problematika dakwah di daerah minoritas muslim desa …
TRANSCRIPT
ii
x
PROBLEMATIKA DAKWAH DI DAERAH MINORITAS MUSLIM
DESA GINTU KECAMATAN LORE SELATAN KABUPATEN POSO
PROVINSI SULAWESI TENGAH
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar
OLEH:
RAMLI
NIM: 105270019215
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1442 H / 2020 M
ii
iii
x
iiii
x
iiv
x
iv
x
ABSTRAK
RAMLI, NIM 105270019215. Problematika Dakwah di Daerah Minoritas Muslim Desa Gintu Kecamatan Lore Selatan Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah. Skripsi jurusan Komunikasi dan Penyiran Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Dr. Dahlan Lama Bawa, M.Ag. Pembimbing II M. Zakaria al-Anshori, M.Sos.I.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui problematika dakwah yang menghambat pendakwah dalam dalam menyampaikan suatu materi atau mengajak manusia kepada jalan yang benar, sehingga pendakwah mampu memberikan solusi dan jalan keluar dari berbagai persoaaln yang dirasakan para da’i maupun mad’u sehingga dakwah berjalan dengan lancar.
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara melakukan interviuew /wawancara dengan para narasumber, dan observasi/ pengamatan di lapangan serta dokumentasi. Adapun proses analisis data yang digunakan dalam penelitian ini melalui reduksi data, penyajian data kemudian dilakukan penarikan kesimpulan, dan yang menjadi sasaran utama dalam penelitian ini adalah mengetahui problematika dakwah dengan mencari solusi dakwah tersebut.
Adupun hasil penelitian ini adalah terdapat berbagai problematika dakwah di desa gintu seperti problematika dari subjek dakwah yaitu kurangnya da’i atau tenaga pengajar, komunikasi antar da’i yang tidak terorganisir, kurangnya pengetahuan agama. Problematika dari segi objek dakwah yaitu keberagaman suku yang menyebabkan para da’i harus meneyesuaikan bahasa, masih kentalnya tradisi nenek moyang, objek dakwah berada pada tempat yang minoritas muslim, adanya toleransi yang berlebihan. Problematika dari metode dakwah yaitu para da’i kurang menguasai metode-metode dalam berdakwah. Problematika dari materi dakwah yaitu tidak singkronnya antara kebutuhan masyarakat dengan materi yang dipaparkan. Problematika dari media dakwah yaitu kurangnya media dakwah di desa ini terutama di masjid yang merupakan pusat dakwah kaum muslimin desa gintu. Adapun upaya pemecahan problematika dakwah dari segi objek dakwah yaitu mendatangkan da’i profesional dari luar, membentuk forum silaturahim interen antar da’i, mengadakan pelatihan-pelatihan. Upaya pemecahan problematika dakwah dari segi objek dakwah yaitu da’i menggunakan bahasa yang bisa dimengerti oleh semua kalangan, mengadakan pengajian rutin, mengadakan pertemuan yaitu FKUB (forum kerukunan ummat beragama). Upaya dari segi metode dakwah yaitu memeberikan stimulus agar ada respon timbal balik. Upaya dari segi materi dakwah yaitu diberikan materi yang berkaitan dengan aqidah dan kristologi sebagai penunjang untuk memperkuat argumen, dan diadakannya seminar-seminar. Upaya pemecahan dari media dakwah yaitu mencari donatur tetap untuk membantu kelengkapan media dakwah.
vi
ivi
x
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, atas taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Problematika Dakwah
di Daerah Minoritas Muslim Desa Gintu Kecamatan Lore Sealatan
Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah”. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurah kepada penghulu kita Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang setia mengikutnya
hingga hari kiamat. Skripsi ini disusun dalam rangka untuk memenuhi
salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata satu (S.1)
pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar. Dalam penyusun skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang
telah memberikan dorongan kepada penulis baik itu berupa moril, materil
maupun spiritual. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih
yang setulus-tulusnya kepada:
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Prof. Dr H, Ambo
Asse.M.Ag
2. Dekan Fakultas Agama Islam Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.
3. Ketua Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Dr. H. Abbas Baco Miro,
Lc., MA.
4. Dosen pembimbing I Dr. Dahlan Lama Bawa, M.Ag. dan dosen
pembimbing II M. Zakaria al-Anshori,M.Sos.I.yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberi bimbingan
dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
vii
ivii
x
iviii
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL. ................................................................................ i
HALAMAN JUDUL. .................................................................................. ii
PENGESAHAN SKRIPSI. ....................................................................... iii
BERITA ACARA MUNAQASYAH. .......................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN. ..................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .............................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. LatarBelakangMasalah................................................................. 1
B. RumusanMasalah ........................................................................ 4
C. TujuanPenelitian .......................................................................... 5
D. ManfaatatauKegunaanPenelitian ................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 6
A. Pengertian Problematika .............................................................. 6
B. Pengertian dan Unsur-unsur Dakwah ........................................ 11
C. Pengertian dan Asal-usul Terbentuknya Minoritas Muslim......... 38
BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN. ............................................. 48
A. Gambaran Umum Desa Gintu .................................................... 48
1. Sejarah Desa Gintu ................................................................ 48
2. Letak Georafis Desa Gintu ..................................................... 50
3. Demografi Desa Ginru ........................................................... 51
B. Kegiatan Dakwah di Desa Gintu ................................................ 54
C. Problematika Dakwah di Desa Gintu. ......................................... 56
ix
iix
x
D. Upaya Pemecahan Problematika Dakwah ................................. 62
BAB V PENUTUP ................................................................................. 64
A. Kesimpulan ................................................................................ 66
B. Saran ......................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA, ............................................................................. 68
RIWAYAT HIDUP. ................................................................................ 71
LAMPIRAN............................................................................................ 72
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama dakwah.1 Agama yang mewajibkan ummatnya
untuk melakukan internalisasi, transmisi, difusi, transformasi, dan
aktualisasi syariat Islam dengan berbagai metode dan media yang
bersumber dari Al-Quran, sebagai kitab dakwah, dan sunnah rasulullah
kepada mad’u (ummat manusia).2
Islam adalah agama risalah untuk manusia dan ummat manusia
adalah pendukung amanah untuk meneruskan risalah dakwah baik
sebagai ummat kepada ummat-ummat yang lain ataupun selaku
perorangan, di tempat manapun mereka berada dan menurut
kemampuannya masing-masing.3Islam menegaskan ummatnya untuk
menyiarkan dan menyebarkan agama Allah SWTdan Rasulnya.
Dengan demikian jelaslah bahwa islam adalah agama dakwah yaitu
agama yang di dalamnya ada usaha untuk menyebarluaskan kebenaran
dan mengajak manusia untuk melaksanakan apa yang menjadi perintah
dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Dakwah menjadi tugas yang harus
diemban setiap muslim dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab,
bahkan dakwah itu menjadi tugas rutin dan berkesinambungan dari masa
ke masa sampai kelak kemudian hari.4
1 Asep syamsul, Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi Dakwah Bil Qalam
(Bandung;Remaja Rosdakarya, 2003), h.3 2 Asep Kusnawan, dkk ,Komunikasi Penyiaran Islam (Bandung: Benang Merah
Press, 2004), h. xiii 3 Tuti Alawiah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim (Bandung: Mizan,
1997), h.1 4 Hafi Ansharri, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah(Surabaya: Al-Ikhlas,
1993), h. 73
1
2
Agama mempunyai peran yang sangat penting dalam menasehati
seseorang sampai pada peranannya dalam membuat konsep tentang diri,
cita-cita dalam kehidupannya. Dakwah islam sejak awalmula kelahirannya
sampai saat ini akan selalu bersentuhan dengan realitas sosial yang
mengitarinya, persentuhan antara kenyataan dimasyarakat dengan
dakwah islam akan memunculkan dua kemungkinan, yang pertama
adalah dakwah islam akan akan mampu memberikan out put (hasil,
pengaruh) terhadap lingkungan masyarakat dalam arti memberikan
pijakan hidup, arah dan dorongan mengadakan perbaikan serta
perubahan yang lebih baik, sehingga terbentuk suatu tatanan masyarakat
baru yang lebih baik. Dan yang kedua adalah dakwah islam dipengaruhi
oleh adanya perubahan masyarkat dalam arti corak dan arahnya, hal ini
berarti bahwa dakwah islam ditentukan oleh system yang berada dalam
masyarakat tersebut.5
Dakwah pada saat ini telah banyak mengalami kemajuan bila
dibandingkan dengan masa lalu, perjalanannya tidak dapat berjalan terus
sebagaimana yang diharapkan, mengingat seringkali muncul hambatan-
hambatan baik yang ada kaitannya dengan dakwah secara langsung
maupun tidak langsung misalnya masalah kristenisasi di daerah minoritas
muslim, dan beragamamnya agama, suku, adat istiadat yang saling
mempengaruhi.
Mengenai minoritas dan mayoritas, kelompok mayoritas atau
kelompok dominan dalam suatu masyarakat merupakan kelompok yang
merasa memiliki kontrol atau kekuasaan untuk mengontrol.Mereka
merupakan sumber daya kekuasaan dalam seting institusi yang berbeda-
5 Amrullah Ahmad, (Ed) Dakwah Islam dan Perubahan social, (Yogyakarta:
PLPAN,1978), hal. 155
3
beda. Setting institusional itu cenderung lebih penting karena hal tersebut
mempengaruhi masyarakat, termasuk penyelenggaraan pemerintahan,
agama, pendidikan dan pekerjaan (ekonomi). Sebaliknya kelompok
minoritas kurang mempunyai akses terhadap sumber daya, privilese
kurang atau bahkan tidak berpeluang mendapat kekuasaan
sepertimayoritas. Inilah ketidak seimbangan kekuasaan dan hal ini yang
dapat mendorong prasangka antara mayoritas dan minoritas.6 Ini
merupakan salah satu masalah yang ada dalam masyarakat.
Persoalan-persoalan yang dihadapi di desa Gintu, Kecamatan Lore
Selatan, Kabupaten Poso, Provensi Sulawesi Tengah adalah persoalan
dakwah islam yang dihadapi para da’i dalam mengembangkan dakwah
islam. Dalm proses pelaksanaannya tersebut terdapat kendala. Kendala-
kendala itu ada yang berasal dari da’i dan tokoh agama setempat itu
sendiri, dan juga kendala dari luar.
Di kebanyakan tempat, para da’i dalam mengembangkan dakwah
masih terasa kesulitan strategi apa yang harus yang harus diberikan
dalam menghadapi situasi seperti ini. Apalagi media yang dimiliki belum
memadai, metode dakwah belum banyak yang mereka kuasai, terutama
materinya yang hanya menjelaskan masalah sholat atau ibadah saja,
atau ibadah lainnya yang tidak pernah mengkaitkan dengan materi yang
bisa menghancurkan aqidah mereka, baik itu kristenisasi maupun
kesyirikan. Syirik adalah menduakan atau menyamakan Allah dengan
yang lainnya.Syirik secaraumum dapat dikatakan sebagai kecondongan
untuk bersandar pada sesuatu atau pun seseorang selain Allah. Hal ini
akan terjadi pada orang-orang yang tidak mampu mengendalikan nafsu
6 Alo Lilirweri, Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Multikultural (Yogyakarta: LKiS, 2005), h. 10
4
jahatnya, karena sesungguhnya nafsu jahat itu lebih suka menyembah
produk imajinasinya sendiri.Seringkali tanpa disadari manusia telah
mempertuhankan sesuatu selain dari Allah.Dan persoalan akhlak seperti
kenakalan remaja, dan berbagai persoalan socialkemasyarakatan
lainnya.Yang pada akhirnya aqidah Islam dihadapkan pada suatu tekanan
dengan berbagai pendapat yang dapat melemahkan ghirah
keberagamaan.
Kendala-kendala yang lain yang selalu menjadi persoalan tidak
lancarnya akivitas dakwah juga terdapat dalam masyarakat (objek
dakwah) yang belum muncul semangat keagamaannya baik dalam
mengikuti pengajian-pengajian maupun dalam pengamalan agama,
seperti sholat dan ibadah lainnya. Lebih parah lagi terkadang masyarakat
melakukan tindakan- tindakan yang menyimpang dari agama islam,
contohnya meminum minuman keras, dan maraknya perjudian.
Berangkat dari latar belakang ini maka timbul niat penulis untuk
meneliti permasalahan apa yang dihadapi oleh da’i dan tokoh-tokoh
agama di desa Gintu, kecamatan Lore Selatan, Kabupaten Poso, Provinsi
Sulawesi Tengah.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang dipaparkan di atas penulis dapat
merumuskan permasalah yang dapat dikaji sebagai berikut:
1. Apa pengertian problematika dakwah dan minorotas muslim?
2. Bagaimana problematika dakwah di daerah monoritas muslim?
3. Bagaimana solusi dalam mengatasi problematika tersebut?
5
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin
dicapai yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pengertian problematika dakwah dan minoritas
muslim.
2. Untuk mengetahui problematika dakwah di daerah minoritas muslim.
3. Menjelaskan strategi dakwah dalam mengatasi problematika di daerah
minoritas muslim.
D. Manfaat / Kegunaan Penelitian
Dari tujuan yang telah dirumuskan dapat diambil manfaat /
kegunaan penelitian sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
Sebagai upaya untuk memberikan informasi ilmiyah dalam
menyelesaikan problematika dakwah yang ada di Desa Gintu
Kecamatan Lore Selatan Kabupaten Poso.
2. Manfaat praktis
Sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan lebih lanjut bagi para
da’i di dalam pembinaan masyarakat desa Gintu Kecamatan Lore
Selatan dalam bidang dakwah.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Problematika
Problematika berasal dari kata problem, yang artinya masalah atau
persoalan.Jadi problematika adalah hal yang menimbulkan masalah atau
hal yang belum dapat dipecahkan.7 Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia problematika diartikansama dengan permasalahan.8 Kata
problematika diartikan oleh Soerdjono Soekamto sebagai suatu halangan
yang terjadi pada kelangsungan suatu proses atau masalah.9
Pengertian ini dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya problema
bukanlah semata-mata disebabkan karena suatu program tidak terlaksana
sama sekali. Akan tetapi meskipun program tersebut berjalan namun
dalam proses pelaksanaanya mendapatkan masalah-masalah atau
hambatan sehingga hasil yang dicapai tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Islam sebagai agama rahmat, salah satunya berarti bahwa konsep-
konsep yang Islami mampu menjawab berbagai permasalahan yang
dihadapi umat manusia, Islam sebagai pembahagia dan pemecah
persoalan.Suatu identifikasi kecenderungan perkembangan umat dan
bangsa sebagai akibat makin majunya peradaban perlu dilakukan dalam
rangka mengembangkan dan merencanakan kegiatan da’wah Islamiyah
yang memada’i. Sebab kecenderungan perkembangan ini akan
7 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka 2005), h. 896. 8Departeman Pendidikan dan Kebuudayan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka 1990), h. 701. 9 Soerdjono Sukamto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: Rajawali 1985), h. 394.
7
memberikan dampak seperti permasalahan da’wah atau tantangan
da’wah.
Permasalahan da’wah dewasa ini yang menyangkut unsur-unsur
da’wah adalah antara lain:
a. Problematika dilihat dari subjek da’wah
Adapun problematika yang ditimbulkan oleh subjek da’wah
diantaranya adalah masalah gejolak kejiwaan, kejenuhan aktivitas dan
masalah latar belakang dan masa lalu da’i.10Dalam masalah gejolak
kejiwaan baik putus asa dalam kesulitan maupun takabur dalam
kemenangan yang mengganggu jiwa seorang da’i bersumber pada hawa
ananiyah egocentrisme nafsu pribadi.
Masalah kejenuhan beraktivitas, merupakan kendala yang muncul
dalam kegiatan da’wah.Hal ini dapat berupa kelelahan fisik maupun psikis
karena para da’i telah terlalu jenuh beraktivitas.Kejenuhan beraktivitas ini
cenderung terjadi apabila terlalu memprioritaskan gerak luar, sedangkan
gerak yang yang menyangkut peningkatan kapasitas pribadi cenderung
diabaikan.11
Adapun masalah latarbelakang dan masa lalu da’i, merupakan modal
yang mendukung suksesnya perjuangan di medan da’wah. Keberhasilan
suatu aktivitas da’wah sangat ditentukan oleh kualitas da’i dalam
penguasaan materi serta mampu memahami sifat dan kondisi sasaran
dakwaah.Oleh karena risalah itu untuk manusia, adalah logis bila seorang
mubaligh harus memahami unsur-unsur fitnah manusia, sifat-sifatnya,
10
Abu Ahmad Marwan, Yang Tegar di Jalan Da’wah, (Yogyakarta: YP2SU 1994), h.42.
11 Abu Ahmad Marwan, Yang Tegar di Jalan Da’wah, h. 56.
8
tingkah lakunya, alam pikiran dan perasaan masyarakat yang
dihadapinya.12
b. Problematika dilihat dari objek da’wah
Menurut Anwar Masy’ari Persoalan pada objek da’wah di pedesaan
adalah dikarenakan objek da’wah di desa kebanyakan orang awam yang
pendidikannya masih rendah, malahan tidak sedikit yang masih buta
huruf, mereka belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, belum
dapat menangkap materi da’wah dengan cepat apalagi mengenai
pengertian-pengertian yang tinggi. Disamping itu mereka masih
memegang adat istiadat tradisional yang menjadi pegangan hidup
mereka, mungkin sebahagian dari mereka ada yang bersedia menerima
setiap yang baru tetapi mungkin pula ada sebagian yang tetap bertahan
secara gigih untuk mempertahankan kebiasaan-kebiasaan atau
tradisitradisi yang telah berlaku.13 Adapun permasalahan lain dalam
bidang objek da’wah adalah sebagai berikut:
1. Gejala hilangnya kepekaan beragama dan terperangkapnya mereka
pada beragama secara kulit atau formalitas saja. Dan mereka
kehilangan idealismenya sebagai seorang muslim.
2. Keterbatasan pemahaman agama di kalangan umat Islam.
3. Berkembangnya persepsi dalam pola pikir yang majemuk tentang
Islam yang cenderung melelahkan da’wah Islam.
Dengan melihat jenis dan permasalahan objek da’wah tersebut, maka
diperlukan seorang da’i yang benar-benar berkualitas.Selain menguasai
12
Muhammad Natsir, Fiqhud Da’wah, (Cet. IX; Jakarta: Media Da’wah 2000), h. 149
13 Anwar Masy’ari, Butir-Butir Problematika Da’wah Islamiyah, (Surabaya: Bira
Ilmu 1993), h. 71.
9
materi dengan baik juga menguasai hal-hal yang berhubungan dengan
situasi dan kondisi sasaran da’wah serta membekali diri dengan ilmu-ilmu
kemasyarakatan, seperti sosiologi, psikologi, hukum, ekonomi, geografi,
politik dan sebagainya.
c. Problematika dilihat dari materi da’wah
Problematika dalam segi materi da’wah yang terjadi di pedesaan
adalah materi-materi da’wah di pedesaan sering tidak mengena pada
sasaran, sebagaimana disebutkan oleh Quraish Shihab sebagai berikut:
“Disamping kesenjangan ekonomi antara penduduk pedesaan dan
perkotaan yang merupakan gejala umum yang tentunya mempunyai
tempat dalam berbagai bidang, pelaksanaan da’wah di pedesaan sering
tidak menemukan sasarannya, misalnya tema dan materi da’wah
seringkali tidak membumi atau tidak menyentuh problem dasar mereka,
sehingga kelemahan dalam bidang ekonomi digunakan dalam beberapa
pihak untuk maksud-maksud tertentu”.14
Menurut Adhan harahap, materi da’wah harus diketahui lebih dahulu
mengenai problematika apa yang dihadapi oleh masyarakat sebagai
sasaran dan berkaitan dengan situasi dan kondisi, juga adat Istiadat dan
tradisi yang dimiliki masyarakat.15 Untuk lebih mengembangkan wawasan
para da’i sebenarnya mesti menguasai ilmu-ilmu umum sebagai
penunjang dalam berda’wah, sehingga dalam menyampaikan ajaran Islam
tidak terasa monoton dan hanya berorientasi keagamaan, karena
persoalan yang dihadapi sasaran tidak hanya masalah keagamaan, tetapi
14
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan 1993), h. 399. 15
Adnan Harahap, Da’wah Islam Teori dan Praktik,(Yogyakarta: Sumbangsih Offset 1978), h. 53.
10
bisa saja masalah yang dilalui sehari-hari seperti kemiskinan, kesenjangan
sosial dan lain-lain.
d. Problematika dilihat dari metode da’wah
Menurut H. Tayar Yusuf dan Drs. Syaiful Anwar, hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan metode adalah tujuan yang hendak dicapai,
kemampuan pembina atau guru, kondisi fisik dan kejiwaan audien, situasi
kondisi dimana pembinaan atau pengajaran berlangsung, fasilitas yang
tersedia, waktu yang tersedia dan kebaikan atau kekurangan dari metode
yang bersangkutan.16 Persoalan yang dihadapi metode da’wah tiada lain
adalah masalah mempengaruhi manusia lain, baik dia sebagai individu
maupun sebagai masyarakat.17 Untuk itu para da’i harus menggunakan
tata cara yang tepat yaitu harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi
sasaran da’wah, tujuan yang hendak dicapai serta kemampuan da’i atau
mubaligh dalam menggunakan metode tersebut.
e. Problematika dilihat dari media da’wah
Media da’wah adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagi
alat untuk mencapai tujuan da’wah yang telah ditentukan. Alat atau media
ini dapat berupa material maupun immaterial, termasuk didalamnya
adalah organisasi, dana, tempat dan juga bahasa.18 Masdar Helmy
membagi media da’wah menjaadi empat bagian:
1. Media cetak, seperti media massa, surat kabar, majalah, tabloid,
bulletin.
16
Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa
Arab, (Jakarta: PT Raja Grofindo Persada 1997), h. 6. 17
M. Syafa’at Habib, Buku Pedoman Da’wah, (Jakarta: PT Restu 1982), h. 170. 18
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Da’wah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas 1983), h. 163.
11
2. Media visual, media yang dapat dilihat seperti lukisan, foto, VCD dan
lain-lain.
3. Media audiktif, yaitu media yang dapat didengar seperti radio dan tape.
4. Media pertemuan, yaitu segala macam pertemuan seperti halal bi halal,
rapat-rapat, kongres, konferensi, dan lain-lain.19
Media da’wah mempunyai peranan penting dalam kegiatan da’wah
karena tanpa adanya media da’wah dapat dipastikan kegiatan da’wah
tidak akan berjalan dengan baik. Permasalahan dalam media da’wah akan
muncul dalam kegiatan da’wah akan muncul apabila media da’wah yang
ada kurang memada’i, atau juga bisa dikarenakan kurangnya penguasaan
da’i terhadap media yang ada.20 Menurut Nasruddin Rozak organisasi
yang lemah, kemungkinan disebabkan oleh pengurus yang kurang
bertanggung jawab dan dan sarana yang tidak tersedia.21 Apalagi
sekarang ini perkembangan media cetak ataupun media elektronik
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dengan memanfaatkan
media da’wah, diharapkan kegiatan da’wah dalam bentuk apa saja dapat
berhasil dengan baik sesuai dengan tujuan da’wah Islam.
B. Pengertian dan Unsur-unsur Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Secara etimologis, dakwah berasal dari bahasa arab, yaitu da’a, yad’u
da’watan,22 yang diartikan sebagai mengajak/ menyeru, memanggil,
seruan, permohonan, dan permintaan. Istilah ini sering diberi arti yang
sama dengan istilah-istilah tabligh, amr ma’ruf dan nahi munkar,
19
Masdar Helmy, Problematika Da’wah Islam dan Pedoman Mubaliqh, (Semarang: Toha Putra 1974), h. 19-22.
20Said Bin Ali Bin Wahid, Al-Qahthari, (Jakarta: Gema Insani Press 1994), h. 103.
21Nasruddin Rozak, Metodologi Da’wah, (Semarang: Toha Putra 1979), h. 67.
22 Majmu’ al-Lughah al-‘Arabiayah,1972, h.286: dalam Muhammad Munir, Wahyu
Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta :Kencana, 2009), h.17.
12
mau’idzhoh hasanah, tabsyir, indzhar, washiyah, tarbiyah, ta’lim, dan
khotbah.
Pada tataran praktik dakwah harus mengandung dan melibatkan tiga
unsur, yaitu: penyampaian pesan, informasi yang disampaikan, dan
penerima pesan. Namun dakwah mengandung pengertian yang lebih luas
dari istilah-istilah tersebut, karna istilah dakwah mengandung makna
sebagai aktifitas menyampaikan ajaran islam, menyruh berbuat baik dan
mencegah perbuatan mungkar, serta memberi kabar gembira dan
peringatan bagi manusia.
Dalam perspektif ilmu sosial, dakwah berperan secara optimal bila
masyarakat yang disentuh oleh dakwah berubah dari situasi yang kurang
baik menjadi baik, yang sudah baik menjadi lebih baik, yang pasif menjadi
aktif, dan yang sudah aktif menjadi lebih aktif. Kondisi tersebut bisa
tercapai bila dakwah dapat memberdayakan masyarakat, tidak bergantuk
pada pihak lain, seperti pemerintah atau lembaga-lembaga formal di luar
masyarakat sendiri. Akan tetapi bukan berarti ia harus mengisolasi diri dan
memutuskan jalinan kerja sama dengan pihak-pihak luar.23
Istilah dakwah dalam Al-Qur’an diungkapkan dalam bentuk fi’il maupun
masdar sebanyak lebih dari seratus kata.Al-Qur’an menggunakan kata
dakwah untuk mengajak kepada kebaikan yang disertai dengan risiko
masing-masing pilihan. Dalam Al-Qur’an dakwah dalam arti mengajak
ditemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam arti mengajak kepada islam
dan kebaikan, dan 7 kali mengajak ke neraka atau kejahatan. Di samping
23
Dr. Bambang Saiful Ma’arif, Komunikasi Dakwah Paradigma Untuk Aksi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2010), h.23.
13
itu, banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan istilah dakwah dalam
konteks yang berbeda.24
Oleh karena itu, secara terminologis pengertian dakwah dimaknai dari
aspek positif ajakan tersebut, yaitu ajakan kepada kebaikan dan
keselamatan dunia akhirat. Sementara itu, para ulama memberikan
definisi yang berfariasi, antara lain:
a. Prof. Dr. Achmad Mubarok, M.A. Dakwah adalah pekerjaan
mengomunikasikan pesan islam kepada manusia. Secara operasional
dakwah adalah mengajak atau mendorong manusia kepada tujuan
yang definitif yang rumusnya bisa diambil dari Al-Qur’an dan Hadis,
atau dirumuskan oleh da’i sesuai dengan ruang lingkupnya.25
b. Ali makhfuzh dalam kitabnya “Hidayatul Mursyidin” mengatakan,
dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebaikan dan
mengikuti petunjuk (agama), menyeru mereka kepada kebaikan dan
mencegah mereka dari perbuatan mungkar agar agar memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat.26
c. Nasaruddin Latif menyatakan, bahwa dakwah adalah setiap usaha
aktivitas dengan lisan maupun tulisan yang bersifat menyeru,
mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan menaati
Allah SWT. sesuai dengan garis-garis akidah dan syariat serta akhlah
islamiah.27
24
Andy Darmawan, dkk, Metodologi Ilmu Dakwah, (Yogyakarta: LESFI, 2002). 25
Prof. Dr. Achmad Mubarok, M.A. Psikologi Dakwah, (Jakarta: Kencana ,2009), h. vii
26 Ali Mahfuz, Hidayat al- Mursyidin ila Thuruk al-Wa’ziwa al-Khitabah, (Beirut: Dar
al- Ma’arif, tt.), h. 27
H.M.S. Nasaruddin Latief, Teori dan Praktik Dakwah Islamiah, (Jakarta: PT. Firma Dara, tt.), h.11
14
d. Toha Yahya Oemar mengatakan bahwa, dakwah adalah mengajak
manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai
dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka
dunia dan akhirat
e. Ali makhfuzh dalam kitabnya “Hidayatul Mursyidin” mengatakan,
dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebaikan dan
mengikuti petunjuk (agama), menyeru mereka kepada kebaikan dan
mencegah mereka dari perbuatan mungkar agar agar memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat.28
f. Hamzah Ya’qubmengatakan bahwa dakwah adalah mengajak ummat
manusia dengan hikmah (kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk
Allah dan Rasulnya
g. Menurut Muhammad Natsir dakwah mengandung arti kewajiban yang
menjadi tanggung jawab seorang muslim dalam amar ma’ruf nahi
mungkar.
h. Syaikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa dakwah adalah
menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah
fardu yang diwajibkan kepada setiap muslim.
Dari definisi-defini tersebut, meskipun terdapat perbedaan dalam
perumusan, tetapi apabila dibandingan satu sama lain, dapat diambil
kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
a. Dakwah menjadikan perilaku muslim dalam menjalankan islam
sebagai agama rahmatan lil alamin yang harus didakwahkan kepada
seluruh manusia, yang dalam prosesnya melibatkan unsur-unsur: da’i
28
Ali Mahfuz, Hidayat al- Mursyidin ila Thuruk al-Wa’ziwa al-Khitabah, (Beirut: Dar al- Ma’arif, tt.), h.
15
(subjek), maddah (materi), thariqah (metode), washilah, (media) dan
mad’u (objek) dalam mencapai tujuan dakwah yang melekat dengan
tujuan islam yaitu mencapai kehidupan dunia dan akhirat.
b. Dakwah juga dapat dipahami dengan proses internalisasi, tranformasi,
trasmisi, dan difusi ajaran isalm dalam kehidupan masyarakat.
c. Dakwah mengandung arti panggilan dari Allah Swt. dan Rasulullah
Saw. umtuk ummat manusia agar percaya kepada ajaran islam dan
mewujudkan kepercayaaan yang dipercayainya itu dalam segala segi
kehidupannya.29
2. Unsur-unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat
dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da’i ( pelaku
dakwah), mad’u (mitra dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media
dakwah), thariqah (metode) atsar (efek dakwah).
a. Da’i (Pendakwah)
Pendakwah adalah orang yang melakukan dakwah, ia disebut juga
da’i. Dalam ilmu komunikasi pendakwah adalah komunikator yaitu orang
yang menyampaikan pesan komunikasi (message) kepada orang lain.
Karena dakwah bisa melalui tulisan, lisan, perbuatan, maka penulis
keislaman, penceramah islam, mubaligh, guru mengaji, pengelola panti
asuhan islam dan sejenisnya termasuk pendakwah atau da’i. Pendakwah
bisa bisa bersifat individu ketika dakwah yang dilakukan bersifat
perorangan dan bisa juga bekelompok atau kelembagaan ketika dakwah
29
Drs. Wahidin Saputra,M.A., pengantar Ilmu Dakwah, (cet. Ke-1; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h.2-3.
16
digerakkan oleh sebuah kelompok atau organisasi. Pendakwah atau da’i
dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Secara umum adalah setiap muslim yang mukallaf (sudah dewasa).
Kewajiban dakwah telah melekat tak terpisahkan pada mereka sesuai
dengan kemampuan masing-masing sebagai realisasi perintah
Rasulullah SAW. untuk menyampaikan islam kepada semua orang
walaupun hanya satu ayat.
2. Secara khusus adalah muslim yang telah mengambil spesialisasi
(mutakhashish) dibidang agama islam, yaitu ulama dan sebagainya.30
Nasaruddin Lathief mendefinisikan bahwa da’i adalah muslim dan
muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi
tugas ulama. Ahli dakwah adalah wa’ad, mubaligh mustama’in (juru
penerang) yang menyeru, mengajak, memberi pengajaran, dan pelajaran
agama islam.31
Da’i juga harus mengetahui cara menyampaikan tentang Allah,
alam semesta, dan kehidupan, serta apa yang dihadirkan dakwah untuk
memberikan solusi, terhadap problema yang dihadapi manusia, juga
metode-metode yang dihadirkannya untuk menjadikan agar pemikiran dan
perilaku manusia tidak salah dan tidak melenceng.
b. Mad’u (penerima Dakwah)
Mad’u, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia
penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik
manusia yang beragama islam maupun tidak, atau dengan kata lain,
manusia secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama
30
Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (cet. Ke-5; Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2016), h.216.
31 H.M.S. Nasaruddin Latif,Teori dan Praktik Dakwah Islamiyah, (Jakarta: PT Firma
Dara, tt.) h. 20
17
islam, dakwah bertujuan untuk mengajak mereka untuk mengikuti agama
islam, sedangkan kepada orang yang telah beragama islam dakwah
bertujuan untuk meningkatkan kualitas iman, islam, dan ihsan.32
Secara umum Al-Qur’an menjelaskan ada tiga tipe mad’u, yaitu:
mukmin, kafir, dan munafik.33 Dari ketiga klarifikasi besar ini, mad’u
kemudian dikelompokkan lagi dalam berbagai macam pengelompokan,
misalnya, orang mukmin dibagi menjadi tiga, yaitu: dzalim linafsih,
muqtashid, dan sabiqun bilkhairat.Kafir bisa dibagi menjadi kafir zimmi dan
kafir harbi.Mad’u atau mitra dakwah terdidi dari berbagai macamgolongan
manusia. Oleh karena itu, menggolongkan mad’usama dengan
menggolongkan manusia itu sendiri dari aspek profesi, ekonomi, dan
seterusnya.
Muhammad Abduh membagi mad’u menjadi tiga golongan:
1. Golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran,dapat berpikir
secara kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan.
2. Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berfikir
secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap pengertian-
pengertian yang tinggi.
3. Golongan yang berbeda denagan kedua golongan tersebut, mereka
senang membahas sesuatu tetapi hanya membahas sesuatu tetapi
hanya dalam batas tertentu saja, dan tidak mampu membahasnya
secara mendalam.
Dari sisi sejauh mana dakwah diterima, Bassam al-Shabagh
membagi mitra dakwah kedalam tiga kelompok, yaitu:
32
M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, h.23. 33
Lihat QS. Al Baqarah 2: 20
18
1. Kelompok yang pernah menerima dakwah, kelompok ini terdiri dari tiga
kelompok yaitu
a) Menerima dengan sepebuh hati (mukmin)
b) Menolak dakwah (kafir)
c) Pura-pura menerima dakwah (munafiq)
2. Kelompok yang belum pernah menerima dakwah. Kelompok ini terbagi
dua kelompok, yaitu:
a) Orang-orang sebelum diutusnya nabi muhammad SAW.
b) Orang-orang setelah diutusnya nabi muhammad SAW.
3. Kelompok yang mengenal islam dari informasi yang salah sekaligus
menyesatkan.34
c. Maddah (materi) Dakwah
Maddah dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan da,i ke
mad;u. Dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi maddah dakwah
adalah ajaran islam itu sendiri.
Secara umum materi dakwah dapat diklarisifikasikan menjadi empat
masalah pokok yaitu:
1. Masalah Akidah (keimanan)
Masalah pokok yang menjadi materi dakwah adalah akidah islamiah.
Aspek akidah ini yang akan membentuk moral (akhlaq) manusia. Oleh
karena itu, yang pertama kali yang dijadikan materi dalam dakwah islam
adalah masalah akidah atau keimanan. Akidah yang menjadi materi
utama dakwah ini mempunyai ciri-ciri yang membedakan dengan
kepercayaan agama lain, yaitu:
34
Bassam al-Shabagh, Mudzakkarah al-Da,wah wa al-Du’ah. t.k.p.: t.p., t.t., h.86.
19
a) Keterbukaan melalui persaksian (syahadat). Dengan demikian, seorang
muslim harus jelas identitasnya dan bersedia mengakui identitas
keagamaan orang lain.
b) Cakrawala pandangan yang luas dengan memperkenalkan bahwa Allah
adalah Tuhan seluruh alam ,bukan Tuhan kelompok atau bangsa
tertentu. Dan soal kemanusiaan juga diperkenalkan kesatuan asal-usul
manusia. Kejelasan dan kesederhanaan diartikan bahwa seluruh ajaran
akidah baik soal ketuhanan, kerasulan, ataupun alam gaib sangat
mudah dipahami.
c) Ketahanan antara iman dan islam atau antara iman dan amal
perbuatan. Dalam ibadah-ibadah pokok yang merupakan manifestasi
dari iman dipadukan dengan segi-segi pengembangan diri dan
kepribadian seseorang dengan kemaslahatan masyarakat yang menuju
pada kesejahteraanya. Karena akidah memiliki keterlibatan dengan
soal-soal kemasyarakatan.
Keyakinan demikian yang oleh Al-Qur’an disebut dengan iman. Iman
merupakan esensi dalam ajaran agama islam. Iman juga erat kaitannya
antar akal dan wahyu. Dalam Al-Qur’an istilah iman tampil dalam berbagai
variasinya sebanyak kurang lebih 244 kali. Yang paling sering adalah
memulai dengan ungkapan, “wahai orang-orang yang beriman,” yaitu
sebanyak 55 kali. Meski istilah ini pada dasarnya ditujukan kepada para
pengikut nabi muhammad, 11 di antaranya merujuk kepada Nabi Musa
dan pengikutnya, dan 22 kali pada para nabi laindan para pengikut
mereka. Orang yang memiliki iman yang benar (haqiqy) itu akan
cenderung untuk berbuat baik, karena ia mengetahui bahwa perbuatannya
itu adalah baik dan akan menjauhi pebuatan jahat, karena dia tahu
20
perbuatan jahat itu akan berkonsekuensi pada hal-hal yang buruk. Dan
iman haqiqy itu sendiri atas amala soleh, karena mendorong untuk
melakukan perbuatan yang nyata. Posisi iman ini adalah yang berkaitan
dengan dakwah islam di mana amr ma’ruf nahi munkar dikembangkan
yang kemudian menjadi tujuan yang utama dari suatu proses dakwah.35
2. Masalah Syariah
Hukum atau syariah sering disebut cermin peradaban dalam pengertian
bahwa ketika ia tumbuh matang dan sempurna, maka peradaban
mencerminkan dirinya dala,m hukum-hukumnya. Pelaksaan syariah
merupakan sumber yang melahirkan peradaban islam, yang melestarikan
dan melindunginya dalam sejarah. Syariah inilah yang akan selalu
menjadi kekuatan peradaban dikalangan kaum muslim.36
Materi dakwah yang bersifat syariah ini sangat luas dan mengikat
seluruh ummat islam. Ia merupakan jantung yang tidak terpisahkan dari
kehidupan ummat islam di berbagai penjuru dunia, dan sekaligus
merupakan hal yang patut dibanggakan. Kelebihan dari materi syariah
islam antara lain, adalah bahwa ia tidak dimiliki oleh ummat-ummat yang
lain. Syariah ini bersifat universal, yang menjelaskan hak-hak ummat
muslim dan non muslim, bahkan hak seluruh ummat manusia. Dengan
adanya materi syariah ini, maka tatanan sistem dunia akan teratur dan
sempurna.
Disamping mengandung dan mencakup kemaslahatan sosialdan moral,
maka materi dakwah dalam bidang syariah ini dimaksudkan untuk
memberikan gambaran yang benar, pandangan yang jernih dan kejadian
secara cermat terhadap hujjah atau dalil-dalil dalam melihat setiap
35
M. Munir, wahyu ilaihi, Manajemen Dakwah, h.25-26. 36
Ismail R. Al-Faruqi, Menjelajah Atlas Dunia Islam, (Bandung: 2000), h.305.
21
persoalan pembaruan, sehingga ummat tidak terperosok ke dalam
kejelekan, karena yang diinginkan dalam dakwah adalah kebaikan.
Kesalahan dalam meletakkan posisi yang benar dan seimbang di antara
beban syariat sebagaimana yang telah ditetapkan oleh islam, maka akan
menimbulkan suatu yang membahayakan terhadap agama dan
kehidupan.
Syariah islam mengembangkan hukum bersifat komprehensif yang
meliputi segenap kehidupan manusia. Kelengkapan ini mengalir dari
konsepsi islam tentang kehidupan manusia yang diciptakan untuk
memenuhi ketentuan yang membentuk kehendak Ilahi. Materi dakwah
yang menyajikan unsur syariat harus dapat menggambarkan atau
memberikan informasi yang jelas dibidang hukum dalam bentuk status
hukum yang bersifat wajib, mubah (boleh), dianjurkan (mandub), makruh,
(dianjurkan supaya tidak dilakukan ), dan haram (dilarang).
3. Masalah Muamalah
Islam merupakan agama yang menekankan urusan mu’amalah lebih
besar porsinya daripada urusan ibadah. Islam lebih banyak
memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada aspek kehidupan ritual.
Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi ini masjid, tempat
mengabdi kepada Allah, Ibadah dalam mu’amalah di sini diartikan sebagai
ibadah yang mencakup hubungan dengan Allah dalam rangka mengabdi
kepada Allah SWT. Cakupan aspek mu’amalah jauh lebih luas daripada
ibadah. Statement inidapat dipahami dengan alasan :
a) Dalam Al-Qur’an dan al-Hadis mencakup proporsi terbesar
sumberhukum yang berkaitan dengan mu’amalah.
22
b) Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih
besar daripada ibadah yang bersifat perorangan. Jika urusan ibadah
dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan
tertentu, maka kafarat-nya (tebusannya) adalah melakukan sesuatu
yang berhubungan dengan mu’amalah. Sebaliknya, jika orang tidak
baik dalam urusan mu’amalah, maka urusan ibadah tidak dapat
menutupinya.
c) Melalukan amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapatkan
ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah
4. Masalah Akhlak
Secara etimologis kata Akhlaq berasala dari bahasa Arab, jamak dari
“khuluqun” yang berarti budi pekerti, perangai, dan tingkah laku atau
tabiat, kalimat-kalimat tersebut memiliki segi-segi persamaan dengan
perkataan “khalqun” yang berarti kejadian, serta erat hubungannya
dengan khaliqyang berarti pencipta dan “makhluq” yang berarti yang
diciptakan.
Sedangkan secara terminologi, pembahasan akhlak berkaitan dengan
masalah tabiat atau kondisi temperatur batin yang m,empengaruhi
perilaku manusia. Ilmu akhlak bagi Al- Farabi, tidak lain dari bahasan
tentang keutamaan-keutamaan yang dapat menyampaikan manusia
kepada tujuan hidupnya yang tertinggi, yaitu kebahagian, dan tentang
berbagai kejahatan atau kekurangan yang dapat merintangi usaha
pencapaian tujuan tersebut.37
Kebahagiaan dapat dicapai melalu upaya terus menerus dalam
mengamalkan perbuatan terpuji berdasarkan kesadaran dan kemauan,
37
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,2002), h.190.
23
siapa yang mendambakan kebahagiaan, maka ia harus berusaha secara
terus menerus menumbuhkan sifat-sifgat baik yang terdapat dalam jiwa
secara potensial, dan dengan demikian, sifat-sifat itu akan tumbuh dan
berurat berakar secara akrual dalam jiwa, selanjutnya Al-Farabi
berpendapat bahwa latihan adalah unsur yang penting untuk memperoleh
akhlak yang terpuji atau tercela, dan dengan latihan secara terus menerus
terwujudlah kebiasaan.
Berdasarkan pengertian ini maka ajaran akhlak dalam islam pada
dasarnya meliputi kualitas perbuatan manusia yang merupakan ekspresi
dari kondisi kejiwaannya. Akhlak dalam islam bukanlah norma ideal yang
tidak dapat diimplementasikan, dan bukan pula sekumpulan etika yang
terlepas dari kebaikan norma sejati. Dengan demikian yang menjadi
materi akhlak dalam islam adalah mengenai sifat dan kriteria perbuatan
manusia serta berbagai kewajiban yang harus dipenuhinya. Karena
semua manusia harus mempertanggung jawabkan setiap perbuatannya,
maka islam mengajarkan kriteria perbuatan dan kewajiban yang
mendatangkan kebahagiaan, bukan siksaan. Bertolak dari prinsip
perbuatan manusia ini maka materi akhlak membahas tentang norma
luhur yang menjaadi jiwa dari perbuatan manusia sesuai dengan jenis
sasarannya.38
d. Wasilah (Media) Dakwah
Wasilah (media) dakwah adalah alat yang digunakan untuk
menmyampaikan materi dakwah (ajaran islam) kepada mad’u. Untuk
menyampaikan ajaran islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan
38
Affandi Muchtar, Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,2002), h.326.
24
berbagai washilah. Hamzah Yakub membagi wasilah dakwah menjadi lima
macam yaitu: lisan, tulisan, lukisan, audiovisual, dan akhlak.
1. Lisan adalah media dakwah yang paling sederhana yangt
menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan media ini dapat berupa
pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan, dan sebagainya.
2. Tulisan adalah media dakwah melalui tulisan, buku, majalah, surat
kabar, surat menyurat (korespondensi), spanduk, dan sebagainya.
3. Lukisan adalah media dakwah melalui gambar, karikatur, dan
sebagainya.
4. Audiovisual adalah media dakwah yang dapat merangsang indra
pendengaran, penglihatan atau kedua-duanya, seperti televisi, film
slide, OHP, Internet, dan sebagainya.
5. Akhlak yaitu media dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang
mencerminkan ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan
didengarkan oleh mad’u.
e. Thariqah (Metode) Dakwah
Dari segi bahasa metode bersala dari dua kata yaitu “meta” (melalui)
dan “hodos” (jalan,cara).39 Dengan demikian dapat diartikan metode
adalah cara atau jalan yang dilalu iuntuk mencapai suatau tujuan.
Kata metode telah menjadi bahas Indonesia yang memiliki pengertian “
suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas
untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana sistem, tata
pikir manusia”.40sedangkan dalam metodologi pengajaran ajaran isalm
39
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (cet. 1; Jakarta: Bumi Aksara 1991), h. 61 40
M. Syafaat Habib, Buku Pedoman Dakwah, (Cet. I; Jakarta: Wijaya, 1992), h.160.
25
disebutkan bahwa metode adalah “suatu cara yang sistematis dan umum
terutama dalam mencari kebenaran ilmiah”.41 Dalam kaitannya dengan
pengajaran ajaran isalam, maka pembahasan selalu berkaitan dengan
hakikat penyampaian materi kepada peserta didik agar dapat diterima dan
dicerna dengan baik.
Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk
menyampaikan ajaran materi dakwah Islam, dalam penyampaian suatu
pesan dakwah, metode sangat penting peranannya, karena suatu pesan
walaupun baik, tetapi disampaikan dengan metode yang tidak benar,
maka pesan itu bisa ditolak oleh si penerima pesan. Ketika membahas
tentang metode dakwah, maka pada umumnya merujuk pada surat an-
Nahl: 125 yaitu;
äí ÷Š $# 4’n<Î)È≅‹Î6 y™y7 În/u‘ Ïπyϑõ3Ïtø: $$ Î/Ïπsà Ïãöθ yϑø9 $#uρÏπuΖ|¡ptø: $#(Ο ßγ ø9 ω≈ y_ uρ ÉL©9 $$ Î/}‘Ïδ ß|¡ ôm r& 4¨βÎ)y7 −/u‘uθèδ ÞΟ n=ôãr&yϑÎ/̈≅ |ÊtãÏ& Î#‹Î6 y™(uθ èδ uρÞΟn=ôãr& tωtGôγ ßϑø9 $$ Î/∩⊇⊄∈∪
Terjemahnya:
“serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yuang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yangg sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.42
Dalam ayat ini, metode dakwah ada tiga, yaitu bi al-hikmah, mau’izatul
hasanah, dan mujadalah billati hiya ahsan. Secara garis besar ada tiga
pokok metode (thariqah) dakwah yaitu:
41
Soeleman Yusuf, Slamet Soesanto, Pengantar Pendidikan Sosial, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h. 38.
42Depatemen Agama RI,Al-Quran dan Terjemahannya, (Semarang: PT Karya Toha
Putra Semarang, 2002), h.281.
26
1. Bi al-Hikmah, yaitu berdakwah dengn memerhatikan situasi dan kondisi
sasaran dakwahdengan menitikberatkan pada kemampuan meraka,
sehingga dalam menjalakan ajaran-ajaran islam selanjutnya, mereka
tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.
2. Mau’izatul Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-
nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran islam dengan rasa kasih
sayng, sehingga nasihat dan ajaran islam yang disampaikan itu dapat
menyentuh hati mereka.
3. Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar
pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan
tidak memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan pada komunitas
yang menjadi sasaran dakwah.
f. Atsar (Efek) Dakwah
dampak setiap aktivitas dakwah pasti akan menimbulkan reaksi.
Artinya, jik dakwah telah dilkukan oleh seorang da’i dengan materi
dakwah, wasilah, dan thariqah tertentu, maka akan timbul respond an efek
(atsar) pada mad’u (penerima sakwah).
Atsar (efek) sering disebut dengan feed back (umpan balik) dari proses
dakwah ini sering dilupakan atau tidak banyak menjadi perhatian para da’i.
Kebanyakan mereka menganggap bahwa setelah dakwah disampaikan,
maka selesailah dakwah.Padahal atsar sangat besar artinya dalam
penentuan langkah-langkah dakah berikutnya. Tanpa menganalisis atsar
dakwah, maka kemungkinan kesalahan strategi yang sangat merugikan
pencapaian tujuan dakwah akan terulang kembali. Sebaliknya, dengan
menganalisis atsar dakwah secar cermat dan tepat, maka kesalahan
27
strategi dakwah akan segera diketahui untuk diadakan penyempurnaan
pada langkah-langkah berikutnya (corrective action). Demikian juga
strategi dakwah termasuk di dalam penentuan unsur-unsur dakwah yang
dianggap baik dapat ditingkatkan.
Evaluasi dan koreksi terhadap atsar dakwah harus dilaksanakan secara
radikal dan komprehensif, artinya tidak secara parsial atau setengah-
setengah.Seluruh komponen-komponen sistem (unsur-unsur) dakwah
harus dievaluasi secara komprehensif.Pada da’i harus memiliki jiwa
terbuka untuk melakukan pembaruan dan pembaruan dan perubahan, di
samping bekerja dengan menggunakan ilmu. Jika proses evaluasi ini telah
menghasilkan beberapa konklusi dan keputusan, maka segera diikuti
dengan tindakan korektif (corrective action). Jika proses ini dapat
terlaksana dengan baik, maka terciptalah suatu mekanisme perjuangan
dalam bidang dakwah. Dalam bahasa agama, inilah sesungguhnya yang
disebut dengan ikhtiar insani.
3. Tujuan Dakwah
Mengenai tujuan dari dakwah Islam para pakar dan penulis Islam
tentang dakwah masing-masing mengemukakan dan menjabarkan secara
berbeda-beda. Kendatipun demikian, secara esensial mempunyai tujuan
yang sama, yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari yang
mungkar. Dalam arti yang lebih luas bahwa dakwah bertujuan untuk
melakukan perubahan kondisi yang lebih baik agar manusia memperoleh
kebahagiaan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat.
Tujuan dilaksanakannya dakwah adalah mengajak umat manusia
kejalan Allah subhanahu wata’ala, jalan yang benar, yaitu Islam disamping
itu, dakwah bertujuan untuk mempengaruhi cara berfikir manusia, secara
28
merasa, cara bersikap dan bertindak agar manusia bertindak sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam.43 Sehubungan dengan hal tersebut, H.M.
Arifin mengemukakan bahwa tujuan dakwah adalah untuk menumbuhkan
pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang
dibawakan oleh para dai atau penerang agama.44 Berbeda dengan Wahdi
Bachtiar bahwa tujuan dakwah adalah mencapai masyarakat yang adil
dan makmur serta mendapat ridha Allah Subhanahu wata’ala.45 Tujuan
dakwah juga adalah mengubah pandangan hidup seseorang, dari
perubahan pandangan hidup ini akan berubah pula pada fikir dan pola
sikap. Allah Subhanahu wata’ala berfirman dalam QS. al-Anfal/8 : 24
$ pκš‰r' ¯≈ tƒ zƒ Ï%©!$# (#θ ãΖtΒ#u(#θ ç7ŠÉftGó™$# ¬!ÉΑθ ß™§�=Ï9 uρ#sŒ Î)öΝä.$ tãyŠ$yϑÏ9 öΝà6‹ÍŠøtä†((# þθ ßϑn=ôã$#uρāχ r&©!$# ãΑθ çts†š÷ t/Ï ö�yϑø9 $#ϵ Î7ù=s%uρÿ…çµ ¯Ρr& uρϵøŠs9 Î)šχρç�|³øtéB∩⊄⊆∪
Terjemahnya :
“Hai orang-orang yang beriman! penuhilah seruan Allah dan rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu46 dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”.47
Berdasarkan ayat tersebut, tegaslah bahwa yang menjadi inti semua
dakwah adalah menyadarkan manusia akan arti yang sebenarya dari
43Rofiuddin dan Maman Abdul Djalil, Prinsip Dan Strategi Dakwah, (
Bandung:Pustaka Setia, 1997), h. 32.
44M. Arifin, Psikologi Da’wah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta:Bumi Aksara,
1994) h. 25.
45Wahdi Bahtiar, Metodologi Penelitian Da’wah, (Cet. I:Jakarta:Logos Wacana
Ilmu, 1997), h. 3.
46Menyerumu berperang untuk meninggikan kalimat Allah dan menghidupkan
Islam dan Muslim. Juga berarti menyerumu kepada iman, petunjuk, jihad, dan segalah yang ada hubungannya dengan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
47Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 179.
29
hidup ini. Bukanlah hidup ini hanya semata-mata untuk makan dan buat
minum, yang hanya makan dan minum hanyalah binatang.48
Dari beberapa penjelasan tentang tujuan da’wah di atas, Asmuni
Syukri membagi tujuan da’wah kepada dua bentuk, yaitu :
1. Tujuan Umum (Mayor Obyektive), yaitu mengajak seluruh umat
manusia yang meliputi orang mukmin, kafir, musyrik, fasik dan lain-lain
ke jalan yang benar yang diridhoi oleh Allah Subhanahu wata’ala. agar
dapat hidup sejahtera di dunia dan akhirat.
2. Tujuan Khusus (Minor obyetive), yaitu merupakan penjabaran
perincian dari tujuan umum dakwah. Tujuan ini dimaksudkan agar
dalam pelaksanaan seluruh aktivitas da’wah dapat jelas diketahui ke
mana arahnya, ataupun kegiatan apa yang hendak dikerjakan, kepada
siapa berda’wah dengan cara bagaimana dan sebagainya secara
terperinci.49
4. Dasar Hukum Dakwah
Para ulama sepakat tentang kewajiban berdakwah. Diantara ayat-
ayat dakwah yang menyatakan kewajiban dakwah yang menyatakan
kewajiban dakwah secara tegas adalah, surat Ali Imran ayat 104, dan
surat Al-Maidah ayat 78 dan 79.
1. Surat an-Nahl ayat 125
äí ÷Š $# 4’n<Î)È≅‹Î6 y™y7 În/u‘ Ïπyϑõ3Ïtø: $$ Î/Ïπsà Ïãöθ yϑø9 $#uρÏπuΖ|¡ptø: $#(Ο ßγ ø9 ω≈ y_ uρ ÉL©9 $$ Î/}‘Ïδ ß|¡ ôm r& 4¨βÎ)y7 −/u‘uθèδ ÞΟ n=ôãr&yϑÎ/̈≅ |ÊtãÏ& Î#‹Î6 y™(uθ èδ uρÞΟn=ôãr& tωtGôγ ßϑø9 $$ Î/∩⊇⊄∈∪
48
Mahfudh Syamsul Hadi dan kawan-kawan, Rahasia Keberhasilan Dakwah
K.H.Zainuddin m.z, (Surabaya:Ampel Suci, 1994), h. 133.
49Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategis Da’wah (Surabaya :Al-Ikhlas), h. 60.
30
Terjemahnya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah50 dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu. Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.51
2. Surat Ali Imran ayat 104
ä3tF ø9 uρöΝä3ΨÏiΒ ×π ¨Βé& tβθããô‰tƒ’ n<Î)Î�ö� sƒø: $#tβρã� ãΒù' tƒ uρÅ∃ρã�÷èpR ùQ $$ Î/tβöθ yγ ÷Ζtƒ uρÇ tãÌ�s3Ψßϑø9 $#4y7 Í× ¯≈ s9 'ρé& uρãΝèδšχθßs Î=ø"ßϑø9 $#∩⊇⊃⊆∪
Terjemahnya:
“Dan hendaklah di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar; dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.52
3. Surat Al-Maidah ayat 78.
š∅Ïè ä9 tÏ%©!$# (#ρã� x"Ÿ2. ÏΒû_Í_ t/Ÿ≅ƒÏℜ u�ó Î)4’ n? tãÈβ$|¡ Ï9 yŠ…ãρ#yŠ |¤ŠÏãuρÇ ö/$#zΟtƒ ö� tΒ 4y7Ï9≡ sŒ$yϑÎ/(#θ |Á tã(#θ çΡ% Ÿ2̈ρšχρ߉tF ÷ètƒ∩∠∇∪
Terjemahnya:
“orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melaului lisan (ucapan) Dawud dan ‘Isa putera Maryam. Yang demikian itu, karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas”.53
4. Surat Al-Maidah ayat 79.
(#θ çΡ$ Ÿ2Ÿωšχ öθ yδ$uΖoKtƒ tã9� x6Ψ•Β çνθ è=yèsù4š[ø⁄Î6 s9$ tΒ (#θçΡ$ Ÿ2šχθ è=yè ø"tƒ∩∠∪
Terjemahnya:
“mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat.”54
50
Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil.
51Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 281.
52Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 63.
53Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 121.
54Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 121.
31
Ayat-ayat di atas secara tegas memerintahkan kita untuk
melaksanakan dakwah Islam. Perintah tersebut ditujukan dalam bentuk
kata perintah dan kecaman bagi yang meninggalkan dakwah. Kata
perintah ( fi’il amr ) disebut dalam surat an-Nahl ayat 125 dengan kata
“serulah” ( ادع ) sedangkan dalam surat Ali Imran ayat 104 kata
perintahnya berupa “dan hendaklah ada diantara kamu sekelompok orang
yang menyeru......” ( نQRSو ). Perintah yang pertama lebih tegas dari pada
perintah yang kedua. Perintah pertama menghadapi subjek hukum yang
hadir, sedangkan subjek hukum dalam perintah kedua tidak hadir. Selain
itu, pesan dari perintah pertama lebih jelas, yakni “berdakwalah”,
sedangkan pesan dari perintah kedua hanya “hendaklah ada sekelompok
orang yang berdakwah”.
Dalam surah Al-Maidah ayat 78-79 tersebut mengecam dengan keras
Bani Israil yang meninggalkan dakwah. Mereka tidak memiliki kepedulian
sama sekali kepada aktivitas dakwah. “Mereka tidak melarang
kemungkaran” perintah ini juga tidak lebih tegas dibanding kedua ayat
tersebut. Surat Al-Maidah ayat 78-79 tersebut hanya menampilkan contoh
nyata dari ummat terdahulu yang disiksa karena mengabaikan perintah
mencegah kemungkaran. Meskipun kecaman tidak ditujukan kepada
ummat Nabi Sallallahu a’lai wasallam tetapi ia berlaku kepada ummat
Nabi Sallallahu a’laihi wasallam karena ummat terdahulu masih berlaku
selama belum diganti.55
Akan tetapi ulama berbeda pendapat dalam masalah apakah hukum
dakwah fardu kifayah atau fardu a’in ulama yang berpendapat bahwa
55
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Cet. 5, Jakarta:Kencana, 2004), h. 145-147.
32
hukum dakwah adalah fardhu kifayah. Pendapat ini berdasarkan QS. Ali
Imran/3: 104:
ä3tF ø9 uρöΝä3ΨÏiΒ ×π ¨Βé& tβθããô‰tƒ’ n<Î)Î�ö� sƒø: $#tβρã� ãΒù' tƒ uρÅ∃ρã�÷èpR ùQ $$ Î/tβöθ yγ ÷Ζtƒ uρÇ tãÌ�s3Ψßϑø9 $#4y7 Í× ¯≈ s9 'ρé& uρãΝèδšχθßs Î=ø"ßϑø9 $#∩⊇⊃⊆∪
Terjemahnya:
“Dan hendaklah di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.56
Ayat ini dipahami menekankan kata”minkum” yang berarti sebagian,
sehingga tidak semua atau setiap orang Islam memikul tanggung jawab
berdakwah. Pendapat ini diperkuat dengan ayat lain, yaitu QS. Attaubah/9
: 122 :
*$ tΒ uρšχ%x.tβθ ãΖÏΒ ÷σßϑø9 $# (#ρã� Ï"ΨuŠÏ9 Zπ©ù!$ Ÿ24Ÿω öθ n=sùt� x"tΡ ÏΒ Èe≅ä.7πs%ö� ÏùöΝåκ÷]ÏiΒ ×π x"Í←!$ sÛ(#θ ßγ ¤)x"tGuŠÏj9’Îû ǃÏe$!$# (#ρâ‘ É‹ΨãŠÏ9 uρóΟßγ tΒ öθ s%#sŒ Î)(# þθ ãèy_ u‘ öΝÍκö� s9 Î)óΟßγ ¯=yès9 šχρâ‘x‹øts†∩⊇⊄⊄∪
Terjemahnya:
“Dan idak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya”.57
Kedua ayat tersebut memberinkan pengertian bahwa dakwah berarti
menjadi tanggung jawab orang saja, tidak perlu semua ummat Islam
berdakwah. Dakwah dalam konteks ini adalah sebagaimana digambarkan
memberikan peringatan kepada kaum menyangkut penjagaan diri ( dari
dosa ).58
56
Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 63.
57Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h.206.
58Rafiuddin dan Maman Abdul Djalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, h. 27-28 .
33
Adapun ulama yang berpendapat hukum dakwah adalah fardu a’in,
yakni berdakwah merupakan kewjiban setiap muslim sesuai kadar
kemampuan masing-masing. Pendapat ini berdasarkan dalil dalam al-
Qura’an, seperti dalam QS. an-Nahl/16 : 125 :
äí ÷Š $# 4’n<Î)È≅‹Î6 y™y7 În/u‘ Ïπyϑõ3Ïtø: $$ Î/Ïπsà Ïãöθ yϑø9 $#uρÏπuΖ|¡ptø: $#(Ο ßγ ø9 ω≈ y_ uρ ÉL©9 $$ Î/}‘Ïδ ß|¡ ôm r& 4¨βÎ)y7 −/u‘uθèδ ÞΟ n=ôãr&yϑÎ/̈≅ |ÊtãÏ& Î#‹Î6 y™(uθ èδ uρÞΟn=ôãr& tωtGôγ ßϑø9 $$ Î/∩⊇⊄∈∪
Terjemahnya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah59 dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu. Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.60
Ayat ini dipahami memerintahkan kepada nabi dan ummatnya untuk
mengajak manusia kejalan Allah subhanahu wata’ala dengan berbagai
jalan yang bisa ditempuh. Dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 71
ditegaskan:
$ tΒ tβ%x.t Ï.Î�ô³ßϑù=Ï9βr&(#ρã� ßϑ÷ètƒ y‰Éf≈ |¡tΒ«! $#zƒÏ‰Îγ≈ x© #’n? tãΝÎγ Å¡ à"Ρr&Ì� ø"ä3ø9 $$ Î/4y7Í× ¯≈ s9 'ρé&ôM sÜ Î7ym óΟßγ è=≈ yϑôãr&’Îû uρÍ‘$ ¨Ζ9 $# öΝèδšχρà$Î#≈ yz∩⊇∠∪
Terjemahnya:
“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka”.61
Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa dakwah harus dilakukan oleh
setiap orang mukmin dan sevara kolektif ( saling bahu membahu ). Ummat
Islam harus melakukan kebaikan secara bahu membahu, saling tolong
59
Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil.
60Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 281
61
34
menolong, dan saling membantu antara yang satu denga lainnya. Karena,
orang munafikpun melakukan kemungkaran juga secara bahu membahu,
sebagaimana ditegaskan dalam QS. at-Taubah/9 : 67 :
tβθ à)Ï"≈ uΖßϑø9 $# àM≈s)Ï"≈ oΨßϑø9 $#uρΟßγ àÒ ÷èt/.ÏiΒ <Ù ÷èt/4šχρã� ãΒ ù' tƒÌ� x6Ζßϑø9 $$ Î/šχöθ pκ÷]tƒ uρÇ tãÅ∃ρã� ÷èyϑø9 $# šχθàÒ Î6 ø)tƒ uρöΝåκu‰Ï‰÷ƒ r& 4(#θ Ý¡nΣ©! $# öΝåκu� Å¡t⊥ sù3āχ Î)tÉ)Ï"≈ oΨßϑø9 $# ãΝèδ šχθà)Å¡≈x"ø9 $#∩∉∠∪
Terjemahnya:
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu denga yang lain adalah (sama), mereka menyuruh (berbuat) yang mungkar dan mencegah (perbuatan) yang ma’ruf dan mereka menggemgamkan tangannya (kikir). Mereka telah melupakan kepada Allah, maka Allah melupakan mereka (pula). Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang fasik”.62
Dengan adanya dakwah merupakan kewajiban setiap muslim, berarti
dakwah merupakan tanggung jawab bersama, bukan tanggung jawab
sebagian orang atau sekelompok orang. Hal ini akan membuat aktivitas
dakwah dapat berjalan dengan baik dan lancar.63 Di ayat yang lain juga
ditegaskan seperti dalam QS. at-Tahrim/66 : 6 :
$ pκš‰r' ¯≈ tƒ tÏ% ©!$# (#θ ãΖtΒ#u(# þθ è%ö/ ä3|¡ à"Ρr& ö/ ä3‹Î=÷δ r& uρ# Y‘$tΡ$ yδ ߊθ è%uρâ¨$ ¨Ζ9 $# äοu‘$ yfÏtø: $#uρ$ pκö� n=tæîπ s3Í× ¯≈ n=tΒ ÔâŸξ Ïî׊# y‰Ï© āωtβθÝÁ ÷ètƒ ©!$# !$ tΒ öΝèδ t� tΒr& tβθ è=yè ø"tƒ uρ$ tΒtβρâ÷s∆ ÷σãƒ∩∉∪
Terjemahnya: “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.64
5. Prinsip-Prinsip Dakwah
62
Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 197.
63Rafiuddin dan Maman Abdul Djalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, h. 27-28.;di
dalam Ropingi el Ishaq, PengantarIlmu Dakwah, h. 27-29.
64Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 560.
35
Dakwah adalah usaha meyakinkan kebenaran kepada orang lain. Bagi
orang yang didakwahi, pesan dakwah yang tidak dipahami tak lebih
maknanya dari bunyia-bunyian. Jika dakwahnya berupa informasi maka ia
dapat memperoleh pengertian, tetapi jika seruan dakwahnya merupakan
panggilan jiwa, maka ia harus keluar dari jiwa juga. Penjahat yang
berkhutbah tentang kebaikan, maka pesan kebaikan itu tak akan pernah
masuk kedalam jiwa pendengarnya. Berbeda dengan aktor yang ukuran
keberhasilannya jika berhasil berperan sebagai orang lain, maka seorang
da’i harus berperan sebagai dirinya. Seorang da’i harus terlebih dahulu
menjalankan petunjuk agama sebelum memberi petunjuk kepada orang
lain. Ia harus seperti minyak wangi, mengharumkan orang lain tapi dirinya
memang lebih harum, atau seperti api, bisa memanaskan besi, tetapi
dirinya memang lebih panas. Oleh karena itu, untuk menjadikan dakwah
itu efektif, masyarakat dakwah khususnya para da’i harus memahami
prinsip-prinsip dakwah sebagai berikut:65
1. Berdakwah itu harus dimulai kepada diri sendiri (ibda’ binafsik) dan
kemudian menjadikan keluarganya sebagai contoh bagi masyarakat, di
dalam QS.at-Tahrim/66 : 6 :
$ pκš‰r' ¯≈ tƒ tÏ% ©!$# (#θ ãΖtΒ#u(# þθ è%ö/ ä3|¡ à"Ρr& ö/ ä3‹Î=÷δ r& uρ# Y‘$tΡ$ yδ ߊθ è%uρâ¨$ ¨Ζ9 $# äοu‘$ yfÏtø: $#uρ$ pκö� n=tæîπ s3Í× ¯≈ n=tΒ ÔâŸξ Ïî׊# y‰Ï©āωtβθ ÝÁ ÷ètƒ©! $# !$ tΒ öΝèδ t�tΒ r& tβθè=yè ø"tƒ uρ$ tΒ tβρâ÷s∆ ÷σãƒ∩∉∪
Terjemahnya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia
65
Faizah, Lalu Muchsin Effendi, pengantar, Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah,
(Cet. 2, Jakarta:kencana), h. x-xii.
36
perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.66
2. Secara mental, da’i harus siap menjadi pewaris para nabi, yakni
mewarisi perjuangan yang berisiko, al‘ulama waratsatul anbiya’. Semua
nabi harus juga mengalami kesulitan ketika berdakwah kepada
kaumnya meski sudah dilengkapi dengan mu’jizat.
3. Da’i harus menyadari baha masyarakat membutuhkan waktu untuk
dapat memahami pesan dakwah, oleh karena itu dakwah pun harus
memerhatikan tahapan-tahapan, sebagaiman dulu Nabi Muhammad
harus melalui tahapan periode Mekkah dan periode Madinah.
4. Da’i juga harus menyelami alam pikiran masyarakat sehingga
kebenaran Islam bisa disampaikan dengan menggunakan logika
masyarakat
5. Dalam menghadapi kesulitan da’i harus bersabar, jangan bersedih atas
kekafiran masyarakat dan jangan sesak nafas terhadap tipu daya
mereka (QS. an-Nahl: 127)
÷�É9 ô¹$#uρ$ tΒ uρx8ç�ö9 |¹āω Î)«!$$ Î/4Ÿωuρ÷βt“ øtrBóΟ Îγ øŠn=tæŸωuρÛ�s?’ Îû 9,øŠ|Ê$ £ϑÏiΒ šχρã� à6ôϑtƒ∩⊇⊄∠∪
Terjemahnya:
“Bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah dan janganlah engkau bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan”.67
karena sudah menjadi sunnahtullah bahwa setiap pembawa
kebenaran pasti akan dilawan oleh orang kafir, bahkan setiap Nabipun
harus mengalami diusir oleh kaumnya. Seorang da’i hanya bisa
66
Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 560.
67Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 281.
37
mengajak, sedangkan yang memberi petunjuk dalah Allah subhanahu
wata’ala.
Citra positif dakwah akan sangat melancarkan komunikasi dakwah,
sebaliknya citra buruk akan membuat semua aktivitas dakwah menjadi
kontraproduktif. Citra positif bisa dibangun dengan kesungguhan dan
konsistensi dalam waktu lama, tetapi citra buruk dapat terbangun
terbangun seketika hanya satu kesalahan fatal. Dalam hal ini,
keberhasilan membangun komunitas Islam, meski kecil akan sangat
efektif untuk dakwah.
6. Da’i harus memerhatikan tertib urutan pusat perhatian dakwah, yaitu
prioritas pertama berdakwah sehubungan dengan hal-hal yang bersifat
unversal, yakni al khair (kebajikan), yad’una ila al-khair, baru kepada
amr ma’ruf dan kemudian nahi munkar (QS. 3: 104)
ä3tF ø9 uρöΝä3ΨÏiΒ ×π ¨Βé& tβθããô‰tƒ’ n<Î)Î�ö� sƒø: $#tβρã� ãΒù' tƒ uρÅ∃ρã�÷èpR ùQ $$ Î/tβöθ yγ ÷Ζtƒ uρÇ tãÌ�s3Ψßϑø9 $#4y7 Í× ¯≈ s9 'ρé& uρãΝèδšχθßs Î=ø"ßϑø9 $#∩⊇⊃⊆∪
Terjemahnya:
“Dan hendaklah di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.68
Al-khair adalah kebaikan universal yang datangnya secara normatif
dari Tuhan, seperti keadilan dan kejujuran, sedangkan al-ma’ruf adalah
sesuatu yang secara “sosial” dipandang sebagai kepantasan. Sangat
tidak produktif berdakwah dengan ramai-ramai membakar tempat
maksiat (nahi munkar), tetapi mereka sendiri tidak adil dan tidak jujur.
68
Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemahnya , h. 64.
38
C. Pengertian dan Asal-usul Terbentuknya Minoritas Muslim
I. Pengertian Minoritas Muslim
Istilah “minoritas” didefinisikan sebagai bagian dari penduduk yang
beberapa cirinya tak sama dan sering mendapat perlakuan berbeda. Kata
kunci dari definisi ini adalah adanya cirri-ciri dan perlakuan berbeda.Cirri-
ciri yang berbeda itu dapat berbentuk fisik seperti warna kulit69dan
bahasa70. Istilh muslim dalam kajian muslim minoritas dipergunakan untuk
menunjukkan semua orang yang mengakui bahwa Muhammad SAW putra
Abdullah adalah utusan Allah yang terakhir dan mengakui bahwa
ajarannya benar tanpa memandang seberapa jauh mereka tahu tentang
ajarannya, atau seberapa jauh mereka dapat hidup sesuai ajaran tersebut.
Pengakuan ini dengan sendirinya menimbulkan perasaan identitas
dengan semua orang yang memiliki keyakinan sama. Dengan demikian
minoritas muslim adalah bagian penduduk yang berbeda dari penduduk
lainnya karena aggota-anggotanya mengakui bahwa Muhammad putra
Abdullah menadi utusan Allah yang terakhir dan meyakini ajarannya
adalah benar dan yang sering mendapat perlakuanberbeda dari orang-
orang yang tidak mempunyai keyakinan seperti itu.
Minoritas (minority) yang dalam kamus inggris didefinisikan sebagai “a
group of people of the same race,culture, or religion who live in a place
where most of the people around them are of different race, culture, or
69
Misalnya perlakuan berbeda yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap warga kulit hitam sehingga muncul minoritas kulit hitam, lihat M. Ali Kettani, Minoritas
Muslim di Dunia Dewasa Ini, terj. Zarkowi Soejoeti, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005),h.1-2
70 Misalnya nasionalisme yang terilhami oleh bangsa Eropa mulai bersaing dengan
kesetiaan Muslim terhadap identitas Islam maka minoritas bahasa mulai muncul yang akhirnya membawa kepada perpecahan Negara Usman Muslim.
39
religion”71masih kurang aplikatif ketika harus diterapkan pada negara multi
ras, multi etnis, dan multi agama, dengan komposisi lebih dari dua
kelompok minoritas dengan jumlah yang relatif sama. Kesulitan mencari
definisi yang tepat tentang minoritas diakui oleh Jamal al-Din ‘Athiyyah
Muhammad, yang kemudian memberikan karakter-karakter minoritas
sebagai batasan definisinya. Menurutnya, suatau kelompok disebut
minoritas apabila:
a. Dari sisi jumlah memang lebih sedikit dari keseluruhan penduduk yang
mayoritas.
b. Tidak memiliki daya dan kekuasaan sehingga perlu diproteksi hak-hak
dan kewajibannya.
c. Memiliki ciri khas keminoritasannya yang membedakan dari mayoritas,
apakah atas grup, etnis, budaya, bahasa dan agama.72
Ketika kata minoritas ini digandengkan dengan muslim maka yang
dimaksudkan adalah menjadi kelompok minoritas yang disatukan dalam
satu karakter keberagamaan yang sama, yakni islam.73
Salah Sultan, seorang sarjana pemerhati minoritas muslim menyatakan
bahwa terma minoritas muslim tidak hanya dilihat dari sisi jumlah, tetapi
juga dilihat dari hak-hak hukum yang mereka miliki. Menurutnya ada dua
bentuk minoritas muslim:
a. Minoritas atas dasar jumlah jiwa sebagaimana yang ada di Eropa,
Amerika, India dan Cina.
71
Stephen Bullons, collins Build Learner’s Dictionary, (London: Harper Collins Publishers, 1996), h.698.
72Jamal al-din ‘Athiyyah Muhammad. Nahwa Taf’il Maqashid al-Syari’ah, (‘Amman:
Al-Ma’had al-‘Alami li al-Fikr al-Islami,2001), h.7-8. 73
Dr. Ahmad Imam Mawardi ,MA.,Fiqh Minoritas, ( Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2010), h.43.
40
b. Minoritas atas dasar hak-hak hukum. Dalam kasus yang kedua ini
walaupun dalam posisi sebagai mayoritas, kaum muslim mengalami
minoritas, yaknisenantiasa mendapatkan pelecehan dan diskriminasi,
seperti di Kashmir, Chechnya, Uzbekistan, dan Azerbaijan.74
2. Asal-usul Terbentuknya Minoritas Muslim
Asal usul terbentuknya minoritas muslim di berbagai Negara, berbeda-
beda anatara Negara satu dengan yang lain. Menurut M. Ali Kettani ada
tiga bentuk munculnya minoritas Muslim yaitu:
Pertama, suatau komunitas muslim dijadikan tidak efektif oleh
kelompok non-muslim yang menduduki wilayah komunitas muslim,
meskipun ummat isam di wilayah itu secara jumlah tergolong mayoritas.
Dalam rentangan waktu yang lama karena pengaruh penduduk oleh
komunitas non-Muslimtersebut, komunitas muslim yang tadinya secara
jumlah mayoritas, berubah menjadi minoritas karena pengusiran secara
besar-besaran oleh komunitas non-Muslim. Di sisi lain terjadi gelombang
imigrasi non-Muslim secara besar-besaran.
Kedua, ketika pemerintah muslim disuatu Negara tidak berlangsung
cukup lama, atau usaha menyebarkan islam tidak cukup efektif untuk
mengubah muslim menjadi mayoritas dalam jumlah di negeri-negeri yang
mereka kuasai. Berbagai kekuasaan politiknya tumbang dan ummat islam
mendapati dirinya turun status dari mayoritas menjadi minoritas dalam
negerinya sendiri seperti India dan Balkan.
74
Salah Sultan, Methodologi cal Regulations For the Fiqh of Muslim Minorities,
t.k.p., t.t.
41
Ketiga, minoritas muslim terjadi ketika non-Muslim di lingkungan non-
Muslim pindah agama menjadi Muslim. Jika penduduk islam yang baru ini
menyadari akan pentingnya keyakinan isalam mereka dan memberikan
prioritas atas cirri-ciri lain dan mencapai solidaritas sesama karenamereka
memiliki keyakinan yang sama maka terbentuklah suatau minoritas
Muslim baru. Biasanya arus imigran dan muallaf menyatu untuk suatu
minoritas Muslim seperti kasus Srilangka. Di negeri ini ummat islam
merupakan penyatuan antara imigran Arab Selatan dan Muslim muallaf
Srilangka.75
75
M. Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa ini, h.6-7.
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Untuk memudahkan peneliti melakukan penelitian ini maka yang
digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu jenis penelitian yang
berdasarkan keterangan atau penjelasan dari subyek atau responden
yang menjadi sumber data dalam penelitian.Penelitian kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkn data-data deskriptif, berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.76
Pengertian lain juga menyebutkan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu
jenis penelitian yang hasil temuannya, tidak diperoleh melalui posedur
statistik atau bentuk hitungan lainnya.
Jadi penelitian deskriptif kualitatif adalah menggambarkan atau
memaparkan, mengkaji dan menghubungkan data yang diperoleh baik
melalui cara pemahaman terhadap data, dan tulisan guna memperoleh
sebuah kejelasan dari permasalahan yang diteliti, untuk diungkapkan
dalam sebuah penjelasan.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di Desa Gintu Kecamatan Lore
Selatan, Kabupaten Poso, Provensi Sulawesi Tengah.
C. Fokus dan Deskripsi Fokus Penelitian
Yang
menjadifokuspenelitianiniadalahproblematikaataupermasalahandakwah
yang dirasakanparada’idantokoh agama di desaGintuKecamatan Lore
76
Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 2001), h. 3.
42
43
Selatan KabupatenPosodilihatdarisegiobjek, materi, metode, dan media
dakwah yang adadanusaha-usaha yang dilakukanparada’idantokoh
agama di desatersebutdalammengatasiproblematikadakwahnya.
D. Sumber dan Jenis Data
Metode ini peneliti menggunakan sumber data yang berasal dari
informan atau orang yang mengetahui dan dapat memberikan informasi
yang dibutuhkan dalam penelitian ini dan benar-benar paham akan
permasalaan yang ingin diteliti di lapangan.
Adapun yang akan menjadi sumber data atau informandalam
pengumpulan data penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu:
a. Sumber Data Primer/ Informan Primer
InformanPrimeradalahseorang yang dianggap paling
tahuataulebihtahutentangfokuspenelitianini.Sehinggamerekadijadikani
nforman yang utamaatau primer dalammengumpulkan data, adapun
yang menjadiinformanutama yang
dalampenelitianiniadalahparada’idantokoh agama yang mengkordinasi
(menguasai) kegiatandakwah yang ada di desaGintuKecamatan Lore
Selatan KabupatenPoso.
a. Sumber Data Pelengkap / InformanPelengkap
Informanpelengkapadalah orang-orang yang
diharapkandapatmemberikaninformasitentangfokuspenelitiangunamel
engkapiinformasidariinformankunci.
44
E. MetodePengumpulan Dan Analisis Data
1. MetodePengumpulan Data
Metodepengumpulan data adalahcaraatauteknik yang
dipergunakandalammendapatkandanmengumpulkan data
dalampenelitianyaitumetodeobservasi, metode interview
danmetodedokumentasi.
a. Metode Wawancara/ interview
Iterviewatauwawancaraadalahsebuah dialog yang
dilakukanolehpewawancarauntukmemperolehinformasidariwawancara.77M
etode interview dalampengumpulan data
padapenelitianinidilakukankepadainforman primer atauutamayaituparada’i
yang dapatmemberikaninformasitentangfukuspenelitian.Untukmenjaga
agar interview initerarahpadatujuanmakadalammemperoleh data
diperlukaninterwiewbebasterpimpin, dalamartipertanyaan yang
diajukansudahdipersiapkansecaralengkap.
Interview iniditujukankepadaparada’idantokoh agama untukmengetahui
persoalan-persoalanapasaja yang dihadapiparada’i di
desaGintudarisegiobjek, materi, metode, danmediadakwah di
desatersebut.
Sedangkanmetodeinidigunakanuntukdapatmengetahuiusaha-usaha yang
dilakukanolehda’idalammenyelesaikanpersoalandakwahdarisegiobjek,
materi, metodedan media
dakwah.Selainitujugadariinformansekundersebagaipelengkapdanpenjelas.
7777
Lexy J. Moeloeng, MetodologiPenelitianKwalitatif. h.7
45
b. MetodePengamatan/ Observasi
Observasidapatdiartikansebagaipengamatandanpencatatandengansist
ematikterhadapfenomena-fenomena yang diteliti.78Adapunteknikataucara
yang
akandigunakandalampenelitianiniadalahawalnyapenelitimengamatikegiata
ndakwah yang ada di desaGintuKecamatan Lore Selatan KabupatenPoso,
danmembuatcatatan-catatanpadamasalah yang akandiamati.
Metodeinibergunauntukmengetahuisituasidankondisi yang ada.
c. MetodeDokumentasi
Metodedokumentasiadalahmetodepengumpulan data
denganmenyelidikibenda-bendatertulissepertibuku, majalahdokumen,
peraturan-peraturan, notulenrapat,
catatanhariandansebagainya.79Metodeiniuntukmemperolehdataatauinform
asitentangjumlahda’i, saranadanprasarana, sertauntukmengungkapkan
data-data yang telahditentukandalam interview
untukmenghindarikemungkinan-kemungkinanketidaksesuaianinformasi.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang di pilih dan di
gunakan oleh peneliti dalam kegiatan meneliti yakni mengumpulkan data
agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan lebih mudah.
78
Koentjaraningrsat,Metode-metodePenelitianMasyarakat(Cet. XI; Jakarta: Gramedia 1991), h.91.
79SuharsiniArikunto, ProsedurPenelitianSuatuPengentar (Jakarta: BinaAksara
1989), h.91.
46
Adapun wujud dari instrumen penelitian yang digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data-data yaitu:
a. Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap kondisi
di lapangan, berkaitan dengan problematika dakwah dan fakta-fakta
empiris yang dapat diobservasi kaitannya dengan permasalahan
yang diteliti.
b. Interview, melakukan wawancara secara strukur dengan para
responden dan informan dengan dibantu alat- alat tulis dan alat
rekaman (audio HP). Dalam hal ini mewawancarai para da’i, tokoh
agama, dan masyarakat. Agar wawancara terarah, terfokus dan
sesuai dengan tujuan penelitian, maka kegiatan wawancara disertai
dengan pedoman wawancara yang sudah disiapkan.
c. Dokumen, yaitu mempelajari dan menggali data yang ada. Data
yang digali terutama terkait dengan problematika dakwah dan sejarah
terjadinya minoritas muslim.
3. MetodeAnalisis Data
Penelitianinimerupakanpenelitiankualitatif, makatehnikanalisa yang
digunakanadalahdeskriktifkualitatif, yaitusuatupenelitian yang
menghasilkan data deskriptifberupa kata-kata tertulisataulisandari orang-
orang danperilaku yang
dapatdiamati.80Untukmenggambarkansecaratepatsifatataukeadaan,
gejalaindividuataukelompoktertentu.Jadiuntukmenganalisis data
dipergunakananalisa data dandeskriptifkualitatif, yaitu data-data yang
80
Lexi J. Moleong, MetodologiPenelitianKualitatif(Cet. V; Bandung: PT RemajaRosdakarya 1994), h.3
47
berhasildikumpulkan, diklarisifikasikan, didiskripsikan,
diinterpretasikandalambentuk kata-kata.
Langkah-langkahanalisa data dalampenelitianiniadalah data-data yang
berhasildikumpulkandiklarifikasikan, kemudian data dideskripsikan,
yaitupenelitimenjabarkanhasilobserfasi, wawancara,
dandokumentasidenganbahasadanredaksidalambentuktulisan.Selanjutnya
penelitimengiterpretasikannyayaitumenafsirkan data-data yang
telahterkumpulsesuaidenganbahasapenelitiberdasarkan data yang
penulisperoleh dari fokus yang diteliti.
48
BAB IV
DATA DAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Gintu
1. Sejarah Desa Gintu
Desa Gintu terletak di kecamatan Lore Selatan Kabupaten Poso
Sulawesi Tengah, Pemukiman ini berada di lembah Bada. Bagi orang-
orang yang tinggal di lembah Bada dikenal sebagai masyarakat adat poto
tobada tampo bada, tak ada satupun alasan yang jelas yang didapati
tetapi dari analisa historis dikehidupan masyarakat adat desa gintu,
menurut cerita orang terdahulu asal-usul mereka dari wilayah rampi atau
desa rampi Sulawesi selatan. Nenek moyang mereka datang dan berburu
ke wilayah lembah bada dan pada saat itu mereka melihat kesuburan
lahan atau tanah yang masi kosong dan pada akhirnya mereka langsung
pulang ke rampi untuk menjemput anak dan istri serta keluarga dan pada
saat itu mereka mendatangi lembah bada beserta rombongan dan di
sanalah mereka bercocok tanam serta tinggal atau mendiami tempat
tersebut.
Suku bada pada masa lalu menganut aliran kepercayaan animisme
dan hidup dengan cara-cara tradisional dan primitif. Pada masa lalu, suku
bada memiliki sebuah tempat penyembahan berhala yaitu Watu
Palindo,yang berarti Batu Penghibur. Watu Palindo ini adalah sebuah
peninggalan dari zaman Megalitik setinggi 3 meter, yang diperkirakan
telah berumur ribuan tahun. Mereka melakukan upacara animisme
Hualaik, membawa sajian-sajian berupa nasi pulut putih dan telur ayam
kampung untuk dipersembahkan pada dewa-dewa. Selain Watu Palindo
terdapat juga beberapa peninggalan zaman purba suku bada lainnya,
48
49
yaitu patung-patung batu yang berupa patung monyet, patung babi,
patung kerbau dan patung-patung batu lainnya yang kebanyakannya
menghadap ke Watu Palindo.
Masyarakat suku bada pada saat ini mayoritas memeluk agama
Kristen, terlihat dari gereja suku, yaitu Gereja Kristen Sulawesi Tengan
(GKST).
Suku Bada juga memiliki beberapa jenis rumah tradisional/adat yang
terbuat dari tiang dan dinding bambu, dan beratap ijuk. Setiap desa yang
berada di lembah bada ini masing-masing memiliki rumah adat yang
sama, tidak terkecuali desa gintu yang merupakan kota kecamatan dari
Lore Selatan.
Rumah-rumah suku bada adalah:
a) Duhunga (baruga) adalah rumah adat yang digunakan untuk berbagai
acara adat, seperti festival, upacara atau pesta modulu-dulu (makan
bersama/makan sedaun).
b) Tambiadalah nama yang digunakan untuk rumah tradisianal tempat
tinggal suku bada.
c) Buhoadalah rumah yang digunakan sebagai lumbung padi, atau tempat
penyimpanan hasi pertanian yang lainnya.
Beberapaciri khas lain suku bada:
a. Pakaian adat dan perlengkapan perempuan:
1) Pohea sebagai pengikat kepala
2) Hiora sebagai hiasan kepala yang terbuat dari kalide dan bulu-bulu
ayam yang sudah diwarnai
3) Awolo sebagai kalung
50
4) Kaewa adalah baju adat yang disulam dari benang emas
5) Wini adalah rok yang berasal dari sarung donggala atau rok yang
terbuat dari kulit kayu.
b. Pakaian adat dan perlengkapan laki-laki
1) Siga sebagai ikat kepala untuk laki-laki, baju dan celana yang sudah
dirancang sedemikian rupa.
2) Piho atau parang yang diselipkan dipinggang.
3) Pahua semacam sarung, modelnya hingga sepanjang sarung.
2. Letak Geografis Desa Gintu
Desa Gintu terletak pada posisi tengah lembah Bada atau
Kecamatan Lore Selatan dengan beragam suku, etnis, ras masyarakat
dikarenakan adanya sebagian kecil masyarakat pendatang dari daerah
lain, dengan pola kehidupan penuh kebersamaan dan kedamaian dan
masih perlu adanya peningkatan taraf kehidupan demi kesejahteraan
masyarakat melalui pembangunan di segala bidang. memiliki luas wilayah
yang cukup besar, serta daerah administratif
Secara geografis Desa Gintu merupakan salah satu Desa di
Kecamatan Lore Selatan yang merupakan ibu kota kecamatan.. Dengan
jumlah penduduk Desa Gintu sebanyak 1442Jiwa. Desa Gintu
merupakan salah satu Desa dari 8 (Delapan) Desa yang ada di
kecamatan Lore Selatan Kabupaten Poso, Desa Gintu berada pada
ketinggian ± 165 dpl (longitut 6,70543 ºE dan etitut 106,70543 ºE) dan
curah hujan ± 200 mm, rata-rata suhu udara 28º - 32º celcius. Bentuk
wilayah datar, Desa Gintu terletak di tengah-tengah Kecamatan Lore
Selatan.
51
Batas-batas wilayah desa Gitu:
Sebelah Utara :Kecamatan Lore Barat
Sebelah Timur : Desa Bewa Kec. Lore Selatan
Sebelah Selatan : Desa Runde Kec. Lore Selatan
Sebelah Barat : -
3. Demografi Desa Gintu
a. Keadaan Penduduk
Berdasarkan pemutahiran data pada bulan September 2016 jumlah
penduduk Desa Gintu terdiri dari 1442 Jiwa degan rincian sebagai
beriukut:
Tabel 1
Jumlah Penduduk Desa Gintu Menurut Agama
No Agama Jumlah
1. Islam 63 orang
2. Kristen 1375
3. Katolik 2 orang
4. Hindu 2 orang
5. Budha -
Demografi Desa Gintu Tahun 2016
Tabel 1 menggambarkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa
Gintu Lore Selatan Kabupaten Poso memeluk agama Kristen. Kenyataan
ini dapat dilihat dari jumlah masyarakat yang memeluk agama Kristen
yang berjumlah Protestan 1,375 orang dan katholik 2 orang dan jumlah
keseluruhan agama Kristen di Desa Gintu sebanyak 1,377 orang,
52
sedangkan penduduk Desa Gintu yang beragama Islam berjumlah 63
orang, penduduk yang beragama Hindu berjumlah 2 orang.
b. Keadaan Sosial
1. Kesehatan :
a) Derajat Kesehatan, untuk angka kematian bayi dan ibu relatif
kecil, dikarenakankader Posyandu, bidan dan dokter serta tenaga
kesehatan secara rutinsetiap bulan melakukan
kunjungan/pengobatan dan selalu proaktif danpeduli terhadap
masalah kesehatan warga.
b) Puskesmas dan Sarana Kesehatan Lainnya, desa Gintu memiliki
1 Puskesmas yang sangat membantu kesehatan masyarakat dan
melayani masyarakat, demi meningkatkan kesehatan masyarakat
di Kecamatan Lore Selatan.
2. Pendidikan :
Tabel 2:
Jumlah Lembaga Pendidikan di Desa Gintu
No Jenis Lembaga Pendidikan Jumlah
1 Pendidikan Anak Usia Dini 2 buah
2 Sekolah Dasar 2 buah
3 Sekolah Menengah Pertama 1 buah
4 Sekolah Manengah Atas 1 buah
Sumber : Demografi Desa Gintu 2016
Tabel 2 diatas menunjukkan kepada kita tentang adanya partisipasi
masyarakat Desa Gintu dalam membangun atau mencetak generasi yang
berpendidikan untuk masa yang akan datang. Hal ini bisa dibuktikan
53
dengan pendirian sarana pendidikan yang didirikan mulai dari tingkat
Taman kanak- kanak hingga Sekolah Menengah Atas. Desa Gintu
memiliki 2 buah lembga pendidikan setingkat Taman Kanak-kanak, 2
lembaga pendidikan Sekolah Dasar, 1 lembaga pendidikan Sekolah
Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas.
3. Sarana Ibadah
Tabel 3 :
Jumlah Tempat Ibadah Desa Gintu
No Agama Jumlah
1 Gereja 3 buah
2 Masjid 1 buah
3 Mushollah -
Sumber : Demografi Desa Gintu 2017
Tabel 3 menggambarkan jumlah fasilitas tempat ibadah yang
dibangun untuk memenuhi kebutuhan rohani bagi masyarakat Desa Gintu
Kecamatan Lore Selatan Kabupaten Poso. Keberadaan tempat ibadah
dengan jumlah yang cukup memadai di Desa Gintu ini tentunya sangat
mendukung setiap ummat beragama dalam menjalankan ibadah mereka
masing-masing baik dari kalangan Kristen maupun yang beragama islam.
4. Aksesibilitas (Komunikasi Dan Transportasi)
Komunikasi yang di gunakan oleh masyarakat desa gintu masih
tradisional yaitu dengan cara saling panggil memanggil secara individu
(mengundang pesta) dan sebagian dari masyarakat gintu telah dapat
menggunakan handphone dan internet.
54
Sedangkan pada transportasi yang digunakan ialah berupa sepedad,
sepeda motor, mini buss, truk dan teknologi pertanian yang sudah
modern.
B. Kegiatan Dakwah di Desa Gintu
1. Majlis Taklim Al- Maidah Desa Gintu
Sejarah berdirinya majlis taklim al- Maidah Desa Gintu kecamatan
Lore Selatan kabupaten Poso yaitu berawal dari melihat kondisi
masyarakat di Desa Gintu belum begitu belum mengenal banyak ajaran
agama karena kebanyakan dari mereka adalah muallaf, dan juga kondisi
lingkungang yaitu mereka bertempat tinggal di daerah mayoritas Kristen,
yang dapat mempengaruhi keyakinan mereka baik secara langsung
maupun tidak langsung, atas dasar itu sebagian masyarakat dan
beberapa orang ustadz dan juga dihadiri oleh Kepala Kantor Urusan
Agama Kecamatan Lore Selatan mengadakan pertemuan untuk
membicarakan tentang pembentukan majlis taklim sebagai tempat mereka
mempelajari agama dan belajar membaca al-Quran. Maka pada tahun
2006 dibentuklah perkumpulan pengajian yang dinamakan Majlis Taklim
Al-Maidah. Adapun waktu dan tempat pelaksanaannya majlis taklim ini,
dijadwal pada jumat sore sampai magrib dan bertempat dirumah
wargasecara bergiliran karena majlis ini dirangkaikan dengan arisan.
Adapun agenda atau program kegiatan Majlis taklim Al-Maidah Desa
Gintu yang dilakukan setiap hari jumat adalah sebagai berikut:
a. Baca Al-Quran
Kegiatan ini dilakukan diawal-awal pertemuan dan pelaksanaannya
dilakukan secara bergilir, untuk memudahkan perbaikan bacaan.
55
b. Perbaikan tajwid
Setelah semua mendapat giliran membaca Al-Quran selanjutnya
perbaikan bacaan yang disampaikan oleh ustadz yang memmbimbing
mereka.
c. Ceramah
Setelah ustadz memperbaiki bacaan para jamaah, maka
dipersilahkan kepada pembimbing untuk menyampaikan ceramah agama
yang berdurasi 20-30 menit.
d. Arisan
Setelah kegiatan keagamaan sudah selesai dilanjutkan dengan
arisan, kegiatan ini sebagai daya tarik agar mereka hadir dan
mendengarkan dakwah.
2. Pengajian Bapak-bapak (Yasinan)
Kegiatan ini dilakukan pada kamis malam, selain untuk
mendapatkan pahala dari bacaan, kegiatan ini untuk mempersatukan
warga muslim dan sebagai sarana silaturahim, karena warga muslim
khususnya para kaum adam disiang hari disibukkan dengan sawah dan
kebun mereka, maka pengajian ini sangat baik untuk mempersatukan
ummat dan tempat belajar agama.
3. TPA (Taman Pendidikan al-Quran)
Taman Pendidikan al-Quran al-Akbar Desa gintu awalnya dibentuk
bersamaan dengan pembentukan majlis taklim al-Maidah pada tahun
2006, dan TPA ini bertempat di masjid al-Maidah Desa Gintu. Dalam
pembelajarannya juga mereka hanya menggunakan fasilitas seadanya.
Tempat Pendidikan al-Quran ini dibentuk sebagai tempat belajar agama,
56
baca al-Quran dan praktek keagamaan lainnya bagi anak-anak dan
remaja.
C. Problematika Dakwah
Problematika dakwah yang dihadapi oleh para da’i dan ustadz di Desa
Gintu Kecamatan Lore Selatan Kabupaten Poso adalah
1. Problematika dari subjek dakwah (da’i)
Persoalan yang dirasakan para da’i di desa ini adalah kurangnya
tenaga da’i dan ustadz yang ada, kurangnya tenaga da’i atau ustadz ini
terjadi pada kegiatan pengajian remaja masjid dan pengajar TPA, salah
seorang dari tokoh agama menuturka bahwa: “TPA di desa gintu sudah lama dibentuk, tp disayangkan tidak berjalan dengan lancar karena hanya sekali dalam sepekan karena tidak ada yang mengajar selain saya, dan saya cuman bisa meluangkan waktu untuk mengajar di TPA pada hari sabtu sore”.81
masalah kedua para da’i juga merasakan bahwa komunikasi antara da’i
yang satu dengan yang lainnya belum terorganisir, sehingga terjadinya
penyampain materi yang berulang-ulang oleh da’i yang berbeda pada
jamaah yang sama. Salah seorang jamaah pengajian mengatakan bahwa: “kami sering mendapatkan materi yang berulang baik dari pemateri yang sama maupun pemateri yang berbeda dalam waktu yang dekat”.82
Berdasarkan hasil wawancara kepada Kepala Kantor Urusan
Agama yang dilakukan pada tanggal 10/07/2017 sebagai berikut: “Kami masyarakat muslim yang tinggal di Lembah Bada ini sangat kekurangan tenaga pendidikbaik untuk di sekolah-sekolah maupun dalam masyarakat, sehingga masih banyank anak-anak kita yang tidak paham agamanya atau kurang mengetahui agama islam itu sendiri, dan ada sebagian masyarakat kita yang prihatin dengan mereka tapi hanya mampu mengajar dari apa yang dia tahu saja walaupun sedikit”.83
81
Fita (27 thn) Hasil Wawancara Pada Tanggal 01/07/2017 82
Sarifa (60 thn) Hasil wawancara Pada Tanggal 01/07/2017 83
Hamid (40thn) Hasil Wawancara Pada Tanggal 10/07/2017
57
Masalah ketiga yang dirasakan para da’i adalah sebagian dari mereka
adalah kurangnya pengetahuan tentang ilmu-ilmu agama islam sehingga
pertanyaan dan kebutuhan agama untuk masyarakat masih banyak yang
belum terjawab sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang dari
tokoh agama sebagai berikut: “Saya hanya lulsan SMA dan saya merasa prihatin terhadap anak-anak muslim di sini, saya hanya menyampaikan dan mengajarkan apa yang saya ketahui, karna kalau bukan kami siapa lagi yang akan membimbing mereka”.84
Masalah keempat yang dirasakan oleh da’i adalah sebagian da’i
merasa kurang begitu percaya diri dikarenakan pendidikan yang pada
tinggkat SMU atau tidak berlatar pendidikan agama islam sehingga
membuat mereka (da’i) belum begitu banyak memperoleh ilmu-ilmu
agama Islam.
Permasalahan yang kelima adalah rendahnya tingkat
perekonomian da’i untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,
sehingga sebagian besar waktu digunakan untuk mencari nafkah untuk
kebutuhan sehari-hari yang menjadikannya tidak fokus terhadap dakwah
ini. “Saya hanya mampu meluangkan sedikit waktu untuk mengajar mengaji untuk anak-anak muslim disini dikarenakan kesibukam mencari nafkah”.85
2. Problematika Dari Segi Objek Dakwah
Problematika dilihat dari segi objek dakwah adalah keberagaman
golongan objek dakwah sehingga menyebabkan para da’i harus bisa
menggunakan bahasa yang bisa dimengerti oleh semua golongan
masyarakat, hal ini sebagaimana penuturan seorang yang da’i sebagai
berikut:
84
Ilham (38 thn) Hasil Wawancara pada tanggal 10/08/2017 85
Ilham (38 thn) Hasil Wawancara Pada Tanggal 10/08/2017
58
“Di daerah ini terdapat banyak suku, karena banyak pendatang dari luar sana, ada suku bugis, suku jawa, dan suku asli daerah ini yaitu suku bada, sehingga saya harus menggunakan bahasa yang bisa dimengerti oleh semua kalangan, terlebih lagi suku asli daerah ini yang memiliki bahasa yang masih sangat kental yang digunakan baik yang kecil maupun yang dewasa”.86
Masalah lainnya yaitu tentang tradisi nenek moyang yang masih
dilaksanakan oleh sebagaian masyarakat. Serta pandangan materialis
duniawi yang menyebabkan sebagian masyarakat, khususnya remaja
hanya mengejar kehidupan dunia dan mengesampingkan bekal untuk
kehidupan di akherat kelak. Dari problematika yang berkaitan dengan
objek dakwah ada beberapa hal yang sangat mempengaruhi keagamaan
daerah setempat yaitu:
a. Lingkungan minoritas muslim
Lembah bada merupakan daerah yang dihuni oleh masyarakat
mayoritas kristen, adapun masyarakat muslim tidak lebih dari 5%. Dengan
keadaaan seperti ini tentunya pengaruh dari lingkungan sekitar sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakat muslim, mempengaruhi ahlak
anak-anak muslim, mempengaruhipola berfikir dan yang lebih besar lagi
pengaruhnya adalah pengaruh terhadap agama, contoh kasus dalam hal
ini telah terjadi beberapa pernikahan beda agama antara muslim dan non
muslim, dan mempelai muslim brpindah agama atau murtad dari islam, hal
ini disebabkan kedangkalan aqidah, kurangnya ilmu tentang agama islam,
besarnya pengaruh lingkungan dan pergaulan.basarkan pengamatan
penulis bahwa kebanyakan masyarakat muslim di lembah bada terkhusus
di dea gintu, selain dangkalnya aqidah dan besarnya pengaruh
lingkungan, orang-orag nasrani sangat berhasrat untuk menarik
masyarakat muslim untuk masuk ke agama mereka , walaupum
86
Ilham, (38 thn), Hasil Wawancara Pada Tanggal 10/08/2017
59
menempuh jalan yang sangat tidak baik, yaitu dengan cara melakukan
pendekatan dengan wanita muslimah, dan menjadikannya sebagai
kekasih, dan menghamilinya, dan pada akhirnya dibujuk untuk masuk
kristen, walaupun tidak semua kasus tentang pemurtadan terjadi dengan
cara demikian. Beberapa poin yang kami sebutkan diperkuat dengan
perkataan dari salah seorang yang ditokohkan dari masyarakat muslim
yaitu sebagai berikut:
“bada adalah daerah minoritas dan terpencil, dan kuatnya pengaruh lingkungan, pergaulan dengan orang kristen sehingga menjauhkan sebagian besar dari anak-anak muslim dari mempelajari agama mereka, dan membuat hidup mereka hanya mengejar dunia semata”.87
Hal yang sama dituturkan oleh beberapa orang yang kami temui
dalam silaturahim di rumah-rumah muslim dan berbincang-bincang
mengenai pengaruh lingkungan dan bahayanya terhadap agama.
b. Toleransi yang berlebihan
Isalam adalah agama yang sempura, islam sudah menyediakan
seperangkat aturan dan petunjuk dalam menjalani kehidupan ini agar
selamat baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam kehidupan bermasyarakat tentunya seorang muslim tidak
hanya hidup hanya hidup di tengah-tengah sesama kaum muslimin. Di
tengah-tengah kita juga ada kaum kafir yang hidup bersama-sama dengan
kita, ataukah sebagian muslim hidup di tengah-tengah kerumunan
masyarakat non muslim, yang mengharuskan adanya muamalah dengan
mereka.
87
Dahlan (35 thn), Hasil Wawancara Pada Tanggal 07/08/2017
60
Di daerah ini yaitu lembah bada khususnya di desa gintu dan
sekitarnya telah penulis saksikan terjadinya toleransi yang berlebihan atau
sudah melampaui batas, salah satu contohnya yaitu adanya acara ibadah
orang-orang kristen di orang muslim yang pada saat itu tertimpa duka
dengan maninggalnya salah seorang dari kaum muslimin , mereka
beralasan bahwa keluarga yang meninggal adalah bagian bagian dari
keluarga mereka dan mereka berhak untuk mendoakannya, dan mereka
meminta untuk melakukan ritual ibadah di rumah duka tersebut, dengan
senang hati sebagian kaum muslimin atau keluarga duka mengizinkannya,
sehingga ritual ibadah kristen yang tak terlepas dari nyayian dal lagu pun
terdengar di rumah duka dan di susul dengan khutbah dari pendeta,
selang beberapa menit setelah adanya ibadah kristen dilanjutkan dengan
tahlilan atau yasinan di rumah tersebut.
Dan telah sampai berita tentang kejadian tersebut kepada kepala
kantor urusan agama dan beliau berkata:
“saya sangat kecewa dengan kejadian ini, seharusnya ini tidak boleh
terjadi, ini adalah toleransi yang kebablasan, padahal permasalahan yang
seperti ini sudah kami jelaskan kepada masyarakat tentang tidak bolehnya
ada acara ibadah mereka di rumah duku yang muslim. Boleh mereka
mendoakan karena mereka adalah keluarganya tetapi dengan syarat
mereka adakan acara ritual ibadah di rumah mereka bukan di rumah
dukayang muslim”.88
88
Hamid (40 thn) Hasil Wawancara Pada Tanggal 24/10/2017
61
Selain masalah di atas,problematika dari segi objek dakwah adalah
banyak para jamaah pengajian rutin ibu-ibu yang masih kesulitan atau
belum bisa membaca al-Quran di sebabkan mereka kebanyakan muallaf.
3. Problematika dari metode dakwah
Problematika yang dirasakan da’i dari segi metode dakwah adalah da’i
merasa kurang menguasai metode-metode dakwah sehingga seringkali
hanya menggunakan metode ceramah yang cenderung membuat jamaah
menjadi jenuh dan pasif. Selain itu masalah yang timbul dalam hal metode
dakwah adalah terjadinya ketidakselarasan antara materi dakwah dengan
metode yang digunakan. Sebagai mana yang dijelaskan oleh seorang
tokoh agama dalam wawancara sebagai berikut: “Saya selaku khatib di sini tidak mengetahui banyak tentang metode dakwah, metode penyampaian ketika khutbah jumat atau ceramah, saya haya membaca teks atau buku khutbah”.89
4. Problematika Materi Dakwah
Berdasarkan pengamatan kami setelah tinggal beberapa lamadengan
masyarakat muslim di lembah bada, khususnya di desa gintu kami
menemukan bahwa problematika yang dirasakan da’i pada materi dakwah
adalah tidak sinkronnya antara kebutuhan jamaah dengan materi yang
disampaikan da’i. Persoalan yang kedua adalah materi yang disampaikan
terkesan monoton sehingga jamaah merasa jenuh, hal ini disebabkan oleh
karena tidak adanya koordinasi antar da’i dalam menyampaikan materi
dakwah atau bisa juga dikarenakan kurangnya penguasaan da’i dari
materi yang disampaikan.
Masalah yang lainnya adalah sebagian da’i merasakan kesulitan untuk
menghubungkan dakwah islam dengan realita kehidupan masyarakat.
89
Ilham, (38 thn), Hasil Wawancara Pada Tanggal 10/08/2017
62
5. Problematika Media Dakwah
Problematika dalam hal metode dakwah adalah media yang tersedia di
masjid al-Maidah desa Gintu yang merupakan pusat dakwah masih sangat
minim. Hal ini sangat terlihat pada kegiatan pengajaran TPA dimana alat-
alat tulis seperti, meja, bangku, alat penghapus dan spidol sangat kurang,
bahklan sampai kehabisan, dan juga buku-buku di tempat ini sangat
minim.
D. Upaya pemecahan problematika dakwah islam oleh dai di
Kecamatan Lore Selatan terkhusus di Desa Gintu
1. Upaya dari segi objek dakwah
Setelah adanya laporan-laporan dari beberapa jamaah dan keluhan para
tokoh agama kepada Kepala Kantor Urusan Agama selaku penanggung
jawab terhadap perkembangan keagamaan di kecamatan Lore Selatan
dan Lore Barat, maka para tokoh agama islam dan da’i dikumpulkan untuk
mecari solusi dari problematika yang ada, dari hasil pertemuan tersebut
adalah adanya upaya-upaya sebagai berikut:
Untuk mengatasi masalah kurangnya jumlah da’i diupayakan dengan
mendatangkan tenaga da’i profesioanal dari luar linkungan, seperti
bekerja sama dengan AMCF yang setiap tahunnya mengirim da’i-da’i
sampai kepelosok yang sangat sulit dijangkau, hal ini disampaikan oleh
kepala kantor urusan agama dalam wawancara sebagai berikut: “Kami menghimbau para tokoh agama untuk sering-sering berdiskusi dan mencari jalan keluar bagi masalah-masalah yang ada di tempat ini,dan kami telah memohon bantuan kepada salah satu yayasan di Indonesia (AMCF), kami bertemu langsung dengan dengan koordinator da’i untuk daerah Poso, ustadz Gunawan, kami memohon untuk mendatangkan da’i di daerah kami, dan alhamdulillah permintaan kami sudah dipenuhi, dan kami berharap ini akan terus ada”.90
90
Hamid (40 thn) Hasil Wawancara Pada Tanggal 10/07/2017
63
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi problematika yang dirasakan
da’i dan tokoh agama (subjek dakwah) adalah membentuk forum
silaturahmi interen da’i di tempat tersebut sehingga terjadi saling mengisi
antar da’i.
Dari hasil pertemuan tersebut juga didapati upaya pemecahan
problematika dari kurangnya pemahaman tentang agama maka
disepakasi adanya seminar-seminar atau pelatihan-pelatihan yang akan
diadakan di kantor urusan agama bersama para tokoh agama dan
pemateri yang akan diundang dari departemen agama kabupaten poso.
Sebagaimana penuturan kepala kantor urusan agama bahwa: “Kami adakan pelatihan-pelatihan untuk tokoh-tokoh agama islam di kecamatan ini sebagai solusi dari permasalahan yang ada, agar mereka terbiasa dan tidak kaku dan memiliki ilmu yang memadai”.91
2. Upaya dari segi objek dakwah
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi problematika dari segi objek
dakwah adalah dengan cara menghimbau pada masyarakat muslim untuk
tetap tidak melupakan ajaran agama dalam menjalani kehidupan sehari-
hari. Selain itu untuk mengatasi kurangnya minat para remaja dalam
menikuti kegiatan keagamaan para da’i mencoba mengatasinya dengan
mengadakan kegiatan pengajian khusus untuk remaja, pengajian rutin
untuk muslimah tiap pekan.
Untuk mengatasi persoalan keberagaman golongan dalam masyarakat
para da’i mengupayakan untuk menggunakan bahasa yang bisa diterima
dan dipahami oleh semua kalangan. Para da’i juga mengadakan pelatihan
membaca al-Quran karena sebagian dari jamaah belum bisa membaca al-
Quran tanpa bantuan tekstual kedalam bahasa Indonesia.
91
Hamid (40 thn) Hasil Wawancara Pada Tanggal 10/07/2017
64
Selain itu, untuk mengatasi problematika dari segi objek dakwah yang
bertempat di daerah minoritas muslim yang mendapatkan banyak
pengaruh akibat interaksi kepada masyarakat yang mayoritas kristen, agar
tidak ada kesalah pahaman anatara ajaran muslim dengan kristen,
departemen agama bekerja sama dengan tokoh agama muslim di desa
gintu untuk melakukan kegiatan tiap tahunnya yang disebut dengan FKUB
(Forum Kerukunan Umamat Beragama) untuk mendiskusikan kepada
pemuka agama baik yang kristen maupun yang islam tentang hal-hal yang
boleh dan yang tidak boleh dilakukan seorang muslim, sehingga kaum
mayoritas bisa memahami hal-hal yang diperbolehkan agama islam dalam
berinteraksi atau bermuamalah.
3. Upaya dari segi metode dakwah
Para da’i yang hanya menggunakan metode ceramah dalam
menyampaikan pesan dakwah mengakibatkan kejenuhan para jamaah
maka para da’i berusaha untuk mampu memberikan stimulus dan para
jamaah memberikan respon sehingga ada hubungan timbal balik antara
da’i dengan jamaah. Selain itu dalam menyampaikan materi pengajian
para da’i mengusahakan untuk menyelipkan humor-humor yang wajar
dengan tetap menjaga kejujuran dan wibawa agar para jamaah tidak
tegang. Hal ini diterapkan pada pengajian jumat sore.
4. Upaya dari segi materi dakwah
Untuk mengatasi problematika dari segi materi dakwah para da’i
mengusahakan untuk menyesuaikan materi dakwah dengan situsi dan
kondisi masyarakat. Disamping itu para dai berusaha untuk banyak
membaca buku-buku keagamaan dan ilmu-ilmu lainnya untuk menambah
materi dakwah agama islam.
65
5. Upaya dari segi media dakwah
Upaya untuk menghadapi problematika dari segi media dakwah
adalah dengan mendatangkan alat-alat untuk melengkapi media yang ada
serta mencari donator-donatur tetap. Selain itu para da’i berusaha untuk
memaksimalakan media yang tersedia di masjid al-maidah desa gintu
sehingga aktifitas dakwah dapat berjalan dengan optimal.
Media dakwah di masjid al-Maidah sangat kurang, seperti terbatasnya
buku-buku agama, kurangnya bangku dan meja yang digunakan untuk
TPA, dan kurangnya alat-alat tulis lainnya, sehingga beberapa jamaah
menghimbau kepada jamaah yang lainnya untuk saling membantu
melengkapi media dakwah untuk digunakan sehingga memudahkan
dalam proses mengajar atau TPA dan taklim apabila bertepatan dilakukan
di masjid.
66
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan laporan penelitian yang terdapat pada Bab III maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa terdapat beberapa problematika
dakwah seperti problematika dari subjek dakwah yaitu kurangnya da’i
atau tenaga pengajar, komunikasi antar da’i yang tidak terorganisir,
kurangnya pengetahuan agama. Problematika dari segi objek dakwah
yaitu keberagaman suku yang menyebabkan para da’i harus
meneyesuaikan bahasa, masih kentalnya tradisi nenek moyang, objek
dakwah berada pada tempat yang minoritas muslim, adanya toleransi
yang berlebihan. Problematika dari metode dakwah yaitu para da’i kurang
menguasai metode-metode dalam berdakwah. Problematika dari materi
dakwah yaitu tidak singkronnya antara kebutuhan masyarakat dengan
materi yang dipaparkan. Problematika dari media dakwah yaitu kurangnya
media dakwah di desa ini terutama di masjid yang merupakan pusat
dakwah kaum muslimin desa gintu.
Adapun upaya pemecahan problematika dakwah dari segi objek
dakwah yaitu mendatangkan da’i profesional dari luar, membentuk forum
silaturahim interen antar da’i,mengadakan pelatihan-pelatihan. Upaya
pemecahan problematika dakwah dari segi objek dakwah yaitu da’i
menggunakan bahasa yang bisa dimengerti oleh semua kalangan,
mengadakan pengajian rutin, mengadakan pertemuan yaitu FKUB (forum
kerukunan ummat beragama). Upaya dari segi metode dakwah yaitu
memeberikan stimulus agar ada respon timbal balik. Upaya dari segi
66
67
materi dakwah yaitu diberikan materi yang berkaitan dengan aqidah dan
kristologi sebagai penunjang untuk memperkuat argumen, dan
diadakannya seminar-seminar. Upaya pemecahan dari media dakwah
yaitu mencari donatur tetap untuk membantu kelengkapan media dakwah.
B. SARAN
Dari beberapa poin kesimpulan tersebut terdapat beberapa saran yang
perlu diutarakan demi pengembangan dakwah islam dan menyelesaikan
persoalan dalam kegiatan pelaksanaan dakwah tersebut:
1. Kepada para da’i hendaklah memeberikan motofasi atau dorongan
kepada seluruh mad’unya (objek dakwah) agar lebih giat dan memiliki
rasa kepemilikan akan keyakinannya dalam melaksanakan dakwah
islam sebagai pemicu semangat hidup.
2. Untuk para objek dakwah anak-anak remaja, bapak-bapak, dan ibu-
ibu atau kita semua (peserta pengajian) agar segera menyadari
bahwa kegiatan dakwah dan syiar islam adalah dalam rangka
meningkatkan kualitas iman dan takwa, adalah merupakan suatu yang
penting untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh yang dapat
menjerumuskan kita kedalam lembah kenistaan.
3. Bagi peneliti selanjutnya semoga skripsi yang sederhana ini dapat
menjadi acuan yang bermanfaat bagi penulis dan orang lain
(pembaca).
68
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,Amrullah (Ed). Dakwah Islam dan Perubahan social, Yogyakarta: PLPAN,1978
Alawiah,Tuti.Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim Bandung:
Mizan, 1997 Al-Faruqi, Ismail R.,Menjelajah Atlas Dunia Islam, Bandung: 2000 al-Shabagh,Bassam,Mudzakkarah al-Da,wah wa al-Du’ah. t.k.p.: t.p., t.t. Ansharri,Hafi, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah Surabaya: Al-
Ikhlas, 1993 Arifin, M.,Ilmu Pendidikan Islam, cet. 1; Jakarta: Bumi Aksara 1991 Arikunto,Suharsini,ProsedurPenelitianSuatuPengentar, Jakarta:
BinaAksara 1989 Aziz,Moh. Ali,Ilmu Dakwah, cet. Ke-5; Jakarta: PT Fajar Interpratama
Mandiri, 2016 Bullons,Stephen,collins Build Learner’s Dictionary, London: Harper Collins
Publishers, 1996 Dahlan, Abdul Aziz,Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, Jakarta: PT Ichtiar
Baru Van Hoeve,2002 Darmawan,Andy dkk,Metodologi Ilmu Dakwah, Yogyakarta: LESFI, 2002 Depatemen Agama RI,Al-Quran dan Terjemahannya, Semarang: PT
Karya Toha Putra Semarang, 2002. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka 2005. Habib,M. Syafaat,Buku Pedoman Dakwah,Cet. I;Jakarta: Wijaya, 1992 Hadi,Sutrisno,MetodologiRiseach I,Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
1980
Harahap,Adnan.Da’wah Islam Teori dan Praktik,Yogyakarta: Sumbangsih Offset 1978.
68
69
Helmy,Masdar.Problematika Da’wah Islam dan Pedoman Mubaliqh, Semarang: Toha Putra 1974.
Kettani,M., Ali Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini, terj. Zarkowi
Soejoeti, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005 Koentjaraningrsat,Metode-metodePenelitianMasyarakat,Cet. XI; Jakarta:
Gramedia 1991 Kusnawan,Asep,dkk ,Komunikasi Penyiaran IslamBandung: Benang
Merah Press, 2004 Latief,H.M.S. Nasaruddin,Teori dan Praktik Dakwah Islamiah, Jakarta: PT.
Firma Dara, tt. Lilirweri,Alo,Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya
Masyarakat Multikultural Yogyakarta: LKiS, 2005 Muhammad,Jamal al-din ‘Athiyyah,Nahwa Taf’il Maqashid al-Syari’ah,
‘Amman: Al-Ma’had al-‘Alami li al-Fikr al-Islami,2001 Mawardi,Ahmad Imam,Fiqh Minoritas,Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2010 Ma’arif, Bambang Saiful,Komunikasi Dakwah Paradigma Untuk Aksi,
Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2010 Mahfuz, Ali,Hidayat al- Mursyidin ila Thuruk al-Wa’ziwa al-Khitabah,
Beirut: Dar al- Ma’arif, tt. Majmu’ al-Lughah al-‘Arabiayah,1972, Marwan,Abu Ahmad.Yang Tegar di Jalan Da’wah, Yogyakarta: YP2SU
1994 Masy’ari,Anwar.Butir-Butir Problematika Da’wah Islamiyah, Surabaya: Bira
Ilmu 1993. Moeloeng, Lexy J.,MetodologiPenelitianKwalitatif, Bandung: Rodakarya,
1993 Moeleong,Lexi J.,MetodologiPenelitianKualitatifCet. V; Bandung: PT
RemajaRosdakarya 1994 Mubarok, Achmad,Psikologi Dakwah, Jakarta: Kencana ,2009
70
Muchtar,Affandi,Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,2002
Natsir,Muhammad.Fiqhud Da’wah, Cet. IX; Jakarta: Media Da’wah 2000. Quraish Shihab,M. Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan 1993 Rozak,Nasruddin.Metodologi Da’wah, Semarang: Toha Putra 1979 Saputra,Wahidin,pengantar Ilmu Dakwah, cet. Ke-1; Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2011 Soesanto, Slamet,Soeleman Yusuf, Pengantar Pendidikan Sosial,
Surabaya: Usaha Nasional, 1981 Sukamto, Soerdjono,Kamus Sosiologi, Jakarta: Rajawali 1985. Sultan,Salah,Methodologi cal Regulations For the Fiqh of Muslim
Minorities, t.k.p., t.t. syamsul,Asep,Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi Dakwah Bil Qalam
Bandung;Remaja Rosdakarya, 2003 Syafa’at Habib,M.Buku Pedoman Da’wah, Jakarta: PT Restu 1982. Syukir,Asmuni.Dasar-Dasar Strategi Da’wah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas
1983. Yusuf ,Tayar dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan
Bahasa Arab, Jakarta: PT Raja Grofindo Persada 1997.
71
RIWAYAT HIDUP
RAMLI. Dilahirkan di Kabupaten Konawe Utara tepatnya
di desa Mowundo pada tanggal 05 Oktober 1991. Anak
ketiga dari 10 bersaudara dari pasangan Sanati dan
Ndana.
Peneliti menyelesaikan pendidikan di sekolah dasar di SD
Negeri 3 Lalonggasu Meeto di desa Watunggrandu pada tahun 2004. Pada tahun
itu juga peneliti melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Soropia di desa
Watunggarandu Kecamatan Lalonggasu Meeto dan tamat pada tahun 2007
kemudian melanjutkan di sekolah menengah di MA ( Madrasah Aliyah)
Lalolnggasu Meeto pada tahun 2007 dan selesai pada tahun 2010. Pada tahun
2014 peneliti melanjutkan pendidikan di Ma’had Al-birr Universitas
Muhammadiyah Makassar dan peneliti menyelesaikan kuliah Diploma Dua (D2)
jurusan bahasa Arab dan Studi Islam dan selesai pada tahun 2016. Pada tahun
2015 di tengah-tengah aktifitas perkuliahan di ma’had al-birr peneliti
melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi swasta tepatnya di Universitas
Muhammadiyah Makassar (UNISMUH) Fakultas Agama Islam Pada Program Studi
Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Kemudian peneliti menyelesaikan kuliah
strata satu (S1) pada tahun 2019. Selama mengikuti perkuliahan penulis juga ikut
serta dalam Rihla Ramadhan setiap tahun yang diadakan oleh AMCF. Adapun
hobi dalam bidang olahraga yaitu volly ball dan sepak takraw.
72
L
A
M
P
I
R
A
N
73
Masjid Al Maidah Gintu
Data kependudukan desa Gintu
74
Data Penduduk berdasarkan Agama (KUA)
Data Rumah Ibadah (KUA)
75
Ceramah Tarwih di Masjid Al-Maidah Gintu
Ceramah Tarwih bagi remaja masjid setelah dilatih
Buka Puasa Bersama di masjid Al Maidah Gintu
A.
B. TPA AL- AKBAR DESA GINTU
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
76
Mengajar TPA Al-Akbar Desa Gintu
Mengajar Pendidikan Agama islam Untuk SD dari beberapa SD di
kecamatan Lore Selatan
77
majelis taklim Al-Maidah Desa Gintu
Kegitan Makan Sedaun warga lembah bada