program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin...

107
BAI’AT DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ATAS PEMAKNAAN LDII TERHADAP AYAT 18 SURAT AL-FATH) SKRIPSI Oleh: Muamar NIM: 105034001247 PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M

Upload: buinguyet

Post on 01-Jul-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAI’AT DALAM AL-QUR’AN

(KAJIAN ATAS PEMAKNAAN LDII TERHADAP AYAT 18 SURAT AL-FATH)

SKRIPSI

Oleh:

Muamar

NIM: 105034001247

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M

Page 2: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

i

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah

Swt. atas segala rahmat, hidayah serta nikmat yang telah Allah berikan kepada

penulis sehingga dengan wasilah itu semua penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul “Bai’at Dalam Al-Qur’an “(Kajian Atas

Pemaknaan LDII Terhadap Ayat 18 Surat Al-Fath)” Shalawat dan salam

semoga selalu tercurah keharibaan Nabi Agung, Muhammad Saw., keluarga,

sahabat dan orang-orang yang memelihara hadis dan mengikuti Sunnahnya.

Sebelumnya penulis ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada semua

yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Penulis sadar skripsi ini tidak akan

bisa tuntas tanpa bantuan, bimbingan, arahan, dukungan dan kontribusi dari

banyak pihak. Oleh Karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Faqih, M.A., selaku Dekan Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Bustamin, M.Si., selaku ketua Jurusan Tafsir Hadis.

4. Dr. Lilik Umi Kultsum, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis.

5. Dr. Ahzami Sami’un Jazuli, MA., selaku pembimbing yang telah memberikan

bimbingannya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini berdasarkan

cara penulisannya, tujuannya, dan manfaatnya bagi masyarakat akademik.

Page 3: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ii

6. KH. Aceng Karimullah, B.E., S.E. selaku ketua departemen pendidikan dan

dakwah LDII yang telah banyak memberikan informasi kepada penulis

tentang apa dan bagaimana LDII

7. Seluruh dosen dan staf pada program studi Tafsir Hadis (TH) atas segala

motivasi, ilmu pengetahuan, bimbingan, wawasan, dan pengalaman yang

diberikan kepada penulis selama menempuh studi. Seluruh karyawan Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua

penulis Ayahanda Sa’ad Mursyid dan Ibunda Jannatun yang telah banyak

mengorbankan tenaga, pikiran dan materi, yang tiada pernah mengeluh

merawat, membimbing dan membiayai penulis sampai sekarang, terima kasih

atas apa yang sudah diberikan untuk penulis, semoga itu semua senantiasa

mendapat balasan dari Allah Swt.

9. Terima kasih juga kepada Kakak-kakakku, Siti Mujiyati, Nurhikmah,

Muhammad Aminuddin, Abdul Kholik(alm), Abdul Hopir, dan Abdul Hakim

atas dorongan semangatnya dan keponakan-keponakanku yang selalu bisa

membuat penulis tersenyum.

10. Terima kasih tak lupa pula penulis ucapkan kepada kekasih hati Adinda

Maria Ulvha yang selalu memberi dukungan kepada penulis agar tetap

semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Seluruh teman-teman jurusan tafsir hadits angkatan 2005, khususnya Th.C.

Haji Yasir, Bang Zulkarnaen, Ust.Suryadi, Habib Muchsin al-Khader, Syahid,

Irfan, Samsul Memukau, Afifuddin, Lukman, Jazuli, Noviyanto, Tejar,

Page 4: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

iii

Khafidz, Ust.Asep, Wasikh, Noval, Hadi, Ulfah, Sha-sha, Sri, Ummi,

Fauziyah, Hidayah, dan Bierjanah.

12. Terima kasih kepada teman-teman keluarga besar The Great (alumni Darul

Mujahadah angkatan ke-7), Ust.O-im, Geboy, Verus, Makin, Ucup-tile,

Hendy, Yitno, Acong, Ce-u, Toing, Arief, Tatang, Aip, Sundoyo, Rozikin,

Anis, Bibeh, Citra. Tieka, Isti dan Royan

13. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan

FUF UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama.

Akhirnya penulis pun menyadari dengan wawasan keilmuan penulis

yang masih sedikit, referensi dan rujukan-rujukan lain yang belum terbaca,

menjadikan penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, Namun, penulis telah

berupaya menyelesaikan skripsi ini dengan semaksimal mungkin sesuai

dengan kemampuan penulis sebagai manusia. Oleh karena itu, penulis

meminta saran dan kritik yang membangun dari pembaca sebagai bahan

perbaikan penulisan ini. Penulis berharap semoga Allah Swt. memberikan balasan

yang lebih baik dari semua pihak pada umumnya.

Jakarta, 27 Desember 2010

Muamar

Page 5: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

iv

Pedoman Transliterasi

Aksara Arab dan Padanannya dalam Aksara Latin

Huruf

Arab

Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan

B Be

T Te

Ts te dan es

J Je

H ha dengan garis di bawah

Kh ka dan ha

D De

Dz de dan zet

R Er

Z Zet

S Es

Sy es dan ye

S es dengan garis di bawah

D de dengan garis di bawah

T te dengan garis di bawah

Z zet dengan garis di bawah

Hamid Nasuhi dkk, Pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif

Hidayatullah, 2005.

Page 6: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

v

' koma terbalik di atas, menghadap ke kanan

G Ge

F Ef

Q Ki

K Ka

L El

M Em

N En

W We

H Ha ھ

' Apostrof

Y Ye

Vokal

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin

keterangan

A Fathah

I Kasrah

U Dammah

Vokal Rangkap

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin

keterangan

Ai a dan i

Au a dan u

Page 7: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

vi

Vokal Panjang (Madd)

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin

Keterangan

 a dengan topi di atas

Î i dengan topi di atas

Û u dengan topi di atas

Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau Tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda ( ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang

yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya kata: tidak ditulis

“ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.

Kata Sandang

Kata sandang yang dalam Bahasa Arab dilambangkan dengan huruf () ,

dialih-aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun

huruf qamariyyah. Contoh al-rijâl, bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

Ta Marbūtah

No Kata Arab Alih Bahasa

1 Tarîqah

Page 8: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

vii

2 al-jâmi’ah al-islâmiyyah

3 wahdat al-wujûd

Page 9: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

viii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Tinjauan Kepustakaan .............................................................. 6

C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ...................................... 7

D. Tujuan Penelitian ...................................................................... 8

E. Kegunaan Penelitian ................................................................. 8

F. Metodologi Penelitian ............................................................... 9

G. Sistematika Penulisan ............................................................... 11

BAB II SEJARAH SINGKAT LDII DAN DOKTRIN-DOKTRIN

AJARANNYA SERTA CATATAN PARA ULAMA TENTANG LDII

A. Sejarah Singkat LDII ..............................................................12

B. Doktrin-doktrin Agama Dalam LDI .......................................18

1. Doktrin manqul ..................................................................18

2. Frase “Amal Shaleh” ..........................................................22

3. Ibadah Ghairu Mahdha LDII .............................................23

Page 10: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ix

C. Catatan Para Ulama Tentang LDII .........................................26

1. KH. Maruf Amien .............................................................26

2. KH. Ali Yafie ....................................................................30

3. Prof. Dr. H. Utang Ranuwidjaya .......................................31

4. Prof. Dr. KH. Said Agil Siradji .........................................33

5. DR. M. Syafi’i Mufid, MA ...............................................36

6. DR. Adian Husaini, MA ...................................................38

BAB III PENGERTIAN BAI’AT

A. Pengertian Tentang Bai’at ....................................................41

1. Pengertian Bai’at Secara Bahasa........................................42

2. Pengertian Bai’at Secara Istilah .........................................43

3. Pengertian Bai’at Secara Syar’i...........................................44

B. Bai’at Dalam Lintas Sejarah ...................................................45

1. Bai’at Di Masa Rasulullah .................................................45

2. Bai’at Pada Masa Khulafaur Rasyidin ...............................53

a. Pembai’atan Abu Bakar as-Shidiq .........................54

b. Pembai’atan Umar Bin Khatab ..............................59

c. Pembai’atan Ustman Bin Affan .............................61

d. Pembai’atan Ali Bin Abi Thalib ............................62

C. Ayat-ayat Yang Terkait Tentang Bai’at .................................64

BAB IV ANALISA AYAT 18 SURAT AL-FATH

A. Pemaknaan Ayat 18 Surat al-Fath menurut LDII ...................69

B. Pendapat Para Ulama Tentang Bai’at .....................................72

Page 11: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

x

C. Analisa Terhadap Pemaknaan Bai’at Menurut LDII .............74

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................84

B. Saran-saran .............................................................................86

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................90

LAMPIRAN

Page 12: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tidak dapat diragukan lagi bahwa bai‟at merupakan salah satu aktivitas

politik yang paling menonjol. Bai‟at identik dengan sebuah “perjanjian” dan

sebagaimana layaknya semua ragam perjanjian. Bai‟at itu sendiri melibatkan dua

kelompok, disatu sisi pihak pemimpin dan masyarakat, disisi lain, tidak hanya

ulama yang berperan penting dalam proses konsultasi sebelum ba‟ait terwujud,

tetapi semua pihak yang bersangkutan, berbakat, berpengaruh dan mempunyai

kekuasaan juga turut terlibat dalam proses itu.1

Bai‟at merupakan perjanjian antara manusia yang melibatkan tiga unsur,

yaitu: pemimpin, orang-orang yang berbai‟at atau umat, dan apa yang dinyatakan

dalam bai‟at, yaitu syariat. Tanggung jawab umat tidak terhenti pada pelaksanaan

bai‟at, tapi terus berlanjut dengan tugas yang diemban dalam menjaga agama,

melanggar batas serta menurunkannya dari jabatan jika diperlukan.2

Umat Islam di masa-masa sebelumnya hingga masa sekarang sangat

memerlukan teladan yang baik dalam usaha menghadapi tantangan zaman yang

seringkali menawarkan nilai-nilai yang bertentangan dengan akidah agamanya,

serta membutuhkan contoh akhlak mulia yang telah diajarkan dan diperaktekkan

1 Khalid Ibrahim Jindan, Teori Politik Islam; Telaah Kritis Ibnu Taimiya Tentang

Pemerintahan Islam. Terj dari judul aslinya The Islamic Theory of Goverment According to Ibn

Taymiyyah (Surabaya: Risalah Gusti, 1999), h.95 2 Asma‟ Muhammad Ziyadah, Peran Politik Wanita Dalam Sejarah Islam. Terj dari judul

aslinnya, Daurul Mar’ah ash-Siyasi fi Ahdi an-Nbi wa al- Khulafa ar-Rasyidin (Jakarta: Pustaka

al-kautsar, 2001), h. 70

Page 13: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2

oleh Rasulullah SAW dan kemudian dikuti oleh para ulama dan pemimpin umat

dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Suatu organisasi pemerintahan yang ditegakkan disebuah negeri untuk

mengatur masalah-masalah masyarakat tidaklah berjalan secara otomatis. Selama

tidak ada individu-individu yang mampu bekerja untuk mengelolahnya, organisasi

tersebut tidak akan bisa hidup, dan masyarakat tidak akan menikmati buah

pemerintahan yang baik.

Posisi kepemimpinan dalam masalah keagamaan dan kemasyarakatan

dalam masyarakat Islam yang dikenal sebagai Imâmah. atau khilãfah.3Seperti

yang dikatakan oleh As-Syarastani, perselisihan umat Islam yang terbesar adalah

perselisihan menyangkut Imâmah.4

Seiring perjalanan sejarah keberagamaan, perbedaan pemahaman dalam

teologi seringkali melahirkan berbagai macam bentuk benturan dan konflik

internal. Aqidah atau kenyakinan terhadap doktrin-doktrin agama yang dianut

memang sudah menjadi suatu hal yang paling “sakral”, bahkan bisa lebih sakral

dari agama itu sendiri. Ketika sebuah keyakinan itu diusik atau bahkan hanya

karena ada kelompok lain yang berbeda pandangan dan pemahaman dengan kita,

maka ego lantas muncul. Ironis memang, sebuah perbedaan selalu diselesaikan

dengan kekerasan, entah itu kekerasan dalam bentuk wacana atau stuktural,

bahkan fisik. Seolah-olah itu telah mendarah daging dalam tubuh masyarakat

3 Alamah Sayyid Muhammad Husain Tabataba‟i, Inilah Islam, Upaya Memahami Seluruh

Konsep Islam Secara Mudah (Pntj) Ahsin Mohammad, (Bandung: Pustaka Hidayah,1992),Cet.

Ke-1,h.116 4 Ali as-Salas, Imâmah dan Khilafah Dalam Tinjauan Syar’i, (Jakarta: Gema Insani Press,

1997), Cet.ke-1, h. 16

Page 14: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3

Islam pada umumnya. Padahal ada satu sisi yang tidak bisa kita lupakan, bahwa

kita lahir di lingkungan dan menjadi bagian dari masyarakat Indonesia yang

plural.

Belakangan ini, umat Islam Indonesia disibukkan dengan fenomena

merebaknya aliran sesat, baik yang berkembang dalam batas-batas geografis

Indonesia maupun pada tingkat global. Fenomena ini menguras banyak energi dan

pikiran umat Islam, padahal sebenarnya energi itu sangat diperlukan untuk

menghadapi banyak masalah ; mulai dari bencana, kisruh politik, wabah penyakit,

pengembangan mutu pendidikan generasi Muslim, dan masalah-masalah lain yang

sangat kompleks.

Keterjebakan umat Islam dalam konflik internal menyebabkan yang

seharusnya dioptimalkan demi pengembangan umat, justru hampir terkuras habis,

dalam banyak kesempatan, umat Islam dalam hal ini ormas-ormasnya tidak

sempat merealisasikan rencana strategis organisasi yang telah dirumuskan dalam

berbagai perhelatan besar seperti kongres, muktamar, munas, atau yang

sejenisnya. Umat Islam seakan “jalan di tempat” pada saat umat lain telah meraih

capaian-capaian yang tinggi di bidang sosial, kesehatan, politik, teknologi, dan

peradaban.

Salah satu respon radikal terhadap kelompok-kelompok yang dituduh

aliran sesat adalah politik generalisasi yang cenderung dilakukan oleh sebagian

umat pada tingkat massa (grass roots) tanpa melalui proses tabayyun (klarifikasi)

terhadapnya. Salah satunya adalah terhadap Lembaga Dakwah Islam Indonesia

Page 15: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4

(LDII), sepanjang pengamatan kami, buku-buku yang membahas LDII hanya

mengulas sisi negatifnya saja. Sementara sisi positifnya, nyaris tak tersentuh.

Seharusnya, masyarakat diberikan informasi yang lengkap dan seimbang, agar

mereka lebih bersifat objektif, sehingga tidak terjebak dalam mengkonsumsi

informasi yang tidak berimbang. Sikap tersebut akan memunculkan respon yang

salah, seperti tindakan anarkhis terhadap LDII yang sedang dalam tahap tabayyun.

Dalam menyikapi proses tabayyun ini, masyarakat terutama tokoh-tokohnya

semestinya mampu mengambil posisi yang tepat, sehingga tidak menjadi bagian

yang justru semakin memperparah keadaan.5 Polemik ini harus segera disikapi

dengan bijaksana, baik oleh pemimpin umat dan maupun oleh umat itu sendiri.

Terlepas dari kontroversi yang terjadi, timbul pertanyaan kenapa LDII

selalu mengalami tindak kekerasan secara wacana. Sehingga muncul pertanyaan,

apakah benar LDII mempunyai doktrin-doktrin atau ajaran agama yang berbeda

dan pemahaman yang berbeda dengan umat Islam pada umumnya? Sehingga

mereka sering terpojokkan.

Hal tersebut telah mendorong penulis untuk melakukan pengkajian dan

penelusuran secara mendalam tentang permasalahan yang diperdebatkan. Secara

umum penulis ingin membahas doktrin-doktrin keagamaan LDII, dan secara

khusus penulis ingin mengungkapkan seperti apa dan Bai‟at dalam LDII yang

sebenarnya, dan bagaimana LDII mentafsirkan ayat 18 surat al-Fath. karena

memang masalah Bai‟at banyak diperbicangkan khalayak ramai. Terutama isu

5 Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII (

Jakarta: Pusat Studi Islam Madani Institute, 2008), h.iii-iv.

Page 16: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5

minor yang dialamatkan kepada LDII yang terletak pada otoritas mutlak yang

melekat pada imam yang dibai‟atnya. Sistem Imâmah LDII tersebut, membuat

anggota LDII dilarang untuk menerima segala penafsiran yang tidak bersumber

dari penafsiran imamnya. Tetapi ketika penulis menemui salah seorang pengurus

LDII, LDII berbeda pandangan tentang konsep Imâmah dan Bai‟at dengan apa

yang orang katakan diatas. Berkaitan dengan stigma yang dialamatkan kepada

LDII, umat Islam masih mendapatkan data yang simpang-siur. Selain itu, LDII

masih dalam proses memperoleh klarifikasi secara resmi dari MUI pusat. Dan

berkaitan dengan stigma tersebut tidak terlepas dari masalah taqiyah. Taqiyah ini

sebenarnya identik dengan konsep Syiah yaitu menyembunyikan sesuatu yang

bisa membahayakan diri sendiri, harta bendanya, dan berhati-hati dalam masalah

agama, karena adanya larangan-larangan atas kebebasan beragama dan beribadah

oleh rezim penguasa yang tiran dan dzalim. Menurut al-Thusi dalm kitab al-

Tibyan, taqiyah adalah: “...menyatakan dengan lisan yang menyalahi hati karena

takut kemudharatan diri walaupun yang disembunyikan itu perkara yang benar.”6

Konsep taqiyah ini disinyalir bersumber dari Q.s. Ali „Imran / 3 : 28 dan Q.s. an-

Nahl / 16 : 106.

6 Sebagaimana dikutip dari bahaya paham syiah: satu penjelasan, (Johor Bahru: Bahagian

Penyidikan, Jabatan Agama Johor, 2003), hal. 23

Page 17: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6

Artinya; Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir

menjadi wali, dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat

demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat)

memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah

memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah

kembali (mu).(Q.S. Ali- Imran: 28)

Artinya: Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia

mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya

tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang

melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan

baginya azab yang besar. (Q.S. an-Nahl: 106).

Pada saat ini klarifikasi tersebut masih dalam proses. Karena permasalahan

itulah maka penulis mencoba mengangkat dalam sebuah skripsi, dengan judul: “

BAI‟AT DALAM AL-QUR‟AN “(KAJIAN ATAS PEMAKNAAN LDII

TERHADAP AYAT 18 SURAT AL-FATH)”.

B. Tinjauan Kepustakaan

Pembahasan yang terkait tentang Bai‟at sebagian memang telah dibahas

dalam bentuk tulisan-tulisan karena bahasan yang penulis angkat merupakan

kajian klasik yang sudah seringkali dibahas. Sebelumnya penulis telah melakukan

survey atau pengecekan terhadap judul-judul skripsi yang telah ada di

Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, dan setelah penulis melakukan pengecekan

terhadap judul-judul skripsi yang telah ada, penulis setidaknya menemukan dua

judul yang membahas tentang Bai‟at. Yang pertama, skripsi dengan judul: Konsep

Bai’at dalam al-Qur’an “Studi analisa Surat al-Muntahana ayat: 12”. yang

ditulis oleh saudara, Pandapotan mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Page 18: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7

Jurusan Tafsir Hadis 2002. Yang menurut penulis stressing penulisannya menitik

beratkan pada analisa surat al-Muntahana ayat: 12 Yang kedua, skripsi dengan

judul: Konsep Imâmah Menurut. Tabataba’i Yang ditulis oleh saudari Rahmah

mahasiswi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat 2005. Yang menurut penulis dalam

skripsi ini pula menitik beratkan pada penafsiran Tabataba‟i tentang konsep

Imâmah.

Terinspirasi dari dua skripsi di atas, penulis tertarik untuk menulis sebuah

skripsi yang berjudul: Bai’at Dalam Al-Qur’an (Kajian Atas Pemaknaan LDII

Terhadap Ayat 18 Surat al-Fath)” Karena sejauh ini penulis belum menemukan

judul yang membahas secara khusus judul tersebut.

Oleh karena itu penulis rasa, judul tersebut penting untuk dibahas dan

penulis memfokuskan penelitian pada masalah Bai‟at menurut LDII dan juga

doktrin-doktrin keagamaan yang diajarkan yang konon banyak dibicarakan

khalayak ramai bahwa LDII itu sesat bukan tanpa alasan, karena penulis merasa

bahwa penelitian ini sangat penting untuk dibahas guna memenuhi jawaban atas

signifikansi sosial yang penulis ajukan di atas, di samping untuk menambah

wawasan bagi penulis khususnya.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk menghindari kerancuan dalam pembahasan, maka dalam mengkaji

dan menganalisa suatu masalah (baik itu berupa data-data atau yang lainnya),

diperlukan adanya pembatasan dan perumusan masalah, agar lebih jelas dan

terfokus arah pembahasan yang akan diuraikan nanti.

Page 19: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

8

Dari permasalahan yang melatarbelakangi permasalahan ini, maka penulis

akan membatasi penelitian sebagai berikut: analisa Bai‟at dalam perspektif LDII

terhadap ayat 18 surat Al-Fath.

Untuk lebih jelasnya lagi maka penulis merumuskan pokok masalah

skripsi ini, bagaimana penafsiran LDII terhadap term Bai‟at sebagaimana yang di

fahami dari ayat 18 surat al-Fath?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian (penulisan) dari skripsi ini antara lain adalah

disamping menjawab atau menyelesaikan suatu persoalan dalam ilmu

pengetahuan juga guna menambah dan mengembangkan khazanah ke-ilmuan

penulis (khususnya) dalam memahami al-Qur‟an. Dan memperkenalkan hakekat

Bai‟at yang benar dalam Islam dengan pengertiannya yang benar, dan bagaimana

penafsiran LDII terhadap term Bai‟at serta bertujuan untuk memenuhi persyaratan

mendapatkan gelar sarjana Theologi Islam (S. Th. I) pada Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Kegunaan Penelitian

Dalam menulis skripsi ini penulis berharap bahwa penelitian ini

mempunyai kegunaan:

1. Memberikan sumbangsih bagi kajian Islam terutama di bidang

tafsir al-Qur‟an

2. Memberikan kemanfaaatan, khususnya bagi penulis dan

masyarakat pada umumnya.

Page 20: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

9

3. Berharap penelitian ini mampu memenuhi jawaban atas

signifikansi sosial yang penulis ajukan di atas.

F. Metodologi Penelitian

Metode penelitian adalah cara atau strategi menyeluruh untuk menemukan

atau memperoleh data yang diperlukan.7 Metode yang digunakan didalam

penelitian ini adalah kualitatif. Bagdan dan Taylor (1975: 5) mendefinisikan yaitu

cara menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang diamati.8 Dalam penelitian kualitatif peneliti terjun

langsung untuk melakukan observasi atau wawancara langsung dengan objek

yang diteliti (penelitian lapangan). Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif

adalah data yang bersifat langsung dan objek penelitian dalam skripsi ini, adalah

LDII dan doktrin-doktrin yang merupakan cara pandang hidupnya.

1 Jenis data

Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah:

a. Data primer, yaitu data-data yang diperoleh langsung dari sumber

pertama. Dalam hal ini, sumber utamanya adalah pengurus dan

anggota LDII dan buku-buku yang ditulis langsung oleh mereka.

b. Data sekunder, yaitu data-data yang memberikan penjelasan mengenai

data primer dan menguatkan data primer yang mencakup, buku-buku,

dokumen resmi dan hasil penelitian yang berbentuk laporan.

2 Teknik pengumpulan data

7 Irawan Soebantono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: Rosda Karya, 1996). H.9

8 Lexy J, Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remadja Karya, 1989)

Page 21: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

10

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah

sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang yang

melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari orang lain

dengan mengajukan pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu. Teknik ini

dilakukan dengan mengacu pada teknik pengumpulan data yang

berstuktur yaitu wawancara yang berbentuk pertanyaan yang terfokus

pada permasalahan yang ingin diteliti.

b. Penelitian kepustakaan

Penelitian kepustakaan yaitu sumber data yang dikumpulkan dari buku

kepustakaan yang berkaitan dengan objek yang diteliti.9 Dengan cara

membaca, memahami,dan menginterpretasikan buku-buku, dokumen-

dokumen yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

c. Analisa data

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang data-

datanya diperoleh melalui interview (wawancara) dan studi

kepustakaan. Kemudian data yang terkumpul diolah,

disistematisasikan, dianalisis dan disajikan secara deskriptif.

Adapun penulisan skripsi ini menggunakan pedoman penulisan pada

buku “Pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin Dan filsafat” yang

9 Kailan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, ( Yogyakarta: Paradigma, 2005),

hal.138.

Page 22: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

11

disusun oleh tim penyusun UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, tahun

2005.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, penulis membagi

pembahasannya menjadi beberapa bab, dengan sistematika sebagai berikut:

Dalam bab pertama, adalah pendahuluan, dimana akan diuraikan latar

belakang masalah, tinjauan kepustakaan, pembatasan dan perumusan masalah,

tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metodologi penelitian serta sistematika

penulisan.

Bab kedua, penulis akan memaparkan sekilas tentang sejarah berdirinya

organisasi LDII, doktrin-doktrin agama LDII dalam paradigma baru, doktrin-

doktrin yang dianggap masyarakat luas doktin-doktrin tersebut sesat atau pada

masa paradigma lama, dan catatan para ulama tentang LDII.

Bab ketiga,dalam bab ini penulis akan memaparkan pengertian Bai‟at

menurut bahasa, istilah dan syar‟i, sejarah Bai‟at pada masa Rasulullah serta ayat-

ayat yang terkait dengan konsep Bai‟at.

Bab keempat, pada bab ini penulis menjelaskan tentang pemaknaan LDII

terhadap ayat 18 surat Al-Fath dan pendapat ulama tentang Bai‟at serta analisa

terhadap pemaknaan Bai‟at menurut LDII.

Bab kelima, merupakan bab penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-

saran yang disertai dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

Page 23: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

12

BAB II

SEJARAH SINGKAT LDII DAN DOKTRIN-DOKTRIN AJARANNYA

SERTA CATATAN PARA ULAMA TENTANG LDII

A. Sejarah singkat LDII

Sebelum menerangkan sejarah singkat LDII penulis akan menerangkan

apakah LDII itu? LDII adalah singkatan dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia,

merupakan organisasi kemasyarakatan yang resmi dan legal yang mengikuti

ketentuan UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, serta

pelaksanaannya meliputi PP No. 18 tahun 1986. LDII memiliki Anggaran Dasar

(AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), program kerja dan pengurus mulai

dari tingkat pusat sampai dengan tingkat desa. LDII sudah tercatat di Badan

Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbang dan Linmas)

Departemen Dalam Negeri. 1

Nama Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) selalu dikaitkan dengan

Islam Jama’ah yang didirikan oleh Nurhasan Ubaidah Lubis. Pemilik nama kecil

Madkhal2 itu, merupakan keturunan asli pribumi Jawa Timur. Ayahnya bernama

Abdul Azis bin Thahir bin Irsyad. Madkhal lahir di Desa Bangi, Purwosari, Kediri

pada tahun 1915.

1 Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Direktori LDII 2003 (Jakarta: LDII, 2003), h.

1 2 Dalam buku-buku yang ditulis oleh pihak luar LDII, nama madkhal sering ditulis

dengan ejaan Madekal atau Madigol. Tidak jelas kapan ejaan ini digunakan. Barang kalli ini

disebabkan karena lidah Jawa yang biasa”keseleo” ketika mengucapkan istilah-istilah Arab.

Wallahu a’lam

Page 24: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

13

Keberadaan LDII selalu dikaitkan dengan nama Islam jama’ah atau Darul

Hadits yang didirikan pada tahun 1952, seiring dengan berdirinya pondok

pesantren (ponpes) Burengan di Kediri.3 Islam Jama’ah itu sendiri bukanlah

gerakan yang memproklamirkan diri, melainkan bahasa pengidentifikasian para

pihak.4 Sejak tahun 1963, Ponpes “tempat persemaian kader” tersebut telah

diserahkan kepimpinannya kepada Drs. Nurhasyim (alumni IAIN Sunan Kali

Jaga, Jogyakarta), dengan tetap menempatkan Ustadz Nurhasan sebagai guru

ngajinya. Pada masa pengelolaan pondok inilah, berbagai kekeliruan dalam

pengamalan ajaran Islam yang dikenal dengan Islam Jama’ah, didakwah banyak

terjadi kesalahan karena itulah, pada tahun 1971 Jaksa Agung Republik Indonesia

melarang Islam Jama’ah karena dianggap sebagai aliran sesat.5

Setelah pemilihan umum (pemilu) tahun 1971, Lembaga Karyawan Islam

(LEMKARI) didirikan pada tanggal 3 januari 1972 atas arahan pangdam VIII

Brawijaya, Mayjen TNI Wijoyo Suyono. Pendirian LEMKARI masih menuai

tuduhan sesat, sehubungan salah satu tujuan pendirian lembaga ini adalah untuk

menampung dan mengarahkan para alumni Pondok Burengan atau para pengikut

Islam Jama’ah. Merespon tuduhan tersebut, LEMKARI mengeluarkan surat

pernyataan No. 165/A-4/VI/1979 tertanggal 20 Juni 1979 yang melarang semua

anggotanya untuk mengajarkan ajaran Islam Jama’ah atau Darul Hadits. Terhadap

anggota LEMKARI yang masih mengikuti ajaran Islam Jama’ah, Direktorium

3 Penegasan tahun ini disebutkan dalam Riwayat singkat Pondok Burengan Kediri yang

ditullis oleh Abdul Rochman selaku pimpinan pondok pada tanggal 2 September 1979. Keterangan

resmi ini membantah pernyataan banyak pihak yang menyebut pendiri Islam Jama’ah pada tahun

1951. 4 Wawancara pribadi dengan Aceng karimullah, Jakarta, tanggal 19 Pebruari 2010.

5 Sk Jaksa Agung RI No. Kep-089/D.A/10/1971 tanggal 29 oktober 1971.

Page 25: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

14

pusat LEMKARI pada tanggal 9 September 1979 menyatakan akan memecatnya

atau menganggap si pelanggar sebagai oknum.

Pada awalnya nama LEMKARI hanyalah lembaga yang menampung eks

pengikut Islam Jama’ah di Jawa Timur. Di daerah-daerah lain, lembaga yang

menampung eks pengikut Islam Jama’ah mempunyai nama yang berbeda. Di Jawa

Tengah lembaga penampung eks pengikut Islam Jama’ah dikenal dengan Yayasan

Karyawan Indonesia (YAKARI), di Jawa Barat dikenal dengan Lembaga

Karyawan Dakwah Islam (LKDI), sedangkan di Jakarta dikenal dengan nama

Karyawan Dakwah Islam (KADIM). Untuk menyeragamkan nama berbagai

lembaga tersebut, atas arahan Amir Murtono selaku Ketua Umum DPP Golkar,

maka pada tanggal 9-10 Februari 1975 diadakan Reuni Alumni Pondok Pesantren

Burengan Banjaran kediri. Berdasarkan arahan dan petunjuk Amir Murtono dan

kesepakatan peserta reuni, dihasilkan satu nama yaitu Lembaga Karyawan Islam

yang disingkat sebagai LEMKARI.

Pada tahun 1990, atas dasar pidato pengarahan Rudini selaku Menteri

Dalam Negeri, dan Sudharmono SH selaku wakil presiden, LEMKARI mengubah

namannya menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dikarenakan nama

LEMKARI memiliki kesamaan singkatan dengan Lembaga Karatedo Indonesia.

Atas dasar yang arahan kedua pejabat pemerintah tersebut, dan berbagai masukan

yang terjadi baik pada sidang-sidang komisi, maupun sidang Paripurna dalam

Musyawarah Besar (MUBES) IV LEMKARI tahun 1990, terjadi perubahan nama

secara formal yang ditetapkan dalam keputusan MUBES IV LEMKARI

No.VI/MUBES-IV/LEMKARI/1990 pasal 3, yaitu mengubah nama organisasi

Page 26: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

15

dari Lembaga Karyawan Dakwah Islam yang disingkat LEMKARI, menjadi

Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang disingkat LDII.

Masa setelah ini, alumni Ponpes LDII mengalami perkembangan hingga

ke mancanegara. Lantaran jauh di negeri orang, untuk menjaga ukhuwah alumni

tersebut membentuk perwakilan di Singapura, Malaysia, Saudi Arabia (Makkah),

bahkan di Amerika Serikat, Australia, dan Eropa. Untuk mengukuhkan

akseptabilitas publik, LDII mengeluarkan konsep Paradigma Baru pada tahun

2005. Dalam Musyawarah Nasional (MUNAS)-nya pada tahun 2005, LDII

menegaskan secara mutlak untuk tidak berafiliasi dengan golongan ataupun partai

politik manapun. Konsep tersebut pula diterjemahkan sebagai sikap organisasi

yang lebih terbuka dengan pihak luar.6

Pengguliran paradigma baru, tonggak perubahan minsed LDII secara

formal terjadi pada tahun 2005,7 ketika Munas LDII pada tahun tersebut berhasil

mengeluarkan konsep paradigma baru. Konsep tersebut merupakan political will

LDII dalam merespon stigmatisasi yang menggiring LDII dalam dakwaan sebagai

aliran sesat. Menurut Aceng Karimullah, sebagai ketua departemen pendidikan

agama dan dakwah LDII, lahirrnya paradigma baru bermula pada masa

kepemimpinan pertama Prof. DR. Ir. KH Abdullah Syam, MSc. Pada tahun 1998-

2005. Kemudian pada Munas VI LDII 2005, konsep ini diperkuat kembali ketika

Abdullah Syam terpilih kembali sebagai ketua Umum LDII untuk yang kedua

kalinya. Pada Munas VI LDII 2005 ini pula LDII menegaskan sikap politiknya

6 Wawancara pribadi dengan Aceng karimullah.

7 Menurut keterangan pengurus LDII, pada tahun 1986, LDII sebagai ormas tidak

berafiliasi pada partai politik apapun (netral). Lalu netralitas ini dipertegas lagi pada Munas VII

LDII 2005.

Page 27: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

16

yang sebelumnya berafiliasi ke Golkar menjadi menerapkan prinsip netral. Tidak

berafiliasinya LDII ke golongan dan partai politik mana pun membuat warga LDII

leluasa menyalurkan aspirasi politik sesuai dengan hati nurani masing-masing.

Aceng Karimullah mengakui, kelahiran paradigma baru juga dilatarbelakangi oleh

suasana kerukunan hidup bermasyarakat dan beragama yang semakin dinamis dan

bebas, selain juga dilatarbelakangi oleh kebebasan mengiringi Reformasi.

Salah satu persoalan yang dituduhkan kepada LDII adalah sikap

eklusifitasnya. Sikap tersebut menurut Aceng Karimullah disebabkan oleh

paradigma lama yang menerapkan prinsip “tangan kanan shodaqoh, tangan kiri

tidak mengetahui “ yang telah membuat berbagai kegiatan LDII terkesan tertutup

dan hanya untuk kalangan sendiri. Tetapi dengan paradigma baru yang

menerapkan prinsip “waamma bini’mati robbika fahaddits” 8maka kegiatan yang

dilakukan oleh warga LDII menjadi lebih terbuka. Juga berdasarkan firman Allah

dalam al-Qur’an:

“ Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali.”

(QS. Al-Baqarah [2]: 271)

Tuduhan sebagian kelompok kepada LDII yang terjadi sejak pendirian

LEMKARI bukanlah sesuatu yang dinafikan keberadaannya. Hal ini mendorong

LDII untuk mengembangkan respon yang berangkat dari prinsip9 :

8 “Terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-menyebutnya (dengan

bersyukur).” (QS. Adh-Dhuha [93]: 11) 9 “ Tolaklah (balaslah) perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. “(QS. Al-

Mukminun [23]: 96)

Page 28: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

17

Prinsip tersebut membuat LDII cenderung defensif kedalam tanpa

berusaha mencari penjelasan dari pihak yang menuduhnya, untuk menghindari

polemik. Termasuk dalam hal ini terhadap berbagai buku yang disebarkan ke

masyarakat umum yang isinya menyebarkan dakwaan-dakwaan negatif terhadap

LDII, sikap resmi LDII sementara ini masih menghindari polemik. Namun

demikian sebagai organisasi yang harus legal, LDII merupakan suatu lembaga

yang memiliki badan Hukum.10

Dalam paradigma baru, klarifikasi LDII dikembangkan lagi dengan

prinsip tabayyun, yang membuat LDII lebih terbuka pada saat diperlukan. Prinsip

LDII lebih aktif dalam mengekspos berbagai kegiatan ibadah sosialnya

dibandingkan sebelumnya. Misalnya, LDII telah peduli untuk membantu korban

bencana alam seperti bencana tsunami di Aceh, gempa bumi di Bengkulu,

Yogyakarta, Klaten, bencana banjir dan longsor di Surakarta, serta banjir di

Lamongan. Contoh lain adalah ibadah qurban. Pada tahun 2006 digelar secara

terbuka dalam kegiatan “Tebar Qurban LDII Jakarta” yang disaksikan oleh

sekretaris MUI provinsi DKI Jakarta. Begitu pula dengan kegiatan yang sama

pada tahun 2007 yang disaksikan oleh Ketua Umum MUI provinsi DKI Jakarta.

Paradigma baru juga ditafsirkan melalui cara bersikap LDII dalam

berinteraksi dengan kelompok-kelompok Islam lain tentang “sofware” (perangkat

10

Sejak tanggal 20 pebruari 2008, sesuai dengan keputusan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia, No. AHU-18.AH.01.06.Tahun 2008-LDII secara resmi diakui

sebagai Badan Hukum

Page 29: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

18

lunak) organisasi LDII. Sekarang, prinsip tersebut dikembangkan lagi secara lebih

proaktif dengan saling mengunjungi untuk bersilaturrahmi antara LDII dengan

tokoh masyarakat dan para ulama serta organisasi sosial kemasyarakatan lain.

Misalnya, menerima silahturrahmi dari MUI, MPU Aceh, Majelis Ugama Islam

Singapore (MUIS), NU, Muhammadiyyah, dan lain-lain untuk menyaksikan

berbagai kegiatan LDII.

B. Doktrin-Doktrin Agama LDII

Dari hasil peninjauan yang penulis lakukan penulis dapatkan pada

Anggaran Dasar Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) bab VI tentang

paradigma dakwah ayat 1 yang berbunyi “Lembaga Dakwah Islam Indonesia

memiliki paradigma dalam melaksanakan dakwahnya yang merupakan cara

pandang tentang diri dan lingkungan dalam kerangka pelaksanaan dakwah dalam

rangka mencapai tujuan nasional”11

dari Anggaran dasar ini ada beberapa doktrin

agama yang terdapat pada Lembaga Dakwah Islam Indonesia diantaranya sebagai

berikut:

1. Doktrin Manqul

Secara akademik tentang metode manqul mengundang pengujian dalam

dua hal. Pertama, boleh-tidaknya metode manqul diterapkan dalam pengajaran

suatu ilmu. Kedua, benar-tidaknya penerapan sistem manqul dilingkungan

internal LDII.

11

Lembaga Dakwah Islam Indonesia(LDII),Himpunan Keputusan Munas VI LDII

(Jakarta : LDII,2005), h. 64

Page 30: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

19

Terhadap pengujian yang pertama, KH Alie Yafie dan KH Said Agil

Siradj membenarkan adanya penggunaan metode ini. Meski, menurut KH Alie

Yafie, lebih banyak digunakan dalam ilmu tasawuf Manqul berasal dari kata

naqala (Bahasa Arab), yang artinya adalah ”pindah.” Manqul artinya belajar

secara langsung. Metode ini dikenal dalam pembelajaran ilmu hadîts, yang

menuntut perpindahan kalimat hadîts yang sempurna dari satu perawi ke perawi

lain.

Ilmu yang manqul adalah ilmu yang dipindahkan dari guru kepada

muridnya. Dalam pelajaran ilmu tafsir, dikenal istilah tafsir bi al-ma tsur yang

berarti menafsir suatu ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an yang lainnya, para

sahabat dan tabi’in.12

Dalam ilmu hadîts , manqul berarti belajar hadîts dari guru

yang mempunyai isnad sampai kepada Nabi Muhammad SAW.

12

Tafsir bi al-ma tsur adalah tafsir yang didasarkan pada riwayat manqul dengan urutan-

urutan yang telah disebutkan dimuka dalam syarat-syarat mufasir yaitu menafsirkan al-Qur’an

dengan al-Qur’an, atau menafsirkan al-Qur’an dengan as-sunnah karena fungsinya sebagai

penjelas bagi ayat-ayat al-Qur’an, atau menafsirkan al-Qur’an dengan pendapat yang diriwayat

dari para sahabat karena mereka adalah generasi yang paling memahami kitabullah, atau

menafsirkan dengan pendapat kibar at-tabi’in karena pada umumnya mereka mendapatkan

ilmunya langsung dari para sahabat. Untuk keterangan lebih lanjut, lihat manna’ al-Qathan,

mabahits fi ulum al-Qur’an (Riyadh: maktabah al-Ma’arif, 1981), cet. Ke-8, hal.347 tentang fafsir

bi al- ma’tsur; dan hal. 329-332 tentang syarat dan adab yang harus dimiliki seorang mufassir.

Dalam defenisi di atas, al-Qhatan menyatakan bahwa tafsir bi al-ma’tsur harus didasarkan pada

riwayat yang manqul ( yang pindah, dikutip langsung) dari Rasulullah SAW, sahabat, atau tabi’in.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mufassir sebagaimana disebutkan al-Qhatan adalah

(1)memiliki aqidah yang shahi, (2) bersih dari hawa nafsu, sehingga pendapat-pendapatnya tidak

digunakan untuk membela kelompoknya secara membabi buta, meski kelompoknya memiliki

kesalahan dan kekurangan (3) memulai menafsirkan al-Qu’an dengan al-Qur’an, kemudian dengan sunnah, kemudian dengan pendapat para sahabat, kemudian dengan pendapat kibarat-

tabi’in. Tahap-tahap ini tidak boleh dilewatkan oleh mufassir, (4) menguasai Bahasa Arab dan

cabang-cabang ilmu yang berkaitan dengannya, (5) memiliki pengetahuan yang baik tentang

dasar-dasar ilmu yang berkaitan dengan al-qur’an, (6) memiliki pemahaman yang mendalam dan

komprehensif. Yang dimaksud manqul dalam konteks ini adalah bahwa menafsirkan al-Qur’an itu

harus didasarkan pada riwayat yang dimanqulkan (dipindahkan) dari rasulullah SAW. Riwayat

yang dimanqulkan dari rasulullah ini kemudian disampaikan oleh para sahabat kepada para

muridnya (tabi’in), dan seterusnya; dari guru kemuridnya. Namun demikian, manqul tidak bisa

dipahami secara sempit, dimana seorang murid hanya mau menerima ilmu dari guru-guru yang

sekelompok dengan mangabaikan ilmu dari guru-guru lain di luar kelompoknya. Para Imam

Page 31: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

20

Terhadap peraktek metode manqul ini, Syafi’i Mufid menyatakan bahwa

”...praktek manqul sebetulnya sudah ada dalam tradisi ulama-ulama Nusantara,

meskipun terminologi ini tidak pernah disebut demikian. Dengan bahasa

sederhana Syafi’i mencontohkan, “Saya pernah ngaji kepada seorang guru. Saya

membaca kitab Ihya’ Ulumiddin. Setelah tamat membaca Ihya’. Nah, saya bisa

membaca kitab Ihya’ seperti begini dari guru saya. Guru saya itu mendapatkan

kemampuannya itu dari gurunya. Itulah namanya silsilah. Manqul kalau dipahami

sebagai silsilah kayak begitu maka itu adalah hal yang biasa dan wajar. Persoalan

muncul jika metode manqul menyebabkan seseorang menganggap hadîts yang

diajarkan oleh gurunya itu sajalah yang benar, sementara hadîts yang lain

dianggap salah. Padahal jumlah hadîts itu kan ratusan ribu. Nah, bagaimana dia

bisa mengatakan hanya gurunya sajalah yang sah meriwayatkan hadîts ini Kan,

lagi-lagi ini namanya ekslusif dan disitu letak kekeliruannya...”

Pengujian yang kedua berkenaan dengan kebenaran penerapan metode ini

di LDII. Secara formal, LDII melalui “Direktorinya”-nya membenarkan adanya

praktek metode ini, meski tidak seperti yang dituduhkan oleh banyak pihak. Hal

itu dipertegas oleh Aceng Karimullah, beliau mengatakan “bahwa kesan ekslusif

dalam “berguru” ketika mengaji, lebih karena persoalan aksesibilitas

(kemampuan warga LDII untuk menjangkau guru-guru yang dapat mengajarkan

kepadanya). Menurutnya, warga LDII yang akan mengaji kepada guru lain harus

berpikir, karena sungkan atau karena sebab lain. Bebeda jika mereka mengaji

mazhab besar tidak membatasi sumber ilmu dari suatu mazhab tertentu, bahkan, misalnya, Imam

Syafi’i (pendiri Mazhab Syafi’i) berguru pada Imam Malik yang merupakan pendiri Mazhab

Maliki.

Page 32: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

21

kepada ustadz dari LDII, hal ini bisa dilakukan dengan mudah, tanpa memikirkan

ongkos yang harus dikeluarkan. Hal ini sangat mepermudah bagi jama’ahnya.13

LDII juga menyusun himpunan hadîts yang ditulis lengkap dengan sanad-

sanadnya.14

Hal itu dilakukan warga LDII karena warga LDII belum semuanya

mampu memiliki kitab hadîts lengkap seperti kutubus sittah (kitab-kitab hadîts

riwayat Bukhori, Muslim, Abu Daud, Thirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Kurang intensnya pengajaran ilmu alat (Bahasa Arab) dilingkungan

Pesantren LDII, memungkinkan pelaksanaan metode manqul berjalan dengan

efektif, jika memang ada politic will dari pihak LDII untuk menerapkan metode

tersebut. Terkecuali apabila memang kran keterbukaan mengakses ilmu dari luar

juga dikembangkan. Sistem manqul juga diterapkan di Pesantren-pesantren lain

seperti NU dan mereka juga diberikan ijazah, namun kesan “menganggap

pendapat guru paling benar” jarang atau tidak mencuat di lapangan.

Sistem manqul sebenarnya memudahkan kalangan awam masyarakat

umum untuk secara praktis memahami isi kitab dengan makna gandul (sebagai

contoh: memaknai kitab kuning dalam bahasa yang dipahami pengkajinya).

Tetapi ketika sang guru mengatakan bahwa hanya pendapatnya yang paling

benar, sedangkan yang lain salah, di situlah muncul persoalan.

13

Wawancara pribadi dengan aceng Karimullah. 14

Dalam definisinya tentang hadîts shahih, Mahmud Thahhan menulis: sebuah hadîts

dikatakan sahih apabila memenuhi syarat sebagai berikut: (1) ittishal sanad, yaitu para perawinya

menukil hadîts secara langsung dari rawi di atasnya, dari awal hingga akhir sanad, (2) adalah ar-

ruwat (rawi yang adil), yaitu setiap rawi yang terrlibat dalam periwayatan hadîts haruslah seorang

muslim yang baligh, berakal, tidak fasik, dan tidak melanggar muru’ah, (3) dhabt ar-ruwah, yaitu

setiap rawi harus dhabit (teliti), baik dalam hafalan maupun tulisan, (4) hadîts tidak syadz, artinya

tidak bertentangan dengan riwayat lain yang lebih tsiqoh atau lebih kuat, (5) tidak adanya illah ,

yaitu hal-hal kecil yang tersembunyi yang “mencederai” kesahihan hadîts. Lihat Mahmud

Thahhan, taisir Mustalah al- hadîts,(Surabaya: syarikah Bengkulu Indah,t.th), cet.ke-1, hal.34-35;

lihat juga Muhammad Ajjaj al-khatib, ushul al- hadîts : Ulumuhu wa Musthalahuhu, (Beirut: Dar

al-Fikr, 1989/ 1409) hal. 304-305, dan kitab-kitab lain yang sejenisnya.

Page 33: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

22

2. Frasa ” Amal Shaleh ”

Pengalaman yang menggoda warga non- LDII pada saat berinteraksi dengan

kader LDII adalah frasa “amal shaleh”. Dalam bahasa percakapan, kita akan

mendengarnya dalam contoh sebagai berikut: “Amal shaleh, dampingi si fulan ke

bandara,” atau “Amal shaleh”, jemput si fulan yang mau menemui pak Aceng di

Jakarta,” penggunaan Frasa “amal shaleh” seakan telah menjadi frasa atau

identitas yang digunakan oleh para kader LDII. Dan siapaun yang pernah

merasakan tentang bagaimana frasa “amal shaleh” menjadi suatu identitas dalam

interaksi yang unik di tubuh organisasi LDII.

Tidak diketahui pasti, kapan frasa “amal shaleh” itu mulai dipergunakan,

apakah setelah menjadi LDII atau malah sejak sejak gerakan ini bernama

LEMKARI. Dalam prakteknya, penggunaan frasa “amal shaleh” sudah hampir

merata di seluruh ranah organisasi LDII atau oleh alumni Ponpes LDII, baik di

Indonesia maupun di beberapa negara di Asia Tenggara lainnya.

Frasa “amal shaleh” bukanlah suatu yang harus dipersoalkan, karena dari segi

subtansi, frasa” amal shaleh” sama sekali tidak melanggar pakem-pakem ajaran

Islam yang lazim. Malah dalam beberapa hal, frasa “amal shaleh” mencerminkan

implementasi dari nilai-nilai Islam yang luhur. Frasa “amal shaleh” inilah yang

membuat LDII masuk dalam kategori sebagai ormas Islam yang ihsan dari sisi

pengamalan ajaran Islam pada tataran organisatoris, yang relatif membedakannya

dengan ormas-ormas Islam lainnya. Frasa “amal shaleh” dalam LDII telah

menjadi fenomena baru, yang menambah khasanah terminmolog keshalehan,

yaitu keshalehan organisasional, selain keshalehan individual dan keshalehan

Page 34: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

23

sosial. Menurut Aceng Karimullah di LDII tidak dikenal kata “pembantu” seperti

dalam masyarakat umumnya. Mereka memanggil pembantu dengan sebutan

“tenaga amal shaleh” atau “tenaga amal shalehan” sebuah terminolog yang

menurut mereka, dimaksudkan untuk menghormati penyandang profesi ini.

3. Ibadah Ghairu Mahdha LDII

Salah satu kesan yang tidak bisa dinafikan atau diabaikan oleh para ulama

terhadap LDII adalah soal ibadah ghoiru mahdhanya.15

Kesan ini menjadi

menarik, karena pada saat yang sama, LDII masih didera isu eksklusifitasnya.

Bagaimana sebenarnya kegiatan warga LDII, pihak eksternal LDII secara terbatas

hanya dapat melihatnya di Majalah Nuansa yang menjadi “corong” LDII. Majalah

ini secara rutin memuat rubrik “Lintas Persada” yang menampilkan profil

kegiatan warga LDII di tengah-tengah masyarakat sekaligus menayangkan foto

kegiatannya.

Dari sampling kegiatan yang diambil sejak pebruari 2007 hingga Pebruari

2008, terdapat 507 kegiatan LDII di seluruh Indonesia termasuk di luar negeri

yang terpublikasikan di majalah Nuansa pada periode tersebut. Secara tematik,

kegiata LDII pada dua tahun tersebut dapat dilihat dalam lampiran tabel khusus

tentang kegiatan Inklusif LDII, (lihat lampiran dalam skripsi ini).

15

Ibadah ghairu mahdhoh disebut juga sebagai ibadah umum, yaitu semua perbuatan

yang oleh al-Qur’an dan atau hadîts dikategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik tersebut

akan bernilai ibadah kalau dikerjakan dengan niat lillahi ta’ala. Ibadah ini lebih bersifat sosial

dalam rangka membina hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Contohnya antara lain

adalah: mencari ilmu (sekolah), mencari nafkah, berperilaku sopan, tidak merusak lingkungan, dan

justru melestarikan lingkungan.

Sebaliknya, ibadah mahdhoh disebut juga ibadah khusus, yaitu ibadah yang ketentuan

pelaksanaanya secara rinci diterangkan dalam al-Qur’an dan hadîts . ibadah lebih bersifat ritual

dalam rangka membina hubungan manusia sebagai makhluq dengan Allah sebagai al-Kholiq.

Contonya antara lain: shalat, puasa, zakat, dan ibadah haji.

Page 35: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

24

Berbagai kegiatan LDII yang terekam dalam majalah tersebut

menegasikan LDII sebagai sebuah organisasi yang ekslusif dan menegaskan

bahwa LDII telah melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sifatnya inklusif. Tetapi

mengapa label ekslusif masih tetap menempel hingga sampai sekarang? Karena

mengingat belum tentu semua kegiatan LDII terpublikasikan dalam rubrik Nuansa

Persada, gambaran berikut dapat saja merupakan gambaran minimal kegiatan

inklusif LDII.

Bardasarkan mayoritas kegiatan yang direpresentasikan dalam rubrik

“Lintas Persada” yang diasumsikan sebagai sampel terkini. Ternyata kegiatan

LDII masih didominasi oleh kegiatan-kegiatan yang sifatnya hubungan vertikal,

baik baik dengan pemerintah dan aparat (Hankam 194 kegiatan [34%]) maupun

dengan MUI (124 kegiatan [22%]). Urutan berikutnya adalah kegiatan, internal

LDII (118 kegiatan [21%]). Sedangkan hubungan LDII dengan ormas Islam lain

(35 kegiatan [6%]) dan dengan tokoh masyarakat (Tomas; 12 kegiatan [2%]),

masih relatif sedikit. Bakti sosial (Baksos) sebagaimana tercantum dalam

mukadimah AD-ART LDII sebagai ibadah ghairu mahdhoh (ibadah sosial),

memperoleh porsi 14% (81 kegiatan). Angka presentase tersebut dapat menjadi

salah satu ukuran untuk menjelaskan masih perlunya meningkatkan hubungan

horizontal warga LDII dan pada saat yang sama hubungan vertikal yang sudah

baik perlu dipertahankan.16

Namun demikian, belum semua kegiatan LDII

terpublikasikan di rubrik “Lintas Persada” sejumlah kegiatan inklusif LDII yang

16

Walaupun MUI terdiri atas berbagai ormas Islam, tetapi dalam konteks ini penulis

masih menganggap MUI masih sebagai pemegang otoritas yang mengeluarkan fatwa. Dengan

demikian hubungan LDII-MUI masih dikategorikan hubungan “vertikal”. Tidak karena LDII

dengan MUI kemudian LDII otomatis akan dekat dengan ormas-ormas konstituen MUI.

Page 36: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

25

tidak direpresentasikan dalam majalah Nuansa Persada juga telah disosialisasikan

melalui media website LDII (www.ldii-online.com dan www.ldii.or.id).

Adapun doktrin-doktrin atau paradigma lama yang dianut oleh LDII

antara lain:

a. Doktrin Manqul

Bahwa dalam sistem manqul ini, mengharuskan warga LDII untuk

menerima transfer ilmu hanya dari kalangan internal LDII17

.

b. Doktrin Imâmah dan Bai'at

Bahwa dalam doktrin nurhasan (tokoh yang di anggap sebagai

pemimpin spiritual islam jama'ah) menganggap imam dalam

konsep imamah adalah pemimpin spiritual, dan keberadaannya

untuk mensahkan islam atau keislaman seseorang.

Sitem imamah LDII tersebut membuat semua anggota LDII

dilarang untuk menerima segala penafsiran yang tidak bersumber

dari penafsiran imamnya. Sedangkan doktrin bai'atnya sebagai

beriku: bai'at merupakan janji setia dari kader LDII kepada imam,

dalam hal ini Nurhasan; keabsahan bai'at ditentukan oleh ketaatan

kader pada imamnya18

.

c. Mengkafirkan dan Menajiskan Kelompok Lain

Doktrin ini adalah sikap sebagian kader LDII yang mudah

mengkafirkan dan menajiskan kelompok lain. Hal ini berkaitan

17

Muhamad Amin Jamaludin, Kupas Tuntas Kesesatan Dan Kebohongan LDII Jawaban

Atas Buku Direktori LDII, (Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), 2007), h.

25 18

Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII (

Jakarta: Pusat Studi Islam Madani Institute, 2008), h. 21.

Page 37: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

26

dengan kedudukan golongan lain yang berada diluar garis

keamiran LDII sehingga tidak berbai'at kepada imamnya.

Sedangkan yang berkaitan dengan menajiskan orang lain, dimana

kader LDII setiap kali bersalaman harus membersihkan tangannya

dan tidak bersedia bermakmum kepada golongan lain dan mengelap

(ngepel) masjid yang sudah digunakan oleh pihak lain.19

C. Catatan Para Ulama Tentang LDII

Berikut ini, penulis akan memaparkan beberapa catatan khusus dari para ulama

tentang LDII, diantaranya sebagai berikut:

1. KH Ma’ruf Amien

(Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia)

Kita bisa mentolelir perbedaan, tetapi tidak bisa mentolelir

penyimpangan. Penyimpangan ini harus diamputasi. Kita memberikan

kesempatan kepada orang yang menyimpang itu untuk rujuk ilal haq. Kita

mengeluarkan fatwa tentang sesatnya suatu kelompok jika kita telah

melakukan investigasi secara mendalam terhadap kelompok itu.

LDII adalah suatu lembaga yang fatwa terhadapnya terikat dengan

Islam Jama’ah, karena ada prinsip-prisip Islam Jama’ah yang dianggap

menyimpang. Adapun fatwa MUI khusus tentang LDII tidak ada, namun

jika ia menggunakan ajaran-ajaran Islam jama’ah yang prisip-prinsipnya

menyimpang itu, maka ia terkait juga dengan fatwa tentang kesesatan Islam

Jama’ah. Memang ada satu keputusan Munas MUI ada yang menyinggung

19

Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 26.

Page 38: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

27

nama. Dalam suatu rekomendasi dinyatakan bahwa “Aliran sesat itu seperti

Ahmadiyyah, LDII....” Kalimatnya berbunyi seperti itu. Kenapa LDII

dijadikan bagian yang sesat? Karena LDII dianggap sebagai penjelmaan

Islam Jama’ah.

Sesudah itu, LDII berusaha meninggalkan hal-hal yang menyebabkan

kesesatannya itu. Mereka meminta audiensi ke MUI Pusat untuk

mensosialisasikan apa yang disebutnya sebagai paradigma baru. Paradigma baru

ini menegaskan bahwa LDII tidak menggunakan ajaran Islam Jama'ah sebagai

satu landasan, meski dalam beberapa ajaran ada yang sama, yang berkaitan

dengan amaliah, bukan I’tiqadiyah. Mereka meninggalkan ajaran Islam Jama'ah

seperti menganggap najis kelompok lain. Mereka tidak lagi mencuci bekas

tempat shalat orang lain, tidak mengkafirkan kelompok lain. Bahkan, mereka

bersumpah di hadapan MUI Pusat bahwa, itu bukanlah taqiyah. Sesudah itu

mereka membuat pernyataan tertulis untuk menegaskan perubahan itu.

Dalam memandang LDII, MUI Pusat terbagi dalam dua pendapat,

Pertama, kita menerima, kemudian kita lakukan penyesuaian ke daerah.

Klarifikasi secara nasional diberikan, sedangkan klarifikasi di daerah diberikan

secara parsial. Kedua, ada juga kelompok yang sangat mencurigai LDII, dan

meminta klarifikasi dilakukan dari tingkat bawah (bottom up), baru klarifikasi

nasional. Dengan demikian, ar-ruju’ ilal haq dilakukan secara qaulan wa fi Ian

(dalam ucapan dan tindakan), bukan hanya statemen.

Page 39: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

28

Ketika LDII dianggap melakukan ar-ruju’ ilal haq, LDII dianggap sebagai

entitas yang pernah melakukan penyimpangan, karena LDII dikaitkan dengan

Islam Jama'ah. Dalam perjalanannya, LDII memiliki keinginan untuk kembali

kepada kebenaran. Namun, ada kelompok-kelompok yang sangat keras,

menentang, seolah-olah LDII tidak boleh bertaubat.

LDII sekarang dalam tahap verifikasi secara kelembagaan maupun secara

grass roots. Saya melihat, secara kelembagaan mereka tidak ada masalah, dari

pengurus pusat hingga pengurus daerah memiliki satu kata. Namun di tingkat

bawah, kemungkinan masih ada masalah, karena masih ada generasi LDII yang

berpegang pada Islam Jama'ah. Namun demikian, kondisi di bawah tidak

sepenuhnya bisa kita jadikan indikasi bahwa LDII belum berubah. Kita

meminta ketegasan dari pengurus LDII dalam menyikapi kadernya yang masih

meneruskan ajaran Islam Jama'ah. Kelompok-kelompok yang tidak patuh harus

dinyatakan bukan bagian dari LDII. Sehingga LDII tidak lagi terkontaminasi

oleh kelompok-kelompok itu.

Saya melihat mereka mempunyai i'tikad baik. Karena itu, saya berpesan

kepada ustadz-ustadz kita untuk memandang masalah ini dengan hati yang jernih.

MUI 'kan mengajak yang sesat-sesat itu, seperti Ahmadiyah, untuk ruju' ilal

haq. LDII adalah organisasi lokal. Lain dengan Ahmadiyah yang merupakan

organisasi internasional. Mereka tidak mungkin melepaskan diri dengan

pimpinan tertinggi mereka. Dan, karena itu saya nyatakan bahwa pernyataan

mereka (Ahmadiyah) itu akal-akalan.

Page 40: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

29

LDII boleh saja mengamalkan beberapa ajaran Nurhasan, sepanjang

ajaran yang diamalkan itu tidak mengandung kesesatan. Mereka sudah tidak

memegang secara penuh ajaran Nurhasan. Mungkin masih ada ajaran yang

dipertahankan, tetapi yang sifatnya amaliyah saja. Saya melihat, sudah ada

perubahan. Kita harus terus mendorong agar perubahan itu menyentuh sampai

ke simpul-simpul paling bawah.

Kalau orang mau bertaubat, jangan dilihat masa lalunya, maa madha

faata, itu sudah masa lalu. Yang jelas mereka telah berubah. Masa kita mau

membongkar Umar bin Khatab masa lalu. Sayyidina Umar masa lalunya kan

suka mabuk. Tetapi beliau menjadi sahabat utama Nabi.

Kalau anggota di simpul-simpul masih memakai pola lama, itu pasti

ada. Sekarang di dalam intern LDII ada pertarungan, antara yang ingin

berubah dengan kelompok yang ingin bertahan. Tetapi, kendali organisasi

dipegang oleh orang yang ingin berubah secara formal, dari pusat sampai ke

wilayah-wilayah. Secara formal, mereka adalah bagian yang sudah berubah.

Mereka adalah bagian yang ingin berada di lingkungan MUI. Jadi, menurut saya,

kita jangan bertumpu pada simpul-simpul. Simpul-simpul itu harus ki ta bina

supaya mereka berubah. Dan pada saatnya LDII harus berani membuat

tindakan terhadap jama'ahnya yang tidak mau melakukan perubahan itu. LDII

juga harus siap untuk menjaga kemurnian LDII dengan paradigma baru. Pada

Page 41: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

30

saatnya, LDII harus berani menindak anggotanya yang bandel, yang masih

dalam posisi paradigma lama.20

2. KH. Ali Yafie21

(Tokoh Ulama)

Saya ingin menyampaikan bahwa memang menarik mengkaji

perkembangan Islam di Indonesia. Bagian dari perkembangan tersebut, ki ta

harus lihat LDII di situ. Jadi kita tidak boleh (menuding) sembarang, tanpa data

dan fakta dari hasil penelitian. Karena saya tidak punya data yang cukup, saya

tidak ingin memberikan vonis kepada LDII. Jadi saya anjurkan untuk melakukan

penelitian yang mendalam, secara kekerabatan, tidak seperti polisi atau jaksa yang

sedang menyelidik, Intinya secara ukuwah Islamiyah. Jadi tahu bagaimana

sejarahnya, apa faktor-faktor yang mempengaruhinya,dan lain sebagainya. Jadi,

sebagai ilmuwan, kita tidak boleh ngomong seperti orang awam. Itu harapan saya

Saya belum pernah melihat, belum pernah bersentuhan dengan tokoh

tokoh LDII. Saya berharap ada kajian yang terbuka tentang LDII, supaya ada

ruang untuk tabayyun

20Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h 73-

78.

21 Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 79-

80.

Page 42: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

31

3. Prof. Dr. H. Utang Ranuwidjaya22

(Ketua Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI Pusat)

konsep paradigma baru LDII sudah bagus kalau dilihat dari paparan yang

mereka sampaikan. Hal itu saya kemukakan berdasarkan pemantauan saya di

beberapa tempat seperti di Jakarta, Surabaya, Lampung, dan Kediri. Sebenarnya,

dengan paradigma baru tersebut, mereka ingin meninggalkan paham-paham

yang dulu diwariskan oleh Islam Jama'ah. Bahkan sekarang, justru mereka

ingin membersihkan paham-paham Islam Jama’ah tersebut, jika memang

masih ada di dalam tubuh gerakan LDII. Paradigma baru LDII adalah suatu

cerminan bahwa mereka ingin kembali pangkuan Majelis Ulama Indonesia

untuk mendapatkan pembinaa, dan merupakan keinginan bersatu LDII

dengan segenap kekuatan Islam Indonesia.

Namun demikian, proses sosialisasi paradigma baru LDII yang mereka

lakukan baru sampai tingkat PAC, belum sampai ke grass roots. Kalau begitu

kenyataannya, sosialisasi tersebut harus terus ditingkatkan dan diupayakan

secara cepat dan maksimal. Selama ini, memang kita masih melihat dan

mendengar laporan dari para pengurus atau pimpinan Majelis Ulama

Indonesia, baik di Provinsi, Kabupaten atau Kota maupun MUI Kecamatan di

mana di beberapa tempat masih ada pola-pola lama yang mereka terapkan Tapi

pada umumnya, informasi dari MUI Provinsi dan Kabupaten atau Kota

menyatakan bahwa sudah bagus pembinaan di internal LDII. Mereka (LDII) juga

22 Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 81-

84.

Page 43: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

32

sudah membuka komunikasi dengan MUI dan ormas-ormas yang lain, meski di

beberapa tempat masih terdapat kekakuan dari pihak LDII sendiri dalam berbaur

dan dalam meninggalkan kesan-kesan eksklusifnya. Inilah sosialisasi

paradigma baru LDII yang sedang dalam proses tersebut.

Pengurus LDII, baik pada tingkat Provinsi maupun Kabupaten sudah

cukup tegas dalam menerapkan paradigma barunya. Bahkan, beberapa kali saya

mendengar ucapan dari para pimpinan LDII Provinsi yang mengatakan,

"Andaikata masih ada yang menerapkan pola lama dan menjalankan paham

paham Islam Jama'ah, maka kepada mereka diminta untuk keluar dari LDII, dan

dianggap itu bukan warga LDII. " Jadi, kalau melihat ketegasan semacam itu sih,

saya agak optimis bahwa paham-paham tentang Islam Jama'ah secara bertahap

akan ditinggalkan oleh organisasi LDII ini.

Sebenarnya, ajaran LDII itu perlu pendalaman dan penelitian lebih

lanjut, karena di lapangan yang saya temukan hanya di permukaan. Tentunya,

jawaban saya tidak begitu valid, karena belum mendalami apa yang terjadi di

lapangan. Sebatas yang saya dengar, sebatas apa yang saya lihat, dan

kesimpulan dari diskusi-diskusi dengan MUI di Provinsi dan Kabupaten,

dimana memang masih ditemukan masalah-masalah implementasi di lapangan

terkait dengan paradigma baru LDII. Ini harus terus dipantau sejauh mana

mereka jujur, ikhlas, terbuka dan bertanggungjawab untuk melaksanakan

paradigma barunya. Apakah itu menyangkut sesuatu yang sangat rahasia,

ataupun yang biasa mereka buka itu, mestinya dilakukan pemantauan dan

penelitian yang lebih lanjut di lapangan secara mendalam.

Page 44: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

33

4. Prof. Dr. KH. Said Agil Siradj23

(Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama)

Aliran atau madzhab atau firaq Islamiah itu, sepanjang masa akan tetap ada.

Kajian mengenai al-Firaq al-Islamiah (firqah-firqah Islam) dan al-Firaq al-

Kharijah anil Islam (firqah-firqah yang keluar dari Islam) adalah salah satu mata

kuliah wajib di Timur Tengah, baik itu di Ummul Qura Makkah maupun di

Al-Azhar Kairo. Yang termasuk firqah Islam adalah Mutazilah, Khawarij,

Jabariah, Qadariah, Murji'ah, Jahamiah; Syi'ah, Syi’ah Itsna 'Asyariah, Imamiah,

dan Zaidiah. Sedangkan firqah yang keluar dari Islam yaitu Syiah Ismailiah,

Bahaiyah, Qadianiyah, dan Iain-lain. Kelompok kedua ini dianggap keluar dari

Islam karena mereka mengingkari prinsip-prinsip ma’ulima minaddin

bidhdharuri (prinsip yang sangat fundamental dalam Islam).

Orang atau kelompok yang mengingkari ma'ulima minaddin

bidhdharurah24

bisa dikategorikan sesat. Sedangkan kelompok atau orang yang

mengingkari ma’ulima minaddin bitta" allum (hasil pemikiran/telaah/ijtihad)

tidaklah sesat. Sampai-sampai, golongan Khawarij pun masih dianggap

sebagai bagian dari kelompok Islam (firaq Islamiah), padahal mereka telah

membunuh Sayidina Ali Karramallahu Wajhah.

23 Habib setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 89-

92 24

Hal-hal, prisip-prinsip pokok agama yang sudah final dan pasti, yang tidak boleh

dipertentangkan

Page 45: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

34

Di dalam Islam terdapat beragam aliran dan golongan. Sebagian besar

golongan tersebut tidak bisa dianggap sesat, karena ada dua perbedaan, yaitu

perbedaan yang bersifat wacana dan perbedaan yang bersifat aksi/amal, Lha,

LDII ini perbedaannya amal. Mereka tidak kita anggap sesat, tetapi

mutanaththi’, tanaththu’, orang yang eksklusif, kelompok eksklusif. Namun

demikian, LDII masih dalam bagian firqah Islamiah, karena meyakini apa yang

disebut ma'ulima minaddin bidhdharurah, meski dalam beberapa hal LDII

(menurut beberapa kalangan yang mengamati organisasi ini) berbeda dengan

mayoritas ulama dalam menafsirkan ayat tertentu. Perbedaan penafsiran itu

sendiri dalam banyak kesempatan dibantah oleh pengurus LDII. Seandainya

dugaan para pengamat itu benar, perbedaan itu tidak menyebabkan LDII

menyandang label "sesat." Itu tidak sesat, hanya salah atau sempit. Itu

tanaththu, mutanatti, hatta Khawarij kita tidak mengatakan sesat. Padahal dia

yang membunuh Sayidina Ali, kita tidak mengatakan sesat, tetapi mutasyaddid,

mutatharrif.

LDII tidak bisa disamakan dengan Ahmadiyah. Ahmadiyah itu sesat

karena mengingkari ma’ulima minaddin bidhdharurah, mengakui adanya Nabi

setelah Nabi Muhammad SAW Saya menanggapi perubahan paradigma LDII

secara positif. Paradigma Baru LDII harus disikapi dengan positif. Mereka

(LDII) mengakui kesalahan, dalam tanda petik: kesalahan ajarannya atau kesalahan

doktrinnya, bukan kesalahan aqidah. Aqidah nggak salah, dari awal nggak salah.

Aqidah dia rukun iman yang enam itu. Rukun Islamnya itu sama. Ya seperti

pesantren dulu, dimana Bahasa Inggris itu haram. Sekarang, justru

Page 46: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

35

membolehkan. NU sendiri, pada Muktamar tahun 30-an Itu mengharamkan

pakai dasi atau pakai celana. (Sekarang, tidak).

Orang yang menganggap orang lain sesat itu, juga sesat. Man kaffara

ahlal kitab (al-Qur'an) fahuwa kafir. Orang yang menganggap sesat orang lain,

yang tidak menolak hal-hal prinsip maka ia sesat juga, kecuali yang prinsip tadi.

Kita (NU), menghindari bahasa "sesat." Pleno NU di Cisalak Bogor,

menyatakan aliran Ahmadiyah adalah aliran yang ditolak oleh mayoritas umat

Islam, (tapi) tidak mengatakan sesat, karena sesat itu adalah caci-maki. Kata

syatm itu kita hindari.

Dalam menyikapi masalah-masalah yang berkaitan dengan perbedaan

dalam memahami agama, masyarakat itu tergantung dengan ulama (kyai).

Kalau masyarakat NU ya apa kata kyai-nya. Kalau kyainya tambah maju,

berkembang, terbuka, maka masyarakatnya akan mengikuti. Oleh karena itu,

para ustadz dan dai tidak boleh berhenti belajar, agar wawasan menjadi luas dan

siap menerima perbedaan. Asal mereka mau belajar, mereka akan menjadi

toleran. Orang kalau mandeg, merasa dirinya pinter, maka ia akan

berpandangan sempit. Kalau mau belajar terus, ia akan menjadi toleran,

tasamuh. Bukan berarti menghalalkan yang haram, menerima yang sesat, tidak.

Tetapi menyikapinya dengan kepala dingin, dengan argumentatif.

Page 47: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

36

5. Dr. M. Syafi’i Mufid, MA25

(Peneliti Departemen Agama Republik Indonesia)

LDII yang saya ketahui itu kan sebuah organisasi Islam. Yang awalnya

dari LEMKARI kemudian menjadi LDII. Nah, sebelumnya ada yang namanya

Islam Jama'ah. Sebelum Islam Jama'ah, ada yang namanya Darul Hadits. Jadi,

itu proses dimulainya sebuah tafsir terhadap ajaran-ajaran Islam tentang imȃ mah

(tentang jama'ah) kemudian implementasinya dalam bentuk gerakan, yang

namanya gerakan Islam Jama'ah atau Darul Hadits.

Sebetulnya, ajaran inti dari yang kita kenal Islam Jama'ah itu adalah

mengenai kejama'ahan dan keimâmahan. Apa yang dipahami dari kawan-kawan

Islam Jama'ah itu adalah atsar-nya dari Sayidina Umar yaitu la islama illa bil

jama'ah walajamaata illa bil imamah wala imamata illa bithoah wala thoata illa

bil bai'at. Kemudian mamata laisa lahu biatun mata mitatan jahiliyatan,

haditsnya maupun atsarya. itu, lazim di kalangan umat Islam. Tidak merupakan

sesuatu yang aneh, artinya masyhur (umum, dikenal). Yang menjadi aneh pada

waktu itu adalah, kalau orang tidak masuk jama'ah, mereka itu dianggap bukan

Islam. Itu masalahnya. Nah, ini kekeliruan penafsiran yang banyak dilakukan

oleh kelompok-kelompok. Kemudian oleh Majelis Ulama Indonesia dikatakan

sebagai kelompok sesat. Itu adalah klaim kebenaran yang hanya ada pada

mereka. La islama illa bil jama'ah. Kata-kata jama'ah itu hanya untuk Darul

Hadits, Islam Jama'ah. Kan begitu awalnya. Mestinya tidak begitu. Jadi, Islam

Jama'ah adalah Al jama'ah min jamaatul muslimin. Jadi, satu jama'ah dari

25 Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 97.

Page 48: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

37

jama'ah-jama'ahnya umat Islam. Umat Islam itu banyak jama'ahnya. Tidak satu-

satunya. Nah, disini yang menjadi krusial itu.

Kalau ada orang mengatakan bahwa LDII itu eksklusif, dimana dia

menganggap paling benar sendiri, yang kalau ada yang shalat di masjidnya, dia

cuci, itu kita kan mengecek, "Apa benar perkataan orang itu." Orang yang

ngomong pada kita, yang menyampaikan kepada kita tentang hal-hal yang tidak

benar, kita perlu tabayyun. Tabayyun inilah pekerjaan ulama yang mesti

dilakukan. Tabayyun, apakah LDII itu sudah berubah, atau masih seperti Islam

Jama'ah. Ini soal tabayyun. Jadi, mereka berupaya untuk melakukan

perubahan, kita pun mengamatinya, berubah apa belum. Kan begitu

tabayyunnya.

Kalau sudah paradigma baru seperti itu, mana lagi yang sesat, ya

nggak ada. Sepuluh kriteria kesesatan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama

Indonesia, tidak bisa diterapkan untuk LDII, kalau seperti yang dinyatakan dari

hasil Rakernasnya. Nah, kalau mengenai praktek ini, kan manusia sekian ratus

ribu atau sekian juta itu, untuk melakukan perubahan paradigma itu

memerlukan waktu. Jadi kalau masih ada sisa-sisa Islam Jama'ah atau Darul

Hadits yang dititipkan untuk dibina di LDII belum lurus benar, itu proseslah.

Menurut saya LDII itu sebuah organisasi Islam yang bagus, dan itu

organisasi Islam yang lahir pasca kemerdekaan. Ormas-ormas Islam ini, yang

lahir sebelum kemerdekaan itu sudah berjasa, berjasa mendorong mewujudkan

proklamasi kemerdekaan RI, sekaligus mempertahankannya. Itu seperti

Page 49: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

38

Syarikat Islam, NU, Muhammadiyah, Persis, Perti, Al Irsyad. Semua itu lahir

sebelum Indonesia merdeka, dan itu berhasil menjadikan Indonesia merdeka.

Mereka juga berhasil mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Nah LDII dan

organisasi Islam yang lahir setelah kemerdekaan, mestinya mengisi

kemerdekaan ini dengan karya nyata, karya nyata yang persis dengan tujuan

kemerdekaan itu. Apa tujuan kemerdekaan itu., ya memakmurkan rakyat

Indonesia. Kata-kata memakmurkan Indonesia ini, mesti menjadi orientasi

ormas-ormas Islam yang baru, termasuk LDII. Nah, yang saya lihat nyatanya

LDII cukup bagus dalam membina ekonomi umat di kalangan warganya.

Anggotanya itu tertib teratur. Nah, ini mudah-mudahan ke depan kalau asumsi

saya ini benar, ormas-ormas seperti LDII itu bisa memposisikan diri sebagai

agent of change dalam kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Maka umat Islam

di Indonesia ini akan punya kelanjutan yang bagus. Tapi kalau masih bangga

dengan romantika masa lalu, ya ketinggalan kereta.

6 .Dr. Adian Husaini, MA26

(Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia)

Sejauh yang saya ketahui, MUI saat ini sedang melakukan penelitian dan

harus dichek tentang persoalan inti LDII itu. Karena dulu, mereka dikenal

(dituduh) dengan (isu-isu) doktrin-doktrinnya seperti ajaran manqul. Mereka

(diisukan) mempunyai sanad sendiri dan merasa orang Islam yang lain bukan

saudaranya. Bahkan, misalnya, dahulu jika kita menduduki kursi di rumahnya,

lalu kursi itu dilap (dibersihkan) lagi. Orang Islam lain dianggap najis dan lain

26 Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h.

109-112.

Page 50: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

39

sebagainya. Mereka memakai Hadits tentang bai'at. Menurut mereka, kalau

seseorang tidak berbai'at, maka orang itu akan mati seperti matinya orang

jahiliyah. Yang mereka maksud dengan bai'at di sini adalah harus bai'at kepada

imamnya. Nab, karena hal inilah kemudian, umat Islam yang lain menganggap

mereka berada di kelompok yang sesat.

Jika sekarang mereka mengatakan ada paradigma baru, menurut saya hal

itu perlu ditelaah. Apakah mereka betul serius? Apakah benar mereka sudah

merevisi ajaran-ajarannya? Apakah benar mereka sudah menganggap se-Islam

ini saudara se-Islamnya, dan mereka boleh menikah dengan orang Islam yang

lain, dan mereka boleh bermakmum di belakang orang Islam yang lain. Apakah

sudah seperti itu? Sebab sejauh ini, meskipun ada banyak perbedaan di antara

ormas-ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan lainnya, tetapi

perbedaan itu tidak ada masalah. Termasuk menikah dengan ormas lain juga

boleh, tidak menimbulkan masalah. Hal-hal semacam itu, saya kira perlu

dievaluasi.

Paradigma baru LDII itu perlu dicocokkan. Masalahnya, sekarang ini

buku-buku yang beredar di jama'ah-jama'ah LDII itu adalah buku-buku yang

lama. Apakah buku-buku dan ajaran-ajaran itu sudah direvisi? Jadi tidak cukup

hanya dengan menyatakan bahwa mereka sudah berubah, tetapi kemudian ke

dalamnya bagaimana? Sama dengan Ahmadiyah kan? Dalam melihat

Ahmadiyah, pemerintah tidak cukup hanya dengan mendengarkan pernyataan

mereka, tetapi harus melihat realita di lapangan. Itu yang lebih penting, karena

masyarakat melihat sendiri kenyataan di lapangan. Misalnya, masyarakat melihat

Page 51: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

40

ada masjid LDII, apakah jama'ah masjid itu sudah berbaur dengan jama'ah

yang lain? Kalau dulu mereka tidak mau shalat Jum'at dengan yang lain,

mereka membuat jama'ah Jum'at sendiri. Nah, sekarang semua itu sudah

berubah atau belum? Jadi, lebih penting praktek di lapangan, dan literatur lama

itu harus ada revisi.

Saya tidak pernah mendalami LDII, makanya saya tidak mengungkapkan

lebih jauh. Meski demikian, kita tidak apriori. Okelah sekarang ada statement

seperti itu, kita sambut dengan baik. Menurut saya, di samping menggunakan

pendekatan yang tegas seperti fatwa, MUI perlu juga menggunakan

pendekatan yang lebih aktif dan persuasif terhadap mereka. Inilah yang disebut

dengan dakwah. Barangkali mereka belum tahu, bahwa ada sebagian yang salah

dari ajaran mereka. Nah, kita tunjukkan kepada mereka dimana letak

kekeliruannya. Di sinilah perlunya MUI berperan lebih aktif.

Page 52: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

41

BAB III

PENGERTIAN BAI’AT

A. Pengertian Bai’at

setiap orang hampir tidak bisa membayangkan tentang adanya sistem

politik yang sehat dan negara yang kuat dan stabil, serta jamaah yang sempurna

tanpa adanya keadilan para pemimpin dan kepatuhan rakyatnya. Sedangkan

jamaah tidak ada harganya apabila individu-individu mereka tidak diikat oleh

sistem (Islam), dan tidak dipersatukan oleh pemimpin yang mengatur urusan

mereka. Sementara pemimpin tidak mempunyai bobot dan eksistensinya, apabila

ia direndahkan oleh jamaahnya, tidak didengar, dan ditaati. Oleh karena itu Islam

menekankan akan urgensi loyalitas kepada jamaah muslim dan ketaatannya

kepada imam mereka, serta tidak keluar dari jamaah, kecuali dalam keadaan yang

sangat mendesak.1

Ada beberapa pengertian tentang bai'at dan dalam hal ini bahwa bai'at jika

dilihat dari fiqih siyasah di kalangan kaum muslimin setelah pengajuan calon

khalifah dan pemilihan dari pihak ahl al-hill wa al-aqd, atau setelah penggantian

dari khalifah sebelumnya kaum muslimin diajak untuk memberikan bai'at kepada

khalifah. Dalam hal ini akan dibahas sekitar pengertian bai'at.

1 Ramli Kabi‟ Ahmad Shiddiq Abdurrahman, Bai’at Suatu Prinsip Gerakan Islam,

“Telaah Bai’at dalam Khalifah dan Jamaah”. Terj dari judul aslinya Al-Bai’ah Fi’n- Nizhami as

siyasi al- Islami wa Thathabiqatuha fi Hayati as-Siyasiyah al-Muashirah (Jakarta: el-Fawaz Press,

1993), h. 35

Page 53: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

42

1. Pengertian Bai'at Secara Bahasa

Arti bai'at dilihat dari segi etimologis (lughot) adalah berasal dari bahasa

Arab, dengan bentuk kata pokok: b, y dan a atau .2 Di dalam kamus

bahasa Arab karangan Prof Dr. H. Mahmud Yunus adalah artinya bersetia,

berjanji dan juga ، yang artinya palantikan khalifah.3

Sedangkan dari

kamus al-Munawwar karangan A.W. Munawwar kata bai'at adalah عملية بيع: البيعة

artinya transaksi penjualan dan ( .artinya: ikatan janji عقد البيعة (التو لية4

Dalam asal kata bai‟at terkandung makna:

a. Adanya dua pihak yang asaling ber akad secara damai

b. Adanya dua barang atau sarana yang saling dipertukarkan oleh dua pihak

dalam akad.

c. Adanya kerelaan yang sempurna dari dua belah pihak yang berakal,

dimana masing-masing mereka mengambil sesuatu yang lebih berharga,

sementara yang lainnya mengambil harga5

2 Ramli kabi‟ Ahmad Shiddiq Abdurrahman, Bai’at Suatu Prinsip Gerakan Islam, “

Telaah Bai’at Dalam Khilafah Dan Jamaah”. Terj dari judul Aslinya Al-Bai’ah Fi’n-Nizhami As

Siyasi Al-Islami Wa Thathbiqatuha Fil Hayati As-Siyasiya Al-Muashirah, h. 36 3 Muhammad Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidayah Karya

Agung, 1997) cet. ke-1, hal. 75 4 A. W. Munawir, Kamus al-Munawir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1984) cet. ke-1,

hal. 135 5 Ramli kabi‟ Ahmad Shiddiq Abdurrahman, Bai’at Suatu Prinsip Gerakan Islam, “

Telaah Bai’at Dalam Khilafah Dan Jamaah”. Terj dari judul Aslinya Al-Bai’ah Fi’n-Nizhami As

Siyasi Al-Islami Wa Thathbiqatuha Fil Hayati As-Siyasiya Al-Muashirah, h. 40

Page 54: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

43

2. Pengertian Bai’at Secara Istilah

Pengertian bai'at secara terminologi (istilah) banyak sekali pengertian

mengenai bai'at diantaranya adalah: bai'at diambil dari kata ba'a yang berarti

membeli sesuatu dengan harga dan kesepakatan dua orang yang sedang

melakukan transaksi dagang dengan cara memukulkan tangan yang satu ke

tangan yang lainnya sebagai tanda setuju. Bai'at seperti ini telah berjalan

bertahun-tahun dalam tradisi Arab klasik. Bai'at juga memberikan arti

kesepakatan kewajiban menjual (ba'i) dan janji setia. Jadi bai'at berarti pemberian

janji orang yang membai'at untuk patuh dan taat kepada pemimpin dalam

keadaan susah dan lapang, yang disukai dan yang tidak disukai, tidak

menentangnya dan menyerahkan urusan kepadanya.6

Ibnu Khaldun mendefinisikan. “... bai'at adalah janji setia, seorang pemberi

bai'at tidak akan menentang sedikitpun mentaati dan mematuhi perintah dan tugas

yang diberikan kepadanya dalam hal yang disukai maupun yang tidak disukai.

Mereka apabila membai'at amir dan memberi ikatan sumpah setia kepadanya

mengulurkan tangan ke dalam tangannya sebagai penguat sumpah setia. Yang

demikian itu mirip dengan apa yang dilakukan oleh pembeli dan penjual. Bai'at

menjadi jabat tangan karena bai'at merupakan bentuk kata benda (masdar) dari

kata ba'a....”7

6 Muhammad Abdul Qadir Abu fariz, Sistem Politik Islam, (Jakarta: Rabani Press, 1987),

cet. ke-1, h. 205 7 Muhammad Abdul Qadir Abu Fariz, “Sistem Politik Islam” hal. 205

Page 55: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

44

Menurut Dr. Muhamad Abdul Qadir Abu Faris: “... Bai‟at adalah

menyatakan janji dari orang yang berbai‟at untuk mendengar, taat kepada

pemimpin, baik dalam hal yang menyenangkan maupun pada hal yang tidak di

sukai, kesulitan kemudahan loyal kepada pemimpin dan mempercayakan segala

urusan kepadanya...”8

Sedangkan menurut T.M. Hasbie Ash-Shiddieqy. “... Bai‟at ialah

pengakuan Ummat untuk mematuhi dan mentaati imam yang dilakukan oleh ahlu

hilli wal aqdi dan dilaksanakan sesudah permusyawaratan...”9

3. Pengertian Bai'at Secara Syar'i

Adapun pengertian bai‟at menurut syar’i adalah dimana bai‟at tersebut

dialamatkan kepada khalifah, jika masih ada di muka bumi. Sehingga maksud

bai‟at adalah perjanjian untuk taat, bersumpah setia kepada khalifahnya untuk

mendengar dan taat kepadanya, baik dalam hal yang menyenangkan maupun tidak

menyenangkan, dalam keadaan mudah maupun sulit. Rasulullah SAW bersabda:

“Maka apabila engkau melihat adanya khilafah, menyatulah padanya,

meskipun ia memukul punggungmu. Dan jika khalifah tidak ada, maka

menghindar.” (HR. Thabrani dari Khalid bin Sabi‟).

Ḫadîts tersebut ditafsirkan bahwa wajibnya bai‟at adalah kepada khalifah.

Thabrani mengatakan bahwa yang di maksud “menghindar” dalam hadîts tersebut

8 Ramli Kabi‟ Ahmad Shiddiq Abdurrahman, Bai’at Suatu Prinsip Gerakan Islam, “

Telaah Bai’at Dalam Khilafah Dan Jamaah”. Terj dari judul aslinya Al-Bai’ah Fi’n-Nizhami As

Siyasi Al-Islami Wa Thathbiqatuha Fil Hayati As-Siyasiya Al-Muashirah. h. 45 9 T.M. Habsi Ash Shidieqy, Asas-asas Hukum Tata Negara Menurut Syariat Islam,

(Yogyakarta: Matahari Masa, 1969), h. 66

Page 56: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

45

adalah menghindar dari kelompok-kelompok partai manusia (golongan atau

firqoh-firqoh), yang tidak mengikuti seorang pun dalam firqoh yang ada. Dengan

kata lain, apabila khlifah atau kekhalifahan sedang vakum maka wajib bai‟at pun

tidak ada.

B. Bai'at Dalam Lintas Sejarah

1. Bai'at di Masa Rasulullah

Sejarah tidak dapat diperlakukan sebagai rentetan kejadian tanpa

pelaku. la tak dapat mengabaikan peranan tokoh agama seperti Nabi

Muhammad Saw. Fakta membuktikan bahwa bangkitnya agama, sekte, atau

kultus modern lain baik di pelosok desa maupun di pusat metropolitan selalu

bersumber dan bergerak dari satu pribadi tokohnya.

Dalam al-Qur'an Allah menegaskan bahwa Muhammad Saw adalah

seorang Rasul (dan tidaklah Muhammad itu kecuali seorang

Rasul). Sebagai Rasul beliau bertugas menyampaikan dan pensarah

keseluruhan wahyu yang diterimanya kepada manusia sebagaimana Allah

berfirman:

Page 57: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

46

Artinya "Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamu menerangkan

kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya

mereka memikirkan”.(Q.s. al-Nahl [16]: 44)

Dan Nabi Muhammad sebagai pembuat hukum sebagaimana Allah berfirman:

Artinya "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan

membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang

telah Allah wahyukan kepadamu”.(Q.s. Al-Nisa [4]: 105)

Serta Rasul pun sebagai suri tauladan bagi umat manusia sebagaimana yang

difirmankan oleh Allah di dalam al-Qur'an:

Artinya "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.s. al-Ahzab [33]: 21)

Ayat-ayat di atas menerangkan bahwa Muhammad Saw sebagai Rasul,

bukan hanya sebagai penyampai dan penjelas keseluruhan wahyu Allah tetapi

juga diberi hak legistatif atau hak menetapkan hukum bagi manusia dan hak

menertibkan kehidupan masyarakat.

Pernyataan tersebut sesuai dengan bukti-bukti sejarah tentang tugas-

tugas yang beliau lakukan setelah di Madinah, peranan luas bukan hanya sebagai

Rasul dan pendakwah yang mengajak manusia beriman pada Allah dan sebagai

pembimbing spiritual belaka melainkan juga melakukan tugas-tugas dan peran

sosial politik serta memegang kekuasaan politik.

Page 58: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

47

Muhammad Rasulullah untuk pertama kali mendapat pengakuan sebagai

pemimpin dari kelompok Madinah pada bai'at Aqobah I (62I M) dan bai'at

Aqobah II (622 M).10

"Pengangkatan" pemimpin negara Islam pertama melalui

proses yang unik. Yang d ip i l i h memang rnempunyai kwalitas yang unik, yaitu

memegang risalah di samping pemimpin masyarakat politik Islam

mengajarkan syahadat dan membenarkan eksistensi bai'at. Syahadat bersifat

religius sedangkan bai'at bersifat keduniaan. la merupakan lembaga perjanjian

antara sesama manusia. Isinya biasa berupa kemauan timbal balik dan

kesepakatan politik.

Bai'at pada masa Rasulullah Saw bagi laki-laki adalah berbentuk kata-kata

disertai jabat tangan, yang intinya adalah ikrar janji setia kepada pemimpin.

Sedangkan bai'at yang dilakukan antara kaum wanita dengan Rasulullah

adalah dengan kata-kata tanpa disertai dengan jabat tangan. Pada musim haji tahun

ke-12 H sesudah kenabian (ba'da bi'tsah) dua belas laki-laki dan seorang wanita

penduduk Yatsrib menemui Rasulullah secara rahasia di Aqobah.11

Mereka

mengatakan keinginannya untuk masuk Islam sekaligus mengajak Nabi untuk ke

Yatsrib guna menyelamatkan negeri mereka dari kemelut perpecahan dan

pertumpahan darah yang telah berlangsung selama 40 tahun. Rasulullah kemudian

10

J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintah Dalam Piagam Madinah Ditinjau

dari Sudut Pandang al-Qur’an, (Jakarta: Rajawali Press, 1996), cet. II, hal. 70 11

Keduabelas anggota ini dikenal sebagai penelong (Anshor) adalah anggota dua suku

besar yang mendominasi Yastrib. Yaitu Aws dan Kharaj. Masing-masing suku ini bercabang

dalam klan yang lalu datang. Awf dan Muadz, keduanya putra „Afra;mKlan Zurayq: Rafi bin

Malik dan Dakhwan bin Abdul Qoys. Klan Salimah: Uqbah bin Amir. Klan Sawad: Qutbah bin

Amir. Klan Salim: abbas bin Ubadah. Klan Awwf: Ubadah bin Samit dan Yazid bin Tsa‟labah

alias Abu Abdurrahman. Klan amr bin awf: Umyam bin Sa‟idah, banu Aws diwakili Abul haytsam

bin Tayyihan, alias Malik, yang berasal dari klan Abdul asyhal.

Page 59: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

48

menyampaikan dasar-dasar agama Islam dan mengajak mereka berbai'at untuk

mengukuhkan keimanan mereka, dengan jalan saling memegang tangan erat-erat

dan tangan Nabi berada di atas tangan mereka. Adapun materi bai'at (seperti

dituturkan oleh 'Ubadah ibn Shamit, salah seorang peserta bai'at) sebagai

berikut:

"Kami berbai'at dengan Rasulullah di malam Aqobah yang pertama:

Bahwa kami tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun; tidak

akan mencuri (korupsi), tidak akan berzinah (prostitusi) tidak akan membunuh

anak-anak (aborsi), tidak akan rnenyiarkan kabar bohong di antara sesama

kami dan tidak akan mendurhakainya (Rasul) dalam hal yang ma'ruf."

Isi bai'at Aqobah I bersifat religius dan akhlaqi, ikrar ini hanya semacam

tuntutan moral, tidak melibatkan kewajiban mereka terhadap Muhammad kalau

keselamatannya terancam. Tidak dicantumankannya ajakan perang dan

penggunaan kekerasan membelanya. Kemudian Nabi mengutus Mushab ibn

Umayr menyertai mereka untuk mengajarkan ajaran Islam di Madinah. Mushab

berhasil melapangkan jalan bagi hijrah kaum muslimin dan Nabi serta

perkembangan Islam berikutnya. Dengan usahanya dua tokoh kafilah Aws

masuk Islam, yaitu Sa'ad ibn Mu'az dan Asid ibn Hudayr, yang kemudian

menjadi pembela Nabi dan Islam dengan gigih dan penuh keikhlasan.12

Bai'at

Aqobah I ini disebut juga bai'at an-Nisa (perjanjian wanita) karena dalam bai'at itu

ikut seorang wanita bernama Afra binti 'Abid ibn Tsa'labah. Di samping itu pula

12

Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan UUD 1945, Kajian Perbandingan Tentang

Dasar Hidup Bersama Dalam Masyarakat yang Majemuk, (Jakarta: UI Press, 1995), cet. I, hal. 85

Page 60: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

49

mungkin juga karena tidak ada acara "jabat tangan" sebagaimana dalam ikrar

Aqobah II nanti, ketika Muhammad tidak menjabat tangan dua pengikut wanita.

Tahun berikutnya pada musim haji rombongan kaum muslimin

Madinah terdiri dari 73 pria dan 2 wanita bertemu dengan Nabi di Aqobah,

diantar oleh Mushab bin Umayr. Saat janji itu tiba, mereka menuju ke lembah

sempit antara dua bukit. Seorang wajah baru adalah Abdullah bin Amir, ia diajak

masuk Islam demi mengubah nasib dan diminta merahasiakan hal ini dari

rombongan kafir. Ada dua wanita di antara Anshar ini, yang satu bernama

Nusaybah, dan wanita yang satu lagi bernama Asma' alias Umm Mani. Kedua

wanita itu ikut berikrar, tetapi tidak menjabat tangan Muhammad, karena

Muhammad tidak menjabat tangan wanita. Atau mungkin karena menyangkut

urusan kekerasan dan peperangan. la hanya menyatakan syarat dan kewajiban

kedua pihak, menanyakan apakah setuju, dan kalau ya. Lalu mengatakan:

"teruskan, kami telah berikrar dengan anda. Banyak tokoh kabilah Aws dan

Khazraj di dalam rombongan besar i tu mengucapkan bai'at yang kemudian

dikenal sebagai bai'at Aqobah II. Isinya sebagai berikut:

"Kami akan melindungimu sebagaimana kami melindungi wanita kami.

Kami adalah tukang perang dan selalu bertengkar. Jika kami memutuskan

hubungan dengan kaum Yahudi, sudikah anda membela kaumku?" Jawab Nabi:

"Darahmu darahku, perlindunganmu perlindunganku. Kalian bagian jiwaku. Aku

akan memerangi musuh kalian dan aku akan berdamai dengan siapa saja yang

berdamai dengan kalian."

Page 61: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

50

Bai'at Aqobah II ini juga dinamai bai'at Aqobah besar dan bai'at

perang (bay'ah al'Aqobah al-Kubra aw bay'ah al-Harb).

Salah satu isi penting dari ikrar Aqobah II ini adalah dicantumkannya

ketentuan mengenai perang. Jadi, pihak Anshor berjanji akan membela

Muhammad, sekalipun perlu berperang dan berkorban jiwa. Dan Muhammad

juga berjanji setia tanpa pamrih menurut ajaran Tuhan.

Dalam bulan Dzulqo'dah tahun ke-6 H Rasulullah Saw bersama

rombongan muslimin sebanyak 1500 orang berangkat ke Mekkah dengan

maksud hendak berumrah, tidak berniat hendak berperang. Setibanya sampai ke

tempat bernama Hudaibiyyah mereka berihram umrah, agar orang-orang Mekkah

mengetahui bahwa kedatangan beliau ke Mekkah bersama rombongan muslimin

tidak bermaksud lain kecuali hendak berziarah ke Baitullah al-Haram sebagai

penghormatan.

Orang-orang Mekkah yang dari kejauhan melihat Rasulullah Saw bersama

rombongannya turun di tempat i tu merasa khawatir akan serangan yang hendak

dilakukan kaum muslimin. Mereka bertekad hendak mencegah masuknya kaum

muslimin ke kota Mekkah dengan segenap kekuatan yang ada pada mereka.

Rasulullah Saw mengutus seseorang untuk memberitahu mereka tentang maksud

kedatangannya ke Mekkah bersama kaum muslimin. Untuk i tu beliau

memanggil Umar bin Khattab ra, tetapi Umar menjawab: "Ya Rasulullah, di

Mekkah tidak ada seorang pun dari Bani 'Adiy bin Ka'ab (kabilahnya Umar) yang

akan marah dan membelaku jika aku diserang. Sebaiknya anda mengutus

Page 62: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

51

Utsman bin Affan ra. Di sana ia mempunyai banyak kerabat yang akan

melindunginya." Berdasarkan usul Umar kemudian Rasulullah rnemanggil

Utsman dan mengutusnya berangkat menemui orang-orang Quraisy di Mekkah.

Perundingan antara Utsman dan para pemimpin orang Quraisy

memakan waktu yang sangat lama, sehingga Utsman dikabarkan telah terbunuh.

Mereka gelisah menantikan Utsman yang tidak kembali juga, dugaan tersebut

menjadi kuat bahwa utusan Rasulullah Saw telah terbunuh oleh kaum musyrikin

di Mekkah. Kemudian para sahabat telah bertekad tidak akan meninggalkan

Hudaibiyyah sebelum mereka menghukum penghianatan orang-orang Mekkah.

Sambil berdiri di bawah pohon "Samurah" Rasulullah Saw mengajak semua

sahabatnya untuk membulatkan tekad dan bersiap-siap menghadapi kaum

musyrikin. Para sahabat pun semuanya menyatakan janji setia (bai'at) kepada

Rasulullah mereka mengikrarkan sumpah setia akan tetap membela Allah dan

Rasul-Nya dalam keadaan bagaimanapun juga dan seorang pun yang akan lari

mengingkari sumpah setia (bai'at) tersebut.

Bai'at yang ketiga ini dikenal dengan "Bai'atur-Ridhwan," yang artinya:

pernyataan dan janji setia yang diridhoi Allah, peristiwa ini diabadikan di dalam

al-Quran surat al-Fath: ayat 18 :

Page 63: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

52

Artinya . “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika

mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa

yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan

memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)”.

(Q.s. al-Fath [48]: 18).

Peristiwa Hudaibiyyah ini terjadi dengan adanya perjanjian dari kedua pihak

meskipun proses penulisan naskah perjanjian itu tersendat-sendat, namun

akhirnya dapat disepakati juga perjanjian tersebut dan ditandatangani oleh

kedua pihak. Perjanjian terkenal juga dengan nama, "Perjanjian Perdamaian

Hudaibiyyah" (Shudhul-Hudaibiyyah). Perjanjian itu berisi pokok-pokoknya

sebagai berikut:

1. Kedua belah pihak mengadakan gencatan senjata selama 10 tahun.

2. Jika kaum Quraisy yang tidak seizin walinya memasuki ke pihak

Rasulullah maka ia harus dikembalikan kepada kaum Quraiys.

3. Jika ada seorang muslim pengikut Rasulullah masuk ke pihak kaum

Musyrikin Quraisy ia tidak akan dikembalikan kepada Rasulullah.

4. Orang-orang Arab atau kabilah yang ada di luar perjanjian itu dibolehkan

bersekutu dengan salah satu pihak dalam perjanjian menurut keinginanya.

5. Untuk tahun ini Rasulullah Saw dan kaum muslimin harus kembali ke

Madinah, dengan ketentuan akan dibolehkan memasuki Mekkah tahun

akan datang dengan syarat:

Page 64: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

53

a. Kaum muslimin tidak boleh tinggal di Mekkah lebih dari 3

(tiga) hari.

b. Kaum muslimin tidak akan membawa senjata selain pedang

dalam sarung.13

Setelah beberapa hari tinggal di Hudaibiyyah Rasulullah Saw bersama

kaum muslimin kembali ke Madinah, dengan harapan akan kembali ke

Mekkah tahun depan. Diantara mereka masih banyak yang kecewa, karena

ketidak adilan yang diterima oleh kaum muslimin dalam perjanjian Shulhul

Hudaibiyyah tersebut. Hanya keimanan dan kepercayaan mereka kepada Allah

dan Rasul-Nya yang dapat menentramkan mereka.

2. Bai'at di Masa Khulafaur Rasyidin

Nabi Muhammad Saw tidak menunjuk siapa yang akan menggantikan

sepeninggalnya dalam memimpin umat yang baru terbentuk. Memang

wafatnya beliau mengejutkan, tetapi sesungguhnya dalam sakitnya yang terakhir

ketika beliau mengalami gangguan kesehatan sekurang-kurangnya selama 3

(tiga) bulan, Muhammad telah merasakan bahwa ajalnya akan segera tiba.

Masalah suksesi mengakibatkan keadaan politik umat Islam menjadi

sangat tegang. Keadaan itu demikian kritis, pedang hampir saja terhunus dari

sarungnya. Masing-masing golongan merasa paling berhak menjadi penerus Nabi.

13

Muhammad al-Hamidi al-Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw,

(Jakarta: Yayasan al-Hamidi, 1996), cet. ke-6, hal. 667

Page 65: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

54

Dalam sejarah Islam 4 (empat) orang pengganti Nabi dan meneruskan misinya,

mereka adalah pemimpin yang adil dan benar, setelah keempat pemimpin itu

dibai‟at oleh kaum muslimin.

a. Pembai'atan Abu Bakar as-Siddiq ra

Ketika Rasulullah wafat, kaum Anshor berkumpul mengelilingi Sa‟ad

bin Ubadah di Saqifah Bani Saidah.14

All bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam

dan Thalhah bin 'Ubaidillah memisahkan diri di rumah Fatimah. Kaum

Muhajirin yang lain berkumpul mengelilingi Abu Bakar dan Umar bersama

Usaid bin Hudhair dari Banu Abdul Asyhal. Kemudian seseorang datang kepada

Abu Bakar dan Umar, mengatakan bahwa kaum Anshor telah berkumpul di

Saqifah Bani Saidah mengelilingi Sa‟ad bin 'Ubadah.

Sejarah mencatat 6 (enam) orang Mekkah yang memasuki pertemuan

kaum Anshor di Saqifah pada sore hari Senin 12 Rabiul Awwal 11 H, pada

saat Rasul belum dimakamkan, mereka itu adalah Abu Bakar, Umar, Abu

'Ubaidah, Mughirah bin Syu'bah, Abdurrahman bin Auf dan Salim Maula Abu

Khuzaifah.15

Dalam pidatonya, Abu Bakar mengatakan: "Kami adalah orang yang

pertama masuk Islam. Dan di antara kaum muslim, kedudukan kami di

14

Saqifah adalah nama lembaga permusyawaratan masyarakat Madinah. Saqifah atau

bailairung bertempat di suatu tcrnpat selatan 500 m sebelah barat masjid Nabi. Disini terdapat sebuah

sumber air yang bernama Bi'r Budha'ah dan sebuah masjid. Marga Sa'idah yang mendiami "desa"

ini memiliki semua bailairung (Saqifah) tempat musyawarah yang terkenal dengan nama Saqifah

Bani Sa'idah. Disinilah kaum Anshor berkumpul pada saat Rasulullah wafat, untuk mengangkat

Sa'id bin Ubadah pemimpin kaum Anshor menjadi pemimpin umat. 15

O. Hashem, Saqifah, suksesi Sepeninggalan Rasulullah, Awal Perselisihan Umat,

(Depok: Penerbit Yafi, 1989), cet. ke-2, h. 209

Page 66: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

55

tengah-tengah, keturunan kami yang mulia, dan kami adalah saudara Rasul

yang paling dekat, sedang kamu, kaum Anshor adalah saudara-saudara kami

dalam Islam, dan kawan-kawan kami dalam agama. Kalian menolong kami,

melindungi kami dan menunjang kami: mudah-mudahan Allah membalas

kebaikan kalian. Maka kami adalah pemimpin (umara') sedang kalian adalah

pembantu (wuzara), menteri. Orang Arab tidak akan tunduk kecuali kepada

orang Quraisy. Tentu sebagian dari kamu mengetahui betul: para pemimpin

adalah dari orang Quraisy, (al-a'immah min Quraisy), maka janganlah kalian

bersaing dengan saudara-saudara kalian kaum Quraisy yang telah mendapatkan

anugrah dari Allah. Dan ketahuilah bahwa kami adalah sahabat Rasul yang

pertama, keluarga dan para walinya."16

Dari argumen Abu Bakar ini diketahui "bahwa", Abu Bakar, Umar dan Abu

Ubadah adalah kerabat Rasul, dan ketika disampaikan argumen tersebut, kepada

Ali, Ali pun berkata: "Bila anda berargumentasi kepada kaum muslimin dengan

dekatnya kekerabatan kepada Rasul, bukankah yang lebih dekat lagi kepada beliau

lebih berhak dari diri anda sendiri?. Dari argumen Abu Bakar ini diketahui

"bahwa", Abu Bakar, Umar dan Abu Ubadah adalah kerabat Rasul, dan ketika

disampaikan argumen tersebut, kepada- Ali, Ali pun berkata: "Bila anda

berargumentasi kepada kaum muslimin dengan dekatnya kekerabatan kepada

Rasul, bukankah yang lebih dekat lagi kepada beliau lebih berhak dari diri anda

sendiri?

16

O. Hashem, Saqifah, suksesi Sepeninggalan Rasulullah, Awal Perselisihan Umat, hal.

210

Page 67: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

56

Dalam pidatonya Abu Bakar yang dilengkapi oleh Ya'kub, Abu

Bakar berkata: "Kaum Quraisy lebih dekat kepada Rasul dari pada kalian.

Maka inilah Umar b in Khattab kepada siapa Nabi berdo'a Ya Allah kuatkan

imannya (Umar)17

dan yang lain adalah Abu Ubadah, yang oleh Rasul disebut

sebagai orang terpercaya dari umat ini; pilihlah orang yang kalian kehendaki

dari mereka, dan bai'atlah kepadanya. "Tapi keduanya menolak dengan

mengatakan," Kami tidak menyukai diri kami melebihi anda. Anda adalah

sahabat Nabi, dan orang kedua dari yang dua (dalam gua pada waktu hijrah).18

Dan ketika Abu Bakar mencalonkan dirinya, Umar berkata, "Sementara anda masih

hidup? Siapakah yang dapat menggeser kedudukan anda yang telah ditentukan

oleh Rasul?"

Ya'kub juga menceritakan bahwa Abu Ubadah berkata, "Kawan-

kawan Anshor, kalian adalah yang pertama membela Islam, maka janganlah

kamu menjadi orang yang pertarna memisahkan diri dan berubah." Kemudaian

Abdurrahman bin Auf berdiri dan berkala: "Kalian memang berjasa tetapi kalian

tidak memiliki orang-orang seperti Abu Bakar, Umar dan Ali." Sampai di sini,

seorang Anshor yang bernama al-Mundzir bin Arqom menjawab: "Kami tidak

17As-Syaikhani meriwayatkan dengan sanad keduanya dari Abdullah bin umar ra, dia

berkata: dikatakan kepada Umar, "tidakkah anda mengangkat seorang khalifah?" Umar berkata,

"kalau aku mengangkat seorang khalifah, maka sungguh ada yang lebih baik dariku yang

megangkat seorang khalifah, yaitu Abu Bakar, dan kalau aku membiarkannya, maka telah ada

orang yang lebih baik dariku yang membiarkannya, yaitu RasuluIIah saw. Maka orang-orang

pun memujinya lantas ia berkata, "dengan harap dan cemas aku mengharapkan andaikan aku

selamat darinya dengan keadaan nihil, tidak ada pahala dan tidak ada dosa. Aku tak sanggup

menanggungnya baik ketika hidup maupun sesudah mati."

18 O. Hashem, Saqifah, suksesi Sepeninggalan Rasulullah, Awal Perselisihan Umat,

hal.212

Page 68: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

57

menolak kebajikan-kebajikan yang kalian sebutkan, tetapi sesungguhnya ada

seorang di antara kalian yang tidak akan ada seorang pun menolak, apabila ia

menginginkan kepemimpinan ini; orang itu adalah Ali bin Abi Thalib.

Suasana semakin tegang, perdebatan semakin hangat di pertemuan

Bard Saqifah dan ketiaka Abu Bakar akan memenangkan perdebatan itu

dengan argumennya, maka Ali adalah orang yang paling tepat memenuhi

argumen itu, lalu mereka berteriak: "Kami tidak akan membai'at yang lain kecuali

Ali" Bahkan suara-suara itu masih terdengar di saat pembai'atan Abu Bakar

berlangsung.

Dalam keadaan yang tegang itu dan teriakan-teriakan semakin keras yang

mendukung Ali kemudian Umar mengambil tindakan dengan berkata kepada

Abu Bakar, "Buka tangan anda wahai Abu Bakar", Umar pun membai'at Abu Bakar

yang sebelumnya didahului oleh Basyir bin Saad.

Bai'at orang-orang yang ada di Saqifah adalah bai'at khusus, yang

tidak berbeda secara substansial dengan pencalonan Abu Bakar. Ketika Abu

Bakar dibai'at di Saqifah keesokan harinya ia duduk di atas mimbar, dan Umar

pun berdiri berbicara sebelum Abu Bakar berbicara, "Dan sekalian manusia,

sesungguhnya aku telah mengatakan kepada kalian kemarin dengan perkataan

yang tidak aku temukan di dalam kitab Allah dan tidak pula ada janji

pencalonan seseorang kepada Rasulullah Saw. Akan tetapi aku telah melihat

bahwa Rasulullah Saw akan mengurusi urusan kita. Sesungguhnya Allah

telah mengabadikan kitab-Nya yang dengan kitab-Nya itu memberi petunjuk

Page 69: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

58

kepada Rasulullah Saw. Apabila kalian berpegang teguh dengannya, maka

Allah akan memberi petunjuk kepada kalian. Allah telah memberikan urusan

kalian kepada orang yang berhak dan terbaik diantara kalian, sahabat

Rasulullah Saw, orang kedua diantara dua orang ketika mereka berdua di

dalam gua. Maka berdirilah kalian dan bai‟atlah Abu Bakar.” Kemudian

orang-orang pun memberi bai‟at kepada Abu Bakar secara umum setelah

bai‟at di Saqifah.19

Setelah itu banyak kabilah-kabilah Arab yang datang ke Madinah

untuk membeli keperluan sehari-hari di pasar Madinah yang dibuka pada hari

kamis, Umar pun telah menyuruh mereka dari anggota-anggota klan Aslam

untuk membai‟at Abu Bakar. Tetapi banyak juga yang tidak membai‟at Abu

Bakar dan malah menolak menyerahkan zakat kepadanya.

Kaum Khazaj dan Aws sebenarnya membai‟at Abu Bakar dengan

segala alasan untuk kelangsungan hidup suku mereka masing-masing dan

sebutir alasan untuk memuliakan Abu Bakar. Bagi kaum Muhajirin

pembai‟atan ini dijadikan bukti sebagai segala keutamaan Abu bakar .

Sedangkan Ali setelah 6 bulan kemudian, sesudah wafatnya Fatimah yaitu 75

hari setelah Rasulullah wafat. Ali tidak membai‟at Abu Bakar bukan karena

mengingkari keutamaan Abu Bakar melainkan Ali benar-benar yakin bahwa

kekhalifahan itu adalah hak Ali dan Abu Bakar telah merampas darinya.

Pembai‟atan Ali terhadap Abu Bakar juga dikarenakan untuk membesarkan

19

Muhammad Abdul Qadir Abu Fariz, Sistem Politik Islam, hal. 160

Page 70: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

59

hati kaum muslimin dan menyelesaikan keresahan kaum muslimin yang

sedang menghadapi musibah murtadnya sebagian kabilah Arab.

b. Pembai'atan Umar bin Khattab

la bernama Umar ibn Khattab ibn Nufail keturunan Abdul 'Uzza al-

Quraesy dari Suku „Adi; salah satu suku yang mulia.20

Umar masuk Islam pada

tahun kelima setelah kenabian, salah satu sahabat Nabi yang terdekat. Umar bin

Khattab adalah seorang yang dapat memecahkan masalah yang rumit tentang

siapa yang berhak mengganti Rasulullah dalam memimpin umat setelah

wafatnya Rasulullah Saw. dengan memilih dan membai'at Abu Bakar sebagai

khalifah Rasulullah sehingga ia mendapat penghormatan yang tinggi dan dimintai

nasehatnya serta menjadi tangan kanan Abu Bakar.

Setelah Abu Bakar menjabat khalifah selama dua tahun, Abu Bakar

jatuh sakit. Dalam keadaan sakitnya itu, Abu Bakar berinisiatif untuk mengangkat

Umar sebagai khalifah, namun sebagian para sahabat khawatir terhadap karakter

Umar, karena ia dikenal di kalangan para sahabat sebagai orang yang memiliki

temperamen keras, tegas dan pemberani.21

Kemudian Abu Bakar menyuruh

orang untuk memanggil Abdurahman bin Auf dan Usman bin Affan. Untuk

menuliskan wasiatnya dengan menunjukkan Umar sebagai penggantinya. Surat

wasiat Abu Bakar ditulis oleh Usman bin Affan yang bertuliskan sebagai bertkut:

20

Ali Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

2000), cet. ke-1, h. 52 21

Ali Ahmad As-Syalus, Ensiklopedia Sunnah-Syi’ah; Study Perbandingan Aqidah dan

Tafsir, (Jakarta, al- Kautsar, 2001), cet. ke-1, h. 20

Page 71: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

60

"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang" ini

adalah wasiat kepada kaum mukminin dari saya, Abu Bakar bin Abi

Quhafa. Saya telah mengangkat Umar sebagai khalifah untuk kalian,

maka dengarkanlah dan turutilah dia, saya membuat dia jadi penguasa

semata-mata untuk kebaikan kalian.22

Setelah wasiat itu tertulis, Umar telah berpakaian rapih dikelilingi oleh

teman-temannya di rumahnya sambil menunggu budak Abu Bakar datang

membawa surat wasiat tersebut yang kemudian dibacakan secara resmi. Dan

ketika Abu Bakar meninggal dunia Umar pergi ke masjid dan menyampaikan

pidatonya di hadapan kaum muslimin kemudian mereka membai'at Umar,

tidak seorangpun terlambat dalam pembai'atan Umar kecuali Sa'ad bin Ubadah.

Kekhalifahan Umar berlangsung dengan lancar dan baik hingga masa akhir.

c. Pembai'atan Utsman bin Affan

Umar menduduki kekhalifahan selama sepuluh tahun ketika menjelang

kematiannya, roda kepemimpinan Umar diserahkan kepada enam orang sahabat.

23Dalam pemilihan khalifah ini Umar membuat tata tertib sebagai berikut:

1. Khalifah yang dipilih haruslah anggota dari badan tersebut

2. Bila dua calon yang mendapat dukungan yang sama besar, maka

calon yang didukung oleh Abdurrahman bin Auf yang di anggap

22

O. Hashem, Saqifah, suksesi Sepeninggalan Rasulullah, Awal Perselisihan Umat,

hal.290 23

Keenam Sahabat tersebut adalah: Ustman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Saad bin

Abi Waqqosh, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Thalha bin Ubaidillah serta Abdullah bin

Umar

Page 72: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

61

menang.

3. Bila ada anggota dari badan ini yang tidak mau mengambil bagian

dalam pemilihan maka anggota tersebut harus segera dipenggal

kepalanya.

4. Apabila seorang telah d ip i l ih dan minoritas (salah satu atau dua

orang) tidak mengakuinya, maka yang tidak mengakuinya

kepalanya harus dipenggal, apabila dua calon didukung oleh

jumlah anggota yang sama besar, maka anggota yang menolak

terhadap pilihan Abdurrahman bin Auf harus dipenggal kepalanya.

5. Apabila dalam waktu tiga hari tidak berhasil memilih khalifah

maka keenam anggota itu harus dipenggal kepalanya, dan

menyerahkan kepada rakyat untuk mengambil keputusan.

Abdurrahman berkata kepada mereka, "Aku bukanlah orang yang patut

yang bersaing dalam masalah ini . Akan tetapi jika kalian berkenan aku akan

memilih untuk kalian di antara kalian." Tetapi mereka justru memberi

dukungan kepada Abdurrahman bin Auf dan khalayak cenderung kepadanya

sehingga tampak tidak seorangpun di antara orang-orang yang disebutkan oleh

Umar i tu menyamainya. Mereka mengajak berembuk dengan Abdurrahman

malam itu hingga pagi harinya, lalu membai'at Utsman. Orang-orang yang

berembuk itu, setelah berkumpul di dekat mimbar. Masyarakat luas dari berbagai

lapisan diminta hadir. Pada saat mereka telah berkumpul kemudian Abdurrahman

menyampaikan pidatonya," Amma' ba'du, wahai kaum muslimin, aku telah

mengamati terhadap urusan kalian, dan aku lihat mereka cenderung kepada

Page 73: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

62

Utsman. Maka janganlah menjadikan dirimu jalan." Abdurrahman lalu berkata,"

Aku membai'atmu (wahai Utsman) atas sunnah Allah dan Rasul-Nya serta dua

khalifah setelah beliau," Setelah Abdurrahman memberi bai'at kepada Utsman

disusul kemudian dengan pemberian bai'at kepada Utsman oleh khalayak umum,

kaum Muhajirin dan Anshor, para komandan militer dan kaum muslimin pada

umumnya.

d. Pembai'atan Ali bin Abi Thalib

Pada tahun-tahun kekhalifahan Utsman bin 'Affan, pemerintahannya

sarat dengan kemakmuran dan keberkahan. Khalifah Utsman adalah khalifah yang

sangat lama masanya dibandingkan khalifah yang lainnya yaitu selama 12 tahun.

Dalam pemerintahan Utsman telah terjadi fitnah yang mengakibatkan Utsman

terbunuh. Utsman selalu berusaha memadamkan fitnah tersebut, namun tidak

berhasil.

Pada saat Utsman meninggal dunia, Sjadzali menerangkan bahwa

Madinah saat itu sedang kosong, para sahabat banyak yang berkunjung ke

wilayah-wilayah yang baru ditaklukkan. Para sahabat hanya sedikit yang

berada di Madinah, antara lain Thalhah bin 'Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam.

24Kedua sahabat itu menemui Ali dan berkata, "Umat ini harus mempunyai imam."

Ali menjawab, "Aku tidak perlu dalam urusan kalian ini. Siapapun yang akan

24

O. Hashem, Saqifah, suksesi Sepeninggalan Rasulullah, Awal Perselisihan Umat, hal.

64

Page 74: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

63

dipilih aku akan menerimanya. Mereka berkata lagi, "Kami tidak memilih

siapapun selain engkau." Mereka berulang-ulang mendesak kepada Ali agar

bersedia menjadi imam, hingga akhirnya mereka mengatakan," Sesungguhnya

kami tidak mengetahui apakah ada seseorang yang berhak daripada engkau

yang lebih dahulu masuk Islam dan lebih dekat kekerabatannya dengan

Rasulullah Saw." Ali masih saja menjawab, "Menjadi wazir itu lebih baik

daripada menjadi 'amir." Mereka menjawab, "Demi Allah kami tidak melakukan

apapun hingga kami membai'at engkau." Ali berkata," Jika demikian maka

bai'atku di masjid, tidak secara rahasia melainkan secara terbuka di masjid."

Di saat kaum muslimin telah berkumpul dan berdatangan ke masjid.

Ali datang dan naik ke mimbar dan berpidato," Hai, sekalian manusia,

sesungguhnya ini urusan kalian yang tidak seorangpun mempunyai hak di

dalamnya selain orang yang kalian angkat. Kami kemarin telah berbeda. dalam

suatu masalah dan aku tidak suka pada urusan kalian ini kecuali aku diberi

amanat atas kalian. Ketahuilah bahwa aku hanya membawa kunci-kunci harta

kalian. Aku tidak berhak mengambil satu dirhampun milik kalian itu. Jika

kalian mau, aku berikan kepada kalian. Jika tidak, maka aku tidak menjanjikan

kepada siapapun." Mereka berkata, "Kami menyepakati atas apa yang kalian

perselisihkan kemarin."Allahumma saksikanlah! Zubair dan Thalhah

rnembai'atnya. Ali berkata. "Jika kalian ingin membai'atku dan jika tidak aku

akan membai'at kalian." Mereka menjawab, "Tidak, melainkan kami

membai'at engkau." Keduanya membai'at Ali, yang kemudian diikuti oleh kaum

muslimin.

Page 75: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

64

Dalam proses pembai'atan Ali sedang terlaksana, api fitnah tetap

berkorbar, bahkan bertambah parah dengan jatuhnya korban dari orang-orang

yang tidak bersalah oleh pedang saudaranya sendiri di wilayah kaum muslimin.

C. Ayat-Ayat Yang Terkait Tentang Bai'at

Berbicara tentang ayat-ayat Ba‟at, telah penulis lakukan penelusuran ayat-

ayat al-qur'an tentang Bai'at. Bahwa kata bai ( ) adalah bentuk masdar dari

kata bâ’a – yabî’u – bai’an dan mabî’an ( ). Dalam al-

Qur‟an, bai‟ dan kata keturunannya tersebut 15 kali, tersebar dalam delapan

surah dan sebelas ayat.

Dalam hal ini apabila kata itu dirubah wazan (bentuk)-nya menjadi bâya’a

– yubâyi’u – muubâya’atan ( ) atau al-bai’ah (Indonesia: bai‟at)

maka pengertiannya menjadi naû’un minal mîtsâqi bi badzlith thâ’ah (

salah satu dari bentuk perjanjian yang pada intinya

menyataka kesediaan untuk berlaku patuh dan setia), demikian Ath-

Thabathabai merumuskan di dalam tafsirnya Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an.

Namun, dilihat dari bentuk katanya, yang di dalam hal ini menggunakan

wazan (pola) mufa’al ) maka kata mengandung pengertian saling

sehingga baik yang membai‟at maupun yang dibai‟at harus secara timbal balik

berjanji setia untuk melakukan kewajiban masing-masing.25

. Adapuun ayat-

ayat tersebut sebagai berikut:

25 M. Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an Kajian Kosa Kata, (Jakarta: Lentera Hati,

2007), hal. 123-124

Page 76: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

65

1. Surat Al-Fath

Ayat 10

Artinya: “Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu

Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. tangan Allah di atas tangan

mereka, Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia

melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati

janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar”.

Ayat 18

Artinya: “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin

ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah

mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan

atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang

dekat (waktunya)”.

Dari kedua ayat pada surat al-Fath ini kami menerangkan bahwa Pada

bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriyyah Nabi Muhammad Saw. Beserta

pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan 'umrah

dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai

di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke

Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin.

mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena

Utsman ditahan oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa

Utsman telah dibunuh. karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin

Page 77: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

66

melakukan bai'ah (janji setia) kepada beliau. merekapun Mengadakan janji

setia kepada Nabi dan mereka akan memerangi kamu Quraisy bersama Nabi

sampai kemenangan tercapai. Perjanjian setia ini telah diridhai Allah

sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini, karena itu disebut Bai'atur

Ridwan. Bai'atur Ridwan ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka

melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk Mengadakan Perjanjian damai

dengan kaum muslimin. Perjanjian ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.

Yang dimaksud dengan kemenangan yang dekat ialah kemenangan Orang

yang berjanji setia biasanya berjabatan tangan. Caranya berjanji setia dengan

Rasul ialah meletakkan tangan Rasul di atas tangan orang yang berjanji itu.

Jadi maksud tangan Allah di atas mereka ialah untuk menyatakan bahwa

berjanji dengan Rasulullah sama dengan berjanji dengan Allah. Jadi seakan-

akan Allah di atas tangan orang-orang yang berjanji itu. hendaklah

diperhatikan bahwa Allah Maha suci dari segala sifat-sifat yang menyerupai

makhluknya.

2. Surat al-Mumtahanah

Ayat 12

Page 78: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

67

Artinya: “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan

yang beriman untuk Mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan

menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan

membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat Dusta yang mereka ada-adakan

antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan

yang baik, Maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan

kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang”.

Dari ayat 12 surat al-Mumtahanah di atas penulis menjelaskan bahwa ayat

ini adalah tentang bai‟at terhadap kaum wanita yang datang kepada Nabi

Muhammad Saw, dan Nabi Saw menguji mereka dengan syarat-syarat yang

tertera di dalam surat tersebut, dan dalam bai‟at tidak ada anjuran untuk

berperang, hanya bersifat ketaatan dan kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Adapun perbuatan yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka itu.

Maksudnya ialah Mengadakan pengakuan-pengakuan palsu mengenai

hubungan antara pria dan wanita seperti tuduhan berzina, tuduhan bahwa anak

si Fulan bukan anak suaminya dan sebagainya.

3. Surat al-Ahzab

Ayat 15

Artinya: “Dan Sesungguhnya mereka sebelum itu telah berjanji kepada

Allah: "Mereka tidak akan berbalik ke belakang (mundur)". dan adalah

Perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungan jawabnya”.

Ayat 23

Page 79: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

68

Artinya: “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang

menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara

mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-

nunggudan mereka tidak merubah (janjinya)”.

Sedangkan penjelasan pada ayat 15 dan 23 surat al-Ahzab ialah bai‟at

yang menjeaskan tentang keteguhan dalam bai‟at kepada Allah karena

keteguhan dan sikap yang kokoh merupakan inti kekuatan Islam dan kaum

muslimin. Maksudnya dari menunggu apa yang telah Allah janjikan

kepadanya yaitu sikap keteguhan ummat untuk selalu taat kepada Allah agar

lebih dekat kepada Allah, walaupun dalam hal itu mereka akan menemui

banyak masalah ataupun rintangan tetapi mereka memegang teguh akan

janjinya bahkan walau harus mengorbankan nyawanya sekalipun.

Page 80: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

69

BAB IV

ANALISA AYAT 18 SURAT Al-FATH

Bai’at merupakan sisi kegiatan politik yang paling jelas yang dilakukan

oleh umat. Dalam pandangan Islam, ba’iat merupakan tiang pancang bagi

sistem hukum dan bahkan dalam sejarah Islam pada zaman Rasulullah Saw,

bai’at mendahului pendirian suatu negara. Bai’at merupakan dasar masyarakat

politik Islam dan perangkat untuk menyatakan kelaziman kepada jalan dan

syariat Islam.

Ketika Rasulullah Saw menjelang wafatnya, kaum muslimin akan

merasakan kekosongan kepemimpinan dan terlihat begitu banyak di hadapan

mereka masalah-masalah dan tanggung jawab akibat dari kekosongan itu.

Peristiwa Saqifah merupakan awal terbentuknya sistem kekhalifahan dan

kepemimpinan pasca Rasulullah. Ada kemiripan pertemuan Saqifah dengan

pertemuan nasional atau muktamar luar biasa yang membicarakan nasib umat

dalam perjalanannya pada masa yang akan datang. Hasil yang terbesar dalam

pertemuan adalah berdirinya institusi kekhalifahan yang sejak saat itu menjadi

model pemerintahan Islam atau negara Islam.1

A. Pemaknaan Ayat 18 Surat al-Fath Menurut LDII

Artinya :”Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu

Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah tangan Allah di atas tangan

mereka. Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia

1 M. Abdul Qadir Abu Fariz, Sistem Politik Islam, (Jakarta: Rabbani Press), cet. ke-1, h.

157

Page 81: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

70

melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati

janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar”. (Q.S.

al-Fath: 10)

Dakwaan penyimpangan tentang bai’at terhadap LDII, sebagai berikut: Bai’at

merupakan janji setia dari kader LDII kepada imam, dalam hal ini Nurhasan;

Keabsahan bai’at ditentukan oleh ketaatan kader kepada imamnya. Pemahaman

tersebut dipersoalkan karena bertentangan dengan pekem-pakem bai’at yang

dipahami dalam syari’at, seperti apa yang penulis jelaskan pada bab sebelumnya,

dimana bai’at tersebut dialamatkan kepada khalifah, jika masih ada di muka bumi.

Sehingga maksud bai’at adalah perjanjian untuk taat, bersumpah setia kepada

khalifahnya untuk mendengar dan taat kepadanya, baik dalam hal yang

menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dalam keadaan mudah maupun sulit.

Rasulullah SAW bersabda:

“Maka apabila engkau melihat adanya khilafah, menyatulah padanya,

meskipun ia memukul punggungmu. Dan jika khalifah tidak ada, maka

menghindar.” (HR. Thabrani dari Khalid bin Sabi’).

Ḫadîts tersebut ditafsirkan bahwa wajibnya bai’at adalah kepada khalifah.

Thabrani mengatakan bahwa yang di maksud “menghindar” dalam hadîts tersebut

adalah menghindar dari kelompok-kelompok partai manusia (golongan atau

firqoh-firqoh), yang tidak mengikuti seorang pun dalam firqoh yang ada. Dengan

kata lain, apabila khlifah atau kekhalifahan sedang vakum maka wajib bai’at pun

tidak ada.

Sedangkan menurut LDII konsep bai’at tidak berbeda dengan konsep

khalifah. Kajian tentang Ba’iat dalam LDII, tidak diarahkan sebagai wacana

memilih pemimpin untuk mendirikan negara tersendiri, tetapi sebatas keilmuan

saja. Hal ini sama dengan yang berlaku dalam pemahaman umum orang-orang

Page 82: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

71

Islam baik di Indonesia, Malaysia, ataupun beberapa negara berpenduduk Islam

lainnya, sehubungan dengan historis, Islam tertampilkan dalam wajahnya yang

demikian untuk difahami oleh para penganut agama Islam.

Dakwaan tersebut mengundang pertanyaan atas kebenaran pemberlakuan

konsep tersebut pada tingkat praktis, Aceng Karimullah misalnya, menyatakan

wallahu a‟lam pada saat dipertanyakan bai’at dan karena selama bergabung di

LDII fenomena yang didakwakan tersebut tidak dialaminya. Beliau menyatakan

bahwa LDII tidak menggunakan atau menganut sistem keamiran yang harus di

bai’at. Yang ada hanya keberadaan ketua umum di tingkat DPP dan berbagai

tingkat pengurus dibawahnya (ketua DPD Provinsi, Kabupaten atau kota, PC, dan

PAC). Masalah keamiran tersebut sebatas masalah keilmuan saja dan nilai-nilainya

diperaktekkan di dalam kehidupan bermasyarakat, diperaktekkan di dalam

organisasi, di pekerjaan dan diperaktekkan dalam pondok pesantren. Imam juga

bukan istilah yang menyeramkan karena kenyataanya sudah lumrah di jumpai

dalam kehidupan kita sehari-hari dengan sebutan lain seperti manager, ketua atau

kepala bahkan dalam hadîts ada istilah lain lagi untuk pemimpin ini, yaitu roo‟in

(penggembala) kepemimpinan inilah yang dikembangkan di LDII, bahwa pada

hakekatnya setiap orang adalah roo‟in sebagaimana diriwayatkan dalam shahih al-

Bukhari:

رعيته عن مسئول وكلكم راع كلكم“Setiap kamu sekalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya dari

yang dipimpin”( Ḫadîts Riwayat Bukhari)

Demikian pula dengan bai’at kata ini juga bukan istilah yang menyeramkan

bahkan kata-kata ini juga terdapat di dalam al-Qur’an seperti dalam surat al-Fath

ayat 10 atau Mumtahanah ayat 12 yang berbunyi sebagai berikut:2

2 Wawancara pribadi dengan Aceng Karimullah, Jakarta, tanggal 19 Pebruari 2010

Page 83: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

72

Artinya :”Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu

Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah tangan Allah di atas tangan

mereka. Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia

melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati

janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar”. (Q.S.

al-Fath: 10)

Artinya: “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang

beriman untuk Mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan

Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-

anaknya, tidak akan berbuat Dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan

kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, Maka

terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk

mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(Q.S. al-

Mumtahanah: 12)

B. Pendapat Para Ulama Tentang Bai’at

Bai’at sebagaimana yang telah dijelaskan merupakan janji setia terhadap

sistem politik Islam atau kekhalifahan, serta kesetian dan kepatuhan kepada

pemimpin. Bai’at erat sekali hubungannya dengan imâmah (kepemimpinan) dalam

menjaga agama untuk mengurusi urusan-urusan duniawi. Ada beberapa pendapat-

pendapat ulama mengenai bai’at yang erat hubungannya dengan imâmah.

1. Pendapat Jumhur Ulama (Sunnah wal-Jama‟ah)

Mereka para jumhur ulama (Sunnah wal-Jama‟ah) mengambil

kesimpulan bahwa urusan-urusan umat tidak akan berjalan dengan

lancar dan mulus tanpa adanya seorang pemimpin atau imâmah. Dan

tidak akan sah seorang menjadi imam (khalifah) kecuali melalui proses

Page 84: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

73

bai’at. Dan selama setia terhadap bai’at maka hukumnya wajib, tidak

ada bai’at kecuali setelah bermusyawarah dengan kaum muslimin.

Jumhur ulama juga mensyaratkan pengangkatan khalifah, yaitu

sebagai pengganti Rasulullah SAW harus berasal dari suku Quraisy

yang bersifat adil dengan cara bai’at dan musyawarah dengan ada

perselisihan dalam beberapa hal, seperti penentuan siapa orang yang sah

dibai’at.3

2. Pendapat Ulama Syi’ah

Ulama syi’ah dengan berbagai aliran berpandangan bahwa

mengangkat seorang imam hukumnya wajib. Tetapi pendapat mereka

dengan imâmah bertolak belakang dengan pendapat Jumhur Ulama

kaum muslimin.

Ulama sekte Zaidiyyah, berpendapat bahwa imâmah tidak diduduki

kecuali oleh anak-anak keturunan Fatimah serta anak-anak keturunan

Hasan dan Husen. Sebab mereka berpandangan keturunan Fatimah

layak menjadi pemimpin dan membawa kepemimpinan yang wajib

ditaati. Dan pengangkatan pemimpin ini melalui peroses bai’at seperti

dilakukan ketika zaid bin Ali di masa pemerintahan Hisyam bin Abdul

Malik, golongan ini segera membai’atnya.4

Sedangkan menurut ulama sekte Ismailiyyah jabatan imâmah

adalah suatu jabatan “ketuhanan” yang dipilih oleh Allah swt. Menurut

sekte ini bahwa yang berhak menjadi imâmah setelah wafatnya

Rasulullah adalah Ali bukan Abu Bakar, Umar dan Ustman. Mereka

3 Ali Ahmad as-Salus, Ensiklopedi Sunnah-Syiah, Study Banding Aqidah dan Tafsir,

(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), jilid 1, cet. ke-1, hal. 17. 4 As-salus, Esiklopedi Sunnah-Syiah, h. 25.

Page 85: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

74

beranggapan kaum muslimin pada saat itu telah meninggalkan salah

satu rukun iman,5 karena tidak mengankat Ali sebagai Imam.

3. Pendapat Ulama Ahli Fiqih

Berbeda dengan ulam ahli fiqih dari mazhab apapun, yang

meletakkan bai’at sebagai bagian hukum Islam yang prinsipil. Tidak

terdapat dalam satu bab fiqih pun yang bernama bai’at misalnya.

Ulama-ulama fiqih berpendapat bahhwa hukum bai’at tidak pernah ada

dalam agama Islam. Bai’at merupakan sebuah tradisi Arab yang

sifatnya tidak mengikat.6 Dengan demikian apapun bentuk bai’at yang

diberikan kepada seorang imam atau pemimpin apa saja, maka bai’at itu

tidak memiliki ikatan yang religius yang suci.

C. Analisa Terhadap Pemaknaan Bai’at Menurut LDII

Era hijrah Rasulullah merupakan pencerahan atau era baru dalam usaha

beliau dalam mengefektifkan dakwah Islam, karena di kota Madinah itu Rasulullah

Saw telah mendapatkan dukungan yang kuat dari kalangan umat Islam.

Sebagaimana telah diterangkan pada bab sebelumnya bahwa rasulullah Saw untuk

pertama kalinya mendapatkan pengakuan sebagai pemimpin dari kelompaok

madinah pada bai’at Aqobah I (621 M) dan bai’at Aqobah II (622 M)7. Dengan

bsahan (legitimasi) sebagai pemimpin masyarakat Madinah.

Walaupun dalam bai’at Aqobah hanya hadir sekelompok orang-orang Arab

Madinah, dan perjanjian tertulis hanya dikuti beberapa orang-orang pemimpin atau

pemuka setiap suku dari kalangan orang-orang muslim dan non muslim yang

5 As-salus,Esiklopedi Sunnah-Syiah, h. 27.

6 Husein Shihab, al-Huda Jurnal kajian Ilmu-ilmu Islam; Bai‟at dalam al-Qur‟an dan

Sunnah, (Jakarta: Pusat Penelitian Islam, 2002), h. 26.

7 J. Suyuti Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerinyahan dalam Piagam Madinah Di Tinjau

dari Pandangan Al-Qur‟an, (Jakarta: Rajawali Press, 1996), cet. ke-2, h.70

Page 86: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

75

memiliki warga dan sukunya, namun dapat dikatakan bahwa mereka telah

membawa aspirasi segenap penduduk Madinah, yang dalam teknisnya disebut

“kehendak rakyat”. Dalam negara demokratis sudah pasti ada, dan mungkin juga

tidak dalam negara terbentuk apapun, pemerintah yang sedang berkuasa

merupakan “pilihan semua warga negara” artinya, walaupun seluruh rakyat tidak

terlibat langsung dalam proses pemilihan pemerintah yang berkuasa sering diklaim

sebagai “kehendak rakyat”.

Dalam hal ini seluruh rakyat telah memberikan pengakuan terhadap

keabsahan Rasulullah Saw sebagai pemimpin umat dalam membangun negara

Islam dan mengembangkan kekuatan untuk menduduki kota Makkah yang

dikuasai oleh orang-orang Quraisy.

Wacana sirah Nabi Saw yang menjelaskan bahwa ada 2 macam bai’at

yaitu:

1. Bai’at wajib Ain (Bay‟ah ayniyyah wajibah) atas setiap orang Islam lelaki

dan perempuan. Bai’at wajib ain adalah meliputi aqidah dan akhlaq sosial

Islam.

2. Bai’at wajib kifayah (Bay‟ah kifayyah wajibah) atas sebagian orang tanpa

melibatkan orang lain. Bai’at ini adalah yang berkaitan dengan perkara-

perkara yang fardlu kifayah, sperti bai’at untuk melakukan jihad.

Melihat dari penjelasan ayat 18 surat al-Fath penulis mencoba untuk

menyimpulkan, bahwa bai’at dalam ayat tersebut merupakan bai’at yang terjadi

di bawah pohon kayu (Samurah) yang dinamai “Bai’atur Ridhwan”, yaitu bai’at

yang telah dilakukan dengan suka rela, dengan kemauan tiap-tiap orang-orang

dan dengan kebulatan tekad, sedia berperang dan sedia mati untuk membela Nabi

Muhammad Saw dan memperjuangkan Islam. Ini disebabkan karena mendengar

Page 87: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

76

kabar bahwa Ustman Bin Affan r.a telah dibunuh oleh orang-orang kafir Quraisy.

Yang mana dalam peristiwa kelak akan terjadi perjanjian Hudaibiyyah yaitu

perjanjian antara Nabi Saw dengan kaum musyrikiin Quraisy.

Umat adalah pemilik yang sah dalam memilih khalifah yang diangkat untuk

menjadi pemimpin mereka. bentuk pemilihan dan pencalonan berbeda dan

beragam. Dalam memilih pemimpin atau imam, umat kadang-kadang

menggunakan haknya secara langsung dalam memilih pemimpin, atau m,emilih

wakil-wakil mereka untuk diserahi imam dan membai’at kepadanya. Para wakil-

wakil itu assalah oarang pilihan, tokoh pemikir, praktisi dan para pemuka yang

diistilahkan dalam fiqih siyasah dengan a-hill wa al-aqd; atau dengan cara

pencalonan seseorang yang diajukan oleh khalifah yang terdahulu untuk menjadi

khalifah mendatangkan dan berdasarkan musyawarah dengan ahl a-hill wa al-„aqd

terlebih daahulu. Sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar yang mana juga

bermusyawarah dengan sejumlah ahl al-hill wa al-„aqd; atau dengan bentuk

apapun dengan cara lain yang mungkin terjadi di masa mendatangdengan syarat

berdasarkan pada musyawarah serta melibatkan umat.8

Dengan terpilihnya imam atau khalifah sebagai penerus Nabi maka

terbentuklah pemerintahan Islam. Nabi Muhammmad Saw adalah seorang

pemimpin pertama umat Islam, itu terbukti oleh sejarah dengan terjadinya bai’at

terhadap beliau baik di Aqobah ataupun di bawah pohon Samurah. Langkah inilah

yang membawa kepada terbentuknya komunitas atau negara Islam yang pertama

kali. Pada saat itu unsur-unsur negara telah terpenuhi, yaitu ada teritorial

(Madinah), kekuasaan (pemerintah), yang ditaati dan ada rakyat.9

8 M. Abdul Qadir Abu Fariz, Sistem Politik Islam, cet. ke-1, h. 159

9 Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan Keislaman, (Bandung: Mizan, 1994), cet.

ke-2, h. 50

Page 88: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

77

Untuk memperluas wawasan umat Islam tentang ketaatan, khususnya

ketaatan kepada khalifah atau ulil amri, penulis mencoba mengajukan beberapa

pendapat ahli pikir dan cendikiawan muslim, antara lain:

1. Imam Ath-Thabary dalam tafsirnya Jâm‟iul Bayân menjelaskan bahwa ulil

al-amri itu ialah para raja dan kepala pemerintahan, yang perintahnya

untuk taat kepada Allah dan untuk kemaslahatan kaum muslimin.10

2. Imam Baidhawy dalam tafsirnya Anwârut Tanzil menjelaskan bahwa yang

dimaksud dengan ulil amri adalah para amir (pemimpin) kaum muslimin

pada zaman Rasulullah Saw. Peninggalan para ulil amri itu dipindahkan

kepada para khalifah, qâdi, dan kepala para pasukan tentara yang

memerintahkan kepada orang banyak supaya menaati mereka. mereka

wajib ditaati oleh kaum muslimin selama mereka itu di dalam kebenaran.11

3. Imam Ar-Razy dalam tafsirnya Mafhatihul ghaib menjelaskan bahwa ulil

amri yang wajib ditaati oleh kaum muslimin itu ialah ahli ijmak menurut

yang telah ditetapkan dalam ushul fiqh. Mereka itu adalah ahli ijtihad

tentang hukum keagamaan pada masa itu. Ulil amri juga berarti segolongan

umat ahlul halli wal aqdi (kelompok yang ahli dalam mengambil keputusan

dan memberi pertimbangan yang sehat demi kepentingan umat). Jadi , yang

dimaksud ulil amri itu ialah ahli ijmak dan ahlul halli wal aqdi.12

4. Al-Ashfani mengemukakan empat makna ulil amri, yakni (1) para Nabi

yang mengatur kehidupan masyarakat; (2) para amir atau pejabat

pemerintahan yang menguasai kehidupan lahiriyah masyarakat; (3) para

10

Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,

1995), h. 98.

11

Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, h. 98. 12

Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, h. 98.

Page 89: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

78

filosof yang menguasai kehidupan batin orang-orang tertentu; dan (4) para

Nabi yang menguasai kehidupan batin masyarakat umum.

5. Muhammad Abduh juga bependapat bahwa ulil amri adalah sebuah

lembaga yang terdiri dari para amir, hakim, ulama, kepala pasukan militer,

serta seluruh ketua dan pemimpin masyarakat yang menjadi rujukan dalam

masalah kebutuhan dan kemaslahatan umum.

Dari beberapa pendapat ini tampak jelas menghimpun unsur-unsur ketua,

pemimpin, dan tokoh-tokoh yang memiliki keahlian khusus yang relevan dengan

kehidupan ummat. Mereka ini apabila telah bersepakat dalam menetapkan sebuah

urusan atau hukum, maka wajib ditaati.13

Para ulama tafsir dan fiqih siyasi membuat empat definisi ulil amri, yaitu:

(1) raja dan kepala pemerintahan yang patuh dan taat kepada Allah Swt dan

Rasulullah Saw, (2) raja dan ulama, (3) amir di zaman Rasulullah Saw. Setelah

Rasulullah wafat jabatan itu berpindah kepada qâdi (hakim), komandan militer,

dan mereka yang meminta anggota masyarakat untuk taat atas dasar kebenaran, (4)

mujahid atau yang dikenal dengan sebutan ahlul halli wal aqdi (yang memiliki

otoritas dalam menetapkan hukum).14

Ketaatan kepada ulil amri secara pasti telah diperintahkan oleh Allah

sebagai rangkaian ketaatan kepada dzat-Nya dan Rasulullah Saw, mereka itu meski

terdiri dari orang-orang yang memiliki sifat terbebas dari semua kotoran kesalahan

dan dosa, karena sifat mulia ini juga menjadi karekter Nabi sendiri.15

13

Sihabudin, Ensiklopedi al-Qur‟an: Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), h.

1030. 14

Suplemen Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), jilid 2,h. 246. 15

Sayid Mujtaba Musawi Lari, Imam Penerus Nabi Muhammad Saw Tinjauan Historis

Teologis dan Filosofis, (Jakarta: Lentera, 2004), cet. pertama, h.146.

Page 90: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

79

LDII mengemukakan bahwa ulil amri adalah ahlul ilmi wal fiqhi yang

mana LDII memaparkan bahwa kita harus taat kepada Allah dan Rasul-Nya kita

juga harus taat kepada ulama yang mana ketaatan tersebut harus dibarengi dengan

penyembahan, adapun ketaatan kepada Rasulullah tidak disertai dengan

penyembahan dan ketaatan kepada ulil amri itu tidak boleh disertai dengan

penyembahan dan selama penafsirannya tidak ma’shiat (tidak ada ketaatan kepada

makhluk yang bertentangan dengan sang Khaliq).16

Apakah yang dimaksudkan oleh al-Qur’an dengan ulil amri. Bisakah orang

yang menduduki jabatan kepala pemerintahan Islam dengan cara merebut

kekuasaan dari masyarakat sebagai ulil amri, dengan pengertian bahwa rakyat

diwajibkan untuk menaati siapa saja yang menetapkan bagi dirinya sendiri hak

untuk berkuasa, sekalipun ia menghabiskan seluruh hidupnya dalam lumuran dosa

dan tidak tahu akan kebodohannya? (Bisakah hal itu diterapkan pada orang ) yang

sepenuhnya kosong dari kelebihan spritual; yang samasekali tidak menyadari

hukum-hukum dan perintah-perintah kepada Allah, merampas hak-hak rakyat demi

kepentingan tirani dan hawa nafsu, dan melindungi para penindas dan para pelaku

korupsi untuk duduk dalam kekuasaan, sehingga tangisan orang-orang yang

tertindas tak berdaya lagi dan mayoritas masyarakat Islam terpenjara dalam borgol

kehinaan.17

Jika pernyataan ulil amri diinterpretasikan dengan pengertian seperti itu,

maka hal itu akan jelas-jelas bertentangan dengan syariat Islam, karena jika

penguasa melaksanakan perintah berbeda dengan hukum-hukum Allah dan hukum-

hukum itu mesti diimplementasikan dan diprioritaskan dari pada hukum-hukum

yang lain. Namun juga menyatakan bahwa perintah-perintah para pemegang

16

Wawancara Pribadi dengan Aceng karimullah. 17

Sayid Mujtaba Musawi Lari, Imam Penerus Nabi Muhammad Saw Tinjauan Historis

Teologi dan Filosofis, cet. pertama

Page 91: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

80

kekuasaan juga harus ditaati. Meskipun nyata bahwa al-Quran tidak mungkin

mensejajarkan dua hal yang bertentangan ditempat yang sama, atau memerintah

dan melarang sesuatu yang sama secara beriringan.18

Di samping itu, kearifan dan akal tidak bisa menerima ide bahwa wajib

untuk tunduk kepada penguasa apa saja secara absolute, sekalipun ia melanggar

hukum-hukum Allah dan berusaha untuk menghapuskan aturan-aturan Allah

dari rnasyarakat. Akankah kebahagiaan dan keselamatan masyarakat bisa diraih

dengan mengikuti pemerintahan seperti itu? Apakah pemerintahan seperti itu bisa

mendorong kaum muslimin untuk meraih kekuasaan dan harga diri? Apakah

orang bisa menisbahkan kepada Allah pandangan yang tidak berdasar dan bodoh

sehingga penguasa seperti itu berhak untuk ditaati?

Tentu saja sangat dimungkinkan membatasi ketaatan kepada ulil amri

hanya kepada orang-orang yang maklumat dan perintahnya sesuai dengan

kriteria hukum Allah dengan mewajibkan kepada kaum Muslim untuk

menentang mereka kapan saja jika tindakan-tindakan mereka bertentangan

dengannya (dengan hukum Allah).

Meskipun demikian, berkaitan dengan pandangan ini, ada beberapa

kesulitan yang tidak bisa diabaikan atau dilupakan. Jelas bahwa tidak semua

orang memahami detail hukum-hukum Allah sehingga ketika mereka

menemui tindakan para penguasa bertentangan dengan agama, maka mereka

akan menentangnya. Ketika masa tidak dilengkapi dengan prasyarat

pengetahuan keagamaan, bagaimana mereka bisa mengambil sikap yang

proporsional berhadapan dengan ketetapan-ketetapan penguasa, dengan

18

Sayid Mujtaba Musawi Lari, Imam Penerus Nabi Muhammad Saw Tinjauan Historis

Teologi dan Filosofis, cet. pertama

Page 92: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

81

menaatinya ketika sesuai dengan kriteria agama dan menentangnya kapan saja

ia bertentangan dengan aturan Allah.

Lebih jauh lagi, jika seorang muslim menerima hipotesis seperti itu, ketika

menaati ketetapan-ketetapan penguasa yang sesuai dengan hukum Allah, maka

pada kenyataannya sudah menaati perintah-perintah Allah (dan bukannya

mematuhi penguasa itu), maka ketaatan kepada ulil amri berubah menjadi

kategori ketaatan yang berbeda.19

Taat kepada penguasa muslim yang menerapkan hukum-hukum Islam di

dalam pemerintahannya, sekalipun dzalim dan merampas hak-hak rakyat, selama

tidak memerintah untuk melakukan kemaksiatan dan tidak menampakkan

kekufuran yang nyata. hukumnya tetap fardhu bagi seluruh kaum muslimin.

Sebagairnana Allah Swt berfirman dalarn surah an-Nisa ayat 59, dan juga Sabda

Nabi Muhammad Saw:

"Siapa saja yang menaati aku, maka dia telah menaati Allah, dan barangsiapa yang berbuat maksiat kepadaku, maka dia telah berbuat maksiat kepada Allah. Dan siapa saja telah menaati pemimpinku, maka dia telah mena'ati aku. sedangkan siapa saja yang tidak taat pada pemimpinku, maka dia telah berbuat maksiat kepadakku." (H.R. Bukhari)

20

Dalil tersebut menunjukkan dengan tegas, bahwa ketaatan tersebut

hukumnya wajib. Karena Allah Swt telah memerintahkan ketaatan kepada

penguasa, amir atau imam. Perintah i tu disertai dengan sebuah indikasi yang

menunjukan adanya suatu keharusan yaitu Rasulullah menjadikan ketidaktaatan

kepada pemimpin itu sebagai sebuah kemaksiatan kepada Allah dan Rasul. Serta

dengan adanya penegasan dalam perintah ketaatan tersebut, sekalipun yang

menjadi penguasa adalah budak hitam legam, semuanya itu merupakan indikasi

19

Sayid Mujtaba Musawi Lari, Imam Penerus Nabi Muhammad Saw Tinjauan Historis

Teologi dan Filosofis, cet. pertama, h. 142-144.

20

Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari.

Page 93: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

82

yang menunjukan bahwa perintah itu menuntut dengan tegas agar dilaksanakan,

rmaka taat kepada seorang penguasa itu hukumnya fardhu.21

Kata ulil amri yang berarti orang yang memegang kekuasaan ini

mempunyai arti yang luas, sehingga perkara apa saja yang bertalian dengan

Kehidupan manusia, mempunyai ulil amri sendiri-sendiri. Hal inilah senada dengan

yang LDII kemukakan bahwa Komandan militerpun harus dianggap sebagai ulil

amri. Dalam urusan duniawi, para penguasa dunia harus ditaati, sedangkan

penguasa dalam bidang agama harus ditaati dalam soal keagamaan. Peristiwa

dalam keagamaan seringkali timbul perselisihan. Dalam hal ini, umat Islam wajib

menyerahkan perkaranya kepada Allah dan utusan-Nya. Umat Islam harus

mengembalikannya kepada al-Qur’an dan hadîts.22

Karena itu, ulil amri ditaati karena ia menaati Allah dan Rasul-Nya.

Barangsiapa diantara ulil amri itu menyuruh dengan apa yang sesuai dengan yang

diturunkan Allah atau Rasul-Nya, wajiblah umat menaatinya. Tetapi barangsiapa

yang menyuruh (memerintah) dengan menyalahi apa yang dibawa oleh Rasulullah

Saw, perintah itu tidak boleh didengar dan ditaati. Sebab, ketentuan sunah telah

mengatur tentang batas-batas ketaatan terhadap ulil amri dan melarang rakyat

untuk menaatinya, jika ulil amri menyalahi hukum yang telah diatur oleh Allah

dan Rasul-Nya.23

Berkenaan dengan masalah dan bai'at dan pengaturan masalah-masalah kaum

muslimin setelah Nabi wafat, Rasulullah Saw tidak merasa puas dengan pembicaraan

umum saja. Beliau langsung berbicara tentang masalah tersebut sejak hari pertama

21

Taqiyudin An-Nabani, Sistem Pemerintahan Islam Doktrin Sejarah dan Realitas

Empirik, (Bangil Jatim:Al-Izzah, 1997), h.335-336. 22

Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,

1995), h. 95-96.

23

Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, h. 101.

Page 94: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

83

kerasulannya, bersamaan dengan pembicaraan masalah hakikat tauhid dan kenabian,

yang dilakukan nabi pada saat itu adalah mengumumkan Ali as sebagai wali, masalah-

masalah agama dan kemasyarakatan, dan pengganti beliau dalam mengurus masalah

kaum muslimin. Menurut riwayat-riwayat yang diterima, pada hari ketika Rasulullah

Saw. Mula-mula diperintah untuk berdakwah secara terbuka kepada masyarakat, beliau

memanggil sanak keluarga serta mengumpulkannya. Dalam pertemuan itu beliau

mengungkapkan, menegaskan dan mengukuhkan kedudukan Amirul mukminin Ali

sebagai pengganti beliau. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Nabi Muhammad Saw:

“Barang siapa yang menganggap aku sebagai pemimpinnya, maka Ali adalah

pemimpinnya juga.”

Page 95: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

48

Page 96: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

84

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari semua penjelasan tentang konsep imâmah dan bai‟at dalam al-Qur‟an

pemaknaan LDII terhadap ayat 18 surat Al-Fath yang penulis paparkan di atas

yang terdiri darri bab terdahulu dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa implementasi dan bai‟at dalam kehidupan umat Islam sangatlah

dibutuhkan, sebagai wujud dari kesetian umat muslim dan kesetiaan itu

bukan saja hanya patuh atau taat terhadap seorang pemimpin, akan tetapi

kesetiaan terhadap syari‟at Islam dan tuntutan-tuntutan moral dalam Islam

yang ditekankan kepada seluruh kaum muslimin.

2. Dalam ajaran Islam, mengurusi umat itu tergolong kewajiban yang bernilai

besar. Bahkan agama tidak bisa ditegakkan kecuali dengannya, oleh

karena itu pengangkatan seorang pemimpin merupakan hal yang wajib dan

harus dilakukan oleh kaum muslimin dalam setiap perkumpulan atau

dalam mengurusi umat sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-

Nya.

3. Paparan diatas tidak menyimpulkan bagaimana wajah LDII yang

sebenarnya pada masa kini. Paparan diatas juga mengajak kita untuk

membandingkan antara permasalahan yang didakwakan kepada LDII

dengan jawaban yang dikemukakan oleh LDII. Dari sekian banyak ajaran

Page 97: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

85

yang dianggap berbeda dari kaum Salafi adalah tuduhan atas praktek

konsep kejama'ahan dan keimâmahan LDII. Hal tersebut bermuara dari

pernyataan (atsar) Sayidina Umar RA:

إل

"Tidak ada Islam tanpa jama'ah, dan tidak ada jama'ah tanpa imarah, dan

tidak ada imarah tanpa ketaatan."

Dalam kalangan umat Islam, atsar ini bukanlah suatu yang asing. Hal ini

menjadi persoalan ketika orang yang tidak masuk ke dalam jama'ah itu

dianggap bukan Islam, alias kafir. Ketika tuduhan kafir (takfir)

dimunculkan, resistensi muncul dari kalangan Islam lainnya. Ketika itu

pula, kelompok lain melontarkan serangan balasan kepada LDII dengan

menuduh bahwa organisasi tersebut merupakan reinkarnasi dari kelompok

Khawarij.

Namun, Syafii Mufid, peneliti yang pernah mengkaji LDII menegaskan

bahwa “...sebenarnya kekhasan dalam berkonsep tidak hanya ada pada

LDII, melainkan juga ada dalam kelompok-kelompok Islam lain di

Indonesia, bahkan di dunia. Menurutnya, yang menjadi persoalan adalah

apabila kelompok tersebut mengembangkan klaim kebenaran dalam

konsepsi keber-Islam-annya, yang kemudian dapat memicu perpecahan...”

Dalam kerangka pikir Syafii Mufid itulah, LDII sebenarnya sedang

menjadi bagian organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia, yang

Page 98: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

86

kekhasannya dalam berkonsep telah memunculkan resistensi pihak luar

terhadap LDII.

Dalam dinamikanya, LDII termasuk ormas yang cepat merespon resistensi

tersebut. Organisasi yang berawal dari nama LEMKARI tersebut secara

perlahan telah berusaha melakukan perubahan. Kemudian pada tahun

1990, terjadi perubahan artifisial dari LEMKARI ke LDII. Perubahan

radikal dari sisi mindset terjadi pada saat Munas VI LDII tahun 2005.

Tahun tersebut telah menjadi tonggak berdirinya "LDII Baru" dengan

"Paradigma Barunya, yang membuat wajah LDII lebih toleran dan lebih

inklusif. Namun demikian, khas "ke-Salafi-an" yang dipertahankan LDII

dalam praktek keagamaannya, masih membuat ormas Islam yang satu ini,

berada dalam posisi yang masih tercurigai. Dalam posisi konstelatif yang

dilematis tersebut itulah, kajian atas berbagai permasalahan LDII yang

masih tercurigai, memiliki signifikansi sosial yang tinggi.

B. Saran-saran

Melihat dari fenomena kehidupan manusia terutama umat Islam yang selalu

berkembang dan mengalami perubahan-perubahan secara terus-menerus sesuai

dengan perubahan zaman dan berusaha untuk mencapai kehidupan yang Islami,

maka penulis menyarankan sebagai berikut:

1. Melihat dari kenyataan sejarah, bahwa Islam adalah agama wahyu

yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Kepada manusia, namun bagi

umat manusia terutama umat Islam masih mengalami kemunduran

Page 99: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

87

dalam mengimplementasikan wacana tentang persoalan agama

baik berupa ibadah maupun muamalah. Ini disebabkan umat Islam

tidak istiqomah dalam memegang komitmen untuk selalu

berpegang teguh pada syariat Islam dan mengkristalisasikan dalam

kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penulis menyarankan

kepada umat Islam supaya lebih mendalami, memahami, dan

mengkaji lebih luas lagi serta mengamalkannya nilai-nilai yang

terkandung dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah, baik melalui studi-

studi penafsiran para mufasir maupun literatur-literatur sejarah

yang lain mengenai persoalan kehidupan umat Islam. Sehingga

umat Islam mencapai kehidupan yang Islami seperti yang telah

terjadi pada pada zaman Rasululah.

2. Bai‟at dalam Islam mungkin masih dipandang oleh sebagian umat

Islam hanya merupakan sejarah belaka yang terjadi pada masa

Rasulullah atau sahabat. Dan tidak perlu lagi digunakan pada masa

sekarang bahkan bai‟at dalam Islam sama sekali sudah hilang dan

tidak lagi menjadi persoalan yang penting dalam kehidupan umat

Islam untuk mengangkat pemimpin, untuk itulah, kajian ilmiah

yang penulis uraikan ini, diharapkan dapat memberikan sedikit

masukan terhadap umat Islam untuk lebih memahami lagi tentang

makna bai‟at dalam Islam dan merealisasikannya dalam kehidupan.

3. Berkaitan dengan stigma yang dialamatkan kepada LDII, umat

Islam saat ini masih mendapatkan data yang simpang siur, selain

Page 100: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

88

itu, LDII juga masih dalam proses memperoleh klarifikasi dari

MUI pusat. Saat ini klarifikasi tersebut masih dalam proses.

Paparan diatas tidak menyimpulkan bagaimana wajah LDII yang

sebenarnya pada masa kini. Paparan diatas juga mengajak kita

untuk membandingkan antara permasalahan yang didakwakan

kepada LDII dengan jawaban yang dikemukakan oleh LDII,

Dalam hal ini penulis menyarankan kepada seluruh umat Islam,

hendaknya tidak secara terburu-buru dalam menyimpulkan suatu

kasus yang menyangkut kekurangan suatu kelompok, apalagi data

yang dijadikan untuk menilainya masih simpang-siur (al-qil wa al-

qal) atau belum jelas sehingga vonis hukuman yang dijatuhkan

dkhawatirkan akan salah. Berkaitan dengan ini, riwayat berikut ini

patut kita renungkan:

“Sesungguhnya seorang imam (pemimpin) apabila salah dalam

memberikan ampunan, itu lebih baik daripada jika ia salah dalam

memberikan hukuman.” (Dikeluarkan oleh al-Turmudzi, al-hakim,

dan al-Baihaqi dari hadîts dari Aisya)

Wallahu a’lam bissowab

Page 101: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

90

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Ramli Kabi Ahmad Sidiq. Bai’at Suatu Prisip Gerakan Islam. El-

Fawazz, 1993, Cet. Ke-1.

Abu Fariz, Muhammad Abdul Qadir. Sistem Politik Islam. Jakarta: Rabbani Press,

tt, Cet. Ke-1.

Aceh, Abu Bakar. Syi’ah Rasionalisme dalam Islam. Solo: CV. Ramadhani, 1998,

Cet. ke-1.

Al-Bukhârî, Abî Abdillah Muhammad bin Ismâ‟îl. Sahîh Bukhâri, Al-Azhar: Dâr

al-Bayân al-„Arabî, 2005.

Al-Qur‟an al- Karim dan Terjemahannya. Semarang CV. Toha Putra.

Basyir, Ahmad Azhar, Refleksi Atas Persoalan Keislaman, Bandung: Mizan, 1994,

cet. ke-1.

Djaelani, Abdul Qadir. Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam. Surabaya: PT.

Bina Ilmu, 1995.

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarief Hidayatullah Jakarta. Pedoman

Akademik Tahun 2005/2006. Jakarta: 2005

Hashem, D. Saqifah, Suksesi Sepeninggalan Rasulullah, Awal Perselisihan Umat.

Depok: PenerbitYafi, 1989, Cet. ke-2.

Hasjmi, A. Dimana letaknya Negara Islam. Surabaya: Bina Ilmu Surabaya, 1984,

Cet.ke-1.

Husaini, H. M. H. Al- Hamidi. Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw.

Jakarta: Yayasan al-Hamidi, 1996, Cet. Ke-6.

Hassem, Fuad, Sirah Muhammad Rasulullah Suatu Penafsiran Baru, Bandung:

Mizan, 1997, cet. ke-2

Islam Syi‟ah. “Leksikon Islam”. Jakarta: PT Pustazet Perkasa,vol. 1.

Jabatan Agama Johor. Bahaya faham Syi’ah: Satu Penjelasan. Johor Baru:

Penyelidikan, Jabatan Agama Johor, 2003.

Jafri, S.Muhammad. Awal dan Sejarah Perkembangan Islam Syi’ah dari Syaqifah

Sampai Imȃmah. Bandung: Pustaka Hidayah, 1995, Cet. ke-1.

Page 102: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

91

Jamaluddin, M. Amin. Kupas Tuntas kesesatan dan Kebohongan LDII Jawaban

Atas Buku Direktori LDII. Jakarta: LPPI, 2007.

Jindan Khalid Ibrahim, Teori Politik Islam: Telaah Kritis Ibnu Taimiyya tentang

Pemerintahan Islam. Surabaya: Risalah Gusti, 1999

Kailan. Metode Penelitian Kualitatif Filsafat. Yogyakarta: Paradigma, 2005.

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Direktori LDII 2003. Jakarta: LDII,

2003.

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Himpunan Keputusan Munas VI LDII.

Jakarta: LDII, 2005.

Moleong, J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya,

1989.

Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: logos Wacana Ilmu,

2000, Cet. Ke-1.

Munawir, A.W. Kamus al-Munawir. Yogyakarta: Pustaka Progresi, 1984,

Cet. ke- 1.

Musawi, Lari Sayid Mustajab. Imam Penerus Nabi Muhammad Saw, Tinjauan

Historis, Teologis, dan Filosofis. Jakarta: Lentera, 2004, Cet. ke-1.

Nabani, Faqiyudin. Sistem Pemerintahan Islam Doktrin Sejarah Dan Realitas

Empirik. Bangil Jatim: al-Izzah, 1997.

Pulungan, J. Suyuti. Prinsip-prinsip Pemerintah Dalam Piagam Madinah di

Tinjau Dari Pandangan Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1996, Cet ke-2.

Qathan, Manna „al. Mabahits fi ulum al-Qur’an. Riyadh: Maktabah al-Ma‟arif,

1981.

Raharjo,M. Dawam. Ensiklopedi al-Qur’an. Jakarta: Paramadina, 1996, Cet. ke-1.

Salas, Ali. Imâmah dan khilâfah Dalam Tinjauan Syar’i. Jakarta: Gema Insani

Press, 1997, Cet. Ke-1.

Salus, Ali Ahmad. “Studi Perbandingan Aqidah dan Tafsir”. Ensiklopedi Sunnah

Syi‟ah. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, vol.1.

Setiawan, Habib. dkk. After New Paradigm Catatan Para Ulama Tentang LDII.

Jakarta: Pusat Studi Islam Madani Institute, 2008.

Page 103: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

92

Setiawan, Habib. Dialog Ulama dan Ormas Islam Dengan Lembaga Islam

Indonesia (LDII)” Apa dan Bagaimana LDII Paradigma Baru”. Jakarta:

Majelis Ulama Indonesia provinsi Jakarta, 2008.

Shihab, Husaen. Al-Huda Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Islam, Bai’at dalam al-Qur’an

dan Sunnah. Jakarta: Pusat Penelitian Islam, 2002.

Sihabudin. Ensiklopedi al-Qur’an: kajian Kosa Kata. Jakarta: Lentera Hati, 2007.

Shihab, M. Qurash. Ensiklopedi al-Qur’an Kajian Kosa Kata. Jakarta: Lentera

Hati, 2007.

Soebantono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Rosda Karya, 1989.

Sukardja, Ahmad. Piagam Madinah dan UUD 1945, Kajian Perbandingan Aqidah

Dan Tafsir. Jakarta: al-Kautsar, 2001, Cet. Ke-1.

Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta: al-Husna Zikra, 1995,

Cet. Ke-1.

Syari‟ati, Ali.Ummah dan Imâmah. Bandar Lampung: YAPI, 1990, Cet. Ke-1.

Tabataba‟i, Alamah Sayyid Muhammad Husain., Inilah Islam; Upaya Memahami

Seluruh Konsep Islam Secara Mudah, (Pntj) Ahsin Mohammad, Bandung:

Pustaka Hidayah, 1992, Cet. Ke-1

Wawancara Pribadi dengan KH. Aceng karimullah. Jakarta, tanggal 19 februari

2010.

Wawancara pribadi dengan KH. Aceng karimullah. Jakarta, tanggal 5 juli 2010.

Yunus, Muhammad. Kamus Bahasa Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Hidayah Karya

Agung, 1997. Cet. ke-1.

Ziyadah, Asma‟ Muhammmad. Peran Politik Wanita dalam Sejarah Islam.

Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.

Page 104: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

87

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Ramli Kabi Ahmad Sidiq. Bai’at Suatu Prisip Gerakan Islam. El-

Fawazz, 1993, Cet. Ke-1.

Abu Fariz, Muhammad Abdul Qadir. Sistem Politik Islam. Jakarta: Rabbani Press,

tt, Cet. Ke-1.

Aceh, Abu Bakar. Syi’ah Rasionalisme dalam Islam. Solo: CV. Ramadhani, 1998,

Cet. ke-1.

Al-Bukhârî, Abî Abdillah Muhammad bin Ismâ‟îl. Sahîh Bukhâri, Al-Azhar: Dâr

al-Bayân al-„Arabî, 2005.

Al-Qur‟an al- Karim dan Terjemahannya. Semarang CV. Toha Putra.

Basyir, Ahmad Azhar, Refleksi Atas Persoalan Keislaman, Bandung: Mizan, 1994,

cet. ke-1.

Djaelani, Abdul Qadir. Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam. Surabaya: PT.

Bina Ilmu, 1995.

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarief Hidayatullah Jakarta. Pedoman

Akademik Tahun 2005/2006. Jakarta: 2005

Hashem, D. Saqifah, Suksesi Sepeninggalan Rasulullah, Awal Perselisihan Umat.

Depok: PenerbitYafi, 1989, Cet. ke-2.

Hasjmi, A. Dimana letaknya Negara Islam. Surabaya: Bina Ilmu Surabaya, 1984,

Cet.ke-1.

Husaini, H. M. H. Al- Hamidi. Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw.

Jakarta: Yayasan al-Hamidi, 1996, Cet. Ke-6.

Hassem, Fuad, Sirah Muhammad Rasulullah Suatu Penafsiran Baru, Bandung:

Mizan, 1997, cet. ke-2

Islam Syi‟ah. “Leksikon Islam”. Jakarta: PT Pustazet Perkasa,vol. 1.

Jabatan Agama Johor. Bahaya faham Syi’ah: Satu Penjelasan. Johor Baru:

Penyelidikan, Jabatan Agama Johor, 2003.

Jafri, S.Muhammad. Awal dan Sejarah Perkembangan Islam Syi’ah dari Syaqifah

Sampai Imȃmah. Bandung: Pustaka Hidayah, 1995, Cet. ke-1.

Page 105: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

88

Jamaluddin, M. Amin. Kupas Tuntas kesesatan dan Kebohongan LDII Jawaban

Atas Buku Direktori LDII. Jakarta: LPPI, 2007.

Jindan Khalid Ibrahim, Teori Politik Islam: Telaah Kritis Ibnu Taimiyya tentang

Pemerintahan Islam. Surabaya: Risalah Gusti, 1999

Kailan. Metode Penelitian Kualitatif Filsafat. Yogyakarta: Paradigma, 2005.

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Direktori LDII 2003. Jakarta: LDII,

2003.

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Himpunan Keputusan Munas VI LDII.

Jakarta: LDII, 2005.

Moleong, J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya,

1989.

Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: logos Wacana Ilmu,

2000, Cet. Ke-1.

Munawir, A.W. Kamus al-Munawir. Yogyakarta: Pustaka Progresi, 1984,

Cet. ke- 1.

Musawi, Lari Sayid Mustajab. Imam Penerus Nabi Muhammad Saw, Tinjauan

Historis, Teologis, dan Filosofis. Jakarta: Lentera, 2004, Cet. ke-1.

Nabani, Faqiyudin. Sistem Pemerintahan Islam Doktrin Sejarah Dan Realitas

Empirik. Bangil Jatim: al-Izzah, 1997.

Pulungan, J. Suyuti. Prinsip-prinsip Pemerintah Dalam Piagam Madinah di

Tinjau Dari Pandangan Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1996, Cet ke-2.

Qathan, Manna „al. Mabahits fi ulum al-Qur’an. Riyadh: Maktabah al-Ma‟arif,

1981.

Raharjo,M. Dawam. Ensiklopedi al-Qur’an. Jakarta: Paramadina, 1996, Cet. ke-1.

Salas, Ali. Imâmah dan khilâfah Dalam Tinjauan Syar’i. Jakarta: Gema Insani

Press, 1997, Cet. Ke-1.

Salus, Ali Ahmad. “Studi Perbandingan Aqidah dan Tafsir”. Ensiklopedi Sunnah

Syi‟ah. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, vol.1.

Setiawan, Habib. dkk. After New Paradigm Catatan Para Ulama Tentang LDII.

Jakarta: Pusat Studi Islam Madani Institute, 2008.

Page 106: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

89

Setiawan, Habib. Dialog Ulama dan Ormas Islam Dengan Lembaga Islam

Indonesia (LDII)” Apa dan Bagaimana LDII Paradigma Baru”. Jakarta:

Majelis Ulama Indonesia provinsi Jakarta, 2008.

Shihab, Husaen. Al-Huda Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Islam, Bai’at dalam al-Qur’an

dan Sunnah. Jakarta: Pusat Penelitian Islam, 2002.

Sihabudin. Ensiklopedi al-Qur’an: kajian Kosa Kata. Jakarta: Lentera Hati, 2007.

Shihab, M. Qurash. Ensiklopedi al-Qur’an Kajian Kosa Kata. Jakarta: Lentera

Hati, 2007.

Soebantono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Rosda Karya, 1989.

Sukardja, Ahmad. Piagam Madinah dan UUD 1945, Kajian Perbandingan Aqidah

Dan Tafsir. Jakarta: al-Kautsar, 2001, Cet. Ke-1.

Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta: al-Husna Zikra, 1995,

Cet. Ke-1.

Syari‟ati, Ali.Ummah dan Imâmah. Bandar Lampung: YAPI, 1990, Cet. Ke-1.

Tabataba‟i, Alamah Sayyid Muhammad Husain., Inilah Islam; Upaya Memahami

Seluruh Konsep Islam Secara Mudah, (Pntj) Ahsin Mohammad, Bandung:

Pustaka Hidayah, 1992, Cet. Ke-1

Wawancara Pribadi dengan KH. Aceng karimullah. Jakarta, tanggal 19 februari

2010.

Wawancara pribadi dengan KH. Aceng karimullah. Jakarta, tanggal 5 juli 2010.

Yunus, Muhammad. Kamus Bahasa Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Hidayah Karya

Agung, 1997. Cet. ke-1.

Ziyadah, Asma‟ Muhammmad. Peran Politik Wanita dalam Sejarah Islam.

Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.

Page 107: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3983/1/MUAMAR-FUF.pdf · Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

90