program anggur merah di ntt

3
1 ANGGUR MERAH: Memabukan..? Oleh. Paul SinlaEloE Staf Div. Anti Korupsi PIAR NTT Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam Harian Umum Victory News, tanggal 11 Mei 2012 Dalam berbagai literatur ilmu sosial, pembangunan atau yang disebut dengan istilah apapun, semestinya diarahkan pada penciptaan kesejahteraan warganya. Itu berarti, tujuan utama pembangunan adalah kesejahteraan manusia (Human Welfare). Pada konteks Indonesia, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945- pun mengamanatkan kepada pemerintah untuk melakukan langkah-langkah dalam upaya perlindungan terhadap segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pembangunan yang mensejahterakan rakyat akan memperoleh keberhasilan dalam pembangunan secara nasional sangat tergantung dengan sinergitas kebijakan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah pusat dan antara pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Sinkronisasi kebijakan idealnya diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan sesuai kewenangan masing-masing yang diorientasikan melalui pencapaian strategi pembangunan yang pro-growth, pro-job, pro-poor, dan pro- environment serta pengembangan program-program percepatan pengurangan kemiskinan melalui: Klaster 1 (pertama) Program Bantuan Sosial Berbasis Keluarga, Klaster 2 (kedua) Program Pemberdayaan Masyarakat, Klaster 3 (ketiga) Program Pemberdayaan Usaha Kecil dan Mikro, serta Klaster 4 (keempat) Program Pro Rakyat. Di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masih merupakan bagian integral dari Indonesia, pembangunan untuk mensejahterakan warga belum berjalan maksimal. Buktinya, Secara statistik jumlah orang miskin di NTT semakin parah dari tahun ketahun. Data kehidupan bernegara di NTT sebagaimana yang dipublis BPS, menunjukan bahwa penduduk miskin provinsi NTT pada Maret 2010 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Maret 2009. Pada tahun 2009 penduduk miskin di NTT sebanyak 1.013.200 orang (23,31%). Sedangkan pada tahun 2010, jumlah penduduk miskin di NTT bertambah menjadi 1.014.100 orang (23,03%) dan di tahun 2010 juga, NTT menempati peringkat keenam provinsi termiskin di Indonesia. Bertolak pada realiata kemiskinan di tahun 2010 ini, maka di Tahun Anggaran 2011, Pemerintah Provinsi NTT dalam upaya penanggulangan kemiskinan telah menetapkan kebijakan operasional pembangunan berbasis desa/kelurahan, yaitu Pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah. Dalam program ini, Pemerintah Provinsi NTT mengalokasikan dana untuk 287 desa/kelurahan dengan nilai per desa/kelurahan sebesar Rp.250.000.000,00, dengan harapan kebijakan tersebut mampu menciptakan masyarakat desa yang maju dan produktif. Pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah rencananya akan dilaksanakan secara partisipatif, transparan dan terpadu dengan melibatkan semua stakeholders melalui pengembangan ekonomi produktif. Kegiatan ekonomi produktif yang

Upload: paul-sinlaeloe

Post on 29-Oct-2015

287 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Oleh. Paul SinlaEloEDalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat, seharusnya moral senantiasa dijadikan sebagai panglima pembangunan. Hal ini menjadi penting karena sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah gagal ketika politik dijadikan panglima pembangunan di era orde lama. Pembangunan yang mensejahterakan rakya mengalami kegagalan di era orde baru karena telah menjadikan ekonomi sebagai panglima pembangunan. Penting untuk diingat juga adalah “Mengulangi kesalahan dalam pembangunan untuk kesejahteraan rakyat hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang mabuk anggur !!”.

TRANSCRIPT

Page 1: PROGRAM ANGGUR MERAH DI NTT

1

ANGGUR MERAH: Memabukan..? Oleh. Paul SinlaEloE

Staf Div. Anti Korupsi PIAR NTT Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam Harian Umum Victory News, tanggal 11 Mei 2012

Dalam berbagai literatur ilmu sosial, pembangunan atau yang

disebut dengan istilah apapun, semestinya diarahkan pada

penciptaan kesejahteraan warganya. Itu berarti, tujuan utama

pembangunan adalah kesejahteraan manusia (Human Welfare).

Pada konteks Indonesia, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945-

pun mengamanatkan kepada pemerintah untuk melakukan

langkah-langkah dalam upaya perlindungan terhadap segenap

bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta

ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Pembangunan yang mensejahterakan rakyat akan memperoleh keberhasilan dalam

pembangunan secara nasional sangat tergantung dengan sinergitas kebijakan antara

pemerintah provinsi dengan pemerintah pusat dan antara pemerintah kabupaten/kota dengan

pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Sinkronisasi kebijakan idealnya diwujudkan

dalam bentuk program dan kegiatan sesuai kewenangan masing-masing yang diorientasikan

melalui pencapaian strategi pembangunan yang pro-growth, pro-job, pro-poor, dan pro-

environment serta pengembangan program-program percepatan pengurangan kemiskinan

melalui: Klaster 1 (pertama) Program Bantuan Sosial Berbasis Keluarga, Klaster 2 (kedua)

Program Pemberdayaan Masyarakat, Klaster 3 (ketiga) Program Pemberdayaan Usaha Kecil

dan Mikro, serta Klaster 4 (keempat) Program Pro Rakyat.

Di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masih merupakan bagian integral dari Indonesia,

pembangunan untuk mensejahterakan warga belum berjalan maksimal. Buktinya, Secara

statistik jumlah orang miskin di NTT semakin parah dari tahun ketahun. Data kehidupan

bernegara di NTT sebagaimana yang dipublis BPS, menunjukan bahwa penduduk miskin

provinsi NTT pada Maret 2010 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Maret 2009.

Pada tahun 2009 penduduk miskin di NTT sebanyak 1.013.200 orang (23,31%). Sedangkan

pada tahun 2010, jumlah penduduk miskin di NTT bertambah menjadi 1.014.100 orang

(23,03%) dan di tahun 2010 juga, NTT menempati peringkat keenam provinsi termiskin di

Indonesia.

Bertolak pada realiata kemiskinan di tahun 2010 ini, maka di Tahun Anggaran 2011,

Pemerintah Provinsi NTT dalam upaya penanggulangan kemiskinan telah menetapkan

kebijakan operasional pembangunan berbasis desa/kelurahan, yaitu Pembangunan

Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah. Dalam program ini, Pemerintah Provinsi NTT

mengalokasikan dana untuk 287 desa/kelurahan dengan nilai per desa/kelurahan sebesar

Rp.250.000.000,00, dengan harapan kebijakan tersebut mampu menciptakan masyarakat desa

yang maju dan produktif. Pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah rencananya

akan dilaksanakan secara partisipatif, transparan dan terpadu dengan melibatkan semua

stakeholders melalui pengembangan ekonomi produktif. Kegiatan ekonomi produktif yang

Page 2: PROGRAM ANGGUR MERAH DI NTT

2

dikembangkan ini nantinya akan disesuaikan dengan karakteristik, potensi dan keunggulan

ekonomi komparatif desa/kelurahan sasaran.

Untuk pelaksanaan program desa/kelurahan mandiri anggur merah ini, dalam DPA/DPPA

Bappeda Provinsi NTT telah dianggarkan anggaran sebesar Rp.73.328.500.000,00.

Mekanisme penyaluran dana Anggur Merah berdasarkan proposal kegiatan usaha yang

diajukan oleh kelompok masyarakat kepada Kepala Desa/Lurah dengan tembusan

disampaikan kepada Bupati/Walikota cq Bappeda Kabupaten/Kota, kemudian Kepala

Desa/Lurah menyampaikan proposal kepada Gubernur cq Kepala Bappeda beserta syarat-

syarat administratif untuk diverifikasi oleh tim verifikasi provinsi yang akan

direkomendasikan kepada Gubernur untuk diberikan dana anggur merah. Kemudian atas

dasar rekomendasi tersebut Kepala Bappeda mengajukan SPP-LS dan SPM-LS kepada Biro

Keuangan untuk diterbitkan SP2D, yang selanjutnya dana anggur merah akan ditransfer ke

rekening desa/kelurahan, selanjutnya kelompok masyarakat yang mengajukan proposal oleh

bendahara pengeluaran Bappeda, kemudian dari rekening desa/kelurahan dana tersebut

ditransferkan ke rekening kelompok.

Dalam implementasinya, program pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah ini

berjalan bagaikan “orang yang lagi mabuk anggur merah”. Buktinya hasil audit BPK RI

didokumentasikan dalam LHP BPK RI Nomor: 20/S/XIX.KUP/01/2012, Tertanggal 20

Januari 2012, menunjukan bahwa terdapat berbagai persoalan berkaitan dengan program

pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah diantaranya adalah: Pertama,

Kesalahan penganggaran. Berdasarkan DPPA Bappeda TA 2011 program pembangunan

desa/kelurahan mandiri anggur merah dianggarkan sebesar Rp.73.328.500.000,00 pada

belanja barang dan jasa yaitu pada Belanja Penyelenggaraan Program Desa Mandiri dimana

anggaran tersebut merupakan anggaran untuk pemberian bantuan pinjaman modal usaha

kepada masyarakat melalui desa/kelurahan, kemudian masyarakat mengembalikan kembali

bantuan modal usaha tersebut kepada desa/kelurahan untuk digulirkan kembali.

Itu berarti, penganggaran Belanja Penyelenggaraan Program Desa Mandiri Anggur Merah

Sebesar Rp.73.328.500.000,00 pada Belanja Barang dan Jasa kurang tepat dan tidak sesuai

dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah yang mengamanatkan bahwa Belanja barang dan jasa hanya digunakan

untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12

(duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan

pemerintah daerah. (Pasal 52 Ayat (1), Permendagri No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan

Atas Permendagri No. 13 Tahun 2006).

Pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa ini mencakup belanja barang pakai

habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor,

cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat

berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan

atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan

dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai. (Pasal 52 Ayat (2), Permendagri No. 59 Tahun

2007 Tentang Perubahan Atas Permendagri No. 13 Tahun 2006).

Kedua, Administrasi dan pelaporan belum tertib. Pemeriksaan secara uji petik atas

administrasi pencatatan dana anggur merah pada desa/kelurahan yang dilakukan oleh BPK RI

diketahui ditemukan bahwa desa/kelurahan belum membuat pencatatan untuk penerimaan

Page 3: PROGRAM ANGGUR MERAH DI NTT

3

dan pengeluaran uang dana anggur merah tersebut, belum ada pencatatan mengenai

pengembalian dana yang sudah disetorkan oleh kelompok, serta belum menyampaikan

laporan konsolidasi seluruh laporan kelompok masyarakat kepada Gubernur. (LHP BPK RI

Nomor: 20/S/XIX.KUP/01/2012, Tanggal 20 Januari 2012).

Menurut BPK RI, Kondisi yang demikian tidak sejalan dengan Peraturan Gubernur Nusa

Tenggara Timur Nomor 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pembangunan Desa/Kelurahan

Mandiri Anggur Merah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011 – 2013 Lampiran Bab V

5.2 huruf c angka 6 yang menyatakan bahwa “Untuk menjamin kesinambungan pengelolaan

dana hibah, maka penerima dana hibah wajib menyetor kembali dana pokok ke rekening

desa/kelurahan. Sedangkan keuntungan yang diperoleh penggunaannya disesuaikan dengan

kesepakatan kelompok disetiap desa/kelurahan”.

Selanjutnya BPK RI juga berpendapat bahwa realita ini sangat tidak sesuai dengan Peraturan

Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor 5 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran

Bantuan Program Pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah di Provinsi NTT

Tahun 2011-2013 pasal 15 Ayat (1) yang menyatakan bahwa ”Kepala Desa/Lurah

menyampaikan laporan konsolidasi seluruh laporan kelompok masyarakat kepada Gubernur

dengan tembusan disampaikan keada Bupati/Walikota, Kepala Bappeda dan Kepala Biro

Keuangan’. Laporan konsolidasi harus disampaikan setiap semester (enam bulan) dan akhir

tahun. (Pasal 15 Ayat (2) PERGUB NTT No. 5 Tahun 2011).

Selain berbagai persoalan yang menjadi data temuan BPK RI diatas, fakta yang sudah

menjadi pemberitaan utama dalam berbagai media baik itu media cetak, media elektronik

maupun media On-Line juga membenarkankan bahwa pelaksanaan program desa/kelurahan

mandiri anggur merah ini juga mengalami berbagai persoalan. Salah satu contohnya adalah

pengadaan sapi untuk program pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah di desa

Kualin, Kecamatan Kualin, TTS yang bermasalah. Pasalnya, pendamping kelompok

masyarakat (PKM) desa tersebut, tidak mempertanggung jawabkan pengadaan sapi untuk

kelompok dampingan.

Pada akhirnya perlu diingat bahwa dalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat,

seharusnya moral senantiasa dijadikan sebagai panglima pembangunan. Hal ini menjadi

penting karena sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah gagal ketika politik dijadikan

panglima pembangunan di era orde lama. Pembangunan yang mensejahterakan rakya

mengalami kegagalan di era orde baru karena telah menjadikan ekonomi sebagai panglima

pembangunan. Penting untuk diingat juga adalah “Mengulangi kesalahan dalam

pembangunan untuk kesejahteraan rakyat hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang mabuk

anggur !!”.