proposal analisis risiko merkuri akibat konsumsi kerang hijau kalibaru

80
DAFTAR ISI DAFTAR ISI.................................................i BAB I PENDAHULUAN..........................................1 A. Latar Belakang........................................1 B. Rumusan Masalah.......................................5 C. Pertanyaan Penelitian.................................5 D. Tujuan................................................6 1. Tujuan Umum.........................................6 2. Tujuan Khusus.......................................6 E. Manfaat Penelitian....................................6 1. Bagi Masyarakat.....................................6 2. Bagi Peneliti.......................................6 3. Bagi Pemerintah.....................................7 F. Ruang Lingkup Penelitian..............................7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................8 A. Merkuri...............................................8 1. Sifat dan Karakteristik.............................8 2. Kegunaan Merkuri...................................10 3. Pencemaran Merkuri di Lingkungan...................11 4. Toksikokinetik Merkuri............................14 5. Kadar Batas Aman Merkuri...........................17 6. Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan Manusia..........17 7. Dampak Merkuri terhadap Biota Perairan.............20 B. Kerang Hijau.........................................21 1. Klasifikasi dan Morfologi..........................21 2. Habitat dan Distribusi.............................22 3. Perilaku Makan.....................................23 C. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)..........24 i

Upload: ika-amalia-putri

Post on 20-Nov-2015

304 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

proses menulis dan belajar

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

DAFTAR ISIiBAB I PENDAHULUAN1A.Latar Belakang1B.Rumusan Masalah5C.Pertanyaan Penelitian5D.Tujuan61.Tujuan Umum62.Tujuan Khusus6E.Manfaat Penelitian61.Bagi Masyarakat62.Bagi Peneliti63.Bagi Pemerintah7F.Ruang Lingkup Penelitian7BAB II TINJAUAN PUSTAKA8A.Merkuri81.Sifat dan Karakteristik82.Kegunaan Merkuri103.Pencemaran Merkuri di Lingkungan114.Toksikokinetik Merkuri145.Kadar Batas Aman Merkuri176.Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan Manusia177.Dampak Merkuri terhadap Biota Perairan20B.Kerang Hijau211.Klasifikasi dan Morfologi212.Habitat dan Distribusi223.Perilaku Makan23C.Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)241.Identifikasi Bahaya242.Analisis Dosis Respon253.Analisis Pemajanan264.Karakteristik Risiko275.Manajemen Risiko29D.Kerangka Teori33BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL34A.Kerangka Konsep34B.Definisi Operasional35BAB IV METODE PENELITIAN37A.Desain Penelitian37B.Lokasi dan Waktu Penelitian39C.Populasi dan Sampel401.Subyek402.Kerang hijau41D.Pengumpulan dan Pengolahan Data421.Data Primer422.Data Sekunder42E.Analisis Data421.Univariat422.Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan43F.Metode Analisis Merkuri (Hg) pada Kerang Hijau431.Pembuatan Deret Standar (Hg (NO3)2)432.Preparasi sampel44DAFTAR PUSTAKA45

37

50

BAB I PENDAHULUAN

Latar BelakangSektor industri di Indonesia mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatnya pertumbuhan penduduk dan urbananisasi. Perkembangan sektor industri berdampak bagi kelangsungan hidup manusia. Selain memiliki manfaat bagi perekonomian, perkembangan sektor industri dapat menurunkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat.Salah satu yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan yakni pencemaran lingkungan. Menurut Undang-undang 32 tahun 2009 , Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Pencemaran lingkungan berasal dari sumber alami seperti pelapukan batuan, dan sumber antropogenik (kegiatan manusia) yakni limbah domestik atau limbah industri. Pencemaran lingkungan akibat limbah industri mencakup pencemaran logam berat. Polutan logam mencemari lingkungan, baik dilingkungan udara, air dan tanah. Polutan logam yang dibuang mencemari sungai, laut dan selanjutanya mencemari makhluk hidup di perairan tersebut dan melalui ikan , air minum atau air sumber irigasi lahan pertanian sehingga tanaman sebagai sumber pangan manusia tercemar oleh logam (Widowati, 2008). Jenis logam yang biasanya mencemari perairan yakni logam berat yang berbahaya . Adapun logam berat yang sering ditemukan diperairan yakni merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), khromium (Cr) dan nikel (Ni). Logam berat atau bahan kimia anorganik ini dalam jumlah yang tertentu akan menjadi racun bagi makhluk hidup. Logam logam berat tersebut diketahui dapat mengumpul di dalam tubuh suatu organisme, dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Loedin,1985) . Salah satu logam berat yang sebagian besar dihasilkan dari kegiatan industri dan mencemari perairan yakni merkuri (Hg). Apabila masuk ke dalam perairan, merkuri mudah berikatan dengan klor yang ada dalam air laut dan membentuk ikatan HgCl. Dalam bentuk tersebut, Hg mudah masuk ke dalam plankton dan bisa berpindah ke biota laut lain. Merkuri anorganik (HgCl) akan berubah menjadi merkuri organik (metil merkuri) oleh peran mikroorganisme yang terjadi pada sedimen di dasar perairan. Merkuri dapat pula bersenyawa dengan karbon membenuk metil merkuri yang dihasilkan oleh mikroorganisme dalam air dan tanah. Mikroorganisme kemudian termakan oleh ikan sehingga konsentrasi merkuri dalam ikan meningkat. (Budiono dalam Widowati, 2008). Perairan Teluk Jakarta merupakan daerah hilir pertemuan laut dan sungai yang menjadi tempat akumulasi aliran limbah mengandung logam yang berasal dari perkotaan dan pabrik. Adapun industri yang beroperasi di Jakarta utara yakni di dominasi industri otomotif perakitan kendaraan dan komponennya. Selain itu terdapat industri pertambangan minyak, industri alat tulis dan industri cat yang menggunakan Hg dalam proses produksinya (BLHD Jakarta, 2013) . Penelitian oleh BPLHD, didapatkan kadar Hg sebesar 0.003-0.056 ppm di perairan Ancol yakni di belakang restauran MacDonalds, PLTU dan Monumen Laguna dimana kadar tersebut melebihi Nilai Ambang Batas Kementrian Lingkungan Hidup yakni 0.001 ppm (Lestari dan Edward, 2004). Selain itu, Perairan Kamal Muara Jakarta Utara telah tercemar logam berat Merkuri, Timbal, dan Kadmium. Selain itu, konsentrasi logam merkuri dalam sedimen tergolong pada level tes yang tergolong telah tercemar ringan (Sanjono,2009). Penelitian tersebut diperkuat oleh Cordova (2011) dimana hasil pengamatan logam Hg di Sungar Angke (0,086 mg/l) menunjukan hasil yang cukup tinggi dan melebihi baku mutu yang ditentukan pemerintah, yakni sebesar 0,001 mg/l. Pencemaran logam berat Hg juga terjadi pada perairan sekitar Marunda, Pulau Bidadari, dan Pulau Damar yang selama ini menjadi fishing ground nelayan di Teluk Jakarta (Mustaruddin, 2013). Serta berdasarkan hasil pemeriksaan di temukan Hg dalam hasil laut di beberapa Kepulauan Seribu yakni Pulau Lancang (0,38 ppm), Pulau Untung Jawa (1,43ppm), Pulau Tidung (3,05ppm) (Athena dkk , 2009). Pencemaran merkuri pada perairan Teluk Jakarta tentu berdampak terhadap biota di perairan tersebut. Apalagi di perairan tersebut terdapat kegiatan pembudidayaan kerang hijau, sehingga kerang hijau mengalami kontaminasi logam merkuri. Hal ini dikarenakan kerang hijau mempunyai kemampuan yang besar sebagai vacum cleaner atau menyerap limbah B3 (Riani,2004). Dengan demikian, kerang hijau lebih cocok sebagai bioindikator untuk memonitor substansi organik yang terdapat dilaut daripada untuk konsumsi karena memiliki distribusi yang luas, hidup menetap, mudah disampling, memiliki toleransi terhadap salinitas yang luas, resisten terhadap stress dan bahan berbagai kimia yang terakumulasi dengan jumlah besar . Beberapa penelitian didapatkan hasil mengenai kontaminasi logam berat merkuri dalam kerang hijau dari perairan Teluk Jakarta. Bioakumulasi logam berat merkuri yang terakumulasi pada organ hepatopankreas kerang hijau yakni 88,99 g/g bk pada kerang hijau yang berumur 5-6 bulan (Cordova, dkk. 2011). Di Indonesia, kerang hijau menjadi salah satu jenis makanan laut yang digemari oleh masyarakat. Laju konsumsi kerang hijau di Indonesia 0,001 kg per minggu (SUSENAS, 2014). Pola konsumsi kerang hijau yang terkontaminasi logam berat khususnya merkuri secara terus menerus akan menyebabkan akumulasi logam berat pada tubuh manusia dan berdampak pada kesehatan. Adapun dampak yang mungkin ditimbulkan akibat mengkonsumsi kerang hijau yang mengandung merkuri secara terus menerus yakni kerusakan pada tubulus proximal dan glomerulus ginjal dan beberapa kerusakan pada otak, gangguan perkembangan otak janin, gangguan tremor, serta gangguan keseimbangan emosinil pada orang dewasa.

Rumusan MasalahTeluk Jakarta merupakan tempat akumulasi aliran limbah yang berasal dari perkotaan dan pabrik. Hampir sebagian pasokan hasil laut dari teluk Jakarta seperti kerang hijau dibudidaya pada perairan Teluk Jakarta. Kerang hijau memiliki kemampuan dalam mengakumulasi logam berat seperti merkuri. Selain itu, kerang hijau merupakan salah satu hasil laut yang dikonsumsi oleh masyarakat khususnya di Kalibaru Jakarta Utara. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap risiko kandungan merkuri pada penduduk Kalibaru akibat konsumsi kerang hijau dari perairan Teluk Jakarta.

Pertanyaan PenelitianBerdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah :1. Berapa besaran risiko kesehatan (RQ) pada penduduk Kalibaru Jakarta Utara akibat asupan merkuri dalam kerang hijau dari perairan Teluk Jakarta2. Berapa Asupan (Intake) logam merkuri (Hg) melalui konsumsi kerang hijau pada penduduk Kalibaru Jakarta Utara dari perairan Teluk Jakarta jika dikonsumsi secara terus menerus?3. Berapa konsentrasi merkuri pada kerang hijau dari perairan Teluk Jakarta?TujuanTujuan UmumTujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat resiko kesehatan penduduk Kalibaru akibat pajanan logam merkuri (Hg) pada kerang hijau yang dikonsusmsi dari Perairan Teluk Jakarta tahun 2015.Tujuan Khususa. Mengetahui konsentrasi merkuri pada kerang hijau dari perairan Teluk Jakarta tahun 2015b. Mengetahui Asupan (Intake) logam merkuri (Hg) melalui konsumsi kerang hijau pada penduduk Kalibaru dari perairan Teluk Jakarta jika dikonsumsi secara terus menerus.

Manfaat Penelitian1. Bagi Masyarakat Diharapkan sebagai sumber informasi terhadap seluruh kalangan masyarakat tentang konsentrasi Hg dan tingkat resiko merkuri (Hg) terhadap kesehatan manusia melalui konsumsi kerang hijau dari perairan Teluk Jakarta2. Bagi PenelitiDapat menambah pengetahuan, wawasan dan informasi bagi peneliti tentang konsentrasi Hg dan tingkat resiko merkuri (Hg) terhadap kesehatan manusia pada kerang hijau dari perairan Teluk Jakarta 3. Bagi PemerintahMemberikan tambahan informasi landasan perencanaan program dan kebijakan terkait dengan konsentrasi Hg tingkat resiko merkuri (Hg) terhadap kesehatan manusia pada kerang hijau dari perairan Teluk Jakarta.Ruang Lingkup PenelitianPenelitian ini dilakukan oleh mahasiswi peminatan Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mengetahui besaran risiko kesehatan pada penduduk Kalibaru Jakarta Utara akibat asupan merkuri dalam kerang hijau dari perairan Teluk Jakarta. Penilitian dilakukan pada Maret Mei 2015. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL). Kelebihan analisis risiko kesehatan lingkungan adalah mampu memprediksi risiko menurut proyeksi pemajanan ke depan. Dengan kemampuan ini maka risiko gangguan kesehatan yang akan terjadi di masa yang akan datang akibat risk agent yang ada di lingkungan, dapat dicegah. Adapun jenis data yang digunakan yakni data primer untuk mengetahui konsentrasi merkuri (Hg) dalam kerang hijau, data berat badan, pola konsumsi, frekuensi pajanan dan durasi pajanan penduduk Kalibaru .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Merkuri1. Sifat dan KarakteristikMerkuri (Hg) adalah logam berat berbentuk cair, berwarna putih perak, serta mudah menguap dan berbentuk cair pada suhu ruangan (25C) (Alfian, 2006). Uap merkuri tidak berwarna dan tidak berbau. Semakin tinggi suhu, semakin banyak uap akan dibebaskan dari merkuri metalik cair (ATSDR, 1999). Merkuri memiliki nomor atom 80 dengan massa atom 200,59 g/mol. Merkuri (Hg) dapat larut dalam asam sulfat atau asam nitrit, tetapi tahan terhadap basa. Hg memiliki titik didih 356,6C dan titik lebur -38,9 C. Hg mudah membentuk alloy amalgama dengan logam lainnya, seperti emas (Au), perak (Ag), platinum (Pt), dan tin (Sn). Garam merkuri yang penting antara lain HgC12 yang bersifat sangat toksik (Widowati dkk, 2008).Merkuri terdapat dalam berbagai bentuk sebagai berikut :a. Merkuri elemental (Hg0)Jenis ini sukar larut di dalam air dan memiliki tekanan uap yang tinggi (Alfian, 2006). Jika berada dalam suhu ruangan mudah mampu diserap dengan baik (80%) melalui inhalasi. Merkuri elemental memiliki kemampuan menembus Sistem Syaraf Pusat (Emergency Medicine, 2005).b. Merkuri anorganik, termasuk logam merkuri (Hg ++) dan garam-garamnya seperti merkuri chlorida (HgCl2) dan merkuri okside (HgO) c. Merkuri organik, terdiri dari (Fardiaz, 1992) :1) Aril merkuri, mengandung hidrokarbon aromatik seperti fenil merkuri asetat.2) Alkil merkuri, mengandung hidrokarbon alifatik dan merupakan merkuri yang paling beracun, misalnya metilmerkuri, etilmerkuri, dan sebagainya. Metilmerkuri terbentuk pada saat merkuri berikatan dengan karbon. Organisme renik mengkonversi merkuri inorganic menjadi metilmerkuri. Metilmerkuri masuk dalam rantai makanan dan terakumulasi di biota perairan, contoh kerang 3) Alkoksialkil merkuri (R- O Hg)

Sumber merkuri berasal dari alam dan antropogenik. Sumber alami merkuri adalah cinnabar (HgS) dan mineral sulfida, misalnya sphalerite (ZnS), chalcopyrite (CuFeS) dan galena (PbS). Kegiatan geologi seperti aktivitas vulkanik, penguapan Hg di laut, emisi panas bumi, pelapukan batuan dan erosi tanah dapat melepaskan merkuri ke dalam perairan (Effendi, 2003 ; Liu, 2012). Penambangan, peleburan, pembakaran bahan bakar fosil, dan produksi baja, semen dan fosfat juga merupakan sumber merkuri yang dapat menambah keberadaannya di alam (Lu, 2006).2. Kegunaan MerkuriMerkuri banyak digunakan dalam kegiatan manusia. Hal ini dikarenakan sifat-sifat yang dimiliki berguna dalam berbagai bidang baik dalam bidang kedokteran, bidang pertambangan, bidang pertanian, berbagai industri seperti cat, baterai, plastik, kertas bahkan diperlukan dalam bidang militer. Dalam bidang kedokteran, merkuri digunakan dalam berbagai alat kedokteran seperti peralatan tekanan darah, termometer. Dalam kedokteran gigi, merkuri digunakan sebagai bahan tambal gigi, dimana 50 % dari bahan tambal gigi mengandung merkuri (Inswiasri, 2008).Bidang pertambangan membutuhkan merkuri untuk membentuk amalgram. Contohnya dalam pertambangan emas, logam merkuri digunakan untuk mengikat dan memurnikan emas. Hal ini karena Dalam pertanian, senyawa raksa banyak dimanfaatkan untuk pembuatan biosida, terutama untuk fungisida dan bakterisida. Senyawa raksa yang digunakan dalam bidang pertanian dapat dibagi dua yaitu anorganik dan organik raksa (Hutagalung, 1985).Selain itu, merkuri digunakan di bidang industri. Contohnya dalam industri kertas merkuri dalam bentuk fenil merkuri asetat (FMA) diperlukan untuk mencegah pembentukan lendir pada pulp kertas yang masih basah selama proses pengolahan dan penyimpanan. FMA juga sering ditambahkan ke dalam cat, karena fungsinya sebagai anti jamur pencegah pelapukan dan sebagai komponen warna. Dalam cat perkapalan FMA sering digunakan (Fardiaz, 1992). 3. Pencemaran Merkuri di LingkunganMerkuri beredar secara alami di biosfer, dengan 30,000-50,000 ton yang dilepaskan ke atmosfer oleh penguapan dari kerak bumi dan lautan. Selain itu, 20.000 ton merkuri dilepaskan ke lingkungan setiap tahun oleh aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil dan kegiatan industri lainnya (Nordberg GF et.al, 2007) . a. Pencemaran Merkuri di UdaraMerkuri dilepaskan ke udara sebagai uap selama proses alam seperti aktivitas gunung berapi , kebakaran hutan (WHO, 2008). Kegiatan eksplorasi minyak maupun gas bumi selalu diikuti dengan pembakaran kelebihan produksi melalui flare. Proses produksi minyak maupun gas bumi selalu diikuti dengan pembakaran kelebihan produksi melalui flare. Mengingat bahwa dalam minyak dan gas bumi selalu terkandung berbagai logam berat yang berasal dari dalam perut bumi seperti merkuri, gas yang diemisikan melalui cerobong flare dapat membawa merkuri ke udara dan akhirnya masuk ke dalam lingkungan. Hal ini biasa terjadi pada daerah di sekitar eksplorasi minyak dan gas bumi dimana pencemaran merkuri berasal dari udara. Menurut penelitian Tugaswati dkk (1997) terdeteksi merkuri pada sampel udara di el lingkungan di kampung Truwali+Cemeti dan desa Rambatan Wetan, Indri~mayu akibat kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi.

b. Pencemaran Merkuri di Perairan dan SedimenEksistensi pencemaran merkuri di lingkungan perairan meningkat karena penggunanaannya dalam industri yang menyebabkan, melalui air buangan. Limbah yang menghasilkan merkuri terbuang ke sungai, pantai atau badan air di sekitar industri kemudian mengkontaminasi ikan dan makhluk air lainnya termasuk ganggang dan tanaman air. Hal ini dikarenakan sifatnya stabil dalam sedimen, kelarutan rendah dalam air dan kemudahannya diserap dan terakumulasi dalam jaringan tubuh organisme air, baik melalui proses bioakumulasi maupun biomagnifikasi yaitu melalui rantai makanan. Ikan kecil dan makhluk air kecil lainnya dimakan oleh ikan dan makhluk air yang lebih besar atau masuk kedalam tubuh melalui insang. Kerang juga dapat mengumpulkan merkuri di dalam rumahnya. Ikan-ikan dan makhluk perairan tersebut dimakan oleh manusia sehingga dapat mengumpulkan merkuri di dalam tubuhnya (Widowati dkk, 2008).Berikut merupakan jalur pajanan siklus merkuri di lingkungan perairan yang sangat kompleks . Berbagai bentuk merkuri dikonversi dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Contoh paling penting adalah merkuri dikonversi ke bentuk yang paling beracun yakni methylmercury ( CH3Hg+ ). Pada akhirnya, merkuri mengendap di sedimen , ikan dan biota perairan lain, dan beberapa kembali ke atmosfer melalui penguapan .Gambar 1. Siklus merkuri di perairanSumber : U.S. Geological Survey

Kasus pencemaran merkuri terjadi pada tahun 1968 adanya epidemi keracunan Hg di Teluk Minamata, dan pada tahun 1967 terjadi pencemaran Hg di sungai Agano di Nigata. Pada saat terjadi epidemi, kadar Hg pada ikan di Teluk Minamata sebesar 11 g/kg berat basah dan di sungai Agano sebesar 10 g/kg berat basah (Sudarmaji dkk, 2006). Di Indonesia, telah terjadi pencemaran merkuri pada perairan. Pada perairan Ancol yakni di belakang restauran MacDonalds, PLTU dan Monumen Laguna didapatkan kadar Hg sebesar 0.003-0.056 ppm yang melebihi Nilai Ambang Batas Kementrian Lingkungan Hidup yakni 0.001 ppm (Lestari dan Edward, 2004). Dalam Sanjono (2009) diketahui perairan Kamal Muara Jakarta Utara telah tercemar logam berat Merkuri, Timbal, dan Kadmium. Selain itu, konsentrasi logam merkuri dalam sedimen tergolong pada level tes yang tergolong telah tercemar ringan. Penelitian tersebut diperkuat oleh Cordova (2011) dimana hasil pengamatan logam Hg di Sungar Angke (0,086 mg/l) menunjukan hasil yang cukup tinggi dan melebihi baku mutu yang ditentukan pemerintah, yakni sebesar 0,001 mg/l. Pencemaran logam berat Hg juga terjadi pada perairan sekitar Marunda, Pulau Bidadari, dan Pulau Damar yang selama ini menjadi fishing ground nelayan di Teluk Jakarta (Mustaruddin, 2013).4. Toksikokinetik MerkuriToksikokinetik merupakan proses perjalanan toksikan di dalam tubuh yakni absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi. Toksikokinetik pada merkuri merkuri sangat tergantung pada bentuk merkuri yang diterima. a. AbsorpsiAbsorpsi dalam bentuk uap merkuri metalik terjadi dengan cepat secara difusi melintasi membran alveolar paru-paru ke dalam darah (ATSDR, 1999). Saluran pernafasan menjadi jalan utama absorbsi uap/debu merkuri, dimana sekitar 80 % diabsorbsi dan retensi. Akibatnya sebagian akan menuju otak yang kemudian diakumulasi di dalam jaringan. Sedangkan untuk golongan alkil merkuri diabsorbsi melalui semua jalan yaitu inhalasi, ingesti atau kontak kulit. (Lubis, 2002). Pada jalur pemajanan melalui oral, senyawa merkuri organik lebih mudah diserap daripada senyawa merkuri anorganik. Absorpsi oral senyawa merkuri anorganik secara difusi melibatkan saluran pencernaan. Dari beberapa data pada manusia maupun hewan menunjukan bahwa metilmerkuri segera diserap melalui saluran cerna. Melalui oral, dosis tunggal metilmerkuri nitrat pada manusia 95% dapat diserap. Penyerapan metilmerkuri dapat juga melalui kulit namun data kuantitatifnya tidak tersedia. Garam merkuri klorida absorbsinya buruk pada saluran cerna, efek serius dari merkuri klorida adalah gastroenteritis. (Yanuar A, 2008).b. DistribusiGolongan anorganik dan aril merkuri didistribusi pada banyak jaringan tubuh, terutama pada otak dan ginjal. Diketahui bahwa retensi terpanjang merkuri setelah menghirup uap merkuri terjadi pada otak. Pekerja Jepang yang telah meninggal memiliki sisa merkuri yang tinggi di otak akibat terpapar uap merkuri metalik selama 10 tahun (ATSDR, 1999). Merkuri anorganik dan organik, keduanya dapat melewati sawar darah otak dan plasenta , disekresi dalam air susu karena lipofilisitas tinggi.(Lubis, 2002). c. Metabolisme Merkuri setelah diabsorpsi dan didistribusi mengalami oksidasi membentuk Hg2+ yang dibantu oleh enzim katalase (Widowati dkk, 2008). Metilmerkuri dapat dimetabolisme menjadi merkuri anorganik oleh hati dan ginjal (Yanuar A, 2008). Metabolisme merkuri organik dalam hal ini senyawa alkil merkuri serupa dengan merkuri logam atau senyawa anorganiknya. Metil merkuri dimetabolisme secara lambat sebaliknya senyawa metoksietil dan fenil merkuri diubah secara cepat menjadi merkuri anorganik (Rianto, 2010).d. Eksresi Seluruh merkuri dieliminasi secara perlahan dalam urin, air liur dan keringat . Ekskresi merkuri dapat berlanjut untuk beberapa bulan sesudah pajanan merkuri berhenti. Eksresi Hg dipengaruhi oleh bentuk senyawa Hg, besar dosis Hg, serta waktu paparan. Metilmerkuri dikeluarkan dari tubuh terutama melalui tinja sebagai merkuri anorganik. Proses ini sebagai hasil dari ekskresi empedu dari senyawa dan konversi menjadi bentuk anorganik oleh flora usus. Kebanyakan metilmerkuri yang diekskresi empedu diserap kembali melalui sirkulasi enterohepatik dalam bentuk organiknya (Yanuar A, 2008).Metilmerkuri juga dikeluarkan melalui ASI dengan kadar kira-kira 5% dari kadar dalam darah. Waktu paruh pada manusia untuk merkuri anorganik yaitu 60 hari dan untuk alkil merkuri 70 hari. Merkuri juga berikatan dengan kelompok tiol dan dapat diukur pada rambut dan kuku. (Lubis, 2002).

5. Kadar Batas Aman Merkuria. Lingkungan Kadar batas aman merkuri pada sungai dan laut yakni 0,08- 0,12 g/L. Sedangkan batas aman merkuri diudara 0,02 g/m3. Standar merkuri yang diizinkan untuk kadar merkuri anorganik di udara di daerah tempat kerja adalah 0,05 g/m3. Angka tersebut setara dengan ambang batas udara 0,015 mg/m3 di wilayah penduduk dengan paparan selam 24 jam.b. Bahan PanganKadar normal Hg di dalam berbagai jenis bahan pangan, yaitu pada biji-bijian 1 20 ppb. Menurut SNI (2009) Batas maksimum cemaran merkuri (Hg) dalam pangan hasil laut yakni : Tabel.1. Batas maksimum cemaran merkuri (Hg) dalam pangan(SNI 7387:2009)Kategori PanganUji SatuanBatas Maksimum

Ikan dan hasil olahannyamg/kg0,5

Ikan predator seperti cucut, tuna, marlin dllmg/kg1,0

Kekerangan (bivalve) Moluska dan teripangmg/kg1,0

Udang dan krustacea lainnyamg/kg1,0

Sumber : BSN (2009)6. Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan ManusiaMerkuri memiliki tosisitas yang tinggi dibandingkan dengan logam berat lainnya. Paparan merkuri yang masuk ke tubuh manuia dapat menyebabkan keracunan. Keracunan merkuri dapat di bagi menjadi dua jenis yakni keracunan akut dan keracunan kronis. Keracunan akut setelah paparan uap merkuri pada tingkat tinggi (>1000 mg/m3) dalam waktu yang singkat dapat menimbulkan iritasi parah pada saluran pernafasan, pneumonitis, edema paru dan gejala lain dari kerusakan paru-paru. Uap merkuri juga bisa merusak otak, saraf, ginjal, paru-paru dan dalam kasus yang ekstrim, dapat menyebabkan koma dan / atau kematian . Pekerja yang terpapar uap merkuri untuk 4-8 jam akan mengalami sakit dada, sesak, batuk, hemoptisis dan gangguan fungsi paru (WHO. 2007)Keracunan kronis oleh merkuri, terdapat dua organ tubuh yang paling sering mengalami gangguan yaitu, gangguan pada sistem pencernaan dan sistem syaraf. Radang gusi (gingivitis) merupakan gangguan paling umum yang terjadi pada sistem pencernaan. Radang gusi pada akhirnya akan merusak jaringan penahanan gigi, sehingga gigi mudah lepas. Tanda-tanda seorang penderita keracunan kronis merkuri dapat dilihat pada organ mata. Biasanya pada lensa mata penderita terdapat warna abu-abu sampai gelap, atau abu-abu kemerahan, yang semua itu dapat dilihat dengan mikroskop mata disamping itu, gejala keracuanan kronis merkuri yang lainnya adalah terjadinya anemia ringan (Palar, 2008).Toksisitas dan metabolisme Hg tergantung pada berbagai faktor antara lain bentuk senyawa Hg, jalur paparan Hg, lamanya paparan, serta kandungan unsur lain yang terdapat dalam makanan. Tempat target utama merkuri adalah saluran pernafasan, sistem darah, saluran pencernaan, hati, ginjal, dan sistem syaraf pusat/tepi. Berikut uraian dampak dari merkuri terhadap beberapa organ :a. Ginjal Merkuri termasuk nephrotoksin, karena dampak pemajanan akut maupun kronis dari merkuri organik atau anorganik menyebabkan kerusakan pada tubulus proximal dan glomerulus ginjal, sehingga fungsi ginjal terganggu yang ditandai dengan proteinuria (Langford and Ferner, 1999). b. Otak Merkuri juga bersifat neurotoksin yang kuat, karena mampu menyebabkan beberapa kerusakan pada otak, gangguan perkembangan otak janin, gangguan tremor, kesulitan daya ingat,serta gangguan keseimbangan emosinil pada orang dewasa. Merkuri dikenal teratogen pada otak janin. Dalam bencana Teluk Minamata dan Irak, ibu hamil yang terpapar merkuri sangat berpengaruh terhadap bayi . Biasanya, saat lahir bayi tampak normal, tetapi perkembangan psikomotor terhambat, bayi mengalami kebutaan, tuli, dan kejang (Goldman et.al, 2001).Selain itu merkuri mampu mengakibatkan gangguan sistem syaraf pusat (CNS) seperti ataxia, pandangan menyempit, pendengaran menurunc. Pernafasan Uap/bau metalik merkuri dapat masuk 80 % ke saluran pernafasan dan paru-paru dengan cepat menyebar ke organ tubuh lainnya termasuk otak dan ginjal. Menurut Syversen dan Kaur (2012) paparan inhalasi akut , pada konsentrasi tinggi , dapat menyebabkan gangguan pernapasan termasuk dyspnead. KulitApabila kontak dengan kulit dapat menyebabkan alergi dan reaksi yang terjadi tergantung daya tahan tubuh seseorang (Widowati dkk, 2008). Beberapa reaksi pada kulit yakni paraesthesia (sensasi menusuk di kulit ) serta pengelupasan kulit (Langford and Ferner, 1999). Pada karyawan yang terpapar kronis oleh fenil dan alkil merkuri dapat timbul dermatitis ( Sudarmaji dkk, 2006).7. Dampak Merkuri terhadap Biota PerairanPencemaran merkuri menimbulkan dampak bagi setiap makhluk hidup tak terkecuali pada biota perairan. Merkuri masuk ke tubuh biota perairan (ikan) melalui pernafasan. Hal ini dapat terjadi karena insang memiliki fungsi untuk mengakumulasi gas dan senyawa-senyawa terlarut. Selanjutnya dalam tubuh ikan merkuri mengalami akumulasi. Akumulasi tersebut dapat terjadi karena ion-ion logam berat mempunyai afinitas yang tinggi dalam pembentukan jaringan kaya nonlipid. Penumpukan merkuri menyebabkan gangguan reproduksi, fisiologis, syaraf bahkan menyebabkan kematian. Pada moluska, logam akan diserap melalui membran insang, tepatnya melalui epidermis dan lapisan mukosanya. Kemudian logam masuk kedalam sistem sirkulasi dan mengendap di organ hepatopankreas (Riani, 2012). B. Kerang Hijau 1. Klasifikasi dan MorfologiKerang hijau (Perna viridis) termasuk dalam kelas bivalvia atau pelecypoda. bentuk kaki pelecypoda merupaka pelebaran dari bagian tubuh yang berbentuk pipih lateral seperti kapak kecil, disebut pelecypoda. Memiliki dua cangkang yang tipis dan simetris yang dapat dibuka tutup; dengan umbo yang melengkung ke depan. Memiliki persendian yang halus dengan beberapa gigi yang sangat kecil. Perna dicirikan dengan bentuk yang agak pipih, cangkang padat, dan mempunyai umbo pada tepi vertikal. Tipe alur cangkangnya konsentrik, bersinar, berwarna hijau, dan kadang-kadang tepinya berwarna kebiruan.Klasifikasi Perna viridis Linnaeus 1758 adalah sebagai berikut (Vakily, 1989) :Kerajaan (Kingdom) : AnimaliaFilum (Phylum) : MoluskaKelas (Class) : BivalviaSub klas (Sub Class) : LamellibranchiataBangsa (Ordo) : AnisomyriaInduk suku(Superfamily): MytilaceaSuku (Family) : MytilidaeAnak suku (Sub family) : MytilinaeMarga (Genus) : PernaJenis (species) : Perna viridis Linnaeus 1758Kerang hijau hidup pada perairan estuari, teluk dan daerah mangrove dengan substrat pasir lumpuran serta salinitas yang tidak terlalu tinggi. Umumnya hidup menempel dan bergerombol pada dasar substrat yang keras, yaitu batu karang, kayu, bambu atau lumpur keras dengan bantuan bysus. Kerang hijau tergolong dalam organisme/hewan sesil yang hidup bergantung pada ketersediaan zooplankton, fitoplankton dan material yang kaya akan kandungan organik.2. Habitat dan DistribusiHabitat alami dari Perna viridis adalah di daerah litoral dan sublitoral hingga kedalaman 15 m yang kaya akan plankton dan kandungan organik. Kerang hijau umumnya hidup menempel pada dasar (substrat) yang keras seperti kayu, bambu, batu, bangunan beton, dan lumpur keras dengan bantuan byssus (serabut penempel). Kerang hijau dapat hidup subur di muara-muara sungai dan hutan-hutan bakau di Indonesia dengan kondisi dasar perairan lumpur berpasir, pergerakan air dan cahaya cukup serta kadar garam tidak terlalu tinggi (Augustine, 2008).Kerang hijau merupakan hewan spesies spesifik Benua Asia. Hal ini menyebabkan distribusi kerang hijau di sepanjang wilayah Indo Pasifik, kemudian ke bagian utara hingga Hongkong, Cina, Selatan Jepang, perairan India, Semenanjung Malaysia, Singapura, Laut Cina Selatan, Thailand, Philipina, Indonesia sampai New Guinea (Vakily, 1989).Kerang hijau menyatakan bahwa kedalaman ideal untuk penempelan adalah 2,45-3,96 meter. Menurut Riani (2009) kerang hijau ukuran kecil merupakan biofilter air raksa (Hg) yang sangal baik di perairan yang tercemar oleh logam berat. Selain itu, kerang hijau merupakan molusca yang sensitif terhadap logam berat yakni dapat mengendap di tubuh kerang dan Kandungan logam berat Cd, dan Hg secara individu mempunyai korelasi terhadap perkembangan sel-sel kelamin jantan, sehingga logam berat tersebut mempengaruhi proses spermatogenesis (Jalius, 2008).3. Perilaku MakanPerna Viridis memiliki 4 baris insang yang berfungsi baik sebagai pernafasan organ dan alat filter makan (Vakily, 1989) . Kerang hijau selalu aktif 24 jam menyaring makanannya secara terus menerus . Dilihat dari cara makan maka kerang hijau termasuk dalam kelompok suspension feeder, artinya untuk mendapatkan makanan, yaitu fitoplankton, detritus, diatom dan bahan organik lainnya yang tersuspensi dalam air adalah dengan cara menyaring air tersebut.Hewan suspension feeder dalam memilih dan atau mengambil makanannya didasarkan pada bentuk, ukuran dan kelimpahan, bukan berdasarkan kualitas atau nilai gizinya (Cappenberg, 2008). Oleh karena itu kerang dapat berpotensi menimbulkan bahaya bagi yang mengkonsumsinya, sebab apabila kerang yang hidup pada perairan tercemar daging kerang cepat mengakumulasi zat-zat beracun (Riani, 2012). Hal ini sesuai dengan Hutagalung (1984) yang menyatakan bahwa jenis kerang (moluska bivalvia) dan makro-algae merupakan bio-indikator yang paling tepat dan efisien.C. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)Analisis resiko kesehatan lingkungan adalah proses memprakirakan risiko pada suatu organisme, sistem atau (sub) populasi sasaran, dengan segala ketidakpastian yang menyertainya, setelah terpajan oleh agen tertentu, dengan memerhatikan karakteristik agen dan sasaran yang spesifik (IPCS, 2004). Pada dasarnya, ARKL hanya mengenal empat langkah, yaitu : 1)Identifikasi bahaya, 2)Analisis dosis respon (dalam literatur lainnya disebut juga Karakterisasi bahaya), 3)Analisis pemajanan, dan 4)Karakterisasi risiko. Namun untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif, petunjuk teknis ini juga memuat perumusan masalah yang perlu dilakukan sebelum pelaksanaan langkah langkah ARKL, serta pengelolaan dan komunikasi risiko sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan langkah langkah ARKL.1. Identifikasi BahayaIdentifikasi bahaya merupakan langkah pertama dalam ARKL yang digunakan untuk mengetahui secara spesifik agen risiko apa yang berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan bila tubuh terpajan. Sebagai pelengkap dalam identifikasi bahaya dapat ditambahkan gejala gejala gangguan kesehatan apa yang terkait erat dengan agen risiko yang akan dianalisis. Tahapan ini harus menjawab pertanyaan agen risiko spesifik apa yang berbahaya, di media lingkungan yang mana agen risiko eksisting, seberapa besar kandungan/konsentrasi agen risiko di media lingkungan, gejala kesehatan apa yang potensial.2. Analisis Dosis ResponSetelah melakukan identifikasi bahaya (agen risiko, konsentrasi dan media lingkungan ), maka tahap selanjutnya adalah melakukan analisis dosis- respons yaitu mencari nilai RfD, dan/atau RfC, dan/atau SF dari agen risiko yang menjadi fokus ARKL, serta memahami efek apa saja yang mungkin ditimbulkan oleh agen risiko tersebut pada tubuh manusia. Analisis dosis respon ini tidak harus dengan melakukan penelitian percobaan sendiri namun cukup dengan merujuk pada literature yang tersedia. Langkah analisis dosis respon ini dimaksudkan untuk : 1. mengetahui jalur pajanan (pathways) dari suatu agen risiko masuk ke dalam tubuh manusia. 2. memahami perubahan gejala atau efek kesehatan yang terjadi akibat peningkatan konsentrasi atau dosis agen risiko yang masuk ke dalam tubuh. 3. mengetahui dosis referensi (RfD) atau konsentrasi referensi (RfC) atau slope factor (SF) dari agen risiko tersebut. Di dalam laporan kajian ARKL ataupun dokumen yang menggunakan ARKL sebagai cara/ metode kajian, analisis dosis respon perlu dibahas dan dicantumkan. Analisis dosis respon dipelajari dari berbagai toxicological reviews, jurnal ilmiah, atau artikel terkait lainnya yang merupakan hasil dari penelitian eksperimental. Berikut merupakan RfD dan RfC untuk logam merkuri :Tabel.2. Dosis Respon Oral (RfD) dan Dosis Konsentrasi Inhalasi (RfC) Logam Berat Merkuri (Hg)Logam BeratRfD(Ingesti)RfC(Inhalasi)

Merkuri (Hg)0,00016*0,0003**

Sumber : * California Environmental Protection Agency (Qu C-S, et al,. 2012)** Integrated Risk Information System (IRIS) U.S. EPA 2014

3. Analisis PemajananAnalisis pemajanan yaitu dengan mengukur atau menghitung intake / asupan dari agen risiko. Untuk menghitung intake digunakan persamaan atau rumus yang berbeda. Data yang digunakan untuk melakukan perhitungan dapat berupa data primer (hasil pengukuran konsentrasi agen risiko pada media lingkungan yang dilakukan sendiri) atau data sekunder (pengukuran konsentrasi agen risiko pada media lingkungan yang dilakukan oleh pihak lain yang dipercaya seperti BLH, Dinas Kesehatan, LSM, dll), dan asumsi yang didasarkan pertimbangan yang logis atau menggunakan nilai default yang tersedia.Hal-hal yang dipertimbangkan yakni antropometri (berat badan), laju asupan, frekuensi pajanan, duarasi pajanan, periode waktu rata-rata. Data tersebut dibutuhkan untuk perhitungan intake (asupan) ingesti sebagai berikut : (1)I =Asupan (intake), mg/kg/hari

C=konsentrasi risk agent, mg/M3 untuk medium udara (Inhalasi), mg/L untuk air minum, mg/kg untuk makanan atau pangan

R=laju asupan atau konsumsi, M3/jam untuk inhalasi, L/hari untuk air minum, g/hari untuk makanan

fE=Frekuensi pajanan, hari/tahun

Dt=Durasi pajanan, tahun (real time atau proyeksi, 30 tahun untuk nilai default residensial)

Wb=Berat badan, kg

tavg=Perioda waktu rata-rata (30365 hari/tahun untuk zat nonkarsinogen, 70 tahun365 hari/tahun untuk zat karsinogen)

4. Karakteristik RisikoKarakterisasi risiko yang dilakukan untuk menetapkan tingkat risiko atau dengan kata lain menentukan apakah agen risiko pada konsentrasi tertentu yang dianalisis pada ARKL berisiko menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat (dengan karakteristik seperti berat badan, laju inhalasi/konsumsi, waktu, frekuensi, durasi pajanan yang tertentu) atau tidak. Karakteristik risiko dilakukan dengan membandingkan / membagi intake dengan dosis /konsentrasi agen risiko tersebut. Variabel yang digunakan untuk menghitung tingkat risiko adalah intake (yang didapatkan dari analisis pemajanan) dan dosis referensi (RfD) / konsentrasi referensi (RfC) yang didapat dari literatur yang ada.Tingkat risiko untuk efek non karsinogenik dinyatakan dalam notasi Risk Quotien (RQ). Untuk melakukan karakterisasi risiko untuk efek non karsinogenik dilakukan perhitungan dengan membandingkan / membagi intake dengan RfD (Ingesti) Atau RfC (Inhalasi) Rumus untuk menentukan RQ adalah sebagai berikut : (2)RQ=Tingkat Risiko (RQ>1 Memiliki risiko, RQ 1 tidak memiliki resiko kesehatan)

I =Asupan (intake), mg/kg/hari pada persamaan (1)

RfD=Nilai referensi agen risiko pada pemajanan ingesti.

Menurut IPCS, Reference dose adalah toksisitas kuantitatif nonkarsinogenik, menyatakan estimasi dosis pajanan harian yang diprakirakan tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan meskipun pajanan berlanjut sepanjang hayat (Rahman 2007). Rfd titik rujukan (referensi) untuk menduga efek-efek yang potensial (bukan hanya yang aktual). Secara teknis RfD ditetapkan dengan cara yang sama dengan ADI, yaitu membagi NOAEL atau LOAEL dengan UF (uncertainty factor) sesuai dengan konsep probabilitas. Dosis yang digunakan untuk menetapkan RfD adalah yang menyebab-kan efek paling rendah yang disebut NOAEL (No Observed Adverse Effect Level) atau LOAEL (Lowest Observed Adverse Effect Level). NOAEL adalah dosis tertinggi suatu zat pada studi toksisitas kronik atau subkronik yang secara statistik atau biologis tidak menunjukkan efek merugikan pada hewan uji atau pada manusia sedangkan LOAEL berarti dosis terendah yang (masih) menimbulkan efek.5. Manajemen RisikoBerdasarkan karakterisasi risiko, dapat dirumuskan pilihan-pilihan manajemen risiko untuk meminimalkan RQ dengan memanipulasi (mengubah) nilai faktor-faktor pemajanan yang tercakup dalam persamaan (1) sedemikian rupa sehingga asupan lebih kecil atau sama dengan dosis referensi toksisitasnya (Basri, )Pengelolaan risiko bukan termasuk langkah ARKL melainkan tindak lanjut yang harus dilakukan bilamana hasil karakterisasi risiko menunjukkan tingkat risiko yang tidak aman ataupun unacceptable. Dalam melakukan pengelolaan risiko perlu dibedakan antara strategi pengelolaan risiko dengan cara pengelolaan risiko. Strategi pengelolaan risiko meliputi penentuan batas aman yaitua. Konsentrasi agen risiko (C)Dalam penentuan konsentrasi aman semua variabel dan nilai yang digunakan sama dengan variabel dan nilai pada perhitungan intake. Akan tetapi nilai intake yang digunakan adalah RfD atau RfC agen risikonya.Konsentrasi aman non karsinogenik (Ingesti)

Konsentrasi aman non karsinogenik (inhalasi)

b. Jumlah konsumsi (R)Laju asupan yang dapat dikelola hanyalah pada pada pajanan melalui makanan dan air minum (ingesti) karena masih banyak substitusi untuk setiap jenis makanan ataupun air minum. Untuk pajanan melalui udara (inhalasi) pembatasan laju inhalasi hampir tidak mungkin dilakukan.Laju konsumsi aman non karsinogenik (Ingesti)

c. Waktu pajanan (tE)Waktu pajanan aman dapat dikelola bila pemajanan terjadi pada lingkungan kerja ataupun lingkungan pendidikan yang tidak permanen seperti pada lingkungan tempat tinggal (pemukiman). Pengelolaan waktu pajanan dilakukan dengan mengurangi jumlah jam terpapar setiap harinya, oleh karenanya hanya dapat dilakukan pada populasi pekerja maupun siswa bukan pada populasi penduduk (masyarakat). Penerapannya dilakukan untuk pemajanan inhalasi, sedangkan untuk pemajanan ingesti (melalui makanan atau air minum) cukup dilakukan dengan pembatasan jumlah konsumsi.Waktu pajanan aman non karsinogenik (inhalasi)

d. Frekuensi pajanan (fE), dan/atauFrekuensi pajanan aman dapat dikelola bila pemajanan terjadi pada lingkungan kerja ataupun lingkungan pendidikan yang tidak permanen seperti pada lingkungan tempat tinggal (pemukiman). Pengelolaan frekuensi pajanan dilakukan dengan mengurangi jumlah hari terpapar dalam satu tahun, oleh karenanya hanya dapat dilakukan pada populasi pekerja maupun siswa bukan pada populasi penduduk (masyarakat). Penerapannya dilakukan untuk pemajanan inhalasi, sedangkan untuk pemajanan ingesti (melalui makanan atau air minum) cukup dilakukan dengan pembatasan jumlah konsumsi.Frekuensi pajanan aman non karsinogenik (inhalasi)

e. Durasi pajanan (Dt)Durasi pajanan aman dikelola pada pemajanan inhalasi pada lingkungan yang permanen seperti pada lingkungan tempat tinggal (pemukiman). Pengelolaan durasi pajanan dilakukan dengan membatasi lamanya tinggal (tahun) masyarakat pada suatu pemukiman dengan cara melakukan relokasi pemukiman pada saat telah melewati batas durasi amannya. Penerapan strategi durasi pajanan aman untuk pemajanan ingesti (melalui makanan atau air minum) kurang tepat karena pada pemajanan ingesti pengelolaan risiko cukup dilakukan dengan pembatasan jumlah konsumsi saja.Durasi pajanan aman non karsinogenik (inhalasi)

Setelah batas aman ditentukan, selanjutnya perlu dilakukan penapisan alternatif terhadap batas aman yang mana yang akan dijadikan sebagai target atau sasaran pencapaian dalam pengelolaan risiko. Penapisan alternatif dilakukan agar strategi pengelolaan risiko lebih rasional dan realistis untuk dicapai.

D. Kerangka TeoriSumber pencemar Hg Alami : Pelapukan batuan Aktivitas vulkanikAntropogenik : Pertambangan Kedokteran gigi Pertanian Industri ( baterai, peralatan kesehatan / fisika, plastik, kertas, militer, lampu, obat-obatan)

Udara

AirTanah atau sedimenIntake ManusiaPangan Pertanian(gandum, padi dll) Perikanan (ikan, kerang dll)InhalasiIngestiDermal Karakteristik Individu: Laju Asupan Berat badan

Pola Aktivitas : Lama Pajanan Frekuensi pajanan

Dampak Risiko kesehatan : Akut Kronik Kematian Manajemen risiko dan Kebijakan

Gambar 2. Kerangka teori

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka KonsepBerdasarkan kerangka teori diatas, untuk mengetahui besar resiko kesehatan masyarakat akibat pajanan logam merkuri (Hg) pada kerang hijau yang dikonsusmsi dari perairan Teluk Jakarta diperlukan data konsentrasi Hg dalam Kerang Hijau (C). Penelitian ini bersifat estimasi besar risiko logam merkuri (Hg) dalam kerang hijau melalui konsumsi secara terus menerus oleh penduduk Kalibaru , dengan mempertimbangkan berat badan, laju asupan frekuensi pajanan dan durasi pajanan populasi penduduk yang didapat dari data primer. Berikut kerangka konsep dalam penelitian ini :Tingkat Risiko kesehatan Hg (Risk Quotient)Karakteristik Individu:1. Berat Badan (Wb)2. Laju Asupan (R)Pola Aktifitas : 3. Frekuensi Pajanan (fE) 4. Durasi Pajanan (Dt)

Intake (Ingesti) Konsentrasi Hg dalam Kerang Hijau (C)

Gambar 3. Kerangka Konsep

A. B. Definisi Operasional

Tabel 3. Definisi OperasionalVariabelDefinisi OperasionalCara PengukuranAlat UkurHasil UkurSkala Ukur

Tingkat Risiko Kesehatan Merkuri (Hg)Tingkat risiko kesehatan non karsinogenik yang disebabkan oleh konsentrasi Merkuri (Hg) pada kerang hijau dengan membandingkan nilai Intake dengan nilai RfDPerhitungan formulasi besaran risiko (risk quotient / RQ) berdasarkan intake (I) dan dosis acuan (RfD) dengan rumus :Microsoft Excel dan SPSS RQ>1: Risiko Ada dan perlu dikendalikan RQ1 : Risiko belum terjadiOrdinal

Konsentrasi Merkuri dalan Kerang HijauBesar konsentrasi merkuri yang terdapat dalam kerang hijau dari perairan Teluk Jakarta Pengukuran di laboratorium Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)mg/kgRasio

IntakeJumlah asupan harian risk agent yang diterima individu per kg berat badan per hariPerhitungan formulasi Intake (I) Microsoft Excel dan SPSSmg/kg/hariRasio

VariabelDefinisi OperasionalCara PengukuranAlat UkurHasil UkurSkala Ukur

Laju Asupan (R)Jumlah kerang hijau yang dikonsumsi oleh responden per kg per hariWawancaraKuesionerkg/hariRasio

Frekuensi Pajanan (fE)Frekuensi individu terpajan oleh agent berdasarkan jumlah satu tahunWawancaraKuesionerhari/tahunRasio

Durasi Pajanan (Dt)Lamanya waktu individu terpajan (Exposure Duration) oleh sumber agent di lokasi penelitian yang didapat berdasarkan pajanan sebenarnya (realtime exsposure)Wawancara

KuesionertahunRasio

Berat Badan (Wb)Berat badan respondenMelakukan penimbangan berat badan respondenTimbangan berat badankgRasio

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain PenelitianDesain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan metode Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). ARKL merupakan rancangan analisis yang digunakan untuk memprakirakan risiko pada suatu organisme atau populasi tertentu karena pajanan lingkungan dalam kurun waktu tertentu (IPCS, 2004).Studi ini dilakukan untuk mengetahui dan memprakirakan besar risiko kesehatan non karsinogenik pada penduduk Kalibaru akibat mengkonsumsi kerang hijau yang tercemar merkuri (Hg). Adapun langkah dalam analisis resiko kesehatan lingkungan (ARKL) :Adapun tahapan dalam studi ARKLsebagai berikut :1. Identifikasi BahayaIdentifikasi bahaya yakni menganalisis konsentrasi merkuri (Hg) yang terkandung dalam kerang hijau akibat pencemaran air yang berasal dari antropogenik / kegiatan manusia dan industri. Merkuri merupakan logam berat yang dapat terakumulasi pada kerang hijau. Selain itu merkuri dan komponen komponenya bersifat racun terhadap semua makhluk hidup. Konsentrasi merkuri (Hg) diukur dalam satuan mg/kg .

2. Analisis Dosis ResponAnalisis dosis respon dalam penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan kajian literatur dan studi pustaka. Dalam penelitian ini merkuri dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui jalur ingesti akibat mengkonsumsi kerang hijau yang mengandung merkuri (Hg). Ketetapan nilai kuantitatif toksisitas suatu risk agent yang dinyatakan dalam Reference Dosis (RfD). RfD adalah toksisitas kuantitatif nonkarsinogenik, menyatakan estimasi dosis pajanan ha-rian yang diprakirakan tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan meskipun pajanan berlanjut sepanjang hayat (IPCS,2004). Nilai RfD dan MRLs yang digunakan dalam penelitian ini untuk logam Hg adalah 0,00016 mg/kg/hari (California Environmental Protection Agency dalam Qu C-S, et al,. 2012).3. Analisis PemajananAnalisis pajanan dilakukan dengan melakukan perhitungan yaitu mengestimasi jumlah asupan ( intake ) kerang hijau setiap harinya dengan cara menghitung pola konsumsi penduduk dengan memperhitungkan konsentrasi merkuri dalam kerang hijau, laju asupan (R), frekuensi pajanan (fE), durasi pajanan (Dt), berat badan (Wb) dan periode waktu rata-rata (tavg). C x R x fE x DtI = -------------------------- .........(1) Wb x tavg

4. Karakteristik RisikoKarakteristik risiko adalah perkiraan risiko secara numerik, melalui estimasi perbandingan nilai intake (I) dengan nilai intake referensi (RfD). Nilai RfD adalah toksisitas kuantitatif nonkarsinogenik, menyatakan estimasi dosis pajanan harian yang diprakirakan tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan meskipun pajanan berlanjut sepanjang hayat (Rahman 2007). Pembagian nilai intake dengan RfD akan menghasilkan nilai risk quotient (RQ). Jika nilai RQ1 menunjukkan bahwa resiko belum ada dan tidak perlu dikendaalikan tetapi segala kondisi harus dipertahankan agar nilai numerik RQ tidak melebihi 1. Sebaliknya, jika RQ>1, resiko kesehatan ada dan perlu dikendalikan.

Intake (mg/kg/ hari) RQ = ----------------------------- ..........(2)RfD Hg 0,00016 (mg/kg/ hari)

B. Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini akan dilaksanakan di Kalibaru . Kalibaru merupakan tempat pembudidaya, pengepul, pengupas, pengolah dan pedagang kerang hijau. Tempat dipilih karena kedekatan dan kemudahan akses terhadap kerang hijau dan penduduk Kalibaru mengkonsumsi kerang hijau. Waktu penelitian akan dilaksanakan bulan mulai Maret Juni 2015.C. Populasi dan Sampel1. Subyeka. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk Kalibaru b. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah individu dewasa (17 tahun) bertempat tinggal di Kalibaru dan mengkonsumsi kerang hijau dari Perairan Teluk Jakarta.Sampel dihitung berdasarkan ukuran sampel dari satu populasi dengan variabel dependen data kontinyu maka besaran sampel minimal yang harus diambil dalam penelitian ini dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Lemeshow, 1991) :n = Z21-/2 P(1-P) d2n = Jumlah sampel yang dibutuhkanZ= Nilai baku distribusi normal pada derajat kepercayaan 95% (Z21-/2 = 1,96)P = Proporsi populasi manusia yang terpajan merkuri (populasi yang tidak diketahui, P = 0,5)d = Presisi absolute ( jumlah orang yang harus dimasukkan dalam sampel sehingga prevalensi dapat diduga dalam jarak 10 % (0,1) di atas dan dibawah prevalensi yang sesungguhnya dengan tingkat kepercayaan 90%Dengan persamaan di atas, maka sampel minimal dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut ;n = (1,960)2 (0,5)(1-0,5) (0,1)2= 97Jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian ini yakni 97 responden. Dengan teknik pengambilan secara quota sampling.

2. Kerang hijaua. Populasi Populasi kerang hijau dalam penelitian ini adalah seluruh kerang hijau di pengepul kerang hijau di Kalibaru baik yang telah diolah maupun belum diolah (segar) dan bersumber dari perairan Teluk Jakartab. Sampel Sampel kerang hijau dalam penelitian ini adalah kerang hijau belum diolah (segar) di pengepul kerang hijau di Kalibaru yang bersumber dari perairan Teluk Jakarta. Kemudian sampel disimpan dalam coolbox berisi es untuk mencegah pembusukan pada kerang.

D. Pengumpulan dan Pengolahan Data1. Data PrimerData primer meliputi data hasil pengukuran konsentrasi (C) Merkuri (Hg) yang terakumulasi dalam sampel kerang hijau dengan menggunakan alat AAS. Adapun data berat badan, laju asupan (R) kerang hijau, data pola aktivitas meliputi frekuensi pajanan (fE) dan lama tinggal (Dt) . Data tersebut diperlukan untuk menghitung asupan (intake) merkuri ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan (ingesti) akibat mengkonsumsi kerang hijau yang terkontaminasi merkuri. 2. Data Sekunder Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai Reference Dosis (RfD) sebagai analisis dosis respon terhadap konsentrasi merkuri (Hg) melalui konsumsi kerang hijau (ingesti) yang telah ditetapkan oleh California Environmental Protection Agency dalam Qu C-S, et al,. 2012.E. Analisis Data1. UnivariatData variabel konsentrasi merkuri dalam kerang hijau, karakteristik individu meliputi berat badan dan laju konsumsi kerang hijau serta variabel pola aktifitas meliputi frekuensi pajanan dan durasi pajanan dianalisis secara univariat untuk melihat gambaran dan distribusi masing-masing variabel. Analisis univariat menggunakan program SPSS.2. Analisis Risiko Kesehatan LingkunganDalam analisis risiko kesehatan lingkungan, data nurmerik terkait variabel konsentrasi merkuri dalam kerang hijau, , karakteristik individu meliputi berat badan dan laju konsumsi kerang hijau serta variabel pola aktifitas meliputi frekuensi pajanan dan durasi pajanan diformulasikan dengan persamaan (1) untuk mengetahui nilai intake. Kemudian nilai intake yang didapatkan diformulasikan dengan persamaan (2) yakni dengan membagi nilai intake dengan nilai RfD Merkuri. Hasil persamaan (2) didapatkan besaran resiko (RQ). Selanjutnya, besaran RQ dikategorikan dengan ketentuan (RQ>1 berisiko dan sebaliknya RQ 1 belum berisiko) agar didaptkan hasil tingkat risiko kesehatan akibat mengkonsumsi kerang hijau yang terkontaminasi logam merkuri . Analisis perhitungan menggunakan Mocrosoft Excel dan SPSS. F. Metode Analisis Merkuri (Hg) pada Kerang Hijau1. Pembuatan Deret Standar (Hg (NO3)2)Pipet sebanyak 5 ml lar induk (Hg (NO3)2) 1000 ppm, masukkan ke dalam labu takar 50 ml, lalu tambahkan air suling hingga tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 100 ppm). Buat deret standar dengan konsentrasi (10; 5; 1; 0,5; 0,1; 0,01; 0,001) ppm. Pembuatan deret standar 10 ppm, Pipet sebanyak 5 ml lar deret standar dengan konsentrasi 100 ppm, lalu masukkan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan air suling hingga tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 10 ppm). Selanjutnya pembuatan deret standar 5 ppm, Pipet sebanyak 25 ml larutan deret standar dengan konsentrasi 10 ppm, lalu masukkan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan air suling hingga tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 5 ppm). Begitu selanjutnya pembuatan deret standar untuk 1 ppm 0,001 ppm.2. Preparasi sampel Sampel kerang diambil bagian dagingnya, dirajang halus, dikeringkan dalam oven suhu 1050C sampai kadar airnya hilang, lalu ditumbuk. Kemudian ditimbang 5 gram dalam beaker glass. Lalu ditambahkan 10 ml HNO3 ditutup kaca arloji, dipanaskan di atas hot plate (dievaporasi). Sampai volume sekitar 5 ml (lakukan di dalam lemari asam), biarkan dingin. Kemudian tambahkan 5 ml HClO4 dan dievaporasi sampai asap putih hilang dan volume sekitar 5 ml, biarkan dingin. Kemudian bilas dinding beaker glass dengan aquadest. Lalu disaring dengan kertas saring, lalu dimasukkan ke labu ukur 50 ml. Ditambahkan aquadest sampai tanda batas. Sampel siap diukur dengan Spektrofotometri Serapan Atom. Hitung kadar Hg dengan persamaan garis regresi kurva kalibrasi menggunakan rumus:

Dimana : C = Konsentrasi Hg dalam sampel dari pembacaan AAS (mg/L)F = Volume larutan uji (0,05 L)B = Bobot sampel (gram)DAFTAR PUSTAKAAlfian, Z. 2006. Merkuri: Antara Manfaat dan Efek Penggunaannya bagi Manusia dan Llingkungan. Naskah Pidato Pengukuan Guru Besar. Medan : USU.Athena dan Inswiasri. 2009. Analisis Risiko Kesehatan Masyarakat Akibat Konsumsi Hasil Laut yang Mengandung Merkuri (Hg) di Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Jurnal ekologi kesehatan Vol.8 No.1, Maret 2009: 849-859ATSDR. 1999. Toxicological Profile For Mercury. Sumber : https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0CCkQFjAB&url=http%3A%2F%2Fwww.atsdr.cdc.gov%2Ftoxprofiles%2Ftp46.pdf&ei=65PFVOX0CY3s8AWH6YHwCw&usg=AFQjCNG-O2B0ZeLuGWrkKbfsPyHBtURntw&sig2=9yjXYmuWU6LIcE75VKHMJg&bvm=bv.84349003,d.dGc . Diunduh pada tanggal 16 Desember 2014. Augustine, D. 2008. Akumulasi Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (PAH) dalam Kerang Hijau (Perna viridis L.) di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. SKRIPSI. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian BogorBasri, S dkk. 2014. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan ( Model Pengukuran risiko pencermaran Udara terhadap kesehatan ). Jurnal Kesehatan Volume VII No.2/2014BSN. 2009. Standar Nasional Indonesia : Batas Maksimus Cemaran Logam Berat Dalam Pangan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.BPLHD DKI JAKARTA. 2013. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jakarta.Cappenberg, HAW. 2008. Beberapa Aspek Biologi Kerang Hijau Perna viridis Linnaeus 1758. Jurnal Oseana, Volume XXXIII, Nomor l, Tahun 2008 : 33-40Cordova, MR, dkk. 2011. Akumulasi Logam Berat pada Kerang Hijau (Perna Viridis) di Perairan Teluk Jakarta. Jurnal Moluska Indonesia Juni 2011 Volume 2(1): 1-8Cordova MR, Riani E. 2011. Konsentrasi Logam Berat (Hg, Cd, Pb) pada Air dan sedimen di Muara Sungai Angke Jakarta. Jurnal Hidrosfer Indonesia Vol.6 No.2 Hal.107-112 ISSN 1907-1043Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta : KanisiusEmergency Medicine. 2005. Toxicity Mercury. Artikel Page 1-17. Sumber http://www.nj.gov/health/eohs/gloucester/franklin_township/kiddie_kollege/diner05_toxicity_mercury.pdf . Diunduh pada tanggal 17 Desember 2014.EPA. 2013. Integrated Risk Information System. US Environmental Protection Agency. Sumber http://www.epa.gov/iris/subst/0370.htm . Diunduh pada tanggal 18 Desember 2014Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta : KanisiusGoldman LR et.al. 2001. Technical Report: Mercury in the Environment: Implications for Pediatricians. American Academy Of Pediatrics . Pediatrics Vol. 108 No. 1 July 2001Hutagalung, HP. 1984. Logam Berat Dalam Lingkungan Laut . Jurnal Oseana, Volume IX, Nomor 1 : 11-20, 1984 Hutagalung, HP. 1985. Raksa (Hg). Jurnal Oseana Vol.X No. 3 : 93 -105. ISSN 0216-1877Inswiasri. 2008. Paradigma Kejadian Penyakit Pajanan Merkuri. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.7 No.2, Agustus 2008 : 775-785Jalius, dkk. 2008. Akumulasi Logam Berat dan Pengaruhnya Terhadap Spermatogenesis Kerang Hijau (Perna Viridis). Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Juni 2008, Jilid 15, Nomor 1: 77-83Langford NJ and Ferner RE. 1999. Toxicity of Mercury. Stockton Press. Journal of Human Hypertension (1999) 13, 651656Lestardi dan Edward . 2004. Dampak Pencemaran Logam Berat Terhada Kualitas Air Laut dan Sumberdaya Perikanan (Studi Kasus Kematian Massal IKan-ikan di Teluk Jakarta. Makara Sains, VOL.8, NO.2, 52-58.Liu G, Cai Y, ODriscoll N. 2012. Environmental Chemistry And Toxicology Of Mercury. United States of America : John Wiley & Sons, Inc. ISBN 978-0-470-57872-8Loedin, L. 1985. Pencemaran Logam Berat di Perairan Teluk Jakarta dan Upaya Penanggulangannya. SKRIPSI. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Jakarta.Lu, Frank C. 2006. Toksikologi Dasar. Jakarta : UI-PressLubis, SH. 2002. Toksisitas Merkuri dan Penanganannya. Medan : USU digitalized Library.Mustaruddin . 2013. Pola Pencemaran Hg dan Pb Pada Fishing Ground dan Ikan Yang Tertangkap Nelayan : Studi Kasus di Teluk Jakarta. Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 2, Agustus 2013, hlm. 214-224Nordberg GF et.al. 2007. Handbook on the Toxicology of Metals Third Edition. :Academic Press, Inc.Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rineka CiptaRahman A. 2007. PUBLIC HEALTH ASSESSMENT: Model Kajian Prediktif Dampak Lingkungan dan Aplikasinya untuk Manajemen Risiko Kesehatan. Jakarta: Pusat Kajian Kesehatan Lingkungan dan Industri Universitas Indonesia.Riani, E. 2004. Pemanfaatan Kerang Hijau sebagai Biofilter Perairan Teluk Jakarta. Kerjasama LP -IPB dengan Pemda DKI- Jakarta.Riani, E. 2009. Kerang Hijau (Perna Viridis) Ukuran Kecil Sebagai "Vacum Cleaner" Llmbah Cair Kawasan Industri Yang Masuk Ke Dalam Perairan Teluk Jakarta. Jurnal Alami Volume 13 Nomor 3.Riani, E. 2012. Perubahan Iklim dan Kehidupan Biota Akuatik (Dampak pada Bioakumulasi Bahan Berbahaya Beracun & Reproduksi). Bogor : IPB PressRianto, Sugeng. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Merkuri pada Penambang Emas Tradisional di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri. Semarang : Universitas Diponegoro.Sanjono A. 2009. Analisis Kandungan Logam Berat Cd, Pb, Dan Hg Pada Air dan Sedimen di Perairan Kamal Muara, Jakarta Utara. SKRIPSI. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian BogorSudarmaji, J.Mukono, Corie I.P. 2006. Toksikologi Logam Berat B3. Jurnal Kesehatan Lingkungan, VOL. 2, NO. 2 , Januari 130 2006:129 -142Susenas. 2014. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia. BPS. Sumber http://www.bps.go.id/hasil_publikasi/susenas_mar2014_buku1/index3.php?pub=Pengeluaran%20untuk%20Konsumsi%20Penduduk%20Indonesia,%20Maret%202014 . Diunduh pada 15 Desember 2014Syversen T, Kaur P. 2012. The Toxicology of Mercury and Its Compounds. Elsevier GmbH. Journal of Trace Elements in Medicine and Biology 26 (2012) 215 226Tugaswati TA dkk. 1997. Studi Pencemaran Merkuri Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Masyarakat Di Daerah Mundu Kabupaten Indramayu . Staf peneliti Puslit Ekologi Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan. Bul. Penelit. Kesehat. 25 (2) 1997Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.U.S. Geological Survey. Mercury Contamination of Aquatic Ecosystems. Fact Sheet FS-216-95Vakily, JM. 1989. The Biological and Culture of Mussels of The Genus Perna. Manila : ICLARM Studies and Review No.17.WHO. 2007. Health Risks of Heavy Metals From Long-Range Transboundary Air Pollution. Germany : WHO Regional Office for EuropeWHO. 2008. Mercury Assessing the environmental burden of disease at national and local levels. WHO Document Production Services, Geneva, Switzerland.Widowati, W dkk. 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran, Yogyakarta : C.V Andi Offset.Yanuar, A. 2008. Toksisitas merkuri di sekitar kita. Departemen Farmasi Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Sumber dari https://staff.blog.ui.ac.id/arry.yanuar/files/2008/03/mercuri.pdf . Diunduh pada tanggal 18 Desember 2014