progsus blok20-2

22
GANGGUAN CEMAS Cemas didefinisikan sebagai suatu sinyal yang menyadarkan; ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Rasa tersebut ditandai dengan gejala otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, tidak nyaman pada perut, dan gelisah. Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal umumnya terkait dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas, teman, atau keluarga. Masalah internal umumnya terkait dengan pikiran seseorang sendiri. Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders ( DSM-IV), gangguan cemas terdiri dari : 1) Serangan panik dengan atau tanpa agoraphobia; 2) Agoraphobia dengan atau tanpa Serangan panik; 3) Fobia spesifik; 4) Fobia sosial; 5) Gangguan Obsesif-Kompulsif; 6) Post Traumatic Stress Disorder ( PTSD ); 7) Gangguan Stress Akut; 8) Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder). 1. Gangguan Panik Gangguan panik ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan tidak diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan dan ketakutan yang kuat dan relatif singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea. Frekuensi pasien dengan gangguan panik mengalami serangan panik adalah bervariasi dari serangan multiple dalam satu hari sampai hanya beberapa serangan selama setahun. Tanda dan Gejala Klinis Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relatif singkat dan disertai gejala somatik. Suatu serangan panik secara tiba-tiba akan menyebabkan minimal 4 dari gejala- gejala somatik berikut: 1. Palpitasi 2. Berkeringat 3. Gemetar 4. Sesak napas

Upload: linnizz

Post on 12-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kejiwaan

TRANSCRIPT

Page 1: Progsus blok20-2

GANGGUAN CEMASCemas didefinisikan sebagai suatu sinyal yang menyadarkan; ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Rasa tersebut ditandai dengan gejala otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, tidak nyaman pada perut, dan gelisah.Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal umumnya terkait dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas, teman, atau keluarga. Masalah internal umumnya terkait dengan pikiran seseorang sendiri.

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders ( DSM-IV), gangguan cemas terdiri dari : 1) Serangan panik dengan atau tanpa agoraphobia;2) Agoraphobia dengan atau tanpa Serangan panik; 3) Fobia spesifik; 4) Fobia sosial; 5) Gangguan Obsesif-Kompulsif; 6) Post Traumatic Stress Disorder ( PTSD ); 7) Gangguan Stress Akut; 8) Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder).

1. Gangguan PanikGangguan panik ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan tidak

diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan dan ketakutan yang kuat dan relatif singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea. Frekuensi pasien dengan gangguan panik mengalami serangan panik adalah bervariasi dari serangan multiple dalam satu hari sampai hanya beberapa serangan selama setahun.

Tanda dan Gejala Klinis Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relatif singkat dan disertai gejala somatik. Suatu serangan panik secara tiba-tiba akan menyebabkan minimal 4 dari gejala-gejala somatik berikut:

1. Palpitasi2. Berkeringat3. Gemetar4. Sesak napas5. Perasaan tercekik6. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman7. Mual dan gangguan perut8. Pusing, bergoyang, melayang atau pingsan9. Derealisasi atau depersonalisasi10. Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila11. Rasa takut mati12. Parestesi atau mati rasa13. Menggigil atau perasaan panas.

Serangan panik sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber ketakutannya.

Page 2: Progsus blok20-2

Pedoman Diagnostik Gangguan PanikMenurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)

Gangguan Panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya gangguan anxietas fobik

Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat (severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan:

a. Pada keadaan-keadaan diamna sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya;b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga

sebelumnya (unpredictable situations);c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode di

antara serangan-serangan panik (meskipun demikian umumnya dapat terjadi juga “anxietas antisipatorik”, yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi).

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-TR)Kriteria diagnostik untuk gangguan panik tanpa agorafobia

A. Baik (1) atau (2):1. Serangan panik rekuren yang tidak diharapkan2. Sekurangnya 1 serangan telah diikuti oleh sekurangnya 1 bulan atau lebihberikut ini:

(a) Kekhawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan(b) Ketakutan tentang arti serangan atau akibatnya(c) Perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan perubahan perilaku bermakna

berhubungan dengan seranganB. Tidak terdapat seranganC. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat atau kondisi medis umumD. Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain, seperti fobia

sosial, fobia spesifik gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stress pasca traumatik,atau gangguan cemas perpisahan.:

Penatalaksanaan Gangguan PanikRespon yang lebih baik terhadap pengobatan akan terjadi jika penderita memahami

bahwa penyakit panik melibatkan proses biologis dan psikis. Obat-obatan dan terapi perilaku biasanya bisa mengendalikan gejala-gejalanya. Selain itu, psikoterapi bisa membantu menyelesaikan berbagai pertentangan psikis yang mungkin melatarbelakangi perasaan dan perilaku cemasa. Farmakoterapi

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gangguan panik adalah obat anti depresi dan obat anti cemas:

1. SSRI ( Serotonin Selective Reuptake Inhibitors), terdiri atas beberapa macam dapat dipilih salah satu dari sertralin, fluoksetin, fluvoksamin, escitalopram, dll. Obat diberikan dalam 3-6 bulan atau lebih, tergantung kondisi individu, agar kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat mencegah kekambuhan

2. Alprazolam; awitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara 4-6 minggu, setelah itu secara perlahan-lahan diturunkan dosisnya sampai akhirnya dihentikan. Jadi setelah itu dan seterusnya, individu hanya minum golongan SSRI

b. Psikoterapi Terapi Relaksasi

Terapi ini bermanfaat meredakan secara relatif cepat serangan panik dan menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih setiap hari. Prinsipnya adalah melatih pernafasan (menarik nafas dalam dan lambat, lalu mengeluarkannya dengan lambat pula),

Page 3: Progsus blok20-2

mengendurkan seluruh otot tubuh dan mensugesti pikiran ke arah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam proses terapi, dokter akan mebimbing secara perlahan-lahan, selama 20-30 menit. Setelah itu, individu diminta untuk melakukannya sendiri di rumah setiap hari.

Terapi Kognitif PerilakuPasien diajak bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu membentuk

kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya dengan yang lebih rasional. Terapi berlangsung 30-45 menit.

Psikoterapi DinamikPasien diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan sekedar

menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya pasien lebih banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak mendengar. Terapi ini memerlukan waktu panjang, dapat berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Hal ini tentu memerlukan kerjasama yang baik antara individu dengan dokternya, serta kesabaran kedua belah pihak.

2. Gangguan Cemas MenyeluruhGangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan

kekhawatiran yang berlebih dan meresap disertai oleh berbagai gejala somatik yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien. Beberapa gejala somatik yang dialami adalah ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, keluhan epigastrik dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.

Tanda dan Gejala Klinis Gejala utama adalah anxietas, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom, dan

kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat berlebihan dan mempengaruhi aspek kehidupan pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan dan sakit kepala. Hiperaktivitas otonom timbul dalam bentuk pernafasan yang pendek, berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala saluran pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam bentuk iritabilitas.Gejala-gejala Gangguan Cemas Menyeluruh:

Ketegangan Motorik 1. Kedutan otot/ rasa gemetar2. Otot tegang/kaku/pegal3. Tidak bisa diam4. Mudah menjadi lelah

Hiperaktivitas Otonomik 5. Nafas pendek/terasa berat6. Jantung berdebar-debar7. Telapak tangan basah/dingin8. Mulut kering9. Kepala pusing/rasa melayang10. Mual, mencret, perut tak enak11. Muka panas/ badan menggigil12. Buang air kecil lebih sering

Kewaspadaan berlebihan dan Penangkapan berkurang

13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu14. Mudah terkejut/kaget15. Sulit konsentrasi pikiran16. Sukar tidur17. Mudah tersinggung

Page 4: Progsus blok20-2

Pedoman Diagnostik Gangguan Cemas MenyeluruhMenurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)

Penderita harus menunjukkan gejala primer anxietas yang berlangsung hampir setiap hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan. Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut :

a) Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib buruk, perasaan gelisah seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dan sebagainya) ;

b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai) ;c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, takikardi, takipneu, keluhan

epigastrik, pusing kepala, mulut kering, dan sebagainya).

Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan serta keluhan somatik berulang-ulang. Adanya gejala-gejala lain yang bersifat sementara, terutama depresi, tidak menyingkirkan gangguan anxietas menyeluruh sebagai diagnosis utama, selama pasien tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32), gangguan anxietas fobik (F40), gangguan panik (F41.0) atau gangguan obsesif kompulsif (F42).

Termasuk : Neurosis anxietas Reaksi anxietas Keadaan anxietas

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-TR)Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV TR :

A. Kecemasan dan kekhawatiran berlebihan (harapan yang mengkhawatirkan), terjadi lebih banyak dibandingkan tidak selama paling kurang 6 bulan, tentang sejumlah peristiwa atau aktivitas (seperti pekerjaab atau prestasi sekolah).

B. Orang kesulitan untuk mengendalikan kekhawatiran.C. Kecemasan dan kekhawatiran adalah dihubungkan dengan tiga (atau lebih) dari enam

gejala berikut (dengan paling kurang beberapa gejala terjadi lebih banyak dibandingkan tidak selama 6 bulan terakhir). Catatan : Hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak.

Catatan : Hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak : 1. Gelisah atau perasaan tegang atau cemas2. Merasa mudah lelah3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong4. Iritabilitas5. Ketegangan otot6. Gangguan tidur (kesulitan untuk memulai atau tetap tertidur, atau tidur yang

gelisah dan tidak memuaskan)D. Fokus kecemasan dan kekhawatiran adalah tidak dibatasi pada gambaran utama

gangguan Aksis I, misalnya, kecemasan atau ketakutan adalah bukan suatu Serangan Panik (seperti pada Gangguan Panik), merasa malu di depan umum(seperti pada Fobia Sosial), terkontaminasi (seperti pada Gangguan Obsesif Kompulsif), merasa jauh dari rumah atau kerabat dekat (seperti pada Gangguan Cemas Perpisan), pertambahan berat badan (seperti pada Anoreksia Nervosa), menderita berbagai keluhan fisik (seperti pada Gangguan Somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada Hipokondriasis), serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi secara eksklusif selama Gangguan Stres Pascatrauma.

Page 5: Progsus blok20-2

E. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya hipertiroidisme) dan tidak terjadi secara eksklusif selama suatu Gangguan Mood, Ganguan Psikotik, atau Gangguan Perkembangan Pervasif.

Penatalaksanaan a) Farmakoterapi Benzodiazepin

Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi, Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata adalah 2-6 minggu.Buspiron

Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding dengan gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawl. Kekurangannya adalah efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita yang sudah menggunakan benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepin dengan buspiron kemudian dilakukan tapering benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi buspiron sudah mencapai maksimal.SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI efektif terutama pada pasien gangguan anxietas menyeluruh dengan riwayat depresi.

b) Psikoterapi Terapi Kognitif PerilakuPendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik, secara langsung. Teknik utama yang digunakan adalah pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.Terapi SuportifPasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.Psikoterapi Berorientasi TilikanTerapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar, menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan diri pasien. Dari pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah menjadi lebih matur; bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

3. Post Traumatic Stress Disorder (Gangguan Stres Pascatrauma)PTSD merupakan sindrom kecemasan, labilitas otonomik, ketidakrentanan emosional,

dan kilas balik dari pengalaman yang amat pedih itu setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa. National Institute of Mental Health (NIMH) mendefinisikan PTSD sebagai gangguan berupa kecemasan yang timbul setelah seseorang mengalami peristiwa yang mengancam keselamatan jiwa atau fisiknya. Peristiwa trauma ini bisa berupa serangan kekerasan, bencana alam yang menimpa manusia, kecelakaan atau perang.

Page 6: Progsus blok20-2

GejalaTiga tipe gejala yang sering terjadi pada PTSD adalah :1. Pengulangan pengalaman trauma, ditunjukkan dengan selalu teringat akan peristiwa yang

menyedihkan yang telah dialami itu,  flashback (merasa seolah-olah peristiwa yang menyedihkan terulang kembali), nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian yang membuatnya sedih), reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu oleh kenangan akan peristiwa yang menyedihkan.

2. Penghindaran dan emosional yang dangkal, ditunjukkan dengan menghindari aktivitas, tempat, berpikir, merasakan, atau percakapan yang berhubungan dengan trauma. Selain itu juga kehilangan minat terhadap semua hal, perasaan terasing dari orang lain, dan emosi yang dangkal.

3. Sensitifitas yang meningkat, ditunjukkan dengan susah tidur, mudah marah/tidak dapat mengendalikan marah, susah berkonsentrasi, kewaspadaan yang berlebih, respon yang berlebihan atas segala sesuatu.

PenatalaksanaanAda dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan penderita PTSD, yaitu dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi. Pengobatan farmakoterapi dapat berupa terapi obat hanya dalam hal kelanjutan pengobatan pasien yang sudah dikenal.Pengobatan psikoterapi. Para terapis yang sangat berkonsentrasi pada masalah PTSD percaya bahwa ada tiga tipe psikoterapi yang dapat digunakan dan efektif untuk penanganan PTSD, yaitu: anxiety management, cognitive therapy, exposure therapy .a. Anxiety management, ketrampilan untuk membantu mengatasi gejala PTSD dengan lebih

baik melalui: 1) relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan secara sistematis

dan merelaksasikan kelompok otot -otot utama, 2) breathing retraining, yaitu belajar bernafas dengan perut secara perlahan -lahan, santai

dan menghindari bernafas dengan tergesa-gesa yang menimbulkan perasaan tidak nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak baik seperti jantung berdebar dan sakit kepala,

3) positive thinking dan self-talk, yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran negatif dan mengganti dengan pikiran positif ketika menghadapi hal-hal yang membuat stress (stresor),

4) asser-tiveness training, yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan, opini dan emosi tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain,

5) thought stopping, yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika kita sedang memikirkan hal-hal yang membuat kita stress.

b. Cognitive therapy, membantu untuk merubah kepercayaan yang tidak rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan -kegiatan kita. Misalnya seorang korban kejahatan mungkin menyalahkan diri sendiri karena tidak hati -hati. Tujuan kognitif terapi adalah mengidentifikasi pikiran-pikiran yang tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran yang lebih realistik untuk membantu mencapai emosi yang lebih seimbang.

c. Exposure therapy, membantu menghadapi situasi yang khusus, orang lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan pada trauma dan menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam kehidupannya. Terapi dapat berjalan dengan cara: exposure in the imagination, yaitu bertanya pada penderita untuk mengulang cerita secara detail sampai tidak mengalami hambatan menceritakan; atau exposure in reality, yaitu membantu menghadapi situasi yang sekarang aman tetapi ingin dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat (misal: kembali ke rumah setelah terjadi perampokan di rumah).

Page 7: Progsus blok20-2

4. Gangguan Somatoform Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan ditandai oleh keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik. Pada gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan.

Manifestasi KlinisManifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya. Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapatmerefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf.

Klasifikasi dan DiagnosisGangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi :F.45.0 gangguan somatisasiF.45.1 gangguan somatoform tak terperinciF.45.2 gangguan hipokondriasisF.45.3 disfungsi otonomik somatoformF.45.4 gangguan nyeri somatoform menetapF.45.5 gangguan somatoform lainnyaF.45.6 gangguan somatoform YTTDSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.

Page 8: Progsus blok20-2

Gangguan SomatisasiGangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan somatik yang beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun biasanya pada usia remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan berakibat antara menuntut perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti dalam memenuhi peran sosial atau pekerjaan.

Kriteria diagnostik untuk Gangguan SomatisasiUntuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan

atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahunb) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada

kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan

sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.Atau :

A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada sembarang waktu selama perjalanan gangguan:1. Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat tempat

atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)

2. Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)

3. Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).

4. Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).

C. Salah satu (1)atau (2):1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan

sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura).

Gangguan Somatoform Tak TerperinciKriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tak Terperincia) Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran

klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi

Page 9: Progsus blok20-2

b) Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas,akan tetapi tidak boleh ada penyeba fisik dari keluhan-keluhannya.

Gangguan KonversiAdalah suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan atau kendala dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Gangguan ini dinamakan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang direpresikan ke simtom fisik. Simtom-simtom itu tidak dibuat secara sengaja atau yang disebut malingering.

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi

A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.

B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.

C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).

D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.

E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis.

F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.Sebutkan tipe gejala atau defisit:Dengan gejata atau defisit motorikDengan gejala atau defisit sensorikDengan kejang atau konvulsiDengan gambaran campuran

Gangguan HipokondriasisHipokondriasis adalah keterpakuan (preokupasi) pada ketakutan menderita, atau keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius, meski tidak ada dasar medis untuk keluhan yang dapat ditemukan. Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa simtomp fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap ada meskipun telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutan itu tidak berdasar.Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis

A. Pereokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejalagejala tubuh.

B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan penentraman.

C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan delusional, tipe somatik) dan tidakterbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).

Page 10: Progsus blok20-2

D. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.F. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan

obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

Gangguan Dismorfik TubuhGangguan dismorfik tubuh (body dismorphic disorder) ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat. Orang dengan gangguan ini terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau dibesar-besarkan dalam hal penampilan mereka. Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk memeriksakan diri di depan cermin dan mengambil tindakan yang ekstrem untuk mencoba memperbaiki kerusakan yang dipersepsikan, seperti menjalani operasi plastik yang tidak dibutuhkan, menarik diri secara sosial atau bahkan diam di rumah saja, sampai pada pikiran-pikiran untuk bunuh diri.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh

A. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyat.

B. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).

Gangguan NyeriGangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis. Pasien sering wanita yang merasa mengalami nyeri yang penyebabnya tidak dapat ditemukan. Munculnya secara tiba-tiba, biasanya setelah suatu stres dan dapat hilang dalam beberapa hari atau berlangsung bertahun-tahun. Biasanya disertai penyakit organik yang walaupun demikian tidak dapat menerangkan secara adekuat keparahan nyerinya.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri

A. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan cukup parah untuk memerlukan perhatian klinis.

B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau bertahannnya nyeri.

D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).

E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Gangguan somatoform

Tujuan pengobatan Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik

Page 11: Progsus blok20-2

1.  mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenrakan pemikiran/meyakinkan nahwa gejala hanya ada dlam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom comorbid (memperparah kondisi)

1. pengobatan yang konsisiten, ditangani oleh dokter yang sama

2. buat jadwal regular ddengan interval waktu kedatangan yang memadai

3. memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

 1. diberikan hanya bila indikasinya jelas

 2. hindari obat-obatan yang bersifat addiksi

Gangguan somatisasi

1,2,3 1,2,3 1,2- anti anxietas dan antidepressan

Gangguan somatisasi tak terperinci

1,2,3 1,2,3 1 dan 2- obat anti anxietas dan anti depresan (jika perlu)

hipokondriasi 1,2,3 1,2,3Therapi kognitiv- behaviour

2

Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriacal dengan SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/ hari)dibandingkan dengan obat lain

Gangguan nyeri menetap

1,2,3Jika nyeri nya akut (< 6 bulan), tambahkan obt simptomatik untuk gejala yang timbul

Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan motilitas tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeri

1,2,3Nyeri kronik : pertimbangkan terapi fisik dan pekerjaan, serta terapi kognitif-behavioural

1 dan 2

Akut : acetaminophen dan NSAIDS (tidak dicampur) atau sebagai yambahan pda opioidKronik : Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID

Pertimbangkan akupunnktur

Gangguan konversi

1,2,3 Akut : yakinkan, sugesti pasien untuk mengurangi gejalaPertimbangkan narcoanalisis (sedativ hipnotis), hipnoterapi, behavioural terapi

Kronik : 1,2, dan 3Eksplorasi lebih lanjut mengenai konflik yang bersifat unterpersonal pada pasien

1 dan 2

Pertimbangkan narcoanalisis (sedative hipnotic)

Gangguan dismorfik tubuh

1,2,3Khususnya menghindari pembedahan

1,2,3Terapi kognitif-behavioural

2Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriacal dengan SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/ hari)dibandingkan dengan obat lain

GANGGUAN DEPRESIDepresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga

Page 12: Progsus blok20-2

berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari (National Institute of Mental Health, 2010). Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi.

Tanda dan Gejala Depresi PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) menyebutkan:Gejala utama meliputi : 1. Perasaan depresif atau perasaan tertekan 2. Kehilangan minat dan semangat 3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.

Gejala lain meliputi : 1. Konsentrasi dan perhatian berkurang 2. Perasaan bersalah dan tidak berguna 3. Tidur terganggu 4. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang 5. Perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri 6. Pesimistik 7. Nafsu makan berkurang

Klasifikasi Depresi Pembagian Depresi(menurut PPDGJ-III) dari episode depresif :1) Episode depresif ringan (F32.0)

Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan, dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala depresi yang paling khas; sekurang-kurangnya dua dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lazim di atas harus ada untuk menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya. Lamanya seluruh episode berlansung ialah sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu. Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan kegiatan social, namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama sekali.

2) Episode depresif sedang (F32.1)Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang paling khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan, ditambah sekurang-kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya. Beberapa gejala mungkin tampil amat menyolok, namun ini tidak esensial apabila secara keseluruhan ada cukup banyak variasi gejalanya. Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu. Individu dengan episode depresif taraf; sedang biasanya menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.

3) Episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2)Semua tiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan dan sedang harus ada, ditambah sekurang-kurangnya empat gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat. Namun, apabila gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi) menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu utnuk melaporkan banyak gejalanya secara terinci. Dalam hal demikian, penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat masih dapat dibenarkan. Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.

Page 13: Progsus blok20-2

Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode depresif berat tunggal tanpa gejala psikotik; untuk episode selanjutnya, harus digunakan subkategori dari gangguan depresif berulang.

4) Episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3)Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Wahamnya biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan suasana perasaan (mood).

5) Episode depresif lainnya (F32.8)6) Episode depresif YTT (F32.9)

Kriteria diagnostik untuk tingkat gangguan depresi mayor menurut DSMIV dibagi dua yaitu gangguan depresi mayor dengan psikotik dan nonpsikotik serta gangguan mayor dalam remisi parsial dan gangguan parsial dalam revisi penuh. Gangguan depresi mayor meliputi gangguan depresi ringan, sedang dan berat tanpa ciri psikotik yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Ringan, jika ada beberapa gejala yang melebihi dari yang diperlukan untuk membuat

diagnosis dan gejala hanya menyebabkan gangguan ringan dalam fungsi pekerjaan atau dalam aktivitas yang biasa dilakukan.

2. Sedang, gangguan fungsional berada diantara ringan dan berat 3. Berat, tanpa ciri psikotik, beberapa gejala melebihi dari yang diperlukan untuk membuat

diagnosis dan gejala dengan jelas mengganggu fungsi pekerjaan atau aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

Pemeriksaan pasien DepresiSampai saat ini belum ada suatu konsensus atau prosedur khusus untuk penapisan / skrining pasien depresi. Salah satu instrumen yang dapat membantu pada pasien usia lanjut adalah Geriatric Depression Scale (GDS) yang terdiri atas 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri. Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi, harus dilakukan lagi pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut :1.    Riwayat klinik / anamnesis

a.    riwayat keluargab.    gangguan psikiatri yang lampauc.    kepribadiand.   riwayat sosiale.    ide / percobaan bunuh dirif.     gangguan-gangguan somatikg.    perkembangan gejala-gejala depresi

2.  Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejala-gejala depresi sering disertai dengan penyakit fisik.

3.  Pemeriksaan kognitif

Page 14: Progsus blok20-2

Penilaian Mini Mental State Examination (MMSE) menunjukkan gejala depresi yang bermanfaat dalam tindak lanjut penatalaksanaan pasien. Perbaikan pada MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi, menunjukkan bahwa pasien dengan depresi mengalami masalah konsentrasi dan memori yang mempengaruhi fungsi kognitifnya.

4.  Pemeriksaan status mental-       Penampilan dan perilaku-       Mood / suasana perasaan hati-       Pembicaraan-       Isi pikiran-       Gejala ansietas-       Gejala hipokondriakal

5.  Pemeriksaan lainnyaPada pasien dengan riwayat penyakit kronis maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan

Pengobatan - Pengobatan secara biologis 1. Tricyclic Antidepressants Obat ini membantu mengurangi gejala-gejala depresi dengan mekanisme mencegah reuptake dari norephinefrin dan serotonin di sinaps atau dengan cara megubah reseptor-reseptor dari neurotransmitter norephinefrin dan seroonin. Obat ini sangat efektif, terutama dalam mengobati gejala-gejala akut dari depresi sekitar 60% pada individu yang mengalami depresi. Tricyclic antidepressants yang sering digunakan adalah imipramine, amitryiptilene, dan desipramine.

2. Monoamine Oxidase InhibitorsObat lini kedua dalam mengobati gangguan depresi mayor adalah Monoamine Oxidase Inhibitors. MAO Inhibitors menigkatkan ketersediaan neurotransmitter dengan cara menghambat aksi dari Monoamine Oxidase, suatu enzim yang normalnya akan melemahkan atau mengurangi neurotransmitter dalam sambungan sinaptik. MAOIs sama efektifnya dengan Tricyclic Antidepressants tetapi lebih jarang digunakan karena secara potensial lebih.

3.Selective Serotonine Reuptake Inhibitors and Related Drugs Obat ini mempunyai struktur yang hampir sama dengan Tricyclic Antidepressants, tetapi SSRI mempunyai efek yang lebih langsung dalam mempengaruhi kadar serotonin. Pertama SSRI lebih cepat mengobati gangguan depresi mayor dibandingkan dengan obat lainnya. Pasien-pasien yang menggunakan obat ini akan mendapatkan efek yang signifikan dalam penyembuhan dengan obat ini. Kedua, SSRI juga mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat-obatan lainnya. Ketiga, obat ini tidak bersifat fatal apabila overdosis dan lebih aman digunakan dibandingkan dengan obat-obatan lainnya. Dan yang keempat SSRI juga efektif dalam pengobatan gangguan depresi mayor yang disertai dengan gangguan lainnya seperti: gangguan panik, binge eating, gejala-gejala pramenstrual.

4. Terapi Elektrokonvulsan Terapi ini merupakan terapi yang paling kontroversial dari pengobatan biologis. ECT bekerja dengan aktivitas listrik yang akan dialirkan pada otak. Elektroda-elektroda metal akan ditempelkan pada bagian kepala, dan diberikan tegangan sekitar 70 - 130 volt dan dialirkan pada otak sekitarsatu setengah menit. ECT paling sering digunakan pada pasien dengan gangguan depresi yang tidak dapat sembuh dengan obat-obatan, dan ECT ini mengobati gangguan depresi sekitar 50%-60% individu yang mengalami gangguan depresi.

Page 15: Progsus blok20-2

- Pengobatan secara psikologikal 1. Terapi Kognitif Terapi kognitif merupakan terapi aktif, langsung, dan timelimited yang berfokus pada penanganan struktur mental seorang pasien. Struktur mental tersebut terdiri ; cognitive triad, cognitive schemas, dan cognitive errors.

2. Terapi Perilaku Terapi perilaku adalah terapi yang digunakan pada pasien dengan gangguan depresi dengan cara membantu pasien untuk mengubah cara pikir dalam berinteraksi denga lingkungan sekitar dan orang-orang sekitar. Terapi perilaku dilakukan dalam jangka waktu yang singkat, sekitar 12 minggu.

3. Terapi Interpersonal Terapi ini didasari oleh hal-hal yang mempengaruhi hubungan interpersonal seorang individu, yang dapat memicu terjadinya gangguan mood. Terapi ini berfungsi untuk mengetahui stressor pada pasien yang mengalami gangguan, dan para terapis dan pasien saling bekerja sama untuk menangani masalah interpersonal tersebut.