problem hukum hak jaminan kebendaan atas …

138
PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS PESAWAT UDARA DALAM HUKUM INDONESIA SKRIPSI Oleh : SERLY AMANDA PUTRI No. Mahasiswa: 14410667 PROGRAM STUDI (S1) ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2018

Upload: others

Post on 20-Nov-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS PESAWAT UDARA

DALAM HUKUM INDONESIA

SKRIPSI

Oleh :

SERLY AMANDA PUTRI

No. Mahasiswa: 14410667

PROGRAM STUDI (S1) ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2018

Page 2: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

i

PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS PESAWAT

UDARA DALAM HUKUM INDONESIA

SKRIPSI

Oleh :

SERLY AMANDA PUTRI

No. Mahasiswa: 14410667

PROGRAM STUDI (S1) ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2018

Page 3: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

ii

PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS PESAWAT

UDARA DALAM HUKUM INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna memperoleh

Gelar Sarjana (Strata-1) pada Fakultas Hukum

Universitas Islam Indonesia

Yogyakarta

Oleh :

SERLY AMANDA PUTRI

No. Mahasiswa: 14410667

PROGRAM STUDI (S1) ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2018

Page 4: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

iii

PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS

PESAWAT UDARA DALAM HUKUM INDONESIA

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Dosen Pembimbing Tugas Akhir

untuk Diajukan ke Depan Tim Penguji dalam Ujian Tugas Akhir atau

Pendadaran

Yogyakarta, 30 Januari 2018

Dosen Pembimbing Tugas Akhir

(Prof. Dr. Ridwan Khairandy, S.H., M.H)

NIP : 196202121987021002

Page 5: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

iv

Page 6: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

v

ORISINALITAS KARYA TULIS ILMIAH BERUPA TUGAS AKHIR

MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Bismillahirrohmanirrohim

Yang bertanda tangan di bawah ini, Saya :

Nama : SERLY AMANDA PUTRI

Nim : 14410667

Adalah benar-benar mahasiswa Fakultas Hukum Universitas I slam Indonesia

yang telah melakukan penulisan Karya Tulis Ilmiah (Tugas Akhir) berupa Skripsi

dengan judul : PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS

PESAWAT UDARA DALAM HUKUM INDONESIA. Karya Ilmiah ini saya

ajukan kepada Tim Penguji dalam ujian Pendadaran yang diselenggarakan oleh

Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Sehubungan dengan hal tersebut dengan ini saya menyatakan :

1. Bahwa karya tulis ilmiah ini adalah benar-benar hasil karya saya sendiri yang

dalam penyusunan tunduk dan patuh terhadap kaidah, etika dan norma-norma

penulisan sebuah karya tulis ilmiah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Bahwa saya menjamin hasil yang dapat dikategorikan sebagai melakukan

perbuatan karya ilmiah ini benar-benar Asli (orisinil), bebas dari unsur-unsur

”penjiplakan karya ilmiah(plagiat)”

3. Bahwa meskipun secara prinsip hak milik atas karya ilmiah ini ada pada saya,

namun demi kepentingan-kepentingan yang bersifat akademik dan

pengembangannya, saya memberikan kewenangan kepada Perpustakaan Fakultas

Hukum Universitas Islam Indonesia dan Perpustakaan di Lingkungan Universitas

Islam Indonesia untuk mempergunakan karya tulis ini.

Selanjutnya berkaitan dengan hal di atas (terutama pernyataan butir no.1 dan

no.2), saya sanggup menerima sanksi baik administratif, akademik, bahkan sanksi

pidana, jika saya terbukti secara kuat dan meyakinkan telah melakukan perbuatan

yang menyimpang dari pernyataan tersebut. Saya juga akan bersifat kooperatif

untuk hadir, menjawab, membuktikan, melakukan terhadap pembelaan hak-hak

dan kewajiban saya, di depan majelis atau tim Fakultas Hukum Universitas Islam

Indonesia yang ditunjuk oleh pimpinan fakultas, apabila tanda-tanda plagiat

disinyalir/terjadi pada karya ilmiah saya ini oleh pihak Fakultas Hukum

Universitas Islam Indonesia.

Page 7: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

vi

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, dalam kondisi

sehat jasmani dan rohani, dengan sadar dan tidak ada tekanan dalam bentuk

apapun dan oleh siapapun.

Yogyakarta, 30 Januari 2018

Yang membuat pernyataan

SERLY AMANDA PUTRI

Page 8: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

vii

CURRICULUM VITAE

1. Nama Lengkap : Serly Amanda Putri

2. Tempat Lahir : Karanganyar

3. Tanggal Lahir : 28 Maret 1996

4. Jenis Kelamin : Perempuan

5. Golongan Darah : A

6. Alamat Terakhir : Jalan Taman Siswa Gang. Brojodimejo,

Mergangsan Kidul, MG II/1388 RT 73

RW23 Yogyakarta

7. Alamat Asal : Jl. Cendrawasih 3 murai 3 No.15

Cengkareng Jakarta Barat 11730

8. Email : [email protected]

Cc: [email protected]

9. Bahasa : Indonesia, Inggris.

10. Identitas Orang Tua/Wali :

a. Nama Ayah : Suparno Cipto Sukarno

Pekerjaan Ayah : Wiraswasta

b. Nama Ibu : Sri Supanti

Pekerjaan Ibu : Wiraswasta

11. Alamat Orang Tua : Jl. Cendrawasih 3 murai 3 No.15

Cengkareng Jakarta Barat 11730

12. Riwayat Pendidikan :

a. SD : SDS Kertapawitan Jakarta Barat

b. SLTP : SMP N 45 RSBI Jakarta Barat

c. SLTA : MA N 3 Kabupaten Kediri

13. Pengalaman Organisasi:

a. Anggota Forum Kajian Penulisan Hukum (FKPH) Fakultas Hukum

UII (Periode 2015-2016)

b. Associates of Capital Market & Investment Business Law Community

(BLC) Fakultas Hukum UII (Periode 2016-2017)

c. Secretary Department of Competition Forum Kajian Penulisan Hukum

(FKPH) Fakultas Hukum UII (Periode 2016-2017)

d. Partner Head of Investment Department Business Law Community

(BLC) Fakultas Hukum UII (Periode 2017-2018)

14. Prestasi:

a. Juara 2 Lomba Contract Drafting and Negotiation The 8th Business

Law Competition Piala Hafni Sjahruddin Universitas Indonesia 2017.

Page 9: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

viii

15. Hobby : Membaca buku, Bermusik, Melukis,

Olahraga, Travelling.

Yogyakarta, 30 Januari 2018

Yang bersangkutan,

(SERLY AMANDA PUTRI)

NIM. 14410667

Page 10: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

ix

MOTTO

Barang siapa menginginkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat maka haruslah

memiliki banyak ilmu.

(HR. Ibnu Asakir)

Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.

( HR. Ahmad, Thabani)

Disiplin!

Think Different

(Steve Jobs)

Page 11: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

x

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan dengan tulus, ikhlas, dan hati yang

suci khusus kepada:

Kedua orang tua tercinta dan keluarga besar penulis, yang selalu

mendo’akan dan memberikan dukungan secara lahir dan batin dalam

memberikan yang terbaik untuk penulis

Suparno Cipto Sukarno & Sri Supanti

Adik kandung tercinta penulis:

Nabila Nur Amanah Putri

Guru pembimbing, yang selalu menginspirasi dan selalu memberikan

motivasi, dan semangat :

Prof. Dr., Ridwan Khairandy., S.H., M.H.

Skripsi ini kupersembahkan pula kepada:

Almamaterku tercinta, Universitas Islam Indonesia,

Kaum Intelektual Muda.

Page 12: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

xi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Tiada kata yang pantas untuk penulis ucapkan selain rasa syukur kepada

Allah SWT Tuhan Semesta Alam yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan

hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah

berupa skripsi yang berjudul “PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN

KEBENDAAN ATAS PESAWAT UDARA DALAM HUKUM

INDONESIA”. Tidak lupa shalawat dan salam penulis haturkan kepada

junjungan Nabi besar Nabi Muhammad SAW karena syafaat beliau yang

mengantarkan kita dari zaman kebodohan hingga ke zaman penuh ilmu

pengetahuan seperti sekarang ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan akademis dalam

memperoleh gelar strata 1 (S1) Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Islam Indonesia. Sebagaimana manusia lainnya, penulis menyadari segala

kekurangan dan ketidak sempurnaan dalam penulisan skripsi ini, sehingga kritik

dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima untuk kemajuan proses

belajar penulis kelak di kemudian hari.

Pada kesempatan kali ini pula penulis ingin menyampaikan ucapan

terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta (Suparno Cipto Sukarno & Sri Supanti) dan adik

penulis (Nabila) serta keluarga besar penulis yang selalu memotivasi, tiada

henti untuk mendoakan dan membantu penulis dengan ketulusan hati untuk

berjuang dalam menuntut ilmu dan meraih pendidikan.

2. Prof, Dr., Ridwan Khairandy., S.H., M.H. selaku dosen pembimbing penulis

yang telah memberikan pemahaman, pengarahan, pengetahuan yang luas,

motivasi, inspirasi dengan penuh kasih sayang kepada penulis dalam

penyusunan tugas akhir ini.

3. Dr. Aunur Rahim Fakih, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Islam Indonesia.

4. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Page 13: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

xii

5. Saudara seperjuangan Arum, Kia, Nova, Nenel, Hesti, Jiah serta teman-

teman angkatan 2014 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang

selalu mendoakan memberikan semangat, motivasi satu sama lain dalam

penulisan tugas akhir.

6. Furqan Mahmuda Busyra, ST., yang memberikan dukungan dan motivasi

dalam penulisan tugas akhir ini.

7. Kakak-kakaku yang selalu memberikan motivasi Raisa Rizani SH., Orista

Miranti SH., Adlina Adelia SH., Diah Senja SH., Ayu Muthia Firdaus SH.

8. Advisor dan motivator terbaik Deo Lantara, SH., Gagah Satria Utama, SH.,

Dion Kusuma, SH., Arbi Haditama SH.

9. Rekan Departemen Kompetisi Forum Kajian dan Penulisan Hukum Essa,

Dina, Suha, Hanum, Bayu, Guntar, Imam, Yokal, Sholeh.

10. Rekan Departemen Riset Business Law Community Irfan, Kemal, Yudho,

Yudha, Angga, Adam, terima kasih menemani saya dalam berfikir secara

hukum bisnis.

11. Seluruh keluarga Business Law Community yang tidak dapat disebutkan

satu persatu namanya;

12. Seluruh keluarga Forum Kajian dan Penulisan Hukum yang tidak dapat

disebutkan satu persatu namanya;

13. Rekan-rekan Tim Lomba The 8th Business Law Competition Piala Hafni

Sjahruddin Universitas Indonesia 2017 yang pernah berjuang bersama

Vinia, Mutia Sekar, Kemal, Mirel, Yoga.

14. Teman-teman KKN Unit 356 Dewi, Fatma, Ira, Tia, Rafif, Andar, Addin,

Bang Indra terima kasih menemaniku tinggal di Lembah gunung Merbabu

dan Merapi yang sangat indah, Dkh. Tegalsari, Desa Senden.

15. Semua pihak yang berkontribusi bagi penulis yang tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari akan keterbatasan yang

ada, maka semua kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan. Semoga penulisan tugas akhir ini mendapat ridha Allah SWT dan

memberikan sumbangsih bagi dunia akademis. Akhir kata penulis mengucapkan

Page 14: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

xiii

terimakasih kepada semua pihak yang turut berpartisipasi dalam penulisan

tugas akhir ini, semoga mendapatkan balasan yang baik dari Allah SWT.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Yogyakarta, 30 Januari 2018

SERLY AMANDA PUTRI

NIM. 14410667

Page 15: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i

HALAMAN PENGAJUAN ...................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... iv

HALAMAN ORISINALITAS KARYA TULIS ..................................................... v

HALAMAN CURRICULUM VITAE ....................................................................... vii

MOTTO ..................................................................................................................... ix

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................... x

KATA PENGANTAR ............................................................................................... xi

DAFTAR ISI.............................................................................................................. xiv

ABSTRAK ................................................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 9

C. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 9

D. Tinjauan Pustaka ............................................................................................... 9

E. Metode Penelitian ............................................................................................. 15

F. Kerangka Skripsi .............................................................................................. 19

Page 16: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

xv

BAB II STATUS HUKUM KEBENDAAN ATAS PESAWAT UDARA, ASAS-ASAS

HUKUM BENDA, JAMINAN KEBENDAAN, KONVENSI CAPE TOWN

A. Status Kebendaan Pesawat Udara Dalam Hukum Indonesia ............................ 20

B. Asas-Asas Hukum Benda ................................................................................. 34

C. Tinjauan Umum Hukum Jaminan Kebendaan .................................................. 39

D. Tinjauan Umum Konvensi Cape Town ............................................................ 55

E. Aspek Hukum Islam Tentang Benda dan Jaminan ........................................... 66

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan Lembaga Jaminan Kebendaan Atas Pesawat

Udara Di Indonesia .......................................................................................... 72

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................................... 113

B. Saran ................................................................................................................. 115

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 117

Page 17: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

xvi

ABSTRAK

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini meliputi: pengaturan

lembaga jaminan kebendaan atas pesawat udara di Indonesia. Penelitian

ini menggunakan metode penelitian normatif. Cara memperoleh data yang

digunakan dalam penelitian ini yakni menggunakan teknik pengumpulan

data sekunder. Teknik pengumpulan data sekunder ini adalah menggunakan

analisis kualitatif, yakni data yang diperoleh akan diuraikan dalam bentuk

keterangan dan penjelasan, selanjutnya akan dikaji berdasarkan pendapat

para ahli, perundang-undangan, konvensi, serta tori-teori hukum yang

relevan, dan argumentasi dari penulis sendiri. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pesawat udara idealnya dibebankan lembaga jaminan

hipotek dikarenakan pertama mengacu pada penerapan asas publisitas

mengenai pendaftaran pesawat udara sebagaimana tercantum dalam

ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan. Kedua dengan mengacu pada Konvensi Chicago 1944 dan

semua anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional mengakui

status hukum pesawat udara sebagai benda bergerak yang mempunyai

kekhususan (sui generis).

Keyword: Lembaga Jaminan kebendan, Hipotek, Konvensi Cape Town

2001.

Page 18: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara kepulauan, alat transportasi yang tangguh

merupakan keharusan yang tak mungkin ditawar. Disamping itu, untuk memenuhi

tuntutan sarana transportasi yang relatif lebih cepat, yakni lewat udara, juga

merupakan kebutuhan yang tak dapat diabaikan. Sehubungan dengan hal tersebut,

maka peran pesawat udara selaku alat transportasi, akan menjadi alternatif yang

sangat strategis.1 Senada dengan keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara

Kementerian Perhubungan atas pertimbangan untuk meningkatkan konektivitas

transportasi agar dapat memberikan kemudahan masyarakat berbagai lapisan. Hal

tersebut menjadi pijakan strategi Kementerian Perhubungan dalam pengembangan

infrastruktur dan rute khususnya transportasi udara antar wilayah Indonesia yang

dapat menunjang aktifitas ekonomi dan pariwisata nasional, mengingat moda yang

dipilih oleh wisman hampir 100% menggunakan transportasi udara.2 Atas dasar

tersebut Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan

menganalisa dan memutuskan untuk membuka 60 rute penerbangan baru selama

periode summer 2017.

Periode summer dimulai dari 26 Maret 2017 hingga 28 Oktober 2017. Angka

ini merupakan angka yang tinggi dibanding kurun waktu tahun sebelumnya.

Terdapat 49 rute penerbangan domestik dan 11 rute internasional dari 60 rute baru

1 Moch. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara di Indonesia, Dharma Muda, Surabaya, 1996, hlm.

10-11. 2 http://hubud.dephub.go.id/?id/news/detail/3241 diakses pada tanggal 10 Oktober 2017.

Page 19: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

2

tersebut. Ada 9 maskapai penerbangan nasional yang beroperasional di rute

domestik, yaitu Garuda Indonesia, Susi Air, Batik Air, NAM Air, Sriwijaya Air,

Transnusa, Wings Air, Lion Air dan Travel Express. Selain itu, 11 rute baru

internasional diterbangi oleh 5 maskapai, yaitu Garuda Indonesia, Indonesia

AirAsia, Indonesia AirAsia Extra, Batik Air dan Lion Air.3

Harus diakui bahwa transportasi udara memiliki keunggulan tersendiri yaitu

efisiensi waktu apabila dibandingkan dengan jenis transportasi darat salah satunya

seperti kereta api, maupun transportasi laut seperti kapal laut. Meskipun demikian,

tak dapat disangkal bahwa jenis angkutan udara merupakan usaha yang sifatnya

padat modal. Namun kenyataan menunjukkan bahwasanya peminat pada jenis

angkutan udara ini dari waktu ke waktu cinderung meningkat. Berdasarkan data

Badan Pusat Statistik (BPS),4 jumlah penumpang angkutan udara domestik pada

Desember 2016 sebanyak 7,8 juta orang atau naik 16,98 persen dibanding

November 2016. Jumlah penumpang kereta api yang berangkat pada Desember

2016 sebanyak 32,2 juta orang atau naik 8,29 persen dibanding November 2016.

Jumlah penumpang angkutan laut dalam negeri yang diberangkatkan pada

Desember 2016 tercatat 1,3 juta orang atau naik 15,96 persen dibanding November

2016. Meningkatnya pengguna jasa angkutan udara tersebut, maka hal tersebut

harus dijadikan acuan terhadap pembenahan sektor penerbangan nasional.

Suatu hak jaminan yang bersifat kebendaan yang diciptakan berdasarkan

suatu perjanjian, menurut hukum Indonesia bersifat asesor. Hal ini berarti bahwa

3 Ibid. 4 https://www.bps.go.id/Brs/view/id/1402 diakses pada tanggal 14 Oktober 2017.

Page 20: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

3

perjanjian yang menciptakan pembebanan hak tersebut selalu merupakan suatu

perjanjian pokok. Perjanjian pokok yang mendasari pengalihan hak milik maupun

hak menguasai pesawat udara dapat mengambil bentuk yang berbeda-beda sesuai

dengan pengaturan dan praktek hukum suatu negara. Demikian pula dikenal

berbagai macam hak jaminan kebendaan yang dapat digunakan untuk pembebanan

suatu pesawat udara menurut berbagai sistem hukum nasional. Semuanya

mempunyai akibat hukum yang berbeda-beda pula.5 Untuk itu, diperlukan

pemahaman mengenai macam-macam lembaga jaminan kebendaan yang

digunakan atas pesawat udara menurut berbagai sistem hukum nasional negara

lain.6

Sebelum dibuat dan berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009,

Indonesia sudah memiliki Undang-undang Penerbangan sebagaimana tertera pada

Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992. Di dalam Pasal 12 Ayat (1) Undang-

undang Penerbangan Nomor 15 Tahun 1992 ditegaskan:

(1) Pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran dan

kebangsaan Indonesia dapat dibebani hipotek.

(2) Pembebanan hipotek pada pesawat terbang dan helikopter sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) harus didaftarkan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan

peraturan pemerintah.

5 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan Pesawat Udara Indonesia

Ditinjau Dari Hukum Udara, Alumni, Bandung, 1989, hlm. 6. 6 Ibid., hlm. 7.

Page 21: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

4

Dengan ketentuan tersebut, jelas bahwa lembaga jaminan yang dapat

dibebankan atas pesawat udara adalah hipotek, tetapi kata “dapat” pada Pasal 12

Ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tidak menutup kemungkinan

menggunakan lembaga jaminan selain hipotek. Sedangkan Pada Undang-undang

Penerbangan baru yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tidak menyebutkan

secara spesifik mengenai lembaga jaminan apa yang dibebankan kepada pesawat

udara. Hal tersebut berimplikasi pada ketidakpastian hukum di Indonesia mengenai

lembaga jaminan kebendaan apa yang dibebankan atas pesawat udara di Indonesia.

Melihat besarnya modal yang digunakan dalam pembiayaan pesawat udara

komersial dan fungsi suatu pesawat udara yang digunakan untuk penerbangan

internasional yang selalu berpindah-pindah dengan cepat dari suatu yurisdiksi

hukum ke yurisdiksi hukum lain, maka pesawat terbang perlu untuk didaftarkan. Di

Indonesia, dalam pasal 24 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan, “Setiap pesawat udara yang dioperaikan di Indonesia wajib

mempunyai tanda pendaftaran” akibatnya bahwa pesawat udara akhirnya lepas dari

ketentuan-ketentuan tentang benda bergerak karena sifatnya. Misalnya tidak

dikenakan aturan jaminan untuk benda bergerak. Sebaliknya, jika dikategorikan

sebagai benda tidak bergerak, pernyataan tersebut juga kurang tepat. Hakikatnya

pesawat udara adalah benda yang selalu berpindah, bahkan sampai melewati batas

teritorial negara. Hak kebendaan memiliki ciri-ciri yang tangguh, misalnya hak itu

dapat ditegakkan terhadap siapapun (mutlak), ada droit de suite, memiliki

preferensi, berazas prioritas, dan mempunyai prinsip spesialitas. Konsekuensi

sebagai hak kebendaan, pendaftaran dalam register umum merupakan suatu

Page 22: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

5

keharusan seperti yang tertera pada Pasal 24 Undang-undang Penerbangan di atas.

Hal tersebut merupakan kelebihan-kelebihan yang melekat pada hak hipotek

sebagai hak kebendaan. Maka layak jika pasal-pasal mengenai hipotek yang

mencerminkan sifat-sifat tersebut dalam aturan hipotek, tetap dipertahankan.7

Permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pengakuan internasional

atas hak-hak kebendaan, khususnya yang diletakkan pada suatu pesawat udara,

telah menarik perhatian berbagai negara.8 Pemerintah Republik Indonesia bertugas

sebagai otoritas penerbangan yang bertanggungjawab terhadap dipatuhinya seluruh

aturan, ketentuan, dan regulasi yang dikeluarkan International Civil Aviation

Organization (ICAO) oleh Badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Mengingat

Indonesia sudah menjadi salah satu negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil

Internasional (“International Civil Aviation Organization”).9 Namun, sayangnya

pertumbuhan bisnis transportasi udara, belum diiringi dengan sistem hukum yang

menopang pertumbuhan bisnis sektor tersebut. Salah satu diantaranya adalah

hukum mengenai lembaga jaminan atas pesawat udara yang terkait dengan lembaga

jaminan kebendaan atas pesawat udara.

Kebutuhan akan tersedianya suatu perangkat hukum tentang lembaga

jaminan kebendaan untuk pesawat udara berkebangsaan Indonesia adalah suatu

kenyataan.10 Hal tersebut dilihat dari usaha untuk menetapkan lembaga-lembaga

7 Moch. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara..., Op.Cit., hlm. 179. 8 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan..., Op.Cit., hlm. 8. 9 Moch. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara..., Op.Cit., hlm. 92. 10 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan..., Op.Cit., hlm. 1.

Page 23: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

6

jaminan yang tepat untuk pesawat udara berkebangsaan Indonesia tidak terlepas

dari perhatian dan upaya-upaya serta pemikiran-pemikiran para ahli.

Guna menjawab tantangan tersebut maka pemerintah Indonesia pada tanggal

20 Februari 2007 dengan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2007 telah

mengesahkan Convention on International Interest in Mobile Equipment (Konvensi

Tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak), selanjutnya disebut

“Konvensi Cape Town”, serta Protocol to The Convention on International Interest

in Mobile Equipment on Matters Specific to Aircraft Equipment (Protokol pada

Konvensi Tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak Mengenai

Masalah-masalah Khusus Pada Peralatan Pesawat Udara) atau yang selanjutnya

akan disebut “Protokol Cape Town”.

Indonesia telah melakukan penyesuaian dalam hukum nasionalnya terhadap

ratifikasi Konvensi Cape Town tersebut. Di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun

2009 Tentang Penerbangan (Undang-undang Penerbangan) telah dilakukan

penyesuaian-penyesuaian terhadap Konvensi Cape Town, melalui Bab IX mulai

dari Pasal 71 sampai dengan Pasal 82. Penyesuaian dilakukan dengan menjadikan

ketentuan dalam Konvensi Cape Town sebagai ketentuan khusus (Lex Specialis)

dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.11

Hal penting lainnya dari ratifikasinya Konvensi Cape Town adalah diakuinya

kepentingan internasional yang timbul akibat perjanjian pemberian hak jaminan

kebendaan, perjanjian pengikatan hak bersyarat dan/atau perjanjian sewa guna

11 Lihat Ketentuan Pasal 82 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

Page 24: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

7

usaha.12 Dimana kepentingan kreditur sesuai ketentuan Pasal tersebut tunduk pada

Konvensi Cape Town dan Protokol Cape Town.

Hingga saat ini di dalam Undang-undang Penerbangan di Indonesia, tidak

disebutkan secara jelas atau spesifik mengenai lembaga jaminan apa yang

dibebankan pada pesawat udara. Pada Pasal 71 hanya disebutkan hak jaminan

kebendaan, yang mana di Indonesia, Hukum Kebendaan dapat dibagi menjadi

beberapa macam,13 diantaranya:

1. Gadai;

2. Hipotek;

3. Hak Tanggungan;

4. Fidusia.

Maka dapat dilihat bahwa undang-undang Penerbangan mencoba mengakomodir

pengakuan atas hak jaminan kebendaan yang dibuat berdasarkan hukum asing.

Sedangkan di Inggris, Kepastian penentuan lembaga jaminan kebendaan

pesawat udara sudah diakomodir dalam perundang-undangan Civil Aviation The

Mortgaging of Aircraft (Amendment) Order 1981. Pesawat udara dijaminkan

dengan menggunakan lembaga jaminan chattle mortgage. Chattle mortgage

adalah, suatu lembaga jaminan yang dikenal dalam sistem hukum Common Law

dan diterima dalam berbagai sistem hukum nasional, yang berasal dari sistem

hukum Common Law.14

12 Ibid.,psl. 71. 13 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2001, hlm. 86. 14 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan…, Op.Cit., hlm. 100.

Page 25: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

8

Selain itu, terdapat persamaan bahwa Negara Indonesia dan Negara Inggris,

keduanya meratifikasi Konvensi Cape Town. Indonesia meratifikasi Konvensi

Cape Town pada 16 Maret 2007 sedangkan Inggris meratifikasi Konvensi Cape

Town pada 27 Juli 2015. Meskipun terbilang baru, namun peraturan mengenai

lembaga jaminan atas pesawat udara sudah diakomodir di dalam hukum

penerbangan Inggris. Dan hal tersebut dapat menimbulkan kepastian hukum dalam

hal pembebanan jaminan atas pesawat udara.

Keinginan untuk melakukan pembaharuan pada bidang hukum penerbangan

agar dapat menimbulkan kepastian hukum serta kepastian hak mengenai jaminan

membuat para ahli hukum berusaha untuk melakukan pembentukan hukum

penerbangan yang sesuai dengan teori hukum jaminan kebendaan dan juga

konvensi internasional (Konvensi Cape Town). Dengan cara melakukan

perbandingan hukum diharapkan dapat memberikan pengertian yang lebih

mendalam mengenai lembaga jaminan kebendaan apa yang dapat dibebankan atas

pesawat udara di Indonesia.

Perbandingan hak jaminan kebendaan atas pesawat udara dalam hukum

Indonesia dan Negara Inggris dalam skripsi ini lebih menekankan pada lembaga

jaminan kebendaan pesawat udara dalam kaitannya dengan Konvensi Cape Town.

Dengan demikian, skripsi ini berjudul Problem Hukum Hak Jaminan Kebendaan

Atas Pesawat Udara Dalam Hukum Indonesia.

Page 26: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

9

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengaturan lembaga jaminan kebendaan atas pesawat udara

di Indonesia?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan dari penelitian

ini adalah untuk mengetahui:

1. Pengaturan lembaga jaminan kebendaan atas pesawat udara di

Indonesia.

D. TINJAUAN PUSTAKA

1. Benda dan Hak Kebendaan

a. Pengertian dan Klasifikasi Benda

Pengertian benda menurut Pasal 499 KUH Perdata memberikan

pengertian tentang benda yang menentukan bahwa “Menurut paham undang-

undang yang dinamakan kebendaan ialah, tiap-tiap barang dan tiap-tiap

hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik”.15 Berdasarkan ketentuan tersebut,

pengertian benda meliputi segala sesuatu yang dapat dimiliki oleh subjek

hukum, baik itu berupa barang (goed) maupun hak (recht), sepanjang objek

dari hak milik itu dapat dikuasai oleh subjek hukum. Artinya istilah benda

bersifat abstrak, karena tidak hanya terbatas pada benda yang berwujud saja

yang dinamakan dengan barang, melainkan termasuk juga benda yang tidak

berwujud atau bertubuh, yang dapat berupa hak. Benda yang demikian ini

merupakan pengertian dalam arti luas, yang meliputi benda berwujud dan

15 Lihat ketentuan Pasal 499 KUH Perdata.

Page 27: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

10

benda tidak berwujud. Adapun pengertian dalam arti sempit, benda itu

hanyalah barang-barang yang berwujud atau bertubuh saja. Dengan demikian

perspektif hukum perdata berdasarkan KUH Perdata, selain mengenal

barang-barang yang berwujud, juga mengenal barang-barang yang tidak

berwujud yang merupakan bagian dari harta kekayaan seseorang, yang juga

bernilai ekonomi.16

Dalam sistematika KUH Perdata aturan tentang benda ini terdapat

dalam buku II yang sifatnya tertutup, dengan pengertian bahwa para pihak

tak diperkenankan untuk mencipta hak kebendaan baru selain apa yang telah

ditetapkan oleh undang-undang. Hak kebendaan yang diakui dan berlaku

hanyalah seperti yang diatur undang-undang saja. Sifat ini berbeda dengan

buku III KUH Perdata yang mengatur tentang perikatan, dimana ia

mempunyai sifat terbuka. Kepada para pihak diberi kesempatan seluas

mungkin untuk mencipta hal-hal baru di luar dari apa yang telah ditetapkkan

undang-undang berdasar kesepakatan. Dengan demikian aturan yang tertera

dalam buku III KUH Perdata hanya mengenai hal-hal pokok dan sifatnya

melengkapi saja.17

Klasifikasi “Kebendaan” di dalam KUH Perdata dibagi menjadi dua

golongan besar, yaitu yang dikenal dengan:

1) Kebendaan tidak bergerak; dan

2) Kebendaan bergerak.

16 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 38. 17 Moch. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara…, Op.Cit., hlm. 114.

Page 28: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

11

Selanjutnya di dalam Pasal 504 KUH Perdata mengatur tentang

kebendaan bergerak. Selain itu pada Pasal 506, 507, dan 508 KUH Perdata

menentukan lebih lanjut tentang apa yang disebut dengan kebendaan tidak

bergerak. Termasuk dalam kebendaan tidak bergerak adalah:

1) Tanah dan segala sesuatu yang didirikan di atasnya;

2) Bangunan beserta segala macam sarana dan prasarana yang

peruntukannya tidak dapat dipisahkan dari bangunan tersebut, yang

dianggap menyatu dengan bangunan tersebut;

3) Pohon-pohon dan tanaman-tanaman serta buah-buah yang belum

dipetik dari pohonnya;

4) Barang-barang tambang;

5) Pipa-pipa, saluran-saluran bawah tanah yang bersatu dengan tanah;

6) Segala hak-hak yang terbit sehubungan dengan penggunaan,

pemanfaatan dan penuntutan kembali atas kebendaan bergerak yang

disebutkan pada uraian di atas.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 314

kapal-kapal yang berukuran lebih dari 20 meter kubik (20 m3), yang dianggap

sebagai kebendaan yang tidak bergerak.

Sedangkan yang termasuk sebagai kebendaan bergerak adalah:

1) Benda-benda yang karena sifatnya dapat berpindah-pindah atau yang

dapat dipindah-pindahkan;

2) Kapal-kapal dan perahu-perahu serta tongkang-tongkang, selain dari

yang termasuk dalam kebendaan tidak bergerak;

Page 29: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

12

3) Hak-hak yang terbit atas pemakaian dan penggunaan serta penuntutan

kembali atas kebendaan bergerak;

4) Sero-sero atau saham-saham atau andil-andil yang diterbitkan oleh

perusahaan.18

b. Hak Kebendaan

Menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa hak kebendaan itu bersifat

mutlak, dimana dalam hal gangguan oleh orang ketiga, pemilik hak benda

dapat melaksanakan haknya terhadap siapa pun juga. Pemilik melaksanakan

haknya terhadap siapa pun juga yang mengganggunya dan orang pengganggu

ini dapat ditegur oleh pemilik hak benda berdasar atas hak benda itu.19

2. Teori Dasar Hukum Jaminan dalam Perspektif Hukum Kebendaan

Ketentuan hukum jaminan dapat dijumpai dalam Buku II KUH Perdata yang

mengatur mengenai hukum kebendaan. Ditilik dari sistematika KUH Perdata, pada

prinsipnya hukum jaminan merupakan bagian dari hukum kebendaan. Dalam buku

II KUH Perdata diatur mengenai pengertian, cara membedakan benda dan hak-hak

kebendaan, baik yang memberikan kenikmatan dan jaminan.20

Pengertian Jaminan menurut Pasal 1131 KUH Perdata adalah “segala

kebendaan milik si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik

yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan

untuk segala perikatan perseorangan”.21

18 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Op.Cit., hlm. 54-55. 19 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan..., Op.Cit., hlm. 60-61. 20 Ibid., hlm. 4. 21 Lihat ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata.

Page 30: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

13

Pasal 1131 KUH Perdata menentukan suatu kewajiban bagi debitor untuk

memberikan jaminan kepada kreditor atas utang yang telah diterimanya, tanpa

adanya jaminan yang ditentukan secara khusus maka segala harta kekayaan debitor

baik yang telah ada maupun yang akan ada secara otomatis menjadi jaminan ketika

orang tersebut membuat perjanjian utang meskipun hal tersebut tidak dinyatakan

secara tegas dalam perjanjian.22

J. Satrio mengartikan hukum jaminan merupakan sebagai peraturan hukum

yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditor terhadap seorang

debitor. Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan

piutang seseorang.23

Jaminan kebendaan adalah jaminan yang memeberikan hak-hak kebendaan

kepada kreditor, hak kebendaan ini mempunyai ciri-ciri “kebendaan” yaitu

memberikan hak untuk mendahulu atas benda-benda tertentu yang mempunyai sifat

melekat dan mengikuti benda-benda tersebut.24 Jaminan kebendaan dapat

diklasifikasikan menjadi lima,25 yaitu:

a. Gadai

b. Jaminan Fidusia

c. Hak Tanggungan

d. Hipotek.

22 Riky Rustam, Hukum Jaminan…,Op.Cit., hlm. 41. 23 Ibid., hlm. 43. 24 Ibid., hlm. 74. 25 Ibid., hlm. 75.

Page 31: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

14

3. Konvensi Cape Town

Konvensi Cape Town adalah suatu konvensi yang dibentuk dalam rangka

menyeragamkan (standardize) secara universal transaksi pembiayaan yang terkait

dengan benda bergerak, khususnya pesawat udara dan mesin pesawat. Ini

mengingat dalam transaksi pembiayaan dan penyewaan lintas negara (Cross-

border) kerap ditemui masalah eksekusi (enforcemen) dari barang jaminan.26

Indonesia meratifikasi Konvensi Cape Town pada tahun 2007 dengan

Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Convention On

International Interest in Mobile Equipment (Konvensi tentang Kepentingan

Internasional dalam Peralatan Bergerak) Beserta Protocol To The Convention On

International Interest in Mobile Equipment on Matters Specific to Aircraft

(Protokol Pada Konvensi tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan

Bergerak Mengenai Masalah-masalah Khusus Peralatan Pesawat Udara). Dan pada

tahun 2009 mencabut Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang

Penerbangan dan mengganti dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan yang tunduk dan sesuai dengan Konvensi Cape Town.27

26 Hikmahanto Juwana, Kewajiban Negara Mentransformasikan Ketentuan Perjanjian

Internasional ke Dalam Peraturan Perundang-undangan: Studi Kasus Pasca Keikutsertaan Dalam

Cape Town Convention, Jurnal Hukum Bisnis: Volume 28 omor 24 Tahun 2009, hlm. 51-57. 27 Getar Danishswara & Anugrah Akbar Darmawan, Regulasi Terhadap Bentuk Jaminan

Kebendaan Atas Pesawat terbang Sebagai Objek Jaminan Hutang Dalam Kredit Perbankan,

Universitas Sebelas Maret , 2014, hlm. 1406.

Page 32: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

15

C. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini secara keseluruhan

dirinci sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka (library reserch), penulis

menggunakan hukum normatif karena objek kajian menelaah hak jaminan lembaga

jaminan kebendaan atas pesawat udara dalam hukum negara Indonesia diantaranya,

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Undang-undang Nomor 1

Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Konvensi Cape Town 2001 Tentang

Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak, Konvensi Chicago 1944

Tentang Penerbangan Sipil Internasional.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian yang notabene bersifat normatif ini, penulis hendak

menggunakan metode pendekatan yuridis positivis (perundang-undangan) dan

komparatif. Pendekatan perundang-undangan ialah menelaah semua undang-

undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani

atau diteliti. Dalam hal ini yang akan dikaji adalah Kitab Undang-undang Hukum

Perdata (KUH Perdata), Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan, Konvensi Cape Town 2001 Tentang Kepentingan Internasional

dalam Peralatan Bergerak, Konvensi Chicago 1944 Tentang Penerbangan Sipil

Internasional.

Page 33: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

16

3. Objek Penelitian

Objek Penelitian ini memfokuskan pada aturan hukum yang mengatur

mengenai lembaga hukum jaminan kebendaan diantaranya, Kitab Undang-undang

Hukum Perdata (KUH Perdata), Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan, Konvensi Cape Town 2001 Tentang Kepentingan Internasional

dalam Peralatan Bergerak, Konvensi Chicago 1944 Tentang Penerbangan Sipil

Internasional.

4. Sumber Data Penelitian

Oleh karena jenis penelitian ini adalah normatif, maka bahan hukum yang

digunakan, meliputi:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yaitu bahan mempunyai kekuatan mengikat secara

yuridis yang terdiri dari peraturan undang-undang yang terkait dengan penelitian.

Adapun bahan hukum primer tersebut di antaranya Kitab Undang-undang Hukum

Perdata (KUH Perdata), Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan, Konvensi Cape Town 2001 Tentang Kepentingan Internasional

dalam Peralatan Bergerak, Konvensi Chicago 1944 Tentang Penerbangan Sipil

Internasional.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang mampu memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer, meliputi: buku-buku, jurnal serta karya

tulis ilmiah terkait dengan peraturan perundang-undangan, hukum jaminan

kebendaan, dan hukum aviasi.

Page 34: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

17

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang mampu memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer maupun sekunder, seperti kamus Bahasa

Indonesia maupun bahasa asing; kamus hukum, serta ensiklopedia.

d. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan teknik pengumpulan

data sekunder dilakukan dengan cara studi pustaka, yakni dengan mengkaji

referensi jurnal, hasil penelitian hukum, dan literatur yang berhubungan dengan

peraturan perundang-undangan, hukum jaminan kebendaan, dan hukum aviasi.

5. Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan

metode analisis kualitatif. Metode analisis data kualitatif yaitu suatu metode

analisis data yang dilakukan dengan cara mengelompokan dan memilih data dari

hasil penelitian yang relevan dan sesuai dengan tujuan penelitian. Dari

pengelompokan dan pemilihan tersebut kemudian data dicocokan dengan

permasalahan yang diteliti menurut kualitas kebenarannya sehingga dapat

digunakan untuk memberikan jawaban atas permasalahan penelitian.

Sehingga dalam melakukan analisis, terlebih dahulu peneliti akan

mengumpulkan berbagai bahan hukum dan membaginya menjadi bahan hukum

primer dan sekunder. Terhadap bahan hukum primer yakni peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan Peraturan perundang-undangan, Kitab Undang-

undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009

Tentang Penerbangan, Konvensi Cape Town 2001 Tentang Kepentingan

Page 35: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

18

Internasional dalam Peralatan Bergerak, Konvensi Chicago 1944 Tentang

Penerbangan Sipil Internasional. Akan dilakukan analisis yuridis-normatif yaitu

memberikan pemaparan, uraian, serta gambaran atas hasil penelitian yang

dilakukan dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian dilakukan interpretasi terhadap peraturan perundang-undangan tersebut,

dengan tujuan memahami secara mendetail akan makna, tujuan, dan maksud

dikeluarkannya undang-undang tersebut. Interpretasi yang akan penulis gunakan

yakni: interpretasi gramatikal; ekstensif, serta sistematis.

Kemudian terhadap bahan hukum sekunder, akan penulis analisis dengan

analisis isi (content analisys) untuk memperjelas maksud dan tujuan bahan hukum

primer. Hasil analisis bahan hukum sekunder yang kemudian akan penulis

simpulkan dan dijadikan sebagai konsep yang akan disingkronkan/ dibandingkan/

dijadikan alat uji (parameter). Selanjutnya data hukum sekunder akan dijadikan

sebagai alat uji untuk menganalisis data hukum primer, dengan didukung oleh teori-

teori yang relevan.

Berdasarkan analisis tersebut, akan diungkap permasalahan, kelebihan,

kekurangan, manfaat, dan/atau ketimpangan antara das sollen dan das sein.

Permasalahan yang ditemui tersebut nantinya dicari alternatif solusinya.

Page 36: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

19

D. KERANGKA SKRIPSI

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan, penelitian ini disusun

dengan menggunakan sistematika sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan. Dalam Bab I ini terdiri dari latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan

sistematika penulisan/kerangka skripsi.

BAB II Tinjauan Umum. Dalam Bab ini berisi tentang teori-teori yang

digunakan oleh penulis dalam penelitian ini. Ada beberapa teori yang digunakan

oleh penulis yakni; Teori benda dan hak kebendaan, Teori Dasar Hukum Jaminan

dalam Perspektif Hukum Kebendaan, Konvensi Cape Town 2001. Teori-teori

tersebut yang menjadi landasan normatif bagi penulis untuk memecahkan

permasalahan yang diangkat oleh peneliti.

BAB III Analisis dan Pembahasan. Dalam Bab ini berisi kajian terhadap

lembaga jaminan kebendaan atas pesawat udara dalam hukum negara Indonesia

ditinjau dari teori-teori, peraturan perundangan, Konvensi Cape Town 2001, dan

Konvensi Chicago 1944.

BAB IV Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran. Dari pembahasan

tentang rumusan masalah yang dilakukan dengan komperhensif dan dilengkapi

dengan saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak–pihak yang

berkepentingan.

Page 37: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

20

BAB II

STATUS HUKUM KEBENDAAN ATAS PESAWAT UDARA, ASAS-ASAS

HUKUM BENDA, JAMINAN KEBENDAAN, KONVENSI CAPE TOWN

A. STATUS KEBENDAAN PESAWAT UDARA DALAM HUKUM

INDONESIA

1. Batasan Pesawat Udara

Sebagai langkah pertama akan dikemukakan batasan pesawat udara yang

akan digunakan sebagai batasan/definisi oleh penulis dalam seluruh skripsi ini.28 Di

dalam Konvensi Chicago merupakan konvensi yang mengatur tentang penerbangan

sipil internasional, konvensi ini hanya berlaku untuk pesawat terbang sipil dan tidak

berlaku untuk pesawat udara negara.29 Defini Pesawat Udara adalah setiap mesin

atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi

bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk

penerbangan.30 Definisi lain Pesawat Udara menurut Konvensi Chicago dalam

Annex 7 adalah setiap mesin yang dapat menyokong di atmosfer dari reaksi udara

selain reaksi udara terhadap permukaan bumi.31 Selain pesawat udara, istilah lain

yang digunakan dalam Undang-Undang Penerbangan adalah pesawat terbang dan

helikopter. Pesawat Terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara,

28 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan…, Op.Cit., hlm. 22. 29 Lihat Ketentuan Artikel 3 huruf (a) Konvensi Chicago 1944 “this convention shall be

aplicable only to civil aircraft and shall not be aplecable to state aircraft.” 30 Lihat pada ketentuan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan. 31 http://www.unoosa.org/pdf/pres/stsc2013/tech-23E.pdf diakses pada tanggal 11 Desember

2017.

Page 38: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

21

bersayap tetap, dan dapat terbang dengan tenaga sendiri.32 Kemudian juga

ditegaskan definisi Helikopter adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara,

bersayap putar yang rotornya digerakkan oleh mesin.33

Di dalam Protokol Konvensi Cape Town, definisi Pesawat Terbang adalah

pesawat terbang sebagaimana didefinisikan untuk tujuan Konvensi Chicago yang

merupakan pesawat udara dengan mesin pesawat yang dipasang di atasnya atau

helikopter.34 Kemudian di dalam Protokol Konvensi Cape Town juga dijelaskan

mengenai definisi Helikopter berarti mesin yang lebih berat daripada udara (selain

yang digunakan di dinas militer, bea cukai atau kepolisian) yang didukung terutama

oleh reaksi udara pada satu atau lebih rotor yang digerakkan daya pada sumbu

vertikal yang sebenarnya dan yang bersertifikat tipe. Oleh otoritas penerbangan

yang kompeten untuk mengangkut35:

a. paling sedikit lima (5) orang termasuk kru; atau

b. barang melebihi 450 kilogram bersama dengan semua aksesori, suku cadang

dan peralatan yang terpasang, terpasang atau terpasang (termasuk rotor), dan

semua data, manual dan catatan yang berkaitan dengannya.

32 Lihat pada ketentuan Pasal 1 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan. 33 Lihat pada ketentuan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan. 34 Protokol Konvensi Cape Town 2001 Artikel I Ayat (2) huruf a, “aircraft” means aircraft

as defined for the purposes of the Chicago Convention which are either airframes with aircraft

engines installed thereon or helicopters.” 35 Protokol Konvensi Cape Town 2001 Artikel I Ayat (2) huruf l, “helicopters”means

heavier-than-air machines (other than those used in military, customs or police services) supported

in flight chiefly by the reactions of the air on one or more power-driven rotors on substantially

vertical axes and which are type certified by the competent aviation authority to transport: (i) at

least five (5) persons including crew; or (ii) goods in excess of 450 kilograms, together with all

installed, incorporated or attached accessories, parts and equipment (including rotors), and all

data, manuals and records relating thereto;….”

Page 39: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

22

Sesuai yang tertera dalam Annex 7 Konvensi Chicago 1944 yang

dimodifikasi 1967 harus dilengkapi dengan batasan yang diterima dalam Konvensi

Jenewa 1948 Pasal XVI. Pesawat udara harus mencakup badan pesawat, mesin,

baling-baling, alat radio, dan semua barang lainnya yang dimaksudkan untuk

digunakan di pesawat terbang yang dipasanginya atau untuk sementara dipisahkan

daripadanya.36 Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pesawat terbang

dan helikopter merupakan bagian atau dapat dikatakan sebagai pesawat udara.

2. Pesawat Udara Sebagai Benda yang Terdaftar

Klasifikasi benda yang sangat terkait dengan hukum jaminan adalah

klasifikasi benda bergerak (roerend zaak) dan benda tidak bergerak (onroerend

zaak). Benda bergerak dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok,37 yaitu:

a. Berdasarkan sifatnya (Pasal 509 KUH Perdata)

Benda bergerak berdasarkan sifatnya adalah benda yang karena sifat

dari benda itu dapat berpindah atau dipindahkan dari satu tempat ke tempat

lainnya. Misalnya kapal-kapal, perahu-perahu, perahu-perahu tambang,

gilingan-gilingan dan tempat-tempat pemandian yang dipasang di perahu atau

yang berdiri, terlepas dan benda-benda yang sejenis dengan benda-benda

tersebut (Pasal 510 KUH Perdata).

b. Berdasarkan ketentuan undang-undang (Pasal 511 KUH Perdata)

Benda bergerak berdasarkan ketentuan undang-undang adalah benda-

benda baik berwujud maupun yang tidak berwujud yang oleh karena

36 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan…, Op.Cit. hlm. 24. 37 Riky Rustam, Hukum Jaminan, UII Press, Yogyakarta, 2017, hlm. 6-7.

Page 40: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

23

ketentuan undang-undang ditentukan sebagai benda. Misalnya hak pakai

hasil, hak atas bunga-bunga yang diperjanjian, perikatan-perikatan atau

tuntutan-tuntutan mengenai jumlah uang tertentu yang dapat ditagih, saham-

saham, dan surat-surat berharga.

Sedangkan untuk benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi 3 (tiga)

kelompok, yaitu:

a. Menurut sifatnya (Pasal 506 KUH Perdata)

Benda tidak bergerak menurut sifatnya adalah benda-benda yang

karena sifat benda tersebut tidak dapat berpindah atau dipindahkan dari satu

tempat ke tempat lainnya, misalnya tanah (perkarangan) beserta semua yang

didirikan di atasnya, penggilingan-penggilingan selain yang ditentukan Pasal

510 KUH Perdata, pohon atau tanaman yang akarnya menancap dalam tanah,

buah-buahan yang belum dipetik, barang-barang tambang (selama belum

terpisah atau digali dari tanah), kayu dari pohon-pohon dalam hutan yang

belum dipotong dan/atau ditebang, pipa-pipa dan got-got saluran air dari

rumah atau perkarangan, dan semua hal yang tertancap dalam tanah atau

terpaku dalam bangunan.

b. Berdasarkan peruntukannya atau tujuannya (Pasal 507 KUH Perdata)

Benda tidak bergerak berdasarkan peruntukannya atau tujuannya

adalah semua benda yang melekat dengan tanah atau bangunan meskipun

tidak bersifat permanen, dengan tujuan untuk mengikuti tanah atau bangunan

itu untuk waktu yang lama, misalnya mesin-mesin dalam suatu pabrik.

Page 41: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

24

c. Berdasarkan ketentuan undang-undang (Pasal 508 KUH Perdata)

Benda bergerak berdasarkan ketentuan undang-undang adalah benda-

benda baik berwujud maupun tidak berwujud yang oleh ketentuan undang-

undang ditentukan sebagai benda tidak bergerak, misalnya hak memungut

hasil atas benda tidak bergerak hak memakai atas benda tidak bergerak, dan

benda-benda yang dapat dibebani dengan hipotek seperti pesawat terbang

atau kapal laut dengan ukuran lebih dari 20 m3 (dua puluh meter kubik) yang

telah terdaftar di lembaga yang berwenang (kapal laut atau pesawat terbang

yang belum terdaftar masih berkedudukan sebagai benda bergerak).

Pembedaan kebendaan atas kebendaan yang terdaftar dan kebendaan tidak

terdaftar tidak diatur di dalam KUH Perdata, tetapi tersebar ke dalam berbagai

peraturan, sesuai dengan jenis kebendaannya, di antaranya dalam peraturan

pendaftaran tanah, peraturan pendaftaran kendaraan bermotor, peraturan

pendaftaran hak cipta, dan hak milik intelektual lainnya. Pendaftaran terhadap suatu

kebendaan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hak kepemilikan atas benda-

benda yang didaftarkan tersebut dan memudahkan negara untuk memungut pajak

atas benda yang terdaftar tersebut.

Dalam perkembangannya di negara-negara maju, seperti di Inggris, Amerika

Serikat dan juga Belanda dalam hukum benda menurut peraturan pada masing-

masing negara tersebut telah mengadakan pembedaan benda terdaftar dan benda

tidak terdaftar. Di dalam KUH Perdata disebutkan tentang benda terdaftar

(registergoederen), yaitu benda yang merupakan benda yang terdaftar pada tempat

pendaftaran umum atau register umum (openbare register), pendaftaran mana

Page 42: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

25

mempunyai sifat mutlak bagi benda terdaftar tersebut, karena mempunyai aspek

publisitas. Pendaftaran pada benda terdaftar membuktikan kepemilikan atas benda

tersebut.38

Pesawat udara yang dioperasikan di Indonesia harus mempunyai tanda

pendaftaran.39 Tanpa ada tanda pendaftaran, jelas sebuah pesawat udara tidak dapat

berfungsi sebagai sarana angkutan udara, dan juga tidak akan mungkin memperoleh

tanda kebangsaan Indonesia. Jadi pendaftaran pesawat udara merupakan keharusan

fungsional yang wajib dilakukan oleh pengelolanya sesuai peruntukan yang

dikehendaki supaya dapat beroperasi. Tindakan mendaftarkan pesawat udara selain

untuk keperluan fungsional yang melekat, juga akan berakibat pada aspek-aspek

keperdataan terhadap pesawat udara tersebut selaku objek hukum.40

Keberadaan pesawat udara sebagai sesuatu benda, jika ditarik dan

dihubungkan dengan pola pembagian benda seperti yang dikenal dalam hukum

adat, yakni tanah dan bukan tanah, kiranya tidak menjumpai titik temu. Hal tersebut

dapat dipahami karena pola pembagian benda dalam hukum adat sangat sederhana

sehingga pada tahap berikutnya tidak disusul terbentuknya konsep-konsep lanjutan

untuk mengatur bidang-bidang lain yang bersifat lebih abstrak. Misalnya yang

menyangkut lapangan jaminan, di mana keberadaan bidang jaminan pada

hakikatnya lebih banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai ekonomi pasar. Pada hukum

adat tidak dijiwai oleh dasar-dasar falsafi ekonomi pasar, tetapi lebih cinderung

dipengaruhi oleh kebutuhan yang bersifat paguyuban. Oleh sebab itu mengukur

38 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Op.Cit., hlm. 60. 39 Lihat ketentuan pada Pasal 24 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan. 40 Moch. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara…, Op.Cit., hlm. 136.

Page 43: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

26

keberadaan pesawat udara dengan parameter benda dalam hukum adat, tidak akan

akurat.

Jika keberadaan pesawat udara sebagai benda dikaji dari pembagian benda

yang dikenal oleh KUH Perdata, khususnya menyangkut pembedaan benda

bergerak dan benda tidak bergerak sebagai salah satu pembagian jenis benda yang

sentral, memang ada sedikit sangkutannya. Pesawat udara selaku benda yang

hakikatnya dapat berpindah-pindah, apabila ditinjau dari KUH Perdata dapat

dikualifikasikan sebagai jenis benda bergerak, dan bukan termasuk benda tidak

bergerak. Hal tersebut dapat dibenarkan apabila hanya dilihat secara

lahiriah/fisiknya saja. Namun apabila parameter tersebut diterapkan, maka setiap

pesawat udara akan dianggap sebagai benda bergerak dan dikenai ketentuan-

ketentuan lanjut tentang benda bergerak.41

Pesawat udara sebagai benda modal dalam ruang lingkup industri

penerbangan, akan dapat berfungsi apabila pesawat udara telah didaftarkan terlebih

dahulu dalam register penerbangan.42 Sedangkan pesawat udara yang belum/tidak

terdaftar, tidak akan dapat berfungsi sebagai benda dalam pengertian komersial

selaku ciri industri penerbangan.

Tanda pendaftaran pesawat udara dikeluarkan oleh otoritas penerbangan yang

berwenang untuk itu di setiap negara, di Indonesia kewenangan itu dimiliki oleh

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kementrian Perhubungan Republik

41 Ibid., hlm. 139. 42 Lihat ketentuan pada Pasal 24 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan.

Page 44: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

27

Indonesia.43 Untuk dapat didaftarkan di Indonesia suatu pesawat udara harus

memenuhi beberapa ketentuan,44 yaitu:

a. Tidak terdaftar di negara lain; dan

b. Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia atau dimiliki oleh badan hukum

Indonesia;

c. Dimiliki oleh Warga Negara Asing atau badan hukum asing dan dioperasikan

oleh Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia untuk jangka

waktu pemakaiannya minimal 2 (dua) tahun secara terus-menerus

berdasarkan perjanjian;

d. Dimiliki oleh instansi pemerintah atau pemerintah daerah dan pesawat udara

tersebut tidak dipergunakan untuk misi penegakkan hukum; atau

e. Dimiliki oleh Warga Negara Asing atau badan hukum asing yang pesawat

udaranya dikuasai oleh badan hukum Indonesia berdasarkan suatu perjanjian

yang tunduk pada hukum yang disepakati para pihak untuk kegiatan

penyimpanan, penyewaan, dan/atau perdagangan pesawat udara.

f. Seluruh kewajiban perpajakan berdasarkan hukum Indonesia yang berkaitan

dengan impor pesawat udara ke Indonesia telah dibayar.

g. Seluruh asuransi yang dipersyaratkan45 telah dipenuhi.

43 Lihat ketentuan pada Pasal 47 Ayat (3) Departemen Pehubungan Republik Indonesia,

Peraturan Menteri Perhubungan Tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 47 (Civil

Aviation Safety Regulation Part 49) Tentang Pendaftaran Pesawat Udara (Aircraft Registration),

Nomor KM. 49 Tahun 2009. 44 Ibid., Pasal 47 Ayat (5). 45 Setiap pihak yang mengoperasikan pesawat udara wajib mengasuransikan:

1) Pesawat yang dioperasikan;

2) Personel pesawat udara yang dioperasikan;

3) Tanggung jawab kerugian pihak kedua;

4) Tanggung jawab kerugian pihak ketiga; dan

5) Kegiatan investasi insiden dan kecelakaan pesawat udara.

Page 45: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

28

Oleh karena itu, mengingat keberadaan pesawat udara dalam bidang industri

penerbangan memerlukan pendaftaran sebagaimana diharuskan dalam ketentuan

perundang-undangan di Indonesia, menjadi tidak relevan lagi jika pesawat udara

dikategorikan sebagai benda bergerak seperti ukuran yang diterapkan KUH

Perdata, hal tersebut juga disadari oleh pembentuk Undang-Undang Penerbangan.46

Secara lahiriah/fisik, pesawat udara merupakan benda bergerak, namun secara

fungsional baru, maka jika pesawat udara sudah didaftarkan dan memiliki

kebangsaan47. Corak pendaftaran tersebut kemudian membedakan posisi pesawat

udara menjadi tidak relevan lagi dikualifikasikan sebagai benda bergerak, meskipun

berhakikat mampu berpindah tempat. Kemudian akibat lainnya, pesawat udara

tidak lagi dikenai ketentuan-ketentuan tentang benda bergerak, karena sifatnya

yang khas tersebut. Misalnya tidak lagi dikenai aturan jaminan untuk benda

bergerak. Sebaliknya jika dikategorikan sebagai benda tidak bergerak, karena sudah

tidak lagi dianggap sebagai benda bergerak, karena sudah tidak dianggap sebagai

benda bergerak, hal tersebut juga tidak tepat. Hakikatnya pesawat udara adalah

benda yang selalu mampu berpindah-pindah bahkan sampai melewati batas

teritorial negara. Jika kemudian pembentuk Undang-Undang menentukan sikapnya

untuk menerapkan ketentuan benda tidak bergerak bagi pesawat udara, antara lain

yakni diterapkan lembaga jaminan yang membebankan pesawat udara ke dalam

jaminan kebendaan tidak bergerak.

46 Moch. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara…, Op.Cit., hlm.140. 47 Lihat pada ketentuan Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan.

Page 46: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

29

Pola tersebut identik dengan kedudukan kapal dalam pengaturan WvK, meski

kapal selalu dapat berpindah tempat, kenyataanya jika dijadikan agunan lembaga

jaminan hipotek yang ditetapkan oleh pembentuk undang-undang.48 Hal tersebut

adalah pengaruh dari tindakan pendaftaran yang mengakibatkan pergeseran

kedudukan benda yang didaftar tersebut untuk meninggalkan ruangan ketentuan

hukum semula.49

Harus diakui pula pandangan beberapa ahli hukum perdata yang berpendapat

bahwa klasifikasi kebendaan dalam benda bergerak dan tidak bergerak seperti yang

lazim diadakan dalam sistem hukum nasional yang berasal dari sistem hukum

Eropa Kontinental dan Common Law/Anglo Saxon sudah tidak sesuai lagi dengan

kenyataan dan kebutuhan saat ini. Kecinderungannya adalah untuk memberi

penamaan benda terdaftar dan tidak terdaftar (zaak op naam, zaak niet op naam).

Seperti Pitlo melihat pada kenyataan, adanya berbagai macam register atas nama

yang berhak (gerechtigde), berpendapat bahwa pembagian tersebut lebih sesuai.

Dengan alasan bahwa pesawat udara perlu didaftarkan, para ahli hukum tersebut

sependapat untuk mengkualifikasikan pesawat udara sebagai registerable movable

property atau sebagai benda terdaftar (register zoerderen, zaak op naam).50

Pengaturan hukum Amerika Serikat dan Nederland sebagai Negara Anggota

Konvensi mengandung ketentuan-ketentuan yang diserasikan dengan materi

Konvensi Jenewa 1948. Inggris sebagai bukan Negara Anggota memiliki The

48 Lihat pada ketentuan Pasal 314 WvK. 49 Moch. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara…, Op.Cit., hlm.141. 50 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan…, Op.Cit. hlm. 48-49.

Page 47: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

30

Mortgaging of Aircraft Order 1972 (Amandement) 1981 yang mengatur tentang

pendaftaran perdata pesawat udara Inggris.51

Menurut sistem hukum yang berlaku di Italia, klasifikasi yang paling penting

adalah benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda tidak bergerak dapat dibagi

menjadi dua kategori. Pertama, oleh alam yang biasanya tidak dapat dipindahkan

dari satu tempat ke tempat lain tanpa mengubah struktur dan sifatnya. Seperti tanah,

mata air, jalur air, pohon, bangunan/gedung (meski hanya sementara ditempelkan

ke tanah), dan secara umum segala sesuatu yang secara alami melekat pada tanah.

Kedua, hal-hal yang secara khusus dianggap tidak bergerak. Benda bergerak di sisi

lain dikecualikan berbagai alasan:52

a. semua transaksi mengenai benda tidak bergerak harus dilakukan secara

tertulis.

b. dalam transaksi benda tidak bergerak harus didaftarkan pada tempat

pendaftaran yang relevan dan benda bergerak harus melalui kepemilikan.

c. sehubungan dengan penciptaan pembiayaan yang aman, benda tidak bergerak

dibebankan dengan hipotek sedangkan benda bergerak dibebani dengan

Pledge.

Sehubungan dengan usaha perlindungan terhadap benda tidak bergerak

melalui kepemilikan, sehingga benda bergerak dapat dikatakan sebagai benda tidak

bergerak. Sesuai dengan bentuk dan pemberitahuan dari setiap transaksi mengenai

benda tersebut, yaitu benda bergerak yang dapat disebut sebagai benda tidak

51 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan…, Op.Cit. hlm. 167. 52 G. Leroy Certoma, The Italian Legal System, Butterworths, London, 1985, hml.336.

Page 48: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

31

bergerak yang umumnya terdiri dari benda-benda transportasi seperti contohnya

adalah kapal dan pesawat udara.53

Alasan-alasan yang mendukung pandangan bahwa pesawat udara memiliki

status yang khusus (sui generis) adalah sebagai berikut:

a. Pada suatu pesawat udara diberikan suatu tanda nasionalitas, disertai

kewajiban didaftarkan pada negara tertentu;

b. Untuk tujuan kepentingan perdata, pesawat udara tunduk pada pesyaratan

dapat didaftarkan dalam suatu register umum yang bersifat perdata;

c. Pada pesawat udara ditetapkan ketentuan khusus tentang perolehan

(acquisition) dan pengasingan (alienation) yang tidak berlaku pada benda

tidak terdaftar (benda bergerak lainnya);

d. Pesawat udara dapat lazim tunduk pada pengaturan hukum tentang penahanan

dan penyitaan (attachment) yang berlainan dengan benda bergerak lainnya

(benda tidak terdaftar);

e. Berlakunya aturan hukum tentang bantuan (assistance), penyelamatan

(salvage) pesawat udara yang menimbulkan hak bersifat kebendaan yang

diterapkan oleh undang-undang dan hak tersebut mempunyai kedudukan

mendahului hak jaminan lain yang sudah terdaftar.

Seperti diketahui, salah satu ciri yang diatur berbeda dalam berbagai

perundangan nasional ialah perihal akibat hukum dari berbagai pendaftaran dalam

suatu register. Suatu ajaran umum (hoofdregel) salam hukum keperdataan yang

dikenal baik dalam sistem Hukum Eropa Kontinental maupun Common Law/Anglo

53 Ibid.

Page 49: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

32

Saxon tentang pendaftaran, bahwa pada saat pendaftaran dilakukan, hubungan-

hubungan hukum antar beberapa pihak atas benda yang bersangkutan, diumumkan

(dipublikasikan) kepada pihak ketiga (umum). Sejak saat itu pihak ketiga

mengetahui hubungan hukum atau kebendaan hukum (rechtstoestand) dari benda

tersebut dan pihak ketiga terikat untuk menghormati isi pengumuman tersebut.54

Berkaitan dengan status hukum pesawat udara sebagai benda bergerak yang

diatur secara khusus, atau benda terdaftar yang memiliki suatu nasionalistas negara

tertentu, maka konsekuensi hukum dari berlakunya hukum Negara Bendera

Pesawat atau Flag State bagi pemegang hak atas pesawat udara internasional

teramat penting. Masalah ini berkaitan dengan rights in rem (hak-hak kebendaan)

yang melekat atau dilekatkan pada suatu pesawat udara.

Dalam Hukum Perdata Internasional bahwa benda tidak bergerak dan benda

bergerak dikuasaai oleh pengaturan lex rei sitae (lex situs).55 Lex rei sitae (lex situs)

adalah yang menyatakan bahwa hukum harus diberlakukan atas suatu benda adalah

hukum di mana benda berada atau terletak.56 Seperti dikemukakan oleh Rabels,

prinsip universal yang dimanifestasikan dalam keputusan berlimpah dan diakui

oleh semua penulis, bahwa penciptaan, modifikasi dan penghentian hak dalam hal

fisik nyata individual ditentukan oleh hukum tempat di mana benda-benda itu

berada secara fisik.57 Walaupun demikian, asas umum tersebut tidak diterapkan

54 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan…, Op.Cit. hlm. 50-51. 55 Ibid., hlm. 52. 56 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Perdata Internasional, UII Press, Yogyakarta,

2007, hlm. 16. 57 Ibid., “…the universal principle manifested in abundant decisions and recognized by all

writers, that the creation, modification and termination of rights in individual tangible physical

things are determined by the law of the place where the things is physically situated… .”

Page 50: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

33

pada pesawat udara yang dikualifikasi sebagai benda yang diatur secara khusus dan

memiliki suatu nasionalitas. Seperti dikumukakan oleh Cuqoz, tidak mungkin

menetapkan posisi suatu pesawat udara yang sedang melakukan suatu penerbangan

internasional dan mengkaitkan lex rei sitae yang pasti dengan suatu perbuatan

hukum tertentu yang diadakan di dalam pesawat udara tersebut maupun dengan

kepentingan hak tertentu yang melekat pada pesawat udara tersebut.58

Tujuan pesawat udara adalah untuk bergerak dan actual lex situs59 yaitu

hukum dari negara yang disinggahi atau dilewati pada suatu saat tertentu mungkin

sekali tidak mempunyai konektisitas sama sekali dengan kasus perdata

internasional yang sedang dipermasalahkan. Justru pesawat udara merupakan satu

benda yang dibuat khusus untuk terbang dan merupakan the most movable of all

movables in the legal sense, dan pesawat udara yang sedang dalam penerbangan

internasional selalu berubah situsnya karena dalam beberapa saat dapat pindah ke

beberapa yurisdiksi hukum yang berbeda. Yang menjadi paling penting adalah

hukum mana yang akan diterapkan atas permasalahan hukum perdata internasional

yang menyangkut khususnya tuntutan perdata yang timbul karena pesawat udara

tersebut telah dijaminkan dengan suatu hak jaminan yang bersifat kebendaan

(security interest).60

Apabila lex rei sitae diterapkan akan timbul berbagai keadaan yang

mengacaukan (chaotic) dalam penyelesaian permasalahan hukum yang

58 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan…, Op.Cit. hlm. 53. 59 Pesawat udara sebagai Actual lex situs adalah bahwa dimana pesawat udara berada,

pesawat udara tersebut harus tunduk pada hukum di mana pesawat udara tersebut berada atau

terletak. 60 Ibid., hlm. 54.

Page 51: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

34

menyangkut hak-hak kebendaan dan tuntutan perdata lainnya akan timbul suatu

situs pesawat udara yang selalu berubah. Keadaan ini tidak akan memberikan

keamanan (security) dan stabilitas pada hubungan-hubungan hukum yang

bersangkutan, sehingga timbul suatu kebutuhan akan adanya suatu single,

permanent dan stable law yang dapat diketahui sebelumnya, yaitu hukum dari

negara di mana register atas pesawat udara diadakan. Karenanya hukum dari negara

di mana pesawat udara tersebut diregistrasikan lebih memenuhi kebutuhan hukum

tersebut.61

B. ASAS-ASAS HUKUM BENDA

Apabila ditelusuri ketentuan-ketentuan hukum kebendaan, dapat dijumpai

beberapa asas hukum benda yang menjadi dasar penormaan hukum kebendaan,62

yaitu:

a. Hukum kebendaan merupakan hukum yang bersifat memaksa (dwingen

recht) yang tidak dapat dikesampingkan (waive) oleh para pihak.63

Sebagai hukum memaksa, ketentuan-ketentuan dalam hukum

kebendaan yang telah diatur dalam undang-undang tidak dapat disimpangi

atau ditiadakan oleh seseorang atau para pihak. Artinya seseorang atau para

pihak tidak dapat mengadakan suatu hak kebendaan atas benda tertentu,

selain yang telah ditentukan atau ditetapkan dalam undang-undang. Artinya

hanya undang-undang saja yang dapat melahirkan hak kebendaan, yang

memberikan kekuasaan langsung terhadap seseorang atas suatu benda.

61 Ibid., hlm. 54-55. 62 Ibid. 63 Hartono Hadisoeprapto,Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty,

Yogyakarta, Tahun 1984, hlm. 226.

Page 52: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

35

Atas suatu benda tersebut hanya dapat diadakan hak kebendaan. Hak-

hak kebendaan tersebut tidak akan memberikan wewenang yang lain daripada

apa yang sudah ditentukan dalam undang-undang. Dengan lain perkataan,

kehendak para pihak tidak dapat mempengaruhi isi hak kebendaan.

b. Dapat Dipindahtangankan/Dialihkan

Pada prinsipnya, semua hak kebendaan dapat dipindahtangankan/

dialaihkan kepada siapapun, asalnya yang bersangkutan mempunyai

kewenangan untuk itu. Hal itu sesuai dengan sifatnya hak kebendaan,

karenanya para pihak tidak dapat menentukan lain bahwa hak kebendaan itu

tidak dapat dipindahtangankan/dialihkan kepada pihak lain. Artinya,

sepanjang tidak dikecualikan lain, maka sesuatu dengan sifatnya semua hak

kebendaan dapat dipindahtangankan.

c. Asas Individualitas (Individualiteit)

Berdasarkan kepada asas individualitas ini, maka setiap objek hak

kebendaan selalu adalah barang yang individueel bapaald, yaitu suatu barang

yang dapat ditentukan. Artinya, objek hak kebendaan senantiasa atas barang

yang dapat ditentukan dan merupakan satu kesatuan. 64

d. Asas totalitas/ menyeluruh atas benda (totaliteit)

Asas ini menyatakan bahwa kepemilikan oleh individu atas suatu

kebendaan berarti kepemilikan menyeluruh atas setiap bagian kebendaan

tersebut. Dalam konteks ini misalnya seseorang tidak mungkin memiliki

64 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 42.

Page 53: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

36

bagian dari suatu kebendaan, jika ia sendiri tidak memiliki titel hak milik atas

kebendaan tersebut secara utuh.

e. Asas tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid)

Asas ini merupakan konsekuensi hukum dari asas totaliteit, dimana

dikatakan bahwa seseorang tidak dimungkinkan melepaskan hanya sebagian

hak miliknya atas suatu kebendaan yang utuh. Meskipun seorang pemilik

diberikan kewenangan untuk membebani hak miliknya dengan hak

kebendaan lainnya yang bersifat terbatas (jura in re aliena), namun

pembebanan yang dilakukan itupun hanya dapat dibebankan terhadap

keseluruhan kebendaan yang menjadi miliknya tersebut. Jadi jura in re alenia

tidak mungkin dapat diberikan untuk sebagian dari benda, melainkan harus

untuk seluruh benda tersebut sebagai satu kesatuan.

f. Asas prioriteit

Pada uraian mengenai asas onsplitsbaarheid tersebut telah dikatakan

bahwa suatu kebendaan dimungkinkan untuk diberikan jura in re aliena yang

memberikan hak kebendaan terbatas atas kebendaan tersebut. Hak kebendaan

terbatas ini oleh hukum diberikan kedudukan berjenjan (perioritas) antara

satu hak dengan hak lainnya. Ingat ada hak kebendaan yang bersifat umum

dan ada hak kebendaan yang bersifat terbatas. Di atas hak milik mungkin

dibebankan hak pakai hasil, yang atas hak pakai hasil tersebut masih mungkin

dibebankan hipotek.

Page 54: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

37

g. Asas percampuran (vermenging)

Asas ini merupakan juga asas kelanjutan dari pemberian jura in re

aliena, di mana dikatakan bahwa pemegang hak milik atas kebendaan yang

diberikan hak kebendaan terbatas (jura in re aliena) tidak mungkin menjadi

pemegang hak kebendaan terbatas tersebut jatuh ke tangan pemegang hak

milik kebendaan tersebut, maka hak kebendaan yang bersifat terbatas tersebut

demi hukum hapus.65

h. Asas publisitas (publiciteit)

Asas publisitas berkaitan dengan pengumuman suatu kepemilikan suatu

benda tidak bergerak kepada masyarakat. Pada dasarnya peralihan

kepemilikan dan pembebanan suatu benda tidak bergerak dilakukan melalui

pendaftaran dalam daftar umum agar diketahui masyarakat (umum).

Sementara itu terhadap benda bergerak, pada prinsipnya peralihan

kepemilikan dan pembebanannya tidak diwajibkan didaftarkan. Hal ini

mengandung artinya, bahwa peralihan kepemilikan suatu benda bergerak

cukup dengan penguasaan dan penyerahan nyata, tanpa harus didaftarkan

dalam daftar umum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

i. Pengaturan dan perlakuan yang berbeda terhadap benda yang berbeda

Hal ini sesuai dengan pembedaan benda yang membawa konsekuensi

pula perbedaannya pengaturan dan perlakuan terhadap benda yang yang

berbeda. Artinya hal-hal yang berkaitan dengan penguasaan (bezit),

penyerahan (leavering), pembebanan (bezwaring), lewat waktu (verjaring)

65 Hartono Hadisoeprapto,Pokok-Pokok Hukum Perikatan…,Op.Cit., hlm 46.

Page 55: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

38

masing-masing benda akan berbeda. Hal yang sama juga berlaku terhadap

jura in re aliena atas masing-masing benda. Misalnya, leavering atas benda

bergerak cukup dilakukan penyerahan secraa nyata (fisik), sedangkan

leavering atas benda tidak bergerak dilakukan dengan akta balik nama.

j. Sifat perjanjian sebagai perjanjian kebendaan

Adanya sifat perjanjian dalam setiap pengadaan atau pembentukan hak

kebendaan. Bahwa pada dasarnya dalam setiap hukum perjanjian terkandung

pula asas kebendaan dan dalam setiap hak kebendaan melekat pula sifat

hukum perjanjian di dalamnya. Sifat perjanjian ini menjadai makin penting

adanya dalam pemberian hak kebendaan yang terbatas (jura in re aliena)

sebagaimana dimungkinkan oleh undang-undang.

Hak kebendaan melahirkan perjanjian yang bersifat zakelijk (zakelijk

overeenkomst), yaitu perjanjian yang melahirkan atau menciptakan hak

kebendaan.66 Kemudian menurut ilmu hukum, tanda-tanda pokok kebendaan

adalah sebagai berikut:

a. Hak kebendaan adalah absolut, artinya hak ini dapat dipertahankan

terhadap setiap orang. Pemegang hak berhak menuntut setiap orang

yang mengganggu haknya;

b. Hak kebendaan jangka waktunya tidak terbatas;

c. Hak kebendaan mempunyai droit de suite, artinya hak itu mengikuti

bendanya di tangan siapapun benda itu berada. Jika ada beberapa hak

66 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan…,Op.Cit., hal. 46-47.

Page 56: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

39

kebendaan diletakkan di atas suatu benda, maka kekuatan hak tersebut

ditentukan oleh urutan waktunya;

d. Hak kebendaan memberikan wewenang yang luas kepada pemiliknya.

Hak itu dapat dialihkan, diletakkan sebagai jaminan, disewakan atau

dipergunakan sendiri.

Atas dasar ciri-ciri tersebut, maka benda jaminan pada hak jaminan

kebendaan harus benda yang dapat dialihkan dan mempunyai nilai jual

(ekonomis).67

C. TINJAUAN UMUM HUKUM JAMINAN KEBENDAAN

1. Definisi Hukum Jaminan

Pada Pasal 1131 KUH Perdata menentukan suatu kewajiban bagi debitor

untuk memberikan jaminan kepada kreditor atas utang yang telah diterimanya,

tanpa adanya jaminan yang ditentukan secara khusus maka segala harta kekayaan

debitor baik yang telah ada maupun yang akan ada secara otomatis menjadi jaminan

ketika orang tersebut membuat perjanjian utang meskipun hal tersebut tidak

dinyatakan secara tegas dalam perjanjian.

Menurut M. Bahsan menyebutkan bahwa jaminan adalah segala sesuatu yang

diterima kreditor dan diserahkan debitor untuk menjamin suatu utang piutang dalam

masyarakat. Menurut M. Salim HS., jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa

Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zakerheid atau cautie mencakup secara umum

cara-cara kreditor menjamin dipenuhinya tagihannya, di samping

67 J.Satrio, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Purwokerto,

Tahun 1991, hlm. 14.

Page 57: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

40

pertanggungjawaban umum debitor terhadap barang-barangnya. Rahmadi Usman

juga menyebutkan bahwa jaminan (zakerheid atau cautie) merupakan kemampuan

debitor untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditor, yang

dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai

tanggungan atau pinjaman atau utang yang diterima debitor terhadap kreditornya.68

Berbeda dengan jaminan, hukum jaminan memiliki pengertian tersendiri

yang berbeda dengan pengertian jaminan, J. Satrio menyatakan bahwa hukum

jaminan dalam literatur ilmu hukum dikenal dengan istilah zakerheidsrechten.

Istilah zakerheid diartikan sebagai jaminan, sehingga istilah zakerheidsrechten

kemudian diterjemahkan menjadi hukum jaminan.69

J. Satrio mengartikan hukum jaminan sebagai peraturan hukum yang

mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditor terhadap seorang

debitor. Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan

piutang seseorang.70

Menurut M. Bahsan, hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang

mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman

uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku

saat ini.71

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, unsur-unsur yang tercantum dalam

hukum jaminan ini adalah:72

68 Riky Rustam, Hukum Jaminan…, Op.Cit., hlm. 41-42. 69 Ibid. 70 Ibid. 71 Ibid. 72 Ibid., hlm. 43.

Page 58: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

41

a. Adanya kaidah-kaidah hukum jaminan yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi serta kaidah-kaidah hukum

jaminan yang tumbuh hidup, dan berkembang dalam masyarakat;

b. Adanya pemberi dan penerima jaminan, pemberi jaminan adalah orang-orang

atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima

jaminan;

c. Adanya jaminan yang diserahkan oleh debitor kepada kreditor;

d. Adanya fasilitas kredit yang diawali dari pembebanan jaminan yang dilakukan

oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank

atau lembaga keuangan non-bank.

2. Klasifikasi Jaminan

Ketentuan hukum tentang jaminan dapat ditemukan dalam buku II KUH

Perdata yang mengatur mengenai hukum kebendaan. Pada prinsipnya hukum

jaminan merupakan bagian dari hukum kebendaan, sebab dalam buku II KUH

Perdata diatur mengenai pengertian, cara membedakan benda dan hak-hak

kebendaan, baik yang memberikan kenikmatan dan jaminan.73

Pada umumnya lembaga jaminan yang dikenal dalam tata hukum Indonesia

dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis. Berikut klasifikasi jaminan tersebut:

a. Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh undang-undang dan jaminan yang

lahir karena perjanjian

73 Ibid., hlm. 44.

Page 59: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

42

1) Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh Undang-Undang

Yaitu jaminan yang lahir karena ditentukan oleh Undang-Undang

tanpa adanya perjanjian dari para pihak. Tergolong sebagai jaminan ini

adalah jaminan umum berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata

yang berbunyi segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak

maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah maupun yang baru aka

nada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan

perseorangan.

Selain jaminan umum yang ditentukan Pasal 1131 dan Pasal 1132

KUH Perdata tersebut, jaminan yang lahir karena ditentukan oleh

Undang-Undang lainnya adalah hak retensi sebagaimana yang diatur

dalam sejumlah Pasal-Pasal KUH Perdata, seperti dalam perjanjian

sewa menyewa (Buku III KUH Perdata), pada gadai, ada bezitter yang

jujur (Buku II KUH Perdata), dan lain-lain.

2) Jaminan khusus berdasarkan perjanjian

Yaitu jaminan yang lahir dengan diperjanjikan terlebih dahulu

oleh para pihak, jaminan ini dibuat secara khusus dalam perjanjian dan

dapat berbentuk jaminan yang bersifat kebendaan atau yang bersifat

perorangan, tergolong jaminan ini adalah hipotek, gadai, fidusia,

penanggungan atau jaminan perorangan, hak tanggungan.

Page 60: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

43

b. Jaminan yang tergolong jaminan umum dan jaminan khusus

1) Jaminan yang tergolong jaminan umum

Jaminan umum adalah jaminan yang ditentukan oleh Undang-

Undang yang dalam hal ini ditentukan dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH

Perdata sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahaan jaminan yang

lahir karena ditentukan oleh Undang-Undang.

2) Jaminan yang tergolong jaminan khusus

Jaminan khusus adalah jaminan yang lahir karena adanya

perjanjian diantara para pihak, jaminan ini dapat berupa jaminan yang

bersifat kebendaan dan jaminan yang bersifat perorangan. Jaminan

yang bersifat kebendaan adalah adanya benda tertentu yang daipakai

sebagai jaminan, sedangkan jaminan yang bersifat perorangan yang

bersifat perorangan adalah adanya orang tertentu yang sanggup

membeyar atau memenuhi prestasi jika debitor wanprestasi.

c. Jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan yang bersifat perorangan

1) Jaminan yang bersifat kebendaan

Menurut J. Satrio, bahwa jaminan yang bersifat kebendaan

berupa hak mutlak atas suatu benda tertentu dari debitor yang dapat

dipertahankan pada setiap orang. Sebagaimana ketentuan Buku II KUH

Perdata, hak jaminan dapat bersifat sebagai hak kebendaan karena lahir

bukan dari perjanjian obligator, melainkan dari perjanjian kebendaan.

Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para

pihak untuk melahirkan, mnegubah atau meniadakan hak kebendaan.

Page 61: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

44

Sebagai perjanjian kebendaan, maka kreditor sebagai pemegang hak

jaminan, akan memiliki hak-hak kebendaan dengan ciri yang sangat

istimewa yaitu hak kebendaan bersifat mutlak, ada droit de suite,

preferensi, da nada prioritas.

2) Jaminan bersifat perseorangan

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan menjelaskan bahwa jaminan

yang bersifat perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan

hukum langsung pada perorangan tertentu yang hanya dapat

dipertahankan terhadap debitor tertentu dan terhadap harta kekayaan

debitor umumnya. Sedangkan menurut Subekti jaminan perorangan

(immaterial) adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang

(kreditor) dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya

kewajiban si berutang (debitor).

d. Jaminan yang mempunyai objek benda bergerak dan jaminan atas benda tidak

bergerak

Pembedaan antara jaminan benda bergerak dan jaminan benda tidak

bergerak adalah sebagai akibata dikenalnya perbedaan antara benda bergerak

dan benda tidak bergerak. Pembagian benda menjadi benda bergerak dan

benda tidak bergerak dalam jaminan akan berdampak pada penentuan jenis

lembaga jaminan yang akan dibebankan kepada masing-masing jenis benda

tersebut.

Jika benda berupa benda bergerak maka lembaga jaminan yang dapat

dibebankan adalah berbentuk gadai, fidusia, sedangkan jika benda berbentuk

Page 62: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

45

benda tidak bergerak (benda tetap) maka lembaga jaminan yang dapat

dibebankan adalah berbentuk hipotek, fidusia dan hak tanggungan.

e. Jaminan yang menguasai bendanya dan jaminan tanpa menguasai bendanya

Jaminan yang diberikan dengan menguasai benda yang dijaminkan

contohnya adalah gadai dan hak retensi, sedangkan jaminan yang diberikan

tanpa menguasai benda contohnya adalah hipotek, fidusia, dan previlege.74

3. Macam-Macam Lembaga Jaminan Hak Kebendaan

Jaminan kebendaan dapat diberikan dengan benda bergerak maupun benda

tidak bergerak. penjaminan benda bergerak dilakukan dengan gadai, fidusia,

sedangkan untuk benda tidak bergerak, setelah berlakunya Undang-Undang Hak

Tanggungan pembebanan jaminan kepada ha katas tanah beserta benda-benda yang

berkaitan dengan tanah hanya dapat dibebankan dengan hak tanggungan, dan

pembebanan atas kapal laut dengan bobot 20 m3 atau lebih dan pesawat terbang

serta heli kopter tetap dapat dibebankan dengan hipotek.75

Jaminan kebendaan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam,

diantaranya:

a. Gadai

Lembaga jaminan gadai masih banyak dipergunakan di dalam praktik.

Kedudukan pemegang gadai lebih kuat dari pemegang fidusia, karena benda

jaminan berada dalam penguasaan kreditor. Dalam hal ini, kreditor terhindar dari

74 Ibid., hal. 50-54. 75 Ibid., hal. 75.

Page 63: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

46

itikad jahat (te kwader troum) pemberi gadai, sebab dalam gadai, benda jaminan

sama sekali tidak boleh berada dalam penguasaan (inbezitstelling) pemberi gadai.

Di semua Negara, hamper dikenal lembaga jaminan gadai (pand), pledge atau

pawan di Inggris dan di Amerika, pfand atau faustpfand di Jerman, di Jepang

dikenal juga pledge bagi movables dan pledge on rights. Di dalam hukum Inggris

dikenal lembaga jaminan yang berlaku bagi personal property atau possessory

lienss. Hukum Jerman mengenal zuruckbehaltungsrechte yaitu semacam

possessory lienss yang diatur dalam undang-undang, tetapi juka dapat timbul dari

perjanjian.

Perumusan gadai diberikan dalam Pasal 1150 KUH Perdata yang berbunyi

sebagai berikut:

“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu

barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh

seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si

berutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara

didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian

biaya utuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk

menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus

didahulukan.”

Dari perumusan Pasal 1150 KUH Perdata di atas dapat diketahui, bahwa

gadaimerupakan suatu bentuk jaminan kebendaan atas kebendaan bergerak tertentu

milik debitur atau seseorang lain atas nama debitur untuk dijadikan sebagai jaminan

pelunasan utang tertentu, yang memberikan hak didahulukan (preferensi) kepada

pemegang hak gadai atas kreditor lainnya, setelah terlebih dahulu didahulukan dari

biaya untuk lelang dan biaya menyelamatkan barang-barang gadai yang diambil

Page 64: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

47

dari hasil penjualan melalui pelelangan umum atas barang-barang yang

digadaikan.76

Apabila ketentuan dalam Pasal 1150 KUH Perdata dihubungkan dengan

ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1), Pasal 1152 bis, Pasal 1153 dan Pasal 1158

ayat (1) KUH Perdata, maka jelas pada dasarnya semua kebendaan bergerak dapat

menjadi objek hukum dalam gadai di dalam Pasal 1150 KUH Perdata dinyatakan:

“gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang

bergerak,…”, dalam Pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata diatur mengenai “hak gadai

atas beda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bahwa…”, kemudian dalam

Pasal 1152 bis KUH Perdata dinyatakan “untuk meletakkan gadai atas surat-surat

tunjuk…”, serta dalam Pasal 1153 KUH Perdata antara lain dinyatakan “hak gadai

atas benda-benda bergerak yang tidak berwujud, kecuali surat-surat tunjuk atau

surat-surat bawa,….,” dan yang terakhir dinyatakan dalam Pasal 1158 KUH Perdata

“jika suatu piutang digadaikan…”.

Dari penjelasan tersebut, jelas bahwa objek gadai berupa kebendaan bergerak,

yang dapat dibedakan atas:

1) Kebendaan bergerak yang berwujud atau bertubuh; dan

2) Kebendaan bergerak yang tidak berwujud atau bertubuh berupa piutang atau

tagihan-tagihan dalam bentuk surat-surat berharga tergantung pada macam-

macam jenis klausulnya.77

76 Rachmadi Usman, Hukum Jamian…, Op.Cit., hlm. 104-105. 77 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan…,Op.Cit., hlm. 268-269.

Page 65: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

48

b. Fidusia

Fidusia berasal dari kata fiduciair atau fides yang artinya kepercayaan, yakni

penyerahan hak milik atas benda secara kepercayaan sebagai jaminan (agunan) bagi

pelunasan piutang kreditor. Penyerahan hak milik atas benda ini dimaksudkan

hanya sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, di mana memberikan

kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia (kreditor) terhadap kreditor

lainnya.

Senada dengan pengertian tersebut, ketentuan dalam Pasal 1 angka (1)

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dinyatakan:

“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.”

Dari perumusan tersebut, dapat diketahui unsur-unsur fidusia adalah sebagai

berikut:

1) Pengalihan hak kepemilikan suatu benda;

2) Dilakukan atas dasar kepercayaan;

3) Kebendaannya tetap dalam penguasaan pemilik benda.78

Dengan demikian, artinya bahwa dalam fidusia telah terjadi penyerahan dan

pemindahan dalam kepemilikan atas suatu benda yang dilakukan atas dasar

fiduciair dedngan syarat bahwa benda yang hak kepemilikannya tersebut

diserahkan dan dipindahkan kepada penerima fidusia tetap dalam penguasaan

pemilik benda (pemberi fidusia). Dalam hal ini yang diserahkan dan dipindahkan

dari pemiliknya kepada kreditor (penerima fidusia) adalah hak kepemilikan atas

78 Rachmadi Usman, Hukum Jamian…,Op.Cit. hlm. 151-152.

Page 66: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

49

suatu benda yang dijadikan sebagai jaminan, sehingga hak kepemilikan secara

yuridis atas benda yang dijaminkan beralih kepada kreditor (penerima fidusia).

Sementara itu hak kepemilikan secara ekonomis atas benda yang dijaminkan

tersebut tetap berada di tangan atau dalam penguasaan pemiliknya.

Dengan adanya penyerahan “hak kepemilikan” atas kebendaan jaminan

fidusia, tidak berarti kreditor (penerima fidusia) akan betul-betul menjadi pemilik

kebendaan yang dijaminkan dengan fidusia tersebut. Dalam kedudukan sebagai

kreditor (penerima fidusia), ia mempunyai hak untuk menjual kebendaan fidusia

yang dijaminkan kepadanya “seolah-olah” ia menjadi atau sebagai pemilik dari

kebendaan jaminan fidusia yang dimaksud, bila debitor (pemberi fidusia)

wanprestasi. Dengan kata lain, selama debitor (pemberi fidusia) mempunyai hak

untuk menjual kebendaan fidusia yang dijaminkan kepadanya. Berarti bila utang

debitor (pemberi fidusia) lunas, maka kebendaan fidusia yang dijaminkan

kepadanya tersebut akan diserahkan kembali kepadanya oleh kreditor (penerima

fidusia).79

Selain itu, di dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia

dirumuskan pengertian jaminan fidusia, yaitu:

“Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud

maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan

yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, yang tetap

berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan

utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.”

79 Ibid., hlm. 153.

Page 67: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

50

Berdasarkan perumusan ketentuan dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang

Jaminan Fidusia, unsur-unsur dari Jaminan Fidusia, yaitu:

1) Sebagai lembaga hak jaminan kebendaan dan hak yang diutamakan;

2) Kebendaan bergerak sebagai objeknya;

3) Kebendaan tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani dengan

Hak Tanggungan juga menjadi objek Jaminan Fidusia;

4) Kebendaan menjadi objek Jaminan Fidusia tersebut dimaksudkan sebagai

agunan;

5) Untuk pelunasan suatu utang tertentu;

6) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap

kreditor lainnya.80

c. Hipotek

Hipotek atau hypotheek berasal dari hukum Romawi yaitu hypotheca yang

berarti suatu jaminan utang dimana barang tanggungan tidak diserahkan kepada

kreditor atau tidak berada dalam tangan orang yang mengutangkan. Meskipun

demikian, jika orang yang berutang (debitor) tidak memenuhi kewajibannya, maka

orang tersebut (kreditor) dapat selalu meminta agar tanggungan tersebut diserahkan

walaupun barang tersebut sudah berada di tangan orang lain. Dalam hal ini benda

yang dapat menjadi tanggungan adalah benda bergerak dan benda tidak bergerak.

Dalam perkembangannya, konsep yang berlaku dalam hypotheca hukum

Romawi tersebut sudah tidak sama dengan konsep hipotek yang berlaku saat ini.

Objek hypotheca adalah benda bergerak dan benda tidak bergerak, sedangkan objek

80 Ibid., hlm. 153-154.

Page 68: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

51

hipotek yang berlaku saat ini jika mengacu kepada ketentuan-ketentuan dalam KUH

Perdata hanya terhadap benda-benda tidak bergerak.81

Perumusan pengertian hipotek dinyatakan dalam Pasal 1162 KUH Perdata,

yang berbunyi:

“hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak, untuk

mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan”

Dari bunyi ketentuan dalam Pasal 1162 KUH Perdata, tampaknya hak hipotek

mirip dengan hak gadai, yaitu sama-sama sebagai hak jaminan kebendaan; sedang

perbedaannya, hak gadai merupakan hak jaminan yang dibebankan kepada

kebendaan bergerak, dan hak hipotek merupakan hak jaminan yang dibebankan

kepada kebendaan tidak bergerak.82

Ketentuan tentang objek hipotek tersebut kemudian dipertegas kembali

dengan adanya Pasal 1167 KUH Perdata yang menentukan bahwa benda bergerak

tidak dapat dibebani dengan hipotek. Ketentuan tersebut menjadi ketentuan yang

memperjelas perbedaan antara jaminan gadai dan hipotek.

Melengkapi ketentuan tesebut, Pasal 1168 KUH Perdata juga menentukan

bahwa hipotek tidak dapat diadakan selain oleh orang yang mempunyai wewenang

untuk memindahtangankan barang yang dibebankan tersebut. Dengan demikian,

hipotek yang berlaku saat ini adalah hipotek yang hanya dibebankan terhadap

benda-benda tidak bergerak yang merupakan milik atau hak dari pemberi hipotek.83

Sebagai hak kebendaan yang memberi jaminan atas kebendaan tidak

bergerak, maka sifat-sifat yang melekat pada hipotek, adalah:

81 Riky Rustam, Hukum Jaminan…, Op.Cit., hlm. 165-166. 82 Rachmadi Usman, Hukum Jamian…,Op.Cit. hlm. 246-247. 83 Riky Rustam, Hukum Jaminan…, Loc.Cit. hlm.166.

Page 69: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

52

1) Bersifat acessoir pada perjanjian pokok tertentu;

2) Tidak dapat dibagai-bagi;

3) Tetap mengikuti kebendaannya;

4) Bersifat terbuka;

5) Mengandung pertelaan;

6) Mengenal pertingkatan;

7) Mengandung hak didahulukan; mengandung hak untuk pelunasan piutang

tertentu.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1162 KUH Perdata, objek jaminan hipotek

adalah benda tidak bergerak atau benda tetap, hal ini dikarenakan jaminan hipotek

tidak dapat dibebankan atas benda bergerak. Macam-macam benda tetap yang dapat

dibebani dengan hipotek tersebut adalah:

1) Hipotek atas hak tanah

Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 Tentang

Hak Tanggungan (Undang-Undang Hak Tanggungan), objek jaminan hipotek juga

mencakup ha katas tanah. Hal tersebut terlihat dari beberapa ketentuan hipotek

dalam KUH Perdata yang menentukan mengenai penjaminan hak atas tanah dengan

hipotek, misalnya ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1164 dan 1174 KUH Perdata.

Meskipun demikian, sejak diundangkannya Undang-Undang Hak

Tanggungan, semua ketentuan hipotek yang mengatur mengenai pembebanan

hipotek terhadap ha katas tanah yang diatur buku kedua KUH Perdata sudah

dinyatakan tida berlaku lagi karena telah dicabut oleh Undang-Undang Hak

Tanggungan, sedangkan ketentuan hipotek atas kapal yang berukuran 20 m3 ke atas

Page 70: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

53

masih tetap berlaku, karena hak tanggungan hanya menggantikan hipotek

sepanjang menyangkut mengenai ha katas tanah saja.

2) Kapal Laut

Di dalam Pasal 310 KUH Perdata disebutkan, kapal laut adalah semua kapal

yang dipakai untuk pelayaran di laut atau yang diperuntukkan untuk itu. Namun

sebagai objek jaminan, tidak semua jenis kapal dapat dibebani dengan hipotek, jenis

kapal yang dapat dibebani dengan hipotek adalah kapal-kapal sebagaimana yang

ditentukan oleh Pasal 314 KUHD.

Ketentuan Pasal 314 KUHD tersebut menunjukan, kapal laut yang dapat

dijadikan sebagai objek jaminan dengan menggunakan hipotek adalah kapal dengan

isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3 (dua puluh meter kubik) dan kapal tersebut

juga sudah terdaftar dalam daftar kapal di Indonesia. Jika kapal-kapal yang telah

terdaftar akan dijadikan sebagai agunan utang, pembebanan jaminan atas kapal

terdaftar tersebut tidak dapat dibebani dengan gadai, dan pasal 1977 KUH Perdata

juga tidak dapat berlaku atas kapal tersebut.

3) Pesawat Terbang dan Helikopter

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan hanya

menentukan bahwa objek pesawat udara dapat dibebani dengan kepentingan

internasional yang timbul akibat perjanjian pemberian hak jaminan kebendaan,

perjanjian pengikatan hak bersyarat, dan/atau perjanjian sewa guna usaha.84

84 Ibid., hlm. 167-170.

Page 71: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

54

d. Hak Tanggungan

Sesungguhnya Hak Tanggungan dimaksudkan sebagai pengganti lembaga

dan ketentuan hipotek sebagaimana diatur dalam Buku II KUH Perdata dan

credietverband dalam Staatsblad 1908 Nomor 542 sebagaimana yang telah diubah

dengan Staatsblad 1937 Nomor 190, yang berdasarkan ketentuan Pasal 57 UUPA

diberlakukan hanya untuk sementara waktu sampai menunggu terbentuknya

Undang-Undang Hak Tanggungan sebagaimana dijanjikan oleh Pasal 51 UUPA.85

Dengan adanya UUHT membawa pengaruh terhadap ketentuan-ketentuan

yang berkaitan dengan hukum pertahanan nasional maupun Buku Kedua KUH

Perdata yang berkaitan dengan lembaga-lembaga dan ketentuan-ketentuan hak

jaminan sebagai bagian dari pembaruan hukum jaminan nasional. Di bidang hukum

pertahanan nasional telah tercipta lembaga hak jaminan atas ha katas tanah, bahwa

hak tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas ha katas tanah

dan sekaligus menuntaskan unifikasi hukum pertanahan nasional, sebagaimana

antara lain dinyatakan dalam angka 5 Penjelasan atas UUHT,86 bahwa:

“hak tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atau tanah

dan dengan demikian menjadi tuntaslah unifikasi hukum tanah nasional, yang

merupakan salah satu tujuan utama undang-undang pokok agraria."

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa dengan berlakunya

UUHT, maka keuntungan-keuntungan hipotek sepanjang mengenai pembebanan

hak tanggungan pada ha katas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan

85 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan…,Op.Cit. hlm. 316. 86 Ibid., hlm. 326.

Page 72: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

55

tanah tidak berlaku lagi dan dinyatakan pula tidak berlaku ketentuan mengenai

credietverband. Penegasan ini dinyatakan dalam Pasal 29 UUHT.87

Dengan demikian berdasarkan ketentuan dalam Pasal 29 UUHT beserta

penjelasannya dapat disimpulkan, bahwa dengan berlakunya UUHT ,aka ketentuan

mnegenai credietverband dengan sendirinya seluruhnya, sedangkan keten tuan

hipotek88:

1) dinyatakan tidak berlaku lagi hanya yang menyangkut pembebanan hipotek

atas ha katas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah,

dikarenakan dengan sendirinya tunduk kepada ketentuan dan persyaratan

yang diatur di dalam UUHT;

2) masih berlaku yang menyangkut pembebanan hipotik yang objeknya selain

ha katas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dnegan tanah, yaitu

hipotek atas kapal laut dan hipotek atas pesawat udara.

Jadi, pada prinspnya semua peraturan perundang-undangan yang ada, masih

tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan dalam penerapannya harus

disesuaikan dengan ketentuan dalam UUHT. Ketentuan demikian untuk

menghindari terjadinya kekosongan hukum, timbulnya stagnasi dan menjaga

ketertiban masyarakat dalam pelaksanaan UUHT.89

D. TINJAUAN UMUM KONVENSI CAPE TOWN

Konvensi Cape Town dibuat atas prakasa International Air Transport

Association (IATA), International Civil Organization (ICAO), International

87 Ibid., hlm. 327. 88 Ibid. 89 Ibid., hlm. 328.

Page 73: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

56

Institute for the Univication of Private Law (UNIDROIT) yang pembahasan

akhirnya dilakukan di Cape Town, Afrika Selatan pada tanggal 29 Oktober sampai

dengan 16 Novemver 2001.90

Konvensi tentang Kepentingan Internasioal peralatan bergerak dan protokol

pada Konvensi tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak

mengenai masalah-masalah khusus pada peralatan pesawat udara yang tercantum

dalam Cape Town Treaty (Konvensi Cape Town) telah diratifikasi oleh 49 negara

termasuk Indonesia.91 Indonesia meratifikasi Konvensi Cape Town pada tahun

2007 dengan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Pengesahan

Convention On International Interest in Mobile Equipment (Konvensi tentang

Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak) Beserta Protocol To The

Convention On International Interest in Mobile Equipment on Matters Specific to

Aircraft (Protokol Pada Konvensi tentang Kepentingan Internasional dalam

Peralatan Bergerak Mengenai Masalah-masalah Khusus Peralatan Pesawat Udara).

Dan pada tahun 2009 mencabut Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang

Penerbangan dan mengganti dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan yang tunduk dan sesuai dengan Konvensi Cape Town.92

Kerangka kerja, tujuan dan ketentuan utama Konvensi dan Protokol Peralatan

Pesawat Udara dalam inkarnasi sebelumnya telah dijelaskan dalam isu-isu

sebelumnya dari Tinjauan Hukum Seragam. Intinya Konvensi, dengan

90 Souichirou Kozuka, Implementing the Cape Town Convention and the Domestic Laws on

Secured Transactions, Springer Nature, Switzerland, 2017, e-book, hlm. 110. 91 http://dephub.go.id/post/read/capetown-treaty-perlu-disosialisasikan-kepada-ahli-hukum-

indonesia-9863 diakses pada tanggal 10 November 2017. 92 Getar Danishswara & Anugrah Akbar Darmawan, Regulasi Terhadap Bentuk …, Op.Cit.,

2014, hlm. 1406.

Page 74: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

57

Protokolnya, dirancang untuk mengatasi masalah memperoleh hak yang aman dan

mudah dilaksanakan di benda pesawat terbang, rolling stock kereta api dan aset

ruang yang menurut sifatnya tidak memiliki lokasi tetap, dan dalam kasus aset

ruang angkasa tidak ada di bumi sama sekali. Masalahnya bukanlah masalah yang

menentukan apa yang berlaku - yang dapat diatasi dengan konflik hukum yang

seragam. Konvensi seperti Konvensi Jenewa 1948 mengenai Pengakuan

Internasional atas Hak-hak dalam Pesawat - namun pendekatan hukum sistem

keamanan dan keamanan yang berbeda-beda. hak pemesanan judul, menimbulkan

ketidakpastian antara pemodal yang berniat mengenai keefektifan hak-hak mereka.

Hasilnya adalah untuk menghambat perpanjangan keuangan, terutama ke negara

berkembang, dan untuk meningkatkan biaya pinjaman. Konvensi dan Protokol

pendukungnya memiliki lima tujuan dasar:

1) Menyediakan untuk menciptakan kepentingan internasional yang akan diakui

di semua negara pihak pada Persetujuan;

2) Memberikan kreditur dengan berbagai solusi default dasar dan, jika ada bukti

kegagalan, sarana untuk mendapatkan kelonggaran sementara yang cepat

sambil menunggu keputusan akhir mengenai klaimnya atas manfaatnya;

3) Untuk membuat daftar internasional elektronik untuk pendaftaran

kepentingan internasional yang akan memberitahukan keberadaan mereka

kepada pihak ketiga dan memungkinkan kreditur mempertahankan

prioritasnya terhadap kepentingan terdaftar dan melawan kepentingan yang

tidak terdaftar dan administrator kepailitan debitur;

Page 75: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

58

4) Untuk memastikan melalui Protokol yang relevan bahwa kebutuhan khusus

dari sektor industri terkait terpenuhi;

5) Dengan cara ini memberi kreditur lebih yakin kepada keputusan kreditur,

memberikan penilaian kredit atas piutang peralatan dan mengurangi biaya

pinjaman untuk keuntungan semua pihak yang berkepentingan.93

Ratifikasi suatu konvensi internasional oleh suatu Negara membawa

kewajiban bagi Negara tersebut untuk mentransformasikan/ menterjemahkan

perjanjian internasional tersebut ke dalam peraturan perundang-undangan

nasionalnya. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 pada Bab IX dari Pasal 71

sampai dengan Pasal 82 berusaha mentransformasikan ketentuan dalam Konvensi

Cape Town tersebut. Hal yang paling penting dari pengaturan tersebut adalah

dengan menjadikan ketentuan dalam Konvensi Cape Town sebagai ketentuan

hukum khusus (lex specialis).94

Beberapa ketentuan dalam Konvensi Cape Town memungkinkan Negara-

negara Peserta untuk melakukan suatu pernyataan (declaration) atas ketentuan-

ketentuan tertentu dalam Konvensi tersebut. Indonesia melalui Peraturan Presiden

Nomor 8 Tahun 2007 telah memberikan pernyatan95 terhadap ketentuan-ketentuan

dalam Konvensi Cape Town dan Protokol Cape Town yaitu:96

93 http://www.unidroit.org/overview-2001capetown diakses pada tanggal 10 November

2017. 94 Lihat ketentuan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penenerbangan. 95 Pernyataan (Declaration) adalah pernyataan sepihak suatu negara tentang pemahaman atau

penafsiran mengenai suatu ketentuan dalam perjanjian internasional, yang dibuat ketika

menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan perjanjian internasional yang bersifat

multilateral, guna memperjelas makna ketentuan tersebut dan tidak dimaksudkan untuk

mempengaruhi hak dan kewajiban negara dalam perjanjian internasional. (Pasal 1 huruf (f) Undang-

undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional). 96 Souichirou Kozuka, Implementing the Cape Town…,Loc.Cit.,e-book, hlm. 110.

Page 76: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

59

1) Pasal 39 Ayat (1) huruf (a) Konvensi Cape Town (Rights Having Priority

without Registration)97

Indonesia menyatakan bahwa terhadap hak-hak non-konsensual

sebagai berikut mempunyai prioritas atas suatu kepentingan internasional

dalam suatu objek pesawat udara yang terdaftar, baik dalam atau di luar

proses kepailitan sebagai berikut:

a) Tagihan-tagihan yang harus didahulukan yang berkenaan dengan upah-

upah para pegawai perusahaan penerbangan yang belum dibayarkan

yang timbul sejak saat wanprestasi yang dinyatakan berdasarkan suatu

kontrak pendanaan atau penyewaan suatu objek pesawat udara.

b) Tagihan-tagihan yang harus didahulukan atau hak-hak lain dari suatu

instasi yang berwenang di Indonesia berkaitan dengan pajak-pajak,

tagihan-tagihan yang belum dibayar lainnya yang timbul dari atau

berkaitan dengan penggunaan objek pesawat udara tersebut yang

timbul sejak wanprestasi yang dinyatakan berdsarkan suatu kontrak

untuk pendanaan atau penyewaan objek pesawat tersebut.

c) Tagihan-tagihan yang harus didahulukan atau hak-hak yang berkenaan

dngan biaya perbaikan suatu objek pesawat atas jasa hingga jasa-jasa

yang dilaksanakan atas dan nilai tambah terhadap objek pesawat

tersebut.98

97 Konvensi Cape Town 2001, Artikel 39 Ayat (1) huruf (a) “those categories of non-

consensualright or interest (other than right or interest to whichArticle 40 applies) which under that

State’s law have priority over an interest in an object equivalent to that of the holder of a registered

international interest and which shall have priority over a registered international interest, wether

in or outside insolvency proceedings;and.” 98 Lihat ketentuan Pada Poin A Ayat (1) Lampiran Peraturan Presiden RI No.8/2007 Tentang

Page 77: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

60

2) Pasal 39 Ayat (1) huruf (b) Konvensi Cape Town (Rights Having Priority

without Registration)99

Indonesia menyatakan ratifikasi tersebut tidak menghalangi hak-hak

pihak lain, termasuk penyedia jasa swasta bagi pelayanan publik di Indonesia,

untuk menangkap atau menahan suatu objek pesawat guna pemenuhan

kewajiban pembayaran jumlah yang terhutang terhadap penyedia jasa

tersebut yang berkaitan langsung dengan jasa atau layanan yang diberikannya

ang berhubungan dengan objek tersebut atau objek lainnya.100

3) Pasal 40 Konvensi Cape Town (Registrable Non-consensual Rights or

Interest)101

Indonesia menyatakan hak-hak non-konsensual berikut dapat didaftar

sebagai kepentingan internasional terhadap setiap kategori pesawat dan

Pengesahan Convention On International Interests In Mobile Equipment (Konvensi Tentang

Kepentingan Internasional Dalam Peralatan Bergerak) Beserta Protocol To The Convention On

International Interests In Mobile Equipment On Matters Specific To Aircraft Equipment (Protokol

Pada Konvensi Tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak mengenai Masalah-

Masalah Khusus Pada Peralatan Pesawat Udara). 99 Konvensi Cape Town 2001, Artikel 39 Ayat (I) huruf (b) “ that nothing in this convention

shall affect of a State or State entitiy, intergovernmental organization or other private provider of

public services to arrest or detain an object under the laws of that State for payment of amounts

owed to such entity, organization or provider directly relating to those services in respect of that

object or another object”. 100 Lihat ketentuan Pada Poin A Ayat (II) Lampiran Peraturan Presiden RI No.8/2007

Tentang Pengesahan Convention On International Interests In Mobile Equipment (Konvensi

Tentang Kepentingan Internasional Dalam Peralatan Bergerak) Beserta Protocol To The Convention

On International Interests In Mobile Equipment On Matters Specific To Aircraft Equipment

(Protokol Pada Konvensi Tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak mengenai

Masalah-Masalah Khusus Pada Peralatan Pesawat Udara). 101 Konvensi Cape Town 2001, Artikel 40 “A Contracting State may at any time in a

declaration deposited with the Depositary of the Protocol list the categories of non-consensual right

or interest which shall be registrable under this Convention as regards any category of object as if

the right or interest were an international interest and shall be regulated accordingly. Such a

declaration may be modified from time to time.”

Page 78: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

61

perlengkapannya dan karenanya akan diatur lebih lanjut. Hak-hak non-

konsensual dimaksud adalah sebagai berikut:

a) Tagihan-tagihan yang harus didahulukan berkenaan dengan upah para

pegawai perususahaan penerbangan atas yang belum dibayarkan, yang

timbul sebelum wanprestasi yang dinyatakan atas suatu kontrak

pendanaan atau penyewaan suatu objek pesawat udara.

b) Tagihan-tagihan yang harus didahulukan atau hak lain dari suatu instasi

yang berwenang di Indonesia berkaitan dengan pajak-pajak atau

tagihan-tagihan yang belum dibayarkan lain yang timbul dari atau

berkaitan dengan penggunaan suatu objek pesawat tersebut yang timbul

sebelum saat wanprestasi yang dinyatakan berdasarkan suatu kontrak

terhadap pendanaan atau penyewaan objek pesawat.

c) Hak-hak sari seseorang untuk mendapat penetapan/keputusan

pengadilan untuk mengizinkan adanya penyitaan suatu objek pesawat

guna memenuhi suatu keputusan pengadilan secara penuh atau

sebagian.102

4) Pasal 53 Konvensi Cape Town (Ditermination of Courts)103

Indonesia menyatakan bahwa semua pengadilan yang berwenang

menurut peraturan perundang-undangan Indonesia berwenang menangani

102 Lihat ketentuan Pada Poin A Ayat (III) Lampiran Peraturan Presiden RI No.8/2007

Tentang Pengesahan Convention On International Interests In Mobile Equipment (Konvensi

Tentang Kepentingan Internasional Dalam Peralatan Bergerak) Beserta Protocol To The Convention

On International Interests In Mobile Equipment On Matters Specific To Aircraft Equipment

(Protokol Pada Konvensi Tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak mengenai

Masalah-Masalah Khusus Pada Peralatan Pesawat Udara). 103 Konvensi Cape Town 2001, Artikel 53 “A Contracting State may, at the time of

ratification, acceptance, approval of, or accession to the Protocol, declare the relevant “court” or

“courts” for the purposes of Article 1 and Chapter XII of this Convention.”

Page 79: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

62

hal-hal yang diatur dalam Pasal 1 Konvensi Cape Town (Definitions) dan Bab

XII Konvensi Cape Town (Jurisdiction).104

5) Pasal 54 Ayat (2) konvensi Cape Town (Declarations regarding Remedies)105

Indonesia menyatakan bahwa setiap upaya yang ditentukan dalam

konvensi terhadap kreditor yang tidak ditentukan harus dengan bantuan

pengadilan, dapat dilaksanakan tanpa bantuan atau pemberitahuan

pengadilan.106

6) Pasal VIII Protokol Cape Town (Choice of Law)107

Indonesia menyatakan bahwa para pihak bebas untuk menyetujui

ketentuan-ketentuan pokok dan undang-undang yang berlaku sehubungan

dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian yang

mereka buat.108

104 Lihat ketentuan Pada Poin A Ayat (IV) Lampiran Peraturan Presiden RI No.8/2007

Tentang Pengesahan Convention On International Interests In Mobile Equipment (Konvensi

Tentang Kepentingan Internasional Dalam Peralatan Bergerak) Beserta Protocol To The Convention

On International Interests In Mobile Equipment On Matters Specific To Aircraft Equipment

(Protokol Pada Konvensi Tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak mengenai

Masalah-Masalah Khusus Pada Peralatan Pesawat Udara). 105 Konvensi Cape Town 2001, Artikel 54 (2) “A Contracting State shall, at the time of

ratification, acceptance, approval of, or accession to the Protocol, declare whether or not any

remedy available to the creditor under any provision of this Convention which is not there expressed

to require application to the court may be exercised only with leave of the court.” 106 Lihat ketentuan Pada Poin A Ayat (V) Lampiran Peraturan Presiden RI No.8/2007

Tentang Pengesahan Convention On International Interests In Mobile Equipment (Konvensi

Tentang Kepentingan Internasional Dalam Peralatan Bergerak) Beserta Protocol To The Convention

On International Interests In Mobile Equipment On Matters Specific To Aircraft Equipment

(Protokol Pada Konvensi Tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak mengenai

Masalah-Masalah Khusus Pada Peralatan Pesawat Udara). 107 Protokol Konvensi Cape Town 2001, Artikel 8 “This Article applies only where a

Contracting State has made a declaration pursuant to Article XXX (1).” 108 Lihat ketentuan Pada Poin B Ayat (I) Lampiran Peraturan Presiden RI No.8/2007 Tentang

Pengesahan Convention On International Interests In Mobile Equipment (Konvensi Tentang

Kepentingan Internasional Dalam Peralatan Bergerak) Beserta Protocol To The Convention On

International Interests In Mobile Equipment On Matters Specific To Aircraft Equipment (Protokol

Pada Konvensi Tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak mengenai Masalah-

Masalah Khusus Pada Peralatan Pesawat Udara).

Page 80: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

63

7) Pasal XXX Ayat (1) Protokol Cape Town (Declarations Relating to Certain

Provisions) sehubungan dengan Pasal XII Protokol Cape Town (Insolvency

Assistance)109

Indonesia menyatakan pengadilan di Indonesia wajib bekerja sama

dengan pengadilan asing dan curator asing (foreign insolvency administrator)

dalam melaksanakan ketentuan Pasal XII Protokol (Insolvency Assistance).110

8) Pasal XXX Ayat (1) Protokol Cape Town (Declarations Relating to Certain

Provisions) sehubungan dengan Pasal XIII Protokol Cape Town

(Deregistration and Export Request Authhorisation)111

Indonesia menyatakan bahwa instasi yang berwenang melakukan

pencatatan wajib:

a) Mencatat surat kuasa yang tidak dapat dicabut untuk memohon

deregistrasi dan ekspor (Irrevocable Deregistration And Export

Request Authorization/ IDERA) dalam bentuk yang dilampirkan pada

Protokol yang disampaikan kepadanya untuk dicatat;

b) Mengakui pihak yang diberi kuasa adalah satu-satunya pihak yang

berwenang;

109 Protokol Konvensi Cape Town 2001, Artikel 30 (1)“A Contracting State may, at the time

of ratification, acceptance, approval of, or accession to this Protocol, declare that it will apply any

one or more of Articles VIII, XII and XIII of this Protocol.” 110 Lihat ketentuan Pada Poin B Ayat (II) Lampiran Peraturan Presiden RI No.8/2007 Tentang

Pengesahan Convention On International Interests In Mobile Equipment (Konvensi Tentang

Kepentingan Internasional Dalam Peralatan Bergerak) Beserta Protocol To The Convention On

International Interests In Mobile Equipment On Matters Specific To Aircraft Equipment (Protokol

Pada Konvensi Tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak mengenai Masalah-

Masalah Khusus Pada Peralatan Pesawat Udara). 111 Protokol Konvensi Cape Town 2001, Artikel 30 (1) “A Contracting State may,…, Loc.Cit.

Page 81: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

64

c) Melaksanakan upaya yang ditentukan berdasarkan Pasal IX (1)

protocol Cape Town (Remedies on Insolvency) dan berdasarkan kuasa

yang diberikan (dalam IDERA); dan

d) Meminta penghapusan dari buku daftar pesawat.

Instasi yang berwenang mencatat pesawat dan instasi lainnya harus

bekerja sama dan membantu pihak yang diberi kuasa dalam melaksanakan

upaya (hak-haknya) sebagaimana disebut dalam IX Protokol Cape Town

(Remedies on Onsolvency).112

9) Pasal XXX Ayat (2) Protokol Cape Town (Declarations Relating to Certain

Provisions) sehubungan dengan Pasal X Protokol Cape Town (Modification

of Provisions regarding Relief Pending Final Determination) Protokol dalam

pemberlakuan Pasal X Protokol Cape Town (Modification of Provisions

regarding Relief Pending Final Determination) secara keseluruhan.113

Indonesia menyatakan memberlakukan Pasal X Protocol Cape Town

secara keseluruhan sehubungan dengan jangka waktu yang diatur dalam Pasal

X Ayat (2) Protokol Cape Town adalah sebagai berikut:

a) Sepuluh (10) hari kalender sehubungan dengan upaya yang ditentukan

dalam Pasal 13 (1) huruf (a), (b), dan (c) dari Konvensi Cape Town

112 Lihat ketentuan Pada Poin B Ayat (III) Lampiran Peraturan Presiden RI No.8/2007

Tentang Pengesahan Convention On International Interests In Mobile Equipment (Konvensi

Tentang Kepentingan Internasional Dalam Peralatan Bergerak) Beserta Protocol To The Convention

On International Interests In Mobile Equipment On Matters Specific To Aircraft Equipment

(Protokol Pada Konvensi Tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak mengenai

Masalah-Masalah Khusus Pada Peralatan Pesawat Udara). 113 Protokol Konvensi Cape Town 2001, Artikel 30 (2) “A Contracting State may, at the time

of ratification, acceptance, approval of, or accession to this Protocol, declare that it will apply

Article X of this Protocol, wholly or in part. If it so declares with respect to Article X(2), it shall

specify the time-period required thereby.”

Page 82: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

65

(sehubungan dengan penjagaan terhadap objek-objek pesawat udara

dan nilai mereka; pemilikan, pengawasan atas objek-objek pesawat

udara; dan penahanan terhadap objek pesawat); dan

b) Tiga puluh (30) hari kalender sehubungan dengan upaya yang

ditentukan dalam Pasal 13 (d) dan (e) Konvensi Cape Town

(sehubungan dengan sewa atau pengurusan objek pesawat dan

pendapatannya, dan penjualan serta penggunaan hasil objek

pesawat).114

10) Pasal XXX (3) sehubungan dengan Pasal XI Protokol Cape Town

(Modification of Provisions regarding Relief Pending Final Ditermination)

menetapkan berlakunya alternative A terhadap semua tipe kepailitan.115

Indonesia menyatakan memberlakukan Pasal XI Protokol Cape Town,

alternative A Protokol Cape Town secara keseluruhan terhadap semua tipe

kepailitan dan menetapkan waktu tunggu sehubungan dengan Pasal XI (3)

Protokol Cape Town adalah 60 hari kalender.

114 Lihat ketentuan Pada Poin B Ayat (IV) Lampiran Peraturan Presiden RI No.8/2007

Tentang Pengesahan Convention On International Interests In Mobile Equipment (Konvensi

Tentang Kepentingan Internasional Dalam Peralatan Bergerak) Beserta Protocol To The Convention

On International Interests In Mobile Equipment On Matters Specific To Aircraft Equipment

(Protokol Pada Konvensi Tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak mengenai

Masalah-Masalah Khusus Pada Peralatan Pesawat Udara). 115 Protokol Konvensi Cape Town 2001, Artikel 30 (3) “A Contracting State may, at the time

of ratification, acceptance, approval of, or accession to this Protocol, declare that it will apply the

entirety of Alternative A, or the entirety of Alternative B of Article XI and, if so, shall specify the

types of insolvency proceeding, if any, to which it will apply Alternative A and the types of insolvency

proceeding, if any, to which it will apply Alternative B. A Contracting State making a declaration

pursuant to this paragraph shall specify the time-period required by Article XI.”

Page 83: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

66

E. ASPEK HUKUM ISLAM TENTANG BENDA DAN JAMINAN

1. Aspek Hukum Islam Tentang Benda

Menurut istilah Fikih Islam, benda adalah segala sesuatu yang mungkin

dimiliki seseorang dan dapat diambil manfaatnya dengan jalan biasa. Segala

sesuatu yang telah menjadi milik seseorang, baik berupa tanah, barang-barang,

binatang, perhiasan, uang dan sebagainya termasuk benda. Demikian pula segala

sesuatu yang belum secara riil menjadi milik seseorang, tetapi ada kemungkinan

dimiliki dan akan dapat diambil manfaatnya dengan jalan biasa, bukan karena

darurat, termasuk benda. Misalnya, garam di laut, asam di gunung, burung di udara,

pasir di kali, binatang di hutan dan sebagainya.116

Dengan adanya pengertian tersebut, cahaya, panas matahari, udara, karena

tidak mungkin menjadi milik seseorang, hal tersebut tidak termasuk benda,

meskipun manfaatnya amat besar bagi hidup manusia. Para Fukaha (ahli ilmu fikih)

tidak sependapat apabila manfaat benda, seperti mendiami rumah, mengendarai

kereta api, menanami sawah dan sebagainya yang semuanya tersebut dapat dimiliki,

tetapi bukan zat benda. Ulama Mazhab Hanafi tidak memandangnya sebagai benda,

sedangkan ulama mahzab Syafii’ dan Hambali memandangnya sebagai benda

sebab sumber-sumber manfaat itu adalah benda-benda yang mungkin dimiliki

secara nyata.117

116 KH. Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), UII

Press, Yogyakarta, Cetakan ke-2, 2012, hlm. 41. 117 Ibid., hlm. 41-42.

Page 84: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

67

Pengelompokan benda dapat didasarkan pada berbagai macam segi. Ditinjau

dari segi dapat atau tidaknya dipindahkan, benda dibagi menjadi benda tetap (benda

tidak bergerak) dan benda bergerak.

a. Benda tetap (benda tidak bergerak)

Benda tetap ialah benda tidak bergerak dan tidak dapat dipindahkan ke tempat

lain, yaitu tanah atau pekarangan.

b. Benda bergerak

Benda bergerak ialah benda yang mungkin dipindahkan ke tepat lain, yaitu

benda-benda yang ada di atas tanah, seperti pohon, binatang, dan barang-

barang.

Ulama-ulama mahzab Maliki memandang pohon dan bangunan sebagai

benda tetap sebab menurut pendapat Imam Maliki, yang disebut benda bergerak

adalah benda yang mungkin dipindahkan ke tempat lain tanpa mengalami

perubahan bentuknya. Rumah tidak termasuk benda bergerak sebab apabila

dipindahkan ke tempat lain akan berubah bentuknya, menjadi puing-puing.

Demikian pula pohon besar, apabila dipindahkan ke tempat lain, ia akan berbentuk

potongan-potongan kayu.118

Pembagian benda menjadi benda tetap (beda tidak bergerak) dan benda

bergerak diperlukan sebab dalam banyak segi hukum perikatan, pembedaan

tersebut mempunyai arti penting. Misalnya, apabila seseorang dinyatakan jatuh

pailit, untuk melunasi utang-utangnya, terlebih dahulu dilakukan penjualan hak

118 Ibid., hlm. 43.

Page 85: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

68

miliknya yang berupa barang-barang bergerak. Jika belum mencukupi, kemudian

akan dilakukan penjualan benda-benda tidak bergerak.119

2. Aspek Hukum Islam Tentang Jaminan

Secara umum tidak terdapat definisi tentang jaminan syariah. Untuk

mendefinisikan jaminan syariah menggunakan analogi pengertian jaminan syariah.

Pemahaman mengenai jaminan syariah dimulai dari pengertian tentang jaminan.

Pengertian jaminan dalam Bahasa Arab dikenal dengan istilah al-rahn. Al-rahn

dalam Bahasa Arab memiliki pengertian tetap dan kontinyu, yang didasari dari

Bahasa Arab (rahimulma’u) yang artinya apabila tidak mengalir dan kata (rahinatul

ni’mah) yang bermakna nikmat yang tak putus. Al-rahn juga dapat bermakna

tertahan, yang didasari dengan firman Allah QS.Al-Muddassir ayat 38 yaitu kullu

nafsim bima kaabat rahunah, yang artinya tiap-tiap diri bertanggungjawab

(tertahan) atas apa yang telah diperbuatnya. Kata rahinah yang disebutkan dalam

ayat tersebut bermakna tertahan. Pengertian kata rahinah tersebut sama dengan kata

al-rahn karena yang tertahan tersebut tetap di tempatnya.120

Menurut Sayyid As-Sabiq, al-rahn menurut syara’ memiliki arti menjadikan

suatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’ sebagai jaminan

hutang, yang memungkinkan untuk mengambil seluruh/sebagian hutang dari

barang tersebut.121 Dalam Yurisprudensi Islam, al-rahn (uang pungutan atau uang

jaminan) berarti harta benda yang ditawarkan sebagai jaminan hutang sehingga

119 Ibid. 120 Noor Hafidah, Hukum Jaminan Syariah Implementasinya dalam Perbankan Syariah di

Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2017, hlm. 89. 121 Ibid., hlm. 90.

Page 86: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

69

hutangnya diambil dari mereka jika debitor gagal membayar kembali uang

tangganya.122

Para pengikut Mahzab Syafi’I mendefinisikan bahwa al-rahn adalah

menjadikan nilai jaminan sebagai ganti utang jika tidak dapat melunasinya. Mahzab

Hambali mendefinisikan al-rahn sebagai barang yang dijadikan jaminan utang,

dimana harga barang tersebut sebagai ganti utang ketika tidak sanggup

melunasinya, sedangkan mahzab Maliki mendefinisikan bahwa al-rahn adalah

sesuatu yang dapat dibendakan/diwujudkan menjadi harta yang diambil dari

pemiliknya sebagai jaminan untuk utang yang harus dibayar.123

Konsep tolong menolong jelas tertulis dalam Al-Qur’an, yaitu tolong

menolong dalam kebaikan, bagi orang yang mampu dan kuat semestinya membantu

yang tidak mampu dan lemah, kaya membantu yang miskin dan kekurangan. Hal

ini sebagaimana tertulis dalam Q.S Al-Maidah ayat 2:

ول الشهر الحـرام ول الهدي ول ـايها الذين امنوا ل تحلوا شعائر اللهين البيت الحـرام ي ئد ول ام القل

ب هم ورضواناا واذا حللتم فاصطادوا ول يجرمنكم شنان قوم ن ر ان صدوكم عن المسجد يبـتغون فضلا م

شد الحـرام ان تعتدوا وتعاون ان الله ثم والعدوان واتقوا الله يد وا على البر والتقوى ول تعاونوا على ال

العقاب

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar

Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan

(mengganggu) binatang-binatang had-ya, danbinatang-binatang qalaa-id, dan

jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang

mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah

menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali

kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi

kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka).

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,

122 Al-rahn (mortgage or security money) means possessions as security for a debt so that the

debt will be taken from them in case the debtor failed to pay back the due money. 123 Noor Hafidah, Hukum Jaminan Syariah…, Loc.Cit.

Page 87: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

70

dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan

bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya.”

Berdasarkan alasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa jaminan dalam

Hukum Islam adalah apa yang disebut dengan istilah al-rahn. Al-rahn tidak lepas

kaitannya dengan adanya utang piutang yang mengakibatkan timbulnya al-rahn

sebagai jaminan yang menjamin pelunasan utang piutang yang terjadi. Al-rahn

tidak bersifat mutlak harus ada, tetapi lebih mengarah kepada hal yang bersifat

tolong-menolong. Tolong-menolong inilah yang menjadi ciri khas dari konsep al-

rahn atau jaminan syariah. Jaminan syariah dalam prakteknya terbagi dalam 2 (dua)

bentuk, pertama adalah al-rahn (sebagai suatu lembaga) yang merupakan jaminan

kebendaan dan al-kafalah yang merupakan jaminan perorangan.124

Dari aturan hukum tentang Jaminan Syariah (al-rahn), kemudian dialirkan

berbagai pendapat tentang rukun dan syariat Jaminan Syariah. Rukun dari al-rahn

adalah sebagai berikut:125

a. Sigot (ijab qabul)

Ijab qabul dapat dilakukan baik dalam bentuk tertulis maupun lisan,

asalkan saja dalamnya terkandung maksud diadakannya perjanjian jaminan.

b. Aqid (orang yang bertransaksi)

Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang berinteraksi gadai

yaitu rahin (pemberi gadai) dan murtahin (penerima gadai) adalah telah

dewasa, berakal dan atas keinginan sendiri.

124 Ibid., hlm. 92-93. 125 Ibid., hlm. 109.

Page 88: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

71

c. Marhun (barang yang dijaminkan)

Syarat barang yang akan dijadikan sebagai jaminan adalah bahwa

barang tersebut dapat diserahterimakan, memiliki nilai manfaat dan

kegunaan, barang tersebut milik si berutang (rahin) dan dikuasai oleh rahin,

karena tidak bersatu dengan harta lainnya dan barang jaminan tersebut

merupakan harta yang bersifat tetap dan dapat dipindahkan.

d. Marhun Bih (utang)

Menurut ulama Hanafiyah dan Syafiiyah syarat utang yang dapat

dijadikan alas al-rahn adalah berupa utangyang tetap dapat dimanfaatkan,

utang yang lazim pada waktu akad dan harus jelas dan diketahui oleh rahin

dan murtahin.

Page 89: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

72

BAB III

PENGATURAN LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN ATAS PESAWAT

UDARA DI INDONESIA

A. Lembaga Jaminan Kebendaan Atas Pesawat Udara Di Indonesia

Pesawat udara menurut mayoritas sistem hukum nasional negara, dapat

digunakan baik sebagai benda jaminan untuk pelunasan suatu utang maupun untuk

perjanjian lain yang sifatnya memberi jaminan. Pesawat udara tersebut dapat

dijadikan sebagai objek jaminan, baik untuk pelunasan utang bagi pembayaran

harga perolehan pesawat itu sendiri maupun untuk pelunasan utang lain.126

Hal-hal berikut penting untuk dikemukakan beberapa alasan yang lazim turut

dipertimbangkan mengingat adanya berbagai resiko yang melekat pada pesawat

udara sebagai objek jaminan,127 yaitu:

1. Berkurangnya nilai susut teknis suatu pesawat udara, karena penggunaan

yang terus menerus yang menyebabkan harga pesawat udara bergantung

sekali pada perawatan dan perbaikan (maintenance dan repair) pesawat

secara teratur;

2. Pesawat udara sangat peka terhadap berbagai bahaya dan kemungkinan

terjadinya kecelakaaan yang disebabkan suatu hal yang tidak ada kaitannya

langsung dengan pesawat udara. Misalnya akibat cuaca buruk, tindakan-

tindakan teroris, dan lain-lain. Objek jaminan dapat musnah seketika atau

126 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan…, Op.Cit. hlm. 87. 127 Ibid., hlm. 87-88.

Page 90: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

73

mengalami kerusakan berat, sehingga untuk menutup kerugian-kerugian

tersebut selalu dibutuhkan penutupan polis asuransi yang tidak kecil

jumlahnya;

3. Suatu pesawat udara selalu berpindah tempat, terutama pesawat yang

digunakan untuk pengangkutan internasional, sehingga dapat menyulitkan

pihak pemberi modal (kreditor), maupun pemegang hak lainnya yang akan

mengadakan eksekusi atas pesawat udara tersebut;

4. Terbatasnya pasaran (market) untuk pesawat-pesawat udara bekas di negara

yang bersangkutan;

5. Belum diaturnya kewajiban pendaftaran perdata (recordation) dari hak-hak

kebendaan yang diletakkan pada suatu pesawat udara di berbagai negara. Hal

tersebut menyebabkan pemegang suatu hak jaminan dapat dihadapkan pada

suatu keadaan di mana menurut hukum setempat haknya tidak diakui ataupun

kedudukan hukum dari hak-haknya tersebut dianggap bertingkat lebih rendah

daripada pemegang hak yang sebangun dalam negara tersebut;

6. Khususnya penjaminan suku cadang, terutama engines (motor propusi)

pesawat udara, dapat menimbulkan permasalahan sendiri. Antara lain

kesulitan menjamin suku cadang dengan hak jaminan yang sama yang telah

diletakkan pada pesawat udara yang bersangkutan, pengaturan penyimpanan

suku cadang terpisah dari pesawat udara serta pendaftaran perdata suku

cadang.

Oleh sebab itu, untuk mendukung industri penerbangan (aircraft industry)

nasional dan internasional dibutuhkan pengaturan tentang penjaminan pesawat

Page 91: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

74

udara dengan fasilitas proses penanganan yang mudah dan cepat, baik dalam

prosedur pelaksanaan, pencairan dan realisasi jaminan tersebut. Meskipun resiko-

resiko yang melekat pada pesawat udara cukup besar, tetapi hal tersebut tidak

mengurangi adanya kebutuhan penggunaan pesawat udara sebagai objek jaminan

(collateral), maka dibutuhkan lembaga jaminan yang sesuai yang dapat dibebankan

terhadap pesawat udara sebagai objek jaminan.128

Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang

dijadikan objek jaminan untuk suatu ketika dapat diuangkan begi pelunasan atau

pembayaran utang apabla debitor melakukan cidera janji (wanprestasi). Di dalam

jaminan kebendaan selalu tersedia benda tertentu yang menjadi objek jaminan

sehingga di dalam praktek jaminan kebendaan lebih disukai daripada jaminan

perseorangan karena sifat-sifatnya yang lebih menguntungkan pihak kreditor. Sifat-

sifat tersebut antara lain:129

1. Dapat dipertahankan terhadap siapapun;

2. Mengikuti bendanya dimanapun benda tersebut berada (droit de suite);

3. Mempunyai hak didahulukan (droit de preference);

4. Dapat dialihkan;

5. Mengandung asas spesialitas.

Jaminan kebendaan mengandug hak preference karena jaminan tersebut

memberikan hak kepada para kreditor untuk didahulukan dalam pengambilan

pelunasan utang dari hasil penjualan benda objek jaminan milik debitor seolah-olah

128 Ibid., hlm. 89-90. 129 Djuhaendah Hasan, Perjanjian Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, Elips, Jakarta, 1998,

hlm. 70.

Page 92: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

75

tidak terjadi kepailitan, karena benda-benda tersebut tidak akan masuk dalam harta

kepailitan (boedel failit), para kreditor preference tersebut merupakan kreditor

separatis.130

Saat ini lembaga jaminan kebendaan di Indonesia terbagi menjadi 4 (empat),

diantaranya adalah sebagai berikut:131

1. Gadai;

2. Hak Tanggungan;

3. Fidusia;

4. Hipotek.

Berdasarkan keempat jenis lembaga jaminan kebendaan tersebut, lembaga

jaminan kebendaan manakah yang paling sesuai untuk dibebankan atas pesawat

udara.

1. Gadai

Dari perumusan Pasal 1150 KUH Perdata bahwa gadai merupakan suatu hak

jaminan kebendaan atas kebendaan bergerak tertentu milik debitor atau seseorang

lain atas nama debitor untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu,

yang memberikan hak didahulukan kepada pemegang hak gadai atas kreditor

lainnya, setelah terlebih dahulu didahulukan dari biaya untuk lelang dan biaya

menyelamatkan barang-barang gadai yang diambil dari hasil penjualan melalui

pelelangan umum atas barang-barang yang digadaikan.132

130 Ibid. 131 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis…, Op.Cit., hlm. 86. 132 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan…,Op.Cit., hlm. 105.

Page 93: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

76

Pada dasarnya semua kebendaan bergerak dapat menjadi objek hukum hak

gadai, kebendaan yang dimaksud merupakan benda bergerak yang berwujud atau

bertubuh dan kebendaan bergerak yang tidak berwujud atau bertubuh berupa

piutang atau tagihan-tagihan dalam bentuk surat-surat berharga. Selain itu piutang

yang belum ada, tetapi sudah diperjanjikan dalam perjanjian utang piutang atau

hubungan hukum yang serupa dapat pula dijadikan sebagai objek hak gadai.133

Kemudian dalam rangka mengamankan piutang kreditor, maka secara khusus

oleh debitor kepada kreditor diserahkan suatu kebendaan bergerak sebagai jaminan

pelunasan utang debitor, yang menimbulkan hak bagi kreditor untuk menahan

kebendaan bergerak yang digadaikan tersebut sampai dengan pelunasan utang

debitor. Dengan demikian pada dasarnya perjanjian gadai akan terjadi bila barang

yang digadaikan berada di bawah penguasaan kreditor (pemegang gadai) atau atas

kesepakatan bersama ditunjuk seorang pihak ketiga untuk mewakilinya.

Penguasaan kebendaan gadai oleh pemegang gadai tersebut merupakan syarat

esensial bagi lahirnya gadai.134

Berdasarkan penjelasan tersebut, meskipun berdasarkan KUH Perdata

pesawat udara dikategorikan sebagai benda bergerak karena sifatnya. Berdasarkan

syarat esensial bagi lahirnya gadai yang harus dipenuhi, sedangkan pesawat udara

merupakan sarana inti dalam usaha penerbangan yang harus tetap dioperasikan dan

berada pada penguasaan debitor. Pesawat udara apabila menjadi objek gadai tidak

133 Ibid., hlm. 108-1019. 134 Ibid., hlm. 110.

Page 94: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

77

dapat diserahkan kepada kreditor. Sehingga gadai tidak cocok apabila dibebankan

hak jaminan kebendaan atas pesawat udara.

2. Hak Tanggungan

Sebelum lahirnya Undang-Undang Hak Tanggungan, pembebanan atas tanah

sebagai jaminan utang menggunakan kelembagaan jaminan hipotek. Karena

sebelumnya, hak atas tanah merupakan objek hukum dalam jaminan hipotek.

Namun, sesudah diberlakukannya Undang-Undang Hak Tanggungan, pembebasan

hak atas tanah sebagai jaminan utang tidak lagi menggunakan jaminan hipotek,

melainkan menggunakan jaminan hak tanggungan.

Pengaturan mengenai jaminan hak tanggungan diatur dalam Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda

yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT). Selain melaksanakan amanat Undang-

Undang Pokok Agraria (UUPA), kelahiran UUHT didasarkan pula kepada

pertimbangan untuk memberi kepastian hukum bagi pihak-pihak yang

berkepentingan dalam pemberian kredit dengan membebankan hak atas tanah

beserta benda-benda yang berkaitan tanah sebagai jaminan kredit serta untuk

menciptakan unifikasi hukum jaminan hak atas tanah. Maka dengan berlakunya

UUHT, mengenai Credietverband135 dan ketentuan mengeai Hipotek sebagaimana

dijelaskan dalam KUH Perdata sepanjang mengenai hak tanggungan pada hak atas

tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku

lagi.136

135 Credietverband adalah pengikatan agunan berupa tanah yang umumnya belum

bersertifikat. Dalam http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/credietverband.aspx diakses

pada 5 Januari 2018. 136 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan…, Op.Cit., hlm.

Page 95: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

78

Credietverband adalah lembaga jaminan dalam Koeninjlk Besluit 1908

No.50, S 1908 No.542. Objek hak Jaminan ini adalah hak milik tanah menurut

Hukum Adat sehingga dinamakan juga Hipotek Bumiputera (Inlandsch hypotheek).

Di dalam ketentuan peralihan UUPA ditentukan bahwa selama Undang-Undang

mengenai Hak Tanggungan tersebut dalam Pasal 51 belum terbentuk maka yang

berlaku ialah ketentuan mengenai hipotek dalam KUH Perdata dan Credietverband

dalam S 1908 No.542.137

Pada dasarnya hak tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang,

dengan hak mendahulu, dengan objek jaminannya berupa hak-hak atas tanah yang

diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria.138 Pada Pasal 4 Undang-Undang Hak

Tanggungan menyebutkan mengenai hal-hal apa saja dapat dijadikan sebagai objek

hak tanggungan, yang menentukan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani hak

tanggungan adalah:

a. Hak Milik;

b. Hak Guna Usaha;

c. Hak Guna Bangunan;

d. Hak Pakai atas Tanah.

Berdasarkan ketentuan dan penjelasan tersebut, bahwa jelas pesawat udara

tidak dapat dibebankan hak tanggungan sebagai lembaga jaminan, dikarenakan hak

tanggungan hanya dapat dibebankan terhadap tanah beserta benda-benda yang

berkaitan dengan tanah seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya.

137 Mariam Darus Badrulzaman, Kerangka Hukum Jaminan Indonesia, ELIPS, Jakarta, 1998,

hlm. 13. 138 Ricky Rustam, Hukum Jaminan…, Op.Cit., hlm. 184.

Page 96: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

79

3. Fidusia

Veenhoven menyatakan bahwa pada asasnya semua benda baik benda

bergerak maupun benta tetap (tidak bergerak), yang secara yuridis dapat diserahkan

hak miliknya atas kepercayaan dapat dijadikan sebagai jaminan (fidusia).139 Pada

umumnya, benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang

berwujud, benda bergerak yang tidak berwujud, benda bergerak yang terdaftar,

benda bergerak yang tidak terdaftar, benda tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat

dibebani dengan hak tangungan, benda tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat

dibebani dengan Hipotek, dan dengan ketentuan bahwa benda tersebut harus dapat

dimiliki dan dialihkan.140

Adapun cara penyerahan dan pemindahan kebendaan fidusia, dilakukan

secara constitutum possessorium,141 sebab kebendaan fidusia yang akan diserahkan

dan dipindahtangankan tersebut, tetap berada dalam penguasaan pemilik asal

(pemberi fidusia). Kemudian perlu diingat bahwa penyerahan dan pemindahan hak

kepemilikan atas suatu kebendaan fidusia dimaksudkan sebagai agunan saja bagi

pelunasan piutang kreditor jika debitor (pemberi fidusia) wanprestasi tidak

dimaksudkan untuk dinikmati atau dimiliki oleh kreditor (penerima fidusia).142

Hubungan hukum antara pemberi fidusia sebagai debitor dengan penerima fidusia

sebagai kreditor adalah suatu hubungan hukum berdasarkan kepercayaan. Fidusia

139 Ibid., hlm.132. 140 Lihat pada ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia. 141 Constitutum possessorium adalah penguasaan benda masih berada pada tangan debitor

karena suatu hubungan hukum tertentu setelah levering (penyerahan) terjadi. Dalam

https://kamushukum.web.id/arti-kata/constitutumpossessorium/ diakses pada 5 Januari 2018. 142 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan…, Op.Cit., hlm. 152.

Page 97: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

80

merupakan bentuk perjanjian yang bersifat accessoir, sehingga jaminan fidusia

mengikuti perjanjian pokok yang ada antara kreditor dan debitor.143

Kemudian berkaitan dengan ruang lingkup berlakunya Undang-Undang

Jaminan Fidusia, ketentuan dalam Pasal 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia

menyatakan bahwa undang-undang tersebut tidak berlaku lagi terhadap:

a. Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang

peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas

benda-benda tersebut wajib didaftar;

b. Hipotek kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 m3 (duapuluh

meter kubik) atau lebih;

c. Hipotek atas pesawat terbang; dan

d. Gadai.

Kemudian apabila ketentuan dalam Pasal 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia

ditafsirkan secara Argumentum a contrario, maka benda yang menjadi objek

jaminan fidusia meliputi144:

a. Benda bergerak yang berwujud;

b. Benda bergerak tidak berwujud, termasuk piutang;

c. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan;

d. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hipotek sebagaimana

diatur dalam KUH Perdata dan KUH Dagang.

143 Agus Pramono & Martono, Hukum Udara Perdata Internasional & Nasional, Rajawali

Pers, Jakarta, 2013, hlm.248. 144 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan…, Op.Cit., hlm. 287-288.

Page 98: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

81

Pesawat udara dan bagian-bagiannya telah diakui dalam dunia internasional

sebagai objek jaminan. Pesawat udara dan bagian-bagiannya yang lazim dijadikan

jaminan adalah:145

a. Pesawat beserta seluruh perlengkapan dan suku cadangnya;

b. Suku cadang secara terpisah dari pesawat udara;

c. Pesawat udara yang masih dalam konstruksi (in construction);

d. Seluruh armada pesawat udara yang dimiliki suatu perusahaan (fleet

mortgage);

e. Seluruh aset perusahaan penerbangan termasuk pesawat udara dan peralatan

lainnya (floating mortgage).

Berdasarkan ketentuan-ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun

1999 (Undang-Undang Jaminan Fidusia) mengenai lembaga jaminan fidusia,

secara tegas dinyatakan bahwa fidusia tidak berlaku terhadap pesawat udara,

kecuali komponen-komponen yang terurai/terpisah seperti mesin pesawat udara. Di

samping itu, pemberi fidusia harus berkedudukan di Indonesia, pemberi fidusia

yang berkedudukan di luar negeri tidak diperbolehkan.146

Mengingat fungsi pendaftaran bagi suatu jaminan utang termasuk jaminan

fidusia, maka kemudian di dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia ditegaskan

bahwa diwajibkan setiap jaminan fidusia untuk didaftarkan kepada pejabat yang

berwenang. Karena, kewajiban pendaftaran jaminan fidusia merupakan salah satu

perwujudan dari asas publisitas yang sangat penting sehingga kreditor atau

145 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan…, Op.Cit. hlm. 85. 146 Agus Pramono & Martono, Hukum Udara Perdata…, Op.Cit. hlm.248.

Page 99: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

82

khalayak ramai dapat mengetahui atau dapat mengakses informasi penting

mengenai jaminan tersebut.147

Pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat

kedudukan pihak pemberi fidusia. Pendaftaran fidusia dilakukan terhadap hal-hal

sebagai berikut:148

a. Benda objek jaminan fidusia yang berada di dalam negeri (Pasal 11 ayat (1));

b. Benda objek jaminan fidusia yang berada di luar negeri (Pasal 11 ayat (2));

c. Terhadap perubahan isi sertifikat jaminan fidusia (Pasal 16 ayat (1)).

4. Hipotek

Pada dasarnya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1164 KUH Perdata,

objek hukum dalam hipotek adalah kebendaan tidak bergerak (kebendaan tetap),

baik kebendaan tetap karena sifatnya, peruntukannya maupun undang-undang,

dahulu sebelum berlaku Undang-Undang Hak Tanggungan, tanah dan benda

lainnya yang melekat atau diperlekatkan pada tanah termasuk kebendaan tidak

bergerak (kebendaan tetap) yang dibenani jaminan kebendaan hipotek. Dengan

demikian, apabila sebagian besar objek hukum dalam jaminan hipotek dalah benda-

benda yang berkaitan dengan tanah, yang dengan diberlakukannya Undang-Undang

Hak Tanggungan, benda berupa tanah dan benda-benda lainnya yang terkait dengan

tanah telah menjadi objek hak tanggungan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka

dapat ditafsirkan bahwa menjadi objek hukum dalam jaminan hipotek hanyalah

147 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 29-30. 148 Ibid.,hlm. 30.

Page 100: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

83

benda-benda tetap lain yang bukan berupa tanah dan benda lain yang berkaitan

dengan tanah, misalnya kapal laut atau pesawat udara.149

Selain itu, di luar ketentuan KUH Perdata terdapat benda yang dalam

perspektif KUH Perdata merupakan benda bergerak, berhubung dapat berpindah-

pindah atau dipindahkan, namun ketika benda tersebut hendak dibebankan sebagai

jaminan utang, maka pembebanannya dilakukan dengan hipotek, yaitu terhadap

kapal-kapal yang ukuran volume kotornya paling sedikit 20m3 (duapuluh meter

kubik) sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 314 Ayat (3) dan Ayat (4)

KUH Dagang. Dari ketentuan bunyi pasal tersebut, bahwa tidak setiap kapal dapat

menjadi objek hipotek, hanya kapal-kapal yang sudah terdaftar saja yang dapat

menjadi objek hipotek, yaitu kapal-kapal yang ukuran volume kotornya paling

sedikit 20 m3 (duapuluh meter kubik).150 Kapal-kapal demikian saja diwajibkan

untuk didaftarkan pada kantor pendaftaran kapal, agar memperoleh tanda

kebangsaan (kapal) sebagai kapal Indonesia, sehingga dapat dibebani dengan

hipotek.151

Dari ketentuan pasal 314 KUH Dagang tersebut, kapal yang sudah terdaftar

dapat dikualifikasikan sebagai benda bergerak yang terdaftar atau benda tidak

bergerak (benda tetap) dan karenanya untuk pembebanan sebagai jaminan utang

harus diikat dengan hipotek, bukan dengan gadai.152

Di luar ketentuan KUH Perdata, hipotek juga dapat dibebankan terhadap

pesawat udara sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

149 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan…, Op.Cit., hlm. 300-301. 150 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan…, Op.Cit., hlm. 257-258. 151 Soekardono, Hukum Perkapalan Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, 1981, hlm. 14. 152 Ibid., hlm. 259.

Page 101: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

84

2009 Tentang Penerbangan. Sama halnya dengan kapal, pesawat udara yang dapat

dijadikan sebagai jaminan utang hanyalah pesawat udara yang sudah didaftarkan

dalam kantor pendaftaran yang bersangkutan. Hal tersebut menegaskan bahwa

status hukum kebendaan pesawat udara merupakan benda terdaftar. Dengan

demikian, tidak semua pesawat udara dapat menjadi objek hipotek, hanya pesawat

udara yang sudah terdaftar.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Penerbangan tersebut, meskipun

menurut sifatnya pesawat udara merupakan benda bergerak, yaitu benda yang dapat

berpindah atau dipindahkan, namun bila hendak dijadikan sebagai jaminan utang,

maka pembebanan ikatan jaminannya dilakukan dengan hipotek, tidak dengan

gadai. Dan hal tersebut terbatas hanya dapat dibebankan pada pesawat udara yang

telah mempunyai tanda register dan berkebangsaan Indonesia. Dengan kata lain,

pembentuk Undang-undang telah mengkualifikasikan status hukum kebendaan dari

pesawat udara sebagai benda terdaftar, sehingga bila dijadikan sebagai jaminan

utang, maka pembebanannya diikat dengan jaminan hipotek.153

Masalah pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara juga diatur dalam

konvensi Chicago 1944 dan semua negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil

Internasional mengakui status hukum pesawat udara sebagai benda bergerak yang

mempunyai kekhususan (Sui generis). Ketentuan demikian juga diatur di dalam

Konvensi Jenewa 1948. Menurut konvensi Jenewa 1948 negara anggota wajib

mengakui hak-hak perdata dalam pesawat udara yang dikategorikan sebagai benda

bergerak, tetapi dapat dibebani mortgage. Beberapa negara, termasuk Belanda,

153 Ibid., hlm. 260-261.

Page 102: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

85

Prancis, maupun Italia telah mengeluarkan hukum nasional yang mengatur pesawat

udara sebagai benda bergerak yang bersifat khusus (sui generis). Secara alamiah

pesawat udara sebagai benda bergerak, tetapi dalam hukum nasional mereka

memperlakukan kekhususan (sui generis).154

Dalam Pasal 528 KUH Perdata (The Civil Code) Prancis telah

memperlakukan pesawat udara sebagai benda bergerak yang mempunyai

kekhususan, tetapi tidak berlaku sebagai peralihan hak (transfer of title). Dalam

peraturan tersebut pesawat udara dapat dibebani dengan hipotek. Hal tesebut

dianalohikanan dengan kapal laut dimana kapal laut dengan berat tertentu yang

didaftarkan dan mempunyai kebangsaan dapat dibebani dengan hipotek.

Berdasarkan peraturan tersebut, pesawat udara di Perancis sebagai benda bergerak

mempunyai status hukum khusus (Sui Generis) karena pesawat udara mempunyai

tanda pendaftaran dan kebangsaan yang tercantum dalam daftar register pesawat

udara untuk kepentingan hukum publik disamping pencatatan sebagai kepentingan

perdata.155

Didalam Pasal 565 KUH Perdata (Civil Code) Belanda tidak mengatur

pesawat udara sebagaibenda bergerak. Sesuai dengan hukum penerbangan di

Belanda, Pesawat udara harus diregistrasi. Registrasi pesawat udara tersebut

dilakukan oleh Departemen Penerbangan Sipil di The Hague. Registrasi pesawat

udara tersebut bersifat publik dan hanya berlaku terhadap pesawat udara Belanda.

Berbicara mengenai status hukum pesawat udara, Belanda juga mengakui bahwa

154 Martono, Hukum Udara Nasional dan Internasional, bagian Pertama, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2007, hlm. 260. 155 Ibid., hlm. 260-261.

Page 103: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

86

pesawat udara adalah benda bergerak mempunyai kekhususan (sui generis). Lebih

jelas lagi status hukum pesawat udara merupakan benda bergerak yang khusus (sui

generis) setelah Parlemen Belanda menegaskan undang-undang yang bermaksud

untuk meratifikasi Konvensi Jenewa 1948 yaitu Convention on the International

Recognition of Rights in Aircraft yang ditandatangani tanggal 29 Juni 1948.

Konsekuensi pengesahan tersebut berlaku terhadap pesawat udara Belanda

sehingga pesawat udara dapat dibebani dengan chattle mortgage tetapi tidak

berlaku terhadap hak gadai.156

Pasal 1179 KUH Perdata mengatur pendaftaran hipotek. Ketentuan Pasal

1179 KUH Perdata tersebut dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitas guna

melindungi kepentingan pihak ketiga. Dengan pendaftaran tersebut, pihak ketiga

dapat mengetahui berapa nilai sisa harga pesawat udara yang dihipotekkan sehingga

pihak ketiga dapat mengantisipasi dan dapat menghindarkan diri dari kemungkinan

yang merugikan.157

Kewajiban mendaftarkan perjanjian hipotek sebagaimana diatur dalam Pasal

1179 KUH Perdata tersebut dapat diterapkan dalam perjanjian hipotek pesawat

udara. Setiap perjanjian hipotek pesawat udara harus didaftarkan pada “Buku

Daftar Hipotek Pesawat Udara” yang disediakan oleh Direktorat Jendral

Perhubungan Udara, atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri dengan ancaman batal

demi hukum. Perjanjian hipotek pesawat udara baru mengikat pada pihak ketiga

pada saat didaftarkan dalam “Buku Daftar Hipotek Pesawat Udara”, sedangkan

156 Ibid., hlm. 261-261. 157 Agus Pramono & Martono, Hukum Udara Perdata…, Op.Cit. hlm. 242.

Page 104: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

87

kreditor dan debitor terikat terhitung sejak ditandatangani para pihak di depan

notaris. Pendaftaran perjanjian hipotek pesawat udara dilakukan oleh pejabat

Direktorat Pejabat pendaftaran perjanjian hipotek pesawat udara mempunyai fungsi

dan tugas untuk memberikan sertifikat hipotek pesawat udara (SHPU), menyimpan

dan memelihara serta menghapuskan pendaftaran perjanjian hipotek pesawat udara.

Pendaftaran tersebut harus berisikan tanggal pendaftaran, alamat terakhir kreditor

maupun debitor secara lengkap, jangka waktu pelunasan utang, dan persyaratan-

persyaratan pembebanan utang. Judulnya “BUKU PENDAFTARAN HIPOTEK

PESAWAT UDARA”. Pendaftaran hipotek pesawat udara merupakan kewajiban

dengan ancaman batal demi hukum. Bentuk, muatan, ukuran “BUKU

PENDAFTARAN HIPOTEK PESAWAT UDARA” akan diatur oleh Menteri.158

Di dalam hukum internasional, setiap pesawat udara sipil yang digunakan

untuk melakukan penerbangan internasional harus mempunyai tanda pendaftaran

dan kebangsaan (nationality and registration mark). Pendaftaran dan kebangsaan

pesawat udara menggunakan prinsip pendaftaran tunggal. Tidak ada pesawat udara

secara resmi diakui mempunyai pendaftaran ganda (dual registration), sehingga

pesawat udara dapat didaftarkan bilamana telah dihapuskan pendaftaran

sebelumnya159 dan dipindahkan ke negara lain. Tata cara pemindahan pendaftaran

dari satu negara ke negara lain juga diatur oleh hukum nasional-masing-masing

negara.160

158 Ibid. 159 Agus Pramono, Dasar-dasar Hukum Udara dan Ruang Angkasa, Cetakan Pertama,

Ghalia Indonesia, Jakarta, 2011, hlm. 18. 160 K. Martono, Hukum Udara, Angkutan Udara dan Hukum Angkasa, Hukum Laut

Internasional, Buku Kedua, Cetakan I, Mandar Maju, Jakarta, 1995, hlm. 32.

Page 105: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

88

Sebagai warga negara tempat didaftarkan, pesawat udara juga sebagai subjek

hukum internasional. Dengan demikian, pesawat udara melakukan pelanggaran

hukum, maka pesawat udara tersebut dapat disita oleh negara yang bersangkutan.161

1. Sistem Hukum Jaminan Kebendaan Common Law/Anglo Saxon

Kemudian interaksi transnasional yang menyangkut kepentingan berbagai

pemegang hak jaminan kebendaan yang masing-masing tunduk pada hukum yang

berbeda apabila ditinjau dengan studi komparatif akan menghasilkan pemahaman

atas beberapa konstruksi yuridis, seperti arti pemilikan yang bersifat penuh maupun

tidak penuh yang melahirkan security interest atas pesawat udara menurut sistem

hukum Common Law/ Anglo Saxon (Amerika Serikat dan Inggris). Hal-hal tersebut

mencakup hak-hak kreditor dan debitor yang timbul dari perjanjian conditional

sale, chattle mortgage, equipment trust, equipment/financial dan operational

leasing dan juga hipotek menurut hukum Nederland. Ternyata hak-hak jaminan atas

pesawat udara dalam berbagai sistem hukum nasional yang diteliti tersebut

semuanya wajib untuk didaftarkan dalam suatu Register Perdata untuk memperoleh

sifat kebendaan, terbuka, mengikat pihak ketiga, dan memiliki sifat

mendahulukan.162

Berikut ini akan diuraikan beberapa jaminan kebendaan yang sering

digunakan di luar negeri untuk pesawat udara. Yang akan dibahas adalah pengertian

umum, beberapa pokok tentang kemanfaatan jaminan-jaminan tersebut dalam

sistem hukum masing-masing, kekurangannya dan persyaratan lainnya yang

161 Ibid. 162 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan…, Op.Cit. hlm. 313-314.

Page 106: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

89

terpenting. Dipilih beberapa jaminan yang terpenting, yaitu chattel mortgage, hak

yang lahir dari conditional sale, equipment trust, equipment lease, yang lazim

dipraktekan di Amerika dan Inggris, dan hipotek pesawat udara di Nederland. Perlu

dikemukakan bahwa pemilihan beberapa bentuk jaminan lain yang sebangun

menurut hukum nasional masing-masing negara.163

a. Chattel Mortgage Pesawat Udara

Chattel Mortgage adalah suatu lembaga jaminan yang dikenal dalam

sistem hukum Common Law dan diterima dalam berbagai sistem hukum

nasional, yang berasal dari sistem hukum Common Law. Sebagai contoh

Negara-negara seperti Singapura, Malaysia, dan juga secara terbatas

Filipina.164

Lembaga mortgage dapat dipasang baik atas benda tidak bergerak

maupun benda bergerak, dan mortgage (chattel mortgage). Pesawat udara

yang dikenal dengan penamaan registered movable good lazim dibebankan

dengan lembaga chattel mortgage. Pegaturan hukum nasional tentang chattel

mortgage, pada umumnya diatur oleh berbagai pengaturan perundang-

undangan (statutes/legislations) dan dalam kenyataan hukum nasional

negara-negara mengandung aspek-aspek hukum yang berbeda-beda. Namun,

melihat sejarah pembentukan lembaga mortgage di Inggris dan peraturan-

peraturan nasional yang kemudian tumbuh di berbagai negara tetap masih

terdapat beberapa persamaan.165

163 Ibid., hlm. 99-100. 164 Ibid. 165 Ibid., hlm. 100-101.

Page 107: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

90

Persamaan utama adalah bahwa baik menurut Hukum Inggris dan

Hukum Amerika suatu chattel mortgage menurut undang-undang harus

didaftarkan (perfected). Dengan perfection ini akan diperoleh akibat hukum

mengikatnya hak tersebut pada pihak ketiga dan merupakan dasar bagi

penetapan prioritas (ranking) antara mortgage tersebut serta diperoleh

identifikasi dari objek yang dijaminkan tersebut. 166 Chattel mortgage

pesawat udara pertama kali berkembang di Amerika Serikat, sehingga

pengaturan maupun praktek chattel mortgage di Negara Amerika sangat

mempengaruhi pembentukan ketentuan-ketentuan sebangun di negara-negara

lain, dan terlihat pula pengaruhnya dalam pembentukan aturan hukum

internasional seperti yang termuat dalam Konvensi Jenewa 1948. Di pihak

lain dapat dikemukakan bahwa pengaturan dan praktek hukum di negara lain

seperti Prancis tentang hipotek juga turut mempengaruhi pembentukan

aturan-aturan internasional yang diterima dalam konvensi Jenewa 1948.167

Definisi chattel mortgage168 adalah:

“…an arrangement vesting in creditor the title to the chattel, defeasible by

performance on the part of the debtor of the obligation for which title to the

chattel is conveyed as security…”

Yang dapat digambarkan sebagai suatu perjanjian dengan mana

diberikan suatu hak (title) atas benda tertentu kepada pihak kreditor, hak

mana berakhir apabila pihak debitor melaksanakan kewajibannya yang

166 Ibid., hlm. 101. 167 Ibid., hlm. 101-102. 168 A.G. POS menunjuk pada uraian Jones, The Law of Chattel Mortgage and Conditional

Sale, ed. 6. 1933, suppl. R.A. Anderson,1956, Hypotheek op roerend goed (bezitsloos pandrecht),

dikutip dalam buku Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan Pesawat Udara

Indonesia Ditinjau Dari Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1989, ibid., hlm. 102.

Page 108: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

91

melekat pada pemberian hak tertentu, mengingat hak tersebut diberikan

sebagai jaminan pelunasan suatu utang. Berkaitan dengan hal tersebut, selalu

dipertanyakan apakah pada suatu perjanjian chattel mortgage yang pada

pokoknya menimbulkan hak yang bersifat memberi jaminan pelunasan utang,

juga terjadi pengalihan hak milik atas benda tersebut. Maka hal tersebut

tergantung pada teori tentang sifat luas hak milik chattel mortgage yang

dianut.169

Dua teori yang dikenal berpengaruh pada chattel mortgage yaitu:170

1) Title theory (teori pemilikan) yang menganggap dengan suatu

perjanjian chattel mortgage telah beralih hak milik atas benda jaminan

tersebut dari pihak debitor ke pihak kreditor;

2) Lien theory (teori jaminan) yang menganggap bahwa perjanjian chattel

mortgage hanya menimbulkan suatu hak jaminan dan tidak terjadi

pengalihan hak milik dari pihak debitor ke pihak kreditor.

Penganut kedua teori tersebut masih terdapat di Inggris dan Amerika

Serikat. Hal tersebut memiliki akibat hukum yang berbeda-beda, dan perlu

ditegaskan bahwa chattel mortgage pesawat udara sesungguhnya bertolak

dari kebutuhan untuk memperoleh kredit bagi pembiayaan pesawat udara.

Sehingga masalah penting bukan terletak pada keinginan pihak kreditor untuk

memperoleh hak milik pesawat udara tersebut, tetapi pada unsur jaminan

yang melekat pada hak tersebut untuk pemenuhan piutangnya. Menurut F.N.

169 Ibid., hlm. 102-103. 170 ibid., hlm. 103.

Page 109: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

92

Vielda Escalada teori tentang sifat luas hak milik chattel mortgage dalam

sistem hukum Anglo Saxon dengan penganutnya masing-masing, dalam

hukum udara chattel mortgage diterima atas dasar lien theory atau teori

jaminan.171 Batasan chattel mortgage Pesawat Udara, menurut The

Mortgaging of Aircraft Order 1972 dari Inggris yang dibentuk berdasarkan

Pasal 16 Civil Aviation 1968 terdapat dalam pasal 2,172 inti dari pasal tersebut

bertujuan untuk membentuk suatu register Aircraft Mortgage yang harus

diselenggarakan oleh Civil Aviation Authority Inggris, dan mengatur tentang

pendaftaran hak dan prioritas aircraft mortgages.173

Objek chattel mortgage menurut Hukum Inggris mencakup pesawat

udara yang sudah didaftarkan di Nationality Register United Kingdom dan

Stock Spareparts (persediaan suku cadang), yang berupa fixed mortgage dan

bukan suatu floating charge.174 Federal Aviation Act 1958 Amerika Serikat,

selain mensyaratkan pesawat udara harus diidentifikasi, menetapkan juga

bahwa suku cadang yang telah didaftarkan dalam Recordiation of Aircraft

Ownership (Section 503 (2)) yang memenuhi persyaratan bobot berat tinggal

171 Ibid.

172 Lihat Ketentuan pada Pasal 2 Civil Aviation Act 1968 The Mortgaging of Aircraft Order

1972 “a mortgage of an aircraft includes a mortgage which extends to any store of spare parts for

that aircraft, but does not otherwise include a mortgage as a floating charge”. 173 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan…, Op.Cit. hlm.106. 174 Pengertian floating charge menurut Lord Macbaghten adalah “…a floating is an equitable

charge on the assets for the time being of a going concern. It attaches to the subject charge in the

varying condition in which it happens from time to time. It is of the essence for such a charge that

it remains dormant until the undertaking charged ceases to be a going concern, or until the person

on whose favor the charge is created intervenes…L.D. Adkins and De Forest Billyon A Proposed

New Form of Security for The Senior Debt of our Airlines and Railroads; Floating charge. The

Business Lawyer, july 1957, hlm. 385-386.

Page 110: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

93

landar 750 PK (horse power) atau lebih dapat juga dijadikan sebagai objek

jaminan.175

Sebelum berlakunya Undang-Undang Penerbangan Tahun 2009,

Indonesia sebelumnya juga memiliki Undang-Undang Penerbangan

sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1958. Namun

apabila diamati, materi undang-undang tersebut masih demikian

sederhana.176 Larangan untuk mendaftar pesawat udara yang masih dianggap

milik asing, merupakan menjadi ketidakpastian. Karena pesawat udara yang

didatangkan dari luar negeri yang tidak pernah dibeli secara tunai, sebaliknya

melalui jenis perjanjian semacam sewa beli (hire purchase) ataupun membeli

dengan angsuran (conditional sale), pihak Indonesia selaku pembeli, belum

diakui sebagai pemilik penuh. Karenanya, pesawat udara yang bersangkutan

seolah tak mungkin untuk didaftar ataupun dibebani dengan hak jaminan.

Untuk mengatasi hal tersebut kemudian dibuatlah beberapa Surat Keputusan

Menteri Perhubungan sebagai jalan pintas untuk memungkinkan

mendatangkan dan umumnya disertai syarat pembebanan pesawat udara

dengan suatu jenis lembaga jaminan tertentu seperti yang dikehendaki oleh

pihak di negerinya sendiri.177

Disebutkan dalam Surat Keputusan Menteri bahwa Menteri

Perhubungan akan menetapkan mortgage sebagai lembaga jaminan

kebendaan. Berlakunya Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1958 kemudian

175 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan…, Op.Cit. hlm.107. 176 Moch. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara…, hlm. 164. 177 Ibid., hlm. 164-165.

Page 111: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

94

dijabarkan dalam beberapa produk Keputusan Menteri Perhubungan,

lembaga mortgage dipergunakan sebagai sarana untuk mengagunkan pesawat

udara. Kemudian jika diteliti lebih lanjut, mortgage selaku lembaga jaminan

dalam kerangka sistem dasar hukum Indonesia tidak dikenal.178

b. Conditional Sale dan Equipment Trust

Bentuk perjanjian conditional sale dan equipment trust merupakan

perjanjian yang menimbulkan suatu hak kebendaan yang bersifat jaminan

(security interest) bagi penjual, trustee/lessor maupun pihak yang

menyewakan, dan perjanjian ini termasuk perjanjian pengalihan hak atas

pesawat udara yang sering digunakan di Amerika Serikat. Bentuk perjanjian

ini sebelumnya kurang dikenal di negara-negara lain, namun hukum

internasional yaitu konvensi Jenewa 1948 dengan tegas mengakui hak-hak

yang timbul dari perjanjian tersebut sebagai hak yang bersifat kebendaan atas

pesawat udara (rights in aircraft).179

Batasan (definisi) conditional sale dan equipment trust menurut Civil

Aeronutics Act Section I Part 17, 1983 dan Section 101 (17) FAA 1958 Amerika

Serikat adalah:180

1) Suatu perjanjian jual beli pesawat udara dimana kedudukan berkuasa (bezit)

atas benda tersebut beralih pada pihak pembeli dan hak milik atas pesawat

udara tetap berada pada pihak penjual. Hak milik tersebut beralih pada pihak

178 Ibid. 179 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan…, Op.Cit. hlm.115-116. 180 Ibid., hlm. 119.

Page 112: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

95

pembeli pada saat sebagian/ seluruh harga pembelian atau setelah

persyaratan-persyaratan yang diperjanjikan dipenuhi.

2) Suatu perjanjian untuk penitipan (bailment) atau sewa guna usaha (leasing)

suatu pesawat udara, di mana pihak bailee atau penyewa (lessee) berjanji

akan membayar sejumlah uang sebesar nilai pesawat udara tersebut serta

memuat persetujuan bahwa pihak baillee atau penyewa dapat menjadi

pemilik atas peralatan tersebut atau mendapat pilihan/opsi untuk menjadi

pemilik setelah memenuhi semua persyaratan yang diperjanjikan.

Dalam register pesawat udara yang bersifat perdata (recordition of

aircraft ownership) Section 503 (1) FAA 1958, suatu conditional sale sebagai

perjanjian yang disebut a conveyance menurut Section 101 (17) FAA 1958

wajib didaftarkan agar hak yang ditimbulkan oleh perjanjian tersebut

mengikat pihak ke tiga.181

c. Equipment Leasing

Cara-cara perolehan pesawat udara dengan equipment leasing mulai

berkembang di Amerika Serikat tahun 1950-an dan bermula dari sewa guna

usaha (leasing) di bidang industri kereta api, seperti di Inggris pada sekitar

tahun 1840. Sewa guna usaha (leasing) pesawat udara dapat dilakukan

dengan beberapa macam perjanjian yuridis. Bentuk pokok yang lazim dikenal

adalah financial lease (di Amerika Serikat dikenal dengan equipment lease)

dan operating lease (atau service lease).182

181 Ibid., hlm 121-122. 182 Ibid., hlm. 129.

Page 113: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

96

Financial lease (equipment lease) dapat didefinisikan sebagai suatu

persetujuan dengan mana seorang lessee (penerima leasing) menyetujui akan

membayar suatu pembayaran berkala pada pihak lessor (pemberi leasing),

jumlah pembayaran mana melebihi jumlah pembelian peralatan tersebut.

Pembayaran berkala ditetepan selama jangka waktu sama dengan jangka-

guna (useful life) pesawat udara. Persetujuan ini adalah non cancellable

(initial period), dan pihak leasing mengikat diri untuk tetap menyewa

pesawat tersebut. Di Inggris The Equipment Leasing Association memberi

batasan:

“a finance lease is a contract involving payment over an obligator

period of specified sums sufficient in told to amortise the capital outlay

of the lessor and give some profit. The obligatory period is less than, or

at the most equal to, the estimated useful life of the asset. The lessee is

always responsible for maintenance of the asset”.183

Dengan operating lease dimaksudkan semua persetujuan lessee lainnya yang

dapat dibatalkan oleh pihak lessee setelah memberikan suatu tanda

pembatalan (notice of cancellation) kepada pihak lessor dan tidak

mengandung persyaratan kewajiban terhadap (fixed commitment) pada pihak

lessee ini.184

Hak-hak yang perlu dilindungi dalam lease pesawat udara mencakup

hak (title) pihak lessor-lender sebagai pemegang chattel mortgage atas

183 Robert S. Sowter. Loc.Cit., di USA International Accounting Standards Committee (IASC)

Tahun 1982 mengeluarkan Standard on Accounting for Leasses (IAS17) dengan klasifikasi finance

lease a lease under which the lessor transfers to the lessee substantially all the risks and rewards

incident to ownership of an asset. Title many or eventually be transferred, Stuart Glass, The

Principles dimuat dalam Tom Clark, Op.Cit., hlm. 13. dikutip dalam buku Mieke Komar

Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan Pesawat Udara Indonesia Ditinjau Dari Hukum

Indonesia, Alumni, Bandung, 1989, ibid., hlm. 130. 184 Ibid., hlm. 129-130.

Page 114: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

97

pesawat udara dan sebagai pemegang alih-hak (assignee) dari lease tersebut,

serta pihak leassee (operator penerbangan) untuk mengoperasikan pesawat

udara (the rights of uses and quiete entoyment of the aircraft by the lessee

airline user). Hak-hak tersebut menurut Hukum Federasi Amerika Serikat

harus melekat pada pemilikan pesawat udara dan pemberian tanda

nasionalitas pesawat tersebut,185 serta pendaftaran perdata. Jadi berkaitan

dengan perjanjian yuridis leasing pesawat udara, di samping pendaftaran

untuk memperoleh kebangsaan yang dengan jelas dalam section 501 (f)

dinyatakan sebagai conclusive evidence of nationality for international

purposes, hak milik dan semua security interest pada pesawat udara harus

didaftarkan dalam Recordation of Aircraft Ownership.186

Dalam sewa guna usaha (lease) pesawat udara yang pelaksanaannya

menyangkut beberapa Negara (international leasing), keabsahan (validity)

dan kuatnya peletakan hak-hak (perfection) di atas perlu dijamin di Negara-

negara tersebut. Kepastian hak-hak tersebut akan lebih terjamin apabila

Negara-negara yang bersangkutan sudah merupakan Negara Anggota

Konvensi Jenewa 1948, atau setidaknya sudah memiliki perundang-undangan

tentang pendaftaran hak keperdataan tersebut seperti Inggris yang belum

meratifikasi Konvensi Jenewa 1948 tetapi telah mengeluarkan The

Mortgaging of Aircraft Order 1972.187

185 Lihat ketentuan pada Hukum Federasi Penerbangan Amerika Act 501. 186 Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan…, Op.Cit., hlm. 133. 187 Ibid., hlm.134.

Page 115: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

98

d. Hipotek atas Pesawat Udara menurut Hukum Nederland

Sejak status hukum pesawat udara Nederland diubah menjadi benda

terdaftar (register goed) dengan pembukuannya menurut Wet Toboekgestelde

Luchvaartuigen 6 Maret 1957 S. 72 (selanjutnya disebut Wet), pesawat udara

yang terdaftar menurut Wet ini dapat dibebani dengan hak hipotek. Sebelum

membahas lebih lanjut berbagai aspek hukum yang berkaitan dengan

pembebanan hak hipotek atas pesawat udara yang terdaftar, perlu

dikemukakan beberapa hal yang penting.188

Konsiderans Wet menegaskan bahwa undang-undang ini dibentuk

sesuai dengan isi Konvensi Mortgage 1948, Konvensi tersebut diratifikasi

oleh Nederland pada tahun 1955 dan Wet ini dibuat sebagai undang-undang

(aanpassings wet), pada tahun 1957. Disusul kemudian dengan Besluit 16

Maret 1959 Stb. 119 Maatregel Taboekgestelde Luchtvaartuigen,

(selanjutnya disebut Besluit). Kemudian pembahasan mengenai Wet dan

Besluit diperlukan referensi pada isi Konvensi Jenewa 1948 yang relevan. 189

Adapun pembentukan Wet tersebut dilihat dari sistematika hukum

KUH Perdata yang dianut Nederland, adalah beralasan, oleh karena

terkandung maksud untuk memasukkan Wet dalam KUH Perdata Nederland

yang baru, yaitu dalam Buku VIII tentang Zeerecht en Binnenvaart.

Selanjutnya dikonstatasi bahwa dalam pembentukan materi Wet terlihat

adanya pengaruh dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Buku II

188 Ibid. 189 Ibid., hlm. 134-135.

Page 116: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

99

Wetboek van Koophandel, khususnya tentang van de rechten en

Verplichtingen uit Scheepvaart Voortspruitende, atau singkat Zeerecht.

Usaha untuk menerapkan ketentuan-ketentuan Zeerecht secara analogi untuk

pesawat udara Nederland telah dikritik bahwa setiap analogi hendaknya

dilakukan dengan sangat hati-hati. Kapal laut dan pesawat udara adalah dua

alat transportasi yang tidak identik dan masing-masing memiliki ciri-ciri khas

yang berlainan. Selain itu, terdapat pula sifat-sifat yang khusus dan

persyaratan-persyaratan yang berlaku di dunia penerbangan dan hukum

udara.

Ketentuan yang terpenting dalam Wet adalah tentang pembentukan

suatu register umum (openbaar register). Menurut Pasal 2 Ayat (1) Wet

dalam register umum tersebut, yang mempunyai sifat sebagai register perdata,

dapat didaftarkan hak-hak yang bersifat kebendaan atas suatu pesawat udara

Nederland. Ketentuan-ketentuan pendaftaran selanjutnya diatur menurut

Besluit. Pengertian register menurut Pasal 1 Ayat (5), 6, 7 Wet mencakup tiga

macam register:

1) Verdrag register, yaitu suatu register umum dari Negara lain yang

dimaksud oleh Pasal 1, dan 1 (ii) Konvensi Jenewa 1948;

2) Nationaliteits register, (register penerbangan/register public) menurut

Pasal 17 konversi Chicago 1944 dan yang diatur dalam Luchtvaartwet

1958 Pasal 5 dan 6; dan

3) Register (Register Perdata) menurut Pasal 2 Wet ini memuat hak-hak

kebendaan atas pesawat udara, dengan ketentuan bahwa seorang

Page 117: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

100

pemegang hak harus mendaftarkan haknya menurut ketentuan-

ketentuan Besluit. Register perdata ini disimpan di Rotterdam.

Persyaratan pendaftaran perdata untuk pesawat udara Nederland

menurut Pasal 3 Wet adalah sebagai berikut:

1) Pendaftaran tersebut harus dimohon oleh pihak pemilik pesawat udara;

2) Pesawat udara tersebut harus:

(a) Berkebangsaan Nederland menurut Luchtvaartwet 1958, dan

belum terdaftar dalam Register Perdata;

(b) Belum terdaftar dalam Register Perdata Negara lain,

(c) Memiliki maksimum bobot berat tinggal landas menurut

ketentuan Besluit.

Ketentuan pada point c tersebut menunjuk pada Pasal 2 Ayat (2) Besluit

yang menetapkan bahwa hanya bobot pesawat udara yang memiliki sertifikat

maksimum bobot berat tinggal landas paling sedikit 1000 kg, dapat

didaftarkan dalam Register Perdata Wet. Ketentuan ini mempunyai implikasi

bahwa pesawat udara yang memiliki maksimum bobot tinggal landas kurang

dari 1000 kg tidak dapat didaftarkan dalam Register Perdata Wet tersebut.

Pesawat udara yang tidak memenuhi persyaratan tersebut akan tetap

diperlakukan sebagai benda bergerak meurut hukum keperdataan Nederland,

walaupun pesawat udara tersebut telah memenuhi persyaratan untuk

didaftarkan dalam Register Penerbangan (Register Publik) menurut Pasal 5

dan 6 Luchtvaartwet 1958 dan Regeling Toezicht Luchtvaartwet 1959, Pasal

3, 4, 5, dan 6. Pesawat udara berebangsaan Nederland yang tidak terdaftar

Page 118: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

101

menurut Wet tersebut dapat dijaminkan dengan cara fiduciare

eigendomsoverdracht atau juga dikenal dengan F.E.O dan tidak dapat

dibebani dengan hak hipotek. Wet tersebut tidak mewajibkan setiap pesawat

udara Nederland yang memenuhi persyaratan-persyaratan Wet tersebut untuk

didaftarkan. P. F. van Riemsdijk berpendapat bahwa pesawat udara yang

diperoleh tanpa disertai pembebanan suatu hak jaminan, tetap dianjurkan

untuk didaftarkan oleh pemilik barunya dalam Register Perdata menurut Wet.

Hal tersebut akan memberikan peluang bagi pemilik pesawat udara tersebut

untuk membebaninya dengan hak-hak jaminan yang diakui Wet apabila di

kemudian hari diperlukan. Permohonan pendaftaran dalam Register Perdata

harus dilakukan dengan persetujuan (goedkeuring) arrondisement gerecht di

Amsterdam. Dalam hal pencoretan dari register Perdata oleh pihak pemilik

diperlukan pula izin (machtiging) pengadilan di Amsterdam. Pengadilan

tersebut akan memberikan machtiging tersebut setelah memeriksa (verhoor)

penyita pesawat udara (beslagleggers).190

2. Implementasi Ratifikasi Konvensi Cape Town 2001 Pada Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Terhadap

Pembebanan Lembaga Jaminan Kebendaan.

Penjelasan mengenai lembaga jaminan kebendaan dan kaitannya dengan

Konvensi Cape Town 2001, di dalam Pasal 12 Ayat (1) Undang-undang Nomor 15

Tahun 1992 Tentang Penerbangan ditentukan secara tegas bahwa pesawat udara

yang telah memiliki tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia dapat dibebani

190 Ibid., hlm. 136-140.

Page 119: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

102

dengan hipotek191. Setelah undang-undang tersebut dicabut oleh Undang-Undang

Penerbangan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan, ketentuan mengenai pembebanan pesawat udara dengan

menggunakan hipotek tidak lagi ditentukan secara tegas dalam undang-undang

penerbangan yang baru.192

Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 adalah peraturan baru

mengenai penerbangan yang menggantikan peraturan sebelumnya Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 1992. Undang-undang penerbangan Nomor 1 Tahun 2009

bertujuan untuk menyempurnakan dan melengkapi undang-undang sebelumnya

untuk menegaskan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan perubahan

paradigma.193

Konvensi Cape Town 2001 adalah salah satu perjanjian internasional dalam

penerbangan, dan salah satu dari beberapa alasan diratifikasinya konvensi tersebut

untuk menyempurnakan undang-undang penerbangan Indonesia guna

memberdayakan industri penerbangan nasional. Hal tersebut sesuai dengan

penjelasan Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009.194

Dalam upaya memberdayakan industri penerbangan nasional, undang-

undang ini juga memuat ketentuan mengenai kepentingan internasional terhadap

benda-benda pesawat terbang yang mengatur benda-benda pesawat terbang yang

dapat menimbulkan kepentingan internasional yang timbul dari perjanjian

191 Lihat ketentuan pada Pasal 12 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang

Penerbangan. 192 Ricky Rustam, Hukum Jaminan…, Op.Cit., hlm. 170. 193 Prita Amalia, Implementing The Cape Town Convention and the Domestic Laws on

Secured Transaction, Springer, Switzerland, 2017, e-book, hlm. 112. 194 Ibid.

Page 120: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

103

keamanan, perjanjian reservasi, dan/atau perjanjian sewa guna usaha. Peraturan ini

mengacu pada Konvensi tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan

Bergerak (Konvensi Cape Town 2001) dan Protokol pada Konvensi tentang

Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak Mengenai Masalah-Masalah

Khusus Peralatan Pesawat Udara (Protokol Konvensi Cape Town 2001), sebagai

konsekuensi meratifikasi konvensi dan protokol yang biasanya disebut Konvensi

Cape Town 2001.195

Keuntungan bagi pemerintah Indonesia dapat menunjukkan kepada dunia

internasional bahwa Indonesia ikut menumbuh-kembangkan hukum udara perdata

internasional dalam pergaulan internasional, bahwa Indonesia dapat mengakui

status pesawat udara sebagai benda tetap dan menunjukkan itikad baik terhadap

dunia internasional yang tidak mempersulit pelepasan pendaftaran dan kebangsaan

pesawat udara apabila debitor (lessee) melakukan cidera janji (wanprestasi).196

Kepentingan internasional (international interest) adalah suatu kepentingan

yang diperoleh kreditor atau lessors yang timbul akibat perjanjian hak kebendaan,

perjanjian bersyarat dan/atau perjanjian sewa guna usaha yang tunduk pada

Konvensi Cape Town 2001 Konvensi tentang Kepentingan Internasional dalam

Peralatan Bergerak (Konvensi Cape Town 2001) dan Protokol pada Konvensi

tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak Mengenai Masalah-

Masalah Khusus Peralatan Pesawat Udara (Protokol Konvensi Cape Town

2001).197

195 Ibid. 196 Agus Pramono & Martono, Hukum Udara Perdata…, Op.Cit. hlm. 291. 197 Ibid., hlm. 292.

Page 121: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

104

Jaminan hak kebendaan tersebut diberikan oleh pemberi jaminan hak

kebendaan (charger) yang memberi atau menyetujui untuk memberikan kepada

penerima jaminan hak kebendaan (charge) suatu kepentingan atas objek pesawat

udara untuk menjamin pemenuhan atas kewajiban yang terjadi atau yang akan

terjadi dari pemberi jaminan hak kebendaan atau pihak ketiga, sedangkan perjanjian

bersyarat (title reservation agreement) adalah suatu perjanjian penjualan kerangka

pesawat udara, mesin pesawat terbang atau helikopter dengan ketentuan bahwa

kepemilikan (ownership) tidak akan beralih sampai terpenuhinya persyaratan yang

tercantum dalam perjanjian yang bersangkutan. Perjanjian sewa guna usaha

(leasing agreement) adalah perjanjian dimana seorang (pemberi sewa guna usaha

atau lessor) memberikan hak kepada orang lain (penerima hak guna usaha atau

lessee) untuk menguasai suatu objek pesawat udara (dengan atau tanpa opsi untuk

membeli) dengan kompensasi berupa uang sewa atau bentuk pembayaran

lainnya.198

Objek kepentingan international (international interest) dalam peralatan

bergerak, khususnya pesawat udara, diatur dalam Bab IX dari Pasal 71 sampai

dengan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

Pasal-pasal tersebut mengatur objek perjanjian yang dapat dibebani dengan

kepentingan internasional masing-masing mengenai kerangka pesawat (aircraft

frame), mesin pesawat terbang (propellers) dan helikopter.199

a. Kerangka Pesawat Udara

198 Ibid., hlm. 293. 199 Ibid.

Page 122: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

105

Kerangka pesawat udara dapat dibebani dengan kepentingan

internasional yang timbul akibat perjanjian pemberian hak jaminan

kebendaan, perjanjian pengikatan hak bersyarat, dan/atau perjanjian sewa

guna usaha. Kerangka tersebut adalah kerangka pesawat udara yang tidak

digunakan untuk pesawat udara negara (state aircraft) yang apabila dipasang

sesuai pada rangka pesawat udara tersebut disertifikasi oleh pejabat yang

berwenang untuk mengangkut paling sedikit 8 (delapan) orang termasuk

awak pesawat udara atau barang-barang yang lebih dari 2.750 kg beserta

seluruh perlengkapannya, komponen dan peralatan yang terpasang

dimasukkan atau terkait (selain mesin pesawat udara) dan seluruh data buku

petunjuk dan catatan yang bersangkutan dengan hal tersebut.200

b. Mesin Pesawat Terbang

Mesin pesawat terbang dapat dibebani kepentingan internasional adalah

mesin pesawat terbang yang tidak digunakan untuk pesawat udara negara

(state aircraft) yang digerakkan oleh tenaga propulsi jet atau turbin atau

teknologi piston dan (a) dalam hal mesin pesawat terbang dengan populasi

jet, memunyai daya dorong paling sedikit sebesar 1.750 lbs atau setara, (b)

dalam hal mesin-mesin pesawat terbang yan diberi tenaga oleh turbin atau

piston, mempunyai daya dorong paling sedikit 550 tenaga kuda yang

digunakan untuk lepas landas rata-rata atau yang setara, beserta seluruh modil

dan perlengkapan, komponen dan peralatan lain yang terpasang dimasukkan

200 Ahmad Sudiro & Martono, Hukum Angkutan Udara:Berdasarkan UU RI No.1 Tahun

2009, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hlm. 323.

Page 123: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

106

atau terkait, dan seluruh data, buku petunjuk dan catatan yang berhubungan

dengan itu.201

c. Helikopter

Helikopter yang dapat dibebani kepentingan internasional adalah

helikopter tertentu (yang tidak digunakan untuk pesawat udara negara (state

aircraft) yang disertifikasi oleh lembaga penerbangan yang berwenang untuk

mengangkut paling sedikit 5 (lima) orang termasuk awak, atau barang yang

lebih dari 450 kg, beserta seluruh perlengkapan, komponen, dan peralatan

yang terpasang, dimasukkan atau terkait (termasuk rotor-rotor) dan seluruh

data, buku petunjuk, dan catatan yang berhubungan dengan itu.202

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa Pemerintah

Indonesia akan memberlakukan kewajiban internasional setelah meratifikasi

perjanjian internasional sebagai upaya untuk menerapkan perjanjian tersebut

dengan itikad baik sesuai dengan konvensi Wina 1969. Meskipun tujuan untuk

mengesahkan perjanjian Cape Town adalah untuk menyempurnakan hukum

penerbangan, hukum penerbangan tidak secara jelas menyatakan bahwa Pasal 71-

82 adalah peraturan pelaksanaan konvensi Cape Town.203

Kepentingan internasional adalah salah satu hal yang paling penting dalam

konvensi Cape Town. Kepentingan internasional memiliki hak prioritas atau

preseden atas hak-hak yang tidak terdaftar atau selanjutnya mendaftarkan hak-hak

201 Ibid. 202 Ibid., hlm 323-324. 203 Prita Amalia, Implementing The Cape…, Op.Cit. hlm. 112.

Page 124: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

107

sebagaimana diatur dalam Pasal 29204 Konvensi Cape Town yang disebut Peraturan

Prioritas. Undang-undang penerbangan tahun 2009 telah merumuskan apa yang

dimaksud dengan kepentingan internasional dalam Undang-Undang Penerbangan

yang baru dan sejalan dengan konvensi tersebut dan juga memberikan hak prioritas

atau hak-hak yang didahulukan sebagaimana diatur dalam Pasal 78. Bagian ini

mengatur lebih lanjut bahwa prioritas yang tepat dari kepentingan internasional

adalah hak yang diberikan setelah kepentingan internasional terdaftar di kantor

registrasi internasional.

Kantor pendaftaran internasional sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Penerbangan adalah perizinan internasional yang ditetapkan untuk tujuan

Konvensi Cape Town dan akan menjadi satu-satunya kantor untuk pendaftaran

kepentingan internasional untuk benda-benda pesawat udara.205 Register

internasional adalah sistem registrasi elektronik di bawah koordinasi ICAO, yang

merupakan satu-satunya register untuk kepentingan internasional. Saat ini, kantor

pendaftaran internasional yang dimaksud telah ditetapkan dan dapat dikunjungi

melalui situs web (https://www.internationalregistry.aero). Namun, tidak

dijelaskan lebih lanjut tentang pelaksanaan pendaftaran kepentingan internasional

sebagaimana diuraikan secara rinci dalam Pasal 16 dan 17 Bab 4 konvensi Cape

Town yang mengatur mengenai sistem pendaftaran internasional.

204 Konvensi Cape Town Artikel 29 “Priority of competing interests: 1) A registered interest

has priority over any other interest subsequently registered and over an unregistered interest…” 205 Lihat Ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

“Kepentingan internasional, termasuk setiap pengalihan dan/atau subordinasi dari kepentingan

tersebut, memperoleh prioritas pada saat kepentingan tersebut didaftarkan pada kantor pendaftaran

internasional.”

Page 125: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

108

Kepentingan internasional, hak prioritas (privilege), registrasi internasional

dan pemulihan standar adalah empat hal utama dalam Konvensi Cape Town. Untuk

menentukan keefektifan penerapan konvensi tersebut, harus dinilai dengan

peraturan pelaksanaan untuk empat isu penting apakah sudah memadai atau tidak.

Fakta bahwa peraturan registrasi internasional secara rinci dalam undang-undang

membuat peraturan ini kurang efektif dalam melaksanakan kewajiban berdasarkan

konvensi, karena Pasal 78 secara jelas menyatakan bahwa pembatasan kepentingan

internasional yang menjadi prioritas adalah kepentingan yang telah didaftarkan

melalui kantor registrasi internasional.206 Peraturan dalam konvensi Cape Town

merupakan bukan menjadi suatu hal yang asing di dalam hukum pendaftaran di

Indonesia,207 karena di Indonesia mengenal lembaga pendaftaran yang sejenis

dengan sifat pendaftaran yang terdapat pada Konvensi Cape Town. Perbedaannya

terletak pada eksekusi antara pesawat udara yang dijaminkan pada kepentingan

internasional atau tidak.

Di dalam pengaturan pembebanan jaminan dengan hipotek, jika di dalam

suatu perjanjian kredit debitor ingkar janji (wanprestasi), benda hipotek di jual di

depan umum dan dari hasil penjualan diserahkan depata debitor sebagai pelunasan

utang. Sebagaimana ditegaskan pada Pasal 1178 ayat (2) KUH Perdata “kreditor

hipotek pertama, pada waktu pembebanan hipotek boleh mensyaratkan dalam hal

utang pokok atau bunga yang terhitang tidak dibayar, maka ia akan diberi kuasa

206 Prita Amalia, Implementing The Cape Town…, Loc.Cit. 207 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Hypotheek, Penerbit Alumni, Cetakan

Ketiga, Bandung, 1983. Hlm. 123.

Page 126: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

109

secara mutlak untuk menjual benda hipotek itu dimuka umum agar dari hasilnya

dilunasi jumlah hutang pokok, bunga dan biaya”.208

Dalam praktek dewasa ini pelaksanaan eksekusi hipotek melalui ketentuan

Pasal 1178 KUH Perdata seakan-akan telah mati, karena dalam setiap eksekusi

selalu dilakukan melalui proses eksekusi Pengadilan, sedangkan menurut

ketentuannya kreditor dapat melakukan penjualan objek hipotek sendiri seakan-

akan benda tersebut miliknya karena telah diperjanjikan. Untuk itu perlu suatu

perhatian agar dalam menilai dan melaksanakan penyelesaian masalah hipotek

tetap memperhatikan hak kreditor dengan janji yang telah disepakatinya dengan

debitor (janji memberi kuasa menjual) tersebut. Jadi harus ada perbedaan penilaian

terhadap pembebanan hipotek yang mana yang harus melalui proses eksekusi

Pengadilan dan yang mana yang tidak perlu.209

Mengenai eksekusi dalam pembebanan jaminan dengan kepentingan

internasional, debitor (lessee) memberi surat kuasa kepada kreditor (lessor) untuk

deregirtrasi dan ekspor pesawat udara, mesin pesawat terbang dan helicopter yang

telah memperoleh pendaftaran dan kebengsaan Indonesia. Surat kuasa tersebut

tidak dapat dicabut kembali (Irrevocable Deregistration and Export Request

Authorization (IDERA) kecuali atas persetujuan penerima kuasa (lessor). Surat

kuasa tersebut tetap berlaku saat debitor (lessee) pailit atau tidak mampu membayar

utangnya. Dalam hal debitor (lessee) cidera janji, kreditor (lessor) dapat

mengajukan permohonan kepada Menteri Perhubungan sesuai dengan kuasa

208 Mariam Darus Badrulzaman, Kerangka Hukum Jaminan…, Op.Cit. Hlm. 10. 209 Djuhaendah Hasan, Kerangka Hukum Jaminan…, Op.Cit., Hlm. 77.

Page 127: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

110

pemohon deregistrasi pesawat udara untuk meminta penghapusan pendaftaran dan

kebangsaan serta ekspor pesawat udara atau helikopter. Berdasarkan permohonan

Menteri Perhubungan wajib menghapus tanda pendaftaran dan kebangsaan pesawat

udara atau helikopter paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak permohonan diterima

oleh Menteri Perhubungan.210

Menurut keputusan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2009 sebagai

pelaksanaan kepentingan internasional, mengatur kuasa memohon penghapusan

pendaftaran dan ekspor yang tidak dapat dicabut kembali (Irrevocable

Deregistration and Export Request Authorization (IDERA) dengan

mempertimbangkan CASR Part 47). Berdasarkan pada CASR Part 47 telah

dikeluarkan Staff Instruction (SI 47-02).211

Pemilik atau operator pesawat udara dapat menerbitkan sebuah IDERA

kepada pihak yang diberi kuasa atau orang yang ditunjuk. Pihak yang diberi kuasa

atau orang yang ditunjuk. Pihak yang diberi kuasa atau orang yang ditunjuk

merupakan satu-satunya yang berhak melaksanakan pemulihan (recovery). Surat

kuasa tersebut tidak boleh dicabut oleh debitor (lessee) tanpa persetujuan tertulis

dari pihak yang menerima kuasa. Sebuah IDERA dapat dibatalkan apabila

persetujuan atau kepentingan internasional telah disetujui, deitor di mana negara

yang menjadi anggota Konvensi Cape Town 2001.212

Pemilik atau operator pendaftar pesawat udara harus mengisi formulir 47-03

Direktorat Operasi Pesawat Udara dan Kelaikudaraan (DAAO) formulir IDERA

210 Agus Pramono & Martono, Hukum Udara Perdata…, Op.Cit. hlm. 297. 211 Ibid., hlm. 298. 212 Ibid.

Page 128: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

111

dan menyerahkan kepada Direktur Jendral Perhubungan Udara yang dilampiri

Salinan sertifikat pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara, Salinan persetujuan

yang menciptakan atau menimbulkan kepentingan internasional (international

interest), sewa guna usaha (leasing agreement) dalam hal operator sebagai penyewa

guna usaha (leassee) atau persetujuan jaminan pesawat udara (aircraft security

agreement) dalam hal pendaftar pemilik atau persetujuan reservation dalam hal

operator pendaftar adalah pembeli bersyarat. Formulir 47-03 harus ditandatangani

dengan tinta oleh operator atau pemilik yang mengajukan.213

IDERA yang didaftarkan oleh DAAO hanya dapat ditarik kembali atas

permintaan pihak yang berhak di mana IDERA dibuat. Direktur DAAO akan

memproses penarikan kembali IDERA. Pemilik atau operator pendaftar pesawat

udara terhadap IDERA didaftar oleh DAAO harus menyelenggarakan penarikan

IDERA. Permohonan penarikan IDERA harus diajukan secara tertulis kepada

Direktur DAAO. Permohonan harus ditandatangani oleh yang berhak secara rinci

termasuk nama, alamat, e-mail, fax dan nomor telepon secara lengkap.214

Sebuah surat penarikan IDERA akan diterbitkan kepada yang berhak apabila

permohonan dapat dipertimbangkan. Apabila permintaan penarikan diserahkan

oleh kuasa yang bertindak untuk authorized party, semua surat-menyurat biasanya

akan ditujukan kepada atas nama kuasa (the authority in fact). Penarikan IDERA

akan diajukan dengan Direktur DAAO dan pendaftaran penarikan kembali harus

dibuat pada logbook IDERA dan pendaftaran tersebut juga akan dibuat dalam

213 Ibid. 214 Ibid., hlm. 299.

Page 129: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

112

bentuk formulir 47-B DAAO, kartu Pendaftaran Pesawat Udara apabila diperlukan.

Formulir permohonan IDERA dilampirkan dalam SI-47-02.215

Pasal 82 Undang-Undang Penerbangan adalah pasal terakhir dalam bagian

yang mengatur kepentingan internasional. Ketentuan konvensi internasional

tentang kepentingan keamanan pada peralatan bergerak dan protokol pesawat

udara, yang mana pihak Indonesia, memiliki kekuatan hukum di Indonesia dan

merupakan ketentuan hukum yang spesifik. Menurut penjelasannya, ketentuan

hukum yang spesifik adalah dalam hal ketidak konsistenan ketidaksesuaian antara

ketentuan konvensi, protokol dan deklarasi dengan hukum Indonesia, ketentuan

konvensi, protokol dan deklarasi harus diterapkan.216

215 Ibid. 216 Prita Amalia, Implementing The Cape Town…, Loc.Cit.

Page 130: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

113

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah penulis sampaikan tersebut maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan tidak ditentukan secara tegas lembaga jaminan apa yang dapat

dibebankan terhadap pesawat udara apabila dijadikan sebagai objek jaminan. Di

Indonesia, dalam pasal 24 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan, setiap pesawat udara yang dioperasikan di Indonesia wajib

mempunyai tanda pendaftaran.

Pembebanan hipotek terhadap pesawat udara pada ketentuan Pasal 1179

KUH Perdata dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitas guna melindungi

kepentingan pihak ketiga. Dengan pendaftaran tersebut, pihak ketiga dapat

mengetahui berapa nilai sisa harga pesawat udara yang dihipotekkan sehingga

pihak ketiga dapat mengantisipasi dan dapat menghindarkan diri dari kemungkinan

yang merugikan. Hipotek pesawat udara tidak dapat dilepaskan dengan pendaftaran

pesawat udara sebab pesawat udara dapat dihipotekkan karena pesawat udara harus

mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan sebagaimana ditentukan dalam

Undang-Undang Penerbangan dan Konvensi Internasional yaitu Konvensi Chicago

1944. Dengan mengacu pada konvensi-konvensi internasional maupun hukum

nasional di Indonesia, pendaftaran pesawat udara merupakan keharusan, sedangkan

pesawat udara dapat dibebani hipotek. Pesawat udara secara alamiah merupakan

benda bergerak. Dengan demikian, tidak dapat dibebani hipotek, tetapi dengan

Page 131: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

114

pendaftaran tersebut pesawat udara merupakan benda bergerak yang mempunyai

sifat khusus (sui generis) sehingga pesawat udara merupakan dapat dibebani

hipotek.

Ratifikasi suatu konvensi Cape Town 2001 oleh Indonesia melalui Peraturan

Pemerintah Nomor 8 Tahun 2007 membawa kewajiban bagi Indonesia untuk

mentransformasikan perjanjian internasional tersebut ke dalam peraturan

perundang-undangan nasional. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 pada Bab IX

dari Pasal 71 sampai dengan Pasal 82 berusaha mentransformasikan ketentuan

dalam Konvensi Cape Town tersebut. Hal yang paling penting dari pengaturan

tersebut adalah dengan menjadikan ketentuan dalam Konvensi Cape Town sebagai

ketentuan hukum khusus (lex specialis). Ratifikasi Konvensi Cape Town 2001

hanya memberikan jalan keluar bagi kreditor pemegang hak jaminan kebendaan

yang dibebankan atas pesawat udara yang dipasang berdasarkan hukum asing,

tetapi pesawatnya didaftarakan dan dioperasikan di Indonesia. Kaitan antara

Konvensi Cape Town dengan hak jaminan kebendaan atas pesawat udara adalah

pemberian hak jaminan kebendaan antara debitor dan kreditor merupakan salah satu

cara untuk mendapatkan perlindungan sebagai kepentingan internasional

berdasarkan konvensi Cape Town 2001.

Page 132: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

115

B. SARAN

Berdasarkan uraian yang telah penulis sampaikan tersebut maka saran-saran

penulis diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Diperlukan sebuah pengkajian ulang terhadap Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009 Tentang Penerbangan dikarenakan undang-undang tersebut

merupakan sumber utama dalam dunia penerbangan di Indonesia. Pengkajian

yang penulis maksud adalah pengkajian mengenai pengaturan lembaga

jaminan kebendaan yang dapat dibebankan terhadap pesawat udara sebagai

objek jaminan dengan mengacu konsep asas publisitas mengenai kewajiban

pendaftaran pesawat udara sebagaimana tertera dalam Pasal 24 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan dengan memperhatikan

ketentuan-ketentuan konvensi Cape Town 2001 agar menciptakan suatu

kepastian hukum.

2. Setalah dilakukannya pengkajian, Pemerintah melakukan revisi terhadap

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan terkait lembaga

jaminan kebendaan yang dapat dibebankan terhadap pesawat udara dengan

mencantumkannya secara jelas seperti pada Undang-Undang Nomor 15

Tahun 1992 Tentang Penerbangan yang didalamnya dicantumkan secara jelas

bahwa pesawat udara dapat dibebankan lembaga jaminan hipotek. Dengan

begitu tidak akan terjadi kontradiksi terkait lembaga jaminan yang dapat

dibebankan terhadap pesawat udara dibawah Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

Page 133: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

116

3. Saran berikutnya yang penulis ajukan adalah pesawat udara idealnya

dibebankan lembaga jaminan hipotek dikarenakan pertama mengacu pada

penerapan asas publisitas mengenai pendaftaran pesawat udara sebagaimana

tercantum dalam ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

Tentang Penerbangan. Kedua dengan mengacu pada Konvensi Chicago 1944

dan semua anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional mengakui

status hukum pesawat udara sebagai benda bergerak yang mempunyai

kekhususan (sui generis). Maka dari itu penulis menyarankan bentuk lembaga

jaminan kebendaan yang dibebankan terhadap pesawat udara adalah hipotek.

Page 134: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

117

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Agus Pramono, Dasar-Dasar Hukum Udara dan Ruang Angkasa, Cetakan

Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2011.

Agus Pramono & Martono, Hukum Udara Perdata Internasional & Nasional,

Rajawali Pers, Jakarta, 2013.

Ahmad Sudiro & Martono, Hukum Angkutan Udara:Berdasarkan UU RI No.1

Tahun 2009, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.

Djuhaendah Hasan, Perjanjian Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, Elips, Jakarta,

1998.

G. Leroy Certoma, The Italian Legal System, Butterworths, London, 1985.

Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,

Liberty, Yogyakarta, 1984.

J.Satrio, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti,

Purwokerto, 1991.

KH. Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam),

UII Press, Yogyakarta, Cetakan ke-2, 2012.

K. Martono, Hukum Udara, Angkutan Udara dan Hukum Angkasa, Hukum Laut

Internasional, Buku Kedua, Cetakan I, Mandar Maju, Jakarta, 1995

Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Hypotheek, Penerbit Alumni,

Cetakan Ketiga, Bandung, 1983.

________________________, Kerangka Hukum Jaminan Indonesia, ELIPS,

Jakarta, 1998.

Page 135: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

118

Martono, Hukum Udara Nasional dan Internasional, bagian Pertama, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Mieke Komar Kantaatmadja, Lembaga Jaminan Kebendaan Pesawat Udara

Indonesia Ditinjau Dari Hukum Udara, Alumni, Bandung, 1989.

Moch. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara di Indonesia, Dharma Muda, Surabaya,

1996.

Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Noor Hafidah, Hukum Jaminan Syariah Implementasinya dalam Perbankan

Syariah di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2017.

Prita Amalia, dalam buku Souchiru Kozuka, Implementing The Cape Town

Convention and the Domestic Laws on Secured Transaction, Springer,

Switzerland, 2017, e-book.

Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

______________, Hukum Kebendaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.

Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Perdata Internasional, UII Press,

Yogyakarta, 2007.

Riky Rustam, Hukum Jaminan, UII Press, Yogyakarta, 2017.

Soekardono, Hukum Perkapalan Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, 1981.

Souichirou Kozuka, Implementing the Cape Town Convention and the Domestic

Laws on Secured Transactions, Springer Nature, Switzerland, 2017, e-book.

Page 136: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

119

Jurnal

Getar Danishswara & Anugrah Akbar Darmawan, Regulasi Terhadap Bentuk

Jaminan Kebendaan Atas Pesawat terbang Sebagai Objek Jaminan Hutang

Dalam Kredit Perbankan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2014.

Hikmahanto Juwana, Kewajiban Negara Mentransformasikan Ketentuan

Perjanjian Internasional ke Dalam Peraturan Perundang-undangan: Studi

Kasus Pasca Keikutsertaan Dalam Cape Town Convention, Jurnal Hukum

Bisnis: Volume 28 Nomor 24, 2009.

The Business Lawyer, July 1957.

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Pengesahan

Convention On International Interests In Mobile Equipment (Konvensi

Tentang Kepentingan Internasional Dalam Peralatan Bergerak) Beserta

Protocol To The Convention On International Interests In Mobile Equipment

On Matters Specific To Aircraft Equipment (Protokol Pada Konvensi Tentang

Page 137: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

120

Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak mengenai Masalah-

Masalah Khusus Pada Peralatan Pesawat Udara).

Keputusan Menteri Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Pendaftaran Pesawat Udara

Data Elektronik

http://hubud.dephub.go.id/?id/news/detail/3241 diakses pada tanggal 10 Oktober

2017.

https://www.bps.go.id/Brs/view/id/1402 diakses pada tanggal 14 Oktober 2017.

http://www.unoosa.org/pdf/pres/stsc2013/tech-23E.pdf diakses pada tanggal 11

Desember 2017.

http://www.unidroit.org/overview-2001capetown diakses pada tanggal 10

November 2017.

http://dephub.go.id/post/read/capetown-treaty-perlu-disosialisasikan-kepada-ahli-

hukum-indonesia-9863 diakses pada tanggal 10 November 2017.

http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/credietverband.aspx diakses pada 5

Januari 2018.

https://kamushukum.web.id/arti-kata/constitutumpossessorium/ diakses pada 5

Januari 2018.

Sumber Lain

American Federal Aviation act of 1958.

Civil Aviation Act 1968 The Mortgaging of Aircraft Order 1972.

Konvensi Chicago Tahun 1944.

Page 138: PROBLEM HUKUM HAK JAMINAN KEBENDAAN ATAS …

121

Konvensi Cape Town 2001 Tentang Kepentingan Internasional Dalam Peralatan

Bergerak beserta Protokol Pada Konvensi Tentang Kepentingan Internasional

dalam Peralatan Bergerak mengenai Masalah-Masalah Khusus Pada

Peralatan Pesawat Udara.