propenas pengelolaan lingkungan hidup · web viewall seedlings are prepared within the...

72
AGROFORESTRY : TEKNOLOGI RAMAH LINGKUNGAN (smno.tnh.fpub) Wanatani atau agroforest adalah suatu bentuk pengelolaan sumberdaya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan penanaman komoditas atau tanaman jangka pendek, seperti tanaman pertanian. Model-model wanatani bervariasi mulai dari wanatani sederhana berupa kombinasi penanaman sejenis pohon dengan satu-dua jenis komoditas pertanian, hingga ke wanatani kompleks yang memadukan pengelolaan banyak spesies pohon dengan aneka jenis tanaman pertanian, dan bahkan juga dengan ternak atau perikanan. Dalam bentuk yang dikenal umum, wanatani ini mencakup rupa-rupa kebun campuran, tegalan berpohon, ladang, lahan bera (belukar), kebun pekarangan, hingga hutan-hutan tanaman rakyat yang lebih kaya jenis seperti yang dikenal dalam rupa talun di Jawa Barat, repong di Lampung Barat, parak di Sumatra Barat, tembawang (tiwmawakng) di Kalimantan Barat, simpung (simpukng) di Kalimantan Timur, dan lain-lain bentuk di berbagai daerah di Indonesia. 1. Konsep Wanatani- Agroforestry Agroforestry merupakan salah satu bentuk multiple cropping yang telah banyak dikembangkan, terutama di daerah-daerah up-land dan di sekitar kawasan hutan. Namun, tidak menutup kemungkinan bentuk tersebut juga dijumpai di daerah-daerah rendah (low land) maupun di daerah-daerah pertanian yang lain. Para ahli menyusun definisi dengan formulasi yang berbeda-beda mengenai agroforestry” ini, sesuai dengan bidang keahliannya masing- masing. 1

Upload: phungkhuong

Post on 15-Mar-2018

227 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

AGROFORESTRY : TEKNOLOGI RAMAH LINGKUNGAN

(smno.tnh.fpub)

Wanatani atau agroforest adalah suatu bentuk pengelolaan sumberdaya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan penanaman komoditas atau tanaman jangka pendek, seperti tanaman pertanian. Model-model wanatani bervariasi mulai dari wanatani sederhana berupa kombinasi penanaman sejenis pohon dengan satu-dua jenis komoditas pertanian, hingga ke wanatani kompleks yang memadukan pengelolaan banyak spesies pohon dengan aneka jenis tanaman pertanian, dan bahkan juga dengan ternak atau perikanan.Dalam bentuk yang dikenal umum, wanatani ini mencakup rupa-rupa kebun campuran, tegalan berpohon, ladang, lahan bera (belukar), kebun pekarangan, hingga hutan-hutan tanaman rakyat yang lebih kaya jenis seperti yang dikenal dalam rupa talun di Jawa Barat, repong di Lampung Barat, parak di Sumatra Barat, tembawang (tiwmawakng) di Kalimantan Barat, simpung (simpukng) di Kalimantan Timur, dan lain-lain bentuk di berbagai daerah di Indonesia.

1. Konsep Wanatani- Agroforestry

Agroforestry merupakan salah satu bentuk multiple cropping yang telah banyak dikembangkan, terutama di daerah-daerah up-land dan di sekitar kawasan hutan. Namun, tidak menutup kemungkinan bentuk tersebut juga dijumpai di daerah-daerah rendah (low land) maupun di daerah-daerah pertanian yang lain. Para ahli menyusun definisi dengan formulasi yang berbeda-beda mengenai “agroforestry” ini, sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing.

King dan Chandler (1978) mendefinisikan “agroforestry” sebagai suatu “sistem pengelolaan lahan dengan berasaskan kelestarian, yang meningkatkan hasil lahan secara keseluruhan, mengkombinasikan produksi tanaman pertanian (termasuk tanaman pohon-pohonan) dengan tanaman hutan dan /atau hewan secara bersamaan atau berurutan pada suatu unit lahan yang sama, dan menerapkan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat “.

Agroforestry sudah cukup lama dilaksanakan dalam berbagai bentuk, di antaranya adalah berupa “teknologi usahatani” yang dilaksanakan dengan menanam pohon bersama-sama dengan tanaman

1

Page 2: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

pertanian dan hewan ternak di atas sebidang lahan yang sama. Sebagai suatu sistem penggunaan lahan, agroforestry menyiratkan pengertian bahwa pemanfaatan lahan harus dilakukan seoptimal mungkin dengan mengusahakan pelestariannya. Tekanan pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah awal mula munculnya konsep agroforestry, yang dirintis oleh tim dari Canadian InternationaI Development Centre. Dalam survainya di beberapa negara berkembang, tim tersebut menemukan praktek-praktek pengelolaan lahan yang salah, yang mengarah pada perusakan lingkungan. Dalam laporannya, mereka merekomendasikan perlunya pencegahan perusakan lingkungan secara sungguh-sungguh, dengan cara pengelolaan lahan yang dapat mengkonservasi lingkungan fisik secara efektif, tetapi sekaligus dapat memenuhi tuntutan keperluan pangan , papan dan sandang bagi manusia.

Menurut Kartasubrata (1991), dipandang dari segi ekologi dan ekonomi, “sistem agroforestry” lebih kompleks daripada sistem monokultur. Produksi dari suatu sistem agroforestry selalu beraneka ragam, yang satu dengan lainnya saling bergantung.

Wanatani kompleks (complex agroforestry systems) atau wanatani sejati merupakan perpaduan rumit pelbagai unsur wanatani di atas, yang pada gilirannya juga memberikan aneka hasil atau manfaat pada rentang waktu dan interaksi yang tidak terbatas. Pada akhirnya, wanatani ini memiliki struktur dan dinamika ekosistem yang mirip dengan hutan alam, dengan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang relatif tinggi.

Wanatani kompleks merupakan perkembangan wanatani sederhana, meski kebanyakan pola wanatani sederhana yang telah mantap tidak selalu bertumbuh terus menjadi sistem yang lebih rumit. Selain ditentukan oleh kepadatan penduduk dan –sebagai konsekuensinya– keterbatasan lahan, tidak berkembangnya wanatani sederhana menjadi kompleks kemungkinan besar juga ditentukan oleh iklim dan kondisi tanah setempat. Budaya wanatani kompleks sejauh ini berkembang di daerah-daerah yang semula merupakan hutan hujan tropika yang memiliki struktur mirip.

2

Page 3: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Tumpukan buah keluwek (Pangium edule), hasil wanatani kompleks di Lolong, Karanganyar, Pekalongan

Hampir selalu, wanatani kompleks berawal dari ladang yang diperkaya. Sistem perladangan biasanya dimulai dengan membuka hutan primer atau hutan sekunder, menebangi dan membakar kayu-kayunya, dan menanaminya dengan tanaman pangan atau sayur mayur selama satu atau dua daur. Setelah itu ladang diperkaya dengan tanaman keras seperti kopi atau kakao, atau rotan, yang hasilnya dapat dipanen antara tahun ke-5 sampai ke-15; atau dibiarkan meliar sebagai lahan bera dan kemudian menjadi hutan belukar kembali. Kelak, hutan belukar akan dibuka kembali sebagai ladang apabila dirasa kesuburan tanahnya telah dapat dipulihkan.

Dalam kasus wanatani kompleks, ladang yang telah diperkaya tidak kemudian dibiarkan meliar menjadi belukar, melainkan diperkaya lebih lanjut dengan jenis-jenis pohon yang menghasilkan. Seperti misalnya pohon-pohon penghasil buah (durian, duku, cempedak, petai, dll.), getah (damar matakucing, karet, kemenyan, rambung), kayu-kayuan atau kayu bakar, dan lain-lain. Setelah berselang belasan tahun, ladang ini telah berubah menjadi hutan buatan yang menghasilkan aneka jenis produk, yang mampu bertahan hingga berpuluh-puluh tahun ke depan.

2. Wanatani dan Kelestarian Sumberdaya Lahan

Agroforestry atau WANATANI atau AGROFORESTRY merupakan suatu istilah kolektif untuk beberapa praktek penggunan lahan dimana tumbuhan perennial berkayu ditanam secara sengaja pada sebidang lahan bersama-sama dengan tanaman semusim dan/atau ternak, baik dalam bentuk tatanan spasial dalam waktu yang bersamaan ataupun secara sekuensial. Berbagai macam kombinasi pohon, tanaman semusim, pasture, dan ter-nak dapat tergolong dalam agroforestry. Dalam kebanyakan sistem agroforestry ini, pohon mempunyai peranan protektif, rejuvenatif, dan produktif, tetapi kepentingan relatif dari peranan-peranan ini akan sangat beragam di antara sistem-sistem yang berbeda. Oleh karena itu agroforestry tidak boleh dipandang sebagai suatu "obat mujarap" bagi kebanyakan problem penggunaan lahan, tetapi arahan dan praktek-praktek khusus harus dikembangkan untuk sistem-sistem agroforestry secara terpisah.

Apabila dapat dikelola dengan tepat, sistem agroforestry secara biofisik, ekonomis dan budaya cocok untuk berbagai kondisi iklim, topografi, geologi, hidrologi, dan situasi tanah. Di daerah-daerah yang sumberdaya lahannya relatif langka, tumbuhan pohon dan perennial berkayu lainnya dapat dibudidayakan di lahan pertanian atau lahan gembalaan . Misalnya, tanaman pohon dapat dimasukkan ke dalam sistem pertanaman semusim pada lembah dataran rendah yang subur yang sangat cocok bagi pertanian intensif. Sistem penanaman pagar lapangan untuk menjadi pagar hidup guna menangkal angin dan menghasilkan kayubakar atau hijauan pakan (misalnya di India). Pohon telah ditanam dalam jalur-jalur lorong "(alley)" melintang lereng di antara padi gogo dan jagung pada lahan-lahan curam untuk menyediakan mulsa, kompos, kayubakar, dan timber kecil-kecil dan

3

Page 4: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

untuk mereduksi kehilangan tanah dengan jalan perkembangan terras secara bertahap dari hasil penangkapan sedimen pada barisan pepohonan. Sistem seperti ini yelah menjadi sistem yang sustainable di Cebu, Filipina. Teladan-teladan lain tentang kultivasi simultan pohon dan tanaman semusim adalah berbagai tipe sistem pekarangan multistory dimana berbagai perennial dan kadangkala sedikit tanaman semusim bersama dengan pohon. Di daerah-daerah dimana densitas populasi penduduk masih relatif rendah dan lahan relatif banyak, maka sistem agroforestry temporer dengan suatu rotasi pohon dan tanaman semusim dapat dilakukan. Ada dua pendekatan utama yang sering digunakan bagi pengembangan agroforestry. Pendekatan pertama terdiri atas introduksi pohon ke dalam sistem tanaman semusim atau sistem grazing. Tujuannya seringkali adalah untuk menstabilkan penggunaan lahan secara umum dan untuk mengendalikan erosi terutama untuk memelihara produksi pertanian pada lahan yang secara biofisik tidak sesuai. Pendekatan yang ke dua terdiri atas kegiatan konversi lahan berhutan menjadi sistem agroforestry sebagai upaya untuk meningkatkan produksi komoditi komersial atau produk-produk subsisten.

Pengadopsian sistem agroforestry sebagai suatu tipe penggunaan lahan biasanya akan diputuskan oleh individu pemilik lahan atau pengguna lahan, berdasarkan atas kelayakan sosial dan strategi minimisasi resiko atau perkiraan manfaat ekonomis. Dengan demikian sistem agroforestry harus dirancang secara khusus berdasarkan kondisi daerah setempat, dengan memperhatikan praktek penggunaan lahan yang berlaku secara lokal, kebutuhan masyarakat akan pa- ngan, kayu bakar, timber, dan produk lainnya; serta preferensi masyarakat setempat. Di masa lalu, pemerintah jarang yang berminat pada agroforestry, kecuali dalam sistem taungya yang dihubungkan dengan awal fase perkembangan perkebunan besar.

Disamping faktor-faktor ekonomi, sosial, dan politik ini, ternyata kendala biofisik yang berhubungan dengan kapabilitas lahan dan dampak fisik seperti perubahan rejim air, erosi, sedimentasi, dan polusi agrokimia sangat penting bagi perencana land-use. Secara ideal, faktor terakhir ini harus dipertimbangkan secara seksama dalam setiap sistem agroforestry. Introduksi atau retensi pohon dalam sistem pertanian semusim tidak boleh dipandang sebagai suatu "safety net" yang general untuk melawan degradasi sumberdaya lahan. Individu pohon atau kelompok pohon tidak dapat diharapkan memberikan pengaruh yang sama terhadap lahan seperti ekosistem hutan yang masih utuh, terutama pengendalian erosi (Wiersum, 1984). Kunci bagi kebaikan kualitas air dan konservasi tanah tidak terletak pada pohon itu sendiri, melainkan pada praktek pengelolan yang dilakukan dengan baik.

2.1. Seleksi dan pengembangan lokasiMengingat keanekaan sifat dari berbagai sistem agroforestry, maka

hanya dimungkinkan untuk melakukan genera lisasi secara umum tentang kesesuaian lahannya. Kalau sistem agroforestry dikembangkan dengan jalan introduksi ternak, tanaman semusim, atau tanaman pohon ke dalam daerah yang berhutan, maka arahan untuk "Pembukaan Hutan dan Tebang Pilih" harus dipertimbangkan untuk mengidentifikasikan daerah yang harus

4

Page 5: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

dikonversi dan yang tidak boleh dikonversi. Arahan untuk konversi lahan hutan menjadi lahan grazing, menjadi tanaman pohon, dan menjadi pertanian semusim harus diperhatikan secara seksama untuk mengetahui relevansinya bagi setiap sistem agroforestry yang spesifik. Akan tetapi secara umum perkembangan agroforestry akan dimulai bukan dengan mengkonversi lahan hutan, tetapi dengan introduksi pohon ke dalam sistem pertanian semusim, atau dengan introduksi pohon naungan dalam sistem pertanian pohon (misalnya kopi dan kakao).

Secara umum, sistem agroforestry tidak boleh dipraktek kan pada lahan yang kemiringannya lebih dari 60%. Pada lahan yang kemiringannya 60-85%, agroforestry umumnya dapat dipraktekkan dan hanya sustainable dalam hubungannya dengan rekayasa engineering konservasi tanah, dan hal ini bisa tidak layak teknis bagi infrastruktur lokal dan juga tidak layak ekonomis. Proporsi tanaman semusim dalam sistem yang memerlukan pengolahan tanah secara teratur akan sangat mempengaruhi erosi tanah. Kalau tanah-tanah bera berada di bawah atau di antara pohon-pohonan, maka terras diperlukan pada lahan dengan kemiringan kurang dari 60%. Pepohonan dapat membantu perkembangan terras-terras ini kalau ditanam dan dikelola secara tepat sepanjang garis kontur.

Agar supaya produksi pohon dalam sistem agroforestry harus berhasil secara ekonomis maka diperlukan kedalaman tanah dan kualitas tanah yang memadai. Kelompok kerja internasional mempertimbangkan bahwa kedalaman tanah yang diperlukan paling tidak 75-100 cm. Walaupun sistem agroforestrydapat diimplementasikan pada loaksi yang telah mengalami degradasi sehingga solum tanahnya dangkal, manfaat terutama akan berasal dari pelestarian konservasi tanah dan perbaikan produksi tanaman semusim dan bukannya produktivitas yang tinggi dari tanaman pohon, terutama manfaat dalam jangka pendek.

2.2. Pemilihan dan penataan pohon dan tanaman semusim

Salah satu faktor yang sangat penting dalam disain sistem agroforestry adalah pemilihan spesies pohon dan tanaman semusim. Wiersum (1981) mengemukakan lima faktor utama yang harus diperhatikan dalam disain sistem agroforestry, dan Mercer (1985) mengemukakan 23 kriteria yang harus diperhatikan dalam pemilihan spesies pohon. Preferensi tanaman pangan lokal dan kondisi agroklimat umumnya akan menentukan jenis tanaman pangan yang ditanam, sedang kan pemilihan jenis tanaman pohon lebih banyak ditentukan oleh permintaan pasar. Dalam semua kasus ternyata kompatibilitas antara tanaman pohon dan jenis tanaman lainnya juga sangat penting.

Tatanan spasial komponen-komponen dari sistem agroforestry merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi produktivitas, sustainabilitas, efektivitas konser vasi tanah, dan daya menejerial. Arahan khusus akan meliputi hal-hal berikut ini:(1). Gunakan sistem jalur atau barisan secara bergantian

sepanjang kontur untuk maksimisasi stabilisasi tanah

5

Page 6: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

(2). Gunakan jenis yang memfiksasi nitrogen, untuk memperbaiki kesuburan tanah dan menyediakan pupuk hijau

(3). Gunakan jenis pohon yang tumbuhnya cepat untuk mendapatkan manfaat dari konservasi tanah dan produksi

(4). Kalau produksi kayu tidak diutamakan dari tanaman pohon, maka disarankan jarak 20 cm di dalam barisan dan 1 meter di antara barisan rangkap pohon, dan 4 meter atau lebih di antara pagar untuk tanaman semusim. Kalau barisan pohon digunakan sebagai "jangkar" bagi seresah sisa pangkasan cabang dan ranting, maka pola seperti ini akan menghasilkan perkembangan terras- terras dalam periode tiga tahun karena penjebakan material yang tererosi dari lahan di sebelah atasnya. Jarak yang berbeda diperlukan untuk daerah semiarid dan arid, dan laju perkembangan terras akan lebih lambat di daerah iklim kering.

(5). Untuk produksi kayu bakar dari barisan-pagar, diperlu kan jarak tanam pohon yang lebih lebar baik dalam barisan maupun di antara barisan. Pengujian lokal mungkin diperlukan untuk menentukan jarak tanam optimal, terutama di daerah kering. Jarak tanam sepanjang barisan sebesar 50 cm hingga 2 meter mungkin akan sesuai, tergantung pada apakah kayubakar merupakan produk yang diutamakan.

(6). Jarak tanam yang lebih lebar, hingga 4m x 4m atau 5m x 5m, dapat digunakan kalau jenis-jenis timber atau legume ditanam secara langsung untuk pangan merupakan spesies pohon yang utama. Bahkan di daerah kering jarak tanam perlu lebih lebar lagi.

3. Pengelolaan Usaha Wanatani

Arahan penting bagi sustainabilitas dan minimisasi dampak biofisik yang bersifat negatif meliputi:(1). Tanaman penutup tanah yang berupa tanaman hidup atau mulsa harus

dipertahankan sepanjang tahun di area tanaman semusim di antara pohon pohon atau barisan pohon untuk melindungi permukaan tanah daripukulan air hujan, pemadatan, limpasan permukaan, dan erosi. Tanaman pohon sendiri tidak akan menyediakan perlindungan ini secara otomatis; pada kenyataannya bahkan mereka dapat meningkatkan efek erosi percik pada tanah yang kosong di bawah tajuk pohon.

(2). Bahan organik topsoil harus dipertahankan dengan memasukkan pupuk hijau dan mulsa untuk menjaga ketersediaan unsur hara dan air serta memperbaiki laju infiltrasi tanah

(3). Pemanenan bahan organik dan hara pada saat panen harus dibatasi pada produk-produk yang dapat dijual saja. Residu tanaman dan pemangkasan harus digunakan sebagai mulsa atau pupuk hijau.

(4). Perakaran yang rapat dalam topsoil harus dipacu untuk mencegah kehilangan unsur hara melalui drainase dan untuk memelihara da

6

Page 7: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

memperbaiki struktur tanah. Misalkan, hindarilah pengrusakan akar pohon pada saat kultivasi tanaman semusim dan minimalkan pemadatan topsoil akibat lalulintas manusia dan ternak. Penggunaan pupuk hijau, pupuk kandang dan mulsa akan memperbaiki kandungan hara dan air pada topsoil, dan memacu perkembangan akar.

(5). Pembakaran harus dihindarkan atau diminimumkan untuk mereduksi kehilangan hara.

(6). Praktek pengendalian hama secara terpadu harus dilakukan, dan penggunaan pestisida harus diminimumkan untuk menghindari kepunahan musuh-musuh alami yang bermanfaat. Penggunaan bahan agrokimia dan pengelolaan bahan-bahan limbah secara hati-hati.

(7). Kalau ternak gembalaan dimasukkan dalam sistem agroforestry, maka ketersediaan hijauan pakan di musim kemarau harus menjadi pertimbangan utama dalam memilih jenis ternak dan stocking-rate, kecuali kalau tersedia sumber pakan alternatif. Overgrazing dan pemadatan tanah yang berlebihan harus dihindarkan.

(8). Gangguan ternak terhadap tanaman pohon yang baru tumbuh harus dihindarkan , terutama tanaman timber.

(9). Pola lalulintas ternak harus dimanipulasi dengan meng gunakan barier vegetatif atau penghalang lainnya supaya jalan ternak yang padat tidak langsung menuruni lereng cukup panjang atau langsung ke saluran air.

Pemilihan Spesies dan Disain Sistem

Beberapa hal pokok yang harus diperhatikan dalam menentukan pilihan spesies pohon adalah (Wiersum, 1981):(1). Daya adaptasi terhadap kondisi lingkungan setempat(2). Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal. Faktor yang

dipertimbangkan adalah:i. Tanaman yang dihasilkan (pagan, cash,kayu,hijauan ii. Waktu tenggang antara saat tanam dan panen iii. Umur dan keteraturan produksi manfaat iv. Periode produksi dalam hubungannya dengan kesesuaian terhadap

distribusi tenagakerja v. Popularitas lokal dengan spesies vi. Ketersediaan pasar produk.

(3). Kesesuaian spesies dalam campuran tanaman(4). Fungsi perlindungan lingkungan hidup (misalnya pe- ngendali erosi

tanah, siklus hara)(5). Karakteristik menejemen (penanaman, panen, pengolahan dan

penyimpanan produk).

Menurut Mercer (1985), kriteria penting memilih jenis pohon untuk agroforestry meliputi:

(1). Pertumbuhan cepat, yang memungkinkan panen lebih awal dan hasil per hektar lebih banyak,

(2). Kemampuan memfiksasi nitrogen dari udara, (3). Bersifat multiguna,

7

Page 8: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

(4). Produk pohon ada pasarnya, (5). Ketersediaan bahan bibit yang memadai, (6). Mempunyai sifat self-pruning, (7). Rasio antara diameter tajuk dengan diameter bole rendah (yaitu

lebar tajuk harus relatif kecil dibandingkan dengan diameter), (8). Toleran terhadap naungan dari sisi, (9). Filotaksisnya harus memungkinkan penetrasi cahaya matahari

ke permukaan tanah, (10) Fenologinya harus menguntungkan bagi periode pertanaman

semusim (terutama dalam hubungannya dengan semi dan gugur daun),

(11) Gugurnya seresah cukup banyak dan mudah terdekomposisi, (12) Sistem perakarannya dan karakteristik akar yang mengeksploitir

lapisan tanah yang berbeda dengan tanaman pertanian yang mendampinginya,

(13) Kompatibilitas di antara spesies annual dan perennial (misalnya interaksi alelopati dan interaksi positif)

Dalam hubungannya dengan produk akhir maka karakteristik berikut ini diperlukan untuk persyaratan tambahan, yaitu

(1) Pohon untuk produksi timber harus tinggi, cepat tumbuhnya, spesies sekunder dengan batang lurus, kuat, kayu berbutir halus, dan karakteristik mesinnya bagus,

(2) pohon untuk kayubakar harus mempunyai berat jenis tinggi, regenerasinya mudah dengan anakan atau bibit kecambah, cepat mengering, mudah dipanen dan diangkut,

(3) Spesies pagar harus mudah ditanam dan tumbuh , tahan terhadap korosi oleh paku dan kawat,

(4) Pohon untuk buah dan sayur harus beradaptasi secara ekologis, dan harus digunakan kombinasi pohon yang mampu menyediakan berbagai kebutuhan gizi,

(5) Pohon untuk produksi hijauan dan pupuk hijau harus mampu tumbuh cepat, memfiksasi nitrogen, dan mempunyai kemampuan belukar yang hebat

Ekonomi wanatani

Berbagai kajian tentang agroforestri atau wanatani memberikan gambaran bahwa bentuk penggunaan lahan ini sudah lama dipraktekkan oleh masyarakat pedesaan dalam beragam bentuk dan model. Masing-masing bentuk mempunyai ciri-ciri yang relevan dengan karakteristik lingkungannya, baik lingkungan alam maupun lingkungan budaya. Sebagai salah satu bentuk penggunaan lahan, wanatani juga diyakini mampu memberikan sumbangan terhadap upaya mengatasi masalah kerusakan lingkungan dan sekaligus sebagai salah satu pendekatan dalam pengentasan kemiskinan di pedesaan.

Bertolak dari pandangan tersebut, evaluasi ekonomi wanatani perlu dimulai dari pemahaman atas model atau bentuk wanatani yang menjadi target analisis. Pemahaman tersebut manyangkut proses dan tahapan

8

Page 9: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

pengembangannya, karakteristik lingkungannya, output yang dihasilkan termasuk jasa lingkungan, teknologi yang digunakan, kebutuhan modal, biaya sosial yang ditimbulkan – jika memang ada, dan juga manfaat ekologis yang seringkali tidak dengan sengaja untuk dihasilkan oleh operatornya. Sebagai contoh, budidaya repong damar di Krui, Lampung. Pemahaman sepintas tentang repong damar adalah bentuk wanatani yang menghasilkan damar, buah-buahan, kayu, dan berbagai produk non kayu lainnya. Padahal dalam prosesnya, pada 15 tahun pertama lahan yang sama berupa kebun kopi dan lada. Menyangkut apa yang dihasilkan oleh wanatani (output), dengan bertolak dari pandangan nilai ekonomi total, penilaian ekonomi wanatani tidak hanya terbatas pada hasil produksi yang memiliki nilai pasar (buah, getah, serat, umbi-umbian, kayu, dan produk non kayu lainnya), akan tetapi juga terhadap jasa lingkungan yang secara empiris tidak atau belum memiliki nilai finansial. Contoh jasa lingkungan yang perlu diperhitungkan dalam penilaian ekonomi wanatani adalah: nilai keaneka-ragaman hayati yang mampu dikonservasi atau bahkan dikembangkan, kemampuan untuk meningkatkan dan menjaga kesuburan tanah, dampak hidrologis dari satu model wanatani dan lain sebagainya. Demikian juga dengan biaya. Biaya yang dikeluarkan untuk membangun wanatani tidak hanya terbatas dalam artian jumlah uang yang dikeluarkan para operator, akan tetapi juga pengorbanan dari pihak lain dengan adanya wanatani tersebut.

Persoalan yang muncul kemudian adalah bagaimana penilaian ekonomi terhadap semua itu dilakukan. Untuk output dan input yang memiliki nilai pasar, harga pasar dapat digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan ataupun yang digunakan. Harga pasar yang mana yang akan digunakan merupakan persoalan yang akan di bicarakan di bagian lain. Untuk menilai jasa lingkungan terdapat beberapa metoda penilaian yang masuk dalam cakupan ekonomi lingkungan. Turner et al., (1994) mengelompokan metoda penilaian lingkungan ke dalam dua ketegori besar, yaitu penilaian dengan pendekatan permintaan pasar (demand curve approach), dan penilaian dengan pendekatan non-market demand. Pendekatan non-market demand pada hakekatnya merupakan penialain atas biaya yang harus dikeluarkan sebagai akibat dari satu aktivitas atau dikeluarkannya satu kebijakan pemerintah.

Pendekatan atau metoda yang termasuk dalam kategori ini adalah: pendekatan effect on production (EoP) atau metoda opportunity cost (OC) yang merupakan penilaian atas biaya yang harus dikeluarkan atau kerugian yang harus ditanggung oleh satu proses produksi akibat satu kegiatan atau kebijakan tertentu; pendekatan dose response (DR) yaitu penilaian terhadap dampak yang terjadi akibat diterbitkannya ketentuan baku mutu lingkungan tertentu; pendekatan prevantive expenditure, menilai kesediaan seseorang untuk menjaga kenyamanan lingkungannya; dan lain sebagainya.

Salah satu cara untuk menilai keberadaan wanatani adalah mengevaluasi produktivitas wanatani, baik secara finansial maupun secara ekonomi. Produktivitas di sini diartikan sebagai kemampuan untuk berproduksi yang secara finansial dan ekonomi diukur dari seberapa besar wanatani mampu memberikan keuntungan berupa pendapatan bersih atau sering disebut dengan profitabilitas. Pertanyaan pertama yang harus

9

Page 10: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

dikemukakan adalah siapa yang berkepentingan terhadap wanatani dan apa kepentingannya. Jawaban terhadap pertanyaan tersebut akan menentukan ukuran effisiensi yang mana yang akan digunakan.

Seperti halnya kegiatan pertanian, keberadaan wanatani tidak hanya menjadi kepentingan petani saja. Akan tetapi juga merupakan kepentingan pemerintah (pengambil keputusan). Para pengmbil keputusan berkentingan terhadap produktivitas penggunaan lahan, kelestarian lingkungan, tersedianya lapangan pekerjaan di pedesaan, kecukupan pangan bagi masyarakat. Kepentingan petani dalam membudidayakan wanatani terutama terletak harapan untuk mendapatkan penerimaan dari hasil wanatani. Kedua kepentingan tersebut akan menentukan parameter produktivitas yang mana yang akan dipakai.

Ada beberapa cara dan pengukuran profitabilitas yang lazim dipakai. Analisa Manfaat-Biaya atau Benefit-Cost Analysis menghasilkan dua parameter: Benefit-Cost Ratio (BCR) dan Internal Rate of Return (IRR). BCR merupakan perbandingan antara nilai manfaat dan nilai biaya dari satu investasi pada tingkat bunga yang telah ditentukan. Nilai BCR lebih besar dari satu menunjukkan bahwa investasi cukup menguntungkan. Sedangkan IRR membandingkan manfaat dan biaya yang ditunjukkan dalam persentasi.

Dalam hal ini nilai IRR merupakan tingkat bunga di mana nilai manfaat sama dengan nilai biaya. IRR merupakan parameter yang menunjukkan sejauh mana satu investasi mampu memberikan keuntungan. Nilai IRR yang lebih besar dari tingkat bunga umum memberikan petunjuk bahwa investasi tersebut cukup menguntungkan.

Analisis yang lebih sering digunakan untuk mengukur profitabilitas satu investasi jangka panjang dalam kegiatan pertanian adalah Net Precent Value, yaitu selisih antara nilai manfaat dan nilai biaya selama kurun waktu tertentu pada tingkat bunga yang ditentukan. Nilai positif NPV dari satu system kegiatan investasi (dalam hal ini wanatani) menunjukan bahwa wanatani tersebut cukupmenguntungkan. Mengingat bahwa para petani wanatani kebanyakan mengelola sendiri wanataninya, maka profitabilitas yang diukur dengan NPV diturunkan menjadi penerimaan bersih per hari kerja yang dalam halini disebut dengan return to labor. Return to labor dihitung dengan cara mengubah tingkat upah dalam perhitungan NPV sehingga menghasilkan NPV = 0. Perhitungan ini mengubah ‘surplus’ yang ada menjadi upah setelah memasukkan biaya input dan modal dalam discounted cash flow. Return to labor yang lebih besar dari tingkat upah umum memberikan indikasi bahwa kegiatan itu memberikan keuntungan bagi petani.

NPV yang dihitung dengan harga finansial (analisis finansial), yaitu perhitungan dengan nilai pasar yang mencerminkan penerimaan dan pengeluaran nyata petani, menghasilkan parameter profitabilitas untuk kepentingan petani. Dalam hal ini akan memberikan estimasi besarnya keuntungan petani dari sistem wanatani yang dianalisis. Atau dengan perkataan lain penerimaan nyata petani. Sehingga return to labor yang dihitung dengan nilai finansial, merupakan indikator profitabiltas bagi petani yang merupakan insentif untuk berproduksi. Sedangkan perhitungan NPV dengan menggunakan harga-harga ekonomi (analisis ekonomi), yaitu harga

10

Page 11: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

barang dan jasa yang mencerminkan nilai tertinggi, menghasilkan parameter profitabilitas untuk kepentingan para pengambil keputusan atan masyarakat yang lebih luas. Mengingat bahwa produktivitas lahan merupakan kepentingan para pengambil keputusan, maka NPV yang dihitung dengan nilai ekonomi, merupakan indicator profitabilitas yang lebih baik. Karena memasukkan semua komponen lingkungan di dalamnya.

Persoalan lain yang perlu mendapat perhatian dalam analisis finansial dan ekonomi terhadap kegiatan wanatani adalah menyangkut: (1) komponen apa saja yang harus masuk ke dalam perhitungan dan (2) bagaimana kita mengukur atau memberi nilai untuk masing-masing komponen.

Hasil penelitian Iwan Kurniawan (2006) menunjukkan bahwa secara ekonomi wanatani menguntungkan bagi pesanggem dilihat dari pola wanatani dengan sistem wanatani kentang, sawi dan kubis, nilai B/C-ratio masing-masing adalah 1,69 kentang 1,67 sawi dan kubis 1,52. Secara keseluruhan besarnya B/C Ratio > 1, hal ini berarti efektif bagi pesanggem dan program wanatani tersebut masih dibutuhkan oleh masyarakat baik untuk saat ini dan seterusnya. Jenis tanaman yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah tanaman palawija yang menguntungkan. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar prosedur penanaman tanaman wanatani lebih dioptimalkan dengan memperhatikan beberapa aspek ekonomi,dan lingkungan sehingga lebih meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan tanaman kehutanan (pinus) dapat tumbuh dengan optimal.

Hasil penelitian Rama Suhatini, Sugeng Yudiono, Eva Dolorosa, Ilahang (2006) menemukan bahwa peningkatan produktivitas karet rakyat dapat dilakukan melalui pengembangan sistem wanatani karet untuk meningkatkan pendapatan petani, menjamin kelangsungan hidup petani serta memelihara keanekaragaman hayati. Sistem wanatani karet ini terdiri dari tiga pola yaitu pola RAS 1, (hutan karet produktif), pola RAS 2 (sistem wanatani kompleks), dan pola RAS 3 (reklamasi lahan alang-alang).

Sistem wanatani karet yang direkomendasikan meliputi 3 pola, yaitu : RAS1 yaitu hutan karet produktif bertujuan untuk penghematan biaya sarana produksi, efisiensi tenaga kerja dan upaya pelestarian keanekaragaman hayati, RAS2 yaitu sistem wanatani kompleks yang bertujuan untuk pemanfaatan tenaga kerja secara optimal dan diversifikasi komoditi dan RAS tiga yaitu reklamasi lahan alang-alang dengan menggunakan tanaman penutup tanah yang bertujuan untuk menjaga kesuburan tanah dan diversifikasi komoditi.

Karakteristik sosial ekonomi usahatani pada sistem wanatani karet di ketiga pola RAS berbeda-beda. Status kepemilikan lahan dan pohon kesemuanya merupakan hak milik pribadi petani RAS. Hasil produksi tertinggi adalah pola RAS 1 (1.109 Kg/tahun), RAS 2 (1.011 Kg/tahun) dan RAS 3 (966 Kg/tahun). Curahan tenaga kerja pola RAS 1 kurang intensif, RAS 2 paling intensif dan RAS 3 cukup intensif. Pemasaran karet sangat mudah karena pasar tersebar di seluruh desa dan kecamatan. Pendapatan yang diperoleh dari kebun RAS lebih menguntungkan dibandingkan dengan pendapatan dari luar RAS dalam satuan luas lahan yang sama serta memiliki tingkat produktivitas karet yang tinggi.

11

Page 12: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Perspektif petani terhadap aspek sosial, ekonomi dan ekologi dari system wanatani karet pola RAS 1, RAS 2 dan RAS 3 sebagian besar adalah positif, maka sistem wanatani karet di Kabupaten Sanggau masih dapat berkelanjutan. Perspektif petani peserta RAS terhadap pengembangan pola wanatani pada tanaman kelapa sawit ditinjau aspek sosial, ekonomi dan ekologi, sebagian besar petani menyatakan negatif, maka pola wanatani tidak bisa diterapkan pada tanaman kelapa sawit.

4. WANATANI BERBASIS PINUS

Agroforestry merupakan salah satu alternatif bentuk penggunaan lahan terdiri dari campuran pepohonan, semak dengan atau tanpa tanaman semusim dan ternak dalam satu bidang lahan. Melihat komposisinya yang beragam, maka agroforestri memiliki fungsi dan peran yang lebih dekat kepada hutan dibandingkan dengan pertanian, perkebunan, lahan kosong atau terlantar. Sampai batas tertentu agroforestri memiliki beberapa fungsi dan peran yang menyerupai hutan baik dalam aspek biofisik, sosial maupun ekonomi. Agroforestry merupakan salah satu sistem penggunaan lahan yang diyakini oleh banyak orang dapat mempertahankan hasil pertanian secara berkelanjutan. Agroforestry memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap jasa lingkungan (environmental services) antara lain mempertahankan fungsi hutan dalam mendukung DAS (daerah aliran sungai), mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, dan mempertahankan keanekaragaman hayati.

Sistem agroforestri dapat mempertahankan sifat-sifat fisik lapisan tanah atas yang diperlukan untuk menunjang pertumbuhan tanaman, melalui:

Adanya tajuk tanaman dan pepohonan yang relatif rapat sepanjang tahun menyebabkan sebagian besar air hujan yang jatuh tidak langsung ke permukaan tanah sehingga tanah terlindung dari pukulan air yang bisa memecahkan dan menghancurkan agregat menjadi partikel-partikel yang mudah hanyut oleh aliran air. Sistem agroforestry dapat mempertahankan kandungan bahan organic tanah di lapisan atas melalui pelapukan seresah yang jatuh ke permukaan tanah sepanjang tahun. Pemangkasan tajuk pepohonan secara berkala yang di tambahkan ke permukaan tanah juga mempertahankan atau menambah kandungan bahan organik tanah. Kondisi demikian dapat memperbaiki struktur dan porositas tanah serta lebih lanjut dapat meningkatkan laju infiltrasi dan kapasitas menahan air

Sistem agroforestri pada umumnya memiliki kanopi yang menutupi sebagian atau seluruh permukaan tanah dan sebagian akan melapuk secara bertahap. Adanya seresah yang menutupi permukaan tanah dan penutupan tajuk pepohonan menyebabkan kondisi di permukaan tanah dan lapisan tanah lebih lembab, temperatur dan intensitas cahaya lebih rendah. Kondisi iklim mikro yang sedemikian ini sangat sesuai untuk perkembangbiakan dan kegiatan organisme. Kegiatan dan perkembangan organisme ini semakin cepat karena tersedianya bahan organik sebagai sumber energi. Kegiatan organisme makro dan mikro berpengaruh terhadap beberapa sifat fisik tanah seperti terbentuknya pori makro (biopores) dan pemantapan agregat.

12

Page 13: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Peningkatan jumlah pori makro dan kemantapan agregat pada gilirannya akan meningkatkan kapasitas infiltrasi dan sifat aerasi tanah.

Tampak pada gambar Agroforestri di hutan pinus cikuray KPH Garut.Di bawah tegakan pinus (populasi jarang) lahannya digarap secara intensif untuk

aneka tanaman hortikultura semusim (sumber: http://bumiku-menangis.blogspot.com/)

TEKNIIK PEMBUATAN TANAMAN TUSAM ((Pinus merkusii Yung ett de.. Vriies))

Pendahuluan Pinus merkusii dengan nama daerah tusam banyak dijumpai tumbuh

di belahan bumi bagian selatan. Pohon bertajuk lebat, berbentuk kerucut mempunyai perakaran cukup dalam dan kuat. Walaupun jenis ini dapat tumbuh pada berbagai ketinggian tempat, bahkan mendekati 0 meter di atas permukaan air laut, dengan tempat tumbuh yang terbaik pada ketinggian tempat antara 400 – 1500 m dpl, pada tipe iklim A dan B menurut Schmidt – Ferguson, pada curah hujan sekurang-kurangnya 2000 mm/tahun tanpa dengan jumlah bulan kering 0 – 3 bulan.

Jenis ini dapat tumbuh pada berbagai tipe jenis tanah dengan lapisan tanah yang tebal/dalam, pH tanah asam dan mengendaki tekstur tanah ringan sampai sedang. Manfaat jenis pohon ini cukup banyak. Kayunya dapat digunakan sebagai bahan bangunan ringan, peti, korek api, bahan baku kertas dan vinir/kayu lapis. Pada umur 10 tahun, pohon sudah dapat disadap getahnya. Dari getah Pinus dapat dibuat gondorukem dan terpentin. Gondorukem digunakan dalam industri batik sedang terpentin digunakan sebagai pelarut minyak cat dan lak.

Pembibitan

13

Page 14: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

1. Pengadaan bijiBiji Pinus merkusii akan mempunyai viabilitas dan daya kecambah

tinggi, apabila diambil dari kerucut yang sudah masak dengan ciri-ciri berwarna hijau kecoklatan dan sisik kerucut yang telah mulai melebar kebiruan sedikit. Pengumpulan buah dapat dilakukan setiap tahun, karena berbuahnya setiap tahun. Biji kering berisi antara 45.000 – 60.000 butir setiap kilogramnya.

Sebelum ditabur sebaiknya dilakukan seleksi biji. Biji yang baik mempunyai ciri-ciri warna kulit bij kuning kecoklatan dengan bintik-bintik hitam, agar bentuk biji bulat, padat dan tidak mengkerut. Untuk menyeleksi biji yang biasa juga digunakan cara perendaman. Biji yang akan digunakan sebagi bibit direndam dalam air dan benih yang tenggelam saja menandakan biji baik. Lama biji direndam air dingin 3 – 4 jam sebelum ditabur.

2. Penaburan bijiPada kegiatan ini yang perlu diperhatikan adalah bahan media tabur

yang akan digunakan hendaknya mempunyai persyaratan sebagai berikut :· Bebas dari hama-penyakit (steril)· Cukup sarang· Dapat merangsang proses perkecambahan

Sesuai persyaratan di atas, maka bahan campuran berupa pasir yang berukuran ± 2 mm dan tanah (humus) halus dapat digunakan sebagai media tabur. Tanah dan pasir perbandingan 1 : 2. Selanjutnya campuran ini disterilkan dengan cara digoreng 4 – 6 jam dan dijemur diterik matahari. Media yang sudah siap digunakan dimasukkan ke dalam bak plastik setinggi ± 5 cm. Bak diletakkan di atas rak-rak di dalam bedeng penaburan atau ruang kaca. Benih-benih yang terpilih, kemudian dihamburkan di bak tabur, selanjutnya ditutup dengan bahan media tabur kira-kira sama dengan tebal benih yang ditabur. Setelah 10 – 15 hari dari saat penaburan, benih akan berkecambah. Proses perkecambahan berlangsung sampai satu bulan.

3. PenyapihanSebelum dilakukan penyapihan terlebih dahulu disiapkan kantong

plastik yang berisi media tumbuh. Pinus merkusii adalah jenis tanaman yang melakukan simbiose dengan jamur/mikorhiza. Penularan mikorihiza yang paling baik ialah pada waktu pencampuran media tumbuh. Untuk itu, dalam setiap kantong plastik media tumbuh harus dicampur dengan tanah humus yang berasal dari bawah tegakan tua Pinus merkusii. Media tumbuh untuk jenis tanaman ini yang paling baik adalah campuran dari tanah, pasir dan kompos dengan perbandingan 7 : 2 : 1 dengan penambahan pupuk NPK sebanyak 0,25 gram setiap kantong yang berisi 300 gram media. Setelah bibit berumur 5 – 8 minggu di bak tabur kemudian dilakukan penyapihan. Pada saat ini kulit biji sudah terlepas dari kecambah dan bibit telah memiliki daun jarum pertama.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyapihan bibit antara lain :

· Semai ditanam berdiri tegak lurus

14

Page 15: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

· Akar tidak boleh terlipat· Hindarkan semai dari kerusakan· Lakukan penyapihan pada tempat yang teduh

4. PemeliharaanDalam kegiatan ini perlu dilakukan penyiraman semai secara hati-hati,

dan untuk menghindarkan damping off perlu dilakukan penyemprotan dengan fungisida. Upayakan agar bibit selama dipersemaian bebas dari gangguan rumput-rumput liar, erangga maupun penyakit. Untuk itu kebersihan persemaian sangat menunjang keberhasilan bibit yang disapih.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :· Naungan untuk menjaga kelembaban, menahan percikan air hujan

dan mengurangi penguapan.· Penyiraman secara teratur, setiap hari satu kali pagi hari dan sore

hari.· Pemupukan dengan NPK dengan interval 2 minggu sekali.· Penyulaman pada kantong plastik yang mati bibitnya atau

pertumbuhannya jelek segera dilakukan.· Perumputan apabila rumput atau tumbuhan liar lainnya

mengganggu pertumbuhan tanaman muda.· Akar-akar yang keluar dari lubang kantong agar dipotong.

Penanaman

1. Persiapan lapanganSebelum melaksanakan penanaman, perlu dilakukan pekerjaan

persiapan, antara lain :· Pembersihan lapangan dari tumbuhan pengganggu, seperti alang-

alang, semak belukar, dan lain-lain.· Pengolahan tanah (manual/mekanik). Dalam pengolahan tanah

pada lahan miring hendaknya memperhatikan kaidah pengawetan tanah agar dihindarkan erosi yang berlebihan.

· Pemasangan acir tanaman pada lahan miring sejajar garis kontour.· Pembuatan lubang tanaman.

Pembuatan bibit agar diusahakan seaman mungkin dan semurah mungkin. Apabila pengangkutan tidak hati-hati maka kerusakan bibit membawa kerugian yang cukup besar. Oleh karena itu jumlah bibit yang diangkut disesuaikan dengan kemampuan menanam regu tanam. Hal ini untuk menghindarkan penumpukan bibit di lapangan.

2. PenanamanPada saat bibit akan ditanam, kantong plastik dilepas secara hati-hati

supaya media tumbuh tetap utuh. Kemudian bibit dimasukkan ke dalam lubang yang telah disiapkan. Lubang yang telah berisi bibit ditutup kembali dengan tanah galian dan dipadatkan di sekitar leher akar. Harus diupayakan agar bibit tetap tegak. Penanaman bibit dilakukan pada permulaan musim penghujan, setelah curah hujan cukup merata. Sistem penanaman dapat

15

Page 16: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

dilakukan dengan tumpangsari atau tanpa tumpang sari. Tanaman sela yang digunakan disesuaikan dengan tempat tumbuhnya.

3. PemeliharaanPemeliharaan tanaman dilakukan dengan maksud agar tanaman

muda mampu tumbuh menjadi tegakan akhir dengan kerapatan dan tingkat pertumbuhan yang diharapkan. Kegiatan pemeliharaan meliputi :

a) Penyulaman dilakukan apabila dijumpai adanya kematian bibit setelah satu bulan setelah satu bulan selesai penanaman, segera dilakukan penyulaman. Penyulaman ini terus dilakukan sampai jumlah tanaman muda cukup sesuai dengan kerapatan tegakan yang dipersyaratkan. Penyulaman ini sebaiknya dilaksanakan pada pertengahan musim penghujan.

b) Penyiangan gulma dan tumbuhan lain yang mengganggu tanaman muda segera dilakukan, agar bebas dari persaingan untuk mendapatkan cahaya dan unsur hara dari dalam tanah.

c) Pendangiran hanya dilakukan bilamana kondisi tanah yang padat atau berdrainase jelek. Dengan catat mendangir di sekitar piringan dengan berjari-jari 0,5 meter. Dan dilaksanakan bersamaan waktunya dengan penyiangan.

d) Pemberantasan hama dan penyakit. Tindakan yang paling menguntungkan dari kegiatan ini adalah mencegah penularan hama dan penyakit yang menyerang tanaman muda. Cara pencegahannya antara lain dengan cara fisik atau cara kimiawi. Namun demikian harus selalu diupayakan agar nilai ambang ekonominya tidak terlalu membahayakan tanaman.

e) Penjarangan. Dimaksudkan untuk memberi ruang tumbuh yang lebih baik bagi tegakan selanjutnya, sehingga mutu tegakan dan volume tegakan menjadi meningkat. Pohon yang tertekan terserang hama dan penyakit, batang pokok bengkok, menggarpu, dibuang dalam penjarangan. Saat penjarangan tegakan tergantung pada kerapatan tegakan, kesuburan tanah dan sifat pertumbuhan dari pohon. Tepatnya beberapa saat setelah tajuk saling bersinggungan.

f) Pengendalian api dan kebakaran. Pinus merkusii sangat peka terhadap api. Sekali terjadi kebakaran, tanaman muda akan musnah. Hal ini disebabkan pada batang jenis tanaman ini banyak mengandung getah (damar). Tindakan pencegahan secara dini dapat dilakukan antara lain :i. Membuat jalur sekat, jalur hijau secara jelas dan tegas.ii. Pembentukan satuan tugas pengendali kebakaran dan

mengaktifkan ronda api.iii. Pembuatan sistem komunikasi yang menjangkau seluruh

areal dan sekitarnya.

Panen Hasil

16

Page 17: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Pada umur 10 tahun, Pinus merkusii mulai dapat dipungut getahnya. Penebangan untuk tujuan kayu pertukangan sebaiknya dilakukan apabila tegakan telah mencapai umur 30 tahun dengan taksiran produksi kayu tebal sebanyak 238 – 322 m3/ha. Sedangkan untuk tujuan kayu pulp dipergunakan daur 10 – 15 tahun.

Sistem pemungutan hasil yang digunakan dalam pengelolaan HTI Pinus merkusii adalah Sistem Tebang Habis dengan Permudaan Buatan.

5. Wanatani berbasis tegakan jati

Wanatani atau agroforest adalah suatu bentuk pengelolaan sumberdaya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan penanaman komoditas atau tanaman jangka pendek, seperti tanaman pertanian. Model-model wanatani bervariasi mulai dari wanatani sederhana berupa kombinasi penanaman sejenis pohon dengan satu-dua jenis komoditas pertanian, hingga ke wanatani kompleks yang memadukan pengelolaan banyak spesies pohon dengan aneka jenis tanaman pertanian, dan bahkan juga dengan ternak atau perikanan. Dalam bentuk yang dikenal umum, wanatani ini mencakup rupa-rupa kebun campuran, tegalan berpohon, ladang, lahan bera (belukar), kebun pekarangan, hingga hutan-hutan tanaman rakyat yang lebih kaya jenis seperti yang dikenal dalam rupa talun di Jawa Barat, repong di Lampung Barat, parak di Sumatra Barat, tembawang (tiwmawakng) di Kalimantan Barat, simpung (simpukng) di Kalimantan Timur, dan lain-lain bentuk di berbagai daerah di Indonesia.

Pada sisi yang lain, pola yang mirip dimanfaatkan dalam membangun hutan. Pola tumpangsari dalam menanam hutan jati di Jawa, adalah satu bentuk wanatani sederhana. Dalam tumpangsari, petani pesanggem dibolehkan memelihara padi ladang, jagung, ketela pohon dan lain-lain di sela-sela larikan tanaman pokok kehutanan jati yang baru ditanam. Biasanya pada tahun ketiga atau keempat, setelah tanaman hutannya merimbun dan menaungi tanah, kontrak tumpangsari ini berakhir.

Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Nama ilmiah jati adalah Tectona grandis, berukuran besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau. 

Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata thekku, dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara bagian Kerala di India selatan.

Karakter Tanaman JatiPohon besar dengan batang yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40

m. Batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki batang yang

17

Page 18: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jawa: bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batang coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang. Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter. Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.

Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.

Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu. Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil.

Iklim yang cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata, namun tidak terlalu panjang, dengan curah hujan antara 1200-3000 mm pertahun dan dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang optimal adalah antara 0 – 700 m dpl; meski jati bisa tumbuh hingga 1300 m dpl.

Tegakan jati sering terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan hanya terdiri dari satu jenis pohon. Ini dapat terjadi di daerah beriklim muson yang begitu kering, kebakaran lahan mudah terjadi dan sebagian besar jenis pohon akan mati pada saat itu. Tidak demikian dengan jati. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan kebakaran karena kulit kayunya tebal. Lagipula, buah jati mempunyai kulit tebal dan tempurung yang keras. Sampai batas-batas tertentu, jika terbakar, lembaga biji jati tidak rusak. Kerusakan tempurung biji jati justru memudahkan tunas jati untuk keluar pada saat musim hujan tiba.

Guguran daun lebar dan rerantingan jati yang menutupi tanah melapuk secara lambat, sehingga menyulitkan tumbuhan lain berkembang. Guguran itu juga mendapat bahan bakar yang dapat memicu kebakaran —yang dapat dilalui oleh jati tetapi tidak oleh banyak jenis pohon lain. Demikianlah, kebakaran hutan yang tidak terlalu besar justru mengakibatkan proses pemurnian tegakan jati: biji jati terdorong untuk berkecambah, pada saat jenis-jenis pohon lain mati. Tanah yang sesuai adalah yang agak basa, dengan pH antara 6-8, sarang (memiliki aerasi yang baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca, calcium) dan fosfor (P). Jati tidak tahan tergenang air.

18

Page 19: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Menurut sifat-sifat kayunya, di Jawa orang mengenal beberapa jenis jati (Mahfudz dkk.,):

1. Jati lengo atau jati malam, memiliki kayu yang keras, berat, terasa halus bila diraba dan seperti mengandung minyak (Jw.: lengo, minyak; malam, lilin). Berwarna gelap, banyak berbercak dan bergaris.

2. Jati sungu. Hitam, padat dan berat (Jw.: sungu, tanduk).3. Jati werut, dengan kayu yang keras dan serat berombak.4. Jati doreng, berkayu sangat keras dengan warna loreng-loreng

hitam menyala, sangat indah.5. Jati kembang. 6. Jati kapur, kayunya berwarna keputih-putihan karena mengandung

banyak kapur. Kurang kuat dan kurang awet.

Klasifikasi Ilmiah:Kerajaan : PlantaeDivisi : MagnoliophytaKelas : MagnoliopsidaOrdo : LamialesFamili : LamiaceaeGenus : TectonaSpesies : Tectona grandis

Penyebaran dan Tempat Tumbuh. Seluruh Jawa, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tenggara, Nusa

Tenggara Barat, Lampung dan Maluku. klim yang cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata, namun tidak terlalu panjang, dengan curah hujan antara 1200-3000 mm pertahun dan dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang optimal adalah antara 0 – 700 m dpl; meski jati bisa tumbuh hingga 1300 m dpl.

HabitusPohon besar dengan batang yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40

m. Batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jw., bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batang coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang. Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter.

Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.

Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar,

19

Page 20: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm.

Berumah satu.Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar

dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil.

Budidaya TanamanSecara garis besar, pengadaan bibit jati dapat dilakukan melalui dua

cara yaitu secara generatif dan secara vegetatif. Secara generatif, pengadaan bibit jati dilakukan dengan menggunakan biji. Biji jati yang akan digunakan dipilih yang masih baru, karena biji jati yang telah disimpan sangat mudah berkurang daya kecambahnya. Buah jati termasuk jenis buah batu, memiliki kulit yang keras dan persentase perkecambahan rendah dibandingkan dengan species lain. Untuk itu perlakuan-perlakuan tertentu dilaksanakan agar mampu memecah dormansi biji.

Beberapa cara pemecahan dormansi biji yang dapat dilakukan antara lain :

1. Biji direndam dalam air dingin-dijemur dibawah terik sinar matahari, diulang 4-5 hari.

2. Biji jati direndam dalam air dingin-air panas bergantian selama 1 minggu.

3. Biji jati pada bagian epikotil, ditipiskan kulit bijinya dengan cara diamplas, sehingga memudahkan air dan udara masuk kedalam biji.

4. Biji jati direndam dalam larutan asam sulfat pekat (H2S04) selama 15 menit, kemudian dicuci dengan air dingin setelah itu baru dikecambahkan pada media pasir.

Pasir yang digunakan dianjurkan untuk disterilkan dengan dijemur dibawah sinar matahari, digoreng sangrai atau disemprot dengan ”Benlate” agar jamur dan bakteri pengganggu mati. Pasir jangan dipadatkan agar memudahkan munculnya daun dan batang muda dari media tabur. Biji disiram secara teratur 2x sehari agar kelembaban terjaga. Naungan diperlukan agar suhu dan kelembaban terjadi dalam kondisi yang lama. Naungan dapat berupa plastik, daun kelapa, atau naungan jenis lainnya.

20

Page 21: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Benih ditanam dengan bekas tangkainya dibawah. Supaya tidak hanyut oleh air baik karena hujan atau penyiraman, bijinya ditekan ke dalam media sedalam 2 cm kemudian ditimbun. Perkecambahan biji jati biasanya bertahap, sehingga perlu menunggu agar benih-benih tersebut dapat berkecambah secara sempurna. Media yang digunakan untuk penyapihan adalah campuran antara pasir : tanah : kompos ( 7:2:1 ). Ukuran polybag yang digunakan adalah 10 x 15 cm. Pemupukan dilakukan dengan NPK cair (5 gram/liter air ) ketika bibit telah berumur 2 minggu, selanjutnya 2 minggu sekali pemupukan dilakukan hingga bibit berumur 3 bulan dan siap ditanam di lapangan.Perbanyakan tanaman jati juga dapat dilakukan secara vegetatif atau perbanyakan yang dilakukan tanpa benih/biji, dengan mengambil bagian tanaman seperti daun, batang, tunas dan bagian lainnya. Pembiakan secara vegetatif untuk jati dapat dilakukan dari cara yang sederhana seperti stump, puteran hingga grafting dan kultur jaringan.

Hutan Jati

Fungsi ekonomis lain dari hutan jati jawa Jika berkunjung ke hutan-hutan jati di Jawa, kita akan melihat bahwa kawasan-kawasan itu memiliki fungsi ekonomis lain di samping menghasilkan kayu jati. Banyak pesanggem (petani) yang hidup di desa hutan jati memanfaatkan kulit pohon jati sebagai bahan dinding rumah mereka. Daun jati, yang lebar berbulu dan gugur di musim kemarau itu, mereka pakai sebagai pembungkus makanan dan barang. Cabang dan ranting jati menjadi bahan bakar bagi banyak rumah tangga di desa hutan jati.

Hutan jati terutama menyediakan lahan garapan. Di sela-sela pepohonan jati, para petani menanam palawija berbanjar-banjar. Dari hutan jati sendiri, mereka dapat memperoleh penghasilan tambahan berupa madu, sejumlah sumber makanan berkarbohidrat, dan obat-obatan. Tanaman pangan yang tumbuh di hutan jati misalnya gadung (Dioscorea hispida) dan uwi (Dioscorea alata). Bahkan, masyarakat desa hutan jati juga memanfaatkan iles-iles (Ammorphophallus) pada saat paceklik. Tumbuhan obat-obatan tradisional seperti kencur (Alpina longa), kunyit (Curcuma domestica), jahe (Zingiber officinale), dan temu lawak (Curcuma longa) tumbuh di kawasan hutan ini.

Pohon jati juga menghasilkan bergugus-gugus bunga keputihan yang merekah tak lama setelah fajar. Masa penyerbukan bunga jati yang terbaik terjadi di sekitar tengah hati —setiap bunga hidup hanya sepanjang satu hari. Penyerbukan bunga dilakukan oleh banyak serangga, tetapi terutama oleh jenis-jenis lebah. Oleh karena itu, penduduk juga sering dapat memanen madu lebah dari hutan-hutan jati. Masyarakat desa hutan jati di Jawa juga biasa memelihara ternak seperti kerbau, sapi, dan kambing. Jenis ternak tersebut memerlukan rumput-rumputan sebagai pakan. Walaupun para petani kadang akan mudah mendapatkan rerumputan di sawah atau tegal, mereka lebih banyak memanfaatkan lahan hutan sebagai sumber penghasil makanan

21

Page 22: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

ternak. Dengan melepaskan begitu saja ternak ke dalam hutan, ternak akan mendapatkan beragam jenis pakan yang diperlukan. Waktu yang tidak dipergunakan oleh keluarga petani untuk mengumpulkan rerumputan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya.

Mengingat lahannya yang relatif cukup luas, hutan jati dipandang memiliki fungsi-fungsi non-ekonomis yang penting. Fungsi-fungsi non-ekonomis tersebut adalah sebagai berikut:

1. Fungsi penyangga ekosistem Tajuk pepohonan dalam hutan jati akan menyerap dan menguraikan zat-zat pencemar (polutan) dan cahaya yang berlebihan. Tajuk hutan itu pun melakukan proses fotosintesis yang menyerap karbondioksida dari udara dan melepaskan kembali oksigen dan uap air ke udara. Semua ini membantu menjaga kestabilan iklim di dalam dan sekitar hutan. Hutan jati pun ikut mendukung kesuburan tanah. Ini karena akar pepohonan dalam hutan jati tumbuh melebar dan mendalam. Pertumbuhan akar ini akan membantu menggemburkan tanah, sehingga memudahkan air dan udara masuk ke dalamnya. Tajuk (mahkota hijau) pepohonan dan tumbuhan bawah dalam hutan jati akan menghasilkan serasah, yaitu jatuhan ranting, buah, dan bunga dari tumbuhan yang menutupi permukaan tanah hutan. Serasah menjadi bahan dasar untuk menghasilkan humus tanah. Berbagai mikroorganisme hidup berlindung dan berkembang dalam serasah ini. Uniknya, mikroorganisme itu juga yang akan memakan dan mengurai serasah menjadi humus tanah. Serasah pun membantu meredam entakan air hujan sehingga melindungi tanah dari erosi oleh air.

2. Fungsi biologis Jika hutan jati berbentuk hutan murni —sehingga lebih seperti ‘kebun’ jati— erosi tanah justru akan lebih besar terjadi. Tajuk jati rakus cahaya matahari sehingga cabang-cabangnya tidak semestinya bersentuhan. Perakaran jati juga tidak tahan bersaing dengan perakaran tanaman lain. Dengan demikian, serasah tanah cenderung tidak banyak. Tanpa banyak tutupan tumbuhan pada lantai hutan, lapisan tanah teratas lebih mudah terbawa oleh aliran air dan tiupan angin.

3. Fungsi sosial Banyak lahan hutan jati di Jawa, baik yang dikukuhkan sebagai hutan produksi maupun hutan non-produksi, memberikan layanan sebagai pusat penelitian dan pendidikan, pusat pemantauan alam, tempat berekreasi dan pariwisata, serta sumber pengembangan budaya.

Akhir-akhir ini juga telah dilaksanakan program pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat (PHBM), dimana masyarakat sekitar hutan diikut sertakan dalam pengelolaan hutan dengan ketentuan masyarakat boleh menanam tanaman semusim diantara tanaman hutan sepanjang masih memungkinkan dan pada pihak lain masyarakat juga berkewajiban memelihara tanaman pokok hutan. Sedangkan pihak Perhutani mempunyai kewajiban membina petani tersebut dan mengawasi tanaman pokoknya (Perhutani, 2004).

22

Page 23: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Berdasarkan besarnya naungan yang ada, pada pola peremajaan tanaman hutan atau perkebunan, pengusahaan tanaman tumpangsari terbatas sampai tahun ke tiga atau ke empat. Batasannya sampai naungan mencapai 50% (Sopandie et al., 2003; 2005), tanaman karet sampai tahun ke tiga, kelapa sawit dan kelapa dalam sampai tahun ke empat. Khusus untuk tanaman kelapa dalam setelah umur di atas 25 tahun, mahkota/tajuknya mengecil lagi dan penetrasi cahaya dapat mencapai diatas 80% (Toha, 2005), sistem tanam tumpangsari dapat diusahakan lagi. Bila peremajaan tanaman karet dan kelapa sawit, tiap 25 tahun sekali dan tanaman tumpangsari dapat diusahakan sampai tahun ke empat, maka secara potensi pengusahaan tanaman tumpangsari dapat mencapai 16% dari luasan lahan perkebunan yang ada (Toha dan Hasanuddin, 1997). Selain peremajaan tanaman perkebunan, peremajaan hutan setiap tahunnya mencapai antara 50.000-200.000 ha. Potensi tanaman tumpangsari perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI) muda dapat mencapai lebih dari 2,0 juta ha/tahun (Toha, 2005).

Sedangkan untuk peremajaan hutan yang dikaitkan dengan program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) tanaman tumpangsari dapat diusahakan 2 sampai 5 tahun tergantung jarak tanamnya. Khusus untuk RPH Sanca (KPH Indramayu), dimana solum tanahnya dalam, dapat diusahakan pertanaman hutan jati jenis (klon) unggul yang umur panennya lebih genjah. Jenis jati lokal umur panennya dapat di atas 40 tahun, sedangkan jati unggul hanya sekitar 25 tahun dan dapat ditanam lebih jarang. Jarak tanam jati lokal biasanya (3,0 x 3,0) meter, sedangkan jati unggul jarak tanam antar baris 6 meter dan didalam barisan antara 1-2 meter. Berdasarkan jarak tanam seperti ini, tanaman tumpangsari bisa diusahakan lebih lama dapat mencapai 6-7 tahun. Bila di hitung dengan masa persiapan panen (1-2 tahun) dan persiapan tanam 1 tahun, maka usaha tanaman tumpangsari secara total dapat mencapai 7-9 tahun atau sekitar 25% dari potensi hutan jati yang diusahakan.

Tanaman pangan sebagai tanaman tumpangsari yang umum diusahakan petani adalah; padi gogo, kacang-kacangan dan juga sayuran. Tanaman pangan yang diusahakan sebagai tanaman tumpangsari, sebaiknya mengacu pada pola tanam berbasis padi gogo, yaitu padi gogo-kedelai-kacang tunggak/kacang hijau. Padi gogo ditanam pada awal musim hujan, dikuti oleh kedelai dan terakhir kacang hijau atau kacang tunggak yang lebih tahan kering. Budidaya padi gogo membutuhkan bulan basah (>200 mm/bulan) secara berurutan minimal 4 bulan, sedangkan untuk tanaman palawija lainnya minimal 100 mm/bulan (Oldeman, 1975). Untuk efisiensi tenaga kerja dan mengurangi resiko terjadinya erosi yang berlebihan sebaiknya menggunakan sistem olah tanah minimal. Pengolahan tanah yang agak intensif hanya untuk padi gogo dan dilakukan pada akhir musim kemarau, jadi tanah dalam keadaan kering. Sedangkan untuk pertanaman kedua dan ketiga (kedelai dan kacang hijau/kacang tunggak) dilakukan dengan tanpa olah tanah. Untuk menekan pertumbuhan gulma dan menjaga kelembaban tanah, sisa tanaman sebelumnya dijadikan mulsa. Dengan demikian permukaan tanah akan terusik secara minimal dan erosi dapat diminimalkan. Berdasarkan pengalaman (hasil penelitian sebelumnya),

23

Page 24: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

tingkat hasil gabah dapat mencapai antara 2,5-5,5 t/ha GKG, kedelai sekitar 1,0-1,5 t/ha dan kacang hijau sekitar 1,0 t/ha. Bila dihitung dengan nilai setara gabah, penerapan pola tanam intensif dengan olah tanah minimum, hasil yang mencapai sekitar 10 t/ha/tahun, tidak kalah dengan produktivitas lahan sawah (Toha et al., 2006).

Beberapa keuntungan dengan adanya usaha tanaman tumpangsari diantara tanaman pokok hutan yang masih muda adalah: 1) produksi tanaman pangan meningkat, pendapatan petani meningkat; 2) berfungsi dalam persiapan lahan dan pemeliharaan tanaman pokok, mengurangi biaya penyiangan; 3) kesuburan tanah meningkat (residu pupuk tanaman pangan, penambahan bahan organik tanah/jerami); 4) mengurangi pengembalaan ternak, pemeliharaan ternak lebih intensif; dan 5) dampak sosial/ekonomi yang baik bagi masyarakat sekitar hutan, mengurangi penjarahan hutan.

Pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat (PHBM) dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam pelaksanaannya masyarakat desa sekitar hutan sebagai mitra kerja Perum Perhutani dapat berperan aktif dalam memelihara kelestarian sumberdaya hutan. Dalam aspek perencanaan dan pembinaan, Perum Perhutani mempunyai tanggung jawab penuh dan bersama pemerintah daerah langsung mengarahkan dan mensosialisasikan kegiatan yang akan dilakukan bersama masyarakat sekitar hutan. Secara simultan akan diupayakan sumberdaya hutan tetap lestari, pendapatan Perum Perhutani meningkat dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan meningkat.

Tumpangsari padi gogo dengan tanaman jati muda dalam system agroforestry berbasis Tegakan jati (sumber: http://jati-arthamas.com/)

24

Page 25: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Tumpangsari tanaman jati dengan kacang-kacangan (sumber: http://organicindonesianvanilla.blogspot.com/)

Tumpangsari tanaman jati dengan pisang (sumber: http://investasipohonjati.blogspot.com/)

Perhutani mengembangkan bibit jati unggul yang berasal dari kebun benih KBK ( Kebun Bibit Klonal ) di Cepu. Bibit Jati KBK ini merupakan bibit dari jati yang diambil dari hutan perhutani blora hasil seleksi dengan umur

25

Page 26: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

indukan berumur 65 tahun. Jati Blora jenis KBK yang kami tanam dapat di panen pada umur 6-7 tahun dengan diameter 30-35 cm. Jati tersebut kami tanam dengan jarak tanam 1x2m (jarak 1m ke arah timur barat sedangkan 2m kearah utara selatan sehingga setiap hektar lahan kebun dapat ditanam minimal 4000 pohon.

Syarat umum bagi pohon jati untuk tumbuh dan teknik budidaya :Sangat cocok untuk iklim tropis seperti indonesia, antara lain seluruh

pulau jawa, sebagian pulau sumatra, sulawesi selatan, sulawesi tenggara, NTB dan maluku dengan syarat umum sbb:

1. Curah hujan 1500-2500mm/tahun.2. Bulan kering 2-4 bulan.3. Tinggi lokasi penanaman 10-1000m dari permukaan laut.4. Intensitas cahaya 75-100%.5. pH tanah 4-8.6. Jenis tanah lempung berpasir, hindari tanah becek/rawa dan

cadas.

Teknik budidaya pohon jati dimulai dari persiapan lahan, Pembukaan lahan kebun dengan membersihkan dari semak-semak, alang-alang dll, kemudian membuat lubang tanam 40x40x40 cm dan dibiarkan selama kurang lebih 2 minggu. Lakukan pemupukan pada lubang tanam dengan memberikan pupuk kandang atau kompos sebanyak 5kg per lubang. Pemberian kapur atau dolomit apabila tanah masam sebanyak 50-100 g/lubang tanam.

Penanaman: Masukan tanah campuran/kompos ke lubang setinggi 1/3 kedalam lubang sambil disiram, masukan bibit jati KBK yang telah disobek polibag nya ke dalam lubang lalu timbun lubang hingga penuh, siram tanaman sambil memadatkan lubang tanam.

Pemeliharaan: Pembersihan rumput/gulma disekitar tanaman penting untuk dilakukan, jaga jangan sampai ada genangan air disekitar pohon, purning atau pemangkasan cabang-cabang harus rutin dilakukan sampai minimal ketinggian 6 m, potong cabang 1-2 cm dari pangkal. semprot insektisida bila perlu untuk membunuh hama dan penyakit.

Pemupukan: Taburkan pupuk urea atau npk sekitar tanamam sesuai petunjuk. perhatikan cara pemupukan dan periode pemupukan karena tahun pertama pohon jati tumbuh adalah masa kritis yang menentukan untuk tumbuh selanjutnya.

26

Page 27: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Tumpangsari tegakan jati dengan tanaman ubi-ubian Iles-iles.

6. Wanatani bebasis mahoni

Mahoni termasuk pohon besar dengan tinggi pohon mencapai 35-40 m dan diameter mencapai 125 cm. Batang lurus berbentuk silindris dan tidak berbanir. Kulit luar berwarna cokelat kehitaman, beralur dangkal seperti sisik, sedangkan kulit batang berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi cokelat tua, beralur dan mengelupas setelah tua. Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun, mahkota bunganya silindris, kuning kecoklatan, benang sari melekat pada mahkota, kepala sari putih, kuning kecoklatan. Buahnya buah kotak, bulat telur, berlekuk lima, warnanya cokelat. Biji pipih, warnanya hitam atau cokelat. Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-ternpat lain yang dekat dengan pantai, atau ditanam di tepi jalan sebagai pohon pelindung. Tanaman yang asalnya dari Hindia Barat ini, dapat tumbuh subur bila tumbuh di pasir payau dekat dengan pantai.

Pohon mahoni bisa mengurangi polusi udara sekitar 47% - 69% sehingga disebut sebagai pohon pelindung sekaligus filter udara dan daerah tangkapan air. Daun-daunnya bertugas menyerap polutan-polutan di sekitarnya. Sebaliknya, dedaunan itu akan melepaskan oksigen (O2) yang membuat udara di sekitarnya menjadi segar. Ketika hujan turun, tanah dan akar-akar pepohonan itu akan mengikat air yang jatuh, sehingga menjadi cadangan air.[7]Buah mahoni memiliki zat bernama flavonolds dan saponins. Flavonolds sendiri dikenal berguna untuk melancarkan peredaran darah sehingga para penderita penyakit yang menyebabkan tersumbatnya aliran darah disarankan memakai buah ini sebagai obat. Khasiat flavonolds ini juga bisa untuk mengurangi kolesterol, penimbunan lemak pada saluran darah, mengurangi rasa sakit, pendarahan dan lebam, serta bertindak sebagai antioksidan untuk menyingkirkan radikal bebas. Sementara itu, saponins

27

Page 28: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

memiliki khasiat sebagai pencegah penyakit sampar, bisa juga untuk mengurangi lemak di badan, membantu meningkatkan sistem kekebalan, mencegah pembekuan darah, serta menguatkan fungsi hati dan memperlambat proses pembekuan darah.

Dalam UU No.41/1999, hutan rakyat dimaksudkan sebagai hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Hutan rakyat telah lama dikenal dan memberikan manfaat ganda kepada masyarakat luas, yaitu berupa manfaat jasa lingkungan, seperti pencegahan erosi dan banjir, meningkatkan kesuburan tanah, dan disamping itu juga dapat memberikan manfaat sosial ekonomi seperti dalam menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui perdagangan kayu.

Pengembangan agroforestry didorong perubahan paradigma baru pengelolaan hutan yang lebih mempertimbangkan basis sumberdaya alam (natural resources management). Pengembangan ini bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat yang hidup di sekitar hutan, memperbaiki kualitas lahan hutan, meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pengetahuan lokal petani dan kepedulian global akan kelestarian alam. Pengelolaan lahan yang baik dan berguna bila berdasarkan pemahaman yang tepat atas ekologi, lingkungan manajerial dan ekonomi dari pengelolaan lahan tersebut. Rengelolaan ini sering menjadi pertimbangan bagi petani dalam pengembangan dan pengelolaan lahan ke arah peningkatan produktifitas yang tinggi.

Praktek agroforestry dilakukan masyarakat mengalami perubahan ke arah lebih baik pada tiap tahap atau fase rotasi pertanaman. Petani melakukan penerapan silvikultur secara praktis dan menimbulkan inovasi tertentu yang merupakan hasil pembelajaran “alam”. Pada dasarnya petani adalah pengelola lahan yang komprehensif yang mampu mengintegrasikan informasi yang disampaikan oleh aktor-aktor sektoral.

Pengelolaan lahan di suatu daerah biasanya mempunyai variasi pada pola ataupun kombinasi komponen penyusun sistem agroforestry. Hal ini disebabkan pertimbangan petani dalam pengembangan lahan yang dipengaruhi aspek pasar. Pola tanam alley cropping (salah satu pola agroforestry yang berkembang di lokasi penelitian) bukan hanya dijadikan unit produksi untuk memenuhi kebutuhan petani saja, tetapi juga difungsikan untuk konservasi tanah dan air. Mahoni merupakan salah satu komponen penyusun pola alley cropping yang banyak dikembangkan oleh masyarakat di berbagai daerah. Petani memilih mahoni atas dasar prospek pasar dan karakter yang berbeda dari jenis lainnya terutama pada sisi dinamika tegakannya dalam merespon tujuan ganda (beban ganda) yang menjadi bebannya. Sejalan dengan waktu, tegakan mahoni memiliki dinamika yang khas yang berbeda dibanding jenis lainnya sebagai respon pada pola alley cropping dan juga variasi pola agroforestry lainnya. Dinamika komponen penyusun dalam pola alley cropping penting untuk dikaji karena akan berpengaruh terhadap rejim dan resep silvikultur yang mendukung keberhasilan agroforestry.

28

Page 29: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Pola pertanaman alley cropping merupakan pertanaman barisan pohon mahoni mengikuti kontur dan lorong di antara baris tersebut adalah areal yang difungsikan untuk tanaman pertanian. Pola tanam alley cropping ini dalam perkembangannya sangat dinamis, dengan faktor penentu komponen penyusun di dalamnya kerapatan tegakan dan lebar alley cropping yang terbentuk. Komponen penyusun yang potensial dan banyak dipilih petani yaitu mahoni, sono keling dan akasia. Mahoni merupakan jenis yang paling dominan, hal ini dikarenakan secara ekonomi tersedia pasarnya dan secara ekologi memiliki perakaran yang baik sebagai penahan longsor dan juga berperan sebagai sumber hijauan makanan ternak.

Lebar alley cropping sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan tanaman pertanian yang diusahakan. Hal ini dikarenakan pengaruh perkembangan dinamis konfigurasi tajuk mahoni dalam proses berbagi sumberdaya (ruang tumbuh) dengan tanaman pertanian. Informasi lebar lorong dalam pola alley cropping sangat beragam.. Ruang (lorong) inilah yang digunakan untuk mengusahakan tanaman pertanian. Penutupan tajuk mahoni ke arah lorong menjadi penyebab area tanaman pertanian semakin berkurang dan pengurangan tingkat kepadatan pohon melalui tindakan penjarangan dan pruning menjadikan lorong lebih efektif lagi. Faktor lain yang berpengaruh terhadap dinamisasi lorong adalah kerapatan tegakan mahoni. Kerapatan tegakan ini akan berpengaruh terhadap kepadatan tajuk (crown density) dalam suatu area. Kepadatan tajuk mahoni berhubungan dengan daya tangkap cahaya bagi tanaman bawah yaitu tanaman pertanian. Kerapatan tegakan mahoni pada pola tanam alley cropping dinyatakan dalam jarak tanam dan densitas dalam baris. Jarak tanam dalam baris pada pola tanam alley cropping mempunyai kisaran 1.0-1.5 m. Densitas/kerapatan tegakan mahoni dalam baris alley cropping dalam tiap 10 meter panjang lorong, terdapat rata-rata 8-10 pohon.

Kerapatan tegakan mahoni dalam pola tanam alley cropping menyebabkan tingginya kepadatan tajuk mahoni sehingga terjadi kompetisi antara komponen tanaman pertanian dengan pohon penyusun pola ini. Lorong yang padat dengan tajuk pada stratum atas berarti pengurangan areal pertanian, perkembangan lanjut dari kondisi ini adalah bertemunya tajuk baris satu dengan baris yang lainnya sehingga ruang temu untuk tanaman pertanian tertutup seluruhnya.

Pemeliharaan merupakan salah satu tindakan silvikultur untuk memperbaiki kualitas pertanaman yang diusahakan secara kontinyu. Menurut petani Nglanggeran, tindakan pemeliharaan tegakan yang sering dilakukan adalah perencekan (pruning). Kegiatan pruning dilakukan untuk mendapatkan hasil kualitas batang yang baik selain itu keuntungan lainnya adalah cabang atau ranting dapat digunakan sebagai kayu bakar dan bahan arang serta daunnya untuk hijauan makanan ternak. Kegiatan pruning ini dilakukan pada tegakan mahoni berumur muda, jarang sekali petani melakukan kegiatan ini pada tegakan mahoni berumur tua. Kegiatan pruning yang jarang dilakukan pada tegakan mahoni berumur tua menjadikan lorong lebih cepat tertutup tajuk. Kondisi ini menjadikan lorong tidak efektif untuk bercocok tanam semusim. Hal ini seiring dengan pendapat Jones et al. (1998) yang mengatakan bahwa salah satu praktek pengelolaan pohon yang dapat

29

Page 30: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

mengurangi kompetisi antara pohon dan tanaman pertanian asosiasinya adalah pengurangan tajuk (pruning). Dengan demikian kegiatan pruning yang dilakukan petani memegang peran penting dalam dinamisasi alley cropping.

Konfigurasi Tajuk MahoniAgroforestry memperkenalkan manajemen lahan berdasarkan

pembagian struktur vertikal maupun horisontal dalam penguasaan tajuk yang merata. Hal ini difungsikan untuk memperkecil kompetisi pada ruang tertentu sehingga terjadi imbangan dalam sistem berbagi sumberdaya antar komponen penyusun. Dinamika tajuk mahoni dalam proses berbagi sumberdaya dengan komponen yang lain dapat dihubungkan dengan sifat dasar konfigurasi tajuknya. Mahoni mempunyai sifat dasar kerapatan tajuknya tinggi (crown density) dan transparansi daun-daunan (foliage tranparancy) yang rendah karena sifat dari daun mahoni tebal dan banyak jumlahnya dalam setiap pohonnya.

Pola tanam alley cropping cenderung membentuk tajuk yang kurang berimbang karena susunan struktur horisontal komponen alley cropping yang tidak merata. Susunan tersebut menjadikan kompetisi tajuk ke arah baris lebih tinggi dibandingkan dengan kompetisi ke arah lorong atau daerah pertanian.Tajuk yang tidak berimbang ini masih dalam batas proporsi yang sifatnya dinamis, sehingga rasio antara perkembangan tajuk ke arah baris dan daerah pertanian relatif rendah. Respon tajuk mahoni terhadap pola tanam alley cropping (daerah tumbuh) menghasilkan suatu konfigurasi yang proporsif dan dinamis.

30

Page 31: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Estimasi Dinamika Lebar Tajuk Mahoni Arah Baris dengan Arah Lorong pada Pola Tanam Alley Cropping mengikuti Kurva Sigmoid Chapman. (Sabarnurdin, Priyono dan Aryono, 2004).

Perkembangan Mahoni dalam Pola Tanam Alley CroppingPengaturan kerapatan tegakan merupakan strategi dalam

mendapatkan produktifitas hasil yang tinggi sebagai usaha dalam memanipulasi lahan agar setiap individu mempunyai tempat tumbuh yang optimal. Variasi kerapatan tegakan yang besar dapat menjadi variabel yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tegakan pada suatu sistem pertanaman. Tegakan mahoni mempunyai kisaran jarak tanam dalam baris pada alley cropping sebesar 1.0-1.5 m. Ruang tumbuh ke arah lorong tidak sebanding dengan ruang tumbuh ke arah baris. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tegakan mahoni.

Estimasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tinggi Mahoni pada Pola Tanam Alley Cropping dalam Waktu 10 Tahun ((Sabarnurdin, Priyono dan Aryono, 2004).

31

Page 32: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Agroforestry mahoni dengan rumput pakan ternak (sumber: http://achmadrivainoor.files.wordpress.com/)

Agroforestry mahoni dengan tanaman bawahnya ubi garut dan ganyong (sumber: http://www.flickr.com/photos/68632374@N00/3389803665)

32

Page 33: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

All seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock.  Other agroforestry operations involve land preparation, fertilizing, watering, weed

control, and mulching.  Ongoing maintenance and development include pruning, fire protection and prevention, and administrative management. (sumber:

http://sites.google.com/site/marsseplantations/the-plantation)

Mahoni ditanam sebagai tanaman pagar di tepian bidang lahan menuruni lereng (sumber: http://pcarrd.dost.gov.ph/cin/AFIN/)

33

Page 34: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

pengaturan pola pertanaman dalam sistem pumpangsari mahoni (sumber: http://www.google.co.id/imglanding?q=agroforest)

7. Wanatani bebasis sengon

SENGON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen)Nama botanis: (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen), syn. Albizia

falcata Backer, famili Mimosaceae. Nama daerah :Albizia, bae, bai, jeungjing, jeungjing laut, jing laut, rare, salawaku, salawaku merah, salawaku putih, salawoku, sekat, sengon laut, sengon sabrang, sika, sika bot, sikas, tawa sela, wai, wahagom, wiekkie.Nama lain : Batai (Malaysia Barat, Sabah, Philipina, Inggris, Amerika Serikat, Perancis, Spanyol, Italia, Belanda, Jerman); kayu machis (Sarawak); puah (Brunei).

Penyebaran : Seluruh Jawa, Maluku, Irian Jaya. Ciri umum : Kayu teras berwarna hampir putih atau coklat muda pucat (seperti daging) warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras. Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu. Permukaan kayu agak licin atau licin dan agak mengkilap. Kayu yang masih segar berbau petai, tetapi bau tersebut lambat laun hilang jika kayunya menjadi kering.

Sifat kayu : Kayu sengon termasuk kelas awet IV/V dan kelas IV-V dengan berat jenis 0,33 (0,24-0,49). Kayunya lunak dan mempunyai nilai penyusutan dalam arah radial dan tangensial berturut-turut 2,5 persen dan 5,2 persen (basah sampai kering tanur). Kayunya mudah digergaji, tetapi tidak semudah kayu meranti merah dan dapat dikeringkan dengan cepat tanpa cacat yang berarti. Cacat pengeringan yang lazim adalah kayunya melengkung atau memilin. (Martawijaya dan Kartasujana, 1977).

Sengon (latin: Paraserianthes Falcataria), pohon penghasil kayu yg paling banyak ditanam. Karena pertumbuhannya cepat, sehingga masa

34

Page 35: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

tunggu panen cukup singkat (5 s/d 6 tahun). Bandingkan dengan masa tebang jati Tectona grandis yang mencapai 25-35 tahun. Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomi pada tanaman sengon adalah kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30–45 meter dengan diameter batang sekitar 70 – 80 cm. Bentuk batang sengon bulat dan tidak berbanir. Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak beralur dan tidak mengelupas. Berat jenis kayu rata-rata 0,33 dan termasuk kelas awet IV – V. Kayu sengon digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan peti kemas, peti kas, perabotan rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek api, pulp, kertas dan lain-lainnya. Tajuk tanaman sengon berbentuk menyerupai payung dengan rimbun daun yang tidak terlalu lebat. Daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda dengan anak daunnya kecil-kecil dan mudah rontok. Warna daun sengon hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida dari udara bebas.

Sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus kedalam tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah disekitar pohon sengon menjadi subur. Tanaman sengon membutuhkan kelembaban sekitar 50%-75%. Dengan sifat-sifat kelebihan yang dimiliki sengon, maka banyak pohon sengon ditanam ditepi kawasan yang mudah terkena erosi dan menjadi salah satu kebijakan pemerintah melalui DEPHUTBUN untuk menggalakan ‘Sengonisasi’ di sekitar daerah aliran sungai (DAS) di Jawa, Bali dan Sumatra.

Bunga tanaman sengon tersusun dalam bentuk malai berukuran sekitar 0,5 – 1 cm, berwarna putih kekuning-kuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum bunga mekar terdiri dari bunga jantan dan bunga betina, dengan cara penyerbukan yang dibantu oleh angin atau serangga. Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, dan panjangnya sekitar 6 – 12 cm. Setiap polong buah berisi 15 – 30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil dan jika sudah tua biji akan berwarna coklat kehitaman,agak keras, dan berlilin.

Kenapa Sengon ?

Kerusakan hutan alam sangat parah Kebutuhan kayu sangat tinggi dan taktergantikan, Pengelolaan budidaya sengon mudah, kesesuaian tumbuh tak sulit,

kayunya serbaguna, dan memperbaiki kualitas serta kesuburan tanah

Budidaya sengon itu mudah, risikonya tak terlalu besar, dan pasarnya ada

Departemen Kehutanan meluncurkan program sengonisasi pada 1989. Tujuannya untuk menyelamatkan dan melestarikan hutan serta lahan.

Kadar selulosa yang tinggi dan berserat panjang menyebabkan sengon bagus sebagai bahan baku kertas.

Pengelolaan budidaya sengon mudah, kesesuaian tumbuh tak sulit, kayunya serbaguna, dan memperbaiki kualitas serta kesuburan tanah

35

Page 36: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Tanaman sengon tidak memerlukan kondisi lingkungan dan tanah yang spesifik Kondisi lingkungan dan tanah di Jawa, Kalimantan dan Sumatera yang kebanyakan jenisnya ultisol (podzolik merah kuning) pada umumnya sangat cocok untuk pengusahaan sengon.

Harga kayu tidak pernah turun, bahkan akan semakin mahal

Jenis-jenisSengon

Sengon Laut/Sengon Putih Rentan pernyakit kanker batang dan penggerek pucuk daun Tidak bercabang sepanjang minimal 9 meter. Dan warna kulitnya

putih

Sengon MerahBiji sengon merah dan biji sengon putih/laut serupa. hanya saja biji

sengon merah lebih bulat dan ujung nya lebih tumpul.

Sengon ButhoBijinya besar-besar. seperti biji bunga matahari ( kuwaci ), namun

lebih besar sedikit.1. Banyak cabang.2. Tekstur kayu yang melintir menyebabkan sulit diolah dan

membuat kayu/papan berserabut.3. Tidak tahan disimpan lama karena mudah rusak karena serangga

( bubukan. jawa)4. Akar sengon butho menyerap air sangat banyak. sehingga

merusak ekologi lingkungan.Sengon Solomon Adalah pengembangan bibit sengon generasi ke 3, asal kanada

( sengon solomon ) Menanam sengon laut biasa dg Solomon biasayanya sama. tetapi

solomon memberi hasil 2x lipat. Ukuran tanaman sengon jenis solomon ini lebih besar dan

batangnya lebih tinggi ketimbang sengon laut atau sengon unggul bersertifikat.Pada usia lima tahun, lingkar batang sengon laut hanya sekitar 25 cm, dan lingkar batang jenis sengon unggul bersertifikat mencapai 28 cm. Bandingkan dengan lingkar batang sengon solomon yang bisa mencapai 35 cm untuk usia yang sama.Selain itu, tinggi batang sengon solomon bisa mencapai 23 meter pada usia lima tahun. Sementara untuk usia serupa, tinggi sengon lokal hanya sekitar 15 meter.

Tentu saja, pertumbuhan itu bisa dicapai kalau sengon solomon ditanam di tempat yang cocok. Sebagaimana tanaman sengon lainnya, sengon solomon bisa tumbuh subur di daerah bercurah hujan tinggi. Pertumbuhan sengon solomon tidak terlalu bagus kalau ditanam di daerah berangin kencang.

36

Page 37: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Sengon ini tentunya memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan sengon laut. Beberapa keunggulan sengon solomon adalah sbb :

1. Batang lurus keatas dengan cabang yang sangat kecil, seperti layaknya pohon bambu. Tanpa adanya pemangkasan.

2. Memiliki potensi profit yang lebih mengutungkan dibandingkan dengan sengon biasa.

3. Ketersediaan bibit sangat terbatas (pemesanan minimal dilakukan 3 bulan sebelum tanam atau saat cleaning lahan dimulai).

4. Pertumbuhan  cepat antara 5  s/d 6 tahun dapat dipanen.5. Hasil panen maksimal.6. Ukuran tinggi bisa mencapai 40meter maximum.7. Tahan terhadap penyakit karena sudah mengalami proses sewaktu

masih menjadi biji.

Estimasi perhitungan sengon laut dan sengon solomon (sumber :http://albasia-investama.blogspot.com/2009/07/bisnis-menanam-

sengon-solomon-kultur.html)

Analisis ekonomi bisnis: (pada umur 5 th per hektar luas lahan)

1. Sengon lokal diameter rata-2 : 24cm

Biaya bibit 1150 x Rp. 900 = Rp. 1.035.000Biaya pemeliharaan 1150 x Rp. 10.000 = Rp. 11.500.000Jumlah Pengeluaran = Rp. 12.535.000

Pemasukan :Penjarangan tahun ke 1 = 25% x 1150 =287.5 x harga jual Rp.

15000= Rp. 1.725.000Penjarangan tahun ke 2 = 15% x 1150 = 172.5 x harga jual Rp.

40.000= Rp. 6.900.000Hasil tebang tahun ke 5 = 60% x 1150 = 690 x harga jual Rp.

250.000= RP. 172.500.000Jumlah pemasukan = Rp. 190.612.500

2. Sengon Solomon kultur jaringanBiaya bibit (asumsi) 1150 x Rp. 3500 = Rp. 4.025.000Biaya pemeliharaan 1150 x Rp. 10.000 = Rp. 11.500.000Jumlah pengeluaran = Rp. 15.525.000

Pemasukan :Penjarangan tahun ke 1 = 10% x 1150 x harga jual Rp. 15000 = Rp.

1.725.000Penjarangan tahun ke 2 = 5% x 1150 x harga jual Rp. 40.000= Rp.

862.500

37

Page 38: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Hasil tebang tahun ke 5 = 85% x 1150 x harga jual Rp. 400.000 = Rp. 391.000.000

Jumlah Pemasukan = Rp. 393.587.500

Agroforestry sengon dengan tanaman-bawah umbi-umbian (sumber: http://1.bp.blogspot.com)

38

Page 39: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Wanatani sengon (sumber: http://kecamatantapos.blogspot.com/2010/07/penghijauan-yang-

memberdayakan.html)

Agroforestry sengon untuk memproduksi kayu (sumber: http://219.83.122.106/fckfiles/)

Tumpangsari sengon dan nanas (sumber: http://www.unit2.perumperhutani.com/)

39

Page 40: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Budidaya sengon dengan sistem tumpangsariBudidaya tanaman katu-kayuan khususnya di Pulau Jawa mengalami

berbagai kendala. Ketersediaan lahan yang terbatas merupakan salah satu kendala utama. Lahan yang tersedia lebih intensif digunakan sebagai lahan pertanian dibandingkan sebagai lahan hutan rakyat. Pertanian merupakan hal yang tidak bisa ditinggalkan bagi sebagian masyarakat di Pulau Jawa karena merupakan mata pencaharian utama. Agar bisa membudidayakan tanaman kayu-kayuan maka perlu dilakukan metode penanaman dengan sistem tumpang sari yang dapat menggabungkan antara tanaman pertanian dan tanaman kayu-kayuan pada suatu lahan secara bersamaan. Pemilihan jenis atau spesies yang akan ditanam pada sistem tumpang sari sangat menentukan keberhasilan dari sistem tumpang sari tersebut. Pohon Sengon (Paraserientes falcataria) merupakan jenis tanamam kehutanan yang sudah dikenal di masyarakat dan memiliki kecepatan tumbuh sangat tinggi dan daur yang pendek (6 – 8 tahun).

Sengon dapat tumbuh optimal di ketinggian 400 -700 mdpl sehingga sangat cocok dibudidayakan di daratan tinggi. Sengon juga memiliki tipe daun yang kecil-kecil dan tajuk yang tidak rapat sehingga tanaman bawah masih cukup terkena sinar matahari. Karena sifat-sifat yang dimiliki sengon tersebut, maka sengon cocok sebagai tanaman pokok dalam sistem tumpang sari. Jenis tanaman sela yang cocok di tanam di antaranya jagung, umbi-umbian, ketela pohong, rumput gajah, dan berbagai jenis empon-empon.

40

Page 41: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

8. Wanatani berbasis Akasia

Akasia merupakan genus dari semak-semak dan pohon yang termasuk dalam subfamili Mimosoideae dari famili Fabaceae, pertama kali diidentifikasi di Afrika oleh ahli botani Swedia Carl Linnaeus tahun 1773. Banyak spesies Akasia non-Australia yang cenderung berduri, sedangkan mayoritas Akasia Australia tidak. Akasia adalah tumbuhan polong, dengan getah dan daunnya biasanya mempunyai bantalan tannin dalam jumlah besar. Nama umum ini berasal dari ακακία (akakia), nama yang diberikan oleh dokter-ahli botani Yunani awal Pedanius Dioscorides (sekitar 40-90 Masehi) untuk pohon obat A. nilotica dalam bukunya Materia Medica. Nama ini berasal dari kata bahasa Yunani karena karakteristik tanaman Akasia yang berduri, ακις (akis, "duri"). Nama spesies nilotica diberikan oleh Linnaeus dari jajaran pohon Akasia yang paling terkenal di sepanjang sungai Nil.

Acacia mangium Willd.Family: Fabaceae (bean family);

Subfamily: MimosoideaeCommon Name: black wattle, brown salwood, hickory wattle, mangium, sabah

salwood, Akasia, Coast Myall, Mountain Brigalow, Sally Wattle

Kebun bibit Acacia mangium (Sumber: http://ifgtb.icfre.gov.in/)

41

Page 42: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Hutan Tanaman Acacia mangium (sumber: http://www.panoramio.com/photo/8177925)

a. Klasifikasi Ilmiah:

Kerajaan : PlantaeDivisi : SpermatophytaKelas : MagnoliopsidaOrdo : FabalesFamili : Fabaceae (Mimosoideae)Genus : AcaciaSpesies : Acacia mangium

b. Nama Daerah: Mangium

c. Penyebaran dan Tempat TumbuhMenyebar alami di Queensland utara Australia , Papua New Guinea hingga propinsi Papua dan Maluku. Cepat tumbuh, pohon berumur pendek (30-50 tahun), beradaptasi terhadap tanam asam (pH 4.5-6.5) di dataran rendah tropis yang le mbab. Tidak toleran terhadap musim dingin dan naungan. Tumbuh baik pada tanah subur yang baik drainasenya tetapi tahan terhadap tanah yang tidak subur dan jelek drainasenya. Pohon muda mudah terbakar. Dapat menjadi gulma pada kondisi tertentu

d. HabitusPohon selalu hijau, tinggi hingga 30 m. Bebas ca- bang dapat lebih dari setengah tinggi pohon; kadang-kadang silindris pada batang bawah dan diameter jarang lebih dari 50 cm. Kulit kasar dan beralur, berwarna abu-abu atau coklat. Ranting kecil seperti sayap. Daun besar, panjangnya men- capai 25 cm, lebar 3-10 cm, hijau gelap dengan empat urat longitudinal (tiga pada A. auriculifor- mis); daun majemuk ketika bibit. Bunga berganda, putih atau

42

Page 43: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

kekuningan, dalam rangkaian yang panjangnya 10 cm, tunggal atau berpasangan di sudut daun pucuk.

Acacia mangium di Central Vietnam ditanam dari biji unggul , umur 2 tahun, tanpa pemangkasan tajuk (sumber: http://tiwiislands.files.wordpress.com/2008/ )

e. KegunaanPenanaman di Asia terutama untuk pulp dan kertas. Pemanfaatan lain

meliputi kayu bakar, kayu konstruksi dan mebel, kayu tiang, pengendali erosi, naungan dan perlindungan. Nilai lebih lain adalah kemampuan untuk ber- saingi dengan alang-alang (Imperata cylindrica).

f. Diskripsi buah dan benihBuah: polong kering merekah yang melingkar ketika masak, agak

keras, panjang 7-8 cm, lebar 3-5 mm. Benih: hitam mengkilat, lonjong, 3-5 x 2-3 mm, dengan ari (funicle ) kuning cerah atau oranye yang terkait di benih. Terdapat 66,000-120,000 benih/kg.

g. Pembungaan dan pembuahanMusim berbunga berbeda menurut sebaran alami dan lokasi tanam.

Di Australia berbunga Pebruari- Mei, dan benih masak bulan Oktober-Desember. Di Indonesia buah masak bulan Juli, di Papua New Guinea pada akhir September. Sebagai pohon eksotik, siklus pembungaan tidak teratur dan pembungaan ini dapat sepanjang tahun; tetapi, puncak pembungaan terlihat jelas. Puncak tersebut dilaporkan terjadi bulan Juli di Semenanjung Malaysia, Januari di Sabah, Okto- ber – Nopember di Taiwan dan September di Thailand. Di Tanzania buah masak di panen bulan Juni-Juli. Berbunga setelah sebelum daun mekar dan benih dapat dipanen 24 bulan setelah penanaman. Jenis ini umumnya kawin silang; dan diserbuki oleh serangga.

43

Page 44: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

h. Penen buahDiunduh dari pohon atau dikumpulkan di tanah.

i. Penanganan dan pemrosesan buah dan benih Polong hendaknya diproses sedini mungkin setelah panen. Polong

dan benih hendaknya tidak terlalu lama dijemur, suhu lebih dari 43°C dapat mengurangi viabilitas. Ekstraksi dengan pengirikan dan penampian seperti yang dijelaskan oleh Doran et al. (1983) yang cocok untuk jenis ini. Ari dapat dibuang dengan menggosok benih di atas ayakan.

j. Penyimpanan dan viabilitasBenih berwatak ortodoks dan dapat dipertahankan viabilitasnya

beberapa tahun dalam wadah kedap di ruang gelap yang sejuk. Kadar air selama peny- impanan disarankan 5-7%.

k. Dormansi dan perlakuan pendahuluanBenih masak dicelup dalam air yang sedang men- didih selama 30

detik kemudian direndam dalam air dingin selama 24 jam; sebagai alternatif benih dapat diskarifikasi. Daya kecambah tinggi (75-90%) setelah mendapat perlakuan yang tepat.

l. Penaburan dan perkecambahanBenih dapat ditabur di bedeng tabur, kotak ke- cambah (metoda

kertas lembab) atau langsung di kantung plastik. Awang and Taylor (1994) menyajikan secara lengkap teknik persemaian. Pembiakan vegetatif dengan stek dan kultur jarin- gan sangat penting untuk jenis ini.

44

Page 45: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. dan Irawan, 2004. Alih guna dan aspek lingkungan lahan sawah. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. (Agus et.al Eds). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembnagan Pertanian, Departemen Pertanian. Hal 305- 328.

Altona, T. 1922. Teak and Hindoos. Origin of teak in Bodjonegoro (Java). Tectona, 15: 457-507.

Awang, K. dan D. Taylor . 1993. Acacia mangium: growing and utilisation. MPTS Monograph Series No. 3. Jointly published with the FAO Forestry Research Support Programme for Asia and the Pacific (FORSPA) and Forest Tree Improvement Project (FORTIP). 280 pp.

Bratamiharja, M. 1996. Perhutanan Sosial di Pulau Jawa. Buletin Bina Swadaya, Badan Pengembangan Swadaya Masyarakat. No. 9 (IV) : 14-19.

Budidarsono S., B. Arifatmi, H. de Foresta and T.P. Tomich. 2000. Damar Agroforest Establishment and Sources of Livelihood: A Profitability Assessment of Damar Agroforest System in Krui, Lampung, Indonesia. International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF), Bogor, Indonesia.

Dah, U. Saw Eh dan U. Shwe Baw. 2000. “Regional Teak Marketing and Trade”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.

De Datta, S.K. 1975. Upland Rice Around the World: Major Research in Uplad Rice. The International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines. p: 1-11.

de Foresta, H. dan G. Michon. 1994. Agroforestry in Sumatra – Where ecology meets economy. Agroforestry Today 6-4: 12-13.

de Foresta, H. dan G. Michon. 1995. Beberapa Aspek Ekologi dan Ekonomi Kebun Damar Di Daerah Krui, Lampung Barat’ paper presented in a seminar of Kebun Damar Di Krui, Lampung Sebagai Model Hutan Rakyat. Bandar Lampung, 6 Juni 1995. ICRAF. Bogor.

de Foresta, H. dan G. Michon. 1997. The Agroforest alternative to Imperata grassland: when smallholder agriculture and forestry reach sustainability. Agroforestry System 36: 105-120.

de Foresta, H., A. Kusworo, G. Michon dan W.A. Djatmiko. 2001. Ketika Kebun Berupa Hutan –Agroforeet Khas Indonesia: Sebuah sumbangan masyarakat. ICRAF, Bogor, Indonesia.

Djogo, A.P.Y. 1992. Agroforestry dan Sumbangan bagi Pembangunan Pertanian di Nusa Tenggara. Kupang: Politani.

Doran J.C. dan B.V. Gunn. 1987. Treatments to promote seed germination in Australian acacias. In: Turnbull JW, ed. Australian Acacias in Developing Countries. Proceedings of an International Workshop, Gympie, Qld., Australia, 4-7 August 1986. ACIAR Proceedings No 16:57-63

45

Page 46: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Doran J.C., J.W.Turnbull, D.J.Boland dan B.V. Gunn. 1983. Handbook on seeds of dry-zone acacias. A guide for collecting, extracting, cleaning, and storing the seed and for treatment to promote germination of dry-zone acacias. FAO, Rome, Italy.

Doran, J.C. dan J.W. Turnbull (eds.) 1997. Australian Trees and Shrubs: species for land rehabilitation and farm planting in the tropics. ACIAR Monograph No 24.

FAO. 1981 Forestry and Rural Development. FAO Forestry Paper No. 26, FAO, Rome.

FAO. 1982 Conservation and Development of Tropical Forest Resources. FAO/UNEP/Unesco Expert Meeting on Tropical Forests. FAO, Rome.

FAO. 1983 Management of Upland Watersheds: Participation of the Mountain Communities. FAO Conservation Guide No. 8, FAO, Rome.

de Foresta, H. dan G. Michon. 2000. Agroforestry Indoneia: Beda sistem Beda Pendekatan. Dalam Agroforestry Khas Indonesia. ICRAF. HAlam 1-17.

Garrod, G. dan K.G. Willis. 1999. Economic Valuation on the Environment, Method and Case Studies. Edward Elgar, Massachusetts, USA.

Gartner, C. 1956. Country reports on teak: Indonesia, FAO, Rome. pp; 49-54.Guswara, A. dan H. M. Toha, 1995. Perbaikan budidaya padi gogo tingkat

petani peserta perhutanan sosial. Laporan Penelitian Kelti Ekofisiologi, Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.

Hadley, M. and Lanly, J.P. 1983 Tropical Forest Ecosystems. Nature and Resources, Vol. 19, No. 1.

Hairiah, K, Suprayogo, D, Widianto, Berlian, Suhara, E, Mardiastuning, A, Widodo, RH, Prayogo, C and Rahayu, S. 2004. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian: ketebalan seresah, populasi cacing tanah dan makroporositas tanah. AGRIVITA 26 (1): 68-80.

Hairiah, K., Mofit Saptono, Widianto, Betha Lusiana and Meine van Noordwijk. 2009. Dynamics of Tree Litter in Agroforestry Systems. Brawijaya University, Faculty of Agriculture, and World Agroforestry Centre, ICRAF S.E. Asia, Bogor, Indonesia

Hanley N.D. and C. Spash. 1993. Cost-Benefic Analysis and the Environment. Edward Elgar, Cheltenham, UK.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid IV. Badan Litbang Kehutanan (penerj.). Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

Irawan, B., S. Priyanto, A. Supriyanto, I. S. Anugrah, N. A. Kirom, B. Rahmanto dan B. Wiryono. 2001. Perumusan model kelembagaan konversi lahan pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian.

Iwan Kurniawan. 2006. Analisis ekonomi tanaman pertanian program wanatani di rph pujon selatan bkph pujon KPH Malang. Universitas Muhammadiyah Malang, Department of Forestry - student-research.umm.ac.id

Jeriels Matatula. 2009. Upaya rehabilitasi lahan kritis dengan penerapan teknologi agroforestry sistem silvopastoral di desa oebola kecamatan fatuleu kabupaten kupang. Inotek, Volume 13, Nomor 1, Februari 2009

46

Page 47: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Juwadi, 1997. Agroforestry. Diktat Kuliah pada Fakultas Kehutanan UGM. Jogyakarta

Kartasubrata, J. 1991. Kehutanan Masyarakat Dalam Menunjang Penyediaan dan Penganekaragaman Pangan. Makalah dipersiapkan untuk seminar dalam rangka peringatan Hari Pangan Sedunia XI Tahun 1991, di Jakarta, 11-12 Oktober 1991.

King, K.F.S. 1968. Agri-Silviculture (The Taungya System). Bull. No. 1. Dep. For., University of Ibadan, 109 pp.

King, K.F.S. 1978. Agroforestry. Paper presented to 50th Tropical Agriculture Day, Royal Tropical Institute, Amsterdam, 10 pp.

King, K.F.S. 1979. Agroforestry and the utilisation of fragile ecosystems. Forest Ecology and Management, 2 (1979) 161—168 161.

King, K.F.S. dan M.T.Chandler. 1978. The Wasted Lands. ICRAF, Nairobi, 36 pp.

Lambert, T., J. Malcolm dan B. Zimmerman. 2005. Effects of mahogany (Swietenia macrophylla) logging on small mammal communities, habitat structure, and seed predation in the southeastern Amazon Basin. Forest Ecology and Management 206: 381-398.

Lemes, M.R., R.P.V.Brondani dan D. Grattapaglia. 2002. Multiplexed systems of microsatellite markers for genetic analysis of mahogany, Swietenia macrophylla King (Meliaceae), a threatened Neotropical timber species. Journal of Heredity 93: 287-291.

Lemes, M.R., D.Grattapaglia, J.Grogan, J.Procter dan R. Gribel. 2007. Flexible mating system in a logged population of mahogany (Swietenia macrophylla King, Meliaceae): implications for the management of a threatened neotropical tree species. Plant Ecology 192: 169-180.

Lemes, M.R., R.Gribel, J.Procter dan D. Grattapaglia. 2003. Population genetic structure of mahogany (Swietenia macrophylla King, Meliaceae) across the Brazilian Amazon, based on variation at microsatellite loci: implications for conservation. Molecular Ecology 12: 2875-2883.

Lombardi, I. dan P. Huerta. 2007. Monitoring mahogany. ITTO Tropical Forest Update 17(3):5-9.

Lundgren, B.O. dan J.B. Raintree. 1983 Sustained Agroforestry. International Council for Research in Agroforestry, Nairobi, Kenya.

Martawijaya, A. dan I. Kartasujana. 1977. Ciri Umum, Sifat dan Kegunaan Jenis-jenis Kayu Indonesia. Publikasi Khusus No. 41. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

Mercer, D.E. 1985. Guidelines for planning agroforestry development projects. East-West Environment and Policy Institute Working Paper, Honolulu, Hawaii.

Nair, R.P.K. 1989. Agroforestry Systems in the Tropics. Kluwer Academic Publisher. Doordrect, The Netherland.

Nair, R.P.K. 1993. An Introduction to Agroforestry. Kluwer Academic Publisher. Doordrect, The Netherland.

47

Page 48: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Nandika, D. 2005. Hutan bagi Ketahanan Nasional. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Salim, H S. 2003. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan. Edisi Revisi. Jakarta: Sinar Grafika.

Norghauer, J.M., Malcolm, J.R. dan B. Zimmerman. 2006. Juvenile mortality and attacks by a specialist herbivore increase with conspecific adult basal area of Amazonian Swietenia macrophylla (Meliaceae). Journal of Tropical Ecology 22: 451-460.

Norghauer, J.M., Malcolm, J.R. dan B. Zimmerman. 2008. Experimental establishment of big-leaf mahogany (Swietenia macrophylla King) seedlings on two soil types in native forest of Pará, Brazil. Forest Ecology and Management 255: 282-291.

Ogbe, G.A.E. 1967. Tectona grandis L. Min. Agric. Nat. Res., Mid-Western Nigeria. Mineo, 4 pp.

Oldeman. L.R. 1975. Agroclimatic map of Java. Contr. Centr. Res. Inst. for Agriculture, Bogor Indonesia. 17:1-22.

Oliveira, M.V.N. 2000. Artificial regeneration in gaps and skidding trails after mechanised forest exploitation in Acre, Brazil. Forest Ecology and Management 127: 67-76.

Pearce, D. dan D. Moran. 1994. The Economic Value of Biodiversity. IUCN – The World Conservation Union. London, UK.

Peluso, N.L.1991. The history of state forest management in colonial Java. For. Conserv. Hist. 35: 65-75.

Pennington, T.D. 2002. Mahogany carving a future. Biologist 49: 204-208.Pennington, T.D., Styles, B.T. dan D.A.H.Taylor. 1981. Meliaceae. Flora

Neotropica Monograph 28: 1-472.Permadi, P. dan H. M. Toha. 1996. Peningkatan produktivitas padi gogo dengan

penanaman kultivar unggul dan pemupukan nitrogen. Jurnal Penelitian Pengambangan Wilayah Lahan Kering. No. 18: 27-39. Lembaga Penelitian UNILA.

Perum Perhutani. 2000. Marketing and Trade Policy of Perum Perhutani”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.

Pirngadi, K., H.M. Toha, K. Permadi dan A. Guswara, 2001. Cara tanam dan pemupukan terhadap hasil padi gogo sebagai tanaman sela hutan jati muda. Makalah disampaikan pada Seminar Apresiasi dan Hasil Penelitian Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi 14-15 Nopember 2001. 14 hal.

Price C. 1989. The Theory and Applicarion of Forest Economics. Blackwell, Oxford, UK.

Rama Suhatini, Ilahang , Sugeng Yudiono, Eva Dolorosa. 2006. Karakteristik Usahatani Pada Sistem Wanatani Berbasis Karet di Kabupaten Sanggau. Tesis Tanjungpura University

Reijntjes, C., Haverkort,B., A.W. Bayer. 1999. Pertanian Masa Depan. Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah (Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Y. Sukoco). Penerbit mitra Tani, ILEIA dan Kanisius.

48

Page 49: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

Rojas, C.C. 2007. Illegal logging and international trade in mahogany (Swietenia macrophylla) from the Peruvian Amazon. Rainforest Foundation Norway, Lima, Peru.

Sabarnurdin,S.M., S.Priyono dan W.B. Aryono. 2004. DINAMIKA POHON MAHONI (Swietenia macrophylla King) PADA AGROFORESTRY POLA LORONG (ALLEY CROPPING) Ilmu Pertanian Vol. 11 No.1, 2004 : 63 - 73

Sabarnurdin. 2002. Kehutanan, Rimbawan, dan Agroforestry dalam: Sabarnurdin dkk (ed). Prosiding Seminar Nasional Agroforestri: Peranan Strategis Agroforestry dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Secara Lestari dan Terpadu. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Santos, J.M.L. 1998. The economic Valuation od Landscape Change, Theory and Policies for Land Use and Concervation (New Horizons in Environmental Economics). Edward Elgar, Massachusetts, USA.

Sibuea T. dan Th. Herdimansyah. 1993. The variety of Mammal species in the agroforest areas of Krui (Lampung), Muara Bungo (Jambi) and Maninjau (West Sumatra). Final research report, Orstom and Himbio.

Simatupang, M. H. 2000. Some Notes on the Origin and Establishment of Teak Forest (Tectona grandis Lf.) in Java, Indonesia. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.

Simon, Hasanu. 2000. The Evolvement of Teak Forest Management in Java, Indonesia. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.

Simon, Hasanu. 2004. Membangun Desa Hutan. Kasus Dusun Sambiroto. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Snook, L.K. 1996. Catastrophic disturbance, logging and the ecology of mahogany (Swietenia macrophylla King): grounds for listing a major tropical timber species in CITES. Botanical Journal of the Linnean Society 122: 35-46.

Soepardja, E. 1991. Penanganan Lahan Kritis dari Masa ke Masa. Bandung: Angkasa.

Somaiya, R.T. 2000. “Marketing & Trading of Plantation Teakwood in India”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.

Sopandie, D., M.A. Chosim, S. Sastrosumarjo, T. Juhaeti dan Sahardi, 2003. Toleransi terhadap naungan pada padi gogo. Hayati 10 : 71-75.

Sopandie, D., N. Khumaida dan S. Yahya, 2005. Pemberdayaan Aspek Fisiologi Fotosintesis Tanaman Padi dalam Upaya Peningkatan Produksi: Adaptasi terhadap Intensitas Cahaya Rendah. Inovasi Teknologi Padi Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan (Buku

49

Page 50: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

satu). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal. 211- 227.

Suharisno. 2000. “Role and Prospect: Teak Plantation in Rural Areas of Gunung Kidul, Yogyakarta”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.

Suprayogo, D, Widianto, Purnomosidi, P, Widodo, RH, Rusiana, F, Aini, ZZ, Khasanah, N and Kusuma, Z. 2004. Degradasi sifat fisik tanah sebagai akibat alih guna lahan hutan menjadi sistem kopi monokultur: kajian perubahan makroporositas tanah. Agrivita Agrivita 26 (1): 60-68.

Suseno, Oemi Hani’in. 2000. The History of Teak Silviculture in Indonesia. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.

Suwarno, H.M. Toha dan B.P. Ismail. 2005. Ketersediaan Teknologi dan Peluang Pengembangan Pado Gogo. Inovasi Teknologi Padi Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan (Buku satu). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal. 129-143.

Thiollay J.M. 1995. The role of traditional agroforests in the conservation of rain forest bird diversity in Sumatra. Conservation Biology 9(2): 335-353.

Tinambunan, D. 1995. Rehabilitasi Lahan Kritis di Indonesia. Proceeding Seminar Mahasiswa Kehutanan Indonesia. Irian Jaya: Fakultas Pertanian Universitas Negeri Cenderawasih Manokwari.

Toekan, J, Yulianti, Roshetko, JM and Darusman, D. 2004. Analisis pemasaran kayu di propinsi Lampung. ? Agrivita 26(1): 131-140.

Toha, H.M. 2002. Padi Gogo Sebagai Tanaman Sela Perkebunan dan HTI Muda. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Padi.

Toha, H.M. 2005. Padi Gogo dan Pola Pengembangannya. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 48 hal.

Toha, H.M. dan A. Hasanuddin, 1997. Kemungkinan penerapan sistem usaha pertanian padi gogo pada tanaman perkebunan muda dan Hutan Tanaman Industri. Makalah disampaikan pada Temu Aplikasi Teknologi Budidaya Padi Gogo di Propinsi Sulawesi Utara, IP2TP Kalasey-Manado, 17-19 Nopember 1997. 17 p.

Toha, H.M. dan Hawkins. 1990. Potensi peningkatan produktivitas tanaman pangan melalui perbaikan variertas dan pemupukan di DAS Jratunseluna bagian hulu. Proyek Penelitian Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 103p.

Toha, H.M., K.Pirngadi dan Iwan Yuliardi. 2006. Peningkatan produktivitas padi gogo sebagai tanaman sela hutan jati muda melalui pendekatan

50

Page 51: PROPENAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP · Web viewAll seedlings are prepared within the plantation to ensure high quality planting stock. Other agroforestry operations involve land

pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT). Laporan Tahunan 2005. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. 37 hal.

Turner R.K, D. Pearce and I. Bateman. 1994. Environmental Economics. Harvester Wheatsheaf, London.

Utami S.R., B. Verbist, M. van Noordwijk, K. Hariah, dan M. A. Sardjono. 2003. Prospek Penelitian dan Pengembangan Agroforestri di Indonesia. ICRAF. Bogor.

Van Noordwijk, M, P.Woomer, C.Cerri, M.Bernoux and K.Nugroho. 1997. Soil carbon in the humid tropical forest zone. Geoderma 79: 187-225.

Widianto, Suprayogo, D, Noveras, H, Widodo, RH, Purnomosidhi, P and Van Noordwijk, M. 2004. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian : Apakah fungsi hidrologis hutan dapat digantikan sistem kopi monokultur ? Agrivita 26(1): 47-52.

Wiersum, K.F. (ed.) 1981 Viewpoints on Agroforestry. Department of Forestry, Agricultural University, Wageningen, Netherlands.

Wiersum, K.F. (ed.) 1984 Strategies and Designs for Afforestation, Reforestation, and Tree Planting., Proceedings of an International Symposium. PUDOC, Wageningen, Netherlands.

Wijayanto N. 1993. Potensi pohon kebun campuran damar matakucing di Desa Pahmungan, Lampung, Laporan Orstom-Biotrop.

51