tinjauan yuridis eksekusi obyek jaminan fidusia...

140
TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI OBYEK JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAN FATWA DSN 25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN. DI PT. FEDERAL INTERNASIONAL FINANCE KOTA SALATIGA SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Hukum Islam (S.H.) Disusun Oleh : Agung Kardoyono NIM. 21412025 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017

Upload: others

Post on 17-Mar-2020

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI OBYEK JAMINAN FIDUSIA

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG

JAMINAN FIDUSIA DAN FATWA DSN 25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG

RAHN.

DI PT. FEDERAL INTERNASIONAL FINANCE KOTA SALATIGA

SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Dalam Hukum Islam (S.H.)

Disusun Oleh :

Agung Kardoyono

NIM. 21412025

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2017

ii

iii

iv

v

MOTTO

The real power comes from the heart.

Kekuatan yang sesungguhnya bersumber dari dalam hati.

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

Ibuku tercinta yang senantiasa mendo’akan dan memberikan dukungan.

Kakak-kakak dan teman-temaku yang selalu mendukung, mendo'akan dan

memberikan segalanya, baik moral maupun spritual bagi kelancaran studi,

semoga Allah senantiasa meridhoinya.

Dosen pembimbingku yang setia dan sabar dalam memberikan arahan

sampai dengan selesainya penyusunan skripsi ini, serta teman-teman

mahasiswa IAIN Salatiga.

Almamater IAIN Salatiga dan teman-teman S1 Hukum Ekonomi Syari’ah

semuanya.

vii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya yang

melimpah, sehingga dapat menyelesaikan sekripsi ini yang berjudul : “TINJAUAN

YURIDIS EKSEKUSI OBYEK JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-

UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DAN HUKUM ISLAM DI PT

FEDERAL INTERNASIONAL FINANCE KOTA SALATIGA”.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan laporan ini tidak dapat

diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-

dalamnya kepada:

1. Dr. Rahmat Hariyadi M.Pd, Rektor IAIN Salatiga.

2. Dr. Siti Zumrotun M.Ag, Dekan Fakultas Syari’ah.

3. Evi Ariyani S.H,.M.H, Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah.

4. Pembimbing skripsi Luthfiana Zahriani, S.H,.M.H. yang telah

memberikan banyak pencerahan baik saran, pengarahan dan masukan

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan sesuai yang

diharapkan.

5. Bapak dan ibu dosen Fakultas Syari’ah yang telah memberikan ilmunya

selama menempuh pendidikan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah.

6. Ayah, Ibu dan kakak-kakakku : Alm. Bp. Hadi widodo, Ibu Siti

Munawaroh, kakak Sri Bulatmi Handayani, Tri Joko Kamseno,

Purwaingsih Sanjaya Putri, Widiyani Wulan Surani, Indarto yang telah

memberikan banyak bantuan baik secara moral maupun finansial.

viii

ix

ABSTRAK

Kardoyono, Agung. 2017. Tinjauan Yuridis Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia

Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Dan

Hukum Islam di PT. Federal Internasional Finance Kota Salatiga. Skripsi Fakultas

Syari’ah. Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Salatiga. Pembimbing: Luthfiana Zahriani, S.H.,M.H.

Kata Kunci: Prosedur, Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia dan Undang-Undang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur pelaksanaan eksekusi

terhadap obyek jaminan fidusia di PT. Federal Internasional Finance kantor cabang

Kota Salatiga, guna mengetahui tinjauan yuridis eksekusi obyek jaminan fidusia di

PT. Federal Internasional Finance menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia dan guna mengetahui tinjauan yuridis eksekusi obyek

jaminan fidusia di PT. Federal Internasional Finance menurut Fatwa DSN 25/DSN-

MUI/III/2002 TENTANG RAHN.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan (field

research) yang bersifat deskriptif kualitatif, dengan pendekatan yuridis sosiologis,

dan dengan tekhnik pengumpulan data observasi, wawancara, dokumentasi.

Dimana tujuanya adalah guna mendapatkan gambaran tentang pokok penelitian

secara jelas sehingga dapat memberikan data yang efesien dan efektif guna

dijadikan tinjauan terhadap pokkok penelitian dan peraturan dalam Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dan Fatwa DSN 25/DSN-

MUI/III/2002 tentang Rahn.

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa : 1. Prosuder

eksekusi obyek jaminan fidusia yang dilakukan PT. Federal Internasional Finance

sebelum melakukan penarikan terhadap obyek jaminan (Unit) PT. Federal

Internasional Finance melakukan langkah-langkah persuasif terlebih dahulu dengan

cara melakukan monitoring melalui petugas lapangan dari PT. Federal Internasional

Finance (Debtcollector), memberikan Surat Peringatan (Somasi) kepada debitur ,

Surat Peringatan (Somasi) diberikan berturut-turut selama tiga kali. Dan apabila

debitur tidak menghiraukan Surat Peringatan ke-tiga (Somasi 3) maka PT. Federal

Internasional Finance akan memberikat Surat Panggilan Terahir (SPT),

musyawarah, dan apabila tidak ditemukan mufakat dari musyawarah tersebut maka

PT. Federal Internasional Finance melalui petugas Legal Office akan melakukan

penjualan terhadap obyek jaminan melalui pelelangan umum. 2. Pelaksanaan

Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Di PT. Federal Internasional Finance Menurut

Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dengan cara

melakukan penjualan terhadap obyek jaminan fidusia oleh PT. Federal

Internasional Finance melalui pelelangan umum telah sesuai dengan Pasal 29 ayat

1 huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. 3.

Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia di PT. Federal Intenasional Finance menurut

hukum Islam telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Pasal 5 huruf b

dan c Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn.

x

Daftar Isi

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................... Error! Bookmark not defined.

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................... iv

MOTTO ................................................................................................................ vi

PERSEMBAHAN ................................................................................................ vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

ABSTRAK ............................................................................................................ix

DAFTAR ISI ..........................................................................................................x

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6

E. Penegasan Istilah ........................................................................................... 7

F. Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 7

G. Metode Penelitian ........................................................................................ 11

H. Sistematika penulisan .................................................................................. 18

BAB II .................................................................................................................. 21

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 21

A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Fidusia .................................................. 21

1. Pengertian Jaminan ................................................................................. 21

2. Pengertian Jaminan Fidusia .................................................................... 22

3. Asas-Asas Dalam Jaminan Fidusia ......................................................... 23

4. Obyek Jaminan Fidusia ........................................................................... 26

5. Fungsi Yuridis Jaminan Fidusia Sebagai Pengaman Kredit Bank.......... 27

6. Perubahan Status Yuridis Atas kepemilikan Benda Jaminan Fidusia .... 29

7. Pendaftaran Fidusia ................................................................................. 29

xi

8. Tekhnis Pendaftaran Jaminan Fidusia Menurut Peraturan Pemerintah

Nomor 21 Tahun 2015 ............................................................................ 32

9. Dasar Hukum Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang Dan Fatwa DSN

25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn. ..................................................... 43

B. Tinjauan Umum Tentang Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia ....................... 44

1. Tinjauan Umum Tentang Eksekusi ......................................................... 46

2. Ruang Ligkup Eksekusi Pada Umumnya ............................................... 47

3. Tinjauan Umum Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Menurut Undang-

Undang nomor 42 Tahun 1999 ............................................................... 48

4. Jenis-Jenis eksekusi ................................................................................ 52

5. Macam-macam jenis Lelang ................................................................... 53

6. Prosedur Lelang ...................................................................................... 57

7. Hapusnya Fidusia .................................................................................... 58

8. Ketentuan Pidana Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia .................. 59

C. Tinjauan Umum Jaminan dalam Hukum Islam (Rahn atau Rungguhan) ... 60

1. Penerapan Jaminan Dalam Jual Beli Dalam Hukum Islam .................... 60

2. Macam-Macam Aqad atau Perjanjian Dalam Hukum Islam .................. 66

3. Pengertian Gadai (al-rahn) ...................................................................... 67

4. Dasar Hukum Jaminan Dalam Hukum Islam ......................................... 68

BAB III ................................................................................................................. 70

PROSEDUR EKSEKUSI OBYEK JAMINAN FIDUSIA .............................. 70

DI PT. FEDERAL INTERNASIONAL FINANCE KANTOR CABANG

KOTA SALATIGA ............................................................................................. 70

A. Pemberian Jaminan Secara Fidusia Oleh Debitur Kepada PT. Federal

Internasional Finance ................................................................................... 70

B. Prosedur Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Di PT. Federal Internasional

Finance ......................................................................................................... 71

1. Monitoring melalui petugas lapangan (Debtcollector), .......................... 72

2. Surat Pernyataan Kesanggupan dan Janji Bayar ..................................... 73

3. Surat Peringatan (Somasi)....................................................................... 76

4. Surat Panggilan Terahir (SPT) ................................................................ 80

5. Eksekusi Terhadap Obyek jaminan Fidusia oleh PT. Federal Internasional

Finance. ................................................................................................... 81

BAB IV ................................................................................................................. 82

xii

PEMBAHASAN .................................................................................................. 82

A. Tinjauan Yuridis Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Di PT. Federal

Internasional Finance Menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia. ............................................................................ 82

B. Tinjauan Yuridis Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Di PT. Federal

Intenasional Finance Menurut Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang

Rahn ............................................................................................................. 87

BAB V ................................................................................................................... 93

PENUTUP ............................................................................................................ 93

A. Kesimpulan ................................................................................................. 94

B. Saran ........................................................................................................... 94

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 95

LAMPIRAN..........................................................................................................99

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persaingan usaha di dunia semakin meningkat seiring dengan kemajuan

tekhnologi dan ilmu pengetahuan manusia yang semakin maju disetiap tahun.

Inovasi terus menerus dilakukan antar perusahaan guna meningkatkan kualitas

barang atau jasa demi memaksimalkan layanan dan/atau produk yang dihasilkan

sehingga mampu tetap bertahan dan bersaing dengan perusahaan lain di pasar.

Berbagai konsep ilmu ekonomi dijadikan strategi untuk menganalisa dan

mengikuti perkembangan dunia usaha.

Di samping berkompetisi dalam berinovasi dan meningkatkan strategi

pemasaran perusahaan juga wajib menyeimbangkan atau membuat cara-cara

dalam melakukan usahanya sesuai dengan peraturan pemerintah yang

dituangkan dalam undang-undang, hal inilah yang membatasi pergerakan roda

perusahaan untuk memperolah pendapatan (income) yang berlebih dikarenakan

kewajiban-kewajiban yang wajib dipatuhi dan tidak jarang larangan dan/atau

peraturan pemerintah adalah metode yang tepat untuk dijadikan strategi

perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Dalam menyikapi hal ini tidak

jarang perusahaan menggunakan cara-cara yang melanggar peraturan

perundang-undangan demi dalih mendapatkan keuntungan dan tetap bisa

bertahan di pasar.

Terlebih kusus pada perusaan pembiayaan yang menjalankan roda

perusahaanya harus terus berhubungan dengan dengan konsumen dalam skala

2

waktu yang panjang, Metode yang digunakan tidak jarang jadi bahan perhatian

masyarakat dan dijadikan silang pendapat antara kebenaran atau penyimpangan.

Tidak jarang Peran penting yang telah diberiksn perusahaan pembiayaan

telah banyak membantu untuk meringankan beban masyarakat yang kurang

mampu dari segi finansial dan secara otomatis telah meningkatkan daya beli

konsumen baik itu perorangan maupun organisasi atau badan usaha dengan cara

memfasilitasi pembiayaan tidak diperhatikan oleh Masyarakat jika telah terjadi

wanprestasi.

Wanprestasi merupakan salah satu persoalan yang sering terjadi dalam

usaha pembiayaan dan hal itu bisa menjadikan perusahaan pembiayaan menjadi

bangkrut. Karena pada dasarnya perusahaan pembiayaan merupakan

perusahaan bisnis jadi perusahaan pembiayaan tetap akan melakukan berbagai

hal untuk menghindari kebangkrutan tersebut. Kata bangkrut, yang dalam

bahasa inggris disebut bankrupt berasal dari Undang-Undang di Italia yang

disebut dengan banca rupta. Pada abad pertengahan di Eropa, terjadi praktik

kebangkrutan yang dilakukan dengan menghancurkan bangku-bangku dari para

bankir atau pedagang yang melarikan diri secara diam-diam dengan membawa

harta para krediturnya.(Jono,2013:1). Sejarah demikian ini tentunya akan

menjadikan suatu pelajaran yang sangat berharga bagi perusahaan-perusahaan

pembiayaan, dan guna menghindari kejadian serupa perusahaan pembiayaan

akan lebih memperhatikan persoalan-persoalan yang timbul akibat itikad yang

tidak baik dari para debiturnya yang tentunya akan mengakibatkan kerugian

atau bahkan kebangkrutan bagi perusahaan pembiayaan.

3

Salah satunya adalah PT Federal International Finance yang merupakan

salah satu perusahaan pembiayaan terbesar di Indonesia dengan mempunuyai

puluhan cabang yang tersebar di seluruh provinsi dan kota besar di Indonesia,

Salah satunya terdapat di kota Salatiga.

Dalam implementasi kerjanya perusahaan pembiayaan telah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 serta Peraturan Pemerintah Nomor 21

Tahun 2015 yang mana dalam melakukan kegiatan usahanya terkhusus pada

eksekusi atau eksekutorial terhadap obyek jaminan fidusia telah diatur dalam

Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dan dalam hal tata cara

pendaftaran dam biaya pendaftaran fidusia telah diatur dalam Perturan

Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015. Undang-Undang ini harus dan wajib

hukumnya untuk dipenuhi atau dilaksanakan oleh lembaga pembiayaan yang

melakukan kegiatan pembiayaan dengan menjaminkan kepastian hukum

dengan mendaftarkan fidusia. Peraturan perumdang-undangan secara langsung

mencegah terjadinya kesewenang-wenangan antara perusahaan dengan debitur.

PT Federal International Finance ialah perusahaan pembiayaan sepeda

motor dan elektronik, PT. Federal International Finance merupakan perusahaan

pembiayaan yang tergolong baru namum mampu berkembang dengan pesat

karena terus menerus menyusun strategi guna mendapatkan pencitraan yang

lebih baik untuk pengembangan bisnisnya agar dapat memberikan kontribusi

dan manfaat bagi kehidupan masyarakat Indonesia.

Kantor cabang PT. Federal Internasional Finance yang berada di Kota

Salatiga merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang telah membantu

memberikan jasa pembiayaan kepada banyak masyarakat di kota Salatiga dan

4

sekitarnya, maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

pelaksanaan kerja di kantor cabang PT. Federal Internasional Finance yang

berada di kota Salatiga, lebih tepatnya bertempat di Jalan Fatmawati Blotongan

Blok F-G No. 188 Salatiga Regency.

Penelitian ini guna mengetahui lebih dalam bagaimanakah pelaksanaan

eksekusi secara langsung oleh kantor cabang PT. Federal Internasional Finance

di Salatiga terhadap obyek jaminan fidusia yang berada dibawah kekuasaan

debitur apabila debitur telah cacat janji atau wanprestasi ditinjau dari Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999 dan hukum Islam?

Karena persoalan eksekusi obyek jaminan oleh perusahaan pembiayaan

merupakan hal yang tergolong sering terjadi di Kota Salatiga sekitar dan

menjadikan perhatian masyarakat dan menjadikan silang pendapat antara

masyarakat dengan pihak perusahaan, maka peneliti tertarik untuk mengkaji

lebih dalam mengenai eksekusi obyek jaminan fidusia tersebut. Permasalahan

eksekusi obyek jaminan fidusia merupakan perkara hukum yang bisa

menimbulkan berbagai macam akibat hukum, dan dalam melakukan eksekusi

guna mendapatkan kepastian hukum yang pasti pada dasarnya harus memenuhi

berbagai peraturan perundang-undangan maka dari itu penulis tertarik untuk

meneliti lebih jauh mengenai tinjauan yuridis eksekusi obyek jaminan fidusia

menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia dan

hukum Islam yang dilakukan oleh PT. Federal Internasional Finance kantor

Cabang Kota Salatiga.

5

B. Rumusan Masalah

Pada penelitian ini penulis hendak mengambil pokok pembahasan yang

akan dijadikan sebagai rumusan masalah diantaranya sebagai berikut :

1. Bagaimanakah prosedur eksekusi obyek jaminan fidusia di PT. Federal

Internasional Finance kantor cabang Kota Salatiga ?

2. Bagaimanakah tinjauan yuridis terhadap eksekusi obyek jaminan fidusia

di PT. Federal Internasional Finance menurut Undang-Undang Nomor 42

tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia ?

3. Bagaimanakah tinjauan yuridis terhadap eksekusi obyek jaminan fidusia

di PT. Federal Internasional Finance menurut Fatwa DSN 25/DSN-

MUI/III/2002 Tentang Rahn?

C. Tujuan Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian tentang pelaksanaan eksekusi obyek

jaminan fidusia di PT. Federal Internasional Finance ini diharapkan dapat

memahami secara benar mengenai beberapa persoalan diantaranya sebagai

berikut:

1. Guna mengetahui prosedur pelaksanaan eksekusi terhadap obyek jaminan

fidusia di PT. Federal Internasional Finance kantor cabang Kota Salatiga.

2. Guna mengetahui tinjauan yuridis eksekusi obyek jaminan fidusia di PT.

Federal Internasional Finance menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun

1999 Tentang Jaminan Fidudsia.

3. Guna mengetahui tinjauan yuridis eksekusi obyek jaminan fidusia di PT.

Federal Internasional Finance menurut Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002

Tentang Rahn.

6

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

baru dan/atau sebagai referensi bagi:

1. Manfaat teoritis

a. Manfaat bagi Penulis

Manfaat penelitian ini diharapkan untuk menambah

pengetahuan bagi penulis untuk mengetahui prosedur pelaksanaan

eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia di PT. Federal Internasional

Finance kantor cabang Kota Salatiga dan guna mengetahui tinjauan

yuridis eksekusi obyek jaminan fidusia di PT. Federal Internasional

Finance menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidudsia serta mengetahui tinjauan yuridis eksekusi menurut

hukum Islam.

2. Manfaat praktis

a. Manfaat Bagi Lembaga Pendidikan

Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas

lembaga pendidikan dalam hal menimbang kesesuain toeri dengan

praktik perusahaan pembiayaan untuk dijadikan pembelajaran

tersendiri dalam praktik belajar mengajar.

b. Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan

Guna dijadikan reverensi sebagai rujukan dalam hal

mengembangkan pengetahuan.

c. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

7

Dapat dijadikan rujukan atau referensi dan/atau dikembangkan

dalam penelitian sejenis yang selanjutnya.

E. Penegasan Istilah

Guna menghindari salah penafsiran mengenai arti dan maksud dari pokok

pembahasan dalam penulisan penelitian ini maka penulis hendak

menyampaikan bebebrapa istilah beserta penjelasan sebagai penegasan makna.

Diantaranya sebagai berikut :

1. Tinjauan yuridis adalah tinjauan hukum atas suatu perbuatan.

2. Eksekusi adalah penarikan dan penjualan obyek jaminan.

3. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikanya

dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

4. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang

berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya

bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang jaminan

fidusia.

F. Tinjauan Pustaka

Penelitian terkait dengan eksekusi obyek jaminan fidusia oleh perusahaan

pembiayaan telah banyak dilakukan. Diantaranya adalah penelitian tentang

Fidusia sebagai jaminan dalam pemberian kredit di Perusda BPR Bank pasar

Klaten yang dilakukan oleh Sheeny Adhisti tahun 2009 mahasiswi Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada penelitianya ini Sheeny

Adhisti memfokuskan penelitianya mengenai bagaimanakah prosedur

8

pemberian kredit dengan jaminan fidusia di Perusda BPR Bank pasar Klaten

khususnya dalam hal pelaksanaannya, apa saja hak dan kewajiban pemberi dan

penerima jaminan fidusia terutama apabila terjadi wanprestasi dan risiko dalam

pemberian kredit di Perusda BPR Bank pasar Klaten, dan apa saja yang menjadi

permasalahan dalam pemberian kredit yang menggunakan jaminan fidusia di

Perusda BPR Bank Pasar Klaten dan bagaimana penyelesaiannya. Adapun

kesimpulan dari Sheeny Adhisti dalam penelitianya ini adalah dalam

pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan fidusia Perusda BPR Bank pasar

Klaten mempunyai tahapan ataupun prosedur–prosedur yang harus dilakukan

terlebih dulu, setelah melalui tahapan prosedur pemberian dengan jaminan

fidusia maka selanjutnya harus dibuat akta fidusia di notaris untuk memberikan

kepastian hukum. Apabila debitur wanprestasi dan resiko, bila wanprestasi

dapat dilakukan secara lelang atau penjualan bawah tangan, sedangkan bila

terjadi resiko barang rusak atau hilang maka diganti dengan barang jaminan

yang sama nilainya dengan barang jaminan sebelumnya. Permasalahan –

permasalahan yang timbul dalam pemberian kredit dengan jaminan fidusia

adalah apabila kreditur dari pemberi jaminan bertambah jumlahnya dengan

obyek jaminan yang sama, dan bila kreditur tersebut wanprestasi, obyek

jaminan fidusia tersebut harus dibagi dengan kreditur – kreditur lain. Dapat pula

timbul permasalahan apabila nilai penjaminan atau nilai taksiran yang dibuat

oleh Account Officer (AO) berdasarkan kondisi barang agunan / obyek jaminan

berubah atau nilai transaksi barang berubah serta bilamana debitur wanprestasi

atau cidera janji sehingga mengalami kredit macet. Apabila kredit macet dengan

jaminan fidusia terjadi maka pihak Perusda BPR Bank pasar Klaten dapat

9

melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia yang dilakukan dengan dua

cara, yaitu dengan penjualan di bawah tangan oleh Perusda BPR Bank pasar

Klaten maupun dengan penjualan obyek jaminan fidusia melalui pelelangan

umum oleh Kantor Lelang di Surakarta.

Selanjutnya penelitan yang dilakukan oleh Shinta Andriyani.S.H mahasiswi

program pascasarjana Universitas Dponegoro Semarang Tahun 2007 dalam

tesis dengan judul PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DI

PERUM PEGADAIAN KOTA SEMARANG (Study di Pegadaian cabang

Mrican dan cabang Depok). Dalam penelitianya ini Shinta Andriyani.S.H

memfokuskan penelitianya mengenai bagaimana pelaksanaan eksekusi Jaminan

fidusia berdasarkan PASAL 29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42

Tahun 1999 di Perum Pegadaian cabang Depok dan cabang Mrican dan

bagaimana keabsahan eksekusi di bawah tangan yang dilakukan oleh Perum

Pegadaian di Perum Pegadaian Cabang Depok dan Cabang Mrican.

Berdasarkan hasil dari penelitianya, Shinta Aandriyani S.H menarik kesimpulan

sebagai berikut : Dalam hal debitur wanprestasi maka pihak pegadaian tidak

akan langsung melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan dari debitur ,

pegadaian lebih ke upaya persuasif dan lebih mengedepankan musyarawarah

agar tetap terjalin hubungan baik dengan nasabah. Praktik di lapangan

membuktikan bahwa pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia yang digunakan

pihak pegadaian cenderung melakukan penjualan di bawah tangan dengan

berdasar pada kesepakatan para pihak. Eksekusi Jaminan Fidusia atas dasar title

eksekutorial maupun melalui pelelangan umum akan memakan waktu yang

lama dan biaya yang cukup mahal.

10

Tesis dengan judul Eksekusi Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan ke

kantor pendaftaran jaminan fidusia yang dilakukan oleh Ilda Agnes mahasiswi

Program Study Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas

Diponegoro Semarang tahun 2009. Pada penelitianya ini Ilda Agnes

memfokuskan penelitianya dalam hal, Bagaimana pelaksanaan jaminan fidusia

dalam perjanjian kredit Bank Perkreditan Rakyat Arthaprima Dana jasa Bekasi

dan Apa keuntungan secara yuridis terhadap surat kuasa jual atas obyek jaminan

fidusia yang dipersyaratkan untuk diwaarmerking oleh Notaris. Adapun

kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Ilda Agnes ini adalah :

Pelaksanaan jaminan fidusia dalam perjanjian kredit Bank Perkreditan Rakyat

Arthaprima Danajasa Bekasi dapat diketahui melalui klausula penyerahan hak

milik secara kepercayaan (fidusia). Keuntungan secara yuridis terhadap surat

kuasa jual atas obyek jaminan fidusia yang dipersyaratkan untuk

diwaarmerking oleh Notaris merupakan keuntungan yuridis administratif yang

sesuai dengan hasil penelitian yaitu berkaitan erat dengan Peraturan Bank

Indonesia Nomor 8/19/PBI/2006 Pasal 12 sebagai dasar hukum yang

mewajibkan BPR membentuk PPAP, Pasal 13 ayat (1) huruf e peraturan BI

tersebut menilai agunan kendaraan bermotor yang diikat sesuai ketentuan

Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJF) diperhitungkan 50 % dari nilai pasar

sebagai pengurang pembentukan PPAP sehingga sesuai Surat Edaran Deputi

Gubernur Bank Indonesia Nomor 9/1/DpG/DPBPR Tanggal 2 Mei 2007 maka

agunan berupa kendaraan bermotor yang disertai bukti kepemilikan dan diikat

berdasarkan surat kuasa menjual yang dinotariilkan, dinilai 30 % dari harga

11

pasar sebagai pengurang pembentukan PPAP sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 ayat (1).

Jadi perbedaan penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah

selain perbedaan pada lokasi atau tempat tujuan penelitian, perbedaan

selanjutnya adalah tentang fokus penelitian, pada penelitian ini fokus penelitian

difokuskan kepada tinjauan yuridis terhadap prosedur pelaksanaan eksekusi

obyek jaminan fidusia di PT. Federal Internasional Finance terhadap obyek

jaminan fidusia ditinjau dari Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia, serta tinjauan yurudis eksekusi obyek jaminan fidusia di PT.

Federal Internasioanal Finance ditinjau dari hukum Islam.

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian guna

mengefektifkan penelitian, Metode penelitian yang digunakan penulis dalam

penelitian ini adalah :

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a. Pendekatan

a) Guna mengefektifkan penelitian penulis menggunakan metode

pendekatan Yuridis Sosiologis. Dimana pengertian dari Yuridis

Sosiologis adalah suatu penelitian yang didasarkan pada suatu

ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi

dilapangan (Soekanto, 1986:26). Dengan menggunakan

pendekatan yurudis sosiologis maka peneliti akan lebih jelas

dalam melakukan pengamatan guna menyelesaikan penelitian

dengan hasil yang efektif atau sesuai dengan fenomena yang

12

terjadi dilapangan, sehingga peneliti dapat menyampaikan

kesesuaian praktik yang terjadi di lapangan pada pelaksanaan

kerja lembaga pembiayaan terhadap Undang-Undang Nomor 42

Tahun 1999 Tentang Fidusia dan Fatwa DSN 25/DSN-

MUI/III/2002 tentang Rahn.

b. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian

lapangan (field research) yang bersifat deskriptif kualitatif. (Ruslan,

2010: 32). Yang maksudnya adalah guna mendapatkan gambaran

tentang pokok penelitian secara jelas sehingga dapat memberikan data

yang efesien dan efektif guna dijadikan tinjauan terhadap Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia dan Fatwa DSN

25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn.

2. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini tenpat yang dijadikan tujuan penelitian adalah

Perusahaan pembiayaan yang cukup terkenal di kota Salatiga yaitu PT.

Federal Internasional Finance (FIF) yang berada di Jalan Fatmawati

Blotongan Blok F-G No. 188 Salatiga Regency.

3. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

adalah sumber data primer dan sumber data sekunder diantaranya sebagai

berikut:

a. Data Primer (primary data)

13

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari

obyek penelitian perorangan, kelompok, dan organisasi. (Ruslan,

2010:29). Dan pada penelitian ini data primer yang digunakan adalah:

a) Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk

memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.

(Moleong, 2002:90). Dan pada penelitian ini yang menjadi

informan dalam upaya untuk menggali sumber informasi adalah

pihak-pihak dari kreditur yaitu petugas dari PT. Federal

Internasional Finance kantor cabang Salatiga yang mana akan

dimintai informasi mengenai tugas dan prosedur melakukan

eksekusi obyek jaminan fidusia, adapun petugas yang dimintai

informasi adalah petugas bagian debtcollector, dimana tugas dari

debtcollector diantaranya melakukan monitoring menangani

debitur yang cacat janji atau tidak dapat memenuhi prestasi

dan/atau wanprestasi dengan cara turun langsung ke lapangan dan

petugas legal office yang menangani persoalan wanprestasi dan

eksekusi obyek jaminan fidusia.

b) Dokumen

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa

dokumen guna memperjelas penelitian, diantaranya adalah

dokumen-dokumen yang terkait dengan jaminan fidusia, Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia dan

Hukum Islam.

14

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data dalam bentuk yang sudah jadi (tersedia)

melalui publikasi dan informasi yang dikeluarkan di berbagai

organisasi atau perusahaan, (Ruslan, 2010:30). Dan selanjutnya pada

penelitian ini peneliti menggunakan beberapa data sekunder,

Diantaranya adalah :

a) Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn.

b) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

c) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tentang tatacara dan

Biaya pendaftaran Fidusia.

d) Dokumen-dokumen pendukung yang digunakan PT. Federal

Internasional Finance dalam hal melaksanakan eksekusi obyek

jaminan atau pra-eksekusi

4. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data (input) adalah suatu langkah dalam metode ilmiah

melalui prosedur sistematik, logis, dan proses pencarian data yang valid,

baik diperoleh secara langsung (primer) atau tidak langsung (sekunder)

untuk keperluan analisis dan pelaksanaan pembahasan (process) suatu

riset secara benar untuk menentukan kesimpulan, memperoleh jawaban

(output) dan sebagai upaya untuk memecahkan suatu persoalan yang

dihadapi oleh peneliti, (Ruslan, 2010:27). Dan selanjutnya adapun

beberapa tekhnik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam

mengentaskan penelitian ini, diantaranya adalah :

a) Observasi

15

Observasi adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti

mengadakan pengamatan secara langsung atau tanpa alat terhadap

gejala-gejala subyek yang diselidiki baik pengamatan itu dilakukan

dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan dalam situasi buatan,

yang khusus diadakan. (Ashshofa, 2013:26)

Dan pada tahap observasi dalam penelitian ini peneliti melakukan

observasi dengan cara melakukan pengamatan secara langsung dalam

praktik kerja petugas debtcollector dalam melakukan monitoring

terhadap debitur yang terlambat dalam membayar angsuran.

b) Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapanitu dilakukaan oleh dua pihak yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan yanng

diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu. (Moleong, 2002:132).

Selanjutnya guna memaksimalkan penelitian ini selain

melakukan pengamatan peneliti juga melakukan wawancara terhadap

petugas dari PT. Federal Internasional Finance yang meliputi petugas

collektor, yaitu petugas yang bertugas melakukan monitoring

pembayaran, Petugas legal office yaitu petugas yang melakukan

penanganan terhadap perkara perdata apabila terjadi wanprestasi dan

melakukan eksekusi obyek jaminan fidusia.

c) Dokumentasi

16

Dokumentasi adalah mencari data berupa catatan, transkrip,

buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger,

agenda dan sebagainya (Arikunto, 2010 : 274). Guna mendapatkan

data sesuai yang dibutuhkan pada penelitian ini peneliti melakukan

dokumentasi data ke Satreskrim Polres Salatiga dengan cara

mengambil salinan dokumen-dokumen yang dijadikan bukti

administratif dalam perkara perdata PT. Federal Internasional Finance

yang mana dokumen tersebut merupakan dokumen yang dijadikan

dasar hukum bagi perusahaan pembiayaan untuk mendapatkan

kepastian hukum dan dijadikan dasar untuk melaksanakan tindakan

eksekutorial secara langsung terhadap obyek jaminan fidusia yang

berada di bawah kekuasaan debitur apabila debitur telah ingkar janji

atau tidak memenuhi prestasi.

5. Analisis Data

Analisis Data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan

data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat

ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang

disarankan oleh data. (Moleong, 2002: 103). Berdasarkan referensi diatas

peneliti akan melakukan analisis data dalam penelitian ini dengan cara

mengatur, mengurutkan, mengelompokan, memberikan kode, dan

mengategorikan data.

6. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam suatu penelitian guna mendapatkan hasil ahir penelitian yang

efisien serta efektif maka dibutuhkan validalitas data. Dan pada penelitian

17

ini guna memperoleh data yang valid maka penulis menggunakan tekhnik

Triangulasi.

Triangulasi adalah tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara

terhadap obyek penelitian. (Moleong, 2004:330) sebagaimana dikutip oleh

(Ruslan, 2010:219). Selanjutnya pada tahap validalitas data dalam

penelitian ini peneliti melakukan perbandingan antara data yang diperioleh

melalui wawancara secara langsung (Interview guide) dengan data

pendukung yang dijadikan dasar melakukan eksekusi obyek jaminan

fidusia di PT. Federal Internasional Finance Kota Salatiga dengan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia, Peraturan

Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tentang tatacara dan Biaya

Pendaftaran Fidusia serta Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 16 ayat

(1) huruf i yang mengatur tentang kewajiban notaris untuk membacakan

akta dihadapan penghadap dengan dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang

saksi dan ditandatangani saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris

dan Undang-Undang jabatan notaris Pasal 44 yang menyatakan bahwa

segera setelah akta dibacakan akta tersebut ditandatangani oleh

penghadap, saksi dan notaris, terkecuali apabila ada penghadap yang tidak

bisa membubuhkan tanda tangan tanda tangan dengan menyebutkan

alasanya ketentuan pembacaan dan penandatanganan tersebut adalah satu

kesatuan dari peresmian akta, serta membandingkan dengan peraturan

dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

dan Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn.

18

7. Tahap-Tahap Penelitian

Adapun langkah awal dari penelitian ini adalah menetukan tema

penelitian, Dalam menentukan tema pada penelitian ini peneliti

mengedepankan unsur manfaat penelitian, baik unsur manfaat secara

teoritik maupun unsur manfaat secara praktik. Dan pada tahap selanjutnya

peneliti melakukan penelitian pendahuluan guna mendapatkan pokok-

pokok pembahasan dalam penelitian yang terlihat urgen, dengan

melakukan pengamatan secara langsung serta melakukan wawancara

(Interview guide) kepada informan, dan selanjutnya peneliti melakukan

pengumpulan data serta melakukan analisa terhadap validalitas data.

H. Sistematika penulisan

Dalam hal penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode

penelitian sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan yang meliputi :

Latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian dan manfaat penelitian yang meliputi : Manfaat secara teoritik dan

manfaat secara praktik, penegasan istilah, metode penelitian yang meliputi :

pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data yang terdiri dari:

sumber data primer, sumber data sekunder, prosedur dan pengumpulan data

yang meliputi : observasi, wawancara, dokumentasi, analisis data, pengecekan

keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

BAB II Tinjauan Pustaka

Yang terdiri dari beberapa bab, bab yang pertama terdiri dari : Tinjauan

umum tentang jaminan fidusia dengan di dalamnya berisikan pengertian

19

jaminan, pengertian jaminan fidusia, asas-asas dalam jaminan fidusia, obyek

jaminan fidusia, fungsi yuridis jaminan fidusia sebagai pengaman kredit bank,

perubahan status yuridis atas kepemilikan benda jaminan fidusia, pendaftaran

jaminan fidusia, tekhnis pendaftaran jaminan fidusia menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015, dan dasar hukum jaminan fidusia,

selanjutnya pada bab kedua berisikan tinjauan umum tentang eksekusi obyek

jaminan fidusia, yang terdiri dari beberapa sub bab diantaranya mengenai

tinjauan umum tentang eksekusi, ruang lingkup eksekusi pada umumnya,

tinjauan umum eksekusi obyek jaminan fidusia menurut Undang-Undang

Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, jenis-jenis eksekusi, macam-

macam jenis lelang, prosedur lelang, hapusnya fidusia, ketentuan pidana dalam

Undang-Undang Jaminan Fidusia. Selanjutnya pada bab ketiga berisikan

tentang tinjauan umum jaminan dalam hukum Islam, dengan terdiri dari

beberapa sub-bab di dalamnya, diantaranya adalah penerapan jaminan dalam

jual beli dengan prinsip Syari’ah, macam-macam akad atau perjanjian dalam

hukum Islam, Pengertian gadai (Al-Rahn) dan dasar hukum jaminan dalam

hukum Islam.

BAB III Hasil Penelitian

Meliputi pemberian jaminan secara fidusia oleh debitur dalam perjanjian

pembiayaan konsumen, bentuk-bentuk wanprestasi dalam pembiayaan

konsumen, eksekusi obyek jaminan fidusia di PT. Federal Internasional Finance

BAB IV Pembahasan

Merupakan pembahasan mengenai prosedur eksekusi obyek jaminan fidusia

di PT. Federal Internasional Finance Kantor cabang Kota Salatiga, tinjauan

20

yuridis pelaksanaan eksekusi obyek jaminan fidusia di PT. Federal

Internasional Finance Menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia dan tinjauan yuridis eksekusi obyek jaminan fidusia di PT.

Federal Intenasional Finance menurut Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002

tentang Rahn.

BAB V Penutup

Terdiri dari seluruh rangkaian pembahasan, memuat tentang kesimpulan

dari apa yang diteliti dan juga memberikan kritik dan saran. Dan bagian akhir

dari skripsi memuat daftar pustaka serta lampiran-lampiran.

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Fidusia

1. Pengertian Jaminan

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu

zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara

kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, di samping pertanggungan

jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. Selain istilah jaminan,

dikenal juga dengan agunan. Istilah agunan dapat di lihat di dalam Pasal

1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu

agunan adalah Jaminan tambahan diserahkan debitur kepada bank

dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan

berdasarkann prinsip Syari’ah.

Adapun tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari

bank. Jaminan ini diserahkan oleh debitur kepada bank.

Jadi unsur-unsur dari agunan adalah :

a. Jaminan tambahan

b. Diserahkan oleh debitur kepada bank

c. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan.

(Badrulzaman, 1987 :227)

Istilah yang digunakan oleh M.Bahsan adalah jaminan. M. Bahsan

berpendapat bahwa jaminan adalah “Segala sesuatu yang diterima

22

kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang

dalam masyarakat. (M. Bahsan,2005 :148)

2. Pengertian Jaminan Fidusia

Istilah fidusia berasal dari bahasa Belanda, yaitu fiducie, sedangkan

dalam bahasa Inggris disebut fiduciary transfer of ownership, yang

artinya kepercayaan. Di dalam berbagai literatur fidusia lazim disebut

dengan istilah fiduciare eigendom overdrachttot zekerheid (FEO) yaitu

penyerahan hak milik berdasarkan atas kepercayaan. (Salim,2004 :55).

Jaminan adalah sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan kepada

debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat. (M.

Bahsan,2005: 148).

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang

berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak

khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi

fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan

kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur

lainnya.(Pasal 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999)

23

3. Asas-Asas Dalam Jaminan Fidusia

a. Jaminan Fidusia Bersifat Assesoir

J. Satrio menyebutkan bahwa perjanjian assesoir merupakan

suatu perjanjian yang lahir adanya perpindahan dan

berahir/hapusnya bergantung pada perjanjian pokoknya. Perumusan

tersebut memang benar jika tidak dimaknai bahwa kesepakatan

tentang jaminan fidusia itu lahir sebagai akibat dari lahirnya

kesepakatan utang-piutang karena sesungguhnya yang terjadi dalam

praktik adalah kesepakatan jaminan itu selalu mendahului sebelum

kemudian disepakati perjanjian utang-piutangnya.

Beberapa ketentuan Undang-Undang yang memberikan makna

bahwa perjanjian jaminan merupakan perjanjian assesoir, antara lain :

a) Pasal 1821 KUH Perdata : “Tiada penanggungan jika tiada

perikatan yang sah menurut Undang-Undang.”

b) Pasal 1822 KUH Perdata : “Seorang penanggung tidak dapat

mengikatkan diri dalam perjanjian atau dengan syarat-syarat

yang lebih berat dari perikatan yang dibuat oleh debitur ”

c) Pasal 1151 KUH Perdata tentang gadai :“perjanjian gadai

harus dibuktikan dengan alat yang diperkenankan untuk

membuktikan perjanjian pokoknya”

d) Pasal 1209 KUH Perdata tentang Hipotek :“Hipotek hapus

karena perikatan pokoknya”

24

e) Pasal 18 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

:“ Hak tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut : a.

Hapusnya utang yang dijaminkan dengan hak tanggungan.

f) Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang fidusia

:“Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu

perjanjian pokoknya yang menimbulkan kewajiban bagi para

pihak untuk memenuhi suatu prestasi”.

Sifat assesoir pada perjanjian jaminan menimbulkan

konsekuensi bahwa jika perjanjian pokok yang pada umumnya

adalah perjanjian utang-piutang atau kredit dinyatakan batal

atau hapus, maka perjanjian jaminanya demi hukum juga

menjadi batal atau hapus.

b. Jamina fidusia bersifat absolut

Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengatakan bahwa

yang dimaksud hak kebendaan (zakelijkrecht) ialah hak mutlak atas

suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Hak

kebendaan itu bersifat absolut karena selain bisa dipertahankan

kepada siapa saja pemegang hak tersebut dapat menuntut kepada

siapa saja yang menganggu haknya atau menghalang-halangi

sipemegang hak dalam menikmati dan memanfaatkan hak tersebut.

c. Asas Droit De Suite Dalam Jaminan fidusia

Setiap hak kebendaan memiliki sifat “Droit De Suite” yaitu

suatu hak yang selalu mengikuti bendanya ditangan siapapun benda

itu berada. Sifat “Droit De Suite” terkandung dalam Pasal 7

25

Undang-Undang Hak Tanggungan yang berbunyi :“Hak

tanggungan tetap mengikuti obyeknya ditangan siapapun obyek

tersebut berada”. Sedangkan dalam lemmbaga jaminan fidusia

sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang fidusia

menyebutkan : “Jaminan fidusia tetap mengikuti obyek yang

menjadi jaminan fidudsia, dalam tangan siapapun obyek tersebut

berada kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi

obyek jaminan fidusia”.

d. Asas Droit De Preference dalam jaminan fidusia

Setiap kreditur pemegang jaminan kebendaan pada umumnya

selalu memiliki hak untuk mendahului, atau memiliki kedudukan

yang didahulukan dari kreditur-kreditur lainya.

Dalam Undang-Undang Fidusia pada Pasal 1 angka 2 mengatakan

:“ Jaminnan fidusia adalah jaminan hak atas benda bergerak baik

yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan berda tidak

bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat hak tanggungan”

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan

pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia

terhadap kreditur lainya. Pendapat serupa disampaikan oleh Tan

Kamello bahwa kreditur sebagai penerima jaminan fidusia memiliki

hak preferen. (Kamello,2014: 324)

26

e. Asas Spesialitas Dalam Obyek Jaminan Fidusia

Asas spesialitas pada obyek jaminan mengandung pengertian

bahwa obyek yang dibebankan menjadi jaminan ditentukan secara

spesifik, hal ini sebagaimana asas spesialitas yang diatur dalam Pasal

1174 KUH Perdata Tentang hipotek yang berbunyi :“Akta dalam

mana diletakkan hipotek harus memuat suatu penyebutan khusus

tentang benda yang dibebani, begitu pula tentang sifat dan letaknya,

penyebutan mana sedapat-dapatnya harus didasarkan pada

pengukuran-pengukuran resmi”.

f. Asas Publisitas

Asas publisitas artinya bahwa setiap pembebanan jaminan

dilakukan secara terbuka dan tegas, tidak dilakukan secara diam-

diam dan tersembunyi, menurut asas publisitas ini setiap

pembebanan jaminan wajib didaftarkan ditempat dimana Undang-

Undang telah menunjuk tempat pendaftaran tersebut. (Witanto,

2015 :105-117)

4. Obyek Jaminan Fidusia

Obyek jaminan fidusia adalah benda-benda apa saja yang dijadikan

jaminan utang dengan dibebani jaminan fidusia. Benda-benda yang dapat

dibebani jaminan fidusia yaitu :

a. Benda bergerak berwujud, contohnya;

a) kendaraan bermotor seperti mobil, truk, bus dan sepeda motor

b) mesin-mesin pabrik yang tidak melekat pada tanah atau

bangunan pabrik, alat-alat inventaris kantor

27

c) perhiasan

d) persediaan barang atau inventori, stock barang, stock barang

dagangan dengan daftar mutasi barang

e) kapal laut berukuran dibawah 20 m

f) perkakas rumah tangga seperti mebel, radio, televisi, almari es

dan mesin jahit

g) alat-alat perhiasan seperti traktor pembajak sawah dan mesin

penyedot air.

b. Benda bergerak tidak berwujud, contohnya:

a) wesel

b) sertifikat deposito

c) saham

d) obligasi

e) konosemen

f) piutang ynag diperoleh pada saat jaminan diberikan atau yang

diperoleh kemudian.

g) deposito berjangka.

5. Fungsi Yuridis Jaminan Fidusia Sebagai Pengaman Kredit Bank

Sebelum memberikan kredit bank harus memberikan penilaian

yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek

usaha dari nasabah (debitur ). Walaupun ada perbedaan istilah dan

substansi yang dipakai, tetapi dalam praktik Bank di Sumatra Utara

selalu digunakan penilaian dengan prinsip 5 C’s yakni : Charakter

28

(Watak, Kepribadian), Capital (modal), Collateral (Jaminan,agunan),

Capacity (Kemampuan), dan Condition of economic (Kondisi ekonomi).

Dari 5 faktor penilaian yang dilakukan bank, faktor terpenting yang

digunakan sebagai pengaman yuridis dari kredit yang disalurkan adalah

jaminan kredit. Fungsi yuridis ini berkaitan erat dengan tujuan jaminan

yakni sebagaimana dikatakan bahwa the purpose of a security interest is

to confer property rights upon someone to whom a depis due.

Fungsi yuridis pengikatan benda jaminan fidusia dalam akta jaminan

fidusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit.

Keterkaitan fungsi yurudis jaminan fidusia sebagai pengaman kredit

bank dapat dilihat dalam model akta jaminan fidusia sebelum dan

sesudah berlakunya Undang-Undang Jaminan Fidusia sebagai berikut :

“Bahwa untuk lebih menjamin terbayarnya dengan segala sesuatu yang

terutang dan harus dibayar oleh Debitur sebagaimana yang diatur

dalam Perjanjian Kredit Pemberi Fidusia diwajibkan untuk memberikan

jaminan fidusia atas stok barang-barang milik pemberi fidusia untuk

kepentingan penerima fidusia sebagimana yang akan diuraikan dibawah

ini”.

Bahwa untuk memenuhi ketentuan tentang pembrian jaminan yang

ditentukan dalam perjanjian kredit, Pemberi fidusia dan penerima fidusia

telah semufakat dan setuju, dengan ini mengadakan perjanjian

sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun

1999 (seribu sembilan ratus sembilan puluh sembialan), tentang Jaminan

29

Fidusia sebagaimana yang hendak dinyatakan dalam akta ini”. (Kamello,

2014: 184-188)

6. Perubahan Status Yuridis Atas kepemilikan Benda Jaminan Fidusia

Dalam salah satu model perjanjian jaminan fidusia yang dibuat

dibawah tangan dengan judul “Penyeraahan Hak Milik Secara

Kepercayaan (fidusia) Sebagai Jaminan” Dikatakan sebagai berikut :

“Peminjam mengatakan bahwa mobil tersebut akan dipegang oleh

peminjam sebagai trustee dari bank dan surat-suratnya bila diminta

dapat dialihkan sebagaimana mestinya kepada bank dan untuk maksud

tersebut akan disimpan oleh bank”.

Dalam norma perjanjian yang dibuat oleh pihak bank tersebut,

terlihat bahwa debitur pemberi jaminan fidusia bertindak sebagai trustee

dari kreditur penerima jaminan fidusia . Hal ini menunjukan adanya

perubahan pengertian dari kepemilikan benda jaminan fidusia. (Kamello,

2014: 192)

7. Pendaftaran Fidusia

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia, pengertian Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan

suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang

hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik

benda. Semenjak diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor

130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia, maka

permohonan pendaftaran jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Jaminan

30

Fidusia (KPF) yang berada di seluruh Kantor Wilayah Kementerian

Hukum dan HAM di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan.

Menghadapi lonjakan permohonan pendaftaran jaminan fidusia

tersebut yang dalam seharinya dapat mencapai lebih dari 3000

permohonan, maka Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum

(Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM melakukan terobosan

dengan melakukan penerapan Teknologi Informasi (TI). Penerapan TI

tersebut diimplementasikan dalam bentuk pelayanan fidusia online.

Pelayanan Fidusia Online banyak memberikan manfaat, antara lain:

memberikan kemudahan pendaftaran, biaya yang murah, tidak ada

pembatasan jumlah pendaftaran tiap harinya, pelayanan yang dilakukan

selama 24 jam dan dilaksanakan dengan cepat dan akurat, bebas dari

praktik pungli, peningkatan jumlah pendaftaran yang signifikan,

peningkatan PNBP, dan Fidusia merupakan alternatif metode

penjaminan atas pembiayaan yang cukup menjanjikan. (Detil Inovasi

Ditjen AHU)

Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham

sebagai institusi yang melaksanakan pendaftaran jaminan fidusia

menindaklanjuti sistem fidusia online dengan menerbitkan Surat Edaran

Dirjen AHU Nomor AHU- 06.OT.03.01 Tahun 2013 tentang

Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara

Elektronik (Online System). Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia

memperoleh hak penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

atas pelayanan jasa hukum yang dilaksanakannya sesuai dengan

31

peraturan yang berlaku. Sejak keluarnya surat menteri tersebut

ditegaskan bagi perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan

benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila Kantor

Pendaftaran Jaminan Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan

fidusia dan menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan. Tan

Kamelo (2004: 10-11) Selanjutnya Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang

Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut UUJF) mengemukakan benda yang

dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan, dalam penjelasannya

dikemukakan pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia

dilaksanakan ditempat kedudukan pemberi fidusia dan pendaftarannya

mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah

negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus

merupakan jaminan kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai benda

yang telah dibebani jaminan fidusia.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012

Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi perusahaan pembiayaan yang

melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan

pembebanan jaminan Fidusia, mewajibkan bagi perusahaan pembiayaan

untuk pendaftaran jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia.

Selanjutnya mengenai tata cara pendaftaran fidusia dan biaya pembuatan

akta jaminan fidusia telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21

Tahun 2015 dan guna mempermudah dan mempercepaat proses

pendaftaran dalam Pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun

2015 ini menjelaskan bahwa proses pendaftaran fidusia bisa dilakukan

32

dengan sistem elektronik. Adapun dalam Pasal 13 ayat 2 Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999 mengatur secara administratif

persyaratan pendaftaran fidusia diantaranya adalah :

a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;

b. tanggal,nomor akta jaminan Fidusia, nama, tempat kedudukan

notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia;

c. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

d. uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia;

e. nilai penjaminan; dan

f. nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

8. Tekhnis Pendaftaran Jaminan Fidusia Menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015

Secara praktik berdasarkan tutorial pendaftaran fidusia online yang

dikeluarkan Direktorat Jenderal Administrasi Umum versi 1.0 yang

diunggah melalui media sosial you tube yang dapat dijadikan pedoman

pendaftaran fidusia adalah sebagai berikut :

33

Gambar 1 Tampilan halaman login

Pada menu login ini pengguna wajib mengisi username dan

password sesuai dengan username dan password yang telah diberikan

oleh Direktoral Jenderal Administrasi Umum. Setelah itu klik sumbit

Gambar 2 Menu permohonan

Dalam menu permohonan terdapat 3 menu diantaranya :

Nomor 1 adalaah menu pendaftaran yang digunakan untuk

melakukan pengisian formulir pendaftaran fidusia

34

Nomor 2 adalah menu perubahan yang digunakan untuk melakukan

perubahan terhadap sertifikat fidusia

Nomor 3 adalah menu daftar transaksi yang digunakan untuk melihat

daftar transaksi yang telah dilakukan.

Gambar 3 adalah tampilan halaman formulir pendaftaran

1. Klik pada menu pendaftaran maka akan muncul jendela

pendaftaran seperti pada gambar 3

2. Isi formulir secara bertahab

35

A. Isi formulir secara bertahab, pemohon mengisi identitas

pemberi dan penerima fidusia, pemberi dan penerima

fidusia bisa perseorangan atau badan usaha.

Gambar 4 adalah gambar tampilan identitas pemberi fidusia

Gambar 5 adalah gambar tampilan identitas penerima fidusia

B. Pemohon mengisikan akta notaris jaminan fidusia berupa

nomor akta jaminan fidusia, tanggal, nama dan tempat

kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia.

36

Gambar 6 merupaakan kolom akta Notaris jaminan fidusia

C. Pemoon mengisi data pokok perjanjian yang dijaminkan

fidusiaa

Gambar 7 Tampilan kolom perjanjian pokok

Pada gambar 7 diatas terdapat 3 keterangan fasilitas yang

tersedia

1) Pilihan untuk nilai hutang, apabila hanya

menggunakan satu obyek hutang

2) Pilihan nilai hutang apabila menggunakan lebih dari

satu obyek hutang

3) Isi dengan nominal total atau pelunasan hutang

37

D. Pemohon mengisi uraian benda yang menjadi obyek

jaminan fidusia.

Gambar 8 uraian pokok obyek jaminan fidusia

E. Pemohon mengisikan nilai penjaminan.

Gambar 9 tampilan kolom nilai penjaminan

F. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia sudah

tertuang dalam akta Notaris jaminan fidusia.

Ganbar 10 tampilan kolom nilai obyek jaminan fidusia

3. Pemohon melanjutkan akses dengan menyetujui ketentuan

peringatan yang terdapat pada formulir isian dengan cara

menandai pernyataan.

38

4. Pemohon meng-klik proses untuk menyimpan ke dalam basis

data dan melanjutkan proses berikutnya atau menekan tombol

ulangi untuk kembali ke proses sebelumnya

5. Setelah melakukan submit maka akan muncul konfirmasi bahwa

data berhasil diproses, lalu klik Ok

Gambar 11 Tampilan kolom pengamanan dan peringatan

Gambar 12 Tampilan konfirmasi bahwa data berhasil diproses.

6. Pemohon mencetak bukti permohonan pendaftaran untuk

melakukan pembayaran ke bank persepsi.

Apabila tidak melakukan pembayaran selama 3 hari maka data

permohonan

pendaftaran akan dibatalkan / dihapus dari database.

39

Gambar 12 kolom tampilan bukti pembayaran fidusia

Gambar 13 Tampian siap cetak bukti pembayaran fidusia

7. Pemohon melakukan pembayaran pendaftaran jaminan fidusia

di bank persepsi dan memperoleh bukti register pendaftaran

jaminan fidusia dari bank persepsi.

8. Untuk melihat daftar pendaftaran jaminan fidusia yang telah

dimasukkan dapat menekan MENU DAFTAR TRANSAKSI.

40

Gambar 15 tampilan menu daftar transaksi

Penjelasan

1. Tanda pada nomor 1 untuk mencetak bukti pendaftaran

fidusia

2. Klik pernyataan untuk mencetak pernyataan pendaftaran

fidusia

3. Klik sertifikat untuk mencetak sertifikat fidusia, tombol

sertifikat akan muncul setelah pemohon melakukan

pembayaran pendaftaran fidusia.

41

Gambar 16 cotoh tampilan pernyataan pendaftaran fidusia

Proses pencetakan sertifikat

1. Pemoohon mengakses kembali situs fidusia online

2. Pemohon notaris memasukkan username dan password

laluklik sumbit

3. Masuk ke menu pemohon, daftar transaksi, akan muncul

daftar transaksi yang telah dilakukan, klik sertifikat untuk

melihat sertifikat, lalu klik gambar print untuk mencetak

sertifikat

42

Gambar 17 Tampilan menu daftar transaksi

Gambar 18 cotoh tampilan sertifikat fidusia

43

Selanjutnya mengenai tujuan pendaftaran fidusia adalah :

a. Guna memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang

berkepentingan.

b. Memberikan hak yang didahulukan (Preferen) kepada penerima

fidusia terhadap kreditur yang lain. Ini disebabkan jaminan fidusia

memberikan hak kepada penerima fidusia untuk tetap menguasai

bendanya yang menjadi obyek jaminan fidusia berdasarkan

kepercayaan.

9. Dasar Hukum Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang Dan

Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn.

Dalam hal melaksanakan operasional kerjanya perusahaan

pembiayaan yang menjaminkan obyek jaminan fidusia guna

mendapatkan keamanan terhadap obyek jaminan dan mendapatkan

kepastian hukum serta guna menghindari hal-hal yang dapat merugikan

perusahaan maka peraturan mengenai obyek jaminan fidusia telah diatur

dengan sebagaimana mestinya, diantaranya sebagai berikut:

a. Al-Qur’an

b. Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn

c. Undang-Undang Nomor. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

d. Peraturan Pemerintah Nomor.21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara

Pendaftaran Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.

e. Peraturan Mentri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 Tentang

Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi perusahaan pembiayaan yang

44

melakukan pembiayaan konsumen untuk kendataan bermotor

dengan pembebanan fidusia.

B. Tinjauan Umum Tentang Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia

Guna mendapatkan jaminan atas obyek pembiayaan melalui jaminan

fidusia tentunya perusahaan pembiayaan wajib mendaftarkan obyek jaminan

melalui jaminan fidusia, dan kewajiban pendaftaran atas obyek jaminan

fidusia juga telah ditegaskan dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi

perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk

kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan Fidusia.

Jadi kewajiban pendaftaran obyek jaminan melalui jaminan fidusia

merupakan hal yang wajib dilakukan bagi perusahaan pembiayaan sepeda

motor. Selanjutnya merujuk pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42

Tahun 1999 tentang jaminan fidusia yang menyatakan bahwa pembebanan

benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam bahasa

Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Dapat jelas dipahami dalam

hal pendaftaran obyek jaminan fidusia harus dibuat dengan akta Notaris

karena akta Notaris merupakan akta otentik dan mempunyai nilai pembuktian

sempurna, Agar supaya akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna sebagai akta otentik maka seluruh aturan yang tertuang dalam

Undang-Undang tentang peraturan pembuatan akta Notaris atau seluruh

aturan dan prosedur serta tata cara pembuatan akta Notaris harus dipenuhi

sebagaimana telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Jabatan Notaris

(UUJN). Jika aturan tersebut tidak dipenuhi dan akta tersebut dapat

45

dibuktikan maka akta notaris tersebut mempunyai kekuatan sebagai akta

dibawah tangan, sehingga unsur akta Notaris sebagai akta otentik yang

mempunyai nilai pembuktian sempurna tidak terpenuhi sehingga amanat

dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa pembebanan benda dengan jaminan

fidusia dibuat dengan akta notaris tidak dapat terpenuhi dan pendaftaran

obyek jaminan tidak bisa dilaksanakan.

Dengan ukuran atau batasan sebagaimana disebut dalam Pasal 1869

KUHPerdata, yang menerangkan bahwa “suatu akta yang karena tidak

berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termaksud diatas, atau karena suatu

cacad dalam bentuknya, tidak dapat diberlakukan sebagai akta otentik,

namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan jika

ia ditandatangani oleh penghadap” maka Pasal-Pasal tertentu dalam

Undang-Undang Jabatan Notaris yang menegaskan pelanggaran terhadap

ketentuan tersebut mengakibatkan akta Notaris mempunyai kekuatan

pembuktian sebagai akta dibawah tangan, dapat dianalisis sebagai berikut:

a. Pasal 16 ayat (1) huruf i dan Pasal 16 ayat (7) dan ayat (8) termasuk

kedalam cacat bentuk akta notaris, Karena pembacaan akta oleh Notaris

dihadapan para pihak dan saksi merupakan suatu kewajiban untuk

menjelaskan bahwa akta yang dibuat tersebut sesuai kehendak yang

bersangkutan, dan apabila telah dilakukan pembacaan akta oleh Notaris

wajib dicantumkan pada bagian ahir akta notaris, demikian pula jika akta

tidak dibacakan dan para pihak berkehendak untuk membacanya sendiri,

maka kehendak para pihak tersebut juga harus dicantumkan pada bagian

46

ahir dari akta Notaris tersebut, Jadi dibacakan akta notaris dihadapan para

pihak atau tidak dibacakan akta Notaris karena kehendak oleh para pihak

maka harus dicantumkan pada bagian ahir dari akta notaris tersebut. Jadi

jika hal tersebut tidak dicantumkan maka ada aspek formal yang tidak

terpenuhi yang mengakibatkan akta notaris tersebut cacat dari segi

bentuknya.

b. Pasal 41 yang menunjuk kepada Pasal 39 dan 40 berkaitan dengan aspek

subjektif sahnya akta notaris, yaitu cakap bertindak untuk melakukan

suatu perbuatan hukum. Pelanggaran terhadap Pasal ini termasuk

kedalam tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan untuk

memahami batasan umum dewasa untuk melakukan suatu perbuatan

hukum.

c. Pasal 41 yang menunjuk kepada Pasal 40, khususnya tidak ada hubungan

perkawinan dengan Notaris, atau hubungan darah dalam garis lurus ke

atas atau ke bawah tanpa pembaatasan derajat dan garis ke samping

sampai dengan derajat ke 3 (tiga) dengan Notaris.

1. Tinjauan Umum Tentang Eksekusi

Subekti memberikan definisi tentang eksekusi adalah upaya dari

pihak yang dimenangkan dalam putusan guna mendapatkan yang

menjadi haknya dengan bantuan kekuatan umum (polisi, militer) guna

memaksa pihak yang dikalahkan untuk melaksanakan bunyi putusan.

(Subekti, 1997: 128) Sedangkan Sudikno memberikan definisi eksekusi

atau pelaksanaan putusan hakim pada hakekatnya tidak lain adalah

47

realisasi dari kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi

prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut. (Sudikno, 1993: 209)

2. Ruang Ligkup Eksekusi Pada Umumnya

Pada umunya eksekusi bidang hukum perdata memang

dilaksanakan oleh lembaga Pengadilan, baik karena suatu putusan hakim

yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap, putusan arbitrase yang

telah di exequtor oleh Pengadilan Negeri atau dokumen-dokumen lain

yang memiliki kekuatan eksekutorial yang dapat dilakukan eksekusi

melalui fiat ketua Pengadilan Negeri seperti sertifikat hak tanggungan

dan sertifikat fidusia. Selain eksekusi dapat dilakukan oleh Pengadilan,

eksekusi juga dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga lain yang diberikan

kewenangan untuk itu oleh Undang-Undang, yaitu PUPN dan BUPLN

berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 dapat

melakukan eksekusi terhadap piutang-piutang Negara yang macet dan

lembaga parate eksekusi.

Dalam hal terjadinya kredit macet pada lembaga perbankan milik

negara atau utang-utang milik negara yang tidak dibayarkan oleh debitur

nyan maka piutang tersebut dapat diserahkan penyelesaianya kepada

PUPN berdasarkan kewenanganya untuk menyelesaikan piutang negara.

Sebagai tindak lanjut dari pengurusan piutang tersebut akan dibuat surat

pernyataan bersama antara debitur dengan PUPN yang mana surat

pernyataan tersebut memiliki kekuatan seperti putusan yang telah

memiliki kekuatan hukum tetap karena diberi titel eksekutorial berupa

irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”,

48

sehingga jika debitur tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam

surat pernyataan bersama tersebut PUPN dapat mengeluarkan surat paksa

dan melakukan penyitaan atas obyek eksekusi milik debitur kemudian

berlanjut pada pelaksanaan pelelangan dengan bntuan Badan Urusan

Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). (D.Y. Witanto, 2015 : 223-226)

3. Tinjauan Umum Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Menurut

Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999

Eksekusi obyek jaminan fidusia didalam Undang-Undang

Nomor.42 Tahun 1999 diatur adalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 34,

Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia telah disebutkan secara jelas mengenai hak-hak

eksekutorial secara langsung oleh perusahaan pembiayaan (Kreditur)

apabila pihak konsumen (Debitur ) cidera janji atau wanprestasi.

Eksekusi obyek jaminan fidusia adalah penyitaan dan penjualan

obyek jaminan fidusia oleh penerima fidusia apabila debitur sebagai

pemberi fidusia cidera janji. Eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia

oleh perusahaan pembiayaan bukan merupakan suatu pelanggaran

hukum jika telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Hal sejenis juga telah dijelaskan dalam kitab Undang-Undang

hukum perdata pada Pasal 1155 mengatakan bahwa :

“Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si

berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai

bercidera janji, setelah tenggang waktu yang diberikan lampau, atau

tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu

49

peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barangnya gadai

dimuka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-

syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan

jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan

tersebut.”

Sedangkan dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia mengenai eksekusi obyek jaminan fidusia telah

diatur dalam Pasal 29 yang memberikan batasan 3 (tiga) cara melakukan

eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia, yaitu :

Pasal 29 ayat 1 Apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji,

eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dapat

dilakukan dengan cara:

1. Pelaksanaan titel eksekusi sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2)

yang dilakukan oleh penerima fidusia dalam hal ini adalah pihak

kreditur.

Dalam sertifikat jaminan fidusia yang diterbitkan Kantor

Pendaftaran Jaminan Fidusia dicantumkan kata-kata “Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” sertifikat jaminan fidusia

ini memikiki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan

pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Yang

dimaksud kekuatan eksekutorial adalah langsung dapat melakukan

penjualan tanpa harus melalui pengadilan.

50

Dengan demikian ini pelaksanaan titel eksekusi dapat

dilaksanakan apabila debitur telah cidera janji dan debitur memiliki

sertifikat jaminan fidusia yang mencantukan kata “Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

2. Penjualan atas obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia

sendiri melalui pelelangan umum.

Jadi apabila debitur telah cidera janji dan perusahaan

pembiayaan telah memiliki sertifikat jaminan fidusia maka

perusahaan dapat melakukan penjualan obyek jaminan fidusia

melalui pelelangan umum guna mendapatkan pelunasan atas

hutangnya.

3. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan

pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat

diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

Adapun syarat penjualan atas obyek jaminan fidusia dengan

cara melakukan penjualan dibawah tangan ini terdapat 3 (tiga) syarat

yang harus dipenuhi yaitu :

a) Adanya kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan

cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi,

b) Setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara

tertulis oleh pemberi dan atau penerima fidusia kepada pihak

pihak berkepentingan.

51

c) Diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di

daerah yang bersangkutan.

Berikut ini adalah bunyi dari Pasal-Pasal 30 sampai dengan Pasal

34 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia,

yaitu :

Pasal 30 “Pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang obyek

jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia”

Penjelasan : Dalam hal pemberi fidusia tidak menyerahkan benda

yang menjadi obyek jaminan fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan,

penerima fidusia berhak mengambil benda yang menjadi obyek jaminan

fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.

Pasal 31 “Dalam hal benda yang obyek jaminan fidusia terdiri atas

benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa,

penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Penjelasan : Dalam hal benda yang menjadi obyek jamiman fidusia

terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau

di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 32 “Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap

benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dengan cara yang

bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam PASAL

29 dan Pasal 31, batal demi hukum.”

52

Pasal 33 “Setiap janji yang memberikan kewenangan kepada

penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi obyek jaminan

fidusia apabila debitur cidera janji, batal demi hukum.”

Pasal 34 yaitu :

1. Dalam hal eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia

wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia.

2. Apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang,

debitur tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar.

4. Jenis-Jenis eksekusi

Menurut M. Yahya Harahab, ada dua bentuk eksekusi ditinjau dari

segi sasaran yang hendak dicapai dari hubungan hukum yang tercantum

dalam putusan penegadilan.

Dua jenis eksekusi tersebut ialah :

a. Eksekusi rill, yaitu eksekusi yang hanya mungkin terjadi

berdasarkan putusan pengadilan untuk melakukan suatu tindakan

nyata atau rill.

b. Eksekusi verkoop, yaitu eksekusi yang menyangkut pembayaran

sejumlah uang, dengan cara menjual barang milik debitur melalui

pelelangan umum, baik dengan perantaraan pengadilan, maupun

oleh kekuasaan kresitur sendiri berdasarkan kewenangan parate

eksekusi.

Eksekusi rill dalam pelaksanaanya bisa dilakukan dalam bentuk-

bentuk sebagai berikut :

a. Menyerahkan suatu barang

53

b. Mengosongkan sebidang tanah atau rumah

c. Melakukan suatu perbuatan tertentu

d. Menghentikan suatu perbuatan atau keadaan

Sedangkan eksekusi verkoop semata-mata merupakan suatu

pelaksanaan putusan atas pembayaran uang dengan cara melakukan

pelelangan (penjualan umum) atas barang-barang milik termohon

eksekusi baik karena telah dijaminkan secara jaminan kebendaan

maupun karena berdasarkan jaminan umum sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 1131 KUH Perdata. (D.Y. Witanto, 2015 : 226-227)

5. Macam-macam jenis Lelang

Menurut Purnama Tiora Sianturi Sifat lelang ditinjau dari sudut

penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang,

dibedakan antara lelang yang sifatnya wajib, yang menurut peraturan

perundang-undangan wajib melalui Kantor Lelang dan lelang yang

sifatnya sukarela atas permintaan masyarakat. Lelang non eksekusi wajib

adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik negara/daerah

dan kekayaan negara yang dipisahkan sesuai peraturan yang berlaku.

Lelang non eksekusi sukarela adalah lelang untuk melaksanakan

kehendak perorangan atau badan untuk menjual barang miliknya.

1. Lelang Yang Bersifat Eksekusi dan Wajib

a. Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)

Adalah pelayanan lelang yang diberikan kepada Panitia

Pengurusan Piutang Negara/Badan Urusan Piutang dan Lelang

Negara dalam rangka proses penyelesaian pengurusan piutang

54

negara atas barang jaminan atau sitaan milik penanggung utang,

dimana debitur tidak membayar utangnya kepada negara. Dasar

hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 49 Peraturan

Pemerintah Tahun 1960 tentang Panitia Pengurusan Piutang

Negara Lelang eksekusi PN.

b. Lelang Eksekusi Pengadilan Negeri (PN)/Pengadilan Agama

(PA)

Adalah lelang yang diminta oleh panitera PN/PA untuk

melaksanakan keputusan hakim pengadilan yang telah

berkekuatan pasti, khususnya dalam rangka perdata, termasuk

lelang hak tanggungan, yang oleh pemegang hak tanggungan

telah diminta fiat eksekusi kepada Ketua Pengadilan.

c. Lelang Barang Temuan dan Sitaan, Rampasan Kejaksaan atau

Penyidik

Adalah lelang yang dilaksanakan terhadap barang temuan

dan lelang dalam rangka acara pidana sebagaimana diatur dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang antara lain

meliputi lelang eksekusi barang yang telah diputus dirampas

untuk negara, termasuk dalam kaitan itu adalah lelang eksekusi

Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu

lelang barang bukti yang mudah rusak, busuk dan memerlukan

biaya penyimpanan tinggi.

d. Lelang Sita Pajak

55

Adalah lelang atas sitaan pajak sebagai tindak lanjut

penagihan piutang pajak kepada negara baik pajak pusat

maupun pajak daerah. Dasar hukum dari pelaksanaan lelang ini

adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997

e. Lelang Eksekusi Barang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

(Barang tak Bertuan)

Lelang ini dapat diadakan terhadap barang yang

dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasi Negara dan

barang yang menjadi milik Negara. Direktorat Bea dan Cukai

telah mengelompokkan barang menjadi tiga, yaitu barang yang

dinyatakan tidak dikuasi, barang yang dikuasai Negara dan

barang yang menjadi milik Negara. Lelang barang tak bertuan

dimaksudkan untuk menyebut lelang yang dilakukan terhadap

barang yang dalam jangka waktu yang ditentukan tidak dibayar

bea masuknya.

f. Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan

(UUHT)

Lelang eksekusi yang dilakukan berdasarkan Pasal 6

Undang-Undang Hak Tanggungan, yang memberikan hak

kepada pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual

sendiri secara lelang terhadap obyek hak tanggungan didasarkan

Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan.

g. Lelang Eksekusi Fidusia

56

Adalah lelang terhadap obyek fidusia karena debitur

cidera janji, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor

42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Parate eksekusi

fidusia, kreditur tidak perlu meminta fiat eksekusi dari Ketua

Pengadilan Negeri apabila akan menjual secara lelang barang

agunan kredit yang diikat fidusia, jika debitur cidera janji.

2. Lelang Non Eksekusi Wajib

Adalah lelang yang dilakukan dalam rangka penghapusan

barang milik/dikuasai negara adalah aset pemerintah pusat/daerah,

ABRI maupun sipil. Barang yang dimiliki negara adalah barang

yang pengadaannya bersumber dari dana yang berasal dari APBN,

APBD serta sumber-sumber lainnya atau barang yang nyatanyata

dimiliki negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku tidak termasuk kekayaan negara yang dipisahkan.

3. Lelang Sukarela

a. Lelang Sukarela/Swasta

Adalah jenis pelayanan lelang atas permohonan

masyarakat secara sukarela. Jenis pelayanan lelang ini sedang

dikembangkan untuk dapat bersaing dengan berbagai bentuk

jual beli individual/jual beli biasa yang dikenal dimasyarakat.

Lelang sukarela yang saat ini sudah berjalan antara lain lelang

barang-barang milik kedutaan/korps diplomatik, lelang barang

seni seperti karpet dan lukisan, lelang sukarela yang diadakan

oleh Balai Lelang.

57

b. Lelang Sukarela BUMN

Pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun

1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001

mengatur, bagi persero tidak berlaku Instruksi Presiden Nomor

9 Tahun 1970 tentang penjualan dan/atau pemindah tanganan

barang-barang yang dimiliki/dikuasai Negara, yang harus

melalui Kantor Lelang. (Sianturi, 2008 :57-58).

6. Prosedur Lelang

Prosedur lelang merupakan rangkaian perbuatan-perbuaatan yang

dilakukan sebelum lelang disebut prosedur persiapan lelang atau pra-

lelang, saat lelang dilaksanakan dan setelah lelang dilaksanakan.

prosedur pelaksanaan lelang dapat dibagi dalam 3 (tiga) tahap, yaitu :

a. Tahap pra-lelang atau tahap persiapan lelang

Persiapan lelang menyangkut mulai dari permohonan lelang,

penentuan tempat dan waktu lelang, penentuan syarat lelang,

pelaksanaan pengumuman, melakukan permintaan surat keterangan

tanah dan penyetoran uang jaminan pada tahap persiapan lelang.

b. Tahap pelaksanaan lelang

Tahap pelaksanaan lelang menyangkut penentuan peserta

lelang, penyerahan nilai limit, pelaksanaan penawaran lelang dan

penunjukan pembeli.

c. Tahap pasca lelang

58

Pasca lelang menyangkut pembayaran harga lelang, penyetoran

hasil lelang dan pemberian risalah lelang. (Sianturi, 2008 : 82-84)

7. Hapusnya Fidusia

Hapusnya fidusia sebagaimana diatur dalam bagian keempat

Undang-Undang tentang jaminan fidusia memberikan definisi sebagai

berikut :

Pasal 25 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan

Fidusia

1. Jaminan fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut:

a. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;

b. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia; atau

c. Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

2. Musnahnya Benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tidak

menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10

huruf b

3. Penerima fidusia memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran

Jaminan Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dengan melampirkan pernyataan mengenai

hapusnya utang, pelepasan hak, atau musnahnya benda yang menjadi

obyek jaminan fidusia tersebut

Pasal 26 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan

Fidusia

59

1. Dengan hapusnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal

25, Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia mencoret pencatatan jaminan

fidusia dari buku daftar fidusia.

2. Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia menerbitkan surat keterangan

yang menyatakan sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan tidak

berlaku lagi.

8. Ketentuan Pidana Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia

Pasal 35 Undang-Undang Jaminan Fidusia menerangkan bahwa :

“Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah,

menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan

secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu

pihak tidak melahirkan perjanjian jaminan fidusia, dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)

tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)

dan paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah)”.

Pasal 36 Undang-Undang Jaminan Fidusia menerangkan bahwa :

Pemberi fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan

benda yang menjadi obyek jaminan fidusia sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis

terlebih dahulu dari penerima fidusia, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,-

(lima puluh juta rupiah)

60

C. Tinjauan Umum Jaminan dalam Hukum Islam (Rahn atau Rungguhan)

1. Penerapan Jaminan Dalam Jual Beli Dalam Hukum Islam

Penerapan prinsip syari’ah dalam kegiatan perusahaan pembiayaan

berupa pembiayaan konsumen (Consumer Finance) berdasarkan

ketentuan Pasal 6 Peraturan Ketua Badan Pengawasan Pasar Modal dan

Lembaga Keuangan Nomor PER-03/BL/2007 tentang kegiatan

perusahaan berdasarkan prinsip syari’ah disebutkan bahwa pembiayaan

konsumen dilakukan berdasarkan Murabahah, Salam, dan Istishna’.

(Umam, 2010 : 45)

Jadi dalam melaksanakan kegiatanya perusahaana pembiayaan

yang mana menerapkan prinsip syari’ah menggunakan 3 (tiga) jenis akad

yaitu akan Murabahah, Sallam, dan Istishna’.

1. Kegiatan Perusahaan Pembiayaan berupa Pembiayaan Konsumen

Berdasarkan akad Murabahah.

Perusahaan pembiayaan yang memberikan pembiayaan

konsumen berdasarkan akad murabahah ini mempunyai hak antara

lain: Memperoleh pembayaran dari konsumen sesuai dengan

harganya secara angsuran sesuai yang diperjanjikan, mengambil

kembali obyek murabahah apabila konsumen sebagai pemmbeli

(musytari) tidak mampu membayar angsuran sebagaimana

diperjanjikan, dan menentukan penyedia barang (supplier) dalam

pembelian obyek murabahah. Perusahaan pembiayaan ini dimana ia

bertindak sebagai penjual (ba’i) mempunyai kewajiban antara lain:

Menyediakan obyek murabahah sebagaimana yang telah disepakati

61

dengan konsumen (musytari) dan menjaminkan obyek murabahah

tidak cacat dan dapat berfungsi dengan baik.

Dalam menyediakan obyek jaminan murabahah perusahaan

pembiayaan konsumen dapat mewakilkan pembelian barang

tersebut kepada konsumen berdasarkan prinsip wakalah, yaitu

perjaian (akad) dimana pihak yang memberi kuasa (muwakkil)

memberikan kuasa kepada pihak yang menerima kuasa (wakkil)

untuk melakukan tindakan atau perbuatan tertentu. Dalam hal

pembiayaan konsumen ini pihak yang diberi kuasa adalah konsumen

selaku pihak yang berkepentingan mendapatkan pembiayaan untuk

kepentingan konsumsi. Konsumen juga memiliki hak dan kewajiban

antara lain, yakni hak untuk memperoleh obyek murabahah dalam

keadaan baik dan siap untuk dioperasikan, kewajiban membayar

angsuran dan biaya-biaya lainya sesuai yang diperjanjikan dan

mengembalikan atau menitip jualkan obyek yang dibiayai. Obyek

murabahah harus memenuhi ketentuan paling kurang: dapat dinilai

dengan uang, dapat diterima oleh konsumen, tidak dilarang oleh

syariat Islam, dan spesifikasinya harus dinyatakan dengan jelas,

antara lain melalui identifikasi fisik, kelayakan, dan jangka waktu

pemanfaatannya. Secara konkret obyek Murabahah ini dapat berupa

kendaraan bermotor, rumah, barang-barang elektronik, alat-alat

rumah tangga bukan elektronik, dan barang konsumsi lainya.

Dalam hal pembiayaan konsumen menggunakan akad

murabahah diperbolehkan menghendaki adanya uang muka (‘urbun)

62

dari konsumen, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,

yaitu:

a. Perusahaan pembiayaan diperbolehkan meminta konsumen

untuk membayar uang muka (‘urbun) saat menandatangani

kesepakatan awal pemesanan.

b. Dalam hal konsumen menolak untuk membeli barang tersebut,

maka biaya riil perusahaan pembiayaan harus dibayar dari uang

muka (‘urbun) tersebut; dan

c. Dalam hal ini uang muka (‘urbun) lebih kecil dari kerugian yang

harus ditanggung oleh perusahaan pembiayaan, maka

perusahaan pembiayaan dapat meminta kembali sisa kerugianya

kepada konsumen.

d. Dalam akad murabahah pengakhiran transaksi juga dapat

dilakukan oleh konsumen sebelum jatuh tempo, asalkan

memenuhi ketentuan sebagai berikut: dalam hal konsumen

dalam akad murabahah melakukan pelunasan lebih cepat dari

waktu yang telah disepakati, perusahaan pembiayaan

diperbolehkan memberikan potongan dari kewajiban

pembayaran tersebut, asalkan tidak diperjanjikan dalam akad

murabahah dan besarnya potongan sebagaimana dimaksud

diserahkan kepada kebijakan dan pertimbangan perusahaan

pembiayaan yang memberikan pembiayaan konsumen.

63

Jadi secara singkat dapat dijelaskan bahwa murabahah

merupakan prinsip jual beli barang sebesar harga pokok barang

dengan ditambah margin keuntungan yang telah disepakati.

2. Kegiatan Perusahaan Pembiayaan berupa Pembiayaan Konsumen

Berdasarkan akad Salam.

Jadi dalam pelaksanaan kerja perusahaan pembiayaan

konsumen selain dapat melakukan akad murabahah perusahaan

pembiayaan konsumen juga dapat melakukan pembiayaan

konsumen dengan akad salam. Beberapa hal yang perlu diketahui

mengenai akad salam adalah dalam pelaksanaan transaksi salam,

wajib ditetapkan spesifikasi, waktu dan tempat baarang akan

diterima. Kemudian juga bahwa transaksi salam wajib didahului

dengan akad pembiayaan pengadaan barang pesanan antara

perusahaan pembiayaan dengan konsumen atas suatu produk yang

dikehendaki (pesanan). Adapun pemesanan barang pesanan tersebut

bersifat independent dan terepisah dengan akad salam yang

dilakukan perusahaan pembiayaan dan produsen.

Jadi akad salam merupakan jual beli barang dengan cara

pemesanan berdasarkan persyaratan dan kriteria tertentu sesuai

kesepakatan serta pembayaran tunai yang dilakukan dimuka.

3. Kegiatan Perusahaan Pembiayaan berupa Pembiayaan Konsumen

Berdasarkan akad Istishna’.

Perusahaan pembiayaan konsumen dapat melakukan

pembiayaan konsumen dengan akad murabahah, salam, dan

64

istishna’. Perusahaan pembiayaan dapat bertindak sebagai pembeli

untuk memesan kepada produsen sebagai pembuat (Shani’II) untuk

menyediakan obyek istishna’ dengan akad istishna’. Akad istishna’

dimaksud antara perusahaan pembiayaan dan produsen sebagai

pembuat (Shanni’II) bersifat independent dan terpisah dari akad

istishna’ antara perusaan pembiayaan dan konsumen. Akad istishna’

antara perusaan pembiayaan dan produsen sebagai pembuat

(shanni’II) harus dilakukan setelah akad istishna’ antara perusahaan

pembiayaan dan konsumen atau pemesan (mustashni’). Adapun hak

dan kewajiban yang melekat pada perusaan pembiayaan antara lain

adalah:

a. Memperooleh pembayaran dari konsumen atau pemesan

(mustashni’) sebesar harga jual barang secara angsuran sesuai

yang telah diperjanjikan.

b. Mengambil kembali obyek istishna’ apabila konsumen sebagai

pembeli atau pemesan (mustashni’) tidak mampu membayar

angsuran sebagaimana diperjanjikan.

c. Menentukan produsen sebagai pembuat (Shani’II) dalam

pemesanan obyek Istishna’.

d. Menyediakan obyek itishna’ sesuai dengan spesifikasi yang

telah disepakati bersama dengan konsumen sebagai pembeli

atau pemesan (Mustashni’).

e. Menjamin obyek istishna’ tidak cacat dan/atau tidak berfungsi.

65

Jadi akad istishna’ merupakan jual beli barang dalam bentuk

pemesanan pembuatan barang berdasarkan persyaratan tertentu,

kriteria dan pola pembayaran sesuai dengan kesepakatan. Melalui

akad ini kedua belah pihak bersepakat apakah pembayaaran akan

dilakukan dimuka, melalui angsuran, atau ditangguhkan sampai

waktu tertentu yang akan datang.

Dalam hal jual beli secara tidak tunai dengan menggunakan

jaminan sebagai peneguh kepercayaan sudah ada pada jaman

Rosululloh Saw. Sedangkan jaminan atau gadai dalam hukum Islam

dikenal dengan istilah Rahn.

Dan guna mendapatkan kepastian hukum dalam hal jual beli

secara tidak tunai juga harus dikuatkan dengan sebuah perjanjian

(akad). Akad (perjanjian) dijelaskan dalam ensiklopedi hukum Islam

dapat diartikan sebagai pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan)

dan kabul (pernyataan menerima ikatan) sesuai dengan kehendak

syariat (hukum) yang berpengaruh pada obyek perikatan. Semua

perikatan (akad) yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, tidak

boleh menyimpang dan harus sejalan dengan kehendak masing-

masing pihak dan sesuai dengan syariat. Hasan (2003 :101)

sedangkan para ahli Hukum Islam (jumhur ulama) memberikan

definisi akad sebagai “pertalian antara ijab dan qabul yang

dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap

obyeknya. (Dewi, 2005 :45).

66

2. Macam-Macam Aqad atau Perjanjian Dalam Hukum Islam

Macam-macam Perjanjian yaitu sebagai berikut :

a. Aqad munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu

selesainya akad. Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksanaan

akad ialah pernyataan yang tidak disertai dengan syarat-syarat dan

tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan setelah adanya akad.

Misalnya: seseorang mengatakan “saya jual sepeda kepada kawan

saya ini”, lalu dikabulkan oleh seorang lagi, maka berwujud akad,

serta memperoleh hukumannya pada waktu itu juga. Si pembeli

memiliki sepeda dan si penjual memiliki uang.

b. Aqad mu’alaq ialah akad yang di dalam pelaksanaannya terdapat

syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad. Misalnya: Si A

berkata kepada si B “jika aku jadi keluar negara maka engkaulah

menjadi wakilku”.

c. Aqad mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-

syarat mengenai penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan

yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan.

Perkataan ini sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum

mempunyai akibat hukum sebelum tibanya waktu yang telah

ditentukan. Misalnya: saya jual rumahku kepada anda dengan harga

sekian pada awal tahun depan. Kemudian pembeli mengatakan,

“saya terima”. (Suhendi, 2010 : 50)

67

3. Pengertian Gadai (al-rahn)

Menurut bahasa, gadai (al rahn) berarti al-tsubut dan alhabs yaitu

penetapan dan penahanan. Ada pula yang menjelaskan bahwa rahn

adalah terkurung atau terjerat. Menurut istilah syara’ ar-rahn terdapat

beberapa pengertian di antaranya:

1. Gadai adalah akad perjanjian pinjam meminjam dengan

menyerahkan barang sebagai tanggungan utang.

2. Gadai merupakan suatu barang yang dijadikan peneguh atau penguat

kepercayaan dalam hal utang-piutang

3. Akad yang obyeknya menahan harga terhadap sesuatu hak yang

mungkin diperoleh bayaran dengan sempurna darinya

4. Menjadikan suatu benda berharga dalam pandangan syara’ sebagai

jaminan atas hutang selama ada dua kemungkinan, untuk

mengembalikan uang itu atau mengambil sebagian benda itu.

5. Menjadikan harta sebagai jaminan hutang

6. Menjadikan zat suatu benda sebagai jaminan utang

7. Gadai ialah menjadikan harta benda sebagai jaminan atas hutang

8. Gadai adalah suatu barang yang dijadikan peneguh atau penguat

kepercayaan dalam utang piutang. (Suhendi, 2010: 105)

Jaminan atau rungguhan adalah suatu barang yang dijadikan

peneguh atau penguat kepercayaan dalam utang piutang. Barang itu

boleh dijual kalau hutang tidak dibayar, hanya penjualan itu hendaklah

dengan keadilan, dengan harga yang berlaku diwaktu itu. (Rasjid, 1994:

309). Jadi dalam hukum Islam sudah dikatakan dengan jelas bahwa

68

dalam hal debitur cidera janji atau tidak memenuhi prestasi maka obyek

jaminan bisa dijual dengan catatan prosess penjualanya harus berlaku

dengan adil.

4. Dasar Hukum Jaminan Dalam Hukum Islam

a. Al-Qur’an

فإن أمن بعضكم قبوضة ن م ۞وإن كنتم على سفر ولم تجدوا كاتبا فره

نته ٱؤتمن ٱلذيبعضا فليؤد وليتق ۥأم دة ول تكتموا ۥ ربه ٱلل من كتمها و ٱلشه

و لبهۥ ءاثم ق ۥ فإنه ٣٨٢بما تعملون عليم ٱلل

Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu`amalah tidak secara tunai)

sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada

barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi

jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah

yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah

ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (parasaksi)

menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang

menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa

hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Qs. Al-

Baqarah : 283.

b. Fatwa DSN MUI

Ketentuan hukum dalam Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang

Rahn adalah sebagai berikut:

Pertama: Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai

jaminan hutang dalam bentuk rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai

berikut;

Ketentuan Umum

1) Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan

marhun (barang) sampai semua hutang rahin (yang menyerahkan

barang) dilunasi.

69

2) Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya,

marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin

dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu

sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.

3) Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi

kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin,

sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi

kewajiban rahin.

4) Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh

ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

5) Penjualan marhun

a) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan Ranin

untuk segera melunasinya.

b) Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka

marhun dijual paksa atau dieksekusi melalui lelang sesuai

Syari’ah.

c) Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi hutang,

biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta

biaya penjualan.

d) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan

kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

70

BAB III

PROSEDUR EKSEKUSI OBYEK JAMINAN FIDUSIA

DI PT. FEDERAL INTERNASIONAL FINANCE KANTOR CABANG

KOTA SALATIGA

A. Pemberian Jaminan Secara Fidusia Oleh Debitur Kepada PT. Federal

Internasional Finance

Pemberian fasillitas kredit selalu membutuhkan adanya jaminan.

Dibutuhkannya jaminan dan agunan dalam pemberian fasilitas kredit adalah

semata-mata berorientasi untuk melindungi kepentingan kreditur agar biaya

yang telah diberikannya kepada debitur dapat dikembalikan sesuai dengan

jangka waktu yang telah ditentukan, dengan perkataan lain pihak kreditur atau

pemilik dana, terutama lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya jaminan

bagi pemberian kredit demi keamanan dana dan kepastian hukum. (Salim dkk.

2005:14).

Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang

berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya

bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang

tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan

utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. (Pasal 1 dan 2 Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999). Dalam hal pembiayaan konsumen melalui PT. Federal

Internasional Finance ini pihak debitur telah memberikan hak jaminan secara

fidusia kepada pihak kreditur dan sebagaimana selanjutnya pihak kreditur yaitu

71

PT. Federal Internasional Finance akan menjaminkan obyek jaminan melalui

fidusia guna mendapatkan kepastian atas keamanan obyek jaminan

pembiayaan.

B. Prosedur Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Di PT. Federal Internasional

Finance

Apabila didapati debitur tidak memenuhi prestasi yaitu debitur tidak

membayar angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati pada awal

perjanjian pembiayaan maka PT. Federal Internasional Finance akan

melakukan monitoring atau kunjungan kerumah atau tempat kediaman debitur

guna mendapatkan informasi atas keterlambatan angsuran dan tindakan

monitoring ini juga diharapkan bisa membatu debitur dalam hal melakukan

transaksi pembayaran angsuran apabila keterlambatan dikarenakan gangguan

pada stasiun-stasiun pembayaran dengan sistem elektronik. Kunjungan aktif

dilakukan oleh PT. Federal Internasional Finance melalui petugas lapangan

(Debtcollector) dari keterlambatan hari sampai dengan keterlambatan

bulan.{Wawancara dengan Bapak Wahyu Utomo selaku petugas lapangan

(Debtcollector)}.

Adapun bentuk umum wanprestasi yang terjadi pada PT Federal

International Finance (FIF) kota Salatiga adalah sebagi berikut :

1. Debitur telah lalai dan/atau gagal memenuhi satu atau lebih kewajibanya

sebagaimana ditentukan dalam perjanjian pembiayaan

2. Debitur mengalihkan obyek pembiayaan (unit) dengan berbagai cara

menggadaikan atau menyewakan barang jaminan kepada pihak lain tanpa

persetujuan tertulis dari pihak kreditur.

72

3. Debitur melakukan permohonan pembiayaan dengan atas nama pihak lain

guna mendapatkan fasilitas pembiayaan.

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan Bapak Teta selaku legal office

dari PT. Federal Internasional Finance kantor cabang kota Salatiga secara

singkat prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan sebelum pelaksanaan

eksekusi yang dilakukan oleh PT. Federal Internasional Finance terhadap

obyek jaminan yang berada dibawah kekuasaan debitur apabila debitur

wanprestasi dapat digambarkan sebagai berikut :

Adapun penjelasan dari masing-masing tahapan yang telah diuraikan di

atas dapat disampaikan sebagai berikut :

1. Monitoring melalui petugas lapangan (Debtcollector),

Adapun tujuan utama dalam hal monitoring yang dilakukan oleh

petugas lapangan (Debtcollector) dari PT. Federal Internasional Finance

sebagaimana telah disampaikan diatas yaitu guna mendapatkan informasi

atas keterlambatan angsuran dan tindakan monitoring ini juga diharapkan

Monitoring

Surat Pernyataan Kesanggupan dan Janji Bayar

Surat Peringatan (Somasi)

Suarat Panggilan Terahir (SPT)

Eksekusi Objek Jaminan Fidusia

73

bisa membatu debitur PT. Federal Internasional Finance dalam hal

melakukan transaksi pembayaran angsuran apabila keterlambatan

dikarenakan gangguan pada stasiun-stasiun pembayaran dengan sistem

elektronik selanjutnya monitoring juga difungsikan guna memantau

keberadaan obyek jaminan (unit).

2. Surat Pernyataan Kesanggupan dan Janji Bayar

Dalam hal ini surat pernyataan kesanggupan dan janji bayar akan

diberikan oleh petugas lapangan (Debtcollector) dari PT. Federal

Internasional Finance kepada debitur yang terlambat membayar angsuran

pada saat petugas lapangan melakukan kunjungan dan bertemu dengan

debitur secara langsung. Surat pernyataan kesanggupan dan janji bayar

diharapkan mendapatkan kepastian pembayaran atas keterlambatan

angsuran yang dilakukan oleh debitur .

Dalam surat pernyataan kesanggupan dan janji bayar dituliskan

secara jelas mengenai nama dari debitur , alamat debitur , nomor kontrak,

nomor polisi, serta type unit. Dengan format seperti ini diharapkan debitur

dari PT. Federal Internasional Finance bisa menepati janji atas Surat

Pernyataan kesanggupan dan Janji bayar yang telah dibuat bersama dengan

petugas dari PT. Federal Internasional finance. Dalam surat pernyataan

kesanggupan dan janji bayar juga dituliskan mengenai hari dan tanggal

kesanggupan bayar yang dijadikan pedoman waktu pembayaran oleh

debitur .

Dalam surat pernyataan kesanggupan dan janji bayar dituliskan

secara jelas mengenai nama dari debitur , alamat debitur , nomor kontrak,

74

nomor polisi, serta type unit. Dengan format seperti ini diharapkan debitur

bisa memenuhi janji atas surat pernyataan kesanggupan dan janji bayar

yang telah dibuat bersama dengan petugas dari PT. Federal Internasional

Finance. Dalam surat pernyataan kesanggupan dan janji bayar juga

dituliskan mengenai hari dan tanggal kesanggupan bayar yang dijadikan

pedoman waktu pembayaran oleh debitur .

Adapun contoh surat pernyataan kesanggupan dan janji bayar yang

digunakan PT. Federal Internasional Finance adalah sebagai berikut :

SURAT PENYATAAN KESANGGUPAN & JANJI BAYAR

FIFGROUP SALATIGA

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Alamat :

No. Kontrak :

No. Polisi :

Type Unit :

Dengan ini saya menyatakan dengan yang sebenarnya, bahwa saya

mempunyai tunggakan (wanprestasi) angsuran di FIFGROUP

sebanyak........... kali angsuran, untuk jatuh tempo

..............s/d............................................................. Adapun perincian

pembayaran yang harus diselesaikan yaitu :

Jumlah angsuran : Rp. ................. x .......................

Denda angsuraan : Rp. ..................

Total yang dibayarkan : Rp. ..................

75

Saya berjanji dan bersedia membayar kewajiban tersebut paling

lambat hari .............., Tanggal .............................. dan pembayaran

akan saya lakukan dikantor FIFGROUP Cabang Salatiga / POS FIF-

Ungaran / POS FIF-Boyolali / sesuai dengan perjanjian yang telah

disepakati sebelumnya.

Dan apabila pada tanggal tersebut tidak ada pembayaran sesuai yang

telah disebutkan diatas, maka dengan sukarela barang jaminan (Mobil

/ Sepeda motor / Elektronik / furniture) akan diserahkan / diambil oleh

pihak FIFGROUP.

Demikian surat ini saya buat dengan sadar dan tanpa ada paksaan dari

pihak manapun. Apabila saya ingkar janji, maka saya siap diproses

sesuai hukum yang berlaku di Indonesia (UU. Jaminan Fidusia) yang

telah saya tanda tangani dan sepakati pada saat awal perjanjian

kontrak pembiayaan ini.

Adapun isi dari Pasal-Pasal tersebut adalah :

Pasal 5 : Wanpreestasi

Penerima fasilitas atau pemberi jaminan setuju dan mengikatkan diri

kepada pemberi fasilitas dan atau kuasanya mengenai terjadinya /

keadaan wanprestasi dengan lewatnya waktu yang telah cukup

membuktikan dengan terjadinya salah satu / lebih keadaan sebagai

berikut :

1. Penerima fasilitas lalai dan / atau tidak dan / atau gagal memenuhi

satu atau lebih kewajiban sebagaimana ditentukan dalam perjanjian

ini dan / atau perjanjian pemberian jaminan fidusia.

76

2. Penerima fasilitas tidak / lalai melakukan pembayaran angsuran

hutang pembiayaan pada tanggal jatuh tempo angsuran.

Pasal 6 : Ketentuan Pidana

1. Penerima fasilitas dilarang mengalihkan dengan cara apapun,

menggadai / menyewakan barang jaminan kepada pihak lain

kecuali dengan persetujuan tertulis dari pemberi fasilitas.

2. Perbuatan pengalihan dengan cara apapun, menggadai/

menyewakan barang jaminan kepada pihak lain tanpa persetujuan

tertulis dari pemberi fasilitas merupakan perbuatan pidana dan

dapat dipidanakan.

...............................................

Yang menyatakan, Yang Menyaksikan,

(.............................) (..................................)

3. Surat Peringatan (Somasi)

Surat peringatan (Somasi) diberikan kepada debitur oleh PT.

Federal Internasional Finance apabila debitur tidak memenuhi prestasi

atau tidak memberikan angsuran pembayaran setelah jatuh tempo. Surat

peringatan (Somasi) yang diberikan oleh PT. Federal Internasional

Finance kepada debitur ini diberikan sebanyak tiga kali yang meliputi :

a. Surat peringatan pertama ( Somasi 1 )

b. Surat peringatan ke-dua (Somasi 2) dan

77

c. Surat peringatan ke-tiga (Somasi 3)

Surat Peringatan (somasi) ini pertama kali diberikan atas dasar

keterlambatan angsuran, keterlambatan angsuran yang dikenakan dengan

surat peringatan pertama (Somasi satu) ini tidak ditentukan lama waktu

keterlambatan angsuran melainkan persoalan terhadap itikad dari debitur

berdasarkan hasil dari monitoring yang dilakukan petugas lapangan dari

PT. Federal Internasional Finance kantor cabang kota salatiga yaitu

petugas (debdebtcollector) yang turun secara langsung melakukan

kunjungan ketempat kediaman debitur . Surat peringatan (Somasi) ini

diharapkan bisa menjadikan perhatian dan sekaligus peringatan kepada

debitur untuk melaksanakan pembayaran.

Dalam bagian awal surat peringatan (Somasi) ini telah disebutkan

secara jelas mengenai nomor kontak pembiayaan, serta tanggal

diberikanya surat peringatan (Somasi) kepada debitur . Nomor kontrak

ditulis guna memperjelas bahwa nomor kontrak tersebut benar-benar

nomor kontrak debitur yang diberikan surat peringatan (Somasi) Serta

tanggal dijadikan pedoman bahwasanya sampai dengan tanggal

dikirimkanya surat peringatan tersebut yang mana tanggal pengiriman

somasi tersebut merupakan tanggal setelah jatuh tempo atau batas ahir dari

pembayaran angsuran. Surat peringatan (Somasi dua) diberikat setelah

batas ahir dari somasi satu, begitu seterusnya sampai dengan Surat

peringatan (somasi tiga).

Adapun format surat peringatan (Somasi) yang digunakan PT. Federal

Internasional Finance sebagai berikut :

78

PT. FEDERAL INTERNASIONAL FINANCE

CABANG SALATIGA

Nomor : .................................................

Tanggal : .................................................

Perihal : Surat Panggilan Penyelesaian Tunggakan Angsuran

Kepada Yth,

Saudara/i : ...............................................

Alamat : ...............................................

No. Kontrak : ...............................................

Dengan hormat,

Menunjuk kepada nomor kontrak diatas, dengan ini kami tegaskan

kembali bahwa sampai dengan dibuatnya surat ini, kami belum

menerima pembayaran angsuran hutang dari saudara/i dengan data

sebagai berikut :

Angsuran ke : ...................................................

Jatuh tempo : ...................................................

Angsuran : ...................................................

Tunggakan angsuran : ...................................................

Hari terlambat (OD) : ...................................................

Denda tunggakan : Terhitung dari jatuh tempo keterlambatan (5

permil perhari keculi MPF)

79

Untuk itu kami mengharap kehadiran saudara/i guna menyelesaikan

tunggakan angsuran tersebut diatas selambat-lambatnya pada :

Hari / tanggal : ..................................................

Pukul : Senin s/d Jumat : 09.00 s/d 15.00 WIB

Sabtu : 09.00 s/d 11.30 WIB

Tempat : PT. FEDERAL INTERNASIONAL FINANCE

Menemui : Bagian Angsuran

Kami sangat berharap agar panggilan ini tidak diabaikan dan atau

segera melaksanakan pembayaran tunggakan.

Apabila saudara/i tidak mengindahkan Surat Peringatan ini, Maka

kami menganggap saudara/i sudah siap dengan konsekuensi yang

timbul berupa pengambilan barang jaminan/penyelesaian melalui

jalur hukum.

Apabila pada saat diterimanya surat ini, saudara/i telah melakukan

pembayaran angsuran sebagaimana tersebut diatas, mohon

mengkonfirmasikan kepada kami dan surat ini dianggap tidak pernah

ada.

Demikian surat ini kami sampaikan, dan terimakasih atas perhatian

dan kerjasamanya.

Hormat Kami,

PT. FIF GROUP

Bagian Angsuran

80

4. Surat Panggilan Terahir (SPT)

Surat panggilan terahir akan diberikan oleh PT. Federal

Internasional Finance kepada debitur yang telah mendapatkan surat

peringatan ke-tiga (Somasi 3) untuk menyelesaikan permasalahan

tunggakan angsuran, masih diharapkan itikad baik dari debitur dengan

dikirimkanya surat panggilan terahir ini untuk bisa menunaikan

kewajibanya membayar angsuran. Surat panggilan terahir (SPT) ini

diharapkan untuk memanggil debitur guna dilakukan musyawarah untuk

mencari mufakat antara ke-dua belah pihak dalam hal ini pihak PT. Federal

Internasional Finance dengan debitur guna mendapatkan penyelesaian

persoalan keterlambatan angsuran secara persuasif.

Dalam hal melakukan musyawarah antara PT. Feederal Internasional

Finance dengan debitur yang terlambat melakukan angsuran, pihak

perusahaan tetap memperhatikan alasan-alasan keterlambatan angsuran,

jika keterlambatan angsuran dikarenakan dari faktor musibah pihak

perusahaan akan memberikan toleransi dengan memberikan tenggang

waktu tambahan kepada debitur untuk melakukan kewajibanya membayar

angsuran dan obyek jaminan dalam hal ini tetap dibawah kekuasaan

debitur atau perusahaan tidak melakukan penahanan obyek jaminan (unit)

dalam pemberian tenggang waktu dari hasil kesepakatan dari musyawarah

antara perusahaan dengan debitur tersebut diatas.

81

5. Eksekusi Terhadap Obyek jaminan Fidusia oleh PT. Federal

Internasional Finance.

Apabila langkah-langkah persuasif yang dilakukan oleh PT. Federal

Internasional Finance tidak memdapatkan hasil yang lebih baik atau dalam

hal ini debitur tetap tidak menjalankan kewajibanya maka perusahaan

akan melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan dan melakukan

penjualan obyek jaminan melalui pelelangan umum, karena jika debitur

telah cidera janji atau tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah

ditentukan dalam perjanjian awal pembiayaan maka debitur telah

dinyatakan wanprestasi. Jika terjadi wanprestasi, maka harus ada suatu

langkah hukum yang dilakukan sehingga pihak yang dirugikan bisa

mendapatkan kembali haknya.

Dan dalam hal ini guna mendapatkan kembali haknya PT. Federal

Internasional Finance akan mengambil kekurangan angsuran dari hasil

penjualan obyek jaminan dari pelelangan umum dan mengembalikan sisa

penjualan setelah dipotong dengan kekurangan angsuran kepada debitur .

Dan adapun dokumen yang digunakan dalam hal melakukan penarikan

obyek jaminan dalam hal ini PT. Federal Internasional Finance

melampirkan sertifikat jaminan fidusia dan surat kuasa dari debitur yang

diberikan kepada PT. Federal Internasional Finance untuk melakukan

penjualan atas obyek jeminan melalui pelelangan umum.

82

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Yuridis Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Di PT. Federal

Internasional Finance Menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia.

Eksekusi obyek jaminan fidusia diatur dalam Pasal 29 sampai dengan

Pasal 34 Undang-Undang Jaminan Fidusia dan dalam Pasal 29 Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999, diatur ada 3 (tiga) cara eksekusi benda

jaminan fidusia, yaitu :

1. Pelaksanaan titel eksekusi sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2)

yang dilakukan oleh penerima fidusia dalam hal ini adalah pihak

kreditur. Dalam sertifikat jaminan fidusia yang diterbitkan Kantor

Pendaftaran Jaminan Fidusia dicantumkan kata-kata “Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” sertifikat jaminan fidusia ini

memikiki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan

yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Yang dimaksud kekuatan

eksekutorial adalah langsung dapat melakukan penjualan tanpa harus

melalui pengadilan. Dengan demikian ini pelaksanaan titel eksekusi

dapat dilaksanakan apabila debitur telah cidera janji dan debitur

memiliki sertifikat jaminan fidusia yang mencantukan kata “Demi

Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

2. Penjualan atas obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia

sendiri melalui pelelangan umum.

83

Jadi apabila debitur telah cidera janji dan PT. Federal Internasional

Finance pembiayaan telah memiliki sertifikat jaminan fidusia maka PT.

Federal Internasional Finance dapat melakukan penjualan obyek

jaminan fidusia melalui pelelangan umum guna mendapatkan

pelunasan atas hutangnya.

3. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan

pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat

diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

Adapun syarat penjualan atas obyek jaminan fidusia dengan cara

melakukan penjualan dibawah tangan ini terdapat 3 (tiga) syarat yang

harus dipenuhi yaitu :

a. Adanya kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan

cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi,

b. Setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara

tertulis oleh pemberi dan atau penerima fidusia kepada pihakpihak

berkepentingan.

c. Diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di

daerah yang bersangkutan.

Apabila upaya-upaya persuasif atau langkah musyawarah yang

ditempuh PT. Federal Internasional Finance dengan debitur tidak

mendapatkan mufakat maka PT. Federal Internasional Finance akan

melakukan penarikan terhadap obyek jaminan fidusia dengan berdasarkan

pada sertifikat jaminan fidusia dan surat kuasa dari debitur untuk

memberikan kuasa kepada pihak kreditur untuk melakukan penjualan

84

terhadap obyek jaminan melalui pelelangan umum dan dalam hal ini PT.

Federal Internasional Finance akan mengembalikan sisa dari hasil penjualan

obyek jaminan (unit) setelah dipotong sisa hutang atau jumlah angsuran

yang belum dibayarkan oleh debitur .

Jadi berdasarkan dari ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42

Tahun 1999 tersebut di atas dapat diketahui bahwa eksekusi obyek jaminan

fidusia yang dilakukan oleh PT. Federal Internasional Finance terhadap

obyek jaminan fidusia yang berada di bawah kekuasaan debitur apabila

debitur telah dinyatakan wanprestasi dengan cara melakukan penjualan atas

obyek jaminan fidusia melalui pelelangan umum telah sesuai dengan

amanat yang tertuang dalam Pasal 29 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor

42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia yang mengatakan bahwa “Penjualan

atas obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui

pelelangan umum”.

Pasal 30 “Pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi

obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan

Fidusia”

Jadi dalam hal pemberi fidusia (debitur ) tidak menyerahkan benda

yang menjadi obyek jaminan fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan,

penerima fidusia dalam hal ini PT. Federal Internasional Finance berhak

mengambil benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dan apabila perlu

dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.

Pasal 31 “Dalam hal benda yang obyek jaminan fidusia terdiri atas

benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa,

85

penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Jadi dalam hal benda yang menjadi obyek jamiman fidusia terdiri atas

benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa,

penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 32 “Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap benda

yang menjadi obyek jaminan fidusia dengan cara yang bertentangan

dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam PASAL 29 dan Pasal 31,

batal demi hukum.”

Pasal 33 “Setiap janji yang memberikan kewenangan kepada

penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi obyek jaminan fidusia

apabila debitur cidera janji, batal demi hukum.”

Pasal 34 “Dalam hal eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima

fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia

dan apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur

tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar”.

Dalam hal ini PT. Federal Internasional Finance akan mengembalikan

sisa dari hasil penjualan obyek jaminan (unit) setelah dipotong sisa hutang

atau jumlah angsuran yang belum dibayarkan oleh debitur jika terdapat

kelebihan dari hasil penjualan dan tetap meminta kepada debitur untuk

memenuhi semua kekurangan hutang jika penjualan unit tidak mencukupi

untuk membayar sisa hutang dari debitur . Dan selanjutnya PT. Federal

Internasional Finance akan melaporkan telah hapusnya fidusia kepada pihak

86

Notaris guna selanjutnya notaris akan melaporkan ke Kantor Pendaftaran

Jaminan Fidusia bahwa jaminan atas obyek tersebut telah hapus karena

hapusnya utang-piutang. Adapun ketentuan Undang-Undang Nomor 42

tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia mengenai hapusnya fidusia diatur

dalam Pasal 25 dan Pasal 26 yang mengatakan bahwa :

Pasal 25 “Jaminan fidusia hapus karena hapusnya utang yang

dijamin dengan fidusia, pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima

fidusia atau musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia,

musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tidak menghapuskan

klaim asuransi dan penerima fidusia memberitahukan kepada Kantor

Pendaftaran Jaminan Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan melampirkan pernyataan

mengenai hapusnya utang, pelepasan hak, atau musnahnya benda yang

menjadi obyek jaminan fidusia tersebut.

Jadi dalam hal hapusnya utang piutang dan selanjutnya PT. Federal

Internasional Finance melakukan pelaporan mengenai hapusnya fidusia ke

Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia melalui notaris merupakan ketentuan

dari Pasal 25 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan

Fidusia.

Pasal 26 “ Dengan hapusnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 25, Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia mencoret pencatatan

jaminan fidusia dari buku daftar fidusia dan Kantor Pendaftaran Jaminan

Fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan sertifikat jaminan

fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi.

87

Jadi setelah dilaporkanya hapusnya fidusia oleh PT. Federal

Internasional Finance melalui notaris ke Kantor Pendaftaran Jaminan

Fidusia maka Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia akan menerbitkan surat

keterangan bahwan sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan sudah

tidak berlaku lagi dan sewaktu-waktu surat keterangan tersebut bisa diambil

oleh PT. Federal Internasional Finance kepada Notaris jika pembeli obyek

jaminan (Unit) melalui lelang menginginkan surat keterangan tersebut.

B. Tinjauan Yuridis Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Di PT. Federal

Intenasional Finance Menurut Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002

Tentang Rahn

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang

berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya

bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak

tanggungan. Sedangkan menurut hukum Islam jaminan atau rungguhan

adalah suatu barang yang dijadikan peneguh atau penguat kepercayaan

dalam utang piutang.

Dalam hukum Islam juga telah mengatur mengenai jual beli secara

tidak tunai dengan dibutuhkan peneguh atau penguat kepercayaan agar tidak

terjadi suatu hal yang tidak diinginkan atau dengan kata lain wanprestasi

dalam hal pelaksanaan jual beli, hal ini diharapkan bisa menjadikan jual beli

88

sebagai hal yang bermanfaat untuk kedua belah pihak (penjual dan

pembeli), pada masa Rosululloh Saw memang belum mengatur mengenai

fidusia, karena pada masa Rosululloh hukum yang dipakai adalah hukum

Islam sedangkan hukum fidusia lahir dan berlaku pada era modern seperti

pada saat ini.

Dalam hal menjaminkan obyek pembiayaan konsumen dengan

jaminan fidusia dalam pembiayaan konsumen menurut hukum Islam yang

dilakukan oleh PT. Federal Internsaional Finance guna mendapatkan

kepastian hukum atas obyek pembiayaan yang berada di bawah kekuasaan

debitur sebagaimana disampaikan dalam Qs Al-baqarah 283 yang berbunyi

فإن أمن بعضكم بعضا قبوضة ن م ۞وإن كنتم على سفر ولم تجدوا كاتبا فره

نتهۥ وليتق ٱلل دة ومن كتمها فإنهۥ ءاثم فليؤد ٱلذي ٱؤتمن أم ربهۥ ول تكتموا ٱلشه

بما تعملون عليم ٣٨٢قلبهۥ وٱلل

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai)

sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis. Maka hendaklah ada

barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang) akan tetapi

sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain. Maka hendaklah yang

dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia

bertakwa kepada Allah Tuhannya., dan janganlah kamu (para saksi)

menyembunyikan persaksian dan barang siapa yang menyembunyikannya,

maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya, dan Allah

maha mengetahui apa yang kamu kerjakan’’ (Al-Baqarah:283)

Sejalan dengan amanat yang tertuang dalam Qs. Al-baqarah ayat 283

di atas yang mana telah mengatakan secara jelas bahwa dalam hal

melakukan transaksi jual beli secara tidak tunai maka diperbolehkan dengan

menggunakan jaminan sebagai peneguh atau penguat keparcayaan dengan

bunyi “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai)

sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis. Maka hendaklah ada

89

barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang) akan tetapi

sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain”. Jadi dalam hal

menjaminan obyek pembiayaan dengan jaminan fidusia yang dilakukan

oleh PT. Federal Internasional Finance dalam transaksi pembiayaan

konsumen menurut hukum Islam berdasarkan dari amanat Qs. Al-baqarah

283 telah diperbolehkan.

Dalam amanat Qs. Al-baqarah 283 juga memberikan perintah kepada

pihak yang dipercayai untuk menunaikan kewajibanya, dalam hal ini adalah

pihak debitur sebagai penerima fasilitas pembiayaan untuk melakukan

kewajibanya dalam hal membayar angsuran (hutang). Selanjutnya dalam

Qs. Al-baqarah 283 juga memberikan larangan kepada para saksi untuk

menyembunyikan persaksianya. “Maka hendaklah yang dipercayai itu

menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada

Allah Tuhannya., dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan

persaksian dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka

sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya, dan Allah maha

mengetahui apa yang kamu kerjakan’’

Jadi dalam hal ini juga dibutuhkan saksi guna menyaksikan akad jual

beli secara tidak tunai dengan menggunakan jaminan sebagai peneguh

kepercayaan dan saksi harus tetap konsisten dengan apa yang dialihat atau

tidak boleh menyebunyikan persaksianya.

Eksekusi obyek jaminan fidusia adalah penyitaan dan penjualan

obyek jaminan fidusia oleh penerima fidusia apabila debitur sebagai

pemberi fidusia cidera janji. Dan dalam hal melaksanakan transaksi

90

pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh PT. Federal Internasional

Finance apabila telah didapati debitur atau pemberi fidusia telah

wanpreatasi PT. Federal Internasional finance tetap akan melakukan

penarikan terhadap obyek jaminan fidusia. Eksekusi obyek jaminan fidusia

apabila debitur wanprestasi menurut hukum Islam diperbolehkan

sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 5 Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002

tentang Rahn.

Adapun langkah-langkah eksekusi obyek jaminan fidusia menurut

hukum Islam terhadap obyek jaminan yang berada dibawah kekuasaan

debitur apabila debitur wanprestasi secara tekhnis sama dengan langkah-

langkah yang dilakukan PT. Federal Internasional Finance dalam hal

melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia yang berada dibawah

kekuasaan debitur , yaitu dengan cara melakukan upaya-upaya persuasif

terlebih dahulu, apabila upaya-upaya persuasif atau langkah musyawarah

yang ditempuh PT. Federal Internasional Finance dengan debitur tidak

mendapatkan mufakat maka PT. Federal Internasional Finance akan

melakukan penarikan terhadap obyek jaminan fidusia dengan berdasarkan

pada sertifikat jaminan fidusia dan surat kuasa dari debitur untuk

memberikan kuasa kepada pihak kreditur untuk melakukan penjualan

terhadap obyek jaminan melalui pelelangan umum dan dalam hal ini PT.

Federal Internasional Finance akan mengembalikan sisa dari hasil penjualan

obyek jaminan (unit) setelah dipotong sisa hutang atau jumlah angsuran

yang belum dibayarkan oleh debitur .

91

Eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia yang dilakukan oleh PT.

Federal Internasional Finance terhadap obyek jaminan fidusia yang berada

dibawah kekauasaan debitur apabila debitur wanprestasi menurut hukum

Islam telah diatur dalam Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn.

Adapun peraturan mengenai eksekusi obyek jaminan fidusia dalam

pembiayaan konsumen terhadap pembiayaan konsumen telah diatur di

dalam Pasal 5 Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn yang

mengatakan bahwa :

a. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan Ranin untuk

segera melunasinya.

Dalam hal ini murtahin atau PT. Federal Internasional Finance

akan memperingatkan kepada Ranin (debitur ) dalam jatuh tempo

pembayaran melalui petugas lapangan (debtcollector) dengan cara

melakukan kunjungan-kunjungan langsung ke tempat kediaman Ranin

(debitur ). Dan dalam hal ini PT. Federal Internasional Finance malalui

petugas lapangan akan memberikan surat peringatan kepada Ranin

(debitur ) apabila Ranin (debitur ) tersebut tidak menunaikan

kewajibanya, Surat peringatan yang diberikan oleh murtahin (kreditur)

kepada Ranin (debitur ) meliputi surat peringatan pertama (Somasi 1),

surat peringatan ke-dua (Somasi 2) dan Surat peringatan ke-tiga

(Somasi 3). Apabila Ranin (debitur ) tetap tidak menghiraukan surat

peringatan yang ke-tiga maka murtahin (kreditur) akan memberikan

surat panggilan terahir (SPT) kepada Ranin (debitur ) guna dilakukan

musyawarah, dan apabila tidak didapatkan mufakat dari musyawarah

92

yang dilakukan oleh murtahin (kreditur) dalam hal ini adalah PT.

Federal Internasional Finance bersama Ranin (debitur ) maka murtahin

(kreditur) akan melakukan eksekusi obyek jaminan fidusia melalui

pelelangan umum.

b. Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka marhun

dijual paksa atau dieksekusi melalui lelang sesuai Syari’ah.

Eksekusi obyek jaminan fidusia dengan melakukan penjualan

terhadap obyek jaminan fidusia melalui pelelangan umum yang

dilakukan oleh murtahin dalam hal ini PT. Federal Internasional

Finance terhadap obyek pembiayaan yang berada dibawah kekuasaan

Ranin (debitur ) apabila Ranin (debitur ) wanprestasi sebagaimana telah

diperbolehkan sesuai dengan Pasal 5 huruf b Fatwa DSN 25/DSN-

MUI/III/2002 tentang Rahn.

c. Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya

pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya

penjualan.

Mengenai hasil penjualan terhadap obyek jaminan fidusia ini

murtahin atau dalam hal ini PT. Federal Internasional Finance akan

mengambil hasil penjualan dari obyek jaminan guna melunasi hutang

atau angsuran yang belum dibayarkan oleh Ranin (debitur ).

d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya

menjadi kewajiban rahin.

Mengenai kelebihan dari hasil penjualan atas obyek jaminan

fidusia ini murtahin atau dalam hal ini PT. Federal Internasional

93

Finance tetap konsisten untuk mengembaikan sisa penjualan setelah

dipotong hutang yang belum dibayarkan oleh Ranin (debitur ) kepada

murtahin (kreditur).

Jadi dapat dipahami bahwa berdasarkan ketentuan dari Pasal 5 Fatwa

DSN 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn eksekusi terhadap obyek

jaminan fidusia yang dilakukan oleh PT. Federal Internasional Finance

terhadap obyek jaminan fidusia yang berada dibawah kekuasaan debitur

menurut hukum Islam diperbolehkan. Pendapat yang sama dengan

penelitian ini dalam hal memperbolehkan melakukan eksekusi obyek

jaminan menurut hukum Islam telah disampaikan oleh Rasjid Sulaiman,

yang mengemukakan dahwa “menurut hukum Islam Jaminan atau

rungguhan adalah suatu barang yang dijadikan peneguh atau penguat

kepercayaan dalam utang piutang. Barang itu boleh dijual kalau hutang

tidak dibayar, hanya penjualan itu hendaklah dengan keadilan, dengan

harga yang berlaku diwaktu itu”. Rasjid (1994: 309).

BAB V

PENUTUP

94

A. Kesimpulan

1. Prosuder eksekusi obyek jaminan fidusia yang dilakukan PT. Federal

Internasional Finance apabila didapati debitur wanprestasi sebelum

melakukan penarikan terhadap obyek jaminan (Unit) PT. Federal

Internasional Finance melakukan langkah-langkah persuasif terlebih

dahulu. Adapun upaya-upaya persuasif yang dilakukan oleh PT. Federal

Internasional Finance adalah dengan melakukan monitoring, memberikan

surat peringatan (Somasi) diberikan berturut-turut selama tiga kali, dan

surat peringatan terahir (SPT). Selanjutnya jika upaya persuasif tidak

mendapatkan solusi maka PT. Federal Internasional Finance akan

melakukan penjualan atas obyek jaminan melalui pelelangan umum.

2. Eksekusi atas obyek jaminan fidusia oleh PT. Federal Internasional

Finance dengan cara melakukan penjualan obyek jaminan fidusia melalui

pelelangan umum telah sesuai dengan Pasal 29 ayat 1 huruf b Undang-

Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

3. Eksekusi obyek jaminan fidusia oleh PT. Federal Intenasional Finance

apabila debitur wanprestasi menurut menurut Fatwa Dewan Syari’ah

Nasional siperbolehkan ksesuai dengan Pasal 5 huruf b dan c Fatwa DSN

25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn.

B. Saran

95

1. Hendaknya PT. Federal Internasional Finance dalam hal melakukan

eksekusi obyek jaminan fidusia dengan cara melakukan penjualan

dibawah tangan agar debitur tidak dikenakan biaya pelelangan umum.

2. Hendaknya PT. Federal Internasional Finance melakukan sosialisasi

terhadap hukum jaminan fidusia agar masyarakat lebih memahami tentang

jaminan fidusia dengan segala resiko dalam hal menjaminkan obyek

pembiayaan melalui jaminan fidusia.

Daftar Pustaka

96

Sumber Buku

Depertemen Agama RI. 2008. Al Qur’an dan Terjemahannya. Bandung:

Diponegoro

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Ashshofa, Burhan. 2013. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Moleong, j, Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Ruslan, Rosady. 2010. Metode penelitian Public Relations dan Komunikasi.

Jakarta: PT. RAHAJA GRAFINDO Persada.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Peneltian Hukum, Universitas Indonesia (UI)

Press : Jakarta.

Salim H.S. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan Indonesia,Jakarta : Raja

Grafindo Persada.

Mariam Darus Badrulzaman, 1987. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: Citra

Aditya Bakti.

M.Bahsan. 2005. Giro dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia.Jakarta: PT.Raja

Grafindo.

Subekti. 1997. Hukum Acara Perdata.Bandung: PT.Bina Cipta.

Sudikno. 1993. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: PT. Liberty.

Purnama Tiora Sianturi, 2008. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang

Tidak Bergerak Melalui Lelang. Bandung : CV. Mandar Maju.

Hendi Suhendi. 2010. Fiqih Muamalat.Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Rasjid Sulaiman. 1994. Fiqh Islam. Bandung: PT. Sinar Baru Algosindo.

Ali Hasan, 2003. Berbagai macam Transaksi dalam Islam (fiqih Muamalat).

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Gemala Dewi, 2005. Hukum Perikatan di Indonesia. Jakarta: PT. Pranata Media.

D.Y. Witanto, 2015. Hukum Jaminan Fidusia Dalam Pembuayaan Konsumen.

Bandung: Mandar Maju.

Tan Kamello, 2014. Hukum Jaminan Fidusia Suatu kebutuhan Yang Didambakan.

Bandung. PT. Alumni.

97

Sumber Iternet

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_42_99.htm.

http://kbbi.web.id/Rungguhan

https://www.youtube.com/watch?v=otjmkf3CX_o.Tutorial pendaftaran fidusia

https://www.google.com/search?q=PMK+nomr+fidusia&oq=PMK+nomr+fidusia

&gs_l=psy-

ab.3..33i160k1.3664.14665.0.16359.16.16.0.0.0.0.136.312.15j1.16.0....0...1.1.64.p

sy-ab..0.16.1296...0j0i131k1j0i67k1j0i13k133i21k1.SdHK1MG5MLU Tentang

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012

http://irmadevita.com/2016/pembahasan-pp-no-21-tahun-2015-tentang-tata-cara-

pendaftaran-jaminan-fidusia-dan-biaya-ajf-serta-dampaknya-bagi-notaris/Tentang

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tentang tatacara dan biaya

pendaftaran fidusia.

http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan-Perundangan/Undang-Undang/undang-

undang-nomor-2-tahun-2014-4281Tentang Undang-Undang Jabatan Notaris.

https://mujahidinimeis.wordpress.com/2010/05/03/fatwa-dsn-rahn-gadai/Fatwa

DSN 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn.

https://www.youtube.com/watch?v=bS96Ypw6c7E.

http://sinovik.menpan.go.id/index.php/site/details/92. Detil Inovasi Ditjen AHU

Sumber Informan

Wawancara dengan Bapak Wahyu Utomo, petugas debtcollector : PT. Federal

Internasional Finance Kantor cabang Kota Salatiga

Wawancara dengan Bapak Teta, Petugas legal office : PT. Federal Internasional

Finance Kantor Cabang Kota Salatiga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

98

NOMOR 42 TAHUN 1999

TENTANG

JAMINAN FIDUSIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:

a. Bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha

atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan dadanya ketentuan hukum

yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan;

b. Bahwa jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai

saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam

peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif;

c. Bahwa untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu

pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu

memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka

perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai Jaminan fidusia dan

jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran fidusia;

d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b,

dan c dipandang perlu membentuk Undang-undang tentang Jaminan fidusia.

Mengingat:

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1). dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan Persetujuan:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG JAMINAN FIDUSIA,

BAB I

99

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

2. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang

berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya

bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana

dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia,sebagai

agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang

diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.

3. Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran

4. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang

berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak

terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat

dibebani hak tanggungan atau hipotek.

5. Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda

yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

6. Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang

mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia.

7. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam

jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia atau mata uang lainnya, baik

secara langsung maupun kontinjen.

8. Kreditor adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau

undang-undang.

9. Debitor adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-

undang.

10. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

BAB II

100

RUANG LINGKUP

Pasal 2

Undang-undang ini berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk

membebani Benda dengan Jaminan Fidusia.

Pasal 3

Undang-undang ini tidak berlaku terhadap:

a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang

peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas

benda-benda tersebut wajib didaftarkan;

b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh)

M3 atau lebih;

c. Hipotek atas pesawat terbang; dan

d. Gadai

BAB III

PEMBEBANAN, PENDAFTARAN,PENGALIHAN, DAN HAPUSNYA

JAMINAN FIDUSIA.

Bagian Pertama

Pembebanan Jaminan Fidusia

Pasal 4

Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang

menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.

Pasal 5

1. Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam

bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia.

2. Terhadap pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

101

Pasal 6

Akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 sekurang-kurangnya

memuat:

a. identitas pihak Pemberi dan Penerima fidusia;

b. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

c. uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia;

d. nilai penjaminan; dan

e. nilai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

Pasal 7

Utang yang pelunasannya dijamin dengan fidusia dapat berupa:

a. utang yang telah ada;

b. utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam

jumlah tertentu; atau

c. utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan

perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.

Pasal 8

Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima Fidusia atau

kepada kuasa atau wakil dari Penerima Fidusia tersebut.

Pasal 9

1. Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis

Benda,termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan

maupun yang diperoleh kemudian.

2. Pembebanan jaminan atas Benda atau piutang yang diperoleh kemudian

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak perlu dilakukan dengan perjanjian

jaminan tersendiri.

Pasal 10

Kecuali diperjanjikan lain:

1. Kecuali diperjanjikan lain:

102

2. Jaminan Fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi obyek

Jaminan Fidusia diasuransikan.

Bagian Kedua

Pendaftaran Jaminan Fidusia

Pasal 11

1. Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.

2. Dalam hal benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah

negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (1) tetap

berlaku.

Pasal 12

1. Pendaftaran Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1)

dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia

2. Untuk pertama kali, Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di Jakarta dengan

wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

3. Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berada

dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman.

4. Ketentuan mengenai pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia untuk daerah

lain dan penetapan wilayah kerjanya diatur dengan Keputusan Presiden.

Pasal 13

1. Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia,

kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan

Fidusia.

2. Pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat:

a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;

b. tanggal,nomor akta jaminan Fidusia, nama, tempat kedudukan notaris

yang membuat akta Jaminan Fidusia;

c. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

d. uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia;

e. nilai penjaminan; dan

f. nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

3. Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar

Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan

pendaftaran.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Jaminan Fidusia dan

biaya pendaftaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.

103

Pasal 14

1. Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada Penerima

Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan

pendaftaran.

2. Sertifikat Jaminan Fidusia yang merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia

memuat catatan tentang hal-hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat

(2).

3. Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya

jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia.

Pasal 15

1. Dalam sertifikat Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat

(1) dicantumkan kata-kata " DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA".

2. Sertifikat Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai

kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

3. Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual

Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri.

Pasal 16

1. Apabila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat

Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2), Penerima

Fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut

kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.

2. Kantor Pendaftaran Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal

penerimaan permohonan perubahan, melakukan pencatatan perubahan tersebut

dalam Buku Daftar Fidusia dan menerbitkan Pernyataan Perubahan yang

merupakan bagian tak terpisahkan dari Sertifikat Jaminan Fidusia.

Pasal 17

Pemberi Fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap Benda yang menjadi

obyek Jaminan Fidusia yang sudah terdaftar.

Pasal 18

Segala keterangan mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan fidusia yang ada

pada Kantor Pendaftaran Fidusia terbuka untuk umum.

104

Bagian Ketiga

Pengalihan Jaminan Fidusia

Pasal 19

1. Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan

beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban Penerima Fidusia kepada

kreditor baru.

2. Beralihnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didaftarkan

oleh kreditor baru kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.

Pasal 20

Jaminan Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dalam

tangan siapapun Benda tersebut berada., kecuali pengalihan atas benda persediaan

yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

Pasal 21

1. Pemberi Fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi obyek

Jaminan Fidusia dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha

perdagangan.

2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, apabila telah

terjadi cidera janji oleh debitor dan atau Pemberi Fidusia pihak ketiga.

3. Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang telah dialihkan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) wajib diganti oleh Pemberi Fidusia dengan obyek

yang setara.

4. Dalam hal Pemberi Fidusia cidera janji, maka hasil pengalihan dan atau tagihan

yang timbul karena pengalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), demi

hukum menjadi obyek Jaminan Fidusia pengganti dari obyek Jaminan fidusia

yang dialihkan.

Pasal 22

Pembeli benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang merupakan benda

persediaan bebas dari tuntutan meskipun pembeli tersebut mengetahui tentang

adanya Jaminan Fidusia itu, dengan ketentuan bahwa pembeli telah membayar

lunas harga penjualan Benda tersebut sesuai dengan harga pasar.

Pasal 23

1. Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,

apabila Penerima Fidusia setuju bahwa Pemberi Fidusia dapat menggunakan,

105

menggabungkan,mencampur, atau mengalihkan Benda atau hasil dari Benda

yang menjadi obyek Jaminan Fidusia, atau menyetujui melakukan penagihan

atau melakukan kompromi atas piutang, maka persetujuan tersebut tidak berarti

bahwa Penerima Fidusia melepaskan Jaminan fidusia.

2. Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan

kepada pihak lain Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang tidak

merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih

dahulu dari Penerima Fidusia.

Pasal 24

Penerima Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian

Pemberi Fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari

perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan

Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

Bagian Keempat

Hapusnya Jaminan Fidusia

Pasal 25

1. Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut:

d. hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;

e. pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau

f. musnahnya Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

2. Musnahnya Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia tidak menghapuskan

klaim asuransi sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf b.

3. Penerima Fidusia memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia

mengenai hapusnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan hak,

atau musnahnya Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia tersebut.

Pasal 26

1. Dengan hapusnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25,

Kantor Pendaftaran Fidusia mencoret pencatatan Jaminan Fidusia dari Buku

Daftar Fidusia.

2. Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan

Sertifikat Jaminan Fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi.

106

BAB IV

HAK MENDAHULUI

Pasal 27

1. Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya.

2. Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak

Penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi

Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

3. Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya

kepailitan dan atau likuidasi Pemberi Fidusia.

Pasal 28

Apabila atas Benda yang sama menjadi obyek Jaminan Fidusia lebih dari 1 (satu)

perjanjian Jaminan Fidusia,maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 27, diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada

Kantor Pendaftaran Fidusia.

Pasal 29

1. Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda

yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:

a) pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat

(2) oleh Penerima Fidusia;

b) penjualan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan

Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil

pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;

c) penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan

Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh

harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

2. Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c

dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis

oleh Pemberi dan atau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang

berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang

beredar di daerah yang bersangkutan.

Pasal 30

Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang obyek Jaminan Fidusia dalam

rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia.

107

Pasal 31

Dalam hal Benda yang obyek Jaminan Fidusia terdiri atas benda perdagangan atau

efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di

tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 32

Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap Benda yang menjadi obyek

Jaminan Fidusia dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 29 dan pasal 31, batal demi hukum.

Pasal 33

Setiap janji yang memberikan kewenangan kepada Penerima Fidusia untuk

memiliki Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia apabila debitor cidera janji,

batal demi hukum.

Pasal 34

1. Dalam hal eksekusi melebihi nilai penjaminan, Penerima Fidusia wajib

mengembalikan kelebihan tersebut kepada Pemberi Fidusia.

2. Apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitor tetap

bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar.

BAB VI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 35

Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau

dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal

tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan

Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling

lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)

dan paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pasal 36

Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang

menjadi obyek jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2)

yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak

Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

108

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 37

1. Pembebanan Benda yang menjamin obyek Jaminan Fidusia yang telah ada

sebelum berlakunya Undang-undang ini, tetap berlaku sepanjang tidak

bertentangan dengan Undang-undang ini.

2. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari terhitung sejak

berdirinya Kantor Pendaftaran Fidusia, semua perjanjian Jaminan Fidusia

harus sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali ketentuan

mengenai kewajiban pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud

dalam pasal 5 ayat (1).

3. Jika dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak

dilakukan penyesuaian, maka perjanjian Jaminan Fidusia tersebut bukan

merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-

undang ini.

Pasal 38

Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, semua

peraturan perundang-undangan mengenai fidusia tetap berlaku sampai dengan

dicabut, diganti, atau diperbaharui.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 39

Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (2)

dibentuk dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah Undang-undang

ini diundangkan.

Pasal 40

Undang-undang ini disebut Undang-undang Fidusia.

109

Pasal 41

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang

mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan

penempatannya dalam lembaran Negara Republik Indonesia.

PENJELASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 42 TAHUN 1999

TENTANG

JAMINAN FIDUSIA

I. UMUM

1. Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional,

merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan

makmur berdasarkan Pancasila dan UUD1945. dalam rangka memelihara

dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan,para pelaku

pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan

maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring dengan

meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap

pendanaan, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam.

2. Selama ini, kegiatan pinjam meminjam dengan menggunakan hak

tanggungan atau hak jaminan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari

pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun1960 tentang Undang-undang

Pokok Agraria, dan sekaligus sebagai pengganti dari lembaga Hipotek atas

tanah dan credietverband.

Di samping itu, hak jaminan lainnya yang banyak digunakan dewasa ini

adalah Gadai, Hipotek selain tanah, dan Jaminan Fidusia. Undang-undang

110

yang berkaitan dengan Jaminan Fidusia adalah pasal 15 Undang-undang

Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, yang

menentukan bahwa rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki

oleh pihak lain dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia. Selain itu, Undang-

undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun mengatur mengenai

hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan utang

dengan dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara.

Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan

Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi. Bentuk

jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam karena

proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah, dan cepat, tetapi tidak

menjamin adanya kepastian hukum.

Lembaga Jaminan Fidusia memungkinkan kepada para Pemberi Fidusia

untuk menguasai Benda yang dijaminkan,untuk melakukan kegiatan usaha

yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan Jaminan Fidusia. Pada

awalnya, Benda yang menjadi obyek fidusia terbatas pada kekayaan benda

bergerak yang berwujud dalam bentuk peralatan. Akan tetapi dalam

perkembangan selanjutnya, benda yang menjadi obyek fidusia termasuk

juga kekayaan benda bergerak yang tak berwujud, maupun benda tak

bergerak.

3. Undang-undang ini, dimaksudkan untuk menampung kebutuhan

masyarakat mengenai pengaturan Jaminan Fidusia sebagai salah satu sarana

untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberikan kepastian hukum

kepada para pihak yang berkepentingan.

Seperti telah dijelaskan bahwa Jaminan Fidusia memberikan kemudahan

bagi para pihak yang menggunakannya, khususnya bagi Pemberi Fidusia.

Namun sebaliknya karena Jaminan Fidusia tidak didaftarkan, kurang

menjamin kepentingan pihak yang menerima fidusia, Pemberi Fidusia

mungkin saja menjaminkan benda yang telah dibebani dengan fidusia

kepada pihak lain tanpa sepengetahuan Penerima Fidusia.

Sebelum Undang-undang ini dibentuk, pada umumnya benda yang menjadi

obyek Jaminan Fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam

111

persediaan (inventory), benda dagangan,piutang, peralatan mesin, dan

kendaraan bermotor. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan

masyarakat yang terus berkembang, maka menurut Undang-undang ini

obyek Jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas yaitu benda bergerak

yang berwujud maupun tak berwujud, dan benda tak bergerak yang tidak

dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana ditentukan dalam

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak Tanggungan.

Dalam Undang-undang ini,diatur tentang pendaftaran Jaminan Fidusia guna

memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan

pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan hak yang didahulukan (preferen)

kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lain Karena Jaminan Fidusia

memberikan hak kepada pihak Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai

Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan,maka

diharapkan sistem pendaftaran yang diatur dalam Undang-undang ini dapat

memberikan jaminan kepada pihak Penerima Fidusia dan pihak-pihak yang

mempunyai kepentingan terhadap Benda tersebut.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

Huruf a

Berdasarkan ketentuan ini,bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat

dibebani hak tanggungan berdasarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang

Hak tanggungan, dapat dijadikan obyek Jaminan Fidusia.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

112

Huruf d

Cukup jelas

Pasal 4

Yang dimaksud dengan "prestasi" dalam ketentuan ini adalah memberikan sesuatu,

berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang.

Pasal 5

Ayat (1)

Dalam akta jaminan fidusia selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan

mengenai waktu (jam) pembuatan akta tersebut.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 6

Huruf a

Yang dimaksud dengan"identitas" dalam Pasal ini adalah meliputi nama lengkap,

agama, tempat tinggal, atau tempat kedudukan, tempat dan tanggal lahir, jenis

kelamin, status perkawinan, dan pekerjaan.

Huruf b

Yang dimaksud dengan "data perjanjian pokok" adalah mengenai macam perjanjian

dan utang yang dijamin dengan fidusia.

Huruf c

Uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia cukup dilakukan

dengan mengidentifikasikan Benda tersebut, dan dijelaskan mengenai surat bukti

kepemilikannya. Dalam hal Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia

merupakan benda dalam persediaan (inventory) yang selalu berubah-ubah dan atau

tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi, atau portfolio perusahaan efek,

maka dalam akta Jaminan Fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek,

kualitas dari Benda tersebut.

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

113

Cukup jelas

Pasal 7

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Utang yang akan timbul dikemudian hari yang dikenal dengan istilah "kontinjen",

misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditor untuk

kepentingan debitor dalam rangka pelaksanaan garansi bank.

Huruf c

Utang yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah utang bunga atas pinjaman pokok

dan biaya lainnya yang jumlahnya dapat ditentukan kemudian.

Pasal 8

Ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberian fidusia kepada lebih dari satu

Penerima Fidusia dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium.

Yang dimaksud dengan"kuasa" adalah orang yang mendapat kuasa khusus dari

Penerima Fidusia untuk mewakili kepentingannya dalam penerimaan jaminan

Fidusia dari Pemberi Fidusia.

Yang dianggap dimaksud dengan "wakil" adalah orang yang secara hukum

dianggap mewakili Penerima Fidusia dalam penerimaan Jaminan Fidusia,

misalnya, Wali amanat dalam mewakili kepentingan pemegang obligasi.

Pasal 9

Ketentuan dalam Pasal ini penting dipandang dari segi komersial. Ketentuan ini

secara tegas membolehkan Jaminan Fidusia mencakup Benda yang diperoleh di

kemudian hari. Hal ini menunjukkan Undang-undang ini menjamin fleksibilitas

yang berkenaan dengan hal ihwal Benda yang dapat dibebani Jaminan Fidusia bagi

pelunasan utang.

Pasal 10

Huruf a

Yang dimaksud dengan"hasil dari benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia"

adalah segala sesuatu yang diperoleh dari Benda yang dibebani Jaminan Fidusia.

Huruf b

114

Ketentuan dalam huruf b ini dimaksudkan untuk menegaskan apabila Benda itu

diasuransikan, maka klaim asuransi tersebut merupakan hak penerima Fidusia.

Pasal 11

Pendaftaran Benda yang dibebani dengan jaminan Fidusia dilaksanakan di tempat

kedudukan Pemberi Fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang

berada di dalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia untuk

memenuhi asas publisitas sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor

lainnya mengenai Benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia

Pasal 12

Kantor Pendaftaran Fidusia merupakan bagian dalam lingkungan Departemen

Kehakiman dan bukan institusi yang mandiri atau unit pelaksana teknis.

Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan untuk pertama kali di Jakarta dan secara

bertahap, sesuai dengan keperluan, di ibukota propinsi di seluruh wilayah negara

Republik Indonesia.

Dalam hal Kantor Pendaftaran Fidusia belum didirikan di tiap daerah Tingkat II

maka wilayah kerja Kantor Pendaftaran Fidusia di ibukota propinsi meliputi seluruh

daerah Tingkat II yang berada di lingkungan wilayahnya.

Pendirian Kantor Pendaftaran Fidusia di daerah Tingkat II, dapat disesuaikan

dengan Undangundang Nomor 22Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan agar Kantor Pendaftaran Fidusia tidak melakukan

penilaian terhadap kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan pendaftaran

Jaminan Fidusia, akan tetapi hanya melakukan pengecekan data sebagaimana

dimaksud dalam pasal 13 ayat (2).

Ayat (4)

115

Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Ketentuan ini tidak mengurangi berlakunya Pasal 613 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata bagi pengalihan piutang atas nama dan kebendaan tidak berwujud

lainnya.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan "kekuatan eksekutorial" adalah

langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta

mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.

Ayat (3)

Salah satu ciri Jaminan Fidusia adalah kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya

yaitu apabila pihak Pemberi Fidusia cidera janji. Oleh karena itu, dalam Undang-

undang ini dipandang perlu diatur secara khusus tentang eksekusi Jaminan Fidusia

melalui lembaga parate eksekusi.

Pasal 16

Ayat (1)

Perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia,

harus diberitahukan kepada para pihak. Perubahan ini tidak perlu dilakukan dengan

akta notaris dalam rangka efisiensi untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 17

116

Fidusia ulang oleh Pemberi Fidusia, baik debitor maupun penjaminan pihak ketiga,

tidak dimungkinkan atas benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia karena hak

kepemilikan atas Benda tersebut telah beralih kepada Penerima Fidusia.

Pasal 18

Cukup jelas

Pasal 19

"Pengalihan hak atas piutang" dalam ketentuan ini, dikenal dengan istilah "cessie"

yakni pengalihan piutang yang dilakukan dengan akta otentik atau akta di bawah

tangan. Dengan adanya cessie ini, maka segala hak dan kewajiban Penerima Fidusia

lama beraih kepada Penerima Fidusia baru dan pengalihan hak atas piutang tersebut

diberitahukan kepada Pemberi Fidusia.

Pasal 20

Ketentuan ini mengikuti prinsip "droit de suite" yang telah merupakan bagian dari

peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas

kebendaan (in rem).

Pasal 21

Ketentuan ini menegaskan kembali bahwa Pemberi Fidusia dapat mengalihkan

benda persediaan yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Namun demikian untuk

menjaga kepentingan Penerima

Fidusia, maka Benda yang dialihkan wajib diganti dengan obyek yang setara. Yang

dimaksudkan dengan"mengalihkan" antara lain termasuk menjual atau

menyewakan dalam rangka kegiatan usahanya.

Yang dimaksud dengan"setara" tidak hanya nilainya tetapi juga jenisnya. Yang

dimaksud dengan "cidera janji" adalah tidak memenuhi prestasi baik yang

berdasarkan perjanjian pokok, perjanjian Jaminan Fidusia, maupun perjanjian

jaminan lainnya.

Pasal 22

Yang dimaksud dengan"harga pasar" adalah harga yang wajar yang berlaku di pasar

pada saat penjualan Benda tersebut, sehingga tidak mengesankan adanya penipuan

dari pihak Pemberi Fidusia dalam melakukan penjualan Benda tersebut.

117

Pasal 23

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan"menggabungkan" adalah penyatuan bagian-bagian dari

Benda tersebut. Yang dimaksud dengan"mencampur" adalah penyatuan Benda

yang sepadan dengan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan"benda yang tidak merupakan benda persediaan", misalnya

mesin produksi, mobil pribadi, atau rumah pribadi yang menjadi obyek Jaminan

Fidusia.

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Ayat (1)

Sesuai dengan sifat ikutan dari Jaminan Fidusia, maka adanya Jaminan Fidusia

tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang

tersebut hapus karena hapusnya utang atau karena pelepasan, maka dengan

sendirinya Jaminan Fidusia yang bersangkutan menjadi hapus.

Yang dimaksud dengan"hapusnya utang" antara lain karena pelunasan dan bukti

hapusnya utang berupa keterangan yang dibuat kreditor.

Ayat (2)

Dalam hal Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia musnah dan Benda tersebut

diasuransikan maka klaim asuransi akan menjadi pengganti obyek Jaminan Fidusia

tersebut.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)

118

Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran Benda yang menjadi

obyek Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Ketentuan dalam ayat ini berhubungan dengan ketentuan bahwa Jaminan Fidusia

merupakan hak agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang. Di samping itu,

ketentuan bahwa Undang-undang tentang Kepailitan menentukan bahwa Benda

yang menjadi obyek Jaminan Fidusia berada di luar kepailitan dan atau likuidasi.

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas

Pasal 30

Dalam hal Pemberi Fidusia tidak menyerahkan Benda yang menjadi obyek Jaminan

Fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil

Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta

bantuan pihak yang berwenang.

Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Cukup jelas

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Cukup jelas

Pasal 35

119

Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Berdasarkan ketentuan ayat ini, maka perjanjian Jaminan Fidusia yang tidak

didaftar tidak mempunyai hak yang didahulukan (preferen) baik di dalam maupun

di luar kepailitan dan atau likuidasi.

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

Pasal 41

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBIK INDONESIA NOMOR 3889

120

121

122

123

124

125

126

127

128