prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · prolog dulu, di selatan pulau kalimantan, terdapat...

164
1 Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah yang memiliki kesimbangan ekosistem kehidupan. Dimana, seluruh masyarakat, tidak hanya manusia, hidup berdampingan, selaras, dan harmoni. Di negeri itu terdapat ribuan sungai yang meliak-liuk dan menyusuri setiap sudut ramai dan pedalaman region. Dengan sungai itu, masyarakatnya menggantungkan hidupnya. Ikan di sunga-sungai itu berlimpah ruah. Untuk mencari ikan dengan jumlah banyak, kita cukup bermodal bambu, kail dan nilon, serta cacing atau anak serangga sbagai umpannya. Buminya subur. Pelbagai macam tumbuhan hidup subur. Semua orangpun bebas untuk mengambilnya. Berbagai macam satwa liar yang beraneka ragam menambah indah dan betapa memesona negeri seribu sungai. Ada bekantan, ada

Upload: phunghanh

Post on 14-Apr-2018

251 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

1

Prolog

Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah

yang memiliki kesimbangan ekosistem kehidupan.

Dimana, seluruh masyarakat, tidak hanya manusia,

hidup berdampingan, selaras, dan harmoni. Di negeri

itu terdapat ribuan sungai yang meliak-liuk dan

menyusuri setiap sudut ramai dan pedalaman region.

Dengan sungai itu, masyarakatnya menggantungkan

hidupnya. Ikan di sunga-sungai itu berlimpah ruah.

Untuk mencari ikan dengan jumlah banyak, kita

cukup bermodal bambu, kail dan nilon, serta cacing

atau anak serangga sbagai umpannya.

Buminya subur. Pelbagai macam tumbuhan

hidup subur. Semua orangpun bebas untuk

mengambilnya. Berbagai macam satwa liar yang

beraneka ragam menambah indah dan betapa

memesona negeri seribu sungai. Ada bekantan, ada

Page 2: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

2

urang hutan, ada berbagai macam jenis burung, ikan,

kupu-kupu, serangga, dan banyak lagi yang lainnya.

Masyarakatnya ramah. Mereka hidup di atas

rumah-rumah panggung yang tak jauh dari aliran

sugai. Perjalanan mereka dari tempat yang satu ke

tempat yang lain di lakukan dengan jukung melalui

anak-anak sungai yang menghubungkan.

Selain berdagang, masyarakatnya juga hidup

bertani dan berternak Hadangan, itik, ayam, dan ikan.

Hampir setiap daerah terpencil di negeri seribu sungai

menjalani kehidupan mereka secara seragam.

Kekayaan alam mejadikan masyarakatnya hidup

tentram, nyaman, dan berkecukupan. Karena itulah

terjalin kekeluargaan yang erat. Bahkan, rumah

tetangga yang jaraknya dua kilo dari tetangga yang

lain masih bisa saling mengenal, bukti masyarakatnya

yang begitu akrab.

Tidak hanya itu.... masyarakat di sana juga

sangat kental dengan budaya relijius. Hampir setiap

anak lima tahunan sudah mahir membaca al-qur’an.

Masyarakat yang mendiami tanah seribu sungai itu

memang terkenal dengan islamnya yang kental hingga

ke sepenjuru negeri. Banyak para qari terlahir dari

tanah tersebut. Banyak juga para ulama yang kecil

dan besar dari tanah seribu sungai.

Aduhai, betapa menawannya tanah itu….

***

Page 3: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

3

Malang, 2008. Pagi yang tak begitu cerah. Ini adalah

minggu kedua aku berada di tanah orang, kota

Malang. Suasana baru ditemani iklim dingin yang

cukup extreme menjadikan aku yang terbiasa hidup di

tanah dengan terik matahari panas manggantang

menjadi sangat malas untuk melakukan apapun.

Di tengah serangan cuaca yang hampir

membuat badanku beku itu, entah mengapa aku jadi

rindu akan kampung halamanku, negeri seribu

sungai. Tanah yang bagiku sangat bersahabat dan

membesarkan jiwa raga ini dengan kekayaan alamnya

yang melimpah ruah. Tidak seperti di sini. Tanah

Jawa, daerah yang barangkali memang relatif lebih

maju dari tanah Kalimantan ini rasanya tidak

seramah tanahku sendiri. Di tanah seribu sungai,

ikan melimpah ruah (meskipun itu hanya cerita di

masa lalu). Di sini, semua hal dihargai, maksudku

kita harus membayarnya. Tempat memancing di sini

jauh dan susah. Kangkung gratis tidak ada. Apalagi

Kalakai, makanan favoritku, jangan pernah harap

ada.

Meski demikian, tapi taraf hidup di sini lebih

rendah. Dengan uang lima ratus ribu perbulan, kala

itu, kita masih bisa hidup dengan wajar. Di

kalimantan, apalah arti uang lima ratus ribu.

Semuanya mahal. Tapi,.... ah, tetap saja aku lebih

mencintai tanah kelahiranku. Gumamku dalam hati

sembari menatap megahnya gunung putri tidur yang

tengah disinari bias cahaya sang surya pagi kala itu.

Page 4: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

4

“Tanah seribu sungai…” Hatiku kembali

berbisik.

Sungguh mengangumkan. Meski nama itu tak

sama mengagumkannya dengan apa yang sejatinya

terjadi saat ini. Negeri seribu sungai hanya gelar yang

masih melekat tanpa kenyataan yang benar-benar

masih berlaku. Saat ini aku tak yakin sungai di

Kalimantan Selatan masih ribuan. Mungkin sudah

menjadi wacana yang sangat basi kalau aku berucap

banyak sungai yang sudah tergerus dan beralih fungsi

menjadi berbagai macam hal; pertokoan, ruko,

warung, bahkan ada yang ditutup untuk membuat

halaman perkarangan rumah. Tapi, ya, meski sudah

menjadi wacana basi, aku ingin mengingatnya dan

mengingatkannya.

Warga di kampungku itu entah tidak tahu atau

tidak mau tahu, suka sekali bersikap seakan apa yang

mereka lakukan adalah sesuatu yang biasa. Mereka

tidak menyadari bahwa yang mereka lakukan adalah

penghancuran kearifan lokal yang telah ada dan

dilestarikan oleh nenek moyang di masa lalu. Dan hari

ini, aku, adik-adikku, dan anak cucuku, tak kan

pernah tahu betapa indah tanahku ini, DULU…

Negeri seribu sungai,....

Negeri yang seharusnya terhampar banyak

sungai yang meliak-liuk membelah setiap sudut negeri

dan menjadikannya khazanah budaya yang arif dan

mengesankan. Negeri yang menyimpan berjuta intan

berlian, yang tidak semata intan dalam bentuk

Page 5: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

5

sesungguhnya, tetapi juga segala kekayaan budaya

yang sempat terwarisi. Pasar terapung, jukung, unjun,

hancau, tumbak, banjur, lukah, ringgi, dan segala

sesuatu yang sangat akrab bagi masyarakatnya, kini

telah lama tergerus oleh arus modernisasi yang

berbudaya kurang arif.

Tulisan ini adalah ukiran sebagai penyemangat

dan penghibur diri saja bahwa, aku pernah memiliki

rumah yang begitu ramah, kaya, indah,

mengagumkan, dan juga sangat mengesankan,...

meski itu hanya ....DULU…

Sehingga,... jika aku nanti ingin pulang, maka

aku bisa menjawab sebuah pertanyaan demikian,

“Kamu serius kembali ke kampung

halamanmu?, kenapa?”.

“Ya, aku akan pulang... karena aku punya

rumah yang ramah, kaya, indah, mengagumkan, dan

juga sangat mengesankan….”.

Hafiez Sofyani

Page 6: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

6

Chapter 1

Sungai Kuin

Photo by: Randy Rakhmadany

Gerimis di subuh yang gelap memang selalu

menghantarkan kelembutan yang menyelimuti diri di

setiap peraduan. Setiap insan yang berteduh di

rumah-rumah yang atapnya rumbia1, pasti

perasaannya sama, bunyi rintik-rintik butiran hujan

yang jatuh ke atas atap yang terbuat dari rumbia itu

terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan

terus mengalun sendu. Merambat pelan, menidurkan

mereka ke dalam mimpi-mimpi indah yang membuai.

1 Daun Sagu

Page 7: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

7

Jika dilihat dengan seksama, di bantaran

sepanjang negeri seribu sungai ini, memang tak ada

satupun rumah yang beratapkan genteng seperti

rumah-rumah umumnya di daerah jawa. Rumah-

rumah di sini pula mayoritas dibuat dari kayu, bukan

bata. Ini ada kaitannya dengan letak rumah-rumah

orang sini yang persis berada di atas sungai. Mungkin

jika rumah di atas sungai itu dibangun dengan

menggunakan beton, pastilah rumah-rumah itu cepat

ambruk karena diterjang ombak sungai yang besar

dan kencang.

Dari sini, di atas kasur butut tempat ku

berbaring dan sudah setengah sadar dari keterlelapan,

suara gemericit burung Tatapaian mulai terdengar

berirama. Seperti hari-hari biasanya, burung-burung

yang selalu terbang bergerombol itu sudah mulai

sibuk mencari makannya di sepanjang anak sungai

yang membentang di penjuru negeri seribu sungai.

Dan karena tak ada ayam jago yang biasanya

berteriak membangunkan orang-orang tiap subuh

menjelang, aku selalu mengandalkan kawanan burung

yang terbang mencari makan itu untuk menjadi alarm

alam yang membangunkanku dari tidur.

Tak lama, mataku mulai terbuka, meski

rasanya masih begitu berat. Dengan setengah sadar,

aku mengucek keduanya, lalu turun dari tempat tidur

dan membuka jendela rumah. Dari depan jendela

rumahku yang langsung berhadapan dengan sungai

ini, nampak arus beriak air sungai sudah tak lagi

pasang. Ombaknya syahdu diiringi rintik kecil yang

jatuh menetes di sepermukaan beriak sungai yang

Page 8: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

8

terus mendayu pelan. Biasanya, memang jika hujan

turun lebat, air sungai akan menampakkan

kengeriannya untuk dilalui para pejukung2 dari daerah

manapun. Tapi, kini sepertinya kengerian itu sudah

berlalu karena hujan telah berganti gerimis kecil dan

arus sudah tenang.

Fajar sudah menyingsing. Rupanya aku terlalu

lelap tidur hingga tak sadar kalau subuh sudah

berlalu. Aku menatap satu dua orang yang tengah lalu

lalang berjukung di tengah sungai. Mataku mengiringi

alur jukung mereka. Aku ragu hari ini, apakah akan

labuh3 atau tidak seperti para pejukung itu. Aku

merasa sangat malas hari ini. Beberapa saat aku

termenung sambil terus mempertahankan

pandanganku ke arah orang-orang yang tengah

mengayuh jukung. Suasana memandangi orang-orang

yang tengah lalu lalang dengan jukung-jukung di

depan jendela kamarku yang memang langsung

berhadapan dengan sungai besar kampung Kuin

Banjarmasin ini selalu menjadi saat-saat terfavoritku.

Aku termenung selang beberapa saat

menikmati indahnya pemandangan di depan sana.

Dan, tek… Air dari atap rumahku yang bocor menetes

tiba-tiba dan mengenai batang hidungku. Aku

tersentak. Aku belum salat subuh. Segera aku turun

menuju batang4 untuk mengambil wudhu. Tak

sengaja ku lihat di batang seberang sana seorang

2 Pedayung sampan kecil (Jukung=sampan kecil, Bahasa Banjar) 3 Turun untuk mendayung jukung 4 Tempat berdiri di pinggir sungai untuk melakukan aktivitas seperti mencuci, mandi, dsb.

Page 9: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

9

bocah seumuranku nampak sudah rapi dengan

seragam sekolahnya. Itu Amad, teman sejati dan juga

satu kelas denganku di Madrasah Ibtidaiyah desa

Kuin, Banjarmasin Utara.

“Ucaaaii… Nyawa kada sakulah kah?.5” Teriak

Amad dari seberang sana sambil mencuci sebuah

piring yang ada di kedua tangannya. Ia pasti baru saja

sarapan.

Aku mencoba menggerak-gerakkan lensa

mataku yang masih kabur karna baru bangun. Ia

nampak melambai-lambaikan tangannya ke arahku.

Aku ingin menjawab pertanyaan Amad tapi

kuurungkan. Aku tidak ingin bilang kalau hari ini aku

tidak masuk sekolah. Bukan karena aku malas. Tapi,

itu karena Abah dan umma sedang berada di rumah

nenekku di Banua Anyar, sehingga hari ini aku yang

menggantikan pekerjaan Abah. Artinya, aku terpaksa

tak bisa sekolah hari ini. Bila Amad tahu aku tak

sekolah, ia pun pasti enggan untuk turun ke sekolah.

Entah karena ia memang pada sejatinya malas,

ataukah karena begitu ia loyalnya kepadaku sehingga

jika aku begini maka ia juga begini, jika aku begitu

iapun pastilah begitu. Entahlah.

“Kada Sakulahkah?6.” Teriaknya untuk kedua

kalinya. Ia pula nampak sudah selesai mencuci

piringnya.

5 Ucaaaai, kamu tidak pergi ke sekolah, ya? 6 Tidak pergi ke sekolah ya?

Page 10: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

10

Aku tak bisa lagi diam. Sepertinya Amad sudah

mulai jengkel. “Sakulah ay...7” jawabku sekenanya.

Terserahlah apakah aku berkata dusta atau apa.

Apakah Amad marah dengan kebohonganku atau

bagaimana. Ini demi kebaikannya, pikirku. Aku segera

beranjak dari pandangannya dan berlari untuk

mengejar salat subuhku yang sudah sangat terlambat.

***

Namaku adalah Husairi. Tapi orang-orang

kampung Kuin sampai ke daerah kampung Alalak

lebih kenal aku dengan panggilan “Ucai”. Mungkin itu

nama panggilanku waktu kecil, namun masih melekat

hingga aku sudah menginjak kelas enam Madrasah

Ibtidaiyah ini.

Kehidupanku sama dengan semua masyarakat

bantaran sungai besar Kuin ini. Kalau tidak

berdagang di pasar terapung, maka aku dan abah

biasanya bekerja sebagai pengangkat kayu di pabrik

kayu Haji Undas yang tak begitu jauh dari rumahku.

Sedang umma, ia sibuk megurus rumah dan berjualan

kue di pasar. Ya, meski sejatinya aku lebih menyukai

sekolah, karena memang itu kewajiban utama

generasi muda negeri ini, tapi mau bagaimana lagi,

dengan keadaan ekonomi yang begitu menjepit, aku

terpaksa membantu Abah dan umma untuk bekerja.

Aku memiliki seorang adik perempuan, nama

panggilannya “Ijah”, ia baru berumur dua tahun.

7 Aku sekolah kok

Page 11: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

11

Bagiku panggilan “Ijah” itu terdengar sangat kurang

enak ditelinga siapapun. Padahal nama lengkapnya

sangat bagus, Siti Khadijah. Memang orang sini

sangat suka memanggil nama orang lain dengan

menambah huruf “I” di depan namanya, dan adikku

Ijah adalah salah satu korban dari kebiasaan itu.

Sebagai contoh Nurhayati dipanggil “Inur”, Khadijah

menjadi “Ijah”, Hafsah menjadi “Ihaf”, dan seterusnya.

Meski sekarang aku menilai itu kurang baik, tapi

mungkin itu sudah menjadi peninggalan nenek

moyang dulu kala dan hingga sekarang masyarakat

masih mempertahankannya atau mungkin sudah

terbiasa dan tak menganggapnya sebagai masalah.

Selesai salat, aku mengintip ke jalan depan

lewat lobang kecil dari pintu rumahku. Aku harus

meamastikan bahwa Amad sudah berangkat ke

sekolah. Setelah yakin, aku lekas turun ke bawah

rumah untuk pergi lalu menaiki jukung. Aku segera

mengayuhnya cepat-cepat. Hari ini aku harus ikut

bekerja untuk mengangkat kayu ke dalam truk di

pabrik kayu Haji Undas. Aku khawatir, jika pekerjaan

ini tidak ku lakukan, abah pasti kembali marah.

Subuh kemarin aku tak ikut berjualan di pasar

terapung karena aku harus ke rumah Iril untuk

belajar. Sungguh aku tak menduga, sepulangnya dari

rumah Iril itu, akupun dipukuli habis-habisan.

Rasanya, tak ada seorang anakpun yang orang tuanya

marah melihat anaknya rajin belajar, kecuali abahku.

Aku tak tau apa alasan beliau membenci aku

yang lebih mengutamakan belajar ketimbang

berdagang. Pernah suatu hari aku pergi ke rumah

Page 12: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

12

salah seorang teman sekelasku Iriel untuk

mengerjakan PR dari Bu Rahmah, guru matematika di

sekolahku. Mau bagaimana lagi, aku tak punya buku

sama sekali di rumah sehingga untuk bisa

mengerjakan tugas itu aku harus ke rumah temanku

yang punya buku. Dan betapa anehnya, sepulang dari

rumah Iriel itu, aku dimarahi abah habis-habisan

karena lebih mengutamakan mengerjakan tugas

sekolah ketimbang membantu umma berdagang di

pasar. Tapi syukur kala itu abah tidak sampai

memukuliku.

Pernah jua aku membawa buku ke rumah dan

membacanya sambil ber-jukung8. Niat hatiku adalah

belajar sembari menikmati arus sungai Kuin nan

menghanyutkan. Tapi, ketika Abah tau akan hal itu,

beliau marah-marah, meski tak sampai memukuliku.

Dia bilang “ BELAJAR ITU DI SEKOLAH. DI RUMAH

ITU BEKERJA, BANTU ORANG TUA...!!!.” Dengan nada

membentak. Dan di saat seperti itu yang kuharapakan

hanya satu, pembelaan dari umma9 atas diriku karena

aku menganggap umma sedikit lebih memiliki rasa

peduli pendidikan ketimbang Abah. Dan aku pikir

kala itu, umma pasti membelaku. Tapi ternyata

dugaanku itu salah. Beliau hanya diam. Beliau takut

dengan kemarahan Abah. Dan lambat laun, baru aku

mengerti bahwa sebenarnya umma juga tak memiliki

dukungan sedikitpun akan pendidikanku. Itu terbukti

beberapa hari setelahnya, aku menemukan beberapa

lembar kertas buku yang aku pinjam dari Iriel nampak

8 Naik sampan kecil 9 Ibu

Page 13: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

13

sobek satu-satu karena beliau gunakan sebagai

pembungkus kacang untuk dijual di pasar. “Masya

Allah..” Aku bingung harus bersikap bagaimana lagi.

Aku tak mengerti mengapa kedua orang tuaku

seperti itu. Mungkin karena Abah dan umma adalah

pasangan suami-istri yang hanya lulusan SD. Abahku

sering bilang “Gak usah sekolah tinggi-tinggi, sama

saja, sekarang cari kerja susah. Amang10-mu Aras itu

lulus kuliah, tapi pekerjaannya sama saja, nganggur.

Melamar di sana tak diterima orang, di sini tak

diterima orang. Akhirnya menganggur dan tak

karuan.”.

Apa yang abah katakan tentang Amang Aras

memang benar. Tapi menurutku Amang Aras itu

pengecualian. Ia memang kuliah, tapi tak pernah

kulihat ia serius. Pekerjaannya hanya bermain dan

berkumpul dengan teman sebayanya. Kadang aku

lihat ia sering mabuk dan pergi malam-malam.

Katanya “ke diskotik biar GAUL”.

Kadang, aku merasa iri dengan teman-teman

sebayaku. Mungkin hanya aku yang merasa hidup

dalam kurungan seperti ini. Tak ada dukungan sama

sekali, baik moral, apalagi materi, untuk meraih cita-

citaku yang ingin memperbaiki tanah tercintaku ini

dari kesemrawutan.

Aku iri dengan Amad yang selalu diantar

abahnya ke sekolah. Temanku yang lain, Ihda yang

10 Paman

Page 14: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

14

setiap bulan selalu terlihat dengan seragam putih

barunya, ia adalah temanku yang memang dari

golongan orang kaya di desaku. Idrus yang begitu

semangatnya ingin melanjutkan sekolahnya ke MTsN

Banjarmasin, salah satu sekolah favorit bagi orang

Banjarmasin, apalagi orang desa seperti kami.

Kadang aku berfikir “Yaaaa, mungkin inilah

garis hidup. Mungkin aku adalah segelintir orang yang

memang dimunculkan di dunia ini dengan sebuah

takdir sebagai penonton. Hanya bisa berdiri, melihat

kesuksesan orang lain, dan aku hanya mendapat

peran sebagai pengangum. Melihat angkasa luas, dan

berfikir seolah-olah bumi ini hanyalah sebatas rumah,

sungai Kuin, dan pabrik kayu HajiUndas. Meski aku

tahu bahwa bumi ini begitu luas, dan aku ingin sekali

melihat apa yang sebenarnya terjadi di luar sana.

***

Page 15: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

15

Chapter 2

Pasar Terapung

Photo by: Randy Rakhmadany

Subuh yang hening. Suara burung Tatapaian

yang tiap pagi itu kembali membangunkanku dengan

alunan nyanyiannya yang sangat bersahabat. Suara

adzan sudah berkumandang dari pucuk masjid Sultan

Suriyansyah yang sayup-sayup terdengar. Masjid

tertua peninggalan Sultan Banjar pertama yang

memeluk Islam itu memang begitu berkesan bagiku.

Dari atas kasur tipis, aku bisa mendengar

beriak air dari dayung-dayung Jukung11 para

pedagang yang ramai menyelinap diam-diam menuju

11 Sampan (Bahasa Banjar)

Page 16: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

16

pasar terapung. Sesaat lamanya, aku terperanjat.

Seperti biasanya Abah akan mencabut bulu kakiku

supaya aku terbangun dan bergegas salat, lalu

mengambil beberapa tangguk12 buah di tempat Julak13

Adus, dan kemudian menjualnya ke pasar Terapung.

Seusai salat subuh, aku langsung meluncur

dan membaur bersama pedagang pasar terapung yang

lain, sambil beramai-ramai mengitari setiap dapur

rumah yang berujung pada batang banyu14, tempat

mereka semua beraktivitas disubuh ini. Mungkin bagi

segenap orang kota, pemandangan dimana ada orang

mandi, mencuci pakaian, buang air, dan menyikat gigi

di satu tempat yang sama adalah hal yang terkesan

sangat tradisional-bila tidak mau dibilang primitif.

Tapi, inilah memang adanya. Di zaman sekarang ini,

nyatanya pemandangan seperti itu masih ada dan

membudaya di pinggiran sungai Kuin.

Kuamati benar-benar, rupanya hanya aku dan

Amad yang masih tergolong ‘bocah’ di antara

kumpulan para pedagang pasar terapung yang kerut

kulitnya sudah tak karuan itu. Kadang aku berpikir,

‘mungkin pasar ini sudah waktunya untuk punah’.

Dari pemandangan ini saja, aku sudah bisa

menyimpulkan bahwa tak ada lagi kehendak kaum

muda untuk berprofesi sama seperti orang tua

mereka, menjadi pedayung yang berdagang di pasar

terapung. Para orang tua yang berdagang di pasar

12 Alat tradisional warga Banjar untuk mencari ikan 13 Kakak Bapak, sebutan untuk orang yang lebih tua dari orang tua kita 14 Pijakan yang terbuat dari kayu

Page 17: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

17

terapung itupun pastilah sama pemikirannya, tak

ingin anak-anak mereka memiliki nasib sama seperti

mereka. Pasti mereka menginginkan kehidupan yang

lebih baik. Kalau bisa jadi PNS, kenapa tetap menjadi

pedagang di pasar terapung?. Ucap Julak Adus yang

putranya kini jadi pegawai pemda Provinsi Kalsel15.

Dan selanjutnya, aku yakin, lambat laun semua

orang di sini pasti berpikiran sama dengan Julak

Adus. Ditambah lagi pemerintah provinsi yang tidak

memiliki dukungan kongkrit atas budaya lama ini.

Hanya bisa memberikan semangat lewat perkataan

manis tanpa ada bantuan yang riil. Semua pasti

hanya bisa menunggu untuk melihat budaya Banjar

muara ini hilang ditelan zaman.

“Sumalam napa kada ka sini maambil buah?,

nyawa kada bajualan kah?16.” Tanya Julak Adus

kepadaku sambil membenarkan letak kaca mata yang

sudah tak sesuai dengan nilai plus matanya itu.

Lelaki tua itu memang selalu tampak akrab

dengan putih saat aku menemuinya. Sebelum

menjawab, aku membalas perhatian Jual dengan

sebaris senyum kaku.

“Inggih julak ay. Samalam wadah H. Undas,

ulun ma-angkut kayu. Di suruh Abah pang. Sidin pas

ka wadah Kayi di Banua Anyar, jadi kada kawa

15 Singkatan Kalimantan Selatan 16 Kemarin kok tidak ke sini untuk mengambil buah, kamu tidak berjualan ya?

Page 18: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

18

bagawi samalam tu. Ulun ay nang manggantiakan17”

jawabku polos.

Kali ini Julak Adus hanya mengangguk sambil

tersenyum. Entah mengapa, aku selalu merasa senang

kala Julak Adus mengajakku bicara. Apalagi kalau

sudah bicara tentang sekolah. Di dunia ini, bagiku

hanya beliau yang selalu menyemangati aku untuk

selalu belajar dan pergi ke sekolah. Ia memang orang

yang sangat peduli dan mengerti tentang arti penting

pendidikan. Kadang di saar aku butuh motivasi untuk

menghadap ujian, Julak Adus lah yang kerap

memberiku semangat. Bukan keluargaku sendiri.

Selesai memasukkan buah sawo, rambutan,

kapul, pisang, dan kasturi ke dalam jukung, Julak

Adus memberikanku sebuah buku dan uang 10.000-

an kertas kepadaku. Dengan senyumnya yang khas,

Julak Adus bilang, ”Jangan kada turun sakulah lah..18”

Sebuah kalimat yang sebenarnya ingin aku dengar

dari abah dan ummaku sendiri.

Julak Adus memang orang yang selalu ingin

setiap anak kecil di desa ini tumbuh dan dewasa

dengan pendidikan yang mapan. Selain sebagai

pedagang buah yang cukup sukses, beliau juga

berprofesi sebagai guru non-formal di Taman

Pendidikan Al-qur’an (TPA) desa Kuin ini. Mudah-

17 Iya Julak. Kemarin ke tempat H. Undas, saya mengangkut kayu. Di suruh oleh Bapak saya. Beliau kemarin lagi ke tempat Kakek di desa Banua Anyar, jadi tidak bisa bekerja kemarin. Sehingga saya yang menggantikan beliau. 18 Jangan tidak masuk ke sekolah ya?

Page 19: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

19

mudahan saja ia selalu diberikan kemudahan oleh

Allah, do’aku.

Siapa lagi kalau bukan beliau yang

menyemangati aku dan bocah-bocah generasi muda

tanah ini untuk belajar dan berpikir maju?.

Kebanyakan orang di kampung ini nampak sudah

sangat sibuk dengan urusan perut masing-masing.

Sehingga, mereka sudah lalai dengan lingkungan dan

keberlanjutan generasi muda tanah mereka sendiri.

Urusan pendidikan sepenuhnya di serahkan kepada

pihak sekolah. Padahal, sekolahpun kadang juga tidak

mampu menjamin anak-anak mereka menjadi diri

yang baik, jika di lingkungan keluarga sendiri hal itu

tidak dicanangkan. Itulah desaku. Sekolah adalah

sebuah kata formal yang kudu dijalankan karena rasa

gengsi dan malu jika tidak mengikutinya. Bukan

dalam rangka mendidik generasi penerus untuk

membangun tanah ini di masa mendatang.

Dan dengan bergegas, aku cepat-cepat

mengarungi pasar agar tak ketinggalan bagian rezeki

hari ini. Aku harus cepat. Sebab, pasar terapung

biasanya sudah sepi jika matahari telah terbit, kurang

lebih sekitar pukul 8.00 pagi. Kalau lamban, aku

bakal tak dapat apa-apa hari ini. Padahal aku harus

selesai menjual semua buah hingga jam 7.00 pagi.

Selanjutnya aku harus ke sekolah.

Meski matahari belum terlihat di ufuk timur

sana, kulihat pasar nampak sudah ramai. Aku

mengayuh jukung dengan cepat. Seluruh tenaga ku

Page 20: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

20

kerahkan. Aku berupaya mendayung dengan cepat

dan menyalip beberapa pekjukung lainnya.

Dan, praaakk…!!, tiba-tiba dayung jukungku

yang terbuat dari kayu itu patah. Aku menepuk

keningku seketika.

“Bah ay… Aku tak bawa dayung cadangan.!!!”.

Aku pasti terlambat datang ke sekolah hari ini. Aku

lekas mendayung dengan tangan menuju tepi sungai

untuk mencari sesuatu yang bisa digunakan sebagai

dayung, dan melanjutkan tujuanku menuju pasar

terapung.

Dan apa yang ada dalam benakku terjadi. Hari

ini aku pasti datang terlambat lagi ke sekolah.

Sebenarnya, aku merasa tak enak dengan

kebiasaanku yang selalu telat masuk sekolah.

Rasanya hampir setiap hari aku dimarahi oleh guru-

guru yang sudah menganggap kalau kebiasaanku itu

keterlaluan. Ada juga yang kadang hanya menasihati,

“itu pasti guru yang bijak” pikirku dalam benak.

Jika banyak guru yang marah, maka itu wajar

karena aku selalu datang terlambat ke sekolah. Dan

juga karena aku tak pernah bilang kepada guru-guru

itu bahwa aku harus ke pasar terapung terlebih

dahulu untuk berjualan sebelum ke sekolah. Jadi,

para guru hanya tahu kalau aku datang terlambat

yang mungkin karena aku bangun kesiangan atau

karena alasan malas. Untungnya pak Rahmadi, kepala

sekolah MI di desaku itu tak pernah marah kepadaku

Page 21: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

21

akan kebiasaan jelekku itu. Entah beliau memang

mengerti keadaanku, atau mungkin memang beliau

acuh saja dengan masalah anak bandel yang suka

telat seperti diriku? Entahlah. Yang pasti, dimatanya

aku memiliki predikat baik, yakni tak pernah absen

sekolah meski selalu datang terlambat. Kecuali jika

aku jatuh sakit.

***

Jam dinding tua yang tergantung tak berdaya

di kamarku itu seakan berteriak-teriak kepadaku

bahwa sekarang sudah jam 8.00 pagi. Seolah ia

memperingatkan bahwa aku sudah terlambat. Aku

harus buru-buru berangkat ke sekolah. Hari ini mau

tak mau aku harus menyiapkan kupingku untuk

mendengar omelan panas dari Ibu Juhriyah, guru

kewarganegaraan di sekolah.

Tanpa buang-buang waktu, aku segera berlari.

Aku tak memedulikan sedikitpun sepatuku yang dari

kemarin sudah menganga, seolah menagih jatah

makannya.

Sesampainya di sekolah, tepat dugaanku, Ibu

Juhriyah sudah berdiri tegap di depan kelas dengan

penggaris berukuran satu meter bermerk ‘Butterfly’

tertancap di tangannya. Wajahnya nampak tak

bersahabat. Perasaanku tak nyaman. Dan belum

sempat aku bersuara meminta maaf, ia sudah sibuk

dengan do’a-do’a yang ia panjatkan sebagai hadiah

kepadaku. Do’a yang menurutku bermakna

menjatuhkan dan mengatakan bahwa aku siswa yang

Page 22: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

22

tak baik meski nilai sekolahku tergolong masih cukup

bagus. Bagus menurutku.

Dengan bentakkannya yang khas, Aku terpaksa

harus mengitari halaman sekolah yang tak begitu

lebar, tapi cukup melelahkan untuk diarungi

sebanyak dua puluh kali putaran. Keringatku pun

bercucuran. Padahal aku baru berlari sepuluh

putaran. Sepatuku yang sedari tadi sudah menganga

semakin melebarkan ungapan mulutnya. Beberapa

saat, terdengar langkah kaki yang tengah berlari dari

belakangku. Rupanya ada seseorang siswa selain

diriku yang juga dihukum untuk berlari mengitari

halaman sekolah. Amad. Rupanya bocah itu sahabat

samping rumahku sendiri. Aku baru ingat kalau dia

hari ini juga terlambat karena berjualan di pasar

terapung bersamaku subuh tadi. Keringatnya nampak

juga bercucuran. Mentari di atas sana seolah ikut

menghakimi kami, dua bocah yang bagi Ibu Juhriyah

tidak menghargai waktu.

Dengan polosnya, Amad tersenyum sambil

mempercepat langkah larinya mendahulu lariku.

Tanpa ia berucappun aku bisa faham, ia ingin adu

cepat denganku. Aku membalas senyumnya, isyarat

bahwa dengan senang hati aku ladeni keinginannya.

“Amun disungai, nyawa bujur pank laju

mangayuh jukung pada unda. Tapi amun bukah, unda

kada handak kalah tu pank wan nyawa..19” Amad

19 Kalau di sungai, kamu memang lebih cepat mendayung sampan dari pada aku, tapi kalau berlari, aku tidak mau kalah darimu.

Page 23: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

23

berteriak kepadaku sambil mengatur-ngatur

hembusan nafasnya yang sudah mulai terengah.

Meski dengan nafas terengah, rasanya teriakan

Amad barusan benar-benar membuat jantungku

bergetar. Aku mempercepat lariku. Semangat yang

muncul dan berkobar dari hati Amad terasa

menyengat dan menyatu hingga merasuk ke dalam

hatiku. Hukuman ini harus aku jalani tanpa mencari-

cari alasan untuk lari dari kesalahan. Aku

mempercepat lariku tanpa peduli sepatuku yang

semakin mirip buaya kelaparan. Amad melepas

sepatunya. Ia berlari sekencang-kencangnya.

Keringatnya semakin bercucuran deras. Kami terus

beradu dengan semangat. Hingga kami bahkan sudah

lupa berapa kali kami telah mengitari lapangan

sekolah. Tapi tawa lepas Amad terus menggema disela

deru nafasnya yang kian terengah, di sela kejengkelan

seorang guru yang dari tadi merasa aneh melihat

kedua tingkah polah kami yang seolah merasa begitu

bahagia ketika mendapatkan pengadilan.

***

Page 24: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

24

Chapter 3

Maunjun Haruan

Matahari kian terik. Namun pasti sebentar lagi

hujan turun. Aku bisa mengatakan begitu karena

memang selama tujuh hari belakangan ini aku selalu

mengamati cuaca. Dan memang Kalimantan

belakangan ini selalu di rundung terik yang begitu

menyengat. Tapi ketika jam sudah menunjukkan

waktu sore, hujan lebat selalu datang menerjang

sepenjuru pulau ini. Alam sudah semakin tak

terkendali, tak tertebak sesuai bulan kalender. Pasti

kasian sekali orang-orang di daerah gambut (daerah

pertanian di Kalimantan Selatan) yang sudah tak bisa

lagi berharap pada musim. Tahun lalu pertanian yang

sudah hampir panen di sana di landa banjir. Kasian

sekali masyarakatnya. Apa benar ini pertanda Tuhan

sudah mulai murka melihat tingkah manusia, atau

alam yang sudah enggan bersahabat dengan kita?,

sebagaimana kata musisi Ebet G. Ade?” Tanyaku

dalam batin.

Mungkin bisa aku katakan memang seperti itu.

Allah sudah marah dan alampun ikut marah. Dan itu

tidak lain adalah ulah tangan manusia sendiri. Tak

usah jauh-jauh. Di sekitar rumahku saja, manusia

seolah makhluk yang tak bisa di atur. Sudah berkali-

kali pak RT meminta untuk tanggap lingkungan

dengan seruan berhenti membuang sampah ke

sungai, dan buanglah sampah pada tempatnya, tapi

tak pernah dihiraukan. Jadi wajar bila sekarang

sungai-sungai di daerah Banjar ini begitu kotor dan

Page 25: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

25

menjadi sarang penyakit. Itu karena memang hampir

semua orang Banjar memiliki cara berpikir yang sama.

“Buang saja sampah ke sungai, toh nanti sampah-

sampah itu akan larut dibawa air hingga ke laut”.

Padahal, sampah-sampah itu tersendat di sekitar

rumah-rumah warga yang berdiri di atas sungai, yang

akhirnya sampah itu menumpuk menjadi sarang

penyakit dan sumber bau.

Belum lagi sampah yang dibuang kadang tak

terpikirkan sebelumnya. Kalau yang dibuang sisa-sisa

makanan, mungkin itu akan hilang seiring

pembusukan yang terjadi. Tapi kali ini berbeda.

Sampah yang dibuang di sungai adalah sampah-

sampah besar yang mengalami waktu peleraian yang

lama seperti plastik, karung, bahkan kasur, boneka,

baju, bahkan bangkai sofa, bangkai kucing, ayam

yang sudah mati dan masih banyak lagi. Aku pun

sempat geleng-geleng kepala melihat sampah-sampah

itu.

Selain karena sungai yang tersendat oleh

tumpukan sampah, banjir juga terjadi karena sungai-

sungai yang dulunya berperan sebagai pengatur aliran

arus air kini semakin sedikit. Itu tak lain adalah

karena ulah tangan masyarakatnya sendiri yang

merubah fungsi sungai menjadi pekarangan, ada yang

dibangun ruko, warung, dan lain sebagainya.

Kadang, aku benar-benar menyesalkan hal itu.

Tapi apa daya, aku hanya bocah kecil di desa Kuin

yang tak punya alasan untuk didengar oleh

masyarakat meski apa yang aku katakan adalah

Page 26: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

26

sebuah kebenaran dan kebaikan. Itulah manusia.

Apalagi manusia negeri ini hanya menurut kepada

omongan orang yang lebih tua atau dituakan.

Sehingga omongan orang meski benar tapi dari

kalangan bukan siapa-siapa akan di abaikan. Padahal

seingatku, kata Jualak Adus nabi pernah bersabda;

jangan melihat siapa yang mengatakan (suatu

kebaikan), tetapi lihat dan fahami apa yang dikatakan

orang itu.

Faham ketokohan. Itulah pola pikir kebanyakan

masyarakat di tanah ini. Bahkan itu juga merasuk ke

dalam pola beragama dan menuntut ilmu masyarakat.

Kini orang-orang lebih mengutamakan memeroleh

karamah dari seorang tokoh agama ketika pergi

menimba ilmu ke tempat sang tokoh, sehingga dengan

demikian mereka yakin akan termasuk orang yang

masuk syurga, ketimbang pergi ke tempat sang tokoh

agama untuk menimba ilmu sungguh-sungguh lalu

mengamalkannya dikemudian hari.

Bahkan di sekolahan-sekolahan pun juga

begitu. Lembaga pendidikan kini seolah menjadi

lembaga yang tak terdidik. Kenapa? Mungkin karena

orang memandang pendidikan hanya sebagai

formalitas. Ya, sebuah formalitas untuk memeroleh

sebuah angka nilai, yang katanya, itu menujukkan

prestasi seseorang. Jadi wajar bila orang berlomba-

lomba memeroleh angka yang tinggi meski esensi dari

pendidikan itu tak tercapai. Itulah yang terjadi di

negeri ini.

Page 27: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

27

Di sekitar Kuin dan Alalak, aku berani

mengatakan tak ada satu sekolah pun yang bebas dari

sampah?. Bilapun ada, paling hanya ada satu dua

sekolah, dan itu pasti bukan sekolahku. Jika

memandangi sekolah tuaku yang kini hanya tinggal

susunan kayu lapuk itu, sepertinya bangunan itu

lebih mirip gudang padi yang tiap tahun di isi ratusan

karung padi yang baru di panen daripada mirip

tempat untuk menimba ilmu dan memperluas

wawasan. Di sekitaran sekolah bertaburan ampas-

ampas padi yang disebabkan oleh ulah warga sekitar

sekolah yang tanpa meminta izin terlebih dahulu

kepada pihak sekolah, mereka semena-mena

menggunakan halaman sekolah untuk tempat

menjemur dan menggiling padi.

Tak ada yang mengamalkan sama sekali

tentang slogan “Bersih pangkal sehat” atau jargon

kaum muslimin “Kebersihan itu sebagian dari Iman”.

Sederhana tapi penuh makna. Mungkin juga itulah

mungkin yang dikatakan Julak Adus kepadaku dan

kawan-kawan di TPA.

“Suatu negeri tidak akan bisa maju, kalau

penduduknya berpengetahuan tetapi enggan

mengamalkan pengetahuannya itu.”

“Cai, turun..!!” Suara Abah seketika

menyadarkan aku yang sejak tadi tengah termenung

memikirkan nasib negeri ini. Tanpa sadar, rupanya

kami sudah sampai di tujuan.

Page 28: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

28

Hari ini adalah hari pertama libur sekolah. Dan

hari ini pula Abah mengajakku pergi maunjun20 di

daerah handil21 halabio, kecamatan Gambut,

Kabupaten Banjar.

Banjar merupakan negeri seribu sungai yang

memiliki banyak sungai besar maupun sungai kecil

yang orang Banjar sebut sebagai anak sungai. Jadi

memang sangat beralasan bila sebagian besar

masyarakatnya gemar sekali memancing. Abah adalah

salah satu dari penggila unjun itu. Kadang kala, bila

hasrat maunjunnya itu sedang tinggi-tingginya, tak

jarang Abah pergi maunjun hingga satu, dua, bahkan

tiga bulan lamanya hingga tak pulang-pulang.

Mungkin orang luar Banjar pasti akan terkejut

tentang hal itu. Tapi, memang begitu adanya.

Biasanya abah berangkat maunjun dengan kawan-

kawannya, Amang22 Sani, Amang Jufri, Amang Sa’an,

dan teman-temannya yang lain. Dan sepertinya hal itu

menurun pula padaku. Aku juga sangat senang

maunjun. Setidaknya itu bisa menjadi selingan di

tengah rutinitasku yang setiap hari berjualan di pasar

terapung. Aku dan abah sama-sama suka maunjun.

Ya, seperti kata pepatah, Buah jatuh tak jauh dari

pohonnya. Aku dan abah sama-sama suka maunjun.

Itu kalau buahnya tak jatuh ke sungai dan hanyut

dibawa air”, ujarku mengkritisi pepatah itu, karena

aku merasa memiliki banyak perbedaan dengan abah.

20 Memancing 21 Daerah desa di Banjar yang banyak memiliki anak sungai 22 Paman

Page 29: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

29

“Inggih Bah. Di sini kah kita maunjun?.”

Balasku sambil turun dari motor hondal Astrea Prima

tahun 80-an kebanggaan abah.

“I’ih…” balas abah singkat, dan lalu kembali

mengisap rokok yang sejak di perjalanan tadi bercokol

dimulutnya. Tanpa dikomando, aku langsung

menyiapkan semua perlengkapan unjunku. Kulihat

abah juga mulai sibuk dengan hal yang sama

denganku.

Setelah memasang mata kail dan nilon23, aku

mengambil anak katak yang tadi sempat kubeli

bersama abah di pasar Gambut dari balik ladung24

yang kubawa. Anak katak sungai itulah yang nantinya

dijadikan umpan ikan Haruan25. Sebelum aku kaitkan

di mata kail, katak itu ku jentik keras-keras dengan

jari kecilku agar mati terlebih dahulu.

“Malang sekali nasibmu wahai katak..” bisikku

setengah kasian dengan katak itu.

“Tapi aku harus melakukannya katak. Kalau

tidak nanti aku makan pakai lauk apa??” bisikku

membenarkan apa yang tengah aku lakukan.

Setelah selesai, aku melemparkan

pandanganku ke sekitar, mencari tempat yang

strategis untuk menaruh unjunku. Rupanya ada

banyak orang maunjun di sekitarku. Mereka nampak

tengah berdiri di ujung titian yang terbuat dari batang

23 Tali pancing 24 Tas tradisional yang biasanya dibawa untuk memancing 25 Ikan Gabus

Page 30: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

30

kelapa. Semuanya fokus berdiri tegap sambil

menggoyang-goyangkan ujung unjun mereka.

Ku lihat abah sudah selesai dengan unjun, mata

kail, dan katak sungai kecil yang tertancap mantap di

mata kail miliknya. Sejurus ia berjalan ke tempat yang

ia anggap strategis. Setelah menghembuskan kepulan

asap rokok dari mulutnya, abah menunjukkan jari

tengahnya ke suatu tempat, memberikan isyarat

kepadaku agar aku maunjun di anak sungai yang

nampak semak di seberang sana. Tanpa bertanya aku

langsung menuruti perintahnya. Abah berjalan

mencari tempat yang lain.

Sebenarnya, ini adalah kali pertama aku

maunjun Haruan. Biasanya aku hanya maunjun ikan

Biawan, Sapat, dan Papuyu. Cara maunjun ketiga ikan

itu cukup mudah. Tinggal taruh umpan berupa anak

serangga atau cacing tanah di mata kail, lalu unjun

diletakkan dan diamkan beberapa saat di tempat yang

kira-kira ikan itu berada. Kalau umpan dimakan,

tinggal tarik, dan dapat. Tapi, maunjun Haruan perlu

teknik yang berbeda. Selain umpan yang digunakan

berbeda, unjun juga tidak diletakkan begitu saja.

Unjun harus digoyang-goyangkan sambil berjalan agar

umpan berupa katak kecil itu terlihat seperti tengah

berenang di sungai.

Haruan adalah ikan yang pintar, ia tidak akan

memakan umpan yang hanya diam, karena ia tidak

mau memakan katak yang sudah mati”

Page 31: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

31

Abah menjelaskan itu kepadaku saat kami

diperjalanan tadi. Selain itu, Unjun dan nilon Haruan

harus panjang. Itu agar ketika kita maunjun ikan itu,

keberadaan kita tidak diketahui oleh ikan yang pintar

itu. Bila ikan itu tahu, maka ia enggan memakan

umpan yang kita taruh. Bagiku ini benar-benar seperti

tantangan adu pintar antara aku dengan ikan Haruan.

Nyuuussssh…. Nilon unjunku aku lemparkan

jauh-jauh. Aku menggoyang-goyangkan unjunku

sambil menjalankan katak sungai kecil yang kini jadi

umpan ikan Haruan itu pelan-pelan. Aku

melakukannya berulang-ulang. Beberapa orang yang

juga nampak sibuk dengan hal yang sama sepertiku,

berkali-kali menarik unjunnya karena umpannya

sudah dimakan. Aku lihat abah sudah dua kali

menarik umpannya dan berhasil dapat dua ekor

Haruan yang cukup besar.

Aku terus berusaha. Aku mencoba sabar meski

aku sudah mulai jengkel. Matahari pas di atas ubun-

ubunku. Topi purun yang aku gunakan untuk

munutupi kepala rasanya seperti sia-sia saja.

Ditambah lagi kejengkelanku yang sudah berdiri satu

jam tapi tidak memperoleh hasil apa-apa semakin

membuat otakku panas.

Beberapa kali aku lihat abah menarik unjunnya

yang disambar ikan Haruan. Wajah abah nampak

begitu bersemangat. Ia menoleh ke arahku. Tanpa

bicara aku tahu dia bertanya aku sudah dapat berapa

ekor. Aku hanya menggelengkan kepalaku lesu. Aku

masih belum dapat seekorpun.

Page 32: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

32

Sudah tiga jam waktu berlalu, dan aku masih

belum mendapatkan ikan barang satupun. Dari

tempatku berdiri terdengar adzan yang tengah

berkumandang. Entah dari masjid yang berada

dimana. Awan hitam mulai datang seolah

memerintahkan orang-orang yang tengah maunjun

untuk berhenti dan mendirikan salat dzuhur sebentar.

Dan seketika hujanpun turun. Hatiku yang tadinya

terasa jengkel sedikit terhibur karena dugaanku tepat,

hari ini pasti hujan. Sebuah prediksi yang sebenarnya

tak penting setelah ku pikir ulang.

Abah berlari menuju sebuah gubuk kosong.

Aku berlari mengikuti langkahnya setelah merapikan

peralatan unjunku, ladung, tas kecil berisi mata kail,

gunting, silet, dan peralatan lainnya.

“Kadada kulihan lalu kah nyawa , Cai?26” Tanya

abah sambil menoleh ke dalam isi ladungku.

“Kadada lalu Bah ay… Ngalih sakalinya

maunjun harun ni lah..27” Wajahku lesu. Aku

mengeluh sambil menggelengkan kepalaku.

“Nyawa kayapa garang maunjunnya28?” balas

Abah sambil menyalakan rokok kretek yang tak bisa

lepas darinya.

26 Kamu tidak memeroleh barang seekorpun ya, Cai? 27 Tidak dapat satupun, Bah. Ternyata memancing ikan Haruan itu susah sekali, ya? 28 Memangnya kamu mancingnya bagaimana?

Page 33: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

33

“Ya, nang kaya pian padahi tadi pank..29”

balasku yang merasa apa yang kulakukan sudah

sesuai dengan apa yang abah sarankan.

Aku menoleh ke ladung abah. Ada lebih dari

delapa ekor ikan Haruan. Aku merasa sedikit senang.

Abahku rupanya memang sangat piawai dalam hal

unjun-maunjun30.

“Kaina mun hudah taduh, kita maunjun pulang.

Kaina kupadahi caranya. Palingan nyawa ni salah

caranya makanya kada sing dapatan. Kita bataduh ka

rumah urang sakalian umpat sumbahyang dahulu

gen..” Ucap abah sambil mengajakku berlari keluar

dari pondok dan berteduh di pelataran rumah warga.

Ia mengganti bajunya karena ingin numpang salat di

rumah itu.

Di daerah Handil Halabio ini masyarakatnya

memang sangat ramah. Jadi kita tak usah segan-

segan jika ingin numpang salat, buang air, dan minta

minum, itu kata Abah. Aku mengiktui langkah kaki

Abah. Kami salat berdua, berjamaah.

Setelah hujan reda, Abah dan aku kembali

mengganti baju dengan pakaian yang khusus kami

pakai saat maunjun. Kali ini Abah yang memasangkan

umpan ke mata kailku. Ia memasang dengan cekatan

sambil menjelaskan semua ditel cara memasang

umpan katak itu kepadaku. Aku mendengarkan

dengan seksama.

29 Ya, seperti apa yang anda katakan tadi. 30 Pancing-memancing

Page 34: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

34

Setelah semua selesai, Abah mengajakku ke

tempat yang berbeda dari pertama kali kami maunjun

tadi. Beberapa orang yang juga datang untuk maunjun

jua mulai bergerak ke titian rezeki mereka masing-

masing. Suasana desa ini setelah diguyur hujan begitu

memesona. Udaranya sejuk tanpa polusi. Air

sungainya jernih meski beberapa ada yang Nampak

begitu semak. Aku berjalan mengikuti langkah kaki

Abah sambil membawa ladung dan peralatanku. Aku

menoleh kawanan itik yang setelah hujan reda tadi

tengah asik bermain sambil mencari ikan. Aku

memerhatikan induk itik yang berenang diiringi

kawanan anak-anaknya, mengagumkan. Kaki itik-itik

kecil itu terlihat jelas di air sungai yang begitu jernih.

beberapa kawanan anak kecil mungkin seumuranku

tengah asik balumba31 di sekitar anak sungai yang

jernih dan agak lebar dari anak sungai yang lain.

Mata hari kembali bernisar. Rona cahaya yang

menerpa bintik-bintik embun bekas hujan barusan

terihat seperti butiran mutiara yang tengah berkilau

dilempar ke langit luas. Rasanya hatiku begitu

bahagia diajak Abah ke tempat yang menawan ini.

“Cai, nyawa malihat lah padang sabat nang

pina rabah tuh?” tangan Abah menunjuk ke semak

yang nampak seperti jalan setapak.

“Inggih…” aku mengangguk pelan sambil

menatap serius ke arah yang Abah tunjuk.

31 berenang

Page 35: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

35

“Nah, ngitu tu jalan Haruan. Tu lain manusia

yang maulah, tapi Haruan. Jadi nyawa cubai ha unjuni

di situ, mamatuk tu kaina..”32 Abah menyerahkan

Unjun Haruan kepadaku dan lalu menjauh dariku.

Tanpa aku sadar ia memerhatikan aku yang kini

tengah sibuk dengan unjunku. Dan tak lama

berselang, Haaaappp,,, aku berhasil menarik unjunku

dengan iwak Haruan yang cukup besar mengait di

mata kailku. Aku menoleh kea rah Abah. Ia

mengacungkan jempolnya sambil tersenyum bersama

rokok yang masih mengasap di mulutnya.

Aku mulai bersemangat. Aku melepas ikan itu

lalu memasang katak sungai kembali ke kailku

sebagaimana yang diajarkan Abah barusan. Aku

kembali menaruh mata kailku di tempat-tempat yang

nampak seperti jalan setapa, tempat ikan Haruan

senang berenang. Dan haaaap, beberapa kali aku

berhasil mendapatkannya.

Dan tanpa terasa waktu hampir petang.

Ladungku mulai dipenuhi beberapa ikan Haruan. Ada

tiga belas ekor. Umpanku habis. Aku berjalan ke

tempat Abah. Aku lihat ia jua sudah mulai menyudahi

kesibukannya hari ini. Matahari senja semakin

memesona. Meski sejak tadi pagi kami berada di sini,

tapi rasanya aku masih belum merasa letih. Melihat

kumpulan Haruan yang ada diladungku itu rasanya

benar-benar membangkitkan semangatku. Man jadda

wa jadda, siapa berusaha pasti akan memetik

32 Nah, itu adalah jalan dari ikan haruan. Itu bukan buatan manusia, tapi buatan Haruan. Jadi kamu coba pancing di sekitar situ, nanti pasti umpanmu akan dimakan.

Page 36: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

36

hasilnya. Tapi harus dengan cara yang cerdas” Pikirku

mendapatkan pelajaran baru.

Seiring perginya orang-orang yang tadi juga

tengah asik maunjun, aku dan Abah turut mengikuti

langkah mereka meninggalkan desa Handil Halabio.

Abah mengambil motornya di halaman rumah warga,

tempat ia menitipkan motornya tadi. Aku naik dan

duduk dibelakang. Aku dan Abah bergegas pulang.

Hari makin petang. Matahari sudah nampak kejingga-

jinggan. Motor yang kami naiki melaju beriring dengan

kawanan burung Tatapaian yang jua pulang menuju

kediaman mereka.

***

Page 37: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

37

Chapter 4

Lomba Tilawatil Qur’an

Matahari sudah merangkak turun dari ufuk.

Sebagaimana biasa, selain adzan subuh, di desa ini

selalu aku yang menjadi muadzin di masjid Sultan

Suriansyah. Sepertinya orang-orang tua kini sudah

enggan mengumandangkan adzan di masjid desaku.

Entah mereka terlalu sibuk atau memang urat leher

mereka yang sudah tak sanggup lagi untuk berteriak

nyaring-nyaring di michrophone masjid, aku juga tak

tahu, yang jelas akhir-akhir ini tak seorangpun dari

golongan tua yang mau datang ke masjid paling awal.

Semuanya takut jika datang pertama harus

mengumandangkan adzan. Hal ini terjadi semenjak

meninggalnya H. Ali, ta’mir sekaligus muadzin tetap

masjid ini.

Akupun berdiri seorang diri di dalam masjid,

tepat di depan mimbar kayu Ulin33 tua berwarna hitam

gelap. Sebuah michropohone sudah menancap

kencang di genggamanku. Dengan gerilya aku

lantangkan benar-benar suara melengking dari

tenggorokanku, membahana. Menembus senja kuning

hingga dikejauhan sana. Aku benar-benar ingin

meluapkan perasaan gelisahku tentang nasib malang

masjid ini yang mulai sepi dikunjungi setiap jamaah.

Entah dikunjungi dalam rangka menengok kembali

silam sejarah berdirinya masjid tertua di tanah

Kalimantan ini, atau berkunjung dalam rangka

33 Kayu Besi

Page 38: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

38

memakmurkan masjid dalam sembah sujud para

hamba yang bermukim tak jauh dari masjid. Aku tak

peduli apa kata orang. Aku berteriak sekeras-kerasnya

hingga tak sedikitpun terdengar seperti orang yang

tengah adzan. Melainkan lebih mirip seorang bocah

yang sedang meneriaki seruan “kebakaran”. Itu kata

ibuku yang pernah beberapa kali menegurku, silam.

Dan tak lama, beberapa ketukan langkah kaki

terdengar menapaki lantai kayu masjid Sultan

Syuriansyah yang sudah tak cekat. Aku melirik sedikit

ke belakang. Julak Adus. Itu artinya orang yang akan

jadi imam salat maghrib sudah datang. Aku merasa

puas karena teriakanku menuai hasil. Setidaknya ada

seorang Julak Adus yang kini mau mendatangi masjid

ini. Walau kadang kedatangannya hanya untuk

sekedar menegurku yang telah adzan dengan cara tak

wajar.

Beberapa orang ikut mengiringi langkah Julak

Adus. Tanpa menunggu terlalu lama, aku langsung

megumandangkan iqomat. Sejurs, salat khsyukpun

didirikan. Tak lama dari usai salat, listrik padam

seketika. Suasana langsung berubah menjadi gelap

gulita. Gemerlap bintang nan jauh di langit sana kini

mulai tampak sedikit lebih terang. Mungkin karena

kegelapana yang kini hadir menyelimuti desa secara

keseluruhan.

Dengan inisiatifnya yang selalu cemerlang,

Amad yang juga selalu hadir salat maghrib di masjid

desa, datang dengan lentera kecilnya. Entah kenapa

aku selalu salut melihat semangat sahabat kecilku

Page 39: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

39

itu. Ia tak ingin barang sekalipun ketinggalan untuk

belajar mengaji kepada Julak Adus.

“Ucai… ayooo..??!” Ajak Amad yang datang

kepadaku sambil menenteng Al-qur’an besar di tangan

kanannya yang bahkan lebih besar dari badan

mungilnya. Aku lihat sarung yang ia kenakanpun

hampir melorot. Ia tak bisa membenarkannya karena

tangan kirinya harus memegang sebuah lampu teplok

kecil.

Dengan kebandelan yang kumiliki, aku tarik

saja sarungnya. Tinggallah Amad dengan celana

dalamnya. Semua mata langsung tertuju kepada

Amad yang sudah terlanjur tak bisa berbuat apa-apa.

Semuanya terbahak melihat Amad yang terjahili oleh

kenakalanku. Cepat-cepat Amad menaruh lampu dan

Qur’an di tangannya lalu membenarkan sarungnya.

Wajahnya malu, tapi ikut tertawa. Beberapa saat

kemudian tiba-tiba telingaku terasa ngilu. Rupanya

tangan Julak Adus yang menancap di telingaku dan

memutarnya dengan cukup kencang.

“Ampun Julak, ampuuun.. ampuun..” teriakku

mengiba. Kini semua mata tertuju kepadaku dengan

tawa yang membahana. Ku lihat wajah Amad nampak

puas dan menertawakanku dengan kencangnya,

seolah membalas apa yang aku lakukan barusan

kepadanya.

“Huusss. Bahinipan… Bagian nyawa ni aur

bagaya haja. Bujur-bujur di masjid, daham bagayaan

Page 40: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

40

ja tarus.”34 Ucap Julak Adus, raut mukanya datar.

Semua langsung terdiam. Suasana seketika menjadi

hening.

Di masjid ini, sehabis salat maghrib kami

memang rutin mengadakan belajar memba Al-Qur’an

bersama, berenam. Aku, Amad, Hadri, Unuy, Anshar,

dan Udin. Siapa lagi kalau bukan julak Adus yang

mengajari kami.

Bagiku, julak Adus tidak hanya seorang bos

untuk kulakan buah, tetapi juga guru yang selalu

memberikan nasihat bijaknya saat diperlukan.

Dan hari ini, sebagaimana biasa, aku selalu

ditunjuk julak Adus untuk memulai mengaji. Itu

karena bagi beliau aku adalah murid yang paling

pandai membaca al-quran. Aku juga diajar berbeda

dari anak-anak yang lain. Jika yang lain hanya belajar

mengaji dan tajwid, maka aku jua diajarkan

bagaimana seni melagukan Al-qur’an dengan baik.

Kali ini, entah kenapa beliau ingin aku

membacanya dengan tilawah. Biasanya, karena

dihadapan anak-anak lain, aku hanya disuruh

mengaji dengan bacaan biasa, tanpa nada khusus.

Dengan pelan aku mulai membaca. Disuasana

hening, gelap gulita, dan hanya bertemankan dua

buah lampu teplok di tengah ruang masjid tua ini, aku

merasa ayat demi ayat yang kubawakan begitu

34 Huusss… diam. Kalian ini sukanya bercanda. Di masjid itu harus khusyuk, jangan bercanda terus.

Page 41: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

41

menyentuh hati bagi siapa saja yang mendengarnya.

Bahkan aku yang membawakan ayat itu seolah tak

merasa dan tak percaya bahwa itu suaraku sendiri.

Usai mebaca beberapa ayat, tiba-tiba tangan

seseorang menepuk bahu kananku dari belakang.

Hampir saja aku melompat karena kupikir itu setan

dari alam ghaib yang mau menarikku ke alamnya.

Setelah aku berbalik, ternyata itu adalah guruku

sendiri di MI, Pak Riduan.

Rupanya kedatangannya dari kampungnya,

desa Alalak, memang sengaja untuk mencariku. Ia

bilang tadi ia mencari aku di sekolah, tapi tak

bertemu. Sore tadi ia juga sempat mampir kerumahku

tapi aku sedang di rumah H. Undas, bekerja. Dan

malam ini, beliau sengaja datang ke desa Kuin untuk

menemuiku di masjid ini, karena beliau tahu aku

selalu belajar mengaji di sini sehabis salat maghrib.

Setelah bercerita bahwa akan ada lomba antar

siswa MI untuk memperingati pekan Rajabiyah, bulan

isra’ mi’raj, beliau memintaku untuk ikut mewakili

sekolah dalam acara yang diadakan se-kotamadya

Banjarmasin itu. Aku diminta ikut lomba tilwatil

qur’an.

Tapi, rasanya aku tak yakin. Aku belum

berpengalaman dengan acara seperti itu. Namun, Pak

Riduan berusaha memaksaku dengan alasan “supaya

memiliki pengalaman, makanya ikut.”.

Page 42: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

42

Aku menoleh wajah julak Adus. Ia hanya

mengangguk sambil tersenyum. Bagiku itu bukan

jawaban atas pertanyaanku.

Dengan bimbang, akhirnya aku terima juga

permintaan pak Riduan. Beliau memintaku untuk

berlatih rutin setiap hari, sebelum lomba akan

dilaksanakan minggu depan.

Kulihat Amad begitu antusias menyemangatiku.

Tapi, aku sendiri tak yakin dengan hal ini. Aku tak

menargetkan apa-apa. Bagiku, menang dan kalah

bukan apa-apa.

***

Selama seminggu ini, Amad masih terus setia

menyemangatiku. Ia selalu berkata kepada untuk

yakin bahwa aku pasti menang. Padahal, bahkan

hingga hari ini aku tak pernah sekalipun berlatih

secara intensif. Padahal acara tinggal dua hari besok.

Aku tak sempat. Aku tak ada waktu untuk berlatih.

Subuh hari aku harus berjualan di pasar terapung.

Dari pagi sampai siang aku harus sekolah. Dan sore,

aku di pabrik kayu H. Undas untuk bekerja sama

Abah. Maghrib aku harus belajar mengaji. Setelah itu

aku harus membantu umma memasak dan menjaga

adikku. Waktuku sudah habis untuk semua aktivitas

rutinku.

Page 43: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

43

“Yakin manang, Cai.. yakinlah nyawa35 tu..”

ucap Amad kepadaku bersemangat.

***

Dan pagi sudah menyingsing. Aku bangun lebih

awal dari biasanya. Bukan karena aku sangat

bersemangat. Tapi karena semalaman tadi aku tak

bisa tidur. Hari ini acara yang ditunggu-tunggu

banyak orang, tapi yang begitu tak kusukai sudah

tiba, pekan rajabiyah MI dan MTs se-kotamadya

Banjarmasin.

Berbeda dari hari biasanya, hari ini aku

dijemput pak Riduan dengan sepeda motor tua

kebanggaannya di rumahku, dan lalu langsung

menuju masjid raya sabilal Muhatadin, tempat acara

diadakan.

Ummaku nampak bingung dengan tanda tanya

besar di benaknya melihat aku yang dijemput ke

rumah oleh pak Riduan. Itu karena aku memang tak

bercerita kalau akan ikut lomba hari ini.

Suasana di tempat lomba sangat ramai. Tapi

bagiku begitu sepi. Aku tak memiliki kenalan

seorangpun di sini. Pak Riduan yang tadi datang

bersamaku jua tak tahu kemana perginya. Ia hanya

menunjukkan bahwa tempat lombaku di ruangan

sebelah Barat, dekat stasiun radio Sabilal Muhtadin.

Dan bila namaku sudah dipanggil, maka aku harus

35 Kamu

Page 44: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

44

langsung maju untuk tampil di panggung yang

disediakan, ucapnya lalu pergi entah kemana.

Waktu terus berputar. Hari semakin siang.

Namaku masih belum dipanggil. Dan Pak Riduan

masih belum datang. Hingga saat ini aku tak melihat

seorangpun yang ku kenal, bahkan rombongan dari

sekolahku sendiri. “Apa mungkin aku adalah

perwakilan satu-satunya dari sekolahku di acara yang

tak kuketahui ini?, hanya tahu namanya, Pekan

Rajabiyah MI dan MTs se-kotamdya Banjarmasin”.

Bahkan tak seorangpun memedulikanku yang

tengah sepi di dalam keramaian ini. Aku seperti orang

tersesat dan tak tahu harus berbuat apa. Dan setelah

nafasku seolah sudah diujung ubun-ubun, akhirnya;

“Peserta selanjutnya, Muhammad Khusairi dai

MI Kuin dipersilakan naik ke atas panggung..” ucap

MC pembawa acara.

Mendengar namaku dipanggil, akupun

bersegera memasang peci hitam yang dari tadi aku

gunakan sebagai kipas, karena udara siang ini begitu

terik menyengat.

Aku bergegas berlari ke atas panggung. Aku tak

peduli semua mata yang menatapku dengan heran.

Mungkin heran melihat aku yang kumal ini datang

darimana dan dari sekolah mana, bahkan tanpa

seorang pendamping. Hanya selembar kartu peserta

yang meyakinkan panitia bahwa aku juga merupakan

peserta acara ini.

Page 45: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

45

Setelah sampai dipanggung, aku berduduk dan

menenangkan diri sesaat. Aku mencoba mengatur

nafasku yang terengah-engah agar tenang. Seetelah

tenang, dengan didahului salam kepada seluruh

hadirin, aku mulai membuka bacaanku dengan

ta’awudz serak, pelan, dan meyakinkan.

Ku pandangi semua mata hadirin yang kini

tengah terkesima. Dalam hati aku berucap “Horeee,

aku berhasil membuat mereka semua terdiam.”

Aku terus melanjutkan dengan tenang. Aku

mencoba menghayati dengan perlahan. Beberapa bait

ayat kulalui dengan penuh kekhidmatan. Dan setelah

semua ayat selesai kubawakan, aku menutup kembali

pertunjukkan dengan salam.

Sesaat lamanya, semua mata masih terdiam.

Aku turun dari panggung dan langsung melarikan diri

dari keramaian. Beberapa sudut ku datangi untuk

menemukan sosok pak Riduan. Dan akhirnya beliau

kutemukan dikerumunan para peserta lomba pidato.

Rupanya dari tadi ia ada di situ untuk mendampingi

Zulkifli, teman sekelasku yang juga mewakili

sekolahku dalam lomba pidato.

Rupanya sehabis mengantarku ke masjid, pak

Riduan kembali ke sekolah untuk menjemput Zulkifli,

karena tak ada guru lain yang mau mengatarkan

Zulkifli ke acara ini. Entah mengapa, aku tak tahu

alasannya. Padahal di sekolah masih ada guru lain

yang juga memiliki kendaraan.

Page 46: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

46

Hanya saja, aku bisa berkesimpulan, mungkin

guru lain tak begitu mendukung dengan keikutsertaan

kami dalam acara ini. Aku dapat cerita dari Zul bahwa

ide untuk ikut serta dalam lomba inipun sebenarnya

adalah ide pak Riduan sendiri, tanpa dukungan dari

guru lain. Zul bilang guru lain tak seorangpun yang

mendukung dengan tindakan. Mereka hanya

mendukung dengan perkataan saja. Bahkan ada yang

meremehkan bahwa sekolah kami pasti kalah oleh

sekolah lain yang lebih maju.

Kasian sekali pak Riduan. Tapi, bagiku yang

penting, kami sudah berusaha dengan semampu

kami.

Akhirnya, selesai lomba kamipun diantar

pulang ke rumah secara bergantian. Pertama pak

Riduan mengantar Zul ke rumahnya. Setelah itu

beliau kembali ke masjid Sabilal, tempat pekan

Rajabiyah diadakan untuk menjemput dan

mengantarku ke rumah.

***

Page 47: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

47

Chapter 5

Kapuhunan

Terik mentari serasa benar-benar menyengat

kulit siang ini. Dikejauhan sana, semua benda seperti

meleleh akibat fatamorgana yang muncul di atas aspal

jalanan yang tengah terpanggang. Langkah cepat kaki

seorang bocah yang sedang berlari entah kemana mau

menuju itu seolah tak memedulikan panasnya

matahari di atas sana. Wajah bocah itu nyaris

seutuhnya dipenuhi peluh keringat yang menyeruai.

Amad. Bocah itulah yang tengah berlari sampai

terengah-engah. Wajahnya nyaris pucat. Tapi senyum

dimulutnya mengisyaratkan kalau dia punya kabar

baik hari ini. Setelah mengetuk pintu rumahku yang

tengah terbuka sebagai formalitas etika, Amad masuk

tanpa pamit. Umma yang tengah memasak di dapur

juga tak menggubris Amad yang masuk ke rumahku

tanpa salam. Itu karena Amad memang sudah sangat

akrab dengan keluarga kami.

Ia duduk tepat disampingku. Nafasnya

terengah-engah. Bau keringatnya seperti ban bekas

yang baru saja hangus terbakar. Ia hanya tersenyum

sambil menatapku yang tengah sakit sejak tiga hari

ini.

“Cai.. Nyawa juara Cai ay. Nyawa manang…

Nyawa manang lomba samalam. Nyawa Juara satu.

Page 48: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

48

Cai ay…36” ucapnya berteriak-teriak sambil

menggoyang-goyangkan badanku yang lemas tak

berdaya. Amad juga bilang kalau Zul meraih juara

tiga. Berita baik. Tapi aku tak bisa mengekspresikan

kegembiraanku di tengah sakit yang mendera ini. Aku

hanya bisa membalas kabar baik dengan tersenyum

kaku, tanpa suara. Air liur ku pahit. Bibirku ngilu dan

kering. Aku tak bisa berkata-kata.

Sudah tiga hari ini aku terkulai lemah. Kata

Julak Ulay, tabib tradisional di desaku, aku

kapuhunan37 karena tiga hari yang lalu aku berjalan di

dekat kuburan, di ujung desa, saat senja dan tanpa

permisi. Sebagai masyarakat yang masih tergolong

tradisional, aku dan keluarga sangat memercayai

argumentasi dari julak Ulay itu. Sampai sekarang,

orang Banjar yang tergolong masih tradisionalis

meyakini bahwa ketika seseorang berjalan di suatu

waktu atau tempat yang ditunggui oleh makhluk

halus dan berbuat hal yang tidak menyenangkan atau

lupa permisi, maka orang itu segera akan jatuh sakit

karena katulahan38 sehingga akhirnya kapuhunan.

Amad berlalari ke dapur, menemui umma. Ia

bercerita kalau kemarin aku ikut lomba dan menang.

Ummaku setengah heran. Itu karena aku tak pernah

cerita tentang lomba itu.

36 Cai.. kamu juara Cai. Kamu menang lomba kemarin. Kamu juara satu, Cai… 37 Mitos orang banjar =sakit karena menolak pemberian atau karena kesambet makhluk halus 38 kualat

Page 49: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

49

Aku tak yakin, tapi wajah umma menampakkan

rasa bahagianya. Ia berhenti sejenak dari

kesibukkannya. Ia menghampiriku dengan senyum

dinginnya dan lalu mengelus keningku lembut.

Beberapa saat, Amad baru sadar kalu aku

tengah sakit. Wajahnya yang tadi begitu cerah kini

menjadi murung. Samar-samar kudengar ia bertanya

kepada ummaku tentang keadaanku. Umma hanya

bilang singkat bahwa aku kapuhunan karena dirawa

urang halus39.

Semakin lama, suara mereka semakin samar.

Penglihatanku rasanya semakin kabur. Sedetik, dua

detik, tiga detik, dan detik terus berlalu….

Penglihatanku semakin terasa aneh, cerah,

gelap,cerah, dan kembali gelap. Beberapa waktu,

akupun tak tau apa yang tengah terjadi.

***

Mataku terbuka. Situasi dan ruangan bagitu

terasa asing. Tak pernah sebelumnya ada selimut

putih di tempat tidurku. Sejenak menyimak, aku baru

sadar, ini rumah sakit.

Di sampingku Nampak umma yang tengah

tertidur sambil menungguiku yang rupanya sempat

tak sadarkan diri.

Beberapa waktu kemudian, umma terbangun.

Ia bilang, kemarin aku pingsan di tempat tidur tak

39 Kesambet makhluk ghaib

Page 50: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

50

lama sedari kedatangan Amad ke rumah. Yang aku

heran, ada angin apa umma membawaku ke rumah

sakit. Aku memang sering terserang sakit, korengan,

meriang, gatal, dan penyakit kampung lainnya. Tapi,

tak pernah sekalipun aku pernah dibawa ke rumah

sakit. Biasanya Cuma dibawa ke tabib kampung,

Julak Ulay, atau paling hebat sekali ke puskesmas

desa. Itu juga dengan surat rujukan keluarga kurang

mampu dari kepala desa.

“Kenapa sekarang aku dibawa ke rumah sakit?,

memangnya umma punya uang untuk membayar

biaya rumah sakit?. Atau penyakitku sangat parah

hingga harus dibawa ke rumah sakit?” gumamku

dalam hati.

Beberapa saat, ku lihat pak Riduan masuk dari

balik pintu diiringi beberapa temanku, Amad, Zulkifli,

dan beberapa teman sekelsaku yang lain. Dari

pembicaraan pak Riduan dan umma, akupun mengerti

bahwa keberadaanku di rumah sakit ini atas

tanggungan Kepala sekolahku, pak Rahmadi.

Bibirku masih terasa ngilu. Tulang rahangku

serasa keram bercampur sakit. Bahkan sekedar

membuka mulut untuk makanpun aku tak sanggup.

Samar-samar ku dengar, umma minta kepada

pak Riduan agar aku segera dibawa pulang saja. Ia tak

ingin merepotkan pak Rahmadi yang telah bersedia

menanggung biaya perawatanku. Kulihat wajah Abah

yang baru saja datang dari apotek rumah sakit utnuk

menebus obat nampak mengisyaratkan bahwa ia

Page 51: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

51

merasa tak nyaman karena aku sakit. Tak nyaman

hati karena keluarga kami jadi merepotkan pak

Rahmadi.

Setelah negosiasi yang cukup lama, akhirnya

aku dipulangkan dan diantar dengan mobil oleh pihak

rumah sakit.

Sebelum pulang tadi pak Riduan

menyempatkan bilang selamat kepadaku. Ia bilang

piala dan sertifikat lomba sudah ia serahkan kepada

umma. Aku hanya mengangguk. Aku masih belum

bisa membuka mulutku untuk bicara.

Hari sudah malam. Keadaanku sudah terasa

lebih baik. Di tengah dingin malam yang menyelimuti,

tak terasa air mataku menetes dengan sendirinya.

Entah karena apa. Aku tak tahu. Apa karena

keharuanku dengan guru-guru dan teman-temanku,

atau karena keberhasilanku dilomba itu, atau karena

keadaan keluargaku yang miskin ini hingga aku

rawan merepotkan orang lain. Entahlah... semuanya

campur aduk rasanya.

***

Page 52: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

52

Chapter 6

Hilang

Sudah satu minggu aku tak masuk sekolah.

Tadi pagi pak Riduan datang ke rumah untuk

menemui orang tuaku. Rupanya setelah satu minggu

aku tak hadir, baru pihak sekolah sadar tentang

ketidak hadiranku.

Semenjak aku mulai pulih dari sakit, kini

giliran abah yang jatuh sakit. Tak jauh beda

denganku, kata Julak Ulay, dia juga kapuhunan

karena membuang makanan di tempat yang tidak

seharusnya.

Antara percaya dan tidak dengan takhayul lama

keturunan nenek moyangku itu, secara perlahan

pikiranku terasa menerima begitu saja fenomena itu.

Itu karena aku jua pernah merasakan sakit yang

tergolong aneh seperti itu.

Tak penting apakah benar atau itu hanya

takhayul semata, yang jelas imbasnya adalah aku

harus bekerja ekstra di pabrik kayu H. Undas dan

berdagang buah dari subuh sampai pagi di pasar

terapung. Dan siangnya aku harus berjualan kue di

pasar Alalak bersama umma karena abah saat ini tak

bisa pergi bekerja. Mau tak mau aku harus

meliburkan sekolahku. Umma juga melarangku

membaca buku saat membantunya di warung. Walau

begitu, aku selalu berusaha mencuri-curi kesempatan

untuk membaca buku sekolah.

Page 53: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

53

“Ucai napa kada tulak ka sakulah? Sudah

samingguan ha pulang?40” Tanya pak Riduan saat

bertemu denganku di warung umma, di pasar Alalak.

Kehadiran pak Riduan itu aku benar-benar

aku harapkan. Itu supaya aku ada alasan untuk

berangkat sekolah. Tapi sayang, wajah umma

menjadikan aku sedikit kecewa. Ia bilang aku harus

membantunya di warung Alalak untuk berjualan.

Menurutnya menolong orang tua itu lebih utama

daripada sekolah.

Aku tak begitu mengerti tentang prioritas,

apakah aku harus sekolah atau membantu orang tua.

Yang aku selalu tahu, aku harus berbakti kepada

kedua orang tuaku, “karena surga dibawah telapk

kaki umma” Dan itu ujar pak Riduan sendiri di

sekolah.

“Meski harus mengorbankan cita-citaku...”

bisikku dalam hati menyikapi keadaan, kecewa.

Entahlah yang mana yang benar. Yang jelas,

abah sakit, dan aku harus menolong umma untuk

dapat duit dan bisa membawa abah ke dokter.

Kulihat wajah pak Riduan sedikit kecewa. Tapi,

ia tak mungkin berdebat dengan umma. Aku tahu pak

Riduan tak berani dengan umma. Aslinya bukan

kepada umma, tapi ia takut sama abah. Itu karena ia

pernah dimarahi abah saat mengajakku berkunjung

40 Ucai kenapa tidak ke sekolah? Sudah satu minggu pula?

Page 54: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

54

ke perpustakaan daerah yang menyebabkan aku

harus pulang sore dan tak bisa membantu pekerjaan

umma di rumah.

Mungkin kalimat umma “membantu orang tua

itu lebih utama daripada sekolah” itu adalah kalimat

abah yang dijiplaknya. Aku tahu itu karena pertama

kalinya aku mendengar kalimat itu keluar dari mulut

abah saat marah kepada pak Riduan.

“UCAII..!!!??? JANGAN LUPA BELI ES BATU DI

ACIL JUMI…!!” teriak umma dari warung kepadaku

yang tengah berdiri di depan warung julak Ami untuk

membeli gula.

Aku bergegas menyelipkan buku sekolahku di

balik baju agar tak kelihatan umma dan ia tak marah

kepadaku.

Sejatinya, umma bukanlah orang yang

pemarah. Meski aku merasa ia juga bukan orang yang

ramah. Tapi semenjak abah sakit, ia jadi terlihat lebih

sensitif.

Dan tiba-tiba, sepeda phoenix tua dengan

bannya yang besar menghalangi langkahku.

Pengendaranya seorang bocah, Amad.

“Kanapa nyawa kada ka sakulahan

samingguan nih?.41” tanya Amad padaku. Kakinya

membenarkan kuda-kudanya di pedal sepeda

besarnya.

41 Kenapa kamu gak ke sekolah selama satu minggu ini?

Page 55: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

55

“Aku mandangani ummaku badagang. Kanapa

garang?42” Balasku sambil menahan silau mentari

yang datang dari belakang wajah Amad.

“Nyawa dicarii pak Rahmadi.43” Jawabnya.

Aku menoleh ke tempat lain. Aku merasa

bersalah. Tapi aku juga merasa senang karena

ternyata ada yang memerhatikan aku yang tak masuk

ke sekolah sudah beberap hari ini. Aku masih diam,

tak tahu harus menjawab apa.

“Aku handak nukar nyiur dahulu lah...?!44“

Sambungnya dan lalu pergi dari hadapanku.

Aku hanya mengangguk, dan masih diam. Aku

tahu sebenarnya Amad mengerti kenapa aku tak

masuk sekolah selama seminggu ini. Pertanyaannya

tadi kupikir hanya basa-basi untuk mengingatkan aku

bahwa sebenarnya aku memiliki kewajiban sebagai

seorang generasi muda negeri ini, yakni sekolah.

Hatiku jadi bergetar. Rasanya aku ingin minta

izin kepada umma untuk kembali masuk ke sekolah

besok. “Masalah Abah?” bisik nuraniku yang lain tiba-

tiba. Aku tidak tega mebiarkan umma bekerja sendiri

di pasar. Dan aku tak rela jika aku tak membantu

umma. Aku takut pikiran abah akan semakin

terbebani.

42 Aku membantu ibuku berdagang. Kenapa memangnya? 43 Kamu dicari pak Rahmadi 44 Aku mau beli kelapa dulu ya..?!

Page 56: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

56

Dan.... Aku dapat sebuah pemikiran. Aku

mempercepat langkah kakiku, dan lalu berlalri

menyusul Amad. Aku ingin bilang kepadanya kalau

aku ingin gantian masuk sekolah dengannya. Jadi

hari ini aku sekolah, dan Amad yang membantu

umma. Besoknya aku membantu umma dan Amad

yang ke sekolah.

Setelah bertemu dengannya, ia sepakat dengan

alasan, aku tak boleh memberitahukannya kepada

orang tua Amad. Aku segera bilang kepada umma

rencanaku. Dan dengan segenap bujukanku juga

Amad, akhirnya ia mau jua memberi izin.

Aku dan Amad bertatapan. Ia tersenyum dan

mengangkat tangannya kepadaku, memberikan

isyarat untuk kompak45. Aku langsung faham dan

menyambutnya dengan semangat.

Senja sudah menguning. Arus sungai Alalak

dan Kuin mulai melambat. Binar mentari tertampak

mengkilau jingga di permukaan arus sungai. Haripun

kini semakin menuju gelap. Sebentar lagi mahgrib

tiba. Aku mendayung sepeda bersama umma. Aku

mendayung sepedaku sedikit lebih kencang

mendahului umma. Aku harus segera sampai rumah

lebih dulu.

“Aku harus mandi, dan segera berangkat ke

masjid untuk belajar mengaji kepada julak Adus..”

ucap batinku.

45 Tos (anak muda)

Page 57: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

57

***

Page 58: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

58

Chapter 7

Piala

Hari ini adalah hari kelima belas semenjak

abah sakit. Tapi tak ada tanda-tanda sedikitpun

beliau bakal sembuh. Kami juga tak berani

membawanya ke rumah sakit agar mendapatkan

perawatan yang lebih baik. Selain karena kami tak

punya biaya, abah juga akan marah jika dirinya di

bawa ke rumah sakit. Itu karena ia sangat benci

dengan yang namanya Rumah Sakit. Entah apa

lasannya, aku tak tahu.

Selama seminggu ini aku menjalani sekolahku

secara rahasia. Strateginya berubah. Agenda selang-

seling masuk ke sekolah dan membantu umma di

pasar bersama Amad dibatalkan. Itu karena kakaknya

Amad, Rukayah bersedia membantu umma untuk

berjualan di pasar. Maka aku dan Amad bisa sekolah

dari senin sampai sabtu. Tapi tetap, tanpa

sepengtahuan abah.

“Alhamdulillah.. Akhirnya umma mendukung

sekolahku.. ”Gumamku sambil berdiri di atas batang,

menatap langit cerah pagi ini.

Dari sini, batang rumahku, Ku lihat Amad yang

tengah berdiri di batang rumahnya melambai-

lambaikan tangannnya kepadaku sambil menggosok

gigi. Busa pasta gigi nampak berceceran hingga ke

tangan dan bajunya.

Page 59: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

59

Aku ikut melambaikan tangan sambil

tersenyum, menggosok gigi pula. Dan lalu, aku turun

dari rumah dengan segera tanpa mengenakan pakaian

sekolah, biar abah tak tahu kalau akau pergi ke

sekolah. Ia tahunya aku membantu umma berjualan

di pasar. Nanti di masjid Sultan Suriansyah baru ku

ganti bajuku dengan seragam sekolah.

Entah kenapa, beberapa hari ini aku senang

sekali melihat piala juara satu lomba tilawtil Qur’an

yang ditaruh umma dilemari kecil tua ruang tamu

rumah. Mungkin sengaja ditaruh umma di sana untuk

memperlihatkan rasa banggaannya kepada tamu yang

masuk ke rumah kami. Aku tersenyum sendiri. Baru

beberapa hari ini aku sadar bahwa ternyata aku

punya kebisaan dan kebanggaan. Ya, tilawatil qur’an.

Hanya saja, hari ini rasanya berbeda. Benda

yang membuat aku selalu tersenyum kala menatapnya

itu kini sudah tak ada. Umma bilang kemarin piala itu

ia jual ke tukang loak untuk menambah kekurangan

duit beli obat abah.

Aku hanya merasa aneh. “Kok ada tukang loak

mau membeli piala dari umma?.” Dan aku juga

merasa aneh, “Kok umma menjual piala, bukti

kebanggan yang pernah aku torehkan?. Bukankah itu

sesuatu yang berharga bagiku? Apa umma tak

menghargaiku atau ia tak cukup faham untuk

memikirkannya?” ucapku dalam benak.

Saat ku tanyakan, umma hanya bilang “Apalah

artinya piala, nanti kamu malah jadi sombong. Yang

Page 60: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

60

penting kamu bisa ngaji..” ucapnya singkat tanpa mau

dikritisi.

Aku memang tak punya kewenangan untuk

mengkritisi umma. Tapi memang kadang apa kata

umma ada benarnya. “Biarlah, yang penting mudahan

abah lekas sehat” pikirku melupakan piala itu.

“Nyawa kada makan dahulu kah, Cai?46” Tanya

umma melihat aku yang buru-buru turun dari rumah.

“Kada ma ay. Ulun basangu nasi wan iwak

karing nih.. kaina makan di sakulahan haja gen..47”

jawabku sekenanya. Dan beberapa saat, aku baru

sadar kalau tengah keceplosan bilang “Kaina makan di

sakulahan haja gen.48”

Aku menatap umma. Wajahnya berubah seolah

memberi isyarat kalau ia takut sebuah rahasia

terbongkar dan diketahui oleh abah. Untungnya abah

masih tertidur saat itu, dan aku selamat. Aku lekas-

lekas turun dari rumah.

Mungkin, jika abah tau aku tak membantu

umma, dan apapun itu alasanya, ia pasti akan marah

besar. Dan jika ia sehat, maka aku akan dipukulnya

habis-habisan.

46 Kamu tidak makan dulu ya, cai? 47 Tidak Bu. Saya bawa nasi dan ikan asin kok. Nanti dimakan di pas sekolah saja. 48 Nanti dimakan di sekolah saja.

Page 61: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

61

Aku tak mau ambil risiko. Aku takut nanti abah

bangun dan ternyata ia mendengar ucapanku

barusan. Segera aku mengambil sepatu bututku dan

berlari menuju masjid Sultan. Dan seorang bocah

nampak ikut berlari membuntutiku. Rupanya sejak

tadi ia sudah berdiri di depan rumahku untuk

menungguku berangkat ke sekolah.

Amad, dengan gayanya yang khas ia berkata

padaku “Balajuan kah kita ka sakulahan...??49”

dengan alisnya yang mengangkat. Senyumnya

mengembang.

“Ayooo...” jawabku lantang seraya membalas

senyumnya.

Dan dua bocah liar pun terus berlari dengan

semangat yang berapi-api, demi sebuah harpaan, demi

sebuah pendidikan, demi sebuah masa depan.

***

Ujian akhir tinggal satu bulan lagi. Semua

anak-anak sekolah SD atau MI yang sudah kelas

enam pasti memiliki perasaan yang sama, gugup dan

cemas. Beberapa temanku yang memang dari keluarga

mampu sudah mulai sibuk dengan ikut bimbingan

belajar. Tapi tidak bagi aku dan Amad. Bagi kami yang

memang dari keluarga tidak mampu, mana mungkin

ikut bimbingan belajar di lembaga-lembaga bimbel.

Tapi yang uniknya adalah, entah kenapa aku tak

49 Berani lari adu cepat sampai ke sekolah?

Page 62: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

62

merasa sedikitpun gugup bakal tidak lulus ujian akhir

Negara. Begitu pula Amad. Entah karena alasan apa ia

tidak pernah barang sekalipun menampakkan

sedikitpun wajah gugupnya.

Bahkan saat ditanya tentang UAN, Amad hanya

bilang “Tabila garang UANnya?50”.

Dan ketika aku bilang tinggal sebulan lagi, dia

malah menjawab “Bah hay, masih lawas banar lagi..51”

Meski begitu, mungkin jika melihat dari aspek

cara berpikir keluarga kami yang hampir sama, Amad

mungkin beranggapan UAN ini tak penting. Sebab,

orang tua kami hampir memiliki pemikiran yang

sama. Habis lulus MI ini kami harus bekerja

membantu mereka. “Kada usah gen sakulah tinggi-

tinggi… Amun sama haja jua, mancari gawian wahini

jua ngalih52..” ucapan yang selalu abah katakan

kepadaku.

Bagiku, pernyataan abah yang seperti itu

sangat wajar. Sebab, abah sendiri memang hanya

lulusan SD, jadi mungkin cara berpikirnya memang

tersetting seperti itu.

Tapi, aku harus siap dalam menghadapi UAN

ini. Meski kadang agak sedikit pesimis, sebenarnya

aku ingin melanjutkan sekolahku. Aku pesimis, sebab

aku tak punya cukup uang untuk melanjutkan

50 Memangnya kapan UANnya? 51 Alahay, masih lama rupanya.. 52 Susah (Banjar)

Page 63: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

63

sekolah. Ditambah lagi aku punya orang tua yang

memiliki pandangan bahwa sekolah itu cukup sampai

MI saja. Tamat MI harus cari duit.

“Ya Allah, bukakanlah pintu hati abah untuk

mengerti keinginanku ini..” bisikku dalam hati.

***

Dan hari terus berganti. Sudah tiga minggu

berjalan. Aku masih merasa belum siap untuk

menghadapi Ujian Negara. Tapi, tak mungkin untuk

mengundur waktu agar aku bisa lebih lama

menyiapkan diri.

Sejauh ini, aku hanya bisa membaca semua

materi yang telah dipelajari lewat buku tulisku sendiri

dan membaca buku di perpustakaan sekolah, meski

buku-buku yang kubaca itu sudah tidak zamani lagi,

tidak up to date kalau kata orang kuliahan.

”Apa pihak sekolah tidak memerhatikan

tentang buku-buku yang ada di perpustakaan

sekolah?, atau tidak mengetahui kalau buku yang ada

itu adalah buku-buku tua, Pak?” Tanyaku kepada pak

Riduan tempo lalu.

Pak Riduan hanya bilang kalau sekolah

memang tak punya cukup dana untuk

memperbaharui koleksi perpustakaan, sedang

bantuan dari pemerintah hanya pada sekolah-sekolah

tertentu. “Tidak sampai ke sekolah kita” ungkapnya.

Page 64: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

64

Dan silih berganti waktupun menghantarkan

kami pada ujian Negara yang selama ini digugupkan

semua siswa kelas enam semua sekolah, kecuali aku

dan Amad.

Rasanya aku bahkan tak merasakan perbedaan

UAN ini dengan ujian-ujian lain yang pernah aku

tempuh. Yang kupikirkan saat ini hanya apakah aku

bisa melanjutkan sekolahku atau tidak.

Saat kutanya kepada Amad, “Nyawa

manarusakan sakulah kamana pulang imbah ini?53”.

Amad malah bilang dengan polosnya “Tasarah abahku

haja, Cai ay..54”.

Dan aku hanya bisa menggelengkan kepala

mendengar jawaban polos darinya.

Aku tak faham apa yang tengah ia pikirkan.

Yang jelas, bahkan wajahnya tidak menampakkan

kegugupan atas UAN yang akan kami hadapi selama

seminggu ini. Tapi aku yakin, sebenarnya Amad sudah

mempersiapkan dirinya untuk hari penentu kelulusan

kami ini. Aku yakin, karena aku sangat mengenal

sosok Amad yang selalu semangat untuk belajar, dan

bersemangat untuk meraih mimpinya. Ya, sama

sepertiku yang ingin meraih mimpiku hingga menjadi

seorang sarjana.

“Amaaad… Amaaad… Kita pasti bisa meraih

mimpi itu…“ Bisikku dalam hati, tersenyum.

53 Kamu melanjutkan sekolah dimana setelah lulus ini? 54 Terserah sama bapakku saja, Cai

Page 65: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

65

***

Page 66: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

66

Chapter 8

Surat Nasib

Hari ini hatiku terasa berdebar. Tanganku

serasa lunglai untuk digerakkan. Saat aku

mengangkat tas bututku yang seleweran dengan

bekas-bekas jahitannya yang kini sudah mulai hancur

berhamburan, rasanya tanganku bergetar. Kakiku

kesemutan. Jantungku berdegup kencang. Entah

mengapa hari ini aku merasa tak yakin dengan diriku

sendiri. Meski begitu, aku harus menghadapinya.

Menghadapi kenyataan bahwa hari ini adalah

pengumuman UAN yang diadakan serentak di seluruh

Indonesia. Serentak katanya, tapi tetap saja waktunya

berbeda antar sekolah, pikirku mengkritisi dan

menganggap pendapatku itu yang paling benar.

Jam dinding itu seolah memandangi aku yang

tengah terpaku menatapnya sejak satu jam yang lalu.

Aku kaku. Ummaku berteriak dari batang sambil

mengebaskan pakaian basah yang tengah ia cuci.

“Kanapa nyawa baungutan di situ haja?. Lajui

tulak. Hari ini pangumuman lulus kalu?55”

Suaranya cukup jelas ku dengar karena jarak

antara batang dan rumah ku yang sangat kecil ini

cukup dekat.

55 Kenapa kamu berdiam diri saja di sana? Cepat berangkat. Bukannya hari ini pengumuman kelulusan?

Page 67: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

67

Aku masih diam tanpa menoleh dan tanpa

menyahut pertanyaannya. Bagiku, ini adalah

pembuktian. Jika aku lulus, maka aku punya alasan

untuk melanjutkan pendidikanku ke sekolah

impianku, MTsN Banjarmasin. Jika tidak, maka Abah

pasti semakin membenarkan alasannya untuk tidak

menyekolahkan aku ke jenjang yang lebih tinggi. Dan

jerih payahku selama ini akan sia-sia. Yang paling

parah aku tak punya masa depan. Aku akan

selamanya menjadi pedagang buah di pasar terapung.

Selamanya menjadi kuli. Dan selamanya takkan

pernah meraih cita-citaku yang terlanjur ku tuliskan

tinggi-tinggi di ujung langit Borneo56 ini.

Dan,,,, pintu rumahku terbuka. Aku yang

masih memandangi jam dinding dan membelakangi

pintu rumah segera menoleh. Amad. Sahabatku itu

dengan polah polosnya mencokolkan kepalanya,

menengak-nengok dari balik pintu rumahku sambil

bingung memandangi aku yang terpaku. Tatapannya

konyol. Ia seolah orang yang tak punya beban hidup

sebesar biji zarahpun. Dengan lugunya dia berucap

kepadaku

“Lajui tulakan, Cai. Hari ini kita balulusan kalu di

sakulahan… Jadi sungsung bulikan. Aku handak

balumba di parak jukung ganal, parak rumah Anur”57.

56 Borneo=Kalimantan 57 Cepat berangkat, Cai. Hari ini kita bakal ada acara kelulusan di sekolah… Jadi pasti cepat pulangnya. Aku mau berenang di dekat Jukung besar, di dekat rumah Anur.

Page 68: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

68

Tanpa sadar, dari baris bibirku terumbar

senyum. Entahlah, aku jua tak tau kenapa. Yang

pasti, aku merasa selalu ikut bersemangat acap kali

memandangi wajah sahabatku yang penuh semangat

itu. Dengan isyarat tangannya, Amad mengajakku

segera berangkat. Aku ke dapur. Setelah berpamitan

sama umma, aku dan Amad berlalri menyisiri jalanan

aspal desa untuk berangkat ke sekolah. Aku masih

gugup. Jantungku belum stabil berdetak. Dari tadi ku

pandangi wajah Amad yang nampak masih dengan

riang candanya.

“ Nyawa lulus ni kamana?58” Tanya Amad

sambil menghentikan langkah kakinya. Tanganya

seolah mencari sesuatu dari balik sepatu bututnya. Ia

mengeluarkan beberapa kerikil kecil yang sejak tadi

berada di dalam sepatu, mengganggu jalannya.

“Kada tahu..59” balasku pesimis. Aku

menunduk sambil mensejajarkan langkahku

dengannya. Tak sengaja kulihat sepatu bututku yang

sudah dijahit itu kembali menganga lebar.

Benakku merasa heran. Aku tak tahu entah

karena habis makan apa sehingga Amad bertanya hal

demikian. Tidak biasanya ia membicarakan tentang

masa depan. Yang ku kenal, Amad adalah bocah yang

menjalani hidup apa adanya. Tak neko-neko. Cukup

menjalani hidup seadanya, itu prinsip hidupnya yang

ku tahu untuk Amad yang ku kenal.

58 Kamu sehabis lulus ini melanjutkan sekolah kemana? 59 Tidak tahu

Page 69: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

69

“Ay?. Nyawa kada disuruhakan abah nyawa

kah handak sakulah kamana?60” balasnya. Amad

melanjutkan langkah kakinya. Aku mengiringi dengan

kembali heran akan pertanyaan keduanya. Sekali lagi

ia membuatku bertanya-tanya.

“Amad tadi pagi makan apa? Kok hal yang ia

bicarakan tidak seperti biasanya.” Pikirku sambil

menatapnya heran dan menggaruk-garuk kepalaku

yang sebenarnya tak gatal.

“Jadi sakulah kamana?61” Ucap Amad kedua

kalinya sambil menyenggolkan tangannya kepadaku

yang sejenak terdiam.

“Eh…” Aku tersentak seperti orang bodoh. “Aku

handak sakulah ka Tsanawiyah Banjarmasin, Mad ay.

Tapi kada tahu lagi. Mun dibulihakan jadi. Mun kada

dibulihakan ya kada kawa ay. Lawan jua mun ada

duitnya. Mun kadada ya kada kawa ay…”62 balasku

sambil terus melangkahkan kaki dan menendang

botol aqua kosong yang bergeletak sembarangan di

jalanan.

Ku toleh, Amad terdiam. Ia hanya mengangguk

sambil tetap menfokuskan pandangannya ke depan.

6060 Lho? Apa kamu tidak disuruh oleh abahmu untuk melanjutkan sekolah kemana? 61 Jadi, mau sekolah kemana? 62 Aku ingin sekolah ke MTs Banjarmasin, Mad. Itupun kalau diizinkan. Kalau diizinkan ya aku lanjut, kalau tidak ya mau bagaimana lagi. Tapi itupun kalau ada uang. Kalau tidak ada, ya tidak jadi.

Page 70: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

70

Wajahnya seolah memikirkan sesuatu untuk

membantu keinginanku.

“Nyawa pang, Mad? Manyambung kamana

Nyawa nih pinanya?63” ucapku balik bertanya. Aku

ingin tahu apakah Amad yang selama ini ku kenal

easy going64 itu memiliki visi dan misi masa depan.

Apalagi hari ini tak biasanya ia bicara tentang sebuah

rencana masa depan.

“Unda kah, Cai..?” Ia malah balik bertanya.

“I ih… Mbah pang siapa lagi?65.” Balasku

setengah jengkel karena pertanyaanku dibalasnya

dengan pertanyaan pula.

“Unda handak ka Tsanawiyah Banjarmasin

jua66. Hahahahaha…” balasnya tertawa terbahak

tanpa memedulikan orang yang tengah lalu lalang

bersepeda memandang ke arahnya.

“??????” benakku dipenuhi tanda Tanya.

Apa yang ia tertawakan? Bukankah tidak ada

yang lucu dari pembicaraan ini?” Pikirku bertanya-

tanya. Aku mencoba mengingat-ingat dari awal semua

yang kami bicarakan. Dan bagiku, tak ada yang lucu.

Lantas kenapa dia tertawa begitu kerasnya?” benakku

kembali bertanya kepada batinku sendiri.

63 Kalau kamu? Akan melanjutkan kemana rencananya? 64 santai 65 Iya. Memangnya siapa lagi? 66 Aku ingin ke MTs Banjarmasin juga.

Page 71: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

71

“Mad.. kanapa nyawa tatawa-tawa kaitu?67”

ucapku penasaran sambil menyenggolnya dengan siku

sebelah kiriku. Amad menoleh. Ia berusaha

menghentikan tawanya, namun masih cekikikan. Aku

menggeleng heran. “Amad sudah GILA” Pikirku.

“Kada ay…68 “ Balasnya yang mempercepat

langkah kakinya dengan tergesak-gesak. Aku

mengikuti langkahnya yang mulai melaju. Amad

berlari, aku ikut berlari. Aku masih penasaran kenapa

ia tertawa terbahak-bahak seperti itu. Apa ia

menertawakanku? Apa ia menertawakan ketidak

yakinanku? Apa ia menertawakan dirinya yang penuh

keyakinan bakal bisa melanjutkan sekolahnya ke MTs

yang selama ini kami inginkan?...

***

TENNNGGG….TEENNGG..TEEENNGG..!!

Lonceng sekolah meneriaki Aku dan Amad yang

hampir saja terlambat masuk ke sekolah. Ku lihat

semua siswa dan siswi MI Kuin mulai masuk ke dalam

kelas berdesakan, terburu-buru. Tidak seperti

biasanya, kawan-kawan seperjuanganku itu hanya

akan masuk bila ada guru yang mau masuk ke kelas

untuk mengajar. Mereka masuk dengan malas meski

lonceng telah berbunyi. Tapi tidak hari ini. Maklum

saja, itu karena hari ini adalah hari yang menentukan.

Hari yang menjelaskan apakah kami akan tetap

67 Kenapa kamu tertawa seperti itu? 68 Tidak ada apa-apa

Page 72: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

72

tinggal di sekolah ini untuk satu tahun ke depan,

ataukah kami boleh melanjutkan pendidikan ke

jenjang yang lebih tinggi.

Perasaan gugupku entah mengapa kembali

muncul. Aku tak yakin dengan diriku sendiri. selama

ini aku tidak belajar dengan sungguh-sungguh. Aku

sibuk mengurus jualanku dan membantu umma di

pasar. Jua merawat Abah yang sebulan lalu sempat

jatuh sakit. Apa mungkin aku lulus?Apa mungkin aku

bisa melanjutkan sekolahku ke Tsanawiyah

Banjarmasin, sekolah yang aku cita-citakan?, padahal

aku tak melalui ujian negara ini dengan baik.

Ditengah aku yang tertegun sesaat, seseorang

menepuk bahuku. Lagi-lagi Amad. Ia duduk di

sampingku dengan senyumnya yang ringan tanpa

beban itu. Senyum yang bagiku semakin menambah

rasa gugup. “Amaaad.. Amaaad… Dasar manusia

kada ba beban lalu nyawa nih Mad, ay..69” ucapku

dalam hati.

***

Ibu Rahmah berjalan pelan ke tengah kelas. Ia

berdiri tegap di depan papan tulis sambil

membenarkan kaca mata bahari kala70 dengan frame71

yang sudah bengkok, miliknya. Matanya melotot

tajam mengawasi ke penjuru kelas. Semua siswa

terdiam hening. Bukan hanya karena mereka gugup

dengan hasil UAN yang sebentar lagi akan

69 Amaaad..Amaaad, kamu memang orang tanpa beban. 70 Tua 71 bingkai

Page 73: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

73

diumumkan. Melainkan mereka terdiam karena orang

yang saat ini tengah berdiri de hadapan kami semua

adalah, Ibu Rahmah. Guru Bahasa Indonesia

berbadan gemuk itu memang guru yang paling kami

takuti di sekolah. Bicaranya tajam, pedas. Omelannya

tak satupun dari kami yang betah mendengarkannya.

Kabur atau mengiyakan saja ucapan beliau adalah

jalan terbaik. Itu prinsip semua siswa yang ada di sini

bila sudah berhadapan dengan kemarahan beliau.

Paradoks72 memang, seorang bernama Rahmah

yang artinya kasih sayang, tapi memiliki sifat sangat

pemarah. Ini memang hal lucu yang kerap terjadi. Di

Banjarmasin, rasanya aku sering sekali menemui

fenomena paradoks sebuah nama dengan sifat si

pemilik nama. Ibu Rahmah hanya salah satunya. Di

kampung kami ada seorang pemuda bernama Saleh.

Tapi bulan lalu ia harus masuk penjara karena kasus

pencurian sepeda motor. Ada juga Ramadhan, tapi

setiap bulan puasa tiba, tak pernah barang sekali

orang itu puasa. Yang terakhir si Sabar. Tapi kalau

bermasalah sedikit saja dengan orang itu, urusannya

bakal panjang karena saking pendendamnya dia.

Kadang aku heran sendiri dan tak jarang cekikikan

kalau ingat fenomena itu. bagi orang di Banjarmasin,

itu terjadi karena ‘katinggian harakat’ atau si pemilik

nama terlalu berat menyandang nama itu sehingga

apa yang diharapkan dari sebuah nama jadi tak

terkabul dan malah sebaliknya. Hampir mirip memang

dengan fenomena di jawa, dimana jika ada anak kecil

yang sering sakit maka biasanya orang tua sang anak

72 Berkebalikan dengan kenyataan

Page 74: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

74

akan mengganti nama anaknya, karena nama

sebelumnya di anggap tidak bagus dan membawa

keburukan. Dengan digantinya nama diharapkan sang

anak tidak lagi sakit-sakitan dan akan bernasib lebih

baik.

Ibu Rahmah masih bercokol di depan papan

tulis. Matanya mengitari setiap wajah gugup dari kami

satu persatu. Dan kini, matanya tepat mengarah

kepadaku. Dengan dipenuhi kegugupan ditambah lagi

dengan tatapan beliau yang super tak mengenakkan

itu, benar-benar membuat diriku terpojokkan oleh

keadaan. Aku semakin menenggelamkan badanku di

baju seragam sekolahku yang memang kebesaran.

Baju sekolah pemberian julak Sulai yang dulunya

milik putranya, Ramlan yang sudah lulus SMA.

Kurasakan siku kanan Amad yang duduk di

sebelahku menyenggol-nyenggol siku kiriku beberapa

kali, pelan, sambil berusaha agar yang ia lakukan tak

ketahuan oleh Bu Rahmah. Aku menoleh ke arahnya

diam-diam. Wajahnya memberikan sebuah isyarat

yang aku tak fahami. Aku menggeleng, lalu

membuang pandanganku ke balik pintu kelas yang

terbuka, memantau suasana halaman sekolah yang

tengah sepi. Hari ini hanya anak kelas enam yang

masuk ke sekolah.

“Hari ini…” Ucap Bu Rahmah dramatis dengan

suaranya yang besar membahana di kelas yang sangat

sempit untuk siswa sejumlah dua puluhan orang ini.

Aku mendengarkan dengan seksama. Aku tak ingin

setiap ucapannya terlewatkan barang satu

Page 75: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

75

perkataanpun. Ku rasakan semua teman-temanku

yang ada di ruang kelas juga mngkiaskan sikap yang

sama. Semuanya antusias menunggu ucapan

selanjutnya yang akan keluar dari bibir ibu Rahmah.

“Kalian akan mengetahui hasil UAN yang kita

selenggerakan beberapa minggu yang lalu. Kalian

akan mengetahui apakah kalian LULUS atau TIDAK.”

Suaranya kembali terhenti. Ia menatap ke semua

mata yang ada di dalam ruangan itu dengan dingin.

Dan tak terkecuali aku.

Entah mengapa, ketika matanya menatap ke

arahku, tulang kakiku terasa kaku, mati rasa. Aku

menunduk. Perasaanku semakin kacau. Aku menelan

air liurku sendiri yang terasa kering. Ku rasakan kaki

Amad menginjak kakiku. Rupanya ia sadar,

perasaanku tengah terkalahkan oleh tatapan Bu

Rahmah.

“Dan di sekolah kita, ada lima orang yang tidak

LULUS UAN dan harus mengulang sampai ikut

kembali di UAN tahun depan.” Semua mata

tertunduk. Suasana hening. Suara teriakan mesin

motor yang lewat di jalan samping sekolah kami terasa

meneriaki kami dengan makian dan ancaman akan

masa depan yang kelam.

Mata ibu Rahmah kembali mengitari semua

mata murid di dalam ruang kelas enam yang tengah

galau itu. Dan tek, tatapan beliau berhenti tepat di

wajahku. Firasatku, jangan-jangan aku yang tak

lulus. Apakah aku TIDAK LULUS? Apakah aku harus

Page 76: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

76

mengulang UAN tahun depan? Itu artinya aku akan

belajar bersama anak kelas lima yang tahun depan

naik kelas enam. Atau opsi lain, abah pasti akan

semakin beranggapan bahwa sekolahku gagal dan aku

akan disuruh berhenti sekolah untuk membantunya

bekerja di pabrik kayu H. Undas, SELAMANYA… ya

selamanya mungkin. Setidaknya selama pabrik itu

masih berdiri.

Ibu Rahmah berjalan ke meja guru yang berada

di sudut kiri ruang kelas. Suara “Ngeeek” dari kursi

tua yang mencoba menahan berat badan dari guru

berbadan tidak langsing itu terasa seakan mencemooh

kehadirian kami semua, di sini, saat ini.

Ibu Rahmah membagikan sebuah amplop yang

ia bilang berisi surat kelulusan-bagi mereka yang

lulus tentunya- dan daftar siswa yang lulus, secara

satu persatu. Murid yang menerimanya ia minta

langsung keluar dari ruang kelas dan pulang.

Satu persatu nama dipanggil. Satu persatu

semuanya meninggalkan ruang kelas yang terasa

semakin sepi. Beberapa nama sudah di panggil, tapi

bukan aku. Hatiku berdegup penuh penasaran. Dari

bangku tua yang aku duduki saat ini, ku lihat wajah-

wajah ceria dari kawan-kawanku menyeruai usai

membuka amplop. “Mereka pasti lulus” Pikirku yang

masih dilanda penasaran.

“Ahmad Rijali”nama Amadpun sudah dipanggil

ibu Rahmah. Amad menoleh ke arahku dengan

senyum yang tanpa beban itu. Ia melangkah pelan,

Page 77: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

77

pergi meninggalkan aku bersama tiga orang anak yang

lain, yang sama-sama tengah gundah dengan

nasibnya masing-masing.

“Ahmad Husairi” Ibu Rahmah memanggil

namaku sambil membetulkan letak kaca mata tua

yang framenya sudah bengkok itu. Sontak perasaanku

semakin campur aduk. Penasaranku semakin naik,

memuncak berada di ujung perasaanku.

Dengan tanganku yang kelu aku menerima

amplop berisi vonis nasibku di masa depan itu dari

tangan ibu Rahmah, dan lalu berlari kabur dari ruang

pengadilan itu tanpa sopan santun dimatanya. Aku

bahkan tak mengucap salam dan mencium tangan

beliau terlebih dahulu sebelum meninggalkannya, di

atas singgasana tua tempatnya berduduk.

Cepat-cepat aku berlari tanpa memedulikan

teman-temanku yang mengekspresikan kebahagian

mereka karena telah berhasil lulus. Sekilas aku lihat

Amad. Wajahnya polos tanpa ada indikasi di lulus

atau tidak. Ia menatap ke arahku sambil tersenyum

mengibas-ngibaskan surat kelulusan di tangannya.

“Amad, ia pasti lulus” Pikirku.

Sesampai di depan rumah, aku membuka pintu

dengan tergesak-gesak dan lalu masuk tanpa salam.

Nafasku terengah-engah. Sepi. Tak ada siapapun di

rumah. Abah pasti sedang di pabrik kayu H. Undas,

umma pasti di pasar, dan Ijah, adikku pasti di titipkan

di rumah nenek di Kuin Hulu. Aku membuka tas

Page 78: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

78

tuaku dan mengambil surat nasibku yang tadi sempat

ku selipkan di dalam lembaran buku, di dalam tas.

Setelah ku keluarkan dari selipan buku, surat

itu ku letakkan di atas lantai kayu rumah begitu saja.

Aku terduduk sambil memandangi surat nasib yang

masih belum ku buka itu. Aku sendiri masih belum

tahu nasib kelulusanku. Penentu masa depan

sekolahku. Aku memandangi surat itu beberapa saat

lamanya sebelum akhirnya terpaksa aku harus

membukanya.

Dengan pelan aku membuka amplop surat

takdir itu. Tanganku sedikit bergetar. Aku gugup

disertai deru jantung yang terus mendegup. Dan

sreeet… aku baca dengan jelas dua kata bercetak

tebal, dua kata yang tak pernah aku inginkan.

“TIDAK LULUS”….!!!.

Tanganku sekita lunglai. Kakiku terasa ngilu.

Badanku lesu tanpa tenaga. Aku yang tadinya tengah

duduk seketika terkulai jatuh, terbaring di atas lantai

begitu saja. Bulir hangat air mataku terasa berjalan

pelan hingga ke pipi.

Pikiranku kosong seketika. Aku tak kuasa

untuk tak mengisakkan tangis. Aku adalah bocah

kecil yang tak cukup tegar untuk menghadapi

kenyataan ini. Akupun terdiam beberapa saat

lamanya. Dan setelah waktu terasa berjalan kembali,

tiba-tiba dilangit-langit benakku tergambar saat tadi

pagi aku berjalan bersama Amad menuju sekolah,

suasana tegangnya kelas, dan saat aku melihat wajah

Page 79: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

79

Amad yang tersenyum dan aku yakin ia lulus. Aku

teringat Amad yang tadi pagi terbahak-bahak tanpa

alasan. “Apa ini yang Amad tertawakan?” Pikirku

mengira-ngira.

“Apa Amad sudah tahu bahwa ini yang akan

terjadi? Ia tahu kalau aku bakal tidak lulus? Apakah

Amad menertawakan kebodohanku?” Pikiranku

mengawang-ngawang ditemani air mata yang terus

mengucur.

Ditengah kesedihan itu, pintu rumahku

terbuka. Aku yang terkapar dengan wajah menghadap

pintu seketika berusaha bangkit dari posisi semula.

Aku mengusap air mataku. Dan rupanya abah sudah

datang dari pabrik kayu H. Undas. Ia memang selalu

datang jika jam sudah menunjukkan angka 12.00.

Kesedihanku seketika semakin bertambah. Alasan

abah untuk tidak melanjutkan sekolahku ke

Tsnawiyah bertambah yakin sudah.

Abah berjalan masuk dan berdiri tepat di

hadapanku. Badannya yang dipenuhi keringat dan

bau menyengat karena beberapa jam disengat oleh

panasnya matahari menambah kesan seramnya. Ia

diam. Matanya menatap ke arahku dengan heran. Ia

melepas topi purun73nya sambil mengambil secarik

kertas yang sempat basah karena terkena air mata

dari tanganku.

73 Jenis jerami yang bisa diolah menjadi kerahinan tangan seperti abkul, topi, tas, dll

Page 80: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

80

Sejurus ia melihat dan membaca surat itu.

Meski abah tak begitu pandai hitung-menghitung, tapi

abah cukup lancar membaca tulisan yang ada di surat

itu. Aku terdiam menunggu makian dari kemarahan

abah. Ia masih diam. Aku juga ikut terdiam. Kami

sesaat lamanya terdiam.

Abah menoleh, menatap tajam ke arahku. Aku

hanya bisa melihatnya sekilas. Aku tak cukup berani

untuk menatap matanya yang pasti marah mendapati

anak laki-lakinya yang tidak lulus UAN. Aku

mengumpulkan seluruh kekuatanku untuk menahan

jikalau abah akan memukulku dengan kepalan

tangannya yang keras.

Dan lama aku menunggu pukulan itu, abah

malah berlalu dan berjalan ke dapur mengambil air

minum sambil meletakkan surat itu di atas lemari tua

yang ada di ruang tamu begitu saja.

Aku memberanikan diri untuk menengadah dan

menoleh ke arahnya. Aku lihat dari pintu dapur

rumahku yang tengah terbuka, sosok abah tengah

memegang segelas air putih tanpa memedulikan aku

yang tengah sedih dengan nasibku ini. Aku mencoba

memberanikan diri untuk mengucapkan sesuatu

kepadanya, tapi aku ragu. Aku sudah untung ia tak

marah. Aku takut jika aku berkata sesuatu malah

akan menjadikan ia marah kepadaku.

Page 81: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

81

“Kada tapahurup lah surat nyawa tuh lawan

kawan nyawa?74” tanya abah usai menghabiskan

segelas air dengan satu tegukan.

“Pun Bah?75” balasku yang tak begitu

mendengar apa yang ia katakan.

“Surat nyawa tu kada tapahuruplah lawan

kawan nyawa?. Coba ja itihi, tulisannya tu napa jadi

Ahmad Husaini, maka ngaran nyawa Ahmad

Husairi?76” balasnya sambil berjalan ke arahku dan

lalu menyerahkan surat nasib itu kembali ke

tanganku.

“Hah…?” Aku tertegun kaget. Benakku

langsung bermanuver dengan pertanyaan baru akibat

ucapan abah barusan. “Apa aku salah baca

barusan?”. Cepat-cepat kubuka kembali surat itu dan

kubaca langsung ke bagian nama siswa. Ya, benar

kata Abah. Seharusnya ini surat untuk temanku yang

namanya hampir sama denganku, Ahmad Husaini.

Cepat-cepat aku berlari ke luar rumah sambil

membawa surat nasib itu di tangan kananku tanpa

memedulikan abah yang kali ini sudah tengah duduk

di atas kursi kayu teras depan rumah sambil

mengipas-kipaskan topi purunnya ke badan.

Aku berlari secepat tenaga. Kudapati Amad

yang tengah berjalan berlawanan arah denganku

7474 Apa suratmu itu tidak tertukar dengan punya temanmu? 75 Iya bah? 76 Apa suratmu itu tidak tertukar dengan punya temanmu? Coba kamu lihat, tulisannya itu kenapa Ahmad Husaini, bukankah namamu Ahmad Husairi?

Page 82: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

82

masih dengan seragam sekolahnya. Wajahnya nampak

heran melihat aku yang terlihat begitu terburu-buru.

“Kanapa, Cai? Handak kamana?77” ucapnya

berteriak sambil membiarkan aku berlalu dari

hadapannya.

“Ka Sakulahan78..” balasku sambil terus lari tak

peduli dengan semua mata yang menatap ke arahku.

Sesampai di sekolah, cepat-cepat aku menemui

ibu Rahmah. Wajahnya setengah kaget kepadaku yang

datang kehadapannya dengan terengah-engah dan

peluh yang bercucuran. Ibu Rahmah mengambil

kacamatanya dari meja dan mengenakannya.

Wajahnya bingung. Aku meraih tangan beliau dan lalu

menciumnya. Mudah-mudahan beliau tidak marah

dan akan bersikap baik karena tangannya ku cium

sebagai tanda penghormatan seorang murid kepada

guru, pikirku.

“kanapa nyawa, Cai?” ucapnya masih dengan

penasaran melihatku yang terengah-engah.

Aku mencoba menenangkan detak jantungku.

Aku berusaha mengatur nafasku dan menyapu

peluhku yang terus bercucuran.

“Ulun…79” nafasku masih tak stabil. ”Ulun

handak bapadah, surat nih..80” aku kembali menarik

77 Ada apa,Cai? Mau kemana? 78 Ke sekolah 79 Saya (bahasa halus Banjar) 80 Saya mau bilang, tentang surat ini…

Page 83: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

83

nafas sambil berusaha bicara “Su.. Surat nih kada

tahurup lah lawan surat Husaini, Bu?81” tanyaku yang

masih mencoba mengendalikan diri. Ibu Rahmah

mengernyitkan dahinya.

“Surat nang wadah ulun nih kada tahurup lah

wan Husaini Bu?. Nih, tulisan ngarannya Husaini,

ngaran ulun Husairi Kalo, Bu?82” Ucapku menjelaskan

dengan nafasku yang sudah mulai teratur sambil

menyerahkan surat itu kepada ibu Rahmah.

Ia diam sambil membaca isi surat itu.

“Ooo… Ibu salah. Iih bujur ini gasa Husaini.

Tahurup kah sakalinya? Ibu kada maitihi.83” Ucapnya

sambil membolak balik surat itu. Aku menghela nafas

panjang. Ucapan ibu Rahmah barusan benar-benar

membuat perasaanku lebih tenang. Dan tak lama dari

pembicaraan itu, seseorang yang aku tunggu-tunggu

itupun datang dari balik pintu kantor sekolah.

Rupanya ia juga menyadari kejanggalan ini. Sosok itu

adalah Husaini. Ia datang dengan dihantui rasa

gugup. Aku bisa merasakannya dari langkah kakinya

yang bergetar. Hatiku langsung mengekspresikan rasa

kasihanku kepada teman sejawatku itu. Aku sudah

tahu tentang kelulusan Husaini. Dan pikirku berbalik,

Husaini juga sudah tahu hasil kelulusan tentang

81 Apa surat ini tidak tertukar dengan surat Husaini, Bu? 82 Surat yang ada pada saya ini apa tidak tertukar dengan surat yang ada di Husaini. Ini, tulisan namanya Husaini, sedangkan nama saya Husairi. 83 Ooo.. Ibu salah. iya benar ini untuk Husaini. Rupanya tertukar ya, Ibu tidak tahu..

Page 84: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

84

diriku. Aku kembali gugup. “Jangan-jangan aku

memang tidak lulus” bisik firasatku berprasangka.

“Jangan-jangan Husai datang ke sini bukan

karena ia sadar surat kami tertukar, tapi karena surat

itu berisi perkataan TIDAK LULUS, sehingga ia datang

kesini untuk menuangkan kekecewaannya”. Negative

tinking84-ku kembali muncul.

Husai berjalan bisu. Mulutnya diam.

Tangannya menyerahkan sebuah surat kepadaku.

Hatiku sedikit lega kembali. Berarti ia memang

menyadari bahwa surat kami tertukar. Cepat-cepat

aku membuka surat itu dan,….. Air mataku menetes.

Degupan jantungku merendah. Aku menarik nafas

panjang untuk meluapkan keredaan perasaanku yang

beberapa jam lalu rasanya mendidih hingga ke otak.

“LULUS…” aku menunduk, menenangkan

perasaanku. “Alhamdulillah….” Bisikku pelan.

Sesaat, ku pandangi leka-lekat wajah Husaini

yang pucat pasi. Ibu Rahmah yang ku kenal galak

berdiri memegangi pundaknya. Beliau mencoba

membesarkan bocah bermata indah itu. Aku tak tahu

lagi apa yang ada di hatiku. Aku menunduk. Aku bisa

merasakan apa yang ada di hati Husaini saat ini,

SEDIH.

Mataku mulai berat dengan bening-bening

hangat yang berpaksaan keluar daritempatnya. Aku

dan Husaini terdiam. Ku tatap ia yang kini nampak

84 Berpikiran buruk

Page 85: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

85

tertunduk sambil sesekali menyapu air mata dengan

lengannya yang gelap itu. Dengan kesedihannya,

bocah yang selalu tersenyum itu meninggalkan aku

dan ibu Rahmah dari ruang kantor guru tanpa

sedikitpun tersenyum. Ia pasti sangat sedih. Aku bisa

merasakan perasaannya. Aku berjalan lesu mengikuti

langkah Husaini keluar dari ruang pengadilan itu.

Aku menatap langit yang begitu cerah hari itu.

“Adakah masa depan Husaini akan secerah hari

ini?”Pikirku iba dengan nasib kawan seperjuanganku

yang tengah terkalahkan oleh sebuah keputusan

negeri ini. Keputusan yang menurutku tak cukup adil.

Keputusan yang mengabaikan jerih payahnya selama

enam tahun mengenyam pendidikan di sekolah ini.

Jerih payah yang begitu berat ia jalani. Aku teringat

ketika ia menjadi tenaga buruh demi menghidupi

adik-adiknya, karena bapaknya telah meninggal dua

tahun yang lalu. Sedang pada kondisi itu, ia juga

harus menjalani kewajibannya sebagai seorang siswa,

penerus bangsa, generasi muda negeri ini. Meski

ketidak lulusan ini tak menimpaku, aku kecewa

dengan keadaan ini. Semua pengorbanan bocah

pinggiran seperti kami rupanya tak ada nilai dimata

negeri ini.

Adilkah kelulusan sekolah yang hanya

ditentukan oleh nilai diatas kertas dari ujian yang

hanya kami tempuh selama kurang lebih seminggu

itu?. Adilkah jika negara yang menentukan siapa yang

layak lulus dan tidak?, padahal aku yakin orang yang

menentukan kelulusan itu tak pernah bertemu

dengan kami. Tak pernah tahu seperti apa kami. Lalu

Page 86: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

86

dari mana ia tahu kami pantas lulus atau tidak?. Lalu

adilkah jika standar kelulusan itu disama-ratakan di

sepenjuru negeri ini?. Mana mungkin kami bisa

bersaing dengan target yang sama dengan mereka

yang sekolah di sekolah yang memiliki fasilitas lebih,

sedang sekolah kami tidak memiliki banyak fasilitas

untuk menunjang belajar.

Meskipun aku tidak memahami ini

sepenuhnya, tapi aku benar-benar merasa semua ini

tidak adil. Aku menganggap kelulusan yang

diputuskan dengan nilai di atas kertas itu adalah

sebuah kezaliman. Pencapaian keberhasilan belajar

harusnya tidak dilihat dari situ. Mereka yang menjadi

guru-guru kamilah yang menurutku pantas

menentukan si A lulus dan si B tidak lulus, Batinku

memprotes.

Aku berjalan dengan luapan emosi atas ibaku

kepada sahabatku, Husaini. Hari yang begitu terik itu

tak aku hiraukan. Tatapan batinku tentang sebuah

masa depan itu rasanya tak lagi terpikirkan. Aku

hanya membayangkan satu hal, “Bagaimana nasih

Husaini kemudian?”. Bagiku, bocah malang itu adalah

satu dari banyak siswa yang menjadi korban dari

sebuah ketidak adilan.

***

Page 87: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

87

Chapter 9

Ujian Masuk MTsN Banjarmasin

Ujian Masuk MTsN Banjarmasin tinggal sehari

besok. Aku sudah mengerahkan seluruh tenagaku dan

semangatku untuk menyiapkan hari yang sangat

penting bagi hidupku itu. aku sudah pinjam buku-

buku latihan soal dari Uji, kawanku yang saat ini

duduk di bangku kelas satu MTsN Banjarmasin. Uji

juga tak lupa senantiasa memberikan semangat

kepadaku untuk terus maju. Namun, masalahnya

sekarang adalah, aku tidak punya alat transportasi

untuk menuju MTsN Banjarmasin yang notabene

jaraknya cukup jauh dari tempat tinggalku, kurang

lebih lima kilometer. Apalagi ujian masuk itu dimulai

jam setengah delapan pagi. Aku jadi bingung harus

berangkat ke sana naik apa, sebab sepeda yang ada di

rumahku di pakai umma dan abah untuk pergi

bekerja.

Abah besok harus pergi lebih awal ke pabrik

kayu Haji Undas karena besok ada angkutan kayu

yang cukup banyak di pabrik itu. Aku tak mungkin

minta antar beliau. Pasalnya aku mendaftar sekolah di

MTsN Banjarmasin tanpa sepengetahuan umma dan

abah. Untuk membayar uang pendaftaran aku

menggunakan tabunganku sendiri. aku takut kalau

abah tahu ia akan marah. Sebab, setelah aku lulus MI

Kuin, abah tak pernah membicarakan septah katapun

tentang yang namanya melanjutkan sekolah. Itu

semakin meyakinkanku kalau beliau memang tak

memiliki keinginan aku melanjutkan pendidikan ke

Page 88: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

88

jenjang yang lebih mapan. Sedang umma, ia bilang

hari ini ia sibuk dengan warungnya di pasar Alalak.

Jadi ia pasti perlu sepeda itu untuk ke sana kemari

membeli bahan-bahan tertentu untuk warung. Tak

mungkin aku meminjam sepedanya.

Tapi aku tak kehabisan akal. Sebuah ide baik

hinggap di kepalaku. Aku pinjam sepeda Amad saja.

Tak ada cara lain. Meski jaraknya cukup jauh, tapi ini

demi masa depanku. Aku tak boleh menyia-nyiakan

kesempatan ini. Urusan nanti aku diterima di sekolah,

itu urusan belakagan. Yang penting aku ikut ujian

masuk dulu. Siapa tahu abah berubah pikiran dan

mau membiayai sekolahku nanti, pikirku mencoba

berbaik sangka.

Sejurus aku pergi ke rumah Amad. Sayang,

ibunya bilang kalau Amad lagi di pasar Kuin untuk

membeli kebutuhan dapur. Aku putuskan untuk

menunggunya. Sudah satu jam berlalu, akhirnya

sosok yang aku tunggu-tunggu itu muncul juga.

Alhamdulillah ia mau meminjamkan aku sepedanya

dengan senang hati.

***

Tepat keesokan harinya. Ayam belum berkokok

dan burung Tatapaian-pun belum bangkit dari

peraduan mereka. Hari ini aku bangun lebih awal dari

hari biasanya. Aku sudah bangun sebelum adzan

shubuh berkumandang. Aku pergi ke batang,

mengambil wudhu dan mendirikan tahajjud. Aku

Page 89: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

89

bermunajad mudahan hari ini mendapat pertolongan

dari Allah SWT. setelah yakin dengan peralatan tulis

dan nomor peserta ujian yang sudah aku peroleh dari

panitia penyelenggara tiga hari yang lalu, aku segera

mengenakan baju agak baru yang dibelikan umma

setahun yang lalu, saat hari raya Iedul Fitri. Aku

berdandan dengan rapi di depan cermin yang nampak

sudah sangat kabur di kamarku. Tak lama, akupun

sudah siap.

Setelah makan pagi dengan nasi putih, ikan

asin dan sedikit campuran teh hangat yang menjadi

kuah makan, aku langsung ke rumah Amad untuk

meminjam sepedanya. Umma dan abah nampak kaget

melihat aku yang sudah rapi di saat mereka baru

bangun. Setelah mencium kedua tangan mereka tanpa

berucap mauk kemana, aku langsung meluncur

menuju MTsN Banjarmasin.

Aku mengayuh cepat-cepat sepeda phoenix

yang besarnya lebih besar dari badanku itu. Aku tak

punya jam tangan. Tapi aku yakin ini sudah jam tujuh

pagi. Aku terus mengayuh sepeda sekuat tenaga.

Peluh keringat berkucuran dari wajahku. Aku baru

tahu rupanya jarak dari rumahku menuju MTsN

Banjarmasin cukup jauh dan menguras tenaga jika

dilalui dengan menaiki sepeda seperti ini. Jalanan

kota Banjarmasin mulai ramai. Satu dua polisi lantas

mulai bersiap di setiap simpang jalan yang biasanya

sering macet. Aku terus dengan sepedaku tanpa

memedulikan kawanan polisi itu.

Page 90: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

90

Dan, tuuussss… sepeda bocor. Perasaanku

langsung tak karuan. Aku gugup jika harus terlambat

datang ke tempat ujian. Aku yakin akan kehilangan

kesempatanku. Tanpa pikir panjang, aku langsung

menuntun sepeda Amad dengan berlari. Di pagi

seperti ini tak satupun tukang tambal ban yang sudah

buka. Perjalanan masih satu kilometer. Tak ada cara

lain, aku harus membawa sepeda itu dengan berlari.

Sepeda itu tak mungkin aku tunggangi, sebab nanti

velegnya pasti rusak.

Peluhku semakin berkucuran. Aku lebih mirip

orang yang baru saja diguyur hujan daripada orang

yang mau berangkat ke ujian masuk MTsN

Banjarmasin. Bau keringatku yang tak sedap mulai

tercium di hidungku sendiri. Aku tak peduli. Mau

bagaimana lagi, aku memang tak biasa pakai pewangi

badan.

Beberapa meter lagi aku sampai. Nafasku

sudah sangat terengah. Tenagaku sudah hampir

habis. Bunyi bel terdengar sudah berbunyi. Aku cepat-

cepat memasuki pintu gerbang MTsN Banjarmasin

tanpa memedulikan satpam berkumis tebal yang

mengamatiku sejak tadi dari kejauhan.

“Handak tes ujian masuk kah ikam, Nang? Lajui

hudah masukan..85” ucap pak satpam.

“Inggih Pak ay..” balasku seadanya. Aku tak

begitu mendengar apa yang barusan ia ucapkan.

85 Mau ikut ujian masuk ya kamu, Nak? Ayo segera, kelas sudah masuk.

Page 91: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

91

Aku segera menaruh sepeda Amad di parkiran

sekolah. Di sampingku nampak seorang bapak dengan

seragam khas pegawai negeri yang sepertinya jua baru

saja datang dan memarkir motornya di samping aku

memarkir sepeda.

“Nang, ini parkir guru. Parkir murid di sana..”

ucapnya sambil menunjukkan telunjuk kanannya ke

parkir yang berada di seberang sana, tanpa sedikitpun

ekspresi ramah dan kasihan dengan aku yang telah

dipenuhi keringat bau.

Akupun langsung memindah parkir sepedaku.

“Di saat-saat begini sempat-sempatnya aku harus

mengalami hal seperti ini.” BMulutku menggerutu.

Setelah menaruh sepeda, aku langsung berlari

dengan pasti ke ruangan yang sudah dipenuhi oleh

peserta. Ketika aku memasuki ruang dimana ujian

dilaksanakan, aku terkejut, ternyata peserta yang ikut

ujian cukup banyak. Perasaanku sempat minder.

Apalagi dari penampilan mereka, nampak sekali kalau

mereka anak-anak dari keluarga berada. Berbaju rapi,

siswanya berrambut hitam mengkilau, wangi. Sedang

diriku, lusuh, hitam, berkeringat, plus beraroma

menyengat seperti ban yang hangus terbakar.

Dari meja pengawas ujian, seorang perempuan

muda berkerudung rapi menghampiri aku yang masih

terengah. Beliau menanyaiku.

Page 92: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

92

“Ading umpat ujian masuk, kah?86” ucapnya.

Aku tersentak. Seketika aku menganggukkan

kepalaku untuk menjawab pertanyaan ibu cantik

berkerudung rapi itu.

“Sini, mana nomor ujian masuknya?” pintanya

ramah disertai sebesit senyum.

Aku segera merogoh isi tasku dan menyerahkan

nomor ujianku kepada si ibu guru.

“Oooo, ini di ruang sebelah.” Ucapnya.

Aku langsungpun mohon diri. Aku berlari

menuju ruangan sebelah sambil menggelengkan

kepalaku. “Caaai Cai…. sempat-sempatnya mengalami

peristiwa konyol seperti ini…” gumamku yag sudah

menyia-nyiakan sepuluh menit berhargaku.

Setelah memeroleh tempat duduk, aku

mencoba menenangkan diri. Mengatur nafas dan

mengatur posisi duduk yang paling nyaman. Setelah

mendapatkan lembar soal dan lembar jawaban, aku

langsung mulai menjawab.

Beberapa menit berlalu. Aku lupa berdo’a. aku

berhenti sejenak untuk berdo’a dan lalu langsung

melanjutkan pekerjaanku. Rasanya habis berdo’a

barusan hatiku terasa lebih tenang dari sebelumnya.

Ujian masuk MTsN Banjarmasin rasanya

sedikit lebih ringan dan santai dari UAN. Mungkin

86 Adik ikut ujian masuk, ya?

Page 93: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

93

karena aku tidak merasakan tekanan dan ancaman

ketidak lulusan. Toh kalau aku tidak lulus aku bisa

mendaftar di sekolah lain. Meski tidak di sekolah

favorit, aku bisa tetap melanjutkan sekolahku,

pikirku.

Dua jam sudah berlalu. Alhamdulillah soal-soal

ujian bisa aku jawab dengan baik. Setidaknya aku

memiliki keyakinan jawabanku benar delapan puluh

persen. Selesai ujian mata pelajaran B. Indonesia,

ujian dilanjutkan dengan ujian B. Inggris dan

selanjutnya matematika yang diadakan setelah

ISHOMA87.

Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas

siang. Ujian di selang sebentar untuk salat dan

makan. Setelah salat dzuhur, aku menyantap Ardat88

yang sudah kusiapkan sebelum shubuh tadi sambil

kembali mempelajari soal-soal latihan matematika.

Tak lama berselang, peserta ujian disuruh masuk

untuk mengikuti ujian terakhir, ujian matematika.

Semuanya dilakukan dalam waktu satu hari. Berbeda

dengan di sekolah lain, rasanya ujian masuk di MTsN

Banjarmasin sedikit berbeda. Barangkali pihak

sekolah memang benar-benar menyaring calon

siswanya se-selektif mungkin.

Setelah semua ujian selesai, aku segera menuju

pulang. Aku mengambil sepeda terlebih dahulu di

parkiran sekolah. Sesampai di parkiran, aku baru

ingat kalau sepeda Amad sedang bocor. Aku harus

87 Singkatan dari Istirahat, Sholat, Makan 88 Singkong goreng

Page 94: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

94

mencari tukang tambal terlebih dahulu. Aku kembali

menuntun sepeda itu sambil berjalan hingga bertemu

dengan tukang tambal ban yang rupanya tak jauh dari

sekolah MTsN Banjarmasin.

Tapi, satu hal yang kini jadi masalah baru

adalah, aku tak punya uang barang se-persenpun.

Dengan wajah malu, aku bicara sejujurnya dengan

tukang tambal itu. Untungnya tukang tambal ban itu

sangat baik. Tidak hanya mau menambalkan

sepedaku dengan gratis, ia juga memberiku nasi

bungkus dan minum. Aku sangat berterima kasih

dengan pak tua tukang tambal yang hanya

mengenakan baju kaos dalaman itu. Ia menanyaiku

“datang darimana?”. Akupun menceritakan bahwa

aku sedang ikut ujian masuk di MTsN Banjarmasin.

Aku menceritakan semua yang aku alami selama

seharian ini kepada pak tua itu. Meski fokus dengan

pekerjaannya, ia mendengarkan ceritaku dengan

seksama.

Selesai menambalkan ban sepedaku, ia

berpesan agar aku bersungguh-sungguh dalam

menuntut ilmu. Ia bilang aku tidak boleh hanya

mencari nilai bagus di atas kertas semata, lalu bisa

melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi di

sekolah yang unggulan atau terfavorit. Melainkan, aku

harus menuntut ilmu dengan disertai keikhlasan hati

dan niat untuk mengamlkan ilmu yang kuperoleh

demi untuk kemaslahatan. Entah belajar darimana,

tapi apa yang disampaikan pak Tua itu sangat benar.

Dengan sistem pendidikan seperti sekarang ini,

banyak sekali siswa-siswi sekolah yang memiliki nilai

Page 95: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

95

bagus tapi tidak sebanding dengan ilmu yang mereka

miliki. Atau banyak yang memiliki pengetahuan, tapi

pengetahuan yang mereka miliki hanya sebatas

pengetahuan semata, tidak diamalkan dan

memberikan kontribusi kepada kemaslahatan bangsa.

Lihat saja, orang-orang sekarang lebih

mementingkan nilai yang bagus. Karenanya, sekarang

banyak berdiri lembaga bimbingan belajar yang

tujuannya secara tersirat adalah untuk meningkatkan

nilai belajar siswa. Sehingga, dengan nilai bagus itu

mereka bisa diterima di sekolah favorit yang diidam-

idamkan. Peran gurupun tak lagi sebagai pembina,

pendidik, dan pembangun karakter murid. Melainkan

menjadi tenaga teknikal yang tujuannya secara tidak

langsung mengarah kepada bisnis dengan profit atau

keuntungan sebagai orientasinya.

Aku mendengarkan semua yang disampaikan

pak tua si tukang tambal ban itu dengan seksama.

Dari wajah dan pakaian yang ia kenakan, rasanya apa

yang ia sampaikan itu tergolong dalam tema yang

cukup berat bagiku yang baru lulus MI ini. Aku tak

mengira kalau orang tua itu memiliki pandangan yang

cukup kritis tentang pendidikan.

Setelah mengucapkan terima kasih, aku segera

menaiki sepeda dan mengayuhnya menuju pulang.

“Mudah-mudahan apa yang kulakukan hari ini benar-

benar dengan niat keikhlasan” bisikku dalam hati.

Hari sudah mulai gelap. Aku bahkan belum

sempat salat ashar. Aku harus segera sampai ke

Page 96: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

96

rumah sebelum maghrib. Aku mengayuh sepedaku

sekuat tenaga untuk mencapai kecepatan maksimal.

Aku berpacu dengan waktu dan sepeda motor-sepeda

motor yang satu persatu membalapku dari belakang.

Bismillah, semoga esok lebih baik,

“Amiiiiiiiien…..” teriakku sekeras-kerasnya.

***

Page 97: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

97

Chapter 10

Sebuah Berita

Tepat sepulu hari setelah aku mengikuti ujian

masuk MTsN Banjarmasin. Hari ini adalah

pengumuman penentuan dari ikhtiarku untuk bisa

melanjutkan sekolah lagi apa tidak. Saking

bersemangatnya, hari ini aku bangun lebih awal dari

biasanya. Usai salat shubuh, aku membantu umma

mengurus Ijah, adikku. Aku memandikannya dan

menyuapinya makan. Setelah itu aku membantu

umma untuk menyiapkan makan pagi. Kuharap

dengan membantu orang tua, aku akan mendapatkan

keberuntungan hari ini. Ya, aku meyakini apa yang

julak Adus selalu sampaikan, ridho tuhan itu terletak

apada ridho kedua orang tua.

Hari ini aku tak ada jadwal untuk berdagang ke

pasar terapung. Rencananya aku berangkat ke

sekolah MTsN banjarmasin Kuin untuk melihat

pengumuman pukul 09.00 pagi ini. Kali ini aku tak

perlu pinjam sepeda Amad lagi karena hari ini umma

tidak berjualan di pasar Kuin. Karenanya aku bisa

memakai sepeda Umma untuk pergi ke MTsN

Banjarmasin nanti. Kulihat matahari masih belum

tinggi. Jam masih menunjukkan pukul 07.00. Aku

masih sempat untuk membantu umma manapas89

89 mencuci

Page 98: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

98

semua pakaian umma, abah, ading90, dan punyaku

sendiri yang sudah batat91.

Tak sengaja aku melihat Amad di seberang

sana dengan pakaian baru kebanggaannya. Ia tak

seperti biasa yang sering kulihat. Ia tak lagi

mengenakan seragam putih hijau, seragam sekolah

khas MI Ar-Rahman Kuin. Hari ini ia sudah

mengenakan kemeja putih polos dengan celana biru

panjang. Di lengan kanan kemejanya yang nampak

masih cemerlang itu, pasti ia baru beli, meski samar

aku sangat mengenali logo itu, logo pondok pesantren

Raudatus Shalihin. Pesantren itu memang salah satu

yang terkenal di Kalimantan. Memang Amad sempat

bilang bahwa orang tuanya ingin sekali ia masuk

pesantren seusai lulus dari MI Ar-rahman. Dan

rupanya Amad memenuhi kehendak kedua orang

tuanya itu.

Amad melambaikan tangannya kepadaku

sambil tersenyum girang di seberang sana. Hari ini

adalah hari pertama ia masuk pesantren yang ada di

kota Banjarbaru itu. Dan itu artinya untuk selang

waktu yang lama, aku tidak akan bertemu dengan

sahabatku itu.

Mentari merangkak kian naik. Aku sudah

menyelesaikan semua cucianku. Setelah menjemur

semuanya, aku segera mandi dan mengganti pakaian.

Sejurus aku berangkat menuju kota Banjarmasin.

Setelah kurang lebih empat puluh menit mengayuh

90 adik 91 Bau dan kotor

Page 99: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

99

sepeda, akupun sampai di sekolah favorit warga

Banjarmasin yang rupanya kini sudah nampak ramai

oleh kedatangan para calon murid.

Kulihat beberapa wajah yang lalu lalang, tapi

tak satupun ada yang aku kenal. Aku berjalan menuju

pos satpam di sekolah, menanyakan apakah hasil tes

masuk sudah keluar. Bapak satpam berkumis lebat

yang aku temui di pos satpam sekolah itu bilang kalau

pengumuman sudah di tempel di Mading sekolah,

sebelah timur Perpustakaan. Sejurus aku berjalan

cepat menuju lokasi yang dikatakan pak satpam.

Hampir semua anak seusiaku, yang aku yakini

pasti calon murid di sekolah ini, datang bersama

orang tua-orang tua mereka. Hanya aku yang datang

ke sini dan berjalan sendiri seperti anak hilang. Raut

muka anak-anak yang berjalan dari Mading sekolah

menyiratkan hasil dari ujian masuk. Ada yang

berwajah riang gembira, ada juga berwajah sedih,

murung. Bahkan ada yang mengamuk. Aku berani

bertaruh, pasti nama anak itu tidak tercantum di

papan pengumuman. Ia pasti tak lulus.

Sejurus aku meyatu bersama gerombolan calon

murid dan orang tua mereka untuk berlomba

menemukan nama masing-masing di papan

pengumuman. Dan betapa senangnya aku hari ini

mendapati namaku terpampang jelas di papan

pengumuman, Ahmad Husairi, aku diterima di

sekolah yang sangat aku favoritkan ini.

Page 100: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

100

Dengan hati dipenuhi bahagia, aku berjalan

menuju pulang. Sepanjang jalan, yang aku lakukan

hanya tersenyum sambil bernyanyi kegirangan.

Sesekali aku menatap ke langit luas sambil terus

mengayuh sepedaku dan lalu tertawa sendiri. Orang

lain yang melihat tingkahku kala itu pasti akan

memasang wajah heran. Aku seperti orang gila

bersepda yang bicara sendiri dan tertawa sendiri.

“Adakah ini pertanda sebuah mimpi bisa

terwujud?” Pikirku.

Perlahan awan mendung mulai berjalan

beriring menyelimuti setiap sudut langit Banjarmasin.

Aku segera mempercepat laju sepedaku. Rintik air

mulai jatuh satu persatu dengan perlahan. Aku

mengayuh sekuat tenaga karena rumah sudah tak

jauh lagi. Sesampainya di rumah, pikiranku hanya

tertuju pada satu hal, jemuranku harus segera aku

selamatkan.

Dan beberapa saat setelah semua jemuran aku

ambil dari tempatnya, hujan seketika menerjang

setiap rumah beratap daun rumbia92 yang berjejer di

sepanjang sungai Kuin-Alalak.

Tak lama dari hujan yang lebat itu berita buruk

itupun datang kepada aku dan juga keluargaku.

Seseorang mengetuk pintu rumah dengan kencang

dan tergesak-gesak. Setelah aku membuka pintu,

baru aku tahu sosok yang tengah melakukannya,

Paman Jailani, orang tua Hadri, teman sekampungku.

92 Ppohon sagu

Page 101: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

101

Badannya nampak jumus93. Rupanya ia tak memakai

payung, ia kehujanan. Namun, aku masih bingung

kenapa ia langsung memeluk diriku dengan begitu

eratnya. Sampai-sampai aku susah sekali untuk

bernafas. Meski samar karena tertutupi segenap air

hujan yang membasahi wajahnya, ku lihat paman

Jailani meneteskan air mata.

“Ucai sabar laaah..” bisiknya kepadaku dengan

terus memeluk aku yang masih bingung dengan apa

yang sebenarnya tengah terjadi.

Dari dapur, ummaku datang menghampiri aku

dan paman Jailani yang masih berdiri di teras rumah.

“Napa Abahnya Hadri?94” tanya umma yang jua

nampak bingung melihat Paman Jailani yang tengah

memeluk diriku.

Aku menatap wajah paman Jailani yang hitam

jumus itu. Ia terlihat nampak lebih sendu dari

biasanya. Ia tak seperti paman Jailani yang aku kenal.

“Ummanya Ucai, abahnya Ucai tadi di rumpak

urang ba trak pas di jalan tol ampah tambus ka Liang-

anggang. Ini abahnya Ucainya masih di rumah sakit

Ulin. Pinanya hudah diusahakan duktur pang. Tapi ya

pinanya sudah kahandak Allah ta’ala. Abahnya Ucai

kada kawa ditulungi lagi. Sidin maninggal..95” Paman

93 Basah kuyup 94 Ada apa Bapaknya Amad (Paman Jailani)? 95 Ibunya Ucai, abahnya Ucai tadi di tabrak seseorang dengan naik truk pas di jalan tol menuju jalan tambus ke Liang-anggang. Saat ini abahnya Ucai masih di rumah sakit Ulin. Sepertinya sudah diusahakan dokter. Tapi

Page 102: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

102

Jailani menjelaskan dengan sedikit terisak. Suaranya

bergetar karena hampir tak kuasa menyampaikan

kabar buruk itu.

Mataku seketika langsung terbelalak. Aku

melapaskan diri dari pelukan Paman Jailani dan

langsung menatap ke arah umma. Aku lihat umma

sudah tergeletak tak sadarkan diri di tempat ia berdiri

barusan. Ia pingsan, shok karena mendengar kabar

suaminya telah dipanggil oleh yang Maha Kuasa.

Aku sendiri jua sempat tak percaya abah akan

meninggal dengan cara seperti ini, di saat keluargaku

sangat membutuhkan orang yang menjadi pegangan

menopang kehidupan keluarga. Secepat ini pula. Aku

langsung teringat adikku Ijah yang masih kecil.

Kasian, ia harus ditinggal pergi abahnya di saat

usianya baru menginjak umur tiga tahun.

Aku dan Paman Jailani segera mengangkat

umma ke tempat tidur. Tak sengaja aku menatap

wajah tanpa dosa Ijah yang tengah tertidur pulas.

Tanpa sadar air mataku menetes seketika. Ini adalah

salah satu ujian terberat yang harus aku hadapi.

Perasaan bahagia karena lulus ujian masuk MTsN

Banjarmasin tak lagi aku hiraukan. Sesuatu yang

lebih penting telah menghampiriku hingga semua

yang lain terabaikan. Terbesit satu dugaan, “Mungkin

Tuhan memang sudah mengatur hidupku tidak

melanjutkan sekolah agar aku bisa menjadi pengganti

abah sebagai tulang punggung keluarga.” Pikirku.

sepertinya sudah kahandak Allah ta’ala. Abahnya Ucai tidak bisa di tolong lagi. Beliau maninggal..

Page 103: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

103

Hujan di luar sana masih sangat lebat. Aku

masih ditemani Paman Jailani dan ummanya Amad,

acil96 Jannah yang juga datang ke rumah sesaat

setelah Umma pingsan. Barangkali beliau juga seudah

mendapat kabar kepergian abahku. Sejak ia datang

tadi, acil Jannah duduk disampingku dan terus

membelai rambutku dengan lembut dan penuh

kehangatan. Aku merasa ia mencoba menghibur

diriku yang tengah terpojokkan oleh semua ujian yang

aku hadapi.

Tak lama, jenazah abahpun sudah sampai di

antar ke rumah. Umma masih belum sadarkan diri.

Jenazah abah di rebahkan di ruangan yang menjadi

ruang tamu rumahku. Perabot-perabot rumah seperti

kursi tamu dan benda-benda lainnya segera di

sampingkan supaya orang-orang yang datang melayat

bisa masuk.

Selang waktu beberapa menit umma mulai

siuman. Entah mengapa adingku Ijah terbangun dan

langsung menangis. Sejurus setelah bangun dari

pingsannya, umma menghampiri jenazah abah dan

menangisinya sekuat-kuatnya. Walau bagaimanapun

bawelnya, umma adalah perempuan yang sangat halus

hatinya. Beberapa orang yang melayat termasuk

Paman Idris, abah dari sahabatku Amad, yang datang

seusai mengantar Amad ke pesantren di banjarbaru,

dan acil Jannah, umma dari Amad segera

menghampiri ummaku yang nampak begitu histeris.

96 Tante

Page 104: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

104

Mereka semua mencoba menenangkan perasaan

umma.

Aku jadi teringat pagi tadi aku mencium tangan

abah sebelum berangkat ke MTsN Banjarmasin dan ia

juga akan berangkat ke pekerjaannya. Rupanya itu

adalah hari terakhir aku bertemu dengan abah dalam

keadaan hidup. Kini abah terbujur kaku di

pembaringan.

Entah, apapun yang sudah abah lakukan,

meski kadang aku merasa jengkel dengan sikapnya

yang tak pernah mendukung dengan pendidikanku, ia

tetaplah abahku, orang tua kandungku. Dan yang

pasti, hari ini adalah janji beliau dengan yang Maha

Kuasa untuk bertemu kembali. Aku hanya bisa

mendo’akan semoga saja kebaikan yang telah ia

lakukan diterima di sisi-Nya dan semua kekhilafannya

diampunkan oleh Yang Maha Kuasa. Amien.

Innalillah wainna ilaihi raji’uun…..

***

Page 105: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

105

Chapter 11

Keputusan Umma

Dua minggu semenjak kepergian abah. Kini

pekerjaan abah di pabrik kayu H. Undas sepenuhnya

aku yang menggantikan. Saat ini aku adalah orang

termuda yang menjadi pegawai tetap Haji Undas. Mau

bagaimana lagi, ini demi umma dan Ijah, adikku yang

masih kecil. Kini aku harus menjadi tulang punggung

keluargaku menggantikan abah. Itu artinya aku tidak

jadi melanjutkan sekolahku meski sudah diterima di

sekolah impianku, MTsN Banjarmasin.

Jika melihat wajah tak berdosa Ijah yang harus

ditinggalkan orang tuanya diusia yang sangat dini,

aku tak kuasa untuk tidak meneteskan air mataku.

Kasian sekali bocah lucu yang masih tak mengerti

bahwa abahnya telah tiada itu. Namun, hal itu justru

menjadikan aku lebih bersemangat untuk melakukan

semua kerja kerasku.

Waktu sudah sore. Hari ini tak seperti

biasanya. Di tengah musim hujan, hari ini

Banjarmasin begitu cerah. Ku lihat di teras depan

rumah ada sandal sesorang yang tak ku kenal. “Ada

tamu” pikirku.

Aku melangkah masuk dengan mengucap

salam. Tiga orang yang ada di dalam rumah menjawab

salamku. Nampak di ruang tamu rumah umma

bersama ijah di gendongan tangannya, paman Hadri

(abah Amad), dan seorang lelaki seumuran almarhum

abah, lelaki yang tak ku kenal. Alisnya tebal.

Page 106: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

106

Kumisnya mirip dengan abah, dan rambutnya sedikit

arut-arutan. Dari tampilannya, orang itu sepertinya

mengalami stress yang cukup berat.

Umma memanggilku untuk duduk bersua

dengan mereka berempat. Majlis itu terasa begitu

dingin. Wajah lelaki tak ku kenal itu nampak lesu.

Dari mulutnya terucap beribu kata maaf dan ampun

kepada umma dan aku. Setelah mendengarkan

beberapa saat pembicaraan itu, aku mengerti, pemuda

itu adalah pelaku penabrakan abah. Ia minta maaf

karena baru bisa datang ke rumah untuk meminta

ridha setelah dua minggu lamanya, sejak peristiwa itu.

Ia harus berurusan dengan kantor polisi terlebih

dahulu.

Entah mengapa, melihat wajah pemuda itu aku

bukannya marah, tapi malah iba. Dari gelagat dan

nada bicaranya ia memang benar-benar tulus

meminta maaf. Akupun tak sedikitpun menyimpan

dendam padanya.

“Pian kada usah minta maaf, paman ay.97”

Ucapku sendu. Umma dan paman Jailani sontak

menoleh ke arahku.

“Amun umur sudah hampai ya kayapa lagi am

kita ni, ya kada kawa ai mamaksa. Tapi, cobalah pian

97 Anda tidak usah minta maaf, Paman.

Page 107: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

107

lihati ading ulun nang masih halus hanyar bisa bajalan

tu, kasian inya..98” Sambungku sambil menunduk.

“Ayuha. Insya Allah paman hakun ja

manggantiakan abah ikam maungkusi ading ikam, wan

ikam jua mun handak sakulah lagi, wan mahidupi

kaluarga ikam ni Tung ay99.” Balas paman yang aku

masih tak mengenali namanya itu. Aku masih

menunduk, tak membalas ucapannya.

“Paman Sahran ni baniat handak

manggantiakan abah nyawa atawa mangawini umma

nyawa Cai ay. Nyawa hakun lah mun umma nyawa

kawin pulang? Kasian sidin mun saurangan bacari.

Ading nyawa masih halus si Ijah, nyawa handak

sakulah jua. Pas kabujuran sidin balu jua. Kayapa

Nak, hakun hajakah nyawa kaitu?100” ucap Paman

Hadri mewakili ucapan lelaki yang ia sebut “paman

Sahran” itu.

Mendengar penjelasan paman Hadri aku

langsung menoleh ke arah umma. Aku tak habis pikir

jika umma mau menikah lagi, bahkan dengan lelaki

pelaku tabrakan yang menyebabkan abah meninggal

98 Kalau umur sudah sampai pada waktu yang ditentukan, ya mau bagaimana lagi. Kita tidak bisa memaksa. Tapi, cobalah anda lihat adik saya yang masih

kecil dan baru bisa berjalan itu, kasian dia.. 99 Baiklah. Insya Allah paman mau manggantiakan bapakmu untuk menanggung hidup adikmu, dan kamu yang juga ingin sekolah lagi lagi, dan menghidupi keluargamu ini, Nak 100 Paman Hadri ini berniat ingin menggantikan abahmu atau mengawini ibumu, Cai. Apa kamu mau jikalau ibumu menikah lagi? Kasian beliau kalau berusaha sendirian. Adikmu masih si Ijah masih kecil. Kamu juga ingin sekolah. Kebetulan beliau juga duda. Bagaimana Nak, maukah kau jika seperti itu?

Page 108: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

108

pula. Meski aku tak ada dendam, aku sulit untuk

percaya. Aku menatap wajah umma untuk merasakan

perasaan beliau lewat ikatan bathin yang aku yakin

miliki dengan beliau. Wajah umma nampak mambari

maras101. Mungkin yang ia pikir saat ini adalah masa

depan Ijah dan aku. Aku menatap wajah Ijah. Wajah

gadis kecil yang cantik itu tersenyum kepadaku polos.

Wajahnya begitu cerah dan bahagia meski ia tak

faham dengan pembicaraan ini.

Tapi, aku merasa tak mungkin jika harus

tinggal dengan abah tiri. Aku tak terbiasa. Aku harus

membuat sebuah keputusan sebagai seorang laki-laki.

“Lamun umma handak kawin pulang, ayuha.

Tapi ulun kada umpat sarumah. Kadanya ulun kada

hakun atawa muar wan paman Hadri. Tapi ulun asa

kada nyaman banarai badiam sarumah wan paman

Hadri nang sabujurnya urang nang marumpak abah.

Ulun handak badiam di rumah Kai haja paman Jailani

ay..102” ujarku.

“Nyawa kada bulih muar wan urang Tung ay.

Sidin ni kada singhaja jua marampak abah nyawa103.”

Paman hadri membalas ucapanku. Tangannya

membelai kepalaku, pelan.

101 Kasian/iba 102 Kalau ingin menikah lagi,baiklah. Tapi saya tidak ingin tinggal satu rumah . bukannya saya tidak mau atau benci dengan paman Hadri. Tapi saya hanya merasa tidak nyaman jika tinggal satu rumah dengan paman Hadri, orang yang sebenarnya menabrak abah. Saya ingin tinggal di rumah Kake saja, Paman. 103 Kamu tidak boleh benci dengan orang lain, Nak. Beliau juga tidak sengaja menabrak abahmu itu.

Page 109: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

109

“Ulun kada muar atawa sarik wan sidin. Tapi

ulun kada handak mambarati tanggungjawab sidin

mun harus maungkusi umma, ading Ijah wan ulun.

Ulun handak bausaha saurang haja. Jadi ulun handak

umpat wadah Kai bagana di handil Durian, di Gambut.

Mun ulun dibulihakan, ayuha jua ulun mambulihakan

umma kawin pulang wan paman Hadri.104” Balasku.

Paman Sahran hanya diam seribu bahasa.

Paman Hadri menghela nafas panjangnya. Aku tak

tahu entah apa yang ia sedang pikirkan. Umma

menatapku sambil membelai kepalaku dengan kasih

sayangnya yang begitu hangat aku rasakan.

“Jangan mangalihi Kai tapinya lah. Nyawa

harus mandangani sidin bagawian, bahuma wan

manjagai hayam di sana...105” ucap umma. Suaranya

parau, haru. Matanya berkaca-kaca.

“Inggih ma ay..106” balasku menunduk. Aku tak

kuasa menahan air mataku untuk menetes.

Umma memelukku dan mencium kepalaku

hangat. Paman Sahran mendekat dan membelai

kepalaku dengan begitu lembut. Entah kenapa aku

merasakan hangatnya kasih sayang seorang abah

104 Saya tidak benci atau marah kepada beliau. Tapi saya tidak ingin memberatkan tanggungjawab beliau jika harus menanggung beban hidup ibu, adik Ijah dan saya. Saya ingin berusaha sendiri. Jadi saya ingin ikut tinggal bersama Kakek di handil Durian, di Gambut. Kalau saya diizinkan,baiklah saya juga akan mengizinkan jika ibu menikah lagi dengan paman Hadri. 105 Jangan merepotkan kakek ya. Kamu harus membantu beliau bekerja, bertani, dan beternak ayam di sana. 106 Iya bu.

Page 110: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

110

dari belai lembut tangan beliau. Pembicaraan itu

berakhir dengan pamitnya paman Hadri dan Paman

Sahran. Kini hanya tinggal aku, umma dan Ijah yang

tak mengerti apa-apa tentang semuanya di rumahku

tersayang ini.

Malam itu, umma berbicara banyak hal

kepadaku tentang pertemuannya dengan almarhum

abah dan menceritakan mengapa abah berwatak

sangat keras. Ia juga menceritakan awal kisah cinta

antara dia dan abah. Dari raut wajahnya saat

bercerita, aku dapat melihat isyarat bahwa ia sangat

mencintai abah meski abah memiliki watak yang keras

dan kadang terkesan kolot. Ia bilang, meski abah

pemarah dan kadang terkesan tak dewasa dalam

menyikapi banyak hal, tapi abah adalah orang yang

penuh tanggungjawab dan penolong.

Aku mendengarkan cerita umma dengan hati

yang penuh senang. Senang karena melihat umma

yang kini mulai tersenyum kembali. Aku faham, ia

harus melakukan pernikahan ini demi masa depan

Ijah dan aku. Meski ia hanya tamatan SD, tapi ia

orang yang sangat ingin melihat aku dan Ijah sukses

dan melampaui dirinya.

Umma memeluk aku dan Ijah sambil terus

bercerita. Semenjak kepergian abah, aku selalu tidur

bersamanya dan jua adingku tersayang, Ijah. Tanpa

sadar aku tertidur di pelukan umma selagi ia terus

bercerita. Aku, lagi-lagi meneteskan air mata. Aku

sayang abah dan umma.

Page 111: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

111

***

Page 112: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

112

Chapter 12

Bahuma

Riuh angin menerpa langkahku yang tengah

berjalan di atas galangan107 ladang. Semerbak wangi

padi yang mulai menguning terasa begitu bersahaja

merasuk di setiap lubang hidungku. Aku berhenti

berjalan. Aku berdiri di atas galangan ladang sambil

membentangkankan tangan, menikmati setiap terpaan

ramah angin kemarau. Aku mempernyaring siulanku

dan membuatnya lebih berirama. Orang Banjar

meyakini untuk memanggil angin supaya datang

berhembus maka kita harus bersiul dengan nyaring

dan bagus.

Dari tempatku tegak berdiri, aku dapat melihat

sekawanan burung halang pipit108 yang terbang statis

melawan angin. Elang putih itu terbang masing-

masing, seakan mereka ingin mengatakan bahwa

hidup mereka hanya mereka yang menentukan, tanpa

harus mengekor pada kehidupan orang lain. Mereka

memiliki jati diri yang tegas, bukan sang peniru

ataupun hamba si pengikut.

Tadi pagi, kakek menaikkan kalayangan

dandang109 sebelum benar-benar turun untuk

107 Sebuah lahan pembatas antara satu ladang dengan ladang yang lain (bahasa Banjar) 108 Jenis elang yang mampu terbang di tempat. Orang banjar juga sering menyebutnya burung raja angin 109 Layang-layang berukuran besar

Page 113: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

113

memanen padi di ladang. Aku baru mengerti, layangan

itu sengaja kakek naikkan agar ia mengtahui keadaan

cuaca hari ini. Apabila layangan dandang itu terbang

dengan tidak karuan, itu artinya angin sedang

maulak110, dan itu artinya biasanya hujan akan segera

turun. Meski tak selalu benar, tetapi keakuratan

ramalan kalayangan dandang itu cukup membantu.

Setelah beberapa saat, aku segera menyusul

kakek turun ke ladang. Sudah tiga bulan lamanya aku

ikut kakek di desa handil Durian ini. Aku sempat

berpikir, melihat namanya, maka di desa ini tentu

banyak sekali pohon durian. Aku gembira karena aku

sangat suka yang namanya durian. Tapi setelah aku

menetap di sini selama tiga bulanan, tak satupun ku

temui pohon durian di desa ini. Ujar kakek, nama

Handil Durian itu diambil karena dulu sebelum

daerah ini menjadi desa Handil Durian, ada pohon

durian tumbang diterpa angin kencang dan

menghalangi jalan setapak warga. Akhirnya pohon itu

mengganggu warga yang ingin pergi ke pasar Kindai

Limpuar. Itu karena jalan setapak itu memang jalan

satu-satunya yang digunakan warga untuk menuju

pasar. Akhirnya dengan bergotong-royong, warga

memotong pohon durian tumbang itu dengan

mandau. Dan jadilah nama desa ini Handil Durian.

Handil artinya gang atau jalan setapak yang kiri

kanannya adalah rawa. Sedangkan durian diambil

dari kata Durian rabah atau durian tumbang.

110 Tidak stabil

Page 114: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

114

Setelah beberapa saat, aku sudah siap dengan

ranggaman111, balik112, dan tanggui113 yang menutupi

kepalaku agar tak tersengat sengatan sinar matahari.

Setelah mengolesi wajahku dengan pupur basah114

yang tebal, aku segera menuai padi yang sudah

menguning. Rasanya seharian penuh berada di ladang

kakek ini membuat badanku gatal. Setiap malam aku

harus membuang Tungau yang hinggap di badanku.

Sekarang pekerjaanku adalah membantu kakek

di rumahnya. Setiap hari, sebelum fajar menyingsing,

kakek biasanya sudah membangunkanku untuk

mendirikan salat tahajjud. Setelah itu aku mencuci

pakaian dan memasak nasi dan air. Setiap matahari

mulai merangkak naik, aku segera ke kandang untuk

memberi makan ayam, bebek, dan juga kambing

piaraan kakek. Sedang kakek biasanya memasak nasi

dan ikan untuk makan kami berdua. Setelah makan

pagi, kami berdua segera turun ke sawah untuk

bertani.

Sudah lama kakek tinggal di rumah sendiri,

mungkin sekitar dua belas tahun sudah. Terakhir ada

orang yang menemaninya tinggal di rumah adalah

saat ummaku masih bujang. Ketika ia menikah

dengan almarhum abah, umma dibawa abah untuk

tinggal di desa Kuin, dan kakekpun terpaksa tinggal

111 Alat panen tradisional khas petani tanah Banjar 112 Sejenis wadah yang berbentuk seperti ember yang terbuat dari purun (tumbuhan khas Banjar yang biasa dijadikan anyaman) 113 Topi yang biasa dibawa orang Banjar untuk bertani di sawah. Bentuknya seperti payung namun tidak memiliki tangkai. 114 Bedak dingin tradisional khas Banjar

Page 115: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

115

sendirian. Nenekku sudah lama meninggal, sekitar

lima belas tahun yang lalu, sebelum umma menikah.

Meski kakek sudah tua, tapi semangatnya untuk terus

bekerja masih terus berkobar.

Beliau pernah menasihatiku seperti ini, “Amun

ikam kaina hudah tuha bagawi, jangan suah tapikir

handak pinsiun bagawi.115” Ucapnya.

Mendengar perkataanya itu aku balik bertanya.

“Kanapa garang, Kai? Amun pagawai nagri tuh hampai

umur anam puluhan haja bagawinya mbah tu pinsiun.

Mau kada mau paksa ai pinsiun Kai ay.116” balasku.

“Maksud kai tu kada kaitu pang Cu ai. Maksud

kai, bujur haja mun ikam kaina bagawi jada pagawai

ada pinsiunnya. Tapi nintu kadanya baarti ikam harus

ampih bagawi. Mun awak masih bigas, pikiran masih

tagas haja, mun kawa bagawi, ya bagawi. Allah ta’ala

hudah mambariakan nikmat bigas wan tagas, ya

dipakai ay. Ya kalo Cu? Mangarti lah nang jar Kai nih

ikam Cu?” Kakek menjelaskan kepdaku dengan penuh

semangat.

Aku mengangguk. Aku mengerti maksud

ucapan kakek. Itu artinya, meski suatu saat kita

sudah menyelesaikan masa karir di dunia kerja, itu

bukan berarti menghentikan kita untuk terus

berkarya. Kakek adalah sosok yang mandiri.

115 Kalau kamu nanti sudah tua bekerja, jangan pernah untuk berpikir ingin pensiun kerja. 116 Memangnya kenapa, Keki? Kalau pegawai negeri bekerjanya Cuma sampai umur enam puluh tahun dan setelah itu akan pensiun. Mau tidak mau maka ya harus pensiun, Kek

Page 116: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

116

Dimataku, beliau seperti elang. Beliau tak pernah

menyusahkan dan ingin menyusahkan orang lain

sedikitpun. Meski sudah berusia lebih enam puluh

tahun, untuk menopang hidupnya ia bekerja dengan

mandiri. Aku sangat salut dengan hidup kakek.

Matahari semakin terik. Aku menghadapkan

badanku ke arah timur mata angin, lalu mengangkat

kedua tanganku tegak ke atas. Bayangan matahari

sudah menandakan sekitar pukul dua siang. Dari

jalan setapak handil durian, beberapa kawanan

pemuda dan pemudi nampak melintas lalu. Ada

beberapa anak mengenakan seragam putih abu-abu

dan ada yang mengenakan seragam putih biru.

Mereka para siswa MAN Martapura dan MTsN Gambut

yang sedang bersepeda menuju pulang.

Satu di antara mereka berhenti di bawah pohon

pisang yang berjejer dan nampak terlihat mengganti

seragam sekolahnya dengan pakaian yang biasa

digunakan orang untuk turun ke sawah. Anak itu

berjalan menuju pondok untuk mengambil tanggui,

ranggaman dan balik. Ia berjalan ke arahku. Aku

menunggunya dengan tersenyum. Aku bisa melihat

sorot matanya yang tajam tapi wajahnya tetap ramah.

Ia datang kepadaku dan menyodorkan tangannya.

“Aku Rasyid, Rasyid Khairuzzaman. Siapa

ngaran ikam? Cucu Kai Ibur kah?” ucapnya tanpa

basa-basi.

Aku segera menyambut tangannya dengan

disertai senyum. Aku membalas ucapannya.

Page 117: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

117

“Aku Ucai, Ahmada Husairi. Iih, aku cucunya

Kai Ibur”. Balasku.

Sudah tiga bulan aku tinggal di sini, rasanya

aku tak pernah bertemu dengan bocah yang

mengenalkan dirinya Rasyid itu di desa ini.

Setelah berkenalan, ia berjalan menjauh dari

hadapanku. Ia turun ke ladang di sebelah barat untuk

ikut serta memanen padi milik kakek. Tadi pagi kakek

memang sempat bilang kepadaku kalau akan ada

seorang anak yang datang membantu kami, tapi anak

itu datang siang hari karena pagi ia harus sekolah.

Rupanya bocah yang dimaksud kakek itu Rasyid. Aku

segera berjalan melanjutkan tugasku.

***

Setelah menyelesaikan bagian ladang yang

harus aku panen, sejenak aku berhenti dan

mengistirahatkan badanku di pondok kecil yang

dibuat kakek di tengah ladang.

Dari pucuk masjid Al-Muhajirin desa Malintang

baru yang berjarak sekitar satu kilometer dari ladang

kakek, terdengar lantunan ayat suci Al-Qur’an yang

tengah berkumandang. Itu artinya sebentar lagi watu

ashar tiba. Kakek dan pemuda yang mengenalkan

dirinya ‘Rasyid’ itu sejurus menyudahi pekerjaannya.

Mereka berdua turut bersua denganku untuk

mengistirahatkan raga yang keletihan karena hampir

seharian kakek bergulat di tengah ladang.

Page 118: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

118

Aku mengambil air putih yang ku bawa di

sebuah cerek alumunium tua dari rumah, lalu

menyerahkannya kepada kakek dan Rasyid. Aku yakin

mereka berdua pasti sangat kehausan. Dengan

ditemani angin sepoy dan terik mentari yang

menimbulkan fatamorgana di atas ladang padi yang

menguning itu, kakek menceritakan tentang Rasyid

kepadaku.

Kakek bilang kalau Rasyid itu adalah anak

julak Basun. Dia adalah pemuda dari desa sebelah,

desa muara Durian, sekitar satu kilometer dari desa

kami. Setiap sehabis shubuh, Rasyid biasanya

menjajakan jualannya, kue amparan tatak sampai ke

desa Handil Durian. Tapi karena ini musim panen

padi, maka ia tak menjajakan kuenya lagi, sebab pagi

sebelum berangkat ke sekolah, ia menjadi tenaga

upahan untuk memanen padi warga yang

memerlukan bantuan tenaga kerja. Dagangannya

biasanya ia titipkan di warung pagi-warung shubuh-

yang ada di sekitar desa Handil Durian dan Muara

Durian.

“Nah, sabujurnya hari ini gen imbah maatar

jualannya ka sabarataan warung shubuh gasan

diandaki, inya hudah sampat mahumai pahumaan

sapalih. Marganya inya musti sakulah pank, makanya

Rasyid tulak dahulu ka sakulahan. Hanyar imbah inya

bulik sakulah, inya manarusakan gawiannya gasan

mangganii kita..117” Ucap Kakek menjelaskan. Rasyid

117 Nah, sebenarnya hari inipun sehabis mengantar jualannya ke semua warung pagi untuk dititipkan, ia sudah sempat memanen beberapa ladang.

Page 119: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

119

hanya diam sambil mengipas-ngipaskan helai lembar

daun pisang ke badannya. Setelah angin sepoy

kembali datang bertamu, ia menghentikan

kipasannya.

Mendengar cerita kakek itu, aku menjadi

sangat kagum dengan pemuda yang sepertinya masih

seumuran denganku itu. Matanya tajam. Raut

mukanya sedikit berkerut, meski sejatinya ia masih

tergolong bocah yang masih muda. Kulit tangannya

hitam legam. Bau badannyapun seperti bau kulit yang

terbakar panas, hangit118.

“Ikam sakulah119 dimana, Syid?” tanyaku

membuka wacana. Rasanya hatiku ingin sekali akrab

dengan pejuang kecil itu.

“Eh..” Dan bocah berambut agak ikal itu

tersentak mendengar ucapanku barusan. Suaranya

terdengar sedikit serak, parau.

“Sakulah dimana? Neh Ucai batakun120 jar..”

ucap Kakek menimpali.

“Ooo.. ulun121 sakulah di Tsnawiyah Gambut.”

Balasnya singkat. Wajahnya seolah tengah

memikirkan sesuatu.

“Kalas barapa hudah?122” sambungku.

Karena ia harus sekolah, maka Rasyid pergi dulu ke sekolah, baru ketika ia pulang sekolah ia melanjutkan pekerjaannya untuk membantu kita. 118 hangus 119 Kamu sekolah 120 bertanya 121 saya

Page 120: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

120

“Hanyar kalas satu. Ikam pang sakulah dimana

jua?123” balasnya menanyaiku. Wajahnya tersenyum.

Sepertinya ia berusaha bersikap seramah mungkin

kepadaku, orang yang baru dikenalnya.

Aku tersenyum mendengar pertanyaan Rasyid.

Sebenarnya aku malu untuk menjawabnya. Dengan

malu aku mengaku kalau aku tak sekolah, “Aku

kada124 sakulah lagi..” balasku dengan nada pelan.

Aku menoleh ke arah kakek, beliau hanya diam.

Bocah itu seketika menoleh ke arah Kakek

dengan mimik heran.

“Kada handak lagi sakulah atawa kadada duit

gasan sakulah? Sayangnya? Tapi SD lulus ay kalu?.

Jaka sakulah. Nyaman kawa bagawi ka situ ka mari

kaina125” balasnya serius sambil menatap ke arahku.

“Alhamdulillah sumalam sampat lulus umpat

ujian masuk Tsanawiyah di banjar. Tapi kada jadi

sakulah. Handak manggini’i Kai ja di sini126.” Balasku.

Sejatinya aku malu mengatakannya. Rasyid pasti

mengira aku anak yang bodoh. Tapi entah kenapa aku

tak kuasa untuk tidak menjawab pertanyaan Rasyid.

122 Sekarang kelas berapa? 123123 Baru kelas satu. Kamu sendiri sekolah dimana? 124 tidak 125 Tidak ingin sekolah lagi apa tidak punya uang untuk sekolah?. Sayang sekali? Tapi SD lulus kan? Mending sekolah saja. Biar enak nanti bisa kerja kesana kemari. 126 Alhamdulillah kemarinsempat lulus waktu ikut ujian masuk MTsN Banjarmasin. Tapi tidak jadi sekolah. Saya ingin membantu Kakek di sini.

Page 121: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

121

“Mun kaitu sakulah ha tahun kaina. Mun tahun

ini, hudah kada kawa lagi pank. Pandaptaran hudah

tutup. Sakulah ja di Tsanawiyah Gambut. SPP-nya

murah haja. Ya kalo, Kai?127” Rasyid menoleh ke arah

Kakek. Wajah Kakek sempat sedikit kaget. Ia

mengangguk sambil tersenyum. Mungkin ia

tersenyum karena melihat persahabatan yang tumbuh

antara aku dan Rasyid.

“Tapi, mun ulun sakulah kaina, sampat juakah

lagi kaubar mandangani Kai di rumah?128” tanyaku

kepada Kakek.

Kakek tersenyum. “Nang panting ikam sakulah

ha dahulu, Cu ay.129” Balas kakek sambil membelai

kepalaku dan Rasyid.

Hari ini, pertemuanku dengan si pejuang kecil

itu benar-benar menjadi sebuah barokah kepadaku.

Rasyid, adalah bocah yang datang dengan segenap

semangatnya untuk bertarung melawan hidup.

Menaklukkan setiap rintangan kehidupan. Bocah

sekecil itu, rupanya menanggung beban yang tak bisa

kupandang ringan. Ia harus bekerja demi hidup dan

pendidikannya. Rupanya di dunia ini masih ada orang

yang bergulat dengan ujian berat melebihi beratnya

ujian yang aku hadapi. Rasyid Khairuzzaman, bocah

127 Kalau begitu sekolah saja tahun depan. Kalau tahun ini sudah tidak bisa. Sebab pendaftaran sudah ditutup. Sekolah saja di Tsanawiyah Gambut. SPPnya juga murah. Ya kan, Kek? 128 Tapi, kalau nanti saya sekolah, apa sempat membantu kakek di rumah? 129 Yang penting kamu sekolah dulu cucuku.

Page 122: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

122

yang setiap tingkah lakunya adalah sebuah

perjuangan dengan keikhlasan.

***

Page 123: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

123

Chapter 13

Persahabatan

Photo by: Randy Rakhmadany

Semenjak pertemuanku dengan bocah bernama

Rasyid itu, aku jadi lebih giat menjalani hari-hariku.

Anak laki-laki dengan sorot mata tajam itu benar-

benar menjadi inspirasi hidup bagiku. Langkah

kakinya lebar dan cepat, seolah tak sedikitpun ingin

membuang-buang waktunya. Semenjak dari aku

menjalin persahabatan dengannya, aku baru tahu

kalau ia sebenarnya bukan anak laki-laki kandung

dari julak Basun. Ia adalah anak pingitan. Julak

Page 124: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

124

Basun sejatinya adalah bujang lapuk yang

menginginkan sekali seorang anak. Dan Rasyid,

merupaka anak laki-laki yang dipindahtanganankan

oleh keluarganya untuk di asuh julak Basun. Aku

dengar Rasyid memiliki saudara kembar, namanya

Rasyid Ridha, di panggil Ridha. Ibu kandung mereka

berdua meninggal kala melahirkan dua bocah kembar

itu. Karena abah kandung Rasyid saat itu sedang

bangkrut dan tak sanggup untuk membesarkan kedua

buah hatinya, maka terpaksa ia harus mengorbankan

salah satu dari anaknya untuk diminta-asuhkan

kepada orang lain, dan anak itu adalah Rasyid

Khairuzzaman. Orang yang sejak tadi aku perhatikan

kegigihannya dari sini, pondok kecil tempatku sejenak

melepas lelah.

Hari sudah tanghari130. Matahari berada tepat

di atas ubun-ubun. Suara adzan tak lama

berkumandang dari corong Toa masjid al-Muhajirin

desa Muara Durian. Aku datang lebih dulu ke pondok

untuk beristirahat. Menyiapkan makan siang dan

menggelar sajadah untuk salat dzuhur berjamaah

bersama Rasyid. Badanku sudah bersih. Tadi aku

sempatkan untuk mandi terlebih dahulu di sumur tua

dekat deretan pohon pisang yang ada di sebelah timur

ladang kakek. Jaraknya sekitar seratus meter dari

pondok.

Dari jauh, wajah bocah yang saat ini berada di

tengah-tengah ladang padi itu tak sedikitpun

menampakkan kelelahannya. Semangatnya benar-

130 Tengah hari

Page 125: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

125

benar besar. Tekadnya kuat, sekuat baja. Setelah

mendengar lafadz hayya ‘alasshalah131, Rasyid

nampak menghentikan pekerjaannya. Ia sejurus

beranjak menuju pondok. Setelah minum beberapa

tegukan, ia berjalan menuju sumur untuk

membersihkan badan. Hari ini, Kamis, seperti biasa

kakek pergi ke pasar untuk menjual beberapa ternak

ayamnya yang sudah besar. Jadi beliau tak ikut

berladang bersama kami.

Beberapa saat, Rasyid kembali dan duduk

bersamaku. Diam-diam aku mencoba melihat dalam-

dalam goresan raut wajah kesatria kecil itu. Sorot

matanya menatap jauh kedepan, tajam dan penuh

akan visi. Dari sorot itu aku seolah melihat sebuah

mimpi besar yang ia cita-citakan. Riuh angin

menerbangkan rambut hitamnya yang hampir

gondrong. Aku merasa senang hari ini bisa seharian

berladang dengannya. Itu karena hari ini tanggal

merah, hari libur. Biasanya ia baru membantu aku

dan kakek di ladang kalau ia sudah pulang dari

sekolah, sekitar jam dua siang. Sejenak kami

melaksanakan salat dzuhur berjamaah. Ia ku suruh

menjadi imam. Usai salat, kami menyantap nasi putih

dan ikan asin bakar yang sengaja ku siapkan sebelum

berangkat ke ladang sebagai bekal dari rumah.

Aku memerhatikan Rasyid yang makan dengan

begitu lahapnya. Bocah sekurus itu rupanya memiliki

nafsu makan yang sangat besar. Ia bahkan minta

tambah dua piring banyaknya. Aku senang ia makan

131 Mari kita salat

Page 126: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

126

dengan lahap. Wajar, itu karena ia melakukan hal

yang begitu berat setiap harinya. Aku tersenyum.

Rasyid menoleh ke arahku dengan wajah herannya.

Aku berusaha membuang wajahku dengan menatap

kawanan burung Cawik yang terbang mencari makan

mereka.

“Ikam handak jadi apa Syid mun ganal

kaina?132” tanyaku. Entah kenapa tiba-tiba saja aku

jadi ingin tahu cita-cita bocah pekerja keras itu.

Ia menoleh ke wajahku. Tatapannya sedikit

mengisyaratkan rasa herannya. “Aku?” balasnya balik

menanya, sambil mengunyah nasi yang masih penuh

dimulutnya.

“I’ih... ikam ni pinanya baisi cita-cita nang harat

pang.133” Balasku sambil menyuap nasi ke dalam

mulut.

“Aku kada handak jadi napa-napa..134”

balasnya. Matanya fokus kepada piring yang ada

dihadapannya.

“Mmm....” balasku tak puas. Aku tak percaya ia

tak memiliki visi yang baik. Dimataku, ia pasti

mencita-citakan sebuah masa depan yang lebih baik.

Itu aku rasakan saat ia yang sangat bersemangat

menyuruhku untuk melanjutkan sekolahku yang

sempat terbengkalai. Aku yakin ia adalah orang yang

memiliki visi yang sama denganku, yaitu menuntut

132 Kamu bercita-cita ingin jadi apa kalau besar nanti, Syid? 133 Iya.. orang sepertimu sepertinya memiliki cita-cita yang besar. 134 Aku tidak ingin jadi siapa-siapa.

Page 127: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

127

ilmu sampai jenjang tertinggi. Kalau bisa aku ingin

jadi profesor. Profesor teknik pengairan. Itu karena

aku merasa sistem pengairan Banjar yang dulu

sempat menjadi buah bibir dunia, Banjar kota seribu

sungai, kini dirusak oleh penduduk negerinya sendiri.

Dan aku ingin mengembalikan kasanah kearifan lokal

nini muyang urang bahari135 itu. Meski, sepertinya

untuk menjadikan kembali Banjar si negeri seribu

sungai itu sangat sulit. Tapi setidaknya aku ingin

berusaha agar masalah perairan kampung halamanku

ini tidak semakin hancur dan kacau.

“Aku handak jadi profesor...136” balas Rasyid. Ia

lalu diam. Aku menoleh seketika mendengar

ungkapan hati dari Rasyid barusan.

Ia menatap mataku dengan sorot mata tajam

itu.

“Aku handak jadi profesor. Tapi...” ucapannya

terputus.

“Tapi apa, Syid?” balasku cepat, penasaran.

“Tapi aku kadada duit gasan sakulah ka kuliah.

Ini haja aku sakulah di ungkusi kulawarga H. Salim.

Aku kada tahu kaina aku kawa sakulah atawa kada

ka Madrasah Aliyah di gambut. Jangankan kawa jadi

135 Nenek moyang zaman dulu 136 Aku ingin jadi profesor

Page 128: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

128

profesor, sakulah Madrasah Aliyah haja aku masih

kada tahu...137” jawabnya lugas.

Aku tak bisa berucap apapun. Aku merasa

bahwa diriku adalah anak kecil yang tak lebih pintar

daripada Rasyid, sehingga aku segan untuk

mengutarakan apapun untuknya. Apalagi jika aku

memandang diriku sendiri, aku hanya seorang bocah

yang tak lulus UAN dan putus sekolah. “Apa aku

pantas memberikan nasihat baik kepada bocah itu?”

Gumamku.

Rasyid menatapku dan lalu tersenyum. “Ikam

pank, handak jadi apa jua, Cai?138” balasnya balik

bertanya.

Aku menatap Rasyid. Ia tersenyum untuk ke

sekian kalinya. Aku tak bisa untuk tak membalas

senyum yang begitu penuh ketulusan itu. Senyum

seorang bocah perkasa yang berjuang demi

kelangsungan hidupnya dengan penuh semangat.

“Aku handak jadi profesor.” Jawabku. Ia

tersenyum gemilang. Aku menjadi heran, kenapa

Rasyid tiba-tiba mengembangkan senyumnya

mendengar cita-cita yang barusan aku utarakan.

“Profesor? Ikam kada umpat-umpatan kalu wan

aku? Bujuran kah ikam handak jadi profesor?139” tanya

137 Tapi aku tidak punya uang untuk bisa sampai sekolah ke tingkat kuliah. Ini saja aku sekolah dibiayai keluwarga H. Salim. Aku tidak tahu nanti aku bisa sekolah atau tidak ke Madrasah Aliyah di gambut. Jangankanbisa jadi profesor, bisa sekolah Madrasah Aliyah saja aku masih tidak tahu... 138 Kalau kamu, bercita-cita ingin jadi apa, Cai?

Page 129: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

129

Rasyid kepadaku bersemangat. Ia menghentikan

sejenak makannya. Aku ikut tersenyum. Aku

mengangguk.

“Amun kaitu, ikam harus bujuran manarusakan

sakulah ikam. Kada mungkin kalu ikam jadi profesor

amun ampih sakulah? Ya kada?140” Ucapnya lantang

penuh semangat.

“Tapi... “ aku pesimis. Rasyid menatap wajah

ku, heran.

“Tapi apa?” balasnya, penasaran. Tangannya

memegang pundakku tak sabar.

“Tapi aku kada pintar kayak ikam pang Syid ay.

Kawa juakah aku jadi profesor?141” balasku pesimis.

Aku teringat surat keterangan kelulusan yang aku

terima dengan tulisan jelas menandakan aku ‘TIDAK

LULUS’.

Rasyid kembali mengembangkan senyumnya.

“Ikam142 tahu lah kisah Ibnu hajar al-asqhalani?”

tanya Rasyid kepadaku. Aku menggelengkan kepala.

Rasyid cepat-cepat menyelesaikan makannya. Setelah

minum beberapa tegukan, ia menyudahi makan

siangnya.

139 Profesor? Kamu tidk ikut-ikutan dengan aku kan? Serius kamu ingin jadi profesor? 140 Kalau begitu, kamu harus sungguh-sungguh melanjutkan sekolahmu. Tidak mungkin kan jika kamu ingin jadi profesor sedangkan kamu berhenti sekolah? Ya tidak? 141 Tapi aku bukan orang yang pintar sepertimu. Apa mungkin aku bisa jadi profesor? 142 kamu

Page 130: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

130

Rasyid membenarkan duduknya dan lalu

bercerita. “Ibnu Hajar itu ulama. Sidin urang arab.

Sidin tu mahafal al-qur’an wan balajar ilmu agama pas

hudah tuha. Balajar kasitu kamari tatap buntat kada

sing pintaran. Imbah itu pah haratan sidin handak

ampih balajar, putus asa hudah, sidin malihat batu

hirang ganal nang di titiki ulihnya banyu. Satitik, dua

titik, tiga titik. Pah diparaki sidin, kalihatan sakalinya

batu ngitu tadi baluwang, Cai ay. Nah, nyawa tahu

kada maksud kisah tu?143” tanya Rasyid kepadaku

membuat aku semakin tertarik dengan kisah yang

barusan ia bawakan.

Aku tak pernah mendengar cerita itu

sebelumnya, dan aku tak faham sedikitpun maksud

dari kisah itu. Aku menggelengkan kepalaku dengan

wajah tak tahu.

Rasyid tersenyum. Ia semakin bersemangat.

“Naaaah, itu artinya, nang ngarannya manuntut ilmu tu

ya kaya banyu nang manitiki batu itu tadi pang.

Tunggal dikitaaan hulu. Batu haja nang karas imbah di

titiki banyu tunggal titikan kawa haja baluwang.

Apalagi utak kita nih. Amun di titiki ulih ilmu tunggal

dikitan, kawa haja jua masuk ka utak, nang artinya

kawa haja jua pintar. Pak Habibi tu sama haja

makannya wan kita pada nasi wan iwak ha jua. Buya

143 Ibnu Hajar itu adalah seorang ulama. Beliau dari bangsa Arab. Beliau dulu menghafal al-qur’an dan belajar ilmu agama ketika sudah tua. Balajar ke sana ke mari tetap bodoh dan tidak faham akan yang dipelajarinya. Setelah itu ketika beliau ingin berhenti balajar, putus asa, beliau melihat sebuah batu hitam besar yang di tetesi oleh air. Setitik, dua titik, tiga titik. Setelah didekati oleh beliau, terlihatlah bahwa ternyata batu itu tadi sudah berlubang, Cai. Nah, kamu tahu tidak maksud dari kasah itu?

Page 131: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

131

Hamka, Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, guru

sakumpul, siapakah nang ikam sambati ngarannya,

mun urang Indonesia ya makannya sama haja jua wan

kita pada nasi wan iwak. Lalu kanapa kita kada yakin

kita kawa pintar jua kaya bubuhan sidin ngitu?. Sidin

haja kawa pintar, maka kita gen kawa ay jua. Asal

hakun balajar rancak. Bausaha bujur-bujur lawan

kada bulih manyarah. Haram manyarah tu Cai ay.

Amun bajuang tu Waja sampai ka puting.144” Rasyid

menjelaskan panjang lebar dengan semangat dan

tekad membara yang tergambar dimatanya.

Mendengar cerita Rasyid barusan, entah

mengapa semangat dalam hatiku turut ikut berkobar.

Apa yang diutarakan bocah sekecil itu benar-benar

penuh makna. Ya, batu yang keras saja bisa

berlubang ketika di tetesi oleh air yang lembut secara

terus menerus apalagi pengetahuan yang coba kita

fahami. Meskipun harus beberapa kali mempelajari,

tapi suatu saat kita pasti akan menguasainya jua jika

terus berusaha. Kini semangatku menyulut. Api

keyakinan merasuk ke dalam jiwaku. Aku yakin, aku

144 Naaaah, itu artinya, yang namanya manuntut ilmu itu ya seperti air yang manetesi batu itu tadi. Sedikit demi sedikit. Batu yang karas saja setelah ditetesi air sedikit demi sedikit akhirnya juga bisa berlubang. Apalagi otak kita ini. Kalau ditetesi oleh ilmu sedikit demi sedikit, pasti bisa masuk ke otak, yang artinya bisa kok kita pintar. Pak Habibi itu makannya sama dengan kita, ya sama-sama makan nasi dan ikan. Buya Hamka, Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, guru Sakumpul, siapa saja yang kamu sebut namanya, kalau itu orang Indonesia ya makannya sama saja dengan kita ya makan nasi dan ikan. Lalu kenapa kita tidak yakin kita bisa pintar seperti mereka-mereka itu?. Beliau yang makan nasi itu saja bisa pintar, maka kita juga pasti bisa. Asal mau terus belajar. sungguh-sungguh dan tidak boleh menyerah. Haram menyerah tu, Cai. Kalau berjuang itu Waja sampai ka puting (harus sampai akhir).

Page 132: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

132

bisa mencapai cita-cita untuk menjadi orang yang ahli

di bidang teknik pengairan.

Matahari mulai merangkak turun dari ufuk.

Setelah sore, aku dan Rasyid kembali kerumah

dengan menaiki sepeda Rasyid berdua.

***

Pendaftaran siswa baru tahun ini sudah kian

dekat. Alhamdulillah sekolah Tsanawiyah Negeri di

gambut mau menerima siswanya yang sudah

mengalami jeda waktu sekolah dari MI ke MTsN

sepertiku. Setelah mengikuti tes tulis, baca al-Qur’an

dan wawancara, akupun secara resmi diterima sebagai

siswa di sekolah yang berjarak sekitar enam kilometer

dari desaku kakek, desa Handil Durian.

Masalah selanjutnya adalah, aku tak memiliki

seragam sekolah. Dengan malu aku

mengungkapkannya kepada kakek. Aku bilang aku

tak punya uang untuk membeli pakaian seragam

sekolah putih biru dan seragam pramuka. Dan

alhamdulillah, rupanya kakek sudah menyiapakan

segalanya. Seminggu yang lalu, ketika aku pergi untuk

memancing, diam-diam kakek pergi ke pasar untuk

membelikan seragam sekolah dan buku tulis

untukku. Pantas saja lumbung padi yang ada di

belakang rumah sedikit berkurang. Rupanya kakek

rela menjual beberapa karung padi miliknya untuk

membiayai sekolahku. Dan semenjak itu, aku tercatat

sebagai murid MTsN Gambut kelas 1D. Ini

Page 133: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

133

kesempatan keduaku untuk terus melanjutkan

sekolah. Dan ini, adalah lembaran baru bagi hidupku

untuk menyongsong masa depan. Aku, harus berhasil.

***

Page 134: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

134

Chapter 14

Siswi brilian, Zanariah

Dan ini adalah hari dimana aku sudah bisa

melangkah gagah dengan seragam putih biru

kebanggaanku. Sudah lebih seminggu aku

menghabiskan separuh hariku di sekolah. Segala

pekerjaan yang biasanya ku lakukan di pagi hari,

seperti memberi makan ternak dan membersihkan

ladang, kini aku kerjakan tepat usai salat shubuh,

sebelum berangkat ke sekolah. Sorenya biasanya aku

memancing dan memasak atau mencuci pakaianku

dan kakek.

Dan seperti biasa, hari ini tak lupa aku

membawa sekresek kacang goreng sebagaimana

kebiasaanku saat MI dulu. Ya, sambil sekolah sambil

mencari rejeki dengan berjualan kacang goreng

kepada siswa dan siswi di sekolah. Berbeda dengan

sekolah-sekolah tergolong maju yang ada di

perkotaan, di sekolahku yang masih tergolong daerah

kurang maju ini, berjualan kacang sambil

menjajakannya kepada siswa dan siswi di sekolah

masih diperbolehkan. Bahkan aku berani

menawarkannya kepada gur-guruku. Tak ada

sedikitpun rasa malu yang aku rasakan.

Lonceng sekolah sudah berdentang. Seluruh

kawanan siswa kelas dua yang sejak tadi asik bermain

sepak bola di halaman sekolah berlarian membentuk

barisan per kelas masing-masing sambil menghadap

Page 135: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

135

lurus ke tiang bendera di halaman sekolah. Aku tahu

kenapa para siswa itu terlihat begitu disiplin. Itu

karena ada sosok yang ditakuti oleh mereka. Sosok

yang baru saja memukul badan lonceng tadi keras-

keras lalu berdiri di atas mimbar yang biasa

digunakan untuk upacara, sambil menatap sinis

dengan sorot mata tajam dan kumis hitamnya yang

mengelebat. Pak Zulfikar. Salah seorang guru yang

sangat ditakuti oleh murid sini. Dengan wibawanya,

tanpa harus berucappun seluruh siswa yang berlaga

bak prajurit langsung mengerti perintah komadannya.

Para siswa yang tadi tidak bermain bola di

lapangan nampak berduyun-duyun turun ke

lapangan. Hari ini adalah hari senin, hari dimana

upacara pagi selalu menjadi kewajiban rutin dari

sekolah ini. Dan seperti biasa, setiap senin akan

diumumkan semua hal berkaitan dengan kemajuan

sekolah.

Hari itu, di bagian akhir upacara seorang gadis

dengan perawakan kurus dan rupa sangat biasa di

panggil ke depan. “Zanariah” nama gadis biasa itu.

Matanya lugu. Bahasa tubuhnya menggambarkan

kalau ia orang tak punya. Tapi predikat yang

disandangnya, yang kala itu diucapkan dengan begitu

semangat oleh bapak kepala sekolah membuat

jantungku berdegup kencang. “Peraih juara I lomba

sains tingkat SMP/MTs se provonsi Kalimantan

Selatan”. Ketika namanya disebut barusan, gadis yang

kata kawan-kawan duduk di kelas dua itu hanya

menunduk malu sambil menyerahkan piala yang

diraihnya kepada kepala sekolah. Di sekolah ini,

Page 136: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

136

setiap siswa dan siswi yang berhasil memeroleh juara

atau penghargaan dalam acara tertentu, akan diberi

kehormatan untuk tampil menyerahkan hasil

upayanya berupa piala kepada pihak sekolah melalui

kepala sekolah pada upacara senin diadakan.

Menurut pak Zulfikar, itu sebagai bukti penghargaan

sekolah kepada siswa yang bersangkutan dan memicu

kepada siswa lain untuk berlomba-lomba

mengharumkan nama sekolah.

Aku terpukau. Keringat yang keluar dari

peleheranku karena terpaan mentari pagi yang cerah

serasa tak terhiraukan lagi. Aku kagum sekaligus

bangga. Dalam hati aku berazzam “Suatu saat, akulah

orang yang ada di depan sana dan menyerahkan

sebuah piala kebanggaan untuk sekolahku”. Dan

suatu saat nanti semua akan menyebut “Ahmad

Khusairi sebagai juara I lomba tingkat provinsi

Kalimantan Selatan di ajang tertentu” Bisikku dalam

hati.

Bibirku menyungging senyum geli. Aku tertawa

sendiri meski semua orang yang saat ini ada di

lapangan upacara tak ada seorangpun yang tahu apa

yang tengah aku tertawakan. Aku menoleh ke tempat

Rasyid berdiri, di deretan wajah siswa kelas 2A.

wajahnya nampak tenang. “Rupanya Rasyid bukan

siswa paling brilian di sekolah ini” pikirku. Tapi meski

begitu, kesuksesannya tidak kalah bagus dengan

Zanariah yang kini ada di depan sana. Bocah laki-laki

kurus hitam itu adalah motivatorku. Pejuang tanpa

kenal kata menyerah. Dan lelaki bertanggungjawab

ketika tanggungjawab itu sejatinya masih belum harus

Page 137: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

137

di sandarkan dipundaknya. Ia ada untuk hidup dan

menghidupi orang lain. Rasyid, Zanariah, Amad,

mereka adalah inspirasiku.

***

Semenjak hari itu, aku sangat bergirah untuk

terus menimba ilmu. Semangat mencari cahaya ilmu

seaakan tak terbendung. Setiap hari aku tak pernah

menyiakan waktu untuk hal yang tak berguna.

Separuh hariku kuhabiskan di sekolah dan

perpusatakaan sekolah. Ditemani teman sejatiku yang

kala itu memeiliki kebiasaan yang sama denganku,

menjadi kutu buku diperpustakaan sekolah dan

mencari rejeki jika telah balik ke rumah. Dia adalah

Rasyid. Semangat perjuangan yang tumbuh kala itu

membuat aku begitu menikmati keletihan raga dalam

asa kerja keras. Semangat yang terus menggebu itu

membuncahkan sebuah harapan akan sebuah cita

dimasa depan. Yang perlahan, aku mencoba

menorehkannya dengan tinta keringat dan air mata.

Masa aku harus bergelut dengan ambisi dan mimpi.

Masa perjuangan.

***

Page 138: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

138

Chapter 15

Lomba cerdas cermat tingkat provinsi.

Matahari kian dimasa teriknya. Aku lihat jam

tanganku sudah menunjukkan pukul Sembilan pagi.

Aku dan seluruh siswa yang mengikuti lomba cerdas

cermat Se-Provinsi Kalsel masih berjemur di bawah

terik sang surya. Ini gara-gara budaya jam karet yang

menyebabkan upacara pembukaan lomba jadi telat

hingga satu jam. Acara yang semestinya dimulai jam

tujuh pagi, akhirnya dimulai jam delapan pagi karena

harus menunggu pembesar yang membuka acara

datang terlebih dahulu. Ini benar-benar hal yang

paling aku benci.

Keringatku sudah mulai berjalan geli dari

pelipis hingga ke pipi. Aku memain-mainkan kakiku di

tanah sambil menggambar sesuatu secara abstrak.

Aku sudah bosan mendengarkan pidato pembukaan

yang cukup panjang oleh panitia. Aku lihat Rasyid dan

Zanariah fokus dengan buku saku kecil ditangan

mereka. Beberapa siswa peserta lomba yang mengikuti

upacara itu juga sibuk dengan buku-buku bacaan

mereka. Hanya aku yang sepertinya tak memiliki

persiapan. Aku menatap minder ke arah mereka.

Selesai upacara pembukaan, aku segera

mencari tempat teduh dan mengambil botol minuman

yang ada di dalam tas. Tanpa lupa membaca bismillah,

aku segera menyelesaikan beberapa tegukkan untuk

membahasi tenggorokanku yang sudah terasa sangat

Page 139: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

139

kering. Beberapa saat, Zanariah dan Rasyid sudah

berdiri di hadapanku. Rasyid memberikan isyarat

untuk menuju ruang lomba.

Lomba cerdas cermat ini terbagi menjadi dua

jenis, yaitu lomba individu dan tim. Setelah Zanariah

dan Rasyid selesai mengikuti lomba individu, kini

gilaran aku ikut beraksi bersama mereka dalam lomba

antar tim. Dilomba ini tim yang ikut ada lima belas

dan itu dari lima belas sekolah yang berbeda.

Sejak tadi yang aku lihat pemandangannya

seragam. Hampir semua siswa yang ikut lomba itu

membawa buku kemana-mana dan membacanya

disetiap ada selang waktu sedikit apapun. Kutatap

setiap wajah mereka. Semuanya hampir serupa,

“potongan kutu buku” pikirku mengomentari setiap

anak yang nampak menyendiri dan terlihat agak

culun dengan kacamata yang menempel di wajah

mereka. Rasanya hanya aku yang sejak datang pagi

tadi tak pernah barang sekalipun memegang sebuah

buku. Aku malah bertanya kepada diriku sendiri, aku

siap atau tidak?. Ya, setidaknya aku sudah

mempersiapkan semuanya beberapa hari yang lalu

sebelum lomba ini diselenggarakan. Hingga saat ini,

yang kupikir hanyalah alasan kenapa sekolah

mempercaya aku untuk masuk di tim ini dan ikut

lomba bersama Rasyid dan Zanariah. Memang Rasyid

dan Zanariah adalah dua siswa yang memiliki

intelektualitas yang mapan. Dan jika aku punya

sepuluh jempol, maka aku akan kasihkan sepuluh

jempol itu untuk mereka. Tapi aku?. Aku tak punya

spesialisasi apa-apa. Bahkan aku merasa di sekolah

Page 140: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

140

masih banyak siswa yang meskipun tidak sebrilian

Zanariah, tapi setidaknya lebih baik daripada aku.

Aku menggaruk-garuk kepalaku yang sebenarnya tak

sedang gatal.

Lomba dimulai. Lomba pertama adalah babak

penyisihan untuk menuju babak selanjutnya, yakni

babak semifinal. Setiap penyisihan diwakili lima tim

dan akan diambil tim peringkat pertama dan kedua.

Soal yang disajikan adalah pilihan ganda dan esay.

Penilaian akan dilakukan oleh juri hari ini dan akan

diumumkan besok. Dan betapa tak diduganya, tim

kami lolos untuk melaju ke babak semifinal.

Dibabak semifinal peraturannya agak berbeda.

Format lombanya seperti yang sering diadakan di tv,

yakni setiap kelompok akan mengambil setiap amplop

yang berisi pertanyaan. Dan setiap tim harus

menjawab semua pertanyaan yang ada di amplop itu

dengan benar. Jika salah maka skor dikurangi, dan

jika pas, maka skor tidak bertambah ataupun

berkurang. Akan tetapi, pertanyaan yang pas itu akan

diajukan kepada kelompok lain. Dan jika kelompok

lain itu menjawab dengan benar, maka nilainya akan

bertambah. Jika salah, maka juga akan berkurang.

Satu hal yang selalu ku kagumi dari Zanariah

dan Rasyid. Setiap mereka menghadapi setiap

pertanyaan yang muncul, mereka selalu tenang.

Berebda sekali denganku. Bahkan bukannya

konsentrasi untuk menjawab pertanyaan yang

diberikan panitia, aku justru asik memerhatikan

setiap gerak-gerik Rasyid dan Zanariah yang terlihat

Page 141: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

141

begitu fokus seolah tak sabar ingin melahap semua

pertanyaan dan menjawab semua pertanyaan itu dari

panitia. Dan aku, hanya tertegun dengan

kekagumanku akan dua brilian itu.

Benar-benar karena keberuntungan semata.

Rasanya, aku tak banyak, bahkan bisa dikatakan

tidak ada sedikitpun andil bagian dalam tim ini untuk

menjawab pertanyaan yang dilemparkan panitia.

Beberapa menit yang lalu, dari total lima belas soal

yang ditanyakan, aku hanya berhasil menjawab satu

pertanyaan yang sejatinya aku sangat yakin Zanariah

dan Rasyid juga kontestan yang lain pasti juga tahu

betul jawabannya. Hanya karena menang cepat

memencet bel, akhirnya aku yang menjawabnya.

Pertanyaan terakhir. Sang juri mulai

menjelaskan perturannya. Benar-benar unik. Setiap

tim diminta untuk mempertaruhkan skor yang telah

mereka kumpulkan minimal 30 nilai. Jika pertanyaan

kelompok benar, maka nilai 30 yang ditaruhkan itu

akan menjadi tambahan nilai bagi tim. Tapi bila salah,

maka nilai tim akan di kurangi sejumlah nilai yang

ditaruhkan.

Dahiku mengernyit seketika. Rasyid dan

Zanariah nampak bertatapan. Mungkin apa yang

mereka pikirkan saat ini tak beda denganku. Sejak

kapan ada lomba cerdas cermat yang memiliki format

seperti perjudian ini?. Batinku menanya. Ku lihat

beberapa orang dewasa berpakaian seragam dinas

nampak memasang wajah bingung. Mungkin

memikirkan hal yang sama denganku. Tapi apalah

Page 142: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

142

daya, ini sudah menjadi ketentuan panitia dan tak

mungkin protes dilakukan disaat lomba tengah

berlangsung.

Aku melihat ke papan nilai sementara.

Kelompokku mendapat nilai 120. Jika kami

menaruhkan nilai 40, maka jika benar total skor

menjadi 160 dan bila salah maka akan menjadi 80,

karena dikurangi 40 poin. Aku lihat dari papan nilai

kelompok A memiliki total nilai lebih tinggi dari kami,

150. Kelompok B memeroleh 90 poin. Kami berada di

tengah-tengah. Dari selentingan orang-orang, SMP

Favorit kota Banjarbaru dan MTsN Banjarmasin

sudah memastikan diri untuk menuju babak final

yang dilaksanakan besok.

Rasyid menggamit tanganku sambil berbisik

“Pasang poin barapa kita nih?” ujarnya.Aku tersentak.

Bisa-bisanya ia menanyaiku. Padahal, saat ini Rasyid

adalah ketua tim kami yang setiap keputusan selalu

kami percayakan kepadanya. Tapi di saat seperti ini,

dia masih memerhatikan bocah tanpa reputasi dan

partisipasi ini untuk memberikannya masukan.

“Barapa Cai, lakasi?145” ucapnya sambil

menggamit tanganku untuk kedua kalinya.

Aku tertegun. Setelah memejam sambil

menghening sejenak, “Bismillah..” aku mengambil

spidol di tangan kanan Rasyid dan menulis angka 40

di papan pengajuan poin yang ditaruhkan. Agak ragu

antara berjudi dan apalah, aku tak tahu. Yang pasti,

145 Berapa Cai, Cepa..?

Page 143: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

143

dengan Bismillah, aku percaya hal spektakuler

biasanya akan terjadi. Sekilas ku dapati wajah Rasyid

dan Zanariah yang melongo melihat sikapku barusan.

“Napa buhannya?146” tanyaku bingung menatap

kedua bocah yang sejak tadi bersamaku itu. Sontak

Rasyid dan Zanariah menggeleng sambil tersenyum

payau.

Detik bergulir pelan. Nafas Rasyid benar-benar

terasa berkoar deras dari bilik telingaku. Aku menatap

wajah yang tengah berkonsentrasi dari Rasyid dan

Zanariah. Keduanya nampak serius.

Pertanyaan di lemparkan. Semua tim diminta

menuliskan jawaban mereka dalam kurun waktu tiga

menit pada sebuah kertas jawaban yang diberikan

panitia kepada masing-masing tim. Setelah itu kertas

jawaban akan diserahkan kepada juri, dan lalu juri

yang lain akan menjelaskan jawaban yang benar dari

pertanyaan itu. Setelah itu baru perhitungan skor dan

pengumuman skor akhir dilakukan.

Panitia kembali membacakan soal sejarah lokal

yang tadi sudah dibacakan. Dengan sigap juri

memaparkan runtutan jawaban dari soal tersebut

secara kronolog. Aku bahkan tak tahu apa yang ditulis

Rasyid di atas kertas jawaban. Hari ini aku benar-

benar tak ada kontribusi apapun. Aku malu dengan

diriku sendiri. Namun, dari rona wajah Rasyid dan

Zanariah, sepertinya kami mendapat pertanda bahwa

kali ini jawaban kami benar. Meski tak begitu yakin,

146 Ada apa teman-teman?

Page 144: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

144

etah mengapa perasaanku langsug merasa

kegirangan.

Tiba-tiba Rasyid menatap ke arahku dengan

wajah berubah pasi. Aku faham, jika kelompok B yang

mempertaruhkan semua nilainya, 90 poin itu

jawabannya benar, maka poin mereka akan menjadi

180. Sedangkan kelompok A yang kini memiliki 150

dan jawaban mereka juga benar, maka dengan poin

yang meraka pertaruhkan sebanyak 50 poin akan

memeroleh angka poin tertinggi, 200 poin. Dan meski

tim kami juga benar, nilai kami hanya 160 poin. Dan

bahkan menjadi tim dengan nilai terendah.

Jantungku langsung berdegup kencang. Aku

mencoba menatap wajah kedua tim yang menjadi

kompetitor kami untuk merebut tiket final. Ku lihat

wajah mereka nampak tetap tenang, bahkan seolah

memberikan pertanda kalau mereka benar. Aku jadi

merasa rendah sendiri. Aku merasa benar-benar

semakin tak berguna.

“Berikut hasil keputusan juri dari pertanyaan

penentuan tadi.” Ucap salah seorang MC yang sudah

hampir satu jam lebih memandu babak semifinal

lomba cerdas cermat ini.

“Kelompok A, dikarenakan salah dalam

menyebutkan tokoh yang berperang melawan Belanda

di desa Kuin carucuk, maka kami memutuskan bahwa

jawaban mereka salah.” ucap Juri lomba. Seketika

semua anggota kelompok A nampak lesu.

Page 145: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

145

“Begitu juga kelompok B. Dikarenakan

kesalahan yang hampir sama, maka jawabannya kami

nyatakan salah. dan Hanya regu C, yang rupanya

mampu menjawab serta menjelaskan jawabannya

dengan sangat runtut dan jelas. Sehingga jawaban

untuk regu C kami anggap benar. Dan total nilai akhir

adalah…..”

“Yeeee…..” Ungkapku berteriak membuat MC

yang tengah berbicara terdiam sesaat. Semua mata

sontak tertuju kepadaku. Aku tertegun dan terdiam

sambil menenggelamkan diriku dibalik seragamku

yang sedikit kebesaran.

“Total poin dari semua tim adalah; tim A

memeroleh niliai poin akhir 100. Tim B memeroleh

poin akhir 0, dan Tim C, memeroleh poin akhir 160.

Sehingga yang berhak melaju ke babak final adalah

Tim C. Selamat kepada tim C…” ungkap Juri yang

nampak melemparkan senyumnya kepadaku.

Seketika aku memeluk Rasyid dan menepuk

bahunya dengan penuh kebanggaan. Benar-benar

lomba yang menegangkan dan sedikit aneh,

menurutku. Itu karena sesi terkahir tadi aku merasa

tak sependapat dengan keputusan juri yang membuat

sistem lomba seperti taruhan itu.

“Lomba apa-apaan ini?” teriak salah seorang

penonton lomba yang mengenakan seragam dinas.

“Mana ada lomba kayak judi seperti ini??”

ungkapnya dipenuhi amarah. Suaranya tinggi

membentak.

Page 146: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

146

“Iya… kita tidak usah lagi ikut lomba seperti

ini..” ungkap salah seorang anggota dari kelompok A

yang masih duduk di kursi-meja lomba.

Semua orang terdiam dan semua mata tertuju

kepada mereka. Meski aku tak kenal, aku yakin

mereka adalah guru dan murid yang merasa dirugikan

oleh akibat sistem lomba yang dirancang sedemikian.

Meski tim kami yang menang, tapi aku meresa tak

sedikitpun ada kebanggan karenanya. Entah karena

aku merasa ini hanya kebetulan, atau memang karena

aku kasihan dengan tim yang tadinya berada di ujung

gerbang final, karena sudah meraih skor tertinggi,

namun bayangan piala mereka runtuh karena

taruhan mereka yang meleset dan akhirnya kalah, aku

tak tahu.

Suasana ruangan kelas yang di setting sebagai

tempat lomba sempat tegang. Namun, seketika

kembali kondusif setelah kawanan guru dan murid itu

menghilang dari pandangan semua orang yang ada di

ruangan itu.

Satu hal yang kini terbesit dalam benakku.

Meski sepele dan kupikir masih belum bisa dikatakan

sebagai kontribusi yang sangat berarti, tapi rangkaian

kata “Bismillah” yang ku baiatkan sebelum

menaruhkan harapan kami kepada kekuasaan Tuhan

benar-benar membawa hal spektakuler… Wallah, La

haula wala kuwwata illa billah..

***

Page 147: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

147

Page 148: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

148

Chapter 16

Maaf

Semua kontestan nampak sibuk dengan tim

mereka masing-masing. Hari ini adalah final semua

lomba, baik individu maupun antar tim. Dua jam yang

lalu final lomba individu sudah di mulai. Tak satupun

dari Rasyid dan Zanariah yang ikut masuk ke ruang

lomba antar individu. Rasanya tak perlu menanyai

mereka. Aku sudah tahu, mereka belum beruntung

untuk bisa masuk babak final lomba antar individu

itu. Tapi setidaknya, aku bersyukur karena kami bisa

masuk final di kategori antar tim.

Rasyid dan Zanariah nampak berjalan

mendekatiku. Tapi, seketika aku berlari menjauh dari

mereka. perutku terasa sakit tiba-tiba. Aku berusaha

segera menemukani papan bertuliskan WC atau

TOILET atau sejenisnya. Dan sejurus, akhirnya ku

temukan jua. Ku dapati jam dinding besar di sekolah

ini sudah menujukkan pukul 8.45am. Itu artinya lima

belas menit lagi final lomba antar tim akan di mulai di

aula sekolah.

Setelah selesai dengan hajatku, aku segera

berlari menuju aula sekolah. Sial, di sekolah yang

cukup besar ini sempat-sempatnya aku tersesat untuk

mencari aula sekolah yang bangunannya begitu besar

itu. Dan tiba-tiba, aku menemukan sesuatu yang

mencurigakan. Ku dapati dua orang berseragam

berbeda nampak memasuki sebuah ruang kosong.

Seorang murid berseragam putih biru sepertiku, dan

Page 149: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

149

orang dewasa berpakaian seragam dinas yang tak

begitu jelas. Diam-diam, aku mengikuti langkah

mereka. Sepertinya mereka tak menyadari

keberadaanku. Aku melirik ke arah jam tanganku,

waktu final tinggal lima menit.

Dengan cekatan, aku mengendap-ngendap agar

kedua orang itu tak menyadari keberadaanku dan

mengintip apa yang mereka lakukan dari balik

ruangan kosong itu. Aku masih tak yakin dengan apa

yang baru saja kulihat, apa ini sebuah kecurangan

bermodus jual beli soal atau apa. Yang jelas, orang

dewasa berpakaian seragam dinas berwarna cream

kecoklatan itu nampak memberikan sebuah kertas

kepada si murid dengan cepat. Dan tak perlu waktu

lama, kedua orang itu beranjak dan berjalan menuju

ke luar ruangan. Seketika akupun cepat-cepat berlari

menyelematkan diri agar mereka tak menaruh curiga

kepadaku.

***

Babak Final di mulai. Pesertanya adalah MTs

Banjarmasin, SMP Banjarbaru dan sekolahku yang

tak begitu terkenal, MTsN Gambut. Ku tatap semua

wajah peserta lomba, Rasyid, Zanariah, dan keenam

peserta dari sekolah dari dua kotamadya itu.

Semuanya nampak serius penuh keyakinan. Dari

bangku tim A yang diwakili SMP Banjarbaru, ku

nampaki wajah bocah seumuranku yang tadi ku lihat

melakukan transaksi dengan seorang pria dewasa

Page 150: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

150

berpakaian dinas berwarna cream kecoklatan.

Wajahnya nampak tenang dengan senyum sedikit

mengejek dan memandang remeh kepada tim lain.

Aku mencoba diam dan tenang. Aku tak bisa

menentukan dan memutuskan bahwa tim itu telah

curang. Aku masih belum memiliki bukti tentang apa

yang ku lihat beberapa menit yang lalu. Semuanya

masih berupa kecurigaan. Aku tak boleh gegabah.

Keringat dingin mengucur dari pelipis hingga

pipiku. Degup jantungku berdetak semakin kencang.

Dibenakku, aku semakin tak sabar ingin

mengeluarkan apa yang tersimpan di balik saku

celananya.

Lombapun dimulai dengan pengundian

ampolop berisi pertanyaan seperti saat penyisihan.

Semua tim berhasil menjawab dengan benar semua

pertanyaan. Wajah bocah laki-laki mencurigakan itu

semakin menunjukkan polahnya. Ia menatap setiap

peserta, termasuk aku dengan tatapan menremehkan.

Aku semakin tak sabar. Lomba dilanjutkan dengan

babak rebutan.

Di babak ini, hampir setiap kali pertanyaan

yang dilemparkan kepada para tim peserta lomba tak

satupun yang dapat tim kami jawab. Kelompokku

kalah cepat. Bocah menjengkelkan itu selalu paling

cepat memencet tombol bel untuk meyakinkan juri

bahwa dialah siswa paling cerdas yang berhak

menjawab pertanyaan itu. Aku kembali menatap

Page 151: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

151

wajah bocah itu. Senyumnya benar-benar arogan. Aku

sudah tak kuat dengan kecurigaanku.

“Juri yang terhormat…??!!” ucapku meninggi.

Aku sudah tak kuasa menahan gejolak ambisiku

untuk mempermalukan bocah itu di hadapan seluruh

orang yang ada di aula ini.

Sang juri pembaca soalpun tiba-tiba terdiam.

Suasana menghening. Semua tertegun dan sorotan

mata mereka menatap seluruhnya ke arah ku.

Aku mulai gugup. Dengan secercah keberanian

dan harapanku, aku mencoba bersuara.

“Tim SMP Banjarbaru itu curang. Mereka sudah

mengetahui soal dan jawaban yang akan di

pertanyakan oleh panitia….” Ucapku setengah ragu.

Semua yang ada di ruangan itu, juri, peserta lomba,

dan para penonton langsung bereaksi dengan suara-

suara yang tak jelas aku dengar. Suasana sempat

ribut. Tapi, entah mengapa kini muncul perasaan

khawatir jika tuduhanku itu salah kini menghujam

batinku.

Seketika Rasyid dan Zanariah menatap ke arah

ku, tajam. Semua orang memasang mata terbelalak.

Dan aku, hanya berharap apa yang ku ucapkan dan

yang ku lihat beberapa menit sebelum acara lomba itu

di mulai adalah benar. Mereka curang dalam

perlombaan ini.

Page 152: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

152

“Kalo benar mereka curang, mana buktinya?”

Ucap salah seorang Juri.

Aku menoleh ke sekililing. Berharap

menemukan seseorang yang tadi menyerahkan

selembar kertas yang aku yakin berupa soal dan

jawaban babak final lomba ini. Semua wajah ku

pandangi. Sial, yang ku ingat hanya satu, orang itu

mengenakan kemeja seragam dinas berwarna cream

kecoklatan. Aku sendiri tak begitu melihat jelas

wajahnya.

Beberapa juri masih berbisik. Keringat panas

dingin tiba-tiba saja mengulir di pelipis hingga pipiku.

Setelah beberapa saat melalui pemeriksaan akhirnya

juripun memutuskan. Karena tidak ada bukti terkait

hal yang telah dituduhkan, maka kelompokku

dinyatakan didiskualifikasi oleh juri lomba. Kami

diminta keluar dari meja peserta lomba final karena

telah melayangkan tuduhan tidak benar.

Aku tertegun, terdiam, tak percaya. Aku tak

kuasa menahan sesak di dada. Kepalaku serasa beku.

Ku coba menoleh ke arah dua temanku yang rupanya

sejak tadi memandangiku. Keduanya nampak bisu.

Kami bertiga terdiam sesaat. Tangan Rasyid segera

memegang tanganku dan tangan Zanariah. Kami

keluar dari ruangan dan segera pulang menuju

rumah.

Sepanjang jalan aku merasa sangat bersalah.

Kenapa aku harus melontarkan tuduhan itu. Padahal

kami sudah berada di ujung jalan. Seandainya aku

Page 153: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

153

tidak gegabah melayangkan tuduhan itu, maka

meskipun kami kalah, toh kami akan memeroleh

predikat ketiga. Masih mendapat sedikit kehormatan.

Aku merasa apa yang kulakukan itu sangat salah.

Aku merasa sangat bersalah kepada Rasyid, Zanariah

dan tentunya kepada sekolahku. Itu karena selain

membawa nama sendiri, kami datang membawa nama

sekolah kami di lomba itu. Dan setelah ini, aku yakin

sekolahku menjadi tercoreng dan masuk catatan

hitam oleh panitia lomba yang diadakan tahunan ini.

Dan mungkin, aku akan dikeluarkan dari sekolah

karena sudah mempermalukan sekolah.

Rasanya kini aku sudah tak memiliki asa.

Harapan yang ada di hadapan mata Rasyid, Zanariah

dan sekolahku rasanya hancur berkeping karena

ulahku, karena keegoisanku. Anganku mengangkat

piala di depan khalayak upacara senin dan

menyerahkannya kepada kepala sekolah itupun sirna.

Akupun kini mulai merasa sudah sepantasnya

mendapatkan sanksi sosial sebagai seorang

pecundang, hina.

***

Page 154: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

154

Dan angin meriuh, menyemburkan berjuta

penghinaan tepat di wajahku. Aku bisa merasa setiap

tatapan mata siswa di sekolahku semuanya

menunjukkan satu rasa yang sama, pengucilan. Yah,

rasanya di negeri ini sudah biasa jika setiap pejuang

yang pergi berperang tanpa membawa hasil apalagi

membawa sesuatu yang memalukan tentu

mendapatkan penghinaan. Samalah mungkin seperti

para pendukung timnas sepakbola Indonesia yang

begitu mengharum-harumkan para pemain tim

nasional sepakbola Indonesia ketika menang dan

menghina-hina mereka ketika kalah. Padahal kalah di

putaran final pula. Itupun karena sebuah kecurangan.

Seakan perjuangan timnas ketika berupaya melaju ke

babak final itu bukan suatu hal yang perlu diberi

apresiasi.

Rasanya setiap manusia di dunia ini hanya

sedikit yang mau menelisik suatu kejadian dengan

sorot mata yang lebih bersih dan berpemikiran. Tapi

untuk kasus diriku, mungkin lingkungan berpikir

bahwa memang sudah sewajarnya bocah ceroboh dan

egois ini menyandang sebuah sanksi sosial hingga

akan meninggalkan sekolah ini pada akhirnya. Entah

karena aku lulus, jika lulus, ataupun karena sebentar

lagi kepala sekolah akan memberikanku surat

pemulangan alias pengeluaran dari sekolah. Apapun

itu, aku sudah berusaha untuk mempersiapakan diri.

Semenjak hari itu, aku sudah tak lagi melihat

Rasyid duduk di kursinya. Zanariah bilang ia sudah

tak pernah lagi terlihat masuk ke sekolah. Perasaan

Page 155: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

155

bersalahku kembali mencuat. Apa mungkin itu karena

rasa kecewanya kepadaku?. Pikirku.

Sepulang sekolah aku langsung berkunjung ke

rumahnya. Kosong dan sepi. Sepertinya tak ada

seorangpun di dalam rumahnya. Seorang nenek tua

keluar dari balik pintu kayu lapuk tua dari rumah

sebelah dan mengatakan kepadaku kalau empu

rumah sudah seminggu pergi ke Kandangan147. Ia

bilang Julak Basun sakit sehingga ia ingin putranya

Rasyid membawanya pulang ke kampung halamannya

di Hulu Sungai Selatan.

Aku merunduk sambil mengucap sebuah kata

lirih, “Maaf…”, dan pulang dengan semangat yang

sudah tak bersisa.

Bersambung…

***

147 Sebuah daerah di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan

Page 156: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

156

Chapter 17

Nostalgia

Photo by: Randy Rakhmadany

Langit masih kelam. Dari atas jukung besar

yang tengah melaju di atas ombak-ombak sendu

sungai Kuin, pancaran sinar mentari yang biasa

merambat dari ufuk timur sana masih belum terlihat.

Tapi para warga yang tinggal di sepanjang bantaran

sungai di negeri seribu sungai ini mulai mengayuh

Page 157: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

157

jukung-jukung mereka mengarah tujuan yang sama,

pasar terapung.

Alunan ombak sungai yang menggoyang-

goyangkan kapal adalah nostalgia lama yang benar-

benar aku nikmati. Di luar sana, hujan rintik datang.

Binar cahaya lampu yang ada di pinggir jalanan bisa

kulihat begitu menawannya dari atas sungai ini.

Hari ini, tepat dua puluh tahun dari masa

kecilku, saat aku masih bergelut dengan profesi yang

sama dengan mereka yang tengah sibuk lalu lalang

mengayuh jukung. Ya, dulu aku adalah satu dari

mereka, si anak sungai yang berdagang di pasar

terapung. Tapi, seiring roda kehidupan yang terus

berputar, kini masa itu telah berlalu.

Kehadiranku di sini, di kampung halamanku

tercinta ini, kini menjadi agenda rutinku tiap tahun.

Itu karena aku sudah tak lagi menetap di Kalimantan.

Seakarang aku bekerja menjadi salah satu teknisi

kapal di pelabuhan kota Batam, Kepulauan Riau. Dua

hari yang lalu, tepat saat Hari Raya Iedul fithri, aku

bersyukur bisa kembali merasakan nikmatnya

kebersamaan bersama keluarga tercinta di

Banjarmasin. Hanya saat libur Lebaran ini aku bisa

pulang. Selebihnya waktuku ku habiskan di

pelabuhan pelayaran Batam.

Jejak rentang hidup ternyata menghalaukanku

menjadi seorang mekanik kapal bukan Profesor,

sebagaimana yang aku cita-citakan dulu. Kita

memang tidak tahu apa yang akan dilakukan tuhan

Page 158: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

158

kepadaku meski kita sudah menyusun rencana

sematang mungkin. Itulah yang ku alami sekarang.

Aku yang dulu ingin menjadi penyelamat sistm

perairan tanah seribu sungai, kini malah menjadi

mekanik kapal dan menikah dengan seorang

perempuan berdarah Melayu yang tinggal di Riau.

Wanita yang sangat baik hatinya, Sarah. Meski

demikian aku cukup bersyukur dengan semua yang

aku miliki saat ini. Aku merasa kini hidupku relatif

lebih baik dari pada dulu. Meskipun akhirnya aku

harus berpisah dengan keluargaku di Banjar. Yang

terpenting adalah aku ingin terus berusaha sampai

titik darah penghabisan untuk menyongsong mimpiku

yang pernah aku tautkan bersama Rasyid di pondok

kecil tengah ladang kakekku yang kini sudah

almarhum.

Tiba-tiba saja aku teringat bocah laki-laki yang

gigih itu. Rasanya aku rindu sekali dengannya. Sudah

hampir dua puluh tahun kami berpisah. Semenjak ia

menghilang ketika masih duduk dibangku kelas tiga

Tsanawiyah pasca aku menghancurkan impiannya

mengangkat piala di sebuah lomba tingkat provinsi.

Saat itu aku masih ingat, aku duduk di kelas dua

Tsanawiyah kala itu. Tapi, lambat laun ku dengar,

rupanya ia pergi ke kampung halamannya di

Kandangan untuk merawat julak Basun yang kala itu

sakit keras. Entah bagaimana kabar anak itu dan

dimana sekarang ia berada?, aku tak mengetahuinya.

Tentu ia juga sudah dewasa seperti aku. Yang aku

dengar dari teman sejawat dulu, kini ia tinggal di

Banjarbaru. Ada pula yang bilang kalau ia menikah

Page 159: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

159

dengan putri Kiai Pondok pesantren Darul Hijrah

Cindai Alus. Jikalau itu benar, lusa aku ingin

menemuinya di pondok pesantren. Aku sangat rindu

dengannya. Aku juga ingin minta maaf kepadanya

tentang lomba itu. Karena sebelum ia menghilang aku

belum simpat mengatakan kata “maaf” itu kepadanya.

Rasyid, aku bahkan sudah lupa dengan

wajahnya. Yang ku ingat darinya hanya sorot matanya

yang tajam dan goresan raut wajahnya yang kasar.

Matahari kian merangkak dengan perlahan

memenuhi pandangan setiap mata di ufuk timur sana.

Dan akhirnya sang surya itupun menyapa kami yang

saat ini masih berada di dalam kelotok148 bersama

penumpang yang lain. Aku menatap ke sepanjang

pinggiran sungai Kuin. Jam-jam segini pemandangan

khas kampong halamanku ini mulai terlihat. Para

bocah-bocah kecil yang ingin pergi ke sekolah mulai

turun ke batang untuk mandi. Ibu-ibu rumah

tangganya sibuk memasak dan mencuci pakaian. Dan

para bapak sudah mulai turun ke pengaduan rezeki

mereka masing-masing. Aku tersenyum sendiri

melihat pemandangan itu. aku teringat masa kecilku

dulu. Dan tiba-tiba saja aku jua teringat Amad,

sahabat kecil sebelah rumahku. Hampir satu minggu

aku berada di Kuin tanpa pernah melihat Amad

sekalipun di kampong. Ketika ku temui di rumahnya

tepat saat Hari Raya kemarin, ia jua taka da. Rumah

itu kosong tak berpenghuni. Kata ibuku, keluarga

paman Idris itu sudah pindah lima tahun yang lalu ke

148 Perahu bermesin (getek)

Page 160: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

160

Bati-bati. Sekarang keluarga itu membuka rumah

makan di sana, ujar ummaku.

Jika mengenang masa kecilku, rasanya aku

benar-benar terharu, bahkan ingin meneteskan air

mata saja rasanya. Sebuah perjuangan tanpa henti

yang ku torehkan dengan tinta keringat kerja keras.

Aku bangga dengan diriku sendiri.

“Yah, anak-anak kecil tu nak mandi, ye?”.

Dalam lamunanku, suara Sarah yang kental dengan

logat melayunya itu membangunkanku dari nostalgia

masa lalu. Istriku itu menatap jauh ke pinggiran

sungai Kuin yang di sekitarnya banyak anak kecil

yang bertelanjang bulat, mandi dengan gembiranya. Di

sana jua nampak beberapa ibu-ibu rumah tangga

yang hanya berpakaian tapih bahalai sedang mencuci

pakaian.

“Iye.. mereka tu ‘nak siap-siap berangkat

sekolah..” balasku tersenyum. Istriku itu mengangguk

dengan senyum manisnya sambil terus menampaki

pemandangan yang baginya tentu sangat asing.

“Yah, Zulaikha jue ‘nak pengen ikot mandi

dengan mereka tu...” sahut seorang gadis kecil nan

lucu polos. Gadis berusia tiga tahun itu adalah putri

kesayanganku, buah pernikahanku dengan Sarah,

namanya Zulaikha. Malaikat kecil itu menunjuk-

nunjuk ke seberang sana dengan tertawa girang di

gendongan Sarah.

Page 161: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

161

“Nanti saje lah, sayang..? nanti kita ‘nak ke

kolam renang saje..” Balasku sambil membelai kepala

Lekha, gemas.

“Berarti Ayah dulu macam tu juga, ke?” sahut

Sarah. Wajahnya penasaran.

“Iye, Dek… namanya jue orang Banjar Kuala149.

Ya hampir semuanye lah hidupnya macem tu di

bantaran sungai Kuin ini, Dek..” Balasku

menjelaskan. Sarah hanya membalas ucapanku itu

dengan tersenyum dan mengangguk.

Tak berapa lama seorang pelayan yang bekerja

di jukung besar yang sejatinya warung pagi itu datang

menghampiri kami sambil meyerahkan du gelas teh

hangat dan beberapa kue tradisional khas Banjar.

Wajah Sarah menampakkan sebuah keheranan.

Aku yakin ia belum pernah melihat sebelumnya apa

yang saat ini ia lihat.

“Naaah, ini namanya untuk’, pais, bingka,

sunduk lawang, dan yang terakhir ini kesukaan ayah,

wadai150 ruti pisang.” Ucapku menjelaskan sambil

menujuk kue yang ada di piring itu satu-satu.

“Namanya lucu-lucu kali ye..” sahut Sarah

sambil tersenyum mengeluarkan sebelah lesung

pipinya.

149 Orang Banjar muara yang tempat tinggal mereka berdekatan dengan sungai 150 kue

Page 162: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

162

Aku benar-benar menikmati nostalgia lama ini.

Dengan penuh kenikmatan, aku menyeruput teh

hangat yang baru saja dibawakan oleh pelayan

jukung. Rasanya benar-benar luar biasa. Almarhum

abah pernah bilang, orang yang pernah meminum air

dari tanah Banjar, pasti orang itu satu saat akan

kembali ke Banjar dan merindukannya. Barangkali

ada benarnya juga ucapan abah itu. Rasanya jika aku

tak pulang ke Banjar saat lebaran tiba, aku merasa

ada yang kurang dalam hidupku. Aku jadi rindu abah.

Dalam diam, sejenak aku menghaturkan do’a yang

aku hadiahkan untuk beliau yang sudah berada di

alam sana. Aku semakin rindu masa kecilku. Masa

kecil yang penuh haru dan air mata itu.

Mentari semakin merangkak naik. Kawanan

burung Tatapaian yang biasa keluar di pagi hari, kini

mulai menampakkan gerombolan mereka. Aku

semakin terpesona dengan indahnya kampung

halamanku ini. Sedari tadi Sarah terus menanyaiku

tentang hal-hal yang ia masih asing dengannya.

Tentang kehidupa orang Banjar dan tentang segala hal

yang ada di sini. Aku menjelaskannya dengan

seksama dengan perasaan kagum yang ikut

menyertainya. Ternyata jika diceritakan, barulah aku

menyadari bahwa tanah ini benar-benar menyimpan

berjuta khazanah budaya yang luar biasa.

Kelotok terus melaju melanjutkan

perjalanannya setelah beberapa lama singgah di pasar

terapung. Kali ini kami menuju soto Bang Amad yang

terkenal di kota Banjarmasin, yang berada di daerah

Page 163: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

163

Banua Anyar, dekat rumah keluarga almarhum

Abahku. Kami ingin sekalian bersilaturrahim ke sana.

Awak kelotok151 menambah kecepatan.

Kelotokpun meluncur seketika. Aku masih terus

menikmati masa silam itu sambil menatap wajah

manis putri dan istriku. Hari ini adalah hari dimana

masa lalu itu menjadi sejarah. Dan hari ini adalah

kenangan untuk hari yang akan datang. Semoga

semuanya menjadi pelajaran dan selalu menjadi cerita

manis, untuk dikenang.

Oleh : Ahmad Husairi

Selesai….

***

151 Perahu Getek

Page 164: Prolog - hafiezsofyani.files.wordpress.com · Prolog Dulu, di selatan pulau Kalimantan, terdapat daerah ... terdengar seolah alunan nada suara nan merdu dan terus mengalun sendu

164

Tentang Penulis…

Hafiez Sofyani Lahir di Desa Muara Durian (sekarang bernama Desa Malintang Baru) Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Masa kecilnya dihabiskan dengan bermain, turun ke sawah, berenang, memancing, dan mencari ikan. Ia merupakan alumni dari Jurusan S1 Akuntansi di salah satu perguruan tinggi di Malang dan juga alumni jurusan S2 Akuntansi salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta. Selagi kuliah, ia aktif sebagai penulis majalah kampus, peneliti, asisten laboratorium Akuntansi, dan aktivis mahasiswa Kalsel di Malang. Sebelum menulis novel “Kakamban Habang”, ia pernah meluncurkan Novel berjudul “Bulan Sabit di Langit Burniau” pada tahun 2012 dan muncul dengan nama pena Hafiez ‘Aliyatul Anwar. Saat ini ia bekerja sebagai dosen program studi akuntansi di salah satu perguruan tinggi yang ada di Yogyakarta. Kontak kepada penulis dapat dilakukan via E_mail: [email protected].