proposal ptpn 8 ciater baru
TRANSCRIPT
PROPOSAL
KEGIATAN PRAKTIK KERJA LAPANG (PKL)
MEKANISASI PROSES KELEMBAPAN DAN KELAYUAN TEH Di PTP
Nusantara VIII Kebun Ciater, Lembang, Kab. Bandung Barat, Jawa Barat
Oleh :
Bhakti Priandi
240110080001
JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teh merupakan minuman yang sudah dikenal dengan luas di Indonesia
dan di dunia. Minuman berwarna coklat ini umumnya menjadi minuman penjamu
tamu. Aromanya yang harum serta rasanya yang khas membuat minuman ini
banyak dikonsumsi. Selain kelebihan tadi, teh mengandung zat yang memiliki
banyak manfaat yang sangat berguna bagi kesehatan tubuh. Riset telah
menunjukkan bahwa minuman teh tidak hanya enak rasanya, tetapi juga
menyegarkan dan meningkatkan gairah untuk makan bahkan dengan kandungan
Caffeine/theine dianggap dapat juga memperkuat daya pikir dan kekuatan badan.
Selain itu teh juga bermanfaat sebagai obat anti kangker, mempertinggi daya
tahan tubuh terhada serangan bakteri, dan mengurangi kekejangan pada anak-
anak.
Produk teh di Indonesia terdiri dari dua macam yaitu teh hitam dan the
hijau. Perbedaan kedua macam teh tersebut disebabkan oleh perbedaan cara
pengolahan dan mesin/peralatan yang digunakan. Dalam proses pengolahan teh
hitam memerlukan proses fermentasi (oksidasi enzimatis) yang cukup, sedangkan
teh hijau tidak memerlukan sama sekali. Demikian pula pada proses pelayuan, teh
hitam memerlukan waktu lama (10-20 jam) dengan suhu yang rendah (25°C
30°C). Sebaliknya teh hijau hanya memerlukan waktu pendek 6-7 menit dengan
suhu yang tinggi (90°C-100°C). Perkembangan pengolahan teh hitam senantiasa
mengikuti perkembangan pasar/konsumen. Beberapa tahun terakhir konsumen
cenderung menghendaki teh dengan ukuran partikel yang lebih kecil (broken tea)
dan cepat seduh (quick brewing). Untuk itu pada proses pengolahan teh hitam
khususnya pada tahap penggilingan memerlukan tekanan yang lebih besar. Oleh
sebab itu pengolahan teh hitam yang semula hanya dikenal system orthodox
murni, kini berkembang menjadi sistem orthodox rotorvane.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Proses Pengolahan Teh
Pada proses pengolahan teh hitam dihasilkan dua macam hasil teh yaitu
teh daun dan teh bubuk. Teh daun adalah bubuk teh yang berasal dari bubuk daun
teh, yang selama pengolahan mengalami penggulungan yang sempurna.
Sedangkan teh bubuk berasal dari daun teh yang tidak tergulung akan tetapi
tersobek-sobek sehingga diteruskan dengan menghancurkannya. Pengolahan teh
hitam mempunyai sejumlah tingkatan yang masing-masing menentukan sebagian
dari kualitas hasil akhir (Iskandar, 1971).
Tujuan pokok dari pengolahan ialah untuk membuat teh yang enak
rasanya, harum, serta bagus bentuknya untuk memenuhi syarat penilaian yang
menjadi ukuran standar bagi pedagang besar dan konsumen. Agar diperoleh yang
memenuhi syarat tersebut maka diperlukan :
Jenis petikan yang baik.
Cara pengolahan yang sesuai (tiap pabrik memepunyai cara tersendiri
dalam pengolahannya).
Peralatan yang lengkap dan terpelihara.
Pengawasan pabrik yang aktif dan inisiatif serta mempunyai cukup
pengetahuan tentang seluruh proses pengoahan.
Pengawasan yang sepenuhnya dari awal sampai akhir dalam proses
pengolahan maupun dari kebun.
Kebersihan dalam bangunan pabrik yaitu bangunan pabrik, ruang
pengolahan, mesin dan alat-alat yang digunakan, orang-oang yang
mengolahnya dan serta lingkungan dari pabrik tersebut.
Menurut Adisewojo (1982), pengolahan teh hitam dalam pabrik dapat dibagi
menjadi lima tingkat yaitu : pelayuan daun (verflensen), penggulungan dan
pemisahan, pemeraman (fermentern), pengeringan (drogen), pemisahan
daun kering menurut jenis dan pengepakan. Ada 2 jenis utama teh hitam yang
dipasarkan di pasaran internasional, yaitu teh orthodoks dan teh CTC (Crushing,
Tearing, Curling). Kedua jenis teh hitam ini dibedakan atas cara pengolahannya.
Pengolahan CTC (Crushing, Tearing, Curling) adalah suatu cara penggulungan
yang memerlukan tingkat layu sangat ringan (kandungan air mencapai 67-70%)
dengan sifat penggulungan keras, sedangkan cara pengolahan orthodoks
memerlukan tingkat layu yang berat (kandungan air 52-58%) dengan sifat
penggulungan yang lebih ringan (Setiawati dan Nasikun, 1991). Pusat Penelitian
Teh dan Kina Gambung memberikan gambaran tentang kedua cara pengolahan
tersebut, dapat dilihat pada Tabel 2.1
Pengolahan Teh Hijau dengan Teknologi
Untuk mendapatkan teh hijau dengan kualitas yang baik sesuai dengan standar
mutu permintaan pasar, diperlukan suatu program pengolahan yang benar, terarah,
dan sesuai dengan prinsip-prinsip pengolahan yang efisien dan
berkesinambungan. Disamping itu, diperlukan bahan baku (pucuk) yang bermutu
tinggi minimal 60% halus (muda) dan kerusakan pucuk serendah mungkin (5%).
Tahapan pengolahan teh hijau terdiri dari pelayuan, penggulungan, pengeringan
pertama, pengeringan kedua, sortasi kering, serta pengemasan.
a. Pelayuan
Pelayuan pada teh hijau bertujuan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase
dan menurunkan kandungan air dalam pucuk, agar pucuk menjadi lentur dan
mudah digulung. Proses pelayuan dilakukan sampai pada tahap layu tertentu, yang
sifat pelayuannya berbeda dibanding dengan cara pelayuan teh lokal. Pelayuan
harus segera dilakukan setelah daun teh dipetik. Daun teh harus segera diolah
dipabrik pengolahan secepat mungkin dengan transportsi yang efisien yang
merupakan aspek penting dalam pengolahan teh untuk meminimalkan kerusakan.
Pelayuan dilaksanakan dengan cara mengalirkan sejumlah pucuk secara
berkesinambungan kedalam alat pelayuan Rotary Panner dalam keadaan panas
dengan suhu pelayuan 80-100oC. selama proses pelayuan berlangsung dalam
Rotary Panner, terjadi proses penguapan air baik yang terdapat di permukaan
maupun yang terdapat didalam daun. Uap air yang terjadi harus secepatnya
dikeluarkan dari ruang Roll Rotary Panner, untuk menghindari terhidrolisanya
klorofil oleh uap asam-asam organik.
Perubahan kimia yang terjadi selama pelayuan antara lain dalam proses respirasi
akan terjadi penurunan gula oleh oksigen menjadi energi dan karbondioksida.
Apabila gula berangsur-angsur berkurang maka akan terombak pula senyawa-
senyawa lain hasil metabolisme yang terlebih dahulu menjadi gula.
Suhu pelayuan harus sama (stabil) agar dapat dicapai tingkat layu yang tepat.
Tingkat layu pucuk dinilai berdasarkan presentase layu, yaitu perbandingan berat
pucuk layu terhadap pucuk basah yang dinyatakan dalam persen.
Persentase layu teh hijau lokal adalah 60-70%, dan untuk teh hijau ekspor sekitar
60% dengan tingkat kerataan layuan yang baik. Tingkat layu yang tepat ditandai
dengan keadaan pucuk layu yang berwarna hijau cerah, lemas, dan lembut, serta
mengeluarkan bau yang khas.
kriteria untuk menentukan tingkat kelayuan daun antara lain:
bentuk daun lemas, agak lekat seperti daun yang dimasukkan dalam air
panas.
warna daun hijau kekuning-kuningan atau hijau muda
air seduhan daun layu jernih dengan sedikit warna hijau atau pucat
kadar air 65-70%.
Proses Pelayuan
Proses pelayuan merupakan suatu proses pada pengolahan teh yang
bertujuan untuk menurunkan kadar air sesuai standar yang telah ditentukan agar
memudahkan proses pengolahan selanjutnya. Proses pembeberan teh ini
dilakukan dengan tujuan untuk memecah gumpalan pucuk teh akibat proses
pemetikan dan pemasukan kedalam watering sehingga menjadi padat dan
bergumpal oleh karena itu diperlukan pembeberan agar mempermudah sirkulasi
udara pada saat proses pelayuan dan juga membuat kadar air pada pucuk
mengalami penurunan yang merata sehingga tingkat kelayuan yang akan
dihasilkan pun akan merata pada semua pucuk teh dalam withering trough.
Pembeberan juga di lakukan untuk menurunkan kadar air dari pucuk teh yang
baru datang dari kebun hingga kisaran kadar air pucuk teh 80-82% sehingga dapat
dilakukan proses pembalikan dan dilanjutkan proses pelayuan.
Pada awal pelayuan harus menggunakan udara segar. Setelah suhu panas
udara pelayuan maksimum 270C. Pada kondisi udara sekitar yang berkabut
dengan kelembaban tinggi, maka dilakuka pencampuran udara luar dengan udara
panas dari Heat Exchanger. Pemberian panas dihentikan apabila air pada
permukaan pucuk sudah menguap dan keadaan udara sekitar tidak terlalu lembab.
Lama proses pelayuan skitar 10-24 jam untuk tergantung keadaan bahan baku dan
keadaan cuaca sekitar, sedangkan untuk sistem orthodox lama pelayuan 12-28 jam
sesuai dengan kebutuhan mulai dari saat pembeberan hingga turun layu. Pada
proses pelayuan dilakukan juaga pembalikan seperti pada pembeberan yang
bertujuan untuk menyamaratakan kadar air pucuk. Pembalikan dilakukan jika
ketinggian pucuk pada withering trough sudah berkurang 50-60%. Cara
pembalikan pucuk teh dengan buruan, buruan itu berisi lapisan atas tumpukan
sehingga lapisan bawah berpindah tempat kelapisan atas. Pucuk yang telah
dinyatakan layu apabila kadar air yang terkandung dalam pucuk teh memiliki
kadar air 68-74%. Pengukuran kadar air secara manual yaitu jika pucuk diremas
tidak manimbulkan bunyi patah dan aromanya tercium sedap berbeda dengan
daun segar atau pucuk kurang layu. Pengukuran kadar air dengan menggunakan
alat sortarius (Moisture Content Analyzer) selama 30 menit dengan suhu 1500C,
secara otomatis alat akan menunjukan hasil.
3.2.1 Alat dan Bahan yang Digunakan pada Proses Pelayuan
Mesin Withering Trough berkapasitas 800-2000kg
Monorail Conveyor
Ruangan analisa petik dan pucuk ( timbangan analitik, kotak sampel
pucuk)
Alat pengukur suhu (Termometer dry-wet)
Moisture content analitic (sortorius)
Waring
Bahan baku (pucuk teh)
3.2.2 Urutan kerja pada proses pelayuan
Menyalakan mesin Withering trough yang akan digunakan, jumlah WT
yang tersedia sebanyak 25 buah, sedangkan yang digunakan untuk bahan
baku 4150 kg hanya 6 buah WT karena jumlah bahan baku tidak terlalu
banyak. Menyalakan monorail conveyor yang terdiri dari 66 buah kursi
Menurunkan waring-waring pada conveyor ke withering trough Meletakan
waring-waring pada badan WT dalam 2 buah jalur dengan jumlah waring
sebanyak ± 22 waring untuk setiap WT.
Mengeluarkan pucuk didalam waring (± 25 kg per waring) diatas
withering trough dimulai dari arah yang berlawanan dengan angin yang
dikeluarkan dari blower, kemudian dilakukan pembeberan dengan cara
dikibrik. Lama proses ini memerlukan waktu selama 15-20 menit untuk
setiap WT.
Selesai pembeberan dilakukan pengukuran dan mengatur ketebalan
hamparan sekitar 20 cm dengan menggunakan mistar yang selalu diletakan
pada Wt untuk mengetahui penurunan hamparan karena pucuk telah
mengalami pelayuan.
Setelah pembeberan dilakukan pengecekan terhadap thermometer dry-wet
yang digunakan untuk mengukur selisih suhu kering dan basah pada
tumpukan pucuk dalam withering trough. Pengecekan kembali dilakukan
setelah proses pembalikan.
Setelah proses pembeberannya dilakukan pengambilan sampel pucuk teh
dari withering trough untuk pengujian bahan baku (analisis petik dan
pucuk) dan pengukuran kadar air pucuk segar.
Pengukuran kadar air pucuk segar dengan menggunakan alat sortorius atau
moisture content analyzer, sebagai berikut: Mengambil sampel secara acak
sebanyak 500 gram dari withering trough Ambil 5 gram dari sample
tersebut. Pucuk teh kemudian diiris kasar Ukur kadar air pucuk segar
dengan menggunakan alat Sortorius dengan suhu 1500C selama 30 menit
Hasil kadar air dapat langsung diperoleh dari alat sortorius tersebut.
b. Penggulungan
Penggulungan pada pengolahan teh hijau bertujuan membentuk mutu secara fisik,
karena selama penggulungan, pucuk teh akan dibentuk menjadi gulungan-
gulungan kecil dan terjadi pemotongan. Proses ini harus segera dilakukan setelah
pucuk layu keluar mesin Rotary Panner. Untuk membuat teh hijau mutu ekspor,
penggunaan mesin penggulung yang berukuran 26” tipe single action sangat
cocok untuk tujuan tersebut. Penggulungan dilakukan satu kali agar tidak terjadi
penghancuran daun teh yang terlalu banyak, yang dapat meningkatkan jumlah
bubuk dengan mutu yang kurang menguntungkan. Lama penggulungan
disesuaikan dengan tingkat layu pucuk, ukuran, tipe mesin penggulung serta mutu
pucuk yang diolah. Lama penggulungan sebaiknya tidak lebih dari 30 menit
dihitung sejak pucuk layu masuk mesin penggulung.
c. Pengeringan
Pengeringan pada teh hijau bertujuan untuk menurunkan kadar air dari pucuk
yang digulung hingga 3-4%, memekatkan cairan sel yang menempel di
permukaan daun sampai berbentuk seperti perekat, dan memperbaiki bentuk
gulungan teh jadi. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilaksanakan dua tahap
pengeringan, masing-masing menggunakan mesin yang berbeda.
Mesin pengering pertama disebut ECP (Endless Chain Pressure) Dryer. Pada
mesin pengering ini, suhu diatur supaya suhu masuk 130-135oC dan suhu keluar
50-55oC dengan lama pengeringan 25 menit. Pada pengeringan pertama ini,
jumlah air yang diuapkan mencapai 50% dari bobot pucuk, sehingga hasilnya baru
setengah kering dengan tingkat kekeringan 30-35%. Pada pengeringan tahap
kedua digunakan mesin pengering Rotary Dryer tipe Repeat Rool. Maksud
pengeringan
kedua adalah untuk menurunkan kadar air sampai 3-4% serta memperbaiki bentuk
gulung teh keringnya. Pengeringan dalam rotary dryer menggunakan suhu tidak
lebih dari 70oC dengan lama pengeringan 80-90 menit, dan putaran rotary dryer
17-19 rpm. Untuk memperoleh hasil pengeringan yang baik selain ditentukan oleh
suhu dan putaran mesin jugaditentukan oleh kapasitas mesin pengering. Kapasitas
per batch mesin pengering ditentukan oleh diameter mesin itu. Rotary Dryer yang
rollnya berdiameter 70 cm, mempunyai kapasitas pengeringan sebesar 40-50 kg
teh kering, dan untuk roll yang berdiameter 100 cm kapasitasnya 60-70 kg teh
kering.
d. Sortasi Kering
Teh yang berasal dari pengeringan masih heterogen atau masih bercampur baur,
baik bentuk maupun ukurannya. Selain itu teh masih mengandung debu, tangkai
daun dan kotoran lain yang berpengaruh terhadap mutu teh nantinya. Untuk itu,
dibutuhkan proses penyortiran atau pemisahan yang bertujuan untuk mendapatkan
bentuk dan ukuran teh yang seragam sehingga cocok untuk dipasarkan dengan
mutu terjamin. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan, memurnikan dan
mengelompokkan jenis mutu teh hijau dengan bentuk ukuran yang spesifik sesuai
dengan standar teh hijau. Pada prinsipnya, sortasi kering teh hijau adalah.
memisahkan keringan teh hijau yang banyak mengandung jenis mutu
ekspor,
memisahkan partikel-partikel yang mempunyai bentuk dan ukuran yang
relatif sama kedalam beberapa kelompok (grade), kemudian
memisahkannya dari tulang-tulang daunnya,
melakukan pemotongan dengan tea cutter bagian-bagian teh yang
ukurannya masih lebih besar dari jenis mutu yang dikehendaki,
setelah hasil sortasi teh hijau terkumpul menjadi beberapa jenis dilakukan
polishing dengan menggunakan mesin polisher,
hasil sortasi ini dikelompokkan kedalam jenis-jenis mutu teh hijau sesuai
dengan mutu yang ada.
Lampiran 1
BIODATA PESERTA KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANG
Nama Lengkap : Bhakti Priandi Sunarya
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Bandung, 03 Maret 1990
Status Pendidikan : Mahasiswa Program S1 Jurusan Teknik dan
Manajemen Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran (Semester
6)
Agama : Islam
Alamat Rumah : jl. Besi raya no. 25 perumnas II cibodas baru,
Tangerang
Alamat Kosan : jl. Lapang bola ciawi no. 3 (pondok malaka)
Telepon : 085694209237
E-mail : [email protected]