program pembinaan kemandirian di lembaga...
TRANSCRIPT
PROGRAM PEMBINAAN KEMANDIRIAN DI LEMBAGA
PEMASYRAKATAN TERBUKA KLAS IIB JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi
Kesejahteraan Sosial
Oleh:
Putri Anisa Yuliani
109054100019
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 19 Februari 2014
Putri Anisa Yuliani
ii
ABSTRAK
Putri Anisa Yuliani
Program Pembinaan Kemandirian
Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta sebagai salah satu
lembaga pemerintahan memiliki fungsi untuk membina Narapidana yang
selanjutnya disebut dengan Warga Binaan Pemasyarakatan untuk meningkatkan
kemandirian baik dari segi kemandirian emosional maupun kemandirian secara
ekonomi setelah menyelesaikan masa hukuman pidananya di Lapas. Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, dijelaskan bahwa pembinaan
Narapidana memiliki empat tahap dan Lapas Terbuka berada di tahap ketiga yaitu
pembinaan ketika Narapidana telah menjalankan setengah masa pidananya.
Dengan kondisinya yang merupakan Lapas Terbuka, Lapas Terbuka Klas IIB
Jakarta memiliki program pembinaan yang khusus serta aturan yang khusus
dibandingkan dengan Lapas pada umumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui program pembinaan kemandirian yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB
Jakarta dalam tujuannya meningkatkan kemandirian narapidana serta hambatan-
hambatan yang ditemuinya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metodologi penelitian
kualitatif dengan tujuan menghasilkan penelitian dnegan bentuk penjabaran kata-
kata yang merepresentasikan fakta-fakta yang telah didapat di lapangan selama
proses penelitian berlangsung. Teknik pencarian data yang digunakan adalah
wawancara, observasi serta studi dokumentasi. Wawancara dilakukan terhadap
staf yang berkaitan dengan program pembinaan serta Warga Binaan
Pemasyarakatan yang aktif mengikuti program pembinaan. Studi dokumentasi
yang didapat peneliti yaitu profil lembaga.
Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa di Lapas Terbuka Klas IIB
Jakarta memiliki program pembinaan kemandirian dan program pengintegrasian
ke dalam masyarakat. Program kemandirian antara lain peternakan ayam,
budidaya cacing, pertukangan, perikanan. Sedangkan program pengintegrasian ke
masyarakat yaitu program bekerja pada pihak ke-3 atau P3. Program-program
tersebut berjalan dengan baik namun memiliki hambatan-hambatan dalam
pelaksanaannya yaitu minimnya anggaran dana, kurangnya program, kualitas
sumber daya manusia yang kurang, kemauan Warga Binaan Pemasyarakatan yang
rendah serta kurangnya mitra kerjasama. Dalam penelitian ini, Warga Binaan
Pemasyarakatan yang peneliti wawancarai telah merasakan adanya manfaat dari
mengikuti program pembinaan kemandirian dan pengintegrasian ke masyarakat
yaitu meningkatnya kepercayaan diri, motivasi, pengaturan diri serta minat untuk
berwirausaha dengan bekal keterampilan yang telah didapat selama berada di
Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil ‘alamiin,
Sujud syukur penulis haturkan ke hadirat Allah yang telah memberikan
rahmat beserta anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Rasulullah
yang telah memberikan suri tauladan kepada umatnya untuk selalu bersabar,
berikhtiar, dan bertawakal untuk menghadapi segala ujian dan cobaan.
Segala kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi dalam melakukan
penelitian serta penulisan skripsi ini tidak mungkin dapat penulis hadapi sendirian
tanpa bimbingan dan motivasi dari orang-orang yang terkasih hingga skripsi ini
selesai. Oleh karena itu, dalam hal ini pula penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya bagi orang-orang yang telah
membantu, membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini, yaitu:
1. Bapak Dr. Arif Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi sekaligus pembimbing yang senantiasa memberikan
bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis dari awal hingga
akhirnya skripsi ini selesai ditulis dan diuji dalam sidang skripsi.
2. Ibu Siti Napsiyah, MSW selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial dan
Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial
beserta para dosen/staf di lingkungan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
iv
3. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI dan Kepala
Lapas Terbuka Klass IIB Jakarta Bapak Andi Wijaya Rival, Amd,IP, SH,
S.Sos, M.Si yang telah memberikan ijin penelitian bagi penulis serta kerja
sama dalam proses penelitian skripsi.
4. Bapak Adam Ridwansyah, Amd,IP, SH, M.Si selaku Kasie Registrasi,
Bapak Rio Chaidir, Amd,IP, SH selaku Kasubsie Perawatan, Ibu Puji
Indrayani selaku staf pembinaan, serta segenap staf di Lapas Terbuka Klas
IIB Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
bekerja sama dengan baik selama penulis melakukan penelitian di Lapas
Terbuka Klas IIB Jakarta.
5. Para Warga Binaan Pemasyarakatan yang berada di Lapas Terbuka Klas
IIB Jakarta yang telah bekerja sama dengan penulis dan memberikan
penulis wawasan tentang kehidupan di lembaga pemasyarakatan.
6. Orang tua penulis, Bapak dan Mama yang selalu memberikan semangat,
motivasi, kasih sayang, serta doa yang tidak terputus-putus dalam
membesarkan dan mendidik penulis. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan proses pendidikan dan mempersembahkan gelar sarjana ini
kepada kalian.
7. Kakak Fitria Iryanti dan adik Reza Yahya Pribadi yang telah mendukung,
menemani dalam berdebat dan kasih sayang. Terima kasih.
8. Sahabat tersayang, sehati dan sejiwa yang bertahun-tahun sudah
menemani dan selalu mendukung, Septi Harsi Anggraeni (Anggi).
v
9. Teman-teman baikku Tiwi, Nuri, Mira, Doni, Sandra, Minda yang dengan
tawa, canda cerianya selalu menghiasi dan tak pernah bosan memberi
dukungan.
10. Keluarga besar UKM Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup
dan Kemanusiaan Kembara Insani Ibnu Batutah (KMPLHK RANITA),
khususnya teman-teman angkatan Berpikir, Bersikap, Bertindak (BBB) di
Training Dasar (TRADAS) XXI.
11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan yang telah membantu
proses skripsi ini.
Peneliti tidak mampu memberikan balasan apa-apa atas segala jasa yang telah
diberikan dan hanya mampu menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan
yang telah diberikan dibalas dengan berkah yang sebesar-besarnya. Akhirnya
penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi peneliti dan
mahasiswa baik dari Jurusan Kesejahteraan Sosial maupun dari jurusan lain di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Februari 2014/Rabiul Awal 1435
Penulis
Putri Anisa Yuliani
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Perumusan Masalah Dan Pembatasan Masalah ............................... 6
1. Pembatasan Masalah .................................................................. 6
2. Perumusan Masalah ................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 7
E. Metodologi Penelitian ...................................................................... 8
1. Pendekatan Penelitian ................................................................ 8
2. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 9
3. Subjek, objek, dan Informan Penelitian ..................................... 9
4. Sumber Data ............................................................................. 12
5. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 13
6. Teknik Analisis Data ................................................................ 16
7. Teknik Penulisan Data ............................................................. 17
F. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 18
G. Sistematika Penulisan ..................................................................... 19
BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................... 20
A. Program Pembinaan Kemandirian .................................................. 20
1. Pengertian Program. ...................................................................... 20
2. Pembinaan ....................................................................................... 21
a. Pengertian Pembinaan ........................................................ 21
vii
b. Metode Pembinaan ............................................................. 27
c. Tujuan, Prinsip, dan Faktor Pelaksanaan Pembinaan
Narapidana ............................................................................... 31
d. Tahap Pembinaan Narapidana ............................................ 38
3. Kemandirian ............................................................................. 39
a. Pengertian Kemandirian ..................................................... 39
b. Aspek-aspek Kemandirian.................................................. 42
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian ............... 45
d. Ciri-ciri Kemandirian ......................................................... 47
4. Pemberdayaan Narapidana Dalam Perspektif Kesejahteraan
Sosial ........................................................................................ 49
a. Pengertian Pemberdayaan .................................................. 49
b. Konsep Pemberdayaan Narapidana .................................... 50
B. Lembaga Pemasyarakatan, Narapidana, Dan Warga Binaan
Pemasyarakatan .............................................................................. 54
1. Definisi Lembaga Pemasyarakatan .......................................... 54
2. Konsep Lembaga Pemasyarakatan Terbuka ............................. 55
3. Definisi Narapidana Dan Warga Binaan Pemasyarakatan ....... 59
4. Hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan ................................. 60
BAB III GAMBARAN PROFIL LEMBAGA ................................................. 63
A. Sejarah Beridirinya Lapas Terbuka Jakarta .................................... 63
B. Letak Geografis ............................................................................... 64
C. Visi dan Misi Lembaga ................................................................... 65
D. Sarana dan Prasarana....................................................................... 65
E. Struktur Organisasi ......................................................................... 67
F. Gambaran SDM/Staf Lapas Terbuka Jakarta .................................. 68
G. Kriteria Warga Binaan Pemasyarakatan ......................................... 70
H. Jadwal Kegiatan Sehari-hari Warga Binaan Pemasyarakatan ........ 73
I. Jenis Pembinaan Di Lapas Terbuka Jakarta .................................... 75
viii
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS ....................................... 77
A. Tahapan Pembinaan Kemandirian Di Lapas Terbuka Klas IIB
Jakarta ............................................................................................ 77
1. Orientasi .................................................................................... 77
2. Pengarahan ................................................................................ 78
3. Pelaksanaan ............................................................................... 79
B. Pelaksanaan Program Pembinaan Kemandirian.............................. 82
C. Faktor Penghambat Program Pembinaan Kemandirian ................... 92
D. Hasil Pelaksanaan Program Pembinaan Kemandirian ................... 95
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 100
A. Kesimpulan ................................................................................... 100
B. Saran .............................................................................................. 101
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 102
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 106
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perbandingan Sistem Penjara ................................................................ 25
Tabel 2 Data Pegawai Sesuai /Pangkat Golongan dan Jenis Kelamin ............... 69
Tabel 3 Persebaran Tingkat Pendidikan Pegawai Lapas Terbuka Jakarta ......... 69
Tabel 4 Jadwal Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan .................................. 74
Tabel 5 Warga Binaan Pemasyarakatan dan Program yang Diikuti................... 83
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian..................................................................... 106
Lampiran 2 Surat Pengajuan Pembimbing Skripsi .............................................. 112
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian Skripsi ............................................................. 114
Lampiran 4 Surat Keterangan Selesai Penelitian Skripsi ..................................... 117
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum yang memiliki aturan hukumnya sendiri.
Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 BAB I tentang Bentuk
dan Kedaulatan Pasal 1 butir ke (3) yang menyatakan “Indonesia adalah
negara hukum.” Setiap penduduk, siapapun ia, apapun kedudukannya juga
memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum. Hal ini tertuang
dalam Undang-Undang Dasar 1945 BAB X tentang Warga Negara dan
Penduduk Pasal 27 butir (1) yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Dalam sistem hukum Indonesia, seseorang yang berbuat kesalahan yang
dapat merugikan orang lain dapat ditindak dalam hukum pidana. Selanjutnya
jika orang tersebut telah divonis dan dijatuhi hukuman kurungan penjara oleh
hakim di pengadilan, maka orang tersebut naik statusnya penjadi terpidana
dan akan menjadi narapidana ketika ia telah memasuki lembaga
pemasyarakatan.
Pembinaan narapidana secara kelembagaan dalam sejarah di Indonesia,
dimulai sejak jaman Pemerintahan Kolonial Belanda dengan peraturan
pemerintah tanggal 10 Desember 1917, stbl. 1917 No.708 yang dikenal
dengan sebutan Gestichten Reglement. Saat itu penjara sebagai pembalasan,
pola ini dipertahankan hingga tahun 1963. Pola ini mengalami pembaharuan
2
sejak dikenal sistem pemasyarakatan yang dipilih sesuai dengan visi dan misi
lembaga itu untuk menyiapkan para narapidana kembali ke masyarakat.1
Istilah pemasyarakatan diperkenalkan pertama kali oleh Sahardjo pada
tahun 1963, Sahardjo yang saat itu menjabat Menteri Kehakiman di dalam
pidato pengukuhannya sebagai Doktor Honoris Causa (DR HC) dari
Universitas Indonesia, mengganti istilah penjara dengan “pemasyarakatan”,
dengan karakteristik sepuluh prinsip pokok yang semuanya bermuara pada
suatu falsafah, narapidana bukanlah orang hukuman.2 Istilah Lembaga
Pemasyarakatan digunakan secara resmi sejak tanggal 27 April 1964
bersamaan dengan berubahnya sistem kepenjaraan menjadi sistem
pemasyarakatan.3
Di dalam lembaga pemasyarakatan seorang narapidana dibina dan
diarahkan agar ketika selesai menjalani masa tahanannya dan bergabung
kembali ke dalam lingkungan masyarakat, ia dapat menjadi anggota
masyarakat kembali dengan lebih baik dan tidak mengulangi kesalahannya.
Karena fungsi lembaga pemasyarakatan itu sendiri adalah menyiapkan Warga
Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar dapat berintegrasi secara sehat dengan
masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat
yang bebas dan bertanggung jawab.4
1Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana (Buku
Ketiga), (Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum (d/h Lembaga Kriminologi
UI, 2007), h. 85. 2Petrus Irwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan Dalam
Prespektif Sistem Peradilan Pidana Penjara, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 25. 3 Ibid, h. 37.
4Undang-Undang No.1 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan BAB I tentang Ketentuan Umum
pasal 3.
3
Lembaga pemasyarakatan yang berada di bawah Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan yang dinaungi oleh Kementerian Hukum dan Hak Azasi
Manusia (Kemenkumham) saat ini jumlahnya ada 457 Unit Pelaksana Teknis
(UPT) dengan total jumlah narapidana maupun tahanan yang berada di
dalamnya sebanyak 154.213 orang dan tersebar di di 33 provinsi di seluruh
Indonesia.5
Sebagai fungsinya yang telah disebutkan di atas bahwa lembaga
pemasyarakatan berfungsi untuk menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan
(WBP) agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga
dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan
bertanggung jawab. Maka di dalam lembaga pemasyarakatan, WBP mendapat
pembinaan dan pemberdayaan sehingga dapat kembali berpartisipasi dalam
pembangunan di dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga dapat
meningkatkan taraf hidupnya serta meningkatkan kesejahteraan hidup yang
dimilikinya serta orang-orang yang ada di sekitarnya.
Sistem pemasyarakatan sebagai pelaksanaan pidana penjara, berpegang
pada asumsi bahwa arti pemasyarakatan adalah memasyarakatkan kembali
narapidana sehingga menjadi warga baik dan berguna atau healthy reentry
into the community, yang pada hakikatnya adalah resosialisasi.6 Oleh karena
itu, keberhasilan pembinaan pelaku tindak pidana tidak dimulai sejak dia
5Data diperoleh dari website http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly pada
hari Kamis, 12 September 2013. Data jumlah narapidana dan tahanan selalu diperbaharui setiap
hari melalui pesan singkat dari setiap UPT di seluruh Indonesia. 6 Romli Atmasasmita, Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum, (Bandung : Alumni, 1982), h.
30.
4
masuk pintu gerbang lembaga pemasyarakatan, tetapi bahkan pengalaman
sejak diperiksa oleh polisi akan mempengaruhi keberhasilan resosialisasi.7
Maka berdasarkan Surat Edaran Kepala Direktorat Pemasyarakatan No.
Kp 10. 13/3/1/tanggal 8 Februari 1965, telah ditetapkan pemasyarakatan
sebagai proses dalam pembinaan narapidana dan dilaksanakan melalui empat
tahap yaitu:8
1. Tahap Keamanan Maksimal sampai batas 1/3 dari masa pidana yang
sebenarnya. Pembinaan ini merupakan tahap awal pengenalan
lingkungan yang dilakukan sejak diterimanya narapidana sekurang-
kurangnya 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya. Dalam tahap ini
pembinaannya di dalam Lapas dengan tingkat pengamanannya
maksimum (maximum security).
2. Tahap Keamanan menengah sampai batas 1/2 dari masa pidana yang
sebenarnya. Pembinaan tahap lanjutan lebih dari 1/3 sampai dengan ½
masa tahanan yang sebenarnya, dan dievaluasi perkembangannya.
Apabila menurut penilaian Tim Pengamat Pemasyarakatan, narapidana
menunjukkan keinsyafan, perbaikan, disiplin, dan patuh pada tata
tertib yang berlaku maka kepada narapidana diberikan lebih banyak
kebebasan di dalam lapas dengan pengamanan medium (medium
security).
3. Tahap Keamanan minimal sampai batas 2/3 dari masa pidana yang
sebenarnya. Dalam tahap ini diharapkan narapidana sudah
7 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Semarang : Badan Penerbit Undip,1995),
h. 80. 8 Dipertegas dalam Pasal 7 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor
31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
5
menunjukkan kemajuan positif baik mental maupun spiritual serta
keterampilan lainnya, dan yang paling penting telah siap untuk
berasimilasi dengan masyarakat.
4. Tahap integrasi dan selesainya 2/3 dari masa tahanan sampai habis
masa pidananya. Sebagai tahap terakhir diharapkan narapidana benar-
benar siap kembali ke masyarakat menjelang bebas, atau Pembebasan
Bersyarat (PB) atau Cuti Menjelang Bebas (CMB).
Maka dalam rangka resosialisasi pelaku tindak pidana, bagi narapidana
yang telah mencapai tahap pembinaan ketiga dinggap perlu berasimilasi
dengan masyarakat dan dapat di tempatkan di Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka (Lapas Terbuka), sambil menunggu masa pembebasan bersyarat atau
cuti menjelang bebas. Di dalam Lapas Terbuka pun memiliki program-
program pembinaan keterampilan yang disiapkan untuk Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP).
Lapas Terbuka memiliki suatu keistimewaan sendiri dimana tidak
terdapatnya aturan Maximum Security tetapi yang ada adalah Minimum
Security, dimana keamanan ditekan hingga batas minimal dengan penjagaan
yang tidak terlalu ketat seperti Lapas pada umumnya. Hal ini diterapkan
karena Lapas Terbuka diperuntukkan bagi Narapidana yang telah menjalankan
setengah dari masa pidananya serta berkelakuan baik dengan pengawasan dan
proses seleksi yang ketat dari Lapas tempat ia menjalani hukum pidana
sebelumnya. Hal ini dimaksudkan seiirng dengan tujuan pendirian Lapas
Terbuka yaitu menjadi lembaga asimilasi bagi Narapidana agar dapat
berintegrasi dan berbaur berasimilasi dengan masyarakat sebelum masa
6
pidananya selesai. Seiring dengan asimilasi yang dilakukan untuk
meningkatkan rasa percaya diri Narapidana agar dapat kembali menyatu dan
dapat diterima sebagai warga yang bertanggung jawab sesuai dengan amanat
dan tujuan sistem pemasyarakatan yang terdapat di dalam Undang-undang No.
12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 2 Bab I Ketentuan Umum yang
berbunyi “Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk
Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik
dan bertanggung jawab.”
Oleh karena itu, berdasarkan paparan permasalahan di atas, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Program Pembinaan
Kemandirian Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas IIB Jakarta”.
B. Pembatasan Masalah Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam sebuah penelitian harus dibentuk sebuah pembatasan masalah
agar peneliti fokus untuk mencari dan meneliti objek penelitiannya. Dari
uraian latar belakang yang telah peneliti paparkan di sub bab latar
belakang sebelumnya, maka peneliti membatasi objek permasalahan yang
akan diteliti yaitu program pembinaan kemandirian di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka Kelas IIB Jakarta.
7
2. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan permasalahannya yaitu:
1. Bagaimanakah program pembinaan kemandirian di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka Kelas IIB Jakarta?
2. Apa saja hambatan yang dihadapi oleh Lapas Terbuka Jakarta dalam
menyelenggarakan program pembinaan kemandirian?
C. Tujuan Penelitian
Adapaun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan program pembinaan
kemandirian yang diselenggarakan di Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas) Terbuka Klas IIB Jakarta.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh
Lapas Terbuka Jakarta dalam menyelenggarakan program pembinaan
di Lapas Terbuka Jakarta.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan ilmiah bagi ilmu kesejahteraan sosial khususnya dalam
studi tentang Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka.
2. Secara praktis, hasil penelitian yang berfokus pada program
pembinaan kemandirian di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka
ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran
8
bagi mahasiswa Program Studi Kesejahteraan Sosial dalam
mempelajari bidang program pembinaan di dalam Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, metode penelitian
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.9
Miles and Huberman berpendapat bahwa metode kualitatif berusaha
mengungkap berbagai keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok,
masyarakat, dan atau organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara
menyeluruh, rinci, dalam, dan dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.10
Pendekatan kualitatif dipilih karena peneliti ingin mendeskpripsikan,
memperoleh gambaran nyata, dan menggali informasi yang jelas mengenai
program pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta.
9 Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004), h. 4. 10
Basrowi dan Sudikin, Metodologi Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, (Surabaya: Insan
Cendikia, 2002), h. 2.
9
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang diambil oleh peneliti dalam mencari informasi
dan data-data terkait dengan objek penelitian adalah di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka Kelas IIB Jakarta. Lapas Terbuka
Kelas IIB Jakarta terletak di dalam kompleks Balai Pengembangan
Sumber Daya Manusia, Kementerian Hukum dan HAM yang berada
di Jalan Raya Gandul Cinere, Jakarta Selatan.
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian terhitung sejak proposal skripsi ini dibuat hingga
skripsi ini selesai ditulis yaitu sejak bulan September 2013 hingga
bulan Januari 2014. Dalam usaha pencarian data di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka Kelas IIB Jakarta, peneliti
melakukan riset berupa wawancara, observasi serta studi dokumentasi
selama kurang lebih dua bulan yaitu sejak bulan November hingga
bulan Desember 2013.
3. Subjek, Informan, dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini dipilih secara sengaja. Karena peneliti bertujuan
memilih informan yang sesuai dengan data yang ditujukan untuk
didapatkannya sesuai dengan kebutuhan penelitian. Maka dari itu,
informan yang dipilih oleh peneliti adalah staf yang bekerja di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka Kelas IIB Jakarta serta beberapa
10
narapidana yang menjalankan masa pemasyarakatannya di Lapas tersebut
sebagai penerima manfaat dari program pembinaan kemandirian.
Staf yang dipilih untuk menjadi Informan yaitu staf bidang perawatan,
pembinaan, kepegawaian dan registrasi. Dua orang staf bidang perawatan
dan pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta dipilih untuk menjadi informan
dalam hal menggali data-data mengenai program pembinaan dan
pelaksanaannya. Sedangkan untuk memperoleh data-data seputar
kepegawaian, peneliti memperolehnya dari staf bidang kepegawaian.
Untuk memperoleh data mengenai Warga Binaan Masyarakat, peneliti
memperoleh data dari Kepala Seksi (Kasi) Registrasi.
Dalam proses pemilihan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
sebagai informan, peneliti melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan
staf bidang pembinaan dan perawatan mengenai mana WBP yang
memenuhi kriteria agar cocok untuk dijadikan informan bagi peneliti.
Karena kedua staf tersebut yang paling mengetahui dan dapat memberikan
informasi penting mengenai WBP mana saja yang saat proses penelitian
ini berlangsung, sedang melaksanakan program pembinaan kemandirian di
Lapas Terbuka Jakarta.
Pada saat proses penelitian berlangsung yaitu bulan November hingga
bulan Desember, program yang akan berjalan adalah program budidaya
cacing. Sedangkan program-program yang sudah berjalan adalah program
peternakan ayam broiler, perikanan, pertukangan, dan P3 atau bekerja
pada pihak ke-3. Program pertanian ditiadakan karena Lapas Terbuka
Jakarta akan memfokuskan lahan yang dijadikan lahan pertanian menjadi
11
kolam-kolam ikan untuk pengembangan program budidaya ikan lele.
Budidaya cacing telah berjalan sejak periode bulan November 2013, dan
program budidaya ikan lele akan mulai berjalan kembali pada periode
tahun depan.11
Karena alasan tersebutlah peneliti hanya memilih WBP
yang mengikuti program peternakan ayam broiler, perikanan, budidaya
cacing, serta P3 sebagai informan dalam penelitian ini.
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, jadi ia harus
mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian, ia berkewajiban
secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat
informal, sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan dengan
kesukarelaannya informan tersebut dapat memberikan pandangan dari segi
orang dalam tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan
kebudayaannya yang menjadi latar penelitian tersebut.12
Karena kelebihan
informan dibanding responden ialah informan tidak hanya menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan seorang peneliti tetapi
juga memberikan informasi-informasi yang sekiranya penting dan dapat
membantu proses penelitian.
Sedangkan objek penelitian ini adalah program pembinaan
kemandirian di Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta. Program ini
diselenggarakan oleh Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta.
11
Berdasarkan keterangan dari staf bidang pembinaan yang dipaparkan pada hari Senin, 25
November 2013 di Lapas Terbuka Jakarta. 12
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004), h. 112.
12
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah sumber subjek dari mana data dapat
diperoleh. Sumber data terdiri dari dua macam yaitu data primer dan data
sekunder.13
a. Data Primer
Data primer adalah data-data yang diperoleh secara langsung dari
sumbernya. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data-data
yang diperoleh melalui observasi lokasi penelitian yaitu Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka Kelas IIB Jakarta dan wawancara
yang akan dilakukan terhadap staf lembaga pemasyarakatan serta
Warga Binaan Pemasyarakatan yang sedang menjalani masa
pemasyarakatan di Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung atau data tersebut sebelumnya telah dihimpun oleh para
peneliti atau subjek-subjek pengumpul data untuk tujuan tertentu. Data
tersebut kemudian dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas atau
masyarakat dari kalangan tertentu sebagai sumber sekunder dalam
penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini adalah dokumen-
dokumen atau arsip mengenai Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta serta
dokumen mengenai program pembinaan kemandirian di lapas tersebut.
13
Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1991), h.91.
13
5. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dilakukan seorang
peneliti untuk mendapatkan data yang diperlukan. Dengan metode
pengumpulan data yang tepat dalam suatu penelitian akan memungkinkan
pencapaian pemecahan masalah secara valid dan terpercaya yang akhirnya
akan memungkinkan dirumuskannya generalisasi yang obyektif.14
Teknik
pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti yaitu:
a. Observasi
Observasi yaitu pengamatan terhadap suatu kejadian atau peristiwa
dengan cara melihat dan mendengar dalam rangka untuk memahami,
mencari jawaban, mencari bukti terhadap fenomena sosial selama
beberapa waktu peneliti tanpa harus mempengaruhi terhadap fenomena
yang sedang diteliti.15
Dalam penelitian ini peneliti melaksanakan
observasi dengan langsung mendatangi Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka Klas IIB Jakarta. Observasi di lakukan sebanyak lima kali
yang diantaranya berlangsung sejak pagi hingga siang hari. Observasi
yang peneliti lakukan bertujuan untuk mengamati kegiatan para Warga
Binaan Pemasyaratan serta para petugas yang berada di Lembaga
Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta.
b. Wawancara
Wawancara yang dilakukan oleh peneliti yaitu wawancara tidak
berstruktur. Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara bebas
14
Prof. Dr. Hadari Nawawi, Metode penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1991), h.13. 15
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metode Penelitian, Sosial Agama, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2001), h. 5.
14
dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah
tersusun sistematis. Sedangkan untuk memperoleh data lebih lanjut,
wawancara yang akan dilakukan adalah wawancara semistruktur.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi secara mendalam dan
pihak yang diwawancara dapat lebih terbuka mengenai informasi yang
ditanyakan.16
Peneliti melakukan wawancara yaitu pada:
1) Tanggal 20 November 2013
Wawancara ini adalah wawancara tahap awal yang peneliti lakukan
dalam rangka memperoleh gambaran umum mengenai Lembaga
Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta serta program-program
pembinaan yang ada di Lapas tersebut. Narasumber dari
wawancara ini adalah staf Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) Ibu Puji
Indrayani dan Kasubsie Perawatan Bapak Rio Chaidir.
2) Tanggal 11 Desember 2013
Wawancara ini dilakukan dengan narasumber Bapak Rio Chaidir
selaku Kasubsie Perawatan. Wawancara ini bertujuan untuk
mengetahui lebih dalam proses pelaksanaan pembinaan
kemandirian di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB
Jakarta.
3) Tanggal 20 Desember 2013
Wawancara ini dilakukan dengan narasumber Bapak Iwan selaku
staf Bidang Giatja. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui
16
Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RD, (Bandung: Alfabeta,
2008) h. 235.
15
lebih dalam proses pelaksanaan pembinaan kemandirian di
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta.
4) Tanggal 6 Januari 2014
Wawancara ini dilakukan dengan narasumber Ibu Puji Indrayani
selaku staf Bidang Giatja. Wawancara ini dilakukan guna
mengetahui lebih dalam proses pelaksanaan pembinaan
kemandirian di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB
Jakarta. Selain itu pada wawancara tersebut, Ibu Puji Indrayani
juga memberikan informasi mengenai siapa saja Warga Binaan
Pemasyarakatan yang cocok untuk dijadikan informan dalam
penelitian tersebut. WBP dipilih berdasarkan keaktifan mereka
mengikuti program pembinaan selama berada di Lapar Terbuka
Klas IIB Jakarta. Setelah mendapatkan nama-nama WBP yang
ditetapkan sebagai informan, peneliti menemui Kasubsie Registrasi
untuk mengetahui data-data WBP tersebut serta mengurus prosedur
agar dapat mewawancarai WBP.
5) Tanggal 9 dan 12 Januari 2014
Peneliti melakukan wawancara dengan WBP yang telah ditetapkan
sebagai informan penelitian untuk mengetahui bagaimana mereka
menjalani program pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka Klas
IIB Jakarta.
c. Studi Dokumentasi
Dokumentasi yaitu dalam suatu penelitian merupakan sumber data
yang didapat dari dokumen ini merupakan suatu proses melihat
16
kembali sumber data dari dokumen yang ada seperti catatan pribadi,
surat kabar, majalah dan hasil penelitian dan agenda. Sumber
dokumentasi peneliti dalam penelitian ini adalah Profil Lembaga
Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta yang peneliti peroleh dari
Kasi Registrasi dalam bentuk softcopy.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah suatu proses analisis yang terdiri dari
tiga alur kegiatan yang terjadi bersamaanyaitu reduksi data, penyajian data
dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
a. Proses Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data
kasar yang manual dari catatan-catatan dilapangan. Reduksi data
berlangsung terus-menerus selama proyek yang berorientasi penelitian
kualitatif berlangsung. Antisipasi akan adanya reduksi data sudah tampak
waktu penelitiannya memutuskan (acapkali tanpa disadari sepenuhnya)
kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian, dan
pendekatan pengumpulan data mana yang dipilihnya.
Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi
selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat
gugus-gugus, membuat partisi, membuat memo). Reduksi
data/transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai
laporan akhir lengkap tersusun.
17
b. Penyajian Data
Merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan
dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang
sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan.
c. Menarik Kesimpulan
Memulai dengan mencari arti benda, mencatat keteraturan, pola-
pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan
proposisi.17
Proses penarikan kesimpulan dalam penelitian berdasarkan
data-data yang diperoleh selama proses penelitian yang juga mengacu
pada perumusan masalah yaitu pertanyaan penelitian yang diajukan oleh
peneliti. Karena kesimpulan dari hasil penelitian akan menjawab
pertanyaan penelitian itu sendiri.
7. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dan translasi penulisan dalam penelitian ini
berpegang pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis,
dan Disertasi) yang disusun oleh Tim Pusat Peningkatan Jaminan Mutu
atau Centre of Quality Development and Assurance (CeQDA) yang
diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
17
Matthew Miles dan Michael A. Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tantang
Metode-Metode Baru, (Jakarta: UI Press, 1992), h. 14.
18
F. Tinjauan Pustaka
Penulisan skripsi mengenai program pemberian keterampilan yang ada di
lembaga pemasyarakatan telah beberapa kali dibuat oleh mahasiswa/i Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun,
masing-masing dari skripsi tersebut memiliki perbedaan dalam tema yang
diambil.
Skripsi karya Siti Nuraliyah mahasiswi Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam melakukan penelitian skripsi berjudul Evaluasi Program
Pelatihan Menyulam Di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Wanita
Tangerang. Skripsi tersebut selesai pada tahun 2009. Sedangkan pada tahun
yang sama skripsi lainnya karya Fahrur Rohman mahasiswa Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam juga mengambil lokasi penelitian di
Lembaga Pemasyarakatan dengan judul Pemberdayaan Narapidana Melalui
Program Jenjang S1 Hukum Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang,
Jakarta.
Kedua skripsi tersebut meiliki persamaan dalam pengambilan judul yang
diambil penulis yaitu sama-sama mengambil lokasi penelitian di Lembaga
Pemasyarakatan walaupun di Lembaga Pemasyarakatan yang berbeda. Letak
perbedaan kedua skripsi tersebut dengan judul yang diambil oleh penulis yaitu
tema yang diambi penulis adalah mengenai program pembinaan
kewirausahaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan.
19
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini akan dibagi dalam 5 bab yaitu:
BAB I Membahas pendahuluan yang berisi latar belakang penelitian,
metode penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, pembatasan dan
perumusan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II Kerangka pemikiran yang berisikan teori-teori yang dijadikan
peneliti sebagai dasar teori dalam melakukan penelitian sejak
pengumpulan data, penyaringan data hingga analisis data.
BAB III Gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka Kelas
IIB Jakarta dan gambaran program-program pembinaan
kewirausahaan yang dimiliki.
BAB IV Merupakan hasil analisis data yaitu berisikan analisis peneliti
mengenai program pembinaan kewirausahaan yang dilaksanakan
oleh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka Kelas IIB Jakarta
serta hasil wawancara peneliti yang dilakukan kepada narapidana di
lembaga tersebut sebagai penerima manfaat.
BAB V Bab ini berisikan kesimpulan mengenai hasil penelitian serta saran
dan rekomendasi bagi perusahaan maupun lembaga jurusan dimana
peneliti menempuh pendidikan.
20
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Program Pembinaan Kemandirian
1. Pengertian Program
Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu
kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di
dalam setiap program dijelaskan mengenai:
1. Tujuan kegiatan yang akan dicapai.
2. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan.
3. Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui.
4. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan.
5. Strategi pelaksanaan.
Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir
dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Hal ini sesuai dengan pengertian
program yang diuraikan.
“A programme is collection of interrelated project designed to
harmonize and integrated various action an activities for achieving
averral policy abjectives” (suatu program adalah kumpulan proyek-proyek
yang saling berhubungan dirancang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
yang harmonis dan terintegrasi untuk mencapai sasaran kebijaksanaan
tersebut secara keseluruhan.)
21
Menurut Charles O. Jones, pengertian program adalah cara yang
disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang
dapat membantu seseorang untuk mengindentifikasi suatu aktivitas
sebagai program atau tidak yaitu:
1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan
atau sebagai pelaku program.
2. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang
biasanya juga diidentifikasikan melalui anggaran.
3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif
dapat diakui oleh publik.
Program terbaik didunia adalah program yang didasarkan pada model
teoritis yang jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang ingin
diatasi dan memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada
pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu
terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik.1
2. Pembinaan
a. Pengertian Pembinaan
Pembinaan berasal dari kata “bina” yang mendapat awalan ke- dan
akhiran –an, yang berarti bangun atau bangunan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pembinaan berarti membina, memperbaharui, atau
proses, perbuatan, cara membina, usaha, tindakan, dan kegiatan yang
1 Charles O. Jones, An Introduction to the Study of Public Policy, (Brooks: Cole Publishing
Company, 1996), h. 295.
22
dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh
hasil yang lebih baik.
Menurut Mangunhardjana, pembinaan adalah suatu proses belajar
dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-
hal baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang
menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan
dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan dan
kecakapan yang baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang
sedang dijalani secara lebih efektif.2
Dari definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembinaan merupakan suatu proses kegiatan dan proses mempelajari
hal-hal baru yang berguna untuk mencapai tujuan dan hasil yang lebih
baik bagi orang yang dibina dan untuk menuju kehidupan yang lebih
baik. Proses pembinaan ini erat kaitannya dengan wawasan yang
bersifat praktik seperti keterampilan yang dapat digunakan untuk
memperoleh mata pencaharian.
Menurut Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan Bab I tentang Ketentuan Umum pasal 1 butir kelima,
Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik
Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan. Sedangkan pengertian
pembinaan terdapat di dalam Peraturan Pemerintah no. 32 tahun 1999
tentang Syarat dan Tata Letak Hak Warga Binaan Pemasyarakatan Bab
2 A. Mangunhardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya, (Jakarta : Kanisius, 1989), h. 12.
23
I tentang Ketentuan Umum pasal 1 butir kedua yaitu pembinaan adalah
kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap, dan prilaku,
profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan. Pengertian narapidana yaitu terpidana yang menjalani
pidana hilang kemerdekaan di LAPAS. Sehingga dapat disimpulkan
dari beberapa pengertian di atas, pembinaan adalah suatu proses untuk
memperbaharui, meningkatkan, mengembangkan pengetahuan
seseorang terhadap suatu bidang ilmu ataupun keterampilan untuk
mencapai suatu tujuan yakni memperoleh hasil yang lebih baik.
Sistem pembinaan narapidana yang dikenal dengan nama
pemasyarakatan, mulai dikenal pada tahun 1964 ketika dalam
Konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembang, tanggal 27 april 1964, Dr.
Sahardjo S.H melontarkan gagasan perubahan tujuan pembinaan
narapidana dari sistem kepenjaraan ke sistem pemasyarakatan.3
Gagasan Sahardjo kemudian dirumuskan dalam konferensi Dinas
Kepenjaraan tersebut, dalam sepuluh prinsip pembinaan dan
bimbingan bagi narapidana. Prinsip-prinsip untuk bimbingan dan
pembinaan adalah:
1. Orang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal
hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam
masyarakat.
3 C.I Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta: Djambatan, 1995), h. 1.
24
2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari
negara.
3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan
dengan bimbingan.
4. Negara tidak berhak membuat seorang narapidana lebih buruk atau
lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus
dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari
masyarakat.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat
mengisi waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan
lembaga atau negara saja. Pekerjaan yang diberikan harus
ditujukan untuk pembangunan negara.
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas Pancasila.
8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai
manusia meskipun ia telah tersesat. Tidak boleh ditunjukkan
kepada narapidana bahwa ia itu penjahat.
9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilaang kemerdekaan.
10. Sarana fisik lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan
pelaksanaan sistem pemasyarakatan.
Kesemua prinsip-prinsip bimbingan dan pembinaan narapidana
lebih dikenal sebagai Sepuluh Prinsip Pemasyarakatan. Ada tiga hal
25
yang dapat ditarik dari kesepuluh prinsip-prinsip pemasyarakatan,
yaitu: tujuan, proses dan pelaksanaan pidana penjara di Indonesia. 4
Pembinaan narapidana sebagai suatu sistem memiliki beberapa
komponen yang bekerja saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan.
Sedikitnya ada empat belas komponen dengan masing-masing
komponen dari 3 era sistem lembaga pemasyarakatan yang terdapat di
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 15
Perbandingan Sistem Penjara dan Sistem Pemasyarakatan
No
.
Sistem
Komponen
Kepenjaraan Pemasyarakatan Pemasyarakatan
Baru
1. Filsafat Liberal Pancasila Pancasila
2. Dasar
Hukum
Gestichten
Reglemen
Gestichten Reglemen
dengan
perubahannya
Undang-Undang
Pemasyarakatan
3. Tujuan Penjeraan Pembinaan dengan
tahap
Admisi/Orientasi/Pe
mbinaan, Asimilasi
Meningkatkan kesadaran
narapidana (conciousness)
dengan tahap intropeksi,
motivasi dan self
development
4. Pendekatan
Sistem
Security
Approach
Security Approach Conciousness Approach
5. Klasifikasi Maximum
Security
Maximum Security,
Medium Security,
Minimum Security
High Conciousness, Half
Conciousness, Low
Conciousness
6. Pendekatan
Klasifikasi
Maximum
Security
Maximum Security,
Medium Security,
Minimum Security
High Conciousness, Half
Conciousness, Low
Conciousness
7. Perlakuan
Narapidana
Obyek Subyek Subyek/Obyek
8. Orientasi
Pembinaan
Top Down
Approach
Top Down Approach Bottom Up Approach
4 C.I Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, h.3.
5 C.I Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, h 7.
26
9. Sifat
Pembinaan
Eksploitasi Melatih bekerja Mandiri/percaya diri dapat
mengembangkan
kemampuan
diri/pengembangan
sumber daya manusia
10. Remisi Anugerah
(1917-1949)
Hak (1950-1986) Hak dan kewajiban (1987
sampai dengan ada
perubahan)
11. Bentuk
bangunan
Penjara Penjara (bangunan
lama), bangunan
baru belum
sepenuhnya
mencerminkan LP
Perlu dirancang secara
khusus
12. Narapidana Dibiarkan/tida
k diberikan
bimbingan,
pembinaan
Diberikan
bimbingan/pembinaa
n
Dikenalkan dirinya
sendiri, diberikan teknik
motivasi diri sendiri/self
development,
pengembangan sumber
daya manusia.
13. Keluarga Kurang diberi
kesempatan
untuk ikut
membina,
kepenjaraan
tidak terbuka
sifatnya. Peran
keluarga
diabaikan
dalam ikut
serta membina
naraidana
Diberi kesempatan
untuk ikut membina
(cuti dan lain-lain)
Kesempatan penuh,
keluarga diberi tahu tahap
pembinaan yang dilakukan
oleh LP bagi narapidana.
Perkembangan kesadaran
narapidana yang masih
saudaranya.
14. Pembina/pe
merintah
Ditekankan
untuk
membuat jera
narapidana
sehingga tidak
melakukan
tindak pidana
lagi. Karena
jera masuk
penjara.
Sebagai pembina,
mengarahkan pidana
untuk setidak-
tidaknya tak akan
melakukan tindak
pidana lagi stelah
keluar dari LP
Panutan. Sepanjang
petugas LP tidak mampu
menjadi penautan,
sebaiknya mundur saja
dari tugasnya. Petugas LP
harus mempunyai
kemampuan memotivasi
para narapidana dan
mengembangkan
kepribadian/diri secara
uuth. Harus selalu berpikir
secara positif dan
konstruktif.
27
Dari tabel 1 dapat dilihat berbagai macam komponen yang ada dalam
sistem pembinaan narapidana. Perbandingan ketiganya menampakkan
kemana arah pembinaan narapidana akan dibawa. Pada sistem pertama
yaitu kepenjaraan, narapidana diperlakukan seperti layaknya penjahat yang
dikekang kebebasannya dengan pengamanan tingkat maksimum
(maximum security) dan tidak diberi pembinaan. Sehingga orientasi sistem
ini lebih kepada pemberian efek jera. Selain itu, remisi merupakan hadiah
atau anugerah yang diberikan oleh pemerintah yang sifatnya sangat
langka.
Di era sistem pemasyarakatan dapat disimpulkan bahwa ada
perubahan dalam sistem penjara menjadi sistem pemasyarakatan yang
dimulai ketika Konferensi Dinas Kepenjaraan pada tahun 1964 yang
dicetuskan oleh Dr. Sahardjo S.H. sama seperti sistem pemasyarakatan
baru, sistem pemasyarakatan memiliki klasifikasi lembaga
pemasyarakatan yang memiliki tingkat keamanan berbeda yaitu Maximum
Security, Medium Security dan Minimum Security.
Letak perbedaannya adalah pada sistem pembinaan dan orientasi
pembinaan. Pembinaan pada sistem pemasyarakatan baru memiliki tujuan
untuk membina tidak hanya keterampilan tetapi juga kesadaran narapidana
akan eksistensinya sebagai manusia agar narapidana tidak canggung ketika
kembali kepada masyarakat.6
6C.I Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, h. 10.
28
b. Metode Pembinaan
Metode pembinaan merupakan cara dalam penyampaian materi
pembinaan agar efektif dan efisien diterima oleh narapidana, baik
perubahan dalam berpikir, bertindak atau bertingkah laku. Berdasarkan
kebutuhan narapidana, metode pembinaan dapat dibagi menjadi dua
yaitu:
1. Pendekatan dari atas (Top Down Approach)
Dalam metode ini, materi pembinaan berasal dari pembina,
atau paket pembinaan bagi narapidana telah disediakan dari atas.
Narapidana tidak ikut menentukan jenis pembinaan yang akan
dijalaninya tetapi langsung saja menerima pembinaan dari para
pembina. Pembinaan dari atas dipilihkan materi yang umum seperti
pendekatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pengetahuan
berbangsa dan bernegara atau pengetahuan umum lainnya yang
berguna setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan
pengetahuan khusus yaitu pemberian keterampilan. Pembinaan dari
atas harus memperhatikan faktor situasi, artinya pembina harus
mampu mengubah situasi yang berada dalam sebuah pembinaan,
menjadi sebuah situasi yang disukai dan disepakati oleh peserta
pembinaan sehingga mampu menghilangkan kendala situasi
pribadi. Semua narapidana yang ikut dalam pembinaan tersebut
akan terikat oleh situasi pembinaan. Keterikatan tersebut akan
29
sangat berguna karena secara penuh dan semangat yang sama ikut
berperan dalam upaya pembinaan diri sendiri.
2. Pendekatan dari bawah (Bottom Up Approach)
Pendekatan dari bawah merupakan suatu cara pembinaan
narapidana dengan memperhatikan kebutuhan pembinaan atau
kebutuhan belajar narapidana. Tidak setiap narapidana mempunyai
kebutuhan belajar yang sama, minat belajar yang sama. Semua
sangat tergantung dari pribadi narapidana sendiri, dan fasilitas
pembinaan yang dimiliki Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan
narapidana dengan pendekatan dari bawah membawa konsekuensi
yang tinggi bagi para pembina, karena pihak pembina harus
mampu menyediakan sarana dan prasarana bagi tercapainya tujuan
pembinaan. Macam pembinaan akan menjadi beragam namun, jika
fasilitas dan sarana tidak memadai atau tidak ada maka kebutuhan
belajar dan kebutuhan pembinaan akan dibatasi oleh fasilitas dan
sarana yang ada.
Selain dua pendekatan di atas, ada pula metode pembinaan perorangan
(individu) dan kelompok.
1. Metode pembinaan perorangan (Individual)
Metode pembinaan perorangan dibagi menjadi dua yaitu:
a. Dari dalam diri
Kemauan untuk membina diri sendiri dapat muncul dari dalam diri
sendiri. Munculnya kemauan untuk membina diri sendiri setelah
30
seseorang mengenal diri sendiri. Dapat terjadi seorang narapidana
yang telah mengenal diri sendiri tidak memiliki kemauan untuk
membina diri. Semua terjadi apabila pengenalan diri tidak disertai
dengan motivasi untuk merubah diri. Pembinaan dan pendidikan
dengan orientasi kebutuhan tenaga kerja bagi masyarakat, atau
usaha kewirausahaan akan membangkitkan narapidana untuk
membina diri sendiri sesuai dengan tujuan hidupnya, sesuai dengan
cita-citanya.
b. Dari luar diri
Pembinaan dari luar diri dapat berupa pembinaan seara umum
seperti kesadaran hukum, pendekatan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, pengamalan Pancasila dan lain sebagainya. Sedangkan
pembinaan secara khusus yaitu keterampilan, konsultasi psikologi,
dan lain-lain. Pembinaan dari luar didasari atas analisa pribadi
seorang narapidana. Jadi kebutuhan pembinn ditentukan oleh
pembina. Pembinaan dari luar diri dapat berupa kursus-kursus
keterampilan secara tertulis misalnya kursus bahas asing, kuliah di
universitas, dan lain-lain. Lembaga pemasyarakatan dapat bekerja
sama dengan lembaga yang ada jika memang tidak ada sarana atau
fasilitas yang mendukung di dalam Lembaga Pemasyarakatan itu
sendiri.
31
2. Metode Pembinaan Perkelompok
Pembinaan secara kelompok dapat dilakukan dengan metode
ceramah, tanya jawab, simulasi, permainan peran, atau pembentukan
tim (team building). Dalam pembentukan tim, semua anggota tim
harus ikut aktif ambil bagian dalam terbentuknya suatu tim yang
tangguh. Dalam pembinaan Narapidana untuk mencapai hasil yang
maksimal, Narapidana dapat menyusun pembinaan bagi diri sendiri,
baik secara diri sendiri maupun perkelompok. Dalam pembinaan
secara kelompok, Narapidana harus diajak untuk memahami arti nilai-
nilai positif yang ada di dalam masyarakat atau di kelompok, untuk
dijadikan bahan pembinaan secara kelompok. Karena setelah keluar
dari Lembaga Pemasyarakatan, Narapidana akan berbaur lagi dengan
masyarakat atau kelompok (keluarga), sehingga nilai positif yang
tumbuh dalam keluarga, kelompok, masyarakat akan sangat berguna
bagi pemahaman hidup bermayarakat, hidup dalam saling
ketergantungan.
c. Tujuan, Prinsip, dan Faktor Pelaksanaan Pembinaan
Narapidana
Perkembangan tujuan pembinaan bagi narapidana berkaitan erat
dengan tujuan pemidanaan. Pada awalnya, pidana penjara digunakan
sebagai pembalasan dendam dari masyarakat yang dirugikan oleh
pelaku tindak pidana. Perkembangan selanjutnya, seiring perubahan
32
sistem penjara menjadi sistem pemasyarakatan, tujuan pidana tidak
lagi menjadi pembalasan dendam tetapi dibina untuk kemudian
dimasyarakatkan.
Di Indonesia, tujuan pemidanaan tertuang dalam Rancangan Kitab
Undang-undang Hukum Pidana tahun 2002 Bab III tentang
Pemidanaan, Pidana dan Tindakan pasal 50 ayat (1) yaitu:
a) Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma
hukum demi pengayoman masyarakat.
b) Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan
sehingga menjadi orang baik dan berharga.
c) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,
memulihkan keseimbangan, mendatangkan rasa damai dalam
masyarakat.
d) Membebaskan rasa bersalah dari diri terpidana.
Dari uraian tujuan pemidanaan di atas dapat disimpulkan bahwa
tujuan pembinaan adalah pemasyarakatan. Tujuan tersebut dapat
dibagi menjadi tiga hal yaitu:
1) Setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak lagi melakukan
tindak pidana.
2) Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam
membangun bangsa dan negaranya.
33
3) Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
mendapat kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.7
Karena memiliki spesifikasi tertentu, maka dalam membina
narapidana tidak dapat disamakan dengan kebanyakan orang.
Membina narapidana harus menggunakan prinsip-prinsip pembinaan
narapidana. Prinsip-prinsip paling mendasar kemudian dinamakan
prinsip-prinsip dasar pembinaan narapidana. Ada empat komponen
penting dalam pembinaan narapidana, yaitu:8
1) Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri.
2) Keluarga
3) Masyarakat
4) Petugas pemerintah dan kelompok masyarakat.
Dalam melaksanakan pembinaan di lingkungan Lapas terdapat
faktor- faktor yang perlu mendapat perhatian karena dapat berfungsi
sebagai faktor pendukung dan dapat pula menjadi faktor penghambat.
Faktor-faktor yang dimaksud antara lain :
1) Pola dan tata letak bangunan.
Pola dan tata letak bangunan sebagaimana diatur dalam Keputusan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01.PL.01.01 Tahun
1985 tanggal 11 April 1985 tentang Pola Bangunan Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara perlu diwujudkan,
7 C.I Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, h. 47.
8 Ibid, h. 51.
34
karena pola dan tata letak bangunan merupakan faktor yang penting
guna mendukung pembinaan, sesuai dengan tujuan pemasyarakatan.
2) Struktur Organisasi.
Mekanisme kerja, khususnya hubungan dan jalur-jalur perintah
atau komando dan staf hendaknya mampu dilaksanakan secara berdaya
guna agar pelaksanaan tugas di setiap unit kerja berjalan dengan
lancar. Setiap petugas harus mengerti dan dapat menjalankan tugasnya
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing.
Namun demikian, disiplin dan penerapan struktur organisasi
hendaknya tidak menjadikan tugas-tugas menjadi lamban apabila
sampai terlambat. Dengan perkataan lain struktur organisasi tidak
boleh menjadi faktor penghambat, sehingga harus diperlakukan secara
luwes, sepanjang tidak melanggar ketentuan yang ada.
3) Kepemimpinan Kalapas
Kepemimpinan Kalapas akan mampu menjadi faktor pendukung
apabila kepemimpinannya mampu mendorong motivasi kerja
bawahan, membina dan memantapkan disiplin, tanggung jawab dan
kerjasama serta kegairahan bekerja. Demikian juga kemampuan
profesional dan integritas moral Kalapas sangat dituntut agar
kepemimpinannya dapat menjadi faktor pendukung sekaligus menjadi
teladan.
35
4) Kualitas dan kuantitas Petugas.
Haruslah selalu diusahakan agar kualitas petugas dapat mampu
menjawab tantangan tantangan dan masalah-masalah yang selalu ada
daln muncul di lingkungan Lapas disamping penguasaan terhadap
tugas-tugas rutin. Kekurangan dalam kualitas atau jumlah petugas
hendaknya dapat diatasi dengan peningkatan kualitas dan
pengorganisasian yang rapih, sehingga tidak menjadi faktor
penghambat atau bahkan menjadi ancaman bagi pembinaan dan
keamanan atau ketertiban.
5) Manajemen.
Hal ini berkaitan erat dengan mutu kepemimpinan, struktur
organisasi dan kemampuan atau keterampilan pengelolaan (managerial
skill) dari pucuk pimpinan maupun staf sehingga pengelolaan
administrasi di lingkungan Lapas dapat berjalan tertib dan lancar.
Dalam kaitan ini perlu dikaji terus menerus mengenai tipe manajemen
pemasyarakatan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Indonesia.
6) Kesejahteraan Petugas.
Disadari sepenuhnya bahwa faktor kesejahteraan petugas
pemasyarakatan memang masih memprihatinkan, namun faktor
kesejahteraan ini tidak boleh menjadi faktor yang menyebabkan
lemahnya pembinaan dan keamanan atau ketertiban.
36
7) Sarana dan Fasilitas Pembinaan
Kekurangan sarana dan fasilitas baik dalam jumiah maupun mutu
telah menjadi penghambat pembinaan bahkan telah menjadi salah satu
penyebab rawannya keamanan atau ketertiban. Adalah menjadi tugas
dan kewajiban bagi Kalapas untuk memelihara dan merawat semua
sarana dan fasilitas yang ada dan mendayagunakannya secara optimal.
8) Anggaran
Sekalipun dirasakan kurang mencukupi untuk kebutuhan seluruh
program pembinaan, namun hendaklah diusahakan memanfaatkan
anggaran yang tersedia secara berhasil guna dan berdaya guna.
9) Sumber daya alam
Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan konsep pemasyarakatan
terbuka dan produktif, maka sumber daya alam merupakan salah satu
faktor pendukung. Namun demikian, tanpa sumber daya alam pun
pembinaan tetap harus dapat berjalan dengan memanfaatkan sarana
dan fasilitas-fasilitas yang ada.
10) Kualitas dan Ragam Program Pembinaan
Kualitas bentuk-bentuk program pembinaan tidak semata-mata
ditentukan oleh anggaran ataupun sarana dan fasilitas yang tersedia.
Diperlukan program-program kreatif tetapi murah dan mudah serta
memiliki dampak edukatif yang optimal bagi warga binaan
pemasyarakatan.
37
11) Masalah-masalah lain yang berkaitan dengan warga binaan
pemasyarakatan.
Dalam hal ini para petugas dituntut untuk mampu mengenal
masalah-masalah lain yang berkaitan dengan warga binaan
pemasyarakatan agar dapat mengatasinya dengan tepat. Umumnya
masalah itu berkisar pada :
a) Sikap acuh tak acuh keluarga napi, karena masih ada keluarga napi
yang bersangkutan tidak memperhatikan lagi nasib napi tersebut.
b) Partisipasi masyarakat yang masih perlu juga ditingkatkan karena
masih didapati kenyataan sebagian anggota masyarakat masih
enggan menerima kembali bekas napi.
c) Kerjasama dengan instansi (badan) tertentu baik yang terkait secara
langsung maupun tidak langsung masih perlu ditingkatkan juga,
karena masih ada diantaranya yang belum terketuk hatinya untuk
membina kerjasama.
d) Informasi dan pemberitaan-pemberitaan yang tidak seimbang,
bahwa cenderung selalu mendiskreditkan Lapas sehingga dapat
merusak citra Pemasyarakatan di mata umum.
Dengan mengenali faktor-faktor tersebut baik yang ada di dalam
lingkungan Lapas maupun dari luar, maka diharapkan pembinaan yang
dilakukan dapat dilaksanakan dengan lebih baik.9
9 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M. 02-Pk.04.10 Tahun 1990
Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, Bab V
tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pembinaan.
38
d. Tahap Pembinaan Narapidana
Seperti yang telah diuraikan pada sub bab sebelumnya bahwa
pembinaan adalah suatu kegiatan yang memiliki proses. Maka,
pembinaan memiliki tahap-tahap dalam menjalankannya. Tahap-tahap
pembinaan dalam konteks pembinaan narapidana dilaksanakan dalam
tiga tahapan yaitu:10
a. Tahap awal yaitu bagi Narapidana dimulai sejak yang
bersangkutan berstatus sebagai Narapidana sampai dengan 1/3
(satu per tiga) dari masa pidana. Pembinaan narapidana pada tahap
awal ini meliputi:
1. Masa pengamatan, pengenalan, dan penelitian lingkungan
paling lama 1 (satu) bulan.
2. Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian;
3. Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian;
dan
4. Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal.
b. Tahap lanjutan yaitu tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya
pembinaan tahap awal sampai dengan ½ (satu per dua) dari masa
pidana; dan tahap lanjutan kedua, sejak berakhirnya pembinaan
tahap lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua per tiga) masa
pidana. Tahap lanjutan ini meliputi:
10
Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakatan Bab II Pembinaan Bagian Kesatu Narapidana pasal 7 ayat (2) kemudian
diperjelas di dalam pasal 9 dan pasal 10.
39
1. perencanaan program pembinaan lanjutan;
2. pelaksanaan program pembinaan lanjutan;
3. penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan; dan
4. perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi.
c. Pembinaan tahap akhir yaitu dilaksanakan sejak berakhirnya tahap
lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari Narapidana
yang bersangkutan. Pembinaan tahap akhir ini meliputi:
1. perencanaan program integrasi;
2. pelaksanaan program integrasi; dan
3. pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir.
3. Kemandirian
a. Pengertian Kemandirian
Istilah kemandirian sering disebut dengan autonomy atau
independency. Autonomy merupakan suatu tendensi untuk mencapai
sesuatu, mengatasi sesuatu, bertindak secara efektif terhadap
lingkungan dan merencanakan serta mewujudkan rencana dan harapan-
harapannya. Sedangkan independeny menurut Batia yang dikutip dari
buku Masrun dartikan sebagai perilaku yang aktivitasnya diarahkan
pada diri sendiri, tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain,
bahkan mencoba menyelesaikan dan memecahkan masalahnya sendiri
tanpa bantuan orang lain.11
11
Masrun, Sikap Mandiri Anak Kost, (Bandung: Tarsito, 1986), h.8.
40
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mandiri adalah keadaan
dapat berdiri sendiri atau tidak bergantung pada orang lain. Sedangkan
kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa
bergantung pada orang lain.12
Menurut Elkind dan Weiner
mendefinisikan kemandirian sebagai kebebasan bertindak, tidak
bergantung pada individu lain, tidak terpengaruh lingkungan dan bebas
mengatur kebutuhan sendiri.13
Bernadib yang dikutip dari Yulianti mengartikan kemandirian
sebagai suatu keadaan jiwa seseorang yang mampu memilih norma dan
nilai-nilai atas keputusannya sendiri, mampu bertanggung jawab atas
segala perilaku dan perbuatan individu yang bersangkutan.
Kemandirian yang dimiliki menjadikan ketergantungan kepada pihak
lain sangat minimal.14
Menurut Greenberger bahwa kemandirian mencakup beberapa
istilah antara lain autonomy, independency, dan self-reliance.
Autonomy dimaksudkan suatu tendensi untuk mencapai sesuatu,
mengatasi sesuatu, bertindak secara efektif terhadap lingkungan dan
merencanakan serta mewujudkan rencana dan harapan-harapannya
yang timbul karena kekuatan dorongan dari dalam. Secara fungsional
autonomy juga dapat diartikan sebagai suatu tendensi untuk bersikap
12
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001, h. 710. 13
S. Nuryoto, Kemandirian Remaja Ditinjau dari Tahap Perkembangan, Jenis Kelamin,
dan Peran Jenis (Anima Indonesia Psychological Journal No. 2), (Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada, 1993), h.51. 14
P.D. Yulianiti, Perbedaan Kemandirian Ditinjau Dari Pola Asuh Orangtua dan Jenis
Kelamin Pada Siswi Kelas I SMU Negeri 1 Ungaran Tahun Ajaran 2003/2004, (UKSW: 2004),
h.9.
41
secara bebas dan original dalam arti tidak menggantungkan kepada
orang lain. Independency diartikan sebagai gerak yang mengarah
kepada kesesuaian dengan kebutuhan-kebutuhan persepsi atau
pendapat sendiri daripada merespon terhadap tuntutan lingkungan atau
pengaruh orang lain, aktivitas yang dilakukan diarahkan kepada diri
sendiri dan kritis terhadap pengarahan ataupun pengaruh dari orang
lain. Bahkan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya
cenderung mencoba menyelesaikan dan memecahkan masalahnya
sendiri tanpa minta bantuan orang lain. Sedangkan self-reliance
merupakan perilaku yang didasarkan percaya pada diri sendiri dimana
pusat kendali berada pada diri sendiri.15
Menurut Mutadin16
, kemandirian mengandung pengertian:
a. Suatu keadaan dimana seseorang memiliki hasrat dalam
bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya.
b. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi
masalah yang dihadapi.
c. Memiliki kepercayaan diri dalam menyelesaikan tugas-
tugasnya.
d. Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan.
Martin dan Stendler menyatakan bahwa kemandirian ditujukan
dengan kemampuan seseorang berdiri di atas kaki sendiri, mengurus
15
Masrun dkk, Studi Mengenai Kemandirian Pada Penduduk Di Tiga Suku Bangsa
(Jawa, Batak, Bugis), (Yogyakarta: Kantor Menteri Negara dan Lingkungan Hidup Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada, 1986), h. 10. 16
Z. Mutadin, Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja, 2002.
42
diri sendiri dalam semua aspek kehidupannya, ditandai dengan adanya
inisiatif, kepercayaan diri dan kemampuan mempertahankan diri dan
hak miliknya.17
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
kemandirian adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat berdiri
sendiri, tanpa bergantung kepada orang lain, siap bersaing untuk maju,
ditandai dengan adanya sikap inisiatif dan mampu memecahkan
masalahnya sendiri dan dapat bertanggung jawab atas apa yang telah
dilakukannya. Menurut Hetherington yang dikutip oleh Spencer dan
Kass dalam buku Afiatin, kemandirian ditunjukkan dengan adanya
kemampuan individu untuk mengambil inisiatif, kemampuan
mengatasi masalah, penuh ketekunan, memperoleh kepuasan dari
usahanya serta berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang
lain.18
b. Aspek-Aspek Kemandirian
Kemandirian adalah salah satu ciri kepribadian yang penting yang
dapat membantu individu mencapai tujuan hidup, untuk menyelesaikan
tugas-tugasnya, dan memperoleh kebebasan. Havighurst menyatakan
kemandirian memiliki beberapa aspek yaitu:19
17
T. Afiatin, Persepsi Pria dan Wanita dalam Kemandirian (Anima Indonesia
Psychological Journal No. 2), (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1993), h.8. 18
Ibid, h. 8. 19
Z. Mutadin, Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja.
43
a. Kemandirian Emosi
Ditunjukkan dengan mampu mengendalikan emosi dan tidak
ada ketergantungan kebutuhan emosi dari orang lain.
b. Kemandirian Ekonomi
Ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatur ekonomi dan
tidak tergantung dari orang lain dalam hal kebutuhan ekonomi.
c. Kemandirian Intelektual
Ditunjukkan dengan kemamapuan untuk mengatasi masalah-
masalah yang dihadapi.
d. Kemandirian Sosial
Ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk berinteraksi
dengan orang lain atau menunggu aksi dari orang lain.
Kemandirian yang juga merupakan bagian dari kedewasaan
mencakup beberapa hal yaitu:20
a. Pengaturan Diri Sendiri
Kemandirian dapat dilihat dari kemampuan individu untuk
dapat mengatur dan mengarahkan dirinya dengan tepat serta
dapat menjaga diri sendiri. Individu yang memilki kontrol
pribadi yang baik merasa dirinya sudah menjadi orang dewasa
dan cukup matang, dapat bertindak secara tepat, melakukan
sesutau yang berkaitan dengan dirinya tanpa bantuan orang lain
serta memiliki pengaturan yang baik.
20
K. Wahono, Arti Kemandirian Bagi Mahasiswa UI (Studi Kasus Mahasiswa UI yang
Tinggal Terpisah dari Orang Tua dan Tinggal Bersama Orang Tua), (Depok: Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia, 1997), h.17.
44
b. Kemandirian Secara Ekonomi
Merupakan kemampuan seseorang untuk menopang
kebutuhannya, memiliki pekerjaan, tidak tergantung secara
finansial dengan orang lain, dapat menghasilkan uang sendiri
dan tidak menerima bantuan dalam hal keuangan.
c. Dapat mengambil Keputusan Sendiri
Individu yang mandiri digambarkan sebagai individu yang
dapat mengambil keputusan sendiri dengan baik, tidak
tergantung pada orang tua atau orang lain dalam mengambil
atau membuat keputusan serta dapat menjalankan
keputusannya dengan penuh tanggung jawab.
d. Terlibat Dalam Kegiatan Di Luar Rumah
Seseorang dikatakan mandiri apabila ia telah tinggal terpisah
dari orang tuanya, misal mahasiswa yang tinggal terpisah
karena menuntut ilmu, atau seseorang anak yang telah menikah
dan telah memiliki kehidupan rumah tangga sendiri.
e. Kemandirian Dalam Sikap dan Tata Nilai
Dalam sikapnya, seorang individu yang mandiri mampu
menjadi seseorang yang unik yaitu memiliki keyakinan, nilai,
dan pendapatnya sendiri. Individu harus mampu merencanakan
kehidupannya seperti merencanakan pendidikan, karir, bidang
pekerjaan yang ditekuni.
45
f. Kemandirian Dalam Emosi
Seseorang yang telah mandiri dapat memutuskan ikatan emosi
yang dimiliki dengan keluarganya sehingga mampu membuat
keputusan sendiri serta memecahkan masalah dalam
kehidupannya.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian pada
remaja menurut Masrun21
, yaitu:
a. Usia
Pengaruh dari orang lain akan berkurang secara perlahan-lahan
pada saat anak menginjak usia lebih tinggi. Pada usia remaja
mereka lebih berorientasi internal, karena percaya bahwa peristiwa
peristiwa dalam hidupnya ditentukan oleh tindakannya sendiri.
Anak-anak akan lebih tergantung pada orang tuanya, tetapi
ketergantungan itu lambat laun akan berkurang sesuai dengan
bertambahnya usia.
b. Jenis kelamin
Keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya
sendiri merupakan kecenderungan yang ada pada setiap remaja.
Perbedaan sifat-sifat yang dimiliki oleh pria dan wanita disebabkan
oleh perbedaan pribadi individu yang diberikan pada anak pria dan
21
Masrun, Sikap Mandiri Anak Kost, h. 4.
46
wanita. Dan perbedaan jasmani yang menyolok antara pria dan
wanita secara psikis menyebabkan orang beranggapan bahwa
perbedaan kemandirian antara pria dan wanita.
c. Konsep diri
Konsep diri yang positif mendukung adanya perasaan yang
kompeten pada individu untuk menentukan langkah yang diambil.
Bagaimana individu tersebut memandang dan menilai keseluruhan
dirinya atau menentukan sejauh mana pribadi individualnya.
Mereka yang memandang dan menilai dirinya mampu, cenderung
memiliki kemandirian dan sebaliknya mereka yang memandang
dan menilai dirinya sendiri kurang atau cenderung
menggantungkan dirinya pada orang lain.
d. Pendidikan
Semakin bertambahnya pengetahuan yang dimiliki oleh
seseorang, kemungkinan untuk mencoba sesuatu baru semakin
besar, sehingga orang akan lebih kreatif dan memiliki kemampuan.
Dengan belajar seseorang dapat mewujudkan dirinya sendiri
sehingga orang memiliki keinginan sesuatu secara tepat tanpa
tergantung dengan orang lain.
e. Keluarga
Orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam
melatarkan dasar-dasar kepribadian seorang anak, demikian pula
dalam pembentukan kemandirian pada diri seseorang.
47
f. Interaksi sosial
Kemampuan remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan
sosial serta mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik akan
mendukung perilaku remaja yang bertanggung jawab, mempunyai
perasaan aman dan mampu menyelesaikan segala permasalahan
yang dihadapi dengan baik tidak mudah menyerah akan
mendukung untuk berperilaku mandiri.
Dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam
mencapai kemandirian seseorang tidak dapat terlepas dari faktor-faktor
yang mendasari terbentuknya kemandirian itu sendiri. Faktor-faktor ini
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan yang
selanjutnya akan menentukan seberapa jauh seorang individu bersikap
dan berpikir cara mandiri dalam menjalani kehidupan lebih lanjut.
d. Ciri-Ciri Kemandirian
Kemandirian mempunyai ciri-ciri yang beragam, banyak dari para
ahli yang berpendapat mengenai ciri-ciri kemandirian. Menurut
Gilmore dalam Chabib Thoha22
merumuskan ciri kemandirian itu
meliputi:
a) Ada rasa tanggung jawab
b) Memiliki pertimbangan dalam menilai problem yang dihadapi
secara intelegen
22
Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1996), h.
123.
48
c) Adanya perasaan aman bila memiliki pendapat yang berbeda
dengan orang lain
d) Adanya sikap kreatif sehingga menghasilkan ide yang berguna
bagi orang lain.
Ciri-ciri kemandirian menurut Lindzey & Ritter dalam Hasan
Basri23
berpendapat bahwa individu yang mandiri mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Menunjukkan inisiatif dan berusaha untuk mengejar prestasi
2) Secara relatif jarang mencari pertolongan pada orang lain
3) Menunjukkan rasa percaya diri
4) Mempunyai rasa ingin menonjol
Setelah melihat ciri-ciri kemandirian yang dikemukakan dari
beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
ciri-ciri kemandirian tersebut antara lain:
i) Individu yang berinisiatif dalam segala hal
ii) Mampu mengerjakan tugas rutin yang
dipertanggungjawabkan padanya, tanpa mencari pertolongan
dari orang lain
iii) Memperoleh kepuasan dari pekerjaannya
iv) Mampu mengatasi rintangan yang dihadapi dalam mencapai
kesuksesan
23
Hasan Basri, Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya), (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2000), h. 54.
49
v) Mampu berpikir secara kritis, kreatif dan inovatif terhadap
tugas dan kegiatan yang dihadapi
vi) Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda pendapat
dengan orang lain, dan merasa senang karena dia berani
mengemukakan pendapatnya walaupun nantinya berbeda
dengan orang lain
4. Pemberdayaan Narapidana Dalam Perspektif Kesejahteraan
Sosial
a. Pengertian Pemberdayaan
Definisi pemberdayaan dalam arti sempit, yang berkaitan
dengan sistem pengajaran antara lain dikemukakan oleh Merriam
Webster dan Oxford English Dictionary kata ”empower”
mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give power of
authority dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable.
dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan,
mengalihkan kekuasaan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak
lain.
Sedangkan, dalam pengertian kedua, diartikan sebagai
upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan.
Sedangkan proses pemberdayaan dalam konteks aktualisasi diri
berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan kemampuan individu
dengan menggali segala potensi yang dimiliki oleh individu
50
tersebut baik menurut kemampuan keahlian (skill) ataupun
pengetahuan (knowledge).24
Pada intinya pemberdayaan adalah membantu klien untuk
memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan
tindakan yang akan dilakukan terkait dengan diri mereka termasuk
mengurangi hambatan pribadi dan sosial. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk
menggunakan daya yang dimiliki antara lain dengan transfer daya
dari lingkunganya.25
b. Konsep Pemberdayaan Narapidana
Konsep pemberdayaan yang diwujudkan melalui pembinaan di
dalam Lembaga Pemasyarakatan Terbuka mengacu kepada konsep
Community Based Corretions. Menurut Snarr26
, Community Based
Correction (CBC) berkembang pada paruh terakhir abad ke-20,
khususnya mulai tahun 1967. Tulang punggung pelaksanaan CBC di
awal perkembangannya adalah probation (pidana bersyarat) dan parole
(pembebasan bersyarat). Secara umum, tema sentral dari CBC ini
adalah penyediaan pelayanan (pembinaan terhadap narapidana) dengan
keterlibatan masyarakat. Tentang keterkaitan erat antara konsep
Reintegrasi Sosial dengan CBC ini, Snarr menegaskan, bahwa (upaya)
24
Mardikanto dan Soebianto, Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alfabeta), h. 28. 25
Onny S. Prijono dan A. M. W. Pranaka, Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan, Dan
Implementasi, (Jakarta: CSIS), h. 8. 26
Richard Snarr, Introductio to Corrections, (Medison: Brown and Brenchmark), h. 70.
51
reintegrasi mengharuskan keterlibatan atau partisipasi dalam institusi-
institusi komunitas. Dalam hal ini, reintegrasi berangkat dari premis
yang mengatakan, bahwa jika seseorang mampu untuk terlibat dalam
institusi-institusi sosial utama serta dalam setiap aktivitas masyarakat
akan meningkatkan peluang bagi munculnya perilaku taat hukum.
Di lain pihak, secara ringkas Snarr menjelaskan CBC adalah setiap
aktivitas yang melibatkan komunitas (masyarakat) untuk tujuan
mengintegrasikan kembali terpidana dapat disebut sebagai upaya CBC.
Meskipun dalam hal ini Snarr menegaskan tidak secara otomatis setiap
keterlibatan fasilitas lokal dalam hal pemidanaan dapat selalu
dikategorikan sebagai CBC, bila fasilitas lokal tersebut hanya
difungsikan sebagai tempat penahanan.
CBC dalam konteks kajian pencegahan kejahatan berasal dari
strategi pencegahan dengan pendekatan masalah-masalah sosial yang
dalam prakteknya lebih menekankan pada sumber daya masyarakat,
selain pula perlunya dukungan dari pemerintah dan kalangan bisnis
pada tingkat lokal. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana
(SPP), keterbatasan kemampuan dari sub-sub sistem Peradilan Pidana
dalam penegakan hukum dan pencegahan kejahatan, seperti biaya
pemenjaraan yang semakin besar akibat over crowding, merupakan
latar belakang utama mengapa diperlukannya keterlibatan masyarakat
secara lebih luas. Secara umum CBC sangat berpotensi membangun
52
pemahaman masyarakat tentang tanggung jawab serta peran yang harus
dimainkannya dalam pencegahan kejahatan secara aktif.
Mengacu pada Snarr27
, ada beberapa alasan munculnya Community
Based Correction sebagai alternatif dari pemenjaraan. Pertama,
ketidakpuasan terhadap kondisi penjara, seperti overcrowding, dana
yang tidak cukup, extreme idleness (ketiadaan kegiatan atau pekerjaan
yang membuat narapidana terbengkalai), kurangnya program-program
yang bermanfaat, hingga ketidakamanan di dalam penjara. Satu kondisi
lain yang merupakan dampak dari kondisi-kondisi sebelumnya
terjadinya prisonisasi, yaitu proses pembelajaran kejahatan antar
narapidana selama berada dalam penjara. Kedua, alasan kemanusiaan,
di mana hal ini adalah sesuatu yang sulit untuk dijamin bila seseorang
berada di dalam penjara. Ketiga, efektivitas pembiayaan yang sulit
sekali dicapai dalam pemenjaraan tradisional. Dalam pelaksanaan
Community Based Correction, seorang terpidana akan berada di
masyarakat dan melakukan kegiatan seperti anggota masyarakat biasa
lainnya. Dengan bekerja diharapkan narapidana mampu memperoleh
pendapatan, yang sekaligus akan mengurangi beban yang seharusnya
ditanggung dalam pelaksanaan pidana terhadap dirinya. Keempat,
terciptanya administrasi keadilan yang lebih baik. Community Based
Correction menawarkan peluang bagi kerjasama yang lebih besar
antara kepolisian, pengadilan dan lembaga koreksi (pemasyarakatan)
27
Richard Snarr, Introduction to corrections, h. 75.
53
pada tingkat lokal. Kelima, adalah posisinya CBC sebagai intermediate
sanctions. Muncul CBC pada dasarnya dapat menjadi pidana pengganti
dalam menanggulangi biaya operasional dari pemenjaraan.
Namun demikian, keberhasilan pelaksanaan CBC ini sangat
bergantung pada beberapa aspek. Mengacu pada McCarthy, et.al.28
ada
sejumah syarat dalam tercapainya tujuan yang diharapkan oleh CBC
ini, sebagaimana dijelaskan berikut ini.
1) Pertama, lokasi yang didalamnya terdapat interaksi dengan
meaningful community, yaitu sebuah lingkungan yang menawarkan
kesempatan yang sesuai dengan kebutuhan para pelaku kejahatan.
Efektivitas pelaksanaan CBC sangat memerlukan penerimaan dari
masyarakat karena tujuan akhirnya adalah integrasi.
2) Kedua, terkait dengan syarat pertama, yaitu diperlukannya
lingkungan yang memiliki batasan fisik yang minimum, namun
pelaku kejahatan tinggal dengan seseorang yang bertanggung
jawab dengan pengawasan yang minimal.
3) Ketiga, adanya program pendidikan, pelatihan, konseling, dan
layanan-layanan dukungan lainnya yang berbasis pada komunitas.
4) Keempat, diciptakannya kesempatan bagi pelaku kejahatan untuk
mengasumsikan dengan faktor usia.
5) Kelima, aspek gender. Program CBC akan efektif bila dilakukan
terhadap narapidana dengan jenis kelamin yang sama.
28
Belinda McCarthy, et, al., Community Based Corrections, (Wadsworth, 2001) h. 150.
54
6) Kelima, lamanya durasi program. Secara ideal CBC diikuti oleh
mereka yang masa pidananya paling sedikit enam bulan sampai
satu tahun.
7) Keenam, karakteristik dari narapidana.
8) Keenam, pengawasan terhadap narapidana yang memiliki
ketergantungan terhadap obat-obatan terlarang dan alkohol, serta
ditempatkan pada lingkungan yang khusus.
B. Lembaga Pemasyarakatan, Narapidana, dan Warga Binaan
Pemasyarakatan
1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan sebagai rantai dari sistem hukum pidana
di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Lembaga
Pemasyarakatan tidak dapat disingkirkan dari unsur :
a) Kepolisian, secara administrasi berada dalam naungan Departemen
Pertahanan dan Keamanan.
b) Kejaksaan berada dalam naungan Kejaksaan Agung.
c) Peradilan dibawah naungan MA, MK.
d) Lembaga Pemasyarakatan.
Sebagai pelaksana dari keputusan yang diputuskan Pengadilan,
yang bersifat vonis terhadap tersangka dan Lembaga Pemasyarakatan
berada dalam naungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia
dan Dirjen Pemasyarakatan. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
55
menurut Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
Bab I Ketentuan Umum pasal 1 butir nomor 7 yaitu tempat untuk
melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan.
2. Konsep Lembaga Pemasyarakatan Terbuka
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka merupakan salah satu inovasi baru
dalam menyempurnakan sistem pemasyarakatan di Indonesia.
Pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka sebagai implementasi
dari Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No:
M.03.pr.0703 Tahun 2003 Tanggal 16 April 2003 perihal pembentukan
LAPAS Terbuka Pasaman, Jakarta, Kendal, Nusakambangan, Mataram
dan Waikabubak, merupakan pengejawantahan dari konsep Community-
based corrections.
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka merupakan suatu sistem pembinaan
dengan pengawasan minimum (Minimum Security) yang penghuninya
telah memasuki tahap asimilasi dan memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan dimana diantaranya telah menjalani setengah dari masa
pidananya dan sistem pembinaan serta bimbingan yang dilaksanakan
mencerminkan situasi dan kondisi yang ada pada masyarakat sekitar. Hal
ini dimaksudkan dalam rangka menciptakan kesiapan narapidana kembali
ke tengah masyarakat ( integrasi ).
56
Dengan sistem pembinaan yang berorientasi kepada masyarakat maka
LAPAS Terbuka seharusnya memiliki ciri ciri sebagai berikut :
a) Tidak ada sarana dan prasarana yang nyata-nyata berfungsi
pencegah pelarian ( seperti tembok yang tebal dan tinggi, sel yang
kokoh dengan jeruji yang kuat dan pengamanan yang maksimal )
b) Bersifat terbuka dalam arti bahwa sistem pembinaan didasarkan
atas tertib diri dan atas rasa tanggung jawab Narapidana terhadap
kelompok dimana ia tergolong.
c) Berada di tengah-tengah masyarakat atau di alam terbuka.
Sebagai Lembaga Pemasyarakatan yang baru dibentuk di Indonesia,
maka keberadaan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka mempunyai tujuan
dalam rangka mensukseskan tujuan sistem Pemasyarakatan sebagaimana
yang diamanatkan dalam UU No. 12 Th 1995 tentang Pemasyarakatan.
Namun secara khusus pembentukan LAPAS Terbuka mengandung
maksud dan tujuan sebagai berikut :
a) Memulihkan kesatuan hubungan hidup kehidupan dan penghidupan
narapidana di tengah tengah masyarakat;
b) Memberi kesempatan bagi Narapidana untuk menjalakan fungsi
sosial secara wajar yang selama ini dibatasi ruang geraknya selama
di dalam Lembaga Pemasyarakatan, dengan begitu maka seorang
Narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka dapat
berjalan berperan sesuai dengan ketentuan norma yang berlaku di
dalam masyarakat;
57
c) Meningkatkan peran aktif petugas, masyarakat dan Narapidana itu
sendiri dalam rangka pelaksanaan proses pembinaan;
d) Membangkitkan motivasi atau dorongan kepada Narapidana serta
memberikan kesempatan yang seluas luasnya kepada Narapidana
dalam meningkatkan kemampuan atau keterampilan guna
mempersiapkan dirinya hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat
setelah selesai menjalani masa pidananya.
e) Menumbuh kembangkan amanat sepuluh (10) prinsip
Pemasyarakatan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara;
Adapun fungsi LAPAS Terbuka adalah :
1) Sebagai upaya memulihkan kesatuan hubungan hidup kehidupan dan
penghidupan antara Narapidana dengan masyaraakat yang sebelumnya
retak dengan memberikan kesempatan kepada Narapidana untuk
menduduki tempatnya di Tengah-tengah masyarakat yang berfungsi
penuh.
2) Memulihkan kembali harkat dan martabat serta kepercayaan diri
Narapidana sehingga memiliki kemampuan yang bertanggung jawab
baik kepada dirinya maupun kepada anggota masyarakat.
3) Menghindari pengaruh dari prisonisasi yaitu pengaruh negatif dari
penempatan Narapidana yang relatif terlampau lama di lama
lingkungan bangunan LAPAS tempat pelaksanaan pidana
Berkenaan dengan fungsi ketiga dalam sistem Pemasyarakatan yang
menggunakan model Multy-purpose prison seperti di Indonesia
58
kemungkinan terjadinya prisonisasi sangat besar, mengingat penempatan
narapidana dengan berbagi jenis dan latar belakang kejahatan dalam satu
Lapas/Rutan sangat berpotensi terjadinya penularan kejahatan. Tembok
dan jeruji LAPAS tidak hanya mencegah Narapidana untuk melarikan diri,
namun juga memisahkan mereka dari kehidupan masyarakat, padahal dari
semua narapidana yang masuk ke dalam Lapas/Rutan tidak seluruhnya
terdiri dari orang-orang yang memiliki sifat anti sosial, bisa jadi seseorang
dipidana hanya karena kealpaan atau ketidak tahuannya tentang masalah-
masalah hukum atau bahkan karena korban keadilan (fitnah).
Terhadap orang-orang seperti inilah yang perlu diselamatkan dari
pengaruh-pengaruh negatif dari pemidanaan di Lapas/Rutan, dan Lembaga
Pemasyarakatan Terbuka menjadi pilihan alternatif yang paling
memungkinkan untuk menjauhkan mereka dari pengaruh prisonisasi.
Selain itu Lapas Terbuka juga mempunyai fungsi untuk memperbaiki
warga binaan yang telah menunjukan perkembangan yang positif dalam
pembinaan di Lapas/Rutan.29
3. Pengertian Narapidana dan Warga Binaan Pemasyarakatan
Warga binaan atau Narapidana adalah orang yang menjalani pidana
hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan, sedangkan yang
dimaksud dengan Lembaga Pemasayarakatan ialah tempat untuk
29
Artikel Pemberdayaan Lapas Terbuka Di Indonesia, ditulis oleh Drs. THOLIB, Bc. IP.
SH. MH diambil dari website http://lapasbandaaceh.org/index.php/berita-artikel/artikel/45-
pemberdayaan-lapas-terbuka-di-indonesia pada tanggal 3 Oktober 2013 pukul 21.12 WIB.
59
melaksanakan pembinaan narapidana atau warga binaan. Pembagian
Narapidana berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan pasal 1 yaitu:
1. Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di LAPAS.
2. Anak Didik Pemasyarakatan adalah :
a. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur
18 (delapan belas) tahun;
b. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di
LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)
tahun;
c. Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau
walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di
LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)
tahun.
3. Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah
seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS.
Dalam rangka pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan
(WBP), maka ada penggolongan WBP berdasarkan:
1. Umur
2. Jenis kelamin
60
3. Lama pidana yang dijatuhkan
4. Kejahatan yang dilakukan, dan
5. Kriteria lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan
pembinaan.30
4. Hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan
Narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan adalah warga
masyarakat yang memiliki label dalam diri mereka karena telah
melakukan suatu tindak kriminal sehingga harus mendapatkan
konsekuensi yaitu hukum pidana di Lembaga Pemasyarakatan.
Walaupun tengah menjalani masa hukuman pidana, tidak membuat
seorang Narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan tidak
memiliki hak sama sekali di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Karena
dalam sistem pemasyarakatan itu sendiri terdapat hak-hak mereka yang
telah ditetapkan oleh pemerintah dan disahkan di dalam Undang-
undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Sistem pemasyarakatan menghendaki Narapidana diberikan
kesempatan untuk memperbaiki diri melalui jalan pembinaan agar
dapat kembali ke dalam masyarakat sebagai warga yang baik. Hal ini
tertuang dalam Undang-undang No.12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan pasal 2 Bab 1 Ketentuan Umum yaitu “Sistem
pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga
Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
30
Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 12 ayat .
61
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat
aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar
sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.” Hak-hak Warga
Binaan Pemasyarakatan atau Narapidana itu antara lain:
a) melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya
b) mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani
c) mendapatkan pendidikan dan pengajaran
d) mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
e) menyampaikan keluhan
f) mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa
lainnya yang tidak dilarang
g) mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
h) menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang
tertentu lainnya
i) mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
j) mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti
mengunjungi keluarga
k) mendapatkan pembebasan bersyarat
l) mendapatkan cuti menjelang bebas
m) mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
62
Sistem pemasyarakatan disamping bertujuan untuk mengembalikan
Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi warga masyarakat yang baik
juga bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan
diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan
63
BAB III
GAMBARAN PROFIL LEMBAGA
A. Sejarah Berdirinya Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka adalah salah satu institusi di bawah
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia yang secara khusus melaksanakan pembinaan
lanjutan terhadap narapidana pada tahap asimilasi yaitu dengan masa pidana
antara 1/2 sampai dengan 2/3 dari masa pidana yang harus dijalani oleh
narapidana yang bersangkutan. Asimilasi yang dimaksud menurut penjelasan
Undang-Undang No.12 tahun 1999 tentang Pemasyarakatan pasal demi pasal,
pasal 6 ayat 1 alinea ke 2, Pembinaan secara ekstramural yang dilakukan di
LAPAS disebut asimilasi, yaitu proses pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu dengan
membaurkan mereka ke dalam kehidupan bermasyarakat.
Pembentukan Lapas Terbuka sebagai implementasi dari Surat Keputusan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I No : M.03.PR.07.03. Tahun
2003, tanggal 16 April 2003, perihal pembentukan Lapas Terbuka Pasaman,
Jakarta, Kendal, Nusakambangan, Mataram dan Waikabubak yang
ditandatangani oleh Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra dan merupakan
pengejawantahan dari konsep Community-Based Correction. Peresmian Lapas
Terbuka Jakarta dilakukan oleh Bapak Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia berikutnya yaitu Dr. Hamid Awaludin, SH. LLM, pada tanggal 14
Mei 2005.
64
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta merupakan unit Pelaksana
Teknis dibawah Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta,
yang dalam pelaksanaan tugasnya senantiasa berkoordinasi dengan
PUSDIKLAT Pegawai Kementerian Hukum dan HAM RI, terutama yang
berkaitan dengan kegiatan pendidikan dan pelatihan. Lembaga
Pemasyarakatan Terbuka Jakarta ini pada akhirnya nanti tidak hanya berfungsi
sebagai tahap lanjutan pembinaan dan pembimbingan Narapidana saja, akan
tetapi juga berfungsi sebagai Laboratorium Pemasyarakatan bagi para petugas
Pemasyarakatan yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di PUSDIKLAT
Pegawai Kementerian Hukum dan HAM RI.1
B. Letak Geografis
Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta terletak di dalam kompleks Balai
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja di Jalan Raya Gandul, Kelurahan
Gandul. Bangunan Lapas berada di paling belakang kompleks BADAN
Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Hukum dan
HAM RI, sehingga untuk di lokasi, harus berjalan cukup jauh yaitu kurang
lebih 450 meter dari gerbang masuk. Letaknya berdampingan dengan cabang
anak sungai Krukut yang mengalir cukup deras jika musim hujan tiba. Bahkan
jika ada air kiriman dari Bogor, sungai tersebut meluap dan membanjiri
kawasan Lapas.
1 Diambil dari Profil Lapas Terbuka Jakarta 2013
65
C. Visi dan Misi Lembaga2
Visi dari Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta memiliki kesamaan
dengan visi dari Pemasyarakatan, yaitu :
Pemulihan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga
Binaan Pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan
makhluk Tuhan YME (Membangun Manusia Mandiri)
Sedangkan misi dari Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta adalah :
Melaksanakan pembinaan dan pembimbingan tahap lanjutan bagi Warga
Binaan Pemasyarakatan dalam Kerangka integrasi sosial, penegakan
hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan
perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).
D. Sarana dan Prasarana
Lapas Terbuka Jakarta memiliki tiga buah gedung yaitu dua buah gedung
kantor dan satu buah gedung paviliun tempat tinggal bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP).
Kapasitas hunian dari Lapas Terbuka Jakarta saat pertama didirikan
mampu menampung 50 orang yang dibagi dalam 10 kamar hunian dan sejak
tahun anggaran 2008/2009 telah dilakukan peningkatan kapasitas hunian
menjadi 100 orang yang dibagi menjadi 20 kamar. Kamar hunian yang ada di
Lapas Terbuka berbeda dengan kamar hunian yang terdapat di Lapas tertutup,
perbedaan terdapat pada bentuk bangunannya, di Lapas Terbuka kamar hunian
berbentuk seperti kamar asrama atau kost yang tidak dilengkapi dengan jeruji
2 Diambil dari Profil Lapas Terbuka Jakarta 2013
66
besi seperti yang biasa digunakan oleh kamar hunian Lapas tertutup sebagai
penghalang bagi narapidana agar tidak melarikan diri. Selain itu, Lapas
Terbuka Jakarta juga memiliki masing-masing sebidang lahan yang digunakan
untuk program pembinaan kemandirian pertanian, peternakan, dan kolam ikan
serta satu buah bangunan dari bilik bambu yang digunakan untuk program
budidaya seperti budidaya jamur atau cacing3 (program berubah-ubah setiap
tahun).
Gedung kantor yang pertama bangunannya menyambung dengan ruang
penerimaan tamu dan pintu masuk Lapas. Di dalam gedung tersebut di lantai
pertama selain digunakan untuk menerima tamu atau penjenguk WBP yang
datang, juga digunakan sebagai kantin bagi tempat beristirahat para pegawai
Lapas. Selain itu, di lantai pertama juga terdapat sebuah panggung kecil untuk
bermain alat musik beserta seperangkat alat musik modern seperti gitar, drum,
keyboard, microphone, yang digunakan untuk latihan musik bagi WBP.
Sedangkan lantai kedua atau lantai paling atas digunakan sebagai ruang kantor
sebagian besar pegawai Lapas termasuk di dalamnya terdapat ruang Kalapas
Terbuka Jakarta.
Gedung kantor kedua memiliki tiga lantai. Lantai yang pertama tidak
digunakan karena sebagian lahannya tidak dibangun menyambung dengan
bangunan agar dapat digunakan untuk lahan rumah ternak ayam. Lantai kedua
digunakan sebagai ruang kantor staf bidang pembinaan dan bengkel kerja.
Sedangkan di lantai ketiga digunakan sebagai masjid.4
3 Berdasarkan hasil observasi peneliti yang dilakukan pada tanggal 20 November 2013.
4 Data diambil berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan petugas Lapas Terbuka
Jakarta dan Observasi yang dilakukan pada tanggal 20 November 2013.
67
E. Struktur Organisasi5
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia, Nomor : M. 03.PR. 07.03 Tahun 2003, Tanggal 16 April
2003. Tentang struktur organisasi Lapas Terbuka, maka struktur organisasi
Lapas Terbuka Jakarta terdiri dari :
1. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (KALAPAS);
2. Kepala Sub. Bagian Tata Usaha (KASUBAG T.U);
3. Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (Ka.KPLP);
4. Kepala Seksi Bimbingan Narapidana dan Kegiatan Kerja (KASI
BINAPI GIATJA);
5. Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Ketertiban (KASI ADM.
KAMTIB);
6. Kepala Urusan Kepagawaian dan Keuangan;
7. Kepala Urusan Umum;
8. Kepala Sub Seksi Keamanan;
9. Kepala Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib;
10. Kepala Sub Seksi Registrasi dan Bimkemasy;
11. Kepala Sub Seksi Perawatan;
12. Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja
Di bawah ini adalah bagan struktur organisasi Lapas Klas IIB Terbuka
Jakarta,
5 Profil Lapas Terbuka Jakarta.
68
Bagan I
F. Gambaran SDM/Staf Lapas Terbuka Jakarta
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta memiliki jumlah pegawai
sebanyak 80 orang, dengan komposisi jumlah pegawai laki-laki sebanyak 59
orang dan pegawai perempuan sebanyak 21 orang. Berikut ini adalah
gambaran petugas Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta berdasarkan
kategori pendidikan dan golongan kepangkatan.
KALAPAS
Ka. KPLP
RUPAM
I II III IV
KASUBAG TU
KAUR
KEPEGAWAIAN
DAN KEUANGAN
KAUR UMUM
KASI BINAPI
GIATJA
KASI
ADM.KAMTIB
KASUBSI
REGISTRASI
DAN BIMKEMASY
KASUBSI
PELAPORAN
DAN TATA
TERTIB
KASUBSI
KEAMANAN KASUBSI
KEGIATAN
KERJA
KASUBSI
PERAWATAN
69
Tabel 2
Data Petugas Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Berdasarkan Jenis Kelamin dan Pangkat Golongan / Ruang
JENIS
KELAMIN JUMLAH
PANGKAT GOLONGAN RUANG
IV III II
D C b A d C b A d C b a
L 59 6 4 6 1 5 16 21
P 21 2 2 5 8 2 2
80 2 8 9 14 1 7 16 23
Tabel 3
Persebaran Tingkat Pendidikan Petugas Lapas Terbuka Klas IIB
Jakarta6
Tingkat Pendidikan SMA D3 S1 S2 S3 AKIP
Jenis Kelamin L P L P L P L P L P L P
Jumlah 42 5 1 6 11 11 4 1 0 0 8 3
Untuk mencapai tujuan, sebuah organisasi memerlukan sumber daya
pendukung, salah satunya adalah Sumber Daya Manusia. Sumber Daya
Manusia (SDM) yang dibutuhkan oleh Lapas Terbuka Jakarta adalah petugas
pemasyarakatan yang siap bekerja dengan dilandasi 4 (empat) kesaktian yaitu:
1. Tanggap dalam pengetahuan;
Artinya petugas Lapas Terbuka Jakarta selalu haus untuk menimba ilmu
pengetahuan guna meningkatkan kemampuan personality.
2. Tanggap dalam kepribadian;
Artinya petugas Lapas Terbuka Jakarta memiliki pribadi yang kuat seperti
mental spiritual yang baik, berdedikasi tinggi terhadap pekerjaan, loyal
6 Data diperoleh dari Kasi Kepegawaian Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta tanggal 20
November 2013.
70
terhadap organisasi, jujur dalam perkataan dan perbuatan, disiplin dalam
bekerja.
3. Terampil dalam bekerja
Artinya petugas Lapas Terbuka Jakarta harus memiliki keterampilan untuk
mendukung kinerjanya.
4. Trengginas dalam jasmani.
Artinya petugas Lapas Terbuka memiliki ketahanan fisik yang baik sehingga
dapat mendukung kinerja.
Dalam melakukan pembinaan terhadap personil agar tanggap dalam
pengetahuan dan terampil dalam bekerja, Kalapas secara rutin mengirimkan
petugas Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta untuk mengikuti program
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) baik yang diselenggarakan Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Hukum dan
HAM RI. Diklat yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI
Jakarta dan instansi yang lain.7
G. Kriteria Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta8
Berdasarkan surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan nomor : E.PR.07.03-
725 tanggal 05 Desember 2003, perihal Operasionalisasi Lapas Terbuka
Jakarta, maka penempatan narapidana pada Lapas Terbuka Jakarta adalah
berasal dari UPT wilayah DKI Jakarta, wilayah Jawa Barat, wilayah Banten,
maupun narapidana yang berdomisili di sekitar wilayah Lapas Terbuka
7 Profil Lapas Terbuka Jakarta 2013.
8 Profil Lapas Terbuka Jakarta 2013.
71
Jakarta. Namun demikian tidak semua narapidana dapat diterima untuk
menjadi penghuni Lapas Terbuka Jakarta, karena narapidana yang dipidana
karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekusor narkotika,
psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan Hak
Asasi Manusia (HAM) yang berat, serta kejahatan trannasional terorganisasi
lainnya tidak dapat ditempatkan di Lapas Terbuka Jakarta.
Karena pendekatan keamanan yang diterapkan di Lapas Terbuka Jakarta
bersifat Minimum Security, maka narapidana yang akan ditempatkan di Lapas
ini harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut, yaitu :
1. Syarat substantif berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM
RI Nomor : 21 tahun 2013, Tentang syarat dan tata cara pemberian remisi,
asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti
menjelang bebas dan cuti bersyarat yaitu :
a. Narapidana telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas
kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana.
b. Narapidana telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan
moral yang positif.
c. Narapidana telah berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan
dengan tekun dan bersemangat.
d. Kondisi masyarakat telah dapat menerima program kegiatan
pembinaan yang bersangkutan.
e. Selama menjalankan pidana narapidana tidak pernah mendapat
hukuman disiplin sekurang-kurangnya dalam waktu 9 bulan terakhir
72
sehingga narapidana yang diasimilasikan adalah narapidana yang
mempunyai masa pidana 12 bulan atau lebih.
f. Masa pidana yang telah dijalani untuk asimilasi, narapidana telah
menjalani minimal 1/2 (setengah) dari masa pidana, setelah
dikurangi masa tahanan dan remisi dihitung sejak putusan
pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
2. Syarat administratif berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan
HAM RI Nomor : 21 tahun 2013 pasal 24, tentang syarat dan tata cara
pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan
bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat, yaitu :
a. Terdapat salinan putusan pengadilan (ekstrak vonis).
b. Surat Keterangan asli dari Kejaksaan bahwa narapidana yang
bersangkutan tidak mempunyai perkara atau tersangkut dengan
tindak pidana lainnya.
c. Adanya Laporan Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS) dari Bapas
tentang pihak keluarga yang akan menerima narapidana, keadaan
masyarakat sekitar dan pihak lain yang ada hubungannya dengan
narapidana.
d. Salinan daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tetib yang
dilakukan narapidana selama menjalani pidana dari Kalapas.
e. Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti
garasi, remisi, dan lain-lain dari Kalapas.
73
f. Surat pernyataan kesanggupan menerima/jaminan dari keluarga yang
diketahui oleh Pemda setempat serendah-rendahnya Lurah atau
Kepala Desa.
g. Surat Keterangan kesehatan dari dokter bahwa narapidana sehat
jasmani maupun jiwanya.
3. Telah mendapat persetujuan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Lapas
yang bersangkutan (yang mengirim) dan mendapat persetujuan Kalapas
serta Keputusan Asimilasi dibuat oleh Kepala Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM dengan tembusan Kepala Kepolisian
setempat, Pemda dan Hakim Wasmat.
H. Jadwal Kegiatan Sehari-hari Warga Binaan Pemasyarakatan Di
Lapas Terbuka Jakarta9
Dalam menjaga keteraturan dan kedisiplinan narapidana dalam mengikuti
pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta, maka dibutuhkan jadwal kegiatan
Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengatur kegiatan yang harus dilakukan
oleh narapidana mulai dari bangun pagi sampai dengan istirahat di malam
hari. Kegiatan narapidana di Lapas Terbuka Jakarta dimulai dari pukul 05.00
WIB sampai dengan pukul 20.00 WIB. Jadwal Kegiatan Warga Binaan
Pemasyarakatan Lapas Klas II B Terbuka Jakarta
9 Profil Lapas Terbuka Jakarta.
74
Tabel 4
Jadwal Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan
No. WAKTU JENIS KEGIATAN KET
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
05.00 – 06.00
06.00 – 07.00
07.00 – 07.15
07.15 – 08.30
08.30 – 09.00
09.00 – 12.00
12.00 – 13.00
13.00 – 13.00
13.00 – 13.15
13.15 – 15.15
15.15 – 16.30
16.30 – 17.30
17.30 – 18.00
18.30 – 19.00
19.00 – 19.30
19.30 – 20.00
20.00 – 05.00
Sholat Shubuh berjama’ah dilanjutkan Kultum.
Senam pagi.
Apel pagi .
Kebersihan Lingkungan (kamar dan kantor).
Makan pagi.
Pembinaan kemandirian.
Sholat Dzuhur berjama’ah dilanjutkan ceramah.
Makan siang.
Apel Siang.
Pembinaan kemandirian.
Sholat Ashar.
Kebersihan Lingkungan (kamar dan kantor).
Makan malam.
Sholat Maghrib berjama’ah dan belajar baca Al-
Qur’an.
Apel malam.
Sholat Isya’ berjama’ah
I S T I R A H A T
- Sabtu dan
Minggu kegiatan
Pembinaan
Kemandirian
diganti dengan
kegiatan seni
atau rekreasi.
-Hari Minggu
dilaksanakan
kebaktian bagi
narapidana
beragama
Kristen pada
pukul 10.00
sampai dengan
12.00 WIB.
75
I. Jenis Pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta10
Pembinaan yang diberikan oleh Lapas Terbuka Jakarta terhadap para
narapidana dibagi menjadi tiga kategori yaitu pembinaan kepribadian,
pembinaan kemandirian dan pembinaan mengintegrasikan diri dengan
masyarakat.
1. Pembinaan Kepribadian adalah pembinaan yang bertujuan
meningkatkan kualitas pribadi narapidana agar memiliki mental
spiritual yang baik, memiliki kesadaran hukum yang baik, memiliki
kesadaran berbangsa dan bernegara yang baik dan memiliki
kemampuan intelektual yang lebih baik.
2. Pembinaan Kemandirian adalah pembinaan yang bertujuan
meningkatkan kemampuan Narapidana untuk mencari penghidupan
melalui kegiatan bimbingan kerja.
3. Pembinaan Mengintegrasikan Diri dengan Masyarakat adalah
pembinaan yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan antara
Narapidana dengan masyarakatnya, denga memberikan kesempatan
mengembangkan aspek-aspek pribadinya, memberikan keleluasaan
yang lebih besar untuk berintegrasi dengan masyarakat dalam kegiatan
kemasyarakatan seperti, bekerja dengan pihak ketiga, melanjutkan
pendidikan di sekolah umum, beribadah di tempat ibadah luar Lapas
dan lainnya.
10
Profil Lapas Terbuka Jakarta.
76
Masing-masing kategori pembinaan diatas dapat diuraikan lagi sebagai
berikut :
Ad.1. Program pembinaan Kepribadian terbagi menjadi :
a. Program belajar membaca Al-Quran;
b. Program pengajian (ceramah agama Islam);
c. Kebaktian bagi umat Kristiani.
d. Program perayaan Hari Besar Keagamaan;
e. Program kegiatan olah raga dan seni.
f. Program pelaksanaan kegiatan kunjungan untuk WBP setiap hari
dimulai dari pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB.
Ad.2. Program pembinaan Kemandirian terbagi menjadi :
a. Peternakan : ayam broiler, budidaya cacing
b. Perikanan : lele
c. Pertukangan
Ad.3.Program pembinaan Mengintegrasikan Diri dengan Masyarakat terbagi
menjadi :
a. Program Cuti Mengunjungi Keluarga;
b. Program kerja asimilasi dengan pihak ke-3 (ketiga).
77
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS PENELITIAN
Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan hasil temuan lapangan yang peneliti
temukan melalui penelitian yang telah dilakukan mengenai program pembinaan
kemandirian yang diselenggarakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas
IIB Jakarta dalam rangka meningkatkan kemandirian Warga Binaan
Pemasyarakatan. Dari hasil temuan lapangan tersebut, peneliti melakukan analisis
yang juga dijelaskan dalam bab ini.
A. Tahapan Pembinaan Kemandirian Di Lapas Terbuka Klas IIB
Jakarta
1. Orientasi
Masa orientasi dilasanakan pada tahap awal ketika Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP) pindah ke Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta dari
Lapas asal atau Lapas tertutup. Dalam masa orientasi, WBP diberikan
kesempatan selama tiga hari untuk mengenali lingkungan baru dan
beradaptasi dengan lingkungan Lapas Terbuka. Selain itu pada saat pindah
ke Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta, WBP telah diasesmen terlebih dahulu
untuk mengetahui minatnya agar dapat diarahkan dengan baik ke dalam
bidang yang benar-benar cocok dengan mereka. Hal ini sesuai dengan
yang diungkapkan oleh Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan di
Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta kepada peneliti:
78
“Nah, setelah masuk kesini pun kami akan lakukan asesmen
kembali untuk benar-benar mengetahui minat WBP. Mereka
juga masuk ke dalam masa orientasi selama tiga hari.
Istilahnya pengenalan lingkungan seperti itu ketika sampai
disini. Kalau di Lapas yang biasa (lapas tertutup) orientasinya
sebulan. Tapi karena disini masanya singkat jadi hanya tiga
hari.”1
2. Pengarahan
Pengarahan adalah tahapan setelah diketahui hasil asesmen dan
adaptasi lingkungan yang telah dilaksanakan oleh WBP. Pengarahan
berupa penempatan dan persiapan sebelum WBP ikut ke dalam program
pembinaan kemandirian yang ada. Dalam proses ini, selain mengacu pada
hasil asesmen yang dilakukan oleh staf dari Lapas Terbuka Klas IIB
Jakarta, pengarahan program pembinaan kemandirian bagi WBP juga
mengacu kepada program pembinaan yang telah diikut oleh WBP di Lapas
sebelumnya. Hal tersebut dilakukan agar kegiatan pembinaan kemandirian
dapat saling berkesinambungan bagi WBP itu sendiri. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie
Perawatan Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta kepada peneliti yaitu:
“Sebelum mereka (WBP) menjalankan pembinaan disini kan
kita asesmen dulu. Nah, WBP yang masuk kesini kan
sebenarnya WBP yang sudah menjalani setengah dari masa
hukumannya. Ketika mereka ingin masuk pindah kesini di
Lapas awal juga mereka telah diasesmen juga, untuk
menelusuri minat dan bakat WBP apakah ia bisa cocok dengan
pembinaan yang ada disini atau tidak.”2
1 Wawancara dengan Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan dan ibu Puji Indrayani
selaku Staf Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) pada tanggal 20 November 2013. 2 Wawancara dengan Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan dan Ibu Puji Indrayani
selaku Staf Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) pada tanggal 20 November 2013.
79
“Setelah diketahui hasilnya, maka baru kami akan arahkan
program yang mana yang bisa ia jalankan, jika ia minatnya
menjadi tukang kayu, ya kami arahkan ke perbengkelan kayu,
kalau ke peternakan, kami arahkan untuk memilih peternakan
ikan atau ayam. Atau ia bisa juga kerja mandiri, kerja mandiri
dengan pihak ketiga atau kerja di luar Lapas dengan mitra
kerja kita.”3
3. Pelaksanaan Program Pembinaan Kemandirian
Telah disebutkan di dalam Bab III Profil Lembaga bahwa Lapas
Terbuka Klas IIB Jakarta memiliki program pembinaan kemandirian yaitu
peternakan ayam broiler dan budidaya cacing, peternakan ikan,
pertukangan, dan bekerja mandiri pada pihak ketiga. Setelah WBP
diarahkan untuk ditempatkan di kegiatan program pembinaan kemandirian
yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta, maka selanjutnya WBP dapat
mengikuti program-program pembinaan kemandirian yang ada.
Dalam mengikuti program, WBP yang baru pindah akan diturunkan
untuk belajar bersama dengan WBP yang telah pindah ke Lapas dan
mengikuti program lebih dahulu. Mereka belajar dan dilatih oleh pelatih
maupun orang yang memiliki keahlian di bidang program yang masing-
masing diikuti oleh WBP. Orang yang disebut dengan instruktur atau
pelatih tersebut tidak setiap hari datang ke Lapas Terbuka. Namun, mereka
memberi pengarahan dan pengawasan terhadap WBP yang melakukan
program pembinaan kemandirian beberapa kali dalam seminggu. Selain itu
instruktur atau pelatih juga dibantu oleh staf Lapas Terbuka yang ada
3 Wawancara dengan Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan dan Ibu Puji Indrayani
selaku Staf Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) pada tanggal 20 November 2013.
80
dalam mengawasi pelaksanaan program pembinaan yang diikuti oleh
WBP.
Program-program kemandirian yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB
Jakarta merupakan program yang telah diputuskan oleh jajaran
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan. Namun, program-program tersebut juga disesuaikan
dengan kondisi lingkungan di sekitar Lapas. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan dan Ibu
Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) kepada penulis:
“Ini memang sudah digariskan ada di Peraturan Menteri
Hukum dan HAM Nomor 21 tahun 2013. Itu yang terbaru, kan
kalau keputusan seperti itu ada urutannya. Pertama, undang-
undang, terus peraturan pemerintah, turun lagi peraturan
menteri. Nah, itu ada di peraturan menteri itu. Di setiap lapas
pasti ada dua macam pembinaan itu, tetapi kontennya saja
yang berbeda-beda di tiap Lapas. Kenapa berbeda-beda, ya itu
tergantung kondisi dan situasi Lapas itu sendiri. Misalnya
karena geografisnya atau memang ciri khas Lapasnya. Jadi
program-program itu bukan kita yang merumuskan, memang
sudah dari atasnya begitu. Kita hanya menjalankan dan
mengembangkan sesuai dengan kondisi dan dana yang ada bila
mendukung.”4
WBP juga dapat mengusulkan perubahan program kemandirian
ataupun mengajukan diri untuk mengikuti program kerja pada di pihak ke-
3 (P3) yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Perubahan tersebut
dapat terjadi apabila ada WBP yang memiliki minat dan kemampuan lebih
di dalam suatu bidang tertentu.
4 Wawancara dengan Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan dan Ibu Puji Indrayani
selaku Staf Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) pada tanggal 20 November 2013.
81
Prosesnya, mereka dapat mengajukan program yang diinginkan
kepada staf Bidang Giatja. Kemudian staf Bidang Giatja akan
meneruskannya kepada Kasubsie Bidang Pembinaan yang kemudian akan
diteruskan kepada Kalapas untuk dipertimbangkan untuk disetujui atau
ditolak berdasarkan pertimbangan sarana, prasarana dan anggaran dana
yang ada. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ibu Puji Indrayani
kepada penulis:
“Pada dasarnya kita disini tidak mengekang aspirasi dari staf
atau warga. Kalau memang ingin ada program baru bisa
mengajukan. Biasanya dari warga mengajukan ke kita staf
Giatja. Lalu dari kita nanti kita ajukan ke Kasubsie Pembinaan.
Dari Kasubsie naik lagi ke Kalapas. Kalau ada dana dan lahan
biasanya disetujui. Tidak mungkin Kalapas menolak kalau
memang programnya bagus dan kita bisa melaksanakan. Kalau
ditolak itu biasanya karena mentok di dana sih ya. Tapi setahu
saya, Kalapas orang yang demokratis ya. Selama bisa
dilaksanakan, beliau juga mendukung kok.”5
“Program budidaya cacing juga adalah salah satunya warga
yang mengusulkan. Jadi ada warga yang melihat bahwa ada
peluang di Lapas ini bisa menjalankan program budidaya
cacing karena prospeknya yang cukup menguntungkan. Lalu ia
mengusulkan untuk diadakannya program budidaya cacing.
kebetulan juga program budidaya jamur telah habis masanya.
Jadi kita bisa pakai rumah yang untuk budidaya jamur ke
budidaya cacing. kita mencari orang yang bisa menjadi pelatih
program tersebut untuk melatih warga. Disini programnya bisa
berubah jika memang sesuai dengan kondisi lahan yang ada.
Warga bisa mengembangkan kreativitas dan kemampuan yang
dimilikinya maksimal disini.”6
Lapas Terbuka Jakarta tidak memiliki jadwal khusus bagi pembinaan
kemandirian seperti di Lapas tertutup yang menentukan hanya beberapa
5 Wawancara dengan Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja dilakukan pada 6
Januari 2014. 6 Wawancara dengan Pak Rio Chaidir selaku staf Kasubsie Perawatan dilakukan pada 11
Desember 2013.
82
hari dari satu pekan untuk program kemandiriannya. Karena program
tersebut berjalan setiap hari manakala dibutuhkan serta program-program
kemandirian yang terdapat di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta merupakan
kegiatan praktis dengan didukung prosedur Minimum Security, sehingga
WBP dapat dengan bebas keluar dari kamar paviliunnya untuk melakukan
program. Namun, tetap dibatasi jangka waktunya dan WBP pun harus
tetap wajib mengikuti program pembinaan kepribadian yang telah
ditetapkan.
Misalnya program kerja pada pihak ke-3 atau P3 yang dilakukan oleh
J. Ia memang bisa bekerja di luar Lapas setiap hari namun memiliki jangka
waktu yaitu sejak pukul 07.00 dan harus kembali lagi ke dalam Lapas
pukul 19.00 WIB. Sedangkan untuk yang melakukan program pembinaan
kemandirian di dalam Lapas Terbuka, waktunya ditentukan antara pukul
13.15 hingga pukul 15.15. Namun jadwal tersebut dapat disesuaikan
menurut kebutuhan program. Misalnya, program memberi pakan bagi
ternak ayam broiler maka harus dilakukan pagi dan sore hari.
B. Pelaksanaan Program Pembinaan Kemandirian Terhadap
Kemandirian Warga Binaan Pemasyarakatan
Program-program kemandirian yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB
Jakarta merupakan program yang telah diputuskan oleh jajaran Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Namun, program-program tersebut juga disesuaikan dengan kondisi
83
lingkungan di sekitar Lapas. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan dan Ibu Puji Indrayani selaku
staf Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) kepada penulis:
“Ini memang sudah digariskan ada di Peraturan Menteri
Hukum dan HAM Nomor 21 tahun 2013. Itu yang terbaru, kan
kalau keputusan seperti itu ada urutannya. Pertama, undang-
undang, terus peraturan pemerintah, turun lagi peraturan menteri.
Nah, itu ada di peraturan menteri itu. Di setiap lapas pasti ada dua
macam pembinaan itu, tetapi kontennya saja yang berbeda-beda di
tiap Lapas. Kenapa berbeda-beda, ya itu tergantung kondisi dan
situasi Lapas itu sendiri. Misalnya karena geografisnya atau
memang ciri khas Lapasnya. Jadi program-program itu bukan kita
yang merumuskan, memang sudah dari atasnya begitu. Kita hanya
menjalankan dan mengembangkan sesuai dengan kondisi dan dana
yang ada bila mendukung.”7
Beberapa orang WBP yang aktif dalam menjalani program pembinaan
kemandirian di Lapas Terbuka Klass IIB Jakarta pun dipilih menjadi informan
dalam proses penelitian skripsi ini yaitu:
Tabel 5
WBP dan Program Pembinaan Kemandirian yang diikuti
No. Nama (Inisial) Usia Pendidikan Terakhir Program
1. AW 29 tahun SMA Pertukangan
2. AS 18 tahun Tidak Lulus SMA Perikanan
3. AL 19 tahun Tidak Lulus SMA
4. AH 24 tahun D3 Peternakan
ayam broiler 5. AG 27 tahun SD
6. AN 18 tahun Tidak Lulus SMA Budidaya
cacing
7. J 40 tahun SMA Kerja pada
Pihak ke-3
7 Wawancara dengan Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan dan ibu Puji Indrayani
selaku Staf Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) pada tanggal 20 November 2013.
84
Berdasarkan teori yang telah dibahas di bab sebelumnya, program
pembinaan kemandirian yang dilaksanakan di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
menggunakan Pendekatan Dari Atas (Top Down Approach). Dalam
pelaksanaannya segala program pembinaan yang ada sudah ditentukan oleh
pihak Lapas dan WBP diwajibkan mengikuti program yang ada. Program-
program pun tidak dibuat berdasarkan hasil analisis mendalam terhadap minat
dan bakat yang dimiliki oleh WBP. Namun, asesmen terhadap WBP dilakukan
dalam proses orientasi untuk selanjutnya digunakan dalam proses pengarahan
untuk menempatkan WBP dalam bidang yang memungkinkan ia bisa ikuti.
WBP juga mendapatkan pembinaan dari luar diri mereka sendiri. Karena
segala proses pembinaan kemandirian diberikan oleh staf Lapas Terbuka
kepada WBP yang artinya WBP memperolehnya dari luar dirinya. Pemberian
keterampilan diberikan kepada WBP dan mereka wajib untuk mengikutinya
sesuai dengan peraturan yang ada. Sehingga setelah mengikuti program
pembinaan kemandirian WBP memiliki keterampilan yang diharapkan dapat
menumbuhkan kemandirian yang ada dalam diri WBP.
Pembinaan dari luar ini memang merupakan tugas utama dari sebuah
Lapas Terbuka dimana salah satu fungsinya adalah pengintegrasian Narapidana
ke dalam masyarakat. Salah satunya melalui program kerja pada pihak ke-3
yang dilakukan oleh J. Berikut penulis akan memaparkan proses pelaksanaan
program pembinaan kemandirian yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta.
85
1. Pelatihan Program Pembinaan Kemandirian Peternakan Ayam Broiler
a. Model Pelatihan
Model pelatihan yang digunakan oleh Lapas Terbuka Klas IIB
Jakarta dalam memberikan program pembinaan kemandirian di bidang
Peternakan Ayam, Budidaya Cacing, dan Perikanan adalah model
praktek langsung. Dalam pemberian pelatihan, Warga Binaan (WBP)
Pemasyarakatan mengikuti proses kegiatan pembinaan yang
berlangsung dengan diberi pembelajaran tahap awal terlebih dahulu
berupa pengenalan proses peternakan dari WBP yang telah lebih dulu
mengikuti program serta dari Staf Bidang Kegiatan kerja (Giatja) dan
pelatih atau instruktur.
b. Materi Pelatihan Ayam Broiler
Materi pelatihan yang diberikan adalah bagaimana proses
peternakan ayam broiler. Untuk peternakan ayam broiler, pelatihan
dimulai dari bagaimana menjaga anak-anak ayam yang menjadi bibit
agar dapat tumbuh menjadi ayam broiler yang sehat dan dapat dijual
ke pasar. Dalam pelatihannya, WBP diajarkan bagaimana menjaga
suhu di dalam kandang ayam agar cocok bagi anak-anak ayam yang
masih kecil hingga lama kelamaan suhu dikurangi disesuaikan dengan
usia ayam broiler tersebut. Selain itu juga diajarkan bagaimana
memberikan pakan ternak dari mulai takaran pakan, jenis pakan yang
diberikan sesuai dengan usia ayam hingga waktu-waktunya.
86
c. Peserta program Peternakan Ayam Broiler
Peserta peternakan ayam broiler adalah WBP berinisial AH dan
AG. WBP berinisial AH adalah motor dari program pembinaan ini.
Karena pada awal AH pindah ke Lapas Terbuka Klass IIB Jakarta,
program ini sedang vakum karena ketiadaan dana. Kemudian AH
berinisiatif untuk memanfaatkan sisa ayam broiler betina dan jantan
untuk dicoba diternakan. Usaha ini berhasil sehingga kemudian AH
merekrut AG untuk diajak bersama mengembangkan program
peternakan ayam broiler ini. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Ah
dalam wawancara dengan penulis berikut ini.
“Saya dulu pernah menggarap proyek peternakan mbak.
Pernah lihat proyeknya, lalu dari situ jadi tahu seluk beluknya.
Lalu saya lihat disini ada lahan, kenapa tidak dimanfaatkan.
Kemudian saya usulkan untuk diadakan kembali program
peternakan. Karena waktu saya tiba, program peternakan ayam
sedang tidak jalan karena ketiadaan dana. Lalu saya mengajak
beberapa warga (Warga Binaan Pemasyarakatan) untuk ikut
program ini. Karena saya ingin mengembangkan program ini
agar bisa dijalankan terus disini mbak, jangan sampai berhenti.
Karena keuntungannya lumayan mbak. Nantinya bisa ada
pemasukan untuk warga, dan ada pemasukan untuk lapas
juga.”8
2. Pelatihan Program Pembinaan Kemandirian Perikanan
a. Model Pelatihan
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa model pelatihan yang
diberikan oleh Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta adalah model praktek
8 Wawancara dengan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan pada 9 Januari 2014.
87
langsung. WBP diperkenankan untuk mengikuti pembinaan bersama
dengan WBP yang telah lebih dahulu mengikuti program.
b. Materi Pelatihan
Materi pelatihan yang diberikan adalah bagaimana memelihara
bibit ikan sejak masih dalam kondisi telur, setelah menetas hingga
tumbuh besar dan siap untuk dijual. Jenis ikan yang dibudidayakan
adalah ikan air tawar seperti ikan gurami dan ikan mas. Materi
diberikan oleh instruktur yang diundang ke Lapas Terbuka Klass IIB
Jakarta. Namun, kehadiran instruktur tidak setiap hari. Instruktur
hanya mengajarkan di awal proses pemberian pelatihan. Selanjutnya
proses pengawasan dilakukan oleh staf apabila instruktur tidak hadir
selama kegiatan pembinaan.
c. Peserta Program Pembinaan Kemandirian Perikanan
Program pembinaan kemandirian perikanan diikuti oleh dua orang
WBP yaitu A S dan AL. Mereka berdua aktif mengikuti program
pembinaan kemandirian perikanan sejak pindah ke Lapas Terbuka
Klass IIB Jakarta pada bulan November 2013. Mereka diarahkan oleh
staf Bidang Giatja untuk mengikuti kegiatan pelatihan perikanan
3. Pelatihan Program Pembinaan Kemandirian Pertukangan
a. Model Pelatihan
Pelatihan pertukangan diadakan di bengkel kerja yang berada di
salah satu gedung Lapas Terbuka Klass IIB Jakarta yang merangkap
88
sebagai kantor para staf Bidang Giatja. Pelatihan dilakukan di dalam
bengkel kerja agar dapat menggunakan fasilitas mesin bertenaga listrik
serta menghindari cuaca terik matahari serta hujan yang tidak baik bagi
pemeliharaan material kayu yang digunakan. Model praktek langsung
juga digunakan dalam program pembinaan kemandirian ini.
b. Materi Pelatihan
Setiap WBP yang ingin mengikuti program ini akan mendapatkan
arahan dari staf Bidang Giatja dalam melaksanakan latihan
pertukangan, dari mulai cara mengukur, teknik memotong
menggunakan mesin dan gergaji, dan lain-lain. Selain itu, para staf
yang memiliki keahlian dalam hal pertukangan juga mendorong
kreativitas WBP dengan mengajarkan untuk membuat model-model
peralatan rumah tangga dan perkantoran dengan menggunakan
perkakas yang ada.
c. Peserta Pelatihan
Program pembinaan pertukangan diikuti oleh AW yang
sebelumnya adalah karyawan swasta. Walaupun pekerjaan sebelumnya
tidak berkaitan dengan kegiatan pertukangan, ia cukup minat dengan
pertukangan. Ia mengikuti kegiatan pertukangan sejak ia masuk ke
Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta yaitu bulan November 2013.
89
4. Pelatihan Program Pembinaan Kemandirian Budidaya Cacing
a. Model Pelatihan
Budidaya cacing adalah program yang memiliki kerja sama dengan
pihak dari luar lembaga dalam pelaksanaan prosesnya. Hal ini
dikarenakan dari pihak Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta tidak memiliki
pengetahauan sama sekali mengenai proses budidaya cacing. Sehingga
dalam pelaksanaanya mengundang pelatih dari luar. Budidaya cacing
merupakan program baru, sehingga belum pernah ada WBP yang
mengikuti program ini sebelumnya. Pelatihan diberikan secara
bertahap yaitu pengenalan terhadap cacing yang akan dibudidayakan
kemudian diikuti dengan praktek langsung dalam budidayanya.
b. Materi Pelatihan
Budidaya cacing menggunakan sebuah bangunan sederhana yang
dindingnya terbuat dari bilik bambu. Bangunan tersebut awalnya
digunakan untuk budidaya jamur.9 Di dalam banguna tersebut
dilaksanakan materi berupa pengenalan jenis cacing serta bagaimana
proses pemeliharaan cacing. Awalnya untuk membangun sarang
cacing, peserta pembudidaya memindahkan lumpur-lumpur yang akan
digunakan sebagai sarang cacing ke dalam tempat yang telah
disediakan. Kemudian, dalam lumpur tersebut diletakan cacing-cacing
yang seterusnya akan berkembang biak. Pemeliharaannya tidak terlalu
9 Informasi diperoleh dari observasi peneliti yang dilakukan pada tanggal 11 Desember 2013.
90
sulit, yaitu hanya dengan dijaga kadar air di dalam lumpur agar tidak
terlalu banyak maupun terlalu sedikit.
c. Peserta Pelatihan
Peserta pelatihan program pelatihan budidaya cacing adalah WBP
berinisial AN. Ia diarahkan untuk mengikuti program ini ketika pindah
ke Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Sebelumnya di Lapas Cibinong, ia
tidak mengikuti program pembinaan kemandirian apapun. Menurut
AN, ia cukup menikmati program budidaya cacing yang telah ia ikuti
sejak bulan November 2013. Karena menurutnya prosesnya tidak
terlalu sulit dan mudah dimengerti.
5. Program Bekerja Pada Pihak Ke-3 (P3)
a. Model Pembinaan
Program Bekerja Pada Pihak Ke-3 atau P3 dilakukan oleh WBP
yang sebelumnya telah mengajukan diri kepada pihak Lapas Terbuka
Klas IIB Jakarta. Program ini hanya bisa dilakukan oleh WBP yang
lolos dari pengawasan yang dilakukan oleh pihak Lapas Terbuka Klas
IIB Jakarta. Pembinaan ini mengaplikasikan model pembinaan
asimilasi atau mengintegrasikan WBP dengan masyarakat di luar.
Dengan pembinaan ini, WBP dapat berinteraksi secara lebih dekat dan
lebih luas dengan masyarakat di lingkungan kerjanya. Karena itu
dibutuhkan pengawasan yang ketat bagi peserta yang mengajukan diri
dan atau sedang melakukan program pembinaan ini. Dengan model
91
pembinaan seperti ini, tujuan WBP agar dapat siap kembali ke
masyarakat dapat tercapai. Selain itu dapat meningkatkan kepercayaan
diri WBP ketika keluar dari Lapas.
b. Peserta Pembinaan
Peserta pembinaan yang melakukan P3 adalah WBP berinisial J
yang pindah ke Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta pada bulan Mei 2013.
Ia mengajukan diri untuk melakukan program pembinaan yaitu bekerja
di luar Lapas karena memiliki minat yang besar untuk menjadi lebih
mandiri. Sebelum masuk ke Lapas ia bekerja sebagai karyawan swasta.
Pekerjaan yang dilakukan saat P3 adalah usaha penyaringan air untuk
isi ulang. Ia menjalani usaha tersebut dengan bekerja sama dengan
beberapa orang rekan. Ia menjalani usaha tersebut karena memiliki
latar belakang pendidikan Kimia. Lokasi usahanya terletak di Kota,
Jakarta Barat dan di rumahnya yaitu Cengkareng.10
c. Prosedur Pendaftaran P3
WBP yang mengikuti P3 terlebih dahulu untuk mengajukan diri
kepada pihak Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Dalam pengajuan diri,
jika WBP telah memiliki referensi pekerjaan yang ingin dijalani, maka
pihak Lapas akan melakukan negosiasi kerjasama kepada pemilik
usaha agar mau menerima WBP untuk bekerja di tempat tersebut. Jika
WBP tidak memiliki referensi, maka pihak Lapas akan mencari
refrensi tempat pekerjaan bagi WBP. Setelah didapatkan persetujuan
10
Informasi diperoleh dari wawancara dengan Warga Binaan Pemasyarakatan pada tanggal
12 Januari 2014.
92
kerjasama, maka langkah selanjutnya adalah pihak Lapas mensurvei
lokasi dan lingkungan pekerjaan. Setelah segala prosedur selesai
dengan baik, WBP dapat melaksanakan program P3.11
C. Faktor Penghambat Program Pembinaan Kemandirian
Segala bentuk kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi maupun
lembaga akan menemui hambatan dan tantangan. Begitu pula yang dihadapi
oleh Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta.
1. Minimnya Anggaran Dana
Minimnya anggaran dana merupakan faktor utama yang diakui oleh
petugas Lapas Terbuka sebagai faktor penghambat pelaksanaan program
pembinaan kemandirian. Sebagaimana yang diketahui bahwa Lapas
Terbuka Klas IIB Jakarta merupaka lembaga milik pemerintah yang
berarti seluruh kebutuhan dananya ditopang oleh pemerintah. Sering kali
anggaran yang tidak mencukupi ini akan membuat program tidak berjalan
dengan baik. Hal ini diungkapkan oleh Pak Iwan selaku staf Bidang
Kegiatan Kerja kepada penulis berikut ini.
“Kendalanya pasti dana ya. Karena sistem anggaran kita kan sistem
pakai habis. Jadi kalau pejabat atas kan berpikirnya ini anggaran
negara yang harus habis digunakan dalam masa satu tahun ini.
Sehingga, dana yang ada ya keluarkan saja untuk apa-apa. Kalau
kita yang ada di lapangan kegiatan kerja kan inginnya dana ini
berputar ya. Jadi modal bisa kembali lagi untuk membeli bibit ikan
di periode pembibitan selanjutnya, sistem berkelanjutan begitu.
Namun, sampai saat ini masih sulit untuk menerapkan sistem
11
Informasi diperoleh dari wawancara dengan Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan
pada tanggal 11 Desember 2013.
93
seperti itu. Bukan Cuma di lapas ini tapi di lapas-lapas lain juga
begitu. Karena dimana-mana sistemnya kan sama.”12
2. Jumlah Program Minim
Minimnya jumlah program merupakan imbas dari minimnya jumlah
anggaran dana yang diberikan kepada Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta dari
pemerintah pusat. Minimnya jumlah program ini mengakibatkan WBP
yang ada tidak terserap secara keseluruhan sehingga yang mengikuti
program pembinaan kemandirian hanya sedikit. Hal ini diungkapkan oleh
Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja kepada penulis.
“Jadi ya, masalahnya kembali lagi karena kurangnya program.
Kami rasa kalau programnya cukup banyak, maka akan bisa
menyerap WBP yang ada sehingga yang tidak mau ikutpun bisa
kami paksa. Karena keterbatasan itulah kami tidak bisa berbuat
apa-apa. Kalau kami sih ingin mereka semua ikut kegiatan, ikut
pembinaan supaya kemandiriannya itu bertambah.”13
Sedikitnya jumlah program juga diakui oleh Bapak Iwan, rekan dari Ibu
Puji, menjadi salah satu penghambat proses pembinaan kemandirian di
Lapas Terbuka. Hal ini diungkapkan beliau sebagai berikut.
“Perkembangan mereka cukup baik, karena sebenarnya mereka
juga tergantung dengan program yang ada disini. Jika program
yang ada disini banyak, bisa menyerap semua WBP yang ada
disini, nantinya mereka akan berkembang. Namun, karena program
yang ada hanya sedikit, sehingga tidak semua bisa terserap oleh
program-program yang ada. Kalau dari WBP sendiri sebenarnya
mereka sangat ingin bekerja, memanfaatkan waktu untuk
mengerjakan sesuatu.”14
12
Wawancara dengan Bapak Iwan selaku staf Bidang Kegiatan Kerja pada 20 Desember
2013. 13
Wawancara dengan Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja dilakukan pada 6
Januari 2014. 14
Wawancara dengan Bapak Iwan selaku staf Bidang Kegiatan Kerja pada 20 Desember
2013.
94
3. Terbatasnya Kualitas Sumber Daya Manusia
Tidak dapat dibantah bahwa kualitas sumber daya manusia yang ada di
dalam suatu tubuh lembaga adalah modal penting yang menjadi penggerak
bagi lembaga itu. Begitu pula dengan Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
yang memiliki total 80 orang petugas di dalamnya. Minimnya petugas
yang memiliki keahlian di bidang pembinaan kemandirian juga merupakan
salah satu faktor penghambat. Tidak setiap petugas memiliki keahlian
praktis bagi bidang pembinaan kemandirian. Sehingga apabila pelatih atau
instruktur pembinaan tidak dapat hadir maka, tidak ada yang bisa
menggantikan mereka untuk melatih WBP.
4. Sedikitnya Mitra Kerja
Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta memiliki program pembinaan
kemandirian bekerja pada pihak ke-3 (P3) dimana dalam program tersebut,
WBP dapat menjalani pekerjaan yang diinginkannya di luar lembaga.
Artinya akan terjadi interaksi yang lebih luas antara WBP dengan
masyarakat luas. Hal ini adalah salah satu cara WBP mengintegrasikan
dirinya ke dalam masyarakat. Program ini dilaksanakan sesuai dengan
fungsi pokok Lapas Terbuka yaitu sebagai Lapas asimilasi bagi WBP.
Namun, karena sedikitnya mitra kerja yang ada saat ini membuat WBP
yang dapat bekerja di luar lembaga pun sedikit. Hal ini juga dipengaruhi
oleh tingkat kepercayaan masyarakat kepada WBP yang rendah.15
15
Informasi diperoleh dari hasil wawancara peneliti dengan Bapak Rio Chaidir selaku
Kasubsie Perawatan pada tanggal 20 November 2013.
95
5. Kemauan Warga Binaan Pemasyarakatan Kurang
Kemauan dari WBP yang kurang dalam mengikuti program pembinaan
juga menjadi faktor penghambat. Karena apabila dalam diri WBP itu
sendiri mempunyai kemampuan yang minim, maka hasil pembinaan yang
diharapkan yaitu kemandirian tidak akan tumbuh dalam jiwa WBP. Hal ini
diungkapkan oleh Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja
kepada penulis.
“Kalau WBP yang tidak mau ikut ya kami juga tidak bisa
memaksakan ya. Kenapa kami tidak bisa memaksakan karena itu
terkait dengan program juga. Misalnya peternakan, di program itu
cukuplah lima orang saja yang mengurus. Karena apabila terlalu
banyak orang juga akan mempengaruhi proses dan hasil ternak itu
sendiri. Terlalu banyak orang yang terlibat juga bisa membuat
tingkat stres ayam tinggi. Selain itu jika terlalu banyak orang yang
ikut turun tangan namun kalau mereka memiliki pendapat yang
berbeda-beda juga bisa mengacaukan program kan. Jadi ya,
masalahnya kembali lagi karena kurangnya program. Kami rasa
kalau programnya cukup banyak, maka akan bisa menyerap WBP
yang ada sehingga yang tidak mau ikutpun bisa kami paksa.
Karena keterbatasan itulah kami tidak bisa berbuat apa-apa.”16
D. Hasil Pelaksanaan Program Pembinaan Kemandirian
Program pembinaan kemandirian adalah salah satu program yang ada di
Lapas Terbuka Jakarta yang diharapkan dapat memberikan bekal keterampilan
atau keahlian dalam bidang tertentu sehingga membuat WBP yang telah
keluar dari lembaga ini dapat mandiri nantinya dalam hal mencari mata
16
Wawancara dengan Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja dilakukan pada 6
Januari 2014.
96
pencaharian.17
Hal inilah yang diungkapkan oleh Ibu Puji Indrayani kepada
penulis tentang definisi pembinaan kemandirian menurut beliau.
Beberapa orang WBP yang telah mengikuti program pembinaan
kemandirian dan merasakan manfaat dari program tersebut adalah AH dan
AG. Mereka ada dua orang WBP yang mengikuti program pembinaan
kemandirian peternakan ayam broiler. AH merupakan pencetus yang
mengusulkan program ini berjalan kembali. Ia kemudian menjalankan kembali
program peternakan ayam yang semula vakum. Ia merekrut beberapa orang
WBP lainnya untuk belajar menternakan ayam broiler karena semasa masih
bekerja dulu, ia pernah menangani proyek peternakan ayam. Sehingga ia
memiliki keahlian di bidang tersebut. Berikut pernyataan AH saat
diwawancarai oleh peneliti:
“Saya dulu pernah menggarap proyek peternakan mbak. Pernah
lihat proyeknya, lalu dari situ jadi tahu seluk beluknya. Lalu saya
lihat disini ada lahan, kenapa tidak dimanfaatkan. Kemudian saya
usulkan untuk diadakan kembali program peternakan. Karena
waktu saya tiba, program peternakan ayam sedang tidak jalan
karena ketiadaan dana. Lalu saya mengajak beberapa warga
(Warga Binaan Pemasyarakatan) untuk ikut program ini. Karena
saya ingin mengembangkan program ini agar bisa dijalankan terus
disini mbak, jangan sampai berhenti. Karena keuntungannya
lumayan mbak. Nantinya bisa ada pemasukan untuk warga, dan
ada pemasukan untuk lapas juga.”18
AG merupakan WBP yang direkrut AH dalam proses peternakan ayam
broiler. AG mengaku ia senang diajak oleh AH dalam program peternakan
17
Wawancara dengan Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja dilakukan pada 6
Januari 2014. 18
Wawancara dengan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan pada 9 Januari 2014.
97
ayam karena ia memang memiliki minat terhadap pemeliharaan ayam. Hal ini
terungkap dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti berikut ini:
“Pertama, karena saya diajak. Kedua, karena saya memang
berminat pada peternakan ayam mbak. Dulu waktu di kampung
pernah memelihara beberapa ekor ayam tapi bukan ayam petelur
ya, tapi ayam hias. Ya cukup senang ya dengan ayam. Nah dari situ
saya ingin mencoba menternakkan ayam mbak.”19
Manfaat mendapat keterampilan tambahan juga dirasakan oleh WBP
berinisial AN yang baru berusia 18 tahun saat pindah ke Lapas Terbuka
Jakarta. Setelah mengikuti program kemandirian ia menjadi lebih termotivasi
untuk melanjutkan sekolahnya yang sempat terputus akibat masuk Lembaga
Pemasyarakatan dan bekerja untuk mengumpulkan modal untuk berwirausaha
budidaya cacing. Hal ini seperti yang AN ungkapkan kepada penulis dari
wawancara.
“Setelah keluar sih mau nerusin sekolah lagi kak. Mau kuliah juga.
Mungkin kalau ada kesempatan ingin juga buka usaha budidaya cacing.
Tidak begitu sulit juga sih prosesnya.”20
Keadaan Lapas yang terbuka membuat sisi psikologis mereka menjadi
lebih tenang, tidak merasa tertekan dengan tidak adanya kurungan dan jeruji
serta dinding yang tinggi seperti bangunan Lapas pada umumnya. Sehingga
mereka bisa menjalankan program pembinaan kemandirian yang disiapkan
selama mereka menunggu hari pembebasan bersyarat yang telah ditentukan
sebelum mereka pindah. Maka, lingkungan Lapas yang terbuka dapat
dikatakan pula mendukung program pembinaan dari sisi psikologis dan mental
19
Wawancara dengan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan pada 9 Januari 2014. 20
Wawancara dengan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan pada 9 Januari 2014.
98
para WBP. Hal ini diungkapkan oleh J yang mengikuti program pembinaan
kemandirian yaitu bekerja pada pihak ke-3 serta AG yang mengikuti program
peternakan ayam kepada penulis sebagai berikut.
“Kalau manfaat sebenarnya sangat besar ya mbak. Tapi manfaat itu
tergantung juga dari orang yang menjalaninya benar-benar bersungguh-
sungguh dan bisa memanfaatkan waktu dan kesempatan yang ada atau
tidak. Kalau buat saya sangat bermanfaat. Disini kan bisa dikatakan kita
sudah setengah bebas ya mbak. Karena Lapasnya terbuka, kita bisa keluar
dari ruangan kita, bergaul dengan bebas, dan ruangannya juga seperti
kamar di rumah sendiri. Kalau saya yang bekerja di luar malah bisa
bersosialisasi lebih lagi dengan masyarakat luas. Ya karena memang itulah
tujuannya kan diadakannya Lapas Terbuka ini mbak. Supaya warga binaan
disini bisa bersosialisasi, bercampur lagi, naik kepercayaan dirinya di
dalam masyarakat.”21
“Disini lebih sejuk ya mbak, lebih tenang karena sedikit ya mbak. Ya
kalau disini harus bisa jaga diri dan disiplin ya mbak. Karena disini kita
yang menjalankan program-program yang ada disini. Staf dan petugas
hanya mengarahkan saja. Kita disini dituntut untuk mandiri ya mbak.
Karena hampir semua disini warga jalankan sendiri dari mulai bersih-
bersih, kegiatan keseharian, program juga.”22
Dari beberapa orang WBP yang penulis wawancarai, mereka
mengemukakan bahwa ada perubahan dalam diri mereka. Selain kehidupan
mereka lebih teratur dan disiplin, semangat dan motivasi mereka pun tumbuh
setelah mengikuti program-program yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB
Jakarta. Hal ini sesuai dengan apa yang telah penulis jabarkan di bab Landasan
Teori sebelumnya, bahwa salah satu unsur dalam kemandirian adalah
seseorang mampu mengatur dirinya sendiri serta memiliki hasrat dalam
bersaing dan memajukan dirinya.
21
Wawancara dengan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan pada 9 Januari 2014. 22
Wawancara dengan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan pada 9 Januari 2014.
99
Selain karena lingkungan yang mendukung, dengan adanya keahlian yang
mereka dapat, hal tersebut juga menumbuhkan motivasi dalam diri mereka
untuk melanjutkan kehidupan yang lebih baik dengan berbekal keterampilan
yang telah mereka dapatkan. Dengan demikian aspek kemandirian secara
emosional telah dapat mereka raih selain juga pencapaian dalam kemandirian
ekonomi yang mereka niatkan untuk mereka capai.
100
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan peneliti dalam kurun waktu 5 bulan
sejak September 2013 hingga Januari 2014 diketahui bahwa program
pembinaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta
ada dua macam yaitu pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian.
Pembinaan kemandirian mencakup hal-hal yang berkaitan dengan
keterampilan seperti keterampilan pertukangan, perikanan, peternakan, dan
budidaya cacing. Sedangkan pembinaan kepribadian bersifat pemberian
bimbingan kerohanian serta bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu
terdapat pembinaan melalui program integrasi ke dalam masyarakat yaitu
bekerja pada pihak ketiga (P3) dimana Warga Binaan Pemasyarakatan
diperbolehkan mengusulkan diri untuk bekerja di luar lembaga sesuai dengan
keahlian yang dimilikinya dengan diawasi oleh pihak Lapas dan telah
memenuhi syarat tertentu.
Dari hasil penelitian dapat diketahui pula mengenai hambatan-hambatan
yang dihadapi oleh pihak Lapas Terbuka dalam melaksanakan program
pembinaan kemandirian yaitu:
1. Minimnya anggaran dana
2. Jumlah program minim
3. Terbatasnya kualitas sumber daya manusia
101
4. Sedikitnya mitra kerja
5. Kemauan Warga Binaan Pemasyarakatan kurang
B. Saran
Untuk meningkatkan kualitas program pembinaan kemandirian di Lapas
Terbuka Klas IIB Jakarta maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:
a. Memperbanyak materi pelatihan pembinaan sehingga semakin banyak
hal yang dapat dipelajari oleh Warga Binaan Pemasyarakatan. Materi
pelatihan tidak hanya bersifat praktik lapangan tetapi juga kursus-kursus
bahasa maupun komputer sehingga Warga Binaan Pemasyarakatan
memiliki bekal yang dapat digunakan secara maksimal ketika telah
keluar dari Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta.
b. Memperluas jaringan kerjasama dengan mitra kerja dari luar lembaga
agar semakin banyak Warga Binaan Pemasyarakatan yang dapat
mengikuti program P3. Selain itu, memperluas jaringan kerjasama juga
memungkian untuk meningkatkan baik jumlah maupun kualitas program
pelatihan yang ada.
c. Adanya pengontrolan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan sehingga,
semua Warga Binaan Pemasyarakatan yang ada dapat mengikuti program
pembinaan yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta.
102
DAFTAR PUSTAKA
Afiatin, T. Persepsi Pria dan Wanita dalam Kemandirian (Anima Indonesia
Psychological Journal No. 2). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada,
1993.
Atmasasmita, Romli. Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum. Bandung: Alumni,
1982.
Azwar. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1991.
Basri, Hasan. Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Basrowi dan Sudikin. Metodologi Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro.
Surabaya: Insan Cendikia, 2002.
Harsono, C.I. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan, 1995.
Jones, Charles O. An Introduction to the Study of Public Policy. Brooks: Cole
Publishing Company, 1996.
------------Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka,
2005.
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M. 02-Pk.04.10
Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan Menteri
Kehakiman Republik Indonesia.
Maleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004.
Mangunhardjana, A. Pembinaan Arti dan Metodenya. Jakarta : Kanisius, 1989.
103
Masrun, Sikap Mandiri Anak Kost. Bandung: Tarsito, 1986.
Masrun dkk. Studi Mengenai Kemandirian Pada Penduduk Di Tiga Suku Bangsa
(Jawa, Batak, Bugis). Yogyakarta: Kantor Menteri Negara dan
Lingkungan Hidup Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 1986.
McCarthy, Belinda et, al. Community Based Corrections. Wadsworth. 2001.
Miles, Matthew dan Huberman, Michael A, Analisis Data Kualitatif: Buku
Sumber Tantang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press, 1992.
Mutadin, Z. Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja, 2002.
Muladi. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Semarang: Badan Penerbit
Undip, 1995.
Nawawi, Prof. Dr. Hadari. Metode penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1991.
Nuryoto, S. Kemandirian Remaja Ditinjau dari Tahap Perkembangan, Jenis
Kelamin, dan Peran Jenis (Anima Indonesia Psychological Journal No.
2). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1993.
Panjaitan, Petrus Irwan dan Simorangkir, Pandapotan. Lembaga Pemasyarakatan
Dalam Prespektif Sistem Peradilan Pidana Penjara. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1995.
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Reksodiputro, Mardjono. Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana
(Buku Ketiga). Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian
Hukum (d/h Lembaga Kriminologi UI, 2007.
104
Snarr, Richard. Introductio to Corrections. Medison: Brown and Brenchmark.
Sugiyono. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RD. Bandung:
Alfabeta, 2008.
Suprayogo, Imam dan Tobroni. Metode Penelitian, Sosial Agama. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2001.
Toha, Chabib. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996.
Undang-Undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Wahono, K. Arti Kemandirian Bagi Mahasiswa UI (Studi Kasus Mahasiswa UI
yang Tinggal Terpisah dari Orang Tua dan Tinggal Bersama Orang
Tua). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997.
Yulianiti, P.D.Perbedaan Kemandirian Ditinjau Dari Pola Asuh Orangtua dan
Jenis Kelamin Pada Siswi Kelas I SMU Negeri 1 Ungaran Tahun Ajaran
2003/2004. UKSW, 2004.
Internet :
Data jumlah Narapidana di Unit Pelayanan Teknis Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia diperoleh dari website
http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly pada tanggal 12
September 2013.
Surat Edaran dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan
HAM RI Nomor: PAS-PK.01.01.02-100 diterbitkan tanggal 13 Mei 2013
105
butir nomor 1, diunduh dari website
http://www.kemenkumham.go.id/berita/headline/1942-penempatan-
narapidana-ke-lembaga-pemasyarakatan-lapas-terbuka pada tanggal 25
November 2013.
106
LAMPIRAN
107
Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian
Papan Selamat
Datang menuju
Lapas Terbuka
Jakarta
Pintu Masuk
Lapas Terbuka
Jakarta
108
Kegiatan Pembinaan Kemandirian Peternakan Ayam Broiler
Kegiatan Pembinaan Kemandirian Pertukangan
109
Kegiatan Pembinaan Kemandirian Perikanan
Bangunan Untuk Program Budidaya Cacing
110
Masjid di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Meja-meja di Ruang tengah yang digunakan untuk istirahat pegawai maupun
Warga Binaan Pemasyarakatan jika ada kunjungan dari keluarga
111
Ruang untuk bermain musik
Lapangan olahraga sekaligus untuk tempat apel pagi petugas Lapas
112
Lampiran 2 Surat Pengajuan Pembimbing Skripsi
113
114
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian Skripsi
115
116
117
Lampiran 4 Surat Keterangan Selesai Penelitian Skripsi
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK MENGETAHUI PROGRAM
PEMBINAAN
LAPAS TERBUKA KLAS IIB JAKARTA
Biodata Informan
Nama :
Jabatan :
Pelaksanaan wawancara :
Pertanyaan:
1. Sejak kapan program pembinaan keterampilan kerja bagi Narapidana
diselenggarakan oleh Lapas Terbuka Jakarta?
2. Apa saja progam pembinaan keterampilan kerja yang telah terselenggara
di Lapas Terbuka Jakarta sejak berdirinya hingga sekarang?
3. Apa alasan dan latar belakang pemilihan program pembinaan keterampilan
kerja yang sekarang diselenggarakan oleh Lapas Terbuka Jakarta?
4. Adakah kerja sama dengan pihak luar Lapas Terbuka Jakarta dalam
menyelenggarakan program pembinaan keterampilan kerja?
5. Apakah ada proses penilaian atau evaluasi bagi Narapidana yang
mengikuti program keterampilan kerja?
Pedoman Wawancara
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lapas Terbuka Jakarta
Inisial Informan :
Usia :
Bidang program :
Waktu wawancara :
Daftar Pertanyaan:
1. Berapa lama anda menjadi WBP di Lapas Terbuka Jakarta?
2. Sejak kapan anda menjadi WBP di Lapas Terbuka Jakarta?
3. Darimana anda mengetahui informasi tentang adanya Lapas Terbuka Jakarta sehingga
anda bisa masuk menjadi WBP di Lapas Terbuka Jakarta?
4. Program pembinaan kemandirian apa yang anda ikuti selama berada di Lapas Terbuka
Jakarta?
5. Mengapa anda memilih program kemandirian tersebut?
6. Menurut anda, apa kekurangan dan hambatan yang dimiliki oleh Lapas Terbuka
Jakarta dalam menyelenggarakan program pembinaan kemandirian yang anda ikuti?
7. Menurut anda, apakah kekurangan dan hambatan yang anda temui dalam mengikuti
program pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka Jakarta, baik dari dalam diri anda
sendiri maupun hambatan dari luar?
8. Apa yang anda harapkan setelah menjadi WBP dan menjalani program pembinaan
kemandirian di Lapas Terbuka Jakarta?
9. Apakah anda mengharapkan adanya program-program lain di Lapas Terbuka Jakarta?
Jika iya, program apa yang anda inginkan?
Transkrip Wawancara
Program Kemandirian Lapas Terbuka Jakarta
Waktu wawancara : Rabu, 20 November 2013
Informan : Bpk Rio Chaidir (Kasi Perawatan)
Ibu Puji Indrayani (Staf Bidang Pembinaan)
Pertanyaan:
1. Apa saja program pembinaan yang ada di Lapas Terbuka Jakarta?
Kalau di Lapas itu secara garis besar kan program pembinaannya
ada dua, itu pertama pembinaan kemandirian dan pembinaan
kepribadian. Kalau program kemandirian itu salah satunya
bercocok tanam (pertanian), perikanan, peternakan lele, nah itu
program kemandirian. Kalau yang berkaitan dengan pembinaan
kepribadian itu pembinaan mental, bernegara, agama. Pembinaan
bernegara misalnya seperti kita mendorong WBP untuk
memperingati hari besar atau peringatan hari nasional. Kalau
pembinaan agama, kita ada semua tergantung dari kondisi WBP.
Kalau ada yang nasrani, kita antarkan untuk mengikuti kebaktian di
gereja terdekat. Kalau untuk yang muslim biasanya diadakan shalat
berjamaah, pengajian setiap malam Jumat, dan istighozah setiap
hari Selasa dan Kamis, ada juga pelajaran membaca al Quran.
2. Mengapa program-program tersebut yang dipilih sebagai program
pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta?
Ini memang sudah digariskan ada di Peraturan Menteri Hukum dan
HAM Nomor 21 tahun 2013. Itu yang terbaru, kan kalau keputusan
seperti itu ada urutannya. Pertama, undang-undang, terus peraturan
pemerintah, turun lagi peraturan menteri. Nah, itu ada di peraturan
menteri itu. Di setiap lapas pasti ada dua macam pembinaan itu,
tetapi kontennya saja yang berbeda-beda di tiap Lapas. Kenapa
berbeda-beda, ya itu tergantung kondisi dan situasi Lapas itu
sendiri. Misalnya karena geografisnya atau memang ciri khas
Lapasnya. Jadi program-program itu bukan kita yang merumuskan,
memang sudah dari atasnya begitu. Kita hanya menjalankan dan
mengembangkan sesuai dengan kondisi dan dana yang ada bila
mendukung.
3. Apakah WBP diperkenankan memilih program pembinaan yang ada atau
menjalani semua program pembinaan yang ada di Lapas Terbuka Jakarta?
Sebelum mereka (WBP) menjalankan pembinaan disini kan kita
asesmen dulu. Nah, WBP yang masuk kesini kan sebenarnya WBP
yang sudah menjalani setengah dari masa hukumannya. Ketika
mereka ingin masuk pindah kesini di Lapas awal juga mereka telah
diasesmen juga, untuk menelusuri minat dan bakat WBP apakah ia
bisa cocok dengan pembinaan yang ada disini atau tidak. Jika tidak
ya dia tetap akan ada di Lapas awal, tidak pindah kesini. Tetapi
jika cocok baru akan dipindahkan kesini. Nah, setelah masuk
kesini pun kami akan lakukan asesmen kembali untuk benar-benar
mengetahui minat WBP. Mereka juga masuk ke dalam masa
orientasi selama tiga hari. Istilahnya pengenalan lingkungan seperti
itu ketika sampai disini. Kalau di Lapas yang biasa (lapas tertutup)
orientasinya sebulan. Tapi karena disini masanya singkat jadi
hanya tiga hari. Setelah diketahui hasilnya, maka baru kami akan
arahkan program yang mana yang bisa ia jalankan, jika ia minatnya
menjadi tukang kayu, ya kami arahkan ke perbengkelan kayu,
kalau ke peternakan, kami arahkan untuk memilih peternakan ikan
atau ayam. Atau ia bisa juga kerja mandiri, kerja mandiri dengan
pihak ketiga atau kerja di luar Lapas dengan mitra kerja kita. Kalau
sekarang mitra kita baru ada satu.
4. Apa saja hambatan program pembinaan yang dihadapi pembina maupun
WBP dalam menjalankan program pembinaan?
Pertama uang, ini alasan klasik sih. Ya hambatannya itu uang atau
dana ya trus sama sarana dan prasarana. Oh ya, juga selain itu
mitra kerja. Saat ini mitra kerja kita kan cuma satu ya. Harusnya
jika memang ingin memasyarakatkan dan mengintegrasikan WBP
dengan masyarakat, semakin banyak iya berinteraksi dengan dunia
luar dan bekerja dengan pihak ketiga, maka tujuan pemasyarakatan
dan pembinaan bisa tercapai. Karena tugas kami disini kan
mengembalikan fungsi dia dan kepercayaan diri WBP agar bisa
berintegrasi dengan baik ketika ia kembali ke masyarakat. Tapi
dengan adanya mitra kerja kita yang saat ini hanya satu lembaga,
kita jadi susah juga untuk mengarahkan menyalurkan WBP untuk
kerja mandiri. Jika WBP hanya bekerja disini-sini (di dalam
lingkungan Lapas) kan interaksinya hanya dengan kami saja para
petugas, sedangkan jika ia keluar interaksi akan semakin banyak.
Termasuk pendidikan juga. Disini juga ada WBP yang ingin
meneruskan pendidikannya, tetapi kita tidak mampu menyalurkan
karena tidak adanya dana maupun mitra yang bisa membantu
menyalurkan.
Transkrip Wawancara
Program Kemandirian Lapas Terbuka Jakarta
Waktu : 11 Desember 2013
Narasumber : Pak Rio Chaidir
Jabatan : Kasubsie Perawatan
1. Menurut Anda, apakah yang dimaksud dengan program kemandirian?
Program kemandirian menurut saya yang ada di Lapas Terbuka ini
itu adalah pembekalan yang kami berikan kepada WBP (Warga
Binaan Pemasyarakatan) agar ketika mereka keluar dari sini,
setelah selesai menjalani masa tahanan, mereka dapat memiliki
bekal bagi penghidupan mereka. Namun, menurut saya, sebuah
program kemandirian tidak dapat berjalan lancar apabila mental
dan kepribadian mereka (WBP) tidak diperbaiki atau dibekali
dengan yang positif dulu. Karena, saya pikir ya, setiap orang
berbuat jahat tidak melulu karena ekonomi yang kurang, tetapi bisa
juga karena iman mereka lemah. Bisa jadi, sebenarnya ada WBP
yang pintar, pendidikannya bagus, punya skill, tetapi karena
imannya lemah, ia mau cepat saja dalam mendapatkan materi,
akhirnya berbuat jahat, korupsi, atau mencuri. Padahal bisa bekerja
yang halal.
2. Apa saja kendala yang dihadapi selama menjalankan program
kemandirian?
Kendalanya sudah pasti ada di dana ya. Anggaran yang turun
memang kurang mencukupi untuk membuat banyak program
kemandirian bagi WBP. Karena kita maunya kan WBP itu disini
jangan sampai nganggur ya. Masa menunggu bebasnya bisa
digunakan dan dimanfaatkan dengan baik, sehingga ketika keluar
ada keahlian yang bisa mereka bawa. Tetapi, karena kekurangan
dana, program yang bisa kita buat hanya sedikit, sehingga yang
terserap di program tersebut juga hanya sedikit. Selain itu,
kendalanya program-program disini beberapa ada yang kurang
cocok ya dengan lingkup perkotaan. Disini programnya pertanian,
peternakan, perikanan. Kalau di lingkup perkotaan keterampilan
yang diperlukan seperti kerja bangunan, pertukangan cukup cocok
juga, reparasi elektronik atau tenaga administratif seperti
menggunakan komputer. Tapi sulit ya, lagi-lagi kurangnya dana
faktornya. Selain itu juga mungkin tenaga Sumber Daya Manusia
juga cukup mempengaruhi. Disini kan tidak ada yang ahli
perikanan, sarjana pertanian, peternakan. Jadi bila mau membuat
program kemandirian harus mengundang tenaga ahli dari luar.
Tetapi itupun tenaga ahli jarang bisa datang untuk melatih dan
memantau karena mereka juga memiliki kesibukannya masing-
masing.
3. Apakah ada WBP yang tidak mau mengikuti program kemandirian dan
bagaimana menghadapinya?
Ada. Pasti ada WBP seperti itu. Biasanya yang seperti itu yang
memiliki pendidikan yang cukup menengah. Karena mereka
pendidikan tinggi, tidak mau kan mengikuti program pertanian,
peternakan. Tapi, kita anjurkan untuk mengikuti. Karena jika tidak
ikut dia akan mencoreng catatan kelakuannya selama berada di
dalam dan bisa jadi semakin lama bebasnya karena mendapat
hukuman karena tidak menjalankan program yang ada.
4. Bagaimana pengaruh sumber daya manusia yang ada di Lapas Terbuka
Jakarta, baik WBP maupun pegawainya?
Untuk staf ya cukup membantu ya. Karena kalau mereka tidak ada,
ya program juga tidak bisa berjalan. Kalau untuk WBP memang ya
pendidikan itu cukup berpengaruh. Kalau yang pendidikannya
Sarjana atau minimal sudah lulus SMA dan sudah pernah bekerja,
mereka cukup bisa dengan mudah untuk dilatih. Tetapi ada juga
WBP yang pendidikannya Cuma tamat SD, tamat SMP. Nah, yang
seperti itu kadang sulit untuk diberi pelatihan.
5. Bagaimana proses pengajuan program apabila ada WBP yang ingin
mengajukan program baru untuk dibuat, atau apabila ada WBP yang
berkenan untuk bekerja pada pihak ke-3?
Prosesnya itu, jika mereka ada ide untuk program maka
disampaikan ke kita. Lalu kita menyampaikan kepada Kasubsi
bidang Kegiatan Kerja, dari situ disampaikan dalam rapat ke
Kalapas. Jika ada dana, ada ruang dan segala keperluannya ada,
maka Kalapas bisa saja menyetujui. Tapi bisa juga ditolak bila
memang tidak ada dana. Kalau untuk bekerja pada pihak ke-3 ya
mereka harus tahu dulu ingin bekerja dimana. Kalau sudah ada
referensi, kita tinggal survei ke tempat kerjanya. Kalau belum ada
referensi, bisa kita carikan tempat kerjanya mbak. Tapi dengan
catatan bahwa dia memang benar-benar mau bekerja dengan jujur.
Disini kan kalau melanggar maka hukumannya akan makin lama.
Kalau dia baik, dia cepat keluarnya. Tapi kalau tidak, dia akan ada
catatan buruk yang membuat dia makin lama disini.
Transkrip Wawancara
Program Kemandirian Lapas Terbuka Jakarta
Narasumber : Pak Iwan
Waktu : 20 Desember 2013
Jabatan : Staf Bidang Kegiatan Kerja
1. Program kemandirian apa saja yang saat ini sedang berjalan di Lapas
Terbuka Jakarta?
Untuk saat ini program sedang berhenti, karena menjelang akhir
tahun tutup buku, anggaran juga sudah habis dan akan diganti
dengan program yang baru. Namun, sebelumnya sudah ada
perikanan, peternakan, budidaya jamur dan pertukangan. Program
perikanan rencananya kami akan membuat kolam di lahan yang
tadinya adalah lahan untuk bertani bagi WBP (Warga Binaan
Pemasyarakatan). Ikan yang akan kami budidaya yaitu jenisnya
lele. Karena saat ini cukup menguntungkan, sehingga dapat
menjadi pemasukan tambahan bagi WBP dan Lapas juga bila
berhasil. Kalau peternakan juga baru mulai untuk bertelur. Kalau
pertukangan, kadang-kadang saja bila ada yang pesan untuk
dibuatkan alat seperti lemari dan sebagainya. Untuk alat perkakas
pertukangan cukup lengkap. Jika kurangpun, kami akan usahakan.
Karena kami melihat WBP itu sendiri cukup rajin dan memiliki
kemauan untuk bekerja yang sangat tinggi. Sehingga bila sedang
tidak ada pesanan pun, mereka sering membuat kerajinan dari
kayu-kayu bekas sendiri. Ada satu program lagi yaitu budidaya
cacing, namun, belum berjalan. Budidaya cacing ini akan
menempati lahan yang tadinya untuk budidaya jamur, karena
program budidaya jamur telah selesai. Nantinya cacing yang akan
dibudidayakan ini adalah cacing untuk pakan ikan. Sehingga untuk
perikanan ikan lele, kami tidak harus membeli pakan dari luar, bisa
memproduksinya sendiri.
2. Bagaimana perkembangan Warga Binaan Pemasyarakatan selama
mengikuti program kemandirian di Lapas Terbuka Jakarta?
Perkembangan mereka cukup baik, karena sebenarnya mereka juga
tergantung dengan program yang ada disini. Jika program yang ada
disini banyak, bisa menyerap semua WBP yang ada disini,
nantinya mereka akan berkembang. Namun, karena program yang
ada hanya sedikit, sehingga tidak semua bisa terserap oleh
program-program yang ada. Kalau dari WBP sendiri sebenarnya
mereka sangat ingin bekerja, memanfaatkan waktu untuk
mengerjakan sesuatu. Karena mereka sendiri jenuh jika hanya diam
di paviliun, tidak melakukan apa-apa. Mereka merasa bosan dan
dari bosan itu bisa memancing pikiran mereka untuk hal-hal
tertentu kan. Apalagi ini lapas terbuka, mereka tidak dijeruji seperti
di lapas tertutup. Pikiran untuk kabur pasti akan sering timbul bila
mereka tidak mengerjakan apa-apa.
3. Apa saja kendala yang bapak hadapi dalam menjalankan program
kemandirian di Lapas Terbuka Jakarta?
Kendalanya pasti dana ya. Karena sistem anggaran kita kan sistem
pakai habis. Jadi kalau pejabat atas kan berpikirnya ini anggaran
negara yang harus habis digunakan dalam masa satu tahun ini.
Sehingga, dana yang ada ya keluarkan saja untuk apa-apa. Kalau
kita yang ada di lapangan kegiatan kerja kan inginnya dana ini
berputar ya. Jadi modal bisa kembali lagi untuk membeli bibit ikan
di periode pembibitan selanjutnya, sistem berkelanjutan begitu.
Namun, sampai saat ini masih sulit untuk menerapkan sistem
seperti itu. Bukan Cuma di lapas ini tapi di lapas-lapas lain juga
begitu. Karena dimana-mana sistemnya kan sama. Kendala lainnya
adalah sumber daya manusia (SDM). Kalau dari WBP masih bisa
kita arahkan ya. Karena mereka memang lebih suka untuk bekerja
daripada diam di kamar. Kalau dari SDM disini misalnya begini,
ada sarjana perikanan, sarjana peternakan, namun malah
ditempatkan di bidang yang berbeda dari yang diharapkan.
Seharusnya mereka bisa melatih di program, tapi ditempatkan di
bidang lain yang tidak berkaitan. Orang yang ditempatkan di
program Giatja (Kegiataan Kerja) malah yang bukan memiliki
keahlian yang dibutuhkan. Seperti itu kalau saya melihatnya.
Transkrip Wawancara
Program Kemandirian Lapas Terbuka Jakarta
Narasumber : Ibu Puji Indrayani
Waktu : 6 Januari 2014
Jabatan : Staf Bidang Kegiatan Kerja
1. Menurut Ibu, apakah yang dimaksud dengan program kemandirian?
Suatu proses pemberian keterampilan kepada Warga Binaan
Pemasyarakartan (WBP) sehingga bila dia (WBP) sudah keluar
nanti tidak perlu bekerja di tempat lain tetapi bisa membuka usaha
dengan keterampilan yang telah diberikan disini.
2. Apakah program kemandirian yang ada di Lapas Terbuka ini telah cocok
dengan ruang lingkup Jakarta?
Kalau untuk program pertanian mungkin bisa tapi dalam skala
kecil, bisa menggunakan polybag atau tabulator. Untuk program
pertukangan memang cocok ya, karena pertukangan itu bisa di kota
besar atau di pedesaan pasti banyak orang yang membutuhkan.
Mungkin yang agak sulit adalah program peternakan, karena untuk
peternakan harus memiliki lahan dan memang ada jarak yang
cukup jauh dari pemukiman penduduk ya.
3. Apa saja kendala yang dihadapi selama menjalankan program kemandirian
di Lapas Terbuka?
Kendala dana itu sudah pasti. Kendala lainnya mungkin kemauan
dari WBP itu sendiri. Karena kemauan orang kan berbeda-beda.
Ada WBP yang rajin dan bersemangat untuk ikut kegiatan, tapi ada
juga yang sulit untuk diajak ikut program. Kita sendiri tidak bisa
memaksakan yang tidak mau ikut ya, karena kita disini hanya
fasilitator yang menganjurkan dan mengajak. Kalau WBP itu
sendiri memiliki keinginan untuk maju, ia pasti mau untuk ikut.
Kalau dari segi Sumber Daya Manusia Lapas ya pada dasarnya
untuk keterampilan bisa dipelajari sambil berjalannya waktu.
Tetapi masalah itu datang dari WBP, kalau ada yang mau, ya ikut,
kalau tidak mau, itu ya diam saja.
4. Bagaimana manajemen kepemimpinan Kalapas dalam program pembinaan
kemandirian di Lapas Terbuka?
Cukup bagus ya, karena dia memantau kan. Kalapas juga kan yang
berhak untuk menyetujui atau menolak program ya. Kalau kita
mengajukan program tapi beliau cuek kan sama juga ya, mandek di
jalan programnya. Jadi berjalannya suatu program harus ada
kerjasama dari semua pihak ya. Kalau untuk pemantauan beliau
juga cukup aktif ya selama tidak di luar Lapas. Kalaupun beliau
ada di luar Lapas pun beliau di bawahnya ada Kasubsi Giatja
(Kegiatan Kerja), nanti dia yang memantau lalu melaporkan
kepada Kalapas. Untuk proses evaluasi atau pengajuan kerja pun
Kalapas cukup banyak mengetahui. Jika ingin mengadakan
program baru, kami mengajukannya kasubsi dulu baru
disampaikan ke Kalapas.
5. Bagaimana perkembangan Warga Binaan Pemasyarakatan selama
mengikuti program pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka?
Kalau yang ikut kemandirian ya bagus, karena dari segi mentalnya
juga dia sudah sadar untuk ikut kegiatan untuk menambah keahlian
mereka dan juga untuk memanfaatkan waktu dan kesempatan yang
mereka miliki disini. Kalau WBP yang tidak mau ikut ya kami juga
tidak bisa memaksakan ya. Kenapa kami tidak bisa memaksakan
karena itu terkait dengan program juga. Misalnya peternakan, di
program itu cukuplah lima orang saja yang mengurus. Karena
apabila terlalu banyak orang juga akan mempengaruhi proses dan
hasil ternak itu sendiri. Terlalu banyak orang yang terlibat juga
bisa membuat tingkat stres ayam tinggi. Selain itu jika terlalu
banyak orang yang ikut turun tangan namun kalau mereka
memiliki pendapat yang berbeda-beda juga bisa mengacaukan
program kan. Jadi ya, masalahnya kembali lagi karena kurangnya
program. Kami rasa kalau programnya cukup banyak, maka akan
bisa menyerap WBP yang ada sehingga yang tidak mau ikutpun
bisa kami paksa. Karena keterbatasan itulah kami tidak bisa
berbuat apa-apa. Kalau kami sih ingin mereka semua ikut kegiatan,
ikut pembinaan supaya kemandiriannya itu bertambah. Selain itu
juga karena masa pidana WBP itu ya mbak. Jadi kita hanya
memilih orang-orang yang masa pidananya disini cukup lama,
misalnya lebih dari dua bulan. Kenapa, agar mereka benar ikut
pelatihan dari tahap ke tahap yang ada, tidak menjalaninya
setengah-setengah. Sayang juga mbak misalnya ada yang masa
pidananya Cuma satu bulan lalu ikut program, di tengah-tengah
program ia sudah bebas. Artinya ia juga hanya mendapat ilmunya
setengah saja mbak. Kalau ilmu yang didapat belum cukup kan jadi
percuma juga.
6. Apakah WBP atau staf di dalam Lapas Terbuka bisa mengajukan program
kemandirian baru?
Bisa ya. Pada dasarnya kita disini tidak mengekang aspirasi dari
staf atau warga. Kalau memang ingin ada program baru bisa
mengajukan. Biasanya dari warga mengajukan ke kita staf Giatja.
Lalu dari kita nanti kita ajukan ke Kasubsie Pembinaan. Dari
Kasubsie naik lagi ke Kalapas. Kalau ada dana dan lahan biasanya
disetujui. Tidak mungkin Kalapas menolak kalau memang
programnya bagus dan kita bisa melaksanakan. Kalau ditolak itu
biasanya karena mentok di dana sih ya. Tapi setahu saya, Kalapas
orang yang demokratis ya. Selama bisa dilaksanakan, beliau juga
mendukung kok.
7. Apakah harapan ibu terhadap WBP setelah mengikuti Program Pembinaan
Kemandirian?
Harapannya ya supaya ketika WBP itu lepas dari sini mereka bisa
mandiri, bekerja kalau bisa membuka usaha sesuai dengan
keterampilan yang sudah didapat disini. Karena itu kan tujuan dari
pembinaan kemandirian juga. Kami juga ingin setiap WBP bisa
terserap oleh program-program pembinaan yang ada. Selain itu
kami juga berharap timbul kemauan yang besar dan kesadaran dari
WBP untuk mengikuti program pembinaan yang ada. Kemauan
dari mereka untuk maju dan aktif di dalam Lapas. Sehingga kami
tidak perlu memaksa atau yang namanya paksaan itu tidak ada.
Karena kami ingin mereka punya kemauan dan niat yang besar ikut
kemandirian dan setelah keluar, mereka benar-benar berniat untuk
berubah. Karena dengan niat dan kemauan yang besar Tuhan pasti
akan memberi jalan kepada mereka untuk berusaha.
Transkrip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan
Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Narasumber : AW
Usia : 37 Tahun
Waktu : Kamis, 9 Januari 2014
1. Sudah berapa lama bapak berada di Lapas Terbuka Jakarta?
Saya disini sejak tahun 2013, bulan November.
2. Program kemandirian apa yang bapak ikuti di Lapas Terbuka Jakarta?
Saya mengikuti program pertukangan mbak.
3. Mengapa bapak memilih mengikuti program pertukangan?
Di lapas sebelumnya saya ikut program tamping mbak, pembinaan kerja.
Lalu, disini saya ikut pertukangan. Sebenarnya untuk mengisi waktu luang
saja mbak. Karena kalau tidak ikut program rasanya penat dan jenuh
disini.
4. Apa pekerjaan bapak sebelum masuk ke Lapas?
Saya karyawan swasta saja. Sebenarnya pekerjaan saya sebelumnya tidak
ada hubungannya dengan pertukangan. Cuma, karena adanya program itu
yang bisa saya kerjakan, jadi saya kerjakan saja mbak.
5. Dari siapa bapak mengetahui informasi tentang Lapas Terbuka Jakarta?
Saya masuk kesini karena diberi tahu ada program pemerintah tentang
asimilasi mbak. Jadi saya dipilih untuk lalu dipindahkan. Orang
(narapidana) yang pindah itu katanya yang sudah menjalani setengah dari
hukumannya yang boleh pindah kesini mbak.
6. Apa kekurangan yang bapak rasakan yang ada di Lapas Terbuka Jakarta?
Kalau menurut saya mungkin programnya kurang ya. Jadi tidak semua
napi disini bisa terserap untuk kerja disini. Jadi mungkin lebih
diperbanyak programnya.
7. Apa saja manfaat yang dapat bapak rasakan selama menjalani masa
pidana di Lapas Terbuka Jakarta?
Manfaatnya saya merasa disini lebih tenang ya mbak. Kan disini sedikit
penghuninya, tidak seperti di Lapas sebelumnya yang tertutup. Disini bisa
lebih tenang dan fokus untuk menyiapkan diri sebelum bebas. Karena
banyak yang kesini memang sedang menunggu proses PB (Pembebasan
Bersyarat). Lebih mandiri pasti ya mbak. Sebelumnya di lapas biasa tidak
mengerjakan apa-apa. Disini harus ikut kegiatan, bangun pagi jam 5.
Disini jadi lebih tertata pola hidupnya.
8. Apakah setelah selesai menjalankan masa pidana di Lapas Terbuka Jakarta
akan mencoba membuka usaha sesuai dengan bidang program
kemandirian yang diikuti?
Sepertinya tidak ya mbak. Saya ingin kembali ke pekerjaan saya yang
sebelumnya saja.
9. Apa harapan bapak terhadap Lapas Terbuka Jakarta?
Harapan saya, semoga program-program yang ada lebih berkembang dan
lebih banyak lagi mbak. Supaya semua napi bisa kerja. Karena kalau
mereka tidak kerja itu pikiran suntuk dan pikirannya bisa macam-macam
mbak.
Transkrip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan
Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Narasumber : AS
Usia : 18 tahun
Waktu : Kamis, 9 Januari 2014
1. Sudah berapa lama berada di Lapas Terbuka Jakarta?
Saya pindah kesini bulan November tahun lalu kak, sekitar dua bulan.
2. Program kemandirian apa yang diikuti selama berada di Lapas Terbuka
Jakarta?
Ikut program perikanan kak.
3. Mengapa mengikuti program kemandirian perikanan di Lapas Terbuka
Jakarta?
Sebenarnya ikut program itu untuk isi waktu selama ada disini. Karena
saya sendiri tidak punya keahlian apa-apa, jadi ikuti saja program yang
ada. Karena kalau diam saja jenuh kak rasanya.
4. Apa pekerjaan yang dimiliki sebelum masuk ke Lapas?
Saya dulu masih sekolah kak, kelas 3 SMA. Karena masuk jadi tidak lulus.
5. Dari siapa adik mengetahui informasi tenatang Lapas Terbuka Jakarta?
Waktu itu langsung disuruh pindah kesini kak. Kata staf dari lapas
sebelumnya ada program pemerintah yaitu di Lapas sini. Saya tidak begitu
tahu soal pemindahannya, yang jelas saya langsung disuruh beres-beres
baju dan langsung pindah kesini kak.
6. Apa kekurangan yang adik rasakan selama berada di Lapas Terbuka
Jakarta?
Apa ya kak. Kalau saya sih tidak terlalu merasakan ya. Karena saya Cuma
sebentar disini. Malah seharusnya saya sudah bebas, tapi SK (Surat
Keputusan) belum turun. Jadi pikiran saya ya kesana kak, ingin cepat-
cepat bebas kak. Mungkin programnya ya kak yang masih kurang banyak.
Jadi sedikit yang bekerja.
7. Apa saja manfaat yang dirasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta?
Kalau saya merasa disini lebih disiplin ya ka. Kan disini wajib bangun
pagi, ikut apel pagi sama staf-staf yang ada disini. Kalau di lapas
sebelumnya tidak ada seperti itu. Disini juga staf-stafnya enak-enak diajak
mengobrol, jadi kita juga enak bergaul dengan mereka.
8. Apakah setelah selesai menjalankan masa pidana di Lapas Terbuka Jakarta
akan mencoba membuka usaha sesuai dengan bidang program
kemandirian yang diikuti?
Kalau itu belum tau sih kak. Saya ingin meneruskan sekolah dulu kan
belum lulus. Saya ingin mengejar ijazah SMA dulu, ke paket C kak.
Setelah itu saya ingin mencari pekerjaan. Pekerjaan apa sajalah kak, yang
penting tidak mencuri atau yang haram jadi tidak kembali lagi kesini.
Kalau nanti ada cukup modal mungkin bisa buka usaha perikanan di
daerah rumah. Soalnya saya sudah dapat pembekalan juga dari sini kan.
9. Apa harapan adik terhadap Lapas Terbuka Jakarta?
Ya semoga programnya makin banyak dan makin bagus saja kak. Biar
disini menunggu waktu bebas ada kegiatan dan tidak bosan.
Transkrip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan
Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Narasumber : AL
Usia : 18 tahun
Waktu : Kamis, 9 Januari 2014
1. Sudah berapa lama berada di Lapas Terbuka Jakarta?
Saya pindah kesini bulan November tahun lalu kak, sekitar dua bulan.
Pindahnya bareng sama AS.
2. Program kemandirian apa yang diikuti selama berada di Lapas Terbuka
Jakarta?
Ikut program perikanan kak.
3. Mengapa mengikuti program kemandirian perikanan di Lapas Terbuka
Jakarta?
Sebenarnya ikut program itu juga untuk isi waktu selama menunggu
bebas. Harusnya saya bebas dari bulan September, tapi malah dipindahkan
kesini dan baru dapat SK (Surat Keputusan) bebas bulan depan. Lagi pula
di lapas sebelumnya di Salemba saya tidak ikut program apa-apa, terasa
jenuh. Saat pindah kesini ikuti saja program yang ada biar tidak bosan kak.
4. Apa pekerjaan yang dimiliki sebelum masuk ke Lapas?
Saya dulu masih sekolah kak, kelas 3 SMA, tidak bekerja.
5. Dari siapa adik mengetahui informasi tentang Lapas Terbuka Jakarta?
Sama seperti AS saya langsung disuruh beres-beres sama staf yang di
Salemba untuk pindah kemari. Jadi saya tidak begitu mengerti pindahnya
bagaimana.
6. Apa kekurangan yang adik rasakan selama berada di Lapas Terbuka
Jakarta?
Ya itu kak, programnya kurang. Jadi masih banyak yang menganggur.
Tapi sebenrnya juga tergantung kemauan sih. Kalau mau ikut ya ikut.
Kalau tidak ya tidak ikut.
7. Apa saja manfaat yang dirasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta?
Ya sama sih, dari disiplin kebangun setelah disini. Disini juga lebih enak
tempatnya, lebih berasa seperti ada di rumah. Tapi jadinya malah ingin
cepat keluar kak. Hahaha.
8. Apakah setelah selesai menjalankan masa pidana di Lapas Terbuka Jakarta
akan mencoba membuka usaha sesuai dengan bidang program
kemandirian yang diikuti?
Tidak tahu kak. Saya Cuma ingin bekerja. Tidak mau kembali lagi kesini.
9. Apa harapan adik terhadap Lapas Terbuka Jakarta?
Ya semoga programnya makin banyak dan makin bagus saja kak.
Transkrip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan
Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Narasumber : AH
Usia : 34 tahun
Waktu : Kamis, 9 Januari 2014
1. Sudah berapa lama Bapak berada di Lapas Terbuka Jakarta?
Disini masuk sejak bulan Mei tahun 2013, kira-kira delapan bulan mbak.
2. Program kemandirian apa yang diikuti selama berada di Lapas Terbuka
Jakarta?
Saya ikut program peternakan ayam mbak disini.
3. Mengapa mengikuti program kemandirian peternakan di Lapas Terbuka
Jakarta?
Saya dulu pernah menggarap proyek peternakan mbak. Pernah lihat
proyeknya, lalu dari situ jadi tahu seluk-beluknya. Lalu saya lihat disini
ada lahan, kenapa tidak dimanfaatkan. Kemudian saya usulkan untuk
diadakan kembali program peternakan. Karena waktu saya tiba, program
peternakan ayam sedang tidak jalan karena ketiadaan dana. Lalu saya
mengajak beberapa warga (Warga Binaan Pemasyarakatan) untuk ikut
program ini. Karena saya ingin mengembangkan program ini agar bisa
dijalankan terus disini mbak, jangan sampai berhenti. Karena
keuntungannya lumayan mbak. Nantinya bisa ada pemasukan untuk
warga, dan ada pemasukan untuk lapas juga.
4. Apa pekerjaan yang dimiliki sebelum masuk ke Lapas?
Oh saya dulu di kontraktor bangunan.
5. Dari siapa Bapak mengetahui informasi tentang Lapas Terbuka Jakarta?
Saya melalui pengajuan mbak. Saya diberi tahu pada saat baru masuk di
Rutan Salemba bahwa dari Rutan nantinya bisa pindah ke Lapas biasa atau
mengikuti program PB (Pembebasan Bersyarat) di Lapas Terbuka dengan
syaratnya yang ada. Lalu saya mengajukan diri.
6. Apa kekurangan yang Bapak rasakan selama berada di Lapas Terbuka
Jakarta?
Sebenarnya kalau dibilang kurang sih tergantung bagaimana staf kepada
warga ya. Bagaimana pembawaan mereka terhadap warga ya. Soalnya kan
disini ada warga yang ingin menyampaikan aspirasi atau pendapat tapi
mereka merasa dirinya kurang, pernah bermasalah, dilatarbelakangi
pendidikan yang kurang juga, sehingga mereka merasa minder dan malu.
Tapi kalau bisa memfasilitasi mereka dengan baik saya rasa akan berjalan
lancar. Karena kalau mereka dikaryakan akan lebih rajin mereka daripada
orang luar. Itu yang saya lihat selama delapan bulan disini. Kalau di luar
kan orang bekerja mengharapkan gaji ya mbak. Tapi kalau disini mereka
yang bekerja tidak bisa mengharapkan uang. Tetapi, bagaimana mereka
mengkaryakan dirinya, bekerja sebelum bebas, mendapatkan
keterampilan, mengisi waktu, walaupun hanya mendapat makan siang.
Itulah realitas yang saya lihat ya mbak. Namun disini juga karyawannya
juga cukup baik-baik ya mbak, sehingga walaupun kita kadang merasa
bosan dan kurang berada disini namun, karena komunikasi kita terjalin
cukup baik sehingga bosan itu bisa dikurangi. Selain itu dari pihak kalapas
juga kerjasamanya cukup baik, rajin mengontrol keadaan di apangan
seperti apa. Dua hari sekali lah beliau mengontrol mbak. Untuk
komunikasi dengan beliau juga tidak terlalu susah.
7. Apa saja manfaat yang dirasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta?
Kalau manfaat, tentunya tidak ada ya mbak manfaat dari di penjara itu
sendiri. Hanya bagi saya ini sebuah pelajaran hidup. Pelajaran untuk
mengingatkan saya bahwa saya pernah melakukan kesalahan di masa lalu,
yang harusnya saya berjalan lurus tetapi malah belok. Kemudian hari saya
tidak boleh belok lagi. Itu saja sih mbak.
8. Apakah setelah selesai menjalankan masa pidana di Lapas Terbuka Jakarta
akan mencoba membuka usaha sesuai dengan bidang program
kemandirian yang diikuti?
Pertama, orang yang kita rekrut disini ya bisa jadi bahan untuk bagaimana
mereka nanti bekerja di luar. Tetapi kalau saya memang akan bekerja di
tempat sebelumnya. Ya mungkin ini juga bisa jadi salah satu peluang
usaha saya untuk kedepannya nanti mbak.
9. Apa harapan Bapak terhadap Lapas Terbuka Jakarta?
Saya harap bisa lebih berkembang lagi ya. Program-programnya, fasilitas-
fasilitasnya yang ada disini supaya bisa dimanfaatkan dengan baik untuk
kepentingan pembinaan bagi warga sini ya mbak. Karena sayang sekali
kalau ada lahan tapi tidak dipergunakan.
Transkrip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan
Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Narasumber : AN
Usia : 18 tahun
Waktu : Kamis, 9 Januari 2014
1. Sudah berapa lama berada di Lapas Terbuka Jakarta?
Dari bulan November tahun kemarin kak.
2. Program kemandirian apa yang diikuti selama berada di Lapas Terbuka
Jakarta?
Saya ikut program budidaya cacing kak.
3. Mengapa mengikuti program kemandirian budidaya cacing di Lapas
Terbuka Jakarta?
Karena ingin ikut kegiatan saja sih kak. Ingin tahu juga bagaimana
budidaya cacing.
4. Apa pekerjaan yang dimiliki sebelum masuk ke Lapas?
Masih sekolah kak sebelumnya, kelas 3 SMA.
5. Dari siapa adik mengetahui informasi tentang Lapas Terbuka Jakarta?
Sebenarnya belum tahu kak. Waktu itu diberi tahu akan pindah ke Lapas
Terbuka. Tapi saya tidak tahu tentang bagaimana proses pindahnya.
6. Apa kekurangan yang adik rasakan selama berada di Lapas Terbuka
Jakarta?
Mungkin programnya ya kak yang kurang banyak, kadang hambatannya
juga dana ya. Sekarang saja sedang vakum. Katanya sih lagi tidak ada
dana kak.
7. Apa saja manfaat yang dirasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta?
Apa ya, lebih disiplin ya kak. Disini semua dikerjakan sendiri, cuci baju
sendiri, cuci piring sendiri. Karena saat di Lapas sebelumnya Lapas
Cibinong saya tidak cuci baju sendiri. Disini juga wajib bangun pagi.
Padahal dulu di rumah jarang-jarang bisa bangun pagi kak. Saya bisa lebih
teraturlaah tinggal disini. Bisa tahu ilmu tentang budidaya cacing juga.
8. Apakah setelah selesai menjalankan masa pidana di Lapas Terbuka Jakarta
akan mencoba membuka usaha sesuai dengan bidang program
kemandirian yang diikuti?
Setelah keluar sih mau nerusin sekolah lagi kak. Mau kuliah juga.
Mungkin kalau ada kesempatan ingin juga buka usaha budidaya cacing.
Tidak begitu sulit juga sih prosesnya.
9. Apa harapan adik terhadap Lapas Terbuka Jakarta?
Semoga lebih berkembang ya kak program-programnya. Program-
programnya tambah banyak, staf-stafnya juga lebih aktif lagi mengajak
warga untuk ikut program disini.
Transkrip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan
Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Narasumber : AG
Usia : 37 tahun
Waktu : Kamis, 9 Januari 2014
1. Sudah berapa lama berada di Lapas Terbuka Jakarta?
Sejak bulan Mei 2013 mbak, kira-kira sudah 8 bulan.
2. Program kemandirian apa yang diikuti selama berada di Lapas Terbuka
Jakarta?
Saya diajak Pak AH untuk ikut program peternakan mbak. Karena
memang disini ada lahannya jadi saya mau mencoba ikut program ini.
Ikut program juga sambil mengisi waktu sebelum masa bebas bersyarat
mbak.
3. Mengapa mengikuti program kemandirian peternakan di Lapas Terbuka
Jakarta?
Pertama, karena saya diajak. Kedua, karena saya memang berminat pada
peternakan ayam mbak. Dulu waktu di kampung pernah memelihara
beberapa ekor ayam tpi bukan ayam petelur ya, tapi ayam hias. Ya cukup
senang ya dengan ayam. Nah dari situ saya ingin mencoba menternakkan
ayam mbak.
4. Apa pekerjaan yang dimiliki sebelum masuk ke Lapas?
Sebelumnya saya karyawan swasta mbak.
5. Dari siapa Bapak mengetahui informasi tentang Lapas Terbuka Jakarta?
Dari orang Rutan Salemba mbak. Karena sebelumnya saya dari Rutan
Salemba dan dipilih untuk masuk kesini. Begitu mbak.
6. Apa kekurangan yang adik rasakan selama berada di Lapas Terbuka
Jakarta?
Mungkin sarana informasi ya mbak. Telivisi disini hanya satu yang kecil
itu dan tidak ada koran atau buku-buku ya mbak. Karena ya walaupun kita
ada di dalam tapi ingin juga tahu informasi dari luar. Informasi yang ada di
luar jadi tidak ketinggalan ya mbak.
7. Apa saja manfaat yang dirasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta?
Disini lebih sejuk ya mbak, lebih tenang karena sedikit ya mbak. Ya kalau
disini harus bisa jaga diri dan disiplin ya mbak. Karena disini kita yang
menjalankan program-program yang ada disini. Staf dan petugas hanya
mengarahkan saja. Kita disini dituntut untuk mandiri ya mbak. Karena
hampir semua disini warga jalankan sendiri dari mulai bersih-bersih,
kegiatan keseharian, program juga.
8. Apakah setelah selesai menjalankan masa pidana di Lapas Terbuka Jakarta
akan mencoba membuka usaha sesuai dengan bidang program
kemandirian yang diikuti?
Iya mbak, saya juga punya keinginan ketika keluar nanti punya usaha
ayam broiler ya mbak. Karena saya sih ga mau ya mbak kembali lagi
kesini.
9. Apa harapan adik terhadap Lapas Terbuka Jakarta?
Saya berharapnya lebih banyak programnya sih mbak ya. Program-
program dan lahan yang ada dimanfaatkan sama ya itu tadi saran informasi
supaya warga disini tidak ketinggalan informasi di dunia luar.
Transkrip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan
Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Transkrip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan
Narasumber : J
Usia : 48 tahun
Waktu : Minggu, 12 Januari 2014
1. Sudah berapa lama Bapak berada di Lapas Terbuka Jakarta?
Saya disini sejak bulan Mei 2013 mbak.
2. Program kemandirian apa yang diikuti selama berada di Lapas Terbuka
Jakarta?
Saya ikut program kerja di luar mbak. Kalau disini disebutnya kerja pada
pihak ketiga atau disebut dengan P3. Tapi saya buka usaha sendiri kerja
sama dengan teman saya. Lokasi usaha saya di rumah saya di Cengkareng,
tetapi juga buka tempat praktek mesin air isi ulang di Kota.
3. Mengapa mengikuti program kemandirian P3 di Lapas Terbuka Jakarta?
Karena dulu sebelum tersangkut masalah terus masuk ke Lapas saya
memang bermain di usaha ini mbak. Saya buka usaha penyaringan air
untuk dijadikan air isi ulang mbak.
4. Apakah ada aturan khusus bagi Warga Binaan Pemasyarakatan yang
mengikuti program P3?
Ya itu cuma jam keluar masuk saja mbak. Saya boleh berangkat kerja jam
7 pagi. Lalu harus tiba lagi di Lapas selambat-lambatnya jam 7 malam.
Pernah saya melanggar karena waktu itu ada banjir ya di Jakarta, jalan
yang biasa saya lalui untuk pulang tidak bisa dilewati. Tapi sebelumnya
saya sudah menelepon ke Komandan Jaga waktu itu karena terjebak banjir
sehingga tidak bisa pulang tepat waktu. Saya sampai sini kalau tidak salah
pukul 21.30 malam. Karena melanggar aturan saya diskors tidak boleh
keluar selama satu minggu. Saya patuhi ya mbak, karena itu kan aturan.
Walaupun orang-orang tahu saya orang yang disiplin karena biasanya jam
5 atau jam 6 sore saya sudah pulang, tapi saya tetap jalankan hukuman.
Karena mau ikuti aturan dan tidak mau seenaknya walaupun sudah cukup
akrab dengan staf dan petugas disini. Karena saya mau jaga kepercayaan
yang sudah mereka kasih ke saya. Karena saya selalu berusaha untuk tidak
telat pulang kesini apapun penyebabnya. Kecuali yang banjir itu ya mbak.
Karena alam kan tidak bisa diprediksi ya.
5. Apa pekerjaan yang dimiliki sebelum masuk ke Lapas?
Saya dulu karyawan swasta mbak.
6. Dari siapa Bapak mengetahui informasi tentang Lapas Terbuka Jakarta?
Dulu saat masuk Lapas dari staf Lapas sebelumnya mbak. Nanti setelah
menghabiskan setengah dari masa hukuman saya bisa mengajukan
Pembebasan Bersyarat atau PB. Nah, PB itu bisa kita jalankan disini
(Lapas tertutup) atau ikut program pemerintah yaitu asimiliasi di Lapas
Terbuka. Lalu saya mengajukan diri. Bukannya saya sombong ya mbak,
tapi rata-rata warga sini kan cabutan, bukan mereka yang memilih untuk
masuk kesini. Bahkan beberapa di antara mereka sebenarnya sudah harus
bebas tapi Surat Keputusan (SK) pembebasannya yang belum turun, tapi
malah dipindahkan kesini. Jadi sebenarnya sebagian besar dari mereka
juga tidak terlalu berminat masuk kesini. Karena pikiran mereka kan
seharusnya sudah keluar tapi kok malah tambah lama. Saya mengajukan
diri melalui proses yang cukup panjang ya mbak. Tapi saya cukup
bersyukur bisa pindah kesini. Senang sekali bisa pindah kesini.
7. Apa kekurangan yang Bapak rasakan selama berada di Lapas Terbuka
Jakarta?
Kalau saya bilang sudah lebih dari cukup di Lapas ini mbak ya. Tidak ada
yang kurang. Menurut saya, kekurangan yang ada tidak akan jadi masalah
kalau individunya bisa memanfaatkan kesempatan yang ada. Memang ya
disini lahan terbatas, tapi tetap ada kan walau sedikit kecil begitu. Lahan
yang kecil itu bisa dimanfaatkan kalau memang mau dan niat. Segala
bentuk usaha sekali lagi tergantung niat ya mbak. Kalau saya sih merasa
Lapas ini sudah memberikan saya lebih dari cukup pengalaman dan
pembelajaran. Karena masuk penjara itu kalau dianggap hukuman, iya
benar itu adalah hukuman. Tapi kalau berpikiranya begitu terus, lama-
lama bisa gila mbak. Maka, anggap penjara atau Lapas itu sebagai
pembelajaran untuk jadi diri yang lebih baik. Kalau awalnya kit berpikiran
positif maka keluar dari sini kita akan menjadi lebih baik mbak.
8. Apa saja manfaat yang dirasakan selama berada di Lapas Terbuka Jakarta?
Kalau manfaat sebenarnya sangat besar ya mbak. Tapi manfaat itu
tergantung juga dari orang yang menjalaninya benar-benar bersungguh-
sungguh dan bisa memanfaatkan waktu dan kesempatan yang ada atau
tidak. Kalau buat saya sangat bermanfaat. Disini kan bisa dikatakan kita
sudah setengah bebas ya mbak. Karena Lapasnya terbuka, kita bisa keluar
dari ruangan kita, bergaul dengan bebas, dan ruangannya juga seperti
kamar di rumah sendiri. Kalau saya yang bekerja di luar malah bisa
bersosialisasi lebih lagi dengan masyarakat luas. Ya karena memang itulah
tujuannya kan diadakannya Lapas Terbuka ini mbak. Supaya warga binaan
disini bisa bersosialisasi, bercampur lagi, naik kepercayaan dirinya di
dalam masyarakat. Tapi kalau memang yang pribadinya negatif mau
ditempatkan yang di tempat tertutup juga pasti akan negatif mbak. Jadi
manfaat itu sebenarnya adalah hasil dari pembawaan diri kita. Kalau kita
bagus, maka manfaatnya bagus. Kalau kita jelek, ya tidak akan ada
manfaat yang dirasakan, malah terasa pikiran negatif itu makin banyak.
9. Apakah setelah selesai menjalankan masa pidana di Lapas Terbuka Jakarta
akan mencoba membuka usaha sesuai dengan bidang program
kemandirian yang diikuti?
Iya, saya akan terus melanjutkan usaha yang saya rintis mbak.
10. Apa harapan Bapak terhadap Lapas Terbuka Jakarta?
Kalau soal harapan tentunya ada ya mbak. Saya juga sudah pernah
mengobrol dengan Pak Adam ya salah satu staf disini. Bahwa saya ingin
program P3 ini terus ada, bahkan jatahnya diperbanyak begitu. Karena
biasanya hanya untuk beberapa orang. Karena bermanfaat sekali ya
program ini. Selain untuk memberi pengalaman warga agar bisa bekerja
lagi di luar di bidang yang mereka minati, mereka juga bisa bersosialisasi
dengan masyarakat. Sehingga kepercayaan diri mereka meningkat. Kalau
begitu saat keluar dari sini mereka akan lebih percaya diri, mandiri dan
siap kembali ke masyarakat.
Lembar Catatan Observasi
Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta
Tanggal : 11 Desember 2013
Waktu : Pukul 09.00 WIB s.d 13.30 WIB
Hasil Observasi
Peneliti datang pada pukul 09.00 WIB dengan melakukan perjanjian
terlebih dahulu di hari sebelumnya dengan Bapak Rio Chaedir selaku Kasi
Perawatan Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta untuk melakukan wawancara. Saat
peneliti tiba di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta, peneliti dipersilahkan untuk
menemui Pak Rio Chaedir di ruangannya yang terletak di gedung kedua. Di hari
biasa atau hari kerja seperti ini, banyak penjaga yang bertugas berjaga di sekitar
Lapas. Diantaranya dua orang di Pos jaga yang terletak beberapa meter sebelum
pintu masuk Lapas Terbuka, dua orang yang berjaga di meja penerima tamu, dua
orang berjaga di meja piket yang terletak di aula.
Ketika peneliti tiba di ruangannya, Pak Rio menyambut peneliti dengan
ramah dan mempersilahkan peneliti untuk duduk di kursi yang ada di depan meja
kerjanya dan memulai wawancara. Saat peneliti mengajukan pertanyaan pun ia
tidak ragu untuk menjawab. Hal ini dapat peneliti lihat melalui caranya menjawab
pertanyaan penelitian yaitu segera setelah pertanyaan diajukan ia pun memberikan
jawaban. Jawaban yang diberikan sesuai dengan pengalamannya selama bertugas
di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta.
Setelah melakukan wawancara yang berlangsung kurang lebih selama 1
jam, peneliti melanjutkan untuk mengamati keadaan Lapas Terbuka Klas IIB
Jakarta. Peneliti duduk di sebuah bangku yang tersedia di aula ruang tunggu yang
juga merupakan tempat berkumpulnya para warga binaan dan pegawai Lapas di
saat istirahat. Pada saat itu waktu menunjukkan pukul 10.30 WIB, dimana cuaca
pun sedang hujan deras. Dengan cuaca tersebut terlihat bahwa sebagian besar
warga binaan hanya berdiam diri di dalam ruang paviliun mereka, namun
sebagian dari mereka juga ada yang ikut bercengkrama bersama petugas Lapas di
aula sambil mengobrol dan ada pula yang bermain biliard. Karena di ruang aula
tersebut terdapat sebua meja biliard dengan peralatannya serta sebuah televisi
berukuran 14 inci sebagai hiburan. Namun, peneliti juga melihat ada beberapa
warga binaan yang sedang membersihkan teras paviliunnya dari air hujan serta
ada beberapa warga binaan yang melakukan kegiatan di rumah bilik tempat untuk
budidaya cacing. banyak di antara mereka cukup menikmati waktu senggang
mereka, namun ada pula yang menyibukkan diri dengan kegiatan mereka masing-
masing.
Lembar Catatan Observasi
Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta
Tanggal : 20 Desember 2013
Waktu : Pukul 10.15 WIB s.d 13.00 WIB
Hasil Observasi
Peneliti tiba di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta pukul 10.15 WIB untuk
melakukan wawancara dengan Pak Iwan selaku Staf Kegiatan Kerja (Giatja)
mengenai pelaksanaan pembinaan di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Saat tiba,
peneliti diminta untuk menunggu terlebih dahulu di aula krena akan ada petugas
yang memberitahukan kedatangan peneliti kepada Pak Iwan. Selang 10 menit
kemudian, Pak Iwan pun datang dan peneliti memperkenalkan diri dengan
menyebutkan maksud kedatangan peneliti kepada Pak Iwan. Beliau pun dengan
ramah menyambut dan mempersilahkan untuk dimulainya wawancara. Kami
berdua duduk berhadap-hadapan di salah satu meja dan kursi yang ada di aula.
Wawancara berlangsung dengan lancar selama kurang lebih 1 jam. Setelah
selesai melakukan wawancara, Pak Iwan pun undur diri karena akan
melaksanakan Sholat Jumat. Beliau mempersilahkan peneliti jika ingin lebih lama
berada di Lapas Terbuka untuk melihat-lihat. Suasana di Lapas Terbuka pada hari
Jumat sangat sepi, tidak banyak warga binaan yang lalu lalang. Karena sebagian
besar dari mereka melaksanakan Sholat Jumat. Warga binaan yang tidak
melaksanakan ada yang menonton tv di aula dan ada pula yang berdiam diri di
paviliunnya dengan sesekali keluar masuk untuk suatu keperluan. Setelah Sholat
Jumat selesai, mereka kembali ke paviliun masing-masing untuk berganti baju dan
melaksanakan kegiatan masing-masing. Ada warga binaan yang membersihkan
halaman dan lapangan yang ada di lingkungan Lapas Terbuka dan ada pula yang
hanya bermain dan bercengkrama dengan petugas di aula.
Lembar Catatan Observasi
Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta
Tanggal : 12 Januari 2014
Waktu : Pukul 08.00 WIB s.d 10.30 WIB
Hasil Observasi
Hari Minggu, 12 Januari 2014 peneliti datang ke Lapas Terbuka Klas IIB
Jakarta untuk melakukan wawancara dengan seorang warga binaan yang
melaksanakan program Bekerja Pada Pihak Ketiga (P3). Saat peneliti sampai di
Lapas, suasana Lapas dalam keadaan sepi dan lengang. Tidak seperti hari biasa
manakala banyak petugas yang berjaga, di hari Minggu hanya nampak dua orang
yang berjaga di Pos jaga. Namun, penjagaan di meja penerima tamu dan meja
piket nampak kosong. Warga binaan pun terlihat santai dan lalu lalang dengan
kegiatannya masing-masing. Ada yang sedang bersantai di aula sambil menonton
televisi dan ada pula yang sedang bermain biliard. Sebagian warga binaan lainnya
melakukan kegiatan bersih-bersih.
Peneliti tiba pada pukul 08.00 WIB dengan perjanjian di hari sebelumnya
untuk melakukan wawancara. Warga binaan berinisial J yang melaksanakan P3
pun menyambut peneliti dengan ramah dan meminta untuk duduk di meja yang
dekat dengan pagar aula yang berbatasan dengan anak sungai Krukut yang
mengalir di depan gedung. Suasana Lapas yang lengang dan sepi membuat
wawancara berjalan lancar.
Warga binaan berinisial j pun dengan lancar menceritakan awal mula
mengapa ia bisa masuk ke penjara dan pindah ke Lapas Terbuka serta mengikuti
program P3. Ia merupakan slaah satu warga binaan yang cukup aktif dan dikenal
baik oleh petugas. Hal itu dibuktikan ketika di sela wawancara ada petugas yang
hendak pulang karena telah selesai melaksanakan shift jaga malam, pamit dan
mengobrol sebentar dengan Bapak J. Pada saat wawancara belum dimulai pun
terlihat beberapa warga binaan menyapa Bapak J dengan sangat ramah.
Setelah wawancara selesai, peneliti melanjutkan kegiatan mengamati
suasana Lapas Terbuka. Namun, tidak ada perubahan aktivitas yang signifikan
dari warga binaan setelah peneliti selesai melaksanakan wawancara. Sebagian
warga binaan masih ada yang berada di aula untuk menonton televisi dan bermain
biliard ataupun hanya sekadar bersantai sambil merokok. Sedangkan warga binaan
yang lain ada yang berada di paviliunnya dan ada pula yang melaksanakan
kegiatan bersih-bersih.