program anggur merah di ntt
DESCRIPTION
Oleh. Paul SinlaEloEDalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat, seharusnya moral senantiasa dijadikan sebagai panglima pembangunan. Hal ini menjadi penting karena sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah gagal ketika politik dijadikan panglima pembangunan di era orde lama. Pembangunan yang mensejahterakan rakya mengalami kegagalan di era orde baru karena telah menjadikan ekonomi sebagai panglima pembangunan. Penting untuk diingat juga adalah “Mengulangi kesalahan dalam pembangunan untuk kesejahteraan rakyat hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang mabuk anggur !!”.TRANSCRIPT
1
ANGGUR MERAH: Memabukan..? Oleh. Paul SinlaEloE
Staf Div. Anti Korupsi PIAR NTT Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam Harian Umum Victory News, tanggal 11 Mei 2012
Dalam berbagai literatur ilmu sosial, pembangunan atau yang
disebut dengan istilah apapun, semestinya diarahkan pada
penciptaan kesejahteraan warganya. Itu berarti, tujuan utama
pembangunan adalah kesejahteraan manusia (Human Welfare).
Pada konteks Indonesia, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945-
pun mengamanatkan kepada pemerintah untuk melakukan
langkah-langkah dalam upaya perlindungan terhadap segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pembangunan yang mensejahterakan rakyat akan memperoleh keberhasilan dalam
pembangunan secara nasional sangat tergantung dengan sinergitas kebijakan antara
pemerintah provinsi dengan pemerintah pusat dan antara pemerintah kabupaten/kota dengan
pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Sinkronisasi kebijakan idealnya diwujudkan
dalam bentuk program dan kegiatan sesuai kewenangan masing-masing yang diorientasikan
melalui pencapaian strategi pembangunan yang pro-growth, pro-job, pro-poor, dan pro-
environment serta pengembangan program-program percepatan pengurangan kemiskinan
melalui: Klaster 1 (pertama) Program Bantuan Sosial Berbasis Keluarga, Klaster 2 (kedua)
Program Pemberdayaan Masyarakat, Klaster 3 (ketiga) Program Pemberdayaan Usaha Kecil
dan Mikro, serta Klaster 4 (keempat) Program Pro Rakyat.
Di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masih merupakan bagian integral dari Indonesia,
pembangunan untuk mensejahterakan warga belum berjalan maksimal. Buktinya, Secara
statistik jumlah orang miskin di NTT semakin parah dari tahun ketahun. Data kehidupan
bernegara di NTT sebagaimana yang dipublis BPS, menunjukan bahwa penduduk miskin
provinsi NTT pada Maret 2010 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Maret 2009.
Pada tahun 2009 penduduk miskin di NTT sebanyak 1.013.200 orang (23,31%). Sedangkan
pada tahun 2010, jumlah penduduk miskin di NTT bertambah menjadi 1.014.100 orang
(23,03%) dan di tahun 2010 juga, NTT menempati peringkat keenam provinsi termiskin di
Indonesia.
Bertolak pada realiata kemiskinan di tahun 2010 ini, maka di Tahun Anggaran 2011,
Pemerintah Provinsi NTT dalam upaya penanggulangan kemiskinan telah menetapkan
kebijakan operasional pembangunan berbasis desa/kelurahan, yaitu Pembangunan
Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah. Dalam program ini, Pemerintah Provinsi NTT
mengalokasikan dana untuk 287 desa/kelurahan dengan nilai per desa/kelurahan sebesar
Rp.250.000.000,00, dengan harapan kebijakan tersebut mampu menciptakan masyarakat desa
yang maju dan produktif. Pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah rencananya
akan dilaksanakan secara partisipatif, transparan dan terpadu dengan melibatkan semua
stakeholders melalui pengembangan ekonomi produktif. Kegiatan ekonomi produktif yang
2
dikembangkan ini nantinya akan disesuaikan dengan karakteristik, potensi dan keunggulan
ekonomi komparatif desa/kelurahan sasaran.
Untuk pelaksanaan program desa/kelurahan mandiri anggur merah ini, dalam DPA/DPPA
Bappeda Provinsi NTT telah dianggarkan anggaran sebesar Rp.73.328.500.000,00.
Mekanisme penyaluran dana Anggur Merah berdasarkan proposal kegiatan usaha yang
diajukan oleh kelompok masyarakat kepada Kepala Desa/Lurah dengan tembusan
disampaikan kepada Bupati/Walikota cq Bappeda Kabupaten/Kota, kemudian Kepala
Desa/Lurah menyampaikan proposal kepada Gubernur cq Kepala Bappeda beserta syarat-
syarat administratif untuk diverifikasi oleh tim verifikasi provinsi yang akan
direkomendasikan kepada Gubernur untuk diberikan dana anggur merah. Kemudian atas
dasar rekomendasi tersebut Kepala Bappeda mengajukan SPP-LS dan SPM-LS kepada Biro
Keuangan untuk diterbitkan SP2D, yang selanjutnya dana anggur merah akan ditransfer ke
rekening desa/kelurahan, selanjutnya kelompok masyarakat yang mengajukan proposal oleh
bendahara pengeluaran Bappeda, kemudian dari rekening desa/kelurahan dana tersebut
ditransferkan ke rekening kelompok.
Dalam implementasinya, program pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah ini
berjalan bagaikan “orang yang lagi mabuk anggur merah”. Buktinya hasil audit BPK RI
didokumentasikan dalam LHP BPK RI Nomor: 20/S/XIX.KUP/01/2012, Tertanggal 20
Januari 2012, menunjukan bahwa terdapat berbagai persoalan berkaitan dengan program
pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah diantaranya adalah: Pertama,
Kesalahan penganggaran. Berdasarkan DPPA Bappeda TA 2011 program pembangunan
desa/kelurahan mandiri anggur merah dianggarkan sebesar Rp.73.328.500.000,00 pada
belanja barang dan jasa yaitu pada Belanja Penyelenggaraan Program Desa Mandiri dimana
anggaran tersebut merupakan anggaran untuk pemberian bantuan pinjaman modal usaha
kepada masyarakat melalui desa/kelurahan, kemudian masyarakat mengembalikan kembali
bantuan modal usaha tersebut kepada desa/kelurahan untuk digulirkan kembali.
Itu berarti, penganggaran Belanja Penyelenggaraan Program Desa Mandiri Anggur Merah
Sebesar Rp.73.328.500.000,00 pada Belanja Barang dan Jasa kurang tepat dan tidak sesuai
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah yang mengamanatkan bahwa Belanja barang dan jasa hanya digunakan
untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12
(duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan
pemerintah daerah. (Pasal 52 Ayat (1), Permendagri No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan
Atas Permendagri No. 13 Tahun 2006).
Pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa ini mencakup belanja barang pakai
habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor,
cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat
berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan
atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan
dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai. (Pasal 52 Ayat (2), Permendagri No. 59 Tahun
2007 Tentang Perubahan Atas Permendagri No. 13 Tahun 2006).
Kedua, Administrasi dan pelaporan belum tertib. Pemeriksaan secara uji petik atas
administrasi pencatatan dana anggur merah pada desa/kelurahan yang dilakukan oleh BPK RI
diketahui ditemukan bahwa desa/kelurahan belum membuat pencatatan untuk penerimaan
3
dan pengeluaran uang dana anggur merah tersebut, belum ada pencatatan mengenai
pengembalian dana yang sudah disetorkan oleh kelompok, serta belum menyampaikan
laporan konsolidasi seluruh laporan kelompok masyarakat kepada Gubernur. (LHP BPK RI
Nomor: 20/S/XIX.KUP/01/2012, Tanggal 20 Januari 2012).
Menurut BPK RI, Kondisi yang demikian tidak sejalan dengan Peraturan Gubernur Nusa
Tenggara Timur Nomor 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pembangunan Desa/Kelurahan
Mandiri Anggur Merah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011 – 2013 Lampiran Bab V
5.2 huruf c angka 6 yang menyatakan bahwa “Untuk menjamin kesinambungan pengelolaan
dana hibah, maka penerima dana hibah wajib menyetor kembali dana pokok ke rekening
desa/kelurahan. Sedangkan keuntungan yang diperoleh penggunaannya disesuaikan dengan
kesepakatan kelompok disetiap desa/kelurahan”.
Selanjutnya BPK RI juga berpendapat bahwa realita ini sangat tidak sesuai dengan Peraturan
Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor 5 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran
Bantuan Program Pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah di Provinsi NTT
Tahun 2011-2013 pasal 15 Ayat (1) yang menyatakan bahwa ”Kepala Desa/Lurah
menyampaikan laporan konsolidasi seluruh laporan kelompok masyarakat kepada Gubernur
dengan tembusan disampaikan keada Bupati/Walikota, Kepala Bappeda dan Kepala Biro
Keuangan’. Laporan konsolidasi harus disampaikan setiap semester (enam bulan) dan akhir
tahun. (Pasal 15 Ayat (2) PERGUB NTT No. 5 Tahun 2011).
Selain berbagai persoalan yang menjadi data temuan BPK RI diatas, fakta yang sudah
menjadi pemberitaan utama dalam berbagai media baik itu media cetak, media elektronik
maupun media On-Line juga membenarkankan bahwa pelaksanaan program desa/kelurahan
mandiri anggur merah ini juga mengalami berbagai persoalan. Salah satu contohnya adalah
pengadaan sapi untuk program pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah di desa
Kualin, Kecamatan Kualin, TTS yang bermasalah. Pasalnya, pendamping kelompok
masyarakat (PKM) desa tersebut, tidak mempertanggung jawabkan pengadaan sapi untuk
kelompok dampingan.
Pada akhirnya perlu diingat bahwa dalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat,
seharusnya moral senantiasa dijadikan sebagai panglima pembangunan. Hal ini menjadi
penting karena sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah gagal ketika politik dijadikan
panglima pembangunan di era orde lama. Pembangunan yang mensejahterakan rakya
mengalami kegagalan di era orde baru karena telah menjadikan ekonomi sebagai panglima
pembangunan. Penting untuk diingat juga adalah “Mengulangi kesalahan dalam
pembangunan untuk kesejahteraan rakyat hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang mabuk
anggur !!”.