program pendidikan profesi dokter hewan fakultas

34
PNEUMONIA PADA KUCING RAS PERSIA DI KLINIK HEWAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS HASANUDDINTUGAS AKHIR RESKI TENRI ESA C024191017 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2021

Upload: others

Post on 20-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

“PNEUMONIA PADA KUCING RAS PERSIA DI KLINIK

HEWAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN”

TUGAS AKHIR

RESKI TENRI ESA

C024191017

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2021

Page 2: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

PNEUMONIA PADA KUCING RAS PERSIA DI KLINIK

HEWAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Tugas Akhir Sebagai Salah Satu Syarat untuk

Mencapai Gelar Dokter Hewan

Disusun dan Diajukan oleh :

RESKI TENRI ESA

C024192017

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2021

Page 3: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS
Page 4: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS
Page 5: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah Subḥānahu wa ta'alā. Yang maha Esa, yang telah memberikan

nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang

berjudul “Pneumonia pada Kucing Ras Persia di Klinik Hewan Pendidikan

Universitas Hasanuddin”. Shalawat atau salam senantiasa tercurahkan kepada

junjungan kita Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم beserta keluarga dan para Sahabat yang

menjadi suri tauladan bagi seluruh manusia. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis. Penulis menyadari bahwa

penyelesaian Tugas Akhir ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan,

bimbingan, motivasi dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan

segala kerendahan hati, penyusun mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. dr. Budu, Ph.D., Sp.M.MMedEd selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Unhas.

2. drh. A. Magfira Satya Apada, M.Sc selaku Ketua Program Pendidikan

Profesi Dokter Hewan Unhas dan sebagai dosen pembimbing yang telah

memberikan arahan dan meluangkan waktu hingga Tugas Akhir ini dapat

terselesaikan dengan baik

3. drh. Risha Catra Pradhany, M. Si yang telah membimbing penulis selama

menyusun Tugas Akhir untuk mencapai gelar dokter hewan.

4. Seluruh staf Dosen dan Pegawai di FK UNHAS dan Program PPDH FK

UNHAS.

5. Orangtua saya Andi Faisal dan Andi Nurlaeli dan saudara saya A. Nurul

Afiat, A. Baso Ewa, dan A. Pangeran Mufaddal yang selalu memberikan

semangat serta do’a yang tidak pernah putus sehingga memberikan energi

positif bagi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

6. Teman PPDH gelombang ke-6 yang selalu saling menyemangati dalam suka

maupun duka, kekompakan yang selalu terjaga, saling pengertian, saling

memahami dan saling merasakan arti dari sebuah kesabaran dalam sebuah

perjuangan mencapai gelar drh.

Page 6: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

7. Teman seangkatan 2015 ‘Vermillion’ berbagai karakter, berbagai macam

fikiran, dan berbagai macam tingkah yang memberikan canda tawa. Semoga di

masa depan kita semua dapat sukses lahir dan batin.

8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah ikut

menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk penulis.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih terdapat banyak

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

kritik dan saran yang sifatnya membangun agar dalam penyusunan karya

berikutnya dapat lebih baik. Akhir kata, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi

masyarakat. Aamiin ya rabbal alamiin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Makassar, 13 Mei 2021

Reski Tenri Esa

Page 7: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

ABSTRAK

RESKI TENRI ESA C024192017. “Pneumonia pada Kucing Ras Persia di

Klinik Hewan Pendidikan Universitas Hasanuddin” Dibimbing Oleh drh.

Risha Catra Pradhany, M. Si

Pneumonia adalah peradangan paru-paru dan bronkus akut atau kronis yang

ditandai dengan gangguan pernapasan dan hipoksemia dan dipersulit oleh efek

sistemik dari toksin terkait. Kelesuan dan anoreksia sering terjadi dan batuk yang

dalam sering terlihat. Dispnea progresif, bibir "bertiup", dan sianosis mungkin

terlihat, terutama saat aktif bergerak. Suhu tubuh meningkat secara moderat dan

mungkin terdapat leukositosis. Pada tanggal 12 Desember 2020 seekor kucing ras

persia atas nama Mocha dibawa oleh pemiliknyan ke Klinik Hewan Pendidikan

Universitas Hasanuddin dengan keluhan kucing sudah mengalami flu selama

beberapa hari dan sebelumnya kucing tersebut dibawa ke Klinik LaCostae tapi

belum sama sekali mengalami perubahan. Temuan klinis yang paling mencolok

adalah terdengar suara ngorok akibat dari hidung yang tersumbat, leleran yang

keluar dari hidung mengandung darah, dan mata berair. Berdasarkan temuan

klinis tersebut serta hasil pemeriksaan X-Ray menunjukkan adanya penumpukan

cairan di paru-paru berupa tampakan radiopaque, maka kucing tersebut

didiagnosis terkena Pneumonia. Namun, pemeriksaan lebih lanjut untuk

mengetahui jenis pneumonia tidak dilakukan. Jenis pengobatan yang diberikan

yaitu antibiotik, ekspektoran, antihistamin, vitamin, dan terapi nebulizer.

Kata kunci: Pneumonia, X-Ray, radiopaque, nebulizer, dan ekspektoran.

Page 8: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

ABSTRACT

RESKI TENRI ESA C024192017 "Pneumonia in Persian Cats at

the Hasanuddin University Educational Veterinary Clinic"

Supervised by drh. Risha Catra Pradhany, M. Si

Pneumonia is an acute or chronic inflammation of the lungs and bronchi characterized by

respiratory distress and hypoxemia and complicated by the systemic effects of associated

toxins. Lethargy and anorexia are common and a deep cough is often seen. Progressive

dyspnea, "blowing" lips, and cyanosis may be seen, especially with active movement. Body

temperature increases moderately and there may be leukocytosis. On December 12, 2020, a

Persian cat in the name of Mocha was brought by the owner to the Hasanuddin University

Animal Education Clinic with complaints that the cat had been experiencing the flu for several

days and before that the cat was brought to the LaCostae Clinic but it hasn't changed at all.

The most striking clinical finding was a snoring sound resulting from nasal congestion,

discharge from the nose containing blood, and watery eyes. Based on these clinical findings

and the results of X-Ray examinations showing a buildup of fluid in the lungs in the form of a

radiopaque appearance, the cat was diagnosed with pneumonia. However, further tests to

determine the type of pneumonia were not carried out. The types of treatment given are

antibiotics, expectorants, antihistamines, vitamins, and nebulizer therapy.

Keywords: Pneumonia, X-Ray, radiopaque, nebulizer, and expectorant.

Page 9: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN PENGAJUAN ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

PERNYATAAN KEASLIAN iv

PRAKATA v

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Tujuan Penulisan 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Etiologi 3

2.2 Patogenesis 4

2.3 Tanda Klinis 5

2.4 Diagnosis 5

2.5 Penanganan Tindakan 7

2.6 Pencegahan 8

2.7 Pengobatan 8

BAB III MATERI DAN METODE 10

3.1 Rancangan Penelitian 10

3.2 Lokasi dan Waktu 10

3.3 Alat dan Bahan 10

3.4 Prosedur Kegiatan 10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 12

4.1 Signalement dan Anamnesis 12

4.2 Temuan Klinis 14

4.3 Pemeriksaan Radiografi 14

4.4 Diagnosis 15

4.5 Penanganan dan Pengobatan 15

BAB V PENUTUP 16

5.1 Kesimpulan 16

5.2 Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

RIWAYAT HIDUP 19

LAMPIRAN 20

Page 10: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1. Intertitial pulmonary 6

Gambar 2. Eyedischarge pada kucing Mocha 14

Gambar 3. Hasil Pemeriksaan X-Ray 15

Page 11: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1. Signalement dan Anamnesis 12

Tabel 2. Pemeriksaan Fisik 12

Tabel 3. Pemeriksaan Lanjutan 13

Page 12: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Tabel 1. Perkembangan Pasien 20

Page 13: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Batuk adalah suatu refleks fisiologis sebagai mekanisme pertahanan tubuh yang

bermanfaat untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernapasan dari dahak, debu,

zat-zat perangsang asing yang terhirup, partikel-partikel asing dan unsur-unsur infeksi.

Namun bila terjadi secara berlebihan, maka akan sangat mengganggu aktivitas hewan. Batuk

bermula dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non

mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga thorax, yang terletak di

dalam rongga thorax antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus dan pleura. Jenis batuk

dapat dibedakan menjadi 2, yakni batuk produktif (dengan dahak) dan batuk non-produktif

(kering). Batuk produktif merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi

mengeluarkan benda asing dan dahak dari saluran napas. Batuk non-produktif bersifat

kering tanpa adanya dahak, misalnya pada batuk rejan atau juga karena pengeluarannya

memang tidak mungkin, seperti pada tumor (Linnisa & Susi, 2014).

Pada banyak gangguan saluran napas pada kucing, batuk merupakan gejala penting

yang ditimbulkan oleh terpicunya refleks batuk, misalnya pada alergi, sebab-sebab mekanis

(asap, debu, tumor paru), perubahan suhu yang mendadak dan rangsangan kimiawi (gas,

bau). Sering kali, batuk juga disebabkan oleh peradangan akibat infeksi virus seperti

distemper, canine parainfluenza virus, canine adenovirus-2. Agen infeksi ini dapat merusak

mukosa saluran pernapasan, sehingga menciptakan pintu masuk untuk infeksi sekunder oleh

bakteri misalnya Bordetella bronchiseptica. Gejala batuk lainnya dapat disebabkan oleh

infeksi jamur yang ditularkan melalui aerosol, heartworm, kelainan jantung seperti

klepbocor dan masalah lain yang dapat melemahkan otot jantung, hal ini memberi tekanan

pada paru-paru dan saluran respirasi, congestive heart failure dimana cairan di paru-paru

bisa menyebabkan batuk (Soma et al., 2018).

Pneumonia adalah peradangan paru-paru dan bronkus akut atau kronis yang ditandai

dengan gangguan pernapasan dan hipoksemia dan dipersulit oleh efek sistemik dari toksin

terkait. Penyebab tersering adalah infeksi virus primer pada saluran pernapasan bagian

bawah. (Kuehn, 2018). Pneumonia terdiri dari beberapa jenis berdasarkan penyebab

penyakit tersebut yaitu: (1) Pneumonia aspirasi, (2) Pneumonia bakterial, (3) Pneumonia

eosinofilik, (4) Pneumonia intertisial, dan (5) Pneumonia jamur (Tilley & Smith, 2019).

Oleh karena itu pentingnya dilakukan diagnosa serta penanganan yang tepat dokter

hewan pada pasien yang mengalami gangguan pada sistem pernapasana. Hal tersebut

kemudian mendorong penulis untuk mengangkat kasus pneumonia sebagai bentuk tugas

akhir.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan oleh penulis, maka adapun

perumusan masalah dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana temuan klinis pada kucing penderita pneumonia?

2. Bagaiaman diagnosis pada kucing penderita pneumonia?

Page 14: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

3. Bagaimana prosedur penanganan yang dilakukan terhadap pasien oleh dokter

hewan dan mahasiswa co-assistant ?

1.3. Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah dari

laporan kasus ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui temuan klinis pneumonia pada kucing persia.

2. Untuk mengetahui diagnosis pneumonia pada kucing persia.

3. Untuk mengetahui prosedur penanganan sekaligus manajemen pengobatan yang

diberikan pada pada pasien kucing.

1.4. Manfaat penulisan

Diharapkan dapat memberi manfaat baik dari mendeskripsikan temuan klinis

berdasarkan pemeriksaan klinis kasus pneumonia pada kucing dan mengetahui

manajemen pengobatan yang dapat diberikan pada pada kucing.

Page 15: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiologi

Pneumonia adalah peradangan paru-paru dan bronkus akut atau kronis yang ditandai

dengan gangguan pernapasan dan hipoksemia dan dipersulit oleh efek sistemik dari toksin

terkait. Penyebab tersering adalah infeksi virus primer pada saluran pernapasan bagian

bawah. (Kuehn, 2018).

Canine distemper virus, adenovirus tipe 1 dan 2, Parainfluenza virus, dan feline

calicivirus menyebabkan lesi di saluran napas bagian distal dan mempengaruhi invasi

bakteri sekunder ke paru-paru. Invasi parasit pada bronkus, seperti oleh Filaroides,

Aelurostrongylus, atau Paragonimus spp dapat menyebab kan pneumonia. Keterlibatan

protozoa, misalnya oleh Toxoplasma gondii atau Pneumocystis jiroveci. Pneumonia

tuberkulosis, meskipun jarang, terlihat lebih sering pada anjing daripada pada kucing.

Insiden mycotic granulomatous pneumonia juga lebih tinggi pada anjing dibandingkan pada

kucing. Pneumonia criptococcus biasa ditemukan pada kucing. Cedera pada mukosa

bronkial dan inhalasi atau aspirasi iritan dapat menyebabkan pneumonia secara langsung dan

merupakan predisposisi invasi bakteri sekunder. Pneumonia aspirasi dapat terjadi akibat

muntah terus-menerus, motilitas esofagus abnormal, atau obat yang diberikan secara tidak

tepat (misalnya minyak atau barium) atau makanan (pemberian makan paksa); bisa juga

terjadi setelah menyusu pada neonatus dengan celah langit-langit (Kuehn, 2013).

2.1.1 Pneumonia Aspirasi

Pneumonia aspirasi adalah kondisi dimana paru-paru kucing mengalami peradangan

akibat menghirup benda asing, muntah, atau regurgitasi asam lambung. Pneumonia jenis ini

juga bisa karena gangguan neuromuskuler yang akan menyebabkan kesulitan menelan serta

masalah yang terkait dengan kerongkongan dimana terjadi kelumpuhan pada kerongkongan

(PetMD, 2016).

2.1.2 Pneumonia Bakterial

Pneumonia bakterial adalah infeksi pada paru-paru yang disebabkan oleh bakteri gram

positif atau negatif, aerobik ataupu anaerobik. Infeksi campuran sering terjadi dan spesies

Mycoplasma spp sering menginfeksi pada kasus ini (Hawkins, 2015).

2.1.3 Fungal Pneumonia

Pneumonia jamur (juga disebut pneumonia mikotik) adalah infeksi jamur pada paru-

paru yang menyebabkan perkembangan pneumonia. Sejumlah jamur telah terbukti

menyebabkan pneumonia jamur pada hewan peliharaan. Seringkali jamur ini ditemukan

pada hewan dengan sistem kekebalan yang lemah, tetapi juga dapat menyebabkan penyakit

pada hewan yang sehat. Sumber sebagian besar infeksi jamur diyakini menghirup spora dari

tanah. Pada kucing, jamur Cryptococcus cenderung berkoloni di rongga hidung yang

menyebabkan peradangan pada lapisan hidung dan sinus. Bersin, keluarnya lendir (Kuehn,

2018).

Page 16: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

2.1.4 Pneumonia Interstitial

Pneumonia interstitial yaitu suatu bentuk pneumonia dengan proses inflamasi yang

terjadi dalam dinding alveolar dan ruang interstisial dengan temuan anamnesis seperti

takipnea, batuk, sulit bernapas dan intoleransi latihan. Pneumonia interstisial dapat terjadi

akibat factor kongenital, metabolik, neoplastik, idiopatik, inflamasi, infeksius, toksik dan

vaskular dengan faktor resiko seperti imunosupresi dan inhalasi bahan/gas toksik (Tilley dan

Francis, 2014).

2.2 Patogenesis Pneumonia

2.2.1 Pneumonia Aspirasi

Pneumonia aspirasi dihasilkan dari penghirupan asam lambung dan / atau ingesta yang

tidak disengaja dan tetap menjadi penyebab umum pneumonia bakteri, terhitung sekitar 23%

dari diagnosis klinis dalam penelitian pasien manusia yang dirawat di perawatan intensif.

satuan. Meskipun menghirup bahan gastroesofagus adalah tema umum, berbagai faktor

menyebabkan perkembangan fenomena ini. Faktor risiko yang telah diidentifikasi untuk

pengembangan pneumonia aspirasi termasuk penyakit esofagus, muntah refrakter, kejang,

anestesi berkepanjangan, dan disfungsi laring. Pada hewan yang sehat, fitur fisiologis dan

anatomis mengurangi kemungkinan aspirasi. Selama menelan normal, cairan dan makanan

didorong ke kaudal di orofaring dan melalui sfingter esofagus bagian atas dengan kontraksi

rongga mulut dan lidah. Pada saat yang sama, epiglotis memendek untuk menutupi aditus

laring dan melindungi trakea dari penghirupan partikulat. Aduksi kartilago arytenoid

kemudian berkontribusi pada oklusi lebih lanjut dari saluran udara bagian atas. Setiap proses

yang menghalangi pertahanan primer ini atau menghambat refleks menelan yang normal

akan meningkatkan kemungkinan terjadinya aspirasi. Cedera aspirasi terjadi akibat

menghirup isi lambung yang steril dan asam (akibat muntah atau regurgitasi lambung) atau

bahan septik dari sekresi lambung atau oral. Iritasi yang disebabkan oleh penghirupan asam

meningkatkan lingkungan lokal di mana kolonisasi bakteri dapat berkembang dan

menyebabkan pneumonia bakteri. Tingkat keparahan penyakit bervariasi tergantung pada

kuantitas dan sifat bahan yang disedot serta lamanya waktu antara kejadian dan

diagnosisnya. Pasien yang sadar dengan refleks jalan napas yang utuh cenderung batuk dan

mencegah cedera aspirasi masif. Hewan yang dibius atau dengan refleks jalan napas yang

berkurang karena gangguan neurologis cenderung tidak batuk sebagai respons terhadap

kejadian aspirasi dan, oleh karena itu, lebih mungkin mengembangkan infiltrat paru difus

dan cedera paru akut. Dalam banyak kasus, cedera aspirasi terjadi dengan anestesi umum

dan keberadaan pipa endotrakeal dengan manset tidak mencegah aspirasi yang tidak

disengaja (Tilley & Smith, 2019).

2.2.2 Fungal Pneumonia

Elemen jamur miselial terhirup dari debris tanah atau tanaman yang terkontaminasi;

organisme kemudia mendiami paru-paru. Jamur dimorfik, seperti Blastomyces dermatitidis,

Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis-fase khamir pada suhu tubuh. Infeksi jamur

yang invasif pada Aspergillus spp. Terjadi melalui inhalasi spora bawaan udara dan

pertumbuhan miselia dalam jaringan. Penyebaran khamir secara sistemik dari paru-paru

biasanya terjadi pada anjing dan kucing. Keterlibatan intersisisal dan alveolar paru-paru

Page 17: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

dapat menyebabkan hipoksia. Keterlbiatan saluran napas dapat menyebabkan batuk. Respon

imun berperantara sel mengarah pada inflamasi piogranulomatosa. Komplikasi paru-paru

meliputi pneumonia intersisial dan/atau bronkial, efusi pleura, pembentukan granuloma

mediastinal, ARDS, dan tromboembolisme paru (Tilley & Smith, 2019).

2.2.3 Pneumonia Interstitial

Hasil dari cedera aerogenosa pada epitel alveolar (pneumosit tipe I dan II) maupun

cedera hematogen pada kapiler alveolar dapat dipicu oleh agen infeksius. Kerusakan dinding

alveolar seing kali terjadi akibat inflamasi dan deposisi kompleks antigen-antibodi. Dapat

terjadi perkembangan pneumonia intertisial akut hingga kronis dan memicu fibrosis alveolar

± akumulasi sel mononuklear intertisial serta hiperplasia pneumosit tipe II persisten (Tilley

& Smith, 2019).

2.2.4 Pneumonia Bakterial

Bakteri biasanya masuk ke paru-paru melalui saluran udara baik melalui agen infeksi

primer atau aspirasi oral, faring, esofagus, atau lambung. Rute infeksi ini kemungkinan tidak

terdiagnosis karena radiografi toraks menunjukkan pola intertitial difus ke alveolar daripada

pola alveolar bronkogenik atau pneumonia aspirasi yang bergantung pada gravitasi

(Hawkins, 2015).

2.3 Tanda Klinis

Tanda-tanda awal biasanya dari penyakit primer. Kelesuan dan anoreksia sering terjadi.

Batuk yang dalam sering terlihat. Dispnea progresif, bibir "bertiup", dan sianosis mungkin

terlihat, terutama saat aktif bergerak. Suhu tubuh meningkat secara moderat, dan mungkin

terdapat leukositosis. Auskultasi biasanya menunjukkan konsolidasi, yang mungkin t idak

merata tetapi lebih sering menyebar. Pada tahap selanjutnya dari pneumonia, peningkatan

kepadatan paru dan konsolidasi peribronkial yang disebabkan oleh proses inflamasi dapat

divisualisasikan secara radiografis. Komplikasi seperti pleuritis, mediastinitis, atau invasi

oleh organisme oportunistik dapat terjadi. Tanda-tanda pneumonia termasuk lesu,

kehilangan nafsu makan, dan batuk yang dalam. Nafas yang sulit, bibir "bertiup", dan

selaput lendir kebiruan mungkin terlihat. Suhu tubuh meningkat secara moderat. Diagnosis

biasanya melibatkan kombinasi riwayat, pemeriksaan fisik, dan tes yang sesuai. Pada tahap

akhir pneumonia, peningkatan kepadatan paru dapat dilihat pada foto rontgen dada. Analisis

cairan yang digunakan untuk "mencuci" saluran udara sangat berguna untuk diagnosis

infeksi bakteri (Tilley & Smith, 2019).

2.4 Diagnosis

Analisis cairan lavage bronchoalveolar bermanfaat untuk diagnosis infeksi bakteri.

Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan respons imun hewan dan menunjukkan lokasi

bakteri di intraseluler atau ekstraseluler. Kultur bakteri dan uji sensitivitas diperlukan dan

mungkin termasuk kultur anaerob dan mikoplasma, terutama pada kasus refrakter. Penyebab

virus umumnya menghasilkan suhu tubuh awal 104 ° –106 ° F (40 ° –41 ° C). Leukopenia,

sering diharapkan, mungkin tidak terlihat pada banyak infeksi virus pernapasan (misalnya,

trakeobronkitis infeksius anjing, pneumonia calicivirus kucing, pneumonia peritonitis

infeksius kucing). Riwayat anestesi baru-baru ini atau muntah parah menunjukkan

Page 18: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

kemungkinan pneumonia aspirasi. Hewan yang terkena secara akut bisa mati dalam 24-48

jam setelah onset. Pneumonia mikotik biasanya bersifat kronis. Nodul milier yang terlihat

pada nekropsi mungkin menunjukkan pneumonia protozoa. Diagnosis tentatif pneumonia

jamur dapat dibuat jika hewan dengan penyakit pernapasan jangka panjang menunjukkan

tanda-tanda khas dan tidak merespons terapi antibiotik. (Antibiotik efektif melawan bakteri

tetapi tidak melawan jamur atau organisme lain.) Namun, diagnosis pasti memerlukan

identifikasi jamur menggunakan uji laboratorium yang sesuai. Sinar-X, tes darah, dan

evaluasi sampel jaringan mungkin berguna (Kuehn, 2018).

2.4.1 Radiografi Toraks

Radiografi toraks adalah tes diagnostik yang penting dalam evaluasi jalan napas

bagian bawah dan penyakit parenkim paru. Bukti radiografik dari pneumonia bakterial dapat

tampak sebagai pola alveolar fokal, multifokal, atau difus, meskipun pada awal proses

penyakit infiltrat mungkin terutama interstisial. Lobus paru ventral paling sering terkena

pneumonia aspirasi, dan pola kaudodorsal diharapkan dengan benda asing yang terhirup

atau penyebaran bakteri hematogen. Tanda lobar dapat dilihat pada kasus pneumonia

aspirasi di mana lobus paru tengah kanan paling sering terkena ((Dear, 2014).

Radiografi toraks tiga-pandangan (pandangan lateral kiri, kanan, dan dorsoventral

atau ventrodorsal) harus diperoleh saat skrining untuk pneumonia karena aerasi diferensial

yang terkait dengan atelektasis posisi dapat menutupi atau menyoroti perubahan paru.

Misalnya, radiograf yang diambil dengan posisi berbaring miring ke kiri lebih disukai jika

dicurigai aspirasi karena meningkatkan aerasi dari lobus paru tengah kanan, lobus yang

paling sering terkena (Schultz & Zwingenberger, 2008).

Gambar 1. Intertitial pulmonary(Bongrand et al., 2012).

2.4.2 Mikrobiologi

Diagnosis pneumonia bakteri bergantung pada identifikasi peradangan septik dalam

hubungannya dengan kultur bakteri positif. Kultur dan sensitivitas aerobik dan mikoplasma

biasanya diminta, dan, dalam kasus dengan sekresi purulen yang nyata atau riwayat aspirasi

atau benda asing yang diketahui, biakan anaerobik juga harus diminta. Sampel harus

didinginkan dalam wadah steril sampai diserahkan. Jika beberapa segmen alveolar diambil

sampelnya selama BAL, ini biasanya dikumpulkan untuk pengiriman kultur (Schultz &

Zwingenberger, 2008).

Page 19: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

Kultur harus selalu dilakukan bila memungkinkan untuk memandu terapi

antimikroba yang sesuai. Dengan penggunaan antibiotik secara bebas, populasi mikroba

resisten semakin meningkat, terutama pada pasien dengan pneumonia yang didapat di rumah

sakit. Namun, sampel jalan napas tidak dapat dikumpulkan pada semua hewan dan, dalam

kasus tersebut, penggunaan antibiotik yang bijaksana harus diikuti ((Foley et al., 2002).

Bakteri umum yang dibiakkan dari pencucian paru-paru kucing atau anjing dengan

pneumonia bakterial termasuk organisme enterik (Escherichia coli, Klebsiella spp),

Pasteurella spp, Staphylococcus spp koagulase-positif, Streptococcus spp beta-hemolitik,

Mycoplasma spp, dan B bronchiseptica (Johnson et al., 2013).

2.4.2 Pulmonary Function Test

Analisis gas darah arteri adalah tes yang berguna untuk mengukur kemampuan paru-

paru untuk memberi oksigen. Untuk pasien dengan gangguan pernapasan yang signifikan,

sampel darah arteri idealnya harus dikumpulkan dan dianalisis untuk menentukan tingkat

keparahan penyakit paru. Lebih jauh, tren tekanan parsial oksigen arteri dapat digunakan

untuk melacak perkembangan atau resolusi penyakit. Dalam banyak kasus, analisis gas

darah tidak tersedia atau faktor pasien menghalangi pengambilan sampel. Oksimetri nadi

adalah evaluasi pengiriman oksigen yang cepat dan tidak invasif ke jaringan tubuh yang

mengukur persentase saturasi hemoglobin dengan oksigen. Ini hanya memberikan penilaian

kasar oksigenasi dan tunduk pada variabilitas; namun, tren saturasi hemoglobin dapat

memberikan dukungan klinis tambahan untuk progresi atau resolusi penyakit (Dear, 2014).

2.4.3 Hematology

Hitung darah lengkap adalah tes diagnostik yang berguna pada hewan dengan tanda

pernapasan. Pneumonia bakteri biasanya dikaitkan dengan leukogram inflamasi, yang

ditandai terutama oleh neutrofil, dengan atau tanpa pergeseran ke kiri dan bukti variabel

perubahan toksik (Schultz & Zwingenberger, 2008), meskipun tidak adanya perubahan

inflamasi tidak mengecualikan kemungkinan pneumonia. Lebih lanjut, leukogram dan

diferensial dapat memberikan petunjuk yang menunjukkan bahwa kemungkinan kecil

pneumonia bakterial. Misalnya, eosinofilia pada hewan dengan tanda-tanda pernapasan akan

menunjukkan bronkopneumopati eosinofilik atau penyakit paru-paru parasit sebagai

penyebab yang mendasari daripada penyebab bakteri (Kogan et al., 2008). Evaluasi

eritrogram dan trombosit umumnya tidak membantu dalam menentukan bakteri penyebab

penyakit pernapasan. Panel biokimia, urinalisis, dan flotasi tinja tidak selalu berkontribusi

pada diagnosis pneumonia bakterial tetapi dapat memberikan petunjuk tentang adanya

penyakit metabolik atau endokrin yang dapat membuat perkembangan pneumonia bakterial

lebih mungkin terjadi. (Dear, 2014).

2.5 Penanganan Tindakan

Beberapa tindakan penanganan yaitu (Tilley dan Francis, 2017):

a. Perawatan kesehatan yang sesuai yaitu rawat inap disarankan pada pasien dengan

tanda klinis multisistemik (misalnya anoreksia, demam tinggi, penurunan berat badan

dan letargi)

b. Asuhan keperawatan

1) Pertahankan hodrasi sistemik normal- penting untuk membantu pembersihan

Page 20: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

mukosilier dan mobilisasi sekresi; gunakan larutan multielektrolit yang seimbang.

2) Nebulisasi salin- menghasilkan resolusi yang lebih cepat jika digunakan dengan.

terapi fisik dan antibakteri sistemik.

3) Terapi fisik- coupage dinding dada, manipulasi trakea untuk merangsag batuk

ringan dan drainasi postural; dapat meningkatkan pembersihan sekresi; selalu

lakukan segera setelah nebulisasi; hindari membiarkan pasien berbaring pada satu

posisi untuk waktu yang lama.

4) Terapi oksigen- sebagaimana diperlukan pada pasien dengan hipoksemia, yang

merupakan tanda klinis gawat napas.

c. Aktivitas yaitu batasi selama penanganan (rawat inap atau rawat jalan) kecuali

merupakan bagian terapi fisik setelah dilakukan aerosolisasi.

d. Diet

1) Pastikan asupan diet normal dengan pakan tinggi protein dan densitas energy.

2) Bantuan nutrisi enteral atau perenteral-diindikasikan pada pasien yang sakit

parah.

3) Hati-hati ketika memberi makan hewan dengan megaesofagus, disfungsi atau

operasi laring, penyakit faring atau pasien rekumbensi.

2.6 Pencegahan

Pencegahan infeksi mikoplasma bergantung pada pencegahan infeksi bersamaan dan /

atau pengelolaan kondisi penyakit yang mendasari predisposisi infeksi oportunistik. dalam

situasi penampungan, upaya harus dilakukan untuk menghindari kepadatan berlebih,

mengurangi stres dan mengurangi infeksi yang terjadi secara bersamaan. Mencuci tangan

antara menangani hewan individu, dan mengenakan sarung tangan dan gaun saat menangani

hewan dengan tanda klinis penyakit pernapasan, dapat membantu mengurangi penyebaran di

lingkungan ini. Meskipun ideal mengisolasi hewan dengan tanda-tanda penyakit pernafasan,

hal ini bisa sangat sulit dilakukan di lingkungan penampungan. Disinfektan rutin harus

memadai untuk membasmi organisme dari lingkungan (Lee-Fowler, 2016).

2.7 Pengobatan

Pengobatan pneumonia bakterial sangat bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan

penyakit, dan terapi antibiotik yang tepat sangat penting. Masyarakat Internasional untuk

Penyakit Hewan Pendamping saat ini sedang menyusun pedoman untuk terapi antibiotik

untuk infeksi saluran pernapasan. Untuk hewan yang stabil dengan penyakit ringan, terapi

rawat jalan yang terdiri dari pemberian antibiotik oral tunggal seringkali diperlukan. Pilihan

antimikroba idealnya didasarkan pada hasil kultur dan sensitivitas dari sampel lavage

saluran napas, meskipun terkadang terapi empiris lebih praktis. Terlepas dari itu, dalam

kasus pneumonia berat, terapi empiris awal harus dilakukan sambil menunggu hasil kultur.

Antibiotik biasanya diberikan selama 3 sampai 6 minggu, dan setidaknya 1 sampai 2 minggu

setelah resolusi tanda klinis dan / atau radiografi penyakit. Hewan dengan penyakit yang

lebih parah memerlukan perawatan yang lebih intensif, termasuk rawat inap dengan cairan

infus untuk menjaga hidrasi. Hidrasi yang cukup penting untuk memfasilitasi pembersihan

eksudat pernapasan. Nebulasi untuk membuat partikel yang memasuki saluran udara bagian

Page 21: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

bawah (<5um) juga dapat meningkatkan pembersihan sekresi. Jenis nebulizer termasuk

perangkat ultrasonik, nebulizer udara terkompresi, dan nebulizer mesh. Nebulisasi dengan

larutan garam steril dapat dilakukan dengan mengarahkan selang dari nebulizer ke dalam

kandang atau kandang hewan yang dilapisi plastik. Bergantung pada seberapa kental sekresi,

terapi dapat diberikan selama 15 sampai 20 menit 2 sampai 4 kali sehari. Dalam banyak

kasus, nebulasi ditambah dengan coupage membantu hewan mengeluarkan sekresi jalan

napas. Coupage dilakukan dengan menangkupkan tangan dan dengan lembut dan berirama

menumbuk dinding dada lateral dari arah punggung ke ventral dan ekor ke tengkorak.

Coupage tidak boleh dilakukan pada hewan dengan regurgitasi karena setiap peningkatan

tekanan intratoraks dapat memperburuk regurgitasi dan aspirasi ulang berikutnya (Dear,

2014).

Antimikroba paling baik diseleksi berdasarkan hasil kultur dan uji kepekaan dari cucian

trakea atau specimen paru-paru lainnya. Terapi antimikroba empirik diperlukan ketika

terdapat risiko yang nyata dalam memperoleh sampel yang cukup atau jika waktu yang

dibutuhkan untuk melakukan kultur menyebabkan penundaan pengobatan yang mengancam

nyawa. Pilihan antimikroba awal yang sesuai sambil menunggu hasil kultur meliputi

amoksisilin-asam klavulanat (15 mg/kg PO q12h) atau sefaleksin (22-30 mg/kg PO q12h)

dengan enroflaksasin (anjing, 5-10 mg/kg PO q12h atau 10-20 mg/kg q24h; kucing,

maksimum 5 mg/kg PO q24h), atau trimetoprin-sulfonamid (15 mg/kg PO q12h). Nebulisasi

antimikroba untuk bardotella - nebulisasi gentamisin 5 mg/kg q24h selama 5-7 hari,

biasanya tambahan pada antimikroba sistemik. Lanjutkan pengobatan selama minimal 10

hari setelah resolusi klinis dan/atau 1-2 minggu setelah resolusi radiografis (Tilley dan

Francis, 2017).

Page 22: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

3.1. Rancangan Penulisan

BAB III

MATERI DAN METODE

Penyusunan tugas akhir program pendidikan profesi dokter hewan ini

menggunakan rancangan penulisan karya tulis ilmiah deskriptif. Penulisan tugas akhir ini

memberikan gambaran atau uraian tentang tanda klinis, diagnosis, dan pengobatan kasus

pada kucing persia yang didiagnosis mengalami pneumonia. Pengobatan dilakukan

dengan pemberian antibiotik dan nebulizer.

3.2. Lokasi dan Waktu

Lokasi dan waktu kejadian kasus urolithiasis pada kucing persia terjadi di Klinik

Hewan Pendidikan Unhas pada tanggal 12 Desember 2020. Pengobatan dilakukan dihari

yang sama sebagai bentuk tindakan cepat tanggap dokter hewan dan mahasiswa koass.

3.3. Alat dan Bahan

3.3.1. Alat

Alat yang digunakan pada saat pemeriksaan radiografi adalah X- Ray dan

komputer.

3.3.2. Bahan

Bahan yang digunakan pada saat pemeriksaan radiografi adalah probandus

dan baju pelindung.

3.4 Prosedur kegiatan

Penanganan yang dilakukan yaitu:

3.3.3. Signalement

Pengisian tanda pengenal dengan klien bertujuan untuk mengetahui

alamat, nama hewan, jenis kelamin hewan, ras hewan, umur hewan, berat badan,

dan warna hewan.

3.3.4. Anamnesis

Adapun pertanyaan yang diajukan pada owner untuk menggali informasi

pasien adalah status vaksin, pemberian obat cacing, apakah kucingnya mau makan

atau tidak, dan kondisi kucing sebelum dibawa ke Klinik Hewan Pendidikan

Universitas Hasanuddin.

3.3.5. Pemeriksaan Fisik Kucing.

Penentuan adanya kelainan-kelainan dari suatu sistem atau organ tubuh

dilakukan pemeriksaan fisik utamanya inspeksi dan auskultasi pada saluran

pernapasan atas dan bawah.

3.3.6. Penentuan Diagnosis

1. Pemeriksaan Fisik

Pasien ditimbang berat badannya, setelah itu pasien diletakkan di meja

pemeriksaan dan pasien direstrain oleh paramedis. Dokter hewan

melakukan pemeriksaan fisik pada pasien seperti pemeriksaan kulit,

Page 23: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

pengukuran suhu, pemeriksaan lokomotor, pemeriksaan selaput lendir, daan

pemeriksaan daerah yang menunjukkan gejala abnormalitas seperti pada

saluran pernapasan atas dan bawah.

2. Pemeriksaan Radiography (X-Ray)

Pasien dirujuk ke Klinik Sahabat Satwa Celebes untuk dilakukan

pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan radiografi (X-Ray) dengan

posisi pengambilan gambar “Left Lateral View” guna untuk mengetahui

lebih lanjut organ apa yang mengalami kerusakan sehingga menjadi

penegak diagnosis.

3.3.7. Penanganan Berdasarkan Diagnosis

Setelah dicurigai memiliki gejala pneumonia, kemudian dilakukan

penanganan berupa nebulizer. Hal ini bertujuan untuk mengatasi sesak napas,

mengurangi peradangan, dan mencegah kekambuhan gejala.

3.3.8. Pemberian Obat Antibiotik, Antiinflamasi, Antihistamin, dan

Hematodine

Antibiotik bertujuan untuk pengobatan infeksi akibat bakteri yang berada

di sistem organ pernapasan. Pemberiaan antiinflamasi seperti meloxicam

bertujuan untuk mengobati peradangan yang bersifat kronis terhadap sistem organ

pernapasan maupun peradangan di tubuh. Pemberian antihistamin seperti

cetirizine bertujuan untuk meredakan gejala alergi pada sistem organ pernapasan.

Selanjutnya pengobatan menggunakan hematodine untuk memacu proses

pembentukan sel darah sehingga mempercepat proses recovery kondisi hewan

ketika sakit. Pembahasan mengenai tindakan dan pengobatan sudah dibahas lebih

lanjut di bab pembahasan.

Page 24: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Signalement dan Anamnesi

Seekor kucing ras Persia jantan datang ke Klinik Hewan Pendidikan Universitas

Hasanuddin pada tanggal 12 Desember 2020 dengan keluhan kucing sudah mengalami

flu selama beberapa hari dan sebelumnya kucing tersebut dibawa ke Klinik LaCostae tapi

belum sama sekali mengalami perubahan. Kondisi kucing pada saat dibawa ke klinik

belum memiliki riwayat vaksin, obat cacing belum pernah diberikan, dan tidak mau

makan. Signalement merupakan data diri mengenai pasien yang meliputi beberapa hal

berikut :

Tabel 1. Signalement dan Anamnesis pasien

Signalement Keterangan

Nama kucing Mocha

Alamat Jl. Abd. Daeng Sirua

Spesies Kucing

Breed Persia

Warna Bulu/Rambut Orange Hitam

Jenis Kelamin Jantan

Umur -

Berat Badan 3,36 Kg

Anamnesis

Belum divaksin, belum obat cacing, tidak

mau makan, flu, ada karang gigi, dan kucing

habis melakukan pengobatan di Klink

LaCostae.

Tanda Vital

Suhu 38,8 oC

Nafas -

Pulsus -

Turgor -

Tabel 2. Pemeriksan Fisik

Mata

Palpebrae , cilia, membram nictitans pada mata kiri kanan normal dan

konjunctiva berwarna pink

Sclera, cornea, iris , limbus, pupil, vasa injection bola mata kiri dan

kanan normal dan terdapat reflex pupil

Inspeksi

Page 25: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

Hidung

- Cermin hidung ada leleran

Palpasi Mulut

- Tidak ditemukan luka pada bibir

- Gigi geligi terdapat plak

- Mukosa dan gusi pucat

Telinga

- Posisi telinga normal

- Tidak ditemukan bau pada telinga

- Permukaan telinga bersih

- Tidak ditemukan krepitasi

- Terdapat reflex panggilan

Leher

- Perototan dan trachea normal

- Tidak terdapat reflex menelan

Tabel 3. Pemeriksaan lanjutan

Pemeriksaan Lanjutan X-Ray

Diagnosis Pneumonia

Prognosa Fausta

Terapi atau Tindakan Nebulizer

Pengobatan :

Ceftriaxone

Amoxiclav

Cetirizine

Meloxicam

Hematodine

Page 26: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

4.2. Temuan Klinis

Pemeriksaan klinis selanjutnya dilakukan setelah mendapatkan informasi dari

pemilik hewan. Ketika dilakukan pemeriksaan pada gigi geligi, terlihat adanya karang

gigi. Temuan klinis yang paling mencolok adalah terdengar suara ngorok akibat dari

hidung yang tersumbat, leleran yang keluar dari hidung mengandung darah, dan mata

kucing Mocha berair. Suara dengkuran tersebut disebut sebagai stertor yaitu suara

dengkuran lembut, gemerisik, atau mengendus yang sinkron di inspirasi, ekspirasi atau di

keduanya. Stertor terjadi akibat penyempitan saluran hidung atau obstruksi nasofaring

yang meningkatkan kecepatan aliran udara sehingga menghasilkan suara dengkuran

(Kidder, 2010). Pada kucing yang mengalami flu parah, bersin terjadi terus-menerus dan

parah, yang dapat merusak pembuluh darah di dalam hidung kucing sehingga darah

tercampur leleran keluar dari hidung (Coleman, 2008). Berdasarkan temuan-temuan

klinis tersebut, diagnosis awal dari kucing Mocha yaitu Cat Flu. Hal ini sesuai dengan

penelitian oleh Andiani (2018), bahwa kucing yang terserang Cat Flu akan mengalami

demam, lesu, berat badan menurun, mata atau hidung berair dan bersin-bersin.

Gambar 2. Eyedischarge pada kucing Mocha

4.3 Pemeriksaan Radiography (X-Ray)

Pengambilan gambar secara Left Lateral View dan hasilnya menunjukkan adanya

penumpukan cairan pada organ paru-paru dengan tampilan radiopaque.

Page 27: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

Gambar 3. Hasil pemeriksaan X-Ray pada bagian thoraks kucing Mocha

(Left lateral view)

4.4 Diagnosis

Berdasarkan temuan klinis seperti suara ngorok akibat dari hidung yang

tersumbat, leleran mengandung darah keluar dari hidung, dan mata kucing berair, serta

berdasarkan pemeriksaan X-Ray yaitu adanya penumpukan cairan di paru-paru berupa

tampakan radiopaque, maka Mocha didiagnosis terkena Pneumonia. Menurut Widyawati

et al. (2020), pneumonia merupakan peradangan akut atau kronis pada paru dan bronkus

dengan ciri gangguan pada pernafasan dan hipoksemia serta komplikasi akibat efek

sistemik. Pneumonia dapat terjadi akibat infeksi atau aspirasi cairan ke dalam paru-paru,

salah satunya adalah iritasi, efek samping dari kegagalan organ lain terutama jantung.

Infeksi dari paru-paru ini juga bisa disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur.

4.5 Penanganan dan Pengobatan

Treatment yang diberikan pada Kucing Mocha adalah dengan terapi Nebulizer,

pemberian obat berupa hematodin, kapsul (ambroxol, co-amoxiclav, dan cetirizine) dan

juga ceftriaxone. Terapi nebulizer dilakukan untuk mengatasi penyumbatan pada saluran

pernafasan (Vadreas et al., 2019). Pemberian terapi nebulizer pada Mocha diberikan

dengan kandungan ventolin 0.5 ml, ceftriaxone 0.3 dan aquadest injeksi. Secara teori

pemberian bronkodilator jenis ventolin dalam derivat isoprenalin ini merupakan

adrenergikan pertama yang pada dosis biasa memiliki daya kerja yang lebih kurang

spesifik terhadap reseptor b2. Selain berdaya bronchodilatasi baik, juga memiliki efek

lemah terhadap stabilisasi mast cell, maka sangat efektif mencegah maupun meniadakan

serangan sesak napas (Rihiantoro, 2014). Efek samping yang dapat ditimbulkan dari

penggunaan Ventolin seperti takikardia, tremor otot rangka, ketegangan saraf dan

vasodilatasi perifer (Carima, 2016).

Dosis pemberian hematodin pada kucing Mocha sebanyak 0,15 ml q48h secara

Page 28: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

IV, bertujuan untuk merangsang proses hemopoitik atau mempercepat proses

pembentukan sel darah sehingga mempercepat proses recovery kondisi hewan ketika

sakit (Wira et al., 2020). Obat kapsul oral q12h yang terdiri atas amboroxol, co-

amoxiclav dan ceftriaxone. Ambroxol berdaya merombak dan melarutkan dahak

sehingga viskositasnya dikurangi dan pengeluarannya dipermudah. Lendir memiliki

gugus-sulfhidril (-SH) yang saling mengikat makromolekulnya (Linnisaa et al., 2014).

Ambroxol memiliki efek samping di antaranya yaitu gangguan pencernaan, rhinotthoea,

lakrimasi dan reaksi alergi. Co-amoxiclav terdiri atas kandungan amoksisilin dan asam

klavulanat, kombinasi ini memiliki efek sinergis dimana asam klavulanat akan berikatan

dan menghalangi inaktivasi dari cincin beta-laktamase pada amoksisilin, sehingga

menghasilkan amoksisilin yang memiliki spectrum aktivitas yang lebih luas. Amoksisilin

bekerja dengan menghambat sintesa dinding sel bakteri melalui ikatan dengan satu atau

lebih penicilin binding protein (PBP) yang menghambat tahap terakhir pembentukan

peptidoglikan pada dinding sel bakteri, sehingga menghambat sintesis dinding sel bakteri

(Widhiartini dan Riniyani, 2012). Efek samping dari co-amoxiclav seperti diare, muntah,

indigestion, pseudomembranosus colitis dan kandidiasis (Indofarma, 2019). Cetirizine

adalah agen antihistamin yang memblokir reseptor H1, berguna untuk pengobatan

tambahan dari kondisi pruritus yang dimediasi histamin pada anjing atau kucing. Secara

selektif menghambat reseptor H1 perifer (Plumb, 2008).

Ceftriaxone adalah antibiotik spektrum luas generasi ketiga sefalosporin untuk

pemberian intravena atau intramuskular. Ceftriaxone adalah salah satu antibiotik yang

paling umum digunakan karena potensi antibakteri yang tinggi, spektrum yang luas dari

aktivitas dan potensi yang rendah untuk toksisitas. Alasan yang paling mungkin untuk

digunakan secara luas adalah efektivitas dalam organisme yang rentan pada infeksi

saluran kemih yang rumit dan tidak rumit, infeksi saluran pernapasan, kulit, jaringan

lunak, infeksi tulang dan sendi, bakteremia/septikemia, pneumonia, meningitis, infeksi di

pasien imunosupresi, akut bakteri otitis media, infeksi genital, disebarluaskan penyakit

dan di profilaksis bedah infeksi (Wulandari, 2016). Efek samping pemberian dapat

berupa kelainan pada saluran pencernaan (Pratiwi, 2013). Dosis pemberian ceftriaxone

pada Mocha yaitu 0.33 ml q13h secara Intravena.

Page 29: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

a. Temuan klinis yang terlihat pada kucing yang mengalami pneumonia adalah

terdengar suara ngorok akibat dari hidung yang tersumbat, leleran yang keluar dari

hidung mengandung darah, dan mata kucing Mocha berair.

b. Pemeriksaan lanjutan yang dilakukan untuk penegakan diagnosa adalah X-Ray

dimana hasilnya menunjukkan adanya penumpukan cairan di paru-paru dengan

tampakan Radiopaque.

c. Pengobatan yang dilakukan yaitu pemberian antibiotik, antihistamin, ekspektoran,

hematodine, dan terapi nebulizer.

5.2. Saran

Sebaiknya melakukan pemeriksaan lanjutan berupa uji mikrobiologi guna mengetahui

jenis pneumonia seperti apa yang menyerang kucing tersebut.

Page 30: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

DAFTAR PUSTAKA

Andiani. 2018. Diagnosa Penyakit Kucing Berbasis Android. Jurnal Telematika.

MKOM, 10 (1).

Bongrand, Yannick., Marie-Claude Blais., dan Kate Alexander. 2012. Atypical

Pneumonia Associated with a Mycoplasma Isolate in a Kitten. Can Vet

Journal, 5, 1109–111.

Carima, Anindya. 2016. Studi Penggunaan Obat Golongan B2-Agonis pada Pasien

Asma. Skripsi, Universitas Airlangga.

Coleman, Quentin. 2008. Why a Cat Is Sneezing Blood With an Upper Respiratory

Infection. https://www.cuteness.com/article/cat-blood-upper-respiratory-

infection. Diakses tanggal 22 Mei 2021.

Dear, J. D. 2014. Bacterial pneumonia in dogs and cats. Veterinary Clinics of North

America - Small Animal Practice, 44(1), 143–159.

Foley, J. E., Rand, C., Bannasch, M. J., Norris, C. R., dan Milan, J. 2002. Molecular

epidemiology of feline bordetellosis in two animal shelters in California,

USA. Preventive Veterinary Medicine, 54(2), 141–156.

Indofarma. 2019. Co-Amoxiclav. http://indofarma.id/. Diakses tanggal 20 Mei 2021.

Johnson, L. R., Queen, E. V., Vernau, W., Sykes, J. E., dan Byrne, B. A. (2013).

Microbiologic and cytologic assessment of bronchoalveolar lavage fluid from

dogs with lower respiratory tract infection: 105 cases (2001-2011). Journal of

Veterinary Internal Medicine, 27(2), 259–267.

Kidder, Aimee C. 2010. Chronic upper respiratory disease in cats (Proceedings).

https://www.dvm360.com/view/chronic-upper-respiratory-disease-cats-

proceedings. Diakses tanggal 20 Mei 2021.

Kuehn, N. F. 2013. Pneumonia in Small Animals. Respiratory System Veterinary

Manual, 3(23), 1.

Kuehn, N. F. 2018. Pneumonia in Cats. Cat Owner’s Veterinary Manual, 1(13), 1–2.

Lee-Fowler, Tekla. 2016. Feline Respiratory Disease What is the role of Mycoplasma

species?. Journal of Feline Medicine and Surgery, 16, 563–571.

Linnisa, U., dan Susi, E. 2014. Rasionalitas Peresepan Obat Batuk Ekspektoran dan

Antitusif di Apotek Jati Medika Periode Oktober-Desember 2012. Indonesian

Journal on Medical Science, 1(1), 30–39.

Pratiwi, Dini Surya. 2013. Kajian Uji Resistensi dan Sensitivitas Antibiotik

Ceftriaxone dan Ciprofloxacin pada Penderita Infeksi Saluran Kemih di

RSUP Fatmawati. Skripsi, UINSH Jakarta.

Rihiantoro, Tori. 2014. Pengaruh Pemberian Bronkodilator Inhalasi Dengan

Pengenceran Dan Tanpa Pengenceran Nacl 0,9% Terhadap Fungsi Paru Pada

Pasien Asma. Jurnal Keperawatan, 10(1).

Schultz, R. M., dan Zwingenberger, A. 2008. Radiographic, Computed Tomographic,

and Ultrasonographic Findings with Migrating Intrathoracic Grass Awns in

Dogs and Cats. Veterinary Radiology and Ultrasound, 49(3), 249–255.

Soma, I. G., Gede, I. P., dan Arjentinia, Y. 2018. Studi Kasus : Pneumonia Karena

Migrasi Larva Toxocara Sp. pada Anjing Basset Hound. 7(11), 675–688.

Tilley, Larry P. dan Francis W. K. Smith. 2014. Panduan praktik Veteriner Anjing dan

Kucing. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Tilley, L. P., dan Smith, F. W. 2019. Panduan Praktik Veteriner: Anjing dan Kucing

Blackwell’s Five-Minute Veterinary Consult: EGC

Tiley, Larry P dan Francis W.K Smith. Jr. 2017. Panduan Praktik Veteriner Anjing

dan Kucing. Blackwell’s Five-Minute Veterinary Consult. Penerbit Buku

Page 31: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

Kedokteran EGC: Jakarta.

Vadreas, Andrew Kurniawan., Dwi Welly Sukma Nirad., dan Husni Wenti. 2019.

Penanganan Kesehatan dan Penyakit Kucing Menggunakan Expert System

Berbasis Web. Jurnal SISFOKOM (Sistem Informasi dan Komputer), 09(1),

20 – 29.

Widhiartini, Ida Ayu Alit., dan Rini Noviyani. 2012. Irasionalitas pada Peresepan

Sediaan Obat Oral Telinga Hidung Tenggorokan (Tht) di 9 Apotek Kota

Denpasar. FKH Universitas Udayana: Bali

Widyawati, Ratna., Desty Apritya., Junianto Wika Adi Pratama., dan Asnizar Fahmi.

2020. Lung Change Pattern On Domestic Cat (Felis Silvestris Catus) Exposed

By Factory Air Pollution With X-Ray Thorax Interpretation. Journal of the

Indonesian Veterinary Research, 4(2), 48-60.

Wulandari, Deasy Nur. 2016. Efektivitas Penggunaan Antibiotik Ceftriaxone Pada

Pasien Pneumonia Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi

Surakarta. Tugas Akhir, Universitas Sebelas Maret.

Page 32: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi

Selatan pada tanggal 06 Nopember 1997 sebagai anak

pertama dari empat bersaudara, dari ayahanda Andi

Faisal dan ibunda Andi Nurlaeli. Penulis melalui

jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar di SDN 240

Harue dan lulus pada tahun 2009, kemudian penulis

melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah

Tanete dan lulus pada tahun 202. Pada tahun 2015

menyelesaikan pendidikan di SMAN 2 Bulukumba dan

penulis diterima di Program Studi Kedokteran Hewan,

Fakultas Kedokteran,

Universitas Hasanuddin melalui penerimaan jalur

mandiri. Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi internal kampus yaitu

Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HIMAKAHA) FKUH menjabat sebagai

anggota Dana dan Usaha pada periode 2017- 2018 dan menjabat sebagai koordinator

Dana dan Usaha pada periode 2018-2019. Penulis juga mengikuti berbagai macam

kegiatan kepanitiaan didalam dan diluar kampus. Beberapa kegiatan salah satunya

kegiatan MUNAS (Musyawarah Nasional) dan kegiatan Outbreak Anthrax. Pengalaman

magang juga pernah dilalui penulis di beberapa tempat seperti di PT. Berdikari United

Livestock Indonesia (BULI) Sidrap dan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten

Polewali Mandar. Tugas skripsi dengan judul “Pengaruh Peberian Pewarna Angka dan

Erythrosine Dosis Toksik Terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal Mencit” di bawah

bimbingan Dr. drh. Dwi Kesuma Sari sebagai Pembimbing Utama dan sebagai

Pembimbing Anggota Abd. Wahid Jamaluddin, S. Farm., Apt. Tugas akhir sebagai

salah satu syarat untuk mencapai gelar dokter hewan dengan judul Pneumonia Pada

Kucing Persia Di Klinik Hewan Pendidikan Unhas di bawah bimbingan drh. Risha

Catra Pradhany, M. Si.

Page 33: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS

Tabel 1. Perkembangan Pasien pa

Lampiran

Page 34: PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS