bab iii fidusia sebagai lembaga jaminan kebendaan 3.1

47
BAB III FIDUSIA SEBAGAI LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN 3.1. Konsepsi Jaminan Pada Umumnya 3.1.1. Pengertian dan Fungsi Jaminan Berbicara tentang jaminan, umumnya selalu dihubungkan dengan pemberian kredit. Suatu lembaga keuangan baik maupun bukan bank, termasuk lembaga pembiayaan, didalam memberikan kredit atau pembiayaan umumnya meminta jaminan kepada debitur. Jaminan yang dimaksud disini bisa jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu “Zekerheid” atau “Cautie”. Zekerheid atau Cautie” mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggung jawaban umum debitur terhadap hutang-hutangnya. 77 Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan istilah agunan. Istilah agunan dapat dibaca di dalam pasal 1 angka 23 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, agunan adalah : “Jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”. Dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang 77 H. Salim HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 21. (selanjutnya disebut H. Salim HS. II). 65

Upload: doliem

Post on 31-Dec-2016

229 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB III

FIDUSIA SEBAGAI LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN

3.1. Konsepsi Jaminan Pada Umumnya

3.1.1. Pengertian dan Fungsi Jaminan

Berbicara tentang jaminan, umumnya selalu dihubungkan

dengan pemberian kredit. Suatu lembaga keuangan baik maupun

bukan bank, termasuk lembaga pembiayaan, didalam memberikan

kredit atau pembiayaan umumnya meminta jaminan kepada

debitur. Jaminan yang dimaksud disini bisa jaminan kebendaan

maupun jaminan perorangan.

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa

Belanda, yaitu “Zekerheid” atau “Cautie”. Zekerheid atau

“Cautie” mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin

dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggung jawaban umum

debitur terhadap hutang-hutangnya.77

Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan istilah agunan.

Istilah agunan dapat dibaca di dalam pasal 1 angka 23 Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, agunan adalah :

“Jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”.

Dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang

77 H. Salim HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, hal. 21. (selanjutnya disebut H. Salim HS. II).

65

diselenggarakan di Yogyakarta dari tanggal 20 sampai dengan 30

Juli 1977 disimpulkan pengertian jaminan. Jaminan adalah

menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang

yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum

jaminan erat sekali hubungannya dengan hukum benda-

benda.78

Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan

Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28

Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit menyatakan

bahwa "Jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan

debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan".

Sutarno merumuskan "Jaminan kredit adalah segala sesuatu

yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat

dengan janji sebagai Jaminan untuk pembayaran dari utang

debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat oleh kreditur

dan debitur".79

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh

Hadisoeprapto yang mengemukakan bahwa "Jaminan kredit ialah

segala sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk

menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi

kewajiban, yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu

78 Mariam Darus Badrulzaman, 1987, Bab-Bab Tentang Creditverband,

Gadai, dan Fidusia, Alumni, Bandung, hal. 227 – 265 (selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman II).79 Sutarno, Op.Cit, ha. 142.

67

perikatan".80

Kartono menyatakan bahwa "Jaminan dalam suatu

pemberian kredit merupakan suatu usaha dari kreditur untuk

memperkuat kedudukannya sebagai kreditur dalam arti mendapat

Jaminan yang lebih kuat walaupun hak-hak kreditur pada

umumnya sudah dijamin oleh kekayaan debitur baik yang telah

ada maupun yang akan ada dikemudian hari sesuai dengan

ketentuan Pasal 1131 dan ketentuan Pasal 1132 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata".81

Adapun selengkapnya dari ketentuan Pasal 11131 dan

Pasal 1132 KUH Perdata dimaksud adalah sebagai berikut :

Pasal 1131 KUH Perdata;Segala kebendaan siberutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.

Pasal 1132 KUH Perdata;Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menghutangkan kepadanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara orang-orang yang berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.

Dari pengertian jaminan sebagaimana telah dikemukakan

di atas, maka dapat dipahami konsepsi jaminan sebagai berikut :

1. Difokuskan pada pemenuhan kewajiban kepada kreditur

80 Hartono Hadisoeprapto, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan

Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, h. 5081

Kartono, 1977, Hak-hak Jaminan Kredit. Cetakan Kedua, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 11

2. Wujud jaminan ini dapat dinilai dengan uang (jaminan

materiil).

3. Timbulnya jaminan karena adanya perikatan antara kreditur

dengan debitur.

4. Keyakinan kreditur atas kesanggupan debitur untuk melunasi

hutangnya.

Dalam konteks pemberian kredit, menurut Sutan Remy

Sjahdeini, jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai

nilai, mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai

jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan

perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur.82

Sesungguhnya keberadaan jaminan merupakan prasyarat

untuk memperkecil risiko kreditur dalam penyaluran kredit.

Sebagai langkah antisipatif dalam menarik kembali kredit atau

pembiayaan yang telah diberikan kepada debitur, jaminan

hendaknya dipertimbangkan dua faktor, yaitu :

1. Secured, artinya jaminan kredit dapat diadakan pengikatan secara yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jika kemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, maka bank memiliki kekuatan yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi.

2. Marketable, artinya jaminan tersebut bila hendak dieksekusi, dapat segera dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur.83

82Sutan Remy Sjahdeini, 1999, Hak Tanggungan, Azas-azas, Ketentuan-

Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan, Alumni, Bandung, h. 132.

83

69

Kredit yang diberikan selalu diamankan dengan jaminan

kredit dengan tujuanuntuk menghindarkan adanya risiko debitur

tidak membayar hutangnya. Apabila debitur oleh karena sesuatu

sebab tidak mampu melunasi hutangnya maka kreditur dapat

menjual atau menutup hutang dari hasil penjualan jaminan

tersebut.

Menurut Subekti, jaminan yang dapat dianggap baik

(ideal), apabila :

1. Secara mudah dapat membantu perolehan kredit oleh

pihak yang memerlukan.

2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pemberi kredit untuk

melakukan (meneruskan) usahanya

3. Memberikan kepastian kepada si pemberi kredit dalam arti

bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi

yaitu bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi

utangnya si penerima (pengambil) kredit.84

Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas maka fungsi

jaminan adalah memberikan hak dan kekuasaan terhadap kreditur

untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang

Johannes Ibrahim, 2004, Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung, h. 71.

84Soebekti, 1996, Jaminan-jaminan Pemberian Kredit Termasuk Hak

Tanggungan Menurut Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 73.

jaminan tersebut bila debitor tidak melunasi hutangnya pada

waktu yang ditentukan. "Kredit yang didukung dengan jaminan

disebut secured loans sedangkan kredit yang tidak didukung

dengan jaminan disebut unsecured loans”.85

Menurut Sutarno, jaminan kredit berfungsi untuk

memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk

mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang

jaminan tersebut bila debitur tidak melunasi utangnya pada waktu

yang ditentukan.86

Sementara Suyatno menyatakan bahwa kegunaan jaminan

kredit adalah :

a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk

mendapatkan pelunasan dari agunan apabila debitur

melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar kembali

utangnya pada waktu yang ditetapkan dalam perjanjian.

b. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk

membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk

meninggalkan usahanya atau proyeknya dengan merugikan

diri sendiri atau perusahaan dapat dicegah atau sekurang-

kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat

diperkecil.

85Muhammad Djumhana, 1993, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya

Bakti, Bandung, h. 76.

86Thomas Suyatno, 1991, Dasar-dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 88.

71

c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi

janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai

dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur dan/atau

pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan

yang dijaminkan kepada bank.87

Dengan demikian keberadaan jaminan mempunyai kedudukan

dan manfaat yang sangat penting dalam menunujang pembangunan

ekonomi. Keberadaan jaminan dapat memberikan manfaat baik bagi

kreditur maupun debitur. Bagi debitur, dengan adanya benda jaminan

itu dapat memperoleh fasilitas kredit dari bank dan tidak khawatir

dalam pengembangan usaha yang dijalankannya, karena sudah

tersedia modal yang memadai sesuai dengan kebutuhannya. Dengan

modal yang diperoleh melalui fasilitas kredit itu debitur dapat

menjalankan bisnisnya dengan lancar.

Sedangkan manfaat jaminan bagi kreditur, mencakup :

1. Terwujudnya keamanan transaksi dagang yang ditutup

2. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur.88

Kepastian hukum yang dimaksud adalah kepastian hukum untuk

menerima pengembalian pokok kredit dan bunga dari debitur.

Apabila debitur tidak mampu dalam pengembalian pokok kredit

dan bunga, maka bank dapat melakukan eksekusi terhadap benda

jaminan

87 Ibid.

88 Munir Fuady, 1996, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 31. (selanjutnya disebut Munir Fuady III).

3.1.2. Sumber Hukum Jaminan

Sumber hukum mengandung banyak pengertian.89 Sumber

hukum dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang digunakan

sebagai dasar oleh pengadilan dalam memutus perkara.90 Ada juga

yang memberi arti sumber hukum itu sebagai tempat asalnya

hukum.91

Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua

macam, yakni sumber hukum materiil dan sumber hukum

formil.92 Menurut Moch Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, bagi

seorang sarjana hukum yang penting adalah sumber hukum yang

formal,93 terutama yang berbentuk tertulis.

Analog dengan hal tersebut, maka yang dimaksud dalam

tulisan ini adalah sumber hukum jaminan yang formal dalam

bentuk tertulis. Yang dimaksud dengan sumber hukum jaminan

yang tertulis adalah tempat ditemukannya kaedah-kaedah hukum

jaminan berasal dari sumber hukum tertulis.

1. Buku II KUH Perdata (Burgerlijke Wetboek).

KUH Perdata merupakan ketentuan hukum yang

89 G.W. Paton, 1972, A Textbook of Jurisprudence, English Language Book

Society, Oxford University Press, London, hal. 188.90 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, hal. 301.91 Bachsan Mustafa, Op.Cit.,hal. 74.92 Algra, dkk., 1975, Kamus Istilah Hukum Fochema Andreal Belanda – Indonesia, Bina Cipta Bandung, hal. 74.93 Moch Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Pengantar Hkum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI, Jakarta, hal. 45.

73

berasal dari produk pemerintah kolonial Belanda, yang

diundangkan pada tahun 1848. KUH Perdata (BW) ini

diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas konkordansi.

Tentang jaminan diatur dalam Buku II BW pada bagian yang

mengatur tentang Hukum Benda. Pada Buku II BW diatur

tentang lembaga jaminan gadai, dan hipotik. Untuk hipotik

atas tanah tidak berlaku lagi, karena telah diganti dengan

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan.

Masalah gadai diatur dalam pasal 1150 sampai dengan

pasal 1160 KUH Perdata. Dalam ketentuan ini diatur

tentang;

1. Pengertian gadai (pasal 1150)2. Bentuk perjanjian gadai (pasal 1151)3. Hak-hak para pihak (pasal 1152 – pasal 1153)4. Kewajiban para pihak (pasal 1154 – 1155)5. Wanprestasi (pasal 1156)6. Tanggung jawab para pihak (pasal 1157)7. Bunga (pasal 1158)8. Debitur tidak berhak untuk menuntut kembali barang

gadai, sebelum dilunasi seluruhnya (pasal 1159)9. Tidak dapat dibagi-bagi barang gadai (pasal 1160).94

Sedangkan untuk hipotik dalam pasal 1162 sampai

dengan pasal 1232, KUH Perdata. Didalam berbagai

ketentuan ini diatur tentang;

1. Ketentuan-ketentuan umum (pasal 1162 – pasal 1178)2. Pendaftaran Hipotik dan bentuk pendaftaran (pasal

94 H. Salim HS, II, Op.Cit, hal. 15.

1179 – 1194)3. Pencoretan pendaftaran (pasal 1995 – 1197)4. Akibat Hipotik terhadap pihak ketiga yang menguasai

barang yang dibebani (pasal 1198 – 1208)5. Hapusnya hipotik (pasal 1209-1220)6. Pegawai-pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotik,

tanggung jawab mereka dalam hal diketahuinya daftar-daftar oleh masyarakat (pasal 1221-1232).95

2. KUH Perdata (Wetboek Van Kophandell)

KUH Dagang diatur dalam stb. 1847 Nomor 23. KUH

Dagang terdiri atas 2 buku, yaitu Buku I tentang Dagang pada

umumnya dan Buku II tentang Hak-hak dan kewajiban yang

timbul dalam pelayaran. Pasal-pasal yang erat kaitannya

dengan jaminan adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan

Hipotik Kapal Laut. Pasal-pasal yang mengatur tentang

Hipotik Kapal Laut adalah pasal 314 sampai dengan pasal 316

KUH Dagang.

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan

dengan Tanah.

Undang-undang ini mencabut berlakunya Hipotik

sebagaimana yang diatur dalam Buku II KUH Perdata,

sepanjang mengenai tanah dan ketentuan mengenai

Creditverband dalam stb. 1908 – 542 sebagaimana telah

diubah dalam stb. 1937 – 190. Tujuan pencabutan ketentuan

yang tercantum dalam Buku II KUH Perdata dan stb. 1937 –

95 H. Salim HS, II, Opcit, hal. 16.

75

190 adalah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan

perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata

perekonomian Indonesia.

4. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia mengatur tentang lembaga jaminan untuk benda

bergerak yang dijadikan jaminan hutang. Lembaga jaminan

ini sebagai alternatif dari gadai, ketika benda bergerak

dijadikan jaminan hutang. Ada 3 (tiga) pertimbangan lahirnya

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, yaitu :

1) Kebutuhan yang snagat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan.

2) Jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif.

3) Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.96

5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.

Ketentuan pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun

96 H. Salim HS, II, Op.Cit, hal. 18.

1992 menyatakan :

1) Kapal yang telah didaftar dapat dibebani dengan Hipotik.

2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Peraturan Pemerintah (PP) tentang penjabaran pasal ini

sampai ini belum ada, namun didalam penjelasan Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 1992 ditentukan substansi yang

diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut, yang meliputi

syarat-syarat dan tata cara pembebasan hipotik. Sedangkan

pelaksanaan pembebanan hipotik atas kapal dilaksanakan

sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

3.1.3. Azas-Azas Hukum Jaminan

Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan maupun

kajian terhadap berbagai literatur tentang jaminan, maka

ditemukan 5 (lima) azas penting dalam hukum jaminan, yaitu :97

1. Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak

tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan.

Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat

mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan

97 H. Salim HS, Op.Cit. hal. 9

77

pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor

Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota, pendaftaran

fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor

Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan

pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat

pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu syahbandar;

2. Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia,

dan hipotek hanya dapat dibebankan atas persil atau atas

barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu;

3. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hutang

tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan,

hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan

pembayaran sebagian.

4. Asas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus

berada pada penerima gadai;

5. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan

satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak

pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik.

Bangunannya milik dan yang bersangkutan atau pemberi

tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan

hak pakai.

Mariam Dams Badrulzaman mengemukakan asas-asas

hukum jaminan. Asas-asas itu meliputi asas filosofis, asas

konstitusional, asas politis, dan asas operasional (konkret) yang

bersifat umum. Asas operasional dibagi menjadi asas sistem

tertutup, asas absolut, asas mengikuti benda, asas publisitas, asas

spesialitet, asas totalitas, asas asessi perlekatan, asas konsistensi,

asas pemisahan horizontal, dan asas perlindungan hukum.98

Pemaparan asas-asas hukum yang dikemukakan oleh

Mariam Darus tidak diberikan pengertian dan penjelasan yang

lengkap, namun H. Salim HS, mencoba untuk menjelaskan dan

mengartikan asas-asas yang berkaitan dengan asas filosofis,

konstitusional, politis, dan operasional. Keempat asas itu

disajikan berikut ini.

1) Asas filosofis, yaitu asas di mana semua peraturan

perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia harus

didasarknn pada falsafah yang dianut oleh bangsa Indonesia,

yaitu Pancasila;

2) Asas konstitusional, yaitu asas di mana semua peraturan

perundang-undangan dibuat dan disahkan oleh pembentuk

undang-undang harus didasarkan pada hukum dasar

(konstitusi). Hukum dasar yang berlaku di Indonesia, yaitu

UUD 1945. Apabila undang-undang yang dibuat dan

disahkan tersebut bertentangan dengan konstitusi, undang-

undang tersebut harus dicabut;

3) Asas politis, yaitu asas di mana segala kebijakan dan teknik

98 Mariam Darus Badrulzaman, 1996, Benda-Benda Yang Dapat Diletakkan

Sebagai Obyek Hak Tanggungan Dalam Persiapan Pelaksanaan Hak Tanggungan di Lingkungan Perbankan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 23.

79

di dalam penyusunan peraturan perundang-undangan

didasarkan pada Tap MPR;

4) Asas operasional (konkret) yang bersifat umum merupakan

asas yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pembebanan

jaminan.99

3.1.4. Jenis-Jenis Jaminan

Salah satu prinsip yang dipegang oleh lembaga keuangan

bank atau lembaga-lembaga pembiayaan yang memberikan kredit

atua pembiayaan adalah mensyaratkan adanya jaminan yang harus

diserahkan oleh debitur. Jaminan yang dimaksud dalam hal ini

adalah baik jaminan kebendaan dan jaminan perorangan.100

Menurut jenisnya, jaminan terbagi atas 2 (dua) golongan,

yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan

kebendaan (zakelijke zekerheid/security right in rem) adalah

jaminan berupa harta kekayaan (harta benda) dengan cara

pemisahan bagian dari harta kekayaan, baik dari debitur maupun

pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban

debitur yang bersangkutan cidera janji. Jaminan kebendaan-

kebendaan ini menurut sifatnya dibagi menjadi : (1) jaminan

dengan benda berwujud, berupa benda bergerak dan benda tidak

bergerak dan (2) jaminan dengan benda tidak berwujud yang

99 H. Salim HS, Op.Cit, hal. 10-11.

100 Y. Sogar Simamora, 2000, Tanggung Gugat Penanggung Dalam Lembaga

Personal Guarantiee dan Corporate Guarantiee, Karya Abditama, Surabaya, hal. 67.

dapat berupa hak tagih.101

Sedangkan jaminan perorangan (Borgtoch/Personal

guarantiee) adalah jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang

diberikan oleh seorang pihak ketiga guna menjamin pemenuhan

kewajiban-kewajiban debitur kepada kreditur, apabila debitur

yang bersangkutan cidera janji (Wanprestasi).

Jaminan semacam ini pada dasarnya adalah penanggungan

utang yang diatur dalam pasal 1820-1850 B.W. Pada

perkembangannya, jaminan perorangan juga dipraktekkan oleh

perusahaa yang menjamin utang perusahaan lainnya. Bank dalam

hal ini sering menerima jaminan serupa, yang sering disebut

corporate guarantee.102

Perbedaan antara jaminan kebendaan dan jaminan

perorangan adalah :

1. Jaminan perorangan terdapat pihak ketiga yag

menyanggupi untuk memenuhi perikatan

debitur bila debitur melakukan wanprestasi.

2. Dalam jaminan kebendaan harta kekayaan

debitur sajalah yang dapat dijadikan jaminan

bagi pelunasan kredit apabila debitur

wanprestasi.

Terkait dengan keberadaan jaminan kebendaan adalah

101 Herowati Poesoko, Op.Cit, hal. 34.102

Herowati Poesoko, Op.Cit, hal. 33.

81

untuk melindungi kepentingan kreditur agar dia mendapat hak

preferen dalam pengembalian utang dan sebagai alat bukti yang

sah, maka terhadap jaminan yang diberikan debitur haruslah

dilakukan pengikatan atau pembebanan hak.103 Untuk lebih

jelasnya akan diuraikan secara lebih lanjut tentang jaminan

kebendaan dan jaminan perorangan sebagai berikut :

1. Jaminan Kebendaan.

Jaminan kebendaan ialah Jaminan yang berupa hak

mutlak atas sesuatu benda dengan ciri-ciri mempunyai

hubungan langsung dengan benda tertentu dari debitur atau

pihak ketiga sebagai penjamin, dapat dipertahankan terhadap

siapapun, selalu mengikuti bendanya, dan dapat diperalihkan.

Jaminan kebendaan ini selain dapat diadakan antara kreditur

dengan debiturnya juga dapat diadakan antara kreditur dengan

pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban si

berutang (debitur) sehingga hak kebendaan ini memberikan

kekuasaan yang langsung terhadap bendanya.

Jaminan kebendaan lahir dan bersumber pada perjanjian.

Jaminan ini ada karena diperjanjikan antara kreditur dengan

debitur. Jaminan dalam bentuk hak tanggungan, hipotik,

103Djuhaendah Hasan, 1996, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Azas Pemisahan Horisontal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 236.

gadai, dan fidusia tergolong jaminan karena diperjanjikan

terlebih dahulu antara kreditur dan debitur.104

Jaminan kebendaan berupa kekayaan debitur sendiri

atau kekayaan orang ketiga, penyendirian atas benda objek

Jaminan dalam perjanjian jaminan kebendaan adalah untuk

kepentingan dan keuntungan kreditur tertentu yang telah

memintanya, sehingga memberikan hak atau kedudukan

istimewa kepada kreditur tersebut. Kreditur tersebut

mempunyai kedudukan sebagai kreditur preferen yang

didahulukan dari kreditur lain dalam pengambilan pelunasan

piutangnya dari benda objek jaminan, bahkan dalam kepailitan

debitur, kreditur mempunyai kedudukan sebagai kreditur

separatis.

Jaminan kebendaan ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua)

golongan yaitu:

1) Jaminan benda tidak bergerak

Yang termasuk dalam kategori jaminan benda tidak

bergerak meliputi:

a. Tanah (dengan atau tanpa bangunan dan tanaman

diatasnya)

b. Mesin dan peralatan yang melekat pada tanah dan

bangunan, dan merupakan satu kesatuan dengan tanah

104 Sutarno, Op.Cit, hal. 145.

83

dan bangunan tersebut

c. Bangunan rumah atau hak milik atas rumah susun

bilamana tanahnya berstatus hak milik atau hak guna

bangunan.

2) Jaminan benda bergerak

Jaminan benda bergerak dapat dikelompokkan menjadi 2

(dua) yaitu:

a. Benda berwujud

- Kendaraan bermotor

- Mesin-mesin

- Kapal laut dan kapal terbang yang telah terdaftar

- Persediaan barang

b. Benda tidak berwujud

- Wesel

- Sertifikat deposito

- Obligasi

- Saham 105

Pembagian benda bergerak dan benda tidak bergerak

memiliki arti yang penting dalam menentukan jenis lembaga

jaminan mana yang dapat digunakan untuk pengikatan

perjanjian kredit. Jika benda jaminan berupa benda bergerak

maka dapat digunakan lembaga jaminan yaitu gadai dan

105 Siswanto Sutojo, 2007, Analisis Kredit Bank Umum, PT. Damar Mulia

Pustaka, Jakarta, hal. 191.

fidusia. Sedangkan jika benda jaminan merupakan benda tidak

bergerak maka lembaga jaminannya adalah hipotik atau hak

tanggungan.

2. Jaminan perorangan

Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan

hubungan langsung pada perorangan tertentu, selalu berupa

suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan

pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban dari si

berutang (debitur), bahkan jaminan perorangan ini dapat

diadakan tanpa pengetahuan dari si berutang (debitur)

tersebut, sehingga jaminan perorangan menimbulkan

hubungan langsung antara perorangan yang satu dengan yang

lain. Termasuk dalam jaminan perorangan adalah personal

guarantee, corporate guarantee dan atau perikatan tanggung

menanggung.

Jaminan perorangan kurang disukai dalam praktek,

karena para kreditur hanya berkedudukan sebagai kreditur

konkuren yang harus bersaing dengan kreditur lain dalam

pemenuhan kewajiban debitur, dan karena pihak ketiga juga

tidak mengikatkan harta tertentu dalam perjanjian sehingga

pihak ketiga sering melakukan pengingkaran terhadap

kesanggupannya.

Jaminan perorangan tidak memiliki hak privilege atau

hak yang diistimewakan terhadap kreditur lainnya, maka

85

jaminan itu harnpir tidak berarti bagi pihak bank sebagai pihak

pemberi kredit. Hal ini disebabkan karena pihak kreditur

menginginkan jaminan yang lebih kuat dan bersifat khusus

sehingga bila suatu saat debitur tidak memenuhi utangnya

maka bank dapat dengan mudah menyita dan melelang barang

yang dijadikan jaminan tersebut.106

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikemukakan

unsur-unsur yang terdapat dalam jaminan kebendaan dan

jaminan perorangan, sebagai berikut :

1. Hak mutlak atas suatu benda2. Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda

tertentu.3. Dapat dipertahankan terhadap siapapun4. Selalu mengikuti bendanya, dan5. Dapat dialihkan kepada pihak lainnya.

Unsur jaminan perorangan, yaitu :1. Mempunyai hubungan langsung pada benda tertentu.2. Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu,

dan3. Terhadap harta kekayaan debitur pada umumnya. 107

3.2. Konsepsi Jaminan Fidusia

3.2.1. Pengertian Fidusia dan Jaminan Fidusia

Istilah fidusia berasal dari bahasa Belanda, yaitu “fiducie”

sedangkan dalam bahasa Inggris disebut “fiduciary transfer of

ownership”, yang artinya kepercayaan. Didalam berbagai

literature, fidusia lazim disebut dengan istilah “eigendom

106 Kwik Kian Gie, 2005, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh

Kasus. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 18107 H. Salim HS., Op.Cit., hal. 24.

overdract (FEO), yaitu penyerahan hak milik berdasarkan atas

kepercayaan. 108

Jaminan fidusia telah digunakan di Indonesia sejak masa

Hindia Belanda sebagai suatu bentuk lembaga jaminan yang lahir

dari yurisprudensi, yang memungkinkan kepada pemberi fidusia

untuk menguasai barang yang dijaminkan untuk melakukan

kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan

jaminan fidusia.

Dalam perkembangan selanjutnya lembaga jaminan fidusia

ini diatur melalui peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-

Undang No.42 tahun 1999 ini, pengikatan jaminan utang yang

dilakukan melalui jaminan fidusia wajib memenuhi ketentuan

undang-undangnya.

Dalam kaitannya dengan lembaga jaminan fidusia ini, OK

Brahu mengatakan bahwa :

Het is deze “deling” van het eigendomrecht in een juris discheigendom, in handen van de creiteur en een, economische eigendom’, verbleven bij de debiteur, waaraan men doorgaans terstond denkt bij de ‘term’ Fidusiaire eigendom.109

Terjemahan bebas dapat diartikan bahwa pembagian hak

milik antara hak secara yuridis berada ditangan kreditur dan

hak milik secara ekonomis tetap berada di tangan debitur,

lazimnya orang menyebut dengan istilah milik fidusia. Keluar

108 H. Salim HS., Op.Cit., hal. 55.109

OK Brahn, 1988, Fidusiare Stille Vervanding en Eigendoms voor behoud Naar Hulding en Komenrecht, (Den Haag : Tjeenk Williank, B.V, Zwolle) , hal. 10.

87

ditampakkan sebagai pemindahan milik, sebenarnya (ke dalam,

intern) hanya suatu jaminan saja untuk hutang. Dalam sistem

hukum Anglo Sakson, Henry Campbell Black, mengatakan :

The term is derived from the Roman law, and means (as a noun) a person holding the character analogous to that of a trustee, in respect to the trust and confidence involved in itand the scrupulous good faith and candor whichit requires. A person having duty, created by his undertaking, to act primarily for another’s benefit in matters connected which such undertaking. As an adjective it means of nature of a trust; having the characteristics of a trust; analogous to a trust; relating to or founded upon a trust or confidence.110

Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 42 tahun 1999

tentang Jaminan Fidusia, tentang Fidusia diberikan pengertian

sebagai berikut

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Jika diuraikan dari ketentuan tersebut, maka terlihat unsur

perumusannya, yaitu :

1) Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan.

2) Benda itu tetap berada dalam penguasaan pemilik benda.

1. Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan.

Doktrin para sarjana mengemukakan bahwa dalam

110 Herry Combell Black, 1991, Black’s Law Dictionary, Definitions of the

Terms and Phrases of American and English Jurisprudence Ancient and Modern, Siut Paul, Minu : West Publishing Co, hal. 431.

Fidusia, “Pengalihan hak milik atas dasar Kepercayaan”, tidak

benar-benar menjadikan kreditur sebagai pemilik pemilik atas

benda yang telah dijaminkan, tetapi hanya memberika hak

jaminan saja pada kreditur sebagaimana tujuan dari kata

“pengalihan” tersebut tidak lain hanyalah untuk memberikan

jaminan atas suatu pemenuhan hak tagihan atas eksekusi

terhadap jaminan.111

Begitu pula apabila berpegang pada kata-kata “atas

dasar kepercayaan”, dapat ditapsirkan bahwa dengan

pengalihan itu, kreditur tidak dengan benar-benar menjadi

pemilik atas benda jaminan, karena dengan berpegang pada

penafsiran yang selam aini berlaku (doktrin di atas), berarti

pemberi jaminan percaya bahwa jika nanti hutang yang telah

diberikan jaminan Fidusia dilunasi, maka hak milik atas benda

jaminan akan kembali pada pemberi jaminan, dan dalam

prakteknya hal demikianlah yang berlaku.112

2. Benda itu Tetap Berada dalam Pengusaan pemilik benda.

Unsur yang kedua ini telah ditapsirkan pula oleh

doktrin para sarjana yang ada, meskipun alas hak (title) dari

benda itu diserahkan melalui suatu perjanjian, namun

bendanya secara fisik tetap dikuasai oleh pemberi jaminan.

111 H. Tan Kamelo, 2004, Hukum Jaminan Fidusia, Alumni, Bandung, hal. 190

– 191.112 Ibid, hal.160 – 162

89

Jadi secara yuridis, hak terhadap benda tersebut telah

diserahkan, namun pemberi jaminan masih mempunyai hak

untuk menikmati atau memanfaatkan benda yang telah

dibebani jaminan tersebut, meskipun dengan sendirinya atas

hak yang diserahkan terebut bukan hak kepemilikan suatu

benda sepenuhnya, melainkan hak milik terhadap jaminan atas

benda sebagaimana dijelaskan di atas.

Terhadap apa yang dikemukakan di atas, maka

dipertegas kembali dalam pasal 1 angka (2) Undang-Undang

Fidusia sebagai berikut :

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi Fidusia, sebagaimana agunan bagipelunasa hutang tetentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.

Dari ketentuan tersebut, maka unsur-unsur Fidusia

adalah merupakan upaya pemberian hak jaminan pada

kreditur dengan tujuan :

1) Sebagai Agunan

Sebagai agunan menunjuk pada ciri umum dari hak

jaminan, bahwa pengalihan hak milik terhadap suatu benda

hanya diperuntukkan sebagai agunan/jaminan saja.

Memang apabila dilihat lebih jauh terhadap konstruksi

jaminan fidusia akan membingungkan dan sering

menimbulkan salah tafsir apabila dikaitkan dengan unsur

dari pengertian fidusia tentang "pengalihan hak milik"

yang sering ditafsirkan bahwa penerima jaminan fidusia

semestinya menjadi pemilik atas benda yang bersangkutan.

Apabila ditinjau lebih jauh riwayat fidusia sebenarnya

merupakan penyelundupan atas ketentuan gadai yang

diatur pada Pasal 1152 ayat (i) KUH Perdata untuk

membedakan dari gadai berdasarkan kebutuhan praktek

hukum jaminan. Karena hukum merupakan suatu sistem

yang tidak memungkinkan untuk adanya pertentangan

sehingga digunakan istilah pengalihan hak milik untuk

membedakan dangan gadai.113

2) Untuk kepentingan pelunasan utang tertentu;

Unsur ini menunjuk pada penjelasan bahwa

pemberian jaminan fidusia memiliki tujuan yang sama

dengan jaminan lainnya yaitu untuk jaminan agar debitur

memenuhi kewajibannya yaitu dalam pelunasan utang

tertentu. Dengan demikian terlihat bahwa perjanjian

pokoknya adalah hutang, piutang dan perjanjian pemberian

jaminan fidusianya sebagai perjanjian tambahan (assesoir).

Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 4 UU Fidusia yang

113 Henry Subagyo, 2006, Op.Cit, hal. 103.

91

menyatakan: "Jaminan Fidusia merupakan perjanjian

ikutan dan suatu perjanjian pokok yang menimbulkan

kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu

prestasi." Sedangkan ciri perjanjian tambahan (assesoir)

adalah perjanjian tersebut bersifat dependen yang tidak

dapat berdiri sendiri, kemudian berakhirnya adalah

tergantung pada berakhirnya perjanjian pokoknya.114

3) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima

fidusia terhadap kreditor lain dari pelunasan/kewajiban

debitur (pemberi jaminan fidusia).

Unsur ini menunjukkan bahwa kreditur penerima

fidusia akan mempunyai posisi lebih baik di depan hukum

dalam penagihan, demikian pula apabila terjadi eksekusi

terhadap benda jaminan fidusia, maka kedudukannya lebih

diutamakan atau didahulukan daripada kreditur lainnya

dalam mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi

dari benda jaminan fidusia. Hal demikian dinamakan hak

preferen. Terhadap hak preferan tersebut perlu

diperhatikan bahwa: 1) hak preferen harus dilihat dalam

kaitannya dengan kreditur lainnya; 2) hak preferen

menggambarkan adanya kaitan antara hak dengan benda

yang dijaminkan; 3) pelaksanaan hak adalah untuk

114 Ibid. hal. 104.

mengambil pelunasan piutang, bukan memiliki benda

jaminan; 4) hak preferen lahir pada saat jaminan fidusia

didaftarkan. Hal ini selaras pula dengan Pasal 27 UU

Fidusia yang menyatakan:

1) Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya.

2) Hak yang didahulukan yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak Penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan Fidusia.

3) Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi Pemberi Fidusia.

3.2.2. Subyek dan Obyek Jaminan Fidusia

Subyek hukum adalah setiap pendukung hak dan

kewajiban, yaitu manusia dan badan hukum. Pada masa sekarang

manusia adalah subyek hukum, disamping badan hukum.115

Sedangkan obyek hukum adalah setiap benda baik bergerak

maupun tidak bergerak dan berwujud maupun tidak berwujud.116

Subyek Jaminan Fidusia adalah pihak-pihak yang terlibat

dalam pembuatan perjanjian /akta Jaminan Fidusia yaitu pemberi

fidusia dan penerima Fidusia.

Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau korporasi

pemilik benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Pemberi

fidusia bisa debitur sendiri atau pihak lain bukan debitur. Yang

115 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Prenada Media

Group, Jakarta, hal. 242.116 Bachsan Mustafa, 2003, Op.Cit, hal. 61.

93

dimaksud korporasi menurut hemat penulis adalah suatu badan

usaha yang berbadan hukum atau badan usaha bukan berbadan

hukum. Untuk membuktikan bahwa benda yang menjadi obyek

Jaminan Fidusia milik sah pemberi fidusia maka harus dilihat

bukti-bukti kepemilikan benda-benda jaminan tersebut.

Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau

korporasi sebagai pihak yang mempunyai piutang yang

pembayarannya dijamin dengan jaminan Fidusia. Yang dimaksud

korporasi menurut hemat penulis adalah badan usaha yang

berbadan hukum yang memiliki usaha dibidang pinjaman-

meminjam, uang seperti perbankan.

Jadi penerima fidusia adalah kreditur (pemberi pinjaman),

bisa Bank sebagai pemberi kredit atau orang-perorangan atau

badan hukum yang memberi pinjaman. Penerima fidusia

memiliki hak untuk mendapatkan pelunasan utang yang diambil

dari nilai obyek fidusia dengan cara menjual oleh kreditur sendiri

atau melalui pelelangan umum.

Yang dimaksud obyek Jaminan Fidusia adalah benda-

benda apa yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani

Jaminan Fidusia. Benda-benda yang dapat dibebani Jaminan

Fidusia yaitu:

1) Benda bergerak berwujud, contohnya:

a. Kendaraan bermotor seperti mobil, bus, truck, sepeda

motor dan lain-lainnya.

b. Mesin-mesin pabrik yang tidak melekat pada tanah/

bangunan pabrik

c. Alat-afat inventaris kantor Perhiasan

d. Persediaan barang atau inventory, stock barang,

stock barang dagangan dengan daftar mutasi barang.

e. Kapal laut berukuran dibawah 20

f. Perkakas rumah tangga seperti mebel, radio, televisi,

almari es, mesin jahit.

g. Alat-alat pertanian seperti traktor pembajak sawah, mesin

penyedot air dan lain-lain.

2) Barang bergerak tidak berwujud, contohnya:

a. Wesel

b. Sertifikat deposito

c. Saham

d. Obligasi

e. Konosemen

f. Piutang yang diperoleh pada saat jaminan diberikan

atau yang diperoleh kemudian.

g. Deposito berjangka.

3) Hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan baik benda

bergerak berwujud atau benda bergerak tidak berwujud atau

hasil dari benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani Hak

Tanggungan.

4) Klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi obyek Jaminan

95

Fidusia diasuransikan.

5) Benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat

dibebani hak tanggungan yaitu hak milik satuan rumah susun

di atas tanah hak pakai atas tanah negara (UU No. 16 tahun

1985) dan bangunan rumah yang dibangun diatas tanah orang

lain sesuai pasal 15 UU No. 5 tahun 1992 tentang Perumahan

dan Pemukiman.

6) Benda-benda termasuk piutang yang telah ada pada saat

jaminan diberikan maupun piutang yang diperoleh kemudian

hari.

3.2.3. Sifat-Sifat Jaminan Fidusia

Jaminan Fidusia yang ditur dalam Undang-Undang Nomor

42 Tahun 1999 mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

1. Jaminan Fidusia mempunyai sifat accessoir.

Seperti sifat-sifat jaminan pada umumnya, Jaminan

Fidusia bersifat accessoir artinya Jaminan Fidusia bukan hak

yang berdiri sendiri tetapi lahirnya keberadaannya atau

hapusnya tergantung perjanjian pokoknya. Yang dimaksud

perjanjian pokok adalah perjanjian yang menimbulkan

kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi prestasi.

Perjanjian pokok misalnya perjanjian kredit atau perjanjian

utang atau perjanjian lainnya yang menimbulkan kewajiban

para pihak untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan

tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang.

Sifat accessoir dari Jaminan Fidusia ini berdasarkan

pada pasal 4 UU Jaminan Fidusia yang menegaskan: Jaminan

Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian

pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk

memenuhi prestasi. Pasal 25 juga menegaskan bahwa Jaminan

Fidusia hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan

fidusia.

2. Jaminan Fidusia mempunyai sifat droit de suite.

Jaminan Fidusia memiliki sifat Droit De Suite ini

mengikuti sifat droit de suite seperti Hak Tanggungan karena

prinsip droit de suite merupakan bagian dari peraturan

perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak

mutlak atas kebendaan. Jaminan Fidusia yang memiliki sifat

droit de suite artinya penerima Jaminan Fidusia/Kreditur

mempunyai hak mengikuti benda yang menjadi obyek Jaminan

Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada. Namun sifat

ini dikecualikan untuk obyek Jaminan Fidusia yang berbentuk

benda persediaan (inventory). Obyek Jaminan Fidusia yang

berbentuk benda persediaan dalam dunia perdagangan dapat

dijual setiap saat karena benda persediaan tersebut merupakan

barang-barang dari hasil produksi industri yang memang

untuk diperdagangkan. Sifat droit de suite dapat

97

dicontohkan benda obyek Jaminan Fidusia berupa bus-bus

atau truck oleh pemilik benda dijual kepada pihak lain, maka

dengan sifat don't de suite, jika debitur cidera janji Kreditur

sebagai penerima Jaminan Fidusia tetap dapat mengeksekusi

benda jaminan bus-bus atau truck meskipun oleh pemberi

Fidusia telah dijual dan dikuasai pihak lain. Jadi penjualan

obyek Jaminan Fidusia oleh pemilik benda tersebut tidak

menghilangkan hak Kreditur untuk mengeksekusi benda

jaminan (obyek Fidusia) itu.

3. Jaminan Fidusia memberikan hak preferent.

Kreditur sebagai penerima Fidusia memiliki hak yang

didahulukan, (preferent) terhadap kreditur lainnya artinya jika

debitur cidera janji atau lalai membayar hutangnya maka

kreditur penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual atau

mengeksekusi benda jaminan fidusia dan kreditur mendapat

hak didahulukan untuk mendapatkan pelunasan hutang dari

hasil eksekusi benda jaminan fidusia tersebut.

Contoh Bank BTN memberikan kredit kepada B dengan

Jaminan Fidusia berupa kendaraan truck dan bus. Ternyata B

juga mempunyai hutang di Bank Gajah Tunggal tanpa

jaminan. Jadi B memiliki hutang kepada Bank BNI dan Bank

Gajah Tunggal. Jika debitur B cidera janji maka Bank BTN

sebagai penerima fidusia mendapatkan pelunasan terlebih

dahulu dari hasil eksekusi benda jaminan, sedangkan Bank

Gajah Tunggal baru mendapatkan pelunasan jika hasil

eksekusi tersebut lebih besar dari pelunasan seluruh hutang B

kepada Bank BTN.117

4. Jaminan Fidusia untuk menjamin utang yang telah ada atau

akan ada.

Fungsi Jaminan Fidusia ialah untuk menjamin

pelunasan suatu utang yang besarnya sudah diperjanjikan

dalam perjanjian pokok yaitu perjanjian kredit atau perjanjian

utang. Utang yang dijamin pelunasannya dengan fidusia harus

memenuhi syarat sesuai pasal 7 UU Fidusia yaitu:

a. Utang yang telah ada artinya besarnya utang yang ditentukan dalam perjanjian kredit atau perjanjian lainnya. Besarnya utang yang ada dalam perjanjian kredit merupakan jumlah utang maksimum atau disebut plafond kredit. Sering terjadi jumlah plafond kredit yang tercantum dalam perjanjian kredit tidak seluruhnya ditarik oleh debitur sehingga jumlah utang yang sebenarnya tidak sama dengan jumlah plafond dalam perjanjian kredit. Oleh karena itu besarnya utang telah ada, dapat menggunakan bukti tambahan berupa rekening koran atau bukti lainnya yang dikeluarkan Bank. Rekening koran yang diterbitkan Bank inilah merupakan bukti besarnya jumlah utang riil yang ada yang dijamin pelunasannya dengan Jaminan fidusia .

b. Utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu. Utang yang akan timbul di kemudian hari atau yang akan ada ini misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditur untuk kepentingan debitur dalam rangka pelaksanaan Bank Garansi. Utang ini merupakan utang yang akan ada karena terjadinya dimasa akan datang tetapi

117 Sutarno, Op.Cit., hal. 208.

99

jumlahnva utang sudah bisa ditentukan sesuai komitmen kreditur untuk membayar Bank Garansi akibat debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada penerima Bank Garansi (pihak yang dijamin).

c. Utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian kredit yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.Pada saat eksekusi terhadap Jaminan fidusia, kreditur akan menentukan jumlah utang riil debitur berdasarkan perjanjian kredit atau rekening koran yang meliputi penarikan hutang pokok, bunga, denda keterlambatan dan biaya-biaya lainnya yang dikeluarkan kreditur. Berdasarkan bukti-bukti tersebut jumlah utang dapat ditentukan pada saat kreditur akan mengajukan eksekusi.118

5. Jaminan Fidusia dapat menjamin lebih dari satu utang.

Pasal 8 Undang-Undang Fidusia (UUF) menegaskan

bahwa: Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari

satu Penerima Fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari

Penerima Fidusia tersebut. Dari ketentuan pasal ini maka

benda jaminan fidusia dapat dijaminkan oleh debitur kepada

beberapa kreditur. Dari penjelasan pasai tersebut, yang

dimaksud lebih dari satu penerima fidusia atau lebih dari satu

kreditur hanya berlaku dalam rangka pembiayaan kredit secara

konsorsium atau sindikasi. Artinya seorang kreditur secara

bersama-sama dengan Kreditur lain (secara konsorsium atau

sindikasi) memberikan kredit kepada seorang debitur dalam

satu perjanjian kredit. Jaminan Fidusia yang diberikan debitur

digunakan untuk menjamin kepada semua kreditur itu secara

bersama. Antara kreditur satu dengan kreditur lainnya

118 Sutarno, Op.Cit,. hal.

mempunyai kedudukan yang sama atas jaminan Fidusia, tidak

ada kreditur yang memiliki peringkat yang lebih tinggi

dibanding debitur lain.

6. Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial.

Kreditur sebagai penerima Fidusia mempunyai hak

untuk mengeksekusi benda jaminan bila debitur cidera janji.

Hak untuk mengajukan eksekusi tersebut berdasarkan: Pasal

15 ayat 3 yang menegaskan bahwa Apabila debitur cidera

janji, kreditur sebagai Penerima Fidusia mempunyai hak

untuk menjual Benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia

atas kekuasaan sendiri. Hak untuk menjual obyek Jaminan

Fidusia atas kekuasaan sendiri merupakan perwujudan dari

Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai eksekutorial yang

sama dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan

hukum tetap. Hal ini ditegaskan dalam pasal 15 ayat 1 dan 2

UU Jaminan Fidusia yang intinya menegaskan Sertifikat

Jaminan Fidusia yang dicantumkan kata-kata "Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai kekuatan

eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dengan sifat eksekutorial ini jika debitur cidera janji

maka kreditur sebagai penerima Fidusia dapat melakukan

penjualan benda jaminan secara langsung dengan bantuan

101

Kantor Lelang atau tidak dengan bantuan Kantor Lelang dan

tidak perlu meminta fiat dari pengadilan. Hak kreditur untuk

menjual sendiri benda jaminan dinamakan Parate Eksekusi.

7. Jaminan Fidusia mempunyai sifat spesialitas dan publisitas.

Sifat spesialitas adalah uraian yang jelas dan rinci

mengenai obyek Jaminan Fidusia. Benda yang menjadi obyek

Jaminan Fidusia harus diuraikan secara jelas dan rinci dengan

cara mengidentifikasi benda jaminan tersebut, dijelaskan

mengenai surat bukti kepemilikannya dalam Akta Jaminan

Fidusia.

Sifat publisitas adalah berupa pendaftaran Akta

Jaminan Fidusia yang merupakan akta pembebanan benda

yang dibebani Jaminan Fidusia. Pendaftaran Akta Jaminan

Fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia tempat

dimana Pemberi Fidusia berkedudukan. Untuk benda-benda

yang dibebani Jaminan Fidusia tetapi berada di luar wilayah

Negara Republik Indonesia tetap didaftarkan di kantor

Pendaftaran Fidusia di Indonesia dimana Pemberi Fidusia

berkedudukan.

Dengan dilaksanakan pendaftaran benda yang dibebani

Jaminan Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia, maka

masyarakat dapat mengetahui bahwa suatu benda telah

dibebani Jaminan Fidusia sehingga masyarakat akan berhati-

hati untuk melakukan transaksi atas benda tersebut dan

sekaligus memberikan jaminan kepastian terhadap kreditur

lainnya mengenai benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia.

Pendaftaran benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia ini

untuk memenuhi asas publisitas seperti tercantum pada pasal

11 UU Jaminan Fidusia yang menegaskan bahwa benda yang

dibebani dengan jaminan Fidusia wajib didaftarkan.

8. Jaminan Fidusia berisi hak untuk melunasi utang.

Pada umumnya sifat ini ada dalam setiap hak jaminan

yang menjamin pelunasan utang, seperti Hak Tanggungan juga

memiliki sifat ini. Sifat ini sesuai fungsi setiap jaminan yang

memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk

mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan jaminan tersebut

bila debitur cidera janji bukan untuk dimiliki kreditur.

Ketentuan ini bertujuan untuk melindungi debitur dari

tindakan sewenang-wenang kreditur. Seandainya debitur

setuju mencantumkan janji bahwa benda yang menjadi obyek

fidusia akan menjadi milik debitur jika debitur cidera janji

maka oleh undang-undang janji semacam itu batal demi

hukum. Batal hukum artinya sejak semula dianggap tidak

pernah ada sehingga tidak perlu dilaksanakan (vide pasal 33

UU Fidusia ).

9. Jaminan Fidusia meliputi hasil benda yang menjadi obyek

103

Jaminan Fidusia dan klaim asuransi.

Sifat ini sangat menguntungkan kepentingan Kreditur

karena obyek jaminan fidusia menjadi lebih luas bukan hanya

benda-benda saja tetapi meliputi hasil dari pemanfaatan atau

pengelolaan dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia

termasuk klaim asuransi jika benda yang menjadi obyek

jaminan fidusia di asuransikan (vide pasal 10 UU Fidusia).

Misalnya obyek jaminan fidusia berupa bus-bus atau

truck-truck, maka yang menjadi jaminan fidusia bukan hanya

bus-bus dan truck saja tetapi meliputi hasil dari pengoperasian

atau pengelolaan bus dan truck itu yaitu berupa sejumlah

uang. Namun dalam penerapannya tentu tidak mudah untuk

mengetahui berapa jumlah uang hasil dari pemanfaatan atau

pengelolaan bus atau truck tersebut.

10. Obyek Jaminan Fidusia berupa benda-benda bergerak

berwujud dan tidak berwujud dan benda tidak bergerak yang

tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan serta benda-

benda yang diperoleh di kemudian hari.

3.2.4. Pembebanan Jaminan Fidusia

Apabila permohonan kredit sudah disetujui, maka

selanjutnya dibuatkanlah perjanjian, baik perjanjian kredit

maupun perjanjian pembebanan jaminannya. Pembebanan

jaminan fidusia atas kredit yang telah disetujui tersebut dilakukan

melalui beberapa tahapan sesuai dengan ketentuan UU Fidusia

(UU No. 42 tahun tahun 1999) yang dimaksud tahap-tahap

pembebanan fidusia adalah rangkaian perbuatan hukum dari

dibuatnya perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit,

pembuatan akta jaminan fidusia sampai dilakukannya pendaftaran

di Kantor Pendaftaran Fidusia. Rangkai perbuatan hukum

tersebut memerlukan beberapa tahapan sebagai berikut :

a. Tahap Pertama (Pembuatan Perjanjian

Pokok).

Tahap pertama didahului dengan dibuatnya perjanjian

pokok yang berupa perjanjian kredit atau perjanjian utang.

Perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit dapat dibuat

dengan akta dibawah tangan artinya dibuat oleh Kreditur

dan Debitur sendiri atau akta otentik artinya dibuat oleh dan

dihadapan Notaris. Didahuluinya pembuatan perjanjian

pokok yang berupa perjanjian kredit ini sesuai sifat

accessoir dari Jaminan Fidusia yang artinya pembebanan

Jaminan Fidusia merupakan ikutan dari perjanjian pokok.

Pasal 4 UU Fidusia menegaskan Jaminan Fidusia merupakan

perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang

menimbulkan kewajiben bagi para pihak untuk memenuhi

suatu prestasi.

Perjanjian jaminan sebagai perjanjian ikutan

105

(tambahan) dimaksudkan untuk mendukung secara khusus

perjanjian terdahulu yaitu perjanjian pokok (perjanjian

kredit) yang telah disepakati dan yang hanya memiliki sifat

relatif. Menurut Mochamad Isnaeni:

Pada umumnya diakui bahwa segala sesuatu yang memperoleh dukungan akan menjadi lebih kokoh ketimbang saat sebelumnya ketika tidak ada pendukungnya. Begitu pula kalau perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok bermula ekedar memiliki sifat relative, sehingga krediturnya hanya berposisi sebagai kreditur konkuren, kalau koemudian didukung oleh perjanjian jaminan (tambahan) yang bersifat kebendaan, mengakibatkan kreditur yang bersangkutan berubah posisi menjadi kreditur preferen dengan hak-hak yang lebih istimewa.119

b. Tahap Kedua (Pembuatan Akta Jaminan

Fidusia)

Tahap kedua berupa pembebanan benda dengan

jaminan Fidusia yang ditandai dengan pembuatan Akta

Jaminan Fidusia ditandatangani Kreditut sebagai penerima

Fidusia dan pemberi Fidusia (debitur atau pemilik benda

tetapi bukan debitur). Dalam Akta Jiminan Fidusia selain

dicantumkan hari dan tanggal juga dicantumkan mengenai

waktu atau jam pembuatan akta tersebut. Bentuk Akta

Jaminan Fidusia adalah akta otentik yang dibuat oleh dan

dihadapan Notaris. Pembebanan fidusia dilakukan dengan

menggunakan instrument yang disebut “Akta Jaminan

Fidusia”. Akta jaminan fidusia ini haruslah dibuat dengan

119 Mochamad Isnaeni, 1996, hal. 36, Hipotik Pesawat Udara di Indonesia, CV. Dharma Muda, Surabaya.

akta Notaris (Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 42 Tahun

1999).120

Sejalan dengan ketentuan yang mengatur Hipotik

dan Hak Tanggungan, maka Akta Jaminan Fidusia harus

dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang, yaitu

Notaris.121 Pasal 1870 KUH Perdata menyatakan bahwa

Akta Notaris merupakan akta otentik yang memiliki

kekuatan pembuktian sempurna tentang apa yang dimuat

didalamnya diantara para pihak beserta para ahli warisnya

atau para pengganti haknya. Itulah sebabnya mengapa

Undang-Undang Fidusia (UU No. 42 Tahun 1999)

menetapkan perjanjian Fidusia harus dibuat dengan Akta

Notaris. 122

Menurut Ratnawati W. Prasadja, alasan Undang-

Undang menetapkan bentuk perjanjian pembebanan jaminan

fidusia dengan akta notaris adalah : Pertama , akta notaris

adalah akta otentik, sehingga memiliki kekuatan pembuktian

sempurna; Kedua , obyek jaminan fidusia umumnya adalah

benda bergerak; Ketiga , undang-undang melarang adanya

fidusia ulang.123

120 Bedi, HL dan Hardikal, V.K, 1997, hal. 138, Practical Banking

Advances,New Delhi, India : UBS Publishers Distributors Ltd.121 Gunawan Widjaya dan Achmad Yani, Op.Cit, hal. 135.

122 Gunawan Widjaja dan Achmad Yani, Op.Cit, hal. 36.

123 Tan Kamelo, Op.Cit, hal. 131

107

Kewajiban pembebanan jaminan fidusia dengan

akta notaris, adalah merupakan norma yang bersifat

memaksa (dwingenrecht). Sudah tentu apabila dibuat tidak

dengan akta notaris atau dibuat hanya dengan akta dibawah

tangan, perjanjian jaminan fidusia itu tidak memiliki

eksistensi dan konsekwensinya tidak dapat didaftarkan

untuk memenuhi azas publisitas sebagaimana dikehendaki

oleh undang-undang.

Secara teoritis fungsi akta adalah untuk

kesempurnaan perbuatan hukum (formalitas causa), 124 dan

akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian lahir sesuai

azas “acta publica proban seseipsa”. Bila dibandingkan

dengan akta dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan

pembuktian lahir karena tanda tangan pada akta dibawah

tangan masih dapat dipungkiri oleh para pihak. Dengan

demikian, akta notaris mempunyai kekuatan hukum dan

kepastian hukum yang lebih besar dan sempurna

dibandingkan akta dibawah tangan.125

Akta jaminan fidusia sebagaimana dimaksud,

haruslah berisikan sekurang-kurangnya hal-hal sebagai

berikut :

124 Sudikno Mertokusumo, 1970, hal. 121-122, Sejarah Peradilan dan Perundang-

Undangannya di Indonesia, Universitas Gajah Mada, Gunung Agung, Jakarta.125 Tan Kamelo,Op.Cit, hal. 130.

a) Identitas pihak pembeli fidusia, berupa :– Nama lengkap– Agama– Tempat tinggal/tempat kedudukan,– Tempat lahir,– Tanggal lahir,– Jenis kelamin– Status perkawinan– Pekerjaan.

b) Identitas pihak penerima fidusia, yakni tentang data seperti tersebut diatas.

c) Haruslah dicantumkan hari, tanggal dan jam pembuatna akta fidusia.

d) Data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia.e) Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan

fidusia, yakni tentang identifikasi benda tersebut, dan surat bukti kepemilikannya. Jika bendanya selalu berubah-ubah seperti benda dalam persediaan (inventory), haruslah disebutkan tentang jenis, merek, dan kualitas dari benda tersebut.

f) Berapa nilai pejaminannyag) Berapa nilai benda yang menjadi obyek jaminan

fidusia.126

c. Tahap Ketiga, (Pendaftaran Jaminan

Fidusia)

Pada tahap ketiga ini, ditandai dengan pendaftaran

jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat

kedudukan pemberi Fidusia (domisili debitur atau pemilik

benda jaminan fidusia).

Pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam Pasal 11

sampai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 42 Tahun

1999 tentang Jamman Fidusia dan Peraturan Pemerintah

Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran

126 Munir Fuady I, Op.Cit, hal. 20.

109

Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan

Fidusia. Peraturan Pemerintah ini terdiri atas 4 bab dan 14

pasal. Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini

meliputi pendaftaran fidusia, tata cara perbaikan sertifikat,

perubahan sertifikat, pencoretan pendaftaran, dan

penggantian sertifikat.

Dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun

1999 tentang Jaminan Fidusia ditentukan bahwa benda, baik

yang berada di dalam wilayah negara Republik ladonesia

maupun berada di luar wilayah negara Republik Indonesia

yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan.

Pendaftaran dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.

Untuk pertama kalinya Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan

di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah

RI. Tapi kini Kantor Pendaftaran Fidusia telah dibentuk

pada setiap provinsi di Indonesia. Kantor Pendaftaran

Fidusia berada dalam lingkup tugas Departemen hukum dan

Hak Asasi Manusia.

Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh kreditur

atau kuasanya atau wakilnya. Dalam prakteknya kreditur

memberikan kuasa kepada Notaris yang membuat akta

jaminan fidusia untuk melakukan pendaftaran jaminan

fidusia dimaksud. Adapun tujuan pendaftaran jaminan

fidusia adalah :

1. Untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak

yang berkepentingan.

2. Memberikan hak yang didahulukan (preferent) kepada

penerima fidusia terhadap kreditur yang lain. Ini

disebabkan jaminan fidusia memberikan hak kepada

penerima fidusia untuk tetap menguasai bendanya yang

menjadi obyek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan

(Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000

tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan

Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia).127

Setelah dilakukan pendaftaran jaminan fidusia, guna

membuktikan adanya jaminan fidusia, maka Kantor Pendaftaran

Fidusia menerbitkan sertifikat jaminan fidusia pada tanggal yang

sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran (pasal

14 ayat 1 UU No. 42 tahun 1999). Sertifikat jaminan fidusia ini

merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia yang berisi catatan

tentang hal-hal yang sama dengan data dan keterangan yang ada

pada saat pernyataan pendaftaran. Sertifikat ini diserahkan kepada

penerima fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal

penerimaan permohonan pendaftaran.

Dalam sertifikat jaminan fidusia dicantumkan azas-azas

“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (pasal

127 H. Salim, HS I, Op.Cit, hal. 2

111

15 ayat 1 UU Fidusia), yang mempunyai kekuatan eksekutorial

yang disamakan dengan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila debitur cidera janji,

dengan sertifikat jaminan fidusia tersebut, kreditur berhak

menjual benda jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri.