknya tinggi, kota Yogyakarta yang identik dengan kota wisata dan kota pendidikan, setiap tahunnya terus dipadati pendatang baik itu wisatawan maupun pelajar dan mahasiswa. Situasi ini menjadikan kota ini berkembang pesat ditambah dengan terus berkembangnya tempat hiburan dan pusat perbelanjaan semakin menambah kepadatan kota yang memiliki hanya seluas 32km² saja. Kepadatan dan mobilitas penduduk yang tinggi menjadikan kebutuhan masyarakatnya semakin kompleks terutama mengenai sarana dan prasarana transportasi umum. Pertambahan kendaraan yang semakin tinggi ini menyisakan sejumlah persoalan seperti kemacetan, kerawanan keamanan dan keselamatan transportasi, kapasistas jalan yang tidak memadahi, penyedia ruang publik seperti trotoar bagi pejalan kaki, persoalan public lainnya. ( Novita,,2011). Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan yang menginginkan kendarannya dapat parkir

Upload: galih-joko

Post on 25-Nov-2015

126 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

3

A. Latar Belakang Sebagai daerah yang tingkat kepadatan dan mobilitas penduduknya tinggi, kota Yogyakarta yang identik dengan kota wisata dan kota pendidikan, setiap tahunnya terus dipadati pendatang baik itu wisatawan maupun pelajar dan mahasiswa. Situasi ini menjadikan kota ini berkembang pesat ditambah dengan terus berkembangnya tempat hiburan dan pusat perbelanjaan semakin menambah kepadatan kota yang memiliki hanya seluas 32km saja. Kepadatan dan mobilitas penduduk yang tinggi menjadikan kebutuhan masyarakatnya semakin kompleks terutama mengenai sarana dan prasarana transportasi umum. Pertambahan kendaraan yang semakin tinggi ini menyisakan sejumlah persoalan seperti kemacetan, kerawanan keamanan dan keselamatan transportasi, kapasistas jalan yang tidak memadahi, penyedia ruang publik seperti trotoar bagi pejalan kaki, persoalan public lainnya. ( Novita,,2011). Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan yang menginginkan kendarannya dapat parkir di tempat yang mudah dicapai ,saah satunya adalah di tepi jalan umum. Parkir di tepi jalan adalah parkir yang berada pada badan jalan. Maka, jenis parkir dapat mengakibatkan turunnya kapasistas jalan karena mengambil bagian dari jalan sehingga badan jalan menjadi menyempit ( Atun dan Suliyanti,2008). Perpakiran merupakan subsistem dari sistem besar dari pengelolaan transportasi, yang idealnya merupakan bagian dari solusi dari sistem transportasi. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, perparkiran justru menjadi part of the problem dari sistem transportasi itu sendiri. Namun demikian, penyediaan ruang dan jasa parkir di sisi lain memberikan kontribusi positif terhadap keuangan daerah yaitu sebagai penambah penerima daerah melalui pajak maupun retribusi yang merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan daerah. Penyelengaraan perparkiran membawa dampak penguatan pendapatan daerah melalui retribusi, dimana retribusi parkir untuk pemerintah kota Yogyakarta merupakan salah satu sumber pendapatan yang potensial untuk membiayai pembangunan kota. Dengan semakin berkembangnya pembangunan, pertumbuhan penduduk, peningkatan jumlah kendaraan bermotor dan mobilitas masyarakatnya yang tinggi maka jumlah objek pajak dan retribusi parkir kendaraan juga meningkat. Pemerintah daerah mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam membina pengelolaa perparkiran di wilayahnya, yang merupakan bagian dari fungsi pelayanan umum, sebagai imbalan penyelenggaraan pelayanan umum, pemerintah berhak memungut dana dari masyarakat dalam bentuk retribusi dan pajak sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah ( Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998:8). Salah satu sumber pendapatan daerah yang dapat digali dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah retribusi daerah. Besarnya kontribusi retribusi Daerah Kota Yogyakarta terhadap PAD pada trahun 2010 sebesar 26,08% dan di tahun 2011 kontribusi retribusi daerah terhadap PAD sebesar 28,49% . Kajian mengenai potensi parkir di kota Yogyakarta pernah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Munawar pada tahun 2009 , realisasi penerimaan retribusi parkir pemkot Yogyakarta hanya sebesar Rp2.360.692.500 , jumlah penerimaan ini masih lebih rendah dari besarnya potensi penerimaan retribusi parkir tahun 2002 yaitu sebesar Rp2.851.570.800. Pada kedua periode yang berbeda ini (tahun 2002 dan tahun 2009) pengaturan komposisi bagi hasilnya sama yaitu 60% untuk pemda dan 40% untuk pengelola, adapun tarif yang berlaku tahun 2009 (perda nomor 17 tahun 2002) terhadap kenaikan 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan tariff yang berlaku di tahun2002. Dengan adanya kenaikan tarif sebesar 5 kali lebih tinggi, idealnya potensi penerimaan daerah dari retribusi parkir tahun 2009 sekurang-kurangnya juga lima kali lebih tinggi dari potensi penerimaan retribusi parkir tahun 2002, yaitu sekitar Rp14.257.854.000. Dengan analogi yang sama, bila diasumsikan tidak ada pertumbuhan kendaraan yang terjadi dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2009 maka paling tidak pendapatan pemkot Yogyakarta dari retribusi parkir sedikitnya lima kali dari penerimaan di tahun 2002, yakni Rp3.946.164.150. Padahal pada kenyataannya terjadi angka pertumbuhan kendaraan yang cukup tinggi. Dengan demikian seharusnya pendapatan pemkot Yogyakarta dari retribusi parkir jauh lebih tinggi dari kenyataan yang ada. Hal ini mengindikasikan bahwa penerimaan pemkot Yogyakarta dari retribusi parkir terlampau rendah dibandingkan dengan uang hasil pemungutan retribusi parkir dari masyarakat pengguna yang seharusnya menjadi penerimaan daerah. Rendahnya hasil retribusi parkir yang masuk ke kas daerah dibandingkan penerimaan riil dari hasil retribusi parkir sesungguhnya, mengisyaratkan bahwa terdapat sejumlah dana yang tidak masuk ke kas daerah yang perlu dianlisis lebih lanjut, apa penyebab terjadinya selisih uang hasil retribusi parkir sesungguhnya di lapangan dengan penerimaan riil ke kas daerah. Indikasi mengenai adanya kebocoran penerimaan daerah dari retribusi parkir dan pelanggaran hak hak publik seperti ruang pejalan kaki ini dapat dilihat dari banyaknya komplain masyakarakat terhadap pelayanan jasa parkir. Salah satunya ialah adanya juru parkir yang tidak bersurat dan tidak berseragam. Sehingga tarif yang di minta ke pada konsumen di atas ketentuan. Mengenai munculnya para juru parkir liar mengidikasikan adanya pengelolaan informal diluar pengelolaan resmi retribusi parkir yang dapat menjelaskan tentang kemana larinya kebocoran uang itu, serta bagaimana cara mereka melakukannya. Dengan begitu penting kiranya untuk mengetahui bagaimana para juru parkir liar dalam mengelola lahan parkirnya, dan bagaimana peran pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah menangani kebijakan perparkiran ini. Realitas dan eksistensi parkir liar dalam pengelolaan perparkiran yang disinyalir menyebabkan rendahnya penerimaan hasil retribusi parkir ini perlu diungkapkan untuk menunjukan bahwa kebijakan publik terkait perparkiran yang sering difahami sebagai instrument yang dipakai pemerintah untuk memecahkan masalah publik sesungguhnya bukanlah sekedar mengenai bagaimana menghitung potensi dan menetapkan target penerimaan yang dilakukan secara teknokratis, melainkan parkir liar adalah salah satu permasalah dalam perparkiran yang harus diselesaikan.

B. Rumusan Masalah Berangkat dari gambaran mengenai munculnya para juru parkir liar dan belum optimalnya penerimaan daerah dari retribusi parkir, maka penelitiaan ini difokuskan untuk menjawab pertanyaan utama sebagai berikut:Sejauh mana dampak parkir liar terhadap pendapatan asli daerah di Kota Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan pokok permasalahaan yang dirumuskan, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menegetahui seberapa besar dampak adanya perparkiran liar terhadap penerimaan kas daerah yang berasal dari retribusi parkir.

D. Manfaat Penelitiaan Adapun manfaat penelitian Analisis dampak parkir liar terhadap pendapatan asli daerah adalah :1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya maupun sebagai bahan perbandingan.2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak-pihak yang terkait, agar dapat menyelesaikan permasalah perparkiran liar.

E. Landasan Teori Lalu lintas yang bergerak baik yang bergerak lurus maupun belok pada suatu saat akan berhenti. Setiap perjalanan akan sampai ketempat tujuan, dan kendaraan yang dibawa akan di parkir atau bahkan akan ditinggal pemiliknya di ruang parkir. Beberapa definisi parkir dari beberapa sumber diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Menurut Poerwadarmita (1976), parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan beberapa saat. 2. Pignataro (1973) dan Sukanto (1985) menjelaskan bahwa parkir adalah memberhentikan dan menyimpan kendaraan (mobil, sepeda motor, sepeda, dan sebagainya) untuk sementara waktu pada suatu ruangtertentu. Ruang tersebut dapat berupa tepi jalan, garasi atau pelataran yang disediakan untuk menampung kendaraan tersebut. 3. Dijelaskan dalam buku peraturan lalu lintas (1998) pengertian dari parkir yaitu tempat pemberhentian kendaraan dalam jangka waktu yang lama atau sebentar tergantung kendaraan dan kebutuhan. 4. Parkir adalah tempat menempatkan dengan memberhentikan kendaraan angkutan/barang (bermotor maupun tidak bermotor) pada suatu tempat dalam jangka waktu tertentu (Warpani,1988). 5. Sedangkan menurut Kepmen Perhub No. 4 Th. 1994, parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan parkir merupakan tempat pemberentian sementara kendaraan seperti motor,mobil dan lain-lain dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan pemilik kendaraan. Parkir merupakan kegiatan menghentikan atau menyimpan kendaraan bermotor di sebuah tempat yang sudah disediakan sebelumnya. Hal ini berpijak pada suatu kenyataan, bahwa suatu kendaraan tidaklah mungkin dalam keadaan terus menerus bergerak atau berjalan, tetapi pada suatu saat pasti akan berhenti, baik dalam waktu sementara ( menurunkan muatan ) atau jangka waktu lama ini memerlukan suatu lahan untuk aktifitas parkir tersebut yaitu tempat parkir ( M. Hilman kurniawan,2010 ). Fasilitas parkir yang baik akan menyebabkan konflik pada ruas jalan pada lokasi parkir tersebut. Masalah yang timbul pada fasilitas parkir apabila kebutuhan parkir tidak sesuai atau melebihi kapasitas parkir yang tersedia, sehingga kendaraan yang tidak tertampung pada tempat parkir akan mengganggu kelancaran arus lalu lintas pada ruas jalan.

DalamPeraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Tempat Parkir adalah tempat parkir kendaraan bermotor di luar badan jalan yang disediakan oleh orangatau badan, termasuk tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor. 2. Pemilik Tempat Parkir adalah orang atau badan yang memiliki tempat parkir. 3. Pengusaha Pengelola Tempat Parkir adalah orang atau badan yang mengelola Tempat Parkir yangdisediakan oleh Pemilik Tempat Parkir, termasuk pengusaha pengelola valet parking atau sebutanlainnya. 4. Pengguna Tempat Parkir adalah orang atau badan yang memanfaatkan Tempat Parkir dengan dipungutbayaran. 5. Jasa Penyediaan Tempat Parkir adalah jasa penyediaan atau penyelenggaraan Tempat Parkir yangdilakukan oleh Pemilik Tempat Parkir atau Pengusaha Pengelola Tempat Parkir kepada PenggunaTempat Parkir dengan dipungut bayaran. 6. Jasa Pengelolaan Tempat Parkir adalah jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Pengelola Tempat Parkiruntuk mengelola Tempat Parkir yang dimiliki atau disediakan oleh Pemilik Tempat Parkir, denganmenerima imbalan dari Pemilik Tempat Parkir, termasuk imbalan dalam bentuk bagi hasil. Dalam peraturan derah Kota Yogyakarta nomor 18 tahun 2009 dinyatakan bahwa Juru Parkir wajib: a. menggunakan pakaian seragam, tanda pengenal serta perlengkapan lainnya yang ditetapkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk; b. menjaga keamanan dan ketertiban tempat parkir, serta bertanggung jawab atas keamanan kendaraan beserta perlengkapannya; c. menjaga kebersihan, keindahan dan kenyamanan lingkungan parkir; d. menyerahkan karcis parkir sebagai tanda bukti untuk setiap kali parkir pada saat memasuki lokasi parkir dan memungut retribusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku; e. menggunakan karcis parkir resmi yang diterbitkan Pemerintah Kota Yogyakarta yang disediakan untuk satu kali parkir dan tidak boleh digunakan lebih dari satu kali; f. menyetorkan hasil retribusi sesuai ketentuan yang berlaku; g. menata dengan tertib kendaraan yang diparkir, baik pada waktu datang maupun pergi, dan tidak lebih dari satu baris; h. melakukan pembinaan terhadap pembantu juru parkir.

Peraturan Walikota Yogyakarta nomor 112 tahun 2009 ,pada bab V tentang tata cara dan persyaratan disebutkan bahawa, (1) Untuk menjadi Juru parkir wajib memiliki Surat Tugas dari Kepala SKPD yang berwenang. (2) Untuk mendapatkan Surat Tugas menjadi Juru Parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seseorang wajib mengajukan permohonan kepada Kepala SKPD yang berwenang. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara memenuhi persyaratan administrasi sebagai berikut : a. mengisi dan menandatangani surat permohonan sebagai juru parkir; b. menyerahkan fotocopy identitas diri yang masih berlaku; c. menyerahkan pas foto 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar; d. mengisi dan menandatangani Surat Pernyataan Sanggup Mentaati Kewajiban Sebagai Juru Parkir dan Surat Pernyataan Lain yang berkaitan dengan ketugasan juru parkir; e. mengisi dan menandatangani Surat Pernyataan sanggup menjalankan tugas bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Kota Yogyakarta; f. melampirkan denah lokasi lahan parkir; (4) Dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) hari kerja terhitung sejak persyaratan administrasi permohonan surat tugas diterima dengan lengkap dan benar, maka Kepala SKPD yang berwenang menerbitkan surat tugas juru parkir atau jawaban penolakan dengan disertai alasannya.

Sehingga yang dianggap sebagi parkir liar adalah, kegiatan perpakiran yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada.

Persoalan parkir tidak perlu muncul jika Pemerintah Kota Yogyakarta punya konsep yang jelas dalam menyelenggarakan parkir. Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada Heru Sutomo menilai, selama ini Pemkot Yogyakarta tidak mempunyai konsep dalam mengelola parkir. Serangkaian peraturan daerah yang muncul lebih banyak menyoroti masalah tarif, bukan wilayah mana saja yang bisa dijadikan lahan parkir. "Padahal, kemunculan tukang parkir di lahan parkir yang ilegal itulah yang kerap jadi masalah," katanya,( Kompas Selasa (9/2)). Sebuah studi yang dilakukan UGM pada tahun 2007 menunjukkan potensi pendapatan dari lahan parkir di Kota Yogyakarta mencapai Rp 8,5 miliar. Dari potensi tersebut, selama ini dinas perhubungan hanya menetapkan target pemasukan kurang dari 25 persen. Selisih itulah yang mengundang banyak pihak masuk sehingga lahan parkir dikuasai preman.Retribusi Parkir Tepi Jalan dan Retribusi Parkir Khusus a) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; Pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah. b) Retribusi Tempat Khusus Parkir; Pelayanan tempat khusus parkir adalah pelayanan penyediaan tempat parkir khusus disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang disedikan dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan pihak swasta.

Retribusi Daerah sebagai kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Seperti yang diketahui kegiatan pemerintah semakin meningkatkan baik dalam masyarakat kapitalis maupun sosial. Sebagai konsekwensinya, maka diperlukan pembiayaan-pembiayaan dari pengeluaran pemerintah yang tidak sedikt jumlahnya sesuai dengan semakin luasnya kegiatan itu dapat dipenuhi, maka pemerintah memerlukan penerimaan. Pembangunan daerah dan penyelenggaraan pemerintah daerah membutuhkan dana, dana tersebut dapat digali dari potensi daerah tersebut atau dapat pula berasal dari luar daerah. Untuk peranan pemerintah dalam melaksanakan pengelolaan keuangan dengan pendapatan asli daerah harus ditingkatkan dan disempurnakan serta diupayakan agar pemerintah daerah mempunyai sumber dana untuk menyelenggarakan tugasnya. Sehingga pelayanan pemerntah daerah sejalan dengan usaha-usaha pembangunan nasional dan dalam penyelenggaan perencanaan anggaran belanja dan belanja daerah prinsip anggaranberimbang dan dinamis dijalankan. Anggaran berimbang yang dimaksudkan untuk meningkatkan anggaran penerimaan daerah dan semakin berkurangnya ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat. Untuk mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab kepada daerah, perlu diberikan wewenang untuk melaksanakan berbagai urusan rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya maka perlu diberikan sumber-sumber pembiayaan dan diwajibkan untuk menggali sumber-sumber tersebut. Sumber-sumber pendapatan tersebut diatur dalm undang-undang No.33 Tahun 2004 Bab V pasal 6, antara lain : a. Hasil pajak daerah adalah pungutan daeraah menurut peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk membiayai rumah tangganya sebagai badan hukum publik. b. Hasil retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, atau usaha atau milik daerah yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah.c. Hasil perusahaan daerah adalah bagian laba dari perusahaan daerah untuk membiayai pembangunan. d. Lain-lain usaha daerah yang sah adalah pendapatan asli daerah yang berasal dari sumber lain dari pajak lainnya. Sumber-sumber pendapatan tersebut yang diterima dari pengelolaan keuangan merupakan kontribusi dalam bentuk pajak daerah dan retribusi daerah untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber-sumber tersebut dikelola dengan baik untuk peningkatan kesejahtraan masyarakat dan pembangunan daerah. Kontribusi dalam bentuk retribusi daerah yang diterima oleh Pemerintah Daerah berbeda dengan daerah lainnya tergantung dari potensi yang dimiliki oleh daerah itu sendiri.

Perbedaan Pajak Dengan Retribusi Dalam pemikiran umum masyarakat, pungutan pajak seringkali disamakan dengan retribusi. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa keduanya merupakan pembayaran kepada pemerintah dan dalam pemungutannya sama sama didasarkan pada aturan hukum yang jelas dan kuat. Pandangan ini tidak sepenuhnya benar karena pada dasarnya terdapat perbedaan yang besar antara pajak dan retribusi. Perbedaan tersebut antara lain : a. Kontra prestasinya. Pada retribusi kontra prestasinya dapat ditunjuk secara langsung dan secara individu dan golongan tertentu sedangkan pada pajak kontra prestasinya tidak dapat ditunjuk secara langsung.b. Balas jasa pemerintah. Hal ini dikaitkan dengan tujuan pembayaran yaitu pajak balas jasa pemerintah berlaku untuk umum, seluruh rakyat menikmati balas jasa , baik yang membayar pajak maupun yang dibebaskan dari pajak. Sebaliknya pada retribusi, balas jasa pemerintah berlaku khusus, hanya dinikmati oleh pihak yang telah melakukan pembayaran retribusi. c. Sifat pemungutannya. Pajak besifat umum, artinya berlaku untuk semua orang yang memenuhi syarat untuk dikenakan pajak. Sementara retribusi hanya berlaku untuk orang tertentu, yaitu yang menikmati jasa pemerintah yang dapat ditunjuk. d. Sifat pelaksanaannya. Pemungutan retribusi didasarkan atas peraturan yang berlaku umum dan dalam pelaksanaannya dapat dipaksakan , yaitu setiap orang yang ingin mendapatkan suatu jasa tertentu dari pemerintah harus membayar retribusi. Jadi, sifat paksaan pada retribusi bersifat ekonomis sehingga pada hakikatnya diserahkan pada pihak yang bersangkutan untuk membayar atau tidak. Hal ini berbeda dengan pajak, dimana sifat paksaan pada pajak adalah yuridis artinya bahwa setiap orang yang melanggarnya akan mendapat sanksi hukuman baik berupa sanksi pidana maupun berupa denda.e. Lembaga atau badan pemungutnya. Pajak dapat dipungut oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah sedangkan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah.

F. METODE PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dari seorang atau lembaga. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif, dengan studi kasus pengelolaan parkir dua lokasi tempat parkir liar. Penelitian kualitatif dengan metode penelitian deskriptif dilakukan dalam wilayah yang luas mengingat hal yang dicari secara mendalam berada dalam wilayah kegiatan yang berkaitan dengan wilayah administrasi pengelolahan retribusi parkir di Kota Yogyakarta. Menrut John W. Creswell, metode penelitian kualitatif merupakan sebuah proses investigasi. Secara bertahap peneiti berusaha memahami fenomena social dengan membedakan, membandingkan , meniru , mengkatalogkan dan mengkelompokan objek studi. Peneliti memasuki dunia informan, dan melakukan interaksi terus menerus dengan informan dan mencari sudut pandang informan. Kecenderungan untuk menggunakan metode penelitian ini berdasarkan kepada metode ini dianggap sangat relevan dengan materi penulisan skripsi, karena penelitian yang dilakukan hanya bersifat deskriptif, yaitu mengambarkan apa adanya dari kejadian yang diteliti. Selain itu, guna memperoleh data yang objektif dan valid dalam rangka memecahkan permasalahan yang ada.

2. Lokasi Penelitian Penelitian tentang dampak parkir liar terhadap pendapatan asli daerah di Kota Yogyakarta. Peneliti ini melakukan penelitian langsung pada pihak pihak yang terkait kebijakan perpakiran di Kota Yogyakarta. Kawasan parkir Ketandan dan Wijilan sebagai objek yang diteliti karena kawasan tersebut merupakan kawasan yang sangat ramai dan pengelolaan parkir tidak terdaftar dan berseragam. Kawasan tersebut sama sama dikawasan yang ramai dan berdekatan dengan pusat pusat perekonomian dan aktifitas masyarakat dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar penghasilan yang peroleh para juru parkir liar setiap bulannya dan mencoba memetakan struktur penguasaan parkir yang sebenarnya terjadi di lapangan. Di samping hal di atas, pemilihan lokasi parkir di dua kawasan tersebut mempertimbangkan kemudahan akses terhadap informan kunci.

3.Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan variabel satu dengan variabel yang lainnya. Dalam penelitian ini berusaha untuk menggambarkan bagaimana adanya fakta-fakta yang ditemukan pada masa sekarang, selanjutnya menganalisa dan menafsirkan fakta-fakta tersebut serta mengambil kesimpulannya. Jadi dalam penelitian ini penulis menggambarkan dampak parkir liar terhadap pendapatan asli daerah.Penelitian deskriptif kualitatif digunakan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut : 1. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan 2. Metode ini menyajikan secara langsung hakikatnya hubungan antara peneliti dengan responden3. Metode ini lebih peka dan dapat lebih menyesuaikan diri dengan banyak penanajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

4. Unit Analisis Desain penelitian yang dikategorikan sebagai studi kasus, ditentukan oleh unit analisisnya, yin (2006). Dalam penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan unit analisis Kelompok aktor atau organisasi dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah Kota Yogyakarta dan pengelola kawasan parkir liar. Penentuan unit analisis ini didasarkan pada pertimbangan objektif bahwa berbagai variabel dan indikator dalam kajian ini lebih lanjut dideteksi dengan pendekatan kelompok aktor atau organisasi.5. Teknik pengumpulan dataPengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai sumber dan cara Menurut Lofland (1984;47) sebagaimana yang dikutip Lexi J Moeleong bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain Penelitian dilakukan pada dua sumber, yaitu penelitian yang dilakukan dalam penelitian lapangan dan dari penelitian akan didapatkan dua jenis data yaitu :a. Data sekunder Data sekunder yang bersumber dari hasil olahan instansi atau sesuatu lembaga tertentu bukan saja untuk kepentingan lembaganya tetapi juga untuk pihak lain yang membutuhkan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh landasan atau kerangka pemikiran yang digunakan untuk membahas hasil penelitian.

b. Data primer Sebagai data utama, data primer merupakan data penelitian yang secara langsung diperoleh dari informan atau orang yang mempunyai kapasistas dan otoritas dalam memberikan informasi yang dianggap perlu. Data primer ini didapatkan melalui observasi langsung atau dengan wawancara dengan sumber informasi di lapangan tentang berbagai hal yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun data primer ini diperoleh dengan cara:a. Wanwancara, merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan langsung kepada informan untuk mendapatkan jawaban yang akan dipergunakan sebagai data dan informasi yang dipergunakan dalam penelitian. Dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami oleh subjek yang diteliti, tetapi juga apa yang tersembunyi di dalam diri subjek penelitian. Adapun pihak pihak yang dijadikan informan atau narasumber dalam penelitian ini antara lain:1. Pengelola kawasan parkir. Pemilik hak kelola lahan parkir.2. Birokrat yang mengelola retribusi parkir: staf, kepala seksi, kepala bidang yang berhubungan dengan pengelolaan perparkiran yaitu pada bagian pelaksana dan pengawasan di pemkot Yogyakara.

b. Observasi (pengamatan) , merupakan teknik pengumpulan data yang bertujuan untuk mendapatkan data atau informasi tertentu yang sulit diperoleh melalui wawancara secara langsung terhadap objek yang diamati. c. Study Kepustakaan Penelitian kepustakaan atau Library research adalah penelitian yang digunakan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku, majalah, peraturan Perundang-undangan dan bahan-bahan lainnya yang erat hubungannya dengan proposal ini.

d. Telaah Dokumen Telaah dokumen yaitu mengkaji dokumen-dokumen baik berupa buku referensi maupun peraturan maupun pasal yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan penulis. Telaah dokumen dilakukan dengan cara penelusuran terhadap beberapa dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian guna mendapatkan data sekunder yang akan digunakan dalam menganlisis permasalahan, yaitu yang berhubugan dengan teori-teori, undang-undang dan dokumen tentang Parkir.6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Dalam penelitian ini teknik triangulasi digunakan untuk menjaga validitas data, yaitu dengan membandingkan penyataan pernyataan yang disampaikan oleh informan. Uraian rinci dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mendokumentasikan aktifitas pengumpulan data melalui data rekaman maupun tulisan dokumen. Hasil dari dokumentasi inipun dibuat draft tersendiri dan digunakan untuk memperoleh informan pada informan berikutnya untuk menyakinkan bahwa informasi yang disampaikan oleh pengirim informasi meyakinkan dan sesuai dengan konteks yang sedang dibahas. Diharapkan dengan teknik triangulasi ini didapatkan data yang valid yang dapat menggambarkan fenomena yang sesungguhnya terjadi.

7. Analisis Data Teknik analisa dilakuakan secara kualitatif, yang dibantu dengan data angka yang dikualifikasikan melalui tabel frekwensi. Menurut Bogdan dan Biken (1982), analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Di dalam melakukan analisis data penelitian mengacu kepada beberapa tahapan yang dijelaskan Miles dan Huberman yang terdiri dari beberapa tahapan antara lain : a. Pengumpulan Informasi melalui wawancara terhadap key informan yang comportable terhadap penelitian kemudian observasi langsung ke lapangan untuk menunjang penerimaan yang dilakukan agar mendapatkan sumber data yang diharapkan. b. Reduksi Data (data reduction) yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian kepada penyerdehanaan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan di lapangan selama meneliti tujuan diadakan transkrip data (transformasi data) untuk memilih informasi mana yang dianggap sesuai dan tidak sesuai dengan masalah yang menjadi pusat penelitian di lapangan. c. Penyajian data (data display), yaitu kegiatan sekumpulan informasi dalam bentuk naratif, grafik jaringan, tabel dan bagan yang bertujuan mempertajam pemahaman penelitian terhadap informasi yang dipilih kemudian disajikan dalam tabel ataupun uraian penjelasan. d. Pada tahap akhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclusion drawing/verivication), yang mencari pola-pola penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. Penarikan kesimpulan dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang pada catatan-catatan di lapangan sehingga data-data dapat diuji validitasnya.

DAFTAR PUSTAKA B J Hodge, William P Anthony, 1996, Organization Theory A Strategic Approach , Fifth Edition, Pretince-hall, Inc.USA

Bambang Prakosa. 2005. Pajak dan Retribusi Daerah. cetakan kedua. Yogyakarta : UII Press.

Handoko, T. Hani. 1986. Manajemen, Edisi II. Yogyakarta : BPFE.

Halim,Abdul, 2004, Akuntansi Keuangan Daerah, Salemba Empat, Jakarta. Mardiasmo.2004.Otonomi dan Mnajemen keuangan Daerah Kesit,

Novita. 2011. Tata kelola perparkiran: pemerintah dan kekuatan informasi lainnya ,Tesis. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada

Purwadinata, Subhan. 2003. Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah dan Strategi Peningkatan Kemampuan Keuangan Daerah.. jurnal ilmu ekonomi.

Sutomo,Heru. Permasalahan Parkir Jogja: Kompas 9 April 2012,hal 1.

Siahaan, Marihot P. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Undang-Undang Republik Indonesia No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Peraturan Daerah kota Yogyakarta nomor 18 tahun 2009 tentang penyelenggaran perparkiran

Peraturan Walikota Yogyakarta nomor 112 tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 18 tahun 2009 tentang penyelenggaran perparkiran