profil pemberian antibiotika rasional pada...

68
PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA PASIEN DEMAM TIFOID ANAK DI BANGSAL RAWAT INAP RSUD TANGERANG TAHUN 2010- 2011 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Angelia Puspita NIM : 109103000002 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2012M

Upload: dodung

Post on 02-Feb-2018

219 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL

PADA PASIEN DEMAM TIFOID ANAK

DI BANGSAL RAWAT INAP RSUD TANGERANG

TAHUN 2010- 2011

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Angelia Puspita

NIM : 109103000002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H/2012M

Page 2: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
Page 3: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
Page 4: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
Page 5: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tidak henti-hentinya saya panjatkan kepada Allah SWT

karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya bisa menyelesaikan penelitian dengan

judul PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA PASIEN

DEMAM TIFOID ANAK DI BANGSAL RAWAT INAP RSUD

TANGERANG TAHUN 2010-2011. Shalawat serta salam semoga senantiasa

tercurah limpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta para umatnya

hingga akhir zaman. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dukungan,

serta doa dari berbagai pihak saya akan mengalami kesulitan dalam

menyelesaikan penelitian ini. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan

penghargaan serta rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And sebagai Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR sebagai Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syaruf

Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Riva Auda, Sp.A, M.Kes sebagai pembimbing I dan dr, Erike Anggraini

Suwarsono, M.Pd yang telah meluangkan, membimbing, serta mengarahkan

saya selama menjalankan proses penelitian.

4. Direktur serta semua staf bagian diklit dan rekam medis RSUD Tangerang

yang sudah memberikan izin serta membantu saya untuk melakukan

penelitian di RSUD Tangerang.

5. Kedua orang tua yang saya sayangi Ayahanda Muhammad Irwan Nasution,

S.E dan Ibunda Henny, S.H, serta adikku tersayang Albert Shehaffudin

Nasution atas semua kasih sayang, dukungan, serta doa yang tiada henti yang

menjadi kekuatan serta semangat untuk menyelesaikan penelitian ini.

6. Sahabat-sahabat seperjuangan kelompok riset Adi Heryadi, Adita Dianputra

Kencana, dan Oktavia Utami atas semua bantuan, masukan, serta dukungan

selama proses penelitian ini.

7. Sahabat-sahabat tersayang Dian Fithria Hidayaty, Eka Noviawati, Adinda

Pramitra Permatasari, Rahmatul Fithriyanti, Adelita Tri Rahmawati, Reani

Page 6: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

vi

Zulfa, Raden Nabilla Ayesha Putri, Resti Cahyani, dan Lia Ameliawati untuk

semangat serta dukungan untuk menyelesaikan penelitian ini.

8. Seluruh teman sejawat dan seperjuangan mahasiswa PSPD 2009 yang selalu

bersama-sama dan bahu-membahu selama menyelesaikan pendidikan ini.

Akhir kata saya berharap semoga Allah senantiasa membalas semua

kebaikan dari pihak-pihak yang telah membantu saya dalam melakukan

penelitian ini. Semoga penelitian ini bisa memberikan manfaat dan sumbangsih

bagi perkembangan ilmu terutama dalam ilmu kedokteran.

Ciputat, 18 September 2012

Angelia Puspita

Page 7: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

vii

ABSTRAK

Angelia Puspita. Program Studi Pendidikan Dokter. Profil pemberian antibiotika

rasional pada pasien demam tifoid anak di bangsal rawat inap RSUD Tangerang

Tahun 2010 dan 2011.

Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri

Salmonella typhi sehingga tatalaksana utamanya adalah terapi antibiotika.

Pemberian antibiotika harus serasional mungkin dengan memperhatikan efikasi,

kesesuaian, keamanan, serta biaya terapi. Dampak terbesar dari pemberian

antibiotika yang tidak rasional pada pasien demam tifoid adalah timbulnya multi

drugs resistance Salmonella typhi (MDRST). Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui tingkat rasionalitas pemberian antibiotika untuk pasien demam

tifoid anak yang menjalani rawat inap di RSUD Tangerang. Penelitian ini bersifat

deskriptif dengan rancangan cross-sectional. Sampel diambil dengan metode

simple random sampling berjumlah 130 rekam medis. Data yang didapatkan

kemudian dinilai tingkat rasionalitasnya menggunakan alogaritma Gyssen. Hasil

menunjukan antibiotika yang paling banyak digunakan dokter untuk terapi demam

tifoid adalah ceftriaxone yaitu 100 (76,9%) resep, kategori rasionalitas adalah

sebanyak 44 (33,8%) resep termasuk katogori IIIb, 33 (25,4%) resep termasuk

kategori I, 23 (17,7%) resep termasuk kategori V, 18 (13,8%) resep termasuk

kategori IIa, dan 12 (9,2%) termasuk kategori IIb.

Kata kunci : Rasionalitas, antibiotika, demam tifoid

ABSTRACT

Angelia Puspita. Medical Study Programe. Profile of antibiotic rational

administration in children with typhoid fever in Tangerang Distric Hospital 2010-

2011.

Typhoid fever is a disease caused by infection Salmonella typhi with the

main treatment is antibiotic therapy. Antibiotics should be given as rational as

possible with look the efficacy, suitability, safety, and cost of therapy. The biggest

impact of irrational antibiotic treatment in patients with typhoid fever is multi-

drugs resistance Salmonella typhi (MDRST). The purpose of this study was to

determine the rationality level of antibiotics for children with typhoid fever that

hospitalized in Tangerang District Hospital. This is a descriptive study with cross-

sectional design. Samples were taken by simple random sampling method

amounted to 130 medical records. The rationality level of datas were assessed

using Gyssen’s alogaritm. The results showed that the most widely used antibiotic

for the treatment of typhoid fever is ceftriaxone with 100 (76.9%) prescriptions,

the category of rationality is 44 (33.8%) prescriptions, including Categories IIIb,

33 (25.4%) prescriptions category I, 23 (17.7%) prescriptions category V, 18

(13.8%) prescriptions category IIa, and 12 (9.2%) IIb category.

Keywords : Rationality, antibiotic, typhoid fever

Page 8: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................. iii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi

ABSTRAK .......................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Rumusan masalah ....................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 2

1.3.1 Tujuan Umum .................................................................. 2

1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................. 2

1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demam Tifoid .............................................................. 4

2.2 Epidemiologi Demam Tifoid ..................................................... 4

2.3 Etiologi Demam Tifoid .............................................................. 5

2.4 Patogenesis Demam Tifoid ........................................................ 6

2.5 Manifestasi Klinis Demam Tifoid .............................................. 7

2.6 Penegakan Diagnosis Demam Tifoid ......................................... 8

2.6.1 Kultur ............................................................................... 9

2.6.2 Uji Serologis Widal .......................................................... 10

2.6.3 IDL Tubex ........................................................................ 10

2.6.4 IgM Dipstick Test ............................................................ 11

2.7 Terapi Demam Tifoid ................................................................. 11

2.7.1 Kloramfenikol .................................................................. 12

2.7.2 Penisilin ............................................................................ 13

2.7.3 Trimetoprim dan Sulfametoksazol (TMP-SMZ) ............. 14

2.7.4 Sefalosporin Generasi Ketiga ........................................... 15

2.7.5 Fluorkuinolon .................................................................... 15

2.8 Penilaian Rasionalitas Pemberian Antibiotika ........................... 16

2.9 Kerangka Konsep ....................................................................... 19

2.10 Definisi Operasional .................................................................. 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ........................................................................ 22

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 22

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................. 22

3.3.1 Populasi Penelitian ........................................................... 22

3.3.2 Sampel Penelitian ............................................................. 22

3.4 Besar Sampel .............................................................................. 22

Page 9: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

ix

3.5 Inklusi dan Eksklusi ................................................................... 23

3.6 Data yang Dikumpulkan ............................................................. 23

3.7 Cara Kerja .................................................................................. 24

3.8 Rencana Pengolahan Data dan Analisis Statistik ....................... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian .................................................. 26

4.2 Analisis Penggunaan Antibiotika ............................................... 34

4.3 Keterbatasan Penelitian .............................................................. 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................. 39

5.2 Saran ........................................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 41

LAMPIRAN ........................................................................................................ 44

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ 56

Page 10: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gejala Demam Tifoid .......................................................................... 8

Tabel 2.2 Perbandingan Sensitivitas Kultur dari Berbagai Spesimen ................. 9

Tabel 2.3 Pengobatan Demam Tifoid Tanpa Komplikasi ................................... 11

Tabel 2.4 Pengobatan Demam Tifoid Berat ........................................................ 12

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel ........................................................................... 26

Tabel 4.2 Persentase Penggunaan Antibiotika .................................................... 34

Tabel 4.3 Tingkat Rasionalitas Pemberian Antibiotika ...................................... 35

Page 11: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alogaritma untuk Mengevaluasi Rasionalitas Pemberian

Antibiotika................................................................................

43

Gambar 2.2 Kerangka Konsep..................................................................... 18

Gambar 4.1 Karakteristik Jenis Kelamin Pasien Demam Tifoid Anak....... 27

Gambar 4.2 Karakteristik Usia Pasien Demam Tifoid Anak....................... 28

Gambar 4.3 Karakteristik Unit Rawat Inap Pasien Demam Tifoid Anak... 30

Gambar 4.4 Karakteristik Lama Rawat Inap Pasien Demam Tifoid Anak.. 31

Gambar 4.5 Karakteristik Berat Badan Pasien Dema Tifoid Anak............. 30

Gambar 4.6 Karakteristik Nilai IgM Antisalmonella Pada Pasien Demam

Tifoid Anak..............................................................................

33

Gambar 4.7 Karakteristik Hasil Widal Pada Pasien Demam Tifoid Anak.. 33

Gambar 4.8 Jenis Antibiotika yang Digunakan Untuk Pasien Demam

Tifoid Anak..............................................................................

34

Gambar 4.9 Tingkat Rasionalitas Pemberian Antibiotika untuk Pasien

Demam Tifoid Anak................................................................

37

Page 12: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

xii

DAFTAR SINGKATAN

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

MDRST : Multi Drugs Resistance Salmonella typhi

RS : Rumah Sakit

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

cAMP : Cyclic Adenosine Monophosphate

IgM : Imunoglobulin M

WHO : World Health Organization

PABA : P-amino Benzoat

TMP-SMZ : Trimetoprim-Sulfametoksazol

AMR : Antimicrobial Resistance

Page 13: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam tifoid yang biasa kita kenal juga dengan demam enterik merupakan

sindrom klinis sistemik yang dihasilkan oleh infeksi organisme Salmonella typhi.1

Demam tifoid terutama muncul di negara-negara berkembang dengan tingkat

sanitasi yang rendah. Salmonella typhi menginfeksi dan menyebabkan demam

tifoid pada 21,6 juta orang di dunia dengan insiden 3,6 per 1.000 populasi dan

menyebabkan kematian pada 200.000 orang setiap tahunnya.2

Angka kejadian demam tifoid di Indonesia masih tergolong tinggi bahkan

Indonesia menyumbang 80% angka kejadian demam tifoid untuk dunia. Penyakit

tersebut dihubungkan dengan higienitas individu yang kurang baik, sanitasi

lingkungan yang buruk, ditambah lagi dengan pelayanan kesehatan yang tidak

terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Menurut Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) prevalensi demam tifoid mencapai 1,6 % di tahun 2007.3

Di tahun

2010 demam tifoid masih menduduki peringkat tiga dari 10 penyakit terbanyak di

Indonesia.4

Penatalaksanaan untuk demam tifoid ini terdiri dari istirahat dan perawatan,

diet dan terapi penunjang, serta yang paling penting adalah terapi medikamentosa

yaitu dengan pemberian antibiotika.5 Dalam penggunaannya, pemberian

antibiotika berbeda dengan pemberian jenis obat-obatan yang lainnya, selain harus

memperhatikan pasien dan obat kita juga harus memperhatikan karakteristik dari

infeksi yang akan ditangani. Untuk mencapai tujuan terapi yang optimal

antibiotika harus digunakan serasional mungkin. Penggunaan antibiotika yang

rasional harus didasari dengan pemahaman terhadap beberapa aspek dari penyakit

infeksi terkait dan memperhatikan beberapa faktor seperti ketahanan individu,

virulensi, mikroorganisme serta farmakokinetik dan farmakodinamis dari

antibiotika yang akan digunakan.6 Penggunaan antibiotika secara irasional tidak

akan memperbaiki keadaan karena tujuan terapi yang optimal tidak akan tercapai,

dapat menimbulkan resistensi, interaksi obat, efek samping, serta melonjaknya

Page 14: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

2

biaya pengobatan.7 Dampak terbesar akibat penggunaan antibiotika yang tidak

rasional adalah berkembangnya kuman-kuman resisten antibiotik.6

Kejadian Multi drugs resitance Salmonella typhi (MDRST) terutama

terhadap ampisilin, kloramfenikol, dan kotrimoksazol sedang menjadi masalah

global pada saat ini. MDRST disebabkan karena pemberian antibiotika untuk

penatalaksanaan tifoid yang tidak rasional.8 Melihat pentingnya pemberian

antibiotika yang rasional terutama dalam hal ini untuk penatalaksanaan demam

tifoid, maka diperlukan adanya suatu evaluasi terhadap peresepan antibiotika yang

diberikan oleh dokter untuk terapi demam tifoid. Telah dilakukan penelitian untuk

mengevaluasi pemberian antibiotika untuk terapi demam tifoid di RSUP DR.

Kariadi Semarang pada tahun 2008. Dari 137 peresepan yang diamati

kerasionalitasannya hanya 11 resep saja yang memenuhi kriteria penggunaan

antibiotika secara rasional dan selebihnya diberikan secara tidak rasional.9 Melihat

pentingnya diadakan evaluasi guna perbaikan peresepan antibiotika khususnya

untuk terapi demam tifoid, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana profil pemberian antibiotika rasional pada pasien demam tifoid

anak di bangsal anak RSUD Tangerang ?

1.3 Tujuan Penelitan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui tingkat rasionalitas pemberian antibiotika untuk pasien demam

tifoid anak yang dirawat inap di RSUD Tangerang

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui jenis antibiotika yang digunakan untuk penatalaksanaan

demam tifoid di RSUD Tangerang

2. Mengetahui tingkat rasionalitas pemberian antibiotika untuk pasien

demam tifoid yang dirawat di bangsal anak RSUD Tangerang

Page 15: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

3

1.4 Manfaat Penelitian

A. Bagi Penulis

1. Sebagai syarat kelulusan di Program Studi Pendidikan Dokter UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu dan teori yang diperoleh pada

saat kuliah dan untuk menambah wawasan serta pengalaman dalam

melakukan penelitian.

B. Bagi RSUD Tangerang

Diharapkan penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat memberikan

informasi dan memberikan landasan bagi tenaga medis dalam pemberian

antibiotik pada pasien anak yang menderita demam tifoid.

C. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi pihak pendidikan sebagai bahan

perbendaharaan bacaan di perpustakaan dan dapat dijadikan dasar

pemikiran didalam penelitian lanjutan.

Page 16: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demam Tifoid

Demam Tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang

disebabkan oleh Salmonella thypi yang ditandai oleh demam berkepanjangan.

Infeksi tersebut disertai dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur endotelial

atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit

mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan payer’s patch.5

2.2 Epidemiologi Demam Tifoid

Jika kita membandingkan insiden, cara penyebaran dan konsekuensi dari

demam tifoid antara negara maju dan negara sangat berbeda. Insiden sangat

menurun di negara maju sedangkan di negara berkembang kasus demam tifoid

sangat marak. Di negara berkembang Salmonella thypi sering merupakan isolat

Salmonella yang paling sering menginfeksi dengan insiden yang dapat mencapai

500 per 100.000 (0,5%) dan angka mortalitas tinggi.1 Sekitar 16 juta penduduk

dunia mengalami demam tifoid setiap tahunnya, 7 juta kasus terjadi di Asia

Tenggara dengan angka kematian mencapai 600.000, sedangkan di Indonesia

angka kejadian demam tifoid mencapai 760-810 kasus per 100.000 penduduk per

tahun dengan angka kematian 3,1-10,4 %.10

Umur penderita yang terkena di

Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91 % kasus dengan hasil kultur

darah positif sebanyak 1026 per 100 000 kasus pertahun.11

Manusia adalah natural reservoir dari Salmonella typhi dan manusia yang

terinfeksi Salmonella thypi dapat mengekskresikan bakteri ini untuk kemudian

menularkan ke individu yang lain melalui sekret saluan nafas, urin, dan tinja

dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella thypi yang berada di luar

tubuh dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam air, es, debu

atau kotoran yang kering ataupun pada pakaian, akan tetapi Salmonella thypi

hanya dapat hidup kurang dari satu minggu pada suhu ruangan, dan mudah

dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (temperatur 63o C). Terjadinya

penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui minuman atau makanan yang

Page 17: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

5

tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya

keluar bersama–sama dengan tinja (melalui rute fecal oral). Dapat juga terjadi

transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia

kepada bayinya.5

2.3 Etiologi Demam Tifoid

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Salmonella adalah

bakteri berbentuk basil gram negatif yang memiliki panjang bervariasi dan

bersifat aerobik. Sebagian besar isolat motil dengan flagel peritrika. Salmonella

mudah tumbuh pada medium sederhana, tetapi hampir tidak pernah

memfermentasikan laktosa atau sukrosa. Organisme ini membentuk asam dan

kadang–kadang gas dari glukosa dan manosa. Salmonella biasanya bertahan di air

yang membeku untuk waktu yang lama. Salmonella resisten terhadap bahan kimia

tertentu (misal hijau brilian, natrium tetrationat, dan natrium deoksikolat) yang

menghambat bakteri enterik lain.1

Salmonella typhi merupakan isolat Salmonella yang paling banyak

menginfeksi manusia terutama di negara berkembang seperti Indonesia.

Salmonella typhi paling banyak menginfeksi anak dengan usia lebih muda dari 5

tahun terutama kurang dari satu tahun dan sering juga menginfeksi usia-usia di

atas 70 tahun.1,12,13

Infeksi Salmonella typhi juga paling banyak terjadi pada saat

musim panas dan sangat erat hubungannya dengan banyaknya konsumsi makanan

yang terkontaminasi.12

Salmonella typhi memiliki 3 macam antigen yaitu :

1. Antigen O (somatik) terletak di lapisan luar dari bakteri yang mempunyai

komponen protein, lipopolisakarida, dan lipid. Antigen O ini sering

disebut dengan endotoksin.

2. Antigen H (flagela) terletak pada flagela, fimbriae dan pili dari bakteri

dengan struktur kimia berupa protein

3. Antigen Vi (antigen permukaan) terletak pada selaput dinding bakteri yang

berfungsi untuk melindungi dirinya dari fagositosis oleh sel imun dengan

struktur kimia yang sama dengan antigen yang terletak di flagel yaitu

protein.10

Page 18: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

6

2.4 Patogenesis Demam Tifoid

Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui mulut yang terbawa

lewat makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri tersebut. Dosis

infeksius dari Salmonella typhi yang masuk ke saluran pencernaan adalah 105-10

9

mikroorganisme dengan masa inkubasi sekitar 4-14 hari.1 Pada saat bakteri

melewati lambung dengan PH asam yang mencapai < 2 banyak bakteri yang mati

namun sebagian ada yang lolos. Bakteri yang berhasil bertahan dari asam

lambung selanjutnya akan masuk ke usus halus tepatnya di ileum dan jejunum

kemudian akan menempel di mukosa usus. Kuman ini akan menginvasi mukosa

dan menembus dinding usus. Salmonella typhi mengalami proses internalisasi di

sel M dari peyer’s patch kemudian mencapai folikel limfe usus halus dan

mengikuti aliran kelenjar limfe mesenterika dan ada yang masuk ke sirkulasi

sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Kemudian bakteri ini

akan bermultiflikasi dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe,

kelenjar limfe mesenterika, hati, dan limpa. Jika telah lewat masa inkubasi

Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya melalui duktus torasikus menuju ke

aliran sistemik dan singgah pada organ yang menjadi target seperti hati, limpa,

sumsum tulang, kandung empedu, serta peyer’s patch dari ileum terminal.5

Proses patogenesis dari demam tifoid terjadi melibatkan 4 proses di mana

proses tersebut mengikuti ingesti organisme. Keempat proses tersebut terdiri dari :

1. Penempelan dan invasi bakteri ke peyer’s patch

2. Bakteri yang telah masuk ke sel-sel M payer’s patch akan bertahan hidup

dan bermultiplikasi di makrofag peyer’s patch, nodus limfatikus

mesenterikus,dan organ-organ ekstraintestinal sistem retikuloendotelial.

Selain itu infeksi Salmonella typhi di mukosa usus dan komponen limfoid

usus akan menyebabkan inflamasi, hiperplasia, yang kemudian bisa

berlanjut menjadi nekrosis.1

3. Bakteri bertahan hidup di aliran darah

4. Bakteri memproduksi enterotoksin yang akan menigkatkan kadar cAMP di

dalam kripta usus yang akan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke

dalam lumen intestinal.5

Page 19: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

7

2.5 Manifestasi Klinis Demam Tifoid

Masa inkubasi dari Salmonella typhi pada anak adalah sekitar 10-14 hari.5

Gejala klinis dari demam tifoid sangat bervariasi mulai dari gejala klinis yang

ringan sehingga tidak memerlukan perawatan yang khusus sampai dengan gejala

klinis yang berat sehingga membutuhkan perawatan khusus. Pada umumnya

semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada permulaan penyakit.

Biasanya pola demam pada demam tifoid dikenal dengan istilah step-ladder

temperature chart selama 2 sampai 7 hari yang ditandai dengan demam secara

terus-menerus dan setiap harinya akan ada kenaikan suhu secara bertahap dan

akan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama yang bisa mencapai 40o

C. Demam akan bertahan tinggi dan akan berangsur turun di minggu ke-4.5,14

Pada demam tifoid pasien akan mengeluhkan demam yang meningkat di sore dan

malam hari dan akan berangsur turun pada pagi hari. Demam yang sangat tinggi

mengakibatkan munculnya keluhan pada saraf pusat seperti kesadaran menurun

bahkan sampai koma bisa terjadi.5

Gejala sistemik yang muncul menyertai gejala demam antara lain sakit

kepala, malaise, anoreksia, nausea, mialgia, nyeri perut, dan radang tenggorokan.

Ketika demam sangat tinggi disertai dengan asupan cairan yang kurang makan

bisa timbul syok hipovolemik. Penurunan pulsasi juga timbul pada saat demam.14

Demam tifoid juga menimbulkan gejala pada gastrointestinal yang keluhannya

dapat berupa diare lalu obstipasi, maupun obstipasi yang kemudian disusul

dengan episode diare. Pada sebagian pasien lidah akan terlihat kotor dengan

bagian tengah lidah terlihat putih sedangkan bagian pinggir lidah kemerahan.

Pada anak banyak dijumpai gejala meteorismus. Hepatomegali lebih banyak

dijumpai pada anak Indonesia dibandingkan dengan splenomegali. Pada daerah

abdomen, toraks, ekstremitas, dan punggung pada orang dengan kulit putih dapat

terlihat rose spot yaitu berupa ruam makulopapular berwarna merah dengan

ukuran 1-5 mm yang muncul pada hari ke 7-10 dan akan bertahan selama 2-3 hari.

Rose Spot tersebut tidak pernah dilaporkan terjadi pada pasien anak di Indonesia.5

Page 20: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

8

Tabel 2.1 Gejala Demam Tifoid

PERIODE

PENYAKIT

KELUHAN GEJALA PATOLOGI

Minggu Pertama Panas berlangsung

terus-menerus, tipe

panas step ladder

yang mencapai 30-

400 C, mengigil,

nyeri kepala

Gangguan saluran cerna Bakterimia

Minggu Kedua Rash, nyeri abdomen,

konstipasi, derllirium

Rose spots,

splenomegali,

hepatomegali

Vaskulitis disertai

adanya hiperplasia

pada payer’s patches.

Minggu Ketiga Komplikasi :

perdarahan saluran

cerna, perforasi, syok

Melena, ileus,

ketegangan abdomen,

koma

Ulserasi pada pater

payer’s patch.

Disertai ploriferasi

disertai peritonitis

Minggu Keempat,dst. Keluhan menurun,

relaps, penurunan

berat badan

Tampak sakit berat Kolesistitis, karier

kronik

Sumber : Nasronudin dkk, 2007.

2.6 Penegakan Diagnosis Demam Tifoid

Penegakan diagnosis untuk demam tifoid didasarkan dengan gejala klinis

berupa demam, keluhan gastrointestinal dan dapat disertai dengan keluhan

penurunan kesadaran yang ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis

pasti atau diagnosis definitif demam tifoid ditegakkan ketika ditemukannya

Salmonella typhi pada hasil kultur darah, sumsum tulang, atau lesi anatomi lain.11

Berikut adalah kriteria yang bisa membantu penegakan diagnosis untuk demam

tifoid :

a) Kasus demam tifoid yang sudah dikonfirmasi.

Apabila pasien demam dengan suhu 380

C atau lebih yang sudah diderita

minimal 3 hari dengan hasil kultur (darah, sumsum tulang, cairan usus)

positif ditemukan Salmonella typhi.

Page 21: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

9

b) Kemungkinan kasus demam tifoid.

Apabila ada pasien demam dengan suhu 380 C atau lebih yang sudah

diderita minimal 3 hari dengan hasil uji serodiagnosis atau deteksi

antigen yang positif tapi tanpa pemeriksaan kultur Salmonella typhi.

c) Kronik Karier.

Ekskresi dari Salmonella typhi di urin atau di feses setelah 1 tahun atau

lebih setelah terserang demam tifoid akut.11

2.6.1 Kultur

Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa diagnosis definitif untuk

demam tifoid adalah ditemukannya Salmonella typhi pada darah. Pada dua

minggu pertama sakit kemungkinan mendapatkan hasil positif lebih besar

dibandingkan dengan minggu-minggu berikutnya yaitu sekitar 85-90 % kasus.2,5

Biakan dari spesimen yang berasal dari urin dan feses memiliki kemungkinan

keberhasilan yang rendah, sedangkan biakan dari hasil aspirasi sumsum tulang

memiliki sensitivitas paling tinggi dengan hasil sensitivitas mencapai 90 % kasus.

Metode kultur pada sumsum tulang ini jarang dipakai saat praktik karena

merupakan prosedur yang sangat invasif. Pada keadaan-keadaan tertentu spesimen

untuk kultur diambil dari empedu yang diambil melalui duodenum dan hasil

kultur dari spesimen empedu ini memberikan hasil yang cukup baik.5

Tabel 2.2 Perbandingan Sensitivitas Kultur dari Berbagai spesimen

Inkubasi Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

Aspirasi sumsum tulang 90% (biakan akan menurun pada hari kelima

pemberian antibiotik)

Kultur darah (10-30 mL), feses,

aspirasi duodenum

40%-80% 20% 20%-80%

Urin 25%-30%, waktu tidak dapat diprediksi

Sumber : John L Brusch, 2011.

Kelemahan dari penegakan diagnosis dengan menggunakan kultur itu

adalah masalah waktu, karena untuk melakukan pemeriksaan kultur sampai

Page 22: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

10

dengan keluar hasilnya membutuhkan waktu berhari-hari. Untuk kultur darah

dibutuhkan waktu 5-7 hari.10

2.6.2 Uji Serologis Widal

Uji serologis widal merupakan suatu metode serologis yang memeriksa

derajat aglutinasi antibodi terhadap antigen somatik (O) dan antigen flagelar

(H).10

Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin > 1/40 dengan

menggunakan uji widal menunjukan nilai ramal l positif 96% yang artinya apabila

hasil positif 96 % kasus benar demam tifoid namun jika negatif tidak menyaring.5

Biasanya antibodi O akan terdeteksi pada hari ke 6-8 sedangkan antigen H

terdeteksi pada hari ke 10-12 setelah timbulnya penyakit.11

Berdasarkan pendapat

dari beberapa senter diagnosis dapat ditegakan apabila terjadi kenaikan sebesar 4

kali titer O aglutinin sekali periksa >1/200 atau pada titer sepasang .5 Aglutinin H

sering dikaitkan dengan infeksi masa lampau atau pasca imunisasi sedangkan

aglutinin Vi dipakai untuk mendeteksi karier infeksi Salmonella typhi. Meskipun

banyak para ahli mengemukakan bahwa uji serologis widal kurang dapat

dipercaya karena dapat memberikan hasil positif palsu maupun negatif palsu

namun uji widal yang paling sering digunakan oleh para dokter untuk menegakan

diagnosis demam tifoid.5,10

2.6.3 IDL Tubex Test

Tubex test sering dijadikan pilihan untuk menegakan diagnosis demam

tifoid karena mudah dilakukan serta hasilnya bisa langsung dilihat hanya dalam

waktu 2 menit. Tes Tubex menunjukan hasil yang lebih spesifik karena tes ini

mendeteksi antibodi tehadap antigen tunggal yang terdapat di Salmonella typhi

yaitu antigen O9 yang merupakan antigen yang sangat spesifik yang tidak

ditemukan di mikroorganisme lain. Hasil Tubex yang positif dapat dijadikan

penunjang ditegakannya diagnosis demam tifoid.11

Page 23: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

11

2.6.4 IgM Dipstick Test

IgM dipstick test didisain untuk serodiagnosis dari demam tifoid dengan

mendeteksi antibodi IgM spesifik Salmonella typhi yang terdapat dalam serum.

Pemeriksaan dengan menggunakan IgM dipstick ini mudah dan efisien sehingga

sering digunakan untuk menegakan diagnosis demam tifoid ketika kultur darah

tidak tersedia.11

2.7 Terapi Demam Tifoid

Tata laksana untuk pasien demam tifoid terbagi menjadi dua bagian besar

yaitu tata laksana umum dan tata laksana antibiotik. Tata laksana umum demam

tifoid yang bersifat suportif terdiri dari tirah baring, pemberian rehidrasi oral

maupun parenteral, penggunaan antipiretik, pemberian nutrisi yang adekuat, serta

transfusi darah jika diindikasikan.5,13

Komponen-komponen tersebut ikut

memberikan kontribusi untuk perbaikan kondisi kesehatan pasien. Berdasarkan

dengan etiopatogenesis dari demam tifoid yaitu infeksi Salmonella typhi maka

pengobatan utama untuk penyakit ini adalah pemberian antibiotika. Berikut adalah

tabel rekomendasi pemberian antibiotika pada demam tifoid dengan dan tanpa

komplikasi menurut WHO :

2.3 Pengobatan demam tifoid tanpa kompllikasi.

Terapi Optimal Obat Alternatif

Kepekaan Antibiotik Dosis

harian

(mg/kg

BB)

Lama

pemberian

(hari)

Antibiotik Dosis

harian

(mg/kgBB)

Lama

pemberian

(hari)

Sensitif Flourokuinolon 15 5-7 Kloramfenikol

Amoksisilin

TMP-SMX

50-75

75-100

8-40

14-21

14

14

MDR Flourokuinolon

Atau Sefiksim

15

15-20

5-7

7-4

Azitromisin

Sefiksim

8-10

15-20

7

7-14

Resisten

kuinolon

Azitromisin atau

Seftriakson

8-10

75

7

10-14

sefiksim 20 7-14

Sumber : WHO, 2003.

Page 24: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

12

2.4 Pengobatan demam tifoid berat.

Terapi Optimal Obat alternatif

Kepekaan Antibiotik Dosis

harian

(mg/kg

BB)

Lama

pemberian

(hari)

Antibiotik Dosis

harian

(mg/kg

BB)

Lama

pemberian

(hari)

Sensitif Fluorkuinolon 15 10-14 Kloramfenikol

Amoksisilin

TMP-SMX

100

100

8-40

14-21

14

14

MDR Flourkuinolon 15 10-14 Seftriakson

atau

sefotaksim

60

80

10-14

Resisten

kuinolon

Seftriakson

atau

Sefotaksim

60

80

10-14 Flourokuinolon 20 7-14

Sumber : WHO, 2003.

2.7.1 Kloramfenikol

Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan pasien

demam tifoid anak.5 Koramfenikol terikat secara reversibel pada tempat reseptor

subunit 50S ribosom bakteri, obat ini bekerja sebagai antimikroba dengan

menghambat peptidil transferase sehingga penggabungan asam amino dengan

peptida baru akan terganggu. Dampaknya adalah sintesis protein mikroba akan

terhambat secara kuat. Obat ini juga mempengaruhi sebagian kecil dari proses

metabolisme mikroba yang lainnya.15

Kristal Kloramfenikol yang diberikan secara oral akan mengalami absorbsi

secara cepat dan lengkap. Anak-anak biasanya diberikan Kloramfenikol palmitat

per oral dengan dosis 50-100 mg/kg/hari kemudian akan mengalami hidrolisis di

usus dan menghasilkan Kloramfenikol bebas yang di dalam darah kadarnya tidak

pernah melebihi 10µg/mL. Selain sediaan untuk dikonsumsi per oral tersedia pula

Kloramfenikol sediaan parenteral yaitu koramfenikol suksinat dengan dosis 25-50

mg/kg/hari yang diberikan secara intravena maupun intramuskular. Pemberian

secara oral terbukti lebih baik hasilnya karena kadarnya dalam serum lebih tinggi

jika dibandingkan dengan pemberian secara parenteral. Setelah Kloramfenikol

diabsorpsi maka selanjutnya obat tersebut akan didistribusikan ke seluruh jaringan

dan cairan tubuh tidak terkecuali susunan saraf pusat dan cairan serebrospinal.

Sebanyak 30% dari Kloramfenikol yang beredar dalam sirkulasi terikat dengan

protein dan obat ini mudah menembus membran sel. Sebanyak 90% produk

inaktif dari hasil degradasi Kloramfenikol akan dieksresikan melalui urin dan

Page 25: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

13

sisanya 10% masih dalam bentuk aktif. Pada pemberian Kloramfenikol sistemik

untuk pasien dengan insufisiensi ginjal tidak perlu dilakukan penyesuaian dosis,

berbeda dengan pasien gagal hati dosis pemberian Kloramfenikol secara sistemik

harus sangat dikurangi.15

Dosis yang diberikan adalah 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali

pemberian selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turun, sedang

pada kasus malnutrisi atau penyakit pengobatan dapat diperpanjang sampai 21

hari, 4-6 minggu untuk osteomielitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis.5

Salah satu efek samping dari Kloramfenikol adalah gangguan pada sumsum

tulang hal ini diakibatkan oleh efek penghambatan sintesis protein mitokondria

sumsum tulang yang dilakukan oleh obat ini. Pemberian Kloramfenikol lebih dari

50mg/kgbb/hari dalam waktu 1-2 minggu akan menunjukan penurunan maturasi

sel darah merah. Pemberian Kloramfenikol dengan dosis lebih dari 75

mg/kgbb/hari pada neonatus akan menyebabkan gray baby syndrome yaitu

muntah, lemas, hipotermia, warna kelabu, syok, dan kolaps.15

Koramfenikol akan berinteraksi dengan fenitoin, tolbutamid, klorpropamid,

dan warfarin. Interaksi yang timbul berupa perpanjangan waktu paruh dan

peningkatan konsentrasi darah dari obat-obat tersebut. Kloramfenikol juga dapat

mengendapkan obat lain dari larutannya, selain itu juga bekerja sebagai antagonis

bakterisidal penisilin dan aminoglikosida.15

2.7.2 Penisilin

Penisilin merupakan obat beta-laktam yang bekerja sebagai obat

antimikroba dengan merusak dinding bakteri.15

Golongan penisilin yang bisa

digunakan untuk pengobatan demam tifoid adalah Ampisilin dan Amoksisilin.5

Penisilin dapat diberikan secara parenteral maupun oral. Absorbsi obat akan

berlangsung secara cepat dan lengkap setelah pemberian parenteral, sedangkan

dengan pemberian secara oral absorpsi dapat berbeda sama sekali dipengaruhi

oleh kestabilan asam dan ikatan protein. Setelah diabsorpsi penisilin akan

didistribusikan ke dalam jaringan dan cairan tubuh, namun penisilin tidak

menembus dinding sel dan tidak larut dalam sel. Amoksisilin dan Ampisilin

mempunyai spektrum dan aktivitas yang sama hanya saja amoksisilin lebih mudah

Page 26: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

14

diserap oleh usus sehingga dalam pemberiannya dosis Amoksisilin lebih kecil

dibandingkan dengan dosis Ampisilin.15

Ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurang apabila

dibandingkan dengan Kloramfenikol sehingga jarang dijadikan pilihan untuk

terapi demam tifoid. Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg/kgBB/hari dibagi

dalam 4 kali pemberian secara intervena. Amoksisilin dengan dosis 100

mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian secara intervena. Amoksisilin

dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian peroral

memberaikan hasil yang setara dengan Kloramfenikol namun penurunan demam

lebih lama.15

2.7.3 Trimetoprim dan Sulfametoksazol (TMP-SMZ)

Efek antimikroba dari Trimetoprim adalah menghambat asam dihidrofolat

reduktase bakteri, sedangkan kerja dari Sulfametoksazol adalah menghambat

sintesis asam folat dengan bekerja sebagai antagonis kompetitif dari p-amino

benzoat (PABA). Kombinasi dari Trimetoprim dan Sulfametiksazol akan

menghasilkan aktifitas sinergistis dalam penghambatan sisntesis asam folat.

Trimetoprim diabsorbsi di usus kemudian didistribusikan keseluruh jaringan dan

cairan tubuh tidak terkecuali cairan serebrospinal. Volume distribusi dari

Trimetoprim lebih besar jika dibandingkan dengan Sulfametoksazol karena

Trimetoprim lebih larut lama.15

Kombinasi Trimethoprim dan Sulfametoksazol (TMP-SMZ) memberikan

hasil yang kurang baik jika dibandingkan dengan Kloramfenikol disamping itu

penurunan demam juga lebih lama. Dosis yang dianjurkan adalah TMP 10

mg/kgBB/hari atau SMZ 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.15

2.7.4 Sefalosporin Generasi Ketiga

Setelah maraknya kejadian resistensi terhadap Kloramfenikol, Ampislin,

dan TMP-SMZ, sefalosporin generasi ketiga kini menjadi pilihan untuk terapi

demam tifoid, terutama seftriakson dan sefotaksim.5 Aktifitas antimikrobanya

sama denga penisilin yaitu mengikat protein pengikat penisilin yang spesifik yang

berfungsi sebagai reseptor obat pada bakteri, menghambat sintesis dinding sel

Page 27: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

15

bakteri dan transpeptidasi peptidoglikan, mengaktivasi enzim autolitik pada

dinding sel bakteri sehingga menyebabkan dinding sel rusak dan bakteri akan

mati. Obat ini melakukan penetrasi yang baik ke seluruh jaringan dan cairan tubuh

termasuk cairan serebrospinal dan bekerja membasmi bakteri gram negatif.15

Dosis Seftriakson adalah 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis

(maksimal 4 gr/hari) selama 5-7 hari sedangkan untuk Sefotaksim 150-200

mg/kgBB/ hari selama 10 hari.5 Dari hasil pencarian literatur oleh tim dokter dari

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

(FKUI) pemberian Seftriakson lebih dianjurkan dibandingkan pemberian

Kloramfenikol karena terapi Kloramfenikol membutuhkan waktu selama 14 hari.

Mengingat efek supresi terhadap sumsum tulang yang ditimbulkan oleh

pemberian Kloramfenikol, selain itu sudah banyak kasus multidrugs resistance

Salmonella typhi (MDRST) terhadap Kloramfenikol. Pada pemberian Seftriakson

demam akan turun dan hasil kultur akan negatif pada hari keempat sehingga

pengobatan dengan Seftriakson hanya membutuhkan waktu 5-10 hari saja

sehingga akan menekan biaya pengobatan.16

2.7.5 Fluorkuinolon

Fluorkuinolon bekerja sebagai antimikroba dengan menghambat

topoisomerase II (DNA girase) dan topoisomerase IV bakteri sehingga sintesis

protein terhambat. Bioavailabilitas dari obat ini mencapai 80-95 % terdistribusi

secara baik ke jaringan dan cairan tubuh setelah pemberian secara oral.

Penyerapan obat yang diberikan secara intravena sama kadarnya dengan

pemberian oral. Waktu paruh dari Fluorkuinolon berkisar 3-10 jam, diekskresikan

sebagian besar lewat ginjal.15

Untuk pengobatan demam tifoid Fluorquinolon

diberkan 15 mg/kgBB dalam sehari. Menurut WHO sampai saat ini Fluorquinolon

masih memberikan hasil yang sangat baik untuk pengobatan demam tifoid pada

dewasa, namun pada anak penggunaanya tidak dianjurkan karena efeknya dapat

menyebabkan kerusakan pada sendi.11

Page 28: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

16

2.8 Penilaian Rasionalitas Pemberian Antibiotika

Terapi antibiotik berbeda dengan pemberian terapi farmakologi lain. Ada

tiga aspek yang harus kita perhatikan yaitu karakteristik keadaan pasien,

karakteristik antibiotika itu sendiri, dan mikroorganisme apa yang menginfeksi

pasien. Dalam pemberian antibiotika haruslah sangat hati-hati karena hal yang

paling ditakutkan adalah terjadinya resistensi terhadap antibiotik tersebut. Untuk

menjaga keefektifan dari antibiotika tersebut maka kualitas pemberian antibiotika

harus dimaksimalkan dan menghindari penggunaan antibiotika yang tidak sesuai

dengan aturan. Pemeberian antibiotika diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu :

1. Terapi Empirik yaitu pemberian antibiotika untuk mengobati infeksi aktif

tanpa mengetahui mikroorganisme yang menginfeksi.

2. Terapi Definitif yaitu pemberian antibiotika untuk mengobati infeksi aktif

yang sudah diketahui mikroorganisme penyebab infeksi tersebut.

3. Terapi Profilaksis yaitu pemberian antibiotika untuk mencegah

kemungkinan infeksi yang bisa terjadi.6

Rasionalitas pemberian antibiotika dapat dievaluasi dengan meperhatikan

ketepatan indikasi terapi, efikasi, keamanan, kesesuaian, serta biaya terapi. Suatu

peresepan antibiotika dikatakan tepat indikasi jika pasien sudah terdiagnosis pasti

mengalami infeksi bakteri. Pertimbangan efikasi dari antibiotik dilihat dengan

memperhatikan kerja obat serta farmakokinetik dan farmakodinamik dari

antibotika yang akan dijadikan pilihan terapi. Kesesuaian terapi dinilai dengan

memperhatikan dosis, rute pemberian obat, frekuensi pemberian obat, serta

indikasi, dan kontraindikasi obat yang akan diberikan untuk pasien. Keamanan

dinilai dengan melihat efeksamping yang akan ditimbulkan akibat terapi.

Penilaian kefektifan biaya, dilakukan dengan melihat kesesuaian harga obat yang

akan diberikan dengan kondisi pasien.17

Untuk memudahkan mengevaluasi rasionalitas penggunaan antibiotika,

maka Gyseen dan timnya membuat sebuah alogaritma (gambar tertera di

lampiran) yang mengadaptasi kriteria yang dibuat oleh Kunin sebelumnya.

Setelah data dimasukan ke dalam alogaritma maka akan didapatkan hasil berupa

pengkategorisasian mulai dari yang paling tidak rasional yaitu kategori VI sampai

Page 29: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

17

dengan kategori paling rasional yaitu kategori I. Berikut adalah penjelasan

masing-masing kategori :

1. Kategori VI

Peresepan antibiotik dimasukan ke dalam kategori VI apabila data-data

yang dibutuhkan untuk evaluasi tidak tersedia secara lengkap sehingga

tidak dapat dilakukan penilaian lebih lanjut.

2. Kategori V

Peresepan antibiotika termasuk kategori V apabila tidak ada indikasi yang

jelas untuk diberikannya antibiotik. Pemberian antibiotik hanya

berdasarkan gejala klinis saja seperti demam tanpa ada pemeriksaan

laboratorium yang menunjang diagnosis infeksi.

3. Kategori IV

a. Termasuk kategori IVa apabila antibiotik yang dipilih memiliki

efektifitas yang rendah dan ada pilihan antibiotik lain yang lebih

efektif untuk dijadikan sebagai pilihan terapi.

b. Termasuk kategori IVb apabila antibiotik yang dipilih memiliki

toksisitas yang tinggi dan ada alternatif antibiotik lain yang

toksisitasnya lebih rendah.

c. Termasuk kategori IVc apabila antibiotika yang dipilih untuk terapi

memiliki harga jual yang tinggi sehingga meningkatkan biaya

terapi sedangkan ada alternatif antibiotik lain yang lebih murah

d. Termasuk kategori IVd apabila antibiotika yang dipilih adalah

antibiotika dengan spektrum luas sedangkan ada alternatif lain

dengan spektrum yang lebih sempit.

4. Kategori III

a. Jika waktu pemberian antibiotika terlalu lama dibandingkan

dengan waktu terapi yang seharusnya maka peresepan tersebut

termasuk kedalam kategori IIIa.

b. Jika waktu pemberian antibiotika terlalu singkat dari waktu terapi

yang seharusnya maka peresepan termasuk ke dalam kategori IIIB.

Page 30: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

18

5. Kategori II

a. Apabila terjadi ketidaksesuaian dosis pada pemberian antibiotik

baik terlalu banyak maupun terlalu sedikit maka peresepan

antibiotik tersebut termasuk ke dalam kategori IIa.

b. Peresepan antibiotik termasuk kedalam kategori IIb apabila

interval pemberian antibiotika tidak tepat.

c. Apabila rute pemberian antibiotika yang dipilih tidak tepat maka

peresepan tersebut termasuk kedalam kategori IIc.

6. Kategori I

Kategori I ini merupakan kategori yang paling rasional hanya saja waktu

pemberiannya yang tidak tepat baik itu terlalu cepat yaitu ketika

mikroorganisme penyebab infeksi belum teridentifikasi maupun waktu

pemberiannya terlambat.6

Page 31: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

19

2.9 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Diagnosis kerja demam tifoid ditegakan dari gejala klinis yang harus

ditunjang dengan hasil positif dari minimal satu pemeriksaan laboratorium

diantaranya kultrur darah, IgM antisalmonella, uji widal, dan uji Tubex. Demam

Tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi, oleh

karena itu antibiotik merupakan terapi utama untuk tata laksana penyakit ini.

Dalam pemberian antibiotik tingkat rasionalitas harus sangat diperhatikan untuk

mengindari efek samping yang tidak diinginkan akibat pemberian antibiotik yang

tidak rasional. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam rasionalitas pemberian

antibiotika diantaranya adalah :

Keefektifan /efikasi

antibiotika

Kesesuaian/suitab

ilityility

Keamanan

/safety

Biaya/cost

RASIONALITAS PEMBERIAN ANTIBIOTIKA

Pasien dengan diagnosis

kerja demam tifoid

Infeksi bakteri Salmonella

typhi

Diperlukan terapi antibiotika

Ketepatan

indikasi

Berdasarkan

pertimbangan

farmakokinetik dan

farmako dinamik

suatu antibiotika

- rute pemberian

- dosis

-indikasi dan

kontraindikasi

efek

samping

- harga obat

- ekonomi

pasien

Page 32: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

20

1. Indikasi pemberian antibiotika harus jelas yaitu haru ada bukti bahwa

pasien sedang terkena infeksi.

2. Efektifitas antibiotik terhadap target terapi yang dinilai dari segi

farmakokinetik dan farmakodinamik.

3. Kesesuain dosis, rute pemberian, dan memperhatikan pula apakah ada

kontraindikasi dari antibiotik yang akan diberikan untuk pasien.

4. Keamanan dari pemberian antibiotik dipertimbangkan dengan

memperhatikan efeksamping terapi yang akan timbul.

5. Biaya terapi juga harus dipertimbangkan dengan memegang prinsip

menekan biaya terapi menjadi seminimal mungkin.

Page 33: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

21

2.10 Definisi Operasional

Tabel 2.5 Definisi Operasional

NO

Variebel

Definisi

Alat Ukur

Skala

Pengukuran

1 Demam Tifoid Demam Tifoid adalah suatu

penyakit infeksi sistemik bersifat

akut yang disebabkan oleh

Salmonella thypi yang ditandai

oleh panas berkepanjangan,

disertai dengan bakterimia tanpa

keterlibatan struktur endotelial

atau endokardial dan invasi

bakteri sekaligus multiplikasi ke

dalam sel fagosit mononuklear

dari hati, limpa, kelenjar limfe

usus dan Payer’s patch.

- gejala klinis

- uji kultur

- widal test

- tubex test

- IgM

antisalmonella

Kategorik

2 Rasionalitas

antibiotika

Pemberian antibiotika dengan

memerhatikan efikasi, sutability,

safety, dan dikelompokaan

menjadi 6 kategori yaitu :

a. Kategori VI

b. Kategori V

c. Kategori IVa, IVb, IVc, IVd

d. Kategori IIIa, IIIb

e. Kategori IIa, IIb

f. Kategori I

Alogaritma

Gyssen

Kategorik

Page 34: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

22

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kategorik dengan desain studi

potong lintang (cross sectional). Penelitian ini untuk melihat profil pemberian

antibiotika untuk demam tifoid di bangsal anak RSUD Tangerang tahun 2010

dan 2011.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Tangerang. Waktu penelitian tanggal 27

Juni sampai 4 Agustus 2012.

3.3 Populasi dan Sample Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Rekam medis pasien yang dirawat di bangsal anak RSUD Tangerang

3.3.2 Sample Penelitian

Rekam medis pasien yang menderita demam tifoid yang dirawat di bangsal

rawat inap anak RSUD Tangerang tahun 2010 dan 2011

3.4 Besar Sampel

Penelitian ini mengambil sampel dari rekam medis pasien di bangsal anak

RSUD Tangerang yang didiagnosis demam tifoid pada tahun 2010 dan 2011

dengan estimasi besar sample sebagai berikut :

n = Zα PQ

d2

= 1,96 . 0,5 . 0,5

(0,1)2

= 0,9604

0,01

= 96,04

= 97

Page 35: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

23

3.5 Inklusi dan Ekslusi

A. Inklusi

Rekam medis pasien di bangsal anak yang didiagnosis demam tifoid dan

dirawat inap di RSUD Tangerang.

B. Ekslusi

Rekam medis pasien anak yang didiagnosis demam tifoid di RSUD

Tangerang tetapi tidak dirawat inap.

3.6 Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan merupakan data primer yang diperoleh dari rekam

medis yang antara lain terdiri dari :

1. Data demografik :

a) Usia

b) Jenis kelamin

c) Unit rawat inap

d) Durasi terapi

e) Pekerjaan orang tua

f) Asuransi

2. Diagnosis kerja : Demam Tifoid

Komplikasi

Dasar diagnosis : a) tubex c) kultur

b) widal d) IgM Salmonella

3. Data antibiotika :

a) Jenis antibiotik

b) Rute pemberian

c) Dosis

d) Frekuensi

e) Lama pemberian

f) Efek samping

Page 36: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

24

3.7 Cara Kerja

Penyelesaian proposal

Pengurusan izin

melakkan penelitian

Pengambilan data

rekam medis

Memisahkan rekam

medis berdasarkan

kriteria inklusi dan

eksklusi

Mencatat data yang

diperlukan dari rekam

medis

Menilai rasionalitas

pemberian antibiotika

dengan menggunakan

alogaritma gyssen

Menganalisis data

dengan menggunakan

SPSS v16

Page 37: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

25

3.8 Rencana Pengolahan Data dan Analisis Data

Data yang terkumpul akan dimasukan ke dalam komputer menggunakan

software SPSS v16.

Page 38: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melihat bagaimana profil pemberian

antibiotika rasional untuk pasien demam tifoid anak yang dirawat inap di RSUD

Tangerang yang tercatat dalam rekam medis pasien tahun 2010 dan 2011. Dari

jumlah rekam medis pasien rawat inap anak yang didiagnosis menderita demam

tifoid diambil masing-masing 65 dari total 234 rekam medis di tahun 2010 dan 65

dari total 91 rekam medis di tahun 2011 secara random sampling sehingga total

sampel yang diambil adalah sebanyak 130 sampel.

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel (n=130)

Karakteristik N (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 68 (52,3%)

Perempuan

Usia

0-1 tahun

2-3 tahun

4-5 tahun

6-7 tahun

8-9 tahun

10-11 tahun

12-13 tahun

14-15 tahun

Unit Rawat Inap

Kelas III

Kelas II

Kelas I

VIP

Lama Rawat Inap

2-4 hari

5-7 hari

8-10 hari

11-13 hari

62 (47,7%)

8 (6,2%)

20 (15,4%)

20 (15,4%)

15 (11,5%)

20 (15,4%)

20 (15,4%)

23 (17,7%)

4 (3,1%)

88 (67,7%)

29(22,3%)

12(9,2%)

1 (0,8%)

37 (28,5%)

63 (48,5%)

21 (16,2%)

7 (5,4%)

Page 39: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

27

14-16 hari

17-19 hari

20-22 hari

Berat Badan

6-15 kg

16-23 kg

24-31 kg

32-39 kg

40-47 kg

48-55 kg

56-63 kg

64-71 kg

Nilai IgM Salmonella

Tidak diperiksa

Negatif

Borderline

Positif lemah

Positif kuat

Hasil Widal

Tidak diperiksa

Negatif

Positif

Hasil Tubex

Tidak diperiksa

Negatif borderline

Positif kuat

Hasil Kultur

Tidak diperiksa

Negatif

Positif

1 (0,8 %)

0 (0%)

1 (0,8%)

43 (33,1%)

39 (30,0%)

27 (20,8%)

12 (9,2%)

8 (6,2%)

0 (0%)

0 (0%)

1 (0,8%)

22 (16,9%)

20 (15,4%)

2 (1,5%)

17 (13,1%)

69 (53,1%)

74 (56,9%)

28 (21,5%)

28 (21,5%)

121 (93,1%)

2 (1,5 %)

7 (5,4%)

127 (97,7%)

2 (1,5%)

1 (0,8%)

Subjek pada penelitian ini terdiri dari 68 anak laki-laki (52,3%) dan 42 anak

perempuan (47,7%). Pasien demam tifoid di RSUD Tangerang didominasi oleh

anak laki-laki seperti yang tergambar dalam bagan berikut ini :

Page 40: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

28

Gambar 4.1 Karakteristik Jenis Kelamin Pasien Demam Tifoid Anak

Hasil penelitian di rumah sakit Mayo Lahore Pakistan menunjukan bahwa

probabilitas anak laki-laki untuk terjangkit demam tifoid adalah lebih dari 5

sedangkan nilai probabilitas anak perempuan untuk terjangkit demam tifoid lebih

rendah yaitu di bawah 5.18

Penelitian yang dilakukan di rumah sakit Chennai India

Selatan menunjukan perbandingan antara anak laki-laki dan anak perempuan yang

terjangkit demam tifoid adalah 1,29:1, dari 316 anak yang didiagnosis terjangkit

demam tifoid 178 adalah anak laki-laki dan 138 adalah anak perempuan.19

Penelitian sebelumnya yang dilakukan di RSUP Fatmawati dari sebanyak 182

anak yang menderita demam tifoid sebanyak 110 pasien (55,49%) adalah anak

laki-laki dan sisanya yaitu 81 pasien (44,51%) adalah anak perempuan.20

Dari hasil penelitian yang kami lakukan di RSUD Tangerang dan di tiga

rumah sakit lain yang berbeda menunjukan hasil yang sama yaitu penderita

demam tifoid didominasi oleh anak laki-laki. Hal tersebut dikarenakan aktivitas

anak laki-laki di luar rumah lebih tinggi sehingga meningkatkan risiko terkena

infeksi.18,20

Setelah dikelompokan menjadi 8 kelompok usia kemudian dilakukan

analisis, didapatkan hasil bahwa pasien demam tifoid di RSUD Tangerang paling

banyak terdapat pada kelompok usia 12-13 tahun yaitu dengan jumlah 23 pasien

(17,7%). Jumlah terbanyak kedua terdapat di kelompok usia 2-3 tahun, 4-5 tahun,

8-9 tahun, dan 10-19 tahun yang menunjukkan jumlah yang sama yaitu masing-

masing terdapat sebanyak 20 pasien (15,4%). Pasien yang termasuk kedalam

kelompok usia 6-7 tahun menyusul di urutan ketiga dengan jumlah sebanyak 15

68

62

58

60

62

64

66

68

70

laki-laki Perempuan

Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Page 41: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

29

pasien (11,5%). Di urutan keempat adalah kelompok usia 0-1 tahun sebanyak 8

pasien (6,22%). Dan jumlah paling sedikit adalah kelompok usia 14-15 tahun

yaitu hanya sebanyak 4 pasien (3,11%) saja. Dapat disimpulkan bahwa demam

tifoid banyak terjangkit pada usia antara 5 sampai 15 tahun, seperti yang

tergambar dalam bagan berikut :

Gambar 4.2 Karakteristik Usia Pasien Demam Tifoid Anak

Penelitian di Pakistan menunjukkan hasil yang sama bahwa insiden

terbanyak demam tifoid di Pakistan terjadi pada usia di atas 5 tahun dan di bawah

15 tahun.18

Hasil penelitian yang sama juga ditunjukkan pada penelitian di Mesir

yang menyebutkan bahwa demam tifoid paling banyak terjangkit di usia sekolah 5

sampai 9 tahun yaitu 143 dari 100.000 kasus pertahun dan usia 10 sampai 14

tahun yaitu 160 dari 100.000 kasus pertahun. Anak usia di bawah 5 tahun jarang

terjangkit tifoid yaitu hanya 6 dari 100.000 kasus saja pertahun.21

Penelitian yang

dilakukan di Indonesia yaitu di RSUP Fatmawati menunjukkan hasil bahwa yang

paling banyak terjangkit demam tifoid adalah anak usia 7-9 tahun yaitu sebanyak

51 pasien (28,02%) dari total 182 pasien.20

Terdapat persamaan hasil dari ketiga penelitian di empat tempat yang

berbeda yaitu menunjukan bahwa yang paling banyak terjangkit demam tifoid

adalah anak pada usia sekolah yaitu anak di atas usia 5 tahun dan di bawah 15

tahun dan jarang terjadi pada anak dengan usia di bawah 5 tahun. Anak usia

sekolah lebih berisiko tinggi terpapar oleh Salmonella typhi karena kebiasaan

jajan di luar rumah yang higienitas dari makanannya tidak terjamin sehingga

8

20 20

15

20 20 23

4 0

5

10

15

20

25

0-1tahun

2-3tahun

4-5tahun

6-7tahun

8-9tahun

10-11tahun

12-13tahun

14-15tahun

Usia

Usia

Page 42: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

30

kemungkinan besar makanan tersebut sudah terkontaminasi oleh Salmonella

typhi.20,21

Beberapa literatur mengemukakan hal yang berbeda dengan hasil penelitian

yang telah dilakukan di empat tempat berbeda yaitu di Fayoum Mesir, RS Mayo

Lahore Pakistan, RSUP Fatmawati, dan RSUD Tangerang. Literatur

mengemukakan bahwa yang paling rentan terjangkit demam tifoid adalah usia-

usia di bawah 5 tahun.1,13,14

Pernyataan tersebut dihubungkan dengan hasil

penelitian berbasis populasi di beberapa negara di Asia Tenggara yang hasilnya

menyatakan bahwa banyak anak di bawah usia 5 tahun yang dirawat inap dengan

diagnosis demam tifoid karena usia yang lebih muda akan meningkatkan risiko

terjadinya komplikasi.1

Pasien dalam penelitian ini berasal dari pasien yang dirawat mulai dari unit

perawatan kelas III sampai kelas VIP, dengan persentase terbanyak merupakan

pasien yang dirawat di kelas III sebanyak 88 pasien (67,7%). Sebanyak 29 pasien

(22,3%) merupakan pasien kelas II, kelas I sebanyak 12 pasien (9,2%), dan

jumlah paling sedikit berasal dari pasien yang dirawat di kelas VIP yaitu sebanyak

1 pasien (0,8%). Sebaran data tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut :

Gambar 4.3 Karakteristik Unit Rawat Inap Pasien Demam Tifoid Anak

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati pada

tahun 2001-2002 pasien demam tifoid terbanyak dirawat di unit perawatan kelas

III yaitu 81 pasien (44,1%) dari 244 pasien, dan paling sedikit berasal dari pasien

kelas VIP yaitu sebanyak 10 pasien (5,49%).20

Dari 2 penelitian yang dilakukan di

dua rumah sakit yang berbeda menunjukan hasil yang sama bahwa pasien demam

88

29 12 1

0

20

40

60

80

100

Kelas III Kelas II Kelas I VIP

Unit Rawat Inap

Unit Rawat Inap

Page 43: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

31

tifoid banyak dirawat di unit perawatan kelas III dan hanya sedikit pasien yang

dirawat di unit perawatan VIP.

Lama rawat inap dikelompokan menjadi 8 kategori, sebanyak 63 pasien

(48,5%) yang merupakan jumlah terbanyak dirawat dalam rentang 5-7 hari. Tiga

puluh tujuh pasien (28,5%) pasien dirawat dalam jangka waktu 2-4 hari. Dua

puluh satu pasien (16,2%) dirawat dalam rentang 8-10 hari. Tujuh pasien (5,4%)

dirawat di rumah sakit selama 11-13 hari. Hanya 1 pasien (0,8%) saja yang

dirawat di rumah sakit dalam rentang waktu 14-16 hari dan 20-22 hari. Sebaran

data seperti di atas dapat dilihat pada bagan berikut :

Gambar 4.4 Karakteristik Lama Rawat Inap Pasien Demam Tifoid Anak

Pada penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati jumlah

terbanyak yaitu sebanyak 82 pasien (45,02%) dirawat dalam retang waktu 5-6

hari.20

Dari dua penelitian yang dilakukan di rumah sakit berbeda yaitu RSUD

Tangerang dan RSUP Fatmawati didapatkan hasil yang sama yaitu pasien demam

tifoid anak dirawat di rumah sakit selama 5-7 hari. Hal tersebut dikarenakan

setelah terapi antibiotika terutama seftriakson yang mendominasi terapi

antibiotika untuk demam tifoid anak di RSUD Tangerang, demam akan turun

pada hari keempat disertai dengan hasil kultur akan menjadi negatif pada hari

keempat pula sehingga setelah itu pasien bisa dipulangkan.

Berat badan pasien dikelompokan menjadi 8 kelompok. Sebanyak 43 pasien

(33,1%) memiliki berat badan antara 6-15 kg dan jumlah tersebut merupakan

jumlah terbanyak. Sebanyak 39 pasien (30,0 %) memiliki berat badan antara 16-

37

63

21 7 1 0 1

0

10

20

30

40

50

60

70

2-4hari

5-7hari

8-10hari

11-13hari

14-16hari

17-19hari

20-22hari

Lama Rawat Inap

Lama Rawat Inap

Page 44: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

32

23 kg. Pasien dengan berat badan antara 24-31 kg ada sebanyak 27 pasien

(20,8%). Sebanyak 12 pasien (9,2%) memiliki berat badan antara 32-39 kg.

Delapan pasien (6,2%) memiliki berat badan antara 40-47 kg. Jumlah terkecil

yaitu 1 pasien (0,8%) yang termasuk dalam kelompok pasien dengan berat badan

antara 64-71 kg. Hasil seperti di atas tergambar dalam bagan berikut :

Gambar 4.5 Karakteristik Berat Badan Pasien Demam Tifoid Anak

Terdapat perbedaan hasil dari penelitian yang dilakukan di RSUD

Tangerang dan RSUP Fatmawati. Di RSUD Tangerang paling banyak pasien

demam tifoid memiliki berat badan antara 6-15 kg sedangkan di RSUP Fatmawati

sebanyak 50 pasien (27,47%) memiliki berat badan 15-19 kg.20

Diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan apabila ada hasil positif pada

pemeriksaan laboratorium yang menunjang diantaranya adalah pemeriksaan kultur

darah, widal, IgM salmonella, dan Tubex. Pemeriksaan laboratorium yang

menjadi pilihan utama untuk digunakan sebagai penegak diagnosis demam tifoid

di RSUD Tangerang adalah pemeriksaan IgM Salmonella. Dari 130 pasien anak

yang didiagnosis demam tifoid sebanyak 42 pasien (83,1%) melakukan

pemeriksaan IgM salmonella. Dua puluh dua pasien (15,4%) yang diperiksa

menunjukan hasil yang negatif. Dua pasien (1,5%) menunjukan hasil borderline.

Tujuh Belas pasien (13,1%) menunjukan hasil positif lemah. Enam puluh

sembilan pasien (53,1%) menunjukan hasil postif kuat terdiagnosis demam tifoid.

Sisanya sebanyak 22 pasien (16,9%) tidak melakukan pemeriksaan IgM

salmonella. Data-data seperti di atas tergambar dalam bagan berikut :

43 39

27

12 8 1 0

10

20

30

40

50

6-15 kg 16-23 kg 24-31 kg 32-39 kg 40-47 kg 64-71 kg

Berat Badan

Berat Badan

Page 45: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

33

Gambar 4.6 Karakteristik Nilai IgM Salmonella Pasien Dema Tifoid Anak

Sebanyak 56 pasien (41,3%) melakukan tes Widal. Dua puluh delapan

pasien (21,5%) menunjukan hasil tes negatif dan 28 pasien (21,5%) menunjukan

hasil test yang positif. Sisanya sebanyak 79 pasien (56,9%) tidak melakukan test

Widal. Hasil seperti di atas tergambar dalam bagan berikut :

Gambar 4.7 Karakteristik Hasil Uji Widal Pasien Demam Tifoid Anak

Hanya 9 pasien (6,9%) yang melakukan pemeriksaan Tubex. Tujuh pasien

(5,4%) menunjukan nilai Tubex positif kuat. Dua pasien (1,5%) menunjukkan

hasil Tubex negatif borderline, dan sisanya yaitu sebanyak 121 pasien (93,1%)

melakukan pemeriksaan laboratorium yang lainnya selain Tubex.

Hanya 3 pasien (2,3%) yang melakukan pemeriksaan kultur darah.

Sebanyak 2 pasien (1,5%) menunjukan hasil biakan yang negatif. Satu pasien

22 20 2 17

69

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Nilai IgM Salmonella

Nilai IgM Salmonella

74

28 28

0

20

40

60

80

Tidak diperiksa Negatif Positif

Hasil Widal

Hasil Widal

Page 46: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

34

(0,8%) menunjukan hasil biakan yang positif. Sisanya sebanyak 127 pasien

(97,7%) tidak melakukan pemeriksaan kultur darah.

4.2 Analisis Penggunaan Antibiotika

Ada 2 jenis antibiotika yang menjadi pilihan utama dokter untuk

penatalaksanaan demam tifod anak yang dirawat inap di RSUD Tangerang yaitu

Seftriakson dan Sefotaksim dengan persentase penggunaan seperti yang tersaji

dalam tabel berikut :

Tabel 4.2 Persentase Penggunaan Antibiotika

Nama Antibiotika N (%)

Seftriakson 100 (76,9%)

Sefotaksim 30 (23,1%)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jenis antibiotika yang paling banyak

digunakan untuk penatalaksanaan demam tifoid anak di RSUD Tangerang adalah

seftriakson yang digunakan oleh 100 pasien (76,9%) sedangkan sefotaksim

digunakan oleh 30 pasien (23,1%). Data seperti di atas dapat dilihat pula dalam

bagan berikut :

Gambar 4.8 Jenis Antibiotika Yang Digunakan Untuk Pasien Demam Tifoid Anak

Digunakannya Seftriakson sebagai pilihan utama terapi antibiotika untuk

pasien anak dengan diagnosis demam tifoid yang dirawat inap di RSUD

Tangerang dikarenakan Seftriakson memiliki beberapa keunggulan diantaranya

angka resistensi terhadap Seftriakson yang rendah, efek samping lebih rendah,

100

30

0

20

40

60

80

100

120

Seftriakson Sefotaksim

Jenis Antibiotika

Jenis Antibiotika

Page 47: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

35

demam turun lebih cepat yaitu turun pada hari ke 4 begitu juga hasil kultur akan

menjadi negatif pada hari ke 4 sehingga durasi terapi lebih pendek, pemberian

Seftriakson untuk anak dinyatakan aman dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari.

Harga Seftriakson memang lebih mahal jika dibandingkan dengan harga antibiotik

lainnya yang diindikasikan untuk terapi demam tifoid seperti misalnya

Kloramfenikol namun karena durasi terapi yang lebih singkat jadi biaya terapi

demam tifoid dengan menggunakan Seftriakson lebih rendah.16

Penelitian yang dilakukan pada pasien demam tifoid anak di RSUP

Fatmawati menunjukan bahwa Kloramfenikol masih menjadi antibiotika yang

paling banyak dijadikan pilihan terapi oleh para dokter. Dari 185 peresepan,

Kloramfenikol diresepkan sebanyak 97 resep (53,55%). Hal tersebut karena

meskipun angka MDRST terhadap kloramfenikol dan risiko terjadinya relaps

tinggi tetapi efektivitas terapi kloramfenikol masih baik ditunjang pula dengan

harganya yang murah. Dari penelitian tersebut juga terlihat bahwa penggunaan

Seftriakson juga tergolong tinggi yaitu sebanyak 49 resep (26,92%). Hal tersebut

karena Seftriakson merupakan antibiotik yang memiliki efektivitas tinggi untuk

terapi demam tifoid, bekerja selektif dengan menghancurkan struktur kuman tanpa

mengganggu sel tubuh manusia, kemampuan penetrasi pada jaringan yang baik,

serta angka resistensinya yang rendah.20

Tabel 4.3 Tingkat Rasionalitas Pemberian Antibiotika

Kategori N (%)

Kategori V

Kategori IIIB

23 (17,7%)

44 (33,8%)

Kategori IIa

Kategori IIb

Kategori I

18 (13,8%)

12 (9,2%)

33 (25,4%)

Penilaian tingkat rasionalitas pemberian antibiotika untuk pasien demam

tifoid anak pada penelitian ini menggunakan alogaritma Gyssen dengan

memperhatikan beberapa komponen yang terdiri dari indikasi terapi, karakteristik

antibiotika (efikasi, keamanan penggunaan, harga, serta spektrum), dosis, interval,

serta waktu pemberian.6

Page 48: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

36

Setelah melewati proses penilaian dengan menggunakan alogaritma Gyssen

didapatkan hasil berupa penggunaan antibiotika untuk pasien demam tifoid anak

yang dirawat inap di RSUD Tangerang sebanyak 44 peresepan (33,8%) yang

merupakan jumlah tertinggi termasuk kedalam kategori IIIb. Durasi pemberian

antibiotik dikatakan terlalu pendek karena pemberian Seftriakson dan Sefotaksim

sebagai pilihan antibiotika yang digunakan para dokter di RSUD Tangerang

seharusnya minimal 5 hari ketika hasil kultur bakteri menjadi negatif pada hari

keempat pemberian antibiotika.9 Jumlah terbanyak kedua yaitu sebanyak 33

peresepan (25,4%) termasuk ke dalam kategori I, artinya peresepan antibiotika

memenuhi kriteria rasional yaitu antibiotika diberikan dengan indikasi yang jelas,

pilihan antibiotika tepat sesuai dengan kebutuhan pasien (dinilai dari segi efikasi,

keamanan, kesesuaian, serta biaya yang dibutuhkan untuk terapi), serta dosis,

interval, durasi, dan rute pemberian tepat. Jumlah terbanyak ketiga yaitu sebanya

23 peresepan (17,7%) termasuk kategori V yang merupakan pertimbangan paling

tidak rasional dalam pemberian terapi antibiotika karena tidak didasari oleh

indikasi yang jelas dalam artian tidak ada keterangan penunjang yang menunjukan

bahwa pasien tersebut terkena infeksi bakteri (dalam hal ini Salmonella typhi) dan

membutuhkan terapi antibiotika dan pemberian antibiotika harus segera

dihentikan.6 Sebanyak 18 peresepan (13,8%) termasuk kategori IIa yaitu dosis

yang diberikan tidak tepat baik melampaui dosis maksimal maupun kurang dari

dosis minimal. Dosis Seftriakson yang seharusnya diberikan adalah 50-100

mg/kgBB/hari dan untuk Sefotaksim adalah 50-200 mg/kgBB/hari.22

Sisanya

sebanyak 12 peresepan ( 9,2%) termasuk kedalam kategori IIb artinya interval

pemberian antibiotika tidak tepat dan ini terjadi pada pemberian Sefotaksim yang

seharunya diberikan 4-6 dosis dalam sehari kebanyakan hanya diberikan 2-3 dosis

dalam sehari.22

Hasil seperti di atas tergambar dalam diagram berikut :

Page 49: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

37

Gambar 4.9 Tingkat Rasionalitas Pemberian Antibiotika Untuk Pasien Demam

Tifoid Anak

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan antibiotika secara tidak

rasional masih mendominasi dalam peresepan antibiotika untuk pasien demam

tifoid anak di RSUD Tangerang. Terlihat perbedaan hasil dari evaluasi

rasionalitas pemberian antibiotika untuk pasien demam tifoid yang dilakukan di

RSUD Tangerang dengan yang dilakukan di RSUP DR. Kariadi Semarang. Hasil

evaluasi di RSUD Tangerang menunjukan peresepan antibiotika untuk pasien

demam tifoid anak didominasi oleh kategori IIIb yaitu durasi terapi yang terlalu

singkat sebanyak 44 peresepan (33,8%), sedangkan di RSUP DR. Kariadi

Semarang yang mendominasi adalah kategori IVc yaitu ada alternatif antibiotika

yang memiliki harga lebih murah dari antibiotik pilihan terapi sebanyak 92

peresepan.9

Di RSUD Tangerang peresepan yang memenuhi syarat rasional atau

yang termasuk kategori I ada sebanyak 33 peresepan (25,4%) resep dari total 130

peresepan, sedangkan di RSUP DR. Kariadi Semarang hanya 11 peresepan saja

dari total 137 peresepan yang termasuk kedalam kategori peresepan antibiotik

rasional atau kategori I,9 Dapat disimpulkan bahwa pemberian antibiotik untuk

pasien demam tifoid di RSUD Tangerang lebih baik dibandingkan dengan

pemberian antibiotik di RSUP DR. Kariadi Semarang.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut diantaranya adalah

kurangnya kepatuhan dokter terhadap pedoman penggunaan antibiotika, serta

ketidak mampuan pasien terkait masalah biaya sehingga mengharuskan

terputusnya penggunaan lebih awal ketika target terapi belum tercapai. Kesadaran

dokter akan pentingnya rasionalitas dalam peresepan antibiotika harus

23

44

18 12

33

0

10

20

30

40

50

KategoriV

KategoriIIIB

KategoriIIa

KategoriIib

KategoriI

Tingakat Rasionalitas Pemberian Antibiotika

Tingakat RasionalitasPemberian Antibiotika

Page 50: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

38

ditingkatkan karena pemberian antibiotika yang tidak rasional dapat menyebabkan

AMR atau antimicrobial resistance 6,23

khususnya dalam hal ini untuk demam

tifoid bisa menyebabkan MDRST atau Multidrugs Resistance Salmonella typhi

yang sudah terjadi pada obat lini pertama untuk terapi demam tifoid yaitu

Kloramfenikol, Ampisilin, Trimetoprim dan Sulfametoksazol sedang menjadi

permasalahan global saat ini.24

Pemberian antibiotika yang tepat dan rasional juga

memberikan manfaat yang besar bagi pasien. Pasien diuntungkan karena terapi

yang diberikan akan mencapai hasil yang maksimal dengan risiko terjadinya efek

samping yang rendah, penyembuhan berlangsung cepat, dan biaya pengobatan

menjadi lebih rendah.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan terkait penilaian rasionalitas pemberian

antibiotika untuk pasien demam tifoid anak di RSUD Tangerang ini memiliki

beberapa ketebatasan, yang diantaranya sebagai berikut :

1. Waktu penelitian yang pendek sehingga hanya bisa mengevaluasi

sebanyak 130 peresepan saja. Lebih baik lagi jika pada penelitian

selanjutnya jumlah sampel diperbanyak dengan memperpanjang waktu

penelitian agar lebih mewakili keadaan yang sesungguhnya.

2. Penelitian ini hanya menggambarkan seberapa tepat dan rasional

antibiotika yang diberikan kepada pasien demam tifoid tanpa

menghubungkan dengan kefektifan terapi yang bisa dilihat dari lama

proses penyembuhan. Peneliti menyarankan jika akan dilakukan penelitian

selanjutnya, dilihat juga hubungan tingkat rasionalitas pemberian

antibiotika dengan lama proses penyembuhan pasien agar tergambar

dengan jelas bahwa pemberian antibiotika yang rasional sangat

menguntungkan bagi pasien. Salah satu dampaknya akan mempercepat

proses penyembuhan.

Page 51: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

39

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai profil pemberian antibiotika rasional

untuk pasien demam tifoid anak yang dirawat inap di RSUD Tangerang pada

Tahun 2010-2011 didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Pasien demam tifoid anak disominasi oleh anak laki-laki yaitu sebanyak

68 pasien (52,3%).

2. Pasien demam tifoid anak paling banyak terdapat pada kelompok usia 12-

13 tahun yaitu sebanyak 23 pasien (17,7%).

3. Pasien demam tifoid anak paling banyak dirawat di unit rawat inap kelas

III yaitu sebanyak 88 pasien (67,7%).

4. Pasien demam tifoid anak paling banyak dirawat selama 5-7 hari yaitu

sebanyak 63 pasien (48,5%).

5. Pasien demam tifoid anak paling banyak memiliki berat badan 6-15 kg

yaitu sebanyak 43 pasien (33,1%).

6. Nilai Igm Salmonella positif kuat sebanyak 69 pasien (53,1%).

7. Hasil widal positif sebanyak 28 pasien (21,5%).

8. Hasil Tubex positif sebanyak 7 pasien (5,4%).

9. Hasil kultur darah positif sebanyak 2 pasien (1,5%)

10. Antibiotika yang paling banyak diresepkan dokter adalah Seftriakson yaitu

sebanyak 100 resep (76,9%).

11. Jika dinilai dari tingkat rasionalitasnya, peresepan antibiotika yang paling

banyak yaitu sebanyak 44 resep (33,8%) termasuk ke dalam kategori IIIb

yaitu durasi pemberian antibiotika terlalu pendek.

Page 52: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

40

5.2 SARAN

1. Bagi RSUD Tangerang dalam hal ini tim dokter diharapkan dapat lebih

meningkatkan kepedulian terhadap pentingnya pemberian antibiotika

secara rasional khususnya dalam hal ini untuk terapi demam tifoid untuk

menekan kejadian MDRST

2. Bagi masyarakat diharapkan agar meningkatkan kepatuhan selama

menjalankan terapi antibiotika sampai tuntas untuk menekan kejadian

MDRST

3. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan penelitian serupa di rumah sakit

yang lainnya agar tercapainya perbaikan tingkat rasionalitas dalam

pemberian antibiotika.

Page 53: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

41

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmed Zulfikar Bhutta. Enteric fever (Typhoid fever). In : Nelson Text

Book of Pediatric. 19th

edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011.

p.954-958.

2. Brush L John . Typhoid fever. emedichine. 2011. [Cited 1st November

2011].

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia; 2008. h.14.

4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia

2010. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta ; 2011. h.57.

5. Soedarmo Sumarmo SP, Gama Herry, Rezki Sri SH, Irawan HS. Demam

Tifoid. Dalam : Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Edisi ke-2. Jakarta:

Ikatan Dokter Indonesia; 2012. h.338-345.

6. Gyssen Inge C. Audits for monitoring the quality of antimicrobial

prescriptions. In: Antibiotic Policies Fighting Resistance. New York :

Springer; 2005. p.197-208.

7. Van der Meer J.W.M, Gyssen I C. Quality of Antimicrobial Drug

Prescription in Hospital. Europian Sociaty of Clinical Microbiology and

Infectious Diseases. 2001; 7 (supplement 6): 12-15 [Cited 28th

May 2012].

8. Nagshetty Kavita, Channappa TS, Gaddad MS. Antimicrobial

Susceptibility of Salmonella Typhi in India. The Journal of Infection In

Develoving Coutries. 2010; 4(2): 070-073 [ Cited 6st September 2012].

9. Santoso Henry. Kajian rasionalitas penggunaan antibiotik pada kasus

demam tifoid yang dirawat pada bangsal penyakit dalam di RSUP Dr.

Kariadi Semarang tahun 2008. Diponogoro University Institutional

Repository. 2009 [Diunduh tanggal 11 November 2011].

10. Nasronudin. Demam tifoid. Dalam : Penyakit Infeksi di Indonesia.

Surabaya: Airlangga University Press; 2007. h.121-136.

Page 54: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

42

11. World Health Organization. The Diagnosis, treatment, and prevention of

typhoid fever. Communicable Disease Surveillance and Response

Vaccines and Biologicals World Health Organization; 2003 [cited 26th

January 2012]

12. Clearly Thomas G. Salmonella Ser. typhi. In : Textbook of pediatric

infectious diseases volume 1. 5th

edition. Philadelphia: Elsevier Saunders;

2004. p.1475-1482.

13. Prayitno Ari. Pilihan terapi antibiotik untuk demam tifoid. Dalam : Update

Management of Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Departemen Ilmu

Kesehatan Anak; 2012. h.9-14.

14. Pickering Larry K, Clearly Thomas G. Infection of the gastrointestinal

tract. In : Krugman’s Infectious Diseases of Children. 11th

edition.

Philadelphia: Mosby; 2004. p.212-218.

15. Chamber Henry F. Obat kemoterapetik. Dalam : Farmakologi Dasar dan

Klinik Katzung. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2011. h.775-776, 759-760, 788-

794.

16. Sidabutar Sondang, Irawan Hindra S. Pilihan terapi empiris demam tifoid

pada anak : Kloramfenikol atau Seftriakson. Sari Pediatri volume 11.

2010; 11(6) : 434-9) [Diunduh tanggal 24 Mei 2012].

17. World Health Organization. Guide to good prescribing. Geneva: Action

Programe on Essential Drugs World Health Organization; 1994. P.31-33

[cited 25th

April 2012]

18. Ayaz Ayesha, Khalid Muhammad P, Din M Azad, et al. Risk factor of

enteric fever in children less than 15 years of age. Journal of Statistic

volume 13. 2006; ISSN 1684-8403 [Cited 6 September 2012].

19. Ganesh Ramaswamy, Janakiraman Lalitha, Vasanthi T, et al. Profile of

typhoid fever in children from a tertiary care hospital in Chennai-South

India. Indian Journal Pediatric. 2010; 77:1089-1092 [Cited 6 September

2012].

Page 55: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

43

20. Musnelina Lili, Fuad A Afdhal, Gani Aschobat, dkk. Dalam : Pola

pemberian antibiotika pengobatan demam tifoid anak di Rumah Sakit

Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002. Makara Kesehatan volume 8. 2004;

27-31. [Diunduh tangga 6 September 2012].

21. Srikantiah Padmini, Girgis Fouad Y, Luby Stephen P, et al. Population

besed surveillance of typhoid fever in Egypt. American Journal of Tropic

Medicine. 2006; pp. 114-119. [Cited 6st

September 2012].

22. Istiantro Vati H, Gan Vincent HS. Penisilin, Sefalosforin, dan antibiotik

Beatalaktam Lainnya. Dalam : Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta:

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2009. h.700-702

23. World Health Organization. Antimicrobial resistance. World Health

Organization; 2012. [Cited 6th

September 2012].

24. Rowe Bernard, Ward Linda R, Therlfall E John. Multidrug-Resistant

Salmonella typhi: A Worldwide Epidemic. Clinical Infection Diseases

Oxford Journal. 2012; 24 (suppl 1) : S 106-9 [Cited 6st

September 2012].

Page 56: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

44

Lampiran 1

Alogaritma Gyssen

Mulai

Data tidak lengkap Tidak VI HENTIKAN

Ya

Antibiotik yang diindikasikan Tidak HENTIKAN

Ada alternatif yang lebih efektif

Ya

V

Ya IVa

Tidak

Toksisitas obat alternatif lebih rendah

Tidak

Ya IVb

Obat alternatif lebih murah Ya IVc

Tidak

Obat alternatif memiliki spektrum yang

lebih sempit Ya IVd

Tidak

Durasi terlalu

lama

Ya

IIIa

Tidak Durasi terlalu

cepat

Tidak

Ya

IIIb

Dosis tepat IIa

Tidak

Ya

Interval Tepat

Tidak IIb

Ya

Rute tepat IIc

Ya Tidak

Waktu tepat I

Ya

0

Tidak

Gambar 2.1 Alogaritma untuk mengevaluasi rasionalitas pemberian antibiotika

Sumber : Gyssen, 2005.

Page 57: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

45

Lampiran 2

Data Hasil Uji Statistik

A. Hasil Analisis freqquencies subjek penelitian pasien demam tifoid anak

jenis kelamin responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid perempuan 62 47.7 47.7 47.7

laki-laki 68 52.3 52.3 100.0

Total 130 100.0 100.0

Page 58: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

46

(Lanjutan)

usia responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 0-1 8 6.2 6.2 6.2

2-3 20 15.4 15.4 21.5

4-5 20 15.4 15.4 36.9

6-7 15 11.5 11.5 48.5

8-9 20 15.4 15.4 63.8

10-11 20 15.4 15.4 79.2

12-13 23 17.7 17.7 96.9

14-15 4 3.1 3.1 100.0

Total 130 100.0 100.0

Page 59: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

47

unit rawat inap responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid kelas 3 88 67.7 67.7 67.7

kelas 2 29 22.3 22.3 90.0

kelas 1 12 9.2 9.2 99.2

VIP 1 .8 .8 100.0

Total 130 100.0 100.0

(Lanjutan)

Page 60: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

48

lama rawat inap responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 2-4 37 28.5 28.5 28.5

5-7 63 48.5 48.5 76.9

8-10 21 16.2 16.2 93.1

11-13 7 5.4 5.4 98.5

14-16 1 .8 .8 99.2

20-22 1 .8 .8 100.0

Total 130 100.0 100.0

(Lanjutan)

Page 61: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

49

(Lanjutan)

berat badan responden (kg)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 6-15 43 33.1 33.1 33.1

16-23 39 30.0 30.0 63.1

24-31 27 20.8 20.8 83.8

32-39 12 9.2 9.2 93.1

40-47 8 6.2 6.2 99.2

64-71 1 .8 .8 100.0

Total 130 100.0 100.0

Page 62: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

50

nilai IgM salmonella

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak diperiksa 22 16.9 16.9 16.9

negatif 20 15.4 15.4 32.3

borderline 2 1.5 1.5 33.8

positif lemah 17 13.1 13.1 46.9

positif kuat 69 53.1 53.1 100.0

Total 130 100.0 100.0

Page 63: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

51

hasil widal responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak diperiksa 74 56.9 56.9 56.9

negatif 28 21.5 21.5 78.5

positif 28 21.5 21.5 100.0

Total 130 100.0 100.0

(Lanjutan)

Page 64: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

52

hasil tubex responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak diperiksa 121 93.1 93.1 93.1

negatif borderline 2 1.5 1.5 94.6

positif kuat 7 5.4 5.4 100.0

Total 130 100.0 100.0

(Lanjutan)

Page 65: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

53

(Lanjutan)

hasil kultur responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak diperiksa 127 97.7 97.7 97.7

negatif 2 1.5 1.5 99.2

positif 1 .8 .8 100.0

Total 130 100.0 100.0

Page 66: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

54

(Lanjutan)

B. Hasil analisis freqquencies penggunaan antibiotika

jenis antibiotika yang diberikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ceftriaxone 100 76.9 76.9 76.9

cefotaxime 30 23.1 23.1 100.0

Total 130 100.0 100.0

Page 67: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

55

(Lanjutan)

kategori pemberian antibiotik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid kategori V 23 17.7 17.7 17.7

kategori IIIb 44 33.8 33.8 51.5

kategori IIa 18 13.8 13.8 65.4

kategori IIb 12 9.2 9.2 74.6

kategori I 33 25.4 25.4 100.0

Total 130 100.0 100.0

Page 68: PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIKA RASIONAL PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25513/1/ANGELINA... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

56

Lampiran 3

Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

PERSONAL DATA

Nama : Angelia Puspita

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir: Karawang, 24 Agustus 1992

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. RH Djadja Abdullah Perumahan Cluster Block B2

RT 05 RW 11 Kelurahan Karawang Kulon

Kabupaten Karawang Jawa Barat

Nomor Telepon/HP : 085722188275

Email : [email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN

1995 – 1997 : Taman Kanak-kanak RA Masyitoh Karawang

1997 – 2003 : SD Negeri Nagasari III Karawang

2003 – 2006 : SMP Negeri 1 Karawang

2006 – 2009 : SMA Negeri 3 Karawang

2009 – Sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter,

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.