pro n kontra imunisasi

48
Ajakan Menolak Imunisasi Saya mendapat email ini di milis WRM , dari mbak Dinar Ardanti (halo, mom Dinar). Email ini berkisah tentang keluarga Istriyanto yang kehilangan anaknya saat berusia 7 bulan. Sedih dan trenyuh sungguh, tapi tidak mengurangi niat saya dari mengangkat beberapa masalah yang harus di’kunyah’ dengan lebih cermat. Menilai keberhasilan vaksin Ada kisah menarik dari bu Santi Soekanto, tentang Despurrate Housewives . Sila baca sendiri. Apa hubungannya dengan imunisasi? Ada di akhir cerita tersebut: “Today, I didn’t do it“. Keberhasilan imunisasi tidak nampak begitu jelas di mata awam, terutama non-petugas medis, apalagi petugas medis yang telah menjalani masa ketika tempatnya mengabdi mendapat ‘limpahan’ korban penyakit infeksi yang kini telah dapat dicegah oleh hadirnya vaksin. Imunisasi tidak menyembuhkan, tidak pula menjamin 100% bahwa kita tidak akan terpapar oleh bakteri atau virus yang terkandung dalam vaksin. Seperti namanya, imunisasi bertujuan untuk membangun kekebalan tubuh atas infeksi penyakit tertentu. Caranya dengan mengenalkan bakteri atau virus yang telah dilemahkan, dalam dosis tertentu, agar tubuh memproduksi antibodi dalam jumlah yang memadai untuk melawan apabila di kemudian hari bakteri atau virus sejenis datang ‘bertamu’. Jaminan keberhasila Tidak ada jaminan 100%, tentu saja. Mana ada? Ini untuk vaksin apapun, dan kita berurusan dengan mahluk hidup, dengan segala keberagamannya, bagaimana bisa menjamin hasilnya 100%? Apakah dengan memakai helm kita tidak akan terluka? Tidak, tapi helm akan membantu melindungi dan memperkecil risiko trauma pada kepala. Apakah ‘keberhasilan’ pemakaian helm terlihat jelas? Saya berani bilang tidak. Kenapa? Karena

Upload: isma-dcweetest

Post on 05-Jul-2015

410 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pro n Kontra Imunisasi

Ajakan Menolak ImunisasiSaya mendapat email ini di milis WRM, dari mbak Dinar Ardanti (halo, mom Dinar). Email ini berkisah tentang keluarga Istriyanto yang kehilangan anaknya saat berusia 7 bulan. Sedih dan trenyuh sungguh, tapi tidak mengurangi niat saya dari mengangkat beberapa masalah yang harus di’kunyah’ dengan lebih cermat.Menilai keberhasilan vaksin

Ada kisah menarik dari bu Santi Soekanto, tentang Despurrate Housewives. Sila baca sendiri. Apa hubungannya dengan imunisasi? Ada di akhir cerita tersebut: “Today, I didn’t do it“.Keberhasilan imunisasi tidak nampak begitu jelas di mata awam, terutama non-petugas medis, apalagi petugas medis yang telah menjalani masa ketika tempatnya mengabdi mendapat ‘limpahan’ korban penyakit infeksi yang kini telah dapat dicegah oleh hadirnya vaksin.

Imunisasi tidak menyembuhkan, tidak pula menjamin 100% bahwa kita tidak akan terpapar oleh bakteri atau virus yang terkandung dalam vaksin. Seperti namanya, imunisasi bertujuan untuk membangun kekebalan tubuh atas infeksi penyakit tertentu. Caranya dengan mengenalkan bakteri atau virus yang telah dilemahkan, dalam dosis tertentu, agar tubuh memproduksi antibodi dalam jumlah yang memadai untuk melawan apabila di kemudian hari bakteri atau virus sejenis datang ‘bertamu’.

Jaminan keberhasila

Tidak ada jaminan 100%, tentu saja. Mana ada? Ini untuk vaksin apapun, dan kita berurusan dengan mahluk hidup, dengan segala keberagamannya, bagaimana bisa menjamin hasilnya 100%?

Apakah dengan memakai helm kita tidak akan terluka? Tidak, tapi helm akan membantu melindungi dan memperkecil risiko trauma pada kepala. Apakah ‘keberhasilan’ pemakaian helm terlihat jelas? Saya berani bilang tidak. Kenapa? Karena mereka selamat. Yang menjadi ‘berita’, yang laris diangkat sebagai topik di media cetak (dan elektronik), yang jadi ‘subject’ email yang ‘bagus’ untuk diteruskan ke teman-teman, umumnya berupa berita yang cenderung negatif.

Lalu bagaimana vaksin dinyatakan aman? Seperti obat dinyatakan aman. Kuncinya ada pada statistik. Kita bisa berkata itu hanya hasil permainan statistik oleh para produsen vaksin dan obat. Nyatanya kita memang bermain statistik setiap hari. Kalau dimanfaatkan dengan baik, statistik dapat menyelamatkan jiwa. Dan jika statistik hanya dijadikan alat untuk mendapat uang, uang dapat diperoleh.

Uang dan kekayaan orang lain

Satu dari sekian alasan gerakan anti-imunisasi adalah mengalirnya uang ke para produsen vaksin. Apa ada yang salah? Tampaknya menurut mereka, kita memasukkan uang ke kantong produsen vaksin dan menjadikan mereka kaya adalah salah.

Page 2: Pro n Kontra Imunisasi

Kenapa membuat orang menjadi kaya itu salah? Apalagi jika kita tidak rugi. Ah, saya ralat. Sebagian besar orang (yang menerima vaksin) tidak rugi, kecuali sebagian kecil yang ‘rugi’ karena tubuhnya memberi reaksi negatif terhadap vaksin.

Jika kita menolak mengeluarkan biaya hanya dengan alasan ‘hanya memperkaya orang lain’ atau ‘bikin kaya juragan yang udah kaya’, kecil kemungkinan kita bisa berbuat apapun. Kecuali mungkin, hidup di peternakan, perkebunan, atau lahan pertanian milik sendiri. Tidak perlu apa-apa dari orang lain. Masa iya?

Anda dapat membaca email lengkapnya di sini (format pdf) atau di sini (format rtf). Mohon JANGAN teruskan ke mana-mana TANPA anda sertakan uraian yang ada di artikel ini.Berikut ini adalah bagian yang -bagi saya- lebih penting untuk dibahas.

Vaksin Hepatitis menyebabkan Hepatitis: Hepatitis yang mana?

1. Banyak kasus penyakit bayi/balita yang timbul setelah mereka disuntik imunisasi.

- Pasien lain di RS yang sama mengatakan pada saya, anak saudaranya sampai dengan usia 2 tahun belum pernah suntik Imunisasi Hepatitis namun, setelah ada dokter (spesialis anak) yang tahu, lalu disarankan diimunisasi Hepatitis, kemudian tidak lama setelah itu akhirnya anak saudaranya positif terkena Hepatitis akut, dan harus bolak-balik berobat ke dokter.

Indonesia adalah daerah endemik Hepatitis B. Rasanya ini sudah cukup untuk dijadikan alasan mengapa bayi baru lahir direkomendasikan untuk mendapat vaksin hepatitis B. Terutama pula karena para carrier virus Hepatitis B biasanya tidak sadar mereka telah terinfeksi, akibatnya dapat dengan mudah menularkannya kepada bayi.

Tentang terjangkit hepatitis setelah diimunisasi, tergantung jenis hepatitisnya. Hepatitis A menular lewat oral-fecal. Bisa saja anak diberi imunisasi hepatitis B, tapi tertular hepatitis A dari makanan yang terkontaminasi. Atau sebaliknya, diimunisasi hepatitis A tapi tertular hepatitis B dari kontak cairan tubuh dengan carrier (misalnya lewat luka terbuka). Atau diimunisasi hepatitis A tapi sebenarnya ibu adalah carrier virus hepatitis B dan menurunkannya ke anak, yang tidak terlindungi karena tidak diberi vaksin hepatitis B segera setelah lahir.

Imunisasi dan fisik anak

- Tetangga saya, sehabis Imunisasi campak, dua hari kemudian malah terkena campak. Tetangga kami yang lain, anak pertamanya rutin diimunisasi, namun fhisiknya malah lemah sering sakit-sakitan,

Fisik lemah belum tentu karena imunisasi. Faktor lain juga perlu dipertimbangkan. Bagaimana dengan pemberian ASI atau susu formula? Atau pola makan? Atau ada kelainan bawaan? Selain itu, anak yang sedang bertumbuh (6 bulan ke atas), wajar saja jika bolak-balik sakit ringan. Selesma, flu, diare, sistem kekebalan tubuhnya sedang belajar. Seiring usianya bertambah, ia akan semakin jarang sakit.

Page 3: Pro n Kontra Imunisasi

sedangkan anak keduanya sama sekali tidak pernah imunisasi namun malah sehat, hampir tidak pernah sakit (kalaupun sakit cepat sembuh/ringan)

Anak yang diimunisasi tidak dijamin selalu sehat. Anak yang tidak diimunisasi juga tidak dijamin selalu sehat atau selalu sakit. Bagaimana perbandingan kondisi kedua anak? Jangan hanya dilihat diimunisasi atau tidaknya.

Bahkan bayi yang diberi ASI eksklusif -yang notabene mendapat asupan antibodi dari ibu setiap menyusu- juga tidak dijamin selalu sehat. Pernyataan ‘yang diimunisasi sering sakit dan yang tidak diimunisasi sehat’ ini tidak memberikan keterangan ‘sebab’ yang kuat. Anak tidak menjadi sehat jika tidak diimunisasi.

Teman sekolah saya anaknya tidak pernah Imunisasi malah sehat, umur 10 bulan sudah lincah berjalan, dan juga boleh dibilang tidak pernah sakit (kalaupun sakit hanya ringan saja). dan banyak lagi kasus-kasus serupa yang tidak mungkin saya tulis satu persatu.

I condole with you. Akan jauh lebih banyak lagi deret nama yang dapat ditulis, yang terselamatkan oleh vaksin. Tanpa maksud untuk ‘menghilangkan’ mereka yang ‘menderita’ akibat vaksin.Usia anak dapat berjalan bervariasi. Apakah jika saya katakan anak yang tidak diimunisasi baru bisa berjalan di usia 1,5 tahun, lalu menjadi dasar bagi pernyataan ‘anak menjadi lambat berjalan karena tidak diimunisasi’? Tidak ada hubungannya antara imunisasi dengan berjalan. Berjalan kaitannya dengan kesiapan mental dan motorik anak.

(Jangan) hindari imunisasi!

2. Menurut saya, Jika bisa Hindari Imunisasi, kalaupun perlu/terpaksa pilihlah imunisasi yang pokok saja (bukan imunisasi lanjutan/yang aneh-aneh) alasannya:

IMHO, tidak ada imunisasi yang aneh-aneh. Sedangkan imunisasi lanjutan bukanlah imunisasi di luar imunisasi wajib (yang ditetapkan oleh IDAI), tapi imunisasi yang diberikan sebagai tambahan (booster), di luar dosis ‘wajib’ atas alasan tertentu. Misalnya PIN polio, ketika anak yang sudah diimunisasi polio juga dianjurkan ikut.- Kita “Mendzolimi”, anak kita sendiri yang memang sedang masa pertumbuhan dan pertahanan tubuhnya masih lemah, malah kita suntikan penyakit (walaupun sudah dilemahkan) ke tubuhnya.

Betul, itu sudah dijawab sendiri. Bibit penyakit yang sudah dilemahkan ini dimasukkan ke tubuh dalam dosis yang sedemikian rupa sehingga cukup untuk merangsang sistem kekebalan tubuh agar membangun pasukan yang memadai. Bukan supaya sakit.

Justru karena kekebalan tubuhnya masih lemah, ia perlu ‘diajari, siapa yang harus dikenali sebagai musuh dan bagaimana melawannya. Tidakkah lebih zhalim jika kita tahu bagaimana pencegahannya tapi kita memilih diam karena ketakutan (ketimbang ada dasar pemikiran lain, misalnya anak punya alergi terhadap putih telur atau tidak dapat menerima vaksin hidup)?

Page 4: Pro n Kontra Imunisasi

- Kita tidak pernah tahu kondisi anak kita sedang benar-benar sehat atau tidak, karena terutama anak yang masih di bawah 1 tahun biasanya belum bisa bicara mengenai kondisi badannya, sedangkan imunisasi harus dilakukan pada bayi/balita yang sehat (tidak sedang lemah fisiknya/sakit).

Koreksi sedikit. Anak yang sedang selesma atau flu tidak menjadi hambatan untuk diimunisasi. Selain itu, kita bisa kok menilai kondisi kesehatan anak. Jika tidak ada tanda fisik bahwa ia sedang sakit, jika ia tidak memiliki kelainan bawaan sejak lahir, jika insting ibu (biasanya nurani ibu lebih peka terhadap kondisi anaknya) tidak merasakan sesuatu yang aneh, jika perilaku anak tetap aktif dan riang, maka tidak ada masalah.

Biaya dan jaminan: tidak ada, mana ada?

Sesudah kita memasukan penyakit ke tubuh anak kita, biasanya kita juga harus mengeluarkan banyak biaya. (Jasa dokter/RS, harga imunisasi, dsb). Tidak ada jaminan (Dokter/RS/puskesmas) apabila setelah imunisasi anak kita bebas dari penyakit yang telah dimasukan ketubuhnya.

Memang tidak ada jaminan. Sudah saya jelaskan di awal tadi. Tampaknya para orangtua memang harus lebih aktif mencari informasi tentang vaksin, apa, bagaimana, dan sampai seberapa tinggi orangtua dapat berharap dari vaksin.

Tentu saja kita mengeluarkan biaya untuk layanan kesehatan. Sama saja seperti kita berbelanja. Dan tempat kita berbelanja juga umumnya tidak menjamin produk yang dijual. Konsumen yang dituntut untuk teliti terhadap barang yang dibeli. Mengapa kita tidak memberlakukan hal yang sama dengan produk kesehatan?

Contoh nyata yang terjadi pada anak saya, padahal anak saya sudah 2 kali imunisasi HIB ketika berusia +/- 5 dan 7 bulan ), padahal sebelumnya dokter bilang imunisasi HIB untuk menghindari penyakit Radang Otak, namun nyatanya anak saya malah meninggal akibat penyakit Radang Otak.

Again, I condole. Dan anak saya baik-baik saja setelah diimunisasi HiB secara simultan dengan DPT dan polio. Ini dapat menjadi pertimbangan bahwa tidak semua anak sama. Jika tidak semua anak dianggap memerlukan vaksin, maka tidak semua anak pula boleh dianggap tidak memerlukan vaksin.Apakah kuman yang menyebabkan radang otak sama dengan yang terkandung dalam vaksin? Jika tidak, tentu dapat dimengerti.

Gerakan anti-imunisasi: global!

Menurut seorang rekan yang pernah membaca Literatur terbitan Prancis, justru Imunisasi sudah tidak populer di Amerika Serikat, dan terus berusaha dihilangkan dan tidak dipergunakan lagi, bahkan di Israel Imunisasi telah di STOP samasekali, padahal kita tahu negara-negara itu merupakan pelopor “industri”, imunisasi.

Tanpa mengurangi rasa hormat, berita tersebut tidak benar, jika rekannya tidak berbohong. Literatur mana? Terbitan mana? Imunisasi tidak populer di AS? Tragis sekali.

Page 5: Pro n Kontra Imunisasi

Anda bisa telusuri sendiri di internet dan situs resmi pemerintah AS, jadwal imunisasi tetap dikeluarkan setiap tahun. Bahkan anak-anak yang tidak melengkapi jadwal imunisasinya tidak diperbolehkan mendaftar di banyak sekolah (yang kemudian juga memancing reaksi dari para orangtua).

Atau, mungkin berita itu benar dan rekannya tidak berbohong, tapi yang dikutip sebagai sumber/literatur berasal dari ‘golongan’ anti-imunisasi. Tentu saja anda dapat mengharapkan segala informasi negatif tentang imunisasi ada di sana. Dan jika berawal dengan prasangka negatif, bukti nyata di depan mata pun sanggup (mereka) (di)jadikan mentah.

Vaksin flu bahkan dikembangkan di sana dan ada program vaksinasi flu setiap tahunnya. Israel adalah pelopor industri vaksin? Sejak kapan? Bagaimana ini bisa menjadi bukti bahwa imunisasi dihilangkan?

Menurut pengalaman saya jumlah kadar/isi setiap pipet/tabung imunisasi semua sama, jadi imunisasi tidak melihat berdasarkan berat tubuh/perbedaan Ras/warna kulit, padahal kalau Obat/Imunisasi itu Impor, tentulah kadarnya disesuaikan dengan berat/fisik orang Luar (Barat) yang jelas lebih basar dan kuat fisiknya dibanding orang Asia, namun kita malah sama-sama menggunakan dengan takaran yang sama. (akibatnya overdosis).

Maaf, vaksin wajib di Indonesia sudah diproduksi di dalam negeri, tidak lagi impor. Apakah sudah dibandingkan antara vaksin impor dan vaksin lokal? Berbedakah jumlahnya?

Yang penting diperhatikan sebelum memberikan vaksin tertentu adalah titer antibodi, bukan berat badan. Dan titer antibodi ini tidak berhubungan dengan berat badan, karena dinyatakan dalam konsentrasi.

Saya menanyakan langsung kepada penyelenggara program imunisasi (NIP, National Immunization Program) di CDC (Centers for Disease Control and Prevention) mengenai vaksin HiB ini, dan berikut adalah salinan jawabannya:In general terms, a vaccine dose is based on AGE and thedevelopment of the immune system – NOT height and weight. The doses are either pediatric or adult.Also, there are several different organisms that can cause meningitis (saya agak kesulitan dengan radang otak yang dimaksud dalam email tersebut, karena tidak ada keterangan apakah meningitis [radang selaput otak] atau ensefalitis [radang otak]). There are bacterial and VIRAL organisms that can cause meningitis. HiB is NOT THE ONLY ORGANISM that causes meningitis.I would also remind you that NO MEDICATION, including HiB vaccine is 100% effective. And one last point – HiB vaccine is made with INACTIVATED (dead) bacteria, which can induce an immune response, but CANNOT cause disease.Donna L. Weaver, RN, MNNurse EducatorNational Immunization ProgramPenekanan pada beberapa kata berasal dari saya.

Page 6: Pro n Kontra Imunisasi

Nah, terbantah sudah dugaan bahwa radang otak tersebut diakibatkan oleh bakteri yang terkandung dalam vaksin HiB.

3. Jika tidak “urgent” sekali, hindari rawat inap di RS, karena banyak prosedur/step-step pengobatan yang akhirnya akan melemahkan tubuh pasiennya. (Contoh: keharusan berpuasa, pemasangan infus, pengambilan darah yang terus menerus, foto Rontgen, operasi, kemoteraphy, dsb). Jikalau perlu coba dulu dengan cara pengobatan alternatif/tradisional.

Tentu saja. Langkah itu memang seharusnya tidak ditempuh jika tidak penting DAN mendesak. Juga pilihan untuk pengobatan alternatif/tradisional. Apakah dilakukan juga jika tidak urgent?Jika pengobatan alternatif lebih dipilih, apakah reaksinya akan tetap sama jika hasilnya negatif? Atau mirip reaksi terhadap ramalan? Kalau berhasil, “Tuh, kan, manjur”. Kalau tidak berhasil, “Ya namanya juga alternatif. Namanya juga usaha, boleh dong”. Tidak ‘adil’, ya.

Berpuasa memang biasanya dilakukan sebelum operasi. Kalau lambung terisi, bisa ada kemungkinan buang air (besar/kecil) ketika operasi sedang berlangsung. Berhubung operasi harus dilakukan dalam keadaan aseptik, maka keluarnya kotoran dapat memperbesar kontaminasi kuman patogen ke luka operasi yang sedang terbuka. Ini bahaya.

Pengambilan darah secara periodik hanya dilakukan apabila tidak ada jalan lain untuk mengetahui kondisi pasien. Biasanya ini untuk mengawasi keadaan yang cepat berubah, dan bisa diamati segera dengan menganalisa darah. Misalnya trombosit, leukosit, dan sebagainya.

4. Jika perlu dengan tegas untuk menolak suatu tindakan medis yang akan dilakukan RS, jika kita yakini manfaatnya tidak benar-benar berpengaruh terhadap kesembuhan pasien.

Bagus. Memang harus begitu. Jangan hanya berserah dan melimpahkan tanggungjawab kepada dokter. Dengan demikian orangtua juga harus aktif memperkaya ilmu sehingga dapat berdiskusi secara sejajar dengan dokter, tidak hanya ‘menerima sabda’.

Sayangnya, orangtua seringkali juga terima saja jika diresepkan vitamin macam-macam dengan alasan untuk kesehatan/memperkuat kekebalan tubuh, padahal manfaatnya juga tidak benar-benar jelas. Berat sebelah?

5. Jika perlu lakukan 2nd opinion pada RS/dokter lain yang setara/lebih baik.

Betul sekali.

6. Banyak tanya, biarlah kita dibilang “bawel”, tanyalah setiap tindakan medis yang akan dilakukan, mengapa akan di lakukan, akibat-akibatnya, ada tidak cara-cara lain/alternatif lain yang lebih baik/tidak terlalu menyakiti pasien.

Page 7: Pro n Kontra Imunisasi

Setuju. Dan jika memang ‘menyakiti’ adalah cara terbaik yang dapat menguntungkan, bersiaplah untuk memilihnya.

7. Terus temani pasien (bisa bergantian dengan keluarga yang lain), karena setiap saat bisa ada tindakan medis yang memerlukan persetujuan, dan cermati semua pekerjaan perawatannya, jika ada yang habis/kurang jangan sungkan melaporkan ke tenaga medis yang ada segera.

8. Terus berdoa, karena segala sesuatunya telah ditetapkan oleh “Yang Maha Kuasa”, manusia hanya bisa ikhtiar dan berusaha.

Pro Kontra Imunisasi

Mungkin pro dan kontra ini sudah berlangsung lama, namun baru kali ini aku coba concern about it *mbuh opo artine* karena waktu mengharuskan demikian.

Dari beberapa rekan yang rupanya anti imunisasi, dengan berbagai argumen menentang adanya imunisasi, mulai menyatakan bahwa vaksin terdiri dari unsur haram (ibab), lalu adanya pendholiman pada anak, juga adanya alternatif yang lebih sehat dari imunisasi, yakni madu.

Sebagai orang tua yang ingin hal terbaik untuk anaknya, hal ini harus dicermati dengan bijak. Segala kemampuan dikerahkan.

Melalui googling, semakin terkuak betapa pro dan kontra ini berlawanan dengan telak. Argumen, kisah, kepercayaan, keyakinan, dan bermacam istilah medis yang belum pernah terdengar sebelumnya, berseliweran menghiasi pro dan kontra ini.

Masih ragu, akhirnya bertanya ke ahlinya: para dokter.

Kebetulan dekat dengan salah satu dokter seniornya Malang, Dr. Koentjahja, Sp.P, yang langsung responsif begitu aku ajak diskusi perihal masalah ini. Menurut beliau imunisasi tetap penting. Kalaupun ada masalah itu adalah kasus minor dan tidak bisa dijadikan sandaran keamanan imunisasi.

Dokter Dipo lebih membahas halal dan haramnya. Menurut beliau, tinggalkan hal yang meragukan, termasuk beberapa (bukan semua) imunisasi yang diketahui haram.

BananaTalk memaparkan perihal amannya imunisasi dan ketersediaan alternatif imunisasi yang halal.

Kemudian dari hasil riset sana-sini, akhirnya dapat ditarik kesimpulan:Imunisasi tetap harus diberikan, terutama yang wajib.

Alasan:

1. Tidak semua vaksin mengandung zat haram, terutama yang produk Indonesia. Untuk 1 jenis vaksin tersedia versi halalnya. Namun meski demikian, imunisasi termasuk bentuk darurat yang mana termasuk kategori boleh selama belum ada gantinya.

2. Pengertian dholim pada anak justru lebih aman jika dibandingkan dengan mengabaikan penjagaan kesehatan anak. Pemberian vaksin memang

Page 8: Pro n Kontra Imunisasi

menyebabkan demam 1-2 hari (ada pula yang dapat dipilih mana yang bikin demam dan yang tidak), karena memang itu tujuannya, yakni agar antibodi bekerja. Tanpa imunisasi memang anak tidak mengalami demam, namun untuk ke depannya akan jauh lebih berbahaya.

3. Kasus 'malfunction' imunisasi memang pernah terjadi, namun hal tersebut adalah kasuistis. Selain berusaha, jangan abaikan doa.

Vaksin imunisasi memang tidak mencegah penyakit 100%. Katakanlah 50%. Tapi tanpa imunisasi malah akan jadi 0%.

Bagi bayi usia dibwh 1 tahun, sebaiknya imunisasi yg diwajibkan maupun ygdianjurkan, diberikan sesuai jadwal.Dlm hal ini termasuk HiB (biasa diberikan sesdh usia 2 bln). Di negara ygtlh berkembang, imunisasi menurunkan kejadian sindrom H influenzae tipe Binvasif sampai lbh dari 95%, termsk pneumonia (radang paru). Mengenai beritadi email yg mengatakan adanya bbrp vaksin - dgn bahan thimerosal- yg dptmenyebabkan kelainan perilaku pd anak (sep autis) di kemudian hari, itu TDKBENAR. Sampai saat ini , kelainan autis sendiri di sentra pendidiaknkedokteran di negara maju sekalipun, belum diketahui dgn jelas apa penyebabutamanya.Perlu diketahui, isu tsbt sebenarnya sdh mulai beredar di internet sekitar5 tahun lalu. Kabar burung itu akn berulang dan berantai tanpa henti shggbanyak org yg saat ini baru mengetahuinya. Padahal opini aslinya sdhberubah. Demikian juga dgn MMR, yg ramai dibicarakan di media yg sama.Namun perlu diketahui, sebaiknya memang imunisasi MMR tak diberikan padaanak yg cenderung punya bakat/ gejala kelainan peilaku autis. Namun bagianak yg tdk mempyi gejala kearah itu, imun dianjurkan sesuai jadwal ygditetapkan dsa masing2. MMR tdk dianjurkan utk anak yg msh dlm jangka waktu3 bln pasca-pemberian immunoglobulin (zat kekebalan) ataupun mendpttransfusi darah lengkap.

Posisi Komite Penasihat Global mengenai Keamanan Vaksin tentang keprihatinan yang diajukan oleh makalah tentang keamanan vaksin mengandung thiomersal 

Mei 2003 

Sebuah publikasi dalam Journal of American Physicians dan Bedah 1, klaim bukti hubungan antara paparan merkuri dari vaksin yang mengandung thiomersal-anak dan gangguan perkembangan saraf dan penyakit jantung. 

Berdasarkan hasil penelaahan awal hati-hati, Komite Penasihat Global mengenai Keamanan Vaksin (GACVS) menemukan bahwa artikel tersebut tidak memberikan dasar ilmiah yang cukup untuk mengubah kebijakan WHO mengenai vaksin yang mengandung thiomersal. Namun, WHO dan GACVS akan terus masalah di bawah penelaahan secara cermat dan berkelanjutan. 

Page 9: Pro n Kontra Imunisasi

Artikel ini memiliki sejumlah keterbatasan yang mengurangi kesimpulan yang ditarik oleh penulis. Ini termasuk: terjangkaunya kepada pembaca data yang analisis itu dibuat, kurangnya definisi kasus yang jelas untuk kondisi dimaksud dalam kertas, jelas atau tidak cukup deskripsi metode statistik diterapkan; asumsi yang dibuat oleh penulis bahwa toksisitas etil-merkuri adalah setara dengan metil-merkuri, sebuah asumsi yang tidak dapat selalu dilakukan, dan terhadap yang berbagai otoritas telah memperingatkan, asumsi dalam kertas yang populasi dalam penelitian adalah sama (ada setiap kemungkinan dalam metode yang digunakan bias seleksi), dan kegagalan untuk memperhitungkan perubahan pola pelaporan untuk penyakit disebabkan oleh vaksin selama bertahun-tahun penelitian. Ditampilkan hasil studi tentang neurodevelopment dan penyakit jantung setelah pemberian vaksin yang mengandung thiomersal tidak memenuhi kriteria ilmiah yang diperlukan untuk menunjukkan hubungan kausal. Titik-titik ini, diambil bersama-sama, mengarah GACVS untuk menyimpulkan bahwa kertas tersebut memberikan bukti cukup untuk menjamin perubahan kebijakan kesehatan masyarakat. 

Latar belakang 

Pada tahun 1999, kekhawatiran dibesarkan di Amerika Serikat tentang paparan merkuri setelah imunisasi dengan vaksin yang mengandung thiomersal. Ini didasarkan pada perhitungan bahwa jumlah kumulatif merkuri dalam jadwal imunisasi bayi berpotensi melebihi ambang batas yang direkomendasikan ditetapkan oleh sebuah badan pemerintah Amerika Serikat untuk metil merkuri. Namun, thiomersal mengandung etil merkuri, bukan metil merkuri. 

Saran para ahli dan data yang disajikan kepada GACVS pada Juni 2002 menunjukkan bahwa farmakokinetik etil dan metil merkuri sangat berbeda. Secara khusus, setengah kehidupan etil merkuri pendek (kurang dari satu minggu) dibandingkan dengan metil merkuri (1,5 bulan). Dua penelitian epidemiologi independen selesai di Kerajaan Inggris Raya dan Irlandia Utara menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara keterlambatan perkembangan, khususnya yang merugikan hasil perkembangan neurologis atau masalah perilaku, dan yang mengandung thiomersal difteri-pertussis-tetanus (DPT) vaksin. 

Atas dasar ini, GACVS telah menyimpulkan bahwa bukti-bukti saat ini tidak dapat disimpulkan bahwa thiomersal dalam vaksin dikaitkan dengan toksisitas merkuri pada bayi, anak-anak, atau orang dewasa. Literatur, termasuk artikel yang diterbitkan terbaru yang disebut di atas 1, tidak memberikan alasan untuk perubahan dalam praktek imunisasi berjalan dengan vaksin yang mengandung thiomersal dengan alasan keselamatan 2. 

The GACVS adalah suatu badan penasehat ilmiah yang didirikan oleh WHO untuk memberikan penilaian ilmiah yang dapat diandalkan dan independen isu keamanan vaksin dalam rangka untuk menanggulangi secara cepat, efisien dan dengan kekuatan ilmiah terhadap masalah tersebut. Keanggotaan mencakup para ahli dari seluruh dunia di bidang epidemiologi, pediatri, kedokteran internal, farmakologi dan toksikologi, penyakit menular, kesehatan masyarakat, imunologi dan otoimun, peraturan obat, dan keselamatan.

Page 10: Pro n Kontra Imunisasi

IMUNISASI: Upaya signifikan untuk menurunkan kematian anak yang harus didukung oleh semua pihak

Simposium Imunisasi ke 2 yang diselenggarakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia melalui Satuan tugas Imunisasi IDAI, bekerjasama dengan IDAI Cabang DKI Jakarta pada tanggal 19 November 2010, menyampaikan bahwa newborn survival, penyakit infeksi, dan nutrisi masih menjadi masalah kesehatan utama pada anak di Indonesia saat ini dan salah satu bagian terpenting dari Program Nasional Bagi Anak Indonesia adalah menurunkan angka kematian bayi dan balita.  Hal tersebut memang menjadi tanggung jawab Pemerintah untuk mengatasinya, tetapi Pemerintah harus dibantu. Siapa yang harus membantu ?  semua pihak harus berpartisipasi sesuai kompetensinya masing-masing. Petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan baik preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang optimal; Media memberikan informasi yang tepat, dan LSM membantu meningkatkan kepedulian masyarakat secara akurat. Meskipun belum optimal, tapi kita perlu berbangga bahwa komponen2 tersebut telah memberikan konstribusinya.

Imunisasi merupakan salah satu upaya yang terbukti efektif secara ilmiah untuk pencegahan penyakit infeksi berat, disamping pemberian air susu ibu selama 6 bulan, nutrisi seimbang, peningkatan higiene perorangan dan lingkungan yang juga merupakan kebutuhan dasar kesehatan anak secara umum yang harus dipenuhi. Secara global kita diminta untuk memberikan imunisasi secara lengkap kepada anak dibawah usia 1 tahun sebesar 90% coverage nasional. Agar upaya tersebut berhasil tentunya diperlukan (1) assessment terhadap performance, kualitas, dan safety strategi imunisasi melalui berbagai indikator, survelens epidemiologi, konfirmasi laboratorium, serta impact pada negara terkait, dan (2) assessment dari penyakit yang dapat dicegah oleh imunisasi saat ini dan akan datang, baik dalam hal penyakitnya, kematian, dan kecacatan, bahkan masalah ekonomi.

Perkembangan ilmu pengetahuan harus diterima. Hasil Penelitian dapat mendukung program yang sedang berlangsung dan bahkan dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki program yang telah berlangsung. Hal tersebut wajar dan bahkan sangat perlu sehingga pengkajian dapat berlangsung secara terus menerus. Akan tetapi, yang penting adalah bagaimana kita mengkaji suatu temuan ilmiah, apakah sahih atau tidak yang tentu ada aturannya sehingga ilmu tersebut dapat diaplikasi. Saya percaya Pemerintah telah mengatisipasi perkembangan tersebut, dengan membentuk badan-badan khusus untuk memantau program, kajian ilmu, dan kejadian ikutan imunisasi, yang juga mengikutsertakan profesional  terkait.

Dalam memberikan suatu obat termasuk vaksin, harus dikaji safety, efikasi, dan efektivitas dari vaksin yang akan diberikan. Hal ini syarat mutlak yang harus dipenuhi sebelum obat atau vaksin tersebut dipasarkan dan masuk satu negara. Dan, saya yakin Pemerintah melalui BPOM telah menjalankan hal tersebut secara teliti sebelum vaksin tersebut diijinkan beredar di Indonesia. IDAI sebagai organisasi profesi di bidang ilmu

Page 11: Pro n Kontra Imunisasi

kesehatan anak, hampir selalu diminta pendapatnya dalam mengkaji suatu vaksin termasuk perkembangan yang ada, walaupun demikian ijin edar tetap ditentukan oleh BPOM.

Kepada Satgas Imunisasi IDAI, Dr. Hegar juga menyampaikan rasa terima kasihnya atas segala upaya yang telah diberikan untuk selalu membantu program Pemerintah dalam menurunkan angka kematian anak melalui imunisasi. Salah satunya, adalah melalui simposium yang telah dilaksanakan untuk kedua kalinya ini. Simposium ini, sangat perlu  sekali. Di sini kita berkumpul dengan berbagai kesamaan dan bahkan perbedaan pemahaman tentang imunisasi. Dan, dalam pertemuan ini, kami berharap akan terjadi pertukaran informasi dan pengalaman baik dari teman-teman di program, teman teman di profesi, dan teman teman di lapangan. Pertukaran informasi ini sangat perlu untuk melengkapi kekurangan yang ada agar upaya kita menurunkan angka kematian anak menjadi makin optimal.  Diyakini pula, bahwa kita semua ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita, sehingga tidak mungkin kita akan memberikan sesuatu untuk mencelakannya.

Pada penutupan sambutannya, Dr. Hegar mengajak semua peserta simposium untuk satu niat yaitu meningkatkan ilmu pengetahuan di bidang imunisasi untuk kita terapkan kepada pasien kita; yaitu anak anak Indonesia, sehingga kita tidak hanya mengupayakan anak dapat lahir dengan selamat, tapi mereka juga dapat tumbuh sehat, dan berkembang secara optimal.

Dan menjadi tugas kita bersama menyiapkan anak yang sehat untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Healthy child for healthy Indonesia.

Penjelasan Kepada Orangtua Mengenai Imunisasi

Surat Persetujuan (informed consent)

Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) no. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik dinyatakan bahwa informed consent adalah perse-tujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut (pasal 1 ayat a).

Informasi harus diberikan kepada pasien baik diminta ataupun tidak diminta (pasal 4 ayat 1)

Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan (pasal 2 ayat 2)

Apabila tindakan medik dilakukan tanpa adanya persetujuan dari pasien atau keluarganya, maka dokter dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin prakteknya (pasal 13)

Page 12: Pro n Kontra Imunisasi

    Di dalam Permenkes tersebut yang dimaksud dengan tindakan medik adalah tindakan diagnostik atau terapeutik (pasal 1, ayat b), sehingga ada yang berpendapat bahwa imunisasi tidak perlu persetujuan tindakan medis. Namun, di Amerika dan Australia persetujuan tindakan medik sebelum imunisasi dianggap perlu, walaupun tidak harus tertulis. The American Academy of Pediatrics (AAP) menganjurkan pemberian (berupa brosur) yang disusun dan disediakan oleh pemerintah bekerjasama dengan AAP dan produsen vaksin. Selain itu AAP menganjurkan agar setiap kali pemberian imunisasi orangtua menandatangani persetujuan tertulis, atau dicatat dalam catatan medik bahwa penjelasan telah dilakukan dan difahami oleh orangtua.

    The Australian National Health and Medical Research Council (NHMRC) juga menganjurkan agar setiap kali sebelum imunisasi diberikan penjelasan  tertulis di samping penjelasan lisan. Pada imunisasi perorangan orangtua diberi daftar isian (kuesioner) dan keterangan tertulis tentang perbandingan risiko imunisasi dan bahaya penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut untuk dibaca dan didiskusikan dengan dokter. Tidak ada keharusan untuk mendapatkan persetujuan tertulis dari orangtua, cukup dicatat di dalam catatan medik bahwa orangtua telah diberikan penjelasan. Namun beberapa klinik  meminta persetujuan tertulis. Imunisasi masal (di sekolah) dilakukan setelah ada persetujuan tertulis dari orangtua. Namun jika orangtua hadir dibutuhkan persetujuan lisan dari orangtua. Namun jika orangtua hadir dibutuhkan persetujuan lisan dari orangtua walaupun telah ada persetujuan tertulis pada imunisasi sebelumnya.

    Sejalan dengan peningkatan pendidikan dan pengetahuan masyarakat serta kesadaran konsumen tentang hak-haknya, dihimbau kepada anggota IDAI sebelum melakukan imunisasi sebaiknya memberikan penjelasan bahwa imunisasi berguna untuk melindungi anak terhadap bahaya penyakit  mempunyai manfaat lebih besar dibandingkan dengan risiko kejadian ikutan yang dapat ditimbulkannya (sesuai maksud pasal 2 ayat 3 Permenkes 585/1989). Cara penyampaian dan isi informasi disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta kondisi dan situasi pasien (Permenkes 585/1989, pasal 2 ayat 4). Imunisasi yang dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah untuk kepentingan masyarakat banyak (di Posyandu, Puskesmas) tidak diperlukan persetujuan tindakan medik (sesuai Permenkes 585/1989 pasal 14).    Hal-hal yang Perlu Diperhatikan pada Bayi/ Anak Sebelum Imunisasi

Orangtua atau pengantar bayi /  anak dianjurkan dan memberitahukan hal-hal tersebut di bawah ini secara lisan tentang hal-hal yang berkaitan dengan indikasi kontra atau risiko kejadian ikutan pasca imunisasi tersebut di bawah ini,

pernah mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi yang berat pada imunisasi sebelumnya,

alergi terhadap bahan yang juga terdapat di dalam vaksin, sedang mendapat pengobatan steroid, radioterapi atau kemoterapi, menderita sakit yang menurunkan imunitas (leukimia, kanker, HIV/AIDS),

Page 13: Pro n Kontra Imunisasi

tinggal serumah dengan orang lain yang imunitasnya menurun (leukimia, kanker, HIV / AIDS),

tinggal serumah dengan oang lain dalam pengobatan yang menurunkan imunitas (radioterapi, kemoterapi, atau terapi steroid)

pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup (vaksin campak, poliomielitis, rubela)

pada 3 bulan yang lalu mendapat imunoglobulin atau transfusi darah

Pemberian Parasetamol Sesudah Imunisasi

Untuk mengurangi ketidaknyamanan pasca vaksinasi, dipertimbangkan untuk pemberian parasetamol 15 mg/kgbb kepada bayi/anak setelah imunisasi, terutama pasca vaksinasi DPT. Kemudian dilanjutkan setiap 3-4 jam sesuai kebutuhan, maksimal 4 kali dalam 24 jam. Jika keluhan masih berlanjut, diminta segera kembali kepada dokter.

Reaksi KIPI

Orangtua atau pengantar perlu diberitahu bahwa setelah imunisasi dapat timbul reaksi lokal di tempat penyuntikan  atau reaksi umum berupa keluhan dan gejala tertentu, tergantung pada jenis vaksinnya. Reaksi tersebut umumnya ringan, mudah diatasi oleh orangtua atau pengasuh , dan akan hilang dalam 1 - 2 hari. Di tempat suntikan kadang-kadang timbul kemerahan, pembekakan, gatal, nyeri selama 1 sampai 2 hari. Kompres hangat dapat mengurangi keadaan tersebut. Kadang-kadang teraba benjolan kecil yang agak keras selama beberapa minggu atau lebih, tetapi umunya tidak perlu dilakukan tindakan apapun.

BCG

Orangtua atau pengantar perlu diberitahu bahwa 2-6 minggu setelah imunisasi BCG dapat timbul bisul kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi selama 2-4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan menimbulkan jaringan parut. Bila ulkus mengeluarkan cairan orangtua dapat mengkompres dengan cairan antiseptik. Bila cairan bertambah banyak, koreng semakin membesar atau timbul pembesaran kelenjar regional (aksila), orangtua harus membawanya ke dokter.

Hepatitis B

Kejadian ikutan pasca imunisasi pada hepatitis B jarang terjadi, segera setelah imunisasi dapat timbul demam yang tidak tinggi, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan, pembengkakan, nyeri, rasa mual dan nyeri sendi. Orangtua / pengasuh dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah), jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika demam berikan parasetamol 15 mg/kgbb setiap 3 - 4 jam bila diperlukan, maksimal 6 kali dalam 24 jam bila diperlukan, maksimal 6 kali dalam 24 jam, boleh  mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika reaksi tersebut menjdai berat dan menetap, atau jika orangtua merasa khawatir, bawalah bayi / anak ke dokter.

Page 14: Pro n Kontra Imunisasi

DPT

Reaksi  yang dapat terjadi segera setelah vaksinasi DPT antara lain demam tinggi, rewel, di tempat suntikan  timbul kemerahan, nyeri dan pembengkakan, yang akan hilang dalam 2 hari. Orangtua / pengaruh dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah), jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika demam berikan parasetamol 15 kg/kgbb setiap 3 - 4 jam bila diperlukan, maksimal 6 kali dalam 24 jam, boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika reaksi-reaksi tersebut berat dan menetap, atau jika orangtua  merasa khawatir, bawalah bayi / anak ke dokter.

DT

Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi DT antara lain kemerahan, pembengkakan dan nyeri pada bekas suntikan. Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres dengan air dingin . Biasanya tidak perlu tindakan khusus.

Polio Oral

Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio, oleh karena itu orangtua / pengasuh tidak perlu melakukan tindakan apapun.

Campak dan MMR

Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi campak dan MMR berupa rasa tidak nyaman di bekas penyuntikan vaksin. Selain itu dapat terjadi gejala-gejala lain yang timbul 5 12 hari setelah penyuntikan, yaitu demam tidak tinggi atau erupsi kulit halus/tipis yang berlangsung kurang dari 48 jam. Pembengkakan kelenjar getah bening di belakang telinga dapat terjadi sekitar 3 minggu pasca imunisasi MMR. Orangtua / pengasuh dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah), jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika demam diberikan parasetamol 15 mg/kgbb setiap 3 - 4 jam bila diperlukan, maksimal 6 kali dalam 24 jam, boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika  reaksi-reaksi tersebut berat dan menetap, atau jika orangtua merasa khawatir, bawalah bayi / anak ke dokter.

Daftar Pustaka

1. Menteri Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI. Permenkes no. 585/Menkes/ Per / IX/1989 Persetujuan Tindakan Medik. Jakarta: Depkes & Kesos RI 1990.

2. Guwandi J. Tanya jawab persetujuan tindakan medik (informed consert). Edisi kedua. Jakarta, FKUI 1994.

3. National Health and Medical Research Council. MMR. Dalam: Watson C, penyunting. The Australian Immunisation Handbook. Edisi ke-6. Canberra: NHMRC 1997.

Page 15: Pro n Kontra Imunisasi

4. American Academy of Pediatrics. Active immunisation. Dalam: Peter g, Lepow ML, McCracken GH, Phillips CF., penyunting. Red Book 1994, Report Committee on Infectious Diseases. Edisi ke-23. Illinois: American Academy of Pediatrics 1994

  Indikasi kontra imunisasi.   Pada dasarnya, sedikit sekali kondisi yang me-nyebabkan imunisasi harus   ditunda. Pilek, batuk, suhu sedikit meningkat, bukan halangan untuk   imunisasi. 

  Kondisi dimana imunisasi tidak dapat diberikan: 

  - Sakit berat dan akut; Demam tinggi;   - Reaksi alergi yang berat atau reaksi anafilaktik;   - Bila anak menderita gangguan sistem imun berat (sedang menjalani terapi   steroid jangka lama, HIV) tidak boleh diberi vaksin hidup (polio oral, MMR,   BCG, cacar air).   - Alergi terhadap telur, hindari imunisasi influenza 

  Beberapa kondisi di bawah ini bukan halangan untuk imunisasi:   - Gangguan saluran napas atas atau gangguan saluran cerna ringan   - Riwayat efek samping imunisasi dalam keluarga.   - Riwayat kejang dalam keluarga.   - Riwayat kejang demam   - Riwayat penyakit infeksi terdahulu   - Kontak dengan penderita suatu penyakit infeksi   - Kelainan saraf menetap seperti palsi serebral, sindrom Down   - Eksim dan kelainan lokal di kulit   - Penyakit kronis (jantung, paru, penyakit metabolik)   - Terapi antibiotika; terapi steroid topikal (terapi lokal, kulit, mata)   - Riwayat kuning pada masa neonatus atau beberapa hari setelah lahir   - Berat lahir rendah   - Ibu si anak sedang hamil   - Usia anak melebihi usia rekomendasi imunisasi 

Imunisasi merupakan satu proses memberi vaksin kepada bayi bertujuan untuk mencegahpenyakit-penyakit berjangkit. Vaksin ialah virus atau bakteria yang mati atau dilemahkan.Imunisasi boleh diberi secara suntikan (melalui otot atau di bawah kulit) atau melalui mulut.Kesan sampingan vaksinasi adalah perkara biasa dan pada kebiasaannya adalah ringan dantidak membahayakan.

PLangkah berjaga-jaga dan tanda-tanda semasa imunisasi

Page 16: Pro n Kontra Imunisasi

adalah biasa1. Penjagaan berikut perlulah diberi perhatian :o Kesakitan yang sedikit tanpa demam bukan merupakan tanda imunisasio Reaksi yang sedikit selepas mengambil telur bukan merupakan tanda suntikancampako Walau bagaimanapun, jika bayi anda mempunyai kesakitan yang teruk dengansuhu badan yang melebihi 38°Celsius, imunisasi akan ditangguhkan sehinggabayi sihat.o Jika bayi mempunyai lebam yang jarang berlaku , suntikan akan menyebabkanpendarahan pada otot.2. Situasi dan tanda-tanda berikut jarang berlaku semasa imunisasi :o Vaksin hidup (OPV, MMR adalah kontra indikasi untuk bayi-bayi yangmempunyai daya tahan tubuh yang lemah disebabkan oleh penyakit serius ataupenggunaan ubat-ubat tertentu (penggunaan steroid jangka panjang, rawatankanser). Bagaimanapun apabila bayi telah sihat, imunisasi boleh diberikan.o Kanak-kanak yang telah dikenalpasti alah terhadap pemberian imunisasi yanglalu (anaphylaxis).

Serangkaian imunisasi yang terus digiatkan hingga saat ini oleh pihak-pihak terkait yang

katanya demi menjaga kesehatan anak, patut dikritisi lagi baik dari segi kesehatan

maupun syariat. Teori pemberian vaksin yang menyatakan bahwa “memasukkan bibit

penyakit yang telah dilemahkan kepada manusia akan menghasilkan pelindung berupa

anti bodi tertentu untuk menahan serangan penyakit yang lebih besar. Benarkah?

Tiga Mitos Menyesatkan

Vaksin begitu dipercaya sebagai pencegah penyakit. Hal ini tidak terlepas dari adanya 3

mitos yang sengaja disebarkan. Padahal, hal itu berlawanan dengan kenyataan.

effektif melindungi manusia dari penyakit.

Kenyataan: Banyak penelitian medis mencatat kegagalan vaksinasi. Campak, gabag,

gondong, polio, terjadi juga di pemukiman penduduk yang telah diimunisasi. Sebagai

contoh, pada tahun 1989, wabah campak terjadi di sekolah yang punya tingkat vaksinasi

lebih besar dari 98%. WHO juga menemukan bahwa seseorang yang telah divaksin

campak, punya kemungkinan 15 kali lebih besar untuk terserang penyakit tersebut

daripada yang tidak divaksin.

Imunisasi merupakan sebab utama penurunan jumlah penyakit.

Kebanyakan penurunan penyakit terjadi sebelum dikenalkan imunisasi secara masal.

Salah satu buktinya, penyakit-penyakit infeksi yang mematikan di AS dan Inggris

Page 17: Pro n Kontra Imunisasi

mengalami penurunan rata-rata sebesar 80%, itu terjadi sebelum ada vaksinasi. The

British Association for the Advancement of Science menemukan bahwa penyakit anak-

anak mengalami penurunan sebesar 90% antara 1850 dan 1940, dan hal itu terjadi jauh

sebelum program imunisasi diwajibkan.

imunisasi benar-benar aman bagi anak-anak

Yang benar, imunisasi lebih besar bahayanya. Salah satu buktinya, pada tahun 1986,

kongres AS membentuk The National Childhood Vaccine Injury Act, yang mengakui

kenyataan bahwa vaksin dapat menyebabkan luka dan kematian.

Racun dan Najis? Tak Masuk Akal

Apa saja racun yang terkandung dalam vaksin? Beberapa racun dan bahan berbahaya

yang biasa digunakan seperti Merkuri, Formaldehid, Aluminium, Fosfat, Sodium,

Neomioin, Fenol, Aseton, dan sebagainya. Sedangkan yang dari hewan biasanya darah

kuda dan babi, nanah dari cacar sapi, jaringan otak kelinci, jaringan ginjal anjing, sel

ginjal kera, embrio ayam, serum anak sapi, dan sebagainya. Sungguh, terdapat banyak

persamaan antara praktik penyihir zaman dulu dengan pengobatan modern. Keduanya

menggunakan organ tubuh manusia dan hewan, kotoran dan racun (informasi ini diambil

dari British National Anti-Vaccination league)

Dr. William Hay menyatakan, “Tak masuk akal memikirkan bahwa Anda bisa

menyuntikkan nanah ke dalam tubuh anak kecil dan dengan proses tertentu akan

meningkatkan kesehatannya. Tubuh punya cara pertahanan tersendiri yang tergantung

pada vitalitas saat itu. Jika dalam kondisi fit, tubuh akan mampu melawan semua infeksi,

dan jika kondisinya sedang menurun, tidak akan mampu. Dan Anda tidak dapat

mengubah kebugaran tubuh menjadi lebih baik dengan memasukkan racun apapun juga

ke dalamnya.” ….. (Immunisation:The Reality behind the Myth)

Makhluk Mulia Vs Hewan

Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Manusia

merupakan khalifah di bumi, sehingga merupakan ashraful

makhluqaat (makhluk termulia). Mengingat keunggulan fisik, kecerdasan, dan jiwa

secara hakiki, manusia mengungguli semua ciptaan Allah yang ada. Manusia merupakan

makhluk unik yang dilengkapi sistem kekebalan alami yang berpotensi melawan semua

mikroba, virus, serta bakteri asing dan berbahaya.

Jika manusia menjalani hidupnya sesuai petunjuk syariat yang berupa perintah dan

larangan, kesehatannya akan tetap terjaga dari serangan virus, bakteri, dan kuman

penyakit lainnya. Sedangkan orang-orang kafir, mengangap adanya kekurangan dalam

diri manusia sebagai ciptaan Allah, sehingga berusaha sekuat tenaga memperkuat sistemn

pertahanan tubuh melalui imunisasai yang tercampur najis dan penuh dengan bahaya.

Page 18: Pro n Kontra Imunisasi

Manusia merupakan makhluk yang punya banyak kelebihan. Terdapat perbedaan yang

mencolok antara manusia dengan hewan tingkat rendah. Apa yang dapat diterapkan

padanya tidak cocok bagi hewan, demikian juga sebaliknya. Namun, orang-orang atheis

menyamakan hewan dengan manusia, sebab mereka menganut teori evolusi manusia

melalui kera yang sangat “menggelikan”. Oleh karena itu, mereka percaya bahwa apa

yang dimiliki hewan dapat secara aman dimasukkan ke dalam tubuh manusia. Jadi, sel-

sel hewan, virus, bakteri, darah, dan nanah disuntikkan ke dalam tubuh manusia. Logika

setan ini adalah menjijikkan menurut Islam.

Imunisasi digembar-gemborkan sebagai suatu bentuk keajaiban pencegahan penyakit,

padahal faktanya cara itu tidak lebih hanya sebagai proyek penghasil uang para dokter

dan perusahaan farmasi. Dalam kenyataannya, imunisasi lebih banyak menyebabkan

bahaya daripada kesehatan. Bahkan, mengacaukan proses-proses alami yang ada dalam

ciptaan-Nya. Nah, dengan paparan singkat ini, orang tua mana yang merasa tidak takut

untuk memberikan imunisasi pada anaknya

Jenis dan Macam-macam Imunisasi Kekebalan   Tubuh Filed under: Uncategorized — salindri @ 7:10 am

A. Imunisasi Aktif

Imunisasi aktif adalah kekebalan tubuh yang didapat seseorang karena tubuh yang secara aktif membentuk zat anti bodi.1. Imunisasi aktif alamiahAdalah kekebalan tubuh yang secara otomatis diperoleh setelah sembuh dari suatu penyakit.2. Imunisasi aktif buatanAdalah kekebalan tubuh yang didapat dari vaksinasi yang diberikan untuk mendapatkan perlindungan dari suatu penyakit

B. Imunisasi Pasif

Imunisasi adalah kekebalan tubuh yang bisa diperoleh seseorang yang zat kekebalan tubuhnya didapatkan dari luar.1. Imunisasi pasif alamiah

Adalah antibody yang didapat seseorang karena diturunkan oleh ibu yang merupakan orang tua kandung langsung ketika berada dalam kandungan.

2. Imunisasi pasif buatan

Adalah kekebalan tubuh yang diperoleh karena suntikan serum untuk mencegah penyakit tertentu

Imunisasi, Upaya untuk Meningkatkan Kekebalan Tubuh

Zat yang dimasukkan ke dalam tubuh disebut vaksin. Vaksin adalah sebuah senyawa antigen yang berfungsi untuk meningkatkan imunitas tubuh terhadap virus.

Page 19: Pro n Kontra Imunisasi

Terbuat dari virus yag telah dimatikan atau “dilemahkan” dengan menggunakan bahan-bahan tambahan lainnya seperti formalaldehid, thymerosal, dan lainnya.

Jenis-jenis imunisasi atau vaksinasi antara lain adalah vaksin terhadap penyakit hepatitis, polio, Rubella, BCG, DPT, Measles –Mumps-Rubella (MMR), cacar air, dan jenis penyakit lainnya seperti influenza. Bunda yang memiliki anak balita pasti sudah sering membawa balitanya pergi ke tenaga medis terdekat untuk memperoleh imunisasi.

Pemberian vaksin dilakukan dalam rangka untuk memproduksi sistem immune (kekebalan tubuh) seseorang terhadap suatu penyakit. Berdasarkan teori antibodi, ketika benda asing masuk seperti virus dan bakteri ke dalam tubuh manusia, maka tubuh akan menandai dan merekamnya sebagai suatu benda asing. Kemudian tubuh akan membuat perlawanan terhadap benda asing tersebut dengan membentuk yang namanya antibodi terhadap benda asing tersebut. Antibodi yang dibentuk bersifat spesifik yang akan berfungsi pada saat tubuh kembali terekspos dengan benda asing tersebut.

Berdasarkan peraturan WHO yang ada di UCI (Universal Child Imunitation), imunisasi untuk bayi dan anak usia 0 – 10 tahun terdiri dari BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B, MMR, dan Tetanus Toxoid (TT). Efektivitas imunisasi hanya bertahan sekitar 5 – 10 tahun. Jadi di antara usia tersebut, anak perlu diimunisasi lagi atau istilahnya booster (penguat).

Namun, perlu diingat bahwa Imunisasi tidak dapat memproteksi bayi dan anak hingga 100 persen. Kira-kira hanya 80 persen saja, dan itu sudah cukup. Imunisasi perlu diulang dalam jangka waktu tertentu demi memperkuat kekebalan yang mulai menurun di dalam tubuh. Namun bila lupa melakukan imunisasi ulang, anda tak perlu melakukan lagi imunisasi dasar.

Secara umum, imunisasi terdiri dari 2 golongan. Golongan pertama adalah imunisasi yang harus selesai sebelum usia setahun dan golongan kedua adalah imunisasi yang tak boleh dilaksanakan pada usia di bawah setahun. Perlu diperhatikan, ada beberapa imunisasi yang sebaiknya dilakukan tepat berdasarkan umur.

Imunisasi yang harus selesai dilaksanakan di bawah usia setahun adalah Hepatitis B-1, Polio-0, Hepatitis B-2, BCG, DTP-1, Hib-1, Polio-1, DTP-2, Hib-2, Polio-2, DTP-3, Hib-3, Polio-3, Hepatitis B-3, dan Campak-1. Sedangkan setelah usia setahun, masih ada beberapa imunisasi lagi yang harus dilakukan, di antaranya adalah MMR, Hib-4, DTP-4, Polio-4, Hepatitis A, dan Tifoid. Setelah berusia 5 tahun ke atas, anak juga dapat memperoleh imunisasi Tifoid, DTP-5, Polio-5, MMR, dT/TT, dan Varisela.

alinafry.wordpress.com/2008/06/24/jenis-dan-macam-macam-imunisasi-kekebalan-tubuh/

Imunisasi Lengkap, Bentengi Anak Dari Penyakit  Berbahaya

October 23, 2007 by fitrivai

Sumber : Tabloid Ibu & Anak (http://naila.rad.net.id/detail.aspx?id=N091)

Ada beberapa penyakit yang belum ditemukan obatnya. Salah satunya adalah hepatitis

dan polio. Untuk menghindarinya, maka jalan satu-satunya adalah dengan vaksinasi atau

Page 20: Pro n Kontra Imunisasi

imunisasi. Untuk itulah, maka imunisasi bermanfaat untuk membentengi balita dari

penyakit berbahaya.

Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaksin

adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin

membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi

terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga

membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak.

Imunisasi seharusnya diberikan pada anak beberapa hari setelah ia lahir. Imunisasi atau

vaksin dasar yang wajib diberikan adalah BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B. Waktu

pemberiannya pun sudah ditetapkan, secara bertahap. Misalnya, BCG diberikan pada

anak usia 2 bulan, DPT Polio, usia 2, 3, 4 bulan dan sebagainya.

Beberapa vaksin ini pemberiannya juga berulang. Misalnya, DPT Polio diberikan pada

usia 2 bulan, kemudian diulang pada usia 3, 4 dan seterusnya. Namun ada juga vaksin

yang cukup diberikan satu kali misalnya vaksin BCG. Pemberian vaksin tersebut

bertujuan untuk memberikan kekebalan tubuh agar tidak mudah terinfeksi berbagai

penyakit.

Rentan Infeksi

Mengapa anak perlu diberi vaksin? Menurut Prof.dr.Sri Rezeki Hadinegoro, dari Bagian

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), bayi rentan

terhadap infeksi. Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh beberapa hal seperti faktor gizi,

lingkungan, usia dan jenis kelamin. “Semakin muda usia seseorang, makin tinggi pula

risiko terkena penyakit yang disebabkan oleh infeksi seperti polio, tifus meningitis,

pneumonia dan sejenisnya,” ungkapnya.

“Asupan gizi yang rendah juga memicu menurunnya imunitas atau kekebalan tubuh yang

membuat infeksi lebih mudah menyerang,” tambahnya. Dokter yang juga ketua Satgas

Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini juga mengatakan bahwa, terjadinya

infeksi diawali oleh masuknya mikroorganisme seperti virus, bakteri, parasit dan jamur

ke dalam tubuh manusia. Reaksi akibat masuknya virus bisa beragam seperti sakit atau

bahkan meninggal.

Page 21: Pro n Kontra Imunisasi

“Kalau orang yang kemasukan virus bisa selamat, maka setelah sembuh, dalam tubuhnya

akan terbentuk antibodi terhadap virus yang masuk tadi, sehingga tidak akan terkena

infeksi penyakit serupa,” katanya. Itulah sebabnya, maka untuk membantu meningkatkan

sistem kekebalan tubuh, dilakukan imuniasi. Melalui imunisasi, tubuh dibantu oleh

vaksin untuk melawan berbagai penyakit seperti, TBC, Cacar, Polio, Campak, Dipteri,

Hepatitis dan lain sebagainya.

Aman Tapi Terlupakan

Lebih lanjut, dokter yang lulus spesialis anak pada tahun 1983 di Universitas Indonesia

ini mengatakan, bahwa vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang

diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul. Efek

sampingnya pun lama kelamaan bisa diminimalkan berkat kemajuan teknologi.

Menurut Sri Redjeki, demam yang ditimbulkan oleh suntikan vaksin saat ini tidak lagi

separah dulu. Memang ada bakteri yang sudah dilumpuhkan yang memicu terjadinya

demam, tapi kini berkat rekayasa genetika sifat gen bakteri pemicu demam sudah mampu

dihilangkan.

Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, sekarang

ini sudah jarang ditemukan. Namun sayangnya, menurut cacatat Sri Redjeki umumnya

ibu di Indonesia cenderung menganggap anaknya sudah cukup mendapat vaksin kalau

sudah melewati usia satu tahun. padahal dalam usia satu tahun itu, ada beberapa vaksin

yang lupa diberikan. Apalagi jika pada usia satu tahun itu anak mendapat adik lagi.

“Maka vaksin tambahan kerap terlupakan,” ujarnya menyayangkan.

Padahal menurutnya, kalau pun terlambat, vaksin masih perlu tetap diberikan. “Lebih

baik vaksin diberikan terlambat daripada tidak sama sekali,” ujarnya.

Macam-Macam Vaksin Wajib Dan Waktu Pemberian

BCG

I. 2 bulan

DPT/DT

I. 3 bulan

II. 4 bulan

III. 5 bulan

Page 22: Pro n Kontra Imunisasi

IV. 1 tahun 6 bulan

V. 5 tahun

VI. 10 tahun

Polio

I. 3 bulan

II. 4 bulan

III. 5 bulan

IV. 1 tahun 6 bulan

V. 5 tahun

Campak

I. 9 bulan atau lebih

Measles

II. 5-7 tahun

Sumber: Catatan kesehatan anak Klinik Arthasari, Cibubur

Vaksin Yang Dianjurkan

MMR

I. 1 tahun 3 bulan

II. 4-6 tahun

TIP A

I. Sesuai keadaan

II. Sesuai keadaan

Typhoid & parathypoid

III. Sesuai keadaan

Hepatitis B

I. Waktu lahir atau lebih

II. Sesuai keadaan I

III. Sesuai keadaan II

IV. Sesuai keadaan III

Macam-Macam Vaksin Dan Fungsinya

Imunisasi BCG

Page 23: Pro n Kontra Imunisasi

Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC).

Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan. BCG

diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan.

Imunisasi DPT

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan

tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat

menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi

bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi

pernafasan yang melengking.

Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk

sehingga anak sulit bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan

komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Sementara Tetanus

adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.

Vaksin DPT diberikan dengan cara disuntikkan pada otot lengan atau paha.Imunisasi

DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan

(DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT

ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun).Jika anak

mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan

DPT.

Imunisasi Polio

Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio bisa

menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai.

Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk

menelan, dapat juga menyebabkan kematian.

Imunisasi dasar polio diberikan pada anak umuur 0-4 bulan sebanyak 4 kali, (polio I,II,

III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan

diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun)

dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).

Imunisasi Campak

Page 24: Pro n Kontra Imunisasi

Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek).

Imunisasi campak diberikan sebanyak 2 kali. Pertama, pada saat anak berumur 9 bulan

atau lebih, Campak 2 diberikan pada umur 5-7 tahun. Pada kejadian luar biasa dapat

diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara

langsung di bawah kulit (subkutan).

Campak 1 diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan Campak

2 diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai pada tingkat yang tertingi.

Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare.

Imunisasi Hepatitis B (HBV)

Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.

Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Imunisasi ini diberikan

sebanyak 4 kali. Antara suntikan HBV1 dengan HBV2 diberikan dengan selang waktu 1

bulan pada saat anak berumur di bawah 4 bulan. Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan

Hepatitis, vaksin HBV disuntikan dalam waktu 12 jam setelah lahir. Sedangkan pada bayi

yang lahir dari ibu yang status Hepatitisnya tidak diketahui, HBV I diberikan dalam

waktu 12 jam setelah lahir

HBV3 diberikan pada usia antara 6-18 bulan. Imunisasi HBV 4 diberikan saat anak

berusia 10 tahun. Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya

memiliki Hepatitis B. Imunisasi juga bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan.

Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar-

benar pulih.

Imunisasi MMR

Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak, gondongan

dan campak Jerman. Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan

mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga

bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan

kematian.

Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu

maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan

meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak.

Page 25: Pro n Kontra Imunisasi

Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi

kemandulan. Sedangkan Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam

kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher, pembengkakan otak atau gangguan

perdarahan.

Suntikan diberikan sebanyak 2 kali, suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur

12-18 bulan. Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang

adekuat, karenanya suntikan kedua bisa diberikan pada saat anak berumur 4-6 tahun atau

pada saat anak berumur 11-13 tahun.

Imunisasi Hepatitis A

Hepatitis A adalah masuknya virus Hepatitis A ke dalam tubuh, terutama menyerang hati,

sehingga bisa menimbulkan gejala-gejala hepatitis. Virus Hepatitis A sangat mudah

menular dan menyebabkan 20% – 40% dari semua infeksi hepatitis. Waktu pemberian

dimulai umur 2 tahun. Satu kali suntikan pertama, dan 6 bulan berikutnya suntikan

penguat (booster) dapat memberikan perlindungan sekurang-kurangnya 10 tahun.

Imunisasi Varisella (Cacar Air)

Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster merupakan penyakit sangat menular.

Infeksi akibat cacar air ringan dan tidak berakibat fatal, tetapi pada sejumlah kasus,

penyakit bisa sangat serius sehingga penderitanya dirawat dan diantaranya meninggal.

Imunisasi varisella berfungsi memberikan perlindungan terhadapa cacar air. Suntikan

diberikan pada anak yang berumur 10-12 tahun dan belum pernah menderita cacar air.

Suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin.

Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah mendapatkan

vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis

vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu.

Vaksinasi Typhoid

Demam Typhoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonela thypi. Dari

lambung manusia, kuman ini kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh lainnya.

Penderita infeksi bakteri typhoid akan mengalami gejala awal berupa demam, badan

mengiggil, sakit kepala, nyerit otot, anoreksia, mual, muntah diare dan aneka gangguan

perut lainnya.

Page 26: Pro n Kontra Imunisasi

Komplikasi demam typhoid dapat menyebabkan penyakit serius dan kematian.

Pemberian vaksinasi atau merupakan cara efektif untuk mencegah derita demam typhoid.

Vaksin typhoid dapat diberikan pada anak usia 2 tahun. Satu kali suntikan menjamin

perlindungan terhadap Salmonella paratyphi A dan B, dan melindungi penyakit ini

sekurang-kurangnya 3 tahun

fitrivai.wordpress.com/2007/10/23/imunisasi-lengkap-bentengi-anak-dari-penyakit-berbahaya/

PRO DAN KONTRA IMUNISASI

1. Pengertian Imunisasi

Imunisasi merupakan satu proses memberi vaksin kepada bayi bertujuan untuk mencegah penyakit-penyakit berjangkit. Vaksin ialah virus atau bakteria yang mati atau dilemahkan. Imunisasi boleh diberi secara suntikan (melalui otot atau di bawah kulit) atau melalui mulut.

Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak.

Imunisasi seharusnya diberikan pada anak beberapa hari setelah ia lahir. Imunisasi atau vaksin dasar yang wajib diberikan adalah BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B. Waktu pemberiannya pun sudah ditetapkan, secara bertahap. Misalnya, BCG diberikan pada anak usia 2 bulan, DPT Polio, usia 2, 3, 4 bulan dan sebagainya.

Beberapa vaksin ini pemberiannya juga berulang. Misalnya, DPT Polio diberikan pada usia 2 bulan, kemudian diulang pada usia 3, 4 dan seterusnya. Namun ada juga vaksin yang cukup diberikan satu kali misalnya vaksin BCG. Pemberian vaksin tersebut bertujuan untuk memberikan kekebalan tubuh agar tidak mudah terinfeksi berbagai penyakit.

2. Macam-Macam Vaksin Wajib Dan Waktu Pemberian

BCG

I. 2 bulan

DPT/DT

I. 3 bulan

II. 4 bulan

III. 5 bulan

IV. 1 tahun 6 bulan

Page 27: Pro n Kontra Imunisasi

V. 5 tahun

VI. 10 tahun

Poli

I. 3 bulan

II. 4 bulan

III. 5 bulan

IV. 1 tahun 6 bulan

V. 5 tahun

Campak

I. 9 bulan atau lebih

Measles

II. 5-7 tahun

Vaksin Yang Dianjurkan

MMR

I. 1 tahun 3 bulan

II. 4-6 tahun

TIP A

I. Sesuai keadaanII. Sesuai keadaan

Typhoid & parathypoid

Sesuai keadaan

Hepatitis B

I. Waktu lahir atau lebih

II. Sesuai keadaan I

III. Sesuai keadaan II

IV. Sesuai keadaan II

Imunisasi BCG

Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis

(TBC). Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang

dilemahkan. BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan.

Page 28: Pro n Kontra Imunisasi

Imunisasi DPT

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri,

pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan

dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah

inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta

bunyi pernafasan yang melengking.

Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan

batuk sehingga anak sulit bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan

komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Sementara Tetanus

adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.

Vaksin DPT diberikan dengan cara disuntikkan pada otot lengan atau

paha.Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan

(DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4

minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah

(5-6 tahun).Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya

diberikan DT, bukan DPT.

Imunisasi Polio

Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis.

Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua

lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan

otot untuk menelan, dapat juga menyebabkan kematian.

Imunisasi dasar polio diberikan pada anak umuur 0-4 bulan sebanyak 4 kali,

(polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio

ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6

tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).

Imunisasi Campak

Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak

(tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 2 kali. Pertama, pada saat anak berumur

9 bulan atau lebih, Campak 2 diberikan pada umur 5-7 tahun. Pada kejadian luar biasa

Page 29: Pro n Kontra Imunisasi

dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan

secara langsung di bawah kulit (subkutan).

Campak 1 diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan

Campak 2 diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai pada tingkat yang

tertingi. Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare.

Imunisasi Hepatitis B (HBV)

Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan

kematian. Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Imunisasi ini

diberikan sebanyak 4 kali. Antara suntikan HBV1 dengan HBV2 diberikan dengan selang

waktu 1 bulan pada saat anak berumur di bawah 4 bulan. Kepada bayi yang lahir dari ibu

dengan Hepatitis, vaksin HBV disuntikan dalam waktu 12 jam setelah lahir. Sedangkan

pada bayi yang lahir dari ibu yang status Hepatitisnya tidak diketahui, HBV I diberikan

dalam waktu 12 jam setelah lahir

HBV3 diberikan pada usia antara 6-18 bulan. Imunisasi HBV 4 diberikan saat

anak berusia 10 tahun. Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya

memiliki Hepatitis B. Imunisasi juga bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan.

Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar-

benar pulih.

Imunisasi MMR

Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak,

gondongan dan campak Jerman. Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk,

hidung meler dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia.

Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak

dan bahkan kematian.

Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah

satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa

menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan

pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah

zakar sehingga terjadi kemandulan. Sedangkan Campak Jerman (rubella) menyebabkan

Page 30: Pro n Kontra Imunisasi

demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher,

pembengkakan otak atau gangguan perdarahan.

Suntikan diberikan sebanyak 2 kali, suntikan pertama diberikan pada saat anak

berumur 12-18 bulan. Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur

hidup yang adekuat, karenanya suntikan kedua bisa diberikan pada saat anak berumur 4-6

tahun atau pada saat anak berumur 11-13 tahun.

Imunisasi Hepatitis A

Hepatitis A adalah masuknya virus Hepatitis A ke dalam tubuh, terutama

menyerang hati, sehingga bisa menimbulkan gejala-gejala hepatitis. Virus Hepatitis A

sangat mudah menular dan menyebabkan 20% – 40% dari semua infeksi hepatitis. Waktu

pemberian dimulai umur 2 tahun. Satu kali suntikan pertama, dan 6 bulan berikutnya

suntikan penguat (booster) dapat memberikan perlindungan sekurang-kurangnya 10

tahun.

Imunisasi Varisella (Cacar Air)

Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster merupakan penyakit sangat menular.

Infeksi akibat cacar air ringan dan tidak berakibat fatal, tetapi pada sejumlah kasus,

penyakit bisa sangat serius sehingga penderitanya dirawat dan diantaranya meninggal.

Imunisasi varisella berfungsi memberikan perlindungan terhadapa cacar air. Suntikan

diberikan pada anak yang berumur 10-12 tahun dan belum pernah menderita cacar air.

Suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin.

Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah

mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya

diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu.

Vaksinasi Typhoid

Demam Typhoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonela thypi.

Dari lambung manusia, kuman ini kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh lainnya.

Penderita infeksi bakteri typhoid akan mengalami gejala awal berupa demam, badan

mengiggil, sakit kepala, nyerit otot, anoreksia, mual, muntah diare dan aneka gangguan

perut lainnya.

Page 31: Pro n Kontra Imunisasi

3. Pro Imunisasi

Rentan Infeksi

Mengapa anak perlu diberi vaksin? Menurut Prof.dr.Sri Rezeki Hadinegoro, dari

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), bayi

rentan terhadap infeksi. Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh beberapa hal seperti faktor

gizi, lingkungan, usia dan jenis kelamin. “Semakin muda usia seseorang, makin tinggi

pula risiko terkena penyakit yang disebabkan oleh infeksi seperti polio, tifus meningitis,

pneumonia dan sejenisnya,” ungkapnya.

“Asupan gizi yang rendah juga memicu menurunnya imunitas atau kekebalan

tubuh yang membuat infeksi lebih mudah menyerang,” tambahnya. Dokter yang juga

ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini juga mengatakan bahwa,

terjadinya infeksi diawali oleh masuknya mikroorganisme seperti virus, bakteri, parasit

dan jamur ke dalam tubuh manusia. Reaksi akibat masuknya virus bisa beragam seperti

sakit atau bahkan meninggal.

“Kalau orang yang kemasukan virus bisa selamat, maka setelah sembuh, dalam

tubuhnya akan terbentuk antibodi terhadap virus yang masuk tadi, sehingga tidak akan

terkena infeksi penyakit serupa,” katanya. Itulah sebabnya, maka untuk membantu

meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dilakukan imuniasi. Melalui imunisasi, tubuh

dibantu oleh vaksin untuk melawan berbagai penyakit seperti, TBC, Cacar, Polio,

Campak, Dipteri, Hepatitis dan lain sebagainya.

Aman Tapi Terlupakan

Lebih lanjut, dokter yang lulus spesialis anak pada tahun 1983 di Universitas

Indonesia ini mengatakan, bahwa vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan

perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang

mungkin timbul. Efek sampingnya pun lama kelamaan bisa diminimalkan berkat

kemajuan teknologi.

Menurut Sri Redjeki, demam yang ditimbulkan oleh suntikan vaksin saat ini tidak

lagi separah dulu. Memang ada bakteri yang sudah dilumpuhkan yang memicu terjadinya

demam, tapi kini berkat rekayasa genetika sifat gen bakteri pemicu demam sudah mampu

dihilangkan.

Page 32: Pro n Kontra Imunisasi

Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius,

sekarang ini sudah jarang ditemukan. Namun sayangnya, menurut cacatat Sri Redjeki

umumnya ibu di Indonesia cenderung menganggap anaknya sudah cukup mendapat

vaksin kalau sudah melewati usia satu tahun. padahal dalam usia satu tahun itu, ada

beberapa vaksin yang lupa diberikan. Apalagi jika pada usia satu tahun itu anak mendapat

adik lagi. “Maka vaksin tambahan kerap terlupakan,” ujarnya menyayangkan.

Padahal menurutnya, kalau pun terlambat, vaksin masih perlu tetap diberikan.

“Lebih baik vaksin diberikan terlambat daripada tidak sama sekali,” ujarnya.

Kemudian dari hasil riset sana-sini, akhirnya dapat ditarik kesimpulan: Imunisasi tetap harus diberikan, terutama yang wajib.

Alasan:

1. Tidak semua vaksin mengandung zat haram, terutama yang produk Indonesia. Untuk 1 jenis vaksin tersedia versi halalnya. Namun meski demikian, imunisasi termasuk bentuk darurat yang mana termasuk kategori boleh selama belum ada gantinya.

2. Pengertian dholim pada anak justru lebih aman jika dibandingkan dengan mengabaikan penjagaan kesehatan anak. Pemberian vaksin memang menyebabkan demam 1-2 hari (ada pula yang dapat dipilih mana yang bikin demam dan yang tidak), karena memang itu tujuannya, yakni agar antibodi bekerja. Tanpa imunisasi memang anak tidak mengalami demam, namun untuk ke depannya akan jauh lebih berbahaya.

3. Kasus 'malfunction' imunisasi memang pernah terjadi, namun hal tersebut adalah kasuistis. Selain berusaha, jangan abaikan doa.

4. Kontra Imunisasi

Imunisasi tidak menyembuhkan, tidak pula menjamin 100% bahwa kita tidak akan terpapar oleh bakteri atau virus yang terkandung dalam vaksin. Seperti namanya, imunisasi bertujuan untuk membangun kekebalan tubuh atas infeksi penyakit tertentu. Caranya dengan mengenalkan bakteri atau virus yang telah dilemahkan, dalam dosis tertentu, agar tubuh memproduksi antibodi dalam jumlah yang memadai untuk melawan apabila di kemudian hari bakteri atau virus sejenis datang ‘bertamu’.

Banyak kasus penyakit bayi/balita yang timbul setelah mereka disuntik imunisasi.

- Pasien lain di RS yang sama mengatakan pada saya, anak saudaranya sampai dengan usia 2 tahun belum pernah suntik Imunisasi Hepatitis namun, setelah ada dokter (spesialis anak) yang tahu, lalu disarankan diimunisasi Hepatitis, kemudian tidak lama setelah itu akhirnya anak saudaranya positif terkena Hepatitis akut, dan harus bolak-balik berobat ke dokter.

Page 33: Pro n Kontra Imunisasi

Indonesia adalah daerah endemik Hepatitis B. Rasanya ini sudah cukup untuk dijadikan alasan mengapa bayi baru lahir direkomendasikan untuk mendapat vaksin hepatitis B. Terutama pula karena para carrier virus Hepatitis B biasanya tidak sadar mereka telah terinfeksi, akibatnya dapat dengan mudah menularkannya kepada bayi.

Tentang terjangkit hepatitis setelah diimunisasi, tergantung jenis hepatitisnya. Hepatitis A menular lewat oral-fecal. Bisa saja anak diberi imunisasi hepatitis B, tapi tertular hepatitis A dari makanan yang terkontaminasi. Atau sebaliknya, diimunisasi hepatitis A tapi tertular hepatitis B dari kontak cairan tubuh dengan carrier (misalnya lewat luka terbuka). Atau diimunisasi hepatitis A tapi sebenarnya ibu adalah carrier virus hepatitis B dan menurunkannya ke anak, yang tidak terlindungi karena tidak diberi vaksin hepatitis B segera setelah lahir.

Inisasi dan fisik anak

- Tetangga saya, sehabis Imunisasi campak, dua hari kemudian malah terkena campak. Tetangga kami yang lain, anak pertamanya rutin diimunisasi, namun fhisiknya malah lemah sering sakit-sakitan.

Page 34: Pro n Kontra Imunisasi

DAFTAR PUSTAKA

1. alinafry.wordpress.com/2008/06/24/jenis-dan-macam-macam-imunisasi- kekebalan-tubuh/.

2. Menteri Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI. Permenkes no. 585/Menkes/ Per / IX/1989 Persetujuan Tindakan Medik. Jakarta: Depkes & Kesos RI 1990.

3. Guwandi J. Tanya jawab persetujuan tindakan medik (informed consert). Edisi kedua. Jakarta, FKUI 1994.

4. National Health and Medical Research Council. MMR. Dalam: Watson C, penyunting. The Australian Immunisation Handbook. Edisi ke-6. Canberra: NHMRC 1997.

5. American Academy of Pediatrics. Active immunisation. Dalam: Peter g, Lepow ML, McCracken GH, Phillips CF., penyunting. Red Book 1994, Report Committee on Infectious Diseases. Edisi ke-23. Illinois: American Academy of Pediatrics 1994